isi
DESCRIPTION
penelitianTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gempa tektonik berkekuatan 6,2 Skala Ritcher (SR) terjadi pada Sabtu,
18 Agustus 2012 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Diperkirakan pusat gempa
berada di darat pada kedalaman 10 km dan merupakan bagian dari sesar
Palukoro.
Upaya mitigasi untuk meminimalisasi dampak bencana perlu dilakukan
secara optimal. Salah satu penelitian ilmu kebumian dengan merelokasi
hiposenter gempabumi. Penentuan hiposenter berpengaruh pada perhitungan
waktu tempuh, jarak episenter, azimuth episenter, dan kualitas hasil berbagai
studi lanjut dalam bidang seismologi.
Relokasi hiposenter gempa merupakan suatu metoda yang bertujuan
untuk memperoleh hiposenter yang lebih baik dan akurat. Relokasi sangat
penting dilakukan dimana dengan melakukan relokasi diharapkan akan terlihat
liniasi hiposenter yang merepresentasikan adanya struktur pensesaran. Salah satu
yang digunakan adalah dengan menggunakan metode Grid Search dimana suatu
teknik menghitung posisi episenter gempabumi berdasarkan perhitungan jarak
antara titik-titik grid dengan episenter yang mempunyai kesalahan minimum.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian studi kasus ini adalah untuk mendapatkan
posisi hiposenter gempa Palu yang lebih akurat dari sebelumnya dengan
merelokasi menggunakan metode Grid Search.
1.3 Ruang Lingkup Kegiatan
1.3.1 Kunjungan Operasional
Adapun kunjungan operasional yang dilakukan adalah di Pusat
Gempabumi dan Tsunami, Pusat Seismologi Teknik dan Stasiun Geofisika Klas
II Kemayoran untuk mengetahui aplikasi dari implementasi BMKG.
1
1.3.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas adalah Relokasi gempabumi dengan
studi kasus gempabumi Palu pada tanggal 18-30 Agustus 2012.
1.3.3 Batasan Masalah
Masalah yang dibatasi pada metode relokasinya yaitu metode Grid
Search yang menggunakan software Ontoredjo dan plotting relokasi dengan
menggunakan ArcGiesMap serta lokasi gempabumi di Palu yang terletak antara
00LS – 10LS dan 1190BT – 1210BT.
2
BAB II
PROFIL INSTANSI
2.1 Sejarah Singkat BMKG
Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai pada
tahun 1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh
Dr. Onnen, Kepala rumah sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya
berkembang sesuai dengan semakin diperlukan data hasil pengamatan cuaca dan
geofisika. Pada tahun 1866, kegiatan pengamatan perorangan tersebut oleh
pemerintah Hindia Belanda diresmikan menjadi instansi pemerintah dengan
nama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium
Magnetik dan Meteorologi dipimpin oleh Dr. Bergsma.
Pada tahun 1879 dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun
pengamatan di Jawa. Pada tahun 1902 pengamatan medan magnet bumi
dipindahkan dari Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempabumi dimulai pada tahun
1908 dengan pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta,
sedangkan pemasangan komponen vertikal dilaksanakan tahun 1928. Pada tahun
1912 dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi dengan menambah
jaringan sekunder. Sedangkan jasa meteorologi dan geofisika diganti menjadi
Kisho Kauso Khuso. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun
1945, instansi tersebut dipecah menjadi dua: di Yogyakarta dibentuk biro
Meteorologi yang berada dilingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat
Indonesia khusus melayani kepentingan angkatan udara. Di Jakarta dibentuk
Jawatan Meteorologi dan Geofisika. Dibawah Kementrian Pekerjaan Umum dan
Tenaga.
Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil
alih oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti Meteorologisch en
Geofisiche Dienst. Sementara itu, ada juga jawatan Meteorologi dan Geofisika
yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia, kedudukan instansi
tersebut di jalan Gongdangdia, Jakarta. Pada tahun 1949, setelah penyerahan
3
kedaulatan Negara Republik Indonesia dari Belanda, Meteorolisch en Geofisiche
Dienst diubah menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika di bawah departemen
Perhubungan dan Pekerjaan Umum. Selanjutnya, pada tahun 1950 Indonesia
secara resmi masuk sebagai anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World
Meteorological Organization atau WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan
Geofisika menjadi Permanent Reperesentative of Indonesia with WMO.
Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya
menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen
Perhubungan, dan pada tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan
Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara.
Pada tahun 1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan
Geofisika, kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada
tahun 1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi
Pusat Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah
Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1980 statusnya dinaikkan menjadi
suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika,
dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen Perhubungan.
Pada tahun 2002, dengan keputusan Presiden RI Nomor 46 dan 48 tahun
2002, struktur organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan Meteorologi dan Geofisika.
