kajian dan evaluasi pemantauan pelaksanaan undang …
TRANSCRIPT
KAJIAN DAN EVALUASI PEMANTAUAN PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NOMOR
6 TAHUN 2018 TENTANG
KEKARANTINAAN KESEHATAN
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG
BADAN KEAHLIAN DPR
SETJEN DPR
JAKARTA, JUNI 2021
LATAR BELAKANG
1. Ditetapkannya International Health Regulations (IHR 2005) yang mengharuskanIndonesia melakukan penyesuaian peraturan perundang-undangan yang berkaitandengan kesehatan, termasuk kekarantinaan kesehatan
2. UU Kekarantinaan Kesehatan merupakan upaya perlindungan bagi Indonesia dariterjadinya faktor risiko kesehatan masyarakat
3. UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai pelaksanaan pemenuhan hak konstitusionalwarga negara untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, danmendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimanadiatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
4. Pasal 96 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan mengamanatkan pembentukan peraturan pelaksanaan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya UUKekarantinaan Kesehatan, yang hingga saat ini belum ada peraturan pelaksanaanyang diterbitkan.
PERMASALAHAN
1. Apakah materi muatan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan masih memadai digunakan sebagai
dasar hukum penyelenggaraan pelindungan kesehatan terhadap segenap bangsa Indonesia,
sehingga dapat diketahui perlu tidaknya dilakukan perubahan, penyempurnaan atau penggantian
terhadap UU dimaksud?
2. Bagaimana efektivitas implementasi dan pelaksanaan UU Kekarantinaan Kesehatan dalam
penyelenggaraan pelindungan kesehatan terhadap segenap bangsa Indonesia ketika terjadi suatu
ancaman kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat?
METODE KAJIAN DAN EVALUASI
Metode Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris
Puspanlak UU akan melakukan analisis dan evaluasi terhadap UU Kekarantinaan
Kesehatan dengan mengacu pada 5 (lima) aspek pelaksanaan undang-undang,
yakni Aspek Substansi Hukum (legal substance), Aspek Struktur Hukum (legal
structure), Aspek sarana dan prasarana, Aspek pendanaan, dan Aspek budaya
hukum (legal culture)
Aspek-aspek inilah yang dianggap mempengaruhi keberhasilan penegakan huk
um di suatu masyarakat (negara), yang antara satu dengan lainnya saling
bersinergi untuk mencapai tujuan penegakan hukum itu sendiri yakni keadilan.
UU Kekarantinaan Kesehatan juga telah dilakukan pengujian di Mahkamah Konstitusi melalui perkara Nomor36/PUU-XVIII/2020 yang menguji Pasal 6 UU Kekarantinaan Kesehatan terhadap Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1),dan Pasal 34 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 Perkara tersebut diputus oleh Mahkamah Konstitusi pada25 November 2020 dengan amar putusan menolak permohonan provisi para Pemohon dan dalam pokokpermohonan para Pemohon Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan Pemohon I tidak dapat diterima danmenolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Selain itu, terdapat Perkara Nomor 14/PUU-XIX/2021 yang saat ini belum diputus oleh Mahkamah Konstitusi. Perkaratersebut menguji Pasal 10 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan terhadap Pasal 28E ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28Gayat (1) dan Pasal 28I ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
Pengujian UU Kekarantinaan Kesehatan di Mahkamah Konstitusi
HASIL PEMANTAUANUU KEKARANTINAAN KESEHATAN
SUBSTANSI HUKUM
Ditinjau dari substansi hukum, UU Kekarantinaan Kesehatan dianalisisdengan melihat kesesuaian terhadap asas pembentukan perundang-undangan yangbaik yang terdapat dalam ketentuan Pasal 5 UU PPP dan asas materimuatan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 6 UU PPP.
Terkait dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU PPP, maka dalam kajian dan evaluasisubstansi ketentuan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan dilakukan pengkajiandengan menggunakan asas kekarantinaan kesehatan yang terdapat pada Pasal 2 UUKekarantinaan Kesehatan.
FRASA “MENCEGAH DAN MENANGKAL” DALAM PASAL 1 ANGKA 1 UU KEKARANTINAAN
KESEHATAN
UU Kekarantina Kesehatan belum mengatur secara jelas
perihal perbedaan definisi frasa “mencegah dan “menangkal”
serta tidak mengatur perihal tindakan yang termasuk dalam
pencegahan atau penangkalan. Dengan demikian,
ketidakjelasan ini berimplikasi pada tidak jelasnya tindakan
yang harus dilakukan yang berpotensi timbulnya perbedaan
penafsiran dalam pelaksanaannya.
