jurnal media pca dan pda

6
E-mail : [email protected] D-13-1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2007 ISSN : 1411 – 4216 PEMILIHAN SPESIES JAMUR DAN MEDIA IMOBILISASI UNTUK PRODUKSI ENZIM LIGNINOLITIK Hendro Risdianto 1 , Tjandra Setiadi 2 , Sri Harjati Suhardi 3 , Wardono Niloperbowo 3 1.Balai Besar Pulp dan Kertas, Jl. Raya Dayeuhkolot 132, Bandung 2. Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10, Bandung 3. Pusat Ilmu Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10, Bandung Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim ligninolitik yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih yaitu lignin peroksidase, manganese peroksidase dan lakase. Kemampuan mendegradasi lignin jamur pelapuk putih dapat digunakan dalam proses pemutihan pulp kimia. Pada penelitian ini dilakukan pemilihan spesies jamur dan media imobilisasi yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya. Pemilihan spesies jamur dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yaitu uji laju pertumbuhan, uji degradasi lignin dan uji kualitatif enzim ligninolitik. Pemilihan spesies jamur dilakukan terhadap Marasmius sp. dan Trametes hirsuta. Sedangkan pemilihan media imobilisasi dilakukan terhadap media sintetis (bioball dan sabut penggosok) dan media alami yaitu bulustru (luffa). Kriteria pemilihan media imobilisasi adalah pengamatan visual pertumbuhan jamur pada ketiga media imobilisasi. Berdasarkan uji laju pertumbuhan jamur dapat diketahui bahwa nilai laju pertumbuhan arah radial dan laju pertumbuhan spesifik Marasmius sp. relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Trametes hirsuta. Laju pertumbuhan arah radial dan laju pertumbuhan spesifik Marasmius sp. masing- masing adalah 25,05 mm/hari dan 2,06/hari. Sedangkan laju pertumbuhan arah radial dan laju pertumbuhan spesifik Trametes hirsuta masing-masing adalah 17,45 mm/hari dan 1,33/hari. Pada uji degradasi lignin diketahui bahwa Marasmius sp. lebih cepat mendegradasi lignin dibandingkan dengan Trametes hirsuta. Setelah 60 hari inkubasi, Marasmius sp. berhasil mendegradasi lignin dalam media agar secara sempurna daripada Trametes hirsuta. Pada uji kualitatif enzim dapat diketahui bahwa kedua jenis jamur tersebut menghasilkan enzim peroksidase non-spesifik. Dengan demikian Marasmius sp. digunakan sebagai spesies jamur yang digunakan untuk produksi enzim ligninolitik. Hasil percobaan pemilihan media imobilisasi menunjukkan bahwa Marasmius sp. dapat tumbuh dengan baik pada bulustru (luffa) daripada bioball dan sabut penggosok. Kata kunci : enzim ligninolitik; imobilisasi; jamur pelapuk putih Pendahuluan Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat menguraikan komponen kayu (lignoselulosa) yaitu pelapuk coklat (brown rot), pelapuk putih (white rot) dan pelapuk lunak (soft rot). Pengelompokan jamur pelapuk ini didasarkan pada hasil proses pelapukan. Jamur pelapuk coklat menghasilkan sisa hasil pelapukan berwarna coklat sedangkan jamur pelapuk putih menghasilkan sisa hasil pelapukan yang berwarna putih. Ketiga jenis jamur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan sedikit mengakibatkan kehilangan selulosa. Sifat ini menguntungkan sehingga dapat digunakan pada proses delignifikasi yaitu pemutihan pulp. Pertumbuhan merupakan salah satu karakteristik penting sel hidup. Pertumbuhan mikroorganisme dapat didefinisikan sebagai peristiwa peningkatan volum suatu organisme yang disertai peningkatan biomassa. Pada jamur pertumbuhan ditandai dengan pemanjangan hifa dan pada jamur uniseluler, seperti ragi, ditandai dengan peningkatan volum sel individu dan jumlah sel yang secara keseluruhan menghasilkan peningkatan biomassa. Pertumbuhan jamur pelapuk putih sebagaimana mikroorganisme lainnya mengikuti suatu pola tertentu dan laju pertumbuhan spesifik (μ) merupakan salah satu parameter penting untuk mengevaluasi kinerja suatu mikroorganisme dalam kultur (Crueger, 1984). Parameter lain yang juga penting adalah laju pertumbuhan koloni secara radial (K r ) (Reeslev dan Kjøller, 1995). Pengaluran diameter koloni terhadap waktu akan membentuk kurva pertumbuhan sehingga dapat ditentukan nilai laju pertumbuhan koloni arah radial (K r ). Pada fase log, pertumbuhan koloni dapat dianggap lurus sehingga kurvanya membentuk garis lurus. Kemiringan (slope) garis tersebut merupakan laju pertumbuhan koloni arah radial (K r ). Faktor yang paling penting untuk memilih jenis jamur yang akan digunakan untuk mendegradasi lignin adalah kemampuannya menghasilkan enzim pendegradasi lignin (Lignin

