jomputra arictoja-feb.pdf
TRANSCRIPT
vi
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang betanda tangan dibawah ini:
Nama : JOMPUTRA ARICTOJA
NIM : 108084000042
Jurusan : IESP (Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan)
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggung jawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemalsuan atau pemanipulasian data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : JOMPUTRA ARICTOJA
Tempat & Tanggal Lahir : Padalarang, 2 September 1990
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa
Kewarganegaraan : Indonesia
Golongan Darah : AB
Tinggi & Berat Badan : 167cm & 55kg
Hobi : Sepakbola
Alamat : Dsn II Desa Kepur, Kecamatan Muara
Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi
Sumatera Selatan
Nomer Telepon : 081282975232
Jenjang Pendidikan
1. 2008 sampai dengan sekarang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Tahun 2005 sampai dengan tahun 2008
MA Pesantren Pertanian Darul Fallah
ix
3. Tahun 2002 samapai dengan 2005
MTs Pesantren Pertanian Darul Fallah
4. Tahun 1996 sampai dengan 2002
SD Negeri 1 Desa Kepur
Pengalaman Organisasi
1. Tahun 2011
Ketua Bidang I PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)
Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2. Tahun 2010
Koordinator Kaderisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)
Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis
3. Tahun 2010
Koordinator Kemahasiswaan BEM (Badan Eskutif Mahasiswa) IESP
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Tahun 2007
Koordinator Keamanan HISDAF (Himpunan Santri Darul Fallah)
Madrasah Aliyah
5. Tahun 2004
Ketua HISDAF (Himpunan Santri Darul Fallah) Madrasah Tsanawiyah
x
ABSTRACT
This research attempted to explain the analysis of economic growth
projections, investment needs, and labour absorption in the Province of South
Sumatra. The data used in this study was time series from 1990-2012 and it was
analyzed using ARIMA (Autoregressive Moving Average), ICOR (Incremental
Capital Output Ratio), and ILOR (Incremental Labour Output Ratio) analytical
methods. ARIMA model were used to project the economic growth, ICOR were
used to explain the value of the capital ratio for investment needs related to the
economic growth, whilst ILOR were used to explain the value of labour ratio for
labour absorption related to the economic growth.
The result of this study suggested that: (1) the economic growth of South
Sumatra were 5,8% in 2013, 5,75% in 2014, 5,76% in 2015, 5,3% in 2016, and
5,2% in 2017, (2) the average value of South Sumatra was 0,472160172 which
meant Rp 472.160,00 was the capital needed to increase the GDPR at constant
prices by Rp 1.000.000,00, (3) the ILOR average value of South Sumatra was
0,0010831 which meant there was about 1,08 or 2 employees that is needed to
increase the GDPR at constant prices by Rp 1.000.000.000.000.
Keyword(s): Projection, Economic Growth, Investment, Labour, ARIMA, ICOR,
and ILOR.
xi
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan analisis proyeksi pertumbuhan
ekonomi, kebutuhan investasi, dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera
Selatan. Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu dari
tahun 1990-2012 dan di analisis dengan menggunaka metode analisis ARIMA
(Autoregressive Moving Avverage), ICOR (Incremental Capital Output Ratio),
dan ILOR (Incremental Capital Output Ratio). Model ARIMA digunakan untuk
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi, ICOR digunakan untuk menjelaskan
nilai rasio modal untuk kebutuhan investasi yang berhubungan dengan
pertumbuhan ekonomi, sedangkan ILOR digunakan untuk menjelaskan nilai rasio
rasio tenaga kerja untuk penyerapan tenaga kerja yang berhubungan dengan
pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa: (1) pertumbuhan ekonomi
Sumatera Selatan 5,8% pada tahun 2013, pada tahun 2014 bernilai 5,75%, pada
tahun 2015 bernilai 5,76%, pada tahun 2016 bernilai 5,3%, dan pada tahun 2017
bernilai 5,2%, (2) nilai rata-rata di Provinsi Sumatera Selatan bernilai
0,472160172 berarti untuk meningkatkan PDRB ADHK sebesar Rp.1.000.000,00
dibutuhkan modal Rp472.160,00, (3) nilai rata-rata ILOR di Provinsi Sumatera
Selatan bernilai 0,0010831 yang berarti untuk meningkatkan PDRB ADHK
sebesar 1.000.000.000 dibutuhkan pekerja 1,08 atau 2 orang pekerja.
Kata Kunci: Proyeksi, Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Tenaga Kerja, ARIMA,
ICOR, ILOR.
xii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan rasa syukur dan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, Shalawat serta Salam di haturkan kepada
baginda Rasulullah Muhammad SAW sebagai suritauladan dan pemberi safaat.
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berdasarkan hasil studi melalui
kepustakaan melalui publikasi media cetak ataupun elektronik yang menjadi
sumber-sumber dalam penulisan skripsi ini.
Adapun tujuan skripsi adalah menganalisis, mempelajari dan menambah
pengetahuan tentang proyeksi pertumbuhan ekonomi, kebutuhan investasi dan
penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan dengan menggunakan alat
analisis ARIMA (Autoregressive Moving Average), ICOR dan ILOR.
Dalam pembuatan skripsi ini banyak orang-orang yang ikut terlibat secara
langsung maupun tidak langsung. untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa
terima kasih kepada orang-orang tersebut, diantaranya adalah:
1. Orang-orang terdekat penulis, Ibundaku Tihari Siregar, Ayahandaku
Tarmizi, adikku Putra Gemilang dan Della Rahma Praisa, dan teman dekat
Novida Sari Sihite, mereka semua yang memotivasi, mendukung dan selalu
mendoa’kan dalam penyelesaian skripsi ini. Kedua orang tuaku yang berjasa
besar dalam perjalanan hidupku dengan penuh kasih dan sayang, aku
mengucapkan terimakasihku yang sebesar-besarnya atas doa’ serta
dukungan kalian ayah dan ibuku tanpa kenal lelah dan balasan, teman
dekatku yang selalu memberikan motivasi dan selalu mendoa’kanku setiap
saat dengan ketulusan hati, terimakasih banyak.
2. Bapak Prof.Dr.H.Abdul Hamid. MS, selaku pembimbing I dan Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Saya mengucapkan terimakasih atas
bimbingan dan pembelajaran yang bapak berikan kepada saya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Banyak ilmu pengetahuan dan bimbing yang
bapak ajarkan kepada saya selama bimbingan. Penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya.
3. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M.Si, selaku pembimbing II dan Kepala
Jurusan IESP (Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan). Saya mengucapkan
banyak terimakasih kepada bapak yang telah memberikan arahan, ilmu
pengetahuan, wawasan, dan bimbingan kepada saya yang banyak sekali
memberikan manfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini srta serta
selalu memberikan motivasi.
4. Ibu Utami Baroroh, SE, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik. Saya
mengucapkan terimakasih atas perhatian, bimbingan dan arahan Ibu selama
xiii
saya melakukan perkuliahan yang telah banyak memeberikan manfaat dan
motivasi bagi saya, saya ucapkan banyak terimakasih.
5. Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak dan Ibu Dosen IESP khususnya
dan umumnya kepada seluruh Dosen FEB UIN Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan, wawasan, dan mengajarkan etika kepada
saya selama saya menuntut ilmu sebagai Mahasiswa di FEB UIN Jakarta.
Tidak lupa pula kepada seluruh civitas akademika FEB UIN Jakarta dan
civitas akademika Universitas Islam Negeri Jakarta yang telah banyak
membantu selama saya beraktifitas dan menuntut ilmu sebagai Mahasiswa.
6. Saya ucapkan banyak terimaksih kepada saudara-saudaraku yang telah
mendoa’kan dan medukungku.
7. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman penulis,
Fantriansah, Ilhamsyah, bang Ahmad Rifai, bang Hussein, bang Bambang
Dwitomo, Ade Muzaky, Muslih, Hasnan, Lukman, Yusuf Ramadhan,
Anwar, Egy, Andika Aryatama, Fahmi Rahman, Rizky Hamid, Fachrizal,
Ikmal, Abdi Fauzi, bang Dedy Kusuma, Farid, Triasa Yanuar, Deni
Herisandi, Fahmi Rahman, Pratiwie, Lia Nita, Mia Sarah, Ririn Rinjani,
Najatun, teman-temanku dan adik-adik kelasku di Pesantren Pertanian
Darul Fallah serta seluruh teman-temanku dan adik-adik di Universitas
Islam negeri Jakarta yang tidak dapat disebutkan satupersatu serta tidak lupa
pula kepada bude sebagai ibu kosku, saya mengucapkan terimakasih atas
dukungan dan motivasinya selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. oleh
karena itu, penulis berharap mendapatkan saran dan kritik yang baik untuk
meningkatkan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat dan berguna bagi semua.
Ciputat, 13 Juni 2014
Penulis
JOMPUTRA ARICTOJA
xiv
DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................... i
COVER DALAM ..................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIP ......................... iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .......................................... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................ vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................ x
ABSTRAK ............................................................................................... xi
KATA PENGANTAR ............................................................................ xii
DAFTAR ISI .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian .................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................15
1. Tujuan Penelitian ... ......................................................15
2. Manfaat penelitian ................. ......................................16
xv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 17
A. Teori yang Berkenaan Dengan Variabel ......................... 17
1. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Wilayah ..................................................................... ..17
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ................. 21
3. Investasi ......................................................................25
4. Tenaga Kerja . ..............................................................32
B. Penelitian Terdahulu . .......................................................36
C. Kerangka Berpikir . ..........................................................46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................49
A. Ruang Lingkup Penelitian ...............................................49
1. Wilayah Penelitian ......................................................49
2. Ruang Lingkup Penelitian .......................................... 49
B. Metode Penentuan Sampel .............................................. 49
C. Metode Pengumpulan Data ............................................. 50
1. Jenis dan Sumber Data ................................................ 50
2. Metode Pengumpulan Data ......................................... 51
D. Metode Analisis ............................................................... 51
1. Trend Linier ............................................................... 51
a. Trend Linier ........................................................... 51
b. Autoregressive Moving Average (ARIMA) ........... 54
2. Analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR) .... 59
3. Analisis Incremental Labour Output Ratio (ILOR) ... 61
E. Operasional Variabel Penelitian ...................................... 63
1. Pertumbuhan Ekonomi ............................................... 63
2. Investasi ...................................................................... 64
3. Tenaga Kerja ............................................................... 65
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................... 66
A. Gambaran Umum Objek Penelitian................................. 66
xvi
1. Letak Geografis .......................................................... 66
2. Penduduk dan Ketenaga Kerjaan ................................ 69
3. Pertumbuhan Ekonomi ............................................... 72
4. Investasi ...................................................................... 77
B. Analisis dan Pembahasan ................................................ 79
1. Analisis ....................................................................... 79
2. Pembahasan dan Interprestasi ..................................... 79
a. Preprocessing Data dan Indenfikasi Model ........... 79
b. Analisis Least Squared Method dengan ARIMA .... 81
c. Analisis Incremental Capital Output Ratio
(ICOR) ................................................................... 89
d. Analisis Icremental Labour Output Ratio (ILOR) . 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 96
A. Kesimpulan ...................................................................... 96
B. Saran ................................................................................ 98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 101
LAMPIRAN .......................................................................................... 104
xvii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu 37
3.1 Pola ACF dan PACF Pembentukan Model 58
3.2 Oprasional Variable 63
4.1 Jumlah Kecamatan, Desa, dan Kelurahan di Kabupaten Kota
Provinsi Sumatera Selatan 68
4.2 Luas Daearah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan di Kabupaten
Provinsi Sumatera Selatan 70
4.3 Distribusi Persentase PDRB Sumatera Selatan menurut
Lapangan Usaha ADHB dengan Migas, 2007-2012 73
4.4 PDRB Sumatera Selatan menurut Lapangan Usaha ADHK
2000, tahun 2007-2012 75
4.5 Korelogram Diferensiasi kedua Data PDRB tahun 1990-2012 83
4.6 Permodelan ARIMA Data PDRB Sumatera Selatan Tahun
1990-2012 84
4.7 Rangkuman Estimasi Model ARIMA 85
4.8 Uji Q-statistik Model 3 86
4.9 Proyeksi PDRB ADHK Sumatera Selatan tahun 2013-1017 88
4.10 Nilai ICOR Sumatera Selatan Tahun 1994-2012 89
4.11 Proyeksi Kebutuhan Investasi di Sumatera Selatan tahun
2013-2017 91
4.12 Nilai ILOR Sumatera Selatan Tahun 1994-2012 92
4.13 Proyeksi Tambahan Penyerapan Tenaga Kerja (berdasarkan
ILOR) 93
4.14 Perubahan Investasi (∆K) dan Tenaga Kerja (∆L) di Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 1994-2012 94
4.15 Proyeksi Tambahan Penggunaan Tenaga Kerja di Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2013-2017 (Rasio modal-tenaga
kerja)
95
xviii
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
1.1 Proyeksi Pertumbuhan Eknomi Indonesia 2010-2014 2
1.2 Nilai & Pertumbuhan PDRB perkapita di Koridor Ekonomi
Sumatera (2008) 8
1.3 Koridor Ekonomi Sumatera Selatan dalam MP3EI 9
1.4 Gambar Potensi Pertambangan Sumatera Selatan 9
1.5 PDRB SumateraSelatan ADHB Tahun 2010 10
1.6 Belanja Modal/Total Belanja Pemerintah Sumatera Selatan
Tahun 2007-2011 12
1.7 Investasi dan Nilai Tambah 13
1.8 Hubungan Investasi, Bisnis, dan Kesejahteraan Masyarakat 13
2.1 Arus Sederhana Pendapatan 32
2.2 Kerangka Berfikir Teoritis 48
4.1 Peta Provinsi Sumatera Selatan 67
4.2 Penduduk 15 Tahun keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama di
Provinsi Sumatera Selatan, 2000-2012 72
4.3 Laju pertumbuhan PDRB Sumatera Selatan Menurut
Lapangan Usaha ADHK 2000 (persen), 2006-2012 77
4.4 Realisasi Investasi (PMA dan PMDN) Tahun 2001-2012 78
4.5 Grafik Trend PDRB ADHK Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 1990-2012 80
4.6 Grafik Diferensiasi Data PDRB pada Tingkat kedua Tahun
1990-2012 82
4.7 Grafik trend PDRB ADHK Tahun 1990-2013 87
xix
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 Data Penelitian 105
2 Uji Stasioneritas Data 106
3 Grafik PDRB ADHK 109
4 Correlogram Data 112
5 Estimasi Model ARIMA 113
6 Perhitungan ICOR, Rasio Modal-Tanaga Kerja, dan ILOR 115
7 Proyeksi PDRB ADHK, Investasi, dan Tenaga Kerja 118
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dalam pola pembangunan nasional dan daerah di Indonesia
secara keseluruhan telah berubah dengan dilaksakannya otonomi daerah
sejak tanggal 1 januari 2001 sesuai dengan Undang-undang No. 22
tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang no. 25 tahun 1999,
tentang perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sistem pembangunan
yang sangat sentralisir dan didominasi oleh pemerintah pusat telah mulai
ditinggalkan, sedangkan pemerintah daerah mempunyai kewenangan
dalam pengelolaan sumber keuangan baru untuk mendorong proses
pembangunan di daerahnya masing-masing yang selanjutnya akan
mendorong proses pembangunan nasional Indonesia secara keseluruhan
(Sjafrizal, 2008: 228).
Perkembangan pembangunan ekonomi di Indonesia yang sesuai
dengan Undang-Undang No.17 tahun 2007 Tentang Rancangan
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, pemerintah
Indonesia melakukan perencanaan pembangunan yang dikenal dengan
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI), Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan
pembangunan akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada
tahun 2025 dengan pendapatan perkapita yang berkisar antara USD
2
14.250 – USD 15.500 dengan nilai total (PDB) berkisar USD 4,0 – 4,5
triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil
sebesar 6,4 – 7,5 persen pada 2011-2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen
pada 2015-2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh
penurunan inflasi sebesar 6,5 persen pada 2011-2014 menjadi 3,0 persen
pada tahun 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu
mencerminkan karakteristik negara maju seperti yang di tunjukkan oleh
gambar 1.1, (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 15: 2011).
Gambar 1.1
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2010-2045
Sumber: Provinsi dan kabupaten dalam angka, Badan Pusat Statistik; Analis tim 2009
MP3EI (Meteri Koordinator Bidang Perekonomian)
Untuk mendukung pembangunan nasional akan membutuhkan
dukungan dan keselarasan dari pembangunan daerah, dalam
3
pembangunan ekonomi daerah tentunya perlu memperhatikan
pertumbuhan daerah, menurut Sjafrizal (2008, 85) alasannya jelas karena
pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam
pembangunan ekonomi regional dan mempunyai kebijakan yang cukup
luas. Kebijakan pembangunan ekonomi regional pada dasarnya
merupakan intervensi pemerintah, baik secara nasional maupun regional
untuk mendorong proses pembangunan daerah secara keseluruhan yang
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Adapun dalam pengukurannya diperlukan indikator dalam
perkembangan ekonomi menurut Todaro (1998: 124) dalam mengukur
pertumbuhan ekonomi ada tiga faktor yang merupakan komponen utama
yaitu:
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi
baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau
sumber daya manusia.
2. Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan
memperbanyak jumlah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Menurut pendapat Jhingan (2010, 2005) indikator dalam
pengukuran perkembangan ekonomi adalah:
1. Perkembangan ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan
pendapatan nasional nyata dalam suatu jangka waktu yang panjang.
2. Kenaikan pendapatan nyata perkapita dalam jangka panjang.
4
3. Kesajahteraan ekonomi, proses kenaikan pendapatan nyata perkapita
dan dibarengi dengan penurunan kesenjangan pendapatan dan
pemenuhan keinginan masyarakat secara kesuluruhan.
Berkembangnya suatu perekonomian adalah lebih sulit, salah satu
syarat penting yang perlu dilakukan dalam mengembangkan suatu
perekonomian adalah mewujudkan moderenisasi dalam segala bidang
kegiatan ekonomi, yaitu moderenisasi dibidang sektor pertanian sendiri,
mengembangkan kegiatan industri dan moderinisasi pemerintahan.
Untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan dua faktor penting yang sangat
penting yang sangat terbatas di negara-negara/daerah berkembang yaitu
modal dan tenaga ahli, modal yang dimaksud adalah dana modal dan
modal bersifat fisik, yaitu barang-barang modal (Sadono Sukirno, 2010:
439).
Menurut Sadono Sukirno (2010: 439) kekurangan modal adalah
suatu ciri penting dari setiap negara memulai pembangunannya dan
kekurangan ini bukan saja mengurangi kepesatan pembangunan
perekonomian yang dapat dilaksanakan, tetapi juga menyebabkan
kesukaran kepada negara tersebut untuk keluar dari keadaan kemiskinan.
Perkembangan dan moderenisasi suatu perekonomian memerlukan
modal yang sangat banyak. Infrastruktur perlu dibangun, sistem
pendidikan harus dikembangkan dan kegiatan pemerintah perlu
diperluas, dan lebih penting lagi adalah berbagai jenis kegiatan
perusahaan dan industri modern perlu dikembangkan. Ini berarti pihak
5
pemerintah dan swasta memerlukan modal yang banyak untuk
memujudkan modernisasi diberbagai kegiatan ekonomi.
Dengan keadaan daerah yang sedangkan berkembang
membutukan modal yang banyak maka yang akan diperlukan adalah
investasi sebagai solusi dalam mengatasi kekurangan modal yang
dialami oleh pemerintah maupun pihak swasta dalam mengembangkan
perekonomiannya. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004: 137)
investasi memainkan dua peran dalam makro ekonomi. Pertama, karena
merupakan komponen pembelanjaan yang besar dan mudah berubah,
investasi seringkali mengarah kepada perubahan dalam keseluruhan
permintaan dan mempengaruhi siklus bisnis. Selain itu investasi juga
mengarah kepada akumulasi modal. Tambahan saham bangunan dan
peralatan meningkatkan output potensial negara/daerah dan
mengembangkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Model yang mendukung dalam penguatan investasi dalam
meningkatan pertumbuhan ekonomi adalah model Harrod-Domar
menjelaskan bahwa investasi memberikan peran penting dalam proses
pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki
investasi. Pertama, menciptakan pendapatan disebut dengan dampak
permintaan dan kedua, memperbesar kapasitas produksi perekonomian
dengan cara meningkatkan stok modal yang disebut dengan dampak
penawaran. Karena itu, selama investasi netto tetap berlangsung,
pendapatan nyata dan output akan semakin membesar namun pendapatan
6
maupun output tersebut harus meningkat dalam laju yang sama pada saat
kapasitas produktif modal meningkat (M.L Jhingan 2010: 229).
Dalam era desentralisai otonomi daerah saat ini pemerintah
daerah dapat menerapkan beberapa kebijakan dalam pembangunan dan
pengembangan ekonomi salah satunya dengan meningkatkan investasi
yang diharapkan terjadinya efek mutliplier terhadap penyerapan tenaga
kerja (Jonni Afriadi, 2007: 2). Investasi juga dapat diartikan dalam
pembinaan sumberdaya manusia juga dapat meningkatkan kualitas modal
manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang
sama terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk (Todaro, 1998: 125).
Menurut Sonny Sumarsono (372: 2009) perekonomian juga
tampak masih sangat bergantung pada sektor konsumsi yang tentunya
tidak akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
dalam jangka panjang. Kegagalan untuk menstimulasi investasi tersebut
mengakibatkan ekonomi hanya dapat bergerak di bawah kapasitas
potensialnya sehingga wajar angka pengangguran terus meningkat agar
momentum perbaikan sentimen saat ini dapat ditransformasikan menuju
perbaikan fundamental ekonomi yang kuat, dalam jangka menengah
pemerintah seharusnya dapat melakukan terobosan baik fiskal, struktural
maupun sektor yang dapat memberikan stimulus ekonomi.
Wilayah Sumatera Selatan sebagai bagian dari wilayah Indonesia
juga perlu mendukung pembangunan nasional yang pada saat ini
7
direncanakan dalam MP3EI terletak dalam dalam koridor ekonomi
Sumatera yang merupakan sentra produksi dan pengolahan hasil bumi
dan lumbung energi nasional. Secara geostrategis, Sumatera diharapkan
menjadi gerbang ekonomi nasional ke pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan,
Asia Timur, serta Australia. Namun ada beberapa hal yang perlu
dibenahi, antara lain:
1. Adanya perbedaan pendapatan yang signifikan di dalam koridor, baik
antara perkotaan dan pedesaan ataupun antara provinsi-provinsi yang
ada dalam koridor.
2. Investasi yang menurun dalam beberapa tahun terakhir.
3. Infrastruktur dasar yang kurang memadai untuk pengembangan
industri, antara lain jalan sempit dan rusak, rel kereta api yang sudah
rusak dan tua, pelabuhan laut yang kurang efisien serta kurang tenaga
listrik yang dapat mendukung industri.
Sumatera Selatan sebagai salah satu daerah yang tergabung dalam
koridor ekonomi Sumatera yang ditunjukkan pada gambar 1.2 perlu
mendukung rencana tersebut untuk memajukan perekonomian daerah
tersebut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
8
Gambar 1.2
Sumber: Provinsi dan kabupaten dalam angka; Badan Pusat Statistik; Analis tim
2009 MP3EI (Meteri Koordinator Bidang Perekonomian)
Dengan adanya MP3EI maka akan dapat memaksimalkan dalam
pembangunan infrastruktur pada gambar 1.3 dan mengembangkan
potensi ekonomi yang dimiliki daerah Sumatera Selatan seperti yang
terlihat pada gambar 1.4 dan 1.5 untuk mempercepat perkembangan
ekonomi di Sumatera Selatan khususnya dan membantu mempercepat
perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya.
9
Gambar 1.3
Koridor Ekonomi Sumatera Selatan Dalam MP3EI
Sumber: Analis tim 2009 Master Plan Percepatan dan Perlusan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI), Meteri Koordinator Bidang Perekonomian
Gambar 1.4
Potensi Pertambangan di Sumatera Selatan
Sumber: Analis tim 2009 Master Plan Percepatan dan Perlusan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI), Meteri Koordinator Bidang Perekonomian
10
Gambar 1.5
PDRB Sumatera Selatan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010
Sumber: Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2012
Dengan masih kurangnya pengembangan potensi ekonomi yang
dimiliki Provinsi Sumatera Selatan maka akan diperlukan perencanaan,
menurut sebagian besar ekonomi perencanaan ekonomi sebagai suatu
rencana perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa pusat untuk
mencapai suatu sasaran tertentu dan tujuan tertentu di dalam jangka
waktu tertentu pula (Jhingan, 2012: 518). Sebuah rencana pembangunan
menurut Arthur Lewis (1986, 15) bisa terdiri dari satu atau beberapa hal
berikut ini:
1. Survey keadaan ekonomi saat sekarang.
Produk Domestik Regional Bruto Atas
Dasar Harga Berlaku Tahun 2010
11
2. Usulan-usulan untuk memperbaiki kerangka lembaga kegiatan
ekonomi.
3. Daftar usulan pengeluaran pemerintah.
4. Tinjauan mengenai industri-industri utama.
5. Proyeksi makro ekonomi untuk keseluruhan.
Inti dari perencanaan tersebut untuk produktifitas yang lebih tinggi dalam
sektor swasta terletak pada sekumpulan kebijaksanaan yang mendorong
orang-orang swasta untuk menggunakan waktunya dan sumber-sumber
dayanya dengan lebih produktif.
Menurut Sadono Sukirno (2010: 439) Perkembangan dan
moderenisasi suatu perekonomian memerlukan modal yang sangat
banyak. Infrastruktur perlu dibangun, sistem pendidikan harus
dikembangkan dan kegiatan pemerintah perlu diperluas, dan lebih
penting lagi adalah berbagai jenis kegiatan perusahaan dan industri
modern perlu dikembangkan. Ini berarti pihak pemerintah dan swasta
memerlukan modal yang banyak untuk mewujudkan modernisasi
diberbagai kegiatan ekonomi.
Dengan terbatasnya alokasi keuangan yang dimiliki oleh
pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk mengalokasikan dananya
terhadap belanja modal ditunjukkan pada gambar 1.6 yang menunjukkan
trend rasio belanja modal pertotal belanja Provinsi Sumatera Selatan
cenderung menurun. Karena perkembangan dan moderenisasi suatu
perekonomian memerlukan modal yang sangat banyak. Infrastruktur
12
perlu dibangun, sistem pendidikan harus dikembangkan dan kegiatan
pemerintah perlu diperluas, dan lebih penting lagi adalah berbagai jenis
kegiatan perusahaan dan industri modern perlu dikembangkan. Ini berarti
pihak pemerintah dan swasta memerlukan modal yang banyak untuk
memujudkan modernisasi diberbagai kegiatan ekonomi, Sadono Sukirno
(2010: 439).
Gambar 1.6
Belanja Modal/ Total BelanjaPemerintah Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2007-2011
Sumber: Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2012
Dengan latar belakang yang dijelaskan di halaman-halaman
sebelumnya maka diperlukan Proyeksi yang merupakan bagian dari
perencanaan untuk melihat seberapa besar investasi yang dibutuhkan
untuk menciptakan iklim ekonomi mengembangkan potensi ekonomi di
Provinsi Sumatera Selatan yang berdampak dengan penyerapan tenaga
kerja sehingga meningkatan pendapatan masyarakat yang dapat
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
45.00%
50.00%
2007 2008 2009 2010 2011
nasional prov. Sumatera Selatan
13
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan,
sebagai mana yang dikemukakan oleh Henry Faizal Noor (2009: 283)
bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan
perkembangan investasi yaitu berupa nilai tambah oleh kegiatan
investasi tersebut seperti ilustrasi pada gambar 1.7 dan 1.8.
Gambar 1.7
Investasi dan Nilai Tambah
Gambar 1.8
Hubungan Investasi, Bisnis, dan Kesejahteraan Masyarakat
Faktor Produksi 1. Modal (uang)
2. Tenaga Kerja
3. Faktor Produksi
Lainnya
4. Enterpreneuership
Balas Jasa Sektor Produksi (Nilai Tambah)
1. Balas Jasa Modal (Bunga)
2. Upah dan Gaji
3. Sewa
4. Surplus Usaha
menghasilkan
Kegiatan Investasi
menimbulkann
Aktivitas Ekonomi (BISNIS)
Kesejahteraan Masyarakat
Indentifikasi dan evaluasi potensi dan
keunggulan yang dimiliki, serta kebutuhan masing-masing daerah, merupakan hal penting
untuk peningkatan investasi
Pemerintah perlu mendorong aktivitas ekonomi dan bisnis,
dimasing-masing daerah, sesuai dengan potensi dan
keunggulan yang dumilikinya.
14
Dalam meningkatkan pembangunan dengan adanya daya dukung
pembiayaan yang ada diharapkan agar dapat meningkatkan kualitas
kinerja pemerintah karena menurut (Pheni Chalid, 2005:6) kualitas
kinerja lembaga berkorelasi positif dengan adanya dukungan pembiayaan
yang ada. Dengan demikian akan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan cara memaksimalkan pemanfaatan potensi ekonomi
yang dimiliki Provinsi Sumatera Selatan.
Dengan demikian maka diperlukannya informasi mengenai
analisis keadaan ekonomi periode-periode sebelumnya yang bertujuan
untuk melakukan perencanaan daerah di Provinsinsi Sumatera Selatan.
Perencanaan wilayah ini merupakan suatu perencanaan yang
didesentralisasikan, pemerintah Kabupaten/Kota merupakan daerah
otonomi, yang diberikan pemerintah pusat untuk mengelola dan
mengatur keuangan daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat
setempat dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang
berlaku (Adisasmita, 2013:94).
B. Rumusan Masalah.
Dengan latar belakang penelitian yang dikemukakan pada Bab I
bagia A, maka rumusan masalah yang dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013-
2017 di Provinsi Sumatera Selatan?
15
2. Pertumbuhan masih bergantung terhadap sektor konsumsi sehingga
investasi menjadi solusi oleh karena itu mengetahui seberapa besar
investasi yang dibutuhkan di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun
2013-2017 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tertentu?.
3. Dengan dilakukannya investasi sebagai dasar mencapai pertumbuhan
maka perlu diketahui seberapa besar tenaga kerja yang dapat diserap di
Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2013-2017?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Beradasarkan permasalahan yang di rumuskan di Bab I pada
bagian B, maka tujuan penelitian ini dilakukan oleh peneliti adalah
sebagai berikut :
a. Dengan adanya kebijakan MP3EI (Materplan Percepatan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), Provinsi Sumatera
Selatan merupakan bagian dari bagian dari koridor ekonomi
Sumatera dan untuk mengoptimalkan potensi ekonomi yang
dimiliki daerah tersebut sehingga memerlukan proyeksi untuk
melakukan perencanaan perekonomin kedepan.
b. Dengan keadaan keuangan daerah Provinsi Sumatera Selatan
yang kurang mampu melakukan pembiayaan atau belanja modal
maka perlu dilakukan Proyeksi investasi yang merupakan bagian
dari perencanaan dalam meningkatkan petumbuhan ekonomi.
16
c. Investasi sebagai salah satu cara dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan diharapkan dapat
menyerap tenaga kerja di daerah tersebut.
2. Manfaat penelitian.
Penelitian diharapkan menjadi rujukan atau inspirasi sebagai
pedoman bagi peneliti lainnya yang berminat di bidang ini:
a. Bagi Peneliti, penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti
untuk menyelaraskan ilmu pengetahuan yang didapat dalam
kegiatan akademik sehingga dapat dapat menambah pengetahuan
bagi peneliti dalam bidang ekonomi pembangunan yang menjadi
minat peneliti.
b. Penelitian ini dapat dipergunakan bagi pihak lain yang berminat
pada penelitian ini sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
dan dapat menjadi bahan bacaan untuk menambah pengetahuan.
c. Hasil dari penelitian ini juga dapat dipergunakan oleh universitas
untuk menambah bahan pustaka dalam mengembangkan kualitas
pendidikan universitas tersebut dalam masa yang akan datang.
d. Bagi lembaga atau instansi di Provinsi Sumatera Selatan penelitian
ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk perbaikan di Provinsi
Sumatera Selatan yang merupakan objek penelitian.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan Dengan Variable
1. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi.
Pada mulanya pembangunan ekonomi merupakan sebuah usaha
untuk membenahi serta meningkatkan kondisi ekonomi pada suatu wilayah
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah
tersebut. Dalam upaya pembangunan ekonomi di negara berkembang pada
mulaya berpusat pada upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan
mengacu pada peningkatan pendapatan perkapita dengan harapan dapat
mengurangi masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, serta
ketimpangan ekonomi dari suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang
dikenal dengan “dampak merembes ke bawah” (trikle down effect)
(Mudrajad, 2010:4).
Mudrajad (2010:4) mengemukakan Kecenderungan ini dapat dilihat
dalam pemikiran-pemikiran awal mengenai pembangunan, seperti teori
Harrod Domar, Arthur Lewis, W.W. Rostow, Hirschman, Rosenstein
Rodan, Nurkse, dan Lebeinstein. Ini mencerminkan munculnya teori
pertumbuhan ekonomi sepanjang dasawarsa 1950-an, sementara
pembangunan ekonomi diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi,
ekonomi pembangunan sebagai cabang ilmu ekonomi yang relatif baru
18
memusatkan perhatian pada faktor-faktor penentu pada pertumbuhan
ekonomi.
Mungkin telah banyak teori yang membahas tentang konsep
pembangunan akan tetapi hakikat pembangunan itu lebih penting seperti
yang dikemukakan oleh Todaro dan Smith (2002:3), hakikat pembangunan
dalam Perencanaan ekonomi (economic planning) upaya-upaya yang
dilakukan secara sengaja oleh pemerintah untuk mengkoordinasikan
segenap proses pembuatan keputusan ekonomi dalam jangka panjang,
serta untuk mempengaruhi, mengarahkan, dan dalam beberapa kasus
tertentu juga untuk mengendalikan tingkat dan pertumbuhan variabel-
variabel ekonomi pokok dari suatu negara (pendapatan, konsumsi,
penyerapan tenaga kerja, investasi, tabungan, ekspor, impor, dan
sebagainya) demi tercapainya tujuan-tujuan pembangunan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Robinson Tarigan (2009:1), mengemukakan bahwa ekonomi
regional menganalisis suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara
keseluruhan atau dengan melihat berbagai wilayah dengan potensinya
yang beragam dan bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah. Dalam analisis
ekonomi regional diperlukannya kebijakan pembangunan ekonomi
regional, menurut Sjafrijal (2008:154) dalam kebijakan pembangunan
ekonomi regional sasaran akhirnya adalah untuk dapat mendorong dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara
19
menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang di
masyarakat.
Menurut Sjafrizal (2008: 156,157) Untuk dapat merumuskan
kebijakan pembangunan regional yang baik dan terarah , perlu pula
ditetapkan terlebih dahulu sasaran yang ingin dicapai. Dalam hal ini
terdapat dua alternatif sasaran yaitu mewujudkan kemakmuran wilayah
(Place Prosperity), kemakmuran masyarakat (People Prosperity) atau
kedua-duanya sekaligus. Sasaran ini perlu ditetapkan secara jelas dan
tegas, karena masing-masingnya mempunyai starategi dan kebijakan
pembangunan daerah yang berbeda dan bahkan dapat berlawanan satu
sama lainnya. Aspek ini semula dibahas oleh Winnick (1966) dan
kemudian dilanjutkan oleh Richardson (1978).
Dijelaskan oleh Nadiatulhuda (2007:16) Terdapat juga beberapa
teori yang penting dalam pembangunan ekonomi wilayah (regional)
diantaranya menurut aliran ekonom klasik yang dipopulerkan oleh Adam
Smith dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh kemajuan
teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Sumbangan pemikiran
aliran Neo Klasik dalam pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai berikut:
a. Akumulasi modal merupakan faktor sangat penting dalam pertumbuhan
ekonomi.
b. Pertumbuhan ekonomi merupakan peroses yang gradual.
c. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif.
20
d. Aliran Neo Klasik sangat optimis dengan pertumbuhan
(perkembangan).
e. Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik ini telah banyak digunakan
dalam analisis regional namun terdapat beberapa asumsi mereka yang
tidak tepat antara lain, Pertama Full Employment yang terus menerus
tidak dapat diterapkan pada sistem multi regional dimana persoalan-
persoalan regional muncul disebabkan oleh perbedaan geografis dalam
hal tingkat penggunaan sumber daya. Kedua, persaingan sempurna
tidak dapat diberlakukan dalam perekonomian regional dan spasial.
Menurut Todaro dan Smith (2002: 3) adanya dua komponen pokok
dalam perencanaan pembangunan di negara-negara yang menganut sistem
perekonomian campuran. Kedua komponen tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Keputusan pemerintah yang sengaja menggunakan tabungan domestik
dan dana-dana keuangan dari luar negeri untuk diinvestasikan pada
proyek-proyek pemerintah yang untuk memobilisasi dan menyalurkan
sumber-sumber daya yang sangat langka di bidang-bidang tertentu
misalnya, pembangunan jaringan jalan raya dan kereta api, sekolah
proyek hidroelktrik, dan pembangunan sarana infrastruktur ekonomi
(economic infrastructure) lainnya, serta penciptaan industri-industri
subtitusi impor yang diharapkan nantinya dapat memberikan
sumbangan berarti demi merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi jangka
panjang.
21
b. Kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah (mulai dari perpajakan,
lisensi industri, penetapan tarif-tarif, serta manipulasi kuota, upah, suku
bunga, dan harga-harga) yang secara langsung dapat mendorong, dan
dalam banyak hal bahkan mengendalikan, kegiatan ekonomi sektor
swasta demi menjamin terciptanya suatu hubungan yang serasi antara
keinginan perusahaan swasta dalam mengejar keuntungan dengan
tujuan-tujuan sosial untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat)
yang dikehendaki dan diutamakan oleh pemerintah pusat.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Ada berbagai konsep dan definisi yang bisa dipakai dalam
membicarakan pendapatan regional/nilai tambah akan dikemukakan
sebagai berikut:
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Pasar.
Produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar adalah
jumlah nilai yang tambah bruto (gross value added) yang timbul dari
seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Yang dimaksud dengan
nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan
biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup
komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa
tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto.
Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor
22
dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional
bruto atas dasar harga pasar (Robinson Tarigan, 2009: 18).
Menurut Emilia Imelia (2006:39) produk domestik regional
bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah (gross value
added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu.
Nilai tambah bruto adalah nilai produksi (out put) dikurangi biaya
(inetrmediate cost). Biaya antar daerah adalah biaya pembelian/biaya
perolehan dari sektor lain yang telah dihitung sebagai produksi dari
sektor lain atau berasal dari impor. Nilai tambah bruto mencakup
komponen pendapatan (upah, gaji, bunga, sewa, tanah dan keuntungan),
penyusutan, pajak tidak langsung.
b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Berlaku
dan Harga Konstan.
Menurut Robinson Tarigan (2009:20) pendapatan regional
dalam beberapa tahun menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat
pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan/penurunan dapat
dibedakan menjadi dua faktor berikut:
1) Kenaikan/penurunan riil, yaitu kenaikan/penurunan tingkat
pendapatan yang tidak dipengaruhi oleh faktor perubahan harga.
Apabila terjadi kenaikan riil pendapatan penduduk berarti daya beli
penduduk di daerah tersebut meningkat, misalnya dapat membeli
barang yang sama kualitasnya dalam jumlah yang lebih banyak.
23
2) Kenaikan/penurunan pendapatan yang disebabkan adanya faktor
perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya
disebabkan inflasi (menurunnya nilai beli uang) maka walaupun
pendapatan meningkat tetapi jumlah barang yang mampu dibeli
belum tentu meningkat. Perlu dilihat mana yang meningkat lebih
tajam, tingkat pendapatan atau tingkat harga.
Menurut Robinson (2009:21) Harga konstan artinya harga
produk didasarkan atas dasar harga pada tahun tertentu. Tahun yang
dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga
konstan. Jadi kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh
meningkatnya jumlah fisik produksi, karena harga dianggap tetap
(konstan). Akan tetapi, pada sektor jasa yang tidak memiliki unit
produksi, nilai produksi dinyatakan dalam harga jual. Oleh karena itu
harga jual harus dideflasi dengan menggunakan indeks inflasi atau
deflator lain yang dianggap lebih sesuai.
Dalam perhitungannya pendapatan regional dapat dibagi dalam dua
metode, yaitu metode langsung dan tidak langsung (Robinson, 2009:
23,26).
a. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data
daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali
dari data yang ada di daerah itu sendiri. Adapun pendekatan yang
dilakukan gunakan adalah:
24
1) Pendekatan produksi adalah perhitungan nilai tambah barang dan
jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan
cara mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto
sektor atau subsektor tersebut.
2) Pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan
ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa
yang diterima faktor produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus
usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.
3) Pendekatan pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan
akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri.
b. Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk
domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian
wilayah, dengan menggunakan alokator yaitu:
1) Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor, pada
wilayah yang dialokasikan,
2) Jumlah produksi fisik,
3) Tenaga kerja,
4) Penduduk, dan
5) Alokator tidak langsung lainnya.
Menurut Handoko & Kurnia Astuti (2007:165) secara umum
proyeksi angka PDRB dapat dilakukan dengan membuat persamaan trend
PDRB. Dalam penelitian ini digunakan metode trend linier, garis trend
linier dapat ditulis dengan persamaan garis lurus sebagai berikut:
25
Y’ = a + bX
Keterangan:
Y’ = adalah data berkala time series PDRB.
X = adalah waktu yang berupa data tahunan
a = adalah bilangan konstan, apabila X= 0 yaitu PDRB awal tahun
b = adalah lereng garis tren, yaitu rata-rata perubahan PDRB untuk
setiap tahunnya.
Kegunaan data pendapatan nasional adalah memberikan informasi
yang berguna mengenai berbagai aspek dari kegiatan ekonomi dalam satu
tahun tertentu memberikan gambaran tentang tingkat kegiatan ekonomi
suatu wilayah yang dicapai dan nilai output yang diproduksi, komposisi
dari pembelanjaan agregat, sumbangan berbagai sektor dalam mewujudkan
pendapatan nasional, dan taraf kemakmuran yang dicapai (Sukirno,
2011:55).
3. Investasi
Bila dilihat secara makro ekonomi, investasi (I) adalah bagian dari
pendapatan nasional (Y), disamping bagian lainnya, yaitu konsumsi
masyarakat (C), konsumsi pemerintah (G), ekspor (X), dan belanja impor
(M), sehingga secara makro ekonomi, dikenal model keseimbangan
pendapatan domestik sebagai berikut:
Y = C + G + I + X-M.
26
Dalam skenario dalam pembangunan ekonomi , tujuan makro yang
ingin dicapai dalam pembangunan ekonomi pada hakekatnya pertumbuhan
ekonomi yang menjadi modal bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk
mencapai kondisi tersebut, diperlukan adanya investasi yang memadai
baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Henry Faizal Noor, 2009:
47,48).
Menurut Dumairy (1996:132) penanaman modal merupakan
langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam itu, investasi
pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan
ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya
pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan.
Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa
berusaha menciptakan iklim yang dapat menarik investasi. Sasaran utama
bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tapi juga
investor asing.
Menurut Pheni Chalid (2005:109) penerapan desentralisasi fiskal
menjadi pintu masuk bagi daerah untuk mendorong akselerasi
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Sebagai strategi untuk
menarik investasi ke daerah, maka yang perlu menjadi perhatian adalah
kesiapan semua sumber daya yang akan meningkatkan daya tarik daerah
bagi para investor.
Dalam meningkatkan investasi terdapat hambatan dalam menarik
investor untuk melakukan investasi di daerahnya (Pheni Chalid, 2005:
27
111). Beradasarkan rata-rata nilai skor dalam laporan ADB dan Bank
dunia, terdapat enam permasalahan yang menjadi hambatan utama bagi
investasi, yaitu:
a. Ketidakpastian kebijakan ekonomi dan peraturan serta ketidakstabilan
ekonomi.
b. Korupsi, baik oleh aparat pusat maupun daerah.
c. Peraturan ketenagakerjaan.
d. Biaya keuangan.
e. Pajak tinggi, lebih menjadi masalah dibandingkan dengan administrasi
pajak dan pabean.
f. Ketidak tersediaan listrik (infrastruktur).
Menurut (Pheni Chalid, 2005:126) Adapun strategi daerah yang
perlu dilakukan dalam menarik investasi yaitu:
a. Posisi dan peran pemerintah (trobosan pemegang kebijakan).
b. Pemetaan potensi ekonomi dan subsidi usaha.
c. Proposal spesifik investasi (Variabel ekonomi, politik dan
pemerintahan, sosial, pasar, dan persaingan, dan kondisi geografi).
Pada dasarnya setiap perekonomian memang harus senantiasa
mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan
nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal
(gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Namun
untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang
merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital
28
stock) model ini yang dikenal dengan istilah model Harrod-Domar
(Todaro, 1998:85).
Pernyataan diatas didukung dengan model pertumbuhan Harrod-
Domar (Todaro, 1998: 85,86), yang menyusun sebuah model pertumbuhan
ekonomi sederhana sebagai berikut:
a. Tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau S, dari
pendapatan nasional (Y). Oleh karena itu, kitapun dapat menuliskan
hubungan tersebut dalam bentuk persamaan:
S = s Y ....(1)
b. Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal (K) yang
dapat diwakili oleh ∆K, sehingga kita dapat menuliskan persamaan
sederhana yang kedua sebagai berikut:
I = ∆K ......(2)
Akan tetapi, karena jumlah stock modal (K) mempunyai hubungan
langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output (Y), seperti telah
ditunjukkan oleh rasio modal-output (k), maka:
atau
atau, akhirnya ∆K = k∆Y ......(3)
c. Mengingat jumlah seluruh tabungan nasional (S) harus sama dengan
keseluruhan investasi (I), maka persamaan berikutnya dapat ditulis
sebagai berikut:
S = I ......(4)
29
Dari persamaan (1) diatas telah diketahui bahwa S = sY dan dari
persamaan (2) dan (3), kita juga telah mengetahui bahwasanya:
I = ∆K = k∆Y
Dengan demikian, identitas tabungan yang merupakan persamaan modal
dalam persamaan (4) adalah sebagai berikut:
S = sY = k∆Y = ∆K = I .......(5)
atau bila diringkas menjadi sY = k∆Y .......(6)
Selanjutnya, apabila kedua sisi persamaan (6) dibagi mula-mula dengan
(Y) dan kemudian dengan (k), maka akan didapat:
.......(7)
Persamaan (7) yang merupakan versi sederhana dalam
pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar dalam teori pertumbuhan ekonomi
mereka sangat populer, secara lebih spesifik, persamaan itu menyatakan
bahwa tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara “positif”
berbanding lurus dengan rasio tabungan (semakin banyak GNP yang di
investasikan, maka pada akhirnya nanti akan lebih besar lagi pertumbuhan
GNP yang dihasilkannya) dan secara “negatif” atau perbandingan terbalik
terhadap rasio modal-output dari suatu perekonomian (semakin besar rasio
modal-output nasional atau (k), maka tingkat pertumbuhan GNP akan
semakin rendah), Analisis Harrod-Domar bertujuan untuk menunjukkan
panjang kemampuan masyarakat yang bertambah dari masa ke masa (yang
30
diakibatkan oleh pembentukan modal pada masa sebelumnya) akan selalu
sepenuhnya digunakan (Adisasmita, 2013:63).
Dengan penjelasan diatas diharapkan bahwa investasi memiliki
keterkaitan dalam pengembangan perekonomian masyarakat luas, dalam
rangka memenuhi kebutuhan maupun untuk keperluan bisnis. Menurut
Henry Faizal Noor (2009, 29) alasan yang menjadi kaitan antara investasi
dan pengembangan ekonomi masyarakat dapat dilihat sebagai berikut:
a. Investasi dan pengembangan ekonomi masyarakat adalah kegiatan
yang dilakukan hari ini (sekarang), untuk mendapatkan manfaat
dimasa datang.
b. Investasi dan pengembangan ekonomi masyarakat, sama-sama
menjadikan masyarakat sebagai sasarannya.
c. Sebagian dari program pengembangan ekonomi masyarakat,
merupakan kegiatan investasi.
d. Kegiatan investasi merupakan awal dari kegiatan ekonomi, yang
menghasilkan nilai tambah (value added), berupa balas jasa faktor
produksi, yang merupakan tujuan dari pengembangan ekonomi
masyarakat, sekaligus sebagai sumber dari kesejahteraan masyarakat.
Investasi merupakan kegiatan penciptaan tambah (value added)
yang berakumulasi menjadi Produk Domestik Bruto (PDB), oleh karena
itu antara investasi dan pertumbuhan ekonomi (PDB) mempunyai
keterkaitan yang ditunjukkan oleh koefisien ICOR (Henry Faizal, 2009:
52). Dengan menghitung ICOR maka dapat diperkirakan seberapa besar
31
tambahan kapital yang dibutuhkan untuk menuju target pertumbuhan
ekonomi tertentu (Menurut Handoko & Kurnia Astuti,2007: 165).
Angka ICOR ini akan dihitung secara total dengan perkiraan
makro dengan perhitungan ICOR mengadopsi formula yang digunakan
Meier dalam (Astuti & Handoko, 2007: 165). Dengan rumus:
atau
Keterangan:
It (∆K) = adalah jumlah investasi pada tahun sebelumnya
ICORt = adalah ICOR pada tahun t
∆PDRBt = adalah peningkatan PDRB pada tahun t
Untuk mengetahui kebutuhan investasi, diasumsikan bahwa (Y)
adalah pendapatan domestik suatu wilayah dan (g) adalah pertumbuhan
pendapatan tersebut dibandingkan tahun sebelumnya (Handoko & Kurnia
Astuti, 2007: 165), maka:
It = k . g . Yt
Keterangan:
It adalah jumlah investasi yang dibutuhkan
k adalah ∆Y/∆K = ICOR
g adalah tingkat pertumbuhan ekonomi
Yt adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun t
32
4. Tenaga Kerja
Ilmu ekonomi tenaga kerja merupakan suatu sistem hubungan yang
terorganisasi, dan juga merupakan suatu subsistem pada sistem ekonomi
yang lebih luas. Menurut pengertian yang ditampilkan dalam gambar 2.1,
ilmu ekonomi tenaga kerja memusatkan perhatian pada tingkah laku
perorangan dalam peran mereka sebagai pemasok tenaga kerja dan sebagai
pihak peminta yang membutuhkan jasa tenaga kerja (Arfida, 2003: 35).
Gambar 2.1
Arus Sederhana Pendapatan
catatan: Suatu arus sederhana tentang pendapatan. Anggota-anggota rumah tangga
merupakan penyedia faktor dan merupakan peminta barang dalam pasar produk.
Perusahaan merupakan peminta faktor produksi dan penyedia barang-barang dalam
pasar produk.
Sumber utama penawaran tenaga kerja adalah penduduk. Tidak
semua penduduk menawarkan tenaga kerjanya dipasar tenaga kerja.
Pertimbangan utama disini adalah kelayakan bekerja menurut umur.
Pasar barang
Pengeluaran uang
Barang-barang dan jasa
Faktor Produksi
Pendapatan nominal
Pasar faktor
Rumah tangga Perusahaan
33
Penduduk yang layak bekerja ditinjau dari segi umur tersebut sebagai
penduduk usia kerja . Jumlah ini yang pantas disebut sebagai tenaga kerja
yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan produksi sumber
daya manusia (Sumarsono, 2009:4).
Menurut Sumarsono (2009: 4,6) Dalam hubungannya dengan pasar
tenaga kerja prilaku mereka dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu
yang aktif secara ekonomi dan bukan. Golongan yang aktif secara
ekonomi adalah terdiri dari penduduk yang menawarkan tenaga kerjanya
dan berhasil memperolehnya (employed) dan penduduk yang menawarkan
tenaga kerjanya tetapi belum memperolehnya (unemployed). Atas diskripsi
angkatan kerja (labor force) dianggap mewakili penawaran tenaga kerja
yang dikenal dengan supply of labor. Ada 4 (empata) hal yang berkaitan
dengan tenaga kerja:
a. Bekerja (employed) secara agregat jumlah orang yang bekerja dimuat
dalam Biro Pusat Statistik hasil kegiatan sensus, SUPAS (survei
penduduk antar sensus) atau SAKERNAS (survei tenaga kerja
nasional). Jumlah ini sering dipakai sebagai petunjuk tentang luasnya
kesempatan kerja (employment).
b. Pencari kerja (unemloyed) adalah penduduk yang menawarkan tenaga
kerja tetapi belum berhasil memperoleh pekerjaan dianggap terus
mencari pekerjaan. Mereka dikelompokkan ke dalam kategori
penganggur, karena secara konsep penganggur harus memenuhi
persyaratan bahwa mereka juga aktif mencari pekerjaan. Mereka tidak
34
bekerja atau tidak aktif mencari pekerjaan mereka dikategorikan bukan
pengangguran tetapi iddle atau menikmati masa senggang (leisure)
mereka, atau aktif tetapi tidak dipasarkan di pasar tenaga kerja.
c. Tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate)
d. Profil angkatan kerja ; 1) umur, 2) jenis kelamin, 3) wilayah kota dan
pedesaan, 4) pendidikan.
Secara makro, laju pertumbuhan kesempatan kerja dapat
dihubungkan dengan laju pertumbuhan ekonomi. Menurut Budiono dalam
Handoko & Kurnia Astuti (2007:161) perluasan kesempatan kerja dapat
terjadi melalui pertumbuhan ekonomi yaitu proses kenaikan output
perkapita secara konstan dalam jangka panjang. Menurut Smith dalam
Handoko & Kurnia Astuti, (2007:161), permintaan tenaga kerja ditentukan
oleh stok kapital (K) yang tersedia dan oleh tingkat output masyarakat (Q),
sebab tenaga kerja diminta karena dibutuhkan dalam proses produksi. Oleh
karena itu, laju pertumbuhan permintaan tenaga kerja ditentukan oleh laju
pertumbuhan stok kapital (akumulasi kapital) dan laju pertumbuhan output
(Handoko & Kurnia Astuti, 2007: 161).
Dalam perencanaan tenaga kerja yang terpadu dan menyeluruh
terus ditingkatkan untuk menjamin terciptanya perluasan kesempatan kerja
sebanyak mungkin (Sumarsono, 2009: 374). Adapun perhitungannya
untuk memproyeksikan tenaga kerja adalah sebagai berikut:
a. Proyeksi penduduk dan angkatan kerja dengan Metode Geometris dan
Exponensial, metode ini mengasumsikan bahwa angka pertumbuhan
35
tidak berubah dari tahun ketahun, asumsi ini seiring sesuai dengan
kenyataan dibandingkan dengan asumsi metode aritmatris.
Rumus metode geometris:
Pt = Po . (1 + r)t
Keterangan:
Pt = jumlah penduduk di tahun t (suatu masa depan)
Po = jumlah penduduk awal
r = angka pertumbuhan (dalam desimal) pertahun, yang diasumsikan
konstan
b = jarak waktu (tahun) dari Po ke Pt
Rumus Exponensial:
Pt = Po . ert
Keterangan:
Pt = jumlah penduduk di tahun t (suatu masa depan)
Po= jumlah penduduk awal
e = bilangan alamiah= 2,718....
r = angka pertumbuhan pertahun, yang diasumsikan konstan
t = jarak waktu (tahun) dari Po ke Pt
Berdasarkan fungsi Harrod-Domar yang menyebutkan bahwa
output adalah fungsi kapital dan tenaga kerja maka selain diturunkan
fungsi penggunaan kapital, juga diturunkan fungsi penggunaan tenaga
kerja dan untuk memproyeksikannya dengan menggunakan konsep rasio
modal-tenaga kerja (capital-labor ratio) yaitu ∆K/∆L. Proyeksi
penyerapan tenaga kerja juga dapat dihitung dengan menggunakan konsep
36
ILOR (incremental labour Out-put ratio) atau jumlah temaga kerja yang
dibutuhkan untuk memproduksi satu unit output (Handoko & Kurnia
Astuti, 2007: 166). Menghitung ILOR dengan rumus:
atau
Keterangan:
KKt adalah peningkatan kesempatan kerja tahun t
ILORt adalah ILOR pada tahun t
∆PDRBt adalah peningkatan PDRB pada tahun t
Setelah diketahui ILOR maka dapat digunakan untuk mengetahui
kebutuhan tenaga kerja pada tahun tertentu dengan menggunakan rumus:
TK= ∆PDRBt . ILORt
Keterangan:
TK = tenaga kerja yang dibutuhkan.
∆PDRBt = peningkatan jumlah PDRB pada tahun t dibandingkan
tahun sebelumnya.
ILORt = adalah ILOR pada tahun t.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi,
investasi dan penyerapan tenaga kerja telah banyak dilakukan oleh para
peneliti. Dalam berbagai macam penelitian yang berhubungan dengan
proyeksi pertumbuhan ekonomi, investasi dan penyerapan tenaga kerja
dengan berbagai macam studi kasus terdapat beberapa metode yang dilakukan
37
oleh para peneliti terdahulu, secara lengkap penelitian terdahulu dapat di lihat
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Alat Penelitian Judul dan Hasil penelitian
1 1. Dr. Nisar
Ahmad
(2013)
Salient Feature
of Role-Model
Countries
Judul: Populasi: Sebuah Sumber Daya
Berharga dalam Pertumbuhan Ekonomi
dengan Khusus Merujuk Prospek
Pertumbuhan Pakistan
Hasil Penelitian:
Kinerja ekonomi mayoritas negara-negara
surplus populasi total pada beberapa angka
rendah . Dalam kenyataanya analisis diskusi
disajikan dalam makalah ini, jelas bahwa
karena kurangnya pemanfaatan dan salah
urus sumber daya yang tersedia negara-
negara ini tidak mampu mencapai tingkat
output potensial mereka. Negara-negara
seperti Korea Selatan dan Malaysia adalah
contoh nyata di mana perbedaan tersebut
sedang diminimalkan.
Bukti nyata untuk menunjukkan bahwa
populasi merupakan sumber daya berharga
dapat melihat cara Jepang dan Singapura
menjadi salah satu negara terkaya di dunia.
China, negara dengan populasi tertinggi di
dunia, adalah mendapatkan pengakuan
sebagai salah satu negara dengan
pertumbuhan tercepat di dunia. Banyak
negara seperti Pakistan memiliki manusia,
material dan sumber daya mineral yang
cukup tetapi mereka sendiri tidak ada
keinginan untuk menyampaikan. Bahkan,
sejauh kelas yang kaya dan penguasa
berkuasa untuk melindungi kepentingan
pribadi mereka sendiri telah
menyalahgunakan sumber daya yang
berharga.
Berlanjut kehalaman berikutnya
38
Lanjutan Tabel 2.1
Seperti diungkapkan oleh negara panutan,
kebijakan distribusi sumber daya nasional di
negara-negara harus membuat kualitas
pendidikan dasar, pelatihan dan
keterampilan belajar wajib (benar-benar
gratis) untuk semua sekolah akan anak. Ini
adalah untuk melayani sebagai dasar bagi
tenaga kerja untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi biaya untuk
bersaing di semua tingkatan. Pendekatan ini
pada kenyataannya, panggilan untuk
pembalikan dalam kebijakan pertumbuhan
ekonomi negara-negara berkembang
sehingga kebijakan distribusi sumber daya
nasional dibuat untuk mencerminkan
kebutuhan orang-orang biasa di antara
program investasi prioritas utama dari sektor
publik.
2 1. Oana
Simona
Hudea
2. Stelian
Stancu
(2012)
Panel Unit
Root test
OLS and
estimation
with no/ fixed/
random
Panel
Cointegration
Test
Panel
Causality
Judul: Investasi Asing langsung,
Perpindahan teknologi dan Pertumbuhan
Ekonomi.
Hasil Penelitian:
Penelitian ini memfokuskan pada hubungan
yang ada antara investasi asing langsung dan
pertumbuhan ekonomi tujuh negara Eropa
Timur, yaitu Rumania, Bulgaria, Hongaria,
Polandia, Moldova, Republik Ceko dan
Republik Slovakia, untuk periode 1993 -
2009. Analisis empiris menunjukkan bahwa
dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi
bagi negara-negara dan periode termasuk
dalam sampel. Kami mulai dengan
melakukan Im, Pesaran, Shin uji unit root
untuk melihat apakah seri yang stasioner
atau tidak dan dengan demikian jika ada
kemungkinan kointegrasi antara variabel
dipertimbangkan. Tetap dan acak efek OLS
dan estimasi GMM untuk perbedaan seri
pertama telah dilakukan, hasil yang
diperoleh menjadi sesuai dengan teori
ekonomi, mengungkapkan dampak FDI
dalam jangka pendek berjalan di PDB.
Berlanjut kehalaman berikutnya
39
Lanjutan Tabel 2.1
Setelah kami telah mendapatkan semua seri
I (1), kami juga terpaksa uji kointegrasi
Pedroni sehingga untuk memeriksa
hubungan jangka panjang antara variabel
bunga. Untuk Pedroni panel pp-stat dan
kelompok pp-stat, masing adf-stat dan
kelompok adf-stat, analisis yang paling
signifikan untuk data panel tidak melebihi
100 periode waktu, hubungan kointegrasi
terungkap, sehingga menunjukkan hubungan
jangka panjang antara FDI , DI, TG, INF,
EDU, dan PDB. Akhirnya uji kausalitas
Granger menunjukkan hubungan sebab
akibat dua arah antara produk domestik
bruto dan investasi asing langsung,
memperkuat pentingnya FDI dalam
menopang pertumbuhan ekonomi, yang
pada gilirannya menarik, dengan
meningkatkan tingkat infrastruktur dan
pendidikan, lebih banyak investasi asing,
sumber permanen difusi teknologi, dan
mengurangi kesenjangan teknologi,
konvergen ke status negara maju.
3 Sri
Maryanti
(2012)
Eployment
Elasticity
Extrapolasi
Judul: Analisis Perencanaan Tenaga Kerja
Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja di
Provinsi Riau 2006-2010
Hasil Penelitian: Persediaan tenaga kerja mengalami
peningkatan yang cukup tinggi selama
periode 1980-2000 dengan laju
pertumbuhan sekitar 3,06 persen per tahun
selama periode 1980-1990 dan 2,50 persen
per tahun periode 1990-2000. Sementara
laju pertumbuhan kebutuhan tenaga kerja
cenderung lebih kecil, hanya 2,82 persen
pertahun pada periode 1980-1990 dan 2,39
persen pertahun periode 1990-2000.
Ketidakseimbangan antara perkembangan
persediaan dan kebutuhan tenaga kerja
selama periode 1980-2000 ini
mengakibatkan jumlah pengangguran
mengalami peningkatan yang cukup besar.
Berlanjut kehalaman berikutnya
40
Tabel Lanjutan 2.1
Tingkat pengangguran meningkat dari 1,06
persen tahun 1980 menjadi 2,88 persen
tahun 1990 dan 4,78 persen pada tahun
2000.
Persediaan tenaga kerja pada tahun 2006 di
perkirakan mencapai 2.205.863 orang dan
pada tahun 2010 sekitar 2.472.516 orang.
Sementara kebutuhan tenaga kerja untuk
periode yang sama masing-masing sebesar
2.009.757 orang dan 2.179.694 orang.
Dengan demikian tingkat pengangguran
terbuka diperkirakan berkisar antara 8,89
persen sampai dengan 11,84 persen.
Sementara jika pertumbuhan ekonomi Riau
periode 2006-2010 tidak mengalami
perbaikan yang berarti dari periode 2000-
2003, maka laju pertumbuhan kebutuhan
tenaga kerja juga akan semakin rendah.
Diperkirakan bisa mencapai 1,73 persen per
tahun. Pada tahap ini tingkat pengangguran
terbuka tahun 2006-2010 dapat mencapai
10,59 persen hingga 14,57 persen atau
dengan jumlah pengangguran berkisar
antara
233.623 orang sampai dengan 360.214
orang. Sebaliknya jika terjadi
perkembangan ekonomi yang lebih baik
dengan laju pertumbuhan melebihi 6,00
persen per tahun selama periode 2006-2010,
maka jumlah dan tingkat pengangguran di
Riau akan dapat lebih kecil dari yang
diperkirakan. Kebutuhan tenaga kerja
terutama disektor pertanian sebagian
besarnya adalah berlatar belakang
pendidikan SD ke bawah. Untuk sektor M
meski sedikit lebih baik dari sektor A,
namun lebih dari separoh mereka yang
bekerja di sektor ini juga berpendidikan SD
ke bawah. Tenaga kerja yang berpendidikan
tinggi (SLTA ke atas) lebih banyak
dibutuhkan pada sektor S. Tahun 2000
sekitar 49,17 persen kebutuhan tenaga kerja
sektor S berpendidikan SLTA ke atas.
