jurnal anak

22
Efektivitas Regimen Makanan (Diet) Lokal Dalam Pengobatan Marasmus: Uji Acak Terkontrol ME Rahman 1 , K Qamruzzaman 2 , MMR Bhuian 3 , MN Karim 4 , MM Rahman5 Strategi berbasis makanan saat ini dipraktekkan untuk memenuhi tantangan malnutrisi mikronutrien pada anak- anak kurang gizi. World Health Organization (WHO) mengusulkan regimen diet untuk terapi tersebut. Di negara seperti Bangladesh yang memiliki sumber daya terbatas sulit untuk menerapkan protokol WHO secara tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan kacang-kacangan lokal yang disesuaikan dengan formula diet Dhaka Medical College Hospital (DMCH) sebagai terapi nutrisi marasmus. Penelitian ini dilakukan di Dhaka Medical College Hospital (DMCH) dari bulan Juli 2009 sampai Juni 2010. Terdapat enam puluh pasien marasmus (berdasarkan kriteria WHO) di rumah sakit dengan usia 6-59 bulan yang memenuhi kriteria inklusi. Anak-anak dengan kelainan kongenital, kesulitan makan dan bi-pedal edema, anemia berat, dehidrasi berat, TB, gagal jantung kongestif dengan syok, anak yang dalam keadaan kritis dimasukkan ke kriteria eksklusi. Setiap anak yang memenuhi kriteria inklusi diberikan salah satu formula diet (regimen DMCH atau regimen WHO) secara acak dengan delapan kotak protokol teracak. Masing-masing kelompok melewati dua

Upload: muflikhasofiana

Post on 08-Dec-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal anak

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Anak

Efektivitas Regimen Makanan (Diet) Lokal Dalam Pengobatan Marasmus: Uji Acak Terkontrol

ME Rahman1, K Qamruzzaman2, MMR Bhuian3, MN Karim4, MM Rahman5

Strategi berbasis makanan saat ini dipraktekkan untuk memenuhi tantangan

malnutrisi mikronutrien pada anak-anak kurang gizi. World Health Organization

(WHO) mengusulkan regimen diet untuk terapi tersebut. Di negara seperti

Bangladesh yang memiliki sumber daya terbatas sulit untuk menerapkan protokol

WHO secara tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan

kacang-kacangan lokal yang disesuaikan dengan formula diet Dhaka Medical

College Hospital (DMCH) sebagai terapi nutrisi marasmus. Penelitian ini

dilakukan di Dhaka Medical College Hospital (DMCH) dari bulan Juli 2009

sampai Juni 2010. Terdapat enam puluh pasien marasmus (berdasarkan kriteria

WHO) di rumah sakit dengan usia 6-59 bulan yang memenuhi kriteria inklusi.

Anak-anak dengan kelainan kongenital, kesulitan makan dan bi-pedal edema,

anemia berat, dehidrasi berat, TB, gagal jantung kongestif dengan syok, anak yang

dalam keadaan kritis dimasukkan ke kriteria eksklusi. Setiap anak yang memenuhi

kriteria inklusi diberikan salah satu formula diet (regimen DMCH atau regimen

WHO) secara acak dengan delapan kotak protokol teracak. Masing-masing

kelompok melewati dua tahap terapi yaitu tahap awal dan tahap rehabilitasi

dimana pada tahap awal diberikan starter formula dan selama fase rehabilitasi

diberikan catch-up formula. Pendidikan kesehatan dan gizi untuk para ibu dan

pengasuh telah diberikan, pada anak yang belum diimunisasi telah dilakukan

imunisasi dan diperbolehkan pulang setelah memenuhi kriteria. Independent t-test

diterapkan untuk membandingkan hasil pengobatan. Anak yang menerima

regimen DMCH butuh waktu 3,47 hari untuk kembali terlihat riang, sedangkan

butuh sekitar 4,47 hari pada kelompok regimen WHO (P<0,01). Rasio

peningkatan berat badan yang tertinggi pada kelompok yaitu sekitar 2,66

gm/kg/hari. Pada kelompok DMCH waktu yang dibutuhkan untuk mencapai

target berat badan adalah 13,4 hari, sedangkan regimen WHO butuh 14,3 hari.

