jurusan bimbingan dan penyuluhan islam fakultas...
TRANSCRIPT
POLA BIMBINGAN AGAMA PADA ANAK KOMUNITAS PEMULUNG DI
KELURAHAN JURANG MANGU BARAT PONDOK AREN TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos. I.)
Oleh
Veny Oktasari 107052002826
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Oktober 2011
Veny Oktasari
i
ABSTRAK
Veny Oktasari
Pola Bimbingan Agama Pada Anak Komunitas Pemulung Di RT 03/01 Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan
Pemulung adalah kelompok sosial yang kerjanya mengumpulkan atau memilah barang yang dianggap berguna dan mempunyai nilai jual dari sampah tersebut, baik yang ada di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) maupun diluar TPA. Pada komunitas pemulung ini, notabennya para orang tua tidak memiliki pendidikan yang layak. Dengan keterbatasan pendidikan dan pengetahuan yang seadanya. Para orang tua pun mendidik anak–anaknya dengan pengetahuan yang mereka miliki seadanya. Akan tetapi akan berbeda jika orang tua tidak memiliki pendidikan yang layak guna mendidik dan mengarahkan anak–anaknya untuk menjadi anak yang soleh dan bermanfaat bagi bangsa, agama, dan keluarga. Para orang tua lebih mengutamakan mencari materi untuk menghidupi keluarganya. Sehingga bimbingan agama atau pola asuh yang diterapkan pun terkesan acuh dan cuek.
Dalam bidang keagamaan para orang tua pemulung memiliki pengetahuan yang kurang, namun bukan berarti dengan pengetahuan agama yang kurang mereka tidak memberikan bimbingan agama kepada anak–anaknya. Para orang tua juga selalu memerintahkan kepada anaknya agar selalu ikut kegiatan–kegiatan keagamaan, mengajarkan kebaikan, dan agar anak–anak mereka menjadi makhluk yang bertaqwa kepada Allah SWT. Karena para orang tua pemulung sangat menginginkan sekali anak–anaknya bisa tumbuh dan mempunyai nasib yang lebih baik dari orang tuanya, terlebih lagi dalam hal pendidikan dan agama.
Atas dasar pemaparan diatas peneliti bermaksud meneliti pola bimbingan agama pada anak komunitas pemulung. Adapun metodologi yang digunakan adalah wawancara dan observasi dengan subyek yang telah ditentukan.
Hasil penelitianya dapat diketahui bahwa para orang tua pemulung masih mempunyai perhatian terhadap masalah agama untuk masa depan anaknya. Walaupun para pemulung disibukkan dalam urusan mencari kebutuhan hidupnya, tetapi mereka masih menyempatkan untuk sekedar menyuruh anaknya untuk mengaji. Yang menyebabkan kurangnya pendidikan agama para pemulung, karena mereka tidak menyempatkan diri untuk ikut pengajian dalam majlis ta’lim setempat.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Pola Bimbingan Agama Pada Anak
Komunitas Pemulung di Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang
Selatan”, ini dengan baik. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial
Islam (S.Sos.I). Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Namun
berkat adanya dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penelitian ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih tersebut
penulis sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan, MA,
Pembantu Dekan I Drs. Wahidin Saputra, MA. Pembantu Dekan II Drs. H. Mahmud
Jalal, MA, Pembantu Dekan III Drs. Study Rizal LK, MA;
iii
2. Ibu Dr. Rini L. Prihatini Msi. Selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
yang telah memberikan masukan, arahan, nasihat, dan do’a kepada penulis. Sukses selalu
untuk ibu;
3. Sekertaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Bpk. Dr. Sugiarto MA. yang telah
membantu secara administratif sehingga dapat memperlancar proses penyusunan skripsi
ini;
4. Bpk Dr. Suparto, M.Ed, MA. selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu,
meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi.
Semoga Allah selalu memberikan keberkahan kepada Bapak;
5. Dosen Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Pak Jufri, Bu Nasihah, Pak Lutfi, Bu
Ade Irma, serta seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan ilmu, yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi
rasa hormat dan ketawadhuan penulis;
6. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Perpustakaan Utama beserta stafnya yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data yang diperlukan;
7. Kepada Kedua orangtua yaitu Bapak Ngadirun, yang selalu memberikan do’a, semangat
arahan, nasehat, dan yang terpenting memberikan dukungan materi kepada penulis,
karena Beliaulah tulang punggung keluargaku semoga Allah melipat gandakan amal
beliau dan selalu diberikan kesehatan, dan Ibu Ponijah yang selalu mendo’akan setiap
waktu dan meneteskan air mata kepada Allah dengan semua keadaan yang ada agar
penulis bisa menyelesaikan studinya. Lelahmu dari mengandungku hingga kini semoga
Allah membayarnya dengan tempat terindah yang Allah punya aamiiin. Semoga Bapak
dan Ibu dirahmati Allah SWT. Amieen;
iv
8. Kedua adikku “Nur Uswatuh Hasanah dan Anisa Tri Banowati” yang memberikan canda
dan tawa di sela-sela keseharian penulis, walau terkadang banyak mengganggunya.
Jangan mencontoh kakakmu, Wish U do more than me. Amiiin.
9. Kepada teman terdekat penulis “pemilik hati” Adiburijal, yang selalu berbagi ilmu,
mengajarkan bagaimana mengkaji hidup, selalu memberikan do’a dan arahan, yang selalu
memberikan nasehat dalam menghadapi masalah, tidak pernah lelah menegur kesalahan
demi kesalahan, selalu memberikan semangat serta motivasi kepada penulis dikala
penulis jenuh, dan setia menemani penulis dalam menyelesaikan hal-hal yang berkenaan
dengan penyusunan skripsi. Terima kasih telah membantuku, semoga bisa menjadi orang
yang bermanfaat;
10. Teman-teman seperjuangan BPI 2007 Teh Fina, Rike, Najwa, Bunda, Vika, Ilah, Hakim,
dan masih banyak lagi yang lainnya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun tidak
mengurangi rasa cinta penulis dan kenangan selama kita bersama yang telah kita ukir
akan selalu penulis kenang. Semoga kita menjadi orang yang bermanfaat;
11. Teman-teman seperjuanganku dari PP Asshiddiqiyah Fina Hilmuniati S.Sos.I, Fazra
Raissa S.Sos.I, Rumita dan Ayu Saidah S.Sos.I yang telah memberikan semangat,
motivasi, dan terima kasih penginapan gratisnya dan maaf sering merepotkan. Semoga
kita bisa saling membahagiakan kedua orang tua kita:
12. Bapak RT dan sekertaris RT 03/01 Jurang Mangu Barat yang telah berkenan menerima
penulis untuk melakukan penelitian di kampung bapak, terima kasih semua informasi dan
data-datanya;
13. Keluarga besar Siti Sa’adah (Kak Oshin) yang telah banyak membantu penulis, terima
kasih atas semuanya, semoga Kakak beserta keluarga selalu dalam lindungan Allah SWT;
v
14. Semua warga lapak pemulung RT 03/01 yang sudah banyak membantu penulis, bersedia
penulis ganggu waktu luangnya, terima kasih sudah menerima penulis dengan ramah, dan
penulis bahagia bisa mengenal kalian. Semoga Allah mengangkat derajat kalian;
15. PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang telah banyak membantu penulis, selalu setia
mengantar dan menjemput penulis ke kampus tercinta, mogok, kereta terlambat, diesel
mati, listrik mati, salah jalur, kebakaran, kesambar petir, dan masih banyak lagi kenangan
bersamamu tapi kini ku sangat berterima kasih karena telah membuat perjalanku menuju
kampus menjadi lebih berwarna. Semoga PT. KAI bisa lebih berbenah diri dan lebih
maju lagi.
vi
Demikian sebagai pengantar dalam penelitian ini, dengan penuh harapan dapat
bermanfaat bagi almamater dan masyarakat. Akhirnya sebagai penutup pengantar ini, penulis
haturkan banyak rasa terima kasih kepada para pihak yang terkait dalam membantu penyusunan
skripsi ini.
Akhir kata, segala kebaikan hanya milik Allah SWT semata, Allah pemilik segala
kesempurnaan ilmu dan pengetahuan, semoga amal baik semua pihak akan mendapat balasan
yang setimpal.
Jakarta, 22 Oktober 2011
Veny Oktasari
VII
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ....................................................................................................i
KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...........................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................8
D. Tinjauan Pustaka .........................................................................9
E. Metodologi Penelitian .................................................................13
F. Sistematika Penulisan ..................................................................19
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pola Bimbingan Agama ...............................................................21
1. Pengertian Pola Bimbingan Agama ......................................22
2. Tujuan Bimbingan Agama ....................................................27
3. Metode Bimbingan Agama ...................................................28
B. Anak ...........................................................................................33
1. Pengertian Anak ......................................................................33
C. Pemulung ....................................................................................35
1. Pengertian Pemulung ...............................................................35
2. Kehidupan Pemulung ..............................................................37
VIII
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A.Keadaan Umum Wilayah Jurang Mangu Barat ...........................43
1. Keadaan Geografis ...............................................................43
2. Keadaan Demografis ............................................................44
B.Sarana Peribadatan dan Kegiatan Keagamaan ............................49
C.Keadaan di Lapak ......................................................................49
D. Jumlah Pemulung .....................................................................50
E. Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Pemulung......................51
BAB IV EVALUASI DAN ANALISIS DATA
A. Pola Bimbingan Agama Pada Anak Komunitas Pemulung Di
Kelurahan Jurang Mangu Barat ...................................................51
1. Keseharian Pemulung ...........................................................51
2. Keseharian Anak-anak Pemulung .........................................54
3. Keseharian Bimbingan Agama .............................................55
4. Tujuan Bimbingan Agama ....................................................57
5. Status Kependudukan Pemulung ..........................................58
6. Latar Belakang Pendidikan Orang Tua .................................60
7. Metode Bimbingan Agama ...................................................61
8. Kehidupan Beragama Para Pemulung ...................................63
B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Membimbing
Agama Pada Anak Komunitas Pemulung ..................................66
1. Faktor Pendukung ..............................................................66
2. Faktor Penghambat ............................................................68
IX
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………….70
B. Saran……………………………………………………………...72
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suatu bangsa dan negara itu tercipta dari kumpulan–kumpulan warga
masyarakat yang menjadi satu kesatuan yang diawali dengan terbentuknya
unit keluarga. Keluarga mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan agama
dan tempat beribadat yang secara serempak berusaha mengembangkan amal
kebajikan. Kebesaran suatu agama perlu didukung oleh besarnya jumlah
keluarga yang menjalankan syariat agamanya bukan oleh jumlah penganutnya
saja.1
Meningkatnya jumlah keluarga miskin dan angka putus sekolah
diberbagai tingkat pendidikan, menurunnya kesempatan kerja dan maraknya
berbagai konflik sosial dan politik yang muncul di berbagai konflik sosisla
dan politik yang muncul di berbagai daerah. Keadaan ini diperparah, karena
bertepatan dengan terjadinya masa transisi dari sistem pemerintahan yang
bersifat sentralisasi ke desentralisasi dan era perdagangan bebas (AFTA),
sebagaimana layaknya suatu masa transisi, maka masih terdapat banyak
kekurangan-kekurangan yang membutuhkan waktu untuk perbaikannya.
Keadaan ini membuat sebagian masyarakat limbung dan berusaha untuk
survive dengan cara seadanya, seperti antara lain mengemis, mencuri,
1 Jalaluddin Rahmat, Muktar Gandaatmaja, Keluarga Muslim Dalam Masyarakatn
Modern, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1993), Cet. Ke 1, h. 13
2
memalak, menodong, melacur, mengeksploitasi anak dan perempuan untuk
tujuan seks dan lain-lain cara mencari nafkah yang melanggar hukum dan
norma-norma sosial dan agama. Gejala-gejala ini utama marak di kota-kota
besar yang mereka anggap lebih memungkinkan untuk cara-cara mencari
nafkah semacam itu.2
Permasalahan tuna sosial di Indonesia yang meliputi masalah
gelandangan, pengemis, tuna susila, bekas narapidana dan pengidap
HIV/AIDS terus menunjukan peningkatan sejalan dengan krisis ekonomi
yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 yang hingga saat ini belum teratasi
dengan baik.
Aspek terpenting bagi masyarakat yang berada dalam kondisi
ekonomi rendah atau miskin yaitu mencari nafkah dengan cara yang mudah
dan tidak memerlukan keterampilan yang dapat membuatnya terbebani. Hal
ini dirasakan mereka sangat efektif walaupun tanpa mereka sadari bahwa
kebutuhan hidup yang mereka jalani tidak terrealisasikan secara maksimal.
Permasalahan ini dialami oleh sebagian warga masyarakat di Indonesia
khususnya pemulung, hal ini merupakan fenomena sosial yang tidak bisa
dihindari keberadaannya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di
daerah perkotaan (kota-kota besar).
2 Admin Depsos, “Rehsos Tuna Sosial”, artikel diakses pada tanggal 6 September
2011 dari http://rehsos.depsos.go.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=8
3
Problematika kemiskinan telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa
lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan,
tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran
kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas
pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang
tersedia pada jaman modern.
Salah satu faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan
masalah tersebut adalah kemiskinan, dimana kemiskinan ini berdampak
negatif, dengan situasi seperti ini maka dapat diprediksi pemulung akan
mengalami peningkatan populasi pada masa mendatang. Peningkatan
populasi pemulung tampak terlihat dari pemandangan di daerah perkotaan,
maupun dari aspek kesejahteraan sosial. Sangat terlihat bahwa kondisi
kehidupan sehari-hari pemulung sangat memprihatinkan. Kehidupan mereka
di perkotaan cenderung kumuh, mereka tinggal di tempat yang sangat tidak
layak untuk dihuni seperti: di kolong jembatan, pinggir kali, lokasi
pembuangan sampah atau bahkan ada yang tidur di gerobak sampah bersama
anak dan istrinya. Mereka memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan
keterampilan yang kurang memadai serta minimnya pengalaman kerja.3
Lingkungan pertama yang menanggapi perilaku seseorang adalah
lingkungan keluarga, maka dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan ajang
pertama dalam pembentukkan konsep diri anak. Dunia anak betul–betul dunia
3 Admin depsos, “ Di balik Kehidupan Pemulung “, artikel diakses pada 31 Mei
2011 dari http://yanrehsos.depsos.go.id
4
keluarga yang diwarnai oleh perilaku orang tua dan persaingan dengan
saudara–saudaranya. Pendek kata anak mengalami ketergantungan fisik,
sosial, maupun emosional pada keluarga.4
Berbagai tanggung jawab yang sangat menonjol dan begitu
diperhatikan oleh agama Islam adalah tanggung jawab para pendidik,
khususnya orang tua terhadap individu–individu yang berhak menerima
pengarahan, pengajaran, dan pendidikan dari orang tua terhadap anak–anak.
Selagi orang tua masih lengkap, seorang anak mempunyai hak dari keduanya,
dan hak anak itu merupakan kewajiban orang tua untuk memenuhinya.5
Anak berkembang dan mendapat bimbingan tidak hanya dari
lingkungan dan sekolah saja. Justru di dalam keluarga seorang anak
seharusnya mendapat bimbingan yang lebih intensif atau lebih baik. Maka
bentuk bimbingan seperti apa yang diterapkan itu menjadi penting. Bahkan
fakta yang ditemukan di lapangan para orang tua mereka menelantarkan
begitu saja dan terkesan cuek dengan bimbingan agama untuk anaknya.6
Berangkat dari keresahan terhadap pemahaman agama anak–anak
pemulung yang sangat memprihatinkan. Pola bimbingan yang diterapkan
dalam keluarga pun tidak efektif. Bahkan ada orang tua yang acuh dan cuek
dengan bimbingan agama untuk anaknya. Para orang tua lebih cenderung
4 Clara R. Pudjijogyanti, Konsep Diri Dalam Pendidikan, (Jakarta : Penerbit Arcan,
1988), cet. Ke 1, h. 92 5 Dadang Hawari, Psikiater, Al – Qur’an- Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa, (Jogjakarta : PT. Dana Bakti Prima Yasa, 2004), edisi 3, h. 373 6 Hasil observasi awal tanggal 7 Desember 2010.
5
memikirkan masalah keuangan keluarga. Mencari barang–barang yang bisa
dijual untuk menghidupi keluarganya. Mencari pagi untuk makan siang dan
mencari malam untuk makan pagi, begitu seterusnya. Pergaulan anak–
anaknya pun lebih dibebaskan, tidak terkontrol, dan kurang diperhatikan.7
Untuk itu orang tua perlu memberikan bimbingan agama bagi anak
sejak dini. Karena bimbingan agama dimulai dari rumah tangga, sejak anak
masih kecil, dengan jalan membiasakan anak kepada sifat–sifat dan kebiasaan
yang baik, misalnya dibiasakan menghargai hak milik orang lain, dibiasakan
berkata jujur, terus terang dan benar, diajari mengatasi kesukaran–kesukaran
yang ringan dengan tenang, diperlakukan adil dan baik, diajari suka
menolong, mau memaafkan kesalahan orang, ditanamkan rasa kasih sayang
sesama saudara dan sebagainya.8
Sesungguhnya pengenalan agama itu merupakan tugas utama orang
tua sebagai orang yang mendidiknya sejak kecil hingga besar. Agama pun
diperkenalkan sedini mungkin agar anak mengerti dan terbiasa. Pertama–tama
anak kecil diajarkan dan diperkenalkan untuk mengucapkan “Bismillah“ bila
akan makan atau memulai suatu pekerjaan dan mengucapkan
“Alhamdulillah“ setelah makan atau selesai mengerjakan sesuatu. Selain itu
kita juga harus menjelaskan bahwa tanaman bisa hidup, hewan bisa hidup,
hujan turun ke bumi, dan burung bisa terbang, itu semua adalah ciptaan Allah.
7 Hasil observasi awal tanggal 7 Desember 2010. 8 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta : PT. Gunung
Agung,1996), cet. Ke 8, h. 9
6
Sekecil apapun ilmu yang diberikan akan menjadi manfaat yang sangat besar
bagi anak.9
Akan tetapi amat disayangkan, melihat kenyataan banyaknya orang
tua yang tidak mengerti ajaran agama yang dianutnya, bahkan banyak pula
yang memandang rendah ajaran agama itu, sehingga didikan agama itu
praktis tidak pernah dilaksanakan dalam banyak keluarga. Di samping
didikan agama yang tidak diterima anak pada masa kanak-kanak di rumah,
maka di sekolah pun pendidikan agama itu pada masa yang lalu belum
mendapat perhatian. Pelajaran agama dianggap kurang penting, tidak
mempengaruhi kenaikan kelas anak–anak. Di samping itu guru–guru agama
sering kali dianggap rendah sehingga akhirnya anak–anak tidak mendapat
didikan agama yang benar–benar baik dari orang tuanya maupun dari guru
sekolahnya.
Setiap orang tua pasti menginginkan anak–anaknya menjadi baik.
Namun akan berbeda dengan para pemulung di sini, dengan latar belakang
pendidikan dan segi ekonomi mereka yang kurang. Mereka para orang tua
pemulung sesunguhnya menginginkan anak–anaknya bernasib lebih baik dari
mereka, akan tetapi mereka tidak berdaya. Cara didik mereka kepada anak–
anaknya pun berbeda, hal ini dikarenakan pendidikan orang tuanya yang
kurang.10
9 Imam Turmudzi, Dialog Wanita dan Islam, (Surabaya : Cipta Media, 1994), h.
197 10 Wawancara Pribadi dengan Ibu Sarkuni, Tanggal 25 April 2011.
