jurusan pendidikan agama islam fakultas ilmu...
TRANSCRIPT
KONSEP ETIKA GURU DAN MURID MENURUT BUYA HAMKA DAN KH.
HASYIM ASY’ARI STUDI KOMPARATIF
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk
Memenuhi Salah Satu Sayarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Di susun oleh :
AL ARIFURRAHMAN
NIM: 1113011000029
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT Yang
telah memberikan segala kenikmatan, kesabaran, kekuatan, ketabahan serta karunia dan
rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan
pengikutnya.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bpk. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. (Periode 2014-2019) dan Dr. Sururin M.Ag
(Periode 2019-2023)Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(Periode 2014-2018) dan Drs. Abdul Haris, M.Ag (Periode 2019-2023) Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Marhamah Shaleh, Lc. MA(Periode 2014-2019) dan Drs. Rusdi Jamil, M. Ag
(Periode 2019-2023) Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (Periode 2014-
2018) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Muhammad Sholeh Hasan, Lc, MA. Dosen pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan saran dan masukan yang berarti dalam masalah akademik
untuk penulis.
5. Bapak Dr. Akhmad Shodiq, MA. Dosen Pembimbing yang telah membimbing,
mendidik, memberikan saran dan motivasi, serta mengarahkan penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Universitas Islam Negeri, Staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan
FITK atas segala ilmu ikhlasnya, mendidik, memberi masukan, bantuannya.
Semoga apa yang telah diberikan menjadi keberkahan.
7. Kedua Orangtuaku tercinta, Bapak Suardi ,Mamak Rosnaini (almh) dan Bunda
Nurlaela yang tak henti-hentinya memberikan dukungan, do’a, pengorbanan,
perjuangan serta semangat hingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
8. Abangku Al Akhzari dan Adik-adikku tersayang, Amirullah, dan Salsa Sabila yang
telah memberikan semangat, dukungan, beserta do’a.
9. Sahabat-sahabat kosan An Nubala, Ali Amri Pasaribu, Alpen Nambri,
Abdurrahman, dan Fauzi, terimakasih atas segala canda, tawa, airmata, dukungan,
dan mimpi-mimpi yang akan kita wujudkan dikemudian hari. Thanks for
everything, guys!
10. Sahabat PAI A 2013 dan seluruh keluarga besar PAI 2013 yaitu teman-teman
seperjuangan dalam mewujudkan mimpi terimakasih atas dukungan Doa, dan
bantuannya.
11. Seluruh Guru, Staf dan Karyawan SMK Islam Ruhama yang telah memberikan
banyak ilmu dan pengalaman kepada saya, Saya ucapkan banyak terimakasih atas
Doa dan Motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Dan kepada seluruh pihak yang pernah penulis kenal, yang tak bisa disebutkan satu-
persatu.
Akhir kata, semoga amal baik yang telah membantu membimbing, megarahkan dan
Menginspirasi Penulis dapat dicatat Allah Sebagai Amal Baik dan diberikan pahala yang
berlipat-lipat ganda dan apa yang penulis usahakan ini dapat menjadi sesuatu yang
bermanfaat. Aamiiin....
Ciputat, 15 Februari 2019
Al Arifurrahman
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................
A. Latar Belakang ............................................................................................
B. Identifikasi Masalah ....................................................................................
C. Pembatasan Masalah ...................................................................................
D. Perumusan Masalah ....................................................................................
E. Tujuan Penelitian ........................................................................................
F. Manfaat Penelitian ......................................................................................
BAB II KAJIAN TEORI ....................................................................................................
A. Akhlak .........................................................................................................
1. Pengertian Akhlak ...........................................................................
2. Akhlak dan Pendidikan ...................................................................
3. Macam-macam Etika ......................................................................
B. Pengertian Guru ..........................................................................................
C. Pengertian Murid ........................................................................................
D. Hasil Penelitian Yang Relevan ...................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...........................................................................
A. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................................
B. Metode Penelitian .......................................................................................
C. Fokus Penelitian ..........................................................................................
D. Prosedur Penelitian .....................................................................................
1. Pendekatan Penelitian .....................................................................
2. Instrumen Penelitian .......................................................................
3. Teknik Pengumpulan data ...............................................................
4. Teknik Analisis Data.......................................................................
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................................
A. Buya Hamka................................................................................................
1. Biografi Buya Hamka .....................................................................
2. Riwayat Pendidikan Buya Hamka ..................................................
3. Karya-Kaya Hamka ........................................................................
4. Pemikiran Hamka Tentang Akhlak Guru dan Murid ......................
B. KH. Hasyim Asy’ari ...................................................................................
1. Biografi KH. Hasyim Asy’ari .........................................................
2. Riwayat Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari ......................................
3. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari ..................................................
4. Pemikiran Hasyim Asy’ari tentang Akhlak guru dan murid ..........
C. TEMUAN HASIL KOMPARATIF ............................................................
1. Persamaan .......................................................................................
2. Perbedaan ........................................................................................
BAB V PENUTUP .............................................................................................................
A. Kesimpulan .................................................................................................
B. Persamaan dan Perbedaan ...........................................................................
C. Saran-saran ..................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Bimbingan Skripsi
2. Uji Refrensi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam beberapa tahun terakhir beberapa kasus tentang pelanggaran tata tertib
sekolah yang berujung kepada kekerasan terhadap murid maupun guru sangat sering
terjadi. Harusnya hal tersebut bisa dihindari bila disikapi dengan bijak dan dengan hati
yang dingin. Karena hal kekerasan tersebut bisa saja mengarah kepada perilaku yang lebih
buruk lagi dan merugikan pihak yang terkait, baik guru maupun siswa itu seniri. Hal
kekerasan atau perilaku yang tidak baik tersebut sangat mungkin apabila menyikapi dengan
hal yang Bijak.
Etika merupakan hal yang sangat berperan penting dalam kehidupan kita sehari-hari.
Karena dari Etika akan menentukan sikap kita baik ataukah buruk. Dan terbagi menjadi 3,
yang pertama adalah Etika Normatif yaitu Etika yang menunjukan Perilaku Ideal sikap
yang kedua adalah Etika Deskriptif, adalah Etika yang menunjukan sikap yang dilakukan
harus ideal,. Bicara tentang Etika tidak akan lepas yang dari namanya Akhlak, sebutan
akhlak bagi orang yang berada di Islam. Walaupun ada beberapa yang ciri khusus yang
membedakan antara akhlak dan Etika.
Dari sini kita harus melihat dari kacamata agama, lebih khusus yaitu tokoh-tokoh
yang berkaitan dengan etika atau Akhlak itu sendiri, salah satunya adalah Buya Hamka,
salah satu tokoh yang terkenal dengan berbagai tulisannya baik berkaitan dengan umum
dan agama, dan yang kedua adalah KH. Hasyim Asy’ari beliau juga merupakan ulama yang
terkenal di indonesia dan sudah menulis banyak kitab yang menjadi acuan penulis untuk
mengambil kedua tokoh tersebut.
Pengertian Etika segi Etimologi (ilmu asal-usul kata) etika berasal dari bahasa yunani
, Ethos yang berarti watak, kesusilaan, adat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia etika
diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas Akhlak (moral) dari pengertian kebahasaan
ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan tingkah laku manusia.
Adapun dari segi istilah ada beberapa ungkapan berbeda beda mengenai pengertian
etika sesuai dengan sudut pandangnya. Salah satunya Ahmad Amin misalnya mengartikan
etika adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan apa yang harus dituju manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya di
perbuat1.
Etika dan ilmu akhlak tidak bisa dipisahkan, istilah etika dan ilmu akhlak sama bila
ditinjau dari fungsinya. tetapi bila ditinjau dari sumber pokoknya, maka tentu keduanya
berbeda, dimana etika bersumber dari filsafat Yunani, tetapi ilmu akhlak bersumber dari
al-Quran dan hadits meskipun penulis muslim sering menggunakan etika dalam
mengungkapkan perkataan ilmu akhlak, namun tidak berarti bahwa sumber pokok
keduanya sama.2
1 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2009), Cet ke-5, hal. 89-91
2 Mahjudin, Akhlak Tasawuf 1, (Jakarta : Kalam Mulia, 2009), hal. 9
2
Walaupun banyak dianggap sama oleh banyak orang, tetapi Akhlak dan Etika
mempunyai perbedaan yang sangat mendasar. Perbedaan akhlak dengan moral dan etika dapat
dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang di gunakannya. Standar
baik dan buruk akhlak berdasarkan al-Quraan dan as-Sunnah, sedangkan moral dan etika
berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat. Jika masyarakat
menaggap perbuatan itu baik maka baik pula niali perbuatan itu.3
Mengajar merupakan tugas mulia apabila dilakukan dengan baik dan sesuai dengan
ketentuan. Dimana guru sebagai pembimbing yang mengarahkan peserta didik untuk
mendapatkan ilmu yang akan bermanfaat bagi masa depannya. Selain ilmu guru juga
menanamkan nilai-nilai karakter yang baik bagi peserta didik, melalui cara mengajar guru
tersebut sebagai teladan yang baik bagi peserta didiknya.
Menurut zailani Mengajar adalah sikap yang terpuji. Dalam perspektif Islam, seorang
yang mengajar harus mengikutkan nilai, secara langsung terintegrasi dalam proses mengajar.
Sama dengan etika belajar di atas. Keteladanan mengajar menjadi bagian yang tidak
terpisahkan. Etika apa saja yang menjadi nilai fundamental yang harus dimiliki seorang
pengajar hal yang menarik untuk dibahas.4
Menurut Abdullah Nasih Ulwan di dalam tulisannya, Keteladanan dalam pendidikan
adalah metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan
membentuk aspek moral dan etika social anak mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik
dalam pandangan anak, yaitu dalam hal sikap dan prilakunya maka disadari ataupun tidak, hal
iniakan ditiru oleh anak-anak, bahkan segala perkataan sikap dan perbuatan pendidik akan
selalu tertanam dalam kepribadian anak.5
Peranan guru jelas sesuatu yang sangat penting dalaam pembelajaran . karena guru disini
bertugas menyampaikan Ilmu atau pelajaran dengan baik agar bisa diserap dengan mudah oleh
peserta didik. Selain itu guru juga mempunyai banyak tugas yang harus dilakukan selain
menyampaikan pengetahuan seperti menilai perkembangan peserta didik sesuai dengan
kemampuannya dan untuk perbaikan pembelajaran. sebagaimana yang ada di dalam
permendikbud tentang penilaian.
Penilaian menurut definisi PP 19 adalah standar Nasional pendidikan yang berkaitan
dengan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
3 Khozin, Khazanah Pendidikan Islam, (Bandung :Rosdakarya, 2013), hal. 139 5 Abdullah Nasih Ulwan, Ensiklopedia pendidikan AKHLAK MULIA panduan mendidik anak menurut metode islam, ( Jakarta : Lentera abadi, 2012), jilid 7, h. 30
3
Dengan demikian penilaian lebih terfokus pada penilaian hasil belajar peserta didik. Dengan
berbagai macam tugas yang diberikan oleh guru akan mengkur kemampuan kognitif peserta
didik.6
Etika guru dan etika murid adalah sesuatu hal yang harus ada dalam pembelajaran. Agar
pembelajaran yang dilakukan berjalan dengan baik dan tercapai tujuannya. Apabila anak didik
bergaul dengan guru dengan adab atau etika yang baik maka itu tidak menjadi masalah tetapi
apabila anak didik tersebut berprilku tidak baik maka hal itu yang akan menganggu guru dan
proses pembelejaran. Terlebih lagi apabila guru tersbut yang tidak mempunyai etika atau
berprilaku tidak sopan kepada muridnya.
Tidak bisa kita hindari Indonesia memasuki zaman dimana media dan teknologi berkembang
yang disebut era globalisasi. Berbagai macam informasi dan peristiwa menyebar begitu cepat melalui
media. Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan anak yang tidak bisa lepas dari media, apalgi bila
tidak dikontrol maka ia akan meniru segala macam yang dilihatnya dari media. Dengan pengawasan
yang minim maka sangat rentan bagi mereka untuk tidak terhindarkan dari hal tersebut.
Belakangan ini juga kita telah banyak melihat di media berbagai macam hal yang tidak
seharusnya dilakukan oleh guru ataupun murid dilakukan ini mencoreng wajah pendidikan di
Indonesia. Banyak media cetak ataupun media televisi yang memberitakan bahwa guru melakukan hal
yang tidak sopan kepada muridnya, seperti memukul ataupun tindakan keras yang lainnya. Tidak mau
kalah muridpun kadang melakukan hal ynag tidak seharusnnya dilakuan seperti berkata kasar,
menghina dan lain-lain. Hal itu disebabkan karena kurangnya pemahaman yang baik mengenai etika
dari kedua belah pihak.
Salah satu kasus yang Menunjukan kurangnya etika murid terhadap guru terjadi adalah
pengroyokan guru yang belum lama ini tejadi di Indonesia tepatnya di kota Makasar pada bulan
Agustus 2016, hal ini terjadi karena sang guru memukul si murid akhirnya terjadilah balas dendam
karena murid tidak terima dianiaya, memanggil orangtuanya. orangtuanya datang dan hendak
mengadukan ke kepala sekolah tetapi kepala sekoalah dan wakil tidak ada, sehingga balik lagi lah orang
tua murid tersebut, ketika di lorong sekolah orang tua murid berpapasan dengan guru yang memukul
anaknya tetapi ketika ditanya sang guru hanya menjawab kenapa, maka terjadilah pemukulan.7
Perbuatan tersebut termasuk sifat dari anak yang tidak bisa mematuhi hukum, karena sifat
berontak mereka terhadap aturan yang dibuat oleh pihak sekolah. Perbuatan tersebut disebut delinkuen
apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan norma yang ada pada masyarakat di mana dia hidup.8
6 Choirul Fuad Yusuf, Peraturan dan Perundangan-undangan Pendidikan Agama pada Sekolah, ( Jakarta :Pena Cita Satria, 2008), hal. 103 7 Simomot.com/2016/08/12/begini-curhat-lengkap-adnan-achmad-setelah-mengeroyok-guru-anaknya, di akses pada 27 februari 2017 pukul 12.30 8 Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta:Rineka Cipta, 1995), h. 114
4
Kenakalan tersebut biasanya terjadi akibat pergaulan sehari-hari mereka, Menurut Paulus
Hadisuprapto Reaksi terhadap perilaku delinkuensi ini utamanya berasal dari masyarakat sekitarnya
yang berhasil diungkap dari pengakuan informan penelitian. Masyarakat sekitarnya dalam hal ini ialah
kalangan orang tua, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat termasuk tokoh agama masyarakat di
lokasi penelitian. Reaksi masyarakat terhadap para remaja informan penelitian yang berperilaku
menurut persepsi informan penelitian sebagai perilaku biasa dan diperbuat berulang-ulang, ternyata
kalau dikaji secara kepatutan dan kelayakan termasuk perilaku yang tidak seharusnya diperbuat para
remaja, namun demikian karena satu dan lain hal, tampaknya masyarakat sekitar para informan
penelitian tidak memberikan reaksi berupa pencelaan atau sejenisnya.9
Jika ditinjau dari bermulanya, dapat terjadi keduanya saling menunjang dan
memperkembangkan yaitu antara delinkuen sosiologis dan individual. Dalam kaitan ini kita jumpai
seorang anak menjadi delinkuen bermula dari keadaan item keluarga yang kemudian dikembangkan
dan ditunjang oleh pergaulan. Akan tetapi tidak jarang pula seorang anak menjadi delinkuen justru
karena meniru perbuatan kawan-kawan sebayanya, kemudian didukung dan berkembang di keluarga.10
Belum lagi guru yang melakukan kekerasan kepada muridnya, salah satu contoh kasusnya yang
terjadi pada tahun 2013, yaitu seorang guru yang menendang muridnya. Kekerasan itu bermula saat R
memnghukum 5 muridnya yang kelas VI karena telat mengikuti pelajarannya. R kemudian
menghukum murid tersebut dengan scot jump, menendang, dan megeluarkan umpatan. Akibatnya
beberapa murid mengalami luka lebam di kaki. Komisi perlindungan anak Indonesia menilai kekerasan
tehadap murid hanaya akan melahirkan kekerasan baru di masa yang akan datang.11
Kasus di atas adalah salah satu contoh dimana tidak adanya etika guru dalam mengajar dan murid
juga tidak ada etika terhadap gurunya. Seharusnya menghukum dengan cara yang lebih mendidik. Dan
harus memperhatikan kondisi anak didik hukuman apa yang seharusnya di berikan dan tidak
sembarangan karena mereka mempunyai karakter yang berbeda.
Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda dilihat dari segi kecerdasan , pembawaan, dan
wataknya. Diantara mereka ada yang berwatak tenang. Ada juga yang berwatak keras tergantung faktor
keturunan dan faktor lingkungan , pertubuhan individu dan pendidikan.12
Kasus diatas adalah salah satu contoh dimana tidak adanya etika guru dalam mengajar dan murid
juga tidak ada etika terhadap gurunya.seharusnya menghukum dengan cara yang lebih mendidik. Dan
harus memperhatikan kondisi anak didik hukuman apa yang seharusnya di berikan dan tidak
sembarangan karena mereka mempunyai karakter yang berbeda.
9 Paulus Hadisuprapto, “Studi Tentang Makna Penyimpangan Perilaku Di Kalangan Remaja” Jurnal
Kriminologi Indonesia Vol 3, No. III, September 2004 10 Ibid., h. 15 11 M.detik.com/news/berita/2166272/guru-tendang-murid-di-depok-kpai-atasnama-apapun-tidak-dibenarkan. Di akses pada tanggal 8 agustus 2017 pada pukul 11.17
12Abdullah Nasih Ulwan, Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia Panduan Mendidik Anak Menurut Metode Islam, (Jakarta: Lentera abadi, 2012), Jilid 8, h. 53
5
Sebelum melakukan hukuman hendaknya pendidik menegur terlebih dahulu sebagai peringatan
apabila mengulang kesalahan lagi barulah memberinya hukuman memberinya hukuman juga tidak
sembarangan haris melihat kondisi anak dan lain sebagainya.13
Semua cara itu harus dipakai oleh pendidik. Sebelum menggunakan cara hukuman yang
mungkin akan memberikan hasil yang efektif dalam meluruskan penyimpangan anak, meningkatkan
derajat moral ddan sosialnya dan membentuk pribadi yang seutuhnya. Karena seperti yang dikatakan
imam Ghazali, bahwa penddik itu ibarat dokter, jika dokter dilarang mengobati orang sakit dengan
suatu pengobatan, karena dikhawtirkan akan menimbulkan efek buruk, demikian pula halnya pendidik.
