informed consent.docx
DESCRIPTION
ICTRANSCRIPT
DEFINISI
“Informed consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Consent dibagi menjadi 2 yaitu expressed yang berarti dapat secara lisan atau tulisan, implied yang berarti yang dianggap telah diberikan. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta risiko yang berkaitan dengannya.1,2
PELAKSANAANNYA
1. Isi informed consent
Menurut Bab II butir 4 Pedoman di atas informasi dan penjelasan dianggap
cukup (adekuat) jika paling sedikit enam hal pokok di bawah ini disampaikan dalam
memberikan informasi dan penjelasan, yaitu :
Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik
yang akan dilakukan (purpose of medical procedures).
lnformasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan
(contemplated medical prosedures).
Informasi dan penjelasan tentang tentang risiko (risk inherent in such medical
prosedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan
serta risikonya masing-masing (alternative medical prosedure and risk),
Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis
tersebut dilakukan (prognosis with and without medical procedure).
Diagnosis.
2. Bentuk Informed Consent
Bentuk informed consent dapat tersembunyi (implied conset) dan yang
terwujud (express consent). Bentuk dari informed consent yang tersembunyi,
merupakan bentuk yang paling sering terjadi, karena di dalam hubungan dokter pasien
proses pelayanan dokter kepada pasien berupa anamnesa, pemeriksaan, dan tindakan
– tindakan medis yang sering terjadi sudah dianggap sebagai kebiasaan oleh pasien
1
dan dokter sehingga perwujudan informed consent merupakan hal yang tidak umum.
Bentuk informed consent yang tersembunyi tersebut tidak menghilangkan hakekat
dari adanya saling setuju antara dokter dengan pasien. Bahkan dengan
tersembunyinya bentuk informed consent tersebut menunjukkan adanya kedalaman
dari masing-masing pihak akan pemahaman dari tugas dan tanggung jawab masing –
masing pihak. Hanya saja, pada perkembangannya seiring dengan semakin
berkembangnya ilmu dan teknolgi kedokteran mengakibatkan beberapa kondisi yang
menuntut semakin seringnya mewujudkan informed consent tersebut.
Informed consent yang terwujud dapat berupa oral consent (terucap) dan
written consent (tertulis). Bentuk oral consent ini terwujud dengan kata – kata
persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh dokter. Bentuk
oral consent ini lebih sering terdapat jika dibanding dengan yang written consent.
Bentuk yang tertulis ini banyak dipakai untuk tidakan yang bersifat invasif, seperti
tindakan operasi, tindakan diagnostik (foto dengan kontras), dan tindakan dengan
biaya mahal dan lain sebagainya. Untuk kepentingan rekam medik ada baiknya untuk
selalu mencatat persetujuan dari pasien yang berupa kata 'setuju' ke dalam lembaran
rekam medik saat dokter visit.
3. Kewajiban Memberi Penjelasan
Bab II butir 5 Kep Dirjen Yanmed Pedoman Pertindik menyebutkan bahwa :
Dokter yang akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab utama
memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan,
informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan kepada dokter lain
dengan sepengetahuan dokter yang bersangkutan. Pasal 6 PERMENKES TENTANG
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK menyebutkan:
(1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus
diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri
(2) Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat
informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter
yang bertanggung jawab.
(3) Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasif
lainnya, informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat dengan
sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.
2
4. Sahnya Suatu Informed Consent
Suatu persetujuan dianggap sah apabila:
Pasien telah diberi penjelasan/informasi
Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk
memberikan keputusan/persetujuan.
Persetujuan harus diberikan secara sukarela (tidak ada unsur paksaan)
Tidak boleh ada unsur penipuan.
Seperti pada syarat sahnya suatu kontrak, hal mana di dalamnya disebutkan
salah satu unsur untuk sahnya suatu kontrak yaitu adanya saling setuju. Maka untuk
sahnya informed consent itu juga mengacu pada ketentuan yang sama dengan konsep
saling setuju seperti yang terdapat dalam kontrak terapetik. Menekankan hanya pada
adanya tanda – tangan persetujuan tindakan kedokteran akan menjebak dokter hanya
bekerja secara formal tanpa ada beban moral dari pekerjaannya. Bahkan dokter dapat
saja terbawa oleh susana formalitas dari pekerjaannya itu. Padahal yang terpenting
adalah munculnya kesadaran dari pasien tindakan dokter itu tidak menjanjikan hasil,
dokter hanya berusaha denga iptek yang saat ini ada.
Perhatian dokter terhadap masalah informed consent ini harus proporsional.
