integrasi-interkoneksi sains dan agama pemikiran...
TRANSCRIPT
i
INTEGRASI-INTERKONEKSI SAINS DAN AGAMA PEMIKIRAN AGUS PURWANTO
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
oleh:
FAUZI ANNUR
NIM. 12010150010
Tesis diajukan Sebagai pelengkap persyaratan
Untuk gelar Magister Pendidikan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
iv
ABSTRACT
Integration-Interconnection Science and Religion of Agus Purwanto’s
Thought And its Implication to Islamic Education
The aim of this study was to know how the integration-interconnection science and Religion concept of Agus Purwanto’s thought on his books: Ayat-Ayat Semesta and Nalar Ayat-Ayat Semesta, and its implication to Islamic Education. This study used library research method by history-philosophy approach and contains analysis. The result of this study found: integration-interconnection science and Religion of Agus Purwanto’s thought by explorating and elaborating 800 ayat-ayat kauniyah on Al-Qur`an. The first by Arabic language, the second by the books of tafsir, the third by results of many studies in the past until now. Phenomenon of universe, Al-Qur`an, Arabic language, the books of tafsir and results of many studies were studied by integrated-interconnected. From text to context and on the contrary. Furthermore, the Islamic Education has to be partner and deal with other sectors (Math, Physics, Chemistry, Biology, Geography). This study can be illustrated to Islamic Education and Common Education on implementating science study and Religion learning by integrated-interconnected. It also to be the source of change inspiration from dichotomy to integrated-interconnected.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep integrasi-interkoneksi sains dan Agama pemikiran Agus Purwanto dalam kedua bukunya, Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta sekaligus untuk mengetahui implikasi konsep tersebut terhadap Pendidikan Agama Islam. Metodologi yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan historis filosofis, sedangkan analisis data dengan menggunakan analisis konten. Kajian ini menemukan konsep integrasi-interkoneksi sains dan Agama pemikiran Agus Purwanto adalah dengan upaya mengeksplorasi, mengelaborasi 800 ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur`an. Pertama, dengan kebahasaan (bahasa Arab), kedua, dengan kitab-kitab tafsir para ulama, dan ketiga melalui hasil-hasil penelitian ilmiah terdahulu sampai kontemporer. Kelima bidang (fenomena alam semesta, Al-Qur`an, bahasa Arab, kitab tafsir, dan hasil-hasil temuan ilmiah) dikaji secara integratif-interkonektif. Dari teks menuju konteks, dan begitu sebaliknya dari konteks menuju teks. Temuan selanjutnya adalah Pendidikan Agama Islam harus berusaha untuk bekerja sama saling berdialog dengan bidang-bidang yang lain khususnya bidang kealaman (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi). Hasil kajian ini dapat memberikan gambaran kepada lembaga-lembaga pendidikan Islam maupun Umum dalam mengaplikasikan pembelajaran sains dan Agama secara integratif-interkonektif, sekaligus menjadi sumber inspirasi perubahan dari pendidikan dikotomis menuju integratif-interkonektif. Kata kunci: Integratif-Interkonektif, Sains, Agama.
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami haturkan kepada Allah subhanahu wata’ala
atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurah indah kepada penoreh tinta peradaban pertama dan terbaik
sepanjang sejarah, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, manusia paling mulia
yang telah mencerahkan kehidupan dengan cahaya Islam. Juga kepada para
sahabat, keluarga serta orang-orang yang senantiasa istiqomah dalam menapaki
risalah-Nya hingga akhir zaman nanti.
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin atas terselesaikan dan tersusunnya tesis
ini. Karya besar ini diselesaikan tanpa bisa terlepas dari bantuan semua pihak.
Oleh karena itu ucapan terima kasih setulus hati disampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri Salatiga.
2. Bapak Dr. H. Zakiyuddin, M.Ag, selaku Direktur Program Pascasarjana
Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
3. Bapak Dr. H. Miftahuddin, M.Ag, selaku dosen pembimbing yang dengan
penuh kesabaran dan kesungguhan dalam membimbing dan mengarahkan
kami.
4. Bapak Dr. phil. Widiyanto, MA, Dr. Winarno, S.Si, M.Pd, Prof. Dr. H.
Muh. Zuhri, MA, Dr. Imam Sutomo, M.Ag, Dr. Adang Kuswaya, M.Ag
yang telah menguji sekaligus banyak memberikan banyak insiprasi dalam
penulisan tesis ini.
5. Bapak Dr. Muhammad Munadi, M.Pd dan Sidik, M.Ag yang berusaha
untuk selalu mengajak diskusi dalam rangka membuka cakrawala berfikir
kami.
6. Istri tercinta dr. Chyntia Kurnita W, Ibu Nurgiyati, Bapak Daman Siri, BA
serta keluarga yang selalu mendoakan, membimbing kami sejak kecil serta
mendukung kami dalam melangkah menuju ke dalam hal-hal yang
bermanfaat.
vi
7. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana IAIN Salatiga angkatan 2015 yang
telah banyak memberikan motivasi dan inspirasi
8. Seluruh pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberi bantuan selama penelitian hingga terselesaikannya tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini sangat jauh dari kesempurnaan karena
penulis yakin tidak ada kesempurnaan kecuali Allah Subhanahu wata’ala. Oleh
karena itu saran dan kritik sangat kami harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat
bagi semuanya. Aamiin ya Rabbal ’aalamiin...
Surakarta, Maret 2017
Fauzi Annur
vii
DAFTAR ISI
JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................... iv
PRAKATA ................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................
A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................... 3
C. Signnifikansi Penelitian ................................................. 3
D. Kajian Pustaka ................................................................ 5
E. Kerangka Teori ............................................................... 6
F. Metode Penelitian .......................................................... 8
G. Sistematika Penulisan .................................................... 9
BAB II BIOGRAFI AGUS PURWANTO ................................
A. Sejarah Kelahiran dan Pendidikan Agus Purwanto ......... 11
B. Karier Agus Purwanto .................................................... 12
C. Jurnal atau Publikasi Ilmiah Agus Purwanto................... 12
D. Buku-buku Karya Agus Purwanto .................................. 13
BAB III INTEGRASI-INTERKONEKSI SAINS DAN AGAMA
PAMIKIRAN AGUS PURWANTO ............................................
A. Integrasi-Interkoneksi Sains dan Agama ....................... 14
1. Semipermeable (saling menembus) ......................... 14
2. Intersubjective Testibility ....................................... 15
3. Creative Imagination ............................................... 16
B. Integrasi-Interkoneksi Pemikiran Agus Purwanto .......... 16
1. Fenomena Alam Semesta ......................................... 19
2. Al-Qur`an ................................................................. 20
viii
3. Penafsiran Ulama/Kitab-Kitab Tafsir ...................... 22
4. Kebahasaan/Bahasa Arab ......................................... 22
5. Penelitian Ilmiah ...................................................... 24
BAB IV IMPLIKASI PEMIKIRAN AGUS PURWANTO TERHADAP
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ...............................................
A. Esensi Pendidikan Agama Islam .................................... 31
B. Implikasi Pemikiran Agus Purwanto terhadap PAI ........ 33
C. Kelemahan dan Kekuatan Konsep .................................. 37
BAB V PENUTUP .....................................................................
A. Simpulan ....................................................................... 39
B. Saran ............................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 41
LAMPIRAN ................................................................................ 44
BIOGRAFI PENULIS ................................................................. 44
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu tanpa agama lumpuh, dan agama tanpa ilmu buta. Begitulah Einstein
memandang kedua bidang tersebut tidak bisa dipisahkan. Dalam hal ini
perlunya sebuah paradigma baru dalam membangun peradaban Islam yaitu
dengan pengislamisasian ilmu pengetahuan yang berdasarkan ketauhidan.1
Dengan begitu ilmu syarat dengan nilai dan tidak bebas nilai sebagaimana
yang dihasilkan peradaban Barat.2 Di dalam Islam sendiri aktivitas harus
dilaksanakan sesuai dengan Kehendak Tuhan, yang di dalamnya terdapat
norma-norma dan prinsip-prinsip seni Islam.3 Kesadaran transenden itulah
yang terus ditekankan oleh para intelektual Muslim yang tujuannya adalah
mengabdi pada ajaran Ilahi.
Pergulatan selama ini antara sains dengan agama yang berdampak negatif
haruslah dihindarkan, karena keduanya memberikan sumbangsih yang besar
terhadap permasalahan zaman.4 Jika keilmuan Pendidikan Islam dan
cabangnya yang lainnya merasa cukup dengan dirinya sendiri dan tidak mau
berhubungan dengan cabang yang lainnya, maka ia tidak punya masa depan
yang diharapkan, bahkan diragukan kontribusinya terhadap pembangunan
1Wan Sabri, dkk, “Islamic Civilization: Its Signifigance in al-Faruqi’s Islamization of
Knowledge”, International Journal of Islamic Thought, Volume 7 (June 2015), 51. 2Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, Kuala Lumpur:ISTAC, 1993,
134. 3Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, Terjemahan
Luqman Hakim. Bandung: Penerbit Pustaka, 1994, 117. 4Edwin Syarif, “Pergulatan Sains dan Agama”, Refleksi, vol.13, no.5 (Oktober 2013), 652.
1
2
karakter bangsa.5 Oleh sebab itulah untuk menghidupkan peradaban yang
telah berabad-abad telah mengalami kejumudan dibutuhkan langkah yang
konkrit dan jelas yaitu umat Islam harus memajukan sains, teknologi dan
pendidikan secara integratif.6
Di ranah PTKIN telah diujicobakan melalui konsep integrasi dan
interkoneksi. Dalam hal ini Standar Nasional Pendidikan Tinggi
mengharuskan untuk dilakukan integrasi antar disiplin dan multidisiplin
keilmuan.7 Langkah tersebut merupakan satu gebrakan yang sangat tepat,
menimbang integrasi-interkoneksi antara sains dan agama mutlak dilakukan.
