journal takim

15
EPISTEMOLOGI PERSONAL: GAGASAN AND DIMENSI Hampir semua aktivitas psikologis yang berkaitan dengan teori dan pandangan epistemologi dapat ditelusuri dengan dua penelitian longitudinal oleh Perry (1970), yang memberikan heuristik umum untuk memahami bagaimana mahasiswa menciptakan makna dari pengalaman pendidikan mereka dan bagaimana hal ini berubah dari waktu ke waktu. Skema yang ia gambarkan menunjukkan bahwa mahasiswa bergerak dari konsepsi dualistik akan pengetahuan (pengetahuan adalah hitam dan putih, benar dan salah) ke sikap multiplistic (satu pendapat sama baiknya dengan yang lain) dan kemudian ke relativisme (sebuah pemahaman bahwa pengetahuan merupakan hal yang kontingen dan kontekstual). Tahap akhir dalam skema tersebut yang jarang nampak di kalangan mahasiswa merupakan komitmen dalam relativisme yang ditandai dengan pilihan dan penegasan posisi seseorang. Mengikuti langkah perry, sebagian besar peneliti di lapangan telah mengemukakan beberapa model yang pada tingkatan tertentu menjadi tahapan perkembangan yang terstruktur. Satu kelompok pada umunya tertarik pada bagaimana individu menginterpretasikan pengalaman pendidikan mereka (Baxter Magolda, 1987, 1992; Belenky dkk, 1986;. Perry, 1970, 1981). Usaha yang dipelopori oleh Perry terdiri dari sampel yang hampir seluruhnya laki-laki; dalam menanggapi hal tersebut, Belenky dkk. (1986) menginvestigasi ''Cara wanita untuk mengetahui sesuatu'' dengan perempuan sebagai sampel ekslusif. Baxter Magolda (1992), tertarik dengan implikasi gender dari

Upload: mustakim-mtjule

Post on 28-Jan-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BK

TRANSCRIPT

Page 1: Journal Takim

EPISTEMOLOGI PERSONAL: GAGASAN AND DIMENSI

Hampir semua aktivitas psikologis yang berkaitan dengan teori dan pandangan epistemologi

dapat ditelusuri dengan dua penelitian longitudinal oleh Perry (1970), yang memberikan

heuristik umum untuk memahami bagaimana mahasiswa menciptakan makna dari

pengalaman pendidikan mereka dan bagaimana hal ini berubah dari waktu ke waktu. Skema

yang ia gambarkan menunjukkan bahwa mahasiswa bergerak dari konsepsi dualistik akan

pengetahuan (pengetahuan adalah hitam dan putih, benar dan salah) ke sikap multiplistic

(satu pendapat sama baiknya dengan yang lain) dan kemudian ke relativisme (sebuah

pemahaman bahwa pengetahuan merupakan hal yang kontingen dan kontekstual). Tahap

akhir dalam skema tersebut yang jarang nampak di kalangan mahasiswa merupakan

komitmen dalam relativisme yang ditandai dengan pilihan dan penegasan posisi seseorang.

Mengikuti langkah perry, sebagian besar peneliti di lapangan telah mengemukakan beberapa

model yang pada tingkatan tertentu menjadi tahapan perkembangan yang terstruktur. Satu

kelompok pada umunya tertarik pada bagaimana individu menginterpretasikan pengalaman

pendidikan mereka (Baxter Magolda, 1987, 1992; Belenky dkk, 1986;. Perry, 1970, 1981).

Usaha yang dipelopori oleh Perry terdiri dari sampel yang hampir seluruhnya laki-laki; dalam

menanggapi hal tersebut, Belenky dkk. (1986) menginvestigasi ''Cara wanita untuk

mengetahui sesuatu'' dengan perempuan sebagai sampel ekslusif. Baxter Magolda (1992),

tertarik dengan implikasi gender dari kedua penelitian tersebut, dia memilih untuk

menyelidiki masalah yang sama dengan laki-laki dan perempuan dalam model '' refleksi

epistemologis”nya.

Kelompok peneliti kedua tertarik dengan bagaimana asumsi yang bersifat epistemologis

mempengaruhi proses berpikir dan menalar, yang memfokuskan pada prasangka yang

reflektif (King& Kitchener, 1994; Kitchener & King, 1981; Kitchener, King, Wood, &

Davison, 1989; Kitchener, Lynch, Fischer, & Wood, 1993) dan ketrampilan dalam

berargumentasi ( Kuhn, 1991, 1993). Konsep kerja yang ketiga sekaligus yang paling baru

telah mengambil pendekatan bahwa konsep epistemologi merupakan suatu sistem pandangan

yang mungkin kurang atau lebih independen dibandingkan dengan struktur perkembangan

koheren yang reflektif (Schommer, 1990, 1994). Pandangan ini nampaknya mempengaruhi

pemahaman dan kognisi pada tugas akademik dan dengan demikian memiliki implikasi pada

performa akademik dalam kelas.

Meskipun ada perbedaan di antara model-model tersebut, ada poin-poin yang menjadi titik

temu tentang apa arti dari pengetahuan yang diyakini setiap individu dan bagaimana mereka

Page 2: Journal Takim

mengetahuinya. Tampaknya semakin jelas bahwa teori epistemologis personal, seperti yang

dijelaskan di literatur yang ada, lahir dari dimensi yang berlainan atau terpisah, namun

kemungkinan saling berkaitan. Elemen-elemen yang meliputi teori epistemologis pribadi ini

muncul dengan sangat jelas dalam beberapa model pengembangan (Baxter Magolda, 1992;

King & Kitchener, 1994) dan perlu disimpulkan dalam model pengembangan lainnya (Kuhn,

1991; Perry, 1970). Ketika dimensi-dimensi yang saling berkaitan, yang semata-mata untuk

pengalaman pendidikan atau belajar daripada pengetahuan, dihilangkan (lihat Hofer &

Pintrich, 1997), dimensi epistemologi personal nampak terbagi dalam dua area: hakikat

pengetahuan (apa yang orang yakini tentang Pengetahuan) dan hakikat dari proses

mengetahui sesuatu (bagaimana seseorang dapat mengetahui sesuatu/mendapatkan

pengetahuan). Dalam hal ini, keduanya nampak seperti dua dimensi berbeda. Berdasarkan

hakikat pengetahuan, ada dimensi kepastian pengetahuan dan kesederhanaan pengetahuan,

sementara di dalam hakikat dari proses mengetahui sesuatu terdapat dua dimensi lain, yakni

sumber pengetahuan dan pembenaran pengetahuan. Berikut adalah uraian dari keempat

dimensi tersebut.

Kepastian Pengetahuan

Tingkat dimana seseorang melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang tetap atau berubah-ubah

muncul sepanjang penelitian, dengan pengembangnya yang cenderung melihat ini sebagai

sesuatu yang terus berubah dari waktu ke waktu, bergerak dari satu sisi yang tetap menjadi

sesuatu yang cenderung berubah. Di tingkat yang lebih rendah, kebenaran mutlak ada secara

pasti. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan merupakan hal yang tentatif dan

berkembang. Keterbukaan terhadap penafsiran baru merupakan elemen kunci dari King dan

Kitchener’s (1994) tahap tertinggi dari penilaian yang reflektif, dan Kuhn (1991) berbicara

tentang epistemologi evaluatif (level tertinggi) dengan adanya kemungkinan bahwa teori

mereka dapat dimodifikasi melalui pertukaran yang murni.

Kesederhanaan Pengetahuan

Seperti dikonsepkan oleh Schommer (1990, 1994), Pengetahuan dilihat pada sebuah

rangkaian sebagai akumulasi fakta atau konsep yang sangat berkaitan satu sama lain.

Demikian pula, dalam skema lain, pandangan pada tingkat yang lebih rendah dari

pengetahuan dilihat sebagai fakta yang berlainan, konkret, dan dapat diketahui; pada tingkat

yang lebih tinggi individu melihat pengetahuan sebagai hal yang relatif, tidak pasti, dan

kontekstual.

