jurnalisme lingkungan dalam konflik pabrik semen di …
TRANSCRIPT
JURNALISME LINGKUNGAN DALAM KONFLIK PABRIK SEMEN DI
REMBANG
(Analisis Wacana Kritis Terhadap Pemberitaan Mengenai Konflik
Pembangunan Pabrik PT Semen Indonesia di Kendeng Utara, Rembang,
Pada Media Mainstream dan Media Alternatif Periode Juni 2014 - Desember
2015)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Komunikasi pada Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia
Diajukan oleh:
Khumaid Akhyat Sulkhan
14321151
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018
ii
iii
iv
PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK
Bismillahirahmanirrahim
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama : Khumaid Akhyat Sulkhan
Nomor Mahasiswa : 14321151
Melalui surat ini saya menyatakan bahwa:
1. Selama menyusun skripsi ini saya tidak melakukan tindak pelanggaran
akademik dalam bentuk apapun, seperti penjiplakan, pembuatan skripsi
oleh orang lain, atau pelanggaran lain yang bertentangan dengan etika
akademik yang dijunjung tinggi Universitas Islam Indonesia.
2. Karena itu, skripsi ini merupakan karya ilmiah saya sebagai penulis bukan
karya jiplakan atau karya orang lain.
3. Apabila di kemudian hari, setelah saya lulus dari Program Studi Ilmu
Komunikasi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas
Islam Indonesia, ditemukan bukti secara meyakinkan bahwa skripsi ini
adalah karya jiplakan atau karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi akademis yang ditetapkan Universitas Islam Indonesia.
Demikian pernyataan ini saya setujui dengan sesungguhnya.
Yogyakarta, 24 Mei 2018
Yang menyatakan,
KHUMAID AKHYAT SULKHAN
14321151
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur pada Zat yang Maka Kuasa
Allah Subhanahu wa taala
Atas segala rahmat, hidayah, nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada
penulis sehingga penulisan skirpsi ini dapat terselesaikan.
Sholawat dan salam selalu mengiringi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, keluarga, sahabat dan para kerabat lainnya.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada
Bapak dan Ibu tercinta
Bapak Basori Latif dan Ibu Mufidah
Atas cinta dan kasih sayang, dukungan, baik materi maupun moril dalam bentuk
apapun. Mereka adalah orang tua yang hebat yang telah membesarkan dan
mendidik saya dengan pengertian dan penuh kasih sayang.
Selain itu juga terima kasih penulis sampaikan untuk
Ketigaadik sayaTaskiani Himmatushiba, Ahmad Qosidil Haq dan Nafa Syakia
Juga teruntuk keluarga besarku dan kerabat juga teman lainnya yang selalu
mengiringi doa dan selamat untuk kelancaran skripsi.
vi
MOTTO
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
(Q.s. al-Mujadalah : 11)
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil’alamiin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan hidayah dan ilmu-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya skripsi ini dengan baik dan
semoga lengkap tak kurang suatu apapun .
Dalam skripsi ini,penulis mengungkap dan membahas wacana konflik
pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang dalam perspektif jurnalisme
lingkungan.Subjek dalam penelitian ada dua kategori yaitu media mainstream
atau arus utama dan media alternatif. Media mainstream diwakili oleh
Liputan6.com, sedangkan media alternatif diwakili oleh Selamatkanbumi.com.
Pada penelitian ini, penulis mengurai wacana dari narasi teks dua kategori
media tersebut melalui skema analisis wacana kritis Norman Fairclough. Skema
Fairclough berfokus pada tiga aspek yaitu: teks, praktik kewacanaan, dan praktik
sosial budaya.
Selama melakukan penelitian, banyak pihak yang telah membantu penulis
baik berupa material, moral, maupun spiritual. Maka dari itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Basori Latif dan Ibu Mufidah yang selalu memberikan doa,
mendukung penulis selama proses mengerjakan skripsi ini serta
memberikan dukungan moral dan materi.
2. Seluruh keluarga penulis yang telah memberikan perhatian dan
memotivasi penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini
3. Bapak Muzayin Nazaruddin, S.Sos., M.A selaku Ketua Program Studi
Ilmu Komunikasi FPSB UII sekaligus dosen pembimbing yang dengan
sabar memberi arahan pada penulis sekaligus menjadi partner diskusi.
4. Bapak Ali Minanto, S. Sos., M. A. selaku dosen pembimbing akademik.
5. Para Dosen Ilmu Komunikasi UII yang selama ini sudah memberi banyak
pengetahuan kepada penulis.
viii
6. Perempuan yang selalu mendampingi penulis di kala senang maupun
susah, Siti Qoniatul Maghfiroh.
7. Saudara-saudari alumni PP. Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang;
Hamdani, Afif, Syifak, Meri, Lisna, Ruroh, Jazila, Nafada.
8. Almarhum Imam At-Tirmidzi, yang tanpanya, penulis tidak akan pernah
berinteraksi dengan konflik lingkungan di Rembang.
9. Teman-teman dari Gerakan Literasi Indonesia, terkhusus Kang Dwicipta,
yang sudah bersedia menjadi partner diskusi tentang konflik di Rembang.
10. Saudara-saudari penulis di Ilmu Komunikasi, LPM Kognisia, Komunitas
Red_Aksi, dan lingkar Persma UII; Rizal, Zakiyah, Satryo, Mirza, Indah,
Nafisah, Niken, Reza, Ranisa, Nurul, Galih, Josi, Cholis, dan teman-teman
lain yang tidak bisa saya sebut satu per satu karena saking banyaknya.
11. Keluarga KKN 63-64 Fadil, Hani, Adinda, Ajeng, Rahayu, Anjar, Emen,
Kentang, Yudha, Pandu, Syakia, Salma.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan semua yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini,
masih terdapat banyak kekurangan. Maka penulis berharap, kepada siapapun
yang membaca, agar seyogyanya menyampaikan kritik dan saran yang
membangun sehingga penulis dapat menyempurnakan karya ilmiah ini. Penulis
pun berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 9 Mei 2018
Penulis
Khumaid Akhyat Sulkhan
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK ................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................... v
MOTTO.................................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
ABSTRAK ........................................................................................................... xiv
ABSTRACT ............................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 9
1. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 9
2. Kerangka Teori..................................................................................... 13
a. Wacana dan Analisis Wacana Kritis .............................................. 13
b. Jurnalisme Lingkungan .................................................................. 18
c. Media Mainstream dan Media Alternatif ....................................... 21
F. Metode Penelitian....................................................................................... 23
1. Pendekatan Penelitian .......................................................................... 23
2. Unit Analisis......................................................................................... 24
3. Tahap Penelitian ................................................................................... 25
a. Teks ................................................................................................ 25
b. Praktik Kewacanaan ....................................................................... 26
c. Praktik Sosial dan Budaya ............................................................. 26
4. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 26
BAB II GAMBARAN UMUM .............................................................................. 28
x
A. Media Onlinse Liputan6.com ..................................................................... 28
B. Media Online Selamatkanbumi.com .......................................................... 29
C. Konflik Pembangunan Pabrik Semen PT Semen Indonesia di Rembang .. 31
BAB III TEMUAN ANALISIS DATA ................................................................. 34
A. Analisis Teks Liputan6.com....................................................................... 34
1. Judul Teks: Pendirian Pabrik Semen Tuai Protes, Ini Kata Semen
Indonesia ............................................................................................. 34
a. Representasi ................................................................................... 34
b. Relasi .............................................................................................. 35
c. Identitas .......................................................................................... 36
2. Judul Teks: Kalau Semen Indonesia PunyaAmdal, Pembangunan
Pabrik BisaLanjut ................................................................................. 37
a. Representasi ................................................................................... 37
b. Relasi .............................................................................................. 38
c. Identitas .......................................................................................... 39
3. Judul Teks: Warga Blora Tolak Pendirian Pabrik Semen ................... 39
a. Representasi ................................................................................... 40
b. Relasi .............................................................................................. 41
c. Identitas .......................................................................................... 41
4. Judul Teks: Hari Tani, Bupati Kendal Dukung Ratusan Petani Demo 42
a. Representasi ................................................................................... 42
b. Relasi .............................................................................................. 43
c. Identitas .......................................................................................... 44
5. Judul Teks: Kala Puluhan Petani Wanita Salah Mengadu ke KPK .... 45
a. Representasi ................................................................................... 45
b. Relasi .............................................................................................. 46
c. Identitas .......................................................................................... 47
6. Judul Teks: Aksi Massa di Semarang Tolak Pabrik Semen - Aksi
Buruh di Bandung ................................................................................ 47
a. Representasi ................................................................................... 48
b. Relasi .............................................................................................. 48
c. Identitas .......................................................................................... 49
xi
7. Judul Teks: Pekerjaan Rumah Menanti Bos Baru Semen Indonesia ... 49
a. Representasi ................................................................................... 50
b. Relasi .............................................................................................. 50
c. Identitas .......................................................................................... 51
8. Judul Teks: Dirut Semen Indonesia lapor kemajuan Pabrik Baru ke JK
.............................................................................................................. 51
a. Representasi ................................................................................... 51
b. Relasi .............................................................................................. 52
c. Identitas .......................................................................................... 53
B. Analisis Teks Selamatkanbumi.com .......................................................... 53
1. Judul Teks: Tolak Penambangan dan Pendirian Pabrik Semen di
Rembang .............................................................................................. 53
a. Representasi ................................................................................... 55
b. Relasi .............................................................................................. 55
c. Identitas .......................................................................................... 56
2. Judul Teks: [Seruan Solidaritas] Aksi Warga Rembang Tolak Pabrik
Semen Direpresi Aparat ....................................................................... 56
a. Representasi ................................................................................... 56
b. Relasi .............................................................................................. 57
c. Identitas .......................................................................................... 58
3. Judul Teks: Chronology of Resitance to the Cement Factory In
Rembang .............................................................................................. 58
a. Representasi ................................................................................... 59
b. Relasi .............................................................................................. 60
c. Identitas .......................................................................................... 60
4. Judul Teks: [Rilis solidaritas dari Blora] Tolak Pabrik Semen di
Pegunungan Kendeng Utara! ............................................................... 61
a. Representasi ................................................................................... 61
b. Relasi .............................................................................................. 62
c. Identitas .......................................................................................... 64
5. Judul Teks: Rakyat Melawan: Aksi Protes Rembang, Pandang Raya,
Kulonprogo .......................................................................................... 64
a. Representasi ................................................................................... 65
b. Relasi .............................................................................................. 67
c. Identitas .......................................................................................... 67
6. Judul Teks: Kronologi Represi Aparat Terhadap Ibu-Ibu Penolak
Pabrik Semen di Rembang 27 November 2014 ................................... 67
xii
a. Representasi ................................................................................... 68
b. Relasi .............................................................................................. 69
c. Identitas .......................................................................................... 70
BAB 4 PEMBAHASAN ........................................................................................ 71
A. Temuan Analisis Teks ................................................................................ 71
1. Liputan6.com ....................................................................................... 71
2. Selamatkanbumi.com ........................................................................... 72
B. Praktik Kewacanaan ................................................................................... 73
C. Praktik Sosial dan Budaya ......................................................................... 79
D. Diskusi Teoritik .......................................................................................... 85
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 96
A. Kesimpulan ................................................................................................ 96
B. Saran ........................................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 101
LAMPIRAN ......................................................................................................... 106
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 JumlahpendudukRembang (usia 15 tahunkeatas)
berdasarkanlapangankerja) ..................................................................................... 82
xiv
Abstrak
Khumaid Akhyat Sulkhan. 14321151. Jurnalisme Lingkungan dalam Konflik
Pabrik Semen di Rembang (Analisis Wacana Kritis Terhadap Pemberitaan
Mengenai Konflik Pembanguna Pabrik PT Semen Indonesia di Kendeng
Utara, Rembang, oleh Media Mainstream dan Media Alternatif Periode Juni
2014 - Desember 2015)
Penelitian ini bertujuan mengungkap wacanayang diproduksi oleh media
mainstream dan media alternatif mengenai konflik pembangunan pabrik semen
PT Semen Indonesia di Rembang dalam perspektif jurnalisme lingkungan.Subjek
dari kategori media mainstream adalah Liputan6.com, sedangkan subjek media
alternaitf adalah Selamatkanbumi.com. Fokus penelitian ini adalah pada narasi
teks berita dari periode Juni 2014-Desember 2015. Konflik pembangunan PT
Semen Indonesia di Rembang sendiri terjadi manakala pembangunan pabrik
tersebut disebut mengancam sumber mata air di CAT Watuputih dan mengancam
goa-goa bawah tanah di dasarnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana kritis yang
dikembangkan oleh Norman Fairclough. Fokusnya ada tiga aspek, yaitu teks,
praktik kewacanaan, dan praktik sosial budaya. Sementara itu, penelitian ini juga
menggunakan teori jurnalisme lingkungan Ana Nadya Abrar dan sikap wartawan
lingkungan yang dirumuskan oleh Agus Sudibyo dalam buku 34 Prinsip Etis
Jurnalisme Lingkunganyaitu pro-keberlanjutan, pro-keadilan lingkungan,
biosentris, dan profesional.Dalam penelitian ini, penulis menemukan bahwa
Liputan6.com juga tidak memiliki sikap pro-keadilan lingkungan dan
biosentris.Sebab media Liputan6.com cenderung mendukung wacana “tambang
untuk kesejahteraan.” Narasi yang dihadirkan oleh media tersebut menyudutkan
argumen para penolak pabrik dengan menghadirkan pernyataan-pernyataan dari
para ahli dan politisi, tanpa investigasi mendalam tentang dampak pembangunan
pabrik semen di Rembang.Beritanyacenderung dari satu sisi sehingga kurang
profesional.Sementara itu, Selamatkanbumi.com cukup gencar mengawal isu-isu
lingkungan di Rembang. Wacana besar mereka adalah “tambang merusak
lingkungan.” Selamatkanbumi.com mencakup tiga sikap jurnalisme lingkungan,
kecuali profesionalitas.Sebab konten yang merekasajikan kebanyakan adalah
siaran pers dan satu sisi. Belum memenuhi suatu karya jurnalistik yang bermutu.
Kata kunci: Analisis Wacana Kritis, Konflik Pembangunan Pabrik Semen di
Rembang, Jurnalisme Lingkungan.
xv
Abstract
Khumaid Akhyat Sulkhan. 14321151. Environmental Journalism in Cement
Conflict in Rembang (Critical Discourse Analysis on Coverage Concerning
Conflict of Cement Plant Development of PT Semen Indonesia in Northern
Kendeng, Rembang, by Mainstream Media and Alternative Media June 2014 -
December 2015 Period)
This research aims to reveal the discourse produced by mainstream media
and alternative media about conflict of cement factory development of PT Semen
Indonesia in Rembang in perspective of environmental journalism. The subject of
the mainstream media category is Liputan6.com, while the alternative media
subject is Selamatkanbumi.com. The focus of this research is on narrative news
texts from June 2014 to December 2015. The conflict of development of PT Semen
Indonesia in Rembang occurs when the construction of a plant has the potential to
threaten the springs in CAT Watuputih and threatens underground caves at the
bottom.
This study uses a critical discourse analysis approach developed by
Norman Fairclough. The focus there are three aspects, namely text, practice of
discourse, and socio-cultural practices. Meanwhile, this research also uses
environmental journalism theory Ana Nadya Abrar and environmental journalist
attitude formulated by Agus Sudibyo in book “34 Prinsip Etis Jurnalisme
Lingkungan” that is pro-sustainability, environmental pro-justice, biocentric, and
professional. In this study, the authors found that Liputan6.com also lacks
environmental and biocentric pro-environmental attitudes.. Because media
Liputan6.com tend to support the discourse of "mine for the welfare."The
narrative presented by the media cornered the arguments of the factory repellent
by presenting statements from experts and politicians, without an in-depth
investigation of the impact of the construction of a cement plant in Rembang. The
news tends to one side so that, of course, is less professional.Meanwhile,
Selamatkanbumi.com quite aggressively raise the news about the conflict
environment in Rembang.Their big discourse is "mine destroys the
environment."Selamatkanbumi.com includes three attitudes of environmental
journalism, except professionalism.Because the content they serve mostly is press
release and one side. Has not fulfilled a quality journalistic work.
Keywords: Critical Discourse Analysis, Conflict of Cement Plant Development in
Rembang, Environmental Journalism.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah Indonesia, dalam kebijakannya, menjadikan eksploitasi
kekayaan alam sebagai sarana untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
(Saputra, 2014:4). Kebijakan ini pada akhirnya mendorong penguasaan sumber
daya alam oleh para pemodal yang terus menerus meningkatkan kekayaannya
lewat sektor perkebunan dan pertambangan. Hal tersebut tidak luput dari agenda
neoliberalisasi ekonomi Indonesia yang menganakemaskan industrialisasi sebagai
penguat infrastruktur dan peningkat kesejahteraan.
Sayangnya, kegiatan industrialisasi di Indonesia, baik industri perkebunan
maupun pertambangan, seringkali mengabaikan dampak negatifnya terhadap
kelestarian lingkungan. Padahal permasalahan lingkungan merupakan
permasalahan yang menyangkut masa depan seluruh manusia. Kasus-kasus
kerusakan alam yang mengerikan seperti lumpur Lapindo Sidoarjo dan kebakaran
hutan di Kalimantan menjadi bukti nyata praktik industrialisasi yang justru
kontraproduktif dengan wacana kesejahteraan. Ada pula dampak kerusakan alam
akibat eksploitasi yang tidak bisa dirasakan secara langsung karena efeknya yang
jangka panjang seperti kekeringan air.
Dalam satu dekade terakhir, sebagaimana dikatakan oleh Wiko Saputra
(2013:24), pemerintah benar-benar menggenjot pertumbuhan melalui eksploitasi
sumber daya alam yang masif. Polanya adalah di mana daerah-daerah yang
berpotensi memiliki sumber daya alam yang besar menjadi target dari
pembangunan. Persoalannya ialah ketika kepentingan ekonomi tersebut
menghajar habis-habisan sumber daya alam tanpa ampun. Maka, bila mengacu
pada keterangan Wiko, bisa dikatakan bahwa konflik lingkungan di Indonesia tak
luput dari permasalahan struktural yang melibatkan relasi kuasa pemerintah dalam
melanggengkan industrialisasi.
2
Pada sisi lain, sedikit demi sedikit masyarakat mulai menyadari bahwa
industrialisasi, meskipun menunjang penguatan ekonomi, akan tetapi memiliki
dampak yang berbahaya bagi kelestarian lingkungan hidup. Dari sinilah
perlawanan demi perlawanan mulai timbul, ketika pemerintah dan korporasi
semakin menggalakkan pembukaan lahan demi kegiatan industri. Sengketa
agraria antara masyarakat yang tak ingin lingkungan hidupnya dieksploitasi
dengan pihak korporasi yang mementingkan sektor ekonomi tak dapat dielakkan.
Sepanjang 2015, Konsorsarium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat ada
252 kasus konflik agraria, dengan luas wilayah konflik mencapai 400.430 hektar
yang melibatkan sedikitnya 108.714 kepala keluarga (KPA, 2015:4). Memasuki
2016, jumlah konflik agraria naik menjadi 450 konflik dengan luasan wilayah
1.265.027 hektar yang melibatkan 86.745 kepala keluarga yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Sektor perkebunan menduduki peringkat pertama dengan 163
konflik, disusul sektor properti dengan jumlah konflik 117, lalu di sektor
infrastruktur dengan jumlah konflik 100, Kemudian, di sektor kehutanan sebanyak
25 konflik, sementara di sektor pertambangan, tercatat sedikitnya 21 konflik.
Sisanya ialah sektor pesisir dan kelautan dengan 10 konflik dan terakhir sektor
migas serta pertanian yang sama-sama menyumbang sebanyak 7 konflik (KPA,
2016:3-6).
Salah satu konflik lingkungan dalam sengketa agraria, adalah polemik
mengenai keberadaan PT. Semen Indonesia di Rembang yang melibatkan aspek
lingkungan hidup, dan telah menjadi salah satu permasalahan nasional yang
semakin mendesak untuk diselesaikan.
Sebagaimana ditegaskan oleh Ming-Ming Lukiarti, dalam buku Rembang
Melawan (2015:145), bahwa penambangan karst di kawasan Kendeng oleh PT.
Semen Indonesia, akan merusak sumber mata air di Gunung Watuputih yang
dalam kehidupan sehari-hari juga dimanfaatkan oleh PDAM (Perusahaan Air
Minum Daerah) Rembang untuk melayani puluhan ribu Warga Lasem dan
Rembang. Selain itu, pertambangan karst juga dinilai akan menurunkan
produktivitas pertanian karena berpotensi mengakibatkan kekeringan sumber air,
3
polusi debu, dan terganggunya keseimbangan ekosistem. Pada akhirnya, seperti
dikatakan Ming-Ming, hal tersebut akan menyebabkan hancurnya ketahanan
pangan nasional dan daerah.
Bagaimanapun, konflik lingkungan di Rembang telah menarik perhatian
banyak kalangan, mulai dari aktivis, akademisi, pegiat lingkungan, pejabat publik
hingga para ulama. Banyak mereka yang mendukung pemberhentian operasi
pembangunan pabrik semen di Rembang, meski tak sedikit pula yang kemudian
menyatakan pro terhadap adanya industri semen yang ironisnya banyak datang
dari warga area pertambangan itu sendiri.
Situasi konflik di Rembang pun berkembang dari yang tadinya laten
menjadi konflik manifest (Oktaviana, 2015:77). Banyak asumsi mengenai alasan
mengapa muncul gerakan masyarakat Rembang pro-semen ini, akan tetapi yang
jelas, pemahaman mengenai lingkungan, terutama pentingnya karst, masih minim
di kalangan masyarakat (Cipta, 2015:18). Sehingga hal tersebut acapkali
mengakibatkan masyarakat menelan begitu saja mitos-mitos kesejahteraan yang
dijejalkan oleh korporasi tanpa memahami adanya potensi krisis lingkungan.
Melihat fakta tersebut, pengenalan serta pemahaman mengenai persoalan
lingkungan menjadi penting, dalam konteks masyarakat Rembang juga Indonesia
secara luas agar tidak terjadi distorsi gerakan yang malah mendukung pihak-pihak
yang hendak mengeksploitasi alam secara besar-besaran. Pemahaman tentang
persoalan lingkungan hidup juga akan semakin meningkatkan kesadaran dalam
diri masyarakat, sehingga makin banyak orang yang bersedia berjuang
melestarikan alam.
Tentu saja dalam hal ini, medialah yang memiliki peran penting memberi
pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian alam.
Sebab, umumnya para pekerja media (pers) di Indonesia secara fundamental juga
mengimani 9 elemen jurnalisme yang dirumuskan oleh Bill Kovach dan
Rossenstiel yang salah satu poin utamanya adalah memprioritaskan kepentingan
masyarakat (Kovach dan Rossenstiel, 2006:6). Maka jelas, media harus turut
4
mem-blow up konflik Kendeng dengan selalu menampilkan fakta-fakta yang
penting untuk diketahui masyarakat. Terutama mengenai persoalan lingkungan
hidup di Kendeng dan bagaimana dampaknya ketika pendirian pabrik semen
benar-benar dilakukan di sana.
Pentingnya liputan terkait isu lingkungan sebetulnya telah lama disadari
oleh pers. Bahkan hal itu memunculkan suatu tuntutan dan harapan akan
kemampuan pers dalam memotret kompleksitas persoalan lingkungan sekaligus
berkontribusi atas pemecahan masalahnya. Pada gilirannya tuntutan dan harapan
ini pun melahirkan suatu disiplin tersendiri dalam kajian media, yaitu jurnalisme
lingkungan. Ana Nadya Abrar mendefinisikan jurnalisme lingkungan sebagai
cara-cara jurnalistik yang mengedepankan masalah lingkungan hidup dan
berpihak pada kesinambungannya (1993:9).
Peran jurnalisme lingkungan di Indonesia sangat penting. Sebab, seperti
disampaikan Agus Sudibyo dalam buku 34 Prinsip Etis Jurnalisme Lingkungan,
tujuan utama dari jurnalisme lingkungan adalah menyampaikan seruan kepada
publik untuk berpartisipasi terhadap kelestarian lingkungan hidup (2015:4). Oleh
karenanya, hal tersebut berkaitan erat dengan kepentingan publik itu sendiri. Di
sisi lain, aktivitas jurnalisme lingkungan juga didasari atas pemahaman bahwa
persoalan lingkungan hidup acap kali bersentuhan langsung dengan masalah
politik nasional, politik lokal, hubungan internasional, keadilan ekonomi, dan
keadilan sosial.
Sejak kasus Semen di Rembang mencuat, banyak media memberitakan
perkembangan konfliknya, baik media skala regional maupun nasional. Namun,
belum bisa dipastikan sudah sejauh mana media-media di Indonesia mengawal
wacana pembebasan lingkungan di Rembang. Mengingat seringkali media hanya
terpaku pada konflik prosedural, teknis, dan mengabaikan liputan mendalam
mengenai lingkungan. Selain itu, media juga tak lepas dari kepentingan-
kepentingan para pemegang kuasanya.
5
Bahkan ada beberapa media yang tidak menjadi sarana informasi
mengenai persoalan lingkungan bagi masyarakat, dan justru malah semakin
menambah kesimpang-siuran kabar. Hendra Tri Ardiyanto (Cipta, 2015:110-121)
mengatakan bahwa sejumlah media dengan tega memfitnah ibu-ibu petani
Kendeng yang melakukan perlawanan dengan tinggal di tenda selama ratusan
hari. Salah satu fitnah tersebut, menurut Hendra, datang dari seseorang bernama
Alfin Tofler, wartawan Bareksa.com, yang menyatakan jika ibu-ibu yang tinggal
di tenda merupakan demonstran bayaran.
Memang tak bisa dipungkiri, bahwa media cenderung seringkali menjadi
instrumen bagi pihak yang memiliki kepentingan-kepentingan terselubung. Tak
jarang, media mengonstruk suatu ideologi mengenai apa yang baik dan apa yang
buruk. Kemudian konstruksi ideologi tersebut dimapankan dan disebarkan dengan
tujuan membantu menyebarkan ide atau gagasan dari kelompok dominan untuk
mengontrol kelompok lain (Barrat, 1994: 51-52).
Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Eksekutif Walhi (Wahana
Lingkungan Hidup) Jawa Barat, Dadan Ramdan, dalam Mongabay.id,
mengungkapkan bila media arus utama atau media mainstream, memang saat ini
justru kurang memberi perhatian terhadap isu-isu lingkungan. Dadan menduga hal
semacam itu terjadi lantaran banyak media di Indonesia dimiliki oleh pengusaha-
pengusaha yang terlibat dalam bisnis yang merusak lingkungan1, memperkuat
asumsi bila media mainstream memang kerapkali ditunggangi kepentingan
pemiliknya.
Kondisi inilah yang kemudian menjadikan kemunculan model media
alternatif berorientasi pemahaman intersubjektif dan kesadaran nyata
masyarakat/komunitas (Karman, 2013: 25). Jika memang begitu, maka bisa
dibilang kemunculan sejumlah media alternatif yang konsen terhadap aktivitas
1 Nugraha, Indra. “Media Arus Utama Masih Minim Angkat Isu Lingkungan,” http://www.mongabay.co.id/2012/10/26/media-arus-utama-masih-minim-angkat-isu-lingkungan/. Diakses 05, April 2017
6
jurnalisme lingkungan menjadi sebuah perlawanan terhadap dominasi media
mainstream yang lebih mementingkan kemauan pasar.
Oleh karenanya, berdasarkan paparan di atas, maka penulis hendak
menganalisis wacana pemberitaan konflik semen di Rembang dalam media
mainstream dan media alternatif, dari perspektif jurnalisme lingkungan. Penulis
ingin menggali lebih dalam apakah media mainstream dan media alternatif sudah
memuat wacana tentang lingkungan yang menjadi kunci penting dari konflik
tersebut. Bagaimana dua kategori media tersebut memandang praktik
industrialisasi yang dinilai merugikan lingkungan serta bagaimana media
mainstream dan media alternatif mereproduksi wacana kebenaran tentang konflik
semen di Rembang.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skema analisis wacana kritis
yang dikembangkan oleh Norman Fairclough. Analisis wacana kritis Fairclough
ini akan berfokus pada tiga aspek, yaitu teks, praktik kewacanaan, dan praktik
sosial budaya.
Media mainstream dalam konteks penelitian ini adalah Liputan6.com.
Media tersebut dipilih karena pertama, Liputan6.com merupakan berita online
nasional serta memiliki intensitas pemberitaan mengenai konflik pabrik semen di
Rembang yang cukup banyak. Selain itu Liputan6.com menjadi media di
Indonesia dengan peringkat top 8 sites versi alexa.com tahun 2018, mengalahkan
prestasi kompas.com yang memang sudah dikenal sebagai penerbitan besar skala
nasional. Sejumlah penghargaan juga telah diraih media ini. Pada tahun 2016,
Liputan6.com menyabet penghargaan The Best Digital Product (Produk Digital
Terbaik) Kategori "News & Magazine App" dan The Best Website (Situs Terbaik)
di kategori "Situs Berita" pada acara Social Media Award (SMA) dan Digital
Marketing Award (DMA) 2016 yang dihelat di Jakarta.
Sedangkan media alternatif yang dipilih dalam hal ini ialah media online
Selamatkanbumi.com. Media ini disebut sebagai media alternatif dengan
mempertimbangkan asalnya sebagai media yang digagas oleh organisasi Forum
7
Komunikasi Masyarakat Agraris (FKMA). FKMA merupakan sebuah organisasi
yang dibentuk oleh gerakan-gerakan komunitas petani/masyarakat. Mereka
bergerak secara independen tanpa ada campur tangan LSM, pemerintah, maupun
donatur.
Dalam skripsi ini, peneliti akan memfokuskan analisis pada teks-teks yang
berada pada rentang periode Juni 2014 hingga Desember 2015. Alasannya karena
pada tahun-tahun itulah pertarungan wacana, antara yang pro pembangunan
pabrik semen dengan yang kontra, mulai dimapankan secara masif. Konflik yang
bahkan sampai pada adu fisik antara tentara melawan masyarakat sipil juga
beberapa kali terjadi pada periode tersebut. Lalu, rentang periode 2015 juga
muncul aksi-aksi solidaritas terhadap petani Rembang di beberapa wilayah seperti
Semarang, Blora, dan Yogyakarta.
Sementara alasan pemilihan media baru (online) sebagai subjek penelitian
dibanding media konvensional ini mengacu pada beberapa hal. Pertama,
sebagaimana dalam buku Journalism and New Media karya Jhon Pavlik (2001:4),
media online memiliki beberapa keunggulan dibanding media konvensional yang
diantaranya ialah model komunikasi yang lebar, hyperlink dalam media yang
membuat banyaknya informasi mengenai suatu konflik menjadi terintegrasi dan
mudah diakses, audiens yang lebih interaktif, serta mampu menghadirkan sebuah
kedinamisan pemberitaan. Selain itu, esensi media online sebagai penyampai
informasi kepada khalayak juga menjadikan para jurnalisnya berada dalam suatu
titik silang yang cukup dilematis, antara mengupayakan berakhirnya konflik atau
bahkan memerpanjangnya.
Penelitian ini akan menarik, mengingat masih belum banyak yang
membahas bagaimana konflik lingkungan direkam dan direproduksi dalam media
onlinedi Indonesia. Selain itu, riset ini akan memberikan kontribusi terhadap
minimnya penelitian yang membahas wacana dalam media mainstream dan media
alternatif di Indonesia.
8
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, rumusan masalahnya bertolak dari pertanyaan,
“bagaimana media mainstream dan media alternatif memproduksi wacana terkait
konflik lingkungan di kawasan Kendeng dalam perspektif jurnalisme
lingkungan?” Analisis wacana dalam penelitian ini menggunakan tiga skema
analisis wacana kritis Norman Fairclough. Sehingga pertanyaan penelitiannya
meliputi tiga skema tersebut, yaitu antara lain:
1. Bagaimana media Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com
menarasikan kebenaran konflik lingkungan di Rembang dalam
teks-teksnya?
2. Bagaimana praktik kewacanaan dalam produksi teks media
Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com?
3. Bagaimana praktik sosial yang memengaruhi praktik kewacanaan
dan produksi teks Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya ingin mengungkap dan mendeskripsikan
secara mendalam mengenai bagaimana wacana lingkungan dalam media
mainstream dan media alternatif diproduksi. Lebih dari itu, penelitian ini juga
ingin mengungkap lebih dalam bagaimana media mainstream dan media
alternatif menciptakan realitas kebenaran mengenai konflik semen di area
pegunungan Kendeng Utara dari perspektif jurnalisme lingkungan.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini akan menambah kekayaan intelektual para
peneliti di Indonesia. Terutama bagi mereka yang tertarik mengkaji
jurnalisme lingkungan, serta riset media baru. Penelitian ini juga bisa
menjadi rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang hendak
9
meneliti pertarungan wacana antara media mainstream dan media
alternatif.
2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi refleksi
serta acuan bagi para awak jurnalis agar tidak hanya berorientasi pada
kepentingan kapital dan mengabaikan permasalahan lingkungan yang
sebenarnya merupakan urusan bersama. Hasil penelitian ini juga akan
menjadi evaluasi bagi kerja jurnalisme media mainstream dan media
alternatif.
E. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian Terdahulu
Muhammad Solihin, dalam tesisnya yang meneliti konstruksi berita
mengenai konflik Kendeng di media online Kompas.com dan Suaramerdeka.com
menemukan bahwa media-media tersebut memiliki kecenderungan untuk berperan
netral dan seringkali sebagai pemertajam konflik, di samping lebih menekankan
sisi human interest-nya demi kepentingan pasar (Solihin, 2016:188). Tesis
Muhammad Sholihin ini, meskipun cukup menggambarkan kecenderungan media
mainstream, namun belum mengkaji sisi jurnalisme lingkungan yang ada di
media-media tersebut. Padahal, peran jurnalisme lingkungan dalam persoalan
yang menyangkut lingkungan hidup menjadi suatu hal yang penting.
Perbedaannya dengan riset ini selain dari sisi kajian jurnalismenya juga pada
media yang diteliti.
Selanjutnya skripis milik Rizki Ramadhan Nasution. Pada skripsi tersebut,
Rizki hendak melihat dan mendeskripsikan bagaimana implementasi jurnalisme
lingkungan dalam pemberitaan kabut asap di Harian Waspada edisi 01 September-
13 November 2015. Media tersebut dinilai tepat dijadikan subjek penelitian
karena menurut si peneliti, Harian Waspada telah mempunyai kredibilitas yang
tinggi di tengah kehidupan masyarakat Medan,ditambah media tersebut tergolong
salah satu media tertua di kota itu. Selama 60 tahun berdiri, Harian Waspada juga
10
menjadi salah satu surat kabar lokal yang konsisten dalam melakukan pemberitaan
mengenai lingkungan hidup (Nasution, 2016:5).
Penelitian ini menggunakan metode analisis isi kuantitatif dan pendekatan
deskriptif untuk mengurai suatu pesan secara rinci dalam setiap teksnya.
Selanjutnya, peneliti memfokuskan penelitiannya pada tiga hal, yaitu
implementasi kode etik jurnalisme lingkungan berkaitan dengan pemberitaan
kabut asap, jenis-jenis berita, posisi penempatan dan frekuensi penggunaan
narasumber pada pemberitaan kabut asap. Penelitian Rizki Ramadhan ini
menunjukkan bahwa media Harian Waspada rupanya tidak memenuhi krtiteria
jurnalisme lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Center Of Journalism melalui
code of ethics of environmental journalism. Selain itu, berita mengenai polemik
kabut asap pun relatif sedikit, yaitu sekitar 9, 67% , ini menunjukkan bahwa berita
tentang lingkungan masih belum menjadi prioritas.
Kesamaannya dengan penelitian ini adalah pembahasan soal jurnalisme
lingkungan sebagai kajian pentingnya. Sementara perbedaannya sendiri terletak
pada fokus media yang diteliti serta permasalahan lingkungannya. Dalam
penelitian ini, penulis fokus meneliti media Liputan6.com dan
Selamatkanbumi.com dengan permasalahan pembangunan pabrik semen di
Rembang. Analisis yang digunakan pun berbeda sebab peneliti dalam riset ini
menggunakan pisau analisis Norman Fairclough sebagai metodenya yang tidak
memisahkan teks dengan konteks.
Skripsi Rosalita Dian Utami yang menganalisis framming jurnalisme
lingkungan dalam pemberitaan pembangunan pabrik semen di kawasan
pegunungan Kendeng, Rembang oleh media online Mongabay.id. Dian
menggunakan analisis framming model model Robert N. Entman untuk melihat
bagaimana wacana jurnalisme lingkungan diproduksi oleh Mongabay.id dalam
dua level yakni teks serta konteks. Dalam skripsi tersebut, Dian menemukan
bahwa praktik jurnalisme lingkungan pada Mongabay.id lebih cenderung
menampilkan ancaman-ancaman bila pabrik semen dibangun di pegunungan
11
Kendeng serta memberikan solusinya dibanding menampilkan konflik
kepentingan (2016:159).
Senada dengan temuan Dian, Ratna Prastika yang juga menggunakan
analisis framming model Robert N. Entman untuk meneliti bingkai jurnalisme
lingkungan pada pemberitaan kabut asap di Riau oleh media online Riau Pos dan
Tribun Pekanbaru juga menemukan pola framming jurnalisme lingkungan yang
sama,yaitu jurnalisme yang tak hanya berfokus pada definisi penyebab masalah
kabut asap di Riau serta dampak-dampaknya. Akan tetapi juga solusi pemerintah
untuk mengatasi masalah lingkungan tersebut (2015:99-100). Dua penelitian
tersebut walaupun sama-sama mengkaji soal jurnalisme lingkungan, akan tetapi
memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan penelitian ini.
Pertama, penelitian ini hendak mengungkap wacana mengenai konflik
pembangunan pabrik semen di Rembang dalam media mainstream dan alternatif
melalui perspektif jurnalisme lingkungan, khsususnya bagaimana dua kategori
media tersebut mengonstruksi kebenaran yang dimapankan dalam masyarakat.
Kedua, model analisis yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
analisis wacana kritis yang dikembangkan Norman Fairclough.
Berbeda dengan Entman yang melihat teks berita dari dua unsur, yaitu
seleksi isu serta penonjolan isu. Analisis wacana kritis model Fairclough
memandang posisi wacana pada teks sebagai praktik transfer makna yang
berlandaskan pada ideologi-ideologi tertentu sebagai bagian dari pengukuhan
dominasi dan subordinasi terhadap masyarakat. Dalam konsepnya, Fairclough
menawarkan tiga dimensi analisis yaitu teks, praktik kewacanaan, dan praktik
sosial.
Definisi tentang mainstream dan alternatif di sini penulis ambil dari riset
Crhistian Fuhz dalam European Journal of Social Theory yang diterbitkan tahun
2010 berjudul Alternative Media As Critical Media. Riset Fuhz tersebut memang
hendak menarik suatu definisi yang tegas antara mainstream media sebagai media
kapitalis yang tidak independen, dengan penerbitan skala besar, serta
12
mendominasi wacana, dan alternative media sebagai media kritis, berbasis akar
rumput, dengan skala penerbitan kecil, tetapi independen dan umumnya
memainkan wacana yang kurang dominan.
Penelitian mengenai jurnalisme lingkungan lainnya penulis kutip dari
jurnal Discourse and Communication yang diterbitkan oleh Sagepub.com, yakni
artikel jurnal Monika Bednarek dan Helen Caple yang fokus membahas
bagaimana penerbitan The Sydney Morning Herald (SMH), Australia, memainkan
cerita-cerita fenomena lingkungan di korannya. Dengan menggunakan kerangka
semiotika sosial dan teori penilaian, mereka menganalisa korpus dari 40 cerita
dalam istilah-istilah yang membentuk makna evaluatif melalui judul, gambar,
serta keterangan. Setelah itu mereka menginterpertasikan temuan mereka ke
dalam dua perspektif, yakni melalui perspektif Critical Discourse Analysis (CDA)
dan Positive Discourse Analysis (PDA).
Dalam jurnal tersebut, Monika dan Helen menemukan fakta bahwa SMH
acap kali menyadur judul film dan lagu untuk judul cerita-cerita fenomena
lingkungannya. Seperti salah satu judul beritanya, Dry Hard With A Vengeance
yang merupakan saduran film Die Hard: With A Vengeance dan judul And they
call this Ocean Breeze yang disadur dari lagu And They Call It Puppy Love.
Selain itu, mereka juga menemukan adanya ketidaksesuaian antara judul, gambar,
dengan keterangan cerita. Seperti dalam berita cerita It’s Spraytime On The
Waterfront, dengan judul Spraytime yang menurut peneliti merupakan
perumpamaan dari Playtime disertai gambar sekelompok anak yang tengah
bermain-main air. Padahal di keterangan berita tersebut, secara serius SMH
sedang membicarakan soal badai.
Dari perspektif PDA, dominasi gambar serta judul cerita itu secara positif
dimaknai sebagai sebuah cara agar pembaca tidak bosan sekaligus upaya melawan
pemikiran santai orang-orang dalam menghadapi bencana alam. Namun dari
perspektif CDA, pemberitaan semacam itu cukup problematik karena berpotensi
membuat pembaca meremehkan dampak serius bencana lingkungan yang
mungkin diakibatkan ulah manusia (5-18). Perbedaannya dengan penelitian ini
13
cukup banyak, sebab penelitian Monika hanya fokus pada permasalahan
bagaimana wacana jurnalisme lingkungan diproduksi di media SMH dari
pandangan PDA serta CDA, sementara penelitian ini berusaha melihat bagaimana
dua kategori media mewacanakan kebenaran atas konflik lingkungan di Rembang.
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa
kebaruan dari penelitian ini ialah soal bagaimanamedia mainstream dan media
alternatif memroduksi wacana tentang konflik pembangunan pabrik PT Semen
Indonesia di Rembang. Mengingat media mainstream yang cenderung
berorientasi pada kepentingan pasar serta kemunculan media alternatif yang
menurut Atton dan Hamilton merupakan suatu bentuk kekecewaan terhadap
jurnalisme mainstream (2008:1). Tentu menarik mengkaji bagaimana dua kategori
tersebut memproduksi kebenaran tentang konflik semen di Rembang. Selain itu,
menurut Fuhz riset tentang media alternatif seringkali menjadi bidang riset yang
terbengkalai (2010:174). Oleh karenanya penelitian ini akan berkontribusi dalam
riset-riset mengenai media mainstream dan alternatif di Indonesia yang masih
tergolong minim, terutama dalam hal penarikan definisi antara dua konsepsi
media tersebut secara tegas.
2. Kerangka Teori
a. Wacana dan Analisis Wacana Kritis
Menurut Deddy Mulyana, istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta
yaitu wac/wak/uak yang artinya “berkata” atau “berucap” sementara kata ana
merupakan bentuk akhiran yang bermakna membendakan. Secara sederhana
wacana bisa diartikan sebagai perkataan atau tuturan (Mulyana, 2005:3). Di
Indonesia wacana seringkali dipakai oleh para ahli bahasa sebagai terjemahan dari
istilah bahasa Inggris discourse. Discourse sendiri berakar dari bahasa latin
discursus (lari ke sana lari ke mari) (Oetomo, 1993:3). Sementara di Kamus Besar
Bahasa Indonesia Kontemporer, kata wacana memiliki tiga pemahaman. Pertama,
perkataan, tuturan, atau percakapan. Kedua, keseluruhan tutur atau kecakapan
dalam satu kesatuan. Ketiga, sebuah satuan bahasa yang besar dan lengkap yang
direalisasikan dalam suatu bentuk karangan utuh (Salim, 2002:1709).
14
Meski bisa dipahami dari sisi etimologi, akan tetapi menurut Jorgensen
dan Philips sampai saat ini belum ada konsensus yang jelas mengenai apa itu
wacana dan bagaimana menganalisisnya (2010:1-2). Padahal wacana telah
menjadi suatu bahasan yang populer di mana-mana, baik dalam perdebatan
maupun teks-teks ilmiah. Namun kedua peneliti tersebut mengatakan penggunaan
istilah wacana masih cenderung sembarangan bahkan seringkali tanpa di
definiskan terlebih dahulu.
Hal itu berakibat pada kaburnya makna wacana itu sendiri. Lebih jauh,
Jorgensen dan Philips mengkritik gagasan umum mengenai wacana sebagai
bahasa yang ditata menurut pola-pola yang berbeda dalam konteks-konteks
berbeda. Bagi mereka definisi tersebut belum mampu menjelaskan apa
sesungguhnya wacana itu? Bagaimana wacana berfungsi? Serta bagaimana cara
menganalisisnya? Berangkat dari hal itu, Jorgensen dan Philips pun menawarkan
definisi wacana sebagai “cara tertentu untuk membicarakan dan memahami dunia
(atau aspek dunia) ini.”
Teori mengenai wacana atau discourse sendiri sebetulnya tak bisa lepas
dari pemikiran seorang Michel Foucault. Bagaimanapun, Foucault telah
memainkan peran utama dalam perkembangan analisis wacana melalui karya
teoretis dan penelitian praktis (Jorgensen dan Philips, 2010:23). Hampir di semua
pendekatan analisis wacana, Foucault selalu menjadi sosok utama yang dikutip,
dihubungkan, dikomentari, dimodifikasi, dan juga dikritik.
Menurut Foucault, dalam buku Archaelogy of Knowledge (1972:80),
wacana di definisikan sebagai "general domain of statements.”
"Lastly, instead of gradually reducing the rather fluctuating meaning of
the word 'discourse', I believe that I have in fact added to its meanings:
treating it sometimes as the general domain of all statements, sometimes
as an individualizable group of statements, and sometimes as a regulated
practice that accounts for a certain number of statements" . (Foucault,
1972:80).
Maknanya ialah, wacana acap kali menjadi domain umum dari segala pernyataan,
kadang sebagai pernyataan sekelompok individu, dan bahkan sejumlah praktik
15
kebijakan bagi sejumlah pernyataan. Artinya wacana adalah berbagai pernyataan
atau ungkapan yang diproduksi sehingga memiliki makna serta efek. Dengan kata
lain, Foucault tidak memandang wacana sebagai teks semata, akan tetapi
bagaimana teks tersebut diproduksi sedemikian rupa sehingga memiliki kekuatan.
Lebih jauh, Foucault menjelaskan bahwa wacana berasal dari kekuasaan
yang bekerja melalui jaringan relasi serta interaksi (Haryatmoko, 2010:12-15).
Kekuasaan bisa di mana saja karena ia tidak berada di luar relasi sosial atau
berada di tangan agen-agen tertentu, melainkan turut bermain di dalamnya. Selain
itu, kekuasaan dalam pandangan Foucault tidak semata-mata dipahami sebagai
bentuk penindasan, akan tetapi sebagai sebuah hal yang memiliki sifat produktif
(Jorgensen dan Philips, 2010:25). Karena itu bagi Foucault, kekuasaan mampu
memproduksi pengetahuan tersendiri mengenai suatu kebenaran yang pada
akhirnya akan berkembang dan melahirkan berbagai wacana.
Misalnya, tata norma dalam masyarakat mengatur bagaimana kita berlaku
secara baik dan benar. Dalam hal ini, tata norma yang berasal dari kesepakatan
masyarakat merupakan wacana yang mengatur gerak laku kita. Darinyalah
berbagai macam tindakan yang dianggap baik atau buruk berasal. Seterusnya,
tindakan kita yang mematuhi wacana norma tersebut juga akan memberi dampak
lain atau katakanlah mempoduksi sesuatu yang lain lagi. Dengan demikian,
wacana akan berlangsung dan berkembang secara terus-menerus dalam
kehidupan.
Teori wacana Foucault ini memberi pengaruh kuat bagi perkembangan
model analisis wacana kritis yang juga memperlakukan kekuasaan sebagai sesuatu
yang produktif serta memandang pentingnya pola-pola dominasi di mana suatu
kelompok sosial merupakan subordinasi kelompok sosial lain.
Tujuan dari analisis wacana kritis atau yang kerap disingkat AWK,
menurut Habermas (dalam Darma, 2009: 53) ialah untuk mengembangkan
asumsi-asumsi ideologis yang terkandung di dalam suatu teks atau ucapan dengan
16
maksud menjelajah secara sistematis keterkaitan antara praktik-praktik diskursif,
teks, peristiwa, serta sosial budaya yang lebih luas.
Menurut Jorgensen dan Philips (2010:114), analisis wacana kritis
digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara
wacana, perkembangan sosial, serta kultural dalam domain-domain sosial yang
berbeda. Ada lima ciri umum analisis wacana kritis dalam pendekatan-pendekatan
yang berbeda sebagaimana disajikan oleh Jorgensen dan Philips (2010: 115-120)
dari tinjauan Fairclough dan Wodak, yang kurang lebih antara lain:
1. Sifat struktur, proses budaya, dan sosial merupakan sebagian Linguistik-
Kewacanaan. Dengan kata lain, praktik-praktik kewacanaan (dari mulai
produksi hingga konsumsi) dilihat sebagai bentuk dari praktik sosial yang
berkontribusi besar terhadap penyusunan dunia sosial yang mencakup
berbagai hubungan serta identitas sosial.
2. Wacana tersusun dan bersifat konstitutif. Artinnya wacana merupakan
bentuk praktik sosial yang disusun oleh praktik-praktik sosial yang lain.
Sederhananya, kita melihat bagaimana sebuah struktur sosial memainkan
pengaruh terhadap praktik kewacanaan yang pada akhirnya juga
berpengaruh terhadap suatu tatanan sosial.
3. Penggunaan bahasa hendaknya dianalisis secara empiris sesuai konteks
sosialnya. Ini menegaskan bahwa analisis wacana tak lepas dari bagaimana
bahasa dalam interaksi sosial. Dengan kata lain, mesti memetakan
bagaimana hubungan kultural, sosial, serta nonwacana dalam struktur yang
menyusun konteks wacana itu sendiri.
4. Melihat fungsi wacana secara ideologis. Dalam hal ini, wacana dipandang
sebagai praktik sosial yang mengonstruk representasi dunia, subjek sosial,
dan hubungan-hubungan kekuasaan serta peran kelompok-kelompok
tertentu guna melanggengkan kepentingannya.
5. Analisis wacana kritis bukan pendekatan yang secara politik netral. Sebab
analisis wacana kritis memihak pada kelompok-kelompok sosial yang
tertindas.
17
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan analisis wacana kritis
model Fairclough. Bagi Fairclough wacana secara ideologis berkontribusi dalam
usaha untuk mempertahankan dan mentrasformasikan hubungan-hubungan
kekuasaan (Jorgensen dan Philips, 2012:22). Dalam Discourse and Social
Change, Norman Fairclough memandang bahasa sebagai praktik sosial
(Fairclough, 1992:63-64). Pandangan Fairclough ini kemudian menempatkan
wacana sebagai bentuk tindakan seseorang atau kelompok ketika melihat realitas.
Selain itu, pandangan Fairclough juga mengimplikasikan terjadinya hubungan
timbal balik antara wacana dan struktur sosial. Maka analisis wacana kritis model
Fairclough pun, dalam Critical Discourse Analysis, dipusatkan pada bagaimana
bahasa terbentuk dan dibentuk dari hubungan sosial serta konteks sosial tertentu
(Fairclough, 1998: 131-132).
Berkaitan dengan hal tersebut, Fairclough memandang posisi wacana pada
teks sebagai praktik transfer makna yang berlandaskan pada ideologi-ideologi
tertentu sebagai bagian dari pengukuhan dominasi dan subordinasi terhadap
masyarakat. Meski begitu, Fairclough berpendapat bahwa setiap orang bisa
diposisikan ke dalam ideologi-ideologi yang berbeda di mana hal itu berpotensi
menimbulkan persaingan antar kelompok dalam menghegemoni kesadaran publik.
Fairclough menyebut fenomena ini sebagai “keseimbangan yang saling
bertentangan dan tidak stabil” (Jorgensen dan Philips, 2010: 141-142).
Ada tiga dimensi yang ditawarkan Fairclough dalam analisis wacana
kritisnya yang antara lain sebagai berikut:
1. Teks (tuturan, pencitraan visual, atau gabungan ketiganya)
2. Praktik kewacanaan yang melibatkan pemroduksian dan pengonsumsian
teks
3. Praktik sosial, menganalisis hubungan praktik kewacanaan dengan praktik
sosial yang menyusun konteks dari wacana tersebut
18
Tujuan umum model tiga dimensi itu adalah untuk membentuk suatu
kerangka analitis bagi analisis wacana. Model ini memakai prinsip-prinsip yang
mengatakan bila teks tidak bisa dipahami atau dianalisis secara terpisah,melainkan
hanya bisa dipahami melalui jaringan antartekstualitas serta hubungannya dengan
konteks sosial (Jorgensen dan Philips, 2010:130).
Bertolak dari skema analisis wacana kritis yang ditawarkan Fairclough
inilah, peneliti akan memetakan bagaimana konflik lingkungan dalam media
mainstream dan alternatif diwacanakan melalui teks-teks berita media online
mereka masing-masing untuk menciptakan suatu kebenaran tertentu mengenai
konflik semen di Rembang.
b. Jurnalisme Lingkungan
Ana Nadya Abrar mendefinisikan jurnalisme lingkungan atau
environmetal journalism sebagai cara-cara jurnalistik yang mengedepankan
masalah lingkungan hidup dan berpihak pada kesinambungannya (Abrar, 1993:9).
Di Indonesia, peran jurnalisme lingkungan sangat penting. Sebab, seperti
disampaikan Agus Sudibyo dalam bukunya, bahwa tujuan utama dari jurnalisme
lingkungan adalah usaha menyampaikan seruan kepada publik untuk
berpartisipasi terhadap kelestarian lingkungan hidup (Sudibyo, 2015:4). Oleh
karenanya, hal tersebut berkaitan erat dengan kepentingan publik itu sendri. Di
sisi lain, aktivitas jurnalisme lingkungan juga didasari atas pemahaman bahwa
persoalan lingkungan hidup acap kali bersentuhan langsung dengan masalah
politik nasional, politik lokal, hubungan internasional, keadilan ekonomi, dan
keadilan sosial.
Pada sisi lain, jurnalisme lingkungan sendiri pada dasarnya merupakan
jurnalisme yang mesti berpihak. Dalam artian berpihak pada upaya-upaya
meminimalisir berbagai tindakan yang merugikan lingkungan hidup serta
memihak segala bentuk kegiatan yang bertujuan melestarikan alam. Oleh karena
itu, menurut Muhammad Badri (dalam Agus Sudibyo, 2014: 5-6) ada beberapa
sikap yang mesti tumbuh dalam wartawan lingkungan, di antaranya:
19
1. Pro-keberlanjutan: artinya turut berkontribusi dalam mewujudkan
lingkungan hidup yang mendukung kehidupan berkelanjutan, yaitu kondisi
lingkungan yang bisa dinikmati generasi saat ini tanpa harus mengurangi
kesempatan generasi mendatang.
2. Biosentris: berkontribusi dalam mewujudkan kesetaraan spesies, mengakui
bahwa setiap spesies memiliki hak yang sama untuk berada di lingkungan
hidup. Sehingga setiap perubahan yang hendak dilakukan mesti
mempertimbangkan keunikan masing-masing spesies dan sistem di
dalamnya.
3. Pro-keadilan lingkungan: berpihak kepada kaum yang lemah, agar bisa
mendapat akses terhadap lingkungan yang bersih, aman, serta bebas dari
berbagai dampak kerusakan lingkungan.
4. Profesional: memahami materi-materi tentang lingkungan, kaidah-kaidah
jurnalistik, taat pada etika profesi serta tunduk pada hukum.
Terkait hal yang disebutkan di atas, ada beberapa persoalan yang cukup
dilematis untuk dicermati. Pertama, jika jurnalisme lingkungan adalah jurnalisme
yang ekosentris, berpihak pada lingkungan, lalu bagaimana jadinya bila prinsip
tersebut berbenturan dengan kepentingan publik? Seperti banyaknya
pembangunan jalan tol. Pada satu sisi hal itu merusak banyak ekosistem tetapi di
sisi lain pembangunan jalan tol mempermudah arus transportasi, mengurangi
kemacetan, dan menghemat BBM. Penggunaan benih transgenik dan pupuk
pestisida berpotensi mengganggu keseimbangan alam, akan tetapi masih banyak
negara yang tetap mengizinkan pemakaiannya demi meningkatkan produktivitas
pertanian. Semua itu adalah upaya-upaya pemenuhan kepentingan publik.
Persoalan berikutnya, bila jurnalisme lingkungan adalah jurnalisme yang
berpihak, lantas bagaimana ia mampu memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik,
bagaimana ia akan menegakkan etika pers yang mesti independen, tidak berpihak,
imparsial, dan selalu proporsional?
20
I Gede Gusti Maha Adi, Direktur Eksekutif Society Of Indonesian
Environmental, mengatakan jurnalisme lingkungan sebagai jurnalisme yang
rawan terjebak dalam jurnalisme yang ke-aktivis-aktivisan (Sudibyo, 2014:127).
Dampak negatifnya, menurut IGG Maha Adi, ialah kecenderungan penulisannya
yang tidak lengkap, kurang cover both side, serta seringkali jump to conclusion
(langsung menarik kesimpulan).
Semua persoalan tersebut menjadikan jurnalisme lingkungan semakin
menantang untuk dipelajari. Sebab, jurnalisme lingkungan bagaimanapun caranya
mesti tetap berpihak pada kelestarian alam namun tak mengabaikan standar-
standar jurnalistik yang ada di samping tetap mempertimbangkan kemaslahatan
publik. Untuk itu, seorang wartawan lingkungan mesti memegang kode etik
wartawan, selain itu seorang wartawan lingkungan juga wajib menelusuri fakta
hingga tuntas mengenai suatu problema kerusakan alam, bukan fakta yang
setengah-setengah.
Para akademisi serta praktisi media dalam acara Asian Federation of
Environmental Journalists pernah melakukan sebuah ratifikasi code of ethics pada
tahun 1998, tepatnya dalam event 6th world congress of environmental journalism
di Colombo, Sri Lanka2.Adapun poin-poin yang diratifikasi ialah sebagai berikut:
1. Jurnalis lingkungan wajib menginformasikan kepada khalayak mengenai
hal-hal yang menjadi ancaman bagi lingkungan hidup mereka, baik itu
yang berskala regional, nasional, maupun global.
2. Tugas para jurnalis lingkungan adalah untuk meningkatkan kesadaran
publik akan pentingnya isu-isu lingkungan. Karena itu, jurnalis harus
melaporkan dari beragam pandangan.
2Accountablejournalisme.org. “Asian Federation of Environmental Journalists Code of
ethics.”https://accountablejournalism.org/ethics-codes/international-asian-federation-of-
environmental-journalist. Diakses 20 Februari 2018.
21
3. Tugas jurnalis tidak hanya membangun kewaspadaan masyarakat atas
berbagai macam hal yang dapat mengancam lingkungan mereka, akan
tetapi juga turut membangun kesadaran berkelanjutan. Untuk itu,
wartawan juga mesti berusaha menuliskan solusi-solusi atas permasalahan
lingkungan.
4. Mampu memelihara jarak dari berbagai kepentingan politik baik itu dari
perusahaan, pemerintah, politisi, maupun organisasi sosial dengan tidak
memasukkan kepentingan mereka. Dengan kata lain, hal ini membuat
seorang jurnalis mesti melaporkan berita dari berbagai sisi.
5. Jurnalis harus menghindar sejauh mungkin dari info-info yang sifatnya
spekulatif dan komentar-komentar tendensius. Memastikan otentitas
narasumber dari berbagai pihak mejadi penting.
6. Jurnalis lingkungan harus mengembangkan keadilan informasi, dalam
artian membantu pihak siapapun untuk mendapat informasi tersebut.
7. Jurnalis lingkungan harus menghormati hak-hak individu yang terkena
dampak permasalahan lingkungan, misalnya korban bencana.
8. Jurnalis lingkungan tidak boleh ragu untuk mengoreksi apa saja yang ia
yakini sebagai sebuah kebenaran.
Kehadiran jurnalisme lingkungan dalam kehidupan bangsa Indonesia
memang sangat penting, sebab masih banyak tindakan-tindakan di negeri ini, baik
oleh industri mauapun warga setempat, yang belum memperhatikan kelestarian
lingkungan. Selain itu,kita tak bisa memungkiri bahwa terdapat pemahaman
umum jika respon manusia terhadap lingkungan hidup bergantung pada sejauh
mana pengetahuan dan pengalaman mereka tentang lingkungan hidup itu sendiri
(Abrar, 1993:1).
c. Media Mainstream dan Media Alternatif
Sampai saat ini, di Indonesia belum ada penelitian yang secara tegas dan
eksplisit mendefinisikan media arus utama atau mainstream dan media alternatif.
Karenanya cukup susah menemukan literatur yang spesifik membahas
karakteristik dua media tersebut.
22
Definisi serta karakteristik mengenai media mainstream dan media
alternatif ini peneliti ambil dari riset Crhistian Fuhz dalam European Journal Of
Social Theory yang diterbitkan tahun 2010 berjudul Alternative Media As Critical
Media. Mengutip salah satu dari empat pendekatan definisi media alternatif
Bailey, Cammaerts, dan Carpentier (Dalam Fuhz, 2010:176), peneliti menemukan
beberapa karakteristik dari media mainstreamdan media alternatif. Pertama, media
mainstream cenderung merupakan media yang memiliki skala penerbitan besar,
bisa dimiliki negara atau bisa komersial, sangat hierarkis, serta mendominasi
wacana sementara media alternatif sebagai media dengan skala penerbitan kecil,
independen, non-hirarkis, dan tidak mendominasi wacana.
Dari segi isi dan bentuk, media mainstream mengarah pada isu apa yang
dianggap populer dan menjual. Walaupun dorongan untuk mendapatkan
keuntungan bisa berakibat pada kurangnya kualitas, kompleksitas, dan
kecanggihan (Dalam hal ini Fuhz menyamakannya dengan jurnalisme kuning
yang menyederhanakan kenyataan dan difokuskan pada contoh tunggal,
emosionalisme, dan sensasionalisme).
Konten-konten dilaporkan seolah itu sesuatu yang penting, namun
sebenarnya tidak terlalu penting bagi masyarakat luas. Bahkan seringkali konten
semacam itu ditujukan untuk mengalihkan perhatian audiens dari konfrontasi
dengan masalah sosial aktual dan penyebabnya. Sebaliknya media alternatif
seringkali ditandai oleh bentuk dan konten kritis. Ada konten oposisi yang
memberikan alternatif bagi perspektif dominan yang mencerminkan peraturan
modal, patriarki, rasisme, seksisme, nasionalisme, dan sebagainya. Isi semacam
itu mengungkapkan sudut pandang oposisi yang mempertanyakan semua bentuk
heteronomi dan dominasi (Fuhz, 2010: 179).
Mengenai struktur organisasi, perusahaan media mainstream yang
kapitalis hierarkis mendapat penghasilan dengan menjual konten ke khalayak dan
atau dengan iklan. Ada kepemilikan pribadi atas perusahaan media dan ada
struktur hierarkis dengan perbedaan kekuatan yang jelas, di mana hal tersebut
23
menciptakan aktor pembuat keputusan berpengaruh dan peran yang kurang
berpengaruh serta pembagian kerja di dalam organisasi media.
Sedangkan media alternatif biasanya adalah organisasi media akar rumput.
Maksudnya menggunakan sistem keputusan kolektif dan pengambilan keputusan
konsensus oleh mereka yang bekerja dalam organisasi, tidak ada hierarki dan
otoritas, distribusi kekuatan simetris, tidak ada kepemilikan pribadi. Media
semacam ini tidak dibiayai oleh iklan atau penjualan komoditas, namun oleh
sumbangan, pendanaan publik, sumber daya pribadi, atau bahkan tanpa strategi
biaya sama sekali. Pembagian kerja terbagi antara peran penulis, perancang,
penerbit, dan distributor, cenderung saling tumpang tindih (Fuhz, 2010:179).
Dalam media mainstream distribusi merupakan bentuk pemasaran yang
memanfaatkan teknologi tinggi. Ada departemen distribusi, pemasaran dan
hubungan masyarakat, spesialis dan strategi, departemen penjualan, iklan, dan
kontrak distribusi. Dalam media alternatif, teknologi yang digunakan biasanya
diutamakan yang lebih mudah dan murah. Strategi seperti anti hak cipta, akses
gratis, atau konten terbuka memungkinkan konten dibagikan, disalin,
didistribusikan, atau bahkan seringkali diubah secara terbuka.
Semua pengertian di atas barangkali tak sepenuhnya bisa digunakan untuk
melihat konteks dari media mainstream dan media alternatif sepenuhnya. Tetapi
paling tidak, berangkat dari pengertian-pengertian di atas kita bisa memahami
orientasi dari kedua media tersebut, kecenderungan pemberitaannya, serta
karakteristiknya.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model Analisis
Wacana Kritis Fairclough. Penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam
ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan
pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya (Kirk dan
Miller, dalam Moleong 2008: 4). Sementara AWK Fairclough memandang posisi
24
wacana pada teks sebagai praktik transfer makna yang berlandaskan pada
ideologi-ideologi tertentu sebagai bagian dari pengukuhan dominasi dan
subordinasi terhadap masyarakat.
Sementara itu, penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Sebab
paradigma kritis percaya bahwa media adalah sarana di mana kelompok dominan
dapat mengontrol kelompok yang tidak dominan bahkan memarjinalkan mereka
dengan menguasai dan mengontrol media (Eriyanto, 2001:24). Dengan kata lain,
menggunakan paradigma kritis, kita akan mampu melihat kekuatan-kekuatan
berbeda yang mengontrol wacana media.
2. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah teks-teks pemberitaan mengenai
konflik pendirian pabrik semen di Rembang periode Juni 2014 sampai Desember
2015. Alasan pemilihan waktu tersebut, karena peneliti berasumsi bahwa tahun
2014-2015 merupakan tahun awal ketika wacana-wacana perlawanan terhadap
pendirian pabrik semen PT. Semen Indonesia mulai dimapankan dan disebarkan
ke khalayak. Sebab pada Juni 2014 lah pembangunan pabrik semen betul-betul
sudah dimulai. Sedangkan sepanjang 2014-2015 perlawanan melalui berbagai
macam bentuk, mulai dari penyebaran wacana sampai aksi massa, gencar
dilakukan tidak hanya oleh masyarakat Rembang tetapi juga para aktivis dan
mahasiswa di luar daerah tersebut.
Adapun dalam pengambilan data teks, penulis melakukan observasi
terhadap semua teks dari periode Juni 2014 - Desember 2015. Lalu, demi
terfokusnya penelitian, maka peneliti hanya mengambil teks yang secara eksplisit
membahas lingkungan di area Kendeng dan yang secara implisit mengarahkan
kebenaran mengenai konflik lingkungan di sana.
25
3. Tahap Penelitian
Semua data yangsudah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan
model analisis wacana kritis Norman Fairclough yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Teks
Fairclough mengusulkan sejumlah piranti yang dapat memudahkan
analisis teks, seperti kendali interaksional, etos, metafora, dan tata bahasa. Piranti-
piranti tersebut digunakan untuk menjelaskan bagaimana wacana dalam diaktifkan
secara tekstual dan memberi kesimpulan serta dukungan terhadap interpertasi-
interpertasi tertentu. Selain itu, dalam buku berjudul Analisis Wacana yang ditulis
oleh Jorgensen dan Philips, analisis teks juga harus dicermati dari dua unsur
gramatikal yang penting, yaitu transitivitas dan modalitas. Transitivitas berfokus
pada bagaimana peristiwa-peristiwa dan proses-proses dikatikan dengan subjek
dan objek, sementara modalitas memusatkan perhatian pada derajat kelekatan
penutur dengan pernyataannya. Pada peneltian ini, untuk analisis teksnya, peneliti
menggunakan skema Norman Fairclough (dalam Eriyanto, 2009:289) yang
mencakup tiga pokok analisis, yaitu representasi, relasi, dan identitas. Secara
rincinya ialah sebagaimana berikut:
- Representasi: bagaimana situasi, orang, peristiwa, kelompok, keadaan,
atau apapun ditampilkan serta dinarasikan dalam teks.
- Relasi: bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, atau
partisipan berita ditampilkan dalam teks.
- Identitas: Bagaimana identitas wartawan, khalayak, atau partisipan
ditampilkan dan dinarasikan dalam teks.
26
b. Praktik Kewacanaan
Analisis praktik kewacanaan dipusatkan pada bagaimana teks diproduksi
dan dikonsumsi. Dalam hal ini, peneliti bisa menyelidiki kondisi pemroduksian
suatu teks berita, proses-proses apa sajakah yang dilalui sebuah teks sebelum
dicetak. Dengan melakukan analisis praktik kewacanaan, kita bisa melihat
bagaimana struktur dan isi teks ditransformasikan. Walau di sisi lain, analisis
terhadap praktik kewacanaan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi wacana-
wacana apa yang digunakan dalam teks dan bagaimana wacana itu secara
antartekstual menggunakan teks-teks lain. Pada penelitan ini, peneliti memilih
melakukan analisis dengan cara mengidentifikasi wacana-wacana dalam teks.
c. Praktik Sosial dan Budaya
Sebelum menganalisis praktik sosial, Fairclough terlebih dahulu
menekankan pentingnya mengeksplorasi hubungan praktik kewacanaan dan
tatanan wacana. Baru kemudian memetakan hubungan kultural, sosial, dan
nonwacana serta struktur yang menyusun konteks praktik kewacanaan itu sendiri.
Fairclough menyebutnya matriks wacana. Namun dalam analisis ini, perlu adanya
trans-disiplin teori-teori lain seperti misalnya teori sosial atau teori kultural agar
mampu menjelaskan hubungan antara praktik kewacanaan dan praktik sosial
(Jorgensen dan Philips, 2010: 149-159). Untuk itu, peneliti mengumpulkan
berbagai literatur yang berhubungan dengan konflik lingkungan di Kendeng serta
melakukan pengamatan langsung di tempat terjadinya konflik agar bisa mendapat
gambaran yang utuh.
4. Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian ini akan mulai dilaksanakan sekitar bulan Agustus
2017 ketika proposal sudah diterima sampai dengan Januari 2018 atau sampai
penelitian ini diselesaikan. Tempat penelitian seperti analisis teks dan lain
sebagainya, sebagian besar akan dilakukan di Yogyakarta. Untuk menganalisis
sosial budaya, selain menganalisis dari berbagai literatur, peneliti juga akan
27
mengunjungi lokasi konflik, yakni tepatnyadi kawasan Kendeng Utara demi
memperoleh gambaran utuh mengenai konflik tersebut. Adapun jadwal penelitan
ialah sebagai berikut:
3. Tahap analisis teks, Agustus - Oktober 2017
4. Tahap analisis praktik kewacanaan, Oktober 2017 - Januari 2018
5. Tahap analisis praktik sosial budaya, Januari - Februai 2018
6. Tahap penulisan bab Akhir, Februari - Maret 2018
28
Bab 2
GAMBARAN UMUM
A. Media Online Liputan6.com
Liputan6.com adalah portal media online yang didirikan oleh PT Surya
Citra Media (SCM) pada tanggal 24 Agustus tahun 2000. SCM sendiri merupakan
anak perusahaan PT Elang Media Tekonologi (Emtek), sebuah kelompok
perusahaan modern dan terintegrasi yang berorientasi pada tiga divisi usaha
utama, yaitu Media, Telekomunikasi dan Solusi TI, serta Konektivitas.
Pada saat awal mula dibentuk, Liputan6.com hanya menyajikan berita
yang tayang di channel berita Liputan 6 SCTV. Namun, sejak Emtek Grup
memutuskan untuk berkonsentrasi secara serius membuat portal online, maka
berita-berita yang tayang pun mengalami perubahan besar secara kuantitas pada
bulan Oktober 2012. Di bawah naungan PT Kreatif Media, yang juga merupakan
anak perusahaan Emtek, portal Liputan6.com berkembang pesat3.
Selain telah berdiri sendiri (tidak lagi hanya menayangkan hasil Liputan 6
versi TV), rubrik konten Liputan6.com yang semula hanya berktutat soal politik,
olahraga, dan gaya hidup, ditambah dengan rubrik bisnis, tekno, showbiz, serta
health.
Saat ini, Liputan6.com termasuk salah satu medai pemberitaan yang
diperhitungkan di Indonesia. Ia menempati posisi 3 besar portal berita yang
menempati ratting teratas di Indonesia versi Alexa.com, setelah Detiknews.com
dan Tribunnews.com. Pada tahun 2016, Liputan6.com menyabet penghargaan The
Best Digital Product (Produk Digital Terbaik) Kategori "News & Magazine App"
dan The Best Website (Situs Terbaik) di kategori "Situs Berita" pada acaraSocial
Media Award (SMA) dan Digital Marketing Award (DMA) 2016 yang dihelat di
3Liputan6.com. “Tentang Kami.” https://www.liputan6.com/info/tentang-kami. Diakses 12 Februari 2018.
29
Jakarta4. Sebelumnya, di tahun 2015, Liputan6.com juga pernah meraih
penghargaan Great Performing Website di kategori "News Portal" dalam ajang
yang sama.
B. Media Online Selamatkanbumi.com
Selamatkanbumi.com merupakan Media online bentukan sejumlah
kelompok gerakan yang mengklaim diri sebagai pejuang dari akar rumput sekitar
tahun 2013. Dalam keterangan yang penulis dapat dari situs webnya secara
langsung, media ini tercetus saat kelompok-kelompok gerakan tersebut
melakukan rapat dalam Forum Komunikasi Masyarakat Agraris (FKMA) ke-2
yang digelar pada tahun 20135. Dalam FKMA, pembentukan media ini
dilatarbelakangi oleh kekurangan media mainstream dalam mengakomodasi krisis
lingkungan yang menimpa masyarakat karena tekanan para pemilik modal.
Kondisi demikian, disadari oleh kelompok gerakan, menjadi penyebab
adanya tarik-menarik kepentingan dalam nalar media. Tepatnya ketika
kepentingan berbalut politik praktis dan modal yang menjadikan logika pasar dan
transaksional kian mendominasi media mainstream. Sehingga terjadilah
ketimpangan pada isu-isu yang diangkat.
Para relawan gerakan FKMA kemudian menginisiasi sebuah ruang tutur
tandingan yang dikerjakan secara jujur, lugas, kritis, inovatif dan berpihak pada
masyarakat. Dari sinilah, kemunculan media selamatkanbumi.com.
Ada tiga tujuan yang diusung oleh media selamatkanbumi.com, diantaranya:
4Jeko I.R. “Liputan6.comTerpilih Sebagai Produk Digital & Situs Terbaik
2016.http://www.liputan6.com/tekno/read/2630637/liputan6com-terpilih-sebagai-produk-
digital-amp-situs-terbaik-2016. Diakses 12 Februari 2018.
5Selamatkanbumi.com. “Mengapa Selamatkanbumi?.” https://selamatkanbumi.com/id/mengapa-selamatkanbumi/. Diakses 11 Januari
2018.
30
- Membangun jejaring komunikasi, informasi dan pengetahuan antar
komunitas akar rumput, khususnya kelompok warga yang berada dalam
wilayah konflik agraria secara langsung ataupun publik secara luas,
- Penyebarluasan ide dan gagasan perjuangan otonom
- Sekaligus sebagai bentuk advokasi, publikasi dan kampanye perjuangan
komunitas akar rumput.
Guna mewujudkan tiga hal tersebut, maka dalam teknisnya, tim
Selamatkanbumi.com melakukan rapat redaksi bersama warga/para pejuang
secara langsung setiap ada tulisan yang hendak dipublikasikan. Mereka juga
menjalankan riset dan komunikasi langsung bersama warga, khususnya terkait
dengan segala kebutuhan perjuangan. Hal ini dilakukan agar para pejuang merasa
bahwa kepemilikan media sejatinya berasal dari kepentingan mereka sendiri.
Sehingga diharapkan dengan kegiatan tersebut, akan lahir pengetahuan kritis yang
layak dibagikan melalui proses belajar bersama. Adapun konten-konten yang
dimuat oleh selamatkanbumi.com terdiri dari tulisan (opini, berita, press release),
video, dan poster.
Semua konten yang ada di media Selamatkanbumi.com dapat dibagikan
oleh para pembacanya, bahkan bisa direproduksi ulang. Dalam profilnya, jika ada
yang ingin mereproduksi tulisan atau karya apapun dari Selamatkanbumi.com
maka sebaiknya dicantumkan sumber media tersebut.
Hingga saat ini, selamatkanbumi.com masih dikelola secara sukarela. Para
anggota timnya yang terdiri dari buruh atau mahasiswa mesti berusaha membagi
waktu, uang operasional dan tenaga, serta keahlian dengan semampunya untuk
menjalankan media Selamatkanbumi.com. Hal itu juga menjadi salah satu kendala
bagi tim Selamatkanbumi.com dalam merespon setiap isu konflik lingkungan di
Indonesia.
31
C. Konflik Pembangunan Pabirk Semen PT Semen Indonesia di
Rembang
Pada tanggal 16 Juni 2014, terjadi bentrok antara aparat dengan sebagian
warga Timbrangan dan Tegaldowo, Rembang, Jawa Tengah. Peristiwa tersebut
terjadi lantaran warga Timbrangan dan tegaldowo melakukan aksi protes menolak
pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia tepat ketika perusahaan tersebut
sedang mengadakan acara peletakan batu pertama.
Akibat bentrok itu, dua orang petani, yakni Murtini dan Suparni, pingsan
setelah dilempar oleh tentara ke semak-semak. Dalam buku Rembang Melawan,
Ming-Ming Lukiarti menyebut tentara dan polisi bertindak brutal saat itu. Selain
melakukan kekerasan fisik terhadap para penolak, mereka juga menangkap enam
orang yang sedang melakukan dokumentasi aksi serta mengobrak-abrik tenda
keprihatinan warga (Cipta, et.all, 2015: 68).
Pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di Kendeng Utara yang terletak
di kawasan Rembang memang menuai konflik. Meski bentrok pada tanggan 16
Juni cukup keras, namun itu bukanlah puncak dari ketegangan. Sepanjang 2015
sampai detik ini, perlawanan sebagian masyarakat Rembang, khususnya petani
Timbrangan dan Tegaldowo, masih berlanjut. Tidak hanya melalui aksi protes,
tetapi masyarakat juga membentuk jaringan perlawanan dengan para aktivis
lingkungan, pegiat media, budayawan, dan mahasiswa.
Perlawanan masyarakat terhadap pembangunan pabrik ini tidak saja
terpusat di Rembang, tetapi telah menyebar ke sejumlah daerah. Misalnya di
Yogyakarta, beberapa kali mahasiswa dan budayawan berkolaborasi membentuk
aliansi peduli Rembang. Mereka mengadakan aksi, menggelar panggung budaya,
untuk menggalang dukungan.
Bagaimanapun, konflik pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di
Rembang telah berkembang menjadi isu nasional. Masyarakat penolak yang
merasa putus asa dengan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, bahkan menyasar
langsung presiden di Istana. Aksi semen kaki di depan Istana Negara oleh
32
sembilan Kartini Rembang, yang berujung pada meninggalnya Yu Patmi, adalah
salah satu imbasnya.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan pembangunan PT Semen Indonesia di
Rembang? Mengapa ada penolakan yang kuat dari sebagian masyarakat? Apa
tindakan Gubernur Ganjar Pranowo sampai-sampai masyarakat merasa tidak
puas? Itulah pertanyaan yang akan penulis kaji dalam bab ini.
Sebelumnya, PT Semen Indonesia (dulu masih menggunakan nama Semen
Gresik) sempat ingin membangun pabrik di kawasan Sukolilo, Pati. Namun gagal,
lantaran gugatan warga Sukolilo di Pengadilan Tata Usaha Negara sampai tingkat
kasasi mendapat kemenangan. Peristiwa ini terjadi pada masa Gubernur Jawa
Tengah Bibit Waluyo. Meski gagal, Bibit tetap menerbitkan izin kepada PT
Semen Gresik setahun kemudian di Rembang. Hal ini rupanya diteruskan oleh
Gubernur Jateng periode selanjutnya, yakni Ganjar Pranowo, yang memenangkan
Pemilukada tahun 2013 lalu.
Dalam buku yang ditulis oleh Hendra Tri Ardianto, Ganjar mendukung
proses kelanjutan pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang
(Ardianto, 2015: 62). Sayangnya, ada beberapa hal yang kemudian membuat
sebagian masyarakat Rembang menolak pembangunan pabrik tersebut.
Pertama, PT Semen Indonesia penuh dengan manipulasi dalam upaya
pembangunannya. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang
diterbitkan PT Semen Indonesia tidak sesuai fakta. Djumadi, salah seorang warga
Rembang, (dalam Cipta et.all, 2015: 63) mengatakan dalam Amdal disebut bahwa
kawasan CAT Watuputih hanya memiliki 9 gua bawah tanah dan satu gua besar
yang kering berkedalaman 115 m. Padahal tidak demikian.
Bosman Batubara, mahasiswa doktora lUNESCO-IHE, Institute For Water
Education, Delft, Belanda, menyebut kawasan tersebut memiliki ponor sebagai
lubang masuknya air hujan dan air ini kemudian tersimpan dalam sungai bawah
tanah. Bosman juga menyebut, berdasarkan data lapangan warga, ada 49 goa
bawah tanah dengan 4 diantaranya memiliki sungai bawah tanah (Cipta et.all,
33
2015: 63). Dengan adanya penambangan di kawasan tersebut, maka keadaan
ponor maupun goa bawah tanah menjadi terancam. Efek jangka panjangnya
adalah hilangnya sumber mata air yang tentu akan mengganggu stabilitas
pertanian dan peternakan di daerah tersebut. Sehingga penghidupan masyarakat
terancam.
Lokasi penambangan PT Semen Indonesia juga bisa dibilang menyalahi
aturan. Sebab berada di kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang
termasuk daerah lindung geologi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 26 Tahun
2007 tentang RTRW Nasional Pasal 53-60 dan dalam Peraturan Daerah (Perda)
No 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang. Sehingga sebetulnya PT
Semen Indonesia telah melanggar aturan. Daerah tersebut juga menjadi pemasok
sumber air terbesar untuk masyarakat kawasan Kendeng.
Selain itu, masyarakat di sana juga berkaca pada aktivitas pertambangan
skala kecil sebelumnya. Lahan yang dekat dengan area pertambangan kapur,
cenderung tidak bisa mendapat hasil baik lantaran sering terkena polusi tambang
berupa debu dan lumpur kala hujan turun (Ardianto, 2016:166-195).
Beberapa hal yang penulis sebut di atas merupakan pemicu mengapa
hingga sekarang sebagian masyarakat Rembang tetap menolak berdirinya pabrik
PT Semen Indonesia. Namun, PT Semen Indonesia tak bergeming. Mereka tetap
hendak mendirikan pabrik semen di kawasan tersebut. Konflik ini mempolarisasi
gerakan masyarakat Rembang. Sebagian dari mereka menolak pabrik sebagiannya
lagi mendukung berdirinya pabrik. Mereka yang mendukung, umumnya mendapat
bantuan materi dari kegiatan CSR PT Semen Indonesia.
Begitulah kurang lebih garis besar konflik yang melanda masyarakat
Rembang. Bertolak dari paparan konflik di atas, penelitian ini akan mengupas
bagaimana campur tangan media jurnalisme antara yang mainstream dan yang
alternatif, dalam membentuk kebenaran tentang polemik pembangunan pabrik
semen di Rembang. Wacana dari dua kategori media tersebut yang penulis lihat
berdasarkan perspektif jurnalisme lingkungan.
34
BAB 3
TEMUAN ANALISIS DATA
A. Analisis Teks Liputan6.com
Tidak mudah bagi penulis untuk menginterpretasikan wacana apa yang
hendak disampaikan oleh Liputan6.com dalam 8 teks berita mengenai konflik
lingkungan di Kendeng periode Juni 2014 - Desember 2015. Beberapa teks ada
yang secara eksplisit berpihak pada pembangunan pabrik semen, beberapa lagi
berpihak pada masyarakat. Meski begitu, wacana besar dari Liputan6.com bisa
dilihat dari kecenderungan dominasi teks pemberitaan di periode tersebut. Berikut
paparan penulis mengenai analisis terhadap media Liputan6.com:
1. Judul Teks: Pendirian Pabrik Semen Tuai Protes, Ini Kata Semen
Indonesia
Liputan ini ditulis oleh wartawan bernama Nurmayanti pada tanggal 18
Juni 2014. Liputan ini bercerita mengenai pabrik PT Semen di Rembang yang di
tengah pembangunannya, mendapat penolakan dari masyarakat Rembang dengan
alasan “khawatir” lingkungan rumahnya jadi rusak. Padahal dari pihak pabrik
Semen mengaku sudah melakukan pendekatan terhadap masyarakat, selain itu
pabriknya juga diklaim ramah lingkungan. Satu-satunya gambar yang ada di
berita ini ialah logo Semen.
a. Representasi
Dalam berita tersebut pabrik semen digambarkan sebagai pihak yang
sudah legal dan mendapat tempat di Rembang untuk melakukan pembangunan.
Lewat pernyataan Agung Wiharto, sekretaris perusahaan PT Semen Indonesia
Tbk, pihak pabrik mengklaim telah melakukan pendekatan kepada masyarakat
dan memenuhi persyaratan sebagai pabrik ramah lingkungan. Namun, indikator
“pabrik ramah lingkungan” sendiri tidak disebutkan secara rinci, karena hanya
mengacu pada pernyataan Agung bahwa pabrik semen akan berkomitmen
memperhatikan dampak lingkungan. Jadi, maksud ramah lingkungan dalam berita
35
ini hanya sebatas “perhatian” pabrik terhadap dampak lingkungan serta komitmen
untuk menjaganya. Tidak disebut bagaimana upaya-upaya kongkret seperti upaya
menjaga mata air atau menjaga lahan produktif para petani Rembang, karena dua
hal itulah yang paling meresahkan warga.
Sementara itu, Agung juga mengklaim telah mendapat dukungan banyak
warga. Dalam teks disebutkan, bukti dukungan warga ialah kedatangan mereka
pada saat acara doa bersama. Para ulama dari desa-desa di daerah tersebut juga
dikatakan hadir. Pada titik ini, kehadiran para ulama menjadi justifikasi semen
Indonesia bahwa pabrik buatannya akan memberi manfaat kepada masyarakat
sekitar. Apalagi dalam kultur masyarakat rembang, pengaruh eksistensi ulama
masih cukup kuat. Mereka dipandang memiliki kapasistas yang tinggi dari segi
keilmuan dan spiritualitas sehingga acap kali menjadi rujukan warga untuk
menyelesaikan masalah.
Warga yang menolak pendirian pabrik semen pada teks seakan diposisikan
sebagai orang-orang yang tidak tahu menahu soal keuntungan pendirian pabrik
semen. Sehingga, “upaya menunjukkan keuntungan” sebagaimana dikatakan
Agung, menjadi solusi untuk meredam penolakan warga. Mengenai potensi
kerusakan lingkungan, teks ini menggambarkannya sebatas kekhawatiran warga
semata.
Terkait adanya unsur kekerasan dalam penolakan, teks ini tidak
menyebutnya secara lugas. Memang disebutkan ada bentrokan antara warga dan
aparat. Tetapi keduanya diposisikan sebagai kekuatan yang setara, sebab tidak
ditunjukkan siapa di antara dua pihak tersebut yang menjadi penyerang dan
diserang. Namun, pihak PT Semen Indonesia, Agung Wiharto, membantah bahwa
ada tindak kekerasan dalam proyeknya. Sehingga Agung terkesan menutupi
adanya kekerasan yang terjadi.
b. Relasi
Berita tersebut menempatkan Semen Indonesia sebagai pihak yang merasa
telah melakukan prosedur pembangunan secara legal tetapi ditolak oleh beberapa
36
masyarakat Rembang. Semen Indonesia, dalam teks, telah dijustifikasi sebagai
pabrik yang memerhatikan dampak lingkungan. Terlebih, Semen Indonesia juga
digambarkan memiliki hubungan baik dengan para ulama, sebagai rujukan
intelektual masyarakat. Dengan justifikasi tersebut, wartawan mencoba mengajak
pembaca agar berpihak terhadap semen.
Sementara pihak penolak, dalam teks, diposisikan sebagai orang-orang
yang tidak tahu mengenai permasalahan lingkungan. Hal ini tampak, ketika
wartawan mengonstruksi alasan kenapa warga menolak semen ialah karena
mereka merasa “khawatir” akan potensi kerusakan lingkungan akibat operasional
pabrik. Selain itu, solusi yang ditampilkan dalam teks tersebut hanya mengacu
pada pernyataan Agung.
Dia berkata bahwa untuk warga yang menolak, pihak semen akan terus
menunjukkan keuntungan-keuntungan berdirinya pabrik. Suatu hal yang di luar
konteks, karena mengapa mesti ditunjukkan “keuntungan” saja? Mengapa bukan
menampilkan teks yang menceritakan komitmen semen terhadap kelestarian
lingkungan? Padahal itulah yang menjadi kekhawatiran masyarakat. Tentu saja itu
karena teks ini ingin, secara implisit, mengatakan bahwa kedatangan pabrik semen
justru merupakan suatu keuntungan tersendiri dalam masyarakat. Intinya,
wartawan berupaya menempatkan warga sebagai penolak yang tidak memiliki
dasar kuat. Karena mereka menolak atas dasar khawatir semata. Sementara semen,
dikonstruksi sebagai pabrik yang ramah lingkungan dan akan membawa
keuntungan terhadap masyarakat secara luas.
c. Identitas
Dalam berita ini, wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai pihak Semen
Indonesia yang mendapat penolakan dari masyarakat Rembang. Dia memandang
argumen penolakan masyarakat masih kurang kuat, sebab pabrik semen
mengklaim dirinya telah berpengalaman dalam masalah ramah lingkungan. Selain
itu, banyak masyarakat yang, dalam teks, diklaim sudah mendukung pendirian
pabrik. Oleh karenanya, wartawan memandang warga yang menolak masih belum
37
tahu mengenai keuntungan adanya pabrik semen. Sehingga satu-satunya solusi
yang coba ditawarkan ialah dengan menunjukkan keuntungan-keuntungan
pendirian pabrik semen terhadap masyarakat. Dalam hal ini, posisi PT Semen
diidentifikasi sebagai perusahaan yang mengetahui kebutuhan warga.
Sementara konflik antara warga dan pihak Semen tidak di ekspos dengan
jelas. Hanya bentrok antara warga dengan aparat saja yang dimunculkan. Itupun
tidak digali lebih dalam siapa yang menjadi provokator bentrok atau siapa yang
didominasi dan mendominasi. Hal ini menunjukkan wartawan tidak bersimpati
terhadap warga Rembang. Ia mengidentifikasi warga penolak sebagai kelompok
penolak yang tidak mengetahui dampak kesejahteraan pabrik.
2. Judul Teks: Kalau Semen Indonesia Punya Amdal, Pembangunan
Pabrik Bisa Lanjut
Liputan ini ditulis oleh wartawan bernama Septian Deny pada tanggal 19
Juni 2014. Liputan ini memberitakan mengenai pembangunan pabrik Semen
Indonesia yang tetap bisa melanjutkan proyeknya jika sudah memenuhi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Berita ini dipublish bersama sebuah foto
tumpukan semen, di atasnya ada seorang pekerja pabrik yang tengah memakai
masker lengkap dengan tudung serta baju lengan panjang.
a. Representasi
Dalam berita ini, pembangunan pabrik semen mendapat legitimasi dengan
catatan “jika memang sudah melakukan amdal.” Pernyataan ini mencuat dari
Menteri perindustrian MS Hidayat, yang menjadi satu-satunya narasumber dalam
berita ini. Dengan Legitimasi tersebut posisi semen dalam pembangunan akan
semakin kuat. Boleh dibilang teks ini hanya berbicara bahwa Amdal adalah kunci
bagi pabrik semen untuk bisa tetap beroprasi di tengah penolakan.
Pada teks, narasi yang menyatakan bahwa pabrik semen ramah lingkungan
kembali dimunculkan di paragraf keenam. Sementara warga lagi-lagi
38
dimunculkan sebagai pihak yang melakukan penolakan hanya atas dasar
“khawatir” lingkungannya rusak.
Kesimpulannya, Semen Indonesia tinggal menunjukkan ijin Amdal saja
untuk tetap membangun. Walaupun ada penolakan, itu tidak menjadi masalah
yang bisa menghambat jalannya pembangunan karena Amdal sudah ada. Selain
itu, waga yang melakukan penolakan juga direpresentasikan sebagai kalangan
yang merasa khawatir saja. Seolah mereka tidak memiliki pengetahuan kuat untuk
menolak pembangunan pabrik semen.
b. Relasi
Dalam berita ini, wartawan mencoba mengajak pembaca untuk
memercayai pembangunan pabrik Semen Indonesia. Lewat pernyataan menteri
perindustrian, pembaca dihubungkan dengan keabsolutan kekuatan Amdal.
Dengan Amdal, masyarakat bisa menyatakan “menolak” akan tetapi tidak bisa
menghalangi pembangunan pabrik semen.
“Karena Amdal itu sudah keluar, dia mempunyai hak untuk melanjutkan
proses-prosesnya. Memang, LSM harus tetap didengarkan, tetapi sebagai
investor mengacunya pada ijin Amdal,” tuturnya.
Pernyataan ini menegaskan bahwa walaupun pihak investor pabrik
dianjurkan mendengar keluhan dari LSM maupun masyarakat, akan tetapi izin
Amdal tetap menjadi acuan utama. Artinya, segala keluhan tidak bisa
mengalahkan absolutnya Amdal dalam kekuatan hukum.
Sementara hubungan antara pihak Semen dengan warga lebih
digambarkan sebagai dua kelompok yang saling bertentangan tetapi memiliki
perbedaan intelektual. Di sini, posisi pabrik Semen mendapat pembenaran karena
sudah ada Amdal. Sementara posisi warga cenderung lemah karena mereka
menolak pembangunan hanya berdasar atas “keluhan.” Ini menunjukkan
perbedaan besar. Artinya berita berupaya mengonstruksi posisi warga sebagai
pihak yang tidak mengetahui konflik lingkungan secara kuat tetapi mau menjegal
39
pembangunan pabrik semen yang dicitrakan ramah lingkungan dan sudah
mengurus Amdal itu.
Bentrokan antara masyarakat dan polisi, sekali lagi, dinarasikan sebagai
bentrokan dua kekuatan yang imbang. Karena narasi ini tidak secara eksplisit
menunjukkan siapa penyerang dan siapa yang diserang.
c. Identitas
Dalam berita ini, wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai Menteri
Perindustrian yang memandang bahwa Pabrik Semen Indonesia tidak usah takut
apabila Amdalnya sudah ada. Bahkan, pembangunan bisa tetap berlanjut
jikalaupun ada penolakan dari warga. Lebih dari itu, wartawan, pada titik ini,
tidak berpihak terhadap warga Rembang. Karena narasi mengenai warga
Rembang tetap menggambarkan posisi warga sebagai pihak yang menolak atas
dasar resah. Sementara pabrik Semen bisa saja tidak menghiraukannya karena
keabsolutan Amdal itu tadi. Pada teks ini, Menteri perindustrian MS Hidayat
diidentifikasi sebagai pendukung pabrik. Sementara warga penolak diidentifikasi
sebagai kelompok yang belum memahami Amdal.
3. Judul Teks: Warga Blora Tolak Pendirian Pabrik Semen
Liputan ini ditulis oleh wartawan bernama Ado pada tanggal 20 Juni 2014.
Liputan ini memberitakan aksi protes yang dilakukan oleh warga Blora, Jawa
Tengah di depan Kantor Bupati Bolra. Menurut berita ini, mereka melakukan
aksi dengan dalih pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia akan
membawa dampak buruk ke lingkungan Blora. Aksi yang dilakukan oleh warga
Blora ialah aksi teatrikal, mereka menggambarkan sikap ketidakpedulian
pemerintah sebagai manusia topeng. Selain itu, warga juga membakar lambang
Semen sebagai simbol penolakan.
Liputan ini juga memberitakan penolakan yang dilakukan oleh beberapa
warga Semarang dengan dalih serupa. Mereka menuntut pemerintah agar lebih
memperhatikan sektor pertanian daripada membangun pabrik. Selain tulisan,
40
liputan ini juga disertai dengan sebuah foto tenda yang di depannya terpampang
kertas-kertas berisi ujaran penolakan terhadap pembangunan pabrik semen.
a. Representasi
Berita ini menggambarkan perlawanan masyarakat Blora sebagai
perlawanan yang berdasarkan “dalih”. Pada paragraf kedua wartawan menulis,
“...,mereka berdalih dampak buruk terhadap lingkungan akan dirasakan warga
Blora jika pembangunan pabrik tetap dilanjutkan.” Kata “dalih” jika kita lihat
pada KBBI berarti alasan yang dicari-cari untuk membenarkan suatu perbuatan,
bahkan bisa juga dimaknai alasan untuk menutupi kesalahan. Ini artinya,
wartawan memosisikan warga Blora sebagai orang-orang yang menolak namun
dasarnya merupakan “alasan yang kurang kuat.” Bahkan mungkin dibuat-buat.
Konstruksi serupa juga ada di bagian paragraf yang menyentil sekilas aksi
penolakan pabrik Semen oleh beberapa warga Semarang. Di paragraf tersebut,
kata “dalih” kembali digunakan untuk menarasikan alasan warga Semarang turut
melakukan penolakan. Dengan demikian, berita ini merepresentasikan warga
penolak, baik Blora maupun Semarang, sebagai kelompok yang tidak memiliki
dasar kuat dan hanya sebuah “dalih” semata.
Kata dalih tersebut juga berpengaruh terhadap narasi aksi. Dengan
menekankan dalih, maka pandangan warga Blora maupun Semarang kepada
pemerintah yang abai terhadap aspirasi mereka, dimaknai sebagai opini sempit.
Selain itu, dalam berita tersebut, tidak disebutkan sedikitpun kejadian nyata yang
menunjukkan abainya pemerintah terhadap warga. Oleh karenanya, hal ini
semakin memerkuat konstruksi warga yang tidak tahu apa-apa tetapi “menolak
dan melakukan aksi.”
Sementara itu, posisi pemerintah, terutama Ganjar Pranowo selaku
Gubernur Jateng, dan pihak pabrik semen tidak dinarasikan secara khusus. Dua
partisipan ini hanya disebut sebagai keluhan atau dalih warga Blora serta
Semarang ketika menolak pembangunan pabrik tersebut.
41
Terlepas dari semua konstruksi tersebut, berita ini sebenarnya merupakan
berita yang tayang di SCTV Liputan6 Pagi, sebagaimana yang ditulis oleh si
wartawan di paragraf kedua. “Seperti ditayangkan Liputan6 Pagi SCTV....” Hal
lain yang memperkuat asumsi itu ialah tulisan yang seluruhnya merupakan narasi
tanpa kutipan langsung dan penyebutan nama tempat yang salah. Dalam berita ini,
pabrik Semen disebut melakukan pembangunan di wilayah Timbaran padahal
seharusnya Timbrangan.
b. Relasi
Dalam berita ini, wartawan menempatkan hubungan antara warga Blora
dengan warga Semarang dari sisi “penolakan.” Mereka sama-sama menolak
pembangunan Semen Indonesia, meskipun bukan daerah yang secara langsung
bersentuhan dengan pembangunan. Warga Blora meresahkan dampak negatif
pembangunan yang mungkin akan mereka rasakan juga karena dekat. Namun
dalam berita ini, warga Blora diposisikan sebagai penolak tanpa argumen kuat.
Sementara warga Semarang diposisikan lebih politis. Penolakan mereka
selain alasan lingkungan juga agar pemerintah lebih memajukan sektor pertanian
dibanding pertambangan. Sedangkan dari sisi konflik, wartawan memosisikan
hubungan antara warga demonstran dengan pemerintah yang dinilai apatis
terhadap suara masyarakat karena tak mau menghentikan pembangunan pabrik
semen.
c. Identitas
Dalam berita ini, wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai pengamat.
Hal ini karena dalam narasi berita tersebut, wartawan menarasikan dua aksi secara
langsung dalam latar berbeda. Ia melihat ada satu simpul yang sama dalam
penolakan warga Blora maupun warga Semarang, yaitu resah terhadap
pembangunan pabrik. Namun, wartawan memandang argumen dari dua kelompok
demonstran tersebut tidak kuat sehingga ia menarasikannya sebagai “dalih”
semata.
42
Sementara itu, pemerintah diidentifikasi sebagai kelompok yang apatis,
sebab tidak menemui warga Blora atau Semarang secara langsung ketika
demonstrasi. Pada sisi lain, para penolak diidentifikasi sebagai kelompok yang tak
memiliki argumen kuat dalam tuntutannya.
4. Judul Teks: Hari Tani, Bupati Kendal Dukung Ratusan Petani Demo
Berita ini merupakan salah satu produk jurnalisme warga Liputan6. Ditulis
oleh seseorang bernama Wahyudi dari Kendal pada tanggal 24 September 2014.
Berita ini membahas aksi yang dilakukan oleh ratusan petani dan aktivis yang
menamakan diri mereka Jaringan Masyarakat Kendal (Jamak) dalam rangka
memeringati hari tani.
Rangkaian acara aksi dimulai dengan long march dari Pantura Kendal
menuju gedung DPRD Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Kemudian dilanjutkan
dengan aksi teatrikal, yang menggambarkan penderitaan petani melawan
penindas. Dua aktivis membalut dirinya dengan lumpur, dan membakar boneka
jerami sebagai bentuk perlawanan terhadap penindas.
Aksi tersebut ditujukan untuk menolak semua penggusuran tanah atas
nama kepentingan negara yang prakteknya merampas tanah dan kehidupan rakyat.
Karena itu, Koordinator Aksi, Kelana, mendukung 100 hari bertahannya Ibu-ibu
Rembang dalam usahanya menolak pembangunan pabrik semen. Massa aksi juga
menolak penebangan pohon milik petani yang dilakukan PT Perkebunan
Nusantara di wilayah Banyuringin dan Kaliputih Singorojo, karena dianggap
melanggar konstitusi.
Gambar utama dalam berita ini ialah empat scene foto aksi yang dijadikan
satu frame. Mulai dari long march, teatrikal, hingga orasi-orasi.
a. Representasi
Berita ini secara lugas menampilkan Bupati Kendal, Widya Kandi Susanti,
warga Kendal atau massa aksi sebagai orang-orang yang menjunjung moralitas.
Hal ini bisa dilihat dari sejumlah teks yang mengatakan tujuan-tujuan aksi seperti
43
“mendukung 100 hari bertahannya ibu-ibu Rembang yang menolak pembangunan
pabrik semen,” “menolak perampasan tanah dan kehidupan rakyat,” dan
“melawan penindas.” Maka dalam teks ini, petani dan aktivis Jamak, menjadi
tokoh protagonis yang membela orang-orang tertindas seperti petani Rembang
maupun petani dari Banyuringin dan Kaliputih Singorojo. Sementara itu, dalam
teks ini, ada kelompok-kelompok yang dinarasikan sebagai tokoh antagonis
dengan menggunakan kata “penindas” beberapa kali. Mereka adalah PT Semen
Indonesia dan PT Perkebunan Nusantara. Mereka dinarasikan sebagai salah satu
golongan yang merampas ruang kehidupan petani.
Di satu sisi, sebagai karya jurnalisme warga, teks berita ini cenderung
banyak yang jump to conclusion. Seperti PT Perkebunan Nusantara yang dinilai
melanggar “konstitusi.” Tidak ada verifikasi lebih lanjut terkait apakah memang
PT Perkebunan Nusantara melanggar konstitusi karena menebang pohon-pohon
petani? Bagaimana detailnya bisa disebut begitu.
Sedangkan dari sisi lain, teks ini boleh dibilang telah mencitrakan sosok
Bupati Kendal. Widya Kandi Susanti, sebagai sosok pemimpin pro rakyat.
Namanya ditonjolkan, bahkan sejak dalam judul.
Dengan demikian teks ini bisa disimpulkan menggambarkan bahwa: petani
merupakan sosok lemah yang kerap dirampas ruang hidupnya atas nama
kepentingan negara oleh kelompok-kelompok investor, untuk itu perlu perjuangan
orang-orang yang menjunjung tinggi nilai moral (menentang penindasan).
Sementara orang-orang yang memiliki moral itu adalah mereka yang membela
kaum tertindas. Bupati Kendal, dalam hal ini, termasuk golongan orang-orang
yang membela kamu tertindas itu.
b. Relasi
Dalam berita ini, aksi massa yang dilakukan oleh Jamak lebih dilihat
hubungannya dengan permasalahan agraria di Rembang dan Kendal. Hal ini
karena aksi tersebut merupakan solidaritas yang ditujukan oleh Jamak untuk Ibu-
ibu Rembang dan Petani yang terancam oleh PT Perkebunan.
44
Sementara itu, permasalahan dalam agraria dihubungkan dengan kebijakan
pemerintah terkait industrialisasi. Bisa kita lihat di teks, “menolak semua
penggusuran tanah atas nama untuk kepentingan negara yang prakteknya
merampas tanah dan kehidupan rakyat.” Kalimat ini, semacam sindiran untuk
petinggi daerah yang membuka diri untuk dimasuki kelompok industri dengan
dalih pemasukan daerah. Akhirnya, hubungan antara petani dan kelompok industri
lebih dimaknai sebagai antara yang menindas dan ditindas.
Kesimpulannya, para penindas merujuk pada para aktor industri dan upaya
mereka dalam merampas tanah serta kehidupan rakyat. Selain itu, para pejabat
negara yang mendukung industrialisasi dan perampasan atas nama kepentingan
negara juga dapat digolongkan penindas. Sementara mereka yang tertindas adalah
rakyat yang terancam penghidupannya karena tanahnya hendak diambil alih
kelompok industri.
Pada titik ini, teks kemudian memosisikan Bupati Kendal sebagai
pemimpin yang peduli dan pro rakyat karena mendukung aksi solidaritas Jamak
dalam mendukung perlawanan Ibu-ibu Rembang yang terancam ruang hidupnya.
c. Identitas
Wartawan dalam berita ini mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari
Jamak. Hal ini bisa kita lihat dari pemilihan kata “penindas” untuk merujuk
kelompok-kelompok yang merampas lahan petani. Wartawan menggunakan
pilihan kata penindas untuk menyamakan kelompok-kelompok tersebut dengan
orang yang tak memiliki moral kemanusiaan. Selain itu, wartawan juga menyebut
pihak PT Perkebunan melanggar konstitusi tanpa klarifikasi lebih lanjut. Sehingga
bisa disimpulkan bahwa wartawan memihak petani dan cenderung
mengantagoniskan kelompok-kelompok industri. Di samping itu, citra Bupati
Kendal yang dihadirkan dalam teks, mengindikasikan bahwa wartawan, sebagai
bagian dari Jamak, melihat kekuatan politis sang bupati sebagai dukungan.
Sehingga namanya ditonjolkan sejak dalam judul untuk menegaskan bahwa
pemimpin Kendal mendukung masyarakat dan menolak pihak-pihak yang hendak
45
menindasnya. Namun, hal itu bisa juga karena wartawan mengidentifikasi dirinya
sebagai pendukung sang Bupati dan membantu mencitrakannya di depan
khalayak.
Dalam teks ini, Bupati Kendal dan peserta aksi Jamak diidentifikasi
sebagai sosok pemimpin yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat petani.
5. Judul Teks: Kala Puluhan Petani Wanita Salah Mengadu ke KPK
Liputan ini ditulis oleh wartawan bernama Putu Merta Surya Putra pada
tanggal 20 November 2014. Liputan ini bercerita tentang para petani dari
Rembang yang mengadu ke KPK mengenai konflik Agraria di daerahnya. Dalam
liputan tersebut diceritakan bahwa para petani, meski tahu bahwa mengadu ke
KPK itu salah, tetapi tetap ingin di dengar aspirasinya oleh komisi pimpinan
Abraham Samad itu. Sebab mereka merasa tidak dihiraukan oleh pemerintah
setempat. Berita ini dilengkapi dengan foto Ibu-Ibu petani yang tengah berdiri di
depan kantor KPK. Mereka mengenakan atribut petani lengkap mulai dari caping,
selendang, jarik, dan lain sebagainya.
a. Representasi
Dalam berita tersebut digambarkan bahwa Petani sebenarnya tahu jika
mereka salah tempat, ini artinya petani dianggap memiliki dasar pengetahuan
mengenai tugas KPK, barangkali “salah tempat” di sini karena KPK dimaknai
oleh wartawan hanya sebatas sebagai penindak korupsi di tingkat pejabat.
Namun, mengapa kemudian para petani memasuki gedung KPK jika
mereka tahu itu salah menunjukkan bahwa KPK telah menjadi simbol kebenaran
dan lawan dari pemerintahan yang lalim. Oleh karena itu, para petani ini percaya
KPK akan mendengarkan aspirasi mereka. Di sisi lain, berita ini juga
menggambarkan Petani seakan tidak punya harapan lagi terhadap pemerintahan
atau aparatur negara, sehingga mereka hanya bisa mengadu ke KPK.
46
Sosok Gubernur Ganjar Pranowo ditampilkan sebagai sosok pemimpin
yang tak menghiraukan rakyatnya, padahal mereka tengah berjuang melawan
pendirian pabrik Semen Indonesia di Rembang.
Terlebih, para Petani juga ditampilkan sebagai korban dari kekerasan
akibat konflik agraria. Namun, di berita ini, konflik agraria seakan dinaturalisasi
lewat pernyataan Sekjen KPA “Kini petani di Rembang, Jawa Tengah
mendapatkan kesempatan merasakan penderitaan akibat konflik agraria.”
Gabungan kata “mendapatkan kesempatan” ini menunjukkan bahwa seolah
konflik agraria yang menimpa petani Rembang adalah suatu konflik yang pasti
terjadi ketika tiba saatnya.
b. Relasi
Dalam berita tersebut, Pembaca dihubungkan dengan para petani
Rembang yang putus asa terhadap pemerintah sehingga mereka datang ke KPK.
Pada titik ini, wartawan memosisikan petani Rembang sebagai pihak yang tidak
memiliki harapan lagi terhadap pemerintah sehingga mereka hanya bisa mengadu
pada KPK.
Kemudian Pembaca diajak untuk bersimpati terhadap nasib petani
Rembang yang tidak dihiraukan oleh Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah.
Gubernur Ganjar Pranowo menjadi sosok pemimpin yang tidak peduli terhadap
rakyatnya. Sementara petani Rembang lebih dilihat sebagai korban kekerasan
karena upaya mereka menolak pendirian pabrik semen.
Namun, posisi dari pelaku kekerasan sendiri tidak ditampilkan seolah
pembaca benar-benar dialihkan untuk bersimpati terhadap apa yang dialami para
petani saja. Di satu sisi, kekerasan terhadap petani Rembang juga lebih disorot
sebagai pemicu konflik agraria itu sendiri dan mengabaikan aspek lain seperti
perampasan lahan atau kerusakan ekosistem. Bisa dilihat dari kutipan tidak
langsung dari Sekjen KPA “kekerasan yang dialami petani Rembang ini semakin
menambah daftar konflik agraria yang mengancam keberlangsungan hidup petani.
“
47
c. Identitas
Wartawan mengidentifikasi dirinya seolah merupakan bagian dari pihak
KPK yang melihat bahwa kedatangan para petani ke gedungnya ini salah. Meski
begitu, Wartawan menerima aduan dari petani Rembang. Selain itu, wartawan
juga memosisikan diri sebagai pihak yang ikut mengecam tindakan kekerasan
terhadap para petani. Namun tidak menuliskan siapa subjek kekerasan tersebut.
Ini artinya wartawan tidak berpihak pada petani tetapi hanya sekadar peduli atau
bersimpati pada kekerasan yang menimpa petani saja. Sedangkan para petani
Rembang diidentifikasi sebagai kelompok yang tengah putus asa dalam
perjuangannya menolak pembangunan pabrik PT Semen Indonesia.
6. Judul Teks: Aksi Massa di Semarang Tolak Pabrik Semen - Aksi
Buruh di Bandung
Liputan ini ditulis oleh wartawan bernama Ali pada tanggal 19 Desember
2014. Liputan ini memberitakan aksi massa yang dilakukan oleh warga Rembang
di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang. Menurut berita ini, warga
melakukan aksi jalan kaki dari bundaran Simpang Lima menuju kantor gubernur.
Sampai disana, massa kemudian menggelar orasi. Mereka menilai, pembangunan
pabrik semen akan menghilangkan mata pencaharian mereka sebagai petani serta
merusak sumber mata air yang ada di kawasan Gunung Kendeng.
Oleh karena itu, massa meminta Gubernur Ganjar Pranowo agar
menjadikan Jawa Tengah sebagai lumbung pangan bukan lumbung tambang.
Mereka juga menuntut Ganjar melakukan moratorium penambangan di Jawa
Tengah.
Liputan ini juga memberitakan konvoi ratusan sepeda motor yang
mengantar buruh melakukan aksi di depan kompleks Gedung Sate Jalan
Diponegoro, Bandung, Jawa Barat. Mereka menuntut Gubernur Jawa Barat,
Ahmad Haryawan, untuk segera merevisis UMK yang ditandatangani 21
November 2014 lalu. Sebab, revisi itu berkaitan dengan kenaikan harga BBM
yang berpengaruh terhadap kenaikan berbagai harga kebutuhan. Para buruh
48
kemudian mengajukan revisi, upah buruh tahun 2015 di Jawa Barat mesti
dinaikkan sebesar 7 hingga 10 persen.
a. Representasi
Dalam berita ini, warga yang melakukan aksi di Semarang serta para
Buruh yang melakukan aksi di Bandung, sama-sama digambarkan sebagai
kelompok yang merasa rugi atas kebijakan Gubernurnya. Selain itu, berita ini
lebih memfokuskan topik pada gagasan mereka masing-masing. Gagasan Warga
Rembang, yang ingin agar Jawa Tengah menjadi lumbung pangan, dan para buruh
di Jawa Barat, yang mengajukan revisi mengenai kenaikan upah buruh,
ditampilkan sebagai wacana dominan. Dengan kata lain, wacana utama teks ini
ialah gagasan kehidupan warga dan buruh.
Gagasan agar Jawa Tengah dijadikan sebagai “lumbung pangan” membuat
warga Rembang seakan ingin menjadi produsen dominan. Lumbung yang secara
harfiah adalah tempat penyimpanan padi diperluas maknanya sebagai tempat
bahkan pusat penyimpanan makanan. Itu artinya, para petani yang melakukan aksi
ingin agar Jawa Tengah menjadi pusat produksi bahan pokok makanan. Lalu
tujuan tuntutan ke Gubernur, selain karena potensi rusaknya alam oleh PT Semen,
ialah agar gagasan itu bisa dikembangkan pemerintah.
Sementara, aksi di Bandung lebih dilihat sebagai salah satu upaya buruh
untuk bertahan hidup di tengah naiknya BBM dan berbagai barang kebutuhan.
Mereka harus memaksa gubernur menyetujui Revisi UMK yang mereka ajukan.
Apa yang bisa kita lihat dalam berita ini ialah, warga memiliki gagasan sendiri
dalam kehidupannya.
b. Relasi
Dalam berita ini, masyarakat Rembang dan aksi Buruh di Jawa Barat
diposisikan dalam keadaan yang sama: Rakyat yang kurang puas dengan kinerja
gubernurnya. Pada teks aksi warga Rembang, masalah dengan pabrik semen lebih
dilihat sebagai kurang tanggapnya gubernur Ganjar Pranowo terhadap dampak
49
lingkungan di daerah tersebut. Posisi Ganjar, oleh warga, dianggap berkuasa atas
kerja/tidaknya pabrik semen, sehingga warga ingin Ganjar memoratorium pabrik
tersebut. Lebih dari itu, warga ingin agar gagasan Jawa Tengah lumbung pangan
itu dijalankan oleh Ganjar guna membendung arus pertambangan.
Sementara buruh di Jawa Barat yang menginginkan gubernurnya merevisi
kenaikan UMK lebih dilihat sebagai upaya bertahan hidup. Karena alasan utama
warga ialah naiknya segala kebutuhan pokok.
Sayangnya, teks ini tidak menghadirkan tanggapan dari dua gubernur
tersebut. Padahal, respon atau sikap mereka sangat penting untuk ditulis, sebab
pengaruhnya terhadap gagasan-gagasan yang diajukan masyarakat sangat besar.
Dengan begitu, maka teks ini hanya mengajak pembaca untuk bersimpati terhadap
warga maupun buruh.
c. Identitas
Pada berita ini, wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari
warga dan buruh yang melakukan aksi. Karena menyadari bahwa kebijakan
gubernur masing-masing akan mempersulit kehidupan mereka, maka tidak ada
jalan lain, selain turun dan memberikan gagasan. Dalam berita ini, baik warga
Rembang maupun peserta aksi buruh, diidentifikasi sebagai kelompok yang
memiliki gagasan tersendiri bagi kehidupan mereka, sehingga solusi untuk keluar
dari pokok permasalahan adalah dengan menerima serta mewujudkan gagasan
masyarakat atau buruh.
7. Judul Teks: Pekerjaan Rumah Menanti Bos Baru Semen Indonesia
Berita ini ditulis oleh Ilyas Istianur Praditya pada tanggal 24 Januari 2015.
Topiknya fokus pada Suparni yang menjadi Direktur baru PT Semen Indonesia
menggantikan Soetjipto. Dalam berita tersebut, Dwi menyampaikan pesan kepada
Soetjipto perihal rencana-rencana memajukan pabrik semen untuk kedepannya.
Seperti penyelesaian pembangunan di Rembang dan Indarung. Dwi juga berpesan
50
agar Soetjipto mulai merealisasikan ekspansi bisnis ke luar negeri. Berita ini
tidak dilengkapi foto, hanya gambar logo pabrik semen saja.
a. Representasi
Dalam berita ini, masalah penolakan warga Rembang terhadap
pembangunan pabrik semen, sama sekali tidak disinggung. Teks ini hanya
menampilkan rencana-rencana besar pabrik semen setelah terpilihnya Soetjipto
sebagai Direktur Utama. Lebih jauh, Pabrik Semen hanya disinggung sebagai
perusahaan yang tengah melalui proses penyelesaian rencana-rencananya, seperti
pembangunan di Rembang dan Indayung. Permasalahan lingkungan diabaikan
sepenuhnya. Dengan demikian, teks ini mencitrakan PT Semen sebagai
perusahaan yang memprioritaskan pembangunan seiring dengan meningkatnya
kebutuhan pasar sebagaimana ditunjukkan paragraf dua.
“Pembangunan pabrik dinilai Dwi menjadi satu hal yang harus segera
diselesaikan mengingat mengimbangi permintaan semen ke depan akan terus
meningkat. (Paragraf kedua)”
Selain itu, rencana ekspansi bisnis ke luar negeri juga menjadi bagian dari
teks ini. Sehingga, wacana besar teks ini ialah target-target bisnis Pabrik Semen
yang mesti diwujudkan oleh Direktur Baru. Peran Direktur Baru difokuskan pada
upaya memenuhi kebutuhan bisnis. Dengan demikian, teks ini menaturalisasi
adanya peningkatan pembangunan dengan wacana “memenuhi naiknya
permintaan konsumen.”
Sementara aksi protes warga Rembang dan kemungkinan-kemungkinan
kerusakan lingkungan tidak disinggung. Padahal masalah lingkungan dan
penolakan warga seharusnya juga merupakan PR dari PT Semen.
b. Relasi
Pada teks ini, wartawan cenderung menghubungkan pembaca dengan
rencana-rencana PT Pabrik Semen pasca naiknya Soetjipto sebagai Direktur
Utama. Semua rencana tersebut berhubungan dengan meningkatnya konsumen
51
dan ekspansi bisnis. Di sini, posisi konflik dengan Rembang sama sekali tidak
disinggung, sehingga hubungan lebih ditekankan kepada naturalisasi
pembangunan atas meningkatnya kebutuhan konsumen semata.
c. Identitas
Wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari pabrik semen. Hal
ini karena, dalam teks, wacana tunggalnya ialah harapan mantan Direktur kepada
Direktur yang baru agar bisa memajukan pabrik menuju skala yang lebih besar.
Tidak ada wacana lain selain cita-cita pembangunan demi memenuhi peningkatan
konsumen. Soetjipto sebagai Direktur Utama, diidentifikasi sebagai sosok yang
akan menggalakkan rencana tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PT
Semen Indonesia hadir semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pasar yang
meningkat
8. Judul Teks: Dirut Semen Indonesia lapor kemajuan Pabrik Baru ke
JK
Berita ini ditulis Septyan Deny pada tanggal 09 November 2015.
Memberitakan soal Suparni, Direktur Utama PT Semen Indonesia, yang
memberikan laporan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla (Senin, 9/11/2015).
Dalam laporan tersebut, Suparni mengatakan pembangunan pabrik semen yang
berada di Rembang, Jawa Tengah, dan Indarung, Sumatera Barat sudah
berlangsung lebih dari 50 persen. Mendengar hal itu, kata Suparni, JK gembira
dan berpesan agar terus meningkatkan produksi semennya guna meningatkan
kebutuhan proyek infrastruktur.
Berita ini tidak dilengkapi foto JK ataupun Suparni sebagai bukti, hanya
gambar logo semen yang menjadi gambar utama.
a. Representasi
Berita ini menampilkan wacana pembangunan Semen Indonesia sebagai
wacana yang dominan dan tunggal. Sebab dari judul sampai paragaraf terakhir,
pembaca hanya disuguhi soal pembangunan serta rencana-rencana pabrik untuk
52
meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan konsumen. Sosok Jusuf Kalla
dihadirkan melalui statement Dirut sebagai pendukung pabrik. Dalam berita ini
dikatakan bahwa JK merasa gembira dan berpesan agar Semen Indonesia lebih
mengembangkan lagi kuantitas produknya guna memenuhi kebutuhan proyek
infrastruktur kedepannya. Meilhat ketokohan JK sebagai orang nomor dua di
Indonesia, maka kehadirannya dalam pernyataan sang Dirut merupakan upaya
justifikasi atau pembenaran terhadap proyek pembangunan di Rembang dan
Indarung. Dukungannya terhadap pabrik semen merupakan penguat argumen
bahwa pabrik tersebut bagus. Di satu sisi, teks ini juga mencitrakan JK sebagai
pemimpin yang memerhatikan produksi semen dalam negeri serta infrastruktur.
Namun, wacana mengenai lingkungan sama sekali tidak disinggung.
Bahkan soal Rembang hanya disentil sebagai area pembangunan proyek yang
telah mencapai 60 persen lebih dalam prosesnya. Ketiadaan wacana lingkungan
ini menunjukkan bahwa teks tersebut meminggirkan aksi warga Rembang, lebih
lanjut teks ini mengembangkan mitos pembangunan dan produksi demi memenuhi
permintaan yang semakin meningkat. Selain itu, ada teks yang berbunyi “Suparni
Optimis konsumsi semen nasional tahun ini lebih baik.” Kata “lebih baik” ini
merujuk pada bertambahnya jumlah konsumsi semen, sehingga bisa disimpulkan
bahwa konsumsi yang baik adalah konsumsi yang terus meningkat (konsumtif).
b. Relasi
Pembangunan pabrik semen ini lebih dilihat hubungannya dengan
perkembangan semen dalam negeri. Dalam teks ini posisi Pabrik Semen sebagai
bagian dari BUMN diperkirakan akan menguntungkan pemasukan negara karena
meningkatnya permintaan konsumen. Hal tersebut bisa kita lihat dari pernyataan
Suparni yang mengatakan “JK merasa gembira atas perkembangan Semen
Indonesia.” Artinya kemajuan pabrik semen dihubungkan pada keuntungan yang
akan diperoleh negara, mengingat negara juga memegang saham sekitar 50% atas
perusahaan.
53
Lebih jauh, wartawan melalui narasi teks, berusaha menghubungkan
pembaca dengan rencana negara (JK) yang sejalan dengan Dirut PT Semen
Indonesia: yakni, peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
Sementara hubungan antara pabrik dengan Rembang hanya dinarasikan sebatas
lokasi pembangunan. Terlebih, konflik yang terjadi di sana sama sekali tak
disinggung.
c. Identitas
Dalam teks ini, wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari
pabrik semen. Hal itu bisa dilihat dari wacana pembangunan yang menjadi narasi
tunggal. Sementara masalah lingkungan tidak disinggung sama sekali, bahkan
cenderung terdistorsi karena adanya justifikasi dukungan dari Wakil Presiden.
Dalam teks, JK diidentifikasi sebagai pendukung PT Semen Indonesia.
B. Analisis Teks Selamatkanbumi.com
Dalam analisis teks selamatkanbumi.com, penulis menemukan bahwa
dalam rentang periode 2014-2015, intensitas press release lebih banyak
dibandingkan berita. Pertimbangan untuk menganalisis press release kemudian
didasarkan pada prinsip press release itu sendiri, yang juga menerapkan kaidah
jurnalistik seperti beria, yakni penggunaan 5w+1h dan mementingkan news value.
Sehingga pada dasarnya press release menjadi form dari jurnalisme di media
selamatkanbumi. Berikut analisis penulis mengenai konten-konten di media
tersebut:
1. Judul Teks: Tolak Penambangan dan Pendirian Pabrik Semen di
Rembang
Teks ini merupakan press release yang diposting oleh Tim Penutur
Selamatkan Bumi pada tanggal 15 bulan Juni 2014. Teks tersebut menjelaskan
tujuh poin ketimpangan dalam proyek pembangunan pabrik semen PT Semen
Indonesia. Diantaranya:
54
Penggunaan kawasan Cekungan Tanah Watu Putih sebagai area
penambangan batuan kapur ternyata melanggar Perda Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan
tempat tersebut sebagai kawasan lindung imbuhan air serta Perda RTRW
Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 pasal 19 yang menetapkan area ini
sebagai kawasan lindung geologi.
1. Penebangan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan persetujuan prinsip
tukar menukar kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, surat nomor S.
279/Menhut-II/2013 tertanggal 22 April 2013.
2. Bukti-bukti temuan lapangan mengenai 49 gua, 9 mata air, dan 4 sungai
bawah tanah yang masih mengalir semakin memperkuat bahwa kawasan
karst watu putih harus dilindungi.
3. Kebutuhan lahan yang sangat luas untuk perusahaan-perusahaan semen
akan berdampak pada hilangnya lahan pertanian serta menurunkan
produktivitas sektor pertanian.
4. Ketidaktransparanan pihak pabrik semen kepada warga, padahal dalam
UU 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup, telah diatur
mengenai peran masyarakat.
5. Warga tidak dapat digugat sebagaimana pasal 66 dalam poin UU 32 tahun
2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
6. Temuan Komnas HAM mengenai adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia
di Kecamatan Gunem, Rembang, yang harus ditindak tegas segera.
Atas tujuh poin tersebut, teks ini kemudian menuntut PT Semen Indonesia
agar segera menghentikan operasi, menuntut agar pemerintah provinsi Jawa
Tengah serta pemerintah Kabupaten Rembang segera menghentikan segala
kegiatan PT. Semen Indonesia. Selain itu, dalam teks juga dilayangkan tuntutan
agar Kementrian Lingkungan Hidup bersedia melakukan evaluasi terhadap
AMDAL sekaligus tuntutan terhadap pihak aparat agar bersikap netral.
55
a. Representasi
Teks ini menggambarkan bahwa konflik antara warga Rembang dengan
pihak PT Semen Indonesia merupakan konflik yang menyangkut lingkungan
hidup. Dalam kasus ini, PT Semen Indonesia dihadirkan sebagai kelompok yang
sama sekali tidak memerhatikan kesejahteraan warga serta lingkungan. Hal ini
mendapat legitimasi dari lima poin yang mendasari tuntutan pada teks tersebut.
Seperti melanggar perda RTRW Jawa Tengah dan Rembang, terancamnya ruang
hidup petani, serta potensi rusaknya mata air bawah tanah. Selain menunjukkan
ketidakramahannya terhadap lingkungan, teks ini juga menjustifikasi pabrik
semen PT Semen Indonesia, dalam pembangunannya, telah melanggar hukum
sekaligus melanggar Hak Asasi Manusia. Mulai dari tidak dilibatkannya warga
Gunem dalam sosialisasi pembangunan sampai pada Amdal yang timpang.
Sementara itu, warga digambarkan sebagai sosok moralis yang
memerhatikan kesejahteraan lingkungan hidupnya. Namun, mereka mendapat
perlakuan tidak adil dari pihak PT Semen Indonesia. Kata “Ketidak Adilan”
dalam teks dinarasikan sebagai sikap yang ditujukan PT Semen Indonesia kepada
warga, seperti kurangnya sosialisasi mengenai dampak-dampak negatif semen dan
tidak dilibatkannya semua warga dalam penyusunan Amdal. Oleh karena itu, teks
ini melegitimasi warga sebagai korban. Pihak yang dibohongi oleh Semen
Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teks ini menggiring
pembaca agar berpihak pada masyarakat Gunem serta memusuhi PT Semen
Indonesia.
b. Relasi
Dalam teks ini, konflik warga Rembang dihubungkan langsung dengan PT
Semen Indonesia. Warga diposisikan sebagai kelompok yang memiliki kepedulian
moral terhadap eksistensi ruang hidup serta kesejahteraan lingkungan. Sementara
PT Semen Indonesia diposisikan sebagai kelompok yang tidak memedulikan
kesejahteraan lingkungan serta ruang hidup warga. Selain itu, PT Semen
Indonesia juga dituduh melakukan berbagai pelanggaran dalam upaya
56
memuluskan rencananya. Sehingga teks ini, secara eksplisit, betul-betul mengajak
pembacanya agar kontra dengan pembangunan pabrik semen yang tak
memerhatikan lingkungan dan berpihak pada warga, selaku pihak yang diabaikan
aspirasinya.
c. Identitas
Dalam teks ini, wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai warga Gunem,
Rembang, yang mendapat perlakuan tidak adil dari PT Semen Indonesia. Hal ini
bisa dilihat dari keseluruhan teks yang fokus terhadap poin-poin ketimpangan PT
Semen Indonesia. Selain itu, teks ini juga memuat tuntutan-tuntutan yang
dilayangkan kepada pihak PT Semen Indonesia. Pada teks ini, PT Semen
Indonesia diidentifikasi sebagai perusahaan yang melanggar aturan demi
melancarkan proyek pembangunannya.
2. Judul Teks: [Seruan Solidaritas] Aksi Warga Rembang Tolak Pabrik
Semen Direpresi Aparat
Teks ini ditulis oleh Tim Penutur Selamatkan Bumi pada tanggal 16 Juni
2014. Bertujuan untuk menggalang solidaritas dari berbagai kalangan dalam
rangka membela warga Gunem, Rembang, yang mengalami tindak kekerasan
ketika berusaha menolak berdirinya pabrik semen.
Dalam teks ini, apa yang menimpa ibu-ibu Rembang dan sejumlah massa
lainnya dianggap sebagai wujud penindasan. Oleh karena itu di akhir teks, ada
himbauan untuk menuntut pembatalan tambang semen dari pegunungan Kendeng
dengan cara mengirim SMS ke nomor gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
dan Kapolres Rembang Kurniawan.
a. Representasi
Teks tersebut mengatakan bahwa apa yang dialami oleh warga Rembang
merupakan salah satu wujud penindasan. Secara kronologi, ketika massa dari
Rembang hendak melakukan aksi, aparat yang terdiri dari tiga peleton polisi, satu
kompi tentara, serta puluhan preman, menghadang mereka. Bentrokan pun terjadi,
57
warga yang mayoritas adalah ibu-ibu dan petani mengalami berbagai tindakan
represif.
Kata Ibu-ibu dan petani dinarasikan untuk menggambarkan sosok dalam
massa. Sehingga dari situ muncul pertanyaan, mengapa sosok Ibu kembali
ditonjolkan? Dan mengapa sosok ibu dibedakan dari petani? Asumsi yang bisa
kita tangkap ialah, dua sosok itu, dalam teks ini, disimbolkan sebagai mereka
yang tertindas. Ibu-ibu mewakili kaum perempuan sedangkan petani mewakili
masyarakat kalangan menengah ke bawah.
Dalam teks ini, mereka berjuang menolak pendirian pabrik semen.
Sayangnya alasan mendasar dari penolakan tidak ditampilkan dalam teks,
sehingga hal tersebut justru melemahkan argumen dari para petani itu sendiri.
Aspek yang lebih ditonjolkan disini ialah: aksi massa di Rembang mendapat
tindakan represif dari aparat oleh karena itu butuh uluran solidaritas.
Sementara itu, aparat dinarasikan sebagai kelompok penindas yang tega
melukai ibu-ibu dan para petani. Teks ini menghilangkan sama sekali sisi
kemanusiaan dari aparat, karena mereka mencegat siapapun yang hendak
menolong warga bahkan ambulan sekalipun. Selain itu, aparat juga dinarasikan
sebagai pembohong, yaitu ketika mereka membawa satu truk pendoa yang
dikatakan perwakilan santru NU. Namun demikian, menurut teks, NU telah
mengecam perbuatan adu domba (tidak jelas adu domba seperti apa) di Rembang
serta NU menolak pendirian pabrik semen di sana. Hal itu dikeluarkan dalam
press release Mei 2017. Berangkat dari hal tersebut, maka penolakan rencana
pembangunan pabrik semen juga mendapat justifikasi dari NU, selaku salah satu
Ormas terbesar di Indonesia.
b. Relasi
Pada teks ini, masalah warga Rembang lebih dilihat hubungannya dengan
aparat. Sebab, aparatlah yang menjadi penghalang mereka dalam melakukan aksi
penolakan rencana pembangunan pabrik semen. Warga, dalam hal ini ibu-ibu dan
petani, diposisikan sebagai korban. Mereka mendapat perlakuan represif aparat
58
untuk sesuatu yang dengan teguh mereka perjuangkan. Sementara aparat
diposisikan sebagai pelaku represif yang selain melakukan tindak kekerasan
terhadap warga, juga menahan berbagai bantuan untuk warga.
Sayang, dalam teks, posisi warga tidak didukung dengan alasan kuat
mengenai kenapa pabrik harus ditolak? Alasan mengenai dampak lingkungan dan
lain sebagainya sama sekali tidak dimunculkan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa teks ini hanya menyorot konflik kekerasan yang dialami warga.
c. Identitas
Pada teks ini, wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari
warga Rembang. Hal itu bisa dilihat dari cara si wartawan menyebut warga
dengan sebuat “dulur” atau dalam bahasa Indonesia berarti saudara. Sementara
itu, warga Rembang yang menolak pendirian pabrik semen diidentifikasi sebagai
korban kekerasan dari aparat yang membela pembangunan pabrik tersebut.
3. Judul Teks: Chronology of Resitance to the Cement Factory In
Rembang
Liputan ini ditulis oleh Tim Penutur Selamatkanbumi pada tanggal 18 Juni
2014. Liputan ini bercerita mengenai aksi massa dari warga desa Tegal Dowo dan
Timbrangan, Kecamatan Gunem, Rembang, yang tergabung dalam JMPPK. Aksi
tersebut ditujukkan untuk menghadang rencana Pabrik Semen PT. Semen
Indonesia yang hendak mengadakan acara peletakkan batu pertama. Namun, aksi
tersebut dibubarkan secara paksa oleh aparat yang terdiri dari TNI dan Polri.
Dalam teks tersebut, disebutkan bahwa alasan aparat membubarkan aksi ialah
karena warga dianggap tidak memenuhi prosedur. Pembubaran paksa tersebut
mengakibatkan dua orang Ibu-ibu pingsan lantaran diseret dan dilempar oleh
polisi. Sementara tim dokumentasi warga ditangkapi dan dituduh telah menjadi
wartawan palsu. Bahkan warga lain yang datang untuk mengirim logistik pun
ditahan oleh aparat. Akan tetapi, setelah melakukan perundingan yang pelik,
kiriman logistik akhirnya diperbolehkan. Warga kemudian mendirikan tenda di
59
lokasi aksi lalu bertahan sampai banyak kalangan yang bersimpati dan melebur
untuk bersolidaritas.
a. Representasi
Berita ini hanya terfokus pada konflik antara warga desa Tegal Dowo dan
Timbrangan dengan aparat yang terdiri dari TNI serta Polri. Konflik digambarkan
dengan cukup jelas, yaitu warga yang melakukan aksi dibubarkan secara paksa
oleh aparat dengan alasan tidak mematuhi hukum serta, beberapa, disebut menjadi
jurnalis palsu. Warga digambarkan sebagai kelompok yang militan dan gigih
ketika membela kepentingannya. Kalimat “solidaritas” yang dipakai untuk
menarasikan simpati serta langkah konkrit warga ketika membantu jalannya aksi,
menunjukkan bahwa warga juga menjadi kelompok yang moralis. Terutama
mereka yang tergabung dalam JMPPK. Hal ini, selain dilihat dari kata
“solidaritas,” juga bisa dilihat dari narasi bagaimana mereka berunding supaya
diberi akses untuk menyerahkan logistik serta kesehatan pada peserta aksi. Selain
itu, narasi-narasi yang mengatakan bahwa warga melakukan doa, pengajian, dan
sebagainya, juga menunjukkan bahwa warga merupakan kelompok agamis,
religius.
Sayangnya, dari seluruh teks, tidak ditulis alasan spesifik mengapa warga
melakukan aksi ketika ada kabar pabrik semen akan mengadakan acara peletakkan
batu pertama. Hanya ada teks yang menyatakan warga menuntut agar pendirian
pabrik dibatalkan. Sehingga teks ini menggambarkan warga yang tidak memiliki
argumen kuat.
Sementara itu, aparat digambarkan sebagai sosok yang kejam. Dalam
berita tersebut, aparat disebut telah membubarkan paksa warga yang melakukan
aksi, mereka menangkapi tim dokumentasi dari warga seraya menyebutnya
jurnalis palsu. Tak tanggung-tanggung, ketika pembubaran berlangsung, bahkan
aparat menambah personil satu truk dari TNI. Mereka tak hanya membubarkan
secara paksa, melanikan juga melakukan tindak kekerasan terhadap warga yang
mengakibatkan dua Ibu-ibu pingsan. Kata ibu-ibu sengaja dipilih seolah untuk
60
menarasikan betapa kejamnya aparat karena berani berlaku kasar kepada
perempuan, lebih-lebih seorang “ibu.” Selain itu, aparat juga disebut telah
menahan kiriman logistik dari warga pendukung aksi yang dibubarkan secara
paksa tersebut. Dengan demikian, teks ini tak hanya melegitimasi bahwa aparat
merupakan musuh warga, melainkan juga penindas orang-orang lemah, tidak
memiliki rasa kemanusiaan.
Di sisi lain, teks ini mengesampingkan alasan aparat menahan dan
membubarkan aksi. Hanya dikatakan bahwa alasannya ialah aksi tidak memenuhi
prosedur, tetapi prosedur yang seperti apa? Sehingga dapat dikatakan, meskipun
konflik digambarkan dengan cukup jelas, akan tetapi teks ini gagal menghadirkan
motivasi kuat antara warga dan aparat.
b. Relasi
Berita ini lebih memposisikan konflik warga Tegal Dowo dan Timbrangan
dengan Aparat. Sebab, alasan mengapa warga menolak peletakan batu pertama
pendirian pabrik semen tidak diceritakan secara eksplisit. Pun motivasi kuat
aparat dalam menghentikan paksa aksi tidak disebut. Dengan kata lain, teks ini
hanya berfokus pada konflik semata, dimana warga diposisikan sebagai kelompok
yang memiliki kesadaran moral, tabah dalam menghadapi tekanan, meski dalam
penindasan. Sementara aparat diposisikan sebagai kelompok penindas, tak punya
rasa kemanusiaan, karena tega melempar ibu-ibu dan menahan kiriman logistik
untuk mereka yang melakukan aksi. Demikian teks ini dengan jelas menunjukkan
siapa yang penindas dan siapa yang tertindas. Namun, hubungan konflik ini
dengan pendirian pabrik semen tidak disebutkan dengan jelas. Padahal, itu justru
merupakan kunci penting untuk mengetahui kenapa bisa ada bentrok antara warga
melawan aparat. Konsolidasi macam apa yang sudah dipersiapkan aparat dan
pabrik semen?
c. Identitas
Dalam berita ini, wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai warga yang
hendak melakukan aksi. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana cara si wartawan
61
menaruh pandangannya dalam tulisan itu. Seperti menarasikan warga dengan
kegiatan solidaritas, perundingan guna menyelamatkan kelompoknya.
Sedangkanaparat diidentifikasi sebagai sosok kejam yang tak hanya
membubarkan paksa aksi, tetapi juga melakukan kekerasan. Hal tersebut semakin
menegaskan keberpihakan si wartawan dan dari sisi mana ia memandang, yaitu
warga.
4. Judul Teks [Rilis solidaritas dari Blora] tolak Pabrik Semen di
Pegunungan Kendeng Utara!
Tulisan ini merupakan rilis dukungan dari Blora mengenai penolakan
pembangunan pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng. Diposting oleh tim
Selamatkan Bumi pada tanggal 19Juni 2014. Dalam rilis tersebut, wartawannya
menyebut bahwa rencana pembangunan empat pabrik semen di kawasan
pegunungan Kendeng akan berdampak buruk terhadap lingkungan. Empat pabrik
semen itu diantaranya, PT. Semen Indonesia di Rembang, PT. Indocement di Pati,
PT. Vanda Prima Listri di Grobogan, PT. Imasco Tambang Raya di Blora.
Teks ini memandang bahwa pembangunan di Kendeng lebih diproritaskan
ke sektor eknominya dan mengabaikan kelestarian lingkungan. Padahal, di bawah
Kendeng terdapat sumber mata air yang melimpah, yang terancam dengan
berdirinya pabrik semen. Selain menyebut kerusakan lingkungan dari segi
ekologi, teks ini juga menyitir sala satu ayat Al Qur’an Surat An-Naml. Bahkan
mengubungkan adanya perusakan lingkungan dengan agenda konspirasi Yahudi.
Teks ini disertai pula foto aksi massa yang menolak berdirinya pabrik semen.
a. Representasi
Teks ini menampilkan pembangunan pabrik semen di kawasan
pegunungan Kendeng yang belum memerhatikan aspek lingkungan. Dalam teks,
pembangunan pabrik semen tidak hanya tertuju pada Rembang saja, tetapi semua
kabupaten yang berada di wilayah pegunungan Kendeng seperti Pati, Blora, dan
Grobogan. Semua itu, selain tidak memerhatikan aspek lingkungan seperti
62
kelestarian mata air, juga melanggar Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008
tentang RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah).
Pada teks ini, wartawannya juga menyitir salah satu ayat Al-Qur’an Surat
An-Naml ayat 15 yang artinya “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi
supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-
sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.”
Ayat Al-Qur’an di atas dijadikan dalil untuk memojokkan
kekurangperhatianan pabrik semen terhadap lingkungan. Singkatnya, dalil agama
tersebut dijadikan justifikasi religi, bahwa pembangunan yang tak memedulikan
lingkungan berarti mengingkari firman Tuhan.
Selain itu, teks ini juga menambahkan narasi yang menyatakan
bahwasegala tindakaneksploitasi lingkungan merupakan bagian dari konspirasi
Yahudi. Konspirasi tersebut diwujudkan menjadi proyek HAARP (High
Frequency Active Auroral Research Program). Sebuah program penelitian
gabungan yang didanai Angkatan Udara AS, Angkatan Laut AS, Universitas
Alaska dan Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA). Pada teks
tersebut,dikatakan bahwa tujuan dari proyek HAARP ialah guna membentuk
tatanan dunia baru.Salah satunya dengan mengurangi populasi manusia dari lima
milyar ke satu milyar. Caranya adalah dengan merusak lingkungan hidup mereka.
Akan tetapi teori yang menyangkutpautkan antara rencana pertambangan
karst di Kendeng dan konspirasi global tersebut masih minim data. Sehingga hal
tersebut, di satu sisi, justru berpotensi menurunkan wibawa gerakan itu sendiri
karena terkesan asal tuduh.
b. Relasi
Dalam teks ini, konflik di Kendeng langsung dihubungkan dengan
masalah lingkungan. Pabrik Semen diposisikan sebagai corong bagi kekuatan
industrialisasi yang hanya memikirkan aspek ekonomi dan mengabaikan
63
lingkungan. Pada titik ini, pembaca diajak untuk bersimpati dengan keadaan
pegunungan Kendeng, sebab dalam teks disebutkan bahwa pembangunan pabrik
tidak saja abai terhadap lingkungan akan tetapi juga menerabas peraturan
pemerintah. Di sisi lain, teks ini juga semakin memojokkan pabrik semen dengan
justifikasi religi melalui Al-Qur’an Surat An-Naml ayat 15. Sehingga teks ini juga
berupaya menggalang dukungan dari umat muslim selaku mayoritas di Indonesia.
Namun, yang cukup berbeda dibanding teks-teks sebelumnya ialah, soal
konspirasi Yahudi. Teks ini menghubungkan konflik lingkungan dengan agenda
Yahudi yang hendak mengurangi populasi manusia. Kemudian mitos tentang
konspirasi tersebut dijadikan argumen untuk mengatakan bahwa Jawa terancam.
Hal ini bisa kita lihat pada teks berikut:
“Menurut American Almanac, memang tujuan dari kelompok
neo-imperialis yang mengendalikan korporasi-korporasi dunia ini adalah
membentuk Tatanan Dunia Baru yang salah satu programnya adalah
mengurangi populasi manusia dari lima milyar menjadi satu milyar
dalam dua atau tiga generasi mendatang.Maka untuk menenggelamkan
kota Blora beserta kabupaten-kabupaten lainnya di Pulau Jawa ini
tidaklah sukar, mungkin hanya dengan waktu bebeberapa menit saja.
Bagaimana masyarakat akan mencari keselamatan bila dataran tinggi
seperti pegunungan sebagai tanggul banjir sudah rata?”6
Kesimpulannya, teks ini memosisikan pembangunan industri semen tidak
hanya dapat mengancam lingkungan, akan tetapi juga mengingkari firman Tuhan
dan membantu agenda konspirasi Yahudi. Namun, tidak ada data kredibel yang
mampu menunjukkan keterkaitan dengan konspirasi tersebut, sehingga teks
semacam ini rawan menurunkan wibawa gerakan lantaran mengkritik tanpa bukti.
6 Tim Penutur Selamatkanbumi. Press Release Tolak Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Utara. https://selamatkanbumi.com/id/press-release-tolak-pabrik-semen-di-pegunungan-kendeng-utara/. Diakses 10 Februari 2018.
64
c. Identitas
Dalam teks ini, jelas terlihat bahwa wartawan atau jurnalis
mengidentifikasi dirinya sebagai warga yang menolak berdirinya pabrik semen di
area Kendeng. Hal itu, selain bisa dilihat dari dominannnya wacana mengenai
ancaman kerusakan lingkungan, juga ajakan untuk menggalang solidaritas guna
menolak berdirinya pabrik semen. Sementara itu, PT Semen Indonesia
diidentifikasi sebagai pihak yang tidak peduli pada lingkungan. Bahkan disebut
bahwa kegiatan eksploitasi alam PT Semen Indonesia merupakan agenda
konspirasi global.
5. Judul Teks: Rakyat Melawan: Aksi Protes Rembang, Pandang Raya,
Kulonprogo
Liputan ini ditulis oleh Tim Penutur Selamatkanbumi pada tanggal 23
September 2014. Liputan ini bercerita mengenai aksi protes yang dilakukan oleh
warga dari beberapa daerah dengan tujuan sama: menolak perampasan tanah.
Liputan pertama bercerita mengenai aksi JMPPK Rembang, Jawa Tengah, dalam
rangka memeringati 100 hari berdirinya tenda perjuangan menolak pendirian
pabrik semen di pegunungan Kendeng, khususnya di wilayah kecamatan Gunem
dan Bulu. Peserta aksi tersebut di dominasi oleh Ibu-ibu. Mereka membawa
berbagai hasil bumi menuju ke Kantor Bupati. Namun, dalam berita ditulis bahwa
tidak ada satu pun pejabat yang datang menemui peserta aksi.
Liputan kedua bercerita tentang aksi yang dilakukan oleh AMARA
(Aliansi Masyarakat Pandang Raya). Mereka berunjuk rasa di depan kantor Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Makassar. Hal itu mereka untuk menuntut
pengembalian hak mereka atas lahan yang sekarang sudah rata dengan tanah.
Mereka menuntut pengusutan atas surat putusan eksekusi yang dinilai cacat
hukum dan mengindikasikan adanya mafia dalam kasus tersebut.
Selanjutnya, liputan terakhir bercerita mengenai rakyat tani yang
tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) Kulon Progo. Mereka melakukan
aksi blokade jalur lintas selatan Jawa (Jalan Daendels). Berbagai benda, mulai
65
dari kayu, bebatuan, sekam, sampai gajebo, digunakan sebagai alat untuk
memblokir jalan tersebut.
Aksi tersebut merupakan buntut dari ketidakkonsistenan pemerintah ketika
melakukan sosialisasi pembangunan bandara di Kecamatan Temon, Kulonprogo.
Dalam berita tersebut, diceritakan bahwa warga dihadang oleh aparat saat hendak
mengikuti sosialisasi. Padahal mereka adalah orang-orang terdampak. Bahkan
aparat kemudian menyemprot warga yang protes menggunakan mobil
waterkanon.
Berita ini disertai foto aparat yang tengah berhadapan dengan warga, tidak
jelas apakah foto tersebut diambil di Rembang, Makassar, atau Kulon Progo. Di
dalam foto, tampak aparat berkumpul di depan warga yang sedang melakukan
aksi.
a. Representasi
Berita tersebut menggambarkan bagaimana pemerintah telah menjadi
musuh dari rakyat. Kata “rakyat” dipilih untuk menjustifikasi bahwa pemerintah
telah ditentang oleh mereka yang harusnya mendapat kesejahteraan dan
perlindungan di bawah negara. Selain itu, rakyat juga merupakan elemen penting
di negara yang menganut demokrasi seperti Indonesia. Dengan demikian,
pemerintah (bupati dan lain sebagainya), selain telah dianggap musuh rakyat
dalam demokrasi, juga dalam teks ini, dibuat seolah bukan dari bagian rakyat itu
sendiri. Rakyat seperti kelas yang sama sekali berbeda dengan pemerintah.
Ada perbedaan makna dalam narasi tiga aksi tersebut yang bisa kita
analisis. Pertama, di Rembang, teks ini menyebut bahwa aksi di dominasi “Ibu-
ibu.” Para Ibu itu juga membawa hasil bumi dari pegunungan Kendeng, daerah
yang rencananya akan dibangun pabrik semen. Ibu-ibu di sini, secara implisit
dihubungkan dengan hasil bumi. Pemilihan kata “Ibu” dibanding perempuan dan
teks dimana mereka dikatakan membawa hasil bumi seolah bertujuan untuk
menarasikan pembangunan semen yang telah mendurhakai sosok Ibu, yaitu bumi
itu sendiri.
66
Kedua, massa dari Aliansi Masyarakat Pandang Raya (AMARA) yang
berunjuk rasa di depan Kantor Badan Pertahanan Nasional dan menuntut
pengembalian hak mereka atas tanah di Pandang Raya. Dalam teks ini, pelaku
penggusuran tidak disebut. Teks hanya fokus pada aksi yang dilakukan oleh
AMARA serta apa yang menimpa mereka, yaitu berupa “kedzaliman” pemerintah.
Masyarakat yang tergabung dalam AMARA dinarasikan sebagai korban yang
mesti tergusur rumahnya walaupun secara hukum mereka berhak atas lahan yang
sudah digusur tersebut. Lebih tepatnya, korban yang tabah dan tetap melawan.
Ketiga, di Kulon Progo, massa yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal
melakukan aksi blokade jalur Lintas Selatan Jawa (Jalan Daendels). Dalam teks
ini, digambarkan bahwa pemerintah bersikap inkonsisten dalam rencana proyek
Bandara di Kulon Progo. Atas dasar itulah masyarakat geram dan melakukan aksi
blokade tersebut.
Dalam teks ini, rakyat disebut dengan istilah rakyat tani yang berarti,
singkatnya, mereka yang berprofesi sebagai petani. Fokus teks ini lebih mengarah
pada kekerasan yang dilakukan aparat terhadap para petani. Para petani
dinarasikan sebagai kelompok yang tertindas karena menjadi korban dari
ketidakkonsistenan pemerintah dalam rencana proyek pembangunan bandara.
Sudah tidak diperbolehkan ikut sosialisasi, melakukan aksi pun malah mendapat
tindak kekerasan dari aparat. Dengan demikian, teks ini melegitimasi petani
sebagai kelompok yang tersubordinasi oleh sikap pemerintah.
Dari ketiga aksi tersebut, teks ini kemudian menjustifikasi bahwa
pemerintah justru kerap kali menjadi masalah dalam kehidupan rakyat.