Bagaimana tingkatan di bawah PTKIN yang mana menjadi pondasi awal
meletakkan dasar-dasar sains dan Agama. Sementara selama ini sistem yang
digunakan adalah dengan cara pendidikan dikotomis, yaitu memisahkan
pelajaran sains dengan agama. Sejarah mengatakan bahwa mulai munculnya
pendidikan dikotomi sejak akhir abad ke-11 menjelang abad ke-12 dan
berakibat terjadilah kemunduran peradaban dan intelektualisme Islam.8 Oleh
karena itu diperlukan solusi yang tepat dalam rangka merekontruksi integrasi-
interkoneksi sains dan agama di lembaga-lembaga sekolah.
5M. Amin Abdullah, dkk, Implementasi Pendekatan Integratif Interkonektif dalam Kajian
Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pascasarjana UIN Yogyakarta, 2014, 1. 6Din Syamsuddin, “Diskusi Pakar dalam Program Doktor Politik Islam UMY”, Senin, 2
Mei 2016, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 7Khairuddin Nasution, dkk, Implementasi Pendekatan Integratif Interkonektif dalam
Kajian Pemikiran Pendidikan Islam,..., 34. 8Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme
Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Gama Media, 2002, 121.
3
B. Rumusan Masalah
Dalam kajian ini digambarkan bahwasannya pendidikan belum mampu
mengembangkan sains dan agama secara integratif-interkonektif di sekolah
umum, maupun sekolah agama. Selain itu pendidikan lebih dominan bergerak
dalam ranah teoritis termasuk bidang sains. Sementara ekperimen-eksperimen
sangatlah penting untuk ditanamkan pada setiap siswa dalam rangka
mengembangkan nalar pikirnya secara logis dan empiris.
Kajian ini difokuskan pada integrasi-interkoneksi sains dan Agama
pemikiran Agus Purwanto dalam buku Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-
Ayat Semesta dan implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam.
Pada kajian ini peneliti mengajukan dua rumusan masalah yaitu bagaimana
konsep integrasi-interkoneksi sains dan Agama pemikiran Agus Purwanto
dalam buku Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta? Dan bagaimana
implikasi konsep integrasi-interkoneksi sains dan Agama pemikiran Agus
Purwanto dalam buku Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta
terhadap Pendidikan Agama Islam?.
C. Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui konsep integrasi-interkoneksi sains dan Agama
pemikiran Agus Purwanto di dalam buku Ayat-Ayat Semesta dan Nalar
Ayat-Ayat Semesta.
4
b. Untuk mengetahui implikasi konsep integrasi-interkoneksi sains dan
Agama pemikiran Agus Purwanto di dalam buku Ayat-Ayat Semesta
dan Nalar Ayat-Ayat Semesta terhadap Pendidikan Agama Islam.
2. Manfaat Penelitian
a. Kontribusi Teoritis
1) Memperkaya khasanah keilmuan khususnya bagi lembaga
pendidikan Islam, lembaga pendidikan non-Islam dan sekolah
umum.
2) Memberikan gambaran secara umum tentang konsep integrasi-
interkoneksi pemikiran Agus Purwanto dalam buku Ayat-Ayat
Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta dan implikasinya terhadap
Pendidikan Agama Islam.
3) Menjadi sumber inspirasi perubahan dari pendidikan dikotomis
menuju integratif-interkonektif.
b. Kontribusi Praktis
Dapat memberikan gambaran kepada lembaga-lembaga pendidikan
dalam mengaplikasikan pembelajaran sains dan Agama secara
integratif-interkonektif.
5
D. Kajian Pustaka
Muhammad Yasin Yusuf (2015)9 meneliti epistemologi ilmu dalam sistem
pengajaran di SMA Trensains Tebuireng Jombang. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif lapangan dan analisis
filosofis. Kajian ini menemukan bahwa SMA Trensains Tebuireng Jombang
menerapkan Sains Islam, di mana ilmu dibangun berdasar wahyu Tuhan.
Maksudnya adalah bahwa dalam epistimologi Islam, wahyu dan sunnah
adalah sumber yang memberikan inspirasi bagi pembangunan ilmu
pengetahuan.
Nurul Ummatun (2015)10 meneliti tentang Islamisasi ilmu pengetahuan
Agus Purwanto. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan library research melalui pendekatan filosofis. Penelitian ini
menemukan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan menurut Agus Purwanto
adalah membangun epistimologi ilmu pengetahuan berdasarkan Al-Qur`an
dan Al-Hadits.
Dari kedua penelitian di atas dapat diketahui bahwa hasil penelitiannya
hanya mengkhususkan pada epistimologi Trensains meski untuk penelitian
yang kedua dengan menggunakan istilah Islamisasi Pengetahuan. Oleh karena
itu hasil dari keduanya adalah sama yaitu bahwa epistimologi Trensains
dibangun atas dasar wahyu, Al-Qur`an dan Al-Hadits.
9Muhammad Yasin Yusuf, “Pesantren Sains: Epystimology of Islamic Science in Teaching
System”, Walisongo, Volume 23, No 2 (November 2015), 283-310. 10Nurul Ummatun, “Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan Agus Purwanto Dalam Buku
Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta”, Publikasi Ilmiah Pascasarjana UMS, 2015.
6
Karena masih minimnya penelitian terkait pemikiran Agus Purwanto,
dalam hal ini peneliti akan mencoba menggali dan menemukan konsep
integrasi-interkoneksi sains dan agama pemikiran Agus Purwanto di dalam
buku Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta serta implikasinya
terhadap Pendidikan Agama Islam. Penelitian yang akan dilakukan ini
menjadi kajian yang benar-benar berbeda dari kajian-kajian sebelumnya.
Sementara kedua buku tersebut memiliki banyak sekali pemikiran yang di
dalamnya mengupas tuntas tidak hanya dari sains, namun juga dari Al-Qur`an
yang tidak lain adalah sumber hukum dan menjadi Kitab suci umat Islam.
E. Kerangka Teori
Sudah lebih dari setengah abad Islamisasi ilmu pengetahuan digaungkan
oleh Muhammad al-Naquib Al-Attas dalam Konferensi Dunia di Makkah.
Konsep tersebut ditindaklanjuti oleh Ismail Raji Al-Faruqi pada tahun
berikutnya dengan seruan agar umat Islam mengislamisasikan ilmu
pengetahuan.11 Ada empat tahap yaitu menjadikan Tauhid sebagai puncak
esensi, merefleksi pencapaian sejarah peradaban Islam, membedakan karakter
peradaban Islam dengan peradaban yang lainnya, dan menekankan
bahwasannya Islam merupakan pilihan yang unggul dalam mengatasi segala
macam permasalahan zaman.12
Sementara Seyyed Hossein Nasr menekankan pentingnya umat Islam
meninjau ulang sejarah perkembangan sains Islam. Untuk memahami sains 11Armahedi Mahzar, Revolusi Integrasi Islam: Merumuskan Paradigma Sains dan
Teknologi Islami, Bandung: Mizan, 2004, 216. 12Wan Sabri, dkk, “Islamic Civilization…, 51-54.
7
Islam sampai ke dasarnya membutuhkan pengertiaan tentang prinsip Islam
yaitu wahyu yang dibawa Nabi Muhammad, yaitu Al-Qur`an dan Al-Hadits.
Oleh karena itu sains Islam berusaha mencapai ilmu yang akan memberikan
saham untuk kesempurnaan spiritual dan bagi keselamatan orang yang
sanggup mengkajinya.13
Menanggapi kedua tokoh di atas, Nidhal Goessoum menyimpulkan bahwa
Nasr lebih menekankan perlunya sains Islami secara umum dengan
menyerukan Dunia Islam agar menguasai Sains, sedangkan Al-Faruqi
menekankan paradigma baru yang didasarkan pada khasanah tradisi Islam,
yaitu dengan menghidupkan kembali sejarah dan filsafatnya.14 Menanggapi
hal yang sama, Kuntowijoyo menganggap bahwa konsep Islamisasi
pengetahuan sebagian memang perlu dan sebagiannya adalah pekerjaan yang
tidak berguna. Dan beliau sendiri memunculkan konsep yang dinamakan
“Pengilmuan Islam”. Dengan kata lain, dari teks ke konteks begitu
sebaliknya.15
Setidaknya ada tiga hubungan antara sains dan Agama khususnya dalam
Islam, yaitu Islamisasi Sains, model ini bertujuan untuk mencari kesesuaian
penemuan ilmiah dengan ayat Al-Qur`an, Saintifikasi Sains, model ini
bertujuan untuk mencari dasar sains pada suatu pernyataan yang dianggap
13Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Peradaban di dalam Islam, Terjemahan J. Mahyudin,
Bandung: Penerbit Pustaka, 1997, 1-21. 14Nidhal Goessoum, Islam dan Sains Modern, Terjemahan Maufur, Bandung: Mizan,
2011, 201. 15Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu: Epistimologi, Metodologi dan Etika, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2006, 1-10.
8
benar dalam Islam, dan Sains Islam, model ini menekankan pentingnya ilmu
pengetahuan dengan landasan utamanya adalah Al-Qur`an dan Al-Hadits.16
Sedangkan secara umum menurut Ian G. Barbour, ada empat pandangan
mengenai hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama yang dianut secara
luas, yaitu konflik (orang-orang yang menafsirkan Kitab Suci secara harfiah
percaya bahwa teori evolusi bertentangan dengan kepercayaan keagamaan),
independensi (keduanya memiliki ruang lingkup yang berbeda/terpisah),
dialog (adanya kemiripan-kemiripan dan perbedaan-perbedaan), integrasi
(penggabungan keduanya).17
F. Metode Penelitian
Kajian ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang
dilakukan adalah studi kepustakaan (library research) dengan pendekatan
historis filosofis. Artinya dalam penelitian tersebut kajian dimulai dengan
pengumpulan data serta mencari sumber-sumber yang berupa tulisan dari
tokoh yang dimaksud atau yang memiliki relevansinya dengan masalah yang
diangkat.18
Sumber data primer terdiri dari dua buku utama dari penulisnya dan buku-
buku induk yang membahas sains dan Agama, yaitu Ayat-Ayat Semesta, Nalar
Ayat-Ayat Semesta, Islam dan Sains Modern karya Nidhal Goessoum, Islam
16Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi, dalam Muhammad Yasin Yusuf,
“Pesantren Sains: Epystimology of Islamic Science in Teaching System”, Walisongo, Volume 23, No 2 (November 2015), 291.
17Ian G. Barbour, Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama, Terjemahan Fransiskus Borgias, Bandung: Mizan, 2005, 21-23.
18Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung :Tarsita, 1980, 1.
9
sebagai Ilmu karya Kuntowijoyo, Masa Depan Islam karya Ziauddin Sardar,
Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer karya Ian G. Barbour, Sains dan
Peradaban di dalam Islam, Islam dan Nestapa Manusia Modern, Tradisi
Islam di tengah Kancah Dunia Modern karya Seyyid Hossein Nasr, Revolusi
Integrasi Islam karya Armahedi Mahzar, Implementasi Pendekatan Integratif
Interkonektif dalam Kajian Pemikiran Pendidikan Islam karya Amin
Abdullah, Islam dan Sekulerisme karya Naquib Al-Attas, Filsafat Sains karya
Hamdani, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik karya Abdurrahman
Mas’ud. Sedangkan sumber data sekunder terdiri dari buku-buku, jurnal,
seminar ilmiah, yang membahas dan memperkuat isu-isu terkait sains, Agama,
dan integrasi-interkoneksi keilmuan.
Analisis data dalam kajian ini menggunakan analisis isi (content analysis),
yaitu penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu
informasi tertulis atau tercetak dalam media masa. Adapun tahapannya adalah
menentukan permasalahan, menyusun kerangka pikiran, menyusun metode
pengukuran, analisis isi dan interpretasi data.19
G. Sistematika Penulisan
Bab I berisi proposal yang di dalamnya terdiri dari: a) latar belakang
masalah, b) rumusan masalah, c) signifikansi penelitian, d) kajian pustaka, e)
kerangka teori, f) metode penelitian, dan g) sistematika penulisan.
19Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004, 139-142.
10
Bab II berisi tentang biografi Agus Purwanto: a) sejarah kelahiran dan
pendidikan, b) karier, c) jurnal dan publikasi ilmiah, d) buku-buku karya Agus
Purwanto.
Bab III integrasi-interkoneksi sains dan Agama pemikiran Agus Purwanto:
a) integrasi-interkoneksi sains dan Agama secara umum, b) konsep integrasi-
interkoneksi sains dan Agama pemikiran Agus Purwanto,
Bab IV berisi tentang a) esensi Pendidikan Agama Islam, b) implikasi
konsep integrasi-interkoneksi sains dan Agama pemikiran Agus Purwanto
terhadap Pendidikan Agama Islam, c) kelemahan dan kekuatan konsep.
Bab V berisi penutup : simpulan dan saran
11
BAB II BIOGRAFI AGUS PURWANTO
A. Sejarah Kelahiran dan Pendidikan Agus Purwanto
Agus Purwanto dilahirkan pada tahun 1964 di kota Jember, Jawa Timur.
Masa kecilnya dihabiskan di kota tersebut, bahkan menyelesaikan pendidikan
untuk jenjang SD, SMP, sekaligus SMA juga sama. Meski demikian untuk
jenjang lanjutan beliau memilih untuk meraih impian-impiannya yang sejak
dulu dicita-citakan yaitu masuk di Jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung
(ITB). Di sana beliau melanjutkan sampai jenjang S2 atau Master (1993).
Karena begitu besarnya keinginan belajarnya lantas melanjutkan studi S2 dan
S3 nya di Jurusan Fisika Hiroshima University, Jepang. Di sanalah beliau
mendapatkan gelar akademik Agus Purwanto, D.Sc (Doctor of Science). Gelar
akademik yang sangat langka karena hanya sebagian orang saja khususnya di
Indonesia yang memiliki gelar kehormatan tersebut. Dari data yang ada
terdapat kurang dari 30 orang yang mendapatkan gelar kehormatan doktor di
bidang fisika teori.
Beliau sangat menyukai dunia baca, mulai dari buku-buku yang beliau
geluti sampai filsafat. Bagi beliau, jalan ilmu sesungguhnya adalah jalan para
nabi dan auliya, manusia pilihan yang diberi tugas membimbing, memandu,
dan mencerahkan umat. Menempuh jalan ilmu berarti menempuh jalan
kemuliaan juga untuk tujuan mulia. Perkembangan ilmu yang demikian pesat
membutuhkan ilmuwan yang mewadai bagi setiap penjuru negeri termasuk
11
12
Indonesia. Tanpa sains, suatu bangsa akan bertransformasi menjadi bangsa
kuli yang lemah, tidak berdaulat dan bergantung pada negara lain.
B. Karier Agus Purwanto
Agus Purwanto pernah menjadi asisten Laboratorium Fisika Dasar, mata
Kuliah Fisika Dasar, Fisika Matematik, Gelombang dan Mekanika Kuantum.
Dan semenjak 1989 beliau menjadi staf pengajar di Jurusan FMIPA Institut
Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Beliau juga menjadi Kepala
Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam ITS dan menjadi anggota
Himpunan Fisika Indonesia dan Physical Society of Japan. Pada awal 2006
menjadi Visiting Proffessor di Hiroshima University, Visiting Fellow di
ISTAC, International Islamic University Malaysia.
C. Jurnal atau Publikasi Ilmiah Agus Purwanto
Beliau sangat aktif menulis dan meneliti semenjak kuliah S1 sampai S3.
Tulisan-tulisannya dipublikasikan di beberapa jurnal dan media masa mulai
dari Modern Physics Letter, Progress of Theoritical Physics, Physical Review,
Nuclear Physics, Europan Journal Physics, Journal of Modern Physics, dan
Open Journal of Microphysics. Tulisannya yang lain seperti di Paradigma,
Kuntum, Suara Muhammadiyah, Mekatronika, Kharisma, Simponi, Surya,
Republika, dan Kompas.
13
D. Buku-buku Karya Agus Purwanto
Selain artikel-artikel yang telah dipublikasikan di berbagai penjuru jurnal
nasional maupun internasional termasuk di beberapa media nasional, beliau
juga masih menyempatkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk menyelesaikan
karya-karyanya dalam bentuk buku. Adapun judul buku-bukunya adalah
Pengantar Fisika Kuantum (1997), Metode Hikari: Arab Gundul Siapa Takut?
(2005), Fisika Kuantum (2006), Fisika Statistik (2007), Ayat-Ayat Semesta:
Sisi-Sisi Al-Quran yang Terlupakan (2008), Pengantar Kosmologi (2009),
Pintar Membaca Ayat Gundul dengan Metode Hikari (2010), Teori Relativitas
Khusus (2011), dan Nalar Ayat-Ayat Semesta (2012).
14
BAB III INTEGRASI-INTERKONEKSI SAINS DAN AGAMA
PEMIKIRAN AGUS PURWANTO
A. Integrasi-Interkoneksi Sains dan Agama
Secara bahasa integrasi berasal dari kata integrated yang memiliki arti
pertama keseluruhan atau utuh, yang kedua berarti bersatunya antar bagian
menjadi satu, yang ketiga berarti menghilangkan hambatan.20 Sedangkan
interkoneksi berasal dari kata interconnection yang berarti menghubungkan
yang satu dengan yang lain.21 Dengan demikian penyatuan dan keterhubungan
dalam hal ini adalah sains dengan agama. Amin Abdullah mengibaratkan
integrasi-interkoneksi seperti halnya mata uang yang memiliki dua bagian
yang tidak bisa dipisahkan. Ada tiga kata kunci yang diinspirasi dari Ian G
Barbour dan Holmes Rolston dalam integrasi-interkoneksi sains dan agama,
yaitu:22
1. Semipermeable (saling menembus)
Hubungan antara ilmu/sains dengan agama tidaklah dibatasi dengan
tembok/dinding tebal yang tidak memungkinkan untuk berkomunikasi,
tersekat atau terpisah sedemikian ketat, melainkan saling menembus.
Masih tampak garis batas demarkasi antar bidang disiplin ilmu, namun
ilmuan antar bidang saling membuka diri untuk saling berkomunikasi dan
saling menerima masukan dari disiplin luar bidangnya. Dan hubungan
20Webster’s New World Dictionary, 337. 21Webster’s New World Dictionary, 338. 22Amin Abdullah, Agama, Ilmu dan Budaya: Paradigma Integrasi-Interkoneksi Keilmuan,
Naskah Inaugurasi Amin Abdullah menjadi salah satu anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Yogyakarta, 17 Agustus 2013, 10-21.
14
15
saling menembus ini dapat bercorak klarifikatif, komplementatif,
alternative, korektif, verifikatif maupun transformatif.
2. Intersubjektive Testibility (keterujian intersubjektif)
Pemahaman mengenai subyek dan obyek selalu menjadi perdebatan
dalam pengambilan sebuah kesimpulan. Ada objektif dan subjektif, dan
bagaimanapun pula objek selalu dikonstruk oleh subjek. Oleh karena itu,
pemahaman tentang apa yang disebut objektif harus disempurnakan
menjadi intersubjective testability, yakni semua komunitas keilmuan turut
serta secara bersama-sama menguji penafsiran dan pemahaman data yang
diperoleh dari seorang peneliti.
Dalam hal ini beliau menekankan bahwasannya dalam agama akan
sangat susah untuk melihat apakah sujektif atau objektif. Untuk itulah ada
dua kemungkinan pemahaman dalam agama yaitu objective-cum-
subjective atau subjective-cum-objective dan klaster yang terakhir adalah
intersubjektif. Untuk menghindarkan diri dari pemahaman subjektif yang
akut, agamawan perlu mengenal adanya unsur-unsur objektif dalam agama
melalui penelitian empiris. Sehingga intersubjektif ini dapat dipahami
sebagai kondisi mentalitas keilmuan seseorang yang dengan cerdas
mendialogkan antara dunia objektif dan subjektif dalam menghadapi
kompleksitas kehidupan secara umum, tidak hanya sekedar sains dan
agama.23
23Amin Abdullah, Agama, Ilmu dan Budaya…, 16-17
16
3. Creative Imagination (imajinasi kreatif)
Membuat teori baru tidaklah mudah karena dibutuhkan perjuangan
yang sungguh-sungguh dan keberanian yang kuat dalam menggabungkan
berbagai gagasan, ide-ide yang telah ada sebelumnya. Oleh karenanya
imajinasi kreatif sangatlah ditekankan dalam rangka pencarian dan
penggalian teori baru, yakni berani mengaitkan dan mendialogkan uraian
dalam satu bidang ilmu agama dalam kaitan, diskusi dan perjumpaannya
dengan disiplin keilmuan yang lainnya.24
Ketiga kata kunci di atas mendasari paradigma integrasi-interkoneksi
sains dan agama. Keutuhan yang didasarkan dari saling dialog antar bidang
keilmuan, ditambah dengan mentalitas seorang peneliti dalam mendialogkan
subjektifitas dan objektifitas data yang ada disertai dengan imajinasi berfikir
kreatif menjadikan paradigma keilmuan terlihat utuh dan kokoh. Kehadiran
agama di mata sains menjadikannya memiliki sudut pandang yang lebih luas
sekaligus ada prinsip-prinsip yang memang harus ada batasnya. Begitu juga
kehadiran sains di mata agama menjadikannya lebih mudah dipahami secara
empiris.
B. Integrasi-Interkoneksi Sains dan Agama Pemikiran Agus Purwanto
Secara umum pemikiran sains dan agama Agus Purwanto dituangkan
dalam dua buku yang berjudul Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat
Semesta. Kedua buku tersebut ditulis dan diterbitkan belum lama, yaitu sekitar
2008, dan 2011 yang lalu. Tidak terlalu jauh dari masa perhatian intelektual
24Amin Abdullah, Agama, Ilmu dan Budaya…, 19-20
17
sebelumnya seperti Seyyed Hossein Nasr, Ziauddin Sardar, Mehdi Ghosani,
Abdus Salam, Naquib Al-Attas yang berada pada kisaran 1990 an. Meski
begitu tema sains dan agama masih sangat minim mendapat perhatian di
kalangan para intelektual khususnya dunia Islam dibandingkan dengan periode
zaman keemasan Islam yaitu pada Dinasti Abbasiyah.
Kegagalan dunia Islam dalam membangun peradaban melalui sains dan
agama menjadi momok terbesar. Saat ini umat Islam terperangkap dalam
jaring laba-laba kepentingan pro status quo yang melarang adanya
pemahaman baru atas Al-Qur`an yakni dengan memandang bahwa penafsiran
lama terhadap Al-Qur`an mempunyai nilai skralitas yang lebih besar dari Al-
Qur`an itu sendiri.25 Problem besar yang dari dulu masih terus berlanjut
sampai sekarang meski pintu ijtihad telah dibuka lebar-lebar pada abad 13 M.
Menjelang abad 20 masehi, umat Islam sangatlah beruntung karena
kehadiran para intelektual terus mencoba memberanikan diri untuk merubah
cara pandang tersebut. Pemikiran-pemikiran sains yang telah lama terkubur
mulai dihidupkan lagi. Dan khususnya melalui dua buku karya Agus Purwanto
ini, umat Islam dapat menengok kembali tema-tema sains yang terkandung
dalam Al-Qur`an terlebih dapat dijadikan inspirasi dalam meningkatkan
cakrawala berfikir yang lebih luas demi kebangkitan peradaban Islam.
Secara keseluruhan kedua buku tersebut berisi tema-tema yang sangat
menarik dan menginspirasi khususnya bagi umat Islam. Beliau menemukan
secara riilnya di dalam Al-Qur`an memuat 800 ayat yang mengandung kata
25Asghar Ali Engineer, Islam Masa Kini, Terjemahan Tim Forstudia, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004, 34.
18
bagian dari alam seperti air, awan, besi, bintang, burung, cahaya, darah, emas,
atau fenomena alam melebihi ayat-ayat yang mengandung hukum.26 Pada
dasarnya alam diciptakan dengan tujuan yang tidak sia-sia dan benar-benar
memiliki hakikat. Dasar kosmopolitanisme Islam masa lalu yang melihat
perbendaharaan kultural umat manusia sebagai milik sendiri sehingga tak
segan-segan mengambil serta mengembangkannya yaitu melalui kreatifitas
ilmiah.27
Grafik. 3.1
Grafik di atas menjadi pondasi pokok integrasi-interkoneksi pemikiran
Agus Purwanto dalam dua bukunya tersebut. Untuk mencapai hipotesis yang
tepat khususnya dalam menafsirkan fenomena alam, terlebih dahulu melihat
pondasi dasarnya yaitu melalui Al-Qur`an. Dari sanalah kemudian berlanjut
26Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta, Bandung:Mizan, 2015, 90. 27Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina, 2009, 31.
Al‐Qur`an
Bahasa Arab Kitab Tafsir
Fenomena Alam Semesta
Penelitian Ilmiah
19
pada tahap penafsiran para ulama mengenai fenomena alam, ditambah lagi
dengan aspek kebahasaan/bahasa Arab, dan hasil-hasil penelitian ilmiah dari
sejak zaman Sebelum Masehi sampai sekarang.
1. Fenomena Alam Semesta
Alam semesta adalah fana. Ada berbagai proses di dalamnya mulai
dari ketiadaan sama sekali kemudian tercipta, yang pada akhirnya juga
akan hancur. Di antaranya juga terdapat peciptaan manusia, dan makhluk
lainnya yang menghuni di dalamnya. Bersamaan itu pula terdapat berjuta-
juta proses fisika, kimia, biologi dan proses-proses lainnya yang tidak
diketahui.28 Sambil menunjuk pada Q.S Al-Baqarah ayat 117:
“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia.”29 Penciptaan alam semesta pada dasarnya memuat proses yang sangat
panjang. Kata kun berarti fi’il amr yang berarti perintah, lantas terdapat
proses yang kedua yaitu fayakun yang berupa fi’il mudhari’ terjadilah
namun dalam sudut pandang proses (sedang berlangsung).30
Alam semesta kian meluas. Imajinasi masa silam membawa manusia
pada alam semesta yang lebih kecil sampai pada awal, nol.31 Senada
dengan hal di atas bahwa alam semesta telah meluas dan hampir dipastikan
akan mengalami percepatan karena adanya energi gelap yang
28Moedji Raharto (ed), Harun Yahya: Penciptaan Alam Semesta, Gramedia-Buku Online,
6. 29Muhammad Taufiq, Quran in Word Versi 1,3. 30Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,.., 270-272. 31Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,.., 273.
20
membentangkan ruang dan waktu. Saat meluas, alam semesta
menghasilkan partikel, inti, atom dan struktur-struktur yang lainnya.32
Kehadiran alam semesta yang sebelumnya dari ketiadaan, kemudian
awal penciptaan sampai pada proses perluasan tentu di dalamnya terdapat
sangat banyak proses meneguhkan pada manusia agar mereka bisa
mempelajari, memahami dan berdialog akan ciptaan-Nya. Alam semesta
sungguh menakjubkan karena terdapat banyak sekali unsur-unsur yang
terlihat maupun yang tidak terlihat. Tiga inti dari alam semesta yaitu
materi, ruang dan waktu. Ketiganya terbagi menjadi berjuta-juta bagian
dan sub-bagian, mulai dari atom, partikel, planet, tatasurya, galaksi, black-
hole, dark energy, dark matter.
2. Al-Qur`an
Secara bahasa Al-Qur`an bermakna bacaan, sedang secara istilah
adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, tertulis
dalam mushaf, diturunkan secara berangsur-angsur, orang yang
membacanya dianggap sebagai ibadah dan setiap dari suratnya adalah
mukjizat.33 Karena Al-Qur`an juga berarti bacaan, dengan begitu
menegaskan bahwa ia merupakan salah satu sumber ilmu yang pada
dasarnya harus dibaca, dieksplorasi dan dielaborasi. Sampai akhirnya
manusia mampu merasakan mukjizat keagungan darinya.
Al-Qur`an turun bukan pada ruang hampa, juga bukan pada awal
sejarah kelahiran manusia. Ia turun ketika beberapa peradaban telah
32Nidhal Goessoum, Islam dan Sains Modern,..,352 33Nuruddin ‘Itr, Ulûmu al-Qur`an al-Karîm, Damsyiq, 1993, 10.
21
berlangsung dan beberapa pemikiran mengenai alam semesta telah
berkembang. Artinya mereka telah mempunyai pandangan, pendapat
bahkan teori mengenai fenomena alam semesta. Dan untuk menangkap
pesan fenomena alam serta mengambil pelajaran darinya dibutuhkan peran
akal. Dalam hal ini Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa sumber ilmu adalah
indera dan akal, lalu gabungan antar keduanya yaitu berita suci (wahyu).34
Untuk itu, pesan awal pada tahap ini adalah Al-Qur`an menegaskan
akan pentingnya penggunaan akal. Al-Qur`an menyebut kata aql sebanyak
49 kali dengan 48 kata dalam bentuk kata kerja sedang atau fi’il mudhari’
dan satu kata kerja lampau atau fi’il madhi. Setiap pola mempunyai
karakteristik pesan tersendiri.35
Setelah itu, 800 ayat-ayat yang berhubungan dengan fenomena alam
semesta (ayat-ayat kauniyah) beserta isinya dikelompokkan sesuai dengan
temanya sebanyak 134, sebagai contoh: Tema Air: dari batu terbelah (Q.S
Al-Baqarah ayat 74, Al-A’raf ayat 160), dari langit (Al-Baqarah ayat 164,
Al-Furqan ayat 48, Luqman ayat 10). Tema Besi: menjadi batu (Al-Isra’
ayat 50), mendidih seperti air (Al-Kahfi ayat 29). Tema Bintang: waktu
malam dan tenggelam (Al-An’am ayat 76), dan lain sebagainya sampai
800 ayat.36
Tema-tema yang telah dipaparkan secara jelas berikut dengan ayat-
ayat yang melandasinya dengan tujuan agar dilakukan penelitian lanjutan
secara maksimal dan mendalam. Darinya akan menghasilkan penemuan- 34Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam,.., 51. 35Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,.., 69. 36Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,.., 90-126.
22
penemuan yang benar-benar mengagumkan dan menjadi konsep-konsep
yang pada dasarnya Al-Qur`an berbanding lurus dengan kaidah alam
semesta.
3. Penafsiran Ulama/Kitab Tafsir
Dalam memahami Al-Qur`an diperlukan berbagai kumpulan sudut
pandang para ulama-ulama ahli tafsir. Dengan demikian agar tidak terjadi
kesalahan yang fatal dalam mengimplementasikan teks Al-Qur`an kepada
penyimpulan bahkan tindakan nyata. Kedua buku tersebut memuat
beberapa kitab tafsir seperti Tafsir Qur`an Perkata, Tafsir Ibnu Katsir,
Tafsir Fi Zhilailil Qur’an, dan lain-lain. Setiap dari teks ayat Al-Qur`an
diberi penjelasan secara jelas tentang makna yang dimaksud.
Meski demikian apa yang telah diambil kemudian dianalisis ke
dalam dua buku tersebut masih mendapatkan kritikan dan catatan khusus
dari salah satu ahli bahwa masih butuh tafsir yang lebih banyak lagi
khususnya tafsir-tafsir terbaru seperti Al-Mizan, Kasyfu al-Asrar, Al-Islam
wa al-Thibb, dll.37
4. Kebahasaan/Bahasa Arab
Al-Qur`an diturunkan dengan bahasa Arab. Oleh karenanya, setiap
ilmuan muslim harus mengerti, memahami dan medalami bahasa Arab.
Dalam hal ini Agus Purwanto benar-benar menekankan pentingnya belajar
bahasa Arab. Karena pada dasarnya setiap pengkajian Qur`an, secara
langsung berhadapan dengan bahasa Arab. Ia harus dikaji dan dipahami
37Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,..,6.
23
seluk-beluknya, rahasia, dan keistimewaannya dibandingkan bahasa
lainnya.
Dengan pemahaman bahasa Arab yang benar dan tepat akan
menghasilkan temuan menuju kesimpulan yang tepat pula. Dalam hal ini
Beliau memberi contoh dalam Q.S Yunus ayat 34:
ö≅ è% ö≅ yδ ⎯ ÏΒ / ä3Í←!% x. uà° ⎯ ¨Β (# äτy‰ö7 tƒ t, ù=sƒ ø:$# §Ν èO … çν ߉‹ Ïèム4 È≅ è% ª!$# (# äτy‰ö7 tƒ t, ù=sƒ ø:$# §Ν èO
… çν ߉‹ Ïèム( 4’ ¯Τ r'sù tβθä3sù÷σ è? ∩⊂⊆∪
“Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang dapat memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali?" Katakanlah: "Allah-lah yang memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali; Maka Bagaimanakah kamu dipalingkan (kepada menyembah yang selain Allah)?”
Kata يبدأ yabda`u merupakan fi’il mudhari’ atau termasuk kata kerja
sedang. Dengan demikian Allah sedang mencipta atau akan mencipta.
Artinya proses penciptaan masih terus berlangsung.38 Sebagaimana
diketahui juga bahwa bintang pun juga musnah dan muncul bintang yang
lain. Berbeda dengan para ilmuwan yang selama ini meyakini bahwa tidak
akan lagi ada penciptaan setelah ledakan besar.
Contoh lainnya adalah ayat yang Al-Qur`an yang berisi bahwa Allah
menciptakan segala sesuatu berpasangan. Dalam hal ini terdapat penemuan
mutakhir pasangan elektron yaitu positron yang ketika keduanya saling
bertemu, maka yang terjadi adalah musnah.39 Hal ini juga
mengindikasikan bahwa ternyata partikel di alam semesta ini bisa musnah. 38Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,..,474. 39Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,..,66-67.
24
Dengan begitu klaim yang menyatakan alam semesta abadi tertolak
dengan teori ilmiah sekaligus penegasan Qur`an tersebut. Demikian aspek
bahasa Arab mengungkapkan penemuan terbaru dan mempermudah para
ahli-ahli dalam memahami fenomena alam semesta yang selama ini belum
terungkap atau masih samar-samar.
5. Penelitian Ilmiah
Sejak zaman dahulu alam semesta selalu menjadi bahan kajian untuk
dipikirkan, dipahami bagi manusia dan sebagai sarana untuk mengerti
keagungan Allah khususnya umat Islam. Para filosof telah banyak
meluangkan waktunya dalam mengkaji alam semesta ini. Mulai dari
filosof Yunani seperti Thales (625-545 SM), Anaximandros (610-547
SM), Anaximenes (585-526 SM), Herakleitos (540-480 SM), Empedokles
(490-430 SM), Democritus (460-370 SM), Socrates (470-399 SM), Plato
(422-347 SM), Aristoteles (384-322 SM). Kemudian dilanjutkan di
Alexandria seperti Euclid (330-275 SM), Archimides (287-212 SM),
Apollonius (262-160 SM), Claudius Ptolomeus (100-170 M). Meski begitu
sampai pertengahan abad ke-7 tidak ada kemajuan yang signifikan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.40
Setelah Islam datang, ilmu-ilmu yang terdahulu mulai diterjemahkan
besar-besaran dan dikritisi, dieksplorasi, dielaborasi oleh para ulama
seperti Al-Kawarizmi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Haitsam, Al-Jahiz, Al-
Battani, At-Thusi dan masih banyak lainnya yang kemudian muncullah
40Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta,..,20-42.
25
penemuan-penemuan baru khususnya di bidang sains dan terus
dikembangkan sampai runtuhnya dinasti Abbasiyah di Baghdad.41
Pembuktian asal muasal, eksistensi, sifat-sifat dan segala isi alam semesta
masih terus berlanjut sampai sekarang.
Berbeda dengan dunia Timur semenjak peradaban Islam runtuh
sekitar abad 12 M, beberapa dekade berikutnya dunia Barat mulai bangun
dengan menerjemahkan banyak buku-buku karya umat Islam dan
kemudian terpacu untuk melakukan percobaan-percobaan dalam bidang
sains.42 Beberapa tokoh ternama seperti Roger Bacon (1220-1297),
Nicolaus Copernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630), Galileo
(1564-1642), James Bradley (1693-1762), Robert Boyle (1627-1691).
Pada periode inilah diumumkan bahwa bumi mengelilingi matahari
(heliosentris) berbeda dengan pandangan sebelumnya yaitu bumi menjadi
pusat tatasurya (geosentris).
Selama Hari Kiamat belum terjadi, fenomena alam masih terus
berlanjut dan memberikan banyak sekali pelajaran bagi mereka yang mau
menggunakan akal pikirnya. Terlebih lagi fenomena alam juga selalu
memberikan kejutan-kejutan bagi manusia agar mereka lebih banyak
mengerti dan memahami keagungan Allah lantas banyak-banyak
bersyukur kepada-Nya. Tahapan-tahapan penyimpulan mengenai alam
semesta dan isinya terus berlanjut dan tidak akan pernah habis.
41Akhmad Alim, Sains dan Teknologi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014, 66. 42Wisnu Arya Wardhana, Hadiah Nobel dan Sains Modern dalam Al-Qur`an,
Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2016, 88.
26
Gagasan integrasi sains dan Agama telah berlangsung cukup lama,
terlebih pada pengembangan sains berbasis Agama (theistic science) yang
kini sudah sampai pada bentuk paradigma ilmiah.43 Hubungan sains dan
Agama secara integral sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Ian G
Barbour ternyata masih mengalami perkembangan di dalamnya.
Secara umum telah jelas bahwa pemikiran Agus Purwanto mengenai
sains dan Agama mengarah kepada semangat untuk mengeksplorasi dan
mengelaborasi fenomena alam semesta yang berdasar pada Al-Qur`an. Untuk
itulah diberi penekanan terkait Sains Islam yakni sains yang premis dasarnya
diambil langsung dari wahyu atau ayat-ayat Al-Qur`an. Senada dengannya
bahwa Al-Qur`an merupakan bukti otentik yang di dalamnya memuat
kebenaran yang dapat diterima secara objektif dan sains, bahkan sesuai
dengan data atau penemuan-penemuan modern.44
Secara tegas tiga pilar Sains Islam harus dibangun berdasarkan
ketauhidan, mulai dari ontologi, yakni yang menjadi subjek ilmu adalah
penerimaan terhadap realitas material dan non-materi. Aksiologi Sains Islam
yakni dikenalnya Sang Pencipta melalui pola-pola ciptaan-Nya dan
dikatahuinya watak sejati segala sesuatu. Dan epistimologi Sains Islam yakni
berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunah.
Pada hakekatnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara Islamisasi
Sains, Sains Islam bahkan Sains Teistik yaitu sama-sama menginginkan
43Mohammad Muslih, Al-Qur`an dan Lahirnya Sains Teistik, Tsaqofah Jurnal Peradaban
Islam, vol 12 no 2 (November 2016), 257. 44Maurice Bucaille, The Bible, The Qur`an dan Science: The Holy Scripture Examined in
The Light of Modern Knowledge, New York: Martin’s Press Pubhliser, 1993, 178.