Jumlah F-75 yang dibutukan lebih sedikit pada kelompok WHO. Dan yang

terpenting, biaya perawatan sehari-hari pada kelompok regimen WHO lebih

Page 2: Jurnal Anak

tinggi, yaitu sekitar 17 BDT per hari. Tak satu pun dari kelompok mengalami efek

samping yang serius. Kacang buatan lokal berdasarkan protokol DMCH lebih

efektif daripada regimen WHO untuk terapi nutrisi marasmus pada kelompok usia

6 bulan sampai 59 bulan.

Kata kunci: Malnutrisi, Marasmus, regimen berbasis kacang, regimen DMCH,

RCT

Pendahuluan:

Tingkat kejadian malnutrisi di Bangladesh termasuk yang tertinggi di dunia.

Lebih dari 54% dari anak-anak usia prasekolah, setara dengan lebih dari 9,5 juta

anak-anak memiliki badan pendek, 56% kekurangan berat badan dan lebih dari

17% adalah kurus.1 Malnutrisi menjadi faktor utama yang menyebabkan hampir

60% kematian pada anak2 serta anak dengan gizi buruk dan dirawat di rumah sakit

mencapai 30-50% dari rasio kematian kasus.3 Evidence base medicine untuk

pencegahan efektif dan pengobatan tak terbantahkan, tetapi tidak dimasukkan ke

dalam praktek. Beberapa penelitian di seluruh dunia menunjukkan bahwa median

pada rasio kematian kasus tidak berubah selama lima dekade terakhir, dan bahwa

satu dari empat anak gizi buruk meninggal selama pengobatan pada tahun 1990-

an. Dalam dekade apapun, bagaimanapun, beberapa pusat diperoleh hasil yang

baik dengan kurang dari 5% meninggal, sedangkan yang lain bernasib buruk

dengan rasio kematian sekitar 50% .4 Dengan pengobatan yang tepat, seperti yang

dijelaskan dalam panduan ini, rasio kematian yang sangat tinggi ini dapat

dikurangi menjadi kurang dari 5%.

Manajemen nutrisi sering diabaikan dan diremehkan sehingga mengakibatkan

penurunan peluang untuk pemulihan. Sosial dan implikasi ekonomi dari PEM dan

komplikasinya tidak terhitung. Anak dengan gizi buruk memiliki tingkat kematian

yang tinggi. Bahkan di tahun 1990-an, rasio kematian sebesar 49% telah

dilaporkan untuk anak-anak kurang gizi di rumah sakit.5 Manajemen optimal dan

hasil yang baik pada penyakit akut anak-anak ini tergantung pada ketentuan

perawatan dan evidence based yang bukti berdasarkan regimen ketentuan

perawatan.6 Hampir semua anak gizi buruk memiliki infeksi, gangguan hati dan

Page 3: Jurnal Anak

gangguan fungsi usus, serta masalah yang berkaitan dengan ketidakseimbangan

elektrolit ketika pertama kali dirawat di rumah sakit. Karena masalah ini, mereka

tidak dapat bertahan terhadap jumlah diet protein yang biasa, lemak dan sodium.

Hal ini penting, Oleh karena itu, untuk memulai memberi makan anak-anak ini

dengan diet yang bernutrisi dan tinggi karbohidrat, WHO mengusulkan regimen

diet untuk terapi tersebut. Pada negara dengan sumber daya terbatas seperti

Bangladesh, sulit untuk menerapkan protokol WHO dengan benar. Dhaka Medis

College Hospital memiliki protokol sendiri untuk manajemen gizi buruk.

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan efektivitas regimen makanan (diet)

lokal DMCH (F-75 dan F-100 berbasis kacang-kacangan) dibandingkan dengan

regimen WHO untuk pengelolaan marasmus dalam pusat pelayanan kesehatan

tersier terpilih.

Bahan dan Metode:

Percobaan dilakukan di Dhaka Medical College Hospital (DMCH) dari Juli 2009

hingga Juni 2010. Enam puluh pasien marasmus (Berat badan berdasarkan

panjang badan atau tinggi badandan atau kurang dari -3SD dari referensi median

WHO di rumah sakit yang berusia 06 bulan sampai 59 bulan yang memenuhi

kriteria inklusi telah terdaftar dalam penelitian ini. Anak-anak dengan kelainan

kongenital, kesulitan makandan bi-pedal edema, anemia berat, dehidrasi berat,

TB, gagal jantung kongestif dengan syok, anak sakit kritisyang membutuhkan

ventilator, sianosis dengan saturasi oksigen 40%, RR> 80 kali/menit, retraksi

berat, dan dengan stress pernafasan berat saat masuk rumah sakit telah

dikeluarkan dari penelitian. Standar WHO digunakan untuk menentukan status

gizi anak. Standar deviasi atau Z-score dari berat badan untuk tinggi badan atau

panjang badan (WHZ) dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut

= (Nilai individu - nilai median referensi populasi/Nilai SD dari populasi

referensi.

Page 4: Jurnal Anak

Regimen diet

Elektrolit dan mineral

Mineral dicampur dengan regimen diet WHO. Elektrolit dan mineral telah

disediakan secara terpisah dari sumber daya yang tersedia secara lokal di

kelompok DMCH. Kalium 3-4 mmol/kg/hari, Magnesium 0,4-0,6 mmol/kg/hari,

Suplemen multivitamin, folat 1 mg asam/hari (5mg pada hari pertama), Zinc

2mg/kg/hari, Besi elemental 3mg/kg/hari. Hanya sekali anak mulai bertambah

berat badan biasanya untuk hari 7 1 dan seterusnya. 20ml larutan mineral

elektrolit ditambahkan untuk 1000 ml dari makanan susu.

Anak yang terdaftar secara acak dibagi menjadi dua kelompok, dan diberikan

dengan salah satu formula makanan (Regimen DMCH atau Regimen WHO)

secara acak oleh delapan kotak dengan metode lotre. Kedua kelompok dikelola

dalam dua fase yaitu tahap awal dan tahap rehabilitasi. Pada tahap awal digunakan

starter formula dan selama fase rehabilitasi diberikan catch-up formula. Selama

fase rehabilitasi kedua kelompok pasien diberi makanan tambahan seperti buah-

buahan dan telur serta susu ASI. Selain itu, diberikan stimulasi riang, terapi

bermain terstruktur untuk setidaknya 30 menit per hari di tamanbermain Ashic,

aktivitas fisik dan perawatan dengan penuh kasih sayang. Pendidikan gizi bagi ibu

dan pengasuh diberikan, anak-anak yang belum diimunisasi dilakukan imunisasi

dan pemberhentian dilakukan setelah memenuhi kriteria. Perawat Staf Senior

yang bekerja di unit penelitian dilatih dengan menggunakan protokol manajemen

spesifik sebelum memulai penelitian. Tiga perawat staf senior bertugas untuk

Page 5: Jurnal Anak

mengawasi regimen makan dan membantu selama pengukuran antropometri.

Follow up yang diberikan setiap dua belas jam dilakukan oleh penulis. Salah satu

ahli gizi terlibat untuk saran diet. Infeksi dikontrol dengan menggunakan syp.

Kotrimoksazol, inj. Ampisilin, Syp. Amoxicillin dan inj. Gentamycine. Inj.

Kloramfenikol dan kadang-kadang inj. Metronidazol dan ciprofloxacillin bila

diperlukan.

