isu etika dalam praktik akuntansi
DESCRIPTION
Mengenai isu etikaTRANSCRIPT
Isu Etika dalam Praktik Akuntansi
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Bisnis & Profesi kelas CC yang diampu oleh Bapak Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE., M.Si., Ak.
Di susun oleh :
Wahyu Afriadi 115020306111001
Jaka Pramudya 115020307111044
Rhesa faisal 115020300111021
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Malang
2013/2014
Kesadaran Etis Individu di Antara Keagungan Dan Keangkuhan
Profesionalisme
Pengantar
Tindakan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, suatu aliran, dimana
monitoring refkelsif yang dipertahankan individu itu merupakan dasar bagi
pengendalian tubuh yang biasanya diteruskan oleh aktor-aktor itu dalam kehidupan
kesehariannya (Giddens, 2003: 11).
Bab ini membahas mengenai pemahaman individu atas wacana dan praksis
etika. Walaupun pada akhirnya pemahaman ini harus menekankan pada aspek
praksisnya, namum dalam proses analisis tidak dapat dengan serta merta
memisahkannya dengan ranah pemikiran individu atas etika. Untuk pemahaman
tersebut, materi ini menyoroti kasus Drs. Madia Subakti dalam KAP-nya.
Fenomena Sosok Kontroversial
Sosok Madia sangatlah kontroversial di pandangan kalangan akademisi dan
praktisi akuntansi di Malang. Hal ini karena sikap pribadinya yang berimplikasi pada
cara menangani pekerjaan profesional yang dilakukan dan dikembangkan dikantorya.
Atas caranya menjalankan bisnis, sempat pula menimbulkan suara sumbang di banyak
kalangan. KAP ini dianggap sebagai KAP yang “berani” dalam menerima penugasan,
memberikan opini audit, dan memberikan fee audit, serta pada pelayanan jasa lainnya.
Suarasumbang tersebut mencapai puncaknya ketika Madia dan KAP-nya mendapat
sanksi dari IAI dan Depkeu.
Sorotan atas kinerja KAP tidak bisa dilepaskan dari sosok kepribadiannya, baik
positif maupun negatif. Banyak orang menilai Madia adalah orang yang keras dan
dikenal inkonsisten. Bahkan pencitraan tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang
seolah tak terbatas, dimana Madia sebenarnya juga telah mencoba menjadi sosok yang
moderat. Dia merasa terlahir di kehidupan yang keras, dengan latar belakang keluarga
biasa kental akan kuntur petani, yang sebenarnya benih kebajikan tumbuh pada kultur
tersebut. Proses kehidupan Madia ini dapat digambarkan pada ungkapan Marx,
“Manusia benar-benar berubah sepanjang sejarah, dia mengembangkan dirinya,
mentransformasiksn dirirnya, dan dia adalah produk sejarah”. Dari pengenalan proses
transformasi Madia, awalnya dia adalah ungkapan, “Manusia tidak mau menjadi
sepenuhnya baik atau sepenuhnya jahat”, yang bertransformasi menjadi, “Manusia yang
mau sepenuhnya baik dan mau sepenuhnya tidak jahat”. Madia menjalani proses sejarah
menuju kesadaran pribadi yang baik.
Keuntungan Materiil (Uang) Bukan yang Utama
Profesionalisme akuntan mensyaratkan unsur etika, unsur keahlian (skill), dan
pengetahuan, dimana kesadaran untuk berperilaku etis ini muncul melalui keseluruhan
proses dalam akumulasi pengalaman hidup akuntan sebagai manusia.
Lebih jaun mengenai Madia yang sekarang, sebagai seorang profesional yang
secara materi dan posisi sudah mapan, gaya hidupnya tidak mencerminkan sepenuhnya
kemodernan seperti profesional lainnya. Madia juga menjadikan dunia akademik
sebagai pelabuhan karier profesional tertingginya. Madia mengungkapkan sebuah
pandangan:
“Mendapatkan rejeki itu harus dengan cara yang baik. Bekerja tidak sekedar cari
uang, karena jika hanya karena itu, maka yang didapatkan hanyalah sekedar uang”.
