kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi … · provinsi sulawesi utara dalam memberikan...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI UTARA
TRIWULAN II TAHUN 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Luctor E. Tapiheru : Kepala Perwakilan /Direktur
Dudung C. Setyadi : Deputi Kepala Perwakilan /Deputi Direktur
Eko Siswantoro : Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan /Asisten Direktur
Wahyu Sihati : Analis Ekonomi /Manajer
Curie Rantung : Analis /Manajer
Noula T. Sondakh : Analis /Manajer
Connie T. Tumewu : Sekretaris /Manajer
Jeanny J. Legoh : Kepala Unit Layanan Nasabah dan Penyelenggara Kliring
Teguh D. Prasetyo : Kasir Senior /Manajer
Achmad Jainuri : Kepala Unit Sumber Daya
Abdullah Atalapu : Kepala Unit Sekretariat, Protokol dan Pengamanan
Esty Melasih : Analis Ekonomi /Asisten Manajer
Weno Adji Syahdana : Analis Ekonomi /Asisten Manajer
Donny H. Pratama : Analis /Asisten Manajer
Softcopy buku ini dapat di-download di website Bank Indonesia dengan alamat :
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulut/
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA
TRIWULAN II TAHUN 2014
iii
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi
Sulawesi Utara Triwulan II 2014 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders
Bank Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan
secara periodik setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang
perkembangan ekonomi Sulawesi Utara terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang
kami sajikan ini dapat menjadi salah satu referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses
pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait.
Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari
berbagai pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat
Statistik, pelaku usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan
sumber-sumber lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak
tersebut, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang
telah terjalin erat selama ini dapat ditingkatkan di masa yang akan datang.
Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini
ataupun terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa
mengharapkan kritikan dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan
datang.
Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat
bagi semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, Agustus 2014
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI UTARA
Luctor E. Tapiheru
Direktur
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA
TRIWULAN II TAHUN 2014
v
Daftar Isi
KATA PENGANTAR halaman iii
DAFTAR ISI halaman v
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI SULAWESI UTARA halaman vi
RINGKASAN EKSEKUTIF halaman 1
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO halaman 11
Sisi Permintaan halaman 12
Sisi Penawaran halaman 18
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH halaman 31
Inflasi Tahunan (yoy) halaman 32
Inflasi Triwulanan (qtq)
Inflasi Bulanan (mtm)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi
Upaya Pengendalian Inflasi Daerah
halaman 33
halaman 34
halaman 37
halaman 41
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH halaman 47
Struktur Aset Perbankan Sulawesi Utara halaman 47
Perkembangan Kantor Bank halaman 47
Perkembangan Bank Umum Konvensional halaman 49
Stabilitas Sistem Perbankan halaman 55
Perkembangan Perbankan Syariah halaman 59
Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
Box 1. Perkembangan Penggunaan Kartu Kredit di Sulawesi Utara
dan Pemanfaatan Jasa Asuransi Dalam Penyaluran Kredit
halaman 60
halaman 62
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH halaman 67
Struktur Dana Perimbangan di Sulawesi Utara halaman 67
APBD di Tingkat Provinsi halaman 69
Box 2. Kondisi Utang Luar Negeri Provinsi Sulawesi Utara halaman 75
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN halaman 81
Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai halaman 81
Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai halaman 86
Box 3. Kliring Sebagai Prompt Indicator Dari Konsumsi halaman 88
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH
DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
halaman 93
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah halaman 93
Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat halaman 96
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN halaman 105
Prospek Ekonomi Makro halaman 105
Prakiraan Inflasi
Prospek Perbankan
halaman 107
halaman 111
Daftar Istilah dan Singkatan halaman 115
vi
INDIKATOR
I. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
A PDB Nasional (yoy) 6,02 5,81 5,62 5,72 5,21 5,12
B Inflasi Nasional (yoy) 5,90 5,90 8,40 8,38 7,32 6,70
II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
A 1. Laju Inflasi (ytd) % 2,34 1,82 5,99 8,12 1,15 1,97
2. Laju Inflasi (yoy) % 6,83 4,95 7,73 8,12 5,67 6,27
3. Laju Inflasi (mtm) % 1,52 0,21 (2,10) 2,69 0,31 0,67
4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 4,77 (2,36) (6,49) 7,97 1,30 1,43
4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0,13 0,01 0,08 0,79 0,12 0,05
5. Inflasi Perumahan (mtm) % 0,13 0,16 0,11 0,16 0,15 0,14
6. Inflasi Sandang (mtm) % (0,17) (0,71) 1,55 0,90 (0,19) 0,96
7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0,04 0,71 0,23 0,19 0,08 0,12
8. Inflasi Pendidikan (mtm) % - - - 0,16 0,07 0,33
9. Inflasi Transportasi (mtm) % 0,21 7,16 (1,10) 0,32 (0,20) 1,47
B PDRB Penggunaan 7,57 7,25 7,46 7,51 7,94 7,32
Konsumsi 7,78 6,81 5,37 6,52 6,31 7,58
Konsumsi Swasta 7,46 6,92 5,94 5,86 8,88 8,27
Konsumsi Pemerintah 8,39 6,60 4,28 7,61 1,43 6,26
PMTB 9,28 8,67 1,24 (2,73) 4,22 5,05
Stok (6,90) 7,33 28,22 30,73 (3,50) 4,70
Ekspor (5,75) (10,68) 3,09 6,16 2,63 7,70
Impor (7,51) (16,80) (5,71) (3,22) (3,87) 6,68
C PDRB Sektoral 7,57 7,25 7,46 7,51 7,94 7,32
Pertanian 2,46 2,29 3,19 6,95 1,03 1,98
Pertambangan & Penggalian 4,08 5,17 6,75 4,92 2,01 3,92
Industri Pengolahan 4,85 5,27 4,47 2,25 4,17 4,98
Listrik, Gas & Air Bersih 4,26 16,13 19,21 19,42 5,83 4,00
Bangunan 7,87 5,48 5,32 2,40 4,33 7,68
Perdagangan, Hotel & Restoran 10,70 11,40 12,04 15,22 14,37 12,96
Pengangkutan & Komunikasi 9,30 7,10 6,39 5,29 12,43 9,93
Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan 16,38 16,32 14,23 14,65 12,21 6,67
Jasa-Jasa 7,24 7,73 8,41 6,35 10,32 7,23
II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
3. BI Rate (%) 5,75 6,00 7,25 7,50 7,50 7,50
Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 9.709 9.882 11.404 12.087 11.427 11.893
III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TW I TW II**
1. Ekspor (ribu USD) 218.765 192.930 199.269 229.306 290.623 351.209
2. Impor (ribu USD) 9.035 43.008 22.927 21.489 46.377 21.796
IV. PERBANKAN (berdasarkan bank pelapor) TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
A. Jumlah Bank 43 44 44 45 45 45
1. Bank Umum 23 23 23 24 24 24
1.1. Bank Pemerintah 5 5 5 6 6 6
1.2. Bank Swasta 18 18 18 18 18 18
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 17 17 17 17 17 17
3. Bank Syariah 3 4 4 4 4 4
B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 316 322 324 323 324 324
1. Bank Umum 254 255 274 272 272 272
1.1. Konvensional 241 239 258 258 258 258
1.2. Syariah 13 16 16 16 16 16
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 49 51 50 51 52 52
2.1. Konvensional 49 51 50 51 52 52
2.2. Syariah - - - - - -
C. Total Asset (Rp miliar) 27.648 29.284 29.779 30.219 30.547 32.742*
1. Bank Umum 26.254 27.803 28.272 28.691 29.085 31.305
2. BPR* 850 905 959 962 906 891
3. Bank Syariah 544 576 548 566 556 546
Keterangan :
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
*** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
2013 2014
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN
PROVINSI SULAWESI UTARA
vii
INDIKATOR
IV. PERBANKAN (berdasarkan bank pelapor) TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
D. Indikator Kinerja Bank Umum Konvensional
1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 16.108 16.684 17.356 17.156 17.600 19.176
1.1.Giro 3.217 3.085 3.272 3.048 3.298 3.807
1.2. Deposito 5.158 5.577 5.669 4.710 5.954 7.009
1.3. Tabungan 7.734 8.022 8.414 9.398 8.348 8.359 -
2. Kredit (Rp miliar) 19.960 21.458 22.287 22.848 23.022 24.027
2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan
- Modal Kerja 5.865 6.204 6.320 6.455 6.543 6.923
- Investasi 2.423 2.697 2.502 2.591 2.520 2.692
- Konsumsi 11.672 12.557 13.465 13.802 13.959 14.412
2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi
- Pertanian 563 498 464 535 463 482
- Pertambangan 71 43 38 39 44 50
- Industri 438 526 446 467 610 670
- Listrik, Gas & Air 13 13 3 4 4 4
- Konstruksi 558 681 710 662 616 707
- Perdagangan 5.241 5.833 5.852 6.012 6.021 6.305
- Angkutan 183 218 214 228 219 234
- Jasa Dunia Usaha 704 789 773 726 686 731
- Jasa Sosial 225 296 316 374 399 433
- Lainnya 11.963 12.561 13.472 13.802 13.959 14.412
2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 5.812 6.344 6.188 6.407 6.560 6.871
2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 123,91 128,62 128,41 133,18 130,81 125,30
2.5. Non Performing Loan (NPL)
- Nominal (Rp miliar) 440 477 521 572 676 809
- Rasio (%) 2,21 2,22 2,34 2,50 2,94 3,37
V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TW I
1. Kas (Rp miliar)
- Inflow 2.314 1.299 2.093 1.536 2.422 1.129
- Outflow 952 1.732 2.308 3.094 869 1.298
2. Kliring
- Volume Kliring (Lembar) 91.631 98.823 99.655 101.927 82.527 93.703
- Nominal Kliring (Rp Miliar) 2.407 2.411 2.657 2.816 2.446 2.593
- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) 1.529 1.569 1.581 1.701 1.375 1.487
- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) 40 38 42 47 41 41
- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) 1,87 2,13 2,03 1,96 2,15 1,97
- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) 2,19 1,94 2,07 2,08 2,19 2,33
Keterangan :
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
*** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
2013 2014
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN
PROVINSI SULAWESI UTARA
Halaman ini sengaja dikosongkan
RINGKASAN
EKSEKUTIF
x
Halaman ini sengaja dikosongkan
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan Makro Ekonomi Regional
Setelah tumbuh cukup impresif di awal tahun 2014, perekonomian
Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 tumbuh sejalan dengan
perekonomian nasional yang cenderung melambat. Pada triwulan II
2014, perekonomian Sulawesi Utara tumbuh pada level 7,32% (yoy),
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2014 yang
tercatat 7,94% (yoy). Meskipun demikian, angka pertumbuhan
tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
nasional pada triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 5,12% (yoy).
Faktor utama yang masih menjadi pendorong pertumbuhan adalah
adanya pelaksanaan Pemilu Legislatif pada April 2014 dan persiapan
Pemilu Presiden pada Juli 2014, periode seasonal liburan sekolah,
adanya perayaan hari besar keagamaan (Paskah) dan mulai
dimasukinya masa bulan Ramadhan serta adanya pelaksanaan
kegiatan berskala nasional maupun internasional di Sulawesi Utara.
Berdasarkan sumbangannya, perekonomian Sulawesi Utara pada
triwulan II 2014 masih didorong oleh kegiatan konsumsi dan
membaiknya kinerja investasi. Aktivitas ekspor masih tumbuh membaik
meskipun diikuti oleh peningkatan impor yang cukup tinggi. Dari sisi
sektoral, pertumbuhan masih disumbang oleh aktivitas sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) serta sektor Angkutan dan
Komunikasi, meskipun dengan angka pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Perkembangan Inflasi Daerah
Tekanan inflasi di Provinsi Sulawesi Utara meningkat di triwulan II
2014. Inflasi Provinsi Sulawesi Utara yang diwakili oleh Kota Manado
tercatat sebesar 6,27% (yoy) di akhir triwulan II 2014, atau naik jika
dibandingkan inflasi triwulan I 2014 yang sebesar 5,67% (yoy).
