isoterm adsorpsi
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA III
ISOTERM ADSORPSI
Oleh:
Nama : Ni Made Indra Wahyuni
NIM : 0608105003
Kelompok : I
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA2008
ISOTERM ADSORPSI
I. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan adsorpsi menurut Freundlich
bagi proses adsorpsi asam asetat pada arang.
1.2 Dasar Teori
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan / pengayaan (enrichment) suatu komponen
di daerah antar fasa. Atau dapat pula didefisikan sebagai gejala pengumpulan
molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain, sebagai akibat dari pada
ketidakjenuhan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Pada peristiwa adsorpsi, komponen
akan berada di daerah antar muka, tetapi tidak masuk ke dalam fasa ruah. Komponen yang
terserap disebut adsorbat (adsorbate), sedangkan daerah tempat terjadinya penyerapan
disebut adsorben (adsorbent). Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat digolongkan menjadi
adsorpsi fisik dan kimia. Adapun perbedaan adsorpsi fisik dan kimia dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh gaya
van der Waals
Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan
kimia
Entalpi reaksi – 4 sampai – 40 kJ/mol Entalpi reaksi –40 sampai –800 kJ/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di bawah
titik didih adsorbat
Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan fungsi adsorbat
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan karakteristik adsorben dan
adsorbat
Tidak melibatkan energi aktifasi tertentu Melibatkan energi aktifasi tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik
Isoterm Adsorpsi 1
Apabila gas atau uap bersentuhan dengan permukaan padatan yang bersih maka
gas atau uap tersebut akan teradsorpsi pada permukaan padatan tersebut. Adsorben yang
paling efisien adalah padatan yang porous seperti arang dan butiran padatan yang halus.
Zat-zat yang terlarut dapat diadsorpsi oleh zat padat, contohnya:
1. Asam asetat dan amonia diadsorpsi oleh arang aktif.
2. Ag+ atau Cl- diadsorpsi oleh AgCl.
3. Fenolftalein dari larutan asam atau basa diadsorpsi oleh karbon aktif
4. S2- diadsorpsi oleh Ag2S3
Untuk proses adsorpsi dalam larutan jumlah zat yang teradsorpsi bergantung pada beberapa
faktor:
a. Jenis adsorben,
b. Jenis adsorbat atau zat yang teradsorpsi,
c. Luas permukaan adsorben
Adsorpsi sebanding dengan luas permukaan adsorben dimana semakin porus
suatu permukaan maka daya adsorpsinya akan semakin tinggi, demikian pula
sebaliknya.
d. Konsentrasi zat terlarut, dan
e. Temperatur.
Temperatur mempengaruhi jumlah zat yang diadsorpsi. Semakin besar range
temperatur adsorpsi maka jumlah zat yang diadsorpsi akan semakin sedikit.
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara
fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada
temperatur tertentu. Bagi suatu sistem adsorpsi tertentu, hubungan antara banyaknya zat
yang teradsorpsi per satuan luas atau per satuan berat adsorben dengan konsentrasi zat
terlarut, pada temperature tertentu disebut juga isotherm adsorpsi. Ada tiga jenis hubungan
secara matematika yang umum digunakan untuk menjelaskan isoterm adsorpsi, yaitu:
1. Isoterm Langmuir
Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi dengan
menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada
permukaannya Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa:
Isoterm Adsorpsi 2
Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap
Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer
Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk
molekul gas sama
Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat
Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak pada
permukaan.
Gambar 1. Pendekatan Isoterm Adsorpsi Langmuir
Pada kesetimbangan, laju adsorpsi dan desorpsi gas adalah sama. Bila θ
menyatakan fraksi yang ditempati oleh adsorbat dan P menyatakan tekanan gas yang
teradsorpsi, maka
dengan k1 dan k2 masing – masing merupakan tetapan laju adsorpsi dan desorpsi. Jika
didefinisikan a = k1 / k2, maka
Pada adsorpsi monolayer, jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan P (y) dan jumlah gas
yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer dihubungkan dengan θ melalui
persamaan:
Teori isoterm adsorpsi Langmuir berlaku untuk adsorpsi kimia, dimana reaksi yang terjadi
adalah spesifik dan umumnya membentuk lapisan monolayer.
Isoterm Adsorpsi 3
lapisan adsorbat monolayer
adsorben
2. Isoterm Adsorpsi Brunauer, Emmet, dan Teller (BET)
Isoterm ini berdasarkan adsorpsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
homogen. Perbedaan isoterm ini dengan isoterm Langmuir adalah isoterm BET berasumsi
bahwa molekul-molekul adsorbat dapat membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di
permukaannya. Selain itu teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di atas
lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isoterm adsorpsi BET dapat diaplikasikan untuk
adsorpsi multilayer. Adapun proses pada adsorpsi BET yang terjadi adalah:
a. Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorben) membentuk lapisan
monolayer
b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan multilayer
Gambar 2. Pendekatan Isoterm Adsorpsi BET
Pada pendekatan ini, perbandingan kekuatan ikatan pada permukaan adsorben
dan pada lapisan adsorbat monolayer didefinisikan sebagai konstanta c. Lapisan adsorbat
akan terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati tekanan uap dari gas yang teradsorpsi.
Pada tahap ini, permukaan dapat dikatakan ”basah (wet)”. Bila V menyatakan volume gas
teradsorpsi, Vm menyatakan volume gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan
monolayer, dan x adalah P/P*, maka isoterm adsorpsi BET dapat dinyatakan sebagai
Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat dibandingkan
dengan kesetimbangan antara fasa gas dan cairan dari suatu senyawa. Dengan
menggunakan analogi persamaan Clausius – Clapeyron, maka
dimana ΔHads adalah entalpi adsorpsi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tekanan
kesetimbangan dari gas teradsorpsi bergantung pada permukaan dan entalpi adsorpsi.
3. Isoterm Adsorpsi Freundlich
Isoterm Adsorpsi 4
lapisan adsorbat multilayer
adsorben
Isoterm adsorpsi ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan
yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda.
Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan hal yang
penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna larutan
(decolorizing) dengan menggunakan batu apung (charcoal?) dan proses pemisahan dengan
menggunakan teknik kromatografi.
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair dapat dituliskan
dalam persamaan Freundlich yaitu:
keterangan:
x = jumlah zat teradsorpsi, dalam gram
m = jumlah adsorben, dalam gram
C = konsentrasi zat terlarut dalam larutan, setelah tercapai kesetimbangan
adsorpsi
n = tetapan
Persamaan diatas dapat diubah menjadi:
Persamaan ini mengungkapkan bahwa bila suatu proses adsorpsi menuruti isoterm
Freundlich, maka aluran terhadap log C akan merupakan garis lurus.
Dari persamaan tersebut, jika konsentrasi larutan dalam kesetimbangan diplot
sebagai ordinal dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis pada koordinat
logaritma, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Dari isoterm ini , akan diketahui
kapasitas adsorben dalam menyerap air, selain itu isoterm ini dapat ditentukan efisiensi
dari suatu adsorben. Hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isoterm adalah sebagai berikut:
1. Kurva isoterm yang cenderung datar, artinya isoterm yang digunakan menyerap
pada kapasitas constan melebihi daerah kesetimbangan.
2. Kurva isoterm yang curam, artinya kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi kesetimbangan.
Isoterm Adsorpsi 5
Gambar 3. Plot isoterm Freundlich untuk adsorpsi H2 pada tungsten (suhu 4000C).
Adapun daya adsorpsi 1 gram arang pada tekanan 1 atm dan suhu 150C pada berbagai jenis
gas terlihat pada tabel dibawah ini.
