iv. hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum perusahaan …repository.ub.ac.id/151524/5/bab_iv.pdf ·...
TRANSCRIPT
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 Sejarah Perusahaan
Pabrik Bogasari di Tanjung Priok, Jakarta mulai beroperasi pada
tanggal 29 November 1971. Setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 10 Juli
1972, dilakukan peresmian Pabrik Bogasari di Tanjung Perak, Surabaya. Saat ini
Bogasari memiliki dua pabrik yang berlokasi di Jakarta dan Surabaya dengan total
kapasitas produksi tepung sebesar 3,2 juta ton per tahun.
Bogasari memproduksi berbagai tepung terigu yang berkualitas untuk
berbagai kebutuhan dan dipasarkan dengan berbagai merek utama antara lain
Cakra Kembar, Segitiga Biru, dan Kunci Biru. Merek-merek utama tersebut
merupakan merek yang telah mapan, dikenal luas dan dekat di hati konsumen.
Guna menjawab kebutuhan konsumen akan berbagai jenis terigu untuk berbagai
makanan, Bogasari melakukan berbagai terobosan dan mengembangkan berbagai
merek lainnya seperti Cakra Kembar Emas, Lencana Merah, Taj Mahal dan lainnya.
Upaya peningkatan produk dan layanan yang dilakukan juga telah
mengantar Bogasari mendapatkan sertifikasi ISO 9001 (Sistem Manajemen Mutu),
ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan), ISO 22000 (Sistem Manajemen
Keamanan Pangan), dan OHSAS 18001 (Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja). Selain itu produk-produk tepung terigu Bogasari juga berhasil
meraih berbagai penghargaan baik dari lembaga swasta maupun pemerintah.
4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
Semua kegiatan yang di lakukan di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
Bogasari Flour Mills didasari oleh visi misi perusahaan yaitu:
Visi Perusahaan : Menjadi perusahaan “TOTAL FOOD SOLUTION”
Misi Perusahaan :
1. Senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan, proses produksi dan
teknologi.
2. Menyediakan produk berkualitas, inovatif sesuai pilihan pelanggan, serta
harga terjangkau.
3. Memastikan ketersediaan produk bagi pelanggan domestik maupun
internasional
27
4. Memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup bangsa Indonesia
khususnya dalam bidang Industri.
5. Meningkatkan stake holders / value secara berkesinambungan.
4.1.3 Proses Produksi Tepung Terigu
Proses produksi tepung terigu merupakan proses penggilingan gandum
untuk mendapatkan tepung dengan kualitas dan kuantitas sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Proses penggilingan (milling) bertujuan untuk
memisahkan endosperm dari kulit dan germ pada biji gandum, dan memperkecil
ukuran endosperm sekecil mungkin.
Sistem produksi tepung terigu PT. ISM Bogasari Flour Mills merupakan
produksi dengan skala besar. Peralatan produksi yang digunakan hampir semua
dilengkapi dengan sensor komputer, sehingga semua pekerjaan dapat
dikendalikan dengan komputer. Pekerja di bagian produksi bertugas untuk
mengawasi dan mengontrol semua proses produksi yang telah dikendalikan
oleh sistem komputer.
Proses produksi yang di jelaskan yakni adalah proses produksi yang
terdapat pada mill E di PT. Bogasari Flour Mills Jakarta. Kuantitas gandum yang
akan di olah dan tepung yang akan di hasilkan perlu dijaga sedemikian rupa agar
dapat memenuhi permintaan yang telah di atur oleh bagian PPIC (Production
Planning and Inventory Control) bagian yang mengatur penjadwalan produksi.
Kapasitas first dampening process mill E yakni adalah 35.000 kg/Hour , sedangkan
kapasitas second dampening process mill E yakni adalah 33.000 kg/Hour. Produk
yang di hasilkan pada mill E terdiri dari tepung Hard Flour, dan produk samping
(Bran, pollard, pellet, dan industrial Flour).
Aliran proses produksi gandum dari bahan baku sampai menjadi tepung
secara garis besar adalah proses penerimaan bahan baku dari wheat silo,
pembersihan bahan baku (pre cleaning), Proses pencampuran (Gristing),
pembersihan (cleaning) ,proses penambahan air (dampening dan conditioning),
proses penggilingan (milling), dan proses transfer ke FAM (feeding after mill). FAM
berfungsi menerima tepung dan by product dari mill, kemudian mendistribusikan ke
bagian-bagian berikutnya dengan kuantitas yang tepat dan waktu yang tepat.
Diagaram alir proses produksi tepung terigu dapat dilhat pada Lampiran 1.
28
1. Proses pembersihan awal (Pre Cleaning)
Tahapan pre cleaning merupakan tahap pembersihan awal gandum yang
berasal dari wheat silo yang memisahkan gandum dari impurities yang berukuran
besar. Gandum yang berasal dari wheat silo diangkut menggunakan belt conveyor
hingga ke bagian produksi,pada proses ini akan terjadi proses cleaning secara
aspirasi. Setelah dari belt conveyor, gandum kemudian di naikkan dengan
menggunakan bucket elevator, dan di pindahkan ke chain conveyor kemudian
masuk ke hopper. Hopper berfungsi sebagai tempat penampungan sementara
gandum. Setelah melewati hopper gandum akan mengalami proses pre cleaning
dengan menggunakan mesin separator. Separator akan memisahkan gandum
berdasarkan perbedaan ukuran. Separator akan memisahkan gandum dari
impurities berukuran besar seperti sepatu, sendal, kain yang ikut tercampur dalam
gandum. Setelah melewati separator gandum akan diangkut menggunakan screw
conveyor dan chain conveyor menuju ke raw wheat bin. Raw weat bin berfungsi
untuk menampung gandum yang telah melewati proses pre cleaning dan akan di
lakukan proses berikutnya yakni gristing, cleaning dan milling. Mill E memiliki 3 raw
wheat bin dengan kapasitas masing masing 280 ton.
2. Proses Pencampuran (Gristing)
Pencampuran gandum merupakan pencampuran antara beberapa jenis
gandum yang memiliki jenis dan kadar protein berbeda untuk menghasilkan satu
jenis tepung dengan spesifikasi protein tertentu secara efisien. Untuk setiap merk
tepung terigu yang diproduksi memiliki komposisi jenis gandum dan jumlah per
jenisnya yang berbeda. Komposisi tesebut ditentukan oleh PPIC berdasarkan
standar mutu yang telah di uji oleh bagian Quality Analysis dan berdasarkan
permintaan konsumen. Prinsip kerja pencampuran gandum dilakukan dengan cara,
gandum yang keluar dari Raw wheat bin akan terbaca oleh FCA (Flow Control
Automatic). FCA berfungsi sebagai pengatur kapasitas, pengatur komposisi
pencampuran (gristing), dan membaca aliran produk.
3. Tahap Pembersihan (Cleaning Process)
Cleaning process dibagi menjadi 4 tahap yakni tahap pre cleaning, first
cleaning, Conditioning process dan second cleaning. Pre cleaning dilakukan
sebelum gandum ditampung pada raw wheat bin. Sedangkan first cleaning
dilakukan setelah penampungan gandum di raw wheat bin hingga sebelum gandum
memasuki conditioning process. conditioning process terdiri dari proses first
dampening, first tempering, second dampening dan second tempering. Second
29
cleaning merupakan tahap akhir penggilingan sebelum dilakukan proses milling.
Untuk melihat diagram alir urutan Proses Milling Mill E berdasarkan nama mesin
dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.1.4 Ketenagakerjaan
Jumlah karyawan tetap di PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. Bogasari
Flour Mills Division sekitar 2883 pegawai. Diatur dalam peraturan kepegawaian
perusahaan, yakni 5 hari kerja seminggu untuk karyawan kantor dengan waktu atau
hari kerja sebagai berikut :
a. Senin s/d Kamis pukul 07.00-17.00 istirahat pukul 12.00-13.00
b. Jumat pukul 07.00-17.00 istirahat pukul 11.30-13.00
c. Sabtu libur
Bagi karyawan pabrik dan operasional seperti produksi, laboratorium, teknik
dan keamanan ditetapkan 6 hari kerja dengan rincian sebagai berikut :
a. Dibagi menjadi 3 shift, yaitu pagi pukul (00.00 – 08.00), sore pukul (08.00 –
16.00) dan malam pukul (16.00 – 24.00).
b. Hari Sabtu dihitung sebagai hari lembur, masuk mulai dari pukul 08.00
– 13.30.
c. Untuk libur karyawan diatur secara bergilir
d. Prosedur untuk merekrut karyawan baru PT. Indofood Sukses
Makmur, Tbk. Bogasari Flour Mills Division sama dengan
penerimaan karyawan di perusahaan lain. Setiap pelamar wajib
menjalani tes tertulis, tes kesehatan, wawancara dan psikotes. Setelah
semua lulus dijalani, karyawan tadi tidak langsung diangkat menjadi
karyawan tetap, namun harus menjalani dahulu masa percobaan
selama tiga bulan sebelum akhirnya mendapat Surat pengangkatan
yang sekaligus merupakan keterangan departemen karyawan baru
yang tersebut ditempatkan. Selain pemberian gaji pokok dan
tunjangan, karyawan yang melakukan lembur akan mendapatkan
upah lembut yang dihitung per jam dan besar jumlahnya mengacu
pada peraturan dari Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Untuk karyawan baru dibagian produksi akan melakukan pelatihan
selama 2 tahun. Setelah pelatihan selesai, karyawan akan langsung
diangkat menjadi section head di wilayah produksi karyawan
tersebut ditempatkan serta dapat ikatan dinas 2 tahun kedepan. Bagi
30
karyawan yang terbukti melakukan pelanggaran berat atau tindakan
indisipliner yang melanggar kesepakatan kerja bersama dapat
diberhentikan secara tidak hormat.
4.2 Data Output dan Input Produktivitas
Berikut merupakan data produksi di PT Indofood Sukses Makmur Tbk
Bogasari Flour Mills Jakarta dari bulan januari 2016 sampai dengan bulan Januari
2016 ditunjukan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Jumlah Output dan Input PT Indofood Sukses Makmur Tbk Bogasari Flour
Mills Januari 2015 – Januari 2016
Sumber : Data PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa output merupakan hasil produk
yang dihasilkan yaitu berupa tepung terigu (ton) dan input merupakan sumber daya
yang digunakan untunk menghasilkan output yang diwakili dengan 4 kriteria.
Kebutuhan bahan baku menunjukan jumlah bahan baku yaitu berupa gandun yang
dibutuhkan dalam proses produksi pembuatan tepung terigu. Gandum yang
No Periode
Output Input
Produk
Output
(Tepung)
(Ton)
Bahan
Baku
(Gandum
Ton)
Tenaga
Kerja
(Orang)
Jam
Kerja
Mesin
(Jam)
Energi
Listrik
(kWh)
1 Januari 2015 7.029,302 9.088,518 224 543,78 483,97
2 Februari 2015 6.054,148 7.814,038 200 487,03 412,03
3 Maret 2015 7.297,423 9.404,361 234 548,73 484,96
4 April 2015 8.834,431 11.396,078 281 632,54 681,32
5 Mei 20115 6.767,060 8.731,150 207 497,55 448,54
6 Juni 2015 8.134,663 10.494,397 250 600,02 539,35
7 Juli 2015 6.436,039 8.299,652 213 488,50 435,05
8 Agustus 2015 7.461,321 9.605,492 244 545,53 491,65
9 September 2015 6.976,507 9.001,790 239 502,36 468,99
10 Oktober 2015 7.918,518 10.214,312 252 552,23 542,68
11 November 2015 5.391,643 6.940,972 187 465,46 382,06
12 Desember 2015 6.990,659 9.006,989 282 515,38 459,66
13 Januari 2016 7.351,270 9.479,300 294 522,39 513,24
Rata - rata 7.126,383 9.190,542 239 530,88 487,96
31
digunakan dalam proses menyesuaikan produk yang akan di produksi oleh bagian
miiling process. Kebutuhan tenaga kerja menunjukan kuantitas tenaga kerja yang
dibutuhkan selama dilakukanya proses produksi. Kebutuhan pemakaian jam kerja
mesin merupakan kuantitas jam kerja yang digunakan pada setiap mesin proses
produksi tepung terigu pada milling process. Pemakaian energi listrik merupakan
jumlah energi yang digunakan dalam proses produksi yang difokuskan pada
pemakaian setiap mesin yang menjadi penyedia energi pada setiap proses
produksi.
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah input dan output berfluktuasi.
Hasil produksi yaitu output tertinggi dicapai perusahaan dalam memproduksi tepung
terigu adalah pada periode 4 di bulan April 2015 yang mencapai 8.834,431 ton yang
diikuti dengan besarnya pemakaian bahan baku 11.396,078 ton dan dengan
penggunaan tenaga kerja yang berjumlah 281 orang, selain itu besarnya output
yang didapatkan dipengaruhi juga oleh penggunaan jam kerja mesin dengan 632,54
jam dan pemakaian energi listrik dengan jumlah 681,32 kWh. Akan tetapi
didapatkan penggunaan tenaga kerja yang berlebihan pada periode 12 dan 13 di
bulan Desember 2015 dan Januari 2016 dengan jumlah 282 orang dan 294 orang
yang melebihi jumlah penggunaan tenaga kerja dengan ouput tertinggi yang
dihasilkan. Adanya penumpukan tenaga kerja pada periode 12 dan periode 13
diakibatkan oleh, pada periode 12 perusahaan melakukan perekrutaan tenaga
kerja baru dan pada periode 13 perusahaan kembali melakukan penambahaan
perekrutaan tenaga kerja yang mencapai 294 tenaga kerja baru. Perekrutaan
tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan pada periode 12 di bulan Dessember
2015 dan periode 13 di bulan Januari 2016 merupakan salah satu usaha
perusahaan dalam meningkatkan produktivitas perusahaan yang diikuti dengan
bertambahnya permintaan dari pasar untuk kebutuhan tepung terigu.
Sedangkan hasil terendah yaitu pada periode 11 di bulan November 2015
dengan 5. 391,643 ton yang diikuti dengan banyak pemakaian bahan baku yaitu
sebesar 9.006,989 dan juga banyak menggunakan tenaga kerja yang mencapai
282 orang tenaga kerja. Pada pemakaian jam kerja mesin dan pemakaian energi
listrik yang masing-masing berjumlah 515,38 jam kerja mesin dan 459,66 kWh, hal
ini disebabkan adanya pemborosan pada penggunaan jam kerja mesin dan energi
listrik. Pemborosan yang terjadi disebabkan adanya pemberhentian mesin akibat
kerusakan mesin pada saat proses produksi sehingga menyebabkan adanya
penambahan jam kerja mesin dan pemakaian energi listrik.
32
4.3 Pengolahan Data dengan Meotode OMAX
Objective Matrix (OMAX) adalah suatu sistem pengukuran produktivitas
parsial yang dikembangkan untuk memantau produktivitas di tiap bagian
perusahaan dengan kriteria produktivitas yang sesuai dengan keberadaan bagian
tersebut. Ada beberapa tahapan dalam metode OMAX. Tahapan yang dilakukan
dalam metode OMAX adalah pengukuran nilai performance dari setiap kriteria
pengukuran.
4.3.1 Penentuan Perfomance Tiap Kriteria
Performance merupakan tingkat produktivitas yang merupakan rasio tiap
kriteria pada setiap periode pengukuran. Nilai performance didapatkan dari rasio
tiap kriteria yaitu nilai output dibagi dengan masing-masing input faktor produksi.
Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai performance menunjukan fluktuasi disetiap
kriteria. Menurut Putriastiti (2011), bahwa fluktuasi dalam nilai performance
menunjukan tingkat pencapaian produktivitas belum baik sehingga perlu dilakukan
perbaikan.
Tabel 4.2 Nilai Performance Tiap Kriteria
No Periode
Bahan Baku
(Gandum ton)
Kriteria I
Tenaga Kerja
Kriteria II
Jam Kerja
Mesin (Jam)
Kriteria III
Energi Listrik
(kWh) Kriteria
IV
1 Januari 2015 0,7734 31,2808 12,9267 14,5242
2 Februari 2015 0,7748 30,2707 12,4307 14,6934
3 Maret 2015 0,7760 31,1856 13,2987 15,0475
4 April 2015 0,7752 31,5816 14,0298 13,0253
5 Mei 20115 0,7750 32,6911 13,6008 15,0867
6 Juni 2015 0,7751 32,5387 13,5573 15,0824
7 Juli 2015 0,7755 30,2161 13,1751 14,7939
8 Agustus 2015 0,7768 30,5792 13,6772 15,1761
9 September 2015 0,7750 29,1904 13,8875 14,8755
10 Oktober 2015 0,7752 31,4227 14,3392 14,5915
11 November 2015 0,7768 28,8323 11,5835 14,1121
12 Desember 2015 0,7761 24,7896 13,5641 15,2083
13 Januari 2016 0,7755 25,0043 14,0724 14,3233
Rata-rata 0,7754 29,9647 13,3908 14,6524
Sumber : Data diolah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
33
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa nilai performance pada tiap kriteria
bahan baku dikatakan berfluktuasi. Nilai performance tertinggi dari kriteria bahan
baku dicapai pada periode 8 dan periode 11 sebesar 0,7768, hal tersebut
disebabkan dengan maksimalnya dalam pengolahan input yaitu pemakaian bahan
baku gandum dan dapat menghasilkan output yaitu tepung terigu yang cukup
banyak. Semakin banyaknya gandum yang digunakan dalam produksi tepung terigu
merupakan adanya permintaan pasar yang meningkat sehingga perusahaan harus
meningkatkan kapasitas produksinya. Sedangkan nilai performance terendah
didapatkan yaitu sebesar 0,7734 yaitu pada periode 1 pada bulan Januari 2015.
Nilai performance dipengaruhi oleh pemanfaatan bahan baku untuk produk,
sehingga semakin tinggi tingkat efisiensi bahan baku yang digunakan maka nilai
performance semakin besar. Adanya penurunan nilai performance disebabkan
kemungkinan pemakaian bahan baku yang kurang efisien sehingga menyebabkan
rendahnya nilai performance. Kualitas dan ketersediaan bahan baku menjadi faktor
yang sangat penting dalam proses produksi. Semakin efisienya pemakaian bahan
baku dan semakin besar output yag dihasilkan, maka semakin besar nilai
performance yang dihasilkan.
Pada kriteria tenaga kerja, nilai performance teritinggi dari kriteria tenaga
kerja dicapai pada periode 5 di bulan Mei 2015 yang mencapai 32,6911 ton/orang.
Pada periode ini tenaga kerja bekerja secara lebih rajin dan giat sehingga pekerjaan
yang dilakukan lebih produktif dan menggunakan jumlah tenaga yang bisa
dikatakan lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata pemakaian tenaga kerja pada
setiap periodenya. Nilai performance terendah dicapai pada periode 12 di bulan
Desember 2015 dengan nilai sebesar 24,7896 ton/orang, karena pada periode ini
jumlah tenaga kerja mencapai 282 orang pekerja. Didapatkanya nilai performance
terendah disebabkan oleh bahan baku yang diolah pada setiap periode tidak sama
dan penggunaan tenaga kerja yang kurang diperhitungkan perusahaan.
Nilai performance kriteria pemakaian jam kerja mesin tertinggi dicapai pada
periode 10 pada bulan Oktober 2015 dengan nilai sebesar 14,3392 ton/jam. Hal ini
disebabkan karena mesin berjalan dengan lancar dan maksimal. Pada mesin
biasanya mendapatkan perawatan yang dilakukan secara berkala dan sehingga
mengakibatkan mesin berjalan optimal tanpa adanya kerusakan. Nilai performance
terendah didapatkan pada periode 11 yaitu pada bulan November 2015 dengan
nilai performance sebesar 11,5835 ton/jam. Adanya penurunan nilai kemungkinan
disebabkan oleh beberapa mesin yang mengalami gangguan kerusakan dan
34
menyebabkan adanya beberpa proses yang terhenti dan proses produksi tidak
berjalan secara efektif. Selain itu adanya kelancaran mesin dalam pengolahan juga
menjadi salah satu faktor tinggi rendahnya performance yang dihasilkan.
Nilai performance pada kriteria pemakain energi listrik nilai performance
tertinggi didapatkan nilai sebesar 15,2083 ton/kwh yaitu pada bulan Desember 2015
di periode 12. Hal ini disebabkan pada periode ini mesin bekerja secara efektif
sehingga energi listrik yang digunakan sangat tinggi. Nilai performance terendah
terdapat di periode 4 pada bulan april 2015 yaitu sebesar 13,0253 ton/kwh yang
disebabkan karena adanya kerusakan mesin saat proses produksi yang
menyebabkan adanya pemakaian listirk yang tidak digunakan secara maksimal
dalam proses. Seluruh data performance ini kemudian diolah pada tahap
perhitungan nilai produktivitas selanjutnya untuk menentukan skor 3, skor 10, skor
1-2 dan skor 4-9.
4.3.2 Penentuan Nilai Produktivitas Rata-rata (Skor 3)
Besarnya nilai pada skor 3 ini didapatkan dengan merata-ratakan nilai
produktivitas yang dicapai oleh masing-masing kriteria pada seluruh periode
pengukuran yaitu pada periode 1 bulan Januari 2015 sampai dengan periode 13
bulan Januari 2016. Nilai yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.3 Penentuan
Skor 3 dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 4.3 Nilai Skor 3 dari Masing-masing Kriteria
No Kriteria Produktivitas Skor 3
1 Produktivitas Bahan Baku 0,7754
2 Produktivita Tenaga Kerja 29,9647
3 Produktivitas Jam Kerja Mesin 13,3908
4 Produktivitas Energi Listrik 14,6524
Sumber : Data diolah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukan nilai skor 3 yang merupakan nilai rata-
rata pada tiap kriteria yang dicapai. Pada nilai kriteria bahan baku didapatkan
sebesar 0,7754 yang berarti dalam 1 ton bahan baku gandum dapat menghasilkan
rata-rata 0,7754 ton tepung terigu. Pada kriteria produktivitas tenaga kerja nilai skor
3 didapatkan sebesar 29, 9647 yang menunjukan bhawa rata-rata setiap 1 orang
tenaga kerja mampu mengerjakan 29,9647 ton tepung terigu. Pada produktivitas
jam kerja mesin didapatkan nilai sebesar 13,3908 yang berarti bahwa setiap 1 jam
kerja mesin produksi menghasilkan 13.3908 ton tepung terigu. Nilai skor 3 pada
35
produktivtias energi listrik didapatkan nilai sebesar 14,6524 ton tepung terigu yang
berarti bahwa setiap 1 kwh yang digunakan akan menghasilkan 14,6524 ton tepung
terigu.
4.3.3 Penentuan Nilai Produktivitas Tertinggi (Skor 10)
Perusahaan harus menentukan suatu target pencapaian produksi untuk
memenuhi tujuan perusahaan. Target yang dicapai disesuaikan dengan
kemampuan perusahaan. Nilai skor 10 merupakan target yang ingin dicapai oleh
perusahaan. Sebelum menentukan nilai skor 10 perlu dilakukan uji normalitas data
dengan model one sample kolmogorov siminov test dengan bantuan program spss
17.00. uji normalitas data ini digunakan untuk memastikan bahwa data rasio pada
pengukuran teridistribusi normal, sehingga data dapat digunakan untuk langkah
pengukuran produktivitas lanjut. Hasil uji normalitas tercantum pada lampiran.
Berdasarkan pengujian normalitas yang sudah dilakukan diktehaui nilai asimptotic
ssignificane > 0,05 untuk kriteria. Hal ini menunjukan bahwa data yang digunakan
sudah terdistribusi normal sehingga dapat dilanjutkan dengan mengghitung
penentuan sasaran produktivitas akhir yaitu skor 10. Apabila data yang digunakan
tidak berdistribusi normal, maka data tersebut tidak dapat dipakai dalam tahap
pengukuran produktivitas selanjutnya.
Nilai skor 10 selama 13 periode dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus batas kendali atas (BKA), perhitunganya dapat dilihat pada lampiran. Dari
hasil perhitungan didapatkan nilai skor 10 (BKA) pada Tabel 4.4 .
Tabel 4.4 Niali Skor 10 Masing-masing Kriteria
No Kriteria Produktivitas Skor 10
1 Produktivitas Bahan Baku 0,7780
2 Produktivita Tenaga Kerja 34,7896
3 Produktivitas Jam Kerja Mesin 14,8141
4 Produktivitas Energi Listrik 16,4070
Sumber : Data diolah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
Pada Tabel 4.4 menjelaskan tentang skor tertinggi, yang menunjukan
bahwa dalam 1 ton bahan baku gandum harus mampu menghasilkan tepung terigu
sebanyak 0,7780 ton tepung terigu. Hal ini merupakan sasaran atau target yang
harus dicapai oleh perusahaan. Pada Tabel 4.4 juga menjelaskan bahwa pada
pemakaian tenaga kerja, untuk 1 orang tenaga kerja diharapkan harus mampu
36
menghasilkan 34,7896 ton tepung terigu untuk mencapai produksi selama 1
periode. Pada pemakaian jam kerja mesin didapatkan yaitu sebesar 14,8141 yang
berarti pada satu jam pemakaian produksi tersebut harus memenuhi target
tersebut. Pemakaian energi listrik yaitu sebesar 16,4070 yang berarti bahwa dalam
1 kwh harus memcapai nilai tersebut pada setiap periodenya.
4.3.4 Penentuan Niali Produktivitas Terendah (Skor 0)
Tahap pengukuran produktivitas yang dilakukan selanjutnya adalah
penentuan nilai skor 0. Nilai skor 0 merupakan nilai skor terendah yang
kemungkinan dialami perusahaan. Nilai skor 0 didapatkan dari nilai BKB (batas
kendali bawah). Perhitungan skor 0 dapat dilihat pada lampiran 6. Nilai skor 0 dapat
dilihat pada Lampiran 6. Nilai skor 0 dari masing-masing kriteria dapat dilihat pada
Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Nilai skor 0 Masing-masing Kriteria
No Kriteria Produktivitas Skor 0
1 Produktivitas Bahan Baku 0,7729
2 Produktivita Tenaga Kerja 25,1398
3 Produktivitas Jam Kerja Mesin 11,9674
4 Produktivitas Energi Listrik 12,8979
Sumber : Data diolah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa nilai yang ada merupakan
nilai paling minimal yang kemungkinan dialami oleh perusahaan. Level 0 dalam
pemakaian bahan baku menunjukan bahwa 1 ton gandum hanya menghasilkan
0,7729 ton tepung terigu. Dalam pemakaian tenaga kerja, setiap 1 orang tenaga
kerja hanya dapat memproduksi minimal 25,1398 ton tepung terigu. Pemakaian jam
kerja mesin, setiap 1 jam mesin digunakan hanya dapat menghasilkan 11,9674 ton
tepung terigu. Sedangkan pada pemakaian energi listrik didapatkan setiap
pemakaian 1 kWh didapatkan sebesar 12,8979 ton tepung terigu. Nilai ini
merupakan pencapaian terburuk sehingga harus dihindari oleh perusahaan.
37
4.3.5 Penentuan Nilai Produktivitas Realistis (Skor 1-2 dan Skor 4-9)
Nilai produktivitas realistis merupakan nilai yang mungkin dicapai sebelum
sasaran akhir. Nilai ini berfungsi untuk mengisi kolom matriks yang belum terisi pada
OMAX, selain itu nilai ini merupakan pencapaian dari nilai terburuk sampai nilai
optimal, sehingga dapat diketahui level yang dicapai oleh perusahaan pada tiap
periode pengukuran. Nilai skor 1 dan 2 didapatkan dari pengukuran skor 3 dengan
nilai interval 0-3. Skor 4 sampai dengan 9 didapatkan dari menambahkan skor 3
dengan nilai interval 3-10. Nilai interval diperoleh dengan menggunakan
perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai skor 1-2 dan 4-9 pada
masing-masing kriteria dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Nilai Skor 1-2 dan Skor 4-9 dari masing-masing Kriteria
Sumber : Data diolah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dijelaskan bahwa nilai produktivitas bahan
baku mungkin dicapai perusahaan berkisar antara 0,7729 sampai dengan 0,7780.
Hal ini berarti bahwa dalam 1 ton bahan baku gandum, perusahaan dapat
menghasilkan 0,7729 sampai dengan 0,7780 ton tepung terigu. Pada kriteria tenaga
kerja dapat dikatakan bahwa tiap 1 orang tenaga kerja dapat menghasilkan 25,1398
sampai dengan 34,7896 ton tepung terigu. Untuk kriteria jam kerja mesin setiap 1
jam mesin dipakai dalam produksi dapat menghasilkan 11,9674 sampai dengan
14,8141 ton tepung terigu. Sedangkan pada kriteria energi listrik didapatkan yaitu
sebesar 12,8979 sampai dengan 16,4070 tepung terigu di setiap pemakaian
ton/kwh energi lsitrik yang terpakai.
Bahan Baku Tenaga Kerja
Jam Kerja
Mesin
Energi
Listrik Level
0,7780 34,7896 14,8141 16,4070 10
0,7776 34,1003 14,6108 16,1563 9
0,7772 33,4110 14,4075 15,9057 8
0,7769 32,7217 14,2041 15,6550 7
0,7765 32,0325 14,0008 15,4044 6
0,7761 31,3432 13,7974 15,1537 5
0,7758 30,6539 13,5941 14,9031 4
0,7754 29,9647 13,3908 14,6524 3
0,7746 28,3564 12,9163 14,0676 2
0,7737 26,7481 12,4418 13,4827 1
0,7729 25,1398 11,9674 12,8979 0
38
4.3.6 Penentuan Score, Weight dan Value
Score adalah level yang menunjukan nilai produktivitas (Performance) pada
saat pengukuran. Score juga merupakan tingkatan yang menunjukan nilai
produktivitas parsial masing-masing kriteria. Score ditentukan dari nilai performance
setiap kriteria. Penentuan nilai score dapat dilihat pada Lampiran 7.
Setiap kriteria memiliki tingkat kepentingan yang berbeda terhadap
peningkatan produktivitas. Oleh karena itu perlunya dilakukan pembobotan (weight)
pada setiap kriteria. Weight adalah besarnya bobot kepentingan pada masing-
masing kriteria produktivitas. Proses pembobotan didapatkan berdasarkan pada
data kuesioner yang telah diolah dengan menggunakan metode perbandingan
berpasangan (pairwise comparison). Data kuesioner diperoleh berdasarkan
informasi dari responden ahli yang mewakili masing-masing kriteria yaitu kepala
bagian milling dan juga oleh manajer milling. Para ahli penilai pengaruh masing-
masing kriteria melalui kuesioner penilaian kriteria produktivitas yang dapat dilihat
pada Lampiran 7. Bobot dari masing-masing kriteria produktivitas berjumlah 100%
yang menunjukan tingkat kepentingan dari masing-masing kriteria pada
keseluruhan sasaran produktivtas perusahaan. Pembobotan dapat menunjukan
kriteria yang paling penting sampai kriteria yang tidak terlalu penting bagi
peningkatan perusahaan. Hasil kuesioner telah menunjukan nilai konsisten, karena
nilai CR<0,1. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh bobot untuk masing-
masing kriteria seperti pada Tabel 4.7 .
Tabel 4.7 Nilai Bobot Tiap Kriteria
No Kriteria Produktivitas Bobot
1 Bahan Baku 0,52
2 Tenaga Kerja 0,22
3 Jam Kerja Mesin 0,13
4 Energi Listrik 0,13
1,00
Sumber : Data diolah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
Berdasarkan Tabel 4.7 Nilai Bobot Kriteria dapat dilihat bahwa kriteria yang
mempunyai tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan yang lain yang
berpengaruh terhadap terhadap produktivitas adalah kriteria pemakaian bahan
baku dengan bobot 0,52 sedangkan untuk bobot terendah didapatkan pada kriteria
jam kerja mesin dan kriteria yang mempunyai bobot sama yaitu 0,13. Menurut
39
responden, bahan baku merupakan faktor penting dalam proses produksi tepung
terigu, karena bahan baku dapat berpengaruh pada jumlah produk (output) dan
kualiatas yang dihasilkan. Untuk bobot terendah didapatkan pada dua kriteria yaitu
pada jam kerja mesin dan energi lisitrik. Hal ini dikarenakan karena energi listrik
dengan jam kerja mesin merupakan salah satu bagian yang pendukung yang saling
berhubungan dalam produksi. Meskipun bobot energi listrik dan jam kerja mesin
mendapatkan bobot paling rendah, perusahaan harus tetap memperhatikan dan
mengontrol penggunaanya. Sedangkan untuk tenga kerja memperoleh bobot yaitu
sebesar 0,22. Hal ini merupakan salah satu faktor penting dari proses dimana
tenaga kerja bekerja secara efektif dan efisien, sehingga harus diperhatikan
perusahaan karena tenaga kerja juga bisa menyebabkan adanya menghambat
proses produksi.
Setelah menentukan bobot, dapat diketahui value dari hasil perkalian antara
score dan weight. Value merupakan nilai produktivitas parsial tiap kriteria. Hasil
penjumlahan nilai value dari seluruh kriteria digunakan untuk mengetahui nilai
produkivitas total perusahaan. Value untuk kriteria bahan baku semuanya sama
karena dari perhitungan dan nilai performance nilai yang didapatkan tidak begitu
signifikan yang berarti perbedaan nilai dihasilkan tidak mengalami perbedaan yang
jauh dengan nilai periode lainya yaitu sebesar 0,40. Pada kriteria tenaga kerja
sendiri didapatkan nilai value terbesar yaitu sebesar 7,73 yaitu pada periode 8 pada
bulan agustus 2015. Sedangkan pada tenaga kerja nilai value terendah didapatkan
pada periode 12 di bulan Desemeber 2015 yaitu sebesar 5,45. Kriteria jam kerja
mesin didapatkan nilai value terbesar yaitu sebesar 1,86 yaitu pada periode 10 di
bulan Oktober 2015, sedangkan nilai terendah didapatkan pada periode 11 dibulan
November 2015. Pada kriteria energi listirk didapatkan nilai value tertinggi yaitu
sebesar 1,98 pada periode 12 dibulan Desember 2015, sedangkan nilai value
ternedah didapatkan sebesar 1,69 pada periode 4 dibulan april 2015. Hasil nilai
value keseluruhan pada masing-masing kriteria dapat dilihat pada Tabel 4.8.
40
Tabel 4.8 Nilai Value Masing-masing Kriteria
Periode
Kriteria
Bahan
Baku
Tenaga
Kerja Jam Kerja Mesin
Energi
Listrik
Periode 1 0,40 6,90 1,68 1,89
Periode 2 0,40 6,66 1,62 1,91
Periode 3 0,40 6,86 1,73 1,96
Periode 4 0,40 6,92 1,82 1,69
Periode 5 0,40 7,19 1,77 1,96
Periode 6 0,40 1,16 1,76 1,96
Periode 7 0,40 6,65 1,71 1,92
Periode 8 0,40 6,73 1,78 1,97
Periode 9 0,40 6,42 1,81 1,93
Periode 10 0,40 6,91 1,86 1,90
Periode 11 0,40 6,34 1,51 1,83
Periode 12 0,40 5,45 1,76 1,98
Periode 13 0,40 5,50 1,83 1,86
Sumber : Data diolah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
Niali score, weight dan value ini ditampilkan pada OMAX seperti yang
tercantum pada Lampiran 7. Setelah menentukan nilai score, weight dan value,
tahapa selanjutnya adalah menentukan nilai performance indikator.
4.3.7 Penentuan Performance Indicator
Performance indicator menunjukan produktivitas total di peruahaan pada
tiap periode. Pada performace indikator terdapat 3 bagian yang terdiri dari nilai
current, previous dan indeks produktivitas. Hasil pengolahan data menggunakan
metode OMAX digunakan untuk mengevaluasi produktivitas perusahaan selama
periode pengukuran. Evaluasi dilakukan terhadap nilai produktivitas total pada
perusahaan.
4.4 Evaluasi Produktivitas
Evaluasi produktivitas dilakukan terhadap produktivitas total dan parsial
perusahaan. Evaluasi produktivitas parsial didadsarkan pada nilai indeks
produktivitas. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan model fishbone diagram
untuk mengidentifikasi permasalahan yang mempengaruhi produktivitas dalam
perusahaan.
41
4.4.1 Evaluasi Produktifitas Parsial
Evaluasi produktivitas parsial dilakukan dengan mengevaluasi nilai
produktivitas setiap kriteria pengukuran. Evaluasi ini didadsarkan pada pencapaian
nilai skor produktivitas pada masing-masing kriteria. Setiap kriteria memiliki
pencapaian nilai skor yang berbeda-beda. Nilai skor pencapaian produktivitas dapat
dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Nilai Skor Pencapaian Produktivitas
Periode
Kriteria
Bahan
Baku
Tenaga
Kerja
Jam Kerja
Mesin
Energi
Listrik
Periode 1 3 1 3 3
Periode 2 3 1 3 3
Periode 3 6 5 3 5
Periode 4 3 5 6 1
Periode 5 3 7 5 5
Periode 6 3 7 5 5
Periode 7 4 4 4 4
Periode 8 7 4 5 6
Periode 9 3 1 3 3
Periode 10 4 6 8 4
Periode 11 7 3 0 3
Periode 12 5 0 4 6
Periode 13 4 0 7 3
Sumber : Data diolah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
Keterangan : = Pencapaian skor tertinggi
= Pencapaian skor terendah
1. Kriteria Produktivitas Bahan Baku
Pada Tabel 4.9 bisa dilihat merupakan nilai skor yang didapatkan pada
pencapaian produktivitas. Pada kriteria produktivitas bahan baku nilai skor
produktivitas tertinggi dicapai pada dua periode yaitu pada periode 8 dan periode
11 yaitu pada bulan Agustus dan November 2015. Nilai tertinggi dari 2 periode
tersebut didapatkan sebesar 7. Hal ini dikarenakan pada periode tersebut
42
perusahaan menghasilkan 7,461,321 ton tepung terigu dengan bahan baku
9,605,492 ton bahan baku gandum, begitu juga dengan periode 12 yang
mendapatkan skor tertinggi yaitu dengan hasil tepung terigu sebesar 6,990,659
sedangkan hanya memakai bahan baku sebesar 9,006,989 ton. Ini menyebabkan
adanya pemakaian bahan baku yang lebih efisien dibandingkan dengan periode
lainya. Semakin besar nilai skor yang didapatkan itu menandakan semakin tinggi
tingkat produktivitasnya. Sesuai dengan pada Tabel 4.2 nilai performance tertinggi
juga didapatkan pada periode 8 dan 11. Untuk skor terendah didapatkan pada
periode 1,2,4,5 dan 6 dengan nilai skornya yaitu sebesar 3. Produktivitas terendah
pada 5 periode tersebut menandakan adanya beberapa kendala yang dialami
dalam pemakaian bahan baku. Didapatkanya nilai terendah pada periode tersebut
sesuai dengan hasil pada nilai performance yang terdapat pada Table 4.2 yang
memperoleh nilai performance yang tidak melebihi 0,7750.
2. Kriteria Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja pada periode 5 dan 6 merupakan skor tertinggi
yang didapatkan dalam perhitungan dibandingkan dengan periode lainya. Nilai
produktivitas ini tertinggi karena didukung dengan kedisplinan tenaga kerja yang
sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas. Perolehan skor tertinggi pada
periode 5 dan 6 pada kriteria tenaga kerja sesuai dengan nilai performance di Tabel
4.2 didapatkan pada periode tersebut yang memperoleh nilai tertinggi dibandingkan
dengan 11 periode lainya. Untuk skor terendah didapatkan pada periode 12 dan
periode 13 dengan hanya mendapatkan skor 0. Hal ini disebabkan karena adanya
pengawasan dan kurang efektifnya pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja
sehingga tidak bisa mencapai target yang diinginkan perusahaan. Skor terendah
yang diperoleh pada periode 12 dan 13 sesuai dengan Tabel 4.2 yang memperoleh
nilai performance terkecil yang hanya sebesar 24, 7896 dan 25,0043.
3. Kriteria Produktivitas Jam Kerja Mesin
Produktivitas Jam Kerja mesin mempunyai pengaruh yang cukup penting
terhadap produktivitas yang dicapai oleh perusahaan karena tingkat kepentingan
jam kerja mesin dalam mempengaruhi produktivitas yaitu sebesar 13%. Nilai skor
jam kerja mesin tertinggi didapatkan pada periode 10 yaitu denga nilai skor 8,
sedangkan terendah didapatkan pada periode 11 dengan nilai skor yaitu 0. Pada
periode 10 didapatkanya skor tertinggi dikarenakan perusahaan dapat berjalan
dengan efektif dalam penggunakan jam kerja mesin dibandingkan dengan periode
43
lainya. Untuk produktivitas terendah didapatkan karena adanya beberaba kendala
pada pemakian jam kerja mesin sehingga menyebabkan adanya penurunan
produktivitas pemakaian mesin yang tentunya sangat mempengaruhi produktivitas
perusahaan. Sesuai dengan Tabel 4.2 pada periode 10 didapatkan nilai skor
tertinggi dikarenakan pada periode ini mendapatkan niali performance terbesar dan
pada periode 11 pada nilai performance terendah.
4. Kriteria Penggunaan Energi listrik
Pemakaian energi listrik selama proses produksi juga berpengaruh terhadap
pencapaian produktivitas perusahaan. Pada pemakaian energi listrik, perusahaan
memncapai skor tertinggi 6 pada periode 8 dan periode 12. Hal ini dikarenakan
pada periode tersebut hasil produksi yang didapatkan lebih besar dari pada periode
lainya dan adanya penggunaan energi listrik yang sangat efektif. Sedangkan pada
skor terendah didapatkan pada periode 4 yaitu sebesar 1, hal ini menunjukan bahwa
pada periode ini diperlukan perbaikan lagi dalam penggunaan energi listrik agar
produktifitas perusahaan dapat tercapai. Perolehan skor tertinggi dan terendah
pada periode tersebut sesuai dengan Tabel 4.2, dimana pada periode 8 dan
periode 12 memperoleh nilai performance tertinggi dan untuk nilai performance
terendah pada periode 4. Hal ini menunjukan nilai performance akan sangat
menentukan tinggi rendahnya skor yang diperoleh.
4.4 Evaluasi Produktivitas Total
Evaluasi produktivitas total digunakan untuk mengukur perubahan efisiensi
dari kegiatan proses produksi. Evaluasi produtivitas total didapatkan dari nilai
current. Evaluasi dilakukan denga mengamati indeks produktivitas yang dicapai
pada performance indikator dalam tabel matrix OMAX. Nilai indeks produktivitas
(performance indicator) dapat dilihat pada Tabel 4.10.
44
Tabel 4.10 Nilai Produktivitas Total dan Indeks Produktivitas
Periode Current Previous Indeks Produktivitas
(%)
Periode 1 10,87 - -
Periode 2 10.59 10,87 -2,59
Periode 3 10,95 10,59 3,4
Periode 4 10,82 10,95 -1,18
Periode 5 10,32 10,82 4,66
Periode 6 11,28 11,32 0,31
Periode 7 10,69 11,28 -5,26
Periode 8 10,88 10,69 1,8
Periode 9 10,56 10,88 -2,9
Periode 10 11,08 10,56 4,89
Periode 11 10,09 11,08 -8,96
Periode 12 9,6 10,09 -4,88
Periode 13 6,6 9,6 -0,04
Sumber : Data diolah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
Pada nilai indeks produktivitas Tabel 4.10 tanda positif (+) menunjukan
bahwa terjadi peningkatan produktivitas total perusahaan yang dinyatakan dalam
ukuran presentase. Tanda negatitf (-) menunjukan bahwa terjadinya penurunan
produktivitas total perusahaan dibandingkan pada periode sebelumya. Besarnya
nilai produktivitas total produksi tepung terigu selama 13 periode dapat dilihat pada
Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Nilai Produktivitas Total
0
10.87 10.59 10.95 10.8210.32
11.2810.69 10.88 10.56
11.0810.09
9.6
6.6
0
2
4
6
8
10
12
Current
45
Gambar 4.2 Nilai Indeks Produktivitas
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa nilai produktivitas total yang
dicapai selama 13 periode. Pada periode 1 total yang didapatkan adalah sebesar
10,87, sedangkan pada periode 2 nilai produktivitas menurun menjadi 10,59. Hal ini
disebabkan oleh ada beberapa perubahan pada perhitungan namun hasil yang
didapatkan tidak mengalami perbedaan nilai yang terlalu jauh. Pada periode 3
adanya kenaikan produktivitas yaitu sebesar 10,95. Namun pada periode 4 dan lima
kembali mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh adanya penurunan skor yag
didapatkan pada perhitungan dari yang awalnya pada periode 3 mendapatkan skor
6 sedangkan pada periode 4 dan 5 hanya mendapatkan skor 3. Untuk periode 6
kembali mengalami kenaikan sebesar 11,28 yang merupakan kenaikan nilai
produktivitas tertinggi pada periode ini dari 12 periode lainya.
Pada periode 7 dan 8 mengalami perubahan yang tidak begitu besar yaitu
dari hasil sebesar 10,69 naik menjdi 10,88. Sedangkan pada periode 9 kembali
mengalami kenaikan yaitu sebesar 11,08 yang berarti adanya kenaikan yang cukup
tinggi untuk nilai produktivitas yang didapatkan. Untuk periode 11 kembali
mengalami penurunan hingga pada periode 13. Penurunan nilai yang terjadi
kemungkinan adanya tidak maksimalnya penggunaan kriteria sehingga
menyebabkan adanya penurunan nilai produktivitas yang cukup besar. Nilai yang
awalnya pada kisaran 10,09 terus menurun ke angkan 9,60 sampai dengan
menurun ke nilai 6,90 pada nilai produktivitas perusahaan.
0 0
-2.59
3.4
-1.18
4.66
0.31
-5.26
1.8
-2.9
4.89
-8.96
-4.88
-0.04
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
Indeks Produktivitas (%)
46
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa nilai indeks produktivitas yang
dicapai pada 13 periode yang dimulai dari bulan januari 2015 sampai dengan bulan
januari 2016. Pada Gambar 4.2 terdapat grafik yang menunjukan adanya kenaikan
dan penurunan nilai indeks produktivitas. Periode 1 mendapatkan tidak
menghasilkan nilai indeks produktivitas karena pada periode ini merupakan awal
untuk pengukuran pada periode berikutnya. Pada periode 2 didapatkan nilai indeks
produktivitas sebesar -2,59% yang merupakan adanya penurunan produktivitas
pada perusahaan. Pada periode 3 mengalami peningkatan indeks yaitu sebesar
3,4% yang berarti bahwa adanya kenaikan produktivitas perusahaan. Pada periode
4 kembali mengalami penurunan indeks sebesar -1,18% persen adanya penurunan
ini terjadi karena adanya ketidak efisienya penggunaan berbagai aspek kriteria oleh
perusahaan. Periode 5 mengalami kenaikan nilai indeks yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4,66%, namun pada periode 6 kembali mengalami penurunan yang cukup
jauh sebesar 0,31%.
Pada periode 7 kembali mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu
sebesar -5,26% yang merupakan salah satu tingkat produktivitas terendah dari 13
periode lainya, sedangkan pada periode 8 mengalami kenaikan sebesar 1,8%.
Periode 9 kembali mengalami penurunan nilai indeks yang cukup besar yaitu
sebesar 2,9% hal in menyebabkan adanya fluktuasi yang signifikan dan tenunya
sangat mempengaruhi perusahaan. Periode 10 merupakan pendapatan nilai
tertinggi yaitu sebesar 4,89% dari nilai indeks 12 periode lainya, ini merupakan
pencapaian tertinggi perusahaan dalam mendapatkan nilai indeks produktivitas.
Pada periode 11 kembali mengalami penurunan yang cukup banyak yaitu sebesar
-8,96% yang merupakan pencapaian indeks produktivitas terendah dari 12 periode
lainya. Sedangkan pada periode 12 dan 13 mengalami penurunan indeks
produktivitas yaitu sebesar -4,88% dan –0,44%. Adanya penurunan ini perusahaan
harus sebaiknya melakukan evaluasi dalam perusahaan sehingga tidak terjadinya
penurunan indeks produktivitas pada perusahaan.
Dari hasil pengamatan produktivitas parsial maupun produktivitas total
perusahaan, dapat dikatakan bahwa nilai produktivitas sudah cukup baik namun,
masih ada beberapa faktor yang diperbaiki untuk lebih meningkatkan dan
mengoptimalkan produktivitas perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai
produktivitas yang berfluktuatif selama 13 periode, dimana masih terjadi
peningkatan dan penurunan produktivitas total yang cukup besar, sehingga perlu
47
dilakukan upaya perbaikan kembali. Nilai produktivitas yang berfluktuasi ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor utama yang berpengaruh adalah adanya kekurangan pada target
produksi dan juga da bebera bahan baku yang kurang dioptimalkan dalam produksi
perusahaan. Selain itu ada juga penurunan yang cukup signifikan menyebabkan
beberapa kriteria yang juga mempengaruhi produktivitas perusahaan seperti jam
kerja mesin yang kurang maksimal dan pemakaian energi lisitrik yang berlebihan
sehingga kemungkinan turunnya indeks produktivtas sangat terlihat. Kurangnya
pemeliharaan mesin dan perwatan juga menyebabkan adanya pemberhentian
prodes yang tentunya sangat mempengaruhi produktivitas pada perusahaan.
4.5 Usulan Perbaikan Produktivitas
Perbaikan produktivitas diusulkan setelah mengetahui produktivitas yang
telah dicapai perusahaan. Usulan perbaikan perlu dilakukan karena perusahaan
masih mengalami produktivitas yang fluktuatif. Dari hasil evaluasi produktivitas
dapat diketahui bahwa produktivitas perusahaan pada saat ini sudah cukup baik,
Menurut Tarwarka, (2004) Produktivitas dapat dikatakan baik apabila jumlah
produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya
yang lebih kecil dan produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan
sumber daya yang relatif kecil. Untuk meningkatkan produktivitas pada perusahaan
masih perlu dilakukan perbaikan produktivitas agar produktivitas lebih efektif dan
optimal. Usulan perbaikan diajukan untuk memperbaiki produktivitas perusahaan
pada periode berikutnya. Perbaikan dilakukan berdasarkan pada pencapaian
produktivitas terakhir yaitu pada periode 13 pada bulan januari 2016. Perbaikan
dilakukan baik pada segi produktivitas total maupun pada produktivitas parsial.
Tingkat produktivitas parsial dari masing-masing kriteria pengukuran dapat
mempengaruhi tigkat produktivitas total perusahaan. Menurut Erni (2009), bahwa
tingkat pencapaian produktivitas total perusahaan dipengaruhi oleh produktivitas
parsialnya. Untuk memperbaiki produktivitasnya maka diperlukan usulan perbaikan
untuk dapat meningkatkan produktivitas total perusahaan.
4.5.1 Perbaikan Kuantitatif
Perbaikan produktivitas secara kuantitatif dilakukan dengan memberikan
usulan berupa jumlah pemakaian input setiap kriteria pengukuran agar tercapai
produktivitas yang optimal. Jumlah usulan perbaikan didapatkan dari hasil
48
pembagian antara target produksi perusahaan dengan nilai skor tertinggi (skor 10)
pada setiap kriteria. Perbaikan dilakukan berdasarkan pada pencapaian
produktivitas periode terakhir yaitu pada periode 13 bulan Januari 2016. Data
perhitungan usulan perbaikan produktivitas dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 4.12 Usulan Perbaikan Produktivitas
Kriteria Nilai Periode
Terakhir
Jumlah Usulan
Perbaikan Pemborosan
Bahan Baku (Ton) 9479,300 9449,322 29,978
Tenaga Kerja (Orang) 294 211,307 83
Jam Kerja Mesin (Jam) 522,39 496,234 26,16
Energi Listrik (kWh) 513,24 448,058 65,18
Sumber : Data diolah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills 2016
1. Perbaikan Jumlah Pemakaian Bahan Baku
Pencapaian produktivitas pemakaian bahan baku yang optimal dipengaruhi
oleh kriteria produktivitas yang ada. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara
mengurangi penyebab faktor-faktor yang mengakibatkan pemakaian bahan baku
yang tidak efisien. Perbaikan dilakukan dengan mengefisienkan pemakaian bahan
baku gandum sehingga dapat mencapai nilai produktivitas dengan skor 10. Adapun
perhitunganya dapat dilihat dari Lampiran 8. Kondisi awal pada periode januari
2016, perusahaan menggunakan bahan baku gandum dengan jumlah 9479,300 ton
dari perhitungan yang dilakukan didapatkan pemborosan yaitu sebesar 29,978 ton
dari pemakaian bahan baku yang optimal. Hal ini dapat terlihat dari pencapaian skor
pada bulan januari 2016 yaitu mencapai level 4.
Pencapaian skor yang bisa dikatakan tinggi dengan 12 periode lainya yang
diadapatkan pada periode 13 dengan level 4 dikatakan sudah baik, sedangkan
pemborosan bahan baku yang didapatkan tidak terlalu besar dalam mencapai
produktivitas perusahaan. Adanya pemborosan yang terjadi kemungkinan
disebabkan adanya penumpukan bahan baku sehinggga menyebabkan adanya
overload kapasitias mesin dan dapat menyebabkan pemberhentian mesin proses.
Selain itu jumlah bahan baku yang akan diproduksi harus sesuai dengan kapasitas
produksi agar proses produksi berjalan dengan lancar, hal tersebut sesuai dengan
Aziz (2012) yang menyatakan bahwa dengan persediaan bahan haruslah mampu
mencukupi kebutuhan produksi. Apabila terlalu banyak persediaan akan
49
menambahkan kebutuhan modal. Namun apabila kurang, maka akan megangg
kelancaran proses produksi.
2. Perbaikan Jumlah Tenaga Kerja
Perbaikan produktivitas dalam pemakaian tenaga kerja adalah
mengefisienkan pemakaian tenaga kerja hingga dapat mencapai nilai produktivitas
dengan skor 10 dengan cara menghitung tingkat efisien jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan. Adapun perhitungan terdapat pada Lampiran 8. Berdasarkan
perhitungan tersebut maka untuk menghasilkan produk sebanyak 7351,270 ton
perusahaan membutuhkan tenaga kerja sejumlah 294 orang tenaga kerja dalam
periode 13 bulan januari. Dalam perhitungan didapatkan terjadinya pemborossan
83 orang tenaga kerja, hal ini terlihat ini merupakan salah satu pemborosan yang
dilakukan perusahaan dan pada skor didapatkan pada level atau level terendah.
Usulan tersebut merupakan tingkat efisien yang dicapai untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja.
Pencapaian skor yang belum optimal dimungkinkan karena perusahaan
selama ini belum mempermasalahkan mengenai keterampilan dan tingkat
pendidikan tenaga kerjanya sehingga tenaga kerja kurang memahami arti penting
produktivitas. Faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah faktor lingkungan,
metode, ketidak nyamanan lingkungan kerja, penetapan tenaga kerja yang salah,
kurangnya pengawasan dari atasan dan juga prestasi kerja yang rendah. Usulan
perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penilaian lebih lanjut
terhadap skill dari seriap pekerja untuk menentukan pekerjaan mana yang harus
dikerjakan para tenaga kerja sesuai skill dan keahlian. Selain itu dapat pula
dilakukan dengan non job trainning atau seperti seminar motivasi dan komitmen
pekerja terhadap tanggung jawab pekerjaan. Seperti yang dijelaskan oleh Nenny
(2008), dalam teori motivasinya mengatakan bahwa produktivitas seseorang dapat
ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisis
jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai orestasinya secara
maksimal.
3. Perbaikan Jam Kerja Mesin
Jumlah pemakaian jam kerja mesin perlu diadakanya perbakikan pada
Tabel 4.11 bisa dilihat periode terakhir pada periode 13 bulan januari 2016
didapatkan nilai 522,39 jam. Perbaikan pada jam kerja mesin setelah dilakukan
50
perhitungan yaitu sebebsar 496,234 perhitungan bisa dilihat pada Lampiran 8.
Pemborosan yang terjadi 26, 16 jam yang merupakan salah satu masalah
perusahaan yang harus dihilangkan untuk tercapainya target produktivitas
perusahaan. Terjadinya pemborosan dikarenakan adanya mesin yang digunakan
melebihi jam kerja mesin yang seharusnya digunakan. Penyebab terjadinya jam
kerja mesin yang berlebihan disebabkan adanya beberapa mesin yang mengalami
kerusakan sehingga harus dilakukan perbaikan dan mengharuskan mesin akan
digunakan dari awal dalam berjalanya proses.
Usaha yang digunakan untuk meningkatkan jam kerja mesin adalah dengan
cara memotivasi pekerja serta dilakukanya pengawasan yang ketat terhadap
pekerja yang bersangkutan untuk memanfaatkan jam kerja mesin secara efisien.
Hal ini sesuai dengan Taufiq (2013) bahwa kerusakan pada peralatan dapat
menghambat pertumbuhan produktivitas dalam perusahaan, dan juga dengan
adanya downtime yang terjadi pada salah satu mesin maka secara otomatis proses
produksi akan terganggu ssampai mesin beroprasi kembali.
4. Perbaikan Energi Listrik
Untuk menghasilkan output yaitu berupa tepung terigu didapatkan nilai awal
yaitu sebesar 735,270 ton pada periode 13. Diperlukan energi listrik pada periode
13 yaiu sebesar 513,24, sedangkan setelah dilakukanya sebuah perhitungan pada
Lampiran 8 didapatkan jumlah energi listrik yang telah diperbaiki yaitu sebesar
448,058 kWh. Hal ini menyebabkan adanya pemborosan dan menyebabkan tidak
produtifnya pemakaian energi listrik pada milling procces, pemborosan yang
didapatkan adalah sebesar 65,18 kWh. Dalam hal ini perusahaan tentunya harus
mengoptimalkan pemakaian energi listrik agar perusahaan mendapatkan tingkat
produktivitas yang tinggi pada bagian milling proccess.
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dalam
pemakaian energi listrik adalah dengan cara mengefisienkan energi listrik yang
dipakai menerpakan kerjasama antarpekerja dengan saling mengingatkan. Hal lain
melakukan pengawasan dengan pekerja dalam melakukan proses produksi agar
sesefisien mungkin dalam penggunakan energi listrik pada sebuah mesin. Menurut
Edi (2012), bahwa pengendalian persediaan bahan bakar yaitu listrik dalam
berjalanya suatu proses harus dilakukan suatu perusahaan agar tidak terjadi
keterhambatan produksi, selain itu serta menggunakan bahan bakar atau energi
listrik secara efektif dan seefisien mungkin.