Kemudian juga harus disampaikan resiko – resiko yang mungkin dapat terjadi dari
tindakan yang akan dilakukan dokter. Untuk itu sangat penting diupayakan agar
persetujuan juga mencakup apa yang harus dilakukan jika terjadi peristiwa yang tidak
diharapkan dalam pelaksanaan tindakan kedokteran tersebut.
Persetujuan harus diberikan secara bebas, tanpa adanya tekanan dari manapun,
termasuk dari staf medis, saudara, teman, polisi, petugas rumah tahanan/Lembaga
Pemasyarakatan, pemberi kerja, dan perusahaan asuransi. Bila persetujuan diberikan
atas dasar tekanan maka persetujuan tersebut tidak sah. Pasien yang berada dalam
status tahanan polisi, imigrasi, LP atau berada di bawah peraturan
perundangundangan di bidang kesehatan jiwa/mental dapat berada pada posisi yang
rentan. Pada situasi demikian, dokter harus memastikan bahwa mereka mengetahui
bahwa mereka dapat menolak tindakan bila mereka mau.
5. Cara memberi informasi
Bab II butir 6 Pedoman Persetujuan Tindakan Medik menyebutkan : Informasi
dan penjelasan disampaikan secara lisan. Informasi dan penjelasan secara tulisan
dilakukan hanya sebagai pelengkap penjelasan yang telah disampaikan secara lisan.
3
Pada pasal 4 dan 5 PERMENKES TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN
MEDIK disebutkan dalam pasal 4 dan 5 bahwa :
Pasal 4
(1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak diminta.
(2) Dokter harus memberikan informasi selengkap – lengkapnya, kecuali bila dokter
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kesehatan pasien atau pasien
menolak diberi informasi.
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh perawat
sebagai saksi.
Pasal 5
(1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik
yang akan dilakukan, balk diagnostik maupun terapeutik.
(2) Informasi diberikan secara lisan.
(3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa
hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
(4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.
Istilah kedokteran tidak boleh dipakai dalam memberikan informasi dan
penjelasan karena mungkin tidak dimengerti oleh orang awam agar supaya tidak
terjadi salah pengertian sehingga mengakibatkan masalah yang serius. Informasi harus
diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi dan situasi pasien.
6. Pihak yang memberikan informasi
Pihak yang wajib memberikan informasi adalah dokter atau tenaga kesehatan
lain yang akan langsung memberikan tindakan tersebut kepada pasien. Adalah
tanggung jawab dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/tindakan untuk
memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak. Dokter
memang dapat mendelegasikan proses pemberian informasi dan penerimaan
persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada pada dokter pemberi delegasi untuk
4
memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara benar dan layak. Jika seseorang
dokter akan memberikan informasi dan menerima persetujuan pasien atas nama
dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya mampu menjawab secara
penuh pertanyaan apapun yang diajukan pasien berkenaan dengan tindakan yang akan
dilakukan terhadapnya untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat secara
benar dan layak.
7. Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan.
Dalam Pedoman Persetujuan Tindakan medik hal ini diatur dalam pasal 7.
yaitu :
a. Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau telah menikah.
b. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, Persetujuan (informed consent) atau
Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
(1) Ayah / ibu kandung.
(2) Saudara-saudara kandung.
c. Bagi yang dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang
tuanya berhalangan hadir, Persetujuan (informed consent) atau Penolakan
Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
(1) Ayah/ibu adopsi.
(2) Saudara-saudara kandung.
(3) Induk semang.
d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, Persetujuan (informed consent) atau
Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai
berikut :
(1) Ayah/ibu kandung.
(2) Wali yang sah.
(3) Saudara-saudara kandung.
e. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), Persetujuan
atau Penolakan Tindakan Medik di berikan menurut urutan hak sebagai berikut:
(1) Wali.
(2) Curator.
f. Bagi pasien dewasa yang telah menikah / orang tua, persetujuan atau penolakan
tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
(1) Suami/istri.
5
(2) Ayah/ibu kandung.
(3) Anak-anak kandung.
(4) Saudara-saudara kandung.
8. Cara Memberikan Persetujuan
Bab II butir 8 Pedoman Persetu,juan Tindakan Medik menyebutkan bahwa
cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara :
1. Tertulis (express) maupun,
2. Lisan (implied).
Persetujuan tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang mengandung
risiko tinggi, sedangkan persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang
tidak mengandung risiko tinggi.
Lebih lanjut KKI dalam buku petunjuknya menjelaskan memberikan petunjuk
bahwa persetujuan tertulis diperlukan pada keadaan – keadaan sebagai berikut:
Bila tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek
samping yang bermakna.
Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi
kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien.
Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
Pasal 45 UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ayat (5)
menyatakan bahwa "Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan."
9. Penolakan Tindakan Kedokteran (Informed Refusal)
Persetujuan akan tindakan yang sedang direncanakan mutlak ada ditangan
pasien. Jadi setelah pasien menerima informasi dari dokter atau yang bertugas untuk
memberikan keterangan, maka selanjutnya pasien akan bersikap, menerima atau
menolak.3
Penolakan (refusal) pasien tersebut dapat disebut juga dengan istilah
penolakan tindakan kedokteran atau penolakan tindakan medik atau informed refusal.
Pada pasien yang kompeten (dia memahami informasi, menahannya dan
6
mempercayainya dan mampu membuat keputusan) berhak untuk menolak suatu
pemeriksaan atau tindakan kedokteran.3
Penolakan itu boleh logis boleh juga tidak, sebab penolakan yang terjadi
merupakan resiko pasien, hal mana resiko akibat dari penolakan itu diterangakan
sebelumnya oleh dokter kepada pasien atau keluarganya. Kalau hal seperti ini terjadi
dan bila konsekuensi penolakan tersebut berakibat serius maka keputusan tersebut
harus didiskusikan dengan pasien, tidak dengan maksud untuk mengubah
pendapatnya tetapi untuk mengklarifikasi situasinya. Untuk itu perlu dicek kembali
apakah pasien telah mengerti informasi tentang keadaan pasien, tindakan atau
pengobatan, serta semua kemungkinan efek sampingnya.3
Kenyataan adanya penolakan pasien terhadap rencana pengobatan yang
terkesan tidak rasional bukan merupakan alasan untuk mempertanyakan kompetensi
pasien. Meskipun demikian, suatu penolakan dapat mengakibatkan dokter meneliti
kembali kapasitasnya, apabila terdapat keganjilan keputusan tersebut dibandingkan
dengan keputusan-keputusan sebelumnya. Dalam setiap masalah seperti ini rincian
setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan dengan baik.3
Berhubungan dengan perihal penolakan tindakan kedokteran, pasien juga
memiliki hak untuk menunda bahkan membatalkan persetujuan yang telah dibuatnya.
Hal ini semata –mata menghormati hak pasien yang berdiri atas dasar hak untuk
menentukan nasibnya sendiri (right to self determination).3
Pedoman tentang yang dikeluarkan KKI juga menyebutkan, persetujuan suatu
tindakan kedokteran dapat saja ditunda pelaksanaannya oleh pasien atau yang
memberikan persetujuan dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota keluarga
yang masih belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu pelaksanaan. Dalam
hal penundaan tersebut cukup lama, maka perlu di cek kembali apakah persetujuan
tersebut masih berlaku atau tidak pengecekan diperlukan untuk menilai lagi adakah
tindakan medik yang dilakukan itu masih layak mengingat perjalanan waktu sakit,
sehingga dimungkinkan adanya perubahan kondisi dari pasien. Juga, diperlukan
apakah pasien masih ingat akan resiko dari tindakan yang akan dilakukan.3
Memperhatikan hal ini, jika ditemukan hal – hal yang kurang pas karena
adanya perubahan, maka ada baiknya dibuat bentuk persetujuan baru sesuai dengan
kondisi yang ada sekarang. Selain penundaan juga dimungkin pasien melakukan
pembatalan terhadap tindakan medik yang sudah disetujuinya. Pada dasarnya, setiap
saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka dengan membuat surat atau
7
pernyataan tertulis pembatalan persetujuan tindakan kedokteran. Pembatalan tersebut
dapat dilakukan selama pasien memiliki kesadaran penuh. Jika pasien sudah dalam
keadaan tidak sadar karena pengaruh pembiusan tentunya pembatalan tidak akan
dapat dilakukan. Pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggungjawab atas akibat
dari pembatalan persetujuan tindakan. Oleh karena itu, pasien harus kompeten untuk
dapat membatalkan persetujuan.3
Menentukan kompetensi pasien pada beberapa situasi seperti pasien menderita
nyeri, syok atau pengaruh obat – obatan dapat mempengaruhi kompetensi pasien dan
kemampuan dokter dalam menilai kompetensi pasien. Dokter dalam hal situasi sulit
seperti ini dituntut untuk memiliki ketrampilan dalam membangun landasan etik yang
tepat. Bila pasien dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan
persetujuannya, maka dokter harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau
pengobatannya.3
Kadang – kadang pembatalan tersebut terjadi pada saat tindakan sedang
berlangsung. Bila suatu tindakan menimbulkan teriakan atau tangis karena nyeri, tidak
