kabupaten tegal 2014 - kementerian kesehatan … · dinas kesehatan kabupaten tegal 2015. ii ......
TRANSCRIPT
PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL
DINAS KESEHATAN Jl. Raya Dr. Soetomo No. 1C – Slawi Telp. 0283 491644 Fax 0283 491674
website: dinkeskabtegal.go.id email: [email protected]
Kabupaten Tegal 2014
i
PROFIL KESEHATAN
Kabupaten Tegal Tahun 2014
DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL 2015
ii
Buku ini diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Jalan dr. Sutomo No. 1 C, Slawi Telepon no: 0283-491644 Fax no: 0283-491674 e-mail: dinkes@tegalkab .go.id web site: http://www.dinkes.tegalkab.go.id
iii
TIM PENYUSUN
Pengarah
dr. Hendadi Setiaji. M.Kes
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal
Penanggung Jawab Sri Yuniati, SH
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal
Ketua Edy Sucipto, SKM.M.Si
Kepala Sub Bag Perencanaan dan Keuangan
Penyusun(Editor) Lina Rahmawati, S.Kep, Ns.
Rizal Purnomo, SKM
Kontributor Bidang Kesehatan Keluarga, Bidang Pelayanan Kesehatan
Bidang Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit, Bidang Promosi Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan
Subag Perencanaan dan Keuangan; Subag Kepegawaian; Subag Umum; Seksi Pemberantasan Penyakit; Seksi Pencegahan Penyakit; Seksi Imunisasi; Seksi
Penyehatan Lingkungan, Seksi Pemberdayaan Masyarakat,
Seksi Promosi Kesehatan; Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat; Seksi Upaya Kesehatan Perorangan;
Seksi Farmasi dan Perbekalan Kesehatan; Seksi Kesehatan Ibu dan Lansia, Seksi Kesehatan anak dan Remaja
Seksi Gizi Masyarakat, UPTD Puskesmas, UPTD Gudang Farmasi; UPTD Laboratorium
iv
UcapanTerimaKasih
Kami sampaikankepada :
dr. Titis Cahyaningsih, MMR, dr. Isriyati,
Muchtar Mawardi, SKM.MKes, Teguh Mulyadi, SKM, M.Si Istichomah, S.SiT. M.Kes, Henifah, SKM, Slamet Sukamto, S.Gz
Siti Aminah, S.ST, Indah Arumsari, AMd.Keb Moh. Insanudin, SKM, Toto Sugiarto, S.ST, Apt, Dra. Endang Puji H, MMR
Dedi Sutanto, SKM. M.Kes, Inayah, S.Kep, Moh. Farhamul Atfal Ari Dwi Cahyani, SKM. M.Kes, Kliwon Sutrisno, SKM, Yulia Prihastuti, SKM
Susliastuti, SKM, Bagus Johan Maulana, Eko Budi P. Prabowo P, SKM, Patriawati Narendra, SKM, Drs. Aris Wimbargo, Apt.
Edi Ismanto, SKM, Abdurachman, SKM, Nining Listyani, SKM Slamet, SKM, Siti Nur’aeny, SKM, Paramitha, SKM
Aripin, SIP, MM, Dwi Risdiyanto, AMKL, Dhimas Adiyasa Pramudya SE, Ratna Ika Kumala H, Chabibaeni
Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
Buku Profil Kesehatan Kabupaten Tegal 2014
Copyrigh@2015
created by subag perencanaan dan keuangan email: [email protected]
v
KATA PENGANTAR
KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami
dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Tegal 2014 ini dengan
baik. Profil Kesehatan Kabupaten Tegal merupakan salah satu media
publikasi data dan informasi yang terkait dengan situasi dan kondisi
kesehatan yang relative komprehensif.
Sumber data Profil Kesehatan Kabupaten Tegal berasal dari Bidang,
Seksi dan Pelaksana Program di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, UPTD
Puskesmas, UPTD Gudang Farmasi, UPTD Labaoratorium serta institusi lain yang memiliki
data terkait bidang kesehatan seperti Rumah Sakit, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PP dan KB), Dinas Pendidikan, Pemuda
dan Olahraraga (DIKPORA).
Data yang ditampilkan pada Profil Kesehatan Kabupaten Tegal dapat membantu
kita dalam membandingkan capaian pembangunan kesehatan antara satu Puskesmas dengan
Puskesmas lainnya, mengukur capaian pembangunan kesehatan di KabupatenTegal, serta
sebagai dasar untuk perencanaan program pembangunan kesehatan selanjutnya.
Terdapat perbedaan Profil Kesehatan Kabupaten Tegal tahun 2014
dibandingkan dengan Profil Kesehatan Kabupaten Tegal yang diterbitkan pada tahun-tahun
sebelumnya, yaitu perubahan sistematika bab. Pada Profil Kesehatan Kabupaten Tegal
terdahulu, sistematika bab secara berurutan terdiri dari ; Pendahuluan, Gambaran Umum,
Situasi Derajat Kesehatan, Upaya Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan, dan Perbandingan
antara negara. Sedangkan pada Profil Kesehatan Kabupaten Tegal 2014 urutan bab terdiri
dari Demografi, Sarana Kesehatan, Tenaga Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan, Kesehatan
Keluarga (Kesehatan Ibu & Kesehatan Anak), serta Pengendalian Penyakit dan Kesehatan
Lingkungan.
Buku Profil Kesehatan Indonesia 2014 ini disajikan dalam bentuk cetakan dan
soft copy (CD) serta dapat diunduh di website www.dinkes.tegalkab.go.id. Semoga publikasi ini
dapat berguna bagi semua pihak, baik pemerintah, organisasi profesi, akademisi, sector
swasta dan masyarakat serta berkontribusi secara positif bagi pembangunan kesehatan di
Kabupaten Tegal. Kritik dan saran kami harapkan sebagai penyempurnaan profil yang akan
datang.
Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Profil
Kesehatan Kabupaten Tegal 2014 ini, kami mengucapkan terimakasih.
Slawi, Juli 2015 Kepala Dinas Kesehatan
KabupatenTegal
Dr. HendadiSetiaji, M.Kes
Pembina UtamaMuda NIP. 19630530 198911 1001
vi
DaftarIsi
halaman
Halaman Judul .......................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................................. v
Daftar Isi ............................................................................................................................. vi
BAB I DEMOGRAFI ................................................................................................. 1
A. Keadaan Penduduk ........................................................................... 2
B. Keadaan Ekonomi .............................................................................. 5
C. Keadaan Pendidikan ......................................................................... 9
D. Indeks Pembangunan Manusia ..................................................... 11
BAB II SARANA KESEHATAN ............................................................................ 12
A. Pusat Kesehatan Masyarakat ........................................................ 12
B. Rumah Sakit ......................................................................................... 15
C. Sarana Kefarmasian dan Alat Kesehatan .................................. 18
D. Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat .................... 20
E. Institusi Pendidikan Kesehatan Poltekkes ............................... 24
BAB III TENAGA KESEHATAN ............................................................................. 26
A. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan ......................................... 26
BAB IV PEMBIAYAAN KESEHATAN .................................................................. 39
A. Anggaran Dinas Kesehatan ............................................................ 39
B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bidang ......................... 39
C. Jaminan Kesehatan Masyarakat ................................................... 40
D. Bantuan Operasional Kesehatan .................................................. 41
vii
BAB V SITUASI DERAJAT KESEHATAN ......................................................... 43
A. Usia Harapan Hidup (UHH) ........................................................... 43
B. Angka Kematian (Mortalitas) ....................................................... 43
1. Angka Kematian Bayi (AKB) .................................................... 44
2. Angka Kematian Balita (AKABA) ............................................ 45
3. Angka Kematian Ibu (AKI) ........................................................ 46
BAB VI KESEHATAN KELUARGA ....................................................................... 49
A. Kesehatan Ibu........................................................................................ 49
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil ............................................. 50
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin ........................................ 54
3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas ............................................... 57
4. Pelayanan/Penanganan Komplikasi Kebidanan .............. 58
5. Pelayanan Keluarga Berencana............................................... 60
B. Kesehatan Anak .................................................................................... 62
1. Berat Badan Bayi Lahir............................................................... 62
2. Penanganan Komplikasi Neonatal ........................................ 64
3. Pelayanan Kesehatan Neonatus .............................................. 67
4. Pelayanan Kesehatan pada Bayi ............................................. 69
5. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif ......................................... 71
6. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita ........ 74
7. Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S) .......... 76
8. Imunisasi .......................................................................................... 78
9. Pelayanan Kesehatan pada Balita .......................................... 82
10. Pelayanan Kesehatan pada siswa SD dan setingkat ........ 84
C. Gizi Keluarga .......................................................................................... 86
BAB VII PENGENDALIAN PENYAKIT DAN KESEHATAN LINGKUNGAN...
A. Pengendalian Penyakit ...................................................................... 88
1. Penyakit Menular ......................................................................... 88
2. Penyakit Tidak Menular ............................................................. 100
viii
B. Kesehatan Lingkungan ...................................................................... 104
1. Air Minum ........................................................................................ 104
2. Sanitasi Layak ................................................................................ 107
3. Pengawasan Tempat Tempat Umum .................................... 108
4. Institusi dibina Kesehatan Lingkungannya ........................ 109
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................110
LAMPIRAN
1
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
DEMOGRAFI
Kabupaten Tegal secara geografis terletak pada koordinat
108o57’6”-109o21’30” BT dan 6o50’41” – 7o15’30” LS. Panjang garis pantai 30 km
dan panjang perbatasan darat dengan daerah lain adalah 27 Km. Wilayah
Kabupaten Tegal terdiri dari daratan seluas 87.878,56 ha dan lautan seluas 121,50
km2.
Wilayah daratan mempunyai kemiringan bervariasi, mulai dari
yang datar hingga yang sangat curam. Kemiringan lahan tipe datar/pesisir (0-20)
seluas 24.547,52 ha (Kecamatan Kramat, Suradadi dan Warureja), tipe
bergelombang/dataran (2-150) seluas 35.847,22 ha (Kecamatan Adiwerna,
Dukuhturi, Talang, Tarub, Pagerbarang, Dukuhwaru, Slawi, Lebaksiu, sebagian
wilayah Suradadi, Warureja, Kedungbanteng dan Pangkah), tipe curam/berbukit-
bukit (15-400) seluas 20.383,84 ha dan tipe sangat curam/pegunungan (>400)
seluas 7.099,97 ha (Kecamatan Jatinegara, Margasari, Balapulang, Bumijawa,
Bojong, sebagian Pangkah dan Kedungbanteng).
Kondisi dataran tersebut, di antaranya berupa wilayah hutan,
persawahan dan ladang yang cukup luas. Upaya menjaga kelestarian lingkungan
hidup terhadap lahan hutan sebagai daerah penyangga dalam kurun waktu 5
(lima) tahun terakhir memperlihatkan perkembangan yang mengkhawatirkan.
Tercatat pada tahun 2009 luas lahan hutan di Kabupaten Tegal seluas 21.258,41
ha dan pada tahun 2013 turun menjadi 20.963,20 ha.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1986 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kota Tegal dan Kabupaten Tegal, secara administratif
pada tahun 2013 wilayah Kabupaten Tegal terbagi menjadi 18 kecamatan, yaitu
Kecamatan Margasari, Bumijawa, Bojong, Balapulang, Pagerbarang, Lebaksiu,
Jatinegara, Kedungbanteng, Pangkah, Slawi, Dukuhwaru, Adiwerna, Dukuhturi,
Talang, Tarub, Kramat, Suradadi dan Warureja), 281 desa, 6 kelurahan, 1.404 RW
dan 6.746 RT, dengan batas batas wilayah Kabupaten Tegal adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kota Tegal dan Laut Jawa
Sebelah selatan : Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas
Sebelah timur : Kabupaten Pemalang
Sebelah barat : Kabupaten Brebes
2
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
A. KEADAAN PENDUDUK
Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik Kabupaten Tegal menghitung estimasi penduduk dengan metode
geometrik. Metode ini menggunakan prinsip bahwa parameter dasar demografi
yaitu parameter fertilitas, mortalitas, dan migrasi per tahun tumbuh konstan.
Metode ini lebih mudah dilakukan dengan mengkaji pertumbuhan penduduk di
dua atau lebih titik waktu yang berbeda.
Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2014 sebesar 1.579.734 jiwa,
yang terdiri atas jumlah penduduk laki-laki sebesar 770.419 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan 809.315 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Tegal
meningkat dengan relatif cepat. Diperlukan kebijakan untuk mengatur atau
membatasi jumlah kelahiran agar kelahiran dapat dikendalikan dan kesejahteraan
penduduk makin meningkat. Rasio jenis kelamin pada tahun 2014 sebesar 95,19.
Angka ini berarti bahwa terdapat 95 laki-laki diantara 100 perempuan.
Pada Tabel 2, berdasarkan hasil estimasi, jumlah penduduk tertinggi di
Kabupaten Tegal terdapat di Kecamatan Adiwerna dengan jumlah penduduk
sebesar 128.968 jiwa, Margasari sebesar 113.030 jiwa dan Kramat sebesar
110.412 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan
Kedungbanteng dengan jumlah penduduk sebesar 46.215 jiwa.
GAMBAR 1.1
PETA WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN TEGAL
3
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Struktur penduduk di Kabupaten Tegal termasuk struktur penduduk
muda. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya jumlah penduduk usia muda yang
masih tinggi. Badan piramida besar, ini menunjukkan banyaknya penduduk usia
produktif terutama pada kelompok umur 25-29 tahun dan 30-34 tahun, baik laki-
laki maupun perempuan. Jumlah golongan penduduk usia tua juga cukup besar,
terutama perempuan. Hal ini dapat dimaknai dengan semakin tingginya usia
harapan hidup, terutama perempuan. Kondisi ini menuntut kebijakan terhadap
penduduk usia tua. Bertambahnya jumlah penduduk tua dapat dimaknai sebagai
meningkatnya tingkat kesejahteraan, meningkatnya kondisi kesehatan tetapi juga
dapat dimaknai sebagai beban karena kelompok usia tua ini sudah tidak produktif
lagi. Rincian jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur di
Kabupaten Tegal tahun 2014 dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2.
Konsentrasi penduduk disuatu wilayah dapat dipelajari dengan
menggunakan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk menunjukkan rata-rata
jumlah penduduk per 1 kilometer persegi. Semakin besar angka kepadatan
penduduk menunjukkan bahwa semakin padat penduduk yang mendiami wilayah
tersebut. Kepadatan rata-rata penduduk di Kabupaten Tegal berdasarkan hasil
estimasi sebesar 1.798 penduduk per km2. Kepadatan penduduk berguna sebagai
acuan dalam rangka mewujudkan pemerataan dan persebaran penduduk.
Kepadatan penduduk menurut Kecamatan dapat dilihat pada Lampiran Tabel 1.
Gambar 1.2 Grafik Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kecamatan
Di Kabupaten Tegal Tahun 2014
4
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Berdsasarkan gambar 1.2 dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk di
Kabupaten Tegal belum merata. Kepadatan penduduk tertinggi di Kabupaten Tegal
terdapat di Kecamatan Dukuhturi sebesar 5.768 penduduk per km2, sedangkan
kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Kedungbanteng sebesar
527,45 penduduk per km2.
Untuk pemerataan penduduk di Kabupaten Tegal dapat digunakan cara,
antara lain : transmigrasi atau program memindahkan penduduk dari tempat yang
padat ke tempat yang jarang penduduknya baik dilakukan atas bantuan
pemerintah maupun keinginan diri sendiri; pemerataan lapangan kerja dengan
mengembangkan industri, terutama untuk provinsi yang berada di luar Pulau
Jawa; pengendalian jumlah penduduk dengan menurunkan jumlah kelahiran
melalui program keluarga berencana atau penundaan umur nikah pertama.
Indikator penting terkait distribusi penduduk menurut umur yang sering
digunakan untuk mengetahui produktivitas penduduk adalah Angka Beban
Tanggungan atau Dependency Ratio. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang
menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur di
bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang
termasuk umur produktif (umur 15–64 tahun). Secara kasar perbandingan angka
beban tanggungan menunjukkan dinamika beban tanggungan umur produktif
terhadap umur nonproduktif. Angka ini dapat digunakan sebagai indikator yang
secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi
persentase dependency ratio menunjukkan semakin tinggi beban yang harus
ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang
belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency ratio
yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung
penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan
tidak produktif lagi.
Angka Beban Tanggungan penduduk Kabupaten Tegal pada tahun 2014
sebesar 59. Hal ini berarti bahwa 100 penduduk Kabupaten Tegal yang produktif,
di samping menanggung dirinya sendiri, juga menanggung 59 orang yang
belum/sudah tidak produktif lagi. Apabila dibandingkan antar jenis kelamin, maka
Angka Beban Tanggungan laki-laki lebih kecil jika dibandingkan dengan
perempuan. Pada tahun 2014, angka beban tanggungan laki-laki sebesar 57, yang
berarti bahwa 100 orang penduduk laki-laki yang produktif, di samping
menanggung dirinya sendiri, akan menanggung beban 57 penduduk laki-laki yang
5
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
belum/sudah tidak produktif. Angka Beban tanggungan penduduk Kabupaten
Tegal dapat dilihat pada tabel berikut table 1.1:
TABEL 1.1 JUMLAH PENDUDUK DAN ANGKA BEBAN TANGGUNGAN
MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK USIA PRODUKTIF DAN NON PRODUKTIF DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
No Umur Jenis Kelamin Laki laki
dan Perempuan Laki-laki Perempuan
1 0-14 221.714 230.415 452.129
2 15-64 490.593 504.612 995.205
3 Diatas 65 58.112 74.288 132.400
Jumlah 770.419 809.315 1.579.734
Angka Beban Tanggungan 57 60 59
Sumber: Dinkes Kabupaten Tegal, 2014, Hasil Estimasi
Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat
perhatian yang serius. Program pembangunan, termasuk pembangunan dibidang
kesehatan, harus didasarkan pada dinamika kependudukan. Upaya pembangunan
di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pembangunan kesehatan merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pencapaian derajat
kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi tanggung jawab dari sektor
kesehatan saja, namun sektor terkait lainnya seperti sektor penididikan, sektor
ekonomi, sektor sosial dan pemerintahan juga memiliki peranan yang cukup besar.
Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan ketersediaan data mengenai
penduduk sebagai sasaran program pembangunan kesehatan.
B. KEADAAN EKONOMI
Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam
menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Produk Domestik Bruto per
kapita merupakan Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku dibagi dengan
jumlah penduduk pertengahan tahun. Berdasarkan data BPS Kabupaten Tegal
dalam kurun waktu 2009–2013, Produk Domestik Bruto per kapita atas dasar
harga berlaku terus mengalami peningkatan, tahun 2009 sebesar Rp 23,9 juta,
tahun 2010 sebesar Rp 27,0 juta, tahun 2011 sebesar Rp 30,7 juta, tahun 2012
sebesar Rp 33,5 juta, dan tahun 2013 sebesar Rp 36,5 juta.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tegal pada tahun
6
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
2012 (data 2013 masih dalam proses perhitungan) telah mencapai sebesar Rp.
9.802.454,69 juta.
Selama kurun waktu dua belas tahun, dari tahun 2000–2012 terjadi
kenaikan menurut harga berlaku sebesar 4,42 kali lipat (tahun 2000 sebesar
2.214,45 miliyar). Sedangkan pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh indeks
perkembangan atas dasar harga konstan tahun 2012 sebesar 1,80 kali lipat (tahun
2000 sebesar Rp 2.214,45 milyar meningkat menjadi Rp. 4.001,20 milyar pada
tahun 2012). Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Brutto (PDRB) selama
tahun 2012 terjadi pertumbuhan menurut harga berlaku sebesar 11,41 persen
dengan inflasi harga produsen sebesar 5,86 persen. Untuk pertumbuhan menurut
harga konstan yang terjadi selama tahun 2012 sebesar 5,25 persen.
Pertumbuhan ekonomi menurut harga konstan pada tahun 2012 sebesar
(5,25 persen) tingkat percepatan pertumbuhannya lebih tajam dibandingkan
dengan pertumbuhan tahun 2011 sebelumnya (4,81 persen). Percepatan laju
pertumbuhan ini didominasi sektor Pertambangan dan Penggalian serta sektor
Keuangan, Persewaan, dan jasa perusahaan yang menanjak tajam 7,78 persen
seiring menggeliatnya perekonomian yang ditandai dengan perputaran uang yang
lebih cepat. Sektor Pengangkutan dan komunikasi juga mengalami percepatan
pertumbuhan yakni 7,45 persen.
Sektor Pertanian terutama produksi padi pada tahun 2012 kembali
mengalami percepatan pertumbuhan seiring membaiknya curah hujan yaitu
sebesar 2,41 persen dibanding tahun 2011 yang 1,02 persen. Sektor industri pada
tahun 2011 membukukan laju pertumbuhan sebesar positif 5,20 persen melaju
pelan pada tahun 2012 sebesar positif 5,28 persen. Sektor jasa-jasa membukukan
pertumbuhan positif 5,65 persen, naik jika dibandingkan tahun 2011 sebesar 4,65
persen. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tegal ditopang dari pertumbuhan
ekonomi 18 kecamatan yang ada di wilayah pemerintahan Kabupaten Tegal,
Kecamatan yang memberikan konstribusi pertumbuhan pada tahun 2012 memiliki
rentang pertumbuhan 3,38 persen (Kecamatan Pagerbarang) sampai 8,88 persen
(Kecamatan Adiwerna). Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tegal atas dasar harga
konstan sebesar 5,25 persen ini masih berada di bawah target rata-rata yaitu 5,72
persen dalam rangka mendukung perekonomian Jawa Tengah. Berikut disajikan
indikator ekonomi, khususnya mengenai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Tegal tahun 2010-2012 yang mencakup pertumbuhan sektoral,
struktur ekonomi, pendapatan perkapita, perkembangan dan indeks implisitnya.
7
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Di bidang ketenagakerjaan, jumlah angkatan kerja Kabupaten Tegal terus
mengalami kenaikan. Tercatat pada tahun 2009 berjumlah 725.461 orang, tahun
2010: 739.994 orang, tahun 2011: 988.871 orang, tahun 2012 1.008.845 orang,
dan di tahun 2013 terdapat 1.008.971 orang. Mayoritas penduduk Kabupaten
Tegal masih bekerja di sektor pertanian dalam arti luas. Berdasarkan data yang
ada pada tahun 2012 sebanyak 140.420 orang (7,78%) yang menggeluti lapangan
kerja di sektor pertanian. Jumlah penduduk yang memilih sektor pertanian sebagai
lapangan kerjanya, selama 4 tahun terakhir ini cenderung mengalami penurunan
seiring dengan semakin berkurangnya lahan pertanian karena beralih fungsi.
Disinyalir mereka beralih profesi ke sektor perdagangan, industri dan sektor
lainnya. Terbukti jumlah penduduk yang berprofesi di sektor perdagangan pada
tahun 2012 sebanyak 160.441 orang (8,89%). Sektor lainnya yang cukup diminati
masyarakat adalah sektor industri pengolahan, dan sektor jasa kemasyarakatan
yang masing-masing ditekuni oleh 112.244 orang (6,22 %) dan 74.532 orang (4,13
%).
Disadari bahwa bidang ketenagakerjaan di Kabupaten Tegal masih
menyisakan berbagai persoalan, diantaranya masalah pengangguran. Jumlah
pengangguran selama kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi.
Tercatat pada tahun 2009 terdapat 187.682 pengangguran, dan di tahun 2010
jumlahnya mengalami peningkatan menjadi 302.990 orang, sedangkan di tahun
2011 turun menjadi 187.686 orang. Dengan semakin meningkatnya jumlah
angkatan kerja, Pemerintah Kabupaten Tegal terus mendorong terbukanya
lapangan kerja dan investasi yang selama ini belum menunjukkan pertumbuhan
yang signifikan. Upaya penempatan TKI di luar negeri pun dilakukan. Jumlah TKI
selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 terdapat 330 orang TKI. Di
tahun 2010 naik menjadi 461, dan di tahun 2011 naik menjadi 490 orang,
sementara di tahun 2012 turun menjadi 472 orang. Hal penting lainnya terkait
dengan ketenagakerjaan adalah Upah Minimum Regional (UMR). Dari tahun ke
tahun UMR di Kabupaten Tegal terus mengalami peningkatan (rata-rata per tahun
sebesar 9%). Pada tahun 2009 UMR sebesar Rp. 640.000,- dan pada tahun 2010,
2011, 2012 naik menjadi Rp. 685.000,-; Rp 725.000,- dan Rp. 780.000,-.
Persoalan besar bagi semua daerah adalah menurunkan angka
kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tegal dalam kurun waktu 4
tahun (2009-2012) menunjukkan tren positif/menurun, tercatat pada tahun 2010
sebanyak 189.687 jiwa ((13,98 %), tahun 2011 kembali turun hingga angka
8
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
182.542 jiwa (13,11%), kemudian tahun 2012 turun lagi menjadi 161.116 jiwa
(7,31%). Batasan/garis keluarga/seseorang (garis kemiskinan) disebut miskin di
wilayah Pedesaan pada tahun 2009 adalah Rp. 187.048,- tahun 2011 naik menjadi
Rp. 204.093,- dan pada tahun 2012 kembali naik menjadi Rp. 222.700,-.
Besarnya pendapatan yang diterima rumah tangga dapat
menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun data pendapatan yang
akurat sulit diperoleh, sehingga dilakukan pendekatan melalui data pengeluaran
rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran makanan
dan bukan makanan dapat menggambarkan bagaimana penduduk mengalokasikan
kebutuhan rumah tangganya. Walaupun harga antar daerah berbeda, namun nilai
pengeluaran rumah tangga masih dapat menunjukkan perbedaan tingkat
kesejahteraan penduduk antar kecamatan khususnya dilihat dari segi ekonomi.
Pengukuran kemiskinan dari BPS menggunakan konsep memenuhi
kebutuhan dasar (basic need approach). Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi
dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak hak
dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang
perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Karena
data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini
didekati dengan menggunakan data pengeluaran.
Kemiskinan dipahami sebagai ketidakmampuan ekonomi penduduk
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan maupun non makanan yang diukur
dari pengeluaran. Pengukuran kemiskinan dilakukan dengan cara menetapkan
nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan maupun untuk non
makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk hidup secara layak. Nilai standar
kebutuhan minimum tersebut digunakan sebagai garis pembatas untuk
memisahkan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Garis pembatas tersebut
yang sering disebut dengan garis kemiskinan. Kategori penduduk miskin adalah
penduduk dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan kurang dari garis
kemiskinan.
Masalah kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase
penduduk miskin saja, ada dimensi lain yang perlu diperhatikan yaitu tingkat
kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan, merupakan
ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata
9
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan
memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk
miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran
diantara penduduk miskin.
C. KEADAAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah dalam
mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Pendidikan berkontribusi
terhadap perubahan perilaku masyarakat. Pendidikan menjadi pelopor utama
dalam rangka penyiapan sumber daya manusia dan merupakan salah satu aspek
pembangunan yang merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan
pembangunan nasional. Untuk peningkatan peran pendidikan dalam
pembangunan, maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan salah satunya dengan
meningkatkan rata-rata lama sekolah.
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan
kecerdasan dan keterampilan manusia. Peningkatan mutu pendidikan harus terus
diupayakan, dimulai dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada
penduduk untuk mengenyam pendidikan, hingga pada peningkatan kualitas dan
kuantitas sarana dan prasarana pendidikan. Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki
seseorang merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formal. Semakin tinggi
ijazah/STTB yang dimiliki oleh rata-rata penduduk suatu negara semakin tinggi
taraf intelektualitas negara tersebut.
Analisis tentang kondisi pendidikan di Kabupaten Tegal dapat
menggunakan dua indikator partisipasi sekolah, yaitu Angka Partisipasi Kasar
(APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Kedua ukuran tersebut mengukur
partisipasi penduduk usia sekolah oleh sektor pendidikan. Perbedaan di antara
keduanya adalah penggunaan kelompok usia "standar" di setiap jenjang
pendidikan. Usia standar yang dimaksud adalah rentang usia yang dianjurkan
pemerintah dan umum dipakai untuk setiap jenjang pendidikan.
APK adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah
di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang
berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK menunjukkan tingkat
partisipasi penduduk secara umum di suatu jenjang pendidikan. Angka ini
merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap
penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. Hasil perhitungan
APK ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu
10
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi APK
menunjukkan semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang
pendidikan pada suatu wilayah.
APK membagi jumlah siswa dengan tingkat pendidikan tanpa
menggunakan batasan kelompok umur. Hal ini memungkinkan nilai APK yang
melebihi 100%. Kondisi ini sering terjadi pada jenjang pendidikan SD/MI. Nilai
diatas 100% ini terjadi karena terdapat penduduk dengan umur dibawah 7 tahun
yang sudah bersekolah ditingkat sekolah dasar, atau penduduk yang berusia lebih
dari 12 tahun yang masih bersekolah pada tingkat SD/MI.
Angka Partisipasi Sekolah pada tingkat Pendidikan Dasar di Kabupaten
Tegal dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir (2009-2013) adalah sebagai
berikut: 109%, 109,20%, 110,30%, 113,80%, dan 93,80%; sedangkan pada tingkat
Pendidikan Menengah masih relatif rendah, sebagaimana tercatat dalam data
tahun 2009-2013 yaitu 48,20%, 47,10%, 52,40%, 78,50% dan 56,7%.
Berdasarkan data tersebut diketahui nilai APK untuk SD/MI melebihi 100%,
sedangkan untuk pendidikan SMP/MTs dan SMA/ SMK/MA lebih rendah dari nilai
APK SD.
Nilai APK ini kurang bagus untuk mencerminkan kondisi pendidikan,
karena memasukkan semua penduduk dalam jenjang pendidikan tanpa dibatasi
dengan kelompok umur yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Sehingga
diperlukan indikator yang lebih mencerminkan partisipasi sekolah, yaitu APM.
APM didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah siswa kelompok
usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang
sesuai dengan usianya. Indikator APM ini digunakan untuk mengetahui banyaknya
anak usia sekolah yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan yang sesuai
dengan usianya. Semakin tinggi APM menandakan semakin banyak anak usia
sekolah yang bersekolah di suatu daerah. Jika dibandingkan APK, APM merupakan
indikator pendidikan yang lebih baik karena memperhitungjkan juga partisipasi
penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan
standar tersebut.
APM membagi jumlah siswa dengan jenjang pendidikan dengan
menggunakan batasan kelompok umur. Kondisi ini tidak memungkinkan nilai APM
yang melebihi 100%, sehingga nilai APM lebih rendah jika dibandingkan dengan
nilai APK. APM pada jenjang SD/MI dari data 2009-2013 menunjukkan tren yang
positif, berturut-turut yaitu: 96,72%; 97,38%; 97,11%; 96,64% dan 94,64%. APM
11
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
pada jenjang SMP/MTs berturut-turut fluktuatif, yaitu sebesar: 89,31%; 89,45%;
89,48%; 88,95 dan 88,95%.
D. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan suatu
ukuran standar pembangunan manusia yaitu indeks pembangunan manusia (IPM)
atau Human Development Index (HDI). Indeks ini dibentuk berdasarkan empat
indikator, yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah
dan kemampuan daya beli. Indikator angka harapan hidup merepresentasikan
dimensi umur panjang dan sehat. Selanjutnya, angka melek huruf dan rata-rata
lama sekolah mencerminkan capaian pembangunan di bidang pendidikan.
Sedangkan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah
kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita
sebagai pendekatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup lebih layak.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Tegal menunjukkan
perkembangan yang positif dalam kurun waktu 3 tahun (2009-2012), tercatat
pada tahun 2009 adalah 69,54 dan pada tahun 2009 terjadi peningkatan kembali
hingga angka 70,08 dan IPM tahun 2011 adalah 70,59 serta tahun 2012 sebesar
71,09 dengan indikator penentu IPM yaitu angka melek huruf dari tahun 2009-
2013 berturut-turut yaitu (89,09% ; 89,21% ; 89,26% ; 89,47% dan 95,68%).
Keseriusan Pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dasar dapat dilihat dari
Angka Rata-rata Lama Sekolah dari tahun 2009-2013 menunjukkan tren yang
positif, berturut-turut adalah (6,24 ; 6,42 ; 6,56 ; 6,60 ; dan 6,84 tahun). Sedangkan
Angka Harapan Hidup juga menunjukkan tren positif tahun 2009 yaitu 68,49
tahun, di tahun 2011-2012 yaitu 68,79 tahun dan tahun 2013 naik menjadi 69,12
tahun. Sementara Indeks Daya Beli pada tahun 2009-2013 berturut-turut terdapat
peningkatan yaitu : Rp. 634.240,-; Rp. 637.090,- dan Rp 639.950,- (data 2012 dan
2013 belum ada).
12
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
SARANA KESEHATAN
Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan
sarana kesehatan. Sarana kesehatan yang diulas pada pada bagian ini terdiri dari
fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan milik pemerintah
yang menghasilkan tenaga kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dibahas pada
bagian ini terdiri dari : puskesmas, Rumah Sakit, dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM).
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa
fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
A. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 Tahun 2004 tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas mendefinisikan puskesmas adalah Unit Pelaksana
Teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Pembangunan
kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan
masyarakat primer, dan pusat pelayanan kesehatan perorangan primer,
puskesmas berkewajiban memberikan upaya kesehatan wajib dan upaya
kesehatan pengembangan.
Upaya kesehatan wajib terdiri dari:
1. Upaya promosi kesehatan
2. Upaya kesehatan lingkungan
3. Upaya kesehatan ibu dan anak serta Keluarga Berencana
4. Upaya perbaikan gizi
5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
13
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
6. Upaya pengobatan
Jumlah puskesmas di Kabupaten Tegal sampai dengan Desember 2014
sebanyak 29 unit. Jumlah tersebut terdiri dari 21 unit puskesmas non rawat inap
dan 8 unit puskesmas rawat inap. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2012
yaitu sebanyak 6 unit. Peningkatan jumlah puskesmas tidak mengindikasikan
secara langsung seberapa baik keberadaan puskesmas mampu memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan primer di masyarakat. Indikator yang mampu
menggambarkan secara kasar tercukupinya kebutuhan pelayanan kesehatan
primer oleh puskesmas adalah rasio puskesmas terhadap 30.000 penduduk.
Bila dibandingkan dengan konsep wilayah kerja Puskesmas, dengan
sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000
penduduk per Puskesmas, maka rasio jumlah Puskesmas per 30.000 penduduk di
Kabupaten Tegal pada tahun 2014 sebesar 0,55. Sama dengan rasio pada tahun
2013. Rasio puskesmas per 30.000 penduduk menurut kecamatan menunjukkan
bahwa rasio tertinggi pada tahun 2014 adalah di Puskesmas Kecamatan Bojong
yaitu sebesar 0,80 sedangkan rasio terendah adalah Kecamatan Bumijawa yaitu
sebesar 0,30. Gambaran rasio puskesmas menurut Kecamatan pada tahun 2014
terdapat pada Gambar 2.1.
GAMBAR 2.1 GRAFIK RASIO PUSKESMAS PER 30.000 PENDUDUK
MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Sekretariat Dinkes Kabupaten Tegal, 2014
14
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Seluruh kecamatan memiliki rasio puskesmas yang rendah. Hal ini
disebabkan karena jumlah dan kepadatan populasi yang tinggi. Jika dilihat dari
rasio terhadap jumlah penduduk, memang seluruh provinsi di Jawa memiliki
angka yang rendah. Namun dalam hal keberadaan pelayanan kesehatan dasar,
Kabupaten Tegal memiliki kondisi baik yang berasal dari penyedia sektor swasta.
Kondisi seperti ini sebetulnya tetap harus diperhatikan. Meskipun kebutuhan
pelayanan kesehatan dasar dapat dipenuhi oleh sektor swasta, suatu wilayah tetap
membutuhkan entitas yang berperan sebagai penanggung jawab upaya kesehatan
masyarakat.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan
dasar, puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan yang diberikan terdiri
dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap untuk puskesmas tertentu jika dianggap
diperlukan. Meskipun pelayanan kesehatan masyarakat merupakan inti dari
puskesmas, pelayanan kesehatan perorangan juga menjadi perhatian dari
Pemerintah.
GAMBAR 2.2 GRAFIK PERKEMBANGAN PUSKEMAS RAWAT INAP DAN NON RAWAT INAP
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinkes, 2014
Pada gambar di atas diketahui bahwa jumlah puskesmas non rawat inap
menurun dari 23 unit pada tahun 2009 menjadi 18 unit pada tahun 2014. Hal ini
dapat disebabkan karena adanya perubahan status dari puskesmas non rawat inap
menjadi puskesmas rawat inap. Peningkatan jumlah juga terjadi pada puskesmas
rawat inap yaitu dari 6 unit pada tahun 2009 menjadi 11 unit pada tahun 2014.
15
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Selain enam upaya kesehatan wajib yang harus diberikan, puskesmas juga
menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan. Salah satu upaya kesehatan
pengembangan puskesmas di Kabupaten Tegal berupa pelayanan obstetrik dan
neonatal emergensi dasar (PONED) dan pengembangan puskesmas mampu
persalinan. Upaya kesehatan ini dilakukan untuk mendekatkan akses masyarakat
kepada pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar. Akses
masyarakat yang semakin mudah terhadap pelayanan kegawatdaruratan
diharapkan dapat berkontribusi kepada penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB).
Badan kesehatan dunia (WHO) menargetkan agar minimal terdapat 4
Puskesmas PONED di tiap kabupaten/kota. Sampai dengan tahun 2014 jumlah
kumulatif Puskesmas PONED sebanyak 11 unit dan Puskesmas mampu
pertolongan persalinan sebanyak 4 unit. Terdapat 8 puskesmas yang telah
memenuhi syarat minimial tersebut. Angka ini meningkat dibandingkan tahun
2012 sebesar 4 puskesmas.
Konsep rawat inap yang digunakan dalam Puskesmas PONED berbeda
dengan konsep yang digunakan puskesmas rawat inap. Konsep rawat inap pada
Puskesmas PONED adalah perawatan inap kepada pasien pasca tindakan
emergensi (one day care). Dengan demikian, puskesmas non rawat inap yang
memiliki tempat tidur dan mampu melakukan tindakan emergensi obstetri dan
neonatal dasar, dapat menyelenggarakan PONED.
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal menetapkan indikator
persentase puskesmas rawat inap yang mampu PONED pada tahun 2013 dengan
target sebesar 90%. Jumlah puskesmas rawat inap yang telah mampu PONED
pada tahun 2014 sebanyak 11 puskesmas dengan persentase sebesar 95,86%.
Angka ini telah memenuhi target 90% pada tahun 2013.
B. RUMAH SAKIT
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat juga diperlukan
upaya kuratif dan rehabilitatif selain upaya promotif dan preventif. Upaya
kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif dapat diperoleh melalui rumah
sakit yang juga berfungsi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/PER/I/2010 tentang
Perizinan Rumah Sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan kepemilikan,
16
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
yaitu rumah sakit public dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik adalah rumah
sakit yang dikelola Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang
bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola
oleh bahan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau
persero.
1. Jumlah dan Jenis Rumah Sakit
Rumah sakit publik di Kabupaten Tegal dikelola oleh Pemerintah
Kabupaten Tegal, TNI/Polri, serta swasta non profit (organisasi keagamaan dan
organisasi sosial). Jumlah rumah sakit publik di Kabupaten Tegal sampai
dengan tahun 2014 sebanyak 3 unit, yang terdiri atas Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) berjumlah 2 unit dan Rumah Sakit Tentara (RSK) berjumlah 1
unit.. Berbeda dengan rumah sakit publik, rumah sakit privat dikelola oleh
swasta (perorangan, perusahaan dan swasta lainnya). Pada tahun 2013
terdapat 4 unit rumah sakit swasta di Kabupaten Tegal yang terdiri dari 3 unit
RSU dan 1 unit RS Khusus KIA. Jumlah rumah sakit publik maupun privat
relative tidak berubah pada kurun waktu 2012 sampai dengan 2014 seperti
yang disajikan pada tabel berikut:
TABEL 2.1 PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT MENURUT KEPEMILIKAN
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2011- 2014
No Pengelola/
Kepemilikan 2011 2012 2013 2014
1. Pemerintah Kabupaten Tegal
2 2 2 2
2. TNI/ Polri 1 1 1 1
3. Swasta 3 4 4 4
Jumlah 6 7 7 7
Sumber: Bidang Yankes, Dinkes 2014
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
mengelompokkan rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan
menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum adalah
rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit. Adapun rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya. Jumlah rumah sakit umum adalah 6 unit dan rumah sakit
17
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
khusus 1 unit pada tahun 2014. Jumlah tersebut sama dengan tahun 2013.
Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat dilihat dari rasio
tempat tidur terhadap 1.000 penduduk. Rasio tempat tidur di rumah sakit di
Kabupaten Tegal pada tahun 2014 adalah 0,49 per 1.000 penduduk. Rasio ini
lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 sebesar 0,41 per 1.000 penduduk. Rasio
tempat tidur di rumah sakit di Indonesia sejak tahun 2009 sampai dengan
tahun 2014 ditampilkan pada gambar berikut.
GAMBAR 2.3 GRAFIK RASIO TEMPAT TIDUR DI RUMAH SAKIT PER 1.000 PENDUDUK
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2010-2014
Berdasarkan gambar 2.2, dapat dilihat secara keseluruhan di
Kabupaten Tegal pada tahun 2013 maka jumlah tempat tidur belum mencukupi,
karena rasio kurang dari 1 tempat tidur per 1.000 penduduk.
2. Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emegensi Komprehensif (PONEK)
Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif adalah
upaya yang dilakukan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka
kematian Anak. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa kematian ibu dan
kematian anak banyak terjadi di Rumah Sakit. Rumah Sakit berkontribusi
terhadap 40-70% Angka Kematian Ibu, persalinan di rumah berkontribusi
sebesar 20-35%, dan persalinan yang terjadi di perjalanan sebesar 10-18%
(Lancet, 2005). Dengan melihat fakta tersebut maka dapat dikatakan bahwa
18
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
dibutuhkan adanya upaya penurunan AKI yang difokuskan di rumah sakit.
Salah satu program kesehatan yang dilaksanakan untuk menurunkan
kematian ibu adalah implementasi Pelayanan Obstetrik dan Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK). Jumlah Rumah Sakit PONEK sampai dengan
tahun 2013 sebanyak 5 unit. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2012
yang sebesar 4 unit rumah sakit melaksanakan PONEK.
C. SARANA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
1. Sarana Produksi dan Distribusi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Ketersediaan farmasi dan alat kesehatan memiliki peran yang signifikan
dalam pelayanan kesehatan. Akses masyarakat terhadap obat khususnya obat
esensial merupakan salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian penyediaan
obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan institusi pelayanan
kesehatan baik publik maupun privat. Sebagai komoditi khusus, semua obat
yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya agar dapat
memberikan manfaat bagi kesehatan. Oleh karena itu salah satu upaya yang
dilakukan untuk menjamin mutu obat hingga diterima konsumen adalah
menyediakan sarana penyimpanan obat dan alat kesehatan yang dapat menjaga
keamanan secara fisik serta dapat mempertahankan kualitas obat di samping
tenaga pengelola yang terlatih.
Salah satu kebijakan pelaksanaan dalam Program Obat dan Perbekalan
Kesehatan adalah pengendalian obat dan perbekalan kesehatan diarahkan
untuk menjamin keamanan, khasiat, dan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang
disebabkan oleh penyalahgunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan atau
penggunaan yang salah/tidak tepat serta tidak memenuhi mutu keamanan dan
pemanfaatan yang dilakukan sejak proses produksi, distribusi hingga
penggunaannya di masyarakat. Cakupan sarana produksi bidang kefarmasian
dan alat kesehatan menggambarkan tingkat ketersediaan sarana pelayanan
kesehatan yang melakukan upaya produksi di bidang kefarmasian dan alat
kesehatan. Yang termasuk sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat
kesehatan antara lain Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional (IOT),
Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA), Industri Kosmetika, Usaha Kecil Obat
Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Produksi Alat
Kesehatan Produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), dan Industri
Kosmetika.
19
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Sarana produksi dan distribusi di Kabupaten Tegal masih menunjukkan
adanya ketimpangan dalam hal persebaran jumlah. Ketersediaan ini terkait
dengan sumberdaya yang dimiliki dan kebutuhan pada wilayah setempat.
Kondisi ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam kebijakan untuk
mengembangkan jumlah sarana produksi dan distribusi kefarmasian dan alat
kesehatan di Kabupaten Tegal, sehingga terjadi pemerataan jumlah sarana
tersebut di seluruh Kabupaten Tegal. Selain itu, hal ini bertujuan untuk
membuka akses terhadap keterjangkauan masyarakat terhadap sarana
kesehatan.
2. Ketersediaan Vaksin
Dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang
lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu
dengan harga terjangkau serta mudah diakses adalah sasaran yang harus
dicapai. Kementerian Kesehatan telah menetapkan indikator rencana strategis
tahun 2010-2014 terkait program kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil tersebut pada
tahun 2014 yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%.
Dalam rangka mencapai target tersebut, salah satu kegiatan yang dilakukan
adalah peningkatan ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan
kesehatan dasar.
Pemantauan ketersediaan obat digunakan untuk mengetahui kondisi
tingkat ketersediaan obat di berbagai unit sarana kesehatan seperti Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) dan puskesmas. Kegiatan ini dilakukan untuk
mendukung pemerintah pusat dan daerah dalam rangka menentukan langkah-
langkah kebijakan yang akan diambil di masa yang akan datang. Di era otonomi
daerah, pengelolaan obat merupakan salah satu kewenangan yang diserahkan
ke kabupaten/kota, akibatnya sulit bagi pemerintah pusat untuk mengetahui
kondisi ketersediaan obat di seluruh Indonesia. Dengan tidak adanya laporan
secara periodik yang dikirim oleh provinsi, maka relatif sulit bagi pemerintah
pusat untuk menentukan langkah langkah yang harus dilakukan. Adanya data
ketersediaan obat di provinsi atau kabupaten/kota akan mempermudah
penyusunan prioritas bantuan maupun intervensi program di masa yang akan
datang.
Untuk mendapatkan gambaran ketersediaan obat dan vaksin di
20
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Indonesia, dilakukan pemantauan ketersediaan obat dan vaksin. Obat yang
dipantau ketersediaannya merupakan obat indikator yang digunakan untuk
pelayanan kesehatan dasar dan obat yang mendukung pelaksanaan program
kesehatan. Jumlah item obat yang dipantau adalah 144 item obat dan vaksin
yang terdiri dari 135 item obat untuk pelayanan kesehatan dasar dan 9 jenis
vaksin untuk imunisasi dasar.
Indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tahun 2013 memiliki
target sebesar 95%, dari data dan perhitungan yang dilakukan oleh Ditjen
Binfar dan Alkes didapatkan persentase ketersediaan rata-rata nasional pada
tahun 2013 sebesar 96,93%. Dengan demikian apabila dibandingkan dengan
target tahun 2013, maka capaian kinerja indikator persentase ketersediaan
obat dan vaksin tersebut adalah sebesar 102,03%.
D. UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT
Pembangunan kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya juga memerlukan peran masyarakat. Melalui
konsep Upaya KesehatanBersumberdaya Masyarakat (UKBM), masyarakat
berperan serta aktif dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Bentuk UKBM
antara lain Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes),
dan desa/kelurahan siaga aktif.
Desa/kelurahan Siaga Aktif adalah desa yang mempunyai Pos Kesehatan
Desa (Poskesdes) atau UKBM lainnya yang buka setiap hari dan berfungsi sebagai
pemberi pelayanan kesehatan dasar, penanggulangan bencana dan
kegawatdaruratan, surveilans berbasis masyarakat yang meliputi pemantauan
pertumbuhan (gizi), penyakit, lingkungan dan perilaku sehingga masyarakatnya
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Terdapat 287 Desa/kelurahan Siaga Aktif dengan persentase sebesar
100%. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, Desa/kelurahan Siaga Aktif
terbagi menjadi empat strata, yaitu pratama, madya, purnama, dan mandiri.
Secara persentase jumlah desa/kelurahan siaga aktif di Kabupaten Tegal pada
tahun 2014 sebagai berikut:
21
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 2.4 GRAFIK PERSENTASE DESA SIAGA AKTIF BERDASARKAN STRATA
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang PKPL Dinas Kesehatan, 2014
Jenis UKBM lainnya adalah Poskesdes, yaitu UKBM yang dibentuk di desa
untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa sehingga
mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan
utama poskesdes yaitu pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa berupa
pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu menyusui, pelayanan
kesehatan anak, pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans penyakit,
surveilans gizi, surveilans perilaku berisiko, surveilans lingkungan dan masalah
kesehatan lainnya), penanganan kegawatdaruratan kesehatan serta kesiapsiagaan
terhadap bencana. Jumlah poskesdes yang beroperasi pada tahun 2014 sebanyak
210 unit.
Pada gambar 2.5 dapat diketahui bahwa wilayah Puskesmas di Kabupaten
Tegal dengan jumlah poskesedes terbanyak adalah Puskesmas Bumijawa dengan
jumlah sebanyak 16 unit dan Puskesmas Pangkah 14 unit. Puskesmas dengan
jumlah Poskesdes paling sedikit adalah Puskesmas Pagerbarang sebanyak 2 unit.
Distribusi Poskesdes di Kabupaten Tegal pada tahun 2014 adalah sebagai berikut:
GAMBAR 2.5 GRAFIK JUMLAH POSKESDES BERDASARKAN WILAYAH PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
22
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Sumber: Seksi Pemberdayaan, Dinkes Kab.Tegal, 2014
UKBM lainnya yang memiliki peran signifikan dalam pemberdayaan
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah posyandu.
Posyandu dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat,
untuk memberdayakan danmemberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat terutama ibu, bayi dan
anak balita. Posyandu memiliki 5 program prioritas yaitu kesehatan ibu dan anak,
keluarga berencana, imunisasi, gizi serta pencegahan dan penanggulangan diare.
Jumlah Posyandu yang tercatat 1.518 posyandu di Dinas Kesehatan Kabupaten
Tegal pada tahun 2014 di Kabupaten Tegal. Dari jumlah tersebut, semua posyandu
aktif melaksanakan kegiatan secara rutin. Persentase jumlah posyandu
berdasarkan strata makan jumlah posyandu pratama sebanyak 4%, madya
sebanyak 14%, purnama sebanyak 62%, dan mandiri sebanyak 20%.
23
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 2.6 GRAFIK PERSENTASE JUMLAH POSYANDU
BERDASARKAN STRATA POSYANDU DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi Pemberdayaan, Dinkes Kab.Tegal, 2014
Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi adalah
posyandu mandiri dan proporsi terendah adalah posyandu pratama. Dengan
demikian diperlukan upaya intensif untuk meningkatkan jumlah posyandu
mandiri. Dalam menjalankan fungsinya, perlu diketahui rasio kecukupan posyandu
terhadap masyarakat yang ada. Pada tahun 2014, rasio posyandu terhadap jumlah
desa/kelurahan adalah 5,29. Pada tingkat kabupaten, rasio posyandu terhadap
jumlah desa/keluarahan telah mencukupi yaitu lebih dari satu. Gambaran rasio
posyandu terhadap jumlah desa/kelurahan berdasarkan wilayah Puskesmas di
Kabupaten Tegal adalah sebagai berikut:
24
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
2,33
8,60
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00
Bangun Galih
Talang
Pangkah
Danasari
Penusupan
Tarub
Kesambi
Jatinegara
Kedungbanteng
Bumijawa
Adiwerna
Balapulang
Dukuhwaru
Slawi
Suradadi
GAMBAR 2.6. GRAFIK RASIO POSYANDU TERHADAP JUMLAH DESA/KELURAHAN
BERDASARKAN WILAYAH PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi Pemberdayaan, Dinkes Kab.Tegal, 2014
Gambar di atas menunjukkan bahwa Puskesmas Suradadi memiliki rasio
tertinggi sebesar 8,60. sedangkan Puskesmas Bangun Galih memiliki rasio
posyandu terendah yaitu sebesar 2,33. Pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan juga memerlukan peran serta kader dan tokoh masyarakat/agama.
E. INSTITUSI PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN POLTEKES
1. Jumlah Poltekes
Pembangunan kesehatan berkelanjutan membutuhkan tenaga kesehatan
yang memadai baik dari segi jenis, jumlah maupun kualitas. Untuk
menghasilkan tenaga kesehatan yang berkualitas tentu saja dibutuhkan proses
pendidikan yang berkualitas pula. Dinas Kesehatan Republik Indonesia
merupakan institusi dari sektor pemerintah yang berperan di dalam
25
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
penyediaan tenaga kesehatan yang berkualitas tersebut. Institusi pendidikan
tenaga kesehatan selain tenaga medis terdiri dari Politeknik Kesehatan
(Poltekkes) dan Non Politeknik Kesehatan (Non Poltekkes). Dinas Kesehatan
melakukan pembinaan terhadap institusi Poltekkes. Sampai dengan Desember
2013, terdapat 3 Poltekkes di Kabupaten Tegal yang terdiri dari program studi
strata S1 sebanyak 2 jurusan/program studi, dan strata Diploma III terdiri dari
3 jurusan/program studi.
Jurusan/program studi terbanyak adalah keperawatan dengan jumlah 2
pada Diploma III dan 1 pada S1 . Jurusan/program studi keperawatan terdiri
dari S1 keperawatan, kebidanan, dan profesi keperawatan. Jurusan/program
studi farmasi terdiri S1 Kefarmasian memilki jumlah terendah yaitu 1 program
studi pada S1 Kefarmasian.
2. Lulusan
Peserta didik yang telah selesai menempuh pendidikan akan menjadi
lulusan Poltekkes. Jumlah lulusan pada tahun 2013 adalah sebanyak 22.797
orang. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2012 yaitu sebanyak 21.630
orang. Sesuai dengan jumlah peserta didik yang memiliki jumlah terbesar dari
program studi keperawatan, hal serupa juga terjadi pada jumlah lulusan dengan
jumlah lulusan terbanyak adalah program studi keperawatan sebanyak 15.781
orang atau 69,22% dari total lulusan.
26
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
TENAGA KESEHATAN
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal
21 menyebutkan bahwa pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan,
pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun
2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional dijelaskan bahwa untuk melaksanakan upaya
kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan diperlukan sumber daya manusia
kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya serta terdistribusi
secara adil dan merata.
Sumber daya manusia kesehatan yang disajikan pada bab ini lebih diutamakan
pada kelompok tenaga kesehatan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan memutuskan bahwa tenaga kesehatan terdiri dari tenaga
medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga
gizi, tenaga keterapian fisik dan tenaga keteknisian medis.
Gambaran mengenai jumlah, jenis, dan kualitas, serta penyebaran tenaga
kesehatan di seluruh wilayah Indonesia dilakukan dengan cara pengumpulan data pada
sarana pelayanan kesehatan baik di wilayah dinas kesehatan kabupaten/kota maupun
dinas kesehatan provinsi. Pengumpulan data tenaga kesehatan meliputi tenaga
kesehatan yang berstatus PNS pusat, PNS daerah, Pegawai Tidak Tetap (PTT),
TNI/POLRI, dan swasta. Metode pengumpulan data yang digunakan melalui mekanisme
pemutakhiran data secara berjenjang mulai dari dinas kesehatan kabupaten/kota,
dinas kesehatan provinsi dan secara nasional dikelola oleh Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Badan PPSDMK) Kementerian
Kesehatan RI melalui Sistem Informasi SDMK.
A. JUMLAH DAN RASIO TENAGA KESEHATAN
Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan
kesehatan adalah tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan
di masyarakat. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.
27
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Pendataan tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Bagian Kepegawain
Sekretariat Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal dan Bagian Perijinan Dinas Kesehatan
menggunakan pendekatan tenaga kesehatan yang melaksanakan tugas sesuai
dengan fungsinya. Berdasarkan pendekatan tersebut, pada tahun 2013 jumlah SDM
Kesehatan yang tercatat sebanyak 3.095 orang yang terdiri atas 2.159 tenaga
kesehatan dan 939 tenaga non kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri atas 233 tenaga
medis (dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi), 881 perawat, 712 bidan, 349
tenaga farmasi, dan 273 tenaga kesehatan lainnya.
Pendataan tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Bidang Pelayanan
Kesehatan dan Subag Kepegawaian Dinas Kesehatan menggunakan pendekatan
jumlah dokter/ dokter spesialis, dokter gigi/gigi/dokter gigi spesialis yang
mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR). Rincian lengkap mengenai rekapitulasi
sumber daya manusia kesehatan menurut jenis tenaga dapat dilihat pada Lampiran
3.1.
Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, yang dimaksud dengan
dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun
di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
1. Dokter Spesialis
Jumlah Dokter Spesialis di Kabupaten Tegal pada tahun 2014
sebanyak 57 orang. Rasio Dokter Ahli per 100.000 penduduk sebesar 3,61
dimana masih jauh dari target Indonesia Sehat dan standar dari WHO sebesar 6
per 100.000 penduduk.
Berdasarkan hitungan rasio jumlah penduduk dan memperhatikan
kondisi geografis Kabupaten Tegal maka dengan jumlah spesialis sebanyak 57
orang belum mencukupi kebutuhan, disamping itu masih ada Rumah Sakit
Umum Daerah yang membutuhkan 4 (empat) pelayanan spesialis dasar karena
sampai saat ini hanya ada 1 tenaga dokter spesialis/ahli dasar yang
memberikan pelayanan di RSUD Suradadi Kabupaten Tegal itupun masih
sebagai tenaga harian lepas.
2. Dokter Umum
Jumlah dokter umum di Kabupaten Tegal pada tahun 2014 tercatat
sebanyak 138 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 50 orang berada di
Puskesmas dan 88 orang berada di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan
28
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
lainnya. Rasio dokter umum per 100.000 penduduk di Kabupaten Tegal pada
tahun 2014 sebesar 8,74. Rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat
dan standar dari WHO sebesar 40 per 100.000 penduduk.
Rasio Dokter Umum terhadap jumlah penduduk di Kabupaten Tegal
tahun 2013 menurut wilayah Puskesmas dapat dilihat pada gambar 3.1.
GAMBAR 3.1 GRAFIK RASIO DOKTER UMUM TERHADAP JUMLAH PENDUDUK
BERDASARKAN PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Puskesmas dengan rasio dokter umum terhadap 100.000 penduduk
tertinggi terdapat di Puskesmas Danasari sebesar 7,8. Rasio dokter umum per
100.000 penduduk terendah terdapat di Puskemas Kesamiran sebesar 0.
3. Dokter Gigi
Jumlah dokter gigi di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 tercatat
sebanyak 36 dan jumlah dokter gigi spesialis sebanyak 2 orang. Rasio dokter
gigi per 100.000 penduduk sebesar 2,41 dokter gigi per 100.000 penduduk.
29
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat dan standar dari WHO
sebesar 11 per 100.000. Jumlah dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Tegal
tahun 2014 sebanyak 19 orang, Persebaran dan kebutuhan dokter Gigi di
Puskesmas Kabupaten Tegal dapat dan rincian lengkap mengenai jumlah tenaga
dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis yang mempunyai
STR terlampir.
4. Tenaga Keperawatan
a. Perawat
Perawat dapat menyelenggarakan praktik di fasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktik mandiri dan atau praktik mandiri. Perawat yang dapat
menyelenggarakan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III
Keperawatan dan wajib memiliki Surat Ijin Praktek Perawat adalah (SIPP) yang
hanya diberikan pada satu tempat praktek. SIPP berlaku selama Surat Tanda
Registrasi (STR) masih berlaku. STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
pemerintah kepada tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat kompetensi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jumlah Tenaga Perawat di Kabupaten Tegal yang tercatat pada tahun
2014 sebanyak 881 orang. Tenaga keperawatan yang bekerja di Puskesmas
sebanyak 235 orang (baik tenga PNS maupun PTT/THL ). Jika dibandingkan
dengan jumlah Puskesmas sebanyak 29 Puskesmas maka rata-rata per
Puskesmas sebesar 8,1. Hal ini berarti belum sesuai standar yang ada dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81/MENKES/SK/I/2004 tentang
Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di Tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit bahwa untuk kategori Puskesmas
Perkotaan maka harus memiliki minimal 12 orang tenaga perawat sedangkan
Puskesmas pedesaan minimal 8 orang tenaga perawat.
Persebaran tenaga perawat tidak merata di fasilitas kesehatan
khususnya di Puskesmas. Gambaran distribusi tenaga perawat di Kabupaten
Tegal menurut fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
30
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 3.3 PERSEBARAN TENAGA PERAWAT MENURUT FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Rasio Tenaga Keperawatan per 100.000 penduduk di Kabupaten Tegal
sebesar 55,77. Angka ini masih di bawah target Indonesia Sehat dan standar
dari WHO yaitu sebesar 117,5 per 100.000 penduduk. Rasio perawat terhadap
jumlah penduduk menurut wilayah Puskesmas pada tahun 2014 terlihat pada
Gambar 3.2 berikut:
Gambar 3.2 RASIO PERAWAT TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MENURUT WILAYAH
PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
31
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Puskesmas dengan rasio perawat tertinggi terdapat di Puskesmas
Balapulang sebesar 60,78 perawat per 100.000 penduduk. Puskesmas dengan
rasio perawat terendah terdapat di Puskesmas Adiwerna sebesar 5,58 perawat
per 100.000 penduduk,.
b. Bidan
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/MENKES/
SK/III/ tahun 2007 tentang Standar Profesi Bidan. Bidan adalah seorang
perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui oleh pemerintah dan
organisasi profesi di wilayah negara Republik Indonesia serta memiliki
kompetensi dan kualifikasi untuk di register, sertifikasi dan atau secara sah
mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung jawab dan
akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan
dukungan, asuhan dan nasihat selama hamil, masa kehamilan dan masa nifas,
memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan
kepada bayi baru lahir dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan,
promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, akses
bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan
kegawatdaruratan.
Jumlah bidan di Kabupaten Tegal pada tahun 2014 tercatat sebanyak
712 orang. Terdiri atas tenaga kebidanan yang bekerja di Puskesmas sebanyak
561 orang (79%), di Rumah Sakit sebanyak 113 orang (16%) dan di fasilitas
sarana kesehatan lainnya sebanyak 38 orang (5%).
GAMBAR 3.4 PERSEBARAN TENAGA BIDAN BERDASARKAN SARANA KESEHATAN
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
32
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Rasio bidan terhadap 100.000 penduduk pada tahun 2014 sebesar
45,07. Puskesmas dengan rasio bidan terhadap penduduk tertinggi tertinggi
terdapat di Puskesmas Balapulang sebesar 54,59 bidan per 100.000 penduduk,
Bangungalih sebesar 50,56 bidan per 100.000 penduduk, dan Kesamiran
sebesar 46,37 bidan per 100.000 penduduk. Rasio bidan terhadap penduduk
terendah terdapat di Puskesmas Kesambi sebesar 21,42 bidan per 100.000
penduduk. Gambaran rasio bidan terhadap jumlah penduduk menurut
Kabupaten Tegal pada tahun 2014 terlihat pada Gambar 3.5.
GAMBAR 3.5 RASIO BIDAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN WILAYAH
PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
5. Tenaga Kefarmasian
Tenaga Kefarmasian terdiri dari Apoteker, S-1 Farmasi, D-III Farmasi,
dan Asisten Apoteker. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri
dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi
33
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker
dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang terdiri dari sarjana farmasi, ahli
madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.
Jumlah tenaga kefarmasian di Kabupaten Tegal yang tercatat pada tahun
2013 adalah 284 orang, yang tersebar di rumah sakit sebanyak 85 orang (24%),
, Puskesmas 18 orang (5%), sarana kesehatan lain 246 orang (71%).
Persebaran tenaga kefarmasian di Kabupaten Tegal dapat dilihat pada gambar
grafik berikut:
GAMBAR 3.6
DISTRIBUSI TENAGA KEFARMASIAN BERDASARKAN SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
6. Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga kesehatan masyarakat merupakan bagian dari sumberdaya
manusia yang sangat penting perannya dalam pembangunan kesehatan. Dalam
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Pembangunan kesehatan dengan paradigma
sehat merupakan upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dalam
menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya
pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 yang
dimaksud dengan tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi
kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan,
administrator kesehatan, dan sanitarian.
Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Tegal pada tahun
34
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
2013 adalah 58 orang. Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat per 100.000
penduduk sebesar 3.67. Rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat
dan standar dari WHO sebesar 40 per 100.000 penduduk.
Distribusi 58 orang tenaga Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Tegal
berdasarkan sarana kesehatan atau tempat bekerja adalah Puskesmas sebanyak
47 orang (81%) dan Rumah Sakit sebanyak 11 orang (19%),.
GAMBAR 3.7 PERSEBARAN TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT
BERDASARKAN SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Dari jumlah tenaga Kesehatan Masyarakat yang bekerja di Puskesmas
sebanyak 47 orang. Dibandingkan dengan jumlah Puskesmas sebanyak 29
Puskesmas, maka rata-rata per Puskesmas adalah 1,62. Hal ini berarti sebagian
Puskemas belum memenuhi standar dari Kepmenkes nomor
81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM
Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit, yaitu
masing-masing Puskemas harus memiliki tenaga kesehatan masyarakat
minimal 2 orang.
7. Nutrisionis
Tenaga Nutrisionis terdiri dari lulusan D-IV/S-1 Gizi, D-III Gizi, dan D-1
Gizi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
374/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Gizi yang dimaksud dengan
profesi Nutrisionisi adalah suatu pekerjaan di bidang gizi yang dilaksanakan
35
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
berdasarkan suatu keilmuan, memiliki kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan yang berjenjang, mempunyai kode etik dan bersifat melayani. Ahli
Gizi adalah profesi khusus, orang yang mengabdikan diri dibidang gizi serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui suatu pendidikan
khususnya dibidang gizi. Pendidikan Gizi dapat ditempuh melalui jalur akademi
strata I dan diploma.
Persebaran tenaga Nutrisionisi menurut sarana kesehatan sebagaian
besar di Puskesmas yaitu 28 orang (64%) dan Rumah Sakit sebanyak 16 orang
(36%). Berdasarkan sarana kesehatan maka distribusi tenaga gizi dapat dirinci
sebagai berikut :
DIAGRAM 3.8 PERSEBARAN TENAGA GIZI BERDASARKAN SARANA KESEHATAN
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Jumlah Tenaga Gizi yang dimiliki Puskesmas di Kabupaten Tegal
sebanyak 28 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah Puskesmas, maka rata-
rata Puskesmas mempunyai 1 orang tenaga gizi. Rasio Tenaga Gizi per 100.000
penduduk di Kabupaten Tegal sebesar 2,79. Rasio tersebut masih di bawah
target Indonesia Sehat dan standar dari WHO sebesar 22 per 100.000
penduduk.
8. Tenaga Keterapian Fisik
Tenaga keterapian fisik terdiri dari tenaga fisioterapi, terapi okupasi,
terapi wicara dan akupunturis. Jumlah tenaga keterapian fisik di Kabupaten
Tegal pada tahun 2013 sebanyak 15 orang, yang terdiri dari Diploma III
Fisioterapi 14 orang (93,3%) dan DipIoma III Terapi Wicara1 orang (6,7%).
Sebagian besar tenaga keterapian fisik bekerja di Rumah Sakit, sedangkan
36
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
semua Puskesmas di Kabupaten Tegal tidak ada yang memiliki tenaga
ketarapian fisik.
a. Fisioterapis
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik, elektro terapetis dan mekanis), pelatihan dan komunikasi.
Menurut Kepmenkes RI nomor: 376/Menkes/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi Fisioterapi yang dimaksud Fisioterapis adalah seseorang
yang telah lulus pendidikan formal fisioterapi dan kepadanya diberikan
kewenangan tertulis untuk melakukan tindakan fisioterapi atas keilmuan
dan kompetensi yang dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Jumlah tenaga fisioterapi di Kabupaten Tegal pada tahun 2014
sebanyak 14 orang dan semuanya berada di Rumah Sakit. Semua puskesmas
yang ada di Kabupaten Tegal tidak memiliki tenaga fisioterapi.
b. Terapi Wicara
Menurut Kepmenkes RI nomor: 867/Menkes/SK/III/2004 tentang
Registrasi dan Praktek Terapis Wicara yang dimaksud Terapis wicara adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara baik di dalam maupun
luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jumlah tenaga terapis wicara di Kabupaten Tegal pada tahun 2014
sebanyak 1 orang dan a berada di Rumah Sakit. Semua puskesmas yang ada
di Kabupaten Tegal tidak memiliki tenaga terapis wicara.
c. Tenaga Keteknisan Medis
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 yang dimaksud
tenaga keteknisian medis terdiri dari radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedik, analis kesehatan, refraksionis optisien, ortotik
prostetik, teknisi transfusi, dan perekam medis.
Jumlah Tenaga Keteknisian Medis di Kabupaten Tegal pada tahun
2014 adalah 110 orang. Yang terdiri dari Radiografer sebanyak 24 orang
(17%), Teknisi Elektromedis 3 orang (2%), Analis Kesehatan 83 orang
(61%), Refraksionis optisien 1 orang (1%), Rekam Medis 24 orang (18%),
dan teknisi transfusi darah 1 orang (1%).
37
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
DIAGRAM 3.9 PERSEBARAN TENAGA KETEKNISIAN MEDIS BERDASARKAN
JENIS TENAGA KETEKNISIAN MEDIS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Persebaran tenaga keteknisian medis menurut sarana kesehatan diketahui
bahwa tenaga keteknisian medis sebagian besar bekerja di Rumah Sakit
sebanyak 98 orang (63%), Puskesmas 38 orang (25%), dan Sarkes lain 18 orang
(12%).
Berdasarkan sarana kesehatan maka distribusi tenaga keteknisian medis
dapat dirinci sebagai berikut:
DIAGRAM 3.10 PERSEBARAN TENAGA KETEKNISIAN MEDIS BERDASARKAN SARANA
KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Rasio Tenaga Teknisi Medis per 100.000 penduduk sebesar 9,75.
Kebutuhan tenaga tersebut diatas masih kurang dilihat dari kuantitas, setiap
puskesmas khususnya puskesmas rawat inap harus memiliki minimal 1 orang
38
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
tenaga keteknisian medis sesuai dengan jenis tenaga radiografer, analis
kesehatan, teknisi elektromedis, ahli radiovaskuler, ahli transfusi darah, analis
kesehatan, teknisi laboartorium, refraksi optisi, ortotik prostetik dan perekam
medis.
Secara umum jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Tegal masih belum
tercukupi sesuai dengan indikator Indonesia Sehat maupun Indikator dari WHO.
Namun Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) telah berusaha mencukupi
kebutuhan tenaganya. Usaha yang dilakukan berupa pengangkatan tenaga baru
seperti CPNS, PHL maupun PTT.
9. Tenaga Non Kesehatan di Pelayanan Kesehatan
Tenaga non kesehatan merupakan tenaga non teknis pendukung
administrasi pelayanan kesehatan, di Puskesmas, Rumah Sakit, UPTD Kesehatan,
Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan dan Dinas Kesehatan. Jumlah tenaga non
kesehatan di Kabupaten Tegal pada tahun 2014 sebanyak 1264 orang baik PNS
maupun Non PNS. Tenaga non kesehatan terdistribusi di Dinas Kesehatan
sebanyak 60 orang (5%), Puskesmas sebanyak 210 orang (17%), Rumah Sakit
sebanyak 665 orang (52%), Sarkes lain 231 orang (18% ), dan Institusi
Pendidikan Tenaga Kesehatan sebanyak 98 orang (8%). Distribusi tenaga non
kesehatan di sarana kesehatan Kabupaten Tegal yang tercatat pada tahun 2014
secara rinci disajikan pada diagram sebagai berikut:
GAMBAR 3.11 PERSEBARAN TENAGA NON KESEHATAN BERDASARKAN
SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
39
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan memerlukan
komponen pembiyaan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan
pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi,
teralokasi secara adil, dan termanfaatkan. Pembiayaan kesehatan terdiri dari
pembiayaan bersumber pemerintah dan pembiayaan bersumber masyarakat.
A. ANGGARAN DINAS KESEHATAN
Alokasi anggaran kesehatan yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Tegal pada tahun 2014 sebesar Rp. 144.221.327.000,-. Terdiri dari dana Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah sebanyak Rp 139.510.977.000,- (termasuk belanja gaji
pegawai) dan APBN untuk kegiatan yang dibiayai dari Dana Tugas Pembantuan (TP)
Bidang Kesehatan sebanyak Rp 4.710.350.000,- diluar dana pendampingan. Dana
TP tersebut terserap sebanyak Rp 4.498.991.670 atau sebesar 95,51 %.
Sesuai Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disusun untuk tahun 2014
terdapat 3 sasaran strategis. Dilaksanakan dalam 15 progam 107 kegiatan yang
harus dicapai dan atau dilaksanakan dengan dukungan anggaran DPA-SKPD Tahun
2014.
Pencapaian kinerja input atau realisasi anggaran program/kegiatan Dinas
Kesehatan Kabupaten Tegal diluar belanja gaji pegawai pada tahun 2013 adalah
sebesar 91.21 persen dari total pagu anggaran Dinas Kesehatan Rp 36.302.300.000
atau sebesar Rp 33.436.686.221 (Tiga puluh tiga miliar empat ratus tiga puluh
enam juta enam ratus delapan puluh enam ribu duaratus dua puluh satu rupiah).
Capaian tersebut meningkat (7,14%) jika dibandingkan dengan capaian kinerja
input 2012 yang mencapai 84,07%. Capaian kinerja input tertinggi adalah pada
Sekretariat yaitu sebesar 90.33%, sedangkan capaian kinerja input terendah pada
Bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi yaitu sebesar 86.19%
B. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BIDANG KESEHATAN
Pembiayaan kesehatan harus mampu menjamin kesinambungan jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan
berdaya guna sehingga pembangunan kesehatan demi meningkatkan derajat
40
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat terlaksana. Sumber pembiayaan
kesehatan berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, swasta, dan
sumber lain.
Sesuai Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota memiliki alokasi
minimal sepuluh persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
di luar gaji (belanja pegawai). Persentase anggaran kesehatan Pemerintah Daerah
terhadap total APBD di Kabupaten Tegal sebesar 8,99% atau Rp 174.794.598.842
dari total APBD sebesar Rp 1.943.960.373.000,- (angka tersebut merupakan
anggaran kesehatan yang ada di Dinas Kesehatan, RSUD dr. Soeselo dan RSUD
Suradadi). Persentase anggaran kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal
terhadap total APBD di atas termasuk dengan gaji pegawai. Data dan informasi lebih
rinci mengenai APBD provinsi pada tahun 2014 terdapat pada Lampiran Tabel 82.
C. JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT
Sampai dengan Desember 2014, terdapat 48% penduduk yang tercatat
memiliki jaminan kesehatan. Persentasenya turun dibandingkan tahun 2013, yaitu
sebesar 41,9% dari jumlah penduduk.
Salah satu program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh
pemerintah adalah Jamkesmas. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
diselenggarakan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan
terhadap seluruh masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Jamkesmas
diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka kematian
bayi dan balita, serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat terlayaninya
kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini telah memberikan
banyak manfaat bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin
dan hampir miskin di puskesmas dan jaringannya, pelayanan kesehatan di rumah
sakit serta memberikan perlindungan finansial dari pengeluaran kesehatan akibat
sakit.
Penduduk yang menjadi sasaran program Jamkesmas adalah tetap sejak
tahun 2008, yaitu sebanyak 76,4 juta jiwa yang terdiri dari masyarakat sangat
miskin, miskin dan tidak mampu. Jumlah tersebut terdiri atas 660.939 jiwa
kepesertaan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Tegal dan selebihnya adalah
peserta di luar SK Bupati Tegal yang berjumlah 36.639 jiwa. Kepesertaan di luar SK
41
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Bupati Tegal terdiri dari gelandangan, pengemis, anak terlantar, panti sosial,
penghuni rutan/lapas, korban bencana pasca tanggap darurat, peserta program
keluarga harapan (PKH), dan penderita thalasemia mayor yang dijamin dengan
pembiayaan kesehatan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Cakupan program Jamkesmas terdiri dari pelayanan kesehatan dasar di
puskesmas dan pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit. Kunjungan di
pelayanan kesehatan di Puskesmas terdiri dari Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)
dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP). Kunjungan di pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit terdiri dari Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) dan Rawat Inap Tingkat
Lanjut (RITL).
Pada tahun 2014, terdapat 314.440 kunjungan masyarakat miskin di
pelayanan kesehatan tingkat pertama, yang terdiri dari 305.930 kunjungan peserta
jamkesmas dan 8.510 kunjugan peserta Jamkesda. Dari jumlah tersebut, sebanyak
46.861 orang (14,9%) dirujuk ke pelayanan kesehatan tingkat lanjut, terdiri dari
45.903 orang peserta Jamkesmas dan 958 orang peserta Jamkesda.
D. BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan bantuan dana dari
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI dalam membantu pemerintahan
kabupaten/kota untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan
masyarakat melalui kegiatan Puskesmas untuk mendukung tercapainya target
Millennium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan tahun 2015. Selain itu
diharapkan dengan bantuan ini dapat meningkatkan kualitas manajemen
Puskesmas, terutama dalam perencanaan tingkat Puskesmas dan lokakarya mini
Puskesmas, meningkatkan upaya untuk menggerakkan potensi masyarakat dalam
meningkatkan derajat kesehatannya, dan meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif dan preventif yang dilakukan oleh Puskesmas dan
jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu.
Pemanfaatan dana BOK difokuskan pada beberapa upaya kesehatan
promotif dan preventif meliputi KIA, KB, imunisasi, perbaikan gizi masyarakat,
promosi kesehatan, kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit, dan upaya
kesehatan lain sesuai risiko dan masalah utama kesehatan di wilayah setempat
dengan tetap mengacu pada pencapaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Kesehatan serta target MDGs Bidang Kesehatan tahun 2015.
42
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Pada proses pelaksanaan, penyaluran dana BOK melalui Tugas
Pembantuan telah dilakukan berbagai upaya penyempurnaan. Realisasi
pemanfaatan dana BOK pada tahun 2014 sebesar Rp 4.710.350.000,- diluar dana
pendampingan. Anggaran tersebut terserap sebanyak Rp 4.498.991.670 atau
sebesar 95,51%. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2013 yang
sebesar 98,75%.
BOK merupakan salah satu program strategis Kementerian Kesehatan RI
disamping Jamkesmasl sehingga terus diupayakan perbaikan agar BOK
dimanfaatkan dengan optimal oleh Puskesmas. Dinas kesehatan provinsi sebagai
perpanjangan tangan Kementerian Kesehatan juga memiliki peran serta yaitu
melakukan pembinaan dan evaluasi pelaksanaan BOK di kabupaten/kota. Dengan
kehadiran BOK diharapkan petugas kesehatan/kader kesehatan tidak lagi
mengalami kendala dalam melakukan kegiatan untuk mendekatkan akses pada
masyarakat. Hal penting yang perlu dipahami, BOK bukan merupakan dana utama
penyelenggaraan upaya kesehatan di kabupaten/kota, namun hanya dana tambahan
yang bersifat bantuan sehingga tidak dapat menjawab semua permasalahan
kesehatan. Sumber pembiayaan kesehatan yang utama tetap harus disediakan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota.
43
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan
keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya.
Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor
tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan
ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor
ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan faktor lainnya.
Situasi derajat kesehatan masyarakat dapat tercermin melalui angka
morbiditas, mortalitas dan status gizi. Pada bab berikut ini situasi derajat kesehatan di
Indonesia digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita
(AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), dan angka morbiditas beberapa penyakit serta
status Gizi Masyarakat.
A. USIA HARAPAN HIDUP
Target pencapaian Umur Harapan Hidup (UHH) Waktu Lahir di Kabupaten
Tegal pada Tahun 2012 adalah 71 tahun. Umur harapan hidup di Kabupaten Tegal
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Usia Harapan Hidup pada Tahun pada tahun
2010 adalah 68,79 tahun, sedangkan UHH pada tahun 2011 adalah 69,08 tahun dan
pada tahun 2012 adalah 69,38 tahun. Peningkatan UHH ini dipengaruhi oleh
multifaktor, antara lain faktor kesehatan menjadi salah satu yang berperan penting
didalamnya. Peran faktor kesehatan ditunjukkan dari semakin menurunnya angka
kematian, perbaikan sistem pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi di masyarakat.
B. MORTALITAS
Mortalitas merupakan angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan
tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit
maupun sebab lainnya. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB, AKABA,
AKI, dan Angka Kematian Kasar.
44
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
1. ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB)
Angka Kematian Bayi (AKB) dapat didefinisikan sebagai banyaknya bayi yang
meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran
hidup pada tahun yang sama.
AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu banyak upaya kesehatan yang dilakukan dalam
rangka menurunkan AKB.
Kecenderungan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Tegal dalam kurun
lima tahun terakhir cenderung fluktuatif. AKB tahun 2014 yaitu sebesar 9,6 per 1000
kelahiran hidup (299 kematian bayi dari 27.270 kelahiran hidup). Lebih tinggi jika
dibandingkan dengan AKB tahun 2013 yaitu sebesar 8,9 per 1000 kelahiran hidup (256
kematian bayi dari 28.643 kelahiran hidup). Bila dibandingkan dengan AKB dua tahun
sebelumnya juga mengalami kenaikan, dengan AKB tahun 2012 sebesar 8,4 per 1000
kelahiran hidup (221 kematian bayi dari 27.252 kelahiran hidup). AKB tahun 2011
yaitu sebesar 5,8 per 1000 kelahiran hidup (188 kematian bayi dari 25.955 kelahiran
hidup). AKB tahun 2010 yaitu sebesar 7,5 per 1000 kelahiran hidup (209 kematian bayi
dari 27.645 kelahiran hidup).
GRAFIK 5.1 ANGKA KEMATIAN BAYI DI KABUPATEN TEGAL
TAHUN 2010 – 2014
Apabila dibandingkan dengan target dalam Indikator Indonesia Sehat tahun
2015 sebesar 32/1.000 kelahiran hidup, maka AKB di Kabupaten Tegal tahun 2009
sampai dengan tahun 2013 sudah melampaui target, demikian juga bila dibandingkan
2010 2011 2012 2013 2014
AKB 7,5 5,8 8,4 8,9 9,6
45
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
dengan cakupan yang diharapkan dalam MDG’s ke-4 tahun 2015 yaitu 17/1.000
kelahiran hidup.
Selama kurun lima tahun AKB mengalami kenaikan, upaya untuk
meminimalkan kejadian kematian bayi perlu terus ditingkatkan sehingga AKB bisa
semakin menurun pada tahun-tahun mendatang. Secara rinci AKB di Kabupaten Tegal
dalam kurun lima tahun adalah sebagai berikut:
GRAFIK 5.2 JUMLAH KEMATIAN BAYI MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Kasus kematian bayi terjadi hampir di semua wilayah Puskesmas di Kabupaten
Tegal. Puskesmas dengan kasus kematian bayi tertinggi yaitu di wilayah Puskesmas
Bumijawa dengan 26 kasus. Berbagai faktor dapat menyebabkan peningkatan kematian
bayi, diantaranya pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Hal ini
disebabkan kematian bayi sangat dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan. Selain itu,
perbaikan kondisi ekonomi yang tercermin dengan pendapatan masyarakat yang
meningkat juga dapat berkontribusi melalui perbaikan gizi yang berdampak pada daya
tahan terhadap infeksi penyakit.
2. ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA)
Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah anak yang meninggal
sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran
hidup. AKABA merepresentasikan peluang terjadinya kematian pada fase antara
kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. AKABA dapat pula menggambarkan tingkat
permasalahan kesehatan anak balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat
keberhasilan program KIA/Posyandu, dan kondisi sanitasi lingkungan.
46
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
AKABA di Kabupaten Tegal pada tahun 2014 yaitu sebesar 10,7 per 1000
kelahiran hidup (299 kematian balita dari 27.270 kelahiran hidup), meningkat jika
dibandingkan AKB tahun 2013 yaitu sebesar 9,6 per 1000 kelahiran hidup (274
kematian balita dari 28.643 kelahiran hidup), sebesar 8,9 per 1000 kelahiran hidup
(243 kematian balita dari 27.252 kelahiran hidup) pada tahun 2012, sebesar 8,4 per
1000 kelahiran hidup (217 kematian balita dari 25.955 kelahiran hidup) pada tahun
2011, dan sebesar 6,3 per 1000 kelahiran hidup (174 kematian balita dari 27.645
kelahiran hidup) pada tahun 2010.
Pencapain AKABA Tahun 2014 belum memenuhi target renstra Dinas
Kesehatan Kabupaten Tegal tahun 2009-2014. Namun demikian apabila dibandingkan
dengan indikator nilai normatif AKABA Millenium Development Goals (MDGs) yang
menetapkan yaitu sangat tinggi dengan nilai >140, tinggi dengan nilai 71-140, sedang
dengan nilai 20-70 dan rendah dengan nilai < 20, maka AKABA di Kabupaten Tegal
termasuk dalam kategori rendah yaitu 10,7.
Kecenderungan AKABA di Kabupaten Tegal dalam waktu lima tahun terakhir
dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
GRAFIK 5.3 ANGKA KEMATIAN BALITA DI KABUPATEN TEGAL
TAHUN 2010 – 2014
3. ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dalam
menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI dapat menggambarkan jumlah wanita
yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan
atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama
47
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan
kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan
pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitifitas AKI terhadap perbaikan
pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor
kesehatan. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa
kehamilan, persalinan, dan nifas.
AKI di Kabupaten Tegal dalam empat tahun terakhir telah mengalami fluktuasi
yaitu sebesar 173 per 100.000 kelahiran hidup (47 kematian ibu maternal dari 27.095
kelahiran hidup) pada tahun 2014. Lebih tinggi dibandingkan tahun 146,6 per 100.000
kelahiran hidup (42 kematian ibu maternal dari 28.643 kelahiran hidup) pada tahun
2013. Lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yaitu sebesar 145,4 per 100.000 kelahiran
hidup (39 kematian ibu maternal dari 27.912 kelahiran hidup), dan lebih rendah jika
dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu sebesar 196,5 per 100.000 kelahiran hidup (51
kematian ibu maternal dari 25.955 kelahiran hidup). AKI tahun 2010 sebesar 97,66 per
100.000 kelahiran hidup (27 kematian ibu maternal dari 27.645 kelahiran hidup).
Kecenderungan AKI dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada grafik berikut:
GRAFIK 5.4 ANGKA KEMATIAN IBU DI KABUPATEN TEGAL
TAHUN 2010 – 2014
Jika dibandingkan dengan target MDGs maka angka tersebut jauh dari target
yaitu 132 pada tahun 2015 sehingga memerlukan kerja keras semua lintas sektor dan
stake holder pembangunan bidang kesehatan, AKI tersebut juga masih lebih tinggi atau
belum memenuhi target Indikator Indonesia Sehat 2010 sebesar 150 per 100.000
kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan Restra Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal
48
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
2009-2014 masih perlu ekstra kerja keras karena masih jauh dari target yang
diharapkan yaitu 102 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014.
Penyebaran kasus kematian ibu di Kabupaten Tegal pada tahun 2014 terjadi
pada beberapa wilayah kerja Puskesmas, dengan jumlah kasus terbanyak dilaporkan
terjadi di Puskesmas Kramat 5 kasus. Penyebaran kematian ibu dapat dilihat pada
grafik di bawah ini.
GRAFIK 5.4 DISTRIBUSI KEMATIAN IBU MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk menurunkan kematian ibu, bayi
baru lahir, bayi dan balita. Antara lain melalui penempatan bidan di desa,
pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu
dan Anak (Buku KIA) dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K), serta penyediaan fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit.
49
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
KESEHATAN KELUARGA
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari sekelompok orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dan biasanya memiliki hubungan darah atau perkawinan, dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga memiliki fungsi yang sangat strategis dalam mempengaruhi status kesehatan diantara anggotanya.
Diantara fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan
gizi dan merawat serta melindungi kesehatan para anggotanya. Anak dan ibu
merupakan dua anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja
upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan Angka
Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas
pelayanan kesehatan. Kualitas fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk
aksesibilitas terhadap fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri.
A. KESEHATAN IBU
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi jika
dibandingkan dengan negara–negara tetangga.
Sejak tahun 1990 upaya strategis yang dilakukan dalam upaya menekan Angka
Kematian Ibu (AKI) adalah dengan pendekatan safe motherhood, dengan menganggap
bahwa setiap kehamilan mengandung risiko, walaupun kondisi kesehatan ibu sebelum
dan selama kehamilan dalam keadaan baik. Di Indonesia Safe Motherhood initiative
ditindaklanjuti dengan peluncuran Gerakan Sayang Ibu di tahun 1996 oleh Presiden
yang melibatkan berbagi sector pemerintahan di samping sektor kesehatan. Salah satu
program utama yang ditujukan untuk mengatasi masalah kematian ibu adalah
penempatan bidan di tingkat desa secara besar-besaran yang bertujuan untuk
mendekatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir ke masyarakat. Di
tahun 2000, Kementerian Kesehatan RI memperkuat strategi intervensi sektor
kesehatan untuk mengatasi kematian ibu dengan mencanangkan strategi Making
Pregnancy Safer. Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program
Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka
kematian ibu dan neonatal sebesar 25%.
50
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian
ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan provinsi-provinsi tersebut
dikarenakan 52,6% dari jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari
enam provinsi tersebut. Sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di enam
provinsi tersebut diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian ibu di Indonesia
secara signifikan.
Khusus di Provinsi Jawa Tengah Program EMAS dilaksanakan di dua
Kabupaten, yaitu Kabupaten Tegal dan Kabupaten Banyumas. Upaya penurunan angka
kematian ibu dan angka kematian neonatal melalui program EMAS dilakukan dengan
cara:
1) Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir
minimal di rumah sakit (PONEK) dan Puskesmas mampu PONED.
2) Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan
Rumah Sakit.
Selain itu pemerintah bersama masyarakat juga bertanggung jawab untuk
menjamin bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang
berkualitas. Mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
terlatih, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan
rujukan jika terjadi komplikasi, dan memperoleh cuti hamil dan melahirkan serta akses
terhadap keluarga berencana. Di samping itu, pentingnya melakukan intervensi lebih
ke hulu yakni kepada kelompok remaja dan dewasa muda dalam upaya percepatan
penurunan AKI.
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil
Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan
antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan, dengan distribusi waktu
minimal 1 kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal 1 kali
pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan minimal 2 kali pada
trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu - lahir). Standar waktu pelayanan tersebut
dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin, berupa
deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan dini komplikasi kehamilan.
Pelayanan antenatal diupayakan agar memenuhi standar kualitas, yaitu :
a. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan;
b. Pengukuran tekanan darah;
c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA);
51
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);
e. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid
sesuai status imunisasi;
f. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan;
g. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ);
h. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling,
termasuk keluarga berencana);
i. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb),
pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah
dilakukan sebelumnya); dan
j. Tatalaksana kasus.
Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan
indicator Cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan, dibandingkan
jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun.
Sedangkan Cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan
antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali sesuai jadwal yang dianjurkan,
dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu
tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu
hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga
kesehatan. Gambaran capaian pelayanan K1 dan K4 di Kabupaten Tegal pada tahun
2007 – 2014 secara dapat dilihat sebagai berikut:
GAMBAR 6.1 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU K1 DAN K4
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2007-2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
52
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Pada gambar 6.1 di atas terlihat bahwa cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil
K1 dan K4 mengalami fluktuasi. Cakupan K1 dan K4 yang mengalami kenaikan tersebut
menunjukkan semakin baiknya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu
hamil yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dari gambar tersebut juga dapat dilihat
bahwa cakupan K1 dari tahun ke tahun relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan
cakupan K4. Cakupan K1 selalu mengalami peningkatan, kecuali di tahun 2011 dan
2012, kemudian meningkat lagi menjadi 97,12% pada tahun 2013. Hal itu berbeda
dengan cakupan K4 yang pernah mengalami kenaikan dari 85,67% pada 2007 menjadi
85,04% pada 2008, kemudian setelah itu mengalami peningkatan yang cukup
signifikan menjadi 89,73% di tahun 2009, kemudian di tahun berikutnya mengalami
penurunan menjadi 84,69%. Setelah mengalami kenaikan, cakupan K4 kembali
menurun pada 2012 (89,2%) dan tahun 2013 (86,58%) dari pada tahun 2011 (92,2%).
Pada tahun 2014 cakupan K4 kembali naik menjadi 91,3%.
Indikator kinerja cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 pada tahun 2014
belum dapat mencapai target Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan tahun yang
sama, yakni sebesar 95%. Meski demikian, terdapat 9 Puskesmas telah mencapai target
cakupan K4 sebesar 95%. Puskesmas tersebut antara lain Puskesmas Adiwerna
(107,05%), Puskesmas Pagiyanten (104,91%), Puskesmas Margasari (101,87%),
Puskesmas Bangun Galih (98,84%), Puskesmas Tarub (97,51%), Puskesmas
Pagerbarang (96,7%), Puskesmas Suradadi (96,31), Puskesmas Talang (95,93%), dan
Puskesmas Kupu (95,71%). Sementara Puskesmas dengan cakupan K4 lebih dari 80%
dan kurang dari 95% sebanyak 19 puskesmas. Puskesmas dengan cakupan K4 kurang
dari 80% adalah Puskesmas Bumijawa. Gambaran cakupan pelayanan K4 ibu hamil di
Puskesmas Kabupaten Tegal pada tahun 2014 dapat dilihat pada gambar 6.2.
53
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 6.2 CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4 MENURUT WILAYAH PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Pada gambar 6.2 dapat diketahui bahwa terdapat satu Puskesmas yang
memiliki cakupan pelayanan ibu hamil K4 paling rendah, yakni Puskesmas Bumijawa
(73,80%).
Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan untuk
semakin mendekatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat
hingga ke pelosok desa, termasuk untuk meningkatkan cakupan pelayanan antenatal.
Terdapat 29 Puskesmas di Kabupaten Tegal. Dengan demikian rasio Puskesmas
terhadap 30.000 penduduk 0,55, belum melampaui rasio ideal 1:30.000 penduduk.
Demikian pula dengan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti
Poskesdes dan Posyandu. Sampai dengan tahun 2014, tercatat terdapat 210 Poskesdes
yang beroperasi dan 1.518 Posyandu di Kabupaten Tegal.
Upaya meningkatkan cakupan pelayanan antenatal juga makin diperkuat
dengan adanya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak tahun 2010. BOK dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan luar gedung, seperti pendataan, pelayanan di Posyandu,
kunjungan rumah, sweeping kasus drop out, pelaksanaan kelas ibu hamil serta
penguatan kemitraan bidan dan dukun. Sementara itu Jampersal mendukung paket
pelayanan antenatal, termasuk yang dilakukan pada saat kunjungan rumah atau
sweeping, baik pada kehamilan normal maupun kehamilan dengan risiko tinggi.
Semakin kuatnya kerja sama dan sinergi berbagai program yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk sektor swasta diharapkan
dapat mendorong tercapainya target cakupan pelayanan antenatal.
54
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin
Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam rangka mendorong agar
setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis
kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan, serta diupayakan
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan yang dimulai pada
kala I sampai dengan kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin
diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih
(Cakupan Pn). Indikator ini memperlihatkan diantaranya tingkat kemampuan
pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh
tenaga kesehatan terlatih.
Dari gambar 6.3 dapat diketahui bahwa secara umum cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Tegal mengalami fluktuasi. Cakupan
Pelayanan Persalinan oleh tenaga kesehatan selalu mengalami peningkatan, kecuali di
tahun 2009, 2012, dan 2014. Cakupan secara pelayanan ibu bersalin oleh tenaga
kesehatan pada tahun 2014 adalah sebesar 93,7%, dimana angka ini telah dapat
memenuhi target Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal tahun 2014 yakni sebesar
90%.
GAMBAR 6.3 CAKUPAN PELAYANAN IBU BERSALIN DI KABUPATEN TEGAL
TAHUN 2007-2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Sebagian besar Puskesmas (24 puskesmas) telah dapat mencapai target renstra
tersebut, dan selebihnya yakni sebanyak 5 puskesmas belum dapat mencapai target.
Tiga Puskesmas dengan cakupan tertinggi adalah Pagiyanten (112,7%), Jatibogor
(112,5%), dan Balapulang (103,7%). Sedangkan tiga Puskesmas dengan cakupan
terendah adalah Puskesmas Jatinegara (83,5%), Bojong (77%), dan Bumijawa (76%).
55
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Selengkapnya tentang cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di
Kabupaten Tegal menurut Puskesmas tahun 2014 disajikan pada gambar 6.4.
GAMBAR 6.4 CAKUPAN PELAYANAN IBU BERSALIN MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2007-2014
Analisis kematian ibu yang dilakukan Bidang Kesehatan Keluarga Dinas
Kesehatan Kabupaten Tegal pada tahun 2014 membuktikan bahwa kematian ibu
terkait erat dengan penolong persalinan dan tempat/fasilitas persalinan. Persalinan
yang ditolong tenaga kesehatan terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko
kematian ibu. Demikian pula dengan tempat/fasilitas. Jika persalinan dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan, juga akan semakin menekan risiko kematian ibu.
Dinas Kesehatan tetap konsisten dalam menerapkan kebijakan bahwa seluruh
persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan didorong untuk dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan. Kebijakan Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK)
Bidang Kesehatan menggariskan bahwa pembangunan Puskesmas harus satu paket
dengan rumah dinas tenaga kesehatan. Demikian pula dengan pembangunan Poskesdes
yang harus bisa sekaligus menjadi rumah tinggal bagi bidan di desa. Dengan disediakan
rumah tinggal, maka tenaga kesehatan termasuk bidan akan siaga di tempat tugasnya
dan dapat memberikan pertolongan persalinan setiap saat.
56
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Untuk daerah dengan akses sulit, kebijakan Kementerian Kesehatan adalah
dengan mengembangkan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu
Kelahiran. Para dukun diupayakan bermitra dengan bidan dengan hak dan kewajiban
yang jelas. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan tidak lagi dikerjakan
oleh dukun, namun dirujuk ke bidan. Bagi ibu hamil yang di daerah tempat tinggalnya
tidak ada bidan atau jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan, maka menjelang hari
taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas pelayanan kesehatan,
yaitu di Rumah Tunggu Kelahiran. Rumah Tunggu Kelahiran tersebut dapat berupa
rumah tunggu khusus maupun di rumah sanak saudara yang dekat dengan fasilitas
pelayanan kesehatan.
GAMBAR 6.5
CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4 DAN CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATANDI KABUPATEN TEGAL
TAHUN 2007-2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Dari gambar 6.5 dapat dilihat bahwa meski cakupan pelayanan ibu hamil K4
mengalami penurunan, namun cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
mengalami kenaikan. Persentasenya bahkan melebihi cakupan K4. Hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Pelayanan antenatal memiliki peranan yang
sangat penting, di antaranya agar dapat dilakukan deteksi dan tata laksana dini
komplikasi yang dapat timbul pada saat persalinan. Apabila seorang ibu datang
langsung untuk bersalin di tenaga kesehatan tanpa adanya riwayat pelayanan antenatal
sebelumnya, maka faktor risiko dan kemungkinan komplikasi saat persalinan akan
lebih sulit diantisipasi.
57
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Nifas adalah periode mulai dari 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai
standar. Dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sesuai jadwal yang dianjurkan,
yaitu pada 6 jam sampai dengan 3 hari pasca persalinan, pada hari ke-4 sampai dengan
hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca
persalinan. Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi :
a. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);
b. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
c. Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
d. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif;
e. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin
f. Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi
baru lahir, termasuk keluarga berencana;
g. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.
Keberhasilan upaya kesehatan ibu nifas diukur melalui indikator cakupan
pelayanan kesehatan ibu nifas (Cakupan KF3). Indikator ini menilai kemampuan
negara dalam menyediakan pelayanan kesehatan ibu nifas yang berkualitas sesuai
standar.
GAMBAR 6.6 CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3)
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2007-2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa capaian cakupan kunjungan nifas
(KF3) di Kabupaten Tegal dalam kurun waktu 8 tahun terakhir mengalami fluktuasi.
Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat termasuk sektor swasta.
58
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Program penempatan Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk bidan terus dilaksanakan.
Selain itu, dengan diluncurkannya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak tahun
2010, Puskesmas, Poskesdes, dan Posyandu lebih terbantu dalam mengintensifkan
implementasi upaya kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan ibu nifas, di
antaranya kegiatan sweeping atau kunjungan rumah bagi yang tidak datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan. Data dan informasi terkait pelayanan kesehatan ibu nifas
disajikan pada lampiran tabel 29.
4. Pelayanan/Penanganan Komplikasi Kebidanan
Komplikasi kebidanan adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
dan atau janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak langsung, termasuk
penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam jiwa ibu dan atau janin,
yang tidak disebabkan oleh trauma/kecelakaan. Pencegahan dan penanganan
komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi kebidanan
untuk mendapatkan perlindungan/pencegahan dan penanganan definitif sesuai
standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pencegahan dan
penanganan komplikasi kebidanan adalah cakupan penanganan komplikasi kebidanan
(Cakupan PK). Indikator ini mengukur kemampuan negara dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan secara profesional kepada ibu (hamil, bersalin, nifas) dengan
komplikasi. Capaian indikator penanganan komplikasi kebidanan di Indonesia dari
tahun 2007 hingga tahun 2014 disajikan pada gambar berikut.
GAMBAR 6.7 CAKUPAN PELAYANAN/PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2007-2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
59
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Pada gambar 6.7 di atas dapat diketahui bahwa secara umum, cakupan
penanganan komplikasi kebidanan di Kabupaten Tegal selama kurun waktu 8 tahun
terakhir cukup stabil, meski pada tahun 2011 dan 2012 sempat mengalami penurunan.
Cakupan penanganan komplikasi kebidanan pada tahun 2014 ialah 118,6%. Gambar
6.7 juga menunjukkan bahwa angka cakupan penanganan komplikasi kebidanan
melebihi 100%. Hal ini dimungkinkan karena jumlah sasaran yang digunakan adalah
perkiraan, yakni diperkirakan pada kurun waktu 1 tahun sebanyak 20% dari jumlah
sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja akan mengalami komplikasi kebidanan.
Sebagian komplikasi ini dapat mengancam jiwa, tetapi sebagian besar
komplikasi dapat dicegah dan ditangani bila : 1) ibu segera mencari pertolongan ke
tenaga kesehatan; 2) tenaga kesehatan melakukan prosedur penanganan yang sesuai,
antara lain penggunaan partograf untuk memantau perkembangan persalinan, dan
pelaksanaan manajemen aktif kala III (MAK III) untuk mencegah perdarahan
pascasalin; 3) tenaga kesehatan mampu melakukan identifikasi dini komplikasi; 4)
apabila komplikasi terjadi, tenaga kesehatan dapat memberikan pertolongan pertama
dan melakukan tindakan stabilisasi pasien sebelum melakukan rujukan; 5) proses
rujukan efektif; dan 6) pelayanan di RS yang cepat dan tepat guna.
Terdapat tiga jenis area intervensi yang dilakukan untuk menurunkan angka
kematian dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui : 1) peningkatan pelayanan
antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai;
2) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil,
pelayanan pasca persalinan dan kelahiran; serta 3) pelayanan emergensi obstetrik dan
neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau.
Upaya terobosan dalam penurunan AKI dan AKB di Indonesia salah satunya
melalui Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) yang
menitikberatkan fokus totalitas monitoring yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil serta menyediakan akses dan pelayanan
kegawatdaruratan obstetric dan neonatal dasar di tingkat Puskesmas (PONED) dan
pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal komprehensif di Rumah Sakit
(PONEK). Dalam implementasinya, P4K merupakan salah satu unsur dari Desa Siaga.
P4K mulai diperkenalkan pada tahun 2007. Sampai dengan tahun 2013, tercatat 66.629
(86%) desa/kelurahan telah melaksanakannya. . Pelaksanaan P4K di desa-desa
tersebut perlu dipastikan agar mampu membantu keluarga dalam membuat
perencanaan persalinan yang baik dan meningkatkan kesiap-siagaan keluarga dalam
60
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
menghadapi tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas agar dapat mengambil
tindakan yang tepat.
Sesuai Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014,
ditargetkan pada akhir tahun 2014 di setiap kabupaten/kota terdapat minimal 11
(sebelas) Puskesmas rawat inap mampu PONED dan 1 (satu) Rumah Sakit
Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan PONEK. Melalui pengelolaan pelayanan
PONED dan PONEK, Puskesmas dan Rumah Sakit diharapkan bisa menjadi institusi
terdepan dimana kasus komplikasi dan rujukan dapat diatasi dengan cepat dan tepat.
Selain itu dilakukan pula kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP), yang
merupakan upaya dalam penilaian pelaksanaan serta peningkatan mutu pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir melalui pembahasan kasus kematian ibu atau bayi
baru lahir sejak di level masyarakat sampai di level fasilitas pelayanan kesehatan.
Kendala yang timbul dalam upaya penyelamatan ibu pada saat terjadi
kegawatdaruratan maternal dan bayi baru lahir akan dapat menghasilkan suatu
rekomendasi intervensi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan
bayi di masa mendatang. Data dan informasi terkait pelayanan/penanganan komplikasi
maternal disajikan pada lampiran Tabel 33.
5. Pelayanan Keluarga Berencana
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk
mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan
(di bawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan
terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Keluarga berencana (KB) merupakan
salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan,
dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB menyediakan informasi,
pendidikan, dan cara-cara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat merencanakan
kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak,
serta kapan akan berhenti mempunyai anak.
Baik suami maupun istri memiliki hak yang sama untuk menetapkan berapa
jumlah anak yang akan dimiliki dan kapan akan memiliki anak. Melalui tahapan
konseling pelayanan KB, pasangan usia subur (PUS) dapat menentukan pilihan
kontrasepsi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya berdasarkan informasi yang
telah mereka pahami, termasuk keuntungan dan kerugian, risiko metode kontrasepsi
dari petugas kesehatan.
Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan dalam rangka mengatur jumlah
kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia
61
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang
berada pada kisaran usia 15-49 tahun.
GAMBAR 6.8 PRESENTASE PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Dari gambar 6.8 dapat dilihat bahwa metode kontrasepsi yang paling banyak
digunakan oleh peserta KB aktif adalah suntikan (63,4%) dan terbanyak ke dua adalah
Implan (12,3%). Sedangkan metode kontrasepsi yang paling sedikit dipilih oleh peserta
KB aktif adalah kondom sebanyak 0,9%.
Sedangkan pada peserta KB baru, persentase metode kontrasepsi yang
terbanyak digunakan adalah suntikan, yakni sebesar 72,6%. Metode terbanyak ke dua
adalah implan, sebesar 11,8%. Metode yang paling sedikit dipilih oleh para peserta KB
baru adalah metode operasi pria (MOP) sebanyak 0,3%, kemudian kondom (1,1%) dan
metode operasi wanita (MOW) sebanyak 2,3%. Gambaran mengenai persentase
peserta KB baru menurut metode kontrasepsi tahun 2014 selengkapnya dapat dilihat
pada gambar 6.9.
GAMBAR 6.9 PRESENTASE PESERTA KB BARU MENURUT METODE KONTRASEPSI
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
62
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
B. KESEHATAN ANAK
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta
untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Upaya pemeliharaan kesehatan
anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan
sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan
untuk mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian yang
berhubungan anak adalah Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi
(AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA).
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, angka Kematian Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000
kelahiran hidup menurun dari 20 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan 23 per
1000 kelahiran hidup berdasarkan hasil SDKI 2012.
Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari)
menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 56%
kematian bayi. Untuk mencapai target penurunan AKB pada MDG 2015 yaitu sebesar
23 per 1000 kelahiran hidup maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bagi bayi
baru lahir (neonatal) menjadi prioritas utama. Komitmen global dalam MDGs
menetapkan target terkait kematian anak yaitu menurunkan angka kematian anak
hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015.
Data dan informasi yang akan disajikan berikut ini menerangkan berbagai
indicator kesehatan anak yang meliputi prevalensi berat badan lahir rendah (BBLR),
penanganan komplikasi neonatal, kunjungan neonatal, pelayanan kesehatan bayi,
inisiasi menyusu dini, pemberian ASI eksklusif, pemberian vitamin A, penimbangan
balita di Posyandu, imunisasi dasar, pelayanan kesehatan balita, pelayanan kesehatan
pada siswa SD/setingkat, pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan
pada kasus kekerasan anak, dan pelayanan kesehatan anak terlantar dan anak jalanan
di panti.
1. Berat Badan Bayi Lahir
Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu satu jam
pertama setelah lahir. Hubungan antara waktu kelahiran dengan umur kehamilan,
kelahiran bayi dapat dikelompokan: bayi kurang bulan (prematur), yaitu bayi yang
dilahirkan dengan masa gestasi (kehamilan) < 37 minggu (<259 hari). Bayi cukup
bulan, bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42 minggu (259 - 293 hari);
63
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
dan bayi lebih bulan, bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (>294
hari).
Berkaitan dengan berat badan bayi lahir, bayi dapat dikelompokkan
berdasarkan berat lahirnya: yaitu bayi berat lahir rendah (BBLR), yaitu berat lahir
<2500 gram, bayi berat lahir sedang, yaitu berat lahir antara 2500-3999 gram, dan
berat badan lebih, yaitu berat lahir ≥4000 gram. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah
bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram. Sejak tahun
1961 WHO telah mengganti istilah prematuritas dengan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi yang berat kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir bayi prematur. Persentase balita (0-59 bulan) menurut berat badan
lahir rendah menurut Puskesmas tahun 2014 disajikan pada lampiran 6.10.
GAMBAR 6.10 PERSENTASE BERAT BAYI LAHIR RENDAH
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
64
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa persentase balita (0-59 bulan)
dengan BBLR tertinggi terdapat di Puskesmas Dukuhturi (21,2%) dan terendah di
Puskesmas Kalibakung (0,2%).
Masalah pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) terutama pada prematur
terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Bayi berat lahir
rendah mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah
terserang komplikasi. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada
sistem pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastrointestinal,
ginjal, termoregulasi.
2. Penanganan Komplikasi Neonatal
Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau
kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia,
ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat
lahir < 2.500 gram), sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan kongenital maupun
yang termasuk klasifikasi kuning dan merah pada pemeriksaan dengan Manajemen
Terpadu Bayi Muda (MTBM).
Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi
berat lahir rendah dan infeksi (Riskesdas, 2007). Komplikasi ini sebetulnya dapat
dicegah dan ditangani. Namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan,
kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum
berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini dan kesadaran orang tua untuk
mencari pertolongan kesehatan.
Penanganan neonatal dengan komplikasi adalah penanganan terhadap neonatal
sakit dan atau neonatal dengan kelainan atau komplikasi/ kegawatdaruratan yang
mendapat pelayanan sesuai standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau
perawat) terlatih baik di rumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana
pelayanan kesehatan rujukan.
