jurnal 6 maret.docx

15
POLA DISTRIBUSI BIOGAS BERDASARKAN SUPPLY DAN DEMAND DI DESA ARGOSARI, KECAMATAN JABUNG, KABUPATEN MALANG Oleh: Siska Ita Selvia, Dr. Tech. Christia Meidiana, ST.,M.Eng, Dian Dinanti, S.T., M.T Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya [email protected] ABSTRAK Desa Argosari merupakan salah satu dari empat desa lain di Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Hal tersebut menyebabkan adanya ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kayu bakar untuk memasak yang berdampak pada penebangan liar. Akibatnya terjadi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Ketua Kelompok Tani Usaha Maju II di Desa Argosari pertama kali mempelopori biogas yang memanfaatkan kotoran ternak sapi sebagai energi alternatif. Potensi ternak sapi di Desa Argosari sangat besar, yakni sebanyak 596 ekor, namun yang telah dimanfaatkan untuk biogas sebanyak 169 ekor sapi. Kurang optimalnya pemanfaatan limbah kotoran sapi ini mendasari penelitian dengan tujuan menentukan pola distribusi berdasarkan ketersediaan kotoran ternak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik peternak maupun non peternak di Desa Argosari. Metode yang dipakai untuk mengetahui ketersediaan dan kebutuhan energi adalah analisis supply demand. Sedangkan untuk menentukan pola distribusi biogas menggunakan analisis cluster spasial dan statistik. Berdasarkan hasil perhitungan supply dan demand energi, diketahui bahwa 77% KK dapat terpenuhi kebutuhan energi utnuk memasak, sedangkan yang belum dapat terpenuhi energi biogas sebesar 23% KK. Selain itu, berdasarkan 35 kelompok yang terbentuk dari hasil pengelompokan supply dan demand pada tiga dusun, sebesar 87,1% kelompok memiliki kelebihan kotoran ternak. Terlebih lagi, 100% kelompok yang terbentuk di Dusun Bendrong memiliki potensi kotoran ternak yang berlebih dan dapat didistribusikan kepada kelompok lain yang kekurangan supply kotoran ternak dengan menggunakan teknis tertentu. Kata Kunci : pola distribusi, supply, demand ABSTRACT Argosari Village is one of the four other villages in the Jabung District, Malang Regency which is bordered by a Bromo Tengger Semeru National Park. This case can causes the dependence of society on the use of firewood for cooking which have an impact on illegal logging. Consequently, there are natural disasters such as floods and landslides. The leader of Farmers Group Usaha Maju II in Argosari Village who pioneered utilize biogas cattle dung as an alternative energy. Potential cattle in the Argosari Village very large, as many as 596 tails, but which have been used for biogas as many as 169 cows. Less than optimal 1

Upload: afdaardifan

Post on 02-Oct-2015

235 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

REAL CORP 2009

POLA DISTRIBUSI BIOGAS BERDASARKAN SUPPLY DAN DEMAND DI DESA ARGOSARI, KECAMATAN JABUNG, KABUPATEN MALANGOleh: Siska Ita Selvia, Dr. Tech. Christia Meidiana, ST.,M.Eng, Dian Dinanti, S.T., M.TJurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya [email protected]

ABSTRAKDesa Argosari merupakan salah satu dari empat desa lain di Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Hal tersebut menyebabkan adanya ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kayu bakar untuk memasak yang berdampak pada penebangan liar. Akibatnya terjadi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Ketua Kelompok Tani Usaha Maju II di Desa Argosari pertama kali mempelopori biogas yang memanfaatkan kotoran ternak sapi sebagai energi alternatif. Potensi ternak sapi di Desa Argosari sangat besar, yakni sebanyak 596 ekor, namun yang telah dimanfaatkan untuk biogas sebanyak 169 ekor sapi. Kurang optimalnya pemanfaatan limbah kotoran sapi ini mendasari penelitian dengan tujuan menentukan pola distribusi berdasarkan ketersediaan kotoran ternak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik peternak maupun non peternak di Desa Argosari. Metode yang dipakai untuk mengetahui ketersediaan dan kebutuhan energi adalah analisis supply demand. Sedangkan untuk menentukan pola distribusi biogas menggunakan analisis cluster spasial dan statistik. Berdasarkan hasil perhitungan supply dan demand energi, diketahui bahwa 77% KK dapat terpenuhi kebutuhan energi utnuk memasak, sedangkan yang belum dapat terpenuhi energi biogas sebesar 23% KK. Selain itu, berdasarkan 35 kelompok yang terbentuk dari hasil pengelompokan supply dan demand pada tiga dusun, sebesar 87,1% kelompok memiliki kelebihan kotoran ternak. Terlebih lagi, 100% kelompok yang terbentuk di Dusun Bendrong memiliki potensi kotoran ternak yang berlebih dan dapat didistribusikan kepada kelompok lain yang kekurangan supply kotoran ternak dengan menggunakan teknis tertentu.

Kata Kunci : pola distribusi, supply, demand

ABSTRACTArgosari Village is one of the four other villages in the Jabung District, Malang Regency which is bordered by a Bromo Tengger Semeru National Park. This case can causes the dependence of society on the use of firewood for cooking which have an impact on illegal logging. Consequently, there are natural disasters such as floods and landslides. The leader of Farmers Group Usaha Maju II in Argosari Village who pioneered utilize biogas cattle dung as an alternative energy. Potential cattle in the Argosari Village very large, as many as 596 tails, but which have been used for biogas as many as 169 cows. Less than optimal utilization of cow manure is the underlying research with the purpose of determining the distribution pattern based on the availability of manure to satisfy the needs of society, both farmers and non-farmers in the Argosari Village. The method used to determine the availability and energy requirements is supply and demand analysis. While to determine the distribution pattern of biogas use spatial and statistic cluster analysis. Based on the calculation of supply and demand energy, it is known that 77% of households can be met separately cooking energy needs, while the unmet biogas energy by 23% households. In addition, based on the 35 groups formed from the grouping of supply and demand in the three Sub Village, 87.1% of the group had excess livestock manure. Moreover, the 100% group formed in Hamlet Bendrong has the potential excess manure and can be distributed to other groups that lack of supply of livestock manure by using specific technical.Keywords:.distribution pattern, supply, demand

1

PENDAHULUANA. Latar BelakangIsu global yang sedang diperbincangkan masyarakat Indonesia dan dunia adalah mengenai krisis energi. Dalam Outlook Energi Indonesia 2013, pertumbuhan rata-rata kebutuhan energi diperkirakan sebesar 4,7% per tahun selama tahun 2011-2030 atau pada tahun 2030 menjadi 2,4 kali dari tingkat kebutuhan pada tahun 2011. Oleh karena itu banyak negara mencoba melepaskan diri dari ketergantungan pada bahan bakar minyak dan gas bumi dengan mengadakan kebijaksanaan diversifikasi energi termasuk Indonesia. Hal tersebut dapat mendorong pemerintah Kabupaten Malang, Jawa Timur untuk ikut andil dalam upaya pengembangan biogas yang memanfaatkan kotoran ternak sapi. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Malang Tahun 2013, jumlah sapi perah sebanyak 72.217 ekor dan sapi potong sebanyak 189.145 ekor yang tersebar diseluruh kecamatan di Kabupaten Malang. Kotoran ternak yang dihasilkan sebanyak 3.388.425 kg per hari, namun yang telah dimanfaatkan untuk biogas hanya 152,4 kg per hari (Abdi Purmono, 2013).Data Koperasi Agro Niaga (KAN) Jabung mencatat jumlah sapi di Kecamatan Jabung sebanyak 6.200 ekor dari total ternak di Kabupaten Malang sebanyak 225.000 ekor. Sebanyak empat desa di Kecamatan Jabung yang terdiri dari Desa Argosari, Desa Gading Kembar, Desa Sidomulyo dan Desa Pandansari Lor letaknya berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Hal ini menyebabkan sebagian dari masyarakat memanfaatkan kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan energi memasak. Berdasarkan data dari TNBTS Tahun 2013, kebutuhan kayu mencapai 22.5 meter kubik atau setara dengan empat batang kayu berumur 5-7 tahun per tahunnya.Ketua Kelompok Tani Usaha Maju II di Desa Argosari yang pertama kali mengganggas untuk mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi kayu sebagai bahan bakar untuk memasak di Kecamatan Jabung. Selain dapat menyebabkan bencana alam, penggunaan kayu bakar dapat dialihkan kepada penggunaan energi alternatif berupa biogas, karena Desa Argosari memiliki potensi yang besar terhadap ternak sapi. Jumlah ternak sapi di Desa Argosari sebanyak 596 ekor, namun yang telah dimanfaatkan untuk biogas sebanyak 169 ekor sapi. 99% pemanfaatan biogas hanya digunakan oleh peternak sebagai bahan bakar untuk memasak.Berdasarkan pemanfaatan kotoran ternak sapi yang belum menyeluruh tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ketersediaan kotoran ternak sapi yang dapat dimanfaatkan menjadi biogas sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta menentukan pola distribusi yang tepat guna tercapainya pemanfaatan biogas yang optimal.KAJIAN TEORITeori atau pustaka yang digunakan dalam penelitian Pola Distribusi Biogas Berdasarkan Supply dan Demand Energi di Desa Argosari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang antara lain:A. Limbah Peternakan sebagai Bahan Baku Pembuatan BiogasLimbah peternakan salah satu limbah yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan biogas. Berikut adalah produksi limbah peternakan berdasarkan jenisnya.Tabel 1. 1 Produksi Kotoran Ternak Per HariJenis TernakBobot ternak (kg/ekor)Produksi (kg/hari)

Sapi potong400-50020-29

Sapi perah500-60030-50

Ayam petelur1,5-2,00,10

Ayam pedaging1,0-1,50,06

Babi dewasa80-907,00

Domba30-402,00

Sumber: Wahyuni, 2013Dalam penelitian ini, jenis ternak yang akan diteliti di Desa Argosari, Kecamatan jabung, Kabupaten Malang adalah ternak sapi potong dan sapi perah. Produksi kotoran ternak sapi per hari seperti yang tercantum pada Tabel 1.1 digunakan untuk mengetahui ketersediaan bahan baku yang dapat digunakan menjadi biogas sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti memasak. B. Konversi Biogas Menjadi Bahan BakarPotensi gas yang dapat dihasilkan dari beberapa jenis limbah ternak ditunjukkan pada tabel berikut:Tabel 1. 2 Potensi Gas Yang Dihasilkan Beberapa jenis GasJenis TernakPotensi gas yg dihasilkan/ kg kotoran (m3)

Sapi / kerbau0,023-0,040

Ayam0,065-0,116

Babi0,040-0,059

Chengdu Biogas Research Institute, 1989 dalam Wahyuni, 2013)Pada umumnya, kebutuhan energi untuk memasak satu keluarga rata-rata adalah 2 m3 biogas per hari, sedangkan produksi harian biogas dari satu ekor sapi berkisar 0,6-1 m3 per hari. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan memasak untuk satu rumah tangga dibutuhkan setidaknya produksi bahan baku limbah untuk biogas dari 2-3 ekor sapi (Wahyuni, 2013:24).Tabel 1. 3 Perbandingan Biogas Dengan Sumber Lain pe 1 m3Elpiji0,46 kg

Minyak Tanah0,00062 m3

Minyak Solar0,00052 m3

Bensin0,00080 m3

Gas Kota1,53 m3

Kayu Bakar3,50 Kg

Sumber: (Jamil, Musanif dkk, 2006)Berdasarkan Sukmawati (2010) 1 m3 biogas dapat bermanfaat dalam kebutuhan sehari-hari, seperti dapat untuk memasak 3 macam masakan untuk 4 orang. Potensi ternak sapi di Desa Argosari dengan jenis sapi perah memiliki keunggulan dalam produksi kotoran sapi lebih banyak dibanding dengan hewan ternak lain, yakni 30-50 kg per hari. Apabila kotoran sapi tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik, yakni per kilogramnya dapat dikonversikan menjadi 0,035 m3 gas, maka dapat digunakan menjadi bahan baku biogas yang menghasilkan hingga 2 m3 atau setara dengan 2000 liter per hari.METODE PENELITIANMetode penelitian yang digunakan pada penelitian Pola Distribusi Biogas Berdasarkan Supply dan Demand Energi di Desa Argosari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang antara lain:A. Analisis Supply dan Demand1. Analisis SupplySupply atau penawaran dapat diaplikasikan sebagai penawaran sumber energi bahan bakar dari biogas dengan mempertimbangkan ketersediaan kotoran ternak sebagai bahan baku pembuatan biogas.

Jumlah supply energi = jumlah sapi x produksi kotoran sapi x potensi gas yang dihasilkan

Keterangan:Jumlah supply energi (m3/hari)Jumlah sapi (ekor)Produksi kotoran sapi (kg/hari)Potensi gas yang dihasilkan (m3/kg/hari)2. Analisis DemandDemand atau permintaan berarti kebutuhan sumber energi untuk memasak yang dilihat dari karakteristik konsumsi bahan bakar masyarakat untuk memasak.

Jumlah demand energi = konsumsi energi : perbandingan sumber energi x 1 m3

Keterangan:Jumlah demand energi (m3/hari)Konsumsi energi (kg)Perbandingan sumber energi (kg/m3)B. Analisis ClusterDalam peneilitan ini digunakan cluster spasial dan statistik untuk mengelompokkan peternak dan non peternak sesuai dengan karakteristik ekonomi, sosial dan teknis.1. Analisis Cluster SpasialAnalisis cluster spasial (ArcGis Resources, 2013) digunakan untuk meminimumkan jarak atau aturan tetangga terdekat. Adapun untuk mengetahui jarak tetangga terdekat menggunakan analisis Nearest Neighbour. Nearest Neighbor Analysis bertujuan untuk menghitung indeks tetangga terdekat berdasarkan jarak rata-rata dari masing-masing fitur fitur terdekatnya tetangga. Jika jarak rata-rata kurang dari hipotesis rata-rata distribusi, maka distribusi fitur (point) yang dianalisis dianggap mengelompok (clustered). Jika jarak rata-rata lebih besar dari hipotesis distribusi fitur, maka fitur yang dianggap tersebar (dispersed).2. Analisis Cluster StatistikLangkah-Langkah yang dilakukan dalam analisis klaster statistik menggunakan aplikasi program SPSS. Tujuan dari adanya analisis klaster statistik untuk mengelompokkan beberapa subjek yang memiliki kesamaan pada variabel statistiknya. Dalam analisis klaster statistik menggunakan metode K-Means cluster. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa metode K-Means Cluster ini menentukan sendiri jumlah cluster (kelompok) nya.

Gambar 1 1 Alur Analisis ClusterHASIL DAN PEMBAHASANA. Ketersediaan Kotoran TernakBerdasarkan hasil survei kepada peternak, satu ekor sapi perah dalam satu hari menghasilkan rata-rata 35 kg/hari. Berikut merupakan tabel ketersediaan energi biogas.Tabel 1. 4 Ketersediaan Energi Biogas Desa ArgosariDusunJumlah Ternak Sapi (ekor)Jumlah Produksi Kotoran Ternak (kg/hari)Jumlah Supply Energi (m3)

Pateguhan742.59090,65

Gentong582.03071,05

Bendrong60421.140739,9

TOTAL73625.760901,6

Berdasarkan jumlah produksi kotoran ternak sapi per harinya dapat digunakan untuk menghitung konversi biogas menjadi bahan bakar, yakni dengan mengalikannya dengan potensi gas yang dihasilkan per kilogram kotoran dengan satuan m3. Setiap 1 kg kotoran ternak adalah sebanding dengan potensi gas sebesar 0,035 m3. Berdasarkan jumlah kotoran ternak dari tiga dusun, yakni 25.760 kg dapat menghasilkan gas untuk kebutuhan memasak setiap harinya sebesar 901,6 m3. Ketersediaan energi terbanyak berasal dari Dusun Bendrong, yakni 739,9 m3, sedangkan paling sedikit adalah Dusun Gentong 71,05 m3. Selisih supply energi yang sangat besar, yakni mencapai 668,85 m3/hari mengakibatkan kelimpahan kotoran ternak sapi pada Dusun Bendrong. Hal ini berarti potensi distribusi biogas di Dusun Bendrong dapat dioptimalkan, sehingga masyarakat non peternak yang ikut memanfaatkan biogas sebagai energi alternatif lebih banyak jugaB. Kebutuhan Biogas Untuk MemasakSebanyak 60,3% masyarakat di Desa Argosari memasak menggunakan tabung LPG, 36,7% diantaranya menggunakan LPG dan kayu bakar. Rumah tangga yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak cenderung lebih boros dalam pemakaian energinya. Contohnya, kebutuhan energi non peternak jika jumlah anggota keluarganya 2, apabila menggunakan LPG kebutuhan energi perharinya 0,43 m3, sedangkan jika menggunakan kayu bakar kebutuhan energinya dapat dua kali lipat, yakni 0,86 m3per hari. Oleh karena itu, menggunakan biogas akan dapat mengurangi penggunaan energi masing-masing rumah tanggaSetiap 1 m3 biogas sama dengan gas elpiji sebesar 0,46 kg. Selain itu, setiap 1 kg kayu bakar setara dengan 3,5 m3. Misalnya, apabila kebutuhan maksimal gas elpiji setiap bulannya sebesar 6 kg, maka konversi kebutuhan biogas dapat diperoleh apabila dibagi dengan 0,46 kg. Dari hasil tersebut didapat konversi energi sebesar 13 m3. Setelah didapat konversi biogas, selanjutnya dapat dihitung kebutuhan energi biogas setiap dusunnya dengan cara mengalikan jumlah KK dengan besar konversi kebutuhan energi. Berikut merupakan perhitungan kebutuhan energi berdasarkan konsumsi bahan bakar elpiji.Tabel 1. 5 Kebutuhan Energi Biogas Desa ArgosariNoDusunKebutuhaan Energi EksistingTotal Kebutuhan Energi (m3/ hari)

LPG (m3/ hari)Kayu Bakar(m3/ hari)LPG + kayu bakar (m3/ hari)

1Pateguhan135.380.00104.89240.26

2Gentong79.330.0097.72177.06

3Bendrong109.8920.64229.94360.48

Jumlah324.6020.64432.56777.80

Berdasarkan karakteristiknya, kebutuhan energi terbanyak adalah pada bahan bakar LPG dan kayu bakar, yakni sebesar 432,56 m3/ hari, sedangkan rumah tangga yang hanya menggunakan kayu bakar, kebutuhan energinya sebesar 20.64 m3/ hari. Apabila ditinjau dari dusunnya, yang memiliki kebutuhan energi paling banyak adalah Dusun Bendrong, dimana total kebutuhan energinya sebesar 360,48 m3/ hari. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk di Dusun Bendrong merupakan jumlah penduduk terbanyak di Desa Argosari. C. Potensi Distribusi Biogas80,51% peternak berpotensi untuk melakukan distribusi biogas kepada non peternak. Sedangkan 19,49% peternak tidak berpotensi untuk mendistribusikan energi biogas kepada non peternak.

Gambar 1 2 Prosentase Potensi Biogas Desa ArgosariBerdasarkan gambar diatas, potensi distribusi yang paling banyak berasal dari Dusun Bendrong. Sebanyak 182 KK peternak dapat berpotensi untuk mendistribusikan energi biogas kepada non peternak terdekat dengan tempat tinggalnya.

D. Pengelompokan SupplyPengelompokan supply bertujuan untuk membentuk pengelompokan pada peternak dengan variable supply energy yang terdiri dari aspek teknis, sosial dan ekonomi. Parameter pada aspek teknis terdiri dari jumlah ternak sapi, jumlah produksi kotoran sapi dan potensi distribusi biogas. Untuk aspek ekonomi terdiri dari pekerjaan, pendapatan, biaya bahan bakar untuk memasak serta kemampuan ekonomi. Selain itu aspek social terdiri dari usia, pendidikan, pola pemeliharaan kandang, jumlah anggota keluarga serta lama memasak.1. Dusun Pateguhan Sampel yang digunakan pada pengelompokan supply di Dusun Pateguhan sebanyak 12 responden yang tersebar kedalam beberapa RT, sehingga menghasilkan dendogram sebagai berikut:

Gambar 1 3 Pengelompokan Supply Dusun PateguhanBerdasarkan dendogram tersebut didapat pengelompokan menjadi 6 cluster. Adapun cluster dengan anggota terbanyak pada cluster 3, yakni berjumlah 5 anggota peternak dan paling sedikit terdapat pada cluster 1, 2, 5 dan 6, dimana masing-masing cluster beranggotakan satu peternak.

Tabel 1. 6 Hasil Pengelompokan Klaster Statistik (Supply) Dusun PateguhanKelompokNama

1Wasikan

2Khusnul

3Matjuni

PiI

Kamsin

Juki

Supriadi

4Ngarino

Riyanto

Rofiq

5Supardi

6Rianto

Secara keseluruhan, pengelompokan peternak di Dusun Pateguhan didasarkan pada kesamaan variabel jumlah ternak sapi, jumlah kotoran sapi, pendapatan, kemampuan pengadaan biogas, pendidikan, kondisi kandang dan pola pembersihan kandang. Variabel-Variabel tersebut digunakan dalam pengelompokan agar pola distribusi biogas yang terbentuk dapat memaksimalkan potensi ketersediaan kotoran ternak menjadi bahan bakar alternatif biogas di Desa Argosari.2. Dusun GentongBerdasarkan pengelompokan distribusi peternak (supply) di Dusun Gentong yang dibagi menjadi 2-5 kelompok

Gambar 1 4 Pengelompokan Supply Dusun GentongAdapun cluster yang memiliki jumlah paling banyak adalah cluster 2, yakni dengan beranggotakan 11 peternak. Sedangkan cluster dengan jumlah paling sedikit adalah cluster 1 dan 5 yang terdiri hanya satu anggota peternak saja. Hal tersebut dikarenakan Basuki, Heri dan Muliadi memiliki karakteristik yang berbeda dengan yang peternak yang lain.Tabel 1. 7 Hasil Pengelompokan Klaster Statistik (Supply) Dusun GentongKelompokNama

1Basuki

2Buang Hari

Anto

Juwarno

Amin

Sarkop

Harianto

3Sodikin

Sapari

4Heri

5Muliadi

3. Dusun BendrongBerdasarkan pengelompokan distribusi peternak (supply) di Dusun Bendrong yang dibagi menjadi 4-11 kelompok. Rentang jumlah kelompok antara 4 sampai dengan 11 itu mempertimbangkan jumlah minimum dan maksimum kepemilikan sapi yang dapat menghasilkan potensi distribusi energi biogas dalam satu kelompok

Gambar 1 5 Pengelompokan Supply Dusun BendrongBerdasarkan banyaknya variabel dari aspek teknis, sosial dan ekonomi, maka variabel yang mempengaruhi terbentuknya pengelompokan supply atau peternak di Dusun Bendrong antara lain jumlah ternak sapi, pendidikan, lama memasak, pendapatan, biaya bahan bakar memasak dan kemampuan ekonomi peternak dalam pengadaan biogas. E. Pengelompokan DemandPengelompokan demand bertujuan untuk membentuk pengelompokan pada peternak dengan variabel demand energy yang terdiri dari aspek sosial dan ekonomi. Parameter pada aspek ekonomi terdiri dari pekerjaan, pendapatan, biaya bahan bakar untuk memasak serta kemampuan ekonomi. Selain itu aspek sosial terdiri dari usia, pendidikan, jumlah anggota keluarga serta lama memasak.1. Dusun PateguhanBerdasarkan hasil analisis cluster statistik pada SPSS untuk non peternak di Dusun Pateguhan menghasilkan dendogram sebagai berikut:

Gambar 1 6 Pengelompokan Demand Dusun PateguhanBerdasarkan dendogram diatas dibentuk kelompok menjadi 6 cluster. Hal ini disesuaikan dengan jumlah cluster pada pengelompokan supply. Berdasrkan pengelompokan tersebut, kelompok dengan anggota terbanyak terdapat pada cluster 2, yakni terdapat 20 anggota non peternak, sedangkan cluster yang hanya beranggotakan satu anggota saja terdapat pada cluster 1, 3 dan 4. Berdasarkan aspek ekonomi pada pengelompokan demand di Dusun Pateguhan, masing-masing klaster terkelompok karena adanya kesamaan variabel, yakni pendapatan dan biaya bahan bakar untuk memasak. Sedangkan, apabila dilihat dari aspek sosial, hasil pengelompokan demand pada Dusun Pateguhan mengelompok karena adanya kesamaan variabel, terutama pada variabel pendidikan dan lama masak.

2. Dusun GentongBerdasarkan pengelompokan distribusi non peternak (demand) di Dusun Gentong yang dibagi menjadi 2-5 kelompok.

Gambar 1 7 Pengelompokan Demand Dusun GentongBerdasarkan dendogram tersebut, pengelompokan yang dipilih menjadi 5 klaster dikarenakan jarak antar non peternak yang memiliki kesamaan secara spasial memiliki jarak yang berjauhan, oleh karena itu dipilih klaster maksimum.Hasil pengelompokan tersebut menunjukkan bahwa klaster dengan anggota terbanyak ada pada klaster 2, yakni terdiri dari 11 anggota KK non peternak. Sedangkan klaster dengan anggota tunggal ada pada klaster 1 dan 5.Tabel 1. 8 Hasil Pengelompokan Klaster Statistik (Demand) Dusun GentongKelompokNama

1Subariyo

2Yahman

Mesdi

Kabul

Joko Nur

M. Fauzan

Anik

Muari

Jumari

M. Absari

Iksan

Nursiadi

3Suwarni

Ranu

Rani

4Sujono dan

Darno

5Supardi

Berdasarkan aspek ekonomi, ke 5 kelompok pada klaster statistik demand (non peternak) di Dusun Gentong mengelompok karena adanya kesamaan pada variabel pendapatan dan biaya bahan bakar untuk memasak. Sedangkan berdasarkan aspek sosial, variabel yang mempengaruhi adalah variabel pendidikan dan lama memasak3. Dusun BendrongBerdasarkan pengelompokan distribusi peternak (supply) di Dusun Bendrong yang dibagi menjadi 4-11 kelompok.

Gambar 1 8 Pengelompokan Demand Dusun BendrongBerdasarkan hasil dendogram serta kondisi spasial, maka dipilih pengelompokkan menjadi 11 kluster, karena jarak antara peternak yang mengelompok memiliki jarak yang berjauhan, sehingga dipilih kelompok paling maksimum.Tabel 1. 9 Hasil Pengelompokan Klaster Statistik (Demand) Dusun BendrongKelompokNama

1Jalut

Yanto

Sulin

Miskun

Yasin

Suroso

2Sudirman

3Sulianto

Misnan

4Rizki Yoga

5Poniti

6Kalimin

Ruseni

Jumairah

7Hariyadi

8Saman

Samai

9Siati

10Rasimun

11Agus Sumarsono

Berdasarkan pengelompokan demand (non peternak) pada Dusun Pateguhan, Gentong dan Bendrong, diketahui bahwa kelompok yang terbentuk didasarkan karena adanya kesamaan variabel pendapatan, biaya bahan bakar memasak, pendidikan dan lama memasak. Hasil pengelompokan demand tersebut akan di overlay dengan hasil pengelompokan supply (peternak) serta klaster spasial, sehingga terbentuk pola distribusi. Dalam satu kelompok terdapat peternak sebagai supply yang dapat mendistribusikan potensi energi alternatif biogas serta non peternak yang dapat memenuhi kebutuhan energi dengan pemanfaatan biogas secara bersama-sama dengan peternak.F. Hasil Cluster SpasialNearest neighbor ratio menunjukkan angka 0,787288 0,79, berarti bahwa persebaran permukiman dan biogas bersifat mengelompok (clustered) karena nilai kurang dari 1,00.

Jarak rata-rata permukiman yang diamati Desa Argosari berdasarkan hasil Observed Mean Distance sejauh 10, 648424 meter 10, 65 meter. Jarak rata-rata permukiman yang diharapkan berdasarkan hasil Expected Mean Distance adalah 13,525456 meter 13,53 meter.Dalam proses distribusi biogas di Desa Argosari, rumah-rumah yang tergabung dalam satu kelompok adalah rumah-rumah yang jaraknya kurang dari 11 meter dari rumah peternak yang memiliki ketersediaan kotoran ternak sesuai dengan kebutuhan energi untuk memasak.4. Pengelompokan Overlay Dusun PateguhanPengelompokan supply demand berdasarkan ketersediaan kotoran ternak dan kebutuhan energy, digunakan untuk mengetahui apakah ketersediaan kotoran ternak yang ada dapat memenuhi kebutuhan masing-masing kelompok yang telah terbentuk. Berdasarkan kebutuhan maksimal energi setiap KK di Dusun Argosari, yakni 1,73 m3/hari. Maka dapat diasumsikan bahwa sisa energi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok dapat dikatakan cukup apabila berada pada rentang 1,76-3,5 m3/hari. sebut Hal ini dikarenakan, sisa energi tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk 2-3 KK lainnya. Sedangkan sisa energi lebih dari 3,5 m3/hari pada masing-masing kelompok dapat digunakan untuk mendistribusikan pemakaian biogas lebih dari 6 KK.Tabel 1. 10 Skala Sisa Energi Yang TerpakaiNoRentang Sisa Energi (m3/hari)Keterangan

10-1.75Sedikit

21,76-3,5Cukup

3>3,5Banyak

Tabel 1. 11 Pengelompokan Supply dan Demand Dusun PateguhanKlasterAnggota DistribusiSisa energi (m3/hari)

SupplyDemand

1SupriadiSolikin2.47

JukiWaspan

Dedik

2KhusnulSiti M2.89

Sundari

3KamsinNgari1.24

Samari

Sanap

4WasikanSugianto-1.87

Sukamto

5NgarinoSumarni6.06

Sutri

6PiiTari1.23

Mulyono

Rakup

7MatjuniSenan2.17

Nuriyah

8SupardiHadi-0.49

Supriadi

Suyati

9RiyantoTeguh4.02

Jani

10RofiqRopii4.55

Sutiyowati

Kusairi

11RiantoSlamet3.97

Imam

Berdasarkan hasil perhitungan ketersediaan dan kebutuhan energi di Dusun Pateguhan terdapat 2 kelompok yang ketersediaan kotoran ternaknya tidak dapat mencukupi kebutuhan energi seluruh anggota pada kelompok tersebut, yakni kelompok 4 dan 8. Secara keseluruhan kelompok yang terbentuk di Dusun Pateguhan dapat memenuhi kebutuhan energinya. Hal tersebut dapat dilihat dari ketersediaan total energi sebesar 51,5 m3/hari, sedangkan kebutuhan energinya sebesar 43,86 m3/hari. Selain itu, 4 kelompok yang terdiri dari kelompok 5, 9, 10 dan11 memiliki sisa ketersediaan kotoran ternak yang banyak, karena konversi energinya diatas 3,5 m3/hari pada masing-maing kelompok.

Gambar 1 9 Peta Distribusi Biogas Dusun Pateguhan5. Pengelompokan Overlay Dusun GentongBerdasarkan hasil perhitungan ketersediaan dan kebutuhan energi di Dusun Gentong terdapat 3 kelompok yang ketersediaan kotoran ternaknya tidak dapat mencukupi kebutuhan energi seluruh anggota pada kelompok tersebut, yakni kelompok 1, 4 dan 7.Tabel 1. 12 Pengelompokan Supply dan Demand Dusun GentongKlasterAnggota DistribusiSisa energi(m3/hari)

SupplyDemand

1SodikinKabul-1.49

HeriYahman

Mesdi

Subariyo

2MuliadiMuari5.41

AntoJoko Nur

JuwarnoM. Fauzan

Anik

3HariyantoSuwarni3.89

SarkopRani

Sujono

4AminJumari-0.07

Iksan

M. Absari

5BasukiRanu1.3

6BuangNursidi2.165

Darno

7SapariSupardi-0.06

Secara keseluruhan kelompok yang terbentuk di Dusun Gentong dapat memenuhi kebutuhan energinya. Hal tersebut dapat dilihat dari ketersediaan total energi sebesar 28,185 m3/hari, sedangkan kebutuhan energinya sebesar 27,88m3/hari. Gambar 1 10 Peta Distribusi Biogas Dusun Gentong6. Pengelompokan Overlay Dusun BendrongBerdasarkan hasil perhitungan ketersediaan dan kebutuhan energi di Dusun Bendrong, semua kelompok dapat mencukupi kebutuhan energi seluruh anggota pada kelompok masing-masing. Bahkan potensi energi yang tersisa masih banyak. Yakni sebanyak 64% kelompok yang terbentuk memiliki sisa energi lebih dari 3,5 m3/hari. Hal tersebut berarti, banyak potensi kotoran ternak yang masih dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kotoran sapi pada kelompok lainnya dalam satu dusun maupun dusun lainnya.Tabel 1. 13 Pengelompokan Supply dan Demand Dusun BendrongKlasterAnggota DistribusiSisa energi(m3/hari)

SupplyDemand

1PaidiJalut2.48

2JuwariSudirman4.56

3RokimSulianto5.48

4PairiRizki Yoga3.18

5SanaripPoniti1.95

6MisdiYanto3.82

7JanupRasimun4.56

WariMisnan

8SampeSamai6.56

Sandik

9SiantoSumirah5.98

10H. MustofaSiati10.455

Pasdi

11SugionoAgus S2.25

12AbdullahSuroso2.53

13RionoRuseni8.22

Sauri

14SagiHariyadi1.08

Samain

15KetangYasin4.54

SuyadiMiskun

16JuariKalimin3.75

17RiantoSulin4.04

Dari total produksi kotoran sapi di tiga Dusun sebesar 25.760 kg/ hari, hanya 6.335 kg/hari yang dimanfaatkan menjadi biogas. Apabila diprosentasekan, hanya 32,16% kotoran ternak yang dimanfaatkan untuk energi alternatif biogas. Berarti 67,39% produksi kotoran ternak di Desa Argosari dapat digunakan untuk memfasilitasi energi biogas untuk memasak bagi masyarakat.Pemanfaatan biogas terpusat di Dusun Bendrong, karena terdapat 46 KK yang memiliki biogas, sedangkan dua dusun lain masih sedikit, yakni 4 di Dusun Gentong dan belum ada sama sekali di Dusun Pateguhan. Ketergantungan penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak oleh 39,7% KK di Desa Argosari dapat dikurangi dengan adanya pengoptimalan pemanfaatan biogas baik untuk peternak maupun non peternak.Adanya pengelompokan peternak dan non peternak dapat berpotensi untuk meminimalisir dana yang dikeluarkan masing-masing KK peternak untuk pembuatan biodigester dan dapat memberi keuntungan bagi peternak karena mendapat penghasilan tambahan dari penjualan biogas akibat pemakaian bersama biogas pada kelompok yang terbentuk.