Dilihat dari tingkat pendidikan yang
Berlanjut kehalaman berikutnya
41
Tabel Lanjutan 2.1
diselesaikan tenaga kerja, sektor A adalah
sektor yang memiliki sumber daya paling
kurang baik diantara tiga sektor yang
dianalisis. Perkembangan kebutuhan tenaga
kerja menurut sektor pekerjaan utama
selama periode 1980-2000
memperlihatkan sektor pertanian tetap
merupakan sektor yang paling dominan
dalam menyerap tenaga kerja meski
kontribusinya cenderung menurun.
4 Lapeti Sari
(2012)
Fungsi Linier
Elastisitas
Kesempatan
Kerja
Judul: Analisa Perencanaan Kebutuhan
Tenaga Kerja di Kabupaten Indragiri
Hilir
Hasil Penelitian: A. Perkiraan Penduduk Usia kerja
Penduduk usia kerja di Kabupaten Indragiri
Hilir pada tahun 2010 diperkirakan
sebanyak 717.500 orang yang terdiri dari
angkatan kerja sebanyak 362.505 orang dan
bukan angkatan kerja sebanyak 354.995
orang. Jika rata-rata pertumbuhan penduduk
usia kerja dalam lima tahun kedepan di
Kabupaten Indragiri Hilir di perkirakan
setiap tahunnya sebesar 4,19%, maka
jumlah penduduk usia kerja Kabupaten
Indragiri Hilir pada tahun 2015 diperkirakan
sebanyak 881.116 orang yang terdiri dari
angkatan kerja sebanyak 446.300 orang dan
bukan angkatan kerja sebanyak 434.816
orang.
B. Perkiraan Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja merupakan banyaknya
peluang kerja yang tersedia yang dapat
menyerap penduduk yang bekerja pada
berbagai kegiatan ekonomi. Diperkirakan
ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir pada
tahun 2010 tumbuh sebesar 7,35% dan
pertumbuhan kesempatan kerja sebesar
4,84%, maka elastisitas kesempatan kerja di
Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun
2010 sebesar 0,6585. Sehingga jumlah
kesempatan kerja di Kabupaten
Berlanjut kehalaman berikutnya
42
Tabel Lanjutan 2.1
Indragiri Hilir pada tahun 2010 diperkirakan
sebanyak 354.201 orang. Selanjutnya
dengan melihat perkiraan pertumbuhan
masing-masing sektor ekonomi pekerjaan
utama selama periode 1980-2000
memperlihatkan sektor pertanian tetap
Merupakan sektor yang paling dominan
dalam menyerap tenaga kerja meski
kontribusinya terus menurun. (tabel 2) dan
perkiraan per tumbuhan kesempatan kerja
(tabel 3), maka dengan membanding kan
antara pertumbuhan kesempatan kerja
dengan pertumbuhan ekonomi pada masing-
masing sektor akan diperoleh besarnya
elastisitas kesempatan kerja pada masing-
masing sektor.
C. Perkiraan Produktivitas Tenaga kerja
Besarnya produktivitas tenaga kerja rill
dapat dilihat dari perbandingan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) atas
dasar harga konstan dengan banyaknya
jumlah kesempatan kerja yang tercipta
(mereka yang bekerja). Pada tahun 2010
PDRB atas dasar harga konstan 2000
diperkirakan sebesar Rp. 6.784,21 milyar
dan jumlah kesempatan kerja diperkirakan
sebanyak 354.201 orang, maka
produktivitas tenaga kerja di Kabupaten
Indragiri Hilir pada tahun 2010 diperkirakan
sebesar Rp. 19,15 juta.
5 Rudi
Aryanto
(2011)
Rasion KKD
Tipologi
Klassen
Judul: Analisis Kemandirian Keuangan
Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan.
Hasil Penelitian:
1. Kemandirian keuangan kabupaten/kota
di Sumatera Selatan memiliki indikasi
bahwa kemampuan keuangan
kabupaten/kota di Sumatera Selatan
masuk dalam kategori sangat rendah. Nilai
rata-rata rasio kemandirian keuangan
daerah tertinggi hanya sebesar 17,28%
yaitu pada Kota Palembang, dan tertinggi
kedua yaitu Kota Lubuk Linggau dengan
rasio kemandirian keuangan
Berlanjut kehalaman berikutnya
43
Lanjutan Tabel 2.1
daerah sebesar 6,94%. Daerah yang
memiliki kemampuan keuangan terendah
yaitu OKU Selatan dengan rasio
kemandirian keuangan daerah hanya
sebesar 1,17%.
2. Berdasarkan Pengelompokan daerah
dengan Tipologi Klassen, Kota Palembang
dan Kabupaten Muara Enim termasuk
kategori Daerah Maju yaitu daerah yang
memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi
dan pendapatan perkapita lebih tinggi dari
rata- rata Propinsi Sumatera Selatan.
Daerah maju tapi tertekan yaitu Kabupaten
Musi Banyuasin, Kabupaten OKU,dan
Kota Prabumulih. Daerah yang masuk
kategori daerah berkembang yaitu Lahat,
Musi Rawas, OKI, Lubuk Linggau,
Banyuasin, Oku Timur, dan OKU Selatan.
Daerah yang relatif tertinggal yaitu Pagar
Alam, Ogan Ilir, dan Empat Lawang.
3. Berdasarkan peta kemampuan keuangan
ada lima daerah yang memiliki kondisi
keuangan yang ideal yaitu Kota
Palembang, Kota Lubuk Linggau,
Kabupaten OKU, Kabupaten Musi Rawas,
dan Kabupaten Lahat. Dari kelima
kabupaten/kota tersebut, yang memiliki
rasio kemandirian keuangan paling tinggi
yaitu Kota Palembang.
6 Sri
Handayani
(2011)
Editing
Coding
Tabulasi
Klasifikasi
Judul: Upaya Pemerintah Sumatera Selatan
Menarik Investor Asing Dalam kegiatan
Penanaman Modal
Hasil Penelitian:
Menurut Mustawani dalam rangka
melaksanakan amanat Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal pada Pasal 4 ayat (2)
butir b langkah yang dilakukan Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan adalah dengan
menetapkan kebijakan yang dituangkan
kedalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Provinsi Sumatera Selatan
pada salah satu program prioritas yaitu
Pembangunan Pemerintah dengan fokus:
Berlanjut kehalaman berikutnya
44
Tabel Lanjutan 2.1
memperbaiki dan menambah kapasitas
pelayanan publik berbasis ICT untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
akuntabel; meningkatkan mutu Pelayanan
Satu Titik (One Stop Service) dengan
membuat mutu pelayanan (waktu, biaya,
kecepatan) masyarakat dan meningkatan
investasi daerah; meningkatkan partisipasi
kelompok masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan program
kinerja pemerintah provinsi; meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia aparatur
dalam melayani masyarakat dan pelaksanaan
tugas Pemerintah. Untuk merealisasikan
program tersebut Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan telah menetapkan
Peraturan Gubernur Sumatera Selatan
Nomor 39 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan pelayanan perizinan
penanaman modal terpadu satu pintu. Upaya
yang sifatnya umum yang telah dilakukan
oleh Pemerintah Sumatera Selatan, yaitu:
menambah aktivitas kantor perwakilan
Sumatera Selatan di Jakarta sekaligus
sebagai tempat promosi, baik untuk berbagai
hasil produksi kerajianan khas Sumatera
Selatan maupun potensi bisnis dan investasi
di Sumatera Selatan; disiapkannya Gedung
Graha promosi investasi Sriwijaya yang
bertujuan untuk mempercepat pelayanan
bagi investor dan mengurangi ekonomi
biaya tinggi; meningkatkan upaya kerjasama
dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait;
membuka informasi melalui beberapa
kedutaan besar RI diluar negeri tentang
potensi dan peluang investasi di Sumatera
Selatan, sedangkan upaya khusus yang terus
dilakukan Pemerintah Sumatera Selatan
dapat diuraikan di bawah ini. Pertama,
meningkatkan komitmen kepala daerah dan
Stakeholder untuk dapat melaksanakan
kegiatan penanaman modal di Sumatera
Selatan. Apabila iklim investasi dapat
dibangun lebih kondusif yang didukung oleh
Berlanjut kehalaman berikutnya
45
Lanjutan Tabel 2.1 kepala daerah dan stakeholder yang ada,
maka dalam jangka panjang secara makro
akan dapat meningkatkan insentif pajak dan
pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
Kedua, membuat peraturan kebijakan
yang tetap dan konsisten yang tidak terlalu
cepat berubah dan dapat menjamin adanya
kepastian hukum. Ketiga, prosedur
perizinan yang tidak berbelit-belit yang
dapat mengakibatkan high cost economy
7 1. Kurnia
Astuti
2. Budiono
Sri
Handoko
(2007)
Trend Linier
ICOR
ILOR
Judul: Analisis Pertumbuhan Ekonomi,
Kebutuhan Investasi, dan Penyerapan
Tenaga Kerja di Kabupaten Sleman.
Hasil Penelitian:
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan
hasil penelitian. Proyeksi PDRB Kabupaten
Sleman tahun 2005 –2009 meningkat
yaitu sebesar Rp1.791.423.000.000,00
pada tahun 2005, Rp1.847.121.000.000,00
pada tahun 2006, Rp1.902.819.000.000,00
pada tahun 2007, Rp1.958.517.000.000,00,
dan Rp2.014.215. 000.000,00 pada tahun
2009. Pertumbuhan ekonomi menurun dari
3,09% pada tahun 2005 menjadi 2,84% pada
tahun 2009. Proyeksi ini dihitung dengan
asumsi bahwa perekonomian daerah dalam
kondisi normal Nilai Rata- rata ICOR
Kabupaten Sleman periode 1999 – 2003
adalah 2,847 artinya untuk meningkatkan
PDRB sebesar Rp1.000,00 dibutuhkan
investasi sebesar Rp2.847,00. Rasio modal-
tenaga kerja di Kabupaten Sleman adalah
sebesar 65.748.166 artinya setiap pekerja
pada tahun 1999-2004 menggunakan modal
sebesar Rp65.748.166,00 per tahun.
Berdasarkan rasio modal- tenaga kerja,
semakin besar investasi maka diproyeksikan
penyerapan tenaga kerja semakin banyak.
Nilai rata-rata ILOR adalah 0,35 artinya
bahwa untuk meningkatkan PDRB sebesar
PDRB sebanyak Rp100.000.000,00
dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 35 orang.
Penyerapan tenaga kerja tergantung pada
ILOR. ILOR yang tinggi menunjukkan
Berlanjut kehalaman berikutnya
46
Lanjutan tabel 2.1 bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan
semakin banyak, sedangkan nilai ILOR yang
semakin rendah menunjukkan bahwa jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan semakin
sedikit. Sektor yang mempunyai ILOR
positif adalah sektor industri pengolahan,
sektor perdagangan, hotel, restoran, sektor
keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan
sektor jasa-jasa. Hal ini mengindikasikan
bahwa kenaikan PDRB di sektor tersebut
menambah kesempatan kerja baru. Sektor
yang mempunyai ILOR negatif
mengindikasikan bahwa kenaikan PDRB di
sektor tersebut justru mengurangi
kesempatan kerja yang ada. Hal ini karena
meningkatnya produktivitas tenaga kerja
atau proses produksi yang padat modal.
C. Kerangka Berpikir
Dalam pembangunan ekonomi tujuannya adalah untuk meningkat
kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. salah satu indikator dalam
pembangunan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan ekonomi. dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi tentunya dibutuhkan modal atau
investasi karena secara makro investasi menjadi bagian penting dalam
pertumbuhan ekonomi yang didasari teori pertumbuhan Harrod-Domar.
Dengan adanya investasi diharapakan memberikan kesempatan kerja
yang lebih banyak sehingga berdampak kepada masyarakat yang memperoleh
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan dapat terjadi
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Dibutuhkan perencanaan pembangunan salah satunya dengan
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi, investasi dan penyerapan tenaga
47
kerja yang dapat menjadi informasi dalam mengambil kebijakan dalam
pembangunan ekonomi dimasa yang akan datang. Sehingga dari kerangka
pemikiran tersebut dapat disimpulkan dengan gambaran yang terdapat pada
gambar 2.2.
48
Gambar 2.2.
Model: Alur Kerangka Berpikir Teoritis
Latar Belakang
1. Perekonomian masih bergantung pada sektor konsumsi yang tidak
memberikan pertumbuhan ekonomi berkesinambungan
2. MP3EI (master plan percepatan perluasan pembangunan eknonomi Indonesia)
menjadikan Indonesia negara maju 2045
3. Desentralisasi pengelolaan sumber keuangan dalam proses pembangunan
ekonomi
4. Desentralisasi fiskal menjadi pintu masuk bagi daerah untuk mendorong
akselerasi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah
5. Investasi sebagai solusi dalam mengatasi kekurangan modal yang dialami
oleh pemerintah maupun pihak swasta dalam mengembangkan
perekonomiannya.
Pertumbuhan
Ekonomi
1. Pertumbuhan
ekonomi yang
menjadi modal
bagi kesejahteraan
masyarakat
2. Perkembangan
ekonomi kenaikan
pendapatan suatu
wilayah secara
nyata dalam suatu
jangka waktu yang
panjang.
3. Pertumbuhan
ekonomi untuk
mendorong proses
pembangunan
daerah secara
keseluruhan.
Tenaga kerja
1. Adam Smith
Pertumbuhan
ekonomi di sebabkan
oleh kemajuan
teknologi dan
perkembangan jumlah
penduduk.
2. Populasi sebuah sumber
Daya Berharga dalam
Pertumbuhan Ekonomi
3. Pertumbuhan
penduduk, yang
beberapa tahun
selanjutnya akan
memperbanyak jumlah
angkatan kerja.
4. Perluasan kesempatan
kerja dapat terjadi
melalui pertumbuhan
ekonomi
Investasi (PMA dan
PMDN)
1. Diperlukan Investasi
(PMA & PMDN) baru
untuk memacu
pertumbuhan ekonomi
2. penanaman modal
merupakan langkah
awal kegiatan
produksi. Dengan
posisi semacam itu,
investasi pada
hakekatnya juga
merupakan langkah
awal kegiatan
pembangunan
ekonomi.
3. Investasi dan
pertumbuhan ekonomi
mempunyai
keterkaitan
Proyeksi
1. Perencanaan untuk kebijakan yang mendorong
masyarakat swasta untuk lebih produktif
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
1. Wilayah Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan objek penelitian adalah wilayah di
Provinsi Sumatera Selatan dan penelitian dilakukan pada tahun 2013.
Pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah memproyeksikan
pertumbuhan ekonomi, investasi dan penyerapan tenaga kerja didaerah
tersebut.
2. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya melakukan penelitian pada PDRB (Y),
investasi (X1) dan penyerapan tenaga kerja (X2) di Provinsi Sumatera
Selatan yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi (Yt), investasi (Xt1)
dan penyerapan tenaga kerja (Xt2) yang digunakan untuk melakukan
perencanaan perekonomian dalam jangka pendek, jangka menengah
maupun jangka panjang dengan tujuan untuk meningkatkan pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan dan
juga untuk mendukung pembangunan ekononomi secara nasional.
B. Metode Penentuan Sampel
Penelitian ini adalah penelitian diskriptif karena meneliti suatu objek,
suatu set kondisi, suatu sistem, atau suatu kelas peristiwa pada masa
50
sekarang. Pernyataan diatas diperkuat oleh Nazir (1998:63, dalam Prastowo,
2011:186) bahwa metode diskriptif adalah suatu metode yang digunakan
untuk meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu
set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan pada Bab I bagian A
maka penelitian ini dilakukan dengan sampel daerah Provinsi Sumatera
Selatan berdasarkan cluster sampling atau sampling daerah, sample daerah
merupakan salah satu penarikan metode sample probabilitas dimana sampel-
sampel dikelompokkan menurut petak-petak daerah dan setiap petak daerah
memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sample (Hamid,
2011: 20).
C. Metode Pengumpulan Data
1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time
series merupakan fenomena waktu tertentu yang didapat dalam beberapa
interval waktu tertentu yang bersifat kuntitatif yang sudah diolah sehingga
dinyatakan dalam bentuk angka (numeric) yang merupakan data sekunder
karena sumber atau pengumpulan data diperoleh dari pemanfaatan
sumber-sumber dari pengolahan pihak kedua dari hasil penelitian
lapangannya melalui kepustakaan atau data-data yang dipublikasikan oleh
instansi atau lembaga terkait (Teguh, 2005:118, 121), adapaun sumber
data:
51
a. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
b. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera-Selatan
c. Badan Perancanaan Pembangunan Daerah Sumatera Selatan
(BAPPEDA)
d. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
e. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
f. Instansi atau Lembaga terkait lainnya.
2. Metode Pengumpulan Data
Data yang dipakai merupakan data sekunder maka pengumpulan
data melalui telaah kepustakaan atau melalui monografi yang
dipublikasikan oleh lembaga-lembaga yang berhubungan dengan
penelitian berupa laporan-laporan, buku-buku profil, literatur, dan media
(Teguh, 2005:121), adapun data yang di pakai adalah:
a. Data PDRB Provinsi Sumatera Selatan menurut lapangan usaha di
atas Harga konstant tahun 2000 sejak tahun 1990-2012.
b. Data Investasi di Provinsi Sumatera Selatan sejak tahun 1990-2012
c. Data Tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan sejak tahun 1990-
2012.
D. Metode Analisis
1. Trend Linier
Trend Linier digunakan untuk melihat trend jangka panjang
sebaiknya data yang digunakan suatu periode sekurang-kurangnya satu
52
siklis, jika lebih dari satu siklis akan lebih baik. Biasanya menggunakan
data selama lebih 15 tahun. Periode yang cukup panjang ini dimaksudkan
agar trend yang diperoleh tidak dikacaukan oleh variasi siklis seperti
kontraksi atau ekspansi. Untuk memudahkan perhitungan dalam mencari
persamaan trend akan digunakan tahun kode (X) sebagai pengganti tahun
yang sesungguhnya (t), (Sri, 2003:78).
Rumusnya: X = t - ṯ ,
dimana ṯ = rata-rata dari tahun awal dan tahun terakhir yang dipelajari.
Langkah-langkah Trend Linier
Terdapat beberapa persamaan trend dalam Least Square Method
yang akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Trend Linier
Menurut Handoko & Kurnia Astuti (2007:165) Garis trend
linier secara umum dapat ditulis dengan persamaan garis lurus sebagai
berikut:
Y’ = a + bX
Keterangan:
Y’ = adalah data berkala time series PDRB.
X = adalah waktu yang berupa data tahunan
a = adalah bilangan konstan, apabila X= 0 yaitu PDRB awal
tahun
53
b = adalah lereng garis tren, yaitu rata-rata perubahan PDRB
untuk setiap tahunnya.
Secara teori metode ini merupakan bagian dari metode deret
berkala yang merupakan bagian dari model regresi, menururt Richard
Lungan (2009: 349,354) trend secara sistematis terjadi dalam waktu
yang panjang, beberapa tahun, seperti perubahan teknologi,
penduduk, dan perubahan nilai, salah satunya dengan menggunakan
metode kuadrat terkecil (least square method). Bentuk-bentuk
persamaan Trend deret berkala adalah sebagai berikut:
Trend dengan bentuk persamaan linier sederhana Richard
Lungan (2009: 349,354)
Ŷ = b0 + b1 Xi i = 1, 2, 3, . . . , n
Y = nilai pengamatan ke-i = peubah tak bebas
Xi = kode waktu ke-i = 0, 1, 2, . . . , n – 1 periode pertama kod 0 dan
periode terakhir kode n – 1
b 1 = ∑
(∑
) (∑
)
∑
(∑ )
b 0 = Y - b 1 X
Dengan menggunakan Least Squares Method akan diperoleh
suatu garis paling cocok yang berprinsip dengan meminimumkan
jumlah pangkat dua selisih antara nilai variabel yang sesungguhnya
54
(Y) dengan nilai trend (Yt) sehingga akan menghasilkan Σ (Y – Yt)2
yang nilainya sekecil mungkin (Sri, 2003:79).
Dengan menggunakan kalkulus dapat dibuktikan bahwa :
a =
dan b =
Σ
Σ , di mana n adalah banyaknya pasangan data.
Model alternatif dalam permodelan data runtun waktu tetapi yang
mengandung komponen trend tetapi tidak mengandung komponen
musiman (seasonal) adalah dengan menggunakan model ARIMA
(autoregresive intergrated moving average) (Rosadi, 2012:118).
b. Permodelan ARMA/ARIMA Non-Musiman
ARIMA merupakan suatu teknik yang mengabaikan
independent variable dalam melakukan peramalan. Model ini hanya
menggunakan nilai-nilai sekarang dan masa lalu dari dependent
variable untuk melakukan peramalan jangka pendek. Model ARIMA
(non-musiman) disebut juga dengan metode Box-Jenkins. Secara
umum bentuk model ARIMA adalah (p, d, q) (Rosadi, 2012:141).
Langkah-langkah dalam permodelan ARIMA ialah sebagai berikut:
1) Uji Stasioneritas Data.
Terdapat tiga cara yang umum digunakan dalam melakukan
pendugaan terhadap kestasioneran data, sebagai berikut:
a) Pemerikasaan Kestasioneran dengan Koefesien Autokorelasi
dan Korelogram ACF.
55
Ketidakstasioneran data dapat dilihat dari koefesien
autokorelasi dan korelogramnya (correlogram). Koefesien
autokorelasi adalah angka yang menunjukkan tingkat keeratan
hubungan linier antara nilai-nilai dari peubah yang sama
dengan periode waktu yang berbeda. Selanjutnya, jika fungsi
autokorelasi tersebut digambarkan dalam bentuk kurva,
dikenal dalam bentuk kurva, dikenal dengan istilah korelogram
ACF (Juanda, 2012:23-24). Jika data tidak stasioner akan
memiliki pola korelogram yang menurun mendekati titik nol,
apabila data memiliki pola korelogram dengan nilai positif-
negatif secara bergantian disekitar titik nilai nol atau tidak
berbeda dengan signifikan dengan nol (Juanda, 2012:23-24).
untuk menunjukkan signifikan atau tidaknya nilai
autokorelasi, dapat dilakukan uji statistik berdasarkan standar
error (Se). untuk selang kepercayaan ialah (1-α)x100%,
dengan α = 5% untuk ρk adalah :
1.96(Se)< ρk <1,96(Se)........................................................(3.1)
1.96(√1/n)< ρk <1,96(√1/n)
Hipotesis nol (H0) untuk nilai uji ρk = 0. jika ρk terletak dalam
selang persamaan 3.1, maka keputusannya belum cukup bukti
untuk menolak H0, berarti data stasioner. sebaliknya jika diluar
selang persamaan 3.1, keptusan menolak H0, yang berarti data
tidak stasioner (Juanda, 2012:24).
56
b) Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Stationaritas data diperiksa dengan mengamati apakah
data runtun waktu mengandung akar unit (unit root), yakni
apakah terdapat komponen trend yang berupa random walk
dalam data dengan dapat menggunakan Augmented Dickey
Fuller (ADF) (Rosadi, 2012:38).
Pengujian ADF dilakukan dengan menguji hipotesis H0 :
ρ = 0 (terdapat unit root) dalam persamaan regresi :
∆ Yt = α + δt + ρYt–1 + ∑ j∆Yt-1 + e t
dengan ∆ Yt = Yt – Yt-1 dan ρ = a – 1
Hipotesis nol ditolak jika nilai satistik uji ADF memiliki
nilai kurang (lebih negatif) dibandingkan nilai daerah kritik
(nilai kritik ini ditabelkan), jika hipotesis nol ditolak, maka
data stationer. Dalam mengaplikasikan uji ADF ditentukan
banyaknya lag dari komponen diferensi yang akan dimasukkan
kedalam model (untuk uji ADF digunakan k>0). Dalam
praktek biasanya dipilih k yang dapat korelasi serial dari
residual, yang dapat dilihat dengan lag yang masih signifikan
dalam model regresi ADF (Rosadi, 2012: 42).
2) Transformasi Data dan Identifikasi Model
Apabila data tidak stationer dalam level, maka diperlukan
transformasi untuk membentuk data yang staioner. Salah satu cara
melakukan tranformasi data untuk membuang komponen trend
57
dengan metode diferensiasi terhadap data dan dilakukan uji akar
unit dengan PACF, ACF dan uji ADF dengan melihat apakah
terdapat akar unit atau tidak dengan cara mengamati nilai satistik
uji ADF memiliki nilai kurang (lebih negatif) dibandingkan nilai
daerah kritik (nilai kritik ini ditabelkan), jika hipotesis nol ditolak,
maka data stationer dan dapat dilakukan indetifikasi dari model
Autoregressivce Moving Average (ARMA)/ Autoregressivce
Moving Integrated Average (ARIMA), (Rosadi, 2012:151).
3) Estimasi Parameter dari Model
Untuk menggambarkan data hasil diferensiasi menggunakan
plot ACF/PACF yang akan membentuk grafik ACF dan PACF
dengan melihat hasil estimasi korelogram data yang akan
menampilkan nilai stasioneritas untuk pembentukan model
ARIMA dengan membandingkan nilai AC dan PAC dengan
±1.96(√1/n) yang berarti signifikan (keluar dari batas interval),
apabila AC dan PAC diantara Se maka datanya sationer,
selanjutnya dapat dilakukan pembemtukan model ARIMA adapun
ketentuannya menurut Juanda (2012: 76) yang ditunjukkan pada
tabel 3.1 sebagai berikut:
58
Tabel 3.1
Pola ACF dan PACF Pembentukan Model
Model Pola ACF Pola PACF
AR(p) Exponential, exponential-
Oscillation atau sinewave
Menurun drastis pada lag
tertentu (cut off)
MA(q) Menurun drastis pada lag
tertentu (cut off)
Exponential, exponential-
Oscillation atau sinewave
ARMA(p,q) Exponential, exponential-
Oscillation atau sinewave
Exponential, exponential-
Oscillation atau sinewave
setelah dilakukan pembentukan model, maka mengestimasi
parameter-parameter dari model dengan menggunakan metode
Least Square (Rosadi, 2012:151-153)
4) Diagnostic Cheking/Evaluasi Model.
Untuk melakukan diagnostic cheking dengan menggunakan
beberapa kriteria sebagai berikut (Rosadi, 2012:155-158):
a) Dengan melakukan uji t, Uji F, maupun nilai koefesien
determinasi (R2) hasil estimasi untuk parameter/koefesien dari
model yang dibuat dengan melihat tingkat signifikasi α=5%
koefesien dari semua model.
b) Dengan melihat nilai Schwarz Criterion (SC), Akaike info
criterion (AIC), dan Sum of Squared Regression (SSR) yang
paling minimum dari berbagai model yang dibuat.
c) Selanjutnya dengan melakukan uji Q-Ljung-Box/Q-statistik
dan plot ACF/PACF untuk melihat apakah terdapat korelasi
59
serial dalam residual dari hasil estimasi dengan model yang
diamati yang ditandai dengan nilai p-value (prob) dari Q-
statistik yang lebih besar dari α=5%.
5) Prediksi
Tahap terakhir adalah melakukan prediksi atau peramalan
berdasarkan model yang dipilih. untuk mengevaluasi kesalahan
peramalan bisa menggunakan Root Mean Squares Error (RMSE),
Mean Absolute Error (MAE) atau Mean Absolute Error (MAPE).
dalam kasus pengujian satu model, besar kecilnya kesalahan
peramalan lebih tepat dideteksi melalui MAPE (Juanda, 2012:91).
2. Analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR)
Investasi merupakan kegiatan penciptaan nilai tambah (value
added) yang berakumulasi menjadi Produk Domestik Bruto (PDB), oleh
karena itu antara investasi dan pertumbuhan ekonomi (PDB) mempunyai
keterkaitan yang ditunjukkan oleh koefisien ICOR (Henry Faizal,
2009:52). Dengan menghitung ICOR maka dapat diperkirakan seberapa
besar tambahan kapital yang dibutuhkan untuk menuju target
pertumbuhan ekonomi tertentu (Handoko & Kurnia Astuti, 2007: 165).
Menurut Henry faizal Noor (2009: 52) Investasi adalah awal dari
berbagai kegiatan ekonomi, dengan demikian apabila kegiatan investasi
berkembang dengan baik dan efesien maka akan diikuti oleh tumbuhnya
kegiatan ekonomi lainnya. Untuk mendapatkan informasi atau data
60
mengenai ICOR maka diperlukan data mengenai perubahan investasi dan
data PDRB yang dihasilkan oleh investasi tersebut. Dengan menggunakan
kedua informasi tersebut, dapat dicari data ICOR ekonomi nasional,
regional, maupun ICOR dimasing-masing sektor ekonomi, dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Henry Faizal Noor, 2009: 52):
ICOR t =
–
Keterangan:
ICOR = Incremental Output Ratio tahun ke t
PDRB = Produk Domestik Bruto tahun ke t
= Produk Domestik Bruto tahun ke t-1
Investasi = Investasi tahun ke t
Konsep rasio kapital output atau koefisien modal menunjukkan
jumlah kapital yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit output.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar investasi yang
dibutuhkan. Hubungan ekonomi secara langsung antara besarnya stok
modal (K) dan output total (Y) yang dikenal dengan capital-output ratio
(COR). Hubungan antara investasi yang ditanamkan (“K) dengan
pendapatan tahunan (“Y) yang dihasilkan dari investasi tersebut yang
dinamakan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) (Kurnia Astuti &
Handoko, 2007: 164).
61
Untuk mengetahui kebutuhan investasi, diasumsikan bahwa (Y)
adalah pendapatan domestik suatu wilayah dan (g) adalah pertumbuhan
pendapatan tersebut dibandingkan tahun sebelumnya dengan rumus
(Meier 1995: 165, dalam Kurnia Astuti & Handoko, 2007: 165):
It = k . g . Yt
Keterangan:
It = jumlah investasi yang dibutuhkan
k = ∆Y/∆K = ICOR
g = tingkat pertumbuhan ekonomi
Yt = PDRB Harga Konstan tahun t
3. Analisis Incremental Labour Output Ratio (ILOR).
Menurut Sonny Sumarsono (2009: 382) Kebijaksanaan dalam
kaitannya terhadap ketenagakerjaan adalah semua langkah dan program
yang ditujukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dengan
jalan mempengaruhi variabel-variabelnya, diarahkan kepada penyaluran,
penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja lebih baik melalui perbaikan
informasi serta pembinaan dan peningkatan keterampilan juga perbaikan
dalam rangka perbaikan kesejahteraan tenaga kerja secara menyeluruh.
Berdasarkan fungsi Harrod-Domar yang menyebutkan bahwa
output adalah fungsi kapital dan tenaga kerja maka selain diturunkan
fungsi penggunaan kapital, juga diturunkan fungsi penggunaan tenaga
kerja dan untuk memproyeksikannya dengan menggunakan konsep rasio
modal-tenaga kerja (capital-labor ratio) yaitu ∆K/∆L. Proyeksi
62
penyerapan tenaga kerja juga dapat dihitung dengan menggunakan konsep
ILOR (incremental labour Out-put ratio) atau jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk memproduksi satu unit output (Kurnia Astuti
&Handoko, 2007: 166).
Menghitung ILOR menurut Kurnia Astuti & Handoko (2007: 166)
dengan rumus :
atau
( )
Keterangan:
KKt adalah peningkatan kesempatan kerja tahun t
ILORt adalah ILOR pada tahun t
∆PDRBt adalah peningkatan PDRB pada tahun t
Setelah diketahui ILOR maka dapat digunakan untuk mengetahui
kebutuhan tenaga kerja pada tahun tertentu dengan menggunakan rumus:
TK= ∆PDRBt . ILORt
Keterangan:
TK = tenaga kerja yang dibutuhkan.
∆PDRBt = peningkatan jumlah PDRB pada tahun t dibandingkan
tahun sebelumnya.
ILORt = adalah ILOR pada tahun t.
63
E. Operasional Variabel Penelitian.
Operasional variabel merupakan penjabaran yang diterapkan dalam
penelitian agar secara jelas dapat ditetapkan indikatornya. Batasan
operasional variabel merupakan pendefinisian dari serangkaian variabel
yang digunakan dalam penulisan. Hal ini dipandang perlu agar ada
kesamaan makna atas suatu variabel yang mungkin mempunyai makna ganda.
Dalam pendefinisian variabel-variabel sampai dengan kemungkinan
pengukuran dan cara pengukurannya.
Tabel 3.2
Operasional Variable
Variabel Skala Satuan
Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Ratio Numeric
Investasi (PMA dan PMDN) Ratio Numeric
Tenaga Kerja Ratio Numeric
1. Pertumbuhan Ekonomi
Perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi secara langsung dihitung dari
data pendapatan nasional riil yang tersedia. Pertumbuhan ekonomi yang
dimaksudkan adalah pertumbuhan dengan indikator PDRB Provinsi
Sumatera Selatan yang dihitung dengan formula, (Sukirno, 50:2011):
64
dimana g adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dalam
persen. PNriil1 adalah pendapatan nasional untuk tahun perhitungan dan
PNriil0 adalah pendapatan nasional tahun sebelumnya.
PDRB (Produk Domestik Reginal Bruto) Merupakan suatu
indikator dalam kegiatan ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah
tertentu berdasarkan atas harga berlaku atau atas dasar harga konstan.
PDRB yang dimaksudkan merupakan hasil dari kegiatan sektor-sektor
ekonomi yang terdapat di daerah tersebut dengan batasan jangka waktu
tertentu yang biasanya dalam jangka waktu satu tahun. PDRB dalam
penelitian ini menggunakan data perkembangan PDRB atas dasar harga
konstan di Provinsi Sumatera Selatan tahun 1990-2012.
Menurut Tarigan (2009:46), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di
wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang
terjadi. Perhitungan pendapatan pada awalnya dilakukan dengan harga
berlaku, namun agar dapat melihat nilai pertambahan dari kurun waktu ke
waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil artinya dinyatakan
dalam harga konstan yang biasanya ditetapkan oleh BPS (badan pusat
statistik).
2. Investasi.
Secara konsep, Investasi adalah kegiatan mengalokasikan atau
menanamkan sumberdaya atau (resources) saat ini (sekarang), dengan
harapan mendapatkan manfaat dikemudian hari (masa mendatang). Untuk
65
memudahkan pengertian dan perhitungan, maka sumber daya (resources)
ini biasanya diterjemahkan (dikonversi) kedalam satuan moneter atau
uang. Dengan demikian secara konsep, Investasi dapat didefinisikan
sebagai menanamkan uang sekarang, guna mendapatkan manfaat (balas
jasa atau keuntungan) dikemudian hari (Henry faizal, 2009: 4). Dalam
penelitian ini investasi yang digunakan adalah investasi berupa PMA dan
PMDN yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan.
3. Tenaga Kerja.
Menurut Arfida (2003:22) tenaga kerja memiliki pengertian jumlah
penduduk yang sedang dan siap untuk bekerja dan pengertian kualitas
usaha kerja yang diberikan secara umum, penyediaan tenaga kerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jumlah penduduk, tenaga kerja,
jam kerja, pendidikan, produktifitas, dan lain-lain. Dalam penelitian ini
tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja yang terdapat di Provinsi
Sumatera Selatan.
66
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Gambaran umum objek penelitian adalah menyajikan keadaan
objek penelitian secara umum (Hamid, 2006:51), dalam penelitian ini
menyajikan letak geografis, kependudukan dan ketenagakerjaan,
tingkat pertumbuhan ekonomi, dan invetasi di daerah Provinsi
Sumatera Selatan.
1. Letak Geografis
Dalam publikasi BPS (Badan Pusat Statistik) Sumatera
Selatan dalam angka tahun 2013, secara geografis, Provinsi
Sumatera Selatan terletak antara 10–4
0 lintang selatan dan 102
0-
1060 bujur timur dengan luas daerah seluruhnya 8.702.741 hektar
dengan batas-batas wilayahnya:
Utara : Provinsi Jambi
Selatan : Provinsi Lampung
Barat : Provinsi Bengkulu
Timur : Provinsi Bangka Belitung
Provinsi Sumatera Selatan merupakan bagian dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terletak di kawasan pulau
Sumatera seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1.
67
Gamar 4.1 Peta Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS, Sumatera Selatan Dalam Angka 2013
Untuk wilayah administrasi di Provinsi Sumatera Selatan
terdapat 11 Kabupaten dan 4 Kota pada tahun 2012. Secara total,
wilayah administrasi Provinsi Sumatera Selatan terdapat 2.840
desa, 371 kelurahan dan 231 kecamatan (BPS, Sumatera Selatan
Dalam Angka 2013: 29) . Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
4.1.
68
Tabel 4.1
Jumlah Kecamatan, Desa, dan Kelurahan di Kabupaten/Kota Provinsi
Sumatera Selatan, Tahun 2012.
No
Kabupaten/Kota
Jumlah
Kecamatan Desa Kelurahan
1 Ogan Komering Ulu 12 143 14
2 Ogan Komering Ilir 18 308 13
3 Muara Enim 25 310 16
4 Lahat 22 359 17
5 Musi Rawas 21 268 20
6 Musi Banyuasin 14 223 13
7 Banyuasin 19 288 16
8 OKU Selatan 19 252 7
9 OKU Timur 20 289 7
10 Ogan Ilir 16 227 14
11 Empat Lawang 10 148 8
12 Palembang 16 0 107
13 Prabumulih 6 25 12
14 Pagar Alam 5 0 35
15 Lubuk Linggau 8 0 72
Jumlah 231 2.840 371
Sumber: BPS, Sumatera Selatan Dalam Angka 2013
69
2. Penduduk dan Tenaga Kerja
Penduduk Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2011
berjumlah 7.593.425 jiwa. Sedangkan pada tahun 2012 berjumlah
7.701.528 jiwa yang berarti mengalami peningkatan 1.42% dari
tahun 2012 (BPS, 2013:65). Pada umumnya keadaan penduduk di
Provinsi Sumatera Selatan belum menyebar secara merata
diseluruh wilayah, kepadatan penduduk lebih banyak terdapat pada
wilayah kota dibandingkan wilayah kabupaten. Secara rata-rata
kepadatan penduduk di Provinsi Sumatera Selatan 88.51 jiwa/km2.
Penduduk terbanyak terdapat di kota Palembang berjumlah
1.503.485 jiwa sedang yang paling sedikit terdapat di kota Pagar
Alam berjumlah 129.719 jiwa. Dari kepadatan penduduk terdapat
pada kota Palembang berjumlah 4.019.69 jiwa/km2
namun
kepadatan penduduk terendah terdapat pada kabupaten Musi
Banyuasin berjumlah 40.57 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 4.2 yang menampilkan data luas daerah dan
jumlah penduduk kabupaten/kota di wilayah Sumatera Selatan
(BPS, 2013:65).
70
Tabel 4.2
Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2012.
No
Kabupaten/Kota
Luas Daerah
(km2)
Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Penduduk/km2
1
Ogan Komering
Ulu
2 772.56
338 369
122.04
2
Ogan Komering
Ilir
17 058.32
752 906
44.14
3
Muara Enim
8 587.94
741 795
86.38
4
Lahat
4 076.06
380 398
93.32
5
Musi Rawas
12 134.57
543 349
44.78
6
Musi Banyuasin
14 477.00
587 325
40.57
7
Banyuasin
12 142.73
773 878
63.73
8
OKU Selatan
5 493.94
324 836
59.13
9
OKU Timur
3 410.15
628 827
184.4
10
Ogan Ilir
2 513.09
392 989
156.38
11
Empat Lawang
2 556.44
225 737
88.3
12
Palembang
374.03
1 503 485
4 019.69
13
Prabumulih
421.62
169 022
400.89
14
Pagar Alam
579.16
129 719
223.98
15
Lubuk Linggau
419.80
208 893
497.6
Jumlah
87 017.41
7 701 528
88.51
Sumber: Kanwil Badan Pertahanan Nasional dan BPS Sumatera
Selatan Dalam Angka 2013
71
Definisi angkatan kerja adalah penduduk berumur 15 tahun
ke atas yang bekerja, sementara tidak bekerja atau sedang mencari
pekerjaan. Penduduk berumur kurang dari 15 tahun meskipun telah
melakukan pekerjaan guna memenuhi/membantu kebutuhan hidup
tidak termasuk kategori angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan
bagian dari aspek demografi penduduk itu sendiri yang diakibatkan
dari perubahan pola kependudukan secara keseluruhan (BPS,
2013:65).
Pada tahun 2012 jumlah angkatan kerja di Provinsi
Sumatera Selatan sebanyak 3.746.373 orang. Perkembangan
jumlah angkatan kerja antara tahun 2005-2012, secara umum
mengalami peningkatan. Sedangkan tingkat penganguran Provinsi
Sumatera Selatan pada tahun 2012 sebesar 5,70 persen (lihat
Gambar 4.2). Angka penganguran ini dihitung dengan
mendifinisikan menganggur sebagai mencari pekerjaan,
mempersiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan
dan sudah mendapat pekerjaan tetap tetapi belum mulai bekerja
(BPS, 2013:66).
72
Gambar 4.2
Penduduk Berumur 15 Tahun keatas Menurut Jenis kegiatan Utama di
Provinsi Sumatera Selatan, 2005-2012.
Sumber: BPS Sumatera Selatan Dalam Angka 2013
Keterangan: r) Angka Revisi
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
3. Pertumbuhan Ekonomi
Struktur perekonomian Sumatera Selatan selama dalam
empat tahun terakhir, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB
ADHB) Sumatera Selatan dengan migas mengalami peningkatan.
Pada tahun 2009 nilai tambah yang terbentuk sebesar 137,33
trilyun rupiah. Pada tahun 2010, angka ini sebesar 157,74 trilyun
rupiah dan tahun 2011 sebesar 182,39 trilyun rupiah. Pada tahun
2012, nilainya menjadi sebesar 206,33 trilyun rupiah (BPS,
2013:419).
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
4000000
2005 2006 2007 2008 2009 2010r) 2011*) 2012**)
Angkatan Kerja Bekerja Menganggur
73
Pada tahun 2012 terdapat empat sektor yang memberikan
sumbangan terbesar berdasarkan harga berlaku dengan migas,
empat sektor tersebut adalah sektor pertambangan 21,32 persen,
sektor industri pengolahan sebesar 20,12 persen, sektor pertanian
sebesar sebesar 16,58 persen, serta sektor hotel dan restoran
sebesar 13,63 persen seperti ditunjukkan pada tabel 4.3. Menurut
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, terjadi beberapa
pergeseran struktur ekonomi bila dibandingkan kondisi tahun
sebelumnya peran sektor jasa, sektor perdagangan dan bangunan
meningkat masing-masing sebesar 0,88 persen, 0,61 persen dan
0,38 persen. Sedangkan sektor yang mengalami penurunan adalah
sektor pertambangan dan penggalian serta sektor pertanian yang
masing-masing turun negatif 1,17 persen dan negatif 0,63 persen
(BPS, 2013: 419).
Tabel 4.3
Distribusi Persentase PDRB Sumatera Selatan Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Berlaku Dengan Migas (persen), 2007-2012.
Berlanjut ke Halaman Berikutnya
Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010r 2011* 2012**
Pertanian
18.27
17.18
17.35
17.54
17.21
16.58
Pertambangan &
Penggalian
24.94
25.44
21.04
21.70
22.49
21.32
Industri Pengolahan 23.03 23.26 23.64 22.02 20.55 20.12
Listrik, Gas & Air
Bersih
0.54
0.48
0.51
0.49
0.48
0.48
Bangunan 6.13 6.01 6.52 6.92 7.68 8.06
74
Lanjutan Tabel 4.3
Pengangkutan &
Komunikasi
4.15
4.11
4.50
4.62
4.72
4.98
Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan
3.41
3.36
3.64
3.60
3.60
3.71
Jasa-Jasa 7.77 8.23 10.03 10.19 10.25 11.13
PDRB DENGAN
MIGAS
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber : BPS Sumatera Selatan Dalam Angka 2013
Keterangan : r) Angka Revisi
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Dilihat dari pertumbuhan ekonomi, perekonomian
Sumatera Selatan mengalami perlambatan sebagai dampak dari
krisis global. Hal ini ditunjukkan dari angka pertumbuhan ekonomi
Sumatera Selatan dengan migas melambat dibanding tahun 2011
menjadi 6,01 persen tahun 2012. Begitu juga pertumbuhan eknomi
tanpa migas melambat dari sebesar 8,09 persen tahun 2011
menjadi 7,93 persen tahun 2012 (BPS, 2013:420).
Ada beberapa sektor yang mengalami peningkatan
pertumbuhan ekonomi yaitu sektor hotel dan restoran meningkat
dari 7,96 persen tahun 2011 menjadi 9,45 persen tahun 2012,
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan meningkat dari
8,30 persen tahun 2011 menjadi 9,01 persen tahun 2012, sektor
listrik, gas dan air bersih meningkat dari 8,06 persen tahun 2011
75
menjadi 8,48 persen tahun 2012. Sedangkan sektor yang
mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi terbesar adalah
sektor bagunan dari 12,87 persen tahun 2011 menjadi 8,93 persen
tahun 2012 atau negatif sebesar 3,94 persen, seperti yang
ditunjukkan pada tabel 4.4, laju pertumbuhan PDRB dari tahun
2007 hingga tahun 2012 menurut lapangan usaha di Sumatera
Selatan (BPS, 2013: 420).
Tabel 4.4
PDRB Sumatera Selatan menurut Lapangan Usaha Atas Dasar
Harga Konstan Tahun 2000 (juta rupiah), 2007-2012
Sekto\Tahun 2007 2008 2009 2010r) 2011*) 2012**)
Pertanian 11 113 699 11 567 788 11 927 064 12 482 952 13 141 056 13 842 930
Pertambangan
& Penggalian
13 411 653
13 616 652
13 616 652
14 223 391
14 592 393
14 654 127
Industri
Pengolahan
9 801 805
10 136 764
10 353 290
10 826 416
11 454 879
12 136 458
Listrik, Gas
& Air Bersih
267 073
281 069
295 377
314 021
339 337
368 115
Bangunan 4 157 657 4 412 936 4 737 050 5 151 465 5 814 656 6 333 989
Perdagangan,
Hotel &
Restoran
7 567 159
8 086 906
8 340 138
8 918 122
9 627 768
10 537 443
Pengangkutan
&
Komunikasi
2 534 185
2 886 983
3 284 286
3 701 700
4 165 509
4 631 731
Berlanjut ke Halaman Berikutnya
76
Lanjutan Tabel 4.4
Perdagangan,
Hotel &
Restoran
11.76
11.92
12.78
12.93
13.02
13. 63
Keuangan,
Persewaan
& Jasa
Perusahaan
2 197 304
2 386 939
2 550 333
2 738 700
2 965 951
3 233 195
Jasa-Jasa 4 211 579 4 689 418 5 128 472 5 502 373 5 906 947 6 356 151
PDRB
DENGAN
MIGAS
55 262 114
58 065 455
60 452 944
63 859 140
68 008 496
72 094 166
PDRB
TANPA
MIGAS
42 106 149
44 763 105
47 029 273
50 315 032
54 386 209
58 701 236
Sumber : BPS Sumatera Selatan Dalam Angka 2013
Keterangan : r) Angka Revisi
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Dalam beberapa tahun terakhir ini laju pertumbuhan
ekonomi Sumatera Selatan mengalami fluktuasi diberbagai sektor
dimana laju pertumbuhan terbesar dalam enam tahun terakhir
terjadi pada tahun 2011 sebesar 8.09 persen (tanpa migas) dan
6.50 persen (dengan migas). Secara keseluruhan laju pertumbuhan
ekonomi ekonomi Sumatera Selatan lebih besar tanpa migas
dibandingkan dengan migas karena melambannya pertumbuhan
ekonomi sektor migas seperti yang di tunjukkan pada Gambar 4.3.
77
Gambar 4.3.
Laju Pertumbuhan PDRB Sumatera Selatan menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (persen), 2006 – 2012
Sumber : BPS Sumatera Selatan Dalam Angka 2013
Keterangan : r) Angka Revisi
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
4. Investasi
Investasi merupakan kegiatan menciptakan iklim ekonomi
pada suatu wilayah atau daerah untuk mengembangkan dan
meningkatkan potensi ekonomi yang dimiliki daerah tersebut
dalam hal ini daerah Sumatera Selatan sebagai mana yang
dikemukakan oleh Noor (2009: 283), Investasi merupakan kegiatan
penciptaan tambah (value added) yang berakumulasi menjadi
Produk Domestik Bruto (PDB), bahwa tingkat kesejahteraan
masyarakat berkaitan erat dengan perkembangan investasi yaitu
berupa nilai tambah oleh kegiatan investasi tersebut.
5.2 5.84
5.07
4.11
5.63
6.5 6.01
7.31
8.04
6.31 5.06
6.98
8.03 7.93
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2006 2007 2008 2009 2010r 2011* 2012**
PDRBDENGANMIGAS
PDRBTANPAMIGAS
78
Perkembangan investasi di Provinsi Sumatera Selatan
mengalami fluktuasi dalam 12 tahun terakhir dimana pada
investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tertinggi pada
tahun 2012 sebesar 2.930,597 (milliar Rp) dan terendah pada tahun
2002 sebesar 17,05 (milliar Rp) sedangkan investasi Penanaman
Modal Asing (PMA) tertinggi pada tahun 2012 sebesar 786.448,50
(ribu US$) dan terendah pada tahun 2002 sebesar 4.283 (ribu US$)
seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.5.
Gambar 4.4
Reaslisasi Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) (Milliar
Rp) dan Penanaman Modal Asing (PMA) (ribu US$) di Provinsi Sumatera
Selatan, 2001-2012
Sumber: BKPM Indonesia
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
PMA 263,1 4,283 135,3 141,7 125,0 27,80 214,7 148,8 56,77 186,2 557,3 786,4
PMDN 32,93 17,05 85,09 57,12 651,5 697,4 811,4 378,4 580,3 1,738 1,068 2,930
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
79
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis
Dalam penelitian ini analisis yang dilakukan dengan menggunakan
Least Square Method (LSM) menggunakan permodelan ARIMA dengan
Eviews 6, Incremental Output Ratio (ICOR) dengan Microsoft Exel 2007,
dan Incremental Labour Output Ratio (ILOR) dengan Microsoft Exel
2007. Berikut ini adalah hasil uji dan pembahasannya.
a. Preprocessing Data dan Indentifikasi Model
b. Analisis Leas Squares Method (LSM) dengan ARIMA
c. Analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR)
d. Analisis Incremental Labour Ouput ratio (ILOR)
2. Pembahasan dan Interprestasi
a. Preprocessing Data dan Indentifikasi Model
1). Plot Data
Untuk melihat perkiraan kasar dari bentuk model
yang sesuai dengan melihat plot data deret waktu dari obyek
PDRB Sumatera Selatan 1993-2012 apakah pola data dari
grafik yang ditandai adanya kenaikan atau penurunan dalam
perubahan waktu (Rosadi, 2012).
Seperti yang tampilkan pada gambar 4.5 pada data
tersebut terlihat bahwa data PDRB sumatera selatan
memiliki trend sehingga non stasioner pada mean dan
selanjutnya dapat dilakukan dengan uji Stasioneritas data
80
dengan menggunakan uji augmented Dickey-Fuller/ADF
yang menyatakan terdapat akar unit atau tidak.
Gambar 4.5
Grafik Trend PDRB ADHK Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 1990-2012
Sumber: Lampiran 2
2). Uji Stasioneritas Data
Terlihat data mengandung trend maka dilakukan Uji
Stasioneritas data menggunakan uji akar unit dengan uji
augmented Dickey-Fuller/ADF atau menggunakan Plot
ACF/PACF. Dari hasil Uji ADF data PDRB Sumatera
Selatan pada level (data Sebenarnya) ADF test statistik
bernilai -0.456867 sedangkan nilai test critical values t-
statistik batas α=5% bernilai -3.632896 yang berarti
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
80,000,000
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
PDRB
81
terdapat akar unit dan data tidak stasioner dan selanjutnya
akan dilakukan Transformasi data (Lagged differences) Lag
1, dari hasil Lagged differences ADF bernilai 1 didapat nilai
ADF test statistik adalah -3.522375 sedangkan nilai test
critical values t-satistik batas α=5% adalah -3.644963 data
masih terdapat akar unit yang tidak stationer yang berarti
masih perlu dilakukan differensiasi ke-2 pada data, setelah
data dilakukan differensiasi ke-2 didapatkan nilai ADF test
Statistik adalah -6.082832 sedangkan nilai test Critical
valueas t-statistik batas α=5% adalah -3.658446 berarti data
pada differensiasi ke-2 tidak terdapat akar unit bahkan lebih
signifikan pada batas α=1% nilai Critical valueas t-statistik
yang nilainya -4.498307.
Dengan didapatnya data yang stationer maka dapat
dilanjutkan dengan pembentukan model dalam analisis
Least Square Method ARIMA dengan Menggunakan
Eviews 6.
b. Analisis Leat Square Method dengan ARIMA
Metode ARIMA (Autoregressive Moving Average)
merupakan metode alternatif dalam menganalisis data deret
waktu yang terdapat komponen trend tetapi tidak terdapat
komponen musiman (Rosadi, 2012:118). Karena data PDRB
tidak mengandung komponen musiman yang dibuktikan oleh
82
gambar 4.1 maka dapat dilakukan permodelan ARIMA dengan
tahapan sebagai berikut:
1) Identifikasi Model
Agar dapat dimodelkan dengan ARMA atau ARIMA
maka hal pertama adalah data harus stationer. Berdasarkan
pengujian stasioneritas data PDRB didapatkan hasil bahwa
data tidak stasioner pada level dan differen ke-1, maka
dilakukan differen ke-2. Pada differen tingkat ke-2 dari
data PDRB, diberikan dalam bentuk grafik sebagai berikut,
Gambar 4.6
Grafik Diferensiasi Data PDRB pada Tingkat kedua
Tahun 1990-2012
Sumber: Lampiran 2
gambar 4.6 memperlihatkan bahwa data PDRB satsioner
pada differen pada tingkat kedua. Selanjutnya melihat plot
-12,000,000
-8,000,000
-4,000,000
0
4,000,000
8,000,000
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
D2PDRB
83
korelogram ACF/PACF data PDRB differen kedua sebagai
berikut.
Tabel 4.5
Korelogram Diferensiasi kedua Data PDRB
Tahun 1990-2012 Sample: 1 23
Included observations: 21 Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob ***| . | ***| . | 1 -0.347 -0.347 2.9154 0.088
. *| . | .**| . | 2 -0.112 -0.264 3.2315 0.199
. | . | . *| . | 3 -0.021 -0.198 3.2434 0.356
. | . | .**| . | 4 -0.055 -0.220 3.3280 0.505
. |**. | . |* . | 5 0.217 0.091 4.7446 0.448
***| . | ***| . | 6 -0.366 -0.363 9.0474 0.171
. |* . | . *| . | 7 0.155 -0.131 9.8771 0.196
. | . | . *| . | 8 0.043 -0.121 9.9454 0.269
. | . | . *| . | 9 -0.046 -0.148 10.029 0.348
. | . | .**| . | 10 0.005 -0.216 10.030 0.438
. | . | . | . | 11 0.052 0.044 10.160 0.516
. | . | . *| . | 12 -0.003 -0.180 10.161 0.602
. | . | . *| . | 13 -0.030 -0.093 10.217 0.676
. | . | . *| . | 14 0.004 -0.076 10.218 0.746
. | . | . *| . | 15 0.010 -0.070 10.226 0.805
. | . | . *| . | 16 0.006 -0.137 10.230 0.854
. | . | . | . | 17 -0.021 0.013 10.281 0.891
. | . | . *| . | 18 0.004 -0.104 10.284 0.922
. | . | . | . | 19 0.012 -0.052 10.316 0.945
. | . | . | . | 20 -0.008 -0.045 10.347 0.961
Sumber: Lampiran 3
Jika dievaluasi melalui koefesien ACF secara
individual pada tabel 4.5 maka dapat disimpulkan bahwa
data PDRB pada diferensiasi tingkat kedua tidak signifikan
dengan Uji statatistik n = 21, nilai interval mengikuti
persamaan 3.1 pada Bab III maka diperoleh hasil, ρk =
±1,96 (√1/n) = ±1,96 (√1/21) = (0,42771), maka nilai ACF
sampai lag ke 21 diluar interval tersebut dalam artian tidak
signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa data
84
stationer. Selain itu, berdasarkan pengamatan tabel 4.5
grafik ACF menunjukkan seluruh koefesien berada garis
garis titik.
Selanjutnya pembentukan model dengan mengamati
tabel 4.5 yang merupakan pola ACF dan PACF, maka
dapat disimpulkan bahwa pola ACF dan PACF tidak sesuai
dengan ketentuan pada tabel 3.1 Bab III, maka penelitian
melakukan permodelan dengan melihat lag yang signifikan
yaitu pada plot PACF yaitu terdapat pada lag 6 dan pada
plot ACF pada lag 6 maka diperoleh model alternatif yang
ditunjukkan pada tabel 4.6 sebagai berikut.
Tabel 4.6
Permodelan ARIMA Data PDRB Sumatera Selatan
Tahun 1990-2012
setelah diperoleh model-model alternatif maka dapat
dilanjutkan dengan estimasi menggunakan program
Eviews6.
2) Etimasi dari Model
Untuk mengestimasi model dari parameter pada
tabel 4.6 peneliti menggunakan program Eviews6 dan
Model AR dan MA ARIMA
Model 1 AR (6) ARIMA (1,1,0)
Model 2 MA (6) ARIMA (0,1,1)
Model 3 AR (6) MA (6) ARIMA (1,1,1)
85
diperoleh ringkasan hasil estimasi dari model-model
tersebut sebagai berikut:
Tabel 4.7
Rangkuman Estimasi Model ARIMA
Sumber: Lampiran 4
Dari rangkuman semua model diatas model yang
signifikan pada α=5%, adalah model 2 dan model 3
sedangkan model 1 tidak signifikan, yang berarti model 1
tidak memenuhi diagnostic cheking. Selanjutnya
melakukan evaluasi pada model 2 dan model 3, dari kedua
model tersebut yang memiliki model yang baik adalah
model 3 memiliki nilai determinan paling tingggi yang
ditunjukkan nilai R-squared = 0.911253 serta memiliki nilai
AIC dan SC paling minimum yaitu nilai AIC = 30.68150
dan SC = 30.82311, dapat disimpulkan bahwa model ini
merupakan model terbaik yang memenuhi kriteria karena
prilaku data deret waktu akan lebih baik dijelaskan melalui
penggabungan antara model AR dan MA. Dengan kata lain,
Model Prob
R-squared
Sum
Squared
Residual
(SSR)
AIC SC
model 1 0.2361 0.106104 1.25 32.85797 32.95237
model 2 0.0000 0.317062 1.12 32.33018 32.42966
model 3 0.0491
(0.0000)
0.911253 1.24 30.68150 30.82311
86
nilai Yt tidak hanya dipengaruhi oleh nilai peubah tersebut,
tetapi juga oleh residual peubah tersebut pada periode
sebelumnya (Juanda, 2012:73).
3) Evaluasi Model
Dalam melakukan evaluasi dari model yang dipilih
maka dilakukan uji statistik dari model sebagai berikut:
Tabel 4.8
Uji Q-statistik Model 3
Sample: 9 23
Included observations: 15 Q-statistic
probabilities adjusted for 2 ARMA term(s)
Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob . **| . | . **| . | 1 -0.245 -0.245 1.0953
. *| . | . **| . | 2 -0.199 -0.275 1.8683
. *| . | . **| . | 3 -0.088 -0.251 2.0331 0.154
. |* . | . *| . | 4 0.080 -0.105 2.1807 0.336
. |** . | . |* . | 5 0.246 0.200 3.7284 0.292
. *| . | . | . | 6 -0.193 -0.059 4.7865 0.310
. *| . | . *| . | 7 -0.115 -0.091 5.2066 0.391
. | . | . | . | 8 0.038 -0.043 5.2602 0.511
. | . | . *| . | 9 -0.016 -0.154 5.2713 0.627
. | . | . *| . | 10 0.001 -0.162 5.2714 0.728
. | . | . | . | 11 0.005 -0.019 5.2730 0.810
. | . | . | . | 12 0.027 0.027 5.3336 0.868
. | . | . | . | 13 -0.036 -0.051 5.4952 0.905
. | . | . | . | 14 -0.006 -0.000 5.5031 0.939
Sumber: Lampiran 3
dari hasil uji residual yang dilakukan pada model 3
didapatkan hasil bahwa ACF dan PACF dari nilai residual
tidak ada yang signifikan sampai pada lag ke 14 yang
berarti model baik untuk melakukan proyeksi.
87
4) Prediksi atau Peramalan.
Terdapat dua metode dalam melakukan proyeksi,
yaitu static forcast untuk satu langkah kedepan dan model
dynamic forcast untuk beberapa langkah kedepan (Rosadi,
2012:160). Dalam analisis ini metode yang dipakai adalah
metode dynamic forcast untuk memproyeksikan dalam
beberapa tahun kedepan.
Hasil dari peramalan dari model 3 untuk PDRB 5
tahun kedepan maka diperoleh grafik yang ditunjukkan
pada gambar 4.7 sebagai berikut
Gambar 4.7
Grafik trend PDRB ADHK tahun 1990-2013
Sumber: Lampiran 2
Dari gambar 4.7 memberikan output RMSE, MAE, dan
MAPE untuk mengukur kesalahan peramalan. Pada gambar
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
80,000,000
10 12 14 16 18 20 22 24
PDRBF ± 2 S.E.
Forecast: PDRBF
Actual: PDRB
Forecast sample: 1 24
Adjusted sample: 9 24
Included observations: 15
Root Mean Squared Error 910556.1
Mean Absolute Error 520009.6
Mean Abs. Percent Error 1.221699
Theil Inequality Coefficient 0.008602
Bias Proportion 0.000497
Variance Proportion 0.003291
Covariance Proportion 0.996212
88
4.7 dihasilkan nilai rata-rata kuadrat kesalahan sebesar
910556.1 (RMSE), sedangkan rata-rata absolut kesalahan
sebesar 520009.6, dan rata-rata persentase absolut kesalahan
sebesar 1.22. Berdasarkan ukuran MAPE maka diketahui
bahwa tingkat kesalahan peramalan relatif kecil yaitu sebesar
1,22% yang berarti model baik untuk melakukan peramalan,
berikut hasil peramalan PDRB Sumatera Selatan 5 tahun
kedepan pada tabel 4.7.
Tabel 4.9
Proyeksi PDRB Sumatera Selatan tahun 2013-2017
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Tahun
PDRB ADHK
(Juta Rp)
Pertumbuhan
(Persen)
2013 76.271.123 5,8
2014 80.663.748 5,7
2015 85.315.275 5,7
2016 89.850.697 5,3
2017 94.529.183 5,2
Sumber: Lampiran 6
89
c. Analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR)
Untuk memproyeksikan dengan tujuan mengetahui seberapa
besar investasi yang dibutuhkan beberapa tahun kedepan untuk
pertumbuhan ekonomi dengan indikator PDRB maka perlu diketahui
nilai ICOR dari beberapa tahun sebelumnya. Untuk melakukan
perhitungannya maka dilakukan lag satu tahun dengan asumsi bahwa
investasi pada tahun tertentu akan dinikmati hasilnya pada satu tahun
berikutnya (Kurnia Astuti & Handoko, 2007: 165). Perhitungan ICOR
dalam beberapa tahun kedepan ditampilkan oleh tabel 4.10 sebagai
berikut.
Tabel 4.10
Nilai ICOR Provinsi Sumatera Selatan tahun 1990-2012
Tahun Nilai ICOR
PMA PMDN
1991 -0,02506188 -0,21031196
1992 0,000383846 0,025786893
1993 0 0,063390865
1994 0 0,007836094
1995 0,004077468 0,258262829
1996 0,008287943 0,186371729
1997 0 0,190882663
1998 0,00002299 -0,03353067
1999 0,027864114 0,739706926
2000 0,261664188 0,087821261
2001 0 0,094897076
Berlanjut kehalaman Berikutnya
90
Lanjutan Tabel 4.10
2002 2,068935423 0,025221963
2003 0,024724121 0,010633835
2004 0,553162184 0,040579992
2005 0,556203576 0,024953465
2006 0,470058116 0,252426286
2007 0,083937313 0,228869026
2008 0,699024084 0,289473881
2009 0,602583848 0,158519139
2010 0,171690152 0,170371347
2011 0,400461814 0,418966124
2012 1,186760943 0,261614766
Sumber: Lampiran 5
Dari nilai ICOR dalam beberapa tahun yang ditampilkan pada tabel
4.10 maka rata-rata ICOR Sumatera Selatan adalah 0,472160172 yang
artinya adalah untuk menghasilkan atau meningkatkan PDRB sebesar
Rp1.000.000 maka dibutuhkan tambahan kapital sebesar
Rp472.160,172, maka akan dapat menentukan proyeksi kebutuhan
investasi di Sumatera Selatan tahun 2013-2017 yang dikriteriakan
menjadi proyeksi optimis, proyeksi moderat, dan proyeksi pesimis
seperti yang ditampilkan pada tabel 4.11 sebagai berikut.
91
Tabel 4.11
Proyeksi Kebutuhan Investasi di Sumatera Selatan tahun 2013-2017
Tahun Proyeksi
PDRB ADHk
(Juta Rp)
Pertumbuhan
(Persen)
Kriteria
Proyeksi
Investasi yang
dibutuhkan
(juta Rp)
2013 76.271.123 5,8
Optimis 2.088.707
Moderat
2.088.707 -
2.666.964
Pesimis 2.666.964
2014 80.663.748 5,75
Optimis 2.189.957
Moderat
2.189.957 -
3.493.500
Pesimis 3.493.500
2015 85.315.275 5,76
Optimis 2.320.271
Moderat 2.320.271 -
4.603.637
Pesimis 4.603.637
2016 89.850.697 5,3
Optimis 2.248.468
Moderat 2.248.468 -
5.886.811
Pesimis 5.886.811
2017 94.529.183 5,2
Optimis 2.320.912
Moderat 2.320.912 -
6.984.720
Pesimis 6.984.720
Sumber: Lampiran 6
d. Analisis Incremental Labour Out Ratio (ILOR)
Untuk memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja maka terlebih
dahulu diketahui nilai ILOR (Incremental Labour Output Ratio)
dengan tahun penelitian 1990-2012 menggunakan konsep ∆L/∆Y
(Astuti & Handoko, 2007:166) maka dihasilkan nilai ILOR yang
ditampilkan tabel 4.12 sebagai berikut:
92
Tabel 4.12
Nilai ILOR Sumatera Selatan Tahun 1994-2012
Sumber: Lampiran 5
Tahun Nilai ILOR
1991 -0,591679
1992 0,1085724
1993 0,0010147
1994 0,0073299
1995 0,0152819
1996 -0,023265
1997 0,0624912
1998 -0,01727
1999 0,3813601
2000 -0,005525
2001 -0,518338
2002 0,0482339
2003 0,0509723
2004 0,1186351
2005 -0,030893
2006 0,0003552
2007 0,011676
2008 0,047742
2009 0,00232
2010 0,0658503
2011 0,0317907
2012 -0,004937
93
Setelah diketahui nilai ILOR Sumatera Selatan tahun 1991-2012
maka selanjutnya menghitung rata-rata nilai ILOR Sumatera Selatan
dari tahun 1991-2012 untuk memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja
di Sumatera Selatan pada tahun 2013-2017. Nilai ILOR di Sumatera
Selatan rata-rata adalah 0,0010831 yang berarti setiap pekerja pada
tahun 1991-2012 untuk meningkatkan PDRB sebesar
Rp1.000.000.000,00 dibutuhkan pekerja 1,08 atau sekitar 2 orang
selama 1 tahun yang dapat digunakan untuk penyerapan tenaga kerja
pada tahun 2013-2017 sebagai berikut:
Tabel 4.13
Proyeksi Tambahan Penyerapan Tenaga Kerja
di Sumatera Selatan tahun 2013-2017
Tahun
Proyeksi
PDRB
(Rp juta)
Peningkatan
PDRB
(Rp juta)
Kriteria
proyeksi
Proyeksi
Penyerapan
Tenaga Kerja
(Orang)
2013 76.271.123 4.371.950,00
Pesimis 2.421
Moderat 4.735
Optimis 7.049
2014 80.663.748 4.581.381,00
Pesimis 1.539
Moderat 4.962
Optimis 8.386
2015 85.315.275 4.685.862,00
Pesimis 1.010
Moderat 5.075
Optimis 9.140
2016 89.850.697 4.904.761,00
Pesimis 882
Moderat 5.312
Optimis 9.742
2017 94.529.183 5.207.870,00
Pesimis 1.000
Moderat 5.641
Optimis 10.281
Sumber: Lampiran 6
94
Selain perhitungan menggunakan ILOR tenaga kerja yang
digunakan dapat juga dengan menggunakan rata-rata rasio modal
tenaga kerja (∆K/∆L) di Provinsi Sumatera Selatan yang ditunjukkan
pada tabel 4.14 sebagai berikut:
Tabel 4.14
Perubahan Investasi (∆K) dan Tenaga Kerja (∆L) di Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 1994-2012
Tahun (t) Perubahan
Investasi (∆K)
Perubahan Tenaga
Kerja (∆L)
1991 42788,4686 100.486
1992 -31283,878 343.350
1993 -30098,5 824
1994 915733,5466 19.999
1995 -237669,7162 54.589
1996 -337060,8304 -83.595
1997 -123861,2704 118.637
1998 12381,792 122.765
1999 257383,4724 124.659
2000 -411527,094 -8.036
2001 2637887,046 -528.513
2002 -2677928,466 62.986
2003 1188355,201 81.766
2004 85276,629 248.777
2005 534607,245 -70.719
2006 -911753,535 917
2007 1817892,755 35.580
2008 -953971,867 133.837
2009 -651996,498 5.539
2010 2234969,722 224.299
2011 2517486,948 131.911
2012 4091048,42 -20.172
Rata-rata 453120,8905 49.995
Sumber: Lampiran 5
95
Dari rata-rata rasio modal-tenaga kerja di Provinsi Sumatera
Selatan selama tahun 1991-2012 bernilai 9,063357 yang berarti
bahwa setiap pekerja di Provinsi Sumatera Selatan menggunakan
modal Rp9.063.357,00 dalam satu tahunnnya yang dapat digunakan
untuk memproyeksikan tenaga kerja yang digunakan dalam beberapa
tahun kedepan yang ditampilkan pada tabel 4.15 sebagai berikut.
Tabel 4.15
Proyeksi Tambahan Penggunaan Tenaga Kerja di Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2013-2017 (Rasio modal-tenaga kerja)
Tahun Proyeksi Investasi
(Juta Rp)
Rasio Modal-
Tenaga Kerja
(∆K/∆L)
Kebutuhan Tambahan
Tenaga Kerja (Orang)
2013 2.088.707-2.666.964 9,063357 230.456-294.258
2014
2.189.957-3.493.500 9,063357 241.628-385.453
2015 2.320.271- 4.603.637 9,063357 256.006-507.939
2016 2.248.468-5.886.811 9,063357 248.083-649.518
2017
2.320.912-6.984.720 9,063357 256.076-770.655
Sumber: Lampiran 6
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam analisis yang dilakukan oleh peneliti maka
diperoleh beberapa kesimpulan dari hasil analisis sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil proyeksi dengan menggunakan metode
least squares dengan alternatif model Autoreggresive
Integrated Moving Average (ARIMA) berdasarkan trend
peningkatan PDRB ADHK di Provinsi Sumatera Selatan
dihasilkan bahwa PDRB ADHK di Sumatera Selatan
mengalami peningkatan sebesar Rp76.271.123,00 pada tahun
2013, Rp80.663.748,00 pada tahun 2014, Rp85.315.275,00
pada tahun 2015, Rp89.850.697,00 pada tahun 2016,
Rp94.529.183,00 pada tahun 2017 (Semua dalam Juta
Rupiah), berdasarkan tingkat pertumbuhan PDRB ADHK di
Provinsi Sumatera Selatan maka terjadi penurunan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berkisar 6%
pada tahun 2012, sedikit sekali mengalami penurunan 5,8%
pada tahun 2013, dan mengalami sedikit penurunan lagi
5,75% pada tahun 2014, cenderung stabil pada tahun 2015
menjadi 5,76%, pada tahun 2016 sebesar 5,3%, dan pada
tahun 2017 mengalami tingkat penurunan 5,2%, yang berarti
97
tingkat pertumbuhan berdasarkan PDRB ADHK cenderungan
mengalami penurunan dari pertumbuhan sebelumnya 6% pada
tahun 2012 hingga hampir mencapai 5% pada tahun 2017.
2. Dari perhitungan ICOR rata-rata di Provinsi Sumatera Selatan
diperoleh nilai 0,472160172 yang berarti untuk meningkatkan
PDRB ADHK sebesar Rp1.000.000,00 dibutuhkan modal
sebesar Rp472.160,00. Dengan nilai ICOR yang masih cukup
rendah maka kebutuhan investasi untuk meningkatkan
pertumbuhan PDRB ADHK di Provinsi Sumatera Selatan
relatif masih kecil. semakin tinggi nilai ICOR maka semakin
tinggi investasi yang dibutuhkan, namun apabila semakin
rendah nilai ICOR maka semakin rendah investasi yang
dibutuhkan (Astuti, 2007:172). Dengan diketahui nilai ICOR
maka diperoleh kebutuhan investasi Rp2.088.707,00 pada
tahun 2013, Rp2.189.957,00 pada tahun 2014,
Rp2.320.271,00 pada tahun 2015, Rp2.248.468,00 pada tahun
2016, dan Rp2.320.912,00 pada tahun 2017, berarti apabila
terjadi penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi maka
diharapkan terjadi penyerapan investasi untuk meningkatkan
atau menstabilkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Sumatera Selatan.
3. Dihitung dari rasio modal-tenaga kerja didapatkan nilai
9,063357 yang berarti setiap pekerja di Provinsi Sumatera
98
Selatan membutuhkan modal sebesar Rp9.063.357,00 dalam
setiap tahunnya yang berarti semakin besar investasi yang
ditingkatkan maka akan semakin besar juga tenaga kerja yang
bisa diserap. Dari nilai ILOR di Provinsi Sumatera Selatan
diperoleh nilai 0,0010831 yang berari untuk meningkatkan
PDRB ADHK sebesar Rp1.000.000.000 dibutuhkan pekerja
1,08 pekerja atau 2 orang pekerja yang dapat dijadikan acuan
untuk menyerap tenaga kerja. Peningkatan pertumbuhan
ekonomi dengan indikator peningkatan PDRB ADHK maka
diharapkan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak
4.735(orang) pada tahun 2013, 4.962(orang) pada tahun 2014,
5.075(orang) pada tahun 2015, 5.312 pada tahun 2016, dan
sebanyak 5.641(orang) pada tahun 2017. Apabila tingkat
pengangguran meningkat maka dapat dilakukan dengan
meningkatkan nilai ILOR dengan cara meningkatkan
pertumbuhan PDRB ADHK yang dapat dilakukan dengan
peningkatan investasi. Jika nilai ILOR rendah maka tenaga
kerja yang terserap semakin rendah namun apabila nilai ILOR
tinggi maka tenaga kerja yang diserap akan semakin tinggi
(Astuti, 2007:172).
B. Saran
Jika merujuk kepada latar belakang penelitian dalam
MP3EI maka pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan
99
masih dibawah target pertumbuhan yang direncanakan sebesar
6,4-7,5 % pada 2011-2014 dan 8,9 – 9,0 % pada 2015 – 2017
secara nasional, sehingga diperlukan peninjauan kembali
perencanaan pembangunan yang telah dilakukan.
Secara makro perekonomian Sumatera Selatan perlu
melakukan kebijakan yang dapat meningkatkan efektifitas dan
efesiensi investasi dengan berbagai upaya seperti memangkas
biaya-biaya yang tidak penting yang ditanggung oleh investor,
investasi yang dilakukan dialokasikan pada sektor-sektor
ekonomi yang potensial di wilayah Sumatera Selatan, agar
investasi yang dilakukan berdampak positif pada output yang
dihasilkan. Dengan efektifitas dan efesiensi investasi maka
diharapkan akan dapat menstabilkan nilai ICOR sehingga
investasi yang dilakukan akan menjadi tepat sasaran yang dapat
menaikkan pertumbuhan ekonomi yang seharusnya dicapai di
Provinsi Sumatera Selatan.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang didasarkan
dengan penguatan investasi diharapkan juga berdampak kepada
penyerapan tenaga kerja baru, dengan demikian dapat dirasakan
masyarakat dengan melihat nilai rata-rata ILOR beberapa tahun
kebelakang yang dapat dijadikan acuan oleh instansi terkait
dalam perencanaan untuk mengurangi tingkat pengangguran serta
100
untuk menjadikan struktur perekonomian di Sumatera Selatan
stabil secara terusmenerus.
Bagi para peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih
lanjut tentang pertumbuhan ekonomi, investasi dan penyerapan
tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan dapat juga meneliti
variabel ekonomi makro lain di Provinsi Sumatera Selatan seperti
PAD (pendapatan asli daerah) dan potensi ekonomi, yang dapat
berdampak pada alokasi investasi yang tepat dengan melihat
potensi-potensi ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja lebih
banyak sehingga dampak pertumbuhan ekonomi di Sumatera
Selatan berdampak langsung pada masyarakat di wilayah tersebut
diharapkan meningkatkan kejahteraan mereka.
101
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Raharjo. “Teori-Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Wilayah”. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.
Afriandi, Jhonny. “Tesis: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kebutuhan Investasi,
dan Penyerapan Tenaga Kerjabupaten Ogan Komering Ulu Provinsi
Sumatera Selatan 2006-2010”. Universitas gajah Mada, Yogyakarta,
2007.
Ahmad, Nisar. “Population: A Valuable Resource in Economic Growth With
Special Reference to Pakistan’s Growth Prospects”. Vol.I, Issue 2
(pp.11-19), eCanadian Journal of Bussines and Economics, 2013
Aryanto, Rudi. “Analisis Kemandirian dan Keuangan Daerah dan Pertumbuhan
Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan”. Volume III
No.2. ILMIAH, 2011.
Arfida. “Ekonomi Sumberdaya Manusia”. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Astuti, Kurnia dkk. “Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan Investasi, dan
Tenaga Kerja di Kabupaten Sleman”. Vol. 1, No.3, November, Hal.
161-137, JURNAL EKONOMI dan BISNIS, 2007.
Chalid, Pheni. “Keuangan Daerah: Investasi dan Desentralisasi”. Jakarta:
Kemitraan, 2005.
Dumairy. “Perekonomian Indonesia”. Jakarta: Erlangga (Cetakan ke-5), 1996.
Hamid, Abdul.”Buku Panduan Skripsi FEB UIN Jakarta”. Jakarta:
www.feb.uinjakarta.ac.id, 2011.
Handayani, Sri. “Upaya Pemerintah Sumatera Selatan Menarik Investor Asing
Dalam Kegiatan Penanaman Modal”. Vol. 11, No 1 Januari, Jurnal
Dinamika Hukum, 2011.
Hudea, Oana Simona dan Stelian Stancu. “Foreign Direct Invesments,
Technology Transfer, and Economic Growth. A Pael Approach”.
Romanian Journal of Economic Forecasting-2, 2012.
102
Imelia, Emilia. “Modul Ekonomi Regional Fakultas Ekonomi, Ilmu Ekonomi”.
Universitas Jambi, Jambi, 2006.
Jhingan, ML. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”. Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2010.
. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”. Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2012.
Kuncoro, Mudrajad.” Ekonomika Pembangunan: Masalah, Kebijakan, Politik”.
Jakarta: Erlangga, 2010.
Juanda, Bambang dan Junaidi. “Ekonometrika Deret Waktu: Teori dan
Aplikasi”. Bogor: IPB Press, 2012.
Lewis, W. Arthur. “Perencanaan Pembangunan: Dasar-dasar Kebijakan
Ekonomi (Terjemahan: Karta Sapoetra dan E.Komaruddin)”. Jakarta:
Aksara Baru, 1986.
Lungan, Richard. “Aplikasi Statistika dan Hitung Peluang”. Edisi pertama:
Cetakan Pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006.
Mangun, Nadiatulhuda. “Analisis Potensi Ekonomi, Studi Kasus Provinsi
Sulawesi Selatan”, (Tesis S2, Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang), 2007.
Maryanti, Sri. “Analisis Perencanaan Tenaga Kerja terhadap Kebutuhan
Tenaga Kerja di Provinsi Riau Tahun 2006-2010”. Vol. 4, No.1, Maret,
Hal. 54-62, Pekbis Jurnal, 2012.
Noor, Henry Faiszal. “Investasi: Pengelolaan Keuangan Bisnis dan
Pengembangan Ekonomi Masyarakat”. Jakarta: Indeks, 2009.
Prastowo, Andi. “Metode Penelitian Kualitatif dalam Presfektif Rancangan
Penelitian”. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Priadana, H. Moh Sidik dan Saludin Muis. “ Metode Penelitian Ekonomi dan
Bisnis (Edisi Pertama)”. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
103
Rosadi, Dedi. “Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan
Eviews”. Yogyakarta: ANDI, 2012.
Ruswana, Bachdi dkk. Data Series Sumatera Selatan. Sumatera Selatan: BPS
Sumatera Selatan, 2013.
Samuelson, Paul.A dan William Nordhaus. “Ilmu Makro Ekonomi”. Jakarta: PT.
Media Global Edukasi (Terjemahan), 2004.
Sari, Lapeti. “Analisa Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kerja di Kabupaten
Indragiri Hilir”. Tahun II No.5, Maret, Jurnal Sosial Ekonomi
Pembangunan, 2012.
Sjafrizal. “Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi”. Padang: Baduose Media,
2008.
Sri, Mulyono. “Statistika Untuk Ekonomi”, (Edisi Kedua). Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2003.
Sukirno, Sadono. “Makro Ekonomi Teori Pengantar”. Jakarta: Rajawali Pers
(Cetakan ke-19), 2008.
______________. “Makro Ekonomi Teori Pengantar”. Jakarta: Rajawali Pers
(Edisi Ketiga), 2011.
Sumarsono, Sonny. “Teori dan Kebijakan Publik: Ekonomi Sumberdaya
Manusia (Edisi Pertama)”. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Tarigan, Robinson. “Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi Edisi Revisi”,
Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Teguh, Muhammad. “Metodologi Penelitian Ekonomi: Teori dan Aplikasi,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Todaro, Michael. P. “Pembangunan Ekonomi: di Dunia Ketiga (Edisi
Pertama)”. Jakarta: Erlangga, 1998.
Todaro, Michael.P & Smith, Stephen C. “Pembangunan Ekonomi( Jilid Ke-2
Edisi ke Sembilan”. Jakarta: Erlangga, 2002.
104
LAMPIRAN
105
Lampiran 1.
Data Penelitian.
Tahun
PDRB ADHK 2000
(Juta Rp)
PMA
(Juta Rp)
PMDN
(Juta Rp)
Tenaga Kerja
(Orang)
1990 31.048.385 4.256,3094 35.717,7 2.433.046
1991 30.878.553 1.213,878 81.548,6 2.533.532
1992 34.040.958 0 51.478,2 2.876.882
1993 34.853.034 0 21.380,1 2.877.706
1994 37.581.447 14.565,2466 922.548,4 2.897.705
1995 41.153.577 29.779,9304 669.664 2.952.294
1996 44.746.740 0 362.383,1 2.868.699
1997 46.645.200 163,4296 238.358,4 2.987.336
1998 39.536.532 9.108,2216 241.795,4 3.110.101
1999 39.863.412 380.560,994 127.726,1 3.234.760
2000 41.317.799 0 96.760 3.226.724
2001 42.337.430 2.701.711,046 32.936 2.698.211
2002 43.643.276 39.660,58 17.058 2.761.197
2003 45.247.401 1.159.977,781 85.096 2.842.963
2004 47.344.395 1.273.228,41 57.122 3.091.740
2005 49.633.536 1.213.366,655 651.591 3.021.021
2006 52.214.848 255.779,32 697.424,8 3.021.938
2007 55.262.114 1.959.602,875 811.494 3.057.518
2008 58.065.455 1.438.662,308 378.462,7 3.191.355
2009 60.452.944 584.810,31 580.318,2 3.196.894
2010 63.859.140 1.661.658,632 1.738.439,6 3.421.193
2011 68.008.496 4.848.713,58 1.068.871,6 3.553.104
2012 72.094.166 7.078.036,5 2.930.597,1 3.532.932
Sumber: 1. Pendapatan Regional Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan
Usaha 1983-1990
PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan,1994-2001
PDRB Provinsi Sumatera Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009
Sumatera Selatan Dalam Angka, 2013.
2. Pekerja di peroleh dari BPS (Badan Pusat Statistik),Sumatera Selatan
Dalam Angka Dalam Beberapa Tahun
3. Data Investasi di peroleh dari BKPM (Badan Koordinasi Penanaman
Modal)
106
Lampiran 2.
Uji Stasioneritas Data PDRB ADHK.
Uji ADF Data PDRB Pada Level
Null Hypothesis: PDRB has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.456867 0.9778
Test critical values: 1% level -4.440739
5% level -3.632896
10% level -3.254671 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(PDRB)
Method: Least Squares
Date: 05/22/14 Time: 10:48
Sample (adjusted): 2 23
Included observations: 22 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PDRB(-1) -0.064476 0.141127 -0.456867 0.6529
C 2332614. 4168433. 0.559590 0.5823
@TREND(1) 216217.6 224113.8 0.964767 0.3468 R-squared 0.122038 Mean dependent var 1865717.
Adjusted R-squared 0.029621 S.D. dependent var 2325422.
S.E. of regression 2290722. Akaike info criterion 32.25276
Sum squared resid 9.97E+13 Schwarz criterion 32.40153
Log likelihood -351.7803 Hannan-Quinn criter. 32.28780
F-statistic 1.320519 Durbin-Watson stat 1.541119
Prob(F-statistic) 0.290414
Sumber: Data diolah (Eviews6)
107
Uji ADF Data PDRB Diferensiasi Pertama
Null Hypothesis: D(PDRB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.522375 0.0627
Test critical values: 1% level -4.467895 5% level -3.644963 10% level -3.261452 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDRB,2) Method: Least Squares Date: 05/19/14 Time: 14:37 Sample (adjusted): 3 23 Included observations: 21 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PDRB(-1)) -0.817995 0.232228 -3.522375 0.0024
C 566761.8 1128731. 0.502123 0.6217 @TREND(1) 89629.70 87131.92 1.028667 0.3173
R-squared 0.408053 Mean dependent var 202643.0
Adjusted R-squared 0.342281 S.D. dependent var 2859003. S.E. of regression 2318648. Akaike info criterion 32.28243 Sum squared resid 9.68E+13 Schwarz criterion 32.43165 Log likelihood -335.9655 Hannan-Quinn criter. 32.31481 F-statistic 6.204059 Durbin-Watson stat 1.843855 Prob(F-statistic) 0.008924
Sumber: Data diolah (Eviews6)
108
Uji ADF Data PDRB Diferensiasi kedua
Null Hypothesis: D(PDRB,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.082832 0.0004
Test critical values: 1% level -4.498307
5% level -3.658446
10% level -3.268973 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(PDRB,3)
Method: Least Squares
Date: 05/19/14 Time: 14:38
Sample (adjusted): 4 23
Included observations: 20 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PDRB(-1),2) -1.332596 0.219075 -6.082832 0.0000
C -567985.3 1495009. -0.379921 0.7087
@TREND(1) 54878.07 108595.7 0.505343 0.6198 R-squared 0.686197 Mean dependent var -169796.1
Adjusted R-squared 0.649280 S.D. dependent var 4728205.
S.E. of regression 2800121. Akaike info criterion 32.66570
Sum squared resid 1.33E+14 Schwarz criterion 32.81506
Log likelihood -323.6570 Hannan-Quinn criter. 32.69486
F-statistic 18.58710 Durbin-Watson stat 2.154213
Prob(F-statistic) 0.000053
Sumber: Data diolah (Eviews6)
109
Lampiran 3
Garfik Data PDRB ADHK
Grafik Data Pada Level
Sumber: Data diolah (Eviews6)
Grafik Data diferensiasi pertama
Sumber: Data diolah (Eviews6)
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
80,000,000
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
PDRB
-8,000,000
-6,000,000
-4,000,000
-2,000,000
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
DPDRB
110
Grafik Data Diferensiasi kedua
Sumber: Data diolah (Eviews6)
Grafik Data Proyeksi Dinamik 24thn
Sumber: Data diolah (Eviews6)
-12,000,000
-8,000,000
-4,000,000
0
4,000,000
8,000,000
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
D2PDRB
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
80,000,000
10 12 14 16 18 20 22 24
PDRBF ± 2 S.E.
Forecast: PDRBF
Actual: PDRB
Forecast sample: 1 24
Adjusted sample: 9 24
Included observations: 15
Root Mean Squared Error 910556.1
Mean Absolute Error 520009.6
Mean Abs. Percent Error 1.221699
Theil Inequality Coefficient 0.008602
Bias Proportion 0.000497
Variance Proportion 0.003291
Covariance Proportion 0.996212
111
Grafik Proyeksi PDRB ADHK Provinsi Sumatera Selatan 1990-2017
Sumber: Data diolah (Eviews6)
Grafik Data Proyeksi PDRB ADHK Sumatera Selatan 2013-2017
Sumber: Data diolah (Eviews6)
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
80,000,000
90,000,000
100,000,000
110,000,000
5 10 15 20 25
PDRBFDIN
PDRBFDINATAS
PDRBFDINBAWAH
72,000,000
76,000,000
80,000,000
84,000,000
88,000,000
92,000,000
96,000,000
100,000,000
104,000,000
108,000,000
112,000,000
24 25 26 27 28
PDRBFDIN ± 2 S.E.
112
Lampiran 4
Korelogram Data (Data diolah Eviews6)
Korelogram Data PDRB Diferensiasi Kedua Sample: 1 23
Included observations: 21 Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob ***| . | ***| . | 1 -0.347 -0.347 2.9154 0.088
. *| . | .**| . | 2 -0.112 -0.264 3.2315 0.199
. | . | . *| . | 3 -0.021 -0.198 3.2434 0.356
. | . | .**| . | 4 -0.055 -0.220 3.3280 0.505
. |**. | . |* . | 5 0.217 0.091 4.7446 0.448
***| . | ***| . | 6 -0.366 -0.363 9.0474 0.171
. |* . | . *| . | 7 0.155 -0.131 9.8771 0.196
. | . | . *| . | 8 0.043 -0.121 9.9454 0.269
. | . | . *| . | 9 -0.046 -0.148 10.029 0.348
. | . | .**| . | 10 0.005 -0.216 10.030 0.438
. | . | . | . | 11 0.052 0.044 10.160 0.516
. | . | . *| . | 12 -0.003 -0.180 10.161 0.602
. | . | . *| . | 13 -0.030 -0.093 10.217 0.676
. | . | . *| . | 14 0.004 -0.076 10.218 0.746
. | . | . *| . | 15 0.010 -0.070 10.226 0.805
. | . | . *| . | 16 0.006 -0.137 10.230 0.854
. | . | . | . | 17 -0.021 0.013 10.281 0.891
. | . | . *| . | 18 0.004 -0.104 10.284 0.922
. | . | . | . | 19 0.012 -0.052 10.316 0.945
. | . | . | . | 20 -0.008 -0.045 10.347 0.961
Korelogram Uji Q-statistik Model 3
Sample: 9 23
Included observations: 15 Q-statistic
probabilities adjusted for 2 ARMA term(s)
Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob . **| . | . **| . | 1 -0.245 -0.245 1.0953
. *| . | . **| . | 2 -0.199 -0.275 1.8683
. *| . | . **| . | 3 -0.088 -0.251 2.0331 0.154
. |* . | . *| . | 4 0.080 -0.105 2.1807 0.336
. |** . | . |* . | 5 0.246 0.200 3.7284 0.292
. *| . | . | . | 6 -0.193 -0.059 4.7865 0.310
. *| . | . *| . | 7 -0.115 -0.091 5.2066 0.391
. | . | . | . | 8 0.038 -0.043 5.2602 0.511
. | . | . *| . | 9 -0.016 -0.154 5.2713 0.627
. | . | . *| . | 10 0.001 -0.162 5.2714 0.728
. | . | . | . | 11 0.005 -0.019 5.2730 0.810
. | . | . | . | 12 0.027 0.027 5.3336 0.868
. | . | . | . | 13 -0.036 -0.051 5.4952 0.905
. | . | . | . | 14 -0.006 -0.000 5.5031 0.939
113
Lampiran 5
Estimasi Model ARIMA (diolah Eviews6)
Model 1
Dependent Variable: D(PDRB,2)
Method: Least Squares
Sample (adjusted): 9 23
Included observations: 15 after adjustments
Convergence achieved after 7 iterations Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 154559.9 615068.0 0.251289 0.8055
AR(6) -0.303154 0.244045 -1.242209 0.2361 R-squared 0.106104 Mean dependent var 145814.0
Adjusted R-squared 0.037343 S.D. dependent var 3163823.
S.E. of regression 3104187. Akaike info criterion 32.85797
Sum squared resid 1.25E+14 Schwarz criterion 32.95237
Log likelihood -244.4348 Hannan-Quinn criter. 32.85696
F-statistic 1.543082 Durbin-Watson stat 2.223299
Prob(F-statistic) 0.236102 Inverted AR Roots .71+.41i .71-.41i .00-.82i -.00+.82i
-.71+.41i -.71-.41i
Model 2
Dependent Variable: D(PDRB,2)
Method: Least Squares
Sample (adjusted): 3 23
Included observations: 21 after adjustments
Convergence achieved after 12 iterations
MA Backcast: -3 2 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 186022.5 479373.5 0.388053 0.7023
MA(6) -0.916101 0.051454 -17.80413 0.0000 R-squared 0.317062 Mean dependent var 202643.0
Adjusted R-squared 0.281118 S.D. dependent var 2859003.
S.E. of regression 2424060. Akaike info criterion 32.33018
Sum squared resid 1.12E+14 Schwarz criterion 32.42966
Log likelihood -337.4669 Hannan-Quinn criter. 32.35177
F-statistic 8.820974 Durbin-Watson stat 2.448442
Prob(F-statistic) 0.007867 Inverted MA Roots .99 .49-.85i .49+.85i -.49-.85i
-.49+.85i -.99
114
Model 3
Dependent Variable: D(PDRB,2) Method: Least Squares Sample (adjusted): 9 23 Included observations: 15 after adjustments Failure to improve SSR after 19 iterations MA Backcast: 3 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 145814.0 345755.1 0.421726 0.6807
AR(6) -0.240772 0.109983 -2.189181 0.0491 MA(6) 0.984850 0.065858 14.95422 0.0000
R-squared 0.911253 Mean dependent var 145814.0
Adjusted R-squared 0.896462 S.D. dependent var 3163823. S.E. of regression 1018033. Akaike info criterion 30.68150 Sum squared resid 1.24E+13 Schwarz criterion 30.82311 Log likelihood -227.1112 Hannan-Quinn criter. 30.67999 F-statistic 61.60813 Durbin-Watson stat 1.810481 Prob(F-statistic) 0.000000
Inverted AR Roots .68+.39i .68-.39i .00-.79i -.00+.79i -.68+.39i -.68-.39i
Inverted MA Roots .86+.50i .86-.50i .00-1.00i -.00+1.00i -.86+.50i -.86-.50i
115
Lampiran 6
Perhitungan ICOR, Rasio Modal-Tenaga Kerja, dan ILOR
ICOR Provinsi Sumatera Selatan 1990-2012
Tahun (t) ∆PDRB (Juta Rp) ICOR PMA ICOR PMDN ICOR Investasi
1991 -169832 -0,02506188 -0,21031196 -0,235373836
1992 3162405 0,000383846 0,025786893 0,02617074
1993 812076 0 0,063390865 0,063390865
1994 2728413 0 0,007836094 0,007836094
1995 3572130 0,004077468 0,258262829 0,262340297
1996 3593163 0,008287943 0,186371729 0,194659672
1997 1898460 0 0,190882663 0,190882663
1998 -7108668 0,00002299 -0,03353067 -0,03350768
1999 326880 0,027864114 0,739706926 0,76757104
2000 1454387 0,261664188 0,087821261 0,349485449
2001 1019631 0 0,094897076 0,094897076
2002 1305846 2,068935423 0,025221963 2,094157386
2003 1604125 0,024724121 0,010633835 0,035357955
2004 2096994 0,553162184 0,040579992 0,593742176
2005 2289141 0,556203576 0,024953465 0,581157041
2006 2581312 0,470058116 0,252426286 0,722484401
2007 3047266 0,083937313 0,228869026 0,312806339
2008 2803341 0,699024084 0,289473881 0,988497965
2009 2387489 0,602583848 0,158519139 0,761102987
2010 3406196 0,171690152 0,170371347 0,342061499
2011 4149356 0,400461814 0,418966124 0,819427938
2012 4085670 1,186760943 0,261614766 1,448375708
Rata-rata 0,322490011 0,149670161 0,472160172
Sumber: Data diolah (Microsoft Exel2007)
116
Rasio Modal-Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Selatan 1990-2012
Tahun (t)
Investasi
(Juta Rp)
Tenaga Kerja
(Orang)
Perubahan
Investasi (∆K)
Perubahan Tenaga
Kerja (∆L)
1990 39974,0094 2.433.046
1991 82762,478 2.533.532 42788,4686 100.486
1992 51478,6 2.876.882 -31283,878 343.350
1993 21380,1 2.877.706 -30098,5 824
1994 937113,647 2.897.705 915733,5466 19.999
1995 699443,93 2.952.294 -237669,7162 54.589
1996 362383,1 2.868.699 -337060,8304 -83.595
1997 238521,83 2.987.336 -123861,2704 118.637
1998 250903,622 3.110.101 12381,792 122.765
1999 508287,094 3.234.760 257383,4724 124.659
2000 96760 3.226.724 -411527,094 -8.036
2001 2734647,05 2.698.211 2637887,046 -528.513
2002 56718,58 2.761.197 -2677928,466 62.986
2003 1245073,78 2.842.963 1188355,201 81.766
2004 1330350,41 3.091.740 85276,629 248.777
2005 1864957,66 3.021.021 534607,245 -70.719
2006 953204,12 3.021.938 -911753,535 917
2007 2771096,88 3.057.518 1817892,755 35.580
2008 1817125,01 3.191.355 -953971,867 133.837
2009 1165128,51 3.196.894 -651996,498 5.539
2010 3400098,23 3.421.193 2234969,722 224.299
2011 5917585,18 3.553.104 2517486,948 131.911
2012 10008633,6 3.532.932 4091048,42 -20.172
Rata-rata 453120,8905 49.995
Rasio Modal-Tenaga Kerja (∆K/∆L)
9063357,103
Sumber: Data diolah (Microsoft Exel2007)
117
Perihitunga ILOR Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1990-2012
Tahun (t)
PDRB
ADHK
(Juta Rp)
Tenaga
Kerja
(orang)
∆PDRB
(Juta Rp)
∆Tenaga
Kerja
(Orang) ILOR
1990 31048385 2.433.046 - - -
1991 30878553 2.533.532 -169832 100.486 -0,591679
1992 34040958 2.876.882 3162405 343.350 0,1085724
1993 34853034 2.877.706 812076 824 0,0010147
1994 37581447 2.897.705 2728413 19.999 0,0073299
1995 41153577 2.952.294 3572130 54.589 0,0152819
1996 44746740 2.868.699 3593163 -83.595 -0,023265
1997 46645200 2.987.336 1898460 118.637 0,0624912
1998 39536532 3.110.101 -7108668 122.765 -0,01727
1999 39863412 3.234.760 326880 124.659 0,3813601
2000 41317799 3.226.724 1454387 -8.036 -0,005525
2001 42337430 2.698.211 1019631 -528.513 -0,518338
2002 43643276 2.761.197 1305846 62.986 0,0482339
2003 45247401 2.842.963 1604125 81.766 0,0509723
2004 47344395 3.091.740 2096994 248.777 0,1186351
2005 49633536 3.021.021 2289141 -70.719 -0,030893
2006 52214848 3.021.938 2581312 917 0,0003552
2007 55262114 3.057.518 3047266 35.580 0,011676
2008 58065455 3.191.355 2803341 133.837 0,047742
2009 60452944 3.196.894 2387489 5.539 0,00232
2010 63859140 3.421.193 3406196 224.299 0,0658503
2011 68008496 3.553.104 4149356 131.911 0,0317907
2012 72094166 3.532.932 4085670 -20.172 -0,004937
Rata-rata
-0,010831 / 0,0010831
Sumber: Data diolah (Microsoft Exel2007)
118
Lampiran 7
Hasil Proyeksi Pertumbuhan, Investasi, dan Tenaga Kerja
Proyeksi Dinamik Model ARIMA Data PDRB ADHK
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2017
Obs PDRBFDIN PDRBFDINATAS PDRBFDINBAWAH
1 31048385 NA NA
2 30878553 NA NA
3 34040958 NA NA
4 34853034 NA NA
5 37581447 NA NA
6 41153577 NA NA
7 44746740 NA NA
8 46645200 NA NA
9 39536532 NA NA
10 39863412 NA NA
11 41317799 NA NA
12 42337430 NA NA
13 43643276 NA NA
14 45247401 NA NA
15 47344395 NA NA
16 49633536 NA NA
17 52214848 NA NA
18 55262114 NA NA
19 58065455 NA NA
20 60452944 NA NA
21 63859140 NA NA
22 68008496 NA NA
23 72094166 NA NA
24 76271123 77375749 75166496
25 80663748 83134524 78192973
26 85315275 89451003 81179546
27 89850697 95906363 83795031
28 94529183 102729967 86328399
Sumber: Data diolah (Eviews6)
119
Proyeksi Pertumbuhan PDRB Sumatera Selatan Tahun 2013-2017
ADHK Tahun 2000
Tahun (t) PDRB ADHK
(Juta Rp)
∆PDRB ADHK
(Juta Rp)
Pertumbuhan Persentase Persen
2013
75.166.496 3.072.330,00 0,043 100 4
76.271.123 4.176.957,00 0,058 100 5,8
77.375.749 5.281.583,00 0,073 100 7,3
2014
78.192.973 1.921.850,00 0,02519761 100 2,5
80.663.748 4.392.625,00 0,057592242 100 5,75
83.134.524 6.863.401,00 0,089986888 100 8,99
2015
81.179.546 515.798,00 0,006394421 100 0,63
85.315.275 4.651.527,00 0,057665644 100 5,76
89.451.003 8.787.255,00 0,108936855 100 10,89
2016
83.795.031 -1.520.244,00 -0,01781913 100 -1,8
89.850.697 4.535.422,00 0,053160726 100 5,3
95.906.363 10.591.088,00 0,130464982 100 13,04
2017
86.328.399 -3.522.298,00 -0,039201677 100 -3,9
94.529.183 4.678.486,00 0,052069557 100 5,2
102.729.967 12.879.270,00 0,143340791 100 14,33
Sumber: Data diolah (Microsoft Exel2007)
120
Perhitungan Proykesi Investasi Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2017
Tahun
(t) ICOR
Pertumbuhan
(Persen)
PDRB
Proyeksi
ADHK
(Juta Rp)
Proyeksi
Investasi
(Juta Rp)
Proyeksi
Investasi/
Persen (Juta Rp)
2013
0,472160172 4,3 75.166.496 152.609.690 1.526.097
0,472160172 5,8 76.271.123 208.870.682 2.088.707
0,472160172 7,3 77.375.749 266.696.352 2.666.963
2014
0,472160172 2,5 78.192.973 92.299.019 922.990
0,472160172 5,75 80.663.748 218.995.702 2.189.957
0,472160172 8,9 83.134.524 349.350.019 3.493.500
2015
0,472160172 0,6 81.179.546 22.997.849 229.978
0,472160172 5,76 85.315.275 232.027.055 2.320.270
0,472160172 10,9 89.451.003 460.363.690 4.603.637
2016
0,472160172 -1,7 83.795.031 -67.259.950 -672.599
0,472160172 5,3 89.850.697 224.846.779 2.248.468
0,472160172 13 95.906.363 588.681.143 5.886.811
2017
0,472160172 -3,9 86.328.399 -158.967.244 -1.589.672
0,472160172 5,2 94.529.183 232.091.160 2.320.912
0,472160172 14,4 102.729.967 698.471.984 6.984.720
Sumber: Data diolah (Microsoft Exel2007)
121
Proyeksi Tenaga Kerja Berdasarkan Rasio Modal-Tenaga Kerja Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2013-2017
Tahun (t)
Proyeksi
Investasi
(Juta Rp)
Rasio Modal-Tenaga
Kerja
Kebutuhan Tenaga
Kerja (Orang)
2013
1.526.097 9,063357 168380,9873
2.088.707 9,063357 230456,2206
2.666.964 9,063357 294257,8561
2014
922.990 9,063357 101837,5421
2.189.957 9,063357 241627,5779
3.493.500 9,063357 385453,2046
2015
229.978 9,063357 25374,48321
2.320.271 9,063357 256005,6941
4.603.637 9,063357 507939,4975
2016
-672.599 9,063357 -74210,80291
2.248.468 9,063357 248083,3537
5.886.811 9,063357 649517,7228
2017
-1.589.672 9,063357 -175395,4964
2.320.912 9,063357 256076,4185
6.984.720 9,063357 770654,8468
Sumber: Data diolah (Microsoft Exel2007)
122
Proyeksi Tenaga Kerja Berdasarkan ILOR Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2013-2017
Tahun (t)
Proyeksi PDRB ADHK
(Juta Rp) ∆ PDRB ADHK
(Juta Rp) ILOR
Penyerapan Tenaga Kerja
(Orang)
75.166.496 2.235.379,00 0,0010831 2421,13899
2013 76.271.123 4.371.950,00 0,0010831 4735,25905
77.375.749 6.508.520,00 0,0010831 7049,37801
78.192.973 1.420.506,00 0,0010831 1538,55005
2014 80.663.748 4.581.381,00 0,0010831 4962,09376
83.134.524 7.742.257,00 0,0010831 8385,63856
81.179.546 9.332.789,00 0,0010831 10108,3438
2015 85.315.275 4.685.862,00 0,0010831 5075,25713
89.451.003 8.438.446,00 0,0010831 9139,68086
83.795.031 814.769,00 0,0010831 882,476304
2016 89.850.697 4.904.761,00 0,0010831 5312,34664
95.906.363 8.994.753,00 0,0010831 9742,21697
86.328.399 923.571,00 0,0010831 1000,31975
2017 94.529.183 5.207.870,00 0,0010831 5640,644
102.729.967 9.492.169,00 0,0010831 10280,9682
Sumber : Data diolah (Microsoft Exel2007)