jbptunpaspp gdl srihartant 2559 2 iitinja a
DESCRIPTION
jbpTRANSCRIPT
II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Padi, (2) Varietas Unggul, (3) Proses
Penyosohan Beras, (4) Beras, (5) Kalsium Hipoklorit (CaOCl2), (6) Natrium
Bisulfit (NaHSO3), dan (7) Proses Pemucatan Beras
2.1. Padi
Bagi bangsa Indonesia, bercocok tanam padi bukan merupakan hal yang
baru. Bahkan sudah sejak lama bercocok tanam padi sudah dilakukan. Bercocok
tanam padi bertujuan untuk mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya dengan
kualitas sebaik mungkin dan untuk memenuhi kebutuhan primer, yaitu pangan
(Yandianto, 2003).
Tanaman padi merupakan tanaman semusim atau tanaman yang biasanya
berumur pendek, kurang dari satu tahun. Menurut Girisonta (1990), padi termasuk
golongan rumput-rumputan (Gramineae) dengan klasifikasi sebagai berikut :
Genus : Oryza Linn, Famili : Gramineae (Poaceae), Species : 25 species, dua di
antaranya ialah : Oryza sativa L , Oryza glaberima steund
Menurut D, Joy dan E. J. Wibberly (1979) dalam Girisonta 1990, tanaman
padi yang mempunyai nama botani Oryza sativa dengan nama lokal padi (paddy),
dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu padi kering yang tumbuh di dataran tinggi
dan padi sawah yang memerlukan air menggenang.
Padi kering merupakan jenis padi yang tidak membutuhkan banyak air
sebagaimana padi sawah. Bahkan padi kering ini dapat tumbuh hanya
mengandalkan curah hujan. Padi kering ini pada umumnya ditanam di daerah-
daerah yang kurang atau sedikit air. Padi jenis ini dapat dibedakan dalam dua
kelompok, yaitu :
1. Padi ladang, sejenis padi kering yang ditanam di wilayah hutan yang baru
dibuka.
2. Padi gogoh rancah, sejenis padi kering yang ditanam di tegalan pada saat
musim hujan (Yandianto, 2003).
Padi sawah ditanam di sawah, yaitu lahan yang cukup memperoleh air.
Padi sawah pada waktu-waktu tertentu memerlukan genangan air, terutama sejak
musim tanam sampai mulai berbuah. Padi sawah jelas dapat menghasilkan lebih
banyak daripada padi kering (Yandianto, 2003).
Ditinjau dari kegunaannya tanaman padi dapat dibedakan dalam dua jenis,
yaitu :
1. Padi beras, jenis tanaman padi yang hasilnya untuk dijadikan makanan pokok
sehari-hari. Beras sebagai hasil akhir tanaman padi dijadikan sumber utama
karbohidrat, dimasak menjadi nasi dan dikonsumsi.
2. Padi ketan, jenis tanaman padi yang hasilnya bukan untuk dijadikan makanan
pokok sehari-hari. Beras ketan umumnya dibuat tepung sebagai bahan pangan
olahan. Dengan demikian padi ketan tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan
pokok sebagaimana padi beras.
Perbedaan jenis padi pada umumnya terletak pada : usia tanaman, jumlah
hasil, mutu beras, dan ketahanannya terhadap hama dan penyakit. (Yandianto,
2003).
2.2. Varietas Unggul
Upaya peningkatan produksi pertanian padi terus dilakukan, antara lain
dengan menyilangkan varietas padi dan mendapatkan jenis bibit padi baru varietas
unggul. Jenis atau varietas unggul memiliki kelebihan-kelebihan, diantaranya :
umurnya pendek, hasilnya banyak, tahan terhadap hama dan penyakit, dan
menghasilkan beras berkualitas tinggi (Yandianto, 2003).
Padi dikatakan bervarietas unggul apabila mempunyai salah satu sifat
keunggulan terhadap varietas sebelumnya. Keunggulan tersebut dapat tercermin
pada sifat pembawaannya yang dapat menghasilkan buah padi yang produksinya
tinggi pada suatu lahan dan waktu tertentu (Girisonta, 1990).
Perakitan dan pengembangan VUB (Varietas Unggul Baru) padi dimulai
pada sekitar tahun 1920 (Harahap, et.al.,1972). Pada masa itu hingga sekitar tahun
1960, perakitan dan pengembangan varietas padi diarahkan untuk memperoleh
varietas yang mampu memanfaatkan air yang terbatas di lahan tadah hujan
(Balitpa, 2004).
Pada periode 1970-1984 perakitan dan pengembangan VUB padi makin
diintensifkan. Perakitan dilaksanakan melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga
penelitian baik nasional maupun intemasional, seperti IRRI (International Rice
Research Institute, Filipina) (Balitpa, 2004).
Padi varietas (International Rice) IR-64 dilepas tahun 1986, sangat cepat
berkembang. Varietas ini merupakan varietas yang paling luas ditanam di
Indonesia sempat mencapai luas 61,6% disusul varietas lokal (10,3%),
Memberamo (7,9%), Way Apoburu (8,3%), IR-66 (6,3%), dan Cisadane (5,7%).
Walaupun makin menurun dan mulai digeser VUB lainnya, tetapi sampai 2003
IR-64 masih mendominasi pertanaman padi di 12 propinsi penghasil utama padi
dengan porsi 45,4% dari luas panen 9,2 juta hektar (Balitpa, 2004).
Sebagai salah satu komponen intensifikasi padi, varietas unggul berperan
penting dalam meningkatkan produksi, mengendalikan hama dan penyakit
tanaman, dan menekan pengaruh buruk kondisi lingkungan tumbuh.
Dibandingkan dengan teknologi produksi lainnya, varietas unggul lebih cepat
diterima petani karena lebih mudah diimplementasikandan harganya relatif murah
(Puslitbangtan, 2006).
Varietas Ciherang yang dilepas pada tahun 2000, yang berdaya hasil tinggi
dengan rasa nasi enak lebih disukai oleh sebagian petani dan konsumen di
beberapa daerah, terutama di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan
Sumatera Selatan. Di Jawa Barat, luas tanam varietas Ciherang menduduki urutan
kedua setelah IR-64, masing-masing18% dan 33%. Ciherang merupakan varietas
unggul hasil persilangan antara IR-64 dengan beberapa galur lain. Hasilnya yang
tinggi dan rasa nasinya yang enak adalah sifat penting varietas Ciherang yang
diturunkan dari IR-64 (Puslitbangtan, 2006).
Beras jenis Ciherang memiliki tekstur nasi lunak, kadar air 10,42 %,
protein 9,99 %, dan kandungan amilosa sebesar 23,51 % (Damardjati, D.S. dan
E.Y. Purwani, 1991).
Varietas padi yang dilepas memiliki keunggulan yang relatif berbeda. Hal
ini tentu memberikan peluang yang lebih luas bagi petani dalam memilih varietas
yang akan dikembangkan. Beberapa aspek yang perlu mendapat pertimbangan
dalam menentukan pilihan, misalnya potensi hasil, umur tanaman, ketahanan
terhadap hama dan penyakit, mutu beras, selera konsumen, dan kondisi daerah
pengembangan. Aspek tersebut memang menjadi pertimbangan dalam merakit
varietas unggul (Puslitbangtan, 2006).
2.3. Proses Penyosohan Beras
Teknik penggilingan padi yang baik melalui tahapan proses sebagai
berikut :
2.3.1. Persiapan bahan baku
Untuk menghasilkan beras yang berkualitas harus menggunakan bahan
baku gabah yang berkualitas pula. Gabah harus diketahui varietasnya, asal gabah,
kapan dipanen, kadar air gabah dan langsung dikeringkan sampai kadar air 14%,
baik melalui penjemuran atau menggunakan alat pengering. Penundaan gabah
kering panen lebih 2 – 3 hari akan menimbulkan kuning. Gabah yang sudah
kering sebaiknya dicegah tidak kehujanan karena dapat meningkatkan butir patah
dan menir. Usahakan gabah yang digiling adalah gabah kering giling (GKG) yang
baru dipanen agar penampakan putih cerah dengan cita rasa yang belum berubah.
Bila menggunakan gabah kering yang telah disimpan lebih dari 4 bulan atau 1
musim, maka penampakan beras tidak optimal (buram) dan terjadi perubahan cita
rasa (tingkat kepulenan menurun).
2.3.2. Proses Pemecahan Kulit
Pada proses ini, mula-mula tumpukan gabah (GKG) disiapkan di dekat
lubang pemasukan (corong sekam) gabah. Mesin penggerak dan mesin pemecah
kulit dihidupkan, kemudian corong sekam dibuka-tutup dengan alat klep penutup.
Proses pemecah kulit dilakukan 2 kali (ulangan) dan diayak 1 kali dengan alat
ayakan beras pecah kulit agar dihasilkan beras pecah kulit (BPK). Ayakan BPK
untuk varietas butir bulat (ukuran lubang ayakan 0,8 inci) dan butir panjang
(ukuran lubang ayakan 1 inci) berbeda. Proses pemecah kulit berjalan baik bila
butir gabah pada beras pecah kulit tidak ada. Namun bila masih banyak butir
gabah harus diset kembali struktur rubber roll dan kecepatan putarannya.
2.3.3. Proses Penyosohan Beras
Proses ini menggunakan alat penyosoh tipe friksi yaitu gesekan antar
butiran, sehingga dihasilkan beras yang penampakannya bening. Beras pecah kulit
disosoh 2 kali. Penyosohan pertama menggunakan mesin penyosoh tipe kulit
friksi (dapat digunakan merk ICHI N 120 kapasitas 1200 kg per jam) dan sosoh
kedua menggunakan mesin penyosoh merk ICHI N 70 kg per jam). Perlu
diperhatikan kecepatan putaran untuk mencapai beras berkualitas adalah 1100 rpm
dengan menyetel gas pada mesin penggerak dan menyetel katup pengepresan
keluarnya beras. Proses penyosohan berjalan baik bila rendemen beras yang
dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%.
Untuk mengelompokkan kelas mutu beras dapat ditambah ayakan beras.
Dianjurkan menggunakan alat penyosoh tipe friksi karena menghasilkan
kehilangan hasil selama penggilingan terendah (3,14% dibanding alat penyosoh
tipe abrassive (3,54%).
Usaha meningkatkan mutu beras hasil giling tergantung dari produk akhir
yang diinginkan konsumen. Ada 3 jenis preferensi kondumen terhadap beras,
yaitu beras bening, beras putih dan beras mengkilap. Untuk memproduksinya
diperlukan proses yang berbeda. Untuk pembuatan beras dengan penampakan
bening menggunakan alat penyosoh tipe friksi, untuk beras putih menggunakan
alat penyosoh tipe abrassive, dan untuk beras mengkilap menggunakan alat
penyosoh sistem pengkabutan. (Deptan, 2005).
2.4. Beras
Beras sebagai anggota dari famili Gramineae, secara anatomi dari sekam
yang membalut biji, dedak yang mengelilingi endosperm dan benih yang
merupakan embrio, endosperm yang merupakan bagian penting untuk makanan
(Bukle, et al., 1987).
Butir padi yang singkatnya disebut gabah terdiri dari kulit pembungkus.
Kulit pembungkus ini terdiri dari dua belahan sekam yang tidak sama besarnya.
Belahan sekam yang terbesar disebut lemma, sedangkan belahan sekam yang
kedua dan lebih kecil disebut palea (Juliano, 1972).
Bagian butir padi yang dilindungi atau dibalut oleh kulit berupa sekam itu
terdapat caryopsis atau yang lazim kita kenal dengan beras. Caryopsis atau beras
tanpa kulit pembalutnya yaitu sekam, dalam dunia perdagangan dalam negeri
disebut dengan “beras pecah kulit” dan diluar negeri disebut sebagai brown rice
karena warnanya yang agak kemerah-merahan (Juliano, 1972).
Menurut Girisonta (1990), gabah atau buah padi adalah ovary yang telah
masak, bersatu dengan lemma dan palea. Buah ini merupakan hasil penyerbukan
dan pembuahan yang mempunyai bagian-bagian sebagai berikut :
1. Embrio (lembaga)
Terletak pada bagian lemma, pada lembaga ini terdapat daun lembaga
(calon batang dan calon daun) serta akar lembaga (calon akar).
2. Endosperm
Merupakan bagian dari buah atau biji padi yang besar. Terdiri dari zat
tepung, sedang selaput protein melingkupi zat tepung tersebut. Endosperm
mengandung zat gula, lemak, dan bahan atau zat-zat anorganik, serta mengandung
protein.
