iv metode penelitian - repository.ipb.ac.id · kandungan mineral dan hara unik yang membuat ubi...
TRANSCRIPT
26
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan
Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi
Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan secara sengaja (purposive
sampling) dengan pertimbangan bahwa Desa tersebut merupakan sentra produksi
ubi jalar Cilembu dengan memiliki karakteristik tanah dengan berbagai
kandungan mineral dan hara unik yang membuat ubi dapat tumbuh sempurna
dengan kualitas terbaik. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei sampai
Juni 2011.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara secara langsung dengan petani
dan pedagang pengumpul dengan bantuan kuesioner. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari studi pustaka dan literatur dari berbagai lembaga terkait seperti
Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan LSI, Perpustakaan Daerah
Kabupaten Sumedang, dan lembaga terkait lainnya.
Tabel 6 . Jenis Data dan Sumber yang digunakan dalam Penelitian
Jenis Data Sumber
Data untuk perhitungan usahatani (Primer) Kuesioner (wawancara)
Biaya Free on Board (FOB) Ubi Cilembu Eksportir di Cilembu
Biaya FOB untuk Urea Internet
Biaya CIF SP-36 dan KCL Internet (World Bank)
Gambaran Umum lokasi penelitian Dinas Pertanian Sumedang
Data ekspor dan impor, pajak, dan nilai tukar Badan Pusat Statistik Jakarta
Penelitian terdahulu (Skripsi) Perpustakaan LSI
27
4.3 Metoda Pengambilan Sampel
Jumlah responden yang dijadikan sampel sebanyak 50 petani di Desa
Cilembu dan Nagarawangi dengan cara judgement sampling. Karakterisitik yang
menjadi responden yaitu petani yang memiliki lahan sendiri (pemilik penggarap)
dengan luasan lahan 1400 m2 sampai 7.000 m2, telah melakukan usahatani ubi
Cilembu minimal 5 tahun dan menjadi anggota kelompok tani , sedangkan untuk
pedagang pengumpul dan eksportir dilakukan dengan cara snowball sampling. Di
Desa Cilembu terdapat 5 pedagang pengumpul, sedangkan eksportir hanya 1
orang.
4.4 Metode dan Prosedur Analisis
4.4.1 Membuat Tabel Privat Bujet
Langkah pertama yang dilakukan untuk mengisi baris pertama yaitu
membuat tabel hubungan input dan output fisik yang dihasilkan dari wawancara
petani dengan bantuan kuesioner serta informasi dari aparatur desa. Langkah
kedua yaitu membuat tabel harga privat (harga aktual) untuk setiap input yang
digunakan dan output yang dihasilkan, harga yang digunakan adalah harga pada
saat penelitian dilakukan. Dan langkah yang ketiga adalah mengalikan jumlah
fisik dengan harga privat sehingga didapat tabel privat bujet.
Dari tabel yang dibuat didapatkan pendapatan, biaya dan keuntungan yang
dihitung pada harga privat (harga aktual atau harga pasar). Pendapatan merupakan
hasil perkalian antara harga dan jumlah yang diproduksi, biaya merupakan seluruh
harga yang harus dibayarkan petani pada saat produksi baik untuk input tradable
dan non tradable sedangkan keuntungan adalah pengurangan dari pendapatan dan
biaya.
Input yang digunakan adalah input tradable yaitu input yang
diperdagangkan di dalam negeri dan luar negeri serta selalu mengacu pada harga
dunia misalnya pupuk Urea, TSP, KCL, Phoska, Furadan, Curacron. Sedangkan
input non-tradable yaitu hanya diperdagangkan secara domestik seperti pupuk
kandang, bibit, tenaga kerja pada saat persiapan lahan, penanaman, pemupukan,
28
penyiangan dan pemanenan, modal yang digunakan berasal dari petani sendiri
terbagi menjadi modal kerja dan membeli peralatan seperti cangkul, sabit, sprayer,
parang dan lahan yang digunakan umumnya milik sendiri sedangkan outputnya
yaitu ubi jalar Cilembu.
4.4.2 Penentuan Harga Bayangan Output
Harga bayangan yang digunakan adalah harga jual pasar di perbatasan,
yaitu free on board (f.o.b) di pelabuhan ekspor. Harga F.o.b adalah semua biaya
untuk mendapatkan barang yang akan diekspor tetapi masih di pelabuhan ekspor
seperti biaya pemasaran dan pengangkutan lokal, pajak, biaya penyimpanan,
fumigasi, bongkar muat, harga di tempat usaha.
4.4.3 Penentuan Harga Bayangan Input
a. Harga Bayangan Bibit
Ubi jalar diperbanyak secara vegetatif (stek pucuk) dan bibitnya
merupakan input yang non tradable sehingga harga bayangannya sama dengan
harga finansialnya. Bibit ubi Cilembu dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Stek Pucuk (Bibit) Ubi Cilembu
b. Harga Bayangan Pupuk dan Pestisida
Untuk perhitungan harga bayangan pupuk Urea menggunakan f.o.b
dikarenakan Indonesia memiliki pabrik yang berkapasitas 8,6 juta ton dan bisa
memenuhi permintaan domestik, sehingga bisa mengekspor. Sedangkan untuk
29
pupuk SP-36 dan KCL, belum bisa memenuhi permintaan domestik, sehingga
masih mengimpor dari negara lain. Untuk harga bayangan pupuk Sp-36 dan KCl
menggunakan harga c.i.f yaitu biaya f.o.b pada saat ekspor, biaya pengangkutan,
asuransi dan biaya bongkar barang.
Peraturan kebijakan harga yang mengatur insektisida secara khusus belum
ada dan masih dipenuhi oleh impor sehingga dengan menggunakan asumsi pasar
persaingan sempurna harga bayangan sama dengan harga privat. Untuk Pupuk
NPK Phonska masih dominan diproduksi untuk memenuhi permintaan dalam
negeri sehingga harga bayangan adalah harga tanpa subsidi. Input-input tradable
yang digunakan dalam usahatani ubi Cilembu dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Gambar 4. Pupuk yang Digunakan dalam Usahatani Ubi Cilembu
Gambar 5. Insektisida yang Digunakan dalam Usahatani Ubi Cilembu
30
c. Harga Bayangan Tenaga Kerja
Harga bayangan tenaga kerja tidak terdidik disesuaikan dengan tingkat
pengangguran di lokasi penelitian. Tingkat pengangguran di Kabupaten
Sumedang yaitu 9 persen, sehingga harga bayangan upah tenaga kerja tidak
terdidik yaitu 91 persen dari upah harga finansialnya.
d. Harga Bayangan Lahan
Tanah atau lahan merupakan input non tradable dalam usahatani sehingga
didasarkan dengan nilai sewa lahan yang berlaku di daerah setempat dikurangi
pajak.
e. Harga Bayangan Nilai Tukar
Penetapan nilai tukar rupiah didasarkan atas perkembangan nilai tukar
Dollar menggunakan rumus yang telah diformulasikan oleh Squire dan Van Der
Tak dalam Gittinger (1986) yaitu :
SER 2010 = OER 2010
SCF2010
SER 2010 = Shadow exchange rate (nilai tukar bayangan) tahun 2010
OER 2010 = Official exchange rate (nilai tukar resmi) tahun 2010
SCF 2010 = Standart conversion factor (faktor konversi standar) tahun 2010
Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio nilai impor dan ekspor
ditambah pajak dapat ditentukan sebagai berikut :
SCF= M + X
(M+Tm) + (X-Tx)
Tabel 7. Perhitungan Standard Convertion Factor dan Shadow Price ExchangeRate Tahun 2006-2010 (milyar rupiah)
Tahun Xt Mt TXt TMt OERt SCFt SER
2006 909.204 550.810 636 56.938 9.020 0,963 9.367
2007 1.074.716 710.465 752 72.831 9.419 0,961 9.801
2008 1.500.374 1.414.711 1.050 107.838 10.950 0,965 11.347
2009 1.095.194 910.195 767 84.361 9.400 0,960 9.792
2010 1.416.856 1.218.256 992 110.876 8.980 0,960 9.354
Sumber : Statistik Indonesia (BPS, 2010)
31
f. Harga bayangan Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah cangkul, sabit, sprayer dan parang,
pendekatan yang digunakan adalah penyusutan per musim menggunakan metode
garis lurus (Fariyanti, 2008).
Dp = C- S
N
Dp = depresiasi (penyusutan)
C = harga beli (Rupiah)
S = nilai sisa (5 % dan 10%)
N = umur alat (tahun)
4.4.4 Metoda (Policy Analysis matrix / PAM)
Alat yang digunakan untuk melihat daya saing ubi jalar adalah Matrik
Analisis Kebijakan (Policy Analysis matrix / PAM). PAM merupakan matrik yang
terdiri dari komponen penerimaan, biaya dan keuntungan. Metoda PAM terdiri
dari tiga baris dan 4 kolom.
Baris 1 mengestimasi keuntungan privat yaitu perhitungan penerimaan dan
biaya berdasarkan harga yang berlaku yang mencerminkan nilai-nilai yang
dipengaruhi oleh semua kebijakan dan kegagalan pasar. Keuntungan privat dalam
angka absolut ataupun rasio merupakan indikator keuntungan daya saing secara
kompetitif.
Baris 2 mengestimasi keunggulan ekonomi dan daya saing komparatif
yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga sosial dimana efek
kebijakan atau distorsi tidak ada. Baris 3 merupakan selisih anatara baris 1 dan 2
yang menggambarkan devergensi atau penyimpangan.
Kolom pertama merupakan penerimaan, kolom kedua merupakan biaya
input tradable, kolom ketiga biaya input non tradable dan kolom keempat
merupakan keuntungan yaitu selisih antara penerimaan dan biaya.
Terdapat asumsi yang digunakan dalam PAM yaitu perhitungan
berdasarkan harga privat yaitu harga yang benar-benar terjadi atau harga setelah
kebijakan, harga sosial yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna,
32
output bersifat tradable dan input yang dipisahkan ke dalam komponen asing dan
domestik, serta eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan.
Tabel 8 .Teori Matrik Analisis Kebijakan (Policy Anaysis Matrix)
Keterangan Penerimaan Biaya Keuntungan
Tradable Non
Tradable
Nilai finansial (privat) A B C D
Nilai Ekonomi (sosial) E F G H
Dampak kebijakan distorsi
pasar
I J K L
Sumber : Nurmalina, et al (2009)
4.4.4 Implikasi Indikator Matrik Kebijakan
Keunggulan Kompetitif
1. D = A-B-C (keuntungan privat), jika D > 0, maka sistem komoditas
memperoleh keuntungan privat sehingga mampu berekspansi kecuali apabila
sumberdaya terbatas atau ada alternatif komoditas lain yang menguntungkan.
2. PCR = C/A-B (rasio biaya privat), jika PCR <1 maka sistem komoditas
mampu membiayai faktor dimasukkannya pada harga privat, dengan kata lain
komoditas tersebut memiliki daya saing secara kompetitif.
Keunggulan Komparatif
1. H = E-F-G (keuntungan sosial), jika H > 0, maka usahatani telah berjalan
efisien sehingga bisa berekspansi.
2. DRC = G/E-F (rasio biaya sumberdaya domestik), jika DRC < 1, maka sistem
komoditi efisien dan memiliki keunggulan komparatif sehingga tanpa ada
bantuan pemerintah masih tetap bisa berproduksi.
Kebijakan Output
1. OT = I = A-E (Transfer output), menunjukkan kebijakan pemerintah yang
diterapkan terhadap output yang mengakibatkan harga output berbeda dengan
33
harga input. Jika I > 0 menunjukkan besarnya insentif masyarakat terhadap
produsen, artinya masyarakat membeli output dengan harga yang lebih tinggi
dari harga yang seharusnya atau petani menerima harga output yang lebih
tinggi daripada yang seharusnya.
2. NPCO = A/E (koefisien proteksi output nominal), digunakan untuk mengukur
dampak insentif kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya
perbedaan nilai output. Jika NPCO < 1 terjadi pengurangan penerimaan
petani akibat adanya kebijakan.
Kebijakan Input
1. J = B-F (Transfer input domestik), menunjukkan adanya kebijakan
pemerintah pada input tradable, jika J < 0 adanya subsidi pemerintah
terhadap input asing sehingga petani tidak membayar penuh korbanan sosial
yang seharusnya. Subsidi yang dibebankan kepada pemerintah menyebabkan
keuntungan produsen secara privat.
2. NPCI = B/F (Koefisien proteksi input nominal), jika NPCI < 1 petani
menerima subsidi atas input asing sehingga petani dapat membeli input asing
dengan harga lebih rendah.
3. K = C-G (Transfer Faktor), K > 0 adanya kebijakan pemerintah yang
melindungi produsen input domestik dengan pemberian subsidi.
Kebijakan Input-Output
1. EPC = (A-B)/(E-F) (Koefisien proteksi efektif) merupakan indikator dampak
keseluruhan kebijakan input dan output. Sejauhmana kebijakan pemerintah
melindungi atau menghambat produksi. EPC > 0 bahwa kebijkan pemerintah
memberikan dukungan terhadap aktivitas produksi dalam negeri.
2. TB = I – (K-J) (Transfer bersih) merupakan dampak kebijakan pemerintah
secara keseluruhan terhadap penerimaan petani apakah merugikan atau
sebaliknya. L > 0 menunjukkan adanya tambahan surplus produsen yang
disebabkan adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan kepada input dan
output.
3. PC = D/H (koefisien keuntungan) dampak insentif dari semua kebijakan
output, input tradable dan domestik. PC > 1 secara keseluruhan kebijakan
pemerintah memberikan insentif kepada produsen. PC < 1 kebijakan
34
pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih kecil
dibandingkan tanpa kebijakan.
4. SRP = L/E (Nilai rasio Subsidi bagi Produsen) mengidentifikasi akibat
kebijakan pemerintah yang menunjukkan penambahan atau pengurangan
penerimaan. SRP < 0 , produsen mengeluarkan biaya lebih besar dari biaya
sosial untuk berproduksi.
4.4.5 Analisis Sensitivitas
Analisis ini dilakukan untuk melihat kelayakan suatu usaha apabila
terdapat perubahan-perubahan dan berdasarkan keadaan di lokasi penelitian
terjadi perubahan upah tenaga kerja, jumlah produksi menjadi turun akibat faktor
cuaca menjadi 50 persen dan nilai tukar mengalami apresiasi. Selain itu, dilakukan
untuk mereduksi kelemahan analisis PAM yang bersifat statis yang tidak
memungkinkan terdapat perubahan-perubahan faktor-faktor penting dalam
usahatani ubi jalar.