k o n s e n t r a s i h u k u m b i s n i s p r o g r a m...
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS TINDAKAN
WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PENGENDARA GO-JEK
DALAM TRANSAKSI MENGGUNAKAN SISTEM GO-PAY
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
OLEH:
ANDHITTA A. DHEWIDININGRAT
NIM. 1113048000048
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1438H/2017M
iv
ABSTRAK
Andhitta A. Dhewidiningrat. NIM 1113048000048. PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP KONSUMEN ATAS TINDAKAN WANPRESTASI YANG
DILAKUKAN OLEH PENGENDARA GO-JEK DALAM TRANSAKSI
MENGGUNAKAN SISTEM GO-PAY. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi
Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hlukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 1438H/2017M. Isi: xi + 75 halaman + 35 halaman lampiran + 4
halaman daftar pustaka (1986-2016).
Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah tindakan wanprestasi yang dilakukan
oleh pengendara ojek berbasis online (GO-JEK) dalam suatu transaksi menggunakan
sistem pembayaran non-tunai (GO-PAY). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
akibat hukum atas tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha yang
berkaitan dengan sistem berbasis aplikasi online.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan bersifat yuridis-empiris. Yuridis-
empiris adalah suatu pendekatan yang dilakukan untuk menganalisis tentang sejauh
manakah suatu peraturan perundang-undangan berlaku secara efektif.
Kesimpulan dari analisis yang dilakukan adalah kerugian yang dialami konsumen
karena tindakan wanprestasi yang dilakukan melalui sistem berbasis aplikasi online
dapat dimintakan ganti ruginya sesuai dengan Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa, “pelaku
usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan
atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan.” meskipun belum ada peraturan yang secara khusus mengatur
mengenai transportasi online di Indonesia.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Wanprestasi, dan Aplikasi Online.
Pembimbing I : H. Syafrudin Makmur, S.H., M.H.
Pembimbing II : Indra Rahmatullah, S.HI., M.H.
Sumber Rujukan dari tahun 1986 sampai 2016.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya, penyusunan skripsi yang berjudul ”PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
KONSUMEN ATAS TINDAKAN WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH
PENGENDARA GO-JEK DALAM TRANSAKSI MENGGUNAKAN SISTEM GO-
PAY” dapat diselesaikan dengan baik, walaupun terdapat beberapa kendala yang
dihadapi saat proses penyusunan skripsi ini.
Hal ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan
hati dan penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat,S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan
Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
3. Syafrudin Makmur, S.H., M.H. dan Indra Rahmatullah, S.HI., M.H., dosen
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta
kesabarannya dalam membimbing, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penulisan skripsi.
4. Dr. M Ali Hanafiah, S.H., M.H., dan Ahmad Bahtiar, M.Hum., dosen penguji
ujian skripsi.
5. Segenap informan yang membantu peneliti dalam melengkapi data penelitian,
diantaranya, Jerie Caraen, selaku Kepala Divisi Konsultan Perlindungan
Konsumen, para pengendara GO-JEK, F.W., D.R., dan R.P., serta 60 orang
pengguna aplikasi GO-JEK.
6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat bermanfaat untuk peneliti dan tidak lupa kepada seluruh
staf Fakultas Syariah dan Hukum.
7. R. BG. Gantiyo Jadmiko, Nindyarti, Sumini, dan Kuyomo selaku orangtua dan
nenek kakek peneliti yang dengan sangat sabar mendidik peneliti dari mulai lahir,
sekarang, hingga seterusnya serta memberikan dukungan kepada peneliti sehingga
peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini.
8. Kakakku, Andhiko, dan adik-adikku, Andhini dan Andhiya, yang selalu
mendukung kegiatan peneliti dalam segala hal.
vii
9. Sahabat-sahabat yang peneliti sayangi, UNO (Tika, Rini, Puti, Uma, Rekky,
Topan, Ijal, Pangki, dan Irfan) yang selalu menemani dan mewarnai hari-hari
peneliti di kampus.
10. My Best Friend for Life, Andena Rafli, Sekar Ayu, Fathia Aziza, Adhisti Alviani,
Nabila Angkasa, Annisa Rahmani, Silmy Akmaliya, Anesa Martha, Nugroho
Ramadhan, Rezha Ariviandy, dan yang lainnya yang tidak bisa peneliti ucapkan
satu persatu. Terima kasih atas dukungan, pengertian, dan perhatian yang kalian
berikan untuk peneliti selama ini. Semoga pertemanan kita menjadi lebih sehat.
11. Keluarga besar Ilmu Hukum angkatan 2013, khususnya Ilmu Hukum B UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas kebersamaan berbagi ilmu selama
kurang lebih 3 tahun.
12. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) KELAPA EMAS 2016, khususnya
Rorien Novriana, Eka Bayu Susilo, dan Elgi Nurfalahi.
13. Semua pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Tidak ada yang peneliti bisa berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali doa
dan ucapan terima kasih. Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 7 Mei 2017
Andhitta A. Dhewidiningrat
viii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Pembimbing...............................................................................................i
Lembar Pengesahan Panitia.......................................................................................................ii
Lembar Pernyataan...................................................................................................................iii
Abstrak......................................................................................................................................iv
Kata Pengantar...........................................................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................x
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................. 5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................................. 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ................................................................... 7
F. Kerangka Teori dan Konseptual ........................................................................... 9
G. Metode Penelitian................................................................................................15
BAB II TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TINJAUAN
PERDAGANGAN ELEKTRONIK (E-COMMERCE) .......................................... 23
A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen…...…………….……..................23
B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ........................................................ 25
C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ............................................ 25
ix
D. Perdagangan Elektronik (E-Commerce) ............................................................ 27
E. Penyelesaian Sengketa ....................................................................................... 32
F. Sanksi-Sanksi ..................................................................................................... 34
BAB III GAMBARAN UMUM PIHAK TERKAIT (PELAKU USAHA, PENGGUNA
JASA, PEMERINTAH) ................................................................................... .......38
A. Profil Perusahaan ………………………………………………………………38
B. Analisis Data Kuesioner .................................................................................... 40
C. Analisis Data Wawancara Pengendara GO-JEK ............................................... 45
D. Analisis Data Wawancara Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga ....................................................................................................... 46
BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS
TINDAKAN WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PENGENDARA
GO-JEK .................................................................................................................. 52
A. Pertanggungjawaban PT GO-JEK INDONESIA………………………………52
B. Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan Konsumen ............................................ .65
BAB V PENUTUP .............................................................................................................. 74
A. KESIMPULAN.. …………………………………………………………….....74
B. SARAN .............................................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..76
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Grafik Karateristik Responden Berdasarkan Domisili.........................................41
Gambar 3.2 Grafik Karateristik Responden Berdasarkan Pekerjaan.......................................42
Gambar 3.3 Respon Kuesioner Nomor 3.................................................................................43
Gambar 3.4 Respon Kuesioner Nomor 4.................................................................................44
Gambar 3.5 Promosi GO-PAY.................................................................................................45
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Kuesioner Respon Customer Service PT GO-JEK Indonesia Nomor 1..........55
Tabel 4.2 Data Kuesioner Respon Customer Service PT GO-JEK Indonesia Nomor 6..........58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Selain adanya produsen sebagai pelaku ekonomi, peran masyarakat
sebagai konsumen juga memegang peranan penting bagi keseimbangan
perekonomian, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Produsen dan
konsumen memiliki suatu keterkaitan dimana keduanya saling membutuhkan
satu sama lain. Meskipun demikian, konsumen sering kali berada di posisi yang
“lemah” dibandingkan dengan produsen.1
Faktor-faktor yang menyebabkan hal ini terjadi diantaranya pengetahuan
konsumen akan proses produksi dan pengenalan akan bahan baku yang kurang,
serta kemampuan tawar-menawar (bargaining power) yang lemah secara
ekonomis.2
Dengan segala kemungkinan yang ada, diperlukannya perlindungan
hukum bagi konsumen sehingga konsumen nantinya tidak perlu mengeluarkan
biaya-biaya yang seharusnya tidak dikeluarkan apabila kebutuhannya terpenuhi
1Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008), h.
30.
2Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2014), h. 4.
2
dengan baik. Di Indonesia sendiri, perlindungan hukum atas konsumen diatur
dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Hukum perlindungan konsumen tidak semata-mata dimaksudkan untuk
mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru untuk mendorong iklim
berusaha yang sehat dan lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi
persaingan melalui pelayanan dan penyediaan barang dan/atau jasa yang
berkualitas. Sikap keberpihakan pada konsumen itu juga dimaksudkan untuk
meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism).3
Berkembang pesatnya industri barang dan jasa di Indonesia dapat
dikatakan sebagai penopang pertumbuhan ekonomi negara Indonesia, namun di
sisi lain, perkembangan tersebut diikuti oleh pola konsumsi masyarakat yang
cenderung konsumtif. Ditambah lagi dengan semakin mudahnya masyarakat
untuk mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan dengan adanya bantuan
teknologi.
Perkembangan teknologi yang pesat, khususnya internet, memberikan
masyarakat kemudahan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Mulai dari
kemudahan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, pakaian, hingga sarana
transportasi.
Beragam penyedia barang dan jasa kini memungkinkan para
konsumennya untuk melakukan transaksi dengan mudah, yakni melalui aplikasi
3Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara
Serta Kendala Implementasinya, h.2.
3
pada ponsel pintar (smartphone). Konsumen tidak perlu repot-repot pergi ke kios
atau toko untuk memenuhi kebutuhannya, hanya dengan sentuhan pada layar
ponsel pintar (smartphone), transaksi sudah dapat dilakukan.
Alat pembayarannya pun yang tadinya hanya dapat dilakukan dengan
tunai, sekarang ini bisa juga dilakukan dengan berbagai macam alat pembayaran
non-tunai seperti kartu debit, kartu kerdit, dan sistem pembayaran non-tunai
lainnya. Mudah dan praktisnya transaksi melalui internet (transaksi online)
membuat perkembangan transaksi ini sangat pesat dan semakin populer. Hampir
semua orang dari semua lapisan masyarakat dapat memanfaatkan kehadiran
teknologi ini.
Salah satu penyedia jasa yang memanfaatkan kemajuan teknologi ialah
PT GO-JEK Indonesia dengan aplikasi GO-JEK yang sudah tidak asing lagi di
kalangan masyarakat. Melalui aplikasi GO-JEK tersedia bergbagai macam jasa
yang langsung dapat diakses dari ponsel pintar (smartphone) para penggunanya.
Selain memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, PT
GO-JEK Indonesia juga memberikan kemudahan untuk proses pembayarannya,
yakni melalui sistem GO-PAY. GO-PAY (sebelumnya GO-JEK Wallet) adalah
dompet virtual untuk menyimpan GO-JEK Credit yang bisa digunakan untuk
membayar transaksi di dalam aplikasi GO-JEK.4
4GO-PAY, “Frequently Asked Questions – Apa itu GO-PAY?”, diakses pada 26 September
2016 dari http://www.go-pay.co.id/faq/id
4
Permintaan konsumen atas layanan jasa yang disediakan GO-JEK
membuat berlimpahnya pengendara GO-JEK dan hal tersebut juga membuat
meningkatnya persaingan antar pengendara. Ketatnya persaingan dapat
mengubah perilaku ke arah persaingan tidak sehat karena para produsen-pelaku
usaha memiliki kepentingan yang saling berebenturan diantara mereka.
Persaingan yang tidak sehat ini pada gilirannya dapat merugikan konsumen.5
Persaingan tidak sehat yang dilakukan oleh para pengendara GO-JEK
mungkin saja terjadi karena tidak dimungkinkan adanya pengawasan di lapangan
oleh PT GO-JEK Indonesia. Laporan perjalanan atau pesanan hanya tersedia
dalam data (invoice) pesanan dan hal tersebut bisa saja berbeda dengan apa yang
terjadi di lapangan.
Dengan layanan pembayaran menggunakan GO-PAY, saldo GO-PAY
akan otomatis terpotong ketika konsumen melakukan transaksi pada aplikasi
GO-JEK sebelum suatu prestasi dilakukan oleh pengendara GO-JEK.
Dalam praktiknya hal tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi
konsumen, ketika ada pengendara GO-JEK yang melakukan tindakan
wanprestasi dimana pengendara tersebut hanya menerima dan mengambil
pesanan dalam aplikasi namun sebenarnya prestasinya tersebut tidak dilakukan
(tidak menjemput konsumen, membeli pesanan konsumen, atau mengantarkan
barang konsumen).
5Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, h. 2.
5
Upaya pengendara untuk mendapatkan penghasilan lebih dari
pengendara yang lain menggunakan cara seperti ini sangat merugikan konsumen,
baik kerugian materiil maupun imateriil. Tindakan wanprestasi yang dilakukan
oleh pengendara ini lah yang memunculkan masalah akademis yang perlu diteliti
lebih lanjut.
B. Identifikasi Masalah
Masalah yang dapat diidentifikasi dari rumusan masalah di atas
diantaranya:
1. Luasnya jaringan GO-JEK dan keterbatasan pengawasan melalui sistem
aplikasi.
2. Saldo sudah terpotong secara otomatis sebelum pengendara melakukan
prestasinya.
3. Minimnya sosialisasi dari PT GO-JEK Indonesia kepada pengendara
mengenai sistem pembayaran menggunakan GO-PAY.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Karena cakupan identifikasi masalah di atas cukup luas dan nantinya akan ada
keterbatasan dari peneliti secara keseluruhan maka penelitian hanya akan
dibatasi pada perlindungan konsumen terhadap tindakan wanprestasi yang
6
dilakukan oleh pengendara GO-JEK dalam transaksi menggunakan sistem
GO-PAY.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini
meliputi:
a. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban PT GO-JEK Indonesia atas
pengendara GO-JEK yang melakukan tindakan wanprestasi?
b. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen yang mengalami
kerugian atas tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh pengendara GO-
JEK?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban PT GO-JEK Indonesia atas
pengendara GO-JEK yang melakukan tindakan wanprestasi.
b. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen
yang mengalami kerugian atas tindakan waprestasi yang dilakukan oleh
pengendara GO-JEK.
2. Manfaat Penelitian
7
a. Manfaat Akademis
1) Diharapkan dengan adanya penelitian ini peneliti dapat berkontribusi
untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
2) Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum perlindungan
konsumen.
b. Manfaat Praktis
1) Diharapkan dapat memberikan masukan tentang perlindungan hukum
terhadap konsumen atas tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh
penyedia jasa.
2) Diharapkan dapat turut serta menginsiparsi para masyarakat dan
mahasiswa.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
1. Skripsi yang diteliti oleh Dani Eka Putra, mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Andalas dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna
Jasa Pengiriman Surat dan Barang Pada PT Pos Indonesia (Persero) Cabang
Padang. Skripsi ini membahas mengenai upaya perlindungan hukum bagi
konsumen dan tanggung jawab PT Pos Indonesia atas terjadinya wanprestasi
oleh penyedia jasa. Tindakan wanprestasi di sini lebih kepada masalah
barang yang hilang atau rusak saat perjalanan. Letak perbedannya dengan
skripsi yang peneliti tulis ialah bentuk tindakan wanprestasi yang diteliti
8
dalam penelitian ini memiliki keterkaitan dengan sistem pembayaran non-
tunai (GO-PAY) sedangkan skrpsi milik Dani Eka Putra tidak ada kaitanya
dengan system pembayaran transaksi.
2. Skripsi yang diteliti oleh Fahimatul Ilyah, mahasiswi Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan judul
skripsi Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Jasa Angkutan Jalan Raya
(Studi Kasus Bus Transjogja, Yogyakarta). Skripsi ini membahas mengenai
fasilitas layanan jasa seperti bus dan halte bus yang kurang memadai dan
tidak memenuhi hak-hak konsumen sedangkan dalam skripsi ini peneliti
tidak memfokuskan penelitian terhadap kurangnya fasilitas dari penyedia
jasa, namun lebih kepada kinerja dan pelayanannya.
3. Buku karya Dr. Sukarmi, S.H., M.H., dengan judul Cyber Law: Kontrak
Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha, yang diterbitkan pada tahun
2008. Pada buku ini dikaji beberapa masalah aktual, diantaranya bagaimana
kekuatan mengikat perjanjian melalui media elektronik dalam hukum
perjanjian Indonesia, bagaimana alat bukti dalam menentukan kerugian
konsumen yang disebabkan oleh perjanjian baku dalam transaksi elektronik,
prinsip tanggung jawab apa yang dapat diberlakukan sebagai upaya
melindungi konsumen sebagai akibat dari perjanjian baku dalam transaksi
elektronik sehingga dapat memberi perlindungan hukum bagi para pihak
yang merupakan sumbangan pembangunan hukum nasional Indonesia.
Perbedannya dengan skripsi ini ialah peneliti tidak membahas kerugian
9
terhadap konsumen yang disebabkan oleh klausul baku, melainkan kerugian
yang disebabkan oleh tindakan wanprestasi.
4. Jurnal karya Daniel Alfredo Sitorus, mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dengan judul Perjanjian Jual Beli
Melalui Internet (E-Commerce) Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata. Jurnal
ini membahas mengenai perjanjian jual beli melalui e-commerce secara
umum dengan mempertanyakan bagaimana keabsahan dari transaksi tersebut
dalam hukum perdata, sedangkan peneliti dalam skripsi ini akan lebih
membahas secara khusus mengenai transaksi elektronik dimana yang
diperjualbelikan ialah jasa bukan sekedar barang yang diperjualbelikan
melalui internet.
F. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
a. Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen
dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat
merugikan konsumen itu sendiri.6
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi
perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap
6Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, h. 7.
10
kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat
dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut.7
Jadi, dapat dikatakan bahwa perlindungan konsumen adalah
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan
produk konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan
bermasyarakat.8
b. Konsumen
Konsumen ialah setiap orang yang mendapatkan barang untuk
dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.9
Menurut Inosentius Samsul, konsumen adalah pengguna atau pemakai
akhir suatu produk, baik sebagai pembeli, maupun diperoleh melalui cara
lain, seperti pemberian, hadiah, dan undangan.10
c. Pelaku Usaha
Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa:
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
7Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), h. 22.
8Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 23.
9Az. Nasution, Iklan dan Konsumen - Tinjauan dari Sudut Hukum dan Perlindungan
Konsumen, (Jakarta: LPM FE-UI, 1994), h. 23.
10
Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen - Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab
Mutlak, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004), h. 34.
11
badan hukum yang didirkan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarkan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.”
Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir,
pengecer, dan sebagainya.
d. Perdagangan Elektronik (E-Commerce)
Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi mendefinisikan e-
commerce sebagai suatu cakupan yang luas mengenai teknologi, proses,
dan praktik yang dapat melakukan transaksi bisnis tanpa menggunakan
kertas sebagai mekanisme transaksi. Hal ini bisa dilakukan dengan
berbagai cara seperti melalui surat elektronik (e-mail) atau bisa melalui
World Wide Web11
(www).12
e. Bentuk-bentuk Wanprestasi dalam Transaksi E-Commerce
Bentuk-bentuk wanprestasi dalam transaksi e-commerce tersebut
diantaranya13
:
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
11
World Wide Web, (“WWW”, atau singkatnya “Web”) adalah suatu ruang informasi dimana
sumber-sumber daya yang berguna diidentifikasi oleh pengenal global yang di sebut Unifrom Resource
Identifier (URI). WWW sering dianggap sama dengan internet secara keseluruhan, walaupun
sebenarnya ia hanyalah bagian daripadanya. Darma, Jarot S., dan Shenia A. (2009: 417)
12
Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal E-Commerce, (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2001), h. 1-2.
13
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005),
h. 270.
12
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan
3) Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
f. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen E-Commerce
Pada tanggal 20 April 2000, Indonesia telah mulai memberlakukan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-undang ini mengatur mengenai hak-hak konsumen dan perbuatan
yang dilarang bagi produsen.
Pertanyaannya adalah apakah Undang-Undang Perlindungan
Konsumen tersebut dapat diterapkan pada transaksi e-commerce? Jika
dikaitkan antara hak-hak konsumen yang terdapat pada Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dengan hak-hak pada transaksi e-commerce, hak-
hak konsumen sangat riskan untuk dilanggar.14
2. Kerangka Konseptual
a. Prestasi
Prestasi adalah kewajiban yang lahir dari sebuah perikatan baik
karena undang-undang maupun karena perjanjian. Dasar hukumnya ialah
Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan
14
Edmon Makarim , Pengantar Hukum Telematika, h. 275.
13
bahwa, “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga)
wujud prestasi yakni,
1) Kewajiban untuk memberikan sesuatu
2) Kewajiban untuk melakukan sesuatu
3) Kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu
b. Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari istilah dalam bahasa Belanda
“wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban
yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu
perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun
perikatan yang timbul karena undang-undang.
c. Perlindungan Konsumen
Pengertian perlindungan konsumen dalam Pasal 1 Angka 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yaitu: “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsmen.”
d. Konsumen
Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa,
14
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.”
e. Pelaku Usaha
Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa,
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirkan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarkan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.”
f. Jasa
Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa, “Jasa adalah setiap layanan
yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat
untuk dimanfaatkan oleh konsumen.”
g. Hak Konsumen
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang menjelaskan mengenai hak konsumen,
dalam Huruf G disebutkan bahwa salah satu hak konsumen ialah,
15
“hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.”
Selanjutnya dalam Huruf H disebutkan juga bahwa, konsumen
memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
h. Transaksi Elektronik
Dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dijelaskan bahwa, “Transaksi
Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.”
i. Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
Dalam Bab 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang mengatur mengenai perbuatan yang dilarang
bagi pelaku usaha, pada Pasal 16 Huruf B dijelaskan bahwa salah satu
perbuatan yang dilarang tersebut ialah tidak menepati janji atas suatu
pelayanan dan/atau prestasi.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan untuk penelitian ini ialah
deskriptif analitis, yaitu menguraikan gambaran dari data yang diperoleh dan
16
menghubungakan satu sama lain untuk mendapatkan suatu kesimpulan umum.
Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui serta diperoleh kesimpulan
induktif, yaitu cara berpikir dalam mengambil kesimpulan secara umum yang
didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus.15
Dengan kata lain penelitian deskriptif analitis mengambil masalah
atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat
penelitian dilaksanakan, hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisis untuk
diambil kesimpulannya.
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan ialah metode
penelitian hukum yuridis-empiris. Menurut Soerjono Soekanto, yuridis-
empiris adalah suatu pendekatan yang dilakukan untuk menganalisis tentang
sejauh manakah suatu peraturan perundang-undangan berlaku secara efektif.16
Oleh karena itu, cara atau prosedur yang dipergunakan untuk
memecahkan masalah penelitian ini ialah dengan meninjau produk-produk
hukum dan bahan kepustakaan yang ada terlebih dahulu untuk kemudian
dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap fakta-fakta yang ada di
lapangan.
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), h.112.
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 52.
17
3. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,
artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.17
Bahan hukum primer yang peneliti gunakan dalam penelitian ini ialah
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah No. 82
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dan
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 36/M-
DAG/PER/92007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder ialah semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi seperti buku-buku teks, kamus-
kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar atas putusan
pegadilan.18
17
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, cet. III, 2007), h. 141.
18
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 141.
18
c. Bahan Non-Hukum (Tersier)
Bahan non-hukum memberikan informasi tambahan atas bahan hukum
primer dan sekunder. Misalnya koran, majalah, kamus, bibliografi, dan
sebagainya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik studi kepustakaan (library research) dengan menggunakan
bahan buku-buku bacaaan yang berkaitan dengan hukum perlindungan
konsumen dan studi lapangan (field research) dengan melakukan observasi,
wawancara, dan penyebaran kuesioner kepada narasumber yang berhubungan
dengan objek permasalahan yang di angkat.
Studi lapangan (field research) dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner kepada pengguna aplikasi GO-JEK, mewawancarai pihak GO-JEK
yakni pengendara, serta Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga.
5. Subjek Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
19
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.19
Populasi dalam
penelitian ini adalah pengguna aplikasi GO-JEK. Karena tidak semua
pengguna aplikasi GO-JEK dapat menjadi sampel dalam penelitian ini,
maka peneliti selanjutnya menentukan sampel penelitian.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.20
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini ialah non-probability sample, dimana tidak semua populasi
memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk menjadi sampel.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini ialah pengguna aplikasi GO-JEK
yang menggunakan sistem pembayaran GO-PAY yang pernah dirugikan
karena tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh pengendara GO-JEK.
c. Sampling
Sampling atau teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini ialah quuota sampling. Quota sampling adalah teknik untuk
menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai
19
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, cet. XIX, 2013), h. 115.
20
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h.
116.
20
jumlah (kuota) yang diinginkan.21
Jumlah kuota dalam penelitian ini sudah
ditetapkan, yakni minimal sebanyak 30 orang dari 60 orang populasi.
6. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
memperoleh data atau angka ringkasan berdasarkan kelompok data mentah.
Data atau angka ringkasan dapat berupa jumlah (total), proporsi, presentase,
rata-rata, dan sebagainya. 22
Teknik pengolahan data yang digunakan ialah teknik tabulasi. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tabulasi berarti penyajian data dalam
bentuk tabel atau daftar untuk memudahkan pengamatan dan evaluasi.
7. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan
lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan
kepada orang lain.23
Jadi, dapat dikatakan bahwa metode analisis data
digunakan untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah
terkumpul.
21
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h.
60 22
J. Supranto, Statistik – Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Erlangga, Ed.6, Cet. 1, 2000), h. 24.
23
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h.
244.
21
Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati karena penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif merupakan
penelitian yang menggunakan metode observasi, wawancara (interview),
analisis isi, dan metode pengumpul data lainnya untuk menyajikan respons-
respons dan perilaku subjek.24
8. Metode Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dalam penelitian ini maka peneliti
akan menguraikan metode penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab sebagai
berikut:
BAB I Dalam bab pendahuluan ini akan dimuat Latar Belakang Masalah,
dilanjutkan dengan Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu,
Kerangka Teori dan Konseptual, dan Metode Penelitian.
BAB II Tinjuan Umum Perlindungan Konsumen dan Perdangangan
Elektronik (E-Commerce), pada bab ini peneliti akan membahas
mengenai hukum perlindungan konsumen seperti Pengertian
Hukum Perlindungan Konsumen, Asas-asas dan Tujuan
Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha dan
Konsumen, Pengertian Perdagangan Elektronik, Klasifikasi
24
Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendikan & Pengembangan, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2013), h. 40.
22
Perdangangan Elektronik (E-Commerce), Regulasi Perdagangan
Elektronik (E-Commerce) di Indonesia, Penyelesaian Sengketa
dan Sanksi-Sanksi.
BAB III Dalam bab ini akan disajikan data-data penelitian seperti
gambaran umum PT GO-JEK Indonesia dan Direktorat Jenderal
Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, data penyebaran
kuesioner ke para pengguna aplikasi GO-JEK, wawancara dengan
pengendara GO-JEK, dan wawancara ke pihak pemerintah yakni
Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
BAB IV Bab ini memuat analisis data kuesioner dan wawancara yang akan
menjawab perumusan masalah, seperti bentuk
pertanggungjawaban PT GO-JEK Indonesia atas tindakan
wanprestasi yang dilakukan oleh pengendara GO-JEK, serta
bagaimana upaya hukum yang bisa dilakukan oleh konsumen
yang dirugikan.
BAB V Dalam bab penutup ini peneliti akan menarik beberapa
kesimpulan dari hasil penelitian dan memberikan beberapa
beberapa pendapat dan saran.
23
BAB II
TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TINJAUAN
PERDAGANGAN ELEKTRONIK (E-COMMERCE)
A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan
konsumen itu sendiri.1
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi
perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap
kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari
pemakaian barang dan/atau jasa tersebut.2
Pengertian perlindungan konsumen dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu:
“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsmen.”
1Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2014), h. 7.
2Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), h. 22.
24
Walaupun undang-undang ini disebut sebagai Undang-Undang
Perlindungan Konsumen namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak
ikut menjadi perhatian, apalagi karena keberadaan perekonomian nasional
banyak ditentukan oleh pelaku usaha.
Jadi, dapat dikatakan bahwa perlindungan konsumen adalah keseluruhan
asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam
hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara
penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.3
Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam 2 (dua)
aspek, yaitu:4
1. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada
konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.
2. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada
konsumen.
Segala upaya yang dimaksudkan dalam perlindungan konsumen tersebut
tidak saja terhadap tindakan preventif, akan tetapi juga tindakan represif dalam
semua bidang perlindungan yang diberikan kepada konsumen.
B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
3Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 23.
4Adrianus Meliala, Praktik Bisnis Curang, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 152.
25
Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan pada sejumlah
asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam
implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas,
hukum perlindungan konsumen memiliki dasar dan pijakan yang benar-benar
kuat.5 Asas-asas dan tujuan perlidungan konsumen tercantum pada Pasal 2 dan
Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 6
C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha
1. Hak dan Kewajiban Konsumen
Sebagai pemakai barang atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak
dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar
seseorang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri.
Tujuannya, jika dilihat adanya tindakan yang tidak adil terhadap
dirinya, ia secara spontan akan menyadari hal itu. Konsumen kemudian bisa
bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia
tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah
dilanggar oleh pelaku usaha.7
5Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008), h.
17.
6Lampiran h. 1
7Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, h. 22.
26
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terdapat 9 (sembilan) macam hak-hak yang dimiliki
oleh konsumen.8
Selain hak-hak yang terdapat pada Undang-Undang tersebut, ada juga
hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini berangkat
dari pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan pengusaha sering
dilakukan secara tidak jujur, yang dalam hukum dikenal dengan terminologi
“persaingan curang” (unfair competition) atau “persaingan usaha tidak
sehat”.9
Selain memperoleh hak-haknya tersebut, konsumen juga memiliki
beberapa kewajiban yang tercantum pada Pasal 5 Undang-Undang No. 8
Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen.10
2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen
tidak semata-mata hanya mengatur hak dan kewajiban konsumen, namun
dalam Pasal 6 disebutkan pula hak bagi pelaku usaha.11
8Lampiran h. 2
9Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan: Pustaka Bangsa
Pers, 2003), h. 20.
