industri pengawetan kayu
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kayu telah menjadi bagian dari kehidupan manusia karena kayu telah
banyak digunakan sebagai alat perlengkapan sehari-hari, dan mengingat beberapa
karakteristik khas kayu yang tidak dijumpai pada bahan lain, yaitu (1) tersedia
hampir di seluruh dunia, (2) mudah diperoleh dalam berbagai bentuk dan ukuran,
(3) realtif mudah pengerjaannya, (4) penampilan sangat dekoratif dan alami, serta
(5) relative ringan.
Kebutuhan manusia akan kayu dari tahun ke tahun terus meningkat seiring
dengan laju pertumbuhan penduduk dan rumah tangga yang membutuhkan rumah
sebagai tempat tinggalnya. Kayu merupakan komponen penting dalam
perumahan, khususnya untuk kusen, pintu, jendela, dan bagian-bagian lain dari
suatu bangunan perumahan. Penggunaan kayu juga semakin berkembang, tidak
hanya menjadi komponen kontrusi bangunan, namun juga sebagai bahan baku
perangkat interior. Banyaknya penggunaan kayu dan semakin tingginya minat
masyarakat akan produk-produk olahan kayu, membuat hasil hutan ini mampu
menempati posisi penting dalam peringkat kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan kayu tersebut selama ini diperoleh dari penebangan pohon di
hutan alam dan sebagian lagi dipenuhi dari hutan tanaman. Saat ini kebutuhan
masyarakat akan kayu semakin sulit dipenuhi karena potensi dan volume tebangan
di hutan alam semakin berkurang. Dampak yang dirasakan dengan menurunnya
jumlah pasokan kayu adalah industri kayu mengalami kesulitan untuk
memperoleh bahan baku sehingga menyebabkan naiknya harga bahan baku serta
harga jual dari produk kayu tersebut.
Upaya pengawetan kayu sebenarnya sudah lama dilaksanakan, namun
dalam perjalanannya banyak menghadapi hambatan dan kendala sehingga industri
pengawetan kayu yang ada baik berskala usaha kecil, menengah, dan besar tidak
berkembangan sebagaimana yang diharapkan. Kendala-kendala tersebut meliputi:
1
biaya pengawetan yang relatif tinggi, kayu yang sudah diawetkan mempunyai
harga yang relatif tinggi dan tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat,
kebijakan dan perundangan yang ada belum mendukung berkembangannya
penggunaan kayu yang diawetkan sehingga industri-industri pengewatan kayu
tidak berkembang bahkan banyak yang bangkrut.
Sejarah perkembangan pengawetan kayu dimulai pada tahun 1911 oleh
Jawatan Kereta Api (JKA) dengan mengimpor bantalan kayu yang telah
diawetkan hingga tahun 1997 sebagai tahun penggalangan pengawetan kayu.
Sekalipun usaha pengawetan kayu sudah ada sejak jaman Belanda, namun
demikian pengembangan pengawetan kayu juga dihadapkan pada beberapa
kendala, seperti : (1) salah persepsi, (2) lemahnya kapasitas kelembagaan, (3)
organisasi yang kurang tepat, (4) sumber daya manusia yang rendah, dan (5)
kurangnya sarana dan prasarana.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka
dalam penelitian ini penulis akan mengemukakan beberapa permasalahan yang
berhubungan dengan penelitian ini, yaitu :
Industri pengawetan kayu mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan
baku sehingga menyebabkan naiknya harga bahan baku serta harga jual dari
produk kayu tersebut. Dalam perjalanannya industri ini banyak menghadapi
hambatan dan kendala sehingga industiy-industri pengewatan kayu tidak
berkembang bahkan banyak yang bangkrut. Sulitnya mendapatkan tenaga kerja
yang terampil dan produktif kerap dialami industri ini. Hal ini disebabkan karena
rendahnya minat masyarakat terhadap jenis pekerjaa ini. Selain itu, pemanfaatan
mesin belum mampu meningkatkan produksi industri ini.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah faktor produksi yaitu tenaga kerja, bahan baku, dan mesin
berpengaruh terhadap produksi industri pengawetan kayu?
2. Apakah faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi industri
pengawetan kayu berdasarkan skala usahanya?
2
3. Apakah faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi industri
pengawetan kayu?
4. Bagaimana nilai elastisitas produksi dan skala usaha industri pengawetan
kayu?
5. Berapakah nilai average product per variabel dan marginal product untuk
setiap variabel?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis pengaruh faktor produksi yaitu tenaga kerja, bahan baku, dan
mesin terhadap produksi industri pengawetan kayu
2. Menganalisis faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi industri
pengawetan kayu berdasarkan skala usahanya
3. Menganalisis faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi
industri pengawetan kayu
4. Menganalisis nilai elastisitas produksi dan skala usaha industri pengawetan
kayu
5. Menganalisis nilai average product per variabel dan marginal product untuk
setiap variabel
1.4 Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh seluruh
stakeholder dalam mempertahankan dan memajukan produksi industri
pengawetan kayu. Dalam hal ini stakeholder yang terkait diantaranya mencakup
tiga pihak yaitu pemerintah sebagai pengambil kebijakan, pelaku ekonomi
(produsen, konsumen), dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai data dasar
(bench mark data) bagi penelitian selanjutnya yang terkait dalam bidang ini. Dan
diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan produksi dan ketenagakerjaan.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Industri
Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, pengertian industry
adalah sebagai berikut : Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah
bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang
dengan nilai yang lebih tinggi penggunaannya, tidak termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri (Departemen Perindustrian, UU No. 5 Tahun
1984, tentang Perindustrian).
Menurut simposium hukum perindustrian, yang dimaksud dengan industry
adalah rangkaian kegiatan usaha ekonomi yang meliputi pengolahan dan
pengerjaan atau pembuatan, perubahan dan perbaikan bahan baku menjadi barang
sehingga pada akhirnya akan lebih berguna dan bermanfaat bagi seluruh
masyarakat (Simanjuntak, 1998 : 47).
Badan Pusat Statistik (2000) menyatakan bahwa industri adalah suatu unit
(kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan
barang atau jasa, dan terletak pada suatu bangunan atau suatu lokasi tertentu serta
mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur
biayanya. Dalam teori ekonomi disebutkan bahwa industri merupakan kumpulan
dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang yang sama.
Jadi, industry merupakan suatu unit yang melakukan kegiatan ekonomi
meliputi pengolahan, pengerjaan, perubahan dan perbaikan bahan baku menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi, serta mempunyai catatan administrasi
tersendiri mengenai produksi dan struktur biayanya.
2.1.2 Jenis-jenis Industri
Pengelompokan industri dilaksanakan oleh Departemen Perindustrian,
industri Nasional Indonesia dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:
4
a. Industri Dasar, yang meliputi kelompok Industri Mesin dan Logam Dasar
(IMLD) dan kelompok Industri Kimia Dasar (IKD). Yang termasuk dalam
IMLD antara lain : industri mesin pertanian, elektronika kereta api, pesawat
terbang, kendaraan bermotor, besi baja, dan sebagainya. Sedangkan yang
termasuk IKD antara lain : industri pengolahan kayu dan karet alam, industri
pestisida, industry pupuk, industri semen, industri silikat, dan lain sebagainya.
b. Industri Kecil, yang meliputi antara lain : industri pangan (makanan,
minuman, tembakau), industri sandang dan kulit (tekstil, pakaian jadi, serta
barang dari kulit), industri kimia dan bahan bangunan (industri kertas,
percetakan, plastik, dan sebagainya), industri galian bukan logam, industri
logam (mesin-mesin, alat-alat ilmu pengetahuan, barang dari logam, dan
sebagainya).
c. Industri Hilir, yaitu kelompok Aneka Industri (AI) yang meliputi antara lain :
industri yang mengolah sumber daya hutan, industri yang mengolah hasil
pertambangan, industri yang mengolah sumber daya pertanian secara luas, dan
sebagainya.
Sedangkan pengelompokan industri menurut jumlah tenaga kerja yang
dipekerjakan, menurut BPS pengelompokan industri ini dibedakan :
1. Industri Besar, jika mempekerjakan 100 orang atau lebih
2. Industri Sedang, jika mempekerjakan antara 20 – 99 orang
3. Industri Kecil, jika mempekerjakan antara 5 – 19 orang
4. Industri Kerajinan Rumah Tangga, jika memperkerjakan antara 3 – 4 orang
Dengan melihat perkembangan industri saatberdasarkan oengelompokkan
jenisindustri dan julah tenaga kerja yang dipekerjakan, industri pengawetan
kayu .merupakan industri hilir dan termasuk industri sedang dan besar.
2.1.3 Produksi
Menurut Bishop dan Toussaint (Wiwit, 2006) produksi adalah suatu proses
dimana beberapa barang dan jasa yang disebut input diubah menjadi barang-
barang dan jasa lain yang disebut output. Banyak jenis aktivitas yang terjadi
dalam proses produksi, meliputi perubahan bentuk, tempat dan waktu penggunaan
5
hasil-hasil produksi. Output perusahaan yang berupa barang-barang produksi
tergantung pada jumlah input yang digunakan dalam produksi.
Dalam ilmu ekonomi, terdapat tiga masalah pokok berupa mencari
jawaban atas pertanyaan 1). Apa (what) yang akan diproduksi dan berapa
jumlahnya. 2). Bagaimana (how) cara menghasilkan/memproduksi barang dan
atau jasa tersebut. 3). Untuk siapa (for whom) barang dan atau jasa tersebut
dihasilkan/diproduksi. Perusahaan yang akan menghasilkan suatu produk
menghadapi keterbatasan sumber daya (faktor produksi), sehingga perusahaan
memilih alternatif terbaik yang akan digunakan untuk menghasilkan produk yang
diinginkan. Cara perusahaan menghasilkan produk yang diinginkan tergambar
dalam proses produksi. Setiap proses produksi memiliki elemen utama sistem
produksi yaitu input, proses dan output. Input merupakan sumberdaya yang
digunakan dalam proses produksi, proses merupakan cara yang digunakan untuk
menghasilkan produk dan output merupakan produk yang ingin dihasilkan
(Wiwit, 2006). Keterkaitan antara elemen sistem produksi digambarkan sebagai
berikut:
Gambar
Skema Sistem Produksi
How? What?
Menurut Herawati (2008) produksi tidak lepas dari penggunaan sumber-
sumber yang ada untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau
jasa, sehingga barang atau jasa yang dihasilkan akan mempunyai nilai ekonomis
untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu memperoleh laba dari hasil usaha yang
dilakukan.
Di dalam suatu produksi tidak lepasdari adanya proses produksi. Pada
produksi industri pengawetan kayu ini membutuhkan berbagai jenis factor
produksi, diantaranya terdiri dari jumlah tenaga kerja, bahan baku utama, dan
teknologi mesin. Dengan menggunakan faktor produksi pada setiap proses
produksi, perlu kiranya dikombinasikan dalam jumlah dan kualitas tertentu.
6
Input Proses Output
Definisi dari faktor produksi tersebut adalah jenis-jenis sumber daya yang
digunakan dan diperlukan dalam suatu proses produksi guna menghasilkan barang
dan jasa.
2.1.4 Faktor Produksi Tenaga Kerja
Setiap perusahaan dalam melakukan proses produksi tidak dapat hanya
mengandalkan pemanfaatan fasilitas dengan teknologi modern, karena sistem
produksi membutuhkan jasa tenaga kerja untuk memperlancar proses produski
yang akan bermanfaat bagi masyarakat. Tenaga kerja merupakan resources,
tepatnya human resources atau sumber daya manusia yang berperan dalam
kegiatan pembangunan masyarakat. Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor
produksi sangat besar terhadap sektor industri yang banyak berorientasi pada
sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.
Menurut Herawati (2008), tenaga kerja adalah orang yang melaksanakan
dan menggerakkan segala kegiatan, menggunakan peralatan dengan teknologi
dalam menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja
yang dibutuhkan. Biasanya perusahaan kecil akan membutuhkan jumlah tenaga
kerja yang sedikit, dan sebaliknya perusahaan besar akan membutuhkan lebih
banyak tenaga kerja.
Faktor produksi tenaga kerja berpengaruh positif terhadap suatu industry
karena faktor tenaga kerja sangat dibutuhkan dalam proses produksi. Produsi akan
berhenti jika tenaga kerja yang diperlukan mengalami gangguan, sehingga
berdampak pada penjualan yang akan diterima perusahaan. Dengan demikian
tenaga kerja akan berpengaruh terhadap pertumbuhan industri pengawetan kayu di
Indonesia.
2.1.5 Faktor Input Bahan Baku
Bahan baku merupakan bahan dasar yang dibutuhkan dalam proses
pengolahan/industri. Bahan baku penting artinya dalam mempertinggi efisiensi
7
pertumbuhan ekonomi. Di dalam masyarakat yang kurang maju sekalipun bahan
baku sangat besar peranannya dalam kegiatan ekonomi, pada dasarnya bahan baku
merupakan hal mendasar dalam meningkatkan hasil produktivitas disektor
industri, pemilihan bahan baku yang bermutu tinggi dan pengolahan maksimal
akan menghasilkan produksi yang dapat memuaskan masyarakat atau konsumen.
Faktor input bahan baku sangat dibutuhkan dalam proses kegiatan
produksi. Kegiatan produksi akan berhenti jika bahan baku tidak tersedia ataupun
harga bahan baku mengalami kenaikan, sehingga berdampak pada penjualan yang
akan diterima perusahaan. Dengan demikian faktor input bahan baku akan
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan industri.
Dalam industri pengawetan kayu, bahan baku yang dipakai tentunya
adalah kayu. Kayu yang merupakan hasil hutan dari kekayaan alam merupakan
bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang jadi dengan
menggunakan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus tidak
dapat ditiru oleh bahan-bahan lain.
2.1.6 Faktor Produksi Mesin
Mesin adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan atau
tenaga yang digunakan untuk membantu proses dalam mengerjakan produk atau
bagian-bagian produk tertentu (Mardiyana, 1998; 78).
Mesin merupakan faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak
tergantung pada jumlah produksi (faktor produksi tetap). Ada tidaknya kegiatan
produksi, faktor produksi harus tetap tersedia. Sampai tingkat interval produksi
tertentu jumlah mesin perlu ditambah. Tapi jika tungkat produksi menurun bahkan
sampai nol unit (tidak berproduksi), jumlah mesin tidak bisa dikurangi.
2.1.7 Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan fungsi yang menunjukkan output terbesar
yang dihasilkan suatu perusahaan untuk setiap kombinasi input tertentu ( Pindyck
& Rubinfeld. 2009). Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan
8
hubungan antara berbagai kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan
output. Fungsi produksi yang menunjukkan hubungan antara jumlah produk
dengan input yang digunakan daam proses produksi, dapat diformulasikan secara
matematis sebagai berikut:
Q = f (X1, X2, …, Xn) ………………………………………………. (2.1)
Dimana :
Q = jumlah ouput yang dihasilakn selama periode tertentu
X1, X2, …, Xn = berbagai input yang digunakan
Dalam pembahasan teori ekonomi produksi, fungsi produksi merupakan
cara yang paling banyak diminati dan dianggap penting. Hal tersebut disebabkan
karena beberapa hal, antara lain:
a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara
faktoer produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan
tersebut dapat lebih mudah dimengerti.
b. Dengan fungsi fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan
antara variabel yang dijelaskan (dependent variable), Y, dan variabel yang
menjelaskan (independen variable), X, serta sekaligus mengetahui hubungan
antar variabel penjelas.
Fungsi produksi yang diperoleh dapat dipakai untuk menguji serta
mengukir efisiensi dari suatu proses produksi. Dalam proses produksi sejumlah
produk tertentu daoat diperoleh dengan menggunakan beberapa factor produksi
yang berbeda-beda kombinasinya. Dalam usaha produksi perusahaan berusaha
untuk memadukan berbagai factor produksi agar tercapai suatu kondisi yang
efisien. Kondisi tersebut dapat digambarkan oleh fungsi produksi yang melihat
hubungan antara tingkat produksi dengan penggunaan factor produksi.
2.1.8 Fungsi Produksi Cobb-Douglass
Fungsi produksi Cobb-Douglass merupakan suatu fungsi atau persamaan
yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel satu disebut variable
dependen (Y) dan yang lain disebut variabel independent (X), penyelesaian
hubungan antara X dan Y adalah biasanya dengan cara regresi, dimana variasi dari
9
Y akan dipengaruhi variasi X, dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi
juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas (Soekartawi, 1990). Secara
sistematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti persamaan sebagai
berikut :
Y = αX1β1 X2
β2 X3β3 … Xi
βi …Xnβn eu
= αXiβi eu …………………………………………………… (2.2)
Fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka :
Y = f(X1, X2, …, Xi, …, Xn)
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan di atas, maka
persamaa tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan melogaritma-
naturalkan persamaan tersebut, yaitu :
ln Y = α + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + … bn ln Xn + e …. (2.3)
dimana: Y = output produksi
X1, …, Xn = faktor produksi
α = konstanta
b1, …, bn = koefisien regresi
e = kesalahan pengganggu
pada persamaan tersebut terdapat b1, …, bn yang merupakan konstanta walaupun
variable yang terlibat telah dilogaritmanaturalkan, hal ini menunjukkan elastisitas
X terhadap Y dan jumlah elastisitas yang merupakan return to scale.
Dalam penelitian ini digunakan fungsi produksi model Cobb-Douglas,
dengan pertimbangan bahwa dengan model Cobb-Douglas ini relatif mudah untuk
melakukan analisis. Keuntungan lain dari fungsi produksi model Cobb-Douglas
ini elastisitas produksi dari masing-masing faktor dapat sekaligus diketahui dari
koefisien masing-masing faktor produksi tersebut.
2.1.9 Return to Scale (RTS)
Return to scale (RTS) adalah tingkat dimana output meningkat karena
input meningkat secara proporsional. Dalam Return to scale terdapat tiga
10
kemungkinan yaitu increasing, constant, atau decreasing return to scale. Jika
output yang dihasilkan lebih dari dua kali lipat ketika input dilipat gandakan,
maka terjadi Increasing return to scale. Contant return to scale terjadi ketika
penambahan satu satuan faktor produksi menyebabkan kenaikan hasil yang tetap.
Artinya bila input dinaikkan dua kali lipat, output juga akan naik dua kali lipat.
Dan decreasing return to scale terjadi ketika penambahan satu unit faktor
produksi menyebabkan pertambahan produksi menjadi berkurang.
Untuk menjelaskan hal ini digunakan jumlah besaran elastisitas b1, …, bn
yang mempunyai kemungkinan lebih besar dari satu, sama dengan satu atau lebih
kecil dari satu. Kemungkinan tersebut yaitu:
a. Increasing return to scale, apabila (b1 + b2 + … + bn) > 1, artinya bahwa
proporsi penambahan faktor produksi (input) akan menghasilkan tambahan
produksi (output) dengan proporsi yang lebih besar.
b. Constant return to scale, apabila (b1 + b2 + … + bn) = 1, artinya bahwa
proporsi penambahan faktor produksi (input) sama dengan penambahan
produksi (output) yang dihasilkan.
c. Decreasing return to scale, apabila (b1 + b2 + … + bn) < 1, artinya bahwa
proporsi penambahan faktor produksi (input) akan melebihi penambahan
produksi (output).
Hasil di atas secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut:
1 ≤ b1 + b2 + … + bn ≤ 1 …………………………………… (2.4)
2.2 Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Mustofa (2008) yang bertujuan
untuk menganalisis pendapatan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tahu.
Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan model fungsi
produks Cobb-Douglass. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor-faktor
produksi pada usaha skala besar yang memberikan pengaruh nyata pada output
produksi tahu adalah variabel kedelai sedangkan yang tidak berpengaruh nyata
yaitu variabel bahan coko dan tenaga kerja. Pada faktor produksi pada skala kecil
yang berpengaruh nyata adalah variabel kedelai, tenaga kerja dan air, sedangkan
yang kurang berpengaruh nyata adalah variabel coko.
11
Penelitian yang dilakukan Panca Kurniasari (2011) melakukan penelitian
yang bertujuan untuk menganalisis faktor produksi yang paling berpengaruh
terhadap jumlah produksi genteng press dan menganalisis tingkat efisiensi industri
kecil genteng press di Desa Meteseh. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, pengujian skala usaha, dan
pengujian efisiensi, baik efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel tanah liat, tenaga kerja, dan
kayu bakar berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi genteng
press, sedangkan variabel pendidikan pengusaha berpengaruh negatif dan tidak
signifikan. Variabel yang paling berpengaruh terhadap jumlah produksi genteng
press adalah tanah liat.
2.3 Kerangka Pikir
Produksi merupakan suatu proses transformasi input menjadi output. Input
dalam industri pengawetan kayu terdiri dari bahan baku yaitu kayu, tenaga kerja,
mesin, sementara outputnya adalah jumlah kayu yang diawetkan. Produksi akan
tercapai secara optimal jika tercapai suatu efisiensi produksi.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
2.4 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terkait sebelumnya, maka
hipotesis yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh bahan baku, tenaga kerja, dan mesin terhadap produksi pengawetan
kayu.
12
Bahan Baku (X1)
Tenaga Kerja (X2)
Mesin (X3)
Produksi Pengawetan Kayu (Y)
H0 : β1 = β2 = β3 = 0
artinya tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara bahan baku, tenaga
kerja, dan mesin terhadap produksi pengawetan kayu.
H1 : βi ≠ 0, dimana i = 1, 2, 3
Artinya minimal ada satu variable independen yaitu bahan baku, tenaga kerja,
dan mesin yang berpengaruh terhadap produksi pengawetan kayu.
2. Pengaruh bahan baku terhadap produksi pengawetan kayu
H0 : β1 = 0,
Artinya tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara bahan baku terhadap
produksi pengawetan kayu.
H1 : β1 ≠ 0
Artinya ada pengaruh positif dan signifikan antara bahan baku terhadap
produksi pengawetan kayu.
3. Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi pengawetan kayu
H0 : β2 = 0
Artinya tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara tenaga kerja terhadap
produksi pengawetan kayu.
H1 : β2 ≠ 0
Artinya ada pengaruh positif dan signifikan antara tenaga kerja terhadap
produksi pengawetan kayu.
4. Pengaruh mesin terhadap produksi pengawetan kayu
H0 : β3 = 0
Artinya tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara mesin terhadap
produksi pengawetan kayu.
H1 : β3 ≠ 0
Artinya ada pengaruh positif dan signifikan antara mesin terhadap produksi
pengawetan kayu.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah
Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi industri pengawetan kayu di Indonesia (Y). Faktor-
faktor yang dianggap berpengaruh yaitu tenaga kerja (L), bahan baku (K), dan
mesin (M).
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
bersumber dari subdirektorat Industri Besar dan Sedang Badan Pusat Statistik
(BPS). Data yang digunakan antara lain data produksi, bahan baku, data mesin
dan tenaga kerja. Data yang digunakan merupakan data hasil survey IBS tahun
2010.
3.3 Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif dengan menggunakan tabel.
Analisis inferensia dengan menggunakan analisis regresi linear berganda.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan
untuk mempermudah penyajian data dengan menganalisis data tabel. Analisis ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran umum mengenai suatu fenomena pada
penelitian yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk
mengetahui gambaran umum kondisi industri pengawetan kayu Indonesia
14
Analisis Inferensia
3.3.1 Analisis Regresi Linear Berganda
Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi produksi industri
pengawetan kayu di Indonesia digunakan model fungsi Cobb-Douglass dengan
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Adapun alat bantu yang
digunakan untuk mengolah data tersebut adalah program SPSS versi 20.0.
Analisis regresi digunakan untuk memprediksi hubungan sebab akibat
antara variable independen dengan variable dependen. Dalam analisis regresi
tersebut, selain mengukur kekuatan hubungan juga menunjukkan arah hubungan
antara variable independen dengan variable dependen.
Selain itu, alasan dipakainya analisis regresi adalah bahwa antara satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya dalam mengelola usaha berbeda-beda
dalam jumlah penggunaan input baik dalam jumlah bahan baku, mesin dan jumlah
tenaga kerja.
Dalam penelitian ini variable independen yang digunakan yaitu bahan
bahu, tenaga kerja dan mesin, maka spesifikasi model fungsi Cobb-Douglasnya
yaitu:
Prod = β0 Lβ1 Kβ2 M β3 eu…………………………………………(2.3)
Selanjutnya agar dapat diestimasi, maka model penelitian ini dilakukan log
terhadap variable yang digunakan. Maka spesifikasi model penelitian ini sebagai
berikut:
ln Prod = ln β0 + β1 ln L + β2 ln K + β3 ln M + u………………..(2.4)
Dimana: Prod = jumlah output yang dihasilkan
L = input tenaga kerja
K = input bahan baku
M = input nilai dari mesin
β0 = konstanta
15
β1 = elastisitas input bahan baku
β2 = elastisitas input tenaga kerja
β3 = elastisitas input nilai dari mesin
u = elastisitas factor produksi lain yang tidak diteliti
3.3.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji, apakah model regresi yang
digunakan dalam penelitian ini layak diuji atau tidak. Uji asumsi klasik digunakan
untuk memastikan bahwa multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas
tidak terdapat dalam model yang digunakan dan data yang dihasilkan terdistribusi
normal. Jika keseluruhan syarat tersebut terpenuhi, berarti bahwa model analisis
telah layak digunakan. Uji penyimpangan asumsi klasik, dapat dijabarkan sebagai
berikut:
3.3.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel dependen dan variabel independen memiliki data yang terdistribusi
normal atau tidak. Data yang terdistibusi normal menunjukkan bahwa tidak
terdapat nilai ekstrem yang nantinya dapat mengganggu hasil data penelitian.
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal/mendekati
normal. Untuk mendeteksi normalitas data maka dilakukan analisis statistik yang
salah satunya dapat dilihat melalui uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dalam uji KS
terdapat nilai asymp. sig (2-tailed) yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Jika nilai asymp. sig. (2-
tailed) lebih besar dari nilai α pada tingkat signifikansi 0,05 maka dapat dikatakan
bahwa data terdisribusi normal. Namun sebaliknya apabila nilai asymp. sig (2-
tailed) < α pada tingkat signifikansi 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data tidak
terdistribusi normal.
16
3.3.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya multikoliniearitas didalam model ini adalah sebagai berikut :
Jika nilai tolerance < 1 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
Jika nilai tolerance > 1 dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa
ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
3.3.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Model regresi yang baik adalah yang terjadi homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas
dalam model penelitian yang dianalisis dapat dilakukan melihat plot antara εi
dengan Ŷ, jika menunjukkan pola acak maka tidak terdapat heteroskedastisitas
atau asumsi kesamaan varians (homoskedastisitas) terpenuhi.
3.3.2.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan
periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada masalah
autokorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas autokorelasi.
Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson
(dW test). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi ditentukan sebagai
berikut: Jika nilai durbin Watson (dW) berada di antara nilai dU hingga 4-dU
berarti asumsi tidak terjadinya autokorelasi terpenuhi. Sementara apabila nilai
dW<dL terjadi autokorelasi yang positif dan apabila nilai dW>4-dL terjadi
autokorelasi negatif. Sementara apabila nilai dW berada di antara dL sampai
17
dengan dU (dL<dW<dU) atau nilai dW berada di antara 4-dU sampai dengan 4-
dL (4-dU<dW<4-dL) maka hal ini menunjukkan tidak ada kesimpulan.
3.3.3 Pengujian Hipotesis
3.3.3.1 Uji Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji signifikansi model secara keseluruhan. Uji
F dilakukan untuk mengetahui apakah kesemua variabel independen yang
dianalisis secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variable dependen.
Jika menurut hasil uji F, hasil yang didapatkan memilki nilai sig. < α (0,05) maka
dapat disimpulkan bahwa kesemua variabel independen secara bersama-sama dan
simultan mempengaruhi variabel dependen. Langkah-langkah yang dilakukan
pada uji F adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan hipotesis:
H0 : β1 = β2 = …. = βi = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen).
H1 : Minimal ada satu βi yang tidak sama dengan 0 (paling tidak ada satu
variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variable
dependen).
2. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 5% (α = 0,05)
3. Membandingkan nilai Sig. F dengan nilai α
Jika nilai Sig. F lebih kecil dari nilai α (0,05), maka H1 diterima dan H0
ditolak. Dan sebaliknya jika nilai Sig. F lebih besar dari nilai α (0,05), maka
H0 diterima dan H1 ditolak. Jika H1 diterima berarti menunjukkan bahwa
semua variable independen tersebut secara bersama-sama mempengaruhi
signifikan terhadap variabel dependen.
18
3.3.3.2 Uji Parsial (Uji t)
Pengujian signifikansi secara parsial antara suatu variabel independen
terhadap variabel dependen menggunakan uji t. Langkah-langkah yang ditempuh
dalam pengujian adalah:
1. Merumuskan hipotesis:
H0 : βi = 0 Dimana I = 1,2,3,4
H1 : βi ≠ 0
2. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 5% (α = 0,05)
3. Membandingkan nilai Sig. t dengan nilai α
Jika nilai sig. t pada suatu variabel independen lebih kecil dari nilai α (0,05),
maka H1 diterima dan H0 ditolak. Dan sebaliknya jika nilai sig. t pada suatu
variable independen lebih besar dari nilai α (0,05), maka H0 diterima dan H1
ditolak. Jika H1 diterima berarti menunjukkan bahwa variabel independen
tersebut secara parsial mempengaruhi signifikan terhadap variabel
dependen.
3.3.3.4 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi atau uji R2 digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan keragaman variabel dependen. Nilai
koefisien determinansi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan keragaman variabel
dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi keragaman variabel dependen.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Indutri Pengawetan Kayu
4.1.1 Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan
perlu diperhatikan dalam proses produksi dalam jangka waktu yang cukup, bukan
saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga
kerja perlu diperhatikan.
Badan pusat statistik telah meneteapkan kriteria pengelompokkan
perusahaan berdasarkan pada jumlah tenaga kerja , yaitu (a) industri kecil atau
rumah tangga, dengan jumlah pekerja 5 sampai 19 orang; (b) industri sedang,
dengan jumlah pekerja 20 sampai 99 orang; dan (c) industri besar, dengan jumlah
pekerja 100 orang atau lebih. Menggunakan kriteria tersebut, unit industri
pengawetan kayu di Indonesia tergolong industri sedang dan besar. Dan
didominasi oleh industri sedang, yaitu sekitar 60,42% usaha yang bergerak dalam
pengawetan kayu tergolong industri sedang.
Tabel 1. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Insdustri Pengawetan Kayu
MenurutSkala Usaha Dan Jenis Kelamin
No Skala UsahaJumlah Perusahaan Jumlah Tenaga Kerja
TotalOrang % Laki-laki Perempuan
1 Sedang 29 60.42
939
182 1,1
21
2 Besar 19 39.58 7
,832 4
,485 12,3
17
Total 48 100.00 8
,771 4
,667 13,4
38Sumber: IBS, data diolah
Secara keseluruhan baik pada industri sedang maupun besar, lebih dari
60% tenaga kerja didominasi oleh pekerja laki-laki. Hal ini disebabkan karena
jenis pekerjaan pengawetan kayu yang memerlukan tenaga otot. Namun jika
20
dilihat komposisi tenaga kerja tiap perusahaan, walaupun sebagian besar pekerja
didominasi pekerja laki-laki, ada juga beberapa perusahaan yang didominasi oleh
pekerja perempuan.
4.1.2 Sumber Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku kayu jelas sangat penting kaitannya dengan
kelancaran produksi pengawetan kayu. Sumber bahan baku sendiri terbagi
menjadi dua sumber, yaitu yang berasal dari dalam negeri atau lokal dan berasal
dari luar negeri atau impor.
Tabel 2. Sumber Bahan Baku Industri Pengawetan Kayu Menurut Skala Usaha
NoSkala Usaha
Sumber Bahan Baku
Total
Lokal ImporRupiah (ribuan) %
Rupiah (ribuan) %
1 Sedang 106,397,1
49
100 -
100
106,397,349
2 Besar 1,105,037,4
07
89.09 135,320,
433
10.91 1,240,357,
940
Total 1,211,434,5
56 89.95 135,320,
433
10.05 1,346,755,
289Sumber: IBS, data diolah
Dari hasil penelitian, insdustri pengawetan kayu baik dalam skala usaha
sedang maupun besar menggunakan bahan baku lokal. Hal ini karena bahan baku
utama dalam insdustri ini merupakan bahan baku yang masih tersedia banyak dan
mudah diperoleh yaitu kayu. Sementara itu, bahan baku yang diimpor biasanya
merupakan bahan-bahan pengawet yang sulit diperoleh dari dalam negeri.
4.1.3 Penggunaan Mesin
Mesin memegang peranan yang sangat penting dalam proses produksi.
Mesin mempengaruhi produk, efisiensi produksi serta pelaksanaan produksi
dalam pabruk dan juga mempengaruhi penyusunan tata letak fasilitas produksi
dalam pabrik
21
Tabel 3. Nilai Mesin pada Industri Pengawetan Kayu Menurut Skala Usaha
No Skala Usaha Jumlah Perusahaan
Mesin
Total (Ribuan) %
1 Sedang 29 5501122 8.20
2 Besar 19 61583468 91.80
Total 48 67084590 100.00
Sumber: IBS, data diolah
Data penelitian menunjukkan bahwa industri pengawetan kayu berskala
sedang hanya menggunakan 8.2 % mesin dari total nilai mesin yang digunakan
oleh seluruh unit industri, ini berarti insdustri tersebut merupakan industri yang
lebih memanfaatkan tenaga dari pekerja dibandingkan mesin. Sedangkan industri
berskala besar dalam proses produksi banyak menggunakan mesin, yaitu sekitar
91,8 % mesin dari total nilai mesin. Ini berarti industri tersebut sudah
mengkombinasikan mesin dalam meningkatkan produksi dan produktivitas
pekerjanya.
Sementara jika dilihat dari komposisi penggunaan mesin dari tiap
perusahaan baik berskala sedang maupun besar, banyak perusahaan pengawetan
kayu yang tidak menggunakan mesin. Hal ini dapat disebabkan karena perusahaan
tersebut sangat memanfaatkan tenaga dari pekerja atau disebabkan masalah non
respon saat survey.
4.1.4 Produksi
Produksi indutri pengawetan kayu dipengaruhi oleh beberap faktor
produksi diantaranya tenaga kerja, bahan baku dan mesin. Dari data penelitian,
Industri skala usaha besar secara rata-rata menghasilkan lebih banyak output
dibandingkan dengan insdustri berskala kecil. Hal ini terjadi karena industri
berskala besar menggunakan banyak tenaga kerja dan memnfaatkan banyak mesin
sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan menghasilkan banyak output.
22
Tabel 4. Nilai Produksi pada Indutri Pengawetan Kayu Menurut Skala Usaha
No
Skala
Usaha
Jumlah
Perusahaan
Nilai Produksi (Ribuan)
Total Rata-rata
1 Sedang 29 217914914 7514307.38
2 Besar 19 2022388977 106441525.11
Total 48 2240303891 113955832.48
Sumber: IBS, data diolah
4.2 Analisis Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Industri
Pengawetan Kayu
Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi industri
pengawetan kayu dalam penelitian ini ada tiga variabel, yaitu variabel tenaga
kerja, bahan baku, dan mesin. Unit industri pengawetan kayu pada faktor-faktor
produksi yang mempunyai nilai nol tidak dimasukkan dalam pendugaan fungsi
Cobb-Doglas dan regresi berganda. Nilai nol tidak dapat dilogaritmakan sehingga
akan menyebabkan pendugaan yang tidak akurat. Jumlah perusahaan pengawetan
kayu yang diperoleh dari survei IBS adalah sebanyak 48 perusahaan. Namun,
hanya 27 perusahaan yang akan digunakan dalam penelitian, hal ini disebabkan
adanya 21 perusahaan yang memiliki data bernilai nol sehingga tidak diikutkan
dalam analisis regresi.
4.2.1 Uji Asumsi Klasik
Sebelum dapat digunakan untuk pengujian hipotesis, model dalam
penelitian ini perlu dilakukan pengujian asumsi klasik agar diperoleh estimasi
BLUE (Best Linear Unbiased Estimation). Uji asumsi klasik meliputi uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
dependen dan variabel independen memiliki data yang terdistribusi normal atau
tidak. Untuk mendeteksi normalitas data maka dilakukan analisis statistik yang
23
salah satunya dapat dilihat melalui uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan alat
bantu SPSS 20.0. Jika asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari tingkat signifikansi 5% (α
= 0,05) maka dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal.
Tabel 5. Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Unstandardized Residual
N 27
Normal Parametersa,bMean 0E-7
Std. Deviation .39206652
Most Extreme
Differences
Absolute .125
Positive .125
Negative -.094
Kolmogorov-Smirnov Z .647
Asymp. Sig. (2-tailed) .796
a. Test distribution is Normal.
Dari hasil pengujian, diperoleh nilai asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,796
yaitu lebih besar dari tingkat signifikansi 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa
model regresi dalam penelitian memenuhi asumsi normalitas.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya multikoliniearitas didalam model ini dapat dilihat dari nilai VIF.
Tabel 6. Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
Tenaga Kerja .212 4.708
Bahan Baku .340 2.940
Mesin .301 3.319
24
a. Dependent Variabel: Output
Dari hasil pengujian diperoleh bahwa tidak ada variabel bebas (Tenaga
kerja, bahan baku dan mesin) yang memiliki nilai VIF lebih dari 10, sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antar variabel bebas. Dan model
regresi dalam penelitian memenuhi asumsi tidak terjadinya multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Dari hasil pengujian keteroskedastisitas dengan menggunakan grafik,
terlihat bahwa pola penyebaran titik-titik di atas tidak membentuk pola tertentu,
sehingga data yang digunakan tidak mengalami masalah heteroskeastisitas. Dan
dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi
heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan
kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat
25
dilakukan dengan uji Durbin Watson (dW test). Jika nilai Durbin Watson berada
diantara nilai 1,651 dan 2,349 maka asumsi tidak terjadinya autokorelasi
terpenuhi.
Tabel 7. Uji Autokorelasi
Mode
l
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .977a .954 .948 .41685 2.666
a. Predictors: (Constant), Mesin, Bahan Baku, Tenaga Kerja
b. Dependent Variabel: Output
Dari hasil pengujian, diperoleh nilai durbin Watson sebesar 2,666. Nilai
ini lebih besar dari 2,349 dan berada di daerah tidak ada kesimpulan, hal ini
berarti bahwa tidak dapat disimpulkan apakah terdapat autokorelasi di dalam
model penelitian. Namun karena penelitian ini bukan merupakan data Time Series,
maka autokorelasi tidak perlu diperhatikan.
4.2.2 Model Regresi Linear Berganda
Berdasarkan hasil regresi dari data sekunder yang diolah dengan
menggunakan SPSS 20.0, maka diperoleh persemaan regresi linear berganda yang
kemudian ditransformasikan ke dalam persamaan fungsi produksi.
Tabel 8. Koefisien Regresi
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 4.674 .876 5.338 .000
Tenaga Kerja .250 .113 .216 2.221 .036
Bahan Baku .486 .064 .584 7.600 .000
Mesin .228 .074 .251 3.070 .005
26
a. Dependent Variabel: Output
Berdasarkan nilai koefisien regresi pada tabel di atas, maka dapat disusun
persamaan regresi sebagai berikut:
Produksi (Y) = 4,674 + 0,250 Ln L + 0,486 Ln K + 0,228 Ln M + u
Dimana: Y = Produksi insdustri pengawetan kayu
L = Tenaga kerja
K = Bahan baku
M = jumlah mesin
Interpretasi hasil regresi pengaruh teknologi, bahan baku (bahan bakar)
dan tenaga kerja terhadap produksi roti di kabupaten Maros dan kota Makassar
yaitu sebagai berikut:
1. Tenaga kerja
Apabila terjadi penambahan satu orang pekerja, maka jumlah produksi
pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat sebesar 0,250,
dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap.
2. Bahan baku
Apabila terjadi penambahan bahan baku sebesar satu persen, maka jumlah
produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat
sebesar 0,486, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap.
3. Mesin
Apabila terjadi penambahan mesin sebesar satu persen, maka jumlah produksi
pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat sebesar 0,228,
dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap.
Dari hasil pengujian dengan SPSS 20.0 dapat dilihat bahwa variabel bahan
baku menunjukkan memiliki pengaruh yang paling tinggi (dilihat dari nilai
Standardized Coefficients) terhadap produksi industri pengawetan kayu di
Indonesia. Hal ini karena apabila bahan baku sulit didapatkan maka akan
berdampak pada pengurangan produksi atau bahkan akan menghentikan
produksinya. Sedangkan yang mempunyai pengaruh paling rendah adalah jumlah
tenaga kerja karena tenaga yang digunakan dalam produksi industri pengawetan
kayu tidak tergantung pada jumlah tenaga kerja karena dengan berapapun jumlah
27
tenaga kerja produksi insdustri pengawetan kayu yang dihasilkan tidak mengalami
perubahan hanya saja diperlukan waktu yang berbeda-beda.
4.2.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh secara serempak
dan parsial dari variabel independen terhadap variabel dependen.
1. Uji Simultan (Uji F)
Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model
dapat dilakukan dengan uji simultan (uji F). Uji statistik F pada dasarnya
menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Tabel 9. Uji ANOVA
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1
Regression 82.536 3 27.512 158.328 .000b
Residual 3.997 23 .174
Total 86.533 26
Dari Tabel di atas secara bersama-sama/serentak variabel bebas yang terdiri
dari tenaga kerja, bahan baku, dan mesin mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel produksi pengawetan kayu pada tingkat kepercayaan α =5%.
Hal ini dapat dilihat nilai Prob.Sig sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 dan nilai F
hitung sebesar 158,328 lebih besar dari F1-α,3,26 yaitu 3,027 (Fhitung > Ftabel). Dengan
demikian hipotesis H1 yang menyatakan semua variabel bebas mempengaruhi
variabel tak bebas secara bersama-sama, dapat diterima atau hipotesis nol (H0)
yang menyatakan semua variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat
(produksi indutri pengawetan kayu), ditolak. Artinya variabel tenaga kerja, bahan
baku, dan mesin mempengaruhi variabel produksi tempe.
2. Uji Parsial (Uji t)
Pengujian secara parsial masing-masing variabel bebas dimaksudkan
untuk mengetahui apakah secara individual variabel faktor produksi mempunyai
pengaruh signifikan atau tidak terhadap produksi insdustri pengawetan kayu.
Dengan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh hasil (tabel 8) sebagai berikut:
28
a. Tenaga kerja
Secara parsial, faktor input bahan baku berpengaruh signifikan terhadap
produksi pengawetan kayu, hal ini dapat dilihat dari nilai Prob. Sig sebesar 0,036
yang lebih kecil dari 0,05 (α = 0,05) dan nilai thitung sebesar 2.221 lebih besar dari
t0.975,23 (2,069), sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa bahan baku
berpengaruh terhadap produksi pengawetan kayu diterima. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan adanya tenaga kerja maka proses pembuatan kayu awetan lebih
baik dan berkualitas.
b. Bahan Baku
Secara parsial, faktor produksi tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap
produksi pengawetan kayu, hal ini dapat dilihat dari nilai Prob. Sig sebesar 0,000
yang lebih kecil dari 0,05 (α = 0,05) dan nilai thitung sebesar 7.600 lebih besar dari
t0.975,23 (2,069), sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa tenaga kerja
berpengaruh terhadap produksi pengawetan kayu diterima. Hal ini dimungkinkan
karena bahan baku merupakan variabel utama dalam produksi roti atau dengan
kata lain, kegiatan produksi akan berhenti jika bahan baku tidak tersedia.
c. Mesin
Secara parsial, faktor produksi mesin berpengaruh signifikan terhadap
produksi pengawetan kayu, hal ini dapat dilihat dari nilai Prob. Sig sebesar 0,005
yang lebih kecil dari 0,05 (α = 0,05) dan nilai thitung sebesar 3.070 lebih besar dari
t0.975,23 (2,069), sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa mesin berpengaruh
terhadap produksi pengawetan kayu diterima. . Hal ini menunjukkan bahwa
dengan adanya mesin maka proses pembuatan kayu awetan lebih cepat dan dan
mampu meningkatkan produktivitas pekerja.
3. Koefisien Determinasi (R2)
Dari hasil pengujian (tabel 7), diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar
0,954 atau sekitar 95,4% yang menunjukkan bahwa keragaman dan hasil produksi
insdustri pengawetan kayu dapat dijelaskan oleh variabel tenaga kerja, bahan
baku, dan mesin. Sementara 4,6% dijelaskan oleh vareabel lain yang tidak
dimasukkan dalam penelitian ini.
29
4.3 Return to Scale
Hasil pendugaan fungsi produksi industri pengawetan kayu yang diperoleh
yaitu:
Produksi (Y) = 4,674 + 0,250 Ln L + 0,486 Ln K + 0,228 Ln M + u
Dimana: β1 = 0,250
β2 = 0,486
β2 = 0,228
Penjumlahan nilai-niai elastisitas pada setiap variabel tersebut akan
diperoleh nilai sebesar 0,964. Nilai tersebut lebih kecil dari 1 yang berarti bahwa
penambahan input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output
yang dihasilkan (decreasing return to scale). Hal ini menandakan telah terjadinya
penurunan produktivitas mungkin dari tenaga kerja maupun mesin.
4.4 Average Product (AP)
Produksi rata-rata (Average Product) adalah rata-rata output yang
dihasilkan perunit faktor produksi. Untuk menghitung produksi rata-rata
perusahaan secara keseluruhan dapat didekati dengan menggunakan perbandingan
total produksi dengan jumlah tenaga kerja, bahan baku, dan mesin.
Diketahui: Total produksi (TP) = 1.550.369.529
Jumlah tenaga kerja (L) = 10.117
Nilai bahan baku (K) = 976.482.342
Nilai Mesin (M) = 67.044.590
1. Rata-rata produksi pengawetan kayu untuk setiap tenaga kerja (APL)
APL = TPL
= 1.550.369 .529
10.117= 153243.9981 ribu per orang
Nilai APL sebesar 153.243,9981 ribu menunjukkan bahwa setiap tenaga kerja rata-
rata menghasilkan nilai produksi pengawetan sebesar 153.243,9981 ribu.
2. Rata-rata produksi pengawetan kayu untuk setiap bahan baku (APL)
30
APK = TPK
= 1.550.369 .529976.482.342
= 1,5877 ribu
Nilai APK sebesar 1,5877 ribu menunjukkan bahwa setiap bahan baku rata-rata
menghasilkan nilai produksi pengawetan sebesar 1,5877 ribu.
3. Rata-rata produksi pengawetan kayu untuk setiap mesin (APM)
APK = TPK
= 1.550.369 .529
67.044 .590= 23,1245 ribu
Nilai APM sebesar 23,1245 ribu menunjukkan bahwa setiap mesin rata-rata
menghasilkan nilai produksi pengawetan sebesar 23,1245 ribu.
4.5 Marginal Product (MP)
Produksi marjinal (Marginal Product) adalah tambahan produksi karena
penambahan penggunaan satu unit faktor produksi. Untuk mendapatkan nilai dari
produksi marjinal dapat dihitung melalui nilai elastisitas dan nilai produksi rata-
rata.
Diketahui: Elastisitas tenaga kerja (EL) = 0,250
Elastisitas bahan baku (EK) = 0,486
Elastisitas mesin (EM) = 0,228
E = MPAP
, maka Marginal Product (MP)= E x AP
1. Marginal Product tenaga kerja (MPL)
MPL = EL x APL
= 0,250 x 153243.9981
= 38.310,9995 ribu per orang
Nilai MPL sebesar 38.310,9995 ribu berarti setiap perubahan penambahan
tenaga kerja akan meningkatkan perubahan penambahan produksi sebesar
38.310,9995 ribu.
2. Marginal Product bahan baku (MPK)
MPK = EK x APK
= 0,486 x 1,5877
31
= 0.7716 ribu
Nilai MPK sebesar 0.7716 per orang berarti setiap perubahan penambahan
bahan baku akan meningkatkan perubahan penambahan produksi sebesar 0.7716
ribu.
3. Marginal Product Mesin (MPM)
MPM = EM x APM
= 0,228 x 23.1245
= 5.2724 ribu
Nilai MPM sebesar 5.2724 ribu berarti setiap perubahan penambahan mesin
akan meningkatkan perubahan penambahan produksi sebesar 5.2724 ribu.
4.6 Industri Pengawetan Kayu Skala Sedang
Tabel 10. Hasil Pendugaan Regresi Berganda Faktor Produksi Industri
Pengawetan Kayu Berskala Sedang
Variabel
Koefisien
Dugaan
Standardized
Coefficients thitung Sig VIF
Konstan 3.418 2.937 0.014
Tenaga kerja 0.587 0.216 1.667 0.124 1.942
Bahan baku 0.434 0.615 6.266 0.000 1.112
Mesin 0.298 0.388 3.005 0.012 1.925
R2 0.905
R2 ajd 0.879
Fhitung 34.875
Durbin Watson 1.816
Asymp. Sig.
(2-tailed)0.991
Pendugaan regeresi untuk industri pengawetan kayu berskala sedang
dilakukan pada 15 perusahaan. Model penelitian ini telah memenuhi semua
asumsi klasik, yaitu uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan
autokorelasi. Model ini memiliki nilai asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,991 yang
32
lebih besar dari 0,05 yang berarti model ini memenuhi asumsi normalitas. Tiga
variabel independen yaitu tenaga kerja, bahan baku, dan mesin memiliki nilai VIF
yang kurang dari 10, sehingga tidak terjadi multikolinearitas. Dari plot hubungan
antara εi dengan Ŷ menunjukkan pola yang acak sehingga tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas. Dan dari nilai Durbin Watson yaitu sebesar 1.816 berada
diantara 1,6499 dan 2,3501, hal ini berarti tidak ada masalah autokorelasi di dalam
model.
Uji F yang diperoleh dari model tersebut sebesar 34.875 lebih besar dari
Ftabel yaitu 3.587, hal ini menunjukkan bahwa secara statistik model dapat
berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 persen. Artinya bahwa faktor-faktor
produksi pengawetan kayu berupa tenaga kerja, bahan baku dan mesin secara
bersama-sama mempengaruhi produksi pengawetan kayu yang dihasilkan pada
industri pengawetan kayu berskala sedang.
Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dengan uji-t.
Apabila nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel sebesar 2,201 maka faktor-faktor
produksi berpengaruh nyata terhadap variabel dependen atau output. Nilai thitung
variabel tenaga kerja sebesar 1.667, variabel bahan baku sebesar 6.266 dan
variabel mesin sebesar 3.005 maka menunjukkan bahwa faktor produksi bahan
baku dan mesin berpengaruh nyata terhadap produksi pengawetan kayu yang
dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Namun faktor produksi tenaga
kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi Industri pengawetan berskala
sedang. Hal ini mungkin disebabkan karena produktivitas tenaga kerja yang
rendah dalam menghasilkan output.
Koefisien determinan (R2) yang dihasilkan dari produksi industri
pengawetan kayu berskala sedang bernilai 90,5 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa 90,5 persen keragaman dalam produksi industri pengawetan kayu dapat
dijelaskan oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian.
Hasil pendugaan fungsi produksi Industri pengawetan kayu skala sedang
yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Produksi (Y) = 3.418 + 0.587 Ln L + 0.434 Ln K + 0.298 Ln M + u
Interpretasi model persamaan industri pengawetan kayu berskala sedang:
33
1. Apabila terjadi penambahan pekerja sebesar satu persen, maka jumlah
produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat
sebesar 0,587 ribu, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap
2. Apabila terjadi penambahan bahan baku sebesar satu persen, maka jumlah
produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat
sebesar 0,434 ribu, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap.
3. Apabila terjadi penambahan unit mesin sebesar satu persen, maka jumlah
produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat
sebesar 0,298, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap
Dari hasil pengujian dengan SPSS 20.0 dapat dilihat bahwa variabel bahan
baku menunjukkan memiliki pengaruh yang paling tinggi (dilihat dari nilai
Standardized Coefficients) terhadap produksi industri pengawetan kayu berskala
sedang. Hal ini karena apabila bahan baku sulit didapatkan maka akan berdampak
pada pengurangan produksi atau bahkan akan menghentikan produksinya.
Nilai elastisitas secara keseluruhan sebesar 1,319 yang berada pada skala
kenaikan hasil yang semakin meningkat (increasing return to scale). Nilai
elastisitas yang lebih dari satu ini berarti bahwa penambahan faktor produksi
sebesar satu persen dalam proses produksi menyebabkan kenaikan hasil produksi
sebesar 1,005 persen.
4.7 Industri Pengawetan Kayu Skala Besar
Tabel 10. Hasil Pendugaan Regresi Berganda Faktor Produksi Industri
Pengawetan Kayu Berskala Besar
Variabel
Koefisien
Dugaan
Standardized
Coefficients thitung Sig VIF
Konstan 5.051 3.799 0.005
Tenaga kerja 0.265 0.227 1.790 0.111 2.746
Bahan baku 0.671 0.815 7.089 0.000 2.260
Mesin -0.025 -0.029 -0.278 0.788 1.884
R2 0.976
R2 ajd 0.936
Fhitung 54.312
Durbin 2.226
34
Watson
Asymp. Sig.
(2-tailed) 0.980
Pendugaan regeresi untuk industri pengawetan kayu berskala besar
dilakukan pada 12 perusahaan. Model penelitian ini telah memenuhi semua
asumsi klasik, yaitu uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan
autokorelasi. Model ini memiliki nilai asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,980 yang
lebih besar dari 0,05 yang berarti model ini memenuhi asumsi normalitas. Tiga
variabel independen yaitu tenaga kerja, bahan baku, dan mesin memiliki nilai VIF
yang kurang dari 10, sehingga tidak terjadi multikolinearitas. Dari plot hubungan
antara εi dengan Ŷ menunjukkan pola yang acak sehingga tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas. Dan dari nilai Durbin Watson yaitu sebesar 2.226 berada
diantara 1,8640 dan 2,136, hal ini berarti terdapat masalah autokorelasi di dalam
model, namun karena penelitian ini bukan merupakan data Time Series, maka
autokorelasi tidak perlu diperhatikan.
Uji F yang diperoleh dari model tersebut sebesar 54.312 lebih besar dari
Ftabel yaitu 4.066, hal ini menunjukkan bahwa secara statistik model dapat
berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 persen. Artinya bahwa faktor-faktor
produksi pengawetan kayu berupa tenaga kerja, bahan baku dan mesin secara
bersama-sama mempengaruhi produksi pengawetan kayu yang dihasilkan pada
industri pengawetan kayu berskala besar.
Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dengan uji-t.
Apabila nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel sebesar 2,306 maka faktor-faktor
produksi berpengaruh nyata terhadap variabel dependen atau output. Nilai thitung
variabel tenaga kerja sebesar 1.790, variabel bahan baku sebesar 7.089 dan
variabel mesin sebesar -0.278 maka menunjukkan bahwa hanya faktor produksi
bahan baku yang berpengaruh nyata terhadap produksi pengawetan kayu yang
dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Namun faktor produksi tenaga
kerja dan mesin tidak berpengaruh nyata terhadap produksi Industri pengawetan
berskala besar. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh tenaga kerja dan
35
mesin terhadap output (produksi industri pengawetan kayu) baru bisa terlihat jelas
dalam jangka waktu beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun.
Koefisien determinan (R2) yang dihasilkan dari produksi industri
pengawetan kayu berskala besar bernilai 97,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
97,6 persen keragaman dalam produksi industri pengawetan kayu dapat dijelaskan
oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian.
Hasil pendugaan fungsi produksi Industri pengawetan kayu skala besar
yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Produksi (Y) = 5.051 + 0.265 Ln L + 0.671 Ln K - 0.025 Ln M + u
Interpretasi model persamaan industri pengawetan kayu berskala besar:
1. Apabila terjadi penambahan pekerja sebesar satu persen, maka jumlah
produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat
sebesar 0,265 ribu, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap
2. Apabila terjadi penambahan unit bahan baku sebesar satu persen, maka jumlah
produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan meningkat
sebesar 0,671 ribu, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap.
3. Apabila terjadi penambahan unit mesin sebesar satu persen, maka jumlah
produksi pengawetan kayu yang dihasilkan perusahaan akan menurun sebesar
0,025, dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap
Dari hasil pengujian dengan SPSS 20.0 dapat dilihat bahwa sama seperti
pada industri pengawetan kayu berskala besar variabel bahan baku menunjukkan
memiliki pengaruh yang paling tinggi (dilihat dari nilai Standardized Coefficients)
terhadap produksi industri pengawetan kayu berskala sedang. Hal ini karena
apabila bahan baku sulit didapatkan maka akan berdampak pada pengurangan
produksi atau bahkan akan menghentikan produksinya. Sedangkan faktor
produksi yang berpengaruh paling kecil yaitu mesin, hal ini mungkin disebabkan
karena penggunaan mesin tidak meningkatkan produktivitas pekerja untuk
menghasilkan lebih banyak output.
Nilai elastisitas secara keseluruhan sebesar 0,911 yang berada pada skala
penambahan input yang tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan
output yang diperoleh (decreasing return to scale). Nilai elastisitas 0,911 kurang
36
dari satu artinya bahwa setiap penambahan input satu persen akan meningkatkan
produksi tahu sebesar 0,911 persen.
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Secara bersama-sama variable faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, dan
mesin yang digunakan pada industri pengawetan kayu berpengaruh
signifikan terhadap produksi pengawetan kayu. Dan secara parsial
menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja, bahan baku, dan mesin
berpengaruh signifikan terhadap produksi pengawetan kayu.
2. Pada industri pengawetan kayu berskala sedang, secara bersama-sama faktor
produksi tenaga kerja, bahan baku, dan mesin berpengaruh terhadap
produksi pengawetan kayu. Dan secara parsial hanya bahan baku dan mesin
yang berpengaruh signifikan terhadap produksi pengawetan kayu.
Sementara faktor produksi tenaga kerja tidak berpengaruh signfikan, hal ini
mungkin disebabkan karena produktivitas tenaga kerja yang rendah dalam
menghasilkan output.
3. Pada industri pengawetan kayu berskala besar, secara bersama-sama faktor
produksi tenaga kerja, bahan baku, dan mesin berpengaruh terhadap
produksi pengawetan kayu. Dan secara parsial hanya bahan baku yang
berpengaruh signifikan terhadap produksi pengawetan kayu. Sementara
faktor produksi tenaga kerja dan mesin tidak berpengaruh signifikan
terhadap produksi Industri pengawetan berskala besar. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena pengaruh tenaga kerja dan mesin terhadap output
(produksi industri pengawetan kayu) baru bisa terlihat jelas dalam jangka
waktu beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun.
4. Dilihat dari penggunaan faktor produksi terhadap kegiatan produksi ternyata
bahan baku memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap produksi
industri pengawetan kayu di Indonesia baik yang berskala sedang maupun
38
besar. Hal ini karena apabila bahan baku sulit didapatkan maka akan
berdampak pada pengurangan produksi atau bahkan akan menghentikan
produksinya.
5. Nilai elastisitas produksi industri pengawetan kayu adalah 0,964. Ini berarti
bahwa secara umum hasil produksi pengawetan kayu mengalami decreasing
return to scale. Hal ini berarti bahwa penambahan nilai produksi dalam
proporsi yang lebih kecil atau bisa dikatakan telah terjadi penurunan
produkstivitas dari tenaga kerja maupun mesin.
5.2 Saran
Apabila industri pengawetan kayu ingin meningkatkan pendapatan dan
keuntungannya, maka diperlukan perhatian khusus terhadap bahan baku karena
bahan baku merupakan faktor produksi yang paling berpengaruh. Perusahaan
harus melakukan penambahan bahan baku, memperhatikan kualitas bahan baku.
Perusahaan perlu melakukan perbaikan produksi agar lebih efisien dalam
penggunaan tenaga kerja dan mesin produksi.
Di lain pihak, pemerintah perlu memberikan perhatian kepada pengusaha
pengawetan kayu, agar dapat memperoleh bahan baku dengan mudah, sehingga
produsen tidak kesulitan dalam menjual produknya karena harus menjual dengan
harga yang tinggi agar tidak mengalami kerugian.
39