kaedah penyelidikan
TRANSCRIPT
KAEDAH PENYELIDIKAN PENDIDIKAN
Penyelidikan pendidikan pada umumnya mengandungi dua ciri utama, yaitu
logika dan pengamatan empiris (Babbie, 1986:16). Kedua unsur penciri utama ini harus
dipakai dengan konsisten, artinya dua unsur itu harus memiliki hubungan fungsional-
logis. Dalam hal ini logika merujuk kepada (a) pemahaman terhadap teori yang
digunakan dan (b) asumsi dasar yang digunakan oleh peneliti ketika akan memulai
kegiatan penyelidikan. Di samping itu pengamatan empiris bertolak dari (a) hasil kerja
indera manusia dalam melaksanakan observasi dan kekuatan pemahaman manusia
terhadap data-data lapangan. Kegiatan antara penggunaan logika dan pengamatan empirik
harus berjalan konsisten: artinya kedua unsur (logika dan pengamatan empiris) harus
memiliki keterpaduan dan memungkinkan terjadi dialog intensif. Dengan demikian
pengamatan empiris harus dilakukan sesuai dengan pertimbangan logis yang ada. Sebagai
contoh: dalam bidang pendidikan menurunnya prestasi siswa dapat diterangkan dengan
asumsi bahwa (a) telah terjadi berkurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran tertentu
di sekolah sebagai akibat dari terbatasnya fasiliti laboratorium dan buku penunjang
belajar (b) telah terjadi penurunan rerata nilai ujian untuk matakuliah tertentu,
disebabkan guru belum memahami pelaksanaan kurikulum yang berbasis kepada KTSP
(kurikulum tingkat satuan pendidikan).
Penyelidikan pendidikan sebenarnya suatu proses untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antar konsep yang dijadikan bahan kajian dalam penyelidikan. Hubungan antar
konsep itu ditunjukkan dalam sebuah hubungan. Setiap konsep yang kembangkan sebagai
variabel penyelidikan harus dapat menunjukkan beberapa indikator empirik yang ada di
lapangan. Sebagai contoh konsep kemampuan mengajar guru, maka indikator empirik
yang dapat diketahui adalah (a) kemampuan penggunaan KAEDAH belajar guru di
dalam kelas (b) penguasaan materi belajar pada mata pelajaran tertentu di kelas, dan (c)
kemampuan guru mengadakan asosiasi beberapa mata pelajaran tertentu di kelas.
Hakikat pendidikan untuk mencerdaskan dan mencetak nilai-nilai luhur
mengalami reduksi besar-besaran yang cenderung bertumpu pada kepentingan pragmatis
liberal semata. Dunia dalam percepatan bukan diisi oleh generasi yang mampu
menghadapi perubahan, melainkan lebih pada generasi yang mengabdi pada kekuasaan.
Arah pendidikan makin jelas menuju pada kepentingan jangka pendek, seolah
anak ditempa menjadi manusia yang harus paham berbagai masalah dengan mengabaikan
kebebasan individunya. Anak diharuskan menjadi pribadi dengan predikat superlatif
(serba cakap-pandai), sedangkan yang tak memenuhinya silakan minggir. Menurut
Benny, ini akibat proses belajar yang terjadi bukan secara humanistik melainkan
doktriner (h.103) sehingga pantaslah pendidikan kita hanya menghasilkan generasi robot,
generasi yang dituntut selalu seragam hingga menafikan perilaku luhur.
Pendidikan memang perlu, tapi esensinya sudah tak penting lagi sehingga yang
dikejar adalah titel selangit.
Singkatnya, salah seorang pelopor pendidikan Indonesia, R.A Kartini, menyebut
perengkuhan pendidikan berarti habis gelap terbitlah terang. Dalam sejarah pendidikan di
Indonesia, KI Hajar Dewantoro sebagai Bapak Pendidikan Nasional sebagai bukti konkrit
lain, bahwa melalui pendidikanlah manusia Indonesia bisa jadi maju dan beradab
sehingga bisa bergaul, sejajar, dan dikenal di antara bangsa-bangsa di dunia.
