io-sandi nurdin razialdi agustian
TRANSCRIPT
SEKOLAH PASCASARJANA
INSITUT PERTANIAN BOGOR 2015
ANALISIS INPUT / OUTPUTDitujukan Untuk Memenuhi Tugas Praktikum
Analisis Hirarki Wilayah Dengan Teknik Skalogram Mata Kuliah Sistem Ekonomi Wilayah
SANDI NURDIN AGUSTIAN RAZIALDI
A156140104A156140254A156140214
Anggota Kelompok :
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam suatu perencanaan pembangunan ekonomi diperlukan penentuan prioritas kegiatan diantara sektor-sektor perekonomian. Pada dasarnya masing-masing sektor tersebut tidak berdiri sendiri namun saling memiliki keterkaitan. Kemajuan suatu sektor tidak akan terlepas dari dukungan yang diberikan oleh sektor-sektor lainnya sehingga sebenarnya keterkaitan antar sektor ini dapat dimanfaatkan untuk memajukan seluruh sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian. Dengan melihat keterkaitan antar sektor dan memperhatikan efisiensi dan efektifitas yang hendak dicapai dalam pembangunan maka sektor yang mempunyai keterkaitan tinggi dengan banyak sektor pada dasarnya merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal ini karena jika sektor utama yang mendapatkan perhatian lebih tersebut mengalami pertumbuhan maka sektor yang terkait dengannya akan mengalami pertumbuhan juga.
Analisis Input-Output dikembangkan oleh Wassily Leontief. Metode ini sangat populer dan banyak dipakai dalam melakukan analisis terhadap struktur industri dan perekonomian di samping untuk penerapan-penerapan yang lain Secara sederhana model I-O menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antarsatuan kegiatan ekonomi untuk suatu waktu tertentu yang disajikan dalam bentuk tabel. Isian sepanjang baris menunjukkan alokasi output dan isian menurut kolom menunjukkan pemakaian input dalam proses produksi. Sebagai model kuantitatif, tabel IO mampu memberi gambaran menyeluruh tentang:(1) Struktur Perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai tambah
masing-masing kegiatan ekonomi disuatu negara.(2) Struktur Input antara (intermediate Input) yaitu Penggunaan barang dan jasa
oleh kegiatan produksi di suatu daerah.(3) Stuktur peyediaan barang dan jasa baik yang berupa produksi dalam negeri.
Analisis model Tabel Input Output (Tabel I-O) adalah alat yang akan digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor yang terdapat dalam perekonomian. Intisari Model Leontief ialah hubungan teknis antar setiap sektor yang saling bergantungan satu sama lainnya berdasarkan fungsi linear.
Tabel I-O mempunyai dua fungsi yang berbeda, yaitu:(1). Merupakan kerangka deskriptif untuk mengemukakan hubugan antar industri
dan sektor dan antara input dan output.(2). Merupakan alat untuk megukur pengaruh perubahan ke suatu kegiatan atau
faktor keluaran dan masukan kegiatan atau faktor lainnya. Rangkaian perhitungan I-O sudah merupakan bentuk deskripsi. Apabila
data dapat dipercaya dan dapat tersusun sebagai hubungan ekonomi dalam bentuk
I-O maka hasil perhitungannya dapat digunakan dan cukup valid untuk pembuktian.
Menurut Rustiadi et al. (2011) bahwa Analisis input-output dikembangkan pertamakali dalam bentuk yang sederhana pada zaman Phsyokrat dipertengahan abad ke-18, khususnya oleh Francois Quesnay (1758) dengan Tableau De'economipuc-nya yang menggambarkan model makro ekonomi input-output khususnya antara petani dan buruh, dan tuan tanah dengan pihak lainnya. Selanjutnya model ini dikembangkan oleh Wassily Leontif pada tahun 1947 sebagai bentuk penyempurnaan dari General Equilibrium Theory yang dikembangkan oleh Leon Walras (1877) agar dapat di implementasikan secara empiris dalam penggunaannya. Metode analisis melihat hubungan antar sektor dalam suatu perekonomian sehingga analisis hubungan ini masuk dalam bidang ilmu ekonomi pembangunan pada tahun 1950-an.