Kriteria pengguguran untuk tidak adanya infeksi anak, makan setidaknya 120-130

Kkal/Kg/ hari, berat badan untuk tinggi/panjangnya adalah -2SD, kenaikan berat

badan yang persisten pada pemberian eksklusif makan oral, pengasuh yang peka

terhadap perawatan di rumah. Bayi keluar dari rumah sakit ketika klinis stabil,

terapi antibiotik lengkap, makan dengan menggunakan sendok atau ASI atau

mengambil makanan secara oral dan mendapatkan target berat -2SD, yaitu berat

untuk tinggi / panjang = -2SD.

Formula untuk Berat badan di gm/kg/hari =

W1: Berat terendah atau awal dalam kg. W2 = Berat di Kg di hari perhitungan

Data yang terkumpul dianalisis secara menyeluruh oleh program SPSS Versi 16.0

software. Sebagai tambahan statistik deskriptif seperti tabulasi frekuensi, nilai

mean, standar deviasi; Uji chi-square untuk variabel kualitatif dan uji t ntuk

variabel kontinyu yang diterapkan untuk menentukan signifikansi statistik.

Hasil:

Karakteristik dasar

Sebanyak 60 anak yang terdaftar untuk diberikan perlakuan, masing-masing

kelompok terdapat 30 anak. Pada kelompok DMCH 30 anak (93,74%) mengikuti

penelitian sampai akhir. Terdapat 29 anak (90,6%) di kelompok WHO (90,6%)

Page 6: Jurnal Anak

yang mengikuti penelitian hingga akhir, tetapi ada satu yang keluar atas

permintaan sendiri. Tidak ada yang meninggal pada kedua kelompok, serta tidak

ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada karakteristik dan demografi

dalam dua kelompok (tabel 1&2).Terdapat sepertiga orangtua pasien yang buta

huruf dalam kelompok DMCH, setengah populasi mencapai jenjang pendidikan

ke tingkat dasar dan 16,7% memiliki SSC atau gelar sarjana. Di kelompok WHO

sekitar dua pertiga belajar hingga tingkat dasar, sekitar seperempat populasi tidak

memiliki pendidikan formal dan hanya 6,7% belajar untuk SSC atau gelar sarjana.

Tabel 1: Karakteristik Dasar

Parameter DMCH WHOt

AnalisisRata-rata SD Rata-rata SD Nilai P

Umur (Bulan) 17,39 8,58 21,50 12,78 1,46 0,150Berat (Kg) 5,06 1,28 5,83 1,51 2,13 0,057Panjang (Cm) 67,53 6,19 71,05 8,34 1,85 0,069Lingkar lengan atas

9,82 1,12 10,18 0,89 1,35 0,182

Tabel 2: Distribusi Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal

DMCH WHO Total AnalisisJenis KelaminLaki-laki 14 (46.7% ) 13 (43.3% ) 27 (45.0% ) Ç2=.07 p=.79Perempuan 16 (53.3% 17(56.7% ) 33 (55.0% )Tempat TinggalPerkotaan 5 (16.7% ) 3 (10.0% ) 8 (13.3% ) Ç2=.59 p=.75Daerah Kumuh 22 (73.3% ) 24 (80.0% ) 46 (76.7% )Pedesaan 03 (10.0% ) 3 (10.0% ) 6 (10.0% )

Karakteristik Anak

Diantara kedua kelompok DMCH dan WHO setiap anak paling banyak memiliki

dua saudara. Prevelansi ASI ekslusif pada kedua kelompok juga serupa.

Kesimpulan yang sama juga terdapat pada umur yang mendapatkan makanan

pendamping. Distribusi pemberian susu formula pada dua kelompok juga tidak

berbeda (P>0,05). Jumlah anak yang imunisasi dan pemberian vitamin A lengkap

dan tidak jumlah nya tidak berbeda jauh pada dua kelompok (Tabel 3). Sekitar

Page 7: Jurnal Anak

80% mengalami pucat ringan; mayoritas memiliki rasio pernapasan dan denyut

jantung dalam batas normal di kedua kelompok DMCH dan WHO. Pada kedua

kelompok kebanyakan organ hepar anak tidak teraba. Proporsi yang sama terdapat

pada subjek pada kedua kelompok yang mengalami dehidrasi, hipoglikemia, oral

thrush, infeksi mata dan perubahan pada rambut. Pada keadaaan klinis kedua

kelompok memiliki proporsi yang sama dalam hal kondisi anak yang menderita

diare, demam dan batuk.

Tabel 3. Karakteristik Anak

Nilai DMCH WHO Total AnalysisJumlah Anak2 26(86.6%) 28(93.4%) 27(90.0%) Ç2=2.07;>2 04(13.4%) 02(06.7%) 06(10.0%) P=.56ASI EkslusifYa 11(39.7%) 13(43.3%) 24(40.0%) Ç2=5.08;Tidak 19(60.3%) 17(56.7%) 36(60.0%) P=.21Makanan Pendamping3 bulan 06(20.0%) 11(36.7%) 17(28.3%) Ç2=2.39;4-6 bulan 11(36.7%) 07(23.3%) 18(30.0%) P=.30>6 bula 13(43.3%) 12(40.0%) 25(41.7%)Susu FormulaDari umur 6 bulan 09(30.0% ) 19(66.7% ) 25(41.7% ) Ç2=4.86;Sejak lahir 21 (70.0%) 10(33.3%) 31(51.7%) P=.073ImunisasiLengkap 17(58.6%) 16(53.3%) 33(55.9%) Ç2=.783Tidak Lengkap 12(41.3% ) 14(46.7% ) 13(44.0% ) P=.676Suplemen Vit AYa 25(83.3%) 26(86.7%) 51(85.0%) Ç2=.313Tidak 05(16.7%) 04(13.3%) 09(15.0%) P=.717

Hasil Pengobatan dan Kebutuhan Logistik

Pada regimen DMCH kenaikan berat badan lebih tinggi sekitar 2,6 gm/kg dan

membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk mengembalikan keriangan dan

selera makan. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai target berat badan memang

tidak berbeda secara statistik namun rata-rata waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan target berat badan pada DMCH lebih cepat satu hari. Jumlah total F-

75 yang diperlukan pada kelompok DMCH lebih sedikit dan signifikan secara

statisitik (p<0,05). Jumlah F-100 yang diperlukan juga lebih sedikit pada

Page 8: Jurnal Anak

kelompok DMCH walaupun tidak signifikan secara statistik. Biaya per-kapita

(p<0,001) dan biaya perhari (p<0,001) pada pengobatan dengan regimen DMCH

secara statistik lebih rendah secara signifikan (Tabel4)

Tabel 4: Komparasi hasil dan kebutuhan logistik

Variabel DMCH WHO AnalisisRata-rata SD Rata-rata SD t P Value

Indikator Hasil PengobatanWaktu untuk mencapai target berat badan (hari)

13,4 4,4 3,5 -1,2 -1,2 0,245

Rata-rata kenaikan berat badan dalam gm/kg/hari

16,9 3,9 4,3 2,4 2,4 *0,022

Selera makan kembali (hari)

3,9 1,3 1,1 -1,9 -1,9 0,062

Senyuman kembali (hari)

3,5 1,2 1,3 -3,3 -3,3 *0,002

Jumlah makanan yang dibutuhkan perpasienF-75 dalam ml 2390,3 907,1 3075,5 1312,

82,514 *0,015

F-100 dalam ml 9564,0 4020,6

10700,0 4743,1

1,625 0,110

Biaya Pengobatan (Taka/Pasien)Biaya total 498,7 214,5 763,7 309,2 4,278 *0,001Biaya perhari 35,2 9,3 52,3 13,2 6,022 *0,001*Signifikan secara statistik

Pembahasan:

Penelitian ini menetapkan regimen diet DMCH yang dibandingkan dengan

regimen WHO pada kasus malnutrisi berat. Kelompok DMCH membutuhkan

waktu lebih sedikit untuk menunjukkan perbaikan dalam hal mengembalikan

keriangan dan nafsu makan. Tingkat pertumbuhan juga secara signifikan lebih

tinggi pada kelompok DMCH. Kebutuhan total F-75 secara signifikan lebih

sedikit pada kelompok DMCH daripada kelompok WHO. Pada jumlah kebutuhan

F-100 pada kelompok DMCH jumlahnya pun lebih sedikit.

Page 9: Jurnal Anak

Malnutrisi harus diatasi dengan pemberian makanan dan obat-obatan. Oleh karena

itu pemberian nutrisi menjadi sangat penting dalam pemulihan dan perlu diatur

untuk memastikan pasokan nutrisi yang dibutuhkan, sama halnya dengan pasokan

obat esensial. Untuk menjaga kebutuhan makanan kami menggunakan regimen

berbahan dasar kacang-kacangan yang dapat ditoleransi dengan baik tanpa

menimbulkan efek samping. Meskipun regimen WHO dianggap sebagai standar

terapi namun pada penelitian kami mendapatkan gambaran keunggulan kacang-

kacangan pada regimen DMCH daripada regimen WHO. Alasan yang mungkin

dimasukkan adalah penggunaan kacang-kacangan dan penggunaan secara terpisah

dari vitamin, mineral dan elektrolit.

Kacang secara tradisional telah digunakan sebagai sumber minyak. Pada beberapa

tahun terakhir, beberapa sereal dan makanan berbahan dasar kacang-kacangan

telah dikembangkan sebagai suplemen protein untuk mengatasi masalah

kekurangan nutrisi protein. Kacang dalam bentuk tepung, isolat protein dan

dicampur dalam makanan lain dapat ditemukan dalam bentuk yang menarik

perhatian dan mengundang selera. Protein pada kacang tidak memiliki beberapa

kandungan asam amino esensial tapi daya cerna sebanding dengan protein hewani.

Sebuah penelitian oleh Devdas7 menunjukkan bahwa anak-anak yang

mengkonsumsi millet yang diperkaya kacang dan nasi menjadi lebih lebih tinggi

dan pertumbuhan berat badan dan dada yang lebih besar serta konsentrasi

hemoglobin yang lebih tinggi.

Sebuah penelitian23 yang dilakukan di ICMH dan rumah sakit swasta lokal untuk

membandingkan kemanjuran diet dari regimen WHO dengan regimen adaptasi

lokal yang diberi nama regimen ICMH. Dalam peneletian mereka terdapat 30

pasien yang dilaporkan mengalami malnutrisi. Mereka melaporkan waktu yang

hampir mirip dibutuhkan untuk mencapai berat badan target. Namun pada

penelitian tersebut dimasukkan marasmus dan kwashiokor. Penelitian yang

dilakukan di Malawi8 menunjukkan hasil yang serupa berupa respon yang lebih

baik pada regimen berbasis kacang untuk pengobatan malnutrisi. Dalam penelitian

mereka walaupun laju pertumbuhan tidak dilaporkan secara spesifik namun dalam

penelitian tersebut kenaikan berat badan mencapai 66%. Di Pusat Riset

Page 10: Jurnal Anak

Internasional Penyakit Diare, Banglades (ICDDR,B) setelah pengenalan protokol

standar berdasarkan guideline WHO, angka kematian menurun 9% dan kemudian

menjadi 3,9% dari sebelumnya 17%.9 Anak yang mengalami malnutrisi yang berat

membutuhkan perawatan yang cepat dan suplemen diet yang tepat. Protokol

WHO untuk mengatasi malnutrisi berat memiliki beberapa keterbatasan. Ada fase

makan dari rendah hingga ke tinggi kalori. Pengobatan membutuhkan dosis

mineral gabungan dan vitamin campuran, yang sulit disediakan secara lokal. Di

Bangladesh terutama pada fasilitas milik pemerintah sulit untuk menerapkan

protokol WHO dengan benar karena kekurangan logistik yang diperlukan.

Sekarang sebagian besar bekerja dengan regimen diet lokal. Protokol DMCH

dibuat berbahan dasar kacang dimaksudkan untuk membuat manajemen yang

lebih mudah dan nyaman.

Sebuah review10 pedoman saat ini untuk pengelolaan gizi buruk menunjukkan

bahwa protokol terutama berdasarkan konsep baru mengenai penyebab malnutrisi

dan kemajuan dalam pengetahuan kita tentang peran fisiologis mikronutrien.

Berbeda dengan awal 'protein dogma', semakin banyak bukti bahwa anak-anak

dengan gizi buruk tidak dapat mentoleransi dalam jumlah besar protein selama

fase awal pengobatan. Demikian pula, harus dilakukan secara hati-hati untuk

menghindari pasokan berlebihan besi dan sodium dalam makanan, sambil

menjaga asupan energi pada tingkat pemeliharaan selama pengobatan dini. Karena

anak-anak gizi buruk membutuhkan mikronutrien khusus, campuran mineral-

vitamin ini ditambahkan ke diet formula berbasis susu, yang khusus dirancang

untuk pengobatan awal dan fase rehabilitasi. Untuk lebih meningkatkan

rehabilitasi gizi dan mengurangi kasus kambuh, makan terapi siap saji' dan

'suplemen bergizi siap konsumsi' dengan relatif rendah protein dan kadar lemak

yang tinggi telah dikembangkan.Meskipun rekomendasi diet tidak membedakan

bentuk edema dan non edematous malnutrisi atau antara orang dewasa dan anak-

anak, adaindikasi bahwa klarifikasi lebih lanjut masih diperlukan untuk

menerapkan langkah-langkah diet untuk kelompok sasaran tertentu.

Penelitian yang dilakukan di Deparatemen Ilmu Kesehatan Anak, Universitas

Washington, St Louis, AS11 meneliti efektivitas regimen buatan lokal siap saji

Page 11: Jurnal Anak

untuk mengatasi malnutrisi berat dan menguji efektivitas operasional dalam

perawatan. Anak-anak usia 6-59 bulan direkrut di pedesaan Malawi Selatan.

Setiap anak menerima 65 kkal/kg/hari yang diproduksi secara lokal dari kedelai

atau kacang yang dibuat siap untuk disantap, produk tersebut menyediakan sekitar

1 AKG setiap mikronutrien . pengukuran antropometri dilakukan setiap 2 minggu

dan jatah suplemen gizi siap santap dibagikan setiap anak tetap membutuhkan.

Penelitan ini berlangsung hingga 8 minggu. Intervensi terbukti berpengaruh kuat,

mempertahankan tingkat pemulihan yang tinggi dan biaya produksi yang tetap

terjangkau walaupun usdah tidak mendapatkan bantuan dan insentif dari

penyelenggara penelitian.

Biaya pengobatan merupakan faktor penentu penting dari kepatuhan dan

kelayakan di sumber daya negara yang terbatas seperti Bangladesh. Dalam

prakteknya, unit rawat inap yang mengobati malnutrisi berat umumnya

berhadapan dengan pasien yang sangat sakit dan membutuhkan perawatan medis

dan perawatan intensif. Sebagian besar unit ini memiliki keterbatasan kapasitas

yang parah dan sangat sedikit staf ahli. Selain itu, sebagian besar pasien

kekurangan gizi berasal dari keluarga miskin dan memiliki tuntutan yang besar

padawaktu mereka. Untuk mencapai dampak pada tingkat populasi, protokol

managemen harus mengambil realitas sosial ekonomi dalam perhitungan,

menyeimbangkan tuntutan dan etika klinis berpotensi bertentangan dengan orang-

orang kesehatan masyarakat. Kami membandingkan biaya pengobatan dengan dua

regimen.