Ia tidak boleh menyelesaikan persoalan anak-anak. Sebab kemungkinan bagi sebagian anak, hal itu
justru menambah penyimpangan dan kenakalannya.14
Guru seharusnya dapat dijadikan contoh dalam bersikap agar menjadi acuan bagi muridnya.
Begitupun muridnya sebaiknya tidak melakukan hal-hal yang kurang pantas dilakukan agar
pembelajaran dan kegiatan yang dilakukan di sekolah dapat berjalan dengan harmonis. Karena guru
menjadi unsur terpenting bagi keberhasilan para peserta didik yang menentukan masa depan mereka.
Berbicara tentang Etika ataupun Akhlak banyak sekali tokoh yang dapat menjadi acuan penulis
untuk menjadi sumber dalam penulisan. Tetapi disini penulis ingin mengambil dua tokoh yang
berpengaruh dalam masalah Akhlak ataupun etika yang pertama adalah Buya Hamka merupakan ulama
yang memiliki banyak ilmu terutama dalam bidang pendidikan dan tafsir dan juga ilmu lainnya. Seperti
dalam bidang filsafat, tafsir dan berbagai kitabnya. Salah satu yang terkenal adalah Tafsir Al Azhar.
Adapun tokoh kedua adalah seorang tokoh pendidikan Islam yang banyak memberi
kontribusinya bagi kemajuan pendidikan Indonesia yaitu Hasyim Asy’ari. Hasyim Asy’ari adalah
seorang pakar dan ilmuan yang tidak diragukan lagi kemampuannya dalam bidang Agama dan
Pendidikan dan Ilmu lainnya. Hal ini terbukti dengan karya yang beliau hasilkan. Beberapa Kitab
pernah ia tulis dan beliau juga merupakan ulama yang berpengaruh di Indonesia yang menjadi peletak
pondasi dasar berdirinya organisasi keagamaan sosial yaitu Nahdatul Ulama’, atau yang biasa disingkat
dengan NU.
Berangkat dari masalah yang saya tulis di atas, akan sangat menarik apabila menggali ataupun
mencari tulisan yang mengenai etika guru dan murid untuk melakukan perbandingan antara dua tokoh
baik itu Hamka ataupun Hasyim Asy’ari. Dari pemikiran kedua tokoh akan ditemukan perbedaan dan
persamaan yang bisa di jadikan bahan penelitian untuk penulis.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah para guru sudah menggunakan dan merealisasikan etika
dalam menyampaikan ilmu kepada murid-muridnya, Dan juga apakah dalam bergaul dengan guru para
peserta didik sudah menghormati dan memperhatikan nilai-nilai Etika dengan baik, Karena kedua hal
itu sangat besar pengaruhnya agar berjalannya pembelajaran yang baik. Oleh karena itulah alasan
13 Ibid hal. 55 14 Ibid., hal. 55
6
penulis mengambil judul : ”Studi Komparatif Konsep Etika guru dan murid Menurut Buya
Hamka dan K.H. Hasyim Asy’ari”
B. Identifikasi Masalah
Dengan dasar pemikiran diatas maka penulis akan memberikan penjelasan tentang
identifikasi masalah yang ditemukan sebagai berikut :
1. Apa dan bagaimana konsep Etika Guru dan Murid yang ideal menurut kedua
tokoh tersebut
2. Di karenakan ketidaktahuan beberapa pendidik dan peserta didik kurang
memperhatikan Nilai-nilai dan Etika dalam melakukan kegiatan pendidikan
sehingga melanggar dan menindak tidak sesuai aturan
3. Globalisasi dan moderenisasi membuat Konsep-Konsep Etika dewasa ini mulai
luntur karena lebih memilih budaya yang tidak sesuai dan kurang nya
pengetahuan konsep etika itu sendiri
4. Setiap pemikiran tokoh berbeda-beda mengenai konsep Etika yang mereka
miliki
5. Bagaimana perbedaan dan persamaan mengenai Konsep Etika menurut masing-
masing tokoh
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah ini untuk terfokus hanya kepada pembahasan tentang konsep etika
apa yang menjadi perbedaan menurut Hamka dan Hasyim Asy’ari yang meliputi pengertian,
Macam-macam, dan Tujuan etika Tersebut.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan Identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang di uraikan diatas maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut
1. Bagaimana konsep Etika Guru dan Murid Menurut Hamka dan Hasyim Asya’ari?
2. Apa persamaan konsep Etika Guru dan Murid Menurut Hamka Hasyim Asya’ari?
3. Apa Perbedaan konsep Etika Guru dan Murid Menurut Hamka dan Hasyim
Asya’ari?
7
E. Tujuan Penelitian
dengan membahas masalah seperti ini, penulis bertujuan :
1. Untuk mengetahui konsep Etika Guru dan Murid Menurut Hamka dan Hasyim
Asya’ari
2. Untuk mengetahui perbedaan konsep Etika Guru dan Murid menurut Buya
Hamka dan Hasyim Asya’ari
3. Untuk mengetahui Persaamaan konsep Etika Guru dan Murid menurut Buya
Hamka dan Hasyim Asya’ari
F. Manfaat Penelitian
Penulisan Proposal Skirpsi ini diharapakan bermanfaa sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis
2. Memberikan konstribusi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam bidang
pendidikan etika ataupun Akhlak
3. Dapat dijadikan pedoman untuk orang tua, guru dan masyarakat dalam
menerapkan nilai-nilai pendidikan etika ataupun akhlak dalam kehidupan
sehari-hari.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Etika
1. Pengertian Etika
Sebelum membahas lebih jauh tentang pengertian etika, maka terlebih dahulu kita akan
mencoba menelusuri makna etika dalam pandangan Maskawaih. Etika Menurut Maskawaih
kondisi merupakan jiwa manusia yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan
tanpa ragu. Kondisi watak dan karakter tersebut dapat berupa fitrah alami yang dbawa sejak
lahir kondisi inilah yang Maskawaih sebut dengan watak seperti kedermaanan, Keihlasan,
kikir, penakut dll. Watak seseorang menurut Maskawaih dapat juga dibentuk, dilatih dan
pembiasaan yang seperti ini Maskawaih Sebut dengan Istilah al-Sajiyyah (sifat, karakter),
seperti Jujur, adil, toleran yang dibiasakan dalam
. Pemaknaan etika sering disamakan dengan ahlak dan moral, kata etika itu sendiri
berasal dari kata latin Ethics, yang berarti kebiasaan, namun pada perkembangan selanjutnya,
etika mengalami perkembangan makna menjadi Ilmu yang mengkaji tentang tingkah laku
manusia. Dalam kamus Istilah Pendidikan dan Umum, makna etika adalah bagian filsafat
yang mengkaji tentang keluhuran budi (baik, Buruk). SedangkanAsmaran menuliskan dalam
bukunya Pengantar Studi Akhlak, Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti
kebiasaan. Dalam Ensiklopedi Pendidikan dijelaskan Etika merupakan Filsafat Nilai,
kesusilaan tentang baik dan buruk. Berdasarkan makana etika yang disajikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa etika merupakan ilmu yang membahas tentang perbuatan atau tingkah
laku manusia, mana yang dianggap baik dan buruk berdasarkan. Menurut Magnis Suseno
etika merupakan ilmu tentang norma, nilai, ajaran moral.15
Kata Akhlak Berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun ٌُخلُق yang menurut bahasa
berarti budi perkerti, perangai, dan tingkah laku atau tabiat.16 Kata tersebut mengandung segi-
segi persesuaian dengan kata khlaq yang berarti “kejadian” serta erat hubungannya dengan
kata Khaliq yang berarti “Pencipta” dan makna Makhluk yang berarti “yang diciptakan”17
15 Moh. Nurhakim, Metodolugi Studi Islam, (Malang: UIN MalikiPress,2005), 190. 16 A.Musthofa, Akhlak Tasawuf,(Bandung: Pustaka Setia, 1999) hal. 11 17 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka setia,2010} hal. 11
8
Sedangkan menurut beberapa istilah:
1) Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang menimbulkan terjadinya perbuatan-
perbuatan dengan mudah (Sayyid sabiq)
2) Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang timbul dari perbuatan dengan
mudah tanpa memerlukan pertimbangan Pikiran sehingga keadaan ini menjadi
kebiasaan (Imam Al Ghozali, Ihya Ulumidin)
3) Akhlak merupakan ungkapan kondisi jiwa, yang begitu mudah bisa
menghasilkanperbuatan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Jika
perbuatan itu baik, maka disebut akhlak yang baik, jika akhlak itu buruk maka disebut
akhlak yang buruk. (Ibnu Qudamah, Minhajul Qashidin).18
4) Sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan lagi (Ibnu Miskawaih)
Jadi akhlaq adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya. Yang
dilakukan tanpa memerlukan dorongan pikiran karena sudah tertanam dalam jiwa sehingga
apapun yang dilkukannya timbul dengan mudah dan menjadi kebiasaan.
Dalam bahasa Indonesia pengertian akhlak sudah lazim digunakan sebagai tingkah
laku, diantaranya di jadikan judul buku. Dalam makna lain akhlak disebut dengan istialah etika
islam diantara buku-buku yang dimaksud adalah karya Ahmad Amin yang berjudul Kitab al
Akhlaq. Daidalam edisi Indonesia kitab ini diterjemahkan dengan Etika Islam buku lain
misalnya karya yang berjudul Etika Islam:Pembinaan Akhlakulkarimah.. Selain itu buku
berjudul Etika dalam Islam. Selain dan Sistem Etika Islam. Selain itu judul buku Kuliah Etika
dan Etika agama dalam membangunMasyarakat madani. Dalam karya-karya diatas
bahasannya menyakut tingkah laku atau moral.19
Dari kutipan diatas dapat ditarik bahwa akhlak dan etika islam merupakan hal yang sama
hanya berbeda dalam penggunaan di bahasa. Dan apabila akhlak diangkat menjadi judul buku
dalam bahasa Indonesia maka akan menjadi etika islam. Dari sini bisa dilihat bahwa keduanya
berpusat pada pokok bahasaan yang sama yaitu, sikap, tingkah laku dan moral.
Akhlak dari segi bahasa membantu kita dalam menjelaskan pengertian akhlak dari segi
istilah. Namun demikian pengertian akhlak dari segi bahasa ini sering digunankan dalam
mengartikan akhlak secara umum. Akibatnya segala sesuatu perbuatan yang sudah dibiasakan
dalam masyarakat atau nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarkat disebut akhlak.
18 Choiruddin Nadhiri, Akhlak dan Adab Islam, (Jakarta: Qibla, 2015) hal.14 19Damanhuri, Akhlak Prespektif Tasawuf menurut Syeikh Abdurrauf As-singkili, (Jakarta: Lectura Press,
2014) hal. 27
9
Demikian pula aturan baik dan buruk yang berkembang dari pemikiran manusia, seperti etika,
moral, dan adat kebiasaan juga dinamakan akhlak.20
Dari beberapa pendapat tentang pengertian Akhlak, dapat dipahami bahwa Akhlak
merupakan kehendak dan kebiasaan manusia yang menimbulkan kekuatan-kekuatan
besaruntuk melakukan sesuatu. Kehendak merupakan keinginan yang ada padadiri manusia
setelah dibimbing. Sedangkan pembiasaaan adalah perbuatan yang dilang-ulang sehingga
mudah melakukannya. Perbuatan dilakukan atas kehendak sendiri tanpa ada paksaan dari luar.
Jadi orang yang baik akhlaknya adalah orang yang cenderung kepada yang baik. Sedangkan
orang yang buruk akhlaknya adalah orang yang tetap kecenderungannya kepada yang buruk.21
2. Etika dan Pendidikan
Tujuan pendidikan dalam pandangan islam banyak berhubungan dengan kualitas
manusia yang berakhlak. Ahmad D Marimba misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah identik dengan tujuan seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengadung
Implikasi Kepercayaan dan penyerahan diri kepadanya. Sementara itu Mohd. Athiyah al
Abrasyi, mengatakan bahwa pendidikan budi pekertiadalah jiwa pendidkan islam, dan islam
menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan Akhlak adalah jiwa dari pendidiakn islam.
Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan utama pendidikan.22
Zakiah daradjat berpandangan bahwa dalam merespon degdradasi moral remaja dan
pelajar sebagai produk pendidikan, pentingnya sebuah instuisi pendidikan yang secara serius
dan terorganisir membina moral dan akhlak didiknya. Pembinaan moral meliputi dua hal
penting yakni tindak moral (moral behavior) dan pengertian moral (moral Concept). Tindak
moral adalah pembinaan akhlak sejak dini untuk mengarah kepada moral yang baik sebab
moral tumbuh dengan pengalaman langsung dari lingkungan dimana anak-anak hidup,
berkembang menjadi kebiasaan, baik dimengerti ataupun tidak. Kelakuan atau perilaku adalah
hasil dari pembinaan yang terjadi secara langsung atau tidak langsung, formil atau tidak formil.
Pembinaan moral focus kepada keteladanan pendidik atau orangtua. Sedangkan moral concept
adalah pengajaran mengenai Konsep-konsep akhlak kepada anak didik yang bertujuan untuk
memberikan pemahaman yang kuat kepada mereka mengenai berbagai akhlak yang baik
dalam bergaul dalam masyarakat.23
20Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2015) hal. 27 21Damanhuri, op, cit., hal.30 22Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta : PT. raja Grafindo Persada, 1996), hal. 37 23 Ibid., hal. 20
10
Maka kedua hal diatas yakni tindak moral dan pengertian moral adalah kedua hal yang
sangat berkaitan. Karena kedua-duanya masing-masing memegang peranan penting, dan Sejak
dini mereka harus ditanamkan bagaimana tidak moral yang baik kepada orang-orang
sekitarnya, agar tindak moral mereka baik dan itu juga berlaku bagi orang sekitarnya karena
mereka akan meniru tindak moral yang mereka lihat dari orang sekitar.
Setelah orang sekitar memberikan tindak moral yang baik maka tugas orang tua dan guru
adalah memberikan konsep moral ataupun pengertian moral yang baik ini bertujuan untuk
menghindari tidak moral negative yang dilihat mereka dilingkungan sekitar. Tujuan di berikan
pengertian moral atau konsep moral adalah untuk mengetahui dan menyaring segala tindakan
moral mereka dari tindak moral yang negative dan mengaplikasikan tindak moral yang postif.
Walaupun ada konsep moral yang terus di berikan oleh guru dan para pendidik di sekolah
hal ini akan tidak mendukung apabila konsep mendukung tetapi lingkungan tidak mendukung.
Hal ini akan menyebabkan mereka berontak dan memilih apa yang lebih mereka sukai, apabila
konsep moral kuat maka ia akan lebih menghindari lingkungan yang tidak mendukungnya.
Tapi apabila konsep moral lemah sang anak akan mudah di penagruhi yang menjadikan
mereka memilih yang baru dan besebrangan konsep moral positif.
Krisis akhlak yang menjadi pangkal penyebab timbulnya krisis dalam berbagai bidang
kehidupan bangsa Indonesia saat ini belum ada tanda-tandanya untuk berakhir. Keadaan
seperti kini dilukiskan oleh Syeikh al-Nadvi dalam bukunya Madza Khasira al-Alam bi
inhittha alt-Muslimin = Apa yang diderita dunia akibat kemerosotan Kaum Muslimin, (1983:
131) bagaikan dunia yang baru saja di landa gempa yang dahsyat. Di sana sini terdapat
bangunan yang rata dengan tanah, dinding yang roboh dan retak, tiang yang bergeser, genteng
yang pecah, korban-korban jiwa yang bergelimpangan, dan harta yang musnah berserakan.
Keadaan seperti inilah yang dihadapi Rasulullah SAW pada awal perjuangannya. Itu lah
sebabnya focus perhatian dakwah belum diarahkan pada upaya penyempurnaan akhlak. Dalam
salah satu haditsnya beliau mengatakan Innama Bu’isttu li utammima makarim al-Akhlak =
aku diutus (Tuhan) kemuka bumi ini semata-mata untuk menyempurnakan Akhlak.24
Hadits tersebut tidaklah asing bagi kita karena mungkin kebanyakan orang sudah hafal
dengan hadit tesebut tetapi bagaimana hadits tersebut mampu menjadi acuan pendidik dan
peserta didik menjalankan pendidikan agar tidak terjadi tindakan yang tidak diinginkan oleh
24Abuddin Nata, MANAJEMEN PENDIDIKAN MENGATASI KELEMAHAN PENDIDIKAN ISLAM
INDONESIA (Jakarta : Kencana, 2003), Cet.I, hal. 219
11
kedua belah pihak. Karena akan sangat disayangkan bila yang hafal malah melakukan
pelanggaran yang merusak dunia pendidikan.
Menghadapi fenomena tersebut, tuduhan seringkali diarahkan kepada dunia pendidikan
sebagai penyebabnya. Dunia pendidikan benar-benar tercoreng wajahnya dan tampak tidak
berdaya untuk mengatasi krisis tersebut. Hal ini bisa dimengerti, karena pendidikan berada
pada barisan terdepan dalam menyiapkan sumber daya yang berkualitas dan secara moral
memang harus berbuat demikian. Itulah sebabnya belakang ini banyak seminar yang digelar
kalangan pendidik yang bertekad mencari solusi untuk mengatasi krisis akhlak. Para pemikir
pendidikan menyerukan agar kecerdasan akal diikuti dengan kecerdasan moral, pendidikan
agam dan pendidikan moral harus siap mengahdapi tantangan global, pendidikan harus
memberikan kontribusi yang nyata dalam mewujudkan masyarakat yang semakin berbudaya
(masyrakat Madani) dan sebagainya.25
3. Macam-macam Etika
a. Etika Deskriptif. Pendekatan ini biasa ditempuh oleh ilmu-ilmu sosial, pada pokoknya
bermaaksud memaparkan hal-hal yang secara factual terjadi; bagaimana dalam
kenyataan atau praktik hidup, baik buruknya tingkah laku manusia dalam suatu
masyarakat dinilai. Tekanan disini diletakan pada data-data empiris dan kesimpulan-
kesimpulan induktif bisa ditarik dari data-data yang diamati, dikumpulkan, dan
dianalisis.
b. Pendekatan Normatif/prekripktif. Pendekatan ini berpangkal dari keyakinan bahwa etika
bukan pertama-tama membahas arti senyatanya (das sein) dipandang sebagai kelakuan
yang baik dan mana yang dipandang buruk dalam suatu masyrakat, melainkan apa yang
seharusnya (das Sollen) atau yang diwajib dilakukan oleh manusia sebagai manusia.