Ketentuan ini tidak memenuhi
asas dapat dilaksanakan,
asas kejelasan rumusan, asas
ketertiban dan
kepastian hukum,
asas manfaat,
dan asas pelindungan
ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI PADA DEFINISI KEKARANTINAAN KESEHATAN DALAM PASAL 1
ANGKA 1 UU KEKARANTINAAN KESEHATAN DAN KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT
PADA PASAL 1 ANGKA 2 UU KEKARANTINAAN KESEHATAN
Pengaturan definisi kekarantinaan kesehatan tersebut belum mengakomodir upaya menjaga dayatahan masyarakat secara ekonomi dan sosial sebagai bagian daripenghidupan masyarakat.Kekarantinaan Kesehatan merupakan bagian dari upaya penanggulangan bencana non alam yangdiatur dalam UU Penanggulangan Bencana. Pasal 1 angka 1 UU Penanggulangan Bencanamengakomodir adanya dampak bencana terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat.Pengaturan dalam penanggulangan bencana banyak memberikan perhatian pada dampak sosialekonomi yang merupakan komponen kehidupan dan penghidupan masyarakat diantaranya dalampenetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah. Meskipun Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 49ayat (2) UU Kekarantinaan Kesehatan menjadikan aspek ekonomi dan sosial sebagai pertimbangandalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan pada KKM pengaturan tersebut membutuhkanpenguatan.
Ketentuan ini tidak memenuhi asaskedayagunaan dan kehasilgunaan,asas pengayoman, dan Asas Keseimbangan,Keserasian, dan Keselarasan
INDIKATOR PENETAPAN KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT DALAM PASAL 1
ANGKA 2 UU KEKARANTINAAN KESEHATAN
Pasal 1 angka 2 UU Kekarantinaan Kesehatan yang belum mengatur perihalindikator penetapan status KKM. Dengan tidak adanya indikator-indikatortersebut, maka UU Kekarantinaan Kesehatan belum secara jelas menentukanindikator-indikator tertentu yang dijadikan sebagai dasar bagi PemerintahPusat untukmenetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat. Haltersebut berpotensi menimbulkan berbagai interpretasi dari masyarakatperihal alasan/dasar yang digunakan Pemerintah Pusat dalam menetapkanstatus KKM mengingat ketentuan berdasarkan amanat Pasal 10 ayat (1) UUKekarantinaan Kesehatan mengatur bahwa Pemerintah Pusat berwenang untukmenetapkan dan mencabut kedaruratan kesehatan masyarakat.
Ketentuan ini tidak memenuhiasas kejelasan rumusan, asaspengayoman, asas ketertibandan kepastian hukum, danasas kepentingan umum.
KESESUAIAN DEFINISI KARANTINA DALAM PASAL 1 ANGKA 6 UU KEKARANTINAAN KESEHATAN
DENGAN INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS 2005 (IHR 2005)
Apabila dibandingkan rumusan dari definisi karantina dalam UU
Kekarantinaan Kesehatan dengan IHR 2005, maka pada UU Kekarantinaan
Kesehatan belum diatur perihal pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan
seseorang tersangka (suspek). Dengan demikian diperlukan penyesuaian definisi
karantina dalam UU Kekarantinaan Kesehatan dengan IHR 2005. Dengan merujuk
pada definisi di dalam IHR 2005, didapatkan kejelasan makna dari karantina yang
pada intinya membatasi pergerakan orang yang diduga dan terpapar penyakit
menular untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit.
Ketentuan ini tidak memenuhi asasKesesuaian antara jenis, hierarki,dan materi muatan, asas kedayagunaandan kehasilgunaan, asas manfaat, danasas pelindungan
DEFINISI ISOLASI DALAM PASAL 1 ANGKA 7 UU KEKARANTINAAN KESEHATAN
Definisi isolasi dalam UU Kekarantinaan Kesehatan dengan IHR 2005 memiliki perbedaan berupa tidak
adanya pengaturan isolasi barang oleh UU Kekarantinaan Kesehatan. Selain itu, dalam IHR 2005 tidak di
atur secara terbatas perihal isolasi yang hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai
mana diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, tidak diatur secara jelas perihal fasilitas pelayanan kesehatan yang
dimaksud dan apabila isolasi dilakukan di luar fasilitas kesehatan. Sehingga dengan tidak diaturnya hal
tersebut, maka banyak terjadi permasalahan dalam implementasinya. Terkait dengan frasa “dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan” dalam Pasal 1 angka 7 UU Kekarantinaan Kesehatan, pengaturan
mengenai wabah dan penyakit menular mengatur bahwa isolasi dapat dilakukan di luar fasilitas
kesehatan. Pengaturan tersebut dimuat dalam Pasal 12 PP Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular mengatur pelaksanaan isolasi “dilakukan di sarana pelayanan
kesehatan, atau di tempat lain yang ditentukan”.
Ketentuan ini tidak memenuhi asas dapat dilaksanakan,asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas pengayoman,asas manfaat, dan asas pelindungan
ASAS KEKARANTINAAN
KESEHATAN SEBAGAIMANA
DIATUR DALAM PASAL 2 UU
KEKARANTINAAN KESEHATAN
Bahwa perlu diatur mengenai asas ketahanan ekonomi dan asas
partisipasi masyarakat dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, serta
perlu adanya penyesuaian dengan beberapa asas yang relevan
dengan penanganan bencana non alam sebagaimana yang terdapat
dalam UU Penanggulangan Bencana
KETENTUAN INI TIDAK MEMENUHI ASAS DAPAT DILAKSANAKAN, ASAS KEJELASAN RUMUSAN, ASAS KEDAYAGUNAAN DAN KEHASILGUNAAN, ASAS PENGAYOMAN, ASAS KESEIMBANGAN, KESERASIAN DAN KESELARASAN, DAN ASAS MANFAAT
“TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH”
DALAM PASAL 4, 5 DAN 6 UU
KEKARANTINAAN KESEHATAN
UU Kekarantinaan Kesehatan tidak mengatur perihal pembagian/batasankewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerahdalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Hal tersebutmenyebabkan, beberapa Pemerintah Daerah melakukan diskresi untukmelakukan tindakan tertentu dalam rangka penyelenggaraankekarantinaan kesehatan.
