isi referat selma
TRANSCRIPT
1
BAB I. PENDAHULUAN
Ikterus berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain ikterus
adalah “jaundice” yang berasal dari bahasa Perancis “jaune” yang juga berarti
kuning. Dalam hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada jaringan
dan serum. Jadi ikterus adalah warna kuning pada sklera, mukosa, dan kulit yang
disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu di dalam darah dan jaringan (> 2 mg /
100 ml serum).
Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika
(parenkimatosa) dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post
hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati
dan duodenum yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran
empedu ekstra hepatika. Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana
terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam
duodenum.
Ada 2 bentuk ikterus obstruksi yaitu obstruksi intra hepatal dan ekstra
hepatal. Ikterus obstruksi intra hepatal dimana terjadi kelainan di dalam parenkim
hati, kanalikuli atau kolangiola yang menyebabkan tanda-tanda stasis empedu
sedangkan sedangkan ikterus obstruksi ekstra hepatal terjadi kelainan diluar
parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang menyebabkan tanda-tanda stasis
empedu . Yang merupakan kasus bedah adalah ikterus obstruksi ekstra hepatal
sehingga sering juga disebut sebagai “surgical jaundice” dimana morbiditas dan
mortalitas sangat tergantung dari diagnosis dini dan tepat.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ikterus berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain ikterus
adalah “jaundice” yang berasal dari bahasa Perancis “jaune” yang juga berarti
kuning. Dalam hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada jaringan
dan serum. Jadi ikterus adalah warna kuning pada sclera, mukosa dan kulit yang
disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu di dalam darah dan jaringan (> 2 mg /
100 ml serum).
Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh
gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya
sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu ekstra hepatika.
2.2 Etiologi
Etiologi obstruksi ekstra hepatal dapat berasal dari intra luminer, intra
mural dan ekstra luminer. Sumbatan intra luminer karena kelainan yang terletak
dalam lumen saluran empedu . Yang paling sering menyebabkan obstruksi adalah
batu empedu. Pada beberapa kepustakaan menyebutkan selain batu dapat juga
sumbatan akibat cacing ascaris.
Sumbatan intra mural karena kelainan terletak pada dinding saluran empedu
seperti kista duktus koledokus, tumor Klatskin, stenosis atau striktur koledokus
atau striktur sfingter papilla vater.
Sumbatan ekstra luminer karena kelainan terletak diluar saluran empedu
yang menekan saluran tersebut dari luar sehingga menimbulkan gangguan aliran
empedu. Beberapa keadaan yang dapat m,enimbulkan hal ini antara lain
3
pankreatitis, tumor kaput pancreas, tumor vesika fellea atau metastasis tumor di
daerah ligamentum hepatoduodenale.
Pada beberapa kepustakaan disebutkan bahwa etiologi ikterus obstruksi
terbanyak oleh keganasan. Hatfield et al, melaporkan bahwa etiologi ikterus
obstruksi terbanyak adalah 70% oleh karsinoma kaput pankreas diikuti oleh 8%
batu CBD (common bile duct) dan 2% karsinoma kandung empedu sedangkan
Little, juga melaporkan hal yang sama dimana etiologi ikterus obstruksi 50% oleh
keganasan, 17% oleh batu dan 11% oleh trauma.
2.3 Anatomi
Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral
(divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu
keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian
tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar
(pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih
kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi
duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan
penyempitan foregut, nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat
perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek
dorsal duodenum.
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-
hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier,
termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal
Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana
duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen
ekstra hepatik percabangan biliaris.
Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan,
common hepatic duct, duktus sistikus, dan common bile duct atau duktus
koledokus. Duktus hepatika kanan dan kiri keluar dari hati dan bergabung dengan
4
hilum membentuk duktus hepatik komunis, umumnya anterior terhadap bifurkasio
vena porta dan proksimal dekan dengan arteri hepatika kanan. Bagian
ekstrahepatik dari duktus kiri cenderun lebih panjang. Duktus hepatikus komunis
membangun batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus koledokus.
Pembagian terjadi pada tingkat duktus sistikus. Duktus koledokus panjangnya
sekitar 8 cm dan terletak antara ligamentum hepatodudodenalis, ke kanan dari
arteri hepatika dan anterior terhadap vena porta. Segmen distal dari duktus
koledokus terletak di dalam substansi pankreas. Duktus koledokus mengosongkan
isinya ke dalam duodenum sampai ampula Vateri, orifisiumnya dikelilingi oleh
muskulus dari singter Oddi. Secara khas, ada saluran bersama dari duktus
pankreatikus dan duktus koledokus distal.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan
terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri
hepatika kanan, tetapi asal ari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari
segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, common hpatic duct, dan ujung
hepar). Drainase vna dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang
kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga
ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta. Perarafannya berasal dari
vagus dan cabang simpatik yang melewati celiac plexus (preganglionik T8-9).
Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts melewati aferen simpatetik
melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dari aksis
seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatika. Sensasi nyeri diperantai oleh serat
viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa
melalui cabang vagus dan ganglion selika.
2.4 Fisiologi Metabolisme Bilirubin
Bilirubiin merupakan pigmen tetrapirol yang larut dalam lemak yang
berasal dari pemecahan sel-sel eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag. Masa
hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari sekitar 50 cc darah
dihancurkan menghasilkan 200 – 250 mg bilirubin. Kini diketahui juga bahwa
5
pigmen empedu sebagian juga berasal dari destruksi eritrosit matang dalam sum-
sum tulang dan dari hemoprotein lain terutama hati.
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang
berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pasca hepatik masih
relevan, walaupun diperlukan akan adanya fase tambahan dalam tahapan
metabolisme bilirubin. Tahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga
pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase 1) Pembentukan
bilirubin , 2) Transpor plasma, 3) Liver uptake, 4) Konyugasi, dan 5) Eksresi
bilier.
Fase Prehepatik
1. Pembentukan bilirubin.
Sekitar 250-350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk
setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang.
Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled bilirubin) datang dari protein heme
lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari
protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan
perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase, mengubah
biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem
retikuloendotelial (mononuklir fagositosis). Peningkatan hemolisis sel darah
merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada beberapa kelainan dengan
eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting.
2. Transport plasma
Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonyugasi ini
transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui
membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah
dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika
tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.
6
Fase Intrahepatik
3. Liver uptake
Proses pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat,
namun tidak termasuk pengambilan albumin.
4. Konyugasi
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konyugasi
dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukoronida atau bilirubin
konyugasi atau bilirubun direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim
mikrosomal glukoronil-transferase yang menghasilkan bilirubin yang larut dalam
air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin
monoglukoronida, dengan bagian asam glukoronik kedua ditambahkan dalam
saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak
dianggap fisiologik. Bilirubin konyugasi lainnya selain diglukoronid juga
terbentuk namun kegunaannya tidak jelas.
Fase Pascaepatik
5. Eksresi bilirubin
Bilirubin konyugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan alinnya.
Anon organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini.
Di daam usus flora bakteri men’dekonyugasi’ dan mereduksi bilirubin menjadi
sterkobilinogen dan mengeluarkan sebagian besar ke dalam tinja yang memberi
warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan
dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat
mengeluarkan diglukoronida tetapi tidak bilirubin unkonyugasi. Hal ini
menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan liepatoseluler atau
kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonyugasi bersifat tidak larut dalam air
namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkonyugasi dapat melewati
barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak
7
terkonyugasi mengalami proses konyugasi dengan gula melalui enzim
glukoroniltransferase dan larut dalam empedu cair.
2.5 Patogenesis
Hiperbilirubinemia adalah tanda nyata dari ikterus. Kadar normal bilirubin
dalam serum berkisar antara 0,3 – 1,0 mg/dl dan dipertahankan dalam batasan ini
oleh keseimbangan antara produksi bilirubin dengan penyerapan oleh hepar,
konyugasi dan ekskresi empedu.
Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2 – 2,5 mg/dl maka sudah telihat
warna kuning pada sklera dan mukosa sedangkan bila sudah mencapai > 5 mg/dl
maka kulit tampak berwarna kuning .
Ikterus obstruksi terjadi bila :
1. Terjadinya gangguan ekskresi bilirubin dari sel-sel parenkim hepar ke
sinusoid. Hal ini disebut ikterus obstruksi intra hepatal. Biasanya tidak disertai
dengandilatasi saluran empedu. Obstruksi ini bukan merupakan kasus bedah.
2. Terjadi sumbatan pada saluran empedu ekstra hepatal. Hal ini disebut sebagai
ikterus obstruksi ekstra hepatal. Oleh karena adanya
sumbatan maka akan terjadi dilatasi pada saluran empedu . Karena adanya
obstruksi pada saluran empedu maka terjadi refluks bilirubin direk (bilirubin
terkonyugasi) dari saluran empedu ke dalam darah sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah.
Bilirubin direk larut dalam air, tidak toksik dan hanya terikat lemah pada
albumin. Oleh karena kelarutan dan ikatan yang lemah pada albumin maka
bilirubin direk dapat diekskresikan melalui ginjal ke dalam urine yang
menyebabkan warna urine gelap seperti teh pekat. Urobilin feses berkurang
sehingga feses berwarna pucat seperti dempul (akholis) . Karena terjadi
peningkatan kadar garam-garam empedu maka kulit terasa gatal-gatal
(pruritus).
8
2.6 Klasifikasi
Menurut Benjamin IS 1988, klasifikasi ikterus obstruksi terbagi atas 4 tipe
yaitu :
Tipe I : Obstruksi komplit.
Obstruksi ini memberikan gambaran ikterus. Biasanya terjadi karena
tumor kaput pancreas, ligasi duktus biliaris komunis, kolangiokarsinoma,
tumor parenkim hati primer atau sekunder.
Tipe II : Obstruksi intermiten.
Obstruksi ini memberikan gejala-gejala dan perubahan biokimia yang khas
serta dapat disertai atau tidak dengan serangan ikterus secara klinik.
Obstruksi dapat disebabkan oleh karena koledokolitiasis, tumor
periampularis, divertikel duodeni, papiloma duktus biliaris, kista
koledokus, penyakit hati polikistik, parasit intra bilier, hemobilia.
Tipe III : Obstruksi inkomplit kronis.
Dapat disertai atau tidak dengan gejala-gejala klasik atau perubahan
biokimia yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya perobahan patologi
pada duktus bilier atau hepar. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh karena
striktur duktus biliaris komunis ( kongenital, traumatik, kolangitis
sklerosing atau post radiotherapy ), stenosis anastomosis bilio-enterik,
stenosis sfingter Oddi, pankreatitis kronis, fibrosis kistik, diskinesia.
Tipe IV : Obstruksi segmental.
Obstruksi ini terjadi bila satu atau lebih segmen anatomis cabang biliaris
mengalami obstruksi. Obstruksi segmentalini dapat berbentuk obstruksi
komplit, obstruksi intermiten atau obstruksi inkomplit kronis. Dapat
disebabkan oleh trauma (termasuk iatrogenik), hepatodokolitiasis,
kolangitis sklerosing, kolangiokarsinoma.
9
2.7 Gambaran Klinis
1. Anamnesis
Mata, badan menjadi kuning, kencing berwarna pekat seperti air teh,
badan terasa gatal (pruritus), disertai atau tanpa kenaikan suhu badan, disertai
atau tanpa kolik diperut kanan atas. Kadang-kadang feses berwarna keputih-
putihan seperti dempul. Tergantung kausa ikterus obstruksi yaitu :
A. Bila kausa oleh karena batu.
Penderita mengalami kolik hebat secara tiba-tiba tanpa sebab yang
jelas. Keluhan nyeri perut di kanan atas dan menusuk ke belakang.
Penderita tampak gelisah dan kemudian ada ikterus disertai
pruritus. Riwayat ikterus biasanya berulang. Riwayat mual ada,
perut kembung, gangguan nafsu makan disertai diare. Warna feses
seperti dempul dan urine pekat seperti air teh.
B. Bila kausa oleh karena tumor.
Gejalanya antara lain : penderita mengalami ikterus secara tiba-
tiba, tidak ada keluhan sebelumnya, Biasa penderita berusia diatas
40 tahun. Terjadi penurunan berat badan, kaheksia berat, anoreksia
dan anemis memberi kesan adanya proses keganasan.
2. Pemeriksaan Fisik
Ikterus pada sklera atau kulit, , terdapat bekas garukan di badan, febris/
afebris. Bila obstruksi karena batu, penderita tampak gelisah, nyeri tekan perut
kanan atas, kadang-kadang disertai defans muscular dan “Murphy Sign”
positif, hepatomegali disertai / tanpa disertai terabanya kandung empedu.
Bila ikterus obstruksi karena tumor maka tidak ada rasa nyeri tekan.
Ditemukan “Courvoisier sign” positif , splenomegali, “occult blood”
(biasanya ditemukan pada karsinoma ampula dan karsinoma pankreas).
3. Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemeriksaan Rutin
- Darah
10
Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila ada leukositosis berarti
ada Infeksi.
- Urine
Urobilin positif satu, bilirubin positif dua.
- Feses
Berwarna seperti dempul (acholis).
B. Tes Faal Hati
Serum bilirubin meninggi terutama bilirubin direk (terkonyugasi).
Alkali fosfatase meningkat 2 – 3 kali diatas nilai normal. Serum
transaminase ( SGOT, SGPT), Gamma GT sedikit meninggi. Kadar
kolesterol meninggi.
4. Ultrasonography
Pemeriksaan USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab
obstruksi. Yang perlu diperhatikan adalah :
a. Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk
kandung empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2 – 3
X 6 cm, dengan ketebalan sekitar 3 mm.
b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. Bila
diameter saluran empedu lebih dari 5 mm berarti ada dilatasi. Bila
ditemukan dilatasi duktus koledokus dan saluran empedu intra
hepatal disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus
obstrusi ekstra hepatal bagian distal. Sedangkan bila hanya
ditemukan pelebaran saluran empedu intra hepatal saja tanpa
disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus
obstruksi ekstra hepatal bagian proksimal artinya kelainan tersebut
di bagian proksimal duktus sistikus.
c. Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai
densitas tinggi disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan
ikut bergerak pada perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya
11
batu empedu. Pada tumor akan terlihat massa padat pada ujung
saluran empedu dengan densitas rendah dan heterogen.
d. Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti
menunjukan adanya ikterus obstruksi intra hepatal.
5. CT – Scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya dilatasi duktus intra
hepatic yang disebabkan oleh oklusi ekstra hepatic dan duktus koledokus
akibat kolelitiasis atau tumor pankreas.
6. PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography)
Tujuan pemeriksaan PTC ini untuk melihat saluran bilier serta untuk
menentukan letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat
diperoleh gambaran saluran empedu di proksimal sumbatan.
Bila kolestasis karena batu akan memperlihatkan pelebaran pada duktus
koledokus dengan di dalamnya tampak batu radiolusen. Bila kolestasis karena
tumor akan tampak pelebaran saluran empedu utama (common bile duct) dan
saluran intra hepatal dan dibagian distal duktus koledokus terlihat ireguler
oleh tumor.
7. Duodenography Hypotonic (DH )
Pada pemeriksaan ini dapat terlihat pendesakan duodenum ke medial
oleh karena pembesaran duodenum. Atau bila terlihat pembesaran papilla
Vater yang ireguler atau dinding medial duodenum yang ireguler (gambaran
gigi gergaji / duri mawar) menunjukan keganasan pada ampula Vater atau
kaput pancreas sebagai penyebab ikterus obstruksi.
8. Endoskopi
Endoskopi saluran makan bagian atas (gastrointestinal endoskopi)
untuk melihat :
a. Ada tidaknya kelainan di ampula Vateri, misalnya :
12
Karsinoma di ampula Vater akan tampak membesar
ireguler.
Batu akan tampak edema di ampula Vater.
Tanda pendesakan di antrum, bulbus duodeni dinding
posterior didapatkan pada tumor pankreas. Sebaiknya
pemeriksaan endoskopi dilanjutkan dengan pemeriksaan
ERCP.
9. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Pemeriksaan ERCP dilakukan untuk menentukan penyebab dan letak
sumbatan antara lain :
a. Koledokolitiasis, akan terlihat defek pengisian (filling defect)
dengan batas tegas pada duktus koledokus disertai dilatasi saluran
empedu.
b. Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan di luar
saluran empedu (ekstra duktal) yang menekan misalnya oleh
kelainan jinak atau ganas. Striktur atau stenosis umumnya
disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama , infeksi kronis,
iritasi oleh parasit, iritasi oleh batu maupun trauma operasi.
Contoh yang ekstrim pada kolangitis oriental atau kolangitis
piogenik rekuren dimana pada saluran-saluran empedu intra
hepatic dan ekstra hepatic ada bagian-bagian yang striktur dan ada
bagian-bagian yang dilatasi atau ekstasia akibat obstruksi kronis
disertai timbulnya batu, batu empedu akibat kolestasis dan infeksi
bakteri. Striktur akibat keganasan saluran empedu seperti
adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma bersifat progresif sampai
menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra duktal akan
terlihat gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk
simetris.
Tumor ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus
yang berbentuk ireguler.
13
c. Tumor ganas intra duktal akan terlihat penyumbatan lengkap
berbentuk ireguler dan dan menyebabkan pelebaran saluran
empedu bagian proksimal. Gambaran semacam ini akan tampak
lebih jelas pada PTC, sedangkan pada ERCP akan tampak
penyempitan saluran empedu sebelah distal tumor.
d. Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas .
Pada daerah obstruksi tampak dinding yang ireguler.
Pada ikterus obstruksi ekstra hepatal dimana dari hasil ERCP
sudah dapat memastikan penyebab obstruksi dimana bila :
o Penyebabnya adalah batu (koledokolitiasis) sebaiknya
dilakukan papilotomi untuk mengeluarkan batunya.
o Penyebabya adalah tumor, perlu dilakukan tindakan
pembedahan.
Bila pada pemeriksaan USG tidak ditemukan dilatasi
saluran empedu dan hasil pemeriksaan ERCP tidak
menunjang kelainan ekstra hepatal maka ini merupakan
ikterus obstruksi intra hepatal.
2.8 Diagnosis
Diagnosis ikerus obstruksi beserta penyebabnya dapat ditegakan
berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisis, laboratorium dan
pemeriksaan penunjang diagnostik invasif maupun non -invasif.
2.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan untuk
menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila
penyebabnya adalah batu, dilakukan tindakan pengangkatan batu dengan cara
operasi laparotomi atau papilotomi dengan endoskopi / laparoskopi.
14
Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat
menghilangkan penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan
tindakan drainase untuk mengalihkan aliran empedu tersebut.
Ada 2 macam tindakan drainase yaitu :
1. Drainase ke luar tubuh (drainase eksterna)
Drainase eksterna dilakukan dengan mengalihkan aliran empedu ke
luar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier atau pipa T
pada duktus koledokus atau kolesistostomi.
2. Drainase interna (pintasan bilio-digestif).
Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio-
digestif antara lain hepatiko-jejunostomi, koledoko-duodenostomi atau
kolesisto-jejunostomi. Drainase interna pertama kali dilaporkan oleh
Pareiras et al dan Burchart pada tahun 1978, dan presentase
munculnya kembali ikterus obstruksi setelah dilakukan pintasan adalah
0 – 15 % tergantung dari tehnik operasi yang digunakan.
1. PEMBEDAHAN TERHADAP BATU
Setiap penderita dengan kolestasis ekstra hepatal merupakan
indikasi pembedahan. Sewaktu melakukan pembedahan sebaiknya dibuat
kolangiografi intra operatif pada saat awal pembedahan untuk lebih
memastikan letak batu. Lebih baik lagi bila sebelum operasi telah
dilakukan pemeriksaan ERCP.
Pembedahan terhadap batu sebagai penyebab obstruksi, yang dapat
dilakukan antara lain :
a. KOLESISTEKTOMI
Adalah mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Bila
ditemukan dilatasi duktus koledokus lebih dari 5 mm dilakukan
eksplorasi duktus koledokus. Eksplorasi ke saluran empedu dapat
menggunakan “probe”, forseps batu atau “skoop”, selain itu kalau
memungkinkan dibantu dengan alat endoskop saluran empedu yang
rigid atau fleksibel. Semua batu dibuang sebersih mungkin. Kalau ada
15
rongga abses dibuka dan dibersihkan. Usaha selanjutnya ialah
mencegah batu rekuren dengan menghilangkan sumber pembentuk
batu antara lain dengan cara diet rendah kolesterol menghindari
penggunaan obat-obatan yang meningkatkan kolesterol, mencegah
infeksi saluran empedu.
b. SFINGTEROTOMI / PAPILOTOMI
Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus koledokus, dapat
dilakukan sfingterotomi / papilotomi untuk mengeluarkan batunya.
Cara ini dapat digunakan setelah ERCP kemudian dilanjutkan dengan
papilotomi. Tindakan ini digolongkan sebagai “Surgical Endoscopy
Treatment “ (SET).
2. PEMBEDAHAN TERHADAP STRIKTUR / STENOSIS
Striktur atau stenosis dapat terjadi dimana saja dalam sistem
saluran empedu, apakah itu intra hepatik atau ekstra hepatik. Tindakan
yang dilakukan yaitu :
a. Mengoreksi striktur atau stenosis dengan cara dilatasi atau
sfingterotomi.
b. Dapat juga dilakukan tindakan dilatasi secara endoskopi
(Endoscopic Treatment) setelah dilakukan ERCP.
c. Bila cara-cara di atas tidak dapat dilaksanakan maka dapat
dilakukan tindakan untuk memperbaiki drainase misalnya
dengan melakukan operasi rekonstruksi atau operasi bilio-
digestif (by-pass).
3. PEMBEDAHAN TERHADAP TUMOR
Bila tumor sebagai penyebab obstruksi maka perlu dievaluasi lebih
dahulu apakah tumor tersebut dapat atau tidak dapat direseksi.
1. Bila tumor tersebut dapat direseksi perlu dilakukan reseksi
kuratif. Hasil reseksi perlu dilakukan pemeriksaan PA.
16
2. Bila tumor tersebut tidak dapat direseksi maka perlu dilakukan
pembedahan paliatif saja yaitu terutama untuk memperbaiki
drainase saluran empedu misalnya dengan anastomosis bilo-
digestif atau operasi “by-pass”.
2.10 Prognosis
Bahaya akut dari ikterus obstruksi adalah terjadinya infeksi saluran
empedu (kolangitis akut), terutama apabila terdapat nanah di dalam saluran
empedu dengan tekanan tinggi seperti kolangitis piogenik akut atau kolangitis
supuratifa. Kematian terjadi akibat syok septic dan kegagalan berbagai organ.
Selain itu sebagai akibat obstruksi kronis dan atau kolangitis kronis yang berlarut-
larut pada akhirnya akan terjadi kegagalan faal hati akibat sirosis biliaris. Ikterus
obstruksi yang tidak dapat dikoreksi baik secara medis kuratif maupun tindakan
pembedahan mempumnyai prognosis yang jelek diantaranya akan timbul sirosis
biliaris.
Bila penyebabnya adalah tumor ganas mempunyai prognosis jelek.
Penyebab morbiditas dan mortalitas adalah :
a. Sepsis khususnya kolangitis yang menghancurkan parenkim hati.
b. “Hepatic failure” akibat obstruksi kronis saluran empedu.
c. “Renal failure”.
d. Perdarahan gastro intestinal.