Jenis Gas Volume (mL)
Klor (Cl) 235
Amonia (NH3) 181
Hidrogen Sulfida (H2S) 99
Karbon Dioksida (CO2) 48
Karbon Monoksida (CO) 9,3
Oksigen (O2) 8,2
Nitrogen (N2) 8,0
Hidrogen (H2) 4,9
II. METODE PERCOBAAN
Isoterm Adsorpsi 6
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
Alat yang dipergunakan adalah:
Cawan porselin 1 buah
Labu erlenmeyer bertutup 250 ml 12 buah
Labu erlenmeyer 150 ml 6 buah
Pipet 10 ml 2 buah
Pipet 25 ml 4 buah
Buret 50 ml 1 buah
Corong 6 buah
2.1.2. Zat Kimia
Zat kimia yang dipergunakan adalah:
Larutan asam asetat 1,00 N
Adsorben arang
Larutan standar NaOH 0,5 M
Indikator fenolftalein
2.2 Cara Kerja
1. Arang diaktifkan dengan cara memanaskan di atas cawan porselin kemudian ke
dalam enam buah labu erlenmeyer bertutup dimasukkan masing–masing 1 g arang,
yang ditimbang dengan ketelitian 1 mg. Berat arang tidak perlu tepat 1 gram, tetapi
harus teliti.
2. Larutan asam dengan konsentrasi 0,500 N ; 0,250 N ; 0,125 N ; 0,0625 N ;
0,0313 N dan 0,0156 N sebanyak 100 mL disediakan kemudian masing–masing
larutan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi arang. Labu-labu ini
ditutup dan dibiarkan selama ½ jam. Selama setengah jam, larutan dikocok selama
1 menit secara teratur tiap 10 menit.
3. Temperatur selama percobaan dicatat dan dijaga agar tidak terjadi perubahan
temperatur yang terlalu besar. Penangas air dapat digunakan bila perlu.
4. Tiap larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang kering.
Isoterm Adsorpsi 7
5. Larutan titrat dititrasi sebagai berikut: dari kedua larutan dengan konsentrasi paling
besar diambil 10 mL, larutan berikutnya diambil 25 mL dan dari ketiga larutan
dengan konsentrasi paling rendah diambil masing-masing 50 mL, kemudian
dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,5 M dengan menggunakan indikator
fenolftalein.
III. DATA PENGAMATAN
Erlenmeyer massa arang
(g)
Konsentrasi
asam asetat (N)
Volume asam
asetat (mL)
Volume NaOH
0,5 M (mL)
I 1,01 0,500 10 9,20
II 1,01 0,250 10 6,70
III 1,01 0,125 25 5,80
IV 1,01 0,0625 50 5,50
V 1,01 0,0313 50 1,90
VI 1,01 0,0156 50 0,25
IV. PERHITUNGAN
1. Pembuatan Larutan CH3COOH dari Larutan Induk CH3COOH 1 N
a. Larutan CH3COOH 0,500 N
Diketahui : M1 = 1 N
M2 = 0,500 N
V2 = 100 mL
Ditanya : V1 = . . . . . . . ?
Jawab : M1 V1 = M2 . V2
= 50 mL
Jadi, volume larutan induk CH3COOH 1 N yang harus dipipet untuk membuat
larutan CH3COOH 0,500 N adalah 50 mL.
Isoterm Adsorpsi 8
b. Larutan CH3COOH 0,250 N
Diketahui : M1 = 1 N
M2 = 0,250 N
V2 = 100 mL
Ditanya : V1 = . . . . . . . ?
Jawab : M1 V1 = M2 . V2
= 25 mL
Jadi, volume larutan induk CH3COOH 1 N yang harus dipipet untuk membuat
larutan CH3COOH 0,500 N adalah 25 mL.
c. Larutan CH3COOH 0,125 N
Diketahui : M1 = 1 N
M2 = 0,125 N
V2 = 100 mL
Ditanya : V1 = . . . . . . . ?
Jawab : M1 V1 = M2 . V2
= 12,5 mL
Jadi, volume larutan induk CH3COOH 1 N yang harus dipipet untuk membuat
larutan CH3COOH 0,500 N adalah 12,5 mL.
d. Larutan CH3COOH 0,0625 N
Diketahui : M1 = 1 N
M2 = 0,0625 N
V2 = 100 mL
Ditanya : V1 = . . . . . . . ?