KETENTUAN INI TIDAK MEMENUHI ASAS DAPAT DILAKSANAKAN, ASAS KEJELASAN RUMUSAN, ASAS KETERTIBAN DAN KEPASTIAN HUKUM, DAN ASAS KETERPADUAN
NOMENKLATUR “DUNIA
INTERNASIONAL, PIHAK
INTERNASIONAL DAN ORGANISASI
INTERNASIONAL” DALAM PASAL
11, 12, DAN 13 UU
KEKARANTINAAN KESEHATAN
Frasa “... dunia internasional” pada Pasal 11 ayat (2) UU Kekarantinaan Kesehatan, frasa “... pihak
internasional...” pada Pasal 12 UU Kekarantinaan Kesehatan, dan frasa “...organisasi
internasional” pada Pasal 13 UU Kekarantinaan Kesehatan, tidak diatur lebih lanjut perihal
penjelasan dari masing-masing frasa tersebut, sehingga berpotensi timbulnya
beragam interpretasi. Terlebih, peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh Pasal 11 ayat (3)
UU Kekarantinaan Kesehatan juga belum diterbitkan.
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 26 UU Penanggulangan Bencana telah mengatur secara jelas
definisi lembaga internasional. Selain itu Pasal 30 ayat (3) UU Penanggulangan Bencana
menyebutkan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana oleh lembaga internasional dan
lembaga asing nonpemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu, penjelasan
perihal dunia internasional, pihak internasional, dan organisasi internasional penting untuk diatur
dalam UU Kekarantinaan Kesehatan.
KETENTUAN INI TIDAK MEMENUHI ASAS KEJELASAN RUMUSAN, ASAS KETERTIBAN DAN KEPASTIAN HUKUM, DAN ASAS MANFAAT
FRASA “TINDAKAN LAIN MENURUT
HUKUM” DALAM PASAL 85 HURUF O
UU KEKARANTINAAN KESEHATAN
Tidak adanya pengaturan mengenai definisi/penjelasan “tindakan lain menurut hukum” yangdapat dilakukan oleh PPNS, menyebabkan adanya potensi penyalahgunaan wewenang dantumpang tindih dengan pelaksanaan tugas penyidik dari Instansi lain. Oleh karena itu,dibutuhkan pengaturan perihal apa yang dimaksud dengan “tindakan lain menurut hukum” dalampelaksanaan kewenangan PPNS kekarantinaan kesehatan.
KETENTUAN INI TIDAK MEMENUHI ASAS KEJELASAN TUJUAN, ASAS DAPAT DILAKSANAKAN, ASAS KEJELASAN RUMUSAN, ASAS KETERTIBAN DANKEPASTIAN HUKUM, DAN ASAS PELINDUNGAN
KEDUDUKAN PEJABAT KARANTINA KESEHATAN
Pasal 73 UU Kekarantinaan Kesehatan mengatur bahwa pejabat karantina kesehatan adalahpejabat fungsional di bidang kesehatan yang memiliki kompetensi dan kualifikasi di bidangkekarantinaan kesehatan serta ditugaskan di instansi kekarantinaan kesehatan di pintu masukdan wilayah. Namun, masih terdapat beberapa interpretasi dari beberapa pemangkukepentinga perihal pejabat kekarantinaan kesehatan, yaitu seperti adanya pendapat bahwapejabat fungsional kekarantinaan kesehatan adalah Epidemiolog Kesehatan sesuai Pasal 1 angka2 Permenkes No 16 Tahun 2015 tentang Standar Kompetensi Manajerial Jabatan FungsionalEpidemiolog Kesehatan, serta terdapat pendapat bahwa pejabat kekarantinaan kesehatanadalah Sedangkan menurut PNS dengan jabatan fungsional seperti dokter, epidemiolog,entomolog, sanitarian, yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) kekarantinaanKesehatan secara berjenjang mulai tingkat dasar, lanjutan, sampai dengan mahir.Dengan demikian, dapat tergambarkan bahwa dengan tidak adanya kejelasan dalam UUKekarantinaan Kesehatan mengenai siapa pihak yang dapat menjadi Pejabat KarantinaKesehatan dan dengan tidak diaturnya secara jelas perihal kriteria dan kualifikasi kompetensibagi Pejabat Karantina Kesehatan, maka hal tersebut menimbulkan ketidakjelasan rumusan yangberdampak pada tidak adanya kepastian hukum.
KETENTUAN INI TIDAK MEMENUHI ASASKEJELASAN RUMUSAN, ASAS KETERTIBANDAN KEPASTIAN HUKUM, DAN ASASKETERPADUAN
INFORMASI KEKARANTINAAN KESEHATAN
• UU Kekarantinaan Kesehatan tidak menjelaskanperihal bentuk informasi kekarantinaan kesehatansebagaimana dalam UU Keterbukaan Informasi Publikdan UU Pelayanan Publik.
• UU Kekarantinaan Kesehatan tidak mengatur perihalsanksi yang dikenakan pada orang yang melakukantindak kejahatan terhadap informasi kekarantinaankesehatan sebagaimana diatur dalam UU ITE.
KEWAJIBAN IKUT SERTA DALAM PENYELENGGARAAN KEKARANTINAANKESEHATAN
UU Kekarantinaan Kesehatan hanya melibatkan masyarakat dalam hal
sumber pendanaan, sedangkan pada implementasinya, dukungan
masyarakat banyak dilakukan dalam berbagai aspek dan kegiatan
kekarantinaan kesehatan guna melakukan upaya cegah dan tangkal
faktor risiko kesehatan masyarakat. Dengan demikian dibutuhkan
pengaturan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan yang mengatur perihal
partisipasi masyarakat, agar masyarakat yang selama ini banyak
membantu pelaksanaan kekarantinaan kesehatan, akan memiliki dasar
hukum yang jelas dalam pelaksanaan kegiatannya.
KETERKAITAN UU KEKARANTINAAN KESEHATAN DENGAN UU LAINNYA
a. UU Pelayaran (Kegiatan karantina di pintu masuk yangdilakukan Pemerintah di pelabuhan)
b. UU Penerbangan Kegiatan karantina di pointu masukyang dilakukan Pemerintah di bandar udara)
c. UU Pemda (Pembagian kewenangan Pemerintah Pusat danPemerintah Daerah dalam urusan kesehatan)
d. UU Keterbukaan Informasi Publik (Penyelenggaraaninformasi publik yang bersasis teknologi informasi)
e. UU Kesehatan (Sumber daya dan perbekalan kesehatan)
f. UU Rumah Sakit ( sebagai Faskes, Sarana dan PrasanaKekarantinaan Kesehatan)
g. UU Kesejahteraan Sosial (Pemenuhan kebutuhan dasarselama kekarantinaan kesehatan dikaitkan denganpemberian hak atas kesejahteraan sosial)
h. UU Ketenaganukliran (Kedaruratan kesehatan masyarakatyang disebabkan oleh radiasi nuklir)
POTENSI DISHARMONI:
1. UU Penanggulangan Bencana(Pasal 8 UU KekarantinaanKesehatan dengan Pasal 53
UUPenanggulangan Bencanaperihal unsur-unsur pelayanandasar yang diberikan)
2. UU Wabah dan PenyakitMenular (Perihal tempatpelaksanaan isolasi)
STRUKTUR HUKUM
KOMITMEN PEMANGKU KEPENTINGAN UU KEKARANTINAAN
KESEHATAN DALAM PENCAPAIAN
EFEKVITITAS UU KEKARANTINAAN
KESEHATAN
Masih terdapat banyak kendala/hambatan dalam melakukan upaya tercapainya efektivitasdari UU Kekarantinaan Kesehatan. Namun, yang menjadi isu terpenting adalah perihalkomitmen dukungan dari para pemangku kepentingan yang memiliki peran dan fungsistrategis dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. Komitmen pemangku kepentingan yangdimaksud harus dilakukan dalam berbagai hal, sebagai berikut:
a. Penegakan sanksi bagi pelanggar UU Kekarantinaan Kesehatan;b. Pembiayaan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan;c. Mendorong kesadaran dan partisipasi masyarakat;d. Penyediaan SDM kekarantinaan kesehatan; dane. Penyediaan sarana dan prasarana pelaksanaan kekarantinaan.
Mendasar pada uraian tersebut, guna tercapainya efektivitas pelaksanaan UUKekarantinaan Kesehatan, perlu komitmen yang kuat dari para pemangku kepentingandalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sesuai dengan tugas pokok danfungsinya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT DENGAN PEMERINTAH DAERAH
DALAM PELAKSANAAN KEKARANTINAAN KESEHATAN
Penyelenggaraan kekarantinaan Kesehatan melibatkan pemerintah pusat dan pemerintahdaerah sesuai dengan tanggung jawabnya melindungi kesehatan masyarakat. Perwujudankoordinasi melalui pembentukan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di tingkat nasionalmaupun daerah.Pemerintah Pusat bertanggung jawab dalam mengambil kebijakan, memberikan fasilitasi,serta pembekalan, anggaran, personel, serta bertanggung jawab terhadappenyelenggaraan karantina kesehatan di pintu masuk dan wilayah secara terpadu.Sedangkan Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan yangditetapkan oleh Pemerintah Pusat.Permasalahan yang ada selama penanganan KKM Covid-19 menunjukkan pelaksanaankoordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum optimal sehinggaantara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah atau antara Pemerintah Provinsidengan Pemerintah Kabupaten/Kota perlu penguatan komitmen agar penyelenggaraankebijakan kekarantinaan kesehatan ini berjalan secara harmonis dan terdapat kesamaanpersepsi.
PERATURAN PELAKSANAAN UU KEKARANTINAAN KESEHATAN
Sampai saat ini belum ada peraturan pelaksanaan UU KekarantinaanKesehatan yang diterbitkan, dalam pelaksanaan kekarantinaankesehatan membutuhkan diterbitkannya segera peraturanpelaksanaan sebagai peraturan teknis dalam melakukan setiaptindakan/kegiatan dalam rangka karantina kesehatan, agarterciptanya kepastian hukum dan agar tidak terjadi kebingungan danmultitafsir dalam penerapannya.
PERATURAN PELAKSANAPasal Perlak yang
diamanatkan
Pasal Perlak yang
diamanatkan
1 Pasal 10 ayat (4) PP 10 Pasal 41 ayat (5) Permen
2 Pasal 11 ayat (3) PP 11 Pasal 47 Permen
3 Pasal 14 ayat (2) PP 12 Pasal 48 ayat (6) PP
4 Pasal 15 ayat (4) Permen 13 Pasal 60 PP
5 Pasal 19 ayat (6) Permen 14 Pasal 70 Permen
6 Pasal 24 Permen 15 Pasal 75 ayat (4) Permen
7 Pasal 30 ayat (4) Permen 16 Pasal 77 ayat (3) Permen
8 Pasal 32 Permen 17 Pasal 82 ayat (4) Permen
9 Pasal 35 ayat (5) Permen 18 Pasal 83 ayat (3) Permen
Peraturan Pelaksanaan
UU Kekarantinaan
Kesehatan belumditerbitkan.
Berdasarkan ketentuan
Pasal 96 ayat (1) UU
Kekarantinaan
Kesehatan harus telah
ditetapkan
paling lambat 3 (tiga)
tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini
diundangkan
PENGAWASAN PENYELENGGARAAN KEKARANTINAAN KESEHATAN
Pentingnya penyelenggaraan Kekarantinaan kesehatan harus diimbangidengan proses pembinaan dan pengawasan yang terstruktur terhadapproses penyelenggaraaannya guna menjamin tercapainya tujuandiberlakukannya Kekarantinaaan Kesehatan.Dalam Pelaksanaannya diperoleh data dan informasi dari paranarasumber bahwa terkait pengawasan penyelenggaraan kekarantinaankesehatan masih belum jelas antara setiap pihak yang memilikikompetensi dalam proses kekarantinaan kesehatan. Pembinaan relatifsudah berjalan tetapi pengawasan dirasakan kurang efektif, sehinggadilakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanakan tanggung jawabdalam melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/ataufaktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkankedaruratan kesehatan masyarakat secara terpadu.
Bentuk Pengawasan Keterangan
Pengawasan kedatangan di bandara
terhadap lalu lintas pesawat berikut
orang dan barang yang datang dari
daerah/negara wilayah episenter
pandemi
Apabila masih sebatas episenter maka pengawasan kedatangan dapat dilaksanakan
di Bandara ditujukan terhadap semua alat angkut yang berasal dari Bandara yang memiliki
akses langsung terhadap wilayah episenter.
Pengawasan kedatangan di bandara
terhadap lalu lintas pesawat berikut
orang dan barang yang datang dari
daerah/negara wilayah yang terjangkit
pandemi
Untuk mengecah penyebaran penyakit masuk ke negara maka seluruh pintu masuk negara
harus melakukan pengawasan terhadap semua alat angkut dari negara yang terjangkit penyakit.
Pengawasan kekarantinaan
kesehatan di pelabuhan laut
Semua kegiatan di pelabuhan yang terdiri dari surveilans epidemologi faktor resiko, intervensi
rutin dan respon dalam rangka pencegahan penyebaran penyakit yang berpotensi KLB, wabah
yang menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat
Pengawasan kekarantinaan kesehata
n di pos lintas barat darat (PLBD)
Semua kegiatan di Pintu gerbang masuk/keluar wilayah batas steril PLBD yang terdiri dari
surveilans epidemologi faktor resiko, intervensi rutin dan respon dalam rangka pencegahan
penyebaran penyakit yang berpotensi KLB, wabah yang mengakibatkan kedaruratan kesehatan
masyarakat. Pengawasan keberangkatan di PLBD, Di Pintu Masuk/Batas wilayah steril dan
Pengawasan kedatangan di PLBD, dan Pengawasan kedatangan terhadap lalu lintas alat
angkut berikut orang dan Barang yang datang dari Daerah/Negara Wilayah pandemi.
PENGAWASAN PENYELENGGARAAN KEKARANTINAAN KESEHATAN
PELAKSANAAN KEKARANTINAAN KESEHATAN DI PERBATASAN/PINTU MASUK DARAT
Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk Darat, di atur dalam Pasal 35 sampai 46 UU
Kekarantinaan Kesehatan. Merujuk pada ketentuan tersebut, maka pelaksanaan kekarantinaan kesehatan di
perbatasan/pintu masuk darat harus didukung dengan ketersediaan SDM yang memadai. Dalam
implementasinya, jumlah SDM masih terbatas, walaupun telah ada bantuan dari tenaga relawan untuk bertugas
di daerah pintu masuk perbatasan namun jumlahnya masih belum mencukupi. Terdapat masukan bahwa
kelembagaan pada pelaksanaan penyelenggaraan kekarantinaan Kesehatan di garis perbatasan seharusnya
didukung dengan peraturan yang lebih ketat, peningkatan sistem E-wars, dan petugas bidang kekarantinaan,
kepabeanan, dan keimigrasian
KURANGNYA SDM PEJABAT KARANTINA KESEHATAN
Masih terdapat daerah yang belum memiliki pejabat karantina kesehatan yang bertugas di OPD daerah-daerah tertentu. Terdapatpula daerah yang hanya memiliki 2 (dua) orang pejabat karantina yang telah dilatih. Sehubungan dengan keterbatasan SDMtersebut, maka timbul diskresi dimana tenaga yang bukan pejabat karantina kesehatan dilibatkan, seperti dalam penangananpandemi Covid-19 di beberapa daerah. Namun demikian, bukan berarti permasalahan SDM sudah tersolusikan. Meskipun telahdiupayakan pemenuhannya melalui perekrutan CPNS maupun tenaga kontrak namun keengganan pejabat ditempatkan diwilayah perbatasan menjadi kendala baru dalam pemenuhan Pejabat Karantina Kesehatan di Pintu Masuk.
PENGUATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT DALAM KEDARURATAN KESEHATANMASYARAKAT
Ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (2) UU Kekarantinaan Kesehatan mengatur adanya pertimbangan
kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan pada
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan
besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional namun kondisi kedaruratan kesehatan
masyarakat yang ditimbulkan dari persebaran penyakit tentunya berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat dalam
bekerja dan berpengaruh pada kondisi perekonomian masyarakat.
Dengan demikian, penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan harus seiring dengan upaya pengembangan perekonomian
negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan dilakukannya kekarantinaan kesehatan, menimbulkan kesulitan dalam
beberapa hal khusus seperti pelaksanaan pariwisata. Permasalahan ini tengah coba disolusikan dengan menerapkan
gagasan travel bubble. Selain itu, dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah ketika karantina kesehatan
dilakukan, yaitu berupa penanggungan biaya hidup orang dan ternak perlu mempertimbangkan PAD dari masing-masing
daerah. Permasalahan-permasalahan pemerintahan tersebut tentu harus dilihat lebih dalam mengingat anggaran
daerah baik berasal dari PAD maupun dana perimbangan diperlukan untuk pembiayaan pelaksanaan pemerintahan
daerah dan juga untuk melakukan dukungan penguatan terhadap perekonomian masyarakat.
SARANA DAN PRASARANA
Laboratorium, pengawasan dan
pengadaan surveilans di bandara
maupun di Pelabuhan, dan
screening/diagnostic kit
KURANGNYA DUKUNGAN SUMBER
DAYA KEKARANTINAAN KESEHATAN
Kemenkes sendiri mempunyai regulasiyang menjadi acuan pelayanankedokteran, yaitu Peraturan MenteriKesehatan Nomor 1438 Tahun 2010tentang Standart Pelayanan Kedokteran
NATIONAL GUIDELINES UNTUK RUMAH SAKITDALAM KEKARANTINAAN KESEHATAN
Belum adanya gedung karantina sesuaidengan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2021tentang Ketentuan Tempat Karantina danIsolasi
KURANGNYA DUKUNGAN ASRAMA UNTUK
PELAKSANAAN KEKARANTINAAN KESEHATAN
Melalui media informasi dan jejaring sosial yang ada dan digunakan oleh masyarakat, diharapkanmasyarakat juga bisa saling berbagi informasimengenai cara-cara pencegahan Covid-19, sertamelakukan berbagai aktifitas lainnya yang dapatmenumbuhkan kesadaran bersama. Tanpa adanya Big Datadan Artificial Intelegence (AI) tentu tidak bisamenganalisa pola-pola yang sedang dihadapikhususnya dalam memantau pandemic yang amatcepat berkembang
PERLUNYA DUKUNGAN FASILITAS BERBASIS TEKNOLOGI
INFORMASI
PENDANAAN
Diperlukan kemudahan dalam
penggunaan dana siap pakai yang
berada di BNPB berdasarkan UU
Penanggulangan Bencana selama
terjadinya kondisi kedaruratan
kesehatan masyarakat (bencana non
alam)
PENGGUNAAN DANA SIAP PAKAI
• UU Kesehatan mengatur perihal
sumber pembiayaan Kesehatan
yang berasal dari pihak swasta dan
mengatur peran serta masyarakat
secara aktif dan kreatif untuk
pembangunan Kesehatan
• UU Penanggulangan Bencana
mengatur perihal Pemerintah
mendorong partisipasi masyarakat
dalam penyediaan dana yang
bersumber dari masyarakat
• Belum ada pengaturan teknis
perihal peran serta masyarakat
dalam pendanaan kekarantinaan
kesehatan
KETIDAKJELASAN PERAN
SERTA MASYARAKAT DALAM
PENDANAAN KEKARANTINAAN
KESEHATAN
• Belum jelasnya porsi kewajiban
daerah dalam pendanaan
kekarantinaan kesehatan
• APBD tidak memadai
• Anggaran operasional
kekarantinaan kesehatan yang tidak
dikunjung diterima oleh daerah
Kemampuan Keuangan Pemda
dalam Penanganan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat
BUDAYA HUKUM
• Masih banyak masyarakat dan
perangkat pemerintahan yang tidak
mengetahui dan memahami
regulasi kekarantinaan Kesehatan
• Masih banyak masyarakat yang
tidak patuh, menutupi informasi
dan menghalangi petugas
karantina Kesehatan selama
kekarantinaan kesehatan
PEMAHAMAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
KETIDAKKONSISTENAN PENEGAKAN HUKUM
Ketegasan penegak hukum dalam
penerapan Pasal 93 UU
Kekarantinaan Kesehatan yang
berbeda-beda di masing-masing
daerah mengakibatkan adanya
ketidakpercayaan publik terhadap
hukum dan kebijakan pemerintah dan
pemerintah daerah. Selain itu masih
ada pelaksanaan sanksi berdasarkan
peraturan adat.
KESIMPULAN
Setelah dilakukan kajian terhadap data dan informasi yang
diperoleh dalam kegiatan pengumpulan data dan informasi dari
instansi, akademisi, dan LSM ditingkat Pusat maupun Daerah
maka dapat disimpulkan bahwa:
Masih ditemukan beberapa permasalahan dalam implementasi
UU Kekarantinaan Kesehatan, baik dari segi materi muatan
yang terdapat dalam beberapa pasal UU tersebut, maupun
dalam pelaksanaan UU tersebut dalam penyelenggaraan
kekarantinaan Kesehatan, baik ditingkat Pusat maupun Daerah.
REKOMENDASI SUBSTANSI HUKUMa. Perlu penambahan pengaturan perihal perbedaan definisi dari frasa “mencegah dan menangkal” dalam definisi
kekarantinaan kesehatan yang diatur oleh Pasal 1 angka 1 UU Kekarantinaan Kesehatan.
b. Perlu penambahan perihal aspek sosial dan ekonomi dalam definisi kekarantinaan kesehatan yang terdapat dalamPasal 1 angka 1 dan Pasal 1 angka 2 UU Kekarantinaan Kesehatan.
c. Perlu diaturnya perihal indikator-indikator bagi Pemerintah Pusat dalam menetapkan status KKM.
d. Perlu penyesuaian definisi karantina dalam Pasal 1 angka 6 UU Kekarantinaan Kesehatan dengan definisi karantinadalam IHR 2005 mengenai karantina yang dilakukan pada orang yang terduga terpapar penyakit menular.
e. Perlu penyesuaian definisi isolasi dalam Pasal 1 angka 7 UU Kekarantinaan Kesehatan dengan definisi isolasi dalam IHR2005 mengenai isolasi terhadap barang yang terkontaminasi dan mengenai pemisahan orang sakit dari orang sehatyang dilakukan di luar fasilitas pelayanan Kesehatan.
f. Terkait asas Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Kekarantinaan Kesehatan perlu dilakukanperubahan dengan menambahkan asas ketahanan ekonomi dan asas partisipasi masyarakat, serta menselaraskannyadengan ketentuan yang diatur dalam UU Penanggulangan Bencana.
g. Diperlukan adanya penambahan pengaturan berupa penjelasan mengenai pembagian kewenangan Pemerintah Pusatdan Pemerintah Daerah dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 UU Kekarantinaan Kesehatan.
REKOMENDASI SUBSTANSI HUKUM
h. Terhadap frasa-frasa “... dunia internasional.” pada Pasal 11 ayat 2, frasa “... pihak internasional...” padaPasal 12, dan frasa “...organisasi internasional.” pada Pasal 13 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatandiperlukan ketentuan penjelasan yang mengatur lebih lanjut terkait frasa tersebut.
i. Diperlukan penjelasan perihal kedudukan Pejabat Karantina Kesehatan berikut kriteria dan kualifikasikompetensinya. Selain itu juga diperlukan pengaturan mengenai keterlibatan pejabat-pejabat yang bukanmerupakan Pejabat Karantina Kesehatan.
j. Diperlukan adanya penambahan materi muatan yang berisi penjelasan perihal maksud dari frasa“tindakan lain menurut hukum” dalam penjelasan Pasal 85 huruf o UU Kekarantinaan Kesehatan.
k. Berkaitan dengan pengaturan penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan yang diatur dalam UUKekarantinaan Kesehatan dengan undang-undang terkait lainnya, perlu dilakukan sinkronisasi danharmonisasi.
REKOMENDASI STRUKTUR HUKUM
a. Diperlukan penguatan koordinasi yang sinergis antar pemangku kepentingan dalam UU
Kekarantinaan Kesehatan.
b. Peraturan pelaksanaan UU Kekarantinaan Kesehatan harus segera diterbitkan.
c. Perlu ditambahkan substansi norma yang mengatur mengenai validitas data, keterbukaan data
serta sanksi administratif dan/pidana bagi pihak-pihak yang mengintervensi atau tidak jujur dalam
hal penyampaian data dan informasi penyelenggaraan kekarantinaan Kesehatan.
d. Perlu adanya penambahan SDM yang berkompeten dalam berbagai macam bidang untuk
ditempatkan di daerah perbatasan Negara dan diterbitkannya pengaturan lebih lanjut yang dalam
berupa peraturan pelaksana guna mengatur pembatasan kegiatan di daerah perbatasan yang
berlaku dalam berbagai keadaaan
e. Upaya pemenuhan SDM Pejabat Karantina Kesehatan.
f. Perlu adanya pengaturan terkait anggaran penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan yang lebih
rigid terkait besaran yang harus dialokasikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah.
REKOMENDASI PENDANAAN
a. Diupayakan Kemudahan dalam penggunaan dana siap pakai dalam
penanganan kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.
b. Kejelasan proporsi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
pendanaan kekarantinaan kesehatan.
c. Optimalisasi peran serta masyarakat termasuk pihak swasta dalam pendanaan
kekarantinaan kesehatan.
REKOMENDASI SARANA PRASARANA
a. Optimalisasi ketersediaan sumber daya dan fasilitas kekarantinaan
kesehatan.
b. Pembuatan pedoman nasional (national guidelines) dalam penanganan
pasien oleh rumah sakit di masa kedaruratan kesehatan masyarakat.
REKOMENDASI BUDAYA HUKUM
a. Perlu dilakukan lebih banyak edukasi dan sosialisasi perihalkekarantinaan kesehatan kepada masyarakat dan optimalisasiperan serta masyarakat dalam pelaksanaan kekarantinaankesehatan.
b. Konsistensi penegakan hukum kekarantinaan Kesehatankhususnya dalam kedaruratan kesehatan masyarakat.
INFORMASI TAMBAHAN BERDASARKAN PAPARAN OLEH:
NARASUMBER
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG
BADAN KEAHLIAN DPR
SETJEN DPR
JAKARTA, JUNI 2021
TAMBAHAN PEMBAHASAN
Strukturisasi Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan dalam UU KekarantinaanKesehatan (UU Kekarantinaan Kesehatan sebenarnya telah mengaturbeberapa kegiatan/tindakan yang berkaitan dengan pencegahan danpenangkalan faktor risiko kesehatan masyarakat, dan telah mengatur beberapakegiatan yang termasuk tahapan penyiapan dan pelaksanaan kekarantinaankesehatan. Namun, pengaturan tersebut tersebar di beberapa pasal dalam UUKekarantinaan Kesehatan, sehingga diperlukan restrukturisasi perihal tindakanpenyiapan, pelaksanaan, dan pemulihan dalam kekarantinaan kesehatan agarketentuan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan bersifat lebih sistematis danjelas)
PENGUATAN MATERI1. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
Kekarantinaan Kesehatan, sebagai contoh : urusan penyakit meluas menjadikewenangan Pemerintah Pusat (Dimasukan ke dalam pembahasan belum adanyakejelasan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan PemerintahDaerah)
2. Perihal Pemerintah sedang memproses pembentukan 1 PP dan 3 Permen sebagaiPeraturan Pelaksanaan UU Kekarantinaan Kesehatan (DITAMBAHKAN kepembahasan terkait "Belum diterbitkannya peraturan pelaksanaan dari UUKekarantinaan Kesehatan)
3. Pengaturan Sanksi Pelanggaran Kekarantinaan Kesehatan di Wilayah (SUDAH Masukke pembahasan pengaturan/penegakan sanksi kekarantinaan kesehatan, karena UUKekarantinaan Kesehatan lebih banyak mengatur perihal sanksi pelanggarankekarantinaan kesehatan di pintu masuk)
4. Penggunaan Dana Siap Pakai dikaitkan dengan Pasal 55 UU KekarantinaanKesehatan (SUDAH Masuk ke pembahasan pendanaan)
5. Penambahan penjelasan pasal yang mengatur pejabat karantina kesehatan,penjelasan pasal berupa siapa yang dimaksud dengan Pejabat Fungsional PNS yangdapat menjadi Pejabat Karantina Kesehatan (SUDAH Masuk ke bahasan perihalkedudukan pejabat karantina kesehatan)
PERATURAN PELAKSANAPeraturan Pelaksana UU Kekarantinaan Kesehatan belumditerbitkan
Dengan demikian terdapat rencana perampingan Peraturan Pelaksana yang belum di terbitkan dengan mensinkronkan Peraturan Pelaksanaan UU Kekarantinaan Kesehatan (dari semula 5 PP dan 13Permenmenjadi 1 RPP tentang penyelenggaraan kekarantinaankesehatan dan 3 Permen yaitu Rapermen tentangpenyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk,Rapermen tentang pejabat kekarantinaan kesehatan, danRapermen tentang Kekarantinaan Wilayah)
TERIMA KASIH
PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG