jbptunikompp gdl nkurniasih 17374 2 isi

63
PROSEDUR PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 25 BADAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KELAPA GADING LAPORAN KERJA PRAKTEK Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Kerja Praktek Jenjang S1 Program Studi Akuntansi Oleh : Nama : N.Kurniasih NIM : 21105061 PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

Upload: noh-martyson

Post on 25-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

akuntan

TRANSCRIPT

PROSEDUR PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 25 BADAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA

JAKARTA KELAPA GADING

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMata Kuliah Kerja Praktek Jenjang S1

Program Studi Akuntansi

Oleh :

Nama : N.Kurniasih

NIM : 21105061

PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIABANDUNG

2008

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kerja Praktek

Dalam suatu negara untuk menjalankan fungsinya pemerintah memerlukan

dana atau modal. Modal yang diperlukan itu salah satunya bersumber dari

rakyatnya yaitu berupa pajak. Pajak juga merupakan gejala sosial dan hanya

terdapat dalam pemungutan suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak

mungkin ada suatu pajak.

Manusia hidup bermasyarakat masing-masing membawa hak dan

kewajiban. Akan tetapi dalam hal ini ada proses timbal balik antara

individu/setiap orang dan masyarakat sekitarnya, artinya ada hak dan kewajiban

individu terhadap masyarakat begitu juga sebaliknya, hak dan kewajiban

masyarakat terhadap individu. Selain itu adanya hubungan timbal balik antara

masyarakat sebagai warga negara dalam memenuhi kewajibannya pada negara

dan negara kepada masyarakatnya. Oleh karena itu ada pembatasan hak-hak asasi

manusia oleh masyarakat seperti hak bersosialisasi, guna menghindari pergesekan

yang akan berakibat buruk karena masing-masing individu mengedepankan

keinginan sendiri.

Pemerintah selaku pihak yang menyelenggarakan urusan negara

memerlukan dana untuk membiayai fungsinya tersebut, mempunyai kewajiban

untuk melindungi negara dan rakyatnya baik dari intervensi politik luar negeri

maupun dalam hal meningkatkan derajat hidup masyarakat menuju kesejahteraan.

Di sisi lain masyarakat sebagai pihak yang diberi perlindungan memiliki

kewajiban utuk ikut serta dalam menjalankan fungsi tersebut, yang biasa

dilaksanakan melalui keikutsertaannya dalam pembiayaan negara. Dari kondisi

ini terlihat bahwa antara negara dengan rakyatnya ada hubungan timbal balik yang

baik, yang tentunya dibatasi dengan aturan, norma, dan undang-undang guna

menghindari kesewenangan kedua belah pihak.

Pada awalnya dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah

telah melakukan reformasi terhadap sistem perpajakan Indonesia. Salah satunya

adalah Tax Reform 1983 yaitu undang-undang No.7 Tahun 1983. Melalui sistem

ini, wajib pajak(masyarakat) diberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan

melaporkan pajaknya sendiri atau disebut juga self assessment system. Kemudian

undang-undang tersebut oleh pemerintah diperbaharui kembali menjadi undang-

undang No.17 Tahun 2000 yaitu yang melandasi pajak penghasilan. Dalam

undang-undang tersebut dijelaskan mengenai siapa saja yang menjadi subyek

pajak penghasilan, objek pajak penghasilan, tarif dan ketentuan-ketentuan lain

mengenai pajak penghasilan.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menganalisis mengenai

penerapan pajak penghasilan pasal 25 pada KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading

dengan judul “PROSEDUR PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 25 BADAN PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KELAPA GADING”

1.2 Maksud dan Tujuan Kerja Praktek

1.2.1 Maksud Kerja Praktek

Maksud dari kerja praktek yang dilaksanakan dalam rangka penyusunan

laporan kerja praktek ini adalah Penulis ingin menambah wawasan serta

pengetahuan dalam bidang perpajakan dan bagaimana menjadi wajib pajak yang

patuh terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan,

1.2.2 Tujuan Kerja Praktek

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan kerja praktek ini,

adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pengawasan pembayaran masa

pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan pada KPP Pratama Jakarta Kelapa

Gading.

2. Untuk mengetahui bagian-bagian yang terkait dalam pengawasan

pembayaran masa pajak penghasilan (PPh) pasal 25 badan pada KPP

Pratama Jakarta Kelapa Gading.

1.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan oleh Penulis dalam melaksanakan kerja praktek

adalah menganalisis dan mengemukakan masalah yang di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Kelapa Gading Jakarta utara ini terutama mengenai pengawasan

pembayaran pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan.

Sedangkan metode yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan

laporan kerja praktek adalah metode deskriptif naratif yaitu suatu metode yang

menggambarkan suatu keadaan atau masalah yang terjadi berdasarkan data atau

fakta yang diperoleh selama melaksanakan kerja praktek.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam menyusun laporan kerja

praktek ini adalah sebagai berikut :

1. Studi pustaka(Library Research), yaitu penelitian sumber-sumber data dan

informasi dari perpustakaan yang meliputi literatur yang ada, baik berasal dari

peraturan perundang-undangan perpajakan, karangan maupun tulisan, hasil

kuliah dan bahan lainnya yang mempunyai hubungan dengan objek penelitian

penulis.

2. Studi lapangan(Field Research)

a. Praktek langsung(Observasi) yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

melakukan pengamatan langsung terhadap data yang berkaitan dengan

masalah yang akan dibahas.

b. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara

Tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading khususnya di seksi

pengawasan dan konsultasi.

1.4 Lokasi Dan Waktu Kerja Praktek

Tempat pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek adalah di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Kelapa Gading, Jalan Walang Baru No.10 Semper Jakarta Utara.

Waktu yang ditempuh penulis dalam melaksanakan kerja praktek yaitu

selama 1 (satu) bulan terhitung mulai dari tanggal 7 juli 2008 sampai dengan

tanggal 6 agustus 2008. Hari dan jam kerja praktek adalah hari Senin sampai

Jumat, dari jam 07.30 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB.

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

KPP(Kantor Pelayanan Pajak) Jakarta Kelapa Gading di bentuk

berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Nomor : 443/KMK.01/2001 tentang

organisasi dan tata kerja Kanwil Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Pelayanan

Pajak, Kantor Pemeriksa dan Penyidikan Pajak serta Kantor Penyuluhan dan

Pengamatan Potensi Perpajakan. Wilayah KPP Jakarta Kelapa Gading merupakan

pemecahan dari KPP Jakarta Tanjung Priok maupun Kecamatan Kelapa Gading

dan Kecamatan Cilincing.

Lokasi KPP Jakarta Kelapa Gading terletak di jalan walang baru no.10

plumpang semper, Jakarta Utara, dengan luas bangunan 4.281,55 m2 dan luas

tanahnya 6.625 m2.

KPP Jakarta Kelapa Gading berusaha melayani wajib pajak (WP) sebaik

mungkin dalam rangka mewujudkan visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.

Adapun visi Direktorat Jenderal Pajak, yaitu menjadi model pelayanan

masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas

dunia yang di percaya dan dibanggakan masyarakat dengan ciri-ciri :

a. Aparat bermoral dan profesional

b. Berkinerja yang tinggi dan setara dengan kinerja instansi perpajakan

negara-negara maju

c. Kepuasan masyarakat atas kinerja pelayanan secara menyeluruh

d. Kewajiban yang tinggi di mata masyarakat Domestic dan internasional

memiliki tingkat efektifitas dan efesiensi pemungutan pajak yang tinggi

Untuk wilayah Jakarta dibagi menjadi 4(empat) Kantor Pelayanan Pajak

dengan rincian sebagai berikut:

Kantor wilayah IV meliputi wilayah Matraman, Jatinegara, Pulo Gadung,

Cakung I, Cakung II, Kramat Jati, Setiabudi I, Setiabudi II, Tebet, Kebayoran

Baru I, Kebayoran Baru II, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pancoran,

Cilandak dan Pasar Minggu.

Kantor wilayah V meliputi wilayah Penjaringan, Pedemangan, Tanjung

Priok, Koja, Kelapa Gading, Pal Merah, Grogol Petamburan, Taman Sari I,

Taman Sari II, Tambora, Tanah Abang I, Tanah Abang II, Cengkareng, dan

Kebon Jeruk. Kantor wilayah VI meliputi wilayah Gambir I, Gambir II, Gambir

III, Sawah Besar, Kemayoran, Cempaka Putih, Menteng I, Menteng II, dan Senen.

Kantor wilayah VII meliputi Perusahaan Negara dan daerah, Penanaman Modal

Asing I, Penanaman Modal Asing II, Penanaman Modal Asing III, Penanaman

Modal Asing IV, Penanaman Modal Asing V, Badan dan Orang Asing,

Perusahaan Masuk Bursa.

KPP Jakarta Kelapa Gading termasuk dalam wilayah pengawasan kantor

wilayah (Kanwil) V Dirjen Pajak.

Sejak tahun 2001, yaitu dengan Keputusan Menteri Keuangan

No.184/KMK.01/2001, berdiri 5 (lima) wilayah kantor pelayanan pajak di daerah

Jakarta Utara terdiri dari :

a. KPP Jakarta Tanjung Priok

b. KPP Jakarta Kelapa Gading

c. KPP Jakarta Penjaringan

d. KPP Jakarta Pademangan

e. KPP Jakarta Koja

Sebelum KPP Jakarta Tanjung Priok masih bergabung dengan KPP

Jakarta Koja, sedangkan KPP Jakarta Kelapa Gading tidak ada perubahan nama

dan bentuk KPP Jakarta Penjaringan masih bergabung dengan KPP Jakarta

Pademangan.

Tujuan di bentuknya kantor pelayanan pajak adalah :

a. Mengoptimalkan penggalian potensi pajak di wilayahnya

b. Dalam rangka Self Assessment System, maka Direktorat Jenderal Pajak

bermaksud memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat

c. Untuk memacu penerimaan pajak Negara sehingga pajak menjadi

salah satu unsur penting sumber dana pembangunan nasional

d. Pengelolaan pemungutan pajak menjadi lebih tertib dan terarah, baik

intensifikasi maupun menjadi lebih spesifik

Kedudukan Kantor Pelayanan Pajak yang teliti adalah berkedudukan di

jalan Walang Baru No.10 Jakarta Utara. Kantor Pelayanan Pajak tersebut bergerak

dibidang perpajakkan dalam rangka menghimpun penerimaan pajak yang

mempunyai NPWP orang atau badan usaha yang berdomisili atau bertempat

tinggal di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kelapa Gading.

Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak adalah melaksanakan sebagian tugas

pokok dan fungsi pemerintah dibidang sektor perpajakkan untuk meningkatkan

penerimaan pendapatan dalam upaya pembiayaan pembangunan nasional secara

keseluruhan. Dalam melakukan tugas pokok sebagai penghimpunan penerimaan

pajak didaerah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat

Jenderal Pajak.

Sebelum melaksanakan tugas pokoknya sebagai aparat pajak yang

berkualitas, Departemen Keuangan harus membina dan membentuk orang-orang

yang bermental tinggi, mempunyai rasa tanggung jawab dan kejujuran. Oleh

karena itu pegawai pajak bukan sekedar bekerja untuk pemerintah, tapi juga

tempat mengembangkan kemampuan.

Untuk melaksanakan tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak mempunyai

fungsi lain, selain sebagai kontribusi yang berarti bagi pegawai dan kesejahteraan

bangsa serta untuk meningkatkan penerimaan pendapatan, sehingga dapat

memenuhi kebutuhan Wajib Pajak yang ingin berperan serta aktif dalam

pembiayaan pembangunan melalui melakukan kewajiban perpajakannya. Adapun

fungsi lain adalah sebagai berikut :

a. Pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan,

penggalian potensi pajak serta ektensifikasi Wajib Pajak.

b. Penatausahaan dan pengecekan pemberitahuan tahunan serta berkas

Wajib Pajak.

c. Penatausahaan dan pengecekan surat SPT Masa serta pemantauan dan

penyusunan laporan pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak

pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas barang Mewah dan pajak

tidak langsung lainnya.

d. Verifikasi dan penerapan sanksi perpajakan.

e. Pengurusan pemberitahuan Surat Ketetapan Pajak.

f. Pengurusan tata usaha dan rumah tangga Kantor Pelayanan Pajak.

2.1.1 Fungsi KPP Modern

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas dalam KPP

Modern menyelenggarakan fungsi :

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi

perpajakan, serta penyajian informasi perpajakan. Khusus KPP Pratama

ada tambahan fungsi berupa pendapatan objek dan subjek pajak serta

penilaian objek pajak bumi dan bangunan

2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan

pengolahan surat pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya

4. Penyuluhan perpajakan

5. Pelaksanaan registrasi wajib pajak

6. Pelaksanaan ekstensifikasi

7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak

8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak

9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak

10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan

11. Pelaksanaaan intensifikasi

12. Pelaksanaan administrasi KPP modern

Untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan pelaksanaan fungsi

organisasi, DJP membuat kebijakan penggabungan beberapa kantor pajak yang

memiliki fungsi yang berbeda. Penyusunan struktur organisasi kantor pajak

modern berdasarkan fungsi membuat struktur organisasi lebih ramping, dimana

untuk KPP Pratama pada hakekatnya adalah merger antara kantor pemeriksaan

dan penyidikan pajak (karikpa), kantor pelayanan pajak (KPP) dan kantor

pelayanan pajak PBB (KPPBB), sedangkan KPP madya pada hakekatnya adalah

merger antara KPP dan Karikpa.

2.2 Struktur Organisasi

Struktur yang terdapat pada setiap organisasi pada dasarnya merupakan

kerangka pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab dari pegawai yang

melaksanakan pekerjaan. Setiap unsur harus dirancang dan ditata sebaik mungkin

dengan mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai, kejelasan struktur yang

terdapat dalam satu organisasi akan segera dapat diketahui hubungan kerjanya

secara fungsional antara satu bagian dengan bagian yang lain.

Struktur organisasi KPP Modern telah dibuat lebih menggunakan

pendekatan fungsional dibanding kantor pelayanan pajak dahulu, adapun

susunannya adalah sebagai berikut :

1. Subbagian Umum

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Penagihan

5. Seksi Pemeriksaan

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II

8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV

10. Kelompok Jabatan Fungsional

(Bagan struktur organisasi terlampir)

2.3 Uraian Tugas

1. Subbagian umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian,

keuangan, tata usaha dan rumah tangga .

2. Seksi pengolahan data dan informasi mempunyai tugas melakukan

pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi

perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan,

pelyanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-

Filling, serta penyiapan laporan kinerja.

3. Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk

hukum perpajakan pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,

penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat

lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta

melakukan kerjasama perpajakan.

4. Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang

pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, pengaihan aktif, usulan

penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

5. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana

pemeriksaan, pengawsan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan

penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan

perpajakan lainnya.

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan(di KPP Pratama) mempunyai tugas melakukan

pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian

objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, seksi pengawasan dan konsultasi II, seksi

pengawasan dan konsultasi III, serta seksi pengawasan dan konsultasi IV,

masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan

kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak

dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis

kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka

melakukan intensifikasi, serta melakukan evaluasi hasil banding.

8. Account Representative(AR), secara konsep account repsentative mempunyai

kewajiban untuk melaksanakan tugas pembinaan dan pengawaan terhadap

wajib pajak berdasarkan sektor usaha tertentu. Dengan konsep tersebut, maka

pembentukan AR bertujuan agar proses pemenuhan kewajiban perpajakan

wajib pajak dapat terpantau secara efektif dan efisien.

Dari konsep dan tujuan dibentuknya AR tersebut diatas, maka diharapkan

AR setidaknya memilki ciri-ciri berikut :

1. Mengenal secara baik sektor usaha wajib pajak yang menjadi tanggung

jawabnya

2. Malaksanakan pengawasan prima karena AR menguasai bidangnya

3. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak secara dini agar terhindar dari

sanksi perpajakan

4. Menginformasikan ketentuan-ketentuan perpajakan terkini

5. Setiap AR bertanggung jawab atas sejumlah tertentu wajib pajak

6. Memiliki akses terhadap rekening (taxpayer’s account) dan data base

wajib pajak

Pegawai Direktorat Jenderal Pajak(DJP) yang bekerja pada KPP Madya

yang bertugas memberikan pelayanan, pembinaan dan pengawasan secara

langsung kepada WP antara lain:

1. Menjawab pertanyaan WP atas permasalahan perpajakannya

2. Memberikan informasi tentang proses penyelesaian restitusi/keberatan

3. Memberikan pelayanan kepada WP seperti :

- Memproses permohonan SKB

- Memproses permohonan pemberian ijin penggunann bea materai

dengan cara lain

4. Memproses permohonan penegasan dan konfirmasi masalah perpajakan

5. Melakukan pemuktahiran data WP

6. Mejawab pertanyaan WP mengenai pemeriksaan pajak dan langkah

penyelesainnya

7. Menginformasikan perubahan ketentuan perpajakan dan kewjiban

kepatuhannya

8. Memonitor tanggal pembayaran & pelaporan serta memberikan peringatan

dini mengenai tunggakan kewajibannya

9. Menyediakan sumber informasi kepada seksi lainnya mengenai faktor-

faktor resiko di bidang industri tertentu yang memiliki dampak terhadap

perilaku kepatuhan WP yang ditanganinya, dan dapat memberikan usulan

pemeriksaan

2.4 Kegiatan Perusahaan

Organisasi dan tata kerja KPP modern di kanwil DJP Jakarta I ditetapkan

berdasarkan keputusan menteri keuangan no.254/KMK.01/2004 tanggal 24 mei

2004 tentang organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak

Jakarta I, Kantor Pelayanan Pajak Madya, dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di

lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak I, sebagaimana telah

dirubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 167/KMK.01/2005 tanggal

31 Maret 2005 tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor

254/KMK.01/2004 tentang organisasi dan tata kerja

KPP modern mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan

pengawasan wajib pajak di bidang pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai,

pajak penjualan atas barang mewah dan pajak tidak langsung lainnya dalam

wilyah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk KPP Pratama disamping tugas diatas ia juga mempunyai tugas

melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawsan wajib pajak dibidang pajak

bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dalam

wilayah wewenangnnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

BAB III

PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

3.1 Bidang Pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek

Dalam pelaksanaan kerja praktek ini, Penulis ditempatkan di bagian

pengawasan dan konsultasi. Dimana dalam pelaksanaan kerja praktek tersebut

Penulis diberikan pengarahan dan bimbingan mengenai prosedur pengawasan

pembayaran masa pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan.

Bagian pengawasan dan konsultasi dibagi menjadi empat seksi, yaitu seksi

pengawasan dan konsultasi I, seksi pengawasan dan konsultasi II, seksi

pengawasan dan konsultasi III dan seksi pengawasan dan konsultasi IV. Penulis

diberikan kesempatan untuk mendapatkan banyak informasi sekaligus

mempelajari petunjuk dan teknis serta prosedur pengawasan pembayaran masa

pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan.

3.1.1 Prosedur

3.1.1.1 Pengertian Prosedur

Berbagai pendapat telah dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian

prosedur, setiap ahli memberikan pengertian yang beragam berdasarkan ilmu yang

mereka pelajari disertai dengan asumsi, persepsi yang dikemukakan oleh Mulyadi

dalam buku “Sistem Akuntansi” menyatakan bahwa:

“Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan

orang dalam suatu departemen atau yang dibuat untuk menjamin

penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-

ulang”.

(2001;6)

Sedangkan pengertian prosedur menurut Ardiyos dalam bukunya “Kamus

Besar Akuntansi” menyatakan bahwa :

“Prosedur adalah suatu bagian system yang merupakan rangkaian

tindakan yang menyangkut beberapa orang dalam satu atau beberapa

bagian yang ditetapkan untuk menjamin agar suatu kegiatan usaha atau

transaksi dapat terjadi secara berulang kali dan dilaksanakan bsecara

beragam”.

(2004;73)

Dari kedua pengertian di atas, Penulis mengambil kesimpulan bahwa

prosedur merupakan suatu rangkaian tindakan yang melibatkan beberapa orang

dalam suatu lembaga atau lebih agar terjadi suatu penanganan yang seragam.

Prosedur juga merupakan suatu kegiatan yang berlangsung secara berulang-ulang

dalam lembaga itu sendiri.

3.1.1.2 Karakteristik Prosedur

Karakteristik prosedur yang dikemukakan oleh Mulyadi dalam bukunya

”Sistem Akuntansi” menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik prosedur,

diantaranya sebagai berikut:

1. Prosedur menunjang tercapainya tujuan organisasi.

2. Prosedur mampu menciptakan adanya pengawasan yang baik dan

menggunakan biaya yang semaksimal mungkin.

3. Prosedur menunjukan urutan-urutan yang logis dan sederhana.

4. Prosedur menunjukan adanya penetapan keputusan dan tanggung

jawab.

5. Prosedur menunjukan tidak adanya keterlambatan dan hambatan.

(2001;6)

3.1.2 Pengawasan

Dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.19

Tahun1996 disebutkan, pengawasan adalah seluruh proses objek atau kegiatan

tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketetapan yang berlaku.

3.1.3 Pajak

3.1.3.1 Pengertian Pajak

Banyak para ahli yang memberikan pengertian atau definisi mengenai

pajak. Antara lain :

Definisi Pajak menurut Rochmat Soemitro dalam buku “Dasar

Perpajakan” yang ditulis oleh Asep Tjarjana yaitu:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegenprestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”

(2002:01)Definisi Pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam buku

“Dasar Perpajakan” yang ditulis oleh Asep Tjarjana yaitu:

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”

(2002:01)

Definisi Pajak Menurut Djajadiningrat dalam buku “Dasar Perpajakan”

yang ditulis oleh Asep Tjarjana yaitu:

“Pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman. Menurut peraturan ytang ditetapkan pemerintah serta dapat

dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahtraan umum.”

(2002:01)Dari ketiga definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas,

dapat ditarik kesimpulan bahwa cirri-ciri yang melekat pada pengertian pajak

adalah :

a. Pajak dipungut oleh pemerintah berdasarkan oleh Undang-undang

serta peraturan pelaksanaannya.

b. Dalam pembayaran pajak kontra prestasinya atau timbal baliknya tidak

dapat ditunjukan langsung secara individu.

c. Kontra prestasi dari negara atas pembayaran pajak sifatnya umum

bukan secara individu.

d. Pemunguntan pajak diperuntukan bagi pengeluaran dan pembayaran

pemerintah, bila dari pemasukannya masih terdapat surplus

dipergunakan untuk “public investment”.

e. Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian, dan

perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.

3.1.3.2 Perbedaan Pajak, Retribusi Dan Sumbangan

Selain memungut pajak, pemerintah juga melakukan berbagai pungutan

lainnya, seperti retribusi juga mendapatakan sumbangan. Menurut Asep Tjarjana

dalam bukunya “Dasar Perpajakan” menyatakan bahwa:

“Retribusi adalah iuran rakyat kepada pemerintah berdsarakan peraturan pemerintah yang dapat dipaksakan bagi mereka yang menikmati langsung jasa timbal baliknya atau kontra prestasinya dapat ditunjuk secara langsung. Seperti : retribusi parkir, retribusi pasar, retribusi pasanggrahan dan sebagainya”.

(2002;2)

Sedangkan dalam buku yang sama, pengertian sumbangan adalah :“Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu

tidak boleh dikeluarkan dari kas umum. Karena kontra prestasinya hanya ditunjukan kepada sebagai penduduk saja. Misalnya : pajak kendaraan bermotor, peneng sepeda dan sebagainya. Dimana hasilnya hanya ditunjukan untuk pembuatan jalan dan pemeliharaan jalan, yang khusus bermanfaat bagai para pemakai kendaraan tersebut”.

(2002;2)Jadi perbedaan pokok antara pajak, retribusi, dan sumbangan adalah :

1. Pemungut

Pajak dipungut oleh peemerintah pusat dan daerah, sedangkan retribusi

oleh Pemerintah daerah saja dan sumbangan oleh pemerintah

pusat/daerah dan lembaga non pemerintah.

2. Pelaksanaan

Pajak sifat pelaksanaannya dapat dipaksakan, retribusi dapat

dipaksakan berdasarkan ekonomis dan sumbangan tidak dapat

dipaksakan baik secara yuridis maupun secara ekonomis.

3. Sifat Pemungutan

Pajak berlaku secara umum atau setiap orang yang memenuhi syarat,

sedangkan retribusi berlaku untuk orang tertentu yang menikmati

langsung dan sumbangan berlaku untuk sebagian golongan saja.

4. Kontra Prestasi/Balas Jasa

Balas jasa dari pajak tidak dapat ditunjukan secara langsung, untuk

retribusi balas jasanya dapat ditunjukan secara langsung sedangkan

untuk sumbangan hanya ditunjukan kepada suatu golongan tertentu.

3.1.3.3 Pengolongan Pajak

Menurut Asep Tjarjana dalam bukunya “Dasar Perpajakan”

menyatakan bahwa penggolongan pajak terbagi atas:

a. Menurut Golongannya :

Pajak Langsung yaitu pajak yang secara ekonomis pembayarannya

harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak

dapat dilimpahkan kepada orang lain.

Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang secara ekonomis

pembayarannya dapat dialihkan/digeserkan kepada orang lain atau

pajak yang dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang

menyebabkan terutangnya pajak. Misalnya: Pajak pertambahan nilai,

dan pajak penjualan barang mewah, pajak tontonan, bea materai, bea

masuk, cukai, pajak pembangunan dan sebagainnya.

b. Menurut Lembaga

Pajak Pusat yaitu pajak yang pemungutanya

dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kantor Pelayan pajak.

Pajak Daerah yaitu pajak yang pemungutannya dilakkan oleh

pemerintah daerah baik tingkat I, maupun tingkat II melalui Dinas

Pendapatan. Misalnya: pajak radio, pajak reklama, pajak tontonan,

pajak jalan dan sebagainya.

c. Menurut Sifatnya

Pajak Perorangan (Subyektif) yaitu pajak pemungutannya pertama-

tama memperhatikan: keadaan pribadi pembayarannya(subyek), status

pembayar pajak(bujangan/kawin dan jumlah tangguhan), maka

keadaan tersebut akan mempengaruhi besar kecilnya pajak yang harus

dibayar. Misalnya: pajak penghasilan.

Pajak Kebendaan(Obyektif) yaitu pajak yang pemungutunnya pertama-

tama memperhatikan obyeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan

dan peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar

pajak. Misalnya : pajak pertambahan nilai(PPN) dan pajak bumi dan

bangunan(PBB).

d. Menurut Jangka Waktunya :

Pajak Tidak Berakhir(Berkohir) yaitu pajak yang dipungut secara

berkala menurut kohir(dapat piutang pajak) oleh karena pada

permulaan tahun pajak telah tersusun suatu daftar yang berisikan data

tertentu dari diri wajib pajak sebab telah terjadi sebelumnya.

Misalnya: Pajak penghasilan(PPh), Pajak bumi dan bangunan(PBB).

Pajak Berakhir (Tidak Berkohir) yaitu pajak yang umumnya timbul

karena suatu kejadian atau perbuatan yang tidak diketahui sebelumnya,

siapa yang melakukannya sehingga tidak mungkin untuk disusun suatu

daftar wajib pajak terlebih dulu. Misalnya: Pajak pertambahan

nilai(PPN), bea materai, Cukai.

(2002;3)

3.1.3.4 Fungsi Pajak

Bertitik tolak dari pengertian dan definisi pajak, diperoleh kesan bahwa

pemerintah memungut pajak semata-mata untuk memperoleh uang sebanyak-

banyaknya guna membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik yang bersifat rutin

maupun untuk pembangunan.

a. Fungsi Budgetair(Sumber Keuangan Negara)

Bahwa pajak merupakan sumber keuangan negara, berarti bahwa

pemerintah memungut pajak semata-mata untuk memperoleh uang

sebanyak-banyaknya guna membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik

yang bersifat rutin maupun untuk pembangunan.

b. Fungsi Regurelend( Mengatur)

Bahwa pajak yang dipungut digunakan untuk:

Sebagai alat untuk melaksanaakan kebijaksanaan dalam lapangan

ekononomi dan sosial

Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya

diluar bidang ekonomi

Berikut ini beberapa contoh penerapan pajak yang berhubungan dengan

fungsi megatur, antara lain :

Untuk melindungi industri dan produksi dalam negeri dari persaingan

barang-barang impor agar industri dalam negeri lebih berkembang,

maka pemeritah menetapkan kebijaksanaan pengenaan tarif bea masuk

yang tinggi terhadap barang impor.

Untuk menarik minat masyarakat menyimpan uang pada bank, maka

pemerintah menangguhkan pengenaan pajak penghasilan terhadap

bunga Tabanas dan Taska.

Untuk mendorong perkembangan koperasi dalam kaitannya dalam

usaha meningkatkan kesejahteraan anggotanya, maka sisa hasil usaha

koperasi dibebaskan dari pajak.

Untuk mengurangi kesenjangan sosial, untuk menekan pola hidup

mewah, maka pemerintah memberlakukan pajak penjualan barang

mewah.

Untuk menarik minat pemilik modal asing, agar bersedia mananamkan

modalnya di Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan Undang-

undang No.4 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Serta

beberapa fasilitas yang berkaitan dengan pajak berupa pembebasan dan

keringanan bea masuk untuk barang modal, pembebasan pajak

perseroan(Tax Holding) dan sebagainya.

3.1.3.5 Tarif Pajak

Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum pajak adalah untuk membuat

keadilan dalam pemungutan pajak, sehingga seluruh wajib pajak akan merasakan

tekanan yang sama dalam pembayaran pajaknya. Dengan demikian tariff pajak

yang diberlakukan harus mencerminkan keadilan. Maka tarif yang berlaku

adalah:

a. Tarif Progresif(Meningkat) yaitu pemungutan pajak dengan prosentase

yang semakin besar sesuai dengan semakin besarnya jumlah yang

dikenakabb pajak. Misalnya: Tarif Pajak Penghasilan.

b. Tarif Tetap yaitu besarnya pajak bersifat tetap, tidak tergantung kepada

besarnya dasar pengenaan pajak. Misalnya: Bea Materai.

c. Tarif Degresif(Menurun) yaitu tarif pemungutan pajak, dimana

presentasenya semakin kecil sebanding dengan semakin besarnya jumlah

yang menjadi di dasar pengenaan pajak.

d. Tarif Profosional(Sebanding) yaitu Prosentase tarif pajak yang bersifat

tetap berapapun jumlah yang di jadikan dasar pengenaan pajak, sehingga

besarnya pajak berubah-rubah sesuai dengan jumlah yang di kenakan

pajak. Misalnya: Pajak Pertambahan Nilai besarnya tariff 10%.

3.1.3.6 Sistem Pemungutan Pajak

Hutang pajak timbul karena Undang-undang bukan karena perjanjian,

yang pelunasannya dapat dipaksakan (Paksaan secara yuridis). Sistem

pemungutan pajak pada dasarnya dapat di bedakan menjadi 3 (tiga) sistem

yaitu:

a) Official Assessment System

Yaitu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan

besaranya pajak yang terutang oleh wajib pajak yang terletak pada fiskus

(aparat pemungutan pajak).

Dalam sistem ini, pemerintah sebagai pemungutan pajak(Fiskus) harus

aktif mencari subjek pajak atau siapa yang kena pajak beserta proyek,

kemudian menerbitkan surat ketetapan(Misalnya: Pajak Bumi dan

Bangunan).

b) Self Assessment System

Yaitu sistem pemungutan pajak diman wewenang untuk menentukan

besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, terletak pada wajib

pajak yang bersangkutan.

Dalam sistem ini wajib pajak dituntut harus berinisiatif/aktif untuk

menghitung sendiri, menyetor sendiri ke kas negara(melalui kantor pos

atau bank persepsi/yang ditunjuk) dan melaporkan sendiri ke kantor

pelayanan pajak. Dalam hal ini tugas fiskus hanya memberikan

penerangan, pengawasan atau sebagai verifikator(Misalnya : Pajak

Penghasilan Pasal 25)

c) With Holding System.

Yaitu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang tidak terletak pada fiskus maupun wajib

pajak, melainkan terletak pada pihak ke tiga yang telah ditunjukkan oleh

Menteri Keuangan. Misalnya: PPh. Pasal 21, PPh. Pasal 22, PPh. Pasal 24.

3.1.3.7 Dasar Hukum Pemungutan Pajak

Dasar pemungutan pajak terdapat justifikasi (pembenaran atau dasar),

sehingga fiskus berwenang untuk memungut pajak. Untuk mendapatkan

justifikasi pemungutan pajak maka dalam hukum pajak telah timbul beberapa

teori yang termasuk dalam asas pemungutan pajak menurut falsafah hokum

yaitu pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan asas keadilan, asas

yuridis, asas ekonomis, dan asas finansial.

a) Asas Keadilan

Menyatakan bahwa Hukum Pajak(hukum atau peraturan perundang-

undangan perpajakan) harus mengabdi dan berdasarkan kepada suatu asas

yaitu asas keadilan.

b) Asas Yuridis

Menyatakan bahwa hukum pajak, peraturan perundang-undangan

perpajakan harus dapat memberikan jaminan hukum, baik untuk negara

maupun bagai warga negaranya, bagi fiskus dan juga bagi Wajib Pajak.

Artinya setiap pengenaan dan pemungutan pajak harus berdasarkan

Undang-undang.

Logikanya, pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada negara,

pengorbanan rakyat kepada negara, pemberian sebagian kekayaan yang

dimilikinya kepada negara. Beban yang harus dipikul rakyat untuk

kepentingan negara. Tujuan penghimpunan dana ini oleh negara adalah

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, tanpa ada

kontraprestasinya secara langsung terhadap wajib pajak. Tentunya alasan

pajak sebagai beban dapat dijadikan dasar bahwa untuk menentukan dasar

pengenaan Pajak da berapa besar tarif atas pajak yang dikenakan kepada

rakyat harus melalui persetujuan rakyat itu sendiri. Dimana persetujuan

itu perlu diwakilkan, dipresentasikan melalui lembaga perwakilan rakyat

dan dari persetujua tersebut lahirlah undang-undang sebagai aturan yang

menjadi rambu-rambu bagi pelaksanaan pemenuhan kewajiban

perpajakan.

Di Indonesia Undang-undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (2) menetapkan:

“ segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.

c) Asas Ekonomis

Pajak yang dibayarkan oleh warga negara selaku Wajib Pajak yang

dipungut oleh fiskus harus diusahakan oleh peraturan perpajakan,

bertujuan untuk :

Tidak menghambat lancarnya proses produksi, distribusi dan

perdagangan.

Tidak pernah menghalangi rakyat dalam usahanya menuju

kebahagiaan, keadilan, kenyamanan, kesejahteraan dan jangan

merugikan kepentingan rakyat banyak.

d) Asas Finansial

Pajak sebagai penerimaan negara yang menjadi primadona, yang

digunakan untuk membiayai pemerintah dalam menjalankan fungsiya, dan

untuk tujuan mensejahterakan masyarakat. Untuk memperoleh

penerimaan tersebut maka biaya yang dikeluarkan untuk upaya

pengumpulan pajak harus lebih kecil dari pada jumlah pajak yang

diperoleh. Dengan kata lain sistem pemungutan pajak harus efisien, biaya

yang dikeularkan dalam hal administrasi, sumber daya manusia, teknologi

dan sebagainya tidak sama dengan jumlah pajak yang diterima negara,

atau bahkan defisit.

Disamping itu untuk menghindari tertimbunnya tunggakan pajak yang

tidak/belum terbayar untuk menambah penerimaan negara maka haruslah

selalu diterliti apakah syarat-syarat penting telah dipenuhi untuk dapat

memugut pajak dengan efektif dan efisien.

3.1.4 Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan karena ada subjeknya yang

telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan peraturan perpajakan.

3.1.4.1 Subjek Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang

diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

a. Yang termasuk pajak subjek adalah:

1. Orang pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau

berada di Indonesia ataupun diluar Indonesia.

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan

Merupakan subjek pajak penganti menggantikan mereka yang berhak

yaitu ahli waris, dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan

dari warisan tetap dapat dilaksanakan.

3. Badan

Bahwa badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang

merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

komanditier dan badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama

dan bentuk apapun.

4. Bentuk Usaha Tetap

Yang dimaksud bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang

digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal diindonesia

atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu

12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak

berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan di Indonesia.

b. Yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan, yaitu:

1. Badan Perwakilan Negara Asing

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat dan orang-orang

yang diperbantukan kepada yang mereka yang bekerja pada dan

bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga

negara Indonesia .

3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi

tersebut tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk

memperolaeh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman

kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan

oleh Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga Negara Indonesia

dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan

lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

c. Kewajiban Pajak Subjektif

1. Subjek pajak dalam negeri pribadi, dimulai disaat dilahirkan sampai

dengan saat meninggal atau mulai saat berada di Indonesia dan

mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia sampai dengan saat

meninggal di Indonesia untuk selama-lamanya.

2. Subjek pajak dalam negeri badan, dimulai saat didirikan atau

bertempat kedudukan di Indonesia sampai dengan saat dibubarkan atau

tidak lagi berkedudukan di Indonesia.

3.1.4.2 Objek Pajak

Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal

dari Indonesia maupun dari luar Indonesia selama satu tahun pajak yang dapat

dipakai untuk konsumsi dan menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,

dengan nama dan bentuk apapun.

a. Objek Pajak Penghasilan

Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UU PPh:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa,

2. Hadiah dari undian,

3. Laba usaha,

4. Keuntungan karena penjualan atau penghasilan harta,

5. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan

pengembalian utang,

6. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian visa dari

hasil usaha koperasi,

7. Royalti,

8. Sewa atau penghasilan,

9. Penerimaan pembayaran berkala,

10. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah,

11. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing,

12. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva,

13. Premi asuransi,

14. Iuran yang diterima atua diperoleh perkumpulan sepanjang ditentukan

berdasarkan volume atau pekerjaan bebas anggotanya,

15. Tambahan kekayaan neto dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak,

16. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah di bebankan sebagai

biaya.

b. Yang tidak termasuk objek pajak:

1. Sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan

para penerima zakat yang berhak,

2. Harta hibah yang diterima oleh keluarga saudara dengan garis

keturunan lurus satu sederajat,

3. Warisan,

4. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, dan

asuransi bea siswa.

3.1.5 Self Assesment System

Self Assesment System adalah suatu sistem perpajakan yang memberi

kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri

kewajiban dan hak perpajakannya. Dalam hal ini dikenal dengan:

- Mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak

- Meghitung dan atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang

terutang

- Menyetor pajak tersebut ke Bank persepsi/kantor pos

- Melaporkan penyetoran tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak

- Menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian

SPT(Surat Pemberitahuan) dengan baik dan benar.

Adapun ciri-ciri Self Assesment System:

a. Wajib Pajak (dapat dibantu oleh Account

Representative selaku Konsultan Pajak) melakukan peran aktif dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya.

b. Wajib Pajak adalah pihak yang

bertanggung jawab penuh atas kewajiban perpajakannya sendiri.

c. Pemerintah dalam hal ini Instansi

Perpajakan melakukan pembinaan, penelitian, dan pegawasan terhadap

pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak , melalui pemeriksaan

pajak dan penerapan sanksi pelanggaran dalam bidang pajak sesuai peraturan

yang berlaku.

Kewajiban Wajib Pajak dalam Self Assesment System :

1. Mendaftarkan diri ke

Kantor Pelayanan Pajak

Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor

Pelayanan Pajak(KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi

Perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan

Wajib Pajak, dan dapat melalui e-register(media elektronik online) untuk

diberikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

2. Menghitung pajak oleh

Wajib Pajak

Meghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak terutang

yang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan tarif

pajak dengan dasar pegenaan pajak.

Selisih antara pajak yang terutang dengan kredit pajak dapat berupa:

- Kurang bayar, jumlah pajak terutang lebih besar dari kredit pajak

- Lebih bayar, karena jumlah pajak terutang lebih besar dari kredit

pajaknya.

- Nihil, karena jumlah pajak terutang sama dengan kredit pajak.

3. Membayar pajak

dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak

4. Pelaporan dilakukan

Wajib Pajak

Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4 dimana Wajib Pajak terdaftar.

SPT dapat dibedakan sebagai berikut:

a. SPT masa, yaitu

SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak

bulanan. SPT Masa PPh Pasal 21,22,23,25,26,PPN dan PPnBM.

b. SPT tahunan yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. SPT

Tahunan Badan, Orang Pribadi, pasal 21.

3.1.6 Pajak Penghasilan Pasal (PPh) 25 Badan

3.1.6.1 Pengertian

Pajak penghasilan pasal 25 adalah pajak penghasilan yang

terhutang dalam tahun berjalan yang pemenuhannya dilakukan oleh wajib

pajak sendiri dengan cara menghitung, membayar dan melaporkan pajak

yang terhutang dalam satu bulan takwim.

Pembayaran PPh Pasal 25(angsuran pembayaran pajak yang

dilakukan setiap bulan oleh wajib pajak berdasarkan ketentuan pasal 25

UU PPh) merupakan pembayran di muka terhadap utang pajak

penghasilan yang akan dihitung sendiri(self assessment) oleh wajib pajak

pada akhir tahun pajak (melalui penyampaian SPT).

3.1.6.2 Subjek Pajak

Subjek PPh badan bukan hanya perusahaan. Yang dimaksud

dengan Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan

kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

usaha yang meliputi perseroran terbatas, perseroan komanditer, perseroan

lainnya, BUMN, BUMD dengan nama dan bentuk apapun.

Subjek pajak badan dibedakan menjadi subjek pajak badan dalam

negeri dan subjek pajak badan luar negeri. Subjek pajak badan dalam

negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di

Indonesia.

3.1.6.3 Objek Pajak

Objek pajak PPh bagi WP badan dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu penghasilan badan dalam negeri dan penghasilan badan luar

negeri(BUT maupun tidak). Pada prinsipnya objek PPh adalah

penghasilan itu sendiri, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima oleh WP.

Objek pajak badan dalam negeri semua penghasilan yang diterima

atau diperoleh oleh badan tersebut baik dari dalam mupu luar negeri (pasal

4 ayat (1) UU PPh).

3.2 Teknik Pelaksanaan Kerja Praktek

Pada saat melaksanakan kerja praktek pada bagian seksi pengawasan dan

konsultasi selama kurang lebih satu bulan mulai tanggal 7 juli sampai dengan 6

agustus 2008. Penulis diberikan pengarahan dan bimbingan baik secara teori

maupan petunjuk dan teknis dalam melaksanakan pengawasan atas pembayaran

pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan.

Teknik pelaksanaan yang dilakukan penulis dalam melakukan kerja

praktek di kantor pelayanan pajak pratama Jakarta kelapa gading adalah dengan

melakukan beberapa kegiatan diantaranya:

1. Penulis terlebih dahulu harus mengenal ruang lingkup, keadaan dan kondisi

tempat kerja praktek.

2. Mempelajari peraturan–peraturan sebagai dasar hukum dalam melakukan

pemungutan pajak.

3. Penulis melakukan tanya jawab langsung mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan proses pengawasan pembayaran pajak pengahasilan pasal 25

badan,yaitu dengan para account representative(AR) yang pernah melakukan

pengawasan terhadap wajib pajak.

4. Mengumpulkan bahan yang berkaitan dengan prosedur pengawasan.

Diluar prosedur pelaksanaan, Penulis juga melakukan tugas-tugas sebagai

berikut:

1. Mempelajari dan mengenal ruang lingkup, keadaan badan usaha yang

dikenakan pajak penghasilan pasal 25.

2. Menyusun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengawasan pajak

penghasilan pasal 25 badan.

3. Memasukan data surat setoran pajak(SSP) masa PPh pasal 25.

3.3 Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kerja Praktek

3.3.1 Prosedur Pengawasan Pembayaran Masa Pajak Penghasilan(PPh)

Pasal 25 Badan.

Untuk melakukan pembayaran wajib pajak menyetor ke bank-bank

persepsi (bank pemerintah dan bank swasta) atau kantor pos paling lambat

tanggal 5 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan

menggunakan Surat Setoran Pajak(SSP).

Bank persepsi atau kantor pos melakukan pemeriksaan terhadap SSP

lembar 1 sampai 5. Apabila tidak ada kekurangan maka petugas bank persepsi

atau kantor pos akan memproses dalam komputer sebagai pembayaran pajak

yang terutang dari wajib pajak.

Bank menyerahkan SSP lembar 1 sampai 3 untuk dilaporkan ke KPP.

Batas pelaporan 20 hari setelah masa pajak berakhir.

SSP lembar ke 4 akan disimpan oleh pihak bank persepsi atau kantor pos

dan giro sebagai arsip.

SSP lembar ke 2 diserahkan ke kantor pengawasan kas negara(KPKN)

kemudian diserahkah kembali ke Kanwil bagian informasi administrasi

perpajakan(IAP) untuk dilakukan pemeriksaan kepada KPP.

SSP lembar ke 2 diterima di KPP oleh bagian TPT untuk lakukan

pemeriksaan dan penyoritan serta memberikan paraf pada SSP lembar ke 2

trsebut. Jika tidak terdapat koreksi kemudian dilakukan perekaman ke dalam

koputer dengan menggunakan buku ekspedisi serta dibuatkan bukti

penerimaan surat(BPS).

Bagian TPT menyerahkan ke seksi PPh badan untuk dilakukan

pemerisaan ulang. Oleh petugas seksi PPh badan dicocokan dengan lembar ke

3 yang dilaporkan oleh wajib pajak untuk ditata usahakan dengan mencatatnya

dlam buku table dan diarsipkan.

Setiap 3 bulan sekali seksi PPh badan melakukan pengawasan terhadap

pembayaran dan pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak. Jika terjadi

keterlambatan pembayaran dan pelaporan pajak akan dikenakan sanksi dan

denda. Setiap 1 tahun sekali seksi PPh badan menyerahkan SSP lembar ke-2

kebagian TUP untuk pemeriksaan tahunan. Jika tidak terdapat kekurangan

penyetoran bagian TUP akan mengarsipkan serta akan memberikan SPT

tahunan kepada WP untuk dilakukan perpajakan tahunan.

3.3.2 Bagian-Bagian Yang Terkait Dalam Pengawasan Pembayaran

Masa Pajak Penghasilan(PPh) Pasal 25 Badan.

Adapun bagian-bagian terkait dalam pengawasan pembayaran masa

pajak penghasilan(PPh) pasal 25 Badan yaitu :

1. Bagian TPT (tempat pelayanan terpadu)

Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan

penerbitan produk hukum perpajakan pengadministrasian dokumen dan berkas

perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta

penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi

wajib pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan

2. Bagian data dan informasi

Seksi pengolahan data dan informasi mempunyai tugas melakukan

pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi

perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan,

pelyanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-

Filling, serta penyiapan laporan kinerja.

3. Bagian pengawasan dan konsultasi

Mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban

perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan

konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja

wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan

intensifikasi, serta melakukan evaluasi hasil banding.

4. Bagian penagihan

Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan

penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak,

pengaihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan

dokumen-dokumen penagihan.

5. Bagian pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan

rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan,

penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi

pemeriksaan perpajakan lainnya.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan tinjauan lebih

lanjut terhadap kajian yang diambil oleh Penulis mengenai prosedur pengawasan

pembayaran masa pajak penghasilan(PPh) pasal 25 badan pada kantor pelayanan

pajak pratama Jakarta kelapa gading adalah sebagai berikut :

1. Prosedur Pengawasan Pembayaran Masa Pajak Penghasilan(PPh) Pasal

25 Badan adalah sebagai berikut:

a) Wajib pajak menyetor ke bank-bank persepsi (bank pemerintah

dan bank swasta) atau kantor pos dengan menggunakan Surat

Setoran Pajak(SSP).

b) Bank persepsi atau kantor pos melakukan pemeriksaan terhadap

SSP lembar 1 sampai 5.

c) Bank menyerahkan SSP lembar 1 sampai 3 untuk dilaporkan ke

KPP.

d) SSP lembar ke 2 diserahkan ke kantor pengawasan kas

negara(KPKN) kemudian diserahkah kembali ke Kanwil bagian

informasi administrasi perpajakan(IAP) untuk dilakukan

pemeriksaan kepada KPP.

e) SSP lembar ke 2 diterima di KPP oleh bagian (Tempat Pelayanan

Terpadu)TPT.

f) Bagian (Tempat Pelayanan Terpadu)TPT menyerahkan ke seksi

PPh badan.

2. Bagian-Bagian terkait dalam pengawasan pembayaran masa pajak

penghasilan(PPh) pasal 25 Badan yaitu: bagian TPT(tempat pelayanan terpadu),

bagian data dan informasi, bagian pengawasan dan konsultasi, bagian

penagihan, bagian pemeriksaan.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, Penulis ingin memberikan saran yang

dapat dijadikan pertimbangan guna meningkan kinerja instansi. Adapun saran

yang ingin Penulis sampaikan diantaranya:

1. Keterlambatan pembayaran pajak disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya mungkin keadaan ekonomi wajib pajak yang tidak

medukung untuk membayar pajak sesuai dengan batas waktu yang telah

ditetapkan. Penulis menyarankan keadaan ekonomi tersebut perlu

diteliti kebenarannya untuk memastikan apakah WP yang bersangkutan

benar-benar tidak mampu untuk membayar atau merupakan upaya WP

untuk melalikan kewajiban perpajakan.

2. Sering terjadinya kesalahan pengisian formulir pajak baik SPT

maupun SSP karena kurangnya pengetahuan WP mengenai tata cara

pengisian formulir pajak, untuk itu diperlukan penyuluhan terhadap tata

cara pengisian formulir pajak kepada WP.