jumat, 11 maret 2011 | media indonesia kpk mulai … · untuk penyelenggaraan pemerintahan di...

1
3 P OLKAM JUMAT, 11 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA Syamsul Arifin Segera Dinonaktifkan KEMENTERIAN Dalam Negeri segera menonaktifkan Gubernur Sumatra Utara Syamsul Arin menyusul diterimanya register Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djoher- mansyah Djohan mengungkapkan, register perkara itu sudah diterimanya kemarin. “Register perkara sudah kami terima hari ini. Kalau sudah keluar, sesuai prosedur tetap, Mendagri ajukan pemberhentian sementara kepada Presiden,” ujarnya ketika ditemui di Kantor Kementerian Dalam Negeri Jakarta, kemarin. Untuk penyelenggaraan pemerintahan di Sumatra Utara, Mendagri akan menunjuk Wakil Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho untuk memimpin pemerintahan. (AO/P-2) Pemerintah Usulkan Dewan Keamanan Nasional PEMERINTAH saat ini sedang mempertimbangkan pembentukan Dewan Keamanan Nasional. Dewan ini akan menjadi lembaga yang bisa memutuskan dengan cepat baik di level kebijakan atau operasional jika terjadi ancaman baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional itu pun akan dimasukkan ke RUU Keamanan Nasional. Hal itu diungkapkan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono seusai mengikuti rapat kabinet terbatas bidang polhukam dan kesra di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin. “Sekarang sedang dibahas, bahasannya ada cakupan soal De- wan Keamanan Nasional. Dewan Keamanan Nasional itu penting untuk menangkal ancaman dari luar dan dari dalam. Harus ada satu lembaga yang bisa memutuskan dengan cepat, entah itu di level kebijakan atau operasional. Tapi yang jelas kita perlu yang operasional,” kata Agus. (Nav/P-2) Toleransi Beragama sudah Lampu Kuning CENDEKIAWAN Azyumardi Azra menilai toleransi dan kehidup- an beragama di Indonesia sudah lampu kuning. Banyaknya peraturan yang berlawanan dengan toleransi yang diikuti me- nguatnya radikalisasi agama di Tanah Air harus menjadi per- ingatan bagi pemerintah. “Indonesia sudah lampu kuning. Hati-hati, ini bisa menuju negara gagal,” ujarnya dalam peluncuran buku Kegalauan Identitas: Agama, Etnisitas, dan Kewarganegaraan Pada Masa Pasca Orde Baru di Jakarta, kemarin. Ia merujuk pada maraknya peraturan daerah tentang Ahmadi- yah, juga kekerasan berbasis agama belakangan ini. Ia menyayang- kan sikap negara yang alih-alih menghukum pelaku kekerasan malah tampak merestui kekerasan tersebut. Jika pemerintah tak bisa lagi melindungi warganya, sambung- nya, Indonesia akan menjadi negara gagal seperti Pakistan dan Irak. Di kedua negara itu, sektarianisme tumbuh subur dan pe- merintah tak bisa menghalanginya. (*/P-2) DINAMIKA DUKUNGAN DARI PMKRI: Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV Makroen Sanjaya (kanan) menerima Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Gedung Media Group, Kedoya, Jakarta Barat, kemarin. PMKRI meminta Media Group tetap kritis terhadap pemerintah. MI/M IRFAN EDNA AM TARIGAN K OMITMEN Komisi Pemberantasan Ko- rupsi (KPK) untuk mengungkap skan- dal maa pajak yang melibat- kan Gayus Tambunan mulai diragukan. Sejak ikut menangani kasus Gayus pada awal Januari lalu, KPK hingga kini masih belum mampu menemukan asal-usul harta milik Gayus senilai Rp28 miliar dan Rp74 miliar. Padahal, di muka pengadilan, mantan pegawai golongan IIIA di Direk- torat Jenderal Pajak Kemente- rian Keuangan itu mengaku semua hartanya tersebut dida- patkannya dari para wajib pajak yang telah dibantunya. KPK hingga kini juga belum memeriksa petinggi Polri yang diduga mengetahui seluk-be- luk pembukaan blokir rekening Gayus senilai miliaran rupiah yang sempat dibekukan oleh pengadilan. “Kalau mau ungkap kasus Gayus, KPK harus memanggil Raja Erizman dan Edmon Ilyas. Kita dari dulu mendorong agar Raja dan Edmon diperiksa oleh KPK. Apalagi, pemeriksaan internal di Polri hambar dan tidak kuat untuk keduanya. Ini menandakan bahwa penangan- an terhadap keduanya tidak bisa dilakukan oleh kepolisian sendiri,” ungkap peneliti Indo- nesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, kemarin. Ia menilai penanganan kasus Gayus sendiri terus melambat. Salah satu penyebabnya adalah karena perhatian publik sudah teralih oleh isu-isu lainnya. “Kita belum melihat progres yang menyenangkan dari kasus Gayus. Ada penurunan intensi- tas dan keseriusan polisi, jaksa, dan KPK untuk memproses kasus Gayus. Dengan ini pun dapat dilihat bahwa Presiden juga gagal melaksanakan in- struksinya,” ujarnya merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) No 1/2011 tentang Percepatan Penuntasan Kasus Maa Pajak dan Hukum Gayus Tambunan. Ia juga menambahkan, dalam