Pandangan tersebut mengungkapkan ketulusan Madia untuk belajar secara benar
dalam menjalani hidupnya. Pengetahuan mengenai nilai kehidupan ia peroleh deri
interaksinya dengan para kolega bisnis dan kolega dosennya, serta berbagai referensi
lain. Dia juga merasa mendapat pencerahan ketika menempuh pascasarjananya.
Baginya, sekolah tidak sekedar mendapatkan ilmu pengetahuan, lebih dari itu adalah
sebuah pencerahan diri.
Pandangan Madia tersebut, tidak selaras dengan iklim modern yang melingkupi
perikehidupan para akuntan, sekalipun mereka berstatus dosen, dimana kepemilikan
materiil menjadi prestise tersendiri. Hal ini juga karena semenjak kuliah, mereka selalu
diperkenalkan dan bergumul dengan uang. Mencermeti fenomena tersebut, tak kurang
dari para pendiri IAI dan sesepuh akuntan, Drs. Soemardjo Tjitrosedoyo menunjukkan
keprihatinannya. Dia mengingatkan para penerusnya untuk bekerja dengan tidak selalu
mendasarkan pada nilai rupiah dari suatu pekerjaan. Secara implisit, Drs. Soemardjo
menginginkan akuntan bekerja dengan menempatkan integritas profesional di atas
penghargaan materiil yang diterimanya.
Mengaitkan dengan fenomena di atas, munculnya pemahaman menuju kesadaran
diperkuat oleh refleksi diri Madia atas implikasi atas tindakan yang dilakukan.
Ungkapan yang juga menggambarkan kesadaran dirinya atas adanya karma yang
bersumber keyakinannya. Pengkaitan tindakan sekarang dan implikasi mendatang
merepresentasikan salah satu pandangan dunia timur tentang dunia yang organis. Capra
(2001: 12) mengungkapkan:
“Bagi sufi di timur, semua benda dan peristiwa yang disadari oleh panca indera
adalah saling berkoeksistensi, saling terkait, dan juga merupakan aspek atau manifestasi
dari realitas dasar yang sama” bahkan oleh Marx, uang disebut sebagai “pelacur
universal”, yang menggambarkan nafsu yang dibatasi oleh waktu dan ruang.
Madia juga menunjukkan arti penting arti penting bekerjasama dengan ornag
lain,yakni kliennya, dimana penugasan pekerjaan saharusnya menjadi hubungan sosial
dan kemanusiaan yang langgeng.
Madia memandang uang bukanlah satu-satunya tujuan dari pekerjaan
profesional sebagai akuntan. Menurutnya, jalinan silaturahmi ditempatkan di atas uang.
Dengan kesadarannya pula, ia mampu menggerakkan potensinya untuk
mengembangkan kehidupan yang lebih bermakna.Tata kehidupan Madia semua itu
tidak terlepas dari latar belakangnya yang berasal dari keluarga petani yang agamis,
dimana kebersamaan dan anti materialisme sangat kental. Berbeda dengan kehidupan
barat yang mengedepankan individualisme dan materialisme. Mao Tse Tung
mengidentifikasi bahwa individualisme dan liberalisme bertanggungjawab untuk
memenuhi kepentingan diri dan enggan untuk disiplin. Pandangan individual
mengasumsikan bahwa kepentingan komunal akan berjalan dengan sendirinya di bawah
kendali negara. Untuk kepentingan komunal, individu cukup dengan membayar pajak.
Dimensi internal diri Madia melampaui pemahaman kebanyakan profesional
dalam alam modern ini. Diakui oleh Wawan, setelah adanya sanksi dari IAI dan Depkeu
tahun 1997 menjadikan Madia dan semua staf yang bekerja di KAP lebih berhati-hati
dalam bekerja dan menerima penugasan. Madia juga tidak bersedia menjadi akuntan
“makelar”, dimana seorang akuntan yang membantu klien untuk mendapat fasilitas
kredit dengan cara menghubungkan klien ke pihak bank. Dari kucuran dana yang
diperoleh klien, akuntan akan memperoleh fee.
