isi laporan komposit
TRANSCRIPT
1. Tujuan Praktikum
Setelah praktikum mahasiswa mampu memanipulasi komposit secara tepat
dan mengetahui perbedaan kekerasan hasil polimerisasi resin komposit
berdasarkan pengamatan.
2. Alat dan Bahan
2.1 Bahan
a. Resin komposit aktivasi sinar tampak (light activated resin
composite), bentuk sediaan pasta tunggal
b. Vaselin
Gambar 2.1 light activated resin composite, bentuk sediaan pasta tunggal
2.2 Alat
a. Cetakan Teflon ukuran diameter 4 mm, tebal 2mm, 5mm dan
tebal 8 mm
b. Plat kaca
c. Celluloid strip
d. Plastic filling
e. Light curing unit (halogen atau LED)
f. Sonde
g. Pisau model
h. Visible curing light meter
1
Gambar 2.2 Light curing unit
3. Cara kerja
a. Permukaan cetakan Teflon diulasi dengan vaselin, kemudian
cetakan Teflon diletakkan diatas lempeng kaca yang telah dilapisi
celluloid strip.
b. Bahan tumpatan resin komposit dikeluarkan dari tube, kemudian
dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam cetakan Teflon setinggi
2mm menggunakan plastic filling. Cetakan hrus terisi penuh
dengan resin komposit tanpa ada rongga (diusahakan setinggi
cetakan teflon).
2
F
e
B
H
G
D
A
c. Sebelum light curing halogen digunakan, panjang gelombang di
cek terlebih dahulu dengan cure light meter (antara 400-500 nm).
Bila menggunakan LED, intensitas sinar dicek dengan
menempelkan light tip pada perangkat yang tersedia.
d. Celluloid trip diletakkan diatas cetakan teflon yang telah diisi
dengan resin komposit, kemudian diberi pemberat sebesar 2,7 ons
selama 30 detik, ujung alat curing (light tip) ditempelkan pada
celluloid strip dan disinari selama 20-40 detik (lihat aturan
pabrik).
e. Resin komposit yang telah berpolimerisasi/ mengeras dilepas dari
cetakan teflon dengan hati-hati.
f. Hasil kekerasan permukaan yang terkena light tip alat curing
langsung (0 mm) dibedakan dengan permukaan yang jauh dari
light tip alat curing (10 mm) dengan cara digores dengan sonde.
g. Tahap a-f diulangi pada cetakan Teflon dengan tinggi 5 mm dan
8mm
h. Pada cetakan Teflon dengan tinggi 8mm, semua proses
penyinaran
dilakukan pada jarak 0 mm , namun percobaan dilakukan 2 kali
dengan membedakan cara pengaplikasiaan resin kompositnya.
Pada percobaan pertama semua resin komposit ditumpat secara
langsung hingga memenuhi rongga pada cetakan. Sedangkan pada
percobaan kedua resin komposit ditumpatkan secara layer by layer
pada cetakan teflon.
3
4. Hasil Praktikum
Tinggi
Teflon
Jarak
Penyinaran
Panjang
Gelombang
Sinar
Teknik
Keterangan
Bagian Atas Bagian bawah
2 mm 0 mm 531 nm Tidak berlapis Keras Keras
5 mm 0 mm 572 nm Tidak berlapis Keras Masih terdapat
goresan
2 mm 10 mm 255 nm Tidak berlapis Keras Keras
5 mm 10 mm 152 nm Tidak berlapis Masih terdapat
goresan
Lunak
8 mm 0 mm 602 nm Tidak berlapis Keras Masih terdapat
goresan
8mm 0 mm (1) 542 nm
Berlapis
Keras Lunak
(2) 548 nm
(3) 519 nm
5. Pembahasan
Resin komposit merupakan salah satu material restoratif yang banyak
digunakan pada kedokteran gigi. Bahan penyusun komposit yang merupakan
resin dan filler memberikan keuntungan yang tidak terdapat pada masing-
masing bahan penyusun komposit. Sehingga terdapat beberapa kelebihan yang
diberikan oleh masing-masing bahan penyusun tersebut. (McCabe, J. F. &
Walls, A. W.G. 2008, hal. 196).
