ispersi koloidal dan sifat
TRANSCRIPT
ISPERSI KOLOIDAL DAN SIFAT-SIFATNYA
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat mengerti gambaran mengenai sifat-sifat larutan koloidal
dan mengenal penggolongan larutan koloidal.
II. DASAR TEORI
Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase
terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium
terdispersi. Bahan-bahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan
ukuran dari partikel-partikel berdimensi atom dan molekul sampai
partikel-partikel yang ukurannya diukur dalam milimeter. Oleh karena itu,
cara yang paling mudah untuk penggolongan sistem terdispers adalah
berdasarkan garis tengah partikel rata-rata dari bahan terdispers.
Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu dispersi molekuler, dispersi
koloid, dan dispersi kasar (Martin, A., 2008).
Sistem koloid bisa digolongkan menjadi tiga golongan berdasarkan
interaksi partikel-partikel, molekul-molekul, atau ion-ion dari fase
terdispers dengan molekul-molekul dari medium dispersi (Martin, A.,
2008).
Koloid Liofilik. Sistem yang mengandung partikel-partikel koloid yang
banyak berinteraksi dengan medium dispersi dikenal sebagai koloida
liofilik (suka-pelarut). Karena afinitasnya terhadap medium dispersi,
bahan-bahan tersebut membentuk dispersi koloid, atau sol dengan relatif
mudah. Jadi, sol koloidal liofilik biasanya diperoleh hanya dengan
melarutkan bahan dalam pelarut yang digunakan (Martin, A., 2008).
Koloida Liofobik. Golongan kedua dari koloid ini tersusun dari bahan yang
jika ada mempunyai tarik-menarik kecil terhadap medium dispers.
Golongan ini disebut liofobik (benci-pelarut) dan dapat diramalkan
sifatnya berbeda dengan koloida liofilik. Ini terutama karena tidak adanya
selimut pelarut di sekeliling partikel. Koloida liofobik umumnya tersusun
dari partikel-partikel anorganik yang terdispers dalam air (Martin, A.,
2008).
Koloida Gabungan. Koloid gabungan atau koloid amfifilik merupakan
golongan ke tiga dari penggolongan koloid. Molekula-molekul atau ion-ion
tertentu disebut amfifil atau zat aktif permukaan. Amfifil atau zat aktif
permukaan ini berciri mempunyai dua daerah yang berbeda yang
melawan afinitas larutan dalam molekul atau ion yang sama. Jika ada
dalam suatu medium cair dengan konsentrasi rendah, amfifil berada
dalam suatu medium cair dengan konsentrasi rendah. Jika konsentgrasi
ditingkatkan, terjadi agregasi pada suatu jangkauan konsentrasi yang
sangat sempit (Martin, A., 2008).
Efek Faraday-Tyndall. Bila suatu berkas cahaya yang kuat dilewatkan
melaluoi sol koloid, akan terlihat suatu kerucut yang dihasilkan dari
pemendaran cahaya oleh partikel-partikel. Hal ini disebut efek Faraday-
Tyndall (Martin, A., 2008).
Gerak Brown. Jauh sebelum Zisgmondy mengemukakan pergerakan
partikel-partikel koloid secara acak dalam bidang mikroskop, Robert
Brown pada tahun 1827 telah mengkaji fenomena ini. Gerak yang tidak
beraturan, yang bisa diamati dengan partikel-partikel sebesar kira-kira 5
µm, dijelaskan sebagai hasil pemboman partikel-partikel oleh molekul-
molekul medium dispersi. Sudah tentu gerak dari molekul=molekul
tersebut terlalu kecil untuk dilihat. Kecepatan partikel meningkat dengan
berkurangnya ukuran partikel. Dengan meningkatnya viskositas medium
yang dibantu oleh penambahan gliserin atau suatu zat yang serupa,
menurunkan dan akhirnya menyetop gerak Brown (Martin, A., 2008).
Difusi. Partikel-partikel mendifusi secara spontan dari tempat yang
berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Sampai
konsentrasi sistem tersebut seragam seluruhnya. Difusi merupakan hasil
langsung dari gerak Brown (Martin, A., 2008).
III. ALAT
1. Neraca Elektrik (Mettler tuledo) 6. Tissue
2. Viskometer (Brookfield DV-E) 7. Mortir/Stamper
3. Labu ukur 8. Cawan Porselen
4. Labu erlenmeyer 9. Burete
5. Timbangan analitik
IV. BAHAN
1. Mucilago Gum Arab 10% 5. Larutan NaCl 20%
2. Larutan Na Lauril Sulfat 0,1% 6. Alkohol
3. Larutan Gelatin 5% dan 10% 7. Air Es
4. Larutan FeCl3 0,25% dan 0,5%
V. CARA KERJA
A. Pembuatan larutan koloid
1. Buat Mucilago Gum Arab 10% sebanyak 100 ml
2. Buat larutan Na Lauril Sulfat 0,1% sebanyak 100 ml
3. Larutkan 0,25% dan 0,5% FeCl3 dalam 600 ml air mendidih.
4. Buat larutan gelatin 5% dan 10%
B. Viskositas koloid
1. Tetapkan viskositas larutan nomor 3 dan 4 dengan viskometer Brookfield
C. Pengaruh elektrolit terhadap koloid
1. Ambil 20 ml masing-masing larutan tersebut di atas
2. Titrasi masing-masing larutan di atas dengan 20% larutan NaCl
3. Lihat perubahan (ada tidaknya endapan) tiap 2 ml
4. Catat pada penambahan beberapa ml terjadi endapan
5. Ambil 20 ml larutan 0,5% FeCl36. Campur dengan 5 ml larutan 10% gelatin
7. Lakukan percobaan seperti pada C1 – C5
D. Pengaruh alkohol terhadap kolloid
1. Ambil 10 ml larutan 5% dan 10% gelatin
2. Titrasi dengan alkohol 96%
3. Catat berapa ml alkohol yang dibutuhkan untuk mengendapkan larutan
tersebut.
E. Reversibilitas kolloid
1. Uapkan 5 ml larutan PGA, Na Lauril Sulfat, dan FeCl3 hingga kering
2. Tambah 5 ml air dingin
3. Amati perubahan yang terjadi
VI. HASIL DAN PENGOLAHAN DATA
A. Pembuatan larutan koloid
1. Buat Mucilago Gum Arab 10% sebanyak 100 ml
PGA 10% x 100 ml = 10 gram/100 ml
2. Buat larutan Na Lauril Sulfat 0,1% sebanyak 100 ml
Na Lauril Sulfat 0,1 % x 100 ml = 0,1 gram/100 ml
3. Larutkan 0,25% dan 0,5% FeCl3 dalam 600 ml air mendidih.
FeCl3 0,25% x 600 ml = 1,5 gram/600 ml
FeCl3 0,5% x 600 ml = 3 gram/600 ml
4. Buat larutan gelatin 5% dan 10%
Gelatin 5% x 600 ml = 30 gram/600 ml
Gelatin 10% x 600 ml = 60 gram/600 ml
B. Viskositas koloid
1. Larutan FeCl3 0,25%
Spindle 61
100 Rpm
cP 2,52; 4,2%
Autorange cP 60, Rpm 100, 100%
Spindle 61
100 Rpm
cP 2,64; 4,4%
Autorange cP 60, Rpm 100, 100%
2. Larutan FeCl3 0,5%
Spindle 61
100 Rpm
cP 2,40; 4,0%
Autorange cP 60, Rpm 100, 100%
Spindle 61
100 Rpm
cP 2,64; 4,4%
Autorange cP 60, Rpm 100, 100%
3. Larutan Gelatin 5%
Spindle 62
100 Rpm
cP 6,0; 2,0%
Autorange cP 300, Rpm 100, 100%
Spindle 62
100 Rpm
cP 6,0; 2,0%
Autorange cP 300, Rpm 100, 100%
4. Larutan Gelatin 10%
Spindle 62
100 Rpm
cP 31,9; 10,5%
Autorange cP 300, Rpm 100, 100%
Spindle 62
100 Rpm
cP 30,0; 10,0%
Autorange cP 100, Rpm 100, 100%
C. Pengaruh elektrolit terhadap koloid
1. Ambil 20 ml masing-masing larutan tersebut di atas
2. Titrasi masing-masing larutan di atas dengan 20% larutan NaCl
3. Lihat perubahan (ada tidaknya endapan) tiap 2 ml
a. Mucilago gum arab 10% sebanyak 100 ml
- 2,00 ml
- 1,90 ml
- Rata-rata = 1, 95 ml
b. Larutan Na Lauril Sulfat 0,1% 100 ml
- 1,50 ml
- 1,30 ml
- Rata-rata = 1,40 ml
4. Ambil 20 ml larutan 0,5% FeCl35. Campur dengan 5 ml larutan 10% gelatin
7. Lakukan percobaan seperti pada C1 – C5
a. - 2,10 ml
D. Pengaruh alkohol terhadap kolloid
1. Ambil 10 ml larutan 5% dan 10% gelatin
2. Titrasi dengan alkohol 96%
3. Catat berapa ml alkohol yang dibutuhkan untuk mengendapkan larutan
tersebut.
a. Gelatin 5%
- 9,80 ml
- 9,90 ml
b. Gelatin 10%
- 11,50 ml
- 12,00ml
E. Reversibilitas kolloid
1. Uapkan 5 ml larutan PGA, Na Lauril Sulfat, dan FeCl3 hingga kering
2. Tambah 5 ml air dingin
3. Amati perubahan yang terjadi
a. Larutan PGA = Kembali seperti semula
b. Larutan Na Lauril Sulfat = Tidak kembali seperti semula, endapan
c. Larutan FeCl3 = Tidak kembali seperti semula, endapan
VII. PEMBAHASAN
Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase
terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium
terdispersi. Bahan-bahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan
ukuran dari partikel-partikel berdimensi atom dan molekul sampai
partikel-partikel yang ukurannya diukur dalam milimeter. Oleh karena itu,
cara yang paling mudah untuk penggolongan sistem terdispers adalah
berdasarkan garis tengah partikel rata-rata dari bahan terdispers.
Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu dispersi molekuler, dispersi
koloid, dan dispersi kasar (Martin, A., 2008).
Sistem koloid bisa digolongkan menjadi tiga golongan berdasarkan
interaksi partikel-partikel, molekul-molekul, atau ion-ion dari fase
terdispers dengan molekul-molekul dari medium dispersi (Martin, A.,
2008).
Koloid Liofilik. Sistem yang mengandung partikel-partikel koloid
yang banyak berinteraksi dengan medium dispersi dikenal sebagai koloida
liofilik (suka-pelarut). Koloida Liofobik. Golongan kedua dari koloid ini
tersusun dari bahan yang jika ada mempunyai tarik-menarik kecil
terhadap medium dispers. Koloida Gabungan. Koloid gabungan atau
koloid amfifilik merupakan golongan ke tiga dari penggolongan koloid
(Martin, A., 2008).
Sol koloidal liofilik biasanya diperoleh hanya dengan melarutkan bahan
dalam pelarut yang digunakan. Sedangkan koloida liofobik, di sini perlu
menggunakan metode khusus untuk menyiapkan koloida liofobik. Yakni
(a) metode dispersi, dimana partikel-partikel kasar direduksi ukurannya,
dan (b) metode kondensasi, di mana bahan-bahan berdimensi subkoloid
diagregasi menjadi partikel-partikel yang berada pada daerah ukuran
koloid (Martin, A., 2008).
Pergerakan partikel koloid bisa diinduksi oleh panas (gerak Brown, difusi,
osmosis), induksi secara gravitasi (sedimentasi), atau digunakan secara
eksternal (viskositas). Gerak yang diinduksi secara elektrik dimasukkan
dalam sifat-sifat listrik (sifat-sifat elektris) koloid (Martin, A., 2008).
Sedangkan suatu koloid juga dapat dipengaruhi oleh kehadiran suatu
elektrolit (Natrium, Kalium, dll) yang dapat menyebabkan partikel koloid
mengendap.
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari hari. Hal ini
disebabkan oleh sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat
digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan
secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.
IX. KESIMPULAN
1. Pada saat pengukuran viskositas diharapkan penurunan/kenaikan suhu
diperhatikan dengan seksama, karena jika suhu turun/naik melebihi dari
yang telah ditentukan, tentu saja hasil yang diberikan akan menyimpang.
2. Pada saat pembuatan larutan FeCl3 air yang digunakan harus benar-benar
mendidih agar menjamin supaya larutan yang dihasilkan sudah memiliki
partikel yang terdispersi secara merata.
X. DAFTAR PUSTAKA
Martin, A., 1993, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada
University Press, Jogjakarta.
Petrucci, R. H., 1985, General Chemistry, Principles and Application, 4th Ed., Collier
Mac Inc., New York.
KROMATOGRAFI KERTAS
I. Tujuan dan Prinsip Percobaan
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Dapat mengetahui dan memahami teknik pemisahan dengan metode Kromatografi Kertas.
2. Dapat melakukan pemisahan logam – logam Fe2+, Cu2+, Mn2+, dan Ni2+ atau protein/ karbohidrat dalam campuran larutan dengan tehnik kromatografi kertas.
3. Dapat menentukan Rf komponen – komponen yang dipisahkan dengan tehnik kromatografi kertas dan mengidentifikasi zat yang dipisahkan.
B. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan metode pemisahan logam – logam atau protein/ karbohidrat dari campuran larutannya dengan tehnik kromatografi kertas didasarkan pada distribusi campuran zat antara dua fasa, fase diam (stationer) dan fase gerak (mobile).
II. Teori
Secara fisik kromatografi kertas memiliki teknik-teknik yang sama dengan kromatografi lapis tipis, tetapi sebenarnya merupakan tipe khusus kromatografi cair-cair yang fasa diamnya hanya berupa air yang diadsorpsikan pada kertas dimana kertas hanya bertindak sebagai pendukung. Tekniknya sangat sederhana dengan menggunakan lembaran selulosa yang mengandung kelembaban tertentu. Cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan pada pinggir kertas selulosa yang telah diatur sedemikian rupa selanjutnya dimasukkan ke dalam bejana pengembang dan dijaga agar atmosfer dalam bejana selalu jenuh dengan fasa gerak (Rudi, 2010)
Kromatografi adalah pemisahan campuran komponen-komponen didasarkan pada perbedaan tingkat interaksi terhadap dua fasa material pemisah. Campuran yang akan dipisahkan dibawa fasa gerak, yang kemudian dipaksa bergerak atau disaring melalui fasa diam karena pengaruh gaya berat atau gayagaya yang lain. Komponen-komponen dari campuran ditarik dan diperlambat oleh fasa diam pada tingkat yang berbeda-beda sehingga mereka bergerak bersama-sama dengan fasa gerak dalam waktu retensi (retention time) yang berbeda-beda dan dengan demikian mereka terpisah (Bambang, 2000)
Kromatografi adalah metode pemisahan komponen kimia yang didasarkan pada perbedaan antara fase bergerak dan fase diam dari komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan. Komponen yang dipisahkan tersebut dapat dikuantifikasi dengan menggunakan detektor dan/atau dikoleksi untuk analisa lebih lanjut. Instrumen untuk mengkuantifikasi adalah Gas and liquid chromatography dengan mass spechtrometry (GC-MC dan LCMC); Fourier transform infrared spectroscopy (GC-FTIR) dan diode-array UV-VIS absoprtionspectroscopy (HPLC-UV-VIS). Kromatografi gas (GC) digunakan untuk memisahkan senyawa organik menguap (volatile). Fase bergerak adalah gas dan fase diam biasanya cairan. High Performance Liquid Chromatografi (HPLC) adalah variasi dari khromatografi cairan yang menggunakan pompa bertekanan tinggi untuk meningkatkan efisiensi pemisahan senyawa kimia. Kromatografi cair (LC) digunakan untuk menganalisis pemisahan campuran, yang mengandung ion-ion logam dan senyawa organik. Fase bergerak adalah pelarut dan fase diam adalah cairan yang menduku padatan, padatan, dan ion pengganti resin (Afrianto, 2008)
Kromatografi dalam berbagai bentuknya telah digunakan secara luas sebagai teknik pemisahan dan analisis. Pada tahun 1941, Martin dan Synge, yangkemudian mendapat hadiah Nobel, dalam makalahnya mengemukakan pengertian-pengertian dasar tentang kromatografi gas (GC) dan HPLC. Tidak kurang dari 10 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1952, James
dan Martin untuk pertama kali mengintrodusir penggunaan GC. Sejak saat itu GC telah menjadi bentuk kromatografi yang paling baik dan berkembang dengan sangat cepat. Bentuk- bentuk kromatografi yang lain seperti kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (TLC), kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi (semuanya termasuk kromatografi cairan), belum memperoleh sukses yang sama seperti yang telah dicapai oleh GC. Hal ini disebabkan karena efisiensinya yang rendah serta waktu analisisnya yang panjang: Pada awal tahun 1960-an, Giddings menunjukkan bahwa kerangka kerja teoritis yang dikembangkan untuk GC berlaku sama baiknya untuk kromatografi cairan, dan antara tahun 1967 – 1969 Kirkland, Huber, dan kelompok Horvath, Preiss dan Lipsky mengemukakan penggunaan HPLC yang pertama kali. Dengan menggunakan tekanan yang tinggi (sampai dengan 5000 psi), HPLC dapat mengatasi kelemahan -kelemahan dari kromatografi cairan pada umumnya, misalnya viskositas cairan yang relatif lebih besar dibanding dengan viskositas gas, sehingga HPLC mampu memberikan waktu analisis (5 - 30 menit) yang kurang lebih sama dengan waktu analisisnya GC (Cahyati, 1985)
adsorpsi Chromatography telah membantu untuk menandai komposisi kelompok minyak mentah dan produk hidrokarbon sejak permulaan abad ini. Jenis dan sanak keluarga jumlah kelas hidrokarbon tertentu di (dalam) acuan/matriks dapat telah a efek dalam pada atas pencapaian dan mutu dari produk hidrokarbon dan dua orang metoda test standard telah digunakan sebagian besar dari tahun ke tahun ( ASTM D2007, ASTM D4124). adsorpsi indikator Yang berpijar ( FIA) metoda ( ASTM D1319) telah melayani untuk di atas 30 tahun sebagai metoda pejabat dari minyak tanah industri untuk mengukur yang mengandung parafin, olefinic, dan isi bahan bakar pancaran dan bensin berbau harum. Teknik terdiri dari dalam pemindahan a mencicip di bawah iso-propanol memaksa melalui suatu kolom tanah kerikil 'gel' agar-agar ramai; sesak di (dalam) kehadiran tentang indikator berpijar dikhususkan untuk masing-masing keluarga hidrokarbon. Di samping penggunaan tersebar luas nya, adsorpsi indikator berpijar mempunyai banyak ( Speight, 2006)
Kromatografi adalah Suatu metoda untuk separasi yang menyangkut komponen suatu contoh di mana komponen dibagi-bagikan antara dua tahap, salah satu yang mana adalah keperluan selagi gerak yang lain . Di dalam gas chromatography adalah gas mengangsur suatu cairan atau tahap keperluan padat. Di dalam cairan chromatography adalah campuran cairan pindah gerakkan melalui cairan yang lain , suatu padat, atau suatu 'gel' agar. Mekanisme separasi komponen mungkin adalah adsorpsi, daya larut diferensial, ion-exchange, penyebaran/perembesan, atau mekanisme lain (David. 2001)
III. Metode Praktikum
A. Alat dan bahan yang digunakan
Alat alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
Cahmbers 2 buah
Kertas saring Whatman
Silinder kaca 2 buah
Pipet volume 25 mL 2 buah
Filler/ karet hisap 2 buah
pipet tetes 3 buah
Pentotol 3 batang
Mistar 1 buah
Pensil 1 buah
Gunting 1 buah
Benang 1 buah
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
A. Untuk Pemisahan ion Logam:
Cuplikan yang mengandung ion – ion Fe2+, Cu2+, Mn2+, Ni2+, dan Ag+.
Larutan standar dalam bentuk klorida: dari ion – ion yang akan dipisahkan (4 mg/mL)
Fase gerak (eluen) campuran aseton – HCl (9:1)
Penampak noda ( larutan amoniak 6 M) atau ammonium hidroksida.
B. Untuk Pemisahan Karbohidrat:
Cuplikan yang mengandung campuran karbohidrat (glukosa, fruktosa, laktosa, dan sukrosa)
Larutan standar karbohidrat yang akan dipisahkan masing – masing dengan konsentrasi 4 mg/mL
Larutan penampak: Benzidin 0,5% atau asam sulfat 10%
Eluen, campuran aseton + air (9:1)
Gambar. Kertas Kromatografi: Atas
Bawah Atas
AA
1,5 cm 1,5 cm
Arah fase gerak (eluen) B
Bawah
B. Prosedur kerja
- ditotolkan pada kertas kromatografi yang telah diberi batas pada masing – masing bagian
- di ikatkan benang bagian tengah atas pada kertas selulosa
- di masukkan dalam wadah kromatografi yang berisi campuran aseton – HCl (9:1) sebagai eluen
- di elusi, hingga gerak eluen mencapai garis batas atas (Perhatian!!..kertas yang tercelup aluen dibawah garis batas bawah kertas)
- dikeringkan di udara bebas atau dalam oven pada suhu 100oC selama 10 menit (atau hairdryer jika ada)
- di masukkan lagi dalam wadah kromatografi ke dua yang berisi larutan amoniak 6 M, atau 10 mL ammonium hidroksida (NH4OH) sebagai penampak noda.
- Di amati warna – warna yang muncul (jika belum keringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 20 menit)
- Diukur jarak setiap warna dari garis bawah kertas.
- Dihitung Rf dari masing – masing komponen.
Keterangan: Dilakukan prosedur yang sama untuk pemisahan karbohidrat, dimana yang menjadi larutan eluennya, campuran aseton + air (9:1) dan larutan penampak asam sulfat 10% (disemprot).
IV. Hasil Pengamatan
A. Data Pengamatan
1. Uji Logam- logam
No Perlakuan Pengamatan
1 Sampel Fe2+, Cu2+, Mn2+, Ni2+ Warna merah muda
2 Ni2+ Tidak nampak
3 Cu2+ Kuning
4 Fe2+ Coklat
5 Mn2+ Biru
Jarak gerak pelarut = 7,9 cm
Jarak gerak zat terlarut =
Sampel = 7,4 cm
Ni2+ = 6,9 cm
Cu2+ = 6,5 cm
Fe2+ = 5,7 cm
Mn2+ = 7,0 cm
Rf =
Rfsampel = 7,4/7,9 = 0,93
Rf Ni2+ = 6,9/7,9 = 0,83
Rf Cu2+ = 6,5/7,9 = 0,82
Rf Fe2+ = 5,7/7,9 = 0,72
Rf Mn2+ = 7,0/7,9 = 0,88
2. Uji pemisahan karbohidrat
No Perlakuan Pengamatan
1 Sampel (glukosa + maltosa + laktosa + sukrosa) Gelap/samar-samar
2 Glukosa Gelap/samar-samar
3 Maltosa Tidak nampak
4 Laktosa Gelap/samar-samar
5 Sukrosa Tidak nampak
Jarak gerak pelarut = 8,1 cm
Jarak gerak zat terlarut =
Sampel = 5,4 cm
Ni2+ = 6,5 cm
Cu2+ = 5,1 cm
Fe2+ = 6,7 cm
Rf =
Rfsampel = 5,4/8,1 = 0,67
Rfsampel = 6,5/8,1 = 0,802
Rfsampel = 5,1/8,1 = 0,63
Rfsampel = 6,7/8,1 = 0,83
B. Pembahasan
Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia yang berdasarkan pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang terpisah pada fase diam dibawah pengaru pergerakan fase yang bergerak. Beberapa sifat fisika umum dari molekul yang dipakai sebagai asa teknik pemisahan kromatografi adalah :
1. Kecenrungan molekul untuk teradsorpsi oleh partikel-partikel padatan yang halus.
2. Kecenderungan mlekul untuk melarut pada fase cair.
3. Kecenderungan molekul untuk teratsir.
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan dengan proses berlipat ganda, artinya selama proses berlangsung terjadi berulang kali kontak adsorbsi; atau partisi dari komponen-komponen yang dipisahkan.
Prinsip dasar kromatografi kertas adalah partisi multiplikatif suatu senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Jadi partisi suatu senyawa terjadi antara kompleks selulosa-air dan fasa gerak yang melewati berupa pelarut organik yang sudah dijenuhkan dengan air dan melalui serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan jarak pada arah aliran pelarut. Bila permukaan pelarut telah bergeser sampai jarak yang cukup jauh atau setelah waktu yang telah ditentukan, kertas diambil dari
bejana dan kedudukan dari permukaan pelarut diberi tanda dan lembaran kertas dibiarkan kering. Jika senyawa-senyawa berwarna maka mereka akan terlihat sebagai pita atau noda yang terpisah. Jika senyawa tidak berwarna harus dideteksi dengan cara fisika dan kimia. Yaitu dengan menggunakan suatu pereaksi-pereaksi yang memberikan sebuah warna terhadap beberapa atau semua dari senyawa-senyawa. Bila daerah dari noda yang terpisah telah dideteksi, maka perlu mengidentifikasi tiap individu dari senyawa. Metoda identifikasi yang paling mudah adalah berdasarkan pada kedudukan dari noda relatif terhadap permukaan pelarut, menggunakan harga Rf. Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu pelarut, suhu, ukuran dari bejana, dan kertas. Perubahan suhu dapat merubah koefisien partisi dan juga kecepatan aliran sedangkan ukuran tau volume dari bejana dapat mempengaruhi homogenitas dari atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-komponen pelarut dari kertas. Pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas mempengaruhi kecepatan aliran juga mempengaruhi kesetimbangan partisi.
Kromatografi kertas dapat digunakan terutama untuk kandungan tumbuhan yang mudah larut dalam air, satu keuntungan utama kromatografi kertas adalah kemudahan dan kesederhanaannya pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lmbaran kertas saring yang berlaku sebagai medium pemisahan dan penyangga. Untuk kromatografi kertas preparatif diperlukan kertas yang lebih besar dari pada utuk analisis. Suatu analisis kimia menjadi meragukan jika pengukuran sifat tidak berhubungan dengan sifat spesifik senyawa terukur. Analisis meliputi pengambilan cuplikan, pemisahan senyawa pengganggu, isolasi senyawa yang dimaksudkan, pemekatan terlebih dahulu sebelum identifikasi dan pengukuran. Banyak teknik pemisahan tetapi kromatografi merupakan teknik paling banyak digunakan. Kromatografi pertama kali diberikan oleh Michael Tswett, seorang ahli botani Rusia, pada tahun 1960.
Pada percobaan ini, kita akan menentukan nilai Rf dari larutan cuplikan dengan menggunakan kromatografi kertas. Cuplikan yang digunakan adalah ion-ion logam dan larutan karbohidrat yang menggandung glukosa fruktosa, laktosa, dan sukrosa. Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas saring atau kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran yang sesuai. Alasan untuk menutup wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan denga uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas. Karena pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen yang berbeda dari campuran tinta akan bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Berdasarkan hasil pengamatan,Pada pengamatan ion logam, dengan jarak gerak pelarut 7,9 cm didapatkan nilai Rf untuk larutan Ni2+,Cu2+, Mn2+, dan Fe2+ secara berturut-turut adalah 0,83, 0,82,
0,72, dan 0,88. Pada pengamatan uji karbohidrat dengan jarak gerak pelarut 8,1 cm didapatkan nilai Rf berturut-turut adalah 0,67, 0,802, 0,63, dan 0,83.
V. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kromatografi kertas aalah pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia yang berdasarkan pada perbedaan migrasi masing-masing komponen campuran yang terpisah pada fase diam dibawah pengaruh fase yang bergerak serta nilai Rf yang didapatkan adalah berdasarkan hasil pengamatan,Pada pengamatan ion logam, dengan jarak gerak pelarut 7,9 cm didapatkan nilai Rf untuk larutan Ni2+,Cu2+, Mn2+, dan Fe2+ secara berturut-turut adalah 0,83, 0,82, 0,72,
dan 0,88. Pada pengamatan uji karbohidrat dengan jarak gerak pelarut 8,1 cm didapatkan nilai Rf berturut-turut adalah 0,67, 0,802, 0,63, dan 0,83.
Daftar Pustaka
Afrianto, Eddy. 2008 . Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Cahyati, Yeyet. 1985. Cermin Dunia Kedokteran. Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma. Jakarta
Lide, David. 2001. Handbook of Chemistry And Physic. Copyright CRC Press LLC
Speight, James. G. 2006. The Chemistry and Technology of Petroleum. Taylor & Francis Group, LLC.
Widada, Bambang. 2000. Pengenalan Alat Kromatografi Gas. Urania. Bandung