inseminasi buatan
DESCRIPTION
infertilitas, ARTTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh
suami yang mampu menghamilkannya. Jadi, fertilitas adalah fungsi satu pasangan yang sanggup
menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup. Sedangkan infertilitas menyatakan kesuburan
yang berkurang. Disebut infertilitas primer bila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama
dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Disebut infertilitas sekunder bila
istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan
dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.1
Infertilitas hingga saat ini masih menjadi masalah di tengah masyarakat. Paling tidak
diperkirakan 10% dari pasangan mengalami kesulitan untuk mendapatkan keturunan. Pada
pasangan usia muda umumnya probabilitas untuk terjadinya konsepsi dalam suatu siklus
reproduksi adalah berkisar antara 20-25%. Umumnya 90% pasangan usia muda akan mengalami
kehamilan pada satu tahun pertama setelah melakukan hubungan seksual yang teratur tanpa
menggunakan alat kontrasepsi. Oleh karena itu, umumnya penanganan fertilitas dilakukan
setelah 1 tahun meski ada pendapat yang menyatakan bahwa penanganan tersebut harus
dilakukan lebih dini pada pasangan-pasangan yang perempuannya berusia lebih dari 35 tahun.
Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi 4 kategori, yaitu infertilitas yang diakibatkan oleh
faktor perempuan, faktor laki-laki, kombinasi antara faktor laki-laki dan yang diakibatkan oleh
faktor yang tidak diketahui. Kategori utama penyebab infertilitas pada perempuan adalah akibat
gangguan ovulasi (25%), kerusakan tuba (15%), dan endometriosis (10%). Sementara masalah
pada pria dapat mengakibatkan infertilitas pada 25% kasus. Hal ini disebabkan oleh sejumlah
kelainan yang masih belum dapat diprediksi dengan menggunakan peralatan yang tersedia
sekarang.2
Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan infertil memperoleh
anak yang diinginkannya. Berkat kemajuan teknologi kedokteran, beberapa pasangan telah
dimungkinkan memperoleh anak dengan jalan inseminasi buatan donor, “bayi tabung”, atau
membesarkan janin di rahim wanita lain.1
Referat Inseminasi Buatan Halaman 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Inseminasi Buatan
Di dalam cerita-cerita kuno dan mitos lama didengar adanya kemungkinan terjadinya
kehamilan di luar cara persetubuhan. Penghamilan di luar proses persetubuhan sudah sejak
lama dikenal. Orang-orang Arab antara lain sudah mengenal cara inseminasi buatan yang
dilakukan kepada kuda sejak abad ke-14.
Teknik konsepsi yang dibantu merupakan fasilitasi dari konsepsi alamiah yang
melibatkan teknologi. Teknik ini sebenarnya telah dilakukan sejak beberapa ratus tahun
yang lalu. Diperkirakan yang pertama sekali melakukannya adalah seorang ahli bedah
London yang terkenal, John Hunter pada tahun 1785. Beliau melakukan pengobatan
terhadap pasangan suami isteri infertil, dimana suaminya menderita hipospadia. Beliau pun
melakukan inseminasi buatan dengan memasukkan sperma penderita ke dalam vagina
isterinya dan ternyata isterinya hamil dan akhirnya melahirkan.3
Pada tahun 1866, seorang ahli ginekologi di kota New York, Sims melaporkan kasus
pertama yang berhasil, dimana sperma dimasukkan langsung ke dalam kavum uteri. Beliau
menyimpulkan bahwa kondisi sperma suami yang gagal berpenetrasi melalui lendir serviks
merupakan indikasi yang baik untuk teknik ini. Sayangnya, kehamilan ini gagal pada bulan
keempat setelah gestasi.4
Rendahnya angka keberhasilan inseminasi intra uteri (IIU) terjadi bersamaan dengan
timbulnya beberapa komplikasi, seperti kram pada rahim yang ringan sampai berat ataupun
resiko penyakit inflamasi pelvis, sehingga hal ini mengarahkan kepada suatu kesimpulan
bahwa IIU tidak boleh dilakukan kecuali jika tekniknya telah lebih dikembangkan. Minat
terhadap IIU meningkat pada dekade terakhir seiring dengan penemuan teknologi fertilisasi
in-vitro, dimana banyak modifikasi teknologi yang ditawarkan pada fertilisasi in-vitro juga
dapat diterapkan pada IIU, seperti metodologi seleksi dan persiapan sperma, stimulasi
hormonal pada ovarium, penentuan waktu pelaksanaan inseminasi, dan metode transfer
sperma.4
Referat Inseminasi Buatan Halaman 2
Pada akhir tahun 1980-an, terdapat penemuan baru dalam hal prosedur persiapan
sperma. Sampai akhirnya metode yang paling banyak digunakan dalam hal persiapan sperma
adalah mencuci sperma dengan maksud untuk menghilangkan plasma seminal yang
mengandung faktor penghambat fertilisasi, prostaglandin, dan mikroba yang dapat
menghambat fertilisasi, mengakibatkan kram pada rahim, dan resiko infeksi.4
Saat ini, IIU telah menjadi teknik yang dipergunakan secara luas untuk terapi
infertilitas pada pasien dengan faktor servikal dan / atau fertilitas idiopatik, endometriosis
minimal hingga ringan, gangguan ovulasi, kondisi salah satu tuba yang patologi, infertilitas
pria yang ringan. Oleh karena resiko terhadap timbulnya gangguan kesehatan yang rendah,
pelaksanaan yang lebih mudah, biaya yang rendah, dan angka keberhasilan yang relatif
tinggi, IIU umumnya ditawarkan lebih dulu sebelum prosedur IVF yang memakan banyak
biaya.4
Definisi dan Jenis-jenis Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan adalah teknik bantuan reproduksi dengan cara memasukan secara
langsung spermatozoa yang bergerak ke dalam saluran reproduksi wanita pada waktu yang
tepat dari siklus menstruasi pasien, dimana sebelumnya telah dilakukan persiapan terhadap
sperma.3
Dilihat dari asal sperma yang dipakai, inseminasi buatan dapat dibagi dua, yaitu :
1. Inseminasi buatan dengan sperma sendiri (sperma suami) atau AIH (artificial
insemination husband)
2. Inseminasi buatan dengan donor sperma (bukan sperma suami) atau AID (artificial
insemination donor)5
Dilihat dari tempat peletakkan sperma, inseminasi buatan terdiri dari :
1. Inseminasi intravaginal (Intravaginal Insemination) : sperma disebarkan ke dalam liang
vagina.5
2. Inseminasi intraservikal (Intracervical Insemination/ICI) : sperma dimasukkan melalui
mulut luar rahim dan ditempatkan di saluran leher rahim (kanal serviks). Inseminasi
Referat Inseminasi Buatan Halaman 3