10
Lampiran h. 3
11
Lampiran h. 4
27
Selanjutnya dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa pelaku usaha juga memiliki
beberapa kewajiban.12
D. Perdagangan Elektronik (E-Commerce)
1. Pengertian Perdagangan Elektronik (E-Commerce)
Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi mendefinisikan e-commerce
sebagai suatu cakupan yang luas mengenai teknologi, proses, dan praktik yang
dapat melakukan transaksi bisnis tanpa menggunakan kertas sebagai
mekanisme transaksi. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti
melalui surat elektronik (e-mail) atau bisa melalui World Wide Web13
(www).14
Selanjutnya menurut David Baum e-commerce merupakan suatu set
teknologi yang dinamis, aplikatif, dan proses bisnis yang menghubungkan
perusahaan, konsumen, dan komunitas melalui transaksi elektronik
perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara
12
Lampiran h. 5
13
World Wide Web, (“WWW”, atau singkatnya “Web”) adalah suatu ruang informasi dimana
sumber-sumber daya yang berguna diidentifikasi oleh pengenal global yang di sebut Unifrom Resource
Identifier (URI). WWW sering di anggap sama dengan internet secara keselirihan, walaupun
sebenarnya ia hanyalah bagian daripadanya. Darma, Jarot S., dan Shenia A. (2009: 417)
14
Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal E-Commerce, (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2001), h. 1-2.
28
elektronik. Sedangkan Asril Sitompul mengatakan bahwa e-commerce
merupakan bentuk perdagangan secara digital melalui media internet.15
Dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 dijelaskan
bahwa, “Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan
dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media
elektronik lainnya.”
2. Klasifikasi Perdagangan Elektronik (E-Commerce)
E-commerce dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek yang
penjelasannya akan dilampirkan.16
Berikut ini klasifikasi e-commerce
berdasarkan pada sifat transaksinya, yaitu:17
a. Business-to-Business (B2B)
b. Business-to-Consumer (B2C)
c. Business-to-Business-to-Consumer (B2B2C)
d. Consumer-to-Business (C2B)
e. Consumer-to-Consumer (C2C)
15
Ronald Saija dan Roger F. X. V. Letsoin, Buku Ajar Hukum Perdata, (Yogyakarta:
Deepublish, 2016), h. 158.
16
Lampiran h. 6
17
Efraim Turban, David King, dkk., Electronic Commerce – A Managerial and Social
Networks Prespective, (New York: Springer, 2002), h. 10-11.
29
3. Regulasi Perdagangan Elektronik (E-Commerce) di Indonesia
Regulasi atau pengaturan e-commerce di Indonesia hingga saat ini
diatur berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Adanya hubungan e-commerce dengan aspek perdagangan membuat
pemerintah juga akan memasukkan ketentuan tentang e-commerce dalam
draft Rancangan Undang-Undang Perdagangan yang saat ini tengah di susun
oleh pemerintah. Pengaturan tentang e-commerce secara garis besar dapat di
bagi menjadi 2 (dua) macam regulasi, yaitu18
:
a. Regulasi tentang Bisnis Secara Elektronik
b. Regulasi tentang Transaksi Elektronik
Regulasi e-commerce sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Rancangan
Undang-Undang Perdagangan, namun juga dengan sejumlah undang-undang
lain seperti Undang-Undang tentang Hak Atas Kekayaan Inetelektual
(HAKI), Perlindungan Konsumen, Transfer Dana, Pajak, Dokumen
Perusahaan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Hukum Kontrak,
Hukum Privasi, dan Hukum Perdata Internasional
4. Bentuk-bentuk Wanprestasi dalam E-Commerce
18
Cita Yustisia S, R. Serfianto D, dan Iswi Hariyani, Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi
Elektronik, h. 45-46.
30
Perdagangan elektronik (e-commerce) merupakan perjanjian jual beli
juga seperti yang dimaksud oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia karena ia merupakan suatu perjanjian, ia melahirkan prestasi, yaitu
kewajiban suatu pihak untuk melaksanakan hal-hal yang ada dalam suatu
perjanjian.
Adanya prestasi memungkinkan terjadinya wanprestasi atau tidak
dilaksanaknnya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang
dibebankan oleh kontrak kepada pihak-pihak tertentu. Bentuk-bentuk
wanprestasi dalam transaksi e-commerce tersebut diantaranya19
:
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan
3) Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
5. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen E-Commerce
Kegiatan perdagangan elektronik (e-commerce) terkait dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Masyarakat (konsumen akhir) yang membeli produk-produk melalui jaringan
internet harus mendapat perlindungan hukum agar terhindar dari produk-
19
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005),
h. 270.
31
produk yang tidak bermutu dan tidak memenuhi standar yang ditetapkan
oleh permerintah.
Selain itu, konsumen juga harus dilindungi dari kemungkinan
terjadinya kerugian akibat praktik penipuan dan kejahatan yang marak terjadi
dalam bisnis online dan transasksi elektronik.20
Penguatan perlindungan konsumen dalam perdagangan secara
elektronik adalah aspek yang sangat penting. Penguatan tersebut tidak cukup
hanya sebatas regulasi, diperlukan juga penguatan dalam bentuk mekanisme
kelembagaan yang bertujuan meningkatkan signifikansi dan kepercayaan
(kredibilitas) dari lembaga-lembaga terkait yang memiliki kewenangan untuk
melindung kedua belah pihak (konsumen dan produsen) dari praktik
penipuan dan penyalahgunaan media internet.21
Pemerintah nasional, pelaku usaha, dan konsumen harus menjalin
kerjasama yang baik dan efektif agar mendatangkan manfaat bagi semua
pihak, dimana hak-hak konsumen dalam perdagangan elektronik harus
memperoleh perhatian khusus dan diproteksi dengan kebijakan, regulasi dan
mekanisme kelembagaan yang komprehensif.22
20
Cita Yustisia S, R. Serfianto D, dan Iswi Hariyani, Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi
Elektronik, h. 121.
21
Cita Yustisia S, R. Serfianto D, dan Iswi Hariyani, Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi
Elektronik, h. 122-123. 22
Cita Yustisia S, R. Serfianto D, dan Iswi Hariyani, Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi
Elektronik, h. 125.
32
E. Penyelesaian Sengketa
Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen. Sengketa itu dapat berupa salah satu pihak tidak mendapatkan atau
menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya karena pihak lawan tidak
memenuhi kewajibannya. Sengketa Konsumen dapat bersumber dari 2 (dua) hal,
yaitu:23
1. Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukumnya sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang.
2. Pelaku usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian.
Dalam ketentuan Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dapat diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengeketa konsumen
terdapat 2 (dua) pilihan, yaitu:
1. Melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha.
2. Melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
23
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, h. 127.
33
Selanjutnya dalam Pasal 45 Ayat (2) dijelaskan bahwa, “Penyelesaian
sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”.
Berdasarkan ketentuan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap
konsumen yang dirugikan dapat melakukan penyelesaian sengketanya melalui
jalur pengadilan maupun di luar jalur pengadilan.
1. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau yang lebih dikenal
dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) dapat ditempuh dengan
berbagai cara, diantaranya adalah arbitrase, mediasi, dan konsiliasi.24
Sedangkan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dijelaskan bahwa arbitrase
dibedakan dari alternatif penyelesaian sengketa, karena yang termasuk dalam
alternatif penyelesaian sengketa hanya konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan peniliaian ahli.
Dari sekian banyak cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan,
Undang-Undang Perlindungan Konsumen hanya memperkenalkan 3 (tiga)
macam cara, yaitu arbitrase, konsiliasi, dan mediasi yang merupkan bentuk
24
Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian
Sengketa, h. 186-169.
34
atau cara penyelesaian sengketa yang dibebankan menjadi tugas Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen.25
2. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Jika upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan dinyatakan tidak
berhasil maka para pihak yang bersengketa dapat melakukan gugatan melalui
pengadilan. Dasar hukumnya ialah Pasal 45 Ayat (4) Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yakni,
“Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen
di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh
salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.”
F. Sanksi-Sanksi
Setiap perselisihan mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku
usaha atas pelaksanaan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen yang
menerbitkan kerugian bagi konsumen, dapat diselesaikan secara perdata.
Namun apabila putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak
dilaksanakan oleh pelaku usaha, maka hal tersebut dapat dijadikan bukti
permulaan bagi penyidik. Ini berarti bahwa selain hubungan keperdataan antara
pelaku usaha dan konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga
25
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 237-238.
35
mengenakan sanksi pidana bagi pelanggar Undang-Undang Perlindungan
Konsumen tersebut.26
Undang-Undang Perlindungan Konsumen membagi sanksi tersebut
menjadi 3 (tiga) bagian, diantaranya:
1. Sanksi Administratif
Sanksi administrasi/administratif adalah sanksi yang dikenakan
terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang
bersifat administratif. Pada umumnya sanksi administrasi/administratif
berupa:27
a. Denda
b. Pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin
c. Penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan
jatah produksi
d. Tindakan administratif
Dalam Pasal 60 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dijelaskan bahwa,
(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang
menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang
26
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2000), h.82. 27
Anonim, Sanksi Hukum (Pidana, Perdata, dan Administratif), di akses di
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4be012381c490/sanksi-hukum-(pidana,-perdata,-dan-
administratif pada 18 Desember 2016.
36
melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25
dan Pasal 26.
(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling
banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan
perundang-undangan.
Jadi, dapat dikatakan bahwa sanksi-sanksi tersebut dapat dibebankan
terhadap para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap atau dalam
rangka:
a. Tidak dilaksanakannya pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha kepada
konsumen, dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang
dan/atau jasa yang sejenis, maupun perawatan kesehatan atau pemberian
santunan atas kerugian yang diderita oleh konsumen.
b. Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang
dilakukan oleh pelaku usaha periklanan.
c. Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas jaminan purna jual,
baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaannya, serta
pemberian jaminan atau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya; baik
berlaku terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau
jasa.
2. Sanksi Pidana
Pasal 61 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan
bahwa, “Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau
37
pengurusnya.” Ketentuan ini jelas memperlihatkan suatu bentuk
pertanggungjawaban pidana yang tidak saja dapat dikenakan kepada pengurus
tetapi juga perusahaan. Hal ini menurut Nurmadjito merupakan upaya yang
bertujuan menciptakan sistem bagi perlindungan konsumen.28
3. Sanksi Pidana Tambahan
Selanjutnya dalam Pasal 63 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
dijelaskan bahwa,
“Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa: a.
perampasan barang tertentu; b. pengumuman keputusan
hakim; c. pembayaran ganti rugi; d. perintah penghentian
kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen; e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.”
28
Nurmadjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan
Konsumen di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2000), h. 30.
38
BAB III
GAMBARAN UMUM PIHAK TERKAIT (PELAKU USAHA, PENGGUNA
JASA, PEMERINTAH)
A. Profil Perusahaan1
GO-JEK adalah sebuah perusahaan teknologi yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan pekerja di berbagai sektor informal di Indonesia.
Pada tahun 2011, GO-JEK sudah bermitra dengan sekitar 200.000 pengendara
ojek yang berpengalaman dan terpercaya di Indonesia, untuk menyediakan
berbagai macam layanan, termasuk transportasi dan pesan antar makanan.
Hingga saat ini (April 2017), GO-JEK telah resmi beroperasi di 10 kota
besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, Makassar,
Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, dan Balikpapan dengan rencana
pengembangan di kota-kota lainnya pada tahun mendatang.
1. Sejarah PT GO-JEK Indonesia
GO-JEK lahir pada tahun 2010 dan secara formal diluncurkan secara
pada Februari 2011 oleh sang Komisaris, Nadiem Makarim2, yang mengaku
1GO-JEK Indonesia, Apa Itu GO-JEK?, diakses pada 3 Maret 2017 di https://www.go-
jek.com/
39
seorang pengguna ojek. Ojek yang merupakan kendaraan motor roda dua ini
memang transportasi yang sangat efektif untuk mobilitas di kemacetan kota.
Dengan pengalamannya saat naik ojek di jalanan yang macet inilah ia
kemudian menciptakan GO-JEK, sebuah layanan antar jemput dengan ojek
modern berbasis pesanan.
Pada awal kemunculannya, GO-JEK hanya melayani 4 (empat)
layanan saja, yaitu, jasa kurir (GO-SEND), jasa transportasi sepeda motor
(GO-RIDE), jasa delivery makanan (GO-FOOD), dan jasa belanja dengan
nominal di bawah satu juta rupiah (GO-MART).
Namun sekarang sudah bertambah beberapa layanan lain seperti, jasa
transportasi mobil (GO-CAR), jasa pengantaran barang dengan jumlah besar
(GO-BOX), jasa pijat atau refleksi (GO-MASSAGE), jasa bersih-bersih (GO-
CLEAN), jasa salon kecantikan (GO-GLAM), jasa pembelian tiket (GO-TIX),
jasa transportasi dari/ke halte bus Trans Jakarta terdekat (GO-BUSWAY), jasa
belanja dari toko manapun (GO-SHOP), jasa membeli dan menebus obat
(GO-MED), jasa perawatan kendaraan bermotor (GO-AUTO), dan layanan
pembelian pulsa (GO-PULSA).
2. Visi dan Misi PT GO-JEK Indonesia
a. Visi
2New Cities Fondation, Nadiem Makarim, diakses pada 3 Maret 2017 di
http://www.newcitiessummit2015.org/speakers/nadiem-makarim/
40
Membantu memperbaiki struktur transportasi di Indonesia, memberikan
kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari
seperti pengiriman dokumen, belanja harian dengan menggunakan
layanan fasilitas kurir, serta turut mensejahterakan kehidupan tukang ojek
di Indonesia kedepannya.
b. Misi
a) Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola struktur
transportasi yang baik dengan menggunakan kemajuan teknologi.
b) Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada
pelanggan.
c) Membuka lapangan kerja selebar-lebarnya bagi masyarakat
Indonesia.
d) Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan
dan sosial.
e) Menjaga hubungan baik dengan berbagai pihak yang terkait dengan
usaha ojek online.
B. Analisis Data Kuesioner
1. Profil Responden Kuesioner
Dalam penelitian ini, yang menjadi responden adalah 60 orang
masyarakat umum yang menggunakan aplikasi GO-JEK sebagai sarana
41
transportasi dengan jumlah responden wanita sebanyak 32 orang dan
responden pria sebanyak 18 orang.
a) Profil Responden Berdasarkan Domisili
Gambar 3.1 Grafik Karateristik Responden Berdasarkan Domisili
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Jumlah pengguna aplikasi GO-JEK terbanyak berdomisili di DKI
Jakarta, yakni sebanyak 39 dari 60 orang responden.
42
b) Profil Responden Berdasarkan Pekerjaan
Gambar 3.2 Grafik Karateristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Dari 60 orang jumlah responden, 12 orang berprofesi sebagai pelajar, 19 orang
sebagai mahasiswa, 27 orang sebagai karyawan, dan 2 orang sisanya sebagai ibu
rumah tangga.
12
19
27
2
Pelajar Mahasiswa Karyawan Ibu Rumah Tangga
Pelajar Mahasiswa Karyawan Ibu Rumah Tangga
43
2. Respon Responden Kuesioner
Gambar 3.3 Respon Kuesioner Nomor 3
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner, jumlah responden yang
pernah mengalami kerugian akibat adanya tindakan “pencurian” saldo GO-
PAY lebih banyak 10% dibandingkan yang tidak pernah mengalaminya.
Sebanyak 45% responden pernah mengalami kerugian, sementara 55%
lainnya tidak pernah. Hal ini membuktikan bahwa kejadian tersebut masih
kerap terjadi.
Terkait dengan kerugian yang dialami tersebut, ada beberapa tindakan
yang dilakukan oleh responden, sebagai berikut:
Pernah
45% Tidak
Pernah
55%
Apakah Anda pernah menjadi korban tindakan
"pencurian" saldo GO-PAY yang dilakukan oleh
driver GO-JEK? (contoh: saldo GO-PAY Anda sudah
terpotong, namun driver tidak menjemput Anda atau
tidak membelikan pesanan Anda?
44
Gambar 3.4 Respon Kuesioner Nomor 4
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Sebanyak 87% atau 40 orang responden langsung mengambil tindakan
melakukan pengaduan ke customer service GO-JEK untuk menuntut ganti
rugi atas hilangnya saldo GO-PAY akibat tindakan tidak bertanggungjawab
yang dilakukan oleh pengendara GO-JEK. Sementara itu sebanyak 4.3% atau
2 orang responden memilih untuk diam saja.
Selanjutnya 8.7% atau 4 orang responden tidak pernah mengalaminya
dan tidak ada responden atau sebanyak 0% responden yang mengambil
tindakan hukum seperti melaporkannya ke pihak berwajib.
Melakukan
pengaduan ke
customer service
GO-JEK
87%
Mengambil
tindakan hukum
0%
Diam saja
4% Other
9%
Tindakan yang dilakukan oleh konsumen yang
dirugikan
45
Gambar 3.4 Promosi GO-PAY
Sumber: Aplikasi GO-JEK
Di satu sisi, pihak GO-JEK sangat gencar mempromosikan sistem
pembayaran non-tunainya dengan memberikan potongan-potongan biaya
apabila pengguna aplikasi menggunakan sistem pembayaran GO-PAY.
Namun di sisi lain, masih banyak hal yang perlu diperbaiki terkait dengan
GO-PAY dari segi sistemnya itu sendiri senhingga kejadian-kejadian seperti
ini tidak terjadi lagi.
C. Analisis Data Wawancara Pengendara GO-JEK
1. Profil Narasumber
Beberapa narasumber yang diwawancarai diantaranya: pengendara
GO-JEK dengan inisial F.W. (27 tahun), D.R. (22 tahun), dan R.P. (22
tahun). F.W. baru menjadi pengendara GO-JEK sejak awal tahun 2017,
sedangkan D.R., dan R.P. sudah menjadi pengendara GO-JEK sejak tahun
2015.
46
Mereka menyatakan ketertarikannya untuk menjadi pengendara GO-
JEK untuk mendapatkan penghasilan tambahan karena waktu bekerjanya
fleksibel sehingga mereka tetap dapat melakukan pekerjaan pokoknya
sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta (F.W.) dan mahasiswa di
salah satu universitas swasta (D.R. dan R.P.) di Jakarta Selatan.
2. Data Wawancara Pengendara GO-JEK
Agar pengendara GO-JEK dapat memberikan pelayanan jasa kepada
konsumennya dengan baik, PT GO-JEK Indonesia memfasilitasi informasi-
informasi seputar GO-JEK kepada para pengendara GO-JEK yang ingin
atau sudah resmi menjadi pengendara GO-JEK melalui laman
https://driver.go-jek.com/hc/id. Selain itu setelah mereka diterima menjadi
pengendara GO-JEK, terdapat pelatihan mengenai pengoperasian aplikasi
dan bagaimana mengendarai yang aman (safety riding).
“Ada training, jadi pas sudah jadi pengendara diselingi
dengan training. Training-nya mengenai bagaimana
menerima orderan, step-step untuk mengambil orderan”,
ujar D.R.3
Terdapat beberapa informasi yang dapat dilihat dalam laman tersebut
seperti panduan menggunakan aplikasi GO-JEK untuk pengendara, panduan
mengisi dan mengambil deposit, informasi poin dan bonus, informasi
3Wawancara dengan D.R,. 3 Juni 2017.
47
mengenai program swadaya, jenis-jenis pelanggaran GO-JEK, kebijakan
GO-JEK, dan informasi-informasi lainnya.
Dengan adanya informasi pada laman tersebut, pengendara yang sudah
menandatangani Perjanjian Kerjasama Kemitraan dan sudah dinyatakan
diterima untuk menjadi pengendara GO-JEK dengan kelengkapan berkas-
berkas seperti Surat Izin Mengemudi (SIM), Kartu Tanda Penduduk (KTP),
Surat Tanda Naik Kendaraan (SKCK), dan Surat Keterangan Catatan
Kepolosian (SKCK) dapat langsung beroperasi setelah mengambil atribut ke
kantor GO-JEK seperti helm, jaket, masker, dan penutup kepala.
Mengenai sanksi kepada pengendara yang melakukan tindakan
kecurangan, PT GO-JEK Indonesia memberlakukan pemberhentian
(suspend) akun GO-JEK pengendara. Dengan adanya pemberhentian
(suspend) ini, pengendara tidak dapat mengakses aplikasi GO-JEK sehingga
secara otomatis pengendara tidak dapat beroperasi. Lama waktu
pemberhentian (suspend) tersebut disesuaikan dengan tingkat pelanggaran
yang dilakukan oleh pengendara.
“GO-JEK punya peraturan sendiri untuk suspend-suspend-
nya, kalau untuk kategori suspend-nya berbeda-beda, ada
yang suspend sementara dan tetap. Untuk yang sementara
mungkin masih bisa banding di kantor GO-JEK, tapi kalau
untuk yang tetap itu kita sudah sama sekali gak bisa
banding, langsung putus mitra dari GO-JEK”, ujar F.W.4
4Wawancara dengan F.W., 2 Maret 2017.
48
Meskipun dapat dikatakan mustahil bagi PT GO-JEK Indonesia untuk
mengawasi pengendaranya secara langsung di lapangan, PT GO-JEK
Indonesia memiliki sistemnya sendiri untuk mengawasi kinerja para
pengendara, selain itu kinerja pengendara juga dapat dilihat dari laporan
penilaian (feedback) yang diberikan oleh konsumen melalui aplikasi.
D. Analisis Data Wawancara Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen
dan Tertib Niaga
1. Data Wawancara Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga
Narasumber perwakilan dari Ditjen PKTN ialah Pak Jerie Caraen yang
menjabat sebagai Kepala Divisi Konsultan Perlindungan Konsumen. Peneliti
mempertanyakan bagaimana peran serta Direktorat Jenderal Perlindungan
Konsumen dan Tertib Niaga dalam mengawasi pelaku usaha agar tidak
melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, beliau menyatakan
bahwa Ditjen PTKN melakukan beberapa tindakan pencegahan dan
pemulihan.
“Tindakan yang kami lakukan sebagai upaya pencegahan ialah
melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha mengenai
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, khususnya yang menyangkut 6 (enam) parameter
UUPK yaitu Standar, Label, Klausula Baku, Pelayanan Purna
Jual, Cara Menjual, dan Pengiklanan.”5
5Wawancara dengan Jerie Caraen, 24 Januari 2017.
49
Tindakan pencegahan tersebut tidak hanya ditargetkan untuk pelaku
usaha, melainkan juga untuk konsumen di mana Ditjen PKTN memberikan
edukasi kepada konsumen untuk menjadi konsumen yang kritis, cerdas,
mandiri, dan cinta produk dalam negeri, sehingga mampu membentengi
dirinya dan menghindarkannya dari pemahaman/pemanfaatan barang jasa
yang tidak sesuai ketentuan.
Selain itu adanya penguatan perlindungan konsumen seperti Badan
Penyelesaian kelembagaan Sengketa Konsumen (BPSK) dan mengaktifkan
peran serta motivator konsumen, antara lain: Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Organisasi Keagamaan,
Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Kepemudaan, dan Lembaga
Pendidikan sebagai perpanjangan tangan Pemerintah dalam menyebarluaskan
upaya perwujudan perlindungan konsumen.
Selanjutnya Pak Jerie juga menyatakan bahwa, “kami juga
meningkatan pengawasan barang beredar dan jasa serta penegakan hukum
(law enforcement) terhadap pelaku usaha yang terbukti melanggar UUPK.”6
Selain mengenai peran serta Ditjen PKTN itu sendiri, peneliti juga
menanyakan mengenai bagaimana standarisasi bentuk pertanggungjawaban
pelaku usaha atas tindakan wanpestasi yang dilakukannya, Pak Jerie
menyatakan bahwa bentuk pertanggungjawaban tersebut harus sesuai dengan
6Wawancara dengan Jerie Caraen.
50
apa yang tercantum pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
51
BAB IV
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS
TINDAKAN WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PENGENDARA
GO-JEK
Aplikasi GO-JEK sendiri merupakan bisnis jasa berbasis teknologi
aplikasi (tech-based business platforms)1 yang berfungsi untuk mempertemukan
masyarakat yang berupa “Pembeli” dan “Penjual” secara cepat dan praktis.2 Dengan
kata lain, transaksi antara penyedia layanan ojek sebagai penjual dan konsumen GO-
JEK sebagai pembeli dihubungkan melalui aplikasi GO-JEK ini.
PT GO-JEK Indonesia merupakan perusahaan pelaku usaha penghubung, hal
ini dinyatakan dalam situs GO-JEK (Syarat dan Ketentuan Pasal 1.5) dan dalam
artikel Gojek Bukan Perusahaan Transportasi Umum juga dinyatakan bahwa mereka
adalah “Perusahaan Teknologi” yang tidak diwajibkan untuk memiliki izin usaha
1Teknologi Aplikasi (tech-based business platforms) merupakan buah kreativitas para pelaku
usaha yang melihat adanya peluang bisnis dalam wilayah abu-abu di antara “Pembeli” dan “Penjual”
jasa. Wilayah itulah yang dikembangkan para pelaku usaha dengan memanfaatkannya untuk berbisnis
“hubungan”, dengan menciptakan teknologi aplikasi yang digunakan untuk menghubungkan
masyarakat dan pelaku usaha. Akses ke pasar secara mudah dan cepat menjadi nilai jual dari
Teknologi Aplikasi.
2Bimo Prasetio dan Sekar Ayu Primandani, Peran Pemerintah Dalam Mengatur Bisnis Jasa
Berbasis Teknologi Aplikasi, diakses di http://strategihukum.net/peran-pemerintah-dalam-mengatur-
bisnis-jasa-berbasis-teknologi-aplikasi, pada 24 Februari 2017.
52
transportasi yang mereka hubungkan.3 Dalam hal ini PT GO-JEK Indonesia
menghubungkan pengendara dan konsumen GO-JEK untuk dapat melakukan
transaksi.
Dari segi perizinan, PT GO-JEK Indonesia memiliki izin berupa Surat Izin
Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) sesuai dengan
prosedur yang berlaku pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor: 36/M-DAG/PER/92007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan.
Apabila terdapat investor asing yang memiliki saham dalam perusahaan
tersebut, maka akan tunduk pada rezim perizinan di bawah Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) dengan memperhatikan Daftar Negatif Investasi.4
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Gubernur DKI Jakarta ke-17, Basuki
Djahaja Purnama (Ahok) yang menyatakan,
"Ya, gimana ngomong landasan hukum ya, yang penting
perusahaannya saja lah. Dia (GO-JEK) sudah ada perusahaan dan
SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) itu ya sudah kasih (beroperasi)
saja. Soalnya UU tidak mengatur ada ojek, tapi sadar tidak selama ini
kita tertolong dengan adanya ojek."5
3GO-JEK Indonesia, Syarat dan Ketentuan, diakses di https://www.go-jek.com/terms-and-
condition pada 24 Februari 2017.
4Bimo Prasetio dan Sekar Ayu Primandani, Peran Pemerintah Dalam Mengatur Bisnis Jasa
Berbasis Teknologi Aplikasi.
5Lalu Rahadian, Ahok Belum Bisa Jawab Soal Pengaturan Gojek, diakses di
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150727130042-20-68338/ahok-belum-bisa-jawab-soal-
pengaturan-gojek/ pada 24 Februari 2017.
53
A. Pertanggungjawaban PT GO-JEK Indonesia
Sebelum masuk kepada pembahasan mengenai pertanggungjawaban
PT GO-JEK Indonesia, peneliti pertama-tama akan membahas mengenai
hubungan antara PT GO-JEK Indonesia dengan pengendara GO-JEK, yang
mana hubungan antara keduanya merupakan hubungan kemitraan. Hal ini
ditegaskan dalam Syarat dan Ketentuan GO-JEK diselaskan bahwa,
“Penyedia Layanan hanya merupakan mitra kerja kami, bukan pegawai, agen
atau perwakilan kami.”
Dari hubungan kemitraan tersebut terdapat bagi hasil antara
pengendara GO-JEK dan PT GO-JEK Indonesia yakni sebesar 80:20, 80%
untuk pengendara GO-JEK, dan 20% untuk PT GO-JEK Indonesia.
Mengacu kepada regulasi yang berlaku di Indonesia, istilah kemitraan
diatur dalam Pasal 1 Angka 13 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mendefinisikan kemitraan sebagai
berikut,
“Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik
langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling
memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan
yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
dengan Usaha Besar.”
Selanjutnya dalam pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dijelaskan bahwa para pihak
54
yang melaksanakan hubungan kemitraan mempunyai kedudukan hukum yang
setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia.
Dalam hal para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara maka
secara tidak langsung para pihak tersebut (pengendara GO-JEK dan PT GO-
JEK Indonesia) memiliki tanggungjawab yang setara pula atas akibat-akibat
yang timbul dari penggunaaan aplikasi GO-JEK mengingat adanya
keuntungan yang dinikmati bersama berdasarkan presentase bagi hasil yang
sudah diperjanjikan sebelumnya.
Selanjutnya, untuk memahami tanggung jawab hukum perusahaan
penyedia aplikasi transportasi, harus dipahami bahwa “usaha melalui
teknologi aplikasi” bukan merupakan suatu klasifikasi bidang usaha. Hal ini
dikarenakan teknologi aplikasi dalam hal ini berfungsi sebagai penghubung
atau opsi kegiatan usaha dan bukan bidang usaha secara khusus.
Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan seperti GO-JEK
menyatakan diri sebagai perusahaan teknologi, karena kegiatan usaha mereka
adalah menjalankan dan mengembangkan suatu teknologi aplikasi yang
kemudian digunakan untuk menghubungkan penyedia usaha dan pengguna
jasa. Sebagai perusahaan teknologi PT GO-JEK Indonesia tidak perlu
mengurus izin usaha di bidang transportasi karena bukan merupakan
perusahaan transportasi. 6
6Bimo Prasetio dan Sekar Ayu Primandani, Di Balik Gojek, Grabtaxi Dan Uber: Menyibak
Tanggung Jawab Hukum Penyedia Aplikasi Transportasi, diakses di http://strategihukum.net/di-balik-
55
Dari segi pertanggungjawaban hukum, terdapat perbedaan antara
perusahaan penyedia aplikasi transportasi dengan perusahaan penyedia
transportasi umum.7
Dari perbandingan tersebut ditunjukkan bahwa persyaratan dan
tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi oleh perusahaan penyedia
aplikasi transportasi berbeda dengan tanggung jawab perusahaan penyedia
transportasi umum.
Dengan tanggung jawab hukum perusahaan penyedia aplikasi
transportasi yang terbatas seperti yang telah diuraikan di atas, perlu adanya
partisipasi dari pemerintah untuk memastikan bahwa masyarakat pengguna
aplikasi tersebut tidak dirugikan dan tetap mendapatkan perlindungan hukum.
Meskipun penyedia aplikasi transportasi tersebut memiliki tanggung
jawab hukum yang terbatas terhadap jasa transportasi yang dijalankan, untuk
tetap menjaga citra perusahaan dan agar tetap dapat bersaing dengan penyedia
aplikasi transportasi serupa maka upaya bentuk pertanggungjawaban tersebut
harus diupayakan semaksimal mungkin, mengingat jika terjadi suatu hal yang
merugikan konsumen, maka perusahaan penyedia aplikasi transportasi
tersebutlah yang akan mendapatkan reputasi buruk.
gojek-grabtaxi-dan-uber-menyibak-tanggung-jawab-hukum-penyedia-aplikasi-transportasi pada 24
Februari 2017
7Lampiran h. 9.
56
Berikut ini adalah beberapa bentuk pertanggungjawaban yang
dilakukan oleh PT GO-JEK Indonesia jika terjadi tindakan wanprestasi yang
dilakukan oleh pengendara GO-JEK dalam sistem GO-PAY-nya:
a. Pengembalian Saldo GO-PAY
Pengembalian saldo GO-PAY dilakukan oleh PT GO-JEK
Indonesia mengingat PT GO-JEK Indonesia lah yang dapat
mengembalikan salo GO-PAY konsumen ke keaadan semula karena saldo
konsumen yang hilang ialah saldo di dalam sistem pembayaran yang
digunakan dalam aplikasi GO-JEK (GO-PAY).
Berdasarkan penyebaran kuesioner yang ditujukan ke pengguna
aplikasi GO-JEK yang menggunakan sistem pembayaran GO-PAY,
sebanyak 55% konsumen pernah mengalami kerugian atas tindakan
wanprestasi yang dilakukan oleh pengendara. Datanya adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Data Kuesioner Respon Customer Service PT GO-JEK
Indonesia
Dirugikan atas tindakan wanprestasi
yang dilakukan oleh pengendara
Presentase
Pernah 55%
Tidak Pernah 45%
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Sebagai pelaku usaha, PT GO-JEK Indonesia memiliki kewajiban
untuk memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen yang timbul karena
menggunakan jasanya tersebut. Hal ini tercantum pada Pasal 19 Ayat (1)
57
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
menyatakan,
“Pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi
atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan.”
Selanjutnya dalam Ayat (2) dijelaskan bahwa,
“Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa pengembalian uang atau penggantian barang
dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
Ganti rugi yang diperoleh karena adanya wanprestasi
merupakan akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban
tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban
jaminan/garansi dalam perjanjian. Bentuk-bentuk wanprestasi ini dapat
berupa:8
a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;
b. Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi;
c. Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya.
8Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari Pejanjian dan
dari Undang-Undang), (Bandung: Mandar Maju, 1994), h. 11.
58
Dasar hukum mengenai ganti rugi juga terdapat pada Pasal
1243 dan Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai
berikut,
Pasal 12439:
“Penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur,
walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk
memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang
telah ditentukan.
Pasal 124410
:
“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian
dan bunga. Bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak
dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu
dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu
hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan
kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya“.
Atas kerugian yang disebabkan oleh tindakan wanprestasi yang
dilakukan oleh pengendaranya tersebut, PT GO-JEK Indonesia
memberikan ganti rugi berupa pengembalian saldo GO-PAY yang
“tercuri”.
9Subekti dan Tjitrosudibio, ed., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),
(Jakarta: Balai Pustaka, 2009), h. 225.
10
Subekti dan Tjitrosudibio, ed., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),
h. 256.
59
Pengertian kerugian menurut Nieuwenhuis adalah
berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh
perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh
pihak lain.11
Pengembalian saldo GO-PAY sebagai bentuk ganti rugi dapat
dilakukan oleh pihak PT GO-JEK Indonesia dengan adanya pengaduan
dan penyertaan bukti terlebih dahulu yang diajukan kepada customer
service melalui media sosial (Twitter), menghubungi ke nomor
pengaduan atau dapat melalui e-mail.
Namun ternyata, berdasarkan data yang diperoleh dari
penyebaran kuesioner, hanya 47.5% dari 100% yang menerima
pengembalian saldo GO-PAY tersebut.
Tabel 4.2 Data Kuesioner Respon Customer Service PT GO-JEK Indonesia
Respon Presentase
Segera mengembalikan saldo GO-
PAY yang “tercuri”
47.5%
Menanggapi keluhan Anda namun
tidak memberikan ganti rugi
28%
Other 25%
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Sebanyak 28% konsumen yang dirugikan tidak mendapatkan
ganti rugi meskipun keluhannya ditanggapi dan 25% sisanya harus
menunggu dalam kurun waktu yang cukup lama dan aktif
11
Nieuwenhuis, Pokok-pokok Hukum Perikatan, terjemahan Djasadin Saragih, (Surabaya:
Universitas Airlangga, 1985), h. 57.
60
menyampaikan keluhan baru kemudian konsumen tersebut
mendapatkan haknya, yakni pengembalian saldo GO-PAY.
Hal tersebut bertentangan dengan tanggung jawab pelaku usaha
sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen12
yang mewajibkan adanya ganti rugi kepada
konsumen yang dirugikan.
Padahal Undang-Undang Perlindungan Konsumen sangat
menjamin hak-hak konsumen seperti yang tercantum pada Pasal 4
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yakni pada Huruf G yang menyebutkan bahwa konsumen memiliki hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
Selanjutnya pada Huruf H disebutkan juga bahwa konsumen
memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Sebagai upaya untuk dapat menjamin hak-hak konsumen tersebut
kemudian pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
12
Pasal 19: (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang
berlaku.
61
Perlindungan Konsumen ditegaskan lagi mengenai perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha, salah satunya pada poin b13
dijelaskan bahwa
pelaku usaha dilarang untuk tidak menepati janji atas suatu pelayanan
dan/atau prestasi.
Islam juga sangat menjunjung tinggi pemberian ganti rugi kepada
seseorang yang dirugikan karena kerugian yang benar-benar dialami
secara riil oleh para pihak dalam transaksi wajib diganti oleh pihak yang
menimbulkan kerugian tersebut.
Dalam Islam, ganti rugi dikenal dengan kata Ta‟widh.
Hadis mengenai ganti rugi, yakni:
عن أنس قال : أهدت بعض أزواج النبي صلى اهلل عليه وسلم
إلى النبي صلى اهلل عليه وسلم طعاما في قصعة ، فضربث عائشة
فقال النبي صلى اهلل عليه وسلم : طعام القصعة بيدها ، فألقث ما فيها ،
بطعام ، وإناء بإناء
Artinya:
Dari Anas Radhiyallahu anhu ia berkata, “Salah seorang
istri Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam menghadiahkan
kepada beliau makanan yang diletakkan di suatu wadah.
Kemudian Aisyah memukul wadah itu dengan tangannya
dan menumpahkan isinya. Maka Nabi Shallallahu „alaihi
13
Pasal 16: Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang
untuk: a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan; b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
62
wa sallam bersabda, “Makanan diganti dengan makanan,
wadah diganti dengan wadah.“
Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa dalam menentukan
besarnya ganti rugi yang harus dibayar, pada dasarnya harus
berpegang teguh pada asas bahwa ganti rugi tersebut sedapat mungkin
membuat pihak yang dirugikan kembali pada kedudukan semula
seandainya tidak terjadi kerugian.
Dengan demikian, ganti rugi harus diberikan sesuai dengan
kerugian yang sesungguhnya tanpa memerhatikan unsur-unsur yang
tidak terkait langsung dengan kerugian itu, seperti kemampuan atau
kekayaan pihak yang bersangkutan.14
b. Sanksi Perusahaan terhadap Pengendara
Pada dasarnya PT GO-JEK Indonesia juga menerapkan
komunikasi secara digital kepada pengendaranya dengan membuat
laman khusus untuk pengendara GO-JEK yang memuat informasi-
informasi penting terkait cara kerja GO-JEK, termasuk sanksi-sanksi
bagi pengendara.15
Selain adanya laman tersebut, PT GO-JEK Indonesia juga
memberikan pelatihan pengoperasian aplikasi dan berkendara yang
14
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 138.
15
Informasi-informasi tersebut dapat diakses melalui laman https://driver.go-jek.com/hc/id
63
aman (safety riding). Adanya laman dan pelatihan tersebut ialah
sebagai upaya tindakan preventif (pencegahan) yang dilakukan oleh
PT GO-JEK Indonesia untuk mencegah adanya kerugian-kerugian
yang dapat diderita oleh konsumen maupun pengendara itu sendiri.
Meskipun tindakan preventif (pencegahan) sudah dilakukan,
tidak dapat dipungkiri bahwa masih dapat terjadi adanya tindakan
tidak bertanggungjawab yang dilakukan oleh pengendara.
Oleh karena itu, sebagai bentuk pertanggungjawaban PT GO-
JEK Indonesia, selain memberikan ganti rugi kepada konsumen yang
dirugikan, PT GO-JEK Indonesia juga memberikan sanksi kepada
oknum pengendara. Terdapat 2 (dua) macam kategori sanksi:16
a) Auto Suspend: Rekan pengendara akan mendapatkan sanksi dari
pelanggaran yang dilakukan berdasarkan deteksi kecurangan dari
sistem GO-JEK.17
b) Manual Suspend: Rekan pengendara akan mendapatkan sanksi dari
pelanggaran yang dilakukan berdasarkan laporan dari pelanggan
ataupun pihak lain terhadap layanan yang diberikan.18
16
GO-JEK Indonesia, Jenis-jenis Pelanggaran GO-JEK, di akses di https://driver.go-
jek.com/hc/id/articles/115000020907-Jenis-jenis-Pelanggaran-GO-JEK pada 4 Februari 2017.
17
Rincian mengenai jenis pelanggaran yang termasuk ke dalam kategori auto suspend
terlampir dalam Lampiran halaman 12.
18
Rincian mengenai jenis pelanggaran yang termasuk ke dalam kategori manual suspend
terlampir dalam Lampiran halaman 13.
64
Bagi pengendara yang melakukan pelanggaran yang sama berkali-
kali, maka sanksi yang diberikan akan berlaku kelipatan. Sebagai
contoh:
Apabila pengendara terlambat menjemput pelanggan sekali,
maka sanksi yang didapat adalah peringatan verbal. Kemudian jika
pengendara kembali mengulangi perbuatannya (melakukan
pelanggaran yang sama) maka sanksi yang diberikan akan menjadi
peringatan verbal dan peringatan 1, begitu seterusnya.
PT GO-JEK Indonesia juga dapat melakukan atau
memfasilitasi proses atas pelanggaran tersebut (baik dengan atau tanpa
laporan pelanggan) apabila diperlukan dengan instansi yang terkait
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (termasuk tapi tidak
terbatas berdasarkan ketentuan hukum perdata dan/atau hukum
pidana).
Pengendara dapat melakukan proses banding apabila merasa
tidak melakukan sanksi terkait. Banding dapat dilakukan paling lambat
2 (dua) bulan setelah terkena suspend. Akun akan diaktifkan kembali
apabila pengendara terbukti tidak bersalah. Namun apabila terbukti
bersalah, dikenakan putus mitra dan saldo dianggap hangus.
Tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh pengendara dalam
penelitian ini termasuk kedalam kategori “menyelesaikan order
dengan waktu atau kecepatan yang tidak wajar” sehingga sanksi yang
65
dapat dikenakan kepada pengendara tersebut ialah suspend (menon-
aktifkan) akun pengendara dan apabila terbukti diasosiasikan dengan
order fiktif, maka sanksinya berupa putus mitra dan saldo dianggap
hangus.
Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa
menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian, atau meminta
ganti kerugian pada debitur atau pelaku usaha. Kerugian yang dapat
dimintakan penggantian tidak hanya yang berupa biaya-biaya yang
sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang
sungguh-sungguh menimpa harta benda si berpiutang (schaden), tetapi
juga yang berupa kehilangan keuntungan19
(interessen).20
Pihak yang dirugikan di sini ialah pelanggan yang saldo GO-
PAYnya terpotong tanpa menerima pelaksanaan kewajiban yang
seharusnya dilakukan oleh pengendara, sehingga saldo GO-PAY
tersebut dapat dikatakan terpotong sia-sia. Tindakan wanprestasi
tersebut masuk ke dalam kategori “menyelesaikan order dengan waktu
atau kecepatan yang tidak wajar” dalam jenis pelanggaran yang
ditetapkan PT GO-JEK Indonesia.
19
Keuntungan yang dimaksud di sini ialah keuntungan yang akan didapat seandainya si
berhutang (dalam hal ini pengendara GO-JEK) tidak lalai.
20
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, Cet. 31, 2003), h. 148
66
Hal tersebut terjadi karena ketika pengendara menerima
pesanan atau order, pesanan atau order tersebut langsung diselesaikan
saat itu juga sehingga pengendara GO-JEK tersebut dapat langsung
menerima pembayaran yang berupa saldo GO-PAY dari pelanggan
tanpa harus menyelesaikan kewajibannya untuk melakukan
penjemputan atau pembelian barang tertentu sesuai dengan pesanan
atau order.
Pada praktiknya, pesanan atau order tidak mungkin dapat
diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat karena membutuhkan
waktu beberapa menit untuk dapat berpindah dari satu tempat ke
tempat lain dan menyelesaikan pesanan atau order. Kecuali dalam hal
lain apabila pelanggan sendirilah yang meminta untuk menyelesaikan
pesanan atau order tersebut karena sudah terlanjur memesan dan ingin
membatalkannya.
Dengan diberlakukannya sanksi tersebut, diharapkan para
oknum pengendara yang berbuat curang akan merasa jera sehingga
kedepannya tidak akan ada kerugian-kerugian yang dialami oleh
konsumen karena tindakan yang tidak bertanggungjawab yang
dilakukan oleh pengendara.
B. Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan Konsumen
67
Pada dasarnya jika konsumen mengalami kerugian, maka dapat
dilakukan penyelesaian ganti rugi secara damai antara pelaku usaha dan
konsumen. Akan tetapi, jika upaya perdamaian tersebut gagal, maka
konsumen juga berhak untuk melakukan upaya hukum untuk menyelesaikan
sengketanya tersebut. Hal ini tercantum pada Pasal 45 Ayat (1) Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
“Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku
usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang
berada di lingkungan peradilan umum.”
Selanjutnya dalam Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen No. 8 Tahun 1999 dijelaskan bahwa, “Penyelesaian sengketa
konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”.
a. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Merujuk pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengekata, alternatif
penyelesaian sengketa (APS) terdiri dari penyelesaian di luar pengadilan
dengan menggunakan metode konsultasi, negosiasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli.
Jenis-jenis APS sebagaimana diatur dalam pasal di atas tersebut
dapat dipilih baik oleh para pelaku bisnis maupun masyarakat pada
68
umumnya untuk menyelesaikan persengketaan perdata yang mereka
alami.21
a) Alternatif Penyelesaian Sengketa
1. Mediasi
Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
para pihak dengan dibantu oleh mediator. (Pasal 1 Angka 6
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun
2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan)
2. Negosiasi
Negosiasi adalah suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak
tanpa melakukan proses pengadilan dengan tujuan mencapai
kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang lebih harmonis
dan kreatif.22
3. Konsiliasi
Suatu metode penyelesaian sengketa dengan menyerahkan kepada
konsiliator unuk menjelaskan dan menguraikan berbagai fakta
serta membuat suatu usulan keputusan penyelesaian, namun
keputusan tersebut sifatnya tidak mengikat.23
21
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa – Arbitrase Nasional dan
Internasional, (Jakarta: Sinar Grafiika, 2013), h. 15. 22
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi,
Konsiliasi, dan Arbitrase), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 44. 23
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Bandung: Radja Grafindo Persada, 2005),
h. 204.
69
b) Arbitrase
Arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Poin 1 UU No.
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengekata adalah “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”
Kebolehan mengikatkan diri dalam perjanjian arbitrase harus
didasarkan atas kesepakatan bersama.24
Apabila para pihak telah
terikat dalam perjanjian arbitrase, maka pengadilan negeri tidak
berwenang untuk mengadili sengketa para pihak. Di Indonesia,
terdapat beberapa lembaga penyelesaian sengketa arbitrase yang
dibedakan sesuai dengan jenis sengketa yang terjadi diantaranya:
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Badan Arbitrase Syariah
Indonesia (BASYARNAS), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia
(BAPMI), dan Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan
Intelektual.
Selain lembaga-lembaga arbitrase yang dapat dijadikan pilihan
penyelesaian sengketa oleh konsumen yang dirugikan, terdapat lembaga
24
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa – Arbitrase Nasional dan
Internasional, h. 37.
70
khusus penyelesaian sengketa kosnumen, yakni Badan Penyelesaian
Sengekta Konsumen (BPSK).
BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan
sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. BPSK dibentuk oleh
pemerintah di daerah tingkat II (kabupaten/kota) untuk penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan. Sebagai badan penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan, maka putusan BPSK bersifat final
dan mengikat, tanpa upaya banding dan kasasi.25
BPSK dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekretariat yang
terdiri atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat BPSK yang
ditetapkan oleh menteri.
Selanjutnya dalam Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa, “Penyelesaian
sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.”
Hal ini dapat dilakukan jika memang upaya damai sudah tidak dapat
ditempuh.
Nantinya putusan majelis arbitrase bersifat final dan mengikat. Hal
ini diatur dalam Pasal 54 Ayat (1) sampai (3) Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
25
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), h. 142.
71
Selain itu, Pasal 55 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen juga sudah mengatur jangka waktu pengeluaran
putusan oleh majelis yakni paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja
setelah gugatan diterima.
Hal ini bertujuan untuk menghindari proses penyelesaian sengketa
yang berlarut-larut dan tidak kunjung selesai di lingkungan BPSK. Hal ini
penting dalam rangka perlindungan konsumen, mengingat masyarakat
sebagai konsumen yang dari sudut ekonomi berada dalam pihak yang
lemah.
Dalam hal pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya untuk
memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami konsumen karena jasa
yang diperdagangkannya maka majelis BPSK berhak menjatuhkan sanksi
administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) kepada pelaku usaha sesuai dengan
ketentuan Pasal 60 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Selain BPSK sebagai lembaga di luar pengadilan yang khusus
menyelesaikan sengketa konsumen, sengketa konsumen juga dapat
diselesaikan melalui dinas yang membidangi pedagangan di provinsi
tempat kedudukan konsumen, atau melalui Direktorat Pemberdayaan
Konsumen Kementerian Perdagangan.
72
b. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan hanya
dimungkinkan apabila:
a) Para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan.
b) Upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang
bersengketa.
Namun ternyata secara umum dapat dikemukakan berbagai
kritikan terhadap penyelesaian sengketa melalui pengadilan, yaitu karena:
a) Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat lambat
b) Biaya perkara yang mahal
c) Pengadilan pada umumnya tidak responsif
d) Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah
e) Kemampuan para hakim yang bersifat generalis
Meskipun ada ketersedian pilihan hukum yang dapat dipilih oleh
pihak yang bersengketa, namun bukan semata-mata pemerintah tidak
berupaya untuk mencegah terjadinya kerugian yang diderita konsumen.
Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah, terdapat badan
pemerintahan yang berperan untuk mencegah terjadinya tindakan pelaku
usaha yang merugikan hak-hak konsumen. Lembaga pemerintahan
tersebut ialah Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib
73
Niaga. Upaya-upaya pencegahan yang dilakukan Direktorat Jenderal
Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, diantaranya26
:
a) Melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha mengenai Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
khususnya yang menyangkut 6 (enam) parameter UUPK yaitu
Standar, Label, Klausula Baku, Pelayanan Purna Jual, Cara Menjual,
dan Pengiklanan.
b) Melakukan edukasi kepada konsumen untuk menjadi konsumen yang
kritis, cerdas, mandiri, dan cinta produk dalam negeri, sehingga
mampu membentengi dirinya dan menghindarkannya dari
pemahaman/pemanfaatan barang jasa yang tidak sesuai ketentuan.
c) Penguatan lembaga perlindungan konsumen, antara lain Badan
Penyelesaian kelembagaan Sengketa Konsumen (BPSK) dan
mengaktifkan peran serta para motivator konsumen, antara lain:
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM),
Organisasi Keagamaan, Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi
Kepemudaan, dan Lembaga Pendidikan sebagai perpanjangan tangan
Pemerintah dalam menyebarluaskan upaya perwujudan perlindungan
konsumen.
26
Hasil wawancara dengan perwakilan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga, 24 Januari 2017.
74
d) Peningkatan pengawasan barang beredar dan jasa serta penegakan
hukum (law enforcement) terhadap pelaku usaha wang terbukti
melanggar UUPK.
75
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa bentuk pertanggungjawaban hukum yang PT GO-JEK Indonesia
berikan kepada konsumen yang dirugikan ialah memberikan ganti rugi
berupa pengembalian saldo GO-PAY yang “tercuri”, dengan catatan
konsumen yang dirugikan tersebut melaporkan pengaduan terlebih dahulu
kepada customer service GO-JEK agar keluhannya dapat segera
ditindaklanjuti dan selanjutnya PT GO-JEK Indonesia memberikan sanksi
kepada oknum pengendara sesuai dengan kode etik yang berlaku.
2. Jika pelaku usaha, dalam hal ini PT GO-JEK Indonesia, tidak memberikan
ganti rugi, maka pengguna aplikasi atau konsumen yang dirugikan dapat
dapat menggugat pelaku usaha melalui jalur litigasi maupun non-litigasi.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, peneliti memberikan
beberapa saran yang diharapkan dapat berguna bagi upaya perlindungan
konsumen, khususnya dalam hal perlindungan hukum terhadap konsumen
76
dalam transaksi non-tunai (GO-PAY). Adapun saran tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Bahwa PT GO-JEK Indonesia selaku pelaku usaha penghubung
diharapkan dapat meningkatkan kualitas sistem pembayaran non-tunainya,
dimana saldo pengguna aplikasi dapat terpotong ketika pengendara benar-
benar terbukti telah melaksanakan prestasinya.
2. Bahwa diperlukan adanya sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat luas
mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen dalam melakukan
transaksi non-tunai, sehingga konsumen itu sendiri dapat mempertahankan
haknya ketika haknya tersebut dilanggar.
3. Bahwa Pemerintah Indonesia perlu menentukan regulasi dalam bidang
teknologi aplikasi secara tepat sasaran, khususnya teknologi aplikasi yang
digunakan untuk memfasilitasi transaksi jual beli berbasis teknologi
aplikasi atau elektronik.
76
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adolf, Huala. Hukum Perdagangan Internasional. Bandung: Radja Grafindo Persada,
2005.
Darma, Jarot S., dan Sheina A. Buku Pintar Menguasai Internet. Jakarta: Media Kita.
2008.
Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi,
Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2000.
Harahap,Yahya. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian
Sengketa. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.
Hendra Winarta, Frans. Hukum Penyelesaian Sengketa – Arbitrase Nasional dan
Internasional. Jakarta: Sinar Grafiika, 2013.
Makarim, Edmon. Pengantar Hukum Telematika. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2005.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, cet. III, 2007.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004.
Nasution, Az. Iklan dan Konsumen - Tinjauan dari Sudut Hukum dan Perlindungan
Konsumen. Jakarta: LPM FE-UI, 1994.
Natasya Sirait, Ningrum. Asosiasi Persaingan Usaha Tidak Sehat. Medan: Pustaka
Bangsa Pers, 2003.
Nieuwenhuis. Pokok-pokok Hukum Perikatan, terjemahan Djasadin Saragih.
Surabaya: Universitas Airlangga, 1985.
Nugroho, Susanti Adi. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari
Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta: Kencana, 2008.
Nurmadjito. Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang
Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 2000.
Patrik, Purwahid. Dasar-dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari
Pejanjian dan dari Undang-Undang). Bandung: Mandar Maju, 1994.
77
Purbo, Onno W dan Aang Arif Wahyudi. Mengenal E-Commerce. Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2001.
Saija, Ronald dan Roger F. X. V. Letsoin. Buku Ajar Hukum Perdata. Yogyakarta:
Deepublish, 2016.
Samsul, Inosentius. Perlindungan Konsumen - Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak. Jakarta: Universitas Indonesia, 2004.
Sjahputra, Iman. Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik. Bandung: PT
Alumni, 2010.
Setyosari, Punaji. Metode Penelitian Pendikan & Pengembangan. Jakarta: Prenada
Media Group, 2013.
Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2014.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1986.
Subekti, R. Hukum Perjanjian. Jakarta: Pembimbing Masa, Cet. 2, 1970.
--------------. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, Cet. 31, 2003.
Subekti dan Tjitrosudibio, ed. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek). Jakarta: Balai Pustaka, 2009.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta, Cet. XIX, 2013.
Supranto, J. Statistik – Teori dan AplikasiI. Jakarta: Erlangga, Ed.6, Cet. 1, 2000.
Susanto, Happy. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Transmedia Pustaka,
2008.
Syawali, Husni dan Neni Sri Imaniyati. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung:
Mandar Maju, 2000.
Turban, Efraim & David King, dkk. Electronic Commerce – A Managerial and
Social Networks Prespective. New York: Springer, 2002.
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika, Ed. 1,
Cet. 4, 2008.
Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Prenadamedia Group, 2013.
78
Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Peraturan lainnya
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 36/M-DAG/PER/92007
tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik
Jurnal
Andi Fitriono, Riska, Budi Setyanto, dan Rehnalemken Ginting. Penegakan Hukum
Malpraktik Melalui Pendekatan Mediasi Penal. Surakarta: Yustisia, 2016.
Gunawan, Johannes. “Product Liabillity” dalam Hukum Bisnis Indonesia. Pro
Justitia. Tahun XII. Nomor 2. (April 1994).
Internet
DITJEN PTKN. “Profil Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen Dan Tertib
Niaga”. Diakses di http://ditjenpktn.kemendag.go.id/id/about-us pada 27
Januari 2017.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, FATWA DEWAN SYARI’AH
NASIONAL NOMOR 43/DSN-MUI/VIII/2004 TENTANG GANTI RUGI
(TA’WIDH). Diakses di
http://www.dsnmui.or.id/index.php?mact=News,cntnt01,detail,0&cntnt01a
rticleid=44&cntnt01origid=59&cntnt01detailtemplate=Fatwa&cntnt01retur
nid=61 pada 7 Februari 2017.
GO-JEK Indonesia. Syarat dan Ketentuan. Diakses di https://www.go-jek.com/terms
pada 24 Februari 2017.
--------------------------. “Frequently Asked Questions – Apa itu GO-PAY?”. Diakses di
http://www.go-pay.co.id/faq/id pada 26 September 2016.
79
Jet, Iskandar. Menebak Masa Depan Gojek (Level II – Inovasi Hijau). Diakses di
http://www.kompasiana.com/iskandarjet/menebak-masa-depan-gojek-level-
ii-inovasi-hijau_558b55bcb29273750bc2e986 pada 24 Februari 2017.
Prasetio, Bimo dan Sekar Ayu Primandani. Di Balik Gojek, Grabtaxi Dan Uber: Menyibak
Tanggung Jawab Hukum Penyedia Aplikasi Transportasi. Diakses di
http://strategihukum.net/di-balik-gojek-grabtaxi-dan-uber-menyibak-tanggung-
jawab-hukum-penyedia-aplikasi-transportasi pada 24 Februari 2017.
--------------------------------------------------. Peran Pemerintah Dalam Mengatur Bisnis
Jasa Berbasis Teknologi Aplikasi. Diakses di
http://strategihukum.net/peran-pemerintah-dalam-mengatur-bisnis-jasa-
berbasis-teknologi-aplikasi pada 24 Februari 2017.
Rahadian, Lalu. Ahok Belum Bisa Jawab Soal Pengaturan Gojek. Diakses di
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150727130042-20-68338/ahok-belum-
bisa-jawab-soal-pengaturan-gojek/ pada 24 Februari 2017.
Surat Kabar
Syamsuddin, Didi Irawadi. Konsumen, E-Commerce, dan Perlindungan Hukum.
Suara Pembaruan, 10 Juli 2000.
1
LAMPIRAN
A. Asas dan Tujuan Perlidungan Konsumen
1. Asas Perlindungan Konsumen
a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil ataupun spiritual.
d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.
2
2. Tujuan Perlindungan Konsumen
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
B. Hak Konsumen
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terdapat 7 macam hak-hak yang dimiliki oleh
konsumen, diantaranya:
3
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang dipergunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
C. Kewajiban Konsumen
Kewajiban-kewajiban bagi konsumen terdapat pada Pasal 5 Undang-
Undang No. 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen, sebagai
berikut:
4
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut
D. Hak Pelaku Usaha
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
5
E. Kewajiban Pelaku Usaha
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
a. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan.
b. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
6
F. Klasifikasi Perdagangan Elektronik (E-Commerece)
E-commerce dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek.
Berikut ini klasifikasi e-commerce berdasarkan pada sifat transaksinya,
yaitu:1
1. Business-to-Business (B2B)
Proses transaksi e-commerce bertipe B2B ini melibatkan perusahaan
atau organisasi yang dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual.
Dalam jenis transaksi biasanya pembeli akan membeli dalam jumlah
besar karena akan dijual kembali.
2. Business-to-Consumer (B2C)
Pada e-commerce bertipe B2C, transaksi terjadi dalam skala kecil
sehingga tidak hanya organisasi tetapi juga individu dapat terlibat pada
pelaksanaan transaksi tersebut. Tipe e-commerce ini biasa di sebut
dengan e-tailing2. Biasanya dalam jenis transaksi pembelinya ialah
perorangan dan tidak punya tujuan untuk menjualnya kembali.
3. Business-to-Business-to-Consumer (B2B2C)
1Efraim Turban, David King, dkk., Electronic Commerce – A Managerial and Social
Networks Prespective, (New York: Springer, 2002), h. 10-11.
2E-tailing merupakan kependekan dari electronic retailing, yaitu pemanfaatan e-commerce
untuk keperluan membuat toko eceran.
7
Pada e-commerce tipe ini, sebuah perusahaan menyediakan produk atau
jasa kepada sebuah perusahaan lainnya. Perusahaan lain tersebut
kemudian menyediakan produk atau jasa kepada individu yang
bertindak sebagai konsumen.
4. Consumer-to-Business (C2B)
Pada e-commerce tipe ini, pihak individu menjual barang atau jasanya
melalui internet atau media elektronik lainnya kepada organisasi atau
perusahaan yang berperan sebagai konsumen.
5. Consumer-to-Consumer (C2C)
Pada e-commerce tipe ini, konsumen menjual produk atau jasa yang
dimilikinya secara langsung kepada konsumen lainnya.
G. Profil dan Visi Misi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga
1. Profil Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib
Niaga
Menjawab tantangan globalisasi sekaligus mewujudkan
pencapaian perlindungan konsumen dan pengamanan pasar dalam
negeri, pada tahun 2010, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
membentuk Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan
Konsumen (Ditjen SPK).
8
Kemudian pada tahun 2015 Ditjen SPK resmi berganti nama
menjadi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
(Ditjen PKTN) berdasarkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 48
Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan, diperinci melalui
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 08/M-
DAG/PER/2/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perdagangan.
2. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga
Ditjen PKTN muncul dengan visi yang selaras dengan visi
Presiden Rebulik Indonesia, yakni:
“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”
Ditjen PKTN jg memiliki misi-misi, diantaranya:
a. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia
sebagai negara kepulauan;
b. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis
berlandaskan Negara hukum;
c. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati
diri sebagai negara maritim;
9
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju,
dan sejahtera;
e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri,
maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional;
g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
H. Perbedaan Pertanggungjawaban Perusahaan Penyedia Aplikasi
Transportasi dengan Perusahaan Penyedia Transportasi Umum
Dari segi pertanggungjawaban hukum, terdapat perbedaan antara
perusahaan penyedia aplikasi transportasi dengan perusahaan penyedia
transportasi umum, diantaranya:3
Tabel 4.1 Perbedaan Pertanggungjawaban Perusahaan Penyedia Aplikasi
Transportasi dengan Perusahaan Penyedia Transportasi Umum
No. Ruang
Lingkup
Penyedia Aplikasi
Transportasi (GO-JEK,
GRAB, UBER)
Penyedia Transportasi
Umum (Taksi, Rental
Mobil
1. Bentuk
Badan
Hukum
Perseroan Terbatas (PT) Perseroan Terbatas (PT)
2. Perizinan 1. Tanda Daftar
Perusahaan (TDP)
2. Surat Keterangan
Domisili Perusahaan
(SKDP)
1. Tanda Daftar
Perusahaan (TDP)
2. Surat Keterangan
Domisili Perusahaan
(SKDP)
3Bimo Prasetio dan Sekar Ayu Primandani, Di Balik Gojek, Grabtaxi Dan Uber:
Menyibak Tanggung Jawab Hukum Penyedia Aplikasi Transportasi.
10
3. Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP)
4. Izin Prinsip/ Izin Usaha
dari BKPM (untuk
PMA/perusahaan
modal asing)
5. Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP)
3. Surat Izin Usaha Jasa
Transportasi (SIUJT)
4. Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP)
5. Izin Penyelenggaraan
Angkutan Orang
dalam Trayek
6. Izin Penyelenggaraan
Angkutan Orang Tidak
dalam Trayek
7. Izin Penyelenggaraan
Angkutan Barang
Khusus dan/atau Alat
Berat
8. Sertifikasi Uji Tipe
Kendaraan Bermotor
9. Pengesahan Rancang
Bangun dan Rekayasa
Kendaraan bermotor
(Undang-Undang No. 22
Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan
Jalan)
2. Tanggung
Jawab
kepada
Konsumen
Terhadap penggunaan
aplikasi yang digunakan
untuk memesan jasa
transportasi
Terhadap pelaksanaan
jasa transportasi umum
yang diberikan kepada
konsumen
3. Pelaku
Usaha
Pesaing
Perusahaan atau Badan
Usaha yang menjalankan
dan mengembangkan
teknologi aplikasi sejenis
Perusahaan, Badan
Usaha atau Pengusaha
yang menyediakan jasa
transportasi umum
4. Pajak
Penghasilan
Atas penghasilan dari
yang diterima Perusahaan
Penyedia Aplikasi
Transportasi setelah
dibagi sesuai dengan
perjanjian dengan
Atas penghasilan yang
diterima perusahaan dari
kegiatan usaha
transportasi umum
11
mitranya yang
menjalankan usaha
transportasi umum
6. Hubungan
dengan
Pelaksana
Usaha
(Pengendara)
Hubungan kemitraan,
Perusahaan
menghubungkan
konsumen dengan
pengemudi kemudian
antara keduanya terjadi
transaksi dan Perusahaan
mendapatkan fee sebagai
mitra penghubung sesuai
kesepakatan
(Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata)
Dalam beberapa
perusahaan taksi atau
rental, hubungan sebagai
perusahaan dengan
pengemudi sebagai mitra
kerja berdasarkan
perjanjian. Namun ada
juga yang berupa
hubungan kerja
pengusaha dengan
karyawan berdasarkan
Undang-Undang No. 13
Tahun 2013 tentang
Ketenagakerjaan
7. Komposisi
Permodalan
Tidak ada batasan
mengenai Sumber Modal
dan Komposisi Modal
Harus terdiri dari 100%
Modal Dalam Negeri
(Daftar Negatif Investasi
2014)
Sumber: http://strategihukum.net/di-balik-gojek-grabtaxi-dan-uber-menyibak-tanggung-
jawab-hukum-penyedia-aplikasi-transportasi
12
I. Jenis Pelanggaran dan Sanksi bagi Pengendara GO-JEK
Jenis-jenis pelanggaran yang dapat menyebabkan auto suspend
ialah sebagai berikut:
Tabel 2 Jenis Pelanggaran dan Sanksi Auto Suspend
No. Pelanggaran Sanksi
1. Melakukan order
fiktif
Putus mitra dan saldo dianggap hangus
2. Menyelesaikan order
dengan waktu yang
tidak wajar
Suspend (dapat melakukan banding di
kantor operasional)
Apabila diasosiasikan dengan order
fiktif, sanksi sama dengan order fiktif
3. Menyelesaikan order
dengan jarak yang
tidak wajar
Suspend (dapat melakukan banding di
kantor operasional)
Apabila diasosiasikan dengan order
fiktif, sanksi sama dengan order fiktif
4. Menyelesaikan order
dengan kecepatan
yang tidak wajar
Suspend (dapat melakukan banding di
kantor operasional)
Apabila diasosiasikan dengan order
fiktif, sanksi sama dengan order fiktif
5. Menyelesaikan
jumlah order yang
tidak wajar
Suspend (dapat melakukan banding di
kantor operasional)
Apabila diasosiasikan dengan order
fiktif, sanksi sama dengan order fiktif
13
6. Terlalu sering
menyelesaikan order
dari pelanggan yang
sama
Putus mitra dan saldo dianggap hangus
(dapat melakukan banding di kantor
operasional)
7. Memiliki rating rata-
rata yang rendah
Suspend (dapat melakukan banding di
kantor operasional)
8. Melakukan top-up
GO-PAY kepada
beberapa pelanggan
yang baru mendaftar
sebagai pelanggan
GO-JEK dalam satu
hari secara tidak
wajar
Suspend (dapat melakukan banding di
kantor operasional)
Apabila diasosiasikan dengan order
fiktif, sanksi sama dengan order fiktif
Sumber: https://driver.go-jek.com/hc/id/articles/115000020907-Jenis-
jenis-Pelanggaran-GO-JEK
Jenis-jenis pelanggaran yang dapat menyebabkan manual suspend ialah
sebagai berikut:
Tabel 3 Jenis Pelanggaran dan Sanksi Manual Suspend
No. Pelanggaran Sanksi
1. Pelecehan seksual Putus mitra dan saldo dianggap hangus
2. Melakukan tindakan
kriminal
Putus mitra dan saldo dianggap hangus
3. Terlambat
menjemput
pelanggan
Peringatan verbal
4. Mengendarai
kendaraan terlalu
cepat, tidak menaati
aturan lalu lintas,
mengantuk (unsafety
riding)
Suspend + Peringatan 1 (pengendara
harus datang ke kantor operasional)
14
5. Merokok saat
berkendara,
kendaraan berbau
tidak sedap, helm
kotor, dan lain-lain
(inconvenience)
Peringatan verbal
6. Menghubungi
pelanggan di luar
kebutuhan orderi
Suspend + Peringatan 1 (pengendara
harus datang ke kantor operasional)
7. Memberikan
kembalian yang
kurang atau bahkan
tidak memberikan
kembalian kepada
pelanggan
Peringatan verbal
8. Memberikan alasan
kepada pelanggan
untuk tidak
menjalankan order
atau minta kepada
pelanggan untuk
cancel booking
Peringatan verbal + Peringatan 1
9. Menyebarkan atau
membujuk orang
lain untuk
menyebarkan berita
bohong atau palsu
dan/atau merusak
nama baik
perusahaan, baik
secara langsung atau
melalui media
Putus mitra dan saldo dianggap hangus
10. Membawa anak/istri
atau orang lain pada
saat menjalankan
order
Peringatan verbal + Peringatan 1
15
11. Minta pembayaran
lebih dari yang
seharusnya untuk
tip, uang parkir,
uang bensin, dan
lain-lain
Peringatan verbal + Peringatan 1
12. Tidak menjalankan
order tanpa kabar
Peringatan verbal + Peringatan 1
13. Menghilangkan
barang pelanggan
Suspend + Peringatan 2 (pengendara
harus datang ke kantor operasional)
14. Merusak barang
pelanggan
Suspend + Peringatan 1 (pengendara
harus datang ke kantor operasional)
15. Melakukan atau
berbicara kepada
pelanggan dengan
tidak sopan
(impolite)
Suspend + Peringatan 2 (pengendara
harus datang ke kantor operasional)
16. Menurunkan
pelanggan sebelum
tempat tujuan atau
meminta pengendara
lain untuk
menjalankan order
Suspend + Peringatan 1 (pengendara
harus datang ke kantor operasional)
17. Menggunakan akun
yang telah dibajak
Putus mitra dan saldo dianggap hangus
18. Menggunakan akun
yang didaftarkan
atas nama orang lain
Akun yang digunakan akan diputus mitra
dan saldo dianggap hangus
19. Akun pengendara
dibajak oleh hacker
Suspend (pengendara harus datang ke
kantor operasional
20. Mengalihkan
(menjokikan) akun
kepada orang lain
namun tidak
memberikan dampak
Suspend + Peringatan 2 (pengendara harus
datang ke kantor operasional)
21. Mengalihkan
(menjokikan) akun
Putus mitra dan saldo dianggap hangus
16
kepada orang lain
dan memberi
dampak buruk
22. Berkendara secara
ugal-ugalan dan
menibulkan
kecelakaan
Putus mitra dan saldo dianggap hangus
23. Berkata, berbuat
kasar, dan atau
menjurus ke arah
pelecehan seksial
(baik secara lisan
maupun tulisan via
sms)
Putus mitra dan saldo dianggap hangus
24. Atribut tidak
lengkap
Suspend + Peringatan 1 (pengendara harus
datang ke kantor operasional)
25. Menyebarluaskan
nomor atau foro
pelanggdan di media
sosial dengan tujuan
tertentu
Putus mitra dan saldo dianggap hangus
26. Menyebarkan
informasi palsu
mengenai kebijakan
perusahaan sehingga
menimbulkan
keresahan
Putus mitra dan saldo dianggap hangus
Sumber: https://driver.go-jek.com/hc/id/articles/115000020907-Jenis-
jenis-Pelanggaran-GO-JEK
17
J. Respon Responden Kuesioner
Grafik 1 Karateristik Responden Berdasarkan Domisili
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Bekasi
Sidoarjo
Yogyakarta
Medan
Kota Tangerang
Tangerang Selatan
Depok
Bogor
Bandung
DKI Jakarta
18
Grafik 2 Karateristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Gambar 1 Respon Kuesioner Nomor 1
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
12
19
27
2
Pelajar Mahasiswa Karyawan Ibu Rumah
Tangga
Pelajar Mahasiswa Karyawan Ibu Rumah Tangga
Pernah 98%
Tidak Pernah 2%
Apa Anda pernah menggunakan
aplikasi GO-JEK?
19
Gambar 2 Respon Kuesioner Nomor 2
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Gambar 3 Respon Kuesioner Nomor 3
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Ya 58% Tidak
20%
Kadang-Kadang
22%
Apa Anda menggunakan sistem
pembayaran GO-PAY dalam
melakukan transaksi?
Pernah 55%
Tidak Pernah
45%
Apa Anda pernah menjadi korban tindakan
"pencurian" saldo GO-PAY yang dilakukan
oleh driver GO-JEK? (contoh: saldo GO-PAY
Anda sudah terpotong, namun driver tidak
menjemput Anda atau tidak membelikan
pesanan Anda)
20
Gambar 4 Respon Kuesioner Nomor 4
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Gambar 5 Respon Kuesioner Nomor 5
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Melakukan pengaduan ke
customer service GO-JEK
87%
Mengambil tindakan hukum
0%
Diam saja 4%
Other 9%
Jika Anda pernah mengalaminya,
tindakan apa yang Anda lakukan?
Ya 75%
Tidak 4%
Other 21%
Jika Anda melakukan pengaduan ke
customer service PT GO-JEK Indonesia, apa
keluhan Anda ditanggapi?
21
Gambar 6 Respon Kuesioner Nomor 6
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
Tabel 1 Respon Kuesioner Nomor 6
Apa menurut Anda hak pengguna aplikasi GO-JEK yang
menggunakan sistem pembayaran GO-PAY sudah terlindungi
dengan baik? (mengingat saldo GO-PAY sudah otomatis terpotong
sebelum driver melakukan kewajibannya)
1. ya, karena jika mitra gojek melakukan kecurangan & kita
mengadukannya kepada gojek maka mereka merespons dengan
cepat & mengembalikkan saldo yg terpotong sehingga tidak rugi
juga
2. Belum..harus ada perbaikan sistem supaya customer
dilindungi
3. Jelas tidak. Saya belum mendapat hak saya sebagai konsumen
untuk diantar ke tempat tujuan/diantarkan pesanan, tapi saldo
sudah terpotong.
4. Belum
5. Saya pribadi cukup kaget yang berujung khawatir mengenai saldo
Segera mengembalikn saldo GO-PAY yang "tercuri"
47%
Menanggapi keluhan Anda namun tidak memberikan
ganti rugi 28%
Other 25%
Jika Ya, apa tanggapan dari customer
service PT GO-JEK Indonesia?
22
yang langsung terpotong sebelum driver datang atau bahkan
malah sebelum dapat dipastikan driver yang mana yang akan
menjemput saya. Saya kira akan jauh lebih baik ketika driver
sudah dapat yang mana akan menjemput saya, saya sudah berada
bersama driver sedang menuju tujuan lalu disitu lah saldo
terpotong. Karena di aplikasi GoJek tersebut tertampilkan bahwa
driver dan kita (sebagai penumpang) sedang on the way.
6. Ya terlindungi
7. Mayan
8. Belum
9. Belum
10. Belooooooom!
11. Mungkin
12. Masih belum cukup terlindungi, harus ada peningkatan sistem
13. Belum
14. Belum
15. belum karena saldo dapat terpotong otomatis tanpa minta
persetujuan pengguna terlebih dahulu
16. Belo . Mohon di tindak lanjuti bagi para driver yang mengambil
untung bannyak melalui go-pay customer. Krna ini dapat merusak
nama baik perusahaan gojek nya sndiri. Dan customer service nya
lebih ramah lagi dan menanggapi keluhan customer dengan proses
yang lebih detail lagi.
17. Untuk kasus saya, customer service yang bernama firmansyah
sangat membantu dan sangat informatif tidak hanya sekedar
memberikan jawaban normatif. Karena sesungguhnya saya tidak
mempermalahkan jumlah uang, tapi mempermasalahkan perilaku
oknum gojeg yg tidak memberikan pelayanan yg baik
18. Sebaiknya setelah end trip baru saldo terpotong.
19. Sudah
20. Belum
21. Tidak. Karna tidak ada bukti top up dan receipt masuk ke
email/sms apabila telah melakukan pembayaran. Jadi transaksi
tidak tercatat dan bisa hilang begitu saja jika history transaksi di
aplikasi terhapus.
22. Cukup ok selama customer service stand by utk pengaduan
23
23. Belum. Seharusnya go-jek lebih meningkatkan kualitas
pelayanannya dlm hal go-pay
24. Kurang terlindungi. Sebaiknya gojek lebih mampu
memasyarakatkan sistem yang di gunakan dan sanksi bagi
pelanggarnya baik antara driver maupun costumer
25. Belum terjamin, karena bisa saja hal ini terjadi lagi. Meskipun
nominalnya gak seberapa tp hal ini sgt merugikan konsumen.
26. Belum sepenuhnya, sistem error yang terjadi sering kali pada
applikasi menyusahkan customer dan juga driver.
27. Kurang menjamin konsumen
28. Cukup ok selama customer service stand by utk pengaduan
29. Belum. Harusnya ada konfirmasi dari 2 belah pihak (gojek &
customer) dulu br bs kepotong
30. Belum
31. Tidak tahu
32. Sepertinya sudah. So far so good
33. Terkadang
34. Sepertinya kalo bisa sampe ada kasus tercuri sih security perlu di
tingkatkan
35. Bagaimana masing2 drivernya. Kalo drivernya jujur pasti di
balikin kalo dianya seenaknya pasti gakan di balikin dan lepas
tanggung jawab
36. Belum
37. Tidak
38. Perlindungan terhadap konsumen gojek masih terhitung buruk.
Pihak perusahaan tidak mengantisipasi kemungkinan driver
melakukan tindakan wanprestasi dengan tidak menjemput
konsumen, tetapi bertindak seolah-olah sudah menjemput yang
berakibat pada terpotongnya saldo go-Pay konsumen. Bukan
cuma saya yg pernah mengalami ini, adik2 dan ayah saya juga
pernah mengalaminya.
39. Tidak. Seharusnya gojek memperbaiki sistemnya, dengan cara
menarik go pay setelah customer yg memilih selesai, bukan dari
pihak driver.
40. Sudah
41. ya, saldo saya di kembalikan jika terjadi sesuatu
24
42. Belum
43. Kalo terlindungi dengan baik sih ngga ya, cuman bagusny cs
gojek fast respon dan dalam hitungan jam saldo sudah kembali. Jd
menurut saya gojek sudah cukup bertanggung jawab dalam hal
ini. Ini hanya perkara oknum saja saya rasa
44. Menurut saya sebaiknya saldo gopay terpotong saat perjalanan
selesai. Kecuali untuk GoFood boleh saldo terpotong di depan
utk modal pembelian
45. Agak Riskan memang..tapi karena perlu dan biasanya nominalnya
tidak terlalu besar maka masyarakat tidak terlalu memikirkan
46. Gojek harus segera mengembalikan
47. No comment krn selalu go cash
48. Sudah
49. Tidak tahu
50. Klw tercuri berarti tingkat keamanan rendah
51. Karena saya tidak pernah menggunakan fasilitas Go-pay, saya
kurang memahami bentuk penalti yg diberikan apabila driver
gojek tidak melaksanakan kewajibannya. Tetapi, saya sangat
mengharapkan supaya ada bentuk konsekuensi yg nyata dan jelas
terhadap driver yg merugikan customernya, sehingga hak dan
kewajiban customer semakin jelas, begitu pula dengan hak dan
kewajiban driver gojek.
52. N/A
53. Ya. Sejauh ini tidak ada masalah dengan Gopay
54. Tidak
55. Belum
55. Belum terlindungi
57. Belum, memungkinkan terjadinya wanprestasi
58. Tidak. Harus dibuat oleh gojek kesepakatan di awal ttg apabila
terjadi pemotongan saldo sblm terjadi transaksi
59. Tidak. Harus dibuat oleh gojek kesepakatan di awal ttg apabila
terjadi pemotongan saldo sblm terjadi transaksi
60. Belum
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017
25
K. Transkrip Wawancara dengan Direktorat Jenderal Perlindungan
Konsumen dan Tertib Niaga
1. Bagaimana peran serta Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen
dan Tertib Niaga dalam mengawasi pelaku usaha agar tidak
melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen?
Peran pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perlindungan
Konsumen dan Tertib Niaga untuk mengawasi pelaku usaha agar tidak
melanggar hak-hak konsumen yaitu:
a. Melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha mengenai Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
khususnya yang menyangkut 6 (enam) parameter UUPK yaitu
Standar, Label, Klausula Baku, Pelayanan Purna Jual, Cara
Menjual dan Pengiklanan.
b. Melakukan edukasi kepada konsumen untuk menjadi konsumen
yang kritis, cerdas, mandiri, dan cinta produk dalam negeri,
sehingga mampu membentengi dirinya dan menghindarkannya dari
pemahaman/pemanfaatan barang jasa yang tidak sesuai ketentuan.
c. Penguatan lembaga perlindungan konsumen, antara lain Badan
Penyelesaian kelembagaan Sengketa Konsumen (BPSK) dan
mengaktifkan peran serta motivator konsumen, antara lain:
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM),
Organisasi Keagamaan, Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi
26
Kepemudaan, dan Lembaga Pendidikan sebagai perpanjangan
tangan Pemerintah dalam menyebarluaskan upaya perwujudan
perlindungan konsumen.
d. Peningkatan pengawasan barang beredar dan jasa serta
penegakan hukum (law enforcement) terhadap pelaku usaha wang
terbukti melanggar UUPK.
2. Bagaimana standardisasi tindakan pertanggungjawaban yang oleh
pelaku usaha dalam melayani pengaduan atau keluhan konsumen yang
dirugikan?
Apabila konsumen dirugikan karena perbuatan pelaku usaha yang
bertentangan/melangggar ketentuan dalam Pasal 8 sampai dengan
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, maka langkah yang harus dilakukan oleh konsumen adalah
sebagai berikut:
a. Berdasarkan pasal 19 ayat (1), konsumen yang didugikan harus
terlebih dahulu mengadu kepada pelaku usaha yang menyebabkan
timbulnya kerugian tersebut Pengaduan tersebut adalah untuk
meminta pertanggungjawaban pelaku usaba berupa ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
27
b. Berdasarkan pasal 19 ayat (2), pelaku usaha wajib memberikan
ganti rugi berupa pengembalian uang, penggantian barang
dan/atau jasa sejenis/setara nilainya, perawatan kesehatan,
dan/atau pembenan santunan.
c. Berdasarkan Pasal 45 ayat (1), jika konsumen tidak mendapatkan
pertanggungjawaban berupa ganti rugi dan pelaku usaha, maka
konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen
dengan pelaku usaha atau melalui peradilan umum Lembaga di luar
pengadilan antara lain Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
BPSK), Dinas yang membidangi perdagangan di Provinsi tempat
kedudukan konsumen, atau langsung ke Direktorat Pemberdayaan
Konsumen Kementerian Perdagangan di Jakarta Berdasarkan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/2/2017
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan, salah
satu tugas fungsi Direktorat Pemberdayaan Konsumen adalah
melaksanakan pelayanan/penanganan pengaduan konsumen Pos
pengaduan dan pelayanan informasi Direktorat Pemberdayaan
Konsumen yang dapat diakses yaitu, Hotline: 021-3441839, E-mail:
[email protected], WhatsApp: 0853 1111 1010,
dan melalui sistem Pengawasan Perlindungan Konsumen (SISWAS
PK).
28
d. Berdasarkan Pasal 19 ayat (4) dan Pasal 45 ayat (3), jika pengaduan
konsumen tersebut mengandung unsur pidana, maka konsumen dapat
juga meminta pertanggungjawaban pidana dan pelaku usaha, sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan Direktorat Pemberdayaan
Konsumen.
L. Transkrip Wawancara dengan Pengendara GO-JEK
1. Apa sebelum menjadi pengendara GO-JEK ada training sebelum
beroperasi?
D. R. : “Ada training, jadi pas sudah jadi driver diselingi dengan
training. Trainingnya mengenai bagaimana menerima orderan, step-
step untuk mengambil orderan. GO-JEK kana da GO-FOOD, GO-
SHOP, GO-MART, sama GO-RIDE kan, jadi dikasih tahu.”
R. P. : “Ada training, tapi saya gak datang.”
2. Bagaimana sanksi yang diberikan kepada driver apabila driver
melakukan hal-hal yang tidak bertanggungjawab?
F.W. : “GO-JEK punya peraturan sendiri untuk suspend-
suspendnya, untuk kategori suspendnya berbeda-beda. Ada suspend
sementara dan tetap. Untuk yang sementara masih bisa mengajukan
banding di kantor GO-JEK, tapi kalau untuk yang tetap itu sama
sekali kita tidak bisa banding dan putus mitra.”
29
R. D. : “Kena suspend, jadi kalau suspend itu ibarat main bola
aja sih, misalnya ada peringatan pertama tuh kartu kuning, terus
kartu kuning yang kedua itu langsung kartu merah, soalnya kita tuh
ngelanggar. Jenisnya macam-macam sih, ada yang langsung putus
mitra, ada yang cuman diperingatkan.”
3. Bagaimana tanggapan Anda mengenai driver-driver yang melakukan
kecurangan sehingga merugikan penumpang khususnya yang
berkaitan dengan pembayaran menggunakan GO-PAY?
F. W. : “Udah jarang sih, karena untuk masuk GO-JEK kan susah,
kita berjam-jam berdiri.”
R. D. : “Oh iya, jadi kayak gitu, ada kan customer yang pakai
GO-PAY, jadi nanti kalau customernya complain dan ternyata benar
kenyataannya dia benar-benar gak jemput atau gak ngambil orderan
itu, ya bisa langsung disuspend apa langsung putus mitra malah.kalau
sekarang sistemnya kayak gitu, bisa langsung disuspend.”
30
M. Pengaduan Keluhan Konsumen melalui Media Sosial Twitter dan
Tanggapan Customer Service GO-JEK
Gambar 7 Pengaduan atas Nama Denny Santoso
Sumber: Twitter
31
Gambar 8 Pengaduan atas Nama Shylma Na’imah
Sumber: Twitter
Gambar 9 Pengaduan atas Nama Indri N. Antika
Sumber: Twitter
32
PROFIL PERUSAHAANPT GO-JEK INDONESIA
Nama : Andhitta A. DhewidiningratEmail : [email protected] HP : 085693771771Tanggal Permohonan : 2 Maret 2017 pukul 11:54:25Tanggal Pembayaran : 2 Maret 2017 pukul 11:54:25Tujuan Permohonan : Untuk melengkapi data yg dibutuhkan untuk penulisan
skripsi (data company profile)
DIMOHONKAN OLEH
Waktu Unduh PDF : 3 Maret 2017 pukul 13:45:11Telah diunduh : 5 kali
INFORMASI BERKAS PDF
VERIFIKASI BERKAS PDF
6. Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan
Jenis Perubahan : 1. Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan - Direksi dan Komisaris
JENIS PERUBAHAN
Nama Perseroan : GO-JEK INDONESIANama Singkatan :Nomor SP DataPerseroan
: AHU-AH.01.03-0040819
Tanggal SP DataPerseroan
: 31 Januari 2017
Jenis Perseroan : PMDN NON FASILITASNPWP Perseroan : 03.080.139.3-077.000Jangka Waktu Perseroan : TIDAK TERBATAS
DATA PERSEROANRESM
I DARI D
ITJEN AHU
Status Perseroan : TERTUTUPJenis Transaksi : PERUBAHAN
Nama Notaris : JOSE DIMA SATRIA, SH., M.KN.Kedudukan Notaris : KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN
Nomor Akta : 49Tanggal Akta : 26 Januari 2017
DATA NOTARIS
Alamat : JL. KEMANG TIMUR RAYA NO. 22Kelurahan : PEJATEN BARATKecamatan : PASAR MINGGUKabupaten : KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATANProvinsi : DKI JAKARTA
KEDUDUKAN PERSEROAN
Klasifikasi Saham Harga Per Lembar Jumlah LembarSaham Total
SERI A Rp. 25.000 4.000 Rp. 100.000.000SERI B Rp. 25.000 40 Rp. 1.000.000
MODAL DASAR
Klasifikasi Saham Harga Per Lembar Jumlah LembarSaham Total
SERI A Rp. 25.000 4.000 Rp. 100.000.000SERI B Rp. 25.000 40 Rp. 1.000.000
MODAL DITEMPATKAN
Rp 101.000.000
Dalam bentuk uang.
MODAL DISETOR
Nama Jabatan Alamat KlasifikasiSaham
JumlahLembarSaham
Total
NADIEM ANWAR MAKARIM,NIK: 3174070407840003TTL: SINGAPURA, 04 Juli1984
KOMISARIS JL. ARCORAYA C-1
SERI A 4.000 Rp. 100.000.000
PT SUKSES BINTANGUTAMA,Nomor SK :AHU-44158.AH.01.01.TAHUN 2013Tanggal SK :22 Agustus 2013
- JAKARTASELATAN
SERI B 40 Rp. 1.000.000
PENGURUS DAN PEMEGANG SAHAMRESMI D
ARI DITJEN AHU
Nama Jabatan Alamat KlasifikasiSaham
JumlahLembarSaham
Total
KEVIN BRYAN ALUWI,NIK: 3174050109860003TTL: LOS ANGELES, 01September 1986
DIREKTUR SIMPRUGGOLF XKAV. 149
- - -
RESMI D
ARI DITJEN AHU