jacob breemer
DESCRIPTION
Kinerja DPRD KonselTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemandirian aparatur dalam pelaksanaan tugas menunjukkan kemampuan
dan keterampilan serta pengalaman terhadap pekerjaan yang dikerjakannya. Hasil
pekerjaan yang dicapai menunjukkan kinerja dari aparatur yang ditempatkan pada
masing-masing unit kerja di dalam instansi pemerintah. Olehnya itu dibutuhkan
adanya peningkatkan kinerja melalui kualitasm kuantitas dan kerjasama. Hal ini
merupakan tanggung jawab yang diimplementasikan dalam pelayanan administrasi.
Pelayanan dalam pemerintahan senantiasa diiringi dengan kepentingan-
kepentingan yang membuat pelayanan terkesan berpihak pada kelompok tertentu.
Hal ini sering membuat konflik dalam penyelenggaraan birokrasi sehingga
administrasi pemerintahaan tidak dapat dikelola dengan baik. Penyelenggaraan
tugas dan tanggung jawab tidak lepas konteks pelayanan.
Pelayanan memiliki konsepsi yang beragam, tergantung dimana pelayanan
itu dibutuhkan. Dalam pemerintahan, pelayanan dibutuhkan untuk melayani publik
dan melayani birokrasi. Hingga kini, prestasi kerja yang dicapai oleh setiap aparatur
bertitik pangkal pada kemampuan dan pengalaman aparatur tersebut menerapkan
konsep pelayanan menurut dirinya sendiri. Patuh dan Taat pada peraturan dan
undang-undang yang diberlakukan menggambarkan adanya konsep pelayanan yang
dijalankan untuk mengaplikasikan kepatuhan dan ketaatan tersebut.
1
Pelayanan yang dilakukan dengan baik oleh setiap aparatur, menunjukkan
sikap dan perilaku serta etos kerja yang baik yang pada gilirannya akan
menghasilnya prestasi kerja, olehnya pelayanan selalu mendapat perhatian melalui
dimensi-dimensi pelayanan yang terdiri dari bentuk fisik (tangible), perhatian
(emphaty), keandalan (reliability), daya tanggap (responsibility) dan jaminan
(assurance). Hal ini berkaitan dengan kualitas layanan yang harus dicerminkan oleh
aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Produk pelayanan yang diekspresikan melalui bentuk fisik (tangible),
perhatian (emphaty), keandalan (reliability), daya tanggap (responsibility) dan
jaminan (assurance) dalam lingkungan pemerintahan adalah pelayanan
administrasi. Administasi termasuk di dalamnya administrasi publik yang
dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan dalam mewujuskan pemerintahan yang
baik (good governance).
Pelayanan administrasi dengan bukti fisik mencakup penggunaan fasilitas
kantor untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan, sedangkan perhatian dalam
pelayanan tersebut ditujukan untuk memperoleh informasi dan memberikan
informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkannya. Keandalan yang ada dalam
pelayanan administrasi pemerintahan adalah kemampuan aparatur dengan daya
tanggap dan jaminan terhadap pekerjaan yang dikerjakan. Namun demikian tidak
semua kegiatan pelayanan dapat terlaksana dengan baik, oleh karena lemahnya
sumber daya manusia yang ada di dalam instansi/lembaga pemerintahan tersebut.
2
Instansi/lembaga pemerintahan dituntut untuk dapat meningkatkan
pelayanan terhadap publik dan administrasi, tetapi keusangan pegawai, kompetensi
serta komitmen kerja yang semakin menurun membuat hasil yang diharapkan tidak
dapat diwujudkan. Hal ini terjadi pada hampir semua instansi/lembaga
pemerintahan termasuk Sekretariat DPDR Kabupaten Konawe Selatan. Instansi ini
memiliki tugas pokok dan fungsi dalam menunjang pelaksanaan pemerintahaan
dibawah Bupati. Dari tugas pokok dan fungsi tersebut tercantum berbagai harapan
untuk diwujudkan, namun kenyataannya aparatur bekerja hanya untuk mematuhi
aturan dan perintah pimpinan dalam hal ini Kepala Sekretariat DPRD Kabupaten
Konawe Selatan dalam memberikan pelayanan kepada anggota dewan. Pelaksanaan
tugas dan pekerjaan yang diatur oleh Kepala Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe
Selatan, bahkan pekerjaan yang akan dikerjakan harus disetujui oleh pimpinan
untuk mendapatkan rekomendasi. Hal ini ditujukan untuk nengendalikan kegiatan
aparatur dan membatasi kebijakan dewan yang sering memberikan perintah
langsung kepada aparatur tanpa melalui pimpinan sehingga pelaksanaan pekerjaan
menjadi tidak efektif. Sementara itu pimpinan mengharapkan adanya pelaksanaan
tugas yang efektif untuk memberikan pelayanan kepada anggota DPRD Kabupaten
Konawe Selatan. Disisi lain banyak anggota dewan yang membutuhkan pelayanan
yang prima, salah satu sisinya adalah pelayanan administrasi. Anggota DPRD
dengan bebas menentukan perintahnya untuk dilaksanakan, sedangkan aparatur
yang ada memiliki kualitas yang berbeda-beda. Hal ini juga sering mempengaruhi
pelayanan aparatur, olehnya itu diharapkan adanya peningkatan pelayanan aparatur.
3
Sehubungan dengan hal tersebut penyelenggaraan pemerintahan pada
Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan ditunjang oleh 54 pegawai yang
terdiri dari 44 pegawai tetap dan 10 orang pegawai tidak tetap. Instansi tersebut
menyelenggarakan pelayanan administrasi kepada anggota dewan Kabupaten
Konawe Selatan. Kinerja pegawai dikendalikan dengan struktur organisasi kerja
yang dirancang untuk memperlancar kegiatan pada instnasi pemerintah tersebut.
Namun selama ini kegiatan yang ada pada Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe
Selatan lebih banyak di kuasai oleh anggota dewan yang senantiasa memberikan
tugas langsung kepada para pegawai sehingga pelaksanaan tugas terkesan tidak
produktif. Hal ini diperoleh dari wawancara dengan Kepala Sekretariat DPRD
Kabupaten Konawe Selatan bahwa pimpinan DPRD lebih mengambil alih
kepemimpnan dalam pelaksanaan tugas dan setiap aparatur harus patuh pada
perintahnya. Disisi lain Kepala Sekretariat memiliki kekuasaan terhadap stafnya
dalam menjalankan tugas, salah satu sisinya adalah melaksanaan tugas-tugas
administrasi dan birokrasi di DPRD Kabupaten Konawe Selatan.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kinerja Aparat Dalam
Meningkatkan Pelayanan Pada Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
permasalahan yang dikaji adalah:
1. Bagaimana gambaran kinerja aparat dalam meningkatkan pelayanan pada 4
Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan.
