journal takim
DESCRIPTION
BKTRANSCRIPT
EPISTEMOLOGI PERSONAL: GAGASAN AND DIMENSI
Hampir semua aktivitas psikologis yang berkaitan dengan teori dan pandangan epistemologi
dapat ditelusuri dengan dua penelitian longitudinal oleh Perry (1970), yang memberikan
heuristik umum untuk memahami bagaimana mahasiswa menciptakan makna dari
pengalaman pendidikan mereka dan bagaimana hal ini berubah dari waktu ke waktu. Skema
yang ia gambarkan menunjukkan bahwa mahasiswa bergerak dari konsepsi dualistik akan
pengetahuan (pengetahuan adalah hitam dan putih, benar dan salah) ke sikap multiplistic
(satu pendapat sama baiknya dengan yang lain) dan kemudian ke relativisme (sebuah
pemahaman bahwa pengetahuan merupakan hal yang kontingen dan kontekstual). Tahap
akhir dalam skema tersebut yang jarang nampak di kalangan mahasiswa merupakan
komitmen dalam relativisme yang ditandai dengan pilihan dan penegasan posisi seseorang.
Mengikuti langkah perry, sebagian besar peneliti di lapangan telah mengemukakan beberapa
model yang pada tingkatan tertentu menjadi tahapan perkembangan yang terstruktur. Satu
kelompok pada umunya tertarik pada bagaimana individu menginterpretasikan pengalaman
pendidikan mereka (Baxter Magolda, 1987, 1992; Belenky dkk, 1986;. Perry, 1970, 1981).
Usaha yang dipelopori oleh Perry terdiri dari sampel yang hampir seluruhnya laki-laki; dalam
menanggapi hal tersebut, Belenky dkk. (1986) menginvestigasi ''Cara wanita untuk
mengetahui sesuatu'' dengan perempuan sebagai sampel ekslusif. Baxter Magolda (1992),
tertarik dengan implikasi gender dari kedua penelitian tersebut, dia memilih untuk
menyelidiki masalah yang sama dengan laki-laki dan perempuan dalam model '' refleksi
epistemologis”nya.
Kelompok peneliti kedua tertarik dengan bagaimana asumsi yang bersifat epistemologis
mempengaruhi proses berpikir dan menalar, yang memfokuskan pada prasangka yang
reflektif (King& Kitchener, 1994; Kitchener & King, 1981; Kitchener, King, Wood, &
Davison, 1989; Kitchener, Lynch, Fischer, & Wood, 1993) dan ketrampilan dalam
berargumentasi ( Kuhn, 1991, 1993). Konsep kerja yang ketiga sekaligus yang paling baru
telah mengambil pendekatan bahwa konsep epistemologi merupakan suatu sistem pandangan
yang mungkin kurang atau lebih independen dibandingkan dengan struktur perkembangan
koheren yang reflektif (Schommer, 1990, 1994). Pandangan ini nampaknya mempengaruhi
pemahaman dan kognisi pada tugas akademik dan dengan demikian memiliki implikasi pada
performa akademik dalam kelas.
Meskipun ada perbedaan di antara model-model tersebut, ada poin-poin yang menjadi titik
temu tentang apa arti dari pengetahuan yang diyakini setiap individu dan bagaimana mereka
mengetahuinya. Tampaknya semakin jelas bahwa teori epistemologis personal, seperti yang
dijelaskan di literatur yang ada, lahir dari dimensi yang berlainan atau terpisah, namun
kemungkinan saling berkaitan. Elemen-elemen yang meliputi teori epistemologis pribadi ini
muncul dengan sangat jelas dalam beberapa model pengembangan (Baxter Magolda, 1992;
King & Kitchener, 1994) dan perlu disimpulkan dalam model pengembangan lainnya (Kuhn,
1991; Perry, 1970). Ketika dimensi-dimensi yang saling berkaitan, yang semata-mata untuk
pengalaman pendidikan atau belajar daripada pengetahuan, dihilangkan (lihat Hofer &
Pintrich, 1997), dimensi epistemologi personal nampak terbagi dalam dua area: hakikat
pengetahuan (apa yang orang yakini tentang Pengetahuan) dan hakikat dari proses
mengetahui sesuatu (bagaimana seseorang dapat mengetahui sesuatu/mendapatkan
pengetahuan). Dalam hal ini, keduanya nampak seperti dua dimensi berbeda. Berdasarkan
hakikat pengetahuan, ada dimensi kepastian pengetahuan dan kesederhanaan pengetahuan,
sementara di dalam hakikat dari proses mengetahui sesuatu terdapat dua dimensi lain, yakni
sumber pengetahuan dan pembenaran pengetahuan. Berikut adalah uraian dari keempat
dimensi tersebut.
Kepastian Pengetahuan
Tingkat dimana seseorang melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang tetap atau berubah-ubah
muncul sepanjang penelitian, dengan pengembangnya yang cenderung melihat ini sebagai
sesuatu yang terus berubah dari waktu ke waktu, bergerak dari satu sisi yang tetap menjadi
sesuatu yang cenderung berubah. Di tingkat yang lebih rendah, kebenaran mutlak ada secara
pasti. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan merupakan hal yang tentatif dan
berkembang. Keterbukaan terhadap penafsiran baru merupakan elemen kunci dari King dan
Kitchener’s (1994) tahap tertinggi dari penilaian yang reflektif, dan Kuhn (1991) berbicara
tentang epistemologi evaluatif (level tertinggi) dengan adanya kemungkinan bahwa teori
mereka dapat dimodifikasi melalui pertukaran yang murni.
Kesederhanaan Pengetahuan
Seperti dikonsepkan oleh Schommer (1990, 1994), Pengetahuan dilihat pada sebuah
rangkaian sebagai akumulasi fakta atau konsep yang sangat berkaitan satu sama lain.
Demikian pula, dalam skema lain, pandangan pada tingkat yang lebih rendah dari
pengetahuan dilihat sebagai fakta yang berlainan, konkret, dan dapat diketahui; pada tingkat
yang lebih tinggi individu melihat pengetahuan sebagai hal yang relatif, tidak pasti, dan
kontekstual.
Sumber Pengetahuan
Pada tingkat yang lebih rendah dari sebagian besar model yang ada, pengetahuan berasal dari
luar diri dan berada di otoritas eksternal, dari siapapun yang dapat ditransmisikan.
Perkembangan konsepsi dari diri sebagai orang yang memiliki pengetahuan, dengan
kemampuan untuk membangun pengetahuan dalam interaksi dengan orang lain, adalah titik
balik perkembangan kebanyakan model peninjauan. Perry (1970) menjelaskan kesadaran ini
sebagai salah satu pergeseran dalam modelnya, ketika ''orang, yang sebelumnya pemegang
makna, menjadi pembuat makna'' (hlm. 87). Demikian pula, King dan Kitchener (1994)
menggambarkan pergeseran tindakan dari mengetahui sesuatu di tahap yang lebih tinggi,
dengan orang berpengetahuan yang bergerak dari penonton ke konstruktor (pembangun)
makna. Belenky dkk (1986) memberikan penjelasan yang paling luas pada masalah sumber
pengetahuan, yang menjadi titik fokus dalam penelitian mereka tentang bagaimana wanita
mengetahui sesuatu. Baxter Magolda (1992) menjelaskan sebuah evolusi dalam mengetahui
sesuatu yang berfokus pada pergeseran peran pembelajar, peran teman sebaya, dan peran
instruktur. Schommer mengemukakan sumber pengetahuan sebagai dimensi kelima dalam
teorinya tentang pandangan epistemologis (Schommer, 1990, 1994), yang fokus pada
pandangan tentang otoritas, meskipun keberadaannya belum terbukti secara empiris.
Pembenaran Pengetahuan
Dimensi ini meliputi bagaimana individu mengevaluasi klaim pengetahuan, termasuk
penggunaan bukti; manfaat mereka menilai otoritas dan keahlian; dan evaluasi terhadap para
ahli. Dalam model penilaian reflektif (King & Kitchener, 1994), individu di tingkat lebih
rendah membenarkan pandangannya melalui observasi atau otoritas, atau berdasarkan apa
yang dirasa benar, ketika pengetahuan tidak pasti. Hanya pada tahap yang lebih tinggi
individu melakukan pemeriksaan kebenaran dan secara pribadi mulai mengevaluasi dan
mengintegrasikan pandangan para ahli.