7
Awal mula adanya perkampungan lapak pemulung di kelurahan
Jurang Mangu Barat sudah sangat lama sekali. Dari hasil wawancara peneliti
dengan warga, tidak ditemukan waktu yang tepat kapan para pemulung
tersebut pertama kali datang. Para warga mengaku sudah terlalu lama
sehingga mereka lupa kapan tepatnya. Diperkirakan sudah 8 atau 10 tahun
yang lalu sekitar tahun 2000 atau 2001. Kemudian para pemulung silih
berganti berdatangan, mulai dari hanya 1 lapak hingga sekarang sudah 5
lapak dengan jumlah kepala keluarga per lapak berbeda-beda. Adapun nama-
nama lapaknya adalah: lapak Windi Jaya, Eli Jaya, Yuda Jaya, lapak Kembar
Jaya dan lapak Bola Ais.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Pola Bimbingan Agama Pada Anak Komunitas Pemulung di
Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan“.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Guna menghindari kesalah pahaman serta mencapai kesamaan
persepsi dalam masalah yang hendak penulis bahas pada skripsi ini, karena
mengingat ada beberapa lapak pemulung maka penulis memilih 5 lapak
yang ada di RT 03/01 kelurahan Jurang Mangu Barat yaitu : Lapak
Kembar Jaya, Lapak Windi Jaya, Lapak Eli Jaya, Yuda Jaya, dan Lapak
Bola Ais. Adapun jumlah pemulung yang tinggal di lapak tersebut
berjumlah 147 orang. Terdiri dari 88 laki-laki dan 59 perempuan.
8
Maka penulis merasa perlu memberikan batasan masalah terhadap
masalah yang akan dikaji. Yang akan di bahas pada skripsi ini adalah pola
bimbingan agama pada anak komunitas pemulung di kelurahan Jurang
Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan.
2. Perumusan Masalah
Berdasaran pembatasan masalah diatas yang akan penulis bahas
pada skripsi ini adalah:
1. Bagaimana pola bimbingan agama pada anak komunitas pemulung di
RT 03/01 kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang
Selatan?
2. Apa faktor penghambat dan faktor pendukung dalam membimbing
agama pada anak komunitas pemulung di RT 03/01 kelurahan Jurang
Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a) Untuk mengetahui dan menganalisis pola bimbingan agama pada anak
komunitas pemulung di RT 03/01 kelurahan Jurang Mangu Barat
Pondok Aren Tangerang Selatan.
b) Untuk mengetahui dan menganalisis faktor penghambat dan faktor
pendukung dalam membimbingan agama pada anak komunitas
9
pemulung di RT 03/01 kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren
Tangerang Selatan.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari beberapa segi
yaitu :
a) Ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menambah
pengetahuan baru pada mata kuliah patologi sosial, psikologi
perkembangan, bimbingan dan penyuluhan Islam dan psikologi
agama.
b) Akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang dapat dijadikan bahan acuan dalam memberikan
bimbingan agama anak pemulung bagi universitas dan jurusan
khususnya jurusan BPI.
c) Masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan
terobosan baru dalam memberikan bimbingan agama pada anak
pemulung.
D. Tinjauan Pustaka
Adapun penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
diantaranya:
10
a) Disusun oleh Rubby Ginanjar skripsi mahasiswa jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam. Berjudul Penerapan bimbingan agama dalam
menangani anak–anak yatim di pondok pesantren Yatim Al–Akhyar
kelurahan Beji–kota depok. Dari hasil penelitian ini peneliti (Rubby
Ginanjar) menemukan beberapa kegiatan keagamaan dan pengabdian
guna mendekatkan diri kepada Allah. Di pondok pesantren ini juga
diterapkan pengajian kitab kuning dalam bentuk ceramah, diskusi,
penugasan dan tanya jawab. Selain itu pondok pesantren Al-akhyar juga
mengadakan kegiatan ziarah dan wisata dalam bentuk rihlah, tadabur,
dan tafakur, tujuannya adalah untuk memberikan suasana baru bagi anak-
anak yatim setelah mereka satu tahun penuh belajar, mengkaji, dan
menghafal kitab kuning dan sebagai renungan bagi mereka atas wafatnya
orang tua mereka dan para waliyullah. Para santri juga diberikan
santunan, karena dalam hal ini segala kebutuhan mereka ditanggung oleh
pondok pesantren terutama kebutuhan sekolah. Para santri diberikan
sarana dan bekal ladang ilmu untuk dapat mengamalkan, memberikan,
dan mengajarkan keilmuannya yang sudah didapat kepada adik-adik
kelasnya. Dan kegiatan ini khusus bagi mereka yang sudah lulus
SLTA/MA dengan batas waktu pengabdian minimal satu tahun.11
Dalam penelitian ini masih ada kekurangan yang ditemukan oleh
peneliti yaitu masih kurangnya penerapan bimbingan agama untuk
menumbuhkan kesadaran dan memberikan pengertian bahwa anak yatim
11 Di susun oleh Rubby Ginanjar “ Penerapan Bimbingan Agama Dalam Menangani Anak – anak Yatim di Pondok Pesantren Yatim Al–Akhyar Kelurahan Beji–Kota Depok “, (Skripsi, Fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi, 2007)
11
itu doanya mustajab, harus dipelihara dan disayangi, dan lain sebagainya.
Agar mereka juga tidak merasa sendiri dan terkucilkan.
b) Disusun oleh Zahrotun skripsi mahasiswa jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam. Berjudul Metode bimbingan orang tua dalam
pelaksanaan ibadah shalat anak di Kampung Kapuk Lebak Bulus Jakarta
Selatan. Dari hasil penelitian ini peneliti (Zahrotun) mengungkapkan
beberapa temuannya diantaranya bentuk bimbingan yang dilakukan
orang tua dalam pelaksanaan ibadah solat ada dua bentuk yaitu,
bimbingan teori dan bimbingan praktek. Dengan menggunakan dua
bentuk ini orang tua mengharapkan agar anak dapat melaksanakan
dengan baik dan benar. Kemudian pada dasarnya setiap orang tua
menginginkan anaknya menjadi anak yang saleh dan salehah, dengan
selalu taat pada agamanya dan melaksanakan perintahnya. Dan dalam
menerapkan metode bimbingan dalam pelaksanaan ibadah solat, sebagian
besar orang tua menggunakan metode directive, yaitu mengarahkan dan
memberikan pemahaman yang berhubungan dengan ibadah solat agar
anak mereka selalu melaksanakan ibadah solat dengan baik dan benar
tanpa merasa terpaksa untuk melaksanakannya.12
Dalam penelitian ini masih ada kekurangan yang ditemukan oleh
peneliti yaitu metode yang digunakan hanya dua metode yaitu Directive
dan Non-Directive. Padahal masih banyak metode lain yang bisa
12 Di susun oleh Zahrotun “ Metode Bimbingan Orang tua Dalam Pelaksanaan
Ibadah Shalat Anak di Kampung Kapuk Lebak Bulus Jakarta Selatan “, (Skripsi, Fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi, 2007)
12
digunakan. Dengan menggunakan dua metode tersebut kurang
menggambarkan hasil pelaksanaan ibadah solat anak.
c) Disusun oleh Nining Yuningsih skripsi mahasiswa jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan Islam. Berjudul Metode bimbingan agama dalam upaya
pembinaan akhlak siswa tunarungu di SDLB–B Islam As–Syafi’iyah
Jatiwaringin Pondok Gede. Dari hasil penelitian ini peneliti (Nining
Yuningsih) menemukan beberapa metode yang digunakan oleh SDLB-B
Islam As-syafi’iyah diantaranya metode directive meliputi metode
individu, demonstrasi, oral, dan isyarat. Metode secara berkelompok,
metode tidak langsung, dan metode latihan atau pemberian tugas.
Bimbingan agama memberikan kontribusi dalam pembinaan akhlak
siswa tunarungu karena pada awalnya anak tidak mengetahui baik buruk,
sopan jika bertemu dengan orang yang lebih tua dan bisa lebih mandiri
lagi dalam melakukan sesuatu.13
Dalam penelitian ini masih ada kekurangan yang ditemukan oleh
peneliti yaitu metode yang digunakan pada SDLB-B As-Safi’iyah
beragam diantaranya metode Directive, metode individual, metode
demonstrasi, metode oral, metode isyarat, metode secara berkelompok,
metode tidak langsung, dan metode latihan atau pemberian tugas.
Diantara metode-metode diatas yang digunakan dalam penerapan
pembinaan akhlak siswa hanya metode demonstrasi dan metode
13 Disusun oleh Nining Yuningsih “ Metode bimbingan agama dalam upaya
pembinaan akhlak siswa tunarungu di SDLB – B Islam As – Syafi’iyah Jatiwaringain Pondok Gede “, (Skripsi, Fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi, 2006)
13
individual. Akan lebih efektif penerapan pembinaan akhlak dengan
metode yang ada disesuaikan dengan minat dan sifat masing-masing
siswa.
E. Metodelogi Penelitian
1. Metode penelitian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dengan jenis penelitian yaitu penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutip Lexy
J. Moleong yaitu, sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata–kata tertulis atau lisan dari orang–orang dan
perilaku yang diamati.14
Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti bermaksud
mengungkap fakta–fakta yang tampak di lapangan dan mendeskipsikan
keadaan tentang pola bimbingan agama pada anak komunitas pemulung di
kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangrang Selatan, dengan
mengadakan observasi non partisipan yaitu peneliti berusaha untuk melihat
dan menjadi pemeran serta sebagai pengamat tanpa ikut campur
didalamnya agar bisa lebih mengungkap fakta-fakta yang tampak di
lapangan.
14 Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya, 2000), cet. Ke 11, h. 3
14
2. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah eksploratif yaitu mencari
hubungan di antara gejala–gejala sosial, untuk mengetahui bentuk dari
hubungan tersebut. Dalam rangka ini ia berusaha untuk memperluas dan
mempertajam dasar empiris mengenai hubungan di antara gejala sosial
yang sedang diteliti, sehingga kemudian ia benar–benar mampu untuk
merumuskan hipotesa–hipotesa yang berarti bagi lanjutan dari penelitian
eksploratif.15 Dalam penelitian eksploratif memiliki beberapa cara dimana
dalam skripsi ini hanya melakukan dengan studi kasus.
Studi kasus adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk
mempertahankan keutuhan dari objek, artinya data yang dikumpulkan
dalam rangka ”studi kasus” dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang
terintegrasi. Tujuannya adalah untuk memperkembangkan pengetahuan
yang mendalam mengenai objek yang bersangkutan, yang berarti bahwa
studi kasus harus disifatkan sebagai suatu penelitian eksploratif.16 Dalam
studi kasus ini, peneliti berusaha untuk melihat dan menjadi pemeran serta
sebagai pengamat.17
3. Subyek dan Obyek penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subyeknya adalah para orang
tua pemulung yang terdiri dari ayah dan ibu yang memiliki anak di RT
15 J. Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia, 1984),cet. VI, h. 33
16 , Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia, 1984),cet. VI, h. 38
17 Lihat Lexi J. Moleong, MA, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2006), Cet. Ke 11, h. 77
15
03/01 komunitas pemulung kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren
Tangerang Selatan. Peneliti menentukan 13 informan untuk diwawancarai
yaitu 10 orang tua pemulung yang memiliki anak, yang diambil secara
acak dari 5 lapak jadi masing-masing lapak 2 informan. Sebagai data
sekunder atau informan eksternal peneliti memiliki informan tambahan
yaitu dari 1 guru TPA, 1 Tokoh Agama dan 1 Tokoh Masyarakat. Dalam
hal ini, peneliti akan mewawancarai dengan menggunakan teknik Random,
dimana peneliti menentukan informan atau responden dengan cara acak,
dari satu responden ke responden yang lain. Sedangkan obyek penelitian
adalah pola bimbingan agama pada anak komunitas pemulung di RT 03/01
kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan.
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di komunitas pemulung yang biasa disebut
(Lapak) di Jl. Jurang Mangu Barat RT 03/01 Pondok Aren Tangerang
Selatan. Sedangkan dari segi waktu penelitian ini dilakukan pada bulan
Februari 2011 sampai bulan Oktober 2011.
Adapun alasan memilih lokasi penelitian ini didasari pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian mudah terjangkau oleh peneliti.
2. Lapak pemulung yang diteliti terbatas jumlahnya ada 5 lapak yaitu
lapak Kembar Jaya, lapak Eli Jaya, lapak Windi Jaya, lapak Yuda Jaya,
dan lapak Bola Ais (Lihat lampiran).
16
3. Jumlah Pemulung terbatas, berjumlah 147 orang. Terdiri dari 88 laki-
laki dan 59 perempuan dari 48 kepala keluarga.
Tabel 1
Jumlah Pemulung Berdasarkan Jenis Kelamin18
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki 88 orang
Perempuan 59 orang
Jumlah 147 orang
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan data.19 Teknik pengumpulan data diperlukan untuk
menjawab permasalahan penelitian ini. Teknik pengumpulan data ini
dilakukan dengan :
a) Observasi ( pengamatan)
Obervasi atau pengamatan adalah metode pertama yang
digunakan dalam sebuah penelitian ilmiah. Observasi berarti
pengamatan dan pencatatan sistematis terhadap fenomena-fenomena
18 Data berdasarkan hasil penelitian, Tanggal 15 September 2011 19 Sugiono, Memahami penelitian kualitatif, (Bandung : Alfabeta, 2005).
17
yang di selidiki.20 Dalam hal ini, aktifitas pengamatan meliputi
kegiatan manusia dan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh indera,21 terutama indera pengelihatan untuk
melihat segala aktifitas di lokasi penelitian dan telinga sebagai indera
pendengaran untuk mendengar segala bentuk aktifitas di lokasi
penelitian. Dalam hal ini manusia dapat dikatakan sebagai instrumen.
Pada penelitian ini peneliti mengamati langsung bagaimana
orang tua membimbing agama anaknya di RT 03/01 komunitas
pemulung tersebut.
b) Wawancara ( Interview )
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu
percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Maksudnya adalah orang yang diwawancarai itu mengemukakan isi
hatinya, pandangan–pandangannya, pendapatnya, dan lain–lain
sedemikian rupa sehingga pewawancara dapat lebih mengenalnya.
Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu
menyusun pedoman wawancara yang dijadikan acuan pada saat
wawancara berlangsung. Selain itu, peneliti juga menggunakan tape
recorder untuk merekam hasil–hasil yang diperlukan, dan juga
20 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992),jilid
II, h.136 21 Suhartini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 145
18
mencatat informasi yang didapatkan ketika di lapangan. Peneliti
menentukan 13 responden untuk diwawancarai terdiri dari 10 orang
tua pemulung yang memiliki anak, 1 orang guru TPA di musala lapak,
1 Tokoh Agama dan 1 Tokoh masyarakat.
c) Dokumentasi
Dokumentasi dapat diartikan sebagai bahan tertulis, film
maupun foto. Peneliti menggunakan dokumentasi untuk memperoleh
data yang tidak dapat diperoleh melalui hasil observasi maupun
wawancara. Alat–alat yang digunakan orang tua dalam membimbing
anak–anak antara lain dengan menggunakan VCD, tape recorder dan
buku cerita Islami.
d) Teknik Keabsahan Data
Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam
bukunya Metodologi Kualitatif. Untuk menentukan keabsahan data
adalah dengan melakukan triangulasi. Dimana triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu.22
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik triangulasi
dengan cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh
dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian.
22 Dr. Lexi J. Moleong, MA, Metode Penelitian Kualitatif, Cet ke XVIII (Bandung; PT. Rosda Karya 2001), h.330
19
e) Teknik Penulisan Data
Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun
oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007 yang diterbitkan
CeQda, Cet. Ke-1.
F. Sistematika Penulisan
Penyajian dalam skripsi ini dijabarkan atas 5 bab yang terdiri dari
sub–sub bab yang saling berkaitan, berikut adalah sistematikanya:
BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari A) latar belakang masalah, B)
Pembatasan dan Perumusan Masalah, C) Tujuan dan Manfaat
Penelitian, D) Tinjauan Pustaka, E) Metodologi Penelitian dan
F) Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis, terdiri dari A). Bimbingan Agama, 1).
Pengertian Bimbingan, 2). Pengertian Agama, 3). Tujuan
Bimbingan Agama, 4). Metode Bimbingan Agama. B). Anak,
1). Pengertian Anak. C).Pemulung, 1). Pengertian Pemulung, 2).
Kehidupan Pemulung.
BAB III : Gambaran Umum Komunitas Pemulung, A). Keadaan
Umum Wilayah Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang
Selatan, 1) Keadaan Geografis, 2) Keadaan Demografis. B).
Sarana Peribadatan dan Kegiatan Keagamaan. C). Jumlah
pemulung. D). Latar belakang pendidikan orang tua pemulung.
20
BAB IV : Temuan dan Hasil Penelitian, menjelaskan tentang temuan
dan hasil penelitian A) Pola Bimbingan Agama Bagi Anak di
Komunitas Pemulung yang meliputi : 1) keseharian pemulung,
2) kesehariana bimbingan agama, 3) tujuan bimbingan agama,
4) status kependudukan pemulung, 5) latar belakang pendidikan
orang tua di komunitas pemulung, 6) metode bimbingan agama,
7) kehidupan beragama dikomunitas pemulung, B) faktor
pendukung dan faktor penghambat.
BAB V : Penutup, merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang
kesimpulan penelitian ini dan saran yang diajukan pihak–pihak
terkait dalam masalah ini. terdiri dari kesimpulan dan saran.
21
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pola Bimbingan Agama
1. Pengertian Pola Bimbingan Agama
Pola bimbingan agama merupakan serangkaian dari tiga kata, yaitu
pola, bimbingan dan agama. Dan dari ketiganya mempunyai keterkaitan
makna, sehingga makna tersebut saling mendukung satu sama lainnya.
Untuk lebih jelasnya, dari dua kata tersebut akan diuraikan dengan
penjelasan masing-masing.
Kata “pola” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya bentuk
atau sistem, cara atau bentuk (struktur) yang tetap.1 Sedangkan kata “pola”
dalam Kamus Ilmiah Populer artinya model, contoh atau pedoman
(rancangan).2 Tetapi dalam bahasan ini pola lebih tepat diartikan cara atau
bentuk sebagaimana keterkaitannya dengan kata yang digandengnya yaitu
bimbingan agama.
Sedangkan secara etimologis kata bimbingan merupakan
terjemahan dari kata “guidance“ berasal dari kata kerja “to guide“ yang
artinya “menunjukkan, menuntun, membimbing, ataupun membantu“.3
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 778 2 Puis A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya:
Arkola, 1994), h. 605 3 Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Ciputat : PT. Ciputat Press, 2005), Cet.
Ke 3, h. 2
22
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bimbingan artinya petunjuk
ataupun penjelasan tentang cara mengerjakan sesuatu.4
Menurut Winkel bimbingan mempunyai dua pengertian yang agak
mendasar, yaitu :
a. Memberikan informasi, yaitu menyajikan pengetahuan yang dapat
digunakan untuk mengambil keputusan atau memberitahukan sesuatu
sambil memberikan nasihat.
b. Mengarahkan, menuntun ke suatu tujuan. Tujuan itu mungkin hanya
diketahui oleh pihak yang mengarahkan, mungkin perlu diketahui oleh
kedua belah pihak.5
Menurut Arthur J. Jones seperti yang dikutip oleh Dewa Ketut
Sukardi bimbingan adalah bantuan yang diberikan seseorang kepada orang
lain dalam menetapkan pilihan dan penyesuaikan diri serta dalam
memecahkan masalah-masalah, bimbingan diarahkan untuk membantu
penerimaan secara bebas dan mampu bertanggung jawab pada dirinya
sendiri.6
4 Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1995), h. 133 5 W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta :
Grasindo, 1997), h. 65 6 Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelakasanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, (Jakarta Rineka Cipta, 2000), Cet ke-1, h. 8.
