integrasi indeks keamanan proses industri kimia
TRANSCRIPT
LAPORAN TESIS TK 142541
INTEGRASI INDEKS KEAMANAN PROSES
INDUSTRI KIMIA
DYAN HATINING AYU SUDARNI
2314 201 001
DOSEN PEMBIMBING
Juwari, ST., M.Eng., Ph.D.
Prof. Ir. Renanto Handogo, MS., Ph.D.
PROGRAM MAGISTER
TEKNOLOGI PROSES
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2016
THESIS REPORT TK 142541
INTEGRATION OF SAFETY PROCESS INDEX IN
CHEMICAL INDUSTRY
DYAN HATINING AYU SUDARNI
2314 201 001
ADVISORS
Juwari, ST., M.Eng., Ph.D.
Prof. Ir. Renanto Handogo, MS., Ph.D.
MASTER PROGRAM
IN TECHNOLOGI PROCESS
CHEMICAL ENGINEERING DEPARTEMENT
FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2016
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan tesis ini dengan judul
“Integrasi Indek Keamanan Proses Industri Pabrik Kimia”. Dalam
penyusunan laporan tesis ini tidak lepas dari kesulitan-kesulitan yang disebabkan
karena keterbatasan ilmu dan waktu untuk menginterpretasikan secara baik dan
benar. Namun berkat petunjuk serta dorongan dari berbagai pihak yang dengan
sabar, maka laporan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membimbing, membantu
dan memberi dorongan demi terselesainya tesis ini. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua dan kedua adik tersayang penulis (Adiek Astika Clara
Sudarni dan Dimas Sandhi Ajie Pamungkas Sudarni) yang telah
memberikan semangat, dukungan dan do’a atas penyelesaian laporan
tesis ini.
2. Bapak Juwari, S.T., M.Eng., Ph.D. selaku Kepala Jurusan Teknik Kimia
FTI-ITS dan Dosen Pembimbing I atas bimbingan dan arahan yang sudah
diberikan.
3. Bapak Dr. Tantular Nurtono, ST., M.Eng., selaku Koordinator Program
Studi Pascasarjana Teknik Kimia FTI – ITS
4. Bapak Prof. Ir. Renanto Handogo, M.S., Ph.D., selaku Dosen
Pembimbing II dan Kepala Laboratorium Perancangan dan Pengendalian
Proses.
5. Bapak dan Ibu Dosen pengajar dan seluruh karyawan Jurusan Teknik
Kimia FTI-ITS.
6. Teman-teman di Laboratorium Perancangan dan Pengendalian Proses
khususnya (Arinne, Vibianti, Sony, Misfa, Aditya, Pak Agus, Mas
franco, Bu Sintha, Xavier, Wega, Imam, Naufal, Vicky, Lala, Ma’mun,
Indry, Desy, Gerry, Dion, Hermansyah, Rizi, Deby, Jojo, Meita dan
x
Rizka) yang membuat memberikan semangat lebih untuk terselasainya
penelitian tesis ini
7. Teman-teman Pasca Sarjana Teknik Kimia angkatan 2014 khususnya
(Ernia, Fitri, Cucuk, Maria, Ike, Nur, Heri, Ole, Helda, Arinne, Atik dan
lainnya) banyak memberi dukungan dan Teman-teman Pasca Sarjana
Teknik Kimia lainya.
8. Teman-teman Lintas Jalur K3 di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
(Novita, Hoffman, Arizal, Nino, Mbak Derry Mas Rahandi, Mas Aditya,
Mas Agus, Mas Suryo dan Mas Vazmico) yang selalu menyemangati,
memberikan motivasi saat penulis merasa bosan.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu penulis sangat mengharap segala bentuk saran dan kritik yang membangun
untuk penyempurnaan tesis ini. Harapan penulis agar tesis ini dapat bermanfaat
dan menjadi kajian bagi banyak pihak yang bersangkutan.
Wassalamu’alaikum Wr. WB.
Surabaya, Sepetember 2016
Penulis
vii
INTEGRASI INDEK KEAMANAN PROSES
INDUSTRI KIMIA
Nama Mahasiswa : Dyan Hatining Ayu Sudarni
NRP Mahasiswa : 2314 201 001
Dosen Pembimbing : 1. Juwari, ST., M.Eng, Ph.D
2..Prof. Ir. Renanto Handogo, M.S., Ph.D.
ABSTRAK
Suatu pabrik memiliki berbagai macam tahapan proses produksi. Setiap
proses produksi memiliki tingkat risiko kegagalan. Tingkat risiko kegagalan bisa
dinilai dari bahan kimia, kondisi saat proses produksi dan peralatannya. Pada
umumnya metode-metode terdahulu hanya menggunakan satu atau dua parameter.
Metode penilaian resiko kegagalan pada penelitian sebelumnya belum
mengintegrasikan ketiga aspek tersebut yang terbagi menjadi dua parameter
utama. Penelitian ini membahas tentang penilaian keamanan dengan integrasi
ketiga aspek tersebut yang diberi nama index safety value (ISV). Cara penilaian
dengan ISV dimulai dengan menentukan parameter, menilai setiap parameter
dengan ISV, selanjutnya penilaian dengan integrasi. Penilaian integrasi dapat
digunakan untuk menentukan tingkat risiko dalam proses standardisasi.
Standarisasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik setiap aliran proses
produksi. Dimana dalam standarisasi ini terdapat rentangan nilai indek dan
karakteristik tingkat bahaya. Penelitian ini mengambil kasus produksi methyl
methacrylate (MMA) dengan bahan baku acetone cyanohydrin (ACH). Parameter
utama yang diteliti adalah keamanan bahan kimia dan keamanan kondisi saat
operasi. Penilaian keamanan dilakukan sesuai dengan urutan proses produksi
MMA. Tahapan produksi MMA mempunyai empat langkah proses. Dimana
langkah pertama saat produksi HCN, produksi ACH, produksi menghasilkan
HMPA/HMPSA dan terakhir produksi MMA. Dari keempat langkah proses
tersebut yang memiliki tingkat bahaya yang paling tinggi adalah saat produksi
HCN, dengan nilai indek sebesar 0,299 dan karakteristiknya ‘Moderate’. Paling
kurang berbahaya adalah saat langkah produksi MMA dengan indek nilai 0,201
dan karakteristiknya ‘Light’.
Kata Kunci : ISV, MMA, Nilai Indeks, Penilaian Keamanan
viii
INTEGRATION OF SAFETY PROCESS INDEX
IN CHEMICAL INDUSTRY
Name : Dyan Hatining Ayu Sudarni
NRP : 2314 201 001
Advisor : 1. Juwari, ST., M.Eng, Ph.D
2..Prof. Ir. Renanto Handogo, M.S., Ph.D.
ABSTRACT
The chemical industry has various stages of production processes. Every
process production has levels of risk failure. The level of the risk of fail can be
discerned from chemicals , the process condition and equipment. The previous
methods by use one or two of the parameters. the method of risk assessment failure
to research had not previously been integrating the three aspects which is divided
into two main of the parameters. This research deals with a assessment of the safety
of with three this aspect integration called index safety value (ISV). The assessment
technique ISV was with a determining parameters, assessment of each ISV
parameter, assessment by integration. This integration can be used for determining
the risk level in process by standardization. Standardization is done to determine
the characteristics of each production process steps. This standardization has a
ranges of index value and characteristics of the risk level. The research take
production of methyl methacrylate (MMA) with acetone cyanohydrin (ACH) as the
case to be studied. Main parameters is safety chemicals and safety conditions in an
operation. The assessment was conducted in accordance with the order of MMA
production. Production of MMA has four steps production process. The first step is
production of HCN, then ACH, HMPA/HMPSE and the last is the production of
MMA. From the four steps the HCN product has higher risk level, with an index
value of 0,299 and moderate characteristics. The low less risk level is step of
production of MMA with index value 0,201 and light characteristics.
Keywords : ISV, MMA, Index Value, Safety Assessment
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan ........................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 3
1.5 Batasan Masalah......................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inherent Safety ........................................................................... 5
2.2 Indek Bahaya .............................................................................. 7
2.3 Metode Analisa Keamanan
2.3.1 Dow Fire and Explosion Hazard Index .................................. 10
2.3.2 Mond Index ............................................................................ 12
2.3.3 Prototype Inherent Safety Index (PIIS) .................................. 13
2.3.4 Inherent Safety Index (ISI) ..................................................... 18
2.3.5 i-Safe Index ............................................................................ 24
2.3.6 Integrated Inherent Safety Index (I2S1) ................................. 26
2.3.7 Metode lain yang digunakan .................................................. 33
2.4 Penilaian Integrasi Keamanan .................................................... 34
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Tahap Penelitian ........................................................................ 37
3.2 Identifikasi.................................................................................. 37
3.3 Pengolahan Data......................................................................... 37
3.4 Menghitung Tingkat Keamanan dengan ISV ............................. 39
xii
3.5 Analisa Tingkat Keamanan Tiap Langkah dengan Standarisasi 40
3.6 Validasi ...................................................................................... 41
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan Penentuan Parameter .............................................. 43
4.2 Penilaian dengan Integrasi .......................................................... 45
4.3 Analisa Tingkat Keamanan dengan Standarisasi........................ 50
4.4 Validasi dengan Proses Amonia ................................................. 50
4.5 Kekurangan dan Kelebihan ........................................................ 58
BAB 5 KESIMPULAN
Kesimpulan Sementara ........................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... xvii
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hirarki Keamanan Risiko ............................................................. 5
Gambar 2.2 Lapisan dari Keamanan Suatu Bangunan ..................................... 7
Gambar 2.3 Prinsip Penentuan Indek ............................................................... 10
Gambar 2.4 Form Fire & Explosion Index ...................................................... 11
Gambar 2.5 Grafik Indeks Kerusakan Akibat Kebakaran dan Ledakan .......... 27
Gambar 2.6 Grafik Indeks Kerusakan Akibat Keracunan yang akut ............... 28
Gambar 2.7 Grafik Indeks Kerusakan Akibat Keracunan Kronis.................... 28
Gambar 2.8 Grafik Indek Kerusakan Untuk Polusi Udara .............................. 30
Gambar 2.9 Grafik Indek Kerusakan Untuk Polusi Air ................................... 30
Gambar 2.10 Grafik Indek Kerusakan Untuk Polusi Tanah ............................ 31
Gambar 3.1 Alur Tahapan Penelitian ............................................................... 38
Gambar 4.1 Diagram Blok MMA dengan ACH .............................................. 43
Gambar 4.2 PFD Produksi HCN ...................................................................... 44
Gambar 4.3 PFD Produksi ACH ...................................................................... 45
Gambar 4.4 PFD Langkah Ketiga Hasil HMPA/HMPSE ............................... 46
Gambar 4.5 PFD Langkah Keempat Hasil MMA ............................................ 47
Gambar 4.6 Blok Diagram Sintesa Proses Ammonia ...................................... 51
Gambar 4.7 PFD Sintesa Proses Ammonia...................................................... 52
xiv
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Faktor atau indek keamanan secara umum ........................................... 8
Tabel 2.2 Rekomensasi Proses Item ISBL dan OSBL .......................................... 9
Tabel 2.3 Penilaian Temperatur ............................................................................ 13
Tabel 2.4 Penilaian Pressure ................................................................................. 14
Tabel 2.5 Penilaian Yeild ...................................................................................... 14
Tabel 2.6 Penilaian Inventori ................................................................................ 15
Tabel 2.7 Penilaian Toxic ..................................................................................... 16
Tabel 2.8 Penilaian Flammability ......................................................................... 17
Tabel 2.9 Penilaian Explosiveness ........................................................................ 17
Tabel 2.10 Total Indek Keselamatan Inherent ...................................................... 18
Tabel 2.11 Indikasi Reaction Heat IRM dan IRS .................................................... 19
Tabel 2.12 Indikasi Interaction IINT ...................................................................... 19
Tabel 2.13 Indikasi Flammability IFL .................................................................... 20
Tabel 2.14 Indikasi Explosiveness IEX ................................................................ 21
Tabel 2.15 Indikasi Toxic ITOX .............................................................................. 21
Tabel 2.16 Indikasi Korosi ICOR ............................................................................ 22
Tabel 2.17 Indikasi Inventory II .......................................................................... 23
Tabel 2.18 Indikasi Temperatur IT ........................................................................ 23
Tabel 2.19 Indikasi Pressure IP ............................................................................. 24
Tabel 2.20 Pedoman untuk Pengaturan Kontrol ................................................... 32
Tabel 3.1 Karakteristik Penilaian Tingkat Bahaya ............................................... 38
Tabel 4.1 Penentuan Parameter Keamanan Kimia Langkah Pertama ................. 44
Tabel 4.2 Penentuan Parameter Keamanan Kimia Langkah Kedua ................... 45
Tabel 4.3 Penentuan Parameter Keamanan Kimia Langkah Ketiga ................... 47
Tabel 4.4 Penentuan Parameter Keamanan Kimia Langkah Keempat ................ 48
Tabel 4.5 Perhitungan dengan Metode ISV ....................................................... 48
Tabel 4.6 Perhitungan Integrasi dengan Tied Data Statistik ................................ 49
Tabel 4.7 Perhitungan Total Metode ISV ............................................................. 49
Tabel 4.8 Hasil Karakteristik Penilaian Tingkat Bahaya ...................................... 49
xvi
Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Penelitian dengan Metode Terdahulu .................. 50
Tabel 4.10 Perbandingan Hasil Penilaian dengan Metode Terdahulu Berdasarkan
Karakteristik Penilaian Tingkat Bahaya ............................................... 50
Tabel 4.11 Penentuan Parameter Keamanan Kimia Ammonia Synthesis ………52
Tabel 4.12 Perhitungan dengan Metode ISV ..................................................... 53
Tabel 4.13 Perhitungan Integrasi dengan Tied Data Statistik .............................. 54
Tabel 4.14 Perhitungan Total Metode ISV ........................................................... 54
Tabel 4.15 Hasil Karakteristik Penilaian Tingkat Bahaya .................................... 55
Tabel 4.16 Perbandingan Hasil Penelitian dengan Metode Terdahulu ................ 56
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecelakaan besar di dunia industri kimia seperti kasus ledakan pabrik
kimia di Flixborough (UK) 1974, kebocoran gas di Bhopal India 1984, ledakan
instalasi LPG Mexico City 1984 dan lainnya (Mannan, 2005). Keamanan
merupakan suatu strategi yang digunakan untuk mengurangi risiko dari kecelakaan
proses utamanya. Prinsip keselamatan dapat digunakan untuk membuat
perlindungan atau digunakan untuk menentukan tingkat bahaya suatu proses.
Pengurangan risiko kecelakaan ini diaplikasikan dengan menggunakan strategi
keselamatan yang inheren (Inherent) untuk mengurangi bahaya (Heikkila, 1999).
Setiap kegiatan yang dilakukan tidak ada yang bebas dari risiko bahaya.
Kegiatan yang dilakukan industri dalam proses produksi menggunakan proses
kimia memberikan potensi bahaya yang besar. Potensi bahaya yang timbul
disebabkan antara lain: penggunaan bahan baku, tingkat reaktivitas, toksitas tinggi,
reaksi kimia, temperatur tinggi, tekanan tinggi, dan jumlah bahan yang digunakan.
Potensi bahaya yang timbul perlu ada upaya meminimalkan risiko yang ada bila
terjadi suatu kecelakaan. Meningkatnya potensi bahaya di industri kimia,
diperlukan upaya pengendalian, untuk menekan risiko yang timbul. Salah satu
bentuk risiko kecelakaan yang tejadi seperti ledakan dan kebakaran. Dalam
implementasinya banyak metode yang digunakan untuk mengurangi atau menilai
tingkat bahaya yang tejadi (Wanahidayati, 2006).
Suatu pabrik didesain atau dibangun dengan aman, merupakan salah satu
untuk mengurangi bahaya yang akan timbul. Pengurangan bahaya ini biasanya
dilakukan dengan cara Identifikasi bahaya. Identifikasi atau penilaian tentang
bahaya adalah untuk menghindari suatu bahaya dan pengurangan risiko (Kletz,
2009). Untuk mengetahui suatu area yang berbahaya dapat dilakukan dengan
penilaian bahaya, yang meliputi sebab dan akibat terjadinya indisen. Setelah
terjadinya insiden maka dilakukan evaluasi tentang identifikasi bahaya. Evaluasi
keselamatan proses selama tahap desain awal akan membantu dalam menilai
tingkat keamanan suatu proses. Suatu proses produksi bahan kimia yang kurang
berbahaya dan kondisi operasi yang aman akan menghasilkan hasil lebih aman
2
(Ahmad, 2014). Parameter keamanan dapat dibagi menjadi berbagai macam.
Penilaian keamanan bahan kimia dibagi menjadi : tingkat mudah terbakar, meledak,
bahan yang mengandung racun dan bahan kimia mudah bereaksi. Sedangkan untuk
keamanan proses produksi terbagi menjadi : temperatur, tekanan dan proses
inventori (inventaris) (Khan, 2005).
Dimulai tahun 1980's awal, sudah ada beberapa metode evaluasi yang ada
untuk keselamatan proses seperti Dow dan indeks Mond dan studi HAZOP.
Sebagian besar metode yang diperlukan untuk menganalisa sesuatu terlalu rinci dan
tidak langsung diterapkan. Serta tidak semua metode cocok digunakan dalam
perhitungan komputerisasi dengan simulasi dan optimasi alat. Karena alasan ini,
muncul mengembangkan metode baru untuk mengevaluasi keamanan yang inheren.
Metode-metode baru yang muncul pada tahun 1990's diantaranya: Prototype Indeks
Inherent Keselamatan (PIIS) yang dikembangkan oleh Edwards dan Lawrence
(1993), Inherent Indeks Keselamatan (ISI) oleh Heikkilä (1999) dan i-SHE indeks
oleh Palaniappan et al. (2002). Dari semua metode yang telah diterbitkan
mempunyai kekurangan. Untuk itu akan dilakukan penelitian dengan fokus utama
pengembangkan teknik penilaian keamanan baru secara integrasi yang akan
memberikan kontribusi penanggulangan bahaya pada suatu proses kimia. Integrasi
ini akan menggabungkan beberapa parameter. Terdapat dua parameter utama yang
akan dibahas dalam penelitian ini. Dua parameter yang akan dibahas adalah bahan
kimia yang digunakan dan kondisi saat proses berlangsung. Untuk parameter bahan
kimia ditambahkan juga keamanan peralatan yang digunakan untuk proses
produksi. Peralatan yang akan ditinjau reaktor, kolom distilasi dan storage. Dalam
penelitian ini akan mengambil kasus pembuatan methyl methacrylate (MMA).
Proses pembuatan methyl methacrylate MMA berbahan baku acetone cyanohydrin
(ACH) yang terdiri dari empat langkah. Mulai dari langkah persiapan hydrogen
cianida sampai hydrolysis dan esterifikasi yang akan menghasilkan MMA.
.
3
1.2 Perumusan Masalah
Banyak metode terdahulu yang dilakukan dalam penilaian tingkat
keamanan. Namun sebagian dari metode tersebut masih banyak kekurangan.
Metode terdahulu menggunakan satu atau dua parameter. Metode yang ada hanya
memperhitungkan tingkat keamanan bahan kimianya saja ataupun dengan
menambahkan kondisi proses. Metode pembanding yang dibahas ini diantaranya
PIIS, ISI dan NuDIST. Karena setiap metode mempunyai standar nilai sendiri.
Maka dibutuhkan suatu metode untuk mempermudah dalam penilaian keamanan
ini. Dengan cara mengintegrasikan parameter keamanan senyawa kimia beserta
peralatanya dan kondisi saat proses produksi.
1.3 Tujuan
1.3.1 Merumuskan tingkat keamanan dengan menggunakan metode baru
sebagai penentuan tingkat keamanan.
1.3.2 Mengetahui tingkat keamanan tiap-tiap langkah pada pembuatan MMA
1.3.3 Validasi tiap tingkat keamanan pada pembuatan MMA dengan metode
baru.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Dapat digunakan untuk menilai tingkat keamanan pabrik kimia pembuatan
MMA
1.4.2 Dapat digunakan untuk menvalidasi tingkat keamanan dengan tepat.
1.4.3 Harapannya dapat digunakan untuk menilai tingkat keamanan pabrik
kimia lainnya.
1.5 Batasan Masalah
Penelitian ini terfokus pada langkah pembuatan methyl methacrylate
(MMA) dengan menggunakan acetone cyanohydrin (ACH) dan proses produksi
amonia. Proses produksi MMA dengan ACH terbagi menjadi empat langkah yaitu:
1. Reaksi dengan senyawa Ammonia, Metana dan oksigen
2. HCN dan Aceton
3. ACH dan Sulfuric Acid
4. HMPA/HMPASE dan Metanol
4
Sebagai validasi dalam penelitian ditambah dengan kasus Ammonia
(NH3). Secara garis besar proses produksi NH3 dibagi menjadi 4 tahapan atau
langkah sebagai berikut :
1. Feed Treating Unit dan Desulfurisasi
2. Reforming Unit
3. Purification & Methanasi
4. Synthesis Loop & Ammonia Refrigerant .
Reaksi diambil dari buku “Petrochemical Process”
5
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Inherent Safety
Inherent Safety telah dipromosikan oleh Dr. T.A Kletz tahun 1998. Pabrik
kimia yang menggunakan bahan-bahan yang kurang berbahaya, dalam jumlah yang
lebih kecil pada suhu yang lebih rendah serta tekanan rendah. Hal ini dikatakan
inheren atau keamann yang mendasar. Sebuah pabrik yang dibuat lebih aman
dengan menambahkan peralatan kontrol dikatakan keamanan yang mendasar.
Rogers dan Hallam tahun 1991 memberikan alternatif definisi inherent safety :
Sebuah proses inherent safety dapat dianggap sebagai salah satu yang berdasarkan
desain tidak menimbukan bahaya jika kesalahan terjadi. Inherent safety adalah
konsep, pendekatan keamanan yang berfokus pada menghilangkan atau
mengurangi bahaya yang berhubungan dengan serangkaian kondisi. Sebuah proses
manufaktur kimia secara aman akan mengurangi atau menghilangkan bahaya yang
terkait dengan bahan dan operasi yang digunakan dalam proses dan pengurangan
atau penghapusan yang bersifat permanen dan tidak dapat dipisahkan. Proses
identifikasi dan menerapkan keselamatan melekat dalam kontek tertentu disebut
inherent safety design. Sebuah proses dengan bahaya berkurang digambarkan
sebagai inherent safety dibandingkan dengan proses kontrol hanya pasif, aktif dan
procedural (Kletz, 2009).
Inherent Safety merupakan suatu keamanan untuk merancang bahaya dari
suatu proses, sebagai prosedur pengendalian untuk mengurangi risiko. Gambar 2.1
menerangkan hirarki keamanan. Hirarki keamanan untuk penecegahan risiko
sebagai keselamatan untuk menghindari dan menghilangkan bahaya daripada untuk
mengendalikan. Inherent Safety salah satu pertimbangan dalam tahap awal desain,
ketika pilihan proses rute konsep dibuat (Heikkilä, 1999).
Gambar 2.1 Hirarki keamanan untuk pencegahan risiko (CCPS, 1993)
6
Inherent safety sangatlah penting dalam suatu pembangunan pabrik
bahkan masih dalam konsep pembangunannya sudah dipertimbangkan untuk
keamanannya. Proses pencegahan risiko atau pendekatan untuk mengurangi risiko
proses dapat dikategorikan menjadi 4 seperti Gambar 2.1, yaitu (CCPS, 1993):
1. Inherent : Mengurangi bahaya dengan menggunakan bahan dan
kondisi proses tidak membahayakan (Contohnya: Menambahkan air untuk
cairan yang dapat terbakar sebagai pelarut)
2. Passive : Mengurangi risiko dengan desain proses dan peralatan
yang mengurangi frekuensi atau kerasnya tanpa mefungsikan banyak alat
secara aktif. (Contohnya : desain vessel yang kuat terhadap tekanan)
3. Active : Menggunakan control, sistem perlindungan alat.
(Contohnya: indikator pompa dengan pengubah level tinggi ketika tangki
90% full) atau mengurangi dampak kerugian. Sistem ini kadang
dinamakan engineering controls.
4. Procedural : menggunakan kebijakan, prosedur operasi, pemeriksaan
administasi, respon keadaan gawat darurat, dan pendekatan manajemen
lain untuk mengurangsi atau meminimalisir efek kecelakaan (contohnya
izin kerja panas, rencana emergenci). Pendekatan ini sering disebut
administrative controls.
Sedangkan proses untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang
melekat terdapat perbedaan. Empat prinsip utama inherent safety, yaitu (Amyotte,
Pegg, & Khan, 2009):
1. Minimization (mengurangi kuantitas bahan berbahaya)
2. Substitution (menambahkan material berbahaya dengan bahan yang
bahayanya lebih sedikit)
3. Moderation (menggunakan sedikit kondisi bahaya, sedikit bentuk bahan
yang berbahaya, atau fasilitas yang meminimalisir dampak pengeluaran
bahan yang berbahaya)
4. Simplifycation (fasilitas yang menghilangkan kerumitan yang tidak
penting dan membuat kesealahan operasi sekecil mungkin dan
memperbaiki kesalahan yang telah dibuat).
Inherent safety design menjadi aspek penting dari setiap program
keselamatan proses. Jika bahaya dapat dihilangkan atau dikurangi, lapisan
7
pelindung untuk mengontrol bahaya mungkin tidak diperlukan. Seperti Gambar 2.2
terlihat lampiran suatu bangunan mulai dari bagian dalam keamanan yang melekat
sampai dengan bagian terluar respon yang dilakukan jika terjadi suatu insiden.
Gambar 2.2 Lapisan dari Keamanan suatu Bangunan (CCPS, 1993)
2.2 Indek Bahaya (Hazard)
Bahaya dapat dinilai dengan atau diidentifikasi dengan beberapa cara.
Salah satunya cara mengindentifikasi saat sebuah pabrik masih dalam tahapan
perancangan. Dalam tahapan ini dikenal sebagai inherent safety design. Inherent
safety design dapat mengubah kondisi di mana proses kimia berbahaya dilakukan
(mengubah karakteristik dari variabel proses) atau menghilangkan suatu zat yang
berbahaya (mengubah bahan kimia yang digunakan dalam proses). Pendekatan
tersebut dapat diterapkan untuk mengatasi salah satu dari tiga tahap yang paling
kecelakaan ikuti (Kletz, 2009):
1. Inisiasi: acara dan faktor-faktor yang memulai insiden itu memberikan
kontribusi
2. Perbanyakan: peristiwa yang mempertahankan atau memperluas insiden
3. Pemutusan: hasil dari peristiwa, termasuk peristiwa-peristiwa yang
menghentikan kejadian atau mengurangi itu konsekuensi
Indek bahaya dapat terbagi menjadi beberapa faktor ataupun subindek.
Untuk keselamatan material kimia dilihat dari MSDS (Material Safety Data Sheet)
suatu data atau informasi mengenai keamanan suatu bahan kimia.dari bahan kimia
8
dilihat faktor terpenting yaitu tingkat mudah terbakar (Flammability), mudah
meledak (explosiveness), beracun (toxicity), mudah bereaksi (reactivity) dan
corrosiveness. Macam-macam keamanan proses adalah suhu (temperature),
tekanan (pressure), inventori prosess dan keamanan semua perlengkapan yang di
pakai dalam proses, panas dari suatu reaksi. Cara perhitungan setiap faktor dapat
dilihat dari Tabel 2.1 (Heikkilä, 1999).
Tabel 2.1 Faktor atau Indek Keamanan Secara Umum
Faktor Cara pengukuran
Flammability Flash point dan boiling point
Explosiveness UEL - LEL
Toxicity Threshold Limit Value (TLV)
Reactivity NFPA
Suhu Celsius / kelvin
Tekanan Bar
Proses inventori Mass flows dan residence time
Equipment ISBL dan OSBL
Sumber : (Heikkilä, 1999).
Dasar estimasi proses inventori adalah dalam aliran massa dan suatu waktu
tinggal (residence time). Aliran massa adalah jumlah massa yang ada pada suatu
proses produksi dengan memperhitungkan waktu tinggal saat proses di vessel
(reaktor, kolom distilasi). Total proses inventori merupakananan penjumlahan dari
seluruh proses inventori.
Keamanan peralatan untuk mengukur kemungkinan suatu peralatan yang
tidak aman. Yang termasuk keamanan peralatan diantaranya pompa dan vessel.
Untuk sistem perpipaan, katub atau perlengkapan lainnya tidak termasuk. Karena
untuk perpipaan belum dirancang saat desain awal. Keamanan peralatan yang
kemungkinan terjadi suatu kegagalan atau tidak aman. Subindek untuk kemanan
peralatan terbagi menjadi dua area yang berbeda. Inside battery limit area (ISBL)
dan outside battery limit area (OSBL). Tabel 2.2 merupakan contoh rekomendari
proses item untuk ISBL dan OSBL (Heikkilä, 1999).
9
Tabel 2.2 Rekomendasi Proses Item ISBL dan OSBL
ISBL OSBL
Furnance Flare on ground , open on ground, schielded
Kompresor Cooling towers
Reaktor (bahaya tinggi)* Boiler
AC (Air Cooler) Kompresor
Reaktor Blowdown facility
Pompa (bahaya tinggi)* Tekanan tangki storage
Tower, Drum Low pressure gas storage tank (< 1bar)
Heat Exchanger Atmospheric flammable liquid storage tanks
(FB < 38ºC)
Pompa Atmospheric storage tanks
(FB > 38ºC)
Pelaralatan tidak mudah terbakar Pump above autoignition
Pump (light ends and other flammables)
Pump handling non- flammables
* bahaya tinggi untuk item proses material handling di atas autoignition point
Sumber : (Heikkilä, 1999).
Penilaian suatu indek bahaya dapat digunakan dengan berbagai macam
metode diantaranya Dow Fire and Explosive Index (F&EI), PIIS (Edwards and
Lawrence,1993), ISI (Heikkila, 1999), i-Safe index (Palaniappan, Srinivasan, &
Tan, 2002), I2SI (Khan & Amyotte, 2005). Metode tersebut digunakan untuk
menentukan indek atau untuk pehitungan tingkat keamaan suatu proses (Kidam dan
dkk, 2015).
Metode perhitungan indeks dipilih karena tingkat inherent safety terdiri
dari banyak faktor atau parameter yang saling terkait. Penentuan inherent safety
indeks didasarkan pada prinsip seperti Gambar 2.3 (Heikkilä, 1999).
10
Gambar 2.3 Prinsip Penentuan Index (Heikkilä, 1999)
2.3 Metode Analisa Keamanan
2.3.1 Dow Fire and Explosion Hazard Index
Metode ini betujuan untuk mengukur kerusakan yang disebabkan oleh
potensial terjadinya kebakaran dan insiden ledakan dalam hal realistis. Selanjutnya
untuk mengidentifikasi peralatan yang cenderung berkontribusi terjadinya insiden
atau kecelakan dan memberikan informasi area-area yang mempunyai potensi
risiko kebakaran dan ledakan ke manajemen. Dow Indek merupakan Unit Faktor
bahaya dan Faktor Material (MF). Faktor MF untuk unit proses diambil dari
substansi paling berbahaya, yang mengarah pada analisis kasus terburuk. MF
adalah nilai, yang menunjukkan intensitas pelepasan energi dari bahan yang paling
berbahaya atau campuran dari bahan yang digunakan dalam proses.
Pertama, faktor materi (MF, ukuran dari energi potensial yang dirilis oleh
bahan evaluasi di bawah) diperoleh dari database, lembar keselamatan bahan data
(MSDS), atau perhitungan manual (menggunakan mudah terbakar, NF, dan nilai
reaktivitas, NR). Kemudian, menentukan jumlah pinalty yang memberikan
kontribusi untuk probabilitas kerugian (faktor bahaya proses general, F1) besarnya
dan jumlah dari faktor-faktor yang dapat meningkatkan probabilitas dan
memberikan kontribusi untuk kebakaran dan ledakan insiden besar (faktor bahaya
proses khusus, F2). Faktor bahaya proses general meliputi enam item yaitu, reaksi
kimia eksotermis, proses endotermik, material handling dan transfer, tertutup atau
proses dalam ruangan unit, akses dan drainase dan kontrol tumpahan, meskipun
mungkin tidak diperlukan untuk menerapkan semua dari mereka. Bahaya proses
khusus mencakup dua belas item: Bahan beracun, tekanan sub-atmosfer, operasi di
atau dekat kisaran mudah terbakar, ledakan debu, tekanan, suhu rendah, kuantitas
yang mudah terbakar/bahan yang tidak stabil, korosi dan erosi, kebocoran dan
kemasan, penggunaan peralatan, sistem pertukaran panas minyak panas, dan
peralatan berputar. Faktor bahan dihitung untuk setiap unit secara terpisah dan telah
INHERENT
SAFETY
PRINCIPLES
INHERENT
SAFETY
PARAMETERS
INHERENT
SAFETY
INDEX
11
mencatatkan sejumlah senyawa kimia terlihat pada Gambar 2.4 form Fire &
Explosion Index untuk perhitungan dengan metode DOW F&EI (Dow, 1987).
Gambar 2.4 Form Fire & Explosion Index (sumber : DOW, 1987)
Panduan klasifikasi dari DOW indek adalah Fire and Explosion Index
(F&EI) dan Chemical Explosion Index (CEI). F&EI merupakan suatu panduan
untuk mengkasifikasi suatu identifikasi proses bahaya. Untuk mengidentifikasi
proses suatu bahaya membutuhkan analisa. Analisa F&EI mempunyai empat raktor
(material, bahaya proses secara umum, proses bahaya secara khusus dan unit proses
bahaya). Dari keempat faktor digunakan untuk perhitungan F&EI. Sedangkan CEI
12
merupakan metode simpel untuk menilai tingkata bahaya untuk kesehatan. Data
yang dihitung untuk CEI hanya tingkat bahaya keracunan (Etowa dan dkk, 2002).
2.3.2 Mond Index
Mond Index dikembangkan dari Dow Fire and Explosion Index.
Modifikasi utama dengan metode Dow (yang pertama proses dan instalasi
penyimpanan. Kemudian pengolahan bahan kimia yang memiliki sifat mudah
meledak, meningkatkan pertimbangan bahaya untuk hidrogen, keamanan tambahan
proses bahaya khusus dan toksisitas juga termasuk dalam penilaian.
Dalam Indek Mond dibagi menjadi unit-unit. Salah satu faktor yang
diperhitungkan dalam indeks adalah tata letak pabrik. Potensi bahaya tersebut
dinyatakan dalam nilai awal dari serangkaian indeks kebakaran, ledakan dan
toksisitas. Sebuah tinjauan faktor bahaya kemudian dilakukan untuk melihat apakah
perubahan desain mengurangi bahaya. Faktor pencegahan diterapkan dan nilai-nilai
akhir dari indeks. Perhitungan indek Mond dipengaruhi oleh (Lawrence, 1993):
1. Pembagian suatu area dalam unit-unit suatu peralatan proses
2. Penentuan untk faktor material
3. Tinjauan bahaya untuk material yang khusus
4. Tingkatan bahaya yang dinilai secara umum setiap unit proses
5. Tinjauan bahaya untuk proses produksi
6. Sebarapa besar bahaya yang akan ditimbulkan
7. Sebarapa besar dapak atau area jika terjadi insiden yang akan timbul
8. Bahaya keracunan
9. Indikasi kalkulasi keseluruhan
Banyak faktor yang berkontribusi dalam terjadinya bahaya. Semua
indikasi yang mempengaruhi harus diperhitungkan untuk melakukan suatu
pencegahan. Pencegahan dilakukan secara benar mulai dari yang sangat berbahaya
dan kurang berbahaya.
2.3.3 Prototype Inherent Safety Index (PIIS)
Perhitungan indek dari inherent Safety yang pertama adalah Prototype
Inherent Safety Index (PIIS). Perhitungan ini digunakan untuk menganalisa pilihan
dari sebuah proses dengan memperhitungakan material yang digunakan dan
13
rangkaian langkah-langkah reaksi yang dilakukan. PIIS merupakan total dari
perhitungan anatara chemical safety dan process safety. Parameter chemical safety
adalah inventory, Flammability, explosiveness dan toxicity. Sedangkan process
safety adalah temperatur, tekanan dan hasil produk. Cara menilai atau dasar
pemberikan scoring suatu keamanan melihat seberapa besar pengaruhnya pada
keselamatan. (Lawrence, 1993).
(a) Temperatur
Temperatur atau suhu merupakan indikator kandungan energi panas dari
suatu sistem. Semakin tinggi suhu, semakin tinggi kandungan energi. Energi ini
dapat berbahaya dan juga dapat meningkatkan besarnya suatu bahaya. Penilaian
untuk temperatur sesuai dengan Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Penilaian Temperatur
Temperatur Score
T < -25 10
-25 ≤ T < -10 3
-10 ≤ T < 10 1
10 ≤ T < 30 0
30 ≤ T < 100 1
100 ≤ T < 200 2
200 ≤ T < 300 3
300 ≤ T < 400 4
400 ≤ T < 500 5
500 ≤ T < 600 6
600 ≤ T < 700 7
700 ≤ T < 800 8
800 ≤ T < 900 9
900 ≤ T < 10
Nilai untuk suhu negatif account untuk bahan masalah konstruksi pada suhu rendah.
14
(b) Pressure
Tekanan merupakan indikator yang hadir energi dalam suatu sistem.
Seperti suhu, tekanan tinggi lebih berbahaya dan meningkatkan besarnya efek yang
dihasilkan. Penilaian untuk tekanan sesuai dengan Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Penilaian Pressure
Pressure (psi) Score
0 - 90 1
91 - 140 2
141 - 250 3
251 - 420 4
421 - 700 5
701 - 1400 6
1401 - 3400 7
3401 - 4800 8
4801 - 6000 9
6001 - 8000 10
+1 point per 250 psi
(c) Hasil Produksi (Yeild)
Hasil dari reaksi menunjukkan banyaknya persediaan tambahan atau aliran
diperlukan untuk memenuhi tingkat produk yang dihasilkan. Sebuah konversi yang
rendah dan karenanya hasil yang rendah akan sering berarti bahwa aliran recycle
diperlukan yang meningkatkan persediaan. Penilaian untuk yeild atau hasil sesuai
dengan Tabel 2.5.
15
Tabel 2.5 Penilaian Yeild
Yeild (%) Score
100 0
90 - 99 1
80 - 89 2
70 - 79 3
60 - 69 4
50 - 59 5
40 - 49 6
30 - 39 7
20 - 29 8
10 - 19 9
0 - 9 10
(d) Inventori
Bahan kimia yang berada di sekitar pabrik kimia, dalam potongan-
potongan ukuran yang berbeda dari setiap peralatan dalam pabrik. Untuk setiap
reaksi dihitung dan diberikan estimasi persediaan terbatas pada persediaan reaktor
dan alat setiap process produksi. Penilaian untuk inventori sesuai dengan Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Penilaian Inventori
Inventori (Tonnase) Score
0,1 - 250 1
251 - 2500 2
251 - 7000 3
7001 - 16000 4
16001 - 26000 5
26001 - 38000 6
38001 - 50000 7
50001 - 65000 8
65001 - 80000 9
80001 - 100000 10
16
Persediaan juga dihitung karena massa suatu bahan kimia bisa menjadi faktor yang
paling berbahaya, dibandingkan dengan bahan kimia yang sedang dilakukan proses
produksi.
(e) Toxic
Tabel dibawah ini didasarkan pada indeks yang telah disediakan. Data atau
penilaian tingkatseberapa toxic sesuai dengan TLV yang mungkin tidak menjadi
ukuran ideal toksisitas dalam segala situasi. Penilaian untuk toxic sesuai dengan
Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Penilaian Toxic
TLV (ppm) Score
TLV < 0,001 8
0,001 ≤ TLV < 0,01 7
0,01 ≤ TLV < 0,1 6
0,1 ≤ TLV < 1 5
1 ≤ TLV < 10 4
10 ≤ TLV < 100 3
100 ≤ TLV < 1000 2
1000 ≤ TLV < 10000 1
1,0 % ≤ TLV 0
(f) Flammability
Tabel ini didasarkan pada salah satu dari indeks Dow yang digunakan
untuk menentukan faktor bahan untuk kimia. Ada kesulitan dalam memberikan
tingkat mudah terbakar untuk bahan kimia. Tapi indikasi apakah bahan kimia yang
berpotensi mudah terbakar dalam keadaan terbakar tergantung pada sifat fisik dapat
diberikan. Penilaian untuk flammability sesuai dengan Tabel 2.8.
17
Tabel 2.8 Penilaian Flammability
Flammability Score
Non-combustible 0
FP > 60ºC 1
37,7ºC < FP < 60ºC 2
FP < 37,7ºC
BP > 37,7ºC
3
FP < 37,7ºC
BP < 37,7ºC
4
FP = Flash Point
BP = Boiling Point
(g) Explosiveness
Kecenderungan bahan kimia mudah meledak ditunjukkan oleh
kemampuan untuk membentuk campuran mudah meledak dengan udara. Semakin
mudah membentuk campuran eksplosif, maka akan sangat berbahaya dan mudah
menyebabkan ledakan. Penilaian untuk explosiveness sesuai dengan Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Penilaian Explosiveness
S = (UEL – LEL) % Score
0 ≤ S < 10 1
10 ≤ S < 20 2
20 ≤ S < 30 3
30 ≤ S < 40 4
40 ≤ S < 50 5
50 ≤ S < 60 6
60 ≤ S < 70 7
70 ≤ S < 80 8
80 ≤ S < 90 9
90 ≤ S < 100 10
LEL dan UEL lebih rendah dan batas nilai mudah meledak masing-
masing. Kombinasi batas rendah dan batas atas yang tinggi merupakan kasus
18
terburuk. Oleh karena perbedaan antara kedua dapat dikatakan merupakan indikasi
dari bahaya ledakan, perbedaan yang besar berarti resiko yang besar. Tabel 2.5
sampai 2.9 merupakan penilaian keamanan dengan metode PIIS sesuai yang ada
buku “Quantifying inherent safetyof chemical process routes”. (Lawrence, 1993).
2.3.4 Inherent Safety Index (ISI)
ISI terbagi menjadi dua parameter utama. Indeks keselamatan kimia dan
indek keselamatan proses. Perhitungan indek ini mengunakan 12 parameter. Faktor
yang mempengaruhi dari dua parameter utama didapat dilihat pada Tabel 2.10
(Heikkilä, 1999)
Tabel 2.10 Total Indek Keselamatan Inheren
Chemical Inherent Safety Index Process Inherent Safety Index
Heat of main reaction IRM Inventori II
Heat of side reaction IRS Temperatur IT
Chemical Interaction IINT Tekanan IP
Flammability IFL Peralatan (perlengkapan) IEQ
Explosiveness IEX Proses struktur IST
Toxicity ITOX
Corrosiveness ICOR
Penilaian dalam metode ini sesuai dengan Tabel scoring yang berada pada buku
“Inherent safety in process plant design”. Seperti yang tertera pada Tabel 2.11
sampai Tabel 2.19 dibawah ini,
(a) Reaction Heat
Kemungkinan reaksi terletak pada panas dibebaskan dan suhu yang dapat
dicapai, perubahan energi selama reaksi ditentukan untuk menilai keselamatan
reaksi dalam metode ISI. Entalpi dilepaskan atau diserap dalam proses kondisi
volume konstan dan proses isobarik. Sementara penentuan IRM subindex
keselamatan pelepasan panas dari reaksi utama dihitung untuk massa reaksi total
(yaitu kedua reaktan dan pengencer disertakan) untuk mengambil kapasitas panas
dari sistem yang menyerap bagian dari energi yang dilepaskan.
19
Tabel 2.11 Indikasi Reaction Heat IRM dan IRS
Heat of reaction/total reaction mass Score
Thermally neutral ≤ 200 J/g 0
Mildly exothermic < 600 J/g 1
Moderately exothermic < 1200 J/g 2
Strongly exothermic < 3000 J/g 3
Extremely exothermic ≥ 3000 J/g 4
Nilai-nilai pada Tabel 2.11 ini digunakan untuk menentukan nilai dari
subindices IRM dan IRS. Jika ada beberapa reaksi utama, misalnya reaksi seri, nilai
IRM ditentukan atas dasar reaksi keseluruhan. Jika ada beberapa reaktor dalam
proses di bawah pertimbangan, nilai ditentukan pada reaktor dengan pelepasan
panas terbesar.
(b) Chemical Interaction
Pada Tabel 2.12 batas nilai untuk subindex Interaksi kimia adalah dari 0
sampai 4. Kebakaran dan ledakan dianggap paling konsekuensi berbahaya dari
interaksi dengan skor 4. Nilai Rata untuk pembentukan gas beracun atau mudah
terbakar tergantung pada jumlah dan harmfulness gas (skor 2-3). Demikian juga
banyak panas yang terbentuk semakin tinggi nilai nilai adalah (skor 1-3).
Polimerisasi cepat dihargai atas dasar tingkat polimerisasi (skor 2- 3). Bahan kimia
beracun larut dan pembentukan berbahaya, gas mudah terbakar dianggap kurang
berbahaya sehingga skor 1.
Tabel 2.12 Indikasi Interaction IINT
Chemical Interaction Score
Heat formation 1-3
Fire 4
Formation of harmless, nonflammable gas 1
Formation of toxic gas 2-3
20
Lanjutan Tabel 2.12 Indikasi Interaction IINT
Chemical Interaction Score
Formation of flammable gas 2-3
Explosion 4
Rapid polymerization 2-3
Soluble toxic chemicals 1
(c) Flammability
Subindeks Tabel 2.13 mudah terbakar menggambarkan mudah terbakar
cairan misalnya dalam kasus kebocoran. Mudah terbakar cairan diukur dengan flash
point dan boiling point. Zat dibagi menjadi tidak mudah terbakar, mudah terbakar,
sampai sangat mudah terbakar.
Tabel 2.13 Indikasi Flammability IFL
Flammability Score
Nonflammable 0
Combustible (flash point > 55ºC) 1
Flammable (flash point ≤ 55ºC) 2
Easily Flammable (flash point < 21ºC) 3
Very Flammable (flash point < 0ºC &
boiling point ≤ 35ºC)
4
(d) Explosiveness
Dalam metode ISI mudah meledak dianggap sifat kimia yang tidak
langsung sama dengan bahaya saat ledakan proses. Subindex dari mudah meldak
menggambarkan kecenderungan gas untuk membentuk campuran yang mudah
meledak dengan udara. Subindek mudah meledak ditentukan oleh perbedaan antara
atas dan batas ledakan dari suatu zat. Kisaran batas explosiveness dibagi menjadi
empat langkah. Nilai-nilai subindex ditunjukkan pada Tabel 2.14.
21
Tabel 2.14 Indikasi Explosiveness IEX
Explosiveness (UEL-LEL) vol% Score
Non explosive 0
0 – 20 1
20 – 45 2
45 – 70 3
70 – 100 4
(e) Toxic
Bahaya kesehatan yang disebabkan oleh bahan kimia yang diwakili oleh
subindex Toxic (ITOX). ISI memberikan evaluasi paparan racun didasarkan pada
Nilai Ambang Batas (NAB) karena data TLV sudah tersedia untuk sebagian besar
zat dalam industri proses. Nilai TLV mengungkapkan batas paparan berbahaya zat
dalam waktu ambang 8 jam. Nilai indeks lebih tinggi, ketika TLV lebih rendah yaitu
zat yang lebih beracun.
Tabel 2.15 Indikasi Toxic ITOX
Toxic limit (ppm) Score
TLV > 10000 0
TLV ≤ 10000 1
TLV ≤ 1000 2
TLV ≤ 100 3
TLV ≤ 10 4
TLV ≤ 1 5
TLV ≤ 0.1 6
(f) Korosi
Yang termasuk bahan korosif misalnya asam, asam hidrida, dan alkali.
Bahan ini sering menimbulkan korosi pipa, kapal dan peralatan proses lainnya, yang
dapat mengakibatkan hilangnya penahanan dan api berikutnya, ledakan atau rilis
beracun. Bahaya dari kebocoran tergantung pada sifat dari cairan. Beberapa korosif
cairan yang mudah menguap, mudah terbakar dan beracun, beberapa bereaksi
22
dengan uap air. Asam kuat dan alkali akan menyebabkan luka bakar dan kerusakan
mata untuk personil.
Korosi bisaanya diukur sebagai tingkat korosi mm. Materi yang dipilih
sehingga penyisihan korosi tidak terlampaui selama waktu hidup peralatan. Namun
laju korosi tidak selalu diketahui selama pradesain tersebut. Karena kebutuhan
bahan yang lebih baik paling sering menunjukkan kondisi yang lebih korosif,
klasifikasi berdasarkan jenis bahan konstruksi dapat dibenarkan. Dalam Inherent
Indeks Keselamatan korosi ditentukan atas dasar bahan bangunan yang diperlukan
Tabel 2.16.
Tabel 2.16 Indikasi Korosi ICOR
Construction Material Required Score
Carbon Steel 1
Stainless Steel 2
Better maretial needed 3
(g) Inventori
Perhitungan yang tepat dari persediaan bahan produksi sulit saat tahap
desain konseptual, karena ukuran peralatan bisaanya tidak diketahui. Namun
diketahui dari kapasitas desain proses. Karena itu praktis untuk mendasarkan
estimasi persediaan pada arus massa dan diperkirakan juga waktu tinggal.
Akibatnya persediaan yang telah dimasukkan ke ISI sebagai aliran massa dalam
peralatan ISBL termasuk mendaur ulang dengan nominal satu jam
Waktu tinggal untuk setiap kapal proses (misalnya reaktor, kolom distilasi dll).
Untuk tangki penyimpanan yang besar ukuran harus diperkirakan. Total persediaan
adalah jumlah dari persediaan semua kapal proses.
Untuk OSBL ukuran tangki bisaanya tidak diketahui dalam desain
konseptual, yang berarti bahwa persediaan OSBL tidak dapat dengan mudah
dihitung. OSBL persediaan tidak hanya tergantung pada jenis proses ISBL tetapi
juga lokal kondisi, logistik dll seperti pada Tabel 2.17.
23
Tabel 2.17 Indikasi Inventory II
Inventory Score
ISBL OSBL
0 – 1 t 0 – 10 t 0
1 – 10 t 10 – 100 t 1
10 – 50 t 100 – 500 t 2
50 – 200 t 500 – 2000 t 3
200 – 500 t 2000 – 5000 t 4
500 – 1000 t 5000 – 10000 t 5
(h) Temperatur
Suhu proses untuk ISI ditentukan saat suhu maksimum di area proses. Ini
sesuai karena dalam tahap awal desain proses sudah diperkirakan suhu dan tekanan
yang tersedia. Karena bahaya di kisaran suhu rendah meningkat. Ketika ada banyak
tingkat suhu di area proses yang diteliti, nilai suhu sub indeks tertinggi diterapkan
seperti Tabel 2.18.
Tabel 2.18 Indikasi Temperatur IT
Process Temperatur Score
< 0ºC 1
0 – 70ºC 0
70 - 150ºC 1
150 - 300ºC 2
300 - 600ºC 3
> 600ºC 4
(i) Pressure
Tekanan merupakan indikator energi potensial yang mempengaruhi
tingkat kebocoran. Tekanan yang lebih tinggi juga akan tiimbul. Kebocoran pada
peralatan vakum dapat menyebabkan inlet udara dan ledakan. Dalam ISI tekanan
proses ditentukan atas dasar dari tekanan maksimum di area proses pada operasi
normal. Batas tekanan pada Tabel 2.19 didasarkan pada Dow (Dow, 1987).
24
Tabel 2.19 Indikasi Pressure IP
Process Pressure Score
0,5 – 5 bar 0
0 – 0,5 or 5 – 25 bar 1
25 – 50 bar 2
50 – 200 bar 3
100 – 1000 bar 4
Rumusan mencari nilai ISI dengan menggunakan persamaan dibawah ini:
IISI = ICI + IPI (2.1)
ICI = (IRM + IRS + IINT + IFL+ IEX + ITOX + ICOR)MAX (2.2)
IPI = II + (IT+ IP + IEQ + IST)MAX (2.3)
The Inherent Safety Index (IISI) merupakan penjumlahan dari Chemical
Inherent Safety Index (ICI) dan Process Inherent Safety Index (IPI) seperti yang
ditunjukkan pada persamaan 2.1. Perhitungan ICI diperoleh dari persamaan 2.2
bersadarkan parameter faktor kimia. Begitu pula IPI didapat seperti persamaan 2.3
berdasarkan parameter proses.
2.3.5 i-Safe Index
I-Safe Indek dikembangkan oleh Palaniappan (2002) membandingkan rute
proses dengan menggunakan nilai-nilai subindeks yang diambil dari ISI dan PIIS.
Selain itu, menggunakan NFPA untuk menentukan nilai reaktivitas bahan kimia.
Untuk menghitung indek dari i-safe dengan menghitung tiap-tiap reaksi diantaranya
Overall Safety Index (OSI), Includes Individual Chemical Index ICI, Individual
Reaction Index (IRI) dan Total Reaction Index (TRI).
ICI adalah terkait dengan sifat bahan yang terlibat dalam rute dan
merupakan indikasi sifat berbahaya dari bahan kimia yang digunakan dalam reaksi.
Toksisitas didasarkan pada nilai ambang batas, mudah terbakar pada titik nyala dan
titik didih, dan indeks meledak-ledak pada Perbedaan antara batas ledakan untuk
material. Perbedaan dengan ISI dan PIIS, ini termasuk reaktivitas sebagai ukuran
stabilitas.
𝐼𝐶𝐼 = 𝑁𝑓 + 𝑁𝑡 + 𝑁𝑒 + 𝑁𝑟 (2.4)
25
Dimana : Flammability (Nf)
Toxicity (Nt)
Explosiveness (Ne)
Reactivity rating (Nr)
Selanjutnya Overall Chemical Index (OCI) untuk reaksi utama adalah sama dengan
maksimum ICI untuk semua bahan kimia terlibat dalam reaksi.
𝑂𝐶𝐼 = max(𝐼𝐶𝐼) (2.5)
IRI dihitung sebagai penjumlahan dari parameter indek suhu (Rt), tekanan
(Rp), hasil (Ry) dan panas reaksi (Rh), sama dengan skor proses PIIS ditambah
panas reaksi.
𝐼𝑅𝐼 = 𝑅𝑃 + 𝑅𝑡 + 𝑅𝑌 + 𝑅ℎ (2.6)
Selanjutnya Overall Reaction Index (ORI) untuk reaksi utama adalah sama dengan
maksimum IRI untuk semua bahan kimia terlibat dalam reaksi.
𝑂𝑅𝐼 = max(𝐼𝑅𝐼) (2.7)
Hazardous Chemical Index (HCI) adalah maksimum dari ICI dari semua
bahan kimia dalam proses. Demikian pula, Hazardous Reaction Index (HRI) adalah
maksimum dari IRI dari semua reaksi utama dalam proses.
𝐻𝐶𝐼 = max(𝐼𝐶𝐼) (2.8)
𝐻𝑅𝐼 = max(𝐼𝑅𝐼) (2.9)
𝑂𝑆𝐼 = ∑(𝑂𝐶𝐼 + 𝑂𝑅𝐼) (2.10)
Overall Safety Index (OSI) adalah jumlah dari ORI dan penjumlahan dari
OCI untuk setiap reaksi utama dalam rute proses. OCI merupakan sifat berbahaya
dari rute bahan kimia yang berbeda memiliki tingkat toksisitas, mudah terbakar,
reaktivitas, atau bahan mudah meledak. Sebagai contoh dengan
mempertimbangkan rute bahan kimia beracun (A) dan bahan kimia mudah terbakar
(B). Rute ini akan dinilai berdasarkan pada tingkat nilai A atau B tetapi tidak baik
dan akan mengakibatkan bahaya dari proses. Untuk memperhitungkan situasi ini
dikenal Worst Chemical Index (WCI), yang merupakan penjumlahan dari nilai
maksimum mudah terbakar, toksisitas, reaktivitas, dan meledak-ledak subindices
semua bahan yang terlibat dalam langkah reaksi.
𝑊𝐶𝐼 = max(𝑁𝑓) + max(𝑁𝑡) + max(𝑁𝑒) + max(𝑁𝑟) (2.11)
26
Sama dengan WCI cara menghitung Worst Reaction Index (WRI) dengan
menjumlahkan nilai maksimum parameter indek suhu, tekanan, hasil dan panas
reaksi.
𝑊𝑅𝐼 = max(𝑅𝑃) + max(𝑅𝑡) + max(𝑅𝑌) + max(𝑅ℎ) (2.12)
𝑇𝐶𝐼 = ∑ ICI (2.13)
Untuk proses yang melibatkan hanya satu reaksi utama, nilai-nilai IRI,
HRI, dan WRI akan sama. Total Chemical Index (TCI) adalah ukuran dari jumlah
bahan kimia berbahaya yang terlibat dalam rute. Itu adalah rute dengan hanya satu
kimia sangat beracun aman dibandingkan dengan rute lain dengan beberapa
beracun seperti bahan kimia. Perlu dicatat bahwa WCI dan TCI dihitung untuk
semua bahan kimia dalam rute proses. OSI bersama dengan tiga indeks tambahan
yang digunakan untuk menentukan peringkatan rute proses sebagai berikut. Ketiga
indeks tambahan adalah subjektif, kita memiliki tertimbang TCI, WRI, dan WCI
dalam urutan itu.
2.3.6 Integrasi Inherent Safety Index (I2SI)
Metode I2SI memiliki dua subindek utama kerangka konsep yaitu indek
bahaya (HI) dan indek potensi keselamatan melekat (ISPI). Indek Bahaya (HI)
tersebut sebagai ukuran atau potensi kerusakan dari proses setelah
memperhitungkan dan bahaya setiap langkah-langkah pengendalian. Indeks Potensi
keselamatan melekat (ISPI) merupakan penerapan prinsip-prinsip keselamatan
yang melekat saat proses produksi (Khan, 2004).
𝐼2𝑆𝐼 =𝐼𝑆𝑃𝐼
𝐻𝐼 (2.14)
HI dan ISPI untuk setiap opsi yang dikombinasikan untuk menghasilkan
nilai indeks terintegrasi. HI dan ISPI untuk setiap parameter yang dikombinasikan
untuk menghasilkan nilai indeks terintegrasi seperti yang ditunjukkan pada
persamaan 2.4. Dari setiap subindek masih mempunyai parameter-parameter.
1. Hazard Index (HI)
HI terdiri dari dua sub-indek: indeks kerusakan (DI) dan indeks proses dan
bahaya control (PHCI). Indeks kerusakan mempunyai empat fungsi parameter
penting yaitu kebakaran dan ledakan, tingkat toksisitas yang tinggi, toksisitas
kronis, dan kerusakan lingkungan. DI dihitung untuk masing-masing parameter ini
27
menggunakan kurva pada gambar 2.5-2.7 dan gambar 2.8-2.10, yang secara efektif
dengan skala 0-100.
Gambar 2.5 Grafik Indeks Kerusakan Akibat Kebakaran dan Ledakan
(Khan, 2004)
Kurva pada Gambar 2.5 digunakan untuk menghitung parameter indek
kerusakan akibat kebakaran dan ledakan. Berdasarkan klasifikasi yang telah
ditentukan setiap parameternya.
28
Gambar 2.6 Grafik Indeks Kerusakan Akibat Keracunan yang Akut (Khan,
2004)
Kurva pada Gambar 2.6 digunakan untuk menghitung parameter indek
kerusakan akibat keracunan yang akut dimana tingkat bahaya dalam kategori
sedang. Tingkat kerusakan bahaya karena keracunan dibagi menjadi dua golongan
akut dan kronis seperti Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Grafik Indeks Kerusakan Akibat Keracunan yang Kronis
(Khan, 2004)
29
Kurva pada gambar 2.7 digunakan untuk menghitung parameter indek
kerusakan akibat keracunan yang kronis dimana tingkat bahaya dalam kategori
tinggi. Sedangkan gambar 2.8-2.10 dikembangkan untuk skenario kebakaran,
ledakan keracunan dan dispersi untuk sangat parah atau sangat penting. Cara untuk
mendapatkan nilai DI, akar-akar kerusakan perlu diketahui. Kerusakan kebakaran,
ledakan, dan keracunan dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan SWeHI.
Pendekatan SWeHI melibatkan tiga langkah utama (Khan dan dkk, 2001):
a. Kuantifikasi faktor inti (faktor energi kasus kebakaran dan bahaya ledakan
dan "G faktor" dalam kasus bahaya beracun) sesuai dengan proses unit
yaitu, reaksi dan penyimpanan,
b. Faktor eksternal seperti kondisi operasi dan parameter lingkungan,
c. Estimasi kerusakan menggunakan faktor inti dan Faktor ekternal.
DI juga memperhitungan kerusakan lingkungan dapat dilihat pada gambar
2.8 - 2.10. Indeks kerusakan lingkungan ditandai dengan dampak penurunan
kualitas udara, air, dan tanah.Ini dapat dilihat pada gambar 2.8-2.10 untuk setiap
lingkungan. Dampak kerusakan lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu A, B dan C. Klasifikasi ini dilakukan untuk menjelaskan karakteristik kimia
sesuai dengan NFPA untuk kategori beracun, korosif dan bahan kimia reaktif.
Tingkatan kalsifikasi NFPA dibagi menjadi :
a. A bernilai kurang dari 2
b. B bernilai 2 dan 3
c. C bernilai 4
30
Gambar 2.8 Grafik Indeks Kerusakan untuk Polusi Udara (Khan, 2004)
Gambar 2.8 grafik ini dikembangkan untuk skenario kebakaran, ledakan
keracunan dan dispersi untuk sangat parah atau sangat penting. Untuk Gambar 2.8
untuk menghitung indek kerusakan penccemaran lingkungan yaitu polusi udara.
Gambar 2.9 Grafik Indeks Kerusakan untuk Polusi Air (Khan, 2004)
31
Sedangkan Gambar 2.9 untuk menghitung kerusakan lingkungan dengan
parameter kerusakan untuk polusi air. Dampak kerusakan lingkungan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu A, B dan C.
Gambar 2.10 Grafik Indeks Kerusakan untuk Polusi Tanah (Khan, 2004)
Sedangkan Gambar 2.10 untuk menghitung kerusakan lingkungan dengan
parameter kerusakan untuk polusi tanah. Dampak kerusakan lingkungan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu A, B dan C. Subindek satunya adalah PHCI
dihitung dengan menambahkan saat proses berlangsung dan control yang akan
dilakukan jika terjadi bahaya. Kerangka konseptual perhitungan PHCI dihitung
berdasarkan subyektif pada skala yang disepakati bersama di antara para ahli
keselamatan proses. Indeks berkisar dari 1 sampai 10 untuk setiap pengaturan
kontrol dan dihitung berdasarkan kebutuhan pengaturan kontrol untuk
mempertahankan tingkat operasi yang aman. Kebutuhan ini dibagi menjadi
sembilan kelompok seperti yang tercantum pada Tabel 2.20.
32
Tabel 2.20 Pedoman Untuk Kebutuhan Pengaturan Kontrol
Diskripsi Tingkat Kebutuhan
Essential 10
Very important 9
Important 8
Not greatly important but required 7
Required 6
Requirement is moderate 5
Good if available 4
Requirement does not affect process 3
Not required 1-2
Sumber : Khan, 2004
Untuk setiap sistem kontrol yang diberikan, berdasarkan tingkat kebutuhan
dari Tabel 2.4. Proses ini diulang untuk semua sistem kontrol. PHCI terdiri dari 10
sistem kontrol yang berbeda kemudian digabungkan. Untuk menghitung HI dengan
menggunakan persamaan 2.7
𝐻𝐼 =𝐷𝐼
𝑃𝐻𝐶𝐼 (2.15)
2. ISPI
Sama dengan penjelasan mengenai HI. ISPI terdiri dari dua subindek:
index safety inherent (ISI) dan PHCI. Untuk mengukur ISPI, langkah pertama
adalah untuk menghitung ISI. ISI perhitungan mengikuti prosedur yang sama
seperti studi HAZOP. Berdasarkan tingkat penerapan dan kemampuan untuk
mengurangi bahaya, nilai indeks dihitung untuk setiap guideword. Terdapat tiga
parameter utama yang diidentifikasi sebagai mengontrol proses:
a. Suhu,
b. Tekanan, dan
c. Toksisitas / korosif dari bahan kimia.
Indeks ini dihitung berdasarkan nilai subyektif pada skala yang disepakati
bersama di antara para ahli keselamatan proses. Indeks berkisar dari 1 sampai 10
untuk setiap pengaturan kontrol dan dihitung berdasarkan kebutuhan pengaturan
33
kontrol ini dalam mempertahankan operasi yang aman. Proses ini diulang untuk
semua sistem control yang telah diidentifikasi. ISPI dihitung dengan cara yang
sama ke HI dengan membagi ISI dengan PHCI seperti yang ditunjukkan pada
persamaan 2.8.
𝐼𝑆𝑃𝐼 =𝐼𝑆𝐼
𝑃𝐻𝐶𝐼 (2.16)
2.3.7 Metode lain yang digunakan
Banyak metode yang lebih spesifik digunakan sebagai dasar perhitungan
berdasarkan parameter yang lebih spesifik. Seperti yang dikemukaan Dr. Azmi Bin
Mohd Shariff untuk menilai tingkat keamanan suatu bahan atau material yang
mempunyai sifat kimia dilakukan beberapa cara. Ada beberapa metode yang telah
dikembangkan :
1. Process Route Index (PRI)
Metode ini dikembangkan pada tahun 2009 terfokus pada sifat bahan
kimia yang mudah meledak (explosiveness). Untuk perhitungan PRI ini dengan
mengacu pada hasil yang pernah dilakukan peneliti sebelumnya dan ditambahkan
dengan menggunakan simulator HYSYS (Leong, C.T. dan Mohd Shariff, 2009).
2. Toxic Release Consequence Analysis Tool (TORCAT)
Metode ini dikembangkan pada tahun 2010 terfokus pada sifat bahan
kimia yang mempunyai tingkat toxicity (Mohd Shariff, 2010).
3. Process Steam Index (PSI)
Metode ini dikembangkan pada tahun 2012. Penilaian metode PSI melihat
proses panas dan bersangkutan dengan panas. Perhitungan Indeks
mempertimbangkan salah satu komponen (komponen individu). Pentingnya
kontribusi komponen individu dalam keamanan inheren tingkat kuantifikasi dapat
diilustrasikan dengan contoh menggunakan aliran memiliki komposisi mudah
meledak-ledak. Dengan demikian, untuk keamanan ini dapat dihitung berdasarkan
perbedaan batas LFL dan UFL dari masing-masing komponen (Mohd Shariff,
2012).
34
4. Inherent Fire Consequence Estimation Tool (IFCET)
Metode ini dikembangkan pada tahun 2013 dan terfokus pada sifat bahan
kimia yang mudah terbakar (Flammability). Konsep perhitungan dengan metode ini
yang pertama kali dilakukan dengan mengkondisi suatu proses. Selanjutnya
menghitung konsekuensi model dengan inputan dari hole diameter, number of
population dan diameter of bund. Selain dengan dari ketiga inputan tersebut metode
ini juga memperhitungkan Flammability mass, parameter for pool fire model dan
konsekuansi yang akan timbul (Mohd Shariff dan Abdul Wahab, 2013).
2.4 Penilaian Integrasi Keamanan
Penilaian tingkat keamanan ini menggunakan penilaian secara kuantitatif.
Penilaian ini akan mudahkan untuk mengetahui tingkat keamanan dengan cepat dan
untuk pengambilan tindakan pencegahan. Penilaian dengan menggunakan ranking
ini merupakan penilaian yang paling sering digunakan. Cara menilainya dengan
mengasumsikan peringkat dari setiap parameter. Dimana nilai terendah kan
diberikan peringkat dengan urutan 1 dan begitu selanjutnya (Howell, 1992). Contoh
penilaiannya seperti dibawah ini,
[5, 8, 8, 12, 12, 12, 15, 20, 22]
𝑇𝑖𝑒𝑑 =𝑅𝑎𝑛𝑘𝑖𝑛𝑔𝐷𝑎𝑡𝑎
𝑛 (2.17)
n adalah banyaknya nilai yang sama
X = 5, 8, 8, 12, 12, 12, 15, 20, 22
Rank = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Dimana nilai 5 diberikan penilaian dengan peringkat 1, nilai 8 terdapat dua maka
penilaian dengan cara memberikan peringkat 2 dan 3. Selanjutnya peringkat dengan
nilai yang sama dijumlah dan dibagi dengan banyaknya nilai yang sama. Hasil
penilaian berdasarkan peringkat adalah sebagai berikut,
X = 5 8 8 12 12 12 15 20 22
Rank = 1 2,5 2,5 5 5 5 7 8 9
35
Penilaian selanjutnya dengan integrasi dari keseluruhan proses digunakan
untuk mengambil suatu kesimpulan dan penilaian proses mana yang paling aman
(safe).
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑔𝑟𝑎𝑠𝑖 =ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑝𝑒𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑎𝑛
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑢𝑎𝑛𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝𝑚𝑒𝑡𝑜𝑑𝑒 (2.18)
43
BAB 3
METODA PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian
Tahapan pengerjaan penelitian ini dengan cara menggabungkan beberapa
metode yang telah dipublikasikan oleh peneliti terdahulu. Kemudian dilakukan
penelitian dengan metode integrasi yang akan dilakukan pada penilitian ini.
Penelitian ini diambil dari studi kasus pembuatan Methyl Methacrylate (MMA) di
pabrik kimia. Tujuan dari penelitian ini untuk mencari langkah dan tingkat
keamanan setiap proses produksi serta penilian keamanan ini dapat digunakan
untuk semua pabrik kimia.
3.2 Identifikasi
Identifikasi penilitian ini meliputi: bahan kimia yang digunakan, kondisi
operasi, inventori dan PFD (peralatan yang digunakan). Dari identifikasi ini yang
akan dihitung adalah faktor yang terdapat pada tabel 2.1. Faktor-faktor tersebut
dibagi menjadi dua parameter utama keamanan bahan dan keamanan proses.
3.3 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari studi literatur kemudian diolah dengan
menggunakan metoda yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Terdapat tiga
parameter utama dalam penelitian ini. Ketiga parameter tersebut adalah keamanan
bahan kimia (material), peralatan yang digunakan saat proses (inventaris) dan
kondisi keamanan saat dilakukan proses produksi. Dari ketiga parameter utama
masih dikelompokkan lagi dengan beberapa parameter tambahan. Dengan melihat
PFD yang diambil dari buku Petrochemical Process (Chauvel dan Lefebvre,1989).
Keamanan bahan kimia dibagi menjadi: tingkat mudah terbakar, meledak,
bahan yang mengandung racun dan bahan kimia mudah bereaksi. Sedangkan untuk
keamanan proses produksi terbagi menjadi: temperatur, tekanan dan produk
samping. Kedua parameter juga dinilai bedasarkan tingkat keamanan peralatan
diantaranya: reaktor, kolom dan penukar panas. Dari data-data yang telah
terkumpul kemudian dilakukan analisa dan perhitungan berdasarkan studi kasus
44
Start
Pengolahan data dengan menggunakan
metode yang telah dilakukan peneliti
terdahulu berdasarkan jurnal
Validasi dengan
membandingkan hasil
penelitian metode baru
Kesimpulan
Menghitung tingkat keamanan setiap langkah
pembuatan MMA dengan metode baru
Analisa tingkat keamanan tiap langkah
dengan standarisasi metode baru dengan
metode terdahulu
Identifikasi:
- Bahan kimia dan Peralatan
- Kondisi Proses
yang telah ditetapkan dengan menggunakan metode baru. Alur penelitian ini seperti
yang terlihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Alur Tahapan Penelitian
Sesuai
Tidak
45
3.4 Menghitung Tingkat Keamanan dengan ISV (Index Safety Value)
Menghitung tingkat keamanan dengan ISV yaitu menggunakan dua
parameter utama. Cara menghitung parameter dilihat dari beberapa faktor yang
tertera pada tabel 2.1. Faktor atau parameter yang digunakan dalam penelitian ini
adalah paramater keamanan proses, keamanan kimia berdasarkan penilaian setiap
peralatan yang digunakan saat proses pembuatan MMA. Perhitungan metode baru
dinilai dengan beberapa tahap;
3.4.1 Penentuan Parameter
Parameter utama yang digunakan untuk penilaian ini adalah kondisi
keamanan saat proses dan keamanan bahan kimianya. Parameter dihitung
berdasarkan setiap alat yang dilewati saat proses pembuatan MMA berdasarkan
PFD (Chauvel dan Lefebvre, 1998). Parameter peralatan yang mempunyai
kontribusi terjadinya ketidak amanan adalah reaktor, alat penukar panas, kolom.
Perhitungan untuk memperoleh Index Safety Value (ISV) persamaan 3.1
ISV = IVC + IVP (3.1)
Dimana Index Safety Value (ISV) adalah total dari keleluruhan nilai
ketidak amanan, Inherent Value Chemical (IVC) adalah parameter keamanan
berdasarkan jenis bahan kimia. Inherent Value Process (IVP) adalah keamanan
dilihat dari saat kondisi operasi.
3.4.2 Perhitungan dengan Metode Index Safety Value
Parameter dibagi menjadi dua parameter utama yang terdiri dari IVC dan
IVP. Setiap parameter mempunyai sub parameter-parameter dengan rumusan
sebagai sebagai berikut,
IVC = VFL + VEXP + VTOX + VREAC (3.2)
IVP = VT + VP + VHR + VI (3.3)
46
Dimana :
Flammability VFL Temperatur VT
Explosiveness VEXP Tekanan VP
Toxicity VTOX Heat Reaction VHR
Reactivity VREAC Inventori VI
3.4.3 Penilianan dengan Integrasi
Penilaian Integrasi adalah penilaian secara total dengan menggunakan
persamaan 3.1. selanjutnya dilakukan standarisasi dengan menggunakan tied data
berdasarkan statistik persamaan 2.17 (Howell, 1992). Tied data ini untuk
mengintegrasikan data yang didapat bisa diketahui pakah penilian sudah benar atau
tidak. Karena hasil hari integrase ini akan dibandingkan dengan hasil data dari
metode sebelumnya (PIIS, ISI dan NuDIST).
3.5 Analisa Tingkat Keamanan Tiap Langkah dengan Standarisasi
Analisa tingkat keamanan untuk mengetahui bahaya pada suatu proses
produksi yang diusulkan pada tabel 3.1. Tabel ini untuk menilai tingkat bahaya saat
kondisi proses produksi suatu pabrik. Setiap proses produksi suatu pabrik tersebut
terdapat beberapa langkah produksi. Langkah-langkah dalam proses produksi
tersebut diantaranya persiapan, reaksi, pemisahan dan pemurnian. Tabel 3.1 untuk
mempermudah menentukan tingkat potensi terjadinya suatu kegagalan.
Tabel 3.1 Karakteristik Penilaian Tingkat Bahaya
Tingkat Bahaya Indek
Severe 0,751 – 1
Heavy 0,501 – 0,75
Moderate 0,251 – 0,5
Light 0 – 0,25
Dimana nilai dari tabel tersebut jika mendekati satu (x mendekati 1) maka
parameter sangat berkaitan yang menyebabkan insiden. Sedangkan jika nilai
korelasi mendekati nol (x mendekati 0) maka parameter tersebut tidak terlalu
berkaitan. Untuk itu dapat diperkirakan area atau langkah mana yang akan
47
diprioritaskan terlebih dahulu agar dapat mengurangi ketidak amanan. Jadi setiap
proses produksi dalam satu pabrik dapat dikatakan mempunyai rentangan indek.
3.6 Validasi Penilaian Keamanan dengan Metode Baru
Validasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa akuratnya perhitungan
yang telah dilakukan. Cara memvalidasi metode baru ini dengan membandingkan
hasil metode baru (ISV) dengan metode-metode sebelumnya. Apakah sudah sesuai
dengan hasil dari metode-metode terdahulu. Harapannya Metode ini dapat dengan
mudah dilakukan dan penerapannnya. Tambahan studi kasus untuk memvalidasi
metode baru adalah proses MMA dan Ammonia (NH3).
48
(HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)
49
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Cara penilaian keamanan dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai
metode yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Fokus penelitian ini
adalah proses produksi MMA dalam suatu pabrik. Penilaian dilakukan untuk
melihat seberapa besar bahaya yang ditimbulkan jika terjadi suatu kecelakaan.
Penilaian diambil berdasarkan blok diagram Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Diagram Blok MMA dengan ACH
4.1 Perhitungan Penentuan Parameter
Parameter utama yang digunakan untuk penilaian ini adalah kondisi
keamanan saat proses dan keamanan bahan kimianya. Parameter peralatan yang
mempunyai kontribusi terjadinya ketidakamanan adalah reaktor, Heat Transfers
(Boiler), kolom destilasi. Dalam studi kasus penelitian ini yang diambil adalah
proses produksi MMA dengan ACH. Study kasus ini akan terbagi menjadi empat
langkah di dalam proses pembuatan MMA yaitu : Reaksi dengan senyawa Amonia,
Metana dan oksigen, HCN dan Aceton, ACH dan Sulfuric Acid dan
HMPA/HMPASE dan Metanol.
50
4.1.1. Produksi HCN (Hydrogen Cyanida)
Gambar 4.2 merupakan langkah pertama dalam pembuatan MMA dengan
menggunakan ACH adalah dengan menghasilkan senyawa HCN (Hydrogen
Cyanida). Dimana larutan terbut terbentuk saat adanya reaksi sebagai berikut, dan
hidrogen sianida yang dihasilkan oleh proses Andrussow.
1
E-671
E-689
E-676E-675
2
E-682
3
4 5 6
E-685
7
E-686
E-684
E-687
NH3
gases
E-674
to flare
E-672
HCN
E-679
CH4
Acidic Effluentair
Acidic Effluent
Gambar 4.2 PFD Produksi HCN (Hydrogen Cyanida)
Reaksi yang terjadi di reaktor adalah methana, amonia dan udara yang
mengahsilkan hydrogen sianida.
NH3 + CH3 + O2 HCN
Penentuan parameter dilihat dari setiap peralatan yang digunakan, seperti Tabel 4.1
dibawah ini.
Tabel 4.1 Penentuan Parameter Keamanan Kimia Langkah Pertama (Sumber
: Material Safety Data Sheet)
Senyawa Chemical
Flammability Explosiveness Toxicity Reaktivity
Absorpsi Amonia - 13 25 0
Stripping Amonia - 13 25 0
Heat Transfer
(Boiler) Amonia - 13 25 0
Direct
Quenching
Amonia
Methana 76 23 25 0
Desoprsion
dari HCN
Amonia
Methana
Air
76 23 25 0
Absopsi HCN -17,7 34,4 10 2
HCN
Desoprsion HCN -17,7 34,4 10 2
51
4.1.2. Produksi ACH (Acetone Cyanohydrin)
Gambar 4.3 PFD Produksi ACH (Acetone Cyanohydrin)
Gambar 4.3 ini merupakan hasil dari hidrogen sianida kemudian direaksikan
dengan acetone menghasilkan acetone cyanohydrin (ACH). Melalui proses
neutralization dan selanjutnya persiapan untuk persiapan langkah ketiga akan
ditambhakan ammonium bisulfat. Penentuan parameter dilihat dari setiap peralatan
yang digunakan, seperti Tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Penentuan Parameter Keamanan Kimia Langkah Kedua (Sumber :
Material safety Data Sheet)
Senyawa Chemical
Flammability Explosiveness Toxicity Reaktivity
Reaktor E-52 HCN
Aceton -17,7 44,6 760 2
Reaktor E-50 ACH -63,8 9,8 10 2
Vakum
Destilasi
ACH
Asam
Sulfat
-63,8 9,8 10 2
46
4.1.3. Hasil Produksi HMPA/HMPSE
Gambar 4.4 PFD Langkah Ketiga Hasil HMPA/HMPSE
37
Langkah ketiga ini adalah hasil dari ACH ditambahkan asam sulfat dan
dipanaskan untuk menghasilkan metakrilamida. Penentuan parameter dilihat dari
setiap peralatan yang digunakan, seperti Tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3 Penentuan Parameter Keamanan Kimia Langkah Ketiga (Sumber : Material
Safety Data Sheet)
Senyawa Chemical
Flammability Explosiveness Toxicity Reaktivity
Reaktor E-78 CUSO4
Asam Sulfat -17,7 44,6 10 2
Reaktor E-79 ACH
Asam Sulfat -63,8 9,8 10 2
Reaktor E-82 Methacrylamide
Sulfate - - - -
Reaktor E-85
Methanol
Methacrylamide
Sulfate
12,2 30,5 200 0
Reaktor E-87
Methanol
Methacrylamide
Sulfate
12,2 30,5 200 0
Heteroazeotropic
distillation
Methanol
Methacrylamide
Sulfate
12,2 30,5 200 0
4.1.4. Produksi MMA (Methyl Methacrilate)
Gambar 4.5 PFD Langkah Keempat Hasil MMA
Langkah terakhir adalah metakrilamida dengan metanol untuk
menghasilkan MMA. Penentuan parameter dilihat dari setiap peralatan yang
digunakan, seperti Tabel 4.4 dibawah ini.
38
Tabel 4.4 Penentuan Parameter Keamanan Kimia Langkah Keempat (Sumber :
Material Safety Data Sheet)
Senyawa Chemical
Flammability Explosiveness Toxicity Reaktivity
Reaktor
E-105
Methanol
Methacrylamide
Sulfate
12,2 30,5 200 0
Reaktor
E-106
MMA
10 10,4 100 2
MMA
Purifikasi
MMA
10 10,4 100 2
4.2 Penilaian dengan Integrasi
Penilaian dengan ISV ini terbagi menjadi dua parameter utama. Inherent
Value Chemical (IVC) dan Inherent Value Process (IVP). Penilaian ini dilakukan
perhitungan dengan persamaan 3.2 dan 3.3 sesuai dengan Tabel 4.5. Tabel 4.5
merupakan penjumlahan sesuai dengan tabel penentuan parameter setiap langkah
proses produksi.
Tabel 4.5 Perhitungan dengan Metode ISV
Inherent Value Chemical Inherent Value Process
VFL VEXP VTOX VREAC VT VP VHR VI
Produksi HCN 116,6 153,8 145 4 1200 3,4 -3757 64
Produksi ACH -145,3 64,2 780 6 38 1 -458 91
Hasil HMPA/HMPSE -44,9 145,9 620 4 150 7 Small 98
Produksi MMA 32,2 51,3 400 4 130 7 Small 198
Kemudian dilakukan integrasi dengan tied data statistik berdasarkan
persamaan 2.17. Hasil nilai tersebut seperti pada Tabel 4.6.
39
Tabel 4.6 Perhitungan Integrasi dengan Tied Data Statistik
Chemical Process
VFL VEXP VTOX VREAC VT VP VHR VI
Produksi HCN 4 4 1 2 4 3 4 1
Produksi ACH 1 2 4 4 1 4 3 2
Hasil HMPA/HMPSE 2 3 3 2 3 1,5 1.5 3
Produksi MMA 3 1 2 2 2 1,5 1.5 4
Tabel 4.7 merupakan tabel untuk melihat berapa nilai ISV yang diperoleh
dari tiap-tiap langkah proses produksi MMA sesuai dengan persamaan 3.1.
Perhitungan metode ISV dihitung setelah dihitung dengan integrasi sesuai dengan
Tabel 4.6.
Tabel 4.7 Perhitungan Total Metode ISV
IVC IVP ISV
Produksi HCN 11 12 23
Produksi ACH 11 10 21
Hasil
HMPA/HMPSE
10 7,5 17,5
Produksi MMA 8 7,5 15,5
Berdasarkan penilaian keamanan terlihat pada Tabel 4.8 terlihat tingkat
bahaya yang paling berbahaya adalah saat proces pembuatan MMA dengan ACH
di langkah pertama. Dengan karakteristik penilaian tingkat bahaya Moderate.
Tabel 4.8 Hasil Karakteristik Penilaian Tingkat Bahaya
Langkah Indek Karakteristik
Produksi HCN 0.2987 Moderate
Produksi ACH 0.2727 Moderate
Hasil HMPA/HMPSE 0.2273 Light
Produksi MMA 0.2013 Light
40
Penilian Tabel 4.8 merupakan penilaian karakteristik dengan integrasi.
Kenyataannya, langkah pertama jika dinilai tanpa menggunakan integrasi nilai
indek sebesar 0,515 dengan karakteristiknya ‘Heavy’.
4.3 Analisa Tingkat Keamanan dengan Standarisasi
Tingkat analisa untuk mengetahui tingkat keamanan bahaya pada suatu
proses produksi diusulkan pada Tabel 3.1. Untuk menilai dengan Standarisasi akan
dibandingkan dengan beberapa metode terdahulu seperti Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Penelitian dengan Metode Terdahulu
Route Metode
PIIS ISI NuDITS ISV (propose)
Langkah 1 27 25 423,13 23
Langkah 2 16 21 382,12 21
Langkah 3 9 21 416,22 17,5
Langkah 4 12 19 403,47 15,5
Perbandingan ini diambil dengan parameter yang sama. Hasil dari standarisasi
terdapat pada Tabel 4.10. Dari hasil standarisasi diketahui karakteristik tingkat
bahaya setiap langkah produksi dalam satu pabrik.
Tabel 4.10 Perbandingan Hasil Penilaian dengan Metode Terdahulu
Berdasarkan Karakteristik Penilaian Tingkat Bahaya
Route Metode
PIIS ISI NuDITS ISV (propose)
Langkah 1 0,422 0,291 0,260 0.299
Langkah 2 0,250 0,244 0,235 0.273
Langkah 3 0,141 0,244 0,256 0.227
Langkah 4 0,188 0,221 0,248 0.201
Dari hasil karakteristik penilaian tingkat bahaya yang paling cepat
mengakibatkan potensi adanya kegagalan atau bahaya terdapat pada langkah
pertama. Paling kurang berbahaya adalah langkah keempat.
41
4.4 Validasi dengan Proses Ammonia
Validasi ini digunakan untuk mengetahui keakuratnya perhitungan yang
telah dilakukan. Untuk mengetahui keakuratan dilakukan penilaian tingkat bahaya
untuk proses produksi yang lain. Dalam penelitian mengambil contoh proses
produksi ammonia (NH3). Skema proses produksi NH3 seperti yang terlihat pada
Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Blok Diagram Sintesa Proses Ammonia
42
Tahapan atau langkah proses produksi Ammonia (NH3) dengan
mereaksikan gas Hydrogen (H2) dan Nitrogen (N2). Secara garis besar proses
produksi NH3 dibagi menjadi 4 tahapan atau langkah sebagai berikut :
Feed Treating Unit dan Desulfurisasi
Reforming Unit
Purification & Methanasi
Synthesis Loop & Ammonia Refrigerant .
Gambar 4.7 PFD Sintesa Proses Ammonia
Tahapan atau langkah dalam proses produksi NH3 diambil dari buku
‘Petrochemical Process, Synthesis-Gas Derivatives and Major Hydrokarbon’ tahun
1989. Gambar 4.8 merupakan PFD Sintesa proses ammonia, dari PFD di atas dapat
langsung diberikan penilaian keamanan seperti yang tertera pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Penentuan Parameter Keamanan Kimia Ammonia Synthesis
(Sumber : Material safety Data Sheet)
Langkah Peralatan Senyawa VFL VEXP VTOX VREAC
Desulfurisation Reaktor 1 H2 -106.7 69.1 0 0
43
CO -119.6 61.7 50 0
CO2 0 0 5000 0
Reaktor 2 H2 -106.7 69.1 0 0
Reforming Unit
Reaktor H2 -106.7 69.1 0 0
CO2 0 0 5000 0
Kondensor H2 -106.7 69.1 0 0
CO2 0 0 5000 0
Absorpsi CO2 0 0 5000 0
Kolom
Regenerasi H2 -106.7 69.1 0 0
Reforming Unit
CO2 0 0 5000 0
Kondensor CO2 0 0 5000 0
Kondensor CO2 0 0 5000 0
Absorpsi CO2 0 0 5000 0
Kolom
Regenerasi CO2 0 0 5000 0
Methaniasi
Kondensor CO2 0 0 5000 0
Kolom
Regenerasi CO -119.6 61.7 50 0
H2 -106.7 69.1 0 0
CH4 76 10 0 0
Syntesis Amonia
Reaktor H2 -106.7 69.1 0 0
Separator NH3 - 13 25 0
Refrigerant NH3 - 13 25 0
Data yang ditampilkan Tabel 4.11 merupakan parameter untuk keamanan
bahan kimia. Sumber data diambil dari Material Safety Data Sheet (MSDS). Serta
dilihat setiap peralatan yang dilalui berdasarkan PFD Gambar 4.8.
4.5.1 Perhitungan dengan Metode ISV
Seperti dengan penilaian dengan studi kasus produksi MMA. Metode ISV
ini terbagi menjadi dua parameter utama. Inherent Value Chemical (IVC) dan
Inherent Value Process (IVP).
Tabel 4.12 Perhitungan dengan Metode ISV
Langkah Inherent Value Chemical Inherent Value Process
44
VFL VEXP VTOX VREAC VT VP VHR VI
Desulfurisation -333 199.9 5050 0 883 41 - -
Reforming Unit -320.1 207.3 40000 0 824 46 - -
Methaniasi -150.3 140.8 5050 0 371 15 -92.44 91.7
Syntesis Amonia -106.7 95.1 50 0 371 15 -92.44 91.7
Kemudian dilakukan integrasi dengan tied data statistik berdasarkan
persamaan 2.17. Hasil nilai tersebut seperti pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Perhitungan Integrasi dengan Tied Data Statistik
Langkah
Inherent Value Chemical Inherent Value
Process
VFL VEXP VTOX VREAC VT VP VHR VI
Desulfurisation 1 3 2.5 2.5 4 2 1.5 1.5
Reforming Unit 2 4 4 2.5 3 4 1.5 1.5
Methaniasi 3 2 2.5 2.5 1.5 1.5 3.5 3.5
Syntesis Amonia 4 1 1 2.5 1.5 1.5 3.5 3.5
Tabel 4.14 merupakan tabel untuk melihat nilai ISV yang diperoleh dari
tiap-tiap langkah proses produksi amoniak (NH3). Perhitungan metode ISV
dihitung setelah dilakukan integrasi.
Tabel 4.14 Perhitungan Total Metode ISV
45
Langkah IVC IVP ISV
Desulfurisation 9 9 18
Reforming Unit 12.5 10 22.5
Methaniasi 10 10 20
Syntesis Amonia 8.5 10 18.5
Berdasarkan penilaian keamanan terlihat pada Tabel 4.14 terlihat tingkat
bahaya yang paling berbahaya adalah saat proces reforming unit. Dengan
karakteristik penilaian tingkat bahaya Tabel 4.15 adalah Moderate.
Tabel 4.15 Hasil Karakteristik Penilaian Tingkat Bahaya
Langkah ISV (%) Karakteristik
Desulfurisation 0.228 Light
Reforming Unit 0.285 Moderate
Methaniasi 0.253 Moderate
Syntesis Amonia 0.234 Light
4.5.2 Perhitungan dengan Metode Pembanding
Analisa Pembanding tingkat keamanan bahaya pada suatu proses produksi
ammonia. Untuk menilai dengan Standarisasi akan dibandingkan dengan beberapa
metode terdahulu seperti Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Perbandingan Hasil Penelitian dengan Metode Terdahulu
Langkah Metode
PIIS ISI NuDITS ISV
Desulfurisation 16.5 38 422.45 18
Reforming
Unit 20 57 422.59 22.5
Methaniasi 14 36 409.63 20
Syntesis
Amonia 13.5 26 363.30 18.5
46
Perbandingan ini diambil dengan parameter yang sama. Hasil dari
standarisasi terdapat pada tabel 4.17. Hasil standarisasi diketahui karakteristik
tingkat bahaya setiap langkah produksi dalam satu pabrik.
Tabel 4.17 Perbandingan Hasil Penilaian dengan Metode Terdahulu
Berdasarkan Karakteristik Penilaian Tingkat Bahaya
Langkah Metode
PIIS ISI NuDITS ISV
Desulfurisation 0.258 0.242 0.261 0.228
Reforming
Unit 0.313 0.363 0.261 0.285
Methaniasi 0.219 0.229 0.253 0.253
Syntesis
Amonia 0.211 0.166 0.224 0.234
Dari hasil karakteristik penilaian tingkat bahaya yang paling cepat
mengakibatkan potensi adanya kegagalan atau bahaya saat proses reforming unit.
Nilai dari tingkat keamanannya sebesar 0,3.
4.5 Kelebihan dan Kekurangan Metode Baru
4.5.1 Kelebihan dari metode baru (ISV) ini diantaranya adalah :
Parameter yang digunakan mudah dilihat dan semua sesuai dengan kondisi
operasi.
Perhitungan dengan metode ini mudah diterapkan dan dicontoh.
Metode ini bagus digunakan untuk penilaian langsung tanpa menggunakan
integrasi.
Dapat diketahui bahaya dengan melihat karakteristik dari perhitungan
yang didapat.
4.5.2 Kekurangan dari metode baru (ISV) diantaranya adalah :
Metode ini hanya dapat dilihat atau hanya dipakai untuk satu proses
produksi saja.
Metode ini masih ada kekurangakuratan saat penilaian karakteristiknya.
Karena penilaianya dengan menggunakan integrasi statistik.
LAMPIRAN A-1
PERHITUNGAN METODE DOW F&EI
Tabel A1-1 F&EI Langkah Pertama Pembuatan MMA dengan ACH
No Keterangan Index Range Nilai
General Process Hazard (F1)
Base Factor 1,00
A Exothermic Chemical Reactions 0,30 to 1,25 1,00
B Endothermic Processes 0,20 to 0,40 -
C Material Handling and Tranfer 0,25 to 1,05 0,50
D Enclosed or Indoor Process Units 0,25 to 0,90 0,30
E Access 0,20 to 0,30 -
F Drainage and Spill Control 0,25 to 0,50 -
Special Process Hazards (F2)
Base Factor 1,00
A Toxic Material (s) 0,20 to 0,80 0,80
B Sub-Atsmospheric Pressure (<
500 mm Hg) 0,5 -
C Operating In or Near
Flammability 0,3
D Dust Explosion 0,25 to 2,00 0,25
E Pressure - -
F Low Temperatur 0,20 to 0,30 -
G Quantity of Flammble/Unstable
Material - -
H Corrosion and Erosion 0,10 to 0,75 -
I Leakage - Joints and Packing 0,1 to 1,50 0,10
J Use of Fired Equipment - -
K Hot Oil Heat Excharge System 0,15 to 1,15 -
L Rotating Equipment 0,50 -
Process Unit Hazard Faktor (F3) = F1 x F2 6,86
Proces unit saat langkah pertama adalah
- F&EI Langkah Pertama Direct Synthesis From Hydrocarbons (Andrussow
Process)
- Material in Process Unit adalah CH3, NH3 dan O2
- Basic material for material factor sebesar (MF) 24
- Fire and Explosion Index (F3 x MF = F&EI) sebesar 161,952
Keterangan tentang penilaian berdasarkan DOW, 1985 untuk general process
hazard faktor:
A. Exothermic Chemical Reactions : terjadi reaksi eksotermis dimana kebakaran
dan ledakan potensi signifikan akan ada jika kontrol hilang penalty 1,00
B. Endothermic Processes : tidak terjadi reaksi endotermis, penalty 0,00
C. Material Handling and Transfer : bahan di dalam reaktor atau mixer bets
dapat mudah terbakar atau reaktivitas bahaya, penalti 0,50
D. Enclosed or Indoor Process Units : bahan liquid yang mudah terbakar dapat
dikontrol dengan temperatur, penalty 0,30
E. Access : tidak merupaka Akses, penalty 0,00
F. Drainage and Spill Control : penalty 0,00
Keterangan tentang penilaian berdasarkan DOW, 1985 untuk spesial process
hazard faktor:
A. Toxic Material : materialnya sangat beracun, pinalty 0,20 x NH = 0,8
B. Sub-Atsmospheric Pressure (< 500 mm Hg) : tekanannya 3,4 atm
C. Operating In or Near Flammability : terbagi menjadi tiga, kemungkinan
terjadi kesalahan proses upset.
D. Dust Explosion : hanya terdpat kandungan liquid dan gas, Penalty 0,00
E. Pressure: tekanan 3,4 atm termasuk desaign proses yang terjadi
F. Temperatur rendah : proses berlangsung dengan temperatur tinggi, 0,00
G. Quantity of Flammble/Unstable Material
H. Corrosion and Erosion
I. Leakage - Joints and Packing : kemungkinan kebocoran pipa dan lainnya,
penalty 0,00.
J. Use of Fired Equipment : Karena unit proses bukan merupakan fired
equipment, penalty 0,00
K. Hot Oil Heat Excharge System : Karena unit proses tidak membutuhkan oli
panas, penalty 0,00.
L. Rotating Equipment : Tidak terdapat peralatan berputar apapun di unit ini,
penalty 0,00
Tabel A1-2 F&EI Langkah Kedua Pembuatan MMA dengan ACH
No Keterangan Index Range Nilai
General Process Hazard (F1)
Base Factor 1,00
A Exothermic Chemical Reactions 0,30 to 1,25 1,00
B Endothermic Processes 0,20 to 0,40 -
C Material Handling and Tranfer 0,25 to 1,05 0,50
D Enclosed or Indoor Process Units 0,25 to 0,90 0,30
E Access 0,20 to 0,30 -
F Drainage and Spill Control 0,25 to 0,50 -
Special Process Hazards (F2)
Base Factor 1,00
A Toxic Material (s) 0,20 to 0,80 0,80
B Sub-Atsmospheric Pressure (<
500 mm Hg) 0,5 -
C Operating In or Near
Flammability 0,30
D Dust Explosion 0,25 to 2,00 -
E Pressure - -
F Low Temperatur 0,20 to 0,30 0,20
G Quantity of Flammble/Unstable
Material
H Corrosion and Erosion 0,10 to 0,75 -
I Leakage - Joints and Packing 0,1 to 1,50 0,10
J Use of Fired Equipment -
K Hot Oil Heat Excharge System 0,15 to 1,15 -
L Rotating Equipment 0,50 -
Process Unit Hazard Faktor (F3) = F1 x F2 8,12
Proces unit saat langkah kedua adalah
- F&EI Langkah kedua adalah Condensation dari Aceton dan Hydrogen Cyanida
- Material in Process Unit adalah Aceton, HCN
- Basic material for material factor sebesar (MF) 24
- Fire and Explosion Index (F3 x MF = F&EI) sebesar 194,88
Tabel A1-3 F&EI Langkah Ketiga Pembuatan MMA dengan ACH
No Keterangan Index Range Nilai
General Process Hazard (F1)
Base Factor 1,00
A Exothermic Chemical Reactions 0,30 to 1,25 0,30
B Endothermic Processes 0,20 to 0,40 -
C Material Handling and Tranfer 0,25 to 1,05 0,50
D Enclosed or Indoor Process Units 0,25 to 0,90 0,30
E Access 0,20 to 0,30 -
F Drainage and Spill Control 0,25 to 0,50 -
Special Process Hazards (F2)
Base Factor 1,00
A Toxic Material (s) 0,20 to 0,80 -
B Sub-Atsmospheric Pressure (<
500 mm Hg) 0,5 -
C Operating In or Near
Flammability 0,30
D Dust Explosion 0,25 to 2,00 -
E Pressure - -
F Low Temperatur 0,20 to 0,30 0,30
G Quantity of Flammble/Unstable
Material
H Corrosion and Erosion 0,10 to 0,75 -
I Leakage - Joints and Packing 0,1 to 1,50 0,10
J Use of Fired Equipment -
K Hot Oil Heat Excharge System 0,15 to 1,15 -
L Rotating Equipment 0,50 -
Process Unit Hazard Faktor (F3) = F1 x F2 3,57
Proces unit saat langkah ketiga adalah
- F&EI Langkah kedua produksi dari Methacrylatemide Sulfat
- Material in Process Unit adalah ACH, Sulphuric Acid, Methacrylatemide
Sulfat
- Basic material for material factor sebesar (MF) 24
- Fire and Explosion Index (F3 x MF = F&EI) sebesar 85,68
Tabel A1-4 F&EI Langkah Keempat Pembuatan MMA dengan ACH
No Keterangan Index Range Nilai
General Process Hazard (F1)
Base Factor 1,00
A Exothermic Chemical Reactions 0,30 to 1,25 0,30
B Endothermic Processes 0,20 to 0,40 -
C Material Handling and Tranfer 0,25 to 1,05 0,50
D Enclosed or Indoor Process Units 0,25 to 0,90 0,30
E Access 0,20 to 0,30 -
F Drainage and Spill Control 0,25 to 0,50 -
Special Process Hazards (F2)
Base Factor 1,00
A Toxic Material (s) 0,20 to 0,80 0,60
B Sub-Atsmospheric Pressure (<
500 mm Hg) 0,5 -
C Operating In or Near
Flammability 0,30
D Dust Explosion 0,25 to 2,00 -
E Pressure - 0,30
F Low Temperatur 0,20 to 0,30 -
G Quantity of Flammble/Unstable
Material
H Corrosion and Erosion 0,10 to 0,75 -
I Leakage - Joints and Packing 0,1 to 1,50 0,10
J Use of Fired Equipment -
K Hot Oil Heat Excharge System 0,15 to 1,15 -
L Rotating Equipment 0,50 -
Process Unit Hazard Faktor (F3) = F1 x F2 4,83
Proces unit saat langkah ketiga adalah
- F&EI Langkah kedua produksi dari Methacrylatemide Sulfat
- Material in Process Unit adalah ACH, Sulphuric Acid, Methacrylatemide
Sulfat
- Basic material for material factor sebesar (MF) 24
- Fire and Explosion Index (F3 x MF = F&EI) sebesar 115,92
LAMPIRAN A-2
- PERHITUNGAN METODE PIIS
-
- Perhitungan ini digunakan untuk menganalisa pilihan dari sebuah proses
dengan memperhitungakan material yang digunakan dan rangkaian
langkah-langkah reaksi yang dilakukan (Edward dan Lawrence, 1993).
Tabel A2-1 Sumber Data Berdasarkan NFPA dan Chauvel, 1989
Langkah Senyawa
Keamanan Proses Keamanan Bahan Kimia
T (
C)
P (
atm
)
Yei
ld (
%)
Fla
mm
abil
ity
(BP
& F
P)
Explo
siven
ess
(UE
L-F
EL
)
Toxic
(T
VL
)
Langkah 1
Methana (CH4)
1200 3,4 64
BP -161
FP -17,7 10 1
Amonia (NH3) BP -33 13 25
Oksigen (O2) BP 56,5
FP -17,7 - 0
Langkah 2
HCN
29-38 1 91
BP -3,5
FP -17,7 35,4 10
Aceton BP 56,5
FP -17,7 10,2 750
Langkah 3 ACH 130-
150 7 98
BP 82
FP 63,8 9,8 10
Sulpuric Acid BP 143,3 - 1
Langkah 4
HMPA/
HMPASE 110-
130 7 100
- - -
CH3OH BP 64,6
FP 12,2 30,5 100
-
Tabel A2-2 Penilaian Metode PIIS (Edward dan Lawrence, 1993)
Langkah Senyawa
Keamanan Proses Keamanan Bahan Kimia
T (
C)
P (
atm
)
Yei
ld (
%)
Fla
mm
abil
ity
(BP
& F
P)
Explo
siven
ess
(UE
L-F
EL
)
Toxic
(T
VL
)
Langkah 1
Methana (CH4)
10 1 4
4 2 1
Amonia (NH3) 0 2 3
Oksigen (O2) 0 0 0
Langkah 2 HCN
1 1 1 2 2 1
Aceton 3 2 2
Langkah 3 ACH
2 2 1 1 1 1
Sulpuric Acid 0 0 1
Langkah 4 HMPA/HMPASE
2 2 0 0 0 0
CH3OH 3 2 3
Tabel A2-3 Ringkasan Penilaian PIIS Edward dan Lawrence, 1993
Langkah
Keamanan Proses Keamanan Bahan Kimia
T (
C)
P (
atm
)
Yei
ld (
%)
Fla
mm
abil
ity
(BP
& F
P)
Explo
siven
ess
(UE
L-F
EL
)
Toxic
(T
VL
)
Langkah 1 10 1 4 4 4 4
Langkah 2 1 1 1 5 4 3
Langkah 3 2 2 1 1 1 2
Langkah 4 2 2 0 3 2 3
Untuk data diatas untuk memperlihatkan tingkat atau nilai keamanan yang
diperoleh. Untuk menilaian ini tidak bisa langsung dinilai karena tidak langsung
terlihat sebera tingkat bahaya. Penilaian dengan metode ini hanya dpat sebagai
pembanding. Oleh karena itu penilaian masih secara subjektif.
LAMPIRAN A-3
PERHITUNGAN METODE ISI
ISI terbagi menjadi dua parameter utama. Indeks keselamatan kimia dan indek
keselamatan proses. Sesuai dengan sumber data Tabel Sumber Data Berdasarkan
NFPA dan Chauvel, 1989
Tabel A3-1 Sumber Data Berdasarkan NFPA dan Chauvel, 1989
Langkah Senyawa
Keamanan Proses Keamanan Bahan Kimia T
(C
)
P (
atm
)
Yei
ld (
%)
Fla
mm
abil
ity
(BP
& F
P)
Explo
siven
ess
(UE
L-F
EL
)
Toxic
(T
VL
)
Langkah 1
Methana (CH4)
1200 3,4 64
BP -161
FP -17,7 10 1
Amonia (NH3) BP -33 13 25
Oksigen (O2) BP 56,5
FP -17,7 - 0
Langkah 2
HCN
29-38 1 91
BP -3,5
FP -17,7 35,4 10
Aceton BP 56,5
FP -17,7 10,2 750
Langkah 3 ACH 130-
150 7 98
BP 82
FP 63,8 9,8 10
Sulpuric Acid BP 143,3 - 1
Langkah 4
HMPA/
HMPASE 110-
130 7 100
- - -
CH3OH BP 64,6
FP 12,2 30,5 100
Tabel A3-2 Penilaian Metode ISI
Langkah
Chemical Inherent Safety
Index Process Inherent Safety Index
Hea
t
Rea
ctiv
e
F.E
.T
koro
si
Inven
tori
Tem
per
atur
Tek
anan
Equip
men
t
Pro
ces
Langkah 1 4 0 10 0 2 4 0 3 2
Langkah 2 1 2 10 1 2 0 0 2 3
Langkah 3 3 2 6 2 2 1 1 2 2
Langkah 4 0 1 7 2 3 1 1 2 2
Keterangan : F.E.T = Flammability, Explosiveness dan Toxic,
LAMPIRAN A-4
PERHITUNGAN METODE NuDITS
Hasil penelitian sementara yang kedua dengan menggunakan metode
NuDITS yang dipublikasikan oleh Ahmad tahun 2014. Dalam penelitian ini
menggunakan persamaan logistik.
𝑦 =𝐶
1+ 𝐴𝑒−𝐵𝑋 (1)
𝐵 =4𝑚
𝐶 (2)
𝐴 = 𝑒𝐵𝑘 (3)
Dimana m = nilai rata-rata
k = nilai slope dari grafik
C = Parameter C nilai 0 sampai 100
B = Parameter B
C = Parameter A
x = nilai setiap parameter
y = nilai parameter
Tabel A4-1 Nilai k dan m
Parameter Nilai k Nilai m
Keamanan Bahan Kimia
- Flammability
- Explosiveness
- Beracun
- Reaktif
68,63
25,63
362,27
1
0,005
0,05
0,007
1
Keamanan Process
- Temperatur
- Tekanan
- Panas reaksi
- Proces inventori
493
55,5
435
10
0,003
0,016
0,004
0,03
Dari tabel kemudian digunakan untuk mencari rumusan baru seperti
persamaan 1 untuk masing-masing parameter. Rumusan baru dari setiap
parameternya. Persamaan 4.4 sampai dengan 4.7 merupakan grup parameter
keamanan bahan kimia. dimulai dari parameter flammability, explosiveness,
beracun dan reaktif.
𝑦 =1
1+ 1,55𝑒−0,0064𝑥 (4)
𝑦 =1
1+ 1,05𝑒−0,002𝑥 (5)
𝑦 =1
1+ 1,11𝑒−0,003𝑥 (6)
𝑦 =𝐶
1+ 1,04𝑒−0,04𝑥 (7)
Sedangkan persamaan 4.8 sampai dengan 4.11 merupakan grup
parameter keamanan proses. Parameter temperature, tekanan, panas reaksi dan
proses inventori.
𝑦 =1
1+ 2,68𝑒−0,002𝑥 (8)
𝑦 =1
1+ 1,43𝑒−0,0064𝑥 (9)
𝑦 =1
1+ 2,01𝑒−0,0016𝑥 (10)
𝑦 =1
1+ 1,01𝑒−0,0012𝑥 (11)
Dari rumusan baru di atas diperoleh hasil yang tertera pada tabel dibawah ini,
Tabel A4-2 Perhitungan Metode NuDIST
Langkah
Keamanan Proses Keamanan Bahan Kimia
Tem
per
ature
Pre
ssure
Hea
t
Inven
tori
Fla
mm
abil
ity
Explo
siven
ess
Toxic
Rea
ctiv
e
Langkah
1 91,38 41,68 54,06 49,80 36,55 50,5 48,14 51,02
Langkah
2 50,92 41,15 54,06 49,77 36,55 50,5 48,14 51,02
Langkah
3 56,48 42,24 69,90 49,91 49,25 49,27 48,14 51,02
Langkah
4 55,50 42,24 51,35 49,81 41,09 50,31 62,14 51,02
Berdasarkan penilaian keamanan dengan berbagai macam metode yang
terlihat pada tabel diatas terlihat tingkat bahaya yang paling berbahaya adalah saat
proces pembuatan MMA dengan ACH di langkah pertama.
57
BAB 5
KESIMPULAN
Metode ISV telah digunakan untuk menilai suatu proses pembuatam
Methyl Methacrylate (MMA) yang berbahan baku ACH dan proses Ammonia
(NH3). Hasil perhitungan keamanan tingkat bahaya yang paling besar untuk studi
kasus pembuatan MMA adalah saat produksi HCN. Berdasarkan karakteristik
penilaian tingkat bahayanya ‘Moderate’ dan memiliki indek nilai 0,299. Untuk
yang kurang berbahaya saat proses produksi MMA dan karakteristiknya ‘Light’
dengan indek nilai 0,201. Sedangkan proses produksi ammonia dengan metode
ISV langkah yang rentan adalah langkah saat reforming unit. Nilai indek saat
langkah reforming unit sebesar 0,285 dengan karakteristik ‘Moderate’.
Hasil penilaian ISV hampir sama dengan hasil penilaian ISI dengan
kecenderungan sama. Namun metode ISV ini hanya dapat dipakai untuk satu
proses produksi saja. Adanya kekurangakuratan saat penilaian karakteristiknya
disebabkan oleh cara validasinya. Cara validasi metode ISV ini dengan
membandingkan hasilnya yang diperoleh dengan metode sebelumnya (PIIS, ISI
dan NuDITS). Namun metode ini bagus digunakan untuk penilaian dengan
mengintegrasikan kedua parameter utama.
xvii
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Syaza I., Hashim, H., Hassim, M.H. (2014), “Numerical Descriptive
Inherent Safety Technique (NuDIST) for Inherent Safety Assessment
Petrochemical Process”, J. Process Safety and Environmental Protection
92, 379-389.
Amyotte, P., Pegg, M., & Khan, F. (2009). Application of Inherent safety
Principles to dust explosion prevention and mitigation. Process Safety
and Environment Protection, 35-39.
Cave, S.R. and Edward, D.W. (1997), “Chemical Process Route Selection Based
On Assessment of Inherent Environmental Hazard”, Computers
Chemical Engineering, Vol.21, S965-S970.
CCPS (1993). Guidelines for Engineering Design for Process Safety. American
Institute of Chemical Engineers: New York
Chauvel, A., Lefebvre, G. (1998), Petrochemical Processes: Technical and
Economic Characteristics Second Edition, Gulf Publishing Company,
Paris.
Dow Chemical Company, (1987). Dow’s Fire & Explosion Index Hazard
Classification Guide, sixth ed. American Institute of Chemical Engineers,
New York.
Edwards, D.W., Lawrence, D., (1993). Assessing the inherent safety of chemical
process routes: is there a relation between plant costs and inherent safety?
Trans. IChemE 71 (B), 252–258.
Etowa, C.B., Amyotte, P.R., Pegg, M.J, Khan, Faisal I., (2002),“Quantification Of
inherent safety aspects of the Dow indices”, J. Loss Prevention in the
Process Industri 15, 477-487.
Gupta, J.P., Edwards, D.W. (2003), “A Simple Graphical Method for Measuring
Inherent Safety”, J. Hazard. Material 104, 15-30.
Heikkila, A.M. (1999), Inherent Safety Process Plant Design – an Index Based
Approach, Helsinki University of Technology.
Howell, D. C. (1992), Statistical Methods for Psychology, PWS-Kent : Boston
xviii
Kidam, K., Hassim, M.H., Hurme, M., (2015), Enhancement of Inherent Safety in
Chemical Industry, Helsinki University of Technology, Finland.
Khan, Faisal I., Husain, T., Abbasi, S.A. (2001), “Safety Weight Hazard Index
(SWeHI) A new, User-friendly tool for swift yet comprehensive hazard
identification and safety evaluation in chemical process industries”, J.
Trans ICheme, Vol. 79, Part B.
Khan, Faisal I., Amyotte, Paul R. (2004), “Integrated Inherent Safety Index (I2SI):
A Tool for Inherent Safety Evaluation”, J. Wiley Inter Science.
Khan, Faisal I., Amyotte, Paul R. (2005), “I2SI: A Comprehensive Quantitative
Tool for Inherent Safety and Cost Evaluation”, J. Loss Prevention in the
Process Industrial 18, 310-326.
Kletz, T. (2009), Inherently Safer Chemical Processes, second edition, John
Wiley & Sons, Inc., New York.
Lawrence, D. (1993), Quantifying Inherent Safety of Chemical Process Route,
Loughborough University of Technology.
Leong, C.T., Mohd Shariff, A. (2009), “Process Route Index (PRI) to Assess
Level Of Explosiveness for Inherent Safety Quantification”, J.Loss
Prevention in the Process Industrial 22, 216-221.
Mannan, Sam. (2005), Lees Loss Prevention in the Process Industries 3th Edition,
Department of Chemical Engineering, Texas A&M University.
Mohd Shariff, A., Abdul Wahab, N. (2013), “Inherent Fire Consequence
Estimation Tool (IFCET) for Preliminary Design of Process Plant”, Fire
Safety J. 59, 47-54.
Mohd Shariff, A., Zaini, D. (2010), “Toxic Release Consequence Analysis Tool
(TORCAT) for Inherent Safer Design Plant”, J. Hazard Material 180,
394-402.
Mohd Shariff, A., Leong, C.T., Zaini, D. (2012), “Using Process Stream Index
(PSI) to Assess Inherent Safety Level During Preliminary Design Stage”,
Safety Scaience J. 50, 1098-1103.
Palaniappan, C., Srinivasan, R., Tan, R. (2002a), “Expert System for the Design
of Inherently Safer Process. 1 Route Selection Stage”, Industrial
Engineering Chemical Res. 41, 6698-6710.
xix
Palaniappan, C., Srinivasan, R., Tan, R. (2002b), “Expert System for the Design
of Inherently Safer Process. 2. Flow sheet Development Stage”,
Industrial Engineering Chemical Res. 41, 6711-6722.
Wanahidayati, Y. (2006). Hazard Identification, Risk Assessment & Risk Control.
www.mail-archive.com/[email protected]/msg17396.html.
Diakses 10 Agustus 2015
xx
(HALAMAN SENGAJA DIKOSONGKAN)
BIODATA PENULIS
Dyan Hatining Ayyu Sudarni
Lahir di Ponorogo, 17 April 1989 dari pasangan
Sudarni dan Muharti. Meskipun ibunda telah tiada
saat penulis masih kecil, kemudian diasuh oleh ibu
tiri dan diberi teman dua orang adik. Semangat untuk
menyelesai pendidikan selalu didukung oleh semua
keluarga terutama bapak dan ibu sekarang. Memuali
pendidikan formal di TK-Aisyah Kutuwetan. SDN
Kutuwetan tahun 1997-2003. Selanjutnya
melanjutkan sekolah tingkat pertama SMP Negeri 1
Ponorogo tahun 2003-2005. Kemudian melanjutkan ke sekolah tingkat atas SMA N 1
Sambit Ponorogo. Sekarang sampai dengan September 2016 masih tercacat sebagai
mahasiswa ‘Magister’ jurusan Teknik Kimia-ITS. Penelitian kali ini berbeda dengan
sebelumnya yang mengambil background tentang Maritim. Dimana dua penelitian
tentang performen sebuah kapal. Dengan background pendidikan adalah D3 Teknik
Permesinan Kapal pada tahun 2008-2011. Melanjutkan jenjang D4 Teknik
Keselamatan, dan Kesehatan Kerja di Politeknik Negeri Perkapalan Surabaya pada
tahun 2012 – 2014. Meskipun terdapat perbedaan background pendidikan dari D4
menuju S2 namun untuk focus bidang keahlian adalah Teknologi Proses. Penelitian
kali ini tentang integrasi keamanan proses di pabrik kimia. Dimana penulis mencoba
menggali lebih dalam tentang cara penilaian keamanan yang mudah digunakan untuk
semua indrus di negara ini. Karena kurangnya pengembangan sistem keamanan proses
yang ada di negara Indonesia khususnya dan masih minimnya tenaga ahli safety
process.
Salam Hangat