jurnal suksesi binar

Upload: binar-setiawan-jori

Post on 13-Oct-2015

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SUKSESI

Binar Setiawan Jori1), Ai Winarsih1), Nur Hafizoh1), Nabila Priska Mira D1), Siti Nur Fadhillah1), Arin Febriana 1), Asep Badru Zaman1)

Mardiansyah, M.Si2), Dina Anggraini, S.Si2)

Dalli Mutiea3)1)Mahasiswa Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2)Dosen Praktikum Ekologi Terestrial

3)Assisten Praktikum Ekologi TerestrialE-mail: [email protected]

Abstract

Land was a part of the terrestrial ecosystem inhabited by many organisms therein called soil biodiversity. Biodiversity is the alpha diversity play a role in maintaining as well as improving the function of the land to sustain life within and beyond. An understanding of the biodiversity of the land is still very limited, both in terms of taxonomic and ecological functions. Macrofauna of the land is part of the biodiversity of the land size from 2 mm to 20 mm. Land macrofauna is part of the biodiversity of soil plays an important role in the improvement of the physical, chemical and biological. In the decomposition of organic matter, soil makrofauna more significant role in facilitating the process of fragmentation and environmental (microhabitat) is better for further decomposition by the soil mesofauna and microfauna as well as various types of bacteria and fungi. The role of the other land macrofauna material is in a reshuffle of dead plants and animals, transport of organic matter from the surface into the soil, improving soil structure and soil formation processes. Thus macrofauna active role in maintaining soil fertility and soil health.

Keywords: macrofauna of the land, soil biodiversity

PENDAHULUAN2

Dinamika di alam adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari. Segala sesuatu yang sekarang ada sebenarnya hanyalah merupakan suatu stadium dari deretan proses perubahan yang tidak pernah ada akhirnya.Keadaan keseimbangan yang tampaknya begitu mantap, hanyalah bersifat relatif karena keadaan itu segera akan berubah jika salah satu dari komponennya mengalami perubahan.Lucy E. Braun (1956) mengatakan bahwa vegetasi merupakan sistem yang dinamik, sebentar menunjukkan pergantian yang kompleks kemudian nampak tenang, dan bila dilihat hubungan dengan habitatnya, akan nampak jelas pergantiannya setelah mencapai keseimbangan. Pengamatan yang lama pada pergantian vegetasi di alam menghasilkan konsep suksesi.Suksesi vegetasi menurut Odum adalah: urutan proses pergantian komunitas tanaman di dalam satu kesatuan habitat, sedangkan menurut Salisbury adalah kecenderungan kompetitif setiap individu dalam setiap fase perkembangan sampai mencapai klimaks, dan menurut Clements adalah proses alami dengan terjadinya koloni yang bergantian, biasanya dari koloni sederhana ke yang lebih kompleks.Odum (1971) mengatakan bahwa adanya pergantian komunitas cenderung mengubah lingkungan fisik sehingga habitat cocok untuk komunitas lain sampai keseimbangan biotik dan abiotik tercapai.Clements (1974) membedakan 6 sub komponen dalam proses suksesi yaitu:1.Nudasi: terbukanya lahan, bersih dari vegetasi2.Migrasi: tersebarnya biji3.Eksesis: proses perkecambahan, pertumbuhan dan reproduksi4. Kompetisi: adanya pergantian spesies5. Reaksi: perubahan habitat karena aktivitas spesies6. Klimaks: komunitas stabilSuksesi merupakan proses yang menyeluruh dan kompleks dengan adanya permulaan, perkembangan dan akhirnya mencapai kestabilan pada fase klimaks. Klimaks merupakan fase kematangan yang final, stabil memelihara diri dan berproduksi sendiri dari suatu perkembangan vegetasi dalam suatu iklim.Beberapa ahli mengatakan bahwa proses suksesi selalu progresif artinya selalu mengalami kemajuan, sehingga membawa pengertian ke dua hal:1. Pergantian progresif pada kondisi tanah (habitat) yang biasanya pergantian itu dari habitat yang ekstrim ke optimum untuk pertumbuhan vegetasi.2. Pergantian progresif dalam bentuk pertumbuhan (life form).Namun demikian perubahan-perubahan vegetasi tersebut bisa mencakup hilangnya jenis-jenis tertentu dan dapat pula suatu penurunan kompleksitas struktural sebagai akibat dari degradasi setempat. Keadaan seperti itu mungkin saja terjadi misalnya hilangnya mineral dalam tanah. Perubahan vegetasi seperti itu dapat dikatakan sebagai suksesi retrogresif atau regresi (suksesi yang mengalami kemunduran).

Penyebab Suksesi1. IklimTumbuhan tidak akan dapat teratur dengan adanya variasi yang lebar dalam waktu yang lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang-kadang membawa akibat rusaknya vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya suatu tempat yang baru (kosong) berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya besar) dan mengubah kondisi iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat seringkali membawa keadaan yang tidak menguntungkan pada vegetasi.2. Topografi: Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah, antara lain:*Erosi:Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam proses erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi penyebaran biji oleh angin (migrasi) dan akhirnya proses suksesi dimulai.*Pengendapan (denudasi):Erosi yang melarutkan lapisan tanah, di suatu tempat tanah diendapkan sehingga menutupi vegetasi yang ada dan merusakkannya. Kerusakan vegetasi menyebabkan suksesi berulang kembali di tempat tersebut.3. BiotikPemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan pengganggu di lahan pertanian demikian pula penyakit mengakibatkan kerusakan vegetasi. Di padang penggembalaan, hutan yang ditebang, panen menyebabkan tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau bila rusak berat berganti vegetasi.

Konsep KlimaksSuksesi tanaman merupakan perubahan keadaan tanaman. Suksesi yang menempati habitat utama disebutSere. Sedangkan variasi yang terjadi diantaranya disebutSeral. Komunitas yang timbul pada susunan itu disebutKomunitas Seral. Biasanya komunitas seral itu tidak tampak dengan jelas, mereka kenal hanya karena beberapa spesies tanaman dominan tumbuh diantaranya. Tumbuhan pertama yang tumbuh di habitat yang kosong disebut tanamanPioner. Lazimnya suksesi tanaman tidak menunjukkan suatu seri tingkat-tingkat atau tahap-tahap tetapi terus menerus dan merupakan pergantian yang lambat dan kompleks. Penempatan individu vegetasi ini individu per individu, dan tidak merupakan loncatan-loncatan dari suatu komunitas dominan ke komunitas dominan yang lain. Spesies dominan dari suatu komunitas akan tetap stabil dalam jangka waktu yang lama. Kemudian akan bercampur dengan vegetasi baru. Vegetasi baru ini mungkin menggantikan vegetasi yang telah ada tetapi mungkin juga tidak (bila komunitas yang baru itu tidak menghendaki kondisi yang diciptakan menjadi dominan terutama dari segi kondisi pencahayaan).Jika habitat menjadi ekstrem tidak memenuhi syarat untuk tumbuhnya tanaman-tanaman maka timbul tanaman dari komunitas berikutnya yang sesuai dengan lingkungan yang baru, kemudian tanaman ini menjadi dominan. Setelah beberapa kali mengalami pergantian semacam itu, suatu saat habitat akan terisi oleh spesies-spesies yang sesuai dan mampu bereproduksi dengan baik. Sehingga proses ini mencapaiKomunitas Klimaksyang matang, dominan, dapat memelihara dirinya sendiri dan selanjutnya bila ada pergantian, maka pergantian itu relatif sangat lambat.Di dalam kondisi klimaks ini spesies-spesies itu dapat mengatur dirinya sendiri dan dapat mengolah habitat sedemikian rupa sehingga cenderung untuk melawan inovasi baru. Di dalam konsep klimaks ini Clements berpendapat:1. Suksesi dimulai dari kondisi lingkungan yang berbeda, tetapi akhirnya punya klimaks yang sama.2. Klimaks hanya dapat dicapai dengan kondisi iklim tertentu, sehingga klimaks dengan iklim itu saling berhubungan. Dan kemudian klimaks ini disebutklimaks klimatik.3. Setiap kelompok vegetasi masing-masing mempunyai klimaks.