23
Sedangkan dalam konsep Islam bimbingan adalah proses pemberi
bantuan agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah
SWT, sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.7
Sedangkan Stopps seperti yang dikutip oleh Jumhur
mendefinisikan bimbingan sebagai suatu proses yang terus menerus dalam
membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara
maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar–besarnya, baik bagi
dirinya maupun bagi masyarakat.8
Bimbingan dapat pula diartikan sebagai proses pemberi bantuan
kepada individu secara berkesinambungan. Supaya individu itu dapat
memahami dirinya sendiri sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan
dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntunan dan memahami
lingkungan sekitar, keluarga dan masyarakat serta kehidupan pada
umumnya.9
Kemudian menurut Harun Nasution seperti yang dikutip Jalaludin,
pengertian agama menurut asal kata al- Din, religi (relegere, religare) dan
agama.10
7 Thohari Musnawar, Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam,
(Yogyakarta: UII Pers, 1992), h. 76. 8 Jumhur M. Surya, Bimbingan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu,
1975), h. 25. 9 H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan bimbingan dan Penyuluhan Agama,
(Jakarta: Golden Terayon Pers, 1998), Cet ke-2, h. 1 10 Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT Raja grafindo Persada, 1998), Cet
ke-3,h. 11.
24
Al-Din dalam bahasa Arab mengandung arti menguasai,
mendudukan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi
(latin) berarti mengupulkan dan membaca. Adapun kata agama terdiri dari
a= tidak; gam= pergi, berarti mengandung arti tidak pergi, tetep ditempat
atau diwarisi turun temurun.11
Sedangkan menurut Harun Nasution bahwa agama adalah :
a) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan
ghaib yang harus dipatuhi.
b) Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang mengakui manusia.
c) Mengikatkan diri kepada suatu bentuk hidup yang mengandung
pengakuan kepada sumber yang berada di luar diri manusia yang
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
d) Kepercayaan terhadap suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara
hidup tertentu.
e) Suatu sistem tingkah laku manusia yang berasal dari kekuatan ghaib.
f) Pengakuan terhadap adanya kewajiban–kewajiban yang diyakini
bersumber dari kekuatan ghaib.
11 , Psikologi Agama, (Jakarta : PT Raja grafindo Persada, 1998), Cet
ke-3,h. 12.
25
g) Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah
dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam
alam sekitar manusia.
h) Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang
Rasul.12
Agama menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan
batin manusia. Agama sebagai keyakinan memang sangat sulit diukur
secara tepat dan rinci. Hal ini pula yang membuat sulit para ahli untuk
memberikan definisi yang tepat tentang agama.13
Sedangkan agama berarti peraturan Tuhan yang diturunkannya
kepada manusia dalam melaksanakan kehidupan dan penghidupan mereka
di dalam segala aspeknya agar mencapai kejayaan hidup lahir batin di
dunia dan di akhirat.14
Menurut Antropolog Inggris Edward Burnett Tylor, berpendapat
bahwa definisi minimal agama adalah kepercayaan kepada wujud spiritual
(The belief in spiritual beings)15
12 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press,
1979), jilid 1,cet ke 1, h. 10. 13 Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1998), Cet ke-
3, h. 11. 14 Syahminan Zaeni, Mengapa manusia harus beragama, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1986),cet ke 1, h. 2. 15 Yusro Razak dan Ervan Nurtawaban, Antropologi Agama, (Jakarta : UIN
Jakarta Press, 2007),cet ke-1,h. 13
26
Menurut Sosiolog Perancis Emile Durkheim, berpendapat agama
adalah sistem yang menyatu mengenai berbagai kepercayaan dan
peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda sakral, yakni katakanlah
benda-benda yang terpisah dan terlarang kepercayan dan peribadatan.16
Menurut ahli sosiologi kontemporer dari Amerika, Yinger
menyatakan secara dogmatik bahwa agama merupakan sistem kepercayaan
dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa dalam perjuangan
mereka mengatasi persoalan-persoalan tertinggi dalam kehidupan
manusia.17
Agama seharusnya dianggap sebagai kebutuhan bagi manusia,
agama tidak butuh kita, tapi kita butuh agama untuk mengarahkan kita
menjadi seseorang yang sedikit lebih baik dari kemarin-kemarin. Agama
bukanlah sebatas ritual yang harus kita ikuti, namun lebih kepada
panggilan jiwa bahwa memang ada Tuhan diatas sana dan kita sebagai
mahluk yang diciptakannya wajib menyembah kepadanya, jadi
bersyukurlah orang-orang yang mengikuti agama karena hatinya
terpanggil dan bukan karena lingkungan, teman, orang tua dan sebagainya.
Beruntunglah orang-orang yang melihat agama sebagai kebutuhan hidup,
seperti halnya mereka makan dan minum, memang seharusnya kita begitu,
jika kita makan maka kita akan mencari makanan yang lebih enak lagi,
begitupun dengan agama, jika kita bisa lebih baik di bandingkan dengan
kemarin, maka kita seharusnya ingin makin baik lagi esok. Agama tidak
16 Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, (Jakarta : kencana, 2004),cet ke-2, h. 34 17 , Sosiologi Agama, (Jakarta : kencana, 2004),cet ke-2, h. 35
27
butuh kita, tapi kita butuh agama, walaupun kadang kita merasa agama
membebani kita, semua itu dikarenakan Tuhan ingin kita menjadi
seseorang yang lebih baik, cuma kadang kita terlalu egois untuk
mendengarkan Nya.18
Berdasarkan pengertian diatas penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa pola bimbingan agama adalah suatu cara yang di lakukan dengan
berulang-ulang atau bentuk yang di lakukan dengan berulang-ulang dalam
memberikan bantuan, mengarahkan, menuntun dan memberikan
pemahaman secara terus menerus terhadap hubungan antara manusia
dengan kekuatan ghaib yang harus dipatuhi, adanya kepercayaan terhadap
kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu, adanya kewajiban-
kewajiban yang harus diyakini dan ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada
manusia melalui seorang Rasul.
2. Tujuan Bimbingan Agama
Menurut Aunurahim Faqih tujuan bimbingan agama terbagi
menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari
bimbingan agama yaitu membantu individu guna mewujudkan dirinya
menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat kelak.19
18 Vinnie Terranova, “ Masihkah Agama Penting bagi kita?”, artikel diakses
pada tanggal 17 September 2011 pada http://breath42morrow.blogspot.com/2010/01/masihkah-agama-penting-bagi-kita.html
19 Aunurahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyaarta: UII Pers, 2001), h. 36.
28
Sedangkan tujuan khusus dari bimbingan agama yaitu, sebagai
berikut:
a. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah, maksudnya
membimbing berusaha membantu mencegah jangan sampai individu
menghadapai atau menemui masalah.
b. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi atau
kondisi.
c. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi atau
kondisi yang baik atau tetap baik agar tetap baik atau menjadi lebih
baik.20
3. Metode Bimbingan Agama
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani yaitu
”metodos”, yang terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti
melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode
berarti jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.21
Dengan demikian metode dapat diartikan sebagai suatu jalan atau
cara yang digunakan dalam proses bimbingan atau bantuan sehingga
tercapai maksud dan tujuan sesuai dengan harapan.
20 , Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyaarta: UII
Pers, 2001), h. 36 21 Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Pers), Cet. Ke-1, h. 10.
29
Untuk itu agar tercapai tujuan dari bimbingan agama diperlukan
metode dalam memberikan bimbingan agama, yaitu sebagai berikut:
a. Metode Keteladanan
Keteladanan adalah sesuatu yang dapat dilihat dan ditirukan
langsung oleh anak–anak.22 Ketika kedua orang tua menginginkan anak
agar tumbuh dalam kejujuran, amanah, menjauhkan perbuatan yang
dilarang oleh agama, kasih sayang orang tua maka hendaklah orang tua
memberikan teladan.23
Dan sebaik–baiknya keteladanan adalah meneladani akhlak
Rasulullah, sebagaimana Allah berfirman dan al–Qur’an surat al–Ahzab
ayat 21 :
Artinya :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
22 Ummu Shofi, Agar Cahaya Mata Makin Bersinar, (Solo: PT Indiva Media
Kreasi, 2007), Cet. Ke-1, h. 97. 23 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka
Amani, 1999), Cet. Ke-2, h. 178.
30
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS.
al–Ahzab : 21)24
b. Metode Pembiasan
Pola pembiasaan adalah salah satu cara yang efektif dalam
pendidikan anak. Tanpa harus disuruh, seorang anak sudah tau apa yang
harus ia lakukan misalnya pembiasaan membaca al–Qur’an seusai
maghrib atau setiap selesai solat, membiasakan dzikir setiap selesai
shalat, membiasakan cuci tangan sebelum makan, dan lain
sebagainya.25
c. Metode Nasihat
Agar anak melakukan hal–hal yang baik, ia perlu nasehat.
Demikian pula ketika anak melakukan kesalahan, maka perlu nasehat
pula. Rasulullah SAW sering memberikan nasehat kepada para sahabat-
sahabatnya. Ada beberapa cara Rasulullah dalam memberikan nasehat
kepada anak, diantaranya :
1) Menggunakan dialog, untuk merangsang daya pikir.
2) Sambil bercanda, agar tidak jenuh dan ada daya tarik.
24 Departeman Agama, al-Qur’an dan Terjemah, (Surabaya : Mekar Surabaya,
2004), h. 595 25 Ummu Shofi, Agar Cahaya Mata Makin Bersinar, (Solo: PT Indiva Media
Kreasi, 2007), Cet. Ke-1, h. 98
31
3) Sederhana dalam kata–kata, sehingga tidak membosankan.
4) Berwibawa yang meninggalkan bekas dalam hati.
5) Dengan perumpamaan, sehingga memudahkan pemahaman.
6) Dengan peragaan atau gambar, agar anak lebih jelas menangkap
maksudnya.
7) Dengan amalan praktis, dengan melihat kesempatan.26
d. Metode Pengawasan / Perhatian
Kita harus selalu memperhatikan dan mengawasi anak–anak kita,
sehingga kita bisa menegur dan menasehati mereka bila mereka lupa
atau melakukan kesalahan. Pehatian dan pengawasan, kita lakukan
dalam seluruh aspek pendidikan, meliputi :
1) Segi akidah, dengan mengenalkan tauhid sejak awal
pertumbuhannya.
2) Segi moral, dengan mengenalkan anak akan sopan santun dan
akhlak yang mulia.
3) Segi mental dan intelektual, membiasakan dengan hal–hal yang
baik serta menjauhkannya dari hal–hal yang buruk.
26 , Agar Cahaya Mata Makin Bersinar,(Solo : PT. Indiva Media
Kreasi, 2007), Cet. Ke 1, h. 98
32
4) Segi jasmani, dengan menbiasakan hidup teratur, makanan yang
halal dan sehat serta olah raga yang cukup.
5) Segi sosial, dengan membiasakan tolong menolong, menunaikan
hak orang lain.27
e. Hukuman (Sanksi) atau Penghargaan (Reward)
Hukuman dan penghargaan tidak kalah pentingnya dalam
memberikan bimbingan terhadap anak. Rasulullah juga sering
menggunakannya dalam membimbing anak. Contohnya bagaimana
Rasulullah membuat anak taat terhadap orang tuanya dan menghindari
sifat durhaka terhadap mereka.28 Beliau menyebutkan pahala berbakti
yang begitu besar dan ancaman durhaka yang begitu menakutkan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian hukuman adalah :
1) Hukuman baru boleh dilakukan, bila anak telah melakukan
kesalahan berkali–kali.
2) Tidak memberikan ancaman dengan hukuman–hukuman yang
menyulitkan anak.
3) Hukuman harus sesuai dengan kadar kesalahan yang dilakukan
anak.
4) Beri dulu arahan, sebelum menghukum anak.
27 Ibid. h. 101 28 Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaidi, Cara Nabi Mendidik Anak,(Jakarta :
Al – I’tisham, 2009), cet. Ke 3, h. 103 - 104
33
5) Hukuman tidak menyakitkan dan tidak meninggalkan bekas di
badan anak, serta tidak melukai hati si anak.
6) Berikan perintah atau peraturan yang sesuai dengan kemampuan
anak.29
B. Anak
1. Pengertian Anak
Menurut pendapat sebagian besar orang, masa kanak–kanak (anak–
anak) merupakan masa terpanjang selama rentang waktu kehidupan.
Elizabeth Hurlock mengemukakan bahwa masa kanak–kanak dimulai
setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira–kira
usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira–kira tiga belas
tahun untuk wanita dan empat belas tahun untuk pria.30
Pada UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
menyatakan, anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha
Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat,
martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak
asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa (KPBB) tentang hak-hak anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan
29 Ummu Shofi, Agar Cahaya Mata Makin Bersinar, (Solo : PT. Indiva Media
Kreasi, 2007), Cet. Ke 1, h. 97 - 100 30 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2004), h. 108
34
bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita
bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak
kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.31
Dalam kamus Psikologi, Child atau anak didefinisikan sebagai
seorang anak atau individu yang belum mencapai tingkat kedewasaan.
Bergantung pada referensinya, istilah tersebut bisa berarti seorang individu
di antara kelahiran dan masa puberitas atau seorang individu di antara
kanak-kanak (masa pertumbuhan, masa kecil) dan masa puberitas.32
Al–Ghazali berpandangan bahwa anak merupakan amanat dan
sebuah tanggung jawab yang diberikan oleh Allah SWT kepada kedua
orang tuanya. Jiwa seorang anak yang suci dan murni merupakan permata
mahal dan bersahaja yang bebas dari ukiran dan gambaran kepada siapa
saja ia cenderung kepadanya.33
Dari beberapa pengertian diatas, kita dapat mengetahui beberapa
pengertian anak. Dengan demikian, kita dapat menarik kesimpulan bahwa
anak adalah individu yang masih lemah, baik fisik maupun psikis yang
diamanatkan Allah SWT kepada manusia. Hal ini ditujukan agar anak
tersebut dapat dibimbing dan diarahkan, supaya mendapat kekokohan jiwa
31 Admin KPAI, “UU RI nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak”
artikel diakses pada tanggal 21 Juni 2011 pada http://www.pdat.co.id 32 J.P. Chapin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2002), cet. Ke 8, h. 83 33 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta : Pustaka Al –
Husna, 1985), cet. Ke 33, h. 19
35
serta raganya, karena anak tersebut masih dalam tahapan perkembangan
dan pertumbuhan baik jiwa dan raganya.
C. Pemulung
1. Pengertian Pemulung
Kata “Pemulung“ berasal dari kata “Pulung“. Kata pemulung
sendiri dilihat dari pengertiannya secara harfiyah adalah sebagai orang
yang menjual barang-barang bekas kepada perusahaan atau juragan yang
akan mengolahnya kembali menjadi barang layak pakai bagi masyarakat.
Memulung dapat diartikan sebagai kegiatan mengumpulkan barang–
barang bekas (limbah) yang terbuang sebagai sampah untuk dimanfaatkan
sebagai limbah produksi.34
Pengertian Pemulung bekerja mengumpulkan barang-barang bekas
dengan cara mengerumuni muatan truk sampah yang tengah di bongkar,
sebagian Pemulung lainnya berputar-putar mengais barang bekas dari
tumpukan-tumpukan sampah.35 Beberapa ada juga yang mencari barang–
barang bekas dengan berkeliling kompleks atau pemukiman warga.
Ada juga yang mengatakan Para Pemulung adalah kelompok sosial
yang kerjanya mengumpulkan atau memilah barang yang dianggap
34 Departement Pendidikan Nasional dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), cet. 2, h. 740
35 Nawardi, Koperasi Serba Daur Ulang-Jati Dua, (Bandung: Galang, 1983), h. 41-55
36
berguna dan mempunyai nilai jual dari sampah tersebut, baik yang ada di
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) maupun diluar TPA.36 Adapun jenis
barang bekas yang diambil pemulung adalah sebagai berikut:
1. Besi bekas
2. Botol plastik
3. Karung
4. Kardus
5. Kertas
6. Botol kaca
7. Kaleng
8. Aluminium
9. Tembaga37
Barang–barang tersebut merupakan barang yang mereka cari setiap
harinya di tempat tumpukkan sampah, komplek atau pemukiman warga,
dan pinggir–pinggir jalan. Jenis Barang bekas yang diambil adalah barang
yang dianggap berguna dan memiliki nilai jual. Sehingga barang tersebut
bisa ditukar dengan uang.38
2. Kehidupan Pemulung
36 Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia
dan Lingkungan UI, Sistem Penelolaan TPA Bantar Gebang-Bekasi (Jakarta: PPSML-UI 2000), h. 36
37 Wawancara Pribadi dengan Bos Lapak Kembar Jaya, Tanggal 13 Desember 2010.
38 Wawancara Pribadi dengan Bos Lapak Kembar Jaya, Tanggal 13 Desember 2010.
37
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk
disimak dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek
sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan
informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat
produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah
mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah
diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik
berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan
kesempatan, diskriminatif, dan posisi lemah dalam proses pengambilan
keputusan.39
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan
absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk
golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah
garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang
yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis
kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya. Sedangkan miskin kultural berkaitan erat dengan sikap
seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha
39 Syamsir Salam dan Amir Fadilah, Sosiologi Pembangunan, (Jakarta:
Lembaga Peneliti UIN Jakarta, 2009), cet ke 1, h. 104-105
38
memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain
yang membantunya.40
Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata
kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup
minimum. Kata miskin pada dasarnya mengandung makna keterperdayaan
atau ketidakmampuan atau kesenjangan (gap) antara kebutuhan dengan
tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan tersebut, yang mengakibatkan
orang / masyarakat tersebut termarjinalkan dalam segala hal. Begitu pula
para pemulung di RT 03 ini, pendapatan mereka belum bisa mencukupi
kebutuhannya sehari-hari, upah yang kecil, daya tawar rendah, tabungan
nihil, dan merasa terisolir. Membuat mereka makin terpuruk dengan
keadaannya.
Para pemulung bekerja mengumpulkan barang–barang bekas
dengan cara berkeliling mencari barang yang bisa dijual atau didaur ulang
kembali. Sebagian pemulung ada yang berkeliling kompleks atau rumah
warga, ada juga yang mengais barang bekas dari tumpukkan sampah. Pada
pukul 05.00 WIB para pemulung bangun dari tidurnya. Kemudian mereka
berangkat dengan membawa gerobak atau karung untuk membawa hasil
pungutan barang bekasnya, biasanya para pemulung berkeliling menyebar
di beberapa daerah seperti Kreo Ceger, Cipulir, Bintaro. Semakin ia jauh
melangkah, semakin banyak pula hasil pungutannya. Mereka kembali
40 , Sosiologi Pembangunan,( Jakarta :
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), cet ke 1, h.
39
kerumah sekitar pukul 11.00 WIB. Sepulang dari rumah biasanya mereka
membongkar dan merapihkan barang pulungannya sambil dipilah–pilah
sesuai dengan jenisnya, dibantu oleh istrinya. Setelah selesai mereka
beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga menonton TV, atau
berbincang-bincang dengan teman-temannya.41
Pukul 12.00 WIB mereka biasanya beristirahat dengan tidur siang.
Sebagian pemulung atau para ibu–ibu ada yang mulai berangkat mencari
barang bekas. Mereka biasanya pergi memulung bergantian dengan istri
atau anak mereka. Sore hari pukul 16.00WIB biasanya yang bertugas
mencari di siang hari sudah pulang. Dan mereka langsung membongkar
barang bawaan mereka untuk dipilah–pilah sesuai dengan jenisnya.
Mereka menyetorkan barang bekas ini atau menimbangnya setiap 10 hari
sekali kepada bosnya. Setelah Ashar anak–anak mengikuti pengajian yang
adakan di musala lapak. Pengajian anak–anak ini terbagi menjadi 2
kelompok. setelah Ashar untuk anak kecil usia 1-6 tahun atau yang
mengaji Iq’ro dan setelah Magrib pengajian al–Qur’an untuk anak usia 7-
15 tahun. Malam harinya mereka beraktifitas seperti biasa, santai sambil
menonton TV dengan keluarga atau berbincang–bincang dengan teman–
teman.42
Penampung adalah orang yang mempunyai modal atau dukungan
modal untuk membeli beberapa jenis barang bekas yang nantinya akan
41 Hasil observasi awal tanggal 7 Desember 2010 42 Hasil observasi awal tanggal 7 Desember 2010
40
dijual ke industri atau pabrik. Biasanya disetiap lapak atau penampung
dipimpin oleh seorang bos. Lapak adalah sebutan untuk tempat tinggal
para pemulung. Bos bertugas untuk mengorganisir semua kebutuhan anak
buahnya, mulai dari sewa tempat tinggal, biaya listrik, dan iuaran RT
ditanggung oleh bos. Hubungan yang terjalin antara bos dengan pemulung
merupakan hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain.