menangani kasus maa pajak yang dilakoni Gayus, KPK harus menggunakan metode pembuktian terbalik dalam me- nelusuri sumber harta Gayus. Beberkan data Di DPR, kemarin Panitia Kerja Komisi III DPR memang- gil Raja Erizman dan Edmon Ilyas. Seusai pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu, Komisi III menilai KPK mulai kedodoran dalam menuntaskan kasus Gayus. Hal itu bisa dilihat dari tidak diperiksanya Raja dan Edmon dalam kasus itu. “Pak Busyro Muqoddas (Ke- tua KPK) jangan maksimal cuma pas t and proper test saja, tetapi pelaksanaannya kedodoran. Ini menunjukkan ada sesuatu yang salah, mungkin saja KPK terte- kan. Kami menuntut KPK lebih maksimal,” ujar anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboe Bakar seusai pertemuan itu. Ketua Panja Tjatur Sapto Edy menambahkan, banyak hal penting dan data yang bisa di- gali dari Raja dan Edmon. Buk- tinya, DPR mendapat komitmen dari dua petinggi Polri itu untuk membuka semua hal yang ber- ada di balik kasus itu. “Namun, keduanya minta agar semua data itu disampai- kan dalam pertemuan tertutup. Misalnya tentang siapa yang memberi perintah, siapa yang mengintervensi beberapa ka- sus,” tuturnya. Saat dihubungi secara ter- pisah, juru bicara KPK Johan Budi menyatakan penyidik KPK masih terus menginvestigasi kasus Gayus. Ia mengungkap- kan penyidik KPK pun telah meminta berbagai keterangan kepada sejumlah karyawan Ditjen Pajak. “Hasil investigasi tidak bisa kita ceritakan dengan rinci. Penyidik sudah meminta ke- terangan orang-orang di Ditjen Pajak, tapi tidak tahu apakah itu atasan atau rekan-rekannya Gayus. Tapi saya menjamin sekarang tim bekerja, kadang memeriksa di sini (KPK), ka- dang di Ditjen Pajak,” terang- nya. (Wta/P-2) [email protected] KPK Mulai Kedodoran Salah satu bukti keseriusan KPK menuntaskan kasus mafia pajak ialah harus memeriksa Brigjen Raja Erizman dan Brigjen Edmon Ilyas. ORGANISASI Kemasyarakatan Perhimpunan Mahasiswa Ka- tolik Republik Indonesia (PM- KRI) menilai pernyataan Sek- retaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam tidak layak terucap dari mulut pejabat negara. Pasalnya, pernyataan itu dapat menjadi bola salju liar yang tak dapat terkontrol oleh media massa serta pemerintah sendiri. “Kita melihat Dipo bukan sebagai individu, tapi sebagai perwakilan pemerintah. Kami khawatir dampak yang dilaku- kan Dipo bisa menjadi bola salju yang tidak akan bisa dikon- trol media massa dan perintah sendiri,” ujar Presidium PMKRI Parlindungan Simarmata saat mengunjungi Metro TV dan Media Indonesia, kemarin. Menurut dia, pernyataan Seskab Dipo dapat mematikan proses demokrasi yang ada di Indonesia. Pers, lanjutnya, merupakan salah satu bentuk kebebasan berdemokrasi di Indonesia. “Permasalahan Dipo Alam harus disikapi bersama. Kami tidak mau peran media massa kembali ke masa lalu. Artinya, pemerintah menjadi pengatur apa yang harus disampaikan media,” kata Parlindungan. Dia mengatakan hal itu juga dapat membuat masyarakat bingung. Masyarakat akan bi- ngung untuk mengetahui pihak mana yang benar. Untuk itu, argumen seperti yang diucap- kan Seskab Dipo tidak perlu digelontorkan. Di tempat yang sama, Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV Makroen Sanjaya menuturkan, gugatan yang dilayangkan Me- dia Group kepada Seskab Dipo melalui Mabes Polri merupakan upaya dalam mempertahankan kemerdekaan berdemokrasi. Tak hanya itu, gugatan perdata tersebut merupakan perjuangan memperoleh kebebasan pers. “Justru yang dikhawatirkan oleh pernyataan Seskab Dipo Alam ini bukan masalah iklan, tapi kebenaran yang kita cari. Kalau kita kalah, kita siap di- bredel,” ujarnya. “Percayalah, apa yang kita perjuangkan bukan hanya terkait perut, tapi untuk semuanya,” jelasnya. Kemarin, penyidik di Direk- torat Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri memanggil saksi dari Metro TV untuk dimintai keterangan terkait pelaporan Media Group terhadap Seskab Dipo Alam. Saksi tersebut ada- lah reporter Suhendra Atmaja dan juru kamera Ari Setiawan yang meliput pernyataan Ses- kab Dipo itu. “Kami ditanyai sepuluh pertanyaan menyangkut soal wawancara saya di Istana Bogor terkait klarikasi Seskab Dipo Alam soal media massa yang menjelek-jelekkan pemerintah,” papar Suhendra setelah peme- riksaan yang berlangsung seki- tar tiga jam tersebut. (*/P-2) Pernyataan Seskab Jadi Bola Liar PANJA MAFIA HUKUM: Mantan Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Edmon Ilyas (kanan) bersama mantan Direktur II Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Raja Erizman menyampaikan keterangan saat rapat dengan Panja Mafia Hukum Komisi III DPR di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin. ANTARA/ANDIKA WAHYU

Upload: vothu

Post on 10-Jul-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

3POLKAMJUMAT, 11 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA

Syamsul Arifin Segera DinonaktifkanKEMENTERIAN Dalam Negeri segera menonaktifkan Gubernur Sumatra Utara Syamsul Arifi n menyusul diterimanya register Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djoher-mansyah Djohan mengungkapkan, register perkara itu sudah diterimanya kemarin.

“Register perkara sudah kami terima hari ini. Kalau sudah keluar, sesuai prosedur tetap, Mendagri ajukan pemberhentian sementara kepada Presiden,” ujarnya ketika ditemui di Kantor Kementerian Dalam Negeri Jakarta, kemarin.

Untuk penyelenggaraan pemerintahan di Sumatra Utara, Mendagri akan menunjuk Wakil Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho untuk memimpin pemerintahan. (AO/P-2)

Pemerintah Usulkan Dewan Keamanan NasionalPEMERINTAH saat ini sedang mempertimbangkan pembentukan Dewan Keamanan Nasional. Dewan ini akan menjadi lembaga yang bisa memutuskan dengan cepat baik di level kebijakan atau operasional jika terjadi ancaman baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional itu pun akan dimasukkan ke RUU Keamanan Nasional.

Hal itu diungkapkan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono seusai mengikuti rapat kabinet terbatas bidang polhukam dan kesra di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.

“Sekarang sedang dibahas, bahasannya ada cakupan soal De-wan Keamanan Nasional. Dewan Keamanan Nasional itu penting untuk menangkal ancaman dari luar dan dari dalam. Harus ada satu lembaga yang bisa memutuskan dengan cepat, entah itu di level kebijakan atau operasional. Tapi yang jelas kita perlu yang operasional,” kata Agus. (Nav/P-2)

Toleransi Beragama sudah Lampu KuningCENDEKIAWAN Azyumardi Azra menilai toleransi dan kehidup-an beragama di Indonesia sudah lampu kuning. Banyaknya per aturan yang berlawanan dengan toleransi yang diikuti me-nguatnya radikalisasi agama di Tanah Air harus menjadi per-ingatan bagi pemerintah.

“Indonesia sudah lampu kuning. Hati-hati, ini bisa menuju negara gagal,” ujarnya dalam peluncuran buku Kegalauan Identitas: Agama, Etnisitas, dan Kewarganegaraan Pada Masa Pasca Orde Baru di Jakarta, kemarin.

Ia merujuk pada maraknya peraturan daerah tentang Ahmadi-yah, juga kekerasan berbasis agama belakangan ini. Ia menyayang-kan sikap negara yang alih-alih menghukum pelaku kekerasan malah tampak merestui kekerasan tersebut.

Jika pemerintah tak bisa lagi melindungi warganya, sambung-nya, Indonesia akan menjadi negara gagal seperti Pakistan dan Irak. Di kedua negara itu, sektarianisme tumbuh subur dan pe-merintah tak bisa menghalanginya. (*/P-2)

DINAMIKA

DUKUNGAN DARI PMKRI: Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV Makroen Sanjaya (kanan) menerima Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Gedung Media Group, Kedoya, Jakarta Barat, kemarin. PMKRI meminta Media Group tetap kritis terhadap pemerintah.

MI/M IRFAN

EDNA AM TARIGAN

KOMITMEN Komisi Pemberantasan Ko-rupsi (KPK) untuk mengungkap skan-

dal mafi a pajak yang melibat-kan Gayus Tambunan mulai diragukan.

Sejak ikut menangani kasus Gayus pada awal Januari lalu, KPK hingga kini masih belum mampu menemukan asal-usul harta milik Gayus senilai Rp28 miliar dan Rp74 miliar. Padahal, di muka pengadilan, mantan pegawai golongan IIIA di Direk-torat Jenderal Pajak Kemente-rian Keuangan itu mengaku semua hartanya tersebut dida-patkannya dari para wajib pajak yang telah dibantunya.

KPK hingga kini juga belum memeriksa petinggi Polri yang diduga mengetahui seluk-be-luk pembukaan blokir rekening Gayus senilai miliaran rupiah yang sempat dibekukan oleh pengadilan.

“Kalau mau ungkap kasus Gayus, KPK harus memanggil Raja Erizman dan Edmon Ilyas. Kita dari dulu mendorong agar Raja dan Edmon diperiksa oleh KPK. Apalagi, pemeriksaan internal di Polri hambar dan tidak kuat untuk keduanya. Ini menandakan bahwa penangan-an terhadap keduanya tidak

bisa dilakukan oleh kepolisian sendiri,” ungkap peneliti Indo-nesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, kemarin.

Ia menilai penanganan kasus Gayus sendiri terus melambat. Salah satu penyebabnya adalah karena perhatian publik sudah teralih oleh isu-isu lainnya.

“Kita belum melihat progres yang menyenangkan dari kasus Gayus. Ada penurunan intensi-tas dan keseriusan polisi, jaksa, dan KPK untuk memproses kasus Gayus. Dengan ini pun dapat dilihat bahwa Presiden juga gagal melaksanakan in-struksinya,” ujarnya merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) No 1/2011 tentang Percepatan Penuntasan Kasus Mafi a Pajak

dan Hukum Gayus Tambunan.Ia juga menambahkan, dalam

menangani kasus mafi a pajak yang dilakoni Gayus, KPK harus menggunakan metode pembuktian terbalik dalam me-nelusuri sumber harta Gayus.

Beberkan dataDi DPR, kemarin Panitia

Kerja Komisi III DPR memang-gil Raja Erizman dan Edmon Ilyas. Seusai pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu, Komisi III menilai KPK mulai kedodoran dalam menuntaskan kasus Gayus. Hal itu bisa dilihat dari tidak diperiksanya Raja dan Edmon dalam kasus itu.

“Pak Busyro Muqoddas (Ke-tua KPK) jangan maksimal cuma pas fi t and proper test saja, tetapi

pelaksanaannya kedodoran. Ini menunjukkan ada sesuatu yang salah, mungkin saja KPK terte-kan. Kami menuntut KPK lebih maksimal,” ujar anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboe Bakar seusai pertemuan itu.

Ketua Panja Tjatur Sapto Edy menambahkan, banyak hal penting dan data yang bisa di-gali dari Raja dan Edmon. Buk-tinya, DPR mendapat komitmen dari dua petinggi Polri itu untuk membuka semua hal yang ber-ada di balik kasus itu.

“Namun, keduanya minta agar semua data itu disampai-kan dalam pertemuan tertutup. Misalnya tentang siapa yang memberi perintah, siapa yang mengintervensi beberapa ka-sus,” tuturnya.

Saat dihubungi secara ter-pisah, juru bicara KPK Johan Budi menyatakan penyidik KPK masih terus menginvestigasi kasus Gayus. Ia mengungkap-kan penyidik KPK pun telah meminta berbagai keterangan kepada sejumlah karyawan Ditjen Pajak.

“Hasil investigasi tidak bisa kita ceritakan dengan rinci. Penyidik sudah meminta ke-terangan orang-orang di Ditjen Pajak, tapi tidak tahu apakah itu atasan atau rekan-rekannya Gayus. Tapi saya menjamin sekarang tim bekerja, kadang memeriksa di sini (KPK), ka-dang di Ditjen Pajak,” terang-nya. (Wta/P-2)

[email protected]

KPK Mulai KedodoranSalah satu bukti keseriusan KPK menuntaskan kasus mafia pajak ialah harus memeriksa Brigjen Raja Erizman dan Brigjen Edmon Ilyas.

ORGANISASI Kemasyarakatan Perhimpunan Mahasiswa Ka-tolik Republik Indonesia (PM-KRI) menilai pernyataan Sek-retaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam tidak layak terucap dari mulut pejabat negara. Pasalnya, pernyataan itu dapat menjadi bola salju liar yang tak dapat terkontrol oleh media massa serta pemerintah sendiri.

“Kita melihat Dipo bukan sebagai individu, tapi sebagai perwakilan pemerintah. Kami khawatir dampak yang dilaku-kan Dipo bisa menjadi bola salju yang tidak akan bisa dikon-trol media massa dan perintah sendiri,” ujar Presidium PMKRI Parlindungan Simarmata saat mengunjungi Metro TV dan Media Indonesia, kemarin.

Menurut dia, pernyataan Seskab Dipo dapat mematikan proses demokrasi yang ada di Indonesia. Pers, lanjutnya, merupakan salah satu bentuk kebebasan berdemokrasi di

Indonesia.“Permasalahan Dipo Alam

harus disikapi bersama. Kami tidak mau peran media massa kembali ke masa lalu. Artinya, pemerintah menjadi pengatur apa yang harus disampaikan media,” kata Parlindungan.

Dia mengatakan hal itu juga dapat membuat masyarakat bi ngung. Masyarakat akan bi-ngung untuk mengetahui pihak mana yang benar. Untuk itu, argumen seperti yang diucap-kan Seskab Dipo tidak perlu digelontorkan.

Di tempat yang sama, Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV Makroen Sanjaya menuturkan, gugatan yang dilayangkan Me-dia Group kepada Seskab Dipo melalui Mabes Polri merupakan upaya dalam mempertahankan kemerdekaan berdemokrasi. Tak hanya itu, gugatan perdata tersebut merupakan perjuangan memperoleh kebebasan pers.

“Justru yang dikhawatirkan

oleh pernyataan Seskab Dipo Alam ini bukan masalah iklan, tapi kebenaran yang kita cari. Kalau kita kalah, kita siap di-bredel,” ujarnya. “Percayalah, apa yang kita perjuangkan bukan hanya terkait perut, tapi untuk semuanya,” jelasnya.

Kemarin, penyidik di Direk-torat Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri memanggil saksi dari Metro TV untuk dimintai keterangan terkait pelaporan Media Group terhadap Seskab Dipo Alam. Saksi tersebut ada-lah reporter Suhendra Atmaja dan juru kamera Ari Setiawan yang meliput pernyataan Ses-kab Dipo itu.

“Kami ditanyai sepuluh pertanyaan menyangkut soal wawancara saya di Istana Bogor terkait klarifi kasi Seskab Dipo Alam soal media massa yang menjelek-jelekkan pemerintah,” papar Suhendra setelah peme-riksaan yang berlangsung seki-tar tiga jam tersebut. (*/P-2)

Pernyataan Seskab Jadi Bola Liar

PANJA MAFIA HUKUM: Mantan Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Edmon Ilyas (kanan) bersama mantan Direktur II Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Raja Erizman menyampaikan keterangan saat rapat dengan Panja Mafia Hukum Komisi III DPR di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

ANTARA/ANDIKA WAHYU