Page 3: Journal Takim

Sumber Pengetahuan

Pada tingkat yang lebih rendah dari sebagian besar model yang ada, pengetahuan berasal dari

luar diri dan berada di otoritas eksternal, dari siapapun yang dapat ditransmisikan.

Perkembangan konsepsi dari diri sebagai orang yang memiliki pengetahuan, dengan

kemampuan untuk membangun pengetahuan dalam interaksi dengan orang lain, adalah titik

balik perkembangan kebanyakan model peninjauan. Perry (1970) menjelaskan kesadaran ini

sebagai salah satu pergeseran dalam modelnya, ketika ''orang, yang sebelumnya pemegang

makna, menjadi pembuat makna'' (hlm. 87). Demikian pula, King dan Kitchener (1994)

menggambarkan pergeseran tindakan dari mengetahui sesuatu di tahap yang lebih tinggi,

dengan orang berpengetahuan yang bergerak dari penonton ke konstruktor (pembangun)

makna. Belenky dkk (1986) memberikan penjelasan yang paling luas pada masalah sumber

pengetahuan, yang menjadi titik fokus dalam penelitian mereka tentang bagaimana wanita

mengetahui sesuatu. Baxter Magolda (1992) menjelaskan sebuah evolusi dalam mengetahui

sesuatu yang berfokus pada pergeseran peran pembelajar, peran teman sebaya, dan peran

instruktur. Schommer mengemukakan sumber pengetahuan sebagai dimensi kelima dalam

teorinya tentang pandangan epistemologis (Schommer, 1990, 1994), yang fokus pada

pandangan tentang otoritas, meskipun keberadaannya belum terbukti secara empiris.

Pembenaran Pengetahuan

Dimensi ini meliputi bagaimana individu mengevaluasi klaim pengetahuan, termasuk

penggunaan bukti; manfaat mereka menilai otoritas dan keahlian; dan evaluasi terhadap para

ahli. Dalam model penilaian reflektif (King & Kitchener, 1994), individu di tingkat lebih

rendah membenarkan pandangannya melalui observasi atau otoritas, atau berdasarkan apa

yang dirasa benar, ketika pengetahuan tidak pasti. Hanya pada tahap yang lebih tinggi

individu melakukan pemeriksaan kebenaran dan secara pribadi mulai mengevaluasi dan

mengintegrasikan pandangan para ahli.

Dihipotesiskan bahwa keempat dimensi ini harus mempertimbangkan inti dari teori

epistemologis individu, sedangkan pandangan lain tentang belajar, mengajar, dan kecerdasan

mungkin berhubungan dengan dimensi inti, tetapi bersifat perifer pada konsepsi setiap

Page 4: Journal Takim

individu akan epistemologi, serupa dengan perbedaan antara inti dan ide-ide perifer dalam

literatur perubahan konseptual (Pintrich, Marx, & Boyle, 1993). Mengingat bahwa empat

dimensi tersebut menjadi aspek teori pribadi individu dari epistemologi yang menunjukkan

bahwa dimensi terkait satu sama lain dengan cara yang koheren dan konsisten secara internal,

membuat beberapa perbedaan penting tentang pengetahuan, dan dapat memberikan kerangka

kausal yang jelas dalam pemikiran tentang pengetahuan. Hanya dengan identifikasi yang

lebih baik dari dimensi-dimensi ini kita dapat membangun hubungan antara dimensi tersebut

dan dampaknya terhadap proses kognitif lainnya. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menguji secara empiris keberadaan dan representasi empat dimensi: kepastian

pengetahuan, kesederhanaan pengetahuan, sumber pengetahuan, dan pembenaran untuk

mengetahui sesuatu.

GENERALISASI/SPESIFITAS DOMAIN DALAM TEORI EPISTEMOLOGIS

PERSONAL

Kebanyakan penelitian pada epistemologi personal telah mengasumsikan bahwa pandangan

dan teori-teori yang dipegang oleh individu-individu terkait dengan pengetahuan dan

mengetahui sesuatu bersifat umum dan melampaui domain. Awal penelitian dibidang ini

dipengaruhi oleh teori perkembangan Piaget, dengan mendasari asumsi domain umum,

meskipun ini jarang diuji. Penjelasan Piaget atas perbedaan di seluruh domain terdapat pada

horizontal decalage, ketertinggalan dalam operasi atau proses pada tugas atau domain.