intraservikal merupakan jenis inseminasi buatan yang paling sering digunakan terutama
pada AID. Prosedur penggunaan ICI relatif cepat dan tidak menyakitkan.5
3. Inseminasi intra uteri/IIU (Intrauterine Insemination/IUI) : sperma dimasukkan melalui
mulut luar rahim dan di tempatkan jauh ke dalam, sehingga berada di dalam cavum uteri
dekat dengan ostium tuba internum. Inseminasi intrauterin merupakan jenis inseminasi
buatan yang paling sering digunakan pada AIH. Sperma suami langsung dimasukan ke
dalam tuba falopii, sehingga bila sperma tersebut bertemu dengan ovum, kemungkinan
akan terjadi fertilisasinya sangat tinggi. Prosedur IIU sangat efektif digunakan oleh
pasangan infertil yang tidak mengenal jelas penyebab dari masalah infertil tersebut,
misalnya pada pria yang mengalami defisiensi sperma atau pada wanita yang
mempunyai masalah pada produksi mukus serviks.5
Gambar 1. Inseminasi Intrauterin dan Inseminasi Intraperitoneal
Referat Inseminasi Buatan Halaman 4
4. Inseminasi intraperitoneal (Intraperitoneal Insemination) : sperma diinjeksi ke bagian
atas vagina ke dalam rongga peritoneal di sebelah pintu masuk saluran telur dengan
menggunakan jarum khusus. Inseminasi ini dilakukan guiding dengan USG. Inseminasi
intraperitoneal bukan merupakan teknik inseminasi yang umunya digunakan. Prosedur
lebih invasive dan tidak ada bukti kuat yang menyatakan bahwa keberhasilannya lebih
tinggi dibandingkan dengan inseminasi intrauterin.5
Teknik yang paling sering digunakan adalah inseminasi intrauterin dan inseminasi
intravaginal.5
Evaluasi Pasangan dengan Infertilitas
Reproduksi yang berhasil memerlukan struktur yang baik dan fungsi seluruh sumbu
reproduksi, termasuk hipotalamus, hipofisis, ovarium, tuba falopii, uterus, serviks dan
vagina. Untuk menilai aksis, evaluasi infertilitas terdiri dari delapan elemen utama, yaitu
anamnesis dan pemeriksaan fisik, analisis semen (air mani), interaksi sperma dan mukus
serviks (postcoital testing), penilaian cadangan ovarium, uji terjadinya ovulasi, evaluasi
patensi tuba, deteksi abnormalitas uterus dan masalah peritoneum.1,6
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Penilaian awal dimulai dengan mendapatkan riwayat yang lengkap dari kedua pasangan
dan melakukan pemeriksaan fisik. Riwayat seksual harus mencakup frekuensi dan waktu
hubungan seksual, serta informasi mengenai menstruasi, impotensi, dyspareunia,
penggunaan lubrikan, dan penyakit seksual menular. Sebagai tambahan, faktor
modifikasi gaya hidup yang berpotensi mengurangi fekundabilitas harus diselidiki, yaitu
merokok, konsumsi alcohol dan kafein, indeks massa tubuh, kebiasaan olahraga dan
stress.6
b. Eksklusi Infertilitas Faktor Pria
Landasan evaluasi infertilitas faktor pria adalah analisis semen (air mani). Sampel air
mani harus dikumpulkan setelah periode puasa berhubungan sekurang-kurangnya 48 jam
dan terbaik dievaluasi dalam 1 jam setelah ejakulasi. Sampel diperoleh baik melalui
Referat Inseminasi Buatan Halaman 5
hubungan seksual dengan kondom silicon, karena kondom lateks bersifat spermisidal,
atau melalui masturbasi. Parameter normal menurut WHO adalah volume ejakulasi
berkisar antara 1,5 hingga 5,0 ml, pH air mani lebih dari 7,2, konsentrasi sperma diattas
20 juta per milliliter, lebih dari 50% yang bergerak, dan lebih dari 30% memiliki
morfologi yang normal. Selain itu, sampel dinilai untuk persentase motilitas, aglutinasi
sperma dan viskositas. Jika terdapat abnormalitas, pasien harus dirujuk ke urolog yang
ahli dalam bidang infertilitas untuk dievaluasi penyebab reversibel dari infertilitas faktor
pria.1,6
c. Eksklusi dari Infertilitas Faktor Serviks
Uji pasca senggama (Postcoital test/PCT) atau uji Huhner memungkinkan analisis
langsung interaksi antara sperma dan mucus serviks dan memberikan perkiraan kasar
mengenai kualitas sperma. Uji ini dilakukan antara hari ke-12 dan 14 dari siklus
menstruasi 28-30 hari (setelah puasa berhubungan sekurang-kurangnya 48 jam) ketika
sekresi estrogen maksimum terjadi. Mukus diperiksa dalam waktu 2 hingga 8 jam.
Karena interpretasi PCT bersifat subjektif, validitas tes ini bersifat kontroversial,
meskipun telah lama digunakan. Namun, penemuan 5 hingga 10 spermatozoa yang
pergerakannya progresif per lapang daya tinggi dan mukus jernih aseluler dengan
spinnbarkeit (derajat bentangan mucus antara dua slide) 8 cm umumnya
mengeksklusikan faktor serviks. Penyebab utama dari PCT yang abnormal adalah waktu
pemeriksaan yang tidak tepat. Penyebab lain adalah stenosis servikal, kanal hipoplastik
endoserviks, disfungsi koital, dan faktor pria. Sampel juga dapat dinilai untuk pH,
selularitas mukus, sel darah putih dan ferning. Penggumpalan dan flagelasi sperma tanpa
progres sering diduga sebagai antibodi antisperma.1,6
d. Eksklusi dari Infertilitas Faktor Ovulasi
Untuk menyingkirkan disfungsi ovulasi. Ada tidaknya ovulasi harus dikonfirmasi. Selain
itu, cadangan ovulasi harus dinilai untuk menyingkirkan deplesi oosit atau penuaan, dan
kegagalan ovarium prematur.6
1. Konfirmasi ovulasi
Suhu basal tubuh
Referat Inseminasi Buatan Halaman 6
Grafik suhu basal tubuh merupakan cara sederhana untuk menetukan
terjadinya ovulasi. Suhu wanita diukur setiap hari dengan thermometer
saat bangun tidur, sebelum beraktivitas, dan dicatat dalam grafik. Setelah
ovulasi, peningkatan progesteron akan meningkatkan suhu basal kira-kira
0,4 F (0,22oC) melalui efek termogenik hipotalamus. Karena peningkatan
progesterone dapat terjadi kapan saja dalam 2 hari sebelum ovulasi atau 1
hari setelah ovulasi, eveluasi suhu tidak memprediksikan secara pasti
kapan ovulasi terjadi tetapi menunjukkan konfirmasi retrospektif kejadian
tersebut. 6
Fase midluteal progesteron
Tingkat fase midluteal progesterone merupakan uji lain untuk menilai
ovulasi. Konsentrasi lebih besar dari 3,0 ng/ml dalam darah yang diambil
antara hari ke-19 dan 23 konsisten dengan ovulasi, dimana konsentrasi
lebih dari 10 ng/ml memiliki implikasi dukungan luteal yang memadai.6
Pemantauan sehari-hari LH urin
Pemantauan sehari-hari LH urin telah secara luas tersedia. Ambang
konsentrasi 40 mIU/ml, uji positif LH urin menunjukkan korelasi yang
baik dengan lonjakkan serum LH yang mencetuskan ovulasi.6
.
