k. subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/laporan edisi 8 april 2019.pdf · hidup dan berkembang....
TRANSCRIPT
K. Subroto
Laporan Edisi 8 / April 2019
ABOUT US
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.
Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,
kirimkan e-mail ke:
Seluruh laporan kami bisa didownload di website:
www.syamina.org
SYAMINA
REKAM JEJAK KELOMPOK KOOPERATIFDI HINDIA BELANDA
DARI AWAL ABAD KE-20 SAMPAI MASUKNYA JEPANG
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI — 3
EXECUTIVE SUMMARY — 4
Pendahuluan: Politik Etis dan Kesenjangan Ekonomi — 7
Demografi Jawa yang disasar Penjajahan — 8
Semua berawal dari Pendidikan — 9
Organisasi Pergerakan Nasional Kooperatif — 11
1. Boedi Oetomo — 12
2. Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) — 12
3. Parindra (Partai Indonesia Raya) — 14
4. GAPI (Gabungan Politik Indonesia) — 14
5. Partindo (Partai Indonesia) — 15
6. Muhammadiyah — 16
7. Nahdatul Ulama’ (NU) — 18
Darul Islam Hindia Belanda — 19
8. Sarekat Islam (SI) — 20
Infiltrasi Komunis menghancurkan SI — 25
Tanggapan terhadap Nasionalisme — 26
Penutup — 29
Daftar Pustaka — 30
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
4
Tidak ada perdebatan mengenai menurunnya kemakmuran setelah tahun
1930. Pendidikan memang menghasilkan beberapa pegawai yang cakap dan
setia, tetapi juga menghasilkan kaum elite yang tidak puas yang memimpin
gerakan-gerakan anti-penjajahan.
Anggota-anggota Budi Utomo, yang terdiri dari kaum priyayi Jawa yang telah
mengenyam pendidikan Barat, telah menerima dan menyesuaikan diri dengan
peradaban Barat. Sebagian besar anggota BU berkarier dalam pemerintahan
penjajah Belanda. Sedangkan mereka yang memimpin gerakan-gerakan yang lebih
aktif hampir semuanya merupakan orang-orang yang telah berhasil menyelesaikan
sekolah-sekolah Belanda, namun kemudian mengundurkan diri atau diberhentikan
dari pekerjaan-pekerjaan pemerintahan.
Organisasi-organisasi modern muncul setelah banyak anak-anak kaum priyayi
pribumi mengenyam pendidikan Belanda. Hal ini selaras dengan program Snouck
Hurgronje yaitu asosiasi dengan pendidikan Barat untuk membuat para elit
terpengaruh dengan pemikiran Barat sehingga kooperatif dengan penjajah dan apa
yang dibawanya.
Titik inti filsafat kolonialisme Snouck, Hindia Belanda dan terutama Jawa
haruslah melangkah ke arah dunia modern di mana Indonesia setingkat demi
EXECUTIVE SUMMARY
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
5
setingkat sedang menjadi bagiannya. Definisi Indonesia modern (menurut Snouck)
bukanlah Indonesia Islam dan bukan pula Indonesia yang diperintah oleh adat,
tetapi dia harus menjadi Indonesia yang dibaratkan (westerenisasi indonesia).
Peradaban Belanda haruslah menggantikan peradaban tradisional Priyayi dan, di
atas semuanya, peradaban santri.
Gubernur Jenderal van Heutsz menyambut baik Budi Utomo, persis seperti ia
sebelumnya menyambut baik penerbitan Bintang Hindia, sebagai tanda keberhasilan
politik Etis. Memang itulah yang dikehendakinya: suatu organisasi pribumi yang
progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju.
Budi Utomo sudah mengalami kemandekan hampir sejak awal pendiriannya.
Sepanjang sejarahnya (organisasi secara resmi dibubarkan pada tahun 1935),
sebenarnya Budi Utomo sering kali tampak sebagai partai pemerintah penjajah
Belanda.
Pada tahun 1911, Tirtoadisurjo bersama seorang pedagang batik yang berhasil
di Surakarta bemama Haji Samanhudi (1868-1956) mendirikan Sarekat Dagang
Islam (SDI) sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Pada tahun 1912, organisasi
tersebut mengubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI). Samanhudi karena
kesibukannya kemudian meminta Tjokroaminoto untuk memimpin organisasi itu.
Para pendiri SI mendirikan organisasinya tidak semata-mata untuk mengadakan
perlawanan terhadap orang-orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan
semua penindasan terhadap rakyat pribumi. Ia juga merupakan reaksi terhadap
rencana krestenings-politik (politik pengkristenan) dari kaum Zending, perlawanan
terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-penindasan dari pihak
ambtenar-ambtenar (pejabat pemerintah) lokal dan Eropa. Berbeda dengan Budi
Utomo yang merupakan organisasi dari ambtenar-ambtenar pemerintah. SI berhasil
mengorganisir lapisan bawah masyarakat.
Di beberapa daerah, SI benar-benar menjadi pemerintahan bayangan dan para
pejabat priyayi harus menyesuaikan diri. Sambutan rakyat atas berdirinya SI sangat
besar, dan secara sepontan cabang-cabang SI berdiri di berbagai daerah. Hampir
semua orang Islam, baik yang terdaftar sebagai anggota maupun tidak menganggap
SI sebagai organisasi mereka. Mereka umumnya memperlihatkan loyalitas dengan
turut serta rapat atau bergerak memenuhi himbauan organisasi. Seorang pemimpin
lokal SI yang ingin mengumpulkan massa atau pengikutnya, cukup datang ke langgar
atau masjid dan memukul bedug. Maka semua pengikutnya dari segala penjuru akan
datang memenuhi panggilan tersebut termasuk para pembantu rumah tangga para
pejabat Belanda; mereka begitu saja meninggalkan pekerjaan mereka.
Walaupun SI digolongkan Kooperatif, tetapi SI kemudian dikelompokkan mejadi
organisasi Non-Kooperatif setelah tahun 1926 dengan pelaksanaan politik hijrahnya.
Politik Hijrah Sarekat Islam mulai dilancarkan pada tahun 1923 sebagai akibat
ketidak percayaan partai terhadap pemerintah dan keyakinan bahwa kerjasama
dengan pemerintah hanya akan menyebabkan partai lebih jauh dari tujuannya. Ada
keyakinan bahwa SI “semata-mata bergantung pada Tuhan”, sebuah cerminan dari
Tauhid.
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
6
Sampai tahun 1920-an SI adalah satu-satunya organisasi yang memiliki jumlah
pengikut terbesar di kalangan rakyat Hindia Belanda. Maka pemerintah penjajah
dan saingan politiknya berusaha melemahkannya. Pertama; dengan membenturkan
dengan kaum muslim tradisional. Kedua; dengan penyusupan aktivis komunis ke
dalam organisasi tersebut yang mengakibatkan organisasi terpecah.
Para pemimpin SI juga tercatat dalam sejarah sebagai yang terdepan dalam
membendung idiologi-ideologi dan isme-isme yang bertentangan dengan Islam.
Mereka menentang keras idiologi komunisme, sekulerisme dan juga nasionalisme
di era sebelum pembentukan negara Indonesia. Mereka mengusulkan pembentukan
sebuah negara yang berdasarkan Islam, bukan negara bangsa yang mereka sebut
sebagai bentuk fanatisme (ashobiyah) yang dilarang dalam ajaran Islam.
Organisasi Islam kedua yang muncul setelah Sarekat Islam adalah Muhammadiyah.
Sifatnya reformis dan nonpolitik. Muhammadiyah didirikan pada 18 Nopember 1912
di Yogyakarta, oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan (1868-1923) yang berasal dari keturunan
keluarga elit Agama kesultanan Yogyakarta. Kegiatannya dipusatkan dalam bidang
pendidikan, kesehatan rakyat dan sosial. Karena sikapnya yang tidak menolak sistem
Barat, bahkan banyak mengambil alih sistem pendidikan dan perawatan orang sakit,
pemerintah penjajah bersedia memberikan pengakuan dan bantuan.
Kaum reformis juga mendapat tantangan dari kalangan adat dan priyayi.
Penjajah Belanda yang setengah takut dengan pengaruh reformis justru berusaha
mempertajam perpecahan di tubuh umat Islam tersebut. Perpecahan semakin
tampak ketika kaum tradisi membentuk organisasi sendiri, yaitu Nahdatul Ulama
(NU).
NU lahir sebagai perluasan dari Komite Hijaz yang dibentuk dengan dua tujuan:
pertama untuk mengimbangi Komite Khilafat yang secara berangsur-angsur berada
di bawah pengaruh kelompok pembaharu; kedua untuk menuntut pada Ibnu
Sa’ud, penguasa baru di tanah Arab, agar kebiasaan beragama lama (tradisi) dapat
diteruskan. Pada muktamarnya tahun 1938, para ulama NU menetapkan bahwa
Hindia Belanda berstatus sebagai negara Islam (darul Islam).
Sarikat Islam semakin terpinggirkan di tahun 1920-an, karena pada tahun-tahun
tersebut semakin banyak orang Islam yang terkena “emansipasi” Barat, yaitu asing
dengan agamanya sendiri, sebagai hasil dari pendidikan Barat. Orang-orang yang
terkena “emansipasi” ini tidak memilih Sarikat Islam sebagai tempat mereka aktif
dalam pergerakan sebagaimana yang dilakukan dalam tahun-tahun belasan (1911-
an dan sesudahnya) oleh pendahulunya yang juga menerima pendidikan Belanda.
Mereka lebih tertarik dengan pergerakan lain yang tidak berasaskan Islam.
Pada bulan September 1937, para pemimpin Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah memprakarsai pembentukan Majlis Islam A’laa Indonesia (MIAI)
“dewan Islam tertinggi Indonesia”. Persatuan Islam, al-Irsyad, dan hampir semua
organisasi Islam lain di seluruh Indonesia segera bergabung ke dalam MIAI. Politik
kooperatif berakhir setelah Belanda menyerah tanpa syarat pada Jepang pada tahun
1942.
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
7
Pendahuluan: Politik Etis dan Kesenjangan EkonomiKegagalan politik etis tampak jelas pada tahun-tahun akhir Perang Dunia I, timbul
kelaparan dan kemiskinan di mana-mana. Perbedaan antara golongan masyarakat
Eropa dan pribumi begitu mencolok di Hindia Belanda. Perusahaan-perusahaan
penjajah mengalami kemajuan pesat dan keuntungan yang berlipat ganda. Ekonomi
sangat maju dan ekspor meningkat. Hal itu disebabkan permintaan di pasar dunia
yang meningkat atas produk Hindia Belanda.
Keadaan semacam itu menimbulkan kegelisahan sosial yang sangat meluas.
Pemberontakan-pemberontakan petani di Jambi (1916), Pasarrebo (1916), Cimareme
(1918), dan Toli-toli (1920) merupakan tanda yang jelas dari kegelisahan itu.