Dalam prakteknya, pendidikan memang beragam. Beberapa KAEDAH
pendidikan yang diterapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW di antaranya melalui tiga
tingkatan, yakni lisan, tangan, dan hati. Tiga aspek pendidikan ini kemudian dijabarkan
oleh para ahli terori pendidikan dari Barat, misalnya Bloom, dengan pemenuhan aspek-
aspek pengetahuan (cognitive), ketrampilan/skil (psychomotor), dan sikap (affective).
Jelasnya, gabungan tiga aspek inilah yang dikehendaki oleh Islam.
Di bangku sekolah, teori pendidikan dan tujuan pendidikan di atas kelihatannya
rumit sekali. Mahasiswa bisa dibuat puyeng oleh segudang teori pendidikan. Padahal jika
dikaji lebih dalam, kenyataannya tidaklah demikian. Hakekat pendidikan sebenarnya
sederhana dan mudah diterapkan. Pula hasilnya bisa direngkuh.
Metodologi dalam arti umum, adalah studi yang logis dan sistematis tentang
prinsip-prinsip yang mengarahkan penyelidikan ilmiah. Dengan demikian, metodologi
dimaksudkan sebagai prinsip-prinsip dasar dan bukan sebagai methods atau cara-cara
untuk melakukan penyelidikan.
Dalam bahasa sehari-hari, pengertian methodology dan methods ini sering
dikacaukan. Seringkali dijumpai istilah metodologi atau kaedah penyelidikan, padahal
yang dimaksudkan sebenarnya adalah methods atau cara penyelidikan-sebagai salah satu
tahap dalam metodologi penyelidikan yang kemudian dituangkan dalam proposal
penyelidikan. Dengan demikian, istilah ”metodologi” di sini adalah dalam arti yang
terbatas/sempit.
Sebagai suatu pola, cara penyelidikan tidak bersifat kaku-bagaimanapun, suatu
cara hanyalah alat (tool) untuk mencapai tujuan. Cara penyelidikan digunakan secara
bervariasi, tergantung antara lain pada obyek (formal) ilmu pengetahuan, tujuan
penyelidikan, dan tipe data yang akan diperoleh. Penentuan cara penyelidikan
sepenuhnya tergantung pada logika dan konsistensi peneliti.
Pembuatan usulan penyelidikan merupakan suatu langkah konkret pada tahap
awal penyelidikan. Seorang guru yang baru meneliti atau ingin meneliti, dalam hal ini
ingin memperoleh informasi dari instrumen yang digunakan. Guru harus memiliki
sejumlah keterampilan khusus. Demikian pula, penyelidikan itu sedapat mungkin
ditujukan untuk memecahkan suatu masalah pendidikan yang dihadapi oleh masyarakat,
negara, dan ilmu.
Sebagai suatu proses, penyelidikan memperlukan tahapan-tahapan tertentu yang
oleh Bailey disebut sebagai suatu siklus yang lazimnya diawali dengan:
1. pemilihan masalah dan pernyataan hipotesisnya (jika ada);
2. pembuatan desain penyelidikan;
3. pengumpulan data;
4. pembuatan kode dan analisis data; dan diakhiri dengan intepretasi hasilnya.
Dalam kenyataannya, seorang penyelidik dapat mengakhiri penyelidikannya
setelah interpretasi hasil. Akan tetapi, proses penyelidikan sendiri tidak berhenti pada
tahap itu. Ada kemungkinan bahwa penyelidikan yang dilakukan tidak membawa hasil
sebagaimana yang diharapkan. Dalam hal ini penyelidik perlu melakukan revisi atas
asumsi/ hipotesisnya dengan melewati tahap pertama. Atau, mungkin juga
asumsi/hipotesisnya benar tetapi terdapat kesalahan pada hal-hal lain, misalnya kesalahan
dalam penentuan sampel, kesalahan dalam penentuan sampel, kesalahan dalam
pengukuran konsep-konsep, atau ketidaktepatan analisis data. Maka dalan hal ini
penyelidik harus mengulang seluruh proses penyelidikannya (Bailey, 1982:10). Pendapat
ini memperkuat posisi, bahwa pelaksanaan penyelidikan bersifat dinamis: yaitu
penyelidikan yang bersifat terbuka, dilakukan dengan pelbagai pendekatan yang tidak
kaku (rigit). Proses penyelidikan diketahui adalah proses yang dinamis, artinya
perkembangan suatu teori diawali dengan pemahaman terhadap teori itu sendiri, yang
kemudian menghasilkan hipotesis, lalu dari hipotesis itu diperoleh cara untuk melakukan
observasi, dan pada gilirannya observasi itu menghasilkan generalisasi. Atas dasar
generalisasi inilah teori itu mungkin didukung atau ditolak.
Pada hakekatnya sebuah penyelidikan adalah pencarian jawaban dari
pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya oleh penyelidik. Selanjutnya hasil
penyelidikan akan berupa jawaban atas pertanyaan yang diajukan pada saat dimulainya
penyelidikan. Untuk menghasilkan jawaban tersebut dilakukan pengumpulan, pengolahan
dan analisis data dengan menggunakan KAEDAH tertentu. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa satu ciri khas penyelidikan adalah bahwa penyelidikan merupakan
proses yang berjalan secara terus-menerus hal tersebut sesuai dengan kata aslinya dalam
bahasa inggris yaitu research, yang berasal dari kata re dan search yang berarti pencarian
kembali.
Biasanya, begitu seorang penyelidik mendapatkan idea adanya masalah atau
pertanyaan tertentu, maka pada saat itu juga seorang peneliti mungkin sudah mempunyai
jawaban sementara atas masalah itu. Dengan demikian seorang peneliti harus berfikir :
Apakah masalah yang sedang terjadi, apakah pertanyaan yang ingin dicari jawabnya,
atau apakah hipotesis yang akan diuji. Dalam melakukan penyelidikan, berbagai macam
KAEDAH digunakan seiring dengan rancangan penyelidikan yang digunakan. Beberapa
pertanyaan yang perlu dijawab dalam menyusun rancangan penyelidikan diantaranya
adalah: Pendekatan apa yang akan digunakan, kaedah penyelidikan dan cara
pengumpulan data apa yang dapat digunakan dan bagaimana cara menganalisis data yang
diperoleh.
Yang perlu diperhatikan bahwa sifat masalah akan menentukan cara-cara
pendekatan yang sesuai, dan akhirnya akan menentukan cadangan penyelidikan. Saat ini
berbagai macam rancangan penyelidikan telah dikembangkan dan salah satu jenis
rancangan penyelidikan adalah Penyelidikan Deskriptif. Berbagai macam definisi
tentang Penyelidikan deskriptif, di antaranya adalah Penyelidikan yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa
membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang
lain (Sugiyono : 2003). Pendapat lain mengatakan bahwa, Penyelidikan deskriptif
merupakan Penyelidikan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai
status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat
Penyelidikan dilakukan (Suharsimi Arikunto : 2005). Jadi tujuan penyelidikan deskriptif
adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-
fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam arti ini pada penyelidikan
deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan atau
komparasi, sehingga juga tidak memerlukan hipotesis. Namun demikian, dalam
perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau kejadian yang sudah
berlangsung sebuah Penyelidikan deskriptif juga dirancang untuk membuat perbandingan
maupun untuk mengetahui hubungan atas satu angkubah kepada angkubah lain. Karena
itu pula penyelidikan perbandingan dan korelasi juga dimasukkan dalam kelompok
penyelidikan deskriptif (Suharsimi Arikunto : 2005).
Secara lebih mendalam tujuan penyelidikan korelasi adalah untuk mengetahui
sejauh mana hubungan antar angkubah yang dikaji. Penyelidikan jenis ini memungkinkan
pengukuran beberapa variabel dan saling hubungannya. Hasil yang diperoleh adalah taraf
atau tinggi rendahnya saling hubungan dan bukan ada atau tidak ada saling hubungan
tersebut. Dalam Penyelidikan komparatif akan dihasilkan informasi atau maklumat
mengenai sifat-sifat gejala yang dipersoalkan, diantaranya apa sejalan dengan apa, dalam
kondisi apa, pada urutan dan pola yang bagaimana, dan yang sejenis dengan itu.
Dalam kaitannya dengan tugas mengajar guru maka jenis penyelidikan yang
diharapkan adalah Penyelidikan yang memiliki dampak terhadap pengembangan
profesi guru dan peningkatan mutu pembelajaran. Untuk itu walaupun penyelidikan
yang dilakukan merupakan penyelidikan deskriptif yang bersifat ex post facto, namun
tetap harus mendeskripsikan upaya yang telah dilakukan guru untuk memecahkan
masalah dalam pembelajaran (Suhardjono: 2005). Upaya tersebut dapat berupa
penggunaan KAEDAH pembelajaran yang baru, KAEDAH penilaian atau upaya lain
dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi guru atau dalam rangka meningkatkan
mutu pembelajaran. Dilihat dari syarat penyelidikan deskriptif yang sesuai dengan
kegiatan pengembangan profesi tersebut (mendeskripsikan upaya yang telah dilakukuan),
sebenarnya penyelidikan seperti itu dapat dikategorikan sebagai jenis penyelidikan Pre
Experimental Design One Shot Case Study atau One-Group Pretest-Posttest Design
(Sugiyono: 2003). Namun demikian, karena pelaksanaan penyelidikan dilakukan setelah
kejadian berlangsung maka tetap dapat dikatakan sebagai penyelidikan deskriptif. Lebih
tepatnya, rancangan penyelidikan seperti itu dapat disebut penyelidikan deskriptif
analitis yang berorientasi pemecahan masalah, karena sesuai dengan aplikasi tugas
guru dalam memecahkan masalah pembelajaran atau dalam upaya meningkatkan mutu
pembelajaran.
Ilustrasi
Sebagai ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut. Encik Sahid seorang guru
Fizik SMK. Dia mempunyai masalah di kelas berkenaan karena siswanya sering gaduh
dan malas dalam mengikuti pelajaran. Berkali-kali pak Sahid sudah memperingatkan
siswanya agar mengikuti pelajaran dengan baik, tetapi masih belum berhasil juga. Untuk
itu dia berfikir untuk menemukan cara bagaimana menarik perhatian siswa agar mau
mengikuti pelajaran dengan baik dan aktif dalam belajar. Untuk itu pak Sahid mencoba
menerapkan metoda pembelajaran dengan KAEDAH penemuan/inkuiri ditambah
penggunaan berbagai media pembelajaran. Mulailah dirancang langkah-langkah
pembelajaran tersebut dan dituangkannya dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Selanjutnya pak Sahid mulai menerapkan KAEDAH tersebut yang ternyata mampu
menarik siswanya sehingga mahu mengikuti pelajaran dengan baik dan lebih aktif dari
sebelumnya. Selama pelajaran berlangsung pak Sahid mencatat segala perlakuan siswa,
mana hal-hal yang membuat siswa senang dan termotivasi, dan mana yang kurang
menarik siswa. Dia juga merekam nilai yang diperoleh siswa sebelum dan setelah
KAEDAH tersebut diterapkan.
Karena keberhasilannya tersebut pak Sahid ingin mengetahui lebih mendalam
tentang sebab-sebab siswa tidak tertarik dan kemudian menjadi tertarik untuk mengikuti
pelajaran. Dia mulai menanyai (wawancara) siswanya tentang apa yang membuat
menarik dan mana yang tidak menarik, mana yang perlu dilakukan dan mana yang tidak
perlu dan sebagainya. Selain itu dia juga membuat angket yang dimaksudkan untuk
mengetahui lebih dalam pendapat siswa terhadap KAEDAH pembelajaran yang
diterapkannya. Dari hasil wawancara, angket maupun hasil penilaian, kemudian
dilakukan analisis dan pembahasan tentang penyebab ketidaktertarikan dan penyebab
ketertarikan siswa, hal-hal yang membuat siswa bergairah dan sebagainya. Selanjutnya
pak Sahid menuliskan segala pengalamannya dalam bentuk laporan penyelidikan,
dituliskannya upaya yang telah dilakukan tersebut secara sistematis mulai dari latar
belakang mengapa dia menerapkan KAEDAH pembelajaran baru, rumusan masalahnya,
landasan teori dan kaedah penyelidikan yang digunakan.
Demikian tadi, pak Sahid sudah melakukan penyelidikan deskriptif analitis
tentang upaya yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah dalam proses
pembelajaran di knik analisis/pembahasan dan akhirnya menyusun kesimpulan hasil
penyelidikan.
Sebuah penyelidian beranjak dari masalah yang ditemukan atau dirasakan. Yang
dimaksud masalah adalah setiap hambatan atau kesulitan yang membuat seseorang
ingin memecahkannya. Jadi sebuah masalah harus dapat dirasakan sebagai satu
hambatan yang harus diatasi apabila kita ingin melakukan sesuatu. Dalam arti lain sebuah
masalah terjadi karena adanya kesenjangan (gap) antara kenyataan dengan yang
seharusnya. Penyelidikan diharapkan dapat memecahkan masalah itu, atau dengan kata
lain dapat menutup atau setidak-tidaknya memperkecil kesenjangan itu.
Setelah masalah diidentifikasi, dipilih, maka lalu perlu dirumuskan. Perumusan
ini penting, karena berdasarkan rumusan tersebut akan ditentukan KAEDAH
pengumpulan data, pengolahan data maupun analisis dan peyimpulan hasil penyelidikan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah, yaitu: Sebaiknya
dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, padat dan jelas, memberi petunjuk tentang
memungkinkannya pengumpulan data, dan cara menganalisisnya.
Setelah masalah dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-
teori, konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teoritis penyelidikan yang akan
dilakukan itu. Hal lain yang lebih penting makna dari penelaahan kepustakaan adalah
untuk memperluas wawasan keilmuan bagi para calon peneliti, karena kita sadari bahwa
semua informasi yang berkaitan dengan keilmuan dalam hal ini teori ataupun hasil
penyelidikan para ahli semua sudah tertuang dalam kepustakaan.
Secara garis besar, sumber bacaan itu dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu (a) sumber acuan umum, dan (b) sumber acuan khusus. Teori-teori dan konsep-
konsep pada umumnya dapat diketemukan dalam sumber acuan umum, yaitu
kepustakaan yang berwujud buku-buku teks, ensiklopedia, dan sejenisnya. Generalisasi-
generalisasi dapat ditarik dari laporan hasil-hasil penyelidikan terdahulu itu pada
umumnya seperti jurnal, tesis, disertasi dan lain-lain sumber bacaan yang memuat
laporan hasil penyelidikan. Dua kriteria yang biasa digunakan untuk memilih sumber
bacaan itu ialah (a) prinsip kemutakhiran dan (b) prinsip relevansi.
Setelah peneliti menjelaskan permasalahan secara jelas maka diperkirakan
selanjutnya adalah suatu gagasan tentang letak persoalan atau masalahnya dalam
hubungan yang letak-letak persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang lebih luas.
Dalam hal ini peneliti harus dapat memberikan sederetan asumsi dasar atau anggapan
dasar. Anggapan dasar ini merupakan landasan teori di dalam melaporkan hasil
penyelidikan nanti. Untuk sebuah penyelidikan deskriptif yang bertujuan
mendeskripsikan gejala yang ada maka setelah ditetapkan anggapan dasar maka
dapat langsung melangkah pada identifikasi variabel. Namun untuk penyelidikan
deskriptif yang akan dilanjutkan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antar
variabel, maka langkah berikutnya adalah merumuskan hipotesis.
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penyelidikan, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Konsep penting lain mengenai hipotesis adalah mengenai hipotesis nol. Hipotesis nol,
yang biasa dilambangkan dengan Ho, adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya
saling hubungan antara dua variabel atau lebih, atau hipotesis yang menyatakan tidak
adanya perbedaan antara kelompok yang satu dan kelompok yang lainnya. Di dalam
analisis statistik, uji statistik biasanya mempunyai sasaran untuk menolak kebenaran
hipotesis nol itu. Hipotesis lain yang bukan hipotesis nol disebut hipotesis alternatif, yang
biasa dilambangkan dengan Ha, yang menyatakan adanya saling hubungan antara dua
variabel atau lebih, atau menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu pada
kelompok-kelompok yang berbeda. Pada umumnya, kesimpulan uji statistik berupa
penerimaan hipotesis alternatif sebagai hal yang benar.
Selanjutnya perlu dilakukan identifikasi variabel dan variabel-variabel tersebut
perlu didefinisikan secara operasional. Penyusunan definisi operasional ini perlu, karena
definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data mana yang cocok untuk
digunakan.Variabel dapat dibedakan atas kuantitatif dan kualitatif. Contoh variabel
kuantitatif misalnya banyaknya siswa dalam kelas, jumlah alat praktikum yang
disediakan dan sejenisnya. Contoh variabel kualitatif misalnya kedisiplinan siswa,
keseriusan guru dalam mengajar, dan sejenisnya. Berkaitan dengan kuantifikasi, data
biasa digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:
(1) data nominal;
(2) data ordinal;
(3) data interval; dan
(4) data ratio.
Demikian pula variabel, kalau dilihat dari segi ini biasa dibedakan cara yang
sama. Variabel nominal, yaitu variabel yang ditetapkan berdasar atas proses
penggolongan, contoh : jenis kelamin, status perkawinan, dan sejenisnya. Variabel
ordinal, yaitu variabel yang disusun berdasarkan atas jenjang dalam atribut tertentu.
Jenjang tertinggi biasa diberi angka 1, jenjang di bawahnya diberi angka 2, lalu
dibawahnya diberi angka 3, dan dibawahnya lagi diberi angka 4, dan seterusnya. Contoh :
hasil lomba cerdas cermat, peringkat siswa di kelas, dan sejenisnya. Variabel interval,
yaitu variabel yang dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam pengukuran itu
diasumsikan terdapat satuan (unit) pengukuran yang sama. Contoh : variabel interval
misalnya prestasi belajar, sikap terhadap KAEDAH pembelajaran, dan sejenisnya.
Variabel ratio, adalah variabel yang dalam kuantifikasinya memiliki angka nol mutlak.
Dalam hal subyek peneltian, maka peneliti dapat memilih apakah akan meneliti
populasi atau sampel. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam
wilayah penyelidikan, maka penyelidikannya merupakan penyelidikan populasi.
Studi atau Penyelidikan
Setelah peneliti melakukan persiapan seperti dijelaskan di atas, maka selanjutnya
dilakukan pengumpulan data. Untuk seorang guru, pengumpulan data dapat dilakukan di
kelasnya sendiri. Dalam hal rancangan penyelidikan deskriptif aplikatif, maka
pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan quisioner (bagi pelajar SMK)
atau temubual (bagi siswa Tadika atau Sekolah rendah) dan data yang dikumpulkan
misalnya tentang tanggapan siswa atas KAEDAH pembelajaran baru yang telah
dilakukan guru atau hasil observasi atas sikap siswa pada saat guru menyajikan
pembelajaran dengan KAEDAH baru. Data lain yang perlu dikumpulkan misalnya adalah
nilai hasil belajar siswa, yang diperoleh dari KAEDAH dokumentasi, dan keaktifan
siswa, yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera dilakukan
pengolahan data. Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reliabilitas dan validitasnya.
Data yang rendah reliabilitas dan validitasnya serta data yang kurang lengkap digugurkan
atau dilengkapi sesuai aturan. Selanjutnya data yang lolos seleksi tersebut disajikan
dalam bentuk tabel, diagram, dan lain-lain agar memudahkan dalam pengolahan serta
analisis selanjutnya.
Data hasil olahan tersebut kemudian harus dianalisis, untuk data kuantitatif (data
dalam bentuk bilangan) dianalisis secara statistik, untuk data yang bersifat kualitatif
(deskriptif kualitatif) dilakukan analisis non statistik. Data deskriptif kualitatif sering
hanya dianalisis menurut isinya dan karenanya analisis seperti ini juga disebut analisis isi
(content analysis). Dalam analisis deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel data yang
berisi frekuensi, dan kemudian dihitung mean, median, modus, persentase, standar
deviasi atau lainnya. Untuk analisis statistik, model analisis yang digunakan harus sesuai
dengan rancangan penyelidikannya. Apabila penyelidikan yang dilakukan guru hanya
berhenti pada penjelasan masalah dan upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan
(untuk meningkatkan mutu pembelajaran), maka setelah disajikan data hasil wawancara,
angket, pengamatan atau dokumentasi, maka selanjutnya dianalisis atau dibahas dan
diberi makna atas data yang disajikan tersebut. Tetapi apabila penyelidikan juga
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat hubungan maka harus dilakukan pengujian
hipotesis sebagaimana hipotesis yang telah ditetapkan untuk diuji. Misalnya uji statistik
yang dilakukan adalah uji hubungan, maka akan diperoleh hasil uji dalam dua
kemungkinan, yaitu hubungan antar variabel-variabel penyelidikan atau perbedaan antara
sampel-sampel yang diteliti, dengan taraf signifikansi tertentu, misalnya 5% atau 10%.,
atau dapat terjadi hubungan antar variabel penyelidikan atau perbezaan antara sampel
yang diteliti tidak signifikan. Apabila ternyata dari hasil pengujian diketahui bahwa
hipotesis alternatif diterima (hipotesis nol ditolak) berarti menyatakan bahwa dugaan
tentang adanya saling hubungan atau adanya perbedaan diterima sebagai hal yang benar,
karena telah terbukti demikian. Sebaliknya dalam kemungkinan hasil yang kedua
dinyatakan hipotesis alternatif tidak terbukti kebenarannya, maka berati hipotesis nol
yang diterima. Dengan telah diambilnya hasil pengujian mengenai penerimaan atau
penolakan hipotesis maka berati analisis statistik telah selesai, tetapi perlu diingat bahwa
pelaksanaan penyelidikan masih belum selesai, karena hasil keputusan tersebut masih
harus diberi interprestasi atau pemaknaan.
Hasil analisis dari pengujian hipotesis dapat dikatakan masih bersifat faktual,
untuk itu selanjutnya perlu diberi arti atau makna oleh peneliti. Dalam pemaknaan sering
kali hasil pengujian hipotesis penyelidikan didiskusikan atau dibahas dan kemudian
ditarik kesimpulan. Dalam penyelidikan dipastikan seorang peneliti mengharapkan
hipotesis penyelidikannya akan terbukti kebenarannya. Jika memang demikian yang
terjadi, maka kemungkinan pembahasan menjadi tidak terlalu berperan walaupun tetap
harus dijelaskan arti atau maknanya. Tetapi jika hipotesis penyelidikan itu ternyata tidak
tahan uji, yaitu ditolak, maka peranan pembahasan menjadi sangat penting, karena
peneliti harus mengekplorasi dan mengidentifikasi sumber masalah yang mungkin
menjadi penyebab tidak terbuktinya hipotesis penyelidikan. Akhirnya dalam kesimpulan
harus mencerminkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Jangan sampai antara
masalah penyelidikan, tujuan peneltian, landasan teori, data, analisis data dan kesimpulan
tidak ada runtutan yang jelas. Apabila penyelidikan mengikuti alur atau sistematika
berpikir yang runut seperti itu maka penyelidikan akan dapat dikatakan telah memiliki
konsistensi dalam alur penyelidikannya.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa program bimbingan difokuskan pada tiga
jenis karya ilmiah, yaitu penyelidikan deskriptif, penyelidikan eksperimen dan
penyelidikan tindakan kelas. Dalam kaitannya dengan penilaian angka kredit guru
terhadap penulisan karya ilmiah, maka salah satu kriteria karya tulis ilmiah adalah Asli,
Perlu, Ilmiah, dan Konsisten (Suharjono, 2006). Jadi yang perlu diperhatikan bahwa
karya tulis ilmiah tersebut harus asli buatan sendiri (bukan dibuat orang lain), perlu atau
bermanfaat untuk pengembangan profesi guru, ilmiah dalam arti sesuai kaidah keilmuan
dan penulisan ilmiah, serta konsisten dalam hal bidang yang diteliti, yang diantaranya
meliputi kesesuaian dengan tugas guru yaitu bidang pendidikan khususnya pembelajaran,
dan sesuai dengan latar belakang guru yang bersangkutan.
Sehubungan dengan kriteria di atas, maka yang berkaitan dengan nilai
kemanfaatan adalah keharusan adanya tindakan yang bermanfaat atau upaya yang
dilakukan oleh guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Dengan demikian, jenis
karya tulis ilmiah yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah jenis penyelidik tindakan
kelas dan penyelidikan eksperimen. Dengan demikian meskipun jenis penyelidikan
deskriptif diperbolehkan, namun tetap harus memiliki nilai manfaat untuk pengembangan
profesinya. Jadi tidak boleh hanya penyelidikan yang sifatnya mendeskripsikan kejadian
yang ”biasa” terjadi, misalnya (yang banyak ditulis dan ditolak/tidak diberikan angka
kredit) : Hubungan Antara Kondisi Ekonomi Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa,
Kaitan antara Kurikulum dengan Motivasi Belajar Siswa, Peranan Perpustakaan Dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa, dan sejenisnya. penyelidikan tentang hal itu
memang termasuk penyelidikan yang bersifat ilmiah, tetapi kurang bermanfaat dalam hal
pengembangan profesi guru. Agar penyelidikan deskriptif tetap memiliki nilai manfaat
yang tinggi maka materi yang diangkat sebaiknya tetap berupa deskripsi atau telaah
tentang tindakan yang dilakukan atau upaya yang telah dilakukan oleh guru (si penulis
sendiri) untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Supaya lebih jelas di sini dikutip
pendapat Suhardjono (2006) dalam hal karya tulis ilmiah yang tidak memenuhi
persyaratan dalam hal kemanfaatan:
”(a) Masalah yang dikaji terlalu luas, tidak langsung berhubungan dengan
permasalahan yang berkaitan dengan upaya pengembangan profesi si penulis.
(b) Masalah yang ditulis tidak menunjukan adanya kegiatan nyata penulis dalam
peningkatan/pengembangan profesinya.
(c) Masalah yang ditulis sangat mirip dengan KTI yang telah ada sebelumnya,
telah jelas jawabannya, kurang jelas manfaatnya, dan merupakan hal yang mengulang-
ulang.”
Selain hal di atas, agar sebuah karya tulis ilmiah benar-benar meyakinkan bahwa penyelidikan tersebut benar-benar dilakukan, maka harus dilampirkan beberapa hal yang berkaitan dengan penyelidikan seperti instrumen (pedoman temubual, pedoman observasi, angket, test hasil relajar dll), contoh hasil kerja siswa, data hasil penyelidikan, print-out analisis, daftar hadir, izin penyelidikan, serta bukti lain yang dipandang perlu.
http://www.infoskripsi.com/Theory/Metode-Penelitian-Pendidikan.html