info berita kosmetik

10

Click here to load reader

Upload: riska-panjaitan

Post on 25-Jul-2015

278 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Info Berita Kosmetik

JAKARTA (IFT) - Pasar kosmetik di Indonesia pada 2012 diperkirakan tumbuh di atas 16,9% menjadi Rp 12,2 triliun dari proyeksi tahun ini, menurut asosiasi industri. Kenaikan didorong peningkatan penggunaan produk kosmetik di dalam negeri seiring naiknya daya beli masyarakat.

JAKARTA, KOMPAS.com — Dunia industri kosmetik akan semakin tertekan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241 Tahun 2010 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor yang mulai berlaku 22 Desember 2010 lalu.

”Lebih dari 70 persen bahan baku kosmetik diimpor. Akibat PMK itu, daya saing industri kosmetik akan semakin tergerus,” ungkap Sekretaris Jenderal Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika Abdurrahman di di kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Jakarta, Rabu (26/1/2011).

Dia menegaskan, dengan diterbitkannya kebijakan ini, semua yang telah direncanakan perusahaan untuk ekspansi serta beli mesin dan bahan baku akan terancam dibatalkan. Hal ini disebabkan perusahaan telah merancang semua biaya 2011 pada Oktober 2010 lalu. Dan dengan diberlakukannya PMK 241 ini, dampaknya akan luar biasa bagi perusahaan.

”Dengan pemberlakuan PMK 241, jelas rencana ekspansi itu bisa ditunda, bisa dipertimbangkan lagi, bahkan dibatalkan. Dampaknya ya luar biasa karena menyusun budget tidak bisa langsung dadakan,” tuturnya.

Dari keterangannya diketahui bahwa pertumbuhan industri kosmetik ditargetkan pada 2011 akan tumbuh 15 hingga 20 persen. Namun, dengan adanya kebijakan tersebut, target pertumbuhan ini tidak bakal tercapai. Bahkan, menurutnya, perusahaan tidak akan tumbuh.

”Pertumbuhan 15-20 persen. Dengan adanya ini, jelas sudah kosmetik untungnya tidak banyak, 6 persen, bisa-bisa enggak bisa growth. Tidak akan tercapai,” ujarnya.

Dia melanjutkan bahwa itu terjadi pada perusahaan-perusahaan yang sudah mapan dan lama beroperasi. Namun, bagaimana dengan perusahaan-perusahaan baru dan apalagi UKM. ”Beberapa UKM itu sudah tutup. Kemarin itu yang sudah melapor tutup dua. Yang lainnya mungkin masih bertahan tapi sudah klenger juga,” paparnya. (Srihandriatmo Malau)

Perkembangan industri kosmetik dan jamu lokal terus dihantui oleh kosmetik dam jamu dari China. Kalangan pengusaha cemas terhadap eksistensi industri ini.

Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi (PPA) Kosmetika Indonesia Putri Kusuma Wardani mengatakan, problem industri kosmetik berasal dari

Page 2: Info Berita Kosmetik

ketentuan peredaran produk impor yang tidak memerlukan izin Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM).

Hal ini dinilai sangat membahayakan konsumen Indonesia. Ditambah lagi, banyak kosmetik dan jamu Malaysia dan China yang beredar di pasaran.

“Kami juga khawatir terhadap pemberlakuan bea masuk 0 persen ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Ini menyerang industri menegah ke bawah. Kita harus melakukan promosi untuk bersaing,” ujar Putri di Jakarta, kemarin.

Melihat kondisi yang memprihatinkan itu, ia berharap pemerintah memberikan perhatian khusus guna mendorong pertumbuhan industri kosmetik di dalam negeri. ”Kami kan sudah berikan kontribusi pajak kepada negara. Kami berharap agar pemerintah mendukung pelaku industri nasional,” jelasnya.

Masalah lain industri kosmetik adalah aturan yang ketat dari Kementerian Ke-sehatan dan BPOM. Dikatakan, industri dalam negeri diharuskan melakukan promosi dan kemasan yang memberikan kejelasan kepada konsumen. Sementara produk asing dibebaskan untuk mengatakan apa saja saat promosi.

“Banyak jamu China dan klinik jamu yang mengklaim bisa sembuhkan penyakit, sementara produk itu tidak dapat persetujuan BPOM. Lalu siapa yang bisa jamin keselamatan konsumen?” sambungnya.

Dikatakan, peluang industri jamu sangat tinggi tapi belum dimanfaatkan secara optimal. Di Indonesia, pasarnya jamu belum berkembang. Sementara pertum-buhan industri kosmetik masih kecil, hanya mencapai 10 persen. Tahun lalu, omzet kosmetik lokal mencapai Rp 35 triliun dan pasar konsumsi sekitar Rp 50 triliun.

Presiden Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) Nuning S. Barwa menambahkan, omzet kosmetik tahun 2010 mencapai Rp 8,9 triliun. Proyeksi pertumbuhan tahun 2012 mencapai 16,9 persen. Saat ini, anggota Perkosmi sebanyak 500 perusahaan di Indonesia, di mana 75 persennya merupakan usaha kecil menengah (UKM). [rm]

Persaingan di industri kosmetika dewasa ini semakin ketat, hal ini ditandai semakin meningkatnya pertumbuhan industri kosmetika tiap tahunnya. Pada tahun 2010, industri kosmetika mengalami pertumbuhan sebesar 6%.Pada tahun 2011, pertumbuhan diperkirakan 6-10%, bahkan bisa saja melebihi 10%.

Terdapat perbedaan karakteristik konsumen dalam membeli produk kosmetika dan hal ini dipengaruhi oleh kota tempat tinggal, usia, jenis kelamin, bahkan kelas sosialnya. Misalnya, jumlah konsumen pil pelangsing lebih banyak pada kelompok usia 25-34 tahun, dibandingkan usia lainnya. Sementara itu, konsumen terbanyak yang akan membeli lipstick ternyata konsumen Surabaya. Begitu pula

Page 3: Info Berita Kosmetik

dengan tempat pembelian, dimana konsumen SES A lebih banyak yang membeli kosmetik di supermarket, sedangkan konsumen SES C lebih banyak membeli di minimarket.

Untuk memahami, MARS Indonesia telah menyusun laporan Studi Pasar dan Kinerja Pemasaran Produk Kosmetika 2011. Produk kosmetika yang dianalisis adalah kategori: Krim/lotion pemutih wajah, susu pembersih muka, pelembab wajah, alas bedak, splash cologne, lipstick, hair gel, teh pelangsing, cairan penyegar wajah, bedak wajah, handbody lotion, masker bengkoang, dan pil pelangsing. Secara khusus produk-produk kosmetika tersebut dianalisis berdasarkan: Profil Pasar, Perilaku Konsumen, dan Perbandingan Kinerja Pemasaran Antar Merek.

Informasi selengkapnya silahkan menghubungi:Firman 021-4897874, [email protected] 08979355785, [email protected]

Kenaikan Harga Katrol Pertumbuhan Industri Kosmetik

Jakarta - Pertumbuhan penjualan kosmetik tahun ini bakal mencapai dua digit dibanding pada tahun lalu. "Pada 2010, perputaran perdagangan kosmetik dari berbagai jenis sebesar Rp 50-60 triliun," kata Ketua Umum Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia Putri Kusuma Wardhani akhir pekan lalu.

Menurut Putri, tumbuhnya penjualan itu antara lain didorong oleh kenaikan harga produk akibat tekanan inflasi, kenaikan tarif dasar listrik, dan kenaikan upah minimum regional. Hingga kini dua pertiga perdagangan kosmetik di Tanah Air masih didominasi produk dalam negeri.

Namun Putri mengingatkan bahwa pasar kosmetik lokal mulai tersaingi produk asing. Sebab, perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Cina menyebabkan bea masuk menjadi nol persen. Ditambah harmonisasi aturan ASEAN sehingga impor kosmetik tak perlu lagi mendapat izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Putri, yang juga Chief Executive Officer Mustika Ratu, mengatakan prospek industri kosmetik masih menjanjikan. "Hampir semua jenis kosmetik punya peluang besar berkembang di Indonesia," katanya. "Tinggal kepekaan masing-masing pelaku untuk membaca peluang."

Pasar Indonesia yang besar merupakan faktor penarik bagi industri kosmetik. Bahkan grup perusahaan kosmetik dunia L'Oreal berencana membangun pabrik dengan investasi Rp 900 miliar. Pabrik ini akan menjadi basis produksi produk perawatan rambut dan kulit di Indonesia dan ASEAN.

Page 4: Info Berita Kosmetik

Consumer Product Division General Manager L'Oreal Ashwin Rajgopal pekan lalu menyebutkan bahwa Indonesia diharapkan mampu menyumbang 10 persen dari target yang ditetapkan L'Oreal di Asia Pasifik. L'Oreal mengincar 1 miliar konsumen baru di dunia, yang sekitar 50 persennya dari pasar Asia Pasifik.

Putri menambahkan, industri kosmetik dapat lebih berkembang asalkan pemerintah ikut mendukung dari sisi kebijakan, seperti meminimalisasi ekonomi biaya tinggi dan kampanye penggunaan produk dalam negeri, sehingga pertumbuhan tak hanya dari kenaikan harga, tapi juga produksinya. "Sebab, saat ini pertumbuhan industri kosmetik masih single digit," ujar Putri.

JAKARTA — Upaya peningkatan daya saing di bidang kosmetik saat ini perlu mendapat perhatian semua pihak. Apalagi, terkait diberlakukannya kebijakan harmonisasi kosmetik tingkat ASEAN (AHCRS), peningkatan daya saing menjadi hal yang sangat strategis bagi industri kosmetik di Indonesia.

Presiden Perkosmi (Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia), Nuning S Barwa kepada wartawan, di Kementeriana Perindustrian, Selasa (11/10) mengatakan, sehubungan diberlakukan regulasi harmonisasi kosmetik di tingkat ASEAN, pihaknya memandang daya saing ini mutlak mendapat perhatian kalangan industri,  asosiasi maupun pemerintah itu sendiri.

"Tujuannya agar produk kosmetik nasional bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri dan mampu bersaing dengan produk serupa asal manca negara, seperti dari negara-negara ASEAN," ujar Nuning.

Terkait upaya peningkatan daya saing ini, Perkosmi merasa perlu untuk memberikan fasilitas, khususnya kepada industri kecil menengah (IKM) kosmetik untuk memperkuat potensi mereka di pasar domestik, regional maupun global.   Untuk mendukung program pemerintah dalam membangun dan memperkuat daya saing sektor industri kosmetik  Indonesia, Perkosmi telah berperan aktif melakukan pembinaan bagi seluruh anggota dan industri kosmetik nasional.

"Hal ini bertujuan meningkatkan kemampuan teknis, jaminan keamanan produk dan juga tata cara produksi kosmetika yang baik. Sehingga diharapkan mampu memberikan komitmen dan tanggung jawab untuk selalu memproduksi kosmetika yang aman, bermutu dan bermanfaat, serta melakukan perbaikan kinerja secara berkesinambungan, untuk memenuhi peryaratan ASEAN seperti standar Cara Produksi Kosmetika yang  Baik (CPKB)," papar Nuning panjang lebar.

Nuning menambahkan, dalam pemasaran produk kosmetik di ASEAN, Indonesia menempati peringkat ketiga di bawah Thailand dan Singapura. Hal ini dikarenakan Thailand memiliki laboratorium yang sangat modern dan proses produksi serta risetnya diawasi oleh ilmuwan yang berstandar internasional

Page 5: Info Berita Kosmetik

JAKARTA - Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) mencatat, nilai ekspor kosmetika nasional tahun lalu adalah sekira 508.226 ton atau senilai USD634 juta.

Jumlah itu naik dibandingkan 2009 yang sebesar 427.712 ton atau senilai USD417 juta. Sedangkan untuk impor pada tahun lalu adalah 40.331 ton atau senilai USD273 juta. Untuk impor pada 2009 adalah 36.649 ton atau sekira USD224 juta.

Presiden Perkosmi Nuning S Barwa mengatakan, saat ini, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam menggenjot produksi bahan baku kosmetika. Produksi bahan baku kosmetika nasional, kata dia, ditargetkan akan naik 10-15 persen per tahun. Saat ini, Indonesia masih mengimpor bahan baku dan penolong, terutama fragrances sekira 70 persen.

“Saat ini, kita masih banyak mengimpor bahan baku dari Eropa. Kami kerja sama dengan Kemenperin untuk tingkatkan produksi karena bahan baku loka harganya terjangkau, pelaku usaha bisa mandiri dan bersaing,” kata Nunik di Jakarta, Senin (11/10/2011).

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, potensi bahan baku di dalam negeri yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal itu juga merupakan peluang yang baik untuk meningkatkan daya saing produk, sehingga beberapa perusahaan kosmetika dan jamu bisa melakukan perluasan.

Pemerintah, kata dia, akan terus berupaya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif agar dunia usaha tetap bergairah melakukan investasinya di Indonesia.

Hidayat menjelaskan, diperlukan kesiapan industri nasional untuk menghadapi persaingan di tingkat ASEAN melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada produk-produk kosmetika dan jamu. Sesuai Inpres Nomor 11/2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru ASEAN Economic Community (AEC) 2011.

Di mana, kata dia, salah satu programnya adalah komitmen AEC untuk arus barang secara bebas. Nuning menambahkan, untuk menghadapi harmonisasi ASEAN di bidang kosmetika adalah memberikan fasilitasi peningkatan daya saing yang strategis bagi industri kosmetika di Indonesia, khususnya Industri Kecil dan Menengah (IKM) untuk memperkuat potensi mereka di pasar domestik dan meningkatkan daya saing di pasar regional dan global. (Sandra Karina/Koran SI/wdi)

Industri Kosmetika Minta Jaminan Pasokan Sawit Wednesday, October 12th, 2011 08:12 by agroindonesia Print this page

Page 6: Info Berita Kosmetik

Pelaku industri kosmetika meminta produsen kelapa sawit untuk mementingkan pasokan ke pasar dalam negeri. Alasannya, kelapa sawit merupakan bahan baku yang paling banyak dipakai oleh industri kosmetika di Indonesia.

“Kami ingin agar produsen kelapa sawit memperhatikan kebutuhan industri kosmetika terhadap bahan baku berupa kelapa sawit,” ujar Ketua Umum Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) Nuning S. Barwa, di Jakarta, Selasa (11/10).

Menurutnya, sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, industri kosmetika nasional tidak sulit untuk mendapatkan bahan baku berupa kelapa sawit.

“Jika pasokan bahan baku melimpah, maka kita bisa mengekspor produk kosmetika kita lebih banyak lagi ke mancanegara,” paparnya.

Dijelaskan, hingga saat ini industri kosmetika nasional baru mampu mengekspor 15% dari total produk yang dihasilkan setiap tahunnya. Sementara arus kosmetik impor yang masuk ke Indonesia mencapai angka 25% dari total pasar kosmetik di negeri ini.

Agar bahan baku kelapa sawit bisa diperoleh dengan mudah, Perkosmi yang menaungi 500 perusahaan kosmetika itu berniat mengajak asosiasi industri sawit dan pemerintah untuk membahas masalah pasokan bahan baku itu.

Perkosmi sendiri yakin target ekspor kosmetika tahun ini yang sebesar Rp 3 triliun bisa  tercapai. Selama semester pertama 2011, industri kosmetika dalam negeri telah mencatatkan realisasi ekspor sebesar Rp 2,1 triliun. Angka itu meningkat dari realisasi ekspor 2010 sebesar US$ 700 juta.

“Target itu pasti tercapai, bahkan mungkin melampaui,” ujar Ketua Bidang Perdagangan Perkosmi Wiyantono.

Meski tidak merinci target ekspor pada 2012, dia memastikan, industri kosmetika dalam negeri mampu meningkatkan target ekspornya. Apalagi, pasar ekspor kosmetika Indonesia selalu terbebas dari krisis ekonomi global.

Menurut data Perkosmi, pada 2010, industri kosmetika dalam negeri mencatatkan omset sekitar Rp 8,9 triliun dengan pertumbuhan sekitar 15,9% dari tahun sebelumnya. Ekspor memegang porsi sekitar 15% dari total omset, sedangkan impor 25%. Sisa omset merupakan kontribusi konsumsi dalam negeri. Buyung

JAKARTA. Pada semester pertama tahun 2010, industri kosmetik mengaku tidak mencatat adanya pertumbuhan kinerja.

Ketua Perhimpunan dan Asosiasi Kosmetika Indonesia (PPAKI) Putri Kuswisnuwardhani bilang, pertumbuhan industri kosmetika tersebut terhalang oleh tingginya peredaran

Page 7: Info Berita Kosmetik

produk impor.

“Semester pertama ini saja kami mencatat adanya kenaikan impor beberapa produk kosmetik,” kata Putri dan konferensi pers yang dilakukan di kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia di Jakarta, Senin (23/8). Menurut Putri, tahun lalu penjualan produk kosmetik dalam dalam negeri mencapai Rp 35 triliun. Namun untuk tahun ini, angka itu diprediksi tidak akan banyak bergerak karena tingginya arus impor.

Beberapa jenis produk kosmetik yang dilaporkan oleh PPAKI tersebut tersebut diantaranya adalah shampo yang membukukan peningkatan 25%, produk perawatan gigi yang naik 32%. Sementara itu, untuk produk jamu juga mengalami hal serupa.

Putri menyebutkan, pasar tahun 2009 lalu mencapai 10 triliun, namun diprediksi tahun ini tidak banyak mencatat peningkatan karena pasarnya sudah digerus produk impor. “Seperti jamu dari serei mengalami kenaikan hampir 200% di semester I tahun 2010 ini,” jelas Putri.

Beberan angka impor tersebut berasal dari data yang dirilis oleh pemerintah. Sementara itu, untuk impor ilegal, Putri hanya bisa memprediksinya.“Melihat kondisi riil di pasar dan peredarannya, yang ilegal mungkin naik 40%,” katanya tanpa menjelaskan angka detail.

Peredaran produk jamu dan kosmetik impor sudah menguasai pasar sekitar 20% dari pangsa pasar semester I 2010. Produk tersebut datang dari Taiwan, Thailand, Korea, Timur Tengah dan Rusia.