perlu diartikan bahwa persetujuannya dibatalkan. Rekonfirmasi persetujuan secara
lisan yang didokumentasikan di rekam medis sudah cukup untuk melanjutkan
tindakan.3
Tetapi apabila pasien menolak dilanjutkannya tindakan, apabila
memungkinkan, dokter harus menghentikan tindakannya, mencari tahu masalah yang
dihadapi pasien dan menjelaskan akibatnya apabila tindakan tidak dilanjutkan.3
Dalam hal tindakan sudah berlangsung sebagaimana di atas, maka penghentian
tindakan hanya bisa dilakukan apabila tidak akan mengakibatkan hal yang
membahayakan pasien.3
Persetujuan akan tindakan yang sedang direncanakan mutlak ada ditangan
pasien. Jadi setelah pasien menerima informasi dari dokter atau yang bertugas untuk
memberikan keterangan, maka selanjutnya psien akan bersikap, menerima atau
menolak. Dalam setiap masalah seperti ini rincian setiap diskusi harus secara jelas
didokumentasikan dengan baik.3
10. Format Isian Informed Consent
Format isian Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) atau Penolakan
Tindakan Medik, dengan ketentuan sebagai berikut :3
8
Diketahui dan ditanda tangani oleh dua orang saksi. Perawat bertindak sebagai
salah satu saksi;
Materai tidak diperlukan;
Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien;
Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis
dilakukan.
Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa telah
diberikan informasi dan penjelasan secukupnya.
Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus
membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanan.
Contoh Format Informed Consent menurut Permenkes
NOMOR MEDICAL RECORD :
…………………………………………………………...
NAMA PASIEN
: ......................................................................................................................
TANGGAL LAHIR
: ...............................................................................................................
TINDAKAN / PROSEDUR / OPERASI YANG AKAN DILAKUKAN:
1. ..............................................................................................................................................
..
2. ..............................................................................................................................................
..
3. ..............................................................................................................................................
..
PERNYATAAN PASIEN
Mohon dibaca dengan teliti sebelum ditandatangani.
Saya telah diberi penjelasan mengenai :
Kondisi, diagnosa, dan kemungkinan kesembuhan penyakit saya.
Usulan tindakan / prosedur / operasi yang akan dilakukan terhadap saya.
Nama dokter yang akan melakukan tindakan / prosedur / operasi terhadap saya.
Manfaat dan kekurangan dari tindakan / prosedur / operasi yang akan dilakukan,
serta alternatif terapi lainnya.
9
Peluang keberhasilan dari tindakan / prosedur / operasi yang akan dilakukan.
Kemungkinan permasalahan sehubungan dengan proses penyembuhan setelah
tindakan / prosedur / operasi dilakukan.
Kemungkinan yang terjadi jika tindakan / prosedur / operasi tidak dilakukan.
Saya telah diberi kesempatan bertanya perihal penyakit serta rencana tindakan /
prosedur / operasi yang akan dilakukan, dan telah mendapat penjelasan.
Saya mengerti bahwa tidak ada jaminan hasil akhir dari tindakan / prosedur /
operasi ini.
Saya mengerti bahwa contoh jaringan dan darah yang diambil merupakan bagian
dari tindakan / prosedur / operasi, akan digunakan untuk diagnose, dan akan
disimpan atau dibuang oleh rumah sakit sesuai prosedur.
Saya mengerti bahwa jika ada keadaan yang mengancam nyawa timbul saat
pelaksanaan tindakan / prosedur / operasi, maka saya akan mendapat perlakuan
yang diperlukan.
Saya mengerti bahwa saya mempunyai hak untuk merubah keputusan saya setiap
saat sebelum tindakan / prosedur / operasi dilaksanakan termasuk setelah saya
menandatangani formulir ini. Saya mengerti bahwa saya harus memberitahu dokter
apabila ini terjadi.
Saya setuju untuk menjalani tindakan / prosedur / operasi ini.
Saya setuju untuk mendapatkan transfusi darah, bila diperlukan : Ya Tidak
(beri tanda yang dipilih)
PASIEN DOKTER OPERATOR
................................... …………………………..
Nama dan Tanda Tangan Nama dan Tanda Tangan
Tanggal/Jam: Tanggal/Jam :
ORANG TUA /WALI : Hubungan dengan pasien:
................................... ……………………………
Nama dan Tanda Tangan
Tanggal/Jam :
SAKSI SAKSI
10
………………………… ………………………….
