jurusan teknik lingkungan fakultas teknik...
TRANSCRIPT
TA/TL/2008/0254
TUGAS AKHIR
PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG
NITIPRAYAN
Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan
Disusun Oleh :
Nama : Wahyu KuncoroNo. Mhs : 02 513 122
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
TA/TL/2008/0254
TUGAS AKHIR
PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG
NITIPRAYAN
Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan
Disusun Oleh :
Nama : Wahyu KuncoroNo. Mhs : 02 513 122
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya dapat
menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik hingga tersusunnya laporan ini.
Pada kesempatan kali ini penulis mengangkat permasalahan menyusun
perencanaan pengelolaan sampah secara terpadu melalui penelitian dan uji sampel
untuk melihat potensi sampah yang dihasilkan oleh Kampung Nitiprayan.
Alternatif yang sedang dipertimbangkan salah satunya dengan menggunakan
Metode Komposting. Pertimbangan inilah yang kemudian penulis angkat menjadi
topik dalam tugas akhir ini.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar – besarnya atas bantuan, pengarahan, dan bimbingan yang
telah diberikan kepada kami dalam menyusun laporan ini, yaitu kepada :
1. Bapak Luqman Hakim,ST. M.Si selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan.
2. Bapak Ir. Widodo Brontowiyono, MSc, selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam membimbing penulis.
3. Bapak Eko Siswoyo, ST, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan
waktu, tenaga, pikiran dalam membimbing penulis.
4. Ibu Dukuh Kampung Nitiprayan, yang telah membantu pelaksanaan Tugas
Akhir.
5. Seluruh dosen jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Islam Indonesia.
6. Kepada kedua orang tua kami yang selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi kami. Serta kakak dan adikku, terima kasih atas supportnya.
7. Teman-teman seperjuangan Solid waste, Ari, Rizky, Insan, Asep, Nug, mba’
Rin, terimakasih atas semuanya.
8. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Teknik Lingkungan yang telah memberikan
dukungannya.
v
.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu baik langsung
maupun tidak langsung yang telah ikut membantu dalam penyelesaian Tugas
Akhir ini.
Penyusun menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di
dalam penyusunan laporan ini, oleh karena itu, penyusun mengharapkan adanya
saran serta kritik yang bisa membangun.
Semoga apa yang penulis sampaikan dalam laporan ini dapat berguna bagi
penulis, rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.
Yogyakarta, Februari 2008
Penyusun,
Penulis
PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN
INTISARI
Sampah akan terus bertambah seiring dengan banyaknya aktifitas manusia yang disertai semakinbesarnya jumlah penduduk di Indonesia. Pemukiman penduduk sebagai tempat tinggal masyarakat adalahpenghasil sampah organik yang paling dominan. Pengelolaan yang paling sesuai dengan jenis sampahorganik adalah dengan metode komposting. Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan manajemenpersampahan, merencanakan suatu reaktor kompos dan menguji parameter unsur N, P, K dan rasio C/Ndari hasil pengomposan, mengetahui timbulan, karakteristik dan komposisi sampah, serta mengetahuiberapa besar partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah. Pada penelitian ini sampah akan dipilah langsung dari sumbernya berdasarkan jenisnya yaituorganik, an organik, dan non 3R. Untuk sampah organik akan diproses dengan menggunakan metodekomposting yang dilakukan secara aerobik dengan penambahan starter EM4, dengan menggunakanreaktor dari drum plastik yang telah dilubangi bagian sampingnya. Untuk sampah an organik dan non 3Rdiolah dengan melakukan pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, TPS, dan kemudiandibuang ke TPA. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat penelitian dengan menggunakan kuisioner. Penelitian dilakukan pada 10 titik sampel rumah dan didapatkan jumlah timbulan sampah 0,2192kg/orang/hari yang terdiri dari sampah organik 0.1631 kg/orang/hari, sampah an organik 0,0539kg/orang/hari, dan sampah non 3R 0.0022 kg/orang/hari. Untuk komposting setiap 1 rumah menggunakanreaktor dengan kapasitas 190 liter. Kandungan kompos adalah Nitrogen (N) = 0,854 %, phospat (P) =1,25 %, Kalium (K) = 2,43% dan C/N = 41,16%. Waktu pematangan kompos adalah 40 hari. Jikadibandingkan dengan SNI untuk unsur N, P dan K memenuhi syarat, akan tetapi untuk rasio C/N terlalutinggi yang disebabkan karena komposisi dari kompos sebagian besar terdiri dari daun-daunan segar dankering. Sebagian besar masyarakat belum memiliki kesadaran untuk memilah sampah.
Kata kunci : Kompos, Sampah, Reaktor, Nitiprayan.
INTEGRATED SOLIDWASTE MANAGEMENT OF NITIPRAYAN
ABSTRACTION
Solidwaste will be increasing along to the number of human being activity that is accompaniedgreater amount of resident in Indonesia. The settlement of resident as society residence is producer oforganic solidwaste which most dominant. The most appropriate management of organic solidwaste type iscomposting. The purpose of this research is planing solidwaste management, planning a compost reactor,and test element parameters of N, P, K, and C/N that is yielded by composting process, know amount ofsolidwaste, caracteristic, and solidwaste compotition. and also know the role of society to the solidwastemanagement. In this research solidwaste is classified directly from its source based on solidwaste types that isorganic, in organic and non 3R solidwaste. For the management of organic solidwaste use aerobiccomposting with enhancing EM4 as starter. The reactor made from plastical materials, in form of drum andthere are holes at shares of its side. For in organic and non 3R solidwaste is conducted with sorting,packaging, gathering, transporting, TPS and thrown to TPA. To know society participation research usingthe questionnaire. Research is conducted at 10 dots of sample house and got amount of solidwaste 0,2192kg/people/day. The weight of organic solidwaste 0,1631 kg/people/day, in organic solidwaste 0,0539kg/people/day, and non 3R 0,0022 kg/people/day. And yielded by reactor with capacities 190 litres forcapacities 1 house. Nitrogen content (N) = 0,0854 %, phosphat (P) = 1,25 %, Kalium (K) = 2,43 % andC/N ratio = 41,16 %. Time maturation of compost during 40 days, where its quality enough nicely andenough fulfill standard of SNI for compost, only value of C/N still high which is caused by composition ofcompost most consisting of fresh leafs and dry leafs.
Keyword : Composting, Solidwaste, Reactor, Nitiprayan
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN.
HALAMAN PERSEMBAHAN
MOTO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI.
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR.
ABSTRAK.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................... 4
1.4 Batasan Masalah.................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian sampah................................................................. 6
2.2 Sumber sampah..................................................................... 6
2.3 Jenis sampah.......................................................................... 7
2.4 Karakteristik sampah............................................................. 8
2.5 Komposisi sampah................................................................ 9
2.6 Efek samping terhadap manusia dan kesehatan................. 9
2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sampah................................................................................... 11
2.8 Standarisasi pengelolaan persampahan................................. 12
2.9 Pengelolaan sampah.............................................................. 13
2.10 Pewadahan sampah............................................................... 15
2.11 Pengumpulan sampah............................................................ 17
2.12 Pola pengumpulan sampah................................................... 19
2.13 Pengolahan sampah............................................................... 21
2.14 Pengomposan (Composting).................................................. 24
2.14.1 Komponen kompos.................................................... 25
2.14.2 Keunggulan Kompos................................................. 25
2.14.3 Proses Pengomposan................................................. 26
2.14.4 Faktor yang mempengaruhi laju pengomposan...... 28
2.14.5 EM4.................................................................................................................. 32
2.15 Pembagian wilayah dari pusat kota ke daerah pedesaan... 34
2.15 Hipotesa................................................................................. 34
BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANAAN
3.1 Umum.................................................................................... 35
3.2 Lokasi..................................................................................... 35
3.3 Luas wilayah......................................................................... 35
3.4 Kondisi topografi.................................................................. 35
3.5 Batas wilayah........................................................................ 35
3.6 Kependudukan....................................................................... 36
3.7 Potensi yang sudah ada....................................................... 36
3.8 Pola operasional pengelolaan sampah.................................. 37
3.9 Peran serta masyarakat.......................................................... 37
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Ide tugas akhir..................................................................... 38
4.2 Studi pustaka.......................................................................... 38
4.3 Pengumpulan data................................................................. 38
4.4 Penelitian atau sampling........................................................ 38
4.5 pengolahan data...................................................................... 40
4.6 Perencanaan pengelolaan sampah......................................... 41
4.7 Bahan penelitian.................................................................... 41
4.7.1 Jenis pewadahan........................................................ 42
4.7.2 Kotak pengukur......................................................... 42
4.7.3 Timbangan dan meteran............................................ 43
4.7.4 Termometer dan pH soil............................................ 43
4.8 Komposting............................................................................ 43
4.8.1 Bahan pembuatan kompos........................................ 43
4.8.2 Persiapan reaktor....................................................... 44
4.8.3 Tahap pembuatan....................................................... 45
4.9 Diagram tahap perencanaan................................................. 47
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengukuran dan perhitungan berat sampah dan
volume sampah...................................................................... 49
5.2 Komposisi sampah................................................................. 51
5.3 Timbulan sampah................................................................... 53
5.4 Komposting............................................................................. 53
5.4.1 Desain reaktor kompos............................................. 53
5.4.2 Pengamatan pH........................................................... 54
5.4.3 Pengamatan suhu........................................................ 55
5.4.4 Kualitas akhir kompos.............................................. 55
5.5 Data responden...................................................................... 56
5.6 Pengujian dengan statistik..................................................... 64
5.6.1 Pendidikan terakhir dan kesadaran memilah dengan
Metoda statistik One Way Anova............................... 64
5.6.2 Nilai penghasilan dan jumlah anggota keluarga
dengan timbulan sampah menggunakan metode statistik
One Way ANOVA..................................................... 67
5.7 Pembahasan............................................................................. 70
5.7.1 Umum.......................................................................... 70
5.7.2 Perencanaan manajemen pengelolaan sampah.......... 73
5.7.2.1 Pemilahan........................................................ 73
5.7.2.2 Pewadahan...................................................... 76
5.7.2.3 Pengumpulan................................................... 80
5.7.2.4 Tempat penampungan sementara................... 83
5.8 Strategi manajemen pengelolalaan sampah........................... 83
5.9 Komposting............................................................................. 84
5.9.1 Pengamatan pH........................................................... 84
5.9.2 Pengamatan suhu........................................................ 85
5.9.3 Hubungan pH dan suhu pada reaktor........................ 87
5.9.4 Pembahasan kematangan kompos............................. 88
5.9.5 Pembahasan kandungan N.......................................... 89
5.9.6 Pembahasan kandungan P.......................................... 89
5.9.7 Pembahasan kandungan K......................................... 89
5.2.4.8 Kualitas akhir kompos.............................................. 89
5.10 Sosialisasi dan pendekatan masyarakat................................ . 94
BABVI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan.............................................................................. 97
6.2 Saran......................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Analisis kimia kompos...................................................................25
Tabel 2.2 Perbandingan kandungan karbon dan nitrogen berbagai bahan
organik (C/N).................................................................................29
Tabel 2.3 Fungsi mikroorganisme di dalam larutan EM4..............................33
Tabel 5.1 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah
organik............................................................................................49
Tabel 5.2 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah an
organik............................................................................................50
Tabel 5.3 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah non
3R...................................................................................................50
Tabel 5.4 Rata-rata komposisi sampah di Kampung
Nitiprayan.......................................................................................52
Tabel 5.5 Pengukuran pH selama proses kompos berlangsung.....................54
Tabel 5.6 Pengukuran suhu selama proses kompos
berlangsung....................................................................................55
Tabel 5.7 Pengukuran kualitas akhir kompos................................................56
Tabel 5.8 Jumlah anggota keluarga responden..............................................56
Tabel 5.9 Penghasilan rata-rata responden per bulan.....................................57
Tabel 5.10 Pendidikan terakhir responden.......................................................58
Tabel 5.11 Pembuangan sampah rumah tangga oleh responden......................60
Tabel 5.12 Pemilahan sampah rumah tangga oleh responden.........................61
Tabel 5.13 Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari................................62
Tabel 5.14 Jenis sampah yang dibuang setiap hari..........................................62
Tabel 5.15 Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di
kampung Nitiprayan.......................................................................63
Tabel 5.16 Correlation untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan......65
Tabel 5.17 Homogenitas variansi untuk nilai pendidikan dan kesadaran
pemilahan.......................................................................................65
Tabel 5.18 Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendidikan dan
kesadaran pemilahan......................................................................66
Tabel 5.19 Analisis post hoc untuk nilai pendidikan dan kesadaran
pemilahan.......................................................................................67
Tabel 5.20 Correlation untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah............68
Tabel 5.21 Homogenitas variansi untuk nilai pendapatan dan timbulan
sampah……………………………………………………………68
Tabel 5.22 Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendapatan dan
timbulan sampah............................................................................69
Tabel 5.23 Hasil pengukuran pH selama proses komposting berlangsung......84
Tabel 5.24 Hasil pengukuran suhu selama proses komposting berlangsung...85
Tabel 5.25 Standar Kualitas Kompos SNI.......................................................90
Tabel 5.26 Standar kualitas kompos Asosiasi Barak Kompos Jepang.............90
Tabel 5.27 Standar kualitas kompos pupuk dipasaran.....................................91
Tabel 5.28 Perbandingan kompos hasil penelitian dengan SNI dan produk di
pasaran............................................................................................92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema swakelola sampah rumah tangga yang berbasis pada
masyarakat yang bisa diterapkan...................................................23
Gambar 4.1 Jenis pewadahan.............................................................................42
Gambar 4.2 Kotak pengukur..............................................................................42
Gambar 4.3 Kotak pengukur..............................................................................43
Gambar 4.4 Termometer dan pH soil.................................................................43
Gambar 4.5 Sampah rumah tangga....................................................................44
Gambar 4.6 EM4................................................................................................44
Gambar 4.7 Rencana desain reaktor kompos.....................................................45
Gambar 4.8 Pemotongan bahan.........................................................................46
Gambar 4.9 Potongan bahan pada reaktor.........................................................46
Gambar 4.10 Reaktor kompos.............................................................................46
Gambar 4.11 Pengukuran pH...............................................................................47
Gambar 4.12 Pengukuran suhu............................................................................47
Gambar 4.13 Diagram tahap Perencanaan...........................................................48
Gambar 5.1 Grafik komposisi sampah Kampung Nitiprayan............................52
Gambar 5.2 Desain reaktor kompos…………………………………………...54
Gambar 5.3 Grafik jumlah anggota keluarga responden...................................57
Gambar 5.4 Grafik jumlah penghasilan responden per bulan............................58
Gambar 5.5 Grafik pendidikan terakhir responden............................................59
Gambar 5.6 Grafik pembuangan sampah oleh responden.................................60
Gambar 5.7 Grafik pemilahan sampah rumah tangga........................................62
Gambar 5.8 Grafik banyaknya sampah yang dibuang setiap hari......................62
Gambar 5.9 Grafik jenis sampah yang dibuang setiap hari...............................63
Gambar 5.10 Grafik kesediaan peran serta responden jika dilakukan pengelolaan
sampah............................................................................................64
Gambar 5.11 Pola pengelolaan sampah mulai dari sumber sampai ke TPA di
Kampung
Nitiprayan.......................................................................................72
Gambar 5.12 Neraca Persentase Sampah Mulai Sumber Sampai ke TPA di
Kampung Nitiprayan......................................................................75
Gambar 5.13 Plastik.............................................................................................77
Gambar 5.14 Drum untuk kompos.......................................................................78
Gambar 5.15 Bin plastik......................................................................................80
Gambar 5.16 Gerobak sampah.............................................................................82
Gambar 5.17 Hasil pengukuran pH kompos........................................................85
Gambar 5.18 Hasil pengukuran suhu kompos.....................................................86
Gambar 5.19 Hubungan pH dan suhu..................................................................87
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam
semua aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah, disamping produk utama yang
diperlukan. Sampah akan terus bertambah seiring dengan banyaknya aktifitas manusia
yang disertai semakin besarnya jumlah penduduk di Indonesia.
Pengelolaan sampah meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir. Sedangkan dalam ilmu kesehatan
lingkungan suatu pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi
tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium
perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam
pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau
(segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya. Sehingga jelas bahwa
pentingnya pengelolaan sampah, karena melihat perkembangan waktu yang senantiasa
diiringi dengan pertambahan penduduk maka otomatis jumlah timbulan sampah semakin
meningkat sementara lahan yang ada tetap. Sehingga jelas bahwa pentingnya pengelolaan
sampah, karena melihat perkembangan waktu yang senantiasa diiringi dengan
pertambahan penduduk maka otomatis jumlah timbulan sampah semakin meningkat
sementara lahan yang ada tetap.
Di dalam semua aspek kehidupan manusia selalu menghasilkan sampah (by-
product) disamping produk utama yang diperlukan atau digunakan. Untuk daerah
pedesaan, dimana pertanian merupakan kegiatan/pekerjaan utama dimana sampah yang
dihasilkan jumlahnya sedikit yang mana sampah tersebut dapat diuraikan sendiri oleh
alam, dimana hewan memakan sisa makanan dan bahan-bahan lain dapat dibuang ke
tanah dengan demikian dapat menguraikan sampah tersebut.
Di daerah perkotaan, dimana jumlah penduduk semakin besar dan kepadatan
semakin tinggi, sampah tidak dapat lagi diolah oleh alam. Karakteristik sampah menjadi
semakin beragam sejalan dengan meningkatnya standar hidup, dan volume sampah
2
semakin meningkat dengan cepat. Cara pewadahan sampah telah berubah dari sistem
ditumpuk pada wadah terbuka (keranjang) menjadi sistem kantong. Cara pengangkutan
telah berubah dari sistem manual atau menggunakan hewan menjadi motor dan dari truk
terbuka menjadi truk dengan sistem compaktor. Permasalahan baru juga timbul dengan
adanya bangunan-bangunan bertingkat apartemen, supermarket, limbah industri dan lain-
lain.
Faktor utama yang akan membedakan jenis dan karakteristik terdapat pada tingkat
sosial budaya ekonomi masyarakat, hal ini terlihat perbedaan yang sangat besar antara
karakteristik, volume dan lain-lain. Sampah antara negara-negara maju dan berkembang
sangat berbeda jauh. Biasanya pada negara maju, sistem manajemen pengolahan sampah
sangat baik tanpa mengalami kesulitan dalam pengelolaannya. Hal ini di dukung dengan
hal-hal berikut ini:
a. Tingkat kesejahteraan nasional yang tinggi dan akan masih terus bertambah.
b. Sistem perpajakan yang baik sehingga pendanaan untuk sampah teralokasi pada
perpajakan tersebut.
c. Kesejahteraan hidup bersih dan manajemen persampahan yang baik.
d. Partisipasi masyarakat yang baik dalam hal penanganan sampah.
Pada negara berkembang (kota-kota di Asia) mempunyai kepadatan penduduk
yang lebih tinggi dari kota-kota di negara maju. Hal ini disebabkan oleh adanya
urbanisasi (perpindahan menuju ke kota). Pengelolaan persampahan di negara maju
masih sangat memprihatinkan dikarenakan ketidaktersediaan dana yang mencukupi serta
tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan persampahan, serta adanya
perbedaan iklim, ekonomi dan sosial budaya.
Sistem pengelolaan persampahan di daerah perkotaan perlu mendapatkan
perhatian khusus, selain karena pengelolaan sampah di daerah perkotaan sangat penting
karena melihat dari timbulan sampah yang besar (kepadatan penduduk tinggi). Tidak
adanya lahan sebagai tempat pengolahan dimana akhirnya menimbulkan pencemaran
terhadap lingkungan.
Menurut Arianto Wibowo & Darwin T Djajawinata (2002), Persampahan telah
menjadi suatu agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan
di Indonesia. Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi
3
telah meningkatkan jumlah sampah di perkotaan dari hari keharinya. Keterbatasan
kemampuan Dinas Kebersihan dalam menangani permasalahan tersebut menjadi tanda
awal dari semakin menurunnya sistem penanganan permasalahan tersebut. Hal ini
semakin sulit karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah, dan terkendala jumlah kendaraan serta kondisi peralatan yang telah tua. Belum
lagi pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan.
Kekurangpedulian penanganan persampahan ini dapat terlihat dari kecilnya anggaran
yang disediakan untuk menangani permasalahan persampahan ini. Sementara disisi lain,
penghasilan yang didapat dari pelayanan persampahan masih jauh dari tingkat yang
memungkinkan adanya penanganan yang mandiri dan berkelanjutan. Sistem pentarifan
dalam bentuk retribusi masih konvensional dan tidak memungkinkan adanya insentif bagi
operator .
Untuk memahami permasalahan tersebut, perlu dilihat beberapa aspek yang
menaungi sistem pengelolaan persampahan tersebut, meliputi :
1. Aspek teknis
2. Aspek kelembagaan
3. Aspek manajemen dan
4. Keuangan.
Dengan melakukan peninjuan beberapa aspek diatas, dapat disimpulkan perlunya
suatu rencana tindak (action plan) yang meliputi:
(1) Melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metode pembuangannya.
(2) Merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu
(pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir).
(3) Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada
dengan fungís operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam
melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan.
(4) Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat tercapai
program zero waste pada masa mendatang.
(5) Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan
biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan
4
mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe
pelanggan.
(6) Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat
dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan
buangan.
Adapun perbaikan sistem pengelolaan persampahan adalah dengan menggunakan
sistem composting, karena sebagian besar sampah yang dihasilkan berasal dari bahan
organik, yaitu dengan pemanfaatan ulang sampah organik melalui proses pembusukan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam perencanaan pengelolaan sampah antara lain :
1. Berapa besar volume sampah yang dihasilkan dan bagaimana komposisi, timbulan
berdasarkan sifatnya.
2. Manajemen persampahan yang meliputi sistem pewadahan/pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan.
3. Partisipasi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Maksud penyusunan Laporan Tugas Akhir ini adalah mengevaluasi dan
merencanakan kembali sistem pegelolaan sampah domestik, meliputi :
1. Untuk mengetahui volume, komposisi, dari timbulan sampah rata-rata per orang
per hari sebagai dasar perencanaan pengelolaan sampah terpadu.
2. Untuk mengetahui dan merencanakan sistem manajemen persampahan yang
meliputi sistem pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, dan
pengolahan.
3. Untuk mengetahui partisipasi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah.
5
1.4 BATASAN MASALAH
Batasan-batasan dan ruang dari pelaksanaan perencanaan pengelolaan sampah
adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan yang dilakukan adalah pengelolaan dari sumber timbulan sampah,
tempat penampungan sementara dan pembuatan reaktor kompos.
2. Akan diberikan alternatif pengolahan ditempat penampungan sementara
berdasarkan hasil penelitian.
3. Pengelolaan yang akan direncanakan adalah pengelolaan terhadap sampah yang
dihasilkan.
4. Menghitung besaran timbulan sampah dan mengukur volume sampah per hari.
5. Tidak dilakukan perhitungan biaya yang diperlukan dalam pengelolaan.
6. Jenis sampling yang digunakan adalah metode random sampling.
7. Daerah yang akan diteliti adalah kampung Nitiprayan Yogyakarta.
1.5 MANFAAT
Manfaat dari penyusunan laporan Tugas Akhir Ini adalah :
1. Dapat mengetahui dan merencanakan tempat sampah/bak sampah serta bahan
yang digunakan.
2. Memberikan pengetahuan mengenai pengelolaan persampahan.
3. Secara umum penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi peneliti yang
berminat untuk mengkaji lebih lanjut tentang pengelolaan persampahan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN SAMPAH
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat an
organik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan
lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa
makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas,
kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb (SNI 19-2454-1993).
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah
padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena
telah sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak
ada manfaatnya yang ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi
lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup
(Hadiwiyoto, 1983).
Sampah adalah limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat, dari bahan
organik dan atau an organik, baik benda logam maupun benda bukan logam, yang dapat
terbakar dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-benda tersebut dapat berubah
menurut cara pengangkutannya atau cara pengolahannya (Anonim,1986).
Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari aktivitas manusia
dan binatang yang secara normal padat dan dibuang ketika tak dikehendaki atau sia-sia
(Tchobanoglous, G. dkk 1993).
2.2 SUMBER SAMPAH
Menurut Anonim (1986), sumber sampah antara lain :
a. Sampah pasar, tempat-tempat komersiil.
Terdiri dari berbagai macam dan jenis sampah seperti sisa sayuran, daun bekas
bungkus, sisa makanan dan sebagainnya. Ciri-ciri sampahnya biasanya
mempunyai berbagai macam dan jenis sampah, yang masing-masing volumenya
hampir sama.
7
b. Sampah pabrik atau industri.
Benda-benda sisa atau bekas dari proses industri, atau merupakan ampas-ampas
dari pengolahan bahan baku, misalnya pabrik gula tebu akan membuang ampas
tebu. Ciri-cirinya tidak banyak macam dan jenisnya, menonjol jumlahnya pada
beberapa jenis saja.
c. Sampah rumah tinggal, kantor, institusi gedung umum dan lainnya serta
pekarangan.
Karakteristiknya hampir sama dengan sampah dari pasar, kecuali ada sampah dari
pengurasan septic tank.
d. Sampah kandang hewan dan pemotongan hewan.
Terdiri dari sisa-sisa makanan hewan dan kotorannya, sisa-sisa daging dan tulang-
tulangnya.
e. Sampah jalan, lapangan dan pertamanan.
Sampah ini terdiri dari pengotoran oleh pelewat jalan atau pemakai jalan, pemakai
lapangan dan pertamanan, pemotong rumput, reruntuhan bunga dan buah.
f. Sampah selokan, riol dan septic tank.
Terdiri dari endapan-endapan dan benda-benda yang hanyut sebagai penyebab
tersumbatnya selokan selokan riol. Isi septik tank merupakan lumpur tinja yang
biasanya diambil dan diangkut dengan mobil tangki tinja yang dilengkapi dengan
pompa hisap.
2.3 JENIS SAMPAH
Berdasarkan jenis sampah pada prinsipnya dibagi 3 bagian besar, yaitu :
a. Sampah padat.
b. Sampah cair.
c. Sampah dalam bentuk gas.
Sampah pada umumnya dibagi 2 jenis, yaitu :
1. Sampah organik : yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik,
karena itu tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N, dll. Umumnya sampah
8
organik dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan,
karton, kain, karet, kulit, sampah halaman.
2. Sampah an organik : sampah yang bahan kandungannya non organik, umumnya
sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca, kaleng,
alumunium, debu, logam-logam lain (Hadiwiyoto, 1983).
2.4 KARAKTERISTIK SAMPAH
Menurut Anonim (1986) karakteristik sampah adalah sebagai berikut :
a. Garbage, yakni jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau
sayuran hasil pengolahan dari dapur rumah tangga, hotel, restoran, semuanya
mudah membusuk.
b. Rubbish, yakni pengolahan yang tidak mudah membusuk. Pertama yang mudah
terbakar, seperti kertas, kayu dan sobekan kain. Kedua yang tidak mudah
terbakar, misalnya kaleng, kaca dan lain-lain.
c. Ashes, yakni semua jenis abu dari hasil pembakaran baik dari rumah maupun
industri.
d. Street sweeping, yakni sampah dari hasil pembersihan jalanan, seperti halnya
kertas, kotoran, daun-daunan dan lain-lain.
e. Dead animal, yakni bangkai binatang yang mati karena alam, kecelakaan maupun
penyakit.
f. Abandoned vehicle, yakni bangkai kendaraan, seperti sepeda, motor, becak, dan
lain-lain.
g. Sampah khusus, yakni sampah yang memerlukan penanganan khusus, misalnya
kaleng-kaleng cat, zat radioaktif, sampah pembasmi serangga, obat-obatan dan
lain-lain.
9
2.5 KOMPOSISI SAMPAH
Komposisi sampah adalah komponen fisik sampah seperti sisa-sisa makanan,
kertas, karbon, kayu, kain tekstil, karet kulit, plastik, logam besi-non besi, kaca dan lain-
lain (misalnya tanah, pasir, batu dan keramik).
Menurut Tchobanoglous dkk (1993) komponen sampah-sampah terdiri dari :
1. Organik
a. Sisa makanan. e. Karet. .
b. Kertas. f. Kain.
c. Karbon. g. Kulit.
d. Plastik h. Kayu.
2. An organik.
a. Kaca. d. Logam.
b. Alumunium. e. Abu, debu.
c. Kaleng.
2.6 EFEK SAMPING TERHADAP MANUSIA DAN KESEHATAN
A. Dampak terhadap kesehatan
Lokasi dan pengolahan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang
tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan
menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan
penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai
berikut :
a. Penyakit jamur yang dapat menyebar (misalnya jamur kulit).
b. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur dengan
air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga
meningkat dengan cepat didaerah yang pengelolaan sampahnya kurang
memadai.
c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya
adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini
10
sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melalui
makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
d. Sampah beracun, telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang
meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminansi oleh raksa
(Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang
memproduksi baterai dan akumulator.
B. Dampak terhadap lingkungan
a. Lindi (leachate) yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari
air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies
akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.
b. Selain mencemari air permukaan, lindi juga berpotensi mencemari air dalam
tanah.
c. Sampah yang dibuang ke saluran drainase atau sungai akan menyumbat atau
menghambat aliran air.
d. Sampah yang kering menjadi relatif lebih mudah terbakar. Hal ini dapat
menimbulkan bahaya kebakaran.
C. Dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang
kurang menyenangkan bagi masyarakat. Bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan
secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak
langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktifitas).
d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan
memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan,
drainase dan lain-lain.
e. Infrastruktur lain dapat juga dipengarui oleh pengelolaan sampah yang tidak
memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air.
Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan
11
cenderung membuang sampah dijalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu
lebih sering dibersihkan dan sering diperbaiki( Tchobanoglous dkk, 1993).
2.7 FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS DAN JUMLAH
SAMPAH.
Jenis dan jumlah sampah umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Letak Geografi
Letak geografi mempengaruhi tumbuh-tumbuhan dan kebiasaan masyarakat,
didataran tinggi umumnya banyak sayur-sayuran, buah-buahan dan jenis
tanaman tegalan yang akhirnya akan mempengaruhi jenis dan jumlah sampah.
2. Iklim
Iklim yang banyak hujan akan membuat tumbuhan bertambah banyak
dibandingkan didaerah kering sehingga sampahnya juga lebih banyak.
3. Tingkat sosial ekonomi
Pada ekonomi yang baik maka daya beli masyarakat akan tinggi dan sampah
yang dihasilkan akan tinggi pula.
4. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk kota jumlahnya tinggi maka akan menghasilkan sampah
yang banyak pula.
5. Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi mempengaruhi industri, dimana selanjutnya akan
menggunakan peralatan yang lebih baik, sehingga bahan makanan tidak
banyak yang terbuang dan hasil buangannya dapat digunakan kembali.
2.8 STANDARISASI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN.
Standar yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan telah diterbitkan
oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Badan Standarisasi Nasional (Anonim ,2003),
yaitu :
1. SK-SNI. S-04-1991-03, tentang spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan
kota sedang di indonesia, standar ini mengatur tentang jenis sumber sampah, besaran
12
timbulan sampah berdasarkan komponen sumber sampah serta besaran timbulan
sampah berdasarkan klasifikasi kota.
2. SNI 19-2454-1991, tentang tata cara pengelolaan teknik sampah perkotaan. standar
ini mengatur tentang persyaratan teknis yang meliputi :
a. Teknik Operasional f. Pemindahan sampah
b. Daerah pelayanan g. Pengangkutan sampah
c. Tingkat pelayanan h. Pengolahan sampah
d. Pewadahan Sampah i. Pembuangan akhir
e. Pengumpulan Sampah
Kriteria penentuan kualitas operasional pelayanan adalah :
1. Penggunaan jenis peralatan
2. Sampah terisolasi dari lingkungan
3. Frekuensi pelayanan
4. Frekuensi penyapuan
5. Estetika
6. Tipe kota
7. Variasi daerah pelayanan
8. Pendapatan dari retribusi
9. Timbulan sampah musiman
3. SNI 03-3241-1994, tentang cara pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir
sampah. Standar ini mengatur tentang ketentuan pemilihan lokasi TPA, kriteria
pemilihan lokasi yang meliputi kriteria regional dan kriteria penyisih.
2. SNI 19-3964-1994, tentang metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan
dan komposisi sampah perkotaan. standar ini mengatur tentang tata cara
pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah yang meliputi lokasi, cara
pengambilan, jumlah contoh, frekuensi pengambilan serta pengukuran dan
perhitungan.
2.9 PENGELOLAAN SAMPAH
Pengelolaan sampah merupakan suatu aliran kegiatan yang dimulai dari sumber
penghasil sampah. Sampah dikumpulkan untuk diangkut ke tempat pembuangan untuk
13
dimusnahkan. Atau sebelumnya dilakukan suatu proses pengolahan untuk menurunkan
volume dan berat sampah.
Pengelolaan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani penduduk terhadap
sampah yang dihasilkannya. Secara tidak langsung turut memelihara kesehatan
masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang bersih, baik dan sehat.
Pengelolaan sampah pada saat ini merupakan masalah yang kompleks. Masalah-
masalah muncul akibat semakin berkembangnya kota, semakin banyak sampah yang
dihasilkan, semakin beraneka ragam komposisinya, keterbatasan dana dan beberapa
masalah lain yang berkaitan.
Pada dasarnya pengelolaan sampah ada 2 macam yaitu pengelolaan/penanganan
sampah setempat (pola individu) dan pola kolektif untuk suatu lingkungan pemukiman
atau kota.
Penanganan setempat dimaksudkan penanganan yang dilaksanakan sendiri oleh
penghasil sampah dengan menanam dalam galian tanah pekarangannya atau dengan cara
lain yang masih dapat dibenarkan. Hal ini dimungkinkan bila daya dukung lingkungan
masih cukup tinggi, misalnya tersedianya lahan.
Penanganan persampahan dengan pola kolektif, khususnya dalam teknis
operasional adalah suatu proses atau kegiatan penanganan sampah yang terkoordinir
untuk melayani suatu pemukiman atau kota. Pola ini kompleksitas yang besar karena
mencakup berbagai aspek terkait. Aspek-aspek tersebut dikelompokkan dalam 5 aspek
utama, yaitu aspek institusi, hukum, teknik operasional, pembiayaan, dan retribusi serta
aspek peran serta masyarakat.
Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan
pewadahan/penyimpanan pada sumber sampah, kegiatan pengumpulan, pengangkutan
serta pembuangan sampai dengan pembuangan akhir harus bersifat terpadu. Bila salah
satu kegiatan tersebut putus atau tidak tertangani dengan baik maka akan menimbulkan
masalah kesehatan, banjir/genangan, pencemaran air tanah dan estetika. Aliran tersebut
harus diusahakan berlangsung dengan lancar dan kontinyu dengan meniadakan segala
faktor penghambat yang ada. Baik dari segi aspek organisasi dan manajemen, teknik
operasional, peraturan, pendanaan dan peran serta masyarakat.
14
Dari segi teknik, banyak alternatif penanganan sampah yang sebenarnya dapat
diterapkan di Indonesia namun memerlukan dana investasi yang relatif besar, maka
sebelum melangkah pada teknologi yang canggih, kita perlu menggunakan teknologi
yang sesuai untuk kondisi Indonesia.
2.10 Pewadahan Sampah
Pewadahan sampah adalah cara pembuangan sampah sementara di sumbernya
baik individual maupun komunal. Wadah sampah individual umumnya ditempatkan di
depan rumah atau bangunan lainnya. Sedangkan wadah sampah komunal ditempatkan di
tempat terbuka yang mudah diakses. Sampah diwadahi sehingga memudahkan dalam
pengangkutannya. Idealnya jenis wadah disesuaikan dengan jenis sampah yang akan
dikelola agar memudahkan dalam penanganan selanjutnya, khususnya dalam upaya daur
ulang. Dengan adanya wadah yang baik, maka :
a. Bau akibat pembusukan sampah yang juga menarik datangnya lalat dapat
diatasi.
b. Air hujan ysng berpotensi menambah kadar air di sampah dapat dikendalikan.
c. Pencampuran sampah yang tidak sejenis dapat dihindari (Enri
Damanhuri,2006).
Dalam pewadahannya sampah umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Individual
Dimana di setiap sumber timbulan sampah terdapat tempat sampah. Misalnya di
depan setiap rumah dan pertokoan. Jenis pewadahan secara individual biasanya
adalah :
a. Ember plastik dengan penutup, kapasitas 7-10 liter, biasanya dipergunakan
di daerah dimana pengambilan sampah dilakukan setiap hari.
b. Bak sampah plastik dengan penutup dan pegangan di kedua sisinya,
kapasitas 20-30 liter, biasanya untuk pengambilan sebanyak 2 kali
seminggu.
c. Bak sampah dari galvanized steel atau plastik dengan penutup, kapasitas
30-50 liter, biasa digunakan dirumah tangga menengah keatas dengan
15
frekuensi pengambilan 2 kali seminggu. Material yang digunakan oleh
jenis ini haruslah bahan yang anti karat sehingga tahan lama.
d. Kantong plastik, dengan volume sesuai kebutuhan dari pemakai. Untuk
jenis ini biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga (per tahun) biasanya
lebih besar dari jenis-jenis sebelumnya.
2. Komunal
Yaitu timbulan sampah dikumpulkan pada satu tempat sebelum sampah tersebut
diangkut ke TPA. Metode yang digunakan dalam pengumpulan sampah secara
komunal biasanya, yaitu :
a. Depo sampah, biasanya dipergunakan untuk menampung sampah dari
perumahan padat. Depo dibuat dari pasangan batu/bata dengan volume
antara 12-25 m3, atau ekivalen dengan pelayanan terhadap 10 ribu jiwa.
Jarak maksimum untuk menempatkan depo adalah 150 m.
b. Bak dengan pintu tertutup, pewadahan komunal yang paling umum.
Biasanya terbuat dari kayu, bata atau beton dengan pintu. Kapasitas antara
1 – 10 m3. untuk bak dengan kapasitas 2 m3 mampu melayani 2.000 orang.
Biasanya ditempatkan di pinggir jalan besar atau tempat terbuka.
c. Bak sampah tetap, biasanya pewadahan ini terbuat dari blok beton,
perbedaan jenis ini dengan bak pintu penutup adalah tidak adanya pintu
pembuangan. Kapasitas biasanya tidak lebih dari 2 m3.
d. Bak dari bis beton, biasanya digunakan di daerah dengan kepadatan relatif
rendah, ukuran relatif kecil dan relatif murah. Ukuran yang biasa
digunakan adalah diameter 1 meter.
e. Drum 200 liter, pemanfaatan dari bekas drum minyak atau semacamnya.
Bagian dalam drum dicat dengan bitumen. Untuk jenis ini pengambilan
dilakukan setiap hari.
f. Bin baja yang mudah di angkat, biasanya dipergunakan didaerah
pemukiman kalangan atas, bin galvanis dengan kapasitas 100 liter untuk
10 keluarga.
16
Persyaratan bahan dalam pewadahan sampah adalah sebagai berikut :
1. Tidak mudah rusak dan kedap air, kecuali kantong plastik/kertas.
2. Mudah untuk diperbaiki.
3. Ekonomis, mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat.
4. Mudah dan cepat dikosongkan.
Penentuan ukuran volume ditentukan berdasarkan :
1. Jumlah penghuni tiap rumah.
2. Tingkat hidup masyarakat.
3. Frekuensi pengambilan/pengumpulan sampah.
4. Cara pengambilan sampah (manual/mekanik).
5. Sistem pelayanan (individual/komunal).
Lokasi penempatan wadah adalah sebagai berikut :
1. Wadah individual ditempatkan :
a. Di halaman muka (tidak di luar pagar)
b. Di halaman belakang untuk sumber sampah dari hotel dan restoran
2. Wadah komunal ditempatkan :
a. Tidak mengambil lahan trotoar (kecuali bagi wadah sampah pejalan
kaki).
b. Tidak di pinggir jalan protokol.
c. Sedekat mungkin dengan sumber sampah.
d. Tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya.
e. Di tepi jalan besar, pada suatu lokasi yang mudah untuk
pengoperasiannya.
2.11 Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara
pengumpulan dari masing-masing sumber sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan
sementara atau ke pengolahan sampah skala kawasan atau langsung tempat pembuangan
atau pemrosesan akhir tanpa melalui proses pemindahan. Dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu :
17
1. Secara langsung ( Door to door ).
Pada sistem ini, proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan
bersamaan. Sampah dari tiap-tiap sumber akan diambil, dikumpulkan dan
langsung diangkut ke tempat pemrosesan atau ke tempat pembuangan akhir.
2. Secara tidak langsung ( Communal ).
Pada sistem ini, sebelum diangkut ke tempat pemrosesan, atau ke tempat
pembuangan akhir, sampah dari masing-masing sumber akan dikumpulkan dahulu
oleh sarana pengumpul seperti dalam gerobak tangan (hand cart) dan diangkut ke
TPS. Dalam hal ini, TPS dapat pula berfungsi sebagai lokasi pemrosesan skala
kawasan yang berguna untuk mengurangi jumlah sampah yang harus diangkut ke
pemrosesan akhir.
Pada sistem communal ini, sampah dari masing-masing sumber akan
dikumpulkan dahulu dalam gerobak tangan atau sejenisnya dan diangkut ke TPS.
Gerobak tangan merupakan alat pengangkut sampah sederhana yang sering
dijumpai di kota-kota Indonesia. Dan memiliki kriteria persyaratan sebagai
berikut :
a. Mudah dalam loading dan unloading.
b. Memiliki konstruksi yang ringan dan sesuai dengan kondisi jalan
yang ditempuh.
c. Sebaiknya mempunyai tutup.
Tempat penampungan Sementara (TPS) merupakan suatu bangunan atau yang
digunakan untuk memindahkan sampah dari gerobak tangan ke landasan, kontainer, atau
langsung ke truk pengangkut sampah. Tempat penampungan sementara berupa :
1. Transfer Station / Transfer Depo, biasanya terdiri dari :
A. Bangunan untuk ruangan kantor.
B. Bangunan tempat penampungan / pemuatan sampah.
C. Peralatan parkir.
D. Tempat penyimpanan peralatan.
Untuk suatu lokasi transfer depo (TPS) diperlukan areal tanah minimal 200 m2.
bila lokasi ini berfungsi juga sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan
maka dibutuhkan tambahan luas lahan sesuai aktifitas yang dijalankan.
18
2. Container Besar (Steel Container) volume 6 – 10 m3 yang diletakkan dipingggir
jalan dan tidak mengganggu lalu lintas. Dibutuhkan landasan permanen sekitar
25–50 m2 untuk meletakkan kontainer. Di banyak tempat di kota–kota Indonesia,
landasan ini tidak disediakan dan kontainer diletakkan begitu saja di lahan
tersedia. Penempatan sarana ini juga bermasalah karena sulit untuk memperoleh
lahan dan belum tentu masyarakat yang tempat tinggalnya dekat dengan sarana ini
bersedia menerimanya.
3. Bak – bak komunal yang dibangun permanen dan terletak di pinggir jalan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan adalah waktu pengumpulan dan
frekuensi pengumpulan. Sebaiknya waktu pengumpulan sampah adalah saat
dimana aktifitas masyarakat tidak begitu padat, misalnya pagi hingga siang hari.
Frekuensi pengumpulan sampah menentukan banyaknya sampah yang dapat
dikumpulkan dan diangkut per hari. Semakin besar frekuensi pengumpulan
sampah maka semakin banyak volume sampah yang dikumpulkan per service per
kapita. Bila sistem pengumpulan telah memasukkan upaya daur ulang maka
frekuensi pengumpulan sampah dapat diatur sesuai dengan jenis sampah yang
akan dikumpulkan. Dalam hal ini sampah kering dapat dikumpulkan lebih jarang.
2.12 Pola pengumpulan sampah
Beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah :
1. Pengumpulan sampah harus memperhatikan :
a. Keseimbangan pembebanan tugas.
b. Optimasi penggunaan alat.
c. Minimasi jarak operasi.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola pengumpulan sampah :
a. Jumlah sampah terangkut.
b. Jumlah penduduk.
c. Luas daerah operasi.
d. Kepadatan penduduk dan tingkat penyebaran rumah.
e. Panjang dan lebar jalan.
f. Kondisi sarana penghubung (jalan, gang).
19
g. Jarak titik pengumpulan dengan lokasi.
3. Jenis / pola pengumpulan sampah dapat dibagi menjadi :
a. Individual langsung.
b. Individual tidak langsung.
c. Komunal langsung.
d. Komunal tidak langsung.
e. Penyapuan jalan dan taman.
Pola pengumpulan sampah terdiri atas :
A. Pola individual langsung oleh truk pengangkut menuju ke pemrosesan, dapat
diterapkan bila :
1) Bila kondisi topografi bergelombang (rata – rata < 5 %), hanya alat
pengumpul mesin yang dapat beroperasi.
2) Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan
lainnya.
3) Kondisi dan jumlah alat memadai.
4) Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari.
5) Biasanya daerah layanan adalah pertokoan, kawasan pemukiman yang
tersusun rapi, daerah elit dan jalan protokol.
6) Layanan dapat pula diterapkan pada daerah gang. Petugas pengangkut tidak
masuk ke gang, tetapi hanya akan memberi tanda bila sarana pengangkut ini
datang, misalnya dengan bunyi-bunyian.
B. Pola individual tidak langsung dengan menggunakan pengumpul sejenis gerobak
sampah, dapat diterapkan bila :
1) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. Lahan ini dapat difungsikan sebagai
tempat pemrosesan sampah skala kawasan.
2) Kondisi topografi relatif datar (rata – rata < 5 %), dapat digunakan alat
pengumpul non mesin (gerobak, becak).
3) Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung.
4) Lebar jalan atau gang cukup lebar untuk dapat dilalui alat pengumpul tanpa
mengganggu pemakai jalan lainnya.
20
5) Terdapat organisasi pengelola pengumpulan sampah dengan sistem
pengendalinnya.
C. Pola komunal langsung oleh truk pengangkut dilakukan bila :
1) Alat angkut terbatas.
2) Kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah.
3) Alat pengangkut sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual
(kondisi daerah berbukit, gang / jalan sempit).
4) Peran serta masyarakat tinggi.
5) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang
mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk).
6) Pemukiman tidak teratur.
D. Pola komunal tidak langsung, dengan persyaratan sebagai berikut :
1) Peran serta masyarakat tinggi.
2) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang
mudah dijangkau alat pengumpul.
3) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. Lahan ini dapat difungsikan sebagai
tempat pemrosesan sampah skala kawasan.
4) Bagi kondisi topografi yang relatif datar (rata – rata < 5 %). Dapat digunakan
alat pengumpul non mesin (gerobak, becak) dan bagi kondisi topografi > 5 %
dapat digunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan karung.
5) Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai
jalan lainnya.
6) Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
E. Pola penyapuan jalan, dengan persyaratan sebagai berikut :
1) Juru sapu dapat mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan
(tanah, lapangan rumput dan lain-lain)
2) Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada
fungsi dan nilai daerah yang dilayani.
3) Pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi pemindahan
untuk kemudian diangkut ke pemrosesan akhir.
4) Pengendalian personel dan peralatan harus baik.
21
Perencanaan operasional pengumpulan sampah harus memperhatikan :
1. Ritasi antara 1 – 4 rit per hari.
2. Periodesasi : untuk sampah mudah membusuk maksimal 3 hari sekali namun
sebaiknya setiap hari, tergantung dari kapasitas kerja, desain peralatan, kualitas
kerja, serta kondisi komposisi sampah. Semakin besar persentase sampah organik,
periodesasi pelayanan semakin sering. Untuk sampah kering, periode
pengumpulannya dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali. Sedang sampah B-3
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
3. Mempunyai daerah pelayanan tertutup dan tetap.
4. Mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan perlu dipindahkan secara periodik.
5. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah
terangkut, jarak tempuh, kondisi daerah dan jenis sampah yang akan diangkut
(Sarudji, 1982).
2.13 PENGOLAHAN SAMPAH
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau
merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran,
pengomposan, penghancuran, pengeringan dan pendaur ulangan. (SNI T-13-1990-F).
Adapun teknik pengolahan sampah adalah sebagai berikut :
1. Pengomposan (Composting)
Adalah suatu cara pengolahan sampah organik dengan memanfaatkan aktifitas
bakteri untuk mengubah sampah menjadi kompos (proses pematangan).
2. Pembakaran sampah
Pembakaran sampah dapat dilakukan pada suatu tempat, misalnya lapangan
yang jauh dari segala kegiatan agar tidak mengganggu. Namun demikian
pembakaran ini sulit dikendalikan bila terdapat angin kencang, sampah, arang
sampah, abu, debu, dan asap akan terbawa ketempat-tempat sekitarnya yang
akhirnya akan menimbulkan gangguan. Pembakaran yang paling baik dilakukan
disuatu instalasi pembakaran, yaitu dengan menggunakan insinerator, namun
pembakaran menggunakan insinerator memerlukan biaya yang mahal.
22
3. Recycling
Merupakan salah satu teknik pengolahan sampah, dimana dilakukan pemisahan
atas benda-benda bernilai ekonomi seperti : kertas, plastik, karet, dan lain-lain
dari sampah yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan
kembali baik dalam bentuk yang sama atau berbeda dari bentuk semula.
4. Reuse
Merupakan teknik pengolahan sampah yang hampir sama dengan recycling,
bedanya reuse langsung digunakan tanpa ada pengolahan terlebih dahulu.
5. Reduce
Adalah usaha untuk mengurangi potensi timbulan sampah, misalnya tidak
menggunakan bungkus kantong plastik yang berlebihan.
23
Gambar 2.1. Skema swakelola sampah rumah tangga yang berbasis pada
masyarakat yang bisa diterapkan.
Pengelolaan sampah di kawasan perencanaan diarahkan dengan konsep reuse,
reduce, dan recycle, sehingga diusahakan sampah yang keluar dan dibuang ke TPA
seminimal mungkin, terutama untuk sampah yang bersumber dari rumah tangga.
Pengelolaan sampah rumah tangga dilakukan secara swakelola oleh penduduk
setempat dengan membuat kelompok-kelompok tiap RT. Pembuangan sampah dari
rumah tangga dibuang secara terpisah yaitu mulai dari sampah organik dibagi menjadi 2
yaitu sampah organik basah dan kering, sedangkan untuk sampah anorganik juga dibagi
menjadi 3 bagian yaitu sampah logam, sampah kaca, dan sampah plastik. Ada beberapa
hal yang perlu dilakukan dalam pengelolaan sampah di kawasan perencanaan
diantaranya:
Sosialisasi
Pendampingan
Pembentukanlembaga
Percontohan
Penyiapan perlengkapan
Drum, genthong dll TPS Alat angkut
Gerakan masyarakat
Evaluasi
24
1. Melakukan sosialiasi kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah
sembarangan
2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk melakukan tindakan 3R yaitu
reduce, reuse dan recycle (mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur
ulang sampah),
3. Melakukan upaya swakelola sampah tingkat rumah tangga dengan berbasis
pada masyarakat (community-based solid waste management) sehingga
sampah dapat dimanfaatkan kembali menjadi barang yang berguna, misal
menjadi kompos atau barang daur ulang sehingga dapat dijual dan
menghasilkan uang.
4. Perlu dibentuk lembaga masyarakat yang khusus menangani sampah.
Lembaga ini harus dibentuk dari warga sendiri, dengan bantuan
pendampingan kalau dibutuhkan.
5. Mengadakan pemilahan langsung antara sampah organik dan non organik dari
masing-masing rumah tangga. Pemilahan dilakukan pada 4 tempat yakni:
organik (sisa dapur, dan sebagainya), non organik (plastik, gelas/kaca, dan
kertas).
2.14 PENGOMPOSAN ( COMPOSTING )
Pengomposan merupakan teknik pengolahan sampah organik yang biodegradable,
sampah tersebut dapat diurai oleh mikroorganisme atau cacing (vermicomposting)
sehingga terjadi proses pembusukan, kompos yang dihasilkan sangat baik untuk
memperbaiki struktur tanah karena kandungan unsur hara dan kemampuannya menahan
air (Damanhuri 2003).
Proses stabilisasi pada komposting secara aerobik dapat digambarkan seperti
Mikroorganisme yang bekerja pada proses pengomposan dibedakan atas dua kelompok,
yaitu kelompok Mesophilic (mikroorganisme yang hidup pada temperatur 23°-45° C,
seperti: jamur, Actinomycetes, cacing tanah, cacing kremi, keong kecil, semut, kumbang
tanah) dan Thermopilic (mikroorganisme yang hidup pada temperatur 45°-65° C, seperti:
cacing pita, Protozoa, Rotifera, kutu jamur).
25
2.14.1 Komponen Kompos
Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimiawi tanah adalah
kandungan humusnya. Humus dalam kompos mengandung unsur hara yang dibutuhkan
tanaman. Humus yang menjadi asam humat atau jenis asam lainnya dapat melarutkan zat
besi (Fe) dan alumunium (Al) sehingga fosfat yang terikat besi dan alumunium akan
lepas dan dapat diserap oleh tanaman. Selain itu, humus merupakan penyangga kation
yang dapat mempertahankan unsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman.
Kandungan kimiawi kompos dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Analisis kimia kompos
Bahan KadarNitrogen (%) 1.33P205 (%) 0.83K20 (%) 0.36Humus (%) 53.70Kalsium (%) 5.61Zat Besi (%) 2.1Seng (ppm) 285Timah (ppm) 575Tembaga (ppm) 65Kadmium (ppm) 5Ph 7.2
Sumber : Nan Djuarnani dkk,2004.
Kompos juga berfungsi sebagai pemasok makanan bagi mikroorganisme di dalam
tanah seperti kapang, bakteri, actinomycetes, dan protozoa sehingga dapat meningkatkan
dan mempercepat proses dekomposisi bahan organik(Nan Djuarnani,dkk, 2004).
2.14.2 Keunggulan Kompos
Pupuk organik atau kompos memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
pupuk an organik. Berikut beberapa perbedaan antara pupuk organik atau kompos dan
pupuk an organik :
26
A. Sifat Kompos
1. Mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, walaupun jumlahnya sedikit.
2. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut :
a. Menggemburkan dan meningkatkan ketersediaan bahan organik di dalam
tanah.
b. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara.
c. Memperbaiki kehidupan mikroorganisme didalam tanah dengan cara
menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut.
d. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tidak mudah terpencar.
e. Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah.
f. Membantu proses pelapukan bahan mineral.
g. Melindungi tanah terhadap kerusakan yang disebabkan erosi.
h. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK)
3. Beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan
penyakit.
4. Menurunkan aktifitas mikroorganisme tanah yang merugikan.
B. Sifat pupuk an organik
1. Hanya mengandung satu atau beberapa unsur hara, tetapi dalam jumlah banyak.
2. Tidak dapat memperbaiki struktur tanah, tetapi justru penggunaan dalam jangka
waktu panjang dapat membuat tanah menjadi keras.
3. Sering membuat tanaman manja sehingga rentan terhadap penyakit (Nan
Djuarnani,dkk, 2004).
2.14.3 PROSES PENGOMPOSAN
Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai rasio C/N bahan organik menjadi
sama dengan rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat
dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai rasio C/N tanah adalah 10-12.
Bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan
tersebut dapat diserap oleh tanaman. (Nan Djuarnani,dkk, 2004 ).
1. Pengomposan secara Aerobik
27
Dekomposisi secara aerobik adalah modifikasi yang terjadi secara biologis pada
struktur kimia atau biologi bahan organik dengan kehadiran oksigen (02). Hasil
dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O (air), humus,
energi. Proses dekomposisi bahan organik secara aerobik dapat disajikan dengan
reaksi sebagai berikut :
Bahan Organik → CO2 + H2O + Humus + Hara + Energi
Selama hidupnya, mikroorganisme mengambil air dan oksigen dari udara.
Makanannya diperoleh dari bahan organik yang akan diubah menjadi produk
metabolisme berupa karbondioksida (CO2), air (H2O), humus dan energi.
Sebagian dari energi yang dihasilkan digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhan dan reproduksi, sisanya dibebaskan ke lingkungan sebagai panas.
2. Pengomposan secara An aerobik
Dekomposisi secara an aerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur
kimia dan biologi bahan organik tanpa adanya kehadiran oksigen (hampa udara).
Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperatur
seperti yang terjadi pada proses pengomposan secara aerobik. Namun pada proses
an aerobik perlu tambahan panas dari luar sebesar 300 C.
Proses pengomposan secara an aerobik akan menghasilkan metana atau alkohol,
CO2, dan senyawa lain seperti asam organik yang memiliki berat molekul rendah
(asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat). Proses an aerobik
umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam sehingga proses pengomposan
lebih banyak dilakukan secara aerobik.
3. Pengomposan secara kimiawi
Timbunan kompos berhubungan erat dengan faktor kimia yang cukup kompleks.
Banyak perubahan terjadi selama proses pengomposan, bahkan sebelum
mikroorganisme bekerja, enzim dalam sel tanaman telah mulai merombak protein
menjadi asam amino. Selanjutnya mikroorganisme menangkap semua bahan yang
terlarut seperti gula, asam amino, dan nitrogen anorganik. Setelah itu mulai
merombak pati, lemak, protein dan selulosa di dalam gula, serta menyatukan
unsur kecil menjadi struktur baru. Dalam proses selanjutnya amonia akan
diproduksi dari protein. Mikroorganisme akan menangkap amonia yang terlepas.
28
Nitrogen tanaman dikonversikan menjadi nitrogen mikroba dan sebagian diubah
menjadi nitrat. Nitrat merupakan senyawa yang dapat diserap tanaman.
4. Pengomposan secara Biologi
Selama proses pengomposan secara aerob, populasi mikroorganisme terus
berubah. Pade fase mesofilik, jamur dan bakteri pembuat asam mengubah bahan
makanan yang tersedia menjadi asam amino, gula dan pati. Aktivitas
mikroorganisme ini menghasilkan panas dan mengawali fase termofilik di dalam
tumpukan bahan kompos.
Bakteri termofilik mulai berperan merombak protein dan karbohidrat nonselulosa
seperti pati dan hemiselulosa. Pada fase termofilik, thermophilic actinomycetes
mulai tumbuh dan jumlahnya terus bertambah karena bakteri ini tahan terhadap
panas. Sebagian dari bakteri ini mampu merombak selulosa. Jamur termofilik
mampu hidup pada temperatur 40 – 600 C, tetapi akan mati pada temperatur di
atas 600 C. Jamur ini akan merombak hemisellulosa dan selullosa. (Nan
Djuarnani,dkk, 2004 ).
2.14.4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU PENGOMPOSAN
1. Ukuran bahan
Proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan mentahnya memiliki ukuran
yang kecil. Karena itu bahan yang berukuran besar perlu dicacah atau digiling terlebih
dulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Bahan yang berukuran kecil akan cepat
didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas
mikroorganisme perombak. Namun ukuran bahan tersebut jangan terlalu kecil. Ukuran
bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga
timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen kedalam timbunan akan
semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang, mikroorganisme yang ada di
dalamnya tidak bisa bekerja secara optimal.
2. Rasio C/N
Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan hal ini
disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme yang
29
membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk
membentuk sel.
Besarnya nilai rasio C/N tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang
baik akan menghasilkan rasio C/N yang ideal sebesar 20 – 40, tetapi rasio paling baik
adalah 30.
Jika rasio C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain
itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk memyelesaikan degradasi bahan
kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan
akan memiliki mutu rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30), kelebihan
nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan
hilang melalui volatisasi sebagai amonia atau terdenenitrifikasi.
Pada tabel dapat dilihat komposisi dari bahan-bahan yang dapat dikomposisikan
dengan rasio C/N dari masing-masing bahan.
Tabel 2.2 Perbandingan kandungan Karbon dan Nitrogen berbagai
bahan organik (C/N).Jenis Bahan Rasio C/N
Urin 0.8 : 1
Tinja 6 : 1 hingga 10 : 1
Kertas koran 50 : 1 hingga 200 : 1
Kotoran ayam 10 : 1
Kotoran sapi 20 : 1
Kotoran kuda 25 : 1
Sisa buah buahan 35 : 1
Jagung, bonggol 60 : 1
Lumpur aktif 6 : 1
Jerami jagung 100 : 1
Kulit batang pohon 100 – 130 : 1
Darah 3 : 1
Serbuk gergaji 500 : 1
Kayu 200 hingga 400 : 1
Buangan Pemotongan Hewan 2 : 1
30
Sampah sayuran 12 : 1 hingga 20 : 1
Sampah dapur campur 15 : 1
Pupuk hijau 14 : 1
Ganggang laut 19 : 1
Kulit kentang 25 : 1
Jerami gandum 40 : 1 hingga 125 : 1
Jerami padi 50 : 1 hingga 70 : 1
Kertas koran 150 : 1 hingga 200 : 1
Daun daunan segar 10 : 1 hingga 40 : 1
Daun daunan kering 50 : 1 hingga 60 : 1
Daun dadap muda 11 : 1
Daun tephrosia 11 : 1
Kulit kopi 15 : 1 hingga 20 : 1
Bahan potong (cabang) 15 : 1 hingga 60 : 1
Pangkasan teh 15 : 1 hingga 17 : 1
Bungkil biji kapuk 10 ; 1 hingga 12 : 1
Bungkil kacang tanah 7 : 1
Cemara, buah/jarum 60 : 1 hingga 110 : 1
Kopi bubuk, endapan 20 : 1
Apel, buah 21 : 1
Sampah buah buahan 35 : 1
Rumput rumputan 12 : 1 hingga 25 : 1
Jagung, bonggol 60 : 1
Kacang kacangan 15 : 1
Sumber : Yuwono, 2006
3 Kelembaban
Dekomposisi secara aerobik dapat terjadi pada kelembaban 30-100 % dengan
pengadukan yang cukup. Secara umum kelembaban yang baik untuk berlangsungnya
proses dekomposisi secara aerobik adalah 50 – 60 %. Namun sebenarnya kelembaban
31
yang baik pada pengomposan tergantung dari jenis bahan organik yang digunakan atau
jenis bahan organik yang paling banyak digunakan dalam campuran bahan kompos.
4 Temperatur pengomposan
Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan berada dalam temperatur yang
sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Temperatur optimum yang
dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35 – 550 C. Namun setiap
kelompok mikroorganisme memiliki temperatur optimum yang berbeda sehingga
temperatur optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis
mikroorganisme yang terlibat.
Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang
cukup cepat selama 3–5 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai 55–700
C. Pada temperatur ini mikroorganisme dapat tiga kali lipat dibandingkan dengan
temperatur yang kurang dari 550 C. Selain itu pada temperatur tersebut enzim yang
dihasilkan juga paling efektif menguraikan bahan organik.
5 Derajad Keasaman (PH) Pengomposan
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6.0 – 8.0. derajad keasaman bahan pada
permulaan pengomposan umumnya bersifat asam sampai dengan pH netral (pH 6.0 –
7.0). Derajad keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan
karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan
organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya mikroorganisme dari jenis
yang lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan
memiliki derajad keasaman yang tinggi dan mendekati netral (Nan Djuarnani,dkk,
2004).
2.14.5 EM4
EM4 (Effective Microorganisme) berupa larutan cair berwarna kuning kecoklatan,
ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryuksus Jepang.
Cairan ini berbau sedap dengan rasa asam manis dan tingkat keasaman (pH) kurang dari
3,5. Apabila tingkat keasaman melebihi 4,0 maka cairan ini tidak dapat digunakan lagi.
Mikroorganisme efektif atau EM4 adalah suatu kultur campuran berbagai
mikroorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri fotosintesis, bakteri asam laktat, ragi,
32
Actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk
meningkatakan keragaman mikroba tanah dan dapat memperbaiki pertumbuhan serta
jumlah mutu hasil tanaman.
Setiap spesies mikroorganisme mempunyai peranan masing-masing. Bakteri
fotosintesis adalah pelaksana kegiatan EM4 yang terpenting karena mendukung kegiatan
mikroorganisme dan juga memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme
lain. EM4 tidak berbahaya bagi lingkungan karena kultur EM4 tidak mengandung
mikroorganisme yang secara genetika telah dimodifikasi. EM4 terbuat dari kultur
campuran berbagai spesies mikroba yang terdapat dalam lingkungan alami di seluruh
dunia, bahkan EM4 bisa diminum langsung.
Bokasi adalah kata dari bahasa Jepang yang berarti bahan organik yang telah
difermentasikan. Bokasi dibuat dengan memfermentasikan bahan-bahan organik seperti
dedak, ampas kelapa, tepung ikan dan sampah dapur (sepert sisa-sisa nasi, daging, sayur,
kulit buah dan sisa makanan lainnya dengan menggunakan EM4.( yuwono, 2005 ).
33
Tabel 2.3 Fungsi mikroorganisme di dalam larutan EM4
Nama Fungsi
Bakteri fotosintesis
1. Membentuk zat- zat yang bermanfaat darisekresi akar tumbuhan, bahan organik dan gas-gas berbahaya ( misalnya Hidrogen Sulfida )dengan menggunakan sinar matahari dan panasbumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaatitu antara lain asam amino, asam nukleik, zat-zatbioaktif dan gula. Semuanya mempercepatpertumbuhan dan perkembangan tanaman.
2. Meningkatkan pertumbuhan mikroorganismelainnya.
Bakteri asam laktat
1. Menghasilkan asam laktat dari gula.2. Menekan pertumbuhan mikroorganisme yang
merugikan, misalnya Fusarium.3. Meningkatkan percepatan perombakan bahan
organik4. Dapat menghancurkan bahan-bahan organik
seperti lignini dan selulosa, sertamemfermentasikan tanpa menimbulkanpengaruh-pengaruh merugikan yang diakibatkanoleh bahan-bahan organik yang tidak terurai.
Ragi
1. Membentuk zat antibakteri dan bermanfaat bagipertumbuhan tanaman dari asam-asam aminodan gula yang dikeluarkan oleh bakterifotosintesis.
2. Meningkatkan jumlah sel aktif danperkembangan akar.
Actinomycetes
1. Menghasilkan zat-zat antimikroba dari asamamino yang dihasilkan oleh bakteri fotosintesisdan bahan organik.
2. Menekan pertumbuhan jamur dan bakteri.
Jamur fermentasi
1. Menguraikan bahan organik secara tepat untukmenghasilkan alkohol, ester dan zat-zatantimikroba.
2. Menghilangkan bau serta mencegah serbuanserangga dan ulat yang merugikan.
Sumber : Yuwono, 2005
34
2.15 PEMBAGIAN WILAYAH DARI PUSAT KOTA KE DAERAH PEDESAAN
Pembagian wilayah masing-masing memiliki sifat dan ciri-ciri tersendiri, urut-
urutannya adalah sebagai berikut :
1. City
City adalah pusat kota sub urban, urban, dan rural yang menjadi pusat sub
urban, urban, dan rural area.
2. Sub urban / Faubourg
Sub urban adalah daerah tempat atau area di mana para penglaju / commuter
tinggal yang letaknya tidak jauh dari pusat kota. Penglaju/commuter adalah
orang-orang yang tinggal di pinggiran kota yang pulang pergi ke kota untuk
bekerja setiap hari.
3. Sub urban Fringe
Sub urban fringe adalah area wilayah yang mengelilingi daerah sub urban
yang menjadi daerah peralihan kota ke desa.
4. Urban Fringe
Urban fring adalah daerah perbatasan antara kota dan desa yang memiliki
sifat yang mirip dengan daerah wilayah perkotaan. urban adalah daerah yang
penduduknya bergaya hidup modern.
5. Rural Urban Fringe
Rural urban fringe adalah merupakan daerah jalur yang berada di antara desa
dan kota.
6. Rural
Rural adalah daerah pedesaan atau desa yang penduduknya hidup sederhana.
2.16 HIPOTESA
Sesuai sumber penghasil sampah dan kegiatan di sumber timbulan yang adalah
pemukiman penduduk sebagai tempat tinggal masyarakat, maka komponen sampah yang
paling dominan adalah sampah organik. Pengelolaan yang paling sesuai dengan jenis
sampah organik adalah dengan cara komposting.
35
BAB III
GAMBARAN UMUM PERENCANAAN
1.1 Umum
Nitiprayan, merupakan salah satu kampung yang berada di kelurahan Ngastiharjo
kecamatan Kasihan, Bantul Yogyakarta. Terbagi menjadi 12 RT, setiap RT dipimpin oleh
ketua RT, dan dari 12 RT diketuai oleh seorang kepala dukuh.
1.2 Lokasi
Nitiprayan terletak di Kelurahan Ngastiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten
Bantul, Yogyakarta. Dalam perkembangannya wilayah Nitiprayan adalah sub urban
dimana letaknya tidak jauh dari kota atau di pinggiran kota, serta kegiatan orang-orang
yang ada didalamnya pulang pergi ke kota untuk bekerja setiap hari. Banyak pendatang
yang menetap di kampung ini, sehingga penduduk menjadi padat. Dengan penduduk
yang padat, banyak sampah yang timbul yang belum tertangani dengan baik.
3.3 Luas wilayah
Luas wilayah Nitiprayan, Ngastiharjo, Kasihan, Bantul ini 640,800 ha, yang
terdiri dari 395,72 ha untuk kawasan rumah, 241,250 ha lahan pekarangan, dan 3,83 ha
untuk tegalan (kuburan dan jalan).
3.4 Kondisi Topografi
Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul berada pada titik 84 m dari permukaan
air laut. Kondisi topografi berupa dataran rendah. Banyaknya curah hujan 2000 s/d 3000
mm/tahun. Dan suhu udara rata-rata 300 s/d 400 C.
36
3.5 Batas wilayah
Nitiprayan mempunyai batas-batas wilayah, antara lain :
a. Sebelah Utara : Dusun Pakuncen
b. Sebelah Selatan : Dusun Tirtonirmolo
c. Sebelah Barat : Dusun Sonopakis Kidul
d. Sebelah Timur : Dusun Winongo
3.6 Kependudukan
1. Jumlah penduduk menurut :
a. Jenis kelamin
- Laki-laki : 1.231 Orang
- Perempuan : 1.110 Orang
- Jumlah : 2.341 Orang
b. KK : 543 KK
2. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan
a. TK : 74 Orang
b. SD : 131 Orang
c. SMP : 121 Orang
d. SLTA : 125 Orang
e. D1-D3 : 35 Orang
f. S1-S3 : 29 Orang
3.7 Potensi yang sudah ada
Kampung Nitiprayan sering juga disebut sebagai kampung seni, karena banyak
sekali aktifitas seni yang dikembangkan didaerah ini. Aktifitas seni tersebut antara lain,
seperti :
a. Gejog lesung
b. Karawitan
c. Kethoprak
d. Seni rupa
e. Seni tari
37
f. Karnaval rutin yang diadakan tiap tahun
g. Merti desa (kenduri desa) yang diadakan tiap tahun.
Selain banyak aktifitas seni, juga ada pertemuan-pertemuan yang diadakan seperti
Rembug kampung. Dari kegiatan kesenian atau kegiatan yang lain di kampung ini yang
nantinya akan di gunakan sebagai pendekatan masyarakat untuk melakukan pengelolaan
sampah secara terpadu.
3.8 Pola Operasional Pengelolaan Sampah
Saat ini pola operasional pengelolaan sampah di Nitiprayan belum terkelola
dengan baik, terbukti dengan masih belum teraturnya pembuangan sampah. Sebagin
besar sampah dibuang di pekarangan atau di kebun untuk dibakar atau ditimbun dalam
tanah. Bahkan masih banyak masyarakat yang membuang sampah di sungai widuri yang
dapat mendatangkan sumber penyakit.
Beberapa RT di Nitiprayan sampah sudah dikelola cukup baik dengan bekerjasama
dengan pihak swasta, yaitu setiap 2 hari sekali sampah diambil dari tiap-tiap rumah, dan
di buang di TPS di Bugisan, dengan biaya Rp 5000,-/bulan.
3.9 Peran Serta Masyarakat
Selama ini terlihat bahwa masyarakat Belum mempunyai budaya yang baik dalam
masalah sampah, terbukti dengan belum adanya kesadaran penuh akan pentingnya
kebersihan dan pengelolaan sampah yang baik. Sehingga sejauh ini peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sampah masih kurang.
38
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 IDE TUGAS AKHIR
Melihat pengelolaan persampahan yang kurang efisien dan tidak inovatif maka
muncul ide tugas akhir mengenai pengelolaan persampahan.secara terpadu di kampung
Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
.
4.2 STUDI PUSTAKA
Mencari dan mengumpulkan data-data dengan mempelajari buku-buku, tulisan
ilmiah dan peraturan perundangan yang berhubungan dengan penelitian ini.
4.3 PENGUMPULAN DATA
Jenis data yang dikumpulkan untuk mendukung penyusunan laporan Tugas Akhir
ini terdiri dari :
a. Data Primer
1. Pengamatan langsung di lapangan.
2. Hasil pengukuran.
3. Data dari wawancara dan kuisioner.
b. Data sekunder :
1. Data fisik lokasi penelitian.
2. Data sistem pengelolaan sampah.
4.4 PENELITIAN ATAU SAMPLING
Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-3964-1994.
a. Lokasi
1. Kampung Nitiprayan Yogyakarta.
2. Laboratorium Kimia Analitik MIPA UGM ( uji kualitas kompos ).
39
b. Frekwensi
Pengambilan sampel dilakukan dalam 8 hari berturut-turut pada lokasi yang sama
pada setiap pukul 16.00 WIB.
c. Penentuan Jumlah Sampel
Penentuan jumlah sampel yang akan diambil menggunakan rumus berikut :
1. Bila jumlah penduduk 106 jiwa
PsCdP =
Dimana :
Ps = jumlah penduduk bila 106 jiwa.
Cd = koefisien
Cd = 1 bila kepadatan penduduk normal.
Cd <1 bila kepadatan penduduk jarang.
Cd >1 bila kepadatan penduduk padat.
2. Bila jumlah penduduk > 106 jiwa
PsCjCdP ..=
610pendudukCj Σ
=
Ps = jumlah penduduk bila 106 jiwa
Cd = koefisien
Cd = 1 bila kepadatan penduduk normal.
Cd <1 bila kepadatan penduduk jarang.
Cd >1 bila kepadatan penduduk padat.
d. Metode Pengukuran Contoh Timbulan Sampah.
Sampah terkumpul diukur volumenya dengan wadah pengukur 20 x 2 x 50 cm dan
ditimbang beratnya.
e. Peralatan dan Perlengkapan.
1. Timbangan.
2. Kotak Kayu (20x20x50)cm3.
3. Meteran.
4. Perlengkapan berupa alat pemindah seperti sekop dan sarung tangan.
40
f. Cara pengambilan dan pengukuran sampel.
1. Menentukan lokasi pengambilan sampel.
2. Menentukan tenaga pelaksana.
3. Menyiapkan peralatan.
4. Melakukan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah
sebagai berikut :
a) Membagikan kantong plastik yang sudah diberi tanda kepada sumber sampah
satu hari sebelum pengumpulan.
b) Mencatat jumlah unit masing-masing penghasil sampah.
c) Mengumpulkan kantong plastik yang sudah terisi sampah.
d) Mengangkut seluruh kantong plastik ke tempat pengukuran.
e) Menimbang kotak pengukur.
f) Menuangkan secara bergiliran ke kotak pengukur 40 liter.
g) Menghentak 3 kali dengan ketinggian kotak 20 cm.
h) Mengukur dan mencatat volume sampah.
i) Menimbang dan mencatat berat sampah.
j) Memilah sampah berdasarkan komponen komposisi sampah.
k) Menimbang dan mencatat berat sampah.
l) Menghitung komponen komposisi sampah.
5. Menghitung komponen komposisi sampah sebagai berikut :
a) Menimbang sampah total.
b) Memilah sampah sesuai karakteristik.
c) Menimbang masing –masing sampah.
d) Menghitung komposisi sampah.
4.5 PENGOLAHAN DATA
Data yang telah diperoleh akan dianalisis dan digunakan dalam perencanaan
pengelolaan sampah. Tahapan pengerjaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
41
a. Menghitung berat jenis sampah.
Dalam perhitungan berat jenis sampah menggunakan rumus sebagai berikut :
Berat jenis sampah =)(
)(3mahvolumesamp
KghBeratsampa
Dimana berat sampah didapat dengan cara menimbang sample, sedangkan
volumenya diukur dengan kotak kayu berukuran 20 x 20 x 50 (cm3).
Rumus yang digunakan dalam mengukur volume sampah dalam kotak sampling
adalah :
Volume sampah = luas kotak x tinggi sampah
b. Menghitung prosentase komposisi.
Komposisi sampah dihitung dengan menggunakan rumus :
% komponen = %100xsampahBerattotal
nenBeratkompo
c. Menganalisa data kuisioner dengan mengemukakan 3 hal yaitu karakteristik
responden, deskriptif variablel dan analisis ANOVA.
4.6 PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Perencanaan meliputi pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan
penentuan reaktor kompos. Perencanaan dilakukan berdasarkan analisa dari hasil
penelitian, meliputi :
1. Penentuan jumlah sampel atau titik sampling.
2. Perhitungan jumlah timbulan dan karakteristik sampah Kampung Nitiprayan
Yogyakarta.
3. Desain Reaktor.
4. Proses Komposting.
5. Uji kualitas kompos.
4.7 Bahan Penelitian
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah sampah organik rumah tangga di
Kampung Nitiprayan.
42
1.7.1 Jenis pewadahan
Gambar 4.1. Jenis pewadahan (Sumber: dokumentasi penelitian)
1.7.2 Kotak pengukur
Gambar 4.2. Kotak pengukur (Sumber: dokumentasi penelitian)
43
1.7.3 Timbangan dan Meteran
Gambar 4.3. Timbangan (Sumber: dokumentasi penelitian)
1.7.4 Termometer dan pH Soil
Gambar 4.4. Termometer dan pH soil (Sumber: dokumentasi penelitian)
4.8 Pembuatan kompos
4.8.1. Bahan pembuatan kompos
Bahan yang digunakan adalah sampah rumah tangga dari warga Nitiprayan yang
telah diambil sampelnya, yaitu sebanyak 10 rumah. Selain sampah rumah tangga bahan
yang digunakan adalah EM4 sebagai biostarter dalam pembuatan kompos.
44
Gambar 4.5 Sampah Rumah Tangga (Sumber: dokumentasi penelitian)
Gambar 4.6 EM4 (Sumber: dokumentasi penelitian)
4.8.2 Persiapan reaktor
Pembuatan kompos dengan proses aerobik jadi reaktor yang digunakan untuk
pembuatan kompos adalah drum plastik yang dilubangi pada sisi – sisinya yang berfungsi
untuk suplai oksigen.
45
Gambar 4.7. Rencana Desain Reaktor Kompos
4.8.3 Tahap Pembuatan
a. Pencampuran bahan
Selama pengambilan sampel untuk sampah organik dimasukkan kedalam reaktor.
Sebelum dimasukkan kedalam reaktor sampah dicacah terlebih dahulu hingga
ukuran menjadi lebih kecil, yang kemudian dicampur dengan larutan EM4. Setiap
memasukkan sampah organik harus diikuti dengan penambahan EM4 agar
didapatkan hasil yang maksimal. EM4 berupa larutan cair berwarna kecoklatan.
Cairan ini berbau sedap dengan rasa asam manis dan tingkat keasaman (pH)
kurang dari 3,5.
46
Gambar 4.8 Pemotongan bahan (Sumber: dokumentasi penelitian)
Gambar 4.9 Potongan bahan pada reaktor (Sumber: dokumentasi penelitian)
Gambar 4.10 Reaktor kompos (Sumber: dokumentasi penelitian)
47
b. Pembalikan
Setiap 4 hari sekali dilakukan pembalikan kompos agar proses pembusukan dapat
merata dan setiap 4 hari sekali dilakukan pengukuran pH dan suhu.
Gambar 4.11 Pengukuran pH (Sumber: dokumentasi penelitian)
Gambar 4.12 Pengukuran suhu (Sumber: dokumentasi penelitian)
c. Pengukuran parameter uji
Setelah terjadi pematangan kompos, dilakukan pengujian unsur mikro N, P, K,
dan C/N.
4.9. DIAGRAM TAHAP PERENCANAAN
Secara garis besar perencanaan ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
48
Gambar 4.13 Diagram Tahap Perencanaan
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Data Sekunder :§ Data Umum wilayah perencanaan§ Data sistem pengelolaan sampah§ Data perencanaan daerah pelayanan
Penelitian / Sampling
Mengolah Data :§ Menghitung volume dan berat jenis sampel§ Menghitung besaran timbulan sampah
Perencanaan Pengelolaan sampah :§ Pewadahan§ Pengumpulan§ Pengangkutan§ Pengolahan
Pengolahan Sampah• Desain Reaktor• Proses Komposting• Uji kualitas kompos
49
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pengukuran Dan Perhitungan Berat Sampah, Volume Sampah
Pengukuran volume sampah dari masing-masing sumber menggunakan wadah
kotak kayu berbentuk balok yang telah diketahui ukurannya (20 x 20 x 50 cm).
Pengukuran timbulan sampah dilakukan selama 8 hari berturut-turut, sebanyak 10 rumah.
Selanjutnya desain reaktor berdasarkan hitungan volume timbulan. Setelah diketahui
ukuran reaktor, dilakukan proses komposting pencampuran bahan organik dengan
penambahan starter untuk proses fermentasi. Penelitian selanjutnya untuk mengetahui
parameter yang berperan dalam proses fermentasi yang meliputi, pH dan suhu selama
proses fermentasi berlangsung serta uji kualitas N, P, K, C/N di akhir proses (akhir
pengamatan).
Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan berat, volume dan berat jenis sampah
yang didapatkan dari pengukuran di lokasi.
Tabel 5.1 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah organik
No Berat Organik Volume Berat JenisSampel (kg/orang/hari) (Lt/orang/hari) (kg/m3)
1 0.156 1.44 108.33333332 0.305 1.519 200.78999343 0.306 2.475 123.63636364 0.141 1.171 120.40990615 0.07 0.792 88.383838386 0.222 1.45 153.10344837 0.056 0.645 86.821705438 0.11 1.03 106.79611659 0.044 0.619 71.0823909510 0.221 1.588 139.1687657
Jumlah 1.631 12.729 1198.525862Rata-rata 0.1631 1.2729 119.8525862
Sumber : data sekunder
50
Tabel 5.2 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah an organik
NoBerat AnOrganik Volume Berat Jenis
Sampel (kg/orang/hari) (Lt/orang/hari) (kg/m3)1 0.09 1.38 65.21739132 0.054 1.956 27.607361963 0.058 1.431 40.531097134 0.05 1.475 33.898305085 0.048 1.05 45.714285716 0.058 2.013 28.812717347 0.026 1.255 20.717131478 0.04 0.988 40.485829969 0.063 1.863 33.8164251210 0.052 2.108 24.66793169
Jumlah 0.539 15.519 361.4684768Rata-rata 0.0539 1.5519 36.14684768
Sumber : data sekunder
Tabel 5.3 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah non 3R
No Berat non 3R Volume Berat JenisSampel (kg/orang/hari) (Lt/orang/hari) (kg/m3)
1 0.002 0.063 31.746031752 0.014 0.075 186.66666673 0 0 04 0 0 05 0 0 06 0 0 07 0 0 08 0 0 09 0.006 0.063 95.2380952410 0 0 0
Jumlah 0.022 0.201 313.6507937Rata-rata 0.0022 0.0201 31.36507937
Sumber : data primer
Penganbilan sampel yang dilakukan di Kampung Nitiprayan dengan jumlah
sampling 10 KK. Berdasarkan hasil pengambilan sampel pada 10 KK, maka berat
sampah rata-rata per hari untuk sampah organik 0,1631 kg/orang/hari dan Volume
sampah An Organik rata-rata per hari adalah 1,2729 L/orang/hari, maka :
51
Berat jenis sampah organik =ahVolumesamphBeratsampa
Berat jenis sampah organik =harioranglhariorangkg
//2729,1//1631,0
Berat jenis sampah organik = 0,1198526 kg/l = 119,8526 kg/m3
Untuk sampah An Organik rata-rata per hari adalah 0,0539 kg/orang/hari, dan volume
sampah An Organik rata-rata per hari adalah 1,5519 L/orang/hari, maka :
Berat jenis sampah an organik =ahVolumesamphBeratsampa
Berat jenis sampah an organik =harioranglhariorangkg
//5519,1//0539,0
Berat jenis sampah an organik = 0,3614685 kg/l = 36,14685 kg/m3
Untuk sampah Non 3R rata-rata per hari adalah .0022 kg/orang/hari, dan volume sampah
Non 3R rata-rata per hari adalah 0.020 L/orang/hari, maka :
Berat jenis sampah Non 3R =ahVolumesamphBeratsampa
Berat jenis sampah Non 3R =harioranglhariorangkg
//0201,0//0022,0
Berat jenis sampah Non 3R = 0,3136508 kg/l = 31,36508 kg/m3
1.2 Perhitungan komposisi sampah.
Komposisi sampah ditentukan berdasarkan pengambilan sampel di lokasi.
Hasilnya adalah sebagai berikut :
52
Tabel 5.4 Rata-rata komposisi sampah di Kampung NitiprayanOrganik An organik Non 3R
Hari Berat total( kg ) ( kg ) ( % ) ( kg ) ( % ) ( kg ) ( % )
1 11.65 8.1 69.5279 2.85 24.4635 0.7 6.008582 6.45 5.2 80.62016 1.25 19.3798 0 03 8.6 6.2 72.09302 2.4 27.907 0 04 9.82 6.95 70.77393 2.87 29.2261 0 05 13.01 10.55 81.09147 2.46 18.9085 0 06 12 8.9 74.16667 3.1 25.8333 0 07 8.9 5.9 66.29213 2.8 31.4607 0.2 2.247198 10.02 7 69.86028 3.02 30.1397 0 0
jumlah 80.45 58.8 584.4256 20.75 207.319 0.9 8.25577rata-rata-
10.05625 7.35 73.05319 2.59375 25.9148 0.1125 1.03197
Sumber : data primer
01020304050607080
Pres
enta
se (%
)
Jenis sampah
OrganikAn OrganikNon 3R
Gambar 5.1 Komposisi sampah Kampung Nitiprayan
Komposisi sampah pada penelitian ini adalah komponen organik 73,05 %,
komponen An Organik 25,92 %, dan komponen Non 3R 1,03%.
53
5.3 Timbulan sampah
Dari hasil pengukuran timbulan sampah total, maka dapat diketahui rata-rata
timbulan sampah per orang/hari adalah 0,2192 kg/org/hari. Menurut SNI 19-3964-1994,
angka timbulan sampah perkotaan dalam hal ini kota sedang/kecil, satuan timbulan
sampahnya adalah 1,5 – 2 L/org/hari atau 0,3 – 0,4 kg/org/hari. Berdasarkan hasil
pengukuran timbulan sampah total, apabila dibandingkan dengan standar SNI, maka
sudah memenuhi standar yang berlaku.
Hasil perhitungan timbulan sampah total dapat dilihat dibawah ini :
Untuk timbulan sampah total adalah :
= berat sampah organik + berat sampah an organik + berat non 3R
= 0,1631 kg/orang/hari + 0,0539 kg/orang/hari + 0,0022 kg/orang/hari
= 0.2192 kg/org/hari
5.4 Pengomposan
5.4.1 Desain reaktor kompos
Penelitian dilakukan pada 10 titik sampel rumah dan didapatkan berat sampah
organik 0,1631 kg/orang/hari, Dengan memperkirakan lama waktu pengomposan selama
30 hari maka desain reaktor dibuat dengan kapasitas 190 liter untuk kapasitas 1 rumah.
Untuk memudahkan proses pembuatan, maka dipilih reaktor/drum plastik yang ada
dipasaran seperti gambar dibawah ini :
54
Gambar 5.2. Desain reaktor kompos
5.4.2 Pengamatan pH
Derajat keasaman perlu dikontrol selama proses komposting berlangsung, karena
pH merupakan indikator pemantauan berhasil atau tidaknya proses fermentasi, dan juga
bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Tabel 5.5 Pengukuran pH selama proses komposting berlangsung.
Hari pengukuran pH4 6.98 6.912 6.016 6.020 724 6.828 6.932 736 6.940 6.7
Sumber : data sekunder
55
5.4.3 Pengamatan Suhu
Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan berada dalam temperatur
yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Temperatur optimum yang
dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35 – 550 C. Namun setiap
kelompok mikroorganisme memiliki temperatur optimum yang berbeda sehingga
temperatur optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis
mikroorganisme yang terlibat.
Tabel 5.6 Pengukuran suhu selama proses komposting berlangsung
Hari pengukuran Suhu (0C)4 568 5012 5516 5320 4624 3028 3032 2936 2840 28
Sumber : data primer
5.4.4 Kualitas Akhir Kompos
Adapun hasil pengukuran kualitas akhir kompos setelah dilakukan pengujian di
laboratorium kimia analitik UGM dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
56
Tabel 5.7 Pengukuran kualitas akhir kompos (pada hari ke-40)
HASIL PENGUKURAN (%)NO
KODE
SAMPELPARAMETER
I II IIIMETODE
1 N (%) 0,857 0,853 0,852Kjeldahl
Destilasi
2 P (ppm) 12379,450 12913,047 12486,169
Atomic
Absorbption
Spect
3 K (ppm) 21927,079 23822,590 27087,080
Atomic
Absorption
Spect
4
Kompos
C/N 41,008 41,210 41,263 Kalkulasi
Sumber : data primer
5.5 Data Responden
1. Jumlah Anggota Keluarga Responden
Berikut adalah tabel jumlah anggota keluarga responden.
Tabel 5.8 Jumlah Anggota Keluarga Responden
Anggotakeluarga
Persentase (%)
3 174-6 727-9 8
9 3
57
17
72
8 30
1020304050607080
pres
enta
se (%
) 3 4s/d 6 6 s/d 9 9
Jumlah anggota keluarga
Gambar 5.3 Jumlah anggota keluarga responden
Gambar 5.3 menunjukkan jumlah anggota keluarga responden. Jumlah anggota
keluarga responden 3 orang sebanyak 17 responden (17 %). 4-6 orang sebanyak
72 responden (72 %). 7 sampai 9 orang sebanyak 8 responden (8 %) dan 9
orang sebanyak 3 responden (3 %).
Rata-rata anggota keluarga yang paling banyak adalah antara 4-6 orang tiap 1
KK, hal tersebut di sebabkan karena mayoritas penduduk adalah orang pedesaan.
2. Penghasilan Rata-rata responden per bulan
Berikut ini adalah penghasilan Rata-rata responden per bulan :
Tabel 5.9 Penghasilan Rata-rata responden per bulan
Penghasilan / bulan Presentase (%)< 500.000 36500.000 – 1.000.000 221.000.000 – 1.500.000 27> 1.500.000 15kosong 0
58
36
15
27
10
005
10152025303540
pers
enta
se (%
)
<500.000 500.000-1.000.000
1.000.000-1.500.000
>1.500.000 kosong
Penghasilan/bulan
Gambar 5.4 Jumlah penghasilan responden per bulan
Gambar 5.4 menunjukkan penghasilan rata-rata responden per bulan. Jumlah
penghasilan penduduk Nitiprayan rata-rata/bulan < 500.000 sebanyak 36
responden (36 %). 500.000-1.000.000 sebanyak 22 responden (22 %). 1.000.000-
1.500,000 sebanyak 27 responden (27 %). > 1.500.000 sebanyak 15 responden
(15 %).
Penghasilan penduduk kampung Nitiprayan sebagian besar berpenghasilan <
500.000 mengingat sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai buruh
ataupun petani. Meskipun ada yang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri
ataupun karyawan swasta hanya sebagian kecil saja.
3. Pendidikan terakhir responden
Berikut ini adalah tabel pendidikan terakhir responden :
Tabel 5.10 pendidikan terakhir responden
Pendidikan Persentase ( % )Tidak sekolah 0SD 27SLTP 14SMA 38P. Tinggi 21Kosong 0
59
0
27
14
38
21
005
10152025303540
Pers
enta
se (%
)Tidak
sekolahSD SMP SMAP. tinggikosong
Pendidikan terakhir
Gambar 5.5 Pendidikan terakhir responden.
Gambar 5.5 menunjukkan pendidikan terakhir responden. Jumlah pendidikan
terakhir yang tidak sekolah sebanyak 0 responden (0 %). SD sebanyak 27
responden (27 %). SLTP sebanyak 12 responden (14 %). SMA sebanyak 38
responden (38 %). Perguruan tinggi sebanyak 21 responden (21 %).
Mayoritas pendidikan terakhir penduduk Nitiprayan adalah lulusan SMA, karena
sebagian penduduk berpenghasilan kecil mereka hanya menamatkan pendidikan
mereka hanya sampai pada tingkat SLTA, tetapi ada sebagian kecil yang
menamatkan pendidikannya sampai pada tingkat perguruan tinggi.
4. Pembuangan sampah rumah tangga setiap hari
Berikut ini adalah tabel pembuangan sampah rumah tangga oleh responden setiap
hari:
60
Tabel 5.11 Pembuangan sampah rumah tangga oleh responden setiap hari
Pembuangan Persentase(%)
Tempat sampahsendiri
86
Sungai 0Lainnya 8kosong 6
86
08 6
0102030405060708090
Pers
enta
se (%
)
Tempatsendiri
Sungai Lainnya Kosong
Pembuangan sampah
Gambar 5.6 pembuangan sampah oleh responden
Gambar 5.6 menunjukkan pembuangan sampah oleh responden setiap hari.
Jumlah responden yang membuang sampah pada tempat sampah sendiri sebanyak
86 responden (86 %). Membuang ke sungai sebanyak 0 responden (0 %). Lainnya
sebanyak 8 responden (8 %). Dan yang tidak mengisi sebanyak 6 responden (6
%).
Kebanyakan masyarakat Nitiprayan membuang sampah yang mereka hasilkan ke
pekarangan atau kebun mereka sendiri yang nantinya akan ditimbun atau dibakar
setelah sampah sudah banyak. Sebagian kecil masyarakat bekerjasama dengan
pihak swasta untuk membuang sampahnya ke TPS dengan membayar retribusi
Rp. 5.000,00 per bulan.
61
5. Pemilahan Sampah Oleh Responden
Berikut ini adalah tabel pemilahan sampah oleh responden:
Tabel 5.12 Pemilahan sampah rumah tangga oleh responden
Pemilahan Persentase (%)Dilakukan 19Tidak 81Kosong 0
19
81
00102030405060708090
Pers
enta
se (%
)
Dilakukan Tidak Kosong
Pemilahan Sampah
Gambar 5.7 Pemilahan sampah rumah tangga
Gambar 5.7 menunjukkan Pemilahan sampah oleh responden setiap hari. Jumlah
responden yang memilah sampah sebanyak 19 responden (19 %). Yang tidak
memilah sampahnya sebanyak 81 responden (81 %).
Sebagian masyarakat belum melakukan pemilahan antara sampah yang bersifat
organik, an organik, maupun non 3R. Hal tersebut disebabkan karena masih
rendahnya tingkat kesadaran untuk mengelola sampah.
6. Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari
Berikut ini adalah tabel banyaknya sampah yang dibuang setiap hari oleh
responden.
62
Tabel 5.13 Banyaknya sampah yang dibuang setiap hariSampah
yangdibuang
Persentase ( % )
< 1 kg 602 – 3 kg 324 – 6 kg 8> 6 kg 0kosong 0
60
32
80 00
102030405060
Pers
enta
se (%
)
<1 kg 2-3 kg 4-6 kg >6 kg kosong
Banyaknya sampah yang dibuang
Gambar 5.8 Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari
Gambar 5.8 menunjukkan banyaknya sampah yang dibuang setiap hari. Jumlah
responden yang membuang sampah < 1 kg sebanyak 60 responden (60 %). 2 – 3
kg sebanyak 32 responden (32 %). 4 – 6 kg sebanyak 8 responden (8 %). > 6 kg
sebanyak 1 responden (1 %).
Rata-rata sampah yang dibuang oleh masyarakat Nitiprayan setiap harinya adalah
< 1 kg, kebanyakan sampah yang dibuang adalah sampah yang bersifat organik,
seperti sisa-sisa makanan, sayuran.
7. Jenis sampah yang sering dibuang setip harinya
Berikut ini adalah tabel jenis sampah yang dibuang setiap harinya oleh responden.
Tabel 5.14 Jenis sampah yang dibuang setiap harinya
Jenissampah
Persentase ( % )
Plastik 23Kertas 10Organik 57Lainnya 10
63
23
10
57
10
0102030405060
Pers
enta
se (%
)
Plastik Kertas Organik Lainnya
Jenis Sampah
Gambar 5.9 Jenis sampah yang dibuang setiap hari
Gambar 5.9 menunjukkan jenis sampah yang dibuang setiap harinya. Jumlah
responden yang membuang sampah plastik sebanyak 23 responden (23 %). Kertas
sebanyak 10 responden (10 %). Organik sebanyak 57 responden (57 %). Lainnya
sebanyak 10 responden (10 %).
Sampah yang dibuang rata-rata adalah sampah yang bersifat organik yang mudah
membusuk, seperti sisa makanan, daun-daun pembungkus makanan. Selain
sampah yang bersifat organik plastik juga merupakan sampah yang sering
dibuang oleh penduduk Nitiprayan.
8. Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di dusun
Nitiprayan.
Berikut ini adalah tabel Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara
terpadu di dusun Nitiprayan.
Tabel 5.15 Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di
kampung Nitiprayan.
Kesediaan Persentase (%)Ya 89
Tidak 11Kosong 0
64
89
1100
102030405060708090
Pers
enta
se (%
)
Ya Tidak Kosong
Kesediaan berperan serta
Gambar 5.10 Grafik kesediaan peran serta responden jika dilakukanpengelolaan sampah
Gambar 5.10 menunjukkan kesediaan responden jika dilakukan pengelolaan
sampah secara terpadu di dusun Nitiprayan.. Jumlah responden yang bersedia
berperan serta sebanyak 89 responden (89 %). Yang tidak bersedia sebanyak 11
responden (11 %).
Masyarakat Nitiprayan sebagian besar mau berperan serta jika dilakukan
pengelolaan sampah secara terpadu di kampung mereka, sebagian besar dari
mereka sadar bahwa sampah jika dibiarkan secara terus-menerus akan
mendatangkan sumber penyakit.
5.6 Pengujian Dengan Statistik
5.6.1 Pendidikan terakhir dan Kesadaran memilah Dengan Metode Statistik One
Way ANOVA
Pengolahan untuk data lebih dari 2 sampel sebaiknya menggunakan uji ANOVA
dengan asumsi populasi-populasi yang akan diuji berdistribusi normal. Varians dari
populasi-populasi tersebut adalah sama, serta sampel tidak berhubungan satu dengan
yang lain. Uji dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata nilai dari semua variasi
memiliki perbedaan yang signifikan. Adapun ringkasan statistik dari data nilai tingkat
pendidikan dan kesadaran masyarakat.
65
Tabel 5.16 Correlation untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan.
Correlations
1 .030. .769
100 100.030 1.769 .100 100
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
T.PNDDKN
T.PMLHAN
T.PNDDKN T.PMLHAN
Test of Homogeneity dilakukan untuk menguji berlaku atau tidaknya asumsi pada
ANOVA, yaitu apakah keempat sampel mempunyai varians yang sama. Adapun hasil
perhitungan probabilitas dengan tes homogenitas varians dapat dilihat pada tabel 5.17 di
bawah ini:
Tabel 5.17 Homogenitas variansi untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan.
Test of Homogeneity of Variances
T.PMLHAN
2.279 2 97 .108
LeveneStatistic df1 df2 Sig.
Hipotesis :
H0 : Keempat rata-rata populasinya identik
H1 : Keempat rata-ratanya tidak identik
Pengambilan keputusan:
a. Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
b. Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
Berdasarkan Tabel 5.17 terlihat bahwa levene test hitung adalah 2,279, dengan
nilai probabilitas 0,108, oleh karena itu probabilitas > 0,05, maka H0 diterima, atau
keempat varians adalah identik.
Setelah keempat varians telah terbukti identik maka asumsi untuk ANOVA tidak
berlaku (asumsi keempat sampel mempunyai rata-rata (Mean) yang sama), maka uji
ANOVA (Analysis of Variance) dilakukan. Hasil analisis dengan menggunakan ANOVA
dapat dilihat pada tabel 5.18 dibawah ini :
66
Tabel 5.18 Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendidikan dan kesadaran
pemilahan.
ANOVA
T.PMLHAN
.146 2 .073 .682 .50810.414 97 .10710.560 99
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Hipotesis :
H0 : Keempat rata-rata populasinya identik
H1 : Keempat rata-ratanya tidak identik
Pengambilan keputusan :
a. Berdasarkan Perbandingan F hitung dengan F tabel :
1) Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima
2) Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak
b. Berdasarkan nilai probabilitas :
1) Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
2) Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
Berdasarkan Tabel 5.18 diatas maka dapat terlihat bahwa F hitung adalah 0,682
dengan probabilitas 0,508. Oleh karena probabilitas > 0,05, maka H0 diterima atau rata-
rata nilai pendidikan dan kesadaran masyarakat pada keempat variasi identik, berarti
tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingkat kesadaran pemilahan sampah di
kampung Nitiprayan. Setelah diketahui bahwa tidak ada perbedaan nilai rata-rata
pendapatan dan timbulan sampah yang nyata diantara keempat variasi, maka dapat
diketahui mana saja variasi yang berbeda dan mana saja variasi yang tidak berbeda. Hal
ini akan dibahas pada analisis Bonferrini dan tukey dalam Post hoc. Hasil analisis dengan
test Post Hoc dapat dilihat pada tabel 5.19 :
67
Tabel 5.19 Analisis post hoc untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan.
Multiple Comparisons
Dependent Variable: T.PMLHAN
.1032 .10791 .606 -.1537 .3600-.0094 .07613 .992 -.1906 .1718-.1032 .10791 .606 -.3600 .1537-.1126 .09741 .482 -.3444 .1193.0094 .07613 .992 -.1718 .1906.1126 .09741 .482 -.1193 .3444.1032 .10791 1.000 -.1597 .3661
-.0094 .07613 1.000 -.1949 .1761-.1032 .10791 1.000 -.3661 .1597-.1126 .09741 .752 -.3499 .1247.0094 .07613 1.000 -.1761 .1949.1126 .09741 .752 -.1247 .3499
(J) T.PNDDKN2.003.001.003.001.002.002.003.001.003.001.002.00
(I) T.PNDDKN1.00
2.00
3.00
1.00
2.00
3.00
Tukey HSD
Bonferroni
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
Dari tabel 5.19 diatas dapat telihat bahwa dari hasil uji tukey diketahui bahwa
rata-rata pendapatan probabilitas > 0,05 maka H0 diterima atau variasi memiliki
perbedaan yang signifikan. Karena nilai rata-rata dari ketiga variasi identik. Selain itu
dari dari hasil uji pun ditemukan tanda * pada kolom Mean Difference maka perbedaan
tersebut nyata atau signifikan.
Dari data pengolahan di atas dapat diketahui bahwa untuk tingkat pendidikan
tidak berpengaruh terhadap kesadaran pemilahan. Meskipun pendidikan tinggi belum
tentu mau melakukan pemilahan.
5.6.2 Nilai Penghasilan dan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Timbulan Sampah
Menggunakan Metode Statistik One Way ANOVA.
Pengolahan untuk data lebih dari 2 sampel sebaiknya menggunakan uji ANOVA
dengan asumsi populasi-populasi yang akan diuji berdistribusi normal. Varians dari
populasi-populasi tersebut adalah sama, serta sampel tidak berhubungan satu dengan
yang lain. Uji dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata nilai dari semua variasi
memiliki perbedaan yang signifikan. Adapun ringkasan statistik dari data nilai tingkat
pendidikan dan kesadaran masyarakat.
68
Tabel 5.20 Correlation untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah
Correlations
1 .452*. .012
30 30.452* 1.012 .
30 30
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
T.PENGH
T.TMBLAN
T.PENGH T.TMBLAN
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Test of Homogeneity dilakukan untuk menguji berlaku atau tidaknya asumsi pada
ANOVA, yaitu apakah ke empat sampel mempunyai varians yang sama. Adapun hasil
perhitungan probabilitas dengan tes homogenitas varians dapat dilihat pada tabel 5.21 di
bawah ini:
Tabel 5.21 Homogenitas variansi untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah
Test of Homogeneity of Variances
T.TMBLAN
6.948 2 26 .004
LeveneStatistic df1 df2 Sig.
Hipotesis :
H0 : Keempat rata-rata populasinya identik
H1 : Keempat rata-ratanya tidak identik
Pengambilan keputusan:
a. Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
b. Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
Berdasarkan Tabel 5.21 terlihat bahwa levene test hitung adalah 6,948, dengan
nilai probabilitas 0,004, oleh karena itu probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak, atau
keempat varians adalah tidak identik.
Setelah keempat varians telah terbukti tidak identik maka asumsi untuk ANOVA
tidak berlaku (asumsi keempat sampel mempunyai rata-rata (Mean) yang sama), maka uji
69
ANOVA (Analysis of Variance) dilakukan. Hasil analisis dengan menggunakan ANOVA
dapat dilihat pada tabel 5.22 dibawah ini :
Tabel 5.22 Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendapatan dan timbulan
sampah
ANOVA
T.TMBLAN
1.563 3 .521 2.334 .0975.804 26 .2237.367 29
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Hipotesis :
H0 : Keempat rata-rata populasinya identik
H1 : Keempat rata-ratanya tidak identik
Pengambilan keputusan :
a. Berdasarkan Perbandingan F hitung dengan F tabel :
1) Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima
2) Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak
b. Berdasarkan nilai probabilitas :
1) Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
2) Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
Berdasarkan Tabel 5.22 diatas maka dapat terlihat bahwa F hitung adalah 2,334
dengan probabilitas 0,097. Oleh karena probabilitas > 0,05, maka H0 diterima atau rata-
rata nilai pendapatan dan timbulan sampah pada keempat variasi identik, berarti tingkat
pendapatan tidak berpengaruh terhadap jumlah timbulan sampah di Kampung Nitiprayan.
Dari data pengolahan di atas dapat diketahui bahwa untuk tingkat pendidikan
tidak berpengaruh terhadap jumlah timbulan sampah. Rumah yang mempunyai
penghasilan tinggi belum tentu timbulan sampahnya tinggi atau sebaliknya rumah yang
mempunyai penghasilan rendah belum tentu timbulan sampahnya rendah. Jumlah
anggota keluarga juga mempengaruhi dalam jumlah timbulan sampah.
70
5.7 Pembahasan
5.7.1 Umum
Sistem pengelolaan sampah secara terpadu merupakan salah satu alternatif
terbaik yang benar-benar mampu mereduksi jumlah volume sampah secara signifikan di
kampung Nitiprayan. Dimana dalam sistem ini menuntut tanggung jawab, partisipasi dan
peran aktif dari berbagai pihak, yaitu pemerintah, masyarakat Nitiprayan dan swasta.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merealisasikan sistem pengelolaan
sampah secara terpadu meliputi:
1. Tata cara merintis sebuah sistem pengelolaan sampah
2. Tanggung jawab pengelolaan
3. Metode pelaksanaan
4. Sistematika operasional
5. Keuntungan yang didapat dengan sistem swakelola sampah
Pengelolaan sampah di Kampung Nitiprayan direncanakan secara terpadu, dimana
sampah dilakukan pemilahan Sejak dari sumbernya atau dari setiap rumah, untuk
sampah yang bersifat organik setiap rumah diharuskan untuk menyediakan wadah
khusus, agar sampah tersebut dapat dijadikan pupuk dengan metode pengkomposan.
Sedangkan untuk sampah yang masih dapat dimanfaatkan dikumpulkan untuk di daur
ulang. Lalu sampah-sampah yang telah dipak dan masih memiliki nilai jual, dijual kepada
pengepul, sedangkan dana yang didapatkan dari penjualan sampah tersebut, digunakan
untuk biaya operasional seperti pembayaran upah tenaga kerja dan peremajaan peralatan
pengelolaan sampah. Untuk residu maupun sampah-sampah yang tidak memiliki nilai
guna dan nilai jual, dapat dikerjasamakan dengan Dinas Kebersihan untuk diangkut
menuju TPA.
Kerjasama dengan pihak swasta dalam pembuangan sampah ke TPA dilakukan
dengan pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut :
71
1. Penetapan tarif retribusi berdasar kualitas pelayanan.
2. Keharmonisan dan kerjasama dengan mitra swasta untuk menjalankan
kontrak yang saling menguntungkan.
3. Penetapan tingkat kualitas layanan dan kualitas sarana dan prasarana.
72
Gambar 5.11 Pola Pengelolaan Sampah Mulai Dari Sumber sampai ke TPA di
Kampung Nitiprayan.
Sumber Sampah
Timbulan Sampah
Pemilahan diSumber
SampahOrganik
SampahAnorganik
SampahNon 3R
Residu PewadahanPewadahan
Pengumpulann
Pengangkutan
TPA
Pengomposan
Pewadahan
Pengumpulan
TPS
Pengangkutan
TPA
Pengumpulan
TPS
Penjualan
DipakaiWarga
Penjualan
73
5.7.2 Perencanaan manajemen pengelolaan sampah di Kampung Nitiprayan.
5.7.2.1 Pemilahan
Sumber sampah yang paling besar di kampung Nitiprayan adalah sampah organik,
dimana komposisi dari sampah organik di kampung Nitiprayan sebesar 73,05 %,
sedangkan untuk sampah an organik sebesar 25,92 % dan 1,03 % untuk sampah non 3R.
Pemilahan sampah harus dilakukan mulai dari sumber sampah dihasilkan, jadi
pemilahan dilakukan di tiap-tiap rumah warga Nitiprayan. Dimana pada skala rumah
tangga, setiap individu harus melakukan pemisahan dalam pengumpulan sampah, yaitu
dibagi menjadi:
(1) Sampah organik, seperti sisa – sisa makanan, sayuran, daun,
(2) Sampah anorganik, seperti plastik, kertas, logam, kaca, kaleng, alumunium,
kain.
(3) Sampah non 3R, seperti obat – obatan, batere.
Pemilahan sampah sesuai dengan jenisnya sejak dari rumah sangat membantu
dalam mengurangi beban proses pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan. Selain itu
juga sangat membantu dalam proses daur ulang, karena menyediakan bahan baku yang
bersih untuk di daur ulang atau digunakan lagi.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil volume sampah organik sebesar 1,273 L/org/hari,
sedangkan untuk sampah anorganik 1,552 L/org/hari sehingga didapatkan :
a. Organik
Sampah organik = 1,273 lt/org/hari x 2,341 jiwa
= 2,979 lt/ hr = 2,979 m3/hr
- Sampah organik yang dapat dijadikan kompos yaitu bekas sayur –
sayuran, buah-buahan, daun-daunan dan sisa makanan.
- Sedangkan sampah organik yang dibuang ke TPA adalah 10 % dari
keseluruhan volume sampah organik, yaitu :
= hrm /2979,0m3/hr2,97910010 3=×
Sampah organik yang tidak bisa dijadikan kompos adalah tulang, batang
pohon, batok kelapa dll.
74
Total volume kompos = harim /681,22979,0979,2 3=−
b. An organik
- An organik = 1,552 lt/org/hari x jumlah penduduk
= 1,552 lt/org/hari x 2.341 jiwa
= 3632,9 lt/hari = 3,6329 m3/hr
- Residu yang akan dibuang ke TPA adalah 10 % dari volume sampah an
organik adalah :
= 10% x 3,6329 m3/hari = 0,36329 m3/hr
c. Non 3R
- Non 3R = 0,0201 lt/org/hr x jumlah penduduk
= 0,0201 lt/org/hr x 2.341 Jiwa
= 47,05 lt/org/hr = 0,047056m3/hr
Total residu yang dibuang ke TPA adalah
= Volume residu sampah organik + Volume residu sampah anorganik+
volume sampah non 3 R
= 0,2979 m3/hr + 0,36329 m3/hr +0,047056 m3/hr = 0,7011 m3/hr
Jumlah volume sampah domestik adalah
= volume sampah organik + volume sampah anorganik +
volume sampah non 3R
= 1,279 m3/hr + 1,5519 m3/hr + 0,0201 m3/hr
= 2,851 m3/hr
Jumlah sampah yang dapat dimanfaatkan adalah
= volume kompos + Sampah anorganik yang dimanfatkan
= 2,681 m3/hr + 3,2691 m3/hr
= 5,95 m3/hr
Berikut ini adalah neraca persentase sampah mulai dari sumber sampai ke TPA di
Kampung Nitiprayan adalah seperti terlihat dalam gambar dibawah ini :
75
Gambar 5.12. Neraca persentase sampah mulai sumber sampai ke TPA di
Kampung Nitiprayan.
Organik2,979 m3/hari
(44,78%)
Anorganik3,6329m3/hari
(54,62 %)
Pengomposan2,681 m3/hari
(90 %)
Residu0,2979 m3/hari
(10 %)
Residu3,6329 m3/hari
(10 %)
Pemanfaatan3,26961m3/hari(90 %)
TPA0,7011m3/hari
(10,53 %)
Pemanfaatan5,95 m3/hari(88,10 %)
Non 3 R0,04 m3/hari
(0,60 %)
Sumber sampah100 % 6,63 m3/hari
76
5.7.2.2 Pewadahan
Setiap rumah tangga harus menyediakan wadah baik berupa keranjang, kantong
maupun kontainer lainnya yang dapat digunakan untuk menampung beberapa jenis
sampah tersebut, yang selanjutnya dibuang pada tempat sampah umum yang telah
tersedia sesuai dengan jenis sampah yang akan dibuang.
Pewadahan di rumah – rumah dilakukan dengan 3 jenis, yaitu ;
a. Pewadahan sampah organik, an organik, non 3R di dalam rumah.
b. Pewadahan sampah organik untuk proses pengomposan.
c. Pewadahan sampah organik, an organik, non 3R diluar rumah sebelum
dilakukan pengumpulan ke TPS
1. Pewadahan sampah organik, an organik, dan non 3R didalam rumah.
Maksud dari pewadahan sampah ini adalah untuk memisahkan sampah yang
bersifat organik, an organik, dan non 3R agar memudahkan dalam proses
pengolahan selanjutnya.
Wadah yang digunakan untuk sampah di dalam rumah ini atau sampah rumah
tangga dengan menggunakan kantong plastik. Alasan kenapa yang dipakai adalah
kantong plastik, karena sehat, mudah/praktis/cepat dalam operasi, dan dapat
dipakai lebih dari satu kali.
Untuk membedakan mana sampah yang bersifat organik, an organik dan non 3R,
maka kantong plastik diberi tanda dengan tulisan atau dibedakan warnanya.
a) Kantong plastik berwarna merah untuk sampah yang bersifat organik
b) Kantong plastik yang berwarna hitam untuk sampah yang bersifat an organik
c) Kantong plastik yang berwarna ungu untuk sampah non 3R
Dari hasil pengukuran volume sampah kampung Nitiprayan, didapatkan volume untuk
sampah organik 1,27 L/orang/hari, untuk sampah an organik 1,55 L/orang/hari, dan 0,02
L/orang/hari. Maka ukuran kantong plastik yang digunakan untuk pewadahan sampah
adalah :
77
- Rata – rata 1 rumah memiliki 5 orang anggota keluarga,
- Banyaknya sampah organik adalah 1,27 L/orang/hari x 5 orang = 6,35 L/hari.
- Banyaknya sampah an organik adalah 1,55 x 5 orang = 7,75 L/hari
- Banyaknya sampah non 3R adalah 0,02 L/orang/hari x 5 orang = 0,1 L/hari.
- Waktu pengambilan sampah dalam kantong plastik 2 hari sekali maka :
Ukuran kantong plastik untuk sampah organik atau kantong yang
berwarna merah adalah
= 6,35 L/hari x 2 = 12,7 L/hari
Ukuran kantong plastik untuk sampah an organik atau kantong berwarna
hitam adalah
= 7,75L/hari x 2 = 15,5 L/hari
Ukuran kantong plastik untuk sampah non 3R atau plastik berwarna ungu
adalah
= 0,1 L/hari x 2 = 0,2 L/hari
Jadi kantong plastik yang digunakan untuk sampah organik kantong
plastik berkapasitas 15 Liter, untuk sampah an organik kantong plastik
berkapasitas 20 liter, dan untuk sampah non 3 R menggunakan kantong plastik
berkapasitas 1 Liter.
Gambar 5.13 Plastik (Sumber: dokumentasi penelitian)
78
2. Pewadahan sampah organik untuk proses pengomposan.
Pengomposan dilakukan dengan drum plastik yang dapat menampung sampah
organik yang dihasilkan dari keluarga dengan anggota 5 orang selama 3 bulan.
Proses pengomposan berlangsung secara alami antara 2 – 3 bulan. Untuk
mengolah sampah organik untuk pengomposan pada setiap rumah tangga
diperlukan 2 buah drum plastik, yang masing – masing dapat menampung
sampah organik selama 2 – 3 bulan dan di pakai secara bergantian.
- Dari hasil pengukuran didapatkan volume sampah organik 1,273 L/org/hari
- Waktu pematangan kompos 30 hari.
- Rata – rata 1 rumah memiliki 5 orang anggota keluarga,
- Ukuran drum plastik = volume sampah organik x waktu pematangan
kompos x jumlah keluarga
= 1,273 L/org/hr x 30 x 5
= 190 Liter.
Karena ukuran drum terlalu besar maka digunakan 2 buah drum yang berukuran
95 Liter.
Gambar 5.14 Drum untuk kompos (Sumber: dokumentasi Pak Widodo)
79
3. Pewadahan sampah di luar rumah sebelum dilakukan pengumpulan di TPS
kampung.
Maksud dari pewadahan ini adalah memilahkan antara sampah plastik, kertas,
logam, dan sampah non 3R sebelum dibawa ke tempat pengumpulan atau ke TPS
kampung, sehingga di TPS tidak melakukan pemilahan lagi.
Pewadahan dengan menggunakan bin plastik, dengan alasan :
1. Sehat
2. Dapat dipakai umum / pribadi
3. Lebih murah
4. Tahan lama / awet
Pewadahan ini dibagi menjadi 4 macam dengan diberi tanda atau kode :
1. Untuk sampah plastik
2. Untuk sampah kertas
3. Untuk sampah logam dan kaca
4. Untuk sampah non 3R
Penggunaan wadah ini diberlakukan untuk tiap 10 KK, dan penempatan wadah ini
di pinggir jalan, dengan tujuan agar memudahkan dalam pengambilan untuk
proses pengumpulan.
- Dari hasil pengukuran didapat volume sampah an organik untuk 10 KK,
yaitu sebesar 15,52 L/hari dan volume sampah non 3R sebesar 0,20 L/hari.
- Pengambilan dilakukan tiap 2 hari sekali.
- Rata – rata 1 rumah memiliki 5 orang anggota keluarga.
- Maka desain untuk wadah ini adalah
Sampah an organik = 15.52 L/hari x 5 orang x 2
= 155,2 L = 155 L
Karena sampah organik dibagi menjadi 3 macam, yaitu sampah kertas,
plastik, dan logam, maka 155 L : 3 = 52 L, sehingga untuk sampah kertas,
plastik dan logam dan kaca menggunakan bin plastik dengan ukuran 52 L.
Sampah non 3R = 0,20 L/hari x 5 orang x 2 hari
= 2 L/ hari
80
Sehingga untuk sampah non 3R menggunakan bin plastik dengan ukuran 2
L, karena bin plastik yang berukuran 2L susah untuk didapat, maka
digunakan bin plastik dengan ukuran 20 L.
- Banyaknya bin yang digunakan untuk satu dusun, yaitu :
Banyaknya rumah yang dilayani =orang
orang5341.2
= 468 rumah
Karena penempatan wadah ini setiap 10 kk atau 10 rumah, maka
10468rumah = 47 Rumah.
Banyaknya bin plastik yang diperlukan = 47 rumah x 4 unit
= 188 unit bin
Gambar 5.15 Bin plastik (Sumber: dokumentasi Pak Widodo)
5.7.2.3 Pengumpulan
Pengumpulan dilakukan dengan mengambil sampah yang telah ditempatkan
dalam wadah yang telah dipilah menjadi 4 bagian, yaitu untuk sampah kertas, sampah
plastik, sampah logam dan kaca dan sampah non 3R, yang penempatannya diletakkan di
pinggir jalan agar mudah dalam pengambilannya.
81
Pengumpulan sampah dilakukan setiap 2 hari sekali. diangkut dengan
menggunakan gerobak dengan kapasitas 1 m3, dengan alasan :
1. Operasi lebih mudah, luwes, dan murah.
2. Jenis sampah berukuran besar dapat terangkut.
3. Pemanfaatan volume cukup besar.
4. Mudah dan murah pemeliharaannya.
- Bin plastik yang akan diambil sampahnya berjumlah 188 : 4 (setiap lokasi
bejumlah 4 unit) = 47 lokasi.
- Volume sampah organik ( plastik, kertas, logam dan kaca ) setiap 10 KK
adalah 15,52 Lt/hari dan 0,20 Lt/hari untuk sampah non 3R, jadi volume
sampah total = 15,52 + 0,20 = 15,72 L/hari untuk satu lokasi.
- Frekuensi pengambilan = 2 hari
- Volume sampah tiap pengambilan
= 2 hari / pengambilan x 5 orang / rumah x 15,72 l/ hari untuk satu lokasi.
= 157,2 L = 0,1572 m3/satu lokasi (10 rumah) / pengambilan.
- Dengan faktor pemadatan 1,1
Volume tiap pengambilan =1,1
1572,0 = 0,143 m3/ satu lokasi ( 10 rumah) /
pengambilan.
- Volume gerobak sampah 1 m3 = 1000 liter
1 gerobak melayani =npengambilasatulokasim
m//3143,0
31
= 7 lokasi/ pengambilan.
- jumlah gerobak sampah yang dibutuhkan
=lokasilokasi
747 = 7 gerobak.
82
Gambar 5.14 Gerobak sampah (Sumber: dokumentasi Pak Widodo)
5.7.2.4 Tempat Penampungan Sementara
Tempat Penampungan Sementara Sampah berfungsi untuk mengumpulkan
sampah warga dusun Nitiprayan, dimana sampah yang telah dikumpulkan diangkut
dengan gerobak ke TPS kampung untuk dilakukan penyortiran lebih khusus lagi. Untuk
sampah yang masih bisa digunakan atau masih bisa dimanfaatkan kembali dilakukan
pengepakan untuk selanjutnya dijual pada pengepul sampah. Hasil dari penjualan sampah
tersebut digunakan untuk biaya operasional petugas dan sisanya masuk ke kas kampung
untuk dana pengembangan dan pembangunan.
Sampah yang tidak bisa digunakan atau dimanfaatkan kembali akan dibuang ke
TPA yang bekerjasama dengan pihak swasta, dengan mempertimbangkan :
1. Penetapan tarif retribusi berdasar kualitas pelayanan.
2. Keharmonisan dan kerjasama dengan mitra swasta untuk menjalankan
kontrak yang saling menguntungkan.
3. Penetapan tingkat kualitas layanan dan kualitas sarana dan prasarana.
• Banyaknya TPS
Kapasitas TPS = 2 m3
Volume sampah An Organik = 2.341 orang x 1,552 L/orang/hari
= 3.633,23 L/hari.
Volume sampah Non 3R = 2.341 orang x 0,02 L/orang/hari
= 46,82 L/hari.
Volume sampah total = 3.633,23 L/hari + 46,82 L/hari
= 3680,05 L/hari.
83
= 3,68005 m3/hari
Jumlah TPS =PSKapasitasTahVolumesamp
= 32/68005,3
mhariL
= 1,84 = 2 TPS
• Kapasitas pelayanan 1 TPS
Luas wilayah = 640,800 Ha
Kapasitas pelayanan 1 TPS =TPS
ha2
800,640
= 320,4 ha.
5.8 Strategi manajemen pengelolaan sampah.
Iklim sangat mempengaruhi jumlah dan jenis sampah. Iklim yang banyak hujan
akan membuat tumbuhan bertambah banyak dibandingkan didaerah kering sehingga
sampahnya juga lebih banyak. Pada saat musim penghujan jumlah sampah yang
dihasilkan lebih banyak dibanding pada saat musim kemarau. Berat dan volume sampah
juga akan berbeda. Selain itu sampah yang di hasilkan pada saat musim penghujan
mempunyai kualitas yang kurang bagus untuk dijadikan kompos, hal tersebut disebabkan
karena banyak terdapat kandungan air dalam sampah.
Agar kualitas sampah tetap bagus untuk dijadikan kompos sekalipun pada saat
musim penghujan, untuk pewadahan sampah dalam perencanaan ini menjadi prioritas
utama. Adapun pewadahan yang diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Untuk pewadahan kompos, peletakannya di tempat yang terlindung dari
sengatan sinar matahari langsung ataupun air hujan. Karena akan sangat
mengganggu proses pembusukan atau fermentasi. Sebaiknya diletakkan
dalam ruangan.
2. Untuk pewadahan yang berada di luar rumah seperti bin plastik diberi
tutup agar pada saat musim penghujan air tidak masuk ke dalam bin yang
dapat mempengaruhi kualitas sampah yang akan di manfaatkan kembali
menjadi barang yang lebih berguna lagi.
84
5.9 Pengomposan
Pengukuran parameter uji untuk mengetahui kualitas kompos yang dihasilkan
terutama N, P, K adalah :
1. Ph
2. Suhu
3. N, P, K, C/N, Kualitas akhir kompos
5.9.1 Pengamatan pH
Salah satu parameter yang mempengaruhi kelangsungan hidup mikroorganisme
dalam pembentukan kompos adalah pH. Derajat keasaman perlu dikontrol selama proses
komposting berlangsung, karena pH merupakan indikator pemantauan berhasil atau
tidaknya proses fermentasi, dan juga bagi pertumbuhan mikroorganisme. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai pH selama proses kompos berlangsung
yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini :
Tabel 5.23 Pengukuran pH selama proses komposting berlangsung.
Hari pengukuran pH4 6.98 6.912 6.016 6.020 724 6.828 6.932 736 6.940 6.7
Dari pengukuran pH selama proses komposting berlangsung dapat dilihat melalui
grafik sehingga memudahkan pengamatan proses dekomposisi. Nilai pH selama proses
komposting berlangsung secara keseluruhan dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
85
5.45.65.8
66.26.46.66.8
77.2
4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Hari pengukuran
pH pengukuran pH
Gambar 5.17 Hasil engukuran pH kompos
Dari grafik dapat dilihat bahwa pH dari sampah mengalami penurunan pada hari
ke 12 penurunan ini terjadi selama kurang lebih 8 hari, dan pada hari ke 20 megalami
kenaikan yang tidak terlalu besar atau mencolok. Peningkatan pH secara berangsur–
angsur disebabkan hasil dekomposisi bahan organik pada tahap sebelumnya seperti asam
– asam organik dikonversikan sebagai methan dan CO2 (pholpraset, 1989). Pada
prinsipnya bahan organik dengan nilai pH 3 – 11 dapat dikomposkan. Bakteri lebih
senang pada pH netral, fungi berkembang baik pada kondisi pH agak asam. Biasanya pH
agak turun pada awal proses pengomposan karena aktivitas bakteri yang menghasilkan
asam pada sampah. Dengan munculnya mikroorganisme yang berasal dari EM4, maka
nilai pH dapat kembali naik pada angka kisaran kompos yang optimal yaitu 5.5 – 6.0.
(Djuarnani, 2004)
5.9.2 Pengamatan suhu
Suhu merupakan indikator proses yang berkaitan dengan aktifitas
mikroorganisme. Dari tabel dapat dilihat bahwa suhu optimal untuk proses pengomposan
dapat tercapai. Suhu optimal yang dibutuhkan dalam keadaan thermofilik berkisar antara
45 – 65 0C dan sedapat mungkin dipertahankan sekurang–kurangnya 3 hari agar
mikroorganisme patogen mati. (Djuarnani 2004).
Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan berada dalam temperatur
yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Namun setiap kelompok
86
mikroorganisme memiliki temperatur optimum yang berbeda sehingga temperatur
optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis mikroorganisme yang
terlibat. Dari pengamatan suhu selama proses komposting berlangsung dapat dilihat
melalui tabel berikut ini :
Tabel 5.24 Pengukuran suhu selama proses komposting berlangsung.
Hari pengukuran Suhu4 568 5012 5516 5320 4624 3028 3032 2936 2840 28
Sumber : data primer
Nilai suhu selama proses komposting berlangsung secara keseluruhan dapat
dilihat pada grafik dibawah ini :
01020304050
60
4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Hari Pengukuran
Suhu pengukuran
suhu
Gambar 5.18 Pengukuran suhu kompos
Dari grafik dapat dilihat pada awal proses pengomposan terjadi kenaikan suhu
mencapai 56 0C. Kenaikan suhu disebabkan karena adanya bakteri EM4 yang
87
berkembang biak menyebabkan kenaikan kalor dan terjadinya temperatur, kemudian pada
hari ke 24 terjadi penurunan suhu, yang mana pada saat temperatur mencapai 30 0 C
cendawan mesofilik berhenti bekerja dan aktivitas penguraian digantikan oleh cendawan
thermofilik. Hal ini terlihat pada awal pengomposan keadaan fisik kompos terdapat
cendawan berwarna putih dan suhu yang tinggi dari dalam reaktor karena naiknya suhu
dan jalannya proses dekomposisi.
5.9.3 Hubungan pH dan suhu pada reaktor
Hubungan antara pH dan suhu pada proses komposting ditunjukkan pada gambar
dibawah ini :
5650
55 5346
30 30 29 28 28
6.96.96 6 7 6.86.97 6.96.70
10
20
30
40
50
60
4 8 12 16 20 24 28 32 36 40Hari Pengukuran
Suhu
dan
pH
pengukuransuhupengukuranpH
Gambar 5.19 Hubungan pH dan Suhu
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa hubungan suhu dan pH berbanding
terbalik, suhu dari kondisi yang tinggi menjadi semakin rendah, sedangkan pH dari
kondisi rendah menjadi semakin tinggi. Kenaikan suhu menunjukkan adanya kalor yang
dilepas dari aktivitas mikroorganisme. Pada awal proses bakteri bekerja setelah terjadi
masa fase laten yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan baru, suhu meningkat hingga
mesofilik. Pada fase ini dekomposisi biasanya didominasi oleh bakteri mesofilik dan
fungi.( Polprasert, 1989).
88
5.9.4 Kematangan kompos
Pada penelitian ini, proses pengomposan membutuhkan waktu 40 hari dimulai
dari tahap memasukkan sampah ke dalam reaktor yang dilakukan selama 8 hari berturut –
turut sampai pada akhir komposting. Kompos yang dihasilkan masih berupa butiran –
butiran kasar berwarna coklat tua, atau belum terlalu matang dikarenakan kompos belum
terurai menjadi seperti serbuk. Perlu waktu sekitar 7 hari agar kompos benar – benar
matang. Akan tetapi kompos awal yang dihasilkan sudah cukup memenuhi persyaratan
atau kriteria kompos yang ada. (Djuarnani, 2004 dan SNI)
5.9.5 Kandungan N
Apabila kandungan N rendah, maka mikroorganisme yang menguraikan sampah
organik akan mengalami kekurangan unsur N untuk keperluan hidupnya. Kekurangan
tersebut akan mengakibatkan mikroorganisme menganbil unsur N dalam tanah jika
kompos tersebut digunakan sebagai pupuk, sehingga jumlah N dalam tanah akan
berkurang. Sebaliknya bila kandungan N tinggi sehingga melebihi jumlah yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme, maka kelebihan itu akan tertinggal dalam tanah atau
dalam kata lain terjadi penambahan unsur N kedalam tanah (Sutanto, 2002).
Semua mikroorganisme hidup membutuhkan N sebagai nutrisi. Selain
membutuhkan N mikroorganisme juga menghasilkan N. N yang dihasilkan dikurangi
dengan N yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan hidupnya akan
menghasilkan N yang teranalisis dalam kompos(Pelzjar,1986).
Selain dibutuhkan mikroba untuk pertumbuhannya, kehilangan unsur N juga
disebabkan karena adanya pencucian (air masuk kedalam media atau tanah) dan jika
dalam periode waktu tertentu N dipakai secara terus menerus oleh mikroba, maka nilai N
akan turun sehingga kandungan C/N akan meningkat.
Pengaruh Nitrogen terhadap tanaman adalah sebagai berikut :
89
1. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.
2. Untuk menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang
lebih hijau, kekurangan N menyebabkan khlorosis.
3. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman.
4. Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun.
5.9.6 Kandungan P
Sama seperti nitrogen, miokroorganisme hidup juga membutuhkan phospor
sebagai nutrisi. Selain membutuhkan phospor, mikroorganisme juga menghasilkan
phospor. P yang dihasilkan dikurangi dengan P yang dibutuhkan akan menghasilkan P
yang teranalisis (Pelzjar, 1986).
Dalam pengomposan ini, untuk unsur P (phospor) pada proses pembuatan
berlangsung baik, maka 50 – 60% phospor akan berubah bentuk larut sehingga lebih
mudah diserap oleh tanaman.
Pengaruh phospor terhadap tanaman adalah sebagai berikut :
1. Dapat mempercepat pertumbuhan akar semai
2. Dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi
tanaman dewasa.
3. Dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah.
4. Dapat meningkatkan produksi buji-bijian.
5.9.7 Kandungan K
Seperti halnya nitogen dan phospor, mikroorganisme juga membutuhkan kalium
untuk pertumbuhannya.
5.9.8 Kualitas Akhir Kompos
Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat kematangan kompos, disamping
kandungan logam beratnya. Bahan organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna
akan menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman. Secara umum kualitas
pupuk kompos yang baik untuk diterapkan ke dalam tanah dapat dicirikan dengan sifat
sebagai berikut :
90
1. Sudah tidak berbau
2. Berstruktur lemah
3. Berwarna coklat tua hingga hitam
4. Strukturnya ringan
5. Rasio C/N sebesar (10-20 : 1)
6. Suhu sama dengan suhu tanah
7. Memiliki pH sebesar 6-8
(Djuarnani, 2004 dan SNI)
Karakteristik dan kualitas kompos yang baik sangat perlu diketahui. Apalagi
sekarang banyak beredar dipasaran pupuk kompos yang dibuat dari serbuk gergaji, sisa
pembakaran kayu, atau lumpur selokan.
Untuk menjamin kualitas kompos sebaiknya dibuat standar mutu kompos. Pembuatan
SNI kompos tidak hanya menjamin kepentingan konsumen, tetapi bisa mendorong
pembukaan pasar kompos semakin luas. Standar kandungan pupuk kompos mengacu
pada standar nasional Indonesia dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 5.25. Standar Kualitas Kompos SNI
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1 Kadar Air % - 50
2 Suhu oC -Suhu Air
Tanah
3 Warna - Kehitaman
4 Bau - Berbau Tanah
5 pH 6,8 7,49
6 Bahan Organik % 27 58
7 C/N-rasio 10 20
8 % N % 0,40 -
9 % P % 0,10 -
10 % K % 0,20 -
(SNI 19-7030-2004)
91
Standar kualitas kompos yang berasal dari Asosiasi Barak Kompos yang terdapat
di Jepang, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5.26. Standar kualitas kompos Asosiasi Barak Kompos Jepang
No Parameter Standar
1 Bahan organik > 70 %
2 Total N > 1,2 %
3 Rasio C/N < 35
4 P > 0,5 %
5 K > 0,3 %
6 pH 5,5 – 7,5
Standar kualitas kompos yang beredar dipasaran, diambil dari referensi buku ”
Pupuk Organik ” dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5.27. Standar kualitas kompos pupuk dipasaran
No Nama Pupuk BahanN
(%)
P
(%)
K
(%)C/N
1 Mekar Asih Kotoran ayam 4,1 6,1 2,3 -
2 Kariyana / Pos Kotoran sapi 2,1 0,26 0,16 -
3 Eine komposKotoran sapi, abu, serbuk
gergaji, kalsit1,81 1,89 1,96 -
4 Sij HortiKotoran macam-macam
unggas2,1 3,9 1,1 -
5Bokashi Sari
BumiSampah 1,61 1,05 1,05 8,78
6Bio Tanam
PlusMedia Kascing 5 2 3 -
7 BOSF Sampah Pasar Kota 0,79 0,87 1,06
8 Buto Ijo NPK Kotoran ayam3 3 5 3 -
(Musnamar, 2005)
92
Dibawah ini merupakan perbandingan kompos hasil penelitian dengan SNI (
Standar Nasional Indonesia ) dan produk kompos pasaran ditunjukkan pada tabel
dibawah ini :
Tabel 5.28. Perbandingan Kompos Hasil Penelitian dengan SNI dan produk
dipasaran.
Parameter Hasil Penelitian SNI 19-7030-2004 Bokashi Sari
Bumi
Temperatur Suhu air tanah Suhu air tanah Suhu air tanah
Warna Coklat kehitaman Kehitaman Kehitaman
Bau Berbau tanah Barbau tanah Berbau tanah
pH 6,7 6,8-7,49 7,2
Bahan Organik - 27-58% -
Nitrogen 0,852 % 0,4 % 1,61 %
Karbon - 9,8-32 % 14,14 %
Phospor 1,23 % 0,1 % 1,05 %
Rasio C/N 41,008 10-20 8,78
Kalium 2,19 % 0,2 % 1,05 %
Berdasarkan kandungan N, P, K yang terdapat pada kompos hasil penelitian
dibandingkan dengan standar kandungan N, P, K dari standar kualitas kompos SNI dan
standar kualitas kompos Asosiasi Barak Kompos Jepang, serta standar kualitas kompos
yang ada dipasaran, maka kompos hasil penelitian ini memiliki kualitas yang cukup baik,
karena terbukti memiliki kandungan unsur N, P, K yang tinggi, dan jika dibandingkan
dengan Standar Nasional Indonesia sudah sesuai hanya saja kandungan C/N kompos
hasil penelitian ini cukup tinggi,yaitu 40:1 karena komposisi dari kompos sebagian besar
terdiri dari daun-daunan kering dan daun-daunan segar yang mempunyai nilai C/N 50 :1.
Pada hasil kualitas laboratorium, nilai rata-rata C/N kompos didapat sebesar
41,16. Untuk menurunkannya dapat digunakan aktivator dekomposisi kompos yang
dapat menurunkan rasio C/N dalam bahan sampah, yang awalnya tinggi (>50) menjadi
setara dengan angka C/N tanah. Dengan rasio antara karbohidrat dengan nitrogen rendah
sebagaimana C/N tanah (< 20) maka bahan sampah menjadi dapat diserap tanaman.
93
Dalam dekomposisi menggunakan mikroba, bakteri, fungi dan jamur yang terdapat dalam
aktivator dekomposisi kompos, dalam bahan sampah organik terjadi antara lain :
1. Karbohidrat, selulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air.
2. Zat putih telur menjadi amonia, CO2 dan air.
3. Peruraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Kadar
karbohidrat akan hilang atau turun dan sebaliknya senyawa N (Nitrogen) yang
larut (amonia) meningkat. Atau C/N rasio semakin rendah dan stabil mendekati
C/N tanah.
Pemberian zat N yang banyak akan memiliki dampak yang baik terhadap
tanaman-tanaman penghasil daun, akan tetapi pemberian zat N yang sedemikian terhadap
tanaman-tanaman bukan penghasil daun, seperti misalnya tanaman padi tentu akan dapat
merugikan, yaitu :
1. Akan banyak menghasilkan daun dan batang.
2. Akan tetapi batangnya itu akan lembek dan mudah rebah.
3. Kurang sekali menghasilkan buah/gabah.
4. Dapat melambatnya masaknya biji/butir-butir padi.
Gejala kekurangan unsur hara makro (N, P, K).
a. kekurangan unsur nitrogen (N)
1) Warna daun yang hijau berubah menjadi kuning, kering terus berubah warna
menjadi merah kecoklatan.
2) Perkembangan buah tidak sempurna, umumnya kecil-kecil dan cepat matang.
3) Menimbulkan daun penuh dengan serat.
b. kekurangan unsur phospor (P).
1) Pada tanaman gandum menimbulkan gejala pada jeraminya, berwarna abu-
abu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, sistem perakaran buruk.
2) Pada tanaman serealia ( padi-padian, rumput-rumputan penghasil biji yang
dapat dimakan, jewawut, gandum jagung), daun-daunnya berwarna hijau
tua/abu-abu, mengkilap, sering pula terdapat pigmen merah pada daun bagian
bawah, selanjutnya mati. Tangkai-tangkai daun kelihatan lancip-lancip,
Pembentukan buah jelek.
94
c. kekurangan unsur kalium (K).
1) Gejala pada daun terjadi secara setempat-setempat. Pada awalnya tampak
agak berkerut dan kadang-kadang mengkilap, selanjutnya sejak ujung dan tepi
daun tampak menguning, warna ini tampak pula di antara tulang-tulang daun,
pada akhirnya daun tampak bercorak kotor, berwarna coklat, daun tampak
bergerigi, dan kemudian mati.
2) Gejala pada batang yaitu batangnya lemah dan pendek-pendek, sehingga
tanaman tampak kerdil.
3) Gejala yang tampak pada buah, misalnya buah kelapa dan jeruk banyak yang
berjatuhan sebelum masak, sedangkan masaknya buah berlangsung lambat.
5.10 Sosialisasi dan pendekatan masyarakat
Tujuan dari sosialisasi dan pendekatan masyarakat adalah untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat dusun Nitiprayan akan pentingnya pengelolaan sampah.
Disamping terciptanya lingkungan yang bersih, juga akan mendatangkan nilai ekonomis
bagi warga dusun Nitiprayan dengan melaksanakan pengelolaan sampah secara terpadu.
Karena kampung Nitiprayan terkenal dengan sebutan kampung seni, maka
pendekatannya melalui kesenian, misalnya :
1. Mengadakan lomba lukis tong sampah yang nantinya akan digunakan sebagai
pewadahan sampah.
2. Kampanye masalah sampah melalui kesenian yang ada di Kampung
Nitiprayan.
Selain lewat kesenian, pendekatan juga dapat dilakukan lewat organisasi –
organisasi yang ada di kampung Nitiprayan, seperti karang taruna, rembug desa, PKK.
Langkah–langkah dalam proses sosialisasi untuk menerapkan pengelolaan
sampah secara terpadu di kampung Nitiprayan adalah sebagai berikut :
1. Menyampaikan gagasan sistem pengelolaan sampah secara mandiri dan
produktif kepada tokoh masyarakat Nitiprayan, antara lain Kepala Dusun, Wakil
Badan Perwakilan Desa (BPD), Ketua RW, ketua-ketua RT, Dasa Wisma,
Takmir Masjid, Pengurus Pengajian dan Pemuda.
95
2. Pembentukan Tim Pengelola Sampah Kampung. Tim ini sangat penting
peranannya dalam mengawal keberlangsungan sistem pengelolaan sampah yang
akan dijalankan oleh masyarakat. Mereka yang duduk dalam tim sebaiknya
dipilih mereka yang mempunyai sikap peduli terhadap lingkungan, berdedikasi
tinggi, bertanggung jawab dan mampu bekerjasama dengan masyarakat.
Bersama tokoh-tokoh masyarakat yang ada, tim ini bertugas melakukan
sosialisasi, edukasi, evaluasi dan motivasi secara terus menerus kepada
masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan pengelolaan sampah swakelola.
Tim Pengelola Sampah menjadi bagian dari struktur organisasi kampung.
3. Sosialisasi, edukasi dan motivasi ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat
(anak-anak hingga orang tua) dengan metode demonstrasi, tanya jawab,
permainan, membuat mural dan perlombaan-perlombaan. Lomba-lomba yang
diadakan meliputi lomba memisahkan sampah antar anak, lomba kebersihan
lingkungan antar kelompok dasawisma, lomba membuat mural, lomba membuat
kompos dan lomba kreasi daur ulang. Pemuda diberi peran besar dalam
sosialisasi ini antara lain menjadi organizer sosialisasi kepada pemuda/i dan
anak-anak.
4. Untuk meningkatkan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan sampah
dilakukan beberapa latihan, misalnya latihan memisahkan sampah sesuai
jenisnya, latihan membuat kompos, latihan membuat kerajinan daur ulang dari
sampah dll
5. Menyiapkan sarana pendukung pengelolaan sampah. Sarana pendukung yang
diperlukan dalam pengelolaan sampah misalnya gantungan sampah, tong/drum
sampah, gentong kompos, gerobak sampah, bak kompos, alat daur ulang dan
TPS kampung. Pengadaan dan pengerjaan semua sarana sebaiknya dilakukan
oleh masyarakat sendiri secara gotong royong. Tujuannya agar masyarakat
mempunyai rasa memiliki sarana tersebut sehingga nantinya juga akan
memeliharanya dan menggunakannya.
6. Menyiapkan petugas dan atau menjalin kerjasama dengan pihak lain yang mau
menjadi pengambil dan pembeli sampah. Sebelum ditawarkan ke pihak lain,
96
sebaiknya ditawarkan kepada masyarakat dalam kampung sendiri dulu misalnya
pemuda atau penduduk. Dalam tahap ini perlu disepakati mekanisme dan
tanggung jawab antara pihak kampung dengan pihak lain tersebut. Pengepul
sampah (lapak) yang berada di sekitar daerahnya dapat dijadikan sebagai pihak
rekanan (swasta) yang menerima dan membeli sampah-sampah yang telah
dipisahkan oleh masyarakat.
7. Masyarakat diminta untuk segera menerapkan sistim pengelolaan sampah secara
terpadu sesuai dengan mekanisme yang disepakati, dimulai dari kegiatan
pemilahan sampah sesuai jenisnya di rumah tangga masing-masing sampai
memasukkan kedalam tong sampah terdekat. Pengurus kampung dapat
membuat surat himbauan kepada warganya agar mengikuti program
pengelolaan sampah mandiri dan produktif, dilengkapi dengan leaflet dan
gambar-gambar petunjuk atau prosedur yang harus dilakukan oleh masyarakat.
Surat himbauan dibuat secara resmi dan ditandatangani oleh perangkat
kampung/pemerintahan yang berkompeten
8. Kegiatan pengelolaan sampah perlu dipantau (monitoring) dan dievaluasi oleh
suatu tim pengelola sampah kampung secara terus menerus. Hasilnya dibahas
dalam rapat tim untuk menentukan upaya tindak lanjut dan menyusun strategi
yang dapat dilakukan.
97
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil penelitian, volume sampah organik kampung
Nitiprayan adalah 1,273 L/orang/hari, volume sampah an organik
1,552 L/orang/hari, volume sampah non 3R 0,020 L/orang/hari.
Sedangkan berat sampah organik 0,163 kg/orang/hari, berat sampah an
organik 0,054 kg/orang/hari, dan berat sampah non 3R 0,002
kg/orang/hari. Berat jenis sampah organik 146,38 kg/m3, an organik
42,10 kg/m3, dan sampah non 3R 3,9 kg/m3. timbulan sampah yang
dihasilkan 0,2192 kg/org/hari.
2. Persentase timbulan sampah di kampung Nitiprayan adalah 73.05 %
sampah organik, sampah an organik 25,92 % dan 1,03 % sampah non
3R.
3. Perencanaan pengelolaan sampah secara terpadu di kampung
Nitiprayan adalah ;
a. Pemilahan sampah harus dilakukan mulai dari masing–masing
rumah penduduk dengan memilahkan antara sampah organik, an
organik, dan sampah non 3R.
b. Pewadahan dilakukan dengan 3 jenis :
1) Pewadahan sampah organik, an organik, dan non 3R di dalam
rumah, dengan menggunakan kantong plastik. Untuk sampah
organik dengan volume 20 liter, sampah an organik volume 15
liter, dan sampah non 3R 1 liter.
2) Pewadahan sampah organik untuk proses pengomposan,
pengomposan dilakukan dengan drum plastik yang dapat
menampung sampah organik yang dihasilkan dari keluarga
dengan anggota 5 orang selama 3 bulan.
98
3) Pewadahan sampah di luar rumah sebelum dibawa ke TPS
kampung. Pewadahan sampah dengan menggunakan bin plastik
yang dibagi menjadi 4 macam, yaitu untuk sampah plastik,
kertas, logam, dan non 3R.
c. Pengumpulan sampah dilakukan setiap 2 hari sekali, diangkut
dengan menggunakan gerobak dengan kapasitas 1 m3 diperlukan 7
gerobak untuk beroperasi.
d. Tempat Penampungan Sementara, digunakan untuk melakukan
penyortiran lebih khusus lagi. Untuk sampah yang masih bisa
digunakan atau masih bisa dimanfaatkan kembali dilakukan
pengepakan untuk selanjutnya dijual pada pengepul sampah. Hasil
dari penjualan sampah tersebut digunakan untuk biaya operasional
petugas dan sisanya masuk ke kas kampung untuk dana
pengembangan dan pembangunan.TPS yang diperlukan berjumlah
2, kapasitas pelayanan 1 TPS 320,4 Ha.
4. Penelitian dilakukan pada 10 titik sampel rumah dan didapatkan berat
sampah organik 0,1631 kg/orang/hari, Dengan memperkirakan lama
waktu pengomposan selama 30 hari maka desain reaktor dibuat dengan
kapasitas 190 liter untuk kapasitas 1 rumah.
5. Dilihat dari parameter karakteristik kompos standar SNI yang terdiri
dari pH, suhu, C/N, N, P, K dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas
kompos yang dihasilkan pada penelitian ini cukup baik dengan
kandungan pH sebesar 6,7, nitrogen 0,854 % phospor 1.25 %, kalium
2.43 %, dan C/N 41,16 %. hanya saja kandungan C/N terlalu tinggi,
karena dalam komposisi kompos kebanyakan dari daun-daunan segar
dan kering. dan untuk menurunkan dapat digunakan aktivator
dekomposisi kompos.
6 Pendekatan masyarakat dilakukan melalui kesenian, karena dusun
Nitiprayan terkenal dengan sebutan kampung seni, selain melalui
kesenian pendekatan juga dilakukan melalui organisasi atau
kelembagaan yang ada. Mengadakan lomba lukis tong sampah yang
99
nantinya akan digunakan sebagai pewadahan sampah, Kampanye
masalah sampah melalui kesenian yang ada di dusun Nitiprayan.
7. Dari perhitungan statistik kuisioner di dapatkan bahwa tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan kesadaran masyarakat
dalam pemilahan sampah. Dan tingkat penghasilan juga tidak
berpengaruh terhadap jumlah timbulan sampah yang dihasilkan.
6.2 SARAN
1. Perlunya peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya
pengelolaan sampah, agar tercipta lingkungan yang bersih.
2. Perlu dilakukan sosialisasi secara intensif dalam pengelolaan sampah
secara terpadu.
3. Perlu mengadakan koordinasi secara terpadu dari instansi yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah dengan semua instansi
dan masyarakat.
4. Perlu adanya penelitian kualitas lindi yang dihasilkan dari proses
pengomposan.
5. Perlu dilakukan pengujian kandungan makro pada kompos seperti
kandungan logam berat yang kemungkinan terdapat dalam kompos.
100
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. SNI 19 – 7030 – 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik
Domestik.
Anonim, 1995, Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan
komposisi sampah perkotaan (SNI 19-3964-1995), Badan Standar
Nasional, Jakarta.
Anonim, 1995, Teknologi Persampahan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Anonim, 1994, Tata cara pengelolaan sampah di pemukiman, SNI 19-3242-1994.
Anonim, 1991, Tata cara pengolahan teknik sampah perkotaan, (SNI T-131-
1990-F), Departemen Pekerjaan Umum, Yayasan LPMB, Bandung.
Anonim, 1986, Materi training untuk tingkat staf teknis proyek PLP sektor
persampahan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Jakarta.
Damanhuri, E. & Tri, P. 2004, Diktat Kuliah Teknik Lingkungan Pengelolaan
Sampah , Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi , Bandung.
Darmasetiawan, M, 2004 a, Daur Ulang Sampah dan Pembuatan Kompos,
Ekamitra Engineering, Jakarta.
Darmasetiawan, M, 2004 b, Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA),
Ekamitra Enginering, Jakarta.
Nan Djuarnani, 2004, cara cepat membuat kompos, PT agromedia pustaka,
jakarta.
Hadiwiyoto, S, 1983, Penanganan dan Pemanfaatan Sampah, Yayasan Idayu,
Jakarta.
Musnamar, (2005), Pupuk Organik, Penebar Swadaya, Jakarta.
Polprasert,C, (1989), Organik Waste Recycling, Inc. Indonesia
Sudarso, 1985, Pembuangan Sampah, Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga
Sanitasi Pusat, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen
Kesehatan, Surabaya.
Tchobanoglous, G. Theisen, H & Vigil, S.A. 1993. Integrated Solid Waste
Management Engineering Principles and Management Issues. Singapore.
Mc Graw-Hill
101
Yuwono D, 2006. Kompos Cara Aerob dan Anaerob Menghasilkan Kompos
Berkualitas, Seri Agritekno, Jakarta.