isi
DESCRIPTION
PSCTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tuberkulosis atau dikenal dengan TB di Indonesia merupakan
salah satu penyakit menular paling berbahaya dengan tingkat kematian
tertinggi (Depkes RI, 2006). Berdasarkan data dari WHO tahun 1993
didapatkan fakta bahwa sepertiga penduduk bumi telah diserang oleh
penyakit TB. Sekitar 8 juta orang dengan kematian 3 juta orang pertahun.
Diperkirakan dalam tahun 2002-2020 akan ada 1 miliar manusia terinfeksi,
sekitar 5-10 persen berkembang menjadi penyakit dan 40 persen yang terkena
penyakit berakhir dengan kematian. Kasus TB di dunia sekitar 40% berada di
kawasan Asia. Indonesia menduduki kedudukan ketiga dibawah Cina dan
India. Diperkirakan diantara 100.000 penduduk terdapat 100-300 orang yang
terinfeksi TB. TB di kawasan ini menjadi pembunuh nomor satu, kematian
akibat TB lebih banyak 2-3 kali lipat dari HIV/AIDS yang berada di urutan
kedua (Pustekkom, 2005).
Menyadari begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan TB
Paru di Indonesia, maka Depkes RI menetapkan suatu program penemuan
kasus TB Paru BTA (+) dengan target dalam pencapaian penemuan kasus
BTA (+) yaitu sebesar 70 % dari perkiraan jumlah penderita paru BTA (+)
(Depkes RI, 2005).
Selama bulan Januari sehingga Juli pada tahun 2012, target jumlah
suspek TB yang diperiksa di Puskesmas Sibela, Mojosongo, Jebres, Surakarta
adalah 480 orang dari seluruh jumlah penduduk. Namun, hasil penjaringan
menunjukkan hanya 33,54% yaitu sebanyak 161 orang yang diperiksa.
Sedangkan untuk jumlah suspek BTA yang telah dinyatakan positif
didapatkan 10 orang, menunjukkan hasil penjaringan yang telah berhasil
hanya 20,83% dari target yang diharapkan yaitu 48 orang. Angka konversi
dan angka kesembuhan TB telah mencapai 100% dimana mengalami
1
konsistensi dibandingkan dengan tahun 2010 yang juga memiliki nilai
konversi 100%.
Salah satu kendala yang menjadi penghambat rendahnya penemuan
kasus adalah sumber daya manusia. Pencapaian target tidak hanya dilakukan
dengan meningkatkan kegiatan di puskesmas saja, akan tetapi diperlukan
strategi inovatif lainnya terutama pada sumber daya manusia.
Salah satu unsur pokok yang dibutuhkan dalam keberhasilan
pengontrolan program TB adalah staf yang cukup untuk mengatur orang-
orang dalam penemuan suspek dan penetapan TB serta petugas P2 TB
puskesmas mempunyai peran penting dalam proses pelaksanaan program P2
TB (Syafei dan Kusnanto, 2006).
Faktor-faktor yang berperan dalam upaya pencapaian cakupan
CDR dalam program TB adalah faktor dari dalam diri individu dan faktor di
luar diri individu. Faktor dalam diri individu meliputi umur, motivasi,
persepsi, pendidikan, kemampuan petugas yang mencakup pengetahuan dan
keterampilan, serta lama kerja. Sedangkan faktor di luar individu meliputi
komitmen kepala puskesmas, beban kerja petugas, insentif bagi petugas,
sumber daya atau sarana penunjang, dan kondisi geografis. Kemampuan yang
meliputi pengetahuan dan keterampilan dari petugas yang terkait langsung
dalam pelaksanaan program TB di puskesmas adalah hal yang menentukan
keberhasilan program. Dari beberapa faktor di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa keberhasilan peran petugas TB didukung oleh tingkat pengetahuan,
sikap, dan motivasi.
Berdasarkan penelitian Mahendra dan Hendrati (2006) tentang
faktor yang berhubungan dengan angka penemuan kasus TB paru oleh
praktisi kesehatan swasta di Provinsi Bali menyimpulkan bahwa faktor sikap,
pengetahuan, motivasi petugas kesehatan praktisi swasta seperti dokter
praktek, dan petugas pengawas minum obat menunjukkan adanya korelasi
positif terhadap angka penemuan kasus TB. Artinya semakin baik
pengetahuan, sikap, dan motivasi praktisi kesehatan swasta, maka semakin
besar angka penemuan kasus TB BTA (+) di puskesmas.
2
Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis ingin menganalisis
hubungan pengetahuan, sikap, motivasi petugas (Unit Pengamatan,
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit/P2P) TB dengan angka penemuan
kasus TB di wilayah kerja Puskesmas Sibela, Mojosongo.
B. Perumusan Masalah
Mengapa terjadi kesenjangan antara penemuan kasus TB Paru
BTA (+) dengan target yang telah ditetapkan oleh Depkes RI?
C. Tujuan Pemecahan Masalah
1. Tujuan Umum
Meningkatkan upaya penemuan TB Paru BTA (+) sesuai target
yang telah ditetapkan.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui peran petugas dalam upaya meningkatkan penemuan
TB Paru BTA positif di Puskesmas.
D. Manfaat
1. Ilmu pengetahuan:
a. Menambah pengetahuan mengenai program-program pencegahan
dan pemberantasan TB Paru.
b. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan
program pencegahan dan pemberantasan TB Paru.