Dihipotesiskan bahwa keempat dimensi ini harus mempertimbangkan inti dari teori
epistemologis individu, sedangkan pandangan lain tentang belajar, mengajar, dan kecerdasan
mungkin berhubungan dengan dimensi inti, tetapi bersifat perifer pada konsepsi setiap
individu akan epistemologi, serupa dengan perbedaan antara inti dan ide-ide perifer dalam
literatur perubahan konseptual (Pintrich, Marx, & Boyle, 1993). Mengingat bahwa empat
dimensi tersebut menjadi aspek teori pribadi individu dari epistemologi yang menunjukkan
bahwa dimensi terkait satu sama lain dengan cara yang koheren dan konsisten secara internal,
membuat beberapa perbedaan penting tentang pengetahuan, dan dapat memberikan kerangka
kausal yang jelas dalam pemikiran tentang pengetahuan. Hanya dengan identifikasi yang
lebih baik dari dimensi-dimensi ini kita dapat membangun hubungan antara dimensi tersebut
dan dampaknya terhadap proses kognitif lainnya. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menguji secara empiris keberadaan dan representasi empat dimensi: kepastian
pengetahuan, kesederhanaan pengetahuan, sumber pengetahuan, dan pembenaran untuk
mengetahui sesuatu.
GENERALISASI/SPESIFITAS DOMAIN DALAM TEORI EPISTEMOLOGIS
PERSONAL
Kebanyakan penelitian pada epistemologi personal telah mengasumsikan bahwa pandangan
dan teori-teori yang dipegang oleh individu-individu terkait dengan pengetahuan dan
mengetahui sesuatu bersifat umum dan melampaui domain. Awal penelitian dibidang ini
dipengaruhi oleh teori perkembangan Piaget, dengan mendasari asumsi domain umum,
meskipun ini jarang diuji. Penjelasan Piaget atas perbedaan di seluruh domain terdapat pada
horizontal decalage, ketertinggalan dalam operasi atau proses pada tugas atau domain.
Dengan demikian, isu spesifisitas domain hanya memiliki perhatian marjinal dalam penelitian
tentang pengembangan epistemologis. Perbedaan disiplin ditemukan hanya dalam satu studi
dari penilaian reflektif yang dikutip oleh King dan Kitchener (1994), di mana lulusan ilmu
sosial lebih tinggi dalam penalaran epistemik dibandingkan dalam ilmu matematika, bahkan
saat skor GRE disisihkan.
Dua penelitian menunjukkan bahwa pandangan epistemologis bervariasi sebagai fungsi dari
bidang ilmu. Mahasiswa yang belajar di bidang ilmu sosial dan humaniora lebih cenderung
untuk melihat pengetahuan sebagai hal yang tidak pasti dibandingkan dengan mahasiswa di
bidang teknik dan bisnis (Jehng, Johnson, & Anderson, 1993).
Demikian juga saat menggunakan tipologi dari disiplin akademis yaitu keras-lunak dan
murni-terapan, Paulsen dan Wells (1998) menemukan bahwa mahasiswa di bidang ilmu
terapan berpegang pada pandangan yang lebih sederhana tentang struktur dan kepastian
pengetahuan serta kecepatan belajar dibandingkan mereka yang berada di bidang murni, dan
bahwa mahasiswa dibidang ilmu terapan dan keras, seperti teknik, melihat pengetahuan
sebagai sesuatu yang lebih pasti dibandingkan mereka yang berada di bidang ilmu murni dan
lunak, seperti ilmu-ilmu sosial. Sementara bukti serupa menunjukkan perbedaan hasil
pendidikan sebagai akibat dari perbedaan penekanan dalam latihan disiplin ilmu, hal ini tidak
mengungkapkan apakah mahasiswa secara individual meyakini perbedaan teori epistemologis
tentang domain yang berbeda. Studi-studi ini sama-sama menggunakan desain antar
kelompok (between-subject design); dalam desain subjek perlu dinilai apakah pandangan
individu tentang domain tertentu memiliki perbedaan atau tidak. Pengukuran terbaru tentang
epistemologi personal dirancang khusus untuk menilai pandangan umum terhadap
pengetahuan dan mengetahui sesuatu; sehingga sebagian besar pertanyaan dalam wawancara
dan butir-butir kuesioner ditulis dengan cara menunjukkan generalitas domain. Masalah
berbasis disiplin ilmu untuk bisnis dan psikologi dikembangkan oleh King dan Kitchener
(1994) dan mereka mencatat bahwa rata-rata skor pada masalah berbasis disiplin ilmu di
beberapa studi percontohan hampir sama dengan nilai/skor pada masalah standar. Meskipun
dalam bentuk desain dalam kelompok (within-subject design), fokus penelitian tersebut
muncul dengan perbandingan skor pada masalah berbasis disiplin ilmu dengan skor pada
masalah standar daripada perbandingkan skor pada masalah disiplin ilmu yang berbeda.