Nama dan Tanda Tangan Nama dan Tanda Tangan
Tanggal/Jam : Tanggal/Jam :
11. Sanksi Hukum
Sarana kesehatan dan tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan
yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan – peraturan tersebut diatas dapat dijatuhi
sanksi hukum maupun sanksi administratif apabila pasien dirugikan oleh kelalaian
tersebut.
Di dalam pedoman persetujuan tindakan kedokteran disebutkan juga sanksi
yang akan dapat menimpa dokter jika tidak melakukan informed consent dalam
praktiknya. Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran
yang sah, maka dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami
masalah:
a. Hukum Pidana
Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat
dikategorikan sebagai "penyerangan" (assault). Hal tersebut dapat menjadi alasan
pasien untuk mengadukan dokter ke penyidik polisi, meskipun kasus semacam ini
sangat jarang terjadi.
b. Hukum Perdata
Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien
harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai
hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud – padahal apabila dia telah
diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau menjalaninya, atau
menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan tanpa persetujuan
(perbuatan melanggar hukum).
c. Pendisiplinan oleh MKDKI
Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang dokter atau dokter gigi yang
melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkannya dan dapat
memberikan sanksi disiplin kedokteran, yang dapat berupa teguran hingga
rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi.
Seorang tenaga kesehatan yang melakukan tindakan medik terhadap pasien
11
tanpa persetujuan pasien atau keluarganya, dapat dianggap melakukan penganiayaan
yang sanksinya diatur dalam pasal 351 KUHP. Yang berbunyi :
1. Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2. Jika penganiayaan itu berakibat luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
3. Jika perbuatan itu berakibat matinya orang, maka yang bersalah dipidana dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4. Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.
5. Percobaan melakukan kejahatan itu tidak dipidana.
12. Informasi yang disampaikan kepada pasien
Di dalam Undang – Undang Praktik Kedoteran, memberikan gambaran
informasi apa saja yang minimal diberikan kepada pasien dalam upaya untuk
membentuk informed consent.
Pasal 45 ayat (3) Undang Undang Praktik Kedokteran memberikan batasan
minimal informasi yang selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu:
1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
3. Alternatif tindakan lain dan risikonya
4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Dengan mengacu kepada KKI melalui buku Manual Persetujuan Tindakan
Kedokteran, memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien:
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati
b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding)
termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan
c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk
pilihan untuk tidak diobati
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau
pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti penanganan
nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian apa yang akan
dialami pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa
terjadi dan yang serius
12
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan /
keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang
kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup
sebagai akibat dari tindakan tersebut
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih
eksperimental
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor
atau dinilai kembali
h. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan
tersebut, serta bila mungkin nama – nama anggota tim lainnya
i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka
sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang akan
dilakukan
j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu.
Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas konsekuensi
pembatalan tersebut.
k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain
l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.
CONTOH
Secara detail pembahagian dan contohnya adalah seperti berikut:1
1. Implied Consent
Pasien menyetujui penjelasan yang diberikan oleh dokter atau suatu tindakan oleh
dokter dengan isyarat. Sebagai contoh, ketika prosedur pengambilan darah rutin untuk
pemeriksaan, pasien memberikan implied consent dengan hanya menghulurkan tangan untuk
pengambilan darah.1
2. Explicit / Express Consent
Express atau explicit consent adalah dimana patient dengan jelas menyatakan
persetujuan untuk suatu tindakan medis. Persetujuan ini bisa dalam bentuk verbal atau
tulisan.1,8
a) Verbal consent
13
Verbal consent adalah suatu bentuk dari express consent dimana pasien menyetujui
tindakan medis dokter secara verbal.1,8
b) Written consent
Written consent adalah dimana seorang pasien menyetujui tindakan medis secara
bertulis pada lembar inform consent yang telah disediakan.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Wakenfield John, et al.. Queensland Health: Guide to Informed Decision-Making in
Healthcare. Centre for Healthcare Improvement. 1st Edition. Queensland. Queensland
Government. February 2012. p.1-34, 45-48, 55-59
2. Escobodo Crisol, Guerrero Javier, Lujan Gilbert, et. al. Ethical Issues with Informed
Consent. University of Texas. Texas. Available from http:// www. ethicalissues-
pdf.com. Accessed 7th October 2013
3. The Process of Obtaining Inform Consent. Research Ethics Review Committee.
World Health Organization. Available: http://www.who.int/rpc/research_ethics .
Accessed: 8th October 2013
14