internalisasi biaya eksternal pengolahan limbah tahu ... · sekuder yang bersumber dari kuesioner,...
TRANSCRIPT
INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL PENGOLAHAN LIMBAH TAHU
(Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto)
LIDYA RAHMA SHAFFITRI
H44070038
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2011
RINGKASAN
LIDYA RAHMA SHAFFITRI. Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu ( Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto ). Dibimbing Oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.
Industri tahu di Indonesia merupakan industri yang cukup berperan
penting bagi penyedia pangan bergizi dan juga bagi pertumbuhan ekonomi dalam hal penyerapan tenaga kerja. Akan tetapi di sisi lain industri tahu juga memiliki kendala pada produksi dalam hal penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi yang masih rendah pada proses produksi dan penanganan limbah dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air. Hal ini dapat menyebabkan eksternalitas bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pembuangan limbah yang dapat menyebabkan masyarakat mengeluarkan biaya eksternal akibat dampak yang mereka rasakan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan profil industri tahu yang dikaji dari aspek proses produksi tahu, identifikasi jenis limbah yang dihasilkan industri, pengolahan limbah tahu dan mengidentifikasi dampak negatif dari limbah tahu, mengestimasi biaya produksi tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal, mengestimasi biaya eksternal yang timbul akibat pembuangan limbah tahu, mengestimasi nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal, dan mengestimasi nilai kesediaan membayar (willingness to pay) pengrajin tahu untuk membayar iuran pengolahan limbah tahu.
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer dan data sekuder yang bersumber dari kuesioner, hasil wawancara, dan RPJM desa. Metode analisis data yang digunakan yaitu metode biaya produksi, biaya pengganti, biaya kesehatan, perubahan produktivitas, pendekatan harga pasar, dan Contingent Valuation Method (CVM).
Tahapan-tahapan dari proses produksi tahu yaitu tahap pencucian dan perendaman kedelai, penggilingan, pemasakan, ekstraksi susu kedelai, penggumpalan, pengendapan, pencetakan, serta pengepresan. Limbah padat tahu dari proses produksi tahu diolah kembali menjadi pakan ternak dan sebagai bahan baku pembuatan keripik ampas tahu, sedangkan limbah cair tahu diolah kembali menjadi biogas yaitu sekitar 12 % dan selebihnya masih dibuang ke sungai tanpa melalui pengolahan Biaya total sebelum internalisasi biaya eksternal per bulan yang diestimasi adalah sebesar Rp 17 204 708, setelah internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 17 333 345, dan persentase kenaikan biaya produksi setelah internalisasi biaya eksternal adalah sebesar 1,02%. Estimasi biaya eksternal total adalah sebesar Rp 167 999 000/tahun dan nilai manfaat ekonomi total dari internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 720 815 772/tahun. Nilai ekonomi total dari internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 888 814 772/tahun. Estimasi rata-rata WTP adalah sebesar Rp 250 000/tahun dan total WTP adalah sebesar Rp 78 000 000/tahun.
Berdasarkan pengamatan dan penelitian di lapangan, jumlah limbah cair tahu yang belum diolah dan langsung dibuang ke sungai masih cukup banyak dan masih memiliki dampak buruk bagi masyarakat sekitarnya, sehingga diperlukan peningkatan kapasitas IPAL untuk mengolah limbah cair yang masih terbuang agar eksternalitas menurun sehingga kerugian bagi masyarakat dapat ditekan.
INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL PENGOLAHAN LIMBAH TAHU
(Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto)
LIDYA RAHMA SHAFFITRI
H44070038
Skripsi sebagai salaha satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Internalisasi Biaya Eksternal
Pengolahan Limbah Tahu (Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok,
Purwokerto) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Lidya Rahma Shaffitri H44070038
Judul Skripsi : Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu ( Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto)
Nama : Lidya Rahma Shaffitri NIM : H44070038
Disetujui
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S. Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Juni 1989 dari pasangan Edy
Mulyono dan Elidar Roesin sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Polisi 1 Bogor pada tahun 2001,
dan melanjutkan ke SMPN 1 Bogor. Penulis menyelesaikan masa pedidikan SMP
pada tahun 2004 dan melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Bogor pada tahun 2004
dan menamatkan pendidikan SMA pada tahun 2007.
Penilis diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) pada tahun 2009 sebagai Sekertaris
Departemen Sosial, Lingkungan, dan Pengabdian Masyarakat, dan pada tahun
2010 sebagai Kepala Bidang Sosial, Lingkungan, dan Pengabdian Masyarakat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Internalisasi Biaya
Eksternal Pengolahan Limbah Tahu ( Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan
Cilongok, Purwokerto ).
Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Orangtua tercinta atas segala perhatian, kasih sayang, dan motivasi
2. Dr. Ir. Eka Intan K. Putri, MS, selaku dosen pembimbing skripsi atas
segala saran, masukan dan motivasi
3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr, selaku dosen penguji utama atas saran dan
masukan
4. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si, selaku dosen penguji perwakilan departemen
atas saran dan masukan
5. Kepala Desa Kalisari, Bapak Wibowo, atas segala informasi dan motivasi
selama penulis melakukan penelitian
6. Ibu Yani sekeluarga, atas tumpangan, perhatian, dan informasi yang
diberikan
7. Bapak Yadi BPPT, atas segala informasi yang diberikan
8. Teman-teman sebimbingan, Hani, Vidy, Trifty, Heni, Ario, dan Bahroin,
atas kebersamaan, semangat, dan motivasi selama ini
9. Teman-teman seperjuangan ESL 44, atas segala semangat dan motivasi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu
(Studi Kasus: Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto)” ini dengan baik. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan profil industri tahu ditinjau dari aspek proses
produksi tahu, jenis dan karakteristik limbah yang dihasilkan, serta pengolahan limbah yang
diterapkan, mengestimasi biaya total produksi tahu, mengestimasi biaya eksternal yang
ditanggung pengusaha tahu, mengestimasi total nilai ekonomi dari adanya internalisasi biaya
eksternal, mengestimasi tingkat kesediaan pengrajin tahu untuk membayar biaya pengolahan
limbah tahu. Penulis menyadari masih banyak kesalahan di dalam penulisan skripsi ini, oleh
karena itu masukan, baik saran kritikan sangat penulis harapkan sekali untuk perbaikan di dalam
penulisan skripsi nantinya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak
membacanya. Amin.
Bogor, Juni 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3 1.3 Tujuan ................................................................................................. 5 1.4 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 6
II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7
2.1 Industri Tahu ....................................................................................... 8 2.2 Limbah Tahu ....................................................................................... 8 2.3 COD (Chemical Oxygen Demand) ..................................................... 10 2.4 BOD (Biological Oxygen Demand) .................................................... 10 2.5 Pengelolaan Limbah ........................................................................... 11 2.6 Biaya Eksternal ................................................................................... 12 2.7 Internalisasi Biaya Eksternal .............................................................. 14 2.8 Studi Terdahulu .................................................................................. 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................... 21
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 21 3.1.1 Ekonomi Pencemaran .......................................................... 21 3.1.2 Contingent Valuation Method ............................................. 22 3.1.3 Eksternalitas ......................................................................... 25 3.1.4 Biaya Produksi ..................................................................... 26 3.1.5 Konsep Valuasi Ekonomi .................................................... 27 3.1.5.1 Pendekatan Produktivitas .................................................... 28 3.1.5.2 Pendekatan Modal Manusia ................................................. 28 3.1.5.3 Pendekatan Biaya Kesempatan ............................................ 29 3.1.5.4 Pendekatan Nilai Hedonis ................................................... 29 3.1.5.5 Pendekatan Biaya Perjalanan ............................................... 30 3.1.5.6 Pendekatan Contingent Valuation Method .......................... 30 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................... 31
IV. METODE PENELITIAN .............................................................................. 35
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 35 4.2 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 35 4.3 Metode dan Pengambilan Data ........................................................... 35 4.4 Metode dan Prosedur Analisis ............................................................ 36 4.4.1 Deskripsi Profil Industri Tahu .................................................. 38 4.4.2 Estimasi Biaya Produksi Tahu Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal .................................................... 38 4.4.3 Estimasi Biaya Eksternal sebagai Dampak Pembuangan
viii
Limbah Industri Tahu ............................................................... 39 4.4.4 Estimasi Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ........................................................................ 40 4.4.5 Estimasi Nilai WTP Pengrajin Tahu untuk Membayar Iuran Pengolahan Limbah ........................................................ 40
V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Kondisi Umum Desa Kalisari ............................................................. 44 5.1.1 Kondisi Fisik Daerah ............................................................... 44 5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Kalisari .................................... 45 5.2 Karakteristik Responden ..................................................................... 48 5.2.1 Usia .......................................................................................... 48 5.2.2 Tingkat Pendidikan .................................................................. 49 5.2.3 Status Pernikahan ..................................................................... 50 5.2.4 Lama Menjalankan Usaha ........................................................ 50 5.2.5 Jumlah Tanggungan ................................................................. 51 5.2.6 Jarak Tempat Usaha ke Sungai ................................................ 52 5.3 Persepsi Responden ............................................................................ 52 5.3.1 Dampak Negatif Limbah Cair Tahu ......................................... 53 5.3.2 Manfaat Pengolahan Limbah Padat Tahu ................................ 54
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Deskripsi Profil Industri Tahu ............................................................ 56 6.1.1 Deskripsi Proses Produksi Tahu............................................... 56 6.1.2 Identifikasi Jenis Limbah Tahu ................................................ 58 6.1.3 Pengolahan Limbah Cair Tahu................................................. 59 6.1.4 Pengolahan Limbah Padat Tahu............................................... 62 6.1.5 Dampak Limbah Padat Tahu .................................................... 62 6.2 Estimasi Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal ............................................................................................ 64 6.2.1 Estimasi Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal ................................................................................... 67 6.2.2 Estimasi Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal ................................................................................... 67 6.2.3 Analisis Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal .................................................... 69 6.3 Estimasi Biaya Eksternal Pencemaran Limbah Tahu dan Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ................................ 71 6.3.1 Estimasi Biaya Eksternal ......................................................... 71 6.3.1.1 Biaya Kesehatan ......................................................... 71 6.3.1.2 Kehilangan Pendapatan .............................................. 72 6.3.1.3 Biaya Perbaikan Kualitas Lahan ................................. 73 6.3.1.4 Estimasi Total Biaya Eksternal ................................... 75 6.3.2 Estimasi Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal 75 6.3.2.1 Nilai Penghematan Bahan Bakar ................................ 76 6.3.2.2 Nilai Penerimaan Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak ......................................................................... 76 6.3.2.3 Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu ......................... 77
ix
6.3.2.4 Nilai Penerimaan Penjualan Cacing Rambut .............. 78 6.3.2.5 Estimasi Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ........................................................... 79 6.3.3 Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ... 80 6.4 Estimasi Nilai WTP Responden terhadap Pengolahan Limbah Cair Tahu menjadi Biogas .......................................................................... 81
VII.PENUTUP
7.1 Kesimpulan ......................................................................................... 85 7.2 Saran .................................................................................................. 86
VIII.DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Nilai Gizi Tahu dan Kedelai Berdasarkan Berat Kering ...................... 1
2 Matriks Metode Penelitian ................................................................... 37
3 Komposisi Limbah yang Dihasilkan dari Proses Produksi Tahu ......... 59
4 Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/Bulan ........................................... 64
5 Lanjutan Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/Bulan ............................ 64
6 Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/Bulan ...................................... 65
7 Lanjutan Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/Bulan ....................... 66
8 Biaya Produksi Total IKM Tahu/Bulan ............................................... 66
9 Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal/Bulan............. 67
10 Rincian Biaya Pembangunan IPAL .................................................... 68
11 Komponen Biaya Tetap Setelah Internalisasi Biaya Eksternal ............ 68
12 Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal/Bulan ............... 69
13 Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya
Eksternal ............................................................................................... 70
14 Perubahan Pendapatan Petani Akibat Penurunan Produktivitas .......... 73
15 Biaya Perbaikan Kesuburan Lahan ...................................................... 74
16 Total Biaya Eksternal .......................................................................... 75
17 Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu .................................................. 77
18 Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ............... 79
19 Distribusi Rataan WTP Responden Desa Kalisari ............................... 83
20 Distribusi Total WTP Responden Desa Kalisari .................................. 84
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Pasar Bebas Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal ............................ 16
2 Pasar Bebas Setelah Internalisasi Biaya Eksternal............................... 17
3 Alur Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ 34
4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ..................... 45
5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................ 46
6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .............................. 46
7 Komposisi Pola Penggunaan Lahan ..................................................... 47
8 Komposisi Kepemilikan Ternak .......................................................... 48
9 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia ........................... 49
10 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................. 49
11 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ................... 50
12 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menjalankan Usaha ...... 51
13 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ............... 51
14 Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Usaha dengan
Sungai ................................................................................................... 52
15 Persepsi Responden Mengenai Dampak Negatif Limbah Cair Tahu... 53
16 Persepsi Responden Mengenai Manfaat Limbah Tahu ........................ 54
17 Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu ................................................. 58
18 Proses Pengolahan Limbah Secara Anaerob ........................................ 61
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Penghematan Bahan Bakar/Bulan ........................................................ 90
2 Penerimaan dari Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak ............ 91
3 Dokumentasi ........................................................................................ 92
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam
penyediaan pangan bergizi karena kandungan proteinnya setara dengan protein
hewan (Sarwono dan Saragih, 2003). Perbandingan kandungan protein maupun
zat gizi lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (Berdasarkan Berat Kering)
Komponen Gizi Kandungan Gizi
Tahu Kedelai Protein (gram) 0,49 0,39 Lemak (gram) 0,27 0,20 Karbohidrat (gram) 0,14 0,36 Serat (gram) 0,00 0,05 Abu (gram) 0,04 0,06 Kalsium (mg) 9,13 2,53 Natrium (mg) 0,38 0,00 Fosfor (mg) 6,56 6,51 Besi (mg) 0,11 0,09 Vitamin B1 (mg) 0,001 0,01* Vitamin B2 (mg) 0,001 Vitamin B3 (mg) 0,03
Sumber: Sarwono dan Saragih (2003) (*) : sebagai B kompleks
Selain berkontribusi bagi penyedia pangan bergizi industri tahu juga
berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengembangan ekonomi
daerah1. Jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84 000 unit usaha, dengan
kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun2. Perkembangan industri tahu
yang pesat ini memiliki kendala dalam proses produksinya. Kendala dalam
industri tahu terletak pada penguasaan teknologi, keterampilan, penanganan
kualitas, pemodalan, dan pemasaran (Sarwono dan Saragih, 2003). Penguasaan
1http:/iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40422/1/Beban%20Pencemaran%20Limbah%20Cair.pdf. Diakses tanggal 15 Desember 2010. 2http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu.Diakses tanggal 26 Desember 2010.
2
teknologi yang masih rendah dan tidak ramah lingkungan dalam proses produksi
tahu dapat menyebabkan pencemaran dari limbah yang dihasilkan oleh industri
ini.
Proses pembuatan tahu secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu pembuatan susu kedelai dan penambahan koagulan sehingga didapatkan
gumpalan protein yang kemudian dicetak menjadi tahu. Melalui proses ini
dihasilkan limbah yang berupa limbah padat maupun cair (Sugiyono, Hariyadi,
dan Andarwulan, 2005). Limbah padat yang dihasilkan ini biasanya dijadikan
pakan ternak yang kemudian dijual kembali oleh para pengrajin tahu atau
dijadikan sebagai bahan baku bagi industri lain, sedangkan limbah cair ini
dibuang langsung oleh para pengrajin ke sungai, saluran pembuangan, ataupun
badan air penerima lainnya tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Salah satu
penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi bahan-bahan organik yang terkandung
dalam air buangan tersebut seperti COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam
limbah cair industri tahu cukup tinggi yakni berkisar antara 4 000-12 000 ppm dan
BOD antara 2 000 – 10 000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni
pH 4-53. Dengan kondisi seperti itu, limbah cair industri tahu merupakan salah
satu sumber pencemar lingkungan yang sangat potensial untuk merusak
lingkungan. Pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan tentang pengolahan
limbah untuk mengurangi bahaya dari dampak limbah cair tahu yang langsung
dibuang tanpa melalui pengolahan diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan
3http://www.scribd.com/mobile/documents/search?query=9-Limbah+Tahu+Untuk+Biogas&commit=Search. Diakses tanggal 3 Desember 2010
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 5 ayat 1 dan 2
menyatakan bahwa “Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat dan setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan
mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran”. Berdasarkan
undang-undang di atas, industri kecil pun seperti industri tahu mempunyai
kewajiban untuk berupaya agar masalah pencemaran ini dapat ditanggulangi atau
sekurang-kurangnya ditekan serendah mungkin (Dhahiyat dan Partoatmodjo,
1991).
Kurangnya pengetahuan, kesadaran akan pentingnya menjaga kualitas
lingkungan, dan keterbatasan biaya dalam pembuatan pengolahan limbah menjadi
faktor yang mendorong para pengrajin tahu untuk membuang limbah produksinya
secara langsung. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan, maka akan berdampak
pada penurunan kualitas lingkungan terutama kualitas air yang dapat
membahayakan masyarakat pengguna air yang tercemar.
1.2. Rumusan Masalah
Industri tahu menghasilkan produk berupa tahu dan limbah tahu berupa
ampas tahu dan limbah cair tahu. Apabila dibandingkan dengan produksi tempe
yang sama-sama menggunakan kedelai sebagai bahan baku utamanya, industri
tahu menghasilkan limbah yang lebih banyak dan lebih berbahaya daripada
limbah yang dihasilkan dari produksi tempe berdasarkan kandungan bahan kimia
yang ada.
Limbah yang dihasilkan dari produksi tahu dibuang langsung oleh para
pengrajin tahu ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan
4
penurunan kualitas lingkungan terutama penurunan kualitas air sungai maupun
badan-badan air lainnya. Penurunan kualitas ini dapat menimbulkan dampak
negatif bagi masyarakat pengguna air sungai yang telah tercemar tersebut.
Dampak negatif yang dirasakan masyarakat tersebut diantaranya penurunan
kualitas kesehatan masyarakat pengguna air yang tercemar, peningkatan biaya
kesehatan akibat masyarakat mengonsumsi air yang tidak bersih, bau yang tidak
sedap, biaya pengolahan air, dan biaya lainnya. Dampak negatif lainnya dari
limbah tahu adalah pencemaran terhadap daerah hilir yang berdampak pada
penurunan produktivitas lahan pertanian akibat kandungan asam yang tinggi dari
limbah cair tahu yang dapat mengurangi tingkat kesuburan lahan pertanian.
Masih sedikit pengrajin tahu yang melakukan pengolahan limbah misalnya
saja dengan menggunakan pengolahan limbah menjadi biogas. Hal ini
dikarenakan masyarakat masih belum mengetahui manfaat yang didapat dari
mengolah limbah menggunakan pengolahan limbah menjadi biogas, tata cara
pembangunan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas, biaya pembangunan
yang tidak sedikit, dan masalah minimnya tingkat kesadaran mereka akan
pentingnya menjaga kualitas lingkungan. Akibat alasan tersebut pengrajin merasa
sulit untuk melakukan pengolahan limbah, namun di sisi lain masyarakat yang
merasakan dampak dari pembuangan limbah produksi tahu tersebut harus
menanggung biaya-biaya yang seharusnya tidak mereka keluarkan. Biaya-biaya
yang timbul akibat dampak negatif dari pembuangan limbah yang dilakukan oleh
pelaku produksi tetapi ditanggung oleh masyarakat yang terkena dampak dari
proses produksi tersebut disebut dengan biaya eksternal. Untuk menekan biaya-
biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat maka biaya eksternal akan
5
diinternalisasikan ke dalam struktur biaya produksi industri tahu yang akan
meningkatkan biaya produksi karena telah memasukkan biaya-biaya sosial atau
biaya lingkungan yang sebelumnya ditanggung oleh masyarakat yang menerima
dampak negatif dari pembuangan limbah tersebut.