Dengan pencapaian tersebut, inflasi tahunan Kota Manado tetap
berada di bawah angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 6,70%
Setelah tumbuh cukup impresif di
awal tahun 2014, perekonomian
Sulawesi Utara pada triwulan II 2014
tumbuh sejalan dengan
perekonomian nasional yang
cenderung melambat. Pada triwulan II
2014, perekonomian Sulawesi Utara
tumbuh pada level 7,32% (yoy)...
Tekanan inflasi di Provinsi Sulawesi
Utara meningkat di triwulan II 2014.
Inflasi Provinsi Sulawesi Utara yang
diwakili oleh Kota Manado tercatat
sebesar 6,27% (yoy) di akhir triwulan
II 2014...
RINGKASAN EKSEKUTIF
2
(yoy), maupun wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) yang
sebesar 6,68% (yoy).
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi
secara tahunan bersumber dari kelompok inti (core inflation) yang
sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya, serta menguatnya
tekanan inflasi kelompok bahan makanan yang harganya bergejolak
(volatile foods) akibat gangguan produksi yang menimbulkan supply
shock. Sementara itu, inflasi pada kelompok barang yang harganya
diatur pemerintah (administered price) semakin mereda seiring
berkurangnya efek kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2013.
Perkembangan Perbankan Daerah
Kinerja perbankan konvensional Sulawesi Utara secara umum
menunjukkan perlambatan sejalan dengan arah kebijakan moneter.
Perlambatan pertumbuhan terutama terjadi pada sisi kredit, sementara
pertumbuhan DPK relatif meningkat. Aset perbankan konvensional
Sulut pada triwulan II 2014 tercatat tumbuh sebesar 12,60% (yoy),
atau lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 15,59% (yoy), namun apabila
dibandingkan dengan triwulan l 2014 pertumbuhan aset relatif
meningkat. Kredit perbankan konvensional Sulut tercatat tumbuh
sebesar 11,97% (yoy), melambat dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu yang tumbuh sebesar sebesar 22,58% (yoy). Di
tengah perlambatan pertumbuhan aset dan kredit, Dana Pihak Ketiga
(DPK) mampu tumbuh lebih besar dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya, yaitu dari 8,57% (yoy) menjadi 14,94% (yoy).
Pada triwulan II 2014 perkembangan perbankan umum syariah di
Sulawesi Utara mengalami penurunan terutama dari sisi aset dan DPK.
Sementara itu, kredit perbankan syariah masih mengalami
pertumbuhan kendati terus mengalami perlambatan pada triwulan
laporan. Total aset bank umum syariah sampai dengan posisi Juni
2014 mengalami penurunan sebesar 5,26% (yoy) sehingga tercatat
sebesar Rp545,67 miliar pada triwulan laporan. Sebaliknya, kondisi
kredit pada triwulan laporan masih mengalami pertumbuhan kendati
mengalami perlambatan dari 7,9% (yoy) pada triwulan I 2014 menjadi
Kinerja perbankan konvensional
Sulawesi Utara secara umum
menunjukkan perlambatan sejalan
dengan arah kebijakan moneter.
Perlambatan pertumbuhan terutama
terjadi pada sisi kredit, sementara
pertumbuhan DPK relatif meningkat...
Berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, tekanan inflasi
secara tahunan bersumber dari
kelompok inti (core inflation) yang
sedikit meningkat dibanding triwulan
sebelumnya, serta menguatnya
tekanan inflasi kelompok bahan
makanan yang harganya bergejolak
(volatile foods)
Pada triwulan II 2014 perkembangan
perbankan umum syariah di Sulawesi
Utara mengalami penurunan
terutama dari sisi aset dan DPK...
RINGKASAN EKSEKUTIF
3
3,03% (yoy) pada triwulan II 2014. Di sisi lain, DPK mengalami
penurunan mencapai 15,10% (yoy) sehingga tercatat sebesar
Rp187,33 miliar pada Juni 2014.
Kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan II 2014
mengalami kontraksi jika dilihat dari sisi aset, namun demikian
NPL mulai menunjukkan perbaikan walaupun harus tetap
diwaspadai karena masih berada pada level diatas 5%. Aset BPR
pada triwulan II 2014 mengalami kontraksi sebesar 1.52% (yoy),
sehingga menjadi Rp891.40 miliar. Pertumbuhan aset BPR yang
terkontraksi pada periode laporan terutama disebabkan oleh
penurunan jumlah kredit, tercatat sebesar 1.02% (yoy).
Perkembangan Keuangan Daerah (APBD)
Dukungan fiskal dari pemerintah pusat untuk pengembangan ekonomi
daerah tercermin dari transfer dana berupa Dana Perimbangan dan
Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus. Dukungan fiskal dari
pemerintah pusat kepada Provinsi Sulawesi Utara serta 15 kab/kota di
bawahnya pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan dibandingkan
tahun 2013, yang tercermin dari peningkatan alokasi Dana
Perimbangan dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus yang
meningkat dari Rp8,64 triliun menjadi Rp9,23 triliun.
Meskipun alokasi belanja maupun target pendapatan pada tahun
2014 cukup besar, namun demikian realisasi sampai dengan triwulan II
2014 masih relatif rendah. Realisasi pendapatan baru mencapai 43%
atau senilai Rp1,01 triliun. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan
pencapaian tahun lalu yang sebesar Rp 1,04 triliun atau 54,7% dari
total target. Kondisi yang sama juga terlihat dari realisasi belanja yang
baru mencapai 27% atau senilai Rp670 miliar, lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp694
miliar atau 35,4% dari target belanja.
Dukungan fiskal dari pemerintah
pusat untuk pengembangan ekonomi
daerah tercermin dari transfer dana
berupa Dana perimbangan dan Dana
Penyesuaian & Otonomi Khusus.
Dukungan fiskal dari pemerintah
pusat kepada Provinsi Sulawesi Utara
serta 15 kab/kota di bawahnya pada
tahun 2014 menunjukkan
peningkatan dibandingkan tahun
2013...
Kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara
pada triwulan II 2014 mengalami
kontraksi jika dilihat dari sisi aset,
namun demikian NPL mulai
menunjukkan perbaikan walaupun
harus tetap diwaspadai karena masih
berada pada level diatas 5%...
RINGKASAN EKSEKUTIF
4
Perkembangan Sistem Pembayaran
Pada triwulan II 2014, nilai transaksi sistem pembayaran tunai di
Sulawesi Utara menunjukkan kondisi net outflow, disertai
meningkatnya nilai transaksi sistem pembayaran non-tunai melalui
kliring. Kondisi net outflow berarti uang yang keluar dari Bank
Indonesia (ke masyarakat) lebih besar dibandingkan uang yang masuk
sehingga mengindikasikan peningkatan kebutuhan penggunaan uang
di masyarakat. Kondisi ini merupakan siklus umum yang terjadi secara
tahunan dimana terjadi peningkatan aktivitas perekonomian yang
didorong oleh peningkatan konsumsi pada masa seasonal liburan
sekolah dan menyambut bulan Ramadhan.
Perkembangan aliran uang kartal pada triwulan II 2014 di wilayah
Sulawesi Utara menunjukkan kondisi net outflow. Bank Indonesia
mencatat jumlah aliran uang keluar pada triwulan II 2014 sebesar
Rp1,30 triliun sedangkan aliran uang masuk hanya berjumlah Rp1,13
triliun.
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan II
2014 mengalami penurunan dari sisi volume dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu, meskipun jika dilihat dari sisi nominal
tercatat adanya peningkatan. Jumlah warkat yang dikliringkan pada
triwulan II 2014 sebanyak 93.703 lembar dengan nilai Rp2,59 triliun
atau menurun dari sisi volume sebesar 5,2% (yoy), sementara dari sisi
nominal terjadi peningkatan sebesar 8% (yoy). Jumlah warkat harian
yang dikliringkan selama periode laporan rata-rata sebanyak 1.487
lembar warkat per hari dengan nilai sebesar Rp 41,16 miliar.
Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Masyarakat
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami perkembangan
yang cukup baik di tengah laju pertumbuhan perekonomian Sulawesi
Utara yang masih cukup tinggi di triwulan II 2014. Hal ini tercermin
dari berbagai indikasi positif pada indikator tenaga kerja regional.
Jumlah tenaga kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh 6,37% (yoy),
sejalan dengan meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) ke angka 66,14%, sementara tingkat pengangguran dapat
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi
Utara mengalami perkembangan yang
cukup baik di tengah laju
pertumbuhan perekonomian Sulawesi
Utara yang masih cukup tinggi di
triwulan II 2014...
Pada triwulan II 2014, nilai transaksi
sistem pembayaran tunai di Sulawesi
Utara menunjukkan kondisi net
outflow, disertai meningkatnya nilai
transaksi sistem pembayaran non-
tunai melalui kliring...
RINGKASAN EKSEKUTIF
5
terjaga relatif stabil. Hasil Survei Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan peningkatan rata-rata
ketersediaan lapangan kerja di triwulan Iaporan. Dari hasil liaison
terhadap pelaku usaha, diketahui bahwa di tengah kenaikan UMP
2014 yang cukup tinggi, jumlah tenaga kerja tetap dipertahankan
bahkan meningkat di beberapa sektor seiring rencana ekspansi
perusahaan.
Dari sisi kesejahteraan, kondisi kesejahteraan masyarakat di Sulawesi
Utara menunjukkan peningkatan terbatas pada triwulan laporan.
Kondisi kesejahteraan masyarakat yang semakin baik terlihat dari rata-
rata indeks penghasilan masyarakat Sulut yang meningkat terbatas di
triwulan II 2014. Kondisi kesejahteraan di sektor pertanian yang
merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar juga mengalami
peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.
Outlook Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 diperkirakan
tumbuh pada kisaran 7,34% - 7,74% (yoy). Pertumbuhan terutama
akan berasal dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR),
sektor Bangunan dan sektor Angkutan dan Komunikasi. Beberapa
faktor yang diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan pada
triwulan yang akan datang adalah periode seasonal menjelang tahun
ajaran baru, peringatan hari besar keagamaan (Pengucapan Syukur,
Ramadhan, Idul Fitri), serta pelaksanaan Pemilu Presiden. Di sisi
permintaan, adanya peningkatan penghasilan masyarakat dalam
bentuk pembayaran gaji ke-13 PNS/TNI dan Tunjangan Hari Raya (THR)
diperkirakan juga akan dapat mendorong perekonomian khususnya
dari aktivitas konsumsi.
Outlook Inflasi
Tren perlambatan laju inflasi tahunan Kota Manado diprakirakan masih
berlanjut hingga triwulan III 2014, sehingga angka inflasi tahunan di
bulan September 2014 akan berada pada kisaran 4,35%±1% (yoy).
Dari sisi fundamental, inflasi inti diperkirakan bergerak menurun.
Perekonomian Sulawesi Utara pada
triwulan III 2014 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 7,34% - 7,74% (yoy).
Pertumbuhan terutama akan berasal
dari sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran (PHR), sektor Bangunan dan
sektor Angkutan dan Komunikasi...
Tren perlambatan laju inflasi tahunan
Kota Manado diprakirakan masih
berlanjut hingga triwulan III 2014,
sehingga angka inflasi tahunan di
bulan September 2014 akan berada
pada kisaran 4,35%±1% (yoy)...
Dari sisi kesejahteraan, kondisi
kesejahteraan masyarakat di Sulawesi
Utara menunjukkan peningkatan
terbatas pada triwulan laporan...
RINGKASAN EKSEKUTIF
6
Tekanan inflasi sisi eksternal diperkirakan berada pada level moderat di
tengah penguatan nilai tukar dan turunnya harga komoditas global.
Sementara dari sisi domestik diperkirakan akan terjadi peningkatan
konsumsi masyarakat didorong perayaan hari besar keagamaan,
penyelenggaraan event, musim liburan sekolah dan tahun ajaran baru.
Dari sisi non fundamental, inflasi volatile foods diperkirakan berangsur
mereda akibat berkurangnya permintaan pasca lebaran yang disertai
membaiknya produksi. Sementara itu tekanan inflasi administered
price diperkirakan juga menurun seiring hilangnya dampak kebijakan
kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2013.
Outlook Perbankan
Perkembangan sektor keuangan khususnya perbankan di Sulawesi
Utara diperkirakan masih akan tumbuh positif kendati mengalami
perlambatan khususnya di sisi aset dan kredit. Sementara itu, DPK
diperkirakan akan kembali tumbuh tinggi seiring tingginya minat
masyarakat untuk menyimpan dana di perbankan sebagai imbas dari
tingginya suku bunga simpanan yang cenderung lebih responsif dalam
penyesuaian terhadap BI Rate.
Perkembangan sektor keuangan
khususnya perbankan di Sulawesi
Utara diperkirakan masih akan
tumbuh positif kendati mengalami
perlambatan khususnya di sisi aset
dan kredit...
Halaman ini sengaja dikosongkan
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO BAB I
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
11
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Sulawesi Utara (yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Setelah tumbuh cukup impresif di awal tahun 2014, perekonomian Sulawesi Utara pada
triwulan II 2014 tumbuh sejalan dengan perekonomian nasional yang cenderung melambat.
Pada triwulan II 2014, perekonomian Sulawesi Utara tumbuh pada level 7,32% (yoy), lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2014 yang tercatat 7,94% (yoy). Meskipun
demikian, angka pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
nasional pada triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 5,12% (yoy).
Faktor utama yang masih menjadi pendorong pertumbuhan adalah adanya pelaksanaan Pemilu
Legislatif pada April 2014 dan persiapan Pemilu Presiden pada Juli 2014, periode seasonal
liburan sekolah, adanya perayaan hari besar keagamaan (Paskah) dan mulai dimasukinya masa
bulan Ramadhan serta adanya pelaksanaan kegiatan berskala nasional maupun internasional di
Sulawesi Utara.
Berdasarkan sumbangannya, perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 masih
didorong oleh kegiatan konsumsi dan membaiknya kinerja investasi. Aktivitas ekspor masih
tumbuh membaik meskipun diikuti oleh peningkatan impor yang cukup tinggi. Dari sisi sektoral,
pertumbuhan masih disumbang oleh aktivitas sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
dan sektor Angkutan dan Komunikasi, meskipun dengan angka pertumbuhan yang lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
1.1 SISI PERMINTAAN
Diliat dari sisi permintaan, perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 terutama
ditopang oleh kegiatan konsumsi dan mulai kembali menggeliatnya aktivitas investasi. Kegiatan
perdagangan internasional juga tercatat cukup baik seiring dengan pertumbuhan ekspor yang
7,32
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
12
Grafik 1.1.
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
60
80
100
120
140
160
180
200
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
e
Jul
Au
g
Se
p
Oct
No
v
De
c
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
e
2013 2014
Penghasilan Saat Ini Pembelian Barang Tahan Lama
Ketersediaan Lap. Kerja Kondisi Ekonomi Saat Ini
Sumber:Survei Konsumen (SK) KPwBI Prov. Sulut
cukup tinggi meskipun diikuti pula dengan peningkatan impor yang berdampak pada
pertumbuhan net ekspor yang melambat dibandingkan periode sebelumnya. Faktor yang
menggerakkan konsumsi diantaranya adalah masa seasonal liburan sekolah, peringatan hari
besar keagamaan, perhelatan berkala nasional dan internasional, serta pelaksanaan Pemilu
legislatif di bulan April 2014 dan persiapan Pemilu Presiden pada bulan Juli 2014.
Tabel 1.1.
Pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara Menurut Penggunaan (% yoy)
1.1.1 Konsumsi
Konsumsi masih menjadi kontributor utama pertumbuhan Sulawesi Utara pada triwulan II 2014
dengan sumbangan sebesar 4,27% (yoy). Pertumbuhan sektor konsumsi pada triwulan laporan
juga tercatat cukup tinggi, yaitu 7,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan periode
sebelumnya sebesar 6,31% (yoy).
Pertumbuhan konsumsi terutama didorong
oleh aktivitas konsumsi swasta dengan
pertumbuhan tercatat 8,27% (yoy).
Sementara konsumsi pemerintah tercatat
tumbuh 6,26% (yoy).
Masih cukup tingginya aktivitas konsumsi
swasta terutama didorong masa seasonal
liburan sekolah yang secara historis mampu
meningkatkan belanja masyarakat. Sementara
belanja pemerintah juga turut terdorong
seiring dengan adanya perhelatan
internasional World Coral Reef Conference (WCRC) dengan pendanaan yang bersumber dari
pemerintah pusat dan daerah serta pelaksanaan Pemilu Legislatif pada April 2014 dan
persiapan Pemilu Presiden yang akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014.
Q1 Sumb Q2 Sumb Q3 Sumb Q4 Sumb Q1 Sumb Q2 Sumb
Konsumsi 7,78 5,24 6,81 4,26 5,37 3,32 6,52 4,19 6,31 4,26 7,58 4,27
Konsumsi Swasta 7,46 3,30 6,92 2,83 5,94 2,40 5,86 2,67 8,88 3,93 8,27 3,37
Konsumsi Pemerintah 8,39 1,94 6,60 1,43 4,28 0,92 7,61 1,51 1,43 0,33 6,26 1,35
PMTB 9,28 2,12 8,67 1,93 1,24 0,30 -2,73 0,81 4,22 0,98 5,05 1,14
Stok -6,90 -0,07 7,33 0,07 28,22 0,28 30,73 0,16 -3,50 -0,03 4,70 0,05
Ekspor -5,75 -3,09 -10,68 -5,89 2,15 1,51 6,16 -0,92 2,63 1,24 7,70 3,53
Impor -7,50 -3,38 -16,80 -6,88 -6,98 -2,05 -3,22 -1,07 -3,87 -1,50 6,68 2,12
PDRB 7,57 7,57 7,25 7,25 7,46 7,46 7,51 7,51 7,94 7,94 7,32 7,32
20142013Jenis Penggunaan
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
13
Grafik 1.2.
Indeks Penjualan Eceran
Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Prov.Sulut
Grafik 1.3.
Perkembangan Penjualan Kendaraan Roda Empat
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Jan
Ma
r
Me
i
Jul
Se
p
No
p
De
s
Fe
b
Ap
r
Jun
Au
g
Oct
De
c
Fe
b
Ap
r
Jun
2011 2013 2014
Pakaian & perlengkapannya Makanan & tembakau
Bahan bakar Peralatan tulis
Indeks Riil Penjualan
Sumber : Pelaku Usaha, diolah
Indikator peningkatan konsumsi juga tercermin dari perkembangan penjualan ritel beberapa
kelompok usaha di kota Manado. Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang
dilakukan oleh Bank Indonesia, terlihat adanya indikasi peningkatan penjualan yang tercermin
dari peningkatan Indeks Penjualan Eceran dari 233,56 pada Maret 2014 menjadi 243,36 pada
Juni 2014. Peningkatan angka indeks terutama berasal dari kelompok Makanan dan Tembakau,
kelompok Pakaian dan Perlengkapannya serta kelompok Peralatan Tulis. Peningkatan angka
indeks ini menunjukkan bahwa pedagang ritel dapat mengkonfirmasi relatif tingginya level
konsumsi masyarakat dibandingkan periode sebelumnya, khususnya untuk pembelian produk
kebutuhan pokok serta kebutuhan menjelang tahun ajaran baru.
Indikator konsumsi swasta lainnya adalah perkembangan penjualan kendaraan roda empat di
wilayah Sulawesi Utara. Berdasarkan prompt indicator yang diperoleh dari data penjualan
kendaraan pada beberapa main dealer di Sulawesi Utara, jumlah kendaraan terjual sepanjang
triwulan II 2014 masih menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya meskipun dengan pertumbuhan yang melambat.
Kinerja konsumsi swasta yang masih positif pada triwulan laporan juga terlihat dari
perkembangan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini yang juga masih
menunjukkan optimisme, meskipun pada level yang lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Perkembangan keyakinan konsumen tersebut tergambar dari hasil Survei
Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara (KPw BI Prov. Sulut)
yang menunjukkan angka Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) pada akhir periode laporan (Juni
2014) sebesar 167,83. Jika dilihat berdasarkan komponennya, optimisme masyarakat terutama
terjadi pada rencana pembelian barang tahan lama yang ditunjukkan dengan indeks 137,50,
lebih tinggi dibandingkan dengan indeks Maret 2014 sebesar 123.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
14
Grafik 1.5.
Perkembangan Kredit Konsumsi
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Kredit_Konsumsi (Rp miliar) - left axis
gKredit_Konsumsi (% yoy) - right axis
Grafik 1.4.
Indeks Keyakinan Konsumen
Sumber : Survei Konsumen (SK) KPw BI Prov. Sulut
Seiring dengan meningkatnya aktivitas konsumsi masyarakat, pernyaluran kredit konsumsi oleh
perbankan di Sulut juga menunjukkan pertumbuhan positif meskipun melambat dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Juni 2014, kredit konsumsi yang berhasil
disalurkan bank umum mencapai Rp14.686 miliar, atau tumbuh sebesar 16,34% (yoy), lebih
rendah daripada pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 40,68% (yoy).
1.1.2 Investasi
Pada triwulan II 2014, investasi di Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan positif sebesar
5,05% (yoy) dengan kontribusi sebesar 1,14% terhadap total pertumbuhan ekonomi Sulut.
Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan dengan kinerja investasi pada triwulan yang
sama tahun lalu yang tumbuh 8,67% (yoy) dengan kontribusi sebesar 1,93%.
Perlambatan investasi terlihat dari perkembangan penjualan bahan bangunan utama yaitu
semen yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan yang hanya mencapai 4,76%. Kondisi ini
lebih lambat dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai pertumbuhan 40%.
Namun demikian, jika dilihat dari sisi nominal tercatat adanya peningkatan jumlah penjualan
semen pada triwulan II 2014 yang mencapai 180.354 ton, lebih besar dibandingkan periode
yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 172.160 ton.
Aktivitas investasi pada periode laporan yang tercatat melambat tercermin dari penurunan
kredit investasi. Penyaluran kredit investasi pada triwulan II 2014 tercatat Rp2,76 triliun atau
hanya tumbuh 1,96% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
60
80
100
120
140
160
180
200
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
e
Jul
Au
g
Se
p
Oct
No
v
De
c
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
e
2013 2014
Penghasilan Saat Ini Pembelian Barang Tahan Lama
Ketersediaan Lap. Kerja Kondisi Ekonomi Saat Ini
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
15
Grafik 1.6.
Perkembangan Penjualan Semen
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2010 2011 2012 2013 2014
Volume (ton) - left axis g_semen (%) - right axis
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Kredit_Investasi (Rp miliar) - left axis
gKredit_Investasi (% yoy) - right axis
1.1.3 Ekspor Impor
Kinerja ekspor Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 menunjukkan perbaikan setelah mengalami
kontraksi sepanjang tahun 2013. Ekspor tercatat tumbuh 7,7% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencatat pertumbuhan negatif
10,68% (yoy). Aktivitas ekspor pada triwulan laporan ini juga memberikan kontribusi yang
cukup signifikan terhadap perekonomian secara keseluruhan, yang ditunjukkan dengan
kontribusi sebesar 3,53%.
Pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi tersebut tidak terlepas dari mulai membaiknya kondisi
perekonomian global, terutama negara tujuan ekspor (Amerika Serikat), serta mulai
membaiknya tren harga komoditas dunia. Membaiknya kondisi ekspor juga tercermin dari total
nilai ekspor Sulut pada triwulan II 2014 yang tercatat sebesar USD 563,26 atau tumbuh
60,99% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar USD349,87 juta.
Tabel 1.2.
Perkembangan Ekspor Sulawesi Utara (Juta USD)
Jika dilihat berdasarkan pangsa komoditi utama ekspor Sulut, komoditi yang menjadi unggulan
ekspor masih berasal dari produk olahan lemak dan minyak nabati dengan komposisi sebesar
78%, diikuti oleh produk daging dan ikan olahan sebesar 7%, ikan (4%), ampas (4%), produk
kimia (2%) dan lainnya (5%).
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
Total Ekspor (Juta USD) 333.40 257.00 213.60 150.20 183.00 349.87 211.87 229.91 255.86 563.26 60.99%
Uraian
2012 2013 Growth
(yoy)
2014
Grafik 1.7.
Perkembangan Kredit Investasi Bank Umum
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
16
Lemak&Minyak78%
Ikan4%
Daging&Ikan Olah7%
Ampas4%
Produk Kimia2%
Lainnya5%
-120
-70
-20
30
80
130
180
230
280
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2010 2011 2012 2013 2014
Muat (Ribu ton) - left axis gMuat (% yoy) - right axis
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
Jan
-11
Ap
r-1
1
Jul-
11
Oct
-11
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Oct
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Oct
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
CCNO Price (USD/MT)
Sektor industri yang utama di Sulut adalah industri pengolahan komoditas pertanian dan
perikanan yaitu usaha pengolahan ikan dan produksi minyak nabati yaitu minyak kelapa dan
minyak kelapa sawit (CCNO dan CPO). Seiring dengan mulai membaiknya permintaan global
yang diiringi dengan perbaikan harga komoditas internasional, terutama komoditas minyak
nabati, maka total ekspor komoditas unggulan Sulut kembali meningkat yang selanjutnya
meningkatkan nilai ekspor Sulut secara keseluruhan. Kondisi ini juga sesuai dengan hasil liaison
yang dilakukan oleh KPw BI prov. Sulut kepada pelaku usaha industri pengolahan minyak nabati
terbesar di Sulut yang mengkonfirmasi adanya perbaikan nilai ekspor.
Sementara itu, berdasarkan negara tujuan, ekspor Sulut sampai dengan triwulan II 2014 masih
didominasi oleh Amerika Serikat (25%), Belanda (20%), China (18%), dan Korea Selatan (8%).
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
Grafik 1.11.
Perkembangan Kegiatan Muat di Pelabuhan Bitung
Grafik 1.8
Pangsa Komoditi Utama Ekspor Sulut
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
Grafik 1.10
Negara Tujuan Ekspor Jan-Jun 2014
Sumber : World Bank Commodity Price Data
Sumber : PT Pelindo IV, Bitung
Grafik 1.9
Harga Komoditas International
-120
-70
-20
30
80
130
180
230
280
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*
2010 2011 2012 2013 2014
Muat (Ribu ton) - left axis gMuat (% yoy) - right axis
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
Belanda20%
AS25%
Cina18%
Korsel9%
Australia0%
Jepang2%
Jerman2%
Inggris2%
Thailand1%
Vietnam2%
Lainnya19%
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
17
Berbeda dengan kondisi ekspor luar negeri yang tumbuh positif, kinerja ekspor antar
pulau/daerah menunjukkan adanya perlambatan yang tercermin dari penurunan kegiatan muat
barang melalui pelabuhan Bitung. Selama triwulan II 2014, volume barang asal Sulawesi Utara
yang dikirim (muat) ke pasar domestik sebanyak 181 ribu ton atau tumbuh negatif 43,77%
(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar 322 ribu ton.
Sejalan dengan membaiknya kondisi ekspor luar negeri, aktivitas impor juga menunjukkan
perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan II 2014, impor
tumbuh 1,27% (yoy), relatif membaik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang
tercatat negatif 33% (yoy). Kenaikan impor juga tercermin dari total nilai impor Sulut pada
triwulan II 2014 sebesar USD 75,4 juta, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2013 yang tercatat sebesar USD56,64 juta.
Berdasarkan komoditinya, impor komponen mesin
merupakan komoditi impor terbesar dengan pangsa
59% dari total nilai impor, disusul oleh komoditas
lainnya diantaranya kapal laut (10%) dan bahan
bakar mineral (6%).
Berdasarkan negara asal barangnya, barang impor
sampai dengan Juni 2014 lebih dominan
didatangkan dari negara Amerika Serikat (37%),
China (15%), Filipina (14%), dan Australia (9%).
Berbeda dengan aktivitas perdagangan internasional yang menunjukkan adanya perbaikan,
impor antar daerah menunjukkan penurunan yang tercermin dari penurunan volume bongkar
barang di pelabuhan Bitung. Pada triwulan II 2014, total barang yang masuk ke Sulut tercatat
hanya 623 ribu ton, turun 12,41% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
tercatat 711 ribu ton.
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
Total Impor (Juta USD) 17.60 49.90 26.50 28.20 10.00 56.64 30.53 23.50 42.59 75.40 33%
2014
Uraian
2012 Growth
(yoy)
2013
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
Tabel 1.3.
Impor Sulut (Juta USD)
Grafik 1.12
Pangsa Komoditi Utama Impor Sulut
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
Kapal Laut10%
Mesin-mesin59%
Benda Besi Baja6%
Bahan Bakar Mineral
6%
Bahan Peledak 2% lainnya
17%
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
18
Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung
Cina15%
Malaysia8%
Australia9%
Singapura5%
Filipina14%
Amerika Serikat37%
Lainnya12%
-80
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2010 2011 2012 2013 2014
Bongkar (Ribu ton) - left axis gBongkar (% yoy) - right axis
1.2 SISI PENAWARAN
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2014 disumbang oleh seluruh
sektor yang ada dengan tingkat pertumbuhan total sebesar 7,32% (yoy), melambat
dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2014 sebesar 7,94% (yoy) namun lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 7,25% (yoy). Tiga sektor
pendorong utama perekonomian Sulut pada triwulan II 2014 adalah sektor Perdagangan Hotel
dan Restoran (PHR) yang tercatat tumbuh 12,96% (yoy) dengan sumbangan sebesar 2,31%
terhadap total pertumbuhan, diikuti oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang tumbuh
9,93% (yoy) dengan sumbangan 1,27%, serta sektor Bangunan yang tumbuh 7,75% (yoy)
dengan sumbangan sebesar 1,21%.
Tabel 1.4.
Laju Pertumbuhan Sulawesi Utara Menurut Sektor Ekonomi (%)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Q1 Sumb Q2 Sumb Q3 Sumb Q4 Sumb Q1 Sumb Q2 Sumb
Pertanian 2,46 0,43 2,29 0,43 3,19 0,59 6,95 1,13 1,03 0,18 1,98 0,35
Pertambangan & Penggal ian 4,08 0,21 5,17 0,25 6,75 0,32 4,92 0,24 2,01 0,10 3,66 0,18
Industri Pengolahan 4,85 0,39 5,27 0,40 4,47 0,34 2,25 0,17 4,17 0,32 4,98 0,37
Lis trik, Gas & Air Bers ih 4,26 0,04 16,13 0,13 19,21 0,15 19,42 0,14 5,83 0,05 4,00 0,03
Bangunan 7,87 1,26 5,48 0,88 5,32 0,85 2,40 0,41 4,33 0,68 7,75 1,21
PHR 10,70 1,86 11,40 1,95 12,04 2,12 15,22 2,76 14,37 2,56 12,96 2,31
Pengangkutan & Komunikas i 9,30 1,15 7,10 0,91 6,39 0,84 5,29 0,70 12,43 1,55 9,93 1,27
Keu., Sewa & Jasa Perusahaan 16,38 1,13 16,32 1,13 14,23 0,99 14,65 0,98 12,21 0,91 6,47 0,49
Jasa-Jasa 7,24 1,11 7,73 1,17 8,41 1,27 6,35 0,98 10,32 1,57 7,23 1,10
PDRB 7,57 7,57 7,25 7,25 7,46 7,46 7,51 7,51 7,94 7,94 7,32 7,32
20142013Lapangan Usaha
Grafik 1.13.
Negara Asal Impor Jan-Jun 2014
Sumber : BPS Prov. Sulut, diolah
Grafik 1.14.
Perkembangan Kegiatan Bongkar di Pelabuhan Bitung
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
19
Sumber : Pelaku Usaha
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Prov. Sulut
-40.00%
-20.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2010 2011 2012 2013 2014
Total Sales (Unit) - left axis gSales (% yoy) - right axis
(50.00)
(40.00)
(30.00)
(20.00)
(10.00)
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
-
2,000
4,000
6,000
8,000
Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2
2010 2011 2012 2013 2014
Wisman (org) - left axis gWisman (% yoy) - right axis
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Jan
Ma
r
Me
i
Jul
Se
p
No
p
De
s
Fe
b
Ap
r
Jun
Au
g
Oct
De
c
Fe
b
Ap
r
Jun
2011 2013 2014
Pakaian & perlengkapannya Makanan & tembakau
Bahan bakar Peralatan tulis
Indeks Riil Penjualan
1.2.1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) menjadi pendorong utama perekonomian
Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 yang ditunjukkan dengan angka pertumbuhan sebesar
12,96% (yoy) dan sumbangan sebesar 2,31% (yoy) terhadap total pertumbuhan. Sektor ini
mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar 11,40% (yoy).
Dilihat berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor PHR pada triwulan II 2014 terutama
berasal dari kegiatan Perdagangan Besar dan Eceran yang ditunjukkan dengan share 82%,
diikuti oleh sub sektor Hotel (10%) dan sub sektor Restoran (8%).
Pertumbuhan sektor PHR terutama didorong oleh pelaksanaan Pemilu legislatif pada bulan April
2014, persiapan pemilu presiden pada Juli 2014, hari besar keagamaan dan adanya beberapa
kegiatan MICE di Sulawesi Utara, diantaranya World Coral Reef Conference (WCRC).
Masih cukup tingginya aktivitas sub sektor
perdagangan tercermin dari hasil Survei
Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Provinsi Sulut
yang menunjukkan adanya peningkatan
angka Indeks Penjualan Eceran dari 204,44
pada Juni 2013 menjadi 243,36 pada Juni
2014. Angka indeks terbesar berasal dari
kelompok Kerajinan, Seni dan Mainan
(864,75) serta Kelompok Makanan dan
Tembakau (547).
Grafik 1.16.
Data Wisatawan Mancanegara
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
Grafik 1.17.
Penjualan Kendaraan
Grafik 1.15.
Indeks Penjualan Eceran
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
20
Grafik 1.19.
Perkembangan Penjualan Semen
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE KPw BI Prov. Sulut Sumber : Asosiasi Semen Indoensia
0
5
10
15
20
25
30
35
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Kredit_PHR (Rp miliar) gKredit_PHR (% yoy) - right axis
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2010 2011 2012 2013 2014
Volume (ton) - left axis g_semen (%) - right axis
-200
-100
0
100
200
300
400
500
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Ag
ust
Sep
Okt
No
p
Des
Des
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May
Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
Dec
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
2011 2013 2014
Indeks Bahan konstruksi gBahan konstruksi (%) -right axis
Data penjualan kendaraan di Sulut juga masih menunjukkan adanya pertumbuhan meskipun
melambat dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, hal berbeda terlihat pada kegiatan
sub sektor perhotelan, dimana terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
pada triwulan II 2014 yaitu menjadi 3858 orang, lebih rendah dibandingkan jumlah kunjungan
pada tahun lalu yang tercatat 5196 orang.