Upload: taufiq-ali

Post on 01-Jul-2015

1.233 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Media PCA Dan PDA

E-mail : [email protected]

D-13-1

PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2007 ISSN : 1411 – 4216

PEMILIHAN SPESIES JAMUR DAN MEDIA IMOBILISASI UNTUK PRODUKSI ENZIM LIGNINOLITIK

Hendro Risdianto1, Tjandra Setiadi2, Sri Harjati Suhardi3, Wardono Niloperbowo3

1.Balai Besar Pulp dan Kertas, Jl. Raya Dayeuhkolot 132, Bandung 2. Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10, Bandung

3. Pusat Ilmu Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10, Bandung

Abstrak

Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim ligninolitik yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih yaitu lignin peroksidase, manganese peroksidase dan lakase. Kemampuan mendegradasi lignin jamur pelapuk putih dapat digunakan dalam proses pemutihan pulp kimia. Pada penelitian ini dilakukan pemilihan spesies jamur dan media imobilisasi yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya. Pemilihan spesies jamur dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yaitu uji laju pertumbuhan, uji degradasi lignin dan uji kualitatif enzim ligninolitik. Pemilihan spesies jamur dilakukan terhadap Marasmius sp. dan Trametes hirsuta. Sedangkan pemilihan media imobilisasi dilakukan terhadap media sintetis (bioball dan sabut penggosok) dan media alami yaitu bulustru (luffa). Kriteria pemilihan media imobilisasi adalah pengamatan visual pertumbuhan jamur pada ketiga media imobilisasi. Berdasarkan uji laju pertumbuhan jamur dapat diketahui bahwa nilai laju pertumbuhan arah radial dan laju pertumbuhan spesifik Marasmius sp. relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Trametes hirsuta. Laju pertumbuhan arah radial dan laju pertumbuhan spesifik Marasmius sp. masing-masing adalah 25,05 mm/hari dan 2,06/hari. Sedangkan laju pertumbuhan arah radial dan laju pertumbuhan spesifik Trametes hirsuta masing-masing adalah 17,45 mm/hari dan 1,33/hari. Pada uji degradasi lignin diketahui bahwa Marasmius sp. lebih cepat mendegradasi lignin dibandingkan dengan Trametes hirsuta. Setelah 60 hari inkubasi, Marasmius sp. berhasil mendegradasi lignin dalam media agar secara sempurna daripada Trametes hirsuta. Pada uji kualitatif enzim dapat diketahui bahwa kedua jenis jamur tersebut menghasilkan enzim peroksidase non-spesifik. Dengan demikian Marasmius sp. digunakan sebagai spesies jamur yang digunakan untuk produksi enzim ligninolitik. Hasil percobaan pemilihan media imobilisasi menunjukkan bahwa Marasmius sp. dapat tumbuh dengan baik pada bulustru (luffa) daripada bioball dan sabut penggosok. Kata kunci : enzim ligninolitik; imobilisasi; jamur pelapuk putih

Pendahuluan

Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat menguraikan komponen kayu (lignoselulosa) yaitu pelapuk coklat (brown rot), pelapuk putih (white rot) dan pelapuk lunak (soft rot). Pengelompokan jamur pelapuk ini didasarkan pada hasil proses pelapukan. Jamur pelapuk coklat menghasilkan sisa hasil pelapukan berwarna coklat sedangkan jamur pelapuk putih menghasilkan sisa hasil pelapukan yang berwarna putih. Ketiga jenis jamur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan sedikit mengakibatkan kehilangan selulosa. Sifat ini menguntungkan sehingga dapat digunakan pada proses delignifikasi yaitu pemutihan pulp.