Terakhir, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan Meteorologi
dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga Pemerintah Non
Departemen. Pada tanggal 1 Oktober 2009 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
2.2 Logo BMKG
Logo Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika berbentuk
lingkaran dengan warna dasar biru, putih dan hijau, di tengah-tengah warna
4
putih terdapat satu garis berwarna abu-abu. Dibawah logo yang berbentuk
lingkaran terdapat tulisan BMKG.
Gambar 2.1 Logo BMKG
Makna dari logo BMKG menggambarkan bahwa BMKG berupaya
semaksimal mungkin dapat menyediakan dan memberikan informasi
meteorologi klimatologi dan geofisika dengan mengaplikasikan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi terkini dan dapat berkembang secara dinamis
sesuai kemajuan zaman. Dalam menjalankan fungsinya, BMKG berupaya
memberikan yang terbaik dan penuh keikhlasan berdasarkan pancasila untuk
bangsa dan tanah air Indonesia yang subur yang terletak di garis kathulistiwa.
Arti dari logo BMKG adalah untuk bentuk lingkaran melambangkan
BMKG sebagai institusi yang dinamis, lima garis di bagian atas melambangkan
dasar Negara RI yaitu Pancasila, sembilan (9) garis di bagian bawah merupakan
angka tertinggi yang melambangkan hasil maksimal yang diharapkan, gumpalan
awan putih melambangkan meteorologi, bidang warna biru bergaris
melambangkan klimatologi, bidang berwarna hijau bergaris patah
melambangkan geofisika, satu (1) garis melintang di tengah melambangkan
garis kathulistiwa.
Makna dari warna logo BMKG adalah pada warna biru diartikan
keagungan/ ketaqwaan, warna putih diartikan keikhlasan/ suci, warna hijau
diartikan kesuburan, warna abu-abu diartikan bebas/ tidak ada batas
administrasi.
5
2.3 Visi, Misi dan Tujuan BMKG
2.3.1 Visi
Mewujudkan BMKG yang handal, tanggap dan mampu dalam rangka
mendukung keselamatan masyarakat serta keberhasilan pembangunan nasional,
dan berperan aktif di tingkat Internasional. Terminologi di dalam visi tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pelayanan informasi meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika
yang handal ialah pelayanan BMKG terhadap penyajian data, informasi
pelayanan jasa meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika yang
akurat, tepat sasaran, tepat guna, cepat, lengkap, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
b. Tanggap dan mampu dimaksudkan BMKG dapat menangkap dan
merumuskan kebutuhan stakeholder akan data, informasi, dan jasa
meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika serta mampu
memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa.
c. Tanggap dan mampu dimaksudkan BMKG dapat menangkap dan
merumuskan kebutuhan stakeholder akan data, informasi, dan jasa
meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika serta mampu
memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa.
d. Tanggap dan mampu dimaksudkan BMKG dapat menangkap dan
merumuskan kebutuhan stakeholder akan data, informasi, dan jasa
meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika serta mampu
memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa.
2.3.2 Misi
Misi BMKG yang telah ditetapkan adalah mengamati dan memahami
fenomena meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika, menyediakan
data, informasi dan jasa meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika
yang handal dan terpercaya, mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan di
bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika dan Berpartisipasi
6
aktif dalam kegiatan internasional di Bidang meteorologi, klimatologi, kualitas
udara dan geofisika.
2.3.3 Tujuan
Tujuan Rencana Strategis BMKG diarahkan untuk mempercepat
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan berdasarkan pemikiran
konseptual analitis, realitis, rasional dan komprehensif dan perwujudan
pembangunan dalam langkah-langkah yang sistemik dan bertahap dalam suatu
perencanaan yang bersifat strategis.
2.4 Tugas dan Fungsi BMKG
BMKG sebagai lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
mempunyai tugas yaitu melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud diatas, sedangkan fungsi BMKG adalah :
Perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
Perumusan kebijakan teknis di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian observasi, dan pengolahan data
dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
Pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
Penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat
berkenaan dengan perubahan iklim;
Penyampaian informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait
serta masyarakat berkenaan dengan bencana karena factor meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
7
Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
Pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan pengembangan di bidang
meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
Pelaksanaan, pembinaan, dan pengendalian instrumentasi, kalibrasi, dan
jaringan komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
Koordinasi dan kerja sama instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan komunikasi
di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keahlian dan manajemen pemerintahan
di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
Pelaksanaan pendidikan profesional di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
Pelaksanaan manajemen data di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi di lingkungan
BMKG;
Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
BMKG;
Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BMKG;
Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika.
2.5 Struktur Organisasi BMKG
Struktur organisasi BMKG dibuat dan disusun agar pembagian tugas dan
tanggung jawab dari seluruh pegawai terlihat jelas dan terperinci. Struktur
organisasi perlu diperhatikan agar kegiatan operasional yang akan dilakukan
para pelaksana termasuk pimpinan dapat berjalan baik. Berikut ini merupakan
bagan struktur organisasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
8
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
2.6 Puslitbang BMKG
Kegiatan praktek kerja lapangan dilaksanakan di Pusat Penelitian dan
Pengembangan BMKG Jakarta dengan spesifikasi bidang Litbang Geofisika.
Puslitbang merupakan bagian dari BMKG yang langsung berada di bawah
kepala dan inspektorat BMKG. Puslitbang bertanggung jawab dalam hal
penelitian dan pengembangan serta melakukan publikasi terhadap hasil
penelitian dan pengembangan tersebut untuk kepentingan masyarakat. Berikut
ini merupakan bagan struktur organisasi PusLitBang BMKG.
Gambar 2.2 Struktur Organisasi PusLitbang BMKG
2.6.1 Tugas dan Fungsi Puslitbang BMKG
Puslitbang mempunyai tugas melaksankan penelitian, pengajian dan
pengembangan, pembinaan dan pengendalian pelaksanaan, pengkajian dan
9
pengembangan, koordinasi dan kerja sama serta diseminasi hasil penelitian,
pengkajian dan pengembangan di bidang meteorologi, kilimatologi, kualitas
udara dan geofisika. Sedangkan fungsi Puslitbang adalah :
a. Penyusunan rencana dan program penelitian, pengkajian dan
pengembangan di bidang meteorologi, kilimatologi, kualitas udara
dan geofisika.
b. Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan penelitian, pengkajian dan
pengembangan di bidang meteorologi, kilimatologi, kualitas udara
dan geofisika.
c. Koordinasi kerjasama penelitian, pengkajian dan pengembangan di
bidang meteorologi, kilimatologi, kualitas udara dan geofisika.
d. Pelaksanaan penelitian, pengkajian dan pengembangan di bidang
meteorologi, kilimatologi, kualitas udara dan geofisika.
e. Pelaksanaan penelitian, pengkajian dan pengembangan di bidang
meteorologi, kilimatologi, kualitas udara dan geofisika.
f. Pelaksanaan evaluasi dan laporan kegiatan penelitian, pengkajian dan
laporan kegiatan penelitian, pengkajian dan pengembangan di bidang
meteorologi, kilimatologi, kualitas udara dan geofisika.
g. Pelaksanaan desimilasi hasil penelitian, pengkajian dan
pengembangan di bidang meteorologi, kilimatologi, kualitas udara
dan geofisika.
2.6.2 Visi dan Misi Puslitbang BMKG
Visi
Semua penelitian dan pengembanganyang unggul dan mampu mendukung
pelayanan jasa meteorology, klimatologi, kualitas udara dan geofisika.
Misi
a. Mewujudkan organisasi pembelajaran yang professional yang unggul
dalam menyelenggarakan penelitian dan pengembangan.
b. Mewujudkan informasi hasil penelitian dan pengembangan sebagai
bahan perumusan kebijakan untuk percepatan pembangunan kapasitas
BMKG.
10
c. Mewujudkan jaringan kerja sama penelitian dan pengembangan
nasional dan internasional.
d. Memasyarakatkan dan membudayakan kegiatan penelitian dan
pengembangan di lingkungan BMKG.
e. Mendayagunakan hasil penelitian dan pengembangan BMKG bagi
percepatan pembangunan nasional dan daerah
11
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
3.1 Teori Gempabumi
Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi
di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan
pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan
dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan
kesegala arah berupa gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan
sampai ke permukaan bumi (bmkg.go.id).
Karakteristik Gempabumi
Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat
Lokasi kejadian tertentu
Akibatnya dapat menimbulkan bencana
Berpotensi terulang lagi
Belum dapat diprediksi
Tidak dapat dicegah, tetapi akibat yang ditimbulkan dapat
dikurangi
Parameter - Parameter Gempa Bumi
a. Gelombang Gempa bumi
Gelombang gempabumi dapat diartikan sebagai merambatnya
energi dari pusat gempa atau hiposentrum (fokus) ke tempat lain di bumi.
Gelombang ini terdiri dari gelombang badan dan gelombang permukaan.
Gelombang badan adalah gelombang gempa yang dapat merambat di
lapisan bumi, sedangkan gelombang permukaan adalah gelombang gempa
yang merambat dipermukaan bumi.
b. Ukuran besar Gempa bumi
Ukuran besar gempabumi dinyatakan sebagai magnitude,
sedangkan besaran gempabumi adalah Skala Ritcher (SR). Jenis
magnitude / besaran gempa bumi, adalah :
12
1. Magnitude gelombang badan (mb), ditentukan berdasarkan jumlah
total energi gelombang elastis yang ditransfer dalam bentuk
gelombang P dan S .
2. Magnitude gelombang permukaan (ms), ditentukan berdasarkan
berdasarkan jumlah total energi gelombang love (L) dan
gelombang Rayleigh (R) dengan asumsi hyposenter dangkal (30
km) dan amplitude maksimum terjadi pada periode 20 detik.