2. Penyusunan kebijakan
Memberikan informasi kepada penyusun kebijakan mengenai faktor-faktor
yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program pencegahan dan
pemberantasan TB, serta memberikan alternatif pemecahan masalah dalam
upaya meningkatkan keberhasilan program pencegahan dan
pemberantasan TB Paru.
3
3. Pelaksanaan kebijakan
Memberikan alternatif pemecahan masalah kepada pelaksana kebijakan
untuk menghadapi kendala di lapangan dalam rangka mengatasi
kesenjangan pencapaian penemuan kasus TB paru dengan target yang
telah ditetapkan Depkes RI.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Problem Solving Cycle
Problem solving cycle (siklus solusi masalah) adalah proses mental
yang melibatkan penemuan masalah, analisis dan pemecahan masalah.
Tujuan utama dari pemecahan masalah adalah untuk mengatasi kendala
dan mencari solusi yang terbaik dalam menyelesaikan masalah (Reed,
2000).
Problem Solving merupakan gabungan dari alat, keterampilan dan
proses. Disebut alat karena dapat membantu dalam memecahkan masalah
mendesak atau untuk mencapai tujuan, disebut skills karena sekali
mempelajarinya maka dapat menggunakannya berulang kali, disebut
proses karena melibatkan sejumlah langkah. Problem solving cycle
merupakan proses yang terdiri dari langkah-langkah berkesinambungan
yang terdiri dari analisis situasi, perumusan masalah secara spesifik,
penentuan prioritas masalah, penentuan tujuan, memilih alternatif terbaik,
menguraikan alternatif terbaik, menguraikan alternatif terbaik menjadi
rencana operasional dan melaksanakan rencana kegiatan serta
mengevaluasi hasil kegiatan.
Langkah-langkah dalam problem solving cycle ini yaitu:
a. Analisis situasi
Tujuan analisis situasi
1) Memahami masalah kesehatan secara jelas dan spesifik
2) Mempermudah penentuan prioritas
3) Mempermudah penentuan alternative pemecahan masalah
Analisis situasi meliputi analisis masalah kesehatan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan tersebut. Teori HL Blum telah
mengembangkan suatu kerangka konsep tentang hubungan antar
faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan. Konsep HL Blum
5
Analisis situasi terdiri dari analisis derajat kesehatan, analisis aspek
kependudukan,analisis pelayanan/upaya kesehatan, analisis perilaku
kesehatan, dan analisis lingkungan
b. Identifikasi masalah
Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dengan kenyataan.
Cara perumusan masalah yang baik adalah kalau rumusan tersebut
jelas menyatakan adanya kesenjangan. Kesenjangan tersebut
dikemukakan secara kualitatif dan dapat pula secara kuantitatif.
Penentuan masalah dapat dengan cara membandingkan dengan yang
lain, memonitor tanda-tanda kelemahan, membandingkan capaian saat
ini dengan tujuan atau dengan capaian sebelumnya, Checklist,
brainstorming dan dengan membuat daftar keluhan. Penyebab
masalah dapat dikenali dengan menggambarkan diagram sebab akibat
atau diagram tulang ikan. Diagram tulang ikan (diagram Ishikawa)
adalah alat untuk menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah
secara rinci. Diagram ini memberikan gambaran umum suatu masalah
dan penyebabnya. Diagram tersebut memfasilitasi tim untuk
mengidentifikasi sebab masalah sebagai langkah awal untuk
menentukan focus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data
dan/atau mengembangkan alternatif solusi
c. Prioritas masalah
Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu proses yang
dilakukan oleh sekelompok orang dengan menggunakan metode
tertentu untuk menentukan urutan masalah dari yang paling penting
sampai yang kurang penting. Penentuan prioritas masalah dapat
menggunakan metode delbeg, metode hanlon, metode delphi, metode
USG , metode pembobotandan metode dengan rumus. Langkah
penentuan prioritas masalah terdiri dari :
1) Menetapkan kriteria
2) Memberikan bobot masalah
3) Menentukan skoring setiap masalah
6
d. Alternatif solusi
Alternatif solusi dapat diketahui dengan metode brainstorming.
Brainstorming merupakan teknik mengembangkan ide dalam waktu
yang singkat yang digunakan untuk mengenali adanya masalah, baik
yang telah terjadi maupun yang potensial terjadi, menyusun daftar
masalah, menyusun alternatif pemecahan masalah, menetapkan
kriteria untuk monitoring, mengembangkan kreativitas, dan
menggambarkan aspek-aspek yang perlu dianalisis dari suatu pokok
bahasan
e. Pelaksanaan solusi terpilih
Solusi yang paling tepat dapat dipilih dengan menggunakan 2 cara
yaitu teknik scoring dan non scoring. Pada teknik scoring dilakukan
dengan memberikan nilai terhadap beberapa alternatif solusi yang
menggunakan ukuran (parameter). Pada teknik non scoring alternative
solusi didapatkan melalui diskusi kelompok sehingga teknik ini
disebut juga nominal group technique (NGT)
Parameter Scoring:
1) Realistis
2) Dapat dikelola (manageable)
3) Teknologi yang tersedia dalam melaksanakan solusi (technical
feasiblity).
4) Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk
melaksanakan solusi (resources availability).
Scoring
Masing-masing ukuran tersebut diberi nilai berdasarkan justifikasi
kita, bila alternatif solusi tersebut realistis diberi nilai 5 paling tinggi
dan bila sangat kecil diberi nilai 1. Kemudian nilai-nilai tersebut
dijumlahkan. Alternatif solusi yang memperoleh nilai tertinggi
(terbesar) adalah yang diprioritaskan, masalah yang memperoleh nilai
terbesar kedua memperoleh prioritas kedua dan selanjutnya.
7
Non scoring
Memilih prioritas masalah dengan mempergunakan berbagai
parameter, dilakukan bila tersedia data yang lengkap. Bila tidak
tersedia data, maka cara menetapkan prioritas masalah yang lazim
digunakan adalah tekhnik non scoring.
Teknik Non Scoring
1) Delphi Technique, yaitu alternatif solusi didiskusikan oleh
sekelompok orang yang mempunyai keahlian yang sama. Melalui
diskusi tersebut akan menghasilkan solusi paling mungkin bagi
pemecahan masalah yang disepakati bersama.
2) Delbeq Technique, yaitu menetapkan solusi paling mungkin
melalui diskusi kelompok namun pesertadiskusi terdiri dari para
peserta yang tidak sama keahliannya maka sebelumnya dijelaskan
dulu sehingga mereka mempunyai persepsi yang sama terhadap
alternatif solusi terhadap masalah yang akan dibahas. Hasil
diskusi ini adalah solusi paling mungkin bagi pemecahan masalah
yang disepakati bersama.
Langkah-langkah implementasi solusi
1) Menyusun POA (Plan of Action)
2) Efektifitas
3) Efisiensi
4) Produktifitas
f. Evaluasi solusi yang dilaksanakan
1) Hasil yang dicapai sesuai dengan rencana (masalah terpecahkan)
2) Terdapat kesenjangan antara berbagai ketetapan dalam rencana
dengan hasilyang dicapai (tidak seluruh masalah teratasi)
3) Hasil yang dicapai lebih dari yang direncanakan (masalah lain
ikut terpecahkan)
8
Untuk mengetahui berbagai faktor yang mendukung serta
menghambat dari permasalahan cakupan penemuan TB paru BTA (+),
dilakukan kajian secara seksama dengan analisis SWOT dengan unsur-
unsur sebagai berikut (Azwar A, 1996) :
a. Kekuatan
Yang dimaksud dengan kekuatan (Strength) adalah berbagai kelebihan
yang bersifat khas yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang apabila
dimanfaatkan akan berperan besar tidak hanya dalam memperlancar
berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi tetapi juga
dalam mencapai tujuan yang dimiliki oleh organisasi.
b. Kelemahan
Yang dimaksud dengan kelemahan (Weakness) adalah berbagai
kelemahan yang bersifat khas, yang dimiliki oleh suatu organisasi,
yang apabila diatasi akan berperan besar tidak hanya dalam
memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
organisasi tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimiliki oleh
organisasi.
c. Kesempatan
Yang dimaksud dengan kesempatan (Opportunity) adalah peluang
yang bersifat positif yang dihadapi oleh suatu organisasi yang apabila
dapat dimanfaatkan akan besar peranannya dalam mencapai tujuan
organisasi.
d. Hambatan
Yang dimaksud dengan hambatan (Threat) adalah kendala yang
bersifat negatif yang dihadapi oleh suatu organisasi yang apabila
berhasil diatasi akan besar peranannya dalam mencapai tujuan
organisasi.
9
2. TB Paru
Insiden penyakit TB paru dan mortalitas yang disebabkannya
menurun drastis setelah ditemukan kemoterapi. Tetapi pada tahun-tahun
terakhir ini penurunan itu tidak terjadi lagi, bahkan insiden penyakit ini
cenderung meningkat (Price SA, 2005).
a. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, akan tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya (PDPI, 2006).
b. Penyebab penyakit TB
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis,
(Amin, 2007). Mycobacterium tuberculosis bersifat aerob, berbentuk
batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang
Tahan Asam (BTA). Bakteri ini cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant
tertidur lama selama beberapa tahun. Bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga
untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch.
Bahkan, penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch
Pulmonum (KP) (PDPI, 2006).
Gambar 1. Bakteri Mycobacterium tuberculosis
10
c. Gejala Klinis
Pada stadium dini penyakit tuberkulosis biasanya tidak tampak
adanya tanda atau gejala yang khas. Keluhan yang dirasakan pasien
tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien
ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang terbanyak dirasakan oleh penderita adalah
demam, batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, dan
malaise. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan
penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis
pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif (PDPI, 2006).
Gambar 2. Gejala Penyakit TB
d. Diagnosis TB
Tuberkulosis dapat didiagnosis hanya dengan pemeriksaan
penunjang yaitu :
e. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru, tetapi dapat juga mengenai lobus
11
bawah atau di daerah hilus yang menyerupai tumor paru (Amin,
2007).
f. Pemeriksaan Laboratorium
A. Darah
Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik.
Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan
jumlah lekosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran kekiri, jumlah limfosit masih dibawah normal dan
laju endap darah mulai meningkat (PDPI, 2006).
B. Sputum (dahak)
Pemeriksaan sputum penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan dan juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. Menurut American Thoracic
Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberkulosis paru
adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium
tuberculosis dalam sputum atau jaringan paru secara biakan
(PDPI, 2006).
C. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan tes tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
agak kurang artinya pada orang dewasa, karena pemeriksaan
ini untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis
terutama pada anak-anak (balita). Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi dari tes yang dilakukan satu
bulan sebelumnya atau apabila kepositifan uji yang didapat
besar sekali (PDPI, 2006).