Pertumbuhan merupakan salah satu karakteristik penting sel hidup. Pertumbuhan mikroorganisme dapat didefinisikan sebagai peristiwa peningkatan volum suatu organisme yang disertai peningkatan biomassa. Pada jamur pertumbuhan ditandai dengan pemanjangan hifa dan pada jamur uniseluler, seperti ragi, ditandai dengan peningkatan volum sel individu dan jumlah sel yang secara keseluruhan menghasilkan peningkatan biomassa. Pertumbuhan jamur pelapuk putih sebagaimana mikroorganisme lainnya mengikuti suatu pola tertentu dan laju pertumbuhan spesifik (µ) merupakan salah satu parameter penting untuk mengevaluasi kinerja suatu mikroorganisme dalam kultur (Crueger, 1984). Parameter lain yang juga penting adalah laju pertumbuhan koloni secara radial (Kr) (Reeslev dan Kjøller, 1995). Pengaluran diameter koloni terhadap waktu akan membentuk kurva pertumbuhan sehingga dapat ditentukan nilai laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr). Pada fase log, pertumbuhan koloni dapat dianggap lurus sehingga kurvanya membentuk garis lurus. Kemiringan (slope) garis tersebut merupakan laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr). Faktor yang paling penting untuk memilih jenis jamur yang akan digunakan untuk mendegradasi lignin adalah kemampuannya menghasilkan enzim pendegradasi lignin (Lignin

Page 2: Jurnal Media PCA Dan PDA

Hendro Risdianto1, Tjandra Setiadi2, Sri Harjati Suhardi3, Wardono Niloperbowo3

D-13-2

Peroksidase, Manganese Peroksidase dan Lakase) yang merupakan hasil metabolisme sekunder dari jamur pelapuk putih pada kondisi tertentu (Van der Merwe, 2002).

Pertumbuhan dan produksi enzim ligninolitik oleh jamur pelapuk putih (Marasmius sp.) dalam bioreaktor dapat dilakukan dengan mengimobilisasi kultur jamur pada media tertentu. Imobilisasi adalah pembatasan mobilitas sel dalam ruang yang terbatas. Imobilisasi sel sebagai biokatalis hampir secara umum digunakan pada imobilisasi enzim. Imobilisasi sel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan kultur tersuspensi yaitu antara lain menghasilkan konsentrasi sel tinggi, sel dapat digunakan kembali dan mengurangi biaya pemisahan sel, mengurangi sel yang terbawa pada laju dilusi yang tinggi, kombinasi konsentrasi sel tinggi dan laju aliran tinggi memungkinkan memperoleh produktivitas volumetris yang tinggi, menguntungkan kondisi lingkungan mikro yaitu kontak antar sel, gradien produk nutrisi, gradien pH untuk sel, menghasilkan unjuk kerja yang lebih baik sebagai biokatalis (sebagai contoh, perolehan dan laju yang tinggi), memperbaiki stabilitas genetik (pada beberapa kasus tertentu), melindungi sel dari kerusakan akibat pergeseran (Shuler dan Kargi, 1992). Keuntungan lain teknik imobilisasi adalah 1) memungkinkan untuk dilakukannya reaksi enzim beberapa tahap, 2) aktivitas enzim yang tinggi dengan teknik imobilisasi, 3) stabilitas operasional secara umum tinggi, 4) tidak diperlukan tahap ekstraksi/pemurnian enzim dan 5) biomassa yang diimobilisasi dapat digunakan untuk konsentrasi substrat yang lebih tinggi dan dapat dilakukan pemisahan sel dengan mudah serta umur sel dapat diperpanjang (Suhardi, 2000).

Teknik imobilisasi dibedakan menjadi dua yaitu imobilisasi aktif dan imobilisasi pasif. Imobilisasi aktif adalah penjebakan (entrapment) atau pengikatan (binding) oleh gaya fisika atau kimia. Penjebakan secara fisika dapat menggunakan berbagai macam bahan seperti bahan berpori (agar, alginat, carrageenan, poliakrilamid, chitosan, gelatin, kolagen), saringan dari logam berpori, polyurethane, silica gel, polystirene dan selulosa triasetat. Sedangkan imobilisasi pasif menggunakan metode pelekatan (attachment) merupakan bentuk biofilm, yaitu lapisan-lapisan pertumbuhan sel pada permukaan media pendukung. Media ini bisa bersifat inert maupun aktif secara biologis (Shuler dan Kargi, 1992).

Berdasarkan media yang digunakan terdapat dua jenis imobilisasi yaitu imobilisasi pada media sintetis dan imobilisasi pada media alami. Kultivasi pada media alami dapat menggunakan bahan alami seperti limbah industri agro. Media ini dapat juga sebagai sumber nutrisi mikroorganisme. Sedangkan kultivasi pada media sintetis dapat menggunakan media antara lain polyurethane foam dan spon stainless steel (Prasad dkk., 2005).

Kultivasi dengan media sintetis secara umum tidak banyak digunakan walaupun memiliki kelebihan dibandingkan dengan kultivasi pada media alami yaitu perbaikan pengendalian proses, pemantauan dan peningkatan konsistensi proses. Pengambilan produk lebih mudah dibandingkan menggunakan media alami karena produk ekstraseluler dapat dengan mudah diekstrak dan produknya sedikit mengandung pengotor. Namun, media sintetis bukan merupakan media seperti kehidupan mikroorganisme yang digunakan sehingga pertumbuhannya belum tentu optimal (Couto dkk, 2004). Bahan dan Metode Pemilihan spesies jamur Mikroorganisme

Mikroorganisme yang digunakan adalah jamur pelapuk putih yaitu Marasmius sp. dan Trametes hirsuta yang dipelihara pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Kedua jenis jamur tersebut merupakan koleksi Pusat Ilmu Hayati ITB. Uji Laju Pertumbuhan

Jamur pelapuk putih dapat ditumbuhkan pada media padat maupun media cair, tetapi untuk mempermudah dan mempercepat pengamatan pertumbuhan jamur yang digunakan dalam penelitian ini maka jamur tersebut ditumbuhkan pada media padat (PDA). Pengamatan pertumbuhan jamur dilakukan dengan mengamati diameter koloni jamur yang diinokulasi pada media PDA. Inokulasi jamur pelapuk putih pada PDA dilakukan dengan cara sebagai berikut: kultur jamur yang telah tumbuh dengan baik pada media padat diambil (diameter 7 mm) dengan menggunakan mulut tabung reaksi kecil yang steril. Kultur ini kemudian ditempatkan di tengah media PDA yang baru pada cawan petri. Cawan petri kemudian ditutup dengan menggunakan plastik Cling Wrap untuk menghindari kontaminasi dan diinkubasi pada suhu ruang. Setiap hari dilakukan pengamatan terhadap diameter koloni yang tumbuh sampai koloni jamur mencapai tepi cawan petri. Pengukuran diameter dilakukan pada beberapa titik, diameter koloni adalah rata-rata dari pengukuran tersebut. Laju pertumbuhan spesifik (μ) jamur pelapuk putih ditentukan dengan cara menghitung kemiringan garis pada pengaluran Ln (luas koloni) dengan waktu pengamatan. Sedangkan laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr) ditentukan dengan cara menghitung kemiringan garis pada pengaluran diameter koloni dengan waktu pengamatan. Asumsi yang digunakan untuk penentuan kedua parameter tersebut adalah pertumbuhan jamur terjadi horizontal (diameter meningkat tetapi tidak menebal).

Page 3: Jurnal Media PCA Dan PDA

Pemilihan Spesies Jamur dan Media Imobilisasi untuk Produksi Enzim Ligninolitik

D-13-3

Uji Degradasi Lignin Uji degradasi lignin dilakukan pada PDA yang mengandung lindi hitam 0,4%. Pembuatan media yang

digunakan ini sama dengan cara pembuatan PDA untuk pertumbuhan dengan ditambah lindi hitam yang telah dinetralkan pH-nya sehingga mencapai konsentrasi sebesar 0,4% (v/v). Lindi hitam merupakan larutan sisa bahan kimia pemasakan pada proses pulping, yang didalamnya banyak mengandung lignin. Inokulasi jamur pelapuk putih dilakukan seperti pada inokulasi untuk penentuan laju pertumbuhan. Pengamatan yang dilakukan adalah perubahan warna pada media padat. Degradasi lignin akan terlihat jika warna coklat medium berkurang. Uji Kualitatif Enzim Ligninolitik.

Pada akhir dari uji degradasi lignin, dilakukan uji kualitatif peroksidase non-spesifik. Uji ini dilakukan dengan cara meneteskan guaiacol pada permukaan medium. Cawan petri yang telah ditetesi guaiacol ini kemudian diinkubasi pada suhu ruang (± 28°C). Keberadaan peroksidase non-spesifik ditandai dengan timbulnya warna merah coklat pada medium. Pemilihan media imobilisasi Mikroorganisme

Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah jamur terpilih berdasarkan percobaan pemilihan spesies jamur. Spesies jamur yang terpilih yaitu Marasmius sp. Media Imobilisasi

Media imobilisasi merupakan media untuk menumbuhkan jamur. Media yang digunakan terdiri dari media sintetis dan media alami. Media sintetis yang digunakan dalam percobaan ini adalah media plastik (bioball) dan sabut penggosok komersial berbahan dasar nilon. Sedangkan media alami yang digunakan adalah bulustru. Bulustru merupakan serat buah oyong yang telah dikeringkan. Bioball dengan ukuran diameter 3,5 cm dan tinggi 3 cm dapat langsung digunakan sebagai media imobilisasi, sedangkan sabut penggosok yang mulanya berbentuk lembaran dipotong-potong seperti dadu dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm sebelum digunakan sebagai media imobilisasi demikian pula dengan bulustru yang dipotong dengan ukuran sekitar 5 cm x 5 cm. Medium pertumbuhan yang digunakan sebagai nutrisi jamur Marasmius sp. adalah medium Kirk. Komposisi medium kirk (Nüske dkk,2001) adalah sebagai berikut Glukosa 4,3 g/L, KH2PO4 1,7 g/L, MgSO4.7H2O 0,4 g/L, CaCl2 0,09 g/L, Natrium Asetat 2,3 g/L, Diammonium tartrat 0.4 g/L, MnCl2 0.02 g/L, ekstrak ragi 0,3 g/L, CuSO4. 7H2O 0,01 g/L, H2MoO4 0,007 g/L, MnSO4. 4H2O 0,01 g/L, ZnSO4. 7H2O 0,006 g/L dan Fe2(SO4)3 0,007 g/L.. Medium Kirk pada penelitian ini digunakan untuk merendam media imobilisasi tersebut. Perendaman dilakukan hingga medium kirk dapat meresap dalam ketiga media imobilisasi. Masing-masing media imobilisasi kemudian dimasukkan ke dalam plastik tahan panas untuk disterilisasi dalam autoclave. Setelah steril dan dingin, Marasmius sp. sebanyak satu cawan petri dipotong-potong dengan ukuran sekitar 1 cm x 1 cm dan diinokulasikan pada media imobilisasi. Hasil dan Pembahasan Pemilihan spesies jamur Uji laju pertumbuhan

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pertumbuhan jamur Marasmius sp. relatif lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan Trametes hirsuta. Lima hari setelah inokulasi, koloni Marasmius sp. telah mencapai tepi cawan petri sedangkan Trametes hirsuta memerlukan waktu tujuh hari agar dapat mencapai tepi cawan petri. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa koloni Marasmius sp. bertambah dengan laju 20,68 mm/hari, relatif lebih tinggi dibandingkan pertambahan rata-rata diameter koloni Trametes hirsuta yang bernilai 14,17 mm/hari.

Seperti yang terlihat pada gambar 1, pertumbuhan jamur Marasmius sp. dan Trametes hirsuta menunjukkan pembagian fase pertumbuhan yang jelas. Fase lag terjadi selama satu hari karena inokulum kedua jamur ini melakukan adaptasi terhadap kondisi medium yang baru. Setelah itu kedua jamur ini tumbuh dengan cepat dan kurva pertumbuhannya membentuk garis lurus. Marasmius sp. mencapai fase ini dari hari pertama sampai hari keempat dengan diameter koloni mencapai 82,73 mm. Sementara untuk Trametes hirsuta fase log berlangsung dari hari pertama sampai hari kelima dengan diameter koloni mencapai 76,83 mm. Berdasarkan kurva tersebut maka diketahui laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr) untuk Marasmius sp. dan Trametes hirsuta masing-masing adalah 25,05 mm/hari dan 17,45 mm/hari.

Nilai laju pertumbuhan spesifik dapat dilihat pada gambar 2 yang menunjukkan bahwa nilai laju pertumbuhan spesifik (μ) untuk Marasmius sp. lebih tinggi dibandingkan dengan Trametes hirsuta masing-masing adalah 0,088/jam (2,06/hari) dan 0,055/jam (1,33/hari). Dengan demikian pertumbuhan Marasmius sp. lebih cepat daripada Trametes hirsuta.

Page 4: Jurnal Media PCA Dan PDA

Hendro Risdianto1, Tjandra Setiadi2, Sri Harjati Suhardi3, Wardono Niloperbowo3

D-13-4

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 1 2 3 4 5 6 7 8

waktu, hari

diam

eter

, mm

Gambar 1. Kurva pertumbuhan jamur arah radial

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

Marasmius sp Trametes hirsuta

Jamur Pelapuk Putih

μ, h

ari-1

Gambar 2. Laju pertumbuhan spesifik Uji degradasi lignin

Gambar 3 menunjukkan degradasi lignin dalam medium padat oleh jamur Marasmius sp. dan Trametes hirsuta. Pada gambar tersebut warna coklat lignin dapat didegradasi sehingga intensitas warna coklat semakin berkurang yang dapat diamati setelah 60 hari inokulasi. Marasmius sp. lebih cepat mendegradasi lignin daripada Trametes hirsuta. Hal ini dapat dilihat pada gambar IV.7, pada hari ke – 20 warna medium padat lebih cerah bila menggunakan Marasmius sp. daripada Trametes hirsuta. Sementara di hari ke – 60 lignin berhasil dimineralisasi secara sempurna oleh Marasmius sp., sedangkan medium yang menggunakan Trametes hirsuta masih menunjukkan warna coklat yang mengindikasikan masih adanya lignin. Dengan demikian Marasmius sp. mensekresikan enzim pendegradasi lignin lebih cepat daripada Trametes hirsuta.

: Marasmius sp. : Trametes hirsuta

Page 5: Jurnal Media PCA Dan PDA

Pemilihan Spesies Jamur dan Media Imobilisasi untuk Produksi Enzim Ligninolitik

D-13-5

Gambar 3. Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih dalam medium padat.

Berdasarkan uji degradasi lignin maka dapat diketahui bahwa Marasmius sp. memiliki kemampuan mendegradasi lignin lebih cepat daripada Trametes hirsuta. Hal inilah yang menjadi acuan utama dalam pemilihan spesies jamur yang akan digunakan pada pemilihan spesies jamur. Uji kualitatif enzim ligninolitik

Keberadaan enzim pendegradasi lignin yaitu peroksidase non-spesifik ditandai dengan adanya warna merah coklat pada permukaan medium yang mengindikasikan oksidasi guaiacol. Gambar 4 menunjukkan kedua jamur Marasmius sp. dan Trametes hirsuta mampu menghasilkan enzim ligninolitik yaitu peroksidase non-spesifik untuk mendegradasi lignin.

Gambar 4. Uji kualitatif enzim ligninolitik

Pemilihan media imobilisasi.

Pada percobaan pemilihan media imobilisasi dilakukan pelekatan miselium jamur Marasmius sp. pada ketiga media imobilisasi tersebut Indikasi pelekatan miselium dapat dilihat secara visual dari pertumbuhannya. Selain karena adanya medium pertumbuhan, jamur Marasmius sp. juga dapat tumbuh karena bentuk dari ketiga media tersebut. Ketiga media imobilisasi yang digunakan merupakan material yang memiliki rongga sehingga miselium yang tumbuh melekat pada media penyangga dengan baik yang mirip seperti “akar” untuk pertumbuhan (Suhardi, 2000).

Hasil pengamatan secara visual menunjukkan bahwa Marasmius sp. dapat tumbuh pada ketiga media imobilisasi. Namun, pertumbuhan Marasmius sp. pada ketiga media tersebut tidak sama. Marasmius sp. dapat tumbuh dengan baik pada media bulustru. Pertumbuhan Marasmius sp. pada bioball dan sabut penggosok tidak sebaik pertumbuhan pada bulustru. Pada media bioball, pori-pori media tersebut mampu untuk melekatkan miselium jamur. Rongga pada bioball lebih besar daripada sabut penggosok dan bulustru dan juga permukaannya yang rata

hari ke - 0 hari ke - 20 hari ke - 60

Marasmius sp. Trametes hirsuta

Page 6: Jurnal Media PCA Dan PDA

Hendro Risdianto1, Tjandra Setiadi2, Sri Harjati Suhardi3, Wardono Niloperbowo3

D-13-6

dan licin akan menyebabkan pertumbuhan jamur ini kurang baik jika direndam dengan medium cair (medium kirk) untuk produksi enzim. Benturan antara cairan dan miselium jamur akan mempengaruhi perlekatan jamur pada permukaan bioball yaitu miselium jamur mudah terkelupas dan tersuspensi dalam medium cair.

Bulustru dapat ditumbuhi oleh miselia jamur dengan baik daripada bioball dan sabut penggosok karena selain berpori juga merupakan bahan alami yang mengandung nutrisi untuk jamur. Bulustru merupakan bahan alami yang biasanya mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Penggunaan bulustru ini juga merupakan substrat yang mirip pada kehidupan jamur pelapuk putih di alam. Secara alami jamur pelapuk putih banyak tumbuh pada kayu atau bahan lignoselulosa yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi lignin. Kesimpulan

Berdasarkan uji laju pertumbuhan jamur pada medium padat maka dapat diketahui bahwa Marasmius sp. lebih cepat daripada Trametes hirsuta yang dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr) dan laju pertumbuhan spesifiknya (μ). Dengan demikian Marasmius sp. digunakan pada pemilihan media imobilisasi. Berdasarkan pengamatan secara visual menunjukkan bahwa pertumbuhan terbaik Marasmius sp. terjadi pada media bulustru daripada bioball dan sabut penggosok. Daftar Pustaka

Couto, S.R, Sanroman, M.A., Hofer, D., Gübitz, G.M. (2004), “Production of Laccase by Trametes hirsuta Grown in an immersion Bioreactor and its Application in The Docolorization of Dyes from a Leather Factory, Engineering in Life Science, 4, hal. 233-238.

Nüske, J., Scheibner, K, Dornberger, U., Hofrichter, M. (2001), Large scale production of manganese-peroxidase using whit-rot fungi. Proceedings of the 8th International Conference on Biotechnology in the Pulp and Paper Industry, Helsinki, Finland.

Prasad, K.K., Mohan, S.V., Bhaskar, Y.V., Ramanaiah, S.V., Babu, V.L., Pati, B.R., Sarma, P.N. (2005), “Laccase Production using Pleurotus ostreatus 1804 Immobilized on PUF Cubes in Batch and Packed Bed Reactors : Influence of Culture Condition”, The Journal of Microbiology, 43, hal. 301-307.

Reeslev, M. dan Kjøller, A. (1995), “Comparison of Biomass Dry Weight and Radial Growth Rates of Fungal Colonies on Media Solidified with Different Gelling Compounds”, APPLIED AND ENVIRONMENTAL MICROBIOLOGY, 61, hal. 4236 – 4239.

Shuler, M.L., Kargi, F. (1992), “BIOPROCESS ENGINEERING : Basic Concepts”, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Suhardi, S.H., Hardiyati, E., Wisjnuprapto, (2000), “Karakterisasi Aktivitas Sporotrichum pulverulentum RS01 dalam Proses Biodegradasi Klorolignin”, Seminar Nasional Ensim dan Bioteknologi II, Jakarta, 95 – 103.

Van der Merwe, J.J. (2002), “Production of Laccase by The White-Rot Fungus Pycnoporus sanguineus”, Master Thesis, University of the Free State, Bloemfontein.