Dengan demikian, isu spesifisitas domain hanya memiliki perhatian marjinal dalam penelitian

tentang pengembangan epistemologis. Perbedaan disiplin ditemukan hanya dalam satu studi

dari penilaian reflektif yang dikutip oleh King dan Kitchener (1994), di mana lulusan ilmu

sosial lebih tinggi dalam penalaran epistemik dibandingkan dalam ilmu matematika, bahkan

saat skor GRE disisihkan.

Dua penelitian menunjukkan bahwa pandangan epistemologis bervariasi sebagai fungsi dari

bidang ilmu. Mahasiswa yang belajar di bidang ilmu sosial dan humaniora lebih cenderung

untuk melihat pengetahuan sebagai hal yang tidak pasti dibandingkan dengan mahasiswa di

bidang teknik dan bisnis (Jehng, Johnson, & Anderson, 1993).

Demikian juga saat menggunakan tipologi dari disiplin akademis yaitu keras-lunak dan

murni-terapan, Paulsen dan Wells (1998) menemukan bahwa mahasiswa di bidang ilmu

terapan berpegang pada pandangan yang lebih sederhana tentang struktur dan kepastian

pengetahuan serta kecepatan belajar dibandingkan mereka yang berada di bidang murni, dan

bahwa mahasiswa dibidang ilmu terapan dan keras, seperti teknik, melihat pengetahuan

Page 5: Journal Takim

sebagai sesuatu yang lebih pasti dibandingkan mereka yang berada di bidang ilmu murni dan

lunak, seperti ilmu-ilmu sosial. Sementara bukti serupa menunjukkan perbedaan hasil

pendidikan sebagai akibat dari perbedaan penekanan dalam latihan disiplin ilmu, hal ini tidak

mengungkapkan apakah mahasiswa secara individual meyakini perbedaan teori epistemologis

tentang domain yang berbeda. Studi-studi ini sama-sama menggunakan desain antar

kelompok (between-subject design); dalam desain subjek perlu dinilai apakah pandangan

individu tentang domain tertentu memiliki perbedaan atau tidak. Pengukuran terbaru tentang

epistemologi personal dirancang khusus untuk menilai pandangan umum terhadap

pengetahuan dan mengetahui sesuatu; sehingga sebagian besar pertanyaan dalam wawancara

dan butir-butir kuesioner ditulis dengan cara menunjukkan generalitas domain. Masalah

berbasis disiplin ilmu untuk bisnis dan psikologi dikembangkan oleh King dan Kitchener

(1994) dan mereka mencatat bahwa rata-rata skor pada masalah berbasis disiplin ilmu di

beberapa studi percontohan hampir sama dengan nilai/skor pada masalah standar. Meskipun

dalam bentuk desain dalam kelompok (within-subject design), fokus penelitian tersebut

muncul dengan perbandingan skor pada masalah berbasis disiplin ilmu dengan skor pada

masalah standar daripada perbandingkan skor pada masalah disiplin ilmu yang berbeda.

Mereka menyimpulkan bahwa instrumen mereka mengantarkan pada asumsi umum yang

mendasar tentang pengetahuan dan bukan pada asumsi tertentu tentang disiplin ilmu. Dengan

demikian, kita mungkin tidak menjadikan ukuran yang ada efektif untuk penilaian perbedaan

disiplin ilmu dalam pandangan dan teori-teori.

Masalah tentang sensitivitas instrumen ini penting dalam membuat klaim tentang apakah

individu melihat adanya perbedaan pada epistemologi dari perbedaan disiplin ilmu.

Schommer dan Walker (1995) menyatakan bahwa pandangan epistemologis cukup serupa di

seluruh ilmu sosial dan matematika dan menyimpulkan bahwa pandangan epistemologis

individu cenderung menjadi domain yang independen (Schommer & Walker, 1995).