Berdasarkan penjabaran rumusan masalah di atas maka dapat diuraikan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana profil industri tahu jika ditinjau dari aspek proses pembuatan
tahu, jenis, dan karakteristik limbah yang dihasilkan, dampak dari limbah
yang dihasilkan bagi lingkungan, dan teknologi pengolahan limbah yang
diterapkan
2. Berapa besar estimasi biaya total dari proses produksi tahu sebelum dan
sesudah adanya internalisasi biaya eksternal
3. Berapa besar estimasi total biaya eksternal yang muncul akibat dampak
dari pencemaran limbah tahu dan nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya
eksternal pengolahan limbah tahu
4. Berapa besar estimasi nilai kesediaan (Willingness to Pay) pengrajin tahu
untuk membayar iuran pengolahan limbah tahu menjadi biogas
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka
dapat ditentukan tujuan penelitian, yaitu:
1. Mendeskripsikan profil industri tahu ditinjau dari aspek proses pembuatan
tahu, jenis dan karekteristik limbah yang dihasilkan, dampak dari limbah
yang dihasilkan bagi lingkungan, dan teknologi pengolahan limbah yang
diterapkan
6
2. Mengestimasi biaya produksi tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya
eksternal
3. Mengestimasi total biaya eksternal yang muncul akibat dampak dari
pencemaran limbah tahu dan nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya
eksternal pengolahan limbah tahu
4. Mengestimasi nilai kesediaan (Willingness to Pay) pengrajin tahu untuk
membayar iuran pengolahan limbah tahu menjadi biogas
1.4. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan memiliki ruang lingkup dan batasan-batasan
yaitu:
1. Responden penelitian adalah pengrajin tahu yang sudah melakukan
pengolahan limbah baik limbah cair maupun padat, yang sudah melakukan
internalisasi biaya eksternal, dan yang belum melakukan pengolahan
limbah cair tahu
2. Profil industri tahu yang dikaji merupakan profil industri tahu di Desa
Kalisari meliputi proses pembuatan tahu, jenis dan karakteristik limbah
yang dihasilkan, dampak dari limbah yang dihasilkan bagi lingkungan, dan
teknologi pengolahan limbah yang diterapkan
3. Biaya produksi yang diestimasi fokus pada perubahan biaya total produksi
tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal
4. Biaya eksternal yang diestimasi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan
yaitu biaya kesehatan, biaya kehilangan pendapatan, dan biaya perbaikan
kualitas lahan
7
5. Nilai manfaat ekonomi dari internalisasi biaya eksternal yang diestimasi
berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak yang terkait
fokus pada nilai manfaat penghematan bahan bakar, penerimaan dari
penjualan ampas tahu, penerimaan dari penjualan keripik ampas tahu, dan
penerimaan dari penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo
6. Estimasi Willingness to Pay yang diestimasi fokus pada responden yang
masih membuang limbah cair ke sungai tanpa melakukan pengolahan
terlebih dahulu
7. Eksternalitas yang dikaji dalam penelitian ini merupakan eksternalitas
negatif akibat dampak dari pencemaran limbah tahu
ll. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Industri Tahu
Industri tahu di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang
cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi
setiap hari dan digemari oleh seluruh masyarakat Indonesia1, selain itu manfaat
tahu sebagai sumber pangan yang memiliki nilai gizi tinggi dan harganya yang
terjangkau oleh setiap lapisan masyarakat. Seperti yang telah diketahui
sebelumnya bahwa jumlah industri tahu di Indonesia kurang lebih sekitar 84 000
unit usaha dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per hari. Melihat
jumlah industri yang tidak sedikit itu maka industri tahu sangat berperan dalam
pembangunan perekonomian di Indonesia terutama dalam hal penyerapan tenaga
kerja. Di sisi lain industri tahu dalam proses produksinya juga memiliki dampak
yang negatif bagi lingkungan yaitu kontribusinya dalam menyumbang gas rumah
kaca. Limbah cair yang dihasilkan dari industri tahu dari proses produksinya
sekitar 20 juta meter kubik per tahun menghasilkan dan emisi sekitar 1 juta ton
CO2 ekuivalen pertahun2. Oleh karena itu keberadaan industri tahu yang sangat
berkontribusi bagi pertumbuhan perekonomian negara juga menyumbang emisi
yang cukup tinggi bagi lingkungan yang dapat berdampak secara global.
2.2. Limbah Tahu
Industri tahu dalam proses produksinya menghasilkan produk sampingan
berupa limbah. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu berupa limbah
padat berupa ampas tahu dan limbah cair tahu. Limbah padat berupa ampas tahu
1 http://barangdaurulang.blogspot.com/2009/08/limbah-tahu-cair-menjadi-biogas.html 2http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu. Diakses tanggal 26 Desember 2010.
9
biasanya dimanfaatkan kembali menjadi pakan ternak, dijadikan keripik ampas
tahu, atau dijadikan sebagai bahan baku bagi industri lain. Namun tidak demikian
halnya dengan limbah cair tahu. Pengrajin biasanya langsung membuang limbah
cair tahu ke badan-badan air lainnya tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu.
Limbah cair tahu ini memiliki dampak yang sangat berbahaya apabila mencemari
perairan karena kandungan beban pencemar yang terdapat pada limbah cair tahu
tidak sesuai dengan baku mutu air yang sudah ditetapkan (Kaswinarni, 2007).
Karakteristik limbah cair dari proses produksi tahu yang berwarna kuning
yaitu keruh, dan berbau rebusan kedelai apabila masih segar, sedangkan limbah
dari proses produksi tahu putih berwarna putih keruh dengan bau kedelai jika
masih segar. Kapasitas produksi, teknik pengolahan kedelai, dan penggunaan air
akan mempengaruhi karakteristik limbah yang dihasilkan. Pengrajin dengan
kapasitas produksi kecil akan menghasilkan limbah cair dengan konsentrasi yang
lebih rendah dibandingkan dengan pengrajin dengan kapasitas produksi yang
besar. Pengrajin tahu putih dengan kapasitas produksi di bawah 100 kg/hari
menghasilkan limbah cair sebanyak 150-430 liter dengan nilai BOD sebesar 2 800
-4 300 mg/l, TSS sebanyak 615-629 mg/l, pH sebesar 3,4-3,8 dan DO sebanyak
1,5-2,2 mg/l. Jumlah limbah cair tahu yang dihasilkan dari kapasitas produksi
diatas 100 kg melebihi 1 000 liter dengan nilai BOD sebesar 4 100 mg/l, TSS di
atas 640 mg/l, pH 3,56 dan DO sebesar 1,93 mg/l. Limbah cair pada pengolahan
tahu kuning dengan kapasitas produksi di bawah 100 kg/hari menghasilkan
10
limbah cair sebanyak 460-780 liter dengan nilai BOD sebesar 3 500-4 600 mg/l,
TSS sebanyak 716-760 mg/l, pH sebesar 3,8-3,9 dan DO sebesar 1,2 mg/l3.
2.3. COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah
oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat
teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan
dioksidasi oleh Kalium bichromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion
Chrom. Kalium bichromat digunakan sebagai sumber oksigen. Semakin banyak
Kalium bichromat yang diperlukan dalam reaksi oksidasi, maka semakin banyak
pula oksigen yang diperlukan. Hal ini menandakan bahwa air lingkungan makin
banyak tercemar oleh bahan buangan organik (Wardhana, 2001)
2.4. BOD (Biological Oxygen Demand)
Biological Oxygen Demand atau kebutuhan biologis adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk
memecah atau mendegradasi bahan buangan organik yang ada di dalam air
lingkungan tersebut. Sebenarnya peristiwa penguraian bahan buangan organik
melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam lingkungan adalah proses
alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang
cukup. Pada umumnya air lingkungan atau air alam mengandung mikroorganisme
yang dapat “memakan”, memecah, menguraikan bahan buangan organik. Jumlah
mikroorganisme di dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air.
Air yang bersih biasanya mengandung mikroorganisme yang relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat 3http://agribisnis.deptan.go.id/download/layanan_informasi/pengolahan_hasil_pertanian/draft_pedoman_desain_teknik_ipal_agroindustri.pdf Diakses tanggal 25 Desember 2010
11
antiseptik atau bersifat racun seperti phenol, kreolin, deterjen, asam sianida,
insektisida, dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya pun relatif sedikit.
Mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan
organik sering disebut bakteri aerobik, sedangkan yang tidak memerlukan oksigen
disebut bakteri anaerobik. Apabila kandungan oksigen dalam lingkungan air
menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah bahan organik akan
menurun pula. Bahkan apabila oksigen dalam air yang terlarut sudah habis maka
bakteri aerobik akan mati semua. Dalam keadaan seperti ini bakteri anaerobik
akan mengambil alih tugas untuk memecah bahan buangan yang ada di dalam air
(Wardhana, 2001).
2.5. Pengelolaan Limbah
Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan
pengurangan, segregasi, penanganan, pemanfaatan, dan pengolahan limbah.
Kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah ini perlu dilakukan untuk
mencapai hasil yang optimal dan bukan hanya mengedepankan pengolahan
limbah saja. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi beban pengolahan limbah
di IPAL seperti teknologi dan biaya yang tinggi. Ada beberapa teknik terintegrasi
untuk melakukan pengelolaan limbah seperti produksi dan minimisasi limbah.
Produksi bersih menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan
pencemar, limbah, air, dan energi. Bahan pencemar diminimisasikan dengan
pemilihan bahan baku yang baik, tingkat kemurnian yang tinggi atau bersih.
Selain itu diupayakan menggunakan peralatan yang hemat air dan energi.
Sedangkan minimisasi limbah merupakan implementasi untuk mengurangi jumlah
dan tingkat pencemaran yang dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara
12
pengurangan, pemanfaatan, dan pengolahan limbah. Pengurangan limbah
dilakukan melalui peningkatan atau optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi
sarana dan prasarana pengolahan seperti sistem perpipaan, meniadakan
kebocoran, dan terbuangnya limbah. Pemanfaatan ditujukan pada bahan baku air
yang telah digunakan dalam proses yang sama. Pemanfaatan perlu dilakukan
dengan pertimbangan yang cermat agar tidak menimbulkan gangguan pada proses
produksi atau pencemaran lingkungan. Pengolahan limbah adalah upaya terakhir
dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses
produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah
dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah
sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Limbah yang dikeluarkan dari setiap
kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku,
teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap
ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk
menghasilkan produk yang sama. Karakteristik utama limbah didasarkan pada
jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari
unsur fisik, biologi, kimia, dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar
untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air limbah4.
2.6. Biaya Eksternal
Biaya eksternal meningkat ketika seseorang atau suatu grup tidak
menanggung seluruh biaya akibat segala tindakannya, dengan demikian sebagian
biaya tersebut ditanggung oleh pihak lain atau masyarakat luas (Zohrabian dan
Philipson, 2010). Jenis biaya ini disebut biaya eksternal karena meskipun 4http://agribisnis.deptan.go.id/download/layanan_informasi/pengolahan_hasil_pertanian/draft_pedoman_desain_teknik_ipal_agroindustri.pdf Diakses tanggal 25 Desember 2010
13
produsen atau konsumen tidak bertanggung jawab atas tindakannya secara
finansial, namun biaya tersebut nyata bagi anggota masyarakat lainnya (Sabour,
2006).
Di dalam pasar bebas, apabila tidak melibatkan eksternalitas, hanya ada
satu istilah yaitu biaya produksi dan hanya ada satu istilah keuntungan yaitu
keuntungan yang diperoleh oleh konsumen. Eksternalitas melibatkan pihak ketiga
yang bukan produsen atau konsumen yaitu masyarakat yang terkena dampak.
Masyarakat yang terkena dampak berupa biaya yang diakibatkan oleh kegiatan
yang dilakukan baik oleh produsen maupun konsumen. Biaya yang ditanggung
oleh pihak ketiga inilah yang disebut dengan biaya eksternal5. Biaya-biaya ini
dapat berupa biaya kesehatan, biaya pengolahan air, biaya dari penurunan
produktivitas pertanian bahkan biaya penurunan produktivitas kerja. Misalnya saja
apabila masyarakat yang tinggal di sekitar sungai tempat produsen membuang
limbah cair hasil proses produksi mereka maka masyarakat yang biasa
mengonsumsi air sungai untuk kebutuhan sehari-hari mereka akan terkena
dampak negatif yaitu penurunan kualitas air sungai. Dengan demikian air sungai
yang ada menjadi tidak layak pakai karena kualitas air sungai tersebut sudah tidak
sesuai dengan baku mutu air untuk kegiatan konsumsi sehari-hari sehingga
masyarakat yang biasa mengonsumsi air tersebut terkena penyakit karena air yang
mereka konsumsi mengandung zat pencemar dan bakteri yang membahayakan
5http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBIQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.gunadarma.ac.id%3A8000%2FKommit2004_ekonomi_010_1481.pdf&rct=j&q=internalisasi+biaya+eksternal-juarna+dan+harmoni+&ei=2twUTKuPB823rAeX07GyCA&usg=AFQjCNE5r3ztmzDj4dCftY-w-4SiaNIASKA. Diakses tanggal 1 Mei 2010
14
kesehatan. Menurut Abelson (1979), terdapat kesulitan di dalam mengestimasi
nilai dari biaya eksternal karena tidak adanya pasar yang nyata untuk dampak
yang buruk dari suatu rumah tangga.
2.7. Internalisasi Biaya Eksternal
Eksternalitas erat kaitannya dengan efisiensi alokasi sumberdaya.
Sumberdaya bisa saja dialokasikan melalui berbagai pengaturan kelembagaan
seperti kediktaktoran (dictatorship), perencanaan terpusat (central planning), atau
melalui mekanisme pasar bebas (free market). Teori ekonomi standar mengatakan
bahwa meskipun pengaturan kelembagaan selain free market bisa saja
mengalokasikan sumberdaya secara efisien, namun hanya mekanisme pasar yang
menghasilkan alokasi yang efisien dan optimal (pareto optimal). Dengan kata lain,
apabila pasar tidak eksis maka alokasi sumberdaya tidak akan terjadi secara
efisien dan optimal (Fauzi, 2004).
Sumberdaya alam dalam beberapa hal tidak ditransaksikan dalam
mekanisme pasar atau mekanisme pasar tidak berjalan sempurna. Dalam hal ini
contohnya barang lingkungan seperti kualitas air sungai yang merupakan barang
yang tidak memiliki harga pasar sehingga sulit untuk melakukan penilaian. Oleh
karena tidak adanya nilai dari kualitas sungai maka masyarakat merasa bebas
untuk memanfaatkan tanpa terikat kewajiban untuk melestarikan sungai (Fauzi,
2004). Pemanfaatan air sungai yang dilakukan secara berlebihan dapat
menyebabkan dampak negatif bagi pengguna lainnya, sehingga pengguna lain
harus mengeluarkan biaya eksternal karena telah memanfaatkan air sungai yang
tercemar.
15
Menurut Fauzi (2004), di dalam pasar bebas tidak mengenal adanya
eksternalitas. Segala bentuk transaksi dalam hal ini permintaan dan penawaran
berjalan sempurna. Artinya pasar dapat memenuhi permintaan yang ada. Akan
tetapi tidak demikian halnya dengan barang lingkungan seperti kualitas air,
permintaan akan air yang bersih sesuai baku mutu tidak dapat disediakan oleh
pasar karena ketiadaan pasar bagi kualitas air sungai yang bersih, dalam hal ini
pasar tidak berjalan atau dapat dikatakan telah terjadi kegagalan pasar (market
failure). Market failure yang disebabkan oleh kegagalan pasar dapat dikurangi
dengan beberapa kebijakan diantaranya:
1. Pengaturan property right dengan cara pemerintah memberikan hak
tersebut kepada suatu pihak yang menggunakan barang publik
2. Internalisasi biaya eksternal
3. Distribusi right
4. Optimalisasi produksi dan konsumsi
5. Aturan insentif dan kompensasi
6. Penilaian lingkungan
7. Penyusunan neraca sumberdaya alam
8. Penetapan otoritas sumberdaya alam
Dari kebijakan yang telah diuraikan di atas salah satu yang dapat
dilakukan untuk mengatasi eksternalitas yang menyebabkan penurunan kualitas
air sungai yaitu dengan melakukan internalisasi biaya eksternal. Internalisasi
biaya eksternal merupakan upaya untuk menginternalkan dampak yang
ditimbulkan dengan cara menyatukan proses pengambilan keputusan dalam satu
unit usaha (Fauzi, 2004).
16
Ketika terjadi eksternalitas negatif, biaya privat, yaitu biaya yang dihitung
oleh pabrik untuk membayar semua faktor produksi yang digunakan menjadi
terlalu kecil karena tidak memperhitungkan kerugian masyarakat, akibatnya
barang yang dihasilkan oleh pabrik tersebut cenderung menjadi terlalu banyak,
mereka tidak memperhitungkan bagaimana dampak pembuangan limbah produksi
ke sungai yang dirasakan masyarakat lainnya yang menggunakan air sungai
tersebut (Mangkoesoebroto, 1993). Dalam hal ini perusahaan masih belum
menanggung biaya eksternal seperti biaya kesehatan yang ditanggung oleh
masyarakat akibat mengonsumsi air sungai yang tercemar tersebut.
a c b p
d q* q -k e f Sumber: Folmer (2000) Gambar 1. Pasar Bebas Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal
Berdasarkan gambar di atas pada saat pasar bebas ketika belum
dimasukkan biaya eksternal ke dalam struktur biaya produksi dalam hal ini MC
(q), maka biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat adalah daerah d-e-q*-
f, sedangkan surplus konsumen adalah daerah a-b-c dimana surplus yang terjadi
belum menggambarkan surplus sosial.
17
Apabila suatu perusahaan sudah menginternalisasikan biaya eksternal ke
dalam struktur maka kurva biaya produksi dapat dilihat seperti pada Gambar 2.
k
a c d b e
p
-k f qs q* q g h i Sumber: Folmer (2000) Gambar 2. Pasar Bebas Setelah Internalisasi Biaya Eksternal
Apabila perusahaan sudah menginternalisasikan biaya eksternal, maka
kurva MC (q) akan bergeser ke atas menjadi MC (q) + k sebesar k, dimana k
adalah biaya eksternal yang kemudian ditanggung oleh perusahaan. Internalisasi
ini menyebabkan produksi tereduksi dari q* menjadi qs, dan mengurangi surplus
dari a-d-e menjadi a-b-c, daerah a-b-c ini yang kemudian disebut dengan surplus
sosial karena telah memasukkan komponen biaya sosial ke dalam struktur biaya
produksi.
Pada kasus limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi tahu,
internalisasi biaya eksternal dapat dilakukan melalui pengolahan limbah cair
menjadi biogas sehingga biaya eksternal yang semula ditanggung oleh masyarakat
menjadi tanggungan para pengrajin tahu.
18
2.9. Studi Terdahulu
Penelitian Natalia (2008) mengenai limbah cair tempe yang meneliti
tentang kandungan beban pencemar yang terdapat dalam limbah cair tempe dan
pengolahan limbah cair tempe menggunakan IPAL. Tujuan dari penelitian ini
adalah dapat membantu para pengusaha atau pengrajin tempe untuk mengurangi
pembuangan limbah cair tempe ke sungai sehingga dapat meningkatkan kualitas
air sungai dan dapat mengurangi eksternalitas negatif yang timbul akibat limbah
cair yang dibuang secara langsung ke sungai bagi masyarakat pengguna air
sungai.
Musksgaard dan Ramskov (2002), melakukan penelitian untuk
menganalisis efek dari peraturan dalam sebuah pasar energi yang terintegrasi
dengan cara menggunakan pajak bagi para produsen berdasarkan biaya eksternal
yang dihasilkan. Analisis ini dilakukan berdasarkan model keseimbangan empirik
yang diterapkan di pasar energi di Eropa Utara. Hasilnya menunjukkan bahwa
internalisasi biaya eksternal akan meningkatkan harga listrik sebesar 40-50% pada
periode dari tahun 1995 sampai tahun 2020, sehingga permintaan listrik menurun
sebesar 10%.
Kosugi et al., (2009) melakukan penelitian untuk mensimulasikan
internalisasi biaya eksternal pada isu-isu lingkungan yang utama secara global
menggunakan model pertumbuhan ekonomi optimal. Penelitian ini
menggabungkan dua model yang sudah ada yaitu model penilaian yang
terintegrasi dan model dampak penilaian dari siklus hidup. Penelitian ini bertujuan
untuk mengahasilkan tiga keluaran yaitu untuk menggabungkan isu-isu
lingkungan termasuk pemanasan global pada model penilaian yang terintegrasi,
19
untuk menilai dampak lingkungan dengan pendekatan bottom-up menggunakan
model dampak dari siklus hidup, dan untuk menginternalisasikan biaya eksternal
yang dihasilkan dari studi dampak lingkungan. Hasil simulasi dari penelitian ini
mengindikasikan bahwa biaya eksternal dari global warming terhitung sekitar 10 -
40%, dan sisanya berasal dari penggunaan lahan dan perubahannya. Internalisasi
biaya eksternal akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi sampai
sekitar 5% dimana usaha perlindungan hutan akan meningkat sampai sekitar 40%
dan konsumsi energi fosil akan menurun sampai 15%.
Rafaj dan Kypreos (2006), melakukan penelitian untuk menunjukkan
dampak dari internalisasi biaya eksternal dari produksi listrik. Pendekatan pada
model dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan tambahan biaya pada
pembangkit tenaga listrik yang merefleksikan biaya lingkungan dan gangguan
kesehatan yang ditimbulkan dari polutan lokal (SO2 dan NOX), perubahan iklim,
resiko kecelakaan kerja, dan lain-lain. Teknologi yang digunakan menghasilkan
emisi yang disalurkan ke sistem seperti NOX dan CO2. Hasilnya terlihat bahwa
terdapat perubahan dari produksi energi akibat melakukan internalisasi biaya
eksternal.
Keempat penelitian yang telah dilakukan sebelumnya melakukan
perhitungan biaya eksternal yang timbul akibat pencemaran lingkungan, hanya
saja penelitian yang dilakukan hanya sebatas pengukuran terhadap biaya eksternal
kemudian menginternalisasikannya ke dalam struktur biaya produksi yang
berimplikasi pada penurunan kuantitas jumlah barang yang diproduksi. Kelebihan
di dalam penelitian ini adalah selain melakukan estimasi biaya eksternal kemudian
menginternalisasikannya ke dalam struktur produksi juga melakukan estimasi
20
terhadap manfaat ekonomi yang diperoleh dari internalisasi biaya eksternal,
seperti penghematan bahan bakar, penerimaan tambahan dari cacing rambut yang
hidup di sungai untuk pakan lele dumbo karena setelah dilakukannya pengolahan
limbah cacing rambut dapat tumbuh dengan baik, penerimaan tambahan dari
penjualan ampas tahu yang sudah diolah menjadi pakan ternak, dan keripik ampas
tahu.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran,
Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode
valuasi ekonomi. Metode valuasi ekonomi meliputi pendekatan produktivitas,
modal manusia, biaya kesempatan, nilai hedonis, biaya perjalanan, dan kesediaan
membayar atau menerima ganti rugi kerusakan.
3.1.1. Ekonomi Pencemaran
Proses produksi maupun konsumsi selain menghasilkan keuntungan dan
kepuasan juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah
merupakan bagian intrinsik atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas
ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut.
Dalam pendekatan ekonomi konvensional, dampak dari limbah tersebut tidak
secara eksplisit diakomodasikan ke dalam model produksi dan konsumsi. Padahal
dengan mengabaikan dampak eksternalitas tersebut bukan saja syarat bagi
optimalisasi produksi dan konsumsi tidak terpenuhi, melainkan juga mengabaikan
biaya sosial yang sebenarnya harus ditanggung oleh si penerima dampak (Fauzi,
2004).
Menurut Fauzi (2004), pencemaran dalam perspektif biofisik diartikan
sebagai masuknya aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh perilaku
manusia ke sistem lingkungan. Apakah kemudian limbah ini mengakibatkan
kerusakan atau tidak, tergantung pada kemampuan penyerapan (absorptive
capacity) media lingkungan seperti air, tanah, dan udara.
22
Pada kasus pencemaran air oleh para pengrajin tahu, pencemaran ini
menimbulkan eksternalitas negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Oleh
karena itu untuk mengatasi dampak yang terus berlangsung dan dapat
membahayakan kesehatan masyarakat, pengrajin harus melakukan pengolahan
terhadap limbah yang dihasilkan melalui pembangunan pengolahan limbah. Para
pengrajin yang akan melakukan pengolahan limbah cair akan menghasilkan
sejumlah biaya dan juga sejumlah manfaat yang akan berdampak langsung
maupun tidak langsung terhadap kondisi lingkungan yang dirasakan oleh pihak
lain yang tidak ikut dalam upaya pengolahan limbah. Dari perspektif ekonomi
pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomi sumberdaya akibat
berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk
menyuplai barang dan jasa, namun juga dari dampak pencemaran tersebut
terhadap kesejahteraan masyarakat (Fauzi, 2004).
3.1.2. Contingent Valuation Method (CVM)
Contingent Valuation Method (CVM) digunakan untuk mengestimasi nilai
ekonomi untuk barang-barang yang tidak diperdagangkan. CVM pertama kali
diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1963. Nilai ekonomi yang didapat
merupakan hasil pengukuran pada hubungan fungsi kepuasan dengan konsep
Willingness to Pay (WTP) dan Willingness to Accept (WTA). Contingent
Valuation Method dipergunakan untuk mengestimasi nilai amenity atau estetika
lingkungan yang merupakan public goods. Tujuan dari CVM yaitu untuk
mengukur variasi nilai kompensasi dan nilai persamaan suatu barang yang
ditanyakan (Hanley, 1993).
23
Manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap nilai dari suatu
sumberdaya. Mereka melakukan penilaian sesuai manfaat yang dapat mereka
peroleh dari mengonsumsi sumberdaya tersebut. Pengertian nilai khususnya yang
menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan
lingkungan dapat dipandang berbeda dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu
diperlukan persepsi yang sama untuk penilaian sumberdaya tersebut. Salah satu
tolak ukur yang relatif mudah dan dapat dijadikan persepsi bersama sebagai
disiplin ilmu tersebut adalah dengan melakukan pemberian price tag pada barang
dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan kata lain
kita dapat memperoleh apa yang disebut dengan nilai ekonomi sumberdaya alam .
Secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum
seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan
jasa lainnya. Dengan kata lain konsep nilai ekonomi dapat dikatakan sebagai
keinginan seseorang untuk membayar atau dikenal dengan istilah willingness to
pay seseorang untuk membayar suatu sumberdaya alam dan lingkungan dengan
mengorbankan barang dan jasa yang ia miliki (Fauzi, 2004).
Aplikasi penggunaan CVM dapat diuraikan menjadi enam tahapan
(Hanley, 2003) yaitu :
1. Membangun pasar hipotetik
Pasar hipotetik dibangun dengan tujuan untuk mengetahui pemahaman
masyarakat tentang isu yang terkait dengan barang lingkungan.
2. Mengukur besaran WTP
Setelah pasar hipotetik dibangun maka pertanyaan mengenai barang
lingkungan dapat ditentukan dan WTP dari tiap individu akan didapat.
24
Terdapat beberapa metode di dalam memperoleh besaran WTP
diantaranya:
Permainan penawaran (Bidding Game)
Close-ended question
Payment card
Open ended question
Delphi methods
3. Mengestimasi rataan WTP
Setelah nilai WTP tiap individu diperoleh maka dibuat rata-rata WTP dari
keseluruhan nilai WTP yang ada.
4. Mengestimasi kurva penawaran
Kurva penawaran dapat diestimasi dari nilai WTP yang diperoleh. Dalam
hal ini nilai WTP dijadikan sebagai variabel dependen yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Contohnya, nilai WTP yang ada dipengaruhi oleh
pendapatan (Y), pendidikan (E), umur (A), dan jumlah kualitas lingkungan
yang ada (Q),maka model persamaannya adalah:
WTPi = f(Yi, Ei, Ai, Qi)
5. Agrerasi data
Agrerasi menunjukkan proses dimana rataan penawaran dikonversikan ke
dalam nilai angka total populasi
6. Mengevaluasi penggunaan CVM
Tahap ini dilakukan untuk melihat keberhasilan dari penerapan CVM
menggunakan beberapa indikator yang digunakan oleh peneliti
25
3.1.3. Eksternalitas
Masalah yang dapat menyebabkan kegagalan pasar dalam mengalokasikan
faktor-faktor produksi secara efisien adalah eksternalitas. Eksternalitas timbul
karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak mempunyai pengaruh
kepada pihak yang lain dan tidak ada kompensasi yang dibayar oleh pihak yang
menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak
tersebut. Adanya eksternalitas dari suatu kegiatan menyebabkan sistem
perekonomian yang menggunakan sistem pasar persaingan sempurna tidak dapat
mengalokasikan sumber-sumber ekonomi secara efisien karena harga tidak
mencerminkan dengan tepat akan kelangkaan faktor produksi. Dalam hal
eksternalitas negatif, biaya produksi yang dihitung oleh pengusaha lebih kecil
dibandingkan biaya yang diderita oleh masyarakat (Mangkoesoebroto, 2000)
Eksternalitas juga dapat didefinisikan sebagai dampak (baik positif
maupun negatif) dari suatu kegiatan (baik konsumsi maupun produksi) terhadap
suatu pihak yang tidak melakukan kegiatan tersebut. Lebih spesifik lagi
eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi suatu pihak
mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan dan
pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang
terkena dampak (Fauzi, 2004)
Eksternalitas juga merupakan efek dari aktivitas ekonomi dari satu pihak
ke pihak lain yang tidak diperhitungkan ke dalam sistem harga. Definisi ini
menekankan pada dampak non pasar yang secara langsung berpengaruh pada satu
pelaku dari pelaku lainnya. Eksternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau
produksi dari satu pihak yang mempunyai pengaruh terhadap pihak lain dan tidak
26
ada kompensasi yang dibayarkan oleh pihak yang menyebabkan atau kompensasi
yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut1.
3.1.4. Biaya Produksi
Menurut Suhartati dan Fathorrozi (2003), biaya produksi merupakan biaya
yang digunakan suatu faktor produksi untuk memproduksi suatu komoditi
merupakan nilai dari kesempatan (opportunity) dari penggunaan faktor ini untuk
kegiatan lain. Biaya dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, artinya
mengaitkan antara pengeluaran yang harus dibayar dengan produk atau output
yang dihasilkan. Berdasarkan pembagian ini, biaya dikelompokkan menjadi:
1. Biaya tetap
Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan per
satuan waktu tertentu, untuk keperluan pembayaran semua input tetap, dan
besarnya tidak tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan
2. Biaya variabel
Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan pada
waktu tertentu, untuk pembayaran input variabel yang digunakan dalam
proses produksi
3. Biaya total
Merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan variabel dalam proses
produksi
1http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBIQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.gunadarma.ac.id%3A8000%2FKommit2004_ekonomi_010_1481.pdf&rct=j&q=internalisasi+biaya+eksternal-juarna+dan+harmoni+&ei=2twUTKuPB823rAeX07GyCA&usg=AFQjCNE5r3ztmzDj4dCftY-w-4SiaNIASKA. Diakses tanggal 1 Mei 2010
27
Terdapat dua fungsi biaya yang dapat diturunkan dari fungsi biaya total
yaitu:
1. Biaya tetap total
Didefinisikan sebagai total semua biaya yang tidak berubah mengikuti
perubahan output, bahkan apabila output sama dengan nol
2. Biaya variabel total
Total semua biaya yang berubah seiring perubahan output dalam jangka
pendek
Selain biaya-biaya di atas juga terdapat biaya variabel rata-rata, biaya total
rata-rata, dan biaya marginal. Biaya variabel rata-rata merupakan biaya variabel
total dibagi dengan jumlah unit keluaran, biaya total rata-rata merupakan biaya
total dibagi dengan jumlah output, sedangkan biaya marginal merupakan kenaikan
biaya total karena memproduksi satu unit tambahan output (Case dan Fair, 2003).
3.1.5. Konsep Metode Valuasi Ekonomi
Penetapan nilai ekonomi total maupun nilai kerusakan lingkungan
digunakan pendekatan harga pasar maupun non pasar. Pendekatan harga pasar
dapat dilakukan melalui pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia
(Human Capital) atau pendekatan nilai yang hilang dan pendekatan biaya
kesempatan (Opportunity Cost). Pendekatan non pasar dapat dilakukan melalui
metode nilai hedonis (Hedonic Pricing), metode biaya perjalanan (Travel Cost),
metode kesediaan membayar atau kesediaan menerima (Contingent Valuation),
dan metode Benefit Transfer (Dhewanthi, et al., 2007)
28
3.1.5.1. Pendekatan Produktivitas
Pada pendekatan ini valuasi yang dilakukan digunakan untuk
memberikan harga SDA dan lingkungan sedapat mungkin menggunakan harga
pasar yang sesungguhnya. Terdapat beberapa teknik yang biasa digunakan dalam
pendekatan produktivitas ini, yaitu (a) Perubahan Produktivitas, yaitu teknik yang
menggunakan nilai pasar yang ada dari suatu SDA, maka dapat diketahui nilai
total dari sumberdaya tersebut. Kuantitas SDA dipandang sebagai faktor produksi.
Perubahan dalam kualitas lingkungan mengubah produktivitas dan biaya produksi
yang kemudian mengubah harga dan hasil yang dapat diamati dan diukur, (b)
Biaya Pengganti atau Replacement Cost, yaitu teknik yang mengidentifikasi biaya
pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mencapai atau mendekati
keadaan semula. Biaya yang diperhitungkan untuk mengganti SDA yang rusak
dan kualitas lingkungan yang menurun atau karena praktek pengelolaan SDA
yang kurang sesuai dapat menjadi dasar penaksiran manfaat yang diperkirakan
dari suatu perubahan, (c) Biaya Pencegahan atau Prevention Cost, yaitu apabila
nilai jasa lingkungan tidak dapat diduga nilainya, maka pendekatan ini baik
pengeluaran aktual maupun potensi pengeluaran, dapat dipakai. Melalui teknik
ini, nilai lingkungan dihitung berdasarkan hal-hal yang disiapkan masyarakat
untuk melakukan upaya pencegahan kerusakan lingkungan, seperti pembuatan
terrassering untuk mencegah terjadinya erosi di dataran tinggi ((Dhewanthi, et al.,
2007) .
3.1.5.2. Pendekatan Modal Manusia (Human Capital)
Pendekatan ini sedapat mungkin dapat menggunakan harga pasar
sesungguhnya ataupun dengan harga bayangan. Hal ini terutama dapat dilakukan
29
untuk memperhitungkan efek kesehatan dan bahkan kematian dapat dikuantifikasi
harganya di pasar. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu :
(a) Pendekatan Pendapatan yang Hilang, yaitu pendekatan yang digunakan untuk
menghitung kerugian akibat pendapatan yang hilang karena perubahan fungsi
lingkungan berdampak pada kesehatan manusia, (b) Biaya Pengobatan, yaitu
dampak perubahan kualitas lingkungan dapat berakibat negatif pada kesehatan,
yaitu menyebabkan sakit bahkan kematian, (c) Keefektifan Biaya
Penanggulangan, yaitu pendekatan yang digunakan apabila perubahan kualitas
lingkungan tidak dapat diduga nilainya namun dipastikan bahwa tujuan
penanggulangannya penting (Dhewanthi, et al., 2007).
3.1.5.3. Pendekatan Biaya Kesempatan (Opportunity Cost)
Apabila data mengenai harga atau upah tidak cukup tersedia, biaya
kesempatan atau pendapatan yang hilang dari penggunaan SDA dapat digunakan
sebagai pendekatan. Pendekatan ini dugunakan untuk menghitung biaya yang
harus dikeluarkan untuk melestarikan suatu manfaat dan bukan untuk memberikan
nilai besaran manfaat ekonomi yang harus dikorbankan jika terjadi perubahan
sehingga kualitas lingkungan tidak dapat dikembalikan seperti keadaan semula
(Dhewanthi, et al., 2007).
3.1.5.4. Pendekatan Nilai Hedonis (Hedonic Pricing)
Pendekatan ini merupakan pendekatan kedua setelah pendekatan dengan
harga pasar untuk menilai kualitas lingkungan, karena seringkali ditemui keadaan
yang sangat sulit untuk mendapatkan harga pasar atau harga alternatif. Pendekatan
ini dikenal dengan pendekatan nilai properti (Property Value Method).
Pendekatan ini merupakan suatu teknik penilaian lingkungan berdasarkan atas
30
perbedaan harga sewa lahan atau harga sewa rumah. Dengan asumsi bahwa
perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kualitas lingkungan. Untuk
mendapatkan harga didasarkan atas kesanggupan orang untuk membayar lahan
atau komoditas lingkungan sebagai cara untuk menduga secara tidak lagsung
bentuk kurva permintaan sehingga nilai perubahan kualitas lingkungan dapat
ditentukan (Dhewanthi, et al., 2007).
3.1.5.5. Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost)
Pendekatan ini menggunakan biaya transportasi atau biaya perjalanan
terutama untuk menilai lingkungan pada objek-objek wisata. Pendekatan ini
menganggap bahwa biaya perjalanan dan waktu yang dikorbankan para wisatawan
menuju objek itu dianggap sebagai nilai lingkungan yang dibayar oleh wisatawan
(Dhewanthi, et al., 2007).
3.1.5.6. Pendekatan Kesediaan Membayar atau Menerima Ganti Rugi (Contingent Valuation Method)
Metode valuasi kontingensi digunakan untuk mengestimasi nilai
ekonomi untuk berbagai macam ekosistem dan jasa lingkungan yang tidak
memiliki pasar, misal jasa keindahan. Metode ini menggunakan pendekatan
kesediaan untuk membayar atau menerima ganti rugi agar sumberdaya alam
tersebut tidak rusak. Metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan nilai
guna dan nilai non guna. Metode ini merupakan teknik untuk menyatakan
preferensi karena menanyakan orang untuk menyatakan penilaian mereka.
Pendekatan ini juga memperlihatkan seberapa besar kepedulian mereka terhadap
suatu barang dan jasa lingkungan yang dilihat manfaatnya yang besar bagi semua
pihak sehingga upaya pelestarian diperlukan agar tidak kehilangan manfaat itu
(Dhewanthi, et al., 2007).
31
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Tahu dalam proses produksinya akan menghasilkan produk berupa tahu itu
sendiri, produk sampingan atau limbah yang berupa limbah padat dan limbah cair
tahu. Tahu yang dihasilkan kemudian dijual kepada konsumen, produk sampingan
berupa limbah cair tahu secara langsung akan dibuang ke sungai atau ke badan-
badan air lainnya, dan ampas tahu yang merupakan limbah padat akan diolah
kembali menjadi keripik ampas tahu, pakan ternak, atau bahan baku bagi industri
lainnya.
Sebagian besar dari para pengrajin tahu membuang produk sampingan
mereka ke sungai atau badan air lainnya tanpa melakukan pengolahan terlebih
dahulu terhadap limbah yang dihasilkan. Limbah cair yang dibuang langsung ke
sungai memiliki dampak yang buruk bagi para pengguna air tempat limbah cair
itu dibuang. Kandungan yang terdapat di dalam limbah cair dapat menimbulkan
penyakit bagi para pengguna air serta bau yang dihasilkan sangat mengganggu
masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Limbah industri tahu dapat
menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik
yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, bahan-bahan organik yang
terkandung dalam air buangan tersebut memiliki konsentrasi COD berkisar antara
4 000-12 000 ppm dan BOD antara 2 000 – 10 000 ppm, serta mempunyai
keasaman yang rendah yakni pH 4-52.