Mereka menyimpulkan bahwa instrumen mereka mengantarkan pada asumsi umum yang
mendasar tentang pengetahuan dan bukan pada asumsi tertentu tentang disiplin ilmu. Dengan
demikian, kita mungkin tidak menjadikan ukuran yang ada efektif untuk penilaian perbedaan
disiplin ilmu dalam pandangan dan teori-teori.
Masalah tentang sensitivitas instrumen ini penting dalam membuat klaim tentang apakah
individu melihat adanya perbedaan pada epistemologi dari perbedaan disiplin ilmu.
Schommer dan Walker (1995) menyatakan bahwa pandangan epistemologis cukup serupa di
seluruh ilmu sosial dan matematika dan menyimpulkan bahwa pandangan epistemologis
individu cenderung menjadi domain yang independen (Schommer & Walker, 1995).
Penelitian ini termasuk salah satu percobaan di mana ada dua kelompok mahasiswa, masing-
masing menyelesaikan instrumen hanya dalam satu domain, dan satu percobaan dengan
desain dalam kelompok (within-subject design). Namun, sebagaimana cacatatan penulis,
instrumen yang digunakan dalam penelitian tersebut khusus dirancang untuk mengukur
pandangan yang lebih umum; butir khusus meliputi ''Saya tidak suka film yang tidak
memiliki ending'' dan ''Satu-satunya hal yang tidak pasti adalah ketidakpastian itu sendiri.''
Meskipun para peserta diarahkan untuk menyimpan domain (ranah) khusus dalam pikiran,
dan kuesioner direvisi untuk memasukkan referensi ke domain kira-kira pada setiap butir
ketiga, kuesioner masih memiliki sejumlah butir yang mengacu pada pandangan terhadap
pengetahuan umum. Perubahan yang ada mungkin tidak cukup untuk mempengaruhi
tanggapan peserta atau memberikan bukti tentang pandangan terkait terhadap disiplin ilmu.
Selanjutnya, peningkatan aktivitas pada hakikat pengetahuan dan mengetahui dalam disiplin
ilmu yang berbeda menunjukkan bahwa perbedaan epistemologis benar-benar ada,
merupakan bagian dari mendefinisikan hakikat disiplin ilmu dan bahwa perbedaan-perbedaan
ini meningkat sejalan dengan keahlian yang berkembang. Perkembangan literatur membahas
pandangan terhadap pengetahuan dalam disiplin ilmu tertentu, khususnya dalam area
matematika dan sains (Buerk, 1985; Carey & Smith, 1993; Donald, 1986, 1990; Lampert,
1990; Roth & Roychoudhury, 1994; Schoenfeld, 1983, 1988; Stodolsky dkk., 1991). Sebagai
contoh, banyak siswa meyakini bahwa matematika berhubungan dengan kepastian dan
mendapatkan jawaban yang benar dengan cepat, dan bahwa guru adalah penengah atau
sumber pengetahuan (Lampert, 1990). Pandangan siswa tertentu terhadap matematika
sebagaimana diidentifikasi oleh Schoenfeld (1992) antara lain adalah bahwa soal matematika
mempunyai satu dan hanya satu jawaban benar dan hanya satu cara untuk mengerjakannya.
Dalam sebuah studi perilaku dan pandangan yang lebih luas mengenai pembelajaran
matematika dan ilmu sosial, Stodolsky, Salk, dan Glaessner (1991) telah mendapatkan
perbedaan pandangan terhadap disiplin ilmu di antara siswa kelas lima: matematika dianggap
lebih tetap dan tidak berubah, sementara ilmu sosial tidak didefinisikan secara tajam. Studi
tentang pandangan epistemologis dalam ilmu sains mencakup penelitian pada pandangan
mahasiswa terhadap struktur, isi, dan proses belajar fisika (Hammer, 1994); konstruktivisme
atau objektivisme dari komitmen epistemologis siswa SMA di bidang fisika (Roth &
Roychoudhury, 1994); dan apa yang Carey dan Smith (1993) tandai sebagai “akal sehat”
epistemologi siswa kelas tujuh dengan pandangan objektivisme dan realistis terhadap
kepastian ilmu sains. Penelitian pada perbedaan domain menjadi rumit dikarenakan fakta
bahwa disiplin ilmu akademik benar-benar memiliki struktur pengetahuan dan asumsi
epistemologis yang berbeda (Donald, 1995; Schwab, 1964, 1978), yang jarang dibahas dalam
literatur yang lebih umum terhadap pandangan dan perkembangan epistemologis.
Mendefinisikan karakteristik disiplin ilmu mencakup kriteria dan proses validasi yang
digunakan untuk menetapkan pengetahuan (Donald, 1986). Sebagai contoh, staf fakultas
bahasa dan sastra Inggris lebih mengandalkan penilaian rekan seusianya dan kurang
bergantung pada bukti empiris dibandingkan dengan staf fakultas ilmu pengetahuan alam
atau ilmu pengetahuan sosial. Disiplin ilmu tentang cara mengetahui dan menalar telah
ditemukan di antara praktek pengajaran dan sasaran dari guru SMA (Langer, 1994). Donald
(1990) menunjukkan studi lebih lanjut dalam menentukan karakteristik disiplin ilmu dan
bagaimana hal tersebut bisa bersinggungan dengan instruksi dan pembelajaran siswa.
Hal yang terbilang cukup masuk akal ketika individu yang berpegang pada sebuah pandangan
epistemologi general cenderung untuk membuat perbedaan tentang penerapan pandangan-
pandangan ini khususnya area disiplin ilmu yang terdefinisikan dengan baik. Perbedaan
semacam ini dapat lebih dikembangkan seiring berjalannya waktu dengan pelatihan disiplin
ilmu yang lebih fokus. Apa yang perlu kita ketahui adalah (a) sejauh mana dimensi
pandangan epistemologis tersebut konsisten dari disiplin ilmu ke disiplin ilmu, sebagaimana
dibuktikan dalam kesamaan struktur faktor; Perbedaan-perbedaan apa yang mungkin ada
dalam pandangan terhadap disiplin ilmu, seperti yang ditunjukkan oleh perbedaan rata-rata
dalam pandangan; dan (c) bagaimana hal ini dihubungkan dengan pandangan epistemologis
yang lebih general, seperti yang dimaksudkan oleh interkorelasi di antara pandangan domain
khusus dan domain general. Ketiga hal ini dikaji dalam penelitian ini.
Pendekatan Pemodelan Kausal
Buku ini berupaya menggabungkan penelitian interferensi sebab akibat dari ilmu kognitif ,
ekonometrik, epidemiologi, filsafat, dan statistik. Buku ini memperkenalkan karya
penulisnya, para rekan penulis, dan pihak lain yang ikut terlibat dalam dua dekade terakhir
sebagai sebuah referensi baru mengenai interferensi sebab dan akibat yang dapat membantu
para peneliti praktis di berbagai bidang, termasuk ekonometrik. Pearl mengikuti beberapa
proposisi pada interferensi sebab dan akibat. Meskipun hubungan sebab dan akibat pada
dasarnya bersifat deterministik, ia secara eksplisit membuat pengecualian pada fenomena
kuantum mekanik dari konsep sebab dan akibat !. Analisis sebab dan akibat mencakup bahasa
probabilitas. Bahasa probabilitas membantu menyampaikan ketidakpastian tentang hubungan
sebab dan akibat namun tidak cukup untuk secara penuh mengemukakan hubungan tersebut.
Selain probabilitas peristiwa yang bersyarat, analisis sebab dan akibat membutuhkan grafik
atau diagram dan bahasa yang membedakan intervensi atau manipulasi dari observasi.
Analisis sebab dan akibat juga memerlukan penalaran kontrafaktual dan asumsi kausal
disamping observasi dan asumsi statistik.
Bab 1 sketsa beberapa unsur pendekatan baru dalam interferensi sebab dan akibat: teori
probabilitas, grafik, jaringan kausal Bayesian, model kausal, dan terminologi kausal dan
statistik. Bab 2 membangun unsur-unsur Bab 1 menjadi teori sebab akibat yang disimpulkan.
Bab 3 fokus pada diagram kausal dan mengidentifikasi pengaruh kausal. Bab 4 studi
intervensi atau manipulasi dan pengaruh kausal langsung. Bab 5 memperhatikan model
kausalitas dan persamaan struktural. Bab 6 membahas paradoks dan kebingungan Simpson.
