isi

50
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa tektonik berkekuatan 6,2 Skala Ritcher (SR) terjadi pada Sabtu, 18 Agustus 2012 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Diperkirakan pusat gempa berada di darat pada kedalaman 10 km dan merupakan bagian dari sesar Palukoro. Upaya mitigasi untuk meminimalisasi dampak bencana perlu dilakukan secara optimal. Salah satu penelitian ilmu kebumian dengan merelokasi hiposenter gempabumi. Penentuan hiposenter berpengaruh pada perhitungan waktu tempuh, jarak episenter, azimuth episenter, dan kualitas hasil berbagai studi lanjut dalam bidang seismologi. Relokasi hiposenter gempa merupakan suatu metoda yang bertujuan untuk memperoleh hiposenter yang lebih baik dan akurat. Relokasi sangat penting dilakukan dimana dengan melakukan relokasi diharapkan akan terlihat liniasi hiposenter yang merepresentasikan adanya struktur pensesaran. Salah satu yang digunakan adalah dengan menggunakan metode Grid Search dimana suatu teknik menghitung posisi episenter gempabumi berdasarkan perhitungan jarak antara titik-titik grid dengan episenter yang mempunyai kesalahan minimum. 1

Upload: yuhananisa-gates-jobs

Post on 18-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

penelitian

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gempa tektonik berkekuatan 6,2 Skala Ritcher (SR) terjadi pada Sabtu,

18 Agustus 2012 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Diperkirakan pusat gempa

berada di darat pada kedalaman 10 km dan merupakan bagian dari sesar

Palukoro.

Upaya mitigasi untuk meminimalisasi dampak bencana perlu dilakukan

secara optimal. Salah satu penelitian ilmu kebumian dengan merelokasi

hiposenter gempabumi. Penentuan hiposenter berpengaruh pada perhitungan

waktu tempuh, jarak episenter, azimuth episenter, dan kualitas hasil berbagai

studi lanjut dalam bidang seismologi.

Relokasi hiposenter gempa merupakan suatu metoda yang bertujuan

untuk memperoleh hiposenter yang lebih baik dan akurat. Relokasi sangat

penting dilakukan dimana dengan melakukan relokasi diharapkan akan terlihat

liniasi hiposenter yang merepresentasikan adanya struktur pensesaran. Salah satu

yang digunakan adalah dengan menggunakan metode Grid Search dimana suatu

teknik menghitung posisi episenter gempabumi berdasarkan perhitungan jarak

antara titik-titik grid dengan episenter yang mempunyai kesalahan minimum.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian studi kasus ini adalah untuk mendapatkan

posisi hiposenter gempa Palu yang lebih akurat dari sebelumnya dengan

merelokasi menggunakan metode Grid Search.

1.3 Ruang Lingkup Kegiatan

1.3.1 Kunjungan Operasional

Adapun kunjungan operasional yang dilakukan adalah di Pusat

Gempabumi dan Tsunami, Pusat Seismologi Teknik dan Stasiun Geofisika Klas

II Kemayoran untuk mengetahui aplikasi dari implementasi BMKG.

1

Page 2: Isi

1.3.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dibahas adalah Relokasi gempabumi dengan

studi kasus gempabumi Palu pada tanggal 18-30 Agustus 2012.

1.3.3 Batasan Masalah

Masalah yang dibatasi pada metode relokasinya yaitu metode Grid

Search yang menggunakan software Ontoredjo dan plotting relokasi dengan

menggunakan ArcGiesMap serta lokasi gempabumi di Palu yang terletak antara

00LS – 10LS dan 1190BT – 1210BT.

2

Page 3: Isi

BAB II

PROFIL INSTANSI

2.1 Sejarah Singkat BMKG

Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai pada

tahun 1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh

Dr. Onnen, Kepala rumah sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya

berkembang sesuai dengan semakin diperlukan data hasil pengamatan cuaca dan

geofisika. Pada tahun 1866, kegiatan pengamatan perorangan tersebut oleh

pemerintah Hindia Belanda diresmikan menjadi instansi pemerintah dengan

nama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium

Magnetik dan Meteorologi dipimpin oleh Dr. Bergsma.

Pada tahun 1879 dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun

pengamatan di Jawa. Pada tahun 1902 pengamatan medan magnet bumi

dipindahkan dari Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempabumi dimulai pada tahun

1908 dengan pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta,

sedangkan pemasangan komponen vertikal dilaksanakan tahun 1928. Pada tahun

1912 dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi dengan menambah

jaringan sekunder. Sedangkan jasa meteorologi dan geofisika diganti menjadi

Kisho Kauso Khuso. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun

1945, instansi tersebut dipecah menjadi dua: di Yogyakarta dibentuk biro

Meteorologi yang berada dilingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat

Indonesia khusus melayani kepentingan angkatan udara. Di Jakarta dibentuk

Jawatan Meteorologi dan Geofisika. Dibawah Kementrian Pekerjaan Umum dan

Tenaga.

Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil

alih oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti Meteorologisch en

Geofisiche Dienst. Sementara itu, ada juga jawatan Meteorologi dan Geofisika

yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia, kedudukan instansi

tersebut di jalan Gongdangdia, Jakarta. Pada tahun 1949, setelah penyerahan

3

Page 4: Isi

kedaulatan Negara Republik Indonesia dari Belanda, Meteorolisch en Geofisiche

Dienst diubah menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika di bawah departemen

Perhubungan dan Pekerjaan Umum. Selanjutnya, pada tahun 1950 Indonesia

secara resmi masuk sebagai anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World

Meteorological Organization atau WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan

Geofisika menjadi Permanent Reperesentative of Indonesia with WMO.

Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya

menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen

Perhubungan, dan pada tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan

Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara.

Pada tahun 1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan

Geofisika, kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada

tahun 1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi

Pusat Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah

Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1980 statusnya dinaikkan menjadi

suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika,

dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen Perhubungan.

Pada tahun 2002, dengan keputusan Presiden RI Nomor 46 dan 48 tahun

2002, struktur organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non

Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan Meteorologi dan Geofisika.

Terakhir, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan Meteorologi

dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan

Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga Pemerintah Non

Departemen. Pada tanggal 1 Oktober 2009 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.

2.2 Logo BMKG

Logo Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika berbentuk

lingkaran dengan warna dasar biru, putih dan hijau, di tengah-tengah warna

4

Page 5: Isi

putih terdapat satu garis berwarna abu-abu. Dibawah logo yang berbentuk

lingkaran terdapat tulisan BMKG.

Gambar 2.1 Logo BMKG

Makna dari logo BMKG menggambarkan bahwa BMKG berupaya

semaksimal mungkin dapat menyediakan dan memberikan informasi

meteorologi klimatologi dan geofisika dengan mengaplikasikan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi terkini dan dapat berkembang secara dinamis

sesuai kemajuan zaman. Dalam menjalankan fungsinya, BMKG berupaya

memberikan yang terbaik dan penuh keikhlasan berdasarkan pancasila untuk

bangsa dan tanah air Indonesia yang subur yang terletak di garis kathulistiwa.

Arti dari logo BMKG adalah untuk bentuk lingkaran melambangkan

BMKG sebagai institusi yang dinamis, lima garis di bagian atas melambangkan

dasar Negara RI yaitu Pancasila, sembilan (9) garis di bagian bawah merupakan

angka tertinggi yang melambangkan hasil maksimal yang diharapkan, gumpalan

awan putih melambangkan meteorologi, bidang warna biru bergaris

melambangkan klimatologi, bidang berwarna hijau bergaris patah

melambangkan geofisika, satu (1) garis melintang di tengah melambangkan

garis kathulistiwa.

Makna dari warna logo BMKG adalah pada warna biru diartikan

keagungan/ ketaqwaan, warna putih diartikan keikhlasan/ suci, warna hijau

diartikan kesuburan, warna abu-abu diartikan bebas/ tidak ada batas

administrasi.

5

Page 6: Isi

2.3 Visi, Misi dan Tujuan BMKG

2.3.1 Visi

Mewujudkan BMKG yang handal, tanggap dan mampu dalam rangka

mendukung keselamatan masyarakat serta keberhasilan pembangunan nasional,

dan berperan aktif di tingkat Internasional. Terminologi di dalam visi tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pelayanan informasi meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika

yang handal ialah pelayanan BMKG terhadap penyajian data, informasi

pelayanan jasa meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika yang

akurat, tepat sasaran, tepat guna, cepat, lengkap, dan dapat

dipertanggungjawabkan.

b. Tanggap dan mampu dimaksudkan BMKG dapat menangkap dan

merumuskan kebutuhan stakeholder akan data, informasi, dan jasa

meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika serta mampu

memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa.

c. Tanggap dan mampu dimaksudkan BMKG dapat menangkap dan

merumuskan kebutuhan stakeholder akan data, informasi, dan jasa

meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika serta mampu

memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa.

d. Tanggap dan mampu dimaksudkan BMKG dapat menangkap dan

merumuskan kebutuhan stakeholder akan data, informasi, dan jasa

meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika serta mampu

memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa.

2.3.2 Misi

Misi BMKG yang telah ditetapkan adalah mengamati dan memahami

fenomena meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika, menyediakan

data, informasi dan jasa meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika

yang handal dan terpercaya, mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan di

bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika dan Berpartisipasi

6

Page 7: Isi

aktif dalam kegiatan internasional di Bidang meteorologi, klimatologi, kualitas

udara dan geofisika.

2.3.3 Tujuan

Tujuan Rencana Strategis BMKG diarahkan untuk mempercepat

pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan berdasarkan pemikiran

konseptual analitis, realitis, rasional dan komprehensif dan perwujudan

pembangunan dalam langkah-langkah yang sistemik dan bertahap dalam suatu

perencanaan yang bersifat strategis.

2.4 Tugas dan Fungsi BMKG

BMKG sebagai lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)

mempunyai tugas yaitu melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud diatas, sedangkan fungsi BMKG adalah :

Perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang meteorologi,

klimatologi, dan geofisika;

Perumusan kebijakan teknis di bidang meteorologi, klimatologi, dan

geofisika;

Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang meteorologi,

klimatologi, dan geofisika;

Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian observasi, dan pengolahan data

dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;

Pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan

geofisika;

Penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat

berkenaan dengan perubahan iklim;

Penyampaian informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait

serta masyarakat berkenaan dengan bencana karena factor meteorologi,

klimatologi, dan geofisika;

7

Page 8: Isi

Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang meteorologi, klimatologi, dan

geofisika;

Pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan pengembangan di bidang

meteorologi, klimatologi, dan geofisika;

Pelaksanaan, pembinaan, dan pengendalian instrumentasi, kalibrasi, dan

jaringan komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;

Koordinasi dan kerja sama instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan komunikasi

di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;

Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keahlian dan manajemen pemerintahan

di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;

Pelaksanaan pendidikan profesional di bidang meteorologi, klimatologi, dan

geofisika;

Pelaksanaan manajemen data di bidang meteorologi, klimatologi, dan

geofisika;

Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi di lingkungan

BMKG;

Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

BMKG;

Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BMKG;

Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang meteorologi,

klimatologi, dan geofisika.

2.5 Struktur Organisasi BMKG

Struktur organisasi BMKG dibuat dan disusun agar pembagian tugas dan

tanggung jawab dari seluruh pegawai terlihat jelas dan terperinci. Struktur

organisasi perlu diperhatikan agar kegiatan operasional yang akan dilakukan

para pelaksana termasuk pimpinan dapat berjalan baik. Berikut ini merupakan

bagan struktur organisasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

8

Page 9: Isi

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

2.6 Puslitbang BMKG

Kegiatan praktek kerja lapangan dilaksanakan di Pusat Penelitian dan

Pengembangan BMKG Jakarta dengan spesifikasi bidang Litbang Geofisika.

Puslitbang merupakan bagian dari BMKG yang langsung berada di bawah

kepala dan inspektorat BMKG. Puslitbang bertanggung jawab dalam hal

penelitian dan pengembangan serta melakukan publikasi terhadap hasil

penelitian dan pengembangan tersebut untuk kepentingan masyarakat. Berikut

ini merupakan bagan struktur organisasi PusLitBang BMKG.

Gambar 2.2 Struktur Organisasi PusLitbang BMKG

2.6.1 Tugas dan Fungsi Puslitbang BMKG

Puslitbang mempunyai tugas melaksankan penelitian, pengajian dan

pengembangan, pembinaan dan pengendalian pelaksanaan, pengkajian dan

9

Page 10: Isi

pengembangan, koordinasi dan kerja sama serta diseminasi hasil penelitian,

pengkajian dan pengembangan di bidang meteorologi, kilimatologi, kualitas

udara dan geofisika. Sedangkan fungsi Puslitbang adalah :

a. Penyusunan rencana dan program penelitian, pengkajian dan

pengembangan di bidang meteorologi, kilimatologi, kualitas udara

dan geofisika.

b. Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan penelitian, pengkajian dan

pengembangan di bidang meteorologi, kilimatologi, kualitas udara

dan geofisika.

c. Koordinasi kerjasama penelitian, pengkajian dan pengembangan di

bidang meteorologi, kilimatologi, kualitas udara dan geofisika.

d. Pelaksanaan penelitian, pengkajian dan pengembangan di bidang

meteorologi, kilimatologi, kualitas udara dan geofisika.

e. Pelaksanaan penelitian, pengkajian dan pengembangan di bidang

meteorologi, kilimatologi, kualitas udara dan geofisika.

f. Pelaksanaan evaluasi dan laporan kegiatan penelitian, pengkajian dan

laporan kegiatan penelitian, pengkajian dan pengembangan di bidang

meteorologi, kilimatologi, kualitas udara dan geofisika.

g. Pelaksanaan desimilasi hasil penelitian, pengkajian dan

pengembangan di bidang meteorologi, kilimatologi, kualitas udara

dan geofisika.

2.6.2 Visi dan Misi Puslitbang BMKG

Visi

Semua penelitian dan pengembanganyang unggul dan mampu mendukung

pelayanan jasa meteorology, klimatologi, kualitas udara dan geofisika.

Misi

a. Mewujudkan organisasi pembelajaran yang professional yang unggul

dalam menyelenggarakan penelitian dan pengembangan.

b. Mewujudkan informasi hasil penelitian dan pengembangan sebagai

bahan perumusan kebijakan untuk percepatan pembangunan kapasitas

BMKG.

10

Page 11: Isi

c. Mewujudkan jaringan kerja sama penelitian dan pengembangan

nasional dan internasional.

d. Memasyarakatkan dan membudayakan kegiatan penelitian dan

pengembangan di lingkungan BMKG.

e. Mendayagunakan hasil penelitian dan pengembangan BMKG bagi

percepatan pembangunan nasional dan daerah

11

Page 12: Isi

BAB III

KAJIAN PUSTAKA

3.1 Teori Gempabumi

Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi

di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan

pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan

dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan

kesegala arah berupa gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan

sampai ke permukaan bumi (bmkg.go.id).

Karakteristik Gempabumi

Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat

Lokasi kejadian tertentu

Akibatnya dapat menimbulkan bencana

Berpotensi terulang lagi

Belum dapat diprediksi

Tidak dapat dicegah, tetapi akibat yang ditimbulkan dapat

dikurangi

Parameter - Parameter Gempa Bumi

a. Gelombang Gempa bumi

Gelombang gempabumi dapat diartikan sebagai merambatnya

energi dari pusat gempa atau hiposentrum (fokus) ke tempat lain di bumi.

Gelombang ini terdiri dari gelombang badan dan gelombang permukaan.

Gelombang badan adalah gelombang gempa yang dapat merambat di

lapisan bumi, sedangkan gelombang permukaan adalah gelombang gempa

yang merambat dipermukaan bumi.

b. Ukuran besar Gempa bumi

Ukuran besar gempabumi dinyatakan sebagai magnitude,

sedangkan besaran gempabumi adalah Skala Ritcher (SR). Jenis

magnitude / besaran gempa bumi, adalah :

12

Page 13: Isi

1. Magnitude gelombang badan (mb), ditentukan berdasarkan jumlah

total energi gelombang elastis yang ditransfer dalam bentuk

gelombang P dan S .

2. Magnitude gelombang permukaan (ms), ditentukan berdasarkan

berdasarkan jumlah total energi gelombang love (L) dan

gelombang Rayleigh (R) dengan asumsi hyposenter dangkal (30

km) dan amplitude maksimum terjadi pada periode 20 detik.

3. Moment gempa seismik (mo), merupakan skala yang menentukan

magnitude suatu gempa bumi menurut momen gempa, sehingga

dapat merupakan gambaran deformasi yang disebabkan oleh suatu

gempa.

c. Intensitas

Intensitas adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu

gempa selain dengan magnitude. Intensitas dapat didefenisikan sebagai

suatu besarnya kerusakan disuatu tempat akibat gempa bumi yang diukur

berdasarkan kerusakan yang terjadi. Harga intensitas merupakan fungsi

dari magnitude, jarak ke episenter, lama getaran, kedalaman gempa,

kondisi tanah dan keadaan bangunan. Berikut ini merupakan hubungan

antara Magnitude dan Intensitas gempa :

Tabel 3.1 Hubungan Antara Magnitude Dan Intensitas Gempa

Magnitude

(Richter)

Intensitas

(MMI)Pengaruh – pengaruh tipikal

≤ 2 I – ii Pada umumnya tidak terasa

3 Iii Terasa di dalam rumah, tidak ada kerusakan

4 IV – VTerasa oleh banyak orang, barang-barang bergerak, Tidak

adak kerusakan struktural

5 VI – VIITerjadi beberapa kerusakan struktural, seperti Retak-retak

pada dinding

6 VII – VIII Kerusakan menengah, seperti hancurnya dinding

7 IX – X Kerusakan besar, seperti runtuhnya bangunan

>8 XI – XII Rusak total atau hampir hancur total

13

Page 14: Isi

3.2 Struktur Tektonik Sulawesi

Tektonik Pulau Sulawesi dibagi dalam empat mintakat yang didasari atas

sejarah pembentukannya yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Timur, Banggai-Sula

dan Sulawesi Tengah yang bersatu pada kala Miosen – Pliosen oleh interaksi

antara lempeng Pasifik, Australia tehadap lempeng Asia. Interaksi ketiga

lempeng tersebut memberikan pengaruh cukup besar terhadap kejadian bencana

alam geologi di Sulawesi pada umumnya dalam wujud gempa bumi, tsunami,

gerakan tanah, gunungapi dan banjir yang senantiasa terjadi seiring dengan

berlangsungnya aktivitas tektonik. Di kawasan Pulau Sulawesi terdapat 9 unsur

tektonik dan struktur yang dapat memicu terjadinya gempa dan tsunami yaitu

patahan Walanae, patahan Palu-Koro, patahan MatanoLawanoppo, patahan

Kolaka, patahan Paternoster, patahan Gorontalo, patahan naik Batui Balantak,

subduksi lempeng Laut Sulawesi dan subduksi lempeng Maluku. Struktur –

struktur tersebut diatas merupakan dampak dari pada aktivitas tektonik Neogen

yang bekerja di kawasan Sulawesi.

Gambar 3.1 Peta tektonik dan struktur Sulawesi(Kaharuddin, 2011)

Patahan Palu-Koro berhubungan dengan patahan Matano-Sorong dan

Lawanoppo-Kendari, sedang di ujung utara melalui Selat Makassar berpotongan

dengan zona subduksi lempeng Laut Sulawesi (Kaharuddin, 2011).

14

Page 15: Isi

3.3 Sesar Palu Koro

Kota Palu, Sulawesi Tengah, tercatat sebagai daerah rawan gempa karena

memiliki aktivitas tektonik tertinggi di Indonesia. Penyebab utamanya tidak lain

adalah karena di kota Palu terdapat patahan kerak bumi (sesar) berdimensi cukup

besar, dikenal dengan sesar Palu Koro. Sesar itu memanjang mulai dari Selat

Makassar sampai pantai utara Teluk Bone dengan panjang patahan sekitar 500

km. Di Kota Palu, patahan itu melintas dari Teluk Palu masuk ke wilayah

daratan, memotong jantung kota, terus sampai ke Sungai Lariang di Lembah

Pipikoro, Donggala arah selatan Palu.

Gambar 3.2 Peta Sesar Palu Koro(Kusna,2010)

Sesar itu terus bergerak satu sama lain dan memiliki sifat pergeseran

sinistral (pergeseran ke arah kanan) dengan kecepatan geser sekitar 14-17

mm/tahun. Pergeseran pada lempeng-lempeng tektonik yang cukup aktif di sesar

Palu Koro membuat tingkat kegempaan di wilayah itu juga dikategorikan cukup

tinggi. Hanya saja getarannya kecil-kecil, dan hanya bisa dicatat seismograf.

Akan tetapi pada waktu-waktu tertentu, getarannya bisa besar, bergantung pada

gesekan energi yang dikeluarkan dari sesar tersebut. Dengan kondisi patahan

Palu Koro yang cukup aktif, dapat dikatakan setiap saat Kota Palu rawan

diguncang gempa hebat.

15

PaluKoro

Page 16: Isi

Pulau Sulawesi dalam tatanan tektonik global berada pada daerah

pertemuan tiga lempeng bumi yang saling berinteraksi satu sama lain dan

merupakan zona gesekan/suture antara lempeng makro Indonesia barat dengan

lempeng mikro Indonesia timur. Kondisi inilah yang menyebabkan Sulawesi

sangat potensial terhadap bencana alam geologi terutama gempa dan tsunami.

Pulau Sulawesi, walaupun merupakan lempeng mikro yang sifat gempanya lebih

kecil dibanding Indonesia barat (lempeng makro), namun sebenarnya Pulau

Sulawesi tersebut diapit oleh lempeng – lempeng besar seperti lempeng

Australia, Pasifik, Asia dan Laut Sulawesi, sehingga ancaman akan bencana

gempa dan tsunami tetap berpotensi besar.

3.4 Metode Relokasi Gempabumi Grid Search

Metode yang digunakan dalam relokasi hiposenter ini salah satunya

menggunakan metode Grid Search. Pada metode ini ruang model didefinisikan

terlebih dahulu dengan menentukan secara “a priori” (batas minimum dan

maksimum) harga setiap parameter model yang mungkin. Kemudian dilakukan

diskretisasi pada interval tersebut sehingga diperoleh grid yang dapat saja tidak

homogen namun meliputi seluruh ruang model yang telah didefinisikan.Titik

grid yang memiliki waktu tiba kalkulasi paling mendekati waktu tiba

pengamatan akan digunakan sebagai solusi optimal (parameter baru). Kendala

dalam metode ini adalah banyaknya titik grid dalam ruang model tersebut

membuat metode komputasi menjadi lebih lama.

Gambar 3.3 Ilustrasi metode Grid Search

16

Page 17: Isi

Ilustrasi metode Grid Search. Bintang berwarna merah menandakan

parameter “a priori”. Pada penelitian ini, parameter “a priori” yang digunakan

yaitu hiposenter BMKG (Madona, 2011).

Ruang model metode ini berbentuk kubus dengan volume ruang model 10

x 10x 50 km. Kemudian ruang model tersebut didiskretisasi menjadi berukuran

grid 0.050 x 0.050 x 1 km. Setiap grid dalam ruang model dilakukan perhitungan

fungsi obyektif secara bertahap. Informasi mengenai harga fungsi obyektif untuk

semua grid pada ruang model dapat digunakan untuk menentukan solusi.

BAB IV

17

Page 18: Isi

METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian tentang relokasi hiposenter gempabumi Palu dengan

menggunakan metode Grid Search dilaksanakan di Puslitbang BMKG Jakarta.

Penelitian dilaksanakan dari pengambilan data, pengolahan data, serta analisis

data mulai tanggal 1 – 30 Juli 2013

4.2 Studi Kasus

Studi kasus yang dilakukan adalah tentang relokasi hiposenter

gempabumi Palu dengan menggunakan metode Grid Search. Dalam hal ini

menggunakan software Ontoredjo.

Software Ontoredjo merupakan software yang dibuat dengan bahasa

pemrograman Matlab dan berjalan pada system operasi Linux. Software

Ontoredjo ini menggunakan dasar metode Grid Search.

Gambar 4.1 Tampilan Software Ontoredjo

4.3 Langkah Penelitian

18

Page 19: Isi

Mengumpulkan Data Mini Regional Palu Tanggal 18-30 Agustus 2012

dengan Magnitudo ≥ 4.0

Membaca Parameter Yang Dibutuhkan Menggunakan Software

ATLAS

Membuat Phase Report Sheet (PRS)

Memasukkan Parameter Yang Dibutuhkan Kedalam Software Ontoredjo (Untuk Masing-masing Event Gempa)

Mengolah Setiap Event Gempa Pada PRS dengan Menggunakan Software

Ontoredjo

Memplot Parameter yang dibutuhkan dengan menggunakan menggunakan Software ArcMap

10.1

Memplot Parameter setelah direlokasi Menggunakan Software ArcMap

10.1

Membandingkan Hasil Ploting sebelum dan Sesudah Relokasi

END

START

Menentukan Daerah Penelitian

19

Page 20: Isi

Gambar 4.1 diagram alir penelitian

Penjelasan Diagram Alir Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul Penentuan Relokasi Gempabumi di

daerah Palu yang berkekuatan 6,2 Skala Ritcher (SR) terjadi pada Sabtu, 18

20

Page 21: Isi

sampai 30 Agustus 2012 dengan magnitude diatas 4 pada koordinat antara 00LS

– 10LS dan 1190BT – 1210BT.

Pertama dengan menggunakan Software Atlas untuk menentukan

informasi parameter gempa kemudian dengan menggunakan Software Ontoredjo

untuk mengkalkulasi data dari software Atlas sebagai penentu lokasi relokasi.

Atlas akan membaca data waveform yang memiliki format data YYYYMMDD

(20120818) yang mana dari data tersebut, Atlas akan menampilkan lokasi

dimana gempabumi itu terjadi beserta stasiun pencatat gempabumi tersebut dan

juga waktu tiba gempabumi (origin time) waktu tiba gelombang P dan waktu

tiba gelombang S. Setelah memperoleh data seperti diatas selanjutnya adalah

membuat PRS (Phase Report Sheet) pada Microsoft Excel, yaitu seperti pada

gambar berikut :

Gambar 4.2 Contoh hasil PRS pada Microsoft Excel

Setelah membuat PRS seperti diatas, maka selanjutnya memasuki

software Ontoredjo untuk mengolah setiap event gempa pada PRS. Setelah

mendapatkan hasil Relokasi maka kita melakukan plotting menggunakan

aplikasi ArcMap 10.1. Terakhir membandingkan hasil akhir plotting sebelum

relokasi dan sesudah relokasi pada ArcMap 10.1

BAB V

HASIL dan PEMBAHASAN

21

Page 22: Isi

5.1 Kegiatan Operasional Praktek Kerja Lapangan

Kegiatan penunjang yang dilaksanakan selama praktek kerja lapangan

adalah kunjungan ke pusat gempabumi dan tsunami, pusat seismologi dan teknik

geofisika potensial dan tanda waktu, serta stasiun geofisika kelas II Kemayoran.

Pusat Gempabumi dan Tsunami

Pusat Gempa dan Tsunami mempunyai tugas utama mengoperasikan

Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia atau Indonesia Tsunami

Early Warning System yang disingkat InaTEWS. InaTEWS adalah

suatu program nasional dan terimplementasikan dibawah koordinasi

Kementerian Negara Riset dan Teknologi dan melibatkan 16 instansi

nasional. Desain InaTEWS ditunjukkan pada Gambar 4.1

Gambar 5.1 desain InaTEWS

System terkait :

A. Sistem Pemantauan

Pemantauan darat

Seismic (163 broadband seismometer, 500

accelerometer)

Global Positioning System (40 lokasi)

Pemantauan muka laut

Buoys (22)

Tide Gauges (80)

CCTV

22

Page 23: Isi

B. Sistem Pengolahan

Seismic : 10 Regional Center (RC), 1 National Center (NC)

Lainnya : 1 Tide Gauges Center, 1 Buoys Center, 1 GPS

Center

C. Telekomunikasi

Upstream (Pengumpulan Data)

Down stream (Diseminasi)

Gambar 5.2 alur data InaTEWS

Pusat Seismologi Teknik

Seismotek dibagi 2 sistem kerja yaitu :

Data Seismologi Teknik

Pada bagian data sendiri terbagi menjadi 2, yaitu :

o Non Colocated

Alat yang digunakan pada Non Colocated bergabung

dengan InaTEWS.

o Colocated

Alat yang digunakan pada Colocated merupakan alat

milik Seismotek sendiri.

Informasi Seismologi Teknik

23

Page 24: Isi

Pada bagian ini bertugas menginformasikan pada masyarakat

jika terjadi gempabumi lewat sms, email, dll.

Stasiun Geofisika Klas II Kemayoran

Peralatan yang ada pada Stasiun Geofisika adalah :

1. Seismograph

Seismograph Wiechert-H, 1908

Seismograph Wiechert-V, 1928

Seismograph Sprengnether, 1953

Seismograph Kinematrik SPS-1, 1979

Digital Broadband Seismograph, 2002

Digital Short Periode Seismograph, 2010

2. Accelerograph (Etna), 2002

Merk Etna, 2002

Merk Titan, 2011 (dep geof)

3. Intensity meter, 2012 (bidang instrumentasi)

4. Tanda waktu standard nasional

Lonceng Bandul Howu, 1908

Lonceng Bandul Howu, 1925

Lonceng Bandul SH.9 DG Tabung Hampa, 1926

Lonceng Bandul SH.85 DG Tabung Hampa, 1956

Jam Atom (Cesium Bem Frequency), 1981, 1996, 1994, 2006,

2012

Radio Receiver

5.2 Pembahasan Hasil Relokasi Gempabumi Palu

Penelitian ini menggunakan katalog gempabumi Palu yang diperoleh dari

katalog mini regional BMKG yang memiliki 1 mainshock dan 23 aftershock.

Gempabumi yang digunakan memiliki magnitudo berkisar 4 – 6,2 Mw. Relokasi

hiposenter dalam penelitian ini meggunakan metode inversi non linier dengan

pendekatan pencarian global, yaitu Grid Search. Pada dasarnya metode ini

mencari kesalahan minimum dalam ruang 3 dimensi model yang dijadikan

24

Page 25: Isi

sebagai solusinya. Pada kasus gempabumi Palu, langkah pertama dilakukan

perbandingan gempabumi utama sebelum dengan sesudah relokasi dengan

metode Grid Search yang hasilnya ditunjukkan pada Gambar 5.3.

Tabel 5.1 Hiposenter gempabumi utama sebelum dan sesudah relokasi dengan menggunakan metode Grid Search.

SEBELUM RELOKASI SESUDAH RELOKASI

LONGITUDE LATITUDE DEPTH LONGITUDE LATITUDE DEPTH Erms

120.04 -1.30 2.99 120.14 -1.30 5,00 0,287035

25

Page 26: Isi

Gambar 5.3 Hiposenter gempabumi utama sebelum dan sesudah relokasi dengan metode Grid Search

26

Page 27: Isi

-1.20-1.202.002.503.003.504.004.505.005.50

sebelumsesudah

Jarak (Km)

Keda

lam

an (K

m)

Gambar 5.4 Grafik perbandingan gempabumi utama sebelum relokasi dengan sesudah relokasi

Berdasarkan Tabel 5.3 Hasil relokasi yang didapatkan untuk gempabumi

utama, pergeseran antara gempabumi sebelum dan sesudah relokasi

menggunakan metode grid search berubah sekitar 0,55 Km dari gempabumi

sebelum relokasi. Dengan perubahan kedalaman berubah 2,01 Km lebih dalam

dari gempabumi sebelum relokasi. Pada gempabumi susulan, hasil gempabumi

sebelum dan sesudah relokasi, dapat terlihat pada Tabel 5.2, yaitu :

Tabel 5.2 Hiposenter gempabumi utama dan susulan sebelum dan sesudah relokasi mengunakan metode Grid Search.

SEBELUM RELOKASI SESUDAH RELOKASILONGITUD

ELATITUD

EDEPT

HLONGITUD

ELATITUD

EDEPT

H Erms

120.04 -1.3 2.99 120.14 -1.3 50.28703

5

119.94 -1.34 5.76 119.84 -1.34 120.14933

5

120.05 -1.31 8.12 119.95 -1.31 190.09851

8

119.95 -1.32 10.74 119.95 -1.32 15.740.11325

2

120.07 -1.28 4.11 120.07 -1.28 170.07409

4

120.12 -1.29 7.59 120.12 -1.29 150.06937

4

120.11 -1.3 5.9 120.11 -1.3 17 0.02283

27

Page 28: Isi

120.11 -1.31 8.76 120.11 -1.31 15 0.07637

120.1 -1.3 5.32 120.1 -1.3 150.10030

9

120.11 -1.29 7.14 120.11 -1.29 130.09138

7

120.09 -1.31 4.37 120.09 -1.31 150.08798

8

120.11 -1.29 9.75 120.11 -1.29 150.05083

9

120 -1.32 5.84 120 -1.32 150.08033

4

120.1 -1.33 8.06 120.1 -1.33 140.11395

6

120.07 -1.36 20 120.07 -1.36 20 0.11148

119.98 -1.33 5.28 119.98 -1.33 140.30118

4

119.98 -1.33 4.85 119.88 -1.33 170.08630

2

120.1 -1.3 9.21 120.1 -1.3 160.06781

5

120.11 -1.29 5.89 120.11 -1.29 180.03017

2

119.88 -1.34 10.4 119.78 -1.34 4.40.03280

4

120.23 -1.24 20 120.23 -1.24 200.10905

3

120.04 -1.32 8.21 120.04 -1.32 160.12449

1

120.03 -1.3 9.46 120.03 -1.3 160.08848

6

28

Page 29: Isi

Gambar 5.5 Hiposenter gempabumi utama dan distribusi gempabumi susulan sebelum dan sesudah relokasi menggunakan metode Grid Search.

Pada gambar 5.5 terlihat distribusi hiposenter antara sebelum dan sesudah relokasi tidak jauh berbeda, hal ini dapat dipastikan, dengan mengamati hasil sebelum dan sesudah relokasi pada tabel 5.2, terlihat bahwa hasil sebelum dan sesudah relokasi menggunakan metode grid search tidak jauh berbeda, dengan rata – rata latitude sebesar 0.0125 dan longitude sebesar 0. Terlihat pula bahwa titik – titik gempabumi yang terjadi, dari hasil relokasi maupun sebelum relokasi berada disekitar danau

29

Page 30: Isi

Lindu. Hal ini terjadi, dikarenakan titik pusat gempabumi utama berada di danau tersebut, karena danau Lindu merupakan danau tektonik yang aktif, sehingga dapat menyebabkan terjadinya gempa.

Gambar 5.6 Perubahan kedalaman gempabumi utama dan susulan sesudah relokasi menggunakan metode Grid Search.

Pada gambar 5.6 terlihat perubahan kedalaman yang terjadi pada hasil relokasi

gempabumi, dimana hasil relokasi gempabumi lebih dalam dibandingkan sebelum relokasi.

Hal ini didukung dengan tabel 5.2, bila diamati maka terlihat perubahan kedalaman antara

sebelum dan sesudah relokasi gempabumi. Rata – rata perubahan kedalaman yang terjadi

adalah 6,97 Km. Hal ini bisa disebabkan karena gempabumi utama yang berada di Danau

Lindu dan berada pada patahan palu – koro, dimana patahan palu – koro tersebut aktif

dikarenakan mendapatkan tekanan dari Laut Flores dibagian Selatan, dan saling

bertumbukan antar lempengan yang lainnya.

Berdasarkan tabel 5.2 dan gambar 5.5, didapatkan pula bahwa nilai RMS yang

didapatkan mendekati nilai nol dan hasil sesudah relokasi tidak jauh berbeda pergeserannya

dengan hasil sebelum relokasi. Hal ini dapat berindikasi bahwa relokasi hiposenter dengan

menggunakan metode grid search cukup baik untuk digunakan.

30

Page 31: Isi

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari pembahasan studi kasus yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa :

Pergeseran antara gempabumi sebelum dengan sesudah relokasi sebesar

0,55 Km dengan perubahan kedalaman 2,01 Km lebih dalam

dibandingkan dengan sebelum relokasi menggunakan metode Grid

search.

Pada hasil kedalaman sesudah relokasi didapatkan rata- rata pergeseran

kedalaman 6,97 Km lebih dalam dari sebelum relokasi.

Distribusi hasil gempabumi sesudah relokasi memperlihatkan pergeseran

yang tidak signifikan atau hampir sama dengan sebelum relokasi, serta

banyak nilai RMS yang mendekati nilai nol, ini mengindikasikan bahwa

metode gris search dapat digunakan dengan baik untuk relokasi.

6.2 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya :

Perlu dilakukan perbandingan beberapa metode relokasi gempabumi sehingga

diperoleh hasil relokasi yang lebih baik.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh model kecepatan

yang sesuai digunakan pada metode grid search, karena dapat berpengaruh

terhadap hasil relokasi.

31

Page 32: Isi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Studi Mekanika Gempabumi dengan menggunakan GPS

Laksono, Bayu Imbang .2011.Relokasi Hiposeneter Gempabumi Tasikmalaya

2 September 2009 beserta aftershocknya dengan menggunakan metoda Grid

Search dan Simulated Anneling. Bandung: ITB.

Madona, 2011. Relokasi Gemapabumi di Padang 30 September 2009 dan di

Jambi 1 Oktober 2009 dengan menggunakan metode Grid Search dan

Double Difference. Bandung: ITB.

MS, Kaharudin. Hutagalung, Ronald. Nurhamdan. 2011. Perkembangan

Tektonik dan Implikasinya terhadap Potensi Gempa dan Tsunami di

Kawasan Pulau Sulawesi. The 36th HAGI and 40th IAGI Annual Convention

and Exhibition Makassar, 26-29 September 2011

Anonim. http://rahmatkusnadi6.blogspot.com/2010/04/sesar-palu-koro.html,

diakses pada tanggal 20 Juli 2013

Anonim. http://inatews.bmkg.go.id/new/about_inatews.php?urt=7, diakses

pada tanggal 20 Juli 2013.

Anonim. http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1030986000&34

Rachni, Anna. 2012. Penentuan Hiposenter Gempa Mikro dengan Metode

Single Event Determination, Joint Hypocenter Determination and Double

Difference pada Lapangan Panas Bumi “ LAMDA “. Jakarta: UPI.

Ihsan, Mohammad. 2008. Analisa Ketahanan Gempa.Jakarta: UI

Iswati, Nina. Supardiyono. Madlazim. 2013. Estimasi Model Kecepatan

Lokal Gelombang Seismik1D dan Relokasi Hiposenter di Daerah Sumatera

Barat. Jurnal Fisika. Volume 02 Nomor 02 Tahun 2013, 0 – 5

Santoso, J. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung:ITB.

Rodi, William. 2006. Grid-search event location with non-Gaussian error

models. Journal elsevier, Received 21 December 2005; received in revised

form 17 March 2006; accepted 19 March 2006

Widiyantoro, Sri. 2008. Seismisitas dan Model Zona Subduksi di Indonesia

Resolusi Tinggi. Bandung: ITB.

32

Page 33: Isi

Nugroho, Hendra. Widiyantoro. Ibrahim. Penentuan Posisi Hiposenter

Gempabumi dengan menggunakan Metode GIDED GRID SEARCH dan

Model Struktur Kecepatan Tiga Dimensi. JURNAL METEOROLOGI DAN

GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 48 - 60

John C. Bancroft. Xiang Du. Locating Microseismic Events and Traveltime

Mapping using Locally Spherical Wavefronts. CREWES Research Report —

Volume 18 (2006)

John C. Bancroft. Xiang Du.Traveltime Computations for Locating the

Source of Micro Seismic Events and for Forming Gridded Traveltime Maps.

2007 CSPG CSEG Convention

33

Page 34: Isi

LAMPIRAN

Pusat Gempabumi dan Tsunami

Pusat Gempabumi dan Tsunami

Gambar 1. Ruangan pengamat gempabumi dan tsunami

Gambar 2. Berita peringatan dini tsunami InaTEWS

Pusat Seismologi Teknik

34

Page 35: Isi

(a) (b)

Gambar 3. (a) CPU server dan (b) Shakemap

(a) (b)

Gambar 4. (a) seimometer dan (b) borehole

Gambar 5. VS30 Multichannel Analysis of surface wave

Stasiun Geofisika Klas II Kemayoran

35

Page 36: Isi

Gambar 6. Seismograph Wiechert-H, 1908

Gambar 7. Seismograph Wiechert-V, 1928

Gambar 8. Seismograph Sprengnether, 1953

36

Page 37: Isi

Gambar 9. Seismograph Kinematrik SPS-1, 1979

(a) (b)

Gambar 10. (a) digital Digital Broadband Seismograph, 2002 dan (b) macam-macam jam bandul

Manajemen Bencana Gempabumi

Gambar 11. Manajemen bencana gempa bumi

37