Manakah norma-norma yang secara moral mengikat manusia. Teori etika normatif
menentukan apa yang dipandang sebagai norma yang wajib diikuti manusia untuk
bertindak secara benar tau untuk menjadi manusia yang berkelakuan baik.
c. Pendekatan Analisis/metatis. Dalam pendekatan ini pertama-tama etika dimengerti
sebagai cabang ilmu filsafat yang menganalisis bahasa yang dipakai dalam pembicaraan
atau pembahasan tentang moral. Misalnya membuat analisis tentang:
1) peristilahan-peristilahan moral, seperti apa artinya “baik”, apa artinya kata “wajib”
dan sebagainya
25 Ibid., hal. 220
12
2) dasar-dasar rasional suatu sistem etika.
3) logis tidaknya suatu proses penyimpulan moral.
Analisis dimaksudkan untuk menghilangkan kekaburan arti dan untuk menegaskanapa
yangdimaksudkan dengan pernyataan-pernyataan moral tertentu.26
B. Pengertian Guru
Guru adalah profesi mulia. Sebutan guru mengandung makna positif yang bermacam-
macam. Dalam masyarakat jawa guru diartikan sebagai “Digugu lan ditiru”. Artinya, orang
yang kata-kata dan tindakannya dipercaya dan di ikuti orang lain. Menempatkan guru sebagai
orang yang di percaya dan diikuti merupakan bukti bahwa guru adalah profesi yang di
muliakan oleh masyarakat. Guru dipandang memiliki pengaruh yang kuat. Dibalik makna
tersebut guru dipandang orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan
masyarakat sehingga menjadi sumber tempat bertanya dan model dalam perilaku27
Guru menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang pekerjaannya (mata
pencahariannya) mengajar. Kata guru juga berdekatan maknanya dengan pendidik. Pendidk
dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan, bahwa pendidik adalah orang yang
mendidik.dalam pengertian yang lazim digunakan, pendidik adalah orang dewasa yang
bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada peserta didiknya dalam perkembangan
jasamni dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan
memenuhi tingkat kedewasaanya mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba
dan Khalifah Allah SWT, dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk social dan sebagai
makhluk individu yang mandiri.28
Dari segi bahasa seperti yang dikutip Abudin Nata dari W.J.S Poerwadarminta,
pengertian pendidik adalah orang yang mendidik, pengertian ini memberikan kesan bhwa
pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. jika dari segi bahasa
pendidik dikatakan sebagai orang yang mendidik, maka dalam arti luas dapat dikatakan bahwa
pendidik adalah semua orang atau siapa saja yang berusaha dan memberikan pengaruh kepada
orang lain (peserta Didik agar tumbuh dan berkembang potensinya menuju kesempurnaan.29
Kata pendidik bersifat umum, banyak pekerjaan yang bisa dikatakan sebagai pendidik
Dosen, Ustadz, guru besar dan lain sebagainya. Kata guru mempunyai arti pendidik
26 J. Sudarminta, op. cit., hal. 6 27 Yuli Fajar Susetyo, Rahasia Sukses menjadi motivator siswa, (Yogyakarta, Pinus Book Publisher, 2012) 28 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenada media group,2010) hal, 159
29 A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang:Uin Malang Press, 2008) h. 68
13
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Di dalam Islam banyak kosakata yang berkaitan dengan pendidik namun mempunyai
tugas yang berbeda-beda. Seperti ketika berperan sebgai orang yang menumbuhan, membina,
mengembangkan potensi anak didik serta membimbingnya maka disebut Al murabbi’, ketika
berperan sebagai pemberi wawasan ilmu pengetahuan dan keterampilan ia disebut dengan
Mu’allim, ketika ia membina mental dan karakter seseorang agar memiliki Akhlak mulia maka
disebut Al Muzakki, ketika berperan sebagai peneliti yang berwawasan Transendental serta
memiliki kedalaman ilmu agama dan ketakwaan yang kuat kepada Allah Swt, ia disebut Al
ulama’, ketika dapat berpikir secara mendalam dan menangkap makna yang tersembunyi,
maka ia disebut Al rasikhun Fil ‘ilm, ketika tampil sebagai pakar yang mumpuni dan menjadi
tempat betanya dan rujukan ia disebut Ahl Dzikr, ketika ia dapat menyinergikan hasil
pemikiran rasional dan hasil perenungan emosional , maka ia disebut Ulul Albab, ketika ia
dapat membina kader-kader pemimpin masa depan bangsa yang bermoral, maka ia disebut Al
Muaddib, ketika ia menunjukan sikap yang lurus dan menanamkan kepribadian yang jujur dan
terpuji, maka ia disebut Al mursyid, ketika ia berperan sebagai ahli agama maka ia disebut
Fakih.30
Berdasarkan beberapa pengertian guru atau pendidk diatas dapat disimpulkan bahwa
guru adalah profesi orang yang mendidik, mengajar, membina, mengembangkan, dan
menumbuhkan pengetahuan, minat, keterampilan, etika, akhlak, moral, wawasan, jasmani,
rohani, dan jasmani, para peserta didik. Guru merupakan orang yang berpenglaman dalam
bidang pendidikan, mengajar dan juga mempnyai wawasan yang luas sebainya dapat menjadi
teladan dan dapat ditiru baik perkataannya maupun tindakannya.
Ahmad Tafsir mengatakan, pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), Kognitif (cipta) maupun psikomotorik
(karsa), pendidik juga berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
pertolongan kepada seluruh peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya,
agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat
kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah
30 Ibid., h. 164
14
Swt., mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai mahkluk individu yang
mandiri.31
Di dalam bukunya, Sukring sedikit berbeda menjelaskan arti apa pendidik, ia
menjelaskan pendidik lebih ke tugas guru tersebut sebagai pendidik yaitu mengembangkan
potensi, salah satunya yaitu membantu perkembangan peserta didik tersebut dalam tiga aspek
yang dasar antaralain Afektif, Kognitif, dan, Psikomotorik. Dengan membantu perkembangan
tiga aspek tersebut diharapkan akan membantu perkembangan yang aspek-aspek lainnya
seperto sikap sosial dan sikap bertanggung jawab.
Didalam bukunya juga sukring menuliskan beberapa pendapat berbeda para pakar
tentang pengertian Pendidik :
a. Muhammad Fadhil Jamaly dikutip Ramyulis menyebutkan, bahwa pendidik
adalah yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik, sehingga
diangkat derajat kemanusiaannya sesuai kemampuan dasar yang dimiliki manusia.
b. Hadari Nawawi menggunakan istilah guru sebagaimna yang dikutip ramyulis,
guru adalah orang-orang yang kerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran di
sekolah atau di kelas. Lebih khusus lagi diartikan orang yang bekerja dalam bidang
pendidikan, dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-
anak mencapai kedewasaan masing-masing
c. Sutari Imam Bernadib mengemukakan, bahwa pendidik adalah setiap orang yang
sengaja memengaruhi orang lain dalam mencapai kedewasaan peserta didik.
d. Zakiah Daradjat menjelaskan, bahwa pendidik adalah guru professional, karena
secara impisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul tanggung jawab
pendidikan yang dipikulkan dipundak para orangtuanya.
e. Di dalam Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan
Nasional, dibedakan antara pendidik dan tenaga Kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, Konselor Pamong Belajar, widyaswa, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan.32
31 Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Islam, (Yogyakarta;Graha Ilmu, 2013) hal, 81
32 Ibid., hal, 81-82
15
C. Pengertian Murid
Murid adalah komponen penting dalam suatu proses pendidikan. Karena tanpa adanya
siswa proses pendidikan tidak akan berjalan. Selain siswa materi dan guru juga sangat penting
dalam proses pendidikan. Dimana guru bertugas menyampaikan materi pelajaran dan murid
menrima materi pelajaran yang di sampaikan oleh guru. Kata lain dari siswa adalah murid,
yang sama berarti peserta didik
Peserta didik adalah makhluk individu yang mempunyai kepribadian dan ciri-ciri yang
khas sesuai dengan perkembangannya dan pertumbuhannya. Pertumbuhan peserta didik
mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya. Sementara perkembangan peserta didik di
pengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada33
Di dalam Islam banyak sekali kosakata yang berkaiatan dengan peserta didik istilah
tersebut antara lain adalah Tilmidz, Murid, Thalib dan mutalaim. Secara etimologi tilmidz
berarti murid laki- laki, dan tilmidzah murid perempuan, istilah ini kemudian digunakan untuk
menujukan peserta didik yang berda pada tingkat madrasah awaliyahatau sekolah permulaan
dan taman kanak-kanak atau taman pendidikan alquran dan yang sejenisnya.
Selanjutnya kosakata murid adalah isim fail (nama yang melakukan pekerjaan), yang
berasal dari kata arada yuridu muridan, yang berarti orang yang menghendaki sesuatu. Istialah
murid lebih lanjut digunakan bagi pengikut ajaran tasawuf dan berarti irang yang mencari
hakikat kebenaran spiritual dibawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual
(Mursyid). Istilah murid lebih lanjut digunakan pada seorang yang sedang menunjuk ilmu pada
tingkat sekolah dasar, mulai dari ibtidaiyah samapai aliyah.
Selanjutnya adalah Thalib, berasal dari bahasa arab thalaba yathlubu thaliaban Thaliban
yang secara harfiah orang yang mencari sesuatu. Adapun menurut istilah tasawuf, thalib
adalah seseorang yang sedang menempuh jalan spiritual dengan cara nempa dirinya dengan
keras untuk mencapai derajat sufi. Istilah thalib kemudia dipakai untuk istilah peserta didik
yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Adapun istilah mutaalim berasal dari kata Ta’alama yata’alamu Muta’aliman yang
berarti orang yang sedang menuntut ilmu kata mutaliman antara lain digunakan oleh
Burhanuddin Al jarnuzi, dalam kitabnya ta’limul muta’allim yaitu sebuah kitab yangberisi
kode etik bagi para pencari ilmu di pesanttren hingga kini kitab tersebut masih di pelajari di
berbagai pesantren.
33 Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta : Kalam Mulia, 2015) h. 159
16
Baik kata tilmidz, murid, tahlib atau Mutallim secara keseluruhan mengaju pada
nomenklatur peserta didik. Adanya perbedaan kosakata tersebut menunjukan adanya
perbedaan atau tingkatan pada peserta didik tersebut, terutama dari segi jangkauan dan tingkat
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka pelajari masing-masing.34
Di atas beberapa pengertian murid atau peserta didik dipandang dari berbagai kata dalam
bahasa arab, baik kata Murid, Tilmidz, Mutalalim Dan Thalib, masing-masing kata mempunyai
makna dan art yang berbeda sesuai dengan penggunaan nya dalam bahasa arab. Walaupun
banyak kata yang dapat menjadi arti yang sama bila dipandang secara umum semuanya
mempunyai arti peserta didik.
Peserta didik merupakan bagian terpenting dalam pross pembelajaran yang mana semua
bagian harus saling berkaitan dalam terjadinya proses pembelajaran, apabila kurang salah satu
bagiannya maka tidak akan disebut pembelajaran. Mereka mejadi focus sang pendidik untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan yang akan disampaikannya.
Dalam prespektif Psikologi, peserta didik adalah individu yang sedang berda dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis. Mereka memerlukan
bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya
atau sering juga disebut Raw Material (bahan mentah) pengertian ini mengisyaratkan bahwa
peserta didik senantiasa tumbuh dan berkembang ke arah positif, serta alamiah (Nature) dan
memerlukan bantuan serta bimbingan oranglain.35
D. Hasil Penelitian Relevan
Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah skripsi di perpustakan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, bahwa yang membahas tentang Konsep Etika Guru dan Murid
menurut al-Ghazali belum ditemukan secara Khusus yang benar-benar mirip. Namun ada
beberapa skiripsi yang hampir sama dalam judul tetapi berbeda dalam pembahasaan yakni
Konsep Pendidikan Islam Yaitu :
1. Aji Nadiyah Zuliarti (2015), Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan
Pendidikan Agama Islam. dengan Judul Konsep Pendidikan Islam Al Ghazali dan Ibnu
Khaldun dalam Abstrak skripsinya Membahas pendidikan antara Al Ghazali dan Ibnu
Khaldun. al Ghazali berpendapat bahwa seorang anak tumbuh dan berkembang tergantung
yang mendidiknya serta lingkungan yang membentuk anak tersebut. Sedangkan menurut ibnu
34 Abudin Nata, Op.cit., h.174 35 Sukring, op. cit., hal. 89
17
Khaldun, seseorang terbentuk bukan dari nenek moyangnya melainkan terbentuk berdasarkan
lingkungan social alam dan adat istiadat.
2. Rendi setiawan (2013), Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan
Agama Islam. Dengan Judul Studi Komparasi Pemikiran Abdulllah Nashih Ulwan dan
Zakiyah Darajat terhadap pendidikan Agama Islam Pada Anak. Menurut Nasih Ulwan materi
pendidikan Anak Adalah Keimanan, fisik Moral, Akal, Sosial dan Seksual. Sedangkan
Menurut Zakiah Daradjat materi Pendidikan Anak adalah Keimanan, Tauhid, Ibadah
pembinanaan Kepribadian dan Soial sedangkan metode nya hampir sama yaitu pembiasaan
keteladanan dan yang membedakan adalahkalau Nasih Ulwan memberikan Nasihat tapi
Zakiah Daradjat melalui Latihan.
3. Isnawati (2015), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan, Jurusan Pendidikan agama
Islam. Dengan Judul Studi Komparasi Pemikiran Hasan Al banna dan Ahmad Dahlan Tentang
Konsep Pendidikan Islam. Menurut Hasan Al Banna Asas Pendidikan Islam adalah Al Quran,
Sunnah Rasul Saw, dan Amaliyat sahabat. Tujuannya adalah unruk menjadikan individu,
Rumah Tangga, Warga Negara dan Pemerintahan Menjadi Muslim. Dan materinya adalah
Akidah, Ibadah, Akhlak, Jasmani dan Jihad. Sedangkan menurut Ahmad Dahlan Adalah
Pondasinya adalah Al Quran dan Sunnah. Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk
Kepribadian Luhur, Alim dan Berpandangan Luas.dan materinya pendidikan islamnya di bagi
menjadi dua yaitu Agama : adalah Al Quran dan Hadits, sedangkan Umum meliputi Sejarah,
Ilmu Hitung, Menggambar, Bahasa Melayu, Belanda, dan Inggris.
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berjudul Studi Komparatif Konsep Akhlak guru dan Murid
Menurut Hamka dan Hasyim Asy’ari ini dilaksanakan beberapa bulan yang di mulai
dari semester 8, yang di mulai dengan penyusunan proposal pada bulan Februari 2017
yang menjadi syarat sebelum menyusun skripsi. Adapun mengenai sumber dalam
penulisan Skripsi ini berasal dari teks book yang terdapat pada perpustakaan serta
sumber lain yang mendukung penelitan dalam penulisan terutama yang berkaitan
dengan judul dan pemikiran kedua tokoh yang ada pada judul, kemudian menyusun
hasil laporan penelitian berdasarkan dari hasil yang ditemukan.
Mengenai Tempat penelitian, Penulis melakukan penelitian di perpustakaan,
baik perpustakaan Tarbiyah ataupun Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
juga di tempat tinggal penulis.
B. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono, Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.36 Sedangkan dalam buku
Suharjito metode merupakan Komponen atau unsur perangkat kontrol metodologi.
Metode menunjuk pada alat yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan
data/informasi/peristiwa empiris.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif. Metode deskriptif
menurut Nazir, adalah metode yang digunakan untuk meneliti status manusia, sautu
objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang37. Dan jenis Metode penelitian kualitatif yang digunakan adalah
Kepustakaan, metode kepustakaan adalah penelitian kualitatif yang lokasi
penelitiannya di lakukan di pustaka, dokumen, arsip dan sejenisnya.38
36 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixid Methods), (Bandung, Alfabeta, 2011) hal. 3 37 Andi Prastowo, Metode penelitian Kualitatif dalam prespektif Rancangan penelitian, (
Yoyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016) hal. 186 38 Ibid., hal. 190
18
Sesuai dengan masalah yang dirumuskan, data dan informasi yang dihimpun
dalam penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang sistematis yang digunakan
untuk mengkaji atau meneliti suatu objek pada latar alamiah tanpa ada manipulasi
didalamnya dan tanpa ada pengujian hipotesis.39 Untuk mendapatkan data penelitian
penulis mengumpukannya dengan mencari dan membaca buku, menelaah buku-buku
dan bahan-bahan yang berkaitan dengan informasi yang berkaitan dengan Konsep
Akhlak Guru dan Murid menurut Hamka dan Hasyim Asy’ari.
Adapun penulisan skripsi ini merujuk pada buku pedoman penulisan skripsi,
Fakulyas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidaytullah Jakarta 2015.
C. Fokus Penelitian
“Pada penelitian kualitatif, penentuan fokus berdasarkan hasil studi
pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing atau orang
yang dipandang ahli”40
Sedangkan Menurut Spradley dalam Sugiyono, menyatakan bahwa fokus
adalah domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial. Dengan
demikian penentuan fokus dalam proposal lebih didasarkan pada tngkat kebaruan
informasi yang akan di peroleh dari situasi sosial (lapangan). Fokus dalam penelitian
kualitatif sebenarnya diperoleh setelah kita melakukan Grand tour observation dan
Grand tour question yang di sebut penjelajahan Umum.41
Dalam Skripsi ini, penulis menfokuskna kajian Konsep Etika guru dan murid
menurut Buya Hamka dan KH. Hasyim Asy’ari. Jadi dalam penelitian ini penulis
bermaksud mencari Pengertian,Perbedaan dan Persamaan Konsep Etika guru dan
murid menurut Buya Hamka dan KH. Hasyim Asy’ari, dengan mencari data-data dan
sumber-sumber yang membahas mengenai konsep Etika guru dan murid.
39 Ibid., hal. 24 40 Sugiono, op. cit., hal. 378-379 41 Ibid., hal. 135
19
D. Prosedur Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penulisan Skripsi ini penulis menggunakan pendekatan studi
kepustakaan. studi kepustakaan dilakukan setiap peneliti dengan tujuan yang utama
yaitu mencari dasar pijakan atau fondasi untuk memperoleh dan membangun landasan
teori, kerangka berpikir, dan menentukan dugaan sementara atau juga di sebut sebagai
hipotesis penelitian sehingga peneliti dapat mengerti , merelokasi mengorganisasukan,
dan kemudian menggunakan variasi pustaka dalam bidangnya.42
Pendekatan ini digunakan oleh penulis karena pengumpulan data dalam
skripsi ini bersifat kualitatif dengan menggunakan Pendekatan Studi Kepustakaan
dan juga dalam penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji hipotesis, dalam arti
hanya menggambarkan dan menganalisis secara kritis yang penulis kaji mengenai
Konsep Akhlak Guru dan Murid Menurut Hamka dan Hasyim Asy’ari
2. Instrumen Penelitian
Metodologi penelitian kualitatif memiliki instrumen penelitian tersendiri.
Instrumen itu berbeda dengan instrumen yang di gunakan dalam metode penelitian
kuantitatif. Dalam metode penelitian kulitatif, peneliti bahkan sebagai instrument
sementara instrument lainnya, yaitu buku catatan, tape recorder (Video/audio) kamera
dan sebagainya.43
Untuk itu peneliti disini merupakan sebagai instrument yang melakukan,
Pengumpulan, analisis dan menelaah dari sumber-sumber yang berkaitan dengan
konsep akhlak menurut Hamka dan Hasyim Asy’ari.
3.Teknik pengumpulan data
Disamping perlu menggunakan metode yang tepat, juga perlu memilih teknik
dan alat pengumpulan data yang relevan. Penggunaan tehnik dan alat pengumpul data
yang tepat dapat memungkinkan dapat diperolehnya data yang objektif.
42 Sukardi, Metode penelitian Pendidikan, (Yogyakarta: Media Grafika, 2003), hal.33-34 43 Andi Prastowo, Metode penelitian Kualitatif dalam prespektif Rancangan penelitian, ( Yoyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2016) hal. 43
20
Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka
teknik pengumpulan data yang tepat dalam penelitian library research adalah dengan
mengumpulkan data-data tertulis yang berkaitan dengan materi yang penulis
butuhkan baik tertulis d a n yang terkait dengan konsep Etika guru dan Murid
kedua tokoh tersebut.
4. Teknik Analisis data
Dijelaskan oleh pohan dalam buku andi parstowo data kualitatif adalah semua
bahan, keterangan, dan fakta-fakta yang dapat diukur dan dihitung secara matematis
karena berwujud keterangan verbal (kalimat dan kata) selain itu data kualitatif bersifat
proses.44
Analisis data ini bertujuan untuk mengumpulkan dan menganalisis dokumen
yang berkaitan dengan judul penulis. Analisis di mulai dengan mengumpulkan teori-
teori yang berkaitan dan mendukung sebagai bahan penulisan. Kemudian
membandingkan konsep dari kedua tokoh apa kekurangan dan kelebihan ari masing
konsep tokoh kemudian di analisis sehingga menghasilkan Konsep Akhlak Guru dan
Murid menurut Hamka dan Hasyim Asy’ari.
44 Andi Prastowo, op.cit., hal. 237
21
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Buya Hamka
a. Biografi Buya Hamka
Dia bernama Haji Abdul Malik Karim Amrullah dan Hamka adalah nama singkatannya.
Di kemudian hari, Hamka lebih dikenal ketimbang nama Aslinya. Lahir di Maninjau, Sumatera
Barat, 17 Februari 1908. Ayahnya, Syaikh Abdul Karim Amrullah, Pelopor Gerakan Tajdid
‘Pembaharuan di Minangkabau.45
Abdul Karim Amarullah lahir pada tanggal 17 Safar 1296 H, bertepatan dengan 10
Februari 1879 di Kepala Kebun, Jorong Betung Panjang. Negeri sungai Batang Maninjau dalam
Luhak Agam, Sumatra Barat. Ketika dilahirkan diberi nama oleh orang tuanya Muhammad
Rasul. Dilihat dari sislsilah Keturunannya, Abdul Karim Amarullah merupakan kaum
keturunan agama atau ulama besar Minangkabau saat itu.46 Ayahnya adalah Haji Abdul Karim
Amarullah atau sering disebut Haji Rasul bin Syekh Muhammad Amarullah ( gelar Tuanku
Kissai) Bin Tuanku Abdullah Saleh. Haji Rasul merupakan salah seorang ulama yang pernah
mendalami agama di Mekkah, pelopor kebangkitan kaum mudo dan tokoh Muhammadiyah di
Minangkabau. Sementara ibunya bernama Siti Shafiyah Tanjung binti Haji Zakaria (w. 1934).
Dari genologis ini dapat diketahui bahwa ia berasal dari keturunan yang beragama dan memiliki
hubungan dengan generasi pembahari islam di Minangkabau pada akhir abad XVII dan pada
abad XIX. Ia lahir dalam struktur masyarakat minangkabau yang menganut sistem materilinial.
Oleh karena itu dalam sislsilah Mianangkabau ia berasal dari Suku Tanjung sebagaimana Suku
Ibunya.47
Nama sebenarnya Hamka adalah Abdul Malik. Digelar Buya oleh rata-rata penganut
pahaman Muhammadiyah di Minamgkabau, yang menunjukan seseorang itu memiliki
kedalaman ilmu Pengetahuan Agama. Panggilan ini setara dengan panggilan Kiyai di Pulau
Jawa. Nama Hmaka adalah singkatan kepada Abdul Malik Karim Amrullah merujuk pada
Nama Bapaknya.48
Berdasarkan silsilah Keluarga Hamka dipandang mempunyai tempat di Minangkabau,
mulai dari kakeknya dan bapaknya merupakan tokoh yang cukup berpengaruh bagi
45 M. Anwar Djaelani, 50 Pendakwah Pengubah Sejarah, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016). Hal. 81
46 Samsul Nizar dan Ramyulis, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press Group, 2005), hal. 233
47 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2008), hal. 15-18
48 Abdul Rauf,Tafsir AlAzhar Dimensi Tasawuf Hamka, (Selangor: Piagam Intan sdn. Bhd.,2013) hal.19
22
pembaharuan di daerah tersebut. Ini menjadikan Hamka terdidik dengan lingkungan yang
memegang kuat ilmu agama. Sejak kecil mempelajari ilmu agama dengan belajar Quran dari
ayahnya yang juga merupakan Syekh ketika itu. Hal ini lah Yang juga menjadikannya Ulama
yang terpandang di derahnya.
b. Riwayat Pendidikan Hamka
Sejak kecil ia menerima dasar-dasar agama dan membaca Al-Quran langsung dari
ayahnya. Ketika ia usia 6 tahun, ia dibawa ke Padang Panjang. Ketika usia 7 tahun, ia kemudia
dimasukkan ke sekolah desa hanya sempat dienyam sekitar 3 tahun, dan malamnya ia belajar
mengaji dengan ayahnya sampai khatam. Pendidikan formal yang dilaluinya sangat sederhana.
Mulai tahun 1916 samapi 1923, ia belajar pada lembaga pendidikan Diniyah School di
Padangpanjang. Dan di Parabek. Walaupun pernah duduk dikelas VII, akan tetapi ia tidak
mempunyai ijazah guru-guru wkatu itu antara lain Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo
Abdul Hamid Hakim, Sutan Marajo, Dan Syek Zainuddin Labay el- Yunusiy.49
Pelaksanaan pendidikan ketika itu masih bersifat tradisional dengan menggunakan
sistem Halaqah. Pada tahun 1916, sistem klasikal baru diperkenalkan di Sumatera Thawalib
Jembatan Besi. Hanya saja, hanya saja pada saat ini sistem klasikal yang diperkenalkan belum
memiliki bangku, meja , Kapur dan Papan tulis. Materi pendidikan masih berorientasi pada
pengajian kitab-kitab Klasik, seperti Nahwu, Sharaf, Manthiq, bayan, fiqih dan yang
sejenisnya.50
Sistem pendidikan tradisional yang demikian membuatnya merasa kurang Puas, dengan
pelaksaaan pendidikan waktu itu. Kegelisahan intelektual yang dialaminya telah menyebabkan
ia berhasrat untuk merantau guna menambah wawasannya. Tujuannya adalah Jawa. Pada
awlanya, kunjungan ke Jawa hanya ingin mengunjungi kakak iparnya, A.R. St. Mansur dan
kakaknya Fathimah yang tinggal di Pekalongan. Pada awalnya, ayahnya melarang untuk
berangkat, karena khawatir akan terpengaruh paham Komunis yang berkembang saat itu. Akan
tetapi karena melihat demikian besarnya keinginan anaknya untuk menambah ilmu
pengetahuan dan yakin anaknya tidak akan terpengaruh, maka Akhirnya diizinkan untuk
berangkat. Untuk itu, ia ditumpangan dengan Marah Intan, seorang saudagar Minangkabau
yang hendak ke Yogyakarta dan Pekalongan. Sesampainya di Yogyakarat ia tidak langsung ke
Pekalongan, untuk sementara waktu ia tinggal bersama adik ayahnya, Ja’far Amarullah di desa
49 Abdul Rauf, op. cit., hal. 19 50 Ibid., hal. 21
23
Ngampilan, bersama pamannya ia diajak beajar kiatabklasik dengan beberapa ulama waktu itu,
seperti Ki Bgaus Hadikusumo (tafsir), R.M. Soeryopranoto (sosiologi). K.H. Mas Mansur
(filsafat dan tarikh Islam), haji Fachrudin, H.O.S. Tjokroaminoto (islam dan sosialisme), Mirza
Wali Ahmad Baig, A. Hasan Bandung dan terutama A.R. Sutan Mansur.51
Hal yang terpenting yang dapat dipetik selama Kunjungan Hamka ke Tanah Jawa adalah
kesadaran melihat perbedaan yang sanagt mencolok antara isalam di jawa dan islam di
daerahnya. Dia menyadari bahwa adanay fakta bahwa islam di Minangkabau pada waktu itu di
tandai dengan konflik antara Kaum Tua (Traditional Muslim) dan kaum muda (Moderenist
Muslim), kepada yang terakhir inilah Hamka berpihak. di sisi lain Hamka juga melihat adanya
perbedaan Islam antara di Minangkaba dan di Jawa yang telah menjadi inspirasi kehidupan
Sosial dan Politik.52
Pada tahun 1925, tepatnya pada usia 17 tahun beliau telah kembali ke Surau Jembatan
Besi, Maninjau. Tempat ia menimba ilmu sebelum ketanah Jawa. Untuk menawarkan
kewujudan semangat pembaharu berkenaan dengan wawasan Islam “baru” tersebut, satu kursus
pidato yang dikenali dengan “tabligh Muhammadiyah” telah dibuka pada tahun 1925.
Pelaksanaannya dilakukan seminggu sekali di surau jembatan Besi Padangpanjang. Beliau
banyak mengarang naskah pidato rakan-rakannya. Nasakah itu kemudiannya dikumpulkan lalu
dicetak beliau dengan memberi tajuk Khatib Al Ummah. Dari sinilah kemampuan
jurnalistiknya mulai digilap. Pun begitu, ia di cela ulamak minangkabau, di mana beliau telah
dikatakan sebagai mubaligh tukang pidato yang tidak memahami bahasa arab. Kata-kata
sindirian ini memberi pukulan keras pada Hamka yang telahpun jauh merantau ke tanah Jawa
untuk menimba ilmu Agama. 53
Menurut anaknya Irfan Hamka, Lebih dari tujuh bulan ayahnya bermukim di kota
Mekkah, ayahnya membiasakan untuk bebicara Bahasa Arab walaupun denga sesama orang
indonesia karena sanagt ingin melancarkan kemampuan arabnya.
Di dalam bukunya ia menulis bahwa ayahnya merasakan penderitaan disana dan untuk
menanggung rasa laparnya ayahnya bekerja di percetakan dan di dalam gudang tersebut
terdapat gudang yang menyimpan berbagai buku yang di manfaatkanya di sela-sela waktu
istirahanya ulai dari filsafat, tasawuf, sirah, tauhid dan berbagai macam buku lainnya.
Ada pengalaman menarik ketika Hamka berada di Mekkah. Di Tanah Suci ini ia
51 Syamsul Nizar, op. cit., hal. 23 52 Sulaiman Al Kumayi, Kearifan Spritual dari Hamka Ke Aa Gym, (Semarang : Pustaka Nuun, 2004) hal.
26 53 Abdul Rauf, op. cit., hal.43
24
bertemu dengan Haji Agus Salim. Hamka semat meminta nasihatnya untuk menuntut ilmu dan
bermukim di Mekkah. Namun, Agus Salim menghalangi Niat tersebut dan mengingatkan: “
Datanglah ke Mekkah mengerjakan ibadah haji adapun menuntut ilmu lebih baik pulang.
Ayahmu Syeikh Abdul Karim Amrullah timbul menjadi Ulama’ adalah dalam tanah air sendiri.
Kalau engkau mukim di mekkah bertahun-tahun, kalau engkau pulang nanti setinggi-tingginya
engkau hanya dipanggil membaca doa kalau ada orang kenduri”.54
Sekembalinya dari Mekkah, Ia tidak Langsung pulang ke Minagkabau, akan tetapi
singgah ke Medan untuk beberapa Waktu lamanya. Di Medan, ia menulis artikel di pelbagai
majalah waktu itu, seperti majalah “Seruan Islam” di Tanjung Pura, Pembantu redaksi
“Bintang Islam” dan Suara Muhammadiyah di Yogyakarta. Atas desakan iparnya, A.R. St.
Mansur, ia kemudian diajak pulang ke Padangpanjang untuk menemui ayahnya yang demikian
merindukannya. Sesampainya di Padangpanjang ia kemudian dinikahkan dengan Siti Raham
Binti Endah Sutan (anak Mamaknya) pada tanggal 5 April 1929. Pernikahannya dengan Siti
Raham Berjalan harmonis dan bahagia. Dari perkawinnannya dengan Siti Raham, ia dikarunai
11 orang Anak. Mereka antara lain Hisyam (meninggal usia 5 tahun), Zaky, Rusydi, Fakhri,
Azizah, Irfan, Aliyah, Fathiyah, Hilmi, Afif, dan Syakib. Setelah istrinya meningga Dunia,
Satu setengah tahun kemudian , tepatnya 1973 ia menikah lagi dengan seorang perempuan asal
cirebon, yaitu Siti Khadijah.55
c. Karya-karya Hamka
Hamka termasuk ulama yang gemar menulis, sejak berusia 17 tahun telah menerbitkan
buku yang ia tulis. Bahkan sampai akhir hayatnya ia tetap menulis. Baginya menulis merupakan
tuntutan dan sebagai sarana menyalurkan tugas utama sebagai seorang ulama, yakni berdakwah
di jalan Allah.56
Berbagai macam judul buku telah ia tulis, adapun buku-buku tersebut adalah:
1) Khatibul Ummah, diterbitkan tahun 1929 di Padang Panjang. Buku ini berisi tentang
kumpulan pidato pada lembaga pedidikan yang ia dirikan di Padang Panjang.
2) Lembaga Hidup, berbicara tentang dunia pendidikan.
3) Tasawuf Modern dan Filsafat Hidup, berisi tentang kaidah-kaidah pergaulan dalam
hidup.
4) Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, buku roman yang pertama kali ditulis Hamka.
54 Sulaiman Al Kumayi, op. cit., hal. 25 55 Syamsul Nizar, op. cit., hal. 29 56 Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 104
25
5) Di Bawah Lindungan Ka’bah, buku roman yang bercerita tentang seorang anak
muda yang taat beribadah dalam petualangan cintanya dengan seorang gadis cantik,
namun oemuda tersebut banyak mengalami penderitaan, sehingga ia mencari tempat
berlindung. Kemudia dibawah lindungan Ka’bahlah ia menemukan ketentraman
jiwanya sampai ia meninggal.
6) Sejarah Umat Islam, buku yang berisi tentang keadaan dan sejarah tanah arab
sampai pengaruh ajaran islam yang di bawa Muhammad datang. Juga berisi tentang
lahirnya kerajaan kerjaan islam di Jazirah Arab mulai dari masa Khalafaurrasyidin
sampai masuknya islam ke Timur di kerajaan Johor pada abad XVII Masehi.
7) Tasawuf; perkembangan dan pemurniannya, buku yang mengulas berbagai hal
tentang tasawuf.
8) Pelajaran Agama Islam, buku tentang pendidikan dan pelajaran agama dan
Filsafat.
9) Tafsir Al-Azhar, satu karya monumental yang memperlihatkan kedalaman
ilmunya dalam bidang tafsir. Buku ini terdiri dari 30 jilid yang ditulis pada tahun
1966, saat beliau berada dalam tahanan masa pemerintahan Soekarno.
10) Antara Fakta dan Khayal tuanku Rao, dan lain-lain.57
c. Pemikiran Hamka tentang Akhlak Guru dan Murid
1. Akhlak Guru
Guru merupakan seseorang yang mendidik siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran
yang dilakukan oleh peserta didiknya yang mengharuskan guru menjadi panutan bagi setiap
peserta didiknya. Tidak hanya mendidik tugas terpenting guru yang lainyya adalah
membimbing dari setiap kegiatan yang dilakukan peserta didiknya di sekolah. Dengan
memberikan petunjuk dan arahan yang baik bagi peserta didiknya.
Interaksi guru dengan berbagai pihak dalam mendukung kegiatan pembelajaran tidak bisa
diabaikan, karena semuanya saling berkaitan dan saling melengkapi. Guru melakukan interaksi
dengan memenuhi etika da moralitas seperti berinteraksi dengan kepala sekolah, pengawas
sekolah, guru senior, dan teman sejawatnya, peserta didik dengan orangtua siswa dan
masyarakat yang berkepentingan interaksi tersebut mendukung aktivitas pembelajaran
disekolah. Kualitas interaksi guru dengan berbagai pihak tampak pada sejauh mana guru
memenuhi etika dan moralitas sehingga memnumbuhkan kepercayaan masyarakat dalam
57 Ibid.,
26
mendidik anaknya dan meningkatkan kualitas belajar.58
Menurut Hamka seorang guru harus mempunyai etika yang baik dengan ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
Pertama, seseorang guru harus mempunyai cukup ilmu, tidak mencukupkan ilmunya dari
pendidikan formal saja. Tetapi, Seharusnya seorang guru menambah ilmunya itu dengan
mencari pengalaman dan buku-buku yang dibutuhkan untuk memperkuat ilmunya.
Sebelum seorang diangkat menjadi guru tentu saja tentu saja orang tersebut memiliki
ijazah yang dipersyaratkan untuk diangkat menjadi guru. UU No. 14 tahun 2005 pasal 8
menyatakan guru wajib memeiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9 menyatakan kualifikasi akademik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma IV.59
Seorang guru seharusnya mempunyai riwayat pendidikan yang tinggi walaupun kadang
guru sering dipandang sebelah mata. Ini bertujuan agar menyampaikan ilmu mempunyai teori
yang kuat. Dan melengkapinya dengan buku dan mengikuti kegiatan yang mendukung apa
yang akan diajarkannya. Yang demikian itu akan menambah wawasannya dalam mengajar.
Kedua, seorang guru seharusnya perkembangan dan kemajuan, sehingga tidak tertinggal
dengan masalah-masalah aktual, terutama dalam bidang yang ditekuninya.
Guru yang profesional menggunakan tes standar menilai hasil belajar siswanya,
mengandlakan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengembangan profesi dan
terus memperbarui keterampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi60
Dizaman modern ini guru juga harus membekali diri mereka dengan pengetahuan yang
Update, dan juga mebekali diri mereka dengan penegtahuan modern seperti perkembangan
Sains, teknologi dan Dunia luar yang medukung wawasan dan bidang yang sedang digelutinya.
Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan dunia kerja sesuai dengan
persyaratan-persyaratan di dunia sekolah, di mana sering kali direspon sekolah dengan sangat
lamban. Ruang lingkup pengetahuan dan keterampilan yang di berikan kepada pendidik atau
guru seringkali dibatasi oleh kalender kerja, dan juga masih rendahnya kualitas pendidikan itu
sendiri.61
Ketiga, seorang guru harus mempunyai pergaulan yang luas, terutama dengan orangtua
58 Syaiful Sagala, Etika dan Moralitas Penidikan Peluang dan Tantangan, (Kencana: Jakarta, 2013) Hal.
185 59 Syaiful Sagala, Op. Cit., Hal. 186 60 Ibid., Hal. 187 61 Abdullah idi dan Safarina Hd, Etika Pendidikan, (Rajagrafindo Persada; Jakarta,2016), hal. 102
27
dan golongan muda. Pandangan hamka yang demikian, yaitu pandangan yan tercantum pada
pandangan pertama. “ Guru yang mendapat sukses dalam pekerjaannya dan muridnya dalam
mencapai kemajuan, ialah guru yang tidak hanya mencukupkan ilmunya dari sekolah guru saja,
tetapi diperluasnya pengalaman, dan Bacaan. Senantiasa teguh dengan hubungannya dengan
kemajuan modern dan luas pergaulannya, baik dengan wali murid atau dengan sesama guru,
sehingga bisa menambah ilmu tentang soal pendidikan. Rapat hubungannya dengan orangtua
dan golongan muda supaya dia sanggup mempertalikan zaman lama dengan zaman baru, dan
dapat disisihkan mana yang antah, mana yang beras”.
Keempat, seorang guru seharusnya dapat memberikan petunjuk kepada peserta didiknya.
Sebab bagaimanapun seorang guru adalah seorang yang dianggap telah dewasa dan telah
mempunyai banyak pengalaman , terutama dalam hal pengetahuan.
Guru membimbing siswanya untuk memahami , menghayati, dan mengamalkan hak-hak
dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah dan warga masyarakat. Apapun latar
belakang siswa jika sudahmenjadi peserta didik bagi seorang guru maka hal penting yang
dilakukan guru adalah mendidik melalui proses pembelajran.62
Memberikan petunjuk kepada murid merupakan keawajiban seorang guru, karena tanpa
seorang guru murid seperti tubuh tanpa kepala, berjalan tanpa arah. Dengan memberikan
petunjuk maka sang murid akan dibimbing yang mana seharusnya dilakukan dan yang mana
seharusnya ditinggalkan.
Kelima, Seorang guru seharusnya dapat membantu membuka pemikiran peserta
didiknya. Seorang guru, utamanya dalam pandangan andradogi adalah seorang yang lebih
merupakan sebagai fasilitator, sehingga seorang guru lebih berperan memberikan peluang
kepada peserta didiknya agar mereka berkembang dengan sebnayak mungkin dapat
menggunakan pemikirannya sendiri.
Keenam, seorang guru seharusnya memperluas lapangan usaha peserta didiknya untuk
menciptakan peluang-peluang yang mungkin dapat ditempuhnya. Seorang guru seyogyanya
dapat mendorong para peserta didik untuk menciptakan peluang-peluang, kesempatan-
kesempatan, terutama dalam masalah kerja.
Ketujuh, seorang guru tidak hanya dapat mentransfer ilmu kepada para peserta didiknya,
tetapi juga dapat menanamkan nilai-nilai yang baik dengan cara mendidik mereka dengan budi,
persaudaraan dan persatuan, kerukunan dan kepercayaan kepada diri sendiri. Pendidikan pada
dasarnya, adalah menyakut tiga hal. Yaitu tarnsfer ilmu (kognitif), Transfer Nilai (Afektif), dan
62 Syaiful Sagala, op. cit., hal. 195
28
transfer keterampilan (Psikomotorik). Jadi, manusia yang diharapkan adalah cerdas, berbudi
luhur, dan mempunyai keterampilan yang mendukung hidupnya.63
Guru memberikan apa yang mereka ajarkan dan apa yang mereka yang sampaikan ketika
mereka menmberika ilmunya di dalam kelas. Walaupun guru yang memegang wewenag di
kelas ataupun sekolah, bukan berarti mereka melupakan nilai-nilai kebaikan yang mereka harus
berikan kepada peserta didiknya. Karena nilai kebaikan itulah yang akan diserap oleh mereka
dengan mencontoh daripada gurunya. Oleh karena itu sangat penting guru bersikap baik kepada
murid, kalaupun menghukum harus menghukum dengan cara yang baik dan tidak dengan
kekerasan, yang malah akan bersikap buruk bagi mental siswa. Yang berakibat akan menjauhi,
menghindari, bahkan takut untuk mendekat.
2. Akhlak/Etika Murid
Setiap Murid hendaklah mengakui kelebihan gurunya dan menghormati gurunya,
karena guru itu lebih utama dari ibu dan bapak tentang kebesaran jasanya. Ibu dan bapak
mengasuh anak sejak dilahirkan . tetapi guru melatih murid supaya berguna setelah besar.
Karena akal budi itu adalah laksana berlian yang baru keluar dari tambang, masih kotor dan
belum berkilat, adalah guru menjadi tukang gosoknya dan membersihkannya sehingga
menjadi berlian yang berharga. Meskipun guru tidak akan dikatakan lebih dari ibu dan bapak,
tetapi janganlah dikatakan kurang.64
Tugas guru membentuk karakter dan mengajarkan pengetahuan kepada anak, yang
sebelumnya tidak mengetahui apa-apa, menjadi mengetahui sesuatu bahkan mengetahui
banyak hal. Itu semua itu karena jasa guru yang telah mendidik dan membimbing para murid
dalam belajar. Atas dasar itulah sebaiknya para murid di sekolah menmpunyai rasa hormat
kepada setiap guru. Yang telah berjasa menjadi orangtua pengganti segaligus pembimbing
mereka di dalam pendidikan.
Dalam bukunya Abdul Haris menuliskan ada beberapa etika murid atau peserta didik
menurut hamka, Yaitu :
Pertama, seharusnya seorang pelajar dengan pelajar yang lainnya harus terikat didalam
tali kasih sayang.
“apabila beberapa orang murid pada seorang guru, atau dibwah atap sebuah sekolah,
diantara mereka telah terjalin persaudaraan teman sekolah hampirsama derajtnya dengan
saudara sendiri sebab itu hendaklah semua teriakt di dalam tali kasih sayang, persaudaraan
63 Abdul Haris, Etika Hamka Konstruksi Etik Berbasis Rasional Religius, (Yogyakarta: LkiS, 2010), Hal. 168-
170 64 Hamka, Lembaga Hidup, (Republika : Jakarta,2015) hal. 290
29
yang terikat lantaran berkhidmat terhadap ilmu, lebih tinggi nilainya daripada persaudaraan
lantaran pertalian darah.65
Menurut Hamka teman sekolah hampir sama derajatnya dengan saudara sendiri. disini
diartikan para peserta didik harus menciptkan tali persahabatan agar tidak ada sikap
membeda-bedakan terhadap yang lainnya.
Kedua, seorang pelajar seharusnya tidak membedakan asal-usul mereka, tetapi
menciptakan persamaan. Dalam bukunya hamka mengatakan :
“masa sekolah adalah usia bunga kembang. Persahabatan yang terikat antara murid-
murid, kadang-kadang kekal sampai tumbuh uban dikepala. berbagai ragam keadaan murid
menuntut kemampuan orangtua. Dalam sekolah tidak ada anak raja, tidak ada anak
saudagar, tidak ada anak tukang rumput.66
Artinya disini para murid haruslah bisa menerima semua teman mereka baik bagaimana
ataupun dari mana asal mereka. Karena mereka merupakan teman yang sama-sama dalam
halmenuntut ilmu. dengan tidak membandingkan keadaan sahabat atau pun temannya, maka
para pelajar ataupun siswa tidak akan tulus dalam berteman sebagai sesama pelajar.
Ketiga, Seorang pelajar hendaknya saling membantu di antara mereka. Hamka
Mengatakan :
“murid yang kaya membantu yang miskin, bila ada yang sakit hendaklah didatangi,
ikut gembira diwaktu senangnya, ikut susah diwaktu dukanya.67
Dengan demikian para murid atau pelajar akan merasa apa yang dirasakan oleh
temannya, karena ikut membantu baik itu disaat senang maupun disaat suasah. Hal ini akan
membangun ikatan kepada mereka, ikatan sesama sahabat.
Keempat, Seorang pelajar hendaknya menggunakan dan memanfaatkan halaman dan
pekarangan sekolah sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk melatih budi dalam
memasuki kehidupan yang sesungguhnya di masyarakat.
“persahabatan dengan kawan sekolah, bukan karena ketagihan pelesir, berjalan
berfoya-foya. Tetapi persatuan kepentingan, persatuan keinsyafan dan rasa cinta kepada
bangsa dan tanah air”68
Persahabatan yang terjalin antara mereka akan mereka bawa sampai tua kelak, salah
satunya dengan saling membantu teman sesama pelajar. Tidak hanay itu mereka juga bisa
65 Ibid., hal. 287 66 Ibid., hal. 288 67 Ibid., hal. 288 68 Ibid., hal, 288
30
saling menasehati di dalam persahabatan mereka. Dan saling berbagi ilmu dan lain sebaginya.
Kelima, Hendaknya seorang pelajar dengan yang lainnya menciptkan persahabatan
yang tulus.
“persahabatan Murid-murid yang tulus didalam sekolah kejujuran seorang terhadap
yang lain, sehingga tidak berbeda antara si kaya dan si miskin baik di sekolah rendah, sampai
kepada yang menengah, dan lanjut kepada yang tinggi.69
Dengan menciptakan persahabatan yang tulus dan tidak membanding kan antara sikaya
dan si miskin maka para pelajar menciptaan ikatan persahabatan yang tanpa memandang
temannya dengan sebelah mata dan tanpa membandingkan antara satu dengan yang lainnya
Keenam, setiap pelajar hendaknya mengakui kelebihan gurunya dan menghormatinya,
karena gurunya lebih utama dari ibu dan bapaknya tentang kebesaran jasanya.70
“demikianlah guru-guru yang oleh segala agama diwajibkan menghormatinya, karena
dialah tiang sebenarnya dari bangunan suatu bangsa. Yaitu orang-orang yang sungguh-
sungguh sudi berkorban denga tidak mengharap nama dan pangkat. Hanya pangkat jadi guru
atau jadi bapak dari anak-anak yang sangat banyak itu,”
karena pengorbanan dan kesungguhan beliau lah maka seharusnya para guru tersebut
tidak boleh di anggap remeh, karena dengan pengorbanan dan kesungguhan beliau para guru
di pandang memeiliki andil besar bagi ara muridnya. Oleh karena iu sudah sepatutnya para
murid juga mengormati para gurunya.
Ketujuh, Janganlah diringankan pergaulan dengan guru, walaupu guru memberi hati.71
Kedelapan, janganlah cepat melintas dihadapannya, walapun dia yang mengulurkan
tangan, meskipun telah pandai, telah pintar dan otak terang. Janganlah hendak mengalahkan
guru. Sebab dengan sikap yang tidak hormat hilanglah martabat ilmu. jangan pula
membesarkan guru lebih daripada mestinya sehingga apapun katanya dituruti walaupun
salah.72
Kesembilan, hadapi majlis guru dengan penuh khusyuk. Jangan biasakan berpikir lalai.
penuhkan perhatian jangan lengah. Pandang matanya tanda paham, dan pandang pula kitab
sendiri bila guru membaca kitabnyajangan melengong kiri kanan.jangan dijawab sebelum
ditanya, terutama jangan dijawab kepada yang lain.73
Sedangkan menurut Hamka ada beberapa sebab Murid untuk menghormati Gurunya,
69 Ibid., hal. 288 70 Abdul Haris, op. cit., hal 172 71 Hamka op. cit., hal. 286 72 Ibid., hal. 287 73 Ibid.
31
Yaitu :
1. Menghormati gurunya Lebih dari orangtua.
“Setiap Murid hendaklah mengakui kelebihan gurunya dan menghormati gurunya,
karena guru itu lebih utama dari ibu dan bapak tentang kebesaran jasanya.”74
Karena guru membimbing dan menumbuhkan pengetahuan kepada murid dan menjadi
orangtua kedua bagi mereka, karena pertimbngan itulah maka para murid harus
menghormatinya tidak peduli guru mengaji, guru sekolah atau pun guru yang baru sekali kita
bertemu dengannya, mereka sama-sama mempunyai jasa kepada kita.
2. Mereka adalah pahlawan yang tidak terkenal.
“bukankah patut dikatakan guru-guru itu pahlawan yang tidak terkenal? Bukankah
pahlawan-pahlwan tanah air, negarawan, pengarang, ahli pdato, orang-orang ternama atau
yang berjabatan tinggi dahulunya pernah belajar dari bangku sekolah, sejak dari yang
serendah-rendahnya, sampai kepada yang setinggi-tingginya? kadang- kadang guru itu masih
mengajar disana , masih menghadapi murid-murid baru yang duduk berbaris di bangku
padahal bekas muridnya keluaran 20 tahun yang lalu telah menajdi menteri, yang keluaran 10
tahun lalu telah menajdi presiden.”75
Segala jabatan seperti presiden, pahlawan dan para penulis buku terdahulu dan jabatan
lainnya, semuanya merupakan karena jasa guru karena mereka telah mengajarkan mereka
menulis, membaca dan memperluas wawasan para muridnya yang menjadikan para pahlwan-
pahlwan tersebut secara langsung mempunyai keterkaitan dengan gurunya.
3. Mereka mengorbakan Waktu untuk muridnya
Kalau kita lihat guru-guru itu, agaknya kita tidak akan begitu heran melihat golongan
yang sudi berkorban itu. Tetapi cobalah lihat guru-guru sekolah swasta pada bangsa yang baru
bangun, yang dirintis oleh guru itu sendiri. Di bekerja siang dan malam , tidak mengenal
bosan, kadang pekerjaan disekolahnya dibawa pulang. Cita-citanya hanya satu yaitu dapatlah
hendaknya dia menciptakan murid-murid yang berguna untuk masyarakat. Dan keuntungan
buat dirinya sendiri jauh dari cukup kadang-kadang tidak ada sama sekali. Dalam pada itu dia
tidak meminta supaya orang memuj dia, atau merengok kepadanya. Dia tidak bersikap
mempropagandakan diri, laksana penumpang sebuah kapal yang karam, terdampar di sebuah
pulau lalu kelihatan olehnya kapal dari jauh, dia bersorak memberi tau orang kapal yang
tengah berlayar itu mengatakan dirinya ada disana tolonglah jemput.76
74 Op. Cit., hal. 290
75 Hamka, Loc. Cit., hal. 292. 76 Ibid., hal 294
32
Pengorbanan seorang guru sudah banyak demi tercapainya tujuannya yaitu menjadikan
para muridnya bisa menyambut masa depan dengan pengetahuan yang telah diberikan oleh
gurunya. Mereka berkorban waktu, materi dan bahkan perasaan. Mungkin bagi kita terlihat
biasa saja. Tapi apakah kita bisa mencari orang lain yang rela mengorbakan segalanya demi
orang lain. Rasanya akan sulit menemukan orang yang mau berkorban demi keberhasilan
orang lain, selain guru. Ketika kita para muridnya telah sukses, tapi sang guru tetap rela
menghabiskan waktu di sekolah mendidik murid baru lainnya untuk menjadikannya serorang
yang akan berhasil dan seorang yang akan memimpin di masa depan. Maka dari itu tak elok
bagi kita untuk membiarkan pengorbanannya sia-sia. Paling tidak tunjukan kepadanya kita
berhasil menajadi orang lain yang mau hormat dan menghargai jasa-jasa mereka.
Dari itulah penting sekali bagi siswa atau peserta didik menghormati atau berakhlak baik
terhadap guru yang mendidiknya. Karena kedekatan guru yang mengharuskan guru
memperhatikan perkembangan peserta didiknya yang dari apapun yang mereka berikan. Yang
berpengaruh bagaimana pembentukan karakter terhadap gurunya. Dengan bersikap baik dan
memperhatikan guru maka siswa tersebut telah menghormati guru. Dan bisa dibilang berakhlak
baik kalau mereka bersikap sopan dan santun terhadap guru-guru mereka, tidak hanya ketika
di sekolah, melainkan dimanapun ketika bertmu gurunya
2. Hasyim Asy’ari
A. Biografi Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari memiliki nama lengkap Muhammad Hasyim. Sementara nama
Asy’ari di-nisbat-kan kepada nama ayahnya, KH. Hasyim Asy’ari, seorang ulama sekaligus
pondok pesantren Keras di Jombang. Melalui Jalur Ayahnya, KH. Hasyim Asy’ari merupakan
keturunan penguasa Kerajaan Islam Demak.77
K.H. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada 14 Februari, di pesantren gedang, Desa
Tembakrejo, Sekitar dua kilometer ke arah utara kota Jombang, Jawa Timur, Ayahnya Asy’ari
adalah pendiri pesanteren Keras di Jombang, Sementara kakeknya, Kiai Usman adalah kiai
terkenal dan pendiri Pesantren Gedang yang didirikan pada akhir abad ke-19. Selain itu,
moyangnya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambakberas, Jombang. Wajar saja apabila
K.H. Hasyim Asy’ari menyerap lingkungan agama dari lingkungan pesantren keluarganya
dan mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam. Ayah K.H. Hasyim Asy’ari sebelumnya
77 Abdul Hadi, KH. Hasyim Asy’ari serumpun cerita cinta dan karya Maha Guru Ulama Nusantara, (Diva
Press, Yogyakarta : 2018), hal. 17
33
merupakan santri terpandai di pesantren Kiai Usman. Ilmu dan agamanya sangat
mengagumkan sang kiai sehingga dikawinkan dengan anaknya Halimah (Perkawinan
merupakan hal yang biasa dilakukan pesantren untuk menjalin ikatan antarkiai). Ibu K.H.
Hasyim Asy’ari anak pertama dari tiga saudara laki-laki dan dua perempuan: Muhammad,
Leler, Fadil dan Nyonya Arif. Ayah K.H Hasyim Asy’ari berasal dari Tingkir dan keturunan
Abdul Wahid dari Tingkir. Dipercayai bahwa mereka adalah keturunan raja Muslim Jawa,
Jaka Tingkir, dan raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI. Jadi K.H. Hasyim Asy’ari juga
dipercayai merupakan dari keluarga bangsawan.78
Dalam taradisi masyarakat jawa zaman dulu, terdapat satu keyakinan bahwa ketika ada
orang yang kelak akan tumbum menjadi tokoh yang berpengaruh, maka kelahiran orang
tersebut akan ditandai dengan beberapa kejadian yang tidak bisa dinalar dengan Logika hal
yang sama terjadi menjelang lahirnya KH. Hasyim Asy’ari. Konon, KH. Hasyim Asy’ari
dikandung oleh ibinya yang bernama Halimah selama 14 bulan. Masa kehamilan yang begitu
panjang tersebut tentu saja berbeda dari kebiasaan usia kehamilan ada umumnya. Dalam
keyakinan masyarakat Jawa Waktu itu, kehamilan yang panjang menandakan kecemerlangan
bayi yang sedang di kandung.79
Namun ada satu lagi pertanda yang lebih di yakini oleh kedua orang tua KH. Hasyim
Asy’ari. Yakni, ketika sedang berada dalam kandungan, Ibunda KH. Hasyim Asy’ari pernah
bermimpi bahwa bulan purnama jatuh dari langit dan menimpa tepat diatas perutnya. Isyarat
inilah yang di yakini oleh kedua orangtua KH. Hasyim Asy’ari bahwa anaknya kelak akan
memiliki kecemerlangan. Ada satu lagi hal yang menjadi pertanda akan kecemrlangan KH.
Hasyim Asy’ari. Sejak kecil, KH. Hasyim Asy’ari memiliki bakat kepemimpinanketika ia
bermain dengan anak seusianya, ia selalu menjadi penengah diantara teman-temannya. Setiap
kali melihat teman-temannya melanggar aturan permainan, KH. Hasyim Asy’ari selalu
menegur dan mengingatka. Tanda lain yang terlihat dari KH. Hasyim Asy’ari sejak kecil ialah
sifatnya yang suka menolong dan melindungi sehingga hal itu menjadikan teman-temannya
merasa senang berteman dengannya.80
K.H. Hasyim Asy’ari adalah anak ketika dari sepuluh bersaudara, yaitu Nafi’ah,
Ahmad, Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi, dan Adnan.
Samapi umur lima tahun beliau dalam asuhan orangtua dan kakeknyadi pesantren Gedang. Di
78 Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (AR-RUZZ Media:
Jogakarta, 2011), hal. 203-204 79 Abdul Hadi. Op. Cit., hal. 18 80 Ibid., hal. 20
34
pesantren ini, para santri mengamalkan ajaran agama Islam dan blajar berbagai cabang ilmu
agama Islam. Suasana ini tidak diragukan lagi memepngaruhi karakter K.H. Hasyim Asy’ari
yang sederhana dan rajin belajar. Pada 1876, ketuka K.H. Hasyim Asy’ari berumur enam
tahun, ayahnya mendirikan pesantren Keras, sebelah selatan Jombang, suatu pengalaman
yang kemungkinan besar memepengaruhi beliau untuk mendirikan pesantren sendiri, oleh
karena itu, jelaslah bahwa kehidupan masa kecilnyadi lingkungan pesantren berperan besar
dalam pembentukan yang haus ilmu pengetahuan dan kepeduliannya pada pelaksanaan
ajaran-ajaran agama dengan baik.81
b. Riwayat Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari
Riwayat pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari Dimulai dari mempelajari ilmu-ilmu Al Quran
dan dasar-dasar ilmu agama pada orangtuanya sendiri. Setelah itu ia melanjutkan
pendidikannya pada berbagai pondok pesantren, khususnya yang ada di pulau Jawa, Seperti
Pondok Pesantren Shona, Siwalan Buduran, Langitan, Tuban, Demangan, Bangkalan, dan
Sidoarjo. Selama Pondok di Pesantren Sidoarjo, Kiai Ya’kub yang memimpin Pondok
tersebut melihat kesungguhan dan kebaikan budi Pekerti K.H. Hasyim Asy’ari, hingga
kemudian menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Pada tahun 1982, tepatnya ketika
Hasyim Asy’ari berusia 21 tahun ia menikah dengan Khadijah putri K.H. Ya’kub.82
Setelah melangsungkan pernikahan K.H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya, Khadijah
segera melakukan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah. Sekembalinya dari Mekkah, K.H.
Ya’kub selaku mertuanya menganjurkan K.H. Hasyim Asy’ari agar menuntut ilmu di
Mekkah. Hal ini terjadi karena didorong oleh keadaan pada waktu itu yang melihat ketinggian
reputasi keilmuan seseorang ditandai oleh pengalaman menimba ilmu di Makkah selama
bertahun-tahun. Seorang ulama belum dianggap cukup ilmunya bila belum menuntut ilmu di
Makkah.83
Semangat dalam menuntut ilmu membawa dirinya sampai ke tanah suci, makkah. Selama
di Makkah ia berguru kepada sejumlah ulama besar, di antaranya Syeikh Syuaib bin
Abdurrahman, Syaikh Mahfudz Al Tirmasi (Tremas, Pacitan), Syaikh Khatib Al-
Minangkabawi, Syaikh Ahmad Amin Al-Athar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Al-
Yamani, Syaikh Rahmatullah, dan Syaikh Bafaddhal. Sejumlah Sayyid juga menjadi gurunya,
antara lain Said Abbas Al-Maliki,Sayyid Sulthan Hasyim Al-Daghistani, Sayyid Abdullah
81 Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Op. Cit., hal. 204 82 Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Raja Grafindo Persada: 2004,
Jakarta) hal.114 83 Ibid., hal. 114
35
Al-Zawawi, Sayyid Ahmad bin Hassan Al-Atthas, Sayid Alwi As-Segaf, Sayyid Abu Bakar
Syatha Al-Dimyathi, dan Sayyid Husain Al-Habsyi, yang saat itu menjadi mufti di Makkah.
Di antara mereka ada tiga yang memengaruhi wawasan keilmuan kiai Hasyim Sayyid Alwi
bin Ahmad As-Segaf, Sayyid Husain Al-habsyi, dan Syaikh Mahfudz Al-Tirmasi. Pada saat
tinggal di Makkah ini, Kiai Hasyim dipercaya untuk mengajar di Masjidil Haram bersama
tujuh ulama indonesia lainnya, Seperti Syeih Nawawi Al-Bantani, dan Syeikh Ahmad Khatib
Al-Minangkabawi selama di Makkah ia banyak mempunyai murid dari berbagai Negara. Di
antaranya ialah Syaikh Sa’dullah Al-Maimani (mufti di bombay, India), Syaikh Umar
Hamdan (Ahli Hadits di Makkah) As-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria), K.H. Abdul
Wahab Hasbullah (tambakberas, Jombang), K.H. R Asnawi (Kudus), K.H Dahlan (Kudus),
K.H. Bisri Syansuri (Denanyar, Jombang) dan K.H. Shaleh (Tayu).84
Perjalanan intelektual K.H hasyim Asy’ari di Mekkah berlangsung dalam waktu yang
relatif lama , selama 7 tahun. Masa ini tampaknya telah membuat K.H Hasyim Asy’ari
memiliki kecakapan-kecakapan tersendiri, terutama dalam pengetahuan keagamaan. Oleh
karena itu, pada tahun 1900 M yang bertepatan 1314 H. K.H Hasyim Asy’ari pulanh ke
kampung halamannya, di kampungnya ini K.H. Hasyim Asy’ari membuka pengajian
keagamaan secara terbuka bagi masyarakat umum. Dalam waktu yang relatif singkat,
Pengajian K.H. Hasyim Asy’ari menjadi terkenal, terutama di wilayah Jawa. Keberhasilannya
ini agaknya didukung oleh Faktor kepribadiannya yang luhur dan sikap pantang putus asa.
Di samping itu ia memiliki sikap spritual , Karamah (keajaiban yang dimiliki seorang
wali)pernyataan bahwa K.H. Hasyim Asy’ari memiliki kekuatan Supranatural dikuatkan oleh
pendapat James Fox, seorang Antropolog, dari Australian National University (ANU) yang
menganggap seorang K.H. Hasyim Asy’ari seorang wali sebagai mana dalam Tulisannya
dinyatakan. “.... Jika Kiai pandai masih dianggap sebagai wali ada satu figur dalam sejarah
jawa kini yang dapat menjadi kandidat utama untuk peran wali. Ini adalah ulama besar
Hadratus Syaikh Hashim Ash’ari ( Hasyim Asy’ari)... memiliki ilmu dan dipandang sebagai
sumber berkah bagi mereka yang mengetahuinya, Hasyim Asy’ari semasa hidupnya menjadi
pusat pertalian yang menghubungkan para kiai utama seluruh jawa. Kiai Hasyim Asy’ari juga
memiliki keistimewaan luar biasa. Menurut garis keturunannya, tidak saja berasal dari garis
keturunan ulama pandai, dia juga keturuna Prabu Brawijaya.85
84 Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, op. cit., hal. 206 85 Suwendi, Konsep Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari, (Ciputat: LekDis, 2005), hal. 26
36
Diantara ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajr K.H. Hasyim Asy’ari selama di Mekkah,
adalah fiqh dengan konsentrasi mazhab Syafi’i, Ulum al-Hadits, Tauhid, Tafsir, Tasawuf,
dan Ilmu ‘alat (nahwu, Sharaf, mantiq, balaghah, dan lain-lain). Dari beberapa ilmu itu yang
menarik perhatian KH. Hasyim Asy’ari adalah disiplin hadits terutama mengenai kumpulan
hadits Imam Muslim. Hal ini di dasarkan atas asumsi KH. M. Hasyim Asy’ari yang
menyatakan bahwa untuk mempelajari ilmu hukum islam harus mempelajri al-Quran dan
tafsirnya secara mendalam, juga harus memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai
hadits dengan syarah dan Hasyiya-nya untuk itulah, disiplin hadits menjadi sesuatu yang
sangat penting untuk dipelajari.86
c. Karya-karya Hasyim Asy’ari
ada beberapa karya yang diciptkan atau ditulis KH. Hasyim Asy’ari untuk dipelajari
santrinya dan bahkan menjadi kitab wajib di beberapa pesantren yang ada di nusantara adapun
karya-karyanya adalah:
1) At-Tibyan fi Al Nahy’an Muqatha’at al- Arham wa al Aqarib wa al-Ikhwan. Kitab
tersebut berisi penjelasan mengenai pentingnya membangun persaudaraan di tengah
perbedaan serta memberikan penjelasan akan bahayanya memutus tali persaudaran atau
silaturahmi
2) Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdhatul Ulama. Kitab ini berisi
pemikiran KH. Hasyim Asy’ari terutama berkaitan dengan NU.
3) Risalah fi Ta’kid al Akhdzi bi Mazhab al- A’imah al-Arba’ah. kitab ini menjelaskan
tentang pemikiran empat mazhab dan kenapa keempat pemikiran tersebut patut kita jadikan
rujukan.
4) Mawaidz. Kitab ini berisi tentang bagaimana seharusnya seseorang berperan didalam
masyarakat. Kitab ini berisi penjelasan KH. Hasyim Asy’ari mengenai masalah tersebut dan
dapat menajdi rujukan bagi para penggiat masyarakat.
5) Arba’ina haditsan tata’allaqu bi mabadi’ Jam’iyat Nahdatul ulama. Sebaaimana
judulnya, kita ini berisi empat puluh hadits pilihan yang sanagt tepat dijadikan pedoman oleh
warga NU. Hadits yang dipilih oleh KH. Hasyim Asy’ari terutama yang berkaitan tentang
hadits-hadits yang menjelaskan tentang pentingya memegang prinsip di dalam kehidupan
yang penu rintangan dan hambatan ini.
6) Al-Nur al Mubin fii Mahabbati Sayyid al-Mursalin. Kitab ini tetang biografi Nabi
Muhammad Saw. Di dalam nya terdapat mengenai Akhlak nabi dan wejagan kepada umat
86 Ibid., hal. 22
37
islam mengenai petingnya mencintai nabi Baginda Muhammad Saw. Dengan membaca
Shalawat dan tentu saja mengikuti sunnah-sunnah beliau.
7) Al-Tanbihat al-Wajibat Liman Yushna’ al-Maulid bi al-Munkarat. KH. Hasyim Asy’ari
tidak hanya menulis kitab tentang biografi nabi Muhammad Saw. Dan penjelasan akan
Akhlak beliau serta keharusan mencintai dan membaca Shalawat atas beliau. Namun KH.
Hasyim Asy’ari juga menulis Kitab berisi yang berisi penjelasan tentang apa saja yag harus
diperhatikan ketika seseorang hendak memperingati Maulid Rasul.
8) Adab al-Alim wa al-Muta’allim fi ma Yanhaju Ilaih al-Muta’allim fi Maqamati
Ta’limihi. Pada dasarnya kitab ini merupakan resume dari kitab Adab al-Mu’allim karya
Syekh Muhammad bin Shunun, Ta’lim al-Muta’allim fi Thariqat al-Ta’allum karya Syekh
Burhanuddin az Zarnuji dan Tadzkirat al-Syaml wa al-Mutakallimin karya Syekh Ibnu
Jamaah. Meskipun bentuk resume dari kitab-kitba tersebut lita dapat mengetahui betapa besar
perhatan KH. Hasyim Asy’ari terhadap dunia pendidikan.
9) Risalah Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah fi Hadits al-Mauta wa Syuruth as-Sa’ah wa
Bayani Mafhum as-Sunnah wa al-Bid’ah. Karya KH. Hasyim Asy’ariyang satu ini barangkali
dapat dikatakan sebagai kitab yang relevan untuk dikaji saat ini. Hal tersebut karna
didalamnya banyak membahas tentang bagaimana sebenarnya peegasaan antara sunnah dan
bid’ah. secara tidak langsung, kitab tersebut banyak membahas persoalan-persoalan yang
bakal muncul di kemudia hari.87
Dari berbagai macam karya-karya yang teah di tulisnya dapat kita simpulkan bahwa
KH. Hasyim Asy’ari mempunyai perhatian dalam ilmu pengetahuan khususnya ilmu agama.
Hal ini menjadi catatan penting bahwa beliau merupakan ulama yang sangat luas ilmunya
dengan meninggalkan karya yang bermanfaat bagi umat islam khususnya di Indonesia.
d. Pemikiran Hasyim Asy’ari tentang etika guru dan murid
Dalam persoalan etika peserta didik terhadap pendidiknya menurut KH. Hasyim
Asy’ari paling tidak ada 12 etika yang perlu dilakukan:
1) Melalukan perenungan dan meminta petunjuk kepada Allah SWT (Istikharah)
dalam memilih guru.
Dalam memilih guru tidaklah boleh sembarangan. Karena apa yang diajarkannya
kdepan akan mempengaruhi muridnya. Pilihlah guru yang sudah terkenal
kebaikannya, yang kebaikannya banyk diceritakan orang. Dengan bnayaknya
87 Abdul Hadi. Op. Cit., hal. 32
38
kebaikan yang ada pada dirinya diharapkan kita bisa menirunya dan
membiaskannya untuk diri kita dan orang lain.
2) Belajar sungguh-sungguh dengan menemui pendidik secara langsung tidak hanya
melalui tulisan-tulisannya.
3) Menemui guru secara langsung ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman
yang langsung, dan tidak adanya kesalahpahaman yang bisa timbul dari
tulisannya saja. Dengan menemui secara langsung kita bisa bertanya apa maksud
dan tujuan daru tulisannya yang tidak kita pahami.
4) Mengikuti guru, terutama dalam kecenderungan pemikiran.
Hal ini telah dicontohkan para ulama terdahulu mereka akan meniru segala
macam prinsip pemikiran gurunya. Karena dengan meniru pemikiran gurunya
para murid mengetahui apa alasan dan landasan para gurunya dalam pemikiran
tersebut.
5) Memuliakan guru.
Sudah seharusnya memuliakan guru menjadi hal yang harus dilakukan karena
mereka mempunyai peranan penting dalam mendidik dan membimbing para
peserta didik. Karena mendidik dan membimbing para murid itulah maka wajib
dan harus menghormati guru karena kebesaran jasa nya memberikan pengajaran
kepada mereka.
6) Memperhatikan hal-hal yang menjadi hak pendidik.
Seorang murid dalam menerim ilmu dari sang pendidik itu merupakan hak yang
harus mereka terima dari gurunya. Walaupun demikian bukan berarti sang murid
tidak harus memperhatikan apa yang menjadi hak pendidik. Di antara hak
pendidik yaitu harus mendapat perhatian dari sang murid agar dalam
pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dan memberikan kesempatan dalam
penyampaian ilmu yang dilakukannya.
7) Bersabar terhadap kekerasan pendidik.
Dalam pendidikan kita akan menemui berbagai macam karakter guru dalam
menyampaikan pengetahuan. Kita juga akan menjumpai karakter pendidik yang
keras. Maka dari itu para murid harus bersabar dalam “kerasnya” watak pendidik.
Itu semata-mata untuk membuat para murid agar lebih baik. Dan para murid harus
bisa menerima dan bersabar kekerasan karakter Pendidik, selama hal tersebut
membuat kita lebih baik dan lebih maju.
8) Berkunjung kepada guru pada tempatnya atau meminta izin terlebih dahulu, kalau
39
dalam keadaan terpaksa tidak pada tempatnya.
Dalam berkunkunjung kepada guru juga para murid harus memperhatikan
beberapa adab. Di antaranya adalah meminta izin terlebih dahulu dan pada waktu
yang tidak menggangu. Oleh karena itu para murid harus memperhatikan waktu
dalam berkunjung, dan harus memilih waktu yang tepat.
9) Menempati posisi tempat duduk dengan rapih dan sopan bila berhadapan
dengannya.
Ketika berhadapan dengan sang guru sang murid harus lah memperhatikan
penampilannya. Jangan sampai penampilan kita menggangu pandangan sang guru
yang mengakibatkan beliau tidak senang bahkan marah. Selain memperhatikan
penampilan, kita juga harus bersikap sopan kita berada di dekat beliau agar sang
guru merasa senang ketika berbicara dengan kita.
10) Berbicara dengan halus dan lemah lembut.
Berbicara merupakan hal yang sering dilakukan, namun apabila berhadapan
denga guru, kita harus memperhatikan gaya dan intonasi berbicara kepadanya.
Tidaklah sama gaya berbicara kepada guru dan teman kita. Ketika berbicara
kepada guru harus dengan sopan, lemah lembut dan halus. Dengan demikian guru
akan nyaman berbicara dengan kita.
11) Menghafal dan memperhatikan fatwa hukum, nasihat, kisah dari pada guru.
Dengan memperhatikan apa yang disampaikan guru diharapkan ada beberapa
yang akan membekas atau dapat di ingat apalagi dengan menghafal dan
memperhatikan nasihat, fatwa dan kisah yang disampaikan guru, itu akan
membuat ilmu yang diberikan oleh guru tidak hanya membekas tetapi benar-benar
melekat dan sangat menguasai.
12) Jangan sekali-kali menyela ketika guru belum selesai menjelaskan.
Ketika guru sedang menyampaikan sesuatu, murid harus lah benar-benar
menghormati guru, salah satunya dengan memperhatikan dengan baik, kalau
murid sudah berani menyela atau memotong apa yan disampaikan oleh guru,
berarti si murid sudah tidak menghormati guru. Kalaupun ingin bertanya,
sebainya menunggu penjelasan yang disampaikan oleh guru selesai.
13) Menggunakan anggota badan yang kanan apabila menyerahkan sesuatu.88
Menggunakan anggota bagian kanan salah satu cara menghormati guru. Karena
88 Ibid., hal. 47
40
sudah menjadi kebiasaan yang baik dengan menggunakan tangan atau bagian
tubuh bagian kanan. Dan itu pula sudah diajarkan oleh nabi kita untuk
mendahulukan atau menggunakan bagian kanan. Maka akan menjadi sesuatu
yang baik juga apabila murid melakukan seperti menggunakan bagian kanan. Tapi
tidak hanaya menggunakan yang bagian kanan saja harus di berengi dengan sikap
yang baik ketika menyerahkan dengan anggota tubuh yang bagian kanan.
Sedangkan, di antara etika pendidik terhadap peserta didiknya menurut KH.
Hasyim Asy’ari adalah sebagai berikut :
1. Berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta mengidupkan
syariat islam.
2. Guru hendaknya memiliki keikhlasan dalam mengajar.
3. Mencintai peserta didik sebagaimana mencintai dirinya sendiri
4. Memberi kemudahan dalam mengajar dan menggunakan kata-kata yang dapat
dipahami
5. Membangkitkan semngat peserta didiknya dengan jalan motivasinya
6. Memberikan latihan-latihan yang bersifat membatu.
7. Selalu memperhatikan anak didik.
8. Tidak menampakan kelebihan sebagian peserta didik terhadap peserta didik
yang lain.
9. Mengarahkan minat anak didik.
10. Bersikap terbuka dan lapang dada kepada peserta didik.
11. Membantu memecahkan kesulitan anak didik.
12. Bila ada anak didik yang berhalangan hadir hendaknya menanyakan hal itu
kepada teman-temannya.
13. Tunjukan sikap arif dan tawadlu ketika memberi bimbingan kepada peserta
didik.
14. Menghormati peserta didik dengan memanggil dengan namanya yang baik.
41
Di dalam buku nya Abdul Hadi mengguraikan ada beberpa keteladanan yang bisa
di ambil dari pemikiran KH. Hasyim Asy’ari adapun pemikiran tersebut antara lain.
1. Ikhlas dalam mengajar
Dalam pandangan KH. Hasyim Asy’ari, seorang guru harus ikhlas dalam mengajar.
Keikhlasan seorang guru dapat mempengaruhi kesungguhannya dalam perjuangan
menyebarkan ilmu Allah Swt. Dan Agam islam. Keikhlasan harus di jadikan spirit utama
seorang guru dalam mengajar, meskipun dalam kenyataannya mereka memperoleh
imbalan di kemudian hari. Megapa ikhlas sangat di tekankan oleh KH. Hasyim Asy’ari,
Khususnya bagi guru? Sebab, setiap perbuatan yang tidak ditujukan kepada Allah swt.
Akan menguap sia-sia Allah Swt merupakan tujuan dari setiap pencarian manusia,
sekaligus Allah swt ialah titik awal pijakan bagi setiap perbuatan manusia. Dari sinilah
kemudian maksud ikhlas dapat kita pahami.89
2. Mencitai Murid seperti Anak sendiri
Menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam mengajar guru tidak boleh bersikap pilih kasih
kepada murd-muridnya. Sedapan mungkin guru harus memosisikan semua murid
layaknya sebagai anak mereka sendiri. Sikap ini tentu saja tidak mudah dalam
penerapannya. Meskipun demikian, pandangan KH. Hasyim Asy’ari bahwa guru harus
memperlakukan semua muridnya layaknya anak sendiri Mengandung pelajaran yang
sangat berharga.90
Menjadi guru harus bisa memposisikan diri secara baik apalagi dalam posisi
mendidik anak orang lain, walaupun anak orang lain, tugas seorang pendidik tidaklah
mudah mereka harus memberikan kasih sayang kepada peserta didik layaknya anak
kandung mereka. Dengan seperti itu maka sang guru akan memberikan kasih sayang yang
sama dengan anaknya. Apabila peserta didik merasa telah disayang, mereka akan lebih
perhatian dan menghormati setiap guru mereka
Sikap tersebut merupakan sikap yang melekat pada KH. Hasyim Asy’ari. Ia tidak
hanya megajar para santrinya, tetapi membimbing layaknya orangtua pada anaknya.
Konon, setiap malam KH. Hasyim Asy’ari selalu melakukan Shalat hajat untuk
mendokan NU dan para santrinya hal ini dilakukan selama hidupnya. Maka tidak heran
santri yang belajar padanaya menajdi Ulama, Tokoh masyarakat bahkan pengasuh
pesantren.91
89 Ibid., hal. 174 90 Ibid., hal. 176 91 Ibid., hal. 177
42
3. Lemah lembut dan menggunakan bahasa yang mudah di pahami.
Konon ketika mengajar, KH. Hasyim Asy’ari selalu menggunakan bahasa yang
pelan. Hal ini di maksudkan untuk memudahkan para santrinya memahami apa yang
disampaikan beliau. Penggunaan bahasa yang mudah dalam mengajar sangat penting
peranannya dalam membantu siswa memahami materi yang mereka pelajari.92
Hal dalam menyampaikan pelajaran bahasa yang pelan, lembut dan mudah
dimengerti, seperti KH. Hasyim Asy’ari, seharusnya dapat ditiru oleh para pendidik.
Dengan menyampaikan materi pelajaran dengan pelan lembut dan mudah di mengerti
para peserta didik akan lebih memperhatikan apa yang disampaikan oleh gurunya. Selain
lebih memerhatikan apa yang disampaikan, para peserta didik akan lebih mudah dan
cepat mengerti terhadap pelajaran.
4. Banyak berdzkir sepanjang perjalanan menuju tempat mengajar.
Barangkali hanya sedikit guru yang bisa mengerjakan pesan KH. Hasyim Asy’ari
ini, yakni berdzikir sepanjang perjalanan menuju tempat mengajar. Padahal bila
direnungkan, sesungguhnya terdapat hikmah dan pelajaran berharaga. Dibalik anjuran
tersebut. Dengan menganjurkan banyak berdzikir, diharapkan guru mempunyai kualitas
spritual yang cemerlang disamping kualitas keilmuannya, dengan kualitas spritual seprti
itu , ilmu yang diajarkan guru dapat memberikan keberkahan bagi anak didiknya.
Anjuran tersebut merupakan anjuran yang baik bagi setiap guru. Karena dengan
berdzikir guru berupaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dengan begitu, doa yang
dipanjatkannya pun akan di dengar oleh Allah Swt. Agar dapat mendoakan dengan Do’a
yang terbaik untuk muridnya. Yang akan menjadi sumber kekuatan dalam mengajar dan
akan menjadikannya lebih tulus dalam menyampaikan suatu Ilmu.
5. Harus dalam keadaan Suci Ketika Mengajar.
Barangkali hal ini kedengaran sepele. Namun bila direnungkan secara mendalam
kita akan menemuan banyak hikmah dari nasihat KH. Hasyim Asy’ari yang
menganjurkan agar guru sebaiknya dalam keadaan suci ketika mengajar ini. Nasihat KH.
Hasyim Asy’ari tentu tidak bisa dilepaskan dari pemahamannya akan makna dan
pentingnya bersuci dalam islam.93
Bersuci merupakan tapan pertama sebelum kita melakukan shalat. Dengan bersuci
akan mennsucikan diri kita dari hadats yang sebelumnya pada diri kita. Dengan bersuci
92 Ibid., hal. 178
93 Ibid., hal. 182
43
juga kita melaksanakan apa yang dianjurkan oleh islam dan kita menjadikan diri kita
dicintai oleh Allah. Apabila sudah suci maka akan di cintai Allah dan akan menjadi
pahala bagi kita dalam mengajar.
6. Bacaan-Bacaan Sebelum Mulai mengajar
Menurut Hasyim Asyari beberapa bacaan yang harus dibaca seblum mulai
mengajar adalah :
1. Membaca Al-quran, tujuan membaca Al Quran adalah mengingatkan kembali
pada murid dan juga guru apa yang guru ajarkan dan apa yang dipelajari murid harus
sejalan dengan Al Quran.
2. Membaca Ta’awudz, Sangat menarik mengkaji nasihat sebelum mengajar
sebaiknya membaca taawudz, yakni sebuah permohonan kepada Allah Swt. Agar
dilindungi dari godaan setan. Setan merupakan musush manusia sejak dulu setan selalu
berusaha mencelakan manusia dengan membisiskan pengaruh-pengaruh negatif kedalam
hati manusia.94
3. Membaca Basmalah, setelah membaca Taawudz, guru kemudian membaca
basmala sebelum memulai pelajaran. Dalam membaca basmallah terkandung sebuah
pesan bahwa tidak ada satu pekerjaan yang kita lakukan yang benar-benar luput dari
pengawasan Allah Swt. Seseorang yang memulai sesuatu dengan membaca basmallah,
maka sebenarnya dia sedang menanamkan kedalam kesadaran bathinnya bahwa ia selalu
bersama Allah Swt. Ketika guru membaca basmallah sebelum mengajar, diharapkan akan
tumbuh kesadaran dalam dirinya bahwa yang ia lakukan selama mengajar akan selalu
diawasi oleh Allah Swt.95
4. Berdoa, Setiap umat islam diperintahkan untuk berdoa bagiumat islam yang
tekun menjalankan Shalat, maka sudah pasti akan selalu ada doa yang dipanjatkan kepada
Allah Swt. Ketika ia melaksanakan ibadah wajib itu. Dan, dalam doa yang kita panjatkan
itu, ada banyak hal yang kita minta kepada Tuhan, diantara nya ialah meminta ilmu yang
bermanfaat, dan banyak permintaan lain yang kita sampaikan kepad-Nya lewat doa-doa
tersebut.96
Sudah menjadi keharusan bagi seorang muslim untuk selalu memnta sesuatu
kepada Allah Swt, dan dalam meminta sesuatu tersebut, Doa menjadi jalan terbaik. Tidak
terkecuali bagi seorang pengajar. Pengajar atau pendidik juga mempunyai hajat yang
94 Ibid., hal. 187 95 Ibid., hal. 190 96 Ibid., hal. 192
44
ingin mereka penuhi sekurang-kurangnya keberhasilan bagi murid-muridnya, baik dari
pengethuan maupun dari Perbuatan atau Akhlaknya. Selain itu mungkin mendoakan
muridnya dalam hal lai yang mungkin bisa bermanfaat bagi para muridnya.
5. Membaca Shalawat kepada, Nabi Muhammad Saw, setelah membaca al Quran ,
ta’awudz dan basmallah dan berdoa, KH. Hasyim As’ari juga mengajurkan kepad guru
untuk membaca shalawt kepada nabi muhammad Saw. sebelum memulai pelajaran.
Membaca shalwat merupakan perwujudan cinta kepada nabi muhamad Saw. Sebagai
umat islam kita wajib mencintai Rasulullah Saw mengingat beliau yang berjasa
memperkenalkan islam kepada agama kita, mengajarkan al Quran juga membimbing
keimana kita.97
7. Membaca salam pada awal dan Akhir Mengajar
Menurut KH. Hasyim Asy’ari , guru harus mengucapkan salam ketika hendak
mengajar sebagai sapaan yang sesuai dengan Islam dan sekaligus berisi da bagi murid.
Anjuran salam tersebut tentu tidak lepas dari ajaran islam bahwa seorang muslim
memiliki hak atas muslim lainnya
Salam bukannya hanya sapaan tapi juga berisi doa baik bagi yang
mengucapkannya, maupu bagi yang menjawabnya. Sudah seharusnya bagi seorang
muslim mendoakan antar muslim Lainnya. Dan salam juga merupakan awalan yang baik
untuk memulai pertemuan dan awal tatap muka. Dengan saling mendoakan diharapkan
akan saling mendapat kebaikan dari ucapan salam tersebut.
3. Temuan Hasil Komparatif
1. Persamaan
Pada zaman modern sekarang pendidikan islam sangatlah harus di perhatikan,
Sebagai bekal bagi para pelajar atau para murid untuk masa depannya. Yang paling utama
sekali yang harus diperhatikan adalah akhlak atau Etika. Yang semakin kesini budaya
berakhlak baik semakin tergerus oleh zaman. Hal ini juga tidak terlepas dari peran era
Globalisasi, yang mana pada zaman ini mengakses sesuatu semuanya sangatlah mudah.
Para pelajar lebih mudah meniru apa yang sedang viral di internet dari pada meniru
apa yang diajarkan oleh gurunya. Bahkan tak jarang apa yang mereka tiru dari luar
mereka menirunya di tempat yang tidak pantas, sepeti kelas. Tak jarang juga saat sedang
berlangsung pelajaran. Yang tidak memperhatikan etika kepada guru, ataupun teman-
97 Ibid., hal.194
45
temannya yang ingin belajar. Tak hanya itu terkadang juga beberpa pendidik memberi
hukuman yang tidak pantas kepada muridnya, bahkan melakukan kekerasan ketika
mereka salah. Oleh karena itu dalam hal ini peneliti ingin memaparkan ide-ide terkait
Akhlak atau etika Guru dan murid dalam pendidikan menurut Buya Hamka dan KH.
Hasyim Asy’ari sebagai berikut :
Mengenai Akhlak atau etika guru dan murid Buya Hamka, menurutnya guru harus
mempunyai etika atau Akhlak ketika mengajar yaitu dengan Ketentuan-ketentuan
sebagai berikut : Yang pertama paling tidak serorang guru harus mempunyai bekal yaitu
cukup ilmu, yang kedua guru juga harus mengikuti perkembangan kemajuan zaman, yang
ketiga guru harus mempunyai pergaulan yang luas, yang Keempat seorang guru dapat
memberikan petujuk kepada muridnya, yang kelima membantu membuka pemikiran
peserta didiknya, yang Keenam guru harus memperluas lapangan usaha peserta didiknya,
Ketujuh tidak mentransfer ilmu tapi juga menananmkan nilai-nilai.
Dalam hal ini Buya Hamka lebih memandang bagaimana menjadi fasilitator kepada
muridnya, karena walau bagaimanapun sang pendidik lebih mempunyai banyak
pengalaman daripada si peserta didik terutama dalam pengetahuan. Membantu,
membimbingnya dan juga menanamkan nilai-nilai Ketika Pembelajaran sehingga para
pelajar diharapkan memiliki pribadi yang baik untuk Kedepannya.
Selain itu Menurut Buya hamka Guru juga harus mempunyai pergaulan Yang luas
dengan baik dengan guru lain atau pun dengan para muridnya agar memudahkan guru itu
sendiri meghubungkan pemikiran anak muda dan orangtua sehingga membuat hubungan
yang baik dengan anak didiknya dengan tetap memperhatikan batasan. Karena dengan
mengetahui pemikiran murid atau anak didiknya, si pendidik akan mengetahui minat dan
bakat peserta didiknya dan juga akan mempermudah menemukan peluang dan kesempatn
ketika nanti hendak bekerja.
Sedangkan menurut KH. Hasyim Asy’ari ketika hendak mengajar ada beberapa
yang harus diperhatikan salah satunya adalah niat, niat ketika mengajar harus benar-benar
murni untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan menghidupkan syariat. Selebihnya
adalah guru juga sebagai fasilitator bagi para muridnya sama seperti Buya Hamka hanya
poin yang ditampilkan oleh KH, Hasyim Asya’ari Lebih banyak dan lebih
memperhatikan hal-hal kecil seperti, Memberikan Perhatian dengan menanyakan
ketidakhadiran salah satu muridnya dan menggunakan panggilan yang baik, dan lain
sebaginya.
Sebagai guru setidaknya mereka mempunyai bekal yang hendak diajarkan kepada
46
para muridnya, dengan mempersiapkan sebaiknya apa yang akan diberikan kepada para
muridnya, tidak lupa menunjukan sikap yang baik kepada peserta didik, sehingga mereka
akan meneladani dari apa yang mereka lihat. Guru juga bertugas memberikan petunjuk
agar mereka mudah mempelajari pelajaran yang diajarkan. Dengan demikian akan
terlaksana pembelajaran yang baik.
Persamaan antara Buya Hamka dan KH. Hasyim Asy’ri dalam garis besar tentang
Etika guru adalah Yaitu guru adalah fasilitator yang membimbing dan memberikan
petunjuk kepada peserta didik, Buya Hamka mengatakan dengan memberikan petunjuk
dan membuka Pemikiran Mereka, dan KH. Hasyim Asy’ari dengan memberikan
Kemudahan dan memberikan Latihan yang dapat membantu Peserta didik.
2. Perbedaan
Sedangkan Perbedaan antara pemikiran Buya Hamka dan KH. Hasyim Asy’ari ada
beberapa poin dalam menjelaskan Etika Guru Buya Hamka memberikan poin-poin yang
penting yang harus dimiliki saja seperti Mempunyai Cukup Ilmu, Guru harus
berkembang dan Membinmbing peserta didik. Sedangkan KH. Hasyim Asy’ari
memberikan perhatian lebih kepada Murid seperti, memanggil dengan nama yang baik,
memperhatikan kehadirannya, mencintai murid seperti mencintai diri sendiri dan lain
sebaginya.
Selanjutnya mengenai Akhlak atau etika murid menurut buya hamka ada beberpa
yang harus dimiliki oleh para murid, Yang Pertama adalah para pelajar dengan pelajar
yang lainya harus terikat dalam tali kasih sayang.
Yang Kedua para pelajar tidak boleh membedakan asal-usul mereka tetapi mereka
harus menciptakan persamaan. Yang Ketiga para pelajar harus saling membantu. Yang
keempat para pelajar harus memanfaatkan lingkungan sekolah untuk melatih budi. Yang
kelima para pelajar hendaknya menciptakan persahabatan yang tulus. Keenam hendaknya
para pelajar mengakui kelebihan gurunya dan menghormatinya. Yang ke Ketujuh para
pelajar jangan meringankan pergaulan dengan para gurunya walau gurunya memberi hati.
Kedelapan para pelajar tidak boleh melintas dengan cepat dihadapan gurunya.
Kesembilan ketika belajar atau di majlis ilmu hendlah dengan keadaan yang khusyu’.
Tentang etika murid disini menurut buya hamka adalah lebih kepada etika antara
murid sesama murid. Seperti para pelajar harus saling menyayangi tanpa harus
membedakan asal-usul mereka, karena menurut Buya Hamka mereka adalah saudara
walaupun bukan saudara sedarah. Dengan begitu ada rasa saling menyayangi tumbuh
47
diantara mereka dan saling membantu dikala kesusahan.
Adapun etika murid kepada guru buya hamka juga menyinggungnya sedikit disni
antara ain harus menghormati gurunya karena menurutnya guru adalah orang yang
sungguh-sungguh dalam berkorban dengan tidak mengharap pangkat sama sekali. Selain
itu hendaknya murid kalau pun berinteraksi dengan gurunya harus lah tetap menghormati
gurunya salah satu nya memperhatikan cara melintas di depan gurunya agar tidak terlalu
cepat. Dan yang terkahir ketika menghadiri majlis, dalam hal ini waktu pembelajaran
hendak lah bersungguh-sungguh dalam memperhatikan.
Etika Murid Menurut KH. Hasyim Asy’ari adalah tentang memperhatikan hal-hal
dasar, berbeda dengan Buya hamka kalau menururut KH. Hasyim Asy’ari tahapan
pertama sebelum seorang belajar kepada gurunya hendaklah seorang murid memninta
pertolongan kepada Allah. Karena menurut KH. Hasyim Asy’ari apa yang diajarkan oleh
gurunya akan memperngaruhi muridnya. Selain itu sang murid hendaklah bersungguh-
sungguh dalam belajar apalagi ketika sedang menemui gurunya, dan harus mengikuti
gurunya terutama dalam kecenderungan berfikir dengan mengetahui alasan atas
pemikiran tersebut.
Selanjutnya seorang murid menurut KH. Hasyim Asy’ari juga harus menghormati
gurunya yaitu dengan memuliakan gurunya, yaitu dengan memperhatikan hal-hal kecil
yang menjadi hak pendidik seperti mendapatkan perhatian dari murid ketika melakukan
pembelajaran dikelas agar dalam pembelajran dapat berjalan baik. Dengan menempati
posisi yang sopan dan rapi agar guru tidak marah juga salah satu cara menghormati guru.
Juga dengan berbicara dengan halus lembut agar guru nyaman ketika berbicara dengan
kita. Menurut beliau juga ketika hendak meyerahkan sesuatu kepad agurunya hendaklah
memperhatikan agar selalu menggunakan tubuh atau anggota badan yang kanan, karena
itu merupakan cara menghormati guru.
Murid juga harus bersabar dalam menghadapi kekerasan pendidik karena menurut
KH. Hasyim Asy’ari watak guru dalam mengajar itu ada bermcam-macam apabila
mendapatkan karakter yang keras maka hendaknya bersabar selama itu membuat murid
menjadi lebih baik.
Sedangkan menurut buya hamka membolehkan bergaul dengan muridnya, akan
tetapi Buya Hamka menegaskan bahwa, seorang murid tidaklah boleh meringankan
pergaulan kepada gurunya artinya dalam bergaul dengan guru, seorang murid haruslah
bisa membedakan ketika bergaul dengan guru dan murid.
Menurut KH. Hasyim Asyari juga Seorang murid juga harus mengunjungi gurunya,
48
tetapi sebelum mengunjungi gurunya KH. Menyarankan muridnya untuk meminta izin
kepada gurunya, meminta izin apakah kunjungan murid akan mengganggu waktu sang
guru, jadi si murid juga harus memperhatikan waktu kunjungannya apakah waktu
kunjungannya mengganggu atau tidak, yang di khawatirkan adalah mengganggu., jadi
harus berkunjung pada waktu yang tepat dan atas izin guru juga.
Murid juga harus memperhatikan nasihat fatwa dan kisah yang di berikan guru
dengan maksud memperhatikan penjelasan guru dengan baik karena melalui
penjelsannya lah ilmu guru itu di dapatkan selain dari pada tulisannya. Dan KH. Hasyim
Asyari juga melarang para murid untuk menyela atau memotong ketika guru sedang
menjelaskan karena itu akan mengganggu konsentrasi gurunya yang sedang menjelaskan,
kalaupun ingin bertanya hendaknya bertnya ketika guru sudah selesai menjelaskan dan
pada saat sudah dipersilakan.
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan mengenai “ Studi Komparatif
Konsep Akhlak guru dan murid Menurut Buya Hamka dan K.H. Hasyim Asy’ari”
Maka Penulis Menyimpulkan Bahwa:
a. Buya Hamka
1. Akhlak Guru
Menurut Hamka seorang guru harus mempunyai etika yang baik dengan
ketentuan-ketentuan sebagai beriku yaitu seseorang guru harus mempunyai cukup ilmu,
tidak mencukupkan ilmunya dari pendidikan formal saja. Tetapi, Seharusnya seorang
guru menambah ilmunya itu dengan mencari pengalaman dan buku-buku yang
dibutuhkan untuk memperkuat ilmunya. Dengan tetap mempunyai keinginan belajar
baik itu disediakan oleh pemerintah atau bahkan belajar berorganisasi di masyarakat.
Menurut Hamka juga mengikuti bagaimana perkembangan zaman khususnya yang
berkaitan dengan dunia pendidikan agar tidak tertinggal pengetahuan. Salah satu
caranya yaitu dengan menguasai teknologi dan informasi yang sedang berkembang
sehingga tidak tertinggal dengan masalah-masalah Aktual dan bidag yang sedang
ditekuninya..
Menurut hamka guru juga harus memiliki pergaulan yang luas terutama dengan
orangtua dan golongan muda. Kalau dengan orang yang lebih tua akan mendapatkan
pengalaman yang diceritakan kepadanya, sehingga bisa memberikan petunjuk kepada
para muridnya. Dan juga harus bergaul dengan golongan muda, dimaksudkan agar sang
guru dapat mengetahui jalan pikir muridnya sehingga bisa membantu memberikan
peluang dan jalan keluar bagi muridnya sehingga dapat membuka pemikiran peserta
didiknya.
Dan guru sebaiknya tidak hanya memberikan atau mentransfer ilmu saja kepada
para muridnya. Lewat pembelajaran yang di lakukan atau dilaksanakan sebaiknya
seorang guru juga harus menanamkan nilai-nilai yang baik kepada para muridnya,
dengan menanamkan nilai-nilai yang baik makaakan tumbuhlah nilai-nilai baik
tersebut. Yaitu dengan cara mendidik dengan Budi, Persaudaraan, Persatuan,
Kerukunan dan kepercayaan.
50
2. Akhlak/Etika Murid
Ada beberapa etika murid atau peserta didik menurut hamka, Yaitu menurut
hamka adalah seharusnya seorang pelajar dengan pelajar yang lainnya harus terikat
dalam tali kasih sayang, dengan begitu mereka akan saling menyayangi satu dengan
yang lainnya. Apabiala telah timbul rasa kasih sayang maka akan timbul kebaikan yang
lainnya. Antara lain tidak membedakan asal-usul mereka, stelah itu akan timbul juga
sikap saling membantu apabila sedang kesusahan.
Menurut Hamka Pula, halaman atau pekarangan sekolah sebaiknya
dimanfaatkan oleh para murid, dimanfaatkan dengan melatih budi dalam bergaul
dengan teman-temanya. Dengan menciptakan persahabatan yang tulus, ikhlas lain
sebagainya, karena semua hal tersebut akan berguna dan bermanfaat. Karena mereka
akan memasuki kehidupan sesungguhnya pada masyarakat kelak.
Dan dengan bergaul dengan guru juga ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
Menurut Hamka, setiap murid atau pelajar harus mengakui dan menghormati gurunya,
dengan cara tidak meringankan pergaulan dengan gurunya, tidak cepat melintas depan
gurunya dan memperhatikan dengan baik, karena guru juga mempunyai jasa layaknya
orangtua bahkan menurut Hamka lebih besar.
b. KH. Hasyim Asy’ari
1. Akhlak/Etika Murid
Dalam persoalan etika peserta didik terhadap pendidiknya menurut KH. Hasyim
Asy’ari ada beberapa etika yang perlu dilakukan yaitu pertama harus lah meminta
petunjuk dari Allah dalam memilih guru, apabila sudah mendapatkan guru, harus benar
mengikuti guru tidak hanya melalui tulisannya tetapi juga dengan pemikirannya, dan
yang paling utama adalah menghormati guru tersebut dengan cara berbiacar dengan
lemah lembut, memperhatikan dengan baik ketika guru menjelaskan dan menggunakan
anggota badan yang kanan apabila menyerahkan sesuatu.
2. Akhlak/Etika Pendidik
Sedangkan, di antara etika pendidik terhadap peserta didiknya menurut KH.
Hasyim Asy’ari apabila menjadi guru harus mempunyai niat yang ikhlas dalam rangka
menyebarkan ilmu pengetahuan dan menghidupkan syariat. Seorang gur juga harus
mencintai muridnya seperti mencintai dirinya sendiri, dengan cara memberikan
51
kemudahan dalam mengajar membantu dan dengan memperhatikan keadaan anak
murid. Menurut Hasyim Asy’ari juga guru sebagai pembimbing para muridnya dengan
membantu memecahkan masalah dan mengarahkan minat peserta didiknya dan lain
sebagainya.
2. Persaman dan Perbedaan
Persamaan dari Pemikiran Buya Hamka an KH. Hasyim As’ari adalah sama-
sama memandang bahwa guru adalah fasilitator yang bertugas membimbing dan
memberi peetunjuk ketika belajar. Dan membantu para murid untuk memnemukan
bakat atau peluang yangberguna bagi masa depan peserta didik. Sedangkan bagi murid
sama-sama harus menghormati guru dengan baik.
Sedangkan perbedaan yang terdapat dari Buya Hamka dan KH. Hasyim Asy’ari
dari etika guru dan murid adalah, kalau buya hamka memandang etika guru dan murid
lebih secara umum dengan gambaran yang luas, dan dengan menunjukan poin-poin
yang lebih sedikit, sedangkan KH. Hasyim Asy’ari lebih memerhatikan hal-hal kecil
baik yang berkaitan dengan guru maupun dengan murid. Lebih ke hal-hal kecil seperti
salah satu contohnya adalah memanggil nama murid dengan nama yang baik.
c. Saran-saran
1. Menurut Penulis Kajian Buya Hamka dan KH. Hasyim Asy’ari ini relevan dan dapat
dijadikan acuan untuk memperbaiki dan melengkapi pendidikan agama dan umum
pada zaman sekarang karena pemikiran kedua tokoh tersebut sangat bermanfaat
apabila digunakan untuk meningkatkan akhlak baik guru dan murid.akan sangat
disayangkan apabila tidak digunakan apalagi dengan menghadapi tatantangan
globalisasi yang mana Akhlak atau Etika semakin tergerus oleh Zaman.
2. Dalam proses pendidikan khususnya Pendidikan agama Islam pemikiran dari dua
tokoh ini akan sangat bermanfaat dengan memberikan materi akhlak kepada guru dan
murid, maka akan sangat relevan untuk diterapkan pada saat ini.
52
3. Studi pemikiran tentang Akhlak Atau Etika pada peserta didik, Guru ataupun sajana-
sarjana muslim pada umumnya masih perlu dilanjutkan dan di perdalam. Mengingat
semakin berkurangnya dan tergerusnya Akhlak Atau Etika baik dikalangan
Gurumaupun Murid. Dalam banyak literatur ternyata banyak sekali konsep mengenai
Akhlak atau Etika yang di tulis di berbagai kitab maupun buku dan belum digali
sepenuhnya, untuk itu perlu ada kajian lebih lanjut mengenai Konsep Akhlak atau
Etika dari penulis atau tokoh lainnya.
53
Daftar Pustaka
Al Kumayi, Sulaiman, Kearifan Spritual dari Hamka Ke Aa Gym, Semarang : Pustaka Nuun,
2004
Andi Prastowo, Metode penelitian Kualitatif dalam prespektif Rancangan penelitian,
Yoyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016
Anwar,Rosihon, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka setia, 2010
Ardani, Moh., Akhlak Tasawuf, Jakarta: Karya Mulia, 2015
Damanhuri, Akhlak Prespektif Tasawuf menurut Syeikh Abdurrauf As-singkili, Jakarta:
Lectura Press, 2014
Djaelani, M. Anwar, 50 Pendakwah Pengubah Sejarah, Yogyakarta: Pro-U Media, 2016
Hadi, Abdul, KH. Hasyim Asy’ari serumpun cerita cinta dan karya Maha Guru Ulama
Nusantara, Yogyakarta : Diva Press, 2018
Hamka, Lembaga Hidup, Republika : Jakarta, 2015
Haris,Abdul, Etika Hamka Konstruksi Etik Berbasis Rasional Religius, Yogyakarta: LkiS,
2010
Idi, Abdullah & Safarina Hd, Etika Pendidikan Keluarga Sekolah dan Masyarakat, Jakarta :
Rajawali Pers,2016
Khozin, Khazanah Pendidikan Islam, Bandung :Rosdakarya, 2013
Kurniawan, Syamsul & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, AR-RUZZ
Media: Jogakarta, 2011
Mahjudin, Akhlak Tasawuf 1, Jakarta : Kalam Mulia, 2009
Musthofa,A., Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Nadhiri, Choiruddin, Akhlak dan Adab Islam, Jakarta: Qibla, 2015
Nasih Ulwan, Abdullah, Ensiklopedia pendidikan AKHLAK MULIA panduan mendidik anak
menurut metode islam, Jakarta : Lentera abadi, 2012, jilid 7
Nasih Ulwan, Abdullah, Ensiklopedia pendidikan AKHLAK MULIA panduan mendidik anak
menurut metode islam, Jakarta : Lentera abadi, 2012 jilid 8
Nata, Abuddin Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Prenada media group,2010
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf , Jakarta: Raja Grafindo persada, 2009 cet ke- 5
Nata, Abuddin, MANAJEMEN PENDIDIKAN MENGATASI KELEMAHAN PENDIDIKAN
ISLAM INDONESIA Jakarta : Kencana, 2003
54
Nata,Abuddin, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta :Raja
Grafindo Persada, 2004
Nizar, Samsul dan Ramyulis, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, Ciputat: Ciputat Press
Group, 2005
Nizar,Samsul, Memperbincangkan Dinamika Intelektual Pemikiran Hamka Tentang
Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media Grup, 2008
Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan Jakarta : Kalam Mulia, 2015
Rauf,Abdul, Tafsir AlAzhar Dimensi Tasawuf Hamka, Selangor: Piagam Intan sdn.
Bhd.,2013
Sagala, Syaiful, Etika dan Moralitas Penidikan Peluang dan Tantangan, Kencana: Jakarta,
2013
Sudarminta, J., Etika Umum (Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori etika
Normatif), Yogyakarta:Kanisius,2013
Sudarsono, Kenakalan Remaja, Jakarta:Rineka Cipta, 1995
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung, Alfabeta, 2011
Sukardi, Metode penelitian Pendidikan, Yogyakarta: Media Grafika, 2003
Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Islam, Yogyakarta;Graha Ilmu, 2013
Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2009,
Susetyo, Yuli Fajar, Rahasia Sukses menjadi motivator siswa, (Yogyakarta, Pinus Book
Publisher, 2012)
Suwendi, Konsep Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari, Ciputat: LekDis, 2005
Yasin, A. Fatah Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Malang: Uin Malang Press, 2008
Yusuf, Choirul Fuad, Peraturan dan Perundangan-undangan Pendidikan Agama pada
Sekolah, Jakarta :Pena Cita Satria, 20