Saat ini analisis analisis Model I-O telah berkembang luas menjadi model analisis standar untuk melihat struktur keterkaitan sektoral dari perekonomian nasional, wilayah dan antar wilayah, serta dimanfaatkan untuk berbagai peramalan dan simulasi perkembangan struktur perekonomian berdasarkan skenario-skenario pembangunan yang direncanakan. Berikut dapat dilihat gambaran dasar dari susunan struktur tabel I-O :Tabel 1. Struktur dasar tabel transaksi input-output wilayah Permintaan Internal Wilayah Permintaan
Eksternal Wilayah
Total OutputPermintaan Antara
Permintaan Akhir
1 2 … j … n C G I E
Inpu
t Int
erna
l Wil
ayah
Inpu
t Ant
ara
1 x11 x12 … xij … x1n C1 G1 I1 E1 X1
2 x21 x22 … … … x2n C2 G2 I2 E2 X2
… … … … … … … … … … … …i … … … xij … … Ci Gi Ii Ei Xi
… … … … … … … … … … … …N xn1 … … xnj … xnn Cn Gn In En Xn
Nil
ai
Tam
bah W W1 … … Wj … Wn Cw Gw Iw Ew W
T T1 … … Tj … Tn CT GT IT ET TS S1 … … Sj … Sn CS GS IS ES S
Input Eksternal Wilayah
M M1 … … Mj Mn Cm Gm Im - M
Total Input X1 … … Xj Xn C G I E X
Sumber : Rustiadi, et al. (2011)
Keterangan: i,j : sektor ekonomi xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Xi : total permintaan akhir sektor i Xj : total input sektor i Ci : konsumsi rumah tangga terhadap sektor i
Output
Input
Gi : konsumsi pemerintah terhadap sektor i Ii : pembentukan modal tetap (investasi) di sektor i, output sektor i yang
menjadi barang modal Ei : ekspor barang dan jasa sektor i Mj : impor sektor j Wj : upah dan gaji dari sektor j Tj : surplus usaha sektor j Vj : PDB (Produk Domestik Bruto), dimana Vj = Wj + Tj
Secara sederhana struktur tabel I-O dibagi atas empat kuadran sebagai berikut :Permintaan Antara Permintaan Akhir (Y)
Input Antara Kuadran I (n x n) Kuadran II (n x m)Nilai Tambah Kuadran III (p x n) Kuadran IV (p x m)
Keterangan :n : banyaknya sektor/agregasi jenis lapangan usaha dalam sistem
ekonomim : banyaknya jenis/agregasi jenis permintaan akhir, yang meliputi:
pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi (pembentukan barang modal, dan perubahan stock), dan ekspor.
p : banyaknya jenis/agregasi jenis input primer diluar impor, yang meliputi: upah dan gaji, pajak tak langsung, dan surplus usaha.
Berikut penjelasan dari masing-masing kuadran diatas :Kuadran PenjelasanKuadra
n I: merupakan gambaran transaksi antar sektor dalam proses
produksi yang memberikan gambaran sejauh mana kinerja dari suatu sektor memberikan pengaruh atau saling terkait dengan sektor lainnya. Semakin kuat keterkaitan antar sektor dalam suatu wilayah, menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki struktur ekonomi yang kuat.
Kuadran II
: menunjukkan matriks permintaan akhir terhadap output masing-masing sektor berupa permintaan konsumsi rumah tangga (household consumption), pengeluaran pemerintah (government expenditure), pembentukan modal tetap bruto (investment), perubahan stok, dan ekspor.
Kuadran III
: menunjukkan matriks nilai tambah (added values) masing-masing sektor yang mencakup input-input yang dibutuhkan oleh setiap sektor untuk menjalankan aktivitas produksinya berupa gaji dan upah, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung neto, subsidi, dan impor
Kuadran IV
: menunjukkan keterkaitan antar institusi yang diwujudkan dalam bentuk transfer nilai tambah yang meliputi: (1) rumah
tangga, (2) pemerintah, (3) perusahaan swasta, dan (4) institusi ekstemal wilayah atau luar negeri.
Dimana semua transaksi yang digunakan secara terbuka dan statis dalam penyusunan tabel input-output haruslah memenuhi tiga asumsi dasar : a. Asumsi homogenitas atau keseragaman, mensyaratkan bahwa setiap sektor
memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan tidak ada barang substitusi antar berbagai sektor;
b. Asumsi proporsionalitas atau kesebandingan, mensyaratkan hubungan antara input dan output yang merupakan fungsi linear dalam proses produksi, yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut;
1.2. Tujuan Penulisan Laporan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka laporan praktikum ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :1. Untuk melakukan analisa Tabel Input Output (I-O) Transaksi Domestik NTT
Tahun 1995 sebagai Data Praktikum.2. Melakukan interpretasi Tabel Input Output (I-O) Transaksi Domestik NTT
Tahun 1995 sebagai Data Praktikum.3. Memenuhi Tugas Praktikum Mata Kuliah Sistem Ekonomi Wilayah (PWD
631)
1.3. Ruang Lingkup Laporan
Ruang lingkup laporan praktikum ini adalah analisa Input Output untuk mengetahui keterkaitan antar sector di suatu wilayah yang terdiri dari:
(1) Interpretasi Tabel I-O NTT (1995) menurut struktur output sektoral.(2) Interpretasi Tabel I-O NTT (1995) menurut struktur permintaan baris.(3) Interpretasi Tabel Matriks A.(4) Interpretasi Tabel Backward Linkage.(5) Interpretasi Tabel Forward Linkages.(6) Interpretasi Tabel Multiplier.
BAB II. METODOLOGI
2.1. Jenis dan Sumber Data.
Data yang digunakan dalam praktikum ini adalah data sekunder, antara lain berasal dari Tabel Input-Output Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) transaksi domestik atas dasar harga berlaku dalam (ribuan rupiah) tahun 1995.
2.2. Metode Analisis.
Adapun metode analisis yang digunakan dalam praktikum adalah analisis keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkages)(Fi), Keterkaitan
Langsung Ke Belakang (direct backward linkage) (𝐵𝑗), Keterkaitan Langsung
dan Tidak Langsung ke Depan (indirect foreward linkage) (𝐹𝐿𝑖), Keterkaitan
Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang (indirect backward linkage) (𝐵𝐿𝑗), dan Analisis Angka Pengganda (Multiplier). Penjelasan masing-masing metode analisis tersebut adalah sebagai berikut :
1. Keterkaitan Langsung Ke depan (direct forward linkages)(Fi)Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan dampak suatu sektor tertentu
terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
Normalized 𝐹𝑖 atau 𝐹𝑖∗ dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :Fi = forward linkageaij = unsur matriks koefisien teknisn = jumlah sector
Normalized 𝐹𝑖 atau 𝐹𝑖∗ dirumuskan sebagai berikut :
2. Keterkaitan Langsung Ke Belakang (direct backward linkage) (𝐵𝑗)Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor
tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut
secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
untuk mengukur secara relatif (perbandingan dengan sektor lainnya) terdapat ukuran normalized 𝐵𝑗∗ yang merupakan rasio antar kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya.
Keterangan :Bj = backward linkage aij = unsur matriks koefisien teknis n = jumlah sector
3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan (indirect foreward
linkage) (𝐹𝐿𝑖)Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat dari
suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang (indirect backward
linkage) (𝐵𝐿𝑗)Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat
dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
Dengan bij merupakan matriks adalah elemen-elemen matriks B atau (𝐼−𝐴)−1
yang merupakan matriks Leontief.
Backward Linkages Forward Linkages
Direct
Menunjukkan pengaruh kenaikan output dari sektor ke-j terhadap sektor-sektor lain yang langsung mensuplai input ke sektor ke-j
Menunjukkan pengaruh kenaikan output dari sektor ke-i terhadap sektor-sektor lain yang selama ini menggunakan output sektor ke-i
Direct Indirect (Total)
Menunjukkan pengaruh kenaikan permintaan akhir dari sektor ke-j terhadap total ouput dari seluruh sektor perekonomian melalui mekanisme penggunaan input produksi
Menunjukkan pengaruh kenaikan input primer dari sektor ke-j terhadap total output (catatan dalam tabel I-O total input = total output) dari seluruh sektor perekonomian melalui
5. Analisis Angka Pengganda (Multiplier)Analisis pengganda digunakan untuk melihat dampak perubahan dari variabel-
variabel endogen yaitu sektoral tertentu apabila terjadi perubahan dalam variabel variabel
eksogen yaitu permintaan akhir atau dengan kata lain Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah.
Analisis multiplier dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : Output multiplier, merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu
sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah. Income multiplier, merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu
sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah secara keseluruhan dengan formula sebagai berikut:
Total value added multiplier
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Tabel Input Output (I-O)
Berdasarkan Tabel Input-Output Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 1995 dihasilkan gambaran umum mengenai struktur perekonomian wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 1995. Penjelasan mengenai struktur perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur tersebut meliputi struktur input dan output sektoral, struktur permintaan, dan stuktur nilai tambah bruto (value added).
Struktur Output Sektoral
Output merupakan nilai produksi (baik barang dan jasa) yang dapat dihasilkan sektor-sektor ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sektor-sektor penting dalam pembentukan output secara keseluruhan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat diidentifikasi melalui besarnya output yang dihasilkan oleh masing-masing sektor.
Sektor-sektor ekonomi yang memiliki output terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 1995, yaitu sektor Bangunan dan Konstruksi dengan nilai output sektoral sebesar Rp 612.000.004 (dalam ribuan). Sektor Pemerintahan dan Pertahanan memiliki Output terbesar kedua dengan nilai output sektoral sebesar Rp 537.000.004 (dalam ribuan). Kemudian sektor perdagangan nilai output sektor sebesar Rp 495.000.002 (dalam ribuan) merupakan urutan ketiga. Demikian seterusnya untuk sektor yang lain dengan urutan sesuai dengan nilai output sektor dapat dilihat pada tabel (Tabel I-O terlampir).
Struktur Permintaan
Total permintaan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 1995 sebesar Rp 4.190.852.117,- (dalam ribuan). Total Permintaan tersebut merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 970.033.004,- (dalam ribuan) dan permintaan akhir sebesar 3.220.819.112,- (dalam ribuan). Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa dalam kegiatan proses produksi. Permintaan antara juga dapat diartikan sebagai permintaan suatu sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dari sektor lain yang digunakan oleh sektor tersebut sebagai input untuk menghasilkan barang dan jasa akhir. Sedangkan permintaan akhir adalah permintaan barang dan jasa dalam rangka kegiatan konsumsi akhir. Konsumsi akhir dapat menunjukkan konsumsi oleh rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Berdasarkan kontribusi masing-masing sektor terhadap permintaan antara dan permintaan akhir Provinsi Nusa Tenggara Timur, dapat diidentifikasi, sektor yang memiliki kontribusi paling besar adalah sektor Bangunan dan Konstruksi dengan nilai total permintaan sebesar Rp 612.000.005 (ribuan rupiah) atau sebesar 14.60% dari total permintaan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Komposisi total permintaan sektor Bangunan dan Konstruksi terdiri dari permintaan antara senilai Rp 108.784.857 (dalam ribuan) dan permintaan akhir sebesar Rp 503. 215.158 (dalam ribuan). Berdasarkan komposisi tersebut, nilai permintaan akhir lebih besar dibandingkan nilai permintaan antara, hal ini mengindikasikan bahwa hasil produksi sektor bangunan dan konstruksi lebih banyak digunakan untuk konsumsi langsung bukan sebagai input pada sektor lain dalam perekonomian
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Struktur Nilai Tambah Bruto/Total Input Primer
Nilai Tambah Brutto atau disebut dengan value added adalah balas jasa atas factor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Nilai tambah brutto pada Tabel Input Output Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Tahun 1995 dirinci menurut upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tidak langsung dan impor. Total Nilai Tambah Brutto yang dihasilkan oleh Provinsi NTT pada Tahun 1995 adalah sebesar Rp 3.421.306.676 (dalam ribuan), dengan perincian dari upah dan gaji, sebesar Rp 1.249.999.929 (dalam ribuan), surplus usaha Rp 1.724.200.183 (dalam ribuan), penyusutan sebesar Rp 113.999.996 (dalam ribuan), dan pajak tidak langsung sebesar Rp 84.106.566 (dalam ribuan) serta impor sebesar Rp. 249.000.002 (dalam ribuan). Untuk lebih jelasnya disajikan pada gambar berikut ini.
Dari tabel di atas dapat diketahui besarnya nilai ratio upah dan gaji dengan surplus usaha pada perekonomian Provinsi NTT pada Tahun 1995 yaitu sebesar 0.7249. Rasio upah dan gaji dengan surplus usaha dapat digunakan untuk mengukur keseimbangan distribusi pendapatan antara pemilik modal dan tenaga kerja. Jika rasio upah gaji dengan surplus usaha suatu sektor bernilai satu, hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi keseimbangan dalam pendistribusian pendapatan pada suatu sektor perekonomian. Nilai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha pada perekonomian di Provinsi NTT Pada Tahun 1995 secara keseluruhan kurang dari satu, hal ini dapat diartikan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara upah dan gaji yang diterima pekerja dengan surplus usaha yang diterima oleh pemilik modal. Pendapatan pekerja lebih rendah dibandingkan dengan surplus usaha yang diterima oleh pemilik modal. Hal ini terjadi akibat faktor produksi yang digunakan yang digunakan pada sektor tersebut adalah padat karya.
Analisis Keterkaitan
Analisis yang terjadi antar sektor ekonomi ini dibedakan menjadi dua yaitu: keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Keterkaitan ke depan menggambarkan tingkat penggunaan output suatu sektor dalam kegiatan-kegiatan sektor lainnya. Sedangkan keterkaitan ke belakang terkait dengan tingkat penggunaan input oleh suatu sektor dari sektor-sektor lainnya. Baik keterkaitan output ke depan maupun keterkaitan output ke belakang terdiri dari keterkaitan output langsung serta keterkaitan output langsung dan tidak langsung. Keterkaitan output langsung ke depan dan ke belakang diperoleh dari matriks koefisien input (koefisien teknis), sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan ke belakang diperoleh dari matriks kebalikan Leontief terbuka.
Koefisien Input (Koefisien Teknis/Komponen Teknologi) Matriks A
Koefisien input (Koefisien Teknis/Komponen Teknologi) merupakan hasil perhitungan dengan cara membagi membagi komponen input terhadap total input dari sektor yang ada sebagaimana dirumuskan sebagai berikut:
Di mana aij merupakan rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (=Xij) terhadap total input sektor j (=Xj).
Koefisien input tergambar dalam matriks A dan disajikan pada gambar di bawah ini :
Dari gambar tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa untuk menghasilkan Rp 1 nilai output sector padi maka akan dibutuhkan bahan baku (input antara) sebesar Rp 0,23886, dengan rincian sebagai berikut yaitu Rp 0,20291 untuk bahan baku dari sector padi, Rp 0,00865 untuk bahan baku dari sector tanaman perkebunan, Rp 0,00142 untuk bahan baku dari sector peternakan selain sapi potong, Rp 0,00072 untuk bahan baku dari sector ternak sapi potong dan hasilnya, Rp 0,00003 untuk bahan baku dari sector kehutanan, Rp 0,00222 untuk bahan baku dari sector pertambangan dan penggalian, Rp 0.00683 untuk bahan baku dari sector bangunan dan konstruksi, Rp 0,00395 untuk bahan baku dari sector perdagangan, Rp 0.00012 untuk bahan baku dari sector restoran dan hotel, Rp 0,00175 untuk bahan baku dari sector pengangkutan dan komunikasi, Rp 0,00329 untuk bahan baku dari sector lembaga keuangan dan sewa rumah, Rp 0,00068 untuk bahan baku dari sector jasa-jasa lainnya.
Kemudian untuk menghasilkan Rp 1 nilai output sector padi maka akan dikeluarkan dana sebesar Rp 0,00064 untuk membayar tenaga kerja. Interpretasi tersebut dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Demikian seterusnya penjelasan yang sama untuk sector beras tumbuk, beras giling, jagung, ketela pohon, dan lain-lain. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel IO Provinsi NTT Tahun 1995 terlampir).
Matriks Identitas dari Matriks A
Matriks identitas atau matriks satuan adalah matriks diagonal yang semua komponen diagonal utamanya bernilai 1. Nilai Matriks Identitas dari data transaksi domestik di Propinsi NTT pada Tahun 1995 disajikan pada gambar di bawah ini.
Matriks I-A
Matriks I-A atau yang dikenal sebagai matriks Leontief merupakan hasil pengurangan antara matriks Identitas Matriks A dengan nilai pada Matriks A. Matriks I-A merupakan parameter penting di dalam analisis I-O karena selanjutnya akan digunakan untuk menghitung nilai Invers matriks Leontif itu sendiri atau yang nanti disebut sebagai matriks B atau kebalikan matriks leontif terbuka. Matriks leontif terbuka (Matriks B) dijadikan sebagai dasar perhitungan Berikut hasil perhitungan untuk mengetahui keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan ke belakang. Matriks I-A dari transaksi domestik di Propinsi NTT pada Tahun 1995 disajikan pada gambar di bawah ini.
Matriks B (tanpa Rumah Tangga)/Kebalikan Matriks Leontif Terbuka
Matrik B sebagai invers dari matriks Leontif (I-A)-1 menunjukkan matriks saling hubungan langsung dan tidak langsung antar sektor. Dimana (I – A)-1
Y = BY, menunjukkan bahwa peningkatan produksi (X) merupakan akibat tarikan permintaan akhir Y. Gradien peningkatannya ditentukan oleh elemen-elemen matriks B. Dalam hal ini Rumah Tangga bersifat exogenous, dimana Rumah Tangga tidak ikut dimasukkan didalam sistem hubungan ketergantungan dan multiplier yang nantinya diperoleh adalah Multiplier Tipe I. Berikut hasil perhitungan Matriks B dari transaksi domestik di Propinsi NTT pada Tahun 1995:
Matriks C (Dengan Rumah Tangga)/Kebalikan Matriks Leontif Tertutup
Apabila Rumah Tangga dimasukkan kedalam matriks ketergantungan dengan menambah satu baris yaitu pendapatan rumah tangga dan satu kolom yaitu pengeluaran rumah tangga, maka sektor rumah tangga diperlakukan secara endogenous dalam sistem dan multiplier yang nantinya diperoleh adalah Multiplier Tipe II. Berikut hasil perhitungan Matriks C dari transaksi domestik di Propinsi NTT pada Tahun 1995 disajikan pada gambar di bawah ini:
Keterkaitan ke Depan (Forward Linkages)
Nilai keterkaitan langsung ke depan menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan secara langsung ke sektor tersebut dan juga sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya. Sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri. Keterkaitan ke depan merupakan keterkaitan sektor produksi hulu terhadap sektor produksi hilirnya.
Besarnya nilai keterkaitan output ke depan baik langsung maupun tidak langsung dari masing-masing sektor perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur diperlihatkan dalam gambar di bawah ini :
Dalam gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa sector padi memiliki nilai keterkaitan ke depan secara langsung terbesar dengan nilai 1,839, nilai tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp. 1, maka output sektor padi yang langsung dijual atau dialokasikan ke sektor lainnya termasuk sektor padi itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar Rp 1,839. Diurutan kedua ditempati sektor pengangkutan dan komunikasi dengan nilai 0,728; ketiga, sektor perdagangan 0,691; keempat, sektor bangunan dan konstruksi dengan nilai 0.680; kelima sektor tanaman perkebunan memiliki nilai sebesar 0,380. Demikian seterusnya dan urutan tersebut dapat dilihat pada lampiran Tabel IO Provinsi NTT Tahun 1995 terlampir.
Kelima sektor yang berkontribusi terbesar dalam nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, adalah sektor padi bernilai 3,440 yang
berarti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1, maka output sektor padi secara langsung dan tidak langsung dijual atau dialokasikan ke sektor lainnya termasuk sektor padi itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar Rp 3,440, diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dengan nilai sebesar 2,125; sektor perdagangan bernilai 2,005; sektor bangunan dan konstruksi dengan nilai 1.997; sektor Tanaman perkebunan bernilai 1.473. Demikian seterusnya dan urutan tersebut dapat dilihat pada lampiran Tabel IO Provinsi NTT Tahun 1995 terlampir.
Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages)
Nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu sendiri. Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan sektor produksi hilir terhadap sektor-sektor produksi hulunya. Berikut gambar yang menunjukkan keterkaitan ke belakang sector-sektor perekonomian di Provinsi NTT tahun 1995.
Peringkat pertama untuk analisis keterkaitan ke belakang secara langsung ditempati oleh sektor beras tumbuk dengan nilai sebesar 0,806; kedua sektor beras giling sebesar 0,741; ketiga sektor bangunan dan konstruksi dengan nilai 0,556; keempat sektor retoran dan hotel sebesar 0,552 dan kelima sector industry makanan dan minuman dengan nilai 0.409 (Lihat gambar di atas).
Sedangkan untuk analisis keterkaitan ke belakang secara langsung dan tidak langsung diperoleh bahwa peringkat pertama adalah sector beras tumbuk dengan nilai sebesar 2,062; kedua sektor beras giling sebesar 1,977; ketiga sektor bangunan dan konstruksi dengan nilai 1,801; keempat sektor restoran dan hotel
sebesar 1,698 dan kelima sector industry makanan dan minuman dengan nilai 1.632 (Lihat gambar di atas).
Nilai Direct Backward Linkages sebesar 0,239 berarti bahwa setiap kenaikan sector padi senilai Rp 1 maka akan menaikkan sector lain yang mensupplai input sebesar Rp 0,239. Sedangkan nilai Direct and Indirect Backward Linkages sebesar 2,062 berarti bahwa setiap jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 maka sector beras tumbuk akan meningkatkan permintaan inputnya secara langsung dan tidak langsung terhadap sektor lain maupun sektor itu sendiri sebesar Rp 2,062 atau dengan kata lain maka output total perekonomian akan naik Rp 2,062. Interpretasi yang sama untuk DBL dan DIBL sector beras giling, sector bangunan dan konstruksi, sector restoran dan hotel, serta sector industry makanan dan minuman.
Analisis Angka Pengganda (Multiplier)
Analisis pengganda (multiplier) bertujuan untuk melihat dampak perubahan permintaan akhir suatu sektor ekonomi terhadap semua sektor yang ada tiap satu satuan perubahan jenis pengganda. Berikut hasil perhitungan Analisa Multiplier dari transaksi domestik di Propinsi NTT pada Tahun 1995 atau lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran Excel:
(1) Income Multiplier Type I (Tanpa Rumah Tangga)
Hasil Analisis Income Multiplier Type I terhadap transaksi domestik di Propinsi NTT pada Tahun 1995 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa sector beras tumbuk merupakan sector yang memiliki income multiplier terbesar dengan nilai 6,394. Nilai ini
berarti bahwa naiknya permintaan akhir terhadap sector beras tumbuk sebesar Rp 1 atau satu satuan maka akan menyebabkan income beras tumbuk masyarakat naik sebesar Rp 6,394 atau 6,394 satuan.
(2) Employment multiplier Type I dan Business Surplus Multiplier Type I
Hasil Analisis Employment multiplier Type I dan Business Surplus Multiplier Type I terhadap transaksi domestik di Propinsi NTT pada Tahun 1995 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa nilai total Employment multiplier Type I untuk semua sector sebesar 45,659. Sedangkan nilai total Business Surplus Type I untuk semua sector sebesar 42,476. Ini mengindikasikan bahwa struktur perekonomian di Provinsi NTT tahun 1995 bersifat padat karya karena nilai Employment multiplier Type I lebih besar daripada nilai Business Surplus Type I.
(3) Value added multiplier
Hasil Analisis Value added multiplier Type I dan II terhadap transaksi domestik di Propinsi NTT pada Tahun 1995 dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Dari gambar tersebut dapat dilihat jelas bahwa sektor Beras Tumbuk merupakan sektor yang mampu memberikan efek pengganda yang paling tinggi terhadap perekonomian NTT dengan nilai Total Value-Added Multiplier Type I : 5,122 dan Type II : 6,227. Hal ini berimplikasi bahwa kebijakan yang difokuskan pada sector yang memiliki nilai multiplier yang paling tinggi tersebut dalam hal ini sector beras tumbuk maka akan berdampak pada positif pada perekonomian provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 1995.
BAB IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa :1. Analisis Input Output dapat digunakan untuk mengetahui struktur
perkembangan perekonomian suatu wilayah. Dengan analisis I-O ini maka dapat diketahui sektor yang memiliki keterkaitan yang tinggi yang memiliki multiplier effect sehingga kebijakan yang difokuskan pada sektor tersebut akan menyebabkan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian suatu wilayah.
2. Berdasarkan analisis struktur tabel I-O Provinsi NTT tahun 1995 dapat disimpulkan bahwa sektor beras tumbuk merupakan sektor dengan multiplier effect tertinggi yaitu dengan nilai Total Value-Added Multiplier Type I : 5,122 dan Type II : 6,227.
3. Struktur perekonomian di Provinsi NTT tahun 1995 bersifat padat karya karena nilai Employment multiplier Type I lebih besar daripada nilai Business Surplus Type I.
DAFTAR PUSTAKA
Rustiadi E, Saefulhakim S dan Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): Crespent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.