Beberapa faktor yang mendasari para pengrajin tahu membuang limbah ke
sungai tanpa pengolahan telebih dahulu diantaranya adalah karena kurangnya 2http://www.scribd.com/mobile/documents/search?query=9Limbah+Tahu+Untuk+Biogas&commi
t=Search. Diakses tanggal 3 Desember 2010
32
kesadaran mengenai pentingnya melestarikan kualitas air serta pengetahuan
mengenai dampak yang ditimbulkan apabila mereka membuang limbah ke sungai,
serta mahalnya biaya pembangunan pengolahan limbah yang membuat mereka
sangat berat untuk membangun pengolahan limbah karena akan berimplikasi pada
kenaikan biaya produksi yang akan menurunkan tingkat penerimaan dan
keuntungan mereka.
Aktivitas dari proses produksi tahu memberikan eksternalitas bagi
masyarakat yang kemudian dapat menimbulkan biaya eksternal bagi masyarakat
yang terkena dampaknya seperti biaya kesehatan dan biaya penurunan
produktivitas pertanian. Salah satu upaya untuk mengurangi eksternalitas adalah
dengan melakukan internalisasi biaya eksternal. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara membangun pengolahan limbah cair menjadi
biogas. Proses pembangunan pengolahan limbah menjadi biogas tentunya
membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya pembangunan ini yang ditanggung
oleh para pengrajin tahu. Sebelumnya biaya eksternal tidak dimasukkan ke dalam
struktur biaya produksi dan ditanggung oleh masyarakat yang menerima dampak
dari pembuangan limbah ke sungai tanpa melalui pengolahan, namun setelah
dilakukannya internalisasi, biaya eksternal yang semula ditanggung oleh
masyarakat kini ditanggung oleh pengrajin tahu.
Pemerintah dalam menanggapi dampak yang berbahaya dari limbah yang
dibuang langsung ke sungai menetapkan beberapa kebijakan mengenai
pembangunan sistem pengolahan limbah. Salah satu pengolahan limbah yang
dapat diadopsi oleh para pengrajin tahu yaitu pengolahan limbah cair menjadi
biogas. Pembangunan pengolahan limbah menjadi biogas atau IPAL yang
33
menggunakan limbah cair tahu sebagai bahan baku dapat mengurangi dampak
pencemaran lingkungan, selain itu pembuatan IPAL juga dapat menciptakan
energi alternatif yaitu pengganti bahan bakar seperti kayu bakar dan minyak
tanah.
Analisis data dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis
kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan profil industri tahu di Desa Kalisari,
sedangkan analisis kuantitatif untuk mengestimasi biaya eksternal dengan
menggunakan metode change in productivity approach, replacement cost, dan
biaya kesehatan, metode biaya produksi untuk mengestimasi biaya produksi setiap
pengrajin tahu berdasarkan skala produksi tertentu, metode biaya produksi dan
harga pasar untuk mengestimasi nilai manfaat ekonomi internalisasi biaya
eksternal, metode willingness to pay untuk mengestimasi tingkat kesediaan petani
untuk membayar biaya pengolahan limbah.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sentra produksi tahu yang terletak di Desa
Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto1. Penentuan lokasi ini dilakukan
secara sengaja karena lokasi tersebut merupakan industri tahu yang berada di
sekitar wilayah perairan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai
Maret 2011.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dan data primer. Data
primer yang diperoleh melalui kuesioner yang mengambil responden yaitu para
pengrajin tahu di Desa Kalisari dan wawancara langsung dengan pihak aparat desa
sebanyak lima orang, pengrajin keripik ampas tahu sebanyak tiga orang, ketua
gapoktan Desa Kalisari, kepala Desa Kalisari dan staf Kementrian Riset dan
Teknologi sebanyak satu orang. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data
mengenai lokasi sentra produksi tahu, jumlah limbah yang dihasilkan, kandungan
beban pencemar yang terdapat dalam limbah cair tahu dan biaya pengolahan
limbah menjadi biogas.
4.3. Metode dan Pengambilan Data
Metode pengambilan contoh atau metode penentuan responden tidak
dilakukan secara acak, malainkan dilakukan dengan cara non probability sampling
yaitu jenis purposive sampling, dimana pengambilan sampel ini dilakukan tidak
1http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu. Diakses tanggal 26 Desember 2010.
36
secara acak melainkan dengan pertimbangan tertentu dan secara sengaja yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pengrajin yang menjadi responden yaitu
pengrajin yang sudah melakukan internalisasi biaya eksternal sebanyak 26
responden, pengrajin yang belum melakukan pengolahan limbah cair tahu
sebanyak 30 responden, dan pengrajin yang melakukan penjualan ampas tahu
sebanyak 60 responden
4.4. Metode dan Prosedur Analisis
Analisis data dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis
kualitatif digunakan untuk menganalisis karakteristik sosial ekonomi para
pengrajin tahu,dan deskripsi profil industri tahu di Desa Kalisari. Analisis
kuantitatif digunakan untuk mengestimasi biaya produksi sebelum dan sesudah
internalisasi biaya eksternal, mengestimasi biaya eksternal, dan mengestimasi
nilai ekonomi manfaat biaya eksternal. Metode change in productivity, biaya
kesehatan, dan replacement cost untuk mengestimasi biaya eksternal. Metode
harga pasar untuk mengestimasi manfaat ekonomi yang diperoleh dari adanya
internalisasi, metode biaya produksi untuk mengestimasi besaran biaya produksi
sebelum dan sesudah adanya internalisasi biaya eksternal, dan metode CVM untuk
mengestimasi nilai yang bersedia dibayarkan untuk berpartisipasi dalam
pengolahan limbah cair. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dibuat matriks
metode penelitian sebagai berikut.
37
Tabel 2. Matriks Metode Penelitian
Tujuan penelitian Jenis dan
Sumber Data
Metode Pengumpulan
Data
Metode Analisis Data
Mendeskripsikan profil industri tahu
Data primer, didapat dari pengrajin tahu, aparat desa, dan staf kemenristek
Data sekunder, didapat dari buku, artikel, jurnal dan sumber-sumber yang relevan
Wawancara dengan pengrajin tahu, aparat desa, dan staf kemenristek
Analisis deskriptif
Mengestimasi biaya produksi pada industri tahu sebelum dan sesudah internalisasi
Data primer, didapat dari pengrajin tahu yang sudah melakukan internalisasi biaya eksternal pada struktur biaya produksinya
Kuesioner dengan 26 responden
Metode biaya produksi
Mengestimasi biaya eksternal
Data primer, didapat dari aparat desa, puskesmas, dan ketua gapoktan,
Wawancara dengan dokter di polides Desa Kalisari, ketua gapoktan Desa Kalisari, dan aparat Desa Kalisari
Metode change in productivity approach
Metode Biaya Pengganti
Metode biaya pengobatan
Mengestimasi total nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal
Data primer, didapat dari kepala desa, pengrajin tahu, pengrajin keripik ampas tahu
Wawancara dengan kepala Desa Kalisari
Wawancara dengan tiga orang pengrajin keripik ampas tahu
Kuesioner dengan 60 responden
Metode pendekatan harga pasar
Metode biaya produksi
Mengestimasi nilai WTP pengrajin tahu untuk membayar iuran pengolahan limbah cair tahu
Data primer, didapat dari pengrajin tahu
Kuesioner dengan 30 responden
Metode Contingent Valuation Method
38
4.4.1. Deskripsi Profil industri Tahu
Deskripsi profil industri tahu dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode analisis deskriptif. Analisis ini dugunakan untuk
mendeskripsikan profil industri tahu ditinjau dari aspek proses pembuatan tahu,
produk lain dari tahu, jenis limbah tahu, dampak limbah tahu, serta teknologi yang
digunakan untuk mengolah limbah tahu.
4.4.2. Estimasi Biaya Produksi Tahu Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal
Estimasi biaya produksi tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya
eksternal dilakukan dengan menggunakan metode biaya produksi, yaitu mencari
nilai dari biaya tetap, biaya variabel, dan biaya produksi total untuk melihat
persentase perubahan biaya produksi apabila pengrajin tahu menginternalisasikan
biaya eksternal ke dalam struktur biaya produksi. Biaya eksternal
diinternalisasikan ke dalam struktur biaya produksi dengan cara memasukkan
komponen iuran untuk perawatan IPAL ke dalam biaya tetap setiap bulan.
Menurut Case and Fair (2003), biaya total dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
TCsebelum internalisasi = FC + VC
TCsetelah internalisasi = FC + VC + k
Dimana:
TC = Total Cost (biaya total)
FC = Fixed Cost (biaya tetap)
VC = Variable Cost (biaya variabel)
k = biaya eksternal
39
Biaya produksi yang dihitung merupakan biaya produksi rata-rata yang
didapat dari beberapa pengrajin berdasarkan skala usaha tertentu. Skala usaha
dilihat berdasarkan jumlah kedelai yang digunakan untuk memproduksi tahu.
4.4.3. Estimasi Biaya Eksternal sebagai Dampak Pembuangan Limbah Industri Tahu
Biaya eksternal yang diestimasi dalam penelitian ini yaitu biaya eksternal
yang muncul akibat pembuangan limbah cair tahu diantaranya biaya kesehatan,
biaya kerugian akibat penurunan produktivitas pertanian, dan biaya untuk
perbaikan kesuburan lahan dengan cara penambahan jenis pupuk tertentu yaitu
pupuk dolomit. Biaya kesehatan dihitung dengan pendekatan:
Total Biaya Kesehatan = C x n
Dimana:
C = biaya pengobatan ke puskesmas per polides (Rp/orang)
n = masyarakat yang tinggal di sekitar sungai yang tercemar (orang)
Metode perhitungan biaya eksternal seperti kerugian petani akibat
penurunan produktivitas pertanian dalam hal ini padi dan biaya perbaikan kualitas
lahan adalah metode change in productivity approach atau perubahan
produktivitas dan replacement cost untuk melihat perubahan pendapatan akibat
dampak dari pencemaran limbah tahu. Rumus yang digunakan yaitu:
ΔI = I1 – I2
Dimana:
ΔI = selisih pendapatan sebelum dan sesudah pencemaran (Rp)
I1 = pendapatan sebelum pencemaran (Rp)
I2 = pendapatan setelah pencemaran (Rp)
40
Biaya perbaikan kualitas lahan dapat diestimasi dengan menggunakan rumus:
Biaya perbaikan kualitas lahan = L x Pp x Qp
Dimana:
L = Luas lahan yang terkena limbah (ha)
Pp = Harga pupuk (Rp)
Qp = Jumlah pupuk (kg)
4.4.4. Estimasi Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal
Nilai ekonomi yang didapat dari adanya internalisasi biaya eksternal
berupa nilai penghematan bahan bakar seperti elpiji dan kayu bakar akibat adanya
energi alternatif yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu yaitu biogas,
penerimaan tambahan dari penjualan keripik ampas tahu dari hasil pengolahan
limbah padat tahu, penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk
digunakan sebagai pakan ternak, dan penerimaan tambahan dari penjualan cacing
yang hidup di selokan tempat pembuangan limbah cair untuk pakan lele dumbo.
Metode yang digunakan untuk menghitung nilai penghematan bahan bakar adalah
metode perubahan pendapatan, dengan pendekatan :
ΔI = I1 – I2
Dimana:
ΔI = jumlah elpiji yang dihemat (Rp)
I1 = jumlah elpiji yang digunakan sebelum menggunakan biogas (Rp)
I2 = jumlah elpiji yang digunakan setelah menggunakan biogas (Rp)
Penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk pakan ternak dan
untuk bahan baku keripik ampas tahu dilakukan dengan metode biaya produksi
dengan mencari keuntungan tambahan dari penjualan produk tersebut. Nilai
41
tambah cacing rambut dihitung dengan menggunakan metode harga pasar dengan
melihat harga pasar dari cacing rambut tersebut apabila dijual untuk pakan lele
dumbo dengan dengan rumus:
R = n x p x q
Dimana:
R = penerimaan cacing rambut
n = jumlah cacing rambut yang diambil
p = harga cacing rambut di pasar
q = jumlah cacing yang diambil
4.4.5. Estimasi Nilai WTP Pengrajin Tahu untuk Membayar Iuran Pengolahan Limbah Tahu
Nilai WTP pengrajin tahu diestimasi dengan menggunakan metode
Contingent Valuation Method. Estimasi nilai WTP ini dilakukan pada pengrajin
tahu yang masih belum mengolah limbah cair yang mereka hasilkan. Prosedur
metode CVM yang dilakukan meliputi
1. Membuat pasar hipotetik
Pasar hipotetik yang dibentuk berdasarkan atas dampak negatif yang
dirasakan akibat pembuangan limbah cair secara langsung oleh pengrajin
tahu ke sungai dan selokan. Dalam upaya untuk mengurangi dampak
negatif limbah cair tahu pemerintah berencana untuk membangun
pengolahan limbah cair menjadi biogas. Selain itu biogas yang diproduksi
dari pengolahan limbah ini juga dapat memberikan manfaat berupa energi
alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan
rumah tangga seperti minyak tanah atau kayu bakar. Oleh karena itu
diperlukan partisipasi dari para pengrajin tahu dalam upaya pengurangan
42
dampak negatif dari limbah cair tersebut dengan cara membayar iuran
perawatan pengolahan limbah menjadi biogas. Responden yang menjadi
objek dalam mengukur WTP ini yaitu para pengrajin tahu yang belum
melakukan pengolahan limbah cair. Selanjutnya, pasar hipotetik yang
dibentuk adalah sebagai berikut :
Pasar Hipotetik
Pemerintah berencana untuk membangun suatu pengolahan limbah yaitu
pengolahan limbah menjadi biogas. Bahan baku biogas ini adalah limbah cair
tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu. Pembangunan instalasi
pengolahan limbah menjadi biogas sangat bermanfaat untuk lingkungan karena
dapat mengurangi jumlah limbah cair yang dibuang ke sungai serta dapat
menghasilkan bahan bakar alternatif berupa gas yang dihasilkan dari
pengolahan limbah tersebut. Gas tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar
pengganti elpiji dan dapat menghemat penggunaan kayu bakar dalam proses
produksi. Oleh karena itu pemerintah sangat membutuhkan partisipasi dari
masyarakat sekitar untuk pembangunan pengolahan limbah cair menjadi biogas
2. Mendapatkan penawaran besaran WTP
Dalam memperkirakan nilai awalan WTP terlebih dahulu dilakukan survey
terhadap besarnya iuran biogas pada pengrajin yang sudah melakukan
pembayaran iuran perawatan pengolahan limbah menjadi biogas yang
sudah dilakukan di beberapa tempat. Kemudian setelah nilai WTP pertama
didapat, ditawarkan nilai yang lebih besar dari nilai yang diberikan
sebelumnya. Nilai WTP didapat setelah proses tawar menawar selesai.
3. Memperkirakan nilai rata-rata WTP
Dugaan rataan WTP dihitung dengan rumus :
EWTP = ∑ .
43
Dimana:
EWTP = dugaan nilai rataan WTP (Rp)
Wi = batas bawah WTP pada kelas ke-i
Pfi = frekuensi relatif kelas ke-i
n = jumlah responden
i = sampel (1, 2, 3, …, n)
4. Menjumlahkan data
TWTP = ∑ ( ) P
Dimana:
TWTP = total WTP
WTPi = WTP individu sampel ke-i
ni = jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP
N = jumlah sampel
P = jumlah populasi
V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Kondisi Umum Desa Kalisari
Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi jumlah
penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian, pola penggunaan lahan, dan
kepemilikan ternak.
5.1.1. Kondisi Fisik Daerah
Desa Kalisari yang terkenal dengan sentra industri tahu di Kabupaten
Banyumas pada mulanya merupakan penggabungan dari dua desa yaitu Desa
Karangsari dan Desa Kalikidang yang dilakukan pada tahun 1912. Secara
administratif Desa Kalisari termasuk dalam wilayah Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas, terletak di Banyumas bagian barat dari ibukota Kecamatan
Cilongok. Jarak dari pusat Kabupaten Banyumas dengan Desa Kalisari sekitar 17
km, dengan waktu tempuh sekitar 35 menit. Desa Kalisari terdiri atas dua dusun
yaitu Dusun I yang terletak di sebelah timur yang terbagi atas dua RW dan Dusun
II yang terletak di sebelah barat yang terbagi atas dua RW. Luas wilayah Desa
Kalisari yaitu 204,355 ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Desa Karang Tengah
b. Sebelah Barat : Desa Cikembulan
c. Sebelah Selatan : Desa Lesmana
d. Sebelah Timur : Desa Karanglo
Desa Kalisari memiliki topografi berupa dataran rendah dengan ketinggian
sekitar 220 m diatas permukaaan laut (mdpl) sehingga tergolong dataran rendah.
S
K
5
j
l
k
g
SG
d
(
p
Sebagian tan
Kalisari rata
5.1.2. Kon
Menu
jumlah pend
laki dan 24
keluarga. Ko
gambar berik
Sumber : DatGambar 4.
Ting
dengan adan
(TK), satu S
penduduk be
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0‐4tahu
nah di Desa
a-rata 2 000 –
disi Sosial E
urut data mo
duduk yang t
422 perempu
omposisi pen
kut :
ta Sekunder dJumlah Pen
gkat pendidik
nya fasilitas
Sekolah Das
erdasarkan ti
4 un
5‐9 tahun
10‐14tahun
Kalisari me
– 3 000 mm/
Ekonomi De
onografi yan
tercatat yaitu
uan, rata-rat
nduduk men
diolah (2011)nduduk Ber
kan di Desa
s pendidikan
sar (SD), da
ingkat pendi
4 n15‐19 tahun
20‐24 tahun
erupakan are
/tahun.
esa Kalisari
ng diperoleh
u sebesar 126
ta setiap kel
nurut usia da
rdasarkan J
a Kalisari te
n yaitu terse
an satu Mad
idikan dapat
25‐29 tahun
30‐39 tahun
4t
eal pertanian
i
h dari Kantor
69 KK, yang
luarga terdir
an jenis kela
Jenis Kelam
ergolong sed
edianya tiga
drasah Ibtida
t dilihat pada
40‐49 tahun
50‐59 tahun
>ta
n. Curah huj
r Desa Kalis
g terdiri atas
ri dari emp
amin dapat d
min dan Usia
dang, hal ini
a Taman Ka
aiyah (MI).
a gambar ber
>60 ahun
L
P
45
an di Desa
sari (2007),
s 2471 laki-
pat anggota
dilihat pada
a
i didukung
anak-kanak
Komposisi
rikut.
Laki‐laki
Perempuan
SG
p
m
J
b
b
SG
Sumber : DatGambar 5.
Berd
penduduk D
merupakan
Jumlah yang
Berd
bermata pen
berdasarkan
Sumber : DatGambar 6.
7.19%
2.95%
0.37%
ta Sekunder, dJumlah Pen
dasarkan gam
Desa Kalisa
belum tama
g paling sedi
dasarkan dat
ncaharian se
mata pencah
ta Sekunder, dJumlah Pen
% 8.
0.43%0.13%
34.53
11.45%
5.26%
diolah (2011)nduduk Ber
mbar di atas
ari adalah t
at SD, tama
ikit yaitu tam
ta monograf
ebagai petan
harian dapat
diolah (2011)nduduk Ber
8.38
64.54%
60%
%0.13% 1.3
0
%
2.12% 1.11%
rdasarkan T
s terlihat bah
tamatan SD
atan SLTP,
matan S2 yai
fi yang didap
ni dan buru
t dilihat pada
rdasarkan M
8%9.22%
37%
0.05%
12%
2
% 0.92%
Tingkat Pen
hwa mayori
D yaitu sek
SLTA, D1,
itu sebesar 0
pat tercatat
uh industri.
a gambar ber
Mata Pencah
24.01%
0%
1.20%
ndidikan
itas tingkat p
kitar 64,54%
D2, D3, S
,13%.
bahwa seba
Komposisi
rikut :
harian
Tidak Ta
Belum T
Tamat S
Tamat S
Tamat S
D3
D2
D1
S1
S2
Petan
Petan
Nelay
Pengu
Buruh
Buruh
Pedag
Penga
46
:
pendidikan
%. Sisanya
1, dan S2.
agian besar
penduduk
amat SD
Tamat SD
SD
SLTP
SLTA
ni sendiri
ni buruh
yan
usaha
h industri
h bangunan
gang
angkutan
p
p
p
D
a
p
SG
d
u
p
d
m
p
Berd
penduduk D
petani buru
pengangkuta
Luas
Desa Kalisar
adalah tanah
penggunaan
Sumber : DatGambar 7.
Dari
diperuntukk
untuk pemuk
Selai
penduduk D
dipilih pend
memanfaatk
perkebunan,
10.
dasarkan gam
Desa Kalisari
uh, buruh
an.
s Desa Kalis
ri diperuntuk
h untuk pend
lahan di De
ta Sekunder, dKomposisi
gambar di
an bagi keg
kiman, pema
in sebagai p
Desa Kalisar
duduk desa
kan lahan d
, sehingga p
14.70%
.28%
11.51
mbar di atas
i adalah peta
industri, bu
ari seluruhn
kkan bagi pe
didikan, lapa
esa Kalisari d
diolah (2011)Pola Pengg
i atas terlih
giatan perta
akaman, dan
petani, buru
ri juga mem
sebagai ta
dan meman
pakan ternak
%
s terlihat ba
ani yaitu seb
uruh bangu
nya mencapa
ertanian, pem
angan, jalan,
dapat dilihat
unaan Laha
hat bahwa m
anian yaitu
n lain-lain.
uh tani dan
melihara bina
abungan hid
nfaatkan ha
k cukup mud
63.61%
ahwa mayor
besar 34,53%
unan, pedag
ai 204,355 ha
mukiman, pe
, dan pemak
t pada gamba
an
mayoritas la
sebesar 63
n pengrajin
atang ternak
dup yang j
asil-hasil tan
dah untuk di
%
ritas mata p
%. Sisanya m
gang, pengu
a. Pengguna
ekarangan, d
kaman. Kom
ar berikut in
ahan di Des
,61%. Sisan
tahu, pada
k. Pemelihar
uga diguna
naman pert
idapatkan. Je
Tanah s
Tanah p
Tanah p
Lain‐lain
47
pencaharian
merupakan
usaha, dan
an lahan di
dan sisanya
mposisi pola
i.
sa Kalisari
nya adalah
umumnya
raan ternak
akan untuk
tanian dan
enis ternak
sawah
pemukiman
pekarangan
n
y
K
SG
a
k
5
b
c
t
s
5
t
b
b
%
yang dipeli
Komposisi k
Sumber : DatGambar 8.
Berd
adalah ayam
kelinci, sapi
5.2. Kara
Resp
bermata pen
cair dengan
tahu dan tid
sosial ekono
5.2.1. Usia
Ting
tahun sampa
berada pada
berada pada
% atau seba
hara antara
kepemilikan
ta Sekunder, dKomposisi
dasarkan gam
m yaitu seb
, dan kerbau
akteristik R
ponden pada
ncaharian se
biogas serta
dak melakuk
omi responde
a
gkat usia pad
ai diatas us
a kisaran usi
a kisaran usi
anyak 15 ora
7
a lain sapi,
ternak dapa
diolah (2011)Kepemilika
mbar di atas
besar 87,25%
u.
Responden
a penelitian
ebagai pengr
a masyaraka
kan pengelol
en dapat dili
da responden
ia 62 tahun
a 40-50 tahu
a 29-39 tahu
ang. Sebany
7.78% 2.93%
kambing,
at dilihat pad
an Ternak
s mayoritas
%. Selanjut
ini merupak
rajin tahu d
at yang berm
laan limbah
hat pada beb
n cukup berv
n. Sebanyak
un. Sebanya
un. Pada kis
yak 6,67% a
0.36% 0.39%
87.25%
%
kelinci, ay
da gambar be
ternak yang
tnya diikuti
kan masyarak
an melakuk
mata pencaha
cair dengan
berapa kriter
variasi yaitu
38,33% ata
ak 26,67% at
saran usia 5
atau sebanya
% 1.3
am, babi d
erikut.
g ada di De
dengan be
kat Desa Ka
kan pengolah
arian sebaga
n biogas. Ka
ria berikut in
berkisar ant
au sebanyak
tau sebanyak
1-61 tahun t
ak empat or
35%
48
dan bebek.
sa Kalisari
ebek, babi,
alisari yang
han limbah
ai pengrajin
arakteristik
ni.
tara usia 20
k 23 orang
k 16 orang
terdapat 25
ang berada
Sapi
Kerbau
Kelinci
Ayam
Bebek
Babi
p
s
r
SG 5
S
p
m
s
SG
t
m
p
pada kisaran
sebanyak 3,
responden d
Sumber : DatGambar 9.
5.2.2. Ting
Ting
SD, SMP,
pendidikan
menempuh p
sebanyak tuj
Sumber : DatGambar 10
Berd
tingkat pend
mayoritas re
pada masa
n usia 18-28
33 % atau s
dapat dilihat p
ta Primer, dioKarakterist
gkat Pendid
gkat pendidik
dan SMA.
formal sam
pendidikan
juh orang m
ta Primer, dio. Karakteri
dasarkan gam
didikan form
esponden ya
tersebut tin
11.67%
8 tahun. Sed
sebanyak du
pada Gamba
olah (2011) tik Respond
dikan
kan respond
Sebanyak 7
mpai jenjan
formal samp
enempuh pe
olah (2011) istik Respon
mbar di atas
mal sampai d
ang diwawan
gkat kesada
38.33%
25%
3.33%
16.67%
dangkan pad
ua orang. Pe
ar 9.
den Berdasa
den di Desa
71,67% atau
ng SD, 16
pai jenjang
endidikan for
nden Berdas
terlihat bah
dengan tingk
ncara berada
aran masyar
6.67%
71.67%
da kisaran u
rbandingan
arkan Tingk
Kalisari ber
u sebanyak
6,67% atau
SMA, dan s
rmal sampai
sarkan Ting
hwa mayorita
kat SD. Hal
a pada usia d
rakat akan p
26.67%
sia 62-72 ta
persentasi ti
kat Usia
rvariasi anta
43 orang m
sebanyak
sebanyak 11
i jenjang SM
gkat Usia
as responden
ini disebabk
diatas 40 tah
pentingnya p
1
2
4
5
6
49
ahun hanya
ingkat usia
ara tamatan
menempuh
10 orang
1,67% atau
MP.
n memiliki
kan karena
hun dimana
pendidikan
18‐28 tahun
29‐39 tahun
40‐50 tahun
51‐61 tahun
62‐72 tahun
SD
SMP
SMA
f
m
5
m
s
s
SG
H
d
r
5
t
s
k
r
formal ma
memungkink
5.2.3. Statu
Statu
menikah yai
sebanyak sa
status pernik
Sumber : DatGambar 11
Berd
Hal ini dise
diatas 25 ta
responden y
5.2.4. Lam
Distr
tahun yaitu
sebanyak 22
kisaran 42-6
responden b
sih rendah
kan untuk m
us Pernikah
us pernikaha
itu sebesar 9
atu orang ber
kahan dapat
ta Primer, dio. Karakteri
dasarkan gam
babkan kare
ahun yang m
ang memang
ma Menjalan
ribusi respon
sebanyak
2 orang bera
62 tahun se
erdasarkan l
h serta ko
melanjutkan k
han
an responden
98,33 % atau
rstatus belum
dilihat pada
olah (2011) istik Respon
mbar di atas
ena para pen
merupakan
g sudah men
nkan Usaha
nden yang m
60% atau
ada pada ki
ebanyak 3,3
lama usaha d
98.33%
1.67%
ondisi perek
ke jenjang ya
n yang ada
u sebanyak
m menikah.
Gambar 11.
nden Berdas
mayoritas r
ngrajin tahu
usia yang i
njalankan usa
a
menjalankan
sebanyak 3
isaran 21-41
33% atau se
dapat dilihat
%
konomian
ang lebih tin
di Desa Ka
59 orang da
Komposisi r
.
sarkan Stat
responden ya
yang diwaw
ideal untuk
aha sejak leb
usaha tahu
36 orang, se
1 tahun, dan
ebanyak dua
pada Gamb
yang masi
nggi.
alisari mayor
an sebesar 1
responden b
tus Pernikah
ang berstatu
wancara sud
menikah d
bih dari 20 ta
berada di ki
ebanyak 36
n terakhir be
a orang. Ka
bar 12.
Me
Tida
50
ih kurang
ritas sudah
,67 % atau
berdasarkan
han
us menikah.
dah berusia
dan banyak
ahun.
isaran 0-20
6,67% atau
erada pada
arakteristik
nikah
ak Menikah
SG
m
m
m
5
d
s
a
s
d
SG
Sumber : DaGambar 12
Berd
menjalankan
mereka sud
menjalankan
5.2.5. Jum
Distr
dua orang s
sebanyak 66
atau sebany
sebanyak du
dapat dilihat
Sumber : DaGambar 13
ata Primer, d2. Karakte
Usaha
dasarkan gam
n usaha bera
dah menjala
n usaha tahu
mlah Tanggu
ribusi jumlah
sebanyak 5%
6,67% atau s
ak 15 orang
ua orang. K
t pada Gamb
ata Primer, d. Karakteri
3
diolah (2011)eristik Resp
mbar di atas
ada pada ki
ankan usaha
semenjak m
ungan
h tanggunga
% atau seb
ebanyak 40
g, dan tujuh
Karakteristik
bar 13.
diolah (2011)istik Respon
36.67%
3.33%
25%
3.33%
) ponden Ber
terlihat jela
isaran 0-20
a secara tu
mereka tamat
an responden
banyak tiga
orang, lima
h sampai del
k responden
) nden Berdas
60%
5%
66.67%
rdasarkan
as bahwa pal
tahun. Hal
urun-temurun
t SD.
n berada pad
orang, tiga
sampai enam
lapan orang
n berdasarka
sarkan Jum
Lama Ma
ling banyak
ini disebabk
n dan mer
da kisaran s
a sampai em
m orang seba
sebanyak 3
an jumlah t
mlah Tanggu
0
2
4
51
anjalankan
responden
kan karena
reka sudah
atu sampai
mpat orang
anyak 25%
3,33% atau
tanggungan
ungan
‐20 tahun
1‐41 tahun
2‐62 tahun
1‐2 orang
3‐4 orang
5‐6 orang
7‐8 orang
m
a
D
k
p
5
k
a
K
g
SG
t
p
5
t
Berd
memiliki tan
ayah, ibu, d
Desa Kalisa
kesadaran m
perekonomia
5.2.6. Jara
Distr
kisaran 0-20
atau sebanya
Komposisi r
gambar 14.
Sumber : DatGambar 14
Berd
tempat usah
pengrajin tah
5.3. Pers
Perse
tahu serta m
dasarkan gam
nggungan b
dan dua samp
ari sudah m
mereka aka
an yang kura
ak Tempat U
ribusi jarak
0 m sebanya
ak tiga orang
responden be
ta Primer, dio. Karakteri
dengan Su
dasarkan gam
ha dengan su
hu di Desa K
sepsi Respon
epsi respond
manfaat pengo
mbar di ata
erkisar anta
pai tiga oran
menerapkan
an mengiku
ang memung
Usaha ke Su
tempat us
ak 91,67% at
g, dan 42-52
erdasarkan j
olah (2011) istik Responungai
mbar terliha
ungai berkis
Kalisari mem
nden
den yang dik
olahan limba
9
5% 3.33%
as terlihat b
ara tiga samp
ng anak. Ha
Keluarga B
uti KB sa
gkinkan jika
ungai
saha respond
tau sebanyak
2 m sebanya
arak tempat
nden Berdas
at bahwa ma
sar antara 0
mbuang limb
kaji meliputi
ah padat tah
91.67%
bahwa mayo
pai empat o
al ini disebab
Berencana s
angat tinggi
a mereka mem
den dengan
k 55 orang,
ak 3,33% ata
usaha ke su
sarkan Jara
ayoritas resp
0-20 m. Ole
bah ke sunga
i dampak ne
u. Penilaian
oritas respon
orang yang
bkan karena
semenjak da
i, disampin
miliki anak b
n sungai be
21-41 m seb
au sebanyak
ungai dapat d
ak Tempat U
ponden mem
eh sebab itu
ai.
gative dari l
persepsi res
0
2
4
52
nden yang
terdiri dari
a penduduk
ahulu, dan
ng kondisi
banyak.
erada pada
banyak 5%
dua orang.
dilihat pada
Usaha
miliki jarak
u mayoritas
limbah cair
sponden ini
‐20 meter
1‐41 meter
2‐52 meter
b
m
5
d
l
r
G
SG
4
b
m
t
k
y
m
t
m
bertujuan u
mengenai da
5.3.1. Dam
Perse
diketahui m
limbah cair
responden m
Gambar 15.
Sumber : DatGambar 15
Berd
43 orang be
baik bagi k
maupun selo
tidak ada da
kesehatan m
yang merek
menumpuk d
tidak adany
memiliki tin
untuk meng
ampak limba
mpak Negati
epsi respon
melalui apak
tahu bagi k
mengenai da
ta Primer, dio5. Persepsi
Cair Tah
dasarkan Gam
erpendapat b
kesehatan m
okan. Seban
ampak negat
maupun bagi
ka buang k
dan menyeb
ya dampak
ngkat pendi
etahui sejau
ah tahu yang
if dari Limb
nden menge
kah respond
kesehatan ma
ampak nega
olah (2011) i Respondenhu
mbar 15 ter
bahwa mere
maupun bagi
nyak 28,33%
tif yang me
lingkungan
ke sungai s
babkan bau. M
negatif dar
idikan form
28.33%
uh mana p
g mereka has
bah Cair Ta
enai dampak
den merasak
aupun lingku
atif dari lim
n Mengena
rlihat bahwa
eka merasak
i lingkunga
% atau seban
reka rasakan
mereka. Hal
elalu terbaw
Mayoritas re
ri limbah c
al terakhir
71.67%
pengetahuan
silkan dari pr
ahu
k negatif d
kan adanya
ungan mere
mbah cair ta
ai Dampak
a sebanyak 7
kan dampak
an perairan
nyak 17 oran
n dari limba
l ini disebab
wa aliran s
esponden ya
cair tahu ad
SD yaitu s
para peng
roses produk
dari limbah
dampak n
ka. Distribu
ahu dapat d
Negatif dar
71,67% atau
dari limbah
dalam hal
ng berpenda
ah cair tahu
kan karena l
sungai sehin
ang berpenda
dalah respon
sebanyak 94
53
grajin tahu
ksi tahu.
cair tahu
egatif dari
usi persepsi
dilihat dari
ri Limbah
u sebanyak
h cair tahu
ini sungai
apat bahwa
, baik bagi
limbah cair
ngga tidak
apat bahwa
nden yang
4,12% atau
Ada
Tidak ada
s
t
p
5
y
t
t
SG
s
s
m
y
t
l
d
a
d
sebanyak 16
tamatan SM
persepsi resp
5.3.2. Man
Man
yang diguna
tahu. Distrib
tahu dapat d
Sumber : DatGambar 16
Berd
sebanyak 58
sebagai paka
mengatakan
yaitu sebaga
tahu. Dari 6
limbah pada
disebabkan
ampas tahu
diperlukan
6 orang, sis
MA. Pengetah
ponden men
nfaat Pengol
faat yang di
akan sebagai
busi perseps
dilihat pada G
ta Primer, dio6. Persepsi
Cair Tah
dasarkan ga
8 orang me
an ternak ya
bahwa man
ai pakan ter
60 responden
at tahu seba
karena di da
membutuh
15 tabung
sanya sebany
huan yang m
genai dampa
lahan Limb
dapat dari p
i pakan tern
si responden
Gambar 16.
olah (2011) i Respondenhu
ambar di a
engatakan b
ang mereka j
nfaat yang d
rnak dan se
n yang diwa
agai bahan b
alam melaku
hkan jumlah
elpiji/bulan
96.67%
3.33%
yak 5,88%
masih terbat
ak negatif da
bah Padat T
engolahan li
nak dan baha
n mengenai
n Mengena
atas terlihat
ahwa manfa
ual. Sebanya
diperoleh da
ebagai bahan
awancara ba
baku pembu
ukan pengol
h elpiji yang
n yang ber
atau sebany
tas ternyata
ari limbah.
Tahu
imbah padat
an baku pem
manfaat pen
ai Dampak
bahwa se
faat dari lim
ak 3,33% at
ari pengolah
n baku pem
aru dua oran
uatan keripi
lahan ampas
g tidak sedi
rukuran 3
yak satu ora
cukup mem
t tahu yaitu a
mbuatan keri
ngolahan lim
Negatif dar
ebanyak 96,
mbah padat
au sebanyak
han limbah
mbuatan keri
ng yang mem
ik ampas tah
s tahu menj
ikit. Untuk
kg, sedang
Pakan Ternak
Pakan Ternak Ampas Tahu
54
ang adalah
mpengaruhi
ampas tahu
ipik ampas
mbah padat
ri Limbah
,67% atau
tahu yaitu
k dua orang
padat tahu
ipik ampas
manfaatkan
hu, hal ini
adi keripik
perebusan
kan untuk
dan Keripik
55
kebutuhan rumah tangga membutuhkan tiga sampai empat tabung elpiji/bulan.
Kebutuhan elpiji yang tidak sedikit ini membuat pengusaha tahu menjadi enggan
untuk mengolah ampas tahu menjadi keripik tahu.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Deskripsi Profil Industri Tahu
Profil industri yang dikaji dalam penelitian ini adalah industri tahu yang
berada di Desa Kalisari. Deskripsi profil industri tahu dalam penelitian ini
meliputi aspek proses industri tahu, jenis limbah yang dihasilkan dari produksi
tahu, pengolahan limbah padat dan cair tahu, teknologi pengolahan yang
diterapkan, serta dampak dari limbah tahu.
6.1.1 Deskripsi Proses Produksi Tahu
Industri tahu yang dikelola pada umumnya merupakan industri skala
rumah tangga. Cara pembuatan tahu pada masing-masing rumah tangga sedikit
memiliki perbedaan, namun secara garis besar sama yaitu terdiri dari tahapan
pembuatan susu kedelai dan proses koagulasi sampai terbentuknya tahu (Sarwono
dan Saragih, 2003).
Secara umum proses produksi tahu pada prinsipnya adalah mengekstrak
protein kedelai dengan air dan menggumpalkannya dengan asam atau garam-
garam tertentu. Penggumpal yang biasanya digunakan oleh para produsen tahu
adalah whey dari proses sebelumnya yang sudah asam. Penggumpal ini digunakan
karena selain mudah dan murah juga menghasilkan tekstur tahu yang sesuai
dengan keinginan konsumen (Indrasti dan Fauzi, 2009). Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan tahapan-tahapan dari proses produksi tahu yaitu tahap
pencucian dan perendaman kedelai, penggilingan, pemasakan, ekstraksi susu
kedelai, penggumpalan, pengendapan, pencetakan, serta pengepresan.
Tahap pencucian dan perendaman kedelai dimaksudkan agar kotoran-
kotoran yang ada pada kedelai hilang, seperti batu, kerikil, maupun pasir. Tahap
57
penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dimaksudkan untuk memperkecil
ukuran partikel, sehingga dapat mengurangi waktu pemasakan dan mempermudah
ekstraksi susu kedelai. Tahap pemasakan bubur kedelai yang dilakukan
dimaksudkan untuk memperoleh ekstrak protein yang optimum. Ekstraksi sendiri
dilakukan melalui tahapan penyaringan bubur kedelai sehingga diperoleh susu
kedelai dan dari penyaringan akan tersisa ampas tahu. Susu kedelai yang telah
diperoleh selanjutnya diendapkan dengan menambahkan koagulan untuk
mendapatkan protein susu. Selanjutnya gumpalan yang terbentuk kemudian
dimasukkan ke dalam cetakan yang dilapisi oleh kain blancu berwarna putih
kemudian dipress hingga terbentuk tahu cetak (Indrasti dan Fauzi, 2009). Secara
ringkas, proses pembuatan tahu dapat dilihat pada diagram alir berkut ini.
58
(*) : Tahu potong ukuran 5 x 5 cm Sumber : Data Sekunder, diolah (2011) Gambar 17. Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu 6.1.2. Identifikasi Jenis Limbah Tahu
Jenis limbah tahu yang berhasil diamati dari para pengrajin tahu di Desa
Kalisari terdiri dari dua jenis, yaitu limbah padat dan limbah cair1. Limbah padat
1 Hasil wawancara dengan pengrajin tahu, Bapak Rislam, di Desa Kalisari tanggal 10
Februari 2011
Air Panas (50-700C,40 liter)
Air (80 liter)
Air 440 liter
Ampas tahu
Koagulan 0,8 kg
Whey
Kedelai 40 kg
Perendaman (3-6 jam, 120 liter )
Penirisan
Penggilingan
Bubur Kedelai
Pemasakan (100OC, 30 menit)
Penyaringan
Ekstrak susu kedelai
Penggumpalan
Pemisahan bagian cairan
Pencetakan dan pengepresan
Curd
Pengirisan
Tahu (2340 potong)*
59
berupa ampas tahu yang diperoleh dari proses penyaringan bubur kedelai,
sedangkan limbah cair tahu diperoleh dari proses pencucian, perendaman,
pemasakan, dan penyaringan. Limbah cair yang berasal dari proses pencucian dan
perendaman ini mengandung komponen organik yang apabila dibiarkan akan
menyebabkan air menjadi hitam dan berbau busuk. Limbah cair yang dihasilkan
dari proses pemasakan berupa air yang tercecer saat pengadukan, sedangkan
limbah cair yang berasal dari proses penyaringan biasa disebut dengan whey.
Whey merupakan cairan basi yang apabila dibiarkan akan menimbulkan
pencemaran lingkungan apabila whey tersebut dibuang ke sungai (Indrasti dan
Fauzi, 2009). Secara ringkas, komposisi limbah yang dihasilkan dari proses
produksi tahu per 40 kg kedelai dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Komposisi Limbah yang Dihasilkan dari Proses Produksi Tahu Tahapan Limbah Cair Limbah Padat
Pencucian 400 liter -
Perendaman 40 liter -
Sanitasi 800 liter 56 kg
Total 1240 liter 56 kg
Sumber: Data Sekunder, diolah (2011)
6.1.3. Pengolahan Limbah Cair Tahu
Pengolahan limbah cair tahu di Desa Kalisari dilakukan melalui
pengolahan limbah cair menjadi biogas. Terdapat empat unit biogas yang ada di
Desa Kalisari, dengan kapasitas daya tampung limbah cair masing sebanyak 20
m3, 5 m3, dan dua unit dengan masing-masing kapasitas daya tampung limbah
sebesar 3500 liter. Untuk biogas dengan kapasitas 20 m3 mampu menampung
limbah cair yang berasal dari lima belas pengrajin tahu, biogas dengan kapasitas 5
m3 mampu menampung limbah cair yang berasal dari tujuh pengrajin tahu, dan
60
dua unit lainnya masing-masing mampu menampung limbah cair yang berasal
dari dua pengrajin tahu2.
Teknologi dalam pengolahan limbah cair dapat dikelompokkan menjadi
dua jenis yaitu sistem pengolahan aerobik untuk limbah cair yang memiliki kadar
COD kurang dari 8000 ppm dan sistem pengolahan anaerobik untuk limbah cair
yang memiliki kadar COD lebih dari 8000 ppm, oleh karena limbah cair tahu
memilki kadar COD lebih dari 8000 ppm maka pengolahannya menggunakan
sistem anaerobik (Kemenristek, 2009). Pengolahan anaerobik adalah proses
biologis dimana mikroorganisme mengonversi bahan organik dalam kondisi
anaerobik (tanpa oksigen) menjadi metana, karbon dioksida, sel mikroba, dan
senyawa organik lainnya Awalnya proses anaerobik digunakan untuk mengolah
limbah peternakan, tetapi saat ini juga banyak diterapkan untuk mengolah limbah
cair dengan konsentrasi bahan organik tinggi. Berikut tahapan proses yang terjadi
dalam pengolahan limbah cair secara anaerobik.
2 Hasil wawancara dengan Kepala Desa Kalisari, Bapak H. Wibowo, di Desa Kalisari
tanggal 7 Februari 2011
61
.
Sumber: Kemenristek (2009) Gambar 18. Proses Pengolahan Limbah Anaerob
Terdapat dua jenis reaktor dalam pengolahan limbah cair, yaitu Totallymix
Reaktor (untuk limbah slury), total solid antara 8 – 12% digunakan untuk limbah
yang berbentuk solid seperti kotoran ternak dan Fixed Bed Reaktor atau Reaktor
Unggun Tetap (untuk limbah cair), total solid kurang dari 8% yang dapat
digunakan untuk limbah yang berbentuk cair. Biogas yang digunakan di Desa
Kalisari merupakan jenis Fixed Bed Reaktor karena limbah yang diolah
merupakan limbah cair. Terdapat beberapa keunggulan dari pengolahan limbah
cair yang menggunakan teknologi Fixed Bed Reaktor diantaranya dalam
prosesnya menghasilkan energi yang berbentuk biogas, menghasilkan sedikit
lumpur, proses lebih stabil, tidak memerlukan lahan yang besar, serta biaya
perawatan dan operasional yang murah. (Kemenristek, 2009).
62
6.1.4. Pengolahan Limbah Padat Tahu
Limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi tahu di Desa Kalisari
berupa ampas tahu. Ampas tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu ini
secara umum sebanding dengan jumlah kedelai yang digunakan, misalkan apabila
proses produksi tahu menggunakan 10 kg kedelai maka ampas tahu yang
dihasilkan juga sebanyak 10 kg. Hal ini disebabkan karena ampas tahu yang ada
mengandung air. Dalam prakteknya berat ampas tahu bergantung pada jumlah air
yang dikandungnya, semakin banyak air yang dikeluarkan, maka semakin ringan
pula ampas tahu yang dihasilkan3.
Limbah tahu yang dihasilkan apabila dibiarkan saja akan menimbulkan
bau yang tidak sedap dan jelas dapat mencemari lingkungan. Pengolahan ampas
tahu yang sudah dilakukan oleh pengrajin tahu di Desa Kalisari yaitu dengan
mengolahnya menjadi pakan ternak dan keripik ampas tahu. Pakan ternak yang
dihasilkan diperoleh dari proses pengeringan, sedangkan keripik ampas tahu yang
dihasilan diperoleh dari proses perebusan, pemberian bumbu, dan pengeringan.
Pengolahan limbah padat menjadi ampas tahu sudah dilakukan oleh seluruh
responden karena relatif mudah dilakukan serta dapat menghasilkan tambahan
penerimaan4.
6.1.5. Dampak Limbah Tahu
Industri tahu menghasilkan produk sampingan berupa limbah cair dan
limbah padat. Limbah yang dihasilkan oleh industri tahu dapat memberikan
dampak yang buruk bagi lingkungan lingkungan dan kesehatan. Limbah padat
3 Hasil wawancara dengan pengrajin tahu, Bapak Rislam, di Desa Kalisari tanggal 10
Februari 2011 4 Hasil wawancara denagn pengrajin tahu, Bapak Junedi, di Desa Kalisari tanggal 10
Februari 2011
63
yang dihasilkan dari industri tahu adalah ampas tahu yang sebagian besar sudah
dimanfaatkan oleh pengrajin tahu sebagai pakan ternak maupun sebagai bahan
baku bagi industri lain. Apabila ampas tahu ini tidak dimanfaatkan oleh pengrajin
tahu dan langsung dibuang ke lingkungan tanpa melakukan pengolahan dapat
memberikan dampak buruk bagi lingkungan seperti bau busuk yang dihasilkan
oleh kandungan bahan organik yang terdapat dalam ampas tahu (Fauzi dan
Indrasti, 2009). Sebagian besar pengrajin tahu masih belum melakukan
pengolahan terhadap limbah cair yang mereka hasilkan. Alasan biaya yang mahal,
dan teknologi yang sulit diterapkan menjadi hambatan utama para pengrajin tahu
untuk melakukan pengolahan terhadap limbah cair yang mereka hasilkan.
Akibatnya sebagian besar para pengrajin tahu membuang limbah cair hasil proses
produksi tahu ke sungai atau ke badan air lainnya secara langsung tanpa proses
pengolahan.
Limbah cair yang dihasilkan mengandung banyak zat organik yang dapat
dijadikan sebagai tempat berkembangnya mikroba yang akan mencemari
lingkungan sekitar. Senyawa organik apabila berada pada konsenterasi tinggi akan
menimbulkan pencemaran pada lingkungan perairan. Kandungan fosfor, nitrogen,
dan sulfur serta unsur hara lainnya akan mempercepat pertumbuhan tumbuhan air.
Kondisi demikian lambat laun akan menyebabkan kematian biota perairan
(Sandriati, 2010; Alaert dan Santika, 1984). Limbah cair mengandung padatan
tersuspensi maupun terlarut serta akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan
hayati yang akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena
menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman
penyakit atau kuman lainnya yang akan merugikan baik pada produk tahu maupun
64
pada tubuh manusia. Apabila dibiarkan, air limbah akan berubah warna menjadi
cokelat kehitaman dan akan menimbulkan bau busuk yang akan mengakibatkan
sakit pada pernafasan. Apabila air limbah ini dialirkan ke sungai dan kemudian air
sungai itu dikonsumsi oleh masyarakat makan akan menimbulkan gangguan
kesehatan seperti gatal, diare, kolera, radang usus, dan penyakit lainnya
(Kaswinarni, 2007).
6.2. Estimasi Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal
Komponen biaya produksi pada industri pembuatan tahu di Desa Kalisari
terdiri dari biaya input tetap dan biaya input variabel. Biaya input tetap meliputi
biaya faktor produksi dan peralatan yang medukung proses produksi pembuatan
tahu seperti widig, raga, saringan, penggilingan, kain blancu, dan cetakan. Rincian
komponen biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/bulan
Komponen Biaya Tetap
Biaya tetap per skala produksi (Rp)
20 kg 25 kg 30 kg 35 kg 40 kg
Widig 3 125 4 062 4 166 5 546 6 230
Raga 13 888 18 055 18 518 24 652 27 690
Ember 3 750 4 875 5 000 6 656 7 476
Saringan 138 180 185 246 276
Penggilingan 20 000 26 000 26 667 35 500 39 875
Cetakan 2 000 2 600 2 667 3 550 3 987
total biaya tetap 47 902 55 773 57 203 76 152 85 537
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Tabel 5. Lanjutan Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/bulan
Komponen Biaya Tetap
Biaya tetap per skala produksi Rp)
50 kg 60 kg 70 kg 80 kg 150 kg
Widig 7 812 9 375 10 937 12 500 23 437
Raga 34 722 41 667 48 610 55 555 104 166
Ember 9 375 11 250 13 125 15 000 28 125
Saringan 347 416 485 555 1 041
65
Penggilingan 50 000 60 000 70 000 80 000 150 000
Cetakan 5 000 6 000 7 000 8 000 15 000
total biaya tetap 107 256 128 707 150 159 171 610 321 769
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Berdasarkan data di atas, biaya tetap dihitung berdasarkan skala produksi
yaitu jumlah bahan baku berupa kedelai yang digunakan. Jumlah pengrajin tahu
untuk skala produksi 20, 25, 30, 35, 40, 50, 60, 70, 80, dan 150 kg berturut-turut
adalah sebanyak 4, 2, 3, 2, 8, 3, 1, 1, 1, dan 1 orang.
Komponen biaya variabel industri tahu meliputi biaya penggunaan kedelai,
solar/jasa penggilingan, air, listrik, kunyit, garam, plastik, transportasi, karyawan,
kayu bakar, elpiji, dan minyak goreng. Berikut rincian komponen biaya variabel
berdasarkan skala produksi tahu.
Tabel 6. Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/bulan
Komponen Biaya Variabel
Biaya variabel per skala produksi (Rp)
20 kg 25 kg 30 kg 35 kg 40 kg
Kedelai 3 990 000 5 226 000 5 925 000 6 868 500 7 831 500
Solar/Jasa Penggilingan
270 000 312 000 340 000 396 000 295 312
Air 13 750 8 000 16 667 30 000 23 000
Listrik 42 500 22 500 40 000 47 500 53 143
Kunyit 78 750 67 500 75 000 90 000 84 375
Garam 75 000 60 000 75 000 120 000 133 125
Plastik 187 500 217 500 260 000 390 000 375 000
Transportasi 453 750 525 000 420 000 375 000 543 750
Karyawan 562 500 0 320 000 675 000 885 000
Kayu Bakar 678 750 875 000 885 714 780 000 957 375
Elpiji 0 105 000 0 0 221 250
Minyak Goreng 0 315 000 425 000 0 1 275 937
total biaya variabel
6 352 500 7 733 500 8 782 380 9 772 000 22 540 033
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
66
Tabel 7. Lanjutan Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/bulan
Komponen Biaya Variabel
Biaya variabel per skala produksi (Rp)
50 kg 60 kg 70 kg 80 kg 150 kg
Kedelai 9 825 000 11 880 000 13 650 000 15 600 000 29 250 000
Solar/Jasa Penggilingan
212 500 10 000 450 000 150 000 300 000
Air 40 000 15 000 25.000 40 000 60 000
Listrik 71 667 30 000 75 000 60 000 24 000
Kunyit 75 000 90 000 180 000 180 000 180 000
Garam 155 000 240 000 180 000 120 000 240 000
Plastik 420 000 1 500 000 330 000 600 000 900 000
Transportasi 700 000 600 000 540 000 1 200 000 1 050 000
Karyawan 850 000 900 000 1 020 000 2 250 000 3 600 000
Kayu Bakar 1 571 428 1 000 000 900 000 1 800 000 1 200 000
Elpiji 80 000 0 0 0 1 080 000
Minyak Goreng 1 270 000 1 620 000 0 1 650 000 3 630 000
total biaya variabel
15 270 595 17 885 000 17 350 000 23 650 000 41 514 000
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Total biaya produksi pada industri tahu dihitung denga menjumlahkan
biaya tetap dengan biaya variabel. Rincian total biaya produksi IKM tahu
berdasarkan skala produksi tertentu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8. Biaya Produksi Total IKM Tahu Berdasarkan Skala Produksi/bulan Skala
Produksi (kg)
Biaya tetap (Rp) Biaya variabel (Rp) Biaya total (Rp)
20 42 902 6 352 500 6 395 402
25 55 773 7 733 500 7 789 273
30 57 203 8 782 380 8 839 583
35 76 152 9 772 000 9 848 152
40 85 537 22 540 033 22 625 570
50 107 256 15 270 595 15 377 851
60 128 707 17 885 000 18 013 707
70 150 159 17 350 000 17 500 159
80 171 610 23 650 000 23 821 610
150 321 769 41 514 000 41 835 769
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
67
6.2.1. Estimasi Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal
Biaya produksi sebelum internalisasi terdiri dari biaya tetap, biaya
variabel, dan biaya total. Penerimaan didapat dari hasil penjualan tahu apabila
tahu terjual habis dalam satu hari selama satu bulan, sedangakan keuntungan
diperoleh dari pengurangan antara biaya total dengan penerimaan.
Tabel 9. Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal/bulan Skala
Produksi (kg)
Jumlah Pengrajin (orang)
Biaya Tetap (Rp)
Biaya variabel
(Rp)
Biaya Total (Rp)
Penerimaan
(Rp)
Keuntungan
(Rp)
20 4 42 902 6 352 500 6 395 402 8 662 600 2 267 097
25 2 55 773 7 733 500 7 789 273 9 918 750 2 129 477
30 3 57 203 8 782 380 8 839 583 10 955 000 2 115 416
35 2 76 152 9 772 000 9 848 152 12 975 000 3 126 848
40 8 85 537 22 540 033 22 625 570 28 564 444 3 303 194
50 3 107 256 15 270 595 15 377 851 19 200 000 3 822 148
60 1 128 707 17 885 000 18 013 707 23 250 000 5 236 292
70 1 150 159 17 350 000 17 500 159 20 025 000 2 524 841
80 1 171 610 23 650 000 23 821 610 30 600 000 6 778 390
150 1 321 769 41 514 000 41 835 769 57 450 000 15 614 231
Sumber: Data Primer diolah (2011) 6.2.2. Estimasi Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal
Perbedaan komponen biaya produksi pembuatan tahu setelah internalisasi
biaya eksternal terletak pada komponen biaya tetap, yaitu penambahan biaya
internal (perawatan biogas) sebesar Rp 15 000/bulan dan Rp 20 000/bulan serta
biaya penbangunan biogas yang sudah merupakan biaya penyusutan selama 20
tahun. Biaya perawatan biogas ini didapat dari hasil musyawarah para partisipan
dan pemanfaat biogas di dua RT yaitu RT 05/02 dan RT 06/02. Berikut rincian
biaya pembangunan biogas dapat dilihat pada Tabel 10.
68
Tabel 10. Rincian Biaya Pembangunan Biogas No Komponen Biaya Harga (Rp)
1. Survey lokasi dan perjalanan 90 000 000
2. Sosialisasi, modifikasi lantai, kompor gas 30 unit, pelatihan dan penerapan, study social
75 000 000
3. Pengolahan limbah kapasitas 20 m3 dan 5 m3 350 000 000
4. Start up dan pemeliharaan 30 000 000
5. Tenaga Ahli 100 000 000
Total 700 000 000
Sumber: Kemenristek (2011)
Biaya pembangunan biogas sebenarnya sudah ditanggung seluruhnya oleh
pemerintah, namun di dalam penelitian ini diasumsikan bahwa pengrajin tahu
turut menanggung biaya pembangunan biogas. Berikut tabel komponen biaya
tetap setelah internalisasi biaya eksternal.
Tabel 11. Komponen Biaya Tetap Setelah Internalisasi Biaya Eksternal/Bulan
Skala Produksi (Kg)
Jumlah Pengrajin (orang)
Biaya Tetap Sebelum
Internalisasi (Rp)
Biaya Perawatan IPAL (Rp)
Biaya Pembangunan
IPAL (Rp)
Biaya Tetap Setelah
Internalisasi (Rp)
20 4 42 902 15 000 112 179 170 081
25 2 55 773 17 500 112 179 185 452
30 3 57 203 16 667 112 179 186 049
35 2 76 152 17 500 112 179 205 831
40 8 85 537 15 000 112 179 212 716
50 3 107 256 16 667 112 179 236 102
60 1 128 707 15 000 112 179 255 886
70 1 150 159 15 000 112 179 277 338
80 1 171 610 15 000 112 179 298 789
150 1 321 769 20 000 112 179 453 948
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Komponen biaya tetap setelah internalisasi biaya eksternal terdiri dari
biaya perawatan IPAL dan biaya pembangunan IPAL. Kedua jenis biaya ini
dibayarkan rutin oleh para pengrajin tahu setiap bulannya kepada pengelola IPAL
69
di Desa Kalisari. Berikut tabel komponen biaya produksi setelah internalisasi
biaya eksternal.
Tabel 12. Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal Skala
Produksi (kg)
Jumlah Pengrajin (orang)
Biaya Tetap (Rp)
Biaya variabel (Rp)
Biaya Total (Rp)
Penerimaan (Rp)
Keuntungan (Rp)
20 4 170 081 6 352 500 6 522 581 8 662 600 2 140 019
25 2 185 452 7 733 500 7 918 952 9 918 750 1 999 798
30 3 186 049 8 782 380 8 968 429 10 955 000 1 986 571
35 2 205 831 9 772 000 9 977 831 12 975 000 2 997 169
40 8 212 716 22 540 033 22 752 749 28 564 444 5 811 695
50 3 236 102 15 270 595 15 506 697 19 200 000 3 693 303
60 1 255 886 17 885 000 18 140 886 23 250 000 5 109 114
70 1 277 338 17 350 000 17 627 338 20 025 000 2 397 662
80 1 298 789 23 650 000 23 948 789 30 600 000 6 651 211
150 1 453 948 41 514 000 41 96 7948 57 450 000 15 482 052
Sumber: Data Primer, diolah (2011) 6.2.3. Analisis Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Sesudah
Internalisasi Biaya Eksternal
Jumlah pengrajin tahu yang sudah melakukan internalisasi biaya eksternal
hanya 26 UKM dari total pengrajin yang berjumlah 312 UKM, hal ini disebabkan
karena jumlah IPAL yang masih dua unit sehingga kapasitas limbah yang diolah
masih sangat minim. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi minimnya jumlah
biogas yang ada di Desa Kalisari diantaranya kerena keterbatasan lahan, gaya
gravitasi bumi yang mempengaruhi penyaluran limbah cair dan biogas, serta
lokasi yang strategis dimana letak biogas dikelilingi oleh banyak pengrajin tahu
sehingga penyaluran limbah cair untuk diolah serta biogas yang dihasilkan untuk
dimanfaatkan dapat menggunakan biaya perpipaan seminimal mungkin.
Perbandingan biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi biaya
eksternal dapat dilihat pada perubahan komponen biaya tetap. Perbandingan biaya
70
produksi sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal.
Skala Usaha (Kg)
Jumlah Pengrajin (orang)
Biaya Total Sebelum
Internalisasi (Rp)
Biaya Total Setelah
Internalisasi (Rp)
Penerimaan (Rp)
Selisih Biaya (Rp)
Persentasi Kenaikan Biaya
(%)
20 4 6 395 402 6 522 581 8 662 600 227 179 1,99
25 2 7 789 273 7 918 952 9 918 750 129 679 1,66
30 3 8 839 583 8 968 429 10 955 000 128 846 1,46
35 2 9 848 152 9 977 831 12 975 000 129 679 1,32
40 8 22 625 570 22 752 749 28 564 444 127 179 0,56
50 3 15 377 851 15 506 697 19 200 000 128 846 0,84
60 1 18 013 707 18 140 886 23 250 000 127 179 0,71
70 1 17 500 159 17 627 338 20 025 000 127 179 0,73
80 1 23 821 610 23 948 789 30 600 000 127 179 0,53
150 1 41 835 769 41 96 7948 57 450 000 132 179 0,32
Rata-Rata 128 512 1,01 Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 7, biaya total sebelum internalisasi biaya eksternal
didapat dari penjumlahan antara biaya tetap rata-rata sebelum internalisasi dengan
biaya variabel rata-rata. Biaya variabel rata-rata sebelum dan sesudah internalisasi
memiliki besaran yang sama, karena biaya perawatan biogas diinternalisasikan ke
dalam struktur biaya tetap. Rata-rata penerimaan untuk setiap skala usaha sebelum
dan sesudah internalisasi memiliki nilai yang sama, hal ini disebabkan karena
kenaikan biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi relatif kecil, rata-rata
sebesar 1,01%, sehingga tidak mempengaruhi harga penjualan tahu yang
mempengaruhi penerimaan.
Berdasarkan teori internalisasi biaya eksternal, pihak yang
menginternalisasikan biaya eksternal ke dalam struktur biaya produksi akan
mengalami penurunan jumlah outpun dan peningkatan harga jual dari output,
71
namun pada kasus pengrajin tahu di Desa Kalisari, internalisasi biaya yang
dilakukan tidak mempengaruhi jumlah dan harga output yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan karena biaya internal yang ditanggung pengusaha tahu hanya
merupakan iuran untuk operasional biogas saja dan perawatan biogas di Desa
Kalisari masih tergolong murah, sedangkan biaya investasi biogas keseluruhan
ditanggung oleh pemerintah.
6.3. Estimasi Biaya Eksternal Pencemaran Limbah Tahu dan Nilai Ekonomi manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu
6.3.1. Estimasi Biaya Eksternal
Biaya eksternal meningkat ketika seseorang atau suatu grup tidak
menanggung seluruh biaya akibat segala tindakannya, dengan demikian sebagian
biaya tersebut ditanggung oleh pihak lain atau masyarakat luas (Zohrabian dan
Philipson, 2010). Jenis biaya ini disebut biaya eksternal karena meskipun
produsen atau konsumen tidak bertanggung jawab atas tindakannya secara
finansial, namun biaya tersebut nyata bagi anggota masyarakat lainnya (Sabour,
2006). Berdasarkan hasil pengamatan di Desa Kalisari, biaya eksternal akibat
pembuangan limbah cair tahu diantaranya biaya kesehatan, biaya kerugian akibat
penurunan produktivitas pertanian, dan biaya untuk perbaikan kesuburan lahan
dengan cara penambahan jenis pupuk tertentu yaitu pupuk dolomit.
6.3.1.1. Biaya Kesehatan
Data mengenai biaya kesehatan didapat dari hasil wawancara dengan
bidan desa dan data sekunder yang ada di Polides. Menurut hasil wawancara
dengan dokter di desa setempat, jumlah kunjungan penduduk desa ke polides
sekitar empat kali dalam setahun per orang dengan biaya pengobatan sebesar Rp
72
7 000 (tujuh ribu rupiah) per orang. Rata-rata jumlah penduduk yang bertempat
tinggal di sekitar sungai tempat pembuangan limbah cair tahu adalah 94 KK,
dengan asumsi masing-masing KK memiliki anggota keluarga sebanyak empat
orang5.
Berdasarkan data di atas dapat diestimasi total biaya kesehatan yang
ditanggung oleh masyarakat yaitu sebesar Rp 10 528 000 (sepuluh juta lima ratus
dua puluh delapan ribu rupiah) per tahun. Total biaya ini merupakan biaya yang
ditanggung oleh masyarakat yang tinggal di sekitar sungai akibat dampak buruk
yang diterima akibat pembuangan limbah cair ke sungai secara langsung tanpa
pengolahan terlebih dahulu.
6.3.1.2. Kehilangan Pendapatan
Dampak lain yang ditimbulkan dari pembuangan limbah cair tahu ke
sungai secara langsung adalah penurunan produktivitas pertanian. Biaya eksternal
yang ditanggung yaitu biaya kehilangan pendapatan akibat penurunan
produktivitas yang ditanggung oleh petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan
ketua gapoktan Desa Kalisari, luas lahan pertanian yang dialiri sungai yang
tercemar oleh limbah cair tahu sebesar 37,052 ha dengan penjualan gabah kering
sawah sebesar Rp 250 000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per kwintal. Jumlah
panen dalam setahun sebanyak dua kali yaitu di musim kemarau sekitar bulan
April sampai September dan di musim hujan sekitar bulan Oktober sampai Maret.
Akan tetapi terjadi penurunan produktivitas pada musim kemarau karena tingkat
keasaman tanah yang dialiri air sungai yang mengandung limbah cair tahu
meningkat, penurunan produktivitas akibat hal ini rata-rata mencapai 20%.
5 Hasil wawancara dengan aparat desa, Bapak Warno, di Kantor Desa Kalisari tanggal 15
Februari 2011
73
Berdasarkan data di atas maka dapat diestimasi penerimaan total sebelum lahan
pertanian tercemar oleh limbah cair tahu yang terkandung dalam air sungai yang
mengaliri lahan mereka yaitu sebesar Rp 1 157 875 000 (satu milyar seratus lima
puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) per tahun, sedangkan
penerimaan total setelah terjadi penurunan produktivitas sebesar 20% yaitu
sebesar Rp 1 055 982 000 (satu milyar lima puluh lima juta sembilan ratus
delapan puluh dua ribu rupiah) per tahun. Selisih penerimaan sebelum dan
sesudah lahan pertanian tercemar limbah cair adalah Rp 101 893 000 (seratus satu
juta delapan ratus sembilan puluh tiga rupiah) per tahun. Berikut tabel perhitungan
perubahan penerimaan petani akibat penurunan produktivitas.
Tabel 14. Perubahan penerimaan petani akibat penurunan produktivitas
Luas lahan (ha)
Penerimaan (Rp) Selisih penerimaan (Rp) Sebelum pencemaran Setelah pencemaran
11,395 356 093 750 324 757 500 31 336 250
4,501 140 656 250 128 278 500 12 377 750
9,231 288 468 750 263 083 500 25 385 250
6,297 196 781 250 179 464 500 17 316 750
5,628 175 875 000 160 398 000 15 477 000
Total 1 157 875 000 1 055 982 000 101 893 000
Sumber: Data Sekunder, 2011 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa kehilangan pendapatan
petani (loss of earnings) akibat penurunan produktivitas adalah sebesar Rp 129
766 000 (seratus dua puluh sembilan juta tujuh ratus enam puluh enam ribu
rupiah) per tahun. Biaya ini yang kemudian menjadi biaya eksternal bagi para
pengrajin tahu yang ditanggung oleh petani.
6.3.1.3. Biaya Perbaikan Kualitas Lahan
Pencemaran air sungai oleh limbah cair tahu juga berdampak pada
kualitas kesuburan lahan. Lahan yang tercemar oleh limbah cair tahu akan
74
mengalami penurunan pH atau keasaman karena limbah cair tahu memiliki pH
yang rendah. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas
pertanian pada lahan persawahan. Lahan persawahan di desa Kalisari yang
mengalami penurunan kualitas kesuburan akibat pencemaran limbah seluas
37,052 ha.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki tingkat
kesuburan lahan adalah dengan pemupukan menggunakan jenis pupuk dolomit.
Pupuk ini banyak digunakan di tanah yang memiliki pH masam karena kandungan
nitrogen yang berlebihan. Dosis pemakaian pupuk ini adalah 2 ton/ha dan harga
pupuk/kg adalah Rp 750 (tujuh ratus lima puluh rupiah). Perhitungan biaya
perbaikan lahan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 15. Biaya Perbaikan Kesuburan Lahan Luas lahan (ha) Kebutuhan dolomit (kg) Biaya perbaikan (Rp)
11,395 22 790 17 092 500
4,501 9 002 6 751 500
9,231 18 462 13 846 500
6,297 12 594 9 445 500
5,628 11 256 8 442 000
Total 74 104 55 578 000
Sumber: Data Sekunder, 2011 (diolah)
Berdasarkan perhitungan di atas maka biaya perbaikan kualitas
kesuburan lahan yang ditanggung petani akibat pencemaran limbah cair tahu
adalah sebesar Rp 55 578 000 (lima puluh lima juta lima ratus tujuh puluh delapan
ribu rupiah). Biaya ini merupakan biaya eksternal akibat pencemaran sungai oleh
limbah cair tahu yang ditanggung oleh petani.
75
6.3.1.4. Estimasi Total Biaya Eksternal Akibat Dampak Pencemaran Limbah Tahu
Berdasarkan estimasi setiap komponen dari biaya eksternal yang timbul
akibat pencemaran limbah tahu, maka dapat diestimasi total biaya eksternal yang
dapat diuraikan pada tabel berikut.
Tabel 16. Total Biaya Eksternal Akibat Dampak Pencemaran Limbah Tahu No Komponen Biaya Eksternal Jumlah Biaya Eksternal ( Rp)
1 Biaya kesehatan 10 528 000
2 Kehilangan pendapatan 101 893 000
3 Biaya perbaikan kualitas lahan 55 578 000
Total 167 999 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah) Biaya eksternal total yang diperoleh dari biaya kesehatan, kehilangan
pendapatan, dan biaya perbaikan kualitas lahan adalah sebesar Rp 195 872 000
(seratus sembilan puluh lima juta delapan ratus tujuh puluh dua ribu rupiah) per
tahun. Biaya ini adalah biaya total yang ditanggung oleh pihak ketiga akibat
dampak pencemaran limbah tahu.
6.3.2. Estimasi Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu
Nilai ekonomi manfaat ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal yang
dapat diamati meliputi nilai penghematan bahan bakar seperti elpiji dan kayu
bakar akibat adanya energi alternatif yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair
tahu yaitu biogas, penerimaan tambahan dari penjualan keripik ampas tahu dari
hasil pengolahan limbah padat tahu, penerimaan tambahan dari penjualan ampas
tahu untuk digunakan sebagai pakan ternak, dan penerimaan tambahan dari
penjualan cacing yang hidup di selokan tempat pembuangan limbah cair untuk
pakan lele dumbo.
76
6.3.2.1. Nilai Penghematan Bahan Bakar
Pengolahan limbah cair tahu yang dilakukan di Desa Kalisari
menggunakan teknologi pengolahan limbah anaerob yang menghasilakan biogas.
Biogas yang dihasilkan ini digunakan oleh masyarakat sebagai enegi alternatif
pengganti elpiji dan kayu bakar. Berdasarkan data yang diperoleh, setelah
masyarakat menggunakan biogas untuk keperluan rumah tangga, penghematan
bahan bakar dapat mencapai 100 persen dan rata-rata penggunaan elpiji 3 kg
sebelum menggunakan biogas adalah tiga sampai empat tabung per bulan untuk
setiap rumah tangga. Biogas yang sebanyak empat unit ini dapat mengaliri 30
rumah tangga pengrajin tahu.
Estimasi total penghematan elpiji setelah menggunakan biogas sebesar Rp
2 678 000 (dua juta enam ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) per bulan atau
sebesar Rp 32 136 000 (tiga puluh dua juta seratus tiga puluh enam ribu rupiah)
per tahun. Rata-rata penghematan biogas per rumah tangga sebesar Rp 89 266
(delapan puluh sembilan ribu dua ratus enam puluh enam ribu rupiah) per bulan
atau Rp 1 071 200 (satu juta tujuh puluh satu ribu dua ratus rupiah) per tahun.
6.3.2.2. Nilai Penerimaan Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak
Ampas tahu yang dihasilkan oleh limbah padat tahu dapat digunakan
sebagai pakan ternak. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pengrajin
tahu, mereka semua menjual ampas tahu ke pasar atau ke peternak secara
langsung untuk dijadikan pakan ternak sapi atau babi seharga Rp 250 (dua ratus
lima puluh rupiah) per kg. Ampas tahu yang dihasilkan jumlahnya bervariasi
tergantung dari jumlah kedelai yang digunakan dan kadar air yang dikandung oleh
tahu. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin tahu di Kalisari,
77
perbandingan ampas tahu yang dihasilkan dengan jumlah kedelai yang digunakan
adala 1:1, artinya apabila jumlah kedelai yang digunakan sebanyak 10 kg maka
jumlah ampas tahu yang dihasilkan adalah sebesar 10 kg pula.
Skala usaha industri tahu di Desa Kalisari cukup variatif sehingga ampas
tahu yang dihasilkan juga bervariatif. Hal ini menyebabkan penerimaan dari
ampas tahu di setiap skala usaha juga berbeda. Hasil estimasi perhitungan
penerimaan dari penjualan ampas tahu untuk pakan ternak dari 60 responden yaitu
sebesar Rp 26 900 000 (dua puluh enam juta sembilan ratus ribu rupiah) per bulan
atau Rp 322 800 000 (tiga ratus dua puluh dua juta delapan ratus ribu rupiah) per
tahun.
6.3.2.3. Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu
Ampas tahu yang dihasilkan selain sebagai pakan ternak juga dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan keripik ampas tahu. Terdapat tiga orang
pengrajin keripik ampas tahu di Desa Kalisari, dua di antaranya merupakan
pengrajin tahu dan satu orang hanya berprofesi sebagai pengrajin keripik ampas
tahu saja. Jumlah ampas tahu yang digunakan oleh masing-masing pengrajin
adalah sama yaitu 25 kg. Berikut tabel perhitungan penerimaan dari penjualan
keripik ampas tahu oleh tiga orang pengrajin di Desa Kalisari
Tabel 17. Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu
Pengusaha Biaya total
(Rp) Jumlah output (kg/bungkus)
Harga jual/jumlah output (Rp)
Penerimaan (Rp)
Keuntungan (Rp)
1 287 166 30 15 000 450 000 162 833
2 340 500 30 15 000 450 000 109 499
3 286 000 200 2 000 400 000 114 000
Total 913 667 32 000 1 300 000 386 332
Sumber: Data Primer diolah (2011)
78
Berdasarkan tabel di atas, total keuntungan yang diestimasi dari tiga orang
pengrajin keripik tahu adalah sebesar Rp 386 332 (tiga ratus delapan puluh enam
ribu tiga ratus tiga puluh dua rupiah) per hari atau Rp 11 589 981 (sebelas juta
lima ratus delapan puluh sembilah ribu sembilan ratus delapan puluh satu rupiah)
per bulan atau Rp 139 079 772 (seratus tiga puluh sembilan juta tujuh puluh
sembilan ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah) per tahun. Nilai ini merupakan
nilai tambahan penerimaan bagi para pengrajin keripik ampas tahu.
6.3.2.4. Nilai Penerimaan Tambahan dari Penjualan Cacing
Pengolahan limbah cair tahu dapat mengurangi aktivitas pembuangan
limbah cair tahu ke sungai atau selokan secara langsung. Berdasarkan pengamatan
di lapangan, setelah melakukan pengolahan limbah cair tahu, tingkat kekeruhan
air sungai dan selokan menjadi berkurang, sehingga organisme di sungai dan
badan air lainnya dapat tumbuh dengan baik. Salah satu organisme yang dapat
tumbuh baik di selokan dan sungai tempat pembuangan limbah cair setelah
pengolahan adalah jenis cacing rambut atau Tubifex sp., cacing tubifex banyak
hidup diperairan tawar yang yang airnya jernih dan sedikit mengalir. Dasar
perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengandung bahan organik.
Makanan utamanya adalah bahan-bahan organik yang telah terurai dan
mengendap di dasar perairan. Cacing ini akan membenamkan kepalanya masuk
kedalam lumpur untuk mencari makan. Sementara ujung ekornya akan
disemburkan diatas permukaan dasar untuk bernafas. Perairan yang banyak dihuni
cacing ini sepintas tampak seperti koloni rumput merah yang melambai-lambai6.
6 Agriefishery. 2009. Biologi Cacing Rambut (Tubifex sp.). http:// BIOLOGI CACING
RAMBUT (Tubifex sp.) « Zona_ik@n. Diakses tanggal 14 Maret 2011
79
Manfaat dari cacing rambut ini adalah dapat digunakan sebagai pakan lele
dumbo. Menurut kepala Desa Kalisari dalam satu hari terdapat 30 orang yang
mengambil cacing rambut untuk dijual sebagai pakan lele dumbo. Dalam satu hari
setiap orang rata-rata mengumpulkan tiga gelas cacing rambut dengan harga per
gelas Rp 7 000 (tujuh ribu rupiah). Berdasarkan data di atas dapat diestimasi
penerimaan dari penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo yaitu sebesar
Rp 630 000 (enam ratu tiga puluh ribu rupiah) per hari atau Rp 18 900 000
(delapan belas juta sembilan ratus ribu rupiah) per bulan atau Rp 226 800 000
(dua ratus dua puluh enam juta delapan ratus ribu rupiah) per tahun.
6.3.2.5. Estimasi Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu
Berdasarkan estimasi setiap komponen dari nilai ekonomi manfaat
internalisasi biaya eksternal, maka dapat diestimasi total nilai manfaat ekonomi
yang diuraikan pada tabel berikut.
Tabel 18. Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu
No Komponen Manfaat Jumlah Nilai Ekonomi (Rp)
1 Penghematan bahan bakar 32 136 000
2 Penerimaan penjualan ampas tahu untuk pakan ternak
322 800 000
3 Penerimaan penjualan keripik ampas tahu 139 079 772
4 Penerimaan penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo
226 800 000
Total 720 815 772
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah) Total manfaat ekonomi yang didapat dari setiap manfaat seperti
penghematan bahan bakar, penerimaan penjualan ampas tahu untuk pakan ternak
sapi dan babi, penerimaan penjualan keripik ampas tahu, dan penerimaan
80
penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo adalah sebesar Rp 720 815 772
(tujuh ratus dua puluh juta delapan ratus lima belas ribu tujuh ratus tujuh puluh
dua rupiah) per tahun
6.3.3. Total Nilai Ekonomi Internalisasi Biaya Eksternal IKM Tahu
Komponen total nilai ekonomi pada IKM tahu berdasarkan pengamatan
meliputi komponen biaya, yaitu biaya eksternal dan komponen manfaat, yaitu
manfaat ekonomi dari internalisasi biaya eksternal. Komponen biaya eksternal
meliputi biaya kesehatan, biaya perubahan pendapatan akibat perubahan
produktivitas pertanian, dan biaya perbaikan lahan. Komponen manfaat berupa
nilai penghematan bahan bakar seperti elpiji dan kayu bakar akibat adanya energi
alternatif yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu yaitu biogas,
penerimaan tambahan dari penjualan keripik ampas tahu dari hasil pengolahan
limbah padat tahu, penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk
digunakan sebagai pakan ternak, dan penerimaan tambahan dari penjualan cacing
yang hidup di selokan tempat pembuangan limbah cair untuk pakan lele dumbo.
Total biaya eksternal yang diestimasi sebesar Rp 167 999 000 (seratus
enam puluh tujuh juta sembilan ratus sembilan ribu rupiah). Total manfaat
ekonomi internalisasi biaya eksternal yang diestimasi sebesar Rp 720 815 772
(tujuh ratus dua puluh juta delapan ratus lima belas ribu tujuh ratus tujuh puluh
dua rupiah). Total nilai ekonomi adalah penjumlahan dari total biaya eksternal dan
total manfaat ekonomi yaitu sebesar Rp 888 814 772 (delapan ratus delapan puluh
delapan juta delapan ratus empat belas ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah) per
tahun.
81
6.4. Estimasi Nilai Kebersediaan Responden Untuk Membayar (Willingness to Pay) Terhadap Pengolahan Limbah Cair Tahu menjadi Biogas
6.4.1. Willingness to Pay (WTP) Responden Terhadap Pengolahan Limbah
Cair Tahu Menjadi Biogas
Pendekatan CVM dalam penelitian ini disunakan untuk mengestimasi nilai
WTP responden terhadap pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas. Hasil
pelaksanaan metode CVM adalah sebagai berikut:
1. Membuat Pasar Hipotetik
Pembuangan limbah cair tahu ke sungai secara langsung tanpa melalui
pengolahan menyebabkan pencemaran air sungai diantaranya air menjadi bau,
keruh, dan menyebabkan gangguan kesehatan seperti gatal-gatal dan diare bagi
masyarakat yang mengonsumsinya. Pengrajin tahu yang menjadi responden yaitu
pengrajin yang tinggal di RT 03/02 dan RT 04/02 karena mereka sampai saat ini
masih belum melakukan pengolahan limbah cair tahu dan karena di sekitar RT
tersebut direncanakan akan dibangun sistem pengolahan limbah cair menjadi
biogas. Berdasarkan hasil wawancara dengan 30 orang responden, mereka semua
bersedia untuk melakukan pembayaran terhadap iuran perawatan biogas dan
menginginkan adanya pembangunan sistem pengolahan limbah cair menjadi
biogas seperti yang sudah dilakukan di dua RT lain yaitu RT 05/02 dan RT 06/02
karena alasan dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat menghasilkan
manfaat yaitu penghematan bahan bakar yang cukup signifikan seperti elpiji, kayu
bakar, dan minyak tanah. Walaupun program pembangunan biogas yang
direncanakan keseluruhan biaya investasi ditanggung oleh pemerintah namuni
diperlukan partisipasi dari masyarakat dalam perawatan biogas. Hal ini
82
dimaksudkan agar IPAL yang sudah ada dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan,
untuk itu maka pasar hipotetik yang dibangun adalah sebagai berikut:
Pasar Hipotetik
Pemerintah berencana untuk membangun suatu sistem pengelolaan limbah yaitu
sistem pengelolaan limbah menjadi biogas. Bahan baku biogas ini adalah limbah cair
tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu. Pembangunan sistem biogas sangat
bermanfaat untuk lingkungan karena dapat mengurangi jumlah limbah cair yang dibuang
ke sungai serta dapat menghasilkan bahan bakar aternatif berupa gas yang dihasilkan
dari pengolahan limbah tersebut. Gas tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar
pengganti elpiji dan dapat menghemat penggunaan kayu bakar dalam proses produksi.
Oleh karena itu pemerintah sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat sekitar
untuk pembangunan sistem pengolahan limbah menggunakan sistem biogas ini
Skenario Pertanyaan
Apabila pemerintah akan melakukan pembangunan sistem pengelolaan limbah
cair menjadi biogas, apakah Bapak/Ibu bersedia untuk berpartisipasi dalam
pembangunannya?
Selanjutnya dari pertanyaan tersebut didapat bahwa keseluruhan responden
yang diwawancara yaitu sebesar 30 orang, bersedia untuk melakukan pengolahan
limbah cair tahu menjadi biogas. Langkah selanjutnya adalah mendapatkan
besaran nilai awal WTP untuk melakukan penawaran terhadap responden.
2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP
Dalam memperkirakan nilai awalan WTP terlebih dahulu dilakukan survey
terhadap besarnya iuran biogas pada pengrajin yang sudah melakukan
pembayaran iuran perawatan IPAL di RT 05/02 dan RT 06/02 yaitu sebesar Rp 15
000 (lima belas ribu rupiah) per bulan. Kemudian setelah nilai WTP pertama
83
didapat, ditawarkan nilai yang lebih besar dari nilai yang diberikan sebelumnya.
Nilai WTP didapat setelah proses tawar menawar selesai.
3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP
Nilai rataan WTP didapat sebesar Rp 20 833,33 atau Rp 20 833 (dua puluh
ribu delapan ratus tiga puluh tiga rupiah) per pengrajin per bulan. Jika dihitung
per tahun maka rataan WTP sebesar Rp 250 000 (dua ratus lima puluh ribu
rupiah) per pengrajin per tahun. Besaran rataan WTP tersebut menggambarkan
kebersediaan responden dalam membayar iuran untuk perawatan sistem
pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas. Rata-rata pendapatan pengrajin yang
belum melakukan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas di RT 03/02 dan
RT 04/02 adalah sebesar Rp 1 438 929 (satu juta empat ratus tiga puluh delapan
ribu sembilan ratus dua puluh sembilan rupiah) per bulan. Sehingga iuran WTP
per bulan adalah sekitar 1,4 % dari pendapatan pengrajin per bulan. Dengan kata
lain nilai rataan WTP masih dikatakan rasional. Dugaan nilai rataan responden
dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden yang dapat dilihat pada tabel
19 dibawah ini:
Tabel 19. Distribusi Rataan WTP Responden Desa Kalisari WTP (Rp) Frekuensi Frekuensi Relatif Jumlah (Rp)
15 000 9 0,30 4 500
20 000 8 0,27 5 333,33
25 000 12 0,40 10 000
30 000 1 0,03 1 000
Total 30 1 20 833,33
Sumber: Data primer, diolah (2011) 4. Menjumlahkan Data
Nilai total WTP (TWTP) dihitung berdasarkan data distribusi WTP
responden. Perhitungan nilai TWTP dapat dilihat pada Tabel 20 berikut ini.
84
Tabel 20. Distribusi Total WTP Responden Desa Kalisari
WTP (Rp) Frekuensi Frekuensi Relatif Populasi Jumlah Total (Rp)
15 000 9 0,30 93,6 1 404 000
20 000 8 0,27 83,2 1 664 000
25 000 12 0,40 124,8 3 120 000
30 000 1 0,03 10,4 312 000
Total 30 1 312 6 500 000
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Total WTP menggambarkan total dari populasi pengrajin tahu yang belum
mengolah limbah cair di Desa Kalisari yaitu sebesar Rp 6 500 000 (enam juta lima
ratus ribu rupiah) per bulan atau Rp 78 000 000 (tujuh puluh delapan juta rupiah)
per tahun. Total WTP ini jika dibandingkan dengan biaya investasi pembangunan
sistem pengolahan limbah menjadi biogas tidak akan mencukupi, namun jika
untuk menutupi biaya operasional dan perawatan biogas masih cukup untuk
setahun, karena biaya perawatan biogas selama ini hanya biaya untuk pembayaran
listrik per bulan sebesar Rp 23 000 (dua puluh tiga ribu rupiah) per bulan dan
upah pengelola sebesar Rp 75 000 (tujuh puluh lima ribu rupiah) per bulan,
sehingga biaya perawatan biogas yang rutin dikeluarkan setiap bulan adalah Rp 98
000 (sembilan puluh delapan ribu rupiah) per bulan. Sehingga total WTP untuk
menutupi biaya perawatan biogas dengan asumsi biaya investasi pembangunan
biogas seluruhnya ditanggung oleh pemerintah masih mencukupi.
VII. PENUTUP
7.1. Kesimpulan
1. Identifikasi industri tahu meliputi:
Tahapan-tahapan dari proses produksi tahu yaitu tahap pencucian dan
perendaman kedelai, penggilingan, pemasakan, ekstraksi susu kedelai,
penggumpalan, pengendapan, pencetakan, serta pengepresan.
Limbah padat berupa ampas tahu yang diperoleh dari proses
penyaringan bubur kedelai, sedangkan limbah cair tahu diperoleh dari
proses pencucian, perendaman, pemasakan, dan penyaringan.
Limbah padat tahu dari proses produksi tahu diolah kembali menjadi
pakan ternak dan sebagai bahan baku pembuatan keripik ampas tahu,
sedangkan limbah cair tahu diolah kembali menjadi biogas.
Dampak dari limbah tahu yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan
masalah seperti gangguang kesehatan, kerusakan lahan pertanian, dan
penurunan produktivitas pertanian
2. Biaya total sebelum internalisasi biaya eksternal per bulan yang diestimasi
adalah sebesar Rp 17 204 708, setelah internalisasi biaya eksternal adalah
sebesar Rp 17 333 345, dan persentase kenaikan biaya produksi setelah
internalisasi biaya eksternal adalah sebesar 1,02%
3. Estimasi biaya eksternal total adalah sebesar Rp 167 999 000 (seratus
enam puluh tujuh juta sembilan ratus sembilan ribu rupiah) dan nilai
manfaat ekonomi total dari internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp
720 815 772 (tujuh ratus dua puluh juta delapan ratus lima belas ribu tujuh
ratus tujuh puluh dua rupiah). Nilai ekonomi total dari internalisasi biaya
85
eksternal adalah sebesar Rp 888 814 772 (delapan ratus delapan puluh
delapan juta delapan ratus empat belas ribu tujuh ratus tujuh puluh dua
rupiah)/tahun
4. Estimasi rata-rata WTP adalah sebesar Rp 250 000/tahun dan total WTP
adalah sebesar Rp 78 000 000/tahun.
7.2. Saran
1. Diperlukan peningkatan kapasitas IPAL agar limbah cair yang masih
terbuang dapat diolah dengan cara menambah jumlah pipa agar dapat
menampung limbah cair sebagai bahan baku untuk biogas dari rumah
pengrajin tahu lain yang limbahnya masih belum tersalurkan
2. Secara teknis perlu ada tambahan alat yang dapat mengontrol limbah cair
yang dibuang dari proses produksi tahu, sehingga kontrol limbah itu
menjadi acuan terhadap besarnya iuran yang harus dibayarkan oleh
pengrajin tahu terhadap jumlah limbah cair yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abelson, Peter. 1979. Cost Benefit Analysis and Environmental Problems. England: Saxon House
Anonim. Biogas dari Limbah Tahu. Artikel. Dalam http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu. Diakses tanggal 26 Desember 2010.
Anonim. 2009. Limbah Tahu Cair menjadi Biogas. Artikel. http://barangdaurulang.blogspot.com/2009/08/limbah-tahu-cair-menjadi-biogas.html
Case KE dan Fair RC. 2005. Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro. Jakarta: Gramedia
Dhewanthi et al. 2007. Panduan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Kementrian Lingkungan Hidup
Dhahiyat Y dan Partoatmodjo S. 1991. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Tahu dan Pengolahan dengan Eceng Gondok. Dalam: Laporan Akhir Tahun LPPM.
Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Folmer, Henk. 2000. Principles of Environment and Resource Economics. USA: Edward Elgar Publishing Limited
Hanley, Nick. 1993. Cost-Benefit Analysis and the Environment. USA: Edward Elgar Publishing Limited
Indrasti NS dan Fauzi AM. 2009. Produksi Bersih. Bogor: IPB Press
Juanda, Bambang. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor. IPB Press.
Juarna dan Harmoni A. 2005. “Internalisasi Biaya Eksternal”. Prosiding. Seminar Nasional Pesat 2005. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBIQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.gunadarma.ac.id%3A8000%2FKommit2004_ekonomi_010_1481.pdf&rct=j&q=internalisasi+biaya+eksternal-juarna+dan+harmoni+&ei=2twUTKuPB823rAeX07GyCA&usg=AFQjCNE5r3ztmzDj4dCftY-w-4SiaNIASKA. Diakses tanggal 1 Mei 2010
Kaswinarni, Fibria. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. Tesis. Semerang: Universitas Diponegoro
88
Kosugi Takanobu et al. 2009. Internalization of the External Costs of Global Environmental Damage in an Integrated Assessment Model. Jurnal Energy Policy. No. 37: 2664 – 2678
Mangkoesoebroto Guritno. 2000. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Munksgaard Jesper and Jacob Ramskov. 2002. Effects of Internalising External Costs in a North European Power Market. Jurnal Energy Policy. No. 30: 501 – 510
Rafaj Peter and Socrates Kypreos. 2006. Internalisation of External Cost in the Power Generation Sector: Analysis with Global Multi – regional Markal model. Jurnal Energy Policy. No. 35: 828 - 843
Raliby, Rusdjijat, Rosyidi. Pengolahan Limbah Cair Tahu menjadi Biogas sebagai Bahan Bakar Alternatif pada Industri Pengolahan Tahu. http://www.scribd.com/mobile/documents/search?query=9-Limbah+Tahu+Untuk+Biogas&commit=Search. Diakses tanggal 3 Desember 2010
Ratih. 2009. Biogas dari Limbah Tahu. Artikel. http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu. Diakses tanggal 26 Desember 2010.
Romli M dan Suprihatin. 2009. Beban Pencemaran Limbah Cair Industri Tahu
dan Analisis Alternatif Strategi Pengolahannya. Jurnal Purifikasi. Vol. 10. No. 2: 141-154. Dalam:http:/iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40422/1/Beban%20Pencemaran%20Limbah%20Cair.pdf. Diakses tanggal 15 Desember 2010.
Sabour SAA. 2005. Quantifying the External Cost of Oil Consumption within the
Context of Sustainable Development. Jurnal Energy Policy. No. 33: 809-813
Sandriati, Devina. 2010. Kajian Pemanfaatan Tanaman Air Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms) dan Kimbang (Salvinia molesta) untuk Menurunkan Kadar Nutrien pada Limbah Cair Tahu. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Sarwono B dan YP Saragih. 2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta: Penebar Swadaya
Sugiyono, Heriyadi P, dan Andarwulan N. 2005. Rekayasa Proses Pembuatan Tahu Kering dan Formulasi Premix Instan Fungsional. Dalam: Laporan Akhir Penelitian LPPM.
Suhartati Tati dan M Fathorrozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat
89
Suparmoko M. 2000. Ekonomika Lingkungan. Yogyakarta: BPFE
Natalia. 2008. Analisis Internalisasi Biaya Pengolahan Limbah (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor
Tim Produksi Bersih dan Efisiensi Teknologi Pusat Teknologi Lingkungan. 2011. Penerapan Teknologi Pengolahan Limbah Tahu. Bahan Presentasi. Kementrian Riset dan Teknologi
Wardhana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta
Zhang Qingy et al. 2007. External Cost from Electricity Generation of China up to 2030 in Energy and Abatement Scenarios. Jurnal Energy Policy. No. 35: 4295-4304
LAMPIRAN
91
Lampiran 1. Penghematan Bahan Bakar/Bulan
Rumah tangga
Penggunaan elpiji/minyak tanah Penghematan
bahan bakar (Rp) Sebelum
pengolahan limbah (Rp)
Setelah pengolahan limbah (Rp)
1 51 000 0 51 000 2 68 000 0 68 000 3 480 000 0 480 000 4 68 000 0 68 000 5 34 000 0 34 000 6 51 000 0 51 000 7 68 000 0 68 000 8 34 000 0 34 000 9 51 000 0 51 000 10 51 000 34.000,00 17 000 11 255 000 0 255 000 12 51 000 0 51 000 13 51 000 0 51 000 14 51 000 0 51 000 15 51 000 0 51 000 16 51 000 0 51 000 17 51 000 0 51 000 18 51 000 0 51 000 19 51 000 0 51 000 20 68 000 0 68 000 21 120 000 0 120 000 22 68 000 51.000,00 17 000 23 51000 0 51 000 24 480 000 0 480 000 25 68 000 0 68 000 26 68 000 0 68 000 27 34 000 17.000,00 17 000 28 102 000 0 102 000 29 68 000 0 68 000 30 34 000 0 34 000
Total 2 678 000 Rata-rata 89 266
Sumber: Data primer, 2011 (diolah)
92
Lampiran 2. Penerimaan Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak/Bulan
Rumah tangga
Jumlah kedelai yang digunakan (kg)
Penerimaan penjualan ampas tahu (Rp)
1 35 750 000 2 20 600 000 3 20 300 000 4 20 450 000 5 40 630 000 6 40 150 000 7 40 300 000 8 40 300 000 9 40 112 500 10 50 300 000 11 35 300 000 12 24 300 000 13 40 450 000 14 62 360 000 15 30 225 000 16 25 300 000 17 36 270 000 18 25 150 000 19 30 300 000 20 30 200 000 21 30 100 000 22 30 225 000 23 50 1 200 000 24 16 300 000 25 50 300 000 26 25 750 000 27 24 300 000 28 18 150 000 29 30 210 000 30 50 300 000 31 39 200 000 32 40 900 000 33 180 3 000 000 34 25 187 500 35 70 525 000 36 20 540 000 37 36 150 000 38 40 180 000 39 50 750 000 40 60 750 000 41 80 600 000 42 30 240 000 43 20 150 000 44 30 600 000
93
45 50 900 000 46 20 450 000 47 27 300 000 48 35 300 000 49 30 225 000 50 40 300 000 51 20 150 000 52 50 450 000 53 40 300 00054 40 450 000 55 40 300 000 56 40 210 000 57 20 210 000 58 100 1 200 000 59 150 1 200 000 60 50 600 000
Total 26 900 000 Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)
Lampiran 3. Dokumentasi
Gambar 1. Ampas tahu
94
Gambar 2. Bubur Kedelai
Gambar 3. Limbah Cair Tahu
95
Gambar 3. Instalasi Pengolahan Limbah Cair
Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Kedelai Proses produksi tahu
Limbah padat tahu
Tahu
Konsumen
Limbah cair tahu
Dibuang ke sungai/wilayah perairan lain
Belum adanya sistem pengolahan limbah
Pencemaran wilayah perairan
Kurangnya pengetahuan tentang pengolahan limbah
Biaya pengolahan limbah yang mahal
eksternalitas
Biaya eksternal Pengolahan limbah sistem biogas
Perhitungan total biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi (metode biaya produksi)
Analisis willingness to pay
Aanalisis internalisasi biaya eksternal
Perhitungan total biaya eksternal dan manfaat ekonomi internalisasi biaya eksternal
Ampas tahu
Mendeskripsikan profil industri tahu dikaji dari aspoek proses pembuatan tahu, jenis dan karakteristik limbah tahu, dan teknologi pengolahan limbah tahu.