jiap vol 7, no 2 , pp 261- 7 , 2021 e-issn 2503-2887
TRANSCRIPT
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
261
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP) URL: h t tps : / / j i ap .ub.ac . id / i ndex.php/ j i ap
Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah
(Studi paada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Madiun)
Arina Wiyanika a
a Badan Keuangan dan Aset Daerah Kota Madiun, Jawa Timur, Indonesia
1. Pendahuluan
Perencanaan kebutuhan dan penganggaran
merupakan kegiatan awal yang penting dilakukan dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
pengelolaan barang milik daerah. Pengelolaan barang
milik daerah dalam pelaksanaannya masih berhubungan
dengan pengelolaan keuangan. Hal ini dikarenakan
———
Corresponding author. Tel.: +62-812-1931-5768; e-mail: [email protected]
barang milik daerah adalah semua barang yang diperoleh
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
atau perolehan lain yang sah. Dalam melakukan
pembelian atau pengadaan barang milik daerah haruslah
memenuhi kriteria memiliki nilai manfaat lebih dari 12
(dua belas) bulan. Selain itu barang yang akan dibeli
seyogyanya menunjang program dan kegiatan
INFORMASI ART IKEL ABSTRACT
Article history: Dikirim tanggal: 27 Oktober 2020 Revisi pertama tanggal: 10 Juli 2021 Diterima tanggal: 01 Agustus 2021 Tersedia online tanggal: 20 Agustus 2021
Local asset planning is a important beginning activity in asset management.
Coordination needs to do asset management, include local asset planning. The study
aims to know deeply how coordination of asset planning drafting and its obstacle
factor with study at BPKAD in Madiun City. Data collection method include
interview, observation, and literature review. Data analysis is descriptive
qualitative. The result shows that coordination of asset planning drafting not optimal
yet to make asset administrator in tune. It shows from repeat mistakes happen every
local asset planning drafting. This affect lateness of determination of asset planning
report. Obstacle factor of coordination of asset planning drafting are ability and
understanding of asset administrator and not available yet of application and
standard of asset planning.
INTISARI
Perencanaan aset daerah merupakan kegiatan awal yang penting dalam pengelolaan
aset. Koordinasi perlu dilakukan dalam pengelolaan aset, termasuk perencanaan
aset daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam bagaimana
koordinasi penyusunan perencanaan aset dan faktor penghambatnya dengan studi di
BPKAD Kota Madiun. Metode pengumpulan data meliputi wawancara, observasi,
dan studi pustaka. Analisis data bersifat deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa koordinasi penyusunan perencanaan aset belum optimal untuk
menyelaraskan pengelolaan aset. Hal ini terlihat dari kesalahan yang berulang
terjadi setiap penyusunan perencanaan aset daerah. Hal tersebut mempengaruhi
keterlambatan penetapan laporan perencanaan aset. Faktor penghambat koordinasi
penyusunan perencanaan aset adalah kemampuan dan pemahaman pengelola aset
serta belum tersedianya penerapan dan standar perencanaan aset.
2021 FIA UB. All rights reserved.
Keywords: local asset, planning,
coordination
JIAP Vol 7, No 2, pp 261-272, 2021
© 2021 FIA UB. All right reserved
ISSN 2302-2698
e-ISSN 2503-2887
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
262
pemerintah daerah. Pengadaan barang milik daerah
membutuhkan perencanaan yang memadai.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun
2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah
mendefinisikan perencanaan kebutuhan sebagai kegiatan
merumuskan rincian kebutuhan barang milik daerah
untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu
dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar
dalam menentukan tindakan di masa mendatang.
Perencanaan kebutuhan barang milik daerah diwujudkan
dengan menyusun dokumen tahunan tentang kebutuhan
barang milik daerah atau yang disebut rencana kebutuhan
barang milik daerah, disingkat RKBMD. Perencanaan
kebutuhan barang milik daerah dilaksanakan setelah
rencana kerja OPD ditetapkan, dengan memperhatikan
kebutuhan riil dan mempertimbangkan ketersediaan
barang yang ada.
Perencanaan kebutuhan dan penganggaran barang
milik daerah memerlukan adanya pemahaman dari
seluruh OPD atau unit kerja terhadap tahapan kegiatan
pengelolaan barang milik daerah. Hal ini dimaksudkan
agar tujuan perencanaan dapat tepat sasaran dengan
melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya. Proses pengelolaan
barang milik daerah akan terus berlangsung selama
barang milik daerah tersebut masih ada. Apalagi
keberadaan barang milik daerah merupakan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah dalam
menunjang tugas pokok dan fungsi serta memberikan
pelayanan publik kepada masyarakat. Usulan atas
kebutuhan barang milik daerah setiap tahunnya selalu ada
dengan jumlah yang tidak sedikit. Penambahan jumlah
barang milik daerah yang semakin banyak akan
mengakibatkan beban pengelolaan semakin besar pula.
Perlu adanya pemutakhiran data agar bisa
menindaklanjuti barang milik daerah yang sudah tidak
dapat dipergunakan. Aset yang sudah tidak dapat
digunakan dan tidak memiliki manfaat secara ekonomis
mungkin perlu dikurangi, dieliminasi, atau diganti
(Jatmiko, 2017).
RKBMD merupakan dokumen perencanaan yang
digunakan sebagai acuan dalam penyusunan rencana
kerja dan anggaran (RKA) bagi masing-masing OPD.
Perencanaan yang dimaksud adalah perencanaan atas
barang atau aset yang sudah mulai rusak, sudah rusak,
barang yang sudah tua, serta rencana dan kebutuhan lain
yang dianggap penting untuk dimasukkan dalam
perencanaan. Penyusunan RKBMD di Kota Madiun
sendiri baru dimulai pada tahun 2015. Hal ini berawal
dari adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun
2013 dikarenakan tindak lanjut atas peraturan daerah
tentang barang milik daerah yang mengatur tentang tata
cara perencanaan kebutuhan barang milik daerah belum
diatur dalam peraturan walikota. Oleh karenanya pada
tahun 2015 disusunlah peraturan walikota Madiun
Nomor 13 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Kebutuhan dan Pemeliharaan Barang Unit dan
Rencana Kebutuhan dan Pemelihaaan Barang Milik
Daerah serta Penganggarannya, yang selanjutnya
menjadi pedoman awal dalam penyusunan RKBMD.
Dalam pengelolaan barang milik daerah, Pemerintah
Kota Madiun telah menggunakan aplikasi sistem
informasi manajemen daerah barang milik daerah
(SIMDA BMD) yang bekerjasama dengan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Meskipun dalam SIMDA BMD juga memiliki fitur
perencanaan kebutuhan barang milik daerah, namun
penyusunan RKBMD masih dilaksanakan secara manual
karena format yang ada pada SIMDA BMD tidak sesuai
dengan format pada Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan
Barang Milik Daerah. Hal ini tentu saja membutuhkan
lebih banyak waktu dalam pengerjaannya. Terlebih
dalam penyusunannya masih terdapat kekeliruan
pengurus barang dalam mengisi format yang membuat
pengumpulan RKBMD menjadi terlambat dan kesalahan
berulang setiap tahun. Hal ini membuktikan bahwa belum
adanya keselarasan pemahaman antara pengurus barang
dengan BPKAD selaku Pejabat Penatausahaan Barang
Milik Daerah. Koordinasi penting dilakukan untuk dapat
menyamakan pemahaman guna mencapai tujuan yang
sama. Dengan latar belakang tersebut, penulis melakukan
penelitian untuk mengetahui pelaksanaan koordinasi
vertikal dan horizontal dalam penyusunan RKBMD dan
faktor-faktor penghambatnya dengan studi pada Badan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota
Madiun.
2. Teori
2.1 Administrasi Publik dalam Otonomi Daerah
Pengaturan diperlukan untuk menciptakan
keteraturan dalam rangka pencapaian tujuan yang
diinginkan. Kegiatan pengaturan tersebut melibatkan
adanya kerjasama dengan orang lain. Ali (2015)
menjelaskan bahwa administrasi teraktualisasi melalui
organisasi dan manajemen, akan diwarnai oleh perilaku
individu dalam aktualisasi dirinya dikehidupan
berorganisasi, terbukti pada apa yang disebut dengan
manajemen. Dalam pemerintahan, administrasi
dibutuhkan untuk mengatur tata kelola pemerintahan.
Pada perkembangannya, administrasi negara yang
semula berkaitan dengan pemerintah saja sudah
mengalami perubahan dengan melibatkan masyarakat
dan sektor swasta dalam mengelola pemerintahan. Hal itu
mengakibatkan perubahan dari administrasi negara
menjadi administrasi publik. Dengan adanya perubahan
menjadi administrasi publik, masyarakat juga menuntut
adanya perubahan pelayanan publik yang lebih baik. Hal
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
263
ini sejalan dengan pendapat Thoha (2015) bahwa ilmu
administrasi publik merupakan suatu kajian sistematis
yang memuat perencanaan realitas dari upaya untuk
menata pemerintahan menjadi tata pemerintahan yang
baik (good governance).
Dengan adanya otonomi daerah, maka administrasi
publik berperan dalam mengawal pelaksanaan
pemerintahan yang baik melalui kebijakan yang
mengutamakan kepentingan masyarakat. Penyerahan
sebagian wewenang dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah memberikan keleluasaan kepada
daerah dalam menjalankan pemerintahannya.
Administrasi publik tidak hanya sekedar wadah, alat,
pelaksana otonomi atau desentralisasi, tetapi juga sebagai
pelaku bahkan mengambil peran (role) didalam
implementasi otonomi atau desentralisasi (Utomo, 2012).
Hal ini disebabkan otonomi tidak hanya sebagai technical
administration saja, tetapi juga sebagai process of
political interaction yaitu sebagai arah dalam tercapainya
pemberdayaan daerah.
2.2 Pengelolaan Barang Milik Daerah
Dalam rangka mendukung kegiatan operasionalnya,
setiap OPD membutuhkan aset. Kebutuhan akan aset
tersebut bervariatif tergantung pada kegiatan yang
dilakukan. Yusuf (2013) mengungkapkan bahwa aset
daerah terdiri enam golongan yang termasuk aset tetap
yaitu: golongan tanah, golongan peralatan dan mesin,
golongan gedung dan bangunan, golongan jalan, irigasi,
dan jaringan, golongan aset tetap lainnya, dan golongan
konstruksi dalam pengerjaan. Aset tetap adalah aset yang
digunakan dalam jangka panjang dan merupakan aset
berwujud (tangible assets) karena dapat terlihat langsung
secara fisik (Hery, 2015). Aset tetap umumnya diperoleh
dengan cara pembelian menggunakan APBD. Meskipun
demikian aset dapat diperoleh melalui sistem bangun-
guna-serah ataupun pemanfaatan lain.
Jumlah aset yang banyak dan variatif jenisnya,
mengharuskan pemilik aset, utamanya pemerintah untuk
melakukan pencatatan dengan akurat. Untuk dapat
dikategorikan dalam aset tetap, maka harus memenuhi
karakteristik yaitu memiliki bentuk fisik, digunakan
dalam kegiatan operasional organisasi, tidak untuk dijual
kembali, memiliki masa pakai yang relatif lama, dan
dapat memberikan manfaat pada masa yang akan datang
(Purwaji, Wibowo & Lastanti, 2017). Kepemilikan aset
dalam jumlah besar menuntut OPD untuk dapat
mengelola dengan baik. Pengelolaan tersebut berguna
untuk menjaga agar aset tetap dapat digunakan sebagai
operasional, juga mencegah terjadinya hal yang tidak
diinginkan yang dapat menyebabkan kerugian bagi
pemilik. Upaya yang dapat dilakukan oleh OPD dalam
mengelola aset yang dimilikinya adalah melalui
pengendalian aset tetap.
2.3 Perencanaan dan Penganggaran Barang Milik
Daerah
Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan
memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2012). Sebagai
langkah awal sebelum melaksanakan kegiatan,
perencanaan memiliki peranan yang penting. Rohman
(2018) mendefinisikan perencanaan sebagai upaya
penggunaan sumber daya yang dimiliki organisasi secara
maksimal untuk dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Perencanaan dibutuhkan untuk dapat
menggunakan sumber daya yang dimiliki secara optimal.
Hal ini karena adanya keterbatasan sumber daya yang
dimiliki oleh organisasi.
Dalam perencanaan tercakup sumber-sumber yang
dibutuhkan, tugas atau kewajiban yang harus
diselesaikan, tindakan atau cara terbaik yang diputuskan
akan dilakukan, dan waktu atau jadwal yang ditaati untuk
melaksanakan kegiatan (Pudjianto, 2019). Sifat
komprehensif suatu perencanaan dapat dipenuhi dengan
membangun partisipasi seluruh stakeholder agar didapat
informasi yang lengkap dan dipahami bersama untuk
kemudian dibangun keputusan terbaik (Mahi &
Trigunarso, 2017). Dalam melaksanakan perencanaan
tidak akan lepas dari penganggaran. Kesalahan dalam
merencanakan dan menganggarkan suatu kegiatan akan
berdampak pada pelaksanaan kegiatan tersebut. Hal ini
disebabkan salah satu fungsi anggaran adalah sebagai
pedoman dalam bekerja.
Dalam pengelolaan barang milik daerah juga
terdapat kegiatan perencanaan kebutuhan dan
penganggaran yang merupakan kegiatan awal yang
penting dan mempengaruhi kegiatan selanjutnya dalam
pengelolaan barang. Kebutuhan atas barang milik daerah
sebagai operasional dalam melaksanakan tugas
pemerintahan, membutuhkan adanya perencanaan yang
dilaksanakan berdasarkan proses tertentu. Hal ini didasari
bahwa kebutuhan atas barang milik daerah yang
diusulkan setiap tahun membutuhkan anggaran yang
tidak sedikit. Satuan Kerja Perangkat Daerah diharapkan
melakukan perencanaan kebutuhan ideal dan selanjutnya
membandingkan dengan aset/ barang yang telah tersedia
untuk setiap golongan/ jenis aset/ barang milik daerah
(Yusuf, 2013).
2.4 Koordinasi dalam Penyusunan RKBMD
Moekijat (1994) mendefinisikan koordinasi
merupakan penyelarasan secara teratur atau menyusun
kembali kegiatan-kegiatan yang saling bergantung dari
individu-individu guna mencapai tujuan bersama.
Kapasitas koordinasi sebagai mekanisme yang
memfasilitasi koordinasi dalam jaringan aktor yang
saling tergantung. Jordan & Schout (2006)
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
264
mengemukakan bahwa terdapat dua fokus koordinasi
yang dipahami pada pemerintahan tradisional, yaitu
hierarki dan mekanisme pasar. Hierarki berfungsi paling
baik ketika bagian-bagian organisasi terintegrasi dari atas
ke bawah, juga terdapat aturan yang jelas.
Pada dasarnya koordinasi didefinisikan membawa
bagian yang berbeda secara bersama-sama untuk
membentuk keseluruhan yang saling terkait (Jordan &
Schout, 2006). Sedangkan Siswanto (2013) menjelaskan
bahwa koordinasi merupakan penyelarasan aktivitas
secara teratur dalam memberikan jumlah, waktu, dan
pengarahan yang tepat untuk tujuan tertentu. Terry dalam
Moekijat (1994) menjelaskan bahwa terdapat empat jenis
koordinasi, yaitu koordinasi intern, koordinasi ekstern,
koordinasi vertikal, dan koordinasi horisontal. Disisi lain,
Jordan & Schout (2006) mengidentifikasi enam kapasitas
koordinasi utama, yaitu: hirarki; aturan prosedur
birokrasi; keterampilan; spesifikasi output (manajemen
berdasarkan tujuan); mekanisme koordinasi horisontal;
dan pernyataan misi.
Adanya koordinasi menciptakan kedisiplinan
bekerja. Hal ini karena keteraturan akibat pelaksanaan
koordinasi menyebabkan tidak adanya kegiatan yang
bertentangan dengan peraturan. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Waworuntu (2016), koordinasi
membangun kedisiplinan dalam bekerja dan kedisiplinan
yang terbentuk akan semakin menguatkan koordinasi.
Koordinasi mengacu pada kualitas kolaborasi yang ada
pada organisasi. Tanpa adanya koordinasi yang baik tidak
akan dapat menyelaraskan kegiatan pada organisasi, yang
pada akhirnya dapat memunculkan permasalahan bagi
organisasi. Daft (2012) menyampaikan bahwa koordinasi
adalah hasil dari informasi dan kerja sama. Koordinasi
berhubungan erat dengan kerja sama dan cara
mengkomunikasikan informasi dalam organisasi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan agar koordinasi berjalan dengan optimal,
yaitu adanya regulasi dalam pelaksanaan koordinasi,
mekanisme pelaksanaan koordinasi, media komunikasi
yang digunakan pada pelaksanaan koordinasi, hubungan
antar aktor pada pelaksanaan koordinasi dan
kepemimpinan koordinator pada pelaksanaan koordinasi.
Dalam penyusunan RKBMD pun membutuhkan
koordinasi yang optimal dalam menerapkan prinsip-
prinsip tersebut secara keseluruhan untuk mewujudkan
penyusunan RKBMD yang tepat waktu dan berdaya
guna.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena
yang dialami oleh subjek penelitian secara langsung dan
dengan mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata dan
bahasa. Penelitian kualitatif bersifat alamiah karena
berdasarkan pada keadaan langsung yang terjadi selama
penelitian sebagai sumber data dan peneliti sebagai
instrumen kunci yang mengatur cara perolehan data.
Selanjutnya data yang berupa kata-kata dan gambar yang
diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan lapangan,
dan dokumen dideskripsikan untuk menjelaskan hasil
penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
informasi yang mendalam dengan memahami fenomena
dan kondisi sekitar subjek penelitian.
Penelitian dilakukan terhadap koordinasi vertikal
yang dilaksanakan oleh BPKAD dengan Sekretaris
Daerah Kota Madiun dan koordinasi horizontal antara
BPKAD dengan OPD dilingkungan pemerintah Kota
Madiun. Sedangkan yang diteliti adalah pelaksanaan
koordinasi dalam penyusunan RKBMD, dengan fokus
penelitian yaitu regulasi, mekanisme, media komunikasi,
hubungan antar aktor, dan kepemimpinan koordinator,
serta faktor-faktor penghambat koordinasi dalam
penyusunan RKBMD, dengan fokus penelitian yaitu
SDM penyusun RKBMD, ketersediaan sarana dan
prasarana, serta ketersediaan anggaran.
Pada penelitian ini, sumber data berasal dari
informan, peristiwa, dan dokumen yang terkait. Informan
kunci ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling
dengan menggunakan criterion based selection, yaitu
penulis menentukan sendiri jumlah informan berdasarkan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan utama dalam
menentukan informan adalah penguasaan informasi dan
data yang diperlukan yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti. Berdasarkan kriteria tersebut, maka penulis
memilih informan dari pelaku yang terlibat langsung
mengkoordinasikan penyusunan RKBMD, yaitu pejabat
dan aparatur sipil negara yang memiliki tugas pokok dan
fungsi dalam penyusunan RKBMD di Kota Madiun yang
terdiri dari Sekretaris Daerah, Kepala BPKAD Kota
Madiun, Kepala Bidang Akuntansi dan Aset pada
BPKAD, Kepala Subbidang Penatausahaan Aset pada
BPKAD, dan staf penyusun RKBMD pada BPKAD.
Sedangkan untuk instansi, difokuskan kepada leading
sector yang bertanggung jawab atas masalah yang diteliti,
yaitu BPKAD Kota Madiun. Kemudian penulis
menggunakan model interaktif dari Miles & Huberman
untuk menganalisis data hasil penelitian. Komponen-
komponen analisis data model interaktif dimaksud terdiri
dari kondensasi data, penyajian data, serta penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Penelitian ini dilaksanakan
selama tiga bulan mulai tanggal 15 April 2020 sampai
dengan tanggal 15 Juli 2020.
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
265
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Pelaksanaan Koordinasi Vertikal yang
Dilaksanakan oleh BPKAD dengan Sekretaris
Daerah Kota Madiun dalam Penyusunan RKBMD
4.1.1 Regulasi
Penyusunan RKBMD di Pemerintah Kota Madiun
dimulai pada Tahun 2015 dengan berpedoman pada
Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2015. Namun sejak
terbit peraturan terbaru pada Tahun 2016, regulasi yang
digunakan beralih pada Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan
Barang Milik Daerah. Selanjutnya penyusunan RKBMD
mengacu pada permendagri tersebut karena tercantumkan
secara rinci waktu pelaksanaan penyusunan, tahapan
yang perlu dilalui dalam penyusunan, hingga format yang
bisa digunakan untuk keseragaman penyusunan.
Permendagri sebagai regulasi yang digunakan oleh
pemerintah Kota Madiun merupakan produk hukum dari
pemerintah pusat dan perlu dibuatkan turunan produk
hukum daerah terbaru yang mengatur secara teknis terkait
penyusunan RKBMD dan koordinasinya. Hal ini
dikarenakan belum adanya tindak lanjut pembaharuan
atas peraturan daerah dan peraturan walikota yang telah
ada sebelum terbitnya Permendagri Nomor 19 Tahun
2016.
4.1.2 Mekanisme
Mekanisme koordinasi dalam penyusunan RKBMD
pada pemerintah Kota Madiun berawal dari dibuatnya
surat edaran oleh BPKAD dengan tanda tangan sekretaris
daerah. Selanjutnya surat edaran yang dilampiri format
dan tata cara pengisian format tersebut disebarkan
keseluruh OPD di lingkungan Pemerintah kota Madiun.
Dalam surat edaran tersebut juga dicantumkan batas
waktu pengumpulan usulan kebutuhan dari OPD. Hal ini
dimaksudkan agar OPD dapat langsung menyusun usulan
kebutuhannya dengan mengisi format yang telah tersedia
dan juga dapat mengumpulkan tepat waktu maksimal
pada tanggal yang telah ditetapkan.
Penyusunan usulan kebutuhan tersebut masih
dilaksanakan secara manual dengan membuat tabel-tabel
sebagaimana contoh format yang dilampirkan pada surat
edaran. Selanjutnya OPD menyusun usulan
kebutuhannya dan mengirimkan ke BPKAD dalam
bentuk softcopy dan hardcopy. Kemudian oleh BPKAD
usulan tersebut ditelaah dengan mengecek data yang
tercatat pada SIMDA BMD dan berdasarkan
pertimbangan kewajaran semata. Hal ini dikarenakan
belum adanya standar barang dan standar kebutuhan pada
pemerintah kota Madiun. Meskipun setiap tahunnya
pemerintah kota Madiun sudah menerbitkan standar
harga yang menjadi acuan dalam setiap penentuan
anggaran.
4.1.3 Media Komunikasi
Internal BPKAD melaksanakan koordinasi melalui
tatap muka, mengingat tempat kerja staf dan kepala sub
bidang berdekatan, cenderung berhadapan. Pada
kesempatan tertentu, penyampaian perintah dilakukan
dengan cara memanggil staf ke meja kasubbid untuk
penjelasan lebih detail. Namun jika kondisi sedang tidak
dalam satu tempat, koordinasi dilakukan dengan
menggunakan telepon atau whatsapp untuk tetap
terhubung ketika membutuhkan pertimbangan dari
pimpinan. Sedangkan media komunikasi utama yang
digunakan BPKAD untuk berkoordinasi dengan
sekretaris daerah melalui surat yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan secara kedinasan.
Dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan RKBMD,
tidak terdapat rapat koordinasi sebelum pelaksanaan
maupun rapat evaluasi setelah pelaksanaan berakhir.
