invaginasi new1

56
BAB I PENDAHULUAN Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan tersebut. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan adanya dan bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah. Bakteremia adalah adanya bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di dalam darah. 1,2 Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan.18 Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. 1,2 Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA) 15 tahun yang lalu, status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran 1

Upload: nurholis-majid

Post on 11-Nov-2015

65 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

invaginasi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan tersebut. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan adanya dan bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah. Bakteremia adalah adanya bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di dalam darah.1,2Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan.18 Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.1,2Pada konvensiEpilepsy Foundation of America(EFA) 15 tahun yang lalu, status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.1Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien).1,2

BAB IILAPORAN KASUSIDENTITAS1. Identitas penderitaNama penderita : By. NJenis kelamin : PerempuanTanggalLahir / Umur: 6 bulanAgama: IslamTanggal/jam masuk: 2 November 2014

ANAMNESIS Keluhan Utama:PanasRiwayat penyakit sekarang:Pasien perempuan umur 6 bulan, masuk dengan keluhan panas sejak 3 hari yang lalu, naik turun. Pasien juga mengalami kejang saat di rumah sbanyak 3 kali < 15 menit. kejang baru pertama kali dialami. Orang tua pasien juga mengeluhkan perut pasien bertambah besar dan ada riwayat berak darah 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.Pasien tidak batuk, sesak, dan buang air kecil dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :Pasientidakpernahmengalamikeluhan yang samasebelumnya.Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit yang sama dengan pasien tidak ada. Riwayat Makanan :Pasien sudah diberikan makan bubur saat berusia 5 bulan.Riwayat Imunisasi :Pasien belum dapat imunisasi campak.PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan umum:Tampak sakit beratKesadaran:SomnolenBerat badan:6.1 kgTinggi badan:52 cmStatus Gizi:Gizi baik2. PengukuranTanda vital :Nadi:124 kali/menit, reguler.Suhu:38.6 CRespirasi:24 kali/menit3. Kulit:Warna:Sawo matangTurgor:baikKelembaban :cukupSianosis :tidak sianosisIkterus: tidak ada ikterusKepala:Bentuk:NormocephalRambut: Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal, Ubun-ubun: datarMata :Konjungtiva: tidak ada anemisSklera: tidak ada ikterikReflekcahaya: baikPupil: Bulat, isokorTelinga :Sekret: tidak adaNyeri: tidak adaHidung :Pernafasan cuping hidung : tidak adaEpistaksis: tidak adaRhinorea:adaLidah :Kotor/tidak:tidak kotorFaring :Sulit dinilaiTonsil :Sulit dinilai4. Leher : KGB:Tidakadapembesaran Tiroid:Tidakadapembesaran Massa lain: Tidak ada5. Thoraks Inspeksi: Bentuk dada simetris, pergerakan seimbang kanan dan kiri Palpasi: Tidak ada nyeritekan,tidak ada massa, vokal fremitus meningkat Perkusi: Sonor dikedua lapangan paru Auskultasi: Bunyi napas : bronkovesikularSuara Napas Tambahan :Tidak ada rhonki, Tidak ada wheezing6. Jantung Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat Palpasi: Iktus kordis teraba di midclavikularis SIC V sinistra Perkusi: Batas jantung dalam batas normal. Auskultasi: Bunyi jantung I/bunyi jantung II murni regular.7. Abdomen Inspeksi: kesan cembung, mengikuti gerak napas Auskultasi: peristaltik kesan meningkat Perkusi: Timpani Palpasi: Tidak ada pembesaran organ8. Anggota gerak Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak edema Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak edemaGenitalia: Tidak ada kelainan, tidak ada edemaTulang belakang: Tidak ada kelainanOtot-otot: Tonus otot baik, tidak ada atrofi otot