2. Penilaian cadangan ovarium
Deplesi cadangan ovarium berdampak negatif terhadap fekundabilitas pada
kuantitas dan kualitas oosit yang tersisa. Tes berikut membantu mengidentifikasi
deplesi cadangan ovarium dan kemungkinan respon terhadap hiperstimulasi
ovarium terkontrol selama reproduksi berbantu :
Hari ke-3 konsentrasi FSH dengan kadar dibawah 10 hingga 15 mIU/ml
menunjukkan cadangan ovarium yang memadai. Cut off yang tepat
tergantung pada standar acuan laboratorium tertentu.
Clomiphene citrate challenge test (CCCT): penambahan klomifen sitrat
100 mg per oral saat siklus menstruasi hari ke-5 hingga ke-9 dengan
Referat Inseminasi Buatan Halaman 7
penilaian FSH pada hari ke-3 dan ke-10. Respon FSH yang berlebihan
menandakan konsepsi spontan atau konsepsi dengan bantuan yang buruk.
Gambaran jumlah folikel antral dengan USG.6
e. Eksklusi faktor struktural
1. Histerosalpingogram (HSG) menilai uterus, kontur tuba falopii dan patensi tuba dan
dilakukan pada fase folikular awal, dari waktu 1 minggu dari berhentinya
menstruasi. Waktu ini meminimalisasi kemungkinan dari gangguan kehamilan.
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan pewarnaan radioopal ke dalam
serviks. Setelah cairan disuntikkan, cairan melewati kavum uteri masuk ke dalam
tuba falopii dan kavum peritoneum. Foto x-ray diambil dibawah fluoroskopi untuk
mendemonstrasikan adanya patensi atau obstruksi tuba. Obat NSAID dapat
diberikan untuk mencegah kram. Antibiotik profilaksis (doksisiklin 100 mg per
oral dua kali sehari) disarankan jika pasien memiliki riwayat pelvic inflammatory
disease atau jika terindentifikasi hidrosalping selama penilaian tersebut.6
2. Laparoskopi diagnostik menilai faktor peritoneum dan tuba, seperti endometriosis
dan adhesi pelvis, dan dapat menyediakan akses untuk pembedahan korektif secara
simultan. Laparoskopi harus dijadwalkan pada fase folikular dan merupakan
langkah terakhir dan paling invasive pada evaluasi pasien, kecuali HSG
mengangkat kecurigaan lain. Temuan HSG berkorelasi dengan temuan laparoskopi
60-70% . Cairan (biasanya larutan encer indigo carmine) harus ditanamkan ke tuba
falopii (kromopertubasi) selama laparoskopi untuk dokumentasivisual patensi tuba.
Histeroskopi dapat juga dimasukkan untuk memastikan bahwa tidak ada kelainan
intrauterin yang terlewat dari pemeriksaan HSG.6
f. Biopsi endometrium dan defek fase luteal
Gambaran endometrium merupakan bayangan cermin dari pengaruh hormone-hormon
ovarium. Kapan biopsi dilakukan, tergantung dari keterangan yang ingin diperoleh.
Apabila ingin memperoleh keterangan tentang pengaruh estrogen atau yang lain yang
bukan hormonal, maka biopsy dilakukan pada hari ke-14. Apabila yang ingin diketahui
Referat Inseminasi Buatan Halaman 8
adalah peradangan menahun (tuberkulosis), ovulasi atau neoplasia, maka biopsinya
dilakukan setelah ovulasi. Pada umumnya waktu yang terbaik untuk melakukan biopsi
adalah 5-6 hari setelah ovulasi, yaitu sesaat sebelum terjadinya implantasi blastosis pada
permukaan endometrium. Biopsi yang dilakukan sebelum hari ke-7 setelah ovulasi itu
akan mengurangi kemungkinan terganggunya kehamilan yang sedang terjadi. Biopsi
yang dilakukan dalam 12 jam setelah haid masih dapat menilai endometrium yang
bersekresi, dan granuloma tuberkulosis akan tampak lebih jelas.