Dari segi pembiayaan, dukungan perbankan
kepada sektor PHR pada triwulan II 2014 masih
cukup besar ditunjukkan dengan baki debet
yang mencapai Rp6,42 triliun, atau lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
meskipun tumbuh melambat sebesar 7,32%
(yoy).
1.2.2. Bangunan
Pada triwulan II 2014 sektor bangunan tercatat tumbuh 7,75% (yoy) dengan sumbangan
sebesar 1,21% terhadap total pertumbuhan. Pertumbuhan ini meningkat dibandingkan periode
yang sama tahun lalu yang tercatat tumbuh 5,48% (yoy) maupun jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan sektor bangunan sejalan dengan kembali
terakselerasinya kegiatan investasi di Sulawesi Utara. Hal ini sejalan dengan pola realisasi
pembangunan infrastruktur fisik pemerintah yang mulai berjalan memasuki periode triwulan II.
Sumber : BPS Provinsi Sulut, diolah
Grafik 1.18
Kredit Sektor PHR
Grafik 1.20
Indeks Penjualan Bahan Konstruksi
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
21
Tabel 1.5
Perkembangan Pembangunan Rumah di Kota Manado
Sumber : Survei Harga Properti Residensial (SHPR) KPw BI Prov. Sulut
Grafik 1.21.
Perkembangan Kredit Konstruksi
TW II 2013 TW III 2013 TW IV 2013 TW I 2014 TW II 2014
Tipe Kecil 1589 923 1161 1242 1464
Tipe Sedang 322 369 422 477 480
Tipe Besar 75 164 142 130 119
Tipe Rumah Jumlah Unit Dibangun
Indikator meningkatnya pertumbuhan sektor bangunan dibandingkan periode sebelumnya juga
tercermin dari nilai penjualan semen di Sulut pada triwulan II 2014 yang menunjukkan
pertumbuhan dibandingkan periode yang sama tahun 2013.
Indikator pertumbuhan sektor bangunan lainnya ditunjukkan oleh peningkatan indeks
penjualan bahan konstruksi. Dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan oleh Bank
Indonesia, terlihat bahwa Indeks Penjualan Bahan Konstruksi pada bulan Juni 2014 tercatat
224,43 atau lebih tinggi dibandingkan dengan indeks pada Maret 2014 sebesar 204,40.
Beberapa proyek multiyears pemerintah diantaranya adalah pembangunan jalan MORR, serta
pembangunan infrastruktur pasca bencana, diantaranya perbaikan jalan lintas Manado
Tomohon dan perbaikan jembatan di beberapa titik di kota Manado. Sementara itu, proyek
swasta yang masih terus berlanjut diantaranya pembangunan kawasan bisnis dan pemukiman
di kota Manado (Boulevard dan Kairagi).
Masih tingginya aktivitas pembangunan kawasan pemukiman di kota Manado juga tercermin
dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia terhadap 9 (sembilan)
developer utama di kota Manado yang mencatat total rumah yang dibangun pada triwulan II
2014 sebanyak 2063 unit. Berdasarkan komposisinya, pembangunan rumah tipe kecil masih
mendominasi diikuti dengan pembangunan rumah tipe sedang dan tipe besar.
Pertumbuhan sektor konstruksi juga masih didukung
oleh kalangan perbankan dalam bentuk penyaluran
kredit di sektor konstruksi. Total pembiayaan sektor
konstruksi pada triwulan II 2014 mencapai Rp714
Miliar, meningkat dari sisi jumlah dibandingkan
periode yang sama tahun 2013 sebesar Rp685
miliar, meskipun dari sisi pertumbuhan terlihat
adanya sedikit perlambatan dari 9,33% (yoy) pada
triwulan II 2013 menjadi 4,30%(yoy) pada periode
laporan.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
-
100
200
300
400
500
600
700
800
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Konstruksi (Rp miliar) - left axis
gKonstruksi (% yoy) - right axis
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
22
Grafik 1.23.
Pertumbuhan Kredit Pertanian
-
10,000.00
20,000.00
30,000.00
40,000.00
50,000.00
60,000.00
70,000.00
80,000.00
90,000.00
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2010 2011 2012 2013 2014
Luas Panen (Ha) Produksi Kelapa (ton)
-40
-20
0
20
40
60
80
100
-
100
200
300
400
500
600
700
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Pertanian (Rp miliar) - left axis gPertanian (% yoy) - right axis
Tabel 1.22.
Perkembangan Produksi Kelapa
1.2.3. Sektor Pertanian
Kinerja sektor pertanian pada triwulan II 2014 tumbuh 1,98% (yoy), melambat dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 2,29% (yoy) namun lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan di awal tahun (1,03%,yoy), dengan sumbangan sebesar 0,35%
terhadap total pertumbuhan ekonomi Sulut. Membaiknya pertumbuhan jika dibandingkan
dengan triwulan I 2014 terutama disebabkan oleh membaiknya kinerja sub sektor pertanian
tanaman bahan makanan (padi) dan perikanan seiring dengan membaiknya kondisi cuaca jika
dibandingkan dengan kondisi di awal tahun. BMKG mencatat cuaca di wilayah Sulut sepanjang
triwulan II 2014 diperkirakan akan berada pada kondisi curah hujan menengah (150 - 200 mm).
Berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan II 2014 berasal dari
sub sektor Tanaman Bahan Makanan (31%), Tanaman Perkebunan (31%), Perikanan (26%),
Peternakan (11)% dan Kehutanan (1%).
Meskipun kondisi cuaca pada triwulan II 2014 relatif lebih baik dibandingkan awal tahun,
namun demikian kinerja sub sektor perkebunan justru menunjukkan penurunan, tercermin dari
penurunan jumlah produksi kelapa dari 65 ribu ton pada triwulan I 2014 menjadi 63 ribu ton
pada triwulan II 2014. Penurunan jumlah produksi tersebut terutama disebabkan oleh
penurunan luas panen dari 56 ribu Ha menjadi 53 ribu Ha.
Jumlah kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian pada triwulan II 2014 masih menunjukkan
pertumbuhan negatif 5,54% (yoy), meskipun tidak sedalam sebelumnya yang tumbuh negatif
18,07% (yoy). Sementara jumlah kredit yang disalurkan pada triwulan II 2014 tercatat Rp472
miliar, meningkat dibandingkan penyaluran pada triwulan I 2014 Rp463 miliar.
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Utara
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
23
1.2.4. Sektor lainnya
A. Sektor Jasa-jasa
Kinerja sektor jasa pada triwulan II 2014
tumbuh 7,23% (yoy), dengan sumbangan
sebesar 1,1% terhadap total pertumbuhan
triwulan laporan. Pertumbuhan ini melambat
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun lalu yang tercatat tumbuh 7,73% (yoy),
maupun jika dibandingkan dengan
pertumbuhan di awal tahun sebesar 10,32%
(yoy). Dilihat berdasarkan sub sektornya, sub
sektor pemerintahan umum memiliki share
76% terhadap nilai total sektor jasa, sementara sub sektor jasa swasta tercatat 24%.
Salah satu indikator perlambatan kinerja sektor jasa-jasa adalah realisasi belanja pemerintah
Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 yang baru mencapai 27% dari total anggaran belanja.
Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Perlambatan sektor jasa-jasa juga tercermin dari masih relatif rendahnya dukungan pembiayaan
perbankan. Pertumbuhan penyaluran kredit sektor jasa tumbuh negatif 27,54% (yoy) pada
triwulan II 2014, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu sebesar 21,68%
(yoy), dengan jumlah kredit yang disalurkan pada periode laporan sebesar Rp1,06 triliun.
B. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor Angkutan dan Komunikasi pada triwulan II 2014 memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap perekonomian Sulut, yaitu pada posisi kedua setelah sektor PHR. Sektor ini
tercatat tumbuh 9,93% (yoy) dengan kontribusi sebesar 1,27%. Pertumbuhan sektor ini
melambat dibandingkan dengan triwulan I 2014 yang tumbuh 12,43% (yoy). Dilihat
berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor ini terutama berasal dari sub sektor angkutan
(92%), sementara share sub sektor komunikasi hanya sebesar 8%.
Adanya penyelenggaraan event internasional World Coral Reef Conference (WCRC) pada
periode laporan ternyata masih belum mampu mendorong kinerja sektor ini ke level yang lebih
tinggi.
Perlambatan pertumbuhan pada triwulan II 2014 tercermin dari data arus penumpang di
bandara Sam Ratulangi. Jumlah penumpang yang masuk ke Sulawesi Utara pada triwulan II
2014 tercatat sebanyak 236 ribu orang atau tumbuh negatif 14,65% (yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun lalu, meskipun jika dibandingkan dengan posisi awal tahun terlihat
adanya peningkatan jumlah penumpang yang datang. Sementara jumlah penumpang yang
berangkat dari Sulawesi Utara pada triwulan laporan tercatat 239 ribu orang atau tumbuh
Grafik 1.24.
Perkembangan Kredit Sektor Jasa-jasa
-40.00
-20.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
-
200
400
600
800
1,000
1,200
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Kredit_Jasa (Rp miliar) - left axis gJasa (% yoy) - right axis
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
24
Tabel 1.6.
Perkembangan Lalu Lintas Penumpang dan Kargo di Bandara Sam Ratulangi
Grafik 1.25.
Perkembangan Kredit Sektor Transportasi & Komunikasi
0
10
20
30
40
50
60
70
-
50
100
150
200
250
300
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Kredit_Angk&Kom (Rp miliar) - left axis
gKredit_Angk&Kom (% yoy) - right axis
negatif 13% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, namun meningkat dari
sisi jumlah jika dibandingkan dengan periode triwulan I 2014. Di sisi lain, jumlah kargo datang
ke Sulawesi Utara masih mencatat pertumbuhan positif 23% (yoy), meskipun kargo berangkat
menunjukkan pertumbuhan negatif 27% (yoy).
Dukungan perbankan kepada sektor angkutan
dan transportasi pada triwulan II 2014 masih
tumbuh positif, meskipun melambat
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Kredit sektor angkutan dan komunikasi tercatat
mencapai Rp239 miliar, atau tumbuh 9,52%
(yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan I 2014 yang
mencapai 20% (yoy).
C. Sektor Industri Pengolahan
Meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun
lalu, pertumbuhan sektor Industri Pengolahan masih tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan I 2014. Sektor ini tercatat tumbuh 4,98% (yoy) dengan kontribusi
0,37%, atau tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 5,27% (yoy), namun lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2014 sebesar
4,17% (yoy). Mulai membaiknya perkembangan harga komoditas dan ketersediaan bahan baku
menjadi faktor pendorong peningkatan aktivitas usaha industri pengolahan utama di Sulut yaitu
Minyak Nabati. Dari hasil Survei Produksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia, produksi minyak
nabati Sulut pada periode triwulan II 2014 tercatat menunjukkan peningkatan dibandingkan
dengan periode sebelumnya.
Sumber: PT. Angkasa Pura II, Sulawesi Utara
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
Penumpang Datang (orang) 162,888 276,516 392,437 290,689 216,336 236,018 -14.65%
Penumpang Berangkat (orang) 262,609 278,629 390,053 277,150 228,609 239,743 -13.96%
Kargo Datang (kg) 1,754,492 1,845,718 1,770,487 2,440,699 2,208,863 2,284,495 23.77%
Kargo Berangkat (kg) 1,005,130 1,075,263 932,232 935,385 877,551 782,141 -27.26%
2014
Kargo
Penumpang
Jenis PengangkutanGrowth
(YoY)
2013
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
25
Sumber : Survei Produksi (SP) KPw BI Prov. Sulut
Grafik 1.28.
Perkembangan Sektor Keuangan, Persewaan, Jasa Keuangan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
-
100
200
300
400
500
600
700
800
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Kredit_Industri (Rp miliar) - left axis
gKredit_Industri (%yoy) - right axis
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Produksi CCNO (MT) Harga (USD) - right axis
Grafik 1.26.
Perkembangan Produksi Minyak Nabati
Dukungan perbankan terhadap pertumbuhan sektor Industri Pengolahan tercermin dari masih
tumbuh positifnya penyaluran kredit meskipun melambat dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Total kredit yang disalurkan kepada industri pengolahan pada triwulan II 2014
tercatat Rp671 miliar, atau tumbuh 27,62% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yang tercatat Rp526 miliar.
D. Sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan
Kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan II 2014 tumbuh 6,47%
(yoy) dengan sumbangan 0,49%, melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
tercatat tumbuh 16,32% (yoy). Komposisi pembentuk sektor Keuangan, Sewa dan Jasa
Perusahaan pada triwulan II 2014 terdiri dari sub sektor bank (62%), Sewa Bangunan (22%),
Jasa Perusahaan (12%), dan Lembaga Keuangan Non Bank (4%).
Pertumbuhan positif sektor keuangan,
persewaan dan jasa juga tercermin dari hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI
Provinsi Sulawesi Utara yang menunjukkan nilai
SBT untuk sektor ini sebesar 0,22 pada
triwulan II 2014.
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Prov. Sulut
Grafik 1.27.
Perkembangan Kredit Sektor Industri
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2012 2013 2014
Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan (SBT)
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
26
-100
-50
0
50
100
150
200
250
-
20
40
60
80
100
120
140
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Kredit_Pertambangan (Rp miliar) - left axis
gKredit_pertambangan (% yoy) - right axis
Sementara itu, indikator pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
lainnya yaitu perkembangan jumlah perbankan yang beroperasi di Sulawesi Utara menunjukkan
belum adanya penambahan kantor cabang pada periode laporan.
E. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian masih belum menjadi kontributor utama perekonomian
di Sulawesi Utara. Hal ini terkait dengan masih relatif rendahnya potensi pertambangan yang
ada di Sulut. Pertumbuhan sektor ini pada triwulan II 2014 hanya mencapai 3,66% (yoy)
dengan sumbangan sebesar 0,18% terhadap total pertumbuhan, melambat dibanding periode
yang sama tahun 2013 yang tumbuh 5,17% (yoy). Perkembangan sektor pertambangan pada
triwulan II 2014 terutama berasal dari aktivitas Penggalian yang ditunjukkan dengan share
70%, diikuti sub sektor Pertambangan Non Migas (26%) dan Migas (4%).
Usaha penggalian merupakan usaha yang cukup
berkembang di wilayah Sulut, terutama daerah
Bolaang Mongondow dan Minahasa. Usaha ini
terkait erat dengan proyek pembangunan
pemerintah khususnya infrastruktur jalan dan
jembatan. Relatif lambatnya aktivitas
pembangunan infrastruktur sepanjang awal tahun
diperkirakan menjadi salah satu faktor yang
menahan laju pertumbuhan sektor ini. Sementara
usaha pertambangan masih belum menjadi pendorong perekonomian dari sektor
pertambangan, mengingat potensi pertambangan Sulut masih relatif kecil dibandingkan
dengan potensi tambang di kawasan timur Indonesia lainnya.
Meningkatnya jumlah penyaluran kredit untuk sektor pertambangan tidak banyak
mempengaruhi pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian. Jumlah kredit yang
disalurkan pada triwulan II 2014 tercatat Rp49 miliar atau tumbuh 14,81% (yoy). Jumlah ini
lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp43 miliar.
Grafik 1.29.
Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 1.7.
Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Bank Umum dan BPR di Sulawesi Utara
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
Jumlah Bank Umum*) 26 27 27 27 28 28
Jumlah Kantor Bank Umum 264 268 271 271 272 272
Jumlah BPR 17 17 17 17 17 17
Jumlah kantor BPR 49 51 50 51 52 52
Ket: *) Konvensional dan Syariah
2014
Data Bank
2013
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
27
-
50
100
150
200
250
300
350
Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1
2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Pemakaian (MW) Jumlah listrik yang tersedia (MW)
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1
2010 2011 2012 2013 2014
Total Pelanggan-left axis gTotal Pelanggan-right axis
F. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
Sektor listrik, gas dan air bersih pada triwulan II 2014 tumbuh sebesar 4% (yoy), dengan
kontribusi sebesar 0,03% terhadap total pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan.
Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat
tumbuh 16,13% (yoy). Komponen pembentuk pertumbuhan sektor LGA pada triwulan II 2014
terutama berasal dari sub sektor listrik yang ditunjukkan dengan share sebesar 84%, diikuti
oleh sub sektor air bersih (16%).
Pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih dapat dikonfirmasi dari pertumbuhan jumlah
pelanggan listrik dan jumlah pemakaian listrik di Sulawesi Utara. Pertumbuhan pelanggan listrik
pada triwulan II 2014 tercatat mencapai 7% (yoy), melambat dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan I 2014 sebesar 8,25% (yoy). Sejalan dengan pertumbuhan jumlah
pelanggan, pertumbuhan pemakaian listrik pada triwulan II 2014 tercatat tumbuh 7% (yoy).
Sumber: PT. PLN Kanwil Sulutenggo, diolah Sumber: PT. PLN Kanwil Sulutenggo, diolah
Grafik 1.30.
Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik
Grafik 1.31
Perkembangan Jumlah Pemakaian Listrik
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH BAB II
PERKEMBANGAN EKONOMI MA
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
31
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Tekanan inflasi di Provinsi Sulawesi Utara meningkat di triwulan II 2014. Inflasi Provinsi Sulawesi
Utara yang diwakili oleh Kota Manado tercatat sebesar 6,27% (yoy) di akhir triwulan II 2014,
atau naik jika dibandingkan inflasi triwulan I 2014 yang sebesar 5,67% (yoy). Dengan
pencapaian tersebut, inflasi tahunan Kota Manado tetap berada di bawah angka inflasi nasional
yang tercatat sebesar 6,70% (yoy), maupun wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) yang
sebesar 6,68% (yoy).
Laju inflasi bulanan Kota Manado di akhir triwulan II 2014 menunjukkan peningkatan setelah
sempat mengalami deflasi di pertengahan triwulan. Meningkatnya inflasi di akhir triwulan
sejalan dengan pergerakan inflasi nasional dan wilayah Sulampua. Kota Manado mengalami
inflasi sebesar 0,30% (mtm) di bulan April 2014, disebabkan oleh masih berlanjutnya gejolak
harga cabai rawit. Deflasi sebesar 0,15% (mtm) terjadi di bulan Mei seiring koreksi harga cabai
rawit serta turunnya harga ikan meski dibayangi peningkatan harga tomat. Sementara tekanan
inflasi kembali meningkat di bulan Juni yang mencatat inflasi sebesar 0,67% (mtm) disebabkan
oleh peningkatan harga pangan, kenaikan tarif transportasi dan harga sandang, serta kenaikan
tarif listrik rumah tangga.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi secara tahunan bersumber
dari kelompok inti (core inflation) yang sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya, serta
menguatnya tekanan inflasi kelompok bahan makanan yang harganya bergejolak (volatile
foods) akibat gangguan produksi yang menimbulkan supply shock. Sementara itu, inflasi pada
kelompok barang yang harganya diatur pemerintah (administered price) semakin mereda seiring
berkurangnya efek kenaikan subsidi BBM tahun 2013.
Grafik 2.1.
Laju Inflasi Kota Manado, Sulampua & Nasional (yoy)
Grafik 2.2.
Laju Inflasi Kota Manado, Sulampua & Nasional (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
6,27%
6,68%
6,70%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2009 2010 2011 2012 2013 2014
yoy Manado yoy Sulampua yoy Nasional
0,82%
0,83%
0,57%
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2
2009 2010 2011 2012 2013 2014
qtq Manado qtq Sulampua qtq Nasional
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
32
2.1. PERKEMBANGAN INFLASI
2.1.1 INFLASI TAHUNAN (yoy)
Tekanan inflasi tahunan Kota Manado tercatat meningkat pada triwulan II 2014 dibandingkan
triwulan sebelumnya. Angka inflasi bergerak dari 5,67% (yoy) di triwulan I 2014 menjadi
6,27% (yoy) pada triwulan laporan. Bertambahnya tekanan inflasi Kota Manado bersumber dari
inflasi kelompok bahan makanan terutama tomat sayur yang harganya melambung akibat
terganggunya produksi oleh faktor cuaca. Meningkatnya inflasi Kota Manado terjadi di tengah
tren perlambatan inflasi nasional dan wilayah Sulawesi, Maluku, Papua (Sulampua). Meski
demikian, pada triwulan II 2014 angka inflasi Kota Manado tetap berada di bawah inflasi
nasional maupun Sulampua yang masing-masing tercatat sebesar 6,70% (yoy) dan 6,68% (yoy)
(grafik 2.1).
Berdasarkan kelompoknya, seluruh kelompok barang dan jasa tercatat mengalami inflasi di
triwulan II 2014. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar masih merupakan
kelompok penyumbang utama inflasi di triwulan laporan meski melambat dibanding triwulan
sebelumnya, dengan inflasi sebesar 7,76% (yoy) dan sumbangan 2,24% terhadap inflasi
tahunan. Inflasi pada kelompok ini didorong oleh kenaikan upah tukang bangunan dan
kenaikan harga LPG 12 kg yang terjadi di triwulan I 2014. Sementara itu inflasi terbesar terjadi
pada kelompok Bahan Makanan yang tercatat mencapai 9,45% (yoy) atau melonjak dari
triwulan sebelumnya karena terdapat tekanan dari sisi pasokan, dengan sumbangan mencapai
2,00%. Tekanan inflasi kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan mereda di triwulan
II 2014 seiring berkurangnya dampak kenaikan BBM bersubsidi di tahun 2013 sehingga inflasi
menjadi sebesar 7,37% (yoy) dengan sumbangan 1,13%. Empat kelompok barang dan jasa
lainnya (Makanan Jadi, Sandang, Kesehatan, Pendidikan) tercatat mengalami inflasi di bawah
0,5% dengan total sumbangan yang terbatas, yaitu sebesar 0,90% (Grafik 2.3).
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
1 Bahan Makanan -5,19 3,01 8,63 11,51 16,54 7,60 12,92 13,33 3,89 9,45
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 2,95 3,36 3,89 3,71 2,97 3,06 2,24 2,67 2,61 2,27
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 4,73 5,70 5,64 5,29 3,27 2,48 4,13 4,73 7,90 7,76
4 Sandang 5,68 4,52 1,29 2,57 1,19 -0,20 0,55 -0,04 2,67 3,76
5 Kesehatan 4,48 2,52 2,08 1,61 0,95 2,03 2,82 2,96 2,48 2,84
6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 9,22 9,41 8,46 8,59 8,56 8,47 0,70 1,15 1,66 2,26
7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -0,35 0,17 0,81 0,85 1,45 8,46 18,02 17,92 11,71 7,37
0,95 3,73 5,23 6,04 6,83 4,95 7,73 8,12 5,67 6,27
No Kelompok
Umum
20142012 2013
Tabel 2.1.
Inflasi Tahunan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
33
Dilihat dari komoditasnya, tomat sayur menjadi penyumbang inflasi tahunan terbesar dengan
inflasi mencapai 229,22% (yoy) dan sumbangan sebesar 1,22% terhadap inflasi tahunan.
Melambungnya harga tomat sayur tak lepas dari terganggunya produksi lokal akibat curah
hujan tinggi yang melanda sentra produksi tomat di Minahasa. Biaya tukang bukan mandor
menjadi penyumbang terbesar selanjutnya dengan kontribusi 0,61% yang disebabkan kenaikan
upah tukang bangunan di awal tahun. Sementara itu pengaruh kenaikan BBM bersubsidi mulai
berkurang dengan menurunnya kontribusi bensin dan angkutan dalam kota terhadap inflasi
tahunan menjadi masing-masing sebesar 0,53% dan 0,51%. Di sisi lain, harga cabai rawit yang
kembali normal di triwulan laporan berperan menahan laju inflasi dengan sumbangan -0,30%
terhadap inflasi tahunan, disusul angkutan udara dan ikan tindarung yang masing-masing
memiliki sumbangan -0,24% dan -0,11% (Tabel 2.2).
Tabel 2.2.
Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Manado (%)
Grafik 2.3
Inflasi & Sumbangan per Kelompok Juni 2014
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
2.1.2 INFLASI TRIWULANAN (qtq)
Inflasi triwulanan Kota Manado kembali melambat di triwulan II 2014. Inflasi pada triwulan
laporan tercatat sebesar 0,82% (qtq), atau lebih rendah dibanding triwulan I 2014 yang
mengalami inflasi 1,15% (qtq). Perlambatan inflasi triwulanan disebabkan oleh meredanya
tekanan inflasi perumahan, meskipun di sisi lain tekanan inflasi bahan makanan dan
transportasi tercatat meningkat akibat gejolak harga tomat dan bawang serta kenaikan tarif
angkutan udara.
KOMODITAS Inflasi (Deflasi) Andil
TOMAT SAYUR 229,22 1,22
TUKANG BUKAN MANDOR 16,51 0,61
BENSIN 26,88 0,53
ANGKUTAN DALAM KOTA 15,22 0,51
BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 21,59 0,41
SEWA RUMAH 5,01 0,32
TARIP LISTRIK 8,78 0,28
BERAS 3,31 0,18
AIR KEMASAN 21,00 0,17
KANGKUNG 34,99 0,12
TUNA -17,76 -0,02
CAKALANG ASAP -8,50 -0,03
MINUMAN RINGAN -4,27 -0,03
ANGGUR -24,21 -0,04
CABAI MERAH -33,22 -0,05
GULA PASIR -7,11 -0,07
CAKALANG/SISIK -6,14 -0,08
TINDARUNG -12,41 -0,11
ANGKUTAN UDARA -18,42 -0,24
CABAI RAWIT -37,35 -0,30
Inflasi
Deflasi 9,45
2,27
7,76
3,76
2,84
2,26
7,37
2,00
0,39
2,24
0,22
0,12
0,16
1,13
0 2 4 6 8 10
Bahan Makanan
Makanan jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transportasi
Andil Inflasi (yoy) Juni 2014
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
34
Grafik 2.4
Laju Inflasi Kota Manado, Zona Sulampua dan Nasional (mtm)
Berdasarkan kelompoknya, inflasi terutama bersumber dari kelompok Bahan Makanan yang
mengalami inflasi 1,28% (qtq) dengan sumbangan sebesar 0,28% terhadap inflasi umum.
Inflasi kelompok tersebut didorong oleh tekanan harga tomat sayur dan bawang yang
mengalami supply shock.
Pada kelompok Transportasi, terjadi inflasi sebesar 1,69% (qtq) dengan sumbangan sebesar
0,26% yang didorong inflasi angkutan udara. Selain kelompok-kelompok tersebut, inflasi pada
5 kelompok lainnya memberi sumbangan yang relatif terbatas terhadap inflasi triwulanan, yaitu
berkisar 0,04-0,09%.
2.1.3 INFLASI BULANAN (mtm)
Laju inflasi bulanan Kota Manado di akhir triwulan II 2014 menunjukkan peningkatan setelah
sempat mengalami deflasi di pertengahan triwulan. Meningkatnya inflasi di akhir triwulan
sejalan dengan pergerakan inflasi nasional dan wilayah Sulampua (Grafik 2.4). Pada bulan April
2014 inflasi Kota Manado tercatat sebesar 0,30% (mtm) disebabkan oleh masih tingginya
harga cabai rawit di pasaran. Deflasi sebesar 0,15% (mtm) terjadi di bulan Mei 2014 seiring
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
1 Bahan Makanan 1,86 2,66 1,66 4,89 6,45 -5,21 6,70 5,27 -2,19 1,28
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 1,51 0,50 1,23 0,42 0,78 0,59 0,42 0,85 1,21 0,26
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 3,29 1,31 0,35 0,27 1,30 0,54 1,96 0,85 4,22 0,31
4 Sandang 0,50 0,05 1,78 0,22 -0,84 -1,33 2,55 -0,37 0,97 0,90
5 Kesehatan 0,97 0,05 0,46 0,12 0,32 1,12 1,24 0,25 0,56 1,23
6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0,16 0,14 8,20 0,06 0,13 0,06 0,45 0,51 0,31 0,66
7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -0,81 0,58 0,77 0,33 -0,22 7,52 9,66 0,24 0,82 1,69
1,59 1,28 1,40 1,64 2,34 -0,51 4,09 2,01 1,15 0,82Umum
2012No Kelompok
20142013
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Tabel 2.3
Inflasi Triwulanan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
0,67%
0,42%0,43%
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2012 2013 2014
mtm Manado mtm Sulampua mtm Nasional
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
35
Grafik 2.5.
Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado April 2014
Menurut Kelompok Barang & Jasa
koreksi harga cabai rawit serta turunnya harga ikan meski dibayangi peningkatan harga tomat.
Tekanan inflasi kembali meningkat di bulan Juni 2014 yang mencatat inflasi sebesar 0,67%
(mtm) disebabkan oleh peningkatan harga pangan, kenaikan tarif transportasi dan harga
sandang, serta kenaikan tarif listrik rumah tangga.
APRIL 2014
Pada bulan April 2014 Kota Manado tercatat
mengalami inflasi sebesar 0,30% (mtm) dengan
laju inflasi tahunan yang meningkat menjadi
sebesar 6,12% (yoy).
Inflasi Kota Manado bersumber dari kelompok
Bahan Makanan yang tercatat mengalami inflasi
sebesar 1,12% (mtm) dengan andil sebesar
0,24%. Empat kelompok mengalami inflasi
dengan sumbangan yang terbatas (0,01-0,03%),
antara lain kelompok Makanan Jadi, kelompok
Perumahan, kelompok Kesehatan, dan kelompok
Pendidikan. Sementara itu kelompok Transportasi dan kelompok Sandang masing-masing
mengalami deflasi sebesar 0,17% (mtm) dan 0,21% (mtm) dengan sumbangan masing-masing
terhadap inflasi bulan April sebesar -0,03% dan -0,01%.
Tekanan inflasi bulan April bersumber dari berlanjutnya gejolak harga cabai rawit serta
beberapa bahan makanan yang dipengaruhi tekanan permintaan seiring perayaan Paskah. Di
sisi lain, deflasi pada kelompok transportasi disebabkan kenaikan fuel surcharge pesawat udara
dapat tertahan oleh masih berlangsungnya periode low season.
MEI 2014
Kota Manado tercatat mengalami deflasi sebesar
0,15% (mtm) pada bulan Mei 2014, atau secara
tahunan inflasi sedikit menurun ke angka 6,07%
(yoy).
Berdasarkan kelompoknya, deflasi Bahan Makanan
sebesar 1,26% (mtm) menjadi pendorong utama
deflasi bulanan, dengan andil sebesar -0,27%. Sub
kelompok bumbu-bumbuan dan ikan segar
menjadi pendorong deflasi pada kelompok bahan
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
Grafik 2.6.
Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado April 2014
Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
1,12
0,19
0,11
-0,21
0,63
0,07
-0,17
0,24
0,03
0,03
-0,01
0,03
0,01
-0,03
-0,5 0,0 0,5 1,0 1,5
Bahan Makanan
Makanan jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transportasi
Andil Inflasi (mtm) April 2014
-1,26
0,02
0,05
0,16
0,47
0,25
0,39
-0,27
0,00
0,02
0,01
0,02
0,02
0,06
-1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0
Bahan Makanan
Makanan jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transportasi
Andil Inflasi (mtm) Mei 2014
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
36
Sumber: BPS Sulawesi Utara , diolah.
makanan dengan sumbangan masing-masing sebesar -0,48% dan -0,15% terhadap deflasi
umum. Di sisi lain, deflasi kelompok Bahan Makanan masih tertahan oleh inflasi sub kelompok
sayur-sayuran dengan kontribusi 0,39%. Sementara itu kelompok lainnya mengalami inflasi
dengan sumbangan yang relatif terbatas.
Kembali normalnya harga cabai rawit pasca tingginya permintaan sepanjang perayaan Paskah
pada periode sebelumnya diperkirakan menjadi faktor utama yang menarik angka inflasi ke
level yang lebih rendah. Membaiknya kondisi cuaca juga menyebabkan komoditas ikan segar
mengalami deflasi. Di sisi lain, meski cabai rawit mengalami penurunan harga, kelompok
bumbu lainnya dan sayuran masih menunjukkan adanya tekanan harga yang tinggi, yaitu
tomat sayur, bawang merah, dan bawang putih.
JUNI 2014
Tekanan inflasi Kota Manado kembali meningkat
di akhir triwulan II 2014 setelah mengalami deflasi
di pertengahan triwulan. Realisasi inflasi bulan Juni
2014 mencapai 0,67% (mtm), dengan inflasi
tahunan yang turut meningkat ke angka 6,27%
(yoy).
Kelompok Bahan Makanan menjadi penyumbang
utama inflasi bulan Juni dengan inflasi sebesar
1,43% (mtm) dan sumbangan 0,31%, yang
terutama bersumber dari sub kelompok sayur-
sayuran, disusul kelompok Transportasi yang
mengalami inflasi 1,47% (mtm) dengan sumbangan 0,23% terhadap inflasi bulanan.
Sementara itu kelima kelompok lainnya tercatat mengalami inflasi dengan sumbangan relatif
minim.
Inflasi bulan Juni terutama didorong oleh tren kenaikan harga tomat sayur dan bawang (merah
maupun putih) yang terus berlanjut, dipengaruhi oleh berkurangnya produksi akibat kondisi
curah hujan yang tinggi di sentra produksi tomat di Minahasa. Di sisi lain, inflasi pangan relatif
tertahan oleh masih berlanjutnya penurunan harga cabai rawit. Sementara itu, pada kelompok
Transportasi inflasi disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring dimulainya masa
liburan sekolah dan masa kampanye pemilihan presiden. Inflasi secara umum juga bersumber
dari kenaikan harga sandang seiring liburan sekolah dan kenaikan kelas, serta kenaikan tarif
listrik rumah tangga kelompok tertentu, meski sumbangan keduanya relatif terbatas.
Grafik 2.7.
Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Juni 2014
Menurut Kelompok Barang dan Jasa
1,43
0,05
0,14
0,96
0,12
0,33
1,47
0,31
0,01
0,04
0,05
0,01
0,02
0,23
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0
Bahan Makanan
Makanan jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transportasi
Andil Inflasi (mtm) Juni 2014
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
37
2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi secara tahunan bersumber
dari kelompok inti (core inflation) yang sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya, serta
menguatnya tekanan inflasi kelompok bahan makanan yang harganya bergejolak (volatile
foods) akibat gangguan produksi yang menimbulkan supply shock. Sementara itu, inflasi pada
kelompok barang yang harganya diatur pemerintah (administered price) semakin mereda seiring
berkurangnya efek kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2013.
