iv. hasil penelitian dan pembahasan 4.1 letak geografis...
TRANSCRIPT
17
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Letak Geografis Desa Penelitian
Pada bagian ini diuraikan profil Desa Batur, yaitu meliputi letak geografis,
keadaan tanah, luas penggunaan lahan dan keadaan pertanian. Pada bagian ini juga
diuraikan tentang gambaran umum keadaan penduduk meliputi umur, mata
pencaharian, dan tingkat pendidikan di Desa Batur. Deskripsi ini diharapkan dapat
memberikan gambaran tentang berbagai hal yang mendasari perkembangan
pertanian di Desa Batur pada umumnya dan tentang kesetaraan jender pada
kelompok tani Tranggulasi di Desa Batur.
Desa Batur merupakan salah satu desa yang banyak menghasilkan sayuran
organik dan non organik. Desa Batur secara administrasi termasuk dalam wilayah
kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Provinsi jawa Tengah. Desa Batur
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Desa Sumogawe
b. Sebelah Selatan : Gunung Merbabu
c. Sebelah Barat : Desa Kopeng
d. Sebalah Timur : Desa Tajuk
Secara geografis Desa Batur memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat
pemerintahan) adalah sebagai berikut :
a. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 3 km
b. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kabupaten : 30 km
c. Jarak dari Pusat Pemerintahan Provinsi : 35 km
Berdasarkan data monografi Desa sambirejo 2014, luas Desa Sambirejo
adalah 1081,750 Ha yang terbagi menjadi 19 dusun yang terdiri 19 RW dan 54 RT.
Luas tanah tersebut digunakan untuk berbagai keperluan baik jalan, sawah,
pemukiman, bangunan umum, pemakaman dan peternakan. Desa Batur mempunyai
keadaan tanah yang masuk golongan dataran tinggi dengan ketinggian 1200 meter
diatas permukaan laut, sedangkan suhu udara rata-rata yang dimiliki adalah 30°C
dengan curah hujan sebesar 2500mm/th.
18
4.2 Gambaran Usahatani Buncis Organik
Kelompok tani Tranggulasi,yang terletak di Dusun Selongisor, Desa Batur,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang mempunyai spesialisasi kegiatan
agribisnis komoditas sayuran organik. Responden dalam penelitian ini adalah
wanita tani tranggulasi yang melakukan kegiatan usahatani buncis organik dengan
jumlah 30 responden, dengan teknik pengambilan sampel jenuh atau semua
populasi dijadikan sampel. Profil responden mengarah pada umur, pendidikan,
jumlah anggota keluarga, luas lahan dan kepemilikan kerja sampingan.
Kelompok tani Tranggulasi dalam proses penanaman buncis berdasarkan
cara pola tanam dan waktu giliran tanam. Tanaman buncis tidak bisa ditanam disatu
tempat dengan tanaman lain seperti sistem tanam tumpang sari, tanaman buncis
hanya bisa monokultur. Ini dikarenakan tanaman buncis yang sangat mudah
terserang ulat bahkan hama yang bisa merusak tanaman pada saat tumbuh tunas
bahkan hasil panen nanti. Sehingga jika ingin menanam buncis harus bergiliran
pada lahan yang sama. Buncis yang ditanam adalah buncis perancis yang pangsa
pasarnya terdapat di supermaket besar dan keluar kota ,bahkan sampai melakukan
ekspor karena permintaan diluar negeri yang cukup tinggi terhadap buncis karena
rasa buncis perancis dirasa lebih enak dari buncis lokal lainnya. Masa tanam buncis
juga termasuk pendek sekitar 3-4 bulan, dan saat panen tiba hampir setiap hari
panen dapat dilakukan tergantung pada pesanan selain itu ukuran buncis juga
menjadi standar sendiri untuk diperjual belikan dan masuk kepasar yang sudah
ditentukan. Setiap petani memiliki standar masing-masing pada saat pemanenan
buncis rata petani mengambil buncis yang panjangnya sekitar 10-13 cm. Buncis
yang memiliki standar 10-13 cm akan dikirimkan ke supermarket dan diberikan
grade A sedangkan jika panjangnya lebih dari standar yang di inginkan, petani akan
membuat packing yang berbeda dan mematok harga yang berbeda atau buncis
dikirim kepasar tradisional. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden
wanita tani mengungkapkan bahwa :
“kita kalo manen buncis ngikut yang mau beli atau ndak tergantung
ngumpulin buncisnya di petani siapa nanti mereka minta ukuran buncisnya yang
19
berapa, tapi kebanyakan lebih suka buncis yang masih kecil yang ndak terlalu
gede”(Nursiati, 40 tahun).
Cara penjualan kelompok ini juga sudah teroganisir, petani besar akan
mengumpulkan buncis dari lahan-lahan petani lainnya dan kemudian dilakukan
proses pemilahan setelah itu di packing dan di distribusikan ke produsen seperti
mini market, pedagang sayur bahkan ke supermarket. Petani besar juga melakukan
pengambilan atau membeli dari petani lainnya untuk memenuhi permintaan
produsen.
Tenaga kerja yang dipakai dalam buncis organik kebanyakan adalah
keluarga sendiri yaitu orang tua, istri, anak dan menantu. Alasan ini dikarenakan
keterbatasan biaya untuk tenaga kerja lagipula wanita tani beranggapan lahan yang
digarap tidak terlalu luas sehingga cukup dengan tenaga kerja dari keluarga. Seperti
yang diungkapkan oleh salah satu responden wanita tani mengungkapkan bahwa :
“ kita kalo punya lahan ya, yang garap kita to mbak kan hasilnya buat kita,
soalnya kan kalo minta orang kita harus ada ngasih, tapi ya eman-eman, to saya
istri mesti bantu bapaknya garap lahan ben dapat duit kerjanya sama anak-anak
juga mesti, mau lahannya luas atau ndak kita pasti barengan sama keluarga” (Sini,
52 tahun).
Menanam buncis juga memiliki kendala sendiri bagi petani sehingga petani
harus memiliki persiapan yang baik jika ingin menanam buncis,seperti hama ulat
yang menjadi salah satu kendala dalam usahatani buncis Selain itu,buncis harus
ditanam bergiliran tidak bisa tumpang sari seperti sayuran lainnya. Perawatan
buncis juga harus sangat rutin ditambah lagi tanaman buncis ditanam secara organik
sehingga membuat petani lebih ekstra dalam perawatan seperti cara membasmi
hama, pemupukan dan gangguan dari rumput liar. Kendala lainnya adalah tenaga
kerja yang cukup banyak, ini juga salah satu yang membuat petani untuk tidak
terlalu sering menanam buncis karena pada saat waktu panen petani harus betul
betul telaten dalam memanen dan buncis dapat dipanen setiap harinya hal ini lah
yang memerlukan banyak tenaga kerja selain itu pada kegiaan pasca panen petani
dan para tenaga kerja harus menyortir buncis sesuai standar yang sudah ditetapkan,
meskipun buncis memiliki harga yang cukup stabil yaitu sekitar Rp. 8000/kg untuk
20
mengatasi hal ini petani memilih penggiliran tanaman dengan sayuran lain seperti
lobak, brokoli, dan cabai.
Dari 30 responden, semua keluarga bergantung pada mata pencarian sebagai
petani meskipun ada beberapa memiliki pekerjaan seperti PNS dan guru tapi
mereka meiliki pekerjaan petani sebagai pekerjaan tetap. Maka dari itu setiap di
dalam keluarga wajib saling membantu setiap kegiatan usahatani buncis karena
merupakan salah satu usahatani yang dilakukan oleh petani. Misalnya jika ayah
seorang petani maka istri harus membantu begitu juga dengan anak ataupun
menantu bahkan orang tua dari petani pun ikut membantu dari 30 responden
semuanya memakai tenaga kerja dari keluarga sendiri dan istri selalu terlibat pada
semua kegiatan usahatani tersebut. Berikut adalah gambaran karakteristik wanita
tani Tranggulasi.
4.3 Karakteristik Wanita Tani
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah istri petani tranggulasi
yang ada di Desa Batur. Selanjutnya untuk mengetahui karakteristik wanita tani di
uraikan berdasarkan umur petani, tingkat pendidikan, luas lahan, kepemilikan kerja
sampingan dan jumlah anggota keluarga. Karakteristik responden selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Wanita Tani
Karakteristik Kategori Jumlah
Orang (%)
Usia (tahun)
20-29 3 10%
30-39 4 13,3%
40-49 11 36,7%
>50 12 40,0%
Total 30 100,00%
Rata-rata umur 44 tahun
Tidak Sekolah 1 3,3 %
Pendidikan (tahun)
SD 19 63,3%
SMP 6 20,0%
SMA 2 6,7%
PT 2 6,7%
Total 30 100,00%
Rata-rata pendidikan SD
Jumlah Anggota
Keluarga
<3 16 53,3%
3-5 11 36,7%
>5 3 10,0%
Total 30 100%
Rata-rata jml. Anggota
keluarga
3 orang
21
Lanjutan tabel 4.1
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
a. Umur Responden
Menurut Arkaniyati (2012), umur merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh pada keberhasilan suatu usaha. Ditinjau dari segi umur, tenaga
kerja produktif umumnya berada pada selang 25 hingga 40 tahun, sedangkan
jika kurang atau lebih dari selang umur tersebut akan tergolong sebagai tenaga
kerja kurang produktif tetapi masih termasuk dalam usia kerja. Berdasarkan
Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa wanita tani sebagian besar berusia > 50 tahun
sebanyak 40%, dimana rata-rata umur petani adalah 44 tahun
b. Tingkat Pendidikan Responden
Pujiharto dan Watemin (2008) menyatakan Makin tinggi tingkat pendidikan
formal, akan makin rasional pola pikir dan daya nalarnya pada perempuan.
Selain itu, pendidkan juga akan berpengaruh dalam penyerapan inovasi yang
dapat diterapkan dalam kegiatan usahataninya. Berdasarkan tabel 4.3 dapat
diketahui bahwa tingkat pendidikan wanita tani rendah karena rata-ratanya
berpendidikan terakhir SD. Begitu juga dengan Mustikarini (2011) menyatakan
rendahnya kualitas perempuan dapat dilihat dari terjadinya ketidaksetaraan
dalam tingkat pendidikan perempuan dibanding laki-laki.
c. Jumlah Anggota Keluarga
Menurut Bertham dkk (2011) jumlah anggota keluarga merupakan salah
satu penyedia jasa tenaga kerja, sehingga banyaknya anggota keluarga pada usia
kerja akan mengurangi beban perempuan untuk membantu suami memenuhi
kebutuhan hidup keluarga. dari tabel 4.3 dapat diketahui anggota keluarga
Luas lahan (m2)
< 0,05 7 23,3%
0,05-1 19 63,3%
> 1 4 13,3%
Total 30 100,00%
Rata-rata luas lahan 823m2
Kepemilikan kerja
sampingan
Ya 5 16,7%
Tidak 25 83,3%
Total 30 100,0%
22
paling banyak adalah < 3 yaitu 53,3% pada petani buncis,sehingga kebutuhan
mereka tidak terlalu tinggi.
d. Luas Lahan Responden
Luas lahan yang digarap petani menjadi salah satu keputusan petani untuk
menggunakan tenaga kerja dari keluarga atau yang bukan keluarga. wanita tani
pastinya akan membantu bapak tani dalam menggarap lahan. Menurut Bertham
Dkk (2011) Dengan pertimbangan luas lahan yang tidak begitu luas,
kebanyakan petani lebih memilih hanya menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga (90%) untuk mengurangi pengeluaran usahataninya. Sementara petani
dengan penguasaan lahan yang lebih luas, hanya 10%, membutuhkan tenaga
kerja tambahan yang berasal dari luar keluarganya. Pada tabel 4.3 dapat
diketahui bahwa wanita tani menggarap lahan rata-rata sekitar 823m2 .
Responden memiliki lahan 0,05-1Ha yaitu 63,3% berarti berada di kelas
menengah dan sisanya 23,3% untuk lahan responden <1Ha dan berada di kelas
luas hanya 13,3%.
e. Kepemilikan Kerja Sampingan
Menurut Novia (2006) dalam realitanya, curahan kerja perempuan yang
bekerja sebagai buruh tani antara 6-8 jam perhari. Kepemilikan kerja sampingan
ini dimiliki biasanya jika kebutuhan belum bisa terpenuhi dari satu pekerjaan
saja sehingga wanita tani harus mencari pekerjaan sampingan selain menjadi
petani untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga begitu juga dengan bapak
tani bisa menjadikan usaha tani sebagai kerja sampingan ataupun pekerjaan
tetap. Dari tabel 4.3, dapat diketahui dari kepemilikan kerja sampingan pada
responden hanya 16,7% atau 5 orang saja, ini berarti hampir semua wanita tani
memilih menjadi petani sebagai pekerjaan tetap.
4.4 Karakteristik Bapak Tani
Dalam penelitian ini, karakteristik bapak tani (suami) didapatkan dari
wawancara terhadap wanita tani (istri). Selanjutnya untuk mengetahui karakteristik
bapak tani di uraikan berdasarkan umur petani, tingkat pendidikan, dan
23
kepemilikan kerja sampingan. Karakteristik responden selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Bapak Tani
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Berdasarkan pada tabel 4.2 diketahui bahwa rata-rata umur bapak tani
adalah 48 tahun, rata-rata pendidikan bapak tani adalah Sekolah Dasar dan lebih
banyak bapak tani yang tidak memiliki kerja sampingan.
4.5 Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Wanita Tani
Dalam menjalankan usahatani buncis organik dari mulai tahapan pengolahan
lahan sampai pasca panen memungkinkan terserapnya tenaga kerja pria dan wanita.
Adanya kultur budaya masyarakat yang menempatkan wanita dengan prespektif
tertentu mengarah pada kesetaraan jender. Keadaan ini menjadi kan jenis pekerjaan
tertentu hanya diperuntukan untuk jenis kelamin tertentu, atau sebagian besar porsi
pekerjaan lebih baik untuk jenis kelamin tertentu.
Pada setiap tahapan juga memiliki tenaga kerja yang berbeda tergantung
dengan seberapa banyak tenaga yang dibutuhkan dab seberapa berat tahapn
tersebut. Dalam hal ini pria dan wanita akan terlihat di bagian tahapan mana saja
mereka lebih dominan.
Berikut data untuk mengetahui penyerapan tenaga kerja wanita pada usahatani
buncis organik, dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Karakteristik Kategori Jumlah
Orang (%)
Usia (tahun)
20-29 2 6,7%
30-39 4 13,3 %
40-49 8 26,7 %
>50 16 53,3 %
Total 30 100,00%
Rata-rata umur 48 tahun
Pendidikan (tahun)
SD 20 66,7%
SMP 6 20,0%
SMA 3 10,0%
PT 1 3,3%
Total 30 100,00%
Rata-rata pendidikan SD
Kepemilikan kerja
sampingan
Ya 6 20,0%
Tidak 24 80,0%
Total 30 100%
24
Tabel 4.3 Penyerapan Tenaga Kerja Wanita Di Usahatani Buncis Organik
Jenis Kegiatan Tenaga Kerja
Pria (%) Wanita (%)
Pengolahan Lahan 52,8 47,2
Penyemaian 54,7 45,3
Penanaman 54,7 45,3
Pemupukan 54,7 45,3
Penyiangan 54,7 45,3
Pengendalian Hama 54,7 45,3
Pemanenan 53,8 46,2
Pasca Panen 50 50
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukan bahwa jenis kegiatan dalam pengolahan
lahan sampai pemanenan, didominasi tenaga kerja pria tapi tetap melibatkan tenaga
kerja wanita, sedangkan pasca panen justru seimbang yaiu 50%. Banyaknya pekerja
pasca panen tidak terlepas juga dari wanita, wanita dibutuhkan pada kegiatan pasca
panen karena dianggap telaten dan sabar, seperti memisahkan buncis yang busuk
atau tidak, pernyotiran, membersihkan buncis dari daun dan kotoran, penimbangan,
serta packing. Dalam kegiatan pasca panen akan dilakukan pembagian tugas untuk
pria dan wanita sehingga pria dan wanita dituntut untuk bekerja sama. Pembagian
tugas juga tidak tetap, petani akan selalu menyesuaikan pembagian tergantung
dengan kondisi yang berlangsung. Para pria lebih dominan mengerjakan semua
kegiatan karena mereka lebih kuat dalam kegiatan fisik dari pada para wanita.
Selain itu yang membantu berkerja adalah istri atau anak sehingga mereka wajib
ikut serta dalam kegiatan usahatani. maka dari itu dari tabel 4.3 tidak terlalu jauh
berbeda jumlah tenaga kerja yang mengikuti setiap tahapan kegiatan usaha tani.
Jika dilihat dari tabel memang pria lebih dominan namun wanita diperlukan karena
sifat telaten mereka dan sabar selain itu lebih mudah dalam mengkordinir tapi jika
pekerjaan berat maka pria yang akan menggantikan. Seperti yang diungkapkan oleh
salah satu responden wanita tani mengungkapkan bahwa :
25
“kita itu ya selalu ikut kerja suami mbak, kan kita nyari uangnya
bareng, ngolah lahan pun kita ikut mbak seng penting masih kuat kitanya
mbak, kecuali ngangkat pupuk yang berat atau ngeroundap itu suami
soalnya itu berat.. tapi kita ya ndak pernah ketinggalan apalagi tahapan
panen sampai panen selesai terus kita kumpulin itu pasti ibu-ibunya ikut
semua sampe orang tua saya ikut, kalo buncis perlu banyak tenaga mbak e,
karena harus sabar sama teliti ” (Suparmi,25 tahun)
Meskipun tenaga kerja buncis sangat dibutuhkan banyak orang, petani
tranggulasi tetap saling membantu dan sebagai imbalannya tidak diberikan uang
melainkan mengadakan makan bersama sehingga para wanita tani (istri)
menyiapkan makanan, hal ini merupakan salah satu upaya agar sesama anggota
tranggulasi semakin erat hubungannya dan silahturahmi terjaga dengan baik. Tapi
hal itu berlaku untuk kebanyakan petani kecil bagi petani besar, mereka akan
membayar tenaga kerja yang sudah bekerja. Seperti yang diungkapkan oleh salah
satu responden wanita tani mengungkapkan bahwa :
“kalo banyak yang bantu mbak,kita makan makan setelah itu nanti
dikumpulin si rumahnya siapa, terus rame-rame nanti jadi ndak mesti bayar
pake uang, kalo kita minta tolong soalnya tapi kalo yang ada duitnya ya d
bayar sekali panen dapat berapa gitu mbak” (Suparmi,25 tahun)
4.6 Analisis Pengambilan Keputusan Wanita Tani
Menurut Nurjaman (2013) Proses pengambilan keputusan akan berdampak
adanya bias yang cukup besar karena keputusannya tidak berdasarkan musyawarah
yang mufakat (antara laki-laki dan perempuan). Perempuan juga akan sulit untuk
mengembangkan peluang sesuai dengan kegiatannya apabila mereka tidak berperan
dalam pengambilan keputusan pada bidang yang digelutinya.
26
Berikut analisis pengambilan keputusan wanita pada tahapan usahatani buncis
organik.
Tabel 4.4 Pengambilan Keputusan Wanita Di Usahatani Buncis Organik
jenis kegiatan Pengambilan keputusan
Wanita (%) Pria (%)
Pengolahan lahan 0,53 0,47
Varietas bibit 0,53 0,47
Cara penanaman 0,56 0,44
Penyiangan 0,56 0,44
Pemupukan 0,5 0,5
Pengendalian hama 0,53 0,47
Pemanenan 0,53 0,47
Penjualan hasil 0,56 0,44
Keikutsertaan organisasi 0,9 0,1
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari 30 responden para wanita (istri)
memiliki angka yang lebih besar dari para pria. Dalam hal keikutsertaan organisasi
wanita memiliki angka yang sangat tinggi dibandingkan pria yaitu 0,9 % berarti
wanita tidak dibatasi dalam setiap kegiatan , justru wanita selalu ikut dalam setiap
kegiatan organinasi yang ada dalam dalam kegiatan kelompok tani tranggulasi.
Dalam hal mengambil keputusan ini sudah melalui diskusi rumah tangga
sehingga lebih besar peluang wanita tani untuk menentukan keputusan akhir. Para
pria (suami) akan mengikuti juga saran dari wanita (istri) karena keputusan suami
dan istri juga menentukan kelanjutan usahatani tersebut. Seperti yang diungkapkan
oleh salah satu responden wanita tani mengungkapkan bahwa :
“soal keputusan ya kadang saya manut bapak (suami), tapi ya kita
juga ikut mutusin mbak, apalagi kalo masalah duit... haduh, ibu-ibu mesti
ribut itu hahaha...pokoknya ya bapak mesti ngomomg dulu sama saya, terus
nanti diputusinya bersama mbak” (Neni,44 tahun)
Meskipun dalam hal pengolahan lahan para suami dianggap lebih mengerti,
dari segi pengalaman dan mengambil keputusan begitu juga dengan tahapan
27
lainnya. Tapi para suami tetap selalu melakukan diskusi bersama dengan istri
sehingga ini yang akan mempengaruhi keputusan akhir dalam setiap kegiatan. Para
suami dianggap memiliki informasi yang lebih banyak dalam segi pemilihan
varietas yang ditanam, masa persemaian serta berapa jumlah tenaga kerja yang
mengikuti tahapan, selain itu di penyiangan. Padahal jika dilihat suami harusnya
yang bertanggung jawab dalamsetiap kegiatan, tapi justru dalam hal pengambilan
keputusan istri mempunyai hak yang sama besarnya dengan suami. Seperti yang
diungkapkan oleh salah satu bapak tani mengungkapkan bahwa :
“istri kadang serahi semua keputusan ke kita mbak, tapi ya tetap kita
mesti ngomong dulu sama istri dan kita mutusi persoalannya bersama mbak”
(Pitoyo,50 tahun).
Berbeda dengan yang dikatakan menurut Priyadi (2005) Dominasi
keterlibatan pria dalam berbagai tahapan kegiatan usahatani buncis organik
disebabkan berbagai alasan. Seperti pria dianggap bertanggung jawab penuh atas
pekerjaan berat dalam pelaksanaannya dan lebih mengetahui teknik-teknik
usahatani yang lebih baik yang nantinya menunjang usahatani mereka sehingga
dianggap lebih tepat sebagai pengambil keputusan utama. Namun di Kelompok
Tani Tranggulasi justru wanita dominan dalam setiap pengmabilan keputusan.
4.7 Analisis Indeks Kesetaraan dan Keadilan Jender dalam Pelaksanaan
Tahapan Usahatani Buncis Organik
Dalam pengelolaan usaha terkadang muncul berbagai persoalan mengenai
ketidak-adilan jender. Ketidak-adilan yang sering muncul dalam pengolaan usaha
yaitu jenis kelamin, perbedaan tingkat pendidikan, tenaga kerja serta pengambilan
keputusan. Maka dari itu perlunya pemberdayaan yang baik antara pria dan wanita.
Berdasarkan data dalam berbagai tahapan kegiatan usahatani buncis organik, IKKJ
dibutuhkan untuk menghitung kesetaraan jender yang terjadi usahatani Indeks
kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu indikator yang dapat dipakai untuk
menilai suatu keberhasilan program pemberdayaan perempuan pada berbagai
bidang pembangunan. Berikut analisis IKKJ terhadap penyerapan tenaga kerja dan
pengambilan keputusan.
28
4.7.1 Indeks Kesetaraan Dan Keadilan Jender Terhadap Penyerapan Tenaga
Kerja Responden
Dalam pelaksanaan usahatani buncis organik relatif tidak memerlukan
kualifikasi ketrampilan pekerja melainkan lebih banyak membutuhkan tenaga fisik
serta bersedia bekerja di lapangan selain itu kemauan untuk belajar dikarenakan
buncis organik mempunyai ciri khas sendiri dalam perawatannya sampai dengan
penjualannya selain itu dibutuhkan pekerja yang sangat telaten karena buncis
sendiri tidak bisa ditumpang sari dengan tanaman sayuran lainnya. Maka dari itu
pada jenis pekerjaan tertentu di dominasi oleh jenis kelamin tertentu pula. Hal ini
memberikan konsukuensi besarnya IKKJ berdasarkan jenis tahapan pekerjaan
dalam usahatani buncis organik.
Dengan IKKJ akan diketahui seberapa besar wanita mengambil alih dalam
setiap tahapan dan nantinya akan terlihat seberapa besar peluang wanita. Berikut
analisis IKKJ terhadap penyerapan tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Besarnya IKKJ Tenaga Kerja Dalam Berbagai Tahapan Kegiatan
Jenis kegiatan
IKKJ Tenaga Kerja
Rata-rata Keterangan Terendah Tertinggi
Pengolahan lahan 1 1 0,96 Peluang wanita tani = bapak tani
Penyemaian 0 1,06 0,96 Peluang wanita tani < bapak tani
Penanaman 0 1,06 0,96 Peluang wanita tani < bapak tani
Pemupukan 0 1,06 0,96 Peluang wanita tani < bapak tani
Penyiangan 0 1,06 0,96 Peluang wanita tani < bapak tani
Pengendalian hama 0 1,06 0,96 Peluang wanita tani < bapak tani
Pemanenan 0,3 2,1 1,01 Peluang wanita tani > bapak tani
Pasca panen 0,7 3,6 1,19 Peluang wanita tani > bapak tani
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
29
Seperti yang sudah dijelaskan nilai Indeks Keadilan Dan Kesetaraan Jender
memiliki kategori, dan hasil IKKJ tenaga kerja sudah dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 4.6 Kategori Indeks Keadilan Dan Kesetaraan Jender
IKKJ Tenaga Kerja
Kategori Jumlah Persen
<1 1 3,3%
=1 26 86,6%
>1 3 10 %
Total 30 100%
Rata-rata IKKJ 1
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Indeks Keadilan dan Kesetaraan Jender (IKKJ) memiliki kategori sebagai
berikut :
a. < 1: Peluang wanita lebih sedikit daripada pria
b. = 1: Peluang wanita sama atau satu kali daripada pria
c. > 1: peluang wanita lebih besar daripada pria
Pada tabel 4.5 dapat diketahui pada kegiatan pengolahan lahan memiliki
nilai IKKJ terendah yaitu 1 berarti peluang wanita tani pada saat kegiatan yaitu 1
kali daripada bapak tani sedangkan nilai IKKJ tertingginya 1 berarti peluang wanita
tani 1 kali daripada bapak tani. Nilai IKKJ untuk penyemaian, penanaman,
pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama memiliki nilai terendah 0 berarti
wanita tani tidak memiliki peluang sama sekali daripada bapak tani pada setiap
kegiatan tersebut dan nilai IKKJ tertingginya 1,06 berarti pada kegiatan tersebut
wanita memiliki peluang 1,06 kali daripada bapak tani, untuk nilai pemanenan nilai
terendah IKKJ yaitu 0,3 berarti pada kegiatan tersebut wanita memiliki peluang 0,3
kali dari pada bapak tani sedangkan nilai IKKJ tertingginya adalah 2,01 berarti
peluang wanita 2,01 kali daripada bapak tani dan nilai IKKJ untuk pasca panen
yang terendah adalah 0,7 dan tertinggi adalah 3,6 berarti peluang wanita tani 3,6
kali dari pada bapak tani.
Pada kategori IKKJ tabel 4.6 dapat diketahui bahwa nilai = 1
memiliki persentase sebesar 86,6 %, dan < 1 memiliki persentase 3,3% sedangkan
30
untuk >1 memiliki persentase 10%. Sehingga nilai =1 adalah nilai yang paling
dominan dimiliki oleh responden pada tahapan kegiatan,ini berarti peluang wanita
tani sama atau 1 kali dengan peluang bapak tani. Total rata-rata IKKJ pada kegiatan
usahatani ini adalah 1 berarti dinyatakan kegiatan usahatani buncis organik
memiliki kesetaraan jender dan tidak adanya bias jender dalam setiap kegiatan.
Jika dilihat dari nilai rata-ratanya hanya pengolahan lahan dan pemanenan
yang memiliki IKKJ yang > 1 tapi jika dari IKKJ tertinggi pada responden maka
yang tertinggi ada pada tahapan pemanenan dan pasca panen. Seperti yang
diungkapkan oleh salah satu suami responden wanita tani mengungkapkan bahwa :
“justru kalo saya yang nangani pemanenan dan pasca panen
kebanyakan ya ibu-ibunya, istri saya yang nentuin siapa pembelinya, terus
panen buncisnya harganya berapa kalo di jual nanti, apalagi kalo bagian
pasca panen kaya yang packing ya istri sama ibu saya yang ngurusin semua
saya palingan bantu kalo kekurangan orang sama kalo ada kendala.. terus
masalah pengolahan lahan pun ibu yang ikut nentuin juga misalnya berapa
tenaga kerja yang dipakai, terus pupuknya nanti pengeluarannya berapa,
kalo masalah duit ibu yang handle”(Pitoyo,50 tahun).
4.7.2 Indeks Kesetaraan dan Keadilan Jender Terhadap Pengambilan
Keputusan Responden
Pada setiap tahapan kegiatan usahatani buncis organik secara spesifik berkait
dengan jender, mengakibatkan pengaruh dalam proses pengambilan kepuusan
setiap pelaksanaan kegiatan. Hal ini menjadikan nilai IKKJ pada berbagai jenis
pelaksanaan kurang bervariasi. Berikut analisis IKKJ terhadap pengambilan
keputusan usahatani buncis organik dapat dilihat pada Tabel 4.7.
31
Tabel 4.7 Besarnya IKKJ Pengambilan Keputusan Dalam Berbagai Tahapan
Kegiatan
Jenis kegiatan
IKKJ Tenaga Kerja
Rata-rata Keterangan Terendah Tertinggi
Pengolahan Lahan 0 1 0,53 Peluang wanita tani < bapak tani
Varietas Bibit 0 1 0,53 Peluang wanita tani < bapak tani
Cara Penanaman 0 1 0,56 Peluang wanita tani < bapak tani
Penyiangan 0 1 0,56 Peluang wanita tani < bapak tani
Pemupukan 0 1 0,5 Peluang wanita tani < bapak tani
Pengendalian
Hama
0 1 0,53 Peluang wanita tani < bapak tani
Pemanenan 0 1 0,53 Peluang wanita tani < bapak tani
Penjualan Hasil 0 1 0,56 Peluang wanita tani < bapak tani
Keikutsertaan
Organisasi
0 1 0,9 Peluang wanita tani < bapak tani
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Seperti yang sudah dijelaskan nilai Indeks Keadilan Dan Kesetaraan Jender
memiliki kategori, dan hasil IKKJ tenaga kerja sudah dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 4.8 Kategori Indeks Keadilan Dan Kesetaraan Jender
IKKJ Tenaga Kerja
Kategori Jumlah Persen
<1 15 50,0%
=1 15 50,0%
>1 0 0
Total 30 100%
Rata-rata IKKJ 1,03
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Indeks Keadilan dan Kesetaraan Jender (IKKJ) memiliki kategori sebagai
berikut :
a. < 1: Peluang wanita lebih sedikit daripada pria
b. = 1: Peluang wanita sama atau satu kali daripada pria
c. > 1: peluang wanita lebih besar daripada pria
32
Dalam pengambilan keputusan pada setiap kegiatan pengolahan lahan,
varietas bibit, pengendalian hama, pemanenan memiliki nilai rata-rata IKKJ 0,53
berarti peluang wanita untuk mengambil keputusan dalam kegiatan tersebut yaitu
0,53 kali dibandingkan pria. Pengambilan keputusan pada jenis kegiatan
menentukan cara penanaman, penyiangan, dan penjualan hasil memiliki besarnya
IKKJ yaitu 0,56 berarti peluang wanita untu mengambil keputusan 0,56 dibanding
pria. Dalam pengambilan keputusan pada tahap kegiatan pengendalian hama nilai
IKKJ yaitu 0,5 berarti peluang wanita dalam mengambil keputusan hanya 0,5 kali
dibanding dengan peluang pria. Sedangkan untuk pengambilan keputusan pada
kegiatan keikutsertaan organisasi besarnya IKKJ 0,9 berarti peluang wanita dalam
mengikuti organisasi 0,9 kali dibanding peluang pria. Meskipun IKKJ rendah dalam
hal pengambilan keputusan para suami tetap selalu berdiskusi bersama istri dan
keputusan istri sangat dipertimbangkan karena usahatani buncis organik merupakan
pekerjaan utama untuk keluarga. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu suami
responden wanita tani mengungkapkan bahwa :
“soal keputusan yang menentukan kegiatan usahatani saya sama
istri pasti ngobrol mbak, tapi biarpun istri nyerahin kaya tanamnya kapan,
mau tanam apa, kalo hama di berantasnya gimana. Tapi bukan berarti
semuanya suami , ya kita kalo ngobrol terus istri bilang apa ya kita manut
mbak, toh usaha kan kita jalani berdua jadi dimana-mana ya berdua”
(Bejo,58 tahun).
Meskipun di tabel menunjukan nilai rata-rata yang tidak mencapai 1, tapi
pada kategori IKKJ, nilai terendah adalah 0 sedangkan tertinggi hanya 1. Pada tabel
4.10 dapat dilihat nilai IKKJ < 1 ada 50% dan sama dengan 1 ada 50% berarti,
peluang wanita tani 1 kali atau sama dengan peluang para pria. Sedangkan > 1 tidak
ada sama sekali.
Dalam hal IKKJ untuk Pengambilan keputusan memang terlihat kecil
nilainya di bandingkan IKKJ untuk tenaga kerja tapi dalam hal keputusan istri dan
suami saling berkerja sama dan berdiskusi, antara suami dan istri tidak langsung
menyerahkan setiap tanggung jawab begitu saja. Disinilah letak kesetaraan jender
33
berada ini terlihat dari nilai IKKJ sama dengan 1 , hampir suami dan istri seimbang
dalam hal pengambilan keputusan.
4.8 Analisis Hubungan antara IKKJ dengan Karaketeristik Responden
Hubungan Indeks Keadilan dan Kesetaran Jender (IKKJ) penyerapan tenaga
kerja dan pengambilan keputusan akan di korelasikan dengan variabel-variabel
yaitu karakteristik individu (pendidikan, usia, jumlah anggota keluarga, pendapatan
dan kepemilikan kerja sampingan) dianalisis dengan menggunakan uji korelasi
Rank-Spearman.
4.8.1 Analisis Hubungan antara IKKJ Tenaga Kerja dengan Karaketeristik
Responden
Hasil pengujian hubungan antara IKKJ dengan karakteristik individu tersaji
pada Tabel 4.9 dibawah ini.
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Hubungan antara IKKJ dengan Karakteristik Responden
Variabel Koefisien
Korelasi
Signifikansi
(2-tailed)
Keterangan
α (0.05)
Pendidikan wanita tani 0,215 ns 0,255 Tidak signifikan
Usia wanita tani 0,036 ns 0,849 Tidak signifikan
Jumlah anggota Keluarga -0,148 ns 0,434 Tidak signifikan
Luas lahan 0,002 ns 0,993 Tidak signifikan
Kepemilikan kerja
sampingan wanita tani 0,086 ns 0,650 Tidak signifikan
Pendidikan bapak tani 0,238 ns 0,206 Tidak signifikan
Usia bapak tani -0,148 ns 0,800 Tidak signifikan
Kepemilikan kerja
sampingan bapak tani -0,262 ns 0,163 Tidak signifikan
Keterangan: ns = non signifikan (tidak berhubungan nyata)
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Pada tabel 4.9 terlihat bahwa tidak ada yang memiliki hubungan nyata
dengan IKKJ Tenaga Kerja. Ini karena nilai probalitas yang di tentukan adalah >
0,05 maka H0 diterima, jika > 0,05 maka H0 ditolak. Di tabel menunjukan variabel
Pendidikan memiliki nilai 0,215 yang dapat dikategorikan memiliki hubungan yang
34
rendah atau lemah berdasarkan uji signifikansi hasilnya menunjukan 0,255 yang
berarti asosiasi kedua variabel adalah tidak signifikan. Begitu juga dengan usia,
jumlah anggota keluarga, luas lahan, dan kepemilikan kerja sampingan. Bahkan
dari variabel punya bapak tani pun tidak ada yang berkorelasi.
Hal ini rendah bahkan tidak berkorelasi berarti ada faktor lain yang
berhubungan dengan nilai IKKJ tersebut, dari nilai IKKJ juga tidak memiliki variasi
yang sangat berbeda jauh, begitu juga dengan luas lahan yang rata-rata sama tidak
memiliki perbedaan jauh, pendidikan rata-rata antara pria dan wanita adalah
Sekolah Dasar selain itu jumlah anggota keluarga dan kepemilikan kerja
sampingan. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu suami responden wanita tani
mengungkapkan bahwa :
“kita bertani itu udah lama mbak, dari SD malahan.. jadi ga bisa terlepas
dari hal hal pertanian bahkan ada yang turun temurun mbak jadi tinggal lanjutin
aja mbak, kan sayang lahannya sama ilmunya juga kalo ndak di lanjutin..”
(Pitoyo,50 tahun)
Selain itu wanita tani juga kebanyakan mengikuti saja apa pekerjaan suami,
rata di Desa Batur kegiatan bertani sudah berjalan sangat lama nahkan turun
temurun bisa dibilang pertanian sudah menjadi urat nadi masyarakat tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden wanita tani mengungkapkan
bahwa :
“pertanian ini udah ndak bisa lepas dari kita mbak, meskipun saya
kerja jadi PNS, ya tetap saya bertani.. Toh saya dulu hidupnya dari
pertanian, orang tua petani, orang tua suami saya juga sama... ya kita
lanjutin aja mbak eman-eman lahannya, di tambah lagi sekarang makin
banyak inovasi mbak tinggal kelompok tani pelajarin nanti ilmunya
dibagikan bersama mbak”. (Siti,40 tahun)
Maka dari itu hasil korelasi tidak berhubungan bisa saja bahwa faktor yang
diteliti memiliki data yang tidak jauh berbeda sehingga mempengaruhi hasil tidak
berhubungan nyata karena data kurang bervariasi.
35
Berarti hipotesis yang menyatakan “indeks kesetaraan keadilan jender
dengan karakteristik pendidikan bapak tani dan wanita tani, usia bapak tani dan
wanita tani, jumlah anggota keluarga, luas lahan, kepemilikan pekerjaan sampingan
bapak tani dan wanita tani “ terhadap IKKJ tenaga kerja terbantahkan karena tidak
ada yang berhubungan nyata.
4.8.2 Analisis Hubungan antara IKKJ Pengambilan Keputusan dengan
Karaketeristik Responden
Hasil pengujian hubungan antara IKKJ pengambilan keputusan dengan
karakteristik individu tersaji pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Hubungan antara IKKJ dengan Karakteristik
Responden
Variabel Koefisien
Korelasi
Signifikansi
(2-tailed)
Keterangan
α (0.05)
Pendidikan wanita tani 0,357 ns 0,053 Tidak signifikan
Usia wanita tani -0,071 ns 0,708 Tidak signifikan
Jumlah anggota keluarga 0,087 ns 0,649 Tidak signifikan
Luas lahan -0,378* 0,039 signifikan
Kepemilikan kerja sampingan
wanita tani 0,183 ns 0,334 Tidak signifikan
Pendidikan bapak tani 0,122 ns 0,522 Tidak signifikan
Usia bapak tani 0,039 ns 0,836 Tidak signifikan
Kepemilikan kerja sampingan
Bapak tani 0,068 ns 0,721 Tidak signifikan
keterangan: ns = non signifikan (tidak berhubungan nyata)
Tanda * = signifikan (berhubungan nyata)
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Pada Tabel 4.9 di atas terlihat hanya ada satu karakteristik individu yang
memiliki hubungan nyata dengan IKKJ untuk pengambilan keputusan hanya
variabel luas lahan berhubungan nyata terhadap IKKJ pengambilan keputusan,
karena angka 0,039 dan memenuhi angka probabilitas < 0,050 maka berhubungan
nyata dan signifikan. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan “Terdapat
hubungan signifikan antara indeks kesetaraan keadilan jender dengan karakteristik
36
pendidikan wanita tani, wanita tani, jumlah anggota keluarga, luas lahan usahatani
buncis, kepemilikan pekerjaan” hanya satu saja yang berhubungn nyata yang lain
tidak. Ini berarti semakin luas garapan lahan maka semakin kecil juga wanita tani
(istri) ikut mengambil dan menentukan keputusan bersama suami. Pernyataan ini
juga seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden wanita tani
mengungkapkan bahwa :
“yang punya lahan kan saya dan suami mbak pastinya kita yang ngurusin,
jadi kalo lahan sempit atau luas ya kita tetap garap lah mbak, justru saya dan ibu-
ibu lainnya kadang-kadang di suruh nentuin juga lahannya meh di apakan gitu tapi
ya mesti nanya dulu ke aku mbak tapi kalo lahannya luas bapak cari yang lebih
bisa ngurus mbak ya istri kan manut” (Neni, 44 tahun).
Hal ini melihat dari kekuatan wanita yang mengikuti kegiatan tertentu,
semakin lahan sempit maka semakin besar istri mengambil keputusan begitu juga
jika lahan luas maka semakin kecil. Ini dikarenakan jika lahan sempit maka suami
dan istri akan bertanggung jawab dalam semua kegiatan yang akan dilakukan untuk
lahan tersebut karena masih mampu untuk menangani hal tersebut. Tidak
membutuhkan biaya banyak, jika ingin menggarap lahan tersebut cukup dari
keluarga saja yang ikut membantu. Sedangkan jika semakin luas maka suami akan
berkerja sama kepada petani yang juga memiliki lahan yang luas dan saling
meminta saran untuk menangani kegiatan usahatani, semakin luas maka semakin
besar tanggung jawab, dengan begitu petani akan mencari cara supaya usahatani
tetap berjalan dam menjadi mata pencaharian yang utama. Pernyataan ini juga
seperti yang diungkapkan oleh salah satu bapak tani mengungkapkan bahwa :
“istri saya,selalu ikut mbak kalo ngeladang, jadi istri juga ikut kalo nentuin
apa aja yng dibutuhin mbak,kalo lahan kita kan ga terlalu luas... yahh saya diskusi
sama keluarga terutama istri meh nanem apa, atau nanti biayanya dari mana... tapi
misalke lahan makin nambah ya saya minta bantuan ke petani yang lebih ngerti
mbak, supaya dapat cara yang baik mbak” (Bejo,58 tahun).
37
4.9 Pengaruh Kebiasaan dan Karakter Usahatani Organik Terhadap
Keterlibatan Wanita Tani.
Analisis kualitatif ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang tidak
diteliti dalam penelitian dan mungkin berhubungan dengan kesetaraan jender. Data
yang tidak berkorelasi kebanyakan karena variabel memiliki data yang tidak
bervariasi atau homogen sehingga tidak memiliki hubungan nyata.
Selain itu petani yang ada di Tranggulasi melakukan pertanian memang dari
dulu, atau bisa dibilang secara turun temurun. kebanyakan bapak dan wanita tani
mewarisi lahan dari irang tua dan akan melanjutkan kegiatan tersebut seterusnya
maka dari itu menjadi pekerjaan utama. Seperti yang dikatakan salah satu wanita
tani yaitu :
“pertanian ini udah ndak bisa lepas dari kita mbak, meskipun saya
kerja jadi PNS, ya tetap saya bertani.. Toh saya dulu hidupnya dari
pertanian, orang tua petani, orang tua suami saya juga sama... ya kita
lanjutin aja mbak eman-eman lahannya, di tambah lagi sekarang makin
banyak inovasi mbak tinggal kelompok tani pelajarin nanti ilmunya
dibagikan bersama mbak”. (Siti,40 tahun)
Rata rata wanita tani dan bapak tani mewarisi pertanian dari orang tuanya
dan kemudian dilanjutkan dengan suami atau istri yang mempunyai latar belakang
petani juga begitu seterusnya. Selain itu istri atau wanita tani kebanyakan mengikuti
suami atau bapak tani, hal ini seperti sudah diwarisi secara turun temurun dan
menjadi budaya sendiri untuk melanjutkan pertanian bersama suami.
Pertanian organik atau usahatani buncis organik ini juga memiliki
persyaratan dan standar sendiri dikarenakan pangsa pasar keluar pulau dan ke
supermarket-supermarket besar, sehingga membutuhkan ketelitian dan kehati-
hatian dalam melaksanakan usahatani tersebut. Kehati-hatian dalam budidaya
buncis organik mendorong wanita tani dan bapak tani harus saling berkerjasama.
Maka dari itu wanita tani sangat dibutuhkan karena sifatnya yang telaten dan sabar
dan dalam mengelola sumber daya manusia khusunya wanita juga termasuk mudah.