2. Apakah faktor pelayanan berpengaruh terhadap kinerja aparat pada Sekretariat
DPRD Kabupaten Konawe Selatan.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menggambarkan kinerja aparat dalam meningkatkan pelayanan pada
Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan;
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor pelayanan terhadap kinerja aparat pada
Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai pengembangan ilmu manajemen sumber daya manusia khususnya
peningkatan kinerja sebagai bagian dari kajian manajemen sumber daya
manusia;
2. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan
judul penelitian ini;
3. Sebagai informasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan
pengembangan karir dan sumber daya aparat;
4. Sebagai bahan masukan kepada pimpinan instansi bersangkutan dalam
mengembangkan karir pegawai;
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kinerja
Denhardt Janet dan Robert B. Denhardt (2003 : 110) mengemukakan bahwa
kinerja pelayanan publik di Indonesia yang masih terlihat belum professional
memang tidak terjadi begitu saja sebagai suatu yang dapat dibenarkan (taken for
granted), namun merupakan konsekuensi dari adanya desain birokrasi Indonesia
yang memang tidak dipersiapkan sebagai ‘pelayanan masyarakat’ [public service].
Kinerja merupakan suatu kesuksesan seseorang didalam melaksanakan
suatu pekerjaan, dan dipertegas lagi oleh Lawler dan Poter yang menyatakan bahwa
kinerja adalah kemampuan peran dalam mencapai hasil (succesfull role achievment)
yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya (As’ad, 1997 : 46-47).
Dari batasan tersebut As’ad menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang
dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk suatu pekerjaan yang
bersangkutan. Hal tersebut sejalan dengan Dharma (1993 : 30-31) yang menyatakan
bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai atau sesuatu yang dikerjakan berupa
produk maupun jasa yang diberikan oleh seseorang atau kelompok orang.
Suprianto (2000 : 7) mengatakan bahwa kinerja adalah kemampuan kerja
seseorang dalam melaksanakan setiap pekerjaan yang dilakukannya. Kinerja
merupakan bagian penting dari produktivitas, jika kinerja seorang karyawan baik,
maka dengan sendirinya produktivitasnya akan meningkat dan sebaliknya.
Vroom dalam As’ad (1997 : 48) mengemukakan bahwa
6
Tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan disebut tingkat kemampuan kerja (level of performance). Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif.
Swasto (1996 : 30) mengemukakan bahwa
Kinerja merupakan sarana penentu dalam suatu proses untuk mencapai tujuan organisasi, dengan demikian kinerja harus merupakan sesuatu yang dapat diukur berdasarkan ukuran tertentu dan dalam kesatuan waktu.
Handoko (1995 : 135) mengemukakan bahwa
Kinerja adalah proses melalui kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan tugas mereka.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
merupakan sauatu proses pencapaian hasil pekerjaan dengan menggunakana sarana
penentu kesatuan waktu tertentu.
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk
menyelesaikan pekerjaan seseorang dengan mengutamakan pendidikan,
keterampilan, dan pengalaman pada bidang pekerjaan masing-masing (Veithzal
Rivai, 2005 : 309).
Otonomi daerah menuntut aparatur pemerintah yang berkemampuan dan
memiliki kinerja yang tinggi, sehingga masyarakat secara nyata memperoleh
manfaat dari adanya otonomi. Menurut Ginanjar Kartasasmita (1996:348), agar
tujuan dan usaha pembangunan dapat berhasil dengan baik maka pemerintah daerah
perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan unsur yang amat
penting dalam upaya meningkatkan otonomi daerah, yaitu kemantapan
7
kelembagaan dan ketersediaan sumberdaya manusia yang memadai, khususnya
aparatur pemerintah daerah. Dengan demikian peningkatan kinerja aparatur
pemerintah daerah sangat penting dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang
baik dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan
bertanggungjawab.
Kinerja atau prestasi berasal dari bahasa Inggris "Performance". Menurut
Bernardin and Russel (1993),"Performance" diartikan sebagai :
The record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period (catatan tentang hasil yang telah diperoleh dari pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu).
Manajemen kinerja, menurut Rucky, (2001:53), dapat diartikan sebagai
upaya, kegiatan atau program yang diprakarsai oleh suatu organisasi guna
merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi kerja pegawainya.
Sedangkan manajemen kinerja dikembangkan untuk tujuan-tujuan sebagai
berikut :
a. Meningkatkan prestasi kerja individu, kelompok dan organisasi, karena sasaran
kerja dan standar prestasi yang harus dicapai ditetapkan bersama dan hasil yang
dicapai dinilai secara obyektif dan imbalan dikaitkan dengan hasil kerja;
b. Memberi kesempatan kepada pegawai untuk menyampaikan umpan balik
kepada organisasi;
c. Mendorong minat untuk mengembangkan diri, karena pegawai melihat
keterkaitan antara prestasi yang dicapai dengan imbalan dan penghargaan yang
diterima;
d. Membantu organisasi dalam menyusun program pengembangan kemampuan
pegawai, karena dengan menerapkan manajemen berbasis kinerja, diketahui
8
jenis-jenis pelatihan apa saja yang diperlukan masing-mas ing pegawai agar
mampu mencapai standar prestasi yang diinginkan;
Irawan (2000:54) mendefinisikan kinerja (performance) sebagai hasil kerja
yang bersifat konkrit, dapat diamati, dan dapat diukur. Pendapat senada
dikemukakan oleh Mangkunegara (2000:68) yang mendefinisikan kata kinerja dari
kata job performance or actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Kinerja merupakan hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Prawirosentono (1999:46) mengemukakan bahwa performance (kinerja)
adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan sesuai dengan moral
dan etika. Prawirosentono (1999:75), mengemukakan beberapa faktor yang relevan
dengan penilaian kinerja pegawai yaitu kualitas dan kuantitas yang mencakup
dimensi-dimensi : (1) pengetahuan tentang pekerjaan, (2) kemampuan membuat
perencanaan dan jadwal pekerjaan, (3) pengetahuan tentang standar mutu pekerjaan
yang disyaratkan, (4) produktifitas karyawan yang berkaitan dengan jumlah hasil
pekerjaan yang dapat diselesaikan, dan (5) kemampuan berkomunikasi baik dengan
sesama karyawan maupun dengan atasan.
Definisi tentang kinerja yang dikemukakan oleh Suyadi (1999:24)
merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
9
suatu organisasi dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka mencapa tujuan organisassi yang bersangkutan sesuai dengan moral dan
etika. selanjutnya dikemukakan pula beberapa faktor yang perlu ditelaah dalam
penilaian kinerja seseorang atau sekelompok orang antara lain; (1) pengetahuan
tentang tugas atau pekerjaan dan kemampuan, membuat perencanaan dan jadwal
tugas atau pekerjaan (2) pengetahuan tentang standar mutu pekerjaan yang
dipersyaratkan, dan (3) produktivitas yang berkaitan dengan jumlah hasil yang
dapat diselesaikan dan kemampuan berkomunikasi baik dengan atasan maupun
sesama karyawan. Definisi tersebut memperlihatkan bahwa masing-masing elemen
secara teoritis turut berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Seorang individu tidak
akan mampu bekerja dengan baik, jika ia memiliki kemampuan untuk mengerjakan
pekerjaan tersebut. Meskipun pekerjaan itu selesai dikerjakannya namun tidak akan
membuahkan hasil yang memuaskan, oleh sebab itu unsur pengetahuan, terutama
pengetahuan tentang bidang tugas yang dikerjakannya, sangat penting bagi orang
tersebut.
B. Pengukuran Kinerja
Menyediakan alat bagi penilaian prestasi secara obyektif dan.
Memungkinkan organisasi menerapkan sistem merit dalam pemberian imbalan atau
konpensasi karena prestasi kerja pegawai dapat diukur dengan lebih obyektif. Guna
mengukur kinerja aparatur pemerintah menurut Dwiyanto (1995:152) dapat dilihat
dari kinerja organisasi yang melaksanakan atau mengimplementasikan
kebijaksanaan. Dalam mengukur kinerja organisasi dapat dilihat dari tujuan dan
10
misi organisasi, akan tetapi dalam mengukur kinerja tersebut seringkali mengalami
kesulitan, hal ini dikarenakan tujuan dan misi organisasi publik seringkali kabur
dan bersifat dimensional.
Acuan yang digunakan melihat kinerja sering digunakan dua ukuran yaitu
dari cakupan dan kualitas pelayanan. Sebenarnya pengukuran kinerja punya makna
ganda, yaitu pengukuran kinerja itu sendiri dan evaluasi kinerja. Untuk
melaksanakan kedua hal tersebut terlebih dahulu harus ditentukan tujuan dan misi
dari suatu program pada organisasi tersebut secara jelas. Setelah program didesain,
haruslah sudah termasuk penciptaan indikator kinerja atau ukuran keberhasilan
pelaksanaan program, sehingga dengan demikian dapat diukur dan dievaluasi
tingkat keberhasilannya.
Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan dan tujuan
yang diharapkan. Suatu organisasi dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti
atau indikator-indikator atau ukuran pencapaian misi. Tanpa adanya pengukuran
kinerja sangat sulit dicari pembenaran yang logis atau pencapaian misi organisasi.
Sebaliknya dengan disusunnya perencanaan strategis yang jelas, perencanaan
operasional yang terukur, maka dapat diharapkan tersedia pembenaran yang logis
dan argumentasi yang memadai untuk mengatakan suatu pelaksanaan program
berhasil atau tidak. Berikut ini akan dijelaskan berturut-turut penetapan indikator
kinerja dan penetapan pencapaian kinerja.
a. Penetapan Indikator Kinerja
Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan
11
klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan
data/informasi untuk menentukan pencapaian tingkat kinerja kegiatan/program.
Penetapan indikator kinerja tersebut didasarkan pada kelompok menurut
masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan
dampak (impact), serta indikator proses jika diperlukan untuk menunjukan
proses manajemen kegiatan yang telah terjadi. Dengan demikian indikator
tersebut dapat digunakan untuk evaluasi baik dalam tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, ataupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Bahwa untuk
indikator kinerja input dengan output dapat dinilai sebelum yang dilakukan
selesai. Sedangkan untuk indikator outcome, benefit dan impact mungkin harus
diperoleh setelah beberapa waktu kegiatan berjalan.
b. Penetapan Pencapaian Kinerja
Penetapan capaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui dan menilai
capaian indikator kinerja pelaksanaan kegiatan/program dan kebijaksanaan yang
telah ditetapkan oleh organisasi. Pencapaian indikator-indikator kinerja tersebut
tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah input menjadi
output, atau proses penyusunan kebijaksanaan/ program/kegiatan yang dianggap
penting dan berpengaruh antara tingkat capaian, kinerja output tertentu dengan
proses pencapaian seperti kecepatan dan keakuratan, ketaatan pada perundang-
undangan dan keterlibatan kelompok target terkait. Dengan demikian
sesungguhnya disamping kelompok indikator menurut input, output, outcome,
benefit dan impact, juga terdapat kelompok indikator menurut proses.
Adapun bidang-bidang yang dapat mengambil manfaat dari manajemen
12
berdasarkan kinerja adalah :
1. Penyusunan program pelatihan dan pengembangan pegawai karena dengan
menerapkan manajemen kepegawaian berbasis kinerja, kebutuhan akan
pelatihan bagi masing-masing pegawai dapat diidentifikasikan dengan lebih
akurat;
2. Penyusunan program suksesi dan kaderisasi, karena penerapan manajemen
kepegawaian berbasis kinerja memungkinkan organisasi mengetahui potensi
yang dimiliki pegawai dengan mudah;
3. Pembinaan pegawai, khususnya dalam membantu pegawai mengatasi
hambatan-hambatan yang dihadapinya dalam melaksanakan tugas.
Menurut Fandy Tjiptoo (2000: 132), bahwa
Ukuran kinerja yang kerap kali digunakan untuk menilai layanan pelanggan terdiri atas tiga kategori yakin :
a. Unsur-unsur pra-transaksi, meliputi ketersediaan pasokan/kesediaan dan target tanggal pengiriman.
b. Unsur-unsur transaksi, terdiri atas status pemesanan, pelacakan pesanan, Bach older status, kekurangan pengiriman, keterlambatan, pengiriman, substitusi produk dan routing change.
c. Unsur-unsur paksa transaksi, terdiri atas tanggal pengiriman aktual, teratur, dan penyesuaian (adjustments)
Menurut Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer ( 2000:163), Indeks kinerja
paling umum yang digunakan untuk mengukur tingkat kinerja aparat adalah catatan
pekerjaan-pekerjaan yang berhasil diselesaikan.
Kemudian van Meter dan van Hom (1975:6) meletakkan enam variabel (dua
variabel utama dan empat variabel tambahan) yang membentuk antara
kebijaksanaan dan kinerja kebijaksanaan. Variabel-variabel tersebut adalah: (1)
13
standar dan tujuan kebijaksanaan, (2) sumber daya, (3) komunikasi antar lembaga,
(4) karakteristik lembaga pelaksana, (5) kondisi ekonomi, sosial dan politik, (6)
sikap aparat pelaksana.
Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses
penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya, termasuk informasi atas; efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan
dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan efektivitas tindakan dalam
mencapai tujuan. (Robertson, 2002)
Lohman (dalam BPKP, 2000) memberikan pengertian bahwa pengukuran
kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang
diderivasi dari tujuan strategi organisasi. Whittaker (dalam BPKP, 2000)
menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas
Metode pengukuran yang berorientasi terpusatkan pada kinerja karyawan
diwaktu yang akan datang melalui pengukuran potensi karyawan atau penetapan
sasaran-sasaran kinerja dimasa mendatang. Metode-metode yang dapat digunakan
adalah :
a. Penilaian Diri, metode ini berguna bila tujuan evaluasi untuk melanjutkan
pengembangan diri.
