isi laporanjj
DESCRIPTION
kuTRANSCRIPT
-
RANCANGAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN
PADA INDUSTRI KECIL PENGASAPAN IKAN BANDENG
DI KABUPATEN SERANG
PROVINSI BANTEN
ADI GUSTUMAILI
1008061
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI
PROGRAM BEASISWA TENAGA PENYULUH LAPANGAN
AKADEMI KIMIA ANALISIS
BOGOR
2011
-
ADI GUSTUMAILI. Rancangan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Industri Kecil Pengasapan Ikan Bandeng di Kabupaten Serang Provinsi Banten.
Dibimbing oleh MAMAN SUKIMAN.
RINGKASAN
Jenis industri yang memiliki peluang cukup besar di Kabupaten Serang
adalah industri pengasapan ikan. Pengasapan ikan merupakan salah satu cara yang
dilakukan untuk mengawetkan dan memberi warna, aroma dan cita rasa yang khas.
Industri pengasapan ikan umumnya adalah industri skala kecil dengan kapasitas
produksi dan tenaga kerja yang terbatas serta teknologi yang digunakan masih
sederhana.
Masalah yang sering timbul pada industri kecil adalah sisa bahan dari proses
produksi yang tidak diolah sehingga menjadi salah satu faktor pencemar yang dapat
merusak lingkungan. Pada industri pengasapan ikan, limbah yang dihasilkan berupa
limbah padat, cair, gas (asap/debu) serta bau yang merupakan hasil dari proses
pengolahan ikan tersebut. Parameter limbah tersebut antara lain: minyak dan lemak,
Total Suspended Solid (TSS) serta Biochemical Oxygen Demand (BOD). Umumnya
industri kecil tidak mengolah limbah yang dihasilkan oleh industrinya. Hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan yang mengakibatkan sulitnya mengubah
perilaku para pelaku industri. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan industri yang mudah untuk diterapkan.
Tujuan dari pengelolaan dan pemantauan lingkungan industri pengasapan
ikan adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih serta ramah
lingkungan. Tujuan tersebut dapat diterapkan melalui metode kerja yang sesuai
dengan prinsip produksi bersih, penerapan sanitasi lingkungan industri serta
dilakukannya pengelolaan limbah cair, padat dan gas secara optimal. Selain itu,
pengelolaan dan pemantauan lingkungan industri pengasapan ikan juga bertujuan
untuk menjadikan industri pengasapan ikan salah satu usaha yang dapat
menghasilkan suatu produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.
-
RANCANGAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN
PADA INDUSTRI KECIL PENGASAPAN IKAN BANDENG
DI KABUPATEN SERANG
PROVINSI BANTEN
LAPORAN TUGAS AKHIR I
Diajukan Guna Melengkapi Syarat Pendidikan Diploma Tiga
Oleh :
ADI GUSTUMAILI
1008061
AKADEMI KIMIA ANALISIS
BOGOR
2011
Pembimbing Akademik
Ir. Maman Sukiman, M.Si.
Direktur
Akademi Kimia Analisis
Ir. Hj. Juli Astuti, M.A.
-
Ku persembahkan karyaku ini untuk orang-orang yang sangat berarti dalam
hidupku, yang selalu memberikan doa dan semangat untuk terus berjuang,
Ayah dan Ibuku tercinta yang telah tersenyum manis disisiNYa,
Kakang, teteh, keponakan serta seluruh keluarga besarku.......
"Seseorang itu akan berkumpul bersama orang yang dikasihinya."
(Bukhari - Muslim)
-
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir I yang berjudul Rancangan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Pada Industri Kecil Pengasapan Ikan Bandeng di Kabupaten Serang Provinsi
Banten.
Penulis menyadari laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Maman Sukiman, M.Si. sebagai Pembimbing Akademik yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan petunjuk serta
saran dalam penyusunan laporan ini.
2. Ibu Ir. Hj. Juli Astuti, M.A. Direktur Akademi Kimia Analisis Bogor serta
seluruh dosen dan staf pengajar yang telah membimbing dan memberikan
materi perkuliahan kepada penulis selama ini.
3. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia yang telah menyelenggarakan
Program Beasiswa Tenaga Penyuluh Lapangan sehingga penulis dapat
melanjutkan pendidikan di AKA Bogor.
4. Ayah dan ibu tercinta yang telah tersenyum manis disisiNya, terimakasih atas
untaian cinta, kasih sayang, pendidikan serta doanya.
5. Keluarga besarku, kakang dan teteh terimakasih telah menjadi sosok luar biasa
yang selalu memberikan doa dan semangat bagi penulis untuk terus berjuang.
6. Rekan-rekan mahasiswa TPL AKA Bogor yang sudah banyak memberikan arti
kehidupan bagi penulis untuk terus berjuang dan berkarya, terimakasih atas
kebersamaannya.
7. Jazakumullah Khairan Katsir kepada rekan-rekan GENTAR 08 yang telah
mewarnai hidup penulis dengan manisnya ukhuwah, tarbiyah serta hamasah
untuk dapat berubah dan merubah. Semoga balasan akan kerasnya perjuangan
selama ini bisa kita rasakan bersama di tempat muliaNya kelak.
-
vi
8. Teman-teman seperjuangan AKA THE GREAT 08 yang telah banyak
membantu, baik waktu, tenaga maupun pemikirannya.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan Laporan Tugas Akhir I ini. Semoga Laporan Tugas Akhir I ini dapat
memberikan informasi dan manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
-
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
RINGKASAN .................................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Industri Kecil .............................................................................................. 3
2.1.1 Definisi Industri ................................................................................ 3
2.1.2 Definisi Industri Kecil ....................................................................... 3
2.1.3 Kriteria Industri Kecil ........................................................................ 3
2.1.4 Manfaat Industri Kecil ....................................................................... 4
2.2 Ikan Bandeng .............................................................................................. 4
2.3 Ikan Sebagai Bahan Mentah ........................................................................ 4
2.3.1 Struktur Tubuh Ikan .......................................................................... 5
2.3.2 Sifat Fisik Ikan .................................................................................. 6
2.3.3 Struktur Daging Ikan ......................................................................... 7
2.4 Komposisi Kimia Ikan ................................................................................ 7
2.5 Pengasapan Ikan .......................................................................................... 10
2.5.1 Prinsip Pengasapan Ikan .................................................................... 10
2.5.2 Tujuan Pengasapan Ikan .................................................................... 10
2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengasapan ............................................ 11
2.5.4 Jenis-jenis Pengasapan ...................................................................... 11
2.5.5 Proses-proses Pada Pengasapan yang Mempunyai
Efek Pengawetan ............................................................................... 13
-
viii
Halaman
2.5.6 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Ikan Asap ..................... 15
2.5.7 Standar Mutu Ikan Asap .................................................................... 16
2.5.8 Baku Mutu Lingkungan Industri Pengasapan Ikan ............................. 17
2.6 Pengendalian Pencemar ............................................................................... 18
2.6.1 Produksi Bersih ................................................................................. 19
2.6.2 Pengelolaan Lingkungan Kerja yang Baik (Good House Keeping) ..... 21
2.6.3 Sanitasi Lingkungan Industri ............................................................. 21
2.6.4 Penghematan Bahan Baku dan Energi ............................................... 27
2.6.5 Minimalisasi Limbah ......................................................................... 28
2.6.6 Daur Ulang ........................................................................................ 28
2.6.7 Recovery ........................................................................................... 28
2.6.8 Pencegahan ....................................................................................... 29
2.6.9 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ........................................... 29
BAB III. PROFIL INDUSTRI ........................................................................ 31
3.1 Potensi Industri Pengasapan Ikan ................................................................ 31
3.1.1 Permintaan ........................................................................................ 32
3.1.2 Peluang Pasar dan Persaingan ............................................................ 32
3.1.3 Kendala Pemasaran ........................................................................... 34
3.2 Aspek Produksi ........................................................................................... 34
3.2.1 Lokasi Produksi ................................................................................. 34
3.2.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan ......................................................... 34
3.2.3 Proses Produksi ................................................................................. 35
3.3 Dampak Industri Pengasapan Ikan ............................................................... 38
3.3.1 Dampak Ekonomi .............................................................................. 38
3.3.2 Dampak Lingkungan ......................................................................... 39
BAB IV. PENGELOLAAN LINGKUNGAN ................................................. 41
4.1 Alternatif Produksi Bersih ........................................................................... 42
4.2 Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan Gas (Asap/Debu) ............................... 45
4.2.1 Limbah Padat .................................................................................... 46
4.2.2 Limbah Cair ...................................................................................... 47
-
ix
Halaman
4.2.3 Limbah Gas (Asap/Debu) .................................................................. 51
4.3 Penerapan Sanitasi Lingkungan Industri ...................................................... 52
BAB V. PEMANTAUAN LINGKUNGAN .................................................... 54
5.1 Cara Uji pH ................................................................................................. 54
5.1.1 Prinsip ............................................................................................... 54
5.1.2 Bahan ................................................................................................ 54
5.1.3 Peralatan ........................................................................................... 55
5.1.4 Persiapan Pengujian .......................................................................... 55
5.1.5 Prosedur ............................................................................................ 55
5.2 Cara Uji Minyak dan Lemak ....................................................................... 55
5.2.1 Prinsip ............................................................................................... 55
5.2.2 Prosedur ............................................................................................ 56
5.2.3 Perhitungan ....................................................................................... 57
5.3 Cara Uji Total Suspended Solid (TSS) ......................................................... 57
5.3.1 Prinsip ............................................................................................... 57
5.3.2 Bahan ................................................................................................ 57
5.3.3 Peralatan ........................................................................................... 58
5.3.4 Persiapan dan Pengawetan Contoh Uji ............................................... 58
5.3.5 Persiapan Pengujian .......................................................................... 59
5.3.6 Prosedur ............................................................................................ 59
5.3.7 Perhitungan ....................................................................................... 60
5.4 Cara Uji Biochemical Oxygen Demand (BOD) ............................................ 60
5.4.1 Prinsip ............................................................................................... 60
5.4.2 Bahan ................................................................................................ 60
5.4.3 Peralatan ........................................................................................... 61
5.4.4 Prosedur ........................................................................................... 61
5.4.5 Perhitungan Nilai BOD5 .................................................................... 64
BAB VI. PENUTUP ........................................................................................ 65
6.1 Simpulan ..................................................................................................... 65
6.2 Saran ........................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 66
LAMPIRAN ..................................................................................................... 68
-
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kebutuhan Manusia Akan Daging Ikan ................................................. 8
2. Komposisi Kimia Daging Ikan ............................................................... 8
3. Persyaratan Mutu Ikan Segar ................................................................. 9
4. Ciri-ciri Ikan Segar dan Busuk .............................................................. 9
5. Beberapa Perbedaan Pengasapan Dingin (Cold Smoking) dan Pengasapan Panas (Hot Smoking) .................................................... 12
6. Standar Mutu Ikan Asap ........................................................................ 17
7. Baku Mutu Limbah Cair Industri Pengolahan Ikan ................................ 18
8. Peralatan yang Digunakan Untuk Pengolahan Ikan Asap ....................... 35
9. Permasalahan Lingkungan Pada Industri Pengasapan Ikan .................... 40
10. Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Pengasapan Ikan .................... 42
11. Beban Pencemar Industri Pengasapan Ikan .............................................. 48
12. Penerapan Sanitasi Industri Pengasapan Ikan ........................................ 52
13. Suhu Penyimpanan Contoh Uji BOD .................................................... 62
14. Jumlah Contoh Uji BOD dan Faktor Pengencerannya ........................... 63
-
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tempat Pencucian Ikan ......................................................................... 36
2. Tempat Pembersihan Ikan ..................................................................... 36
3. Tempat Pengasapan Ikan ....................................................................... 37
4. Limbah Padat Hasi Produksi ................................................................. 46
5. Saluran Pembuangan Limbah Cair ........................................................ 48
6. Asap dari Cerobong .............................................................................. 51
-
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Diagram Alir Proses Pembuatan Ikan Asap ........................................... 69
2. Pengolahan Limbah Padat Industri Pengasapan Ikan .............................. 70
3. Perhitungan Dimensi IPAL Industri Pengasan Ikan ................................ 71
4. Perhitungan Efisiensi Pengolahan Limbah Cair Industri Pengasapan Ikan........................................................................ 73
5. Rancangan Tempat Pengolahan Limbah Cair ......................................... 74
-
1
BAB I. PENDAHULUAN
Industri merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam
pembangunan dibidang ekonomi. Peran tersebut mendorong industri untuk dapat
mengembangkan pembangunan secara seimbang dan terpadu dengan cara
meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dan mendayagunakan secara
optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia. Dampak dari
pembangunan yang semakin meningkat adalah pencemaran yang merusak
lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi
penunjang kehidupan menjadi rusak.
Kabupaten Serang merupakan salah satu wilayah yang terletak di Provinsi
Banten dengan luas wilayah sebesar 1.724,09 Km2 (DISDUKCAPIL KAB.
SERANG, 2011). Kabupaten Serang memiliki potensi daerah dari sektor industri,
perkebunan, pertanian dan perikanan. Potensi unggulan daerah terutama dari
sektor industri, baik kecil maupun besar serta dari perikanan. Industri besar yang
ada antara lain: industri kertas, sepatu, kabel, dan baja. Sedangkan untuk industri
kecil yaitu industri kerajinan tangan, makanan, gerabah, emping melinjo dan
pengolahan ikan.
Jenis industri yang memiliki peluang cukup besar di Kabupaten Serang
adalah industri pengasapan ikan. Sektor perikanan laut di Indonesia baru
dimanfaatkan sekitar 59% dari total kekayaan yang ada yaitu sekitar 6,7 juta
ton/tahun (DIREKTORAT KREDIT, BPR DAN UMKM, 2009). Hal ini
membuktikan bahwa pengembangan perikanan ke arah industri memiliki peluang
yang cukup besar.
Pengasapan ikan merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk
mengawetkan dan memberi warna, aroma dan cita rasa yang khas. Proses
pengasapan bisa menghentikan aktivitas mikroba pembusuk dan enzim perusak
dalam daging ikan sehingga proses pembusukan dapat dicegah. Teknik
pengasapan sendiri pada prinsipnya merupakan proses penarikan air oleh berbagai
senyawa yang berasal dari asap (MASITHOH, 2008).
-
2
Industri pengasapan ikan umumnya adalah industri skala kecil dengan
kapasitas produksi dan tenaga kerja yang terbatas serta teknologi yang digunakan
masih sederhana. Masalah yang sering timbul pada industri kecil adalah sisa
bahan dari proses produksi yang tidak diolah sehingga menjadi salah satu faktor
pencemar yang dapat merusak lingkungan.
Pada industri pengasapan ikan, limbah yang dihasilkan berupa limbah padat,
cair dan gas (asap/debu) yang merupakan hasil dari proses pengolahan ikan
tersebut. Limbah padat yang dihasilkan berupa sisik, potongan bagian yang tidak
dibutuhkan, dan isi perut (jeroan). Sedangkan untuk limbah cair yaitu air
pencucian dan darah. Selain itu dampak yang dihasilkan dari proses pengasapan
adalah asap dan timbulnya bau. Pada umumnya industri kecil tidak mengolah
limbah tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan. Hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan yang mengakibatkan sulitnya mengubah
perilaku para pelaku industri. Pencemaran lingkungan akibat sisa dari proses
produksi yang dilakukan harus ditanggulangi secara berkelanjutan. Oleh karena
itu pengelolaan dan pemantauan lingkungan industri diharapkan dapat diterapkan
sehingga mampu menjadi alat penyeimbang antara pertumbuhan ekonomi dan
kelestarian lingkungan hidup.
Tujuan dari pengelolaan dan pemantauan lingkungan industri pengasapan
ikan adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih serta ramah
lingkungan. Tujuan tersebut dapat diterapkan melalui metode kerja yang sesuai
dengan prinsip produksi bersih, penerapan sanitasi lingkungan industri serta
dilakukannya pengelolaan limbah cair, padat dan gas secara optimal. Selain itu,
pengelolaan dan pemantauan lingkungan industri pengasapan ikan juga bertujuan
untuk menjadikan industri pengasapan ikan salah satu usaha yang dapat
menghasilkan suatu produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.
-
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Kecil
2.1.1 Definisi Industri
Menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian, yang
dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun
dan perekayasaan industri (DITJEN IKM KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
RI, 2009).
2.1.2 Definisi Industri Kecil
Industri kecil adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang
industri dengan nilai investasi paling banyak Rp. 500 juta tidak termasuk nilai
tanah dan bangunan tempat usaha (DITJEN IKM KEMENTERIAN
PERINDUSTRIAN RI, 2009). Industri kecil menurut Undang-Undang No. 9
tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki
hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih,
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta.
2.1.3 Kriteria Industri Kecil
1. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan
operasi.
2. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap
sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan
tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.
3. Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal
sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari
modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat,
pedagang perantara, bahkan rentenir.
4. Sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dimilikinya status
hukum.
-
4
2.1.4 Manfaat Industri Kecil
1. IKRT (industri kecil rumah tangga) menyerap banyak tenaga kerja.
2. Kecenderungan menyerap banyak tenaga kerja umumnya membuat
banyak IKRT juga intensif dalam menggunakan sumber daya alam lokal.
3. Lokasinya banyak di pedesaan, sehingga pertumbuhan IKRT akan
menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja,
pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi
pendapatan, dan pembangunan ekonomi di pedesaan.
2.2. Ikan Bandeng
Bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat.
Bandeng merupakan hasil tambak, dimana budidaya hewan ini mula-mula
merupakan pekerjaan sampingan bagi nelayan yang tidak dapat pergi melaut.
Itulah sebabnya secara tradisional tambak terletak di tepi pantai. Bandeng
merupakan hewan air yang dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau.
Selain itu bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya
menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih
dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas
yang relatif rendah. Jika dikelola dengan sistem yang lebih intensif produktivitas
bandeng dapat ditingkatkan hingga 3 kali lipatnya.
Ikan bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab bandeng adalah
sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Bandeng presto, bandeng asap,
otak-otak adalah beberapa produk bandeng olahan yang dapat dijumpai dengan
mudah di supermarket. Selama sepuluh tahun terakhir permintaan bandeng
meningkat dengan 6,33% rata-rata per tahun, tetapi produksi hanya meningkat
dengan 3,82%.
2.3 Ikan Sebagai Bahan Mentah
Ikan merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan
mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia serta
memiliki jaringan pengikat yang sedikit sehingga bisa dengan mudah dicerna oleh
tubuh manusia. Hasil-hasil perikanan merupakan sumber daya alam yang sangat
-
5
besar manfaatnya untuk kehidupan manusia. Manfaat tersebut diantaranya sebagai
sumber energi, membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, memperkuat
daya tahan tubuh serta memperlancar proses fisiologis dalam tubuh.
Menurut ADAWYAH (2008) kelebihan dan kekurangan produk perikanan
dibanding dengan produk hewani lainnya adalah sebagai berikut:
1. Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) dalam tubuh ikan tersusun oleh
asam-asam amoino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino
dalam tubuh manusia.
2. Daging ikan mudah dicerna oleh tubuh karena mengandung sedikit tenunan
pengikat (tendon).
3. Daging-daging ikan mengandung asam-asam lemak tak jenuh dengan kadar
kolesterol sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Disamping itu, ikan juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
1. Kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan yang mendekati netral,
dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis
menyebabkan daging sangat lunak, sehingga menjadi media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri pembusuk.
2. Kandungan asam lemak tak jenuh mengakibatkan daging ikan mudah
mengalami proses oksidasi sehingga menyebabkan bau tengik.
2.3.1 Struktur Tubuh Ikan
Pada umumnya ikan mempunyai bentuk yang simetris kecuali untuk ikan
sebelah. Tubuh ikan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala mulai dari bagian
dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Badan, akhir tutup insang sampai
pangkal sirip anal, dan dari sirip anal sampai ujung ekor disebut bagian ekor. Ikan
memiliki beberapa sirip, yaitu sirip pektoral atau sirip dada, sepasang sirip ventral
atau sirip perut, sirip dorsal atau sirip punggung, sirip anal atau sirip dubur, dan
sirip ekor.
Permukaan ikan terbungkus kulit yang bersisik atau semacam duri yang
bersusun. Kulit ikan tersebut membungkus daging yang didukung oleh sisitem
tulang. Pada bagian dalam tubuh terdapat organ yang menjalankan berbagai
fungsi fisiologis, seperti pencernaan, perkembangbiakan, jantung, empedu, dan
-
6
gelembung renang. Jaringan daging ikan terdapat pada kepala, badan dan ekor
tetapi sebagian besar pada bagian badan terdiri dari dua jaringan perut, dua
jaringan punggung, dan empat longitudinal. Sel atau jaringan daging utama yang
merupakan unsur dasar fungsional dan morfologi memiliki struktur yang
kompleks.
Permukaan tubuh ikan dibungkus selaput tipis, sarcolemma yang
mengandung myofibril yang mengandung protein penggerak, yaitu aktin dan
myosin, serta sarkoplasma. Bagian sarkloplasma mengandung mitokondria dan
mikrosoma yang memiliki enzim untuk pernapasan, sintesis protein, menyimpan
glikogen, lemak, dan lain-lain (ADAWYAH, 2008).
2.3.2 Sifat Fisik Ikan
Ada beberapa bentuk tubuh ikan yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan
dalam melakukan pengolahan hasil perikanan, yaitu sebagai berikut:
1. Bentuk torpedo, mirip dengan bentuk peluru torpedo pada kapal selam,
silindris, melancip dibagian ujung tubuh, misalnya ikan tuna, tenggiri, dan
lemuru.
2. Bentuk panah, pipih memanjang dengan sirip dubur dan sirip punggung
saling bersebrangan, misalnya ikan layur.
3. Bentuk pipih, baik vertikal biasanya ikan sebelah atau horizontal misalnya
ikan pari.
4. Bentuk mirip ular, bulat, dan sangat panjang misalnya belut dan sidat.
Di dalam industri perikanan, ukuran ikan biasanya diukur dari ujung mulut
sampai pangkal ekor, tetapi kadang-kadang ikan diukur panjang keseluruhan
(overall) sampai ujung ekor. Ikan yang berumur lebih tua terkadang ukurannya
lebih panjang dan gemuk. Pada umur yang sama, ukuran ikan betina biasanya jauh
lebih besar dibandingkan ikan jantan. Pada saat matang telur, ikan mengalami
penambahan berat dan volume. Setelah bertelur, ikan akan mengalami penurunan
berat badan (ADAWYAH, 2008).
-
7
2.3.3 Struktur Daging Ikan
Daging ikan dibagi menjadi tiga tipe, yaitu daging yang bergaris
melintang/lurik, daging yang polos, dan otot jantung. Daging ikan hampir
seluruhnya terdiri dari daging bergaris melintang yang dibentuk oleh serabut-
serabut daging. Daging ikan bergaris melintang menurut warnanya, dikenal
dengan dua jenis daging, yaitu daging ikan putih dan merah.
Warna merah pada daging ikan disebabkan adanya gurat sisi (paternal line)
yang padat saraf. Saraf itu dilapisi dengan lemak dan dialiri pembuluh-pembuluh
darah. Bagian tersebut banyak mengandung lemak dan mioglobin. Perbedaan
warna pada daging ikan disebabkan adanya kandungan pigmen daging atau yang
dikenal dengan mioglobin.
Ikan dapat mengandung kedua jenis warna daging tersebut yang proporsinya
bergantung dari jenis ikannya. Ikan dengan banyak bagian daging yang berwarna
putih disebut ikan berdaging putih, daging ikan disebut berwarna merah apabila
proporsi daging merah lebih banyak dari pada daging putih. Daging yang
berwarna merah hanya terdapat dibagian samping dari tubuh ikan di bawah kulit,
sedangkan daging yang berwarna putih terdapat hampir di semua bagian tubuh
ikan (ADAWYAH, 2008).
2.4 Komposisi Kimia Ikan
Sejak beberapa abad yang lalu, manusia telah memafaatkan ikan sebagai
salah satu bahan pangan yang banyak mengandung protein 18-30%. Protein ikan
sangat diperlukan karena mengandung asam amino esensial, nilai biologisnya
tinggi (90%), lebih murah dibandingkan dengan sumber protein yang lain, dan
mudah dicerna. Selain kandungan protein, ikan juga mengandung lemak yang
bersifat tak jenuh, vitamin, mineral, dan jaringan pengikatnya sedikit sehingga
mudah dicerna.
Ikan adalah hewan yang memiliki nilai biologis tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian, daging ikan mempunyai nilai biologis sebesar 90%. Nilai biologis
adalah perbandingan antara jumlah protein yang dapat diserap dengan jumlah
protein yang dikeluarkan oleh tubuh. Artinya, apabila berat daging ikan yang
-
8
dimakan 100 g, jumlah protein yang akan diserap oleh tubuh lebih kurang 90%,
dan hanya 10% yang terbuang (ADAWYAH, 2008).
Secara umum kebutuhan manusia akan daging ikan berbeda-beda sesuai
dengan keadaan atau kondisi konsumen. Kebutuhan manusia akan daging ikan
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Manusia Akan Daging Ikan
No Keadaan Manusia
Tingkat Kebutuhan
Protein Daging Ikan
(gram/orang/hari)
1. Anak-anak 25-40 125-200
2. Laki-laki dewasa 50-60 250-325
3. Wanita dewasa 50-55 250-275
4. Wanita hamil 60-75 300-375
5. Wanita menyusui 75-80 375-400
Sumber : Adawyah, 2008
Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan memiliki komposisi kimia seperti
terlihat pada tebel berikut.
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan
Komposisi Jumlah Kandungan (%)
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Vitamin & Mineral
60-84
18-30
0,1-0,2
0,0-1,0
Sisanya
Sumber : Suhartini, 2005
Ikan lebih dianjurkan untuk dikonsumsi dibandingkan daging hewan lainnya
terutama bagi yang menderita kelebihan kolesterol dan gangguan tekanan darah
ataupun jantung. Namun, ikan segar mudah sekali menjadi busuk. Setelah
ditangkap, ikan akan mengalami kekakuan kemudian diikuti oleh proses
pembusukan. Ikan yang telah busuk tidak baik untuk dikonsumsi karena
mengandung bakteri yang dapat membahayakan kesehatan.
-
9
Kesegaran ikan memegang peranan penting dalam menentukan mutu
produk hasil olahan ikan. Ada persyaratan khusus untuk bahan baku ikan yang
akan diolah sebagai bahan pangan. Persyaratan bahan baku ikan secara
organoleptik dan mikrobilogi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan Mutu Ikan Segar
Jenis Uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Angka (1-9) 7
b. Cemaran Mikroba*:
ALT
Escherchia coli
Salmonella
Vibrio Cholerae
Koloni/g
APM/g
APM/25g
APM/25g
Maksimal 5,0 x 105
Maksimal < 2
Negatif
Negatif
c. Cemaran Kimia*:
Raksa (Hg)
Timbal (Pb)
Histamin
Cadmium (Cd)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maksimal 0,5
Maksimal 0,4
Maksimal 100
Maksimal 0,1
d. Parasit* Ekor Maksimal 0
*) Bila diperlukan
ALT: Angka Lempeng Total
Uji Organoleptik meliputi: Penampakan, bau dan tekstur
Sumber: SNI 01-2729.1-2006
Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan, tetapi hanya dapat dipertahankan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui perubahan-perubahan yang
terjadi setelah ikan mati. Tindakan penanganan yang baik dapat dilakukan dalam
upaya mempertahankan kesegaran ikan sehingga dapat digunakan sebagai bahan
baku ikan asap. Ciri-ciri ikan segar dan ikan busuk dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Ciri-ciri Ikan Segar dan Busuk
Parameter Ikan Segar Ikan Busuk
Mata
Pupil hitam menonjol dengan
kornea jernih, bola mata
cembung dan cemerlang atau
cerah.
Pupil mata kelabu tetutup lendir
seperti putih susu, bola mata
cekung dan keruh.
Insang
Warna merah cemerlang atau
merah tua tanpa adanya
lendir, tidak tercium bau yang
menyimpang (off odor).
Warna merah cokelat sampai
keabu-abuan, bau menyengat,
lendir tebal.
Tekstur
daging
Elastis dan jika ditekan tidak
ada bekas jari, serta padat
atau kompak.
Daging kehilangan elastisitasnya
atau lunak dan jika ditekan maka
ada bekas jari.
-
10
Tabel 4. (Lanjutan)
Parameter Ikan Segar Ikan Busuk
Keadaan
kulit dan
lendir
Warnanya sesuai dengan
aslinya dan cemerlang, lendir
dipermukaan jernih dan
transparan serta baunya segar
khas menurut jenisnya.
Warnanya sudah pudar dan
memucat, lendir tebal dan
menggumpal serta lengket,
warnanya berubah seperti putih
susu.
Keadaan
perut dan
sayatan
daging
Perut tidak pecah masih utuh
dan warna sayatan daging
cemerlang serta jika ikan
dibelah daging melekat kuat
pada tulang terutama
rusuknya.
Perut sobek, warna sayatan
kurang cemerlang dan terdapat
warna merah sepanjang tulang
belakang serta jika dibelah
daging mudah lepas.
Bau
Spesifik menurut jenisnya,
dan segar seperti bau rumput
laut.
Bau menusuk seperti asam asetat
dan lama kelamaan berubah
menjadi bau busuk yang
menusuk hidung.
Sumber : Junianto, 2003
2.5 Pengasapan Ikan
2.5.1 Prinsip Pengasapan
Tujuan pengasapan ikan, pertama untuk mendapatkan daya awet yang
dihasilkan asap. Tujuan kedua untuk memberikan aroma yang khas tanpa
memperhatikan kemampuan daya awetnya.
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan
memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia
alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan
terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan
panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air
yang ada dipermukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas
pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (ADAWYAH,
2008).
2.5.2 Tujuan Pengasapan
Ikan asap sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Umumnya orang
mengawetkan daging dan ikan dengan cara dikeringkan dibawah terik matahari.
Namun, pada musim hujan dan musim dingin orang mengeringkannya dengan
bantuan api sehingga pengaruh asap pun tidak dapat dihindarkan.
-
11
Pengasapan yang dihasilkan dari pembakaran kayu menyebabkan terjadinya
proses pengeringan. Selain akibat panas, proses pengeringan terjadi karena adanya
proses penarikan air dari jaringan tubuh ikan oleh penyerapan berbagai senyawa
kimia yang berasal dari asap.
Pengasapan ikan merupakan cara pengawetan ikan dengan menggunakan
asap yang berasal dari pembakaran kayu atau bahan organik lainnya. Pengasapan
ikan dilakukan dengan tujuan (ADAWYAH, 2008):
a. Untuk mengawetkan ikan dengan memanfaatkan bahan-bahan alam
b. Untuk memberi rasa dan aroma yang khas
2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengasapan
Faktor yang mempengaruhi proses pengasapan diantaranya suhu
pengasapan. Agar penempelan dan pelarutan asap berjalan efektif, suhu awal
pengasapan sebaiknya rendah. Jika pengasapan langsung dilakukan pada suhu
tinggi, maka lapisan air pada permukaan tubuh ikan akan cepat menguap dan
daging ikan cepat matang sehingga akan menghambat proses penempelan asap.
Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu pengasapan dapat dinaikan
untuk membantu proses pengeringan dan pematangan ikan.
Faktor lain yang mempengaruhi pengasapan adalah kelembaban udara, jenis
kayu, jumlah asap, dan kecepatan aliran asap didalam alat pengasap. Faktor
tersebut akan mempengaruhi banyaknya asap yang kontak dan menempel pada
ikan (ADAWYAH, 2008).
2.5.4 Jenis-jenis Pengasapan
Ada dua jenis pengasapan yaitu pengasapan dingin (cold smoking) dan
pengasapan panas (hot smoking), semuanya bergantung jumlah panas yang
dibutuhkan. Perbedaan antara pengasapan dingin dengan pengasapan panas dapat
dilihat pada Tabel 5.
-
12
Tabel 5. Beberapa Perbedaan Pengasapan Dingin (Cold Smoking) dan Pengasapan
Panas (Hot Smoking)
Jenis Pengasapan Temperatur Waktu Daya Awet
Pengasapan dingin
(cold smoking)
40-50 0C 1-2 minggu 2-3 minggu sampai
beberapa bulan
Pengasapan panas
(hot smoking)
70-100 0C Beberapa jam Beberapa hari
Sumber : Adawyah, 2008
Suhu yang digunakan untuk pengasapan panas (hot smoking) cukup tinggi
sehingga daging ikan menjadi matang. Daya awet ikan yang didapat melalui
pengasapan panas dipengaruhi oleh garam, asap, dan panas. Sedangkan pada ikan
dengan pengasapan dingin (cold smoking) dipengaruhi oleh garam, asam, dan
pengeringan. Pengeringan tersebut akan terjadi akibat aliran asap dalam jangka
waktu yang lama. Hal ini sangat penting karena daya awet yang ditimbulkan oleh
asap dan garam tidak mencukupi. Pengasapan yang terlalu lama dan pemakaian
asap yang terlalu panas akan menghilangkan kelezatan ikan karena terlalu banyak
air yang hilang (ADAWYAH, 2008).
Proses pengasapan dapat berlangsung melalui beberapa tahap. Tahap
pertama yaitu penggaraman. Penggaraman dilakukan dengan jumlah garam yang
bervariasi, bergantung pada tujuan. Tahap kedua yaitu pencucian ikan. Tahap ini
bertujuan untuk mengurangi kadar garam pada kulit dan menghilangkan kristai-
kristal garam pada permukaan daging ikan. Tahap selanjutnya, ikan digantung
ditempat yang kering dan teduh selama 1-2 jam. Apabila memungkinkan, di
tempat terbuka yang tertutup angin. Hal ini bertujuan untuk mengeringkan bagian
permukaan ikan hingga terbentuk pellicle, yaitu permukaan ikan yang licin dan
elastis, terutama ikan-ikan yang tidak bersisik. Alat penggantung ikan yang
dipakai dalam pengeringan tersebut biasanya penggantung ikan yang dipakai pada
proses pengasapan. Timbulnya pellicle mempercepat penempelan partikel-partikel
asap pada ikan (ADAWYAH, 2008).
-
13
2.5.4.1 Pengasapan Dingin (Cold Smoking)
Pengasapan dingin (cold smoking) merupakan cara pengasapan pada suhu
rendah, yaitu pada suhu 40-500C. Waktu pengasapan dapat mencapai 1-2 minggu.
Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau
protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya, ikan asap yang dihasilkan
masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap dikonsumsi masih
perlu diolah kembali menjadi produk yang siap untuk dikonsumsi (ADAWYAH,
2008).
2.5.4.2 Pengasapan Panas (Hot Smoking)
Pengasapan panas (hot smoking) adalah pengasapan ikan yang
menggunakan suhu yang cukup tinggi, yaitu 70-1000C. Waktu pengasapan lebih
singkat, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam, hal ini dikarenakan
tingginya suhu pengasapan sehingga daging ikan hasil pengasapan pun menjadi
masak dan dapat langsung dikonsumsi tanpa perlu diolah terlebih dahulu.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif
sehingga dapat mencegah pembusukan. Proses pengawetan tersebut juga
dikarenakan adanya asap. Jika suhu yang digunakan 30-500C maka disebut
pengasapan panas dengan suhu rendah dan jika 50-900C, maka disebut
pengasapan panas pada suhu tinggi (ADAWYAH, 2008).
2.5.5 Proses-proses Pada Pengasapan yang Mempunyai Efek Pengawetan
Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek
pengawetan, yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapannya
sendiri.
2.5.5.1 Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kering (dry salting)
dan penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan
daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air dan
menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi tertentu, garam
-
14
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu garam juga menyebabkan
daging ikan menjadi enak.
2.5.5.2 Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam kamar asap
yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung
menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air
dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan memberikan efek
pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif pada produk-produk
berair. Oleh karena itu, proses pengeringan mempunyai peranan yang sangat
penting dan ketahanan mutu produk bergantung kepada banyaknya air yang
diuapkan.
2.5.5.3 Pemanasan
Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pengasapan
dingin. Pada pengasapan dingin panas yang timbul karena asap tidak begitu tinggi
efek pengawetannya hampir tidak ada. Daya awet ikan dapat ditingkatkan dengan
cara memperpanjang waktu pengasapan. Pada pengasapan panas karena jarak
antara sumber api (asap) dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih tinggi
sehingga ikan menjadi masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas
enzim-enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan
menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi selain diasapi ikan
juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan.
2.5.5.4 Pengasapan
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan member warna dan
rasa spesifik pada ikan. Sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas
(bergantung kepada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan
lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya,
misalnya dengan pemakaian zat-zat pengawet atau penyimpanan pada suhu
rendah.
-
15
2.5.6 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Ikan Asap
2.5.6.1 Bahan Mentah (Raw Material)
Pengasapan tidak dapat menyembunyikan atau menutupi karakteristik-
karakteristik dari ikan yang sudah rendah kualitasnya. Ikan asap yang bermutu
baik harus menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar. Selain segar
faktor-faktor lainnya juga dapat menentukan mutu dari produk akhir, misalnya
pengaruh musim dan kondisi ikan tersebut. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa
ikan asap yang dibuat dari ikan kurus yang baru bertelur mempunyai rupa dan
rasa yang kurang enak bila dibandingkan dengan ikan asap yang dibuat dari ikan-
ikan gemuk dan dalam kondisi yang sangat baik.
2.5.6.2 Perlakuan-perlakuan Pendahuluan (Pre Treatments)
Ada beberapa jenis ikan asap yang dibuat dari ikan utuh atau ikan yang
sudah dipotong tanpa kepala. Jenis ikan asap yang lain ada dalam bentuk sayatan
(fillet) atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik
tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus
benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman.
Pada umumnya penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman basah atau
larutan (brine salting). Untuk mendapatkan perlakuan yang seragam campuran air
garam dan ikan harus sekali-sekali diaduk. Ikan asap yang bermutu baik dapat
diperoleh dengan menggunakan larutan garam yang mempunyai kejenuhan antara
70 80%. Larutan di atas 100% akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya
kristal-kristal garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila menggunakan
larutan garam yang kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap
yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang merupakan hal yang
sangat penting pada proses pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan
harus selalu dikontrol. Seringkali penambahan garam ke dalam larutan garam
dilakukan secara sembarangan saja tanpa mengguankan salinometer (alat untuk
mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan (batch) harus
menggunakan larutan garam baru dan wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu
untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan oleh bakteri-bakteri dan kotoran-
-
16
kotoran yang berasal dari insang dan sisik ikan-ikan yang telah digarami
sebelumnya. Efek lain yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian larutan garam
bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini akan membentuk gumpalan-
gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga menyebabkan rupa ikan tidak
menarik lagi.
2.5.6.3 Pengeringan Sebelum Pengasapan
Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan tahap
pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan.
Pengeringan atau penirisan dapat dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas
rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi
iklim di mana kelembaban nisbi rendah. Akan tetapi bila iklim setempat
mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat
lambat, maka tahap pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering.
Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak
lengket dan setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi
mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu kriteria yang diinginkan pada ikan
asap yang bermutu baik. Kilap yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan
larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 80%, sedangkan kejenuhan yang
lebih rendah akan mengakibatkan rupa yang agak suram.
2.5.7 Standar Mutu Ikan Asap
Ikan asap harus diolah dengan memperhatikan berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, seperti cemaran mikroba dan
kandungan bahan kimia dalam produk. Mutu ikan asap yang dihasilkan harus
memenuhi standar yang telah ditetapkan, yaitu harus sesuai dengan SNI 2725.1:
2009. Standar mutu ikan asap dapat dilihat pada Tabel 6.
-
17
Tabel 6. Standar Mutu Ikan Asap
Jenis Uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7
b. Cemaran Mikroba
ALT Koloni/g Maksimal 1,0 x 105
Escherichia coli APM/g Maksimal < 3
Salmonella per 25 gr Negatif
Vibrio cholerae* per 25 gr Negatif
Staphylococcus aureus* Koloni/g Maksimal 1,0 x 105
c. Kimia*
Kadar air % fraksi massa Maksimal 60
Kadar Histamin mg/kg Maksimal 100
Kadar Garam % fraksi massa Maksimal 4
*) Bila diperlukan
ALT: Angka Lempeng Total
Uji Organoleptik meliputi: Penampakan, bau dan tekstur
Sumber : SNI 2725.1: 2009b)
2.5.8 Baku Mutu Lingkungan Industri Pengasapan Ikan
Secara umum industri pengasapan ikan tidak melakukan pengolahan limbah
yang dihasilkan, tetapi langsung membuang limbah tersebut ke badan air. Limbah
tersebut mungkin digunakan sebagai bahan makanan oleh jenis ikan tertentu.
Akan tetapi, limbah tersebut juga dapat menghambat pertumbuhan organisme air
yang berada di sekitar saluran pembuangan limbah. Jika limbah terkumpul pada
suatu lokasi, akan terjadi penurunan kandungan oksigen sehingga akan
memusnakan kehidupan perairan, khususnya ikan. Oleh karena itu, pengolahan
limbah harus dilakukan dengan mengacu pada baku mutu yang ada. Baku mutu
industri pengolahan ikan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 6 Tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 7.
-
18
Tabel 7. Baku Mutu Limbah Cair Industri Pengolahan Ikan
Parame-
ter
Kegiatan Pembekuan Kegiatan Pengalengan Pembuatan
Tepung Ikan
Kadar
(mg/L)
Beban Pencemaran
(kg/ton) Kadar
(mg/L)
Beban Pencemaran
(kg/ton) Kadar
(mg/L)
Beban
Pence-
maran
(kg/ton) Ikan Udang
Lain-
lain Ikan Udang
Lain-
lain
pH 6-9
TSS 100 1 3 1,5 100 1,5 3 2 100 1,2
Sulfida - - - - 1 0,015 0,03 0,02 1 0,012
Amonia 10 0,1 0,3 0,15 5 0,075 0,15 0,1 5 0,06
Klor
bebas 1 0,01 0,03 0,015 1 0,015 0,03 0,02 - -
BOD 100 1 3 1,5 75 1,125 2,25 1,5 100 1,2
COD 200 2 6 3 150 2,25 4,5 3 300 3,6
Minyak
Lemak 15 0,15 0,45 0,225 15 0,225 0,45 0,3 15 0,18
Kuanti-
tas Air
Limbah
10 30 15 15 30 20 12
Limbah industri pangan dapat menimbulkan masalah dalam penangannya
kerena mengandung sejumlah protein, lemak serta bahan-bahan kimia yang
digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Pada umumnya, limbah industri
pangan tidak membahayakan kesehatan manusia, karena tidak terlihat langsung
dalam perpindahan penyakit. Akan tetapi kandungan bahan organiknya dapat
bertindak sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan mikroba. Pasokan
makanan yang berlimpah akan mengakibatkan mikroorganisme berkembang biak
dengan cepat.
2.6 Pengendalian Pencemaran
Setiap industri baik skala besar, menengah maupu kecil berkewajiban untuk
mengendalikan dan menanggulangai pencemaran yang diakibatkan industrinya.
Setiap limbah yang keluar dari perusahaannya adalah menjadi kewajiban
pengusaha untuk mengelolanya agar limbah yang dihasilkan tidak sampai
mencemari lingkungan. Limbah yang dihasilkan harus memenuhi kriteria baku
mutu limbah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan peraturan
yang berlaku. Untuk melaksanakan tujuan tersebut akhir-akhir ini diperkenalkan
-
19
penggunaan teknologi bersih (clean tecnologi) yang menggunakan prinsip-prinsip
dasar:
2.6.1 Produksi Bersih
Produksi Bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventif, terpadu dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai
dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk, dan jasa untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya
sehingga dapat meminimalisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan
manusia serta kerusakan lingkungan (KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP,
2009). Produksi bersih (clean production) adalah salah satu pendekatan untuk
merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan
produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan,
dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam
kerangka siklus ekologis.
Produksi bersih merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan
pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa,
dengan meminimumkan dampak terhadap lingkungan dan manusia dari
keseluruhan daur hidup produknya. Secara umum, tujuan dari penerapan produksi
bersih adalah untuk mencapai efisiensi produk/jasa melalui upaya penghematan
penggunaan materi dan energi serta memperbaiki kualitas lingkungan melalui
upaya minimisasi limbah.
2.6.1.1 Prinsip-prinsip Produksi Bersih
Prinsip-prinsip dalam menerapkan produksi bersih dilingkungan industri
adalah sebagai berikut :
Dirancang secara komprehensif dan pada tahap sedini mungkin. Produksi
bersih dipertimbangkan pada tahap sedini mungkin dalam pengembangan
proyek-proyek baru atau pada saat mengkaji proses atau aktivitas yang
sedang berlangsung.
Bersifat proaktif, harus diprakarsai oleh industri dan kepentingan-
kepentingan yang terkait.
-
20
Bersifat fleksibel, dapat mengakomodasi berbagai perubahan,
perkembangan di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, ilmu pengetahuan
dan teknologi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat.
Perbaikan yang berkelanjutan.
2.5.1.2 Manfaat Penerapan Produksi Bersih
Penerapan produksi bersih pada suatu industri akan memberikan manfaat
bagi industri maupun bagi lingkungan, manfaat tersebut antara lain :
Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya
minimisasi limbah, daur ulang, pengolahan dan pembuangan limbah yang
aman.
Mendukung prinsip pemeliharaan lingkungan dalam rangka pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan.
Dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi yang efisien.
Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi
eksploitasi sumber daya alam melalui penerapan daur ulang limbah dari
dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumber daya
alam untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Memberi peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih
terdapat strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction
and in process recycling), yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini,
dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan
untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan
lingkungan.
Memperkuat daya saing produk di pasar global.
Meningkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen
terhadap produk yang dihasilkan.
Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.
-
21
2.6.2 Pengelolaan Lingkungan Kerja yang Baik (Good House Keeping)
Pengelolaan lingkungan yang selama ini dilakukan selalu dianggap sebagai
suatu pengelolaan yang memerlukan pengoperasian dan biaya yang mahal.
Persepsi ini terkadang menyebabkan keengganan suatu kegiatan usaha untuk
melakukan pengelolaan lingkungan, baik pada kegiatan usaha skala besar,
menengah maupun kecil. Para pakar telah membuat suatu konsep pengelolaan
lingkungan yang dilakukan secara bertahap, dimulai dari tahap yang paling
sederhana dan murah. Tahap awal dalam pengelolaan lingkungan adalah melalui
Good House Keeping (GHK) atau pengelolaan internal yang baik.
Good House Keeping (GHK) merupakan serangkaian kegiatan yang pada
prinsipnya ditujukan untuk mengamati hal-hal yang sederhana namun dalam
pelaksanaannya tidak hanya didasarkan pada cara membersihkan lingkungan
kerja. Selain itu, GHK juga memerlukan komitmen dari setiap bagian perusahaan
untuk mengatur penggunaan bahan baku, energi dan air secara optimal, yang pada
akhirnya akan meningkatkan produktifitas kerja dan upaya pencegahan
pencemaran lingkungan. GHK berkaitan dengan sejumlah langkah praktis
berdasarkan pertimbangan umum yang dapat dilaksanakan oleh suatu industri atas
inisiatif sendiri untuk meningkatkan kinerja operasional, menyempurnakan
prosedur pembelajaran dalam organisasi serta meningkatkan keselamatan dan
kesehatan kerja (KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP, 2009).
Melalui GHK suatu industri dapat menemukan adanya suatu permasalahan
yang selama ini mungkin tidak disadari. Penerapan GHK dipandu oleh
seperangkat daftar periksa yang memuat pertanyaan-pertanyaan untuk
menemukan masalah yang mungkin ada serta penyebabnya. Jika masalah dan
penyebabnya telah ditemukan, maka suatu industri dapat menemukan langkah
perbaikan yang perlu dilakukan.
2.6.3 Sanitasi Lingkungan Industri
Cara memproduksi pangan yang baik merupakan salah satu faktor yang
penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk
pangan. Melalui penerapan produksi pangan yang baik, industri pangan dapat
menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan.
-
22
Upaya yang harus dilakukan oleh suatu industri dalam menciptakan lingkungan
industri yang sehat adalah demgan memperhatikan aspek sanitasi lingkungan
industri. Sanitasi merupakan usaha-usaha pengawasan terhadap semua faktor yang
ada dalam lingkungan fisik yang memberi pengaruh terhadap kesehatan fisik,
mental dan kesejahteraan sosial.
Pelaksanaan sanitasi pangan yang dilakukan secara berkelanjutan dan
konsisten pada suatu industri akan memberikan keuntungan bagi industri tersebut.
Melalui penerapan sanitasi, suatu industri dapat menghasilkan produk makanan
yang aman, bermutu, bergizi, lingkungan kerja yang nyaman dan bersih, serta
terjaminnya mutu makanan sehingga dapat memberi perlindungan bagi kesehatan
konsumen.
Aspek yang perlu diperhatikan dalam penerapan sanitasi lingkungan industri
yaitu, lokasi, lingkungan, bangunan dan fasilitas industri, peralatan produksi,
suplai air, fasilitas dan kegiatan sanitasi, pengendalian hama serta kesehatan dan
higine karyawan.
A. Lokasi
1. Bebas pencemaran, semak belukar, dan genangan air.
2. Bebas dari serangan hama, khususnya serangga dan binatang pengerat.
3. Tidak berada di daerah sekitar tempat pembuangan sampah, baik sampah
padat maupun sampah cair atau daerah penumpukan barang bekas, dan
daerah kotor lainnya.
4. Industri tidak berada di daerah pemukiman penduduk yang kumuh.
B. Lingkungan
Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-
cara sebagai berikut :
1. Sampah harus dibuang dan tidak menumpuk.
2. Tempat sampah harus selalu tertutup.
3. Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan
baik.
C. Bangunan dan Fasilitas Produksi
Bangunan dan fasilitas produksi dapat menjamin bahwa produk selama
dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia, serta
-
23
mudah dibersihkan. Hal yang harus diperhatikan oleh pengusaha terhadap kondisi
bangunan industri antara lain:
1. Disain dan Tata Letak :
Ruang produksi seharusnya cukup luas dan mudah dibersihkan.
2. Lantai :
a. Lantai seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, tetapi tidak licin,
kuat, mudah dibersihkan, dan dibuat miring untuk memudahkan aliran air.
b. Lantai harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran
lainnya.
3. Dinding :
a. Dinding seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna
terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, kuat dan mudah dibersihkan.
b. Dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran
lainnya.
4. Langit-langit :
a. Konstruksi langit-langit seharusnya didisain dengan baik untuk mencegah
penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama
serta terbuat dari bahan tahan lama dan mudah dibersihkan.
b. Langit-langit harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang laba-laba
dan kotoran lainnya.
5. Pintu, Jendela dan Lubang Angin :
a. Pintu dan jendela seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah
pecah, rata, halus, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
b. Pintu, jendela dan lubang angin seharusnya dilengkapi dengan kawat kasa
yang dapat dilepas untuk memudahkan perawatan dan pembersihan.
c. Pintu seharusnya didesain membuka ke luar/ ke samping sehingga debu atau
kotoran lain tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruang pengolahan.
d. Pintu seharusnya dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan
tertutup.
e. Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang
produksi.
f. Lubang angin harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu, dan tidak
dipenuhi sarang laba-laba.
-
24
6. Kelengkapan Ruang Produksi :
a. Ruang produksi seharusnya cukup terang sehingga karyawan dapat
mengerjakan tugasnya dengan teliti.
b. Di ruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu
dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya.
c. Di ruang produksi harus tersedia perlengkapan Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K).
7. Tempat Penyimpanan :
a. Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan tambahan
pangan (BTP) seharusnya terpisah dengan produk akhir.
b. Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan
bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas, dan oil.
c. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti
serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada
sirkulasi udara.
D. Peralatan Produksi
Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi
silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya di
desain, dikonstruksi dan diletakkan dengan baik untuk menjamin mutu dan
keamanan produk yang dihasilkan.
Hal-hal yang harus diperhatikan terhadap peralatan produksi antara lain:
1. Peralatan produksi seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat,
mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan.
2. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan seharusnya halus, tidak
bercelah, tidak mengelupas, dan tidak menyerap air.
3. Peralatan produksi harus diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya
sehingga memudahkan bekerja dan mudah dibersihkan.
4. Semua peralatan seharusnya dipelihara agar berfungsi dengan baik dan
selalu dalam keadaan bersih.
-
25
E. Suplai Air
Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi
persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum. Air yang digunakan harus
memperhatikan hal-hal sebgai berikut:
1. Air yang digunakan harus air bersih dalam jumlah yang cukup memenuhi
seluruh kebutuhan proses produksi.
2. Sumber dan pipa air untuk keperluan selain pengolahan pangan seharusnya
terpisah dan diberi warna yang berbeda.
3. Air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus memenuhi
persyaratan air bersih.
F. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi
Fasilitas dan kegiatan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan
dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi
silang dari karyawan.
1. Alat cuci/Pembersih:
a. Alat cuci/pembersih seperti sikat, pel, deterjen, dan bahan sanitasi harus
tersedia dan terawat dengan baik.
b. Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu.
2. Fasilitas Higiene Karyawan
a. Fasilitas higiene karyawan seperti tempat cuci tangan dan toilet harus
tersedia dalam jumlah yang cukup dan selalu dalam keadaan bersih.
b. Pintu toilet/jamban harus selalu dalam keadaan tertutup.
3. Kegiatan Sanitasi
a. Pembersihan dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat atau secara
kimia seperti dengan detergen atau gabungan keduanya.
b. Jika diperlukan, penyucihamaan dapat dilakukan dengan menggunakan
kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan.
c. Kegiatan pembersihan, pencucian dan penyucihamaan.peralatan harus
dilakukan secara rutin.
d. Harus ada karyawan yang bertanggungjawab terhadap kegiatan
pembersihan, pencucian dan penyucihamaan.
-
26
G. Pengendalian Hama
Hama (tikus, serangga dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis
yang dapat menurunkan mutu dan keamanan produk. Kegiatan pengendalian
hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang
produksi yang akan mencemari produk.
1. Mencegah masuknya hama:
a. Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus
selalu dalam keadaan tertutup.
b. Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam tidak boleh
berkeliaran di pekarangan industri apalagi di ruang produksi.
c. Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya
hama.
d. Industri seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan
timbulnya sarang hama.
2. Pemberantasan hama:
a. Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan
keamanan pangan.
b. Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan
perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus.
c. Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan
tidak mencemari pangan.
H. Kesehatan dan Higine Karyawan
Kesehatan dan higine karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja
yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan produk tidak menjadi
sumber pencemaran. Aspek yang harus diperhatikan antara lain:
1. Kesehatan Karyawan:
Karyawan yang bekerja di ruang produksi harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Dalam keadaan sehat. Karyawan yang sakit atau baru sembuh dari sakit
dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan bekerja di
pengolahan pangan.
-
27
b. Karyawan yang menunjukkan gejala atau sakit misalnya sakit kuning
(virus hepatitis A) diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan,
sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluamya cairan dari telinga
(congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan
mengolah produk.
c. Karyawan harus diperiksa dan diawasi kesehatannya secara berkala.
2. Kebersihan Karyawan:
a. Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.
b. Karyawan seharusnya mengenakan pakaian kerja/celemek lengkap
dengan penutup kepala, sarung tangan, dan sepatu kerja. Pakaian dan
perlengkapannya hanya dipakai untuk bekerja.
c. Karyawan harus menutup luka dengan perban.
d. Karyawan harus selalu mencuci tangan sebelum memulai kegiatan
mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah atau bahan yang
kotor dan sesudah keluar dari toilet/jamban.
3. Kebiasaan Karyawan:
a. Karyawan tidak boleh bekerja sambil mengunyah, makan dan minum
serta merokok.
b. Tidak boleh meludah, bersin atau batuk ke arah produk, tidak boleh
mengenakan perhiasan seperti giwang, cincin, gelang, kalung, arloji, dan
peniti.
GINTING (2007) mengemukakan bahwa dalam mengolah limbah industri
dapat menerapkan prinsip-prinsip antara lain:
2.6.4 Penghematan Bahan Baku dan Energi
Berbagai jenis bahan baku membutuhkan bahan penolong untuk
melengkapai proses produksi. Bahan baku dan bahan penolong merupakan salah
satu sumber limbah. Penggunaan bahan baku dalam jumlah yang relatif banyak
akan menghasilkan bahan pencemar yang banyak pula sekaligus menuntut
persediaan (supplay) yang lebih tinggi. Penggunaan bahan baku yang banyak
membuat penggunaan energi semakin meningkat. Penggunaan energi
menghasilkan gas-gas buangan karbon yang dapat merubah komposisi udara pada
tingkat regional dan buangan ini akan menghasilkan gas rumah kaca.
-
28
Penghematan bahan baku berarti pemanfaatan bahan baku sesuai dengan
kebutuhan kapasitas bahan energi.
2.6.5 Minimalisasi Limbah
Air adalah satu transport yang paling efektif untuk memindahkan limbah,
apalagi limbah yang terdiri dari limbah cair. Limbah cair dihasilkan selain
terdapat dalam bahan baku itu sendiri, limbah ini juga merupakan keharusan
karena ikut serta dalam proses produksi. Berbagai bahan penolong yang ikut
dalam bahan baku akhirnya dibuang kembali setelah selesai proses produksi. Oleh
karena itu ada dua hal yang penting yaitu penghematan penggunaan air sebagai
bahan penolong dan perbaikan proses produksi agar limbah yang dihasilkan
mengandung senyawa pencemar sekecil mungkin. Meminimalkan limbah berarti
mengurangi resiko lingkungan dan resiko terhadap manusia.
2.6.6 Daur Ulang
Daur ulang mempunyai pengertian penggunaan kembali. Bila penggunaan
kembali pada saat yang relatif singkat maka daur ulang ini dapat meningkatkan
efisiensi pabrik. Artinya ada bahan-bahan yang terbuang bersama limbah,
kemudian bahan ini diproses kembali oleh mesin yang sama dengan hasil yang
sama. Jadi pendayagunaan limbah ditujukan pada limbah yang masih mempunyai
nilai ekonomis. Ada pabrik tertentu yang limbahnya dapat digunakan secara
berulang pada pabrik itu sendiri. Penggunaan limbah secara berulang-ulang akan
mengurangi bahan buangan masuk badan perairan.
2.6.7 Recovery
Pengambilan kembali bahan-bahan buangan yang masih mempunyai nilai
ekonomi dengan tujuan memproses secara teknologi disebut dengan recovery.
Pada dasarnya semua produk-produk setelah habis masa pakai akan menjadi
limbah. Pada kondisi tertentu suatu pabrik dapat menggunakan limbah sebagai
bahan baku. Sebagian buangan dapat dimanfaatkan kembali dengan bantuan
teknologi.
-
29
2.6.8 Pencegahan
Pilihan teknologi dapat diantisipasi dengan analisis dampak lingkungan.
Analisis ini meliputi evaluasi dan informasi yang diberikan lingkungan baik bagi
industri yang sudah berdiri maupun yang akan berdiri. Analisis ini merupakan
suatu konsep untuk melihat berbagai kondisi lingkungan serta komponen-
komponen lingkungannya yang memiliki kepekaan terhadap kegiatan industri.
Komponen terebut kemudian dianalisa untuk mengetahui dampak primer,
sekunder dan tersier terhadap kegiatan industri. Maing-masing komponen tersebut
dipantau melalui bagian-bagian kegiatan industri mulai dari pengadaan lahan
sampai pada distribusi produk.
Usaha pencegahan, pengendalian dan penanggulangan serta dampak lain
yang ditimbulkan dapat diperinci dalam tiga pendekatan, yaitu pendekatan
teknologi, pendekatan ekonomi dan pendekatan institusional. Pencegahan pada
masa persiapan pendirian pabrik lebih efektif dengan cara pengaturan sistem
pencegahan dan pengendalian sehingga tidak mengalami kesulitan pada masa
yang akan datang. Pencegahan pencemaran pada pabrik yang telah beroperasi
dilakukan melalui pengendalian proses, pengadaan peralatan pencegahan untuk
mencegah timbulnya pencemaran akibat industri baik pada masa persiapan
maupun pada masa pelaksanaan.
2.6.9 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Pengendalian pencemaran yang dikenal masyarakat adalah menggunakan
instalasi pengolahan air limbah. Instalasi pengolahan limbah pada prinsipnya
bagian dari sebuah sistem pabrik dimana tersedia sejumlah input untuk diolah
menjadi output. Adanya limbah sebagai bahan baku yang diolah dalam sistem
kemudian hasilnya adalah limbah yang memenuhi syarat baku mutu.
Instalasi pengolahan limbah mempunyai spesifikasi tertentu dengan kriteria-
kriteria teknis seperti tingkat efisiensi, beban persatuan luas, waktu penahanan
hidrolisis, waktu penahanan lumpur dan lain-lain. Pengolahan limbah
menggunakan metode dan jenis tingkatan sedangkan penggunaannya bergantung
pada jenis limbah yang diolah. Model instalasi pengolahan limbah bergantung
-
30
pada jenis parameter pencemar, volume limbah yang diolah, syarat baku mutu
yang harus dipenuhi, kondisi lingkungan dan lain-lain.
-
31
BAB III. PROFIL INDUSTRI
Setelah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan di wilayah Provinsi Banten,
Kabupaten Serang terus melakukan pengembangan dibidang perikanan melalui
pengolahan hasil tambak dan laut. Kawasan minopolitan merupakan konsep
pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan
sistem manajemen kawasan, dengan prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, kualitas,
dan akselerasi sehingga diharapkan dapat menjadi pusat pengembangan ikan
tangkap dan budi daya. Pengolahan hasil tambak dan laut tersebut merupakan
bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang cukup melimpah karena sumber
perikanan laut Indonesia baru dimanfaatkan sekitar 59% dari total kekayaan yang
ada. Produk-produk olahan dari ikan di Kabupaten Serang sangat beragam mulai
dari ikan asap, sate ikan, abon ikan, dan ikan asin. Hal ini membuktikan bahwa
pengembangan perikanan ke arah industri memiliki peluang yang cukup besar.
Ikan asap merupakan salah satu produk unggulan daerah. Jenis ikan yang
digunakan beragam, tetapi jenis ikan yang sering digunakan adalah ikan bandeng.
Ikan bandeng digunakan sebagai bahan baku utama karena jenis ikan ini banyak
terdapat di Serang, sehingga persediaan bahan baku selalu tersedia. Industri
pengasapan ikan yang ada merupakan industri skala kecil yang mempunyai
kapasitas produksi 50-200 Kg per hari. Umumnya industri pengasapan ikan
tersebut memiliki tenaga kerja yang terbatas serta peralatan yang digunakan masih
sederhana. Kecilnya modal serta kurangnya pengetahuan yang dimiliki menjadi
alasan pengusaha ikan asap untuk dapat mengembangkan usaha yang dimilikinya.
3.1 Potensi Industri Pengasapan Ikan
Pengasapan ikan merupakan salah satu jenis pengolahan ikan dengan tujuan
untuk mendapatkan daya awet serta aroma yang khas. Industri yang bergerak
dibidang pengolahan ikan bandeng asap di Kabupaten Serang dapat dikategorikan
sebagai usaha perseorangan dengan skala Usaha Kecil Menengah (UKM).
Menurut BANK INDONESIA (2009) para pelaku industri pengasapan ikan dapat
dikategorikan menjadi dua yakni:
-
32
1. Kelompok Pengusaha 1
Pengolah ikan bandeng asap tetap yang melakukan seluruh aktivitas usaha,
mencangkup pembelian bahan baku, pengolahan dan pemasaran langsung
produknya.
2. Kelompok Pengusaha 2
Pengolah ikan bandeng asap yang melakukan pengolahan apabila hanya ada
pesanan dan biasanya mereka tidak menjual secara langsung produknya tetapi
sebagai pemasok pada pengolah ikan bandeng asap tetap.
Pada umumnya keterampilan dalam mengolah ikan asap diperoleh secara
turun temurun dari orang tua, teman tetapi ada juga yang belajar sendiri
(otodidak), hal ini dikarenakan industri pengasapan ikan lebih banyak ditemukan
dalam skala kecil (rumah tangga). Bahan baku ikan bandeng diperoleh dari
pemasok di daerah sekitar industri. Pasokan bahan baku ikan bandeng yang akan
diolah menjadi produk ikan asap tidak mengalami masalah karena ketersediaan
bahan baku dari tambak masih mencukupi.
3.1.1 Permintaan
Ikan bandeng asap sudah dikenal masyarakat Serang sejak lama dan bahkan
sudah dapat mencapai pemasaran ke luar daerah. Permintaan terhadap ikan
bandeng asap di dalam negeri cukup prospektif. Pemasaran produk bandeng asap
keluar daerah sebagian besar disebabkan karena adanya kunjungan wisatawan ke
daerah tersebut terutama pada saat liburan. Produk ikan bandeng asap sudah
menjadi makanan khas Serang sehingga sering dijadikan sebagai oleh-oleh bagi
orang yang berkunjung ke Serang.
3.1.2 Peluang Pasar dan Persaingan
Dalam era perdagangan bebas, produk perikanan dapat membuka peluang
peningkatan usaha dibidang perikanan, baik dalam skala kecil, menengah,
maupun besar. Namun disisi lain, persaingan yang dihadapi juga akan semakin
berat. Oleh karena itu, dalam upaya memenangkan persaingan perlu adanya
peningkatan daya saing melalui peningkatan mutu, produktifitas, dan efisiensi
-
33
usaha dengan memperhatikan aspek keamanan pangan dan pelestarian lingkungan
hidup (BANK INDONESIA, 2009).
Keberhasilan usaha dibidang pengasapan ikan sangat dipengaruhi oleh
pengalaman usaha yang dimiliki pengusaha/pengolah dalam menjalankan
usahanya. Pengasapan ikan yang bahan bakunya sangat bergantung pada faktor
alam memerlukan pengetahuan yang baik mengenai perkembangan cuaca dan
musim pemanenan. Ikan bandeng dominan diperoleh dari nelayan petambak, akan
tetapi ada juga yang diperoleh dari hasil tangkapan di laut. Pengetahuan yang baik
mengenai musim panen ikan ini akan membantu pengusaha dalam menentukan
kapasitas produksi dan menyesuaikan dengan perkembangan permintaan pasar.
Pada umumnya pengusaha ikan asap yang memiliki modal yang relatif besar
memiliki usaha yang berkembang dan berjalan lancar, sementara pengusaha yang
memiliki modal kecil relatif sulit untuk berkembang (BANK INDONESIA,
2009).
Minimnya modal menyebabkan pengusaha tidak mampu membeli bahan
baku ikan yang tergolong mahal dalam jumlah besar terutama pada saat sulit
mendapatkan ikan. Sementara itu, pengusaha yang memiliki modal dalam jumlah
besar umumnya mampu terlebuh dahulu membeli hasil panen dan tangkapan
dengan cara pembayaran di muka. Hal tersebut dilakukan sebelum para petambak
memanen hasil tambaknya. Melalui cara tersebut, hasil panen akan diserahkan
kepada pengusaha yang sudah membayar hasil tangkapan terlebih dahulu,
sehingga hal ini merupkan salah satu persaingan dalam memperoleh bahan baku
usaha pengasapan ikan.
Peluang pasar pengasapan ikan di Kabupaten Serang dan dibeberapa daerah
di pulau jawa masih sangat terbuka lebar. Ikan sebagai bagian dari makanan
pokok dalam kehidupan sehari-hari tentunya akan memiliki kesinambungan
permintaan. Selain itu selera masyarakat dan kesadaran akan pentingnya
mengkonsumsi ikan juga menjadi faktor penting terhadap permintaan ikan,
termasuk ikan bandeng asap sebagai salah satu jenis ikan yang dapat bertahan
lama karena telah diawetkan melalui pengasapan.
Hasil pengasapan ikan bisa dijual secara langsung oleh pengusaha atau
melalui pedagang perantara. Akan tetapi, produk pengasapan ikan pada beberapa
-
34
daerah tertentu sudah dapat dipasarkan ke pasar swalayan, hal ini menunjukan
konsumen ikan asap adalah golongan masyarakat perpendapatan rendah sampai
tinggi (semua golongan).
3.1.3 Kendala Pemasaran
Kendala pemasaran ikan bandeng asap yang signifikan pada dasarnya
adalah ketidakmampuan disimpan dalam waktu lama. Pada umumnya
pengemasan dan aspek keamanan pengiriman ikan asap masih menjadi kendala.
Selain itu, mutu dan persyaratan peralatan pengolahan pengasapan ikan masih
rendah menjadi salah satu masalah bagi sebagian pengusaha (BANK
INDONESIA, 2009).
3.2 Aspek Produksi
3.2.1 Lokasi Produksi
Pada dasarnya tidak ada persyaratan khusus dalam menentukan lokasi
pengolahan ikan bandeng asap. Lokasi pengolahan ikan bandeng asap yang baik
tentunya adalah lokasi yang dekat dengan sumber bahan baku utama, yakni ikan
bandeng segar, dan memiliki ketersediaan air yang cukup, serta akses yang luas
terhadap pemasaran.
Pengolahan ikan bandeng asap sebaiknya tidak jauh dari pantai/tambak,
karena ikan bandeng yang berasal dari tambak harus sebisa mungkin segera
sampai ditempat pengolahan agar tingkat kesegaran ikan tetap terjaga. Tingkat
kesegaran ikan bandeng sangat mempengaruhi mutu ikan bandeng asap yang
dihasilkan (BANK INDONESIA, 2009).
3.2.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pengolahan ikan bandeng asap masih
tergolong tradisional. Jenis-jenis peralatan yang dibutuhkan dalam pengasapan
ikan dapat dilihat pada Tabel 8.
-
35
Tabel 8. Peralatan yang Digunakan Untuk Pengolahan Ikan Asap
Tahap Alat/Bahan Fungsi
Persiapan
Air PAM/Sumur
Mencuci ikan setelah disiangi/dibersihkan
isi perutnya serta untuk merendam ikan
dalam air garam.
Timbangan Menimbang ikan dan garam.
Blong Wadah ikan sebelum diolah/dari pemasok.
Ember Wadah pencucian ikan sebelum diolah.
Kranjang plastik Wadah untuk penirisan ikan setelah dicuci.
Pengasapan
Alat pengasapan Mengasapi ikan.
Tungku Memanaskan bahan bakar.
Pengait Menggantung ikan saat diasapi.
Blong
perendaman
Merendam ikan dalam larutan garam
sebelum ikan dimasukkan dalam alat
pengasapan.
Keranjang
plastik
Meniriskan ikan setelah perendaman dalam
larutan garam.
Kayu
bakar/sekam
padi
Bahan bakar berupa sekam padi atau kayu
bakar.
Garam
Merendam dan memberikan rasa gurih
serta kondisi fisik ikan yang lebih baik
(daging menjadi kenyal).
Pendinginan
Kayu/bambu
Mendinginkan ikan asap yang baru saja
diasapi, dengan cara digantung sebelum
dijual.
Kertas koran
Menutupi ikan asap agar tidak dihinggapi
kotoran dan serangga pada saat
pendinginan.
Pengemasan Plastik Pengemas primer ikan asap yang terjual.
Kemasan karton Pengemas sekunder.
Sumber : Bank Indonesia, 2009
Peralatan tersebut mencakup beberapa tahapan proses termasuk
persiapan/penyiangan, pengolahan dan pengemasan. Semua peralatan yang kontak
langsung dengan produk harus tidak bersifat korosif, mudah dibersihkan, dan
bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan kimia berbahaya.
3.2.4 Proses Produksi
Pembuatan ikan asap dapat dilakukan melalui beberapa tahapan proses.
Tahapan tersebut yaitu penyiangan dan pencucian ikan, pemotongan, perendaman
-
36
ikan dalam air garam, penirisan, pengasapan, pendinginan ikan, pengemasan dan
penjualan/pemasaran.
1. Penyiangan dan Pencucian Ikan
Proses penyiangan dilakukan terhadap ikan bandeng segar untuk mengurangi
kontaminasi bakteri terutama yang ada pada insang dan bagian alat pencernaan.
Setelah penyiangan ikan selanjutnya dicuci sampai bersih dari kotoran dan sisa
darah dengan air yang mengalir.
2. Pemotongan
Pomotongan dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian ikan yang tidak
diperlukan, seperti kepala, kulit, tulang dan oesofagus ikan. Pemotongan
bagian-bagian tersebut dapat menggunakan pisau dan ember/keranjang sebagai
tempat penyimpanan ikan yang sudah dipotong.
Gambar 1 :
Tempat Pencucian Ikan
Gambar 2 :
Tempat Pemotongan Ikan
-
37
3. Perendaman Ikan dalam Air Garam
Ikan yang sudah dibersihkan dan dipotong selanjutnya direndam dalam larutan
garam selama 2 jam. Beberapa pengolah ada juga yang menambahkan
bumbu (bawang putih) pada proses perendaman tersebut.
4. Penirisan
Penirisan ikan dilakukan setelah proses perendaman dalam larutan garam yang
bertujuan untuk mengurangi jumlah air yang menempel pada ikan dengan cara
menggantung ikan.
5. Pengasapan
Ikan yang sudah ditiriskan dimasukkan ke dalam alat pengasap selama 2-10
jam bergantung pada keinginan pengolah dan berapa daya awet produk yang
dikehendaki. Selama proses pengasapan, diupayakan jangan sampai terbentuk
api karena hal tersebut dapat mempengaruhi mutu ikan asap yang dihasilkan.
Penempelan