Penelitian ini termasuk salah satu percobaan di mana ada dua kelompok mahasiswa, masing-

masing menyelesaikan instrumen hanya dalam satu domain, dan satu percobaan dengan

desain dalam kelompok (within-subject design). Namun, sebagaimana cacatatan penulis,

instrumen yang digunakan dalam penelitian tersebut khusus dirancang untuk mengukur

pandangan yang lebih umum; butir khusus meliputi ''Saya tidak suka film yang tidak

memiliki ending'' dan ''Satu-satunya hal yang tidak pasti adalah ketidakpastian itu sendiri.''

Meskipun para peserta diarahkan untuk menyimpan domain (ranah) khusus dalam pikiran,

dan kuesioner direvisi untuk memasukkan referensi ke domain kira-kira pada setiap butir

Page 6: Journal Takim

ketiga, kuesioner masih memiliki sejumlah butir yang mengacu pada pandangan terhadap

pengetahuan umum. Perubahan yang ada mungkin tidak cukup untuk mempengaruhi

tanggapan peserta atau memberikan bukti tentang pandangan terkait terhadap disiplin ilmu.

Selanjutnya, peningkatan aktivitas pada hakikat pengetahuan dan mengetahui dalam disiplin

ilmu yang berbeda menunjukkan bahwa perbedaan epistemologis benar-benar ada,

merupakan bagian dari mendefinisikan hakikat disiplin ilmu dan bahwa perbedaan-perbedaan

ini meningkat sejalan dengan keahlian yang berkembang. Perkembangan literatur membahas

pandangan terhadap pengetahuan dalam disiplin ilmu tertentu, khususnya dalam area

matematika dan sains (Buerk, 1985; Carey & Smith, 1993; Donald, 1986, 1990; Lampert,

1990; Roth & Roychoudhury, 1994; Schoenfeld, 1983, 1988; Stodolsky dkk., 1991). Sebagai

contoh, banyak siswa meyakini bahwa matematika berhubungan dengan kepastian dan

mendapatkan jawaban yang benar dengan cepat, dan bahwa guru adalah penengah atau

sumber pengetahuan (Lampert, 1990). Pandangan siswa tertentu terhadap matematika

sebagaimana diidentifikasi oleh Schoenfeld (1992) antara lain adalah bahwa soal matematika

mempunyai satu dan hanya satu jawaban benar dan hanya satu cara untuk mengerjakannya.

Dalam sebuah studi perilaku dan pandangan yang lebih luas mengenai pembelajaran

matematika dan ilmu sosial, Stodolsky, Salk, dan Glaessner (1991) telah mendapatkan

perbedaan pandangan terhadap disiplin ilmu di antara siswa kelas lima: matematika dianggap

lebih tetap dan tidak berubah, sementara ilmu sosial tidak didefinisikan secara tajam. Studi

tentang pandangan epistemologis dalam ilmu sains mencakup penelitian pada pandangan

mahasiswa terhadap struktur, isi, dan proses belajar fisika (Hammer, 1994); konstruktivisme

atau objektivisme dari komitmen epistemologis siswa SMA di bidang fisika (Roth &

Roychoudhury, 1994); dan apa yang Carey dan Smith (1993) tandai sebagai “akal sehat”

epistemologi siswa kelas tujuh dengan pandangan objektivisme dan realistis terhadap

kepastian ilmu sains. Penelitian pada perbedaan domain menjadi rumit dikarenakan fakta

bahwa disiplin ilmu akademik benar-benar memiliki struktur pengetahuan dan asumsi

epistemologis yang berbeda (Donald, 1995; Schwab, 1964, 1978), yang jarang dibahas dalam

literatur yang lebih umum terhadap pandangan dan perkembangan epistemologis.

Mendefinisikan karakteristik disiplin ilmu mencakup kriteria dan proses validasi yang

digunakan untuk menetapkan pengetahuan (Donald, 1986). Sebagai contoh, staf fakultas

bahasa dan sastra Inggris lebih mengandalkan penilaian rekan seusianya dan kurang

bergantung pada bukti empiris dibandingkan dengan staf fakultas ilmu pengetahuan alam

atau ilmu pengetahuan sosial. Disiplin ilmu tentang cara mengetahui dan menalar telah

Page 7: Journal Takim

ditemukan di antara praktek pengajaran dan sasaran dari guru SMA (Langer, 1994). Donald

(1990) menunjukkan studi lebih lanjut dalam menentukan karakteristik disiplin ilmu dan

bagaimana hal tersebut bisa bersinggungan dengan instruksi dan pembelajaran siswa.

Hal yang terbilang cukup masuk akal ketika individu yang berpegang pada sebuah pandangan

epistemologi general cenderung untuk membuat perbedaan tentang penerapan pandangan-

pandangan ini khususnya area disiplin ilmu yang terdefinisikan dengan baik. Perbedaan

semacam ini dapat lebih dikembangkan seiring berjalannya waktu dengan pelatihan disiplin

ilmu yang lebih fokus. Apa yang perlu kita ketahui adalah (a) sejauh mana dimensi

pandangan epistemologis tersebut konsisten dari disiplin ilmu ke disiplin ilmu, sebagaimana

dibuktikan dalam kesamaan struktur faktor; Perbedaan-perbedaan apa yang mungkin ada

dalam pandangan terhadap disiplin ilmu, seperti yang ditunjukkan oleh perbedaan rata-rata

dalam pandangan; dan (c) bagaimana hal ini dihubungkan dengan pandangan epistemologis

yang lebih general, seperti yang dimaksudkan oleh interkorelasi di antara pandangan domain

khusus dan domain general. Ketiga hal ini dikaji dalam penelitian ini.

Pendekatan Pemodelan Kausal

Buku ini berupaya menggabungkan penelitian interferensi sebab akibat dari ilmu kognitif ,

ekonometrik, epidemiologi, filsafat, dan statistik. Buku ini memperkenalkan karya

penulisnya, para rekan penulis, dan pihak lain yang ikut terlibat dalam dua dekade terakhir

sebagai sebuah referensi baru mengenai interferensi sebab dan akibat yang dapat membantu

para peneliti praktis di berbagai bidang, termasuk ekonometrik. Pearl mengikuti beberapa

proposisi pada interferensi sebab dan akibat. Meskipun hubungan sebab dan akibat pada

dasarnya bersifat deterministik, ia secara eksplisit membuat pengecualian pada fenomena

kuantum mekanik dari konsep sebab dan akibat !. Analisis sebab dan akibat mencakup bahasa

probabilitas. Bahasa probabilitas membantu menyampaikan ketidakpastian tentang hubungan

sebab dan akibat namun tidak cukup untuk secara penuh mengemukakan hubungan tersebut.

Selain probabilitas peristiwa yang bersyarat, analisis sebab dan akibat membutuhkan grafik

atau diagram dan bahasa yang membedakan intervensi atau manipulasi dari observasi.

Analisis sebab dan akibat juga memerlukan penalaran kontrafaktual dan asumsi kausal

disamping observasi dan asumsi statistik.

Bab 1 sketsa beberapa unsur pendekatan baru dalam interferensi sebab dan akibat: teori

probabilitas, grafik, jaringan kausal Bayesian, model kausal, dan terminologi kausal dan

Page 8: Journal Takim

statistik. Bab 2 membangun unsur-unsur Bab 1 menjadi teori sebab akibat yang disimpulkan.

Bab 3 fokus pada diagram kausal dan mengidentifikasi pengaruh kausal. Bab 4 studi

intervensi atau manipulasi dan pengaruh kausal langsung. Bab 5 memperhatikan model

kausalitas dan persamaan struktural. Bab 6 membahas paradoks dan kebingungan Simpson.

Bab 7 memadukan pemodelan struktural dengan penalaran kontrafaktual. Bab 8 adalah suatu

pendekatan terhadap eksperimen tugas acak yang tidak sempurna melalui kontrafaktual dan

pengaruh yang mengikat. Bab 9 menganalisis gagasan kausal penting dan kausa cukup. Bab

10 menjelaskan sebuah konsep kausalitas peristiwa tunggal. Epilog adalah kuliah/ceramah

umum yang Pearl berikan di UCLA, yang sebagian besar tidak dalam bahasa teknis,

menempatkan pendekatan baru terhadap kausalitas dalam sejarah panjang pemikiran pada hal

itu.

Hakikat interdisipliner dari buku, sebuah kekuatan besar, terkadang membuatnya sulit untuk

dibaca karena teori sebab akibat yang disimpulkan memadukan bahasa ekonometri dan

statistik, teori grafik matematika, dan jaringan Bayesian dengan gagasan filosofis sebab dan

akibat. Meskipun begitu, Pearl memudahan pembaca untuk memahami dengan menggunakan

matematika yang cukup sederhana dan contoh-contoh yang membantu menghubungkan

wacana disiplin ilmu yang berbeda. Namun demikian, satu-satunya pendekatan semiformal

tidak mempermudah pemilahan teori ke dalam asumsi dan kesimpulan yang didapatkan. Bab-

babnya tidak begitu membangun pendekatan tersebut di bab setelahnya dan lebih melakukan

pengurangan pada persoalan kausalitas dari sudut yang sedikit berbeda. Dengan demikian,

para pembaca harus benar-benar berusaha mengurutkan asumsi-asumsi dari kesimpulan dan

mengumpulkan teori dari potongan-potongannya. Buku ini memberikan penghargaan atas

ketekunan dalam usaha tersebut. Pearl memperdalam hubungan akal seseorang dalam

interferensi sebab dan akibat dan menawarkan usulan yang menarik untuk mengatasi

beberapa masalah konseptual yang belum terselesaikan dalam interferensi tersebut.

Teori Proses Kausal

Dua konsep utama teori kuantitas kekal adalah proses kausal dan interaksi kausal. Dowe

(2000b, h. 90) mendefinisikannya sebagai berikut:

1. CQ1 Proses kausal adalah jalur dunia dari objek yang memiliki kuantitas kekal.

2. CQ2 Interaksi kausal adalah persimpangan jalur dunia yang meliputi pertukaran

kuantitas kekal.

Untuk memahami CQ2 terdapat dua definisi tambahan yang diperlukan.

Page 9: Journal Takim

1. Persimpangan hanya tumpang tindih dari dua atau lebih proses dalam ruang-waktu.

Persimpangan terjadi di lokasi yang terdiri dari semua poin ruang-waktu yang umum

untuk kedua (atau semua) proses. (2000b, hlm. 91–92)

3. Pertukaran terjadi saat sekurang-kurangnya satu proses yang masuk dan satu proses

yang keluar mengalami perubahan dalam nilai kuantitas kekal, dimana proses keluar

dan masuk digambarkan dalam diagram ruang-waktu dengan kerucut cahaya ke depan

dan ke belakang, tetapi pada dasarnya dapat ditukar. Pertukaran dikontrol oleh hukum

konservasi yang menjamin bahwa hal tersebut merupakan interaksi kausal murni.

Perhatikan bahwa proses masuk dan keluar dalam sebuah interaksi kausal harus merupakan

proses kausal karena proses ini mesti memiliki kuantitas kekal untuk menjadi interaksi

kausal; jika tidak, maka hal tersebut tidak dapat menukarkan kuantitas kekal. Apa artinya

bagi sebuah proses untuk memiliki kuantitas kekal pada konsep Dowe?

‘Memiliki’ dipahami dalam makna ‘sebagai contoh’. Sebuah objek yang memiliki kuantitas

kekal adalah contoh dari percontohan khusus sebuah properti. Kami menganggap bahwa

sebuah objek memiliki energi jika sains melengkapkan kuantitas itu ke tubuh tersebut.

(2000b, h. 92)

Di bawah ini akan ditunjukkan bahwa objek tidak memiliki kuantitas kekal dalam hal ini.

Perhatikan bahwa CQTC juga mengasumsikan bahwa interaksi kausal memiliki aspek

dinamis, yaitu bahwa ada sebuah pertukaran kuantitas kekal. Asumsi ini akan dianalisis

secara kritis di bawah ini.