14
b. Penilaian Psikologis, pengukuran ini pada umumnya terdiri dari wawancara
mendalam, test-test psikologis, diskusi dengan atasan langsung dan tinjauan
ulang (review) dengan evaluasi lainnya.
c. Pendekatan manajemen berdasarkan obyek Management By Objektif (MBO),
dalam pendekatan ini setiap karyawan dan atasan secara bersama-sama
menetapkan tujuan atau sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang.
Asosiasi DPRD Seluruh Indonesia (2003:7) mengemukakan bahwa
indikator kinerja sangat diperlukan dalam sebuah organisasi. Melalui indikator yang
jelas, pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan baik. Indikator kinerja tersebut
antara lain :
1) Membantu memperjelas sasaran organisasi2) Membantu evaluasi hasil dari kegiatan pemerintah3) Sebagai input bagi program insentif4) Memungkinkan konsumen untuk membuat pilihan berdasarkan informasi yang
jelas5) Memberikan indikasi standar kinerja untuk pelayanan yang dikontrakan atau
diprivatisasi.6) Memberikan indikasi tentang keefektifan dari berbagai pelayanan terhadap
pencapaian suatu kebijkan.7) Sebagai indikator awal untuk melakukan investigasi dan tindakan perbaikan8) Membantu menentukan tingkat pelayanan9) Memberikan indikasi kemungkinan penghematan.
Pengukuran kinerja menurut Mahsun (2006:28) ditujukan untuk menghasilkan
informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen
maupun pemerintah. Keputusan-keputusan yang bersifat ekonomis dan strategis
sangat membutuhkan dukungan informasi kinerja yang membantu menilai
keberhasilan manajemen atau pihak yang diberi amanah untuk mengelola dan
mengurus organisasi. Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian
15
pencapaian target-target tertentu yang dikembangkan dari rencana strategis
organisasi dalam pencapaian tujuannya, pelaksanaan pengukuran kinerja, dan
mengimplementasikan pelaksanaan pengukuran kinerja untuk selanjutnya
dilakukan evaluasi kinerja dalam rangka pengambilan keputusan. Pengukuran
kinerja dapat disajikan pada gambar berikut:
Gambar 2.1. Bagan Pengukuran Kinerja (Mahsun, 2006:29)
Elemen-elemen pokok pengukuran suatu kinerja dikemukakan oleh Mahsun
(2006:26) sebagai berikut :
1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi4. Evaluasi kinerja.(feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas)
Handoko (2003 : 135) mengemukakan bahwa kinerja adalah proses melalui kerja
karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan
memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan tugas mereka.
Sementara itu Rivai, (2005 : 309) mendefinisikan kinerja sebagai suatu fungsi dari
motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan seseorang dengan
mengutamakan pendidikan, keterampilan, dan pengalaman pada bidang pekerjaan
masing-masing.
16
Menurut Gordon (dalam Rahim, 1993:134) mendefinisikan “Performance
was a function employee’s ability, acceptance of goals, level of the goals and the
interaction of the gol with their ability” definisi ini mengungkapkan bahwa kinerja
mengandung empat elemen utama, yaitu; (1) kemampuan (2) penerimaan tujuan-
tujuan dalam organisasi (3) tingkatan tujuan-tujuan yang dicapai, dan (4) interaksi
antara tujuan dengan kemampuan anggota tersebut.
C. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja sebagaimana yang dijelaskan
sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya saling berinteraksi dalam menentukan
tingkat kinerja seseorang. Jadi dapatlah disimpulkan bahwa keberhasilan seseorang
didasarkan pada tingkat kinerjanya. Begitu juga dengan tujuan organisasi di setiap
institusi. Hal ini akan memberikan arah bagi mereka dalam menyelesaikan tugas-
tugas mereka. Seberapa jauh ia mengetahui dan menerima tujuan-tujuan orgaisasi,
akan berpengaruh pada hasil pekerjaannya.
Tujuan organisasi itu diketahui dengan jelas dan dibarengi dengan
kemampuan yang cukup baik untuk menyelesaikan pekerjaan dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi tersebut, maka dengan sendirinya pekerjaan itu akan
memberikan hasil yang memuaskan. Dengan demikian dapat dikatakan kinerja
orang tersebut akan baik jika ia memenuhi elemen-elemen sebagaimana
dikemukakan dalam definisi di atas.
Berdasarkan teori-teori di atas, kinerja pegawai dapat didefinisikan sebagai
hasil kerja yang dicapai oleh seseorang berdasarkan indikator-indikator kualitas, 17
kuantitas dan kerjasama, yang dicapai tata usaha dalam melakukan tugas sesuai
dengan tugas, wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam melaksanakan
fungsi ketatatusahaan di kantor.(Siagian, 1998:168)
Wahjosumidjo, (1985:40) mengemukakan bahwa “penampilan
(performance) adalah sumbangan secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur
dalam rangka membantu tercapainya tujuan kelompok dalam suatu unit kerja”.
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai istilah kinerja. Meski
definisi itu berbeda-beda berdasarkan visi dan misi masing-masing, akan tetapi
secara prinsip pengertian kinerja mengarah pada upaya untuk mencapai prestasi
kerja yang lebih baik.
Selanjutnya Ruki (2001:158) mengatakan bahwa “penilaian kinerja adalah
membandingkan antara hasil yang sebenarnya yang diperoleh dengan yang
direncankan”. Dan untuk itu penilaian hasil atau prestasi sendiri tidak boleh
diserahkan kepada atasan, tetapi harus dilakukan oleh bawahan sendiri karena
seyogyanya setiap orang memang mampu melakukannya.
Pendapat lain tentang kinerja dikemukakan oleh Thoha (2002), bahwa
kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua
faktor yaitu faktor individu meliputi; kemampuan, kebutuhan, kepercayaan,
pengalaman, penghargaan dan sebagainya. Adapun faktor lingkungan organisasi
meliputi : hirarki organisasi, tugas-tugas, wewenang, tanggungjawab, sistem
reward, sistem pengendalian, kepemimpinan dan sebagainya.
18
Wayne (1986:198) menyatakan bahwa “performance definition is a
description of what of expected of employee toward effective job performance.”
(Artinya, kinerja adalah gambaran mengenai apa yang diharapkan dari pegawai dan
kelanjutannya dari hasil kerja secara efektif).
Syarief (1989:6), mengemukakan pengertian kinerja dan tujuannya adalah,
sebagai suatu proses untuk mengukur hasil kerja yang dicapai oleh para pekerja dan
dibandingkan dengan standar tingkat prestasi, guna mengetahui sampai dimana
keterampilan telah dicapai dan kemudian dipakai sebagai pertimbangan untuk
menemukan kelemahan-kelemahan tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas nampak bahwa
kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan suatu organisasi yang dapat berupa
produk akhir (barang dan jasa) atau berbentuk perilaku, kecakapan, kompetensi,
sarana dan keterampilan fisik yang mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Masalah kinerja ini oleh Gibson dan Donnelly (1988:115), dianalisis lebih
jauh, karena kinerja organisasi tergantung dari kinerja individu maka seorang
manajer harus mempunyai lebih dari sekedar pengetahuan dalam hal penentu
kinerja individu. Satu dari pengaruh kinerja individu yang sangat kuat adalah sistem
balas jasa organisasi. Organisasi dapat menggunakan balas jasa untuk
meningkatkan kinerja karyawan saat ini. Selanjutnya Gibson dan Donnelly
(1988:145) memberikan gambaran bahwa setiap usaha untuk mengetahui mengapa
seseorang berperilaku seperti yang dilakukan selama ini dalam organisasi
19
memerlukan pemahaman tentang; (1) individu yang meliputi: kemampuan,
keterampilan (mental dan fisik); (2) latar belakang yang meliputi: keluarga, tingkat
sosial dan pengalaman, serta demokrasi yang mencakup umur dan jenis
kelamin; (3) organisasi meliputi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan dan
prosedur kerja; dan (4) psikologi meliputi: persepsi, sikap, kepribadian dan
motivasi.
Bateman, dkk. (1992:32) mengatakan bahwa, “kinerja adalah proses kerja
seseorang individu untuk mencapai hasil-hasil tertentu”. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa kinerja seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal dihubungkan dengan sifat-sifat orang, misalnya
kemampuan dan upaya, sementara kesulitan tugas dan keberuntungan bersifat
eksternal. Kedua tabel tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1. Keberhasilan dan kegagalan kinerja.
Kinerja Faktor Internal(peribadi)
Faktor Eksternal(lingkungan)
Kinerja Baik1) Kemampuan tinggi2) Kerja keras
- Pekerjaan mudah- Nasib baik- Bantuan dari rekan kerja- Pimpinan yang baik
Kinerja Jelek3) Kemampuan rendah4) Upaya sedikit
- Pekerjaan sulit- Nasib buruk- Bantuan dari rekan kerja
tidak produktif- Pimpinan yang tidak
simpatik
Sumber: Bateman. at al. ( 1992)
20
Kemampuan (ability) merupakan kemampuan yang dimiliki pada bidang
pengetahuan dan skill manusia serta kemampuan teknologi. Kemampuan
memberikan indikasi tentang berbagai kemungkinan prestasi. Usaha (effort)
merupakan fungsi dari kebutuhan, sasaran, harapan dan imbalan. Kemampuan besar
dalam diri manusia dapat direalisasikan, namun bergantung pada tingkat motivasi
individu atau kelompok untuk mencurahkan usaha fisik dan mentalnya. Tetapi
prestasi tidak akan muncul apabila manajer tidak memberikan kesempatan
(opportunitry)
D. Konsep Pelayanan
Proses perancangan sistem penyampaian layanan merupakan proses kreatif
yang diawali dengan menetapkan tujuan layanan. Tujuan ini bakal menjadi
pemandu utama dalam mengidentifikasi dan menganalis semua alternatif yang bisa
digunakan untuk mewujudkannya.Setlah itu, baru dilakukan penyeleksian dan
pemelihan alternatif yang dinilai paling sesuai. Secara garis besar, perancangan
sistem penyampaian layanan meliputi aspek lokasi fasilitas, tata letal fasilata,
desain pekerjaan, keterlibatan pelanggan, pemelihan peralatan, dan manajemen
kapasitas layanan. Pada prinsipnya , proses perancangan layanan merupakan sebuah
proses yang berlangsung terus menerus. Apabila sudah mulai
diimplementasikan,berbagai modifikasi dapat saja dilakukan dalam rangka
menyesuaikan diri dengan setiap perkembangan dan perubahan.
Menurut Tjiptono (2008:185) setidaknya ada tiga kata yang bisa mengacu
pada istilah tersebut yakni jasa (intangible) atau sektor industri spesifik seperti
21
pendidikan, kesehatan, telekomunikasi, transportasi, asuransi, perbankan,
perhotelan, konstruksi, perdagangan, rekreasi dan seterusnya. Sebagai layanan,
istilah service menyiratkan segala sesuatu yang dilakuakn pihak tertentu (individu
maupun kelompok) kepada pihak lain (individu maupun kelompok).
Keanekaragaman makna istilah service juga dijumpai dalam kosakata
bahasa Inggris. Kamus bergengsi Oxford Advences Learner’s Dictionary, misalnya
mendaftar 16 definisi berbeda untuk istilah service. Beberapa diantaranya adalah
sistem yang menyediakan sesuatu yang dibutuhkan publik, diorganisasikan oleh
pemerintah atau perusahaan swasta. Organisasi yang menyediakan sesuatu kepada
publik atay melakukan sesuai bagi pemerintah seperti prison service, civil service,
diplomatic service, fire service, health service, secret service, security service dan
social service). (Tjiptono, 2008:215)
Dalam literatur manajemen setidaknya empat lingkup definisi konsep
service (Tjiptono, 2008:219) :
a. Service menggambarkan berbagai subsektor dalam kategorisasi aktivitas
ekonomi, seperti transportasi , finansial, perdagangan ritel, personal service,
kesehatan, pendidikan dan layanan publik.
b. Service dipandang sebagai produk intangible yang hasilnya berupa aktivitas
ketimbang obyek fisik, meskipun dalam kenyataannya bisa saja produk fisik
dilibatkan.
c. Service merefleksikan proses yang mencakup penyampaian produk utama,
interkasi personal, kinerja dalam arti luar serta pengalaman layanan.
22
d. Service dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri dari dua komponen utama
yaitu service options yang kerap kali tidak tempak atau tidak diketahui
keberadaannya oleh pelanggan dan service delivery yang biasanya tampak atay
diketahui pelanggan.
Suatu pelayanan akan terbentuk karena adanya proses pemberian layanan
tertentu dari pihak penyedia layanan kepada pihak yang dilayani.(Barata, 2006:9)
Pelayanan dapat terjadi antara :
a) Seorang dengan seorang
b) Seorang dengan kelompok
c) Kelompok dengan seorang atau orang-orang dalam organisasi.
Pelayanan ini terjadi baik yang dilakukan atas dasar kesukarelaan masing-
masing pihak (non-komersial) tujuan komersial antar personal, ataupun karena
orang-orang mempunyai keterikatan kerja dalam organisasi yang bertujuan
komersial maupun non komersial.
Barata (2006:11) mengemukakan bahwa dalam proses pelayanan terdapat
unsur-unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu :
a) Penyedia layanan
Penyedia layanan adalah pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu
kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan
penyerahan barang atau jasa-jasa.
b) Penerima layanan
23
Peneriman layanan adalah mereka yang disebut sebagai konsumen (pengguna
layanan).
c) Jenis layanan
Jenis layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada penerima
layanan terdiri dari jenis layanan yang berkaitan dengan :
1. Pemberian jasa-jasa saja
2. Layanan yang berkaitan dengan penyediaan dan distribusi barang saja
3. Layanan ganda yang berkaitan dengan kedua-duanya.
Definisi dari pelayanan diartikan oleh para ahli sangat berbeda-beda, namun
definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama. Pelayanan juga merupakan tindakan
yang dilakukan untuk memberikan arahan dan petunjuk kepada konsumen dalam
menggunakan suatu produk tertentu.
Indikator kualitas pelayanan ditetapkan dalam 5 (lima) dimensi utama yaitu :
1. Tangibles (kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran,
komputerisasi administrasi, ruang tunggu, tempat informasi, dan
sebagainya).
2. Reliability (kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang
tepercaya).
3. Responsiveness (kesanggupan untuk membantu menyediakan pelayanan
secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan pelanggan)
4. Assurance (kemampuan dan keramahan, serta sopan santun pegawai dalam
menyakinkan kepercayaan pelanggan).
24
5. Empathy (sikap tegas tetapi perhatian dari pegawai terhadap pelanggan)
Fandy Tjiptono (2008:51) mengemukakan bahwa konsep kualitas itu sendiri
dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas
kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi
spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa
jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang
telah ditetapkan. Pada kenyataannya aspek ini bukanlah satu-satunya aspek kualitas
Tjiptono (2008:95) mengidetifikasikan sepuluh dimensi pokok kualitas
layayan : reliabilitas, responsivitas atau, daya tanggap, kompetensi, akses,
kesopanan (courtesy), komunikasi, kredibilitas, keamanan, kemampuan memahami
pelanggan dan bukti diri menjadi lima dimensi pokok yaitu reliabilitas (reliability),
daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy) dan bukti
fisik (tangible).
Dikemukakan juga bahwa faktor penyebab buruknya kualitas layanan yakni :
1) Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan
2) Intensitas tenaga kerja yang tinggi
3) Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai
4) Gaya komunikasi
5) Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama
6) Perluasan atau pengembangan layanan secara berkelebihan
7) Visi bisnis jangka pendek
25
Unsur-unsur desain layanan dalam penerapannya diilustrasikan sebagai sebagai
berikut : Sebelum sebuah rumah dibangun, tentu saja terlebih dahulu dibuat
spesifikasi dan rancangan bentuk rumah yang dikehendaki, Hal sama berlaku pula
pada desain sistem penyampaian layanan, di mana dibutuhkan adanya cetak biru
layanan(service blueprint). 1. Cetak biru layanan merupakan suatu gambar atau
peta yang secara akurat menggambarkan sistem layanan sedemikian rupa sehingga
setipa orang yang terlibat dalam penyampaian layanan tersebut dapat memahami
dan melaksanakannya secara objektif, terlepas dari apapun peranan maupun sudut
pandang individualnya (Tjiptono, 2008:115)
E. Pelayanan Aparatur
Dalam lingkungan organisasi pemerintahan sangat dipengaruhi oleh
elemen-elemen kinerja yang terdiri dari teknologi (peralatan, metode kerja) yang
digunakan, kualitas dari input (termasuk material) kualitas lingkungan fisik
(keselamatan, kesehatan kerja lay-out tempat kerja dan kebersihan) iklim dan
budaya kerja organisasi (termasuk supervisi dan kepemimpinan dan sistem
kompensasi serta imbalan ( Ruki: 2001 : 20; William N. Dunn :1994 : 354). Kinerja
organisasi Pemerintah terkait erat dengan pelaksanaan tugas-tugas publik yang
prima, akuntabilitas dan kinerja dari masing-masing instansi pemerintah daerah
(Joko Widodo :2001: 206).
Kelancaran layanan instansi pemerintah sangat tergantung pada kesadaran
para petugas (aparatur) terhadap kewajiban yang dibebankan menyangkut sistem,
prosedur dan metoda yang memadai, pengorganisasian tugas-tugas pelayanan yang
26
tuntas, pendapatan petugas/pegawai yang cukup untuk kebutuhan hidup minimal,
kemampuan / keterampilan pegawai dan sarana kerja yang memadai (Moenir :
2000:47). Kesatuan pemahaman mengenai visi dan misi organisasi yang merupakan
indikasi budaya organisasi yang tidak tampak dan tidak disadari, tapi spontan
menjadi acuan berfikir dan berperilaku pihak-pihak yang bersangkutan (Poli,
1997:12). Transformasi perubahan paradigma budaya organisasi pemerintah
melalui pelayanan prima kepada customer (masyarakat) yang dilayani dapat
meningkatkan kepuasan masyarakat (Suprapto, 1997:32).
Penyelenggaraan pelayanan masyarakat melalui peningkatan kinerja
aparatur perlu memperhatikan prinsip; kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu,
akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan
akses, kedisiplinan, kenyamanan dan standar pelayanan publik (Suprapto : 1997
229). Kompleksifitas dan dinamika kehidupan masyarakat, berhubungan positif
dengan peningkatan kinerja aparatur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di
lembaga-lembaga pemerintahan (Moenir, 2000 : 16). Kondisi kesejahteraan
masyarakat yang rendah, maka peningkatan kualitas aparatur amat penting dalam
menentukan peningkatan kinerja organisasi dan menunjang otonomi daerah
(Moenir, 2000 : 128).
Peningkatan kinerja organisasi pemerintah sesuai visi dan misinya dengan
menekankan pada efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan fungsi aparatur
maka organisasi pemerintah dapat lebih eksis dan mampu memenuhi harapan
(expectation) masyarakat yang dilayani (Moenir, 2000 : 166).
27
F. Kerangka Pemikiran
Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja aparatur pemerintah DPRD
Kabupaten Konawe maka faktor sumber daya aparat dan kelembagaan sangat
memegang peranan penting. Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
peningkatan, kinerja aparat dalam meningkatkan pelayanan yang baik (good service
of governance) dapat bersumber dari adanya Tangible, Emphaty, Reliabilitas,
Responsibilitas dan Assurance yang dilakukan oleh instansi aparat Sekretariat
DPRD Kabupaten Konawe Selatan, termasuk tugas-tugas pelayanan publik. Untuk
lebih jelasnya dapat disarikan pada gambar kerangka pikir berikut ini.
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian
BAB III
28
Kinerja Aparat1) Kualiatas pekerjaan 2) Kuantitas pekerjaan 3) Ketepatan waktu dalam
pekerjaan(Siagian, 1998)
Pelayanana) Tangibleb) Emphatyc) Reliabilitasd) Responsibilitye) Assurance
(Fandy Tjiptomo, 2008)
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji kinerja aparat sekretariat DPRD
Kabupaten Konawe Selatan dalam rangka meningkatkan pelayanan, didesain
kualitatif yaitu untuk menganalisis kinerja aparat sekretariat DPRD Kabupaten
Konawe Selatan.
B. Populasi dan Teknik Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik yang ditentukan oleh peneliti (Sugiyono,
2006:90). Dengan demikian populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparat
Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan yang berjumlah 54 orang.
2. Sampel
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling
yaitu keseluruhan jumlah populasi digunakan sebagai responden sebanyak 54
orang.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Studi Lapangan (Data Primer)
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang
diukur dengan menggunakan skala likert sebagaimana yang tersusun
29
berdasarkan definisi operasional dari variabel yang diteliti yaitu kinerja
aparat dan variabel pelayanan (Y).
Dalam penelitian ini, dilakukan pula teknik wawancara untuk
memperoleh informasi melalui informan kunci (key informant) sebanyak 3
orang. Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah :
a) Sekretaris DPRDb) Kepala Bagian Umumc) Staf Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatand) Kepala Bagian Keuangan
Adapun format jawaban kuisioner dengan menggunakan skala likert
(Sugiyono, 2006:107) dengan 5 alternatif jawaban yang disajikan pada
tabel berikut :
Tabel 3.2 Alternatif Jawaban Kuisioner
No. Kategori Jawaban Skor12345
Sangat Tidak SetujuTidak SetujuRagu-RaguSetujuSangat Setuju
12345
2. Dokumentasi (Data Sekunder)
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan juga melalui
dokumentasi yang diteliti sebagai data sekunder pada Sekretariat DRPD
Kabupaten Konawe Selatan yang menyangkut dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan penelitian seperti buku DP3 dan laporan hasil
pelaksanaan pekerjaan.
D. Teknik Analisis Data30
Untuk menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian digunakan analisis
deskriptif kualitatif data yang diperoleh melalui dokumentasi dianalisis secara
deskriptif. Data yang diperoleh melalui angket dioleh dengan menggunakan teknik
persentase.
E. Definisi Operasional dan Operasionalisasi Variabel.
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel X adalah Kinerja dan dan
variabel Y adalah pelayanan.
Untuk memberikan pengertian yang sama kepada pembaca berikut
diberikan pengertian yang berkaitan dengan penelitian ini.
a. Kinerja aparat adalah kemampuan aparat dalam melaksanakan program yang
telah ditetapkan oleh lembaga, yang dapat dilihat pada dimensi :
1) Kualitas pekerjaan adalah ketelitian aparat dalam bekerja, berkoodinasi
dan melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaran pekerjaan.
2) Kuantitas pekerjaan adalah pelaksanaan pekerjaan atas petunjuk atasan,
kemampuan menyelesaikan pekerjaan dan tidak menunda pekerjaan yang
dikerjakan.
3) Ketepatan waktu dalam pekerjaan adalah sikap aparat pemerintah daerah
pada Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan dalam melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
b. Pelayanan adalah tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan
tugas/pekerjaan pada instansi Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe Selatan,
dengan Indikator:
31
(a) Tagible adalah bukti fisik yang menunjukkan tempat dan ruang kerja
yang digunakan untuk melaksanakan tugas/pekerjaan di Sekretariat
DPRD Kabupaten Konawe Selatan.
(b) Emphaty adalah perhatian yang menunjukkan adanya perhatian aparat
terhadap pekerjaan yang akan dilaksanan
(c) Reliabilitas adalah keandalan yang menunjukkan kemampuan aparat
dalam pelaksanaan tugas
(d) Responsilibitas adalah daya tanggap aparat dalam pelaksanaan
pekerjaan
(e) Assurance adalah jaminan yang menunjukkan adanya jaminan terhadap
pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan aturan dan perintah pimpinan.
Untuk lebih jelasnya berikut tabel Operasionalisasi Variabel.
32
Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel
No. Variabel Sub Variabel Indikator
1 Kinerja Aparat (X) Kualitas pekerjaan 1. Ketelitian2. Koordinasi dan Komunikasi3. Pengawasan
Kuantitas pekerjaan 1. Petunjuk atasan2. Penyelesaiakan pekerjaan3. Tidak menunda pekerjaan
Ketepatan waktu dalam melaksanakan pekerjaan
Selesainya pekerjaan sesuai dengan jadwal
2. Pelayanan (Y) Tangible Tempat kerja yang digunakan dalam pelaksanaan tugas
Emphaty Perhatian aparat terhadap pekerjaan
Reliabilitas Keandalan aparat dalam pelaksanaan pekerjaan
Responsibilitas Daya tanggap pegawai terhadap pekerjaan yang dilaksanakan
Assurance Jaminan terhadap pekerjaan untuk diselesaikan
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku – buku
33
Achmad, S. Ruki, 2001; Sistem Manajemen Kineja, Performance Management System, Panduan Praktis Untuk Merancang Kinerja Prima, Cetakan Pertama, PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
As’ad, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta
Barata. 2006, Manajemen Pelayanan Prima, Bina Aksara, Jakarta
Asosiasi DPRD Seluruh Indonesia, 2003, Pengukuran Kinerja Sektor Pemerintahan, Adkasi, Jakarta
Asian Development Bank, 1998. Governance in Asia: From Crisis to Opportunity, 1999 Reprinted from ADB Annual Report.
Bateman dkk, 1992, Productivity in Public and Nonprofit Organizations: Strategies and Techniques. SAGE Publications, California, USA
Blau, M. Peter dan Marshall W. Meyer. 2000. Birokrasi Dalam Masyarakat Modem, Prestasi Pustakaraya, Jakarta.
Benardin, H John & Russel AA 1993, Human Resources Management, An Experimental Approach,5 Mc Goww-Hill International Edition, Mc Graww-Hill Book Co. Singapore.
Dharma, 1993, Efektivitas dan Efisiensi Pelayanan Publik, Penerbit Angkasa, Bandung.
David Obsbome Ted Gaebler, 1997, Reinventing Government., How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector, Penterjemah Abdul rasyid Cetakan ke tiga PT. Ikrar Mandiri Abadi Jakarta.
Deep, Sam dan Lyle Sussman, 1996; Mengefektifkan Kinerja, Saran untuk Menghadapi 44 Jenis Orang yang Menimbulkan Masalah di Lingkungan Kerja, Penerbit PT. Pustaka Binaman Presindo Jakarta.
Denhardt Janed dan Robert B. Denhart, 2003, Kempemimpinan, Terjemahan Elex Media Komputerindo, Jakarta.
Depdagri, 2001. Kebijakan Pemerintah Berkaitan Dengan Penataan Kewenangan, Kelembagaan dan Personil, DDN dan Otoda, Jakarta.
Dwiyanto, 1995. A Comparative Research Project on Rural Public Service and Local Level Civil Service Reforms, Centre for Population and Policy Studies, UGM.
34
Gibson dan Donnelly, 1988. Organisasi dan Manajemen: Perilaku Struktur dan Proses, diterjemahkan oleh Djoerban Wahid, Erlangga. Jakarta.Gujarati, 1998, Ekonometrika Dasar, Terjemahan Sumarno Zain, Cetakan 6 Gelora Aksara Pratama, Jakarta
Gordon dalam Rahim, 1993, Performance Of Employment, Murai Kencana, Jakarta.
Greenberg dan Robert (1995). Human Resource Management. Edisi 7 Jilid I. Alih Bahasa Benyamin Molan . PT Prenhallindo. Jakarta
Hani T Handoko, 1995 Manajejemen Personalia, BPFE-UGM, Yogyakarta.
---------------------, 2003, Manajemen, BPFE-UGM, Yogyakarta
Irawan, 2000, Manajemen SUmber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta
John M. Bryson, 2000 Strategic Planning for Organization A Guide Strengthening and Sustaining Organization Achvement, Penterjemah M. Miftahuddin Cetakan II Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Joko Widodo, 2001; Good Gonemance, Telaah dari Dimensi : Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah Penerbit dan Percetakan, Insan Cendekia Surabaya.
James C. Craig Robert M. Grant; 2002 Strategic Management (Manajemen; Strategi Sumber Daya, Perencanaan, Efisiensi, Biaya-sasaran, Cetakan ke tiga PT. Gramedia Jakarta.
Kartasasmita, Ginandjar, 1996. Pembangunan Untuk Rakyat MemadukanPertumbuhan dan Pemerataan, CIDES, Jakarta.
Leach dan Percy Smith, 2001. Local Governance in Britain, New York : Palgrave.
Lohman Brucewill, Dalam BPKP 2000, Indikator-Indikator Kinerja, BPKP, Jakarta
Louis A. Allen 1958; Management and Organization, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. Tokyo.
Mangkunegara, 2000, Penilaian Prestasi Kerja, Edisi Revisi Murai Kebnca, Jakarta.
Martimer R. Peiberg (Drs. R. Turman Sirait penterjemah) 1979; Psikologi yang Efektif untuk Pemimpin, Pejabat dan Usahawan; Cv. Tulus Jaya, Jakarta.
35
Martin Kressburg, 1971, Public Administration in Developing Countries, Fourth Printing the Booking Institution, Washington, DC
Mashun, 2006, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, BPFE-UGM, Yogyakarta
Miftha Thoha, 2002, Perilaku Organisasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Moenir, H.A.S. 2000; Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Cetakan ke empat, diterbitkan oleh PT. Bumi Aksara Jakarta.
Murthi, B.P.S, Srinivasan, K dan Kalyanaram, G. 1996. Controlling for Observed and Unobserved Managerial Skills In Determining First-Mover Market Share Advantages. Journal of Marketing Research, Vol 33 Issue, Aug. 96,329-337.
Obsbonle, David dan Peter Plastik, 2001; Banishing, Bureaucracy : The five Strategies for Reinventing Goverment, penterjemah : Abdul Rasyid Ramelan, Cetakan Kedua (Revisi) oleh Cv. Taruna Grafica Jakarta.
Pigors, Paul & Charles A. Mayers, 1952, Reading in Personnel Administration, Mc Graw-Hill Book Company, Inc, New York.
Poli, W.I.M.; 1997; Manajemen Pengendalian Mutu; Program MagisterAdministrasi Kerjasama Lan-RI-UNHAS Makassar.
Prowirosentoro, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, Alfabeta Bandung.
Pearce, John. A dan Robinson, Richard, B. Jr. 1997. Manajemen Strategik Jilid I. Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.
Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer 2000 The Strategies, penterjemah : Abdul Rasyid Ramelan, Cetakan Kedua (Revisi) oleh Cv. Taruna Grafica Jakarta.
Robertson, 2002, Performance Measurement, (Pengukuran Kinerja), Liberty, Yogyakarta
Ronald J. Schmidt, 1980, Public Administrations Searh for the Public, Paper disampaikan pada Konferensi Tahunan Perkumpulan Sarjana Administrasi Negara Amerika (ASP A).
Rusli Syarief,1989, Manajemen Produktivitas, Rineka Cipta, Jakarta
Santere, Rexford. E dan Bates, Laurie J., 1996. Performance and Pay in the Public Sector: The Case of The Local Tax Assessor. Public Finance Quarterly,
36
Vol. 24, No. 4, 481-493
Sj Sumarto, Hetifah, 2004. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance 20 Prakarsa, Inovatif dan Partisipatif di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Sondag P. Siagian, 1998; Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Bumi Aksara Yogyakarta.
Stevin Cohen Ronald Brand, 1993; Total Quality Management in Government a Practical Guide for the Real World, First Edition New York.
Sugiyono, 2006, Metodologi Penelitian Administrasi, Alfabeta Bandung
Suprapto, J. 1997; Pengukuran Kepuasan Pelanggan untuk Menaikan Pangsa Pasar, Cetakan Pertama, diterbitkan oleh PT. Rinekacipta Jakarta.
Suprianto, 2000, Manajemen Kinerja, Cetakan Kedua, Gramedia Pustakan Utama, Jakarta
Suyadi, 1999, Penilaian Prestasi Kerja Sektor Pemerintahan, Ganecha, Bandung.
Swasto, 1996, Pengembangan Diri Dalam Menunjang Produktivitas Kerja, Rajawali Press, Jakarta
Tjiptono, Fandy. 2000; Prinsip-prinsip Quality Service (TQS) Penerbit Andi, Cetakan Pertama Yogyakarta.
Van Meter, Donal S dan van Hom, Carl E, 1975. The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework in Administration & Society, Vol. 6 No.4. Hal 445-485.
Veithzal Rivai, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Murai Kencana, Jakarta
Whjosumidjo, 1985, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Binarupa Aksara, Jakarta.,
Watkins, Gordon 9. 1950; The Management of Personnel and Labor Relations, McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.
Wayne, 1986, Management Performance. Edisi Terjemahan, Liberty, Yogyakarta.
William N. Dunn, 1994; Publik Policy Analysis An Introduction, Perntice-Hall International, Inc University of Pittsbergh, Canada.
37
World Bank, 1996. Better Urban Services: Finding The Right Incentives. Washington DC: The Bank.
II. Dokumen
Laporan Tahunan Tahun 2005 s.d 2008.
Akbar, Bahrullah dan Nurbaya, Siti, 2000. “Akuntabilitas Daerah: Tinjauan Pemikiran Pelaksanaannya dalam rangka Otonomi Daerah". Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Vol. 01, No. 01, 5-14.
Aninim, 2004. Laporan Kepala LAN-R1 pada Rapat Koordinasi PAN Tingkat Nasional 2004 di Makassar.
Indrajaya, Edi, (2000), Studi Kebutuhan dan Kinerja Pengeluaran Pada Infrastruktur Untuk Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Sleman", Tesis S2, Program Pasca Sarjana-UGM, Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)
Makhfatih, Akhmad, 1997. Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Study kasus: Pemerintah Daerah Tingkat II di Daerah Istimewa Yogyakarta. Modul Analisis Potensi Keuangan Daerah. Pusat Penelitian dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis (P3EB), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.
Pattipeiluhu, Deetje Ade (2001), "Akuntabilitas Kinerja Dinas Pendapatan Daerah Istimewa Yogyakarta', Tesis, Program Pasca Sarjana-UGM, Yogyakarta. (tidak dipublikasikan).
Saleh, Karim. HA. 2002; Otonomi Daerah DPR Sejajar Kepala Daerah, Kenapa DPRD Menolak Laporan Pertanggung Jawaban Kepala Daerah, Hasanuddin University Press Makassar
Soeratho dan Arsyad, Lincoln, 1999. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi Revisi Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN, Yogyakarta.
38