Menghadapi kegelisahan itu, Gubernur Jendral van Limburg Stirum menjanjikan
akan membentuk Komisi Perubahan yang akan meninjau Dewan Rakyat dan struktur
administrasi pemerintahan Hindia Belanda. Pemerintahan Gubernur Jendral
van Limburg Stirum (1916-1921) dapat mengambil hati kaum terpelajar karena
pandangannya yang progresif dan memberi kesempatan organisasi pribumi untuk
hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda
dengan pemimpin pribumi cukup ramah.1
Proses radikalisasi pergerakan nasional bertambah kuat mulai tahun 1921. Hal
itu disebabkan antara lain karena: pertama, timbulnya krisis ekonomi pada tahun
1 M.Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V. PN Balai Pustaka Jakarta 1984, h.59
REKAM JEJAK KELOMPOK KOOPERATIFDI HINDIA BELANDA
DARI AWAL ABAD KE-20 SAMPAI MASUKNYA JEPANG
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
8
1921 dan krisis perusahaan gula sejak tahun 1918, kedua, pergantian gubernur
jendral Hindia Belanda ke tangan Gubernur Jenderal Fock yang sangat reaksioner.
Pada tahun 1920 ekspor mulai menurun sehingga mengakibatkan kerugian
besar perusahaan-perusahaan Barat, bahkan ada yang bangkrut. Penghematan dan
pengangguran semakin menambah kegelisahan. Sangat terasa kepentingan ekonomi
golongan Barat semakin berkuasa sehingga masalah peningkatan upah dan kontrak
tanah yang menguntungkan pribumi tidak mudah dilakukan. Kebijakan ekonomi ini
dipertahankan untuk memungkinkan sistem eksploitasi ekonomi sebagai salah satu
pilar sistem kolonial. Akibatnya semakin jauh jarak antara taraf kehidupan pribumi
dan golongan Eropa.
Politik Fock diklaim didasarkan atas prinsip etis, namun kenyataannya ada
kecurigaan terhadap organisasi-organisasi pribumi dan menentang perluasan
kekuasaan golongan pribumi. Akibat kebijakan politik Fock, terjadi radikalisasi
pergerakan nasional sejak 1922. Dalam Dewan Rakyat muncul konsentrasi radikal.
Gerakan nonkooperasi terhadap pemerintah penjajah Belanda semakin meluas di
kalangan terpelajar.2
Demografi Jawa yang disasar PenjajahanIndonesia sebagai bangsa dan nama negara belum ada waktu itu. Nama Indonesia
baru digunakan untuk menggantikan sebutan Hindian Belanda pada tahun 1920-
an oleh beberapa organisasi pergerakan nasional. Nama Indonesia sendiri pertama
kali diperkenalkan oleh George Samuel Windsor Earl pada tahun 1850 dalam sebuah
artikel di majalah ilmiah tahunan yang terbit di Singapura, Journal of the Indian
Archipelago and Eastern Asia (JIAEA) yang dikelola oleh seorang berkebangsaan
scotlandia bernama James Richardson Logan.
Jawa sebagai pulau dengan populasi paling banyak di kepulauan ini. Pada tahun
1920, jumlah penduduk asli di Jawa dan Madura diperkirakan sudah mencapai
sekitar 34,4 juta jiwa, dan pada sensus tahun 1930 telah bertambah menjadi 40,9 juta
jiwa. Penduduk asli di daerah-daerah luar Jawa diperkirakan berjumlah 7,3 juta jiwa
pada tahun 1905, 13,9 juta jiwa pada tahun 1920, dan angka yang terakhir pada tahun
1930 berjumlah 18,2 juta jiwa. Jumlah keseluruhan penduduk asli Indonesia pada
tahun 1930 adalah 59,1 juta jiwa (ditambah 1,6 juta orang Eropa dan Timur Asing,
1,2 juta di antaranya orang Cina, sehingga jumlah seluruhnya 60,7 juta jiwa). Dengan
demikian, hampir 70% penduduk Indonesia pada tahun 1930 tinggal di Jawa dan
Madura, yang luasnya hanya sekitar7% dari luas seluruh daratan Indonesia.3
Dalam sensus tahun 1930, perbandingan orang Indonesia usia dewasa di seluruh
kepulauan yang sudah melek huruf hanya7,4%: di Sumatera 13,1%, di Jawa dan
Madura 6%, dan di Bali dan Lombok 4%. Sebagian dari jumlah tersebut merupakan
tamatan dari lembaga-lembaga pendidikan pribumi, baik sekolah-sekolah Quran
yang lama maupun sekolah-sekolah yang lebih modern. Tingkat melek huruf yang
2 M.Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, op.cit., h.60-613 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, Cetakan III: September
2007, h.326-327
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
9
tertinggi (50%) terdapat di daerah-daerah Maluku Selatan yang beragama Kristen, di
mana misi-misi Kristen aktif di bidang pendidikan.
Keadaan ini memang buruk jika dibandingkan dengan program pendidikan
rakyat yang paling ambisius di suatu negeri jajahan, yaitu program pendidikan
rakyat yang dilaksanakan oleh Amerika Serikat di Filipina, di mana pada tahun 1939
lebih dari seperempat jumlah penduduk dapat berbahasa Inggris. Pihak Belanda
tidak pernah memberi janjinya dalam hal pendidikan rakyat seperti yang dilakukan
Amerika Serikat.
Pendidikan tidak menghasilkan elite baru yang berterima kasih dan bersedia
bekerja sama, tidak pula melahirkan semangat baru yang berkobar-kobar di kalangan
rakyat; langkah-langkah kesejahteraan umumnya tidak menghasilkan kesejahteraan.
Tidak ada perdebatan mengenai menurunnya kemakmuran setelah tahun 1930.
Pendidikan memang menghasilkan beberapa pegawai yang cakap dan setia, tetapi
juga menghasilkan sedikit kaum elite yang tidak puas yang memimpin gerakan-
gerakan anti-penjajahan.4
Perubahan yang cepat terjadi di semua wilayah yang baru saja ditaklukkan
Belanda. Akan tetapi, dalam hal gerakan-gerakan anti-penjajahan dan pembaharuan
yang mula-mula muncul pada masa ini, Jawa dan daerah Minangkabau di Sumatera
menarik perhatian khusus. Banyak tokoh-tokoh pergerakan berasal dari kedua
daerah tersebut. Ketika raja-raja Bali dan ulama Aceh masih berjuang untuk
mempertahankan tatanan lama dari upaya penaklukan oleh penjajah, orang-orang
Minangkabau dan Jawa yang telah ditaklukkan sebelumnya, telah meletakkan dasar-
dasar bagi suatu tatanan baru.5
Perkembangan-perkembangan pokok pada masa ini adalah munculnya ide-ide
baru mengenai organisasi dan dikenalnya definisi-definisi baru tentang identitas.
Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru,
sedangkan definisi yang baru mengenai identitas meliputi analisis yang lebih
mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi. Pada tahun 1927
telah terbentuk suatu jenis kepemimpinan Indonesia yang baru dan suatu kesadaran
diri yang baru, tetapi dengan akibat yang sangat mahal. Para pemimpin yang baru
terlibat dalam pertentangan yang sengit satu sama lain, sedangkan kesadaran diri
yang semakin besar telah memecah belah kepemimpinan ini menurut garis-garis
agama dan ideologi.6
Semua berawal dari PendidikanAnggota-anggota Budi Utomo sebagian besar berkarier dalam pemerintahan
penjajah Belanda. Serdangkan mereka yang memimpin gerakan-gerakan yang lebih
aktif hampir semuanya merupakan orang-orang yang telah berhasil menyelesaikan
sekolah-sekolah Belanda, namun kemudian mengundurkan diri atau diberhentikan
dari pekerjaan-pekerjaan pemerintahan.
4 Ricklefs, Op.cit. 336-3375 Ibid. h.3416 Ibid. h.342
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
10
Dalam masyarakat Jawa, kelompok yang berusaha benar-benar menaati
kewajiban-kewajiban Islam dalam kehidupan sehari-hari disebut, wong muslimin
(kaum muslim), putihan (golongan putih), atau santri (murid pesantren). Ada dua
kelompok yang dapat dibedakan dalam golongan masyarakat ini: kaum muslim
pedesaan yang mengelompok di sekeliling para guru agama Islam (kyai) dan sekolah-
sekolah agama mereka (pesantren, tempat para santri) dan, yang lainnya,kelompok-
kelompok muslim perkotaan yang sering kali berkecimpung di bidang perdagangan.
Kelompok-kelompok muslim perkotaan tinggal di daerah tersendiri di kota-kota
Jawa yang disebut kauman, biasanya di dekat masjid raya.7
Para tokoh-tokoh ulama pembaharu hampir semua bergerak dalam bidang
pendidikan, mereka mengakui betapa pentingnya pendidikan untuk membina dan
membangun generasi muda. Perubahan pemikiran dan ide-ide akan mempunyai
arti yang lebih besar dan akan lama bertahan apabila melibatkan generasi muda.
Mereka juga khawatir pengaruh ulama dan pengaruh Islam akan lenyap dari generasi
muda dengan berdirinya sekolah-sekolah pemerintah penjajah yang mengadopsi
pendidikan Barat yang sekuler-liberal, yang tidak mengajarkan agama di sekolah.8
Ketidak harmonisan kalangan Arab dengan Belanda menyebabkan mereka
enggan untuk mengirim anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Belanda, disamping
memang sekolah Belanda hanya dikhususkan untuk kalangan atas (priyayi, pejabat),
tidak untuk menampung kebanyakan anak-anak pribumi. Orang-orang dari
komunitas Cina di Jakarta juga telah membentuk organisasi bernama Tiong Hoa Hwee
Koan, yang juga mendirikan sekolah-sekolah untuk anak-anak mereka. Kenyataan itu
mendorong komunitas Arab di Indonesia untuk memperhatikan bidang pendidikan.