3. Bekatul, adalah bagian buah padi yang berwarna cokelat.
Untuk lebih jelas lihat gambar dibawah ini :
Gambar 1. Buah padi (Sumber : Girisonta,1990).
Butiran beras tersusun atas kulit ari, testa, nukleus, aleuron, lembaga dan
endosperm. Istilah testa adalah sinonim dari integument. Endosperm merupakan
bagian yang paling besar dalam butir beras yaitu 89-94 % dan sisanya adalah kulit
ari 1-2 %, testa dan aleuron 4-6 % dan lembaga 2-3 % (Juliano, 1972).
Biji padi sebagian besar ditempati oleh endosperm yang banyak
mengandung zat tepung. Endosperm umumnya terdiri dari zat tepung yang
diliputi oleh selaput protein. Sedangkan menurut Hubeis (1985), beras merupakan
daging biji dari buah padi yang tersusun dalam mayang atau setangkai padi.
Lapisan aleuron adalah lapisan sebelah dalam dari lapisan nucellus yang
membungkus baik endosperm maupun lembaga. Lapisan ini tersusun dari satu
sampai tujuh lapis, pada sisi dorsal lebih tebal dari sisi ventral. Lapisan aleuron
ini berbeda-beda ketebalannya berdasarkan varietas, dimana beras yang berbentuk
bulat pendek cenderung merupakan lapisan aleuron yang lebih tebal dibanding
beras jenis lonjong panjang (Juliano, 1972).
Beras sebagai bahan pangan disusun oleh karbohidrat, protein dan unsur
lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin dan air. Komposisi kimia beras
sosoh dan beras pecah kulit dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Komposisi Kimia Beras Sosoh Dan Beras Pecah KulitKomposisi Beras Sosoh Beras Pecah Kulit
Kadar air 12 % 12 %Karbohidrat 80,4 % 80,4 %Protein 6,7 % 7,5 %Lemak 0,4 % 0,8 %Abu 0,5 % 0,9 %Thiamin 4,4µ/g 4,7µ/g
Sumber : Luh, 1989.
2.5. Kalsium Hipoklorit (CaOCl2)
Unsur klor (Cl) pertama kali ditemukan oleh ahli kimia Swedia, yaitu
Scheele pada tahun 1774. Selanjutnya dikembangkan sebagai bahan pemutih
dengan mencampurkannya ke dalam air. Pada tahun 1798 Charles Tennant
(Skotlandia) memproduksi kapur klorida (CaOCl2) yang pertama dan merupakan
cikal bakal terbentuknya bahan pemutih kalsium hipoklorit (Hadfield, 1957).
Kalsium hipoklorit merupakan salah satu bahan pemutih yang umum
digunakan, harganya murah, mudah didapatkan, dan mudah dikenali. Menurut
Turner (1920) Kalsium Hipoklorit atau CaOCl2 termasuk dalam bahan pemutih
atau bleaching powder yang berbentuk bubuk dan rumus molekulnya
Ca(ClO)2.4H2O. Kalsium hipoklorit dalam perdagangan umum disebut kaporit
dengan kandungan klor 49,59 % dan Ca sebesar 8,08 %. Hadfield di dalam
Reddish, (1957) menyatakan bahwa CaOCl2 dipasaran terdiri dari dua jenis, yang
pertama dengan kandungan klor 15-50 % dan yang kedua dengan kandungan klor
sekitar 70 %.
Kalsium hipoklorit memiliki densitas 2.35 g/cm3 dan daya kelarutan dalam
air 21 g/100 ml. Kalsium hipoklorit merupakan hasil reaksi kalsium hirdoksida
(Ca(OH)2) dengan gas klorida (Cl2) pada suhu kamar. Reaksi terbentuknya
kalsium hipoklorit adalah sebagai berikut :
2(Ca(OH)2) + 2(Cl2) CaCl2 + Ca(OCl)2 + 2H2O
kalsium kalsium kalsiumhidroksida klorida hipoklorit
Reaksi Terbentuknya Kalsium Hipoklorit (M. Natsir, 2000).
Larutan bahan pemutih yang mengandung sekitar 5 % kaporit (CaOCl2)
dalam proses pemutihan dalam air, ion hipoklorit nya akan direduksi. Adapun
reaksinya sebagai berikut :
ClO - + H2O + 2e Cl - + 2OH –
Dalam reaksi diatas, ion hipoklorit direduksi menjadi ion klorida dan larut dalam
air (Ucko,1982).
Proses pemutihan dengan kaporit dapat menjamin kesehatan dan
kebersihan serta dapat mengurangi bahaya pembusukan, terutama untuk
memperbaiki mutu bahan pangan (Winarno dan Laksmi, 1974).
Klorin dapat ditambahkan ke dalam suatu produk melalui bentuk molekul
yang lain. Pada perlakuan pemutihan tepung, pati, bihun. Misalnya, klorin dapat
ditambahkan dalam bentuk sodium hipoklorit yang berbentuk padat. Sodium
hipoklorit dengan rumus empiris ClO-Na atau NaClO dikenal juga dengan nama
klorozon, garam hipoklorit atau kloropol. Klorin juga dapat ditambahkan dalam
bentuk kalsium hipoklorit dengan rumus empiris CaOCl2. Molekul yang
berbentuk padat ini, di Indonesia lebih dikenal dengan nama kaporit (Ucko,1982).
Klorin di Eropa digunakan sebagai BTP dengan kode E 926 yang
mempunyai lebih banyak fungsi dalam pangan. Selain sebagai pemutih dan
pengoksidasi pada tepung, komponen ini juga digunakan sebagai pemutih pada
lemak dan minyak dll, selain juga untuk purifikasi air, untuk antiseptik dan
bakteriosidal serta pengontrol rasa dan bau pada air (De Man, 1999).
Berdasarkan peraturan menkes No 722/Menkes/Per/IX/88, baik klorin
maupun klorin dioksida tidak tercatat sebagai BTP dalam kelompok pemutih dan
pematang tepung. Sedangkan kaporit dan sodium hipoklorit umum digunakan
sebagai sanitizer dengan perannya sebagai desinfektan yang handal.
2.6. Natrium Bisulfit (NaHSO3)
Natrium bisulfit (NaHSO3) merupakan salah satu sulfing agent yang cukup
efektif yang sering digunakan untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatis dan
non enzimatis, mempertahankan warna dan mencegah pertumbuhan
mikroorganisme (Furia, 1983).
Natrium bisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal. Pemakaiannya
dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan
pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi
kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetap menarik (Warintek.com).
Sulfitasi mencegah browning selama proses pengeringan bahan dan
mencegah oksidasi pada buah-buahan. Tetapi penggunaan sulfit tidak boleh dalam
jumlah yang berlebihan (maksimal 500 ppm), selain berbahaya bagi kesehatan
juga akan menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak (Furia, 1983).
Natrium bisulfit merupakan serbuk putih berbentuk kristal dan dapat
dihasilkan dari hidrolisis natrium sulfit.
Na2SO3 + H2O NaHSO3 + NaOH
NaHSO3 Na+ + HSO3-
HSO3- + H2O H2SO3 + OH –
Reaksi Terbentuknya Natrium bisulfit (M. Natsir, 2000).
Natrium bisulfit merupakan serbuk putih berbentuk kristal dan mempunyai
bau sulfur. Setiap satu gram natrium bisulfit dapat larut dalam 3,5 ml air dingin, 2
ml air mendidih, atau alkohol 70 ml alkohol. Kandungan sulfur dioksida dalam
natrium bisulfit adalah sebesar 61,56 % (Chichester dan Tanner, 1972).
2.7. Proses Pemucatan Beras
Proses pemucatan beras dengan menggunakan bahan kimia seperti kaporit
(CaOCl2) dan natrium bisulfit (NaHSO3) adalah sebagai berikut : Larutan CaOCl2
dalam air, ion hipoklorit nya akan direduksi menjadi Cl– dalam suasana basa yang
masuk melalui sistem difusi dengan mengoksidasi atau mengikis lapisan aleuron
beras sehingga memunculkan lapisan endosperm yang sebagian besar adalah zat
tepung. Sehingga memberikan efek warna putih yang kuat. Larutan NaHSO3
masuk melalui sistem difusi dengan mereduksi langsung lapisan aleuron beras
dalam suasana basa, sehingga memunculkan lapisan endosperm yang sebagian
besar adalah zat tepung.