isolasi terpen dari akar tanaman terep
DESCRIPTION
ISOLASI TERPENTRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
ISOLASI FLAVONOID DARI AKAR TERAP
(Artocarpus Odoratissimus)
DISUSUN OLEH:
SOFIAH MAWADDATI
(E1M012062)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Moraceae merupakan famili tumbuhan yang memiliki keanekaragaman terbesar di
Indonesia. Tiga genus utama dari famili ini adalah Artocarpus, Ficus dan Morus.
Artocarpus sendiri memiliki banyak spesies, diantaranya adalah Artocarpus odoratissimus,
Artocarpus altilis, Artocarpus heterophyillus, dan Artocarpus camansi.
Di Indonesia, Artocarpus digunakan sebagai bahan pangan, alat rumah tangga,
konstruksi bangunan, dan obat tradisional. Penelusuran pustaka menunjukkan bahwa
Artocarpus mengandung senyawa-senyawa kelompok flavonoid, stilben, dan 2-
arilbenzofuran. Beberapa diantara senyawa tersebut memiliki aktivitas biologis seperti
antiinflamasi, antitumor, antikanker, dan antibakteri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah karakteristik Artocarpus odoratissimus?
2. Senyawa apakah yang dapat diisolasi dari Artocarpus odoratissimus?
3. Bagaimanakah cara mengisolasi senyawa kimia dari Artocarpus odoratissimus?
4. Apakah manfaat berbagai senyawa kimia yang terdapat dalam Artocarpus
odoratissimus ?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik Artocarpus
odoratissimus, senyawa-senyawa yang bisa dari Artocarpus odoratissimus, cara
mengisolasi senyawa tersebut dan apa manfaat senyawa tersebut.
BAB II
ISOLASI FLAVONOID DARI ARTOCARPUS ODORATISSIMUS ( TERAP )
A. Karakteristik Artocarpus Odoratissimus
1. Distribusi Artocarpus Odoratissimus
Terap (Artocarpus odoratissimus) adalah pohon berdaun hijau dari Pulau
Kalimantan di Indonesia. Namun, secara luas ditanami untuk pasar lokal di sekitar
negara Malaysia, Thailand, dan Filipina. Nama umum untuk Artocarpus odoratissimus
bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, seperti : pingan (Iban), piien (Bidayuh),
keiran (Kelabit), terap (Malaysia), marang (Sulu), madang (Lanao), loloi (Tagalog), dan
khanun sampalor (Thailand).Asal-usulnya diperkirakan dari bagian utara Borneo, di
mana ditemukan jenis liarnya di alam. Terap juga dibudidayakan di Queensland,
Australia. Di Nusa Tenggara Barat, terap dapat di temukan di Kabupaten Lombok Utara
dan Lombok Barat.
2. Ekologi
Terap dapat tumbuh sejak daerah dekat pantai hingga ketinggian sekitar 1000 m
dpl. Pohon ini menyenangi tanah liat berpasir dan wilayah dengan curah hujan cukup
tinggi dan merata. Buah biasa didapati di awal musim hujan, antara Agustus hingga
Januari bergantung pada lokasinya.
3. Kegunaan
Pohon ini terutama ditanam karena buahnya, yang dimakan dalam keadaan segar
atau diolah sebagai kue-kue. Buah terap harus segera dimakan dalam beberapa jam
setelah dibuka, karena baunya yang harum cepat berkurang dan warnanya dapat berubah
karena teroksidasi. Biji terap juga dapat dimakan setelah dipanggang atau direbus
dengan garam. Serat dari kulit kayu digunakan untuk industri pakaian dan tambang
(Sumber : Wikipedia, 2013)
4. Morfologi
Pohon terap tingginya mencapai 25 m, dan batangnya dapat mempunyai diameter
sampai 40 cm berwarna keabu-abuan. Ranting dengan bulu-bulu panjang berwarna
kuning sampai kemerahan. Merupakan tanaman berumah satu (monoecious).Daun
berbentuk jorong sampai bundar telur terbalik, memiliki panjang sekitar 16 hingga
50 cm dan lebar 11 hingga 28 cm, bertepi rata atau menggerigi dangkal, berujung
tumpul atau sedikit meluncip, bertangkai 2-3 cm. Daun penumpu bundar telur, 1-8 cm,
berbulu kuning atau merah, bila rontok meninggalkan bekas cincin pada ranting.
Perbungaan dalam bongkol soliter, yang muncul pada ketiak daun. Bongkol bunga
jantan berbentuk jorong sampai gada, 2-6 × 4-11 cm. Buah majemuk (syncarp) agak
bulat, sampai 13 × 16 cm, kuning kehijauan bila masak, dengan tonjolan-tonjolan
serupa duri lunak pendek, bertangkai panjang 5-14 cm, muncul di ujung ranting seperti
pada sukun. Daging buah (semu, yang sebetulnya adalah perkembangan dari perhiasan
bunga) berwarna keputihan, mengandung banyak sari buah, manis dan harum sekali,
terasa licin lunak dan agak seperti jeli di lidah. Biji (perikarp) 8 × 12 mm (Wikipedia,
2013)
5. Klasifikasi tumbuhan Artocarpus Odoratissimus
Dalam taksonomi, tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai berikut :
Superregnum : Eukaryota
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Sub famili : Artocarpeae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus Odoratissimus
6. Kandungan yang terdapat dalam Artocarpus Odoratissimus
Artocarpus Odoratissimus merupakan salah satu species dari genus Artocarpus.
Yang mana, Artocarpus merupakan salah satu jenis tanaman yang berpotensi sebagai
sumber metabolit sekunder (Khaerunnisa, 2011). Karena pada Artocapus mengandung
senyawa-senyawa kelompok flavonoid, stilben, dan 2-arilbenzofuran. Hal ini dibuktikan
dari penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa tanaman Artocarpus mengandung
berbagai jenis senyawa flavonoid. Dalam berbagai tumbuhan Artocarpus telah
ditemukan berbagai senyawa turunan flavonoid, seperti Morusin, Artonin E,
Sikloartobilosanton, dan Artonol B. Senyawa-senyawa tersebut memiliki hubungan
kekerabatan molekul, seperti pada saran jalur reaksi biogenesis pembentukan senyawa-
senyawa flavonoid pada genus Artocarpus.
Dengan demikian, Artocarpus Odoratissimus memiliki potensi yang besar
terhadap kandungan senyawa flavonoid. Hal ini bertujuan untuk mencari alternatif
senyawa metabolit sekunder yang mempunyai potensi bioaktifitas yang tinggi. Dan
bagian dari Artocarfus Odoratissimus yang akan di uji yaitu bagian akarnya.
B. Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman
hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi
(Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan
O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan
dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol O-
glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering
ditemukan dalam bentuk aglikonnya.
Istilah flavonoid yang diberikan untuk senyawa fenolik ini berasal dari kata flavon,
yaitu nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan yang paling umum
ditemukan. Flavon mempunyai tingkat oksidasi yang terendah sehingga senyawa ini
dianggap sebagai senyawa induk dalam tata nama senyawa-senyawa turunan flavon seperti
yang ditunjukkan pada dibawah ini :
1. Klasifikasi Flavonoid
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon. Atom
karbon ini membentuk dua cincin benzena dan satu rantai propana dengan susunan
C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yaitu flavonoid (1,3-
diaril propana), isoflavonoid (1,2- diaril propana), dan neoflavonoid (1,1- diaril
propana)
a. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
b. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
c. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin
heterosiklik - oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang
berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar flavonoid
berciri mempunyai piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu
dari cincin benzene. Sistem penomoran untuk turunan flavonoid diberikan dibawah:
Di antara flavonoid khas yang mempunyai kerangka seperti diatas, berbagai jenis
dibedakan tahanan oksidasi dan keragaman pada rantai C3. Flavonoid mencakup banyak
pigmen yang umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungsi sampai
angiospermae.
a. Katekin dan proantosianidin
Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang mempunyai banyak
kesamaan. Semuanya senyawa terwarna, terdapat pada seluruh dunia tumbuhan
berkayu.kita hanya mengenal tiga jenis katekin, perbedaannya hanya pada jumlah
gugus hidroksil pada cincin B. Senyawa ini mempunyai dua atom karbon kiral dan
karena itu mungkin terdapat 4 isomer.
b. Flavanon dan Flavanonol
Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lain.
Mereka terwarna atau hanya kuning sedikit. Karena konsentrasinya rendah dan tidak
berwarna maka sebagian besar diabaikan. Flavanon (atau dihidroflavanon) sering
terjadi sebagai aglikon (60) tetapi beberapa glikosidanya dikenal sebagai, misalnya,
hesperidin dan naringin dari kulit buah jeruk. Flavanonol merupakan flavonoid yang
kurang dikenal, dan kita tidak mengetahui apakah senyawa ini terdapat sebagai
glikosida.
c. Flavon, flavanol, isoflavon
Flavon atau flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua
semua pigmen tumbuhan kuning, meskipun warna kuning tumbuhan jagung
disebabkan oleh karatenoid. Isoflavon tidak begitu menonjol, tetapi senyawa ini
penting sebagai fitoaleksin. Senyawa yang lebih langka lagi ialah homoisoflavon.
Senyawa ini biasanya mudah larut dalam air panas dan alkohol meskipun beberapa
flavonoid yang sangat termitalasi tidak larut dalam air.
d. Auron
Auron atau system cincin benzalkumaranon dinomori sebagai berikut:
Auron berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga tertentu dan bryofita.
Dikenal hanya lima aglikon, tetapi pola hidroksilasi senyawa ini umumnya serupa
dengan pola pada flavonoid lain begitu pula bentuk yang dijumpai ialah bentuk
glikosida dan eter metil. Dalam larutan basa senyawa ini menjadi merah ros.
Beberapa auron, struktur dan tumbuhan sumber terdapat dalam contoh dibawah ini.
2. Manfaat Flavonoid
a. Senyawa flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, daun,
kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji (Markham, 1988). Flavonoid
merupakan pigmen yang paling penting untuk menghasilkan warna bunga kuning,
merah atau biru dalam pigmentasi kelopak bunga. Senyawa ini juga melindungi
tanaman dari serangan mikroba dan serangga.
b. Flavonoid telah dikenal dengan istilah “nature’s biological response modifiers”
karena data penelitian menunjukkan bahwa flavonoid mempunyai kemampuan
untuk memodifikasi reaksi pada tubuh terhadap sumber alergi, virus dan penyebab
kanker. Flavonoid menunjukkan aktivitas anti energy, anti inflamasi, anti mikroba
dan anti kanker (Sudarma,2009).
c. Flavonoid merupakan bagian dari keluarga yang jauh lebih besar dari zat tumbuhan
yang disebut phytochemical. Sejauh ini, para ilmuwan telah menemukan lebih dari
4.000 fitokimia berbeda dalam tanaman. Lebih dari 600 adalah flavonoid atau
karotenoid, dan sekitar 50 sampai 60 jenis zat itu akan tetap aktif setelah anda
memakannya dan sangat berharga untuk kesehatan. Sebagian besar flavonoid
merupakan antioksidan yang sangat bermanfaat, ada yang memiliki kemampuan
meringankan pembengkakan, nyeri, dan reaksi alergi, bahkan sebagian dapat
membantu anda melawan virus.
d. Karotenoid
Wortel, ubi jalar, labu, dan bahan makanan lain yang berwarna oranye dan merah
mendapatkan warna dari zat yang disebut karotenoid. Karotenoid juga ditemukan
pada sayuran berdaun hijau seperti brokoli, kangkung, bayam, dan kubis.
Terdapat tiga anggoa karoten yang penting yaitu: alpha karoten, beta-
cryptoxanthin, dan likopen. Tubuh dapat mengubah alpha karoten dan beta
karoten menjadi Vitamin A. Alpha karoten merupakan antioksidan yang jauh
lebih kuat dari sepupunya beta karoten, terutama berguna untuk mengatasi radikal
bebas. Alpha karoten ditemukan dalam semua makanan yang sama seperti beta
karoten, termasuk wortel, ubi jalar,melon, brokoli, kiwi, bayam, mangga, dan
squash. Jumlah alpha karoten dalam makanan adalah sekitar 10 sampai 20 persen
dari jumlah beta karoten.
Beta cryptoxanthin terdapat pada jeruk, mangga, pepaya, melon, persik, dan
squash. Jenis antioksidan ini sangat baik untuk mengatasi radikal bebas.
Lycopene, antioksidan yang berkemampuan melawan kanker ini ditemukan dalam
jumlah besar pada tomat, zat ini juga yang memberikan warna merah pada tomat.
Semangka dan anggur merah juga memiliki lycopen, tetapi dalam jumlah yang
jauh lebih sedikit. Orang yang banyak memakan tomat memiliki resiko yang
rendah akan kanker prostat. Secara umum, lycopene tampaknya memberikan
perlindungan terhadap kanker pada saluran pencernaan, termasuk kanker usus
besar, dan terhadap kanker paru-paru. Penelitian terbaru menunjukkan lycopene
yang juga dapat membantu mencegah penyakit jantung.
Xanthopill termasuk karotenoid yang banyak ditemukan pada sayuran berdaun
hijau gelap. Di dalam tubuh, xanthopil tidak diubah menjadi vitamin A. Anggota
xanthopil, lutein dan zeaxanthin, berkemampuan melindungi mata dari serangan
radikal bebas. Zeaxanthin membantu melindungi sel-sel halus makula, bagian dari
retina, dari efek berbahaya dari ultraviolet yang terdapat pada sinar matahari.
Capsanthin, salah satu antioksidan xantofil, ditemukan pada cabai dan paprika
yang berwarna merah, semakin merah semakin baik.
e. Quercetin merupakan flavonoid yang sangat aktif dan menjadi zat penting dalam
banyak tanaman obat. Quercetin membantu mengurangi inflamasi dan
pembengkakan, mengatasi alergi, membunuh virus, dan bertindak sebagai
antioksidan. Bahkan dapat membantu penderita diabetes mengendalikan gula darah
mereka dan menghindari masalah mata. Bawang merupakan bahan makanan yang
mengandung banyak quercetin, masyarakat tradisional banyak menggunakan
bawang untuk mengobati asma dan alergi. Selain itu, quercetin juga dapat
membantu mencegah kanker dengan menghalangi pertumbuhan sel kanker.
f. Anthocyanin merupakan antioksidan pembasmi radikal bebas yang sangat efektif,
terutama pada pembuluh darah kecil di mata anda. Anthocyanin bermanfaat untuk
mencegah masalah mata,terutama yang mempengaruhi retina Anda, seperti
degenerasi makula. Sebagian besar tumbuhan memiliki kandungan antosianin
terbesar pada bagian buahnya. Sebagian tanaman lain, seperti teh, kakao, serealia,
buncis, kubis merah dan petunia juga memiliki kandungan antosinin pada bagian
tubuh selain buah. Anggur merupakan buah yang paling banyak dimanfaatkan
sebagai sumber antosianin karena kandungan pigmen tersebut cuku tinggi di dalam
kulit anggur. Ubi jalar dan rosella juga merupakan sumber makanan yang
mengandung antosianin.(Sumber :http://www.smallcrab.com/kesehatan/906-empat
anggota-flavonoid-yang-penting 2012)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
a. Alat dan Bahan
Dalam mengisolasi akar Artocarpus Odoratissimus, adapun bahan - bahan yang digunakan
adalah serbuk yang berasal dari akar tumbuhan A.Odoratissimus. Dimana tempat
pengambilan akar tersebut berada di daerah Lingsar, Lombok Barat NTB. Selain itu juga,
dalam percobaan ini digunakan metanol 95%, silika gel G60, pelarut n-Heksana pa, pelarut
dikhlorometana (DCM) pa, serbuk Mg, larutan HCl pekat, kertas saring, dan kertas KLT.
Peralatan utama yang digunakan seperangkat alat kromatografi kolom tekan, KLT, Rotary
evaporator Heidolph Laborota 4000s, lampu UV254-365.
b. Pembutan Ekstrak
Sebanyak 100 gram serbuk dari akar A.Odoratissimus dimaserasi dengan pelarut
DCM (1:9 v/v). Maserasi dilakukan 2-3 hari sampai dihasilkan maserat. Ekstraksi
dilakukan menggunakan metode maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel
dengan pelarut organik yang digunakan pada temperature ruangan. Proses ini sangat
menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel
tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan
antara didalam dan diluar sel.
Pemilihan pelarut pada proses maserasi didasarkan pada senyawa target yang
diinginkan. Pelarut yang bersifat polar akan melarutkan komponen yang bersifat polar,
sementara pelarut non polar akan melarutkan komponen senyawa yang bersifat non polar.
Hal ini sesuai dengan prinsip pelarutan suatu zat “like dissolve like”. Kepolaran suatu
pelarut dapat ditentukan berdasarkan sifat kimia yakni tetapan dielektrikum. Tetapan
dielektrik merupakan ukuran kepolaran suatu pelarut. Pelarut. yang mempunyai konstanta
dielektrikum yang besar akan lebih melarutkan senyawa polar, sebaliknya pelarut dengan
konstanta dielektrikum yang kecil akan melarutkan senyawa yang non polar.
Ekstrak kental yang didapatkan selanjutnya dilakukan uji kandungan flavonoid
secara kualitatif dengan metode skrining fitokimia. Hasil uji flavonoid Ekstrak kental
serbuk dari akar A.Odoratissimus setelah dilakukan uji kandungan flavonoid dengan
metode Wilstater. Metode Wilstater adalahmenunjukkan hasil positif terhadap uji
flavonoidnya, hal ini dapat dilihat dari perubahan warna yang terjadi yakni dari warna
hijau kecoklatan menjadi kuning kemerahan mengidentifikasikan adanya senyawa
flavonoid. Proses ini dilakukan beberapa kali dan ekstrak kemudian disatukan lalu
diuapkan dengan menggunakan penguap-putar vakum. Setelah dilakukan proses ekstraksi,
tahap isolasi selanjutnya adalah analisis senyawa dengan menggunakan beberapa jenis
kromatografi.
c. Teknik Fraksinasi
Ekstrak kental difraksinasi mengunakan kolom kromatografi vakum dengan eluen
n-heksan, perbandingan n-heksan:DCM = 1:1, 2:8, DCM 100%, perbandingan
DCM:Metanol=1:1 dan metanol 100%. Fase diam digunakan silica gel G60 sebanyak 50 gr
dengan metode bubur. Kemudian menampung fraksi-fraksi yang keluar dari kolom ke
dalam botol vial (botol ampul)yang telah disediakan dengan ukuran sekitar 25 mL. Fraksi-
fraksi yang mengandung flavonoid akan dimonitor dengan kromatorafi lapis tipis (KLT)
untuk mengetahui kandungan dalam fraksi secara kualitatif dan fraksi-fraksi yang memiliki
noda yang sama atau mirip dijadikan satu fraksi besar.
d. Skrining fitokimia
Sampel sebanyak 5 mL dalam alkohol ditambahkan 2-4 tetes larutan HCl dan 2 potong
kecil logam Mg. Perubahan warna yang terjadi diamati dari kuning tua menjadi orange
yang menunjukkan adanya flavonoid.
e. Analisis senyawa
Jenis kandungan senyawa flavonoid yang terdapat pada akar A.Odoratissimus dianalisis
menggunakan kromatografi lapis tipis dengan membandingkan Rf pada senyawa flavonoid
standar. Fraksi yang memiliki spot tunggal dan Rf yang sama atau hampir sama dengan
senyawa standar dapat diidentifikasikan sebagai senyawa mayor yang terdapat pada
tumbuhan Artocarpus odoratissimus. Analisis dilakukan dengan menggunakan tiga sistem
eluen yang berbeda, jika spot yang dihasilkan memiliki Rf yang sama atau hampir sama
maka fraksi tersebut merupakan senyawa murni.
(Sumber : Jurnal Analisis Senyawa Flavonoid Hasil Fraksinasi Ekstrak Diklorometana
Daun Keluwih oleh Lilik Mariana, Yayuk Andayani dan Erin Riyantin Gunawan)
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Hari,tanggal Aktivitas Kelompok Hasil Pengamatan
17 – 03-2015 Dilakukan pengambilan sampel
akar Arthocarpus Odoratissimus
(Terap) di daerah Lingsar- Lobar,
NTB.
19-03-2015 Dilakukan penjemuran akar
Arthocarpus Odoratissimus di
rumah salah satu anggota kelompok
(Neny Nurindani)
30-03-2015 Presentasi Proposal untuk isolasi
senyawa dari akar Arthocarpus
Odoratissimus (Terap)
31-04-2015 Dilakukan pemotongan akar sampel
Arthocarpus Odoratissimus (Terap)
hingga bagian yang kecil dan bisa
di blender di rumah salah satu
anggota kelompok (Neny
Nurindani)
01-04-2015 Dilakukan penjemuran akar sampel
yang telah berukuran kecil di
rumah salah satu anggota kelompok
(Neny Nurindani)
02-04-2015 Dilakukan pemblenderan akar
Arthocarpus Odoratissimus (Terap)
di laboratorium Kimia FKIP
03-04-2015 Dilakukan maserasi skala kecil
pada sampel Arthocarpus
Odoratissimus (Terap) untuk
mencari pelarut yang sesuai
06-04-2015 Dilakukan kromatografi lapis tipis
(KLT) pada sampel akar
Arthocarpus Odoratissimus (Terap)
yang sudah di maserasi dalam skala
kecil untuk mencari pelarut yang
sesuai
Di dapatkan pelarut
kloroform
07-04-2015 Dilakukan proses maserasi akar
yang sudah di blender di
Laboratorium Kimia FKIP. Pelarut
yang digunakan adalah klroform
100 %
07-04-2015 s.d 11-04-2015 sampel didiamkan di kos salah satu anggota kelompok
(Sofiah Mawaddati)
11-04-2015 Dilakukan proses penyaringan akar
Arthocarpus Odoratissimus (Terap)
Didapatkan ekstrak kental
13-04-2015 Dilakukan proses KLT pada hasil
ekstrak kental akar Arthocarpus
Odoratissimus (Terap). Ekstrak
dilarutkan dengan kloroform 100 %
Terjadi kesalahan karena sampel
terlalu kental
14-04-2015 Dilakukan proses KLT ulang pada
sampel akar Arthocarpus
Odoratissimus (Terap)
Digunakan pelarut 100 %
kloroform
Proses ilusi dilakukan 3 kali dengan
eluen kloroform – metanol (9,5-0,5)
Karena spot kuning belum bergerak
22-04-2015 Pembuatan kolom dengan silika gel
50 gram (telah dipanaskan selama 1
jam)
Ekstrak kental yang digunakan
adalah 0,81 gram
Eluen yang digunakan adalah
kloroform 100 %
Fraksi ditampung dengan kuvet
Dilakukan pengujian fraksi dengan
dielusi dengan kloroform 100 %
23-04-2015 Dilakukan pengujian KLT 6 fraksi
dan ditentukan nomor 2 dsn 3 yang
kemungkinan mengandung
senyawa murni
27-04-2015 Dilakukan pengujian fraksi dengan
menggunakan KLT dan fraksi yang
menunjukkan ada satu spot adalah
nomor 2
27-05-2015 Dilakukan KLT fraksi no 3 dari
hasil fraksinasi 22-04-2015 tetapi
karena fraksi belum murni maka
dilakukan kolom skala kecil dengan
eluen kloroform 100 %
Eluen yang digunakan adalah n-
heksan dan kloroform didapatkan 4
fraksi
Fraksi 2 dan 3 dicurigai sebagai
senyawa murni
Dielusi dengan tiga sistem eluen
N heksan klororform (9:1)
N heksan dietil eter (9:1)
N heksan kloroform (8:2)
04-06-2015 Dilakukan kolom skala kecil pada
ekstrak kental dengan
menggunakan pelarut n heksan
kloroform (8:2)
Didapatkan 8 fraksi kemudian
dielusi dengan menggunakan eluen
yang sama seperti pelarut
Dilakukan proses KLT pada
beberapa fraksi yang didapatkan
Karena fraksi yang 8 tersebut hilang maka praktikum diberhentikan sementara
14-06-2015 Dilakukan kolom skala kecil
kembali.
Tetapi karena kesalahan, pelarut
yang digunakan adalah kloroform-n
heksan (8:2)
Eluen yang digunakan adalah sama
17-06-2015 Dilakukan kolom terakhir dan
dihasilkan fraksi sebanyak 20.
Namun karena keterbatasan alat
bahan dan waktu, maka kegiatan
praktikum pun tidak dilanjutkan
dan diberhentikan.
Pembahasan
Percobaan Kimia Bahan Alam yang dilakukan kali ini bertujuan untuk mengisolasi
senyawa flavonoid dari akar tumbuhan Artocarpus odoratissimus (Terap).Pada isolasi akar
tumbuhan Artocarpus Odoratissimus (Terap) dilakukan beberapa tahap, antara lain yaitu
tahap pengambilan sampel, tahap pengujian skala kecil, tahap pengujian skala besar, tahap
kromatografi kolom, dan tahap uji tiga sistem eluen.
1. Tahap Pengambilan akar Artocarpus Odoratissimus
Pada tahap ini, dilakukan penyiapan bahan utama yaitu akar tumbuhan Artocarpus
Odoratissimus (terap). Pada tanggal 17 Maret 2015 dilakukan tahap pengambilan akar
tumbuhan Artocarpus Odoratissimus (Terap) dipinggir sungai tepatnya Lingsar, Lombok
Barat. Barulah akar tumbuhan Artocarpus Odoratissimus (Terap) dijemur yang bertujuan
agar akar kering dan air yang terkandung didalam akar akan menguap seiring waktu
pemanasan. Kemudian, dilakukan pemotongan akar tumbuhan Artocarpus Odoratissimus
(Terap) hingga ukurannya menjadi kecil. Setelah itu barulah akar tumbuhan Artocarpus
Odoratissimus (Terap) di jemur kembali dalam beberapa hari yang bertujuan agar air yang
terkandung dalam akar dapat menguap atau hilang sehingga tidak akan mempengaruhi
proses isolasi nantinya. Kemudian, akar terap tersebut dihaluskan dengan menggunakan
blender, tujuannya untuk memperluas permukaan bidang sentuh dari akar tumbuhan
Artocarpus Odoratissimus (Terap) tersebut.
2. Tahap Pengujian Skala Kecil
Selanjutnya, dilakukan tahap pengujian skala kecil. Pada tahap ini, dilakukan
pengujian serbuk akar Artocarpus Odoratissimus (Terap) terhadap tiga jenis pelarut
dengan perbedaan kepolaran yaitu pelarut polar, semipolar dan non polar dalam skala
kecil. Tujuannya untuk dapat menentukan pelarut mana yang paling cocok yang digunakan
untuk proses maserasi akar Artocarpus Odoratissimus. Proses maserasi merupakan proses
penyaringan sederhana yaitu dengan merendam sampel dalam pelarut yang sesuai selama
3-5 hari. Dimana pelarut akan menembus ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,
zat aktif akan larut dan karena perbedaan konsentrasi anatara larutan zat aktif di dalam sel
dengan larutan di luar sel maka larutan yang terpekat akan terdesak keluar. Peristiwa
tersebut akan berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
dan di dalam sel. Keuntungan dari metode maserasi yaitu, teknik pengerjaan dan alat yang
digunakan sederhana serta dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat
termolabil.
Maka dipilih pelarut yang digunakan yaitu metanol, kloroform dan aseton.
Dimana metanol bersifat polar, kloroform bersifat semi polar dan aseton bersifat nonpolar.
Kemudian ketiga pelarut tersebut masing- masing di tambahkan ke dalam kuvet yang telah
berisi akar Artocarpus Odoratissimus dalam jumlah sedikit (1 sendok spatula). Kemudian
ketiga kuvet tersebut yang telah berisi campuran akar dengan masing – masing pelarut di
diamkan selama 4 hari, dan kegiatan ini dikenal dengan maserasi skala kecil.
Setelah empat hari kemudian yaitu tepatnya tanggal 6 April 2015, ketiga kuvet
yang berisi campuran akar dan pelarutnya dilakukan pengujian kromatografi lapis tipis
(KLT). Dimana, terlebih dahulu disiapkan peralatan untuk proses KLT adalah antar lain:
plat KLT, pipa kapiler, pensil, penggaris dan kater. Plat KLT terlebih dahulu dipanaskan
dalam oven selam 15 menit pada suhu 1000C. Selanjutnya plat di potong dengan
menggunakan kater dan penggaris dengan ukuran sebesar 1,5 cm. Barulah kemudian plat
KLT di buat garis star dan tiga titik dengan jarak tertentu menggunakan pensil. Garis stars
ini bertujuan sebagai garis untuk tempat larutan akan ditotolkan dan digunakan pensil
karena pensil bersifat inert sehingga tidak akan mempengaruhi proses kromatografi.
Kemudian ketiga campuran serbuk akar dan pelarut (metanol, kloroform, dan aseton) satu
per satu di totolkan pada titik yang telahdibuat pada plat KLT dengan menggunakan pipa
kapiler. Perlu diketahui pada tahap ini, kami selalu berkonsultasi dan di bantu serta oleh
dosen pengampu.
Setelah ditotolkan, plat KLT di uji pada UV lamp untuk melihat hasil penotolan.
Dan pelarut yang digunakan sebagai eluen yaitu kloroform 100%. Dimana, di masukkan
plat KLT yang telah di totolkan dalam gelas kimia yang terisi 1 pipet (± 1ml) kloroform
dengan posisi bagian ujung yang ditotoli campuran berada dibagian bawah (masuk
kedalam fase gerak) dan ditutuplah gelas kimia tersebut dengan plastic bening lalu
diamkan. Proses pemisahan dihentikan setelah fase gerak sampai di garis batas ujung lapis
tipis, dan plat KLT diangkat kemudian dibiarkan mengering. Barulah untuk melihat
komponen yang terpisah yaitu noda (spot) yang dihasilakn maka diuji pada UV lamp pada
jarak 254 . Dan berdasarkan hasil pengamatan pada UV lamp, maka pelarut yang
pemisahannya baik yaitu kloroform. Dengan demkian, pelarut yang cocok adlaah
kloroform.
Selanjutnya, dilakukan proses pencarian eluen dengan menggunakan pelarut
kloroform dan metanol. Dimana perbandingan kloroform : metanol yaitu 9:1. Penentuan
perbandingan ini berdasarkan rekomendasi dari dosen pengampu. Maka, dilakukan
kembali proses KLT dengan cara yang sama mulai dari pemotongan plat KLT,pembuatan
garis start dan titiknya, penotolan dengan pipa kapiler, sampai pada proses pemasukkan
plat ke gelas kimia. Perbedaannya hanya pada eluen yang digunakan, dimana pada proses
kromatografi lapis tipis ini eluen yang digunakan kloroform : metanol sebanyak 2 ml
dengan perbandingan 1,8ml : 0,2ml. Maka, setelah fase gerak sampai di ujung plat KLT,
dikeluarkan dan diuji penampakan bercak dengan lampu UV 254 nm. Dalam percobaan ini
digunaakan lampu UV yang berfungsi untuk melihat ikatan terkonjugasi dalam senyawa.
Dimana ikatan rangkap terkonjugasi adalah ikatan rangkap yang selang-seling. Daerah
yang digunakan adalah UV 254nm dan 366nm yaitu UV dekat dan jauh. Pada UV 254 nm,
lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan
noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan
indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng atau plat. Fluoresensi cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron
yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian
kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Dan berdasarkan hasil penampakan bercak pada lampu UV 254nm diperoleh hasil
pemisahan yang baik. Maka, disimpulkan bahwa untuk proses maserasi dalam skala besar
digunakan kloroform 100% dan eluent yang digunakan adalah kloroform : metanol dengan
perbandingan volume 9 :1.
3. Tahap Pengujian Skala Besar
Pada tanggal 7 April 2015 dilakukan proses maserasi dalam skal besar. Dimana
terlebih dahulu, ditimbang serbuk akar Artocarpus Odoratissimus (Terap) dengan neraca
analitik sebanyak 100 gram lalu di masukkan ke dalam wadah yang telah disiapkan lalu
dilakukan proses maserasi dengan menggunakan pelarut yang telah ditentukan yaitu
kloroform 100%. Artinya bahwa, kloroform di tuangkan ke dalam wadah yang berisi
serbuk akar Artocarpus Odoratissimus (Terap) dan sampai semua akar Artocarpus
Odoratissimus (Terap) terendam dengan kloroform. Kemudian didiamkan selama 5 hari.
Perlu diketahui tahap ini bertujuan agar semua kandungan yang ada pada akar Artocarpus
Odoratissimus (Terap) dapat keluar semuanya.
Pada tanggal 11 April 2015 tepatnya hari kelima setelah proses mesarasi,
dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Maka akan diperoleh
ekstrak kental dan proses penyaringan pun selesai. Kemudian diuapkan ekstrak kental
tersebut dengan cara dibiarkan ekstrak kental yang berada dalam wadah terbuka (tanpa
ditutup) dan di angin- angikan dengan bantuan kipas. Hal ini bertujuan, agar semua
kloroform menguap dan yang tersisa adalah hanya ekstrak kental dari akar Artocarpus
Odoratissimus (Terap). Proses penguapan ini dilakukan selama 1 hari.
Pada tanggal 13 April 2015 dilaukan proses KLT pada hasil ekstrak kental akar
Artocarpus Odoratissimus (Terap). Dimana diambil ektarak kental yang telah diuapkan
dalam jumalah yang sangat sedikit, lalu diamsukkan kedalam kuvet dam ditambhakn
dengan sedikit kloroform. Kemudian, barulah dilakukan proses KLT baik dari penyiapan
bahan sampai cara kerja yang dilakukan sama dengan pada tahap proses KLT sebelumnya
(tahap pengujian skala kecil). Dimana, pada plat KLT hanya di buat satu titik saja karena
hanya satu campuran( ekstrak kental) yang ditotolkan. Dan untuk eluennya yaitu tetap
menggunakan campuran kloroform dan metanol. Dan saat diproses KLT selesai, di uji
penampakan bercak dengan lampu UV 254 nm di dapatkan hasil bahwa spot yang
dihasilkan tidak baik karena pemisahannya tidak berjalan dnegan sempurna. Ada dua
krmungkinan yang menyebabkan kesalahan proses KLT pada hari itu yaitu larutan yang
dibuat masih terlalu kental. Artinya konsentrasi dari larutan tersebut masih tergolong tinggi
dan plat KLT yang digunakan dimungkinkan telah terkontaminasi oleh air sehingga
mempengaruhi proses kromatografi.
Selanjutnya, pada tanggal 14 Mei 2015 dilakukan proses KLT kembali. Ini
dilakukan kembali karena tanggal 13 Mei mengalami kegagalan. Dimana tahap penyiapan
dan cara kerja sama seperti proses KLT yang telah dilakukan sebelum – sebelumnya.
Namun di sini, ukuran plat KLT yang digunakan yaitu 1 cm . Dan pengambilan ekstrak
kental dari Artocarpus Odoratissimus (Terap) sangat sedikit mungkin yang kemudian
dimasukkan dalam kuvet dan ditambahkan dengan kloroform. Kemudian, setelah proses
KLT selesai meliputi fase gerak sampai mendekati ujung garis lapis tipis, dikeluarkan dari
gelas kimia dan dikeringkan. Barulah diuji penampakan bercak dengan lampu UV 254 nm
di peroleh hasil bahwa spot target yaitu warna kuning belum bergerak. Dengan demikian,
dilakukan proses elusi sebanyak tiga kali. Artinya bahwa, plat KLT yang telah di totolkan
di masukkan ke dalam gelas kimia yang berisi eluen campuran kloroform dan metanol
dengan perbandingan 9,5:0,5 dan didiamkan sampai fase geraknya sampai di ujung
kemudian dikeluarkan lalu dikeringkan. Dan perlakuan seperti ini dilakukan sebanyak 3
kali. Perlu diketahui pada tahap ini, saat proses KLT diperoleh hasil berupa spot warna
kuning, maka pusat pemisahannya yaitu bagaimana mendapatkan senyawa berwarna
kuning tersebut. Karena warna kuning yang dihasilkan dicurigai adalah senyawa flavonoid.
Ini dikarenakan berdasarkan literatur senyawa flavonoid itu berwarna kuning.
4. Tahap Kromatografi Kolom
Tahap kromatografi kolom dilakukan pada tanggal 22 April 2015. Dimana perlu
diketahui bahwa prinsip kerja dari kromatografi kolom adalah dengan adanya perbedaan
daya serap dari masing-masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam
sedikit pelarut lalu di masukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat
menyerap. Senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat
dari senyawa non polar terserap lebih lemah dan turun lebih cepat. Zat yang di serap dari
larutan secara sempurna oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelarut lebih
lanjut/dengan tanpa tekanan udara masin-masing zat akan bergerak turun dengan kecepatan
khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom.
Pada proses kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan pembuatan isi kolom
dengan ditimbang silica gel yang merupakan fase diamnya sebanyak 50,06 gram. Silika gel
merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas. Permukaan silika
gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH).Gugus silanol bersifat sedikit
asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk ikatan hidrogen dengan solut-
solut yang agak polar sampai sangat polar. Kemudian silica gel dipanaskan dalam oven
dengan suhu 100oC selama 1 jam (pukul 08.59–09.59). Setelah satu jam, silika gel
didinginkan pada suhu kamar. Sementara menunggu silica gel dingin, maka dilakukan
tahap lain yaitu menimbang ektrak kental dari akar Artocarpus Odoratissimus (Terap) 0,81
gram (sesuai dengan bimbangan dosen pengampu, bahwa pengambilan ekstrak kental yang
akan di kolom sekitar (800 mgram – 1 gram). Setelah silika gel dingin, maka ditambahkan
dengan kloroform 100% dan diaduk secara merata. Lalu dimasukkan campuran silica gel
ke dalam kolom kromatografi dengan bantuan corong dan saat itu pula telah dibuka kran
kolomberserta gelas kimia yang berada di bawah kolom . Selama pengisian, sesekali kolom
digetar-getarkan agar dihasilkan packing kolom yang mampat dan jangan dibiarkan silica
gelnya terpecah. Semenatara itu, selalu ditambhakn terus eluen (fase gerak) ke dalam
kolom sampai permukaan cairan kira- kira 15 cm diatas permukaan atas silica gel.
Kemudian ekstrak kental juga ditambahkan dengan kloroform dan diaduk.
Barulah dimasukkan sampel (campuran ektrak kental dan kloroform ) ke kolom. Kemudian
ditunggu, sampai sampel mengalami pemisahan dan akan keluar dari kolom. Dimana
proses pemisahan ini dikenal dengan fraksinasi.Dimana selalu ditambahkan secara
perlahan – lahan fase geraknya (eluen). Hasil fraksinasi ditampung dalam masing – masing
kuvet yang telah diberikan nomor. Dan hasil fraksinasi yang di peroleh pada percobaan ini
adalah 6 kuvet. Dan perlu diketahui bahwa pada proses kroamtografi kolom muncul warna
hitam yang berada dalam kolom tersebut dan dikenal dengan tannin.
Berikutnya, dilakukan tahap pengujian hasil fraksinasi dengan menggunakan
kromatografi lapis tipis. Pada tahap ini, dilakukan proses KLT sama dengan proses KLT
pada sebelumnya. Dimana mulai dari penyiapan plat KLT dengan memanaskan terlebih
dahulu dalam oven pada suhu 100oC selama 10 menit, Kemudian di potong plat dan
membuat garis serta titik untuk tempat penotolan. Disini, dibuat 6 titik dikarenkan hasil
fraksinasi yang ingin di kromatografi ada 6. Maka di totolkan keenam hasil fraksinasi
dengan menggunakan pipa kapiler. Barulah dielusi plat lapis tipis dengan menggunakan
kloroform 100%. Hasil KLT yang diperoleh masih belum bagus dan karena keterbatasan
waktu maka praktikum hari tersebut diberhentikan.
Pada hari berikutnya yaitu tanggal 23 April 2015, dilakukan kembali pengujian
terhadap 6 fraksi yang telah didapatkan dengan proses kromatografi kolom. Maka
berdasarkan hasil kromatografi fraksi nomor 2 dan 3 menghasilkan satu spot dan
dimungkinkan mengandung senyawa murni.
Kemudian pada tanggal 27 April 2015, dilakukan pengujian terhadap fraksi
nomor 2 dan 3 yang dimungkinkan mengandung senyawa murni. Proses pengujiannya
tetap dilakukan melalui kromatografi lapis tipis. Dan berdasarkan hasil kromatografi
setelah di uji penampakan bercak dengan lampu UV 254 nm bahwa untuk fraksi nomor 3
ternyata masih terdapat pengotornya (belum mengandung satu spot) sementara fraksi
nomor 2 tetap mengandung satu spot tanpa ada pengotornya disekitarnya. Dan warna spot
yang dihasilkan berwarna kuning, maka kami mengasumsikan senyawa tersebut adalah
senyawa flavonoid.
5. Tahap Tiga Sistem Eluen
Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 27 April 2015, dilakukan juga tahap uji
sistem. Hal ini bertujuan untuk membuktikan atau memperkuat asumsi bahwa fraksi nomor
2 memang hanya mengandung satu spot dan dapat dikatakan mengandung senyawa murni.
Maka, pelarut yang digunakan sebagai eluen adalah kloroform dan n- heksana dengan
memvariasikan volumenya. Ini dilakukan untuk melihat saat spot berada didekat garis
finish, ada atau tidak spot lain atau pun pengotor yang muncul di bawahnya maupun saat
spot berada di tengah, ada atau tidak spot atau pengotor lain yang muncul di atas dan
bawahnya. Dimana ada 3 perlakuan yang dilakukan yaitu kloroform 100%, kloroform : n –
heksana (9: 1) dan (8:2). Pada saat plat KLT yang telah di totoli di elusi dengan kloroform
100%, maka spot yang dihasilkan berada di dekat garis finish dan saat diuji penampakan
bercak dengan lampu UV 254 nm terlihat bahwa tidak ada spot lain yang dihasilkan.
Kemudian, saat plat dielusi dengan campuran kloroform dan n–heksana dengan
perbandingan 9:1 , spot yang dihasilkan berada di tengah. Ini artinya tingkat kepolarannya
turun dan berdasarkan hasil penampakan bercak dengan lampu UV 254 nm bahwa tidak
spot atau pengotor lainnya yang muncul baik diatas maupun di bawahnya. Dan untuk eluen
campuran kloroform dan n-heksana dengan perbandingan 8:2, hasilnya sama dengan eluen
yang telah dicoba sebelumnya bahwa tidak ada spot atau pengotor lainnya yang muncul
baik diatas maupun dibawahnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada percobaan ini telah berhasil
diperoleh satu senyawa murni(satu spot) adalah flavonoid. Namun, ternyata saat plat KLT
yang mengandung satu spot tersebut telah diisolasi dan didiamkan beberapa hari spotnya
menghilang (spot warna kuningnya menguap). Semenara berdasarkan literatul, seharusnya
warna spot yang hasilkan tidak akan hilang. Oleh karena itu, berdasarkan hasil diskusi
dengan dosen pengampu maka disimpulkan bahwa senyawa diperoleh tersebut adalah
terpen yang kebetelun warna senyawanya berwarna kuning.
Sebulan kemudian, dilakukan percobaan lagi untuk isolasi akar Artocarpus
Odoratissimus (Terap) agar memperoleh senyawa murni yang kedua. Maka, pada tanggal 27
Mei 2015 dilakukan proses pengujian KLT terhadap fraksi nomor 3 yang merupakan hasil
fraksinasi pada tanggal 22 April 2015. Dan hasil yang diperoleh bahwa fraksi tersebut belum
murni. Dengan demikian, dilakukan kromatografi kolom dalam skala kecil. Artinya bahwa,
proses kromatografi kolomnya menggunakan pipet sebagai kolomnya. Namun, untuk proses
pembuatan fase diamnya sama perti pada kromatografi kolom yang telah dilakukan. Fase
diamnya adalah silica gel dan fase geraknya (eluen) adalah n-heksan dan kloroform (8:2).
Maka, hasil fraksinasi dari kromatografi kolom ini adalah 4 fraksi. Kemudian, 4 fraksi
tersebut di KLT dan dielusi dengan pelarut n-heksan dan kloroform (8:2) serta diuji
penampakan bercak dengan lampu UV 254 nm. Fraksi nomor 2 dan nomor 3 menghasilkan
satu spot sehingga dicurigai mengandung senyawa murni. Namun berbeda pada percobaan
yang pertama , dimana spot yang dihasilkan berwarna, namun pada percobaan ini spotnya
tidak menghasilkan warna dan hanya dapat di ketahui saat diuji dengan lampu UV.
Maka untuk menguatkan asumsi terhadap fraksi nomor 2 dan 3, maka dielusi dengan
tiga sistem eluen, antara lain: n-heksan klororform (9:1), n-heksan dietil eter (9:1) dan n-
heksan kloroform (8:2). Dan berdasarkan hasil percobaan, bahwa saat dielusi dengan tiga
sistem eluen dan diuji penampakan bercak dengan lampu UV 254 nm spot yang dihasilkan
tetap satu, artinya bahwa baik saat spot berada di atas, tengah bahkan dibawah tidak
ditemukan adanya spot atau pengotor lainnya. Kemudian, berdasakran ciri – cirinya bahwa
spot yang dihasilkan tidak terlihat oleh mata telanjang dan harus di lihat dari lampu UV maka
dapat dipastikan senyawa murni yang diperoleh adalah senyawa golongan terpen.
Selanjutnya, pada tanggal 4 Juni 2015 dilakukan proses kromatografi kolom skla kecil.
Ini dikarenakan ekstrak kentalnya masih ada dan batas waktu untuk praktikum masih lama.
Maka dilakukan penyiapan bahan dan cara kerja sama dengan kromatografi kolom
sebelumnya. Dimana eluen yang digunakan untuk sebagai fase geraknya sama yaitu pelarut n-
heksan : kloroform (8:2). Maka hasil fraksinasi dari kromatografi kolom sebanyak 8 fraksi.
Kemudian di pilih beberapa fraksi untuk di KLT dan dielusi dengan yaitu pelarut n-heksan :
kloroform (8:2). Dan setelah diuji penampakan bercak dengan lampu UV 254 nm, diperoleh
hasil pemisahan yang tidak bagus. Maka praktikum hari tersebut diberhentikan. Dan beberapa
hari kemudian, terjadi keadaan yang tidak diinginkan bahwa 8 fraksi dari kelompok kami
hilang. Dengan demikian, praktikum diberhentikan sementara waktu.
Selanjutnya, pada tanggal 14 Juni 2015 dilakukan proses kromatografi kolom lagi
dalam skla kecil. Dikarenakan sampel (ektrak kentalnya) masih ada. Maka dilakukan
penyiapan bahan dan cara kerja sama dengan kromatografi kolom sebelumnya. Namun, pada
kromatografi kolom ini tergolong gagal karena terjadi kesalahan eluen yang digunakan.
Dimana terjadi kesalahan perbandingan volume adalah kloroform : n-heksan (8:2) yang
seharusnya n-heksan : kloroform (8:2). Maka berakibat pada tidak terjadinya pemisahan pada
sampel yang berakibat tidak keluarnya sampel. Dengan demikian, praktikum hari itu
diberhentikan.
Selanjutnya, pada tanggal 17 Juni 2015dilakukan proses kromatografi kolom terakhir
dalam skla kecil. Dimana dilakukan penyiapan bahan dan cara kerja sama dengan
kromatografi kolom sebelumnya. Dan eluen yang digunakan untuk sebagai fase geraknya
sama yaitu pelarut n-heksan : kloroform (8:2). Maka hasil fraksinasi kromatografi kolom
sebanyak 20 fraksi. Namun fraksi – fraksi yang dihasilkan di uji KLT dikarenakan terjadi
keterbatasan alat, bahan dan waktu, maka kegiatan praktikum pun tidak dilanjutkan dan
diberhentikan.
Kaitan Prosedur Dengan Analogi Dalam Kehidupan Sehari-Hari
No Prosedur Kehidupan Sehari – Hari
1 Pemotongan Akar tumbuhan Pemotongan tempe untuk membuat ukuran
Artocarpus Odoratissimus (Terap) tempe lebih kecil sehingga cepat matang saat
goreng.
Pemotongan sayur–sayuran juga bertujuan agar
ukurannya lebih kecil sehingga mempermudah
saat proses pengolahannya.
2 Penjemuran Akar akar tumbuhan
Artocarpus Odoratissimus (Terap)
Menjemur baju dibawah terik matahari agar air
yang terdapat dalam baju dapat menguap.
3 Penggilingan akar tumbuhan
Artocarpus Odoratissimus (Terap)
Penggilingan beras untuk dijadikan tepung.
Pemblenderan potongan buah–buahan
(misalnya apel) untuk dijadikan jus apel.
4 Maserasi Merendam baju kotor dengan detergen agar
kotoran di baju dapat terangkat
5 Penyaringan Penyaringan santan untuk memisahkan dari
ampas kelapanya
7 Penguapan Penggunaan kutek kuku dan penggunaan tip- x
yang diangin–angikan agar kandungan
pelarutnya menguap sehingga kutek maupun
tip–x akan kering
8 Kromatografi Lapis Tipis Pembuatan kain batik karena tahapannya
berupa pembuatan pola dengan pensil,
kemudian kain ditotolkan sesuai pola dan
proses perendaman secara merata yang
bertujuan agar warna yang menempel pada
batik tidak cepat pudar atau tidak luntur.
9 Kromatografi Kolom Proses pembroman air sumur dimana akan
keluar air yang kotor terlebih dahulu dan terus
menurus keluar sampai dititik tertentu akan
dihasilkan air yang bersih.
Alat penjernihan air baik sederhana maupun
modern dapat digunakan menghasilkan air yang
bersih karena dapat memisahkan dari
kotorannya.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan prosedur percobaan dapat disimpulkan bahwa:
a. Secara umum ada empat tahap isolasi akar tumbuhan Artocarpus Odoratissimus
(Terap) yaitu tahap pengambilan sampel, tahap pengujian skala kecil, tahap pengujian
skala besar, tahap kromatografi kolom, dan tahap uji tiga sistem eluen.
b. Tidak semua metode yang diajukan pada saat melakukan percobaan dapat dilakukan
baik dari segi tahapan sampai keeluen yang digunakan. Karena percobaan ini bersifat
coba-coba jadi semuanya harus dicoba. Sehingga percobaan ini bersifat try and fault.
c. Isolasi akar tumbuhan Artocarpus Odoratissimus (Terap) diperoleh dua senyawa murni
dari golongan terpen.
d. Dalam melakukan percobaan isolasi senyawa akar tumbuhan Artocarpus Odoratissimus
(Terap) praktikan dituntut untuk terus berpikir pelarut atau eluen apa yang cocok untuk
senyawa yang ingin diisolasi.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarma, Made. 2009. Kimia Bahan Alam. Mataram : Universitas Mataram.
Jurnal Isolasi Senyawa Flavonoid dari Daun Jamblang oleh Maryati, Abd Gafur, Iskhak Isa
dan Nurhayati Bialangi, Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Gorontalo.
Jurnal Analisis Senyawa Flavonoid Hasil Fraksinasi Ekstrak Diklorometana Daun Keluwih
oleh Lilik Mariana, Yayuk Andayani dan Erin Riyantin Gunawan, Program Magister MIPA,
Universitas Mataram.
http://www.smallcrab.com/kesehatan/906-empat-anggota-flavonoid-yang-penting2012.
Diakses pada 17 Maret 2015 pukul 15.37 wita.
http://www –Terap- Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.2013. Diakses pada 17
Maret 2015 pukul 15.37 wita.