Pemerintah menjadi sosok penindas yang menggunakan tangan aparat untuk
mengendalikan warga lewat tindakan-tindakan represif, seperti menghadang aksi
dan membubarkannya dengan kekerasan. Selain itu, pemerintah juga digambarkan
sebagai kelompok yang justru berada di luar rakyat, padahal kita sering
mendengar bahwa mereka adalah wakil rakyat. Hal ini bisa kita lihat dari aksi
JMPPK yang bahkan tidak disambut oleh bupatinya serta aksi blokade di Kulon
Progo yang dibubarkan paksa oleh aparat.
67
Namun, narasi tentang peran pemerintah tidak ada dalam teks yang
bercerita tentang aksi AMARA. Akar mula konflik penggusuran juga tidak
ditampilkan sama sekali. Berbeda dengan dua narasi lainnya yang menyentil akar
konflik daerahnya walaupun dalam skala minim. Dapat disimpulkan, teks ini lebih
menyorot bagaimana rakyat mendapat perlakuan tidak adil oleh pemerintah.
b. Relasi
Dalam berita tersebut, konflik yang terjadi lebih dihubungkan dengan
sikap pemerintah. Rakyat diposisikan sebagai pihak yang terdzalimi sehingga
mereka tidak punya jalan lain selain melawan. Terdzalimi di sini berhubungan
dengan pendirian pabrik semen di Rembang dan pembangunan bandara di Kulon
Progo yang sama-sama mengancam lingkungan hidup masyarakat. Akan tetapi,
masalah dampak lingkungan sendiri sama sekali tidak disinggung dalam teks dan
hanya mengacu pada konflik pertentangan dengan pemerintah.
Sementara itu, pemerintah digambarkan sebagai sosok yang dzalim,
merampas ruang hidup rakyat, tetapi tidak peduli dengan semua itu. Hal ini bisa
dilihat dari narasi berita, dimana pemerintah absen, tak mau menanggapi
persoalan, bahkan menggunakan tangan aparat untuk menekan warga yang
melawan.
c. Identitas
Wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari rakyat. Kita bisa
melihat dari bagaimana ia memosisikan pemerintah, menjustifikasi pemerintah
sebagai pihak yang dzalim. Sedangkan JMPPK, AMARA, WTT, diidentifikasi
sebagai masyarakat yang kecewa dengan pemerintahlantaran berlaku tidak adil
kepada mereka. Pemerintah sendiri diidentifikasi sebagai kelompok dzalim yang
merampas ruang hidup rakyat.
68
6. Judul Teks: Kronologi Represi Aparat Terhadap Ibu-Ibu Penolak
Pabrik Semen di Rembang 27 November 2014
Teks ini ditulis oleh Tim Penutur Selamatkan Bumi pada tanggal 28
November 2014. Bercerita seputar kronologi tindakan represif yang dilakukan
oleh aparat terhadap ibu-ibu penolak pabrik semen PT Semen Indonesia. Berawal
dari aksi blokade jalan menuju tapak pabrik oleh warga Rembang yang kemudian
disambut dengan berbagai tindakan represif aparat dan preman pabrik semen.
Aparat dan preman merampas atribut aksi warga seperti lesung, bendera, poster,
dan alat peraga lainnya. Tak berhenti sampai disitu, mereka juga memukuli
sejumlah warga. Berita ini ditulis secara kronologis. Dengan kejelasan waktu serta
tempat kejadian perkara.
a. Representasi
Berita ini merepresentasikan sosok aparat yang kejam, represif, dan tidak
berpihak pada masyarakat Rembang. Hal ini terutama ditujukan dalam salah satu
dialog antara aparat dengan ibu-ibu di tenda perlawanan.
Kapolres datang ke tenda bersama anggota TNI, preman, satpam, dan
wartawan. Di sana, ia marah-marah:
Kapolres: “Jadi ini seperti kemarin tidak bisa di atur?”
Warga: “Njeh, pak!” (terj-Iya, pak!)
Kapolres: “Jadi kalo ibu-ibu tetap seperti kemarin, maka pihak keamanan
akan melakukan langkah seperti kemarin juga (kekerasan)”
Warga: “Iya, pak, tidak apa-apa kita sudah biasa dikasari oleh pihak
polisi. Ya dari tanggal 16 Juni sampai sekarang perlakuan yang sama
tidak pernah berubah, yang dilakukan oleh pihak keamanan dimana
69
seharusnya melindungi masyarakat tetapi kenyataanya terbalik, justru
pihak keamanan malah melindungi pemodal, apakah kami salah kalo
ingin menyelamatkan lingkungan, apakah kami salah kalo ingin
menyelamatkan anak cucu kelak, apakah kami salah kalo ingin
menyelamatkan bumi pertiwi?” (Kutipan berita Selamatkanbumi.com,
kronologi 09:35)7
Dialog tersebut menampilkan aparat yang represif dan gemar mengancam
warganya lewat kekerasan bahkan bersekongkol dengan preman. Kalimat “pihak
keamanan akan melakukan langkah seperti kemarin (kekerasan),” menunjukkan
bahwa aparat tidak sekali ini saja melakukan tindak kekerasan terhadap warga.
Kemudian jawaban balasan dari warga menjustifikasi bahwa aparat adalah
kelompok yang mengalami disorientasi. Karena mereka harusnya melindungi
masyarakat bukannya pemodal. Dengan demikian, teks ini secara eksplisit,
melegitimasi aparat sebagai kelompok represif, oposisi warga dalam
memerjuangkan lingkungan.
Sementara itu, warga rembang ditampilkan sebagai kelompok yang
moralis, memikirkan nasib lingkungan dan masa depan anaknya. Mereka
direpresentasikan sebagai kelompok yang berjuang gigih menolak pendirian
pabrik semen. Walaupun mesti berhadapan dengan kekerasan aparat. Selain itu,
warga juga menjadi kelompok yang memiliki ikatan dengan lingkungan. Hal ini
bisa kita lihat penggunaan kata “ibu-ibu” dengan “ibu pertiwi”. Ada ikatan
tersendiri ketika menyebut “ibu pertiwi” sebagai bumi dengan “Ibu-ibu” yang
merupakan mayoritas massa aksi. Yaitu, keduanya sama-sama melahirkan
kehidupan.
b. Relasi
Dalam berita ini, konflik lebih dilihat hubungannya dengan warga dan
aparat. Warga yang hendak menghentikan pembangunan karena mereka khawatir
7 Tim Penutur Selamatkan Bumi. “Kronologi Represi Aparat Terhadap Ibu-Ibu Penolak Pabrik
Semen di Rembang. https://selamatkanbumi.com/id/kronologi-represi-aparat-terhadap-ibu-ibu-
penolak-pabrik-semen-di-rembang-27-november-2014/. Diakses 12 Februari 2018
70
akan ancaman lingkungan sementara aparat berupaya menghentikan upaya
tersebut. Pada titik ini, wartawan memposisikan warga sebagai pihak yang
tertindas, padahal mereka berupaya membela lingkungan dan masa depannya.
Sementara aparat diposisikan sebagai pihak penindas yang bersekongkol dengan
preman demi memperlancar proyek pembangunan pabrik semen. Sementara itu,
konflik lingkungan dalam teks ini dihadirkan sebagai alasan fundamental
mengapa warga melakukan penolakan proyek pembangunan pabrik semen di
Kendeng.
c. Identitas
Dalam teks ini, wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai warga. Hal
tersebut bisa dilihat dari pemilihan kata serta dialog yang menarasikan aparat
sebagai tokoh antagonis. Sementara warga diidentifikasi sebagai korban dari
kekerasan aparat yang dalam teks dinarasikan sebagai penindas.
71
BAB 4
PEMBAHASAN
A. Temuan Analisis Teks
1. Liputan6.com
Secara umum, teks berita di portal Liputan6.com pada periode Juni 2014
hingga Desember 2015 didominasi oleh narasi-narasi yang mendukung berdirinya
pabrik semen PT Semen Indonesia di kawasan pegunungan Kendeng Utara yang
berada di daerah Rembang. Sejumlah teks menyatakan bahwa berdirinya pabrik
semen di Kendeng telah memenuhi prosedur ramah lingkungan, dibuktikan
dengan kekuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang telah
mereka kantongi.
Selain itu, teks ini juga menyatakan bahwa PT Semen Indonesia telah
mendapat dukungan dari kalangan ulama dan sebagian warga Rembang dalam
proses pembangunannya. Pada titik ini, teks berita menempatkan orang-orang di
balik adanya prosedur Amdal, ulama, serta sebagian warga, sebagai pihak yang
netral, seolah tidak memiliki kepentingan apapun selain memajukan ekonomi.
Sehingga dukungan mereka menjadi legitimasi moral bagi pabrik. Pada saat yang
bersamaan, beberapa berita melemahkan argumen warga yang berupaya
memertahankan lingkungannya, terutama sumber mata air, agar tidak rusak karena
pembangunan pabrik.
Berita yang melemahkan tersebut, umumnya menarasikan perlawanan
warga sebagai buah dari kekhawatiran semata, tanpa didukung bukti yang bisa
dipertanggungjawabkan. Bahkan masyarakat penolak dianggap sebagai kelompok
yang belum mengetahui bahwa berdirinya pabrik PT Semen Indonesia akan
membawa keuntungan bagi masyarakat Rembang secara luas.
Dukungan terhadap pembangunan pabrik semen kian masif dalam
pemberitaan Liputan6.com setelah adanya teks yang memuat dukungan Wakil
Presiden RI Jusuf Kala. Dalam berita tersebut, Jusuf Kala mendukung upaya
pengembangan pabrik semen demi memenuhi peningkatan konsumsi semen
72
masyarakat serta pembangunan infrastruktur. Konflik lingkungan yang melibatkan
warga Rembang malah sama sekali tidak tersentuh oleh orang nomor dua di
Indonesia itu.
Anehnya, kambing hitam di teks periode Juni 2014 - Desember 2015 ini
justru lebih mengarah ke Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, selaku pihak
yang dinilai memiliki kekuasaan untuk mencabut izin PT Semen Indonesia.
Pasalnya, Ganjar tidak sama sekali diberi ruang untuk berkomentar terkait
perlawanan masyarakat Rembang pada periode tersebut. Padahal beberapa teks
menyebut namanya sebagai gubernur yang tak memerhatikan rakyat. Namun,
pihak Liputan6.com sendiri tampaknya belum memverifikasi ke pihak Ganjar
pada periode itu. Sehingga kesannya, Ganjar betul-betul terlihat apatis/tidak
peduli dengan masyarakat Rembang yang melawan, karena tak memberikan
tanggapan.
Beberapa teks mungkin kelihatan pro dengan masyarakat Rembang. Akan
tetapi, teks-teks yang tampaknya mendukung perlawanan itu cenderung
mengarahkan pembaca untuk bersimpati saja terhadap massa yang melawan.
Dalam artian, tidak memperkuat wacana lingkungan yang coba disuarakan oleh
masyarakat Rembang.
2. Selamatkanbumi.com
Selamatkanbumi.com, sebagai media yang berpihak terhadap lapisan
masyarakat kelas bawah telah menunjukkan keberpihakannya secara jelas.
Sebagian besar teksnya, baik press release maupun berita, mendukung perjuangan
masyarakat Rembang untuk menolak pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia
di kawasan Kendeng Utara, tepatnya di Gunem, Rembang.
Dalam konteks polemik pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia
di Rembang, menurut penulis ada tiga aspek problema lingkungan yang
ditunjukkan Selamatkanbumi.com. Pertama, segala aktivitas pembangunan PT
Semen Indonesia akan mengancam kelestarian sumber mata air dan goa bawah
tanah di sekitar kawasan CAT Watuputih, Kendeng. Kedua, kerusakan-kerusakan
73
itu terjadi disebabkan karena penggunaan alat-alat tambang yang akan
menghancurkan titik-titik resapan air. Ketiga, terjadi konflik sosial baik warga
dengan warga maupun warga dengan aparat. Konflik sosial ini merupakan
dampak dari pembangunan pabrik tersebut.
Sejauh ini, selamatkanbumi.com telah menghadirkan paparan poin dari
kemungkinan dampak negatif terhadap lingkungan Kendeng yang akan terjadi
bila pabrik semen berdiri. Namun sayangnya, sebagian besar teks justru terfokus
pada pelanggaran HAM, yakni aksi kekerasan aparat yang berusaha menghalau
warga Rembang. Sementara wacana-wacana ekologis justru terpinggirkan.
Kekurangan lainnya dari Selamatkanbumi.com ialah, beritanya cenderung
satu arah saja dan narasinya menghadirkan suatu konflik yang hitam putih: antara
para petani yang tertindas dan pabrik semen yang menindas melalui aparat. Jelas,
media ini belum memenuhi kaidah jurnalistik yang ideal. Apalagi tidak ada
keterangan disclaimer atau sanggahandari pihak aparat maupun PT Semen.
Sehingga terkesan tidak ada upaya untuk cover both side.
Selain itu, beberapa teks dalam Selamatkanbumi.com juga menuduh tanpa
bukti kuat. Seperti salah satu teks yang menyebut bahwa upaya perusakan
ekosistem di lingkungan Kendeng menjadi bagian dari konspirasi Illuminati.
Argumen tersebut terkesan mengada-ada karena belum ada bukti kuatnya
sehingga, pada titik tertentu, justru berpotensi menurunkan kredibilitas gerakan
media tersebut.
B. Praktik Kewacanaan
Analisis praktik kewacanaan berupaya mengungkap bagaimana suatu teks
diproduksi. Dalam hal ini, peneliti menyelidiki kondisi yang melatarbelakangi
produksi teks berita di media Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com, proses-
proses apa sajakah yang dilalui sebuah teks sebelum dicetak. Dengan melakukan
analisis praktik kewacanaan, kita bisa melihat bagaimana struktur dan isi teks
ditransformasikan.
74
Pertama, kita akan membahas bagaimana proses produksi wacana
Liputan6.com. Berdasarkan wawancara dengan Harun Mahbub, redaktur
pelaksana atau penanggungjawab berita-berita daerah di Liputan6.com, intinya
Liputan6.com bukan platform ideologis dan politis, mereka tidak mengawal satu
isu tertentu (Harun Mahbub, wawancara, 13 Februari 2018). Dalam sistem
kerjanya, Harun lebih mengandalkan kontributor dari berbagai daerah untuk
liputan daripada wartawan yang sudah menjadi pegawai tetap Liputan6.com.
Sebab kebanyakan wartawan Liputan6.com berada di Jakarta atau setidaknya di
pusat-pusat kota di tiap daerah. Perlu diketahui, kontributor dalam sistem kerja
Liputan6.com dibayar per konten, tidak ada gaji tetap, namun kerja mereka terikat
kontrak. Kontrak ini bisa diputus bila kontributor sudah tidak produktif dalam
beberapa waktu tertentu.
Sebagai redaktur pelaksana, Harun menentukan isu serta konten tulisan
model apa saja yang akan dimuat. Ia juga menetapkan standar kepenulisan, mulai
dari kategori berita, sampai jumlah kata. Dalam struktur kerja Liputan6.com,
redaktur pelaksana dibawahi oleh redaktur eksekutif yang memantau kerja harian.
Sementara pemimpin redaksi (pemred), ranah kerjanya lebih ke lobby-lobby
politik ke semua pihak eksternal dan menjaga stabilitas kinerja redaksi.
Pada Liputan6.com, Harun menekankan penulisan berita-berita dalam
bentuk feature atau story, yang lebih mengekspos sisi human interest melalui
kedalaman narasi. Kedalaman narasi yang penulis maksud adalah tulisan-tulisan
desktirptif yang panjang dan memiliki alur cerita. Tulisan-tulisan ini bisa dilihat di
kanal regional Liputan6.com.
Mengenai polemik pembangunan Pabrik PT Semen Indonesia di
Rembang, Harun mengaku tidak tertarik. Baginya isu-isu terkait konflik agraria di
Kendeng tidak seksi. Dalam artian tidak mendatangkan traffic. Oleh karena itu, ia
tidak mengirim wartawan maupun kontributor ke daerah tersebut. Adapun berita-
berita yang berkaitan dengan Rembang pada periode Juni 2014 - Desember 2015,
merupakan hasil liputan ketika massa penolak pabrik semen dari Rembang
75
melakukan aksi di Semarang atau Jakarta. Selebihnya berasal dari press
release/siaran pers PT Semen Indonesia.
Sikap ini yang memengaruhi perspektif Liputan6.comdalam memberitakan
Rembang. Misalnya, seperti pengkambinghitaman Ganjar Pranowo secara sepihak
tanpa ada konfirmasi darinya. Menurut Harun hal ini terjadi lantaran memang
tidak ada niat dari Liputan6.com untuk mengawal konflik di Rembang. Sehingga
berita yang dimuat cenderung dari bahan seadanya tanpa ada reportase mendalam.
Lebih jauh, sikap ini juga membuat Liputan6.com cenderung memuat berita yang
sepotong-sepotong dan satu sisi.
Sedikitnya berita tentang konflik di Rembang ini rupanya berbanding
terbalik dengan berita-berita tentang upaya pengembangan PT Semen Indonesia.
Berita di Liputan6.com yang memuat pencitraan tentang semen lebih banyak.
Umumnya, berita-berita terkait PT Semen Indonesia ini memuat pencitraan
mereka sebagai pabrik ramah lingkungan yang mesti dikembangkan guna
memenuhi ‘permintaan pasar’ dan peningkatan ‘infrastruktur’. Wacana ini
dilegitimiasi secara moral lewat narasi yang memberitakan dukungan Jussuf Kala,
“sebagian besar warga Rembang,” serta dukungan“ulama,” terhadap
pembangunan pabrik PT Semen Indonesia. Selain justifikasi moral, teks-teks
Liputan6.com juga menjustifikasi pembangunan pabrik semen secara prosedural
dengan menarasikan Amdal sebagai kekuatan mutlak bahwa pabrik telah
memenuhi syarat.
Teks mengenai pencitraan-pencitraan PT Semen Indonesia ini, dalam
analisis penulis, lebih kuat dibanding argumen masyarakat Rembang terkait
penolakannya. Ada beberapa poin yang bisa dicermati mengenai hal ini. Pertama,
jika teks mengenai pembangunan semen diperkuat dengan dukungan dari Wakil
Presiden RI serta ulama, ditambah justifikasi Amdal, maka teks-teks tentang
penolakan warga cenderung dinarasikan sebagai suatu kekhawatiran tanpa ada
bukti kuat. Kedua, tidak ada justifikasi moral dari tokoh atau justifikasi prosedural
guna memperkuat argumen warga, misalnya dengan menulis dari perspektif pegiat
lingkungan yang memang konsen terhadap isu di sana. Ketiga, argumen warga
76
diperlemah lewat pernyataan Sekretaris PT Semen Indonesia, bahwa mereka yang
melakukan penolakan perlu diberi tahu mengenai dampak kesejahteraan yang
akan dibawa oleh pabrik semen.
Demikian, dapat disimpulkan bahwa karena Liputan6.com enggan
mengawal konflik di Rembang, maka wacana-wacana yang terbentuk pada
periode Juni 2014 - Desember 2015, cenderung melemahkan massa yang menolak
pabrik. Dalam hal ini, konflik lingkungan lebih dilihat sebagai konteks saja tanpa
ada pendalaman lebih jauh. Selebihnya, mereka lebih banyak memuat press
release dari pabrik PT Semen Indonesia, sehingga berita-berita yang memuat
pencitraan mereka porsinya relatif lebih banyak.
Proses produksi wacana dari Liputan6.com selaku media yang dimiliki
salah satu perusahaan teknologi ternama di Indonesia (Elang Media Teknologi
Group), lebih memerhatikan content include traffic daripada mengawal satu isu
tertentu. Traffic ini mendukung Liputan6.com untuk mendapat uang dari para
pengiklan. Sebagaimana logika media online mainstream, kalau pengunjung
situsnya banyak, mudah dijual untuk bisnis ke para pengiklan. Berbeda dengan
Selamatkanbumi.com yang secara ideologis sarat akan upaya advokasi terhadap
masyarakat yang terancam ruang hidupnya.
Peneliti telah melakukan wawancara dengan Abdus Somad, salah seorang
pendiri media selamatkanbumi.com. Perlu dicatat, bahwa sebetulnya tidak ada
hierarki di Selamatkanbumi.com. Namun, tugas Somad secara keredaksian sama
dengan kerja redaktur media pada umumnya.
Berdasarkan penuturan Somad, Tim Selamatkanbumi.com memposisikan
diri mereka sebagai media alternatif yang berpihak pada masyarakat. Secara
spesifik, mereka berpihak terhadap masyarakat yang terancam ruang hidupnya.
Maka, wacana-wacana yang diproduksi kebanyakan bertutur soal perampasan
lahan serta pembangunan pabrik yang berpotensi merusak lingkungan (Abdus
Somad, wawancara, 28 Oktober 2017).
77
Dalam pemberitaannya, tim media Selamatkanbumi.com mengacu pada
jurnalisme lingkungan karena berita-berita mereka didominasi oleh persoalan
lingkungan dengan berbagai macam dinamikanya. Namun, tim media
Selamatkanbumi.com juga menganut jurnalisme advokasi. Artinya mereka
mengawal isu lingkungan secara berkesinambungan serta membangun ruang bagi
masyarakat. Implementasi ruang ini diwujudkan melalui jurnalisme warga yang
kemudian lebih banyak berisi siaran pers/press release dari masyarakat (Abdus
Somad, wawancara, 8 Februari 2018). Sebelumnya, tim Selamatkanbumi.com
juga telah memberi pelatihan kepada masyarakat yang mereka advokasi, seperti
pelatihan menulis dan penggunaan media sosial. Pelatihan ini dilakukan di
beberapa daerah seperti Rembang dan Kulonprogo.
Dinamika di ruang redaksi Selamatkanbumi.com, seperti penulis katakan
tadi, tidaklah hierarkis. Karena semangat keberpihakan terhadap masyarakat itu,
mereka kemudian menerima semua teks press release dari masyarakat. Dengan
catatan, selama press release itu berisikan informasi mengenai perampasan lahan
atau ancaman terhadap lingkungan hidup. Jika memang ada tulisan yang dirasa
belum layak untuk dipublikasikan, entah karena kesalahan ejaan atau kurangnya
data, tim Selamatkanbumi.com tidak serta merta langsung menolaknya begitu
saja. Sebaliknya mereka akan berdiskusi dengan si wartawan dulu sembari
memberi masukan-masukan.
Intinya, semua tulisan baik dalam bentuk berita maupun press release
akan tetap dimuat, asalkan bercerita seputar ancaman lingkungan hidup
masyarakat. Dalam hal ini, jumlah pemuatan press release yang lebih banyak
daripada berita juga dipengaruhi oleh terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM)
Selamatkanbumi.com. Sebab, media tersebut hanya dijalankan oleh enam orang.
Dengan sedikitnya jumlah SDM itu, mereka membagi tugas di wilayah yang
berbeda-beda. Ada yang mengawal konflik di daerah Surabaya, ada yang di Jogja,
Malang, dan lain sebagainya. Target berita sebulan tiga kali.
Selain SDM, faktor keuangan juga menjadi sebab mengapa pada periode
itu press release lebih banyak daripada berita langsung. Dengan mengandalkan
78
uang pribadi untuk menghidupi media, tim Selamatkanbumi.com seringkali tidak
bisa menjangkau daerah-daerah konflik secara maksimal. Oleh karena itu, mereka
memanfaatkan suara warga melalui press release untuk dimuat. Paling tidak,
dengan press release itu ada informasi yang tetap bisa mereka sampaikan
walaupun tidak berada langsung di lokasi kejadian.
Begitulah konteks umum produksi pemberitaan Selamatkanbumi.com,
juga ketika mereka memuat informasi mengenai konflik pembangunan Pabrik PT
Semen Indonesia di Rembang pada periode 2014-2015. Selanjutnya, penulis
membaca bahwa Selamatkanbumi.com memproduksi beberapa wacana untuk
membentuk suatu konstruksi kebenaran terkait Rembang. Diantaranya
Selamatkanbumi.com lebih banyak memuat narasi mengenai kekerasan aparat
terhadap masyarakat Rembang yang melakukan perlawanan terhadap
pembangunan pabrik semen.
Menurut Somad, melalui narasi tersebut, Selamatkanbumi.com
menunjukkan bahwa militerisme menjadi hambatan besar bagi perjuangan
masyarakat untuk menyelamatkan lingkungan hidupnya. Tindakan-tindakan
kekerasan aparat menunjukkan bahwa mereka merasa berkuasa atas masyarakat.
Terkait dengan adanya press release yang menghubungkan konflik di
Rembang dengan konspirasi Yahudi, Somad mengaku punya data untuk
mendukung tulisan itu. Meski begitu, press release tersebut sebenarnya dimuat
hanya untuk melihat reaksi apa yang akan muncul dari pihak korporasi. Tim
Selamatkanbumi.com tidak khawatir mengenai kemungkinan turunnya
kredibilitas gerakan di mata warga, sebab segala data yang mereka peroleh sudah
didiskusikan lebih dulu dengan warga.
Dalam produksi wacana, Selamatkanbumi.com menyimbolkan perlawanan
dengan sosok “Ibu.” Hal ini bisa dilihat dari banyaknya narasi tentang Ibu di
dalam teks yang digunakan untuk menyebut sebagian besar massa penolak pabrik
semen. Somad bertutur alasannya ialah karena sosok Ibu dinilai lebih peka
melihat realitas sosial sekaligus sosok yang selalu melindungi. Dalam konteks
79
konflik lingkungan di Rembang, Ibu menjadi simbol dari sosok yang melihat
ancaman alam dan berupaya melindunginya.
Kesimpulannya, media Selamatkanbumi.com sebagai sebuah platform
yang ideologis dan memiliki keberpihakan terhadap upaya pembebasan
lingkungan hidup dari eksploitasi sektor industri, membuka ruang bagi
masyarakat untuk menyerukan perlawanannya. Semangat sebagai media
komunitas yang dapat menjadi alternatif bagi gerakan lingkungan membuat
Selamatkanbumi.com nyaris tidak pernah menyeleksi teks dari masyarakat.
Bagi tim Selamatkanbumi.com, sebagaimana disampaikan Somad,
masyarakat tidaklah bodoh. Masyarakat memahami lingkungannya sendiri dan
mereka tahu kapan mesti diam, kapan mesti melawan. Oleh karena itu,
Selamatkanbumi.comada untuk menjadi wadah bagi masyarakat yang tengah
berjuang memertahankan lingkungannya sendiri. Sehingga setiap wacana yang
berkaitan dengan seruan pembebasan lingkungan akan tetap dimuat, dalam bentuk
berita maupun press release. Dalam hal ini, ruang redaksi Selamatkanbumi.com
memposisikan diri sebagai mitra warga dengan mendiskusikan segala tulisan yang
hendak dimuat.
C. Praktik Sosial Budaya
Konstruksi kebenaran yang diwacanakan oleh dua media tersebut,
tentunya tidak lepas dari kondisi sosial budaya yang melatarbelakanginya.
Sehingga perlu dipetakan bagaimana sesungguhnya kondisi sosial budaya di
Rembang yanga telah memengaruhi produksi wacana media
Selamatkanbumi.comdan Liputan6.com.
Konflik lingkungan yang terjadi di Rembang tidak bisa dipisahkan dari
konstruksi makna “tambang untuk kesejahteraan.” Dalam buku berjudul Mitos
Tambang untuk Kesejahteraan yang ditulis oleh Hendra Tri Ardianto, disebutkan
bahwa wacana kesejahteraan muncul di era gubernur Bibit Waluyo pada periode
2008-2013. Saat itu, Jawa Tengah memiliki angka kemiskinan yang tinggi, yaitu
80
sekitar 6,6 juta orang atau 20,43% dari seluruh masyarakat Jawa Tengah.
Konsentrasi kemiskinan ini berada di kawasan pedesaan.
Rembang, merupakan salah satu kabupaten yang memiliki desa-desa
dengan tingkat kemiskinan tinggi. Bibit bahkan menyebut Rembang menjadi kota
termiskin nomor 2 di Jawa Tengah. Kondisi kemiskinan ini dimaknai oleh Bibit
sebagai akibat dari tidak terkelolanya potensi-potensi daerah di Rembang
(Ardianto, 2016: 26). Selanjutnya, untuk mengentaskan kemiskinan, Bibit
menyatakan ada dua bidang yang harus diperbaiki: infrastruktur dan energi.
Dengan keberadaan infrastruktur yang baik dan energi yang tercukupi, menurut
Bibit, dapat membuka peluang masuknya investasi-investasi ekonomi skala besar.
Dalam hal ini, pertambangan semen, dinilai sebagai salah satu investasi
yang potensial. Sebab Jawa Tengah memiliki jumlah karst yang cukup melimpah.
Dukungan terhadap pertambangan semen ini ditegaskan dalam RPJMD Provinsi
Jateng 2008-2013.
PT Semen Indonesia sendiri memperoleh izin untuk membangun pabrik di
daerah Rembang sekitar tahun 2012. Sebelumnya, PT Semen Indonesia sudah
terlebih dahulu memasuki wilayah Pati, ketika namanya masih Semen Gresik.
Akan tetapi kalah dalam gugatan sidang PTUN tahun 2010. Masuknya PT Semen
Indonesia dengan kucuran dana sekitar tiga triliunan ini digadang-gadang akan
mampu memperkuat ekonomi daerah. Tak pelak, makna “tambang untuk
kesejahteraan” pun digaungkan oleh Bibit hingga periode gubernurnya habis dan
digantikan Ganjar Pranowo, yang juga melanggengkan makna tersebut hingga
sekarang.
Makna “tambang untuk kesejahteraan” ini lahir dari konstruksi bahwa
kemiskinan hadir karena adanya potensi yang belum dimanfaatkan dan investasi
tambang skala besar menjadi salah satu solusi untuk hal itu. Konstruksi ini
disokong dengan sejumlah kegiatan yang memperkuat posisi pabrik semen
sebagai industri ramah lingkungan sebagaimana UU No. 4 Tahun 2009 tentang
pertambangan Minerba. Kegiatan-kegiatan pendukung itu ialah: pertama, adanya
81
penghargaan-penghargaan atas Good Minning Practice (GMP) seperti, Proper
Emas tahun 2012-2013, Green Industry tahun 2012 & 2013 dan Indonesian
Green Award tahun 2013. Penghargaan-penghargaan ini dijadikan legitimiasi
bahwa pembangunan pabrik semen tidak akan merusak lingkungan.
Kedua, melalui aktivitas Corporate Social Responsibility, PT Semen
Indonesia mengklaim kedatangannya menyumbang pengaruh positif terhadap
sosiokultural masyarakat Rembang. Diwujudkan dengan berbagai bantuan materi
untuk pembangunan masjid, pelatihan tenaga kerja, pinjaman pada UKM, dan lain
sebagainya. Ketiga, adanya justifikasi kalangan akademisi dari berbagai
perguruan tinggi ternama seperti Eko Haryono dan Heru Handayana dari
Universitas Gadjah Mada, serta Ika Bagus Priyambadan dari Universitas
Diponegoro (Undip). Selain pakar intelektual, justifikasi ini diperkuat lewat
testimoni warga yang sudah diberi bantuan CSR dan juga statement tokoh ulama
besar seperti KH. Maimun Zubair (Ardianto, 2016: 82-113).
Semua itu dilakukan guna memperkuat wacana kesejahteraan perusahaan
tambang. Dengan menempatkan institusi pemberi penghargaan, akademisi, warga,
dan para ulama sebagai kelompok netral, PT Semen Indonesia hendak
menunjukkan pada publik bahwa pertambangan tidak akan menyebabkan
kerusakan ekologis namun justru menguntungkan bagi perekonomian penduduk.
Namun, wacana kesejahteraan yang coba digalakkan PT Semen Indonesia
ini justru mendapat perlawanan dari sebagian masyarakat Rembang. Perlawanan
ini berakar dari konteks sosial budaya yang ada di dalam struktur masyarakat.
Dalam kesehariannya, sebagian besar warga Rembang menjadikan
kegiatan bertani sebagai ‘soko’ kehidupan (Ardianto, 2016:167). Hal ini juga
ditunjukkan lewat data dari BPS Jawa Tengah dan Bapeda Jawa Tengah yang
dihimpun dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), sebagaimana
berikut:
82
Tabel 1.1 Jumlah penduduk Rembang (usia 15 tahun ke atas)
berdasarkan lapangan kerja)
Lapangan Pekerjaan Utama
Jumlah Jiwa
Pertanian
145.046
Industri (manufaktur)
18.247
Konstruksi
18.273
Pertambangan dan galian, listrik, gas, dan
air bersih
1.305
Perdagangan
60.531
Transportasi
8.868
Keuangan
3.361
Jasa
55.162
Total 310.793
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka 2014. BPS Prov. Jawa Tengah dan
Bappeda Prov. Jawa TengahdalamPeran Perbankan dalam Pengembangan
Industri Semen di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih Rembang (2015:7)
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pertanian merupakan
profesi yang dominan di Rembang. Menurut Hidayat (dalam Ardianto, 2016:169),
83
di Desa Tegaldowo dan Timbrangan yang menjadi lokasi konflik, sekitar 70%
warganya menjadi petani sekaligus beternak Kambing dan Sapi.iijn
Secara umum, ada dua jenis lahan yang digarap para petani di daerah
tersebut, yaitu sawah yang sifatnya basah dan tegalan yang sifatnya kering.
Namun, kedua-duanya masih relatif menggunakan sistem tadah hujan karena tidak
ada aliran sungai besar di sana. Selain tadah hujan, masyarakat juga kerap
mengangkat air dari sumur atau sumber mata air baik secara manual maupun
menggunakan mesin diesel. Selain itu, masyarakat juga telah memiliki mekanisme
pemenuhan kebutuhan pokok. Misalnya, dengan menyimpan hasil pertanian padi
dalam bentuk gabah untuk mencukupi bahan pangan dan menjual hasil pertanian
lain seperti ketela, jagung, jahe, kunyit, sukun, dan nangka ke pasar. Meski tak
menutup kemungkinan juga mereka akan menjual gabah untuk kepentingan
tertentu, akan tetapi secara umumnya gabah cenderung disimpan karena tahan
lama dibanding hasil pertanian lainnya.
Dengan konteks sosial budaya demikian, maka masyarakat di kawasan
Rembang, khususnya Timbrangan dan Tegaldowo, cenderung melihat
pembangunan pabrik semen sebagai ancaman. Ada beberapa hal yang membuat
mereka berpikiran seperti itu. Pertama, cara-cara penyerobotan lahan yang
dilakukan PT Semen Indonesia penuh dengan manipulasi. Kedua, masyarakat di
sana juga berkaca pada aktivitas pertambangan skala kecil sebelumnya. Lahan
yang dekat dengan area pertambangan kapur, cenderung tidak bisa mendapat hasil
baik lantaran sering terkena polusi tambang berupa debu dan lumpur kala hujan
turun (Ardianto, 2016:166-195).
Selain itu, lokasi penambangan PT Semen Indonesia berada di kawasan
Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang termasuk daerah lindung geologi
berdasarkan Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2007 tentang RTRW Nasional
Pasal 53-60 dan dalam Peraturan Daerah (Perda) No 14 Tahun 2011 tentang
RTRW Kabupaten Rembang. Sehingga sebetulnya PT Semen Indonesia telah
melanggar aturan. Daerah tersebut juga menjadi pemasok sumber air terbesar
untuk masyarakat kawasan Kendeng.
84
Selain itu, Bosman Batubara menyebut pertambangan di kawasan
Kendeng memiliki ponor sebagai lubang masuknya air hujan dan air ini kemudian
tersimpan dalam sungai bawah tanah. Bosman juga menyebut, berdasarkan data
lapangan warga, ada 49 goa bawah tanah dengan 4 diantaranya memiliki sungai
bawah tanah (Cipta et.all, 2015: 63). Dengan adanya penambangan di kawasan
tersebut, maka keadaan ponor maupun goa bawah tanah menjadi terancam. Efek
jangka panjangnya adalah hilangnya sumber mata air yang tentu akan
mengganggu stabilitas pertanian dan peternakan di daerah tersebut. Sehingga
penghidupan masyarakat terancam.
Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa ada dua pertarungan wacana
yang terjadi sepanjang konflik pembangunan PT Semen Indonesia di Rembang.
Antara “tambang untuk kesejahteraan” yang dikontruksi oleh PT Semen Indonesia
melawan “tambang mengancam lingkungan” yang merupakan produk perlawanan
masyarakat Rembang yang menolak pabrik serta sejumlah pegiat lingkungan.
Kedua wacana inilah yang kemudian memengaruhi berita-berita di media
massa. Tak terkecuali Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com. Media
Liputan6.com menjadi alat bagi PT Semen Indonesia dalam menyebarkan wacana
“tambang untuk kesejahteraan.” Hal ini karena berita-berita di Liputan6.com,
secara umum, menyatakan bahwa PT Semen Indonesia mendapat justifikasi moral
dari berbagai kalangan serta justifikasi prosedural Amdal sebagai pertambangan
yang akan mendatangkan keuntungan ekonomi bagi daerah.
Selanjutnya, argumen massa penolak justru dikerdilkan dengan
menarasikan mereka sebagai pihak yang melawan atas dalih dan kekhawatiran
semata. Kesimpulan ini didukung pula dengan pernyataan redaktur pelaksana
Liputan6.com, bahwa ia lebih banyak mendapat press release dari PT Semen
Indonesia padahal ia sendiri tidak tertarik mengawal konflik di Rembang.
Media Selamatkanbumi.com menjadi basis dari gerakan masyarakat,
mengampanyekan wacana “tambang merusak lingkungan” melalui berita-
85
beritanya. Dari mulai militerisme yang menindas masyarakat sampai poin-poin
negatif hadirnya PT Semen Indonesia.
D. Diskusi Teoritik
Bagian ini akan melihat dan mendiskusikan bagaimana produk-produk
berita Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com bila dilihat dari perspektif
jurnalisme lingkungan? Namum sebelumnya, kita perlu melihat definisi dari
jurnalisme lingkungan itu sekali lagi.
Menurut Ana Nadya Abrar, jurnalisme lingkungan adalah cara-cara
jurnalistik yang mengedepankan masalah lingkungan hidup dan berpihak pada
kesinambungannya (Abrar, 1993:9). Genre ini senantiasa berbicara mengenai
problema lingkungan hidup dengan segala konsekuensi juga solusinya. Problema
lingkungan hidup, menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KMNLH)
dan Lembaga Penelitian Pendidikan Penerbitan (LP3Y) (dalam Abrar, 1993:21),
memilik tiga aspek, yaitu problema lingkungan alam, lingkungan buatan, dan
lingkungan sosial.