Sehingga permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan
ditindaklanjuti pada saat itu dan bila terjadi kembali
permasalahan pada tahun berikutnya, penyelesaian
dilakukan dengan melihat pengalaman pada tahun
sebelumnya. Surat usulan dari OPD yang ditelaah oleh
tim aset dilakukan dengan mempertimbangkan kewajaran
atas usulan dan melihat ketersediaan barang yang ada
pada OPD melalui aplikasi SIMDA BMD. Kewajaran
tersebutlah yang dikoordinasikan dengan pimpinan
karena tidak adanya batasan atau standar yang jelas.
4.1.4 Hubungan Antar Aktor
Penyusunan RKBMD melibatkan aktor dari staf
hingga sekretaris daerah. Hubungan antar aktor tersebut
merupakan hubungan hierarki antara atasan dan
bawahan. Sehingga pemberian perintah pun berdasarkan
tugas pokok dan fungsi kedinasan. Koordinasi dilakukan
secara berjenjang vertikal kepada atasan langsungnya
hingga pada akhirnya memperoleh persetujuan dari
sekretaris daerah. Sebagaimana yang diatur dalam
peraturan bahwa pimpinan memiliki kewenangan yang
lebih besar dibandingkan dengan bawahannya. Oleh
karenanya staf meminta persetujuan terhadap
pimpinannya sebagai bentuk tanggung jawab atas kinerja
yang telah dilaksanakan. Dalam penyusunan RKBMD,
staf aset sebagai pelaksana kegiatan ditingkat bawah yang
melaksanakan perintah dari pimpinan. Selanjutnya dalam
pelaksanaannya berkoordinasi dengan pimpinan
diatasnya dan seterusnya hingga pimpinan tertinggi
sekretaris daerah sebagai koordinator.
4.1.5 Kepemimpinan Koordinator
Koordinator dalam penyusunan RKBMD adalah
sekretaris daerah selaku pengelola barang. Namun,
sebagai leading sector, secara teknis kegiatan
penyusunan RKBMD dilaksanakan oleh BPKAD. Pada
pelaksanaan kegiatan diserahkan kepada staf pelaksana,
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
266
sedangkan pimpinan mendapatkan laporan secara umum
atau jika terdapat permasalahan yang membutuhkan
keputusan pimpinan. Yang lebih diutamakan dalam
penyusunan RKBMD ini adalah telah terlaksananya
kegiatan secara rutin setiap tahun sebagaimana yang
diamanatkan oleh permendagri yang dibuktikan dengan
diterbitkannya output berupa dokumen RKBMD per
OPD dan tingkat kota. Meskipun pada waktu penetapan
RKBMD seringkali terlambat dari jadwal yang telah
ditetapkan. Koordinator yang cenderung menerima
laporan secara umum tanpa adanya keterlibatan secara
langsung berdampak pada RKBMD hanya dijadikan
sebagai referensi semata.
4.2 Pelaksanaan Koordinasi Horizontal antara BKAD
dengan OPD di Lingkungan Pemerintah Kota
Madiun dalam Penyusunan RKBMD
4.2.1 Regulasi
Pedoman awal yang digunakan dalam penyusunan
RKBMD Tahun 2015, yaitu Peraturan Walikota Nomor
13 Tahun 2015. Selanjutnya mulai Tahun 2016 regulasi
yang digunakan beralih pada Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 19 Tahun 2016 karena terbitnya peraturan
terbaru tentang pedoman pengelolaan barang milik
daerah. Berdasarkan pengamatan yang dilaksanakan,
format yang dijadikan lampiran dalam surat edaran yang
disampaikan kepada OPD juga merupakan format yang
diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.
Bateman & Snell (2008) menyatakan bahwa dalam
rangka memperbaiki koordinasi, organisasi juga dapat
mengandalkan diri pada formalisasi yaitu adanya
peraturan yang mengatur cara orang-orang saling
berinteraksi dalam organisasi. Namun belum ada tindak
lanjut pembaharuan atas Peraturan Daerah Kota Madiun
Nomor 8 Tahun 2015 dan Peraturan Walikota Nomor 13
Tahun 2015.
4.2.2 Mekanisme
BPKAD sebagai pembantu pengelola barang, secara
teknis bertindak selaku leading sector dalam segala
kegiatan pengelolaan barang milik daerah, termasuk juga
dalam mengkoordinasikan kepada OPD terkait
penyusunan RKBMD. Penyusunan RKBMD diawali
dengan penyusunan rencana kebutuhan barang pada
tingkat OPD sebagai tindak lanjut dari surat edaran yang
dikirimkan oleh BPKAD. Pada tahap ini, perlu adanya
koordinasi antara kepala OPD selaku pengguna barang
dengan pejabat penatausahaan barang dan pengurus
barang. Selain itu juga sering melibatkan bagian
perencanaan yang dianggap lebih memahami terkait
dengan rencana kerja dan RKA dari OPD yang
bersangkutan. Selanjutnya hasil perencanaan kebutuhan
barang dari OPD diusulkan kepada sekretaris daerah
selaku pengelola barang melalui BPKAD. Langkah
berikutnya, BPKAD akan mengumpulkan dan
mengkompilasi RKBMD dari masing-masing OPD untuk
dilakukan penelaahan. Kemudian oleh BPKAD, usulan
tersebut ditelaah dengan berdasarkan data yang tercatat
pada SIMDA BMD dan pertimbangan kewajaran. Hal ini
dikarenakan belum adanya standar barang dan standar
kebutuhan pada Pemerintah Kota Madiun.
Setiap tahun, penyusunan RKBMD pada Pemerintah
Kota Madiun dilaksanakan sebanyak dua kali.
Pelaksanaannya dimulai sekitar Bulan Mei sejak
diedarkannya surat edaran ke OPD untuk penyusunan
RKBMD pada tahun berikutnya. Selain itu, penyusunan
RKBMD juga dilaksanakan untuk perubahan usulan
kebutuhan pada tahun berjalan yang dilaksanakan pada
saat pelaksanaan perubahan APBD. Penyusunan
RKBMD perubahan tersebut dilaksanakan karena adanya
perubahan dari usulan kebutuhan yang telah disusun
sebelumnya. Pada saat proses penelaahan berlangsung,
ketika ditemukan adanya kejanggalan dan
ketidakwajaran usulan, pihak BPKAD menindaklanjuti
dengan mengkonfirmasikannya pada OPD yang
bersangkutan melalui pengurus barang. Kemudian
pengurus barang inilah yang secara tidak langsung
ditugaskan untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak yang
bersangkutan dalam internal OPD.
Mekanisme penyusunan RKBMD pada Pemerintah
Kota Madiun tersebut tidak hanya dilakukan untuk usulan
kebutuhan pada tahun berikutnya tetapi juga pada
perubahan usulan kebutuhan pada tahun berjalan.
Penerbitan dokumennya pun dilaksanakan untuk tiap-tiap
OPD dengan tanda tangan pengurus barang dan kepala
OPD, hasil penelaahan masing-masing OPD dengan
paraf kepala BPKAD dan sekretaris daerah, serta
dokumen hasil kompilasi seluruh OPD tingkat kota.
Dalam mekanisme penyusunan RKBMD pada
lingkungan Pemerintah Kota Madiun, terdapat beberapa
hal dalam pelaksanaan yang menjadi kebijakan walaupun
tidak diamanatkan oleh peraturan secara eksplisit.
Adapun salah satu kebijakan tersebut adalah
melaksanakan koordinasi dengan OPD melalui surat
edaran. BPKAD membijaksanai hal tersebut dengan
mengingatkan tugas dari masing-masing OPD dalam
melaksanakan perencanaan atas barang melalui surat
edaran sebelum batas waktu pengumpulan yang
ditetapkan peraturan.
Selanjutnya kebijakan lainnya adalah adanya
penyusunan usulan kebutuhan pada saat perubahan
anggaran pada tahun berjalan bagi seluruh OPD. Hal ini
dikarenakan dalam perjalanan terdapat perubahan-
perubahan usulan kebutuhan yang dianggap lebih
prioritas untuk ditindaklanjuti pada tahun tersebut. Di
samping itu, selain menerbitkan dokumen hasil
penelaahan atas usulan RKBMD dari masing-masing
OPD, juga menerbitkan dokumen yang merupakan hasil
kompilasi dari keseluruhan OPD menjadi satu, yaitu
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
267
RKBMD tingkat kota. Namun demikian, sangat
disayangkan dokumen-dokumen tersebut tanggal
penetapannya tidak tercantumkan secara jelas, hanya
berupa tahun saja. Sebagai bagian dalam perencanaan,
RKBMD memiliki jadwal yang jelas yang harus
diperhatikan. Hal ini karena dalam perencanaan tercakup
sumber-sumber yang dibutuhkan, tugas atau kewajiban
yang harus diselesaikan, tindakan atau cara terbaik yang
diputuskan akan dilakukan, dan waktu atau jadwal yang
ditaati untuk melaksanakan kegiatan (Pudjianto, 2019).
Dengan demikian, dalam hal ketaatan terhadap waktu dan
jadwal yang telah ditetapkan, belum terlaksana dengan
optimal.
Mekanisme dalam penelaahan usulan kebutuhan
yang hanya berdasarkan data tercatat pada aplikasi
SIMDA BMD dan kewajaran dari pihak BPKAD pun
dinilai masih bersifat subjektif. Terlebih informasi atas
klarifikasi kewajaran hanya berasal dari pengurus barang
karena menganggap pengurus barang sudah
melaksanakan koordinasi dengan pihak-pihak yang
bersangkutan di internal OPDnya. Sifat komprehensif
suatu perencanaan dapat dipenuhi dengan membangun
partisipasi seluruh stakeholder agar didapat informasi
yang lengkap dan dipahami bersama untuk kemudian
dibangun keputusan terbaik (Mahi & Trigunarso, 2017).
Agar mampu mewujudkan tujuan penyusunan
RKBMD yang berdaya guna, diperlukan pemahaman
yang selaras antara pihak-pihak yang berkepentingan
dengan menggunakan komunikasi yang baik agar
koordinasi dapat berjalan dengan lancar. Koordinasi
mengacu pada prosedur-prosedur yang menghubungkan
berbagai bagian pada organisasi guna mencapai misi
organisasi secara keseluruhan (Bateman & Snell, 2008).
Adapun koordinasi yang diterapkan pada Pemerintah
Kota Madiun dimulai dengan penyampaian surat edaran
kepada OPD tentang penyusunan RKBMD untuk
perencanaan tahun berikutnya. Tujuannya adalah untuk
memberikan pemahaman yang sama tentang cara
menyusun RKBMD melalui pengisian format yang
diberikan. Namun, pengurus barang masih mengalami
kesulitan dalam mengisi format yang ada. Hal tersebut
juga dikarenakan dalam penyusunan RKBMD masih
manual tanpa bantuan aplikasi.
Selanjutnya koordinasi dilaksanakan secara
informal melalui telepon maupun whatsapp group dan
jaringan pribadi yang sifatnya antar personal. Tujuannya
untuk mengklarifikasikan pada saat proses penelaahan
maupun berkonsultasi kepada tim aset terkait tata cara
pengisian format. Sedangkan koordinasi BPKAD dengan
sekretaris daerah dilakukan setelah RKBMD tersusun
dan mengajukan dokumen untuk memintakan tanda
tangan hasil penelaahan dan penetapan terhadap
RKBMD yang telah lengkap. Secara singkat mekanisme
koordinasi dalam penyusunan RKBMD pada lingkungan
Pemerintah Kota Madiun dapat dilihat pada bagan 1.
Gambar 1 Mekanisme Koordinasi Horizontal
Penyusunan RKBMD
Sumber: Hasil analisis, 2020
Koordinasi antara BPKAD dengan sekretaris daerah
cenderung dilakukan pada saat akhir memintakan
persetujuan dan penetapan atas RKBMD. Kompilasi
dokumen atas usulan kebutuhan seluruh OPD dirasa lebih
menyulitkan pimpinan untuk melakukan pengecekan
dibandingkan dengan pengecekan RKA yang pasti juga
ada usulan belanja modal pada kode rekening belanja
modal meskipun usulannya belum tentu sama dengan
yang diusulkan pada RKBMD. Komunikasi dalam
penyampaian informasi pada saat koordinasi pun menjadi
penting untuk diperhatikan.
4.2.3 Media Komunikasi
Pelaksanaan koordinasi dalam penyusunan RKBMD
membutuhkan media untuk menyampaikan informasi
secara selaras dan dapat dipahami bersama. Media
komunikasi utama yang digunakan berupa surat yang
diedarkan pada seluruh OPD. Berdasarkan dokumen
yang dihimpun penulis selama pengamatan, terdapat
perbedaan waktu pengumpulan usulan kebutuhan OPD
dari tahun ke tahun sebagaimana yang tertera dalam surat
edaran yang juga disampaikan kepada seluruh OPD
sebagai berikut:
Tabel 1 Batas Waktu Pengumpulan Dokumen RKBMD
pada Tahun 2016 s.d. 2020
Sumber: BPKAD Kota Madiun (diolah)
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa
pada Tahun 2016 batas waktu pengumpulan pada minggu
ke-1 bulan Juni. Selanjutnya pada Tahun 2017 batas
No Tahun Tanggal Surat Batas Waktu
Pengumpulan Keterangan
1 2016 30 Mei 2016 8 Juni 2016 7 hari kerja
2 2017 5 Juni 2017 9 Juni 2017 4 hari kerja
3 2018 27 April 2018 11 Mei 2018 10 hari
kerja
4 2019 13 Juni 2019 24 Juni 2019 7 hari kerja
5 2020 27 Mei 2020 5 Juni 2020 7 hari kerja
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
268
waktu pengumpulan usulan RKBMD dari OPD pada
minggu ke-1 Bulan Juni. Kemudian pada Tahun 2018
batas waktu pengumpulan usulan RKBMD dari OPD
lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu
pada minggu ke-2 Bulan Mei. Sedangkan pada Tahun
2019 batas waktu pengumpulan usulan RKBMD
mengalami kemunduran pada awal minggu ke-4 Bulan
Juni. Kemudian pada Tahun 2020 ini batas waktu
pengumpulan usulan RKBMD yang tertera pada surat
edaran kembali pada minggu ke-1 Bulan Juni.
Seyogyanya, batas waktu pengumpulan usulan RKBMD
dari OPD pada minggu ke-1 Bulan Juni sebagaimana
yang diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.
Meskipun demikian, berdasarkan catatan pengamatan
penulis selama di lapangan, sampai dengan batas waktu
pengumpulan yang telah ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juni
2020, hanya ada lima OPD dari total 34 OPD yang
mengumpulkan.
Media komunikasi yang digunakan dalam
koordinasi penyusunan RKBMD selain melalui surat
dinas, yaitu melalui telepon, whatsapp group, dan tatap
muka. Melalui media komunikasi tersebut, BPKAD
memberikan informasi tentang penyusunan RKBMD,
mengingatkan OPD yang belum mengumpulkan, dan
mengkonfirmasikan usulan kebutuhan pada proses
penelaahan. Komunikasi tersebut dapat bersifat dua arah,
dengan artian bahwa tidak hanya dari BPKAD saja yang
dapat memulai interaksi dengan OPD, tetapi dari pihak
OPD dapat memulai komunikasi dengan BPKAD, yang
biasanya dilakukan oleh pengurus barang sebagai wakil
dari OPD masing-masing. Hal ini disebabkan masih
banyaknya pengurus barang yang kurang memahami
perencanaan barang pada OPD-nya.
Selain itu permasalahan yang masih terjadi adalah
ketidaksesuaian dalam pengisian format usulan
kebutuhan. Hal tersebut dikarenakan penyusunan
RKBMD masih dilaksanakan secara manual dengan cara
pengurus barang membuat tabel sebagaimana contoh
format yang disampaikan BPKAD. Padahal dalam
SIMDA BMD juga terdapat fitur perencanaan yang dapat
diisi dengan data usulan kebutuhan dari OPD. Tetapi
pada penyusunan RKBMD tidak digunakan karena tidak
sesuai dengan format yang diatur dalam Permendagri
Nomor 19 Tahun 2016.
Koordinasi berhubungan erat dengan kerja sama dan
cara mengkomunikasikan informasi dalam organisasi.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Daft (2012) bahwa
koordinasi adalah hasil dari informasi dan kerja sama.
Sehingga koordinasi tidak dapat terwujud jika tidak
adanya kerja sama antara kedua belah pihak. Dalam hal
ini BPKAD bekerja sama dengan seluruh OPD
dilingkungan Pemerintah Kota Madiun agar mau
menyusun RKBMD sebagaimana yang diatur dalam
peraturan perundang - undangan. RKBMD yang
merupakan usulan kebutuhan dari OPD, diharapkan
benar-benar menjadi langkah dalam menganalisa dan
menentukan kebutuhan OPD bukan hanya keinginan
untuk pengadaan barang yang sebenarnya tidak
diperlukan oleh OPD.
4.2.4 Hubungan Antar Aktor
Penyusunan RKBMD pada masing-masing OPD
melibatkan aktor-aktor yang berpengaruh yaitu kepala
OPD selaku pengguna barang, pengurus barang, bagian
perencanaan dan bagian umum. Hal ini dikarenakan
kebutuhan yang diusulkan haruslah sesuai dengan renja
yang disusun oleh bagian perencanaan. Sedangkan
bagian umum berperan dalam hal pengadaan dan
pemeliharaan sarpras yang direncanakan. Dalam
penyusunan RKBMD dilingkungan Pemerintah Kota
Madiun dilakukan oleh BPKAD selaku leading sector
yang membantu sekretaris daerah selaku pengelola
barang dalam hal pelaksanaan teknis dan pengurus
barang menjadi perwakilan dari masing-masing OPD.
Selanjutnya informasi yang diperoleh ataupun yang
ditanyakan oleh BPKAD akan disampaikan kepada OPD-
nya oleh pengurus barang. Kemudian pengurus barang
lah yang akan berkoordinasi dengan aktor-aktor yang
bersangkutan di internal OPD-nya. Hal ini disebabkan
pengurus barang dianggap yang bertugas dalam
keseluruhan hal terkait pengelolaan barang milik daerah
termasuk dalam perencanaan dan penganggaran barang
milik daerah. Meskipun pada prakteknya yang lebih
mengetahui perihal perencanaan dan penganggaran
belanja di OPD termasuk didalamnya belanja modal
adalah bagian perencanaan.
Permasalahan komunikasi dalam
mengkoordinasikan data yang dibutuhkan kepada aktor-
aktor yang terkait di internal OPD dapat menjadi kendala.
Hal tersebut dikarenakan yang selalu ditugaskan dalam
setiap bintek tentang pengelolaan barang milik daerah
adalah pengurus barang. Sedangkan kepala OPD maupun
bagian perencanaan tidak pernah diikutsertakan.
Sedangkan di BPKAD, pelaksana teknis dalam
penyusunan RKBMD, mulai dari menerima usulan
hingga penelaahan dilakukan oleh unsur staf di bidang
akuntansi dan aset, utamanya yang bagian aset. Masing-
masing aktor tersebut memiliki tanggung jawab tersendiri
guna terwujudnya penyusunan RKBMD yang baik dan
berdaya guna. Sebab ketika ada salah satu aktor yang
tidak menjalankan perannya dengan sebagaimana
mestinya, maka akan mengakibatkan ketimpangan tugas
dan ketidakharmonisan hubungan dalam satu kesatuan
pelaksanaan tugas. Oleh karenanya diperlukan
pemahaman yang sama dari seluruh aktor yang berperan
dalam penyusunan RKBMD tersebut guna terwujudnya
tujuan sebagaimana yang diharapkan. Hubungan antar
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
269
aktor dalam koordinasi penyusunan RKBMD tersebut
dapat digambarkan dalam bagan berikut.
Gambar 2 Hubungan antar Aktor Koordinasi
Penyusunan RKBMD
Sumber: Hasil analisis, 2020
4.2.5 Kepemimpinan Koordinator
Berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016,
RKBMD ditetapkan oleh sekretaris daerah selaku
pengelola barang milik daerah. Hal ini juga menandakan
bahwa koordinator setiap kegiatan pengelolaan barang
milik daerah, termasuk penyusunan RKBMD adalah
sekretaris daerah. Meskipun prakteknya dilapangan,
tugas pengelola BMD dibantu oleh Kepala BPKAD
selaku pejabat penatausahaan BMD. Meskipun BPKAD
merupakan salah satu OPD dipemerintah Kota Madiun
yang juga memiliki tugas menyusun RKBMD
sebagaimana OPD lain, tetapi dengan adanya jabatan
khusus yang melekat pada BPKAD sesuai permendagri,
yaitu pejabat penatausahaan yang diamanatkan kepada
kepala BPKAD dan pengurus barang pengelola yang
diamanatkan kepada kepala bidang akuntansi dan aset,
maka dalam penyusunan RKBMD pun BPKAD
bertindak membantu koordinator yang menghimpun
usulan RKBMD dari seluruh OPD, selain juga sebagai
pengguna barang, BPKAD tetap menyusun usulan
kebutuhan OPDnya sendiri.
Peran sekretaris daerah yang cenderung tidak
terlibat langsung dalam penyusunan RKBMD,
memberikan dampak kurangnya perhatian kepala OPD
selaku pengguna barang dalam penyusunan RKBMD.
Hal tersebut menjadikan RKBMD sebagai referensi
semata yang sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan.
Sedangkan rekapan usulan kebutuhan dari seluruh OPD
yang diserahkan oleh BPKAD ke sekretaris daerah
dianggap kurang dapat dievaluasi secara mendetail
dibandingkan jika rekapan dibuat per OPD. Di sisi lain,
sekretaris daerah mengaku lebih mudah menemukan
rencana pengadaan barang dari OPD melalui kode
rekening belanja modal yang ada didalam dokumen RKA
karena tampilannya yang disusun per OPD.
Kepemimpinan koordinator dalam koordinasi
penyusunan RKBMD dilingkungan Pemerintah Kota
Madiun dilakukan melalui persetujuan pada surat edaran
penyusunan RKBMD. Selain itu juga dengan
pengambilan kebijakan ketika terjadi kendala dan
permasalahan. Langkah yang digunakan oleh sekretaris
daerah ketika menemukan adanya permasalahan ataupun
ketidakwajaran dalam usulan kebutuhan barang OPD
adalah mengkomunikasikan kepada BPKAD untuk
segera mengkonfirmasi dan menindaklanjuti. Selain itu
juga menyampaikan secara umum melalui pertemuan-
pertemuan yang dihadiri oleh kepala OPD terkait
ketidakwajaran usulan tersebut. Sedangkan monitoring
dan evaluasi belum dilakukan pada penyusunan RKBMD
di Pemerintah Kota Madiun.
Sekretaris daerah melaksanakan koordinasi dalam
bentuk pemberian arahan dan saran ketika terjadi
permasalahan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah
dilakukan, sekretaris daerah menyerahkan kepada
BPKAD dalam hal teknis penyusunan RKBMD.
Penetapan RKBMD tetap dilakukan oleh sekretaris
daerah sebagaimana tanda tangan yang tercantum dalam
buku RKBMD tingkat kota. Namun pada praktiknya,
sekretaris daerah lebih mengetahui usulan kebutuhan
barang yang diajukan OPD dalam RKA pada saat
penentuan anggaran, dibandingkan dalam dokumen
RKBMD, yang seyogyanya dijadikan acuan dalam
penyusunan RKA. Penyusunan RKBMD pun diserahkan
pelaksanaannya kepada BPKAD, dan sekretaris daerah
hanya menerima dokumen rekapan total usulan
kebutuhan barang dari seluruh OPD dalam satu buku.
Rekapan total tingkat kota yang memuat keseluruhan
usulan kebutuhan barang dari seluruh OPD, dirasa
menyulitkan ketika harus diteliti satu per satu oleh
sekretaris daerah. Selain itu, karena secara teknis sudah
dijalankan oleh BPKAD, dianggap dokumen tersebut
telah diteliti dan ditelaah oleh BPKAD.
4.3 Faktor Penghambat Koordinasi dalam
Penyusunan RKBMD
4.3.1 Sumber Daya Manusia penyusun RKBMD
Kemampuan penyusun RKBMD dalam memahami
penyusunan RKBMD berpengaruh terhadap pelaksanaan
Sekretaris
Daerah selaku
Pengelola
Barang
Kepala
BPKAD selaku
Pejabat
Penatausaha-
an Barang
Pejabat
Penatausaha-
an Pengguna
Barang
Kepala
OPD
selaku
Pengguna
Barang
Kepala
Bidang
Akuntansi dan
Aset selaku
Pengurus
Barang
Pengelola
Kepala
OPD
selaku
Pengguna
Barang
Pejabat
Penatausaha-
an Pengguna
Barang
Pengurus
Barang
Pengguna
Pengurus
Barang
Pengguna
Kepala
Sub bidang
Penataus
Staf
Subbag
Perenca
na-an
Subbag
Perenca
na-an
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
270
kegiatan. Salah satu contohnya adalah waktu yang
dibutuhkan pengurus barang untuk memahami maksud
dari surat edaran tentang penyusunan RKBMD dan
mengkoordinasikannya dengan internal OPD maupun
dengan BPKAD. Beragamnya usia pengurus barang yang
ada di OPD satu dengan yang lainnya juga
mempengaruhi kemampuan dan pemahaman pengurus
barang. Adapun daftar usia pengurus barang
dilingkungan pemerintah kota Madiun dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2 Daftar Usia Pengurus Barang di Lingkungan
Pemerintah Kota Madiun Tahun Anggaran 2019-2020
No Rentang usia Tahun 2019 Tahun 2020
1 20 – 25 th 0 1
2 26 – 30 th 0 2
3 31 – 35 th 9 7
4 36 – 40 th 16 11
5 41 – 45 th 22 25
6 46 – 50 th 26 26
7 51 – 55 th 41 38
8 56 – 60 th 25 28
Total 139 138
Sumber: BPKAD Kota Madiun (diolah)
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa
usia pengurus barang pada 138 OPD dan unit kerja
dilingkungan Pemerintah Kota Madiun beragam.
Terdapat pengurus barang dengan usia produktif dan juga
yang usianya mendekati masa pensiun. Setiap tahun
cenderung terdapat perubahan penunjukan pengurus
barang, baik karena alasan pensiun, pindah tugas,
meninggal dunia dan sebagainya. Hal tersebut tentu
membutuhkan usaha ekstra bagi BPKAD dalam
memberikan pemahaman dan pembelajaran mulai dari
awal lagi. Sehingga hal ini menyebabkan penyusunan
RKBMD menjadi lebih lama.
Selain itu, ketidaktahuan pengurus barang atas
perencanaan kebutuhan barangnya menjadi salah satu
penghambat koordinasi. Ketidaktahuan terhadap
kebutuhan barang berdampak pada ketidakpahaman pada
perencanaan barang. Hal ini disebabkan tidak
diikutsertakan pengurus barang pada proses perencanaan
dan hanya dianggap bertanggung jawab atas barang yang
sudah selesai pengadaan. Padahal pengelolaan barang
milik daerah berawal dari proses perencanaan,
penatausahaan hingga barang tersebut dihapuskan
ataupun dimusnahkan ketika dianggap sudah tidak
memiliki nilai guna dalam pelaksanaan tugas.
BPKAD telah berupaya melaksanakan bimbingan
teknis setiap tahun. Meskipun sifatnya mengingatkan
kembali atau mereview tentang penyusunan RKBMD,
nampaknya belum memberikan hasil yang maksimal
dalam meningkatkan keselarasan pemahaman pada
pengurus barang. Disisi lain, kurangnya pemahaman
pengurus barang atas perencanaan usulan barang milik
daerah mengakibatkan penyusunan RKBMD menjadi
kurang dapat terlaksana tepat waktu. Pengurus barang
jarang dilibatkan dalam perencanaan barang di OPD dan
hanya menerima perencanaan barang yang telah disusun
oleh bagian perencanaan. Kurangnya pemahaman
pengurus barang terutama dalam hal perencanaan
kebutuhan barang OPD-nya menyebabkan koordinasi
membutuhkan waktu yang lebih lama karena perlu
menanyakan kembali kepada bagian perencanaan pada
saat penelaahan.
4.3.2 Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Penyusunan RKBMD oleh masing-masing OPD
perlu didukung adanya sarana dan prasarana yang
memadai guna kelancaran pelaksanaan tugas dan
memudahkan dalam pelaksanaan koordinasi. Sarana
yang diperlukan dalam menyusun RKBMD pada masing-
masing OPD yaitu perangkat komputer yang telah
terinstal SIMDA BMD, telepon, meja, kursi, alat tulis,
dan printer. Sedangkan prasarana pendukung yang
dibutuhkan yaitu jaringan internet, standar barang,
standar kebutuhan, dan standar harga. Sarana yang
dimiliki oleh Pemerintah Kota Madiun sudah cukup
memadai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
pemerintahan, hanya saja masih kurang dalam hal
pembangunan aplikasi yang dapat memudahkan
pekerjaan dan belum tersedianya standar barang dan
standar kebutuhan. Hal ini disebabkan aplikasi untuk
penyusunan RKBMD belum terintegrasi dengan aplikasi
keuangan.
Penyusunan RKBMD yang masih manual tentu
membutuhkan waktu yang lebih lama. Terlebih ketika
pemahaman pengurus barang masih kurang dalam
mengisi kolom-kolom yang ada pada format yang sesuai
dengan Permendagri. Selain itu juga belum adanya
standar kebutuhan dan standar barang yang menjadi
acuan bagi OPD dalam menyusun RKBMD. Adanya
standar kebutuhan dapat memudahkan dalam
penyelarasan kebutuhan dari masing-masing OPD. Tanpa
adanya standar kebutuhan dan standar barang
sebagaimana kondisi saat ini, sulit bagi BPKAD dan
pengurus barang dalam menyusun RKBMD secara
optimal sesuai amanat dari Permendagri. Bagi BPKAD,
hal tersebut menyulitkan dalam menyelaraskan OPD
terkait cara menganalisis kebutuhan barang milik daerah.
Selain itu juga berdampak dalam penelaahan atas usulan
kebutuhan dari OPD. Analisis yang digunakan oleh OPD
dalam penyusunan RKBMD masih berdasarkan
perkiraan atas kebutuhan barang di OPD pada saat itu,
bukanlah analisis atas kebutuhan maksimal suatu barang
di OPD yang bersangkutan.
Kemudian standar yang digunakan berdasarkan
batas kewajaran saja. Kewajaran dimaksud masih
membuka peluang ketidakjelasan karena masing-masing
individu memiliki batas kewajaran yang berbeda-beda.
Langkah terakhir yang ditempuh, yaitu
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
271
mengkoordinasikan dengan pimpinan. Dalam hal
koordinasi, sarana yang tersedia di masing-masing OPD
dapat digunakan sebagai media dalam berkomunikasi
maupun penyusunan RKBMD. Selain juga dapat
menggunakan sarana pribadi dari pengurus barang, yaitu
handphone yang membantu proses koordinasi dengan
pegawai aset. Namun demikian, prasarana penunjang
seperti standar dan aplikasi yang belum tersedia, terbukti
menghambat penyelarasan maksud dan tujuan kegiatan
penyusunan RKBMD dengan penyusun RKBMD
tersebut. Sehingga pada prakteknya, penyusunan
RKBMD dilaksanakan guna memenuhi adanya output
RKBMD sebagaimana yang diamanatkan oleh
Permendagri dan belum secara optimal digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi
pemerintahan sebagaimana seharusnya.
Tidak tersedianya standar kebutuhan dan standar
barang dalam penyusunan RKBMD menyebabkan OPD
mengusulkan kebutuhan barangnya sesuai dengan
standar dan kebutuhannya sendiri tanpa adanya patokan
yang jelas. Hal tersebut menimbulkan spesifikasi usulan
kebutuhan antara OPD satu dengan lainnya berbeda
walaupun jenis barang yang dimaksud sama. Perbedaan
model dan spesifikasi tersebut pada akhirnya
memberikan pengaruh pada harga barang dimaksud.
Praktek tersebut masih berjalan karena selama ini dalam
mengajukan usulan kebutuhan barang pun cenderung
mayoritas diterima oleh BPKAD. Dengan kondisi
demikian, komunikasi yang berkelanjutan perlu terus
disampaikan guna memberikan pemahaman yang selaras
bagi seluruh penyusun RKBMD. Tingkat ketergantungan
antar bagian dan kebutuhan komunikasi dalam
melaksanakan tugas tertentu akan menentukan sejauh
mana koordinasi diperlukan (Amirullah, 2015).
Dalam hal memberikan kemudahan dalam
penyusunan RKBMD dengan beragam kebutuhan, maka
perlu dibantu dengan adanya aplikasi yang terintegrasi
dengan penyusunan RKA. Tujuannya untuk
menyelaraskan usulan kebutuhan barang yang tercantum
dalam RKBMD dengan yang diusulkan dalam RKA.
Organisasi membutuhkan sistem untuk memproses
informasi yang ada dan memungkinkan adanya
komunikasi di antara unit-unit yang berbeda dan pada
tingkat yang berbeda pula (Daft, 2012). Kondisi saat ini
yang masih menggunakan sistem manual dalam
penyusunan RKBMD tentu memberikan dampak yang
signifikan. Salah satu yang terlihat adalah usulan
kebutuhan barang dari OPD yang membutuhkan waktu
lama dalam pengumpulan dokumen. Selain itu juga
penyusunannya yang terpisah dan tidak terkait dengan
aplikasi selanjutnya yaitu aplikasi penyusunan RKA.
4.3.3 Ketersediaan Anggaran
Penyusunan RKBMD merupakan salah satu
kegiatan yang dilaksanakan oleh BPKAD utamanya
bidang akuntansi dan aset yang juga memiliki anggaran
guna kelancaran jalannya kegiatan. Namun, anggaran
yang disediakan untuk kegiatan penyusunan RKBMD
berupa anggaran cetak penggandaan output dokumen
saja. Disisi lain, dalam rangka mengapresiasi pengurus
barang agar dapat melaksanakan tugas dan fungsi
pengelolaan barang milik daerah dengan baik,
Pemerintah Kota Madiun memberikan tambahan
penghasilan berdasarkan pertimbangan obyektif. Hal ini
disebabkan tugas sebagai pengurus barang merupakan
tugas tambahan yang dibebankan kepada seseorang yang
ditunjuk dalam surat keputusan walikota.
Dalam pelaksanaan koordinasi, tidak disediakan
anggaran khusus, melainkan menjadi bagian dalam
pelaksanaan tugas yang mendukung terlaksananya
kegiatan. Pelaksanaannya pun menggunakan sarana yang
tersedia dikantor. Selanjutnya untuk anggaran yang
dibutuhkan dalam mengusulkan kebutuhan barang pada
masing-masing OPD berbeda tergantung dari banyaknya
usulan kebutuhan barang untuk tahun anggaran
berikutnya. Hal tersebut disesuaikan dengan plafon
anggaran yang dimiliki masing-masing OPD. Dengan
adanya pembatasan anggaran maka perlu adanya
penerapan prioritas utama atas penggunaan anggaran,
termasuk dalam belanja kebutuhan barang milik daerah.
Ketersediaan anggaran untuk penyusunan RKBMD
hanya disiapkan untuk mencetak output berupa dokumen
RKBMD. Namun hal tersebut juga tidak menjadi
masalah ataupun menghambat bagi pihak BPKAD
maupun pengurus barang dalam pelaksanaan koordinasi.
5. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a) Pelaksanaan koordinasi vertikal yang dilaksanakan
oleh BPKAD dengan Sekretaris Daerah Kota Madiun
dalam penyusunan RKBMD belum sepenuhnya
mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 19 Tahun 2016 dan memberikan hasil yang
positif utamanya dalam hal ketepatan pelaksanaan
jadwal kegiatan dan penggunaan standar barang dan
standar kebutuhan sebagai acuan penelaahan.
b) Pelaksanaan koordinasi horizontal antara BPKAD
dengan OPD di lingkungan Pemerintah Kota Madiun
dalam penyusunan RKBMD belum sepenuhnya
mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 19 Tahun 2016 utamanya dalam hal mentaati
jadwal kegiatan dan belum menggunakan standar
barang, standar kebutuhan dan standar harga dalam
penyusunan RKBMD.
c) Faktor-faktor penghambat koordinasi dalam
penyusunan RKBMD, yaitu sebagai berikut:
SDM Penyusun RKBMD
Kondisi pengurus barang sebagai sumber daya
manusia penyusun RKBMD memiliki keberagaman
Arina Wiyanika/ JIAP Vol 7 No 2 (2021) 261-272
272
usia, tingkat pendidikan dan beban kerja yang
menyebabkan munculnya perbedaan kemampuan
dalam memahami penyusunan RKBMD dan masih
terdapat perubahan pengurus barang di tengah tahun
anggaran berjalan yang belum memahami terkait
penyusunan RKBMD. Hal ini juga berdampak pada
waktu yang dibutuhkan untuk berkoordinasi dan
ketepatan dalam penyusunan RKBMD.
Ketersediaan sarana dan prasarana
Pada dasarnya sarana yang tersedia secara umum
cukup memadai. Namun penyusunan RKBMD yang
dilaksanakan secara manual dan belum
terintegrasinya sistem aplikasi SIMDA dengan
aplikasi keuangan menyebabkan penyusunan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
pengecekan. Selain itu juga belum adanya prasarana
pendukung berupa standar barang dan standar
kebutuhan mengakibatkan kesulitan dalam
melakukan penelaahan sehingga setiap usulan
diterima dengan dasar kewajaran dan persetujuan
pimpinan.
Daftar Pustaka
Ali, F. (2015). Teori dan Konsep Administrasi dari
Pemikiran Paradigmatik Menuju Redefinisi.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Amirullah. (2015). Pengantar Manajemen: Fungsi-
Proses-Pengendalian. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Bateman, T. S., & Snell, S. A. (2008). Manajemen
Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang
Kompetitif. Jakarta: Salemba Empat.
Daft, R. L. (2012). Era Baru Manajemen. Jakarta:
Salemba Empat.
Hery. (2015). Pengantar Akuntansi Comprehensive
Edition. Jakarta: Kompas Gramedia.
Jatmiko, D. P. (2017). Pengantar Manajemen Keuangan.
Yogyakarta: Diandra Kreatif.
Jordan, A., & Schout, A. (2006). The Coordination of
European Union: Exploring the Capacities of
Networked Governance. US: Oxford University
Press.
Mahi, A.K., & Trigunarso, S.I. (2017). Perencanaan
Pembangunan Daerah teori dan Aplikasi. Depok:
Kencana.
Moekijat. (1994). Koordinasi (Suatu Tinjauan Teoritis).
Bandung: Mandar Maju.
Pudjianto, W.S. (2019). Pendekatan Baru Perencanaan
Pembangunan Daerah. Jakarta: Kompas.
Purwaji, A., Wibowo., & Lastanti, S.H. (2017).
Pengantar Akuntansi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. (2018). Dasar-Dasar Manajemen Publik.
Malang: Empatdua Kelompok Intrans Publishing.
Siswanto, H. B. (2013). Pengantar Manajemen. Jakarta:
Bumi Aksara.
Tarigan, R. (2012). Perencanaan Pembangunan
Wilayah. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Thoha, M. (2015). Ilmu Administrasi Publik
Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group.
Utomo, W. (2012). Administrasi Publik Baru Indonesia:
Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara
ke Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Waworuntu, B. (2016). Perilaku Organisasi: Beberapa
Model dan Submodel. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Yusuf, M. (2013). Delapan Langkah Pengelolaan Aset
Daerah Menuju Pengelolaan Keuangan Daerah
Terbaik. Jakarta: Salemba Empat.