Bab 7 memadukan pemodelan struktural dengan penalaran kontrafaktual. Bab 8 adalah suatu
pendekatan terhadap eksperimen tugas acak yang tidak sempurna melalui kontrafaktual dan
pengaruh yang mengikat. Bab 9 menganalisis gagasan kausal penting dan kausa cukup. Bab
10 menjelaskan sebuah konsep kausalitas peristiwa tunggal. Epilog adalah kuliah/ceramah
umum yang Pearl berikan di UCLA, yang sebagian besar tidak dalam bahasa teknis,
menempatkan pendekatan baru terhadap kausalitas dalam sejarah panjang pemikiran pada hal
itu.
Hakikat interdisipliner dari buku, sebuah kekuatan besar, terkadang membuatnya sulit untuk
dibaca karena teori sebab akibat yang disimpulkan memadukan bahasa ekonometri dan
statistik, teori grafik matematika, dan jaringan Bayesian dengan gagasan filosofis sebab dan
akibat. Meskipun begitu, Pearl memudahan pembaca untuk memahami dengan menggunakan
matematika yang cukup sederhana dan contoh-contoh yang membantu menghubungkan
wacana disiplin ilmu yang berbeda. Namun demikian, satu-satunya pendekatan semiformal
tidak mempermudah pemilahan teori ke dalam asumsi dan kesimpulan yang didapatkan. Bab-
babnya tidak begitu membangun pendekatan tersebut di bab setelahnya dan lebih melakukan
pengurangan pada persoalan kausalitas dari sudut yang sedikit berbeda. Dengan demikian,
para pembaca harus benar-benar berusaha mengurutkan asumsi-asumsi dari kesimpulan dan
mengumpulkan teori dari potongan-potongannya. Buku ini memberikan penghargaan atas
ketekunan dalam usaha tersebut. Pearl memperdalam hubungan akal seseorang dalam
interferensi sebab dan akibat dan menawarkan usulan yang menarik untuk mengatasi
beberapa masalah konseptual yang belum terselesaikan dalam interferensi tersebut.
Teori Proses Kausal
Dua konsep utama teori kuantitas kekal adalah proses kausal dan interaksi kausal. Dowe
(2000b, h. 90) mendefinisikannya sebagai berikut:
1. CQ1 Proses kausal adalah jalur dunia dari objek yang memiliki kuantitas kekal.
2. CQ2 Interaksi kausal adalah persimpangan jalur dunia yang meliputi pertukaran
kuantitas kekal.
Untuk memahami CQ2 terdapat dua definisi tambahan yang diperlukan.
1. Persimpangan hanya tumpang tindih dari dua atau lebih proses dalam ruang-waktu.
Persimpangan terjadi di lokasi yang terdiri dari semua poin ruang-waktu yang umum
untuk kedua (atau semua) proses. (2000b, hlm. 91–92)
3. Pertukaran terjadi saat sekurang-kurangnya satu proses yang masuk dan satu proses
yang keluar mengalami perubahan dalam nilai kuantitas kekal, dimana proses keluar
dan masuk digambarkan dalam diagram ruang-waktu dengan kerucut cahaya ke depan
dan ke belakang, tetapi pada dasarnya dapat ditukar. Pertukaran dikontrol oleh hukum
konservasi yang menjamin bahwa hal tersebut merupakan interaksi kausal murni.
Perhatikan bahwa proses masuk dan keluar dalam sebuah interaksi kausal harus merupakan
proses kausal karena proses ini mesti memiliki kuantitas kekal untuk menjadi interaksi
kausal; jika tidak, maka hal tersebut tidak dapat menukarkan kuantitas kekal. Apa artinya
bagi sebuah proses untuk memiliki kuantitas kekal pada konsep Dowe?
‘Memiliki’ dipahami dalam makna ‘sebagai contoh’. Sebuah objek yang memiliki kuantitas
kekal adalah contoh dari percontohan khusus sebuah properti. Kami menganggap bahwa
sebuah objek memiliki energi jika sains melengkapkan kuantitas itu ke tubuh tersebut.
(2000b, h. 92)
Di bawah ini akan ditunjukkan bahwa objek tidak memiliki kuantitas kekal dalam hal ini.
Perhatikan bahwa CQTC juga mengasumsikan bahwa interaksi kausal memiliki aspek
dinamis, yaitu bahwa ada sebuah pertukaran kuantitas kekal. Asumsi ini akan dianalisis
secara kritis di bawah ini.