Problema lingkungan hidup alam berkaitan dengan gangguan manusia
terhadap keseimbangan sumber daya di suatu lingkungan. Misalnya penggunaan
bom untuk menangkap ikan yang berdampak pada kerusakan terumbu karang.
Implikasinya, jika banyak terumbu karang rusak, biota laut akan susah
menemukan tempat tinggal untuk berkembang biak sehingga hal tersebut
berpengaruh terhadap menurunnya jumlah ikan di laut. Sedangkan problema
lingkungan hidup buatan biasanya menyangkut bagaimana manusia mengatur
penggunaan sumber daya yang ada. Sementara problema lingkungan hidup sosial
terjadi manakala timbul benturan kepentingan antar individu atau kelompok yang
mengakibatkan ketidakserasian hidup.
Demikian jurnalisme lingkungan paling tidak harus meng-cover tiga aspek
sebagaimana penulis paparkan di atas. Karena tujuan utamanya adalah untuk
menyampaikan seruan kepada publik agar berpartisipasi terhadap kelestarian
lingkungan hidup (Sudibyo, 2015:4).
86
Jika menilik Liputan6.com, bisa dibilang media tersebut memiliki kinerja
yang tidak maksimal dalam memuat berita-berita berkaitan dengan konflik
lingkungan di Rembang pada perode Juni 2014- Desember 2015. Sebagaimana
yang penulis temukan dalam analisis teks sepanjang periode tersebut. Bahwa
narasi tentang pertambangan sebagai kesejahteraan lebih mendominasi daripada
argumen massa penolak. Dominasi ini dikukuhkan, terutama dalam teks berjudul
“Pendirian Pabrik Semen Tuai Protes, Ini Kata Semen Indonesia,” “Kalau Semen
Indonesia Punya Amdal, Pembangunan Pabrik Bisa Lanjut” dan “Dirut Semen
Indonesia lapor kemajuan Pabrik Baru ke JK.”
Inti dari teks-teks itu hendak mengonstruksi suatu kebenaran bahwa PT
Semen Indonesia telah memenuhi prosedur ramah lingkungan, dibuktikan dengan
adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Terlebih PT Semen
Indonesia akan memperkuat sektor ekonomi di daerah tersebut. Selain itu,
pembangunan pabrik dilakukan untuk menunjuang kegiatan infrastruktur dan
memenuhi konsumsi semen yang semakin meningkat.
Adapun narasi-narasi yang menyorot massa penolak, cenderung hanya
mengalihkan simpati saja. Misalnya, teks berjudul Kala Puluhan Petani Wanita
Salah Mengadu ke KPK, Liputan6.com hanya sekadar memuat aksi massa yang
sampai berorasi di depan gedung KPK sebab merasa tidak ada pemerintah mau
mendengar mereka. Juga dalam teks berudujul Warga Blora Tolak Pendirian
Pabrik Semen, teks ini hanya menarasikan aksi warga di Blora dan Semarang
yang menolak berdirinya pabrik PT Semen Indonesia. Dalam berita tersebut,
argumen para penolak itu justru dikerdilkan dengan menarasikan bahwa mereka
menolak atas dasar “khawatir” serta “dalih.” Tidak ada legitimasi intelektual dari
pegiat lingkungan atau dari kajian literatur. Pembaca seolah hanya diminta untuk
bersimpati atas aksi mereka berjalan ke Semarang dan Gedung KPK di Jakarta.
Mengenai solusi atas masalah lingkungan di Rembang, Liputan6.com
cenderung tidak memiliki ketegasan dalam berpihak. Malah, mereka justru
mendukung kelancaran pembangunan pabrik. Bahkan Liputan6.com
menjustifikasi pembangunan pabrik itu sendiri menjadi solusi atas peningkatan
87
sektor ekonomi. Hal ini ditunjukkan dalam narasi berita berjudul Pendirian
Pabrik Semen Tuai Protes, Ini Kata Semen Indonesia. Berdasarkan pernyataan
sekretaris PT Semen Indonesia, pihaknya akan berupaya mengenalkan
keuntungan berdirinya pabrik semen kepada pihak-pihak yang masih menolak.
Intinya, seakan-akan solusi agar konflik selesai dengan baik adalah
memberitahu/mengedukasi masyarakat Timbrangan dan Tegaldowo bahwa
pertambangan semen akan memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka.
Sementara itu, pada media Selamatkanbumi.com, tiga aspek problema
lingkungan itu juga belum tercover dengan cukup baik dalam teks-teks mereka.
Alih-alih membahas bagaimana dampak alat-alat tambang terhadap lingkungan di
area Kendeng secara lebih terperinci, kebanyakan teks cenderung menarasikan
benturan kepentingan antara aparat dengan warga sebagai dampak konflik
lingkungan tersebut. Benturan kepentingan yang lebih mengarah pada
pelanggaran HAM dalam rentang waktu Juni 2014-Desember 2015.
Logika yang coba disampaikan media tersebut ialah, pabrik semen PT
Semen Indonesia dalam pembangunannya mengancam sumber mata air di
kawasan CAT Watuputih, Kendeng. Dalam proses legalisasinya pun PT Semen
Indonesia sudah menyalahi RTRW Nasional Pasal 53-60 dan dalam Peraturan
Daerah (Perda) No. 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang yang
menetapkan kawasan tersebut sebagai daerah lindung geologi. Akan tetapi, dari
pihak pemerintah, seperti gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo maupun Bupati
Rembang, mendukung pembangunan tersebut. Hal ini memicu reaksi keras
sebagian masyarakat yang kemudian berupaya menghentikan pembangunan
pabrik. Namun, aksi masyarakat yang menolak ini mendapat sambutan dari aparat
berupa kekerasan-kekerasan fisik.
Sepanjang periode tersebut satu-satunya solusi yang coba ditawarkan
dalam teks-teks Selamatkanbumi.com hanya satu hal: menghentikan
pembangunan pabrik PT Semen Indonesia. Sayangnya, dari segi kajian
lingkungan, belum ada pembahasan yang cukup mendalam. Misalnya melakukan
88
wawancara dengan pegiat lingkungan yang memang konsen terhadap isu di
Rembang, melakukan penelitian secara langsung atau memgumpulkan berbagai
kajian pustaka.
Selain dilihat dari cakupan isu, untuk melihat apakah sebuah media sudah
menerapkan kerja yang bermutu untuk memuat berita lingkungan dalam
perspektif jurnalisme lingkungan, dapat ditinjau dari beberapa sikapnya.
Sebagaimana dijelaskan dalam buku 34 Prinsip Etis Jurnalisme Lingkungan yang
ditulis Agus Sudibyo. Sikap-sikap itu ialah seperti berikut:
1. Pro-keberlanjutan: berkontribusi dalam kelestarian lingkungan hidup,
dengan tujuan agar dapat dinikmati di masa sekarang hingga masa
mendatang.
2. Biosentris: memandang kesetaraan spesies dan menghargai sistem
kehidupan di dalamnya.
3. Pro-keadilan lingkungan: berpihak kepada kaum yang lemah agar dapat
merasakan lingkungan yang bebas dari kerusakan.
4. Profesional: memahami materi dan isu-isu tentang problema lingkungan,
serta menerapkan kaidah jurnalistik yang benar (Sudibyo, 2015:6).
Selain sikap-sikap tersebut, kita juga bisa meniliknya dari kode etik jurnalisme
lingkungan yang disusun AsianFederation of Environmental Journalistsdalam event
6th world congress of environmental journalism di Colombo, Sri Lanka, 1998.
Adapun poin-poin yang diratifikasi ialah sebagai berikut:
1. Jurnalis lingkungan wajib menginformasikan kepada khalayak mengenai
hal-hal yang menjadi ancaman bagi lingkungan hidup mereka, baik itu
yang berskala regional, nasional, maupun global.
2. Tugas para jurnalis lingkungan adalah untuk meningkatkan kesadaran
publik akan pentingnya isu-isu lingkungan. Karena itu, jurnalis harus
melaporkan dari beragam pandangan.
3. Tugas jurnalis tidak hanya membangun kewaspadaan masyarakat atas
berbagai macam hal yang dapat mengancam lingkungan mereka, akan
89
tetapi juga turut membangun kesadaran berkelanjutan. Untuk itu,
wartawan juga mesti berusaha menuliskan solusi-solusi atas permasalah
lingkungan.
4. Mampu memelihara jarak dari berbagai kepentingan politik baik itu dari
perusahaan, pemerintah, politisi, maupun organisasi sosial dengan tidak
memasukkan kepentingan mereka. Dengan kata lain, hal ini membuat
seorang jurnalis mesti melaporkan berita dari berbagai sisi.
5. Jurnalis harus menghindar sejauh mungkin dari info-info yang sifatnya
spekulatif dan komentar-komentar tendensius. Memastikan otentitas
narasumber dari berbagai pihak mejadi penting.
6. Jurnalis lingkungan harus mengembangkan keadilan informasi, dalam
artian membantu pihak siapapun untuk mendapat informasi tersebut.
7. Jurnalis lingkungan harus menghormati hak-hak individu yang terkena
dampak permasalahan lingkungan, misalnya korban bencana.
8. Jurnalis lingkungan tidak boleh ragu untuk mengoreksi apa saja yang ia
yakini sebagai sebuah kebenaran.
Selamatkanbumi.com, berdasarkan wawancara penulis dengan salah satu
pendirinya, memiliki sikap pro-keberlanjutan. Hal ini bisa dilihat dari teks-teks
yang muncul sepanjang periode Juni 2014-Desember 2015. Teks-teks tersebut,
konsisten mengawal penolakan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di
Rembang. Selamatkanbumi.comjuga menunjukkan sikap biosentris sekaligus pro-
keadilan lingkungan dengan terus menyuarakan perjuangan masyarakat Rembang
supaya tetap bisa menjaga sistem hubungan mereka dengan alam Kendeng yang
dinilai terancam oleh adanya tambang semen tersebut.
Sayangnya, Selamatkanbumi.com masih belum menunjukkan sikap
profesionalitas. Pertama, berita-berita yang dipublikasikan pada periode Juni
2014-Desember 2015 hanya memuat satu sisi, yaitu dari massa penolak. Kedua,
lebih banyak press release dari masyarakat daripada beritanya. Bambang
Muryanto, mantan ketua Aliansi Jurnalis Independen di Yogyakarta, berpendapat
media Selamatkanbumi.com tidak memenuhi standar tulisan berita yang ideal
90
(Bambang Muryanto, wawancara, 5 Maret 2018). Menurut Bambang, walaupun
Selamatkanbumi.commenganut jurnalisme advokasi, namun tidak seharusnya
mereka terjebak dalam aktivisme dengan menonjolkan suara dari kelompok-
kelompok yang mereka perjuangkan semata. Selamatkanbumi.com tetap wajib
menekankan cover both side bahkan multiside.
Mengenai bentuk jurnalisme warga yang berupa press release, Bambang
berpendapat meskipun sah bagi Selamatkanbumi.com mengakui itu sebagai
jurnalisme mereka akan tetapi pemuatan press release secara langsung justru
membuat media tersebut kelihatan tidak berkualitas. Press release idealnya mesti
diolah lagi menjadi berita yang sesuai kaidah-kaidah jurnalistik.
Pemuatan press release dengan intensitas yang cukup banyak ini juga
membuat media Selamatkanbumi.com tidak mampu mengambil jarak dari
kepentingan-kepentingan organisasi sosial tertentu. Dalam artian mereka hanya
menjadi corong bagi beberapa aliansi mayarakat untuk bersuara ketimbang
menjadi media yang mengedepankan reportase mendalam dan pengamatan dari
berbagai sisi. Terlebih, pemuatan press release tanpa adanya saring itu pada
akhirnya justru membuat Selamatkanbumi.com tidak bisa menghindari info-info
yang bersifat spekulaitf. Contohnya, tentang salah satu press release yang
membicarakan konspirasi global. Hal ini tentu tidak sesuai dengan kode etik
jurnalisme lingkungan yang telah disusun oleh Asian Federation of Environmental
Journalists.
Meski begitu, perlu diakui bahwa memang Selamatkanbumi.com memiliki
tantangan dengan SDM terbatas, sehingga masuk akal bila mereka memilih
strategi semacam itu. Kedua, keterbatasan biaya juga kerap membuat mereka sulit
menjangkau daerah berkonflik. Selain itu, ketika meminta klarifikasi mereka
seringkali ditolak oleh perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan konflik.
Sedangkan, Liputan6.com tidak memiliki sikap-sikap media jurnalisme
lingkungan dalam konteks konflik semen di Rembang. Harun selaku redaktur
mengklaim Liputan6.com sebagai media yang objektif dan tidak berupaya
91
mengawal isu apapun. Terlebih, ia sama sekali tidak memandang konflik di
Rembang penting untuk diberitakan. Sehingga otomatis Liputan6.com tidak
memiliki sikap pro-keberlanjutan, biosentris, apalagi pro-keadilan lingkungan.
Sikap ini juga tidak sesuai dengan kode etik jurnalisme lingkungan Asian
Federation of Environmental Journalists yang mementingkan keterbukaan informasi,
edukasi, serta semangat pelestarian lingkungan untuk masyarakat.
Hal ini bisa dilihat dari teks-teks berita yang dimuat pada periode Juni
2014-Desember 2015. Berita-berita tersebut, sebagaimana penulis katakan,
didominasi oleh narasi-narasi yang tidak memihak masyarakat Rembang.
Sebaliknya narasi yang dominan adalah legitimasi pembangunan pabrik semen.
Liputan6.com sebagai media arus utama mengesampingkan konflik
lingkungan di Rembang. Padahal konflik itu menyangkut keberlangsungan ruang
hidup dan kelestarian alam masyarakat di sana. Sebaliknya
Liputan6.comcenderung lebih banyak menerbitkan press release dari PT Semen
Indonesia.
Alih-alih melakukan reportase lebih mendalam, Liputan6.com malah
memuat mentah-mentah pernyataan direktur utama dan sekretaris PT Semen
Indonesia, serta beberapa pernyataan yang mendukung berdirinya pabrik tersebut.
Sementara argumen masyarakat penolak cenderung dinarasikan sebagai suatu
kekhawatiran belaka.
Berita Liputan6.com mengenai Rembang ini, dalam kajian jurnalisme,
menjadi problematik. Sebab, bagaimana bisa sebuah media yang mendapat
penghargaan sebagai media online terbaik mengabaikan suatu isu yang
berhubungan dengan keberlangsungan ruang hidup masyarakat luas di Rembang?
Jawabannya adalah, pertama, Liputan6.com tidak memandang isu di
Rembang sebagai berita yang dapat mendatangkan klik banyak dari warganet.
Pernyataan ini sudah jelas mendapat klarfikasi dari Harun Mahbub, selaku
redaktur. Kedua, media mainstream cenderung suka meminimalisir pengeluaran
sehingga hal itu menyebabkan mereka acap kali enggan mengirim wartawan ke
92
daerah-daerah jauh. Poin kedua ini berdasarkan pendapat Bambang Muryanto
dalam wawancara tanggal 5 Maret 2018.
Problem selanjutnya adalah, media ini tidak menjelaskan lebih detail
mengapa masyarakat khawatir. Padahal sebuah produk jurnalisme seyogyanya
perlu diperkuat dengan reportase lapangan guna memverifikasi kebenarannya,
bukan cuma mengutip pernyataan-pernyataan narasumber saja. Menurut Agus
Sudibyo, wartawan mesti terjun langsung mengamati kondisi kejadian agar bisa
melahirkan berita yang mendalam dan bijaksana (Sudibyo, 2015:72). Sehingga
jika ada masyarakat mengatakan khawatir mengenai ancaman terhadap
lingkungan, wartawan Liputan6.com mestinya juga meyelidiki kondisi di
daerahnya.
Masalah paling mengakar dari Liputan6.com adalah karena media tersebut
tidak memandang konflik di Rembang sebagai kepentingan masyarakat luas.
Jurnalisme lingkungan sebagaimana prinsip jurnalisme secara umum juga
berorientasi pada masyarakat luas. Seperti dirumuskan dalam 9 elemen jurnalisme
Bill Kovach dan Rossenstiel(2006:6). Adapaun jika argumen dari redakturnya
ialah soal objektifitas, maka itu bukan alasan yang tepat untuk tidak berpihak
terhadap masyarakat. Andreas Harsono, wartawan cum pegiat HAM, mengatakan
bahwa sebetulnya objektifitas merupakan metode dalam jurnalsitik, bukan tujuan
(Harsono, 2010:22). Objektif lebih dipahami sebagai upaya seorang wartawan
untuk memuat berita yang berimbang, akurat, jujur, dan transparan.
Tentu saja bila mengacu pada makna yang dijabarkan Andreas,
Selamatkanbumi.com juga belum bisa dibilang telah menerapkan metode objektif
mengingat teks-teks mereka yang cenderung satu sisi dan lebih banyak muatan
press release-nya.
Demikian, dapat dikatakan bahwa bila ditinjau dari perspektif jurnalisme
lingkungan Selamatkanbumi.com dan Liputan6.com, memiliki perbedaan yang
cukup mendasar ketika melihat permasalahan di Rembang. Selamatkanbumi.com
melihat pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di Kendeng Utara, Rembang,
93
sebagai ancaman terhadap lingkungan hidup masyarakat sana. Media tersebut
telah berupaya meng-cover seluruh isu tentang lingkungan di sana, walaupun
belum bisa menghadirkan berita berkualitas karena masih memuat perspektif dari
satu sisi dan teksnya kebanyakan press release.
Selamatkanbumi.com juga telah menunjukkan sikap pro-keadilan
lingkungan secara berkelanjutan dan biosentris, dibuktikan dengan kekonsistenan
mereka mengadvokasi penolakan terhadap berdirinya pabrik semen di Rembang.
Media tersebut terus berpihak terhadap masyarakat yang terancam ruang
hidupnya.
Sementara Liputan6.com tidak tertarik terhadap permasalahan di
Rembang lantaran ingin menjadi media yang objektif dan tidak mengawal satu isu
tertentu. Jumlah pengunjung menjadi pertimbangan redaktur juga, karena ia
melihat isu di Rembang tidak seksi untuk diberitakan. Dalam perspektif
jurnalisme lingkungan, media ini tidak meng-cover problema lingkungan secara
maksimal. Bahkan sama sekali tidak memiliki sikap pro-keadilan lingkungan
apalagi pro-keberlanjutan. Lebih jauh, media ini lebih condong memperkuat
argumen PT Semen Indonesia melalui teks-teksnya lantaran banyak press release
dari PT Semen Indonesia yang masuk.
Media Liputan6.com menjadi kontradiktif tidak saja dalam perspektif
jurnalisme lingkungan akan tetapi juga jurnalisme secara umum. Karena
jurnalisme seharusnya berpihak terhadap kepentingan masyarakat luas, bukan
mementingkan seksi atau tidaknya suatu isu. Apalagi menekankan citra dari suatu
instansi tertentu. Sehingga mediat Liputan6.com justru mirip media Humas
daripada media jurnalistik.
Meski begitu, dua media tersebut sama-sama belum bisa memberikan
berita-berita mengenai lingkungan yang berkualitas dan memenuhi standar
jurnalistik sepanjang periode Juni 2014-Desember 2015.
Bila ditarik ke ranah ideologi, pembangunan pabrik semen PT Semen
Indonesia di kawasan pegunungan Kendeng, Rembang, mengacu pada faham
94
antroposentrisme. Sebuah teori yang memandang bahwa manusia merupakan
pusat semesta.
Dalam buku Etika Lingkungan Hidup karya Sonny Keraf,
antroposentrisme memandang bahwa manusia dan kepentingannyalah yang sangat
menentukan tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil berkaitan
dengan alam, baik secara langsung ataupun tidak (Keraf, 2010:47). Karena bagi
antroposentrisme, manusialah yang paling bernilai sementara selain manusia
hanya akan bernilai bila dapat menunjuang kepentingan manusia.
Namun, antroposentris juga dilihat sebagai teori yang instrumentalistik.
Alam tidak lain, merupakan alat pemenuh kebutuhan manusia. Kalaupun manusia
memiliki sikap peduli pada alam, itu semata-mata demi menjamin tercapainya
kebutuhan mereka.
Oleh karena itu, peneliti berkesimpulan bahwa baik narasi dari
Liputan6.com maupun Selamatkanbumi.com, keduanya sama-sama menonjolkan
ideologi antroposentrisme. Bedanya, Liputan6.com yang mendukung
pembangunan pabrik semen, sebab dinilai akan memberi manfaat bagi banya
orang, terutama dalam ranah pembangunan infrastruktur. Sementara
Selematkanbumi.com berupaya melawan wacana tersebut, dengan wacana lain
mengenai terancamnya ruang hidup petani dan sumber air.
Pada titik ini, narasi dari kedua media itu punya satu kesamaan:
pertarungan kepentingan antar manusia. PT Semen Indonesia yang menginginkan
CAT Watuputih karena keberadaan karst yang bagus dan melimpah dan
masyarakat Rembang yang tak mau lingkungan hidupnya rusak. Sebab, dapat
mengancam keberlangsungan hidup mereka untuk jangka waktu lama.
Bila ditarik lebih makro, narasi mengenai pembangunan pabrik semen PT
Semen Indonesia ini merupakan bagian dari “modernisasi masyarakat.” Sebab,
dalam modernisasi, industri merupakan anak emas dan memang itulah tujuan
utamanya.
95
Hal ini bisa kita lihat melalui teori pertumbuhan ekonomi Rostow, salah
satu versi dari modernisasi. Teori yang mulanya dikembangkan untuk
membendung pengaruh sosialisme pada saat perang dingin ini dikembangkan oleh
pemerintahan militer Indonesia di bawah Soeharto sejak tahun 1967 (Fakih, 2009:
50).
Modernisasi mencita-citakan perubahan sosial masyarakat dari tradisional
menuju ke masyarakat industri atau masyarakat konsumsi masa tinggi. Teori ini
sebetulnya juga bertolak dari uraian Adam Smith, pandangan ekonomi klasik,
yang menyatakan bahwa kegiatan ekonomi bertumpu pada industri sementara
proses produksi dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan konsumen
(Fakih: 2009:42). Untuk tercapainya hal itu, dibutuhkan akumulasi modal melalui
tabungan, hutang luar negeri, dan investasi.
Teori modernisasi merupakan cikal lahirnya teori pembangunan atau
developmentalisme. Menurut Mansour Fakih, dalam buku Runtuhnya Teori
Pembangunan dan Globalisasi, developmentalisme dikembangkan dalam rangka
membendung semangat masyarakat antikapitalisme dan merupakan siasat baru
untuk mengganti formasi sosial kolonialisme yang baru runtuh (Fakih, 2009:178).
Amerika Serikat menyebarkan paham ini dengan berbagai cara untuk
mendukung ekonomi yang kapitalistik. Dalam konteks Indonesia,
developmentalisme dimapankan oleh para akademisi, LSM, dan praktik-praktik
pengukuhan ideologi melalui sosial budaya oleh pemerintah negara.
Namun, pada praktiknya developmentalisme mengalami berbagai
permasalahan. Faham ini dianggap tidak dapat menyelesaikan berbagai problem
masyarakat seperti kesenjangan antar kelas, dominasi ideologi, budaya, persoalan
gender, dan bahkan persoalan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan
(sustainable development), dalam praktiknya justru kontra produktif dengan
wacana kesejahteraan yang ada di dalam masyarakat.
96
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap wacana pemberitaan
tentang konflik pendirian Pabirk PT Semen Indonesia di Rembang dalam media
Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com pada periode Juni 2014-Desember 2015.
Jurnalisme lingkungan digunakan sebagai perspektif untuk melihat bagaimana dua
media tersebut, yang secara orientasi berbeda, mewartakan isu lingkungan di
Rembang. Karena tak bisa dipungkiri, konflik lingkungan merupakan dasar dari
polemik yang melanda warga Timbrangan dan Tegaldowo saat ini.
Dalam Liputan6.com kebanyakan teks mendukung wacana “semen untuk
kesejahteraan.” Alih-alih bersikap netral, seperti kata redakturnya, Liputan6.com
justru banyak memuat siaran pers dari PT Semen Indonesia. Siaran pers ini bisa
dilihat dari berita-berita yang menarasikan bahwa pembangunan PT Semen
Indonesia telah mendapat legitimasi dari sebagian warga Rembang, Wakil
Presiden dan juga sudah mendapat legitimasi Amdal. Sementara itu, warga
penolak dalam sebagian besar teks yang penulis analisis, diposisikan sebagai
pihak yang menolak tanpa argumen kuat. Beberapa teks mungkin kelihatan pro
dengan masyarakat Rembang yang menolak semen. Akan tetapi, teks-teks yang
tampaknya mendukung perlawanan itu cenderung mengarahkan pembaca untuk
bersimpati saja terhadap massa yang melawan. Dalam artian, tidak memperkuat
wacana lingkungan yang coba disuarakan oleh masyarakat Rembang.
Sedangkan Selamatkanbumi.com sebagai media yang ideologis dan
membela masyarakat penolak pabrik terus menarasikan wacana “tambang
merusak lingkungan.” Beberapa teks berita dalam Selamatkanbumi.com menyorot
konflik antara warga penolak dengan aparat yang membela pabrik semen. Dalam
teks-teks berita tersebut, aparat diposisikan sebagai corong bagi pabrik semen
untuk berdiri. Mereka bukannya membela masyarakat namun justru melakukan
97
kekerasan terhadap masyarakat yang menolak pembangunan pabrik PT Semen
Indonesia. Padahal masyarakat sedang membela lingkungan hidupnya.
Selebihnya, tulisan-tulisan dalam media Selamatkanbumi.com didominsasi
siaran pers dari warga langsung. Siaran-siaran Pers tersebut secara umum
menuntut agar pihak pabrik PT Semen Indonesia menghentikan pembangunannya.
Untuk memerkuat argumen, siaran-siaran pers warga juga memaparkan dampak
negatif bila pabrik semen berdiri di kawasan CAT Watuputih seperti potensi
rusaknya sumber mata air dan menurunnya kegiatan ekonomi petani. Sayangnya,
teks-teks dalam media Selamatkanbumi.com cenderung melihat dari satu pihak
saja, hal itu berlangsung sepanjang periode 2014-2015, sehingga konflik
cenderung ditampilkan hitam putih.
Definisi dari jurnalisme lingkungan, menurut Ana Nadya Abrar, adalah
segala kegiatan jurnalistik yang mengedepankan problema lingkungan hidup dan
segala solusinya. Problema lingkungan hidup dirincikan menjadi tiga aspek,
sebagaimana menurut keterangan Kementrian Lingkungan Hidup dan Lembaga
Penelitian Pendidikan Penerbitan. Tiga aspek tersebut yaitu problema lingkungan
alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial.
Dalam jurnalisme lingkungan, menurut Agus Sudibyo, setiap pers juga
mesti menerapkan 4 sikap, yaitu pro-keberlanjutan, biosentris, pro-keadilan
lingkungan, dan profesional. Selain itu, Asian Federation of Environmental
Journalistsdalam konferensi di Sri Lanka tahun 1998 juga telah meratifikasi 8 poin
kode etik jurnalisme lingkungan yang spiritnya adalah meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap isu lingkungan.
Menilik dari perspektif tersebut, Liputan6.com dalam analisis penulis,
bukan media yang maksimal dalam pemberitaan mengenai problema lingkungan.
Dalam berita-berita Liputan6.com, konflik lingkungan cenderung ditampilkan
sebagai kekhawatiran warga semata tanpa ada dukungan lebih lanjut dengan
reportase mendalam maupun pernyataan pakar lingkungan terkait hal tersebut.
Dengan kata lain, wacana lingkungan media ini lemah. Sebaliknya, media ini
98
justru memerkuat makna “tambang untuk kesejahteraan” dengan menghadirkan
narasi yang melegitimasi pembangunan semen, baik narasi prosedural seperti
telah sahnya Amdal maupun narasi dukungan dari pihak-pihak tertentu, seperti
Wakil Presiden Jusuf Kala.
Media Liputan6.com, berdasarkan analisis penulis, juga tidak memiliki 4
sikap dalam mengawal isu lingkungan sebagaimana dipaparkan Agus Sudibyo.
Harun Mahbub, redaktur pelaksana kanal regional media tersebut, menyatakan
bahwa media Liputan6.com adalah media yang objektif dan tidak tertarik pada isu
di Rembang. Pernyataan ini kontradiktif dengan teori jurnalisme secara umum
yang menyatakan bahwa kepentingan publik adalah yang utama. Apalagi konflik
lingkungan di Rembang telah mendapat perhatian dari berbagai kalangan pada
periode tersebut. Dengan demikian secara kode etik Asian Federation of
Environmental Journalists, media ini jelas tidak memiliki semangat meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai isu lingkungan.
Sementara itu, alih-alih menjadi objektif, media Liputan6.com justru
menjadi corong bagi PT Semen Indonesia untuk mengukuhkan kebenaran
“tambang untuk kesejahteraan.”
Berbanding terbalik dengan Liputan6.com, Selamatkanbumi.com lebih
maksimal dalam mengawal isu lingkungan di Rembang pada periode Juni 2014-
Desember 2015. Dalam analisis penulis, media tersebut telah menerapkan sikap
pro-keberlanjutan, biosentris, dan mendukung keadilan lingkungan. Hal ini bisa
dilihat dari konsistensi Selamatkanbumi.com dalam mengawal isu lingkungan di
Rembang. Namun, kelemahan dari media ini ialah, lebih banyak press release
dibanding beritanya. Meskipun press release tersebut, berdasarkan kesepakatan
redaksi Selamatkanbumi.com, menjadi bagian dari jurnalisme warganya. Akan
tetapi, menerbitkan press release tanpa mengolahnya terlebih dahulu menjadi
suatu berita, menjadikan tulisan-tulisan di media tersebut kurang berkualitas.
Media ini terjebak pada aktivisme, sehingga hanya menyuarakan massa yang
diperjuangkannya. Meski begitu, minimnya produksi berita di media ini juga
disebabkan masalah sedikitnya SDM dan kurangnya dana operasional.
99
Boleh dibilang dua media tersebut belum menampilkan tulisan-tulisan
jurnalistik yang ideal. Bahkan bila dikaji secara kode etik jurnalisme lingkungan
dari Asian Federation of Environmental Journalists, dua media tersebut belum dapat
memenuhi semua kriterianya.
Alih-alih menjadi media jurnalisme yang mewartakan berita secara
proporsional dan berimbang, Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com sebetulnya
sama-sama terjebak menjadi media propaganda, yang satu memerkuat makna
tambang untuk kesejahteraan, sedang satunya memerkuat makna tambang
mengancam lingkungan.
Pada kondisi ini kedua media itu mendukung faham
antroposentrisme.Pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia berkiblat pada
developmentalisme yang menekankan industrialisasi sebagai bagian dari agenda
modernisasi, terutama di bidang ekonomi.Sedangkan melawan pembangunan
tambang semen berdasar pada pemahaman bahwa developmentalisme sudah gagal
membawa kesejahtraan bagi masyarakat.
Keduanya masih dalam ranah antroposentris karena hanya berbicara
mengenai kepentingan manusia. Adapun Selamatkanbumi.com, meski bicara
lingkungan, namun semata-mata dalam kaitannya dengan keberlangsungan hidup
masyarakat Rembang. Bukan bicara lingkungan dengan nilainya sendiri.
B. Saran
Berdasarkan penelitian ini, penulis memiliki beberapa saran untuk media
Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com. Pertama, untuk Liputan6.com,
hendaknya menjadi media yang betul-betul memerhatikan kepentingan
masyarakat bukan hanya traffic. Objektifitas sebaiknya digunakan sebagai metode
agar memeroleh keutuhan informasi, bukan dijadikan tujuan. Sebab merasa
objektif berakibat pada staganansi. Selain itu, jangan sampai media Liputan6.com
menjadi media yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang justru memiliki agenda
yang kontra terhadap kepentingan masyarakat luas.
100
Kedua, untuk Selamatkanbumi.com, memang betul bahwa kita mesti
mengawal segala isu yang berkaitan dengan masyarakat luas seraya memberi
ruang bagi siapapun untuk menyampaikan gagasannya. Penulis juga sependapat
bahwa media mesti berpihak pada masyarakat luas, tidak bisa tidak. Namun,
sebagai media alternatif yang berorientasi pada konten jurnalistik, jangan
kemudian menjadi media yang propagandis.
Alih-alih, menayangkan berita berkualitas, yang ada justru kebanyakan
press release dari aliansi-aliansi masyarakat. Meski tujuannya untuk masyarakat,
akan tetapi hal ini justru akan menjadikan media Selamatkanbumi.com hanya
menampilkan info-info yang sifatnya spekulatif dan komentar-komentar
tendensius. Memastikan otentitas narasumber dari berbagai pihak sangat penting.
Ketiga, untuk kedua media tersebut, sebaiknya menerapkan reportase yang
lebih investigatif, mendalam. Supaya dapat menyajikan laporan yang utuh dan
dapat mengedukasi masyarakat.Jangan sampai satu sisi saja. Bila memang ditolak
oleh pihak yang berkaitan dengan konflik, hendaknya penolakan atau sangkalan
tersebut juga ditulis. Paling tidak, dengan begitu kita bisa tahu bahwa ada upaya
memenuhi kaidah jurnalistik.
Terakhir, karena penelitian ini masih berfokus pada bagaimana suatu teks
diproduksi dalam sebuah media dengan tujuan yang tidak netral, politis. Sehingga
kekurangan penelitian ini terletak pada pembuktian apakah teks-teks tersebut
memberi pengaruh pada pembaca dan sejauh mana pengaruh itu. Maka, untuk
para peneliti selanjutnya yang tertarik mengkaji jurnalisme lingkungan, penulis
menyarankan agar melakukan penelitian analisis resepsi atau penelitian-penelitian
yang mengkaji dampak.
101
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abrar, Ana Nadya. Mengenal Jurnalisme Lingkungan Hidup. Yogyakarta :
Gajah Mada University Perss, 1993.
Ardianto, Hendra Tri. Mitos Tambang Untuk Kesejahteraan: Pertarungan
Wacana Kesejahteraan dalam Kebijakan Pertambangan.Yogyakarta:
Penerbit PolGov, 2016
Barrat, David. Media Sociology. London and New York: Routledge, 1994
Cipta, Dwi, et.al. Rembang Melawan: Membongkar Fantasi
Pertambangan Semen di Pegunungan Kendeng. Yogyakarta: Literasi
Press, 2015
Darma, Y. A. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya, 2009
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. LKIS:
Yogyakarta, 2001
Fairclough, Norman. Discourse and Social Change. Cambridge: Polity
Press, 1992.
Fairclough, Norman. Critical Discourse Analysis. London and New York:
Longman, 1998.
Fakih, Mansour. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
INSISTPress: Yogyakarta, 2009.
Foucault, Michel. The Archaelogy of Knowledge. (trans. A. M. Sheridan
Jurnal Poetika Vol. IV No. 2, Desember 2016 118 Smith). London:
Routledge, 1972.
Harsono, Andreas. Agama Saya Adalah Jurnalisme. Yogyakarta: Kanisius,
2010.
102
Haryatmoko. Michel Foucault dan Politik Kekuasaan: Membongkar
Teknik, Mekanisme, dan Strategi Kekuasaan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2010.
Jorgensen, Marianne W dan Louise J. Philips. Analisis Wacana: Teori dan
Metode. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010
Kartomihardjo, S. Bahasa dan Cermin Kehidupan Masyarakat.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta, 1998.
Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan Hidup. Kompas: Jakarta, 2010.
Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. Sembilan Elemen Jurnalisme (terj.).
Jakarta: Pantau, 2001.
Konsorsarium Pembaruan Agraria. Laporan Akhir Tahun 2015
Konsorsarium Pembaruan Agraria: Reforma Agraria dan Penyelesaian
Konflik Agraria Disandera Birokrasi. Jakarta: KPA, 2015
Konsorsarium Pembaruan Agraria. Laporan Akhir Tahun 2016
Konsorsarium Pembaruan Agraria: Liberalisasi Agraria Diperhebat,
Reforma Agraria Dibelokkan. Jakarta: KPA, 2016
Moleong, L.J. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya:
Bandung, 2008.
Mulyana, Deddy. Kajian Wacana: Teori , Metode Aplikasi, dan Prinsip-
prinsip Analisis Wacana.Tiara Wacana: Yogyakarta, 2005
Oetomo, Dede. Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana. Kanisius:
Yogyakarta, 1993
Pavlik, John V. Journalism and New Media. New York: Columbia
University Press, 2001
103
Salim, Peter dan Yenny Salim. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kontemporer. Modern English Press: Jakarta, 2002.
Saputra, Wiko. MP3EI: Pembangunan Ekonomi dan Terancamnya Hak
Dasar Masyarakat (Kritik dan Kajian Terhadap Kebijakan Masterplan
Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
Jakarta: Perkumpulan Prakarsa, 2014
Sudibyo, Agus. 34 Prinsip Etis Jurnalisme Lingkungan: Panduan Praktis
Untuk Jurnalis. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2014
Jurnal :
Bednarek, Monica and Helen Caple. “Playing With Environmental Stories
In The News—Good or Bad Practice?,” Discourse & CommunicationNo.
4 (2010). Halaman 6-23
Fuhz, Crhistian. “Alternative Media As Ceritical Media,” European
Journal Of Social Theory No. 2 (2010). Halaman 174-179
Karman. “Media dan Kepentingan Publik: Praktik Media Massa Menurut
Teori Normatif,” Jurnal INSANI, No. 15 (Desember, 2013), halaman 21-
25
Skripsi :
Ganies, Oktaviana. “Analisis Konflik Sumber Daya Alam di Pegunungan
Kendeng Utara, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah:Studi kasus :
Rencana pembangunan pabrik semen oleh PT. SMS di Kecamatan
Tambakromo dan Kayen ” Skripsi Sarjana, Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian Bogor, Bogor, 2015.
104
Nasution, Rizki Ramadhani. “Analisis Isi Penerapan Jurnalisme
Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01
September-13 November 2015,” Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan, 2016.
Solihin Mohammad. “Konstruksi Berita Konflik Pabrik Semen Kendeng
di Media Berita Online:Analisis Framming Kompas.com dan
Suaramerdeka.com,” TesisPascasarjana, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2016.
Prastika, Ratna. “Bingkai Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan
Kabut Asap di Riau Pada Media Online: Studi Kualitatif Dengan
Pendekatan Analisis Framming Mengenai Bingkai Jurnalisme Lingkungan
Pemberitaan Kabut Asap di Riau Pada Media Online Riau Pos dan Tribun
Pekanbaru Edisi Maret 2014,” Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung, Bandung, 2015.
Utami, Dian Rosalita. “Praktik Jurnalisme Lingkungan Dalam
Pemberitaan Pembangunan Pabrik Semen Di Kawasan Pegunungan
Kendeng Rembang (Analisis Framming Praktek Jurnalisme Lingkungan
pada Media Mongabay.co.id, Periode Februari-Agustus 2014)” Skripsi
Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atmajaya,
Yogyakarta, 2016
Refrensi Online :
Accountablejournalisme.org. “Asian Federation of Environmental
Journalists Code of Ethics.” https://accountablejournalism.org/ethics-
codes/international-asian-federation-of-environmental-journalists. Diakses
20 Februari 2018.
105
Jeko I.R. “Liputan6.comTerpilih Sebagai Produk Digital & Situs Terbaik
2016.http://www.liputan6.com/tekno/read/2630637/liputan6com-terpilih-
sebagai-produk-digital-amp-situs-terbaik-2016. Diakses 12 Februari 2018.
Liputan6.com. “Tentang Kami.” https://www.liputan6.com/info/tentang-
kami. Diakses 12 Februari 2018.
Liputan6.com. Susunan Redaksi. https://www.liputan6.com/info/redaksi.
Diakses 13 Januari 2018.
Nugraha, Indra. “Media Arus Utama Masih Minim Angkat Isu
Lingkungan,” http://www.mongabay.co.id/2012/10/26/media-arus-utama-
masih-minim-angkat-isu-lingkungan/. Diakses 05, April 2017.
Tim Penutur Selamatkanbumi. Press Release Tolak Pabrik Semen di
Pegunungan Kendeng Utara. https://selamatkanbumi.com/id/press-release-
tolak-pabrik-semen-di-pegunungan-kendeng-utara/. Diakses 10 Februari
2018.
Tim Penutur Selamatkanbumi. “Kronologi Represi Aparat Terhadap Ibu-
Ibu Penolak Pabrik Semen di Rembang.”
https://selamatkanbumi.com/id/kronologi-represi-aparat-terhadap-ibu-ibu-
penolak-pabrik-semen-di-rembang-27-november-2014/. Diakses 10
Februari 2018.
LAMPIRAN
1. Lampiran Teks Media Liputan6.com
Pendirian Pabrik di Rembang Tuai
Protes, Ini Kata Semen Indonesia
Nurmayanti
18 Jun 2014, 17:09 WIB
10
Di tengah dimulainya pembangunan pabrik milik Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) tersebut, terselip masih adanya penolakan dari masyarakat.
Liputan6.com, Jakarta - PT Semen Indonesia (Persero) memulai pembangunan
pabrik baru berkapasitas 3 juta ton per tahun di Kabupaten Rembang, Jawa
Tengah terhitung Senin (16/6/2014). Pembangunan pabrik yang disebut ramah
lingkungan ini menelan investasi hingga Rp 3,7 triliun.
Di tengah mulainya pembangunan pabrik milik Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) tersebut, masih adanya penolakan dari masyarakat sekitar.
Baca Juga
Dikabarkan warga khawatir pembangunan akan merusak lingkungan tempat
tinggalnya. Bahkan, dilaporkan sempat ada bentrokan antara masyarakat setempat
dengan aparat di lokasi pembangunan pada Senin (16/6/2014).
Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Tbk, Agung Wiharto memberikan
penjelasan soal ini kepada Liputan6.com, Rabu (18/6/2014).
Menurut dia, sejauh ini perusahaan sudah melakukan hal yang bersifat legal
maupun pendekatan kepada masyarakat terkait pembangunan pabrik semen di
Rembang, Jawa Tengah tersebut.
"Jadi sudah sah, kami memenuhi semua. Seperti soal kawasan geologi di aturan
bisa dilakukan, seperti ada 25 aturan dipenuhi," ujar dia.
Dia menuturkan, untuk membangun pabrik ini perusahaan meminta persetujuan
ke lima desa. Dukungan pun mengalir dengan kedatangan warga pada acara doa
bersama, dilihat dari kehadiran para ulama dari desa-desa tersebut.
Agung mengaku, jauh sebelum pembangunan dimulai, pihaknya juga sudah
melakukan pendekatan ke masyarakat. Jika kemudian ada yang kontra, Semen
Indonesia akan terus berusaha menunjukkan keuntungan dari pembangunan
pabrik tersebut.
Pabrik ini juga dikatakan ramah lingkungan. Menurut Agung, itu artinya sudah
memperhatikan dampak lingkungan. "Dan kami berkomitmen menjaga hal itu,"
tegas dia.
Dia meminta masyarakat tak khawatir karena perusahaan disebut berpengalaman
dalam membangun pabrik semen.
Bahkan, dia memastikan jika secara hukum kemudian ditemukan pelanggaran
pada pembangunan pabrik ini maka perusahaan siap untuk
mempertanggungjawabkannya. Misalkan pembangunan harus dihentikan. "Kalau
ada kekuatan legal hendaknya diputuskan secara legal," lanjut dia.
Pada kesempatan ini, dia membantah jika terjadi kekerasan pada proses
pembangunan pabrik. "Kalau kami melihat di lapangan menurut pendapat saya
tidak seheboh digambarkan. Saya sarankan lihat sendiri ke lapangan," tambahnya.
Lebih lanjut dia menjamin pihaknya akan melakukan cara silaturahmi dan
pendapatan yang baik kepada masyarakat agar pada akhirnya warga mau
menerima keberadaan pabrik Semen Indonesia. (Nrm/Igw)
Kalau Semen Indonesia Punya Amdal,
Pembangunan Pabrik Bisa Lanjut
Septian Deny
19 Jun 2014, 18:57 WIB
0
11
(foto: Liputan6.com)
Liputan6.com, Jakarta - Proses pembangunan pabrik PT Semen Indonesia
(Persero) di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, terus mendapatkan penolakan
dari warga sekitar. Warga melakukan penolakan karena pembangunan pabrik
tersebut disinyalir bisa merusak lingkungan di sekitarnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan,
sebenarnya jika dalam proses pembangunan, perusahaan tersebut telah melakukan
analisis dampak lingkungan (Amdal) dan sudah mendapatkan izin untuk hal
tersebut maka proses pembangunan bisa terus dilaksanakan.
"Sebetulnya kalau sudah mencanangkan pembangunan, mestinya izin Amdal-nya
sudah keluar. Kalau perizinannya sudah keluar, meskipun ada protes dari LSM
dan sebagainya dia (PT Semen Indonesia) bisa melanjutkan," ujarnya di Hotel Le
Meridien, Jakarta, Kamis (19/6/2014).
Dia menjelaskan, dengan adanya izin Amdal tersebut, bisa dijadikan pegangan
resmi bagi perusahaan untuk melanjutkan pembangunan namun dengan tetap
menampung keluhan dari masyarakat dan LSM.
"Karena Amdal itu sudah keluar, dia mempunyai hak untuk melanjutkan proses-
prosesnya. Memang, LSM harus tetap didengarkan, tetapi sebagai investor
mengacunya pada izin Amdal," tutur dia.
Untuk diketahui, Semen Indonesia mulai pembangunan pabrik baru berkapasitas 3
juta ton per tahun di Kabupaten Rembang, terhitung Senin (16/6/2014).
Pembangunan pabrik yang disebut ramah lingkungan ini menelan investasi
hingga Rp 3,7 triliun.
Di tengah jalan, pembangunan pabrik milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
tersebut mendapat penolakan dari masyarakat sekitar. Dikabarkan warga khawatir
pembangunan akan merusak lingkungan tempat tinggalnya. Bahkan, dilaporkan
sempat ada bentrokan antara masyarakat setempat dengan aparat di lokasi
pembangunan pada Senin kemarin. (Dny/Gdn)
Warga Blora Tolak Pendirian Pabrik
Semen
Liputan6
20 Jun 2014, 04:52 WIB
11
PT Semen Indonesia (Persero) memulai pembangunan pabrik baru berkapasitas 3
juta ton per tahun di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Liputan6.com, Blora - Puluhan warga Blora, Jawa Tengah, turun ke jalan
memprotes rencana pembangunan pabrik Semen Indonesia di Desa Timbaran,
Kabupaten Rembang yang berbatasan dengan Blora.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Jumat (20/6/2014), mereka berdalih
dampak buruk terhadap lingkungan akan dirasakan warga Blora jika
pembangunan pabrik tetap dilanjutkan.
Di depan Kantor Bupati Blora, Kamis 19 Juni 2014, para demonstran menggelar
aksi teatrikal serta menyindir sikap tidak peduli pemerintah yang mengabaikan
aspirasi warganya yang digambarkan sebagai manusia topeng. Unjuk rasa pun
dilanjutkan dengan membakar lambang Semen Indonesia sebagai simbol
penolakan.
Selain itu, unjuk rasa menolak pembangunan pabrik Semen Indonesia juga
dilakukan sejumlah warga Semarang. Mereka membentangkan sejumlah spanduk
penolakan di kawasan Tugu Muda, Kota Semarang.
Para pengunjuk rasa berdalih pembangunan pabrik semen akan merusak
lingkungan Pegunungan Kendeng tempat pabrik itu dibangun.
Mereka juga menambahkan, untuk memajukan perekonomian warga, pemerintah
semestinya mengembangkan sektor pertanian bukan membangun pabrik.
Karenanya mereka mendesak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
menangguhkan izin pembangunan pabrik semen tersebut. (Ado)
Investasi Pabrik Semen Indonesia
Bengkak Gara-gara Rupiah Merosot
Fiki Ariyanti
22 Mar 2015, 17:45 WIB
Ilustrasi semen indonesia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Liputan6.com, Jakarta - PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) menyatakan,
investasi pembangunan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah terkerek naik
signifikan karena nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat
(AS).
Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia, Agung Wiharto menyampaikan hal itu,
seperti ditulis Minggu (22/3/2015). "Yang cukup berdampak lebih ke investasi
pembangunan pabrik baru, packing plant. Meskipun sebagian besar peralatannya
dari Eropa dan membayar pakai mata uang Euro tapi ada yang harus bayar pakai
dolar AS," terang dia.
Baca Juga
Ekspor Melemah, Neraca Dagang April Diprediksi Turun
Aksi Ambil Untung Bikin Rupiah Melemah Tipis
Bank Dunia: Rupiah Paling Stabil Dibanding Mata Uang Lain
Investasi pembangunan pabrik Rembang berkapasitas 3 juta ton, sambung Agung,
contohnya yang semula ditaksir dengan perhitungan Rp 3,7 triliun (kurs sekira Rp
10 ribu per dolar AS) pada 2012, kini melonjak karena depresiasi kurs rupiah.
"Sekarang menjadi Rp 4,4 triliun dengan kurs hampir Rp 13 ribu per dolar AS.
Jadi selisih penambahannya mencapai Rp 700 miliar," jelas Agung.
Lebih jauh dia mengatakan, saat ini pembangunan pabrik Rembang milik PT
Semen Indonesia Tbk terus berjalan dan diperkirakan rampung pada akhir 2016.
Sehingga perseroan harus mengkalkulasi kembali investasi proyek tersebut sejak
2012 sampai sekarang.
"Perkiraan dana Rp 4,4 triliun sampai selesai nanti dengan perhitungan kurs yang
sekarang. Tapi kalau kurs dolar AS turun, maka biaya juga akan turun," pungkas
Agung.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai
tukar rupiah melemah tipis menjadi 13.075 per dolar AS dari periode 19 Maret
2015 di level 13.008.
Nilai tukar rupiah telah mengalami depresiasi sekitar 4,8 persen dari awal 2015 di
kisaran 12.474 per dolar AS menjadi 13.075 per dolar AS pada Jumat 20 Maret
2015. (Fik/Ahm)
Semen Indonesia Bangun Pabrik di
Papua
Arthur Gideon
02 Apr 2015, 16:25 WIB
43
Ilustrasi semen indonesia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Liputan6.com, Jakarta - PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) akan membangun
pabrik semen di Jayapura, Papua dengan nilai investasi mencapai US$ 150 juta
atau Rp 1,95 triliun (estimasi kurs: Rp 13.000 per dolar AS). Dalam
pembangunannya pabrik tersebut, perseroan menjalin kerja sama dengan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMN) Pemerintah Kabupaten Jayapura.
Direktur Pengembangan Usaha dan Strategi Bisnis Semen Indonesia, Rizkan
Chandra menjelaskan, kapasitas pabrik tersebut mencapai 1 juta ton semen per
tahun. Pemancangan tiang pertama ditargetkan pada Januari 2016. Kami berharap
pabrik semen ini akan selesai dalam waktu sekitar tiga tahun ke depan," jelasnya
seperti tertulis dalam keterangan tertulis, Kamis (2/4/2015).
Mengenai pembagian tugasnya, pembangunan dan pembiayaan akan
dikoordinasikan oleh Semen Indonesia, sedangkan Pemerintah Kabupaten
Jayapura akan membantu dalam sosialisasi serta pembicaraan dengan masyarakat
setempat yang lokasinya akan digunakan untuk pabrik.
Menurut Rizkan, kerja sama dengan Pemerintahan Kabupaten Jayapura menjadi
sangat penting terutama karena pengadaan lahan, terlebih tanah di Papua yang
sifatnya ulayat, sosialiasi dan dialog dengan para masyarakat adat memerlukan
pendekatan lokal yang kuat bila ingin berhasil.
Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw menambahkan, prospek bisnis semen di
Jayapura cukup cerah. Konsumsi semen di Papua saat ini cukup tinggi. Selain itu,
ada peluang untuk ekspor ke Papua New Guinea (PNG).
"Di sisi lain, kami penduduk Jayapura ingin berbagai industri strategis yang
membutuhkan semen mudah dikembangkan di sini supaya ekonomi Jayapura
dapat berkembang lebih pesat," jelasnya. Menurut kebutuhan semen di Papua saat
ini sudah cukup besar yaitu mencapai 800 ribu ton.
Sebelum membangun pabrik semen ini, Semen Indonesia sebenarnya telah
menancapkan bisnis di Papua dengan membuka pabrik pengantongan semen
(packing plant) di Sorong. Dengan adanya pabrik semen ini diharapkan bisnis
Semen Indonesia menjadi terintegrasi.
Selain membangun pabrik di Papua, Semen Indonesia juga akan membangun
pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah. Rencananya, pabrik tersebut akan
berkapasitas 3 juta ton dengan biaya investasi sebesar kurang lebih di kisaran Rp
4 4,4 triliun. Pembangunan pabrik Rembang ini diperkirakan rampung pada akhir
2016.
Untuk diketahui, Semen Indonesia mencatatkan laba yang dapat diatribusikan
kepada pemilik entitas induk mengalami kenaikan tipis 3,64 persen pada 2014.
Perseroan mencetak laba menjadi Rp 5,56 triliun pada 2014 dari periode 2013
sebesar Rp 5,37 triliun.
Kenaikan laba juga diikuti pendapatan. PT Semen Indonesia Tbk mampu
mencetak pertumbuhan pendapatan sebesar 10,14 persen menjadi Rp 26,98 triliun
sepanjang 2014.
Beban pokok pendapatan naik menjadi Rp 15,38 triliun pada 2014 dari periode
2013 sebesar Rp 13,55 triliun. Hal itu membuat laba kotor perseroan naik tipis
5,98 persen menjadi Rp 11,59 triliun pada 2014. (Gdn)
Kala Puluhan Petani Wanita Salah
Mengadu ke KPK
Putu Merta Surya Putra
20 Nov 2014, 23:16 WIB
Para petani dari Rembang mengadukan nasib tanah mereka ke KPK.
(Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra)
Liputan6.com, Jakarta - Puluhan petani yang didominasi kaum wanita
menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK ). Meski menyadari
salah tempat, para petani ini meminta KPK mendengarkan aspirasinya.
Dengan berpakaian ala petani, lengkap dengan topi campingnya, para petani yang
datang dari Rembang itu meminta pertolongan komisi yang dipimpin Abraham
Samad agar dapat menghentikan pembangunan pabrik semen di daerahnya.
"Kami adalah ibu-ibu yang semuanya petani. Bumi adalah ibu, karena itu apabila
bumi rusak maka kehidupan tidak ada lagi. Tanah kami rusak maka kami bekerja
dimana lagi, kami sudah menentang pabrik ini sejak lima bulan lalu," ujar salah
satu petani bernama Narty, di Gedung KPK, Kamis (20/11/2014).
Menurut Narty, selama lima bulan, dia dan kawan-kawannya tidur di tenda.
Namun Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tak menghiraukannya.
"Kami tidur di tenda siang malam tak peduli dingin dan panas, Pak Ganjar
Pranowo tidak pernah menghiraukannya," jelas dia.
Mereka pun menyadari kedatangannya ke KPK salah tempat. Tapi berharap KPK
dapat mendengarkan aspirasinya. "Mohon maaf kalau kami salah datang ke sini,
tapi kami hanya berharap agar harapan kami didengar," pungkas Narty.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sebelumnya pernah mengecam tindak
kekerasan terhadap para petani di Rembang yang menolak penambangan Karst
dan Pembangunan Pabrik Semen Indonesia di Rembang.
Menurut KPA, kekerasan yang dialami petani Rembang ini semakin menambah
panjang daftar konflik agraria yang mengancam berlangsungan hidup petani.
"Kini petani di Rembang, Jawa tengah mendapatkan kesempatan merasakan
penderitaan akibat konflik agraria," ujar Sekretaris Jenderal KPA, Iwan Nurdin.
(Ali)
Aksi Massa di Semarang Tolak Pabrik
Semen - Aksi Buruh di Bandung
Liputan6
19 Des 2014, 04:30 WIB
0
17
(Liputan 6 TV)
Liputan6.com, Semarang - Aksi ribuan warga dilakukan dengan menggelar jalan
kaki dari Bundaran Simpang Lima menuju depan Kantor Gubernur Jawa Tengah
di Jalan Pahlawan, Semarang pada Kamis (18/12/2014) siang.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Kamis (18/12/2014), massa
kemudian menggelar orasi di depan Kantor Gubernur guna menolak rencana
pembangunan Pabrik Semen Indonesia di wilayah mereka.
Mereka menilai, pembangunan pabrik semen akan menghilangkan mata
pencaharian mereka sebagai petani serta merusak sumber mata air yang ada di
sekitar kawasan Gunung Kendeng.
Massa meminta Gubernur Ganjar Pranowo menjadikan Jawa Tengah sebagai
lumbung pangan bukan lumbung tambang. Mereka juga menuntut Gubernur
Ganjar untuk melakukan moratorium penambangan di Jawa Tengah.
Sementara itu, konvoi ratusan sepeda motor mengantar buruh melakukan aksi di
depan kompleks Gedung Sate Jalan Diponegoro, Bandung, Jawa Barat.
Melalui aksi yang disertai orasi itu, para pendemo yang mengaku buruh dari
Aliansi Jawa Barat itu menuntut Gubernur Ahmad Heryawan segera merevisi
UMK yang ditandatangani 21 November lalu.
Revisi itu terkait dengan kenaikan harga BBM yang berdampak pada kenaikan
berbagai harga kebutuhan. Dengan revisi itu, upah buruh tahun 2015 di provinsi
Jawa Barat dinaikkan sebesar 7 hingga 10 persen dari yang ditetapkan
sebelumnya. Mereka juga meminta Pemprov mendesak Apindo Jawa Barat
menyetujui revisi yang diajukan buruh saat aksi. (Vra/Ali)
Pekerjaan Rumah Menanti Bos Baru
Semen Indonesia
Ilyas Istianur Praditya
24 Jan 2015, 16:13 WIB
27
Ilustrasi semen indonesia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Semen Indonesia
(Persero), Dwi Soetjipto menyambut positif dengan ditetapkannya Suparni
menggantikan dirinya menjadi orang nomor satu di perusahaan.
Namun begitu, Dwi mengaku memiliki pesan kepada Suparni untuk menjadikan
Semen Indonesia lebih maju dan mampu berdaya saing yang tinggi.
"PR nya selalu banyak, karena memang misalnya terkait pembangunan pabrik,"
kata Dwi seperti yang ditulis, Sabtu (24/1/2015).
Pembangunan pabrik dinilai Dwi menjadi satu hal yang harus segera diselesaikan
mengingat mengimbangi permintaan semen kedepan akan terus meningkat.
Hal itu seiring dengan program pemerintahan Kabinet Kerja yang akan
memprioritaskan pembangunan sektor infrastruktur di dalam negeri.
"Saat ini dua pabrik nanti akan ada tiga pabrik lagi di domestik," tegas Dwi.
Saat ini perseroan tengah membangun pabrik semen di Rembang, Jawa Timur
dan Indarung, Sumatera barat dengan kapasitas masing-masing pabrik sekitar 3
juta ton per tahun.
Tidak hanya itu, pekerjaan rumah lain yang juga harus segera digeber Suparni dan
jajaran direksi lainnya adalah realisasi ekspansi bisnis ke luar negeri, khususnya di
regional.
"Kemudian diluar negeri sudah ada beberapa yang saat ini diproses, cita-citanya
untuk menjadi perusahaan global sudah ditetapkan. Saya kira itu menjadi PR yang
tidak mudah direalisasikan," pungkas Dwi. (Yas/Ndw)
Dirut Semen Indonesia Lapor
Kemajuan Pabrik Baru ke JK
Septian Deny
09 Nov 2015, 17:14 WIB
37
Ilustrasi semen indonesia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Semen Indonesia, Suparni
mendatangi Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) Senin (9/11/2015), siang.
Selain melaporkan soal perkembangan industri semen dalam negeri,
kedatangannya tersebut juga memberikan informasi mengenai perkembangan
pembangunan dua pabrik baru milik perseroan.
Suparni mengatakan, pihaknya saat ini tengah dalam proses merampungkan dua
pabrik semen baru di dua lokasi yang berbeda, yaitu di Rembang, Jawa Tengah
dan Indarung, Sumatera Barat.
"Kami juga melaporkan perkembangan proyek. Kami membangun dua pabrik saat
ini, satu di Rembang dan satu di Indarung karena beliau (JK) pernah mengunjungi
proyek itu," ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (9/11/2015).
Baca Juga
Bos Semen Indonesia Sambangi Wapres JK, Ini yang Dibahas
Pendapatan Semen Indonesia Turun 12%
Proyek Infrastruktur Berjalan, Saham Semen Indonesia Naik 11%
Dia melanjutkan, perkembangan dua pabrik tersebut kini sudah lebih dari 50
persen. Bila tidak ada halangan, maka keduanya ditargetkan bisa mulai beroperasi
pada akhir tahun depan.
"Progress-nya yang di Rembang itu 66,7 persen dan Indarung progresnya berada
pada kisaran 64 persen. Dan diharapkan pabrik-pabrik nanti akan beroperasi di
akhir tahun 2016," kata dia.
Menurut Suparni, JK gembira mendengar perkembangan ini. JK memberikan
pesan agar Semen Indonesia mempersiapkan diri untuk meningkatkan produksi
semennya untuk memenuhi kebutuhan proyek infrastruktur ke depannya.
"Beliau (JK) dilaporin itu senang, karena beliau kan pernah dateng ke proyek
Indarung dan saya mengantar beliau ke proyek itu. Beliau gembira lah,"
tandasnya.
Sekedar informasi, proyek pabrik semen di Rembang memiliki nilai investasi
sebesar US$ 403 juta dengan kapasitas produksi 3 juta ton per tahun. Sedangkan
pabrik di Indarung menelan investasi sebesar US$ 352 juta dengan kapasitas
produksi 3 juta ton per tahun.
Suparni juga melaporkan kepada JK bahwa konsumsi semen saat ini terus
mengalami kenaikan. Hal ini sejalan dengan mulai bergeliatnya proyek
pembangunan menyusul percepatan penyerapan anggaran pemerintah.
"Kami melaporkan ke Pak Wapres bahwa konsumsi semen saat ini tinggi, semua
pabrik lancar beroperasi," ujarnya.
Dia menjelaskan mulai Agustus lalu konsumsi semen nasional mengalami
pertumbuhan sebesar 17,8 persen. Tren ini terus berlanjut pada September dan
Oktober.
"Kemudian September tumbuh dan Oktober ini permintaannya tinggi. Kalau
dibandingkan dengan tahun lalu, bulan September tumbuh sekitar 5 persenan dari
tahun lalu. Di Oktober ini juga tumbuh 5-6 persen dari tahun lalu," ia
menjelaskan.
Jika melihat tren pertumbuhan konsumsi tersebut, Suparni optimistis konsumsi
semen nasional pada tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu.
Setidaknya akan ada pertumbuhan antara 2-3 persen dibanding tahun sebelumnya.
(Dny/Gdn)
2. Lampiran Teks Media Selamatkanbumi.com
Solidaritas
Tolak penambangan dan pendirian Pabrik Semen di Rembang By Tim Penutur Selamatkan Bumi | Juni 15, 2014
Rembang – Senin, 16 Juni 2014, 500 Warga Desa Sekitar lokasi rencana penambangan
dan tapak pabrik akan menduduki rencana lokasi tapak pabrik dikarenakan tidak ada
itikad baik dari Semen Indonesia dalam seluruh rencana proses penambangan dan
pendirian pabrik di Rembang.
Aksi ini menjadi pilihan terakhir setelah warga tidak pernah diberi kesempatan untuk
menyuarakan berbagai pelanggaran yang telah dilakukan selama persiapan proyek
pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang ini. Warga tidak pernah
tahu informasi yang jelas mengenai rencana pendirian pabrik semen. Tidak pernah ada
sosialisasi yang melibatkan warga desa secara umum, yang ada hanya perangkat desa
dan tidak pernah disampaikan kepada warga. Dokumen AMDAL tidak pernah
disampaikan terhadap warga. Tidak pernah ada penjelasan mengenai dampak-dampak
negatif akibat penambangan dan pendirian pabrik semen.
Intimidasi sering terjadi seiring gerakan warga yang ingin memperjuangkan haknya
untuk memperoleh informasi yang jelas dan memperoleh lingkungan hidup yang sehat.
Telah ditemukan dugaan pelanggaran hukum antara lain :
1. Penggunaan kawasan Cekungan Air Tanah Watuputih sebagai area penambangan
batuan kapur untuk bahan baku pabrik semen melanggar Perda Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan
area ini sebagai kawasan lindung imbuhan air dan Perda RTRW Kabupaten Rembang
Nomor 14 Tahun 2011 pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung
geologi.
2. Penebangan kawasan hutan tidak sesuai dengan Persetujuan prinsip tukar menukar
kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, surat Nomor S. 279/Menhut-II/2013 tertanggal
22 April 2013, dalam surat tersebut menyatakan bahwa kawasan yang diijinkan untuk
ditebang adalah kawasan hutan KHP Mantingan yang secara administrasi Pemerintahan
terletak pada Desa Kajar dan Desa Pasucen kecamatan Gunem Kabupaten Rembang
provinsi Jawa Tengah. Namun fakta dilapangan, Semen Indonesia menebang kawasan
hutan Kadiwono kecamatan Bulu seluas kurang lebih 21,13 hektar untuk tapak pabrik.
Perlu diketahui dalam Perda no 14 tahun 2011 tentang RTRW Kab. Rembang Kecamatan
Bulu tidak diperuntukkan sebagai kawasan industri besar.
3. Bukti-bukti lapangan mutakhir seperti ditemukannya 109 mata air, 49 gua, dan 4
sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit yang bagus, serta fosil-
fosil yang menempel pada dinding gua, semakin menguatkan keyakinan bahwa kawasan
karst Watuputih harus dilindungi. Proses produksi semen berpotensi merusak sumber
daya air yang berperan sangat penting bagi kehidupan warga sekitar dan juga warga
Rembang dan Lasem yang menggunakan jasa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
yang mengambil air dari gunung Watuputih.
4. Kebutuhan lahan yang sangat luas untuk perusahaan-perusahaan semen akan
berdampak pada hilangnya lahan pertanian, sehingga petani dan buruh tani akan
kehilangan lapangan pekerjaan. Selain itu, hal ini juga akan menurunkan produktivitas
sektor pertanian pada wilayah sekitar, karena dampak buruk yang akan timbul,
misalnya, matinya sumber mata air, polusi debu, dan terganggunya keseimbangan
ekosistem alamiah. Pada ujungnya, semua hal ini akan melemahkan ketahanan pangan
daerah dan nasional.
5. Dalam UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
telah diatur mengenai peran masyarakat, pasal 70: (1) Masyarakat memiliki hak dan
kesempatan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. (2) Peran masyarakat dapat berupa: a) Pengawasan sosial; b)
Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan /c. Menyampaikan
informasi dan atau laporan. (3) Peran masyarakat dilakukan untuk: a. Meningkatkan
kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; b. Meningkatkan
kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;; c. Menumbuhkembangkan
kemampuan dan kepeloporan masyarakat; d. Menumbuhkembangkan
ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan e.
Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Namun ketidaktransparanan dan ketidakadilan yang terjadi di
lapangan saat ini telah mengakibatkan terjadinya perampasan hak rakyat atas informasi
terkait rencana pembangunan pabrik semen. Ketidaktransparanan dan ketidakadilan ini
muncul dalam proses penyusunan AMDALl, kebohongan publik dengan menggeneralisir
bahwa seluruh masyarakat setuju dengan pembangunan pabrik semen, dan tidak
adanya partisipasi masyarakat yang menolak rencana pembangunan ini.
6. Dalam UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
pasal 66 : Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
7. Temuan KOMNAS HAM akan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia di Kecamatan
Gunem Rembang harus segera ditindak tegas. Aparat POLRI dan TNI harus netral.
Tuntutan :
1. MENUNTUT PT. SEMEN INDONESIA UNTUK MENARIK SEMUA ALAT BERAT YANG
SEDANG BEROPERASI.
2. MENUNTUT PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN
REMBANG UNTUK MENGHENTIKAN SEMUA KEGIATAN PT. SEMEN INDONESIA DI
REMBANG KARENA TELAH MELANGGAR PERATURAN YANG ADA.
3. MENUNTUT KEMENTERIAN LINGKUHAN HIDUP MELAKUKAN EVALUASI TERHADAP
AMDAL.
4. MENUNTUT KEMENTERIAN KEHUTANAN UNTUK MELAKUKAN EVALUASI TERHADAP
IJIN PRINSIP KAWASAN
5. MEMINTA TNI DAN POLRI UNTUK BERSIKAP NETRAL
6. SELAMATKAN ALAM PEGUNUNGAN KENDENG DARI KEHANCURAN!
Solidaritas
[Seruan Solidaritas] Aksi Warga Rembang Tolak Pabrik Semen
Direpresi Aparat By Tim Penutur Selamatkan Bumi | Juni 16, 2014
Aksi warga yang menolak tambang dan pendirian pabrik Semen di Rembang hari
ini, Senin, 16 Juni 2014, kian memanas. Sejak pagi tadi, setidaknya tiga peleton
polisi, satu kompi tentara, dan puluhan preman bayaran terus berjaga-jaga di
sekitar titik yang rencananya akan menjadi lokasi peletakan baru pertama PT.
Semen Indonesia di Kecamatan Gunem, Rembang, Jawa Tengah. Water canon
pun sudah dipersiapkan untuk menghalau rakyat yang tidak bersepakat dan semua
akses menuju tapak pabrik diblokade aparat.
Aksi warga yang menjadi pilihan terakhir setelah sekian lama suara mereka
dibungkam dan perjuangan mereka senantiasa mendapat intimidasi ini, dijawab
dengan tindakan represif yang bertubi digencarkan oleh aparat dan preman
bayaran. Bentrokan dalam aksi yang mayoritas diikuti oleh kaum ibu dan petani
ini pun tak terhindarkan. Tentara juga dikerahkan untuk menyisir dulur-dulur
yang bersembunyi di pertigaan jalan masuk pabrik.
Beberapa ibu yang turut dalam aksi mengalami cedera dan jatuh pingsan,
sementara warga lain mengalami luka-luka. Namun, tentara mencegah siapapun
yang hendak menolong korban dan melarang ambulans yang sedianya akan masuk
ke dalam lokasi.
Empat orang warga yang mendokumentasikan kejadian, sempat ditangkap dan
dituduh sebagai wartawan palsu, serta disekap di mobil polisi selama beberapa
jam. Meski akhirnya mereka dibebaskan, namun kamera mereka disita.
Wartawan dari beberapa media ditengarai sudah dikondisikan oleh pihak pabrik
semen, agar mereka tidak turut mewartakan aksi ini. Sementara, kawan-kawan
yang bersolidaritas dan berusaha mendokumentasikan aksi, dilarang masuk oleh
aparat sejak pagi. Penyisiran juga terus dilakukan terhadap semua aktivitas
dokumentasi, semua peliput berita diharuskan menunjukkan kartu pers.
Dengan dikawal tentara dan polisi, sempat pula terlihat 1 truk bermuatan para
pendoa yang dikatakan perwakilan santri NU, memasuki tapak pabrik untuk
menggelar doa peletakan batu pertama. Namun demikian, pihak NU mengecam
keras adu domba ini karena tokoh dan pimpinan NU telah secara tegas menolak
pembangunan pabrik semen sebagaimana disampaikan dalam press release
mereka Mei lalu.
Hingga sore ini, sejumlah warga masih menduduki pertigaan jalan menuju lokasi
pabrik. Sempat pula mereka melaksanakan shalat berjamaah dengan dikelilingi
penjagaan ketat aparat. Rencananya mereka akan bermalam di lokasi dan aksi
blokade akan terus digencarkan hingga tuntutan warga agar aktifitas fisik pabrik
dihentikan dan alat berat hengkang dari lokasi, terpenuhi.
Mari bersolidaritas dengan cara apapun.
Mari turun ke lokasi dan bantu saudara-saudara kita. Mari wartakan kejujuran atas
penindasan ini. Mari sebarkan tuntutan pembatalan tambang semen apapun dari
Pegungungan Kendeng. Sms bisa dikirimkan pula kepada Gubernur Jawa Tengah
GANJAR PRANOWO (0811990931) dan Kapolres Rembang KURNIAWAN
(08131101199).
Mari kita eratkan kembali kekuatan perjuangan massa!
K R O N I K
Chronology of Resitance to
the Cement Factory in
Rembang (15th -18th June
2014) By Tim Penutur Selamatkan Bumi | Juni 18, 2014
Minggu, 15 Juni 2014
Pada hari minggu, warga Desa Tegal Dowo dan Timbrangan, Kecamatan
Gunem yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan
Kendeng-Rembang (JMPPK Rembang) mendapatkan informasi bahwa
akan ada acara peletakan batu pertama pendirian pabrik Semen Indonesia
di dekat lokasi desa mereka. Isu yang didapatkan warga, peletakan batu
pertama akan dilakukan pada hari senin, 16 Juni 2014. Mendapatkan
kabar ini, warga berencana akan mendatangi lokasi pendirian pabrik
semen pada keesokan harinya.
Senin, 16 Juni 2014
05.30 WIB : Warga secara berkelompok mulai mendatangi lokasi tapak
pabrik dan selanjutnya hendak menggelar aksi jika isu peletakan batu
pertama benar-benar terjadi. Setibanya di dekat lokasi, warga dihadang
oleh aparat kepolisian dan menyatakan bahwa kedatangan dan rencana
aksi mereka tidak boleh dilakukan karena tidak menyampaikan surat
pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian. Menghadapi
situasi ini warga tetap menjalankan rencana berupa tetap berusaha untuk
melihat acara peletakan batu pertama. Aparat kepolisian menyatakan
bahwa tidak benar adanya kegiatan peletakan batu pertama, melainkan
hanya kegiatan doa bersama untuk kesuksesan dan kelancaran operasi
pendirian pabrik semen.
06.00 WIB : Saat hendak menuju lokasi tapak pabrik, tampak aparat TNI
mulai berdatangan. Melihat situasi demikian, tim dokumentasi warga
mulai merekam peristiwa yang terjadi.
07.30 WIB : Satu truk TNI kembali ditambahkan untuk menghadang dan
membubarkan aksi warga. Hal ini direspon oleh warga dengan tetap
bertahan di jalan dekat lokasi pabrik berdiri.
08.30 WIB : Warga lain mulai berdatangan dan ikut melebur dengan
barisan massa yang sudah berkumpul sebelumnya. TNI dan Polri kembali
membentak dan menginstruksikan agar warga pulang ke rumah masing-
masing karena aksi yang dilakukan tidak sesuai prosedur yang berlaku.
08.45 WIB : TNI-Polri membubarkan paksa aksi warga. Dalam kejadian
ini 4 orang “tim dokumentasi warga” yang sedang merekam peristiwa
pembubaran tersebut ditangkap oleh polisi dengan alasan tidak memiliki
kartu pers. Bahkan menuduhnya sebagai jurnalis palsu. Mereka
selanjutnya ditahan di mobil polisi yang terparkir tidak jauh dari lokasi
kejadian. Dalam kejadian ini, satu orang “tim dokumentasi warga”
berhasil lolos dari penangkapan dan selanjutnya memberikan informasi
tentang kejadian tersebut kepada rekan-rekannya yang lain.
09.00 WIB : Pembubaran ini mengakibatkan 2 orang warga (ibu-ibu)
pingsan karena diseret dan dilempar oleh polisi. TNI juga tetap melakukan
intimidasi dengan pernyataan “warga bisa dihukum karena aksi yang
dilakukan tidak sesuai prosedur”.
09.30-10.30 WIB : Tidak ada tim dokumentasi yang meliput kejadian
pembubaran.
11.00 WIB : Beberapa tim dokumentasi warga yang “baru” mulai masuk ke
lokasi kejadian, dan situasi di lapangan masih mencekam. TNI-Polri masih
tetap melakukan razia terhadap orang-orang yang dianggap sebagai tim
dokumentasi warga.
14.00 WIB : Tim dokumentasi warga yang ditangkap dilepaskan pihak
kepolisian.
14.30 WIB : Situasi di lapangan masih dalam keadaan panik dan
mencekam. Para ibu-ibu merawat 2 orang peserta aksi yang belum
sadarkan diri.
15.00 WIB : Mendapatkan kabar bahwa rekan-rekan mereka mengalami
bentrokan dengan TNI-Polri, warga yang berasal dari Desa Tegal Dowo
dan Timbrangan mulai berdatangan untuk melebur dan ikut
bersolidaritas. Namun aksi ini kembali dihalang-halangi oleh pihak TNI-
Polri. Posisi mereka ditahan untuk tidak boleh mendekat dan melebur
dengan rekan-rekan mereka.
18.00 WIB : Warga Desa Tegal Dowo dan Timbrangan berniat untuk
mengirimkan logistik berupa makanan dan alat penerangan kepada
peserta aksi. Namun saat hendak mengantarkan ke lokasi aksi, TNI-Polri
melarang pengiriman logistik tersebut. Selanjutnya tim pengirim logistik
kembali ke desa dan menaruhnya di rumah Kepala Desa Timbrangan.
18.30 WIB : Tim JMPPK Rembang yang lain kembali mendatangi lokasi
kejadian dan melakukan perundingan kepada TNI-Polri agar logistik
diperbolehkan masuk. Namun TNI-Polri meresponnya dengan kalimat
“kami masih menunggu perintah dari atasan”. Dalam situasi ini para ibu-
ibu peserta aksi melakukan zikir dan doa bersama. Situasi perundingan ini
berjalan pelik, namun pada akhirnya logistik diperbolehkan masuk dan
selanjutnya peserta aksi mulai mendirikan tenda.
20.30 WIB : Bantuan dan solidaritas dari warga Rembang mulai
berdatangan. Salah satunya berupa bantuan kesehatan.
Selanjutnya warga tetap bertahan di lokasi aksi dengan mendirikan tenda
sebagai tempat istirahat. TNI-Polri masih berjaga hingga keesokan
harinya.
Selasa, 17 Juni 2014
07.00-12.00 WIB : Warga masih tetap bertahan di lokasi aksi, dan tetap
menuntut agar rencana pendirian pabrik semen dibatalkan serta alat-alat
berat yang beroperasi di tapak pabrik segera ditarik keluar. Pada hari
kedua aksi ini, TNI-Polri masih berjaga di sekitar lokasi aksi.
12.00-18.00 WIB : Aksi ini mendapatkan simpati dan dukungan tambahan
dari banyak komunitas dan organisasi dari luar Rembang. Tampak hadir
di lokasi aksi beberapa perwakilan ataupun individu dari beberapa daerah,
seperti Pati, Blora, Semarang dan Yogyakarta.
20.00-23.00 WIB : Warga masih tetap bertahan di lokasi aksi walaupun
dalam kondisi hujan. Kegiatan pengajian, doa bersama dll masih terus
dilakukan.
23.00 – 24.00 WIB : Saat menjelang tidur, beberapa orang warga merasa
terganggu oleh teriakan beberapa orang aparat kepolisian yang masih
berjaga di sekitar lokasi aksi. Teriakan tersebut berbunyi “tidak ada pabrik
semen disini”.
Rabu, 18 Juni 2014
07.00-12.00 WIB : Warga masih tetap bertahan di lokasi aksi, dan tetap
menuntut agar rencana pendirian pabrik semen dibatalkan serta alat-alat
berat yang beroperasi di tapak pabrik segera ditarik keluar. Pada hari
ketiga aksi ini, TNI-Polri masih berjaga di sekitar lokasi aksi.
12.00-14.00 WIB : Hujan kembali datang, namun warga masih tetap
bertahan di lokasi aksi.
18.00-20.00 WIB : Warga menggelar pengajian dan doa bersama di lokasi
aksi.
20.00-22.00 WIB : Camat Gunem mendatangi warga di lokasi aksi.
Kedatangan ini mengundang perdebatan sengit antara peserta aksi dan
Camat Gunem.
23.00 – 24.00 : Warga masih tetap bertahan di lokasi aksi.
S O L I D A R I T A S
[Rilis Solidaritas dari Blora] Tolak Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Utara! By Tim Penutur Selamatkan Bumi | Juni 19, 2014
Berbicara mengenai kekayaan alam, masyarakat Jawa mempunyai Pegunungan Kendeng Utara yang terletak di bagian utara Pulau Jawa. Menurut legendanya ini adalah moksanya Nagaraja setelah mengajarkan Aji Ismu Gineng Sukmawedha kepada Prabu Anglingdarma. Liuk tubuhnya melewati batas-batas administratif yang ada, membujur dari Barat ke Timur melingkupi Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora di Jawa Tengah hingga Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban di Provinsi Jawa Timur.
Pegunungan yang terbentuk pada masa Meosen Tengah – Meosen Atas atau kurang lebih 25 juta tahun yang lalu berdasarkan skala waktu geologi tersebut merupakan lipatan perbukitan yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati. Walaupun sangat kering di permukaannya, namun di bagian bawah kawasan ini banyak ditemukan sumber-sumber mata air seperti sungai bawah tanah di mana air keluar melalui rekahan-rekahan batuannya.
Terkait dengan hal tersebut maka rencana pendirian pabrik semen di 4 (empat) kabupaten yaitu: PT. Semen Indonesia di Rembang, PT. Indocement di Pati, PT. Vanda Prima Listri di Grobogan, PT. Imasco Tambang Raya di Blora rasanya sangat perlu mendapat perhatian kita bersama.
Pegunungan Kendeng yang dulu potensial menjadi kawasan lindung, saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Rencana perusahaan semen yang akan menggerus sisi-sisinya berpotensi besar membawa akibat semakin menyusutnya debit sumber seperti mata air Pantilan, Sumber Mermo, Sendang Kaputren di Desa Waru, Mata Air Sumberan di Dusun Sumberan, Sumber Sayuran di Dusun Sayuran, Sumber Soka di Dusun Soka, Sendhang Duwur di Dusun Kembang, Sendang Nglinggang, Sendang Nglengkir, Sendang Mrecep, Sendang Panasan, Sumber Blimbing, Sumber Gendono dan Sumber Cerawa di Kec Bogorejo yang merupakan hulu sungai Lusi di Kab Blora hingga ratusan mata air seperti Mata Air Kajar di
Desa Kajar Kec Gunem dan Sumber Semen di Desa Tahunan Kec Sale Kab Rembang.
Dalam Al Qur’an Surat An-Naml ayat 15 sudah dijelaskan bahwa: “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.” Lalu, kita yang mengaku sebagai orang beragama, akankah kita mengingkari ayat Tuhan kita sendiri?
Begitu juga Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Nasional menyatakan bahwa kawasan karst masuk dalam areal Kawasan Lindung Nasional. Ini adalah regulasi pemerintah yang mengatur dan melarang penambangan di kawasan karst pegunungan Kendeng.
Pembangunan yang selama ini dilakukan umumnya masih didasarkan atas perhitungan-perhitungan ekonomi. Perhatian masih kurang untuk kepentingan kelestarian ekologi serta sosial. Akibatnya penurunan kuantitas dan kualitas terus berlanjut. Berbagai masalah sosial dan bencana alam pun terus terjadi seiring dengan menguatnya cengkeraman dan hisapan sistem neoliberalisme yang berkedok kemajuan. Kegiatan industrialisasi telah banyak menyebabkan kerusakan lingkungan, mulai hilangnya mata air, polusi, berkurangnya vegetasi dan degradasi keanekaragaman hayati serta terkuak pula kebohongan-kebohongan perusahaan yang pada awalnya menjanjikan hal yang sama, yakni kesejahteraan masyarakat dan peningkatan ekonomi namun faktanya menyatakan sebaliknya, yaitu menciptakan kerusakan lingkungan dan kemiskinan global.
Selama semua pihak masih memandang kawasan karst dari segi ekonomi dan sektoral, maka laju pengrusakan kawasan karst tidak akan terkendali. Janji peningkatan Pendapatan Asli Daerah adalah omong kosong besar. Walaupun ada hal itu tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Hanyalah segelintir elit politik yang akan mendapatkan keuntungan. Setelah bahan tambang habis, pemerintah daerah hanya mewarisi lingkungan alam yang gersang, porak poranda, masyarakat yang bertambah miskin dan berpenyakitan.
Apakah kalian semua sudah tahu bahwa di balik upaya penghancuran pegunungan ini adalah konspirasi Illuminati penghancuran dan penguasaan bumi?
Sebetulnya ini adalah informasi rahasia. Sebuah proyek bernama HAARP (High Frequency Active Auroral Research Program) merupakan suatu program penelitian gabungan yang dilakukan dan dibiayai oleh Angkatan Udara AS, Angkatan Laut AS, Universitas Alaska dan Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA). Proyek penelitian ini dimulai pada tahun 1993, yang salah satu stasiun buminya ada di Alaska.
HAARP menembakkan gelombang radio frekuensi dari yang sangat rendah hingga yang sangat tinggi sebesar 3,6 juta watt hingga milyaran watt ke atas atmosfir. Efek tembakan tersebut akan terlihat di atas atmosfir langit (Aurora Borealis) . Gelombang frekuensi tersebut lalu terpantul oleh ionosfir dan kembali lagi ke bumi, kkemudian masuk ke tanah hingga ke kerak bumi, bahkan bisa menembus mantel bumi lebih jauh dari dalamnya samudera. Apalagi jika di wilayah itu memang terletak di patahan yang tak stabil maka yang terjadi berikutnya adalah gempa bumi yang luar biasa, dan bila itu terjadi di laut maka kemungkinan besar memicu timbulnya gelombang tsunami yang amat mengerikan!
Tidak ingatkah kita gempa dan tsunami berskala 9,1 Skala Richter pada tanggal 26 Desember 2004 yang telah melanda 12 negara di dua benua, Asia dan Afrika hingga menelan 280.000 korban jiwa manusia dengan korban terbesar 81,4% warga di satu propinsi Indonesia yaitu Serambi Mekah Nanggroe Aceh Darussalam? Ya, inilah “percobaan” teknologi mutakhir HAARP!
Menurut American Almanac, memang tujuan dari kelompok neo-imperialis yang mengendalikan korporasi-korporasi dunia ini adalah membentuk Tatanan Dunia Baru yang salah satu programnya adalah mengurangi populasi manusia dari lima milyar menjadi satu milyar dalam dua atau tiga generasi mendatang.
Maka untuk menenggelamkan kota Blora beserta kabupaten-kabupaten lainnya di Pulau Jawa ini tidaklah sukar, mungkin hanya dengan waktu bebeberapa menit saja. Bagaimana masyarakat akan mencari keselamatan bila dataran tinggi seperti pegunungan sebagai tanggul banjir sudah rata? Siapa yang akan bertanggung jawab atas pembunuhan massal terencana yang sukses karena kebodohan kita sendiri? Dengan membangun pabrik semen dan menghancurkan pegunungan Kendeng maka kita sebagai orang Jawa sama saja dengan menghancurkan benteng terakhir dan membuat kuburan bagi orang Jawa beserta seluruh peradabannya.
Mari bersama kita tumbuhkan kesadaran untuk memperjuangkankan, melindungi, menghijaukan dan melestarikan pegunungan ini agar kembali dapat memberi manfaat positif bagi kehidupan masyarakat sekitarnya. Saatnya menanam, bukan menambang; dan bagian langsung dari dukungan penyelamatan lingkungan hidup ini salah satunya adalah dengan menghentikan rencana pembangunan pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng Utara Jawa Tengah.
Kang krasa lan rumangsa wadjib tumindak apa mesthine, sami hamemayu hayuning bawana sak isine.
TOLAK PABRIK SEMEN! SELAMATKAN PEGUNUNGAN KENDENG DAN PERADABAN JAWA DARI KEHANCURAN!
Berita
Rakyat melawan: Aksi protes Rembang, Pandang Raya dan
Kulonprogo By Tim Penutur Selamatkan Bumi | September 23, 2014
Hari ini, Selasa (23/9/2014), telah terjadi aksi protes di tiga titik berbeda. Aliansi
Masyarakat Pandang Raya (Makassar), JMPPK Rembang (Rembang), dan
Wahana Tri Tunggal (Kulonprogo) turun ke jalan untuk menggugat pemerintah
dan korporasi yang dianggap telah merampas hak rakyat.
JMPPK (Rembang, Jawa Tengah)
Petani Rembang yang didominasi ibu-ibu menggelar aksi damai di depan Kantor
Pemerintah Kabupaten Rembang. Aksi ini dilakukan dalam rangka peringatan 100 hari tenda perjuangan menolak pendirian pabrik semen di Pegunungan Kendeng,
khususnya di wilayah Kecamatan Gunem dan Bulu. Sejak pagi, ibu-ibu beriringan
menuju Kantor Bupati dengan membawa berbagai hasil bumi. Namun, hingga
selesai aksi, tak ada satupun perwakilan dari pemerintah yang datang menemui
mereka. Alih-alih pejabat, massa malah dihadapkan dengan barisan polisi.
Selain di Rembang, aksi solidaritas juga berlangsung di berbagai kota. Di
antaranya, Yogyakarta, Bandung, Kendal, Semarang, Surabaya, dsb.
AMARA (Pandang Raya, Makassar)
Massa yang tergabung dalam AMARA (Aliansi Masyarakat Pandang Raya)
berunjuk rasa di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar.
Warga yang pemukimannya digusur pada 12 September lalu ini menuntut
pengembalian hak mereka atas tanah di Pandang Raya. Karena, berdasarkan fakta
hukum, warga berhak atas lahan yang sekarang sudah rata dengan tanah. Mereka
menuntut pengusutan atas surat putusan eksekusi yang dinilai cacat hukum dan
terindikasi adanya mafia dalam kasus tersebut.
Sejak penggusuran, warga masih bertahan di sekitar puing bekas lokasi
pemukiman mereka. Warga pun dengan tegas menolak menyerah atas kedzaliman
yang dilakukan pemerintah.
WTT (Kulonprogo, Yogyakarta)
Rakyat tani yang terwadahi dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) melakukan aksi
blokade Jalur Lintas Selatan Jawa (Jalan Daendels). Massa memblokir jalan
dengan berbagai benda, mulai dari kayu, bebatuan, sekam yang dibakar, hingga
sebuah gajebo. Aksi ini pun dibubarkan oleh aparat gabungan, TNI dan Polri.
Aksi blokade merupakan buntut dari ketidakkonsistenan pemerintah dalam acara
sosialisasi pembangunan bandara di Kecamatan Temon, Kulonprogo. Ribuan
massa yang hendak menghadiri acara sosialisasi dihadang oleh barisan aparat.
Padahal mereka adalah warga yang akan terdampak langsung jika bandara jadi
berdiri.
Akibat larangan tersebut, rakyat marah dan memblokir jalan yang menjadi akses
strategis tersebut. Sempat terjadi bentrok antara massa aksi dan aparat, bahkan
massa disemprot dengan mobil waterkanon. Namun, situasi segera kembali
redam. Hingga artikel ini dibuat, rakyat masih bertahan di lokasi.
K R O N I K
Kronologi represi Aparat
terhadap Ibu-Ibu penolak
Pabrik Semen di Rembang –
27 november 2014 By Tim Penutur Selamatkan Bumi | November 28, 2014
Hingga hari ini, warga Kecamatan Gunem, Rembang, Jawa Tengah masih
tetap menolak keberadaan pabrik semen PT Semen Indonesia di
daerahnya. Berbagai upaya mereka lakukan, mulai dari audiensi, gugatan
ke PTUN hingga aksi blokir jalan. Kamis kemarin (27/11/2014), warga
yang didominasi ibu-ibu memblokade jalan menuju tapak pabrik. Aksi itu
pun direspon dengan keras oleh aparat. Pasukan keamanan perusahaan
yang terdiri dari polisi, TNI, satpam pabrik dan preman sipil diturunkan
untuk membubarkan aksi ibu-ibu. Berikut kronologi peristiwa yang
disusun oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK)
Rembang:
Pkl 05.30 WIB
Mobil pengangkut alat-alat berat tiba di pertigaan jalan menuju tapak
pabrik PT Semen Indonesia di Bulu, Rembang
Pkl 06.00 WIB
Ibu-ibu yang piket jaga, mulai datang ke tenda penolakan pendirian pabrik
semen. Ketika melihat kendaraan berat berhenti di pertigaan jalan menuju
tapak pabrik, ibu-ibu langsung memblokir jalan. Hampir mayoritas semua
perempuan, dari muda hingga tua.
Pkl 07.00 WIB
Datang preman pabrik semen mendatangi ibu-ibu dan langsung
mengangkat lesung. Tak terima, ibu-ibu marah dan beradu mulut dengan
prema. Selang 5 menit kemudian preman pabrik semen, bernama Sakir
asal Desa Timbrangan, meludahi ibu-ibu. Karena warga tidak terima
akhirnya dibalas pula hal yang sama oleh ibu-ibu. Sontak Sakir langsung
memukul Ibu Paedah dan mengenai kepala perempuan paruh baya
tersebut hingga jatuh pingsan.
Pkl 07.15 WIB
Kapolsek bulu beserta preman dan satpam pabrik semen datang ke tenda
warga dan bertanya:
Kapolsek bulu: “Ada apa ini kok rame-rame?”
Warga: “Blokir jalan karena mau ada truk masuk lokasi (pabrik semen–
red)”
Pkl 09.35 WIB
Kapolres datang ke tenda bersama anggota TNI, preman, satpam, dan
wartawan. Di sana, ia marah-marah:
Kapolres: “Jadi ini seperti kemarin tidak bisa di atur?”
Warga: “Njeh, pak!” (terj-Iya, pak!)
Kapolres: “Jadi kalo ibu-ibu tetap seperti kemarin, maka pihak keamanan
akan melakukan langkah seperti kemarin juga (kekerasan)”
Warga: “Iya, pak, tidak apa-apa kita sudah biasa dikasari oleh pihak polisi.
Ya dari tanggal 16 Juni sampai sekarang perlakuan yang sama tidak
pernah berubah, yang dilakukan oleh pihak keamanan dimana seharusnya
melindungi masyarakat tetapi kenyataanya terbalik, justru pihak
keamanan malah melindungi pemodal, apakah kami salah kalo ingin
menyelamatkan lingkungan, apakah kami salah kalo ingin menyelamatkan
anak cucu kelak, apakah kami salah kalo ingin menyelamatkan bumi
pertiwi?”
Pkl 09.40 WIB
Pasukan brimob dan satpam semen memeriksa warga yang tidak
mempunyai identitas Tegaldowo (yang tidak mempunyai identitas
Tegaldowo di suruh pergi dari lokasi tenda), dan melarang tim
dokumentasi untuk mengambil gambar.
Pkl 09.45 WIB
Pasukan brimob dan TNI mulai menambah pasukannya untuk menggusur
warga.
Pkl 10.00 WIB
Ibu-ibu memainkan lesung dan nembang Ibu Pertiwi sebagai bentuk
perlawanan terhadap aparat.
Pkl 10.15 WIB
Pasukan brimob merampas lesung, bendera, poster, dan alat peraga lainya
hingga terjadi bentrok antara Polisi, Preman, Satpam, TNI melawan ibu-
ibu.
Pkl 10.21 Wib
Banyak ibu-ibu yang terkena pukulan aparat, hingga Ibu Murtini dipukul
oleh anggota brimob bernama Mahmud ketika mau menyelamatkan
lesung. Akibat bentrok dengan pasukan brimob kaki Bu Murtini diinjak
hingga kuku kakinya terkelupas dan berdarah. Kemudian salah satu
pemuda desa yang bernama Jedor dikeroyok aparat hingga terjatuh dan
diinjak-injak aparat saat berusaha merebut lesung yang ditaruh di atas
mobil polisi.
Pkl 11.30 WIB
Warga melantunkan tembang Ibu Pertiwi sambil berdoa.
Pkl 12.21 WIB
Pasukan brimob dan satpam pabrik semen mendirikan tenda di pertigaan
dekat dengan tenda ibu-ibu dan menutup jalan masuk menuju tenda
warga.
Pkl 17.00 WIB
Bapak-bapak yang hendak mengirim logistik untuk ibu-ibu di tenda,
dilarang masuk oleh pihak brimob dan satpam semen.
Pkl 18.00 WIB
Salah satu warga yang ingin mengirim makanan untuk istrinya yang
berada di tenda pun dilarang pihak brimob dan preman pabrik semen
untuk masuk lokasi tenda.
Hingga kronologi ini dibuat Pkl 23.00 Wib (27 November 2014), situasi di
tenda masih mencekam. Banyak ibu-ibu yang kelaparan karena bapak-
bapak tidak diperbolehkan mengantar logistik ke tenda. RELATED ITEMS
Tim Penutur Selamatkan Bumi
3. Transkrip Wawancara Redaktur Pelaksana Koordinator Regional
Liputan6.com, Harun Mahbub, 13 Februari 2018
Sulkhan: Kalau rapat redaksi dibahas kan isu Rembang itu?
Harun: Nyaris enggak pernah
Sulkhan: Tapi kenapa ada liputan kesana mas? Intensitas berita Rembang juga
lumayan banyak? Itu liputan langsung kan wartawan liputan6?
Harun: aku belum sempat bikin liputan khusus ke sana wartawanku adanya di
Semarang, jadi kalau pas ada aksi di Semarang aja kuminta liput. Rembang malah
enggak ada reeporter, seingatku cuma sekali, si pemred tanya bagaimana
sebenarnya cerita Semen Rembang
Sulkhan: Oh gitu. Tapi ada satu yang ngeliput di tenda Rembang mas, nah itu
wartawannya ada yg kesana berarti? Mungkin sesekali?
Harun: Sing berita endi? Aku pernah pesen sih ke wartawanku di Semarang, kalau
sempat main ke Rembang, pas lagi ramai-ramainya
Harun: habis aksi di istana kalau nggak salah
Sulkhan: Ini sih yang "Warga Blora tolak Pendirian Pabrik Semen" itu kan
infonya di depan kantor bupati Blora
Harun: sopo sing nulis? Felek?
Sulkhan: Ado
Harun: berita Antara mungkin?
Harun: Ado iku editor neng Jakarta
Sulkhan: Kurang paham, tapi emang ini di liputan6 kok mas Harun. Sudah saya
kumpulkan file liputan6
Sulkhan: Oiya sebelumnya kenapa mas Harun enggak menempatkan wartawan di
Rembang? Kan isunya lagi seksi tuh
Harun: nggak sexy han. Kujelaskan sekilas ya petanya. Aku penanggung jawab
pemberitaan daerah, sumber kontenku dari para kontributor yang kubayar per
konten. Selain itu, kantor berita. kalau sekarang nambah dengan media lokal
rekanan
Harun: Konteks yang jangan Sulhan lupakan, Lip6 bukan media ideologis atau
politis. Jadi isu yang dimainkan floating alias enggak ada preferensi atas isu
tertentu. Nah konsep konten yang kukembangkan adalah story yang referensial.
Info atau cerita unik daerah setempat
Harun: Jarang aku mainkan peristiwa
Harun: Misal bocah liputan peristiwa, juga kuminta jadikan story
Harun: Soal Semen Rembang, ya aku enggak begitu tertarik isunya, jadi nggak ku
push.
Harun: Paling pas ada aksi eye catching aja, misal yang jalan 100 KM mau
nemuin gubernur.
Harun: atau pas gubernur ungkap ada nama-nama fiktif yang lucu2
Harun: begitu petanya
Sulkhan: Oke mas aku mengerti. Kalau kontributor daerah itu terikat engga sama
media liputan6?
Sulkhan: Kontributor wartawan
Harun: terikat tapi bukan karyawan
Sulkhan: Sistem terikatnya gimana kalau kontributor itu?
Sulkhan: Tapi liputan6 juga punya banyak wartawan yang sudah karyawan kan?
Harun: ya kayak wartawan dii jakarta, cuma nggak tak gaji
Sulkhan: Nah itu yg liputan daerah apa cuma dari kontributor atau ada juga dari
wartawan yg asli karyawan?
Harun: iya reporter ada sekitar 50-an orang
Harun: kontributor, aku nggak pernah ngirim wartawan ke Rembang
Harun: kecuali pegunungan kendeng meletus, atau keluar lumpur kayak Lapindo,
baru tak kirim.
Sulkhan: Kalau terkait banyaknya info yg masuk dari Semen Indonesia itu asalnya
press release apa gmna mas?
Harun: seingetku press release
Sulkhan: Oiya story yg mas Harun maksud itu berita2 human interest atau sesuatu
yg unik dari daerah tertentu gtu?
Harun: Story, bukan berita. Era breaknews udah selesai, berita lengkap udah
selesai
Harun: apapu bisa jadi story
Sulkhan: Yang kaya gmna tuh mas contohnya
Harun: woconen kanal Regional
Sulkhan: Kalau Nerima press release dari PT Semen itu benefitnya apa mas? Apa
secara konten atau materi
Harun: Konten include trafik
Sulkhan: Mereka bayar atau ngasih apa gitu g kalau minta diberitakan?
Harun: Apa sudah seburuk itu kah citra media?
Harun: Liputan6 menang tak seideologis mediaku dulu, tapi integritas tetap
dijaga.
Harun: Kalau soal berita tentu murni kurasi redaksi, berdasar news value. Bisa
juga pertimbangan traffic kalau media online.
Harun: Yang berbayar ada jalur sendiri, via iklan. Terserah mau jualan selebay
apapun, tapi format iklan, bukan berita
Sulkhan: Mas Harun, kalau dimuat tidaknya berita itu keputusannya di mas Harun
selaku redaktur daerah, atau ke pimred?
Harun: Cukup rapat kecil di desk aja
Sulkhan: Tapi keputusannya lebih besar di mas Harun kan?
Sulkhan: Lebih kuat maksudku
Harun: Ya kan aku redpelnya, kalau deadlock kuputuskan
Sulkhan: Kalau pimred ranahnya lebih kemana mas?
Harun: Udah lebih ke loby
Sulkhan: Loby narasumber ya?
Harun: Loby semua pihak eksternal. Kalau ke internalnya ya cuna jaga spirit dan
inovasi
Harun: Di bawah pemred ada redaktur eksekutif, yang memantau teknis harian.
Jadi keredaksian ditentukan di level desk/kompartemen
Sulkhan: Apa redaktur eksekutif beda sama redpel?
Harun: Redpel2 report ke redaktur eksekutif
Sulkhan: Mas Harun, kalau kontributor itu terikat tapi dibayar per konten.
Maksudnya terikat kontrak gitu? Aku masih belum ngeh soal kontributor
Harun: Beda media beda gaya.
Sulkhan: Kalau liputan6 gmna sistemnya mas?
Harun: Pertemanan aja saling percaya.
Sulkhan: Ada terikat kontrak gitu kontributor? Atau bebas?
Harun: Bebas.
Sulkhan: Tapi bayarannya per konten kan mas?
Harun: Per konten Sulhan.
Sulkhan: Ada konsekuensi tertentu ga kalao kontributor gapernah nulis? Atau
cuma ga dapet bayaran aja?
Harun: Gak dapat bayaran
Harun: Kalau udah mals ya diputus 'kontraknya'
Sulkhan: Ngelamar nda mas Hadi kontributor itu?
Sulkhan: Apa tinggal kirim tulisan aja?
Harun: Ngelamar. Kan kumodali ID Card
Sulkhan: Ada tenggat kontraknya mas? Dua atau tiga tahunan gtu?
Harun: Sementara enggak
Sulkhan: Oke mas Harun, makasih banyak atas infonya. Semoga Liputan6 makin
berjaya.
4. Transkrip Wawancara Abdus Somad, 27 Oktober 2017
Sulkhan: Mas, bisa jelaskan gambaran sistem redaksi Selamatkanbumi.com?
Somad: Gini, informasi di media kita lebih ke menyampaikan informasi ke
warganya. Kita penulisannya lebih ke feature sama Depth News, karena enggak
mau buru-buru, diutamakan pakai data. Media ini sistemnya kolektif, enggak
pakai funding buat ngelola. Jadi temen-temen ngelola patungan.
Sulkhan: Hierarkinya kuat enggak?
Somad: Kalau di kita sih enggak, semuanya bisa menulis dan bisa jadi admin.
Jadi semua bisa posting. Kontrolnya di redaksi, tulisan yang misalnya masih
kurang mendalam bukan dibuang begitu saja tetapi kita kasih masukan. Bebas,
yang penting sesuai kode etik jurnalistik. Ada transkrip dan wawancaranya. Bisa
dipertanggungjawabkan kalau ada yang nanya beritanya.
Sulkhan: Kenapa memuat banyak Press Release pada periode 2014-2015 dalam
konteks konflik di Rembang?
Somad: Press release itu suara warga langsung. Intinya, selagi itu berorientasi
pada perjuangan warga dan warga merasa itu perlu disampaikan, akan kami
posting. Warga bisa membuat rilis itu sudah bagus, tapi kita sediakan platform
untuk mereka. Sebelumnya ada pelatihan menulis untuk warga, khususnya anak-
anak mudanya. Yang penting mereka terlibat dengan media kita. Bukan cuma
redaksi kita saja yang nulis. Harapannya media ini jadi media bersama,
kedepannya ada upaya untuk memposting poster atau karya dari seniman di sini.
Sulkhan: Strategi liputan Selamatkanbumi.com gimana?
Somad: Kita terjun langsung kesana. Di kami polanya kita tidak sekadar terjun,
kita meminta warga bercerita terus kita berkeliling ke lokasi konflik yang
ditunjukkan warga untuk mendapat gambaran konfliknya. Proses liputan kami
agak panjang. Karena kami juga berusaha mengedukasi warga. Misalnya ketika
terjadi konflik kita berusaha agar warga berani menyampaikan pandangannya.
Kemudian kita kemas dalam satu narasi. Kendala kami di proses pencarian
informasinya, karena orang-orang yang kami tuduh pelaku perampasan lahan,
biasanya menolak kalau dimintai klarifikasi.
Sulkhan: Kendala dalam memroduksi konten, selain susah klarifikasi, apa lagi?
Somad: Karena anggota kita Cuma 6, ada banyak pekerjaan, kita punya target
sebulan hanya tiga berita dan harus panjang Dua di Jogja, satu Jawa Timur,
satunya web, konten video, dan platform percetakan. 6 orang ini kumpulnya tidak
pernah satu kantor, tetapi rapat online. Agak susah bisa optimal mengelola
webnya. Soalnya di kita ada yang dokumenter. Aktivis. Ada yang murni jurnalis.
Walhi. Itu yang membuat manajemen kita kurang baik.
Kita sempat mengundang kontributor opini, Cuma karena mungkin tema terlalu
berat. Ada banyak yang ngirim tapi enggak masuk seleksi di kitanya.
5. Transkrip Wawancara Abdus Somad, 08 Februari 2018
Sulkhan: Saya menemukan bahwa pada periode 2014-2015, dalam konteks
konflik lingkungan di Rembang, Selamatkanbumi lebih banyak press release
daripada beritanya, mengapa demikian?
Somad: Reporternya kurang, dulu sistem medianya enggak terikat sama
jurnalisnya. Sehingga di tahun itu, di Jogja kosong, tidak ada informasi yang
ditulis. Maka, siaran pers sebagai bentuk upaya Selamatkanbumi.com berada di
lingkaran warga. Saat itu juga banyak warga enggak punya platform. Temen-
temen ada obrolan, yaudah siaran-siaran pers warga kita muat soalnya mereka
tidak punya saluran informasi.
Sulkhan: Ini prinsipnya jurnalisme warga enggak?
Somad: Waktu itu belum, semangat kami lebih kepada ingin menanmpung
aspirasi mereka (warga). Dulu tahun 2014 polanya begitu, tapi seiring
perkembangan informasi dan pemahaman jurnalisme, di penghujung 2014, kita
memutuskan kalau siaran press release warga menjadi bagian dari jurnalisme
warga Selamatkanbumi. Dulu kita kenalnya itu suara warga. Semua siaran pers
warga yang dikirim ke Selamatkanbumi, kita tampung. Kita buatkan platform
khusus yang namanya “solidaritas.”
Sulkhan: Saya menemukan bahwa wacana cenderung lebih ke konflik
masyarakat ditindas aparat, tetapi isu lingkungannya cenderung sedikit, apa
tanggapan mas?
Somad: Militerisme cukup kuat waktu itu. Kita menyikapi aparatnya, tapi kita
tetap mencantumkan isu-isu lingkungan. Judulnya memang lebih menyorot
militerisme tetapi kontennya tetap mengangkat isu-isu lingkungan. Itu dipilih
karena, kita meydari bahwa militer merasa berkuasa atas masyarakat, jadi kita
mencoba melawan militerisme itu. Kedua, kita tak bisa lepas dari isu lingkungan,
jadi walau menyorot militerisme isu lingkungan tetap kita angkat.
Sulkhan: Kalau soal pertimbangan prioritas isu gimana?
Somad: Sebelum sebuah tulisan dirilis, kita ada forum diskusi. Kita bahas semua
konten, termasuk poin-poin penyikapannya akan dimuat apa tidak. Pada konteks
2014-2015 itu kebanyakan warga nulis dulu, terus mereka mengontak kami “ini
mau dimuat di Selbum tidak?” Nah redaksi punya kewenangan menerbitkan atau
tidak, lalu dibicarakan dalam suatu forum. Tapi semuanya bakal dimuat, selagi itu
perjuangan warga kita wajib menyuaraknnya. Ada lima orang di redaksi rapat
untuk isu,Kalau berita-berita kronologi dibantu oleh teman-teman aktivis. Tapi
kalau pernyataan sikap atau siaran pers, itu dari warga sendiri. Posisi kita
mengadvokasi. Kita menempatkan posisi sebagai partner warga, kami tidak
menggurui warga, tidak menganggap mereka bodoh. Kita coba untuk
menyediakan ruang aspirasi mereka, jadi silahkan ditulis kami muat begitu. Ya
kadang-kadang mereka pengen minta dituliskan, poin-poin sikapnya dari mereka.
Tapi penjelasan yang berakitan dengan hukum atau ilmu tertentu kita bantu.
Sulkhan: Saya menemukan satu teks Rilis dari Blora, yang menyangkutkan
permasalahan di Rembang dan Blora dengan konspirasi Yahudi. Bukankah ini
terkesan spekulatif dan malah bisa menjatuhkan harga diri gerakan? Apa
tanggapan mas?
Sebenarnya itu adalah pembacaan teman-teman, kita punya bukti, tapi rilis itu
hanya untuk mengukur respon dari perusahaan. Karena kami sadar ada konspirasi
besar di sana, Iluminati itu kan bagian dari World Bank kaya gitu-gitu lo. Itu kami
ada. Hanya saja, rilis itu memang tujuannya kami pengen tahu perusahaan terusik
apa tidak. Kalau mereka lapor, kami bisa mengajukan data.
Sulkhan: Tapi perusahaan itu risih engga?
Somad: Engga sih, engga ada yang protes
Sulkhan: Mas Somad enggak khawatir kredibilitas turun di masyarakat?
Somad: Enggak kami prinsipnya semua dari warga. Sehingga kami berupaya
untuk menjahit warga antar satu dengan yang lain, walaupun kita menyadari
kepentingan warga beda-beda. Polanya adalah kita tidak hanya mencari informasi
tetapi juga membagikannya ke warga. Segala data yang kami dapat kita
diskusikan dengan warga, jadi feedback itu langsung sampai ke warga. Kesannya
enggak mengambil informasi dari warga saja.
Sulkhan: Apakah Tim Selamatkanbumi sempat membuat pelatihan jurnalistik
atau semacamnya di Rembang?
Somad: Iya, waktu itu pelatihan jurnalistik di Rembang dan pengenalan sosial
media di Kulon Progo. Kebutuhannya adalah untuk mengampanyekan kehidupa
mereka sehari-hari. Di Rembang ada sepuluhan orang lebih yang ikut, pemuda
dan orangtua.
Sulkhan: Dari kebanyakan teks, Selamatkanbumi menyebut massa penolak
pabrik semen dengan sebutan Ibu-ibu. Kenapa tidak perempuan yang lebih
umum? Apa makna Ibu-ibu yang coba Selamatkanbumi sampaikan?
Somad: Ibu-ibu punya satu ke khasan tersendiri. Kayak Ibu lebih peka melihat
realitas sosial ketimbang perempuan yang konotasinya ke gerakan, radikal,
melawan. Jadi makna Ibu itu di sini menjadi simbol dari perlawanan mereka.
Perempuan itu lebih umum. Kalau analisis kami, kelompok-kelompok perempuan
dianggap bebal oleh mereka. Ibu-ibu dimunculkan sebagai sosok yang selalu
melindungi di saat kamu lapar, di saat kamu butuh perhatian.
Sulkhan: Apa itu ada hubungannya dengan Ibu Bumi?
Somad: Belum, Ibu Bumi muncul baru-baru ini. Kami juga melihat realita Ibu-
ibu memang yang bergerak melawan pembangunan PT Semen Indonesia..
Anggapannya kalau sudah Ibu turun, berarti itu ada masalah. Karena Ibu lebih
peka ketimbang perempuan.
Sulkhan: Pada periode tersebut, kenapa berita yang dimuat cenderung satu sisi?
Somad: Genrenya memang sengaja seperti itu di tahun 2014-2015, kita
sebenarnya sudah sempat meminta klarifikasi ke pihak perusahaan PT Semen
Indonesia, cuma ditolak. Sampai sekarang kita sering ditolak karena kritiknya
dianggap keras. Pernah kami mencoba menganalisis pembaca kami di Jogja, dari
kalangan DPR, akademisi, teman-teman aktivis. Bahkan terakhir kami sudah
diawasi Badan Inteligen Nasional. Kalau di Hack susah, kami punya tim IT
khusus untuk menjaga Selamatkanbumi. Dia khusus IT dan tinggalnya enggak di
sini. Kami sempat konsultasi ke AJI, mereka mengatakan berita kami tidak
berimbang. Maka di tahun 2016 dan di tahun 2017 kita evaluasi, kita menulisnya
feature.
Sulkhan: Berapa jumlah reporter?
Somad: Sekarang masih 5 reporter Selamatkanbumi.com.
Sulkhan: Apa yang coba teman-teman sampaikan kepada pembaca?
Somad: Kita menyadari bahwa karst adalah lindung yang punya daya tampung air
untuk kehidupan manusia. Ketika masuk pabrik semen alam bakal rusak dan
ekosistem terganggu. Itu yang coba kami tampilkan ke publik. Apalagi ini suara
langsung dari warga. Cuma kurangnya kami adalah bagaimana menarasikan
siaran pers itu sebagai suatu yang layak. Di masa-masa itu memang belum kami
lakukan.Pertama, karena ditolak. Kedua, masakah SDM. Ketiga, akomodasi
Kami itu tidak seperti media mainstream yang memproduksi informasi lalu selesai
begitu saja. Kami memproduksi informasi dan kami harus bertanggungjawab
dengan turun ke warga.