kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi … · kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi...
TRANSCRIPT
i
Vol. 3 No. 3 Triwulanan
Juli - September 2017 (terbit November 2017)
Triwulan III 2017 ISSN 2460-490369
e-ISSN 2460-598369
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017
ii
-
Dasar Hukum Bank Indonesia
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung
jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
~UUD 1945 Pasal 23 D~
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam Undang-undang ini.
~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 2~
Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang
stabil
Misi Bank Indonesia
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta
mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung
alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan
dan stabilitas perekonomian nasional
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan
nasional
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan
tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas
yang diamanatkan UU
iii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua pada bulan Februari, Mei, Agustus,
dan November. Sebelum dipublikasikan, materi Kajian dari
berbagai provinsi telah terlebih dahulu dikompilasi melalui
mekanisme kerja internal Bank Indonesia untuk dijadikan bahan
pertimbangan dalam mengambil kebijakan moneter, sistem
pembayaran, serta pengawasan perbankan dan sistem
keuangan secara makroprudensial. Publikasi ini berfungsi
sebagai media untuk menyampaikan penjelasan kepada para
pemangku kepentingan dan publik di daerah mengenai
perkembangan kondisi terkini, prospek perekonomian, serta isu
yang berkembang dan perlu dicermati.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 9
Jayapura 99111
T +62 967 534 581 F +62 967 535 201
Salinan elektronis publikasi ini dapat diunduh melalui situs www.bi.go.id.
Untuk mendapatkan salinan elektronis publikasi ini pada kesempatan pertama,
silakan mengirimkan surel ke [email protected] dengan subyek
iv
Dewan Redaksi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Penanggung Jawab : Joko Supratikto (Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua)
Pemimpin Redaksi : Fauzan (Deputi Kepala Perwakilan/Kepala Tim Asesmen Ekonomi dan Keuangan)
Mitra Bestari : Evy Marya Deswita Siburian (Peneliti Departemen Regional III Kantor Pusat BI)
Adela Putri Rizkia (Analis / Departemen Regional III Kantor Pusat BI)
Andree Breitner Makahinda (Analis / Departemen Regional III Kantor Pusat BI)
Penyunting : Arya Jodilistyo (Analis / Manajer Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans)
Penulis : Arya Jodilistyo (Analis / Manajer Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans)
Widi Januar Pratama (Analis Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans)
Kontributor : Yudi Prasetiyo (Analis / Manajer Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan)
Yon Widiyono (Analis / Manajer Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM)
Ferdinand Maluenseng (Kepala Unit Operasional SP)
Jaffry Agust Waluyan (Kasir Senior Unit Pengelolaan Uang Rupiah)
Sekretaris : Luki Riyaningrum (Analis Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan)
Monika Randalinggi (Pelaksana Yunior Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan)
v
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
KATA PENGANTAR Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab atas rahmat dan berkat-Nya, Kajian
Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua Periode November 2017 ini dapat terbit tepat
waktu. Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, kajian yang meliputi analisis
makroekonomi daerah, perbankan, sistem pembayaran, ketenagakerjaan dan keuangan daerah
menjadi penting terutama bagi pemerintah, dunia usaha, dan kalangan akademisi, maupun
masyarakat luas.
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu melalui Kata
Pengantar ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terbitnya Kajian ini. Semoga kerja sama yang telah terjalin baik tersebut tetap dapat terpelihara
di masa mendatang. Akhirnya, besar harapan kami agar Kajian pada triwulan ini bermanfaat bagi
semua pihak dalam memahami kondisi perekonomian Papua.
Jayapura, November 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI PAPUA
Joko Supratikto
vi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. vi
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... xi
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI PAPUA ...................................................................... xii
A. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi .................................................................................. xii
B. Perbankan .....................................................................................................................xiii
C. Sistem Pembayaran ........................................................................................................xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................................... xv
PERKEMBANGAN ................................................................................................................... 1
MAKRO EKONOMI DAERAH ................................................................................................... 1
1.1 KONDISI UMUM ............................................................................................................ 2
1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN ............................................................. 3
1.2.1. Konsumsi .............................................................................................................. 5
1.2.2. Investasi ................................................................................................................ 7
1.2.3. Ekspor Netto .......................................................................................................... 9
1.3. PERTUMBUHAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA .....................................................12
1.3.1 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian .....................................................13
1.3.2 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ............................................15
1.3.3 Lapangan Usaha Konstruksi ...................................................................................16
1.3.4 Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran, Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor ......................................................................................................................................17
1.3.5 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib.18
BOKS PENINGKATAN AKSES KEUANGAN PADA LAPANGAN USAHA PERIKANAN DAN PENGARUHNYA DALAM PEREKONOMIAN PAPUA KEUANGAN PEMERINTAH ..........................25
2.1 REALISASI APBN PROVINSI PAPUA ................................................................................26
2.1.1 Realisasi Pendapatan APBN ....................................................................................26
2.1.2 Realisasi Belanja APBN ...........................................................................................26
2.2 REALISASI APBD PEMERINTAH PROVINSI PAPUA ...........................................................28
2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua .....................................................28
2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua ............................................................30
INFLASI ..................................................................................................................................32
3.1 INFLASI UMUM ............................................................................................................33
3.2 DISAGREGASI INFLASI ..................................................................................................34
3.3 PERAN TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID) PROVINSI PAPUA ...........................37
vii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
STABILITAS SISTEM ................................................................................................................38
KEUANGAN ...........................................................................................................................38
4.1 ASESMEN SEKTOR KORPORASI .....................................................................................39
4.1.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi ....................................................................39
4.1.2. Kinerja Korporasi ..................................................................................................39
4.1.3. Eksposure Perbankan dalam Korporasi ...................................................................41
4.2. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA ...........................................................................43
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Rumah Tangga ............................................................43
4.2.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga ..........................................................................44
4.2.3. Eksposure Perbankan dalam Rumah Tangga ..........................................................45
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ...................47
5.1 SISTEM PEMBAYARAN .................................................................................................48
5.1.1 Transaksi SKNBI .....................................................................................................48
5.1.2 Transaksi BI-RTGS ..................................................................................................48
5.2 PENGELOLAAN UANG RUPIAH .....................................................................................49
5.2.1 Penyediaan Uang Layak Edar ..................................................................................49
5.2.2 Temuan Uang Tidak Asli .......................................................................................50
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ...........................................................................52
6.1 KETENAGAKERJAAN ....................................................................................................53
6.1.1 Tenaga Kerja .........................................................................................................53
6.1.1 Pengangguran .......................................................................................................54
6.2 KESEJAHTERAAN..........................................................................................................54
6.2.1 Kemiskinan dan Kesenjangan .................................................................................55
6.2.2 Kesejahteraan Petani ..............................................................................................56
PROSPEK EKONOMI DAERAH .................................................................................................57
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI ...........................................................................58
7.2. PROSPEK INFLASI.........................................................................................................59
LAMPIRAN TABEL-TABEL ........................................................................................................61
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................................................62
viii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Dengan Tambang dan Tanpa Tambang ............................... 2
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Papua & Nasional ................................................................ 2
Grafik 1.3 Pertumbuhan & Nominal PDRB Papua ..................................................................... 2
Grafik 1.4 Perkembangan IKK dan Penghasilan Saat Ini ............................................................ 5
Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen Papua ........................................................................... 5
Grafik 1.6 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi ............................................................ 6
Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi di Papua ............................................................................ 6
Grafik 1.8 Ekspektasi Konsumen ............................................................................................. 6
Grafik 1.9 Perkiraan ITK Triwulan IV 2017 ............................................................................... 6
Grafik 1.10 Realisasi Belanja selain Belanja Modal .................................................................... 7
Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Investasi .................................................................................... 8
Grafik 1.13 Impor Barang Modal ............................................................................................. 8
Grafik 1.11 Perkembangan PMTB Berdasarkan Jenisnya ........................................................... 8
Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor .......................................................................................... 9
Grafik 1.15 Pangsa Ekspor Triwulan III 2017 ............................................................................ 9
Grafik 1.17 Pangsa Impor Triwulan III 2017 ............................................................................10
Grafik 1.16 Perkembangan Impor ..........................................................................................10
Grafik 1.18 Bongkar Muat Barang Papua ...............................................................................10
Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ........................................................................12
Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha Provinsi Papua ........................................12
Grafik 1.21 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas ..............................................................14
Grafik 1.22 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas ............................................................14
Grafik 1.23 Realisasi Usaha Pertanian Papua ...........................................................................15
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Pertanian ...........................................................................15
Grafik 1.25 Belanja Modal dan Pertumbuhan Konstruksi .........................................................16
Grafik 1.26 Penjualan Semen di Provinsi Papua .......................................................................16
Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Konstruksi ..........................................................................16
Grafik 1.28 Perkembangan SKDU Perdagangan ......................................................................18
Grafik 1.29 Indeks Pembelian Durable Goods ........................................................................18
Grafik B.1 Pangsa Penggunaan Kapal Nelayan di Papua ..........................................................20
Grafik B.2 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Tangkap ............................................................21
Grafik B.3 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Budidaya ...........................................................21
Grafik B.4 Prioritas Peningkatan Akses Keuangan Lapangan Usaha Perikanan ..........................21
Grafik 2.1 Struktur Realisasi Belanja APBN Papua ....................................................................27
Grafik 2.2 Realisasi APBN menurut Pos Belanja .......................................................................27
ix
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Grafik 2.3 Struktur Realisasi Pendapatan APBD Papua .............................................................29
Grafik 2.4 Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain ...............................................................29
Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan ...........................................................29
Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi PAD .................................................................................29
Grafik 2.7 Struktur Realisasi Belanja APBD ..............................................................................31
Grafik 2.8 Realisasi Belanja per Pos APBD ...............................................................................31
Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi Papua dan Nasional ...........................................................33
Grafik 3.2 Realisasi Inflasi Aktual dan Historis .........................................................................33
Grafik 3.3 Ekspektasi Inflasi Jangka Pendek Papua ..................................................................34
Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Inti Pangan dan Nonpangan .......................................................34
Grafik 3.5 Perkembangan Harga Komoditas VF Utama...........................................................35
Grafik 4.1 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison.....................................................................39
Grafik 4.2 Perkembangan Akses Kredit, Likuiditas dan Rentabilitas ..........................................39
Grafik 4.3 % Korporasi Berdasar Likuiditas per Sektor .............................................................40
Grafik 4.4 % Korporasi Berdasar Rentabilitas per Sektor .........................................................40
Grafik 4.7 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL .......................................................................41
Grafik 4.8 % Proporsi Kredit per Sektor ..................................................................................41
Grafik 4.5 Pertumbuhan Kredit Korporasi per Sektor ...............................................................41
Grafik 4.6 Perkembangan NPL per Sektor ...............................................................................41
Grafik 4.10 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL .....................................................................42
Grafik 4.11 % Proporsi Kredit per Sektor ................................................................................42
Grafik 4.9 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL .......................................................................42
Grafik 4.12 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................43
Grafik 4.13 Perkembangan Indikator SK Lainnya .....................................................................43
Grafik 4.14 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................44
Grafik 4.15 Pertumbuhan DPK, Kredit dan NPL Rumah Tangga ...............................................45
Grafik 4.16 % Kredit Rumah Tangga ......................................................................................45
Grafik 4.17 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga .....................................................................46
Grafik 4.18 Pertumbuhan NPL Rumah Tangga ........................................................................46
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI Papua ...................................................................48
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi RTGS Papua ....................................................................48
Grafik 5.3 Aliran Uang Kartal Melalui KPw BI Papua ................................................................49
Grafik 5.4 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di Papua .......................49
Grafik 6.1 Komposisi pekerja berdasarkan lapangan usaha .....................................................53
Grafik 6.2 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama .......................................54
Grafik 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja ................................................54
Grafik 6.4 Aliran Uang Kartal Melalui KPw BI Papua ................................................................54
x
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Grafik 6.5 Jumlah Penduduk Miskin Papua .............................................................................55
Grafik 6.6 Indeks Gini Papua ..................................................................................................55
Grafik 6.7 Perkembangan Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Papua .....................55
Grafik 6.8 Perkembangan Garis Kemiskinan di Papua .............................................................55
Grafik 6.9 Perbandingan NTP Papua dengan NTP Nasional ......................................................56
Grafik 6.10 Perkembangan Nilai Tukar Petani Papua ...............................................................56
Grafik 7.1 Ekspektasi Kegiatan Usaha .....................................................................................58
Grafik 7.4 Target Produksi Tambang Papua ............................................................................59
Grafik 7.2 Ekonomi Negara mitra ...........................................................................................59
Grafik 7.3 Harga komoditas global .........................................................................................59
Grafik 7.5 Prakiraan Sifat Hujan 2017/2018 ............................................................................60
xi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan Provinsi Papua (%yoy) ............ 3
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Komponen Penyusun Konsumsi RT Provinsi Papua (% yoy) .......... 5
Tabel 1.3 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Dominan Provinsi Papua (%yoy) .............................................................................................................................................12
Tabel B.1 Karakteristik variabel dalam model GWR .................................................................21
Tabel B.2 Random Effect Kabupaten/Kota ..............................................................................21
Tabel B.4 Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Model GWR dengan Kernel Fixed bi-square (distance) terhadap PDRB .......................................................................................................22
Tabel B.3 Ringkasan Mode006C .............................................................................................22
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN Papua Triwulan III 2017 ........................................................26
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD Papua Triwulan III 2017 .................................................28
Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBD Papua Triwulan III 2017 ........................................................30
Tabel 3.1 Disagregasi Inflasi Papua (%yoy)..............................................................................34
Tabel 4.1 Alokasi Utang dan Tabungan Masyarakat ................................................................45
Tabel 5.1 Frekuensi Pelaksanaan Kas Keliling Dalam dan Luar Kota Papua ..............................50
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama .....................................53
xii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
TABEL INDIKATOR EKONOMI
PROVINSI PAPUA A. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
2016Total I II III IV Total I II III
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) 7,47 (0,72) (5,17) 20,44 21,41 9,21 3,36 4,91 3,40
Menurut Penggunaan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,11 5,56 6,54 6,17 5,14 5,84 5,16 6,55 7,53
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 5,89 8,24 5,56 5,39 6,93 6,52 7,07 9,17 9,69
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 5,14 2,61 5,31 0,92 0,05 2,08 0,13 1,37 7,70
Pembentukan Modal Tetap Bruto 7,11 6,75 6,78 5,37 7,01 6,47 6,78 5,78 4,69
Perubahan Inventori (172,26) 89,81 5,11 84,62 448,18 23,51 (408,68) (643,38) 4.913,50
Ekspor Luar Negeri 38,88 (2,27) (38,88) (3,05) 96,07 6,74 (8,78) 50,78 (44,45)
Impor Luar Negeri (20,50) (4,59) 35,79 (12,55) 3,16 4,64 (26,48) (41,30) (32,84)
Net Ekspor Antar Daerah (115,99) (281,23) (16,02) (189,40) 167,61 (488,92) 78,35 (675,39) (10,23)
Menurut Kategori Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,03 3,18 3,69 0,02 2,05 2,21 1,35 1,83 2,93
Pertambangan dan Penggalian 6,79 (10,50) (20,80) 40,77 44,50 13,15 0,36 6,75 2,67
Industri Pengolahan 3,77 6,98 1,12 4,94 5,15 4,51 4,56 6,55 6,07
Pengadaan Listrik, Gas 0,63 27,14 12,81 8,53 1,86 11,86 1,21 0,94 8,14
Pengadaan Air 3,99 3,70 3,77 2,59 3,45 3,37 4,96 5,13 6,77
Konstruksi 10,70 4,71 7,00 12,13 10,93 8,81 9,42 3,84 2,99
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8,13 2,54 6,96 9,51 8,39 6,91 5,32 5,46 5,69
Transportasi dan Pergudangan 9,62 4,30 8,08 9,73 10,08 8,13 4,97 5,32 5,52
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,52 5,09 8,15 6,83 6,09 6,54 5,35 5,91 6,20
Informasi dan Komunikasi 5,19 6,28 2,95 4,18 0,64 3,42 6,59 5,32 6,92
Jasa Keuangan 2,63 3,60 16,39 (0,01) 6,03 6,08 2,79 5,00 0,89
Real Estate 5,86 5,42 5,86 8,30 8,35 7,02 3,83 4,41 6,06
Jasa Perusahaan 3,97 5,80 6,20 5,42 5,37 5,68 5,43 5,39 5,56
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10,89 13,91 10,86 9,88 4,98 9,64 4,42 1,86 1,82
Jasa Pendidikan 7,23 6,24 10,66 9,48 5,20 7,83 4,93 5,01 5,01
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,36 5,91 13,05 10,35 3,60 8,08 4,64 4,73 4,15
Jasa lainnya 7,04 6,06 9,19 7,03 3,83 6,43 4,30 5,22 6,38
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (%, yoy) 4,88 4,92 5,18 5,01 4,94 5,02 5,01 5,01 5,06
Inflasi Papua (% yoy) 3,57 3,76 5,23 4,72 3,26 3,26 3,89 3,10 1,43
Kota
Jayapura 2,79 3,81 5,24 4,21 4,13 4,13 3,16 2,58 1,73
Merauke 5,76 3,62 5,19 6,14 0,83 0,83 5,93 4,58 0,57
Disagregasi Komponen
Inflasi Inti (Core Inflation ) 3,64 4,49 4,47 5,70 4,00 3,50 3,11 2,76 2,12
Harga Pangan Bergejolak (Volatile Food ) 3,26 0,66 3,58 11,60 8,13 1,86 5,92 (1,68) (1,70)
Harga Yang Diatur Pemerintah (Administered Prices ) 3,27 6,81 10,99 11,60 5,76 6,24 3,69 10,46 3,86
Kelompok Komoditas
Bahan Makanan 4,34 4,78 8,36 6,84 2,68 2,68 6,58 (0,41) (1,16)
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 5,26 4,62 4,35 6,74 7,10 7,10 6,47 6,17 3,75
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 3,16 2,53 1,67 2,80 2,26 2,26 3,18 4,35 3,49
Sandang 3,91 2,43 3,14 3,05 1,03 1,03 1,86 0,95 0,60
Kesehatan 5,93 4,19 3,29 3,06 2,29 2,29 1,41 1,32 0,67
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,29 2,63 2,62 0,78 0,59 0,59 1,64 1,81 2,48
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 0,50 4,20 8,66 5,73 6,67 6,67 1,72 6,11 1,07
Indikator2015 2017
xiii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
B. Perbankan
I II III IV I II III IV I II III
Total Asset (Rp miliar) 43.569 50.098 55.188 44.833 47.139 52.589 53.135 47.785 47.791 55.057
DPK (Rp miliar) 32.819 35.880 39.017 35.418 35.919 39.108 39.199 37.817 35.925 39.608 40.173
Giro (Rp miliar) 9.972 12.566 14.867 9.475 12.015 13.781 13.246 9.329 10.864 13.782 14.334
Tabungan (Rp miliar) 13.929 13.557 14.002 18.587 15.705 16.309 16.538 20.266 16.884 17.094 17.194
Deposito (Rp miliar) 8.918 9.758 10.148 7.356 8.200 9.018 9.415 8.223 8.177 8.732 8.645
Penyaluran Kredit oleh Kantor Bank di Papua (Rp miliar) 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282 23.991 23.504 23.785 24.605
Lokasi Proyek di Prov. Papua 19.373 20.317 20.528 20.957 20.511 21.695 22.199 22.855 22.427 22.642 23.399
Lokasi Proyek Luar Prov. Papua 798 868 909 977 930 1.017 na na na
Penyaluran Kredit di Provinsi Papua (Rp miliar) 20.860 22.021 22.364 22.891 22.432 23.705 23.935 24.617 24.366 24.883 25.912
Oleh Kantor Bank di Prov. Papua 19.373 20.317 20.528 20.957 20.511 21.695 22.199 22.855 22.427 22.642 23.399
Oleh Kantor Bank Luar Prov. Papua 1.487 1.704 1.836 1.934 1.921 2.010 1.737 1.762 1.939 2.242 2.513
Kredit Penggunaan (Rp miliar) 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282 23.991 23.504 23.785 24.605
Modal Kerja 7.435 8.048 9.316 9.388 8.822 9.480 8.952 9.016 8.639 8.907 9.119
Investasi 3.285 3.472 2.172 2.389 2.352 2.535 3.344 3.348 3.299 3.134 3.195
Konsumsi 9.451 9.665 9.949 10.158 10.268 10.697 10.985 11.627 11.566 11.744 12.290
Kredit Sektoral (Rp miliar) 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282 23.991 23.504 23.785 24.605
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 733 923 434 695 696 718 691 709 709 580 538
2. Pertambangan dan Penggalian 54 56 5 43 61 59 41 39 31 34 30
3. Industri Pengolahan 315 306 161 327 316 333 334 387 391 405 406
4. Pengadaan Listrik dan Gas 36 43 22 34 33 34 35 24 19 39 39
5. Pengadaan Air 3 6 2 6 5 5 8 5 6 4 6
6. Konstruksi 1.295 1.558 1.175 1.635 1.156 1.534 1.687 1.539 1.258 1.391 1.512
7. Perdagangan Besar dan Eceran 5.252 5.599 6.901 6.135 6.122 6.487 6.571 6.631 6.627 6.778 6.868
8. Transportasi dan Pergudangan 602 586 466 576 589 615 646 609 627 633 761
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 660 681 365 671 672 694 706 719 716 715 708
10. Informasi dan Komunikasi 18 18 7 9 9 9 9 2 2 14 108
11. Perantara Keuangan 128 124 60 105 94 84 77 76 65 94 80
12. Real Estate dan Usaha Persewaan 184 186 140 210 232 275 282 287 289 285 302
13. Jasa Perusahaan 217 224 220 212 172 171 183 189 186 170 155
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 37 2 1 66 17 1 38 82 62 41 20
15. Jasa Pendidikan 12 16 10 14 12 10 11 6 6 7 7
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 30 36 29 37 33 38 38 39 35 33 36
17. Sektor Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 10.594 10.821 11.438 11.159 11.221 11.645 11.926 12.648 12.474 12.561 13.029
Kredit UMKM 8.780 9.100 6.904 9.209 8.051 8.558 8.481 10.367 9.928 9.851 10.024
Kredit Rumah Tangga 8.828 8.907 6.413 9.200 10.753 10.828 11.465 12.100 6.794 6.615 6.440
KPR/KPA 1.346 1.410 1.529 1.578 1.527 1.683 1.777 1.938 2.036 2.140 2.227
Kredit Ruko/Rukan 349 369 374 394 384 375 371 342 345 349 341
KKB 51 50 56 58 185 191 200 196 196 200 215
Multiguna 6.363 6.364 3.729 6.406 6.984 6.939 7.409 5.090 75 83 93
Lainnya 718 714 725 764 1.673 1.640 1.709 4.534 4.142 3.844 3.566
Non Performing Loan (Rp miliar) 896 1.004 1.288 1.104 1.142 1.260 1.283 1.087 1.373 1.304 1.354
NPL Ratio (%) 4,44 4,74 6,01 5,03 5,33 5,55 5,51 4,53 5,84 5,48 5,50
LDR 61,46 59,04 54,95 61,93 59,69 58,08 59,39 63,44 65,43 60,05 61,25
Suku Bunga Simpanan Tertimbang (% per tahun)
Kantor Bank di Provinsi Papua 3,37 3,30 3,84 3,25 3,31 3,16 3,30 2,67 2,88 2,89 2,86
Nasional 4,77 4,46 4,31 4,23 4,21 3,93 3,97 3,64 3,69 3,62 3,65
Suku Bunga Kredit Tertimbang (% per tahun)
Kantor Bank di Provinsi Papua 12,73 12,80 12,84 12,84 12,76 12,65 12,52 12,33 12,28 12,32 12,24
Nasional 11,53 11,54 11,44 11,54 11,48 11,24 11,11 10,9 10,84 10,71 10,6
Jumlah Kantor Bank
Jumlah Bank
Papua 23 23 26 26 26 26 26
Nasional 1.762 1.762 1.762 1.756 1.753 1.753 1.747
Jumlah Kantor Bank
Papua 287 287 292 294 329 329 329
Nasional 25.036 25.266 25.516 38.067 38.931 38.885 38.836
Jumlah Rekening (dalam ribu)
Rekening Dana Pihak Ketiga
Papua 1.653 1.671 1.707 1.795 1.835 1.898 2.008 2.071 2.189 2.326 2.404
Nasional 161.807 164.919 168.600 173.969 178.087 183.459 194.287 199.403 212.484 228.977 240.871
Rekening Kredit
Papua 195 197 197 202 223 227 228 231 238 237 237
Nasional 40.578 40.673 40.731 41.150 41.440 41.454 41.290 41.862 42.294 42.954 42.893
20172015 2016Provinsi Papua
xiv
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
C. Sistem Pembayaran
I II III IV I II III IV I II III
Pengelolaan Uang (Kartal) Rupiah
Inflow (Rp miliar) 2.646 3.556 5.053 5.368 2.417 813 1.566 918,21 2.394 1.298 1.520,42
Outflow (Rp miliar) 855 2.707 5.422 6.391 513 2.995 2.015 4.373,26 562 3.213 1.936,11
Pemusnahan UTLE (Rp miliar) 408 709 972 1.051 537 249 142 104,26 366 64 234,12
Kliring
Total
Nominal (Rp juta) 1.123.097 1.202.372 1.553.207 1.756.894 3.988.679 4.501.125 3.405.812 3.871.349 3.050 2.562 2.718
Volume (lembar) 40.587 44.596 47.682 49.393 72.319 83.853 78.073 86.988 79.942 75.560 81.443
1. Kliring Kredit
Nominal (Rp juta) 306.530 219.173 461.277 461.277 2.700.541 3.292.808 2.102.334 2.237.577 1.803 1.729 1.810
Volume (lembar) 19.445 14.488 23.576 23.576 47.396 59.053 53.400 61.479 55.447 54.769 59.438
2. Kliring Debit
Nominal (Rp juta) 816.567 983.198 1.091.930 1.295.617 1.288.139 1.208.317 1.303.478 1.633.772 1.246 833 907
Volume (lembar) 21.142 30.108 24.106 25.817 24.923 24.800 24.673 25.509 24.495 20.791 22.005
2.1 Kliring Debit Penyerahan
Nominal (Rp juta) 1.052.941 1.139.485 1.123.330 1.599.275 1.326.098 1.233.455 1.339.871 1.709.380 1.298 859 927
Volume (lembar) 24.708 32.500 24.720 26.276 25.336 25.288 25.069 25.783 24.865 21.388 22.423
2.2 Kliring Debit Pengembalian
Nominal (Rp juta) 236.375 156.287 31.400 303.658 37.959 25.139 36.393 75.608 52 26 20
Volume (lembar) 3.566 2.392 614 459 413 488 396 274 370 597 418
Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement
Outflow (from)
Nominal (Rp miliar) 7.835 9.650 10.207 10.207 1.094 1.121 1.141 2.152 1.278 1.251 1.736
Volume (lembar) 4.341 4.319 4.239 4.239 584 568 1.349 1.906 1.574 1.713 1.931
Inflow (to)
Nominal (Rp miliar) 9.160 9.007 9.583 9.583
Volume (lembar) 5.687 5.064 4.433 4.433
Intra-Papua
Nominal (Rp miliar) 900 1.906 2.637 2.637
Volume (lembar) 844 881 766 766
20172015 2016Indikator Sistem Pembayaran
xv
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan Makro Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua triwulan III 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua pada triwulan laporan mencapai 3,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,88% (yoy).
Kontraksi ekspor luar negeri menjadi penyebab penurunan pertumbuhan Papua pada triwulan laporan seiring perlambatan kinerja lapangan usaha pertambangan. Perlambatan kinerja juga terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan. Penyerapan belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perlambatan kinerja di kedua lapangan usaha tersebut.
Sementara, kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan pada triwulan laporan terpantau mengalami kenaikan, demikian juga dengan kinerja konsumsi rumah tangga sehingga menjadi penopang perekonomian Papua pada triwulan III 2017.
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Papua diperkirakan mengalami peningkatan dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi kinerja pertambangan dan ekspor diperkirakan menjadi faktor utama pendorong perekonomian Papua.
Sementara untuk keseluruhan tahun 2017, regulasi izin ekspor mineral masih menjadi faktor utama penahan kinerja lapangan usaha pertambangan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja perekonomian Papua secara keseluruhan.
Keuangan Pemerintah
Perkembangan realisasi pendapatan dan belanja APBN di Papua pada triwulan III 2017 menunjukan penurunan dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2016. Penurunan ekspor konsentrat di triwulan ini menjadi faktor utama menurunnya penerimaan pajak terutama Pajak Perdagangan Internasional. Dampak penyesuaian organisasi atas pelaksanaan Pilkada pada 11 kabupaten di Papua masih berlanjut. Hal ini menyebabkan realisasi anggaran belanja yang dikelola pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan belum optimal terutama tercermin dari Belanja Modal yang masih rendah.
Sebaliknya realisasi APBD pemerintah Provinsi Papua pada periode tersebut menunjukkan kinerja yang lebih tinggi. Meningkatnya realisasi APBD di Papua dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pencairan dana desa tahap 3 dan mulai berjalannya proyek pembangunan infrastruktur. Ke depan realisasi APBN dan APBD Papua pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat sesuai dengan pola historisnya.
Inflasi
Tekanan inflasi agregat di Papua triwulan III 2017 tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan inflasi nasional. Inflasi pada triwulan ini juga berada di bawah target inflasi Nasional 2017 yaitu sebesar 4%±1% (yoy). Secara umum, berlalunya perayaan puasa dan lebaran menjadi salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi Papua selama triwulan III 2017.
Berdasarkan asesemen Bank Indonesia, inflasi triwulan IV 2017 secara umum diperkirakan lebih tinggi dibanding triwulan III 2017. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berasal dari perayaan natal dan tahun baru yang berpotensi mendorong permintaan terhadap angkutan udara, komoditas bahan makanan dan makanan jadi.
Secara kumulatif, inflasi Papua pada 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding inflasi 2016. Terjaganya pasokan bahan pangan dan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang terkelola dengan baik menjadi salah satu faktor peredam tekanan inflasi Papua pada 2017.
xvi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Stabilitas Sistem Keuangan
Kinerja sektor rumah tangga menjadi penopang stabilitas sistem keuangan di Papua ditengah perlambatan kinerja sektor korporasi. Kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan III 2017 relatif mengalami penurunan dibanding triwulan II 2017. Terdapat dua faktor yang masih mempengaruhi kerentanan korporasi Papua pada triwulan III 2017, yaitu (i) belum optimalnya
kinerja lapangan usaha tambang, dan (ii) rendahnya realisasi belanja pemerintah. Kinerja perbankan di sektor Korporasi Papua pada triwulan III 2017 masih relatif terjaga, terutama Dana Pihak Ketiga (DPK). Sementara kredit masih tumbuh meski lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kualitas kredit mengalami penurunan, tercermin dari Non Performing Loans (NPL) yang meningkat dan masih berada diatas ketentuan Bank Indonesia sebesar 5%.
Sementara kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan III 2017 masih terjaga dengan positif, tercermin dari kondisi dan risiko keuangan di sektor Rumah Tangga yang relatif terjaga.
Perkembangan indikator perbankan di sektor rumah tangga pada triwulan III 2017 menunjukkan peningkatan, khususnya DPK dan penyaluran kredit. Sementara, kualitas kredit NPL mengalami penurunan, tercermin dari kenaikan NPL.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Perkembangan transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada triwulan III 2017 meningkat secara nominal maupun volume dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi
melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan laporan juga tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi
Papua menunjukan posisi net outflow pada triwulan III 2017 sebesar Rp416 miliar. Pada triwulan ini posisi net outflow dan meningkatnya transaksi SKNBI dan RTGS disebabkan oleh mulai masuknya ajaran baru sekolah sehingga masyarakat cenderung menarik uang kartal untuk keperluan perlengkapan sekolah anak. Meningkatnya realisasi pembayaran proyek pemerintah dan pembangunan infrastruktur menambah peningkatan aliran uang rupiah di Papua.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua tercatat mengalami peningkatan pada triwulan III 2017. Hal tersebut ditunjukkan dengan naiknya TPT dari 3,35% pada Agustus 2016 menjadi 3,62% pada Agustus 2017. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Papua masih mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan III 2017 dengan kecenderungan menurun sepanjang triwulan laporan. Di sisi lain, angka kemiskinan di Papua pada Maret 2017 mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode yang sama tahun 2016.
Prospek Ekonomi Daerah
Perekonomian Papua pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2017. Dari sisi lapangan usaha, kinerja tambang pada
triwulan I 2018 diperkirakan masih tumbuh positif dan menjadi motor penggerak perekonomian Papua. Sementara sejalan dengan kinerja lapangan usaha pertambangan, kinerja ekspor diperkirakan berpotensi tumbuh tinggi.
Secara agregat, pertumbuhan ekonomi Papua pada 2018 berpotensi berada di kisaran 5,0% -
5,4% (yoy) lebih tinggi dibanding 2017 yang berkisar 4,0% - 4,4% (yoy). Dari sisi lapangan usaha, kenaikan target penjualan hasil tambang pada 2018 menjadi salah satu indikator optimisme pelaku usaha tambang dominan di Papua terhadap kondisi usaha pada 2018.
xvii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Tekanan inflasi Papua pada triwulan I 2018 diperkirakan berkisar 2,3% - 2,7% (yoy) mengalami
kenaikan dibanding triwulan IV 2017. Kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71% (yoy) dan kenaikan
cukai rokok sebesar 10%, menjadi salah satu faktor pemicu tekanan inflasi pada triwulan I 2018. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar kapal (marine fuel oil), menambah tekanan inflasi pada triwulan I 2018.
Untuk keseluruhan tahun 2018, inflasi Papua diperkirakan mengalami kenaikan dibanding 2017, dari kisaran 2,1% - 2,5% (yoy) menjadi 4,6% - 5,0% (yoy). Pelaksanaan pilkada pada tahun 2018 yang berpotensi mempengaruhi stabilitas sosial-ekonomi di Papua menjadi salah satu faktor pemicu tekanan inflasi Papua pada tahun 2018.
1
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
PERKEMBANGAN
MAKRO EKONOMI DAERAH
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua triwulan III 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua pada triwulan laporan mencapai 3,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,88% (yoy).
Kontraksi ekspor luar negeri menjadi penyebab penurunan pertumbuhan Papua pada triwulan laporan seiring perlambatan kinerja lapangan usaha pertambangan. Perlambatan kinerja juga terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan. Penyerapan belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perlambatan kinerja di kedua lapangan usaha tersebut.
Sementara, kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan pada triwulan laporan terpantau mengalami kenaikan, demikian juga dengan kinerja konsumsi rumah tangga sehingga menjadi penopang perekonomian Papua pada triwulan III 2017.
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Papua diperkirakan mengalami peningkatan dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi kinerja pertambangan dan ekspor diperkirakan menjadi faktor utama pendorong perekonomian Papua.
Sementara untuk keseluruhan tahun 2017, regulasi izin ekspor mineral masih menjadi faktor utama penahan kinerja lapangan usaha pertambangan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja perekonomian Papua secara keseluruhan.
2
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
1.1 KONDISI UMUM
Realisasi Triwulan III 2017
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua
triwulan III 2017 mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat
pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua
pada triwulan laporan mencapai 3,40% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,88%
(yoy). Realisasi pertumbuhan ekonomi Papua
pada periode laporan juga lebih rendah jika
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
nasional yang mencapai 5,06% (yoy) pada
triwulan III 2017.
Dari sisi permintaan, kontraksi ekspor luar
negeri menjadi penyebab penurunan
pertumbuhan Papua pada triwulan laporan.
Sementara, kinerja konsumsi rumah tangga
mengalami kenaikan, sehingga dapat menjadi
penopang perekonomian Papua pada triwulan
III 2017.
Dari sisi lapangan usaha, kinerja
pertambangan pada triwulan III 2017 lebih
rendah dibanding triwulan sebelumnya
sehingga menyebabkan penurunan
pertumbuhan ekonomi Papua secara agregat,
seiring dominasi pangsa pertambangan dalam
perekonomian Papua. Namun demikian,
lapangan usaha utama lainnya, yaitu pertanian
dan perdagangan masih mengalami
peningkatan kinerja lebih tinggi dibanding
periode sebelumnya, sehingga menjadi
penopang pertumbuhan perekonomian Papua
pada triwulan III 2017.
Apabila tanpa lapangan usaha pertambangan,
perekonomian Papua pada triwulan III 2017
tumbuh sebesar 4,02% (yoy) lebih tinggi dari
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
mencapai 3,73% (yoy).
Tracking Triwulan IV 2017
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja
perekonomian Papua diperkirakan mencapai
kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), mengalami
peningkatan dibanding triwulan III 2017.
Optimalisasi kinerja pertambangan dan ekspor
konsentrat tembaga diperkirakan menjadi
faktor utama pendorong perekonomian Papua
pada triwulan IV 2017, seiring peningkatan
penjualan konsentrat tembaga menjelang
berakhirnya batas izin ekspor mineral di akhir
tahun 2017. Selain itu, perayaan natal dan
Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Dengan Tambang dan
Tanpa Tambang
sumber: BPS, diolah Sumber: Liaison KPw BI Papua, diolah
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Papua & Nasional Grafik 1.3 Pertumbuhan & Nominal PDRB Papua
-10
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Pertumbuhan PDRB Pertumbuhan PDRB Nontambang
% yoy
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
-10
0
10
20
30
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
PDRB Papua PDB Indonesia - Sk. Kanan
% yoy % yoy
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
PDRB (triliun Rp) - Sk. Kanan PDRB (% yoy)
triliun Rp %yoy
3
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
tahun baru juga menjadi faktor yang
memperkuat kenaikan kinerja perekonomian
Papua pada triwulan IV 2017. Namun
demikian, kondisi keamanan di daerah lokasi
tambang yang kurang kondusif pada
pertengahan triwulan IV 2017 berpotensi
menjadi faktor penahan kinerja perekonomian
Papua pada periode tersebut.
Tracking Kumulatif 2017
Berkaca pada dinamika perekonomian yang
telah terjadi sepanjang 2017 dan
mempertimbangkan beberapa faktor yang
potensi memberikan pengaruh pada
perekonomian Papua, pertumbuhan ekonomi
2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,0%
- 4,4% (yoy) lebih rendah dibanding 2016
yang tumbuh sebesar 9,2% (yoy).
Regulasi izin ekspor mineral masih menjadi
faktor utama penahan kinerja lapangan usaha
pertambangan yang pada akhirnya
mempengaruhi kinerja perekonomian Papua
selama 2017.
Selain itu, juga terdapat beberapa faktor lain
yang menahan kinerja pertambangan selama
2017. Dari sisi internal, aksi demonstrasi
karyawan, kondisi keamanan yang kurang
kondusif dan tingginya curah hujan membuat
produksi tambang kurang optimal. Selain itu,
kualitas hasil tambang (ore) yang rendah
mempengaruhi kinerja penjualan.
Sementara itu, tekanan dari sisi eksternal
diperkirakan relatif terkendali seiring harga
komoditas di pasar global yang terjaga.
Namun demikian, ketidakpastian kondisi
perekonomian negara mitra dagang
berpotensi mempengaruhi permintaan ekspor.
Selain kinerja tambang yang kurang optimal,
perkembangan lapangan usaha konstruksi
pada 2017 juga lebih rendah dibanding 2016.
Rendahnya realisasi belanja pemerintah
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
kinerja konstruksi.
Di sisi lain, perkembangan kinerja konsumsi
rumah tangga yang masih terjaga pada 2017
menjadi salah satu faktor penopang
perekonomian Papua. Inflasi yang terkelola
dengan baik selama 2017 membuat daya beli
masyarakat terjaga.
1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
Realisasi Triwulan III 2017
Struktur perekonomian Provinsi Papua dari sisi
penggunaan masih didominasi oleh konsumsi
swasta. Tercatat pangsa komponen konsumsi
swasta terhadap perekonomian Provinsi Papua
pada triwulan III 2017 mencapai 38,53%.
Sementara pangsa terbesar kedua adalah
komponen investasi yang sebesar 30,48%
serta disusul oleh komponen konsumsi
pemerintah dan ekspor dengan pangsa
masing masing sebesar 16,71% dan
10,93%.
Pada triwulan laporan, tercatat pertumbuhan
konsumsi swasta mencapai 7,64% (yoy), lebih
Tabel 1.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan Provinsi Papua (%yoy)
Sumber: BPS, diolah
I II III IV I II III IV I II III SoGKonsumsi 6.13 5.53 5.65 5.88 5.80 4.74 6.15 4.55 3.48 4.69 3.75 5.07 7.64 4.17
Konsumsi RT 6.15 6.22 6.24 5.82 6.11 5.56 6.54 6.17 5.14 5.84 5.16 6.55 7.53 2.79
Konsumsi LNPRT 3.19 3.08 6.52 10.62 5.89 8.24 5.56 5.39 6.93 6.52 7.07 9.17 9.69 0.14
Konsumsi Pemerintah 6.35 4.23 4.31 5.63 5.14 2.61 5.31 0.92 0.05 2.08 0.22 1.37 7.70 1.24
Investasi 5.94 8.93 10.12 7.41 8.10 6.36 6.75 5.14 7.83 6.54 10.22 -7.71 28.98 7.08
PMTB 9.01 6.30 6.61 6.65 7.11 6.75 6.78 5.37 7.01 6.47 6.76 5.21 4.69 1.15
Perubahan Inventori -120.90 -650.35 -91.35 -138.51 -172.26 89.81 5.11 84.62 448.18 23.51 408.68 -643.38 4,913.50 5.93
Ekspor Netto -31.13 69.41 -31.45 202.37 16.45 -71.59 -65.84 176.11 182.73 42.46 -118.22 67.74 -37.36 -7.85
PDRB 1.82 13.27 1.76 13.19 7.47 (0.72) (5.17) 20.44 21.41 9.21 2.99 4.88 3.40 3.40
2017KOMPONEN 2015 2016
2015 2016
4
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
tinggi dari triwulan II 2017 yang tumbuh
sebesar 5,07% (yoy). Sementara investasi
pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar
28,98%, naik signifikan dibanding triwulan II
2017 yang mengalami kontraksi sebesar
7,71% (yoy). Peningkatan pertumbuhan juga
terlihat pada komponen konsumsi pemerintah
dari 1,37% (yoy) pada triwulan II 2017
menjadi 7,70% (yoy) di triwulan III 2017. Di sisi
lain, ekspor netto pada triwulan laporan
mengalami kontraksi sebesar 37,36% (yoy)
jauh lebih rendah dari triwulan II 2017 yang
tumbuh sebesar 67,74% (yoy).
Berdasarkan sumbangan terhadap
perekonomian, komponen sisi penggunaan
yang menjadi penopang pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua pada triwulan III 2017
adalah investasi dan konsumsi. Tercatat
sumbangan pertumbuhan kedua komponen
ini pada triwulan laporan masing-masing
mencapai 7,08% (yoy) dan 4,17% (yoy).
Tingginya sumbangan investasi pada tiwulan
III 2017 salah satunya didorong oleh kenaikan
stok hasil produksi tambang seiring
pembatasan ekspor mineral ditengah produksi
yang masih berjalan. Sementara itu, pencairan
gaji ke-13 menjadi salah satu faktor
pendorong kinerja konsumsi, khususnya
rumah tangga dan pemerintah.
Di sisi lain, komponen ekspor netto
memberikan sumbangan negatif dalam
pertumbuhan ekonomi sebesar -7,85% (yoy).
Terdapat korelasi negatif yang kuat dengan
kondisi stok, khususnya pada komoditas hasil
tambang.
Tracking Triwulan IV 2017
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja
komponen sisi penggunaan yang dominan
dalam perekonomian Papua diperkirakan
mengalami peningkatan.
Konsumsi diperkirakan tumbuh lebih tinggi
dibanding triwulan III 2017. Perayaan natal
dan tahun baru menjadi pendorong kinerja
konsumsi rumah tangga. Selain itu,
percepatan penyerapan anggaran pemerintah
di akhir tahun juga memperkuat indikasi
kenaikan konsumsi, khususnya pada konsumsi
pemerintah. Kenaikan konsumsi pemerintah
selanjutnya diperkirakan menjadi salah satu
faktor pendorong kinerja investasi seiring
penyelesaian proyek pemerintah maupun
swasta. Kinerja ekspor juga diperkirakan lebih
baik dari triwulan III 2017. Batas izin ekspor
yang berakhir pada akhir tahun 2017 menjadi
faktor pendorong utama bagi pelaku usaha
untuk mengoptimalikan penjualan konsentrat
tembaga.
Namun di sisi lain, pada pertengahan triwulan
IV 2017 kondisi keamanan di daerah produksi
tambang Papua kurang kondusif. Hal ini perlu
mendapat perhatian karena dapat
memberikan pengaruh terhadap kinerja
produksi tambang.
Tracking Kumulatif 2017
Secara agregat selama 2017, konsumsi dan
investasi menjadi penopang utama
perekonomian dari sisi penggunaan. Inflasi
yang terkendali selama 2017 menjadi salah
satu faktor pendukung terjaganya daya beli
masyarakat. Sementara itu, tingginya hasil
produksi tambang yang tersimpan menjadi
faktor utama yang mendorong kinerja
investasi secara agregat pada 2017. Selain itu,
kenaikan jumlah dan nilai proyek baik
penanaman modal asing (PMA) maupun
penanaman modal dalam negeri (PMDN)
memperkuat kenaikan kinerja investasi Papua
selama 2017.
Di sisi lain, kinerja ekspor Papua untuk
keseluruhan tahun 2017 diperkirakan lebih
5
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
rendah dari 2016. Hingga triwulan III 2017,
kinerja penjualan konsentrat tembaga masih
terbentur regulasi izin ekspor. Di sisi lain, pada
semester II 2016, terdapat relaksasi izin ekspor
sehingga mendorong tingginya kinerja ekspor
hingga akhir 2016. Kondisi tersebut membuat
ekspor Papua secara agregat pada 2017
berpotensi mengalami kontraksi.
1.2.1. Konsumsi
Realisasi Konsumsi Rumah Tangga Triwulan III
2017
Konsumsi pada triwulan III 2017 tumbuh
7,64% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,07%
(yoy). Seluruh komponen konsumsi pada
triwulan laporan mengalami kenaikan dan
memberikan sumbangan positif dalam
perekonomian Papua.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan III
2017 tumbuh sebesar 7,53% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 6,55% (yoy). Dilihat dari
komponennya, kenaikan tertinggi terjadi pada
kelompok transportasi dan komunikasi, yang
diikuti oleh kelompok makanan dan minuman.
Pelaksanaan even hari besar keagamaan
nasional (idul adha), perayaan HUT RI dan
periode libur di akhir triwulan menjadi salah
satu faktor pendorong konsumsi pada kedua
kelompok tersebut.
Kenaikan konsumsi rumah tangga juga
terkonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen yang
masih mencatatkan angka indeks jauh di atas
batas optimisme (garis 100). Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) meningkat signifikan pada
Agustus 2017. Di sisi lain, pasca perayaan
lebaran, indeks penghasilan masyarakat
selama triwulan III 2017 cenderung lebih
rendah dibanding triwulan II 2017, namun
masih berada di level yang tinggi.
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) di triwulan III
2017 turut mengkonfirmasi terjaganya kinerja
konsumsi. Tercatat ITK Provinsi Papua triwulan
Sumber : Survei Konsumen, diolah sumber: BPS, diolah
Grafik 1.4 Perkembangan IKK dan Penghasilan Saat Ini Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen Papua
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Komponen Penyusun Konsumsi RT Provinsi Papua (% yoy)
Sumber: BPS, diolah
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2016 2017
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Penghasilan Saat Ini
Garis 100
Optimistis
Pesimistis60
70
80
90
100
110
120
130
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
ITK
Pendapatan RT
Pengaruh Inflasi thdp. Konsumsi
Garis 100
2016 2016 2016 2016
I II III IV I II IIIMakanan dan Minuman selain Restoran 6.82 6.18 7.21 7.10 5.75 6.55 5.86 7.20 8.05
Pakaian dan Alas Kaki 6.37 5.92 6.55 5.94 5.15 5.88 5.17 6.56 6.60
Perumahan dan Perlengkapan RT 6.26 6.01 6.91 5.75 4.73 5.83 4.79 6.93 7.77
Kesehatan dan Pendidikan 3.90 3.71 4.24 3.57 3.26 3.69 3.27 4.26 3.91
Transportasi dan Komunikasi 4.47 3.97 5.02 4.86 4.04 4.47 4.08 5.03 8.12
Restoran dan Hotel 5.89 5.46 6.12 4.74 3.95 5.04 4.02 6.14 4.36
Lainnya 6.95 5.78 7.38 7.60 7.66 7.12 6.58 7.39 8.67
Komponen Konsumsi RT 20152017
2016
6
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
III 2017 mencapai 107,72 sedikit menurun
dari sebelumnya sebesar 108,83. Sementara
indeks pendapatan rumah tangga pada
triwulan laporan mencapai 108,67 lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya yang mencapai
105,83.
Indikator lain yang memperkuat
perkembangan konsumsi rumah tangga
adalah penyaluran kredit konsumsi. Realisasi
kredit konsumsi pada triwulan III 2017
mengalami kenaikan dibanding triwulan
sebelumnya. Tercatat penyaluran kredit
konsumsi secara nominal pada triwulan
laporan mencapai Rp12,85 triliun lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya yang mencapai
Rp11,7 triliun.
Tracking Konsumsi Rumah Tangga Triwulan IV
2017
Kinerja konsumsi rumah tangga pada triwulan
IV 2017 diperkirakan semakin meningkat
dibanding triwulan laporan, seiring
berlangsungnya perayaan natal dan tahun
baru. Hasil survei konsumen memperkuat
kondisi tersebut, dimana indeks ekspektasi
konsumen pada Oktober 2017 masih berada
di level optimis mencapai 133,9. Berdasarkan
komponennya, terdapat kenaikan optimisme
masyarakat terhadap penghasilan ke depan.
Selain itu, ITK pada triwulan IV juga
diperkirakan mengalami kenaikan dan berada
di level 109,01. Angka perkiraan ITK tersebut
juga lebih tinggi dari perkiraan ITK nasional
yang mencapai 105,49. Berdasarkan
komponennya, masyarakat mempersepsikan
terdapat kenaikan pendapatan rumah tangga
ke depan dengan angka indeks mencapai
109,22. Selain pengaruh even musiman akhir
tahun, peningkatan realisasi penyerapan
anggaran pemerintah terutama terkait dengan
pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) natal
juga menjadi salah satu faktor yang
mendorong kenaikan pendapatan
masyarakat.
sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.6 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi di Papua
Sumber : Survei Konsumen, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.8 Ekspektasi Konsumen Grafik 1.9 Perkiraan ITK Triwulan IV 2017
4
6
8
10
12
14
16
9,000
9,500
10,000
10,500
11,000
11,500
12,000
12,500
I II III IV I II III
2016 2017
Kredit KonsumsiPertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Nilai Impor Konsumsi
Pertumbuhan [sk. kanan]
juta USD % yoy
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III Okt
2016 2017
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK ) Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Ketersediaan lapangan kerja Indeks Kegiatan Usaha
Optimistis
Pesimistis
80
85
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IVp
2016 2017
ITK
Pendapatan RT
7
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Tracking Konsumsi Rumah Tangga Kumulatif
2017
Untuk keseluruhan tahun 2017, konsumsi
rumah tangga diperkirakan tumbuh lebih
tinggi dibanding tahun 2016. Setidaknya
terdapat dua faktor utama yang menjadi
pendorong peningkatan kinerja konsumsi
rumah tangga secara agregat di 2017, yaitu (1)
Upah minimum provinsi (UMP) tahun 2017
yang mengalami kenaikan sebesar 9,39%
(yoy) dibanding 2016, dan (2) tekanan inflasi
selama 2017 yang cenderung lebih terjaga
dibanding 2016. Hingga posisi Oktober 2017,
inflasi kumulatif Papua mencapai 0,16% (ytd)
jauh lebih rendah dibanding inflasi kumulatif
pada Oktober 2016 yang mencapai 1,80%
(ytd).
Realisasi Konsumsi Pemerintah Triwulan III
2017
Sementara itu, komponen konsumsi
pemerintah pada triwulan III 2017 tumbuh
sebesar 7,7% (yoy), jauh lebih tinggi
dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang mencapai 1,37% (yoy). Sesuai dengan
pola historisnya, realisasi belanja pemerintah
yang cenderung mengalami kenaikan di akhir
tahun menjadi faktor pendorong kinerja
konsumsi pemerintah. Realisasi belanja selain
modal pada triwulan III 2017 secara nominal
tercatat mencapai Rp2,7 triliun mengalami
peningkatan dibanding triwulan II 2017 yang
mencapai Rp2,3 triliun.
Tracking Konsumsi Pemerintah Triwulan IV
2017
Pada triwulan IV 2017, penyerapan realisasi
belanja pemerintah diperkirakan mengalami
kenaikan signifikan seiring penyelesaian
proyek pemerintah.
Selain itu, pencairan THR natal dan penyaluran
dana hibah keagamaan pada akhir tahun
diperkirakan mengalami kenaikan yang
terutama dialokasikan untuk perayaan natal
dan tahun baru.
Tracking Konsumsi Pemerintah Kumulatif
2017
Secara agregat selama 2017, kinerja konsumsi
pemerintah berpotensi tumbuh jauh lebih
tinggi dibanding 2016. Percepatan
pembangunan berbagai infrastruktur di Papua
menjadi salah satu faktor pendorong kenaikan
kinerja konsumsi pemerintah pada 2017.
Selain itu, pelaksanaan pilkada serentak di 10
kabupaten dan 1 kota di Papua pada Juli 2017
juga menjadi salah satu faktor yang
memperkuat kenaikan kinerja konsumsi
pemerintah selama 2017.
1.2.2. Investasi
Realisasi Investasi Triwulan III 2017
Pertumbuhan komponen investasi Papua pada
triwulan III 2017 tumbuh signifikan mencapai
28,98% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding
triwulan sebelumnya yang mengalami
kontraksi sebesar 7,71% (yoy). Berdasarkan
komponennya, perubahan inventori
mengalami pertumbuhan signifikan.
Sementara, kinerja Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) mengalami perlambatan.
Perubahan inventori memiliki pertumbuhan
yang signifikan mencapai 4.913,5% (yoy).
Sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah Grafik 1.10 Realisasi Belanja selain Belanja Modal
-10
10
30
50
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
I II III IV I II III
2016 2017
Total Belanja Selain Belanja Modal Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
8
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Angka pertumbuhan pada komponen
perubahan inventori tersebut juga menjadi
yang tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Tingginya angka pertumbuhan pada
komponen ini terutama disebabkan oleh
kenaikan hasil produksi tambang yang tidak
dapat di ekspor akibat pemberlakuan regulasi
pembatasan izin ekspor mineral.
Sementara, komponen PMTB pada triwulan III
2017 tumbuh sebesar 4,69% (yoy) lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 5,21% (yoy).
Melambatnya PMTB, terjadi pada bangunan
dan nonbangunan. Pertumbuhan kedua jenis
PMTB tersebut pada triwulan III 2017 masing-
masing mencapai 5,36% dan 3,21% (yoy),
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya yang mencapai 5,80%
dan 5,73% (yoy).
Melambatnya kinerja PMTB terkait dengan
kinerja investasi pemerintah dan swasta,
dimana realisasi belanja pemerintah pada
triwulan laporan relatif kurang optimal.
Sementara itu, melambatnya investasi swasta
tercermin dari melambatnya pertumbuhan
realisasi kredit investasi dan kontraksi impor
barang modal. Pertumbuhan realisasi
penyaluran kredit investasi melambat dari
23,63% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi
16,48% (yoy) pada triwulan laporan. Nilai
impor barang modal sepanjang triwulan III
2017 mencapai USD26,35 juta terkontraksi
sebesar 12,25% (yoy).
Terkait kondisi perlambatan kredit investasi,
terdapat kecenderungan bahwa pembiayaan
untuk investasi yang dilakukan di Papua lebih
banyak menggunakan biaya yang berasal dari
internal perusahaan. Tendensi tersebut
diperkuat oleh data BKPM. Pada triwulan
laporan, Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) yang masuk ke Papua secara nominal
mencapai Rp730,6 miliar jauh lebih tinggi dari
triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yang
masing-masing mencapai Rp31,8 miliar dan
Rp21,8 miliar. Lebih dari 95% dari investasi
PMDN yang masuk pada triwulan laporan
dialokasikan pada sektor tersier, khususnya
listrik. Kondisi serupa juga terlihat pada
Penanaman Modal Asing (PMA), dimana nilai
PMA yang masuk Papua pada triwulan laporan
mencapai USD562,2 juta jauh lebih tinggi dari
triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yang
masing-masing mencapai USD274,1 juta dan
USD58,1 juta. Sektor primer, khususnya
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Investasi Grafik 1.13 Impor Barang Modal
sumber: BPS, diolah Grafik 1.11 Perkembangan PMTB Berdasarkan Jenisnya
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
I II III IV I II III
2016 2017
Kredit Investasi Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III
2016 2017
Nilai Impor Barang Modal
Pertumbuhan [sk. kanan]
USD juta % yoy
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
I II III IV I II III
2016 2017
PMTB Bangunan PMTB Nonbangunan
Pertumbuhan Bangunan (sk. Kanan) Pertumbuhan Nonbangunan (sk. Kanan)
Rp Miliar %yoy
9
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
tambang mendominasi nilai PMA di Papua
dengan pangsa lebih dari 95% terhadap total
nilai PMA pada triwulan III 2017.
Tracking Investasi Triwulan IV 2017
Pertumbuhan investasi pada triwulan IV 2017
diperkirakan masih dapat terjaga positif,
namun lebih rendah dibandingkan triwulan
laporan.
Salah satu faktor utama yang menjadi
penopang pertumbuhan adalah peningkatan
realisasi belanja modal seiring penyelesaian
berbagai proyek pemerintah. Data
perkembangan proyek dari BCI memperkuat
hal tersebut, dimana pada triwulan IV 2017
terdapat 231 proyek baik pemerintah maupun
swasta yang akan selesai dengan nilai
mencapai Rp4,6 triliun. Selain itu, hasil liaison
yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua pada triwulan
laporan juga semakin memperkuat tendensi
peningkatan kinerja investasi pada triwulan IV
2017. Mayoritas perusahaan contact liaison
yang bergerak di bidang perhotelan
menyatakan bahwa aktivitas investasi ke
depan diperkirakan mengalami kenaikan yang
utamanya untuk mendukung kebutuhan
operasional.
Tracking Investasi Kumulatif 2017
Kinerja investasi secara kumulatif pada 2017
diperkirakan lebih tinggi dibanding 2016 yang
terutama ditopang oleh kinerja inventori.
Perkembangan komponen perubahan
inventori selama 2017 berpotensi jauh lebih
tinggi dibanding 2016. Minimalnya kendala
produksi tambang ditengah pemberlakuan
regulasi pembatasan izin ekspor menjadi
faktor utama tingginya pertumbuhan
inventori.
Di sisi lain, kinerja PMTB selama 2017
diperkirakan lebih lambat dibanding 2016.
Kurang optimalnya realisasi penyerapan
anggaran pemerintah menjadi penyebab
kondisi tersebut.
1.2.3. Ekspor Netto
Realisasi Ekspor Netto Triwulan III 2017
Ekspor netto pada triwulan III 2017 mengalami
kontraksi sebesar -37,36% (yoy) jauh lebih
rendah dibanding triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 67,74% (yoy). Berdasarkan
komponennya, ekspor dan impor luar negeri
mengalami kontraksi masing-masing sebesar
44,45% dan 32,84% (yoy). Sementara ekspor
dan impor antardaerah tumbuh positif pada
triwulan laporan mencapai 72,55% dan
99,38% (yoy).
Berdasarkan komoditasnya, bijih tembaga dan
kayu olahan menjadi komoditas ekspor utama
Papua dengan pangsa ekspor masing-masing
Sumber : Ditjen Bea Cukai, diolah Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor Grafik 1.15 Pangsa Ekspor Triwulan III 2017
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III
2016 2017
Nilai ekspor Nontambang
Nilai ekspor pertambangan
Pertumbuhan ekspor tambang [sk. kanan]
USD juta % yoy
28%
22%
34%
10%6%
Filipina
India
Jepang
Tiongkok
Korea Selatan
10
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
komoditas pada triwulan III 2017 mencapai
93% dan 7%.
Kontraksi ekspor luar negeri terutama
disebabkan oleh penurunan kinerja penjualan
hasil tambang seiring regulasi pembatasan izin
ekspor mineral. Tercatat nilai ekspor
pertambangan pada triwulan laporan
mencapai USD393,93 juta jauh lebih rendah
dari triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yang
mencapai USD583,19 juta dan USD613,36
juta.
Sementara kinerja ekspor komoditas
nontambang pada triwulan laporan tumbuh
sebesar 0,06% (yoy) lebih lambat dibanding
triwulan II 2017 yang mencapai 0,25% (yoy).
Rendahnya produksi kayu dan frekuensi
pengiriman kayu yang tidak stabil menjadi
faktor penahan pertumbuhan ekspor
nontambang.
Berdasarkan tujuan ekspor, negara tujuan
terbesar untuk bijih tembaga adalah Jepang
(34%), Filipina (28%) dan India (22%),
Sementara itu tujuan ekspor komoditas kayu
olahan terbesar pada triwulan laporan adalah
Arab Saudi dan AS, sebesar 49% dan 32%.
Penentuan negara tujuan ekspor ekspor
tersebut salah satunya adalah teknologi
smelter dan kapasitas pengolahan yang
memadai.
Dari sisi impor luar negeri, penurunan kinerja
terjadi pada seluruh komponen impor,
terutama impor bahan baku penolong dan
barang modal yang memiliki pangsa terbesar
mencapai 63% dan 35%, dalam keranjang
impor luar negeri.
Impor bahan baku penolong pada triwulan III
2017 mengalami kontraksi sebesar 57% (yoy).
Kondisi tersebut relatif sejalan dengan
penurunan kinerja lapangan usaha
pertambangan mengingat impor bahan baku
penolong sebagian besar digunakan untuk
memenuhi kebutuhan operasional produksi
perusahaan utama pertambangan. Sementara
itu, impor barang modal terkontraksi sebesar
12,25% (yoy) pada triwulan ini. Penyerapan
anggaran belanja pemerintah yang kurang
optimal menjadi salah satu faktor penurunan
kinerja impor barang modal.
Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.17 Pangsa Impor Triwulan III 2017
Sumber : Ditjen Bea Cukai, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.16 Perkembangan Impor Grafik 1.18 Bongkar Muat Barang Papua
60%23%
4%
2%11%
Australia
Finlandia
Jepang
Amerika Serikat
Lainnya
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III
2016 2017
Impor NonmigasImpor Barang Modal dan AntaraPertumbuhan Nonmigas [sk. kanan]
USD juta % yoy
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
180,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP
2017
Total Muat Barang
Total Bongkar Barang
11
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Berdasarkan negara asalnya, Kebutuhan impor
pada triwulan III 2017 sebagian besar berasal
dari Australia (60%) dengan jenis produk
berupa logam hasil industri. Finlandia pada
triwulan III 2017 masih menjadi salah satu
negara pemasok komoditas, khususnya
peralatan kelistrikan ke Papua dengan pangsa
mencapai 23%.
Penurunan kinerja ekspor impor juga
tercermin dari arus bongkar muat barang yang
melalui pelabuhan Jayapura dan Merauke.
Volume bongkar dan muat di akhir triwulan III
2017 mencapai 87,6 ribu ton dan 13,4 ribu
ton, lebih rendah dibanding akhir triwulan III
2016 yang mencapai 100,2 ribu ton dan 18,9
ribu ton.
Tracking Ekspor Netto Triwulan IV 2017
Pada triwulan IV 2017, ekspor netto
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2017. Kenaikan komponen ekspor
luar negeri berpotensi terjadi seiring tendensi
pelaku usaha tambang dalam
mengoptimalkan penjualan hasil produksi
tambang sebelum berakhirnya izin ekspor
mineral di akhir triwulan IV 2017. Selain itu,
tingginya pasokan (stok) hasil produksi
tambang pada triwulan III 2017 yang
tercermin dari tingginya pertumbuhan
komponen perubahan inventori yang
mencapai 4.913,5% (yoy) memperkuat
tendensi peningkatan penjualan hasil
tambang.
Kinerja impor pada triwulan IV 2017
diperkirakan juga mengalami kenaikan
dibanding triwulan laporan. Peningkatan ini
sejalan dengan optimisme mayoritas pelaku
usaha dan penyelesaian proyek pemerintah
daerah pada triwulan IV 2017. Hasil liaison
yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua terkait
perkembangan investasi pelaku usaha turut
memperkuat hal tersebut. Berdasarkan kondisi
tersebut, kebutuhan bahan baku dan
penolong diperkirakan meningkat sehingga
mendorong impor komoditas ke Papua.
Tracking Ekspor Netto Kumulatif 2017
Sepanjang 2017, ekspor netto Papua
diperkirakan lebih rendah dibanding kinerja
2016. Pembatasan izin ekspor mineral
memberikan pengaruh lebih besar terhadap
kinerja ekspor luar negeri Papua selama 2017
dibandingkan 2016.
Pada triwulan I 2017, kegiatan ekspor
konsentrat tembaga dapat dilakukan hingga
18 Februari 2017. Kemudian pada triwulan II
2017, izin ekspor kembali dibuka pada April
2017 hingga Desember 2017. Namun, pada
Mei 2017 terjadi demonstasi karyawan
sehingga aktivitas produksi, termasuk ekspor,
terganggu. Selain itu, berdasarkan hasil
evaluasi perkembangan proyek smelter setiap
semester yang dilakukan pada triwulan III
2017, proyek smelter dinilai belum sesuai
target perkembangan 20% per tahun,
sehingga optimal kegiatan ekspor tidak dapat
dilakukan pada triwulan III 2017. Dinamika
yang terjadi selama 2017 tersebut
mempengaruhi kinerja ekspor Papua selama
2017.
Kondisi tersebut tercermin dari akumulasi
volume penjualan konsentrat tembaga dari
perusahaan tambang dominan hingga
triwulan III 2017 mencapai 630 juta pound,
lebih rendah dari akumulasi volume penjualan
pada triwulan III 2016 yang mencapai 702 juta
pound. Selain itu, kurang optimalnya kinerja
belanja pemerintah dan penyelesaian berbagai
proyek pembangunan menjadi salah satu
penyebab penurunan kinerja impor Papua
selama 2017.
12
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Selain itu, terdapat lonjakan pelemahan nilai
tukar rupiah yang relatif tinggi terhadap
Australian Dollar (AUD) dan US Dollar (USD)
yang digunakan untuk transaksi ekspor/impor
selama 2017. Pada akhir Juli 2017, nilai tukar
rupiah terhadap AUD mengalami pelemahan
secara signifikan mencapai kisaran level
Rp10.500/AUD. Kemudian disusul pelemahan
rupiah terhadap USD pada akhir September
2017 hingga mencapai kisaran level
Rp13.500/USD. Kondisi tersebut tentunya
akan mempengaruhi keputusan pelaku usaha
khususnya lapangan usaha perdagangan,
konstruksi dan kayu dalam melakukan
kegiatan ekspor impor, mengingat komoditas
kayu olahan dan beberapa komoditas bahan
baku penolong memiliki nilai dan frekuensi
ekspor impor yang relatif tinggi.
1.3. PERTUMBUHAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA
Realisasi Lapangan Usaha Triwulan III 2017
Secara umum perekonomian Papua pada
triwulan laporan masih didominasi oleh
lapangan usaha pertambangan dan
penggalian dengan pangsa mencapai
45,67%. Lapangan usaha pertambangan dan
penggalian juga menjadi lapangan usaha yang
menyumbangkan sumber pertumbuhan
ekonomi terbesar mencapai 1,23% (yoy).
Melihat besarnya pangsa dan sumbangan dari
lapangan usaha pertambangan maka kinerja
perekonomian Papua sangat dipengaruhi oleh
kinerja lapangan usaha tersebut. Pada
triwulan III 2017, kinerja lapangan usaha
pertambangan mengalami perlambatan
dibanding triwulan II 2017 yang terutama
dipengaruhi oleh pembatasan izin ekspor.
Selain lapangan usaha pertambangan,
perlambatan kinerja juga terjadi pada
lapangan usaha konstruksi dan administrasi
pemerintahan. Penyerapan belanja
pemerintah yang kurang optimal menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi
perlambatan kinerja di kedua lapangan usaha
tersebut.
sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Tabel 1.3 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Dominan Provinsi Papua (%yoy)
Sumber: BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha
Provinsi Papua
13.2
13.3
13.4
13.5
13.6
13.7
13.8
9.7
9.9
10.1
10.3
10.5
10.7
10.9
03-J
an-1
7
03-F
eb
-17
03-M
ar-1
7
03-A
pr-1
7
03-M
ay-1
7
03-J
un-1
7
03-J
ul-1
7
03-A
ug
-17
03-S
ep
-17
03-O
ct-1
7
03-N
ov-1
7
Ribu RupiahRibu Rupiah
AUD/IDR USD/IDR [sk. Kanan]
I II III IV I II III IV I II III SoGPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6.00 2.70 6.36 9.01 6.03 3.18 3.69 0.02 2.05 2.21 1.48 1.78 2.93 0.29
Pertambangan dan Penggalian -6.99 24.07 -6.07 19.20 6.79 -10.50 -20.80 40.77 44.50 13.15 0.40 6.88 2.67 1.23
Konstruksi 14.99 7.54 7.79 12.86 10.70 4.71 7.00 12.13 10.93 8.81 6.27 3.10 2.99 0.31
Perdagangan Besar dan Eceran 8.35 7.13 8.72 8.30 8.13 2.54 6.96 9.51 8.39 6.91 5.61 5.46 5.69 0.42
Administrasi Pemerintahan 9.74 12.14 7.63 13.88 10.89 13.91 10.86 9.88 4.98 9.64 3.54 2.02 1.82 0.15
PDRB 1.82 13.27 1.76 13.19 7.47 (0.72) (5.17) 20.44 21.41 9.21 2.99 4.88 3.40 3.40
Ket= SoG : Source of Growth / Sumber Pertumbuhan
20162016
2017KOMPONEN
20152015
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Lainnya Adm. Pemerintahan dan Jaminan Sosial
Transportasi dan Pergudangan Perdagangan dan Reparasi
Konstruksi Pertambangan dan Penggalian
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertumbuhan Ekonomi [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
13
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Sementara itu, kinerja lapangan usaha
pertanian dan perdagangan pada triwulan
laporan terpantau mengalami kenaikan.
Panen yang terjadi pada triwulan III 2017 di
sejumlah daerah sentra produksi pertanian di
Papua menjadi salah satu faktor pendorong
kinerja lapangan usaha pertanian. Sedangkan
pelaksanaan even hari besar keagamaan
nasional (idul adha), perayaan HUT RI dan
periode libur di akhir triwulan menjadi faktor
pendorong kinerja lapangan usaha
perdagangan.
Tracking Lapangan Usaha Triwulan IV 2017
Pada triwulan IV 2017, kinerja perekonomian
Papua diperkirakan mengalami peningkatan
dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi
kinerja lapangan usaha pertambangan
diperkirakan menjadi faktor utama pendorong
perekonomian Papua, seiring berakhirnya
batas izin ekspor mineral di akhir 2017.
Namun demikian, kondisi keamanan di daerah
lokasi tambang yang kurang kondusif pada
pertengahan triwulan IV 2017 berpotensi
menjadi faktor penahan kinerja lapangan
usaha pertambangan pada periode tersebut.
Selain itu, perayaan natal dan tahun baru juga
menjadi faktor yang memperkuat kenaikan
kinerja lapangan usaha perdagangan pada
triwulan IV 2017.
Tracking Lapangan Usaha Kumulatif 2017
Secara agregat selama 2017, kinerja lapangan
usaha yang dominan dalam perekonomian
Papua diperkirakan tumbuh lebih rendah
dibanding 2016.
Lapangan usaha pertambangan masih
memberikan pengaruh dominan dalam
perekonomian Papua. Namun demikian,
pertumbuhan lapangan usaha pertambangan
pada 2017 diperkirakan relatif kurang optimal
dibandingkan 2016.
Regulasi izin ekspor mineral menjadi faktor
utama penahan kinerja lapangan usaha
pertambangan. Selain itu, aksi demonstrasi
karyawan, kondisi keamanan yang kurang
kondusif dan tingginya curah hujan serta
kualitas hasil tambang (ore) yang rendah
merupakan faktor internal yang
mempengaruhi kinerja lapangan usaha
pertambangan selama 2017. Sementara
fluktuasi harga komoditas dan permintaan
negara mitra dagang menjadi faktor eksternal
yang berpotensi mempengaruhi kinerja
penjualan hasil tambang.
Potensi pelemahan penjualan hasil tambang di
keseluruhan tahun 2017, juga menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi kinerja
lapangan usaha perdagangan selama 2017
yang diperkirakan lebih rendah dari 2016.
Perlambatan pertumbuhan juga berpotensi
terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan
administrasi pemerintah untuk keseluruhan
tahun 2017. Rendahnya realisasi belanja
pemerintah menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja kedua lapangan usaha
ini.
Di sisi lain, lapangan usaha pertanian
berpotensi mengalami kenaikan kinerja yang
terutama didorong oleh perkiraan produksi
tanaman pangan, khususnya padi selama
2017 yang lebih tinggi dibanding 2016.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertambangan dan
Penggalian
Realisasi Lapangan Usaha Pertambangan
Triwulan III 2017
Pertumbuhan lapangan usaha pertambangan
pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 2,67%
(yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II
2017 yang mencapai 6,88% (yoy). Penurunan
kinerja tersebut, terutama disebabkan kurang
optimalnya produksi dan penjualan konsentrat
14
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
tembaga yang merupakan hasil utama produk
tambang Papua. Selain itu, penjualan
konsentrat emas juga mengalami perlambatan
pada triwulan III 2017.
Dari sisi produksi, volume produksi konsentrat
tembaga pada triwulan laporan mencapai 293
juta pound, relatif lebih rendah dari triwulan III
2016 yang mencapai 321 juta pound,
sehingga angka perubahan produksi tembaga
secara tahunan mengalami kontraksi sebesar
8,72% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan
triwulan II 2017 yang mengalami kontraksi
sebesar 4,33% (yoy). Sementara di sisi lain,
produksi konsentrat emas pada triwulan III
2017 tumbuh sebesar 36,88% (yoy), lebih
rendah dibanding triwulan II 2017 yang
mencapai 120,25% (yoy). Tercatat volume
produksi emasi pada triwulan III 2017
mencapai 412 ribu ounce, lebih tinggi dari
triwulan III 2016 yang mencapai 301 ribu
ounce. Berdasarkan informasi dari rilis resmi
perusahaan tambang dominan di Papua,
kinerja produksi konsentrat tembaga dan
emas tersebut dipengaruhi oleh kualitas hasil
tambang.
Dari sisi penjualan, konsentrat tembaga
mengalami kontraksi penjualan sebesar
22,29% (yoy), jauh lebih rendah dibanding
triwulan II 2017 tumbuh sebesar 26,02%
(yoy). Sementara itu, penjualan konsentrat
emas masih terjaga positif dengan angka
pertumbuhan sebesar 14,66%. Informasi
resmi dari perusahaan tambang dominan di
Papua, hal tersebut salah satunya dikarenakan
adanya penyesuaian waktu pengiriman hasil
tambang sebagai bentuk dari regulasi izin
ekspor mineral.
Tracking Lapangan Usaha Pertambangan
Triwulan IV 2017
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja lapangan
usaha pertambangan diperkirakan mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan III 2017.
Dari sisi produksi, setidaknya terdapat dua
faktor yang berpotensi menjadi faktor
penghambat kinerja produksi pada triwulan IV
2017, yaitu curah hujan yang relatif tinggi, dan
kondisi keamanan yang kurang kondusif di
daerah sentra produksi tambang di Papua.
Selain itu, rilis resmi perusahaan tambang
dominan di Papua memperkuat indikasi
perlambatan penjualan, dimana diperkirakan
target pertumbuhan penjualan hasil tambang
pada triwulan IV 2017 berkisar 5% (yoy) dalam
kondisi normal.
Sementara dari sisi penjualan, beberapa faktor
seperti kualitas hasil tambang yang
diperkirakan lebih baik, harga komoditas
tambang di pasar global yang cenderung
meningkat dan regulasi izin ekspor mineral
menjadi faktor yang diperkirakan mendorong
Sumber : FCX Quarterly Reports, diolah Sumber: FCX Quarterly Reports, diolah
Grafik 1.21 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas Grafik 1.22 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas
-100
-50
0
50
100
150
200
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Produksi Konsentrat Tembaga (Cu) Produksi Konsentrat Emas (Au)
Pertumbuhan Tembaga [sk. kanan] Pertumbuhan Emas [sk. kanan]
Cu: juta poundAu: ribu ounce
% yoy
-100
-50
0
50
100
150
200
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Penjualan Konsentrat Tembaga (Cu) Penjualan Konsentrat Emas (Au)
Pertumbuhan Cu [sk. kanan] Pertumbuhan Au [sk. kanan]
Cu: juta poundAu: ribu ounce
% yoy
15
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
kinerja lapangan usaha pertambangan pada
triwulan IV 2017.
Tracking Lapangan Usaha Pertambangan
Kumulatif 2017
Secara agregat, kinerja lapangan usaha
pertambangan pada 2017 diperkirakan lebih
rendah dari 2016.
Regulasi izin ekspor mineral menjadi faktor
utama kurang optimalnya kinerja lapangan
usaha pertambangan selama 2017. Selain itu,
permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi
pada pertengahan 2017 juga memberikan
pengaruh pada kinerja produksi tambang.
Rilis resmi dari perusahaan tambang dominan
di Papua memperkuat adanya indikasi
penurunan kinerja penjualan hasil tambang
selama 2017, khususnya konsentrat tembaga.
Penjualan konsentrat tembaga untuk
keseluruhan 2017 diperkirakan berkisar 1 juta
pound, lebih rendah dari 2016 yang mencapai
1,1 juta pound. Sementara penjualan
konsentrat emas diperkirakan menjadi
penahan tekanan penurunan kinerja
penjualan. Pada 2017, diperkirakan penjualan
konsentrat emas dapat mencapai 1,6 ribu
ounce, lebih tinggi dari 2016 yang mencapai
1,1 ribu ounce.
1.3.2 Lapangan Usaha Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan
Realisasi Lapangan Usaha Pertanian Triwulan
III 2017
Lapangan usaha pertanian pada triwulan III
2017 tumbuh sebesar 2,93% (yoy), lebih
tinggi dari pertumbuhan triwulan II 2017 yang
mencapai 1,78% (yoy).
Kenaikan kinerja lapangan usaha pertanian,
salah satunya didorong oleh kenaikan
penjualan kayu. Pada triwulan III 2017, ekspor
kayu olahan tumbuh sebesar 45,1% (yoy)
lebih tinggi dari triwulan II 2017 yang tumbuh
mencapai 30,2% (yoy). Berdasarkan hasil
liaison, hal tersebut salah satunya disebabkan
adanya penambahan tujuan ekspor plywood
ke Korea Selatan.
Kenaikan kinerja lapangan usaha pertanian,
sejalan dengan penyaluran kredit ke lapangan
usaha pertanian yang tumbuh sebesar 60,2%
(yoy). Perkebunan kelapa sawit masih menjadi
komoditas utama dalam penyaluran kredit
pada triwulan laporan.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
pada triwulan III 2017 juga masih berada di
level yang positif sebesar 3,68% (qtq) meski
lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya
yang mencapai 4,52% (qtq).
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 1.23 Realisasi Usaha Pertanian Papua Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Pertanian
-5
0
5
10
15
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Total Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan
% qtq
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Kredit Sektor Pertanian Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
16
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Tracking Lapangan Usaha Pertanian Triwulan
IV 2017
Kinerja lapangan usaha Pertanian pada
triwulan IV 2017 diperkirakan naik signifikan.
Periode panen rendengan yang diperkirakan
berlangsung pada triwulan IV 2017 menjadi
salah satu faktor pendorong kinerja pertanian.
Selain itu, tendensi peningkatan kinerja
lapangan usaha pertanian juga diperkuat oleh
kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) di beberapa
kelompok komoditas pertanian. Pada Oktober
2017 NTP tanaman pangan, tanaman
perkebunan rakyat dan perikanan mengalami
kenaikan dibandingkan September 2017,
masing-masing sebesar 0,76%, 0,40% dan
0,27% (mtm).
Tracking Lapangan Usaha Pertanian Kumulatif
2017
Selama 2017, kinerja lapangan usaha
pertanian diperkirakan lebih tinggi dari 2016.
Peningkatan realisasi ekspor kayu menjadi
salah satu pendorong kinerja lapangan usaha
pertanian. Secara kumulatif, nilai ekspor kayu
olahan hingga triwulan III 2017 mencapai
USD59,88 juta lebih tinggi dibanding total
nilai ekspor kayu olahan selama 2016 yang
mencapai USD57,36 juta.
Selain itu, data Angka Ramalan (ARAM) II turut
memperkuat kondisi tersebut, dimana
produksi padi Papua pada 2017 diperkirakan
mencapai 264,6 ribu ton, lebih tinggi dari
2016 yang mencapai 233,6 ribu ton atau
meningkat 13,26% (yoy).
1.3.3 Lapangan Usaha Konstruksi
Realisasi Lapangan Usaha Konstruksi Triwulan
III 2017
Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi pada
triwulan III 2017 tercatat mencapai 2,99%
(yoy) lebih lambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,10%
(yoy).
Perlambatan ini utamanya dari sisi pemerintah.
Terkonfirmasi dari rendahnya realisasi belanja
modal APBD Provinsi Papua. Hingga triwulan
III 2017 realisasi belanja modal hanya
mencapai Rp547 miliar, mengalami kontraksi
sebesar 32,10% (yoy). Proses pengadaan
proyek pemerintah yang mengalami
kemunduran akibat pelantikan pejabat baru
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
Sumber: BPKAD dan BPS, diolah
Grafik 1.25 Belanja Modal dan Pertumbuhan Konstruksi
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 1.26 Penjualan Semen di Provinsi Papua Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Konstruksi
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Belanja Modal Pertumbuhan Konstruksi (sb. kanan)
Rp triliun % yoy
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Penjualan Semen Pertumbuhan [sk. kanan]
ribu ton %, yoy
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Kredit Konstruksi Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
17
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
realisasi belanja pemerintah. Berdasarkan data
Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
Papua, lebih dari 90% penandatanganan
kontrak proyek dilakukan selama periode Juli
Agustus 2017, sehingga pekerjaan
konstruksi efektif baru dikerjakan pada akhir
triwulan III 2017.
Kenaikan penjualan semen yang terjadi pada
triwulan III 2017 memperkuat tendensi
pelaksanaan proyek yang baru dimulai pada
periode laporan. Tercatat penjualan semen
meningkat sebesar 9,21% (yoy) jauh lebih
tinggi dibandingkan triwulan II 2017 yang
mengalami kontraksi sebesar 25% (yoy). Hasil
liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Papua memperkuat
kondisi terbut, dimana mayoritas pelaku usaha
perhotelan melakukan realisasi pembangunan
bangunan untuk mendukung kebutuhan
operasional ke depan.
Perkembangan penyaluran kredit konstruksi
masih mengalami peningkatan pada triwulan
III 2017 mencapai 38,37% (yoy) lebih tinggi
dibanding triwulan II 2017 yang mencapai
34,53% (yoy). Penyaluran kredit konstruksi
sebagian besar digunakan untuk
pembangunan jalan raya, irigasi dan
bangunan sipil lainnya.
Tracking Lapangan Usaha Konstruksi Triwulan
IV 2017
Pada triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha
konstruksi diperkirakan masih tumbuh positif,
namun dalam level yang lebih rendah
dibanding triwulan III 2017.
Penyelesaian sejumlah proyek infrastruktur
menjadi salah satu faktor penyebab
penurunan kinerja lapangan usaha konstruksi.
Data BCI menunjukkan setidaknya terdapat 26
proyek pembangunan yang akan selesai pada
triwulan IV 2017 dengan nilai mencapai
Rp453 miliar.
Tracking Lapangan Usaha Konstruksi
Kumulatif 2017
Secara kumulatif, kinerja lapangan usaha
konstruksi pada 2017 diperkirakan lebih
rendah dibanding 2016. Kurang optimalnya
realisasi penyerapan anggaran pemerintah
menjadi salah satu penyebab kondisi tersebut.
Selain itu, indeks kemahalan konstruksi di
Papua pada 2017 berada di level yang tinggi
mencapai 229,82. Secara spasial, lima daerah
di wilayah pegunungan Papua memiliki nilai
indeks kemahalan konstruksi tertinggi di
Indonesia, kelima daerah tersebut adalah
Puncak (469,96), Puncak Jaya (436,94), Intan
Jaya (412,52), Memberamo Tengah (403,74)
dan Pegunungan Bintang (391,44).
1.3.4 Lapangan Usaha Perdagangan Besar
Dan Eceran, Reparasi Mobil Dan Sepeda
Motor
Realisasi Lapangan Usaha Perdagangan
Triwulan III 2017
Kinerja lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran pada triwulan laporan tumbuh
sebesar 5,69% (yoy), lebih tinggi dibanding
triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,46%
(yoy). Pelaksanaan even hari besar keagamaan
nasional (idul adha), perayaan HUT RI dan
periode libur di akhir triwulan menjadi salah
satu faktor pendorong kinerja lapangan usaha
ini.
Kondisi peningkatan kinerja lapangan usaha
perdagangan tercermin dari arus bongkar
muat barang pelabuhan di Jayapura dan
Merauke yang relatif tinggi. Volume bongkar
secara kumulatif di kedua kota tersebut pada
akhir triwulan III 2017 mencapai 85,6 ribu ton,
18
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
sementara volume muat mencapai 13,4 ribu
ton.
Peningkatan kinerja lapangan usaha
perdagangan juga tercermin dari hasil survei
konsumen, dimana fluktuasi indeks
penghasilan masyarakat selama triwulan III
2017 relatif terkendali dan berada di level yang
tinggi. Selain itu, data BPS menunjukkan
indeks pendapatan rumah tangga pada
triwulan laporan yang lebih tinggi lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya.
Namun demikian, hasil SKDU menunjukkan
bahwa realisasi usaha perdagangan pada
triwulan III 2017 lebih lambat dibanding
triwulan II 2017. Demikian juga dengan indeks
pembelian barang tahan lama yang
mengalami penurunan di akhir triwulan III
2017. Kondisi tersebut seiring berlalunya
perayaan puasa dan lebaran.
Tracking Lapangan Usaha Perdagangan
Triwulan IV 2017
Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan kinerja
lapangan usaha perdagangan meningkat
dibanding triwulan III 2017.
Kinerja ekspor yang diperkirakan lebih tinggi
dari triwulan III 2017 menjadi salah satu faktor
pendorong kinerja lapangan usaha
perdagangan. Selain itu, perayaan natal dan
tahun baru yang berpotensi mendorong
permintaan dan konsumsi masyarakat
memperkuat tendensi peningkatan kinerja
lapangan usaha perdagangan pada triwulan IV
2017.
Tracking Lapangan Usaha Perdagangan
Kumulatif 2017
Secara kumulatif, kinerja lapangan usaha
perdagangan selama 2017 diperkirakan lebih
rendah dibanding 2016.
Pembatasan izin ekspor mineral memberikan
pengaruh terhadap kinerja lapangan usaha
perdagangan seiring penurunan ekspor luar
negeri Papua selama 2017. Namun demikian,
terjaganya konsumsi dan inflasi yang
terkendali menjadi faktor peredam penurunan
kinerja lapangan usaha perdagangan selama
2017.
1.3.5 Lapangan Usaha Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan
Sosial Wajib
Realisasi Lapangan Usaha Administrasi
Pemerintahan Triwulan III 2017
Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan
pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 1,82%
(yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya
yang mampu tumbuh sebesar 2,02% (yoy).
Realisasi belanja pemerintah yang kurang
optimal menjadi salah satu faktor penurunan
kinerja lapangan usaha administrasi
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 1.28 Perkembangan SKDU Perdagangan Grafik 1.29 Indeks Pembelian Durable Goods
-4%
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Total (qtq) Perdagangan - Sk. Kanan
70
80
90
100
110
120
130
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2016 2017
Optimistis
Pesimistis
19
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
pemerintahan. Hal ini terlihat dari realisasi
belanja APBD Provinsi Papua sampai triwulan
III 2017 baru mencapai 41,16% terpaut cukup
rendah jika dibandingkan dengan periode
yang sama pada tahun 2016 yang mencapai
49,06%.
Tracking Lapangan Usaha Administrasi
Pemerintahan Triwulan IV 2017
Pada triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha
administrasi pemerintahan diperkirakan
tumbuh signifikan.
Hal tersebut sejalan dengan pola historis
penyerapan anggaran pemerintah, dimana
realisasi pada akhir tahun cenderung
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Selain itu, nilai proyek yang akan
selesai pada akhir tahun tahun 2017 relatif
tinggi mencapai kisaran Rp5,1 triliun.
Tracking Lapangan Usaha Administrasi
Pemerintahan Kumulatif 2017
Secara keseluruhan 2017, kinerja lapangan
usaha administrasi pemerintah diperkirakan
tumbuh lebih lambat dibanding 2016.
Pengadaan lelang yang terlambat akibat
Pilkada 2017, keterlambatan pengesahan
APBD dan adanya Pemungutan Suara Ulang
(PSU) menjadi faktor penghambat kinerja
lapangan usaha administrasi pemerintahan
selama 2017. Namun demikian, percepatan
pembangunan proyek pemerintah pada 2017,
diperkirakan menjadi faktor peredam
penurunan kinerja pada lapangan usaha ini.
20
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
BOKS
PENINGKATAN AKSES KEUANGAN PADA LAPANGAN USAHA PERIKANAN DAN
PENGARUHNYA DALAM PEREKONOMIAN PAPUA
LATAR BELAKANG
Peranan sektor kelautan dan perikanan dalam
penciptaan PDB nasional pada tahun 2010
adalah sebesar 2,90%. Pada tahun 2013 dan
2014, kontribusi sektor kelautan dan
perikanan mengalami peningkatan yang lebih
cepat bila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya yakni menjadi 3,06% dan 3,25%
(BPS, 2015).
Kondisi tersebut juga relatif searah dengan
kondisi di Papua, dimana tren produksi
perikanan di wilayah Papua dari 2011-2016
cenderung mengalami peningkatan dan
mencapai angka 44,7 juta ton pada 2016.
Dengan melihat potensi sumberdaya
perikanan tersebut dan produksi yang
dihasilkannya menunjukkan bahwa sektor
kelautan dan perikanan memiliki potensi yang
baik untuk berkontribusi di dalam
pertumbuhan perekonomian.
Kegiatan perikanan di Papua, hingga saat ini
masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM). Karakteristik tersebut
dapat dilihat dari statistik perikanan pada
2016 yang menunjukkan bahwa 58% nelayan
menggunakan perahu papan (tanpa motor).
Kondisi ini merupakan salah satu penyebab
kurang optimalnya dukungan lapangan usaha
kelautan dan perikanan terhadap
perekonomian.
Permasalahan utama yang dihadapi UMKM di
lapangan usaha perikanan salah satunya
adalah keterbatasan modal dalam
menjalankan usaha. Akibatnya, usaha yang
dijalankan oleh nelayan masih sangat
bergantung pada tengkulak atau rentenir.
Terkait hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua melakukan kajian
yang bertujuan untuk identifikasi kebutuhan
layanan keuangan dan pengembangan usaha
di lapangan usaha perikanan dan menganalisis
pengaruh faktor keuangan di lapangan usaha
perikanan terhadap perekonomian terutama
di daerah sentra perikanan Papua.
RUANG LINGKUP dan METODE ANALISIS
Kajian dilaksanakan di kabupaten/Kota yang
terdapat di wilayah pesisir Papua, yaitu Kota
Jayapura, Kabupaten Merauke, Kabupaten
Biak Numfor, Kabupaten Nabire dan
Kabupaten Mimika. Kelima daerah ini dipilih
karena merupakan lokasi yang padat kegiatan
perikanan sehingga cukup mewakili usaha
perikanan yang ada di Papua.
Pemilihan responden ditetapkan dengan
menggunakan metode purposive sampling
berdasarkan jenis usaha dengan total jumlah
responden sebanyak 200 orang.
Data responden selanjutnya diolah dengan
menggunakan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP) untuk mengetahui faktor
dominan yang mempengaruhi pembiayaan
dan regresi panel data untuk melihat dampak
pembiayaan terhadap perekonomian. Selain
Grafik B.1 Pangsa Penggunaan Kapal Nelayan di Papua
Tanpa perahu1%
Perahu papan58%
Motor Tempel37%
Kapal Motor4%
21
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
itu, juga dilakukan analisis Geographically
Weighted Regression (GWR) yang
menggunakan unsur matriks pembobot W(i)
yang besarnya tergantung pada jarak antar
lokasi. Semakin dekat suatu lokasi, bobot
pengaruhnya akan semakin besar.
PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS
Berdasarkan hasil survei, secara umum dapat
diketahui bahwa terdapat empat pola
penjualan yang berlaku dalam pemasaran
perikanan tangkap dan budidaya di kelima
daerah cakupan analisis.
Rantai tata niaga yang relatif panjang tersebut
akan berpengaruh terhadap tingginya harga
jual produk ikan di tingkat konsumen akhir.
Berdasarkan hasil AHP, dapat diketahui bahwa
prioritas untuk peningkatan akses keuangan di
lapangan usaha perikanan perlu
memperhatikan beberapa hal, terutama
jaminan pembiayaan (0,22) dengan alternatif
pilihan dimensi nilai jaminan. Kemudian diikuti
oleh profil debitur (0,20) dengan alteratif
pilihan karakter debitur. Di posisi ketiga adalah
pendampingan teknis (0,17) dengan alternatif
pilihan permodalan.
Berdasarkan hasil pengolahan random effect
setiap daerah cakupan kajian diketahui bahwa
setiap daerah memiliki nilai PDRB positif,
kecuali untuk Kabupaten Nabire yang negatif.
Hal tersebut mengindikasikan apabila variabel
independent bersifat konstan untuk semua
daerah, maka PDRB Kabupaten Nabire
merupakan yang terendah. Untuk menaikan
PDRB Kabupaten Nabire, maka variabel
independent di Kabupaten Nabire harus lebih
tinggi dari 4 daerah lain. Adapun variabel
independent yang dimaksud adalah tingkat
produksi, nilai penyaluran kredit dan jumlah
rumah tangga perikanan (RTP).
No. Kabupaten/Kota Effect
1 Jayapura 242274.80
2 Biak/Numfor 471520.31
3 Nabire -30687.40
4 Mimika 229759.00
5 Merauke 1158007.20
Tabel B.1 Karakteristik variabel dalam model GWR
Grafik B.2 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Tangkap
Grafik B.3 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Budidaya
Consistency ratio = 0,37
Grafik B.4 Prioritas Peningkatan Akses Keuangan
Lapangan Usaha Perikanan
Tabel B.2 Random Effect Kabupaten/Kota
Variabel Simbol Makna Value Skala
Koordinat
Kartesius
(X, Y) Koordinat Langitude (X) dan
Lattitude (Y) yang merupakan
variabel lokasi yang menandai posisi
kabupaten atau kota dalam peta
yang diambil dari Google Earth.
-∞ ≤ X ≤ ∞
-∞ ≤ Y ≤ ∞
Rasio
Dependen PDRB Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Harga Berlaku (juta
rupiah).
PDRB > 0 Rasio
Independen PRODUKSI Produksi Perikanan (jutaan ton). PRODUKSI >0 Rasio
RTP Rumah Tangga Perikanan (RTP)
(ribu orang)
RTP Rasio
KREDIT Kredit Perikanan (miliar rupiah) KREDIT Rasio
NELAYAN KONSUMEN
PEDAGANGPENGUMPUL
PEDAGANGPENGECER
TIPE 1
TIPE 2
TIPE 3
TIPE 4
PEMBUDIDAYA KONSUMEN
PEMBENIH WARUNG
TIPE 1
TIPE 2
TIPE 3
TIPE 4
22
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Hasil pengujian untuk setiap daerah mengenai
pengaruh variabel produksi, RTP, dan kredit
terhadap PDRB menunjukkan bahwa model
GWR dengan kernel Fixed Gaussian (distance)
merupakan model terbaik yang ditunjukkan
dengan nilai Coefficient Validation (CV)
minimum dan R-Square mendekati 1.
Model Tipe
Kernel
bandwidth
(h)
CV R-
Square
OLS - - 0,109501 0,329360
GWR Fixed
Gaussian
(distance)
2,424 0,018030 0,916776
GWR Fixed bi-
square
(distance)*
6,309 0.017853 0,920374
GWR Adaptive
bi-square
(NN)
- - -
GWR Adaptive
Gaussian
(NN)
15,000 0,043815 0,754500
Berdasarkan pemilihan model tersebut, RTP
memberikan pengaruh di seluruh daerah.
Sementara, hanya kabupaten Merauke yang
tidak terpengaruh oleh variabel kredit dan
sebaliknya, produksi hanya memberikan
pengaruh negatif di kabupaten Merauke.
Adapun rincian hasil pengujian sebagai
berikut:
1. Di kota Jayapura pengaruh RTP terhadap
PDRB sebesar 0,080185. Hal tersebut
mengindikasikan jika terjadi peningkatan
RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan
meningkat sebesar Rp0,080185 juta
(80.185 rupiah). Pada kondisi yang sama,
terdapat pengaruh kredit terhadap PDRB
sebesar 0,002115, artinya jika terjadi
peningkatan kredit Perikanan sebesar Rp1
miliar, maka PDRB akan mengalami
peningkatan sebesar Rp0,002115 juta
(Rp2.115).
2. Di Kabupaten Biak Numfor terdapat
pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar
0,082103, artinya jika terjadi peningkatan
RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan
mengalami peningkatan sebesar
Rp0,082103 juta (Rp82.103). Pada kondisi
yang sama, terdapat pengaruh kredit
terhadap PDRB sebesar 0,002228, artinya
jika terjadi peningkatan kredit perikanan
sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan
mengalami peningkatan sebesar
Rp0,002228 juta (Rp2.228).
3. Pada Kabupaten Nabire pengaruh RTP
terhadap PDRB sebesar 0,098042, artinya
jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000
orang, maka PDRB akan mengalami
peningkatan sebesar Rp0,098042 juta
(Rp98.042). Pada kondisi yang sama,
pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar
0,00254, artinya jika terjadi peningkatan
kredit perikanan sebesar Rp1 miliar, maka
PDRB akan mengalami peningkatan
sebesar Rp0,00254 juta (Rp2.540).
4. Pada Kabupaten Mimika pengaruh RTP
terhadap PDRB sebesar 0,090513, artinya
jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000
orang, maka PDRB akan mengalami
peningkatan sebesar Rp0,090513 juta
Tabel B.4 Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Model GWR dengan Kernel Fixed bi-square (distance) terhadap PDRB
*Signifikan untuk tingkat signifikan (α) sebesar 5%. (Statistik uji |t| ≥ t-tabel = 2,0930)
Tabel B.3 Ringkasan Model
Kabupaten/ est_ se_ t_ est_ se_ t_ est_ se_ t_ est_ se_ t_
Kota Intercept Intercept Intercept PRODUKSI PRODUKSI PRODUKSI RTP RTP RTP KREDIT KREDIT KREDIT
Jayapura 140,669 -25,916 0,1437 0,204424 0,702948 -0,00098 0,007134 -0,13671 0,080185 0,02651 3,024711* 0,002115 0,000507 4,169398*
Biak
Nabire 1,357,521 -350,955 -0,06412 0,212549 -0,30167 0,0066 0,007706 0,856568 0,098042 0,027706 3,538666* 0,00254 0,000523 4,853634*
Mimika 1,371,362 -445,532 0,090319 0,18253 0,494814 -0,00397 0,006818 -0,58237 0,090513 0,024787 3,65169* 0,002294 0,000458 5,008488*
Merauke 140,405 -849,911 -1,278 0,969171 -131,866 -0,10102 0,00997 -10,1326* 0,418853 0,139662 2,999059* 0,004279 0,00222 1,927,879
0,082103 0,027801 2,953181* 0,002228 0,000532 4,18685*1,359,801 -10,381 0,07562 0,213007 0,355012 0,001276 0,007749 0,164713
x y
23
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
(Rp90.513). Pengaruh kredit terhadap
PDRB sebesar 0,002294, artinya jika terjadi
peningkatan kredit perikanan sebesar Rp1
miliar, maka PDRB akan mengalami
peningkatan sebesar Rp0,002294 juta
(Rp2.294)
5. Pengaruh produksi terhadap PDRB
Kabupaten Merauke sebesar -0,10102,
artinya jika terjadi peningkatan Produksi
Perikanan sebesar 1 juta ton, maka PDRB
akan mengalami penurunan sebesar
Rp0,10102 juta (Rp101.020). Di sisi lain,
pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar
0,418853, artinya jika terjadi peningkatan
RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan
mengalami peningkatan sebesar
Rp0,418853 juta (Rp418.853).
Kondisi yang relatif berbeda di kabupaten
Merauke tersebut salah satunya disebabkan
pada periode pengolahan data belum
dilakukan moratorium perikanan, dimana
terdapat beberapa perusahaan perikanan
asing yang melakukan penangkapan ikan di
wilayah perairan Merauke. Hal tersebut
membuat nelayan lokal tidak mampu bersaing
sehingga kinerjanya relatif kurang optimal.
KESIMPULAN
1. Potensi perikanan Papua belum diimbangi
dengan kualitas SDM untuk
mengembangkan usaha. Dari hasil survey,
keterbatasan kualitas SDM tercermin dari
manajerial yang belum professional,
mekanisme pemasaran dan lemahnya
inovasi.
2. Agunan menjadi pertimbangan utama
dalam penyaluran kredit. Di sisi lain,
kepemilikan agunan juga menjadi salah
satu kendala nelayan dalam memperoleh
kredit.
3. Rantai tata niaga perikanan relatif panjang
yang berdampak pada tingginya harga
komoditas perikanan.
4. Pendampingan dan bantuan teknis yang
masih terbatas membuat pengembangan
usaha perikanan kurang optimal.
REKOMENDASI
ASPEK PRIORITAS
PROGRAM DAN
KEBIJAKAN
STRATEGI DAN
SASARAN
PENCAPAIAN
Peralatan dan
Teknologi Ketersediaan
bahan baku dan Bahan Bakar Minyak (BBM)
Melibatkan kelompok usaha perikanan lokal dalam menentukan desain dan teknologi kapal
Dukungan teknologi dan pengawasan
Meningkatkan produksi pelaku usaha perikanan lokal
Kapasitas kapal dan alat tangkap yang memadai
Penguatan kualitas dan hasil perikanan
Pengelolaan
Pasca
Produksi dan
Pemasaran
Penyediaan infrastruktur di Tempat Pendaratan Ikan (TPI)
Pemilihan tempat sentra pasar ikan dengan melibatkan berbagai pihak
Melibatkan pelaku usaha perikanan dalam even pameran
Pelatihan produk olahan
Fasilitas prasarana dan sarana penanganan hasil perikanan
Meningkatkan promosi dan saluran pemasaran produk hasil perikanan
Meningkatkan kerjasama pemasaran
Pengembangan produk perikanan
Penguatan
Kelompok
Usaha
Perikanan
Pembentukan kelompok pelaku usaha
Pemberdayaan SDM melalui penguatan IPTEK
Menciptakan mata pencaharian alternatif
Penguatan peran kelompok melalui koperasi.
Penguatan manajerial kelompok usaha
Meningkatkan inovasi dan penguasaan teknologi tepat guna
Mengembangkan unit usaha
Permodalan Pemberian modal kredit melalui Perbankan
Pemberian fasilitas kredit sesuai kemampuan pelaku usaha
Penyaluran kredit melalui koperasi
24
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
ASPEK PRIORITAS
PROGRAM DAN
KEBIJAKAN
STRATEGI DAN
SASARAN
PENCAPAIAN
Kelembagaan Penguatan peraturan daerah
Melibatkan kelompok pelaku usaha perikanan dalam proses pengawasan dan penyelesaian konflik
Bimbingan teknis, penyuluhan dan pendampingan
Pembuatan zona rencana tata ruang wilayah (RTRW) perikanan
Menciptakan persaingan usaha yang sehat, kepastian dalam investasi dan jaminan keamanan
Mempermudah perizinan usaha perikanan
Meningkatnya kesadaran terhadap penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Meningkatnya peran kelembagaan nelayan dalam penyelesaian konflik antar pelaku usaha
ASPEK PRIORITAS
PROGRAM DAN
KEBIJAKAN
STRATEGI DAN
SASARAN
PENCAPAIAN
Penguatan IPTEK bagi dalam meningkatkan produksi
Pengaturan area wilayah penangkapan ikan sesuai dengan kapasitas kapal dan kesesuaian lokasi budidaya
Menghindari konflik antar nelayan yang biasanya dipicu akibat perebutan wilayah tangkapan dan penggunaan kapal serta alat tangkap
25
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
Perkembangan realisasi pendapatan dan belanja APBN di Papua pada triwulan III 2017 menunjukan penurunan dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2016. Penurunan ekspor konsentrat di triwulan ini menjadi faktor utama menurunnya penerimaan pajak terutama Pajak Perdagangan Internasional. Dampak penyesuaian organisasi atas pelaksanaan Pilkada pada 11 kabupaten di Papua masih berlanjut. Hal ini menyebabkan realisasi anggaran belanja yang dikelola pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan belum optimal terutama tercermin dari Belanja Modal yang masih rendah.
Sebaliknya realisasi APBD pemerintah Provinsi Papua pada periode tersebut menunjukkan kinerja yang lebih tinggi. Meningkatnya realisasi APBD di Papua dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pencairan dana desa tahap 3 dan mulai berjalannya proyek pembangunan infrastruktur.
Ke depan realisasi APBN dan APBD Papua pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat sesuai dengan pola historisnya.
26
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
2.1 REALISASI APBN PROVINSI PAPUA
Realisasi Pendapatan dan Belanja APBN
Provinsi Papua secara umum lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya di periode
yang sama.
2.1.1 Realisasi Pendapatan APBN
Secara nominal realisasi triwulan III 2017 turun
-4,87% (yoy) lebih rendah dibandingkan
triwulan yang sama tahun 2016. Berdasarkan
struktur penyumbang realisasi pendapatan
APBN Provinsi Papua triwulan III 2017 masih
didominasi oleh pendapatan dari Pajak Dalam
Negeri dengan pangsa sebesar 70,79%.
Selanjutnya Pajak Perdagangan Internasional
menyumbangkan 21,26% dan Penerimaan
Negara Bukan Pajak menyumbangkan 7,95%
terhadap seluruh realisasi pendapatan APBN
Provinsi Papua triwulan III 2017. Tingginya
kontribusi Pajak Dalam Negeri menyebabkan
fluktuasi pos pendapatan ini dapat
mempengaruhi realisasi pendapatan APBN
Provinsi Papua secara keseluruhan.
Tercatat salah satu penyebab turunnya
realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua
hingga triwulan III 2017 disebabkan oleh
realisasi Pajak Dalam Negeri yang turun -
7,43% (yoy) lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Menurunnya ekspor konsentrat di triwulan ini
menjadi faktor utama menurunnya
penerimaan pajak terutama Pajak
Perdagangan Internasional.
2.1.2 Realisasi Belanja APBN
Selanjutnya dari sisi pagu belanja APBN
menunjukkan belanja APBN di lingkup
pemerintahan Provinsi Papua per triwulan III
2017 secara keseluruhan mengalami
peningkatan 5,67% (yoy) dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2016.
Berdasarkan jenis pos belanja, Belanja
Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal
mengalami kenaikan dibanding periode yang
sama tahun sebelumnya dengan peningkatan
masing-masing sebesar 4,76% (yoy), 9,15%
(yoy) dan 4,51% (yoy). Di sisi lain terdapat
penurunan pada pos belanja Belanja Bantuan
Sosial dan Belanja Lainnya dengan penurunan
masing-masing sebesar -3,18% (yoy) dan -
19,13% (yoy).
Selanjutnya dari sisi realisasi belanja APBN di
lingkup pemerintahan Provinsi Papua per
triwulan III 2017 secara keseluruhan
mengalami peningkatan 9,62% (yoy)
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2016. Hingga triwulan III tahun 2017
realisasi belanja APBN di lingkup pemerintah
Provinsi Papua mencapai 50,56% (yoy).
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN Papua Triwulan III 2017
Sumber: Ditjen Perbendaharaan, diolah
Tw III - 2016 Tw III - 2017
Pajak Dalam Negeri 3.860,80 3.574,07 -7,43 70,79%
Pajak Perdagangan Internasional 1.219,89 1.073,34 -12,01 21,26%
Penerimaan Negara Bukan Pajak 226,36 401,26 77,26 7,95%
Total 5.307,06 5.048,67 -4,87 100,00%
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Realisasi (Rp Miliar)Detail Pendapatan APBN
Perubahan
(%yoy)
Pangsa
Tw-III 2017
27
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Berdasarkan jenis realisasi pos belanja, Belanja
Pegawai dan Belanja Barang yang mengalami
kenaikan relatif tinggi dibanding periode yang
sama tahun sebelumnya dengan peningkatan
masing-masing sebesar 10,62% (yoy) dan
29,25% (yoy). Sementara pos belanja Belanja
modal hanya tumbuh 0,57% (yoy). Di sisi lain
terdapat penurunan yang cukup signifikan
pada pos belanja Belanja Bantuan Sosial
dengan penurunan sebesar -97,66% (yoy).
Dampak penyesuaian organisasi atas
pelaksanaan Pilkada pada 11 Kabupaten di
Provinsi Papua nampak masih berlanjut. Hal ini
menyebabkan realisasi anggaran belanja yang
dikelola pemerintah Provinsi Papua secara
keseluruhan belum optimal terutama
ditunjukkan dari Belanja Modal yang masih
rendah.
Di sisi lain, penundaan realisasi Dana Desa dan
DAK Fisik tahap pertama terpantau telah
terealisasi pada triwulan III 2017. Penyaluran
Dana Desa hingga triwulan III 2017 telah
mencapai Rp2,56 triliun dan DAK Fisik
mencapai Rp1,88 triliun. Sehingga total
realisasi pos Transfer ke Daerah dan Dana Desa
triwulan III 2017 mencapai 53,83% dari total
pagu 2017 yang ditetapkan sebesar Rp8,26
triliun.
Sepanjang triwulan IV 2017 diperkirakan
realisasi pendapatan dan belanja APBN di
lingkup pemerintah Provinsi Papua meningkat
lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan.
Meningkatnya aktivitas pembangunan
infrastruktur berpengaruh pada peningkatan
kebutuhan impor bahan baku dan penolong
sehingga mampu meningkatkan pendapatan
dari sisi Bea Masuk / Keluar. Dari sisi belanja,
seiring dengan penyaluran Dana Desa tahap
ketiga bulan Oktober 2017, diperkirakan
realisasi belanja mampu terdongkrak lebih
tinggi. Sementara meningkatnya aktivitas
konstruksi pada triwulan IV 2017 juga dinilai
mampu mendorong pos Belanja Modal untuk
tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan
laporan.
Sumber: BPKAD, diolah Sumber: BPKAD, diolah
Grafik 2.1 Struktur Realisasi Belanja APBN Papua Grafik 2.2 Realisasi APBN menurut Pos Belanja
14,00%
14,42%
21,49%
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal
Belanja Bansos Belanja Lainnya
21,65%
23,82%
19,23%
21,98%
21,86%
16,48%
22,46%
25,15%
22,77%
21,15%
0,53%
Total Belanja
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Bansos
Belanja Lainnya
Tw-III 2016 Tw-III 2017
28
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
2.2 REALISASI APBD PEMERINTAH PROVINSI PAPUA
Hingga triwulan III 2017 kinerja realisasi
pendapatan dan belanja APBD Pemerintah
Provinsi Papua mengalami kenaikan
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
Berdasarkan komponen penyusun pos
pendapatan, terpantau kenaikan tertinggi
terjadi pada pos Dana Otonomi Khusus dan
Dana Tambahan Infrastruktur. Sementara dari
sisi realisasi belanja, tercatat tingginya realisasi
Belanja Modal dan Belanja Barang dan Jasa
menjadi faktor utama penyumbang
pertumbuhan realisasi belanja APBD
Pemerintah Provinsi Papua pada triwulan III
2017. Selain itu, mulai terlaksananya proyek
pembangunan infrastruktur di Papua juga
menjadi pendorong kenaikan realisasi APBD
pada triwulan laporan.
2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah
Provinsi Papua
Pagu pendapatan APBD Pemerintah Provinsi
Papua 2017 mencapai Rp 14,11 Triliun. Secara
keseluruhan pagu pendapatan ini meningkat
sebesar 8,04% (yoy) dibandingkan pagu pada
periode yang sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan komponennya peningkatan pagu
terbesar pada pos Dana Alokasi Khusus yang
meningkat 160,27% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Peningkatan ini sejalan dengan
rencana pemerintah Provinsi Papua sepanjang
Tahun Anggaran 2017 yang semakin
memfokuskan program kerja ke bidang
kedaulatan pangan dan bidang transportasi.
Meningkatnya jumlah rencana proyek
pembangunan UPTD Bidang Pertanian dan
pengembangan saluran irigasi menjadi dasar
kebutuhan peningkatan alokasi DAK pada
triwulan berjalan untuk mendukung program
kedaulatan pangan. Selain itu, guna
mendukung program nasional yaitu
penyelesaian jalan trans papua, jumlah proyek
khususnya infrastruktur jalan dan jembatan
pendukung semakin meningkat pada triwulan
laporan.
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD Papua Triwulan III 2017
Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah
Tw-III 2016 Tw-III 2017 Tw-III 2016 Tw-III 2017 Tw-III 2016 Tw-III 2017
PENDAPATAN 4.104,92 4.651,68 13.065,98 14.116,82 8.912,52 9.873,00 69,94%
Pendapatan Asli Daerah 170,36 275,80 1.161,42 1.367,16 528,01 684,26 50,05%
Pajak daerah 114,33 182,93 879,02 1.045,48 338,63 490,95 46,96%
Retribusi daerah 14,39 29,48 83,19 82,93 39,81 56,12 67,67%
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan - 0,71 52,81 52,81 52,56 0,72 1,36%
Lain-lain PAD yang sah 41,63 62,68 146,40 185,94 97,01 136,48 73,40%
Dana Perimbangan 686,58 665,86 3.949,27 4.543,83 2.872,60 3.004,72 66,13%
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 7,65 67,30 921,39 606,16 609,98 406,92 67,13%
Dana Alokasi Umum 656,89 572,96 2.502,45 2.570,12 2.085,37 2.029,36 78,96%
Dana Alokasi Khusus 22,04 25,61 525,43 1.367,55 177,00 568,44 41,57%
Lain - Lain Pendapatan Daerah Yang Sah 3.247,98 3.710,02 7.955,29 8.205,83 5.511,90 6.184,02 75,36%
Pendapatan Hibah 0,09 0,14 7,50 0,68 - 0,60 88,28%
Dana Otonomi Khusus 2.427,77 2.527,12 5.395,05 5.580,15 4.046,29 4.211,86 75,48%
Dana Tambahan Infrastruktur 540,00 1.181,25 1.987,50 2.625,00 900,00 1.968,75 75,00%
Lain - Lain Pendapatan Daerah Lainnya - 1,51 432,57 - - - -
sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD)
Realisasi (Rp Miliar)KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
Pagu (Rp Miliar) Realisasi Kumulatif (Rp Miliar) Realisasi Kumulatif
Pagu (%yoy)
29
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Realisasi pendapatan Pemdaprov Papua pada
triwulan III 2017 mencapai 32,95% dari
target, lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun lalu yang mencapai 31,42%.
Dilihat dari struktur realisasi pendapatan APBD
triwulan III 2017 terpantau pos Lain Lain
Pendapatan Daerah Yang Sah mendominasi
dengan pencapaian sebesar 80%. Sementara
Dana Perimbangan menjadi pos dengan
realisasi terbesar kedua dengan pencapaian
sebesar 14% disusul oleh pos Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang mencapai 6% dari
keseluruhan realisasi pendapatan.
Realisasi pos Lain Lain Pendapatan Daerah
yang Sah pada triwulan III 2017 mencapai
45,21% lebih tinggi dibandingkan realisasi
triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar
40,83%. Peningkatan ini salah satunya
disebabkan oleh peningkatan Dana Tambahan
Infrastruktur yang mencapai 1.181,25 miliar
yang tumbuh sebesar 118,75% (yoy)
dibanding triwulan yang sama di tahun
sebelumnya. Peningkatan dana tambahan
infrastruktur sejalan dengan terus berlanjutnya
pembangunan infrastruktur di Papua sesuai
dengan program prioritas nasional di Papua.
Tercatat terdapat 140 proyek infrastruktur
penghubung yang telah direncanakan hingga
triwulan III 2017.
Pergerakan yang sama juga terjadi pada
realisasi pos PAD yang naik sebesar 61,89%
(yoy) dibanding realisasi pada triwulan III 2016.
Peningkatan pos pendapatan PAD disebabkan
oleh naiknya seluruh komponen
pendapatannya terutama Retribusi Daerah
dan Pajak Daerah dengan pertumbuhan
masing-masing sebesar 104,85% (yoy) dan
60,00% (yoy). Sementara itu, terjadi
penurunan realisasi pada pos Dana
Perimbangan yang mencapai 14,65% lebih
rendah dibandingkan realisasi triwulan III 2016
yang mencapai 17,38%. Penurunan tersebut
disebabkan oleh menurunnya realisasi Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah
Grafik 2.3 Struktur Realisasi Pendapatan APBD Papua Grafik 2.4 Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain
Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah
Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi PAD
30
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Ke depan, sejalan dengan pola historisnya
realisasi pendapatan APBD akan tumbuh lebih
tinggi dibandingkan triwulan laporan.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Provinsi Papua, realisasi
belanja pemerintah Provinsi Papua mencapai
95% di akhir triwulan IV.
2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah
Provinsi Papua
Pagu belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua
sepanjang tahun 2017 sebesar Rp15,65 triliun
atau meningkat 15,1% (yoy) dibandingkan
tahun 2016. Berdasarkan struktur belanja
APBD Papua pada triwulan III 2017 masih di
dominasi pos Belanja Tidak Langsung dengan
proporsi 66% berbanding dengan Belanja
Langsung sebesar 34%.
Apabila dibandingkan dengan tahun 2016,
proporsi pagu belanja langsung cenderung
meningkat di triwulan laporan. Peningkatan
ini terutama didorong oleh meningkatnya
nominal pos Belanja Barang dan Jasa serta pos
Belanja Modal. Peningkatan pagu pada kedua
pos ini sejalan dengan meningkatnya pagu
anggaran pendapatan pada pos Dana
Tambahan Infrastruktur. Peningkatan pagu
pendapatan pos Dana Tambahan Infrastruktur
juga ditujukan untuk mempercepat
pembangunan infrastruktur, seperti jalan,
jembatan, dermaga, sarana transportasi darat,
sungai maupun laut dalam rangka mengatasi
keterisolasian dan kesenjangan penyediaan
infrastruktur antara Papua dengan daerah
lainnya.
Dari sisi belanja, realisasi belanja APBD
Pemerintah Provinsi Papua triwulan III 2017
berada dalam level yang relatif rendah.
Meningkatnya pagu belanja pada tahun 2017
tidak diikuti dengan peningkatan realisasi
belanja yang seimbang. Hal ini terlihat dari
realisasi belanja APBD Provinsi Papua sampai
triwulan III 2017 baru mencapai 41,16%
terpaut cukup rendah jika dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun 2016
yang mencapai 49,06%.
Berdasarkan struktur penyusun realisasi
belanja APBD triwulan III 2017, pos Belanja
Tidak Langsung menjadi komponen dengan
realisasi tertinggi yaitu sebesar 27,03% dari
keseluruhan realisasi belanja. Kondisi ini
menunjukkan bahwa hingga triwulan III 2017
realisasi belanja APBD Provinsi Papua masih
didominasi dengan pengeluaran rutin. Namun
jika dilihat dari nominalnya, realisasi pos
Belanja Tidak Langsung mengalami
penurunan dibandingkan triwulan III 2016. Hal
tersebut disebabkan terjadinya pergeseran
Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBD Papua Triwulan III 2017
Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah
Tw-III 2016 Tw-III 2017 Tw-III 2016 Tw-III 2017
Belanja 3.173,45 3.307,82 13.601,16 15.654,66 15,10
Belanja Tidak Langsung 2.496,97 2.189,86 7.563,70 8.102,81 7,13
Belanja Pegawai 236,29 224,97 1.082,74 1.319,85 21,90
Belanja Subsidi dan Bantuan Sosial 36,45 12,94 153,75 141,03 -8,27
Belanja Hibah 385,69 102,55 1.167,66 1.038,39 -11,07
Belanja Bagi Hasil Pajak daerah kepada kabupaten/Kota 59,51 32,99 362,83 390,16 7,53
Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/
Kota/Pemerintah Kampung dan Partai Politik
1.779,04 1.816,41 4.791,21 5.203,38 8,60
Belanja Tidak Terduga - - 5,52 10,00 81,29
Belanja Langsung 676,48 1.117,96 6.037,47 7.551,85 25,08
Belanja Pegawai 46,50 43,54 260,97 274,07 5,02
Belanja Barang dan Jasa 351,45 528,63 2.838,48 3.821,94 34,65
Belanja Modal 278,54 545,80 2.938,03 3.455,85 17,62
Aset lainnya - - - - 0,00
sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD)
KOMPONEN BELANJA DAERAHPagu (Rp Miliar)Realisasi (Rp Miliar) Perubahan
Pagu (%yoy)
31
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
hari raya Idul Fitri dari triwulan III 2016 menjadi
triwulan II 2017. Sehingga belanja pegawai
dalam bentuk penyaluran Tunjangan Hari Raya
(THR) pada triwulan III 2016 menjadi lebih
besar dari triwulan III 2017.
Jika dilihat lebih detil pos yang ada di dalam
pos Belanja Tidak Langsung penurunan
realisasi terdalam terjadi pada pos Belanja
Hibah dari 33,03% pada triwulan III 2016
menjadi hanya 9,88% pada triwulan III 2017.
Hal yang sama terjadi pada realisasi pos
Belanja Bagi Hasil Pajak daerah kepada
kabupaten/Kota yang turun cukup dalam dari
16,40% pada triwulan III 2016 menjadi 8,45%
pada triwulan laporan dan menjadi realisasi
terendah dalam pos Belanja Tidak Langsung.
Kemudian pos Belanja Langsung naik secara
nominal maupun persen realisasinya
dibanding triwulan III 2016. Penyerapan pos
Belanja Langsung sebesar Rp1,11 triliun atau
naik sebesar 65,26% (yoy) secara nominal
dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan
realisasi penyerapannya mencapai 11,20%
pada triwulan III 2016 menjadi 14,80% pada
triwulan III 2017. Peningkatan pos Belanja
Langsung terutama bersumber dari
peningkatan Belanja Modal dan Belanja
Barang dan Jasa. Realisasi Belanja Modal
meningkat dari 9,48% pada triwulan III 2016
menjadi 15,79% pada triwulan III 2017. Hal
yang sama terjadi pada Belanja Barang dan
Jasa yang meningkat dari 12,38% pada
triwulan III 2016 menjadi triwulan III 2017.
Mulai berjalannya proyek pembangunan
infrastruktur di Papua menjadi faktor utama
peningkatan penyerapan belanja di kedua pos
tersebut. Sejalan dengan hal tersebut
terkonfirmasi dari meningkatnya Dana
Tambahan Infrastruktur pada pos pendapatan
APBD Papua triwulan III 2017. Sampai akhir
November 2017 sudah terdapat 286 lelang
proyek konstruksi dan 55 lelang pengadaan
barang dan jasa yang menunjukan mulai
meningkatnya aktivitas penyerapan pada pos
Belanja Langsung pada triwulan III 2017.
Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, hingga
November 2017 realisasi DAK fisik dalam
bentuk infrastruktur jalan, irigasi, air minum,
sanitasi dan perumahan di Papua baru
mencapai 26,93%. Dengan melihat realisasi
penyerapan DAK yang masih rendah
diperkirakan pada triwulan IV 2017 realisasi
Belanja Modal dan Belanja Barang dan Jasa
akan terus meningkat.
Di sisi lain, terjadi penurunan pada realisasi
Belanja Pegawai dari 17,82% pada triwulan III
2016 menjadi 15,88% pada triwulan III 2017.
Penurunan ini disebabkan oleh baru
terbentuknya perangkat daerah akibat pemilu
ulang, sehingga pelaksanaan program kerja di
daerah belum optimal.
Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah
Grafik 2.7 Struktur Realisasi Belanja APBD Grafik 2.8 Realisasi Belanja per Pos APBD
32
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
INFLASI
Tekanan inflasi agregat di Papua triwulan III 2017 tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan inflasi nasional. Inflasi pada triwulan ini juga berada di bawah target inflasi Nasional 2017 yaitu sebesar 4%±1% (yoy). Secara umum, berlalunya perayaan puasa dan lebaran menjadi salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi Papua selama triwulan III 2017.
Berdasarkan asesemen Bank Indonesia, inflasi triwulan IV 2017 secara umum diperkirakan lebih tinggi dibanding triwulan III 2017. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berasal dari perayaan natal dan tahun baru yang berpotensi mendorong permintaan terhadap angkutan udara, komoditas bahan makanan dan makanan jadi.
Secara kumulatif, inflasi Papua pada 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding inflasi 2016. Terjaganya pasokan bahan pangan dan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang terkelola dengan baik menjadi salah satu faktor peredam tekanan inflasi Papua pada 2017.
33
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
3.1 INFLASI UMUM
Realisasi Inflasi Triwulan III 2017
Tekanan inflasi agregat di Papua triwulan III
2017 tercatat sebesar 1,43% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencapai 3,10% (yoy), bahkan lebih
rendah dari inflasi nasional yang sebesar
3,72% (yoy). Inflasi pada triwulan ini juga
berada di bawah target inflasi Nasional 2017
yaitu sebesar 4%±1% (yoy).
Sepanjang triwulan III 2017, pergerakan inflasi
cenderung menurun, dari level 2,69% (yoy)
pada Juli 2017, kemudian inflasi mengalami
penurunan bertahap pada Agustus 2917
menjadi 2,57% (yoy) hingga mencapai level
1,43% (yoy) pada September 2017.
Secara umum, berlalunya perayaan puasa dan
lebaran menjadi salah satu faktor penyebab
terkendalinya inflasi Papua selama triwulan III
2017. Penurunan tekanan harga terutama
terjadi pada kelompok komoditas volatile
foods yang mengalami deflasi sebesar 1,70%
(yoy). Selain itu, tekanan inflasi inti (core) dan
administered price pada triwulan laporan juga
relatif terkendali pada level 2,12% dan 3,86%
(yoy), lebih rendah dari triwulan II 2017 yang
mencapai 2,76% dan 10,46% (yoy).
Secara spasial, dua kota IHK di Papua (Kota
Jayapura dan Merauke) menunjukkan
penurunan inflasi pada triwulan III 2017.
Tercatat inflasi Kota Jayapura pada triwulan III
2017 sebesar 1,74% (yoy). Sebagian besar
komoditas volatile food seperti daging sapi,
telur ayam ras dan kangkung menjadi
penyumbang utama inflasi di Jayapura.
Sedangkan ikan ekor kuning, cabai rawit dan
tarif angkutan udara yang mengalami deflasi
cukup dalam menjadi peredam inflasi
Jayapura secara umum. Kemudian Kabupaten
Merauke mengalami inflasi yang jauh lebih
rendah dari Jayapura sebesar 0,57% (yoy).
Inflasi di Merauke terutama disumbang oleh
komoditas rokok kretek filter, paku dan telur
ayam ras sedangkan komoditas yang
mengalami deflasi cukup dalam adalah
kelompok volatile food seperti mujair, bayam
dan kacang panjang.
Tracking Inflasi Triwulan IV 2017
Berdasarkan asesemen Bank Indonesia,
Sepanjang triwulan IV 2017 inflasi secara
umum diperkirakan mencapai 2,1% - 2,5%
(yoy), lebih tinggi dibanding triwulan III 2017.
Tekanan inflasi pada triwulan IV 2017
diperkirakan berasal dari perayaan natal dan
tahun baru yang berpotensi mendorong
permintaan terhadap angkutan udara,
komoditas bahan makanan dan makanan jadi.
Dalam perkembangannya, inflasi Papua pada
Oktober 2017 tercatat mencapai 1,57% (yoy)
lebih tinggi dari September 2017.
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi Papua dan Nasional Grafik 3.2 Realisasi Inflasi Aktual dan Historis
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Papua NasionalJayapura Merauke
%yoy
1Inflasi Papua dihitung dengan menggunakan metode rerata tertimbang berdasarkan bobot kota dari inflasi Indeks
Harga Konsumen (IHK) di Kota Jayapura (0,45) dan Kabupaten Merauke (0,16).
34
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Peningkatan kelompok inti dan administered
prices menjadi penyebab utama inflasi Papua
pada Oktober 2017. Sedangkan penurunan
harga kelompok volatile foods menjadi
peredam inflasi pada bulan laporan. Stabilnya
pasokan barang dan makanan menyebabkan
harga barang dan jasa cukup terkendali.
Kenaikan harga terjadi pada beras, ekor
kuning dan tarif angkutan udara sedangkan
cabai merah, bawang merah dan telur ayam
ras penurunan.
Tracking Inflasi Kumulatif 2017
Secara kumulatif, inflasi Papua pada 2017
diperkirakan berkisar 2,1% - 2,5% (yoy), lebih
rendah dibanding inflasi 2016 yang mencapai
3,48%. Hingga Oktober 2017, inflasi
kumulatif Papua mencapai 0,36% (ytd). Jauh
lebih rendah dibandingkan posisi Oktober
2016 yang mencapai 2,02% (ytd).
Dalam perkembangannya, tingkat inflasi
Papua selama semester I 2017 sempat
mengalami tekanan yang terutama berasal
dari penyesuaian tarif listrik yang diberlakukan
secara berkala oleh pemerintah dan faktor
musiman perayaan puasa-lebaran. Namun,
terjaganya pasokan bahan pangan dan
ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang
terkelola dengan baik menjadi salah satu
faktor peredam tekanan inflasi Papua pada
2017. Selain itu, cuaca yang relatif kondusif
dan berbagai kebijakan pemerintah dalam
penyediaan infrastruktur distribusi, seperti tol
laut dan jalan trans Papua, menambah
terkendalinya inflasi Papua selama 2017.
3.2 DISAGREGASI INFLASI
Realisasi Inflasi Inti Triwulan III 2017
Tekanan inflasi inti Papua pada triwulan III
2017 mencapai 2,13% (yoy), lebih rendah
dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya
yang mencapai 2,76% (yoy).
Ekspektasi masyarakat yang terkelola dengan
baik menjadi salah satu faktor penurunan
tekanan inflasi inti pada triwulan III 2017.
Kondisi tersebut terkonfirmasi dari hasil Survei
Konsumen, dimana indeks ekspektasi inflasi
jangka pendek pada September 2017
mencapai 156,67 relatif lebih rendah
Sumber:Survei Konsumen, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.3 Ekspektasi Inflasi Jangka Pendek Papua Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Inti Pangan dan
Nonpangan
Tabel 3.1 Disagregasi Inflasi Papua (%yoy)
Sumber: BPS, diolah
100
110
120
130
140
150
160
170
180
Jan FebMar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan FebMar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
2016 2017
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2016 2017
CoreCore PanganCore Nonpangan
% yoy
I II III IV I II III IV I II III
Core Inflation 5.39 5.72 4.60 3.64 3.24 3.24 4.00 3.50 3.11 2.76 2.12
Volatile Food 5.95 10.45 12.02 3.26 4.98 8.49 8.13 1.86 5.92 (1.68) (1.70)
Administered Prices 12.82 14.49 9.78 3.27 4.59 8.07 5.76 6.24 3.69 10.46 3.86
Inflasi Umum 6.85 8.20 7.07 3.57 3.76 5.23 4.72 3.26 3.89 3.10 1.43
201720162015Disagregasi Komponen
35
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
dibanding bulan sebelumnya yang mencapai
159,33. Selain itu, tingkat fluktuasi indeks
ekspektasi inflasi hingga triwulan III 2017 juga
relatif rendah (stabil).
Jika diuraikan berdasarkan kelompok
komoditas pangan dan nonpangan,
kelompok inflasi inti pangan pada triwulan III
2017 mencapai level 2,59% (yoy), jauh lebih
rendah bila dibandingkan pada triwulan
sebelumnya yang mencapai 6,18% (yoy).
Penurunan tersebut seiring dengan kembali
normalnya permintaan masyarakat pasca
perayaan lebaran. Sementara itu, komponen
inflasi inti komoditas non pangan mengalami
kenaikan dibandingkan triwulan II tahun 2017
yaitu dari 1,62% (yoy) menjadi 2,06% (yoy)
pada triwulan III 2017.
Selain itu penurunan tekanan inflasi pada
kelompok inti juga dipengaruhi oleh deflasi
yang terjadi pada komoditas semen. Lebih
lanjut, penurunan harga semen sejalan
dengan realisasi program pemerintah dan
sinergi BUMN antara PT. Perusahaan
Perdagangan Indonesia (Persero), PT. Semen
Indonesia (Persero) dan PT. Pelindo IV (Persero)
terkait dengan optimalisasi distribusi semen
ke Papua menggunakan kapal yang
mereplikasi kebijakan BBM satu harga agar
harga semen di Papua lebih terkendali.
Tracking Inflasi Inti Triwulan IV 2017
Pada triwulan IV 2017, tekanan inflasi inti
diperkirakan lebih tinggi dibanding triwulan III
2017.
Berlangsungnya perayaan natal dan tahun
baru diperkirakan menjadi faktor utama
pemicu inflasi pada triwulan IV 2017. Hasil
survei konsumen memperkuat kondisi
tersebut, dimana ekspektasi masyarakat
terhadap inflasi jangka pendek pada Oktober
2017 mencapai level 172,48 lebih tinggi
dibandingkan September 2017 yang
mencapai 169,52.
Berdasarkan komoditasnya, ekspektasi
masyarakat terhadap inflasi komoditas
makanan masih merupakan yang tertinggi,
mencapai level 183,34. Kemudian disusul
dengan inflasi komoditas energi dengan
tingkat indeks ekspektasi inflasi mencapai
176,99.
Tracking Inflasi Inti Kumulatif 2017
Secara keseluruhan 2017, inflasi inti
diperkirakan mengalami penurunan
dibanding 2016. Hingga Oktober 2017, inflasi
inti secara kumulatif tercatat mencapai 1,52%
(ytd), jauh lebih rendah dibandingkan inflasi
pada posisi yang sama tahun sebelumnya
yang secara kumulatif mencapai 3,12% (ytd).
Selain itu, deflasi yang terjadi sebanyak 6
periode selama 2017 membuat ekspektasi
masyarakat terhadap inflasi dalam jangka
pendek selama 2017 terkelola dengan baik
dan tekanan inflasi inti pada periode ini
menjadi terkendali.
Realisasi Inflasi Volatile Foods Triwulan III 2017
Selama periode triwulan III 2017, kelompok
volatile food mengalami deflasi yang terjadi
sejak Juli 2017 yang mencapai 0,47% (yoy),
kemudian kembali mengalami deflasi pada
Agustus 2017 sebesar 0,21% (yoy) dan
Sumber : PIHPS, diolah
Grafik 3.5 Perkembangan Harga Komoditas VF Utama
36
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
berlanjut hingga September 2017 dengan
tingkat deflasi mencapai 1,79% (yoy).
Membaiknya produksi tangkapan ikan oleh
nelayan yang didukung oleh kondisi cuaca
yang kondusif menjadi salah satu faktor
terjadinya deflasi selama triwulan III 2017.
Tercatat curah hujan selama triwulan laporan
berada pada kisaran <50 mm dan tinggi
gelombang laut di sekitar laut Arafuru dan
laut utara papua berkisar 0,5 - 1,25 m. Kondisi
ini dapat dikatakan ideal untuk melakukan
kegiatan penangkapan ikan serta menjaga
pasokan komoditas.
Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil
survei pemantauan harga (SPH) yang
dilakukan oleh Bank Indonesia, mayoritas
komoditas volatile food pada tingkatan harga
yang stabil pada triwulan III 2017 terutama
pada komoditas beras.
Tracking Inflasi Volatile Foods Triwulan IV
2017
Memasuki triwulan IV 2017 tekanan harga
volatile foods diperkirakan terkendali dan
berpotensi kembali mengalami deflasi.
Terjaganya pasokan menjadi faktor utama
terkendalinya inflasi volatile foods.
Panen yang diperkirakan terjadi di beberapa
daerah sentra produksi membuat pasokan
komoditas bahan pangan relatif terjaga.
Selain itu kondisi cuaca pada triwulan laporan
masih kondusif. Terkait kondisi tersebut,
tekanan harga secara kumulatif volatile foods
hingga Oktober 2017 sangat terkendali dan
mengalami deflasi pada level 2,61% (ytd).
Tracking Inflasi Volatile Foods Kumulatif 2017
Selama 2017, inflasi volatile foods
diperkirakan lebih rendah dibanding 2016
dan berpotensi mengalami deflasi.
Pasokan yang terjaga menjadi faktor utama
terjaganya inflasi volatile foods. Hal tersebut
diperkuat oleh data Angka Ramalan (ARAM)
II, dimana produksi padi Papua pada 2017
diperkirakan mencapai 264,6 ribu ton, lebih
tinggi dari 2016 yang mencapai 233,6 ribu
ton atau meningkat 13,26% (yoy).
Realisasi Inflasi Administered Price Triwulan III
2017
Tekanan inflasi kelompok administered price
pada triwulan III 2017 mencapai 3,79% (yoy)
jauh lebih rendah jika dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 9,87% (yoy).
Penurunan tingkat harga kelompok ini
terutama dipengaruhi oleh penyesuaian tarif
angkutan udara pasca perayaan lebaran.
Selain itu, relatif sedikitnya even kegiatan libur
pada triwulan III sehingga berdampak pada
frekuensi permintaan tiket angkutan udara
yang kembali normal.
Di sisi lain, komoditas rokok kretek filter dan
rokok putih mengalami kenaikan harga
sejalan dengan kebijakan penyesuaian tarif
cukai rokok sebesar 8,9% yang pada bulan
September 2017.
Tracking Inflasi Administered Price Triwulan IV
2017
Ditengah potensi risiko tekanan perayaan
natal dan tahun baru, inflasi kelompok
administered price pada triwulan IV 2017
diperkirakan lebih rendah dibanding triwulan
III 2017.
Pelaksanaan even promosi penerbangan oleh
sejumlah maskapai di akhir triwulan III 2017
diperkirakan dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk membeli tiket pesawat dengan harga
murah dalam menghadapi natal dan tahun
baru. Kondisi tersebut menjadi salah satu
37
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
faktor peredam tekanan inflasi administered
price di triwulan IV 2017.
Tracking Inflasi Administered Price Kumulatif
2017
Selama 2017, tekanan inflasi administered
price diperkirakan jauh lebih rendah
dibandingkan 2016. Hingga Oktober 2017,
inflasi kumulatif pada kelompok komoditas ini
mengalami deflasi sebesar 1,86% (ytd), lebih
dalam dibanding posisi yang sama tahun
sebelumnya yang juga mengalami deflasi
sebesar 1,06% (ytd).
Penambahan jalur penerbangan dan
maraknya even promosi oleh beberapa
maskapai menjadi salah satu faktor peredam
tekanan inflasi administered price selama
2017.
Di sisi lain, penyesuaian tarif listrik secara
berkala yang diberlakukan hingga
pertengahan 2017 dan kenaikan cukai rokok
menjadi faktor pemicu inflasi administered
price selama 2017.
3.3 PERAN TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID) PROVINSI PAPUA
Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank
Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu
terus diperkuat terutama dalam menghadapi
berbagai resiko yang dapat terjadi baik karena
faktor alam seperti cuaca yang tidak menentu
yang dapat mengakibatkan gagal panen serta
resiko kenaikan harga menjelang Natal dan
Tahun Baru. Selama periode triwulan III 2017
Bank Indonesia bersama dengan TPID di
papua melaksanakan berbagai kegiatan
yaitu :
Mendorong Klaster padi binaan di nabire
untuk mensuplai beras ke Bulog
sebanyak 80 ton untuk dapat mencukupi
kebutuhan konsumsi masyarakat dan
meredam peningkatan harga beras
akibat kurangnya pasokan.
Membentuk klaster cabai di Keerom
sebagai antisipasi meningkatnya
kebutuhan cabai seiring dengan
ketidakpastian cuaca dan meningkatnya
konsumsi masyarakat menjelang hari
natal dan tahun baru.
Melaksankan rapat koordinasi dengan
Dewan Ketahanan Pangan Papua bersama
pemerintah provinsi Papua, pemerintah se-
kabupaten di Papua dan perwakilan
kementerian.
Dalam mengantisipasi tekanan inflasi ke
depan, TPID akan melaksanakan berbagai
kegiatan guna melaksanakan pengendalian
harga di daerah yaitu:
Melaksanakan rapat penyusunan
rekomendasi terkait pengendalian harga
menjelang natal dan tahun baru.
Melaksanakan rapat koordinasi terkait
evaluasi harga eceran tertinggi (HET)
beras di Papua.
Selain itu, upaya pembentukan TPID tetap
perlu direalisasikan dalam upaya sinkronisasi
program pengendalian inflasi di daerah.
Sebagai informasi, hingga triwulan III 2017
telah terbentuk terbentuk 24 TPID dari 29
kabupaten/kota di Papua. Terkait hal
tersebut, KPwBI Provinsi Papua akan terus
mendorong pembentukan TPID di 5
kabupaten yang belum memiliki TPID yaitu
Kabupaten Deiyai, Kabupaten Paniai,
Kabupaten Mappi, Kabupaten Tolikara dan
Kabupaten Yalimo.
38
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
STABILITAS SISTEM
KEUANGAN
Kinerja sektor rumah tangga menjadi penopang stabilitas sistem keuangan di Papua ditengah perlambatan kinerja sektor korporasi.
Kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan III 2017 relatif mengalami penurunan dibanding triwulan II 2017. Terdapat dua faktor yang masih mempengaruhi kerentanan korporasi Papua pada triwulan III 2017, yaitu (i) belum optimalnya kinerja lapangan usaha tambang, dan (ii) rendahnya realisasi belanja pemerintah. Kinerja perbankan di sektor Korporasi Papua pada triwulan III 2017 masih relatif terjaga, terutama Dana Pihak Ketiga (DPK). Sementara kredit masih tumbuh meski lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kualitas kredit mengalami penurunan, tercermin dari Non Performing Loans (NPL) yang meningkat dan masih berada diatas ketentuan Bank Indonesia sebesar 5%.
Sementara kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan III 2017 masih terjaga dengan positif, tercermin dari kondisi dan risiko keuangan di sektor Rumah Tangga yang relatif terjaga. Perkembangan indikator perbankan di sektor rumah tangga pada triwulan III 2017 menunjukkan peningkatan, khususnya DPK dan penyaluran kredit. Sementara, kualitas kredit NPL mengalami penurunan, tercermin dari kenaikan NPL.
39
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
4.1 ASESMEN SEKTOR KORPORASI
4.1.1. Sumber Kerentanan Sektor
Korporasi
Terdapat dua faktor yang masih
mempengaruhi kerentanan korporasi Papua
pada triwulan III 2017, yaitu (i) belum
optimalnya kinerja lapangan usaha
tambang, dan (ii) rendahnya realisasi belanja
pemerintah.
Rilis resmi BPS menunjukan bahwa kinerja
lapangan usaha pertambangan pada
triwulan III 2017 masih belum optimal pasca
berlalunya aksi unjukrasa pekerja tambang
pada Mei 2017. Bahkan data produksi
tembaga pada periode laporan mengalami
kontraksi. Selain itu, ekspor konsentrat
tembaga kembali tidak dapat dilakukan
karena proses pembangunan smelter belum
memenuhi kriteria dalam peraturan ekspor
minerba. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa kondisi pertambangan di Papua
masih diliputi ketidakpastian usaha.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah
pada triwulan III 2017 yang baru mencapai
41,16% dari pagu anggaran 2017. Dalam
dua tahun terakhir, penyerapan belanja
tersebut relatif lebih rendah. Tercatat
penyerapan belanja pada triwulan III di tahun
2015 dan tahun 2016 masing-masing
mencapai 42,37% dan 49,06% Kondisi
tersebut perlu mendapat perhatian,
mengingat keterlambatan penyerapan
belanja dapat berdampak pada kinerja
finansial korporasi. Hal tersebut diperkuat
oleh data penjualan semen yang tumbuh
terbatas.
Sementara itu, hasil liaison yang dilakukan
oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Papua menunjukkan bahwa tingkat
penjualan domestik kembali mengalami
penurunan. Rata-rata utilisasi mesin produksi
juga tidak terlihat mengalami kenaikan yang
signifikan dan cenderung konstan.
Sementara, hasil Survei Konsumen
menunjukkan bahwa optimisme masyarakat
terhadap kondisi ekonomi mengalami
penurunan.
4.1.2. Kinerja Korporasi
Kinerja sektor korporasi di Papua pada
triwulan III 2017 memperkuat
perkembangan ekonomi Papua yang kurang
optimal pada triwulan III 2017. Hal tersebut
tercermin dari hasil liaison yang dilakukan
oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Papua. Beberapa indikator kinerja
perusahaan menunjukkan kondisi
penurunan.
Sumber : Liaison KPw BI Papua, diolah Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha KPw BI Papua, diolah
Grafik 4.1 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison Grafik 4.2 Perkembangan Akses Kredit, Likuiditas dan
Rentabilitas
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
PenjualanDomestik
utilisasi Investasi Harga Jual TenagaKerja
Upah BiayaBahan Baku
BiayaEnergi
QI 2016 s.d. QIII 2017Likert Scale
18
.18
0
11
.76
-2.6
7
-15
.38 -9
.38
-7.6
9
35
.85
28
.13
42
.86
46
.38
22
.73
32
.76
24
.32
37
.74
29
.69
40
.00
49
.28
32
.73
37
.93
25
.68
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II III
2016 2017
Akses Kredit Likuiditas korporasi Rentabilitas korporasi
% SBT
40
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Penjualan Domestik dan Investasi
Penjualan domestik pada triwulan III 2017
mengalami penurunan dibanding triwulan II
2017. Tercatat likert scale pada triwulan III
2017 berada di level -0,5. Penurunan
penjualan domestik terutama terjadi pada
lapangan usaha Perdagangan Besar. Contact
liaison menyatakan bahwa hal tersebut salah
satunya disebabkan oleh realisasi belanja
pemerintah yang belum optimal. Selain itu,
berlalunya even perayaan Puasa dan Lebaran
pada triwulan II 2017 membuat permintaan
masyarakat mengalami penurunan.
Di sisi lain, kinerja komponen investasi pada
triwulan III 2017 berada di level positif
sebesar 0,63, lebih tinggi dari triwulan II
2017 yang mencapai 0,29. Peningkatan
investasi dilakukan oleh contact liaison di
bidang perhotelan. Persiapan menjelang
PON 2020 menjadi salah satu faktor
pendorong peningkatan investasi yang
terdiri atas menambah jumlah kamar, lahan
parkir, dan beberapa ruangan publik lainnya.
Sementara, contact liaison di lapangan
usaha lainnya, seperti kehutanan,
pengangkutan dan perdagangan
menyatakan bahwa investasi cenderung
stabil.
Biaya dan Harga Jual
Dari sisi biaya, hasil liaison menunjukkan
bahwa komponen biaya bahan baku
mengalami kenaikan pada triwulan III 2017.
Hasil survei pemantauan harga (SPH) yang
dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Papua memperkuat kondisi tersebut,
dimana harga material khususnya batu bata
dan besi beton mengalami kenaikan sebesar
1,8% dan 8,7% (mtm).
Di sisi lain, harga jual mengalami penurunan.
Contact liaison menyatakan bahwa
penurunan tersebut salah satunya
disebabkan oleh penurunan permintaan
seiring berlalunya even puasa dan lebaran.
Selain itu, persaingan usaha yang semakin
ketat juga menjadi faktor pertimbangan
dalam penentuan harga jual.
Kondisi Keuangan
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua menunjukkan
bahwa kondisi keuangan korporasi pada
triwulan III 2017 secara umum masih relatif
terjaga. Aspek likuiditas dan rentabilitas
pada triwulan laporan masih dalam kondisi
positif, meskipun lebih rendah dari triwulan
sebelumnya. Sementara di sisi lain,
komponen akses kredit masih mengalami
Sumber : Liaison KPw BI Papua, diolah Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha KPw BI Papua, diolah
Grafik 4.3 % Korporasi Berdasar Likuiditas per Sektor Grafik 4.4 % Korporasi Berdasar Rentabilitas per Sektor
25%
18%
21%
38%
33%
44%
75%
82%
79%
63%
67%
56%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
LGA
Bangunan
Perdagangan
Hotel
Angkutan
Jasa
Naik Stabil
50%
18%
14%
38%
33%
44%
50%
82%
86%
63%
67%
56%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
LGA
Bangunan
Perdagangan
Hotel
Angkutan
Jasa
Naik Stabil
41
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
penurunan meski tidak sedalam triwulan II
2017.
Dari sisi likuiditas, 73% korporasi
menyatakan bahwa kondisi likuiditas
perusahaan masih stabil. Sementara itu,
kenaikan tingkat likuiditas terutama terjadi
pada pelaku usaha di sektor Jasa, dimana
44% pelaku usaha menyatakan bahwa
likuiditas perusahaan mengalami kenaikan.
Jasa percetakan menjadi salah satu usaha
yang mengalami kenaikan likuiditas seiring
peningkatan permintaan selama
berlangsungnya tahun ajaran baru pada
periode laporan.
Dari sisi rentabilitas, 74% korporasi
menyatakan bahwa laba yang dihasilkan
melalui pemanfaatan aset/modal pada
triwulan III 2017 relatif stabil. Kenaikan
tingkat rentabilitas terutama terjadi pada
korporasi di sektor Listrik, Gas dan Air yang
dinyatakan oleh 50% responden. Kenaikan
tersebut sejalan dengan kebijakan
penyesuaian tarif listrik oleh pemerintah.
4.1.3. Eksposure Perbankan dalam
Korporasi
Kinerja perbankan di sektor Korporasi Papua
pada triwulan III 2017 masih relatif terjaga,
terutama Dana Pihak Ketiga (DPK).
Pada periode laporan, DPK korporasi secara
signifikan tumbuh sebesar 144,4% (yoy)
lebih tinggi dibanding pertumbuhan
triwulan II 2017 yang mencapai 130,79%
(yoy). Sementara kredit masih tumbuh meski
lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Di sisi
lain, kualitas kredit mengalami penurunan,
tercermin dari Non Performing Loans (NPL)
yang meningkat dan masih berada diatas
ketentuan Bank Indonesia sebesar 5%.
Dari sisi kredit, mayoritas kredit korporasi
masih disalurkan ke lapangan usaha
perdagangan, konstruksi dan pertanian,
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 4.7 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL Grafik 4.8 % Proporsi Kredit per Sektor
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 4.5 Pertumbuhan Kredit Korporasi per Sektor Grafik 4.6 Perkembangan NPL per Sektor
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
DPK (yoy) Kredit (yoy) NPL (sb.kanan)
yoy NPL
16.12% 15.04% 14.24% 11.12%14.98% 12.61% 12.42%
21.33% 24.39% 26.83%19.96% 14.35% 18.70% 20.99%
26.87%26.66% 25.87%
31.97% 32.50% 34.56% 32.49%
6.87% 5.89% 5.98% 4.68% 5.17% 5.00% 7.68%11.95% 10.28% 8.92% 8.22% 7.91% 7.20% 6.75%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I 2016 II 2016 III 2016 IV 2016 I 2017 II 2017 III 2017
Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
I II III IV I II III
2016 2017
Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy
yoy
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy
I 2016 II 2016 III 2016 IV 2016
42
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
masing-masing mencapai 32,49%, 20,99%
dan 12,42% dengan tingkat pertumbuhan
masing-masing mencapai 64,79%, 2,67%
dan 14,44% (yoy). Angka pertumbuhan
kredit ketiga sektor tersebut pada triwulan III
2017 relatif mengalami perlambatan
dibanding triwulan sebelumnya.
Pada lapangan usaha konstruksi,
perlambatan kredit tersebut disebabkan oleh
dua hal, yaitu kinerja keuangan daerah yang
kurang optimal dan perlambatan kinerja
perekonomian akibat pelemahan lapangan
usaha pertambangan. Sementara,
perlambatan kredit pada lapangan usaha
perdagangan dan lapangan usaha pertanian
seiring pergeseran pelaksanaan perayaan
even puasa dan lebaran serta belum
berlangsungnya masa panen pada periode
laporan.
Dari sisi kualitas kredit, terlihat bahwa
mayoritas lapangan usaha memiliki NPL
diatas 5%. Hanya lapangan usaha pertanian
yang memiliki NPL dibawah 5%, sebesar
0,22%. Secara mendalam dapat diketahui
bahwa penurunan NPL lapangan usaha
pertanian terjadi sejak triwulan II 2017.
Berdasarkan informasi dari Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), penurunan NPL yang
signifikan tersebut lebih disebabkan oleh
koreksi pembukuan oleh pihak perbankan.
Sementara NPL lapangan usaha
perdagangan pada triwulan III 2017
mencapai 8,86%, lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 6,51%.
Sementara NPL lapangan usaha konstruksi
periode yang sama relatif stabil pada kisaran
17%.
Dari sisi penggunaan, tidak terdapat
perubahan struktur penyaluran kredit,
dimana lebih dari 60% kredit korporasi yang
disalurkan digunakan untuk modal kerja dan
lebih dari 30% untuk kredit investasi.
Penyaluran kredit korporasi untuk modal
kerja pada triwulan III 2017 mencapai
26,01% (yoy), lebih tinggi dibanding
triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar
22,01% (yoy). Di sisi lain, kredit investasi
mengalami perlambatan dari 111,44% (yoy)
pada triwulan II 2017 menjadi 56,72% (yoy)
pada triwulan III 2017.
Sementara itu, kualitas kredit baik modal
kerja maupun investasi pada triwulan
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 4.10 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL Grafik 4.11 % Proporsi Kredit per Sektor
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 4.9 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL
74.79% 74.47%66.44% 65.22% 61.54% 65.41% 64.27%
23.22% 22.35%29.44% 30.43% 35.24%
34.02% 35.16%
1.99% 3.18% 4.12% 4.36% 3.22% 0.57% 0.57%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I 2016 II 2016 III 2016 IV 2016 I 2017 II 2017 III 2017
Modal Kerja Investasi Konsumsi
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
I II III IV I II III
2016 2017
g Modal Kerja (sb.kanan) g Investasi (sb.kanan) NPL Modal Kerja NPL Investasi
yoy
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Giro (sb.kanan) Tabungan (sb.kanan) Deposito (sb.kanan)
g Giro g Tabungan g Deposito
yoy Pangsa
43
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
laporan belum menunjukkan perbaikan yang
signifikan dan masih berada diatas 5%,
masing-masing mencapai 14,97% dan
12,08%.
Dari sisi DPK, komposisi giro masih menjadi
yang paling dominan pada triwulan III 2017
dengan persentase penempatan lebih dari
60%. Sementara penempatan dana pada
komponen tabungan dan deposito di
triwulan III 2017 masing-masing sebesar
22,5% dan 13,7%.
Dalam perkembangannya, giro tumbuh
signifikan mencapai 187,57% (yoy) pada
triwulan laporan. Demikian juga dengan
deposito yang tumbuh positif sebesar
89,36% (yoy). Sementara, tabungan
mengalami perlambatan dari 167,28% (yoy)
pada triwulan II 2017, menjadi 95,52% (yoy)
pada triwulan laporan. Kondisi tersebut
membuat DPK korporasi secara total
mengalami kenaikan sebesar 144,40% (yoy).
Tingginya pertumbuhan DPK ditengah
perlambatan penyaluran kredit pada
triwulan III 2017 mengindikasikan ekspansi
usaha korporasi masih tertahan dan
cenderung menunggu perkembangan
aktivitas ekonomi.
4.2. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor
Rumah Tangga
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
kerentanan sektor Rumah Tangga, yaitu
pendapatan, tingkat konsumsi dan persepsi
terhadap harga. Berdasarkan hasil Survei
Konsumen (SK) pada triwulan III 2017 yang
dilakukan oleh KPwBI Provinsi Papua, dapat
diketahui bahwa tingkat keyakinan
masyarakat terhadap kondisi perekonomian
cenderung mengalami penurunan. Tercatat
bahwa indeks keyakinan masyarakat
terhadap kondisi ekonomi saat ini (IKE)
mencapai level 120,44, lebih rendah
dibanding triwulan II 2017 yang mencapai
130,44.
Dibandingkan dengan triwulan II 2017,
optimisme masyarakat di ketiga komponen
pembentuk IKE pada periode laporan
mengalami penurunan, terutama indeks
konsumsi barang tahan lama dan indeks
ketersediaan lapangan kerja. Tercatat kedua
indeks tersebut berada di level 102,7 dan
116. Sementara, optimisme masyarakat
terhadap penghasilan saat ini masih berada
di level yang tinggi, mencapai 142,7,
meskipun relatif lebih rendah dari triwulan II
2017. Berlalunya even puasa dan lebaran
yang berlangsung pada triwulan sebelumnya
Sumber : Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 4.12 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.13 Perkembangan Indikator SK Lainnya
100
105
110
115
120
125
130
135
140
145
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ( IKK )
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI ( IKE )
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK )
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2015 2016 2017
Ekspektasi EkonomiKondisi Ekonomi Saat Ini
Pe
sim
isO
pti
mis
Indeks
Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Indeks Penghasilan Konsumen (Ekspektasi)
Indeks Kegiatan Usaha
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (Ekspektasi)
44
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
secara umum menjadi salah satu faktor
penurunan optimisme masyarakat.
Sementara itu, ekspektasi masyarakat
terhadap kondisi ekonomi ke depan (IEK)
masih terjaga, dimana angka indeks pada
triwulan III 2017 mencapai 138,67 lebih
tinggi dibanding triwulan II 2017 yang
mencapai 136,44.
Dari ketiga komponen pembentuk IEK,
masyarakat sangat optimis bahwa
ketersediaan lapangan kerja ke depan akan
relatif lebih baik yang juga didukung oleh
kondisi dunia usaha yang semakin membaik.
Namun di sisi lain, tingkat pendapatan ke
depan dipersepsikan menurun. Perayaan
natal dan tahun baru menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut,
dimana kinerja perekonomian cenderung
meningkat, namun juga diiringi dengan
potensi tekanan kenaikan inflasi.
Dari sisi pengeluaran, tidak terdapat
perubahan struktur alokasi pengeluaran
pada triwulan III 2017. Komponen konsumsi
masih mendominasi dengan pangsa berkisar
60%. Sementara, alokasi pengeluaran untuk
tabungan dan pembayaran cicilan masing-
masing, mencapai kisaran 28% dan 14%.
Berdasarkan tingkat pengeluaran per bulan
dapat diketahui bahwa seluruh tingkatan
pengeluaran memiliki persentase alokasi
konsumsi yang relatif merata pada kisaran
diatas 58% dari total pengeluaran. Demikian
juga dengan alokasi tabungan yang merata
pada kisaran 25% hingga 32% dari total
pengeluaran. Sementara, alokasi
pembayaran cicilan berkisar 10% hingga
15% dari total pengeluaran. Hanya
masyarakat dengan tingkat pengeluaran
hingga Rp4 juta hingga Rp5 juta yang
memiliki persentase cicilan terbesar
mencapai 32% dari total pengeluaran.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa
daya beli masyarakat relatif terjaga dan
mampu untuk memenuhi berbagai
kewajibannya.
Sumber kerentanan pada sektor Rumah
Tangga juga berpotensi berasal dari tekanan
harga. Namun demikian, rendahnya realisasi
inflasi hingga triwulan III 2017 membuat
persepsi masyarakat terhadap inflasi dalam
jangka pendek relatif stabil.
4.2.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Pada triwulan III 2017, pengelolaan
keuangan rumah tangga relatif stabil jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Persentase alokasi tabungan di atas 10%
dari pengeluaran masih dominan dan berada
pada kisaran 26% hingga 31%. Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa
masyarakat masih menjaga prinsip kehati-
hatian dalam pengelolaan keuangan.
Dilihat dari perilaku berutang, terdapat
kenaikan nilai utang masyarakat, dimana
jumlah masyarakat yang memiliki debt to
service ratio (DSR) >10% mengalami
kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Di
sisi lain, persentase masyarakat dengan DSR
<10% mengalami penurunan, meskipun
jumlahnya masih masih mendominasi.
Sumber : Survei Konsumen, diolah
Grafik 4.14 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2017
Makanan Non makanan Peralatan rumah tangga
Energi Perumahan Jasa
Perubahan harga 3 bln ke depan
45
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Kondisi tersebut perlu diwaspadai karena
berpotensi menyebabkan kenaikan NPL.
4.2.3. Eksposure Perbankan dalam
Rumah Tangga
Perkembangan indikator perbankan di
sektor rumah tangga pada triwulan III 2017
menunjukkan peningkatan. DPK tumbuh
signifikan sebesar 5,67% (yoy) lebih tinggi
dari triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar
0,15% (yoy). Demikian juga dengan kredit
yang tumbuh 3,64% (yoy) pada triwulan
laporan, lebih tinggi dari triwulan II 2016
yang mencapai 2,07% (yoy). Sementara, NPL
cenderung meningkat dan mencapai 2,89%
pada triwulan III 2017. Meskipun demikian,
tingkat NPL tersebut masih berada di bawah
batas ketentuan Bank Indonesia (5%).
Secara lebih mendalam terlihat bahwa
pangsa kredit KPR dan kredit lainnya pada
triwulan III 2017 masih dominan, masing-
masing mencapai 21,01% dan 28,22%.
Sementara untuk pangsa kredit kendaraan
bermotor (KKB) relatif kecil, hanya mencapai
1,76%. Pertumbuhan kredit KPR pada
triwulan laporan mencapai 26,38% (yoy),
relatif stabil dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 26,70% (yoy).
Pertumbuhan penyaluran kredit KPR
terutama terjadi untuk KPR dengan tipe 70
yang mencapai 44,90% (yoy) pada triwulan
laporan.
Kualitas penyaluran KPR secara umum
terjaga dengan baik, tercermin dari tingkat
NPL yang stabil pada kisaran level 3,3%.
Kondisi yang sama juga terlihat pada KKB,
dimana NPL stabil pada kisaran 1,3%.
Sementara itu, NPL kredit mutiguna
cenderung membaik, seiring pengurangan
penyaluran kredit. Di sisi lain, kredit lainnya
mengalami kenaikan signifikan sebesar
4,27%, hampir mencapai batas ketentuan
Bank Indonesia (5%). Ke depan, kenaikan
Tabel 4.1 Alokasi Utang dan Tabungan Masyarakat
sumber : Survei Konsumen, diolah
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 4.15 Pertumbuhan DPK, Kredit dan NPL Rumah
Tangga Grafik 4.16 % Kredit Rumah Tangga
0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
Rp1 - 2 jt 28.2% 5.1% 4.4% 2.7% 5.3% 7.6% 12.4% 15.1%
Rp2,1 - 3 jt 27.8% 3.1% 4.2% 3.3% 5.6% 8.0% 10.9% 14.0%
Rp3,1 - 4 jt 7.8% 2.0% 1.6% 1.6% 1.6% 3.3% 5.1% 2.9%
Rp4,1 - 5 jt 1.6% 0.4% 0.9% 1.1% 1.3% 1.1% 0.7% 0.9%
Rp5,1-6 jt 1.8% 0.0% 0.4% 0.4% 0.2% 0.9% 0.9% 0.7%
Rp6,1-7 jt 0.0% 0.0% 0.2% 0.2% 0.2% 0.2% 0.0% 0.0%
Rp7,1-8 jt 0.0% 0.0% 0.2% 0.4% 0.2% 0.2% 0.2% 0.0%
>Rp8 jt 0.2% 0.2% 0.0% 0.0% 0.0% 0.2% 0.2% 0.0%
Total 67.3% 10.9% 12.0% 9.8% 14.4% 21.6% 30.4% 33.6%
Rp1 - 2 jt 38.9% 2.9% 6.7% 2.7% 5.3% 15.6% 15.1% 15.1%
Rp2,1 - 3 jt 22.4% 4.2% 4.4% 2.2% 6.2% 8.0% 8.0% 11.1%
Rp3,1 - 4 jt 8.2% 1.1% 1.8% 1.3% 2.0% 1.8% 3.6% 5.1%
Rp4,1 - 5 jt 2.2% 0.0% 0.0% 0.4% 0.0% 0.9% 0.9% 0.9%
Rp5,1-6 jt 0.4% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.4%
Rp6,1-7 jt 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Rp7,1-8 jt 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
>Rp8 jt 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Total 72.2% 8.2% 12.9% 6.7% 13.6% 26.2% 27.6% 32.7%
Rp1 - 2 jt 31.8% 4.4% 5.8% 4.0% 4.2% 12.4% 12.7% 16.7%
Rp2,1 - 3 jt 18.2% 7.3% 8.2% 4.7% 7.1% 12.9% 10.9% 7.6%
Rp3,1 - 4 jt 8.9% 2.2% 2.2% 1.3% 2.4% 6.0% 4.7% 1.6%
Rp4,1 - 5 jt 0.0% 0.0% 0.2% 0.2% 0.2% 0.0% 0.0% 0.2%
Rp5,1-6 jt 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Rp6,1-7 jt 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Rp7,1-8 jt 0.0% 0.2% 0.0% 0.0% 0.2% 0.0% 0.0% 0.0%
>Rp8 jt 0.2% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.2% 0.0%
Total 59.1% 14.2% 16.4% 10.2% 14.2% 31.3% 28.4% 26.0%
III 2017
II 2017
PeriodePengeluaran/
bln
Debt Service Ratio (DSR)
I 2017
Tabungan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
DPK Kredit NPL (sb.kanan)
yoy NPL
18.06% 18.82% 19.22% 19.24%
20.33% 20.28% 21.01%
65.14% 64.83% 63.98%
41.18%
14.94% 14.44% 14.84%
37.79%
34.93% 33.69%28.22%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I 2016 II 2016 III 2016 IV 2016 I 2017 II 2017 III 2017
KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya
46
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
NPL pada kredit lainnya perlu diwaspadai
mengingat 75% dari kredit ini disalurkan
untuk kredit nonlapangan usaha yang
kurang diketahui secara jelas
penggunaannya.
Di sisi penghimpunan dana, DPK rumah
tangga di Papua pada triwulan III 2017
secara umum mengalami kenaikan.
Berdasarkan komponennya, tabungan yang
merupakan komponen dengan pangsa
dominan dalam DPK rumah tangga pada
triwulan III 2017 tumbuh sebesar 4,49%
(yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan
II 2017 yang mencapai 2,92% (yoy). Kinerja
deposito pada periode laporan juga
mengalami kenaikan sebesar 1,51% (yoy)
setelah kontraksi sebesar 2,90% (yoy) pada
triwulan II 2017. Pertumbuhan signifikan
terjadi pada komponen giro yang mencapai
22,38% (yoy) jauh lebih tinggi dari triwulan
II 2017 yang mengalami kontraksi -9,62%
(yoy). Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa pengelolaan keuangan masyarakat
relatif baik dengan melakukan peningkatan
penempatan dana ke dalam instrumen
perbankan yang lebih aman seiring
berlalunya perayaan lebaran.
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 4.17 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.18 Pertumbuhan NPL Rumah Tangga
-2%
-1%
-1%
0%
1%
1%
2%
2%
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
KPR KKB RT. Multiguna Lainnya
yoy
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya
47
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM
PEMBAYARAN DAN
PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
Perkembangan transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada triwulan III
2017 meningkat secara nominal maupun volume dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi
melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan laporan juga tercatat
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Papua
menunjukan posisi net outflow pada triwulan III 2017 sebesar Rp416 miliar. Pada triwulan ini posisi
net outflow dan meningkatnya transaksi SKNBI dan RTGS disebabkan oleh mulai masuknya ajaran
baru sekolah sehingga masyarakat cenderung menarik uang kartal untuk keperluan perlengkapan
sekolah anak. Meningkatnya realisasi pembayaran proyek pemerintah dan pembangunan
infrastruktur menambah peningkatan aliran uang rupiah di Papua.
48
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
5.1 SISTEM PEMBAYARAN
Di tengah perlambatan kinerja
perekonomian Papua, perkembangan
transaksi nontunai di Papua cenderung
mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan II 2017.
Pada triwulan III 2017, terjadi peningkatan
secara volume maupun nominal transaksi
yang dilakukan melalui SKNBI dengan nilai
yang mencapai Rp2,71 triliun dan volume
81.443 lembar warkat. Jumlah tersebut
meningkat dibanding triwulan sebelumnya
yang mencatatkan nilai sebesar Rp2,56
triliun dengan volume 75.560 lembar
warkat. Bila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun lalu, volume transaksi
SKNBI mengalami peningkatan 4,32% (yoy)
sedangkan nilai transaksi mengalami
penurunan sebesar 20,2% (yoy). Penurunan
ini sejalan dengan rendahnya realisasi
anggaran pemerintah Provinsi Papua
sehingga menyebabkan aktivitas
pembayaran proyek belum terealisasi
dengan optimal.
5.1.1 Transaksi SKNBI
Secara spasial, penatausahaan transaksi
kliring di Provinsi Papua masih diakomodasi
dari dua wilayah yaitu di Kota Jayapura dan
Kabupaten Biak. Proporsi transaksi kliring
masih didominasi oleh pemenuhan dari Kota
Jayapura sebesar 91,16% terhadap
keseluruhan transaksi kliring, sementara dari
Kabupaten Biak hanya mengakomodasi
sebesar 8,84%. Berdasarkan nominalnya,
transaksi kliring di Kota Jayapura mencapai
Rp2,47 triliun sedangkan di Kabupaten Biak
hanya sebesar Rp240 miliar. Sementara
apabila dilihat dari fisik penukaran warkat, di
Kabupaten Biak sepanjang triwulan III 2017
sebanyak 2.795 lembar warkat yang
ditukarkan atau jauh lebih rendah
dibandingkan Kota Jayapura yang mencapai
79.484 lembar warkat.
5.1.2 Transaksi BI-RTGS
Sementara untuk transaksi yang dilakukan
melalui Bank Indonesia Real Time Gross
Settlemen (BI-RTGS) Generasi II di Papua
pada triwulan III 2017 juga mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Dibandingkan dengan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI),
jumlah transaksi RTGS lebih sedikit namun
dengan nominal transaksi rata rata yang
jauh lebih tinggi dan kebutuhan warkat yang
jauh lebih banyak.
Jumlah nilai yang ditransaksikan melalui BI-
RTGS selama triwulan III 2017 sebesar
Rp1,73 triliun, naik 52,09% (yoy) lebih tinggi
dari triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya. Kemudian jumlah ini juga naik
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI Papua Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi RTGS Papua
49
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
dibandingkan dengan transaksi triwulan II
2017 sebesar Rp1,25 triliun.
Volume transaksi yang terjadi pada di
triwulan III 2017 sebanyak 1.931 transaksi,
meningkat 43,14% (yoy) lebih tinggi dari
triwulan yang sama pada tahun sebelumnya.
5.2 PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.2.1 Penyediaan Uang Layak Edar
Aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan
Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Papua
menunjukan posisi net outflow pada
triwulan III 2017 sebesar Rp416 miliar. Hal
tersebut sejalan dengan pola historis dimana
pada triwulan sebelumnya juga mengalami
net outflow sejalan dengan perayaan hari
raya Idul Fitri dan memasuki libur semester
bagi anak sekolah. sehingga masyarakat
cenderung menarik uang kartal dalam
jumlah besar. Sedangkan pada triwulan ini
posisi net outflow disebabkan adanya
kebutuhan untuk memasuki ajaran baru
sekolah dan perayaan Idul Adha sehingga
masyarakat cenderung menarik uang kartal
dalam jumlah besar untuk memenuhi
kebutuhan hari raya tersebut.
Bila dilihat lebih lanjut, net outflow uang dari
KPw BI Provinsi Papua pada triwulan II 2017
bersumber dari uang keluar sebesar Rp 1,9
triliun, lebih banyak dibandingkan uang
masuk yang tercatat sebesar 1,5 triliun.
Dibandingkan dengan kondisi net outflow
sepanjang triwulan III 2016 yang sebesar Rp
2,9 triliun, kondisi pada triwulan III 2017
relatif lebih rendah.
Sementara itu, jumlah Uang Tidak Layak
Edar (UTLE) yang dimusnahkan di KPw BI
Provinsi Papua pada triwulan laporan sebesar
Rp234,11 miliar, naik 64,92% dibandingkan
triwulan yang sama pada tahun lalu yang
mencapai Rp141,96 miliar. Hal ini
mengindikasikan bahwa UTLE yang beredar
di Provinsi Papua relatif menurun.
Pemusnahan UTLE tersebut merupakan
bagian dari kebijakan Clean Money Policy,
yaitu upaya Bank Indonesia untuk menjaga
kualitas uang yang beredar di tengah
masyarakat. Untuk itu secara rutin KPw BI
Provinsi Papua melakukan pemusnahan
terhadap UTLE yang dilakukan berdasarkan
prinsip good governance. Selain melakukan
pemusnahan UTLE, dalam melaksanakan
kebijakan kas keliling yang terdiri dari kas
keliling dalam kota yang rutin diadakan 2
kali seminggu di 4 tempat di Kota Jayapura,
serta kas keliling luar kota yang dilakukan
diseluruh kabupaten Provinsi Papua.
Selama triwulan III 2017, kegiatan kas
keliling yang dilaksanakan oleh KPw BI
Provinsi Papua mengalami penurunan.
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.3 Aliran Uang Kartal Melalui KPw BI Papua Grafik 5.4 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak
Edar (UTLE) di Papua
50
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Selama triwulan III 2016 kas keliling yang
dilakukan sebanyak 58 kali sedangkan pada
triwulan III 2017 total kas keliling yang
dilaksanakan tercatat sebanyak 43 kali.
Dengan rincian 37 kali kas keliling dalam
kota dan 6 kali kas keliling luar kota.
Selain dalam bentuk kas keliling, distribusi
uang di luar kantor perwakilan Bank
Indonesia juga dilakukan dalam bentuk kas
titipan. Hingga triwulan III 2017, KPw BI
Provinsi Papua telah membuka 7 (lima) lokasi
kas titipan, yakni di wilayah Sorong,
Merauke, Timika, Biak, Wamena, Serui dan
Nabire. Tujuan pembentukan kas titipan
adalah untuk melayani tingginya kebutuhan
uang layak edar di Provinsi Papua.
Untuk mengoptimalkan pengedaran ULE
hingga ke daerah terdalam di Papua, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
juga melakukan program BI Jangkau yang di
mulai sejak Agustus 2017. Program ini
merupakan program nasional, dimana Papua
menjadi salah satu dari tujuh wilayah pilot
project. Dalam pelaksanaan program ini,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Papua bekerjasama dengan BPD Papua. BI
Jangkau di Papua saat ini dilakukan di 4
distrik di kabupaten Boven Digoel yaitu
Mindiptana, Jair, Bomakia, dan Mandobo.
Sementara di Kabupaten Mappi dilakukan di
Assue, Haju, Obaa dan Nambion Bapia.
KPw Bank Indonesia Provinsi Papua saat ini
tengah gencar melakukan sosialisasi kepada
pelaku usaha KUPVA, dan masyarakat di
perbatasan Papua mengenai Peraturan Bank
Indonesia terbaru nomor 19/7/PBI/2017
tentang Pembawaan Uang Kertas Asing Ke
Dalam dan Keluar Daerah Pabean Indonesia.
PBI ini mengatur jumlah maksimal
pembawaan Uang Kertas Asing (UKA) oleh
perorangan ke dalam maupun keluar
wilayah Indonesia yang jumlahnya lebih
besar atau sama dengan satu milyar rupiah
harus menggunakan bank atau melalui
KUPVA yang telah mendapatkan ijin dari
Bank Indonesia. Selama ini pelaku usaha
KUPVA di Papua masih bersifat tradisional,
mereka kebanyakan membeli Kina di Papua
Nugini kemudian membawa sendiri ke
Papua untuk kemudian diperjual belikan.
Cara seperti ini memiliki resiko yang cukup
besar karena Bank Indonesia kesulitan untuk
melacak dan mengetahui secara pasti jumlah
UKA yang beredar di Indonesia, ditambah
resiko adanya peredaran uang asing palsu.
Oleh karena itu PBI ini diberlakukan untuk
meminimalisir resiko tersebut dan mulai
berlaku 8 Maret 2018.
5.2.2 Temuan Uang Tidak Asli
Pada triwulan III 2017, volume peredaran
uang tidak asli di Papua relatif kecil dengan
sejumlah 12 lembar, turun dibanding volume
triwulan II 2017 yang sebesar 32 lembar.
Peredaran uang tidak asli di Papua pada
triwulan laporan didominasi oleh pecahan
Rp50.000 sebanyak 8 lembar. Sementara,
uang tidak asli untuk pecahan Rp100.000
ditemukan sebanyak 4 lembar.
Tabel 5.1 Frekuensi Pelaksanaan Kas Keliling Dalam dan Luar Kota Papua
Sumber:Bank Indonesia, diolah
I II III IV I II III
Dalam Kota 27 27 38 39 49 35 37
Luar Kota 12 15 18 21 7 10 6
TOTAL 39 42 56 60 56 45 43
Kas Keliling2016 2017
51
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Meskipun temuan uang tidak asli di wilayah
Papua masih relatif sedikit, namun Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
senantiasa melakukan berbagai upaya
pencegahan melalui kegiatan edukasi
sosialisasi cici-ciri keaslian uang rupiah dalam
berbagai kesempatan. Selain itu, kerjasama
dengan berbagai instansi, khususnya
kepolisian juga terus ditingkatkan.
52
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua tercatat mengalami peningkatan
pada triwulan III 2017. Hal tersebut ditunjukkan dengan naiknya TPT dari 3,35% pada
Agustus 2016 menjadi 3,62% pada Agustus 2017. Sementara itu, Nilai Tukar Petani
(NTP) Papua masih mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan III 2017 dengan
kecenderungan menurun sepanjang triwulan laporan. Di sisi lain, angka kemiskinan di
Papua pada Maret 2017 mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode yang
sama tahun 2016.
53
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
6.1 KETENAGAKERJAAN
Keadaan ketenagakerjaan di Papua pada
triwulan III 2017 meningkat dibandingkan
triwulan I 2017 walaupun tidak signifikan.
Jumlah orang bekerja meningkat sebesar
0,87% pada rilis Agustus dibandingkan rilis
Februari. Selain itu Tingkat Pengangguran
Terbuka pada rilis Agustus 2017 naik
dibandingkan Agustus 2016 dari 3,35%
menjadi 3,62%.
6.1.1 Tenaga Kerja
Tidak terdapat perubahan signifikan secara
komposisi penyerapan tenaga kerja, pada
triwulan III 20171.
Mayoritas penduduk Papua bekerja di sektor
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan
dan Perikanan (68,5%). Kemudian, sebagian
besar lainnya bekerja di sektor Jasa
Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan
(13,6%), khususnya di bidang pemerintahan.
Dibandingkan dengan rilis Agustus 2016,
penyerapan tenaga kerja pada rilis Agustus
2017 di lapangan usaha pertanian, lapangan
usaha industri serta lapangan usaha jasa
kemasyarakatan meningkat masing-masing
sebesar 6,2%, 16,5% dan 3,7%. Hal tersebut
sejalan dengan masuknya musim panen
komoditas pertanian di daerah sentra produksi
dan tinggi gelombang laut yang ideal dalam
mendukung kinerja perikanan tangkap. Selain
itu realisasi beberapa proyek pemerintah
mendorong peningkatan penyerapan tenaga
kerja di lapangan usaha industri dan jasa
kemasyarakatan.
Sementara penyerapan tenaga kerja di
lapangan usaha perdagangan dan lapangan
usaha lainnya mengalami penurunan sebesar -
14,9%. Hal tersebut seiring berlalunya even
perayaan lebaran di triwulan sebelumnya.
Kondisi yang relatif berbeda terlihat dari hasil
survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang
dilakukan oleh Bank Indonesia di Papua
selama triwulan III 2017.
Penyerapan tenaga kerja di lapangan usaha
pertanian relatif stabil jika dibandingkan
kondisi triwulan II 2017. Peningkatan
penyerapan tenaga kerja terjadi pada
lapangan usaha Listrik, Gas dan Air Bersih dan
lapangan usaha perdagangan. Sedangkan
sektor lainnya mengalami penurunan pada
triwulan III 2017.
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber:BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.1 Komposisi pekerja berdasarkan lapangan
usaha
Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags
Penduduk Usia 15+ (ribu orang) 2.057 2.073 2.097 2.129 2.157 2.189 2.213 2.245 2.269 2.291
Angkatan Kerja (ribu orang) 1.645 1.610 1.689 1.675 1.710 1.742 1.743 1.722 1.754 1.763
Bekerja (ribu orang) 1.598 1.560 1.630 1.617 1.646 1.672 1.691 1.664 1.684 1.699
Penganggur (ribu orang) 47 51 59 58 64 69 52 58 69 64
Bukan Angkatan Kerja (ribu Orang) 412 462 408 454 447 447 470 523 515 528
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 79,98 77,70 80,54 78,67 79,26 79,57 78,77 74,13 77,3 76,94
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2,86 3,15 3,48 3,44 3,72 3,99 2,97 3,35 3,96 3,62
2017201620152013 2014Uraian
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2014 2015 2016 2017
Lainnya
Jasa kemasyarakatan
Perdagangan
Industri
Pertanian
ribu orang
54
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Berdasarkan perkiraan kegiatan dunia usaha di
Papua pada triwulan IV 2017 diperkirakan
lapangan usaha perdagangan dan lapangan
usaha pengangkutan akan mengalami
kenaikan penyerapan tenaga kerja seiring
dengan berlangsungnya perayaan Natal dan
tahun baru serta libur panjang akhir tahun.
Berdasarkan status pekerjaannya mayoritas
bekerja di sektor informal dengan persentase
sebesar 78,2%, dimana 32,4% merupakan
pekerja keluarga/ tak dibayar. Sementara
pekerja di sektor formal hanya 21,8%.
Kemudian jika dilihat dari lama waktu
bekerjanya, 58,81% bekerja secara penuh
waktu, sementara sisanya (41,19%) adalah
pekerja tidak penuh waktu.
6.1.1 Pengangguran
Tingkat pengangguran terbuka di Papua pada
Agustus 2017 mencapai 3,62%, lebih tinggi
dari Agustus 2016 yang mencapai 3,35%,
namun masih lebih rendah dibanding angka
nasional yang mencapai 5,5%.
Berdasarkan tingkat pendidikannya, tingkat
pengangguran angkatan kerja yang
berpendidikan Sekolah Menengah Atas
mengalami kenaikan tertinggi pada Agustus
2017 dari 5,71% pada Agustus 2016 menjadi
9,13%. Hal yang sama terjadi pada tingkat
pendidikan universitas dari 5,74% pada
Agustus 2016 menjadi 9,13% pada Agustus
2017 serta pada tingkat pendidikan Sekolah
Menengah Pertama yang meningkat dari
3,02% menjadi 3,37% pada Agustus 2017.
Di sisi lain, tingkat pengangguran terbuka
pada tingkatan Sekolah Menengah Kejuruan
mengalami penurunan dari 16,41% pada
Agustus 2016 menjadi 8,73% pada Agustus
2017. Hal yang sama juga terjadi pada tingkat
pendidikan Diploma I/II/III yang turun dari
7,04% pada Agustus 2016 menjadi 5,87%
pada Agustus 2017. Hal tersebut sejalan
dengan rencana pemerintah untuk
meningkatkan penyerapan kerja dari sekolah
kejuruan dan sekolah vokasi.
6.2 KESEJAHTERAAN
Secara umum kesejahteraan masyarakat
Papua cenderung membaik dan jumlah
penduduk miskin terus menurun. Tingkat
kesenjangan menunjukan kecenderung
menurun walaupun masih berada di atas nilai
Sumber: BPS, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 6.2 Penduduk yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaan Utama Grafik 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam
Kerja
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.4 Aliran Uang Kartal Melalui KPw BI Papua
55
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
rata-rata nasional. Kemudian dilihat dari garis
kemiskinan juga mengalami peningkatan
walaupun tidak signifikan. Di sisi lain
penurunan terjadi pada nilai tukar petani yang
menandakan terjadinya penurunan
kesejahteraan petani di Papua.
6.2.1 Kemiskinan dan Kesenjangan
Terkait dengan tingkat kemiskinan, rilis BPS
dalam dua tahun terakhir menunjukkan
kecenderungan adanya penurunan penduduk
miskin.
Angka kemiskinan pada rilis BPS bulan Maret
2017 menunjukkan 27,62% penduduk Papua
masih dibawah garis kemiskinan, jauh diatas
angka kemiskinan Nasional yang sebesar
10,64%. Angka tersebut sedikit menurun
dibandingkan rilis BPS bulan Maret 2016 yang
sebesar 28,5%.
Selain itu, tingkat kesenjangan pendapatan
yang tercermin dari indeks Gini menunjukan
kenaikan dari 0,39 pada Maret 2016 menjadi
0,397 pada Maret 2017. Angka pada Maret
2017 tersebut juga berada di atas rata-rata
nilai Gini Nasional sebesar 0,393.
Sementara itu, kesenjangan antara
pengeluaran rata-rata penduduk miskin
dengan Garis Kemiskinan (GK) yang
ditunjukkan oleh Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) mencapai 7,49 mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
9,37. Kemudian, ketimpangan kesejahteraan
di antara kelompok penduduk miskin (P2) juga
mengalami penurunan, tercermin dari Indeks
Keparahan Kemiskinan yang dirilis oleh BPS
pada bulan Maret 2017 turun menjadi 2,82
dari 4,19 pada Maret 2016.
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.5 Jumlah Penduduk Miskin Papua Grafik 6.6 Indeks Gini Papua
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.7 Perkembangan Indeks Kedalaman dan
Keparahan Kemiskinan Papua Grafik 6.8 Perkembangan Garis Kemiskinan di Papua
56
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Sementara itu, garis kemiskinan Papua
mengalami kenaikan dari periode sebelumnya
(September 2016) sebesar Rp427.176 menjadi
Rp457.541 pada Maret 2017. Peranan
komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan
jauh lebih besar dibandingkan peranan
komoditi bukan makanan (perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan), dimana
komoditi makanan menyumbang 72,57%
terhadap garis kemiskinan.
6.2.2 Kesejahteraan Petani
Tingkat NTP Papua pada triwulan III 2017
turun menjadi 93,75 dari triwulan sebelumnya
yang mencapai 95,04. Berdasarkan
komponennya, perubahan indeks harga
diterima petani (It) lebih kecil dari indeks harga
dibayar petani (Ib) dimana It mengalami
penurunan -0,38% dan Ib yang meningkat
sebesar 0,07%.
Penurunan terdalam terjadi pada subsektor
hortikultura, dimana subsektor tersebut
mengalami penurunan indeks cukup dalam
mencapai -1,47%. Penurunan tersebut
didorong oleh turunnya indeks kelompok
sayur sayuran sebesar -1,90%. Di sisi lain
terjadi peningkatan Ib subsektor Hortikultura
yang disebabkan oleh naiknya indeks
konsumsi rumah tangga (IKRT) sebesar 0,03%
dan biaya produksi dan penambahan barang
modal (BPPBM) yang juga mengalami
kenaikan sebesar 0,02%. Subsektor
peternakan juga mengalami penurunan indeks
sebesar 0,02%. Sementara NTP subsektor
Perikanan naik 0,22 %.
Deflasi yang terjadi pada komoditas volatile
foods menyebabkan penurunan pendapatan
produsen (petani). Di sisi lain, biaya produksi
dan modal yang cenderung meningkat.
Kondisi tersebut menyebabkan NTP secara
umum mengalami penurunan.
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.9 Perbandingan NTP Papua dengan NTP
Nasional Grafik 6.10 Perkembangan Nilai Tukar Petani Papua
57
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
PROSPEK EKONOMI
DAERAH Perekonomian Papua pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 5,3% -
5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2017. Dari sisi lapangan usaha, kinerja
tambang pada triwulan I 2018 diperkirakan masih tumbuh positif dan menjadi motor
penggerak perekonomian Papua. Sementara sejalan dengan kinerja lapangan usaha
pertambangan, kinerja ekspor diperkirakan berpotensi tumbuh tinggi.
Secara agregat, pertumbuhan ekonomi Papua pada 2018 berpotensi berada di kisaran
5,0% - 5,4% (yoy) lebih tinggi dibanding 2017 yang berkisar 4,0% - 4,4% (yoy). Dari sisi
lapangan usaha, kenaikan target penjualan hasil tambang pada 2018 menjadi salah satu
indikator optimisme pelaku usaha tambang dominan di Papua terhadap kondisi usaha
pada 2018.
Tekanan inflasi Papua pada triwulan I 2018 diperkirakan berkisar 2,3% - 2,7% (yoy)
mengalami kenaikan dibanding triwulan IV 2017. Kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71%
(yoy) dan kenaikan cukai rokok sebesar 10%, menjadi salah satu faktor pemicu tekanan
inflasi pada triwulan I 2018. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar kapal (marine fuel
oil), menambah tekanan inflasi pada triwulan I 2018.
Untuk keseluruhan tahun 2018, inflasi Papua diperkirakan mengalami kenaikan
dibanding 2017, dari kisaran 2,1% - 2,5% (yoy) menjadi 4,6% - 5,0% (yoy). Pelaksanaan
pilkada pada tahun 2018 yang berpotensi mempengaruhi stabilitas sosial-ekonomi di
Papua menjadi salah satu faktor pemicu tekanan inflasi Papua pada tahun 2018.
58
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I
2018
Perekonomian Papua pada triwulan I 2018
diperkirakan berada pada kisaran 5,3% -
5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan IV 2017 yang berkisar 5,2% - 5,6%
(yoy). Hasil survei konsumen terkait dengan
ekspektasi kondisi usaha ke depan
memperkuat tendensi peningkatan
perekonomian Papua pada triwulan I 2018.
Dari sisi lapangan usaha, kinerja tambang
pada triwulan I 2018 diperkirakan masih
tumbuh positif dan menjadi motor
penggerak perekonomian Papua.
Kondisi permintaan global yang relatif positif
dan perkiraan harga komoditas tambang
yang cenderung membaik menjadi faktor
yang memberikan sentimen positif bagi
perusahaan tambang terbesar di Papua.
Selain itu, tekanan operasional tambang
yang diperkirakan miniman dan kondisi
cuaca yang cenderung kondusif menjadi
faktor pendukung kinerja tambang. Namun
demikian, proses negosiasi divestasi saham
yang hingga saat ini belum menemui
kesepatakan berpotensi memberikan
dampak terutama dari sisi penjualan dan
ekspor konsentrat tambang pada triwulan I
2018.
Sementara itu, lapangan usaha konstruksi
diperkirakan tumbuh positif seiring hasil
lelang beberapa proyek pembangunan yang
baru selesai di triwulan III 2017. Kondisi
tersebut membuat proyek dapat mulai
berjalan sejak awal tahun sehingga menjadi
faktor pendorong kinerja lapangan usaha
konstruksi. Namun demikian, pola historis
rendahnya realisasi anggaran pemerintah di
awal tahun berpotensi menjadi faktor
penghambat kinerja lapangan usaha
konstruksi.
Dari sisi permintaan, kinerja konsumsi rumah
tangga diperkirakan masih terjaga. Tekanan
inflasi yang diperkirakan terkendali dan
siklus perayaan tahun baru menjadi faktor
pendukung kinerja konsumsi rumah tangga.
Sementara sejalan dengan kinerja lapangan
usaha pertambangan, kinerja ekspor
diperkirakan berpotensi tumbuh tinggi. Izin
ekspor komoditas tambang diperkirakan
masih dapat dilakukan hingga Januari 2018.
Hal tersebut membuat pelaku usaha
cenderung mengoptimalkan penjualan hasil
tambang.
Investasi pada triwulan I 2018 berpotensi
meningkat sejalan dengan kinerja lapangan
usaha konstruksi. Pembangunan
infrastruktur pendukung PON 2020
diperkirakan akan mulai dipercepat.
Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 7.1 Ekspektasi Kegiatan Usaha
110
115
120
125
130
135
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2017
59
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Prospek Pertumbuhan Ekonomi 2018
Secara agregat, pertumbuhan ekonomi
Papua pada 2018 berpotensi berada di
kisaran 5,0% - 5,4% (yoy) lebih tinggi
dibanding 2017 yang berkisar 4,0% - 4,4%
(yoy).
Dari sisi lapangan usaha, kenaikan target
penjualan hasil tambang pada 2018 menjadi
salah satu indikator optimisme pelaku usaha
tambang dominan di Papua terhadap kondisi
usaha pada 2018. Tercatat, target penjualan
untuk tembaga dan emasi naik 20% dan
50% (yoy) dibandingkan 2017. Kondisi
tersebut berpotensi mendorong kinerja
lapangan usaha pertambangan.
Sementara itu, kinerja konstruksi juga
diperkirakan mengalami kenaikan yang salah
satunya didorong oleh peningkatan realisasi
proyek persiapan PON 2020. Kondisi
tersebut juga akan memberikan pengaruh
positif terhadap kinerja lapangan usaha
administrasi pemerintahan. Selain itu,
pelaksanaan pilkada pada 2018 juga
semakin memperkuat tendensi peningkatan
kinerja pada lapangan usaha administrasi
pemerintahan.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi
rumah tangga pada 2018 diperkirakan lebih
rendah dibanding 2017. Kecenderungan
kenaikan inflasi pada 2018 menjadi salah
satu faktor melemahnya konsumsi rumah
tangga. Selain itu, stabilitas sosial politik
terkait pelaksanaan pilkada 2018
diperkirakan juga mempengaruhi ekspektasi
konsumsi masyarakat.
Sementara itu, sejalan dengan kinerja
lapangan usaha pertambangan dan
konstruksi, pertumbuhan investasi dan
ekspor pada 2018 diperkirakan meningkat.
7.2. PROSPEK INFLASI
Prospek Inflasi Triwulan I 2018
Tekanan inflasi Papua pada triwulan I 2018
diperkirakan berkisar 2,3% - 2,7% (yoy)
mengalami kenaikan dibanding triwulan IV
2017 yang berkisar 2,1% - 2,5% (yoy),
namun masih dalam level yang terkendali.
Kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71% (yoy)
dan kenaikan cukai rokok sebesar 10%,
menjadi salah satu faktor pemicu tekanan
inflasi pada triwulan I 2018, khususnya pada
inflasi inti (core) dan administered price.
Selain itu, kenaikan harga bahan bakar kapal
(marine fuel oil), menambah tekanan inflasi
Sumber: FCX dan BPS, diolah
Grafik 7.4 Target Produksi Tambang Papua
Sumber: World bank dan IMF, diolah Sumber: World bank, diolah
Grafik 7.2 Ekonomi Negara mitra Grafik 7.3 Harga komoditas global
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017** 2018**
Tembaga [Target] Tembaga [Riil]Emas [Target] Emas [Riil]NTB Tambang (sk. kanan)
Cu: juta poundAu: juta ounce
Rp milyar
2017 2018 2017 2018 2017 2018 2017 2018
Dunia 3.5 3.6 3.6 3.7 3.9 3.9 3.8 3.8
AS 2.1 2.1 2.2 2.3 2.1 2.4 2.2 2.4
Eropa 1.9 1.6 2.1 1.9 2 1.8 2.2 1.8
Jepang 1.3 0.8 1.5 0.7 1.4 1.1 1.5 1.2
Tiongkok 6.7 6.5 6.8 6.5 6.7 6.3 6.8 6.3
India 7.2 7.2 6.7 7.4 7.3 7.6 6.5 7.6
Negara
Weo IMF
Jul-17 Oct-17
Consensus Forecast
Jul-17 Oct-17
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
2014 2015 2016 2017 2018
Tembaga ($/mt) Emas ($/toz)
60
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
pada triwulan I 2018. Marine fuel oil
mengalami kenaikan dari Rp3.800/liter
menjadi Rp5.600/liter. Kondisi tersebut
berpotensi meningkatkan biaya angkut
kapal.
Namun demikian, berlalunya perayaan natal
dan tahun baru serta panen di daerah sentra
produksi berpotensi menjadi peredam
tekanan inflasi pada triwulan I 2018.
Prospek Inflasi 2018
Untuk keseluruhan tahun 2018, inflasi Papua
diperkirakan mengalami kenaikan dibanding
2017, dari kisaran 2,1% - 2,5% (yoy)
menjadi 4,6% - 5,0% (yoy).
Pelaksanaan pilkada pada tahun 2018 yang
berpotensi mempengaruhi stabilitas sosial-
ekonomi di Papua menjadi salah satu faktor
pemicu tekanan inflasi Papua pada tahun
2018. Selain itu, laju inflasi Papua pada
tahun 2018 juga terpengaruh oleh base
effect, seiring relatif rendahnya tekanan
inflasi pada tahun 2017.
Meskipun demikian, kondisi cuaca yang
diperkirakan normal menjadi salah satu
faktor peredam inflasi seiring pasokan yang
berpotensi terjaga.
Selain itu, berbagai kebijakan pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah dalam hal
percepatan realisasi pembangunan
infrastruktur distribusi, seperti jalan trans
Papua, tol laut, dan rencana implementasi
Jembatan Udara diprakirakan dapat menjadi
peredam tekanan inflasi ke depan. Terlebih
kebijakan BBM satu harga dan upaya
pengendalian harga semen melalui
kerjasama antara pelaku usaha dengan
perusahaan pengiriman barang (Cargo)
termasuk juga penggunaan pesawat TNI AU
diharapkan dapat menurunkan dan menjaga
kestabilan harga barang. Berbagai upaya
tersebut diperkuat juga oleh pembentukan
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang
saat ini telah melingkupi 24 daerah dari 29
kabupaten/kota di Papua membuat upaya
koordinasi dan sinergi program kebijakan
diharapkan menjadi lebih optimal dan tepat
sasaran.
Dalam upaya mengendalikan inflasi ke
depan, pembentukan TPID di seluruh
kabupaten/kota akan tetap dilakukan. Selain
itu, beberapa hal yang perlu ditempuh oleh
TPID diantaranya adalah
(a) Menginformasikan secara luas terkait
ketersediaan pasokan barang untuk
mengelola ekspektasi masyarakat
terhadap harga.
(b) Melakukan kegiatan rutin pengendalian
harga seperti pasar murah, operasi
pasar dan inspeksi.
(c) Melakukan realisasi kerjasama
perdagangan dengan daerah pemasok
maupun produsen.
(d) Mengantisipasi potensi perubahan
cuaca terhadap pasokan komoditas,
misalnya melalui peningkatan produksi
dengan dilengkapi penambahan fasilitas
pergudangan dan penyimpanan (cold
storage).
Sumber: BMKG
Grafik 7.5 Prakiraan Sifat Hujan 2017/2018
61
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
LAMPIRAN TABEL-TABEL
62
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
DAFTAR ISTILAH Administered price
Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah,
misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif
dasar listrik.
Base Effect
Efek kenaikan/penurunan nilai pertumbuhan
yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level
variabel yang dijadikan dasar
perhitungan/perbandingan mempunyai nilai
yang cukup rendah/tinggi.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adalah simpanan pihak ketiga bukan bank yang
terdiri dari giro, tabungan dan simpanan
berjangka.
Debt to Service Ratio (DSR)
Rasio utang terhadap pendapatan yang
mencerminkan kemampuan
individu/korporasi/negara untuk menyelesaikan
kewajiban membayar hutang.
Inflasi IHK
Perubahan harga barang dan jasa dalam satu
periode, yang diukur dengan perubahan Indeks
Harga Konsumen (IHK).
Inflasi inti
Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen
volatile foods dan administered prices.
Inflow
Adalah uang yang diedarkan aliran masuk uang
kartal ke Bank Indonesia.
Kontraksi
Kondisi dimana pertumbuhan benilai negatif.
Loan to Value (LTV)
Rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang dapat
diberikan oleh bank terhadap nilai agunan
berupa properti pada saat pemberian
kredit/pembiayaan berdasarkan harga penilaian
terakhir.
Month to month (mtm)
Perubahan nilai pada bulan bersangkutan
dibandingkan bulan sebelumnya.
Net Inflow
Uang yang diedarkan inflow lebih besar dari
outflow.
Non Performing Loan (NPL)
Rasio pembiayaan atau kredit macet terhadap
total penyaluran pembiayaan atau kredit oleh
bank, baik dalam rupiah dan valas. Kriteria NPL
adalah (1) kurang lancar, (2) diragukan, dan (3)
macet.
Outflow
Adalah aliran keluar uang kartal dari Bank
Indonesia.
Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Kegiatan pinjam meminjam dana jangka pendek
(dalam satuan malam) antar bank yang
dilakukan melalui jaringan komunikasi
elektronis.
Rentabilitas
kemampuan dari suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba melalui pemanfaatan
aset/modal.
63
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA November 2017
Liaison
Kegiatan pengumpulan data/statistik dan
informasi yang dilakukan secara periodik melalui
wawancara langsung/tidak langsung kepada
pelaku usaha/institusi lainnya mengenai
perkembangan dan arah kegiatan usaha dengan
cara yang sitematis dan didokumentasikan
dalam bentuk laporan dan likert scale.
Likert Scale
Alat statistik untuk menilai variable/indicator
dengan skala -5 hingga 5. Metode ini disusun
dengan mengacu pada pelaksanaan di Reserve
Bank of Australia (RBA).
Likuiditas
Posisi uang atau kas perusahaan yang
mencerminkan kemampuan untuk memenuhi
kewajiban tepat pada waktunya.
Repo
Transaksi penjualan instrumen keuangan antara
dua belah pihak dengan perjanjian dimana pada
tanggal yang telah ditentukan akan
dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen
yang sama dengan harga tertentu.
Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
dengan
Selisih tersebut kemudian dikalikan bobot tiap
sektor. SBT mencerminkan perkembangan usaha
dari tiap sektor.
Year to Date (ytd)
Sering disebut perubahan kumulatif, adalah
perubahan nilai pada bulan bersangkutan
dibandingkan bulan Desember tahun
sebelumnya.
Year on Year (yoy)
Sering disebut perubahan tahunan, adalah
perubahan nilai pada bulan bersangkutan
dibandingkan bulan yang sama tahun
sebelumnya.