Resin komposit merupakan perkembangan dari resin akrilik yang
merupakan salah satu tambalan yang sewarna dengan gigi. Perkembangan resin
dimulai dengan jenis self cure yang terdiri dari kombinasi cairan - bubuk poli
(metil metakrilat) yang dikeraskan melalui reaksi kimia. Kemudian digunakan
resin komposit yang menggunakan molekul BIS-GMA (Bisphenol-A-Glycidin-
Methacrylat), yang merupakan monomer dimetakrilat yang disintesa oleh
reaksi Bisfenol-A dan Glisidin metakrilat. (Craig R. G. & Powers J. M., 2012)
4
Resin komposit dapat diklasifikasikan dengan 2 cara yaitu berdasarkan
ukuran filler dan cara aktivasinya. Berdasarkan ukuran fillernya komposit
dibagi menjadi :
a) Resin komposit makrofiller
Composite yang pertama kali digunakan adalah jenis makrofiller .
Composite ini berbentuk bulat atau tidak teratur besar partikel diameter filler
rata-rata 20 sampai 30 pM . Composite yang dihasilkan memiliki tekstur agak
buram dan memiliki resistansi rendah untuk dipakai. (Craig R. G. & Powers J.
M., 2012)
b) Resin Komposit Mikrofiler
Resin mikrofiler pertama diperkenalkan pada akhir tahun 1970, yang
mengandung colloidal silica dengan rata-rata ukuran partikel 0.02μm dan
antara ukuran 0.01-0.05μm. Ukuran partikel yang kecil dimaksudkan agar
komposit dapat dipolish hingga menjadi permukaan yang sangat licin. Ukuran
partikel filler yang kecil bermaksud bahan ini dapat menyediakan luas
permukaan filler yang besar dalam kontak dengan resin (Annusavice 2003,
hal.423).
c) Komposit Hybrid dan Microhybrid
Composite hibrida memiliki dua jenis pengisi yang dicampur bersama-
sama : ( 1 ) partikel halus rata-rata ukuran partikel 2 sampai 4 um dan ( 2 ) 5 %
sampai 15 % dari partikel microfine, biasanya silika , ukuran partikel 0,04-0,2
um . Dalam microhybrid composite, partikel-partikel halus yang lebih rendah
rata-rata ukuran partikel ( 0,04-1 pm ) dicampur dengan silika microfine.
Partikel halus dapat diperoleh dengan menggiling kaca ( misalnya , kaca
borosilikat , lithium atau barium aluminium silikat kaca, strontium atau seng
kaca) , kuarsa , atau bahan keramik dan memiliki bentuk yang tidak beraturan .
Distribusi partikel filler menyediakan kemasan efisien sehingga filler loading
yang tinggi adalah mungkin dengan tetap menjaga penanganan yang baik dari
composite untuk penempatan klinis.
5
Composite microhybrid mungkin berisi 60 % sampai 70 % volume filler ,
yang, tergantung pada kepadatan pengisi , diterjemahkan menjadi 77 % sampai
84 % berat dalam composite. Kebanyakan produsen melaporkan konsentrasi
filler dalam persen berat ( % berat ).
Hibrida dan microhybrids memiliki ketahanan aus klinis yang baik dan
sifat mekanik dan cocok untuk aplikasi stres - bantalan . Namun, mereka
kehilangan polish permukaan mereka dengan waktu dan menjadi kasar dan
kusam. (Craig R. G. & Powers J. M., 2012)
Selain berdasarkan ukuran fillernya, komposit juga dapat dikelompokkan
berdasarkan cara aktivasinya. Berdasarkan cara aktivasinya, komposit dapat
digolongkan menjadi dua yaitu secara kimiawi (sel cured) dan dengan
menggunakan cahaya atau sinar (light cured).
a.) Aktivasi Secara Kimiawi (self cured)
Produk yang diaktivasi secara kimia ini terdiri dari dua pasta, pasta yang
satu mengandung benzoyl peroxide (BP) initiator dan yang satu lagi
mengandung aktivator aromatic amine tertier. Sewaktu aktivasi, rantai –O–O–
putus dan elektron terbelah diantara kedua molekul oksigen (O). Pasta katalis
dan base diletakkan di atas mixing pad dan diaduk dengan menggunakan
instrument plastis selama 30 detik. Dengan pengadukan tersebut, amine akan
bereaksi dengan BP untuk membentuk radikal bebas dan polimerisasi dimulai.
Adonan yang telah siap diaduk kemudian dimasukkan ke dalam kavitas dengan
menggunakan instrument plastis atau syringe (Annusavice, 2003)
b.) Aktivasi menggunakan cahaya (light cured)
Untuk material dengan pengaktivasian cahaya tampak, system inisiator
terdiri dari campuran dari diketon dan amina. Camphorquinone adalah diketon
yang umum digunakan, yang cepat membentuk radikal bebas dengan kehadiran
amina dan radiasi dengan panjang gelombang dan intensitas yang tepat.
( McCabe dan Walls 2008, Hal. 199)
Tahapan polimerisasi resin komposit sinar terdiri atas inisiasi, propagasi,
dan terminasi. Pada tahap inisiasi melibatkan produksi radikal bebas, yang
akan mendorong rantai polimer untuk menciptakan rantai awal. Radikal bebas
6
adalah bahan kimia yang sangat mudah bereaksi karena memiliki elektron
bebas. Pada tahan propagasi terjadi penambahan monomer terus menerus yang
mendorong terbentuknya rantai polimer. Tahap terakhir adalah tahap terminasi,
di mana telah membentuk molekul yang stabil.
Gambar 7. Tahapan polimerisasi resin komposit
Waktu penyinaran untuk polimerisasi bervariasi tergantung pada jenis
light-curing unit, jenis, kedalaman dan keteduhan dari komposit. Waktu dapat
bervariasi dari 20 sampai 60 detik untuk tebal restorasi 2 mm. Microfilled
komposit memerlukan pemaparan lebih lama dari microhybrid komposit
karena partikel filler kecil menghamburkan cahaya yang lebih. Komposit yang
lebih buram memerlukan waktu pemaparan yang lebih lama (sampai 60 detik).
(Van Noort 2007, hal 107)
7
Setelah pencampuran, komposit memiliki waktu antara 1 sampai 11/2
menit. Campuran akan mulai mengeras dan tidak dapat di rubah sampai dengan
seitar 4 sampai 5 menit dari awal campuran. Komposit ini mengandung
akselerator kimia dan aktivator ringan. Sehingga polimerisasi dapat dimulai
dengan cahaya dan kemudian dilanjutkan dengan mekanisme self-cured. (Craig
2002, hal 246)
Pada praktikum ini kami melakukan percobaan untuk mengaplikasikan
resin komposit dengan menggunakan aktivasi sinar (light cured) pada Teflon /
cetakan yang telah di persiapkan terlebih dahulu.
Sistem aktivasi menggunakan cahaya ini pertama kali diformulasikan
untuk sinar ultraviolet (UV) membentuk radikal bebas. Pada masa kini,
komposit yang menggunakan curing sinar UV telah digantikan dengan sistem
aktivasi sinar tampak biru yang telah diperbaiki dalam hal kedalaman curing,
masa kerja terkontrol, dan berbagai kebaikan lainnya. Karena dapat
menghasilkan hasil restorasi yang baik, komposit yang menggunakan aktivasi
sinar tampak biru lebih banyak digunakan dibanding material yang diaktivasi
secara khemis. Seperti pada praktikum kali ini, sinar yang digunakan
merupakan sinar tampak biru dengan panjang gelombang yang diukur terlebih
dahulu sebelum pengaplikasian komposit. Pengukuran panjang gelombang
sinar diukur dengan menggunakan alat Visible curing light meter
Pada praktikum kali ini komposit yang menggunakan aktivasi dari sinar
tersebut, terdiri dari pasta tunggal yang diletakkan dalam syringe tahan cahaya.
Pasta ini mengandung photosensitizer, Camphorquinone (CQ) dengan panjang
gelombang diantara 400-500 nm dan amine yang menginisiasi pembentukan
radikal bebas. Bila bahan ini, terkontaminasi sinar tampak biru (visible blue
light, panjang gelombang ~468nm) memproduksi fase eksitasi dari
photosensitizer, dimana akan bereaksi dengan amine untuk membentuk radikal
bebas sehingga terjadi polimerisasi lanjutan.
Working time bagi komposit tipe ini juga tergantung pada operator. Pasta
hanya dikeluarkan dari tube pada saat ingin digunakan karena terkena sinar
8
pada pasta dapat menginisiasi polimerisasi. Pasta diisi kedalam kavitas, disinar
dengan sinar biru dan terjadi polimerisasi sehingga bahan resin mengeras.
Camphorquinone (CQ) menyerap sinar tampak biru dan membentuk fase
eksitasi dengan melepaskan elektron seperti amine (dimetyhlaminoethyl
methacrylate [DMAEMA]). (Phillips, Kenneth J. Anusavice,edisi 10)
Meskipun pabrik pembuat memberikan informasi mengenai waktu
pengerasan untuk warna yang berbeda, waktu tersebut didasarkan pada
ketebalan resin tertentu yang terpolimerisasi oleh unit sinar tertentu. Waktu
yang dianjurkan biasanya merupakan batas minimal. Untuk memastikan
polimerisasi maksimal dan keberhasilan klinis, harus digunakan unit sinar
dengan intensitas tinggi, dan intensitas sinar harus dievaluasi secara periodik.
Ujung sinar harus diletakkan sedekat mungkin dengan permukaan resin.
Idealnya, pengerasan harus diawali pada batas resin/gigi sehingga resin
mengkerut ke arah dinding kavitas bukan malah menjauhi dinding kavitas. Ini
dapat dicapai pada pengerasan pertama melalui struktur gigi yang berdekatan
dengan tepi proksimal. Namun, karena sinar ketika melewati jaringan gigi,
tambahan pengerasan diperlukan bila cara ini dilakukan. Waktu pemaparan
harus kurang dari 40 detik, dan ketebalan resin harus tidak lebih tebal dari 2-
2,5 mm. Warna yang lebih gelap memerlukan pemaparan yang lebih lama,
seperti resin yang terpolimerisasi melalui email dan dentin. (Anusavice, 2003,
Hal. 410)
Perbedaan self cure dan light cure antara lain adalah, pada resin self cure
dengan bahan kimia tidak dibutuhkan peralatan yahg rumit, sedangkan pada
light cure peralatannya relative rumit dan mahal, keuntungan dari waktu
pengerasan light cure dapat diatur oleh operator, ada resin komposit light cure
tidak memerlukan pengadukan.
Keuntungan pemakaian resin komposit light cure: waktu penyinaran
yang cepat, kedalaman penyinaran dapat ditentukan, waktu kerjanya tidak
terbatas, mudah untuk dipolis, tidak mengalami diskolorisasi.
Pada percobaan yang telah dilakukan terlihat kalau ketebalan bahan dan
jarak sumber sinar terhadap resin komposit berpengaruh pada kekerasan resin
komposit. Percobaan 1, cetakan komposit pada teflon 2mm memiliki hasil yang
9
lebih keras dibanding dengan cetakan komposit pada teflon 5mm, sedangkan
pada percobaan 2, resin pada teflon 2mm yang disinari dengan jarak 0mm dari
sumber cahaya memiliki hasil resin yang lebih keras dibandingkan dengan
resin yang disinari 10mm dari sumber cahaya.
6. Kesimpulan
Pada proses polimerisasi resin arilik dibutuhkan sinar tampak yang akan
menimbulkan radikal bebas yang diperlukan oleh reaksi polimerisasi resin.
Kekerasan resin hasil polimerisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah ketebalan bahan, dan jarak sumber sinar pada saat
penyinaran.
7. Daftar pustaka
Craig, Robert G., Powers, John M., Wataha, Joint C., 2012. Dental
Materials Properties and Manipulation. 13th ed. Mosby Elsevier,
Missour.
Mc Cabe and Walls. 2008. Applied Dental Material. 9th ed. Blackwell
Science publ.
Anusavice, K. J. 2003. Phillip’s : Science of Dental Material. USA :
WB Elsevier, Saunders Company.
10