Dikatakan menguntungkan karena pemulung dapat menukarkan barang
yang mereka dapat dengan uang, begitu juga dengan bos. Semakin banyak
barang bekas yang ia dapatkan dari pemulung maka semakin banyak juga
keuntungan yang ia peroleh dari penjualan kembali barang-barang tersebut
ke pabrik.43 Memilah barang sebanyak–banyaknya tentunya dengan alat
bantu yang berupa :
a) Gerobak
Alat ini sangat berfungsi sekali untuk mencari dan mengais
barang–barang yang berat dan bisa memuat banyak barang. Sehingga
pemulung tidak terlalu lelah dan mereka bisa membawa makanan atau
minuman dari rumah.
b) Karung
Biasanya alat ini dipakai supaya lebih praktis, karena dengan
memakai karung bisa masuk ke gang–gang sempit. Dan kebanyakan
43 Wawancara pribadi dengan bos Lapak Kembar Jaya, Tanggal 20
Desember 2010
41
yang memakai alat ini mayoritas anak–anak kecil. Kekurangan dari
memakai karung hasil dari pulungannya sangat minim.
c) Pancongan
Ialah alat yang terbuat dari besi berbentuk panjang melengkung
seperti arit dan ujungnya mempunyai mata yang sangat tajam.
Berguna untuk mengambil dan memilah–milah barang yang mereka
cari.44
44 Wawancara pribadi dengan bos Lapak Kembar Jaya, Tanggal 20
Desember 2010
43
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Keadaan Umum Wilayah Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang
Selatan
1. Keadaan Geografis
Kelurahan Jurang Mangu Barat terletak di sebelah Timur
Kabupaten Tangerang dengan luas wilayah 960,090 Ha. Yang terdiri dari
96 RT dan 15 RW. Penulis melakukan penelitian di lapak yang berada di
RT 03/01 Kampung Jurang Mangu Barat (ketua RT Bapak Usman).
Awal mula adanya perkampungan lapak pemulung di kelurahan
Jurang Mangu Barat sudah sangat lama sekali. Dari hasil wawancara
peneliti dengan warga, tidak ditemukan waktu yang tepat kapan para
pemulung tersebut pertama kali datang. Para warga mengaku sudah terlalu
lama sehingga mereka lupa kapan tepatnya. Diperkirakan sudah 8 atau 10
tahun yang lalu sekitar tahun 2000 atau 2001. Kemudian para pemulung
silih berganti berdatangan, mulai dari hanya 1 lapak hingga sekarang
sudah 5 lapak dengan jumlah kepala keluarga per lapak berbeda-beda.
Lokasi pemulung yang berada di RT 03/01 ada lima lapak yaitu : lapak
Kembar Jaya, lapak Windi Jaya, lapak Eli Jaya, lapak Yuda Jaya dan lapak
Bola Ais.1
1 Hasil observasi awal, Tanggal 7 Desember 2010
44
Adapun batasan–batasan wilayah kelurahan Jurang Mangu Barat
terdapat 4 (empat) bagian yaitu :
a) Utara berbatasan dengan : Kelurahan Peninggilan
b) Timur berbatasan dengan : Kelurahan Jurang Mangu Timur
c) Selatan berbatasan dengan : Kelurahan Pondok Ranji
d) Barat berbatasan dengan : Kelurahan Pondok Aren dan
Kelurahan Pondok Jaya.2
2. Keadaan Demografis
Berdasarkan data terakhir yang diperoleh pada tahun 2009, jumlah
penduduk yang ada 40.052 jiwa, yang terdiri dari laki–laki sebanyak
18.051 jiwa dan perempuan 22.001 jiwa dengan jumlah kepala keluarga
sebanyak 10.052 jiwa.3
2 Modul kelurahan Jurang Mangu Barat,Tahun 2009, Tanggal 14 April 2011. 3 Modul Data Kependudukan Kelurahan Jurang Mangu Barat Tahun 2009,
Tanggal 14 April 2011
45
Tabel 2
Sarana Pendidikan4
Sarana Pendidikan Jumlah
SLTA 1 Buah
MA 1 Buah
SLTP 2 Buah
Mts 1 Buah
SD 8 Buah
MI 4 Buah
TK 25 Buah
Pondok Pesantren 3 Buah
4 Modul Data Kependudukan Kelurahan Jurang Mangu Barat Tahun 2009,
Tanggal 14 April 2011
46
Tabel 3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan5
Tingkat Pendidikan Jumlah
S3 125 Orang
S2 500 Orang
S1 1200 Orang
Sarjana Muda 1100 Orang
SLTA 2700 Orang
SLTP 2100 Orang
SD 1800 Orang
TK 600 Oang
Drop Out SD -
Buta Huruf -
5 Modul Data Kependudukan Kelurahan Jurang Mangu Barat Tahun 2009,
Tanggal 14 April 2011
47
Tabel 4
Ketenaga Kerjaan6
Profesi Jumlah
Petani -
Pedagang 650 Orang
Industri rakyat -
Buruh industry 120 Orang
Pertukangan 182 Orang
PNS 425 Orang
Anggota TNI/POLRI 412 Orang
Pensiunan
PNS/TNI/POLRI
60 Oang
Perangkatat desa -
Aparatur kelurahan 12 Orang
Penganggurn 800 Orang
6 Modul Data Kependudukan Kelurahan Jurang Mangu Barat Tahun 2009,
Tanggal 14 April 2011
48
Tabel 5
Sarana Peribadatan7
Bangunan Peribadatan Jumlah
Masjid 14 Unit
Musala 53 Unit
Gereja -
Vihara -
Pura -
Klenteng -
Tabel 6
Penduduk Berdasarkan Kepemelukan Agama8
Agama Jumlah
Islam 35.000 Orang
Kristen Protestan 2.597 Orang
Budha 85 Orang
Hindu 135 Orang
Kong Hu Cu 20 Orang
Kristen katolik 2.215 Orang
7 Modul Data Kependudukan Kelurahan Jurang Mangu Barat Tahun 2009,
Tanggal 14 April 2011 8 Modul Data Kependudukan Kelurahan Jurang Mangu Barat Tahun 2009,
Tanggal 14 April 2011
49
B. Sarana Peribadatan dan Kegiatan Keagamaan
Sarana peribadatan yang berada di lapak terdiri dari 2 musala yaitu
musala Ar-rahman dan musala Nurul Iman yang terletak di lapak Kembar Jaya
dan lapak Windi Jaya. Keadaan musala di lapak berbuat dari triplek dan bilik
seadanya, jika datang hujan musala kebanjiran. Kegiatan keagamaan yang ada
di musala yaitu pengajian anak–anak yang dilaksanakan setelah Ashar yang
diikuti anak usia 1-6 tahun mengaji Iqro, dan setelah Magrib pengajian al–
Qur’an untuk anak usia 7-15 tahun. Dan setiap malam Jum’at mengadakan
yasinan bersama bapak-bapak dan ibu-ibu di musala lapak.9
C. Keadaan di Lapak
Kondisi tempat tinggal para pemulung sangat kumuh dan kotor
dengan berbagai barang-barang berserakan disekitar rumah. Ada juga kamar
mandi dan toilet yang biasa digunakan bersama-sama di masing-masing lapak.
Keadaannya pun bervariasi, ada yang cukup layak pakai ada juga yang tidak
layak pakai. Kebersihan di lapak kurang terjaga, terlebih lagi masalah tempat
tinggal dan kamar mandi. Jika masuk kedalam rumahnya, kita dapat melihat
keadaan yang jarang ditemukan di kehidupan sehari-hari. Atap yang bocor,
dinding yang rapuh, lantai yang becek sudah bersahabat dengan mereka (para
pemulung). Tetapi ada juga yang begitu mencengangkan, perabotan rumah
tangga yang dimiliki lumayan lengkap seperti : kipas angin televisi, radio,
9 Wawancara dengan kak Osin (guru ngaji di musala lapak), Tanggal 13
Desember 2010.
50
VCD, Penanak nasi, dispencer, dan kendaraan roda dua. Sepertinya cukup
lengkap fasilitasnya.
Lapak ini terletak di belakang pemukiman warga dan perumahan
mewah. Jarak antara rumah pemulung yang satu dengan yang lain hanya
dibatasi dengan sebuah triplek atau bilik (anyaman dari bambu). Berbaris
kesamping dan berhadapan seperti layaknya sebuah kontrakkan. Jarak antar
lapak sekitar 1-2 meter membelakangi lapak yang lain. Jadi seperti berpetak-
petak.
Biasanya di depan rumah mereka digunakan untuk mengumpulkan
barang-barang pulungannya. Sepulang dari berkeliling atau mencari (bahasa
yang biasa mereka gunakan) barang-barangnya mereka letakkan di depan
rumah dan dipilah-pilah sesuai dengan jenisnya. Lebih tepatnya memang
seperti gudang, gerobak, karung dan peralatan lainnya pun mereka simpan di
depan rumah.
D. Jumlah Pemulung
Jumlah pemulung secara keseluruhan dari 5 lapak berjumlah 147
orang. Terdiri dari 88 laki-laki dan 59 perempuan dari 47 kepala keluarga.10
10 Data berdasarkan hasil penelitian, Tanggal 15 September 2011
51
Tabel 7
Jumlah Pemulung Berdasarkan Jenis Kelamin11
Jenis kelamin Jumlah
Laki-laki 88 Orang
Perempuan 59 Orang
Jumlah 147 Orang
E. Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Pemulung
Sebagian besar orang tua pemulung berasal dari pendidikan yang
rendah, bahkan ada yang tidak bisa membaca dan menulis. Kebanyakkan dari
mereka hanya sampai tingkat SD saja sebanyak 78 orang, tingkat SMP 43
orang, tingkat SMA 13 orang, dan tidak sekolah 13 orang.
Tabel 8
Latar Belakang Pendidikan Orang Tua12
No Jenjang Pendidikan Jumlah
1 >SD 13 Orang
2 SD 78 Orang
3 SLTP/SMP 43 Orang
4 SLTA/SMA 13 Orang
11 Data berdasarkan hasil penelitian, Tanggal 15 September 2011
12 Data berdasarkan hasil penelitian, Tanggal 15 September 2011
51
BAB IV
EVALUASI DAN ANALISIS DATA
A. Pola Bimbingan Agama Pada Anak Komunitas Pemulung Di RT 03/01
Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan.
1. Keseharian Para Pemulung
Keseharian para pemulung dalam memulai aktivitasnya yakni
dengan mencari barang bekas, mulai dari pukul 05.00 kemudian mereka
akan pulang pada pukul 11.00 WIB, setelah barang bekas yang mereka
cari sudah terkumpul banyak.
Para Pemulung bekerja mengumpulkan barang-barang bekas
dengan cara berkeliling ke perumahan atau rumah warga, sebagian
pemulung lainnya ada yang berkeliling mengais barang bekas dari
tumpukan-tumpukan sampah. Ada yang mulai berangkat mencari dari pagi
dan pulang siang hari, ada juga yang mencarinya di siang hari dan pulang
sore hari. Barang bekas yang telah berkumpul kemudian dipisah-pisahkan
menurut jenisnya, sebelum ditimbang ke bos dan akhirnya dijual kepada
pedagang barang bekas industri atau pabrik.
Mereka berdiri sendiri, dikarenakan inisiatif dari seorang bos yang
ingin menjalin suatu hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain
yakni antara bos dengan pemulung. Para pemulung menyadari dari
hubungan yang terjalin, mereka akan mendapatkan pendapatan yang
52
menjanjikan, maksudnya dengan mencari barang bekas mereka pasti akan
mendapatkan uang yang tentunya disesuaikan dengan sedikit banyaknya
barang bekas yang diperoleh. Pekerjaan ini tentu dapat diterima dengan
baik oleh para pemulung, karena dapat membantu keberlangsungan hidup
mereka sehari–hari bila dibandingkan hidup di kampung, yang mana
mereka tidak memiliki pekerjaan tetap. Menurut pengakuan dari beberapa
pemulung, di kampung halamannya mereka mempunyai sebidang sawah,
kendaraan bermotor atau rumah pribadi. Untuk ukuran seorang pemulung
sudah bisa dibilang berkecukupan. Namun tempat tinggal yang mereka
tempati di Jakarta di umpamakan sebagai kontrakkan, hidup seadanya dan
serba kurang. Maka tak jarang para relawan memberikan sumbangan
kepada para pemulung.
Setiap harinya para pemulung berkeliling mencari barang-barang
bekas, kemudian dipilah-pilah dan disimpan berdasarkan jenisnya. Setiap
10 hari sekali mereka menyetorkan barang-barang hasil pulungannya ke
bos, untuk ditimbang dan mendapatkan upah dari hasil timbangannya. Jika
dalam 10 hari mereka sudah kehabisan uang, bos memberikan pinjaman
uang untuk kebutuhan sehari-hari. Hutang mereka dibayar ketika waktu
menimbang. Upah dari hasil timbangan dipotong untuk membayar hutang
dan sisanya untuk kebutuhan sehari-hari. Besar kecilnya pendapatan
dilihat dari banyaknya barang yang didapat.
Pekerjaan dan kehidupan mereka diketuai oleh seorang bos. Bos
adalah seorang ketua yang berperan besar dalam menjamin
53
keberlangsungan hidup mereka. Biasanya setiap lapak atau penampung
dipimpin oleh bos. Jadi para pemulung atau anak buahnya ini hanya
bertugas mencari barang–barang bekas saja yang nantinya ditimbang atau
disetorkan ke bos setiap 10 hari sekali, yang kemudian akan disetorkan
oleh bos ke industri atau pabrik.
Untuk masalah sewa tempat tinggal, bangunan, listrik, sampai
iuran RT semua di tanggung oleh bos di setiap lapak. Sehingga anak buah
hanya berkeliling mencari barang bekas saja. Dan anak buah bebas
membawa sanak saudaranya untuk ikut tinggal di lapak.
Memilah barang sebanyak-banyaknya tentunya dengan alat bantu
yang berupa:
a) Gerobak
Alat ini sangat berfungsi sekali untuk mencari dan mengais
barang–barang yang berat dan bisa memuat banyak barang. Sehingga
pemulung tidak terlalu lelah dan mereka bisa membawa makanan atau
minuman dari rumah.
b) Karung
Biasanya alat ini dipakai supaya lebih praktis, karena dengan
memakai karung bisa masuk ke gang-gang sempit. Dan kebanyakan
yang memakai dengan alat karung mayoritas anak-anak kecil.
Kekurangan dari memakai karung hasil dari pilahannya sangat minim.
54
c) Pancongan
Ialah alat yang terbuat dari besi berbentuk panjang melengkung
seperti arit dan ujungnya mempunyai mata yang sangat tajam.
Berguna untuk mengambil dan memilah–milah barang yang mereka
cari.1
2. Keseharian Anak-Anak Pemulung
Setiap hari anak-anak pemulung memiliki kegiatan yang berbeda-
beda. Pada pagi hari bagi yang bersekolah mereka berangkat ke sekolah
dan di siang harinya biasanya ada yang bermain atau pergi mencari
barang-barang (memulung). Bagi yang tidak bersekolah biasanya kegiatan
mereka sehari-hari hanya memulung, bermain dan mengaji. Pada
prinsipnya semua kegiatan anak-anak pemulung ini sama dan bersifat
monoton. Mereka menghabiskan waktunya dari pagi sampai menjelang
sore dengan bermain di sekitar rumah atau di lapangan, selebihnya
biasanya mereka memulung atau mengemis.
Hanya pada sore hari anak-anak memiliki kegiatan rutin tiap hari
yaitu pengajian yang di adakan di musala lapak Kembar jaya. Pengajian
ini di adakan mulai jam 15.30 sampai 17.00 dengan materi yang sudah di
susun oleh para relawan. Kegiatan pengajian ini di sambut dengan baik
oleh anak-anak, mereka senang mengikuti pengajian ini karena selain bisa
1 Wawancara Pribadi dengan Bos Kembar di lapak, Tanggal 20 Desember 2010.
55
menambah ilmu, mereka juga sering mendapat snack atau hadiah untuk
penyemangat anak-anak.
Kegiatan ini sangat berguna bagi anak-anak pemulung, karena
dapat mengisi waktu kosong mereka dari pada mereka bermain seharian
atau mengemis. Di malam harinya anak-anak tidak ada kegiatan dan
biasanya mereka habiskan waktunya di rumah menonton TV atau
bersantai.
3. Keseharian Bimbingan Agama
Begitu pula dengan setiap orang tua yang ada di lapak pemulung,
mereka pun ingin anak mereka bisa lebih pintar dan lebih baik dari orang
tuanya. Walaupun para orang tuanya kurang dalam segi pendidikan, tetapi
mereka menerapkan dan menyuruh kepada anak–anaknya untuk mengaji,
berbuat baik dan sebagainya. Sayangnya, mereka hanya sekedar menyuruh
atau memberikan contoh saja kepada anak–anaknya. Mereka sebagai orang
tua kurang memberikan contoh yang lebih konkrit dan konsisten dalam
memberikan bimbingan agama di kehidupan sehari-hari. Keseriusan para
orang tua dalam membimbing agama anak belum terlihat dari segi
prakteknya. Mereka hanya sekedar menyuruh, memerintah, dan
memberikan contoh.
Keseharian mereka disibukan dengan aktifitasnya berkeliling
mencari barang-barang yang bisa dijual atau didaur ulang kembali.
Sepulang dari mencari atau berkeliling mereka biasanya bersantai
56
berbincang-bincang dengan tetangganya dan ada pula yang beristirahat.
Pada saat hari-hari besar Islam seperti, Maulid Nabi, Rajaban, Idul Adha,
Idul Fitri, Nisfu Sya’ban dan lain sebagainya mereka tidak merayakan
hari-hari besar tersebut. Di musala Ar-rahman tidak mengadakan kegiatan
khusus untuk memperingati hari-hari besar Islam. Para pemulung juga
tidak pernah ikut kegiatan keagamaan yang diadakan oleh warga pribumi
di masjid, musala atau di lingkungan sekitar. Padahal masih dalam satu
RT, tetapi mereka hidup masing-masing seperti membuat kampung di
dalam kampung.
Orang tua dalam bimbingan agama hanya berperan sebagai
motivator dan melalui cara memerintah atau menyuruh anaknya untuk
mengaji, mengikuti acara–acara keagamaan yang ada di lapak seperti
lomba mewarnai, lomba azan, dan mengajarkan berbuat baik terhadap
sesama. Selebihnya yang memperkenalkan dan mengajarkan ketauhidan,
akidah, dan fikiq adalah pengajar ngaji atau guru ngaji di musala lapak
Kembar Jaya yaitu Nur Sa’adah S.Sos biasa di panggil kak Osin. Nur
Sa’adah adalah seorang guru di SMK YAPIA (Yayasan Pendidikan Islam
At-taqwa) lulusan UIN Jakarta jurusan Sosiologi agama. Beliau dibantu
oleh 11 relawan dari murid-muridnya untuk mengajar di musala Ar-
rahman setiap harinya. Anak–anak mengikuti pengajian di musala Ar-
rahman setiap hari setelah Ashar dan setelah Magrib. Kegiatan keagamaan
yang ada di musala yaitu pengajian anak–anak yang dilaksanakan setelah
Ashar yang diikuti anak usia 1-6 tahun mengaji Iqro, dan setelah Magrib
57
pengajian al–Qur’an untuk anak usia 7-15 tahun. Materi yang diajarkan
selain membaca al-Qur’an yaitu pendidikan akhlak, tauhid, muhadoroh,
fiqh, menggambar, baca tulis hitung (calistung), dan praktek solat.2
4. Tujuan Bimbingan Agama
Seperti yang dikatakan oleh Aunurahin Fakih tujuan khusus
bimbingan agama yaitu membantu individu agar tidak menghadapi
masalah, membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi atau
kondisi, dan membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi
atau kondisi yang baik atau tetap baik agar tetap baik atau menjadi lebih
baik.
Hal ini terungkap dari hasil wawancara pribadi yang dilakukan
penulis dengan pak Iin, ibu Siti Suryani, bapak Damin, ibu Pipit dan bapak
Pade.
Semua orang tua memiliki tujuan yang sama dalam mendidik atau
membimbing anaknya. Apapun status ekonomi dan pendidikannya orang
tua pasti mengingikan yang terbaik untuk anaknya. Tujuan bimbingan
agama yang diharapkan oleh orang tua pemulung adalah:
a) Menginginkan agar anaknya pintar, mengerti, dan paham agama.
b) Menjadi anak yang soleh dan solehah.
2 Wawancara dengan Kak Osin (guru ngaji di musala lapak), tanggal 13
Desember 2010
58
c) Menjadi orang yang sukses dan lebih baik lagi dari orang tua mereka.
d) Berbakti kepada orang tua dan bisa mendo’akan orang tuanya.
e) Bisa menjaga diri dan mengerti baik dan buruk.
f) Bisa menjadi contoh untuk saudara–saudaranya.3
Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya bernasib sama
bahkan lebih buruk dari orang tuanya. Begitu pula orang tua pemulung ini
menginginkan anaknya bisa jauh lebih baik dari mereka.
“Yah saya mah pengen anak saya biar jadi Dokter pengen sukses jangan kaya saya terhina banget. Makanya saya mikir gimana anak saya biar ngerti agama ama pendidikan.”4
5. Status Kependudukan Pemulung
Komunitas pemulung yang berada di Jurang Mangu Barat
semuanya berstatus sebagai pendatang. Bukan warga pribumi atau warga
yang tinggal dekat dengan komunitas pemulung di Jurang Mangu Barat.
Semuanya adalah warga pendatang.5
Hampir semua pemulung yang tinggal di komunitas pemulung
Jurang Mangu Barat berasal dari wilayah Keronjo, Serang dan sebagian
besar berasal dari Indramayu, Jawa Barat (lihat di lampiran). Mereka
3 Hasil wawancara dengan 6 responden yaitu dengan Pak Iin, Ibu Siti Suryani,
bapak Damin, ibu Pipit dan bapak Pade di Lapak, Tanggal 25 April 2011 4 Wawancara Pribadi dengan Ibu Darsih di Lapak, Tanggal 25 April 2011 5 Hasil Wawancara dengan Pak Junaedi (Sekertaris RT), Tanggal 8 Juni 2011
59
berasal dari desa dan wilayah terpencil. Kedatangan mereka ke Jakarta
untuk mencoba merubah nasib walau menjadi seorang “pemulung”.
Mereka menuturkan, bahwasannya memulung di daerah kota
sangatlah mudah untuk mendapatkan barang pulungan, karena menurut
mereka orang kota tidak pernah peduli dengan sampah atau benda-benda
yang mereka pulung, mereka hanya membuang begitu saja, seperti aqua
gelas, botol-botol minuman plastik maupun besi.
“Neng, di kota mah gampang nyari barang-barangnya, soalnya padat penduduknya, banyak perumaha, kadang juga ada yang ngasih beras (makanan), uda gitu gada yang peduli ma sampah, tapi sekarang si uda banyak pemulung ” 6
Keharmonisan kehidupan sosial dalam komunitas pemulung
kurang baik dengan warga pribumi. Ketidak harmonisannya disebabkan
karena kecemburuan sosial dari warga pribumi. Warga pribumi merasa
para pemulung sebagai pendatang di istimewakan. Mereka sering
mendapat sumbangan atau santunan dari mahasiswa, para donatur dan
orang–orang bule. Padahal, menurut mereka para pemulung itu sama status
ekonominya dengan warga pribumi. Ditambah lagi sering terjadi keributan
antar anak buah dengan warga asli. Anak buah (pemulung yang masih
remaja) sering membuat ulah yang meresahkan warga, tutur pak Zein
selaku tokoh masyarakat RT 03 / 01. Pak Zein sering memergoki
pemulung yang sedang minum–munim (mabok), atau hanya sekedar sok–
6 Wawancara Pribadi dengan Ibu Damin di lapak, Tanggal 25 April 2011.
60
sokan ditindik dan nongkrong pinggir jalan. Padahal mereka tidak
mengganggu tetapi terkadang ada juga wagra pribumi yang kurang suka
melihatnya lalu menegor dan jadi ribut.
6. Latar Belakang Pendidikan Orang Tua di Komunitas Pemulung
Pada komunitas pemulung ini, notabennya para orang tua tidak
memiliki pendidikan yang layak. Kebanyakan dari mereka (seperti yang
tertera pada tabel 8) tidak sampai lulus ke jenjang pendidkan tingkat
menengah atas atau menengah umum (SMA/SMU), kebanyakan dari
meraka hanya sampai menempuh pendidikan tingkat dasar (SD) dan
tingkat menengah pertama atau tsanawiyah (SMP/MTs). Bahkan ada yang
sekolah dasar (SD) pun tidak sampai lulus, lebih ironisnya ada pula yang
tidak sekolah sama sekali.
Dengan keterbatasan pendidikan dan pengetahuan yang seadanya.
Para orang tua pun mendidik anak–anaknya dengan pengetahuan yang
mereka miliki seadanya. Akan tetapi akan berbeda jika orang tua tidak
memiliki pendidikan yang layak guna mendidik dan mengarahkan anak–
anaknya untuk menjadi anak yang soleh dan bermanfaat bagi bangsa,
agama, dan keluarga. Para orang tua lebih mengutamakan mencari materi
untuk menghidupi keluarganya. Sehingga membimbingan agama atau pola
asuh yang diterapkan pun terkesan acuh dan cuek.
61
7. Metode Bimbingan Agama
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti dengan teknik
observasi dan wawancara di tempat lokasi penelitian, 10 responden dapat
diketahui ada 4 responden yang menggunakan metode keteladanan dan 6
responden menggunakan metode nasihat: yaitu membimbing atau
mengarahkan dengan cara memberikan nasehat kepada anaknya. Hal ini
terungkap dari hasil wawancara pribadi yang dilakukan penulis dengan ibu
Nesih, adapun hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:
“Yaaah kak saya cuma modal nyuruh-nyuruh aja. Waktunya solat, sekolah atau ngaji saya ingetin paling hayo ngaji, hayo solat. Saya mah ga bisa galak ke anak, suka ga tega.”.7
Dari pernyataan diatas menunjukkan secara prakteknya Ibu Nesih
tidak memberikan contoh perbuatan atau tindakan kepada anaknya. Tetapi
hanya memberikan nasihat secara lisan saja.
Pernyataan tersebut dapat diperkuat dan diuraikan sesuai dengan
hasil wawancara pribadi berikut ini.
“Saya kasih tau dia mah anaknya ikut-ikutan. Saya ga tau apa–apa kak paling saya suka nasehatin ke anak, biar ga ikut-ikutan orang yang ga bener dan jangan kaya orang tuanya bodoh.”8
7 Wawancara dengan Ibu Nasih di lapak, Tanggal 8 Juni 2011 8 Wawancara pribadi dengan ibu Darsih di lapak, Tanggal 8 Juni 2011
62
Ibu Darsih juga menggunakan metode nasihat, alasannya karena
ibu Darsih kurang mengerti dengan agama sehingga ia berusaha untuk
menasihati anak-anaknya agar punya pendirian yang kuat dan tidak mudah
ikut-ikutan pergaulan yang salah. Secara prakteknya ibu Darsih lebih
sering memberikan nasihat kepada anaknya, jarang sekali peneliti melihat
ibu Darsih melakukan suatu pembinaan yang intensif kepada anaknya.
Pendapat lain diungkapkan oleh Bapak Pade yang memilih
menggunakan metode nasihat, alasannya karena keadaan keluarganya
yang serba kurang, baik dari pemahaman agama maupun dari ekonomi
menjadikan Bapak Pade tidak berdaya dengan keadaannya. Di satu sisi
ingin membimbing anak-anaknya agar tumbuh menjadi anak yang
diharapkan oleh orang tuanya, disisi lain keadaannya membuat Bapak
Pade tidak bisa melakukan apa-apa kecuali nyuruh anaknya agar rajin
mengaji. Karena orang tuanya kurang bisa memberikan pendidikan atau
bimbingan agama di dalam keluarganya secara baik.
4 orang lagi menggunakan metode keteladanan diantara lain Ibu
Suryani, ibu Pipit, Ibu Ramsah dan bapak Acang. Metode keteladanan
yaitu sesuatu yang dapat dilihat dan ditirukan langsung oleh anak-anak.
Seperti yang dituturkan oleh ibu Suryani :
“Ngasih contoh ke dia tapi saya mah ga ngasih hukuman biarin aja dia mau gimana juga namanya juga anak kecil”.9
9 Wawancara pribadi dengan ibu Yani di lapak, Tanggal 8 Juni 2011
63
Dari pernyataan diatas menunjukkan secara prakteknya ibu Suryani
selalu memberikan contoh kepada anaknya, karena anaknya masih kecil
belum bisa mencerna atau mengerti apa yang diperintahkan dan diberitahu
oleh guru dan orang tuanya. Sehingga menurutnya lebih efektif
membimbingnya dengan cara memberikan contoh gerakkan solat, berdoa
sebelum makan, berdoa sebelum tidur, dan sebagainya.
Ibu Pipit juga menggunakan metode keteladanan, alasannya karena
dengan memberikan contoh anak akan lebih terbiasa dengan apa yang dia
lihat dan anak akan menirunya. Jika itu contoh baik maka anak akan
tumbuh menjadi anak yang baik jika itu contoh buruk maka sebaliknya.
8. Kehidupan Beragama Para Pemulung
Sikap beragama yang terbentuk di permukiman pemulung sangat
berbeda jauh dengan permukiman warga di luar komunitasnya. Proses
belajar mengajar yang diadakan di musala lapak tidak berbeda jauh dengan
pengajian yang lainnya. Pengajian dimulai setelah Ashar dan setelah
Magrib. Sebelum memulai materi biasanya mengaji Iqro atau al–Qur’an.
Materi yang diajarkan setiap harinya berbeda-beda yaitu Senin akidah,
Selasa fiqh, Rabu muhadoroh, Kamis praktek solat, Jum’at menggambar,
Sabtu calistung dan Minggu tauhid. Kegiatan yang ada di musala Ar-
rahman hanya pengajian anak-anak dan pengajian malam Jum’at yasinan
bersama orang tua pemulung, selebihnya musala dibiarkan sepi begitu
64
saja. Sesungguhnya para pemulung sadar akan pentingnya bimbingan
agama untuk anak mereka, tetapi kesadaran itu tidak mereka aplikasikan
atau tidak mereka praktekkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
masih banyak diantara mereka yang cuek dan tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Seperti yang
dituturkan oleh bapak Rozani Zein selaku keamanan lingkungan
berpendapat.
“Rata–rata Islam. Tapi yah orang begitu mah pasti kamu juga udah tahu sendiri kan. Pemahaman agamanya masih belum mendalam jadi penerapan akhlak, akidahnya juga masih kurang. Logikanya kalo mereka paham agama ga mungkin juga mereka minta–minta, mulung”.10
Dari sini dapat peneliti lihat bahwa kehidupan beragama pemulung
sangat memprihatinkan. Terlihat saat waktu-waktu solat musala sangat
sepi, tidak ada yang mempergunakan untuk solat. Keadaan rumah mereka
sangat tidak layak dan tidak bisa digunakan untuk solat dan fasilitas
musala yang sudah ada sewajarnya mereka gunakan untuk solat. Para
pemulung jarang menjalankan ibadah solat, minat keagamaannya kurang,
terlihat saat para relawan atau tenaga pengajar di musala lapak
mengadakan beberapa acara. Hanya beberapa dari mereka yang ikut
berpartisipasi. Para pengajar pun sering mendapatkan kesulitan dari orang
tua pemulung yang melarang anaknya ikut mengaji di musala dengan
alasan yang tidak masuk akal. Para orang tua pemulung biasanya
10 Wawancara pribadi dengan bapak Rozani Zain, Tanggal 8 Juni 2011.
65
menyuruh anaknya untuk meminta-minta atau mulung. Jadi dengan adanya
kegiatan pengajian tersebut anak-anak mereka tidak bisa memulung, ini
juga salah satu strategi para pengajar untuk menghapuskan kebiasaan
buruk ini.
Tabel 9
Jadwal Pengajian Anak-Anak11
11 Wawancara pribadi dengan Kak Oshin, Tanggal 8 Juni 2011
No Hari Jam Umur Kegiatan Relawan
1 Senin 15.30 – 17.00
18.30 – 20.00
1–6 tahun
7–15 tahun
Membaca iqro atau al-
Qur’an kemudian
materi akidah
Nur sa’adah
Mela
2 Selasa 15.30 – 17.00
18.30 – 20.00
1–6 tahun
7–15 tahun
Membaca iqro atau al-
Qur’an kemudian
materi fiqh
Yati
Ahmad toha
3 Rabu 15.30 – 17.00
18.30 – 20.00
1–6 tahun
7–15 tahun
Membaca iqro atau al-
Qur’an kemudian
materi muhadoroh
Hakim
Musdalifah
4 Kamis 15.30 – 17.00
18.30 – 20.00
1–6 tahun
7–15 tahun
Membaca iqro atau al-
Qur’an kemudian
praktek solat
Nurul
Noviyanti
66
B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Membimbing Agama
Pada Anak Komunitas Pemulung Di Kelurahan Jurang Mangu Barat
Pondok Aren Tangerang Selatan.
1. Faktor Pendukung
a) Internal
1) Anak–anak bersemangat
Anak–anak sangat antusias dan bersemangat dalam mengikuti
pengajian yang diadakan di musala. Biasanya sepulang dari sekolah
atau pada Sore hari anak–anak hanya menghabiskan waktu dengan
bermain saja atau memulung. Tetapi kini mereka mempunyai kegiatan
yang sangat bermanfaat yaitu belajar mengaji. Terlebih lagi mereka
5 Jum’at 15.30 – 17.00
18.30 – 20.00
1–6 tahun
7–15 tahun
Membaca iqro atau al-
Qur’an kemudian
materi Menggambar
Badriah
Komariah
6 Sabtu 15.30 – 17.00
18.30 – 20.00
1–6 tahun
7–15 tahun
Membaca iqro atau al-
Qur’an kemudian
materi Calistung
Hikmah
Sinta
7 Minggu 15.30 – 17.00
18.30 – 20.00
1–6 tahun
7–15 tahun
Membaca iqro atau al-
Qur’an kemudian
materi Tauhid
Ahmad toha
Musdalifah
67
juga diberikan alat–alat tulis, jadi mereka betul–betul senang dan
bersemangat.
2) Adanya keinginan untuk maju
Walaupun dengan keadaannya yang serba kurang tetapi tidak
menyurutkan semangat dan keinginannya untuk terus maju. Mereka
menginginkan anak-anaknya bernasib lebih baik, lebih berilmu, lebih
bermanfaat, dan bisa membahagiakan kedua orang tuanya.
b) Eksternal
1) Adanya acara keagamaan dari relawan.
Adanya kegiatan atau acara-acara keagamaan yang dilakukan oleh
mahasiswa atau partisipan dari lembaga-lembaga sosial yang ada.
Walaupun kegiatan tersebut bersifat sementara, membuat anak–anak
menjadi semangat. Paling tidak mereka punya niat datang menghadiri
acaranya.
2) Tidak dikenakan biaya
Setiap anak yang mengikuti pengajian di musholah lapak tidak
dikenakan biaya atau gratis. Sehingga tidak ada lagi alasan bagi anak–
anak untuk tidak mengikuti pengajian. Mereka tinggal belajar dengan
bersungguh–sungguh agar menjadi manusia seutuhnya guna mencapai
kebahagiaan hidup dunia akhirat yang penuh berkah.
68
3) Adanya sarana ibadah
Di perkampungan pemulung Jurang Mangu Barat terdapat dua
musolah yang sering digunakan untuk acara-acara keagamaa, seperti
pengajian dan yaasinan. Sehingga bisa menambah semangat anak-anak
untuk mengikuti pengajian.
4) Dibentuknya sebuah pengajian anak-anak.
Awalnya pengajian ini dibentuk karena kedatangan mahasiswa
praktikum yang akan mengadakan beberapa acara, diantaranya
mengadakan pengajian anak–anak setelah sholat Ashar. Lalu di tindak
lanjuti oleh sukarelawan setempat, sehingga anak-anak mempunya
kegiatan yang lebih bermakna dan bermanfaat.
2. Faktor Penghambat
a) Internal
1) Sifat anak-anak
Seperti pada umumnya sifat anak-anak, anak-anak di komunitas
pemulung sama memiki sifat yang selalu ingin bermain. Terkadang
anak–anak susah diatur, tidak nurut dan terkadang malas. Sehingga para
orang tuanya juga sering kesal dan marah.
69
2) Kurang Biaya
Semua anak-anak yang mengikuti pengajian tidak dikenakan biaya
bulanan atau biaya apapun. Sehingga anak-anak bisa mengikuti
pengajian secara cuma-cuma yang diadakan oleh sukarelawan di musala
lapak.
3) Sarana / alat
Jangankan untuk membeli alat atau media untuk membimbing
anak, untuk biaya kehidupan sehari-hari pun para pemulung masih
bingung, apalagi untuk melengkapi sarana media atau alat untuk anak-
anak belajar tentang agama. Hanya ibu Yani dan bapak Iin yang
memberikan sarana kepada anaknya. Karena mereka mempunyai TV
dan DVD di rumahnya. Media yang mereka berikan kepada anaknya
yaitu CD dan kaset Cinta Rosul dan lagu–lagu anak–anak.
b) Eksternal
1) Faktor Lingkungan Lapak
Faktor lingkungan lapak mempunyai pengaruh yang besar untuk
kemajuan bimbingan agama anak. Lingkungan di pemulung ini kurang
baik, baik dari segi kesehatan, perkembangan anak, pendidikan anak
dan moral anak. Sehingga para pendidik harus lebih sabar dan giat lagi
untuk mendidik anak-anak pemulung ini.
70
2) Adanya pendeta yang berkunjung.
Walaupun tidak sering, menurut penuturan kak Oshin pernah ada
beberapa orang pendeta yang membagi-bagikan makanan dan beras
kepada para pemulung. Dan beberapa diantara mereka (pemulung) ada
yang bekerja dan mendapat biaya kesehatan jika keluarganya ada yang
sakit.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di RT 03/01 kelurahan Jurang Mangu
Barat Pondok Aren Tangerang Selatan tentang bimbingan agama pada anak
komunitas pemulung, maka dapat disimpulkan bahwa:
Dalam bidang keagamaan para orang tua pemulung memiliki
pengetahuan yang kurang, namun bukan berarti dengan pengetahuan agama
yang kurang mereka tidak memberikan bimbingan agama kepada anak–
anaknya. Para orang tua juga selalu memerintahkan kepada anaknya agar
selalu ikut kegiatan–kegiatan keagamaan, mengajarkan kebaikan, dan agar
anak–anak mereka menjadi makhluk yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Karena para orang tua pemulung sangat menginginkan sekali anak–anaknya
bisa tumbuh dan mempunyai nasib yang lebih baik dari orang tuanya, terlebih
lagi dalam hal pendidikan dan agama.
Hal ini menandakan setidaknya mereka masih mempunyai perhatian
terhadap masalah agama untuk masa depan anaknya. Walaupun para
pemulung disibukkan dalam urusan mencari kebutuhan hidupnya, tetapi
mereka masih menyempatkan untuk sekedar menyuruh anaknya untuk
mengaji. Yang menyebabkan kurangnya pendidikan agama para pemulung,
karena mereka tidak menyempatkan diri untuk ikut pengajian dalam majlis
71
ta’lim setempat, hal ini dapat dikatakan wajar selain kesehariannya
disibukkan dengan bekerja, mungkin juga rasa minder pada diri pemulung.
Pola bimbingan agama yang di pakai oleh guru ngaji adalah
menerapkan metode keteladanan atau memberikan contoh yang baik kepada
anak-anak mulai dari hal yang kecil sampai hal yang besar. Keadaan anak-
anak pemulung ini begitu memprihatinkan, baik dari segi pengetahuan,
agama, kesehatan, maupun akhlak mereka. Terlebih lagi krisis akhlak yang
dialami oleh anak-anak pemulung menyita perhatian khusus untuk para
pendidik atau guru ngaji. Atas dasar itu, maka para relawan atau guru ngaji
menerapkan pola bimbingan agama dengan menggunakan metode
keteladanan atau memberikan contoh yang baik.
Pemberian contoh seolah-olah menjadi prinsip dalam mendidik anak-
anak pemulung tersebut. Mulai dari mengajarkan cara mengucapkan terima
kasih, meminta tolong, meminta maaf, memanggil orang yang lebih tua,
sampai dengan nada panggilan dan nada ucapannya. Pembentukkan akhlak
betul-betul menjadi tujuan utama dalam proses pengajaran.
Dalam proses bimbingan agama yang menjadi faktor pendukung yaitu
semangat anak-anak dalam mengikuti pengajian yang diadakan di musala dan
adanya keinginan untuk maju. Selain itu anak-anak tidak dikenakan biaya
untuk mengikuti pengajian, dan sering mendapat kunjungan dari relawan
untuk sekedar membantu atau mengadakan acara keagamaan. Namun dalam
proses bimbingan agama juga ada faktor yang menghambat seperti
lingkungan lapak yang kurang baik, baik dalam segi kesehatan,
72
perkembangan anak, dan moral anak. Adanya pendeta yang datang dengan
mengiming-imingi sembako, dan sifat anak-anak yang masih selalu ingin
bermain. Sehingga kadang susah diatur dan malas belajar.
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan dari penelitian, ada beberapa saran dan
masukan yang penulis pandang sebagai hal yang positif. Saran-saran tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Pemerintah baik pusat dan daerah harus memperhatikan kehidupan para
pemulung, karena salah satu tugas pemerintah adalah menuntaskan
kemiskinan yang di alami oleh rakyatnya. Sampai sekarang belum ada
instalasi pemerintah yang memperhatikan masalah para pemulung,
padahal mereka sangat membutuhkan bantuan dan perhatian dari
pemerintah.
2) Kehidupan pemulung memang sangat di sisihkan oleh masyarakat.
Padahal pekerjaan mereka halal, tetapi para pemulung sering merasa di
kucilkan dan minder. Masyarakat menganggap hina dan kotor
pekerjaannya. Di satu sisi, mereka sering dianggap sebagai masyarakat
kelas rendah yang menjadi masalah sosial. Sementara di sisi lain, mereka
berperan sebagai ujung tombak industri daur ulang. Seharusnya
masyarakat memberikan tempat sehingga mereka merasa termarjinalkan.
73
3) Tokoh agama setempat ikut berperan dalam membina dan membimbing
agama, baik kepada orang tua pemulung maupun kepada anak–anaknya.
Sehingga para pemulung pun merasa keberadaannya di anggap.
4) Harapan peneliti yaitu agar para orang tua pemulung lebih konsen dan
lebih memperhatikan masalah pendidikan agama dan akhlak anak-
anaknya. Karena anak mereka adalah generasi penerus bangsa dan
keluarga.
74
DAFTAR PUATAKA
Jalaluddin Rahmat, Mukctar Gandaatmaja, Keluarga Muslim Dalam Masyarakatn Modern, (
Bandung : Remaja Rosda Karya, 1993 ), Cet. Ke 1
Clara R. Pudjijogyanti, Konsep Diri Dalam Pendidikan, ( Jakarta : Penerbit Arcan, 1988 ), cet.
Ke 1
Dadang Hawari, Psikiater, al–Qur’an- Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, ( Jogjakarta :
PT. Dana Bakti Prima Yasa, 2004 ), edisi 3
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, ( Jakarta : PT. Gunung Agung,1996 ), cet. Ke 8
Imam Turmudzi, Dialog Wanita dan Islam, ( Surabaya : Cipta Media )
Jalaluddin, Psikologi Agama, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007 )
Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000 ),
cet. Ke 11
J. Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, ( Jakarta : PT. Gramedia, 1984 ),cet.
VI
Prof. Dr. Sugiono, Memahami penelitian kualitatif, ( Bandung : Alfabeta, 2005 )
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992)
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisi revisi V, ( Jakarta :
PT.Rineka Cipta, 2002 )
Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Ciputat : PT. Ciputat Press, 2005), Cet. Ke 3
Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1995)
W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta : Grasindo, 1997)
75
Puis A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994)
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelakasanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
(Jakarta Rineka Cipta, 2000), Cet ke-1
M. Hamdani Bakran Adz – Dzaki, Konseling dan psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar pustaka
baru,2002), cet. Ke 2
H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Golden
Terayon Pers, 1998), Cet ke-2
Thohari Musnawar, Dasar Konseftual Bimbingan Dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UII Pers,
1992)
Jumhur M. Surya, Bimbingan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, 1975)
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1998), Cet ke-3
Syahminan Zaeni, Mengapa manusia harus beragama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1986),cet ke 1
Yusro Razak dan Ervan Nurtawaban, Antropologi Agama, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007),cet
ke-1
Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, (Jakarta : kencana, 2004),cet ke-2
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT Raja grafindo Persada, 1998), Cet ke-3
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1979), jilid 1,cet ke
1
Aunurahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyaarta: UII Pers, 2001)
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers), Cet. Ke-
1
Ummu Shofi, Agar Cahaya Mata Makin Bersinar, (Solo: PT Indiva Media Kreasi, 2007), Cet.
Ke-1
76
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), Cet.
Ke-2
Departeman Agama, al-Qur’an dan Terjemah, (Surabaya : Mekar Surabaya, 2004)
Ummu Shofi, Agar Cahaya Mata Makin Bersinar, (Solo: PT Indiva Media Kreasi, 2007), Cet.
Ke-1
Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaidi, Cara Nabi Mendidik Anak,(Jakarta : Al – I’tisham,
2009), cet. Ke 3
Ummu Shofi, Agar Cahaya Mata Makin Bersinar, (Solo : PT. Indiva Media Kreasi, 2007), Cet.
Ke 1
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2004)
J.P. Chapin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet. Ke 8
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta : Pustaka Al – Husna, 1985), cet.
Ke 33
Departement Pendidikan Nasional dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), cet. 2
Nawardi, Koperasi Serba Daur Ulang-Jati Dua, (Bandung: Galang, 1983)
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan
UI, Sistem Penelolaan TPA Bantar Gebang-Bekasi (Jakarta: PPSML-UI 2000)
Syamsir Salam dan Amir Fadilah, Sosiologi Pembangunan, (Jakarta: Lembaga Peneliti UIN
Jakarta, 2009), cet ke 1
Modul Kelurahan Jurang Mangu Barat Tahun 2009
Modul Data Kependudukan Kelurahan Jurang Mangu Barat Tahun 2009
Gambar : 1 Para pemulung sedang memilah-milah barang pulungannya.
Gambar : 2 Peneliti foto bersama salah satu anak pemulung “Aisyah namanya”
Gambar : 3 Keadaan di lapak pemulung
Gambar : 4 Rumah para pemulung
Gambar : 5 Para Pemulung Sedang Memilah-milah Barang Pulungannya.
Gambar : 6 Salah satu anak pemulung sedang membersihkan musala
Lampiran
Data Penghuni Lapak
No Nama Jenis Kelamin TTL Umur Daerah Asal Pendidikan Agama
Lapak Kembar Jaya 1 Rohim Laki-laki Jakarta, 22-08-1985 26 Tahun Tegal SMA Islam
2 Siti Suryani Perempuan Jakarta, 5-10-1974 37 Tahun Tegal SMA Islam
3 Aisyah Fadilah Perempuan Tegal, 10-07-2008 3 Tahun Tegal Belum Sekolah Islam
4 Nurdin Laki-laki Jakarta, 5-10-1981 30 Tahun Tegal SD Islam
5 Suryadi Laki-laki Jakarta, 3-02-1975 36 Tahun Kebayoran SMP Islam
6 Narti Perempuan Bantul, 4-05-1976 35 Tahun Yogyakarta SMP Islam
7 Dedi Sunardi Laki-laki Jakarta, 26-07-1976 13 Tahun Yogyakarta SMP Islam
8 Desi Manda Sari Perempuan Jakarta, 24-12-2003 8 Tahun Yogyakarta SD Islam
9 Sahari Laki-laki Serang, 12-05-1987 24 Tahun Serang SD Islam
10 Nursela Perempuan Tangerang, 3-02-1989 22 Tahun Tangerang SD Islam
11 M. Firmansyah Laki-laki Tangerang, 19-10-2010 -1 Tahun Tangerang Belum Sekolah Islam
12 Patani Laki-laki Serang, 3-09-1975 36 Tahun Serang SD Islam
13 Maemanah Perempuan Serang, 4-07-1974 37 Tahun Serang SD Islam
14 Lili Laki-laki Serang, 6-03-1983 28 Tahun Serang SD Islam
15 Juli Laki-laki Serang, 5-02-1987 24 Tahun Serang SD Islam
16 Kasnia Perempuan Serang, 6-03-1999 12 Tahun Serang SD Islam
17 Dahlia Perempuan Serang, 6-01-1994 7 Tahun Serang SD Islam
18 Aris Laki-laki Serang, 14-04-2010 1 Tahun Serang Belum Sekolah Islam
19 Sambari Laki-laki Serang, 1-01-1954 57 Tahun Serang SD Islam
20 Supini Perempuan Serang, 7-07-1961 50 Tahun Serang SMP Islam
21 Ayu Komariah Perempuan Serang, 25-12-1997 14 Tahun Serang SD Islam
22 Sariman Laki-laki Kronjo, 11-09-1965 46 Tahun Keronjo SD Islam
23 Sarmina Perempuan Kronjo, 20-12-1970 41 Tahun Keronjo SD Islam
24 Solikin Laki-laki Kronjo, 5-06-1997 14 Tahun Keronjo SD Islam
25 Usup Laki-laki Kronjo, 7-10-1999 12 Tahun Keronjo SD Islam
26 Darmi Perempuan Serang, 20-09-1968 43 Tahun Serang Tidak Sekolah Islam
27 Mustahim Laki-laki Serang, 4-04-1987 24 Tahun Serang SD Islam
28 Nurmah Perempuan Serang, 4-06-1996 15 Tahun Serang SD Islam
29 Iin Jamiin Laki-laki Tangerang, 4-02-1977 34 Tahun Keronjo SD Islam
30 Sani Perempuan Tangerang, 3-12-1983 28 Tahun Keronjo SD Islam
31 Roni Laki-laki Tangerang, 12-07-2008 3 Tahun Keronjo Belum Sekolah Islam
32 Edo Saputra Laki-laki Tangerang, 18-08-1990 21 Tahun Keronjo SD Islam
33 Agus Laki-laki Tangerang, 12-08-1989 22 Tahun Tiga Raksa SD Islam
34 Mulyadi Laki-laki Tangerang, 6-12-1976 35 Tahun Kebayoran STM Islam
35 Tantri Perempuan Tangerang, 5-05-2007 4 Tahun Kebayoran Belum Sekolah Islam
36 Andi Laki-laki Tangerang, 6-12-1990 21 Tahun Tiga Raksa SD Islam
37 Siswanto Laki-laki Indramayu, 9-04-1972 39 Tahun Indramayu SMP Islam
Lapak Yuda Jaya 38 Iyan Laki-laki Serang, 24 September 1967 44 Tahun Keronjo SD Islam
39 Neneng Perempuan Serang, 15 April 1971 40 Tahun Keronjo SD Islam
40 Maulana Laki-laki Serang, 2 Desember 1986 25 Tahun Keronjo SMP Islam
41 Ridwan Laki-laki Serang, 19 Agustus 1988 23 Tahun Keronjo SMP Islam
42 Lukman Laki-laki Serang, 4 April 1989 22 Tahun Keronjo SMP Islam
43 Muji Laki-laki Tangerang, 17 Januari 1962 49 Tahun Tiga Raksa SMP Islam
44 Darsih Perempuan Tangerang, 3 Januari 1966 45 Tahun Tiga Raksa SD Islam
45 Yanti Perempuan Tangerang, 21 Aguatus 2001 10 Tahun Tiga Raksa SD Islam
46 Patani Laki-laki Serang, 20 Maret 1956 55 Tahun Serang SD Islam
47 Tasnem Perempuan Serang, 4 Juni 1959 52 Tahun Serang SD Islam
48 Yanto Laki-laki Serang, 18 Juni 1990 21 Tahun Serang SMP Islam
49 Tuti Perempuan Serang, 14 Oktober 2003 8 Tahun Serang SD Islam
50 Arif Laki-laki Serang, 11 Januari 2006 6 Tahun Serang SD Islam
51 Damir Laki-laki Indramayu, 10 Februari 1977 34 Tahun Indramayu SMA Islam
52 Enah Perempuan Indramayu, 8 November 1981 30 Tahun Indramayu SMA Islam
53 Riyan Laki-laki Indramayu, 4 September 1996 15 Tahun Indramayu SMP Islam
54 Dedi Laki-laki Indramayu, 11 April 1999 12 Tahun Indramayu SD Islam
55 Rukas Laki-laki Cirebon, 23 Juli 1971 40 Tahun Cirebon SMP Islam
56 Wais Laki-laki Cirebon, 19 Mei 1973 38 Tahun Cirebon SD Islam
57 Somad Laki-laki Tiga raksa, 11 Juli 1980 31 Tahun Tiga raksa SMA Islam
58 Aam Perempuan Tiga raksa, 8 November 1984 27 Tahun Tiga raksa SD Islam
59 Damin Laki-laki Tangerang, 17 Agustus 1983 28 Tahun Legok SMA Islam
60 Nur Perempuan Tangerang, 11 Mret 1989 22 Tahun Legok SMP Islam
61 Pingki Laki-laki Tangerang, 21 Juni 2002 9 Tahun Legok SD Islam
62 Taswan Laki-laki Serang, 29 Februari 1976 35 Tahun Keronjo SMP Islam
63 Rumini Perempuan Serang, 19 Desember 1982 29 Tahun Keronjo SD Islam
64 Padi Laki-laki Serang, 28 Oktober 1983 28 Tahun Keronjo SMA Islam
65 Ipin Laki-laki Serang, 7 September 1987 24 Tahun Keronjo SD Islam
Lapak Eli Jaya 66 Jeni Laki-laki Serang, 16 Maret 1964 47 Tahun Serang Lama SMA Islam
67 Pipit Perempuan Serang, 22 September 1966 45 Tahun Serang Lama SMA Islam
68 Yuli Perempuan Serang, 4 Agustus 1987 24 Tahun Serang Lama SMA Islam
69 Eli Perempuan Serang, 30 Maret 1995 16 Tahun Serang Lama SMP Islam
70 Supri Laki-laki Serang, 14 Juli 2003 8 Tahun Serang Lama SD Islam
71 Ajiz Laki-laki Tangerang, 25 April 1986 25 Tahun Legok SMA Islam
72 Ayu Perempuan Serang, 11 Juli 1989 22 Tahun Serang SMP Islam
73 Hendra Laki-laki Serang, 3 Februari 1976 35 Tahun Keresek SMA Islam
74 Mega Perempuan Serang, 24 Januari 2005 6 Tahun Keresek SD Islam
75 Mustoni Laki-laki Serang, 28 Oktober 1980 31 Tahun Keresek SMP Islam
76 Diono Laki-laki Serang, 14 Mei 1997 14 Tahun Keresek SMP Islam
77 Susilowati Perempuan Serang, 3 Desember 2002 9 Tahun Keresek SD Islam
78 Udin Laki-laki Serang, 22 November 1987 24 Tahun Serang Lama SMP Islam
79 Andriyansyah Laki-laki Serang, 6 Januari 1990 21 Tahun Serang Lama SMP Islam
80 Darwita Perempuan Serang, 10 Maret 1971 40 Tahun Serang Lama SD Islam
81 Tina Perempuan Serang,13 Juni 1992 19 Tahun Serang Lama SMP Islam
82 Andri Laki-laki Serang, 20 Juni 2004 7 Tahun Serang Lama SD Islam
83 Pade Laki-laki Tangerang, 24 Januari 1964 47 Tahun Tiga raksa SD Islam
84 Tono Laki-laki Tangerang, 13 April 1983 28 Tahun Tiga raksa SMP Islam
85 Kasno Laki-laki Tangerang, 29 Mei 1987 24 Tahun Tiga raksa SD Islam
86 Yanto Laki-laki Tangerang, 2 Oktober 1991 20 Tahun Tiga raksa SMP Islam
87 Warsih Perempuan Tangerang, 9 Oktober 1993 18 Tahun Tiga raksa SMP Islam
88 Wanto Laki-laki Tangerang, 11 Juli 2000 11 Tahun Tiga raksa SD Islam
89 Marno Laki-laki Cirebon, 10 April 1973 38 Tahun Cirebon SMA Islam
90 Risan Perempuan Cirebon, 24 Juli 1979 32 Tahun Cirebon SMP Islam
91 Selvi Perempuan Cirebon, 17 Seprember 1993 18 Tahun Cirebon SMP Islam
92 Rizki Laki-laki Cirebon, 9 Maret 2001 10 Tahun Cirebon SD Islam
93 Sadi Laki-laki Tangerrang, 27 April 1981 30 Tahun Tiga raksa SMA Islam
94 Sanan Perempuan Tangerrang, 2 Maret 1984 27 Tahun Tiga raksa SMP Islam
95 Sani Perempuan Tangerrang, 13 Juli 2001 10 Tahun Tiga raksa SD Islam
96 Saniah Perempuan Tangerrang,7 Juli 2008 3 Tahun Tiga raksa Belum Sekolah Islam
Lapak Bola Ais 97 Sayibi Laki-laki Serang, 3 Januari98968 43 Tahun Serang lama SMA Islam
98 Inah Perempuan Serang, 16 Maret 1969 42 Tahun Serang lama SD Islam
99 Saunah Perempuan Serang, 20 Maret 1988 23 Tahun Serang lama SMP Islam
100 Nedi Laki-laki Serang, 16 Juli 1991 20 Tahun Serang lama SMP Islam
101 Yuliana Perempuan Serang, 11 Januari 1994 17 Tahun Serang lama SMP Islam
102 Jodi Laki-laki Serang, 23 Seprember 1997 14 Tahun Serang lama SMP Islam
103 Soleh Laki-laki Cirebon, 4 Agustus 1982 29 Tahun Cirebon SMP Islam
104 Sauna Perempuan Cirebon,25 November 1982 29 Tahun Cirebon SMA Islam
105 Fajar Laki-laki Cirebon, 5 Maret 2004 7 Tahun Cirebon SD Islam
106 Sandi Laki-laki Cirebon, 14 Mei 2010 1 Tahun Cirebon Belum Sekolah Islam
107 Barda Laki-laki Serang, 30 Januari 1971 40 Tahun Lebak SMP Islam
108 Nesih Perempuan Serang, 12 Mei 1970 39 Tahun Lebak SD Islam
109 Siti Sa’adah Perempuan Serang, 16 Februari 1996 15 Tahun Lebak SMP Islam
110 Saidi Laki-laki Serang, 21 Maret 1998 13 Tahun Lebak SMP Islam
111 Saiyah Perempuan Serang, 19 Juni2002 9 Tahun Lebak SD Islam
112 Kholid Laki-laki Serang, 22 Juni 2003 8 Tahun Lebak SD Islam
113 Nia Perempuan Serang, 20 April 2006 5 Tahun Lebak Belum Sekolah Islam
114 Sumiani Perempuan Serang, 2 Desember 2009 2 Tahun Lebak Belum Sekolah Islam
115 Mintar Laki-laki Serang, 26 Oktober1974 37 Tahun Cilegon SMA Islam
116 Minah Perempuan Serang, 6 September 1979 32 Tahun Cilegon SMP Islam
117 Amin Laki-laki Serang, 27 Agustus 1963 48 Tahun Cilegon SMP Islam
118 Yayi Perempuan Serang, 2 September 1966 45 Tahun Cilegon SD Islam
119 Suyono Laki-laki Serang, 14 April 1988 23 Tahun Cilegon SD Islam
120 Aminah Perempuan Serang, 20 Agustus 1992 19 Tahun Cilegon SD Islam
121 Waluyo Laki-laki Serang, 11 Mei 1997 14 Tahun Cilegon SMP Islam
122 Neneng Perempuan Serang, 10 Maret 2002 9 Tahun Cilegon SD Islam
123 Rizki Ramadani Perempuan Serang, 3 Januari 2008 3 Tahun Cilegon Belum Sekolah Islam
124 Rizkiawan Laki-laki Serang, 14 Maret 2010 1 Tahun Cilegon Belum Sekolah Islam
125 Sakir Laki-laki Serang, 12 April 1972 32 Tahun Lebak SD Islam
126 Syamsyiah Perempuan Serang, 17 Mei 1982 29 Tahun Lebak SD Islam
127 Ramdani Laki-laki Serang, 24 September 1999 12 Tahun Lebak SD Islam
128 Syifa Perempuan Serang, 10 April 2003 8 Tahun Lebak SD Islam
129 Supriah Perempuan Serang, 22 Januari 2004 7 Tahun Lebak SD Islam
130 Aziz Saputra Laki-laki Serang, 1 Oktober 2008 3 Tahun Lebak Belum Sekolah Islam
Lapak Windy Jaya 131 Acang Laki-laki Banten, 22 Mei 1970 41 Tahun Banten SMP Islam
132 Windy Perempuan Banten, 13 Agustus 2001 10 Tahun Banten SD Islam
133 Ending Laki-laki Serang, 28 Desember 1982 29 Tahun Lebak SMA Islam
134 Mustofa Laki-laki Serang, 12 Desember 1984 27 Tahun Lebak SD Islam
135 Wandi Laki-laki Jateng, 27 Maret 1986 25 Tahun Solo SD Islam
136 Husen Laki-laki Jateng, 19 September 1984 27 Tahun Solo SD Islam
137 Arya Laki-laki Jateng, 7 April 1986 25 Tahun Solo SMP Islam
138 Ono Laki-laki Jateng, 9 Juli 1975 35 Tahun Solo SD Islam
139 Ramsah Perempuan Jateng, 21 September 1978 33 Tahun Solo SD Islam
140 Ayu Perempuan Jateng, 10 Mei 1996 15 Tahun Solo SMP Islam
141 Anisa Perempuan Jateng, 13 Maret 2001 10 Tahun Solo SD Islam
142 Wawas Laki-laki Banten, 20 November 1982 29 Tahun Banten SMP Islam
143 Hendra Laki-laki Banten, 21 Agustus 1983 28 Tahun Banten SD Islam
144 Wartoyo Laki-laki Jateng, 7 April 1983 28 Tahun Indramayu SD Islam
145 Hasan Laki-laki Serang, 9 Juli 1989 22 Tahun Cilegon SMP Islam
146 Udin Laki-laki Serang, 28 April 1987 24 Tahun Cilegon SMA Islam
147 Wadi Laki-laki Serang, 11 Desember 1987 24 Tahun Cilegon SD Islam
Pedoman Wawancara
Nama :
Lapak :
Usia :
Jenis Kelamin :
1. Menurut bapak / ibu apa pengertian bimbingan agama bagi anak?
2. Menurut bapak / ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Mengapa?
3. Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
4. Kapan bapak / ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
5. Bagaimana respon anak–anak saat melakukan bimbingan agama pada anak ?
6. Apakah selain dirumah, anak bapak / ibu mengikuti pengajian / majlis ta’lim / TPA? Berapa
kali dalam 1 minggu?
7. Apakah tujuan yang diharapkan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama?
8. Metode apa yang digunakan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
9. Media apa saja yang digunakan bapak / ibu dalam melaksanakan bimbingan agama pada
anak?
Pedoman wawancara guru TPA
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
1. Bagaimana respon anak–anak dalam mengikuti pengajian yang di adakan di musala?
2. Bagaimana cara ibu dalam memotivasi anak untuk mengikuti pengajian?
3. Bagaimana hubungan para pemulung dengan warga pribumi?
4. Kapan para pemulung mulai ada / tinggal di kampung ini?
5. Bagaimana tanggapan bapak dengan adanya para pemulung di kampung ini?
6. Apakah pernah ada masalah antara pemulung dengan warga pribumi? kenapa?
7. Menurut bapak bagaimana kehidupan beragama para pemulung?
8. Apakah para pemulung sering mengikuti kegiatan–kegiatan keagamaan yang diadakan di
kampung ini?
Pedoman Wawancara Tokoh Agama
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
1. Kapan pemulung mulai tinggal di kampung ini?
2. Bagaimana kehidupan beragama pemulung?
3. Bagaimana pengaplikasian agama pemulung?
4. Bagaimana hubungan pemulung dengan warga pribumi?
5. Apakah pemulung sering mengikuti kegiatan keagamaan yang diadakan di kampung ini?
Pedoman Wawancara Tokoh Masyarakat
Nama :
Jenis Kelamin :
1. Bagaimana hubungan para pemulung dengan warga pribumi?
2. Kapan para pemulung mulai ada / tinggal di kampung ini?
3. Bagaimana tanggapan bapak dengan adanya para pemulung di kampung ini?
4. Apakah pernah ada masalah antara pemulung dengan warga pribumi?kenapa?
5. Menurut bapak bagaimana kehidupan beragama para pemulung?
6. Apakah para pemulung sering mengikuti kegiatan–kegiatan keagamaan yang diadakan di
kampung ini?
Transkip Wawancara
Nama : Siti Suryani
Lapak : Kembar Jaya
Usia : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
T: Apakah bapak / ibu mengerti bimbingan agama bagi anak?
J: Yaah yang saya tahu mah itu, harus sungguh–sungguh biar anak pinter agama biar ga
ngelawan orang tua.
T: Menurut bapak / ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Kenapa?
J: Penting, supaya ngerti agama dan supaya bisa jaga diri.
T: Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
J: Kadang itu mah bapaknya kalau sempet saya.
T: Kapan bapak / ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
J: Setiap menit, soalnya dia belom ngerti apa–apa gitu yah tapi dia banyak nanya. Nanya doa
makan kalau mau makan, kalau mau tidur nanya mah doa tidur gimana.
T: Bagaimana respon anak-anak saat melakukan bimbingan agama pada anak?
J: Nurut aja dia mah, kan masih kecil.
T: Apakah selain dirumah, anak bapak / ibu mengikuti pengajian / TPA?Berapa kali dalam 1
Minggu?
J: Ikut, di Musala. Rajin dateng kalau dia ga tidur, orang kadang dia mah minta sendiri mah
pengen ngaji minta gantiin bajunya.
T: Apakah tujuan yang diharapkan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama?
J: Supaya kalo dia punya ade bisa ngebimbing, bisa jaga diri, bisa juga buat tabungan nanti di
akhirat.
T: Metode apa yang digunakan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
J: Ngasih contoh ke dia tapi saya mah ga ngasih hukuman biarin aja dia mau gimana juga
namanya juga anak kecil.
T: Media apa yang bapak / ibu pakai dalam melaksanakan bimbingan agama?
J: Ada, Cuma kaset CD cinta rosul.
T: Apa faktor penghambat dalam bimbingan agama pada anak?
J: Dia sih ga susah ya k’ kan dia masih kecil jadi nurut – nurut aja.
T: Apa faktor pendukung dalam bimbingan agama pada anak?
J: Ikut ngaji di musala itu paling juga. Untung kaka di musala ada pengajian jadi anak–anak ada
kegiatan.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara
Nama : Darsih
Lapak : Yuda Jaya
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
T: Apakah bapak / ibu mengerti bimbingan agama bagi anak?
J: Ga ngerti, saya ngertinya nyuruh–nyuruh aja, nyuruh ngaji.
T: Menurut bapak / ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Kenapa?
J: Penting, biar bisa baca al–Qur’an, ngerti agama, ngaji, tau niat sholat.
T: Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
J: Kadang–kadang bapaknya, orang saya mah ga tau apa- apa sih ga ngerti huruf saya mah
blo’on. Biar bapak tiri juga bapak mah ke anak–anak mau gitu ngajarin ngaji abis magrib.
T: Kapan bapak / ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
J: Abis magrib, ama bapaknya pulang ngaji dari musala. Ngulang–ngulang ama bapaknya.
T: Bagaimana respon anak-anak saat melakukan bimbingan agama pada anak?
J: Nurut dia mah, ga ngelawan paling kalau dia lagi males aja susah. Tapi kalo kakaknya nih
susah banget dia mah disuruh belajar ngajinya emang sih orangnya diem.
T: Apakah selain dirumah, anak bapak / ibu mengikuti pengajian / TPA? Berapa kali dalam 1
Minggu?
J: Pengajian di musala aja tuh setiap hari kan.
T: Apakah tujuan yang diharapkan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama?
J: Yah saya mah pengen anak saya biar jadi Dokter pengen sukses jangan kaya saya terhina
banget. Makanya saya mikir gimana anak saya biar ngerti agama ama pendidikan.
T: Metode apa yang digunakan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
J: Saya kasih tau dia mah anaknya ikut-ikutan. Saya ga tau apa–apa kak paling saya suka
nasehatin ke anak, biar ga ikut-ikutan orang yang ga bener dan jangan kaya orang tuanya
bodoh.
T: Media apa yang bapak / ibu pakai dalam melaksanakan bimbingan agama?
J: Ga ada ga punya.
T: Apa faktor penghambat dalam bimbingan agama pada anak?
J: Susah diatur anak saya mah apalagi yang gede. Disuruh ngaji susah berantem terus ma kakak
nya.
T: Apa faktor pendukung dalam bimbingan agama pada anak?
J: Ikut ngaji di musala tuh, itu juga kalo di musala ga ada yang ngadain pengajian yaa paling
kluyuran aja. Paling yang ngajarin bapaknya, Alhamdulillah di musala di adain pengajian
gratis lagi.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara
Nama : Iin
Lapak : Kembar Jaya
Usia : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
T: Apakah bapak / ibu mengerti bimbingan agama bagi anak?
J: Yang saya tau biar anak ngerti agama ngerti kitab kuning jadi kyai atau ustad soalnya cita–cita
saya itu.
T: Menurut bapak / ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Kenapa?
J: Penting, biar nerusin cita–cita orang tua cita–cita saya kesampean tapi kalo dia nurut.
Makanya kalo dia ngerti agama tau yang bener yang salah dia bisa jadi ustad.
T: Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
J: Untuk sementara ini mah gurunya di musala yah k’ Oshin tapi kalo anak saya mah kan masih
kecil yah kita yang ngajarin.
T: Kapan bapak / ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
J: dia mah kan masih kecil jadi yah kalo waktunya ngaji kita anerin aja gitu ke musala paling
gitu.
T: Bagaimana respon anak–anak saat melakukan bimbingan agama pada anak?
J: Nurut aja dia kan masih kecil. Paling rewel aja kalo lagi ga mau ngaji.
T: Apakah selain dirumah, anak bapak / ibu mengikuti pengajian / TPA? Berapa kali dalam 1
Minggu?
J: Ikut, di Musala tapi yah namanya anak kecil kadang masuk kadang ngga.
T: Apakah tujuan yang diharapkan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama?
J: Tujuannya mah pengen anak saya bener gitu jadi ustad. Kan kalo jadi ustad pasti tau
agamanya, tau pengetahuannya terus ke orang tua juga kan sopan biar bisa doain orang tuanya
kalo udah ga ada. Yah pokoknya jadi anak sholeh lah.
T: Metode apa yang digunakan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
J: Saya ngajarin aksara, iqro. Saya sih ngasih nasehat paling kalo saya sholat saya ajak dia biar
dia biasa.
T: Media apa yang bapak / ibu pakai dalam melaksanakan bimbingan agama?
J: Ada, CD cinta rosul ama kisah Nabi–Nabi.
T: Apa faktor penghambat dalam bimbingan agama pada anak?
J: Ga ada hambatan sih K’, Anak saya mah masih kecil jadi kadang kita sendiri yang nganter
ngaji, yaah rajin–rajin kita nya aja sebagai orang tua.
T: Apa faktor pendukung dalam bimbingan agama pada anak?
J: Paling geh ikut ngaji di musala.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara
Nama : Damin
Lapak : Yuda Jaya
Usia : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
T: Apakah bapak / ibu mengerti bimbingan agama bagi anak?
J: Yaa paling ngedidik anak aja gitu ngasih tau agama kali yah gitu.
T: Menurut bapak / ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Kenapa?
J: Penting sih buat dia ntar gedenya yah biar punya pegangan, pinter ngaji tau agama.
T: Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
J: Ibu ama bapak tapi yah saya mah ga bisa ngaji neng ga tau paling juga saya mah ngaji kuping
dengerin aja makanya kalo ama anak–anak mah kita nyuruh–nyuruh aja biar dia pada rajin
berangkat ngajinya.
T: Kapan bapak / ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
J: Saya mah bawel banget neng ke anak tuh, paling ya waktunya ngaji saya suruh berangkat,
kalo solat Alhamdulillah sih anak saya mah rajin dia kadang juga Subuh dia mah yang
bangunin saya. Saya mah kadang gitu ya seneng banget dengerin anak saya adzan bangga gitu
kayanya.
T: Bagaimana respon anak–anak saat melakukan bimbingan agama pada anak?
J: Nurut aja sih.
T: Apakah selain dirumah, anak bapak / ibu mengikuti pengajian / TPA? Berapa kali dalam 1
Minggu?
J: Iya di musala anak saya pada ikut ngaji. Orang kata saya ya lah pada ngaji sono udah tinggal
berangkat doang kan ga bayar ya masa ga berangkat. Setiap hari sih ngajinya.
T: Apakah tujuan yang diharapkan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama?
J: Bapak pengennya gitu anak saya bisa pinter agama, bisa doain orang tua, jadi anak yang
sukses jangan kaya orang tuanya lah yang udah bodo ga sekolah emang dulunya juga saya
mah ga tau.
T: Metode apa yang digunakan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
J: Paling bapak mah nyuruh dia sih kalo waktunya ngaji apa apalah gitu udah kita suruh aja.
T: Media apa yang bapak / ibu pakai dalam melaksanakan bimbingan agama?
J: Ga ada neng ga punya lah gitu–gituan.
T: Apa faktor penghambat dalam bimbingan agama pada anak?
J: Saya mah ga punya apa–apa neng jadi ke anak tuh ngajarinnya pake omongan aja, nyuruh-
nyuruh. Paling anaknya suka susah di suruh ngajinya.
T: Apa faktor pendukung dalam bimbingan agama pada anak?
J: Ya paling ikut pengajian yang di musala.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara
Nama : Pipit
Lapak : Eli Jaya
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
T: Apakah bapak / ibu mengerti bimbingan agama bagi anak?
J: Saya taunya ngebimbing anak ke jalan yang bener, tau agama, tau baik buruk.
T: Menurut bapak / ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Kenapa?
J: Penting, kalo anak ga tau agama kan kasian. Buat pegangan dia nanti kalo udah besar.
T: Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
J: Orang tua.
T: Kapan bapak / ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
J: Saya ga pernah ngajarin sih kak, anak-anak saya suruh ngaji di musala aja.
T: Bagaimana respon anak -anak saat melakukan bimbingan agama pada anak?
J: Kalo anak-anak seneng ikut ngaji, soalnya banyak temen.
T: Apakah selain dirumah, anak bapak / ibu mengikuti pengajian / TPA? Berapa kali dalam 1
Minggu?
J: Dirumah ga pernah ngaji, anak-anak ikut pengajian di musala aja setiap sore.
T: Apakah tujuan yang diharapkan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama?
J: Pengen anak saya bisa lancer ngaji, dan membahagiakan orang tua.
T: Metode apa yang digunakan bapak / ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
J: Saya kasih contoh aja, kalo saya lagi solat saya ajak solat bareng.
T: Media apa yang bapak / ibu pakai dalam melaksanakan bimbingan agama?
J: Cuma punya CD kaset suka di puter ma anak saya si Nurma.
T: Apa faktor penghambat dalam bimbingan agama pada anak?
J: Kalo anak-anak males udah susah disuruh ngajinya.
T: Apa faktor pendukung dalam bimbingan agama pada anak?
J: Sekarang ada orang yang ngajar ngaji di musla jadi anak-anak tinggal belajar aja.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara
Nama : Pade
Lapak : Eli Jaya
Usia : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
T: Apakah Bapak / Ibu mengerti bimbingan agama bagi anak?
J: Apa ya, saya taunya ngedidik anak biar jadi pada tahu agama, pinter ngajinya, bagus
akhlaknya.
T: Menurut Bapak / Ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Kenapa?
J: Pentinglah kak, biar anak sopan ama orang tua, bisa ngenjalanin apa yang diperintahkan ama
agama.
T: Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
J: Sebenernya sih saya ama istri tapi saya ga bisa ngajarin agama. Saya ga terlalu ngerti agama
sebenernya kak. Paling kita serahin ke guru ngajinya aja kalo anak-anak tanya-tanya agama.
Kita mah sebagai orang tua mengarahkan aja waktunya ngaji ya ngaji.
T: Kapan Bapak / Ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
J: Setiap abis magrib sih saya biasain anak-anak ngaji walaupun cuma sebentar. Sambil
ngelancarin ngajinya, tapi kalo anak saya rajin dia solatnya. Kadang ga saya suruh.
T: Bagaimana respon anak – anak saat melakukan bimbingan agama pada anak?
J: Anak-anak saya mah Alhamdulillah nurut, paling kalo lagi kecapean anak-anak suka ngeluh.
T: Apakah selain dirumah, anak Bapak / Ibu mengikuti pengajian / TPA?Berapa kali dalam 1
Minggu?
J: Iya ikut pengajian dimusolah, haruslah kak harus ikut. siapa lagi yang ngasih dia ilmu kalo
bukan dari guru ngajinya. Orang tuanya ga bisa apa-apa, makanya saya ikutin aja anak-anak
ngaji. Gratis ini ka ga bayar.
T: Apakah tujuan yang diharapkan Bapak / Ibu dalam memberikan bimbingan agama?
J: Namanya orang tua kak pengennya anak lebih pinter dari orang tuanya. Alhamdulillah anak
saya nurut di suruh ngaji solat pada mau. Mudah-mudahan aja nanti pada jadi orang bener.
T: Metode apa yang digunakan Bapak / Ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
J: Paling saya suruh kalo udah waktunya ngaji saya suruh ngaji waktunya solat saya suruh solat.
T: Media apa yang Bapak / Ibu pakai dalam melaksanakan bimbingan agama?
J: Dirumah ada CD lagu-lagu solawatan.
T: Apa faktor penghambat dalam bimbingan agama pada anak?
J: Hambatannya paling kalo anak lagi kecapean kalo ga tidur siang. Kadang ga mau bangun jadi
ga ikut ngaji.
T: Apa faktor pendukung dalam bimbingan agama pada anak?
