jiap vol 7, no 2 , pp 261- 7 , 2021 e-issn 2503-2887

12
261 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP) URL: https://jiap.ub.ac.id/index.php/jiap Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (Studi paada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Madiun) Arina Wiyanika a a Badan Keuangan dan Aset Daerah Kota Madiun, Jawa Timur, Indonesia 1. Pendahuluan Perencanaan kebutuhan dan penganggaran merupakan kegiatan awal yang penting dilakukan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan barang milik daerah. Pengelolaan barang milik daerah dalam pelaksanaannya masih berhubungan dengan pengelolaan keuangan. Hal ini dikarenakan ——— Corresponding author. Tel.: +62-812-1931-5768; e-mail: [email protected] barang milik daerah adalah semua barang yang diperoleh dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) atau perolehan lain yang sah. Dalam melakukan pembelian atau pengadaan barang milik daerah haruslah memenuhi kriteria memiliki nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan. Selain itu barang yang akan dibeli seyogyanya menunjang program dan kegiatan INFORMASI ARTIKEL ABSTRACT Article history: Dikirim tanggal: 27 Oktober 2020 Revisi pertama tanggal: 10 Juli 2021 Diterima tanggal: 01 Agustus 2021 Tersedia online tanggal: 20 Agustus 2021 Local asset planning is a important beginning activity in asset management. Coordination needs to do asset management, include local asset planning. The study aims to know deeply how coordination of asset planning drafting and its obstacle factor with study at BPKAD in Madiun City. Data collection method include interview, observation, and literature review. Data analysis is descriptive qualitative. The result shows that coordination of asset planning drafting not optimal yet to make asset administrator in tune. It shows from repeat mistakes happen every local asset planning drafting. This affect lateness of determination of asset planning report. Obstacle factor of coordination of asset planning drafting are ability and understanding of asset administrator and not available yet of application and standard of asset planning. INTISARI Perencanaan aset daerah merupakan kegiatan awal yang penting dalam pengelolaan aset. Koordinasi perlu dilakukan dalam pengelolaan aset, termasuk perencanaan aset daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam bagaimana koordinasi penyusunan perencanaan aset dan faktor penghambatnya dengan studi di BPKAD Kota Madiun. Metode pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, dan studi pustaka. Analisis data bersifat deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi penyusunan perencanaan aset belum optimal untuk menyelaraskan pengelolaan aset. Hal ini terlihat dari kesalahan yang berulang terjadi setiap penyusunan perencanaan aset daerah. Hal tersebut mempengaruhi keterlambatan penetapan laporan perencanaan aset. Faktor penghambat koordinasi penyusunan perencanaan aset adalah kemampuan dan pemahaman pengelola aset serta belum tersedianya penerapan dan standar perencanaan aset. 2021 FIA UB. All rights reserved. Keywords: local asset, planning, coordination JIAP Vol 7, No 2, pp 261-272, 2021 © 2021 FIA UB. All right reserved ISSN 2302-2698 e-ISSN 2503-2887

Upload: others

Post on 14-Apr-2022

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

261

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP) URL: h t tps : / / j i ap .ub.ac . id / i ndex.php/ j i ap

Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah

(Studi paada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Madiun)

Arina Wiyanika a

a Badan Keuangan dan Aset Daerah Kota Madiun, Jawa Timur, Indonesia

1. Pendahuluan

Perencanaan kebutuhan dan penganggaran

merupakan kegiatan awal yang penting dilakukan dan

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam

pengelolaan barang milik daerah. Pengelolaan barang

milik daerah dalam pelaksanaannya masih berhubungan

dengan pengelolaan keuangan. Hal ini dikarenakan

———

Corresponding author. Tel.: +62-812-1931-5768; e-mail: [email protected]

barang milik daerah adalah semua barang yang diperoleh

dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)

atau perolehan lain yang sah. Dalam melakukan

pembelian atau pengadaan barang milik daerah haruslah

memenuhi kriteria memiliki nilai manfaat lebih dari 12

(dua belas) bulan. Selain itu barang yang akan dibeli

seyogyanya menunjang program dan kegiatan

INFORMASI ART IKEL ABSTRACT

Article history: Dikirim tanggal: 27 Oktober 2020 Revisi pertama tanggal: 10 Juli 2021 Diterima tanggal: 01 Agustus 2021 Tersedia online tanggal: 20 Agustus 2021

Local asset planning is a important beginning activity in asset management.

Coordination needs to do asset management, include local asset planning. The study

aims to know deeply how coordination of asset planning drafting and its obstacle

factor with study at BPKAD in Madiun City. Data collection method include

interview, observation, and literature review. Data analysis is descriptive

qualitative. The result shows that coordination of asset planning drafting not optimal

yet to make asset administrator in tune. It shows from repeat mistakes happen every

local asset planning drafting. This affect lateness of determination of asset planning

report. Obstacle factor of coordination of asset planning drafting are ability and

understanding of asset administrator and not available yet of application and

standard of asset planning.

INTISARI

Perencanaan aset daerah merupakan kegiatan awal yang penting dalam pengelolaan

aset. Koordinasi perlu dilakukan dalam pengelolaan aset, termasuk perencanaan

aset daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam bagaimana

koordinasi penyusunan perencanaan aset dan faktor penghambatnya dengan studi di

BPKAD Kota Madiun. Metode pengumpulan data meliputi wawancara, observasi,

dan studi pustaka. Analisis data bersifat deskriptif kualitatif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa koordinasi penyusunan perencanaan aset belum optimal untuk

menyelaraskan pengelolaan aset. Hal ini terlihat dari kesalahan yang berulang

terjadi setiap penyusunan perencanaan aset daerah. Hal tersebut mempengaruhi

keterlambatan penetapan laporan perencanaan aset. Faktor penghambat koordinasi

penyusunan perencanaan aset adalah kemampuan dan pemahaman pengelola aset

serta belum tersedianya penerapan dan standar perencanaan aset.

2021 FIA UB. All rights reserved.

Keywords: local asset, planning,

coordination

JIAP Vol 7, No 2, pp 261-272, 2021

© 2021 FIA UB. All right reserved

ISSN 2302-2698

e-ISSN 2503-2887

Page 2: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

262

pemerintah daerah. Pengadaan barang milik daerah

membutuhkan perencanaan yang memadai.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun

2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah

mendefinisikan perencanaan kebutuhan sebagai kegiatan

merumuskan rincian kebutuhan barang milik daerah

untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu

dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar

dalam menentukan tindakan di masa mendatang.

Perencanaan kebutuhan barang milik daerah diwujudkan

dengan menyusun dokumen tahunan tentang kebutuhan

barang milik daerah atau yang disebut rencana kebutuhan

barang milik daerah, disingkat RKBMD. Perencanaan

kebutuhan barang milik daerah dilaksanakan setelah

rencana kerja OPD ditetapkan, dengan memperhatikan

kebutuhan riil dan mempertimbangkan ketersediaan

barang yang ada.

Perencanaan kebutuhan dan penganggaran barang

milik daerah memerlukan adanya pemahaman dari

seluruh OPD atau unit kerja terhadap tahapan kegiatan

pengelolaan barang milik daerah. Hal ini dimaksudkan

agar tujuan perencanaan dapat tepat sasaran dengan

melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan sesuai

dengan tugas pokok dan fungsinya. Proses pengelolaan

barang milik daerah akan terus berlangsung selama

barang milik daerah tersebut masih ada. Apalagi

keberadaan barang milik daerah merupakan sarana dan

prasarana yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah dalam

menunjang tugas pokok dan fungsi serta memberikan

pelayanan publik kepada masyarakat. Usulan atas

kebutuhan barang milik daerah setiap tahunnya selalu ada

dengan jumlah yang tidak sedikit. Penambahan jumlah

barang milik daerah yang semakin banyak akan

mengakibatkan beban pengelolaan semakin besar pula.

Perlu adanya pemutakhiran data agar bisa

menindaklanjuti barang milik daerah yang sudah tidak

dapat dipergunakan. Aset yang sudah tidak dapat

digunakan dan tidak memiliki manfaat secara ekonomis

mungkin perlu dikurangi, dieliminasi, atau diganti

(Jatmiko, 2017).

RKBMD merupakan dokumen perencanaan yang

digunakan sebagai acuan dalam penyusunan rencana

kerja dan anggaran (RKA) bagi masing-masing OPD.

Perencanaan yang dimaksud adalah perencanaan atas

barang atau aset yang sudah mulai rusak, sudah rusak,

barang yang sudah tua, serta rencana dan kebutuhan lain

yang dianggap penting untuk dimasukkan dalam

perencanaan. Penyusunan RKBMD di Kota Madiun

sendiri baru dimulai pada tahun 2015. Hal ini berawal

dari adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun

2013 dikarenakan tindak lanjut atas peraturan daerah

tentang barang milik daerah yang mengatur tentang tata

cara perencanaan kebutuhan barang milik daerah belum

diatur dalam peraturan walikota. Oleh karenanya pada

tahun 2015 disusunlah peraturan walikota Madiun

Nomor 13 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyusunan

Rencana Kebutuhan dan Pemeliharaan Barang Unit dan

Rencana Kebutuhan dan Pemelihaaan Barang Milik

Daerah serta Penganggarannya, yang selanjutnya

menjadi pedoman awal dalam penyusunan RKBMD.

Dalam pengelolaan barang milik daerah, Pemerintah

Kota Madiun telah menggunakan aplikasi sistem

informasi manajemen daerah barang milik daerah

(SIMDA BMD) yang bekerjasama dengan Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Meskipun dalam SIMDA BMD juga memiliki fitur

perencanaan kebutuhan barang milik daerah, namun

penyusunan RKBMD masih dilaksanakan secara manual

karena format yang ada pada SIMDA BMD tidak sesuai

dengan format pada Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan

Barang Milik Daerah. Hal ini tentu saja membutuhkan

lebih banyak waktu dalam pengerjaannya. Terlebih

dalam penyusunannya masih terdapat kekeliruan

pengurus barang dalam mengisi format yang membuat

pengumpulan RKBMD menjadi terlambat dan kesalahan

berulang setiap tahun. Hal ini membuktikan bahwa belum

adanya keselarasan pemahaman antara pengurus barang

dengan BPKAD selaku Pejabat Penatausahaan Barang

Milik Daerah. Koordinasi penting dilakukan untuk dapat

menyamakan pemahaman guna mencapai tujuan yang

sama. Dengan latar belakang tersebut, penulis melakukan

penelitian untuk mengetahui pelaksanaan koordinasi

vertikal dan horizontal dalam penyusunan RKBMD dan

faktor-faktor penghambatnya dengan studi pada Badan

Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota

Madiun.

2. Teori

2.1 Administrasi Publik dalam Otonomi Daerah

Pengaturan diperlukan untuk menciptakan

keteraturan dalam rangka pencapaian tujuan yang

diinginkan. Kegiatan pengaturan tersebut melibatkan

adanya kerjasama dengan orang lain. Ali (2015)

menjelaskan bahwa administrasi teraktualisasi melalui

organisasi dan manajemen, akan diwarnai oleh perilaku

individu dalam aktualisasi dirinya dikehidupan

berorganisasi, terbukti pada apa yang disebut dengan

manajemen. Dalam pemerintahan, administrasi

dibutuhkan untuk mengatur tata kelola pemerintahan.

Pada perkembangannya, administrasi negara yang

semula berkaitan dengan pemerintah saja sudah

mengalami perubahan dengan melibatkan masyarakat

dan sektor swasta dalam mengelola pemerintahan. Hal itu

mengakibatkan perubahan dari administrasi negara

menjadi administrasi publik. Dengan adanya perubahan

menjadi administrasi publik, masyarakat juga menuntut

adanya perubahan pelayanan publik yang lebih baik. Hal

Page 3: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

263

ini sejalan dengan pendapat Thoha (2015) bahwa ilmu

administrasi publik merupakan suatu kajian sistematis

yang memuat perencanaan realitas dari upaya untuk

menata pemerintahan menjadi tata pemerintahan yang

baik (good governance).

Dengan adanya otonomi daerah, maka administrasi

publik berperan dalam mengawal pelaksanaan

pemerintahan yang baik melalui kebijakan yang

mengutamakan kepentingan masyarakat. Penyerahan

sebagian wewenang dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah memberikan keleluasaan kepada

daerah dalam menjalankan pemerintahannya.

Administrasi publik tidak hanya sekedar wadah, alat,

pelaksana otonomi atau desentralisasi, tetapi juga sebagai

pelaku bahkan mengambil peran (role) didalam

implementasi otonomi atau desentralisasi (Utomo, 2012).

Hal ini disebabkan otonomi tidak hanya sebagai technical

administration saja, tetapi juga sebagai process of

political interaction yaitu sebagai arah dalam tercapainya

pemberdayaan daerah.

2.2 Pengelolaan Barang Milik Daerah

Dalam rangka mendukung kegiatan operasionalnya,

setiap OPD membutuhkan aset. Kebutuhan akan aset

tersebut bervariatif tergantung pada kegiatan yang

dilakukan. Yusuf (2013) mengungkapkan bahwa aset

daerah terdiri enam golongan yang termasuk aset tetap

yaitu: golongan tanah, golongan peralatan dan mesin,

golongan gedung dan bangunan, golongan jalan, irigasi,

dan jaringan, golongan aset tetap lainnya, dan golongan

konstruksi dalam pengerjaan. Aset tetap adalah aset yang

digunakan dalam jangka panjang dan merupakan aset

berwujud (tangible assets) karena dapat terlihat langsung

secara fisik (Hery, 2015). Aset tetap umumnya diperoleh

dengan cara pembelian menggunakan APBD. Meskipun

demikian aset dapat diperoleh melalui sistem bangun-

guna-serah ataupun pemanfaatan lain.

Jumlah aset yang banyak dan variatif jenisnya,

mengharuskan pemilik aset, utamanya pemerintah untuk

melakukan pencatatan dengan akurat. Untuk dapat

dikategorikan dalam aset tetap, maka harus memenuhi

karakteristik yaitu memiliki bentuk fisik, digunakan

dalam kegiatan operasional organisasi, tidak untuk dijual

kembali, memiliki masa pakai yang relatif lama, dan

dapat memberikan manfaat pada masa yang akan datang

(Purwaji, Wibowo & Lastanti, 2017). Kepemilikan aset

dalam jumlah besar menuntut OPD untuk dapat

mengelola dengan baik. Pengelolaan tersebut berguna

untuk menjaga agar aset tetap dapat digunakan sebagai

operasional, juga mencegah terjadinya hal yang tidak

diinginkan yang dapat menyebabkan kerugian bagi

pemilik. Upaya yang dapat dilakukan oleh OPD dalam

mengelola aset yang dimilikinya adalah melalui

pengendalian aset tetap.

2.3 Perencanaan dan Penganggaran Barang Milik

Daerah

Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan

memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk

mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2012). Sebagai

langkah awal sebelum melaksanakan kegiatan,

perencanaan memiliki peranan yang penting. Rohman

(2018) mendefinisikan perencanaan sebagai upaya

penggunaan sumber daya yang dimiliki organisasi secara

maksimal untuk dapat mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Perencanaan dibutuhkan untuk dapat

menggunakan sumber daya yang dimiliki secara optimal.

Hal ini karena adanya keterbatasan sumber daya yang

dimiliki oleh organisasi.

Dalam perencanaan tercakup sumber-sumber yang

dibutuhkan, tugas atau kewajiban yang harus

diselesaikan, tindakan atau cara terbaik yang diputuskan

akan dilakukan, dan waktu atau jadwal yang ditaati untuk

melaksanakan kegiatan (Pudjianto, 2019). Sifat

komprehensif suatu perencanaan dapat dipenuhi dengan

membangun partisipasi seluruh stakeholder agar didapat

informasi yang lengkap dan dipahami bersama untuk

kemudian dibangun keputusan terbaik (Mahi &

Trigunarso, 2017). Dalam melaksanakan perencanaan

tidak akan lepas dari penganggaran. Kesalahan dalam

merencanakan dan menganggarkan suatu kegiatan akan

berdampak pada pelaksanaan kegiatan tersebut. Hal ini

disebabkan salah satu fungsi anggaran adalah sebagai

pedoman dalam bekerja.

Dalam pengelolaan barang milik daerah juga

terdapat kegiatan perencanaan kebutuhan dan

penganggaran yang merupakan kegiatan awal yang

penting dan mempengaruhi kegiatan selanjutnya dalam

pengelolaan barang. Kebutuhan atas barang milik daerah

sebagai operasional dalam melaksanakan tugas

pemerintahan, membutuhkan adanya perencanaan yang

dilaksanakan berdasarkan proses tertentu. Hal ini didasari

bahwa kebutuhan atas barang milik daerah yang

diusulkan setiap tahun membutuhkan anggaran yang

tidak sedikit. Satuan Kerja Perangkat Daerah diharapkan

melakukan perencanaan kebutuhan ideal dan selanjutnya

membandingkan dengan aset/ barang yang telah tersedia

untuk setiap golongan/ jenis aset/ barang milik daerah

(Yusuf, 2013).

2.4 Koordinasi dalam Penyusunan RKBMD

Moekijat (1994) mendefinisikan koordinasi

merupakan penyelarasan secara teratur atau menyusun

kembali kegiatan-kegiatan yang saling bergantung dari

individu-individu guna mencapai tujuan bersama.

Kapasitas koordinasi sebagai mekanisme yang

memfasilitasi koordinasi dalam jaringan aktor yang

saling tergantung. Jordan & Schout (2006)

Page 4: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

264

mengemukakan bahwa terdapat dua fokus koordinasi

yang dipahami pada pemerintahan tradisional, yaitu

hierarki dan mekanisme pasar. Hierarki berfungsi paling

baik ketika bagian-bagian organisasi terintegrasi dari atas

ke bawah, juga terdapat aturan yang jelas.

Pada dasarnya koordinasi didefinisikan membawa

bagian yang berbeda secara bersama-sama untuk

membentuk keseluruhan yang saling terkait (Jordan &

Schout, 2006). Sedangkan Siswanto (2013) menjelaskan

bahwa koordinasi merupakan penyelarasan aktivitas

secara teratur dalam memberikan jumlah, waktu, dan

pengarahan yang tepat untuk tujuan tertentu. Terry dalam

Moekijat (1994) menjelaskan bahwa terdapat empat jenis

koordinasi, yaitu koordinasi intern, koordinasi ekstern,

koordinasi vertikal, dan koordinasi horisontal. Disisi lain,

Jordan & Schout (2006) mengidentifikasi enam kapasitas

koordinasi utama, yaitu: hirarki; aturan prosedur

birokrasi; keterampilan; spesifikasi output (manajemen

berdasarkan tujuan); mekanisme koordinasi horisontal;

dan pernyataan misi.

Adanya koordinasi menciptakan kedisiplinan

bekerja. Hal ini karena keteraturan akibat pelaksanaan

koordinasi menyebabkan tidak adanya kegiatan yang

bertentangan dengan peraturan. Sebagaimana yang

disampaikan oleh Waworuntu (2016), koordinasi

membangun kedisiplinan dalam bekerja dan kedisiplinan

yang terbentuk akan semakin menguatkan koordinasi.

Koordinasi mengacu pada kualitas kolaborasi yang ada

pada organisasi. Tanpa adanya koordinasi yang baik tidak

akan dapat menyelaraskan kegiatan pada organisasi, yang

pada akhirnya dapat memunculkan permasalahan bagi

organisasi. Daft (2012) menyampaikan bahwa koordinasi

adalah hasil dari informasi dan kerja sama. Koordinasi

berhubungan erat dengan kerja sama dan cara

mengkomunikasikan informasi dalam organisasi.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa prinsip-prinsip yang perlu

diperhatikan agar koordinasi berjalan dengan optimal,

yaitu adanya regulasi dalam pelaksanaan koordinasi,

mekanisme pelaksanaan koordinasi, media komunikasi

yang digunakan pada pelaksanaan koordinasi, hubungan

antar aktor pada pelaksanaan koordinasi dan

kepemimpinan koordinator pada pelaksanaan koordinasi.

Dalam penyusunan RKBMD pun membutuhkan

koordinasi yang optimal dalam menerapkan prinsip-

prinsip tersebut secara keseluruhan untuk mewujudkan

penyusunan RKBMD yang tepat waktu dan berdaya

guna.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena

yang dialami oleh subjek penelitian secara langsung dan

dengan mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata dan

bahasa. Penelitian kualitatif bersifat alamiah karena

berdasarkan pada keadaan langsung yang terjadi selama

penelitian sebagai sumber data dan peneliti sebagai

instrumen kunci yang mengatur cara perolehan data.

Selanjutnya data yang berupa kata-kata dan gambar yang

diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan lapangan,

dan dokumen dideskripsikan untuk menjelaskan hasil

penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

informasi yang mendalam dengan memahami fenomena

dan kondisi sekitar subjek penelitian.

Penelitian dilakukan terhadap koordinasi vertikal

yang dilaksanakan oleh BPKAD dengan Sekretaris

Daerah Kota Madiun dan koordinasi horizontal antara

BPKAD dengan OPD dilingkungan pemerintah Kota

Madiun. Sedangkan yang diteliti adalah pelaksanaan

koordinasi dalam penyusunan RKBMD, dengan fokus

penelitian yaitu regulasi, mekanisme, media komunikasi,

hubungan antar aktor, dan kepemimpinan koordinator,

serta faktor-faktor penghambat koordinasi dalam

penyusunan RKBMD, dengan fokus penelitian yaitu

SDM penyusun RKBMD, ketersediaan sarana dan

prasarana, serta ketersediaan anggaran.

Pada penelitian ini, sumber data berasal dari

informan, peristiwa, dan dokumen yang terkait. Informan

kunci ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling

dengan menggunakan criterion based selection, yaitu

penulis menentukan sendiri jumlah informan berdasarkan

pertimbangan tertentu. Pertimbangan utama dalam

menentukan informan adalah penguasaan informasi dan

data yang diperlukan yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti. Berdasarkan kriteria tersebut, maka penulis

memilih informan dari pelaku yang terlibat langsung

mengkoordinasikan penyusunan RKBMD, yaitu pejabat

dan aparatur sipil negara yang memiliki tugas pokok dan

fungsi dalam penyusunan RKBMD di Kota Madiun yang

terdiri dari Sekretaris Daerah, Kepala BPKAD Kota

Madiun, Kepala Bidang Akuntansi dan Aset pada

BPKAD, Kepala Subbidang Penatausahaan Aset pada

BPKAD, dan staf penyusun RKBMD pada BPKAD.

Sedangkan untuk instansi, difokuskan kepada leading

sector yang bertanggung jawab atas masalah yang diteliti,

yaitu BPKAD Kota Madiun. Kemudian penulis

menggunakan model interaktif dari Miles & Huberman

untuk menganalisis data hasil penelitian. Komponen-

komponen analisis data model interaktif dimaksud terdiri

dari kondensasi data, penyajian data, serta penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Penelitian ini dilaksanakan

selama tiga bulan mulai tanggal 15 April 2020 sampai

dengan tanggal 15 Juli 2020.

Page 5: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

265

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1 Pelaksanaan Koordinasi Vertikal yang

Dilaksanakan oleh BPKAD dengan Sekretaris

Daerah Kota Madiun dalam Penyusunan RKBMD

4.1.1 Regulasi

Penyusunan RKBMD di Pemerintah Kota Madiun

dimulai pada Tahun 2015 dengan berpedoman pada

Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2015. Namun sejak

terbit peraturan terbaru pada Tahun 2016, regulasi yang

digunakan beralih pada Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan

Barang Milik Daerah. Selanjutnya penyusunan RKBMD

mengacu pada permendagri tersebut karena tercantumkan

secara rinci waktu pelaksanaan penyusunan, tahapan

yang perlu dilalui dalam penyusunan, hingga format yang

bisa digunakan untuk keseragaman penyusunan.

Permendagri sebagai regulasi yang digunakan oleh

pemerintah Kota Madiun merupakan produk hukum dari

pemerintah pusat dan perlu dibuatkan turunan produk

hukum daerah terbaru yang mengatur secara teknis terkait

penyusunan RKBMD dan koordinasinya. Hal ini

dikarenakan belum adanya tindak lanjut pembaharuan

atas peraturan daerah dan peraturan walikota yang telah

ada sebelum terbitnya Permendagri Nomor 19 Tahun

2016.

4.1.2 Mekanisme

Mekanisme koordinasi dalam penyusunan RKBMD

pada pemerintah Kota Madiun berawal dari dibuatnya

surat edaran oleh BPKAD dengan tanda tangan sekretaris

daerah. Selanjutnya surat edaran yang dilampiri format

dan tata cara pengisian format tersebut disebarkan

keseluruh OPD di lingkungan Pemerintah kota Madiun.

Dalam surat edaran tersebut juga dicantumkan batas

waktu pengumpulan usulan kebutuhan dari OPD. Hal ini

dimaksudkan agar OPD dapat langsung menyusun usulan

kebutuhannya dengan mengisi format yang telah tersedia

dan juga dapat mengumpulkan tepat waktu maksimal

pada tanggal yang telah ditetapkan.

Penyusunan usulan kebutuhan tersebut masih

dilaksanakan secara manual dengan membuat tabel-tabel

sebagaimana contoh format yang dilampirkan pada surat

edaran. Selanjutnya OPD menyusun usulan

kebutuhannya dan mengirimkan ke BPKAD dalam

bentuk softcopy dan hardcopy. Kemudian oleh BPKAD

usulan tersebut ditelaah dengan mengecek data yang

tercatat pada SIMDA BMD dan berdasarkan

pertimbangan kewajaran semata. Hal ini dikarenakan

belum adanya standar barang dan standar kebutuhan pada

pemerintah kota Madiun. Meskipun setiap tahunnya

pemerintah kota Madiun sudah menerbitkan standar

harga yang menjadi acuan dalam setiap penentuan

anggaran.

4.1.3 Media Komunikasi

Internal BPKAD melaksanakan koordinasi melalui

tatap muka, mengingat tempat kerja staf dan kepala sub

bidang berdekatan, cenderung berhadapan. Pada

kesempatan tertentu, penyampaian perintah dilakukan

dengan cara memanggil staf ke meja kasubbid untuk

penjelasan lebih detail. Namun jika kondisi sedang tidak

dalam satu tempat, koordinasi dilakukan dengan

menggunakan telepon atau whatsapp untuk tetap

terhubung ketika membutuhkan pertimbangan dari

pimpinan. Sedangkan media komunikasi utama yang

digunakan BPKAD untuk berkoordinasi dengan

sekretaris daerah melalui surat yang lebih dapat

dipertanggungjawabkan secara kedinasan.

Dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan RKBMD,

tidak terdapat rapat koordinasi sebelum pelaksanaan

maupun rapat evaluasi setelah pelaksanaan berakhir.

Sehingga permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan

ditindaklanjuti pada saat itu dan bila terjadi kembali

permasalahan pada tahun berikutnya, penyelesaian

dilakukan dengan melihat pengalaman pada tahun

sebelumnya. Surat usulan dari OPD yang ditelaah oleh

tim aset dilakukan dengan mempertimbangkan kewajaran

atas usulan dan melihat ketersediaan barang yang ada

pada OPD melalui aplikasi SIMDA BMD. Kewajaran

tersebutlah yang dikoordinasikan dengan pimpinan

karena tidak adanya batasan atau standar yang jelas.

4.1.4 Hubungan Antar Aktor

Penyusunan RKBMD melibatkan aktor dari staf

hingga sekretaris daerah. Hubungan antar aktor tersebut

merupakan hubungan hierarki antara atasan dan

bawahan. Sehingga pemberian perintah pun berdasarkan

tugas pokok dan fungsi kedinasan. Koordinasi dilakukan

secara berjenjang vertikal kepada atasan langsungnya

hingga pada akhirnya memperoleh persetujuan dari

sekretaris daerah. Sebagaimana yang diatur dalam

peraturan bahwa pimpinan memiliki kewenangan yang

lebih besar dibandingkan dengan bawahannya. Oleh

karenanya staf meminta persetujuan terhadap

pimpinannya sebagai bentuk tanggung jawab atas kinerja

yang telah dilaksanakan. Dalam penyusunan RKBMD,

staf aset sebagai pelaksana kegiatan ditingkat bawah yang

melaksanakan perintah dari pimpinan. Selanjutnya dalam

pelaksanaannya berkoordinasi dengan pimpinan

diatasnya dan seterusnya hingga pimpinan tertinggi

sekretaris daerah sebagai koordinator.

4.1.5 Kepemimpinan Koordinator

Koordinator dalam penyusunan RKBMD adalah

sekretaris daerah selaku pengelola barang. Namun,

sebagai leading sector, secara teknis kegiatan

penyusunan RKBMD dilaksanakan oleh BPKAD. Pada

pelaksanaan kegiatan diserahkan kepada staf pelaksana,

Page 6: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

266

sedangkan pimpinan mendapatkan laporan secara umum

atau jika terdapat permasalahan yang membutuhkan

keputusan pimpinan. Yang lebih diutamakan dalam

penyusunan RKBMD ini adalah telah terlaksananya

kegiatan secara rutin setiap tahun sebagaimana yang

diamanatkan oleh permendagri yang dibuktikan dengan

diterbitkannya output berupa dokumen RKBMD per

OPD dan tingkat kota. Meskipun pada waktu penetapan

RKBMD seringkali terlambat dari jadwal yang telah

ditetapkan. Koordinator yang cenderung menerima

laporan secara umum tanpa adanya keterlibatan secara

langsung berdampak pada RKBMD hanya dijadikan

sebagai referensi semata.

4.2 Pelaksanaan Koordinasi Horizontal antara BKAD

dengan OPD di Lingkungan Pemerintah Kota

Madiun dalam Penyusunan RKBMD

4.2.1 Regulasi

Pedoman awal yang digunakan dalam penyusunan

RKBMD Tahun 2015, yaitu Peraturan Walikota Nomor

13 Tahun 2015. Selanjutnya mulai Tahun 2016 regulasi

yang digunakan beralih pada Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 19 Tahun 2016 karena terbitnya peraturan

terbaru tentang pedoman pengelolaan barang milik

daerah. Berdasarkan pengamatan yang dilaksanakan,

format yang dijadikan lampiran dalam surat edaran yang

disampaikan kepada OPD juga merupakan format yang

diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.

Bateman & Snell (2008) menyatakan bahwa dalam

rangka memperbaiki koordinasi, organisasi juga dapat

mengandalkan diri pada formalisasi yaitu adanya

peraturan yang mengatur cara orang-orang saling

berinteraksi dalam organisasi. Namun belum ada tindak

lanjut pembaharuan atas Peraturan Daerah Kota Madiun

Nomor 8 Tahun 2015 dan Peraturan Walikota Nomor 13

Tahun 2015.

4.2.2 Mekanisme

BPKAD sebagai pembantu pengelola barang, secara

teknis bertindak selaku leading sector dalam segala

kegiatan pengelolaan barang milik daerah, termasuk juga

dalam mengkoordinasikan kepada OPD terkait

penyusunan RKBMD. Penyusunan RKBMD diawali

dengan penyusunan rencana kebutuhan barang pada

tingkat OPD sebagai tindak lanjut dari surat edaran yang

dikirimkan oleh BPKAD. Pada tahap ini, perlu adanya

koordinasi antara kepala OPD selaku pengguna barang

dengan pejabat penatausahaan barang dan pengurus

barang. Selain itu juga sering melibatkan bagian

perencanaan yang dianggap lebih memahami terkait

dengan rencana kerja dan RKA dari OPD yang

bersangkutan. Selanjutnya hasil perencanaan kebutuhan

barang dari OPD diusulkan kepada sekretaris daerah

selaku pengelola barang melalui BPKAD. Langkah

berikutnya, BPKAD akan mengumpulkan dan

mengkompilasi RKBMD dari masing-masing OPD untuk

dilakukan penelaahan. Kemudian oleh BPKAD, usulan

tersebut ditelaah dengan berdasarkan data yang tercatat

pada SIMDA BMD dan pertimbangan kewajaran. Hal ini

dikarenakan belum adanya standar barang dan standar

kebutuhan pada Pemerintah Kota Madiun.

Setiap tahun, penyusunan RKBMD pada Pemerintah

Kota Madiun dilaksanakan sebanyak dua kali.

Pelaksanaannya dimulai sekitar Bulan Mei sejak

diedarkannya surat edaran ke OPD untuk penyusunan

RKBMD pada tahun berikutnya. Selain itu, penyusunan

RKBMD juga dilaksanakan untuk perubahan usulan

kebutuhan pada tahun berjalan yang dilaksanakan pada

saat pelaksanaan perubahan APBD. Penyusunan

RKBMD perubahan tersebut dilaksanakan karena adanya

perubahan dari usulan kebutuhan yang telah disusun

sebelumnya. Pada saat proses penelaahan berlangsung,

ketika ditemukan adanya kejanggalan dan

ketidakwajaran usulan, pihak BPKAD menindaklanjuti

dengan mengkonfirmasikannya pada OPD yang

bersangkutan melalui pengurus barang. Kemudian

pengurus barang inilah yang secara tidak langsung

ditugaskan untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak yang

bersangkutan dalam internal OPD.

Mekanisme penyusunan RKBMD pada Pemerintah

Kota Madiun tersebut tidak hanya dilakukan untuk usulan

kebutuhan pada tahun berikutnya tetapi juga pada

perubahan usulan kebutuhan pada tahun berjalan.