LABORATORIUM Tanggal 2 November 2014HasilRujukanSatuan

HEMATOLOGI

WBC17.83.5-10g/dl

HGB11.711.5-16.5103/mm

HCT34.235-52%

PLT653150-450Ribu/ul

RESUMEPasien perempuan umur 6 bulan, masuk dengan keluhan panas sejak 3 hari yang lalu, naik turun. Pasien juga mengalami kejang saat di rumah sebanyak 3 kali < 15 menit. kejang baru pertama kali dialami. Orang tua pasien juga mengeluhkan perut pasien bertambah besar dan ada riwayat berak darah 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Dan saat berusia 5 bulan pasien sudah diberi makan bubur oleh ibunya.Pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi 124x/menit, respirasi 24x/menit, regular,suhu 38.6oC. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut cembung, peristaltik kesan meningkat. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya leukositosis.DIAGNOSA :Susp. InvaginasiTERAPI1. IVFD Ka-En 3B 20 tetes per menit makro2. O2 0,5-2 Liter/menit3. Injeksi Ceftriaxone 250 mg/12 jam IV (Skintest cocok)4. Injeksi Dexamethasone 1 mg/8 jam IV5. Injeksi Gentamicin 20 mg/12 jam IV (Skintest cocok)6. Injeksi Novalgin 40 mg/8 jam IV (kalau panas)7. Stesolid rectal 5 mg (bila kejang)8. Stop intake oral9. konsul bedahANJURAN USG abdomen

FOLLOW UP

03 November 2014 ( Hari Perawatan II)S : Ada panas, kejang 2xO : Keadaan umum: sakit beratKesadaran: somnolenTekanan darah: Tidak diukur suhu : 39.50CNadi : 128 x/ menitpernafasan : 30 x/menitHidung: pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: CembungAuskultasi : Peristaltik kesan menurunPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: TimpaniA : Susp. InvaginasiP : a. IVFD Ka-En 3B 20 tetes per menit mikrob. O2 0.5-2 Literc. Injeksi Ceftriaxone 250 mg/12 jam IVd. Injeksi Gentamicin 20 mg/12 jam IVe. Injeksi Dexamethasone 1 mg/8 jam IVf. Novalgin 40 mg/8 jam/IV (kalau panas)g. Stesolid Rectal 5 mg (bila kejang)h. Stop intake oral

04 November 2014 ( Hari Perawatan III)S : Ada panas, kejang tidak adaO : Keadaan umum : sakit berat, kesadaran : SomnolenTekanan darah : Tidak diukur suhu : 38.50CNadi : 124 x/ menitpernapasan :26 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: CembungAuskultasi : Peristaltik kesan menurunPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: TimpaniA : Susp. Invaginasi + sepsisP : 1. IVFD Ka-En 3B 20 tetes per menit mikro2. O2 0.5-2 Liter3. Injeksi Ceftriaxone 250 mg/12 jam IV4. Injeksi Gentamicin 20 mg/12 jam IV5. Injeksi Dexamethasone 1 mg/8 jam IV6. Novalgin 40 mg/8 jam IV (kalau panas)Terapi saraf7. Piracetam 100 mg/12 jam IV8. Phenitoin 50 mg drips dalam 50 cc NaCl/12 jam (habis dalam 30 menit)9. Stesolid Rectal 5 mg (bila kejang)05 November 2014 ( Hari Perawatan IV )S : Ada panas, kejang 2 x, BAB 1 kali biasa, BAK perkateter 500 ccO : Keadaan umum : Kesadaran SomnolenTekanan darah : Tidak diukur suhu : 37,80CNadi : 114 x/ menitpernapasan : 26 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: CembungAuskultasi : Peristaltik kesan menurunPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: Timpani

A : Susp. Invaginasi + sepsisP : 1. IVFD Ka-En 3B 20 tetes per menit mikro2. O2 0.5-2 Liter3. Injeksi Ceftriaxone 250 mg/12 jam IV4. Injeksi Gentamicin 20 mg/12 jam IV5. Injeksi Dexamethasone 1 mg/8 jam IV6. Asi/susu 40cc/2 jam (sonde)7. Novalgin 40 mg/8 jam IV (kalau perlu)Terapi saraf8. Piracetam 100 mg/12 jam IV9. Phenitoin 50 mg drips dalam 50 cc NaCl (habis dalam 30 menit)10. Stesolid Rectal 5 mg (bila kejang)

06 November 2014 ( Hari Perawatan V )S : Ada panas , batuk -, muntah -, kejang 2 x, BAB 1 kali biasa, BAK perkateter 500 ccO : Keadaan umum : Belum menangis, dengan rangsang nyeri gerak +Tekanan darah : Tidak diukur suhu : 37,80CNadi : 122 x/ menitpernafasan : 27 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: CembungAuskultasi : Peristaltik kesan menurunPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: TimpaniA : Susp. Invaginasi + sepsisP : 1. IVFD Ka-En 3B 20 tetes per menit mikro2. O2 0.5-2 Liter3. Injeksi Ceftriaxone 250 mg/12 jam IV4. Injeksi Gentamicin 20 mg/12 jam IV5. Injeksi Dexamethasone 1 mg/8 jam IV6. ASI/Susu 40 cc/2 jam (Sonde)Terapi saraf7. Piracetam 100 mg/12 jam IV8. Phenitoin 50 mg drips dalam 50 cc NaCl (habis dalam 30 menit)9. Stesolid Rectal 5 mg (bila kejang)07 November 2014 ( Hari Perawatan VI )S : Tidak panas, kejang 2 x, BAB belum, BAK perkateter 800 ccO : Keadaan umum : Belum Menangis, rangsang nyeri gerak +Tekanan darah : Tidak diukur suhu : 370CNadi : 124 x/ menitpernafasan : 28 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: Cembung sudah berkurangAuskultasi : Peristaltik kesan menurunPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: TimpaniA : Susp. Invaginasi + status epileptikus + sepsisP : IVFD Ka-En 3B 10 tetes per menit mikro O2 0.5-2 Liter Injeksi Ceftriaxone 250 mg/12 jam IV Injeksi Gentamicin 20 mg/12 jam IV Injeksi Dexamethasone 1 mg/12 jam IV Novalgin 50 mg/8 jam/IV (KP) ASI/susu 30 cc/2 jam (Sonde)Terapi saraf Cibital 100 mg drips dalam Ka-En 3B Stesolid Rectal 5 mg (bila kejang)

08 November 2014 ( Hari Perawatan VII )S : Tidak panas, BAB belumO : Keadaan umum : Belum Menangis, rangsang nyeri gerak +Tekanan darah : Tidak diukur suhu : 36,80CNadi : 118 x/ menitpernafasan : 27 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: Cembung sudah berkurangAuskultasi : Peristaltik kesan menurunPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: TimpaniA : Susp. Invaginasi + status epileptikus + sepsisP : IVFD Ka-En 3B 10 tetes per menit mikro O2 0.5-2 Liter Injeksi Ceftriaxone 250 mg/12 jam IV Injeksi Gentamicin 20 mg/12 jam IV Injeksi Dexamethasone 1 mg/12 jam IV Sonde 30 cc/2 jam (ganti sonde) Aff Kateter Terapi saraf Cibital 100 mg drips dalam Ka-En 3B (bila kejang) Piracetam 100 mg/12 jam/iv09 November 2014 ( Hari Perawatan VIII )S : Tidak panas, BAB biasaO : Keadaan umum : sadar, menangisTekanan darah : Tidak diukur suhu : 36,80CNadi : 118 x/ menitpernafasan : 26 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: Tidak gembungAuskultasi : Peristaltik kesan normalPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: timpaniA : Susp. Invaginasi + status epileptikus + sepsisP : IVFD Ka-En 3B 10 tetes per menit mikro O2 dilepas Injeksi Ceftriaxone 250 mg/12 jam IV Injeksi Gentamicin 20 mg/12 jam IV Sonde 40 cc/2 jam. Belajar minum dan mengisapTerapi saraf Piracetam 100 mg/12 jam/iv10 November 2014 ( Hari Perawatan IX )S : Tidak panas, BAB biasaO : Keadaan umum : sadarTekanan darah : Tidak diukur suhu : 36,80CNadi : 120 x/ menitpernafasan : 24 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: Tidak cembungAuskultasi : Peristaltik kesan normalPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: timpaniA : Susp. Invaginasi + status epileptikus + sepsisP : IVFD Ka-En 3B 8 tetes per menit mikro Injeksi Ceftriaxone 250 mg/12 jam IV Injeksi Gentamicin 20 mg/12 jam IV Sonde dilepasTerapi saraf Piracetam 100 mg/12 jam/iv11 November 2014 ( Hari Perawatan X )S : Tidak ada panas, BAB biasaO : Keadaan umum : sadar, menangisTekanan darah : Tidak diukur suhu : 36,80CNadi : 114 x/ menitpernafasan : 24 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: Tidak cembungAuskultasi : Peristaltik kesan normalPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: TimpaniA : Susp. Invaginasi + status epileptikus + sepsisP : IVFD Ka-En 3B 8 tetes per menit mikro Meropenem 50 mg/12 jam/iv Apialys drop 1 x 0.5 ccTerapi saraf Piracetam 100 mg/12 jam/iv12 November 2014 ( Hari Perawatan XI )S : Tidak ada panas, BAB biasaO : Keadaan umum : Sadar, menangisTekanan darah : Tidak diukur suhu : 36,80CNadi : 116 x/ menitpernafasan : 26 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: Tidak cembungAuskultasi : Peristaltik kesan normalPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: TimpaniA : Susp. Invaginasi + status epileptikus + sepsisP : IVFD Ka-En 3B 8 tetes per menit mikro Meropenem 50 mg/12 jam/iv Apialys drop 1 x 0.5 ccTerapi saraf Piracetam 100 mg/12 jam/iv13 November 2014 ( Hari Perawatan XII )S : Tidak ada panas, BAB biasaO : Keadaan umum : sadar, menangisTekanan darah : Tidak diukur suhu : 36,80CNadi : 118 x/ menitpernafasan : 28 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: Tidak cembungAuskultasi : Peristaltik kesan normalPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: TimpaniA : Susp. Invaginasi + status epileptikus + sepsisP : IVFD Ka-En 3B 8 tetes permenit mikro Meropenem 50 mg/12 jam/ivTerapi saraf Piracetam 100 mg/12 jam/iv

14 November 2014 ( Hari Perawatan XIII )S : Tidak ada panas, BAB biasaO : Keadaan umum : sadarTekanan darah : Tidak diukur suhu : 36,80CNadi : 118 x/ menitpernafasan : 28 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: Tidak cembungAuskultasi : Peristaltik kesan normalPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: TimpaniA : Susp. Invaginasi + status epileptikus + sepsisP : IVFD Ka-En 3B 8 tetes/menit mikro Meropenem 50 mg/12 jam/iv Apialys drop 1 x 0.5 ccTerapi saraf Pratropil sirup 2 x cth

15 November 2014 ( Hari Perawatan XIV )S : Tidak ada panas, BAB biasaO : Keadaan umum : sadarTekanan darah : Tidak diukur suhu : 36,80CNadi : 120 x/ menitpernafasan : 26 x/menitHidung : pernapasan cuping hidung (-)AbdomenInspeksi: Tidak cembungAuskultasi : Peristaltik kesan normalPalpasi: Nyeri tekan tidak adaPerkusi: TimpaniA : Susp. Invaginasi + status epileptikus + sepsisP : IVFD Ka-En 3B 8 tetes/menit mikro Meropenem 50 mg/12 jam/iv Apialys drop 1 x 0.5 ccTerapi saraf Pratropil sirup 2 x cth

Pasien dipulangkan, obat lanjut dirumah. Prolacta Baby 1 x 1 capsul (selama 15 hari tiap bulan) Apialys drop 1 x 0.5 cc

BAB IIITINJAUAN PUSTAKAA. InvaginasiInvaginasi atau intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan merupakan kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya segmen usus proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih distal (kearah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus Definisi lain Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki usus bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd (Bailey,90) Paling sering masuknya ileum terminal ke kolon. Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen usus yang dimasuki segmen lain.4,5Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp, Hemangioma (Schrock, 88). Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya tumor yang menyebabkannya (Dunphy 80). Perbandingan kejadian antara pria dan wanita adalah : 3 : 2 (Swenson,90), pada orang tua sangat jarang dijumpai (Ellis ,90). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil maupun total. Intususepsi paling sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang terjadi pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-anak. Pada kebanyakan kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang jelas, umumnya tumor yang membentuk ujung dari intususeptum.4,5Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70% kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering dijumpai pada ileosekal. Invaginasi sangat jarang dijumpai pada orang tua, serta tidak banyak tulisan yang membahas hal ini secara rinci.4,5Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa, pada anak-anak etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead poinnya dapat ditemukan.4,5KalsifikasiIntususepsi dibedakan dalam 4 tipe :4,51. Enterika usus halus ke usus halus2. Ileosekala valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi.3. Kolokolika kolon ke kolon.4. Ileokoloika ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai valvula ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk masing-masing jenis intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39% ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7% enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas (Tumen 1964).4,5Patofisiologi Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi. Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.4,5Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi (Tumen 1964).4,5,6Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi.4,5,6Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik obstruksi paralitik (Meingots 90 ; Bailey 90).4,5,6Menurut etiologinya ada 3 keadaan :1. sebab didalam lumen usus2. sebab pada dinding usus3. sebab diluar dinding usus (Meingots 90)Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus halus letak rendah dan obstruksi usus besar.4,6Berdasarkan waktunya dibagi :1. Acuta intestinal obstruksi2. Cronik intestinal obstruksi3. Acut super exposed on cronikSekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di usus besar (Schrock, 82).Aethiologiobstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah :1. Adhesion2. Hernia3. Neoplasma4. Intussusception5. volvulus6. benda asing7. batu empedu8. imflamasi9. strictura10. cystic fibrosis11. hematomaEtiologiMenurut kepustakaan 90-95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat idiopatik. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrophi jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis) yang mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi aliran vena obstruksi intestinal perdarahan. Penebalan ini merupakan titik permulaan invaginasi.5,6Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip, hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti spasmolitik pada diare non spesifik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab invaginasi. Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic intususeption.Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada usus sebagai penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada orang tua sangat jarang dijumpai kasus invaginasi (Tumen 1964; kume GA et al, 1985; Ellis 1990), seta tidak banyak tulisan yang membahas tentang invaginasi pada orangtua secara rinci.5,6,7Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan pada timbulnya invaginasi. Infeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di bagian bedah dan dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4 9 bulan, hampir 70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana laki-laki lebih sering dari wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh-pembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul perdarahan. Campuran antara mucus dan darah tersebut akan keluar anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly stool).5,6Keluarnya darah per anus sering mempersulit diagnosis dengan tingginya insidensi disentri dan amubiasis. Ketiga gejala tersebut disebut sebagai trias invaginasi. Iskemik dan distensi sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan ditemukan pada 75% pasien. Adanya iskemik dan obstruksi akan menyebabkan sekuestrisasi cairan ke lumen usus yang distensi dengan akibat lanjutnya adalah pasien akan mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat menimbulkan syok. Mukosa usus yang iskemik merupakan port de entry intravasasi mikroorganisme dari lumen usus yang dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi sistemik dan sepsis.6,7Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak (diverticle meckels, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah bersifat ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensiny labih rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang terjadi pada bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kira-kira 95% kasus. Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa mempunyai suatu penyebab organik, dan 65% dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna maupun maligna.6,8Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan anggapan terdapat keganasan. Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya mengenai kolon saja (Cohn 1976).6,8Gambaran Klinis Rasa sakit adalah gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dnegan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala.4,5,8Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut. Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darahdari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan.4,5,8Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan pada 90%, muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya masa abdomen pada 73% kasus (Cohn, 1976).6Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan lain (Cohn, 1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan radiologis seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis. Pemeriksaan radiologis sering tidak berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi pada saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi beberapa saat sebelumnya telah tereduksi spontan. Dengan demikian diagnosis intussusepsi harus dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi usus yang berulang, meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan laim tidak memberikan hasil yang positif.5,7Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan (Tumen, 1964).7,8Diagnosis

Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada tinja dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus pada + 20% kasus.7,8Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya mendapatkan intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya invaginasi sulit ditentukan.7,8Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai pada + 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan didapatkan pada 90%.7,8Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dances Sign dan Sousage Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi. Dances Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dances Sign. Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik.7,8Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.7,8TRIAS INVAGINASI :7,81. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengangkat kaki (Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinu2. Muntah warna hijau (cairan lambung)3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) currant jelly stoolObstruksi usus ada 2 :7,81. Mekanis (kaliber usus tertutup)2. Fungsional (kaliber usus terbuka akibatperistaltik hilang)Pemeriksaan Fisik :6,7 Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter. Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan Nyeri tekan (+) Dancen sign (+) Sensasi kekosongan padakuadran kanan bawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden RT : pseudoportio(+), lendir darah (+)Sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang lama

Penatalaksanaan Dasar pengobatan adalah :6,81. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.3. Antibiotika.4. Laparotomi eksplorasi.Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik.6,8Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan :6,7,81. Reduksi hidrostatikMetode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.2. Reduksi manual (milking) dan reseksi usus Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.5,6,7Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada saat pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975 cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.6,7,91. Pre-operatifPenanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit.3,7,82. Durante OperatifPenanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak maupun yang ganas.3,7Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:1. Ruptur dinding usus selama manipulasi2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas5. Pembengkakan segmen usus yang terlibatBatas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.5,6Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan, keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi anastosmose.5,6Pasca Operasi Hindari Dehidrasi Pertahankan stabilitas elektrolit Pengawasan akan inflamasi dan infeksi Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas ususPada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya adalh besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan reseksi. Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati , tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema, reduksi tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari / memperkecil timbulnya short bowel syndrom.11,12B. Status EpileptikusStatus epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Status epileptikus adalah gawat darurat medik yang memerlukan pendekatan terorganisasi dan terampil agar meminimalkan mortalitas dan morbiditas yang menyertai.3,4KlasifikasiKlasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan yaitu area tertentu dari korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset). Kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi.5Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus. Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (sederhana atau kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt atau subtle) dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens). Versi ketiga dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa, hanya dewasa).5,6

Etiologi dan PatofisiologiStatus epileptikus dapat disebabkan oleh berbagai hal. Ada tiga subtipe utama status epileptikus pada anak: kejang demam lama, status epileptikus idiopatik dimana kejang berkembang pada ada atau tidaknya lesi atau serangan sistem saraf pusat yang mendasari, dan status epileptikus bergejala bila kejang terjadi bersama dengan gangguan neurologis atau kelainan metabolik yang lama.4Kejang demam yang berlangsung selama lebih dari 30 menit, terutama pada anak yang berumur kurang dari 3 bulan, merupakan penyebab status epileptikus yang paling lazim. Kelompok idiopatik termasuk penderita epilepsi yang mengalami penghentian antikonvulsan mendadak (terutama benzodiazepin dan barbiturate) yang disertai dengan status epileptikus. Anak epilepsi yang diberi antikonvulsan yang tidak teratur atau yang tidak taat adalah lebih mungkin berkembang status epileptikus. Kurang tidur dan infeksi yang menyertai cenderung menjadikan penderita epilepsi lebih rentan terhadap status epileptikus. Mortalitas dan morbiditas pada penderita dengan kejang lama dan status epileptikus adalah rendah. Status epileptikus karena penyebab lain mempunyai mortalitas yang jauh lebih tinggi dan penyebab kematian biasanya secara langsung dapat dianggap berasal dari kelainan yang mendasari. Ensefalopati anoksik berat datang dengan kejang selama umur beberapa hari, dan prognosis akhir sebagian berkaitan dengan pengurangan dalam pengendalian kejang. Kelainan elektrolit, hipokalsemia, hipoglikemia, intoksikasi obat, intoksikasi timah hitam, hiperpireksia ekstrem, dan tumor otak terutama pada frontalis, merupakan penyebab tambahan status epileptikus.4Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang dimana tekanan darah, pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan syaraf yang irreversibel.3,7Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat, ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan syaraf dan kehilangan otak berlanjut.8Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf maksimal dalam zona Summer. 3,7Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion natrium dan kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.3Etiologi status epileptikus antara lain alkohol, anoksia, antikonvulsan-withdrawal, penyakit cerebrovaskular, epilepsi kronik, infeksi SSP, toksisitas obat-obatan, metabolik, trauma, tumor.1,2Komplikasi status epileptikus, yaitu :3,4 Otak : Peningkatan Tekanan Intra Kranial, Oedema serebri, Trombosis arteri dan vena otak, Disfungsi kognitif Gagal Ginjal : Myoglobinuria, rhabdomiolisis Gagal Nafas : Apnoe, Pneumonia, Hipoksia, Hiperkapni, Gagal nafas Pelepasan Katekolamin : Hipertensi, Oedema paru, Aritmia, Glikosuria, dilatasi pupil, Hipersekresi, hiperpireksia Jantung : Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme Metabolik dan Sistemik : Dehidrasi, Asidosis, Hiper/hipoglikemia, Hiperkalemia, Hiponatremia, Kegagalan multiorgan Idiopatik : Fraktur, tromboplebitis, DICDiagnosisPengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.

D. Status Epileptikus MioklonikBiasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada en selofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.E. Status Epileptikus AbsensBentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai slow motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati.F. Status Epileptikus Non KonvulsifKondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma.Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.G. Status Epileptikus Parsial Sederhanaa. Status SomatomotorikKejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).b. Status SomatosensorikJarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.H. Status Epileptikus Parsial KompleksDapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.Penatalaksanaan Status EpileptikusStatus epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Lini pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed). Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.4Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan Diazepam dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal, konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah sama.9Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal iritasi : tromboplebitis dan purple glove syndrome. Larutan dekstrosa tidak digunakan untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan terbentuknya mikrokristal.9,10Status Epileptikus RefrakterPasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit. Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut dengan alasan yang cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia rekuren, atau hipokalsemia persisten. Kesalahan diagnosis kemungkinan lain: tremor, rigor dan serangan psikogenik dapat meniru kejang epileptik. Mortalitas pada status epileptikus refrakter sangat tinggi dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama.3,5Dalam mengatasi status epileptikus refrakter, beberapa ahli menyarankan menggunakan Valproat atau Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain akan memberikan medikasi dengan kandungan anestetik seperti Midazolam, Propofol, atau Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor oleh EEG, dan jika tidak ada kativitas kejang, maka dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan dosis awal.10Protokol Penghentian kejang: 110 - 5 menit: Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan neurologi secara cepat Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi 5 10 menit: Pemasangan akses intarvena Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit Pemberian diazepam 0,2 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal 0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg). Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu dua kali setelah 510 menit. Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb. 10 15 menit Cenderung menjadi status konvulsivus Berikan fenitoin 15 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9% Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 10 mg/kgbb sampai maksimum dosis 30 mg/kgbb. 30 menit Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg dengan interval 10 15 menit. Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda-tanda depresi pernafasan. Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan intensif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kalil A, Pinsky MR. septic Shock. Available from: URL:http://emedicine.medscape.com/article/168402-overview. update 12 Desember 2013.2. Lalani A, Schneeweiss S. Kegawatdaruratan pediatrik. Jakarta; EGC: 2012.3. Han YY, Carcillo JA, Dragotta MA, Bills DM, Watson RS, Westerman ME, dkk. Early reversal of pediatric neonatal septic shock by community physicians is associated with improved outcome. Pediatrics. 2003;112:793-9.4. Anonim. Sepsis (blood infection) and septic shock. available from: URL:http://www.webmd.com/a-to-z-guides/sepsis-septicemia-blood-infection5. Cummings BM. Treatment of sepsis and septic shock in children. Available from: URL:http://emedicine.medscape.com/article/2072410-overview#showall6. Khilnani P. Management of Septic Shock. Pediatric oncall. Di unduh tanggal 8 Mei 2010.Tersedia:http://www.pediatriconcall.com/fordoctor/diseasesandcondition/PEDIATRIC_EMERGENCIES/management_severe_sepsis_In_children.asp7. Angus DC, Tom van der. Severe sepsis and septic shock. Available from: URL:http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra1208623. Update 21 November 2013.8. Anonim. Septic shock. Available from: URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000668.htm. Update 26 Februari 2014.9. Kliegman, et all. Nelson textbook of pediatrics [e-book]. Ed. 18th. Saunders.10. Huff JS. Status Epilepticus. http://emedicine.medscape.com/article/793708[diakses tanggal 04 april 2014]11. Christian M.KorffDouglas R.NordliJr. Current Pediatric Therapy, 18th ed. In: Burg DF, editor. Status Epilepticus. USA: Saunders; 2006.12. CavazosJE,SpitzM.StatusEpilepticus.http://emedicine.medscape.com/article/1164462 [diakses tanggal 05 April 2014]13. lae. Status Epilepticus. http://www.ilae-epilepsy.org/visitors/Documents/10-statusepilepticus.pdf [ diakses tanggal 06 April 2014]14. Heafield MT. Managing Status Epilepticus.BMJ. Edisi 8 April 2000. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1117894/ [diakses tanggal 06 April 2014]15. Kania N. Kejang pada anak. Penanganan Kejang Pada Anak. Bandung : Februari 2008 http://www. (diakses tanggal 08 April 2014)16. Rekomendasi Tata Laksana Syok berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia No. 004/Rek/PP IDAI/III/2014 http://www. idai.com (diakses tanggal 06 April 2014)

27