J: Ada guru yang ngajarin ngaji dimusolah, jadi ada yang ngajarin anak-anak ilmu agama. Kan
orang tua-orang tuanya disini juga ga tau agama.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara
Nama : Sayibi
Lapak : Bola Ais
Usia : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
T: Apakah Bapak / Ibu mengerti bimbingan agama bagi anak?
J: Bapak ga ngerti neng.
T: Menurut Bapak / Ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Kenapa?
J: Ngebimbing anak harus supaya ngerti baik buruk dan tau agama.
T: Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
J: Kuduna mah bapak ma ibu, tapi karena ga bisa bapak serahin aja ke guru ngajinya.
T: Kapan Bapak / Ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
J: Paling geh waktunya ngaji suka bapak suruh ngaji. Yaah paling gitu-gitu aja.
T: Bagaimana respon anak – anak saat melakukan bimbingan agama pada anak?
J: Namanya juga anak-anak udah dicerewetin juga yah masih suka bandel aja. Bapak udah
ngomel juga kadang kalo dia lagi ga pengen ngaji mah suka kabur maen.
T: Apakah selain dirumah, anak Bapak / Ibu mengikuti pengajian / TPA?Berapa kali dalam 1
Minggu?
J: Ada dimusolah tuh setiap hari abis ashar.
T: Apakah tujuan yang diharapkan Bapak / Ibu dalam memberikan bimbingan agama?
J: Tujuannya mah biar anak-anak bisa pinter ngaji. Bapak nih udah tua kalo-kalo ga ada umur
kan pengennya anak ntar bisa ngaji bisa doain orang tuanya.
T: Metode apa yang digunakan Bapak / Ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
J: Ges bapak merintah aja ke anak.
T: Media apa yang Bapak / Ibu pakai dalam melaksanakan bimbingan agama?
J: Ga punya neng bapak ga kepikiran beli gitu-gituan.
T: Apa faktor penghambat dalam bimbingan agama pada anak?
J: Yang bikin ngahambat tuh si anaknya ga bisa bener disurut nurut. Suka banget maen anak
bapak mah.
T: Apa faktor pendukung dalam bimbingan agama pada anak?
J: Gara-gara ada pengajian di musolah aja nih, anak-anak jadi ada kegiatan.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara
Nama : Acang
Lapak : Windi Jaya
Usia : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
T: Apakah Bapak / Ibu mengerti bimbingan agama bagi anak?
J: Yang saya tau itu buat ngebimbing anak jadi tau agama. Gitu aja kak saya taunya, hehe saya
lulusan SD jangan ditanya macem-macem saya ga bisa jawabnya.
T: Menurut Bapak / Ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Kenapa?
J: Penting, pengennya mah kak walaupun orang tuanya begini pengennya anak saya pinter ga
kaya orang tuanya. Pinter ngaji bisa doain orang tua.
T: Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
J: Guru ngajinya.
T: Kapan Bapak / Ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
J: Setiap sore ma guru ngajinya, tapi anak saya masih kecil jadi belom ikut ngaji.
T: Bagaimana respon anak – anak saat melakukan bimbingan agama pada anak?
J: Anak saya mah nurut sih, paling kalo siangnya maen apa tidur bangunnya suka males jadi ga
ikut ngaji.
T: Apakah selain dirumah, anak Bapak / Ibu mengikuti pengajian / TPA?Berapa kali dalam 1
Minggu?
J: Kalo anak-anak disini sih suka pada ikut ngaji tuh di musolah setiap sore. Kan ada guru yang
ngajarin ga bayaran lagi tinggal berangkat aja.
T: Apakah tujuan yang diharapkan Bapak / Ibu dalam memberikan bimbingan agama?
J: Yang saya bilang tadi, saya juga pengen anak saya lebih pinter dari saya kalo ada biaya
maunya disekolahin sampai tinggi.
T: Metode apa yang digunakan Bapak / Ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
J: Saya kasih contoh aja namanya juga anak kecil belom ngerti apa-apa, paling sambil saya ajak
belajar ngomong.
T: Media apa yang Bapak / Ibu pakai dalam melaksanakan bimbingan agama?
J: Ada tuh dirumah VCD, suka saya setelin CV lagu anak-anak.
T: Apa faktor penghambat dalam bimbingan agama pada anak?
J: Masih kecil belom tau apa-apa.
T: Apa faktor pendukung dalam bimbingan agama pada anak?
J: Dikasih contoh, orang dia masih kecil nurut-nurut ajalah.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara
Nama : Nesih
Lapak : Bola Ais
Usia : 39 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
T: Apakah Bapak / Ibu mengerti bimbingan agama bagi anak?
J: Apa yaah, mengarahkan anak, mendidik anak dengan ajaran agama. Biar anak ngerti agama, yang saya ngerti begitu kak bener apa salah saya ga tau yaah.
T: Menurut Bapak / Ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Kenapa?
J: Sebenernya penting sih, kalo ga dibimbing dari sekarang ntar gedenya susah. Kaya saya aja gitu udah tua gini mah kan mau belajar agamanya susah banyak aja halangannya.
T: Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
J: Kudunya sih orang tua, tapi saya sadar sih kak saya ga pernah ngebimbing anak saya. Bukan ga pernah, kurang ngebimbing gitu yaa bisnya saya nya juga suka sibuk nyari aja. Pas saya tau di musolah ada pengajian gratis udah deh saya suruh anak saya ikut lumayan juga buat kegiatan dia dari pada maen aja.
T: Kapan Bapak / Ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
J: Jujur aja saya mah ke kakak nih, saya kurang atau mungkin ga pernah ngebimbing-bimbing kaya yang kakak maksud. Tapi kalo merhatiin masalah kasih sayang, makan, pakaian, uang jajan si anak saya perhatiin banget dah kak.
T: Bagaimana respon anak – anak saat melakukan bimbingan agama pada anak?
J: Kaya yang sering kakak liat aja, anak-anak mah gitu kalo lagi pengen ngaji yah dia berangkat sendiri. Untungnya ya dia mau sendiri ga pernah ampe saya omelin suruh ngaji. Paling dia ga berangkat kalo siangnya dia tidur, kan bangunnya sore.
T: Apakah selain dirumah, anak Bapak / Ibu mengikuti pengajian / TPA?Berapa kali dalam 1 Minggu?
J: Dirumah ga pernah ngaji sih kak, Cuma kalo di musolah aja. Abisnya dirumah ga ada yang ngajarin, siapa yang ngajarin saya juga ga bisa. Jujur aja saya mah ama kakak.
T: Apakah tujuan yang diharapkan Bapak / Ibu dalam memberikan bimbingan agama?
J: Tujuannya mah bagus kak walaupun kayanya ga mungkin. Saya ga bisa apa-apa juga biarin yang penting anak saya pinter ngajinya, sopan ke orang tua, yang penting kalo saya ga ada anak saya bisa kirim doa buat saya.
T: Metode apa yang digunakan Bapak / Ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
J: Yaaah kak saya cuma modal nyuruh-nyuruh aja. Waktunya solat, sekolah atau ngaji saya ingetin paling hayo ngaji, hayo solat. Saya mah ga bisa galak ke anak, suka ga tega.
T: Media apa yang Bapak / Ibu pakai dalam melaksanakan bimbingan agama?
J: Kebetulan suami saya bisa bener-benerin TV, radio, VCD apa semacemnya gitu. Kadang dirumah suka saya puterin CD, apa film anak-anak.
T: Apa faktor penghambat dalam bimbingan agama pada anak?
J: Kayanya ini mah sayanya dah kak yang bikin ngehambat, orang sayanya yang ga bisa apa-apa jadi gimana saya mau ngajarin ke anak saya. Bener ga tuh kak??
T: Apa faktor pendukung dalam bimbingan agama pada anak?
J: Pendukungnya ya gara-gara ada yang ngajar ngaji di musolah jadi anak-anak pada ada kegiatan dan nambah ilmu agama.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara
Nama : Ramsah
Lapak : Windi Jaya
Usia : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
T: Apakah Bapak / Ibu mengerti bimbingan agama bagi anak?
J: Yaa pokoknya ngedidik anak, ngebimbing anak biar baik.
T: Menurut Bapak / Ibu pentingkah bimbingan agama bagi anak? Kenapa?
J: Penting sih kak, kalo ga di bimbing apa di didik tar ga tau sopan santun, ga tau mana yang
baik, begitukan kak.
T: Siapa yang melaksanakan bimbingan agama di rumah pada anak?
J: Seharusnya saya, hehehe tapi karena orang tuanya ga bisa saya serahin aja ke gurunya.
T: Kapan Bapak / Ibu melaksanakan bimbingan agama pada anak?
J: Jujur nih ya kak jujur, saya ga pernah ngajar-ngajarin anak ngaji. Ngajinya saya juga masih
acak-acakan kak tau sendiri kan.
T: Bagaimana respon anak – anak saat melakukan bimbingan agama pada anak?
J: Ngikutin aja si kayanya, nurut aja.
T: Apakah selain dirumah, anak Bapak / Ibu mengikuti pengajian / TPA?Berapa kali dalam 1
Minggu?
J: Ikut pengajian aja di musala setiap hari, ga ada lagi deh. Mau ikut-ikut yang lain bayar mahal
lagi.
T: Apakah tujuan yang diharapkan Bapak / Ibu dalam memberikan bimbingan agama?
J: Tujuan saya pengennya ni anak bisa lebih pinter dari saya terutama agamanya. Kan enak tuh
kalo pinter bisa doain orang tuanya.
T: Metode apa yang digunakan Bapak / Ibu dalam memberikan bimbingan agama pada anak?
J: Apa yaa paling ini sih kak saya sering kasih contoh biar dia bisa langsung ngikutin saya,
namanya juga anak kecil dikasih tau ini itu belom ngerti.
T: Media apa yang Bapak / Ibu pakai dalam melaksanakan bimbingan agama?
J: Ga punya kak.
T: Apa faktor penghambat dalam bimbingan agama pada anak?
J: Susahnya kalo lagi rewel, biasanya kalo kata dia ga mau, ga mau.
T: Apa faktor pendukung dalam bimbingan agama pada anak?
J: Enaknya anak saya masih kecil disuruh ikut-ikut pengajiannya gampang. Liat temen-
temennya aja pada ngumpul di musala pasti pengen ikut.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara Guru TPA
Nama : Nursa’adah
Jabatan : Sebagai guru TPA di musala Lapak
Jenis Kelamin : Perempuan
T : Bagaimana respon anak–anak dalam mengikuti pengajian yang diadakan di musholah?
J : Cukup baik, semangatnya baik saking semangatnya, antusiasnya belajar ngajinya bada Ashar
jam 2 / 3 udah datang. Jumlah anak–anaknya pun tambah meningkat ada 75 anak. Yang
paling diutamakan adalah Ashar berjama’ah, akidah digembleng, dan akhlak di tanamkan
sejak dini. Tapi yah mudnya anak–anak naik turun. Kita harus punya trik sendiri. Biar
gimana ngaji itu ga di paksa tapi dari keinginan mereka sendiri. Kita ngadain seminggu
sekali acara makan bersama setiap Jum’at, berkebun menanam labu, ubi ketela, dan jagung.
Agar mereka senang dan tertarik.
T : Bagaimana cara Ibu dalam memotivasi anak–anak untuk mengikuti pengajian?
J: Kadang memang susah yah, mereka (anak-anak) itu sudah kenal uang jadi mereka
menganggap ngaji ga menarik lebih menarik itu ngemis, dapet uang banyak. Pinter–pinter
kitanya aja gimana ngebujuk anak–anaknya. Kita datengin ke rumah–rumahnya, ajak shering
kenapa ga ngaji, dan kasih pemahaman ke orang tuanya biar ngajak anak–anak mereka ikut
ngaji.
T : Bagaimana hubungan para pemulung dengan warga pribumi?
J : Biasa aja sih, pada cuek–cuek aja. Soalnya orang pemulung ma orang sini pada masing–
masing. Sebagian dari orang sini beranggapan bahwa pemulung itu orang yang mampu. Di
kampungnya punya sawah dan rumah, jadi rumah yang disini cuma jadi tempat sementara
buat cari rezky.
T : Kapan para pemulung mulai ada / tinggal di kampung ini?
J : Wah, kapan yah. Udah lama banget sih pastinya kapan kakak lupa. Mungkin 5 tahunan lebih
kali yah.
T : Bagaimana tanggapan Ibu dengan adanya para pemulung di kampung ini?
J : Pada dasarnya mereka sama–sama manusia ciptaan Tuhan, sama–sama pengen hidup layak
mungkin karena ada sebagian orang yang menganggap menjijikan, terhina. Kalo dari
baiknya, tadinya buang sampah sembarangan sekarang ada yang mulungin dan ternyata
memanfaatkan sampah itu bisa jadi emas. Dengan adanya pemulung kalo menurut kakak
pribadi, jadi saya ada kegiatan tadinya cuma pagi ngajar sekarang sorenya bisa berbagi ilmu
ngajar ngaji di musholah. Kita juga bisa berbagi risky dan membantu anak–anak.
T : Apakah pernah ada masalah antara pemulung dengan warga pribumi asli?
J : Pernah ada, masalah jalan belom lama ini sih. Pemulung kan sering di datengin ma orang–
orang bermobil, intelek, dan donator. Jadi ada semacam kecemburuan sosial dari warga
pribumi. Padahal kalo diliat dari status ekomoninya pemulung dan warga pribumi sama–
sama menengah kebawah. Kenapa pemulung aja yang di perhatiin.
T : Menurut Ibu bagaimana kehidupan beragama para pemulung?
J : Relatif berpariasi, ada yang sholatnya rajin, ada yang belang–belang. Soalnya kesadaran
agama mereka masih kurang dan bahkan belum mucul. Kan kalo kesadarannya besar mereka
ga mungkin mulung dan ngemis.
T : Apakah para pemulung sering mengikuti kegiatan–kegiatan keagamaan yang diadakan di
kampung ini?
J : Undangan sih selalu ada kita mengundang mereka. Tapi mereka ga ada yang dating,mungkin
mereka minder sendiri. Sebenernya sih ibu RT / pak RT menyambut baik kalo pengen ngaji
di lingkungan sini. Di musholah lapak juga ada pengajian ibu–ibu malem selasa dan bapak–
bapak malem jum’at. Walaupun di lapak ada pengajian juga tetep aja jarang yang pada
dateng.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara Tokoh Agama
Nama : Bapak Darwi
Jabatan : Sebagai Tokoh Agama
Jenis Kelamin : Laki-laki
T : Kapan pemulung mulai tinggal di kampung ini?
J : Kayaknya sih neng udah 10 tahunan, bapak lupa tapi segitulah tahun 2000an. Dulu cuma
sedikit yang tinggal disini, ga kaya sekarang udah acak-acakan banyak bener.
T :Bagaimana kehidupan beragama pemulung?
J : Yaaa yang bapak liat mah dia begitu sih. Kalo masalah agama bapak ga yakin dia ngejalanin.
Pan sekarang gini aja, kalo dia solat, tau agama ga mungkin dia pada ngemis ampe anak-
anaknya disuruh ikut ngemis.
T : Bagaimana pengaplikasian agama pemulung?
J : Pokoknya yaa yang bapak liat dia ga ngamalin agama dengan baiklah, paling juga cuma
nyuruh anak-anaknya aja pada ngaji tuh di si Nur (Oshin). Selebihnya bapak ga tau apa dia
solat atau ngaji tapi bapak yakin ngga. Orang-orang kaya gitu paling mikirinnya nyari duit
buat makan.
T : Bagaimana hubungan pemulung dengan warga pribumi?
J : Hubungannya biasa-biasa aja setau bapak mah. Pada masing-masing aja.
T : Apakah pemulung sering mengikuti kegiatan keagamaan yang di adakan di kampung ini?
J : Kaga pernah ga, ga pernah. Padahal mah kita sebagai orang sini yaa terbuka aja kalo dia mau
ikut. Namanya juga buat kebaikan buat agama terbuka aja kita mah.
Responden Pewawancara
( ) ( )
Transkip Wawancara Tokoh Masyarakat
Nama : Rozani Zein
Jabatan : Sebagai Tokoh Masyarakat
Jenis Kelamin : Laki- laki
T : Bagaimana hubungan para pemulung dengan warga pribumi?
J : Selama ini baik–baik aja masih aman terkendali. Koordinasi pasti, klo ada masalah ma anak
buah kadang minta tolong ma kita. Silaturahmi yang terjalin memang yang lebih aktif kita
yang datang ke mereka. Karena kita selaku keamanan setiap malem setiap hari kita keliling,
dan kalo ada apa–apa mereka juga suka kasih laporan ke saya. Mereka juga tetep ikut iuran
kebersihan dan keamanan, jadi mereka juga ada kontribusinya ke RT.
T : Kapan para pemulung mulai ada/ tinggal di kampung ini?
J : Wah yang pasti saya lupa. Udah lama banget sih ya, kira–kira 10 / 8 tahunan. Pertama–tama
tuh cuma satu–satu lama kelamaan jadi tambah banyak. Dulu mah kan cuma sedikit jadi
belum terasa imbasnya atau belum ada masalah. Tapi lama–lama banyak yah mulai ada juga
masalah–masalah yang muncul. Dan kita juga ga tau kan kalo bakal jadi banyak begini.
T : Bagaimana tanggapan Bapak dengan adanya para pemulung di kampung ini?
J : Kalo kita boleh melarang mereka tinggalnya jangan di tengah–tengah kampung begini tapi di
tempat terpencil aja. Biar bagus juga buat lingkungan, jadi ga banyak nyamuk, dan mungkin
malah bisa mengurangi keributan.
T : Apakah pernah ada masalah antara pemulung dengan warga pribumi?
J : Masalah yang sering timbul itu antara bos dengan anak buah atau persaingan antar bos–bos.
Misalnya anak buahnya pindah ke lapak lain, anak buah kabur masih punya utang atau anak
buahnya susah diatur sering bikin masalah mabok, ribut–ribut atau berantem. Kalo mbak ga
percaya ntar malem lewat dah tuh di pinggir kali jam 8an juga udah ada yang pada
nongkrong pake anting, tindikkan dimana–mana, sambil bawa botol minuman. Ada juga
masalah di pendataan yang ga maksimal. Bos–bosnya kurang aktif kalo masalah laporan data
anak buahnya. Padahal semua bosnya kenal ma pihak kita (keamanan). Kalau masalah ke
warga sini juga ada, misalnya tanah, jalan, sampah atau kecemburuan sosial. Kadang mereka
juga kurang ngertiin gitu yah sebagai pendatang buang sampah masih suka seenaknya aja
hujan dateng, banjir jadi ribut ma warga sini. Ada juga biasanya orang–orang bule atau dari
LSM mana gitu dateng ngasih santunan atau sembako parkir mobilnya di mana. Orang
sininya kurang terima, padahal yang warga sini juga masih perlu bantuan ga jauh beda ama
pemulung. Dia dating tanpa izin lingkungan, ga ada koordinasi dari LSM ke kita sebagai
keamanan lingkungan. Maksudnya gini yah neng kalo dia ada apa–apa di sini di bunuh atau
mobilnya ada yang jailin kalo dia ga lapor kita ga tanggung jawab. Paling juga ada jatah
preman biasanya yang maintain anak–anak sini yang nganggur.
T : Menurut Bapak bagaimana kehidupan beragama para pemulung?
J :Rata–rata Islam. Tapi yah orang begitu mah pasti kamu juga udah tahu sendiri kan.
Pemahaman agamanya masih belum mendalam jadi penerapan akhlak, akidahnya juga masih
kurang. Logikanya kalomereka paham agama ga mungkin juga mereka minta–minta mulung.
T : Apaka para pemulung sering mengikuti kegiatan–kegiatan keagamaan yang diadakan di
kampung ini?
J : Ga ada sih yang ikut, kan di lapak juga ada musholah mereka juga pada ngaji di situ. Tapi
dari kita mah undangan sering ngajak mereka. Ibu RT juga kalo ada apa–apa posyandu atau
pengajian pasti ngasih tahu.
Responden Pewawancara
( ) ( )