Peristiwa keluarnya Madia dari KAP, membuat kita untuk menarik benang
merah. Secara prinsip ada perbedaan antara Madia dan rekan KAP-nya terkait
pelaksanaan pekerjaan profesionalnya, misalnya terkait perpajakan, Madia tidak setuju
melakukan rekayasa keuangan dan “kirim amplop” kepada tugas pajak untuk
meminimalkan jumlah pajaknya.
Proses akumulasi pengalaman yang berlangsung terus-menerus demikian kemudian
menjadi praksis kehidupan sosial dan profesional Madia.
“Membantu Klien” sebagai Keutamaan
Madia seringkali mempertimbangkan sisi sosial kehidupan untuk membantu
klien dengan menerima fee yang dianggap relatif rendah. Dengan mencermati bahwa
kebanyakan klien Madia adalah perusahaan kecil menengah, kondisi demikian
mempunyai arti tersendiri dalam hubungan bisnis. Madia merasa bahwa para pengusaha
kecil menengah perlu dibantu.
Jejak Kesadaran Etis pada Pribadi yang Lain
Dodo, seorang staf profesional merasakan sering terdapat dilema dalam
menyelesaikan pekerjaan. Dia menangkap adanya expectation gap antara akuntan
dengan klien. Dodo juga mengatakan bahwa ada korelasi antara fee dengan kualitas
audit. Fee yang rendah berakibat pada kualitas audit yang rendah pula. Untuk
mengeluarkan opini adverse atau disclaimer membutuhkan waktu dan dana yang
banyak. Akibatnya, untuk mancari aman, auditor mengeluarkan opini wajar tanpa
pengecualian. Manurut Dodo, pada akhirnya yang dilakukan audotir adalah pelaksanaan
audit hanya sebatas kepatuhan minimal atas standar yang ada.
Andi, seorang staf yang menangani studi kelayakan dan perpajakan mengatakan
bahwa banyak perusahaan kecil yang catatannya ala kadarnya. Tetapi mereka minta
diaudit karena untuk memenuhi persyaratan kredit bank. KAP memutuskan untuk
menyusun laporan keuangan terlebih dahulu, kemudian diaudit. Kondisi ini bukanlah
kondisi ideal dalam praktik profesional. Walaupun akhirnya yang menyusun laporan
keuangan dan yang mengaudit adalah orang berbeda, namun konflik kepentingan tetap
berpotensi muncul.
Sementara itu bagi Wawan, pertimbangan suatu tindakan dalam menerima penugasan
yang terpenting adalah terpenuhinya aspek legal. Begitu pula bagi Yasa, mengutamakan
kepentingan kantornya daripada kepentingan diri dan kliennya adalah tindakan
krusial.Pun Madia memberikan kebebasan pada staf profesionalnya untuk mengkreasi
pekerjaan. Dia juga menekankan bahwa penghasilan yang mereka dapatkan sangat
bergantung pada diri mereka sendiri. Kepercayaan demikian memberikan rasa
tanggungjawab yang besar pula pada diri staf.
Jejak Etika dalam Praktik Organisasi
Pengantar
Organisasi adalah kumpulan dari beberapa orang yang mempunyai tujuan yang
sama. Pada hakekatnya, organisasi adalah masyarakat, yaitu suatu kesatuan yang
memiliki batas-batas yang menandainya dengan masyarakat lain di sekitarnya atau
merupakan suatu asosiasi sosial. Praktik etika yang merupakan praktik sosial di suatu
organisasi tentunya melibatkan interaksi antara individu dan struktur dalam organisasi.
Demikian halnya dengan KAP Drs. Madia Subakti, praktik etika melibatkan antar
individu akuntan dan struktur KAP dengan pola yang beragam.
Informalitas Manajemen Organisasi Profesional
Organisasi sebagai sebuah komunitas, mempunyai seperangkat instrumen untuk
menjalankan aktifitasnya. Namun demikian, pada kenyataannya hal ini tidak dapat
terjadi secara ideal sebagaimana diharapkan. Keberlangsungan praktik organisasi tidak
tergantung pada keberadaan berbagai instrumen manajemen organisasi yang seharusnya
ada tersebut.