Para pemimpin komunitas terutama dari keluarga Yahya dan Syihab bersama dengan
beberapa pihak dari kalangan bukan sayid di Jakarta berkeyakinan bahwa langkah
pertama untuk memperbaiki keadaan adalah dengan pendidikan.9
Imperialisme Belanda adalah manifestasi-manifestasi dari idealisme politik
dan agama. Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa selain imperialisme ada pula
liberalisme, humaniterisme, kristianisme ikut serta dalam membentuk politik
kolonial Belanda.10
Ideologi-ideologi politik yang besar di Eropa pada abad ke-19 sangat berpengaruh
pada imperialisme dan politik kolonial. Liberalisme mulai berkembang di negara
Belanda pada periode sesudah Napoleon dan berhasil mengubah struktur politik
pada kira-kira pertengahan abad itu. Dalam masa empat puluh tahun berikutnya
lahirlah politik kolonial yang lazim disebut politik kolonial liberal. Menjelang
berakhirnya abad itu, sosialisme tumbuh sebagai kekuatan baru dalam politik
Belanda dan segera tampil sebagai pendekar anti kolonialisme. Di dalam menyerang
imperialisme, kritik mereka berbeda sekali dengan kritik kaum liberal; pada pokoknya
kaum sosialis mengutuk semua politik imperialistis sebagai alat kapitalisme, sedang
kritik-kritik kaum liberal hanya mengenai detail-detail dari politik kaum kolonial. Di
7 Ricklefs, Op.cit. 346-3478 Deliar Noer. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900 - 1942. LP3ES Jakarta 1985. h.519 Deliar Noer, op.cit. h.6810 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari kolonialisme sampai
nasionalisme (Jakata: PT. Gramedia, 1990), h.5
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
11
dalam memorandum tahun 1851 dengan jelas menegaskan politik Belanda, bahwa
“daerah-daerah taklukan harus memberi keuntungan material bagi Belanda,
keuntungan yang memang menjadi tujuan penaklukannya.”11
Pemerintah penjajah tetap mempertahankan dan bahkan mengesahkan
eksploitasi modal perseorangan. Kepentingan kaum kapitalis lebih mendapat
prioritas daripada kepentingan rakyat jajahan. Kedudukan yang menguntungkan
penjajahan itu diperoleh melalui eksploitasi dan diskriminasi. Oleh karena itu,
usaha-usaha ke arah emansipasi ekonomi selalu ditekan. Semua pengalaman yang
mengecewakan sebagai akibat sistem sosial-ekonomi yang menghalangi usaha
perekonomian pribumi, mendorong timbulnya solidaritas. Solidaritas ini diwujudkan
dalam bentuk reaksi yang diucapkan dan agitasi yang keras terhadap orang-orang
asing, terutama terhadap orang-orang Cina.12
Setelah pergerakan nasional sadar akan politik kolonial yang memberi hak
monopoli kepada sekelompok kolonialis, maka secara perlahan-lahan meraka mulai
bergerak kearah bidang politik. Perjuangan terhadap penindasan dan eksploitasi
ekonomi dilakukan terutama melalui jalan politik berdasarkan kesadaran bahwa
kebebasan ekonomi hanya akan terwujud setelah kemerdekaan politik tercapai.13
Titik inti filsafat kolonialisme Snouck, Indonesia dan terutama Jawa haruslah
melangkah ke arah dunia modern di mana Indonesia setingkat demi setingkat
sedang menjadi bagiannya. Definisi Indonesia modern (menurut Snouck)
bukanlah Indonesia Islam dan bukan pula Indonesia yang diperintah oleh adat,
maka dia haruslah menjadi Indonesia yang dibaratkan (westerenisasi indonesia).
Peradaban Belanda haruslah menggantikan peradaban tradisional Priyayi dan, di
atas semuanya, peradaban santri.14
Berakhirnya perang Aceh disusul dengan penaklukan dan penentraman pulau-
pulau di luar Jawa mengakhiri fase operasi-operasi militer. Segera setelah pertukaran
abad ke-20, kontrol Belanda semakin kuat atas seluruh kepulauan Indonesia.
Dengan menggunakan pendidikan sebagai sebuah alat untuk melemahkan
Islam, sebenarnya Snouck juga telah membantu pemuda pribumi memasuki
abad ke-20 dengan kesiapan untuk menghadapi modernisasi,15 atau lebih tepatnya
menyesuaikan diri dan menerima modernisasi Eropa.
Organisasi Pergerakan Nasional KooperatifOrganisasi pada masa pergerakan nasional banyak macamnya. Tapi dari sekian
banyak organisasi, setiap organisasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat,
yaitu, Kooperatif, Non-Kooperatif, Moderat, dan Radikal. Berikut kami uraikan
diantara organisasi yang tergolong Kooperatif dan Moderat.
11 Ibid. h.6-712 Kartodirdjo, PengantarSejarah Indonesia Baru, h.23313 Kartodirdjo, PengantarSejarah Indonesia Baru, h.23514 Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit (Jakarta: Pustaka Jaya), 46-4715 Kartodirdjo, PengantarSejarah Indonesia Baru, 235
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
12
1. Boedi Oetomo
Dr. Wahidin Soedirohoesodo (1857-1917) adalah inspirator bagi pembentukan
organisasi modern pertama untuk kalangan priyayi Jawa. Ia lulusan sekolah Dokter-
Jawa dan bekerja sebagai dokter pemerintah Belanda di Yogyakarta sampai tahun
1899.
Selain berpendidikan Barat, Wahidin adalah seorang pemain musik Jawa klasik
(gamelan) dan wayang. Dia memandang bahwa kebudayaan Jawa dilandasi terutama
oleh ajaran Hindu-Budha, mengisyaratkan bahwa sebagian penyebab kemerosotan
masyarakat Jawa adalah kedatangan agama Islam, ia ingin memperbaiki masyarakat
Jawa melalui pendidikan Belanda.
Pada bulan Mei 1908, diselenggarakan suatu pertemuan yang melahirkan
organisasi Budi Utomo (watak utama/baik). Oleh organisasi tersebut diterjemahkan
ke dalam bahasa Belanda menjadi het schoone streven (ikhtiar yang indah).
Budi Utomo pada dasamya tetap merupakan suatu organisasi priyayi Jawa.
Organisasi ini secara resmi menetapkan bahwa bidang perhatiannya meliputi
penduduk Jawa dan Madura. Bahasa Melayu yang dipilih sebagai bahasa resmi Budi
Utomo.
Budi Utomo tidak pernah memperoleh landasan rakyat yang nyata di antara
kelas-kelas bawah dan mencapai jumlah keanggotaan tertinggi hanya 10.000 orang
pada akhir tahun 1909. Organisasi ini pada dasarnya merupakan lembaga yang
mengutamakan kebudayaan dan pendidikan; jarang memainkan peran politik aktif.16
Gubernur Jenderal van Heutsz menyambut baik Budi Utomo, persis seperti ia
sebelumnya menyambut baik penerbitan Bintang Hindia, sebagai tanda keberhasilan
politik Etis. Memang itulah yang dikehendakinya: suatu organisasi pribumi yang
progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju.
Pada Desember 1909, Budi Utomo dinyatakan oleh pemerintah Hindia Belanda
sebagai organisasi yang sah. Budi Utomo sudah mengalami kemandekan hampir
sejak awal permulaannya. Sepanjang sejarahnya (organisasi secara resmi dibubarkan
pada tahun 1935), sebenarnya Budi Utomo sering kali tampak sebagai partai
pemerintah.17
Budi Utomo digolongkan Kooperatif karena buktinya terlihat bergabung dan
aktif dalam Volksraad. Selain itu, dukungan BU terhadap gagasan Indie weerbaar,
membuat BU dinilai banyak pihak telah diatur pemerintah penjajahBelanda.
2. Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia)
Pada April 1937 diumumkan secara resmi berdirinya sebuah partai baru yang
bernama “Gerakan Rakyat Indonesia” (Gerindo). Partai ini didirikan oleh Amir
Syariffudin setelah pada November 1936 Partindo dibubarkan oleh Gubernur
16 Ricklefs, Op.cit. 34417 Ricklefs, Op.cit. 345
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
13
Jenderal De Jong yang menindas partai yang nonkoperatif. Amir Syariffudin dalam
mendirikan Gerindo mendapatkan dukungan dari bekas tokoh-tokoh Partindo.18
Diantara pemimpinnya adalah A. K. Gani, Mr. Mohamad Yamin, dan Mr. Sartono.
Gerindomemiliki azas koperasi, maukerjasama dengan pemerintah penjajah Belanda,
para anggotanya boleh dudukdalam badan perwakilan (Volksraad), organisasi ini
bercorak internasional dan sosialistis dan mempertahankan demokrasi.19
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam organisasi ini diantaranya Adnan Kapau Gani,
Mohammad Yamin, Amir Sjarifuddin, Ki Sarmidi Mangunsarkoro, Nyonoprawoto,
Sartono dan Wilopo.
Alasan Gerindo digolongkan Kooperatif adalah sebagai berikut :
• Ikut dalam Volksraad
• Bersedia bersikap fleksibel terhadap Pemerintahan Hindia-Belanda
• Bersedia bekerjasama dan bersikap pro
• Tujuan politik sebagai suatu parlemen yang bertanggung jawab kepada
masyarakat Hindia-Belanda
• Tujuan ekonomi sebagai susunan yang berdasarkan kooperasi di bawah
pengawasan negara
• Tujuan sosial sebagai pandangan hidup berdasarkan hak dan kewajiban yang
setara
Menurut Ricklefs di dalam partai ini ada tokoh radikal, Yamin dan seorang
tokoh Kristen Batak kiri Amir Sjarifuddin (1907-48) yang menjadi tokoh nasionalis.
Tujuan Gerindo adalah terwujudnya parlemen penuh untuk orang Indonesia, tetapi
atas dasar kerja sama dengan Belanda untuk melawan ancaman bersama fasisme,
khususnya fasisme Jepang. Akan tetapi, tidak satu pun dari tokoh-tokoh partai ini
yang menunjukkan dukungan mencolok terhadap petisi Soetardjo.20
Ketidak sesuaian pendapat menyebabkan Mr. Muhamad Yamin dipecat, dan ia
mendirikan partai baru dengan nama Partai Persatuan Indonesia (Parpindo) pada
tanggal21 Juli 1939 di Jakarta. Sifatnya kooperasi dengan mengusung asas sosio-
nasionalisme dan sosio-demokrasi.21
Menurut Adrian Vickers, tokoh Gerindo, Amir Sjarifuddin didanai oleh Belanda
untuk membangun perlawanan anti-Jepang pada tahun 1942, ia kemudian ditangkap
oleh Jepang. Ia menjadi anggota kabinet setelah 1945, dan perdana menteri pada
tahun 1947–8. Ia berpisah dengan Syahrir pada tahun 1947 setelah pembentukan
sayap kiri gerakan Revolusi. Ia menyatakan dirinya sebagai anggota Partai Komunis
dan pemimpin Front Demokrasi Rakyat pada tahun 1948 dan dibunuh oleh Tentara
Republik Indonesia setelah Peristiwa Madiun.22
18 Soebagijo, I.N., Sumanang: Sebuah Biografi. Jakarta: GunungAgung, 1980, hlm. 2619 Ayi Budi Santosa, Encep Supriatna, Buku Ajar Sejarah Pergerakan Nasional (Dari Budi Utomo 1908 Hingga
Proklamasi Kemerdekaan 1945) Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia 2008 h.102
20 M. C. Ricklefs, A History Of Modern Indonesia Since C. 1300, Second Edition, The Macmillan Press Ltd 1991, h.192
21 Ayi Budi Santosa, Encep Supriatna, op.cit. h.10222 Adrian Vickers, A History of Modern Indonesia, Cambridge University Press, 2013. h.238
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
14
3. Parindra (Partai Indonesia Raya).
Setelah 1934, antikolonialisme radikal yang non-kooperasi benar-benar mati,
tetapi metode-metode kooperatif belum sepenuhnya didiskreditkan. Pada bulan
Desember 1935, organisasi-organisasi moderat Jawa, Pěrsatuan Bangsa Indonesia
dan Budi Utomo bergabung untuk membentuk Parindra (Partai Indonesia Raya).