Biaya dianggap sebagai parameter penting dari keberhasilan pengobatan. Efek

dari makanan rendah biaya pada angka pemulihan dan angka kematian dari

malnutrisi anak yang dilakukan di Uganda menunjukkan suatu keberhasilan.12

Regimen yang lebih murah lebih efektif dalam mengobati kekurangan gizi.

Meluasnya penggunaan pilihan yang lebih murah namun memberikan hasil yang

lebih baik daripada yang mahal dapat memberikan dampak penghematan dalam

jangka menengah hingga panjang, sehingga sumber daya dapat digunakan untuk

kebutuhan lainnya. Kami memperhitungkan biaya sehari-hari dan biaya total

dalam mata uang Taka Bangladesh. Di Kelompok DMCH rata-rata biaya

Page 12: Jurnal Anak

pengobatan adalah kurang dari 500 BDT dan biaya harian sekitar 35 BDT.

Sementara pada kelompok WHO biaya total adalah sekitar 765 taka dan setiap

haripasien harus menghabiskan lebih dari 50 taka.

Salah satu keterbatasan utama dari penelitian ini adalah jumlah sampel yang kecil

ukuran, jumlah anak yang diobati dengan regimen ini cukup kecil untuk dapat

memungkinkan mengambil kesimpulan yang pasti tentang khasiat. Blind Methode

tidak bisa dilakukan karena informasi mengenai bahan makanan tidak bisa

disembunyikan sehingga meninggalkan potensial bias pengamatan. Dengan tetap

mempertimbangkan keterbatasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kacang

berbasis protokol DMCH bisa digunakan dalam pengobatan marasmus gizi di

kelompok usia 6 bulan sampai 59 bulan di fasilitas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Jurnal Anak

BBS UNICEF. Child and Mother Nutrition Survey 2005. Bangladesh Bureau of

Statistics and UNICEF,Dhaka 1207

World Health Organization. Global forum for health research. Child health

research: a foundation for improving child health. Geneva: WHO, 2002.

www.who.int/child-adolescent-health/New_Publications/

CHILD_HEALTH/ GC/ HealthyChild.pdf . (Accessed on 20 Nov 2009).

United Nations Children's Fund. The state of the world's children 2002. New

York: UNICEF; 2002.

International Institute for Population Sciences and 2), 1998-99. Mumbai, India:

International Institute of Population Sciences; 2000.

Schofield C, Ashworth A. Why have mortality rates for severe malnutrition

remained so high? Bull WHO 1996; 74: 223-229.

Talukder MQK, Kabir ARML, Kawser CA. Feeding pattern, sociodynamics,

clinical spectrum and recovery of severely malnourished children - a study

of 155 cases. Bangladesh J Child Health 1988; 10: 14-21.

Debdas RP, Chandrashekhor U, BHooma N, 1984 Nutitional outcome of a rural

diet supplemented onchildren studied from borth to preschool age. Ind J

Nuts diet. 21;115-123.

Grabosch E, 2002 ,Treating severe malnutrition in nonemergency situations:

Experiences from Malawi and Guinea available from,

http://fex.ennonline.net/17/treating(accessed on 22 Oct 2009).

Page 14: Jurnal Anak

ICDDRB, Management of Children with Severe Malnutrition, ICDDRB

periodicals, JHPNhttp://www.icddrb.org/publication.cfm?classificationI

D=30&pubID=9649 (accessed on 28 Nov. 2009.)

Scherbaum V, Fürst P. New concepts on nutritional management of severe

malnutrition: the role of protein. Curr Opin Clin Nutr Metab Care. 2000

Jan;3(1):31-8.

Lagrone L, Cole S, Schondelmeyer A, Maleta K, Manary MJ. Locally produced

ready-to-usesupplementary food is an effective treatment of moderate

acute malnutrition in an operational setting.Ann Trop Paediatr.

2010;30(2):103-8.

Luigi G, Jacquie B, Kevin K , Robert I, Bruno C. Effect of a Low-Cost Food on

the Recovery andDeath Rate of Malnourished Children. October 2006 -

Volume 43 - Issue 4 - pp 512-517.