Pelayanan sesuai standar antara lain sesuai dengan standar MTBM, manajemen
Asfiksia Bayi Baru Lahir, manajemen Bayi Berat Lahir Rendah, pedoman pelayanan
neonatal essensial di tingkat pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar
operasional pelayanan lainnya. Pada gambar 6.11 berikut disajikan gambaran cakupan
penanganan neonatal dengan komplikasi menurut Puskesmas di Kabupaten Tegal pada
tahun 2014.
65
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 6.11 CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI NEONATAL
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Capaian penanganan neonatal dengan komplikasi mengalami peningkatan dari
tahun 2013 yang sebesar 85,75% menjadi 92,56% pada tahun 2014. Meskipun terjadi
peningkatan capaian, namun masih terdapat disparitas yang cukup besar antar
Puskesmas. Capaian tertinggi diperoleh Puskesmas Pangkah yang mencapai 243%
diikuti oleh Adiwerna sebesar 194,16%, dan Bumijawa sebesar 170,08%. Capaian
terendah terdapat di Puskesmas Kramat sebesar 23,47%.
3. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari, dimana
terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim menjadi di luar
rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi hingga
usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan
kesehatan paling tinggi. Pada usia yang rentan ini, berbagai masalah kesehatan bisa
muncul. Tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal. Beberapa upaya kesehatan
66
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
dilakukan untuk mengendalikan risiko pada kelompok ini diantaranya dengan
mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada
kunjungan bayi baru lahir.
Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah pada masa
neonatus (bayi baru lahir umur 0-28 hari). Menurut hasil Riskesdas 2007 menunjukkan
bahwa 78,5% dari kematian neonatal terjadi pada umur 0-6 hari. Komplikasi yang
menjadi penyebab kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi berat lahir rendah dan
infeksi.
Dengan melihat adanya risiko kematian yang tinggi dan berbagai serangan
komplikasi pada minggu pertama, maka setiap bayi baru lahir harus mendapatkan
pemeriksaan sesuai standar lebih sering (minimal 2 kali) dalam minggu pertama.
Langkah ini dilakukan untuk menemukan secara dini jika terdapat penyakit atau tanda
bahaya pada neonatus sehingga pertolongan dapat segera diberikan untuk mencegah
penyakit bertambah berat yang dapat menyebabkan kematian. Kunjungan neonatus
merupakan salah satu intervensi untuk menurunkan kematian bayi baru lahir.
Terkait hal tersebut, pada tahun 2008 ditetapkan perubahan kebijakan dalam
pelaksanaan kunjungan neonatal, dari 2 kali yaitu satu kali pada minggu pertama dan
satu kali pada 8-28 hari, menjadi 3 kali yaitu dua kali pada minggu pertama dan satu
kali pada 8 – 28 hari. Dengan demikian, jadwal kunjungan neonatal yang dilaksanakan
saat ini adalah pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari dan umur 8-28 hari. Indikator ini
mengukur kemampuan manajemen program Kesehatan Ibu Anak (KIA) dalam
menyelenggarakan pelayanan neonatal yang komprehensif.
Kunjungan neonatal pertama (KN1) adalah cakupan pelayanan kesehatan bayi
baru lahir (umur 6 jam - 48 jam) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang
ditangani sesuai standar oleh tenaga kesehatan terlatih di seluruh sarana pelayanan
kesehatan. Pelayanan yang diberikan saat kunjungan neonatal adalah pemeriksaan
sesuai standar Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan konseling perawatan bayi
baru lahir termasuk ASI eksklusif dan perawatan tali pusat. Pada kunjungan neonatal
pertama (KN1), bayi baru lahir mendapatkan vitamin K1 injeksi dan imunisasi hepatitis
B0 bila belum diberikan pada saat lahir. Cakupan indikator kunjungan neonatal
pertama menurut puskesmas digambarkan pada gambar 6.12.
67
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 6.12 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA (KN1)
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Selain KN1, indikator yang menggambarkan pelayanan kesehatan bagi neonatal
adalah KN lengkap yang mengharuskan agar setiap bayi baru lahir memperoleh
pelayanan Kunjungan Neonatal minimal 3 kali, yaitu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada 3-
7 hari, 1 kali pada 8-28 hari sesuai standar di satu wilayah kerja pada satu tahun.
68
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Capaian Kunjungan Neonatal Lengkap di Kabupaten Tegal pada tahun 2014
sebesar 99,4%. Capaian ini telah memenuhi target program tahun 2014 sebesar 90%.
Semua puskesmas telah mencapai target KN lengkap. Gambaran cakupan kunjungan
KN lengkap menurut puskesmas di kabupaten Tegal terdapat pada gambar 6.15 berikut
ini.
GAMBAR 6.13
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP (KN LENGKAP) MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Pada gambar di atas terlihat bahwa pencapaian indikator KN lengkap cukup
baik, yang dapat dilihat dari capaian yang cukup tinggi di sebagian besar Puskesmas.
Semua Puskesmas telah mencapai target Renstra Dinas Kesehatan tahun 2014, yaitu
90%. Capaian tertinggi terdapat di Puskesmas Pagiyanten sebesar 112,3%, diikuti oleh
69
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Margasari sebesar 110,3%, dan Jatibogor sebesar 109,3%. Sedangkan Puskesmas
dengan capaian terendah adalah Suradadi yaitu sebesar 90,2%.
Capaian KN lengkap secara kumulatif di tingkat Kabupaten mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2013, yaitu dari 95,72% menjadi 99,4% pada tahun
2014.. Gambar berikut menampilkan cakupan KN lengkap dari tahun 2009 sampai
dengan tahun 2014.
GAMBAR 6.14
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP (KN LENGKAP) DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2009 – 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Cakupan KN lengkap cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Namun
demikian Cakupan KN Lengkap ini mengalami penurunan dari 99,09 pada tahun 2011
menjadi 92,20% pada tahun 2012. Kemudian cakupan KN lengkap menunjukkan
kecenderungan peningkatan seiring dengan pemberlakuannya kebijakan KN lengkap
tahun 2008 yang mensyaratkan 3 kali kunjungan diimplementasikan.
4. Pelayanan Kesehatan pada Bayi
Bayi juga merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap gangguan
kesehatan maupun serangan penyakit. Kesehatan bayi dan balita harus dipantau untuk
memastikan kesehatan mereka selalu dalam kondisi optimal. Pelayanan kesehatan bayi
termasuk salah satu dari beberapa indikator yang bisa menjadi ukuran keberhasilan
upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita. Pelayanan kesehatan pada bayi ditujukan
pada bayi usia 29 hari sampai dengan 11 bulan dengan memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
70
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
klinis kesehatan (dokter, bidan, dan perawat) minimal 4 kali, yaitu pada 29 hari – 2
bulan, 3 – 5 bulan, 6 – 8 bulan dan 9 – 12 bulan sesuai standar di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.
Pelayanan ini terdiri dari penimbangan berat badan, pemberian imunisasi
dasar (BCG, DPT/ HB1-3, Polio 1-4, dan Campak), Stimulasi Deteksi Intervensi Dini
Tumbuh Kembang (SDIDTK) bayi, pemberian vitamin A pada bayi, dan penyuluhan
perawatan kesehatan bayi serta penyuluhan ASI Eksklusif, pemberian makanan
pendamping ASI (MP ASI) dan lain-lain.
Gambaran capaian indikator ini di 29 Puskesmas menunjukkan bahwa sebagian
besar Puskesmas telah memenuhi target Renstra tahun 2014 seperti yang disajikan
pada gambar berikut ini:
GAMBAR 6.15 CAKUPAN KUNJUNGAN BAYI MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
71
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Pada gambar 5.14 di atas dapat dilihat bahwa terdapat 19 Puskesmas (65,52%)
dengan capaian melebihi 90%. Puskesmas Kramat memiliki capaian tertinggi sebesar
147,14% diikuti oleh Lebaksiu sebesar 146,43% dan Kaladawa sebesar 139,97%.
Puskesmas Tarub memiliki capaian terendah sebesar 36,59% diikuti oleh Pagiyanten
sebesar 65,42%, dan Bumijawa sebesar 68,65%.
5. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif
Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi
secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui
anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping
ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya.
72
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi yang mengandung sel darah putih,
protein dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. ASI membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak secara optimal serta melindungi terhadap penyakit. Gambaran
pemberian ASI eksklusif menurut puskesmas disajikan pada gambar berikut ini.
GAMBAR 6.16 CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKLUSIF PADA BAYI 0-6 BULAN
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Permasalahan terkait pencapaian cakupan ASI Eksklusif antara lain:
a. Pemasaran susu formula masih gencar dilakukan untuk bayi 0-6 bulan yg tidak ada
masalah medis
b. Masih banyaknya perusahaan yang mempekerjakan perempuan tidak memberi
73
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
kesempatan bagi ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan untuk melaksanakan pemberian
ASI secara eksklusif. Hal ini terbukti dengan belum tersedianya ruang laktasi dan
perangkat pendukungnya
c. Masih banyak tenaga kesehatan ditingkat layanan yang belum peduli atau belum
berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif, yaitu masih
mendorong untuk memberi susu formula pada bayi 0-6 bulan.
d. Masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI
e. Belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait
pemberian ASI, dan belum semua rumah sakit melaksanakan 10 Langkah
MenujuKeberhasilan Menyusui (LMKM).
Upaya yang dilakukan dalam memecahkan masalah tersebut yaitu:
a. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian
ASI Eksklusif
b. Melakukan pelatihan konseling menyusui dan konseling Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI). Sampai tahun 2012 telah dilakukan pelatihan konseling menyusui
kepada 3.929 orang dan MP-ASI sebanyak 416 orang.
c. Melaksanakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM), yaitu:
1) Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada
semua staf pelayanan kesehatan ;
2) Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan
menyusui tersebut;
3) Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen
menyusui;
4) Membantu ibu menyusui dini dalam 30 menit pertama persalinan;
5) Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu
dipisah dari bayinya;
6) Memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis;
7) Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu (24 jam);
8) Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi;
9) Tidak memberi dot kepada bayi
10) Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu
kepada kelompok tersebut setelah keluar dari sarana pelayanan;
d. Sosialisasi dan kampanye ASI Eksklusif
e. KIE melalui media cetak dan elektronik
f. Mengembangkan Strategi Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif
74
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
g. Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap perilaku menyusui melalui
peraturan perundang-undangan dan kebijakan atau PP
h. Penguatan sarana pelayanan kesehatan (RS/RSIA, Puskesmas perawatan, klinik
bersalin) dalam menerapkan 10 LMKM
i. Peningkatan komitmen dan kapasitas stakeholder dalam meningkatan,
melindungi, dan mendukung pemberian ASI
j. Pemberdayaan ibu, keluarga, dan masyarakat dalam praktek pemberian ASI
k. Menjamin terlaksananya strategi pemberian ASI
l. Pengembangan peraturan perundangan-undangan dan kebijakan atau PP
m. Pelaksanaan revitalisasi RS dan sarana pelayanan kesehatan sayang bayi
n. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan
o. Pemberdayaan ibu, bapak, dan keluarga, serta masyarakat
p. Perlindungan pekerja perempuan
q. Bekerjasama dengan lintas sektor terkait dalam pengawasan pemasaran susu
formula dan produk makanan bayi sesuai standar produk makanan (codex
alimentarius)
r. Advokasi dan promosi peningkatan pemberian ASI
6. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6-59 Bulan
Sampai dengan usia enam bulan, ASI merupakan sumber utama vitamin A jika
ibu memiliki vitamin A yang cukup berasal dari makanan atau suplemen. Anak yang
berusia enam bulan sampai lima tahun dapat memperoleh vitamin A dari berbagai
makanan seperti hati, telur, ikan, minyak sawit merah, mangga dan papaya, jeruk, ubi,
sayur daun berwarna hijau dan wortel.
Anak memerlukan vitamin A untuk membantu melawan penyakit, melindungi
penglihatan mereka, serta mengurangi risiko meninggal. Anak yang kekurangan
vitamin A kurang mampu melawan berbagai potensi penyakit yang fatal dan berisiko
rabun senja. Oleh karena itu dilakukan pemberian kapsul vitamin A dalam rangka
mencegah dan menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A (KVA) pada balita.
Cakupan yang tinggi dari pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk
mengatasi masalah KVA pada masyarakat.
Di beberapa negara dimana kekurangan vitamin A telah terjadi secara luas, dan
anak sering meninggal karena diare dan campak, vitamin A dalam bentuk kapsul dosis
tinggi dibagikan dua kali dalam setahun kepada anak usia enam bulan hingga lima
tahun. Diare dan campak dapat menguras vitamin A dari tubuh anak. Anak yang
75
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
menderita diare atau campak, atau menderita kurang gizi harus diobati dengan
suplemen vitamin A dosis tinggi yang bisa diperoleh dari petugas kesehatan terlatih.
Masalah vitamin A pada balita secara klinis bukan lagi masalah kesehatan
masyarakat (prevalensi xeropthalmia < 0,5%). Hasil studi masalah gizi mikro di 10 kota
pada 10 provinsi tahun 2006, diperoleh prevalensi xeropthalmia pada balita 0,13%,
sedangkan hasil survey vitamin A pada tahun 1992 menunjukkan prevalensi
xeropthalmia sebesar 0,33%.
Namun demikian KVA subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala
nyata, masih ada pada kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui
dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Selain itu, sebaran
cakupan pemberian vitamin A pada balita menurut puskesmas sudah mencapai
97,76%. Namun demikian kegiatan pemberian vitamin A pada balita masih perlu
dilanjutkan, karena bukan hanya untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan,
namun lebih penting lagi, vitamin A meningkatkan kelangsungan hidup, kesehatan dan
pertumbuhan anak. Pemberian kapsul vitamin A dilakukan terhadap bayi (6-11 bulan)
dengan dosis 100.000 SI, anak balita (12-59 bulan) dengan dosis 200.000 SI, dan ibu
nifas diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI, sehingga bayinya akan memperoleh
vitamin A yang cukup melalui ASI. Pemberian Kapsul Vitamin A diberikan secara
serentak setiap bulan Februari dan Agustus pada balita usia 6-59 bulan.
Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita usia 6-59 bulan di Kabupaten
Tegal tahun 2014 mencapai 98,29%. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2013
yang mencapai 97,76%. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk meningkatkan
cakupan pemberian kapsul vitamin A. Upaya tersebut antara lain melalui peningkatan
integrasi pelayanan kesehatan anak, sweeping pada daerah yang cakupannya masih
rendah dan kampanye pemberian kapsul vitamin A. Cakupan pemberian kapsul vitamin
A menurut puskesmas ditampilkan pada gambar 6.17.
76
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 6.17 CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA BALITA 6-59 BULAN MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2014
Terdapat empat puskesmas yang telah mencapai target renstra tahun 2014
(100%), yaitu puskesmas Kramat, Tarub, Kaladawa, dan Penusupan. Cakupan terendah
adalah Puskesmas Kupu sebesar 93,14%.
7. Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu
Sejak lahir sampai dengan usia lima tahun, anak seharusnya ditimbang secara
teratur mengetahui pertumbuhannya. Cara ini dapat membantu untuk mengetahui
lebih awal tentang gangguan pertumbuhan, sehingga segera dapat diambil tindakan
tepat secepat mungkin. Hasil penimbangan, dapat mengetahui apakah seorang anak
terlalu cepat bertambah berat badannya dibandingkan usianya atau tidak bertambah
berat badannya. Untuk itu memerlukan pemeriksaan berat badan anak lebih lanjut
terkait dengan tinggi badannya, yang dapat menentukan apakah seorang anak
mempunyai berat badan berlebih/kurang.
77
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Kegiatan penimbangan balita di Posyandu menjadi salah satu indikator yang
ditetapkan pada Renstra Dinas Kesehatan Tahun 2010-2014. Indikator ini berkaitan
dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar
khususnya imunisasi, serta penanganan prevalensi gizi kurang pada balita. Dengan
cakupan penimbangan balita yang tinggi, diharapkan semakin tinggi pula cakupan
vitamin A, cakupan imunisasi, dan semakin rendah prevalensi gizi kurang. Gambaran
cakupan penimbangan balita di posyandu masing masing Puskesma ditampilkan pada
gambar 6.18 berikut.
GAMBAR 6.18 CAKUPAN PENIMBANGAN BALITA DI POSYANDU
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber; Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Tegal, 2014
78
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Cakupan penimbangan balita di posyandu di Kabupaten Tegal pada tahun 2014
sebesar 78,9%. Cakupan ini lebih rendah dibandingkan tahun 2013 yang sebesar
80,4%. Capaian pada tahun 2014 telah memenuhi target Renstra 2014 sebesar 90%.
Hanya puskesmas Dukuhwaru yang mencapai target tersebut. Capaian terendah
terdapat di Puskesmas Margasari sebesar 61%.
Setiap anak harus memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) yang terdapat dalam
buku KIA agar dapat dipantau pertumbuhannya. Dengan KMS terlihat apakah anak
tumbuh dengan baik sesuai usianya. KMS diberikan pada orang tua pada saat
kunjungan balita ke Posyandu. Maka kunjungan balita ke Posyandu sangat berkaitan
dengan indikator D/S.
Namun demikian terdapat beberapa kendala yang dihadapi terkait dengan
kunjungan balita ke posyandu. Permasalahan tersebut antara lain : dana operasional
dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan Posyandu, tingkat pengetahuan
kader dan kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling,
tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat terhadap manfaat Posyandu, serta
pelaksanaan pembinaan kader. Data dan informasi tentang penimbangan balita di
posyandu pada tahun 2014 terdapat pada lampiran table 47.
8. Imunisasi
Setiap tahun lebih 1,4 juta anak di dunia meninggal karena berbagai penyakit
yang sesungguhnya dapat dicegah dengan imunisasi. Beberapa penyakit menular yang
termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain:
Difteri, Tetanus, Hepatitis B, radang selaput otak, radang paru-paru, pertusis, dan polio.
Anak yang telah diberi imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya
tersebut, yang dapat menimbulkan kecacatan atau kematian.
Proses perjalanan penyakit diawali ketika virus/ bakteri/ protozoa/ jamur,
masuk ke dalam tubuh. Setiap makhluk hidup yang masuk ke dalam tubuh manusia
akan dianggap benda asing oleh tubuh atau yang disebut dengan antigen. Secara
alamiah sistem kekebalan tubuh akan membentuk zat anti yang disebut antibodi untuk
melumpuhkan antigen. Pada saat pertama kali antibodi “berinteraksi” dengan antigen,
respon yang diberikan tidak terlalu kuat. Hal ini disebabkan antibodi belum
“mengenali” antigen. Pada interaksi antibodi-antigen yang ke-2 dan seterusnya, sistem
kekebalan tubuh sudah memiliki “memori” untuk mengenali antigen yang masuk ke
dalam tubuh, sehingga antibodi yang terbentuk lebih banyak dan dalam waktu yang
lebih cepat.
79
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Proses pembentukan antibodi untuk melawan antigen secara alamiah disebut
imunisasi alamiah. Sedangkan program imunisasi melalui pemberian vaksin adalah
upaya stimulasi terhadap sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi dalam
upaya melawan penyakit dengan melumpuhkan “antigen” yang telah dilemahkan yang
berasal dari vaksin. Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia
terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya sakit ringan.
Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi penduduk
terhadap penyakit tertentu. Program imunisasi diberikan kepada populasi yang
dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, anak usia sekolah, wanita usia
subur, dan ibu hamil.
a. Imunisasi Dasar pada Bayi
Imunisasi melindungi anak terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I). Seorang anak diimunisasi dengan vaksin yang disuntikkan
atau diteteskan melalui mulut. Pada beberapa negara hepatitis masih menjadi masalah.
Sepuluh dari 100 orang akan menderita hepatitis sepanjang hidupnya jika tidak diberi
vaksin hepatitis B. Sampai dengan seperempat dari jumlah anak yang menderita
hepatitis B dapat berkembang menjadi kondisi penyakit hati yang serius, seperti
kanker hati. Disamping itu wajib diberikan imunisasi hepatitis B segera setelah bayi
lahir untuk mencegah penularan virus hepatitis dari ibu kepada anaknya.
Imunisasi BCG dapat melindungi anak dari penyakit tuberculosis. Imunisasi
DPT dapat mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus. Diptheri menyebabkan
infeksi saluran pernafasan atas, yang dalam beberapa kasus dapat menyebabkan
kesulitan bernafas bahkan kematian. Tetanus menyebabkan kekakuan otot dan
kekejangan otot yang menyakitkan dan dapat mengakibatkan kematian. Pertusis atau
batuk rejan mempengaruhi saluran pernafasan dana dapat menyebabkan batuk hingga
delapan minggu.
Semua anak perlu mendapatkan imunisasi polio. Tanda-tanda polio adalah
tungkai tiba tiba lumpuh dan sulit untuk bergerak. Dari 200 anak yang terinfeksi polio,
maka satu orang akan menjadi cacat sepanjang hidupnya.
Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap
bayi wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri dari : 1 dosis
BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis campak. Dari kelima
imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang
80
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
mendapat perhatian lebih yang dibuktikan dengan komitmen Indonesia pada lingkup
ASEAN dan SEARO untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%.
Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu penyebab utama
kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan campak memiliki peran signifikan
dalam penurunan angka kematian balita.
GAMBAR 6.19 CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi Imunisasi, Bidang P2P Dinkes Kab. Tegal, 2014
Kabupaten Tegal memiliki cakupan imunisasi campak pada tahun 2014 sebesar
99,3%. Capaian tersebut telah memenuhi target 95% yang menjadi komitmen target
pada rencana strategis Dinas Kesehatan. Cakupan pada tahun 2014 mengalami sedikit
kenaikan dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 99,2%. Pada tingkat Puskesmas,
terdapat 22 puskesmas yang telah berhasil mencapai target 95% seperti yang disajikan
pada gambar 6.20 berikut.
Pada gambar 6.19 di atas dapat diketahui bahwa Puskesmas Tarub memiliki
capaian tertinggi sebesar 116,4% diikuti oleh Balapulang sebesar 108,6% dan
81
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Kesamiran sebesar 105,8%. Sedangkan Puskesmas dengan cakupan terendah adalah
Puskesmas Bojong sebesar 90,8%.
Program imunisasi pada bayi mengharapkan agar setiap bayi mendapatkan
kelima jenis imunisasi dasar lengkap. Keberhasilan seorang bayi dalam mendapatkan 5
jenis imunisasi dasar tersebut diukur melalui indikator imunisasi dasar lengkap.
Capaian indikator ini di Kabupaten Tegal pada tahun 2014 sebesar 98,3%. Angka ini
belum memenuhi target Renstra pada tahun 2014 yang sebesar 100%.
Tiga puskesmas dengan capaian imunisasi dasar lengkap pada bayi yang
tertinggi pada tahun 2014 adalah di Puskesmas Tarub sebesar 114,6%, diikuti oleh
Balapulang sebesar 108,1%, dan Kesamiran sebesar 105,8%. Sedangkan tiga
puskesmas dengan capaian terendah adalah Puskesmas Jatinegara sebesar 86,4%. Data
dan informasi terkait imunisasi dasar pada bayi yang dirinci menurut puskesmas tahun
2014 terdapat pada lampiran table 44.
GAMBAR 6.20 CAKUPAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi Imunisasi, Bidang P2P Dinkes Kab. Tegal, 2014
82
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
b. Universal Child Immunization (UCI)
Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi
adalah Universal Child Immunization atau yang biasa disingkat UCI. UCI adalah
gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada
di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Target UCI pada
Renstra Dinas Kesehatan tahun 2014 adalah sebesar 100%. Pada tahun 2014 semua
puskesmas yang telah mencapai persentase desa UCI sebesar 100% atau 287
desa/kelurahan telah mencapai presentase UCI.
Imunisasi dasar pada bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan
umurnya. Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara
optimal. Namun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan
imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out (DO)
imunisasi. Bayi yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal pemberian
imunisasi, namun tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut Drop Out Rate
DPT/HB1- Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih penurunan
cakupan imunisasi campak terhadap cakupan imunisasi DPT/HB1.
Drop Out Rate imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2014 sebesar 5,14%.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 sebesar 0,55%. DO rate DPT/HB1-
campak diharapkan agar tidak melebihi 5%. Pada tahun 2014 terdapat 19 puskesmas
dengan DO rate ≤ 5%. Data dan informasi lebih rinci mengenai drop out rate cakupan
imunisasi pada tahun 2014 DPT/HB1-campak tahun 2014 terdapat pada lampiran
table 39.
9. Pelayanan Kesehatan Anak Balita
Kehidupan anak, usia dibawah lima tahun merupakan bagian yang sangat
penting. Usia tersebut merupakan landasan yang membentuk masa depan kesehatan,
kebahagiaan, pertumbuhan, perkembangan, dan hasil pembelajaran anak di sekolah,
keluarga, masyarakat dan kehidupan secara umum.
Kesehatan bayi dan balita harus dipantau untuk memastikan kesehatan mereka
selalu dalam kondisi optimal. Untuk itu dipakai indikator-indikator yang bisa menjadi
ukuran keberhasilan upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita, salah satu
diantaranya adalah pelayanan kesehatan anak balita. Adapun batasan anak balita
adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12 sampai dengan 59 bulan.
Pelayanan kesehatan pada anak balita dilakukan oleh tenaga kesehatan dan
memperoleh :
83
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
a. Pelayanan Pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun (Penimbangan
berat
badan dan pengukuran tinggi badan minimal 8 kali dalam setahun).
b. Pemberian vitamin A dua kali dalam setahun yakni setiap bulan Februari dan
Agustus
c. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang balita minimal 2 kali
dalam setahun.
d. Pelayanan Anak Balita Sakit sesuai standar menggunakan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS).
Capaian Indikator pelayanan kesehatan anak balita pada tahun 2014 sebesar
75,9%, yang berarti belum memenuhi target Renstra pada tahun 2014 yang sebesar
90%. Capaian indikator ini juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013
yang sebesar 101,1%. Tidak ada puskesmas yang mencapai target sebesar 90% seperti
yang terlihat pada gambar berikut. Data dan informasi menurut provinsi terkait upaya
pelayanan kesehatan anak balita disajikan pada lampiran table 43.
GAMBAR 6.21 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi Anak, Bidang Kesga Dinkes Kab. Tegal, 2014
84
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
10. Pelayanan Kesehatan pada Siswa SD dan setingkat
Mulai masuk sekolah merupakan hal penting bagi tahap perkembangan anak.
Banyak masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti misalnya
pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan
baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi, kecacingan, kelainan
refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi. Pelayanan kesehatan pada anak
termasuk pula intervensi pada anak usia sekolah.
Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk pelaksanaan
program kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka juga merupakan
sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik. Sasaran dari
pelaksanaan kegiatan ini diutamakan untuk siswa SD/ sederajat kelas 1. Pemeriksaan
kesehatan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama tenaga lainnya yang terlatih
(guru UKS/UKSG dan dokter kecil). Tenaga kesehatan disini adalah tenaga medis,
tenaga keperawatan atau petugas puskesmas lainnya yang telah dilatih sebagai tenaga
pelaksana UKS/ UKGS. Guru UKS/UKGS adalah guru kelas atau guru yang ditunjuk
sebagai pembina UKS/UKGS di sekolah dan telah dilatih tentang UKS/UKGS. Dokter
kecil adalah kader kesehatan sekolah yang biasanya berasal dari murid kelas 4 dan 5
SD dan setingkat yang telah mendapatkan pelatihan dokter kecil.
Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran tentang kebersihan dan kesehatan gigi
bisa dilaksanakan sedini mungkin. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan
pengetahuan siswa tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut pada
khususnya dan kesehatan tubuh serta lingkungan pada umumnya.
Upaya kesehatan pada kelompok ini yang dilakukan melalui penjaringan
kesehatan terhadap murid SD/MI kelas 1 juga menjadi salah satu indikator yang
dievaluasi keberhasilannya melalui Renstra Kementerian Kesehatan. Kegiatan
penjaringan kesehatan selain untuk mengetahui secara dini masalah-masalah
kesehatan anak sekolah sehingga dapat dilakukan tindakan secepatnya untuk
mencegah keadaan yang lebih buruk, juga untuk memperoleh data atau informasi
dalam menilai perkembangan kesehatan anak sekolah, maupun untuk dijadikan
pertimbangan dalam menyusun perencanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS).
Kegiatan penjaringan kesehatan ini terdiri dari :
a. Pemeriksaan kebersihan perorangan (rambut, kulit dan kuku)
b. Pemeriksaan status gizi melalui pengukuran antropometri
c. Pemeriksaan ketajaman indera (penglihatan dan pendengaran)
85
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
d. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut
e. Pemeriksaan laboratorium untuk anemia dan kecacingan
f. Pengukuran kebugaran jasmani dan deteksi dini masalah mental emosional.
Penjaringan kesehatan dinilai dengan menghitung persentase SD/MI yang
melakukan penjaringan kesehatan terhadap seluruh SD/MI yang menjadi sasaran
penjaringan. Cakupan SD atau sederajat yang melaksanakan penjaringan kesehatan
untuk siswa kelas 1 pada tahun 2014 di Kabupaten Tegal yang sebesar 97,3%
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013 dengan cakupan sebesar 95,9%.
Capaian tersebut belum memenuhi target Renstra 2014 yang sebesar 100%.
Berdasarkan gambar 5.20 diketahui bahwa ada 11 puskesmas belum
memenuhi target 95% dan 18 puskesmas yang telah mencapai target Renstra 2013.
Ada empat puskesmas dengan capaian 100%, yakni puskesmas Dukuhturi,
Kedungbanteng, Kalibakung dan Margasari. Kemudian diikuti oleh Puskesmas Talang
sebesar 99,7%, Lebaksiu sebesar 99,2%, dan Dukuhwaru sebesar 99,1%. Sedangkan
capaian terendah terdapat di Puskesmas Danasari sebesar 86,1%, diikuti oleh
Kaladawa sebesar 87,9%, dan Jatibogor dengan cakupan sebesar 91,2%.
Masih adanya puskesmas yang belum memenuhi target Renstra Dinas
Kesehatan dapat disebabkan oleh beberapa masalah. Masalah utama yang sering
ditemukan di daerah adalah kurangnya tenaga di Puskesmas sedangkan jumlah SD/MI
cukup banyak, sehingga untuk melaksanakan penjaringan kesehatan membutuhkan
waktu lebih lama. Selain itu juga manajemen pelaporan belum terintegrasi dengan baik.
Walaupun kegiatan penjaringan kesehatan telah dilaksanakan di Puskesmas namun
pengelola program UKS di Puskesmas berada pada struktur organisasi yang berbeda
sehingga menjadi penyebab koordinasi pencatatan dan pelaporan tidak berjalan
dengan baik.
86
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 6.22 CAKUPAN PENJARINGAN SISWA SD/MI SETINGKATMENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi Pemberdayaan Masyarakat, Bidang PKPL, Dinkes 2014
C. GIZI KELURAGA
Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan dengan
masalah kurang gizi, yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ibu
yang mengalami kekurangan gizi pada saat hamil, atau anaknya mengalami kekurangan
gizi pada usia 2 tahun pertama, pertumbuhan serta perkembangan fisik dan mentalnya
akan lambat.
Salah satu indikator kesehatan yang dinilai pencapaiannya dalam MDGs adalah
status gizi balita. Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB)
dan tinggi badan (TB). Variabel umur, BB dan TB ini disajikan dalam bentuk tiga
indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator
status gizi berdasarkan indeks BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum.
87
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis
ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan.
Dengan kata lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena pendek (masalah
gizi kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit infeksi lain (masalah gizi akut).
Menurut Laporan Bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat, pada tahun
2013, terdapat 4,66% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 4,5% balita berstatus gizi
kurang dan 0,16% berstatus gizi buruk. Capaian gizi buruk mendapat perawatan
sebesar 100%.
Indikator gizi yang lain yaitu tinggi badan menurut umur (TB/U) memberikan
indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang
berlangsung lama. Misalnya: kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan pola
asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang
mengakibatkan anak menjadi pendek. Indikator status gizi berdasarkan indeks BB/TB
memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang
terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat). Misalnya: terjadi wabah penyakit dan
kekurangan makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi kurus.
Indikator BB/TB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus dan
gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada risiko berbagai
penyakit degenerative pada saat dewasa.
88
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
PENGENDALIAN PENYAKIT DAN KESEHATAN LINGKUNGAN Bab 7 berisi pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan.
Data mengenai pengendalian penyakit terdiri atas penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Penyakit menular meliputi penyakit menular langsung dan penyakit yang
ditularkan melalui binatang. Situasi penyakit, baik kesakitan maupun kematian,
merupakan indikator dalam menilai derajat kesehatan suatu masyarakat.
A. PENGENDALIAN PENYAKIT
Selain membahas pengendalian penyakit yang menjadi prioritas
pembangunan kesehatan nasional, pada subbab ini juga dibahas pengendalian
penyakit di daerah tropis yang salah satunya disebabkan oleh nyamuk, juga
neglected disease seperti filariasis.
1. Penyakit Menular
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui
droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis.
Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur
dengan case notification rate (CNR) dan prevalensi (didefinisikan sebagai
jumlah kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu) dan
mortalitas/kematian (didefinisikan sebagai jumlah kematian akibat
tuberkulosis dalam jangka waktu tertentu).
1) Kasus Baru BTA Positif
Pada tahun 2014 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+)
sebanyak 944 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang
ditemukan tahun 2013 yang sebesar 1.135 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang
dilaporkan terdapat di Puskesmas dengan jumlah penduduk yang besar yaitu
Adiwerna, Bumijawa, dan Kalibakung. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada
laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada masing-masing puskesmas di
Kabupaten Tegal kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Kecuali di puskesmas Bumijawa, Adiwerma, Dukuhturi, Talang, dan
Bangungalih. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di
89
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Puskesmas Pangkah, kasus pada laki-laki tiga kali lipat dari kasus pada
perempuan.
GAMBAR 7.1 JUMLAH KASUS TB BTA (+) MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi P2 Pemberantasan, Dinkes Kab.Tegal, 2014
Perkiraan jumlah penderita baru TB Paru BTA (+) di Kabupaten Tegal
sebanyak 1.690 penderita. Jumlah penderita TB Paru baru BTA (+) yang
ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 944 orang maka didapatkan angka
cakupan penemuan penderita TB Paru baru (+) atau Case Detection Rate (CDR)
sebesar 55,9%. Angka pencapaian CDR di Kabupaten Tegal tahun 2014 tidak
mencapai target renstra Dinas Kesehatan tahun 2014 sebesar 80%,
Hal itu mengindikasikan pentingnya prioritas dan kerja keras untuk
menemukan kasus BTA+. Namun hanya 2 puskesmas puskesmas telah
mencapai target tersebut, yaitu puskesmas Kalibakung (125,8%) dan Adiwerna
90
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
(90%). Puskesmas Bangun Galih merupakan puskesmas dengan proporsi
pasien penderita TB Paru baru BTA+ di antara seluruh kasus yang terendah.
GAMBAR 7.2 CASE DETECTION RATE (CDR) MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi P2 Pemberantasan, Dinkes Kab.Tegal, 2014
Angka penemuan TB Paru (CDR) merupakan salah satu indikator
keberhasilan program TB Paru di Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Semakin
rendah angka penemuan ini berarti semakin banyak kasus TB Paru yang belum
terdeteksi dan belum terobati sehingga dapat menjadi sumber penularan bagi
lingkungan sekitar para penderita tersebut. Oleh karena itu perlu adanya
peningkatan upaya penemuan kasus secara aktif oleh petugas kesehatan. Selain
itu pengembangan PPM (public private mix) dalam penanggulangan TB dengan
melibatkan, dokter praktek swasta, LSM, dan masyarakat.
91
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
2) Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate)
Salah satu upaya untuk mengendalikan TB yaitu dengan pengobatan.
Indikator yang digunakan sebagai evaluasi pengobatan yaitu angka
keberhasilan pengobatan (success rate). Angka keberhasilan pengobatan ini
dibentuk dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.
Evaluasi pengobatan pada penderita TB pau BTA (+) dilakukan melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir fase intensif satu bulan sebelum
akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan dengan hasil pemeriksaan negatif.
Dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan dahak pada akhir pengobatan
ditambah minimal satu kali pemeriksaan sebelumnya (sesudah fase awal atau
satu bulan sebelum akhir pengobatan) hasilnya negatif. Target angka
kesembuhan (cure rate) yang harus dicapai minimal 85% dan angka
keberhasilan pengobatan (sukses rate) : 90%. Berikut ini digambarkan angka
kesembuhan dan keberhasilan pengobatan tahun 2004-2014.
GAMBAR 7.3 ANGKA KESEMBUHAN DAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU MENURUT
PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi P2 Pemberantasan, Bidang P2P Dinkes Kab. Tegal, 2014
Pada Gambar 7.3 terlihat perkembangan angka keberhasilan
pengobatan tahun 2004-2014. Pada tahun 2014 angka keberhasilan
pengobatan sebesar 94,72%. WHO menetapkan standar angka keberhasilan
pengobatan sebesar 85%. Dengan demikian pada tahun 2014, Kabupaten Tegak
telah mencapai standar tersebut. Sementara Dinas Kesehatan menetapkan
target Renstra minimal 90% untuk angka keberhasilan pengobatan pada tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Cure Rate 92,5 88,6 90,3 87,6 89,1 88,4 87,2 85,9 85,5 89,8 88,45
Success Rate 92,5 92,4 92,4 90,7 92,9 93,1 92,7 89,9 89,8 91,6 94,7
92
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
2014. Berdasarkan hal tersebut, capaian angka keberhasilan pengobatan tahun
20143 juga telah memenuhi target Renstra.
Angka kesembuhan tahun 2014 di Kabupaten Tegal sebesar: 88,45%
dengan perincian angka kesembuhan di puskesmas : 91,58% dan Rumah Sakit :
54%. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan sebesar: 92.45% dengan
perincian puskesmas: 94% dan Rumah Sakit 81,65%. Masih rendahnya angka
kesembuhan di RS dikarenakan pasien default (menghentikan pengobatan
sebelum waktunya) yaitu sebesar 17%. Tingginya angka default dan belum
terlibatnya Dokter praktek swasta dalan penanggulangan TB dengan strategi
DOTS berpotensi timbulnya MDR (multidrug resisten).
b. HIV & AIDS
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh.
Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan
tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.
Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan
sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui
melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counseling, and Testing (VCT),
sero survey, dan Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP).
Perkembangan HIV positif sampai tahun 2014 disajikan pada Gambar
7.4 berikut ini.
GAMBAR 7.4 JUMLAH KASUS BARU HIV POSITIVE DAN AIDS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
93
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Kasus HIV dan AIDS dalam empat tahun terakhir (2010-2014)
cenderung meningkat. Perkembangan jumlah kasus baru HIV positif pada tahun
2014 kembali mengalami peningkatan secara signifikan. Kasus terbanyak pada
kelompok risiko tinggi yaitu WPS dan pasangan risiko tinggi, dengan usia
antara 35-45 tahun.
c. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit yang disebabkan kuman pneumococcus,
staphylococcus, streptococcus, dan virus. Gejala penyakit pneumonia yaitu
menggigil, demam, sakit kepala, batuk, mengeluarkan dahak, dan sesak napas.
Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2
tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah
kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini
yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus
pneumonia pada balita di suatu wilayah sebesar 10% dari jumlah balita di
wilayah tersebut. Berikut ini gambaran penemuan peneumonia pada balita
tahun 2010-2014.
GAMBAR 7.5 CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN PNEUMONIA PADA BALITA
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2010-2014
Sumber : Bidang P2P, Dinkes Kab.Tegal 2014
Sampai dengan tahun 2014, angka cakupan penemuan dan
penanganan pneumonia pada balita tidak mengalami perkembangan berarti
yaitu berkisar antara 50%-58%. Selama beberapa tahun terakhir cakupan
penemuan pneumonia tidak pernah mencapai target nasional, termasuk target
tahun 2014 yang sebesar 80%.
94
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
d. Kusta
Penyakit Kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit
Hansen disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini mengalami
proses pembelahan cukup lama antara 2–3 minggu. Daya tahan hidup kuman
kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman kusta memiliki masa
inkubasi 2–5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun.
Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi
progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak,
dan mata.
Selama periode 2009-2014, angka penemuan kasus baru kusta pada
tahun 2014 meningkat menjadi sebesar 1,5 per 100.000 penduduk. Sedangkan
angka prevalensi kusta 1,51 per 10.000 penduduk dan belum mencapai target
renstra < 1,5 per 10.000 penduduk (< 15 per 100.000 penduduk).
GAMBAR 7.6 ANGKA PREVALENSI DAN ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA (NCDR) DI
KABUPATEN TEGAL TAHUN 2010-2014
Sumber : Bidang P2P, Dinkes Kab.Tegal 2014
Berdasarkan bebannya, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban
kusta tinggi (high burden) dan beban kusta rendah (low burden). Provinsi
disebut high burden jika NCDR (new case detection rate: angka penemuan
kasus baru)> 10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari
1.000, sedangkan low burden jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk dan atau
jumlah kasus baru kurang dari 1.000 kasus.
Kabupaten Tegal merupakan salah satu dari 9 kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai kasus kusta tinggi (high endemic),
karena prevalence rate lebih dari 1/10.000 penduduk dan CDR lebih dari
95
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
5/100.000 penduduk. Kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan high endemic
lainnya adalah Kabupaten Brebes, Pekalongan, Pemalang, Blora, Rembang, Kota
Pekalongan, Jepara, Grobogan, Pati, Kudus dan Demak.
Pada tahun 2014 dilaporkan 234 kasus baru kusta, sama dengan tahun
2013. Sebesar 183 kasus di antaranya merupakan tipe Multi Basiler, sedangkan
51 kasus merupakan penderita kusta tipe Pausi basiler.
Persentase penderita kusta selesai berobat (RFT), kusta type PB
(Pausi Basiler) pada tahun 2014 sebesar 178,9% meningkat dibandingkan
tahun 2013 sebesar 100%. Sedangkan RFT kusta type MB ( Multi Basiler) pada
tahun 2014 sebesar 0%, menurun dibandingkan dengan pada tahun 2013
sebesar 87.73%. Angka ini belum mencapai target renstra 90%. Evaluasi RFT
ini pada penderita baru kusta yang diobati tahun 2014 untuk kusta PB dan
tahun 2013 pada kusta type MB, karena pengobatan kusta memerlukan waktu 6
– 12 bulan. Target angka RFT berdasarkan SPM 2010 adalah > 90% agar dapat
memutuskan rantai penularan penyakit kusta.
Upaya yang dilakukan untuk mencapai eliminasi kusta (prevalensi
kurang 1 per 10.000 penduduk ) antara lain : 1) Penemuan penderita secara
aktif melalui kegiatan kampanye eliminasi kusta (LEC), 2) Peningkatan
ketrampilan petugas puskesmas dalam menemukan penderita kusta sedini
mungkin, 3) Peningkatkan kesadaran masyarakat dengan menghilangkan
stigma yang ada di masyarakat.
Pengendalian kasus kusta antara lain dengan meningkatkan deteksi
kasus sejak dini. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan
dalam mendeteksi kasus baru kusta yaitu angka cacat tingkat dua (II). Angka
cacat tingkat II tahun 2014 adalah 0,2 per 10.000 penduduk. Sedangkan
persentase cacat tingkat II (dari seluruh jumlah kasus baru kusta) pada tahun
2014 sebesar 14,1%, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar
11,97 per 10.000 penduduk. Berikut grafik persentase cacat tingkat II selama
sepuluh tahun terakhir.
96
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 7.7 PERSENTASE CACAT TINGKAT II PENDERITA KUSTA
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2004 - 2014
Sumber: Bidang P2P Dinkes Kab. Tegal, 2014
Puskesmas dengan persentase cacat tingkat II tertinggi pada tahun
2014 yaitu Puskesmas Bojong sebesar 100%, Jatibogor, disusul Kalibakung
sebesar 66,67%, dan Kesamiran 50%. Hal itu menunjukkan kemampuan
mendeteksi kasus baru kusta di ketiga puskesmas tersebut masih rendah.
GAMBAR 7.8 PERSENTASE CACAT TINGKAT II PENDERITA KUSTA MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
97
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
e. Diare
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga
merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian.
Menurut hasil Riskesdas 2007, Diare merupakan penyebab kematian nomor
satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan
semua umur merupakanpenyebab kematianyang ke empat (13,2%).
Kasus diare ditemukan dan ditangani di kabupaten Tegal tahun 2014
mencapai 172,5%. Angka ini sudah memenuhi target SPM dan Renstra Dinas
Kesehatan Kabupaten Tegal yaitu 100%. Incidence Rate diare Kabupaten Tegal
tahun 2014 sebesar 214 per 1000 penduduk. Sedangkan Case Fatality Rate
diare pada tahun 2014 sebesar 0,05 per 1000 penduduk, melampaui target
tahun 2014, yatitu 1 per 1000 penduduk.
f. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)
PD3I adalah penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi,
seperti Difteri, Pertusis, Tetanus, Tetanus Neonatorum, Polio, Campak dan
Hepatitis B. Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit
tersebut, diperlukan komitmen global untuk menekan turunnya angka
kesakitan dan kematian yang lebih banyak dikenal dengan Eradikasi Polio
(ERAPO), Reduksi Campak (Redcam) dan Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN).
Dinas Kesehatan saat ini telah melaksanakan Program Surveilans Integrasi
PD3I, yaitu pengamatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (Difteri, Tetanus Neonatorum, dan Campak).
Jumlah kasus PD3I yang dilaporkan selama 3 tahun terakhir
menunjukkan bahwa tidak ada kejadian kasus PD3I. Pada tahun 2013 penyakit
menular Difteri, Pertusis, Tetanus dan Polio dan Hepatitis B tidak ditemukan
kasus. Jumlah kasus Campak di Kabupaten Tegal tahun 2014 sebanyak 25
kasus, meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu sebanyak 21
kasus.
g. Demam Berdara Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui
gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedis albopictus.
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku
masyarakat.
98
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Jumlah penderita DBD di Kabupaten Tegal yang dilaporkan pada tahun
2014 sebanyak 526 kasus dengan jumlah kematian 23 orang. Angka kesakitan
sebesar 33,3 per 100.000 penduduk dan angka kematian sebesar 4,4%. Terjadi
peningkatan jumlah kasus pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 yang
sebesar 243 kasus dengan IR 17,5. Target Renstra Dinas Kesehatan untuk angka
kesakitan DBD pada tahun 2014 sebesar ≤ 20 per 100.000 penduduk, dengan
demikian belum mencapai target Renstra Dinas Kesehatan Tahun 2014. Berikut
tren kasus DBD selama kurun waktu tahun 2004-2014.
GAMBAR 7.9 JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2004-2014
Gambaran angka kesakitan DBD menurut puskesmas tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 7.10. Pada tahun 2013 terdapat sebanyak 20
puskesmas yang telah mencapai target 2013. Puskesmas dengan IR DBD
tertinggi tahun 2013 yaitu Slawi sebesar 6,5, Dukuhwaru sebesar 3,6 dan
Lebaksiu sebesar 2,9 per 100.000 penduduk.
Kematian akibat DBD dikategorikan tinggi jika CFR > 2%. Dengan
demikian pada tahun 2013 terdapat sebelas puskesmas yang memiliki CFR
tinggi yaitu Puskesmas Dukuhturi (25,0%), Pangkah (25,0%), Kramat (12,5%)
dan Puskesmas Talang (11,1%). Pada puskesmas tersebut masih perlu upaya
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas dan
kuantitas SDM kesehatan di rumah sakit dan puskesmas (dokter, perawat, dan
lain-lain) termasuk peningkatan sarana-sarana penunjang diagnostik dan
penatalaksanaan bagi penderita di sarana-sarana pelayanan kesehatan. Data
dan informasi lengkap terlampir pada table 16.
99
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Salah satu indikator yang digunakan untuk upaya pengendalian
penyakit DBD yaitu angka bebas jentik. Tahun 2014 angka bebas jentik di
Kabupaten Tegal sebesar 84,5%, belum mencapai target yaitu ≥ 95%.
Pada tahun 2013 angka bebas jentik yang terlaporkan di Kabupaten
Tegal sebesar 39,32%. Sampai tahun 2013 angka bebas jentik belum mencapai
target nasional yang sebesar 95%. Belum semua puskesmas melaporkan angka
bebas jentik. Informasi lebih rinci menurut puskesmas terkait dengan penyakit
DBD dapat dilihat pada Lampiran tabel 63.
GAMBAR 7.10 ANGKA KESAKITAN DBD MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2005-2014
Sumber: Bidang P2P, Dinkes Kab. Tegal, 2014
h. Filariasis
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing
filaria, yang terdiri dari tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi
dan Brugia timori. Penyakit inimenginfeksi jaringan limfe (getah bening).
Filariasis menular melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria
dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing
dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan
di kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ genital.
100
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Pada tahun 2014 dilaporkan sebanyak 11 kasus filariasis yang ada di
wilayah Puskesmas Balapulang, Pagerbarang, Lebaksiu, Jatinegara, Pangkah,
Pagiyanten, Talang Tarub, dan Bangun Galih masing-masing 1 kasus, dan dua
kasus di Puskesmas Warurejo.
Filariasis dapat dicegah dan diobati dengan melaksanakan Pemberian
Obat Massal Pencegahan (POMP) filariasis selama lima tahun berturut-turut
sehingga diperlukan komitmen pemerintah daerah dalam menyediakan biaya
operasional POMP selama minimal lima tahun berturut- turut yang menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah. Sedangkan tanggung jawab pemerintah
pusat yaitu menyediakan obat.
i. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia,
ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina, dapat menyerang semua
orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi,
anak-anak dan orang dewasa.
Jumlah kasus klinis malaria di Kabupaten Tegal tahun 2014 tercatat 14
kasus dan semuanya positif malaria. Kasus tersebut merupakan kasus import.
Jika dibandingkan tahun 2013 kasus malaria impor ini meningkat (kasus
malaria 2013: 7 kasus). Angka kesakitan malaria tahun 2014 sebesar 0,63 per
1.000 penduduk berisiko, dengan demikian sudah melampaui target Indonesia
Sehat 2010 sebesar 5 per 1.000 penduduk.
Bentuk pelayanan yang diberikan terhadap penderita malaria adalah
pemeriksaan darah dan pengobatan. Pemeriksaan darah dilakukan terhadap
penderita klinis, sedangkan pengobatan dilakukan terhadap penderita klinis
maupun yang positif malaria. Pemeriksaan darah dilakukan untuk menegakkan
diagnosa. Seorang penderita klinis baru dinyatakan positif malaria apabila
sediaan darah yang diperiksa terdapat plasmodium. Selain dilakukan
pemeriksaan darah, semua penderita klinis memperoleh pengobatan klinis,
sedangkan penderita positif diberikan pengobatan radikal. Sehingga cakupan
pengobatan malaria di Kabupaten Tegal selalu mencapai 100% dan mencapai
target SPM 2010.
2. Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke,
kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta
101
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
penyakit kronik lainnya merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia
dengan membunuh 36 juta jiwa per tahun (WHO, 2010). Di Indonesia sendiri,
penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam
waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat. Hal
tersebut menjadi beban ganda dalam pelayanan kesehatan, sekaligus tantangan
yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia.
Peningkatan PTM berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas
bangsa. Pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama dan memerlukan
biaya besar. Beberapa jenis PTM merupakan penyakit kronik dan/atau
katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya.
Selain itu, salah satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk
kecacatan permanen.
Berbagai faktor risiko PTM antara lain ialah: merokok dan
keterpaparan terhadap asap rokok, minum minuman beralkohol, diet/pola
makan, gaya hidup, kegemukan, obat-obatan, dan riwayat keluarga (keturunan).
Prinsip upaya pencegahan tetap lebih baik dari pengobatan. Upaya pencegahan
penyakit tidak menular lebih ditujukan kepada faktor risiko yang telah
diidentifikasi. Kementerian Kesehatan telah mengembangkan program
pengendalian PTM sejak tahun 2005.
Upaya pengendalian faktor risiko PTM yang telah dilakukan berupa
promosi Perilaku Bersih dan Sehat serta pengendalian masalah tembakau.
Beberapa Pemerintah Daerah telah menerbitkan peraturan terkait Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) dan membentuk Aliansi Walikota/Bupati dalam
Pengendalian Tembakau dan Penyakit Tidak Menular. Sedangkan untuk
pengaturan makanan berisiko, ke depan akan dibuat regulasi antara lain
tentang gula, garam dan lemak dalam makanan yang dijual bebas. Upaya
pengendalian PTM tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan tanpa dukungan seluruh jajaran lintas sektor, baik pemerintah,
swasta, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, bahkan seluruh lapisan
masyarakat.
Beberapa kegiatan yang telah dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan dalam upayanya untuk mengendalikan penyakit tidak menular pada
tahun 2013 adalah sebagai berikut.
102
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
a. Posbindu PTM
Kegiatan yang mulai dikembangkan pada tahun 2011 ini merupakan
salah satu wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini,
monitoring dan tindak lanjut dini terhadap faktor risiko PTM secara terpadu
dan terintegrasi dengan kegiatan rutin di masyarakat, seperti di lingkungan
tempat tinggal dalam wadah desa/kelurahan siaga aktif. Selain itu, kegiatan
tersebut pada saat ini telah dikembangkan pada kelompok khusus seperti di
Perusahaan Outobus (PO), kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH), sekolah,
dan tempat kerja.
b. Meningkatkan Upaya Pengendalian PTM di Puskemas
Pada tahun 2013 setiap kabupaten/kota minimal memiliki satu
puskesmas dengan program unggulan pelayanan PTM yang dilengkapi dengan
sumber daya manusia yang terlatih PTM, fasilitas, dan peralatan untuk
penatalaksanaan kasus PTM. Upaya tersebut antara lain peningkatan promosi
kesehatan (health promotion) yang dilakukan melalui gaya hidup sehat,
melaksanakan deteksi dini dan monitoring faktor risiko PTM dan Pandu PTM,
dan atau layanan khusus PTM lainnya (jantung, stroke, Cedera, Tisan, skrining
Thalasemia, SLE, kanker anak, layanan upaya berhenti merokok, diet, aktivitas
fisik, stres, Tisan, PAL, IVA + CBE, rehabilitasi dan atau paliatif PTM).
c. Pengendalian Tembakau
Pengendalian tembakau di Indonesia merupakan salah satu upaya
pengendalian factor risiko PTM, guna menurunkan prevalensi penyakit tidak
menular, beberapa upaya yang telah dikembangkan adalah:
1) Pengembangan kawasan tanpa rokok
2) Upaya berhenti rokok di Fasyankes Primer
3) Kebijakan pengendalian rokok
4) Jajak pendapat masyarakat mengenai penerapan larangan total iklan,
promosi dan sponsorship rokok.
d. Upaya Pengendalian Kecelakaan Lalu Lintas pada Situasi Mudik
Pada musim mudik Hari Raya Idul Fitri tahun 2013, Kemenkes RI
menerbitkan Buku Monitoring Evaluasi Kesehatan Pengemudi yang digunakan
untuk mengamati perkembangan kesehatan para pengemudi angkutan umum.
Penyakit tidak menular mempunyai dampak negatif sangat besar
karena merupakan penyakit kronis. Apabila seseorang menderita penyakit
tidak menular, berbagai tingkatan produktivitas menjadi terganggu. Penderita
103
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
ini menjadi serba terbatas aktivitasnya, karena menyesuaikan diri dengan jenis
dan gradasi dari penyakit tidak menular yang dideritanya. Hal ini berlangsung
dalam waktu yang relatif lama dan tidak diketahui kapan sembuhnya karena
memang secara medis penyakit tidak menular tidak bisa disembuhkan tetapi
hanya bisa dikendalikan. Yang harus mendapatkan perhatian lebih adalah
bahwa penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi
dibanding dengan penyakit menular.
Jumlah kasus penyakit tidak menular di Kabupaten Tegal yang
dilaporkan pada tahun tahun 2014 sebanyak 16.048, sedangkan jenis penyakit
tidak menular di Kabupaten Tegal pada tahun 2014 adalah sebagai berikut :
GAMBAR 7.11 DISTRIBUSI PENYAKIT TIDAK MENULAR
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi Pengamatan P2. Dinkes kab Tegal 2014
Selama 3 tahun terakhir jenis penyakit tidak menular yang paling
banyak terjadi di Kabupaten Tegal adalah hipertensi essensial. Disusul
kemudian asma brochial (16,59%) dan Diabetes Mellitus Non Insulin
Dependent (8,85&).
Ruang lingkup pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
104
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
(PJPD) yang menjadi tanggung jawab Sub Direktorat Penyakit Jantung Dan
Pembuluh Darah, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan meliputi hipertensi essensial, penyakit ginjal hipertensi, penyakit
jantung hipertensi, stroke, gagal jantung, Penyakit Jantung Koroner (PJK),
kardiomipathy, penyakit jantung rheumatic, penyakit jantung bawaan, dan
infark miocard akut.
B. KESEHATAN LINGKUNGAN
Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,
menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu
keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia. Menurut WHO, ruang lingkup kesehatan
lingkungan diantaranya meliputi penyediaan air minum serta pengelolaan air
buangan dan pengendalian pencemaran.
1. Air Minum
Komitmen pemerintah terhadap Millenium Development Goals (MDGs)
yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan menurunkan target hingga
setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum
layak dan sanitasi dasar hingga 2015.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/MENKES/
PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air minum adalah air yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum. Penyelenggara air minum dapat berasal
dari badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha
swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat, dan/atau individual yang
melakukan penyelenggaraan penyediaan air minum. Tidak semua air dapat
diminum, syarat-syarat kualitas air minum sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan dimaksud, diantaranya adalah sebagai berikut :
- Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna;
- Parameter Mikrobiologi E Coli dan total Bakteri Kolifrom, kadar maksimum yang
di perbolehkan 0 jumlah per 100 ml sampel;
- Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan
(maks 500 mg/l), pH 6,5-8,5;
- Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air);
- Dan parameter tambahan lainnya.
Salah satu parameter air minum adalah parameter fisik. Parameter fisik
105
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
yang harus dipenuhi pada air minum yaitu harus jernih, tidak berbau, tidak berasa
dan tidak berwarna. Selain itu, air minum tidak menimbulkan endapan. Jika air yang
kita konsumsi menyimpang dari hal ini, maka sangat mungkin air telah tercemar.
Secara umum, kualitas fisik air minum di Indonesia termasuk dalam kategori baik
(tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa tidak berbusa dan tidak berbau) sebesar
94,1%. Rincian lengkap tentang proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik
air minum dapat dilihat pada Lampiran 6.39.
Pembahasan air minum meliputi, proporsi rumah tangga berdasarkan jenis
sumber air minum, proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum,
proporsi rumah tangga berdasarkan pengolahan air minum sebelum diminum,
proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air minum sebelum diminum,
dan proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum
berdasarkan kriteria JMP WHO-INICEF 2006.
GAMBAR 7.12 PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN SUMBER AIR MINUM
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014
Sumber: Seksi Penyehatan Lingkungan, Dinkes Kab.Tegal 2014
Gambar 7.12 menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga berdasarkan
jenis sumber air minum di Kabupaten Tegal terbesar pada sumur gali terlindung
sebesar 80%, kemudian sumur pompa tangan sebesar 19,2% dan air ledeng sebesar
14,8%. Air yang layak diminum, mempunyai standar tertentu yaitu telah memenuhi
persyaratan fisik, kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu
kesatuan. Jadi apabila ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air
tesebut tidak layak untuk diminum. Agar air layak untuk diminum maka diperlukan
pengolahan air sebelum diminum.
106
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 7.13 CAKUPAN PENDUDUK TERHADAP AKSES AIR MINUM MEMENUHI SYARAT
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2009-2014
Sumber: Seksi Penyehatan Lingkungan, Dinkes Kab.Tegal 2014
Gambar 7.14 menunjukan bahwa akses penduduk terhadap air minum dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 mengalami fluktuasi dan masih di bawah
target nasional. Upaya untuk dapat meningkatkan akses air minum dan kualitas air
minum yang layak terus menerus dilakukan, akan tetapi masih banyak kendala
dalam pencapaiannya. Kendala tersebut antara lain :
a) Adanya kecenderungan meningkatnya penggunaan air kemasan dan isi ulang
sebagai sumber air minum, sementara itu air kemasan dan isi ulang tidak
termasuk sebagai sumber air minum layak. Hal ini terjadi disebabkan oleh
pendataan yang dilakukan saat ini hanya memotret akses terhadap sumber air
yang digunakan untuk minum, belum memperhitungkan kondisi rumah tangga
yang memiliki lebih dari satu sumber air yang layak untuk diminum;
b) Penyediaan infrastruktur air minum yang ada belum dapat mengimbangi laju
pertumbuhan penduduk, maupun faktor urbanisasi dan peningkatan konsumsi;
c) Untuk penyediaan air minum perpipaan, beberapa permasalahan pada tingkat
operator air minum yaitu minimnya biaya operasional dan pemeliharaan,
rendahnya tarif, terbatasnya SDM yang kompeten dan pengelolaan yang kurang
efisien;
d) Terdapat kerusakan di berbagai sarana air minum yang dipakai di masyarakat,
termasuk sumber air minum bukan jaringan perpipaan (BJP) yang tidak
terlindungi yang mencapai 10,54%.
107
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
2. Sanitasi Layak
Akses terhadap sanitasi layak merupakan salah satu fondasi inti dari
masyarakat yang sehat. Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang
menunjang kesehatan manusia. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan
yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan
berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas
lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat,
meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit.
a. Sarana Sanitasi Dasar
Pembuangan kotoran baik sampah, air limbah dan tinja yang tidak
memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan rendahnya kualitas air, serta
dapat juga menimbulkan penyakit menular di masyarakat. Oleh karena itu,
sarana sanitasi dasar berupa jamban, tempat sampah, tempat pengelolaan air
limbah dan tempat penyediaan air bersih perlu dimiliki oleh setiap keluarga
maupun lingkungan pemukiman. Kepemilikan sarana sanitasi dasar yang dimiliki
oleh keluarga meliputi jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah.
Jumlah penduduk dengan akses sanitasi layak (jamban sehat) sebanyak 877.905
orang (56,54%).
b. Rumah Sehat
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah
haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk
meningkatkan produktivitas. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis
penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah
Dengue, Malaria, Flu Burung, dan lain-lain.
Rumah sehat diartikan sebagai bangunan rumah tinggal yang memenuhi
syarat kesehatan, yaitu rumah memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih,
tempat pembuangan limbah, tempat pembuangan sampah, ventilasi rumah yang
baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah tidak terbuat dari
tanah. Gambaran lengkap cakupan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan tahun 2009 – 2014 adalah sebagi berikut:
108
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
GAMBAR 7.14 CAKUPAN RUMAH MEMENUHI SYARAT KESEHATAN
DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2009-2014
Sumber: Seksi Penyehatan Lingkungan, Dinkes Kab.Tegal 2014
Berdasarkan data bidang penyehatan lingkungan dan promosi
kesehatan, pada tahun 2014 dari 309.437 rumah yang ada di Kabupaten Tegal
jumlah rumah diperiksa yang telah memenuhi syarat rumah sehat sebanyak
104.887 (33,9%) rumah. Data dan informasi yang lebih rinci terlampir pada
lampiran tabel 64 dan 65.
3. Pengawasan Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM)
Tempat-tempat umum adalah tempat kegiatan bagi umum yang
dilakukan oleh badan-badan pemerintah, swasta atau perorangan yang langsung
digunakan oleh masyarakat. Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk
mewujudkan kondisi tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan agar
masyarakat pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit
serta tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat sekitar.
Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum meliputi sarana wisata, sarana
ibadah, sarana transportasi, sarana ekonomi, dan sosial. Sarana wisata, meliputi :
hotel, usaha rekreasi, hiburan umum dan gedung pertemuan/gedung
pertunjukan. Sarana ibadah, meliputi: masjid/mushola, gereja, klenteng, pura,
wihara. Sarana transportasi, meliputi : terminal, stasiun dan pelabuhan. Sarana
Ekonomi dan Sosial, meliputi : pasar, pusat pembelanjaan, apotik, sarana/panti
sosial, sarana pendidikan dan sarana kesehatan.
109
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
Tempat pengelolaan makanan adalah suatu bangunan menetap beserta
karyawan dan peralatannya yang digunakan untuk membuat dan menjual
makanan bagi konsumen; seperti restoran, rumah makan, kantin, warung kopi,
tempat penjualan minuman dingin, pabrik makanan minuman sederhana dan
lain-lain.
Tempat pengelolaan makanan mempunyai risiko besar dalam penularan
penyakit karena jumlah konsumen relatif banyak dalam waktu bersamaan. Oleh
karena itu perlu teknologi dan metode yang tepat untuk pembinaan dan
pengawasannya.
Tempat-tempat umum dan Pengelolaan Makanan meliputi hotel,
restoran/rumah makan, pasar dan TUPM lainnya. Cakupan pengawasan tempat
tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2014 meliputi hotel
sebesar 100% cakupan ini lebih tinggi dibandingkan cakupan dengan tahun 2013
sebesar 85,71%. Sarana pendidikan sebesar 78,2%, dan sarana kesehatan
sebesar 100%. Restoran/rumah makan sebesar 71,8%, lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun 2013 sebesar 71,62%. Data dan informasi secara rinci terlampir
pada lampiran tabel 67.
4. Institusi dibina Kesehatan Lingkungannya
Institusi yang dibina kesehatan lingkungannya meliputi institusi
pendidikan, kesehatan, tempat ibadah, kantor dan sarana lain yang dititik
beratkan pada aspek higiene sarana sanitasi yang erat kaitannya dengan kondisi
fisik bangunan institusi tersebut. Kegiatan yang dilakukan adalah pengendalian
faktor resiko lingkungan institusi dan pembinaan kesehatan lingkungan institusi.
Cakupan institusi yang dibina kesehatan lingkungannya sesuai dengan
laporan pada tahun 2012 sebesar 86,3% meningkat jika dibandinngkan dengan
cakupan tahun 20121 yaitu sebesar 85,4%,4%. Berdasarkan jenis institusinya
maka prosentase institusi yang diberikan pembinaan kesehatan lingkungan
adalah sebagai berikut sarana kesehatan (90,9%), instalasi pengelolaan air
minum (99,1%), sarana pendidikan (67,9%), sarana ibadah (100%) dan
perkantoran (78,5%) dan sarana lainnya (18,8%).
110
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2014
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. Hasil Sensus Penduduk 2010, Data Agregat Per Provinsi. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia 2013. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia 2014. BPS, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan. Kementerian Kesehatan RI,Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/ MENKES/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2007. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2013. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas Dalam Angka 2013. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Copyright2015