SPAP tahun 2001 pun telah mengatur beberapa aspek menyangkut SDM dan
pengelolaannya di KAP dalam SPM, dimana sifat dan lingkup SPM tergantung
beberapa faktor, misalnya ukuran KAP. KAP Madia merupakan KAP kecil, sehingga
fleksibilitas keorganisasian untuk mencapai tingkat keekonomisan operasi organisasi
juga harus menjadi bahan pertimbangan. Namun demikian, tidak berarti bahwa
penstrukturan formal atas beberapa perangkat organisasi dapat diabaikan, terutama
untuk menghindari terjadinya perilaku menyimpang.
Struktur Organisasi dan Uraian Pekerjaan
Sebagaisalah satu instrumen organisasi, keberadaan struktur organisasi dan
uraian pekerjaan dalam KAP merupakan keharusan. Keberadaan struktur organisasi
juga menentukan tingkat kerentanan permainan politik dalam organisasi.
Struktur organisasi merupakan gambaran atas bangunan berlapis dalam sebuah
organisasiyang menentukan hirarki wewenang dan tanggungjawab tiap individu. Dan
untuk menperjelas dan mempertegas, disusunlah uraian pekerjaan. Kondisi ini
merupakan kondisi ideal dan normatif yang harus ada. Namun, dalam praktiknya
organisasi formal yang dikelolakalangan profesional tidak selalu demikian. Walaupun
KAP Madia telah terdapat struktur organisasi namum belum dapat menjadi pedoman
bagi semua unsur. KAP ini masih berupaya untuk mengembangkan struktur organisasi
yang lebih sesuai dengan keadaan sekarang.Menurut Wawan, dalam banyak hal,
kebijakan organisasi terdapat pada Madia dan dirinya. Tetapi untuk beberap hal pula,
kebijakan tersebut didiskusikan dengan para stafnya.Walaupun di satu sisi staf dapat
memahami bahwa ketiadaan struktur formal dan uraian pekerjaan menjadikan
pelaksanaan pekerjaan lebih fleksibel, namun di sisi lain juga dapat menimbulkan
ketidakpastian staf dalam bekerja.Keberadaan struktur organisasi dan uraian pekerjaan
yang jelas akan memberikan kerangka aktifitas bagi anggota organisasi untuk tidak
melakukan tindakan disfungsi, yang berarti juga merupakan means dalam mencegah
terjadinya dilema etis bagi semua anggota organisasi KAP.
Pengelolaan Personil
Di KAP Madia, pengelolaan SDM dianggap sebagai pesoalan krusial. Ini sejalan
dengan yang dikatakn Madia bahwa kunci sukses KAP adalah pada SDM dan owner.
Hal ini terbukti dari upayanya dalam membenahi realisasi rumusan sistem pengendali
mutu.
Rekruitmen staf. Proses ini sering kali terjadi karena faktor kebetulan belaka,
seperti rekrutmen karena adanya hubungan famili dari keuarga Madia atau anak dari
koleganya yang berlatar belakang akuntansi atau bidang relevan lainnya. Atau bahkan
karena adanya program magang mahasiswa, misalnya mahasiswa FEUB. Mereka secara
kebetulan masuk pada timing ketika KAP mambutuhkan tenaga audit. Selanjutnya, staf
dapat bekerja pada berbagai bidang dan tidak ada orientasi dan pembekalan staf
baru.Jenjang jabatan dan penggajian. Sementara itu, informalitas kebijakan juga
terdapat pada ketentuan penetapan jenjang jabatan dan penggajian staf, dimana tidak
ada kriteria formal dan ketentuan tertentu yang mendasari keharusan staf untuk dapat
mencapai posisi karier tertentu. Ketentuan jenjang karier staf ditentukan oleh Madia dan
Wawan. Kondisi ini menimbulkan ketidaknyamanan berbagai individu yang
terlibat.Ketiadaan dokumen yang memuat ketentuan formal tentang penggajian juga
terjadi di KAP ini. Walaupun hal-hal di atas tidak menimbulkan akibat negatif
sepenuhnya, pengelolaan organisasi yang tidak berbasis dokumen produk keputusan
resmi pimpinan, dan penetapan yang bernuansa informal seperti di atas dapat memicu
adanya prasangka, yang berakibat pada ketidakpuasan antarstaf, selanjutnya
menimbilkan konflik. Pengelolaan KAP ini juga merujuk pada pemilahan yang
dilakukan oleh Velazquez (2002: 445), termasuk dalam model “organisasi sebagai suatu
jejaring hubungan personal yang berfokus pada perhatian (the caring organization)”.
Dimana model ini paling banyak dan paling mungkin diterapkan pada organisasi
profesional. Beberapa aspek yang mendasari model ini, adalah perhatiannya:
-Sama sekali berfokus pada orang, bukan pada kualitas, profit atau hal lainnya.
-Dijalankan sebagai akhir dan bertahan pada diri, dan tidak hanya berarti menuju
pencapaian kualitas, profit, dan lainnya.
-Personil secara esensial pada akhirnya membutuhkan keasyikan individual tertentu,
pada level subjektif dalam memelihara individu tertentu yang lain.
-Peningkatan yang tumbuh untuk memelihara, dalam hal itu menggerakkannya menuju
kegunaan dan pengembangan kapasitas penuhnya, dalam konteks kebutuhan dan
aspirasi yang didefinisikannya.
Dengan pola model tersebut, Madia banyak menyerahkan pengkreasian
pekerjaan profesional pada staf-stafnya, sehingga mereka loyal dan bertanggungjawab
atas kelangsungan KAP.
Diseminasi (dan Praktik) Etika dalam Konteks Interaksi Informal
Pada KAP Madia belum banyak ketentuan formal yang dibangun untuk
mengembangkan iklim organisasional yang lebih kondusif, terutama berkaitan dengan
isu-isu etika. Upaya-upaya yang dilakukan masih bersifat informal, yang kemudian
berkembang menjadi sebuah konvensi.Pun demikian, organisasi ini berjalan dengan
ritmenya sendiri tanpa ada gejolak yang berarti, kecuali peristiwa 1997 ketika Madia
dan KAP ini tetrkena sanksi dari IAI dan Depkeu. Ketiadaan pedoman formal tidak
menjadi halangan bagi pimpinan dan staf ini untuk bekerja dan melangsungkan
keberadaan KAP. Beberapa hal yang krusial diselesaikan secara informal.Sebagaimana
telah disebutkan, pada KAP kecil peran pengembangan dan pengelolaan organisasi
terletak pada partner pimpinannya. Untuk penebaran dan pengembangan nilai-nilai pun
peran partner pemimpin tidak dapat dikesampingkan. Walaupun dalam organisasi ini
Madia memberikan keleluasaan kepada pimpinan di bawahnya, dan bahkab staf-staf
profesionalnya, namun dia tetap sebagai aktor sentralnya.
Menabur Kebebasan Menuai Loyalitas
Sebagai seorang yang memadai dinamika dalam pengelolaan organisasi, Madia
menerapkan kebebasan bagi stafnya dalam mengkreasi suatu pekerjaan bahkan untuk
memilih karir sekalipun ketika mereka merasa telah memiliki bekal yang cukup.
Selain itu Madia menanamkan tanggungjawab diri yang kuat pada staf-stafnya.
Kebebasan yang diberikannya diharapkan berimplikasi pada kuatnya loyalitas staf pada
KAP, bukan loyalitas pada pimpinan atau lainnya.
Sanksi Berbuah Hikmah
Sanksi yang didapatkan KAP Madia pada tahun 1997 dari IAI dan Depkeu
terjadi karena berawal dari perselisihan di antara dua pihak dalam sebuah perusahaan.
Perselisihan ini kemudian berujung pada proses penyelesaian hukum di pengadilan.
Untuk penyelesaian kasus ini hakim meminta kepada kedua belah pihak yang
bersengketa agar dalam kurun waktu 14 hari menunjuk auditor untuk memeriksa objek
yang diperselisihkan. Salah satu pihak akhirnya menunjuk KAP Madia untuk
melakukan pemeriksaan. Setelah proses audit berlangsung, salah satu pihak
menganggap KAP ini menyalahi aspek hukum. Oleh karena tidak puas atas kondisi
yang menimpanya, pihak yang terakhir ini kemudian mempermasalahkan KAP ini ke
IAI dan Depkeu. Sampai di IAI ditemukan bahwa kesalahan KAP ini bukan pada proses
legalnya, tetapi dikeluarkannya opini atas hasil special audit. Untuk ini sanksi yang
dibeikan adalah tidak boleh melakukan special audit selama 3 bulan dengan masa
percobaan 6 bulan.
Pada kesempatan lain, Madia menyampaikan adanya “agenda” lain yang
dilakukan oleh orang tertentu yang bermain di balik salah satu pihak yang bersengketa.
Berdasarkan pengamatan Madia, orang ini sangat aktif melakukan lobby-lobby baik ke
IAI maupun ke Depkeu. Atas sanksi yang diterimanya, dia beranggapan bahwa oknum
di Depkeu telah berhasil di-lobby oleh yang bersangkutan. Madia pun mengatakan
bahwa hampir semua KAP pernah berurusan dengan pengadilan.Menariknya, rentetan
kasus ini tidaklah berlangsung pada arena praktik profesional akuntan saja tetapi juga
berkembang ke dimensi akademik dimana Madia sebagai staf pengajar di sebuah PTN.
Surat yang berisi sanksi dari IAI pernah beredar di kalangan dosen di tempat Madia
mengajar.
Bagaimanapun di balik peristiwa ini, ada hikmah yang dipetik Madia dan staf
KAP-nya. Dampak positif yang dialami KAP ini dalam menjalani praktik
profesionalnya setelah kejadian ini adalah dikedepankannya prinsip kehati-hatian dalam
menerima pekerjaan.Sementara itu, pengalaman lain yang berhubungan dengan
kebijakan yang dikeluarkan IAI dan Depkeu adalah pelaksanaan peer review
(pemeriksaan atas kelayakan pelaksanaan suatu pekerjaan profesional, terutama
auditing.Terlepas dari beberapa pengalaman pembelajaran tersebut, ada hal menarik
dibalik proses keluarnya sanksi tersebut. Berkaitan dengan proses di IAI sendiri, Madia
dan Wawan merasa mandapatkan perlakuan yang sewajarnya. Bahkan mereka
mendapatkan empati dari rekan-rekan akuntan.
Dapat dicermati suatu kondisi dimana suatu asosiasi organisasi profesi seperti
IAI mempunyai pengaruh yang besar atas keberadaan KAP. Dengan ketakzimannya,
KAP Madia Subakti menerima sanksi yang diberikan olehnya dan kemudian
menjadikannya sebagai sebuah pelajaran bagi diri dan KAP-nya untuk perbaikan dimasa
berikutnya. Proses demikian juga berlangsung untuk kasus peer review di mana adanya
proses ini dapat menumbuhkan kehati-hatian profesional bagi kalangan staf profesional
di KAP ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi sedemikian, tidak terlepas dari peran
pimpinan organisasi dalam mengarahkan organisasinya untuk sedapat mungkin
mematuhi dan melaksanakan keputusan pihak yang mempunyai otoritas daam garis
kewenangan profesional dibidangnya.
Hipokrisis Akuntan Di Zaman Edan
Pengantar
Giddens(2003: xxvii) mengemukakan bahwa hakikat interaksi sosial bisa
ditelaah dalam kaitannya denganlokal-lokal yang berbeda yang dikoordinasikan oleh
aktivitas-aktivitas harian individu. Tindakan yang dilakukan oleh individu adalah karena
adanya interkasi dengan masyarakat.Giddens(2003:30) menyebutkan bahwa seluruh
masyarakat merupakan sistem sosial dan sekaligus terdiri dari persinggungan-
persinggungan sistem sosial ganda. Sistem sosial merupakan hubunga yang diproduksi
antara aktor atau kolektivitas yang diorganisasi sebagai praktik sosial reguler.
Praktik Profesional di Tengah Realitas Zaman Edan
Dalam skala makro sosial dapat dicermati bahwa praktik sosial yang
berlangsung dewasa ini menggambarkan kebobrokan moral dalam segala dimensinya.
Di Indonesia kebobrokan moral dapat ditemukan dengan meluasnya korupsi. Begitu
juga halnya dengan pelaku bisnis, kasus Enron dan meruginya perusahaan lainnya di
Amerika menunjukkan lemahnya morlaitas di kalangan profesional.
Kondisi makro yang demikian menunjukkan karakteristik “ edan dari suatu
zaman, dimana moralitas diletakkan di balik jubah dan mahkota kehormatan duniawi.
Kondisi tersebut berdampak pada preferensi moral individu para akuntan, khususnya
yang beraktivitas di KAP. Hartojo Wignjowijoto (1999b) menyatakan “ Dalam prediksi
saya, kebanyakan mereka, akuntan tunduk pada periuk nasnya, dapurnya, sehingga
ujung-ujungnya dia mau meluncurkan diri. Ingat profesi ini tergolong profesi pelacuran,
sama seperti pengacara dan notaris.”Situasi seperti diatas muncul karena berbagai
sebab. Misalnya ketatnya persaingan antar KAP. Pengaruh pihak eksternal dalam
praktik di suatu organisasi tidak dapat dihindari begitu saja, tidak terkecuali dalam
praktik profesional suatu KAP. Keberadaan pihak eksternal bagi KAP sangat
berpengaruh terhadap keberadaan dirinya. Dalam beberapa kasus, staf bertindak tidak
etis karena dorongan internal sementara pimpinan karena faktor eksternal. Dalam hal
lain yang dapat mendorong profesional akuntan larut dalam situasi “edan” berasal dari
tekanan pihak luar yang berkaitan langsung dengan output jasa profesi akuntansi. Pihak
lain diluar kedua pihak diatas adalah klien, perbankan dan petugas pajak. Tidak dapat
dipungkiri bahwa keberadaan klien menjadi pendorong utam berlangsungnya peraktik
etis atau tidak etis sebuah KAP. Hal ini dapat dicermati dari berbagai dimensi
pengaturan etika yang dikeluarkan oleh IAI maupun badan pengatur lainnya. Secara
spesifik pengaturan ini dapat diperhatikan dari aturan Etika Kompartemen Akuntan
Publiktentang independensi, dan tentang tanggungjawab kepada klian. Dalam
memberikan jasa profesional kepada klien harus menjaga sikap mental yang independen
baik dalam fakta maupun penampilan.
Namun dalam pemahamn klien atas perhatian dan proses auditing sangatlah
beragam sehingga kondisi ini dapat mempengaruhi praktik yang dikembangkan oleh
staf profesional atau KAP sendiri. Klien menganggap bahwa fee yang diberikan pada
auditor adalah dari perusahaan, maka seharusnya auditor harus berpihak pada
manajemen, bukan pada komisaris. Dalam kondisi lain godaan dari klien ketika mereka
mengharapkan dapat terus diaudit adalah karena masalah kepraktisan, kemudahan
dalam berkomusikasi dan kepercayaan. Demikian pula “tekanan” dari pihak perbankan
ataupun petugas pajak.Petugas pajak cenderung apriori denga hasil audit maupun
laporan keuangan hasil konsultasi dengan KAP. Dari beberapa kondisi tersebut
menjelaskan bahwa sebenarnya praktik akuntansi tidak terlepas dari konteks sosialyang
melingkupinya. Mencermati kondisi yang demikian ini dapat dianalogikan dengan
“bacaan batiniah” filosof kerajaan Surakarta R.Ng. Ronggowarsito. Pernyataannya
menggambarkan tentang suatu masa dimana keadaan sosial mempengaruhi kesejatian
diri kebanyakan manusia, serta sekaligus dalam pernyataan ini ditegaskan betapa
pentingnya peran diri manusia dalam menyikapi keadaan sosial yang melingkupinya.
Pemikiran futuristik tersebut memberikan gambaran betapa krusakan sudah
terjadi dengan parahnya karena telah mnyeret para panutan dan simbol kebajikan serta
para agamawan dan wanita. Jika diidentifikasi pada konteks yang lebih sederhana,
pemakaian langsungatas hasil jasa akuntan itulah yang mendominasi eksistensi KAP.
Pihak eksternal KAP mendorng dihasilkannya praktik tidak etis tertentu, baik yang
dilakukan oleh akuntan sebagai individu maupun KAP sebagai
organisasi.“mendapatkan klien atau tidak” menjadi idiom sosial di kalangan akuntan
dan KAP. Mendapatkan klien berarti merupakan skemata simbolik atas
keberlangsungan praktik profesional sementara tidak mendapatkan klien merupakan
skemata simbolik atas kemungkinan harus ditutupnya KAP. Tidak mendapatkan klien
merupakan teror mematikan bagi kelangsungan KAP sehingga dengan keadaan ini,
akuntan dipaksa untuk dapat menerima dan menyelesaikan penugasan dengan
kom[romi-kompromi tertentu.
Dalam kondisi sosial yang demikian ini pula berbagai aturan hukum dan norma
moral menjadi tidak berfungsi untuk menjaga kewibawaan profesi. Begaimanapun
perilaku etis adalah suatu fenomena sosial yang inheren, dimana dia meliputi suatu
hubungan antara aktor-aktor yang terlibat dengan struktur hubungan sosial yang lain.
Belenggun Kapitalisme Sebuah Manifestasi Kehidupan Profesional Akuntan di
Zaman Edan.
Dorongan atas nilai-nilai materialistikbagaimanapun telah tertanam kepada
hampir semua lapisan masyarakat. Dalam pengertian yang dikemukakan
(Giddens:2001;18) atiran sosial moderenitas adalah kapitasisasi sistem ekonomi dan
institrusi-institusi lainnya. Dengan kerangka ini dapat dipahami bahwa kehidupan
modern adalah kehidupan yang selalu didorong dan disifati oleh nilai-nilai yang
mengagungkan pencapaian usaha manusia sehingga proses bagaimana keuntungan itu
bisa dicapai bukanlah persoalan yang perlu diperhatikan. Kapitalisme sebagai sebuah
sistem ekonomi mempunyai beragam keunikan. Dari segi proses kapitalisme adalah
sistem ekonomi yang hanya mengakui satu hukum tawar-menawar di pasar.
Tujuan dari penyajian laporan keuangan sebagai hasil dari proses akuntansi
menunjukkan tendensi kedekatan yang sangat kuat dengan aktivitas ekonomi dan bisnis.
Fokus utama laporan keuangan adalah informasi tentang laba dan komponen-
komponennya. Berdasarkan pemaparan Mathews dan Perera (1993;131) kerangka
pengembangan (pengaturan) akuntansi berangkat dari kolaborasi kepentingan pasar
(liberalisme) dan negara (legalisme) sehingga disebitnya sebagai mode associationism
merunut lebih jauh pemahaman diatas, maka profesi di bidang akuntansi merupakan
profesi yang telah tercengkram pula oleh hegemoni kapitalisme. Keberadaan profesi
akuntansu ditentukan oleh adanya hubungan antara principal dengan agen. Hal tersebuta
dalah suasana profesi akuntansi yang terliput pandangan di pasar modal dimana yang
banyak brmain adalah para pemilik modal besar. Dengan merujuk pada kondisi
demikian, maka profesionalisme akuntan yang ada di Amerika adalah profesional yang
sarat akan muatan nilai kapitalisme. Sementara itu jika mncermati lebih dalam yang
terjadi di Indonesia, pasar modal bukanlah instrumen terpenting yang mendorong
keberlangsungan perekonomian negara atau masyarakat. Selanjutnya damapka
lanjutandari distorsi tersebut adalah malpraktik bisnis yang terjadi dalam skala yang
luas dan akibatnya kerusakan moral melingkupi berbagai segi kehidupan.