Penelitian menunjukkan adanya hubungan tepat antara perubahan endometrium
yang terjadi dengan penanggalan yang dihitung mulai dari ovulasi. Pengetahuan ini
sangat penting untuk mendiagnosa defek fase luteal. Defek fase luteal berarti korpus
luteum tidak menghasilkan cukup progesterone. Diagnosisnya ditegakkan dengan kurva
suhu basal, sitologi vagina hormonal, biopsi endometrium, dan pemeriksaan progesteron
plasma. Jika kurva suhu basal memperlihatkan peningkatan suhu yang hanya dapat
dipertahankan kurang dari 10 hari, diagnosis defek fase luteal dapat ditegakkan. Siklus
haid dengan defek fase luteal tidak selalu berulang.1
Gambar 2. Grafik suhu basal tubuh
Referat Inseminasi Buatan Halaman 9
Jika dapat dikoordinasikan dengan baik, evaluasi dapat selesai dalam satu siklus
menstruasi. Setelah menyelesaikan tahap-tahap tersebut, dan tidak ada abnormalitas atau
penyebab infertilitas yang dapat diidentifikasi, maka kelompok dikategorikan sebagai
infertilitas yang tak dapat dijelaskan (unexplained infertility).6
Gambar 3. Tabel diferensial diagnosis infertilitas dengan pemeriksaan terkait
Gambar 4. Bagan evaluasi infertilitas
Referat Inseminasi Buatan Halaman 10
Inseminasi Intravaginal
Teknik ini sangat jarang dilakukan, tetapi masih memiliki tempat pada pasangan dimana
pasangan wanita mengalami proses ovulasi secara regular atau teratur. Pasangan pria tidak
mampu ejakulasi ke dalam vagina istri, tetapi dapat ejakulasi dengan cara lain, seperti
masturbasi atau dengan vibrator penis dan kualitas sperma baik.5
Waktu yang tepat melakukan inseminasi penting. Inseminasi harus diatur untuk
dilakukan sekitar ovulasi. Prediktor ovulasi seperti lonjakan LH urin lebih akurat disbanding
pengukuran suhu basal tubuh atau evaluasi mukus serviks. Inseminasi dilakukan sekitar 24
jam setelah lonjakan.5
Prosedur inseminasi intravaginal dimulai dari pasangan pria mengumpulkan air mani ke
dalam wadah steril, kemudian menarik seluruh spesimen ke dalam spuit steril. Setelah itu
pasangan wanita menaruh air mani ke dalam liang vagina menggunakan spuit steril tersebut
dan dilakukan ‘self insemination’. Tindakan harus dilakukan dengan hati-hati untuk tidak
menyuntikkan udara ke dalam vagina. Keuntungan terbesar dari prosedur ini adalah
kenyamanan dan privasi yang dapat dilakukan di rumah. Tingkat keberhasilan 5-10% setiap
siklus.5
Inseminasi Intraservikal
Inseminasi intraservikal direkomendasikan jika pasangan wanita tidak mengalami ovulasi
yang teratur dan perlu mengkonsumsi obat penyubur. Pemantauan siklus melalui USG dan
cek hormonal penting untuk mengetahui perkembangan folikel dan ketebalan rahim
(endometrium). Sperma harus dalam jumlah dan kualitas yang baik tidak ada masalah dalam
mukus serviks. Biasanya teknik ini dilakukan pada pasangan yang tidak mampu mengikuti
terapi inseminasi intrauterin dari segi biaya.5
Ketika ukuran ovarium (saat folikel sedang matang) 18 mm atau lebih dan endometrium
berkembang baik, hCG disuntikkan, kemudian 36-44 jam kemudian dilakukan inseminasi.5
Referat Inseminasi Buatan Halaman 11
Gambar 5. USG ovarium
Inseminasi intraservikal merupakan prosedur yang relatif sederhana dan hanya
memerlukan waktu sekitar 5 menit. Pasien berbaring di meja ginekologi, dokter memasukan
spekulum ke dalam vagina, sampel air mani kemudian ditempatkan ke dalam serviks melalui
kateter plastik. Kadang spons atau penutup ditaruh di dalam vagina sebelum menarik spekulum
untuk menjaga agar sperma dekat serviks dan dapat keluar sekitar 6 jam kemudian.5
Inseminasi Intra Uteri (IIU)
Indikasi dan Kontra Indikasi Inseminasi Intra Uteri
Indikasi untuk IIU adalah sebagai berikut :
INDIKASI JUMLAH PASIEN (%) SIKLUS FEKUNDITASFaktor pria 32 (11,7) 7Anovulasi 73 (26,6) 13
Endometriosis 55 (20,1) 12Unexplained 97 (35,4) 10Faktor tuba 16 (6,2) 9
Tabel 1. Indikasi IIU7
Faktor pria bila terdapat ketidakmampuan ejakulasi intravagina, seperti pada hipospadia,
impotensi, retrograd ejakulasi, penyakit keganasan suami, atau faktor abnormalitas sperma,
seperti oligospermia, asthenospermia, teratospermia. Indikasi yang lain adalah antisperm
antibody, istri dengan HIV negatif dan sementara suami HIV positif.7
Referat Inseminasi Buatan Halaman 12
Yang dimaksud dengan kontraindikasi adalah keadaan yang tidak dianjurkan untuk
dilakukan IUI karena angka keberhasilannya rendah. Berikut ini adalah berbagai
kontraindikasi :
- Tuba nonpaten atau patologi tuba lainnya
- Infeksi traktus genitalia pada salah satu pasangan
- Parameter semen abnormal berat
- Kelainan genetik pada suami
- Perdarahan traktus genitalis tidak terjelaskan
- Massa di pelvis
- Wanita usia tua
- Etiologi infertilitas multipel bersamaan
- Pembedahan panggul
- Kontraindikasi hamil
- Penyakit berat pada satu atau kedua pasangan
- Dalam terapi kemoterapi atau radioterapi
- Kegagalan berulang inseminasi7
Beberapa penelitian menunjukkan hasil terbaik IIU diperoleh pada kasus “unexplained”, ovulasi
abnormal, faktor mukus serviks yang tidak berhubungan dengan antibodi sperma. Sedangkan
hasil terburuk diperoleh pada kasus-kasus faktor pria sedang – berat dan endometriosis.7
Persiapan dan Prosedur Inseminasi Intra Uteri
Prosedur IIU dapat dilaksanakan dengan stimulasi (stimulated cycle) maupun tanpa stimulasi
(natural cycle) tergantung dari umur dan faktor penyebab infertilitas. IIU tanpa stimulasi
dapat dilakukan pada usia muda dan pada pasangan infertilitas yang disebabkan karena
faktor sperma.8
IIU dengan siklus natural / tanpa stimulasi
IIU dengan siklus natural sebaiknya dilakukan pada wanita dengan siklus haid teratur,
sehingga penentuan masa ovulasi lebih mudah. Pemantauan masa ovulasi dilakukan dengan
pemeriksaan LH urine atau menggunakan USG atau kombinasi keduanya.8
Referat Inseminasi Buatan Halaman 13
IIU dengan siklus stimulasi
Rasionalisasi dari penggunaan stimulasi ovarium pada IIU ada 2 hal, yaitu meningkatkan
jumlah oosit yang tersedia untuk IIU dan meningkatkan produksi hormon steroid yang
berguna untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya fertilisasi dan implantasi.8
Obat-obatan yang digunakan untuk stimulasi ovarium dapat diberikan dalam bentuk oral,
yaitu klomifen sitrat dan aromatase inhibitor, dapat pula secara injeksi, misalnya
gonadotropin, dalam bentuk human Menopausal (hMG), Follicle Stimulating Hormone-
urine (u-FSH) atau FSH-rekombinan (r-FSH). Tujuan stimulasi ovarium pada IIU adalah
mendapatkan 2 sampai 4 folikel dengan diameter 17-18 mm, kadar estradiol 150-250 pg/ml
per folikel, dan tebal endometrium 9 mm dengan gambaran trilaminar.2,7,8
Stimulasi ovarium dengan Klomifen Sitrat
Klomifen sitrat dengan dosis 50-100 mg diberikan selama 5 hari mulai hari ke-3 sampai ke
7. Pasien diinstruksikan mulai melakukan pemeriksaan LH urine secara serial mulai hari ke
11-12. Bila hasilnya positif, prosedur IIU dilaksanakan esok harinya.1,7,8
Stimulasi ovarium dengan injeksi FSH
Penentuan dosis awal FSH tergantung beberapa hal, antara lain usia wanita dan respon
ovarium sebelumnya. Secara umum, untuk stimulasi ovarium siklus pertama dibutuhkan
dosis awal FSH 75-150 IU. Dengan bertambahnya usia, terutama pada usia lebih dari 40
tahun yang diasumsikan telah terjadi penurunan cadangan ovarium, dosis awal sebaiknya
dinaikkan menjadi 225-300 IU.7,8
Stimulasi dengan kombinasi klomifen sitrat dan injeksi FSH
Pemberian klomifen sitrat akan mengaktifkan GnRH di hipotalamus sehingga menstimuli
keluarnya hormon gonadotropin yang akan mempromosi pertumbuhan dan perkembangan
folikel. Kombinasi pemberian FSH setelah pemberian klomifen sitrat akan langsung
melanjutkan pertumbuhan folikel. Klomifen sitrat diberikan dengan dosis 50-100 mg mulai
hari ke 2 selama 5 hari. Pada hari ke 8 dilakukan pemantauan dengan USG jika diameter
folikel > 12 mm lakukan USG serial sampai diameter folikel 17 – 18 mm dan tebal
endometrium ≥ 9 mm. jika diameter folikel < 12 mm berikan injeksi FSH 75 IU / hari
Referat Inseminasi Buatan Halaman 14
selama 2 hari, USG ulang.2,11 Pada pemantauan USG pada hari ke 10 bila didapatkan
folikel dengan diameter < 15 mm, naikkan dosis injeksi FSH menjadi 150 IU / hari selama 2
hari, kemudian di USG ulang. Jika diameter folikel telah mencapai > 15 mm, injeksi FSH
dengan dosis tetap 75 IU / hari dilanjutkan. HCG diberikan bila diameter folikel 17 – 18 mm
dan tebal endometrium ≥ 9 mm. IIU dilakukan 36 jam setelah HCG.7,8
Preparasi Sperma
Semen harus diambil dengan cara masturbasi minimal 36 jam sesudah abstinensi dan harus
sampai laboratorium andrologi dalam waktu 30 menit setelah dikeluarkan. Semen
ditampung pada tabung plastik khusus steril yang disediakan lab andrologi. Semen sudah
harus diterima lab andrologi 2 jam sebelum inseminasi.7
Waktu melakukan inseminasi intra uterin
Tujuan menentukan waktu inseminasi adalah memadukan saat ovulasi dengan penempatan
sperma dalam kavum uteri. Ovulasi biasanya terjadi 38-42 jam sesudah awal terjadinya
lonjakan LH atau penyuntikan HCG, dengan kemungkinan sebagai berikut :
• Tidak ada lonjakan LH, berikan injeksi HCG 5000 IU/IM, jadwalkan inseminasi 34-36
jam pasca penyuntikan
• Ada lonjakan LH, tetapi progesterone belum meningkat, berikan injeksi HCG 5000
IU/IM dan jadwalkan inseminasi 28-32 pasca penyuntikan HCG
• Terjadi lonjakan LH, dan progesterone mulai meningkat, injeksi HCG boleh diberikan
boleh tidak. Jadwalkan inseminasi 24-26 jam sesudah pemeriksaan darah
• Jika hormon LH dan estrogen tidak diperiksa maka lakukan inseminasi 34-36 jam
pasca penyuntikan HCG7
Alat – alat yang diperlukan
Dalam kamar inseminasi harus dilengkapi dengan peralatan sebagai berikut :
• Meja ginekologi
• Lampu sorot
• 2 buah meja instrumen
• 2 buah spekulum dengan 2 ukuran
Referat Inseminasi Buatan Halaman 15
• 2 buah tenakulum
• 2 buah sonde uterus
• 2 buah klem pean lurus panjang
• 2 buah mangkok kecil untuk cairan NaCl dan medium
• Duk steril
• Kapas steril7
Teknik kerja7
1. Pasien berbaring dengan posisi dorso litotomi
2. Speculum cocor bebek dibilas dengan NaCl hangat
3. Masukkan speculum tersebut ukuran standar ke dalam vagina sampai serviks nampak
dengan jelas.
4. Serviks diusap dengan NaCl hangat dilanjutkan dengan sedikit medium untuk inseminasi
memakai kapas yang sudah disediakan.
5. Sementara pasien disiapkan, sperma yang sudah preparasi di laboratorium dimasukkan
ke dalam kateter tom cat atau Edward Wallace.
6. Volume medium inseminasi yang akan dimasukksn ke dalam cavum uteri adalah 0,2 –
0,4 ml (rata – rata 0,3 ml)
7. Masukkan kateter tom cat yang sudah berisi medium dan sperma melalui ostium uteri
eksternum, kanalis servikalis, sampai kedalam kavum uteri sesuai dengan arah yang
dicatat sewaktu trial sounding.
8. Jika ditemui kesulitan, terkadang diperlukan pemasangan tenakulum untuk menarik
serviks pada saat memasukkan kateter tom cat.
9. Jarang diperlukan anastesi (paraservikal blok) pada waktu
10. Prosedur inseminasi ini harus dilakukan secara perlahan dan hati – hati untuk
mengurangi cedera pada endometrium yang dapat mengakibatkan perdarahan sehingga
mengurangi viabilitas dari sperma.
11. Setelah ujung kateter mencapai fundus, tarik keluar sekitar 1 cm sehingga ujung kateter
berada pada cavum uteri yang terluas. Selanjutnya, medium dan sperma disemprotkan ke
dalam kavum uteri.
12. Tarik kembali kateter perlahan – lahan sambil memutarnya
Referat Inseminasi Buatan Halaman 16
13. Pasien diminta tetap berbaring terlentang selama 20 – 30 menit pasca inseminasi.
Selanjutnya, diperbolehkan pulang dan melakukan aktivitas seperti biasa.
14. Hubungan seksual dianjurkan 24 jam pasca inseminasi
Gambar 6. Contoh kateter untuk IIU
Gambar 7. Gambaran injeksi sperma ke dalam saluran reproduksi wanita
Fase Luteal
Diberikan suntikan HCG 1500 IU atau 2000 IU pada H+4 dan H+7 pasca inseminasi. Jika
perlu periksa kadar progesterone.7
Keuntungan dan Kerugian Inseminasi Buatan
IIU mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:
Referat Inseminasi Buatan Halaman 17
1. Lebih banyak sperma yang dimasukkan langsung ke dalam kavum uteri sehingga
terhindar dari proses penghancuran di vagina.
2. Jarak yang ditempuh sperma untuk mencapai daerah fertilisasi di tuba falopii lebih
pendek.
3. Dalam pelaksanaannya, IIU tidak seinvasif fertilisasi in-vitro (IVF) dan teknik ini
memungkinkan lebih banyak oosit yang berada di tuba falopii sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya fertilisasi, paling tidak salah satu di antaranya berhasil dibuahi.
Pada akhirnya, adanya lebih dari satu embrio akan meningkatkan kemungkinan
implantasi salah satu di antaranya.
4. Teknik yang digunakan relatif sederhana dan biayanya cukup murah.
5. IIU lebih diterima oleh kelompok umat beragama.3,7
Kerugiannya adalah angka keberhasilannya umumnya lebih rendah dibandingkan dengan
IVF dan jika siklusnya gagal, maka lebih sedikit informasi yang kita dapatkan daripada
dengan siklus IVF, terutama menyinggung mengenai sel telur yang mungkin atau kualitas
embrio berikutnya. IIU juga membutuhkan setidaknya satu tuba falopii yang sehat dan
parameter sperma.3
Komplikasi Inseminasi Intra Uteri
Komplikasi yang terjadi pada prosedur IIU jarang didapatkan, hanya sekitar 0,01-0,2%.
Komplikasi yang terjadi dapat berupa resiko infeksi dari kateterisasi uterus dan injeksi spesimen
semen. Efek samping yang bisa timbul biasanya berhubungan dengan penggunaan stimulasi
ovarium yaitu sindroma hiperstimulasi ovarium dan kehamilan ganda. Banyak penelitian yang
menunjukkan data angka kejadian kehamilan ganda antara 10-15% dan kehamilan triplet kurang
dari 1%. Sedangkan untuk sindroma hiperstimulasi ovarium, umumnya berupa yang ringan
sampai sedang. Jikapun terjadi pada tingkatan yang berat, biasanya karena penggunaan dosis
stimulasi yang tidak sesuai disertai dengan pengawasan yang tidak tepat.3,8,9
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Inseminasi Intra Uteri
Protokol stimulasi yang digunakan dan teknik inseminasi dapat mempengaruhi hasil terapi
IIU. Namun faktor prognostik keberhasilan IIU lain yang mempengaruhi yaitu karakteristik
Referat Inseminasi Buatan Halaman 18
pasien, seperti usia pasangan wanita, ketebalan endometrium dan jumlah folikel saat ovulasi,
etiologi dan lama infertil, jenis dan persentasi motilitas sperma dan jumlah total sperma
motil yang diinseminasi. Selain itu, berat badan, dan merokok juga dapat mempengaruhi
keberhasilan kehamilan. Semua faktor tersebut harus diperhitungkan ketika keberhasilan
terapi sangat diharapkan oleh pasien dan hasil – hasil penelitian beberapa studi pun harus
menjadi bahan pertimbangan.7,10
Usia pasien
Usia wanita adalah variabel kunci dalam seluruh pasangan infertil. Bahkan ketika sperma
donor digunakan, probabilitas kesuksesan menurun secara progresif sesuai dengan
peningkatan usia wanita. Fekundabilitas siklus dan angka kehamilan kumulatif (setelah
hingga 7 siklus) pada perempuan berusia di bawah 35 tahun yang diinseminasi dengan
sperma donor (88%) sama dengan yang terlihat pada pasangan fertil normal, tetapi lebih
rendah untuk perempuan berusia antara 35 - 40 tahun (65%) dan yang berusia lebih dari 40
tahun (42%).10
Telah umum diketahui bahwa tingkat kesuburan akan menurun sesuai bertambahnya usia.
Dengan meningkatnya usia, jumlah folikel ovarium yang tersisa terus menurun. Penurunan
jumlah folikel ini terjadi lebih cepat setelah kira – kira umur 38 tahun. Observasi pada siklus
haid yang distimulasi menyatakan bahwa folikel yang mengalami penuaan juga menjadi
kurang sensitif terhadap stimulasi gonadotropin sehingga dosis total dan lamanya pemberian
gonadotropin yang dibutuhkan untuk menstimulasi perkembangan folikel multipel
bertambah besar.11
Data – data yang ada menunjukkan bahwa penurunan fertilitas wanita yang berhubungan
dengan peningkatan usia dan peningkatan resiko abortus spontan sebagian besar dapat
dihubungkan dengan deplesi folikel progresif dan insidensi abnormalitas yang tinggi pada
oosit yang mengalami penuaan. Abnormalitas oosit ini adalah peningkatan prevalensi
aneuploid akibat dari gangguan mekanisme pengaturan yang mengendalikan pembentukan
dan fungsi meiosis, sehingga prevalensi oosit aneuploid meningkat progresif dengan
meningkatnya usia mencapai kira – kira 30% pada umur 40 tahun, 50% pada umur 43 tahun
dan akhirnya 100% pada umur 45 tahun. Observasi ini memberikan penjelasan yang logis
Referat Inseminasi Buatan Halaman 19
kenapa terjadi peningkatan prevalensi aneuploid pada abortus spontan dengan meningkatnya
umur.11
Cadangan ovum berkurang seiring dengan pertambahan usia, namun terdapat variasi
yang luas mengenai waktu awal mulanya terjadi gangguan potensi reproduksi pada wanita.
Menurut data yang diambil dari studi populasi, fertilitas yang baik terdapat pada wanita
dengan rentang usia antara 20-24 tahun, dan selanjutnya menurun 4-8% pada wanita usia 25-
29 tahun. Kemudian menurun lagi sekitar 15-19% pada usia 30-34 tahun, dan untuk
selanjutnya menurun kembali sebanyak 26-46% pada usia 35-39 tahun. Pada akhirnya
menurun sebanyak 95% pada usia 40-45 tahun. Secara keseluruhan, keberhasilan untuk
hamil akan menurun sebanyak 5% setiap pertambahan tahun dari usia wanita.11 M. Farimani
et al. (2007) mendapatkan angka kehamilan pada wanita di bawah 35 tahun lebih tinggi
secara signifikan (14%) dibandingkan dengan wanita yang berusia lebih tua (4,2%) dan
tidak ada kehamilan yang terjadi pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.10
Gambar 8. Usia wanita dan tingkat kesuburannya
Ketebalan endometrium dan jumlah folikel saat ovulasi
Saat ini ketebalan endometrium telah dianggap berpengaruh pada keberhasilan dari terapi
infertilitas. Meskipun penilaian endometrium dengan menggunakan USG telah menjadi
prosedur standar dalam penegakkan diagnosa dan terapi wanita infertil, perbedaan ketebalan
endometrium yang dinilai dalam hal ini masih dianggap kontroversi. Banyak studi yang
menemukan bahwa ketebalan endometrium yang baik adalah 8-9 mm atau lebih, sementara
Referat Inseminasi Buatan Halaman 20
keberhasilan kehamilan menjadi sulit jika ketebalan endometrium kurang dari 6-7 mm.17
Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan antara ketebalan endometrium dan
keberhasilan IUI. Penelitian yang dilakukan oleh Anjali Sharma et al. (2008), ketebalan
endometrium merupakan faktor penting dalam keberhasilan IIU dimana pada ketebalan
antara 9-11 mm, angka keberhasilannya 35,5%. Pada ketebalan endometrium 7-9 mm, angka
keberhasilannya 28,5% dan pada ketebalan 11-13 mm, angka keberhasilannya adalah 16%.12
Pada penelitian yang dilakukan oleh G. Makkar et al. (2003), pasien dengan jumlah
folikel yang banyak dan diameter folikel > 16 mm berhasil hamil. Keadaan ini
merefleksikan kadar serum E2 yang tinggi sehingga didapatkan angka keberhasilan
kehamilan yang lebih baik. Namun resiko kehamilan multipel juga menjadi faktor yang
perlu dipertimbangkan mengingat terjadinya pertumbuhan multi-folikel.13
Etiologi dan lama infertilitas
Infertilitas yang dikaitkan dengan endometriosis memiliki 3 mekanisme utama :
1. Distorsi anatomi adneksa yang menghambat atau mencegah penangkapan ovum setelah
ovulasi.
2. Gangguan perkembangan oosit atau embriogenesis.
3. Reseptivator endometrium menurun
Selama stimulasi gonadotropin dan IIU sperma pasangan, fekunditas wanita dengan
endometriosis minimal – ringan adalah kurang dari 50% dibandingkan dengan wanita tanpa
endometriosis. Dengan demikian endometriosis menurunkan fertilitas yang berkorelasi
dengan keparahan endometriosis. Pada endometriosis tingkat berat, distorsi anatomi adneksa
dapat menyebabkan penurunan fertilitas. Sedangkan pada kasus minimal – ringan dengan
hubungan tuba dan ovarium yang normal, endometriosis diakui memiliki efek yang
merugikan terhadap fertilitas melalui peningkatan berbagai sitokin termasuk tumor necrosis
factor (TNF). Mediator inflamasi ini bisa mengubah lingkungan peritoneum, intra tuba atau
intra uterin dan mempengaruhi fertilisasi, perkembangan embrio dini atau implantasi.11,14
Mona Zafar et al. (2007) menyatakan bahwa pada suatu studi meta-analisis, angka
keberhasilan kehamilan rata–rata per siklus pada infertilitas yang tidak dapat dijelaskan
adalah 18%.15 Angka keberhasilan kehamilan pada infertilitas yang disebabkan oleh faktor
Referat Inseminasi Buatan Halaman 21
pria lebih rendah dibandingkan infertilitas yang disebabkan gangguan ovarium. Namun, dari
penelitiannya tetap didapatkan angka keberhasilan kehamilan dengan IIU yang paling tinggi
adalah pada kasus infertilitas yang tidak dapat dijelaskan (23,7%).16
Informasi yang tersedia saat ini mengindikasikan bahwa IIU harus menjadi bahan
pertimbangan pertama pada pemilihan terapi terutama untuk pasien dengan infertilitas yang
tidak dapat dijelaskan, infertilitas akibat faktor pria, dan juga pada kasus-kasus gangguan
anovulasi yang sebelumnya mengalami induksi ovulasi yang gagal daripada menggunakan
teknik IVF yang biayanya lebih mahal.15
Lama infertilitas perlu dipertanyakan untuk memberikan gambaran tentang prognosis
fertilitasnya. Jika lama infertilitas kurang dari 2 tahun, mempunyai kesempatan lebih baik
untuk hamil. Akan tetapi jika lama infertilitas lebih dari 3 tahun, ada kemungkinan terdapat
problem biologis yang berat. Lamanya infertilitas pasangan suami-isteri subfertil yang tidak
diterapi akan menjadi faktor prognostik untuk bayi lahir hidup. Pembatasan lamanya
infertilitas pasangan suami-isteri sebagai acuan dalam menawarkan terapi IIU belum jelas.7
Sperma yang di inseminasikan
Densitas sperma, motilitas dan morfologinya semuanya mempengaruhi kesuksesan IIU.
probabilitas kesuksesan IIU meningkat dengan meningkatnya jumlah total sperma motil
yang diinseminasikan. Hasil terbaik dapat dicapai bila jumlah total sperma motil melebihi
batas kira–kira 10 juta. Jumlah yang lebih besar tidaklah lebih lanjut meningkatkan
kemungkinan untuk sukses dan IIU sangat jarang sukses bila jumlah sperma total yang motil
kurang dari 1 juta yang di inseminasikan.11
Probabilitas kesuksesan IIU meningkat dengan meningkatnya persentase sperma yang
berbentuk normal. Angka kesuksesan dengan IIU paling tinggi bila 14% atau lebih sperma
dengan morfologi normal, sedang bila antara 4% dan 14% dan umumnya jelek bila kurang
dari 14% sperma dengan morfologi normal.17 Sebelum memulai program IIU, setiap pasien
harus melakukan analisa sperma 2 kali dengan selang waktu 3 minggu dan 1 kali pencucian
sperma (sperm washing) dalam waktu 2 tahun terakhir.7
Analisa semen merupakan alat yang paling penting dalam penilaian fertilitas pria.
Subfertilitas pada pria diartikan sebagai kurangnya konsepsi yang terjadi setelah setidaknya
12 bulan melakukan sanggama teratur tanpa kontrasepsi dan dikombinasikan dengan
Referat Inseminasi Buatan Halaman 22
keadaan setidaknya 2 sampel semen yang tidak mencapai kriteria semen normal menurut
WHO.
Classical criteria of normal semen (WHO 1999)VOLUME ≥ 2,0 ml
CONCENTRATION ≥ 20 x 106 /mlTOTAL COUNT 40 x 106
TOTAL PROGRESIVE MOTILITY > 50 %NORMAL MORPHOLOGY ≥ 15 %
ANTI-SPERM ANTIBODIES ≤ 10 %Tabel 2. Analisa semen: Standar minimal untuk semen normal
Kemungkinan terjadinya konsepsi meningkat pada total sperma yang bergerak mencapai
60%. Menurut satu studi yang besar di Amerika Serikat, infertilitas pada pria terjadi ketika
total sperma yang bergerak kurang dari 32%.17 Cihat Unlu et al. (2005) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa jika total sperma yang bergerak adalah 10 juta ataupun
kurang dari 10 juta, maka prognosis untuk terjadinya kehamilan adalah kecil (sekitar 12%),
sehingga dibutuhkan teknik yang lebih canggih daripada IIU seperti IVF atau teknik
lainnya.17
Variabilitas morfologi spermatozoa manusia membuat penilaian morfologi sperma
menjadi sulit. Spermatozoa yang normal harus memiliki struktur berupa kepala, leher,
badan, dan ekor. WHO mengeluarkan klasifikasi kategori sperma yang dikatakan abnormal
atau mengalami defek.
Gambar 9. Morfologi Sperma Abnormal
Referat Inseminasi Buatan Halaman 23
Banyak peneliti yang mengatakan bahwa IIU tidak efektif dilakukan jika pada sampel
semen hanya ditemukan morfologi sperma normal < 30%. Beberapa peneliti lainnya
mengatakan ketika morfologi sperma yang normal < 30%, maka dibutuhkan total sperma
yang bergerak > 5 x106 untuk lebih memastikan efektifitas IIU. Angka keberhasilan IIU
yang tertinggi adalah ketika morfologi sperma normal yang ditemukan di dalam sampel
semen ≥ 14% dan yang terendah adalah pada morfologi sperma normal < 4%.18
Infertilitas pria akan meningkat jika saat ejakulasi konsentrasi sperma kurang dari 13,5
juta/ml, total sperma yang bergerak kurang dari 32% dan morfologi sperma normal kurang
dari 9%.11
DAFTAR PUSTAKA
Referat Inseminasi Buatan Halaman 24
1. Sumapraja S. Infertilitas. Dalam :Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
penyunting. Ilmu Kandungan Edisi ke-2. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2009.h.497-521.
2. Sumapraja K, Wiweko B. Dasar-dasar konsepsi buatan. Dalam : Prawirohardjo S, Saifuddin
B, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, penyunting. Ilmu Kebidanan Edisi ke-4. Jakarta : PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.h.88-96.
3. Edmonds, DK. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and Gynaecology, seventh edition.
Blackwell Publishing. 2007; 45-46: 440-478.
4. Van der Westerlaken, LA. Technology Assessment of Assisted Reproduction. Academic
Disertation. Universiteit van Gent. Belgie. 2005.
5. Marcus. Artificial Insemination. IVF-infertility.com. July 2012. [May 20th, 2013] Cited from
http://www.ivf-infertility.com/insemination/insemination16.php
6. Rybak EA, Wallach EE. Infertility and assisted reproductive technologies. In : Fortner KB,
Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE, editors. The Johns Hopkins Manual of Gynecology
and Obstetrics 3rd Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 384-7.
7. Anwar, INC., Jamaan T. Manual Inseminasi Intra Uterus. Puspa Swara. Jakarta. 2002; 3-4,
31-51.
8. Samsulhadi. Hendarto H. Induksi Ovulasi dan Stimulasi Ovarium. CV Sagung Seto. 2009;
95-109.
9. Abdelkader, AM. Yeh J. The Potential Use of Intrauterine Insemination as a Basic Option
for Infertility: A review for Technology-Limited Medical Settings. Review Article of
Obstetrics and Gynecology University of New York, 2009.
10. Farimani, M. Amiri, I. Analysis of Prognostic Factors for Successful Outcome in Patients
Undergoing Intrauterine Insemination. Infertility Center, Hamedan University of Medical
Science, Hamedan, Iran. Acta medica Iranica. 2007, 45(2): 101-106.
11. Speroff L, Fritz M.A. Clinical Gynecologic Endocrinology And Infertility. Lippincott
Williams and Wilkins. 7th Edition, 2005: hal: 1013-68, 1103-34, 1135-74, 1215-74.
12. Sharma A. Nellore V. Conway D. Outcome and Prognostic Factors For Successful IUI
Cycles. Infertility Unit Monklands Hospital. 2009.
Referat Inseminasi Buatan Halaman 25
13. Makkar G. Ng EHY. Yeung WSB. Et al. Prognostic Factors For Successful Outcome in
Patients Undergoing Controlled Ovarian Stimulation and Intrauterine Insemination. Hong
Kong Med J. 2003; 9; 341-5.
14. Berek J S. Infertility. Berek & Novak’s Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins. 14th
ed. 2007. Hal: 1185-1259.
15. Zafar, M. Jameel, T. Abdullah, KN. Impact of Intrauterine Insemination as First Line
Treatment of Subfertility. J Pak Med Association. Vol. 57, no.3, 2007.
16. Basirat, Z. Esmaelzadeh, S. Prognostic Factors of Pregnancy in 500 Cases of Intrauterine
Insemination in Babol, Northern Iran. International journal of fertility and sterility. Vol.4,
No.1, 2010; 35-39.
17. Unlu, C. Ozmen, B. The Current Role of Intrauterine Insemination for the Treatment of
Male Factor and Unexplained Infertility. Middle East Fertility Society Journal. Vol.10,
No.1, 2005; 35-39.
18. Motazedian, SH. Hamedi, B. Zolghadri, J. et al. Outcome of IUI Based on Sperm
Morphology in Cases of Unexplained and Male Factor Infertility. Vol.10, no.2, 2009.
Referat Inseminasi Buatan Halaman 26