isi
DESCRIPTION
,JHGDDRTFTRANSCRIPT
![Page 1: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB IPENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki keragaman tumbuhan tropika terbesar ke dua di
dunia setelah Brazil menjadikan Indonesia memiliki potensi sebagai
sumber bahan baku obat-obatan yang penting. Tumbuh-tumbuhan dapat
merekayasa berbagai macam senyawa kimia yang dimilikinya sebagai
mekanisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap
kondisi lingkungan, baik faktor iklim maupun dari herbivora, serangga dan
hama penyakit, oleh karena itu mempunyai bioaktivitas yang menarik.
Senyawa kimia yang dihasilkan merupakan metabolit sekunder dan dapat
dimanfaatkan oleh manusia antara lain sebagai sumber untuk obat-obatan.
Farmasi merupakan satu bidang profesional kesehatan yang
mempunyai kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu kimia, ilmu fisika dan
ilmu biologi. Salah satu cabang ilmu farmasi yang mempelajari tentang
bahan obat alami khususnya yang berasal dari nabati, hewani maupun
mineral. Seorang farmasis dituntut untuk dapat membuat, mencampur dan
meracik formulasi obat dengan menggunakan bahan obat yang berasal dari
alam untuk kesehatan manusia maupun agroomi (Dirjen POM, 1979).
Obat merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar yang
harus dipenuhi untuk menunjang peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
masyarakat, terdapat berbagai jenis obat yang beredar dimasyarakat yang
salah satunya adalah obat herba. Penggunaan tumbuhan sebagai obat
tradisional umumnya hanya didasarkan atas pengalaman/warisan tanpa
mengetahui kandungan kimianya secara detail. Obat tradisional telah
dikenal sejak beberapa abad lalu, di Indonesia obat tradisional digunakan
secara turun-temurun berdasarkan pengalaman nenek moyang, adat
istiadat, atau kebiasaan setempat (Siswati, 2010).
Tanaman pecut kuda (Stachytarpheta Jamaicensis (L) Vahl) didapat
dari Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Daun pecut kuda dikenal sebagai
salah satu tanaman obat oleh sebagian masyarakat. Keberadaan daun pecut
1
![Page 2: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/2.jpg)
kuda sangat melimpah, akan tetapi masyarakat lebih mengenalnya sebagai
tanaman liar atau juga sebagian kecil kalangan masyarakat mengenalnya
sebagai tanaman herbal. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian
mendukung yang menunjukkan dengan jelas potensi tanaman ini sebagai
tanaman herbal.
Berdasarkan uraian di atas maka untuk lebih memperdalam
pengetahuan tentang ekstraksi senyawa bahan alam maka dilakukanlah
percobaan tentang metabolit sekunder dengan teknik maserasi dan
evaporasi dan menggunakan sampel tanaman daun pecut kuda
(Stachytarpheta Jamaicensis (L) Vahl).
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dilakukannya percobaan ini yaitu untuk mengetahui
dan memahami cara mengekstraksi daun pecut kuda (Stachytarpheta
jamaicensis) dengan menggunakan metode maserasi.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan dari praktikum ini yaitu :
1. Menjelaskan pengertian maserasi.
2. Menjelaskan cara mengekstraksi simplisia daun pecut kuda
(Stachytarpheta jamaicensis) dengan menggunakan metode maserasi.
I.3 Prinsip Percobaan
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari
pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk
kedalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didala sel dengan diluar
sel. Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdeak keluar dan diganti
oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa
tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan
didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel, 1989).
2
![Page 3: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 2 Tinjauan Tentang Maserasi
II.1.1 Definisi Fitokimia
Istilah fitokimia berasal dari “phyto” yang bearti tanaman. Dari
maknanya dapat ditafsirkan bahwa fitokimia menguraikan aspek kimia
suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi (Sirait, M., 2007) :
1. Uraian tentang isolasi dan kosntitusi senyawa kimia dalam tanaman
2. Perbandingan struktur senyawa kimia tanaman. Berdasarkan definisi
ini dilakukan penggolongan senyawa kimia yang ditemukan di alam.
3. Perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis
tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam
tanaman.
Fitokimia tidak hanya meliputi tentang tanaman tetapi juga dengan
hewan biota laut. Fitokimia pun mempunyai peran dalam penelitian obat
yang secara khusus dibahas dalam farmakoterapi, demikian pula dengan
farmakognosi. Pada umumnya dalam buku farmakognosi dibagian
utamanya diuraikan tentang senyawa kimia tanaman yang penting sebagai
obat dan uraian botanis tentang tanaman yang mengandung senyawa kimia
berkhasiat (Sirait, M., 2007).
II.1.2 Definisi Ekstraksi
Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan atau penyarian
komponen kimia dari suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu.
Dimana ekstraksi ini bertujuan untuk menarik komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia atau sampel. Ekstraksi dapat dilakukan pada
sampel yang berasal dari tumbuhan atau tanaman, hewan dan mineral atau
pelican (Dirjen POM, 1995).
Dalam farmakope IV ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hamper
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa dipelakukan
3
![Page 4: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/4.jpg)
sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Sirait, M.,
2007).
II.1.3 Tujuan Ekstraksi
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik bahan atau zat-zat yang dapat
larut dalam bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair
(Tobo, 2001).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia dengan menggunakan pelarut organik tertentu
(Sudjadi, 1986).
Tujuan dari dilakukannya ekstraksi atau penyarian adalah untuk
menarik zat aktif atau komponen kimia yang terdapat pada simplisia atau
bahan alam, baik berupa zat aktif yang dapat larut maupun zat yang tidak
larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain (Adrian, 2000).
Secara umum dapat dibagi empat tujuan eksrtaksi (Hostettmann,
1995) :
a. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari
organism dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat
diikuti dan dibuat modifikasi dan sesuai untuk pengembangn proses
atau menyesuaikannya dengan kebutuhan pemakai.
b. Bahan dapat diperiksa untuk menemukan senyawa kimia tertentu
misalnya alkaloid, flavonois atau saponin, meskipun struktur kimia
sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui.
Dalam situasi seperti ini metode umum yang dapat digunakan untuk
senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini
diikuti dengan uji kimia atau kromatografi yang sesuai untuk senyawa
kimia tersebut.
c. Organisme dilakukan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya
dibuat dengan cara, misalnya Traditional Chinese Medicine (TCM)
seringkali membutuhkan herba yang didihkan dalam air dan dekok
dalam air untuk diberikan sebagai obat.
4
![Page 5: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/5.jpg)
d. Sifat senyawa kimia yang akan diisolasi belum ditemukan sebelumnya
dengan cara apapun. Situasi ini (utamnya dalam program screening)
dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organism, baik yang
dipih secara acak atau didasarkan pada penggunaan teradisioanl untuk
mengetahui senyawa dengan aktivitas khusus. Oleh karena itu perlu
pemilihan metode ekstraksi yang sesuai untuk bioassay yang juga
mencoba mengekstraksi sebanyak mungkin tipe senyawa kimia.
II.1.5 Jenis-Jenis Ektraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah (Tobo,
2001):
a. Sampel panas seperti refluks dan destilasi uap air karena sampel
langsung dipanaskan dengan pelarut; dimana umumnya digunakan
untuk sampel yang mempunyai bentuk dan dinding sel yang tebal.
b. Secara dingin misalnya maserasi, perkolasi, dan soxhlet. Dimana
untuk maserasi dilakukan dengan cara dipanaskan dan uap cairan
penyari naik ke kodensor kemudian terjadi kondensasi dan turun
menyari simplisia.
II.1.5 Metode Ekstraksi
Adapun metode-metode ekstraksi bahan alam yang sering digunakan
adalah :
a. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan
untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-
bahan nabati (Ditjen POM, 1986).
Merendam sampel tanaman dalam pelarut (umunya pada suhu
kamar) selama jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa pengocokan
sekali-sekali, yang diikuti dengan penyaringan untuk memisahkan
serpihan-serpihan tanaman. Jika sampel telah mengendap, maka
pelarut ekstrak diatasnya didekantasi, dan jika perlu digantikan
dengan pelarut yang baru. Jika menggunakan pelarut yang telah
dipanaskan, pelarut ini akan menjadi dingin selama proses ekstraksi.
5
![Page 6: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/6.jpg)
Tingkat pengerjaan ini mungkin akan menentukan jenis peralatan
yang akan digunakan yang beragm mulai labu kecil atau tube uji
hingga wadah besar untuk industri (Tobo, 2001).
b. Metode maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari
cahaya (Andrian, 2000).
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari,
tidak mengandung benzoin, titraks dan lilin (Andrian, 2000).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan
simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu
sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi
pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari
ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada temperature kamar
terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelag 3 hari,
disaring kedalam bejana penampung, kemudian ampasnya diperas dan
ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian
disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh
ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama
2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan
(Andrian, 2000).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah
pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempuran (Adrian,
2000).
6
![Page 7: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/7.jpg)
II. 2 Uraian Tanaman
II.2.1 Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L) Vahl)
1. Klasifikasi (Dalimartha, 2003)
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiales
Genus : Stachytarpheta
Spesies : Stachytarpheta jamaicensis
2. Morfologi (Wijayakusuma, 1994)
a. Daun (folium)
Hidup tahunan, tegak, tinggi 20-90 cm. Daun tunggal,
bertangkai, letak berhadapan. Helai daunnya berbentuk bulat telur,
pangkal menyempit, ujung runcing, tepi bergerigi, permukaan
berlekuk-lekuk, panjang 4-8 cm, lbar 3-6 cm, berwarna hijau tua.
b. Bunga (flos)
Bunga majemuk tersusun dalam poros bulir yang memanjang,
seperti pecut kuda andong, panjangnya 1-20 cm. Bunga mekar dalam
waktu yang berbeda, ukuran kecil, berwarna ungu, jarang berwarna
putih.
c. Buah (fructus)
Buah berbentuk garis, berbiji dua. Biji berbentuk jarum, berwarna
hitam. Untuk jenis Stachytarpheta jamaicensis indica Vahl, tingginya
mencapai 2 meter, dipelihara sebagai tanaman pagar dan mempunyai
khasiat obat yang sama dengan jenis Stachytarpheta jamaicensis [L]
Vahl. Pecut kuda dapat dikembangkan dengan biji.
d. Akar (radix)
Cinnamomum memiliki akar tunggang dan batang yang kuat dan
keras, berkayu dan bercabang.
7
Gambar II.2.1Pecut Kuda
(Stachytarpheta jamaicensis (L) Vahl)
![Page 8: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/8.jpg)
3. Khasiat (Vijaya Kumar, 2006)
Pecut kuda memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan manusia yaitu
untuk obat. Tumbuhan pecut kuda memiliki kanduangan kimia seperti
alkaloid fan glikosa. Alkaloid dan glikosa dapat menangani penyakit
amandel , radang tenggorokan, batuk dan hepatitis A. Bagian tanaman
yang sering digunakan untuk pengobatan adalah bunga, akar dan
daunnya. Tanaman pecut kuda juga dapat digunakan untuk mengobati
infeksi kencing batu, rematik, haid tidak teratur dan keputihan. Bunga
dan tangkai pecut kuda dapat mengobati radang hati atau hepatitis
A. Keputihan yang sering dialami oleh wanita juga dapat diatasi
menggunakan air rebusan akar pecut kuda. Selain untuk obat, pecut
kuda juga bisa digunakan untuk tanaman hias, kerena bunganya
berbunga sepanjang tahun sehingga dapat lebih lama menghiasi rumah.
II. 3 Uraian Bahan
II.3.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979; Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol
RM/BM : C2H5OH /46,07
Rumus struktur : H H
H C C O H
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, baunya
khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah
menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih
pada suhu 78° C. Mudah terbakar
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan
semua pelarut organik
Khasiat : Zat tambahan, desinfektan
Kegunaan : Membersihkan alat yang akan digunakan dari jamur,
bakteri, air maupun minyak yang menempel, untuk
penyari atau sebagai cairan penyari
8
H H
![Page 9: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/9.jpg)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api
II.3.2 Metanol (Dirjen POM, 1979; Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : Methanol
Nama lain : Hidroksimetana, metil alcohol, metal hidrat
RM/BM : CH3OH /32
Rumus struktur : H
H C O H
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas.
Kelarutan : Bercampur dengan air membentuk caira jernih, tidak
berwarna
Khasiat : Zat tambahan, desinfektan
Kegunaan : Sebagai cairan penyari
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api
III.4 Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang 117,44 g sampel yang telah dipotong-potong kecil dan
kemudian dimasukkan kedalam toples
3. Kedalam toples yang berisi sampel dimasukkan pelarut metanol
sebanyak 1.250 mL
4. Toples kemudian ditutup dengan menggunakan aluminium foil dan
kemudian ditutup rapat dengan penutupnya
5. Proses maserasi dibiarkan selama ± 24 jam lebih sehingga semua zat
aktif telah terekstraksi semua
6. Sampel disaring dan ditampung, kemudian uapkan dengan
menggunakan kipas angin
7. Ekstrak yang diperoleh diuapkan hingga kering (ekstral metanol)
kemudian ditimbang
8. Dilakukan identifikasi senyawa dengan menggunakan metode
kromatografi lapis tipis dengan menggunakan eluen polar dan non-
polar dengan penampak noda oleh sinat UV serta perekasi H2SO4 10%.
9
H
![Page 10: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/10.jpg)
BAB IIIMETODE PRAKTKUM
III. 1 Waktu Dan Tempat Praktikum
III.1.1 Waktu Praktikum
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, 16 April 2015 pukul
11:00 WITA.
III.1.2 Tempat Praktikum
Bertempat di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia
Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan
Universitas Negeri Gorontalo.
III. 2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
1. Batang pengaduk
2. Neraca analitik
3. Toples
4. Kamera
III.2.2 Bahan
1. Alkohol 70 %
2. Aquadest
3. Daun Pecut Kuda
4. Metanol
5. Tissue
III.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Ditimbang 100 g sampel yang telah dipotong-potong kecil dan
kemudian dimasukkan ke dalam toples
3. Dimasukkan kedalam toples yang berisi sampel dimasukkan pelarut
metanol sebanyak 500 mL
4. Ditutup toples dengan menggunakan aluminium foil dan kemudian
ditutup rapat dengan penutupnya
10
![Page 11: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/11.jpg)
5. Dibiarkan selama ± 24 jamatau lebih sehingga semua zat aktif telah
tereksraksi semua
6. Disaring dan ditampung sampel, kemudian diuapkan dengan
menggunakan rotavapor
7. Diuapkan ekstraks yang diperoleh dari rotavapor hingga kering (ektrak
metanol) kemudian ditimbang
8. Dilakukan identifikasi senyawa dengan menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan eluen polar dan non-
polar dengan penampak oda oleh sinar UV serta pereaksi H2SO4 10%.
11
![Page 12: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/12.jpg)
BAB IVHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil pengamatan
Gambar hasil pengamatan :
IV.2 Pembahasan
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya
matahari. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari,
tidak mengandung benzoin, titraks dan lilin. Selain itu metode maserasi
cocok untuk mengekstraksi senyawa-senyawa yang tidak tahan panas
(ekstraksi dingin) (Andrian, 2000).
Dalam percobaan ini akan dilakukan ekstraksi simplisia daun pecut
kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L) Vahl) dengan metode maserasi.
Simplisia yang digunakan berupa haksel daun pecut kuda. Tingkat
kehalusan diperhatikan untuk meracik bahan kandungan tumbuhan.
Semakin halus atau kecil ukuran daun yang digunakan maka luas
permukaan akan semakin besar sehingga memudahkan pengambilan bahan
.kandungan (zat aktif) langsung oleh bahan pelarut atau cairan penyari.
12
Maserat dan Ekstrak CairPecut Kuda
(Stachytarpheta jamaicensis )
![Page 13: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/13.jpg)
Namun, jika ukuran daun yang digunakan terlalu kecil akan membuat
daun tersebut terapung diatas larutan penyari (Voight, 1994).
Sampel daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis) yang
digunakan sebanyak 117,44 g, sedangkan cairan penyari dalam hal ini
metanol adalah sebanyak 1.250 mL. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
proses maserasi kita membutuhkan pelarut yang banyak karena sampel
simplisia harus terendam seluruhnya dalam pelarut. Pelarut yang
digunakan adalah metanol. Metanol merupakan pelarut yang universal
karena dapat memisahkan senyawa yang bersifat polar dan non polar.