3. Moment gempa seismik (mo), merupakan skala yang menentukan
magnitude suatu gempa bumi menurut momen gempa, sehingga
dapat merupakan gambaran deformasi yang disebabkan oleh suatu
gempa.
c. Intensitas
Intensitas adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu
gempa selain dengan magnitude. Intensitas dapat didefenisikan sebagai
suatu besarnya kerusakan disuatu tempat akibat gempa bumi yang diukur
berdasarkan kerusakan yang terjadi. Harga intensitas merupakan fungsi
dari magnitude, jarak ke episenter, lama getaran, kedalaman gempa,
kondisi tanah dan keadaan bangunan. Berikut ini merupakan hubungan
antara Magnitude dan Intensitas gempa :
Tabel 3.1 Hubungan Antara Magnitude Dan Intensitas Gempa
Magnitude
(Richter)
Intensitas
(MMI)Pengaruh – pengaruh tipikal
≤ 2 I – ii Pada umumnya tidak terasa
3 Iii Terasa di dalam rumah, tidak ada kerusakan
4 IV – VTerasa oleh banyak orang, barang-barang bergerak, Tidak
adak kerusakan struktural
5 VI – VIITerjadi beberapa kerusakan struktural, seperti Retak-retak
pada dinding
6 VII – VIII Kerusakan menengah, seperti hancurnya dinding
7 IX – X Kerusakan besar, seperti runtuhnya bangunan
>8 XI – XII Rusak total atau hampir hancur total
13
3.2 Struktur Tektonik Sulawesi
Tektonik Pulau Sulawesi dibagi dalam empat mintakat yang didasari atas
sejarah pembentukannya yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Timur, Banggai-Sula
dan Sulawesi Tengah yang bersatu pada kala Miosen – Pliosen oleh interaksi
antara lempeng Pasifik, Australia tehadap lempeng Asia. Interaksi ketiga
lempeng tersebut memberikan pengaruh cukup besar terhadap kejadian bencana
alam geologi di Sulawesi pada umumnya dalam wujud gempa bumi, tsunami,
gerakan tanah, gunungapi dan banjir yang senantiasa terjadi seiring dengan
berlangsungnya aktivitas tektonik. Di kawasan Pulau Sulawesi terdapat 9 unsur
tektonik dan struktur yang dapat memicu terjadinya gempa dan tsunami yaitu
patahan Walanae, patahan Palu-Koro, patahan MatanoLawanoppo, patahan
Kolaka, patahan Paternoster, patahan Gorontalo, patahan naik Batui Balantak,
subduksi lempeng Laut Sulawesi dan subduksi lempeng Maluku. Struktur –
struktur tersebut diatas merupakan dampak dari pada aktivitas tektonik Neogen
yang bekerja di kawasan Sulawesi.
Gambar 3.1 Peta tektonik dan struktur Sulawesi(Kaharuddin, 2011)
Patahan Palu-Koro berhubungan dengan patahan Matano-Sorong dan
Lawanoppo-Kendari, sedang di ujung utara melalui Selat Makassar berpotongan
dengan zona subduksi lempeng Laut Sulawesi (Kaharuddin, 2011).
14
3.3 Sesar Palu Koro
Kota Palu, Sulawesi Tengah, tercatat sebagai daerah rawan gempa karena
memiliki aktivitas tektonik tertinggi di Indonesia. Penyebab utamanya tidak lain
adalah karena di kota Palu terdapat patahan kerak bumi (sesar) berdimensi cukup
besar, dikenal dengan sesar Palu Koro. Sesar itu memanjang mulai dari Selat
Makassar sampai pantai utara Teluk Bone dengan panjang patahan sekitar 500
km. Di Kota Palu, patahan itu melintas dari Teluk Palu masuk ke wilayah
daratan, memotong jantung kota, terus sampai ke Sungai Lariang di Lembah
Pipikoro, Donggala arah selatan Palu.
Gambar 3.2 Peta Sesar Palu Koro(Kusna,2010)
Sesar itu terus bergerak satu sama lain dan memiliki sifat pergeseran
sinistral (pergeseran ke arah kanan) dengan kecepatan geser sekitar 14-17
mm/tahun. Pergeseran pada lempeng-lempeng tektonik yang cukup aktif di sesar
Palu Koro membuat tingkat kegempaan di wilayah itu juga dikategorikan cukup
tinggi. Hanya saja getarannya kecil-kecil, dan hanya bisa dicatat seismograf.
Akan tetapi pada waktu-waktu tertentu, getarannya bisa besar, bergantung pada
gesekan energi yang dikeluarkan dari sesar tersebut. Dengan kondisi patahan
Palu Koro yang cukup aktif, dapat dikatakan setiap saat Kota Palu rawan
diguncang gempa hebat.
15
PaluKoro
Pulau Sulawesi dalam tatanan tektonik global berada pada daerah
pertemuan tiga lempeng bumi yang saling berinteraksi satu sama lain dan
merupakan zona gesekan/suture antara lempeng makro Indonesia barat dengan
lempeng mikro Indonesia timur. Kondisi inilah yang menyebabkan Sulawesi
sangat potensial terhadap bencana alam geologi terutama gempa dan tsunami.
Pulau Sulawesi, walaupun merupakan lempeng mikro yang sifat gempanya lebih
kecil dibanding Indonesia barat (lempeng makro), namun sebenarnya Pulau
Sulawesi tersebut diapit oleh lempeng – lempeng besar seperti lempeng
Australia, Pasifik, Asia dan Laut Sulawesi, sehingga ancaman akan bencana
gempa dan tsunami tetap berpotensi besar.
3.4 Metode Relokasi Gempabumi Grid Search
Metode yang digunakan dalam relokasi hiposenter ini salah satunya
menggunakan metode Grid Search. Pada metode ini ruang model didefinisikan
terlebih dahulu dengan menentukan secara “a priori” (batas minimum dan
maksimum) harga setiap parameter model yang mungkin. Kemudian dilakukan
diskretisasi pada interval tersebut sehingga diperoleh grid yang dapat saja tidak
homogen namun meliputi seluruh ruang model yang telah didefinisikan.Titik
grid yang memiliki waktu tiba kalkulasi paling mendekati waktu tiba
pengamatan akan digunakan sebagai solusi optimal (parameter baru). Kendala
dalam metode ini adalah banyaknya titik grid dalam ruang model tersebut
membuat metode komputasi menjadi lebih lama.
Gambar 3.3 Ilustrasi metode Grid Search
16
Ilustrasi metode Grid Search. Bintang berwarna merah menandakan
parameter “a priori”. Pada penelitian ini, parameter “a priori” yang digunakan
yaitu hiposenter BMKG (Madona, 2011).
Ruang model metode ini berbentuk kubus dengan volume ruang model 10
x 10x 50 km. Kemudian ruang model tersebut didiskretisasi menjadi berukuran
grid 0.050 x 0.050 x 1 km. Setiap grid dalam ruang model dilakukan perhitungan
fungsi obyektif secara bertahap. Informasi mengenai harga fungsi obyektif untuk
semua grid pada ruang model dapat digunakan untuk menentukan solusi.
BAB IV
17
METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian tentang relokasi hiposenter gempabumi Palu dengan
menggunakan metode Grid Search dilaksanakan di Puslitbang BMKG Jakarta.
Penelitian dilaksanakan dari pengambilan data, pengolahan data, serta analisis
data mulai tanggal 1 – 30 Juli 2013
4.2 Studi Kasus
Studi kasus yang dilakukan adalah tentang relokasi hiposenter
gempabumi Palu dengan menggunakan metode Grid Search. Dalam hal ini
menggunakan software Ontoredjo.
Software Ontoredjo merupakan software yang dibuat dengan bahasa
pemrograman Matlab dan berjalan pada system operasi Linux. Software
Ontoredjo ini menggunakan dasar metode Grid Search.
Gambar 4.1 Tampilan Software Ontoredjo
4.3 Langkah Penelitian
18
Mengumpulkan Data Mini Regional Palu Tanggal 18-30 Agustus 2012
dengan Magnitudo ≥ 4.0
Membaca Parameter Yang Dibutuhkan Menggunakan Software
ATLAS
Membuat Phase Report Sheet (PRS)
Memasukkan Parameter Yang Dibutuhkan Kedalam Software Ontoredjo (Untuk Masing-masing Event Gempa)
Mengolah Setiap Event Gempa Pada PRS dengan Menggunakan Software
Ontoredjo
Memplot Parameter yang dibutuhkan dengan menggunakan menggunakan Software ArcMap
10.1
Memplot Parameter setelah direlokasi Menggunakan Software ArcMap
10.1
Membandingkan Hasil Ploting sebelum dan Sesudah Relokasi
END
START
Menentukan Daerah Penelitian
19
Gambar 4.1 diagram alir penelitian
Penjelasan Diagram Alir Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul Penentuan Relokasi Gempabumi di
daerah Palu yang berkekuatan 6,2 Skala Ritcher (SR) terjadi pada Sabtu, 18
20
sampai 30 Agustus 2012 dengan magnitude diatas 4 pada koordinat antara 00LS
– 10LS dan 1190BT – 1210BT.
Pertama dengan menggunakan Software Atlas untuk menentukan
informasi parameter gempa kemudian dengan menggunakan Software Ontoredjo
untuk mengkalkulasi data dari software Atlas sebagai penentu lokasi relokasi.
Atlas akan membaca data waveform yang memiliki format data YYYYMMDD
(20120818) yang mana dari data tersebut, Atlas akan menampilkan lokasi
dimana gempabumi itu terjadi beserta stasiun pencatat gempabumi tersebut dan
juga waktu tiba gempabumi (origin time) waktu tiba gelombang P dan waktu
tiba gelombang S. Setelah memperoleh data seperti diatas selanjutnya adalah
membuat PRS (Phase Report Sheet) pada Microsoft Excel, yaitu seperti pada
gambar berikut :
Gambar 4.2 Contoh hasil PRS pada Microsoft Excel
Setelah membuat PRS seperti diatas, maka selanjutnya memasuki
software Ontoredjo untuk mengolah setiap event gempa pada PRS. Setelah
mendapatkan hasil Relokasi maka kita melakukan plotting menggunakan
aplikasi ArcMap 10.1. Terakhir membandingkan hasil akhir plotting sebelum
relokasi dan sesudah relokasi pada ArcMap 10.1
BAB V
HASIL dan PEMBAHASAN
21
5.1 Kegiatan Operasional Praktek Kerja Lapangan
Kegiatan penunjang yang dilaksanakan selama praktek kerja lapangan
adalah kunjungan ke pusat gempabumi dan tsunami, pusat seismologi dan teknik
geofisika potensial dan tanda waktu, serta stasiun geofisika kelas II Kemayoran.
Pusat Gempabumi dan Tsunami
Pusat Gempa dan Tsunami mempunyai tugas utama mengoperasikan
Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia atau Indonesia Tsunami
Early Warning System yang disingkat InaTEWS. InaTEWS adalah
suatu program nasional dan terimplementasikan dibawah koordinasi
Kementerian Negara Riset dan Teknologi dan melibatkan 16 instansi
nasional. Desain InaTEWS ditunjukkan pada Gambar 4.1
Gambar 5.1 desain InaTEWS
System terkait :
A. Sistem Pemantauan
Pemantauan darat
Seismic (163 broadband seismometer, 500
accelerometer)
Global Positioning System (40 lokasi)
Pemantauan muka laut
Buoys (22)
Tide Gauges (80)
CCTV
22
B. Sistem Pengolahan
Seismic : 10 Regional Center (RC), 1 National Center (NC)
Lainnya : 1 Tide Gauges Center, 1 Buoys Center, 1 GPS
Center
C. Telekomunikasi
Upstream (Pengumpulan Data)
Down stream (Diseminasi)
Gambar 5.2 alur data InaTEWS
Pusat Seismologi Teknik
Seismotek dibagi 2 sistem kerja yaitu :
Data Seismologi Teknik
Pada bagian data sendiri terbagi menjadi 2, yaitu :
o Non Colocated
Alat yang digunakan pada Non Colocated bergabung
dengan InaTEWS.
o Colocated
Alat yang digunakan pada Colocated merupakan alat
milik Seismotek sendiri.
Informasi Seismologi Teknik
23
Pada bagian ini bertugas menginformasikan pada masyarakat
jika terjadi gempabumi lewat sms, email, dll.
Stasiun Geofisika Klas II Kemayoran
Peralatan yang ada pada Stasiun Geofisika adalah :
1. Seismograph
Seismograph Wiechert-H, 1908
Seismograph Wiechert-V, 1928
Seismograph Sprengnether, 1953
Seismograph Kinematrik SPS-1, 1979
Digital Broadband Seismograph, 2002
Digital Short Periode Seismograph, 2010
2. Accelerograph (Etna), 2002
Merk Etna, 2002
Merk Titan, 2011 (dep geof)
3. Intensity meter, 2012 (bidang instrumentasi)
4. Tanda waktu standard nasional
Lonceng Bandul Howu, 1908
Lonceng Bandul Howu, 1925
Lonceng Bandul SH.9 DG Tabung Hampa, 1926
Lonceng Bandul SH.85 DG Tabung Hampa, 1956
Jam Atom (Cesium Bem Frequency), 1981, 1996, 1994, 2006,
2012
Radio Receiver
5.2 Pembahasan Hasil Relokasi Gempabumi Palu
Penelitian ini menggunakan katalog gempabumi Palu yang diperoleh dari
katalog mini regional BMKG yang memiliki 1 mainshock dan 23 aftershock.
Gempabumi yang digunakan memiliki magnitudo berkisar 4 – 6,2 Mw. Relokasi
hiposenter dalam penelitian ini meggunakan metode inversi non linier dengan
pendekatan pencarian global, yaitu Grid Search. Pada dasarnya metode ini
mencari kesalahan minimum dalam ruang 3 dimensi model yang dijadikan
24
sebagai solusinya. Pada kasus gempabumi Palu, langkah pertama dilakukan
perbandingan gempabumi utama sebelum dengan sesudah relokasi dengan
metode Grid Search yang hasilnya ditunjukkan pada Gambar 5.3.
Tabel 5.1 Hiposenter gempabumi utama sebelum dan sesudah relokasi dengan menggunakan metode Grid Search.
SEBELUM RELOKASI SESUDAH RELOKASI
LONGITUDE LATITUDE DEPTH LONGITUDE LATITUDE DEPTH Erms
120.04 -1.30 2.99 120.14 -1.30 5,00 0,287035
25
Gambar 5.3 Hiposenter gempabumi utama sebelum dan sesudah relokasi dengan metode Grid Search
26
-1.20-1.202.002.503.003.504.004.505.005.50
sebelumsesudah
Jarak (Km)
Keda
lam
an (K
m)
Gambar 5.4 Grafik perbandingan gempabumi utama sebelum relokasi dengan sesudah relokasi
Berdasarkan Tabel 5.3 Hasil relokasi yang didapatkan untuk gempabumi
utama, pergeseran antara gempabumi sebelum dan sesudah relokasi
menggunakan metode grid search berubah sekitar 0,55 Km dari gempabumi
sebelum relokasi. Dengan perubahan kedalaman berubah 2,01 Km lebih dalam
dari gempabumi sebelum relokasi. Pada gempabumi susulan, hasil gempabumi
sebelum dan sesudah relokasi, dapat terlihat pada Tabel 5.2, yaitu :
Tabel 5.2 Hiposenter gempabumi utama dan susulan sebelum dan sesudah relokasi mengunakan metode Grid Search.
SEBELUM RELOKASI SESUDAH RELOKASILONGITUD
ELATITUD
EDEPT
HLONGITUD
ELATITUD
EDEPT
H Erms
120.04 -1.3 2.99 120.14 -1.3 50.28703
5
119.94 -1.34 5.76 119.84 -1.34 120.14933
5
120.05 -1.31 8.12 119.95 -1.31 190.09851
8
119.95 -1.32 10.74 119.95 -1.32 15.740.11325
2
120.07 -1.28 4.11 120.07 -1.28 170.07409
4
120.12 -1.29 7.59 120.12 -1.29 150.06937
4
120.11 -1.3 5.9 120.11 -1.3 17 0.02283
27
120.11 -1.31 8.76 120.11 -1.31 15 0.07637
120.1 -1.3 5.32 120.1 -1.3 150.10030
9
120.11 -1.29 7.14 120.11 -1.29 130.09138
7
120.09 -1.31 4.37 120.09 -1.31 150.08798
8
120.11 -1.29 9.75 120.11 -1.29 150.05083
9
120 -1.32 5.84 120 -1.32 150.08033
4
120.1 -1.33 8.06 120.1 -1.33 140.11395
6
120.07 -1.36 20 120.07 -1.36 20 0.11148
119.98 -1.33 5.28 119.98 -1.33 140.30118
4
119.98 -1.33 4.85 119.88 -1.33 170.08630
2
120.1 -1.3 9.21 120.1 -1.3 160.06781
5
120.11 -1.29 5.89 120.11 -1.29 180.03017
2
119.88 -1.34 10.4 119.78 -1.34 4.40.03280
4
120.23 -1.24 20 120.23 -1.24 200.10905
3
120.04 -1.32 8.21 120.04 -1.32 160.12449
1
120.03 -1.3 9.46 120.03 -1.3 160.08848
6
28
Gambar 5.5 Hiposenter gempabumi utama dan distribusi gempabumi susulan sebelum dan sesudah relokasi menggunakan metode Grid Search.
Pada gambar 5.5 terlihat distribusi hiposenter antara sebelum dan sesudah relokasi tidak jauh berbeda, hal ini dapat dipastikan, dengan mengamati hasil sebelum dan sesudah relokasi pada tabel 5.2, terlihat bahwa hasil sebelum dan sesudah relokasi menggunakan metode grid search tidak jauh berbeda, dengan rata – rata latitude sebesar 0.0125 dan longitude sebesar 0. Terlihat pula bahwa titik – titik gempabumi yang terjadi, dari hasil relokasi maupun sebelum relokasi berada disekitar danau
29
Lindu. Hal ini terjadi, dikarenakan titik pusat gempabumi utama berada di danau tersebut, karena danau Lindu merupakan danau tektonik yang aktif, sehingga dapat menyebabkan terjadinya gempa.
Gambar 5.6 Perubahan kedalaman gempabumi utama dan susulan sesudah relokasi menggunakan metode Grid Search.
Pada gambar 5.6 terlihat perubahan kedalaman yang terjadi pada hasil relokasi
gempabumi, dimana hasil relokasi gempabumi lebih dalam dibandingkan sebelum relokasi.
Hal ini didukung dengan tabel 5.2, bila diamati maka terlihat perubahan kedalaman antara
sebelum dan sesudah relokasi gempabumi. Rata – rata perubahan kedalaman yang terjadi
adalah 6,97 Km. Hal ini bisa disebabkan karena gempabumi utama yang berada di Danau
Lindu dan berada pada patahan palu – koro, dimana patahan palu – koro tersebut aktif
dikarenakan mendapatkan tekanan dari Laut Flores dibagian Selatan, dan saling
bertumbukan antar lempengan yang lainnya.
Berdasarkan tabel 5.2 dan gambar 5.5, didapatkan pula bahwa nilai RMS yang
didapatkan mendekati nilai nol dan hasil sesudah relokasi tidak jauh berbeda pergeserannya
dengan hasil sebelum relokasi. Hal ini dapat berindikasi bahwa relokasi hiposenter dengan
menggunakan metode grid search cukup baik untuk digunakan.
30
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari pembahasan studi kasus yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
Pergeseran antara gempabumi sebelum dengan sesudah relokasi sebesar
0,55 Km dengan perubahan kedalaman 2,01 Km lebih dalam
dibandingkan dengan sebelum relokasi menggunakan metode Grid
search.
Pada hasil kedalaman sesudah relokasi didapatkan rata- rata pergeseran
kedalaman 6,97 Km lebih dalam dari sebelum relokasi.
Distribusi hasil gempabumi sesudah relokasi memperlihatkan pergeseran
yang tidak signifikan atau hampir sama dengan sebelum relokasi, serta
banyak nilai RMS yang mendekati nilai nol, ini mengindikasikan bahwa
metode gris search dapat digunakan dengan baik untuk relokasi.
6.2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya :
Perlu dilakukan perbandingan beberapa metode relokasi gempabumi sehingga
diperoleh hasil relokasi yang lebih baik.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh model kecepatan
yang sesuai digunakan pada metode grid search, karena dapat berpengaruh
terhadap hasil relokasi.
31
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Studi Mekanika Gempabumi dengan menggunakan GPS
Laksono, Bayu Imbang .2011.Relokasi Hiposeneter Gempabumi Tasikmalaya
2 September 2009 beserta aftershocknya dengan menggunakan metoda Grid
Search dan Simulated Anneling. Bandung: ITB.
Madona, 2011. Relokasi Gemapabumi di Padang 30 September 2009 dan di
Jambi 1 Oktober 2009 dengan menggunakan metode Grid Search dan
Double Difference. Bandung: ITB.
MS, Kaharudin. Hutagalung, Ronald. Nurhamdan. 2011. Perkembangan
Tektonik dan Implikasinya terhadap Potensi Gempa dan Tsunami di
Kawasan Pulau Sulawesi. The 36th HAGI and 40th IAGI Annual Convention
and Exhibition Makassar, 26-29 September 2011
Anonim. http://rahmatkusnadi6.blogspot.com/2010/04/sesar-palu-koro.html,
diakses pada tanggal 20 Juli 2013
Anonim. http://inatews.bmkg.go.id/new/about_inatews.php?urt=7, diakses
pada tanggal 20 Juli 2013.
Anonim. http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1030986000&34
Rachni, Anna. 2012. Penentuan Hiposenter Gempa Mikro dengan Metode
Single Event Determination, Joint Hypocenter Determination and Double
Difference pada Lapangan Panas Bumi “ LAMDA “. Jakarta: UPI.
Ihsan, Mohammad. 2008. Analisa Ketahanan Gempa.Jakarta: UI
Iswati, Nina. Supardiyono. Madlazim. 2013. Estimasi Model Kecepatan
Lokal Gelombang Seismik1D dan Relokasi Hiposenter di Daerah Sumatera
Barat. Jurnal Fisika. Volume 02 Nomor 02 Tahun 2013, 0 – 5
Santoso, J. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung:ITB.
Rodi, William. 2006. Grid-search event location with non-Gaussian error
models. Journal elsevier, Received 21 December 2005; received in revised
form 17 March 2006; accepted 19 March 2006
Widiyantoro, Sri. 2008. Seismisitas dan Model Zona Subduksi di Indonesia
Resolusi Tinggi. Bandung: ITB.
32
Nugroho, Hendra. Widiyantoro. Ibrahim. Penentuan Posisi Hiposenter
Gempabumi dengan menggunakan Metode GIDED GRID SEARCH dan
Model Struktur Kecepatan Tiga Dimensi. JURNAL METEOROLOGI DAN
GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 48 - 60
John C. Bancroft. Xiang Du. Locating Microseismic Events and Traveltime
Mapping using Locally Spherical Wavefronts. CREWES Research Report —
Volume 18 (2006)
John C. Bancroft. Xiang Du.Traveltime Computations for Locating the
Source of Micro Seismic Events and for Forming Gridded Traveltime Maps.
2007 CSPG CSEG Convention
33
LAMPIRAN
Pusat Gempabumi dan Tsunami
Pusat Gempabumi dan Tsunami
Gambar 1. Ruangan pengamat gempabumi dan tsunami
Gambar 2. Berita peringatan dini tsunami InaTEWS
Pusat Seismologi Teknik
34
(a) (b)
Gambar 3. (a) CPU server dan (b) Shakemap
(a) (b)
Gambar 4. (a) seimometer dan (b) borehole
Gambar 5. VS30 Multichannel Analysis of surface wave
Stasiun Geofisika Klas II Kemayoran
35
Gambar 6. Seismograph Wiechert-H, 1908
Gambar 7. Seismograph Wiechert-V, 1928
Gambar 8. Seismograph Sprengnether, 1953
36
Gambar 9. Seismograph Kinematrik SPS-1, 1979
(a) (b)
Gambar 10. (a) digital Digital Broadband Seismograph, 2002 dan (b) macam-macam jam bandul
Manajemen Bencana Gempabumi
Gambar 11. Manajemen bencana gempa bumi
37