Gambar 1 11 Peta Distribusi Biogas Dusun BendrongREKOMENDASIRekomendasi pemanfaatan kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas Desa Argosari berhubungan dengan sistem distribusi sebagai optimalisasi pemanfaatan limbah ternak sapi sebagai bahan bakar memasak berdasarkan analisis supply demand dan analisis kluster, antara lain:1. 100% pemanfaatan biogas di Desa Argosari hanya untuk energi alternatif memasak, potensi kelebihan produksi biogas dari beberapa peternak menjadi peluang untuk dimanfaatkan sebagai konversi penerangan rumah, jalan lingkungan, dan beberpa fasilitas desa karena sejauh ini untuk fasilitas penerangan umum Desa Argosari masih belum ada. 2. Berdasarkan hasil pengelompokan supply dan demand di Desa Argosari, terdapat kelompok yang tidak dapat memenuhi kebutuhan energi berdasarkan penghitungan supply dan demand. Disisi lain, terdapat kelompok yang memiliki potensi energi berlebih. Untuk itu kelebihan kotoran pada kelompok yang potensi energinya berlebih dapat digunakan untuk kelompok yang masih kekurangan dengan cara adanya proses pembelian kotoran ternak untuk dimanfaatkan sebagai biogas. 3. Perlu adanya partisipasi aktif dari masyarakat agar terjalin kerjasama baik antar peternak maupun antara peternak dengan non peternak, sehingga system distribusi biogas di Desa Argosari dapat berjalan dengan lancar. Selain itu dapat dilakukan dengan memperkuat kelembagaan pada kelompok ternak di Desa Argosari 4. Kerjasama antara kelompok ternak dengan pihak-pihak swasta maupun pemerintah diperlukan untuk mendapatkan bantuan dana terkait dengan pengadaan biodigester, karena masih terdapat kendala dana dari masing-masing masyarakat di Desa Argosari. Dengan adanya bantuan dana pengadaan biodigester, maka pemanfaatan kotoran ternak sapi menjadi bahan bakar biogas menjadi optimal.5. Mengaktifkan kembali kegiatan warga Desa Argosari untuk arisan biogas. Jadi biodigester akan dibangun pada kelompok yang lebih dulu mendapatkan giliran untuk dibangun biodigester. Hal ini menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi biaya yang mahal dalam pembuatan biodigesterKESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian distribusi biogas di Desa Argosari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang maka didapatkan hasil sebagai berikut:a. Berdasarkan jumlah sapi perah di Desa Argosari sebanyak 754 ekor, maka dapat diketahui ketersediaan energi sebesar 901,6 m3 pada setiap harinya. Perhitungan tersebut didapat dari jumlah produksi kotoran ternak sapi perah dalam setiap harinya 35 kg yang dikalikan dengan konversi energi, dimana setiap kg kotoran ternak sapi dapat menghasilkan 0.035 m3. Selanjutnya kebutuhan energi untuk memasak oleh peternak dan non peternak di Desa Argosari sebesar 992 m3 pada setiap harinya. Hal ini berarti ketersediaan energi lebih kecil diabanding dengan kebutuhan energi di Desa Argosari. b. Berdasarkan hasil perhitungan perbandingan antara supply dan demand masing-masing KK peternak di Desa Argosari, sebesar 80,51% peternak berpotensi untuk melakukan distribusi biogas kepada non peternak. Sedangkan 19,49% peternak tidak berpotensi untuk mendistribusikan energi biogas kepada non peternak. Hal tersebut dikarenakan jumlah ternak yang ada tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan energi biogas.c. Berdasarkan analisis klaster spasial dengan menggunakan K-nearest neighbor, didapatkan bahwa dari luas permukiman di Desa Argosari sebesar 80,2 Ha dan hasil z-score kurang dari 2,58 serta p-value kurag dari 0,01, maka disimpulkan bahwa pola permukiman Desa Argosari adalah mengelompok. Pola permukiman yang mengelompok berarti berpotensi untuk dilakukan pengelompokan antar peternak dan non peternak, dimana kelompok yang terbentuk memiliki jarak antar rumah kurang dari 11 meter. Standar jarak antar rumah tersebut diketahui dari Observed Mean Distance yang merupakan output dari klaster spasial tersebut. d. Berdasarkan pengelompokan supply dan demand dengan menggunakan analisis klaster statistik, terdapat jumlah pengelompokan yang berbeda pada masing-masing dusun. Pada Dusun Pateguhan terdapat 6 klaster, Dusun Gentong sebanyak 5 klaster dan Dusun Bendrong sebanyak 11 klaster. Jumlah klaster tersebut didasarkan pada kedekatan jarak dan kesamaan karakteristik ekonomi, sosial dan teknis. Secara statistik, Pengelompokan supply dan demand terbentuk karena adanya kesamaan variabel pendidikan, lama masak, kondisi kandang, pola pembersihan kandang, pendapatan serta kemampuan pengadaan biogas.DAFTAR PUSTAKAKaharudin dan Sukmawati., F. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Umum Limbah Ternak Untuk Kompos dan Biogas. Nusa Tenggara Barat: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB.Mulyono, Daru. 2000. Pemanfaatan Kotoran ternak Sebagai Sumber Energi Alternatif dan peningkatan sanitasi Lingkungan. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 1. Musanif, Jamil DKK. 2008. Reaktor Biogas Skala Rumah Tangga (versi tim Deptan). http://agribisnis.deptan.go.id/Pustaka/bk%20ok.pdf (diakses pada tanggal 20 juni 2013, pada pukul 20:13 WIB).Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Malang Tahun 2005-2025.Purnomo, Abdi. 2013. Pengembangan Bioenergi Skala Rumah Tangga di Desa Tegalweru, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. http://www.sobatbumi.com/inspirasi/view/486/PENGEMBANGAN-BIOENERGI-SKALA-RUMAH-TANGGA-DI-DESA-TEGALWERU-KECAMATAN-DAU-KABUPATEN-MALANG. (diakses tanggal 13 April 2014)Rahayu, S., Dyah Purwaningsih, dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosio Kulturalnya, Volume 13 Nomor 2. http://journal.uny.ac.id/index.php/inotek/article/viewFile/38/13. FISE Universitas Negeri Yogyakarta. (diakses tanggal 22 Maret 2014)Wahyuni, Sri. 2013. Biogas, Energi Alternatif Pengganti BBM, Gas dan Listrik. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka