jurnal

12

Click here to load reader

Upload: rezi-amalia-putri

Post on 16-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita pada Keluarga Nelayan di Kota Padang

Artikel Penelitian

Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita pada Keluarga Nelayan di Kota Padang

Rezi Amalia Putri1, DR.dr.Masrul, Msc.SpGK2,Drs.Adrial, M.Kes3

http://jurnal.fk.unand.ac.id6

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)AbstrakGizi buruk merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi dan balita. Masa balita merupakan masa tumbuh kembang yang sangat cepat yang disebut dengan masa keemasan (golden age) sehingga membutuhkan zat gizi yang optimal. Peran ibu sangat dominan dalam mengasuh dan mendidik anak yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak khususnya status gizi anak. Keluarga nelayan merupakan keluarga dengan golongan ekonomi, dan pendidikan rendah sehingga kurang optimalnya asupan nutrisi dan pengasuhan terhadap balitanya untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang balita. Untuk mengetahui hubungan pola asuh ibu dengan status gizi balita pada keluarga nelayan di Kota Padang dilakukan dengan desain cross-sectional dengan sampel sebanyak 140 ibu dengan 140 anak berumur 12-60 bulan. Ibu sebagai responden diwawancarai langsung dengan menggunakan kuesioner. Status gizi balita diukur dengan indikator berat badan/tinggi badan (BB/TB) dan diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi status gizi dari WHO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 91.4 % balita memiliki status gizi normal, 8.6% balita memiliki status gizi kurang. Pola asuh berdasarkan pola asuh makan terbanyak pada kategori baik yaitu sebanyak 67.1%, berdasarkan pola asuh kesehatan terbanyak pada kategori baik yaitu sebanyak 97.1%, dan pola asuh psikososial terbanyak pada kategori rendah yaitu sebanyak 51.4%. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pola asuh makan, pola asuh kesehatan dan pola asuh psikososial dengan status gizi. Dari hasil penelitian ini diharapkan ibu mempertahankan dan meningkatan status gizi anak. Diharapkan adanya dukungan dari orang tua dalam memenuhi sosialiasi dan pendidikan anak usia dini dengan lintas sektor terkait.Kata kunci: Pola Asuh. Status Gizi. Balita

Abstract Malnutrition is one of the cause of death in infants and toddlers. Toddlerhood is a period of rapid growth and development that called golden age and thus require optimal nutrition. Role of mother is very dominant in nurture and educating children that will affect the growth of children, especially children's nutritional status.Fishermans family are families with low economically and low education so that less optimal nutrition and care for their toddler to meet the needs of growth and development of toddlers.This cross-sectional study was to aim the association of care practices with nutritional status in children at the fishermans family in Padang and followed by 139 mothers from 139 children whose age were 12-60 months old. Care practices was measured by interviewing the mother by using questionnaire and nutritional status was determined by measuring body weight/body height according to WHO growth chart.The study showed that 91.4% children were normal nutritional status, 8.6% children were undernutrition status. The study also found that 67.1% children with good care for nutrition, 97.1% with good care for health and 51.4% with low care for psychosocial. There was no significant association between care for nutrition, care for health and care for psychosocial with nutritional status.From this study we suggested to the mother to maintain and improve nutritional status of children. Besides that the support of parents in meet the socialization and education of early childhood associated with cross-sector.Keywords:care practices. nutritional status. toddler

Affiliasi penulis : 1.Pendidikan Dokter FK UNAND (FakultasKedokteran Universitas Andalas Padang), 2.Bagian Ilmu Gizi FKUNAND, 3.Bagian Parasitologi FK UNANDKorespondensi :Rezi Amalia Putri Email : reziamaliaputri@ymail. com Telp: 081947685649PENDAHULUANMasalah Gizi merupakan salah satu masalah penting yang harus diperhatikan karena salah satu penyebab kematian pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi dan balita. Diperkirakan sepertiga dari kematian di antara anak di bawah usia 5 dikaitkan dengan masalah gizi. Gizi menempatkan anak-anak lebih berisiko dari kematian dan penyakit parah karena kekurangan gizi melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga anak mudah terserang infeksi umum, seperti pneumonia, diare, malaria, HIV/ AIDS dan campak1.Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Saat ini masalah kesehatan dan gizi diprioritaskan untuk kelompok yang rentan yaitu balita karena pada masa tersebut merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang. Pada masa ini proses tumbuh kembang berlangsung sangat cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana pada masa ini otak berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang sedang mengalami proses pertumbuhan dengan pesat, memerlukan asupan zat makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik dan bergizi2.Masalah gizi pada balita masih merupakan tantangan yang harus diatasi dengan serius, diantaranya masalah gizi kurang dan buruk serta balita pendek. Gizi buruk pada 1000 hari pertama kehidupan anak akan memberikan dampak yang bersifat irreversible1. Dampak masalah gizi pada usia dini berakibat terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak seperti meningkatnya kematian balita, kecerdasan yang rendah, keterbelakangan mental, ketidakmampuan berprestasi, produktivitas yang rendah di mana mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM)3.Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi gizi kurang berdasarkan BB/TB pada tahun 2013 di lndonesia adalah 5,3 %. Di Sumatera Barat, prevalensi gizi buruk 0,9% dan gizi kurang 5%. Di kota Padang, berdasarkan data prevalensi status gizi balita (BB/TB) Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2012, gizi buruk 3,38%, gizi kurang 6,64%, dan gizi lebih 10,99%. Kecamatan Padang Selatan merupakan kecamatan dengan angka gizi kurang tertinggi di kota Padang, yaitu 9,00%. Kecamatan Padang Selatan merupakan kecamatan yang terletak pada pemukiman keluarga nelayan 4-6.Rosegrant, et al pada the International Food Policy Food Research Institute mengatakan terdapat lima faktor yang berhubungan dengan terjadinya malnutrisi dalam masa kanak-kanak, yaitu asupan energi rata-rata dari makanan, tingkat pendidikan ibu, ketersediaan air bersih, bagian anggaran total pengeluaran publik yang ditentukan untuk tujuan sosial (pendidikan, kesehatan), dan berdomisili di Asia Selatan7. Engle, Menon dan Haddad (1997) menambahkan faktor ketersediaan sumber daya keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, pola pengasuhan, sanitasi dan penyehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah, sebagai faktor yang memengaruhi status gizi. Pola pengasuhan turut berkontribusi terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan status gizi anak adalah pola asuh makan. Peran ibu dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah dominan untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak khususnya status gizi anak8.Santoso (2005), menyatakan bahwa pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan gizi pada dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan anak9.Dari data Riskesdas 2010 terlihat status gizi pada balita berdasarkan pekerjaan kepala keluarga dan prevalensi gizi kurang tertinggi adalah pada keluarga petani, nelayan atau buruh yaitu dengan prevalensi 15,2 %.Kondisi gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat dan di setiap sudut dunia. Namun, keadaan tersebut banyak terdapat pada kelompok kecil di negara berkembang7,10.Keluarga nelayan dalam struktur masyarakat Indonesia merupakan lapisan masyarakat yang menempati posisi terendah dan paling miskin dibandingkan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dan lainnya. Faktor rendahnya pendidikan, keterampilan, ketiadaan modal menyebabkan nelayan menjadi kelompok yangsemakin terpinggirkan. Hal ini diperkuat oleh temuan Sinaga (1982), Sinaga dan Simatupang (1987) yang menunjukkan bahwa keadaan sosial ekonomi nelayan pantai di Jawa masih sangat memprihatinkan, pendidikan sangat rendah, bahkan sekitar 38% nelayan masih buta huruf dan 58% istri nelayan buta huruf. Karena rendahnya pendidikan ibu dan miskinnya keluarga nelayan mengakibatkan kurang optimalnya asupan nutrisi dan pengasuhan ibu terhadap balitanya untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang balita sebagaimana mestinya11.

METODE Penelitian ini dilakukan pada keluarga nelayan di Kota Padang pada bulan Juni 2014-Januari 2015 dengan sampel 140 ibu dan anak. Anak dan ibu tersebut merupakan anak usia 1-5 tahun yng tidak cacat dan ibu yang bersedia untuk diwawancarai dan menandatangani informed concent, tidak dalam keadaan sakit diare atau penyakit yang menyebabkan penurunan berat badan pada saat penelitian, tidak sedang mengalami penyakit kronis dan ibu yang tidak memiliki gangguan pendengaran atau tuna wicara.Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross-sectional. Pengolahan data dilakukan dengan uji chisquare menggunakan sistem komputerisasi. Variabel independen adalah Pola Asuh Ibu dan variable dependen adalah Status Gizi Balita.

HASILKota Padang merupakan ibukota Propinsi Sumatera Barat yang berlokasi di pesisir barat Pulau Sumatera. Berdasarkan PP No. 17 Tahun 1980, luas Kota Padang adalah 1.414,96 Km2 yang terdiri dari 694,96 Km2 daratan dan 720,0 Km2 lautan dengan jumlah penduduk berjumlah 876.678 orang yang tersebar di 11 kecamatan atau 103 kelurahan. Kota Padang sebagai ibukota Propinsi Sumatera Barat terletak pada dataran rendah di pantai barat Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Padang terletak pada 00044'00'' -01'08'' 35'' LS dan 100 05'05''-100 34' 09'' BT, dengan panjang pantai sepanjang 68.126 km 12-13.Secara administrasi lokasi penelitian dilaksanakan di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Utara dan Kecamatan Koto Tengah13.Karakteristik RespondenResponden dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita berusia 12-60 bulan pada keluarga nelayan di Kota Padang.Karakteristik IbuUmur ibuDari tabel karakteristik ibu dapat disimpulkan bahwa responden ibu yang paling banyak adalah kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 47,9%. Rata-rata umur ibu adalah 29,9 tahun dengan standar deviasi + 6,14.

Pekerjaan ibuBerdasarkan tabel karakteristik ibu dapat disimpulkan bahwa responden ibu yang paling banyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 80%. Ibu rumah tangga diharapkan memiliki lebih banyak waktu untuk mengasuh anaknya dibandingkan dengan ibu yang bekerja.

Tingkat pendidikan ibuDari tabel karakteristik ibu dapat disimpulkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan ibu sudah baik yaitu tamat SLTA/sederajat sebanyak 44,3%.

Jumlah anakBerdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa responden ibu yang paling banyak memiliki 2 anak sebanyak 32,1% dengan nilai rata-rata 2,24 anak (SD + 1,16). Semakin sedikit jumlah anak yang dimiliki ibu diharapkan ibu memiliki lebih banyak waktu dan perhatian untuk mengasuh anaknya.

Karakteristik BalitaJenis Kelamin BalitaDari tabel distribusi frekuensi jenis kelamin, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin responden balita paling banyak ialah laki-laki sebanyak 53.6%.

Umur BalitaBerdasarkan tabel distribusi frekuensi umur balita dapat disimpulkan bahwa responden balita yang paling banyak ialah kelompok umur 12-23 bulan dan 36-47 bulan sebanyak 39%. Rata-rata umur balita ialah 34,1 (SD + 13,5).

Gambaran Pola Asuh MakanTabel 5.5 Distribusi frekuensi pola asuh makanPola Asuh MakanfPersentase

Tidak baik4632.9%

Baik9467.1%

Jumlah140100%

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh makan paling banyak dalam kategori baik sebanyak 67,1%.

Pola Asuh KesehatanTabel 5.6 Distribusi frekuensi pola asuh kesehatanPola Asuh KesehatanfPersentase

Tidak baik42.9%

Baik13697.1%

Jumlah140100%

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh kesehatan paling banyak dalam kategori baik sebanyak 97.1%.

Pola asuh PsikososialTabel 5.7 Distribusi frekuensi pola asuh psikososialPola Asuh PsikososialfPersentase

Rendah7251.4%

Sedang6546.4%

Baik32.1%

Jumlah140100%

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh psikososial paling banyak dalam kategori rendah sebanyak 51.4%.

Status Gizi Anak Usia 1-5 tahun berdasarkan Indeks BB/TB Status gizi anak diukur dengan menggunakan indeks BB/TB dengan standar WHO/NCHS (Z score).Tabel 5.8 Distribusi frekuensi status gizi anak berdasarkan indeks BB/TBStatus Gizi BalitafPersentase

Kurang128.6%

Normal12891.4%

Jumlah140100%

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar balita memiliki status gizi normal. Pada penelitian ini ditemukan balita dengan status gizi sangat kurang sebanyak 1.4% dan status gizi lebih sebanyak 5%.

Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi BlitaTabel 5.9 Hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi balitaStatus GiziPola asuh makanJumlahp value

Tidak baikBaik

n%n%n%

Kurang325%975%12100%0.544

Normal 4333.6%8566.4%128100%

Jumlah4632.9%9467.1%140100%

X2 = 0,367 ; p > 0,05

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa persentase balita dengan pola asuh makan tidak baik paling banyak pada balita dengan status gizi normal sebanyak 33,6%. Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai p=0,544 (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh makan dengan status gizi balita pada keluarga nelayan di Kota Padang.

Tabel 5.10 Hubungan antara pola asuh kesehatan dengan status gizi balitaStatus GiziPola asuh kesehatanJumlahp - value

Tidak baikbaik

n%n%n%

Kurang00%12100%12100%0.534

Normal43.1%12496.9%128100%

Jumlah42.9%13697.1%140100%

X2 = 0,386 ; p > 0,05

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa persentase balita dengan pola asuh kesehatan tidak baik paling banyak pada balita dengan status gizi normal sebanyak 3,1%. Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai p=0,534 (p>0,05). Berdasarkan hasil terseut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh kesehatan dengan status gizi balita pada keluarga nelayan di Kota Padang.

Tabel 5.11 Hubungan antara pola asuh psikososial dengan status gizi balitaStatus GiziPola Asuh PsikososialJumlahp value

Rendahsedangbaik

n%n%n%n%

Kurang650%650%00%12100%0,851

Normal6651,6%5946,1%32.3%128100%

Jumlah7251.4%6546.4%32.1%140100%

X2= 0,323; p > 0,05

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa persentase balita dengan pola asuh psikososial rendah paling banyak pada balita dengan status gizi normal sebanyak 51,6%. Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai p=0,851 (p>0,05). Berdasarkan hasil terseut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh psikososial dengan status gizi balita pada keluarga nelayan di Kota Padang.

PEMBAHASANKarakteristik RespondenKarakteristik IbuUmur IbuResponden ibu paling banyak berada pada kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 47,9%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata umur ibu sudah cukup dewasa dalam mengasuh anak. Menurut Notoatmodjo (2003) seseorang yang umurnya lebih tua akan lebih banyak pengalamannya sehingga mempengaruhi pengetahuan yang dimilikinya, maka semakin ibu cukup umur akan berpikir semakin matang dan logis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Munir M (2012) adanya hubungan antara usia ibu dengan pola asuhnya terhadap anak.

Pekerjaan IbuResponden ibu paling banyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 80%. Penelitian yang dilakukan oleh Diana (2004) menunjukkan bahwa pola asuh anak yang baik lebih tinggi persentasenya pada ibu yang tidak bekerja dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Ibu rumah tangga memilki lebih banyak waktu dalam mengasuh anak sehingga dapat menunjang kualitas pengasuhan anak.

Tingkat Pendidikan IbuDari segi tingkat pendidikan ibu mayoritas berpendidikan rendah, yaitu sebesar 53,6% hanya berpendidikan hingga SMP. Cukup tinggi jika dibandingkan dengan ibu berpendidikan SLTA dan akademi, yaitu sebesar 46,4%. Rendahnya pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan ibu mengenai pentingnya pola hidup bersih dan sehat dan pentingnya zat gizi bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan, ibu memiliki pengetahuan yang lebih baik dalam mengasuh anak14.

Jumlah AnakResponden ibu paling banyak memiliki 2 anak sebanyak 32,1%. Dengan jumlah anak yang sedikit diharapkan ibu lebih fokus dalam mengasuh anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Soetjipto HP (1989) disimpulkan bahwa semakin sedikit jumlah anak dalam keluarga maka semakin baik pola asuh orang tua kepada anaknya.

Karakteristik BalitaJenis kelamin balitaDalam penelitian ini responden balita paling banyak ialah bejenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 53.6%. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2013) didapatkan responden terbanyak berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 51,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Masithah (2005) juga didapatkan responden terbanyak berjenis kelamin perempuan sebanyak 52,3%.

Umur balitaResponden balita paling banyak pada kelompok umur 12-23 bulan dan 36-47 bulan sebanyak 39%. Hal ini berarti kelompok balita berumur di atas 36 bulan tidak terlalu rawan terkena penyakit infeksi dibandingkan balita berumur di bawah 36 bulan. Pada balita usia 12-23 bulan terjadi pertumbuhan cepat pada sel-sel otak sehingga pada usia dua tahun pertumbuhan sel-sel otak sudah mencapai 80% 15.

Status GiziStatus gizi merupakan hasil keseimbangan antara konsumsi zat-zat gizi dengan kebutuhan gizi untuk berbagai proses biologis dari organisme tersebut. Apabila dalam keseimbangan normal maka individu tersebut berada dalam keadaan normal. Terpenuhinya kebutuhan zat gizi ditentukan oleh dua faktor utama, pertama asupan makanan dan kedua adalah utilisasi biologik zat gizi16.Berdasarkan tabel 5.7, status gizi balita pada keluarga nelayan di Kota Padang yang diukur secara antropometri dengan menggunakan indeks BB/TB yang disesuaikan dengan standar WHO-NCHS didapatkan bahwa 8,6 % balita dengan status gizi kurang dan 91,4% balita dengan status gizi normal. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan persentase balita dengan status gizi kurang di Indonesia dan Sumatera Barat sebesar 5,3% dan 5,9%6. Berdasarkan penelitian yang dilakukan 67,14% balita di keluarga nelayan tidak diberikan ASI Eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif akan berdampak pada prtumbuhan dan perkembangan anak pada kemudian hari. Sehingga pemberian makanan yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi17. Tidak diberikannya ASI Eksklusif pada bayi dipengaruhi oleh factor pendidikan ibu yang mayoritas berpendidikan rendah sehingga kurangnya pengetahuan ibu tentang pola makan yang tepat untuk anak. Gizi dianggap sebagai modal dasar agar anak dapat mengembangkan potensi genetiknya secara optimal18. Selain itu, status gizi merupakan indikator penting untuk kesehatan anak. Status gizi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kesakitan dan kematian19.

Pola AsuhPola asuh merupakan perilaku dalam rumah tangga atau lingkungan dalam penyediaan waktu, perhatian dan dukungan untuk kebuuhan fisik, mental, dan social anak dan anggota keluarga lainnya. Pola asuh terbagi tiga, yaitu pola asuh makan, pola asuh kesehatan, da pola asuh psikososial. Di negara-negara berkembang pelaku utama pengasuhan bagi bayi dan anak balita dalam rumah tangga umumnya adalah ibu8.Pola Asuh MakanHasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh makan sebagian besar pada kategori baik sebesar 67,1%, sedangkan pada kategori tidak baik sebesar 32,9%. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar responden ibu adalah ibu rumah tangga, yaitu sebesar 80%. Sebagian besar responden ibu yang memiliki anak sebanyak 2 anak sebesar 32,1% sehingga memiliki lebih banyak waktu dan perhatian dalam pengasuhan makan anaknya. Penelitian yang dilakukan oleh Mashitah (2005) di desa Mulyaharja, Bogor, menunjukkan bahwa paling banyak pola asuh makan pada kategori sedang sebesar 59,1% sedangkan 37,1% pada kategori rendah.

Pola Asuh KesehatanHasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh kesehatan sebagian besar pada kategori baik sebesar 97,1%. Sedangkan kategori tidak baik sebesar 2,9%. Berdasarkan penelitian pada keluarga nelayan di Kota Padang, 70% balita dibawa ke posyandu setiap bulannya. Pelaksanaan posyandu dilakukan secara rutin setiap bulannya sehingga membantu pelayanan kesehatan ibu dan balita. Selain itu, 97,85% balita yang datang ke posyandu mendapatkan imunisasi lengkap sesuai umur. Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari orang tua yaitu dengan segera membawa anak yang sakit ke tempat pelayanan kesehatan terdekat. Balita sangat rentan terhadap berbagai macam penyakit, seperti infeksi saluran pernafasan, diare dan campak.

Pola Asuh PsikososialDari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar pola asuh psikososial berada dalam kategori rendah sebesar 51,4%. Hal ini disebabkan karena ibu tidak menyediakan mainan dan alat belajar yang tepat sesuai usia anak di rumah. Masih ditemukan ibu yang menghukum anak lebih dari sekali dalam seminggu terakhir. Selain itu, keadaan rumah dan lingkungan tempat bermain anak. Keadaan rumah yang gelap dan monoton serta kurang luasnya rumah mempengaruhi pola asuh psikososial anak.

Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi BalitaBerdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 5.8 antara status gizi dengan pola asuh makan dapat diketahui pada status gizi normal 33,6% dengan pola asuh makan tidak baik, 66,4% dengan pola asuh makan baik. Status gizi kurang 25% dengan pola asuh makan tidak baik, 75% dengan pola asuh makan baik. Dari tabulasi silang dengan uji statistik chi-square didapatkan nilai p>0,05 (0,544) yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh makan dengan status gizi balita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan 80% balita mulai diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada umur 6 bulan. Umur yang paling tepat untuk memperkenalkan MP-ASI adalah enam bulan, pada usia tersebut air susu ibu sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembangnya. Faktor lainnya, cukup baiknya pola asuh makan sebesar 67,1%. Kecukupan asupan nutrisi anak berperan dalam kebutuhan gizi anak.Hal ini sesuai dengan penelitian Sirajuddin (2013) yang menyatakan bahwa pemberian pola asuh makan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan baiknya status gizi anak. Sedangkan pada hasil penelitian Lubis (2008) di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara menunjukkan bahwa praktek pemberian makan yang baik sangat mendukung tercapainya status gizi anak yang baik. Dan sebaliknya jika praktek pemberian makan pada anak tidak baik dapat menyebabkan status gizi anak tidak baik pula.Berdasarkan tabulasi silang antara status gizi dengan pola asuh kesehatan pada tabel 5.9 dapat diketahui pada status gizi normal terdapat 96,9% dengan pola asuh kesehatan baik dan 3,1% dengan pola asuh kesehatan tidak baik. Sedangkan pada status gizi kurang terdapat 100% dengan pola asuh kesehatan baik. Dari hasil tabulasi silang dengan uji statistik chi-square nilai p>0,05 (0,534) yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh kesehatan dengan status gizi balita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa 70% balita dibawa keposyandu setiap bulannya. Pelaksanaan posyandu dilakukan secara rutin setiap bulannya sehingga membantu pelayanan kesehatan ibu dan balita. Selain itu, 97,85% balita yang datang ke posyandu mendapatkan imunisasi lengkap sesuai umur.Hal ini sesuai dengan penelitian Cut Ruhana Husin (2008) di Kabupaten Pidie Provinsi Nangroe Sceh Darussalam tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh kesehatan anak dengan status gizi balita. Hal ini menunjukkan bahwa praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit dengan status gizi sudah baik. Perawatan kesehatan anak yang baik memberikan makanan yang bergizi, kelengkapan imunisasi, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada, serta upaya ibu dalam mencari pengobatan terhadap anak apabila sakit ibu membawa anak kepelayanan kesehatan seperti kerumah sakit, klinik, puskesmas, dan polindes. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ritayani Lubis (2008) pada balita di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh kesehatan dengan status gizi balita.Berdasarkan tabulasi silang antara status gizi dengan pola asuh psikososial pada tabel 5.10 dapat diketahui pada status gizi normal 2,3% pola asuh pskososial baik, 46,1% pola asuh psikososial sedang dan 51,6% pola asuh psikososial rendah. Sedangkan pada status gizi kurang, 50% pola asuh psikososial sedang dan 50% pola asuh psikososial rendah. Hasil tabuasi silang dengan uji statistik chi-square menunjukkan bahwa p>0,05 (0,851) yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh psikososial dengan status gizi balita. berdasarkan penelitian ditemukan 89,28% ibu tidak menyediakan mainan dan alat belajar yang tepat sesuai usia anak di rumah. Selain itu, masih ditemukan ibu yang menghukum anak lebih dari sekali dalam seminggu terakhir. Keadaan rumah dan lingkungan tempat bermain anak juga mempengaruhi pola asuh psikososial anak. Keadaan rumah yang gelap dan monoton serta kurang luasnya rumah banyak ditemukan pada keluarga nelayan di Kota Padang, yaitu sebanyak 98,57%. Penelitian yang dilakukan Ritayani Lubis (2008) pada anak balita di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh psikososial dengan status gizi balita. Hal ini bertentangan dengan pendapat Engle (1997), rangsangan psikososial yang baik berkaitan dengan kesehatan anak sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi anak.

KESIMPULANAngka balita dengan status gizi kurang yaitu 8,6%. Pola asuh makan dan kesehatan anak balita umumnya termasuk kategori baik. Pola asuh psikososial anak balita sebagian besar termasuk kategori rendah. Tidak adanya hubungan antara pola asuh makan, pola asuh kesehatan, dan pola asuh psikososial dengan status gizi balita pada keluarga nelayan di Kota Padang.

UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr. Masrul. Msc, SpGK dan Drs. Adrial, M.Kes selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia meluangkan pikiran dan waktunya dalam menyelesaikan penelitian ini, serta seluruh responden yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA1. Unicef. Improving Child Nutrition The Achievable Imperative For Global Progress.USA.2013.2. Adriani M, Kartika V. Pola Asuh Makan Pada Balita Dengan Status Gizi Kurang Di Jawa Timur, Jawa Tengah Dan Kalimantan Tengah Tahun 2011.2013;16(2):185-193.3. Depkes RI. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional Tahun 2001-2005.Jakarta.2000.4. Dinas Kesehatan Kota Padang. Prevalensi Status Gizi Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2012.Padang.2012.5. Dinas Kesehatan Kota Padang. Laporan Tahunan Tahun 2013.Padang.2013.6. Riskesdas. Prevalensi Status Gizi Balita Menurut Provinsi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia. Jakarta.2013.7. Gibney M, Margaretts B, Kearney J, Arab L. Gizi Kesehatan Masyarakat (Public Health Nutrition). Jakarta.EGC;2009.8. Engle PL, Menon P, Hadad L. Care and Nutrition : Concepts and Measurements. FCND Discussion Paper.Washington DC.1997.9. Z Lubis. Pengaruh Pola Asuh terhadap Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar (Tesis).Universitas Sumatera Utara.2012.10. Riskesdas. Prevalensi Status Gizi Balita Menurut Provinsi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia.Jakarta.2010.11. Zid M. Fenomena Strategi Nafkah Keluarga Nelayan: Adaptasi Ekologis di Cikahuripan-Cisolok, Sukabumi.Jurnal, Universitas Negeri Jakarta.2011;9:32-3812. BPS Kota Padang. Letak Geografis Kota Padang. BPS Kota Padang.2014.13. BPS Kota Padang. Padang Dalam Angka 2014 Padang. BPS Kota Padang.2014.14. Engle PL, Bentley M, Pelto G. The Role of Care in Nutrition Programmers : Current Research and a Research Ganda. Proceeding of The Nutrition Society.2000;59:25-35.15. Mirayanti. Hubungan Pola Asuh Pemenuhan Nutrisi dalam Keluarga dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Pasir Gunung Selatan Kecamatan Cimanggis Kota Depok (Tesis).Universitas Indonesia.2012.16. Munthofiah. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita (Tesis). Universitas Sebelas Maret.2008.17. Septiana, Djannah, Djamil. Hubungan Antara Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi (Mp-Asi) Dan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta (Tesis). Universitas Ahmad Dahlan.2013.18. A Nurul. Hubungan Antara Perilaku Ibu dalam Pemenuhan Kebutuhan Gizi dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Jurnal Universitas Muhammadiyah Malang.2012.19. Pratiwi T. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing (Skripsi).Universitas Andalas.2013.