12
Gambar 3. Alur Diagnosis TB (Riduan, 2009)
g. Terapi
Pengobatan TB paru terutama berupa pemberian obat
antimikroba dalam jangka waktu lama. Penderita TB paru dengan
gejala klinis harus mendapat minimum dua obat untuk mencegah
timbulnya strain yang resisten terhadap obat (Price, SA, 2005). Obat-
obatan yang digunakan sebagai terapi TB paru adalah :
1) Isoniazid (INH)
Dosis harian 5 mg/kg BB dan dosis untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu adalah10 mg/kg BB.
13
2) Rifampicin
Dosis harian sama dengan dosis untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu yaitu 10 mg/kg BB.
3) Pirazinamid
Dosis harian 25 mg/kg BB dan dosis untuk pengobatan intermiten
3 kali seminggu adalah 35 mg/kg BB.
4) Streptomisin
Dosis harian sama dengan dosis untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu yaitu 15 mg/kg BB. Untuk penderita dengan usia sampai
dengan 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan penderita
dengan usia 60 tahun ke atas dosisnya 0,50 gr/hari.
5) Ethambutol
Dosis harian 15 mg/kg BB dan dosis untuk pengobatan intermiten 3
kali seminggu adalah 30 mg/kg BB.
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan
rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang
efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik (PDPI,
2006).
3. Kegiatan P2 TB Paru di Puskesmas Sibela
Unit P2 TB Paru Puskesmas Sibela merupakan unit yang bertugas
untuk menangani pencegahan dan pemberantasan TB paru di wilayah kerja
Puskesmas Sibela. Kegiatan yang dilaksanakan oleh P2 TB Paru
dibedakan menjadi :
a. Kegiatan yang berhubungan dengan upaya pencegahan
TB, seperti:
1) Penyuluhan kesehatan
2) Imunisasi BCG
3) Penelitian berkala dalam bentuk penemuan kasus
TB (case finding), baik aktif maupun pasif. Petugas sub unit P2 TB
14
Paru telah melakukan beberapa upaya penemuan BTA positif di
wilayah kerja Puskesmas Sibela secara aktif maupun pasif. Upaya
ini didukung oleh kerja sama lintas program dan lintas sektoral
b. Kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan penyakit TB,
seperti:
1) Pengobatan penderita
2) Menemukan dan mengobati kontak penderita
3) Menemukan dan memberantas sumber infeksi
c. Kegiatan yang berhubungan dengan administrasi , yaitu
melakukan pencatatan kasus
Kegiatan di atas dirumuskan dalam bentuk program sebagai berikut
Tabel 1. Program P2TB Paru Puskesmas Sibela
No. Kegiatan Sasaran Indikator1. Penjaringan suspek Pasien BP, KIA CDR > 80%2. Kunjungan rumah Kontak dengan pasien TB 100% dikunjungi3. Kunjungan rumah
pasien mangkirPasien TB mangkir Kasus DO = 0
4. Pemberian PMT Pasien TB dengan gizi kurang
Kesembuhan 99%
5. Penyuluhan DOTS Keluarga pasien Kesembuhan 99%6. Pengawasan menelan
obatPasien TB Kesembuhan 99%
7. Penyuluhan TB Kader, masyarakat Adanya kasus rujukan dari kader atau masyarakat
8. Pertemuan DPS DPS di wilayah puskesmas Sibela
Adanya rujukan kasus, CDR > 80%
(Data Sekunder Puskesmas Sibela, 2012)
4. Peran Petugas Puskesmas Dalam Penemuan Kasus TB
Pemerintah mengadakan pengembangan sumber daya manusia
(SDM), yaitu suatu proses yang sistematis dalam memenuhi kebutuhan
ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi
kegiatan penyediaan tenaga, pembinaan (pelatihan, supervisi, kalakarya/on
the job training), dan kesinambungan (sustainability).
15
Tujuan pengembangan SDM dalam program TB adalah tersedianya
tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap
(dengan kata lain “kompeten”) yang diperlukan dalam pelaksanaan
program TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat yang sesuai dan
pada waktu yang tepat sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan
program TB nasional. Pengembangan SDM tidak hanya berkaitan dengan
pelatihan tetapi meliputi keseluruhan manajemen pelatihan dan kegiatan
lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang
pengembangan SDM yaitu tersedianya tenaga yang kompeten dan
profesional dalam penanggulangan TB. Untuk terselenggaranya kegiatan
penanggulangan TB di setiap sarana pelayanan kesehatan dan di tingkat
administrasi dibutuhkan SDM minimal (jumlah dan jenis tenaga) :
a. Puskesmas Rujukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri:
kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1
perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.
b. Puskesmas satelit: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri
dari 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB.
c. Puskesmas Pembantu: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih
terdiri dari 1 perawat/petugas TB.
16
Berdasarkan permasalahan yang ada yaitu kesenjangan pencapaian
target penemuan TB Paru BTA (+) dengan target Depkes RI, akan dilakukan
analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) sehingga
didapatkan suatu alternatif pemecahan masalah berdasarkan prioritas.
18
BAB III
METODE PEMECAHAN MASALAH
A. JENIS METODE PEMECAHAN MASALAH
Kegiatan ini merupakan kegiatan pencarian prioritas masalah dan
prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan problem solving cycle.
B. LOKASI DAN WAKTU KEGIATAN
Kegiatan dilaksanakan di Puskesmas Sibela yang terletak di Kelurahan
Mojosongo, Kecamatan Jebres. Waktu pelaksanaannya yaitu tanggal 2-4
Agustus 2012.
C. SUBYEK MASALAH
Subyek masalah adalah Program Puskesmas Sibela dalam
penanggulangan TB Paru.
D. SUMBER DATA
Data sekunder Puskesmas Sibela.
E. ANALISIS DATA
Dilakukan dengan menggunakan Tabel Matrikulasi Masalah dan
Diagram Tulang Ikan.
F. PENYAJIAN DATA
Disajikan Menggunakan Tabel.
G. RANCANGAN PENYELESAIAN MASALAH
Berdasarkan teori Blum, bahwa derajat kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan
genetik. Maka untuk mencari alternatif pemecahan masalah ini kita perlu
19
melihat sumber-sumber permasalahan dari faktor-faktor penunjang kesehatan
tersebut dalam diagram tulang ikan sebagai berikut :
Genetik
Gambar 4. Diagram Tulang Ikan
Keterangan:
1. Perilaku masyarakat
a. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB
b. Kesadaran masyarakat tentang pencegahan penyakit TB
c. Pengetahuan masyarakat mengenai cara penularan penyakit TB.
2. Lingkungan
a. Keadaan lingkungan yang memungkinkan menjadi sumber infeksi
b. Keadaan sosial ekonomi
3. Kinerja pelayanan kesehatan
a. Screening kasus TB kasus baru.
b. Surveilance penderita TB
c. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit TB
d. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai pencegahan dan cara
penularan penyakit TB
4. Genetik
20
PerilakuMasyarakat
a
Kinerja Pelayanan Kesehatan
c
a
c
b a
c
b
Lingkungan
Meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai penyakit TB
di wilayah kerja Puskesmas Sibela
b
1. Penelitian / Penetapan Masalah
2. Penyelesaian Masalah
(
Skema 2. Diagram PSC untuk Menyelesaikan Masalah (Azwar, 1996)
21
Memilih cara penyelesaian dari sejumlah alternatif cara
yang mungkin
Memilih cara penyelesaian dari sejumlah alternatif cara
yang mungkin
Menentukan tujuan dan menyusun penyelesaian
masalah
Menentukan tujuan dan menyusun penyelesaian
masalah
Uji cobaUji coba
Melaksanakan kegiatan penyelesaian masalah
Melaksanakan kegiatan penyelesaian masalah
Penyusunan rencana penyelesaian masalah
Penyusunan rencana penyelesaian masalah
Pengumpulan dataPengumpulan data
Masalah yang ditentukanMasalah yang ditentukan
Analisa dataAnalisa data
Memilih masalah yang diprioritaskan
Memilih masalah yang diprioritaskanEvaluasi hasil intervensi
Evaluasi hasil intervensi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Permasalahan Yang Mendasari
Dari data Plan of Action Puskesmas Sibela tahun 2012 dapat
diketahui beberapa kegiatan P2TB yang belum mencapai target yang telah
ditetapkan. Ada tiga kegiatan P2TB Puskesmas Sibela yang hasilnya belum
memenuhi target dan merupakan masalah bagi Puskesmas, yaitu:
1. Jumlah suspek TB paru yang diperiksa per 100.000 penduduk (Suspect
Screening Rate) masih kurang dari target
2. Jumlah penemuan kasus baru suspek BTA positif (Case Detection Rate) di
bawah target yang diharapkan
3. Proporsi BTA positif diantara suspek TB Paru yang diperiksa di bawah target
yang diharapkan
Tabel 2. Matrikulasi masalah P2TB
No. Daftar Masalah I T R JumlahP S RI DU SB PB PC IxTxR
1. Jumlah suspek TB paru yang diperiksa per 100.000 penduduk (Suspect Screening Rate)
3 3 3 2 3 4 5 4 3 19440
2. Jumlah penemuan kasus baru suspek BTA positif (Case Detection Rate, CDR)
4 4 4 1 4 5 4 5 4 102400
3. Proporsi BTA positif di antara suspek TB paru yang diperiksa
3 4 2 1 4 3 4 4 2 9216
(Data Sekunder Planning of Action 2012 Puskesmas Sibela)
Kriteria penilaian :
1: tidak penting; 2: agak penting; 3: cukup penting; 4: penting; 5: sangat
penting
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
22
S : Severity (dampak dari masalah)
RI : Rate of Increase (kenaikan besarnya masalah)
DU : Degree of Unmeet Need (derajat keinginan masyarakat yang tidak
terpenuhi)
SB : Social Benefit (keuntungan social karena selesainya masalah)
PB : Problem Benefit (keuntungan karena selesainya masalah)
PC : Public Concern (perhatian masyarakat terhadap masalah)
T : Technical feasibility (kelayakan teknologi untuk mengatasi masalah)
R : Resources avaibility (ketersediaan sumber daya untuk mengatasi
masalah)
B. Memilih Prioritas Masalah
Prioritas masalah yang telah diperoleh melalui matrikulasi masalah
perlu disusun alternatif pemecahannya dengan terlebih dahulu menggali
penyebab dari masalah tersebut. Penyebab jumlah penemuan kasus baru
suspek BTA positif (Case Detection Rate, CDR) masih di bawah target yang
diharapkan, antara lain disebabkan oleh:
1. Pengetahuan masyarakat akan penyakit TB rendah sehingga kesadaran
penderita untuk berobat rendah.
2. Adanya stigma yang jelek tentang penyakit TB sehingga penderita malu
untuk berobat.
3. Pengetahuan tentang pengobatan TB yang lama serta efek samping yang
tidak menyenangkan menyebabkan pasien malas untuk memeriksakan diri.
4. Kurangnya informasi dan pengetahuan para kader kesehatan (Posyandu,
Desa Siaga) mengenai TB sehingga rujukan ke Puskesmas kurang.
5. POKJANAL TB yang belum berfungsi secara maksimal.
6. Kurangnya koordinasi dan kepatuhan para dokter, spesialis dan RS swasta
dalam menerapkan prosedur standar DOTS dalam pemeriksaan, diagnosis,
pengobatan maupun pencatatan dan pelaporan pasien TB.
23
C. Alternatif Jalan Keluar Masalah
Berdasarkan penyebab-penyebab yang ada, didapatkan beberapa
alternatif penyelesaian masalah sebagai berikut:
Tabel 3. Alternatif Pemecahan Masalah
Masalah Alternatif Pemecahan Masalah1. Pengetahuan masyarakat akan
penyakit TB rendah sehingga kesadaran penderita untuk berobat rendah
2. Adanya stigma yang jelek tentang penyakit TB sehingga penderita malu untuk berobat
1. Meningkatkan pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan tokoh masyarakat supaya dapat menjelaskan kepada masyarakat
2. Membuat poster dan spanduk tentang TB yang diletakkan di tempat-tempat umum
3. Pengetahuan tentang pengobatan TB yang lama serta efek samping yang tidak menyenangkan menyebabkan pasien malas untuk memeriksakan diri.
3. Mengadakan sharing rutin mengenai pengalaman para penderita TB yang sudah sembuh kepada masyarakat dan kader, dipandu oleh petugas P2TB
4. Memberi edukasi ke PMO tentang pentingnya pemantauan pengobatan TB dengan teratur sampai tuntas
5. Memberi penghargaan kepada PMO jika pasien telah berhasil sembuh
4. Kurangnya informasi dan pengetahuan para kader kesehatan (Posyandu, Desa Siaga) mengenai TB sehingga rujukan ke Puskesmas kurang.
6. Mengadakan pertemuan dengan kader secara rutin untuk berdiskusi tentang TB
7. Membekali para kader dengan pengetahuan dan pelatihan tentang tuberkulosis, di mana setiap kader bertanggungjawab atas sejumlah keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru
8. Memberikan reward kepada kader yang merujuk pasien TB BTA (+) ke Puskesmas
5. POKJANAL TB yang belum berfungsi secara maksimal
9. Memaksimalkan peran POKJANAL TB dengan melakukan pemantauan oleh Dinas Kesehatan
6. Kurangnya koordinasi dan kepatuhan para dokter, spesialis dan RS swasta dalam menerapkan prosedur standar DOTS dalam pemeriksaan, diagnosis, pengobatan maupun pencatatan dan pelaporan pasien TB
10. Meningkatkan komunikasi antar pihak Puskesmas dengan para dokter, spesialis dan RS swasta
24
D. Menetapkan Jalan Keluar Masalah
Dalam menetapkan jalan keluar masalah kita bisa menggunakan
metode Reinke yang merupakan metode dengan mempergunakan skor. Nilai
skor berkisar 1-5 yang terdiri dari beberapa kriteria:
M = Magnitude of the problem yaitu besarnya masalah yang dapat dilihat dari
% atau jumlah/kelompok yang terkena masalah, keterlibatan
masyarakat serta kepentingan instansi terkait.
I = Importancy atau kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas
dan mortalitas serta kecenderungan dari waktu ke waktu.
V = Vulnerability yaitu sensitif atau tidaknya pemecahan masalah dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sensitifitas dapat diketahui dari
perkiraan hasil (output) yang diperoleh dibandingkan dengan
pengorbanan (input) yang dipergunakan.
C = Cost yaitu biaya atau dana yang dipergunakan untuk melaksanakan
pemecahan masalah. Semakin besar biaya semakin kecil skornya.
P = Prioritas atau pemecahan masalah.
Sama seperti metode yang lain dengan menggunakan skor, maka untuk
mempermudah pengerjaan diperlukan adanya tabel. Hasil skor masing-
masing masalah kemudian dihitung dengan rumus:
P = (M x V x I) : C
(Azwar, A., 1980; Leavel dan Clark, 1965)
Berikut matrikulasi alternatif pemecahan masalah dari kegiatan P2TB yang
dilakukan oleh Puskesmas Sibela:
Tabel 4. Matrikulasi Alternatif Pemecahan Masalah
No. Daftar Pemecahan Masalah
EfektivitasEfisiensi
(C)
Jumlah
MxIxVC
M I V
1. Meningkatkan pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan tokoh masyarakat supaya dapat menjelaskan kapada masyarakat
4 4 3 2 24
2. Membuat poster dan spanduk tentang TB yang diletakkan di tempat-tempat umum
4 3 3 4 9
3. Mengadakan sharing rutin mengenai pengalaman 4 3 2 3 8
25
para penderita TB yang sudah sembuh kepada masyarakat dan kader, dipandu oleh petugas P2TB
4. Memberi edukasi ke PMO tentang pentingnya pemantauan pengobatan TB dengan teratur sampai tuntas
3 4 3 2 18
5. Memberi penghargaan kepada PMO jika pasien telah berhasil sembuh
3 4 3 3 12
6. Mengadakan pertemuan dengan kader secara rutin untuk berdiskusi tentang TB
4 4 3 2 24
7. Membekali para kader dengan pengetahuan dan pelatihan tentang tuberkulosis, di mana setiap kader bertanggungjawab atas sejumlah keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru
4 3 2 2 12
8. Memberikan reward kepada kader yang merujuk pasien TB BTA (+) ke Puskesmas
3 4 3 3 12
9. Memaksimalkan peran POKJANAL TB dengan melakukan pemantauan oleh Dinas Kesehatan
3 3 3 3 9
10. Meningkatkan komunikasi antar pihak Puskesmas dengan para dokter, spesialis dan RS swasta
4 3 3 4 9
Kriteria efektivitas :
M = Magnitude (besarnya masalah yang dapat diselesaikan)
I = Importancy (pentingnya jalan keluar)
V = Vulnerability (sensivitas jalan keluar)
Kriteria penilaian efektifitas :
1 = tidak efektif
2 = agak efektif
3 = cukup efektif
4 = efektif
5 = paling efektif
Kriteria efisiensi :
C = Efficiency – Cost (semakin besar biaya yang diperlukan semakin tidak
efisien)
26
Kriteria penilaian efesiensi :
1. = paling efisien
2. = efisien
3. = cukup efisien
4. = agak efisien
5. = tidak efisien
Berdasarkan kriteria matriks di atas, maka urutan prioritas pemecahan
masalah adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan
tokoh masyarakat supaya dapat menjelaskan kepada masyarakat
2. Mengadakan pertemuan dengan kader secara rutin untuk berdiskusi
tentang TB
3. Memberi edukasi ke PMO tentang pentingnya pemantauan pengobatan TB
dengan teratur sampai tuntas
4. Memberi penghargaan kepada PMO jika pasien telah berhasil sembuh
5. Membekali para kader dengan pengetahuan dan pelatihan tentang
tuberkulosis, di mana setiap kader bertanggungjawab atas sejumlah
keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru
6. Memberikan reward kepada kader yang merujuk pasien TB BTA (+) ke
Puskesmas
7. Membuat poster dan spanduk tentang TB yang diletakkan di tempat-
tempat umum
8. Memaksimalkan peran POKJANAL TB dengan melakukan pemantauan
oleh Dinas Kesehatan
9. Meningkatkan komunikasi antar pihak Puskesmas dengan para dokter,
spesialis dan RS swasta
10. Mengadakan sharing rutin mengenai pengalaman para penderita TB yang
sudah sembuh kepada masyarakat dan kader, dipandu oleh petugas P2TB
27
E. Analisis SWOT
Untuk mengetahui berbagai faktor pendukung dan penghambat
subprogram P2TB yaitu rendahnya jumlah penemuan kasus baru suspek BTA
positif (Case Finding Detection, CDR) dilakukan kajian seksama dengan
analisis SWOT sebagai berikut:
Tabel 5. SWOT
Kekuatan (S) Ada tenaga profesional Kepercayaan terhadap Puskesmas Adanya fasilitas penunjang puskesmas
(ranap dan laboraturium) Adanya OAT gratis Tersedianya dana (JKMM/APBD II,
BOK) Terjangkaunya pelayanan kesehatan
(pustu/pusling)
Kelemahan (W) Petugas rangkap jabatan dan ikut
shift jaga ranap Belum terjalinnya kerjasama dan
koordinasi yang baik antara Puskesmas dengan praktek kesehatan swasta lainnya
Surveilans TB belum optimal
Peluang (O) Adanya kerjasama
dengan RS/DPS Banyaknya kader
kesehatan di wilayah Puskesmas
Strategi SO Meningkatkan kerjasama dengan
RS/DPS Terus memberikan pembekalan dan
pelatihan bagi para kader Penggunaan dana secara optimal
Strategi WO Optimalkan tenaga yang ada sesuai
dengan tugas pokok Meningkatkan kualitas kerjasama
dengan Toma, Toga dan kader dengan promosi lewat penyuluhan TB sehingga bisa meningkatkan rujukan suspek TB
Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program P2TB
Ancaman (T) Adanya stigma
masyarakat tentang penyakit TBC
Tingkat ekonomi dan sosial masyarakat yang rendah di mana masih ada rumah yang tidak sehat (Rumah Sehat baru 68%) (Sumber: POA 2012)
Kurangnya kesadaran untuk memeriksakan diri bila sakit
Strategi ST Melakukan survey sejauh mana
pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB
Meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan
Pendekatan secara personal melalui kader-kader desa agar dapat memberi penyuluhan pada saat ada kegiatan-kegiatan masyarakat (misal rapat karang taruna, rapat PKK, rapat ketua RT, dsb)
Meningkatkan penyuluhan di kantong-kantong TB
Strategi WT Lebih melibatkan peran serta tokoh
masyarakat dan organisasi masyarakat setempat dalam mendukung program TB Puskesmas
Memperbaiki perencanaan dan strategi program penyuluhan
Meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan pelayanan kesehatan swasta di wilayah binaan Puskesmas Sibela
Adanya penyuluhan rutin
28
SW
OT
Untuk meningkatkan program pada tahun mendatang, Puskesmas
Sibela dapat melakukan:
1. Puskesmas meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan
pelayanan kesehatan swasta di wilayah binaan Puskesmas Sibela
2. Puskesmas mengoptimalkan tenaga yang ada sesuai dengan tugas pokok
3. Penggunaan dana yang ada di Puskesmas secara optimal
4. Meningkatkan kualitas kerjasama dengan Toma, Toga dan kader dengan
promosi lewat penyuluhan TB sehingga bisa meningkatkan rujukan suspek
TB
5. Pendekatan secara personal melalui kader-kader desa agar kader (dengan
promosi dan penyuluhan TB) dapat meningkatkan rujukan suspek TB
6. Meningkatkan kerjasama dengan RS/DPS
7. Lebih melibatkan peran serta tokoh masyarakat ataupun organisasi
masyarakat setempat dalam mendukung program TB Puskesmas
8. Memperbaiki perencanaan dan strategi program penyuluhan
9. Melakukan survey sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang penyakit
TB serta meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan.
29
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan matrikulasi masalah, prioritas masalah pertama dalam
pelaksanaan program P2TB adalah jumlah penemuan kasus baru suspek BTA
positif (Case Detection Rate, CDR) di bawah target yang diharapkan.
Sedangkan prioritas pertama pemecahan masalah adalah Meningkatkan
pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan tokoh masyarakat
supaya dapat menjelaskan kapada masyarakat serta mengadakan pertemuan
dengan kader secara rutin untuk berdiskusi tentang TB.
B. Saran
1. Meningkatkan pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan
tokoh masyarakat supaya dapat menjelaskan kapada masyarakat
2. Mengadakan pertemuan dengan kader secara rutin untuk berdiskusi
tentang TB
3. Memberi edukasi ke PMO tentang pentingnya pemantauan pengobatan TB
dengan teratur sampai tuntas
4. Memberi penghargaan kepada PMO jika pasien telah berhasil sembuh
5. Membekali para kader dengan pengetahuan dan pelatihan tentang
tuberkulosis, di mana setiap kader bertanggungjawab atas sejumlah
keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru
6. Memberikan reward kepada kader yang merujuk pasien TB BTA (+) ke
Puskesmas
7. Membuat poster dan spanduk tentang TB yang diletakkan di tempat-
tempat umum
8. Memaksimalkan peran POKJANAL TB dengan melakukan pemantauan
oleh Dinas Kesehatan
9. Meningkatkan komunikasi antar pihak Puskesmas dengan para dokter,
spesialis dan RS swasta
30
10. Mengadakan sharing rutin mengenai pengalaman para penderita TB yang
sudah sembuh kepada masyarakat dan kader, dipandu oleh petugas P2TB
11. Puskesmas meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan
pelayanan kesehatan swasta di wilayah binaan Puskesmas Sibela
12. Puskesmas mengoptimalkan tenaga yang ada sesuai dengan tugas pokok
13. Penggunaan dana yang ada di Puskesmas secara optimal
14. Meningkatkan kualitas kerjasama dengan Toma, Toga dan kader dengan
promosi lewat penyuluhan TB sehingga bisa meningkatkan rujukan suspek
TB
15. Pendekatan secara personal melalui kader-kader desa agar kader (dengan
promosi dan penyuluhan TB) dapat meningkatkan rujukan suspek TB
16. Meningkatkan kerjasama dengan RS/DPS
17. Lebih melibatkan peran serta tokoh masyarakat ataupun organisasi
masyarakat setempat dalam mendukung program TB Puskesmas
18. Memperbaiki perencanaan dan strategi program penyuluhan
19. Melakukan survey sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang penyakit
TB serta meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan.
31
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Tjandra Y. 2002. Tuberkulosis, Diagnosa, Terapi dan Masalahnya.
Yayasan penerbit IDI. Jakarta. hal: 2-15.
Amin. 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
III. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal: 988-993.
Azwar, A. 1980. Puskesmas dan Usaha Kesehatan Pokok. Jakarta : Akadoma.
Hal:90-91.
Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta.
Hal. 181-250.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta. Hal: 1-23.
Dinkes Propinsi Jawa Tengah. 2005. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor
71 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Kabupaten /Kota di Propinsi Jawa Tengah. Semarang: Dinkes Propinsi
Jawa Tengah. Hal 90-91.
Leavel dan Clark. 1965. Prevention Medicine for The Doctor in His Community.
London: Mc Graw Hill.
PDPI. 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Hal 1-2
Price, Sylvia A. 2005. Tuberkulosis Paru-paru. Dalam : Patofisiologi Konsep
Klinik Proses-proses Penyakit. Edisi III. Jakarta. Hal: 753-763.
32
Pustekkom, 2005. TBC (TUBERCOLUSIS). http://soerya.surabaya.go.id/AuP/e-
DU.KONTEN/edukasi.net/Peng.Pop/Kesehatan/TBC/all.htm. (5 Agustus
2012)
Riduan. 2009. Diagnosa TBC dan Terapi FDC . http://puskesmasbamban.
w ordpress .com/2009/01/18/diagnosa-tbc-dan-terapi-fdc/ (5 Agustus
2012)
Surjanto, Eddy; Subagio, Yusuf S. 1997. Diagnostik Tuberkulosis Paru. Dalam :
Kumpulan Naskah Ilmiah Tuberkulosis. Palembang. Hal: 1-14.
WHO. 1988. Tuberculosis Control as an Integral Part of Primary Health. Geneva :
WHO. 16-17.
33