Pelarut methanol dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis senyawa
yang belum diketahui, metanol merupakan pelarut yang dapat menarik
komponen-komponen yang terkandung dalam simplisia. Metanol juga
bersifat mudah menguap sehingga akan mudah dipisahkan dari filtrat.
Proses maserasi dilakukan dalam suhu kamar dan terlindung dari
cahaya matahari. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, bejana
maserasi dimasukkan dalam lemari yang terlindung dari cahaya matahari.
Selama penyimpanan tetap dilakukan pengadukan sesekali, agar supaya
sampel dapat cepat terekstraksi oleh pelarut atau membantu proses difusi
dari senyawa dan cairan penyari. Proses maserasi berlangsung dengan
prinsip difusi, yaitu ketika terjadi perbedaan konsentrasi antara senyawa
atau zat aktif tumbuhan dengan cairan penyari. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi tersebut. Larutan yang konsentrasinya tinggi
akan terdesak keluar dan digantikan oleh cairan penyari dengan
konsentrasi yang rendah.
Setelah direndam selama 3 hari (3 X 24 jam), kemudian disaring dan
didapatkan residu dan filtrat ekstrak daun pecut kuda (Stachytarpheta
jamaicensis). Selanjutnya residu yang didapat direndam kembali dengan
metanol dengan jumlah volume yang sama, perlakuan tersebut diulangi
sebanyak tiga kali.
Ekstrak yang telah didapat kemudian diuapkan untuk mendapatkan
ekstrak kental dari daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis). Pada
13
![Page 14: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/14.jpg)
proses ini biasanya menggunakan rotavapor, akan tetapi alat ini tidak
tersedia di laboratorium, maka di antisipasi menggunakan kipas angin.
Dimana wadah yang digunakan ditutup dengan aluminium foil yang
atasnya dilubangi, tujuannya agar ekstrak yang sedang diuapkan tidak
mudah terkontaminasi. Akan tetapi, penguapan dengan cara ini sangat
berbeda dengan proses penguapan yang dilakukan dengan cara
menggunakan rotavapor. Jika menggunakan rotavapor akan cepat
mendapatkan ekstrak kental, tapi karena hanya menggunakan kipas angin
maka kita akan memperoleh ekstrak kental dengan waktu yang cukup
lama. Hasil ekstrak kental dari daun pecut kuda (Stachytarpheta
jamaicensis (L) Vahl) kemudian disimpan dalam vial. Ekstrak yang
dimasukkan dalam botol vial, setelah didapatkan ekstrak kental pecut kuda
(Stachytarpheta jamaicensis (L) Vahl) selanjutnya dilakukan identifikasi
senyawa dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
14
![Page 15: Isi](https://reader037.vdocuments.pub/reader037/viewer/2022100305/563db881550346aa9a944df2/html5/thumbnails/15.jpg)
BAB VKESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan penulis menyimpulkan
bahwa:
1. Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari (3 X 24 jam) pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.
2. Haksel daun pecut kuda sebanyak 117,44 g di maserasi dengan
menggunakan methanol sebagai cairan penyari, filtrat kemudian
diuapkan menggunakan alat rotavapor untuk mendapatkan ekstrak
simplisia daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis).
V.2 SaranV.2.1 Laboratorium
Untuk laboratorium diharapkan agar peralatan praktikum lebih
dilengkapi, seperti penyediaan mikroskop, timbangan, dan lain sebagainya.
Dan diharapkan juga membuat loker tersendiri ataupun tempat khusus
untuk menaruh tas para mahasiswa/mahasiswi sehingga tidak terlihat
berantakan
V.2.2 Jurusan Diharapkan agar mendirikan laboratorium farmakognosi tersendiri dan
dapat melengkapi alat-alat yang ada dilaboratorium yang memadai.
V.2.3 Praktikan
Diharapkan agar selalu fokus dalam praktikum agar bisa mendapatkan
hasil praktikum yang optimal dan tidak berisik dalam praktikum juga
selalu menjaga fasilitas dilaboratarium yaitu tidak merusak fasilitas dengan
perbuatan yang memang tidak layak atau tidak patut dilakukan oleh
seorang mahasiswa/mahasiswi.
15