Penerbitan dokumennya pun dilaksanakan untuk tiap-tiap

OPD dengan tanda tangan pengurus barang dan kepala

OPD, hasil penelaahan masing-masing OPD dengan

paraf kepala BPKAD dan sekretaris daerah, serta

dokumen hasil kompilasi seluruh OPD tingkat kota.

Dalam mekanisme penyusunan RKBMD pada

lingkungan Pemerintah Kota Madiun, terdapat beberapa

hal dalam pelaksanaan yang menjadi kebijakan walaupun

tidak diamanatkan oleh peraturan secara eksplisit.

Adapun salah satu kebijakan tersebut adalah

melaksanakan koordinasi dengan OPD melalui surat

edaran. BPKAD membijaksanai hal tersebut dengan

mengingatkan tugas dari masing-masing OPD dalam

melaksanakan perencanaan atas barang melalui surat

edaran sebelum batas waktu pengumpulan yang

ditetapkan peraturan.

Selanjutnya kebijakan lainnya adalah adanya

penyusunan usulan kebutuhan pada saat perubahan

anggaran pada tahun berjalan bagi seluruh OPD. Hal ini

dikarenakan dalam perjalanan terdapat perubahan-

perubahan usulan kebutuhan yang dianggap lebih

prioritas untuk ditindaklanjuti pada tahun tersebut. Di

samping itu, selain menerbitkan dokumen hasil

penelaahan atas usulan RKBMD dari masing-masing

OPD, juga menerbitkan dokumen yang merupakan hasil

kompilasi dari keseluruhan OPD menjadi satu, yaitu

Page 7: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

267

RKBMD tingkat kota. Namun demikian, sangat

disayangkan dokumen-dokumen tersebut tanggal

penetapannya tidak tercantumkan secara jelas, hanya

berupa tahun saja. Sebagai bagian dalam perencanaan,

RKBMD memiliki jadwal yang jelas yang harus

diperhatikan. Hal ini karena dalam perencanaan tercakup

sumber-sumber yang dibutuhkan, tugas atau kewajiban

yang harus diselesaikan, tindakan atau cara terbaik yang

diputuskan akan dilakukan, dan waktu atau jadwal yang

ditaati untuk melaksanakan kegiatan (Pudjianto, 2019).

Dengan demikian, dalam hal ketaatan terhadap waktu dan

jadwal yang telah ditetapkan, belum terlaksana dengan

optimal.

Mekanisme dalam penelaahan usulan kebutuhan

yang hanya berdasarkan data tercatat pada aplikasi

SIMDA BMD dan kewajaran dari pihak BPKAD pun

dinilai masih bersifat subjektif. Terlebih informasi atas

klarifikasi kewajaran hanya berasal dari pengurus barang

karena menganggap pengurus barang sudah

melaksanakan koordinasi dengan pihak-pihak yang

bersangkutan di internal OPDnya. Sifat komprehensif

suatu perencanaan dapat dipenuhi dengan membangun

partisipasi seluruh stakeholder agar didapat informasi

yang lengkap dan dipahami bersama untuk kemudian

dibangun keputusan terbaik (Mahi & Trigunarso, 2017).

Agar mampu mewujudkan tujuan penyusunan

RKBMD yang berdaya guna, diperlukan pemahaman

yang selaras antara pihak-pihak yang berkepentingan

dengan menggunakan komunikasi yang baik agar

koordinasi dapat berjalan dengan lancar. Koordinasi

mengacu pada prosedur-prosedur yang menghubungkan

berbagai bagian pada organisasi guna mencapai misi

organisasi secara keseluruhan (Bateman & Snell, 2008).

Adapun koordinasi yang diterapkan pada Pemerintah

Kota Madiun dimulai dengan penyampaian surat edaran

kepada OPD tentang penyusunan RKBMD untuk

perencanaan tahun berikutnya. Tujuannya adalah untuk

memberikan pemahaman yang sama tentang cara

menyusun RKBMD melalui pengisian format yang

diberikan. Namun, pengurus barang masih mengalami

kesulitan dalam mengisi format yang ada. Hal tersebut

juga dikarenakan dalam penyusunan RKBMD masih

manual tanpa bantuan aplikasi.

Selanjutnya koordinasi dilaksanakan secara

informal melalui telepon maupun whatsapp group dan

jaringan pribadi yang sifatnya antar personal. Tujuannya

untuk mengklarifikasikan pada saat proses penelaahan

maupun berkonsultasi kepada tim aset terkait tata cara

pengisian format. Sedangkan koordinasi BPKAD dengan

sekretaris daerah dilakukan setelah RKBMD tersusun

dan mengajukan dokumen untuk memintakan tanda

tangan hasil penelaahan dan penetapan terhadap

RKBMD yang telah lengkap. Secara singkat mekanisme

koordinasi dalam penyusunan RKBMD pada lingkungan

Pemerintah Kota Madiun dapat dilihat pada bagan 1.

Gambar 1 Mekanisme Koordinasi Horizontal

Penyusunan RKBMD

Sumber: Hasil analisis, 2020

Koordinasi antara BPKAD dengan sekretaris daerah

cenderung dilakukan pada saat akhir memintakan

persetujuan dan penetapan atas RKBMD. Kompilasi

dokumen atas usulan kebutuhan seluruh OPD dirasa lebih

menyulitkan pimpinan untuk melakukan pengecekan

dibandingkan dengan pengecekan RKA yang pasti juga

ada usulan belanja modal pada kode rekening belanja

modal meskipun usulannya belum tentu sama dengan

yang diusulkan pada RKBMD. Komunikasi dalam

penyampaian informasi pada saat koordinasi pun menjadi

penting untuk diperhatikan.

4.2.3 Media Komunikasi

Pelaksanaan koordinasi dalam penyusunan RKBMD

membutuhkan media untuk menyampaikan informasi

secara selaras dan dapat dipahami bersama. Media

komunikasi utama yang digunakan berupa surat yang

diedarkan pada seluruh OPD. Berdasarkan dokumen

yang dihimpun penulis selama pengamatan, terdapat

perbedaan waktu pengumpulan usulan kebutuhan OPD

dari tahun ke tahun sebagaimana yang tertera dalam surat

edaran yang juga disampaikan kepada seluruh OPD

sebagai berikut:

Tabel 1 Batas Waktu Pengumpulan Dokumen RKBMD

pada Tahun 2016 s.d. 2020

Sumber: BPKAD Kota Madiun (diolah)

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa

pada Tahun 2016 batas waktu pengumpulan pada minggu

ke-1 bulan Juni. Selanjutnya pada Tahun 2017 batas

No Tahun Tanggal Surat Batas Waktu

Pengumpulan Keterangan

1 2016 30 Mei 2016 8 Juni 2016 7 hari kerja

2 2017 5 Juni 2017 9 Juni 2017 4 hari kerja

3 2018 27 April 2018 11 Mei 2018 10 hari

kerja

4 2019 13 Juni 2019 24 Juni 2019 7 hari kerja

5 2020 27 Mei 2020 5 Juni 2020 7 hari kerja

Page 8: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

268

waktu pengumpulan usulan RKBMD dari OPD pada

minggu ke-1 Bulan Juni. Kemudian pada Tahun 2018

batas waktu pengumpulan usulan RKBMD dari OPD

lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu

pada minggu ke-2 Bulan Mei. Sedangkan pada Tahun

2019 batas waktu pengumpulan usulan RKBMD

mengalami kemunduran pada awal minggu ke-4 Bulan

Juni. Kemudian pada Tahun 2020 ini batas waktu

pengumpulan usulan RKBMD yang tertera pada surat

edaran kembali pada minggu ke-1 Bulan Juni.

Seyogyanya, batas waktu pengumpulan usulan RKBMD

dari OPD pada minggu ke-1 Bulan Juni sebagaimana

yang diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.

Meskipun demikian, berdasarkan catatan pengamatan

penulis selama di lapangan, sampai dengan batas waktu

pengumpulan yang telah ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juni

2020, hanya ada lima OPD dari total 34 OPD yang

mengumpulkan.

Media komunikasi yang digunakan dalam

koordinasi penyusunan RKBMD selain melalui surat

dinas, yaitu melalui telepon, whatsapp group, dan tatap

muka. Melalui media komunikasi tersebut, BPKAD

memberikan informasi tentang penyusunan RKBMD,

mengingatkan OPD yang belum mengumpulkan, dan

mengkonfirmasikan usulan kebutuhan pada proses

penelaahan. Komunikasi tersebut dapat bersifat dua arah,

dengan artian bahwa tidak hanya dari BPKAD saja yang

dapat memulai interaksi dengan OPD, tetapi dari pihak

OPD dapat memulai komunikasi dengan BPKAD, yang

biasanya dilakukan oleh pengurus barang sebagai wakil

dari OPD masing-masing. Hal ini disebabkan masih

banyaknya pengurus barang yang kurang memahami

perencanaan barang pada OPD-nya.

Selain itu permasalahan yang masih terjadi adalah

ketidaksesuaian dalam pengisian format usulan

kebutuhan. Hal tersebut dikarenakan penyusunan

RKBMD masih dilaksanakan secara manual dengan cara

pengurus barang membuat tabel sebagaimana contoh

format yang disampaikan BPKAD. Padahal dalam

SIMDA BMD juga terdapat fitur perencanaan yang dapat

diisi dengan data usulan kebutuhan dari OPD. Tetapi

pada penyusunan RKBMD tidak digunakan karena tidak

sesuai dengan format yang diatur dalam Permendagri

Nomor 19 Tahun 2016.

Koordinasi berhubungan erat dengan kerja sama dan

cara mengkomunikasikan informasi dalam organisasi.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Daft (2012) bahwa

koordinasi adalah hasil dari informasi dan kerja sama.

Sehingga koordinasi tidak dapat terwujud jika tidak

adanya kerja sama antara kedua belah pihak. Dalam hal

ini BPKAD bekerja sama dengan seluruh OPD

dilingkungan Pemerintah Kota Madiun agar mau

menyusun RKBMD sebagaimana yang diatur dalam

peraturan perundang - undangan. RKBMD yang

merupakan usulan kebutuhan dari OPD, diharapkan

benar-benar menjadi langkah dalam menganalisa dan

menentukan kebutuhan OPD bukan hanya keinginan

untuk pengadaan barang yang sebenarnya tidak

diperlukan oleh OPD.

4.2.4 Hubungan Antar Aktor

Penyusunan RKBMD pada masing-masing OPD

melibatkan aktor-aktor yang berpengaruh yaitu kepala

OPD selaku pengguna barang, pengurus barang, bagian

perencanaan dan bagian umum. Hal ini dikarenakan

kebutuhan yang diusulkan haruslah sesuai dengan renja

yang disusun oleh bagian perencanaan. Sedangkan

bagian umum berperan dalam hal pengadaan dan

pemeliharaan sarpras yang direncanakan. Dalam

penyusunan RKBMD dilingkungan Pemerintah Kota

Madiun dilakukan oleh BPKAD selaku leading sector

yang membantu sekretaris daerah selaku pengelola

barang dalam hal pelaksanaan teknis dan pengurus

barang menjadi perwakilan dari masing-masing OPD.

Selanjutnya informasi yang diperoleh ataupun yang

ditanyakan oleh BPKAD akan disampaikan kepada OPD-

nya oleh pengurus barang. Kemudian pengurus barang

lah yang akan berkoordinasi dengan aktor-aktor yang

bersangkutan di internal OPD-nya. Hal ini disebabkan

pengurus barang dianggap yang bertugas dalam

keseluruhan hal terkait pengelolaan barang milik daerah

termasuk dalam perencanaan dan penganggaran barang

milik daerah. Meskipun pada prakteknya yang lebih

mengetahui perihal perencanaan dan penganggaran

belanja di OPD termasuk didalamnya belanja modal

adalah bagian perencanaan.

Permasalahan komunikasi dalam

mengkoordinasikan data yang dibutuhkan kepada aktor-

aktor yang terkait di internal OPD dapat menjadi kendala.

Hal tersebut dikarenakan yang selalu ditugaskan dalam

setiap bintek tentang pengelolaan barang milik daerah

adalah pengurus barang. Sedangkan kepala OPD maupun

bagian perencanaan tidak pernah diikutsertakan.

Sedangkan di BPKAD, pelaksana teknis dalam

penyusunan RKBMD, mulai dari menerima usulan

hingga penelaahan dilakukan oleh unsur staf di bidang

akuntansi dan aset, utamanya yang bagian aset. Masing-

masing aktor tersebut memiliki tanggung jawab tersendiri

guna terwujudnya penyusunan RKBMD yang baik dan

berdaya guna. Sebab ketika ada salah satu aktor yang

tidak menjalankan perannya dengan sebagaimana

mestinya, maka akan mengakibatkan ketimpangan tugas

dan ketidakharmonisan hubungan dalam satu kesatuan

pelaksanaan tugas. Oleh karenanya diperlukan

pemahaman yang sama dari seluruh aktor yang berperan

dalam penyusunan RKBMD tersebut guna terwujudnya

tujuan sebagaimana yang diharapkan. Hubungan antar

Page 9: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

269

aktor dalam koordinasi penyusunan RKBMD tersebut

dapat digambarkan dalam bagan berikut.

Gambar 2 Hubungan antar Aktor Koordinasi

Penyusunan RKBMD

Sumber: Hasil analisis, 2020

4.2.5 Kepemimpinan Koordinator

Berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016,

RKBMD ditetapkan oleh sekretaris daerah selaku

pengelola barang milik daerah. Hal ini juga menandakan

bahwa koordinator setiap kegiatan pengelolaan barang

milik daerah, termasuk penyusunan RKBMD adalah

sekretaris daerah. Meskipun prakteknya dilapangan,

tugas pengelola BMD dibantu oleh Kepala BPKAD

selaku pejabat penatausahaan BMD. Meskipun BPKAD

merupakan salah satu OPD dipemerintah Kota Madiun

yang juga memiliki tugas menyusun RKBMD

sebagaimana OPD lain, tetapi dengan adanya jabatan

khusus yang melekat pada BPKAD sesuai permendagri,

yaitu pejabat penatausahaan yang diamanatkan kepada

kepala BPKAD dan pengurus barang pengelola yang

diamanatkan kepada kepala bidang akuntansi dan aset,

maka dalam penyusunan RKBMD pun BPKAD

bertindak membantu koordinator yang menghimpun

usulan RKBMD dari seluruh OPD, selain juga sebagai

pengguna barang, BPKAD tetap menyusun usulan

kebutuhan OPDnya sendiri.

Peran sekretaris daerah yang cenderung tidak

terlibat langsung dalam penyusunan RKBMD,

memberikan dampak kurangnya perhatian kepala OPD

selaku pengguna barang dalam penyusunan RKBMD.

Hal tersebut menjadikan RKBMD sebagai referensi

semata yang sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan.

Sedangkan rekapan usulan kebutuhan dari seluruh OPD

yang diserahkan oleh BPKAD ke sekretaris daerah

dianggap kurang dapat dievaluasi secara mendetail

dibandingkan jika rekapan dibuat per OPD. Di sisi lain,

sekretaris daerah mengaku lebih mudah menemukan

rencana pengadaan barang dari OPD melalui kode

rekening belanja modal yang ada didalam dokumen RKA

karena tampilannya yang disusun per OPD.

Kepemimpinan koordinator dalam koordinasi

penyusunan RKBMD dilingkungan Pemerintah Kota

Madiun dilakukan melalui persetujuan pada surat edaran

penyusunan RKBMD. Selain itu juga dengan

pengambilan kebijakan ketika terjadi kendala dan

permasalahan. Langkah yang digunakan oleh sekretaris

daerah ketika menemukan adanya permasalahan ataupun

ketidakwajaran dalam usulan kebutuhan barang OPD

adalah mengkomunikasikan kepada BPKAD untuk

segera mengkonfirmasi dan menindaklanjuti. Selain itu

juga menyampaikan secara umum melalui pertemuan-

pertemuan yang dihadiri oleh kepala OPD terkait

ketidakwajaran usulan tersebut. Sedangkan monitoring

dan evaluasi belum dilakukan pada penyusunan RKBMD

di Pemerintah Kota Madiun.

Sekretaris daerah melaksanakan koordinasi dalam

bentuk pemberian arahan dan saran ketika terjadi

permasalahan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah

dilakukan, sekretaris daerah menyerahkan kepada

BPKAD dalam hal teknis penyusunan RKBMD.

Penetapan RKBMD tetap dilakukan oleh sekretaris

daerah sebagaimana tanda tangan yang tercantum dalam

buku RKBMD tingkat kota. Namun pada praktiknya,

sekretaris daerah lebih mengetahui usulan kebutuhan

barang yang diajukan OPD dalam RKA pada saat

penentuan anggaran, dibandingkan dalam dokumen

RKBMD, yang seyogyanya dijadikan acuan dalam

penyusunan RKA. Penyusunan RKBMD pun diserahkan

pelaksanaannya kepada BPKAD, dan sekretaris daerah

hanya menerima dokumen rekapan total usulan

kebutuhan barang dari seluruh OPD dalam satu buku.

Rekapan total tingkat kota yang memuat keseluruhan

usulan kebutuhan barang dari seluruh OPD, dirasa

menyulitkan ketika harus diteliti satu per satu oleh

sekretaris daerah. Selain itu, karena secara teknis sudah

dijalankan oleh BPKAD, dianggap dokumen tersebut

telah diteliti dan ditelaah oleh BPKAD.

4.3 Faktor Penghambat Koordinasi dalam

Penyusunan RKBMD

4.3.1 Sumber Daya Manusia penyusun RKBMD

Kemampuan penyusun RKBMD dalam memahami

penyusunan RKBMD berpengaruh terhadap pelaksanaan

Sekretaris

Daerah selaku

Pengelola

Barang

Kepala

BPKAD selaku

Pejabat

Penatausaha-

an Barang

Pejabat

Penatausaha-

an Pengguna

Barang

Kepala

OPD

selaku

Pengguna

Barang

Kepala

Bidang

Akuntansi dan

Aset selaku

Pengurus

Barang

Pengelola

Kepala

OPD

selaku

Pengguna

Barang

Pejabat

Penatausaha-

an Pengguna

Barang

Pengurus

Barang

Pengguna

Pengurus

Barang

Pengguna

Kepala

Sub bidang

Penataus

Staf

Subbag

Perenca

na-an

Subbag

Perenca

na-an

Page 10: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

270

kegiatan. Salah satu contohnya adalah waktu yang

dibutuhkan pengurus barang untuk memahami maksud

dari surat edaran tentang penyusunan RKBMD dan

mengkoordinasikannya dengan internal OPD maupun

dengan BPKAD. Beragamnya usia pengurus barang yang

ada di OPD satu dengan yang lainnya juga

mempengaruhi kemampuan dan pemahaman pengurus

barang. Adapun daftar usia pengurus barang

dilingkungan pemerintah kota Madiun dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 2 Daftar Usia Pengurus Barang di Lingkungan

Pemerintah Kota Madiun Tahun Anggaran 2019-2020

No Rentang usia Tahun 2019 Tahun 2020

1 20 – 25 th 0 1

2 26 – 30 th 0 2

3 31 – 35 th 9 7

4 36 – 40 th 16 11

5 41 – 45 th 22 25

6 46 – 50 th 26 26

7 51 – 55 th 41 38

8 56 – 60 th 25 28

Total 139 138

Sumber: BPKAD Kota Madiun (diolah)

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa

usia pengurus barang pada 138 OPD dan unit kerja

dilingkungan Pemerintah Kota Madiun beragam.

Terdapat pengurus barang dengan usia produktif dan juga

yang usianya mendekati masa pensiun. Setiap tahun

cenderung terdapat perubahan penunjukan pengurus

barang, baik karena alasan pensiun, pindah tugas,

meninggal dunia dan sebagainya. Hal tersebut tentu

membutuhkan usaha ekstra bagi BPKAD dalam

memberikan pemahaman dan pembelajaran mulai dari

awal lagi. Sehingga hal ini menyebabkan penyusunan

RKBMD menjadi lebih lama.

Selain itu, ketidaktahuan pengurus barang atas

perencanaan kebutuhan barangnya menjadi salah satu

penghambat koordinasi. Ketidaktahuan terhadap

kebutuhan barang berdampak pada ketidakpahaman pada

perencanaan barang. Hal ini disebabkan tidak

diikutsertakan pengurus barang pada proses perencanaan

dan hanya dianggap bertanggung jawab atas barang yang

sudah selesai pengadaan. Padahal pengelolaan barang

milik daerah berawal dari proses perencanaan,

penatausahaan hingga barang tersebut dihapuskan

ataupun dimusnahkan ketika dianggap sudah tidak

memiliki nilai guna dalam pelaksanaan tugas.

BPKAD telah berupaya melaksanakan bimbingan

teknis setiap tahun. Meskipun sifatnya mengingatkan

kembali atau mereview tentang penyusunan RKBMD,

nampaknya belum memberikan hasil yang maksimal

dalam meningkatkan keselarasan pemahaman pada

pengurus barang. Disisi lain, kurangnya pemahaman

pengurus barang atas perencanaan usulan barang milik

daerah mengakibatkan penyusunan RKBMD menjadi

kurang dapat terlaksana tepat waktu. Pengurus barang

jarang dilibatkan dalam perencanaan barang di OPD dan

hanya menerima perencanaan barang yang telah disusun

oleh bagian perencanaan. Kurangnya pemahaman

pengurus barang terutama dalam hal perencanaan

kebutuhan barang OPD-nya menyebabkan koordinasi

membutuhkan waktu yang lebih lama karena perlu

menanyakan kembali kepada bagian perencanaan pada

saat penelaahan.

4.3.2 Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Penyusunan RKBMD oleh masing-masing OPD

perlu didukung adanya sarana dan prasarana yang

memadai guna kelancaran pelaksanaan tugas dan

memudahkan dalam pelaksanaan koordinasi. Sarana

yang diperlukan dalam menyusun RKBMD pada masing-

masing OPD yaitu perangkat komputer yang telah

terinstal SIMDA BMD, telepon, meja, kursi, alat tulis,

dan printer. Sedangkan prasarana pendukung yang

dibutuhkan yaitu jaringan internet, standar barang,

standar kebutuhan, dan standar harga. Sarana yang

dimiliki oleh Pemerintah Kota Madiun sudah cukup

memadai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi

pemerintahan, hanya saja masih kurang dalam hal

pembangunan aplikasi yang dapat memudahkan

pekerjaan dan belum tersedianya standar barang dan

standar kebutuhan. Hal ini disebabkan aplikasi untuk

penyusunan RKBMD belum terintegrasi dengan aplikasi

keuangan.

Penyusunan RKBMD yang masih manual tentu

membutuhkan waktu yang lebih lama. Terlebih ketika

pemahaman pengurus barang masih kurang dalam

mengisi kolom-kolom yang ada pada format yang sesuai

dengan Permendagri. Selain itu juga belum adanya

standar kebutuhan dan standar barang yang menjadi

acuan bagi OPD dalam menyusun RKBMD. Adanya

standar kebutuhan dapat memudahkan dalam

penyelarasan kebutuhan dari masing-masing OPD. Tanpa

adanya standar kebutuhan dan standar barang

sebagaimana kondisi saat ini, sulit bagi BPKAD dan

pengurus barang dalam menyusun RKBMD secara

optimal sesuai amanat dari Permendagri. Bagi BPKAD,

hal tersebut menyulitkan dalam menyelaraskan OPD

terkait cara menganalisis kebutuhan barang milik daerah.

Selain itu juga berdampak dalam penelaahan atas usulan

kebutuhan dari OPD. Analisis yang digunakan oleh OPD

dalam penyusunan RKBMD masih berdasarkan

perkiraan atas kebutuhan barang di OPD pada saat itu,

bukanlah analisis atas kebutuhan maksimal suatu barang

di OPD yang bersangkutan.

Kemudian standar yang digunakan berdasarkan

batas kewajaran saja. Kewajaran dimaksud masih

membuka peluang ketidakjelasan karena masing-masing

individu memiliki batas kewajaran yang berbeda-beda.

Langkah terakhir yang ditempuh, yaitu

Page 11: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

271

mengkoordinasikan dengan pimpinan. Dalam hal

koordinasi, sarana yang tersedia di masing-masing OPD

dapat digunakan sebagai media dalam berkomunikasi

maupun penyusunan RKBMD. Selain juga dapat

menggunakan sarana pribadi dari pengurus barang, yaitu

handphone yang membantu proses koordinasi dengan

pegawai aset. Namun demikian, prasarana penunjang

seperti standar dan aplikasi yang belum tersedia, terbukti

menghambat penyelarasan maksud dan tujuan kegiatan

penyusunan RKBMD dengan penyusun RKBMD

tersebut. Sehingga pada prakteknya, penyusunan

RKBMD dilaksanakan guna memenuhi adanya output

RKBMD sebagaimana yang diamanatkan oleh

Permendagri dan belum secara optimal digunakan untuk

memenuhi kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi

pemerintahan sebagaimana seharusnya.

Tidak tersedianya standar kebutuhan dan standar

barang dalam penyusunan RKBMD menyebabkan OPD

mengusulkan kebutuhan barangnya sesuai dengan

standar dan kebutuhannya sendiri tanpa adanya patokan

yang jelas. Hal tersebut menimbulkan spesifikasi usulan

kebutuhan antara OPD satu dengan lainnya berbeda

walaupun jenis barang yang dimaksud sama. Perbedaan

model dan spesifikasi tersebut pada akhirnya

memberikan pengaruh pada harga barang dimaksud.

Praktek tersebut masih berjalan karena selama ini dalam

mengajukan usulan kebutuhan barang pun cenderung

mayoritas diterima oleh BPKAD. Dengan kondisi

demikian, komunikasi yang berkelanjutan perlu terus

disampaikan guna memberikan pemahaman yang selaras

bagi seluruh penyusun RKBMD. Tingkat ketergantungan

antar bagian dan kebutuhan komunikasi dalam

melaksanakan tugas tertentu akan menentukan sejauh

mana koordinasi diperlukan (Amirullah, 2015).

Dalam hal memberikan kemudahan dalam

penyusunan RKBMD dengan beragam kebutuhan, maka

perlu dibantu dengan adanya aplikasi yang terintegrasi

dengan penyusunan RKA. Tujuannya untuk

menyelaraskan usulan kebutuhan barang yang tercantum

dalam RKBMD dengan yang diusulkan dalam RKA.

Organisasi membutuhkan sistem untuk memproses

informasi yang ada dan memungkinkan adanya

komunikasi di antara unit-unit yang berbeda dan pada

tingkat yang berbeda pula (Daft, 2012). Kondisi saat ini

yang masih menggunakan sistem manual dalam

penyusunan RKBMD tentu memberikan dampak yang

signifikan. Salah satu yang terlihat adalah usulan

kebutuhan barang dari OPD yang membutuhkan waktu

lama dalam pengumpulan dokumen. Selain itu juga

penyusunannya yang terpisah dan tidak terkait dengan

aplikasi selanjutnya yaitu aplikasi penyusunan RKA.

4.3.3 Ketersediaan Anggaran

Penyusunan RKBMD merupakan salah satu

kegiatan yang dilaksanakan oleh BPKAD utamanya

bidang akuntansi dan aset yang juga memiliki anggaran

guna kelancaran jalannya kegiatan. Namun, anggaran

yang disediakan untuk kegiatan penyusunan RKBMD

berupa anggaran cetak penggandaan output dokumen

saja. Disisi lain, dalam rangka mengapresiasi pengurus

barang agar dapat melaksanakan tugas dan fungsi

pengelolaan barang milik daerah dengan baik,

Pemerintah Kota Madiun memberikan tambahan

penghasilan berdasarkan pertimbangan obyektif. Hal ini

disebabkan tugas sebagai pengurus barang merupakan

tugas tambahan yang dibebankan kepada seseorang yang

ditunjuk dalam surat keputusan walikota.

Dalam pelaksanaan koordinasi, tidak disediakan

anggaran khusus, melainkan menjadi bagian dalam

pelaksanaan tugas yang mendukung terlaksananya

kegiatan. Pelaksanaannya pun menggunakan sarana yang

tersedia dikantor. Selanjutnya untuk anggaran yang

dibutuhkan dalam mengusulkan kebutuhan barang pada

masing-masing OPD berbeda tergantung dari banyaknya

usulan kebutuhan barang untuk tahun anggaran

berikutnya. Hal tersebut disesuaikan dengan plafon

anggaran yang dimiliki masing-masing OPD. Dengan

adanya pembatasan anggaran maka perlu adanya

penerapan prioritas utama atas penggunaan anggaran,

termasuk dalam belanja kebutuhan barang milik daerah.

Ketersediaan anggaran untuk penyusunan RKBMD

hanya disiapkan untuk mencetak output berupa dokumen

RKBMD. Namun hal tersebut juga tidak menjadi

masalah ataupun menghambat bagi pihak BPKAD

maupun pengurus barang dalam pelaksanaan koordinasi.

5. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a) Pelaksanaan koordinasi vertikal yang dilaksanakan

oleh BPKAD dengan Sekretaris Daerah Kota Madiun

dalam penyusunan RKBMD belum sepenuhnya

mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 19 Tahun 2016 dan memberikan hasil yang

positif utamanya dalam hal ketepatan pelaksanaan

jadwal kegiatan dan penggunaan standar barang dan

standar kebutuhan sebagai acuan penelaahan.

b) Pelaksanaan koordinasi horizontal antara BPKAD

dengan OPD di lingkungan Pemerintah Kota Madiun

dalam penyusunan RKBMD belum sepenuhnya

mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 19 Tahun 2016 utamanya dalam hal mentaati

jadwal kegiatan dan belum menggunakan standar

barang, standar kebutuhan dan standar harga dalam

penyusunan RKBMD.

c) Faktor-faktor penghambat koordinasi dalam

penyusunan RKBMD, yaitu sebagai berikut:

SDM Penyusun RKBMD

Kondisi pengurus barang sebagai sumber daya

manusia penyusun RKBMD memiliki keberagaman

Page 12: JIAP Vol 7, No 2 , pp 261- 7 , 2021 e-ISSN 2503-2887

Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272

272

usia, tingkat pendidikan dan beban kerja yang

menyebabkan munculnya perbedaan kemampuan

dalam memahami penyusunan RKBMD dan masih

terdapat perubahan pengurus barang di tengah tahun

anggaran berjalan yang belum memahami terkait

penyusunan RKBMD. Hal ini juga berdampak pada

waktu yang dibutuhkan untuk berkoordinasi dan

ketepatan dalam penyusunan RKBMD.

Ketersediaan sarana dan prasarana

Pada dasarnya sarana yang tersedia secara umum

cukup memadai. Namun penyusunan RKBMD yang

dilaksanakan secara manual dan belum

terintegrasinya sistem aplikasi SIMDA dengan

aplikasi keuangan menyebabkan penyusunan

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

pengecekan. Selain itu juga belum adanya prasarana

pendukung berupa standar barang dan standar

kebutuhan mengakibatkan kesulitan dalam

melakukan penelaahan sehingga setiap usulan

diterima dengan dasar kewajaran dan persetujuan

pimpinan.

Daftar Pustaka

Ali, F. (2015). Teori dan Konsep Administrasi dari

Pemikiran Paradigmatik Menuju Redefinisi.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Amirullah. (2015). Pengantar Manajemen: Fungsi-

Proses-Pengendalian. Jakarta: Mitra Wacana

Media.

Bateman, T. S., & Snell, S. A. (2008). Manajemen

Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang

Kompetitif. Jakarta: Salemba Empat.

Daft, R. L. (2012). Era Baru Manajemen. Jakarta:

Salemba Empat.

Hery. (2015). Pengantar Akuntansi Comprehensive

Edition. Jakarta: Kompas Gramedia.

Jatmiko, D. P. (2017). Pengantar Manajemen Keuangan.

Yogyakarta: Diandra Kreatif.

Jordan, A., & Schout, A. (2006). The Coordination of

European Union: Exploring the Capacities of

Networked Governance. US: Oxford University

Press.

Mahi, A.K., & Trigunarso, S.I. (2017). Perencanaan

Pembangunan Daerah teori dan Aplikasi. Depok:

Kencana.

Moekijat. (1994). Koordinasi (Suatu Tinjauan Teoritis).

Bandung: Mandar Maju.

Pudjianto, W.S. (2019). Pendekatan Baru Perencanaan

Pembangunan Daerah. Jakarta: Kompas.

Purwaji, A., Wibowo., & Lastanti, S.H. (2017).

Pengantar Akuntansi 2. Jakarta: Salemba Empat.

Rohman, A. (2018). Dasar-Dasar Manajemen Publik.

Malang: Empatdua Kelompok Intrans Publishing.

Siswanto, H. B. (2013). Pengantar Manajemen. Jakarta:

Bumi Aksara.

Tarigan, R. (2012). Perencanaan Pembangunan

Wilayah. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Thoha, M. (2015). Ilmu Administrasi Publik

Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group.

Utomo, W. (2012). Administrasi Publik Baru Indonesia:

Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara

ke Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Waworuntu, B. (2016). Perilaku Organisasi: Beberapa

Model dan Submodel. Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia.

Yusuf, M. (2013). Delapan Langkah Pengelolaan Aset

Daerah Menuju Pengelolaan Keuangan Daerah

Terbaik. Jakarta: Salemba Empat.