Tujuannya adalah kemerdekaan dengan bekerja sama dengan Belanda. Sutomo
adalah ketuanya, dan Thamrin dan yang lainnya bergabung. Organisasi ini pada
dasarnya adalah badan konservatif yang sekuler atau anti-Islam, dan beberapa
pemimpinnya mulai melihat Jepang sebagai model. Pada 1937 mereka memiliki
lebih dari 4600 anggota dan pada akhir 1939 sekitar 11.250, sebagian besar di Jawa
Timur. Pada Mei 1941, mereka mengklaim sekitar 19.500 anggota. Dengan bangkitnya
fasisme di Eropa dan Jepang, banyak pemimpin Indonesia yang berhaluan kiri juga
mulai merasa bahwa mereka harus bergabung dengan Belanda melawan musuh
bersama, fasis.23
Seorang anggota terkemuka partai politik Parindra (Partai Indonesia Raya,
didirikan pada tahun 1935) bernama Muhammad H. thamrin (1894–1941) yang juga
seorang pemimpin etnis Betawi. Ia ditangkap oleh polisi Belanda pada tahun 1941
karena hubungannya dengan Jepang, ia meninggal dalam tahanan.24
Parindra digolongkan Moderat dengan alasan :
• Asas politik parindra adalah Insidental (tidak berpegang pada asas koperasi
maupun nonkoperasi).
• Sikapnya terhadap pemerintah Belanda tergantung pada situasi dan kondisi.
• Menggunakan cara-cara politik dan diplomasi tanpa menimbulkan kekerasan
dan pertumpahan darah dalam mencapai Indonesia merdeka.
• Tidak melakukan perlawanan deengan keras meski telah mengajukan Petisi
Soetardjo yang akhirnya ditolak.
4. GAPI (Gabungan Politik Indonesia)
Pada bulan Mei 1939 organisasi nasionalis utama Indonesia kecuali PNI-Baru
membentuk GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang menuntut pemerintahan
parlementer penuh untuk orang Indonesia. Pada bulan Desember GAPI menggelar
Kongres Rakyat Indonesia di Batavia yang dinilai sukses besar. Tetapi di dalam
Volksraad kepemimpinan Indonesia terus terpecah. Pada 1 September 1939 Hitler
menyerbu Polandia, dan Perang Dunia Kedua dimulai di Eropa.
GAPI mendesak Belanda untuk memberikan otonomi, sehingga tindakan bersama
Belanda-Indonesia melawan fasisme akan dilakukan. Belanda tidak menanggapi
tuntutan tersebut. Pada bulan Februari 1940, pemerintah Belanda mengumumkan
23 M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, Fourth Edition, Palgrave Macmillan 2008, h.23024 Adrian Vickers, op.cit. h.243
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
15
bahwa selama mereka memegang kekuasaan Indonesia, tidak akan ada otonomi
Indonesia atau pemerintahan parlementer.25
Tiga gerakan dalam Volksraad yang disponsori oleh Thamrin, Soetardjo dan
Wiwoho meminta pemerintah penjajah untuk menggunakan istilah ‘Indonesia’
untuk menggantikan sebutan inlander (asli) dalam dokumen resmi, untuk menyebut
kewarganegaraan Hindia dan menuntut mengadakan reformasi Volksraad untuk
mengubahnya menjadi parlemen semu. Kedua tuntutan ini mendapat tanggapan
yang kurang memuaskan dari pemerintah penjajah, maka pada bulan Agustus 1940
usulan tersebut ditarik oleh sponsor mereka.
Pada bulan yang sama GAPI memulai upaya terakhirnya ketika menyerukan
kesetaraan antara orang Belanda dan Indonesia, dengan mengubah Volksraad
menjadi legislatif bikameral berdasarkan sistem pemilihan yang adil. MIAI
mendukung usulan GAPI tersebut. Namun ini juga tidak mendapat tanggapan dari
penjajah Belanda.26
GAPI digolongkan Moderat karena berikut :
Pada tahun 1939, dengan dipelopori oleh Muhammad Husni Thamrin dari
Parindra, gagasan untuk membentuk federasi antar partai politik muncul kembali.
Dengan kata lain perlu dibentuk konsentrasi nasional. Adapun faktor-faktor yang
mendorong terbentuknya federasi tersebut adalah sebagai berikut:
• Kegagalan Petisi Sutardjo.
• Kegentingan internasional akibat timbulnya fasisme.
• Sikap pemerintah yang kurang memperhatikan kepentingan-kepentingan
bangsa Indonesia.
5. Partindo (Partai Indonesia)
Publik Indonesia dihadapkan dengan kebingungan dengan banyaknya singkatan-
singkatan organisasi politik baru yang berkembang dalam beberapa dekade setelah
pemberontakan Komunis: PI, PNI, PSII, PPPKI, Partindo, Parindra, Pari, Gerindo,
GAPI. Tak satu pun dari organisasi ini yang bisa menandingi banyaknya anggota
Sarikat Islam.27
PNI yang dianggap tidak kooperatif dibubarkan pada April 1931. Para
pemimpinnya telah menerima peringatan dari pemerintah Belanda pada Januari 1930
bahwa PNI tidak akan diizinkan untuk melakukan kegiatan politik. SetelahSukarno
dan para pemimpin PNI yakin bahwa partai tersebut menjadi organisasi terlarang,
maka dibuat partai baru bernama Partindo (Partai Indonesia), yang memiliki tujuan
yang sama dengan PNI untuk mencapai kemerdekaan melalui non-kerjasama dan
aksi massa. Tetapi banyak mantan anggota PNI berkecil hati. Akibatnya, pada bulan
Februari 1932 Partindo hanya memiliki 3000 anggota. Beberapa pemimpin Indonesia
25 M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, h.232-23326 Ibid. h.23327 Adrian Vickers, op.cit. h.84
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
16
mengkritik keputusan pembubarkan PNI, yang paling terkenal di antaranya adalah
Hatta, yang masih di Belanda.
Pada bulan Desember 1931 Sjahrir yang baru saja kembali dari Belanda membuat
organisasi baru bernama Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) karena inisialnya
maka organisasi ini disebut PNI Baru.
Partai ini dipimpin oleh orang-orang yang gayanya berbeda dari Sukarno, tetapi
yang idenya awalnya sangat mirip dengan Sukarno. Namun, sejak 1933 dan seterusnya,
ketika represi politik Belanda meningkat, PNI-Baru mulai mengembangkan
taktik yang membedakannya dari PNI lama. Para pemimpin PNI-Baru kemudian
mengembangkan pandangan bahwa aksi massa sulit jika tidakmustahil dalam
lingkungan saat itu, dan ketergantungan pada satu pemimpin dapat menyebabkan
kelumpuhan sebuah partai jika pemimpinnya ditangkap. Oleh karena itu, PNI-Baru
bertujuan untuk menciptakan kader pemimpin. Pengaruh-pengaruh Marxis juga
tampak dalam PNI-Baru, yang meyakini perlunya perjuangan melawan Islamborjuis
pribumi dan dengan demikian menjauhkan diri dari kalangan pedagang Islam dan
priyayi. Gerakan nasionalis yang netral agama akhirnya terpecah antara model aksi
massa dan model pembentukan kader. Sebenarnya tidak ada prospek kesuksesan di
tahun 1930-an.28
Partindo digolongkan Moderat karena :
• Lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan-kegiatan kepartaian
• Menyebarkan ide-ide pergerakan melalui berbagai surat kabar
6. Muhammadiyah
Organisasi Islam kedua yang muncul setelah Sarekat Islam adalah
Muhammadiyah. Sifatnya reformis dan nonpolitik. Kegiatannya dipusatkan dalam
bidang pendidikan, kesehatan rakyat dan sosial. Karena sikapnya yang tidak menolak
sistem Barat, bahkan banyak mengambil alih sistem pendidikan dan perawatan
orang sakit, pemerintah penjajah bersedia memberikan bantuan.29
Muhammadiyah digolongkan termasuk organisasi yang Kooperatif karena
alasan-alasan berikut :
• Tidak melakukan gerakan Resistensi terhadap pemerintah penjajah Belanda
• Mengajukan izin pendirian organisasi pada pemerintah Belanda
• Kegiatannya utama berfokus pada pengajaran dan penanaman nilai-nilai
ajaran Islam pada masyarakat
Organisasi Islam pembaharu atau reformis yang paling penting di Indonesia
berdiri di Yogyakarta, 18 Nopember 1912. Didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan
(1868-1923) berasal dari keturunan keluarga elit Agama kesultanan Yogyakarta. Pada
tahun 1890 dia naik Haji ke Mekkah belajar bersama-sama Ahmad Khotib dan yang
28 M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, h.22729 M.Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V. PN Balai Pustaka Jakarta
1984, h.58
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
17
lain-lain dia pulang dengan tekad bulat untuk memperbaharui Islam dan menentang
usaha-usaha Kristenisasi yang dilakukan oleh kaum Missionaris Barat. Pada tahun
1909 dia masuk Budi Utomo dengan harapan dapat berdakwah tentang pembaharuan
dikalangan para anggotanya, akan tetapi para pendukungnya mendesaknya supaya
mendirikan organisasai sendiri. Pada tahun 1912 dia mendirikan Muhammadiyah
di Yogyakarta. Muhammadiyah mencurahkan kegiatannya pada pada usaha-usaha
pendidikan, sosial dan program dakwah guna melawan misi Agama Kristen dan
takhayul-takhayul lokal30 yang menurut Muhammadiyah bertentangan dengan
ajaran Islam.
Pada mulanya Muhammadiyah berkembang secara lamban. Organisasi ini
ditentang atau diabaikan oleh para pejabat, guru-guru agama Islam tradisional
di desa-desa, heirarki-heirarki keagamaan yang diakui pemerintah, dan oleh
komunitas-komunitas muslim yang menolak ide-ide pembaharuan. Dalam rangka
upaya-upaya pemurniannya, organisasi ini mengecam banyak kebiasaan yang
telah diyakini oleh orang-orang Islam Jawa selama berabad-abad sebagai Islam
yang sebenarnya. Dengan demikian, maka pada masa awalnya, Muahammadiyah
menimbulkan banyak permusuhan dan kebencian di dalam komunitas Agama Islam
di Jawa. Pada tahun 1925, dua tahun sesudah wafatnya Dahlan, Muhammadyah
hanya beranggotakan 4.000 orang, tetapi organisai ini telah mendirikan lima puluh
sekolah dengan 4.000 orang murid, dua balai pengobatan di Yogyakarta dan Surabaya,
sebuah rumah miskin.
Organisasi ini diperkenalkan di Minangkabau oleh Haji Rasul pada tahun 1925.
Sesaat setelah berhubungan dengan dunia Islam yang dinamis di Minangkabau, maka
organisasi ini berkembang dengan pesat. Pada tahun 1930 jumlah anggota organisasi
ini sebanyak 24.000 orang, pada tahun 1935 berjumlah 43.000 orang, dan pada tahun
1938 organisasi ini menyatakan mempunyai anggota yang luar biasa jumlahnya,
yaitu 250.000 orang. Pada tahun 1938 organisasi in telah menyebar keseluruh pulau
utama di Indonesia, mengelola 834 mesjid dan langgar, 31 perpustakaan umum dan
1.774 sekolah, serta memiliki 5.516 orang mubaligh pria dan 2.114 orang mubaligh
wanita. Sampai sedemikian jauh dapat dikatakan bahwa sejarah Islam Modern di
Indonesia sesudah tahun 1925 adalah sejarah Muhammadiyah.31
Meskipun tidak menjalankan kegiatan politik, pengaruh reformisnya, terutama
perannya dalam pendidikan modern di kalangan penduduk kota sangat luas. Hal ini
menimbulkan ketegangan tertama dengan kaun tradisi yang merasa terancam dengan
kemajuan itu. Reformis juga mendapat tantangan dari kalangan adat dan priyayi.
Penjajah Belanda yang setengah takut dengan pengaruh reformis justru berusaha
mempertajam perpecahan tubuh umat Islam tersebut. Perpecahan semakin tampak
ketika kaum tradisi membentuk organisasi sendiri, yaitu Nahdatul Ulama.32
30 M.C.Ricklefs, 1991:25831 M.C.Ricklefs, 1991:26032 M. Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, h.58
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
18
7. Nahdatul Ulama’ (NU)
Umat Islam Indonesia sangat antusias mengikuti perkembangan Perang Dunia
I dan mendukung kekhilafahan Turki Utsmani yang terlibat dalam Perang tersebut.
Setelah kekalahan pada perang dunia I, kekhilafahan turki Utsmani yang menjadi
pemimpin umat Islam di seluruh Dunia semakin mundur. Pada tahun 1922 Majelis
Raya Turki menghapuskan kekuasaan Sultan. Dan pada tahun 1924 Turki menghapus
institusi khalifah, pemimpin Agama semua kaum Muslim, yang telah dipimpin oleh
sultan Usmani selama sekitar enam dawarsa.
Perkembangan tersebut membuat bingung dan gundah seluruh dunia Islam,
yang mulai berfikir tentang pembentukan suatu kekhilafahan baru. Masyarakat
Islam Indonesia bukan saja berminat dalam masalah ini, malah merasa berkewajiban
membicarakan masalah ini untuk mencari solusinya.33
Mesir bermaksud menyelenggarakan suatu konfrensi Islam Internasional guna
membahas masalah khalifah tersebut. Akan tetapi, terjadi kekacauan lagi ketika
pada tahun 1924 ibn Sa’ud merebut Mekkah, dan membawa bersamanya ide-ide
pembaharuan Wahabi dan menyatakan bahwa kaum Muslim supaya menghadiri
suatu konfrensi ke-khalifahan. Selama tahun 1924-1926 kaum Muslim Indonesia
membentuk komite-komite yang akan menghadiri konfrensi-konferensi tersebut
tetapi wakil-wakilnya yang akan menghadiri konferensi-konferensi tersebut,
sebagian besar adalah kaum pembaharu, dan Tjokroaminoto sangat menonjol.34
Kunjungan Salim ke Mekah pada tahun 1927 sebagai wakil umat Islam Indonesia
untuk menghadiri undangan konferensi khilafah dari raja Arab tidak menghasilkan
apa-apa, sebab pertemuan tidak jadi dilakukan.35
Para ulama tradisional Jawa sudah cukup geram. Mereka membenci kaum
pembaharu yang mereka samakan dengan Wahabisme (suatu gerakan pemurnian
agama Islam), mereka meremehkan Tjokroaminoto, dan mereka merasa takut bahwa
kepentingan-kepentingan kaum tradisional tidak akan diakomodasi di Mekkah
dan Kairo seperti halnya mereka telah banyak di kecam di Indonesia. Oleh Karena
itulah, maka pada tanggal 31 Januari 1926 K.H. Hasyim Asjari (1871-1947), pemimpin
suatu pesantren tradisional di Jombang, Jawa Timur, mendirikan Nahdatul Ulama’
(kebangkitan ulama’, NU) untuk mempertahankan kepentingan kaum Muslimin
tradisional.36
NU lahir pada tanggal 31 Januari 1926 M dan pengurusnya besarnya berkedudukan
di Surabaya sebagai pembela mazhab Syafi’i. Perkumpulan ini meluas mejadi suatu
perkumpulan umat Islam yang umum, bermazhab Syafi’I dan beribadah mengikuti
ajaran ahlusunnah wa al jam’ah. Anggaran dasarnya disahkan dengan keputusan
Gubernur Hindia Belanda pada 6 Februari 1930 No. 23.37
NU lahir sebagai perluasan dari Komite Hijaz yang dibentuk dengan dua tujuan:
pertama untuk mengimbangi Komite Khilafat yang secara berangsur-angsur berada
33 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam, h.24234 M.C.Ricklefs, 1991:26935 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam, h.15336 M.C. Ricklefs, 1991:27037 Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Pustaka Book Publisher, Yoyakarta 2007.h.338
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
19
di bawah pengaruh kelompok pembaharu; kedua untuk menuntut pada Ibnu
Sa’ud, penguasa baru di tanah Arab, agar kebiasaan beragama lama (tradisi) dapat
diteruskan.38
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari
merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab
I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diterapkan dalam
khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan
bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971) yang dikenal salah seorang pendiri NU. Ia
pernah membentuk cabang SIdi Mekkah pada 1913. Tetapi setelah tiba di Indonesia
ia mendirikan lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air) di
Surabaya pada 1916.39
Maksud perkumpulan NU ialah memegang teguh salah satu madzhab dari
madzhab Imam yang berempat, yaitu: Syafi’i; Maliki; Hanafi; dan Hambali, dalam
mengerjakan apa-apa yang menjadikan kemashlahatan untuk agama Islam. Untuk
mencapai maksud itu, maka diadakan ikhtiar:
1) Mengadakan perhubungan diantara ulama-ulama yang bermadzhab tersebut
diatas,
2) Memeriksa kitab-kitab sebelum dipakai untuk mengajar, supaya diketahui
apakah kitab itu termasuk kitab-kitab Ahli Sunnah Wal Jama’ah atau kitab
Ahli Bid’ah,
3) Menyiarkan agama Islam berasaskan pada madzhab tersebut diatas dengan
jalan apa saja yang baik,
4) Berikhtiar memperbanyak madrasah-madrasah yang berdasarkan agama
Islam,
5) Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masjid-masjid, surau-
surau, dan pondok-pondok, begitu juga dengan hal ihwalnya anak-anak
yatim dan prang fakir miskin,
6) Mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan
dan perusahaan yang tiada dilarang oleh syara’ agama Islam.
Dengan membaca misi NU, dapat diambil kesimpulan bahwa NU adalah
organisasi sosial yang mementingkan pendidikan dan pengajaranIslam40 daripada
urusan lainnya.
Darul Islam Hindia BelandaPada bulan Juni 1938, dalam muktamarnya NU menyatakan status hukum Hindia
Belanda. Para ulama NU menetapkan bahwa Hindia Belanda berstatus sebagai negara
Islam (Darul Islam). Keputusan pada muktamar yang belangsung di Banjarmasin itu
38 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam, h.24239 Ilim Abdul Halim, Gerakan Sosial Keagamaan Nahdlatul Ulama Pada Masa Kebangkitan Nasional, Religious:
Jurnal Studi Agama-agama dan Lintas Budaya 2, 1 (September 2017), Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. h.37
40 Zuhairini, SejarahPendidikan Islam, (Jakarta: BumiAksara, 2013), Cet. XII, hlm.181-182
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
20
didokumentasikan Abdul Mun’im DZ dalam buku Piagam Perjuangan Kebangsaan.
Ia menyebut salah satu hasil muktamar tersebut dengan judul Negara Bangsa sebagai
Perwujudan Aspirasi Islam:
Sesungguhnya negara kita Indonesia dinamakan Negara Islam karena
telah pernah dikuasai sepenuhnya oleh orang Islam. Walaupun pernah
direbut oleh kaum penjajah kafir (Belanda), tetapi nama negara Islam masih
selamanya, sebagaimana keterangan dari Bughyatul Murtarsyidin:
Setiap kawasan di mana orang Muslim mampu menempatinya pada
suatu masa tertentu, maka kawasan itu menjadi daerah Islam yang ditandai
dengan berlakunya hukum Islam pada masanya. Sedangkan pada masa
sesudahnya walaupun kekuasaan Islam terputus oleh penguasaan orang-
orang kafir (Belanda), dan melarang mereka untuk memasukinya kembali
dan mengusir mereka. Jika dalam keadaan seperti itu, maka dinamakan
darul harb (daerah perang) hanya merupakan bentuk formalnya, tetapi
bukan hukumnya.
Dengan demikian perlu diketahui bahwa kawasan Batavia dan bahkan
seluruh Tanah Jawa (Nusantara) adalah darul Islam (daerah Islam) karena
pernah dikuasai umat Islam, sebelum dikuasai oleh orang kafir (Penjajah
Belanda).
Banjarmasin 19 Juni 1936
Dalam buku tersebut, Abdul Mun’im menyertakan penjelasan oleh KH Achmad
Siddiq, tentang keputusan dalam muktamar tersebut: “Pendapat NU bahwa Indonesia
(ketika masih dijajah Belanda) adalah Darul Islam sebagaimana diputuskan dalam
Muktamar NU di Banjarmasin tahun 1936. Kata Darul Islam di situ bukanlah sistem
politik ketatanegaraan, tetapi sepenuhnya istilah keagamaan (Islam), yang lebih
tepat diterjemahkan wilayah Islam. Motif utama dirumuskannya pendirian itu
adalah bahwa di wilayah Islam, maka kalau ada jenazah yang identitasnya tidak jelas
non-Muslim, maka dia harus diperlakukan sebagai Muslim. Di wilayah Islam, maka
semua penduduk wajib memelihara ketertiban masyarakat, mencegah perampokan,
dan sebagainya. Namun demikian NU menolak ikut milisi Hindia Belanda, karena
menurut Islam membantu penjajah hukumnya haram”41
8. Sarekat Islam (SI)
Pada awal abad XX, kaum muslim perkotaan bersentuhan dengan gagasan-
gagasan pembaharuan. Mereka semakin bersengketa dengan orang-orang Cina
setempat. Orang-orang Cina terlibat persaingan dagang dengan para pengusaha
muslim Jawa. Hubungan mereka dengan masyarakat Jawa pada umumnya menjadi
tegang gara-gara meningkatnya kesombongan dan kebanggaan yang mereka
perlihatkan pada saat bangkitnya revolusi Cina tahun 1911.
41 Abdul Mun’im DZ, Piagam Perjuangan Kebangsaan, hlm. 52diambil dari artikel di NU.or.id berjudul: Status Negara Hindia Belanda Menurut NU Tahun 1938, http://www.nu.or.id/post/read/92182/status-negara-hindia-belanda-menurut-nu-tahun-1938 diakses pada 15 April 2019
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
21
Pada tahun 1909, seorang lulusan OSVIA42 bernama Tirtoadisurjo (1880-1918),
yang telah meninggalkan dinas pemerintahan dan menjadi wartawan, mendirikan
Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910, dia mendirikan organisasi
semacam itu lagi di Buitenzorg (Bogor). Kedua organisasi tersebut dimaksudkan
untuk membantu pedagang-pedagang Indonesia. Tirtoadisurjo sendiri telah meraih
keberhasilan yang sangat berarti. Tahun 1903, ia mendirikan surat kabar pertama
yang didirikan, didanai, dan dijalankan oleh orang-orang Indonesia asli, yaitu
mingguan berbahasa Melayu Soenda Berita, yang dicetak di Cianjur. Pada tahun 1907,
ia mendirikan mingguan Medan Prijaji di Batavia. Pada tahun 1910, Medan Prijaji
berubah menjadi harian, surat kabar harian pertama yang dikelola oleh pribumi.
Pada tahun 1911, Tirtoadisurjo bersama seorang pedagang batik yang berhasil
di Surakarta bemama Haji Samanhudi (1868-1956) mendirikan Sarekat Dagang
Islam sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Cabang-cabang lainnya segera
didirikan. Di Surabaya, H.O.S. Tjokroaminoto (1882-1934) menjadi pimpinan
organisasi itu. Dia juga seorang lulusan OSVIA yang telah mengundurkan diri dari
dinas pemerintahan. Dia merupakan tokoh yang memiliki kharisma, yang terkenal
karena sikapnya yang memusuhi orang-orang yang memegang kekuasaan, baik yang
berkebangsaan Belanda maupun Indonesia. Dia dengan cepat menjadi pemimpin
yang paling terkemuka dari gerakan rakyat yang pertama itu.
Pada tahun 1912, organisasi tersebut mengubah namanya menjadi Sarekat
Islam (SI). Samanhudi, yang sebagian besar waktunya tersita untuk urusan dagang,
meminta Tjokroaminoto untuk memimpin organisasi itu. Asal-usul organisasi yang
bersifat Islam dan dagang segera menjadi kabur. Islam pada namanya sedikit banyak
lebih mencerminkan adanya kesadaran umum bahwa anggota-anggotanya yang
berkebangsaan Indonesia adalah kaum muslim, sedangkan orang-orang Cina dan
Belanda adalah bukan muslim.43
Sarekat Islam tumbuh dari organisasi yang mendahuluinya yang bernama Serikat
Dagang Islam (SDI). Ada dua alasan mengapa SI didirikan yaitu:
a. Kompetisi yang meningkat dalam bidang peragangang Batik terutama dengan
golongan Cina,
b. Sikap superioritas orang-orang Cina terhadap orang-orang Indonesia sehubungan
dengan berhasilnya revolusi Cina pada tahun 1911. Di samping itu masyarakat
Solo juga merasakan adanya tekanan dari kalangan Bangsawan. SDI dimaksudkan
menjadi benteng bagi orang-orang Indonesia yang umumnya terdiri dari pedagang-
pedagang Batik di Solo terhadap orang-orang Cina dan para Bangsawan.44
Kejadian itu merupakan isyarat bagi orang Muslim bahwa telah tiba waktunya
untuk menunjukkan kekuatannya. Para pendiri SI mendirikan oraganisasainya
tidak semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina,
tatapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat pribumi.
Ia merupakan reaksi terhadap rencana krestenings-politik (Politik pengkristenan)
42 OSVIA = OpleidingschoolvoorInlandscheAmbtenaren,SekolahLatihanuntuk Para PejabatPribumi43 Ricklefs, Op.cit. 347-34844 Deliar Noer, 1985:116
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
22
dari kaum Zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-
penindasan dari pihak ambtenar-ambtenar (pejabat pemerintah) lokal dan Eropa.
Pokok utama perlawanan SI ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan dan
kesombongan rasial. Berbeda dengan Budi Utomo yang merupakan organisasi
dari ambtenar-ambtenar pemerintah. Maka SI berhasil mengorganisir lapisan
bawah masyarakat, yaitu lapisan yang sejak berabad-abad hampir tidak mengalami
perubahan dan lapisan yang paling menderita.45
Bila ditinjau menurut anggaran dasarnya, tujuan SI adalah sebagai berikut:
• Mengembangkan jiwa berdagang
• Memberi bantuan pada anggota-anggota yang menderita kesukaran
• Memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat
bumi putra
• Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang Agama Islam
Apabila kita simak dari anggaran dasarnya terkesan SI memang tidak bergerak
dalam bidang politik. Tetapi kalau dilihat dari seluruh aksi perkumpulan itu dapat
diproyeksikan, bahwa SI tak terlepas dalam usaha melaksanakan suatu tujuan
ketatanegaraan yang selalu diperjuangkan dengan gigih. Tanpa diragukan Periode
SI itu dicanangkan oleh suatu kebangkitan revolusioner dalam arti tindakan yang
gagah berani melawan penjajah.46
Sejak tahun 1912, SI berkembang dengan pesat, dan untuk yang pertama
kalinya tampak adanya basis rakyat. Pada tahun 1919, SI menyatakan mempunyai
anggota 2 juta orang. Tidak seperti Budi Utomo, SI berkembang ke daerah-daerah
luar Jawa, tetapi Jawa tetap menjadi pusat kegiatannya. Anggota-anggotanya harus
melakukan sumpah setia dan memiliki kartu anggota. Bahkan beberapa anggota
elite kerajaan Jawa, yang tak suka dengan campur tangan Belanda dalam urusan
mereka, mendukung SI.
SI awalnya menyatakan setia kepada rezim Belanda. Rakyat pedesaan
menjadikan SI sebagai alat bela diri dalam melawan struktur kekuasaan penjajah
yang tidak sanggup mereka hadapi. Oleh karena itulah,organisasi tersebut menjadi
lambang solidaritas kelompok, yang mempersatukan dan tampaknya didorong oleh
perasaan tidak suka kepada orang-orang Cina, pejabat-pejabat priyayi, dan orang-
orang Belanda.47
Di beberapa daerah, SI benar-benar menjadi pemerintahan bayangan dan
para pejabat priyayi harus menyesuaikan diri. Aksi boikot terhadap pedagang
batik Cina di Surakarta dengan cepat meningkat menjadi aksi saling menghina Cina-
Indonesia dan tindak kekerasan di seluruh Jawa. Pada tahun 1913-4 terjadi letupan
tindak kekerasan yang sangat hebat di kota-kota dan desa-desa, di mana cabang-
cabang SI setempat memainkan peran penting.48
45 Nugroho Notosusanto, 1984: 18346 Nugroho Noto Susanto, 1984:18347 Ricklefs, Op.cit h.34848 Ricklefs, Op.cit h.349
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
23
Sambutan rakyat atas berdirinya SI sangat besar, dan secara sepontan cabang-
cabang SI berdiri di berbagai daerah. Hampir semua orang Islam, baik yang terdaftar
sebagai anggota maupun tidak menganggap SI sebagai organisasi mereka. Mereka
umumnya memperlihatkan loyalitas dengan turut serta rapat atau bergerak memenuhi
himbauan organisasi. Seorang pemimpin lokal SI yang ingin mengumpulkan massa
atau pengikutnya, cukup datang ke langgar atau masjid dan memukul bedug. Maka
semua pengikutnya dari segala penjuru akan datang memenuhi panggilan tersebut
termasuk para pembantu rumah tangga para pejabat Belanda; mereka begitu saja
meninggalkan pekerjaan mereka.
Maka sangat besar ketakutan Belanda saat itu pada Sarekat Islam. Mereka
menyangka akan terjadi pemberontakan, dan panggilan bedug dilihat sebagai
pertanda. Pers Belanda menuntut agar pemerintah mengambil tindakan terhadap
organisasi ini, yang oleh sebagian anggotanya diharapkan untuk membentuk
pemerintahan tandingan.
Mungkin orang Belanda menganggap SI sebagai perkumpulan penjahat yang
ingin melenyapkan mereka, sebab pada masa kebangkitan SI itu, dikatakan bahwa
bila hari mulai gelap orang-orang Belanda berkeliling memeriksa semua kamar
dalam rumah-rumah mereka, juga memastikan semua jendela dan pintu terkunci
semua. Dikatakan juga bahwa mereka sangat takut kemungkinan adanya orang yang
bersembunyi, sehingga bila mereka akan tidur tidak lupa memeriksa kolong tempat
tidur. Hantu ketakutan membayangi para penjajah. Dalam suasana seperti itulah SI
mengajukan pengakuan secara hukum pada pemerintah.49
Dalam menghadapi situasi yang demikian hidup dan mengandung unsur-
unsur revolusioner. Pemerintah Hindia Belanda, menemepuh jalan hati-hati dan
selanjutnya mengirimkan salah seorang penasehatnya pada organisasi tersebut.
Gubernur Jendral Idenburg meminta nasehat-nasehat dari para residen untuk
menetapkan kebijakan politiknya.50 Gubernur Jenderal Idenburg secara hati-
hati mendukung SI. Pada tahun 1913, dia memberi pengakuan resmi kepada SI.
Meskipun demikian, dia tidak mengakuinya sebagai suatu organisasi nasional yang
dikendalikan oleh markas besarnya (Centraal Sarekat Islam, CSI), melainkan hanya
sebagai kumpulan cabang-cabang yang otonom.51
Alasan SI digolongkan Kooperatif adalah berikut :
• SDI didirikan pada tahun 1911 dengan ketuanya H. Samanhudi. Dasar
organisasi SDI adalah :
a. Agama b. Ekonomi
• Pada 10 September 1912 berubah nama menjadi SI, dengan tujuan;
1) memajukan agama islam
2) memajukan Perdagangan
3) membantu permodalan
4) kepentingan jasmani dan rohani
49 Deliar Noer, op.cit. h.20450 Nugroho Notosusanto, 1984: 18451 Ricklefs, Op.cit h.349
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
24
• Kongres pertama pada tahun 1913 di Surabaya, dengan keputusan;
1. SI bukan Partai politik
2. SI tidak akan melawan pemerintahan Belanda
3. Berupaya menyatukan muslim di luar pulau jawa
Dalam pidato Tjokroaminoto di Semarang pada tahun 1912, ia menyampaikan
loyalitasnya pada penjajah Belanda:
“Menurut syarak agama Islam juga, kita harus menurut perintahnya
kerajaan Olanda, kita mesti menetapi dengan baik dan setia wet-wet dan
pengaturan Olanda yang diadakan buat ra’yat kerajaan Olanda”.52
Pidato di atas semakin menguatkan pengelompokan SI dalam katagori kooperatif
dengan pemerintah penjajah Belanda. Walaupun SI digolongkan Kooperatif, tetapi
SI mengalami masa Non-Kooperatif setelah 1926. Bila dibandingkan dengan
beberapa pemimpin SI lainnya (seperti Agus Salim dan Abdul Muis), Tjokroaminoto
memang dikenal lebih mengedepankan persatuan dalam organisasinya dan kurang
memperhatikan persoalan prinsip, seperti masalah sesuai tidaknya Islam dengan
Komunisme, atau Islam dengan Nasionalisme.53
Setelah tahun 1926, SI mulai digolongkan sebagai organisasi Non-
Kooperatif karena:
• Adanya politik hijrah (akibat ketidak percayaan pada pemerintah)
• Pemimpin SI juga banyak dikambinghitamkan oleh pemerintahan Hindia
Belanda dikarenakan sikap non-kooperatifnya itu.
• Sikap non-kooperatif lebih tegas lagi dapat dilihat saat Kongres-kongres
Nasional SI.
• Pada tahun 1929 SI diubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) dan
memunculkan sikap non-kooperatif dalam anggaran dasarnya.
Politik Hijrah Sarekat Islam dilancarkan pada tahun 1923 sebagai akibat ketidak
percayaan partai terhadap pemerintah dan keyakinan bahwa kerjasama dengan
pemerintah hanya akan menyebabkan partai lebih jauh dari tujuannya.54
Ketika kongres SI memutuskan tidak ada gunanya mengajukan mosi (protes)
apapun terhadap pemerintah. Kongres juga tidak mengajukan protes trhadap
pelarangan Tjokroaminoto dan salim untuk menghadiri dan memimpin konferensi
partai-partai sepropinsi Kalimantan. Keputusan pemerintah tersebut hanya
diumumkan saat kongres oleh pimpinan yang juga mengatakan bahwa kongres
“semata-mata bergantung pada Tuhan”, sebuah cerminan dari Tauhid. Pada tahun
1927 Tjokroaminoto juga menolak tawaran pemerintah untuk duduk kembali di
Volksraad, keputusan yang juga didukung oleh kongres partai.55
52 Utusan Hindia, 24 Maret 1912, dalam Deliar Noer, op.cit. h.12553 Ibid. h.13754 Deliar Noer, op.cit. h.15955 Ibid., h.160
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
25
Infiltrasi Komunis menghancurkan SIPada tahun 1913 H.J.F.M. Sneevleit (1883-1942) tiba di Hindia Belanda. Dia
memulai karirnya sebagai seorang penganut Katolik tetapi kemudian beralih ke ide-
ide sosial demokratis yang revolusioner dan aktivis Serikat Dagang. Dia kemudian
bertindak sebagai agen Komintern56 di Cina dengan nama samaran G. Maring.
pada tahun 1914 dia mendirikan Indische Sosia-Democratische Vereniging (ISDV:
Perserikatan Demokrat Hindia) di Surabaya, partai kecil yang berhaluan kiri ini
dengan cepat menjadi Partai Komunis pertama di Asia yang berada di luara negri
Unisoviet. Anggota ISDV hampir seluruhnya orang Belanda tetapi oraganisasi ini
juga memperoleh pendukung di kalangan rakyat pribumi juga.
Pada tahun 1915-1916 partai ini menjalin persekutuan dengan Insulinde
(Kepulauan Hindia), sebuah partai yang didirikan pada tahun 1907 dan setelah tahun
1913 menerima sebagian besar anggota Indische Partij yang berkebangsaan Indo-
Eropa, yang radikal. Anggota Insulinde berjumlah 6000 orang termasuk beberapa
orang Jawa yang terkemuka, tetapi organisasi ini jelas bukanlah suatu alat yang ideal
untuk menarik rakyat sebagai pendukungnya. Oleh karena itulah, maka perhatian
ISDV mulai beralih kepada SI, satu-satunya organisasi yang memiliki jumlah
pengikut terbesar di kalangan rakyat Indonesia.57
Organisasi Komunis ini berusaha memainkan peranan memimpin di dalam
pergerakan rakyat dan berusaha untuk mempengaruhi organisasi-organisasi lain,
terutama organisas yang punya massa yang besar seperti SI. Mereka memperoleh
lahan subur di SI Semarang yang saat itu dipimpin oleh Semaun.
Kegiatan-kegiatan ISDV di dalam lingkungan SI menggoncang partai Islam
tersebut dapat dilihat di Voksraad, Aksi Pertahanan Hindia dan gerakan buruh.
Pemimpin-pemimpin SI yang anti komunis (seperti: Abdul Muis, Salim, dan
Sosrokardono) mulai bertanya-tanya kemungkinan gerakan-gerakan orang-orang
ISDV didukung oleh Belanda, sebagai usaha untuk memecah pengikut partai yang
tumbuh dengan pesat dan menimbulkan ketakutan di banyak kalangan orang
Belanda.58
Suwardi Suryaningrat mencatat pada tahun 1917, bahwa berhubung dengan
jalan diplomatis yang yang ditempuh oleh pemerintah Hindia Belanda, maka lambat
laun unsur pemberontakan menjadi berkurang, bahkan disana sini telah terpengaruh
dengan narasi Belanda. Penulisan lain (D.M.G, Koch) mengemukakan adanya tiga
aliran dalam tubuh SI yaitu :
1. Bersifat Islam fanatik
2. Bersifat menetang keras
3. Golongan yang hendak berusaha mencari kemajuan denganberangsur-angsur
dan dengan bantuan pemerintah
56 Komintern adalah organisasi komunis revolusioner internasional, yang merupakan perhimpunan partai-partai komunis dari berbagai negeri, yang berfungsi antara tahun 1919 sampai dengan tahun 1943.
57 M.C.Ricklefs, 1991:26158 Deliar Noer, op.cit. h.136-137
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
26
Kondisi tersebut sudah barang tentu menimbulkan krisis dalam tubuh SI, dan
pertentangan timbul antara pendukung paham Islam dan paham Marx. Debat yang
seru terjadi antara H.A.Agus Salim-Abdul Muis di satu pihak dengan Semaun-Tan
Malaka di lain pihak.59
Untuk menyingkirkan orang-rang komunis, para pemimpin yang anti Komunis
mengemukakan bahwa anggota parta lain hendaknya tidak dapat menjadi anggota
Sarikat Islam, mereka harus memilih menjadi anggota Sarikat Islam saja atau keluar
dari SI. Menurut Salim, masuknya anggota partai lain yang tidak berdasarkan Islam
ke dalam SI telah melemahkan SI. Ia menambahkan, tidak perlu isme-isme lain
untuk menyelesaikan persoalan dalam SI. Solusinya ada dalam asasnya sendiri,
yaitu Islam, asas yang kekal dan tidak dapat dimubahkan walaupun seluruh dunia
memusuhi. Segala kebaikan dalam isme-isme lain telah ada dalam Islam, sebaliknya
segala kekurangan atau kelemahan dalam isme-isme lain tersebut tidak ada dalam
Islam, lanjutnya.60
Kongres di Surabaya 1921, yang diadakan ketika Tjokroaminoto masih di
dalam tahanan, mendukung pendapat yang anti Komunis dengan perbandingan
23 lawan 7 suara. Dengan demikian orang-orang komunis bisa dikeluarkan dari
partai. Perwakilan SI dari daerah Semarang, Solo, Salatiga, Sukabumi dan Bandung
menentang Salim-Muis yang anti PKI.61
Tatkala tahun 1921 golongan kiri dalam tubuh SI dapat disingkirkan, yang
kemudian menamakan dirinya Sarekat Rakyat (SR). SI dan SR keduanya berusaha
untuk mendapatkan sokongan massa dan dalam hal ini keduanya cukup berhasil.
Keadaan yang demikian menyebabkan pimpinan SI, H.O.S. Tjokroaminoto
mengadakan studi perbandingan ajaran Islam dan Marxisme.62
Perpecahan yang terjadi di dalam tubuh SI sangat merugikan perjuangan dan
cita-cita SI. Dinamika yang tejadi dalam SI mengakibatkan SI berubah nama menjadi
paratai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Dalam tahun 30-an setelah meninggalnya
tokoh utama SI H.O.S. Tjoroaminoto, perpecahan didalam tubuh SI sering kali terjadi.
Sehingga peranan dan pengaruhnya sebagai paratai besar juga semakin mundur.63
Tanggapan terhadap NasionalismeReaksi para pemimpin Islam terhadap munculnya nasionalisme ‘sekuler’
umumnya tidak bersahabat. Perdana Menteri Indonesia di masa kemerdekaan,
seorang tokoh Minangkabau, Mohammad Natsir (1908–93), muncul pada periode
ini sebagai seorang idiolog Islam terkemuka. Dia dididik dalam sistem sekolah Eropa
tetapi juga bersekolah di sekolah Islam di Minangkabau. Pada 1927 ia dikirim ke
Sekolah Menengah Umum (AMS) di Bandung.
Di sana ia berkenalan dengan pemikiran pembaharuan Islam, Persatuan Islam
(persis). Sejak 1925 Salim telah memperingatkan umat Islam yang taat bahwa gagasan
59 Nugroho Notosusanto, 1984: 18560 Deliar Noer, op.cit. h.138-13961 Deliar Noer, op.cit. h.14062 Nugroho Notosusanto, 1984: 18563 Nugroho Notosusanto, 1984:185
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
27
Sukarno tentang ‘nasionalisme Indonesia’ mengancam keimanan mereka kepada
Allah. A. Hassan dari Pěrsatuan Islam sama-sama mengecam ide-ide nasionalis. Pada
1931 Natsir menulis artikel yang menyatakan bahwa hanya Islam yang bisa menjadi
dasar negara Indonesia, tetapi bagi umat Islam kemerdekaan itu sendiri tidak bisa
menjadi tujuan akhir; melainkan harus berjuang untuk mendirikan sebuah negara
dengan sistem Islam yang berlaku hukum Islam dan dipimpin oleh pemimpin
Muslim.
Para pemimpin Islam modernis tidak setuju dengan nasionalisme karena itu
adalah gagasan manusia sedangkan Islam adalah wahyu Tuhan, nasionalisme
juga memecah belah komunitas Muslim internasional, dan juga karena ide itu
berasal dari Eropa dan telah memerangi dan menjajah negeri-negeri Islam.
Bagaimana di negara di mana mayoritas adalah Muslim, pemikiran selain Islam
dapat secara serius diusulkan sebagai dasar persatuan. Para pemimpin Islam
reformis paling menentang nasionalisme ‘sekuler’. Perlawanan ini mengakibatkan
isolasi elit nasionalis dari massa, karena saat itu hanya Islam yang dapat
menawarkan hubungan organisasional potensial antara para pemimpin kota
yang berpendidikan dan masyarakat pedesaan. Satu-satunya badan politik Islam
yang signifikan, Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), dengan tokohnya, Salim dan
Tjokroaminoto mendukung Pan-Islam serta untuk mengurangi pengaruh politik
nasionalisme sekuler.64
Pada akhir tahun 1927, Sukarno sudah berhasil merealisasikan suatu front bersatu
dari organisasi-organisasi politik Indonesia yang penting. Pemimpin Partai Sarekat
Islam, Sukiman Wirjosandjojo (L. 1896) memberi Sukarno dukungan yang sangat
menentukan dalam mewujudkan persatuan yang bersifat sementara itu, meskipun
ditentang Agus Salim yang mencela nasionalisme ‘sekuler’ dan tidak menyukai
pengaruh generasi baru kaum terpelajar yang kebarat-baratan. Partai Sarekat Islam,
Budi Utomo, Study Club Surabaya, serta organisasi-organisasi kedaerahan dan
Kristen yang penting bergabung bersama PNI dalam suatu wadah yang dikenal
sebagai PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia).
Gagasan nasionalisme seluruh Indonesia sebagai ukuran umum muncul
semakin kuat. Para pemimpin terpelajar kelompok-kelompok sukubangsa dan
kedaerahan menerima konsep itu antara lain sebagai alat untuk mempertahankan
diri dari dominasi suku Jawa yang potensial, sedangkan kelompok-kelompok Kristen
memandang konsep tersebut antara lain sebagai alat untuk mempertahankan diri
dari dominasi Islam.
Akan tetapi, perbedaan-perbedaan tujuan, ideologi, dan kepribadian yang nyata
masih tetap memecah-belah gerakan-gerakan tersebut, dan persatuan yang dicapai
oleh PPPKI tidaklah begitu mendalam. Partai Sarekat Islam (yang pada tahun 1929
berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia, PSII) mengundurkan diri dari
PPPKI pada tahun 1930 karena kelompok-kelompok lainnya menolak untuk mengakui
peranan utama Islam, yangoleh para pemimpin Islam perkotaan, dianggap pantas.
64 M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, h.228-229
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
28
Memang, kaum nasionalis ‘sekuler’ cenderung mengagumi Mesir, Persia, Irak, dan
terutama Turki, yang memisahkan agama dan negara demi tercapainya modernitas
Barat. Pimpinan Islam Indonesia tidak dapat menerima ide-ide semacam itu.65
Perpecahan-perpecahan yang mendalam di kalangan elite Indonesia yang sangat
kecil jumlahnya umumnya tidak mengalahkan kesepahaman bahwa tujuan utama
upaya politik adalah pembentukan negara Indonesia yang otonom atau merdeka;
dengan demikian, nasionalisme lambat laun menempati posisi ideologis yang paling
berpengaruh saat itu.
Demi kepentingan persatuan yang maksimal di antara kelompok-kelompok
budaya, agama,dan ideologi di Indonesia, maka ide nasionalis ini menolak naluri-
naluri Pan-Islam dan pemahaman dari para pemimpin Islam perkotaan (islam
pembaharu), dengan mengambil suatu posisi yang secara konvensional disebut
‘sekuler’ tetapi yang dalam praktik sering dilihat sebagai anti-Islam oleh para
pemimpin Islam; dengan demikian, Islam didesak pada posisi politik yang terkucil
sampaiakhir abad XX.66
Sarikat Islam semakin terpinggirkan di tahun 1920-an, karena pada tahun-
tahun tersebut semakin banyak orang Islam yang terkena “emansipasi” Barat, yaitu
asing dengan agamanya sendiri, sebagai hasil dari pendidikan Barat. Orang-orang
yang terkena “emansipasi” ini tidak memilih Sarikat Islam sebagai tempat mereka
aktif dalam pergerakan sebagaimana yang dilakukan dalam tahun-tahun belasan
(1911-an dan sesudahnya) oleh pendahulunya yang juga menerima pendidikan
Belanda. Mereka lebih tertarik dengan pergerakan lain yang tidak berasaskan Islam.67
Walaupun di masa kemundurannya, namun SI masih menjadi organisasi
pergerakan yang mempunyai pendukung paling banyak dibanding organisasi-
organisasi lainnya. Partai juga lebih nasional cakupannya, pemimpinnya lebih
berpengalaman dalam masalah organisasi. Sebelumnya partai ini memang dianggap
satu-satunya partai bagi semua orang Islam baik kaum pembaharu maupun tradisi,
dan gambaran seperti itu tidak mudah hilang.68
Pada bulan September 1937, para pemimpin Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah memprakarsai pembentukan Majlis Islam A’laa Indonesia, “dewan
Islam tertinggi Indonesia”, (MIAI). Persatuan Islam, al-Irsyad, dan hampir semua
organisasi Islam lain di seluruh Indonesia segera bergabung ke dalam MIAI. MIAI
tidak bertujuan untuk menjadi lembaga politik, melainkan lebih sebagai forum
untuk melakukan diskusi.
Terdapat perselisihan tentang masalah-masalah syariat Islam yang mendasar
yang, bagaimanapun juga, tidak dapat dirujukkan. Akan tetapi, di kalangan para
pemimpin Islam memang benar-benar terdapat keinginan untuk bersatu.69
Segala harapan akan kemajuan politik pada waktu itu dihancurkan oleh
bayang-bayang fasisme yang semakin meluas. Pada tahun 1931, Jepang menyerbu
65 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, op.cit. h.37966 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, op.cit, h.374-37567 Deliar Noer, op.cit. h.26868 Deliar Noer, op.cit. h.15269 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, op.cit, h.397
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
29
Manchuria; dua tahun kemudian, Hitler menjadi Kanselir Jerman; pada tahun 1936,
berkobar Perang Saudara Spanyol dan, pada bulan Juli 1937, Meletus perang Cina-
Jepang; pada bulan Maret tahun berikutnya, Hitler mencaplok Austria. September
1939, Hitler menyerbu Polandia dan mulai berkobarlah Perang Dunia II di Eropa.
Pada tanggal 10 Mei 1940, Hitler menyerbu negeri Belanda. Pemerintah Belanda lari
ke pengasingan di London.
Bangsa Indonesia menduga bahwa kesediaan mereka bekerja sama melawan
fasisme dan akan terkurasnya kekuatan Belanda sebagai akibat perang seharusnya
mengilhami Belanda untuk memberi semacam otonomi kepada Indonesia. Belanda
beranggapan bahwa saat itu bukanlah waktunya untuk melakukan percobaan-
percobaan politik baru, yang hanya akan meningkatkan ketidakstabilan dan
ketidaktentuan.70
Pada tanggal 8 Desember 1941 (7 Desember di Hawaii), Jepang menyerang Pearl
Harbor, Hongkong, Filipina, dan Malaysia. Pada tanggal 10 Januari 1942, penyerbuan
Jepang ke Indonesia dimulai. Pada tanggal 15 Februari, pangkalan Inggris di
Singapura, yang menurut dugaan tidak mungkin terkalahkan, menyerah. Pada akhir
bulan itu, balatentara Jepang menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris,
Australia, dan Amerika dalam pertempuran di laut Jawa.
Pada tanggal 8 Maret 1942, pihak Belanda di Jawa menyerah dan Gubernur
Jenderal van Starkenborgh ditawan oleh pihak Jepang. Berakhirlah kekuasaan
Belanda di Indonesia. Ia hanya meninggalkan sedikit sahabat di kalangan rakyat
Indonesia.71 Dengan demikian berakhirlah politik kooperatif dan non kooperatif
terhadap penjajah Belanda.
PenutupMunculnya organisasi pergerakan modern pada tahun 1900-an sesuai dengan
perkembangan politik penjajah terhadap pribumi. Saat itu Belanda menerapkan
politik etis, yang salah satu programnya adalah mendidik kaum pribumi. Namun
ternyata “ada udang di balik batu”. Penjajah mendidik pribumi agar mendapat cukup
tenaga terlatih untuk memenuhi kebutuhan tenaga pegawai pemerintah penjajah
Belanda dan sektor swasta, perusahaan-perusaan orang Belanda. Disamping itu
program Pendidikan tersebut disesuaikan dengan tujuan program asosiasi yang
dicanangkan Snouck Hurgronje, yang bertujuan untuk menularkan pemikiran dan
budaya Barat pada pribumi.
Setelah banyak pribumi terdidik dengan pendidikan Barat, banyak organisasi
yang muncul, baik yang beridiologi Islam, sekuler-liberal, maupun sosialis. Dua yang
terakhir saat itu juga berkembang di lingkungan akademis Belanda, sehingga pelajar
dan mahasiswa yang belajar di sana sedikit banyak juga terpengaruh dengan kedua
faham tersebut. Diantara banyak organisasi itu ada yang mau bekerjasama dengan
penjajah Belanda (kooperatif) maupun yang tidak bekerjasama (non-kooperatif)
70 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, op.cit, h.398-39971 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, op.cit, h.401-402
SYAMINAEdisi 8 / April 2019
30
dan moderat. Kooperatif artinya bersedia bekerjasama dengan penjajah dalam
menjalankan organisasinya. Sedangkan moderat artinya kadang bekerjasama dan
kadang tidak kooperatif sesuai dengan kepentingannya. Diantara organisasi yang
kooperatif dan moderat adalah SI, Muhammadiyah, NU, Partai Indonesia, GAPI
(Gabungan Politik Indonesia), Parindra (Partai Indonesia Raya), Gerindo (Gerakan
Rakyat Indonesia).
Daftar PustakaAbdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Pustaka Book Publisher,
Yoyakarta 2007
Adrian Vickers, A History of Modern Indonesia, Cambridge University Press, 2013
Ayi Budi Santosa, Encep Supriatna, Buku Ajar Sejarah Pergerakan Nasional (Dari
Budi Utomo 1908 Hingga Proklamasi Kemerdekaan 1945) Jurusan Pendidikan
Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan
Indonesia 2008
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900 -1942. LP3ES Jakarta 1985.
De Kat Angelino, Colonial Policy Volume II The Dutch East Indies, The Hague Martinus
Nijhoff, 1931.
Firdaus. Sarekat Islam Bukan Budi Utomo. CV. Datayasa Jakarta 1997.
Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit (Jakarta: Pustaka Jaya)
Ilim Abdul Halim, Gerakan Sosial Keagamaan Nahdlatul Ulama Pada Masa
Kebangkitan Nasional, Religious: Jurnal Studi Agama-agama dan Lintas Budaya
2, 1 (September 2017), Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN
Sunan Gunung Djati Bandung.
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Pustaka Book Publisher
Yoyakarta 2007
M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan1991.
M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, Fourth Edition, Palgrave
Macmillan 2008
M. C. Ricklefs, A History Of Modern Indonesia Since C. 1300, Second Edition, The
Macmillan Press Ltd 1991
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Serambi Ilmu Semesta Jakarta,
Cetakan III: September 2007.
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Gadjah Mada University Press, Cetakan
ke-10, Oktober 2011
M. Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III.
PN Balai Pustaka Jakarta 1984.
SYAMINA Edisi 8 / April 2019
31
M.Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V.
PN Balai Pustaka Jakarta 2008.
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional
dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme (Jakata: PT. Gramedia, 1990)
Satria, Hariqo Wibowo. Lafran Pane “Jejak Hayat Pemikirannya”. Lingkar Penerbit
Jakarta 2010.
Selo Soemardjan, Menuju Tata Indonesia Baru. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta
2000 .
Soebagijo, I.N., Sumanang: Sebuah Biografi. Jakarta: GunungAgung, 1980
Stroomberg, Hindia Belanda 1930, ircisod Yogyakarta cetakan Pertama 2018.
Suhartono. Sejarah Pergerakan Nasional “dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-
1945”. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 1994
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara Jakarta Cet. XII 2013