isolasi dan seleksi bakteri desulfurisasi dari · pdf filebatubara di indonesia merupakan...
TRANSCRIPT
ISOLASI DAN SELEKSI BAKTERI DESULFURISASI
DARI TANAH PERTAMBANGAN BATUBARA ASAL
SUMATERA SELATAN DENGAN PENGAYAAN
DIBENZOTHIOPHENE DAN BATUBARA
NASTI SUSANTI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432 H
ISOLASI DAN SELEKSI BAKTERI DESULFURISASI
DARI TANAH PERTAMBANGAN BATUBARA ASAL
SUMATERA SELATAN DENGAN PENGAYAAN
DIBENZOTHIOPHENE DAN BATUBARA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
NASTI SUSANTI 107095003427
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432 H
ISOLASI DAN SELEKSI BAKTERI DESULFURISASI DARI TANAH PERTAMBANGAN BATUBARA ASAL
SUMATERA SELATAN DENGAN PENGAYAAN DIBENZOTHIOPHENE DAN BATUBARA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
NASTI SUSANTI 107095003427
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Megga Ratnasari Pikoli, M. Si Irawan Sugoro, M. Si NIP. 19720322 200212 2002 NIP. 19761018 200012 1001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. NIP. 19690404 200501 2005
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Isolasi dan Seleksi Bakteri Desulfurisasi dari Tanah Pertambangan Batubara Asal Sumatera Selatan dengan Pengayaan Dibenzothiophene dan Batubara” yang ditulis oleh Nasti Susanti, NIM 107095003427 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui,
Penguji 1, Penguji 2,
DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. Dini Fardila, M. Si. NIP. 19690404 200501 2005 NIP. 19800330 200901 2009
Pembimbing 1, Pembimbing 2,
Megga Ratnasari Pikoli, M. Si Irawan Sugoro, M. Si NIP. 19720322 200212 2002 NIP. 19761018 200012 1001
Mengetahui,
Dekan Ketua
Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Biologi
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. NIP. 19680117 200112 1001 NIP. 19690404 200501 2005
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN KEASLIAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, September 2011
Nasti Susanti NIM. 107095003427
NASTI SUSANTI
Isolasi dan Seleksi Bakteri Desulfurisasi dari Tanah Pertambangan Batubara Asal Sumatera Selatan dengan Pengayaan Dibenzothiophene dan Batubara
JAKARTA 2011 M / 1432 H
ABSTRAK
NASTI SUSANTI. Isolasi dan Seleksi Bakteri Desulfurisasi dari Tanah Pertambangan Batubara Asal Sumatera Selatan dengan Pengayaan Dibenzothiophene dan Batubara. Skripsi. Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011. Pembakaran batubara menghasilkan emisi sulfur yang menyebabkan pencemaran lingkungan seperti hujan asam. Batubara mengandung senyawa sulfur organik heterosiklik salah satunya adalah dibenzothiophene (DBT) yang sulit untuk dihilangkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat bakteri yang mampu melakukan desulfurisasi batubara dengan pengayaan DBT dan batubara. Tahapan penelitian terdiri dari isolasi dan seleksi berdasarkan pola pertumbuhan dan kemampuan desulfurisasi DBT. Hasil isolasi bakteri desulfurisasi (IBD) diperoleh sebanyak 22 isolat bakteri. Isolat-isolat bakteri tersebut memiliki kemampuan desulfurisasi DBT yang berbeda-beda. Isolat bakteri yang terseleksi adalah isolat 15N, 26N dan 34N berdasarkan pertumbuhan pada medium MSM-DBT agar. Seleksi lebih lanjut pada medium MSM-DBT cair diketahui bahwa isolat 15N memiliki kemampuan desulfurisasi DBT tertinggi dengan nilai absorbansi sulfat rata-rata 0,559. Hasil pengukuran desulfurisasi DBT pada isolat 15N selama fase eksponensial sebesar 0,000032 mM atau sebesar 3% dari jumlah DBT awal. Kata kunci : Bakteri, batubara, desulfurisasi, dibenzothiophene dan isolasi
ABSTRACT
NASTI SUSANTI. Isolation and Selection Bacterial Desulphurization of Soil Coal Mining in South Sumatra with the Enrichment Dibenzothiophene and Coal. Undergraduated Thesis. Biology Departement. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2011.
Coal burning produces sulfur emission that causes environmental pollution such as acid rain. Coal contains heterocyclic organic sulfur compounds such as dibenzothiophene (DBT), which are difficult to remove. Purpose of this research was to get bacterial isolates which are capable of doing desulfurization DBT with the enrichment DBT and coal. Stages of research were isolation and selection based on growth patterns and DBT desulfurization ability. The results showed that 22 of the isolates could desulfurize DBT and coal containing media. All of the isolates had different ability of DBT desulfurization. The selected bacteria were 15N, 26N and 34N based on the growth in MSM-DBT solid medium. Further selection in MSM-DBT liquid medium showed isolate of 15N had the highest ability to DBT desulfurization with sulfate absorbance value of 0,559 on average. The DBT desulfurization by isolate 15 N during the exponential phase was 0,000032 mM which was equivalent to 3%. Key word : Bacteria, coal, desulphurization, dibenzothiophene and isolation
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa, atas segala
rahmat, hidayah, inayah dan karuniaNya yang tak terhingga sehingga skripsi ini
dapat Penulis selesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW yang memperjuangkan kesempurnaan agama ini hingga
akhir hayat.
Skripsi dengan judul “Isolasi dan Seleksi Bakteri Desulfurisasi dari
Tanah Pertambangan Batubara Asal Sumatera Selatan dengan Pengayaan
Dibenzothiophene dan Batubara” disusun sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan program studi S1 pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta.
Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak
terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam penyusunan skripsi, yaitu :
1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud., selaku Ketua Program Studi
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dini Fardila, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
4. Megga Ratnasari Pikoli, M. Si., selaku pembimbing I dan Irawan Sugoro,
M. Si., selaku pembimbing II yang senantiasa memberikan ilmu
bermanfaat, nasehat serta pengalaman yang berarti, semoga semuanya
menjadi bekal Penulis di masa depan kelak.
5. Ibunda dan Ayahanda tercinta serta adikku tersayang, terima kasih atas
kasih sayang yang luar biasa, motivasi dan doa yang tidak pernah putus
untuk Penulis.
6. Nani Radiastuti, M. Si., Reno Fitri, M. Si dan Rina Hidayati Pratiwi. M.
Si., selaku penguji pada seminar proposal dan seminar hasil, serta Dr. Lily
Surayya Eka Putri, M. Env. Stud dan Dini Fardila, M. Si., selaku penguji
dalam sidang munaqasyah, terima kasih atas semua saran yang telah
diberikan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas ilmu dan nasehat
yang selama ini telah diberikan kepada Penulis.
8. Sayyid Haedar Amuli, seseorang yang telah memberikan motivasi, kasih
sayang, doa, bantuan serta mengajarkan penulis untuk memahami banyak
hal dalam kehidupan ini, terima kasih karena telah memberikan banyak
warna baru dalam kehidupan Penulis.
9. Nur Amaliah Solihat, saudari seperjuangan selama penelitian, terima kasih
atas semangat yang senantiasa diberikan.
10. Mba Puji, Mba Ida dan Kak Bahri, terima kasih atas semua bantuannya
selama penelitian di laboratorium.
iii
11. Teman-teman Biologi angkatan 2007 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, terima kasih telah memberikan dukungan kepada penulis dan tetap
semangat untuk terus melanjutkan perjuangan ini.
12. Saudara-saudaraku di IRMA Jami Nurul Mutaqien Esti, Eli, Ika, Teh Siti,
Deni, A’Adi, Bayu dan lain-lain, terima kasih atas semangat dan bantuan
yang senantiasa diberikan kepada penulis.
Penulis hanya bisa berdoa semoga semua amal baik dan bantuannya
mendapat balasan yang sesuai dari Allah SWT.
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekhilafan, demikian
pula dengan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini.
Jakarta, September 2011
Nasti Susanti
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………….... iv
DAFTAR TABEL …………………………………………....………... vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………... viii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ……………………………………………..…... 1
1.2. Perumusan Masalah ……………...………………………..…… 5
1.3. Hipotesis ……………………...…………………...………..….. 5
1.4. Tujuan …………………………………………………..……… 5
1.5. Manfaat ……………………………………………………….... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sulfur dalam Batubara ……………….………………………… 6
2.2. Biodesulfurisasi Sulfur Organik ….……………………………. 8
2.3. Dibenzhothiophene (DBT) …………………………………….. 10
2.4. Jalur Metabolisme Biodesulfurisasi Sulfur Organik …………… 11
2.5. Bakteri dalam Biodesulfurisasi Sulfur Organik .……………….. 12
2.6. Isolasi dan Seleksi Bakteri ……………………………………... 14
2.7. Kerangka Berpikir ……………………………………..……….. 16
v
BAB III METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 17
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................. 17
3.2.1. Alat .................................................................................... 17
3.2.2. Bahan ................................................................................. 17
3.3. Cara Kerja .................................................................................... 18
3.3.1. Persiapan Sampel ............................................................... 19
3.3.2. Pembuatan Medium ............................................................ 19
3.3.2.1. Medium Minimal Salts Medium (MSM)-DBT … 19
3.3.2.2. Medium Trypticase Soy Agar (TSA) ………….. 20
3.3.3. Pengayaan Sampel Tanah .................................................. 20
3.3.4. Isolasi Bakteri Total (IBT) ……. …..…………………… 20
3.3.5. Isolasi Bakteri Desulfurisasi (IBD) ………………..……. 21
3.3.5.1. Isolasi Bakteri Desulfurisasi Langsung (IBDL)... 21
3.3.5.2. Isolasi Bakteri Desulfurisasi Tidak Langsung/
Diperkaya (IBDTL) .............................................
21
3.3.6. Pemurnian Isolat ................................................................ 22
3.3.7. Seleksi Isolat Bakteri ......................................................... 22
3.3.7.1. Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium
MSM-DBT Agar .................................................
22
3.3.7.2. Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium
MSM-DBT Cair ................................................
23
vi
3.3.8. Analisa Hasil Desulfurisasi DBT dari Bakteri Terseleksi
dengan Menggunakan UV-Vis Spectrophotometer .........
24
3.3.9. Analisis Data ..................................................................... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Isolasi Bakteri ………………………………….………… 25
4.1.1. Hasil Isolasi Bakteri Total (IBT) ....................................... 29
4.1.2. Hasil Isolasi Bakteri Desulfurisasi (IBD) .......................... 30
4.2. Hasil Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT
Agar .............................................................................................
34
4.2. Hasil Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT
Cair .............................................................................................
36
4.2.1. Pertumbuhan Bakteri ........................................................ 36
4.2.2. pH medium ....................................................................... 38
4.2.3. Desulfurisasi DBT ............................................................ 40
4.3. Hasil Pengukuran DBT ................................................................ 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 44
5.2. Saran ............................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 45
LAMPIRAN ............................................................................................. 50
vii
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1. Jenis Serta Persentase Senyawa Sulfur di dalam Batubara ........ 8 Tabel 2. Karakteristik Isolat Bakteri ....................................................... 26 Tabel 3. Hasil Uji Seleksi Isolat Bakteri Desulfurisasi pada Medium
MSM-DBT Agar ……………………………………………… 35
viii
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 1. Model Struktural Batubara Keras ……………………. 6 Gambar 2. Jenis-Jenis Sulfur Organik yang Diidentifikasi dalam
Batubara ………………………………………………
7
Gambar 3. Struktur Kimia DBT ……………...………………….. 10 Gambar 4. Biodesulfurisasi dengan Jalur 4S …………………….. 12 Gambar 5. Kerangka Berpikir ……………………………………. 16 Gambar 6. Skema Penelitian …………………………………….. 18 Gambar 7. Kemunculan Isolat Bakteri Total Selama Waktu
Pencuplikan ........................................................…..
29 Gambar 8. Kemunculan Isolat Bakteri Desulfurisasi Selama
Waktu Pencuplikan dengan Metode IBDL …......…..
31 Gambar 9. Kemunculan Isolat Bakteri Desulfurisasi Selama
Waktu Pencuplikan dengan Metode IBDTL ………...
32 Gambar 10. Pertumbuhan Isolat Bakteri Terseleksi ………...…… 37 Gambar 11. Nilai pH Medium Isolat Bakteri Terseleksi …….…... 39 Gambar 12. Nilai Absorbansi Sulfat Isolat Bakteri Terseleksi …... 41 Gambar 13. Analisa Hasil Desulfurisasi DBT Isolat 15N dengan
Menggunakan Spektrofotometri UV-Visible .................
43
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Hal Lampiran 1. Komposisi media ………………………………………. 49 Lampiran 2. Kehadiran isolat-isolat bakteri hasil isolasi tanah
pertambangan batubara asal Sumatera Selatan dengan pengayaan DBT dan batubara …………………...……
50 Lampiran 3. Contoh morfologi koloni isolat-isolat bakteri hasil
isolasi tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan ……………………………………….………...
51 Lampiran 4. Hasil pewarnaan isolat-isolat bakteri hasil isolasi tanah
pertambangan batubara asal Sumatera Selatan ………..
53 Lampiran 5. Hasil uji seleksi isolat bakteri desulfurisasi pada
medium MSM-DBT agar ……………………..……….
56 Lampiran 6. Hasil uji seleksi isolat bakteri desulfurisasi pada
medium MSM-DBT cair ..…...…………………..……
58 Lampiran 7. Analisis hasil desulfurisasi DBT Isolat 15N dengan
menggunakan UV-Vis Spectrophotometer ………….…
59 Lampiran 8. Kurva standar DBT …………………………………... 60 Lampiran 9. Output SPSS 16. MANOVA dan Duncan ………...…... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan manusia terhadap sumber daya energi akan terus mengalami
peningkatan seiring dengan berkembangnya sektor industri, transportasi dan
perumahan. Sebagian kebutuhan energi diperoleh dari penggunaan bahan bakar
fosil seperti batubara dan minyak bumi (Tanaka, 1999). Batubara di Indonesia
merupakan salah satu bahan bakar fosil yang melimpah. Tahun 2005 Indonesia
menduduki peringkat ke-2 di dunia sebagai negara pengekspor batubara. Data
pada tahun 2009 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan batubara
sebesar 4,968 juta ton atau 0,5% dari total cadangan batubara dunia. Sumber daya
dan cadangan batubara Indonesia sebesar 104,8 miliar ton dan 18,8 miliar ton
(ESDM, 2009).
Berdasarkan lokasi, sumberdaya batubara Indonesia sebagian besar berada
di pulau Sumatera dan Kalimantan. Pulau Sumatera merupakan lokasi
sumberdaya batubara terbesar di Indonesia. Cadangan batubara di pulau Sumatera,
sebagian besar lokasinya berada di Sumatera Selatan. Sumber batubara di
Sumatera Selatan cukup besar sekitar 22,24 miliar ton (48% dari total sumber
daya batubara di Indonesia). Namun, kualitas batubara Sumatera Selatan
umumnya rendah dari jenis lignit hingga subbituminous, karena memiliki
kandungan sulfur yang cukup tinggi yaitu, lebih dari 2% (ESDM, 2009).
2
Pembakaran batubara menghasilkan emisi sulfur yang menyebabkan
pencemaran lingkungan. Kandungan sulfur pada batubara saat dibakar akan
bergabung dengan oksigen untuk membentuk sulfur dioksida (SO2) yang dapat
menyebabkan polusi udara dan hujan asam (Prayuenyong, 2002). Sulfur dalam
batubara hadir dalam dua bentuk yaitu, sulfur anorganik dan sulfur organik,
namun sulfur organik lebih sulit untuk dihilangkan daripada sulfur anorganik.
Sulfur organik dalam batubara terikat secara kovalen ke dalam struktur yang besar
dan kompleks pada molekul batubara serta terdistribusi di dalam substansi
batubara (Constanti et al., 1994).
Metode terbaik untuk membatasi jumlah sulfur dioksida (SO2) yang
dipancarkan ke atmosfer adalah dengan mengurangi jumlah sulfur dalam batubara
sebelum pembakaran yang disebut dengan desulfurisasi. Penyingkiran sulfur pada
batubara dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu fisika, kimiawi,
dan biologis (Koizumi, 1984). Hidrodesulfurisasi merupakan sebuah teknik
fisikokimia yang telah diterapkan sebagai metode konvensional untuk
menghilangkan sulfur di seluruh dunia. Namun, proses hidrodesulfurisasi ini
memiliki beberapa kelemahan, yaitu membutuhkan biaya operasional yang tidak
sedikit, memproduksi produk yang berbahaya dan mempengaruhi struktur
batubara. Selain itu, prosesnya tidak bekerja baik pada sulfur organik, khususnya
sulfur poliaromatik heterosiklik salah satunya adalah dibenzhothiophene (DBT)
(Monticello, 1998).
Dewasa ini banyak diupayakan penanganan desulfurisasi secara biologis
menggunakan mikrooorganisme sebagai alternatif, yang disebut dengan
3
biodesulfurisasi. Proses ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan
proses fisika dan kimia konvensional, yaitu proses dilakukan dalam kondisi ringan
dengan tidak ada reaksi produk berbahaya, dapat mereduksi sulfur organik serta
struktur batubara tidak terpengaruh (Monticello, 1998).
Pemanfaatan bakteri untuk biodesulfurisasi sedang dikembangkan dan
banyak dikaji sebagai penanganan alternatif untuk mengatasi kandungan sulfur
pada batubara terutama kandungan sulfur organik yang sulit untuk dihilangkan
(Kayser et al., 1993). Penggunaan bakteri dinilai efektif digunakan dalam proses
desulfurisasi sulfur anorganik dan organik pada batubara. Penelitian yang
dilakukan Bozdemir et al. (1996) menunjukkan bahwa Rhodococcus erythropolis
IGTS8 dapat menghilangkan 55,2 % sulfat, 20 % pirit, 23,5 % sulfur organik dan
30,2 % sulfur total dari batubara lignit dalam waktu 96 jam. Beberapa spesies
bakteri lainnya juga telah diisolasi dan diketahui memiliki kemampuan dalam
proses desulfurisasi sulfur organik pada bahan bakar fosil seperti
Corynebacterium. sp, Gordona. sp, Bacillus. sp, Pseudomonas. sp dan
Rhodococcus. sp (Zhongxuan et al., 2002).
Proses biodesulfurisasi dapat berjalan maksimal jika menggunakan bakteri
yang memiliki kemampuan tinggi dalam proses desulfurisasi. Salah satu upaya
yang dilakukan untuk memperoleh bakteri desulfurisasi tersebut adalah dengan
melakukan isolasi dan seleksi bakteri desulfurisasi dari lokasi yang tercemar
sulfur. Bakteri sulfur dapat ditemukan pada tempat di mana komponen sulfur
tereduksi berada, seperti endapan, tanah, permukaan perairan baik kondisi aerob
maupun anaerob, serta di daerah sekitar gunung berapi seperti daerah sekitar
4
kawah (Holt et al., 1994). Menurut Zhongxuan et al. (2002) bakteri yang mampu
mendesulfurisasi DBT dapat diisolasi dari berbagai macam tanah yang tercemar
sulfur.
Mikroorganisme yang terdapat dalam jumlah kecil pada suatu lingkungan
alami relatif sulit untuk diisolasi, sehingga perlu digunakan medium pengayaan.
Medium memberikan nutrisi dan kondisi lingkungan yang menunjang
pertumbuhan organisme tertentu, namun tidak cocok bagi pertumbuhan organisme
lain. Menurut Dick (1992) pada isolasi mikroorganisme pengoksidasi sulfur perlu
dilakukan penambahan komponen sulfur tereduksi. Hal ini dilakukan untuk
memperpendek fase adaptasi (fase lag), sehingga pertumbuhannya relatif menjadi
lebih cepat.
Pada penelitian isolasi bakteri desulfurisasi dari tanah pertambangan
batubara asal Sumatera Selatan ini dilakukan pengayaan komponen sulfur
tereduksi yaitu DBT dan batubara. DBT dapat mewakili senyawa sulfur organik
yang terdapat dalam bahan bakar fosil (Oda dan Otha, 2002). Penambahan DBT
dan batubara ini dilakukan untuk memaksimalkan bakteri desulfurisasi yang
terisolasi. Batubara yang mengandung sulfur ditambahkan untuk menjaga agar
bakteri tetap teradaptasi karena nantinya akan diaplikasikan pada proses
biodesulfurisasi batubara (Prayuenyong, 2002). DBT telah digunakan sebagai
model sulfur heterosiklik poliaromatik untuk isolasi dan karakterisasi bakteri yang
mampu mengubah senyawa sulfur organik yang ditemukan dalam berbagai bahan
bakar fosil (Izumi et al., 1994).
5
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah dengan pengayaan DBT dan batubara bakteri desulfurisasi dapat
diisolasi dari tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan?
2. Bagaimanakah kemampuan desulfurisasi dari isolat-isolat bakteri
desulfurisasi yang diperoleh melalui pengayaan DBT dan batubara?
1.3. Hipotesis
1. Bakteri desulfurisasi dapat diisolasi dengan pengayaan DBT dan batubara
dari tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan.
2. Isolat-isolat bakteri desulfurisasi yang diperoleh melalui pengayaan DBT
dan batubara memiliki kemampuan desulfurisasi yang tinggi.
1.4. Tujuan
1. Memperoleh isolat bakteri desulfurisasi dari tanah pertambangan batubara
asal Sumatera Selatan dengan pengayaan DBT dan batubara.
2. Mengetahui kemampuan desulfurisasi dari isolat-isolat bakteri
desulfurisasi yang diperoleh.
1.5. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh isolat bakteri yang dapat
dikembangkan dalam bioteknologi desulfurisasi bahan bakar fosil sehingga
mendukung penggunaan bahan bakar ramah lingkungan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sulfur dalam Batubara
Sulfur dalam batubara hadir dalam dua bentuk yaitu sulfur anorganik dan
sulfur organik. Sulfur anorganik dalam batubara terutama terdiri dari sulfit dan
sulfat. Beberapa bentuk sulfit yang biasanya ditemukan dalam batubara, antara
lain pirit (FeS2), sphalerit (ZnS), galena (PbS), arsenopirit (FeAsS) dan lain-lain.
Bentuk sulfat yang biasa ditemukan dalam batubara, antara lain barit (BaSO4),
gipsum (CaSO4.2H2O), kalsium sulfat anhidrit (CaSO4), serta sejumlah besi sulfat
dan lain-lain (Calkins, 1994). Pirit pada umumnya merupakan sulfur anorganik
yang memiliki ukuran lebih besar dan tidak terikat pada molekul batubara.
Partikel dari pirit tersebar secara acak sebagai matriks dan berada dalam bentuk
kristal-kristal kubus pada seluruh bagian batubara (Gambar 1).
Gambar 1. Model struktural batubara keras (Wise, 1981)
7
Berbeda dengan sulfur anorganik, sulfur organik dalam batubara terikat
secara kovalen ke dalam struktur yang besar dan kompleks pada molekul batubara
serta terdistribusi di dalam substansi batubara sehingga sulit untuk dihilangkan
secara fisik ataupun kimia (Constanti et al., 1994). Menurut Klein et al. (1994)
sulfur organik pada batubara terdapat dalam bentuk senyawa alifatik, aromatik
atau heterosiklik, yang dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yaitu :
1. Thiol alifatik atau aromatik (merkaptan, thiofenol)
2. Sulfida alifatik, aromatik atau campuran (thioeter)
3. Disulfida alifatik, aromatik atau campuran (dithioether)
4. Senyawa heterosiklik atau tiofena yang sejenis (dibenzothiophene)
Kandungan sulfur di dalam batubara bervariasi bergantung pada wilayah
batubara tersebut berasal (Prayuenyong, 2002). Kandungan sulfur dalam
batubara secara umum sesuai dengan Tabel 1.
Gambar 2. Jenis-jenis sulfur organik yang diidentifikasi dalam batubara (Shennan, 1996)
8
Tabel 1. Jenis serta persentase senyawa sulfur di dalam batubara
Unsur Persentase
Sufur organik 0,31 – 3,09 %
Sulfur pirit 0,06 – 3,78 %
Sulfur sulfat 0,01 – 1,06 %
Total sulfur 0,42 – 6,47 %
(Sumber : Speight, 1994)
2.2. Biodesulfurisasi Sulfur Organik
Sulfur merupakan senyawa yang secara alami terkandung dalam bahan
bakar fosil, namun keberadaannya tidak diinginkan karena dapat menyebabkan
berbagai masalah, termasuk di antaranya korosi pada peralatan proses, meracuni
katalis dalam proses pengolahan, bau yang kurang sedap atau produk samping
pembakaran berupa gas buang yang beracun seperti sulfur dioksida (SO2) dan
menimbulkan polusi udara serta hujan asam (Hidayat et al., 2006).
Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan tiga metode,
yaitu fisika, kimiawi dan biologi. Metode komersial yang mutakhir saat ini untuk
menghilangkan senyawa sulfur adalah hidrodesulfurisasi. Hidrodesulfurisasi
merupakan sebuah teknik fisikokimia yang telah diterapkan sebagai metode
konvensional untuk menghilangkan sulfur di seluruh dunia. Metode ini
menggunakan tekanan tinggi (10-17 atm) dan temperatur tinggi (200-425oC)
dalam melakukan prosesnya, dimana sulfur akan diubah menjadi hidrogen sulfida
(Monticello, 1998). Namun, proses kimia atau hidrodesulfurisasi ini memiliki
beberapa kelemahan yaitu membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit,
memproduksi produk yang berbahaya dan mempengaruhi struktur batubara.
9
Selain itu, prosesnya tidak bekerja baik pada sulfur organik, khususnya sulfur
poliaromatik heterosiklik. Salah satunya adalah DBT yang biasa digunakan
sebagai model dari senyawa heterosiklik yang mengandung sulfur organik untuk
penelitian biodesulfurisasi (Zhongxuan et al., 2002).
Sulfur dalam batubara hadir dalam dua bentuk yaitu sulfur anorganik dan
sulfur organik, berbeda dengan sulfur anorganik yang mudah dihilangkan dengan
cara fisika dan kimia, sulfur organik dalam batubara terikat secara kovalen ke
dalam struktur yang besar dan kompleks pada molekul batubara serta terdistribusi
di dalam substansi batubara sehingga sulit untuk dihilangkan secara fisik ataupun
kimia (Constanti et al., 1994). Oleh karena itu, saat ini penelitian tentang
biodesulfurisasi lebih banyak difokuskan pada desulfurisasi sulfur organik.
Sebagian besar kerja biodesulfurisasi telah menunjukkan hasil desulfurisasi yang
baik dimulai dengan DBT atau senyawa pengganti golongan alkilnya (Takashi
dan Izumi, 1999).
Dewasa ini banyak diupayakan penanganan desulfurisasi secara biologis
menggunakan mikrooorganisme sebagai alternatif yang disebut dengan
biodesulfurisasi. Proses ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan
proses fisika dan kimia konvensional, yaitu proses dilakukan dalam kondisi ringan
dengan tidak ada reaksi produk berbahaya, dapat mereduksi sulfur organik serta
struktur batubara tidak terpengaruh (Monticello, 1998). Pemanfaatan bakteri
untuk biodesulfurisasi sedang dikembangkan dan banyak dikaji sebagai
penanganan alternatif untuk mengatasi kandungan sulfur pada batubara terutama
kandungan sulfur organik yang sulit untuk dihilangkan (Kayser et al., 1993).
10
Beberapa spesies bakteri telah diisolasi dan diketahui memiliki kemampuan dalam
proses biodesulfurisasi sulfur organik pada bahan bakar fosil seperti
Corynebacterium. sp, Gordona. sp, Bacillus. sp, Pseudomonas. sp dan
Rhodococcus. sp (Zhongxuan et al., 2002).
2.3. Dibenzhothiophene (DBT)
Dibenzothiophene (DBT) adalah sulfur heterosiklik yang ditemukan pada
minyak mentah dan batubara (Kirimura et al., 2001) (Gambar 3).
Gambar 3. Struktur kimia DBT (Kirimura et al., 2001)
Permasalahan proses biodesulfurisasi pada batubara yang saat ini
dilakukan adalah sulitnya menghilangkan kandungan sulfur organik. Oleh karena
itu, penelitian biodesulfurisasi saat ini lebih banyak difokuskan pada penghilangan
kandungan sulfur organik. Biodesulfurisasi sulfur organik banyak menggunakan
DBT sebagai senyawa model. DBT dipandang secara luas sebagai senyawa model
yang dapat mewakili pecahan senyawa sulfur organik aromatik pada batubara dan
minyak mentah (Gilbert et al., 1998). DBT telah digunakan sebagai model sulfur
heterosiklik poliaromatik untuk isolasi dan karakterisasi bakteri yang mampu
mengubah senyawa sulfur organik yang ditemukan dalam berbagai bahan bakar
fosil (Izumi et al., 1994).
11
2.4. Jalur Metabolisme Biodesulfurisasi Sulfur Organik
Sebagian besar proses biodesulfurisasi sulfur organik menunjukkan hasil
yang baik. Hal ini ditandai dengan berkurangnya kadar DBT pada bahan bakar
fosil (Takashi dan Izumi, 1999). Menurut Zhongxuan et al. (2002), pengurangan
kadar DBT pada bahan bakar fosil selama proses biodesulfurisasi memiliki dua
jalur yang berbeda yaitu jalur Kodama dan jalur 4S. Jalur Kodama dianggap tidak
sesuai karena pada jalur ini dihasilkan senyawa sulfur yang larut air, yang mana
kemudian tidak tersedia untuk pembakaran dan oleh karena itu akan
menghilangkan nilai kalori dari bahan bakar. Salah satu cincin homosikllik dari
DBT rusak dalam jalur Kodama, namun sulfur tetap dalam bentuk organik sebagai
3-hidroksi-2-formylbenzothiophene (HFBT) (Bressler dan Fedorak, 2001).
Jalur lain untuk menghilangkan sulfur adalah dengan jalur 4S. Jalur 4S
merupakan penemuan baru yang ditemukan oleh Institute of Gas Technology
(IGT) pada tahun 1988. Mereka mengisolasi dua bakteri yang dapat
menghilangkan sulfur dari DBT secara selektif. Penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa isolat tersebut dapat mengoksidasi DBT menjadi DBT
sulfoxide, kemudian menjadi DBT sulfone, 2-hydroxydiphenyl atau 2,2-biphenol
dan sulfat, sementara struktur karbon tetap utuh (Kevin et al., 1996) (Gambar 4).
Melalui jalur 4S, DBT berubah menjadi 2-HBP dan sulfit. Dalam jalur ini struktur
karbon yang dilepaskan utuh sebagai 2-HBP sehingga nilai bahan bakar tidak
berkurang (Mohebali et al., 2006).
12
Gambar 4. Biodesulfurisasi dengan Jalur 4S (Zhongxuan et al., 2002)
Aplikasi biodesulfurisasi batubara di lapangan dengan menggunakan
bakteri pada jalur 4S perlu dilakukan setelah proses desulfurisasi sulfur anorganik
dengan menggunakan metode fisika dan kimia. Menurut Klein (1998), 90% sulfur
anorganik pada batubara dapat dihilangkan dengan cara desulfurisasi fisika seperti
dihancurkan, ditumbuk dan dicuci. Selanjutnya proses desulfurisasi dilanjutkan
dengan menggunakan bakteri. Hal ini dilakukan untuk desulfurisasi sulfur
organik yang sulit untuk dihilangkan dengan metode fisika dan kimia, salah
satunya adalah DBT (Prayuenyong, 2002).
2.5. Bakteri dalam Biodesulfurisasi Sulfur Organik
Biodesulfursasi sulfur organik pada awalnya dianggap gagal karena
bakteri yang diisolasi tidak bisa secara khusus menghapus sulfur dan
menyebabkan penurunan nilai karbon pada batubara. Perhatian awal telah
13
difokuskan pada penghapusan sulfur dari DBT karena senyawa ini merupakan
sulfur organik yang ditemukan pada sebagian besar bahan bakar fosil. Isolasi dan
karakterisasi Rhodococcus erythropolis IGTS8 (sebelumnya disebut Rhodococcus
IGTS8) menyebabkan kemajuan dalam penelitian biodesulfurisasi DBT
(Prayuenyong, 2002).
Beberapa mikroorganisme desulfurisasi DBT telah diisolasi, contohnya
Rhodococcus. sp IGTS8 (Gallagher et al., 1993), R. erythropolis D-1 (Izumi et al.,
1994), R. erythropolis H-2 (Ohshiro et al., 1996), R. erythopolis KA2-5-1 (Izumi
et al., 1994), Rhodococcus. sp SY1, yang sebelumnya diidentifikasi sebagai
Corynebacterium. sp (Omori et al., 1995), Mycobacterium. sp G3 dan Gordona
sp CYKS1 (Nekodzuka et al., 1997).
Bakteri yang saat ini paling banyak dipelajari dalam proses
biodesulfurisasi sulfur organik adalah dari genus Rhodococcus. Genus
Rhodococcus memiliki kemampuan untuk menghapus sulfur anorganik dan sulfur
organik dan akibatnya proses biodesulfurisasi saat ini telah banyak dilakukan
dengan menggunakan spesies ini (Prayuenyong, 2002). Spesies Rhodococcus
yang telah ditemukan diantaranya yaitu Rhodococcus erythropolis IGTS8 (Kayser
et al., 1993), R. erythropolis D-1 (Izumi et al., 1994), R. erythropolis H-2
(Ohshiro et al., 1996), Rhodococcus. sp SY1 (Omori et al., 1995) dan
Rhodococcus. sp ECRD-1 (Grossman et al., 1999). Diantara semuanya R.
erythropolis IGTS8 adalah yang paling banyak dipelajari. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Bozdemir et al (1996) diketahui bahwa R. erythropolis
14
IGTS8 dapat menghilangkan 55,2 % sulfat, 20 % pirit, 23,5 % sulfur organik dan
30,2 % sulfur total dari batubara lignit selama 96 jam.
2.6. Isolasi dan Seleksi Bakteri
Populasi mikroorganisme di alam sangat banyak dan kompleks, baik yang
terdapat di udara, tanah, air dan substrat lainnya yang semuanya dapat diisolasi
(Pelczar dan Chan, 2005). Isolasi adalah proses untuk memperoleh
mikroorganisme dalam bentuk biakan murni untuk pertama kalinya. Proses ini
mencakup dua kegiatan yaitu memisahkan mikroorganisme yang diinginkan dari
substrat alaminya atau dari mikroorganisme kontaminan dan disertai usaha untuk
memperoleh mikroorganisme yang diinginkan dalam bentuk biakan.
Tujuan isolasi adalah untuk memperoleh mikroorganisme murni (tunggal)
dan mudah dikultivasi dengan harapan dapat menghasilkan produk dan sifat-sifat
unggul lainnya. Metode isolasi dibagi menjadi dua metode yaitu metode langsung
dan metode tidak langsung (diperkaya). Metode isolasi langsung adalah metode
pengisolasian mikroorganisme secara langsung dari sampel tanpa proses
pengayaan terlebih dahulu. Isolasi tersebut dapat didahului dengan pengenceran
atau tidak. Penanaman dilakukan pada medium padat dengan menggunakan
metode sebar. Metode tidak langsung (diperkaya) adalah metode yang dilakukan
untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme yang diinginkan sehingga menjadi
lebih banyak daripada mikroorganisme lainnya dalam inokulum asli (Casida,
2001).
15
Proses yang terjadi pada media tidak langsung (diperkaya) akan
menghasilkan populasi campuran dan memberikan kondisi yang cocok untuk
mikroorganisme yang diharapkan, misalnya memberikan substrat khusus atau
memasukkan penghambat tertentu. Modifikasi medium tersebut berpengaruh
terhadap selektivitas mikroorganisme, namun dalam proses lebih lanjut akan
terjadi suksesi yang diikuti oleh pertumbuhan mikroorganisme lain (Hidayat et al.,
2006). Suksesi terjadi akibat proses inkubasi yang terlalu lama, akan tetapi apabila
terlalu cepat maka mikroorganisme yang terseleksi akan lebih sedikit, karena
belum beradaptasi dengan nutrien yang ada (Casida, 2001). Seleksi dilakukan
untuk mengetahui ciri-ciri yang lebih khusus atas isolat yang ditemukan dan
memilih sifat-sifat yang diinginkan atas isolat yang telah ditemukan dengan
berbagai pengujian (Hidayat et al., 2006).
16
2.7. Kerangka Berpikir
Gambar 5. Kerangka Berpikir
Sumber Energi Utama di Indonesia
Batubara (Bahan Bakar Fosil)
Pencemaran Lingkungan Meningkat
Emisi sulfur dioksida (SO2)
Desulfurisasi
Biologi Kimia Fisika
Mikroorganisme
Hujan Asam
Penyakit Pernafasan Akut dan Kronis
Tanah Mengandung Sulfur
Isolasi
Penambahan Komponen Sulfur
Tereduksi
Isolat Bakteri
Seleksi
Bakteri Desulfurisasi Potensial
Aplikasi Bahan Bakar Fosil Ramah Lingkungan
Batubara
DBT
17
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2011.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Laboratorium Terpadu
(PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat-alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri,
labu erlenmeyer, tabung reaksi, inkubator, timbangan analitik, vorteks, pH meter,
hot plate, magnetic stirer, mortar, saringan berukuran 100 dan 200 mesh,
mikroskop, kamera, autoklaf, rotary shaker, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC),
Visible Spectrophotometer dan UV-Vis Spectrophotometer.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah
pertambangan batubara yang berasal dari Sumatera Selatan, medium Minimal Salt
Medium (MSM), medium Trypticase Soy Agar (TSA), agar bubuk, batubara
bubuk berukuran 200 mesh, dibenzothiophene (DBT), Na4P2O7, NaCl 0,85%,
aquades, crystal violet, lugol, safranin, alkohol 96%, alkohol 70%, gliserol 20%,
BaCl 10% dan HCl 5%.
18
3.3. Cara Kerja
Gambar 6. Skema Penelitian
Persiapan sampel, alat dan bahan
Pembuatan medium
Isolasi bakteri total (IBT)
Sampel tanah pertambangan batubara (100 mesh)
Isolasi bakteri desulfurisasi (IBD)
Isolasi tidak langsung/ diperkaya (IBDTL)
Isolasi langsung (IBDL)
Pemurnian, pewarnaan dan pengamatan morfologi
Pemurnian, pewarnaan dan pengamatan morfologi
Uji lanjut isolat terpilih dengan pengukuran pengurangan kadar DBT
Analisis Data
Isolat-isolat bakteri total
Pengayaan sampel tanah (DBT + Batubara)
Pencuplikan tanah Hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28
Seleksi isolat-isolat bakteri desulfurisasi pada medium MSM-
DBT agar
Seleksi isolat terseleksi pada medium MSM-DBT cair
Isolat-isolat bakteri desulfurisasi
19
3.3.1. Persiapan Sampel
Sampel yang digunakan adalah tanah pertambangan batubara yang berasal
dari Sumatera Selatan. Sampel dihancurkan secara aseptis dengan menggunakan
mortar, lalu disaring dengan menggunakan saringan berukuran 100 mesh. Sampel
hasil saringan tanah pertambangan batubara inilah yang kemudian akan
digunakan.
3.3.2. Pembuatan Medium
3.3.2.1. Medium Minimal Salts Medium (MSM)-DBT
Medium Minimal Salts Medium (MSM) dibuat dengan cara menimbang
sebanyak 2 ml gliserol; 4 g NaH2PO4.H2O; 4 g K2HPO4.3H2O; 2 g NH4Cl; 0,2 g
MgCl2.6H2O; 0,001 g CaCl2.2H2O dan 0,001 g FeCl3.6H2O, ditambahkan aquades
hingga volumenya mencapai 1 liter, kemudian diaduk sampai homogen
(Gallagher et al., 1993).
Medium MSM-DBT dibuat dengan cara menambahkan batubara serbuk
sebanyak 10% (b/v) berukuran 200 mesh pada medium MSM. Batubara yang
ditambahkan sebelumnya sudah dicuci dengan menggunakan aquades. Medium
tersebut kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan
1,5 atm selama 15 menit. DBT disiapkan secara terpisah dari medium basal, DBT
dilarutkan dalam alkohol 70% hingga 10 mM, kemudian medium MSM steril
ditambahkan 0,1 mM DBT. Medium MSM-DBT ini adalah medium MSM-DBT
cair sedangkan untuk keperluan plating, medium tersebut ditambahkan 1,5% agar
(Maghsoudi et al., 2000).
20
3.3.2.2. Medium Trypticase Soy Agar (TSA)
Medium Trypticase Soy Agar (TSA) dibuat dengan cara menimbang 40 g
media (Lampiran 1), kemudian ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai
1 liter dan dipanaskan hingga homogen. Medium tersebut kemudian disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 1,5 atm selama 15 menit.
3.3.3. Pengayaan Sampel Tanah
Pengayaan sampel tanah pertambangan batubara dilakukan untuk
mengaktifkan bakteri desulfurisasi. Sampel tanah pertambangan batubara yang
telah dihaluskan (100 mesh) sebanyak 100 g dicampur dengan 10 g batubara
bubuk steril (200 mesh) dan 0,1 mM DBT di dalam beaker glass berukuran 500
ml, kemudian ditutup dengan menggunakan penutup yang terbuat dari kaca.
Pengayaan sampel tanah dilakukan selama + 30 hari pada suhu ruang. Selama
proses pengayaan tanah berlangsung kondisi tanah tetap dijaga kelembabannya,
dengan cara memberikan beberapa tetes aquades steril setiap hari. Pencuplikan
tanah dilakukan pada hari ke-0 (jam ke-3), 7, 14, 21 dan 28. Sampel tanah pada
waktu-waktu tersebut diambil untuk diisolasi dan dihitung komunitas bakteri total
dan bakteri desulfurisasi (Gallagher et al., 1993).
3.3.4. Isolasi Bakteri Total (IBT)
IBT dilakukan pada sampel tanah pertambangan batubara asal Sumatera
Selatan sebelum dan sesudah pengayaan DBT dan batubara. Sebanyak 1 g sampel
tanah pertambangan batubara (100 mesh) dimasukkan ke dalam 9 ml larutan
fisologis (NaCl 0,85%), kemudian dilakukan seri pengenceran, dengan cara
21
mengencerkan 1 ml sampel ke dalam 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%). Hasil
setiap seri pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml dan ditumbuhkan pada medium
TSA cawan dengan teknik sebar. Setelah itu, diinkubasi pada suhu ruang selama
48 jam.
3.3.5. Isolasi Bakteri Desulfurisasi (IBD)
IBD (pengguna DBT) dilakukan dengan dua cara yaitu metode langsung
dan tidak langsung/ diperkaya.
3.3.5.1. Isolasi Bakteri Desulfurisasi Langsung (IBDL)
Isolasi bakteri desulfurisasi langsung (IBDL) dilakukan dengan cara 10 g
tanah yang diperkaya dengan DBT dan batubara, dicampur dengan 90 ml sodium
pyrophosphat (Na4P2O7) 0,1% sebagai buffer, kemudian dikocok selama 20 menit
pada rotary shaker dengan kecepatan 200 rpm (Young et al., 2006). Setelah itu,
suspensi diencerkan dengan melakukan seri pengenceran, dengan cara
mengencerkan 1 ml sampel ke dalam 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%). Hasil
setiap seri pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml dan ditumbuhkan pada medium
TSA cawan dengan teknik sebar. Setelah itu, diinkubasi pada suhu ruang selama
48 jam.
3.3.5.2. Isolasi Bakteri Desulfurisasi Tidak Langsung/ Diperkaya (IBDTL)
Isolasi bakteri desulfurisasi tidak langsung/ diperkaya (IBDTL) dilakukan
dengan cara 5 g tanah yang diperkaya dengan DBT dan batubara dimasukkan ke
dalam erlenmeyer yang berisi 95 ml MSM-DBT. Kultur diinkubasi pada rotary
22
shaker berkecepatan 150 rpm pada temperatur ruang selama 3 hari. Kemudian
10% (v/v) kultur ini diinokulasi ke dalam medium baru dan diinkubasi kembali.
Hal ini dilakukan sampai tiga kali transfer, untuk memperkaya jumlah bakteri
(Kirimura et al., 2001). Pada kultur terakhir pengayaan, 1 ml sampel diambil
kemudian dilakukan seri pengenceran, dengan cara mengencerkan 1 ml sampel
ke dalam 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%). Hasil setiap seri pengenceran
diambil sebanyak 0,1 ml dan ditumbuhkan pada medium TSA cawan dengan
teknik sebar. Setelah itu, diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang.
3.3.6. Pemurnian Isolat
Seluruh isolat bakteri yang diperoleh dimurnikan sampai menghasilkan
isolat bakteri tunggal. Apabila dari proses isolasi menghasilkan isolat yang
bermacam-macam maka dipisahkan tiap isolat bakteri dengan cara mengambil
sebagian kecil koloni dengan menggunakan ose kemudian diinokulasikan pada
medium TSA cawan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Proses
pemurnian dilakukan sampai menghasilkan isolat bakteri yang murni atau tunggal,
yang diketahui dari pengamatan morfologi pada pewarnaan Gram. Koloni bakteri
yang telah dimurnikan disimpan sebagai kultur stok di dalam medium TSA miring
pada suhu 40C.
3.3.7. Seleksi Isolat Bakteri Desulfurisasi
3.3.7.1. Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Agar
Setiap isolat bakteri desulfurisasi yang diperoleh, pada medium TSA yang
berumur 1 hari diambil sebagian kecil koloni dengan menggunakan ose kemudian
23
diinokulasikan pada medium MSM-DBT agar cawan dan selanjutnya diinkubasi
pada suhu ruang selama 48 jam. Pertumbuhan setiap isolat bakteri diamati pada
medium MSM-DBT agar. Tiga isolat bakteri yang memiliki pertumbuhan
tertinggi pada media MSM-DBT agar disimpan sebagai kultur stok di dalam
medium MSM-DBT agar miring pada suhu 40C. Kultur tersebut digunakan
sebagai kultur untuk tahapan seleksi berikutnya.
3.3.7.2. Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Cair
Tiga isolat bakteri desulfurisasi yang memiliki pertumbuhan tertinggi pada
medium MSM-DBT agar yang berumur 1 hari diinokulasikan sebanyak satu ose
ke dalam 30 ml medium MSM-DBT. Kemudian diinkubasi pada rotary shaker
berkecepatan 120 rpm pada temperatur ruang selama 24 jam. Kultur inokulum
sebanyak 10% (v/v) diinokulasikan ke dalam 200 ml medium MSM-DBT dan
diinkubasi pada suhu ruang dengan agitasi 120 rpm. Pencuplikan dilakukan pada
jam ke-0, 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 untuk pengukuran enumerasi sel, pH dan
desulfurisasi DBT. Enumerasi sel dilakukan dengan cara mengukur total plate
count, pH diukur dengan pH meter.
Desulfurisasi DBT dilakukan dengan cara mengukur sulfat yang terbentuk.
Sulfat ditentukan dengan metode kekeruhan barium sulfat. Lima ml gliserol 20%
(v/v) dalam air ditambahkan ke dalam sampel cair dan dikocok dengan kuat
hingga homogen. Satu ml barium klorida 10% (v/v) dalam HCl 5% (v/v)
ditambahkan dan dikocok dengan kuat untuk memastikan presipitat barium sulfat
yang terbentuk tercampur merata dalam larutan gliserol. Kemudian aquades
ditambahkan sampai volume total 10 ml, dikocok merata dan diukur
24
kekeruhannya dengan Visible Spectrophotometer pada panjang gelombang 460
nm, terhadap larutan blanko (Gleen dan Quastel, 1953 dalam Burlage et al.,
1998). Isolat bakteri yang memiliki kandungan sulfat tertinggi akan di uji lanjut
untuk analisis hasil desulfurisasi DBT dengan menggunakan UV-Vis
Spectrophotometer.
3.3.8. Analisis Hasil Desulfurisasi DBT dari Bakteri Terseleksi dengan menggunakan UV-Vis Spectrophotometer Sampel sebanyak 3 ml selama pencuplikan pada fase eksponensial isolat
yang terseleksi diasamkan sampai pH 2 dengan menggunakan HCl 1 N. Setelah
itu sampel diukur kadar DBT dengan menggunakan UV-Vis Spectrophotometer
pada panjang gelombang 328 nm (Rhee et al., 1998). Konsentrasi kadar DBT
pada sampel diketahui dengan cara membandingkan nilai absorbansi dengan
kurva standar.
3.3.9. Analisis Data
Data enumerasi, pH medium dan nilai absorbansi sulfat dianalisis secara
deskriptif ditampilkan dalam bentuk kurva dengan program excel 2007 serta di
analisis varian multivariate (MANOVA) dengan bantuan SPSS 16 dilanjutkan
dengan uji Duncan taraf 5 %.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Isolasi Bakteri
Proses isolasi bakteri dari tanah pertambangan batubara asal Sumatera
Selatan dilakukan dengan pengayaan dibenzothiophene (DBT) dan batubara.
Isolasi yang dilakukan terdiri atas dua macam yaitu isolasi bakteri total (IBT) dan
isolasi bakteri desulfurisasi (IBD). Dua puluh empat jenis isolat bakteri terisolasi
dari IBT dan 22 jenis isolat bakteri terisolasi dari IBD. Dua belas jenis isolat
bakteri yang terisolasi, baik pada IBT maupun IBD diketahui memiliki kesamaan
morfologi, yaitu isolat 1N, 2N, 6N, 7N, 8N, 9N, 10N, 12N, 14N, 15N, 21N dan
26N. Jadi, keseluruhan isolat yang diperoleh berjumlah 34 jenis isolat bakteri.
Deskripsi karakteristik seluruh isolat bakteri dapat dilihat pada Tabel 2 dan
Gambar isolat bakteri dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Berdasarkan
pengamatan morfologi, isolat bakteri yang diperoleh sebagian besar berbentuk
kokus yang saling lepas, sedangkan sebagian kecil berbentuk basil. Sebagian
besar isolat bakteri yang diperoleh memiliki karakteristik Gram negatif. Pada
Tabel 2 dapat dilihat bahwa setiap jenis isolat bakteri tidak selalu muncul pada
setiap waktu pencuplikan. Beberapa isolat bakteri muncul lebih dari sekali dalam
waktu pencuplikan, misalnya isolat 8N. Isolat 8N muncul paling banyak
dibandingkan dengan isolat lainnya, yaitu 12 kali selama waktu pencuplikan,
dimana terisolasi 4 kali pada IBT dan 8 kali pada IBD (Lampiran 2). Hal ini
menunjukkan bahwa isolat 8N dominan selama waktu pencuplikan dilakukan.
26
Tabel 2. Karakteristik isolat bakteri
Metode Isolasi Kode
Isolat
Jumlah Kemunculan
isolat Karakteristik Koloni Karakteristik Sel
IBT 3N 1
Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya rantai. Termasuk ke dalam Gram negatif
4N 1 Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya anggur. Termasuk ke dalam Gram negatif
5N 1 Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: gunung; Permukaan:rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya anggur. Termasuk ke dalam Gram negatif
11N 1 Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas : opaque.
Bentuk sel basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif
13N 1
Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: orange muda; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif
16N 1 Bentuk koloni: bulat ; Tepi: entire; Elevasi: timbul; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.
Bentuk sel basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif
25N 1 Bentuk koloni: bulat ; Tepi: entire; Elevasi: gunung; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya anggur, termasuk ke dalam Gram positif
27N 1
Bentuk koloni: bulat dengan penebalan tepi; Tepi: entire; Elevasi: timbul; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif
28N 1 Bentuk koloni: bulat ; Tepi: entire; Elevasi: gunung; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif
36N 1 Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif
37N 1
Bentuk koloni: bulat dengan penonjolan tengah; Tepi: entire; Elevasi: gunung; Permukaan: dull; Warna: putih susu; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif
39N 1
Bentuk koloni: bulat dengan tepi agak bening; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif
IBD
32N 1
Bentuk koloni: menyebar tidak teratur; Tepi: rough; Elevas : flat; Permukaan: rough; Warna: kuning agak bening; Opasitas: translucent
Bentuk sel basil, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif
27
33N 3
Bentuk koloni: bulat dengan penonjolan ditepi; Tepi: entire; Elevasi: gunung; Permukaan: rough; Warna: kuning; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif
34N 3 Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel basil, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif
40N 1 Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: kuning; Opasitas: opaque.
Bentuk basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif
41N 1
Bentuk koloni: menyebar tidak teratur; Tepi: irregular; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya anggur, termasuk ke dalam Gram positif
42N 2
Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: orange muda; Opasitas: opaque.
Bentuk sel basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif
43N 2 Bentuk koloni: irregular; Tepi:lobate; Elevasi: gunung; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif
46N 1 Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: kuning; Opasitas: opaque.
Bentuk sel basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram positif
49N 1 Bentuk koloni: irregular; Tepi:lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: kuning; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram positif
50N 1 Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif
Ter-isolasi pada
IBT dan IBD
1N
3
Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex ; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram positif
2N 2 Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: kuning; Opasitas: opaque.
Bentuk sel basil, susunannya rantai. Termasuk ke dalam Gram positif
6N 3
Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: kuning muda; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif
7N 3
Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: gunung; Permukaan: rough; Warna: kuning muda; Opasitas: opaque.
Bentuk sel basil, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif
8N 12 Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: timbul; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif
9N 2 Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex ; Permukaan: dull; Warna: putih susu; Opasitas: opaque.
Bentuk sel basil, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif
28
10N 10
Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih agak bening; Opasitas: opaque.
Bentuk sel basil, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram positif
12N 3 Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk kokus, susunannya rantai, termasuk ke dalam Gram negatif
14N 3 Bentuk koloni: irregular; Tepi: entire; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: kuning;Opasitas:opaque.
Bentuk kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif
15N 5 Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya tunggal, termasuk ke dalam Gram negatif
21N 5 Bentuk koloni: bulat; Tepi: entire; Elevasi: convex; Permukaan: dull; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel basil, susunannya anggur, termasuk ke dalam Gram negatif
26N 6 Bentuk koloni: irregular; Tepi: lobate; Elevasi: timbul; Permukaan: rough; Warna: putih; Opasitas: opaque.
Bentuk sel kokus, susunannya anggur, termasuk ke dalam Gram negatif
Keterangan : entire : utuh; flat : datar; opaque : tidak tembus cahaya; convex : cembung; dull: tumpul; translucent: tembus cahaya; irregular: tidak beraturan;
lobate: berlekuk; rough: kasar
Dua belas isolat bakteri yang terisolasi pada IBT tidak terisolasi pada IBD.
Begitu pula sebaliknya, sepuluh jenis isolat bakteri hanya muncul pada IBD yaitu,
isolat 32N, 33N, 34N, 40N, 41N, 42N, 43N, 46N, 49N dan 50N. Hal tersebut
menunjukkan adanya pengaruh dari pengayaan DBT dan batubara yang dilakukan
pada sumber isolat. Pengayaan DBT dan batubara yang dilakukan pada sumber
isolat mampu memunculkan jenis isolat baru yang sudah berada pada sumber
isolat namun jumlahnya tidak dominan. Pengayaan DBT dan batubara yang
dilakukan merupakan penambahan komponen sulfur tereduksi pada sumber isolat
yang dapat memberikan kesempatan isolat bakteri yang tidak dominan pada
sumber isolat untuk tumbuh sehingga isolat bakteri dapat terisolasi. Hal ini
diperkuat dengan pernyataan Davis et al. (2005) yang menyatakan bahwa
penggunaan pengayaan pada sumber isolat adalah kebutuhan untuk
menumbuhkan populasi sel yang dapat terdeteksi dari tingkat awal yang sangat
29
rendah. Pengayaan pada sumber isolat memungkinkan perkembangbiakan
mikroba target sehingga dapat terisolasi dan dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme saingan yang tidak diinginkan.
4.1.1. Hasil Isolasi Bakteri Total (IBT)
IBT dilakukan untuk mengetahui jumlah bakteri total yang terdapat pada
tanah pertambangan batubara asal Sumatera Selatan sebelum dan sesudah
pengayaan DBT dan batubara. Sebanyak 24 isolat bakteri berhasil diisolasi dari
IBT. Isolat bakteri total yang berhasil diisolasi tersebut terisolasi pada waktu
pencuplikan yang berbeda-beda (Gambar 7).
Sebelum pengayaan DBT dan batubara dilakukan pada sumber isolat,
isolat bakteri yang berhasil terisolasi berjumlah 7 jenis, yaitu 1N, 2N, 3N, 4N, 5N,
Gambar 7. Kemunculan isolat bakteri total selama waktu pencuplikan (Keterangan : * = IBT pada tanah pertambangan batubara asal
Sumatera Selatan sebelum dilakukan pengayaan DBT dan batubara)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Sebelum* 0 7 14 21 28
Log
jum
lah
sel/
ml
Waktu Pencuplikan (Hari)1N 2N 3N 4 N 5 N 6 N 7 N 8 N 9 N 10 N 11 N 12 N
13 N 14 N 15 N 16 N 21 N 25 N 26 N 27 N 28 N 36 N 37 N 39 N
30
6N dan 7N. Ketujuh isolat bakteri tersebut tidak muncul kembali setelah
pengayaan DBT dan batubara, diduga isolat bakteri tersebut tidak dapat
beradaptasi dengan pengayaan yang dilakukan pada sumber isolat. Setelah
pengayaan DBT dan batubara pada sumber isolat selama waktu pencuplikan
terdapat empat isolat bakteri yang muncul dengan frekuensi lebih sering selama
pencuplikan (2–4 kali) dibandingkan dengan isolat lain, yaitu isolat 8N, 10N, 12N
dan 21N. Keempat isolat bakteri tersebut merupakan isolat bakteri yang juga
berhasil diisolasi dari IBD. Sebagian besar isolat bakteri lainnya hanya terisolasi
pada satu kali pencuplikan, diduga isolat bakteri tersebut tidak mampu bersaing
dan memanfaatkan sumber sulfur dan karbon yang berasal dari pengayaan DBT
dan batubara yang dilakukan pada sumber isolasi. Hal tersebut diperkuat dengan
semakin berkurangnya jumlah isolat bakteri yang terisolasi selama waktu
pencuplikan pada IBT.
4.1.2. Hasil Isolasi Bakteri Desulfurisasi (IBD)
IBD dilakukan untuk memperoleh isolat bakteri yang memiliki
kemampuan desulfurisasi sulfur organik, dalam hal ini adalah DBT. Metode IBD
dilakukan dengan dua cara, yaitu metode langsung (IBDL) dan tidak langsung/
diperkaya (IBDTL). Lima belas jenis isolat bakteri berhasil diisolasi dari IBDL
dan 14 jenis isolat bakteri diisolasi dari IBDTL (Lampiran 2). Tujuh jenis isolat
bakteri yang terisolasi, baik pada IBDL maupun IBDTL diketahui memiliki
kesamaan morfologi yaitu isolat 8N, 10N, 15N, 26N, 33N, 34N dan 43N. Jadi,
31
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 7 14 21 28
Log
jum
lah
sel/
ml
Waktu Pencuplikan (Hari)
1 N 2 N 7 N 8 N 10 N 15 N 21 N 26 N 32 N 33 N 34 N 41 N 42 N 43 N 46 N
keseluruhan isolat bakteri desulfurisasi yang diperoleh berjumlah 22 jenis isolat
bakteri.
Kehadiran semua isolat bakteri yang diperoleh dari IBDL dan IBDTL
tidak ditemukan secara seragam dalam waktu yang sama melainkan ditemukan
bervariasi selama waktu pencuplikan. Perbedaan kemunculan ini dapat disebabkan
oleh adanya kelompok bakteri tanah yang memiliki kemampuan pertumbuhan
yang lambat atau bakteri tersebut memiliki waktu adaptasi yang lama (Davis et al,
2005). Kehadiran isolat bakteri yang secara terus-menerus selama pencuplikan
menandakan adanya indikasi kemampuan desulfurisasi dalam mendegradasi
senyawa DBT (Zhongzuan et al., 2002).
Pencuplikan pada hari ke-0 dengan metode langsung dari IBD dapat
mengisolasi 9 jenis isolat bakteri, dengan jumlah sel tertinggi dimiliki oleh isolat
2N (3x106 sel/ml). Dua isolat bakteri, yaitu isolat 1N dan 8N muncul kembali
Gambar 8. Kemunculan isolat bakteri selama waktu pencuplikan pada metode IBDL
32
0
12
3
4
5
6
7
89
0 7 14 21 28
Log
jum
lah
sel/
ml
Waktu Pencuplikan (Hari)6 N 8 N 9N 10 N 12 N 14 N 15 N 26 N 33 N 34 N 40 N 43N 49N 50 N
pada hari ke-7 dengan jumlah sel yang semakin bertambah. Pada hari ke-14
pencuplikan, 4 isolat lain terisolasi yaitu isolat 10N, 26N, 42N dan 46N, serta
pada pencuplikan ini pula 4 isolat bakteri yang terisolasi pada hari ke-0 muncul
kembali yaitu isolat 7N, 8N, 21N dan 42N. Kemunculan kembali keempat isolat
bakteri tersebut diduga karena melimpahnya sumber karbon hasil degradasi DBT
dan batubara yang dilakukan oleh isolat-isolat bakteri sebelumnya. Pada hari ke-
21 dan ke-28 pencuplikan, isolat bakteri yang tumbuh merupakan jenis bakteri
yang terisolasi pada hari-hari sebelumnya. Isolat bakteri yang terisolasi namun
hanya terisolasi pada satu kali pencuplikan seperti isolat 2N, 32N, 34N, 41N, 43N
dan 46N, disebabkan oleh ketidakmampuan bakteri tersebut untuk bersaing dan
memanfaatkan sumber sulfur dan karbon yang berasal dari pengayaan DBT dan
batubara.
Gambar 9.
Kemunculan isolat bakteri selama waktu pencuplikan pada metode IBDTL
33
Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa jumlah sel isolat-isolat bakteri yang
diperoleh dari IBD dengan metode IBDTL lebih tinggi jika dibandingkan dengan
metode IBDL. Hal tersebut disebabkan pada IBDTL menggunakan medium
diperkaya yaitu, MSM-DBT cair yang mengandung DBT dan batubara, sehingga
populasi bakteri dapat diperbanyak karena mempunyai kesempatan untuk
berkembangbiak. Menurut Hidayat et al. (2006), isolasi mikroorganisme
menggunakan kultur cair diperkaya merupakan teknik yang berhasil
meningkatkan jumlah mikroorganisme yang diinginkan atau mengoptimalkan
pertumbuhan mikroorganisme yang lambat sehingga dapat menjadi lebih mudah
diisolasi.
Pencuplikan pada hari ke-0 terdapat 3 isolat bakteri yang terisolasi
dengan jumlah sel tertinggi dimiliki oleh isolat 10N (3x108 sel/ml) dan pada hari
ke-7 sebanyak 3 isolat yang berbeda juga berhasil terisolasi yaitu isolat 6N, 12N
dan 15N. Selanjutnya pada hari ke-14 dua isolat sebelumnya yaitu 8N dan 10N
terisolasi kembali. Tidak terisolasinya isolat 8N dan 10N pada hari ke-7
disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung dan terbatasnya
nutrisi sehingga isolat bakteri tersebut mengalami masa dorman hingga tercipta
kondisi lingkungan yang mendukung untuk kehidupannya yaitu pada waktu
pencuplikan hari ke-14. Usaha mengamankan diri dari kondisi buruk lingkungan
menyebabkan bakteri membentuk spora terutama pada bakteri berbentuk batang
(Dwidjoseputro, 2005). Pencuplikan pada hari ke-21 terisolasi 2 isolat baru yang
muncul yaitu 40N dan 50N. Pencuplikan pada hari ke-28 isolat bakteri yang
tumbuh merupakan jenis isolat bakteri yang sudah terisolasi sebelumnya.
34
Kemunculan sebagian besar isolat bakteri yang terisolasi pada IBDTL cenderung
relatif lebih stabil. Hal ini ditandai dengan konsistennya kemunculan sebagian
besar isolat bakteri selama waktu pencuplikan.
4.2. Hasil Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Agar
Dua puluh dua isolat bakteri desulfurisasi yang diperoleh dari IBDL
maupun IBDTL diuji lanjut pada medium MSM-DBT agar. Seleksi pada medium
MSM-DBT agar hanya dilakukan pada isolat bakteri desulfurisasi yang telah
diperoleh. Hal ini disebabkan isolat bakteri tersebut diduga memiliki kemampuan
desulfurisasi DBT. Seleksi ini bertujuan untuk memperoleh bakteri yang memiliki
kemampuan potensial untuk mendegradasi DBT. Hasil seleksi menunjukkan
bahwa dari 22 isolat bakteri desulfurisasi, 15 isolat bakteri tumbuh pada medium
MSM-DBT agar sedangkan 7 isolat bakteri lainnya tidak dapat tumbuh (Tabel 3).
Tujuh isolat bakteri yang tidak tumbuh pada medium seleksi MSM-DBT
agar, pada saat proses isolasi tumbuh dengan baik. Hal ini diduga isolat bakteri
tersebut bersinergi dengan bakteri lain yang tumbuh saat isolasi. Sinergisme
adalah kehidupan bersama yang menyebabkan terjadinya suatu kemampuan untuk
melakukan perubahan kimia tertentu dalam substrat atau medium (Suharni et al.,
2007). Selain itu, beberapa isolat bakteri tersebut terisolasi dengan IBDL sehingga
kurang teradaptasi dengan DBT dan batubara yang terkandung dalam medium
MSM-DBT agar, seperti isolat 1N, 2N, 21N dan 46N.
35
Tabel 3. Hasil uji seleksi isolat bakteri desulfurisasi pada medium MSM-DBT agar
Keterangan : - : Koloni tidak tumbuh + : Koloni tumbuh sangat sedikit (< 50) + + : Koloni tumbuh sedikit (50-150) + + + : Koloni tumbuh banyak (151-300) + + + + : Koloni tumbuh sangat banyak (>300)
Isolat bakteri yang mengalami pertumbuhan pada medium MSM-DBT agar
sebagian besar adalah isolat bakteri yang terisolasi dengan IBDTL sehingga sudah
teradaptasi lebih baik dengan DBT dan batubara yang terkandung dalam medium
MSM-DBT agar. Isolat bakteri yang tumbuh pada medium MSM-DBT agar
memiliki kemampuan untuk mendegradasi DBT. Hal ini disebabkan
mikroorganisme yang dapat mendegradasi DBT memiliki 4 enzim yang bereaksi
pada jalur 4S, yaitu enzim DszA, DszB, DszC dan DszD. Enzim DszC dan DszD
No Kode Isolat Pertumbuhan 1 1N - 2 2N - 3 6N - 4 7N + + + 5 8N - 6 10N - 7 12N + + + 8 14N + + + 9 15N + + + +
10 21N - 11 26N + + + + 12 32N + + + 13 33N + + + 14 34N + + + + 15 40N + + + 16 41N + + + 17 42N + + 18 43N + 19 46N - 20 47N + + + 21 49N + + + 22 50N + + +
36
dapat mengoksidasi DBT menjadi DBT-sulfoxide dan DBT-sulfone, kemudian
enzim DszA dan DszD mengubahnya menjadi HBP-sulfonat dan selanjutnya
enzim DszB mengubahnya kembali menjadi HBP dan sulfit. Pada proses
selanjutnya sulfit akan teroksidasi menjadi sulfat (Kevin et al., 1996).
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa setiap isolat bakteri yang tumbuh pada
medium MSM-DBT agar mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda. Isolat
15N, 26N dan 34N mempunyai pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan isolat bakteri lainnya. Isolat bakteri yang mempunyai pertumbuhan paling
tinggi diindikasikan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mendegradasi
DBT. Oleh karena itu, ketiga isolat tersebut kemudian dipilih untuk diuji lanjut
pada tahap seleksi berikutnya yaitu seleksi pada medium MSM-DBT cair.
4.3. Hasil Seleksi Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Cair
Tiga isolat bakteri yang mempunyai pertumbuhan paling tinggi pada
medium MSM-DBT agar yaitu, isolat 15N, 26N dan 34N diseleksi lebih lanjut
pada medium MSM-DBT cair. Seleksi pada tahap ini dilakukan dengan
mengamati beberapa parameter selama bakteri tumbuh pada medium tersebut.
Parameter yang diamati adalah pertumbuhan bakteri, perubahan pH medium dan
desulfurisasi DBT.
4.3.1. Pertumbuhan Bakteri
Jumlah sel bakteri per unit waktu (jam) digambarkan dalam bentuk kurva
pertumbuhan. Berdasarkan hasil analisis varian multivariate (MANOVA) pada
37
0123456
789
10
0 4 8 12 16 20 24
Log
jum
lah
sel/
ml
Waktu (Jam)
Kontrol
15 N
26 N
34 N
taraf nyata 95%, pertumbuhan sel ketiga isolat berbeda nyata diantara waktu-
waktu yang berbeda (Lampiran 9). Hal ini dapat terlihat jelas pada setiap kurva
pertumbuhan masing-masing isolat yang berbeda-beda (Gambar 10).
Nilai pertumbuhan bakteri selama proses fermentasi pada semua isolat
bakteri berfluktuasi berkisar antara 104 hingga 1,7x109 sel/ml. Pola pertumbuhan
dari ketiga isolat bakteri hampir sama satu dengan yang lainnya, yang
membedakan hanya pada fase adaptasi yang hanya dialami oleh isolat 34N pada
jam ke-4 ditandai dengan pertumbuhan sel yang menurun. Hal ini disebabkan
pada fase ini mikroorganisme masih beradaptasi dengan lingkungannya sehingga
belum terjadi pertumbuhan mikroba secara signifikan (Pumphrey, 1996).
Selanjutnya ketiga isolat mengalami fase eksponensial yang ditandai
dengan meningkatnya jumlah sel bakteri hingga jam ke-16, namun fase
eksponensial isolat 26N berakhir lebih awal dibandingkan dengan dua isolat
Gambar 10. Pertumbuhan sel isolat bakteri terseleksi dalam media MSM-DBT cair diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm
38
lainnya yaitu pada jam ke-12. Selain itu, pertumbuhan sel pada isolat 26N juga
lebih rendah dibandingkan dengan isolat lainnya. Berdasarkan hasil uji Duncan
pertumbuhan sel pada isolat 15N lebih tinggi secara nyata dibandingkan dengan
pertumbuhan sel pada kedua isolat lainnya (Lampiran 9). Hal ini disebabkan isolat
15N memiliki rata-rata jumlah sel tertinggi (5,1x108 sel/ml). Meningkatnya
jumlah sel setiap isolat pada fase eksponensial menandakan adanya degradasi
DBT dan batubara yang dilakukan oleh isolat bakteri untuk memperoleh sumber
sulfur dan karbon (Labana et al., 2004).
Pada jam ke-20 pada isolat 15N dan 34N dan jam ke-16 pada isolat 26N,
populasi memasuki akhir dari fase stasioner. Pada fase ini peningkatan biomassa
terjadi secara konstan, meskipun komposisi sel mungkin mengalami perubahan
(Pumphrey, 1996). Akhirnya ketiga isolat bakteri tersebut mengalami penurunan
jumlah sel hingga jam ke-24. Berkurangnya jumlah sel dapat disebabkan nutrisi
yang telah habis dan terbentuknya senyawa yang bersifat toksik bagi sel
(Pumphrey, 1996).
4.3.2. pH Medium
pH medium pada semua isolat menunjukkan terjadinya perubahan selama
inkubasi hingga jam ke-24 (Gambar 11). Berdasarkan hasil analisis varian
multivariate (MANOVA) pada taraf nyata 95%, perubahan pH medium pada
ketiga isolat bakteri berbeda nyata diantara waktu-waktu yang berbeda (Lampiran
9). Nilai pH medium selama proses fermentasi pada semua isolat bakteri
berfluktuasi berkisar antara 5,21 hingga 6,17.
39
Nilai pH awal medium fermentasi pada ketiga isolat menunjukkan nilai pH
berkisar antara 5,9 hingga 6,17 dan setelah itu mengalami penurunan hingga jam
ke-16. Penurunan pH pada medium disebabkan terjadinya proses desulfurisasi
yaitu pelarutan sulfur ke dalam media cair dalam bentuk ion sulfat (SO42-)
sehingga terbentuk asam sulfat (Hammel, 1996). Sulfat yang terbentuk diduga
merupakan hasil akhir degradasi DBT dan batubara pada medium yang dilakukan
oleh isolat bakteri. Berdasarkan jalur 4S, DBT akan dioksidasi oleh bakteri
menjadi DBT sulfone, 2-hydroxydiphenyl atau 2,2-biphenol dan sulfat (Kevin et
al., 1996). Berdasarkan hasil uji Duncan, perubahan pH medium yang ditumbuhi
isolat 26N lebih kecil secara nyata dibandingkan dengan medium yang ditumbuhi
oleh isolat-solat lainnya (Lampiran 9). pH medium pada isolat 26N lebih tinggi
dibandingkan dengan pH medium pada kedua isolat lainnya disebabkan
Gambar 11. Nilai pH medium isolat bakteri terseleksi dalam media MSM-DBT cair diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm
5
5.2
5.4
5.6
5.8
6
6.2
6.4
0 4 8 12 16 20 24
pH M
ediu
m
Waktu (Jam)
Kontrol
I5 N
26 N
34 N
40
pertumbuhan sel yang tidak terlalu tinggi (Gambar 10) dan degradasi DBT lebih
sedikit (Gambar 12).
Setelah pencuplikan jam ke-16 terjadi kenaikan pH pada ketiga isolat
hingga akhir masa inkubasi (jam ke-24). Nilai pH yang meningkat disebabkan
lisisnya sel di dalam media kultur akibat mulai terbentuknya zat sisa metabolit
yang bersifat racun untuk sel. Sel yang mati di dalam media, kemudian
terdeaminasi kembali sebagai sumber nitrogen untuk metabolisme mikroba yang
masih bertahan sehingga terjadi efek buffering (Kirk, 1993). Hal ini didukung
dengan penurunan jumlah sel ketiga isolat bakteri pada waktu pencuplikan yang
sama (Gambar 10).
4.3.3. Desulfurisasi DBT
Nilai absorbansi sulfat pada semua isolat menunjukkan terjadinya
perubahan selama inkubasi hingga jam ke-24 (Gambar 12). Berdasarkan hasil
analisis varian multivariate (MANOVA) pada taraf nyata 95%, perubahan nilai
absorbansi sulfat pada ketiga isolat berbeda nyata diantara waktu-waktu
pengukuran yang berbeda. Kemampuan desulfurisasi DBT pada setiap isolat
bakteri dilakukan dengan cara mengukur sulfat yang terbentuk pada medium
fermentasi. Hal ini disebabkan hasil akhir proses desulfurisasi DBT yang
dilakukan oleh bakteri dengan jalur 4S adalah sulfat (Wang et al., 2004), dengan
demikian kandungan sulfat dapat dijadikan indikator terjadinya proses
desulfurisasi DBT.
41
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 4 8 12 16 20 24
Nila
i Abs
orba
nsi (
460
nm)
Waktu (Jam)
Kontrol
15 N
26 N
34 N
Nilai absorbansi sulfat pada ketiga isolat berfluktuasi antara 0,127 hingga
1,065. Nilai absorbansi sulfat pada ketiga isolat mengalami kenaikan pada awal
inkubasi dan selanjutnya mengalami penurunan. Isolat 26N dan 34N mengalami
kenaikan nilai absorbansi sulfat hingga jam ke-12, namun kenaikan nilai
absorbansi sulfat pada isolat 26N tidak signifikan. Sedangkan untuk isolat 15N
kenaikan nilai absorbansi sulfat terjadi hingga jam ke-16.
Berdasarkan hasil uji Duncan nilai absorbansi sulfat pada isolat 15N lebih
besar secara nyata dengan kedua isolat lainnya (Lampiran 9). Hal ini disebabkan
rata-rata absorbansi sulfat pada isolat 15N paling tinggi yaitu sebesar 0,559.
Tingginya nilai absorbansi sulfat pada isolat 15N karena tingginya degradasi DBT
pada medium. Hal ini diperkuat dengan tingginya pertumbuhan sel (Gambar 10)
dan penurunan pH (Gambar 11) yang signifikan pada isolat 15N. Menurut Young
Gambar 12. Nilai absorbansi sulfat isolat bakteri terseleksi dalam media MSM-DBT cair diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm
42
et al. (2005) semakin tinggi kadar sulfat pada medium mengindikasikan bahwa
semakin tinggi pula degradasi DBT yang dilakukan oleh bakteri.
Penurunan nilai absorbansi sulfat pada isolat 26N dan 34N terjadi lebih
cepat yaitu pada jam ke-16, sedangkan isolat 15N baru mengalami penurunan
nilai absorbansi sulfat pada jam ke-20. Penurunan nilai absorbansi sulfat diartikan
dengan berkurangnya degradasi DBT dan menurunnya jumlah sel pada setiap
isolat (Gambar 10).
4.4. Hasil Pengukuran DBT
Kemampuan desulfurisasi DBT pada isolat terseleksi, yaitu isolat 15N
diketahui dengan melakukan pengukuran kadar DBT pada medium fermentasi
selama fase eksponensial menggunakan UV-Vis Spectrophotometer. Pengukuran
kadar DBT hanya dilakukan pada isolat 15N karena nilai absorbansi sulfat pada
isolat 15N paling tinggi dibandingkan dengan kedua isolat lainnya, serta didukung
oleh pertumbuhan sel dan perubahan pH medium yang paling tinggi pula.
Berdasarkan hasil pengukuran kadar DBT pada isolat 15N terlihat bahwa
terjadi penurunan kadar DBT pada saat inkubasi selama fase eksponensial
(Gambar 13). Pada awal jam ke-0 kadar DBT yang terkandung dalam medium
adalah 0,001033 mM dan pada akhir fase eksponensial (jam ke-16) kadar DBT
turun menjadi 0,001001 mM. Jadi, penurunan kadar DBT pada isolat 15N pada
saat inkubasi selama fase eksponensial adalah 0,000032 mM yang setara dengan
3% dari jumlah DBT awal. Penurunan kadar DBT ini sangat kecil, jika
dibandingkan dengan kemampuan desulfurisasi DBT bakteri lain yang telah
43
diteliti. Menurut penelitian yang dilakukan Izumi et al. (1993), Rhodococcus
erythropolis D-1 mampu mendegradasi DBT sebesar 7 mM selama 70 jam. Selain
itu diketahui pula Rhodococcus erythropolis IGTS8 dapat menghilangkan 55,2 %
sulfat, 20 % pirit, 23,5 % sulfur organik dan 30,2 % sulfur total dari batubara
lignit dalam waktu 96 jam (Bodzemir et al.,1996).
Rendahnya pengurangan kadar DBT pada isolat 15N diduga karena
pertumbuhan yang terbatas. Hal ini diduga karena keterbatasan jumlah sumber
nutrisi yang terdapat pada medium MSM-DBT cair yang digunakan, sehingga
pada saat sumber nutrisi tersebut pada medium berkurang maka pertumbuhannya
akan mengalami penurunan (Maghsoudi et al., 2000).
Gambar 13. Analisis hasil desulfurisasi DBT isolat 15N selama fase eksponensial dengan menggunakan UV-Vis Spectrophotometer
0.000995
0.001000
0.001005
0.001010
0.001015
0.001020
0.001025
0.001030
0.001035
0.001040
0 4 8 12 16
Kons
entr
asi D
BT (m
M)
Waktu (Jam)
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dua puluh dua isolat bakteri desulfurisasi berhasil diisolasi dari tanah
pertambangan batubara asal Sumatera Selatan dengan pengayaan DBT dan
batubara.
2. Isolat 15N memiliki kemampuan tertinggi mendegradasi DBT dengan
penurunan kadar DBT pada saat inkubasi selama fase eksponensial sebesar
0,000032 mM yang setara dengan 3% dari jumlah DBT awal.
5.2. Saran
Perlu dilakukan optimasi lebih lanjut dalam hal nutrisi untuk
mengoptimalkan pertumbuhan isolat-isolat bakteri yang potensial hasil seleksi.
Isolat-isolat bakteri yang potensial tersebut perlu diidentifikasi dan selanjutnya
dilakukan pengaplikasian langsung pada batubara.
45
DAFTAR PUSTAKA
Bozdemir, T.O., T. Durusoy., E. Erincin & Y. Yurum. 1996. Biodesulfurization of Turkish lignites 1. Optimization of the growth parameters of Rhodococcus rhodochrous, a sulfur-removing bacterium. Fuel. 75(3): 1596-1600.
Bressler, D.C. & P.M. Fedorak. 2001. Identification of disulfides from the
biodegradation of dibenzothiophene. Appl. Environ. Microbiol. 67: 5084–5093.
Brock, T.D & M.T. Madigan. 1991. Biology of Microorganisms, 6th Edition.
Prentice-Hall International Inc. USA. Burlage, R.S., R. Atlas, D. Stahl., G. Geesey & G. Sayler (Eds.). 1998.
Techniques in Microbial Ecology. Oxford University Press. New York. Calkins, W.H. 1994. The chemical forms of sulfur in coal. A review Fuel. 73(4):
475-484. Casida Jr., L.E. 2001. Industrial Microbiology. New Age Int. Ltd. Pub. New
Delhi. Constanti, M., J. Giralt & A. Bordons. 1994. Desulphurization of
dibenzothiophene by bacteria. World Journal of Microbiology and Biotechnology. 10: 510-516.
Davis, K.E.R., Joseph, S.J., & Janssen, P.H. 2005. Effects of growth medium,
inoculum size, and incubation time on culturability and isolation of soil bacteria. Appl. Environ. Microbiol. 71: 826-834.
Dick, W.A. 1992. Sulfur Cycle dalam Encyclopedia of Microbiology. 4.
Academic Press Inc. USA. Dwidjoseputro. 2005. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. ESDM. 2009. Hand Book of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2009.
http://www.esdm.org. Diakses pada tanggal 14 Febuari 2011, pk 20.15 WIB. Gallagher, J.R., E.S. Olson & D.C. Stanley. 1993. Microbial desulfurization of
dibenzothiophene : A sulfur-specific pathway. Journal FEMS Microbiology Letters. 107: 31-36.
46
Gilbert, S.C., J. Morton., S. Buchanan., C. Oldfield & A. McRoberts. 1998. Isolation of a unique benzothiophene desulphurizing bacterium, Gordona sp. strain 213E (NCIMB 40816) and characterization of the desulphurization pathway. Journal Microbiology. 144: 2545-2553.
Grossman, M.J., M.K. Lee., R.C. Prince., K.K. Garrett., G.N. George & I.J.
Pickering. 1999. Microbial desulfurization of a crude oil middledistillate fraction: Analysis of the extent of sulfur removal and the effect of removal on remaining sulfur. Appl. and Environ. Microbiol. 65(1): 181-188.
Hammel, K.E. 1996. Extracelluler free radicalbiochemistry of ligninolytic fungi.
New Journal Chem. 20: 195-198. Hidayat, M., M. C. Padaga & S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi.
Yogyakarta. Holt, J.G., N.R. Krieg., P.A.H. Sneath., J.T. Staley & S.T. Williams. 1994.
Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, 9th Edition. Williams and Wilkins. Baltimore.
Izumi, Y., T. Ohshiro., H. Ogino., Y. Hine & M. Shimao. 1994. Selective
desulfurization of dibenzothiophene by Rhodococcus erythropolis D-1. Journal Appl. Environ. Microbiol. 60(1): 223-226.
Kayser, K.J., B.A. Bielaga-Jones., K. Jackowski., O. Odusan & J.J. Kilbane 1993.
Utilization of organosulphur compounds by axenic and mixed cultures of Rhodococcus rhodochrous IGTS8. Journal of General Microbiology. 139: 3123-3129.
Kevin, A.G., O.S. Progrebinsky., G.T. Mrachko., L. Xi., D.J. Monticello & C. H.
Squires. 1996. Molecular mechanisms of biocatalytic desulfurization of fossil fuels. Journal Nature Biotechnology. 14.
Kirimura, K., T. Furuya, Y. Nishi & Y. Ishii. 2001. Biodesulfurization of
dibenzothiophene and its derivatives through the selective cleavage of carbon-sulfur bonds by a moderately thermophilic bacterium Bacillus subtilis WU-S2B. Journal of Bioscience and Bioengineering. 91(3): 262-266.
Klein, J., M. Van Afferden., F. Pfeifer & S. Schacht. 1994. Microbial
desulfurization of coal and oil. Fuel Processing Technology. 40(2-3): 297-310.
47
Koizumi, J. 1984. Genetically Engineered Microorganism Exploitation for Bioleaching of Coal : Countermeasure to Acid Rain dalam Murooka, Y dan T. Imanaka (Eds). 1994. Recombinant Microbes for Industrial and Agricultural Application.
Kirk, T.K., S. Croan, M. Tien, K.E. Murtagh & R.L. Farrell. 1986. Production of
Multiple ligninases by Phanerochaete chrysosporium: effect of selected growth conditions and use of mutant strain. Enzyme Microb. Technol. 8:27–32.
Labana, S., G. Pandey & R.K. Jain. 2005. Desulphurization of dibenzothiophene
and diesel oils by bacteria. Letters in Applied Microbiology. 40: 159-163. Maghsoudi, S., A. Kheirolomoom., M. Vossoughi., E. Tanaka & S. Katoh. 2000.
Selective desulfurization of dibenzothiophene by newly isolated Corynebacterium sp stain P32C1. Biochemical Engineering Journal. 5: 11-16.
Mohebali. G., A.S. Ball., B. Raseks & A. Kaytash. 2006. Biodesulfurization
potential of a newly isolated bacterium, Gordonia alkanivorans RIPI90A. Enzyme and Microbial Technology. 40: 578–584.
Monticello, D.J. 1998. Riding the fossil fuel biodesulfurization wave. Chemtech.
28(7): 38-45. Nekodzuka, S., T.N. Kambe., N. Nomura., J. Lu & T. Nakahara. 1997. Specific
desulfurization of dibenzothiophene by Mycobacterium sp. Strain G3. Biocatalysis and Biotransformation. 15(1): 17-27.
Oda, S & H. Otha. 2002. Biodesulfurization of dibenzhothiophene with
Rhodococcus erytropolis ATCC 53968 and its mutant in an interface bioreactor. Journal of Bioscience and Bioengineering. 94(5): 474-477.
Ohshiro, T., T. Hirata & Y. Izumi. 1996. Desulfurization of dibenzothiophene
derivatives by whole cells of Rhodococcus erythropolis H-2. FEMS Microbiology Letters. 142(1): 65-70.
Omori, T., Y. Saiki., K. Kasuga & K. Kodama. 1995. Desulfurization of alkyl and
aromatic sulfides and sulfonates by dibenzothiophene desulphurising Rhodococcus sp. strain SY1. Bioscience Biotechnology and Biochemistry. 59: 1195-1198.
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
48
Prayuenyong, P. 2002. Coal biodesulfurization processes. Songklanakarin Journal Science Technol. 24(3): 493-507.
Pumphrey, B. 1996. Fermentation Basics. http://www.biocompare.com. Diakses
pada tanggal 21 Juli 2011,pk 20.15 WIB. Rhee, S.K., J. Chang., Y.K. Chang & H.N. Chang. 1998. Desulfurization of
dibenzothiophene and diesel oils by a newly isolated Gordona strain CYKS1. Journal Applied and Environmental Microbiology. 64(6): 2327-2331.
Shennan, J.L. 1996. Microbial attack on sulphur containing hydrocarbons:
Implication for the biodesulphurisation of oils and coals. Journal of Chemical Technology and Biotechnology. 67(2): 109-123.
Speight, J. G. 1994. The Chemistry and Technology of Coal, 2nd edition. Marcel
Dekker Inc. New York. Suharni, T.T., Nastiti, S.J. & Soetarto A.E.S. 2008. Mikrobiologi Umum.
Universitas Atma Jaya. Yogyakarta. Takashi, O. & Y. Izumi. 1999. Microbial desulfurization of organic sulfur
compounds in petroleum, Biosci. Journal Biotechnol. Biochem. 63(1): 1-9. Tanaka, S. 1999. Bulletin of The Japan Institute of Energy. Japan. Hal : 786-789. Wang, M., L. Wei., W. Da-hui & S. Yao. 2004. Desulfurization of
dibenzothiophene by a newly isolated Corynebacterium. sp ZD-1 in aqueos phase. Journal of Environmetal Sciences. 16(6): 1011-1015.
Wise, W. 1981. Coal, Water, Fuel Technology. Workshop US Dept. Energy.
Pittsburgh. ETCtr-Report-NO. BNL 51427. Young, R.F., S.M. Cheng & P.M. Fedorak. 2006. Aerobic biodegradation of 2,2’-
dithiodibenzoic acid produced from dibenzothiophene metabolites. Journal Appl. and Environ. Microbiol. 72(1): 491-496.
Zhongxuan, G., L. Huizhou., L. Mingfang., L. Shan., X. Jianmin & C. Jiayong.
2002. Isolation and identification of nondestructive desulfurization bacterium. Journal Science in China (Series B). 45(25).
51
1N
2N
3N
4N
5N 8N
7N
6N
13N
9N
10N
12N
16N
26N
25N
27N
28N 32N
21N
Lampiran 3. Contoh Morfologi Koloni Isolat-Isolat Bakteri Hasil Isolasi Tanah Pertambangan Batubara Asal Sumatera Selatan (tumbuh pada medium TSA)
15N
14N 11N
52
33N
34N
36N
40N
39N
37N
41N
50N
49N
42N
46N
43N
53
Lampiran 4. Hasil Pewarnaan Gram Isolat-Isolat Bakteri Hasil Isolasi Tanah Pertambangan Batubara Asal Sumatera Selatan
1 N (Gram Positif)
2 N (Gram Positif)
3 N (Gram Negatif)
4 N (Gram Negatif)
5 N (Gram Negatif)
6 N (Gram Negatif)
7 N (Gram Negatif)
8 N (Gram Negatif)
9 N (Gram Negatif)
10 N (Gram Positif)
11 N (Gram Positif)
12 N (Gram Negatif)
54
13 N (Gram Negatif)
14 N (Gram Negatif)
15 N (Gram Negatif)
16 N (Gram Negatif)
21 N (Gram Negatif)
25 N (Gram Positif)
26 N (Gram Negatif)
27 N (Gram Positif)
28 N (Gram Negatif)
32 N (Gram Negatif)
33 N (Gram Negatif)
34 N (Gram Negatif)
55
36 N (Gram Positif)
37 N (Gram Negatif)
39 N (Gram Positif)
40 N (Gram Negatif)
41 N (Gram Positif)
42 N (Gram Positif)
43 N (Gram Negatif)
46 N (Gram Positif)
49 N (Gram Positif)
50 N (Gram Negatif)
56
Lampiran 5. Hasil Uji Seleksi Isolat Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Agar
1N dan 2N 6 N dan 7 N
8 N dan 10 N 12 N dan 14 N
15 N dan 21 N 26 N dan 32N
57
33 N dan 34 N 40 N dan 41 N
42 N dan 43 N 46 N dan 47 N
49N dan 50 N
58
Lampiran 6. Hasil Uji Seleksi Isolat Bakteri Desulfurisasi pada Medium MSM-DBT Cair
No Isolat Bakteri Jam ke-
Log rata-rata jumlah sel/ml
Rata-rata pH
Rata-rata Nilai
Absorbansi Sulfat
1 Isolat 15 N 0 5,438 5,9 0,132 4 6,182 5,95 0,355 8 7,422 5,84 0,42
12 8,380 5,56 0,452 16 9,241 5,27 1,065 20 9,182 5,48 0,748 24 8,000 5,51 0,742
2 Isolat 26 N 0 4,033 5,94 0,127 4 5,461 5,96 0,179 8 6,288 5,94 0,241
12 6,716 5,96 0,233 16 6,623 5,87 0,186 20 5,400 5,9 0,111 24 4,300 5,89 0,223
3 Isolat 34 N 0 5,310 6,05 0,152 4 4,895 6,04 0,292 8 7,447 5,98 0,332
12 8,322 5,67 0,881 16 8,447 5,21 0,565 20 8,200 5,61 0,211 24 6,700 5,67 0,279
4 Kontrol 0 0 6,17 0,122 4 0 6,15 0,145 8 0 6,12 0,149
12 0 6,12 0,169 16 0 6,1 0,163 20 0 6,09 0,138 24 0 6,08 0,187
59
Lampiran 7. Analisis Hasil Desulfurisasi DBT Isolat 15N dengan
Menggunakan UV-Vis Spectrophotometer
Jam Ke- Nilai Absorbansi DBT
0 1,6721
4 0,9786
8 0,6955
12 0,2837
16 0,0690
60
Lampiran 8. Kurva Standar DBT
Gambar 1. Kurva standar DBT
Konsentrasi (%) Nilai Absorbansi DBT
0 0,0021
100 0,0032
200 0,0051
300 0,0073
400 0,0091
500 0,0112
600 0,0133
700 0,0145
61
Lampiran 9. Output SPSS 16. MANOVA dan Duncan
MANOVA
Source Dependent Variable
Type III Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model
Sulfat 0,662 3 0,221 4,639 0,015
pH 0,677 3 0,226 6,987 0,003
Pertumbuhan 26,507 3 80836 6,565 0,004
Intercept Sulfat 0,161 1 0,161 3,392 0,083
pH 153,585 1 153,585 4,756 0,000
Pertumbuhan 123,095 1 123,095 91,457 0,000
Waktu Sulfat 0,173 1 0,173 3,633 0,034
pH 0,399 1 0,399 12,359 0,003
Pertumbuhan 9,534 1 9,534 7,083 0,016
Isolat Sulfat 0,489 2 0,245 5,142 0,018
pH 0,278 2 0,139 4,301 0,031
Pertumbuhan 16,973 2 8,487 6,305 0,009
Error Sulfat 0,809 17 0,048
pH 0,549 17 0,032
Pertumbuhan 22,881 17 1,346
Total Sulfat 4,462 21
pH 700,723 21
Pertumbuhan 1009,402 21
Corrected Total Sulfat 1,470 20
pH 1,226 20
Pertumbuhan 49,388 20
62
Uji Duncan (Pertumbuhan Sel) Uji Duncan (pH)
Uji Duncan (Absorbansi Sulfat)
Isolat N
alpha = 0,05
1 26N 7 0,1857 34N 7 0,3874 15N 7 Sig 0,123
Isolat N
alpha = 0,05
1 26N 7 5,5459 34N 7 7,0459 15N 7 Sig 0,051
Isolat N
alpha = 0,05
1 15N 7 5,6443 34N 7 5,7471 26N 7 Sig 0,413
49
Lampiran 1. Komposisi Media Medium Minimal Salts Medium (MSM)
Bahan Jumlah Gliserol NaH2PO4.H2O K2HPO4.3H2O NH4Cl MgCl2.6H2O CaCl2.2H2O FeCl3.6H2O Aquades
2 g 4 g 4 g 2 g
0,2 g 0,001 g 0,001 g 1 liter
Medium Minimal Salts Medium-DBT (MSM-DBT) cair
Bahan Jumlah Gliserol NaH2PO4.H2O K2HPO4.3H2O NH4Cl MgCl2.6H2O CaCl2.2H2O FeCl3.6H2O Aquades Batubara Dibenzothiophene (DBT)
2 g 4 g 4 g 2 g
0,2 g 0,001 g 0,001 g 1 liter
10% dari volume total (100 g) 0,1% dari volume total (1 g)
Medium Minimal Salts Medium-DBT (MSM-DBT) agar
Bahan Jumlah Gliserol NaH2PO4.H2O K2HPO4.3H2O NH4Cl MgCl2.6H2O CaCl2.2H2O FeCl3.6H2O Aquades Batubara Dibenzothiophene (DBT) Agar
2 g 4 g 4 g 2 g
0,2 g 0,001 g 0,001 g 1 liter
10% dari volume total (100 g) 0,1% dari volume total (1 g)
1,5% dari volume total (15 g) Medium Trypticase Soy Agar (TSA)
Bahan Jumlah Pepton Soyton NaCl Dekstrosa K2HPO4 Agar Aquades
15 g 5 g 5 g
2,5 g 2,5 g 15 g
1 liter
50
50
Lampiran 2. Kehadiran Isolat-Isolat Bakteri Hasil Isolasi Tanah Pertambangan Batubara Asal Sumatera Selatan dengan Pengayaan DBT dan Batubara
PERLAKUAN HARI KODE ISOLAT
1N 2N 3N 4N 5N 6N 7N 8N 9N 10N 11N 12N 13N 14N 15N 16N 21N 25N 26N 27N 28N 32N 33N 34N 36N 37N 39N 40N 41N 42N 43N 46N 49N 50N
IBT Sebelum* √ √ √ √ √ √ √
0 √ √ √ √ √ √ √ √ √
7 √ √ √
14 √ √ √ √ √ √ √
21 √ √
28 √ √ √ √
IBDL 0 √ √ √ √ √ √ √ √ √
7 √ √
14 √ √ √ √ √ √ √ √
21 √ √ √ √ √ √
28 √ √ √ √
IBDTL 0 √ √ √
7 √ √ √ √
14 √ √ √ √ √ √ √ √
21 √ √ √ √
28 √ √ √ √ √
TOTAL 3 2 1 1 1 2 3 12 2 10 1 3 1 3 5 1 5 1 6 1 1 1 3 3 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1
Keterangan : Sebelum* = IBT sebelum pengayaan DBT dan batubara pada sumber isolat IBT = Isolasi Bakteri Total IBDL = Isolasi Bakteri Desulfurisasi Langsung IBDTL = Isolasi Bakteri Desulfurisasi Tidak Langsung