Jawab : M1 V1 = M2 . V2
Isoterm Adsorpsi 9
= 6,25 mL
Jadi, volume larutan induk CH3COOH 1 N yang harus dipipet untuk membuat
larutan CH3COOH 0,500 N adalah 6,25 mL.
e. Larutan CH3COOH 0,0313 N
Diketahui : M1 = 1 N
M2 = 0,0313 N
V2 = 100 mL
Ditanya : V1 = . . . . . . . ?
Jawab : M1 V1 = M2 . V2
= 3,13 mL
Jadi, volume larutan induk CH3COOH 1 N yang harus dipipet untuk membuat
larutan CH3COOH 0,500 N adalah 3,13 mL.
f. Larutan CH3COOH 0,0156 N
Diketahui : M1 = 1 N
M2 = 0,500 N
V2 = 100 mL
Ditanya : V1 = . . . . . . . ?
Jawab : M1 V1 = M2 . V2
= 1,56 mL
Jadi, volume larutan induk CH3COOH 1 N yang harus dipipet untuk membuat
larutan CH3COOH 0,500 N adalah 1,56 mL.
Isoterm Adsorpsi 10
2. Menghitung Massa CH3COOH yang Teradsorpsi
a. Erlenmeyer I
Diketahui : [CH3COOH] = 0,500 N
massa arang = 1,01 g
Vol. NaOH = 9,20 mL
Ditanya : massa CH3COOH yang teradsorpsi (x) = . . . . . . .?
Jawab :
CH3COOH CH3COO- + H+
1 mol CH3COOH = 1 grek
CH3COOH = 1 mol/ grek
[CH3COOH] awal = 0,500 N
= 0,500 grek/L x 1 mol/grek
= 0,500 mol/L
mmol CH3COOH awal = 0,500 mmol/mL x 100 mL
= 50 mmol
[NaOH] = 0,5 M
mmol NaOH = 0,5 mmol/mL x 9,20 mL
= 4,6 mmol
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O (l)
mmol CH3COOH = x mmol NaOH
= x 4,6 mmol
= 4,6 mmol
mmol CH3COOH sisa dalam 100mL CH3COOH = 4,6 mmol x
= 46 mmol
[CH3COOH] sisa = = 0,460 mmol/mL
mmol CH3COOH yang teradsorpsi = mmol CH3COOH awal – mmol CH3COOH sisa
= 50 mmol – 46 mmol
= 4 mmol
Isoterm Adsorpsi 11
Massa CH3COOH yang teradsorpsi (x) = mmol CH3COOH x BM CH3COOH
= 4 mmol x 60 mg/mmol
= 240 mg
= 0,240 gram
Log C = log [CH3COOH] sisa
= log 0,46
= - 0,337
Dengan cara yang sama, maka diperoleh data:
No m arang
(g)
[CH3COOH]
awal (N)
[CH3COOH]
sisa (M)
x
(g)
x/m Log x/m Log C
1 1,01 0,500 0,460 0,240 0,238 -0,623 -0,337
2 1,01 0,250 0,335 0,510 0,505 -0,297 -0,475
3 1,01 0,125 0,116 0,054 0,053 -1,276 -0,936
4 1,01 0,0625 0,055 0,045 0,044 -1,357 -1,259
5 1,01 0,0313 0,019 0,074 0,073 -1,137 -1,721
6 1,01 0,0156 0,0025 0,079 0,078 -1,108 -2,602
= 6,06 = 0,9844 = 0,9875 =
1,002
=
0,991
=
-5,798
=
-7,33
3. Penentuan Persamaan Regresi Linear
Isoterm Adsorpsi 12
a. Kurva antara x/m (y) terhadap C (x)
Misalkan : x = C
y = x/m
Maka,
x (C) y (x/m) x2 y2 x.y
0,460 0,238 0,211600 0,056644 0,109480
0,335 0,505 0,112225 0,255025 0,169175
0,116 0,053 0,013456 0,253009 0,006148
0,055 0,044 0,003025 0,001936 0,002420
0,019 0,073 0,000361 0,005329 0,001387
0,0025 0,078 0,00000625 0,006084 0,000195
x= 0,9875 = 0,991 x2 = 0,34067325 y2 = 0,578027 xy = 0,2888050
n = 6
= 0,1652 – (0,7065 x 0,1646)
= 0,1652 - 0,1161
= 0,0491
Jadi, Persamaan regresi linearnya: y = bx + a
y = 0,7056 x + 0,0491
b. Kurva antara log x/m (y) terhadap log C (x)
Misalkan : x = log C
Isoterm Adsorpsi 13
y = log x/m
Maka,
x (log C) y (log x/m) x2 y2 x.y
-0,337 -0,623 0,113569 0,388129 0,209951
-0,475 -0,297 0,225625 0,088209 0,141075
-0,936 -1,276 0,876096 1,628176 1,194336
-1,259 -1,357 1,585081 1,841449 1,708463
-1,721 -1,137 2,961841 1,292769 1,956777
-2,602 -1,108 6,770404 1,227664 2,883016
x = -7,33 y = -5,798 x2 = 12,532616 y2 = 6,466396 xy = 8,093618
n = 6
= - 0,9663 – {(0,2824 (–1,2217)}
= - 0,9663 – (- 0,3450)
= - 0,9663 + 0,3450
= - 0,6213
Jadi, Persamaan regresi linearnya: y = bx + a
y = 0,2824 x - 0,6213
4. Penentuan Nilai k dan n
Persamaan Freundlich
Isoterm Adsorpsi 14
y = bx + a
maka:
y = log , b x = n log C dan a = log k
n = b
= 0,2824
log k = a
= - 0,6213
k = anti log (-0,6213)
= 0,2392
V. PEMBAHASAN
Percobaan isoterm adsorpsi ini bertujuan untuk menentukan isoterm adsorpsi
menurut Freundlich bagi proses adsorpsi asam asetat pada arang. Proses adsorpsi itu
Isoterm Adsorpsi 15
sendiri merupakan peristiwa penyerapan suatu komponen di daerah antar fasa atau
gejala pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain, sebagai
akibat dari pada ketidakjenuhan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Pada peristiwa
adsorpsi, terdapat dua componen yang berperan yaitu komponen yang teradsorpsi yang
disebut adsorbat dan komponen tempat terjadinya penyerapan disebut adsorben.
Adapun dalam proses adorspsi ini digunakan ini digunakan asam asetat sebagai sebagai
zat terlarut yang diadsorpsi (adsorbat), dimana zat padat yang berfungsi sebagai
adsorben (mengadsorpsi asam asetat) adalah karbon aktif yaitu arang.
Percobaan isoterm adsorpsi ini dimulai dari proses pemanasan arang yang
bertujuan untuk mengaktifkan sifat arang sehingga menghasilkan arang aktif yang
nantinya dapat mempermudah proses adsorpsi asam asetat. Setelah diperoleh arang
aktif, maka arang aktif ditimbang sebanyak 6 kali masing-masing 1,00 gram dan
dimasukkan ke dalam enam labu erlenmeyer. Selanjutnya ke dalam labu tersebut
ditambahkan larutan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 0,5 N ;
0,25 N ; 0,125 N ; 0,0625 N ; 0,0313 N dan 0,0156 N. Larutan asam asetat yang
dipergunakan ini dibuat dengan mengencerkan larutan asam asetat induk 1 N. Keenam
labu ditutup dengan kaca arloji dibiarkan selama 30 menit. Selama 30 menit, dilakukan
pengocokan dengan interval waktu 10 menit selama 1 menit. Pengocokan ini bertujuan
untuk mempercepat reaksi adsorpsi antara asam asetat dengan arang aktif.
Setelah selang waktu 30 menit, larutan yang berwarna hitam tersebut disaring
dengan kertas saring bersih sehingga diperoleh filtrat yang bening. Proses penyaringan
tersebut selain untuk menghasilkan filtrat yang bening, juga bertujuan untuk
menghindari adanya interferensi saat proses titrasi dilakukan. Prosedur kerja yang
terakhir adalah proses titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,5 M. Keenam
larutan yang telah disaring kemudian dititrasi dengan volume larutan yang digunakan
berbeda yaitu 2 larutan dengan konsentrasi terbesar dipipet sebanyak 10 mL, larutan
ketiga diambil sebanyak 25 mL dan 3 larutan dengan konsentrasi terkecil dititrasi
sebanyak 50 mL. Setelah itu, proses titrasi dilakukan, dimana titrasi ini termasuk jenis
titrasi asam basa. larutan titratnya adalah larutan yang mengandung asam asetat
sedangkan titrannya adalah larutan NaOH 0,5 M. Dalam proses titrasi ini digunakan
indikator fenolftalein. Adapun penggunaan indikator berguna untuk mendeteksi titik
akhir titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Isoterm Adsorpsi 16
Indikator penolftalein ini merupakan jenis asam diprotik dan tidak berwarna. Saat
direaksikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan
kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion
terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda.
Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan
untuk menetralkan asam dalam larutan yaitu asam asetat. Adapun volume NaOH yang
diperlukan untuk konsentrasi asam asetat 0,5 N ; 0,25 N ; 0,125 N ; 0,0625 N ; 0,0313
N dan 0,0156 N berturut -turut adalah 9,20 mL ; 6,70 mL ; 5,80 mL ; 5,50 mL ; 1,90
mL dan 0,25 mL. Volume larutan NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam
asetat berbanding lurus dengan konsentrasi asam asetat tersebut. Semakin besar
konsentrasi larutan asam asetat, maka semakin banyak pula voleme NaOH yang
digunakan, demikian pula sebaliknya. Dari volume NaOH ini, dapat dilakukan
perhitungan untuk mencari massa asam asetat yang teradsorpsi (x) dan konsentrasi
asam asetat sisa (C).
Adapun dari percobaan ini dapat dilakukan perhitungan untuk mencari
persamaan regresi linear yang digunakan untuk membuat kurva. Kurva yang dibuat ada
2 yaitu kurva hubungan x/m (sebagai ordinat) dengan C (sebagai absis) dan kurva
hubungan log x/m (sebagai ordinat) dengan log C (sebagai absis). Dari perhitungan
diperoleh persamaan regresi linear untuk kurva x/m terhadap C adalah y = 0,7056 x
+ 0,0491 sedangkan persamaan regresi linear untuk kurva log x/m terhadap log C
adalah y = 0,2824 x - 0,6213. Selain persamaan regresi linear, dalam perhitungan juga
ditentukan nilai tetapan k dan n. Untuk tetapan n memiliki nilai yang sama dengan nilai
slope (b) dari persamaan regresi linear log x/m terhadap log C yaitu 0,2824. Sedangkan
nilai tetapan k diperoleh sebesar 0,2392. Untuk kurva x/m terhadap C dan kurva log
x/m terhadap log C dapat dilihat dibawah ini.
Kurva x/m (sebagai ordinat) terhadap C (sebagai absis)
Isoterm Adsorpsi 17
VI. KESIMPULAN
1. Proses adsorpsi larutan asam asetat dapat dilakukan oleh arang aktif karena arang
memiliki permukaan yang porous sehingga daya adsorpsinya tinggi.
Isoterm Adsorpsi 19
2. Pemanasan arang bertujuan untuk mengaktifkan arang sehingga mempermudah
proses adsorpsi larutan asam asetat.
3. Proses titrasi yang dilakukan dalam percobaan termasuk jenis titrasi asam basa
dengan menggunakan indikator fenolftalein sebagai pendeteksi titik akhir titrasi.
4. Volume larutan NaOH yang dipergunakan dalam titrasi yaitu:
Untuk CH3COOH 0,500 N = 9,20 mL
Untuk CH3COOH 0,250 N = 6,70 mL
Untuk CH3COOH 0,125 N = 5,80 mL
Untuk CH3COOH 0,0625 N = 5,50 mL
Untuk CH3COOH 0,0313 N = 1,90 mL
Untuk CH3COOH 0,0156 N = 0,25 mL
5. Volume larutan NaOH yang diperlukan dalam titrasi berbanding lurus dengan
konsentrasi asam asetat yang digunakan.
6. Persamaan regresi linear untuk kurva x/m terhadap C adalah y = 0,7056 x + 0,0491
sedangkan persamaan regresi linear untuk kurva log x/m terhadap log C adalah y
= 0,2824 x - 0,6213.
7. Nilai tetapan n diperoleh sebesar 0,2824 sedangkan nilai tetapan k diperoleh
sebesar 0,2392.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Atkin, P, W, 1990, Kimia Fisika, Jilid 2, Edisi ke-4, Erlangga, Jakarta.
Bird, Tony, 1993, Kimia Fisika untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.
Dogra, S dan S.K Dogra, 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Bina Aksara, Yogyakarta.
Tim Laboratorium Kimia Fisika, 2008, Penuntun Praktikum Kimia Fisika III, Jurusan Kimia F.MIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
LAMPIRAN
A. Jawaban Pertanyaan
Isoterm Adsorpsi 20
1. Proses adsorpsi pada percobaan ini merupakan jenis adsorpsi kimia (khemisorpsi),
karena pada proses adsorpsi ini terjadi pembentukan lapisan monomolekuler
adsorbat pada permukaan melalui gaya-gaya valensi sisa dari molekul-molekul
permukaan.
2. Perbedaan antara adsorpsi fisik dngan adsorbsi kimia adalah:
Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh gaya
van der Waals
Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan
kimia
Entalpi reaksi – 4 sampai – 40 kJ/mol Entalpi reaksi –40 sampai –800 kJ/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di bawah
titik didih adsorbat
Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan fungsi adsorbat
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan karakteristik adsorben dan
adsorbat
Tidak melibatkan energi aktifasi tertentu Melibatkan energi aktifasi tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik
Contoh adsorpsi fisik adalah adsorpsi gas pada charcoal
Contoh adsorpsi kimia adalah adsorpsi O2 pada Ag, Pt dan adsorpsi asam asetat
serta amonia oleh arang aktif.
3. Jika arang diaktifkan dengan cara pemanasan, maka sifat adsorpsinya adalah
adsorpsi fisik. Hal ini bertujuan untuk membuka pori-pori arang sehinga dapat
mengadsorpsi lebih mudah dan juga dapat digunakan untuk menghilangkan
kontaminan arang dan uap air yang terikat pada arang.
4. Isoterm adsorpsi Freundlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat padat secara
empirik dan hanya berlaku untuk gas yang bertekanan rendah.
5. Isoterm adsorpsi Freundlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat padat kurang
memuaskan dibandingkan dengan isoterm adsorpsi Langmuir. Hal ini disebabkan
karena pada isoterm adsorpsi Freundlich nilai batas Vm (volume gas) tidak akan
dicapai walaupun tekanan gas terus dinaikkan.
Isoterm Adsorpsi 21
Bentuk isoterm adsorpsi ini adalah isoterm BET (Brunaeur, Emmett, dan Teller)
Isoterm BET ini mengembangkan isoterm Langmuir dimana dalam isoterm BET
diasumsikan bahwa molekul-molekul adsorbat dapat membentuk lebih dari satu
lapisan adsorbat di permukaannya. Selain itu teori ini menganggap bahwa adsorpsi
juga dapat terjadi di atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isoterm adsorpsi
BET dapat diaplikasikan untuk adsorpsi multilayer. Adapun proses pada adsorpsi
BET yang terjadi adalah:
a. Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorben) membentuk lapisan
monolayer.
b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan multilayer.
Dimana persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
Dimana:
P0 = Tekanan uap jenuh
Vm = Kapasitas volume monolayer
C = Konstanta
B. Data Pengamatan
Isoterm Adsorpsi 22