27
tegaknya visi Ilahiah, terbangunnya ilmu pengetahuan berdasarkan kebenaran
wahyu. Dalam hal ini Zainal Abidin Bagir juga menyamakan antara
Islamisasi Pengetahuan, Sains Islam dan Sains Teistik.45 Meski begitu Mehdi
Golshani tidak mengharapkan bahwa Sains Islam atau Sains Teistik dapat
menghasilkan metode ilmiah yang baru atau rujukan dari Kitab Suci atau
Sunnah Nabi untuk riset fisika dan kimia.46Menanggapi hal tersebut Nidhal
Guessoum menyatakan penolakannya terhadap semua perspektif ekstrem
yang di dalamnya ada Sains Sakral sampai Sains Islami.47
Beliau menekankan dan mempromosikan pembacaan berlapis dengan
nuansa dan petunjuk multilevel terhadap sebagian besar atau bagian Al-
Qur`an. Baginya Al-Qur`an tidak dapat diubah menjadi sebuah ensiklopedi
apa pun termasuk semua jenis sains. Yang perlu diperhatikan adalah Al-
Qur`an harus dibaca dan dikaji dengan serius dan penuh hormat. Sebagai
contoh dengan meyakinkan masyarakat Muslim mengenai gagasan tertentu
misalnya teori evolusi Biologi bukan dengan membuktikan bahwa teori
tersebut dapat ditemukan dalam Al-Qur`an, melainkan dengan mengajak
mereka melakukan pembacaan dan penafsiran yang cerdas terhadap beberapa
bagian Al-Qur`an yang benar-benar konsisten dengan teori tersebut.48
Kekawatiran beberapa ilmuan nampak bahwa mereka tidak setuju Al-
Qur`an kian dijadikan kitab sains atau ensiklopedi sains karena hal ini
45Zainal Abidin Bagir, Science, Religion in a Post-Colonial World: Interfaith Perspectives,
Australia: ATF Press Adelaide, 2005, 40. 46Mehdi Golshani, From Seculer Science to Thesitic Science in Nidhal Goessoum, Islam
dan Sains Modern, Terjemah Maufur, Bandung: Mizan, 2011, 182. 47Nidhal Goessoum, Islam dan Sains Modern,..,299. 48Nidhal Goessoum, Islam dan Sains Modern,..,300-301.
28
mengurangi derajat martabat kemukjizatan Al-Qur`an. Dalam pandangannya
Masdar Hilmy juga tidak setuju akan Al-Qur`an yang diperlakukan sebagai
kitab ilmiah dan sumber bagi ilmu-ilmu modern dikarenakan keduanya (Al-
Qur`an dan Sains) dibangun di atas fondasi epistimologi yang berbeda. Al-
Qur`an merupakan kalam Allah yang diwahyukan secara deduktif, sedangkan
sains merupakan hasil pola pikir manusia yang dilakukan secara induktif.
Yang diperlukan umat Muslim terhadap Al-Qur`an adalah mengimani isinya
secara totalitas bukan menguji kebenarannya secara induktif, karena bisa saja
bertentangan dengan temuan sains modern.49
Dari berbagai pergulatan pemikiran atas, Agus Purwanto pada dasarnya
menginginkan pengkajian dari teks (Al-Qur`an) menuju konteks kerja ilmiah
yaitu menekankan adanya pengkajian yang mendalam melalui riset-riset
ilmiah pada ayat-ayat kauniyah yang sudah ditemakan secara rinci dan
sistematis. Oleh sebab itu setiap bidang khususnya yang termasuk kategori
pengkajian alam semesta (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi)
wajib mengembangkan riset ilmiah sesuai dengan ayat-ayat kauniyah yang
telah dijabarkan.
Penggambaran riil Sains Islam pemikiran Agus Purwanto
menitikberatkan ayat-ayat kauniyah yang berjumlah 800 harus menjadi salah
satu landasan pengembangan keilmuan kealaman pada khususnya. Terlebih
ayat-ayat tersebut masih sangat minim mendapat perhatian untuk dieksplorasi
secara ilmiah. Fenomena alam semesta, kebahasaan/bahasa Arab, tafsir Al-
49Masdar Hilmy, Pendidikan Islam dan Tradisi Ilmiah, Malang: Madani, 2016, 156.
29
Qur`an, penelitian ilmiah, menjadi sesuatu yang integral dan interkoneksi
dalam menjadikan Al-Qur`an sebagai premis dasar Sains Islam.
Agus Purwanto dalam hal ini tidak pernah menyimpulkan bahwa Al-
Qur`an merupakan kitab sains atau dapat dianggap sebagai ensiklopedi sains.
Sejauh ini beliau tertarik untuk meneliti dan bukan untuk menguji kebenaran
Al-Qur`an dari ranah sains, melainkan mengeksplorasi, mengelaborasi ayat-
ayat kauniyah yang jumlahnya cukup banyak dalam Al-Qur`an. Di sisi lain
bahwa perkembangan penelitian beserta hasil-hasilnya senada dengan yang
teks Al-Qur`an khususnya ayat-ayat kauniyah.
Bagaimanapun juga Al-Qur`an adalah petunjuk kebenaran bagi manusia
dan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Ia tidak hanya berisi tentang hal-hal yang
bersifat syari`at namun juga tentang alam semesta dan isinya. Dalam kajian
beliau yang mendalam dari berbagai sisi yaitu fenomena alam, kebahasaan,
tafsir, dan hasil-hasil penelitian ilmiah menghasilkan penyingkapan yang
sangat luar biasa yaitu kesesuaiannya Al-Qur`an dengan fenomena alam
semesta.
Kebanyakan para saintis lebih dominan memegang teori-teori ilmiah,
sedangkan para ulama lebih dominan pada pembacaan teks-teks wahyu yaitu
Al-Qur`an dan Al-Hadits. Namun Agus Purwanto merupakan salah satu dari
kebanyakan saintis yang mencoba mengkaji, meneliti dan mengeksplorasi
dari keduanya, sampai akhirnya ditemukanlah kecocokan (fenomena alam
semsta dan Al-Qur`an) dalam arti yang sebenarnya. Dan dari hal inilah beliau
menekankan akan pentingnya melakukan penelitian yang mendalam dari
30
sinyal-sinyal ayat kauniyah yang selama ini belum tergali secara mendalam
dengan perangkat, melihat fenomena alam, dan pembacaan teks Al-Qur`an
melalui (kebahasaan, kitab-kitab tafsir dan hasil-hasil penelitian ilmiah dari
terdahulu sampai kontemporer). Dari berbagai bidang tersebut bekerja sama
secara integral-interkonektif.
31
BAB IV IMPLIKASI PEMIKIRAN AGUS PURWANTO TERHADAP
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Esensi Pendidikan Agama Islam
Kata iqra` tidak hanya sebagai perintah yang turun pertama kali namun
dalam tataran selanjutnya menjadi inspirasi bagi setiap muslim untuk selalu
mengembangkan potensi lahiriah maupun batiniah. Untuk menuju Insan
Kamil atau menjadi manusia yang sempurna diperlukan tahapan-tahapan
penyempurnaan berbagai potensi yang dimiliki manusia yang menurut Al-
Ghazali adalah nafs, ‘aql, qalb, dan ruh. ‘Aql merupakan salah satu dimensi
yang dimiliki manusia untuk meraih informasi, ilmu dan pemahaman.
Dengannya manusia dapat memperoleh derajat kemuliaan di dunia dan
akherat.
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu wilayah yang mengkaji
dan berupaya untuk menyempurnakan keempat potensi tersebut. Untuk itulah
pasca perebutan wilayah Yunani oleh Islam, pada akhirnya terjadi
penerjemahan besar-besaran dan percampuran teks pembelajaran. Tidak hanya
terkait Al-Qur`an, Al-Hadits, Fiqih, dll, namun merambah sampai Ilmu
Filsafat, Ilmu Astronomi, Ilmu Geografi, dan pada saat itulah conggak
peradaban Islam dimulai.
Baik pendidikan maupun sains yang berkembang di dalam peradaban
Islam selama ratusan tahun pada hakekatnya berkarakter Islami, dari manapun
asal-usul sejarah mereka. Organisme hidup yang berujud peradaban Islam itu
31
32
menelan dan mencerna berbagai macam jenis pengetahuan dicerna dan
ditumbuhkan di dalam tubuh Islam dengan prinsip wahyu Islam dan semangat
Al-Qur`an.50 Tidak ada pendikotomian keilmuan antara sains dan Agama
semenjak awal peradaban Islam. Dan pendikotomian sains dan Agama terjadi
di kalangan umat Islam pada abad 11 menjelang abad ke 12 yang pada
akibatnya terjadilah kemunduran peradaban intelektualisme Islam.51
Dalam meneguhkan pencarian jatidiri umat Islam, Pendidikan Agama
Islam harus meletakkan pondasi dasarnya pada keterbukaannya untuk
menggali seluruh potensi, bukan malah membatasi pada lingkup yang sempit.
Dengan begitu Pendidikan Agama Islam sebagai penginspirasi dan pendorong
tumbuhnya potensi-potensi akademik yang lainnya.
Ada dua konsep dalam Pendidikan Agama Islam yang mendasarinya,
yang pertama, bahwa dasar pengetahuan dalam Islam adalah Allah berkuasa
atas segala sesuatu dan pengetahuan bersumber dari-Nya. Yang kedua, bahwa
tauhid memiliki daya dorong munculnya semangat dalam mengkaji alam dan
sumber motivasi pengembangan berbagai keilmuan.52 Konsep di atas menjadi
arah dan pondasi bagi berjalannya Pendidikan Agama Islam di suatu lembaga
pendidikan, mulai dari kurikulum, materi, metode, dan pelaksanannya.
Tanpa hal tersebut hakekat Pendidikan Agama Islam tidak akan pernah
sampai pada tujuannya. Kurikulum, materi, metode dan pelaksanaannya harus
dirancang sedemikian rupa yang memiliki arah dan pengembangan yang jelas
50Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern.., 124. 51Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik:.., 121. 52Maksudin, Paradigma Agama dan Sains Nondikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013, 147-148.
33
bagi tumbuh kembangnya potensi-potensi dalam diri manusia secara
menyeluruh.
B. Implikasi Pemikiran Agus Purwanto terhadap PAI
Sebagaimana konsep integrasi-interkoneksi sains dan Agama pemikiran
Agus Purwanto di atas membawa pada pemahaman akan pentingnya berbagai
bidang keilmuan (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi) turut serta
mengeksplorasi Al-Qur`an khususnya ayat-ayat kauniyah. Hal ini
meneguhkan pula bahwa belajar Pendidikan Agama Islam tidak hanya
monoton, namun berusaha berkolaborasi secara aktif dengan bidang-bidang di
atas dalam rangka mengembangkan potensi umat Islam secara komprehensif.
Hal yang sama juga ditegaskan Sardar bahwa dalam rangka menemukan
epistimologi Islam masa kini, perlu ditekankan kesalingketerkaitan, yakni
semua bentuk pengetahuan saling terkait dan secara organis dihubungkan oleh
jiwa wahyu Al-Qur`an yang selalu hidup. Keragaman dan kesalingketerkaitan
menjadi ciri yang unik pada epistimologi Islam.53
Bagi Kuntowijoyo pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu
pengetahuan yang berdasarkan pada paradigma Al-Qur`an jelas akan
memeprkaya khazanah ilmu pengetahuan umat manusia. Premis-premis
normatif Al-Qur`an dapat dirumuskan menjadi teori-teori empiris dan rasional,
dan pada akhirnya dapat dipakai sebagai basis untuk kebijakan-kebijakan
aktual. Oleh karena itulah diperlukan demistifikasi sebagai gerakan intelektual
53Ziauddin Sardar, Islamic Futures: The Shape of Ideas to Come, terjemahan Rahmani
Astuti, Bandung: Pustaka, 1987, 104-105.
34
untuk menghubungkan kembali teks dengan konteks atau teks menuju konteks
artinya berkesinambungan dan berusaha menjawab permasalahan.54
Sebanyak 800 ayat kauniyah tersebut terbagi menjadi 132 bab. Dari bab-
bab tersebut bisa langsung dimasukkan ke dalam mata pelajaran yang sesuai
temanya mulai dari Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi. Dengan
begitu PAI akan menjadi sumber sekaligus inspirasi bagi tumbuh kembangnya
ilmu pengetahuan kealaman dan menjadikan umat Islam berfikir kreatif dan
inovatif, karena di dalamnya terintegrasi muatan hirarki ketrampilan proses
sains. Tingkatan dasar mulai dari observasi, membandingkan,
mengelompokkan, mengukur, mengkomunikasikan. Tingkatan menengah
mulai dari menginferensi, dan memprediksi, sedangkatan tingkatan mahir
mulai dari membuat hipotesis, mendefinisikan dan mengendalikan variabel.55
Sejarah juga mencatat bagaimana umat Islam menuntut dirinya untuk
menguasai ketrampilan sains akan berbagai aspek di dalamnya yang pada
akhirnya menjadikan sebab mereka menguasai semua prinsip dasar dan
kaidah-kaidah sekaligus memahami problemanya. Ilmu-ilmu ‘aqliyyat seperti
ini dapat berkembang melalui diskusi-diskusi dan perdebatan-perdebatan
ilmiah, bukan bertumpu pada hafalan. Dan Ibnu Khaldun lebih jauh
menyimpulkan bahwa sistem pengajaran merupakan faktor yang paling utama
dalam menumbuhkan ilmu, pemahaman dan kemahiran.56 Ketika umat Islam
54Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu,.., 10-24. 55Charlesworth and Lind, Math and Science for Young Children (7 ed),
Canada:Wadsworth, Cengage Learning, 2013, 3. 56Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, terjemahan Ahmadie, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000, 538.
35
memiliki pengajaran ilmiah dan keahlian-keahlian, mereka berada pada orde
yang sangat kokoh.57
Menurut Amin Abdullah, umat Islam pada hakekatnya telah memiliki
konsep berfikir yang kreatif dan inovatif sebagaimana dahulunya telah
dicontohkan di zaman keemasan Islam, namun setelah runtuhnya peradaban
Islam, ketiga epistimologi bayani, burhani dan irfani ini didikotomikan satu
sama lainnya. Padahal untuk mengejar ketertinggalan sekaligus memecahkan
problem-problem kontemporer umat Islam sangat memerlukan ketiga
epistimologi tersebut secara integrasi-interkoneksi.58
Pendidikan Agama Islam harus tetap memusatkan perhatian mereka
pada hal-hal yang dapat menumbuhkembangkan seluruh potensi-potensinya.
Al-Qur`an menjadi sumber ilmu dan inspirasi yang harus terus dikaji, dari teks
menuju konteks atau sebaliknya dan terlebih dalam ayat-ayat kauniyah.
Agar Pendidikan Agama Islam dapat berkembang dan mendapat
perhatian khusus masyarakat haruslah segera merekonstruksi kurikulum dan
sistem pengajarannya, di antaranya: 1) menyatukan ketiga aspek, kognitif,
afektif dan psikomotorik, 2) dekat dengan realitas, 3) berorientasi pada
pemecahan masalah, 4) menghilangkan berfikir deduktif-normatif, 5) kaya
visualisasi (contoh dan praktek riil), 6) teo-antroposentris (mengombinasikan
kedua aspek, yaitu ketuhanan dan kemanusiaan secara bersamaan).59 Beberapa
57Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun,…, 541. 58Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-
Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, 200-2017. 59Masdar Hilmy, Pendidikan Islam dan Tradisi Ilmiah, Malang: Madani, 2016, 102-109.
36
hal di atas akan membawa PAI menuju kearah yang lebih baik dan berusaha
mendekatkan pada realitas sejatinya.
Dualisme keilmuan khususnya di Indonesia sendiri berdampak pada pola
pikir yang serba bipolar-dikotomis dan menjadikan manusia terasing dari
dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungannya.60 Dan hal ini harus
segera diatasi secepat mungkin dan berkesinambungan. Wacana
pengintegrasian-penginterkoneksian ilmu dan Agama sudah menggelora
sedemikian lamanya. Dari PTKIN sendiri sudah mulai membuka program-
program pendidikan umum seperti Fisika, Kimia, Biologi, Kedokteran, dll.
Hal tersebut menunjukkan upaya yang jelas bahwa Sekolah yang berlabel
Agama juga turut serta mengembangkan ilmu-ilmu umum.
Dalam kesempatan yang sama Agus Purwanto juga menyampaikan
saran kepada UIN bahwa seharusnya tidak sekedar melakukan integrasi sains
dan Islam atau ayatisasi sains, karena upaya ini sebenarnya harus sudah
digagas semenjak di jenjang sekolah dasar sampai menengah atas. UIN harus
berani melakukan eksperimen realisasi sains, setidaknya mengakomodasi
dalam sub-bidang atau sub-jurusan dalam bimbingan tugas akhir.
Secara operasional integrasi-interkoneksi sains dan Agama di sekolah-
sekolah belum tampak dengan jelas. Yang baru bisa dilakukan adalah
mencoba memberikan wacana yang seluas-luasnya agar setiap guru PAI
maupun guru-guru bidang umum yang berada dalam sekolah Islam tentang
pentingnya korespondensi teks menuju konteks dan sebaliknya. Sebagaimana
60Amin Abdullah, Dkk, Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum: Upaya
Mempertemukan Epistimologi Islam, Yogyakarta:SUKA Press. 2003, 4.
37
guru-guru sains di Pesantren Tebuireng diwajibkan menjadikan kedua buku
Agus Purwanto tersebut sebagai pegangan wajib. Lebih lanjut lagi bahwa
menyatukan fondasi ide yang berprinsipkan Al-Qur`an sebagai eksplorasi
ilmiah dan sejauh tidak kontradiksi dengan Al-Qur`an maka tergolong
Islami.61
Dengan integrasi-interkoneksi sains dan Agama, keberadaan Pendidikan
Agama Islam tidak akan dipandang sebelah mata. Ia akan dijadikan sumber
rujukan ide-ide, inspirasi dan tumbuh kembangnya pengetahuan dan
teknologi.
C. Kelemahan dan Kekuatan Konsep
Adapun integrasi-interkoneksi sains dan Agama dalam pemikiran Agus
Purwanto ini memiliki kelemahan yaitu tidak mudah menemukan praktisi
yang cakap dalam ilmu agama, bahasa, serta ilmu-ilmu sains sekaligus. Di sisi
lain sejarah dikotomi keilmuan secara umum umat Islam dan khususnya di
Indonesia sudah sejak awal kemerdekaan hanya menggenerasikan penerusnya
ahli dalam satu bidang keilmuan saja.
Sedangkan beberapa kekuatan integrasi-interkoneksi sains dan Agama
adalah sebagai berikut:
1. Pemikiran Agus Purwanto membuka peluang untuk memecah dikotomi
keilmuan yang selama ini melekat erat dalam pendidikan Indonesia, secara
umum maupun khusus di bawah Kemenag.
61Indal Abror, “Refleksi tentang Hubungan Sains dan Agama bagi Umat Islam”, Aplikasia:
Jurnal Ilmu-Ilmu Agama, Vol. VII, No 1 Juni 2007, 77-84.
38
2. Pemikiran Agus Purwanto menekankan pengkajian Al-Qur`an secara
mendalam dan komprehensif khususnya ayat-ayat kauniyah. Dengan
Berlatar belakang dari belajar Agama yang kemudian juga menjadi saintis
menjadi penegas bahwa keduanya harus saling dikorespondensikan,
terlebih ada 800 ayat kauniyah yang belum tergali secara mendalam dari
aspek fenomenologi, kebahasaan, tafsir dan penelitian-penelitian ilmiah
yang terintegrasi-interkoneksi.
39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari pendahuluan, analisis dan pembahasan integrasi-interkoneksi sains
dan Agama pemikiran Agus Purwanto dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, integrasi-interkoneksi sains dan Agama adalah dengan upaya
mengeksplorasi, mengelaborasi 800 ayat-ayat kauniyah dengan kebahasaan
(bahasa Arab), kitab-kitab tafsir para ulama, dan hasil-hasil penemuan
penelitian ilmiah terdahulu sampai kontemporer. Berawal dari teks Al-Qur`an
menuju konteks yaitu fenomena alam sekaligus kerja ilmiah, dan begitu juga
sebaliknya dari konteks menuju teks.
Kedua, Pendidikan Agama Islam menjadi salah satu sumber rujukan ide-
ide dan inspirasi bagi tumbuh kembangnya potensi-potensi dalam diri
manusia. Ia harus berusaha semaksimal mungkin untuk bekerja sama saling
berdialog dengan bidang-bidang yang lain khususnya bidang kealaman
(Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi) dalam rangka menjamin
tumbuh kembangnya potensi-potensi diri manusia. Begitu juga dengan
memantapkan sumber ayat-ayat kauniyah yang sudah jelas untuk didialogkan
dan dijadikan inspirasi untuk dilakukan penelitian secara mendalam.
39
40
B. Saran
1. Sains Islam akan terus berkembang di dunia, terlebih dapat memberikan
nilai yang positif dari karakter sains, tidak hanya logis, empiris, sistematis,
namun juga sarat dengan nilai.
2. Diperlukan langkah-langkah operasional integrasi-interkoneksi sains dan
Agama pemikiran Agus Purwanto untuk dapat dimasukkan dalam
kurikulum lembaga pendidikan awal, menengah, atas dan perguruan tinggi
sekalipun.
3. Integrasi-Interkoneksi sains dan Agma pemikiran Agus Purwanto sangat
tepat diterapkan di lembaga Pendidikan Islam khususnya.
41
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-
Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Abdullah, Amin. Agama, Ilmu dan Budaya: Paradigma Integrasi-Interkoneksi Keilmuan, Naskah Inaugurasi Amin Abdullah menjadi salah satu anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Yogyakarta, 17 Agustus 2013, 10-21.
Abdullah, Amin & dkk. Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum:
Upaya Mempertemukan Epistimologi Islam. Yogyakarta: SUKA Press. 2003.
Abdullah, Amin & dkk, Implementasi Pendekatan Integratif Interkonektif dalam Kajian Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pascasarjana UIN Yogyakarta, 2014, 1.
Abror, Indal “Refleksi tentang Hubungan Sains dan Agama bagi Umat Islam”,
Aplikasia: Jurnal Ilmu-Ilmu Agama, Vol. VII, No 1 Juni 2007, 77-84.
Alim, Akhmad. Sains dan Teknologi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Ali Engineer, Asghar. Islam Masa Kini. Terjemahan Tim Forstudia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism. Kuala Lumpur:
ISTAC, 1993. Arya Wardhana, Wisnu. Hadiah Nobel dan Sains Modern dalam Al-Qur`an.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2016, 88. Abidin Bagir, Zainal. Science, Religion in a Post-Colonial World: Interfaith
Perspectives. Australia: ATF Press Adelaide, 2005, 40. Barbour, Ian G. Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama.
Terjemahan Fransiskus Borgias, Bandung: Mizan, 2005. Bucaille, Maurice. The Bible, The Qur`an dan Science: The Holy Scripture
Examined in The Light of Modern Knowledge. New York: Martin’s Press Pubhliser, 1993.
42
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Charlesworth and Lind, Math and Science for Young Children (7 ed). Canada:Wadsworth, Cengage Learning, 2013.
Goessoum, Nidhal. Islam dan Sains Modern. Terjemahan Maufur, Bandung:
Mizan, 2011. Golshani, Mehdi. From Seculer Science to Thesitic Science in Nidhal Goessoum,
Islam dan Sains Modern, Terjemah Maufur, Bandung: Mizan, 2011.
Hilmy, Masdar. Pendidikan Islam dan Tradisi Ilmiah. Malang: Madani, 2016. ‘Itr, Nuruddin. Ulûmu al-Qur`an al-Karîm. Damsyiq, 1993. Khaldun, Ibnu. Muqaddimah Ibnu Khaldun. terjemahan Ahmadie, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2000. Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu: Epistimologi. Metodologi dan Etika,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006. Madjid, Nurcholish. Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta: Paramadina, 2009. Maksudin. Paradigma Agama dan Sains Nondikotomik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013. Mahzar, Armahedi. Revolusi Integrasi Islam: Merumuskan Paradigma Sains dan
Teknologi Islami. Bandung: Mizan, 2004. Mas’ud, Abdurrahman. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik:
Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Gama Media, 2002.
Muslih, Mohammad. Al-Qur`an dan Lahirnya Sains Teistik, Tsaqofah Jurnal
Peradaban Islam, vol 12 no 2 (November 2016). Nasr, Seyyed Hossein. Sains dan Peradaban di dalam Islam. Terjemahan J.
Mahyudin, Bandung: Penerbit Pustaka, 1997, 1-21. Nasr, Seyyed Hossein. Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern.
Terjemahan Luqman Hakim. Bandung: Penerbit Pustaka, 1994.
43
Purwanto, Agus. Ayat-Ayat Semesta:Sisi-Sisi Al-Qur`an yang Terlupakan, Bandung: Mizan, 2008.
Purwanto, Agus. Nalar Ayat-Ayat Semesta. Bandung: Mizan, 2015. Raharto, Moedji (ed). Harun Yahya: Penciptaan Alam Semesta, Gramedia-Buku
Online. Sabri, Wan, & dkk, “Islamic Civilization: Its Signifigance in al-Faruqi’s
Islamization of Knowledge”, International Journal of Islamic Thought, Volume 7 (June 2015), 51.
Sardar, Ziauddin. Islamic Futures: The Shape of Ideas to Come. terjemahan
Rahmani Astuti, Bandung: Pustaka, 1987. Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung :Tarsita, 1980. Syamsuddin, Din., “Diskusi Pakar dalam Program Doktor Politik Islam UMY”,
Senin, 2 Mei 2016, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Syarif, Edwin., “Pergulatan Sains dan Agama”, Refleksi, vol.13, no.5 (Oktober 2013).
Ummatun, Nurul., “Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan Agus Purwanto
Dalam Buku Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta”, Publikasi Ilmiah Pascasarjana UMS, 2015.
Yasin Yusuf, Muhammad., “Pesantren Sains: Epystimology of Islamic Science in
Teaching System”, Walisongo, Volume 23, No 2 (November 2015). Muhammad Taufiq, Quran in Word Versi 1,3.
Webster’s New World Dictionary.
44
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Fauzi Annur
Status : Menikah dengan dr. Chyintia Kurnita Wibisana
Tempat Tanggal Lahir : Klaten, 22 Mei 1988
Alamat KTP : Tegalampel 10/06, Karangdowo, Klaten
Alamat Tinggal : Puri Permata Regency III no B24 Ngabeyan 3
Kartasura, Sukoharjo (Belakang RS Karima
Utama)
Telepon/ HP : 085747887037
E-mail : [email protected] / fb: Fauzi Uzik
Hoby : Reading, Writing, Research and Development,
Climbing Mountain
Riwayat Pendidikan
1. MIM Tegalampel1994 – 2000
2. SMP N 1 Karangdowo 2000 – 2003
3. SMA 2 Al Islam Surakarta 2003 – 2006
4. IAIN Surakarta 2008 – 2012/ S1
5. Ma’had Abu Bakar Surakarta 2010 – 2013/D2 Pendidikan Bahasa Arab
6. Kursus Bahasa Inggris di Jogja dan Pare selama 4-5 bulan (antara 2013-
2014). Skor TOEFL 503.
7. Beasiswa Mora Scholarship Kemenag 2014 (Pengembangan Bahasa
Inggris)
8. Pascasarjana IAIN Salatiga (2015-sekarang).
Riawayat Organisasi dan Kerja
1. Pembina Orang Tua Rumah Zakat 2011-2016
2. Pimpinan Redaksi Newsletter Pusat Studi Kebijakan Pendidikan IAIN
Surakarta 2012-2013
3. Asisten Peneliti PSKP IAIN Surakarta-Bekerjasama dengan TIFA
Foundation (2012-2013).
45
4. Peneliti di LPM IAIN Surakarta “Perkembangan Majalah Islam di
Solo”(2014).
5. Ketua LSM Education Care Purwohutaman Kartasura 2012-sekarang
6. Forum Lingkar Pena (FLP) Surakarta
7. Sebagai Guru di Yayasan Al-Abidin Surakarta 2012-2013
8. Istana Dongeng Nusantara (2015).
9. Bantu Mengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, jurusan
Pendidikan Agama Islam IAIN Surakarta 2014-Sekarang.
Buku, Jurnal dan Publikasi Ilmiah
1. Buku Panduan Pelaksanaan Praktik Keahlian Tahsin Al-Qur`an,
Jurusan PAI, Fakultas FITK IAIN Surakarta 2015.
2. Buku Panduan Pelaksanaan Praktik Keahlian Menulis Al-Qur`an,
Jurusan PAI, Fakultas FITK IAIN Surakarta 2014.
3. Pendidikan Karakter Berbasis Keagamaan (Studi Kasus di SDIT Nur
Hidayah Surakarta). Jurnal Kajian Kependidikan Islam, Vol. 1. No.1
Januari-Juni 2016 FITK IAIN Surakarta.
4. Guru dan Sekolah Penyemai Lingkungan Edukasi. Didaktika Koran
Solopos, 21 Februari 2015, hal 6.
5. Guru adalah Seorang Peneliti. Didaktika Koran Solopos, 2015.
6. Edukasi Berbasis Keluarga. Opini Koran Joglosemar, 2 Maret 2016.
Kemerdekaan Keluarga untuk Moral bangsa. Opini Koran Joglosemar,
13 April 2016.