Karena iklim sendiri menentukan pembentukan klimaks maka dapat dikatakan bahwa klimaks klimatik dicapai pada saat kondisi fisik di sub stratum tidak begitu ekstrem untuk mengadakan perubahan terhadap kebiasaan iklim di suatu wilayah. Kadang-kadang klimaks dimodifikasi begitu besar oleh kondisi fisik tanah seperti topografi dan kandungan air. Klimaks seperti ini disebutklimaks edafik. Secara relatif vegetasi dapat mencapai kestabilan lain dari klimatik atau klimaks yang sebenarnya di suatu wilayah. Hal ini disebabkan adanya tanah habitat yang mempunyai karakteristik yang tersendiri.Adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks, oleh karena beberapa faktor selain iklim. Misalnya adanya penebangan, dipakai untuk penggembalaan hewan, tergenang dan lain-lain. Dengan demikian vegetasi dalam tahap perkembangan yang tidak sempurna (tahap sebelum klimaks yang sebenarnya) baik oleh faktor alam atau buatan. Keadaan ini disebutsub klimaks. Komunitas tanaman sub klimaks akan cenderung untuk mencapai klimaks sebenarnya jika faktor-faktor penghalang/penghambat dihilangkan.Gangguan dapat menyebabkan modifikasi klimaks yang sebenarnya dan ini menyebabkan terbentuknya sub klimaks yang berubah (termodifikasi). Keadaan seperti ini disebut disklimaks(Ashby, 1971). Sebagai contoh vegetasi terbakar menyebabkan tumbuh dan berkembangnya vegetasi yang sesuai dengan tanah bekas terbakar tersebut. Odum (1961) mengistilahkan klimaks tersebut denganpyrix klimaks. Tumbuh-tumbuhan yang dominan pada pyrix klimaks antara lain:Melastoma polyanthum, Melaleuca leucadendrondanMacaranga sp.Jika pergantian iklim secara temporer menghentikan perkembangan vegetasi sebelum mencapai klimaks yang diharapkan disebutpra klimaks (pre klimaks)

Macam SuksesiBerdasarkan kondisi habitat pada awal proses suksesi, suksesi dibedakan menjadi dua macam yaitu:1. Suksesi primer:Suksesi yang terjadi belum ada vegetasinya atau di daerah yang tadinya sudah ada vegetasi, kemudian terganggu (misalnya terbakar), sehingga daerah tersebut menjadi kosong sama sekali. Pada habitat tersebut tidak ada lagi organisme dan komunitas asal yang tertinggal sehingga pada substrat yang baru ini akan berkembang suatu komunitas yang baru pula.

2. Suksesi sekunder:Suksesi yang terjadi pada habitat yang pernah ditumbuhi vegetasi kemudian mengalami gangguan, tetapi gangguan tersebut tidak merusak total organisme sehingga dalam komunitas tersebut, substrat lama dan kehidupan masih ada. Perbedaan suksesi sekunder dan primer terletak pada kondisi habitat awal. Proses kerusakan komunitas disebutdenudasi. Denudasi dapat disebabkan oleh api, pengolahan, angin kencang, hujan, gelombang laut dan penebangan hutan.

METODEPraktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 13 Maret 2013 di halaman perkebunan warga Jalan Semanggi, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Kota Tangerang selatan. Daerah ini berada pada 060 18. 463 S dan 1060 45. 094 E serta berada pada ketinggian 3 meter diatas permukaan laut. Lokasi praktikum merupakan kawasan perumahan warga yang memiliki kebun-kebun tanaman yang ditanami oleh warga sekitar. Waktu pelaksanaan praktikum ini yaitu pada pukul 13.30 15.30 WIB.

Alat dan bahanPeralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah counter, meteran, patok, tali rafia 1 x 1m, plastik sampling, sekop atau pacul kecil, label, GPS lux meter, pH meter, kamera, anemometer, dan soil tester. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu segala bentuk tumbuhan yang terdapat dalam plot

Prosedur kerjaDitentukan terlebih dahulu lokasi sampling dengan tingkat vegetasi yang padat. Kemudian dibuat plot dengan menggunakan tali rafia 1 x 1 m. Dicatat titik koordinat lokasi dnegan menggunakan GPS, dan faktor-faktor abiotik seperti suhu, intensitas cahaya, kecepatan angin, pH tanah, dan kelembaban tanah.Vegetasi dalam plot dikosongkan dengan menggunakan 2 metode, yaitu dengan dibakar dan dibabat dan dibiarkan selama seminggu untuk mengamati suksesi yang terjadi. Secara rutin setiap 1 minggu sekali plot diamati dan dicatat jenis tumbuhan yang tumbuh didalam plot untuk diidentifikasi. Setelah 4 minggu, data plot suksesi diidentifikasi dan dihitung nilai keanekaragaman jenisnya dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener dan Indeks Simpsons sebelum dan sesudah suksesi

Analisis DataDari data yang didapatkan pada setiap plot kemudian diakumulasi dan dianalisis menggunakan indeks keanekaragaman yang diukur sebagai berikut:

Indeks shannon-wienerH= - pi ln pi

Indeks Simpson = 1- D = 1- (n(n-1)/N(N-1))

S : Jumlah jenisPi : proporsi antara jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu seluruh jenisHASIL DAN PEMBAHASANDari hasil identifikasi jenis-jenis tumbuhan dan makrofauna tanah pada suatu biodiversitas tanah yang ditemukan dan setelah dianalisis data-data yang dilakukan, didapatkan berbagai nilai keanekaragaman jenis menurut analisa indeks Shannon-Wiener (H) yang disajikan dalam grafik berikut.

Grafik 1. Grafik keanekaragaman jenis tumbuhan dengan 2 perlakuan

Berdasarkan praktikum simulasi suksesi sekunder yang telah dilakukan dengan metode dibabat dan dibakar, didapatkan nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H) yang jelas berbeda. Grafik menunjukan bahwa nilai keanekaragaman jenis pada suksesi sekunder setelah diberi perlakuan dibabat lebih tinggi yaitu dengan nilai indeks H 2,17322, dari sebelum dibabat yaitu dengan nilai indeks H 1,27697. Sedangkan H plot sebelum dibakar menunjukan nilai 0,8467036, dan sesudah dibakar didapatkan nilai H sebesar 0,8587. Hal ini terjadi karena pada perlakuan dibabat vegetasi dalam plot masih memiliki sisa bagian tumbuhan seperti akar yang masih dapat tumbuh, sedangkan perlakuan dibakar tidak menyisakan bagian dari tumbuhan yang masih dapat tumbuh sehingga tumbuhan baru yang tumbuh menjadi bervariasi jenisnya. Menurut Magurran (1988), nilai Indeks Keanekaragaman jenis umumnya memiliki kisaran antara 1,0 sampai dengan 3,5. Semakin mendekati nilai 3,5, berarti nilai keanekaragaman jenis semakin besar. Indeks keanekaragaman jenis ditentukan oleh dua hal, yaitu kelimpahan jenis dan kemerataan jenisnya. Desmukh (1992), menjelaskan bahwa keanekaragaman lebih besar apabila kemerataannya lebih besar, yaitu jika populasi-populasi yang ada satu sama lain adalah merata dalam kelimpahannya, bukan beberapa populasi yang sangat banyak sedangkan populasi lainnya sedikit. Suksesi sekunder terjadi apabila suatu suksesi normal atau ekosistem alami terganggu/dirusak. Kebakaran, perladangan, penebangan secara selektif, penggembalaan dan banjir adalah contoh kegiatan manusia yang menimbulkan gangguan tersebut. Gangguan ini tidak sampai merusak total tempat tumbuh, sehingga dalam ekosistem tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada. Contoh: kondisi hutan yang terlantar atau tanah garapan yang ditinggalkan.

Grafik 2. Grafik komposisi tumbuhan dari kedua perlakuan (di bakar dan di babat)

Berdasarkan grafik 2 mengenai komposisi tumbuhan dapat diketahui bahwa tumbuhan yang paling banyak ditemukan atau yang paling mendominasi adalah jenis dari famili Rubiaceae dengan jumlah individu 609 dan famili Amarantaceae dengan jumlah individu 452, hal ini disebabkan tumbuhan dari kedua famili tersebut dapat hidup dengan baik di lingkungan tersebut, dan dapat menyesuaikan dengan faktor abiotik lingkungannya sehingga lebih mendominansi. Dalam analisis vegetasi memiliki nilai penting cukup besar, beberapa di antaranya memiliki nilai penting sangat rendah karena penyebarannya yang terbatas dan/atau nilai penutupannya yang kecil, sehingga pengaruhnya terhadap ekosistem relatif dapat diabaikan. Pada habitat yang terfragmentasi, kebanyakan spesies berada pada populasi yang memiliki ciri-ciri tersendiri, mereka dihubungkan oleh migrasi. Lingkungan memperlihatkan dinamika tertentu akibat disturbansi dan suksesi komunitas tumbuhan (Stacey dan Taper, 1992; Crawley, 1997). Selama perubahan kondisi ekologi ini, lokasi boleh jadi kurang sesuai untuk jenis tertentu, sebaliknya sangat cocok bagi spesies pendatang. Dalam kondisi ini banyak komunitas berada dalam suatu kesetimbangan antara pemunahan populasi lokal dan pemantapan populasi baru, yakni mereka tinggal di metapopulasi (Hanski dan Gilpin, 1997).

Grafik 3. Indeks Simpson perminggu dari dua perlakuan ( dibakar dan di babat)

Ada perbedaan dari tiap minggu dilakukannya pengamatan. Pada minggu pertama belum terlihat banyak tanaman yang tumbuh, tapi pada minggu kedua sudah banyak jenis tanaman yang tumbuh, salah satu yang mendominasi adalah Tanaman Kunyit. Setiap minggu tanaman ini mengalami pertumbuhan yang relative cepat dibanding dengan tanaman yang lain seperti Sansiviera. Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai homeostatis. Ini dapat diartikan bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan kestabilan internalnya sebagai akibat dari tanggap (response) yang terkoordinasi dari komponen-komponennya terhadap setiap kondisi atau rangsangan yang cenderung mengganggu kondisi atau fungsi normal komunitas (Soemarwoto, 1983). Suksesi memiliki tahap-tahapan yaitu: 1) fase permulaan, yaitu setelah diberi perlakuan baik itu di bakar atau di babat, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa yang tersisa yang mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak muncul dengan cepat dan menempati tanah yang gundul. 2) Fase awal/muda, yaitu Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-pohon pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikan/ditutupi oleh pionir-pionir awal yang cepat tumbuh. 3) Fase dewasa, yaitu Setelah pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi maksimumnya, mereka akan mati satu per satu dan secara berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir akhir yang juga akan membentuk lapisan pohon yang homogen (Finegan 1992). 4) Fase Klimaks, yaitu Pionir-pionir akhir mati satu per satu setelah sekitar 100 tahun (Liebermann & Liebermann 1987) dan berangsur-angsur digantikan oleh jenis-jenis tahan naungan yang telah tumbuh dibawah tajuk pionir-pionir akhir (Odum, 1996). Pada penelitian mengenai simulasi suksesi sekunder ini selama 4 minggu baru masuk kedalam fase awal yaitu dimana tumbuhan baru sebagai tumbuhan pionir bermunculan.Kesimpulan dari pengamatan ini adalah suksesi yang kami lakukan ini merupakan jenis suksesi sekunder. Karena telah ditemukan adanya kehidupan sebelumnya, yaitu berupa rumput-rumput liar, yang kemudian dibersihkan dengan cara di bakar dan di babat. Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi sekunder adalah iklim, fsiografis, edafik dan biotik. Keanekaragaman jenis tumbuhan lebih tinggi pada perlakuan di babat dibandingkan perlakuan di bakar.

UCAPAN TERIMAKASIHUcapan terimakasih disampaikan kepada Allah SWT. Yang selalu memberikan kesehatan dan karunianya sehingga laporan praktikum ini dapat selesai tepat pada waktunya. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan berupa moril dan materiil. Lalu dosen mata kuliah praktikum ekologi terestrial yaitu Bapak Mardiansyah, M.Si dan Kak Dina Anggraini, S.Si yang telah memberikan penjelasan tentang praktikum ini, kepada para asisten yang telah membantu membimbing jalannya praktikum. Serta kepada teman-teman yang telah memberikan masukan dalam penyusunan laporan praktikum ini, saya ucapkan banyak terimakasih atas bantuannya.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 1994. Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.Clement, F.E. 1974. Plant Succession, An Analysis of The development of Veetation Carnegie. Inst. Washington.Ashby, M. 1971. Introduction to Plant Ecology. The Mc Millard Press Ltd. LondonOdum, E. HLM. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Fundanmentals of Ecology. Gadjah Mada University.Yogyakarta.Soemarwoto, O., 1983, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta.