infeksi malaria
DESCRIPTION
infeksiTRANSCRIPT
MODUL ORGAN NEFRO-UROLOGI
INFEKSI MALARIA
KELOMPOK 9
Universitas Trisakti Fakultas Kedokteran
Jakarta, 2008
KADEK FABRIAN K. 030.07.130
KAMARUDIN RIZAL 030.07.131
KARLINA ISABELLA 030.07.132
KARTIKA NOVIEKA W. 030.07.133
KHARINA NOVIALIE 030.07.135
LADY CITRA K S M 030.07.136
LAMIA AISHA 030.07.137
LARAS WULANDARI 030.07.138
LAURENSIA GORETTI 030.07.139
LIA TIRTASARI 030.07.140
LIESTYANINGSIH DWI W 030.07.142
LIMA HALIMAH 030.07.143
LU LADY MEGA OCTAVIA 030.07.145
LUH GEDE WIWIN WITSARI 030.07.146
LYSTIANI PUSPITA DEWI 030.07.147
MAHARANI 030.07.148
MALINDA PRISKASARI P 030.07.149
MAQOOMAMMAHMUUDAA 030.07.150
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa, genus plasmodium
dan hidup intra sel, yang dapat bersifat akut atau kronik. Tranmisi berlangsung di lebih
dari 100 negara di benua Afrika, Asia Oceania, Amerika Latin, Kepulauan Karibia, dan
Turki. Tiap tahun ada 100 juta kasus dan meninggal 1 juta di daerah Sahara Afrika. P.
malariae dan P. falsiparum terbanyak di negara ini.
Di negara-negara maju seperti Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Jepang,
Australia, dan lain-lain, malaria telah dapat diberantas karena vektor kontrol yang baik.
Hanya P. falsiparum yang dapat menyebabkan malaria berat.
Di Indonesia kawasan timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai
utara, Maluku, Irian Jaya, Lombok sampai NTT, merupakan daerah endemis dengan P.
vivax dan P. falsiparum.
Definisi
World Health Organization (WHO) 2006 mendifinisikan malaria berat jika
terdapat parasitemia P. falsiparum fase aseksual dengan disertai satu atau lebih gambaran
klinis atau laboratoris berikut ini:
1. Manifestasi klinis, antara lain: kelemahan, gangguan kesadaran, respiratory
distress (pernafasan asidosis), kejang berulang, syok, edema paru, perdarahan
abnormal, ikterik, hemoglobinuria.
2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain: anemia berat, hipoglikemia, asidosis,
gangguan fungsi ginjal, hiperlaktatemia, hiperparasitemia.
Dengan kata lain, malaria berat adalah infeksi P. falsiparum yang menyebabkan
komplikasi sistemik, sering disebut pernicious manifestations.
Patogenesis
Perhatian utama dalam patogenesis malaria berat adalah sekuestrasi (tidak
kembali ke dalam sirkulasi) eritrosit yang berisi parasit stadium matang ke dalam
mikrovaskuler organ-organ vital. Faktor lain seperti induksi sitokin TNF-α dan sitokin-
sitokin lainnya oleh toksis parasit malaria dan produksi Nitrik Oksida (NO) juga diduga
berperan penting dalam patogenesis malaria berat.
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya malaria berat:
1. Faktor parasit: intensitas transmisi, virulensi parasit. Semakin tinggi virulensi
parasit, semakin tinggi angka mortalitas.
2. Faktor host: endemisitas, genetik, umur, status nutrisi, dan imunologi.
Mekanisme Patogenesis
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk Anopheles betina menggigit manusia
masuk ke dalam sel-sel hati (hepatosit) terjadi skizogoni ekstra eritrositer.
Skizon hati yang matang pecah (ruptur) merozoit menginvasi sel eritrosit
dan terjadi skizogoni intra eritrositer, menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit (EP) mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme
transport membran sel, penurunan deformabilitas, perubahan reologi,
pembentukan knob, ekspresi varian neoantigen di permukaan sel, sitoadherens,
rosetting, dan sekuestrasi.
Skizon yang matang pecah melepaskan toksin malaria menstimulasi
sistem RES, dengan dilepaskannya sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan sitokin
lainnya mengubah aliran darah lokal dan endotelium vaskular, mengubah
biokimia sistemik, menyebabkan anemia, hipoksia jaringan dan organ.
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya malaria berat:
1. Anak-anak usia balita
2. Wanita hamil
3. Penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, contoh penderita penyakit
keganasan, HIV, penderita dalam pengobatan kortikosteroid.
4. Penduduk daerah endemis malaria yang telah lama meninggalkan daerah tersebut
dan kembali lagi
Gejala Klinis
Malaria tropika merupakan bentuk yang
paling berat, ditandai dengan panas yang
ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia
sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi.
Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika
mempunya perlangsungan yang cepat,
parasitemia yang tinggi, dan menyerang semua
bentuk eritrosit.
Gejala prodromal yang sering dijumpai
yaitu sakit kepala, nyeri belakang/ tungkai, lesu,
perasaan dingin, mual, muntah, dan diare.
Parasit sulit ditemui pada penderita dengan
pengobatan supresif. Panas biasanya ireguler dan tidan periodik, sering terjadi
hiperpireksia dengan temperatur di atas 40oC. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia
aspirasi, dan banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila infeksi memberat
nadi cepat, nausea, muntah, diare menjadi berat, dan diikuti kelainan paru (batuk).
Splenomegali dijumpai lebih sering dari hepatimegali dan nyeri pada perabaan;
hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria,
hialin, dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan
monositosis.
Manifestasi malaria berat bervariasi, dari kelainan kesadaran sampai gangguan
organ-organ tertentu dan gangguan metabolisme. Komplikasi yang disebabkan P.
falsiparum sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering terjadi
pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi
terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang di rawat di RS dan 20% dari padanya
merupakan kasus yang fatal. Komplikasinya meliputi:
Malaria Serebral
Ditandai dengan tanda-tanda penurunan kesadaran berupa apatis, disorientasi,
somnolen, stupor, sopor, koma yang dapat terjadi secara perlahan dalam beberapa
hari atau mendadak dalam waktu 1-2 jam, yang seringkali disertai kejang.
Gejala lainnya berupa gejala UMN (Upper Motor Neuron), tidak didapatkan
gejala-gejala neurologi yang fokal, kelumpuhan saraf cranial, kaku kuduk,
deserebrasi, deviasikonjuge, dan kadang-kadang ditemukan perdarahan retina.
Penilaian penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan GCS (Glasgow Coma
Score). Penurunan kesadaran ini selain karena kelainan neurologis, tetapi juga dapat
diperberat gangguan metabolisme, seperti asidosis, hipoglikemia, yang berarti
gangguan ini dapat terjadi karena beberapa proses patologis.
Acute Kidney Injury (AKI)
Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria dewasa. Kelainan
fungsi ginjal dapat pre-renal karena dehidrasi (>50%) dan hanya 5-10% disebabkan
NTA (Nekrosis Tubulus Akut).
Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia karena penurunan aliran
darah ke ginjal akibat dari sumbatan kapiler. Sebagai akibatnya terjadi penurunan
filtrasi pada glomerulus. Secara klinis dapat terjadi fase oliguria ataupun poliuria.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan yaitu urin mikroskopik, berat jenis urin,
natrium urin, serum natrium, kalium, ureum, kreatinin, AGD (Analisa Gas Darah),
dan produksi urin.
Apabila BJ urin < 1.010 menunjukkan dugaan NTA. Sedangkan urin yang pekat
BJ > 1.015, rasio urea urin:darah > 4:1, natrium urin <20 mmol/L menunjukkan
keadaan dehidrasi.
Beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya AKI adalah
hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria.
Dialisis merupakan pilihan pengobatan untuk menurunkan mortalitas. Seperti
pada hiperbilirubinemia, anuria dapat terus berlangsung walaupun pemeriksaan
parasit sudah negatif.
Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum, hal ini mungkin
disebabkan karena sekuestrasi dan sitoadherens yang menyebabkan obstruksi
mikrovaskular. Ikterik karena hemolitik sering terjadi.
Ikterik yang berat karena P. falsiparum lebih sering terjadi pada penderita dewasa
dibanding pada penderita anak-anak, hal ini karena hemolisis, yang merusak sel-sel
hepatosit. Selain itu juga terjadi penurunan kadar serum albumin dan peningkatan
ringan kadar serum transaminase dan 5-nukleotidase. Gangguan fungsi hati ini juga
dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis laktat, gangguan metabolisme obat-
obatan.
Edema Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa, jarang pada anak. Edema paru merupakan
komplikasi yang paling berat dari malaria tropika dan sering menyebabkan kematian.
Edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan atau ARDS (Adult Respiratory
Distress Syndrome).
Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya edema paru ialah kelebihan cairan,
kehamilan, malaria serebral, hiperparasitemia, hipotensi, asidosis, dan uremia.
Adanya peningkatan respirasi merupakan gejala awal, bila frekuensi pernafasan
>35x/menit, prognosisnya jelek.
Pada autopsi dijumpai adanya kombinasi edema yang difus, kongestif paru,
perdarahan, dan pembentukan membran hialin. Oleh karenanya istilah edema paru
mungkin kurang tepat, bahkan sering disebut sebagai insufisiensi paru akut atau
ARDS.
Pada pemeriksaan radiologik dijumpai peningkatan gambaran bronkovaskular
tanpa pembesaran jantung.
Anemia
Terjadi oleh karena percepatan detruksi eritrosit dan peningkatan bersihan oleh
limfa, dan bersamaan dengan hal tersebut juga disertai gangguan (inefektivitas)
sistem eritropoiesis.
Gambaran umum malaria berat adalah anemia yang seringkali memerlukan
transfusi darah yang terdapat pada sekitar 30% kasus. Indikasi transfusi bila kadar
Hb <5gr/dL atau bila hematokrit <15%. Bila pada keadaan hiperparasitemia disertai
dengan anemia berat diperlukan transfusi ganti (exchange blood transfusion).
Hipoglikemia
Sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam
pengobatan quinine. Hipoglikemia terjadi karena:
- Cadangan glukosa yang kurang pada penderita starvasi atau malnutrisi.
- Gangguan absorpsi glukosa oleh karena berkurangnya aliran darah ke
splanchnicus.
- Meningkatnya metabolisme glukusa di jaringan.
- Pemakaian glukosa oleh parasit.
- Sitokin akan mengganggu glukoneogenesis.
- Hiperinsulinemia yang terjadi sewaktu pengobatan quinine.
Metabolisme anaerob glukosa akan disebabkan asidemia dan produksi laktat yang
akan memperburuk prognosis malaria berat.
Blackwater Fever (Malaria Hemoglobinuria)
Adalah suatu sindrom dengan gejala karakteristik serangan akut, menggigil,
demam, hemolisis intravascular, hemoglobinemia, hemoglobinuria, dan gagal ginjal.
Biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi P. falsiparum yang berulang-ulang
pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat. Akan tetapi
adanya hemolisis karena kina ataupun antibodi terhadap kina belum pernah
dibuktikan.
Malaria hemoglobinuria dapat terjadi pada penderita tanpa kekurangan enzim
G6PD dan biasanya parasit falsiparum positif, ataupun pada penderita kekurangan
G6PD yang biasanya disebabkan karena pemberian primakuin.
Malaria Algid
Adalah terjadinya syok vaskular ditandai dengan adanya hipotensi (tekanan
sistolik <70mmHg), perubahan tahanan perifer dan berkurangnya perfusi jaringan.
Gambaran klinis berupa perasaan dingin dan basah pada kulit, temperatur rektal
tinggi, kulit tidak elastik, pucat, pernafasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun,
dan sering tekanan sistolik tak terukur.
Keadaan sering dihubungkan dengan terjadinya septikemia gram negatif.
Hipotensi biasanya berespon dengan pemberian NaCl 0,9% dan obat inotropik.
Kencenderungan Perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan di bawah kulit
dari petekiae, purpura, hematoma. Perdarahan ini dapat terjadi karena
trombositopenia atau gangguan koagulasi intravaskular ataupun gangguan koagulasi
karena gangguan fungsi hati.
Trombositopenia disebabkan karena pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi
intravaskular jarang terjadi kecuali pada stadium akhir dari suatu infeksi P.
falsiparum yang berat.
Asidosis
Asidosis (Bikarbonat <15 meq) atau asidemia (pH <7,25), pada malaria
menunjukkan prognosis yang buruk. Keadaan ini dapat disebabkan:
- Perfusi jaringan yang buruk oleh karena hipovolemia yang akan menurunkan
pengangkutan O2
- Produksi laktat oleh parasit
- Terbentuknya laktat karena aktivitas sitokin terutama TNF-α, pada fase respon
akut
- Aliran darah ke hati yang berkurang sehingga mengganggu bersihan laktat
- Gangguan fungsi ginjal sehingga terganggunya ekskresi asam
Asidosis metabolik dan gangguan metabolik lainnya ditandai dengan pernafasan
Kussmaul, peningkatan asam laktat, dan pH darah menurun (<7,25), dan penurunan
bikarbonat (<15meq). Pada keadaan asidosis biasanya disertai keadaan lain yang
memburuk yaitu edema paru, syok, gagal ginjal, hipoglikemia. Gangguan metabolik
lainnya adalah hipokalsemia, hipofosfatemia, dan hipoalbuminemia.
Manifestasi Gastro-intestinal (GI)
Sering dijumpai pada malaria, gejala-gejalanya ialah: tidak enak di perut,
flatulensi, mual, muntah, diare, dan konstipasi. Kadang-kadang gejala menjadi berat
berupa sindroma bilious remittent fever, yaitu gejala GI dengan hepatomegali, ikterik
(hiperbilirubinemia dan peningkatan SGOT/SGPT) dan gagal ginjal, malaria
disenteri menyerupai disenteri basiler, malaria kolera (jarang pada P. falsiparum)
berupa diare cair yang banyak, muntah, kram otot, dan dehidrasi.
Hiponatremia
Disebabkan karena kehilangan garam dan cairan melalui muntah dan diare.
Diagnosis
Selain dengan anamnesa yang tepat (seperti menanyakan asal penderita apakah
dari daerah endemik malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riwayat pengobatan
kuratif maupun preventif), malaria dapat didiagnosis dengan tes seperti berikut ini:
Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria
sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan
hasil negatif maka diagnosis malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan
darah tepi dapat dilakukan melalui:
o Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan
darah cukup banyak. Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200
lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan
parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan
menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/µL maka
hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah
parasit per mikro-liter darah.
o Tetesan darah tipis
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium bila preparat darah tebal
sulit ditentukan. Bila jumlah parasit > 100.000/µL darah menandakan
infeksi yang berat.
A, B, C, D: Gametocytes of P. falciparum in thin blood smears. E: Two
gametocytes of P. falciparum in a thick blood smear.
C D
E
Tes antigen: P-F test
Yaitu mendeteksi antigen dari P. falsiparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi
hanya 3-5 menit, tidak perlu latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak perlu alat
khusus. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium
(pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes
OPTIMAL. OPTIMAL dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/µL darah dan dapat
membedakan apakah infeksi P.falsiparum atau P.vivax.
Tes serologi
Untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan
dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik.
Metodenya antara lain : indirect haemagglutination tes, immunoprecipitation
thecniques, ELISA test, radio-immunoassay.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, cukup cepat dan sensitivitas
maupun spesifisitasnya tinggi. Tes ini hanya dipakai untuk penelitian belum untuk
pemerikasaan rutin.
Pengobatan
Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen:
1. Pengobatan suportif (perawatan umum dan pengobatan simtomatis)
2. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria
3. Pengobatan komplikasi
Prognosis
Prognosis pada malaria berat tergantung pada:
Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan
Makin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya akan
memperbaiki prognosisnya serta memperkecil mortalitas.
Kegagalan fungsi organ
Semakin sedikit organ vital yang terganggu dan mengalami kegagalan dalam
fungsinya, semakin baik prognosisnya.
Kepadatan parasit
Pada pemeriksaan hitung parasit semakin padat atau banyak jumlah parasitnya
yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, terlebih lagi bila didapatkan
bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepinya.
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
SESI PERTAMA
KASUS
“ Seorang pria 39 tahun demam, sesak dan penurunan produksi urin”
Seorang pilot (39 th) pesawat sewaan perudahan pengeboran monyak, datng ke salah satu
RS DKI Jakarta dengan demam selama 5 hari naik turun, menggigil disertai berkeringat
dan nyeri seluruh badan terutama pinggang kanan. Selera makan tak ada karena mual dan
muntah. Buang air kecil berkurang, sedikit rasa anyang-anyangan dan kuning seperti the.
Seminggu yang lalu baru pulang dari tugas kerjaannya di Timika, Papua.
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi
Keadaan Umum:
Lemah
Compos mentis
TD 140/90 mmHg hipertensi grade I (menurut JNC VII)
Nadi 112x/mnt teratur takikardi
Penapasan 24x/mnt takipnea
Suhu 38,2oC febris
Diuresis 100ml dan 85 ml/24 jam selama 2 hari terakhir oligouria N= 600-
2500 ml/24 jam
Balance cairan +1600 dan +1500 ml (selama 2 hari terakhir)
Palpasi
Stem fremitus obstruksi jalan napas
Pitting edema dikedua tungkai karena gangguan ginjal, sehingga filtrasi
terganggu. Memyebabkan protein keluar, albumin keluar, tekanan osmotic , terjadi
retensi cairan , maka terjadilah edema.
Nyeri tekan epigastrium
Tidak ada nyeri di area Mc Burney dan Murphy’s Sign.
Perkusi
Redup basal paru
Auskultasi
Suara napas bronchovaskuler pada daerah perifer basal dengan ronchi basah
kasar pada kedua basal paru.
Suara bising usus normal.
Masalah-masalah medis yang terdapat pada orang sakit tersebut adalah :
Demam 5 hari naik turun, mengigil disertai berkeringat dan nyeri seluruh
tubuh terutama pinggang kanan.
Selera makan tidak ada karena mual dan muntah.
Buang air kecil berkurang, sedikit rasa anyang-anyangan dan warnanya
kuning seperti teh.
Keadaan umum lemah.
Hipertensi grade I (menurut JNC VII)
Takikardia
Takipnea
Febris ( suhu badan 38,2 oC)
Oligouria dengan diuresis 100ml dan 85 ml/24 jam selama 2 hari terakhir
dengan balance cairan +1600 dan +1500 ml per hari.
Stem fremitus menurun pada palpasi.
Perkusi redup basal paru.
Suara napas bronchovesikuler pada daerah perifer basal dengan ronchi basah
kasar pada kedua basal paru.
Nyeri tekan epigastrium.
Kedua tungkai sedikit pitting edema.
Sedangkan organ-organ yang terlibat dalam kasus ini adalah :
Ginjal
Paru
Gaster
Dari masalah-masalah yang telah dipaparkan diatas, maka hipotesis untuk kasus
ini adalah :
Penyakit infeksi malaria
Hal ini diduga karena orang sakit tersebut baru saja pulang bertugas seminggu
yang lalu dari Papua. Selain itu, pada orang sakit didapatkan gejala demam,
menggigil serta nyeri diseluruh badan.
Glomerulonefritis sekunder
Glomerulonefritis sekunder ini ditandai dengan adanya oedem dan hipertensi.
Selain itu, glomerulonefritis sekunder ini dapat disebakan oleh penyakit infeksi,
yang pada kasus ini ditandai dengan adanya demam, menggil serta nyeri di
seluruh tubuh.
Gagal ginjal akut pre renal
Gagal ginjal akut pre renal ini ditandai dengan adanya edema pada ektremitas,
adanya demam yang tinggi, mual dan muntah. Gagal ginjal akut pre renal ini
dapat diakibatkan oleh penyakit infeksi.
Berdasarkan hipotesis tersebut, informasi tambahan yang harus kita carai untuk
mendapatkan kepatian dari diagnosis kita adalah :
Anamnesis
Apakah demamnya tinggi pada malam hari atau siang hati saja?
Bagaimana periode nafasnya?
Apakah pasien mengalami diare atau tidak?
Apakah urin pasien berwarna kemerahan?
Sejak kapan pasien mengalami masalah dengan buang air kecilnya?
Pemeriksaan urin rutin
Glukosa
Protein
Bilirubin
Urobilin
Sedimen
Pemeriksaan darah lengkap
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
LED
Retikulosit
Diff
MCV
MCH
MCHC
Pengelolaan awal yang dapat kita lakukan pada kasus ini adalah :
Farmakologik
Pemberian Antipyretic untuk mengantisipasi demam
Pemberian terapi empiris yang dilakukan selama menunggu hasil
pemeriksaan laboratorium.
Pemberian diuretik yaitu golongan penghambat karbonik anhidrase yaitu
asetazolamid yang bekerja untuk menghambat pembentukan H+ dan HCO3,
mengurangi sekresi ion H+ oleh tubuli dan menghambat pertukaran Na+
dengan H+ serta meningkatkan eksresi urin
Non farmakologik
Terapi cairan: initial 500cc/60 menit cairan isotonis yang dilanjutkan dengan
maintanance sebanyak 100cc/jam sampai produksi urine 1-2 cc/menit
Awasi keseimbangan elektrolit dan asam basa
Pemasangan kateter untuk mengetahui jumlah input dan outputnya cairan
Istirahat secukupnya
Pemberian nutrisi yang lebih seperti protein, karbohidrat, dan lemak
Pembatasan asupan garam natrium yaitu dengan mengurangi garam dalam
makanan sampai masih dapat dimakan
Perhatikan posisi tubuh saat berbaring, usahakan kepala lebih tinggi dari
badan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa sesak yang ada.
SESI KEDUA
HASIL PEMERIKSAAN LAB
Pemeriksaan Hasilnya Nilai normal Menandakan
Hb 14,8 g/dl ♂ 13,6-17,5
g/dl
Hb o.s dalam keadaan normal
Ht 46% 39-49% Ht o.s dalam keadaan normal
Leukosit 14600/mm3 ♂ 5000-
100000/mm3
Terdapat infeksi
Trombosit 100000/mm3 150000-
400000/mm3
Adanya perdarahan yang
menyebabkan trombosit berkurang
karena infeksi malaria
LED 45 mm/jam ♂ < 10 Terdapat infeksi
mm/jam
SGOT 67U/L ♂ < 25 U/L Kerusakan hati
SGPT 154 U/L ♂ 7-41 U/L Kerusakan hari
Bilirubin total 7,4 mg/dl 0,1-0,4 mg/dl Kerusakan hati
Bilirubin direk 5.2 mg/dl 0,1-0,4 mg/dl Kerusakan hati
Ureum 102 mg/dl 20-40 mg/dl Kerusakan ginjal (terutama dalam
proses filtrasi)
Kreatinin 7.4 mg/dll 0,6-7,2 mg/dl Kerusakan ginjal (terutama dalam
proses filtrasi)
Na 128 mmol/L 135-145
mmol/L
Hiponatremia; keseimbangan
elektrolit terganggu
K 6,0 mEq/L 3,5-5 mEq/L Hiperkalemia; keseimbangan
elektrolit terganggu
Ca 7.6 mmol/L 8,5-10,0
mmol/L
Hipokalsemia; keseimbangan
elektrolit terganggu
GDS 190 md/dl < 180 mg/dl Intake glukosa berlebih senhingga
kadarnya meningkat dalam darah
Urinalisis pH 6,2 BJ
1.035
pH 4,5-8,5 BJ
1003-1030
Bj urin meningkat karena terdapat
protein sehingga menyebabkan
konsentrasi urin menjadi pekat
Protein +++ 0 Gangguan ginjal, terutama dalam
proses filtrasi
Glukosa - Kerusakan ginjal yang berat belum
terjadi
Keton ++ 0 Intake nutrisi , keton dipecah.
Epitel 5-8/lpb 0-5/lpb Epitel ginjal rusak sehingga
terdapat dalam urin
Sdm 2-3/lpb 0-1/lpb Anemia hemolitik karena malaria,
menyebabkan darah terdapat
dalam urin.
Sdp 2-4/lpb 1-5/lpb Sdp yang terdapat pada urin masih
dalam batas normal.
Silinder hialin Normal
(1/lpb)
Kerusakan di tubuli ginjal namun
masih dalam tahap ringan.
Plasmodium
falciparum
24
trofozoit/lpb
0 Terdapatnya stadium aseksual P.
falciparum dalam darah yang
menandakan infeksi malaria
tropika.
Dari hasil lab tersebut, masalah-masalah medis yang terdapat pada orang sakit tersebut
adalah :
Leukositosis ringan.
Trombositopenia
LED meningkat
SGOT dan SGPT meningkat
Bilirubin total dan direk meningkat
Ureum dan kreatinin meningkat
Hiponatremia
Hiperkalemia
Hipokalsemia
GDS meningkat
Bj urin meningkat
Proteinuria
Ketonuria
Pada sedimen didapatkan :
Epitel meningkat
Sel darah merah meningkat
Silinder hialin
Adapun organ-organ yang terlibat dalam kasus ini adalah :
Ginjal
Hepar
Gaster
Paru
Dari kasus yang sudah dibahas diatas, patofisiologi dari kasus tersebut adalah sebagai
berikut :
Pertama nyamuk yang mengandung plasmodium menggigit manusia. Sehingga
sporozoit dari plasmodium tersebut masuk ke darah dan ikut dalam sirkulasi. Sporozoit
tersebut mengalir sampai ke hati. Di dalam hati, sporozoit tersebut berubah menjadi
schizont, yang di dalamnya terdapat merozoit. Lalu schizont tersebut pecah, sehingga
merozoit keluar dari shizont dan mengalir ke sirkulasi darah menjadi tropozoit.
Kemudian tropozoit berubah menjadi shizont muda lalu menjadi shizont matang. Setelah
itu terjadilah hemolisis sel darah merah. Sehingga merozoit keluar dari shizont matang
tersebut.
Merozoit yang keluar dari schizont matang tersebut sebagian ada yang mengalir
ke aliran darah dan berubah menjadi tropozoit, lalu akan mengalami siklus yang sama
lagi. Sebagian merozoit lainnya ada yang menginfeksi pulmo, sehingga terjadi
hipermeabilias kapiler. Akibat dari hiperpermeabilitas kapiler ini menyebabkan protein
darah banyak yang keluar, sehingga terjadi oedem paru.
Selain itu, sebagian merozoit lainnya akan membentuk reaksi antigen-antibodi
(reaksi komplemen), reaksi tersebut akan mengalir di dlama darah dan masuk ke ginjal.
Di dalam ginjal, reaksi tersebut menyumbat mikrovaskular, sehingga terjadi gangguan
fungsi ginjal yang berakibat terjadinya gangguan ekskresi asam basa yang menyebabkan
terjadinya asidosis
Selain dapat menyebabkan merozoit keluar, hemolisis sel darah merah juga dapat
menyebabkan terjadinya anemia dan febris. Febris tersebut menyebabkan vskositas darah
menjadi kental, sehingga sistem RAA menjadi aktif. Karena aktifnya sistem RAA, maka
terjadilah retensi Na+ serta retensi H2O yang menyebabkan terjadinya oedem.
Hemolisis sel darah merah juga menyebabkan perfusi ke organ-organ vital
menurun. Menurunnya perfusi ke organ-organ vital ini juga menyebabkan sistem RAA
aktif, sehingga selain terjadi oedem, juga dapat menyebabkan terjadinya hipertensi dan
oligouri karena adanya retensi Na+ dan retensi H2O.
Karena perfusi ke gastrointestinal juga menurun, maka orang sakit akan mual dan
muntah, sehingga tubuhnya akan kehilangan banyak elektroit, lalu trjadilah hiponatremia
dan hipokalsemia. Selain itu, pasien juga akan merasa tidak enak pada perutnya, sehingga
dapat menyebabkan timbulnya anoksia dan asupan makanan menjadi berkurang. Asupan
makanan yang berkurang ini merangsang peningkatan metabolisme glukosa di jaringan,
sehingga terjadilah hipoglikemia. Selain itu, menurunnya perfusi ke gastrointestinal juga
dapat menyebabkan terjadinya gangguan absorbsi glukosa yang juga bisa menyebabkan
terjadinya hipoglikemia.
Hemolisis sel darah merah juga mnybabkan penurunan perfusi ke ginjal. Hal ini
menybakan terjadinya anoksia, aliran darah berkurang sehingga dapat terjadi dehidrasi.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan hasil lab, dapat diambil kesimpulan diagnosis
kerja dari kasus ini adalah infeksi malaria oleh Plasmodium falsiparum. Namun, pada
kasus ini, infeksi dari malaria ini sudah mengalami banyak komplikasi yaitu :
1. Gagal ginjal akut renal
Gangguan ginjal ini diduga sebagai akibat adanya anoksia karena penurunan
aliran darah ke ginjal akibat dari sumbatan kapiler. Hal ini mengakibatkan
penurunan filtrasi pada glomerulus.
2. Kelainan hati (malaria biliosa)
Jaundice atau ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria. SGOT/SGPT > 3x
normal menunjukkan prognosis yang jelek
3. Edema paru
Edema paru merupakan komplikasi yang paling berat dari malaria tropika dan
sering menyebabkan kematian. Edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan
atau adult respiratory disstress syndrome. Adanya peningkatan respirasi
merupakan gejala awal, bila frekwensi pernafasan > 35 kali/menit prognosisnya
jelek.
4. Manifestasi Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal sering dijumpai dengan gejala-gejalanya adalah tak
enak di perut, flatulensi, mual, muntah, diare, dan konstipasi. Kadang-kadang
gejala menjadi berat berupa sindroma bilious remittent fever yaitu gejala
gastrointestinal dengan hepatomegali, ikterik (hiperbiliribinemia dan peningkatan
SGOT/SGPT) dan gagal ginjal. Pada kasus ini, pasien memiliki kemungkinan
komplikasi ini karena SGOT dan SGPT pasien ini meningkat.
Adapun diagnosis banding kasus ini adalah
1. Gromerulonefritis sekunder karena malaria
2. Gangal Ginjal Akut pre-renal, karena ditemukan silinder hialin.
Pengelolaan pada pasien dengan malaria disertai komplikasi ke berbagai organ
memiliki prinsip seperti berikut :
Tindakan umum atau tindakan perawatan
Tindakan terhadap parasitemia yaitu dengan pemberian obat anti malaria (OAM)
Pemberian cairan/nutrisi
Penanganan terhadap gangguan fungsi organ yang mengalami komplikasi
Tindakan umum yang dapat diberikan pada pasien ini adalah sebagai berikut :
Pertahankan fungsi vital seperti sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan dan nutrisi
Monitoring temperature, nadi, tensi, dan respirasi tiap 30 menit
Monitoring ukuran dan reaksi pupil, kejang, dan tonus otot
Baringkan atau atur posisi tidur pasien sesuai kebutuhan. Pada pasien ini, posisi
pasien sebaiknya berbaring setengah duduk sehingga tidak menambah sesak yang
ada pada pasien ini.
Diet pada pasien ini adalah rendah garam serta monitoring asupan dan keluarnya
cairan dari tubuh
Pemberian obat anti malaria (OAM) pada malaria dengan komplikasi berbeda
dengan malaria biasa karena pada malaria dengan komplikasi dibutuhkan daya
membunuh parasit secara cepat dan bertahan cukup lama didarah untuk segera
menurunkan derajat parasitemi. Pemberian obat anti malaria yang sebaiknya diberikan
pada pasien ini secara parenteral (i.v) karena pasien ini telah mengalami malaria dengan
komplikasi ke berbagai organ serta akan berefek langsung dalam peredaran darah dan
kurang terjadinya resistensi. Obat anti malaria (OAM) yang dapat diberikan untuk pasien
ini adalah kina (kina HCl/ Kinin Antipirin) karena kina merupakan obat nati malaria yang
sangat efektif untuk semua jenis plasmodium dan efektif sebagai sizontosida maupun
gametosida. Kina juga masih berefek kuat terhadap Plasmodium falciparum yang resisten
terhadap klorokuin dan dapat diberikan dengan cepat (i.v) dan cukup aman. Cara
pemberian dan dosis adalah dosis loading tetap dengan 500 mg Kina HCl (dihitung BB
rat-rata 50 kg) dalam cairan 5% dextrose selama 6-8 jam berkesinambungan dengan
kebutuhan cairan tubuh.
Pemberian cairan/ nutrisi yang dibutuhkan cairan dextrose 5% sebanyak 1500-
2000 ml/24 jam. Pengelolaan gangguan fungsi organ pada pasien ini terutama untuk
Acute Kidney Injury, malaria biliosa, dan edema paru.
Pada pengelolaan Acute Kidney Injury yang dialami pasien ini dengan oliguri
(dehidrasi) infuse 300-500 ml NaCl 0,9% untuk rehidrasi. Hiperkalemi yang terjadi dapat
dikoreksi dengan diberikan regular insulin 10 unit i.v/i.m bersama-sama 50 ml dextrose
40%, monitor gula darah dan serum kalium. Tindakan terhadap malaria biliosa yang ada
pada pasien ini adalah vitamin K 10 mg/hari i.v selama 3 hari untuk memperbaiki faktor
koagulasi yang tergantung vitamin K. Sedangkan edema paru yang ada pada pasien ini
dikarenakan kelebihan cairan sehingga dapat diberikan diuretika yaitu furosemide 40 mg
i.v.
Prognosis pada kasus ini adalah dubia at bonam. Hal ini dikarenakan malaria
sudah merupakan perhatian dari pemerintah yang dapat dilihat dengan adanya program
pemerintah mengenai penanggulangan malaria dan komplikasinya. Pada kasus ini pasien
tersebut masih dapat sembuh atau fungsi organ-organ yang terkena dapat pulih kembali
karena gangguan tersebut masih dalam batas gangguan pada fungsi yang dapat diatasi
dengan pemberian berbagai tatalaksana dengan cepat dan baik.