2.2.1 FAKTOR FUNDAMENTAL
Tekanan inflasi inti (core inflation) relatif terjaga sepanjang triwulan II 2014. Terjaganya inflasi
inti pada triwulan laporan ditopang oleh tekanan domestik yang relatif terkendali. Sementara
tekanan dari faktor eksternal meningkat seiring depresiasi nilai tukar rupiah yang disertai
peningkatan harga emas domestik.
Tekanan permintaan yang mulai menguat di triwulan II 2014 direspon perusahaan dengan
meningkatkan kapasitas terpakainya sehingga interaksi permintaan dan permintaan bergerak
seimbang. Di sisi lain, ekspektasi inflasi masyarakat menunjukkan pelemahan meski dari sisi
pedagang terdapat ekspektasi peningkatan harga seiring dimulainya liburan sekolah dan
menjelang bulan puasa.
Eksternal
Tekanan inflasi eksternal meningkat seiring depresiasi nilai tukar rupiah yang cukup signifikan,
disertai peningkatan harga emas domestik. Tekanan eksternal bersumber dari kenaikan harga
jual barang dengan konten impor seperti bahan bangunan dan susu bubuk yang terpengaruh
depresiasi rupiah sebesar 4,07% sepanjang triwulan laporan. Kenaikan bahan bangunan
tercermin dari meningkatnya inflasi sub kelompok biaya tempat tinggal dari 7,10% (yoy) pada
triwulan I 2014 menjadi 7,39% (yoy) di triwulan laporan, sedangkan meningkatnya harga susu
bubuk ditunjukkan oleh inflasi sub kelompok telur, susu & hasil-hasilnya yang bergerak naik dari
6,26% (yoy tw I 2014) menjadi 10,13% (yoy tw II 2014).
Sementara itu menguatnya harga emas domestik di tengah fluktuasi harga emas dunia juga
turut memberikan tekanan pada inflasi inti, sebagaimana dindikasikan melalui meningkatnya
inflasi sub kelompok barang pribadi & sandang lainnya dari -2,66% (yoy) di triwulan I 2014
menjadi 4,58%(yoy) di triwulan II 2014.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
38
Sumber:
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw Prov. Sulut dan Survei
Pedagang Eceran (SPE) KPw Prov. Sulut
Grafik 2.13.
Perkembangan Harga Emas Internasional
Grafik 2.14.
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah USD
Sumber:Bloomberg Sumber: Bank Indonesia
Tekanan Domestik
Dari sisi domestik, tekanan inflasi yang dicerminkan oleh inflasi inti non traded relatif stabil.
Relatif stabilnya tekanan domestik bersumber dari kembali normalnya harga makanan jadi dan
ikan olahan yang sempat meningkat akibat dampak banjir dan cuaca buruk di awal tahun. Hal
ini tercermin dari inflasi sub kelompok ikan diawetkan yang menurun dari 19,44% (yoy) di
triwulan I 2014 menjadi deflasi 2,13% (yoy) di triwulan laporan, sedangkan inflasi sub
kelompok makanan jadi berkurang dari 2,78% (yoy tw I 2014) menjadi 2,51% (yoy tw II
2014). Di sisi lain, beberapa komoditas barang dan jasa lokal seperti sandang dan paket liburan
mulai meningkat seiring dimasukinya masa liburan sekolah dan kenaikan kelas di akhir triwulan
laporan.
.
Interaksi Permintaan dan Penawaran
Terjaganya inflasi inti tak lepas dari interaksi permintaan dan penawaran yang bergerak
seimbang. Pada triwulan II 2014 konsumsi masyarakat secara umum mulai menguat sesuai pola
1.050
1.100
1.150
1.200
1.250
1.300
1.350
1.400
1.450
USD/Oz
Harga Emas Internasional
82
84
86
88
90
92
94
96
98
100
102
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Indeks Riil Penjual Eceran (right axis) Kapasitas Produksi (left axis)
Grafik 2.10.
Perkembangan Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran
dan Kapasitas Produksi
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
39
musimannya, tercermin dari indeks penjualan eceran yang meningkat di triwulan laporan.
Sejalan dengan meningkatnya aktivitas perdagangan, perusahaan merespon dengan
meningkatkan kapasitas terpakainya (Grafik 2.10).
Ekspektasi Inflasi
Ekspektasi inflasi masyarakat menunjukkan penurunan di triwulan II 2014. Berdasarkan hasil
Survei Konsumen (SK), ekspektasi konsumen terhadap harga jangka pendek maupun jangka
panjang mengalami tren penurunan sepanjang triwulan II 2014 (Grafik 2.11). Meskipun
demikian, ekspektasi pedagang terhadap harga cenderung meningkat khususnya di akhir
triwulan laporan yang bertepatan dengan dimulainya liburan sekolah dan menjelang bulan
puasa (Grafik 2.12).
Grafik 2.11.
Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga
Barang dan Jasa di Kota Manado
Grafik 2.12.
Perkembangan Indeks Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap
Harga Barang dan Jasa di Kota Manado
Sumber : Survei Konsumen (SK) KPwBI Provinsi Sulut Sumber : Survei Pedagang Eceran (SPE) KPwBI Provinsi Sulut
2.2.2 Non Fundamental
Volatile foods
Laju inflasi volatile foods mengalami akselerasi pada triwulan II 2014. Indikasi peningkatan
inflasi volatile foods ditunjukkan oleh inflasi kelompok bahan makanan yang pada bulan Juni
2014 tercatat sebesar 9,45% (yoy) dengan sumbangan 2,00% terhadap inflasi umum, atau
meningkat cukup tajam dibandingkan akhir triwulan I 2014 yang sebesar 3,89% (yoy).
Meningkatnya tekanan inflasi volatile foods didorong oleh supply shock komoditas tomat sayur
akibat berkurangnya pasokan dari sentra produksi lokal di Minahasa. Terganggunya produksi
tomat yang disebabkan curah hujan tinggi berdampak pada melambungnya harga tomat sayur
di pasaran hingga mencapai dua kali lipat harga normal. Sementara itu di sisi lain, tekanan
inflasi volatile foods tertahan oleh koreksi harga cabai rawit di bulan Mei-Juni 2014 setelah
168,0
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
220
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2012 2013 2013 2014
Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yad
Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yad
132,0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2012 2013 2013 2014
Ekspektasi pedagang terhadap harga 3 bulan yad
Ekspektasi pedagang terhadap harga 6 bulan yad
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
40
sempat melonjak dari triwulan I hingga awal triwulan II 2014. Selain itu, koreksi harga juga
terjadi pada ikan segar seiring membaiknya kondisi cuaca untuk melaut.
Grafik 2.15.
Perkembangan Harga di Kota Manado
Grafik 2.16.
Perkembangan Harga Ikan Segar di Kota Manado
Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Prov. Sulut Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Prov. Sulut
Hasil Survei Pemantauan Harga KPw BI Provinsi Sulawesi Utara turut menunjukkan tren
pergerakan harga I 2014 (Grafik 2.15 & Grafik 2.16).
Pergerakan harga beberapa komoditas penyumbang inflasi Manado juga terpantau secara
harian melalui Pusat Informasi Harga Bahan Pokok Strategis (PIHBS) Sulawesi Utara, yang
berfungsi sebagai peringatan dini bagi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Provinsi Sulut
(Grafik 2.17).
Grafik 2.17
Data Pergerakan Harga PIHBS Sulut (komoditas terpilih)
Sumber : Pusat Informasi Harga Bahan Pokok Strategis (PIHBS) Sulawesi Utara
Administered Price
Tekanan inflasi administered price semakin mereda di triwulan laporan seiring berkurangnya
efek kenaikan subsidi BBM tahun 2013. Inflasi administered prices pada triwulan II 2014
tercermin dari inflasi sub kelompok Transportasi yang tercatat sebesar 10,64% (yoy) dengan
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
I IV III I IV III II I IV III II V III I IV II I IV III II I IV III II V III II I IV II I IV II I IV III II I IV III II V III
Jan FebMarAprMeiJun Jul AgstSeptOktNovDesJanFebMaretAprMeiJuniJuli AgtSeptOktNovDecJanFebMarAprMei Jun
2012 2013 2014
Rp/kg
Bawang Merah Cabe Rawit Tomat Sayur Bawang Putih
-
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
35.000,00
I III I III I III I III I III V II IV II IV II IV I III I III V II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV I III
Jan Feb Maret Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2013 2014
Rp/Ekor
Deho Malalugis Tude
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
-20.000
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
Juni 2013 Juli 2013 Agustus2013
September2013
Oktober2013
Nopember2013
Desember2013
Januari2014
Februari2014
Maret 2014 April 2014 Mei 2014 Juni 2014
Bawang Merah Rp./Kg Rica/Cabe Rawit Rp./Kg Beras Superwin Rp./Kg Gula Pasir Curah Rp./Kg
Minyak Goreng Curah Rp./Kg Telur Ayam Rp./Kg Tomat Sayur Rp./Kg Inflasi (mtm) - sb. Kanan
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
41
sumbangan 1,06% terhadap inflasi umum, atau turun dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 17,95% (yoy).
Perlambatan inflasi administered prices didorong oleh meredanya dampak kebijakan kenaikan
harga BBM bersubsidi yang diberlakukan di akhir Juni 2013. Hal ini tercermin dari berkurangnya
angka inflasi tahunan bensin dan angkutan dalam kota. Faktor lain yang mendorong
perlambatan inflasi administered prices adalah tarif angkutan udara, yang secara tahunan
tercatat masih mengalami deflasi meskipun secara triwulanan terjadi kenaikan tarif akibat
penyelenggaraan event (World Coral Reef Conference 2014, kampanye Pemilu Presiden) dan
musim liburan sekolah. Di sisi lain, penyesuaian tarif listrik (tariff adjustment) untuk pelanggan
rumah tangga berdaya di atas 6.600 VA turut berperan menahan perlambatan inflasi
administered prices di triwulan laporan.
2.3 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
Upaya pengendalian inflasi di Sulawesi Utara tak lepas dari peranan Tim Pengendali Inflasi
Daerah (TPID) di Sulawesi Utara yang saat ini terdiri atas TPID Provinsi Sulut serta 4 TPID di
tingkat Kabupaten/Kota seiring pembentukan 2 TPID baru di triwulan II 2014, yaitu TPID Kab.
Bolaang Mongondow Timur (dibentuk tanggal 12 Mei 2014) dan TPID Kab. Minahasa Tenggara
(dibentuk tanggal 6 Juni 2014).
Salah satu agenda strategis pengendalian inflasi Sulut di triwulan II 2014 adalah upaya
mengatasi inflasi yang kerap ditimbulkan dari gejolak harga cabai rawit. Sebagai tindak lanjut
nyata dari rekomendasi TPID berupa pencanangan Kabupaten Minahasa sebagai Kabupaten
Cabai, pada tanggal 28 April 2014 dilakukan panen cabai perdana di Desa Pinebetengan,
Kecamatan Tompaso Barat, Minahasa yang dipimpin Menteri Pertanian RI dan turut dihadiri
Gubernur Sulut, Bupati Minahasa, serta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sulut
dan Minahasa. Kegiatan tersebut diharapkan menjadi tonggak peningkatan produksi cabai lokal
guna memenuhi kebutuhan masyarakat Sulut yang tinggi, yang selama ini sering gagal
dipenuhi pasokan dari luar daerah sehingga kerap memicu inflasi.
Upaya mengatasi permasalahan inflasi cabai dari sisi produksi juga diikuti pembahasan dari sisi
distribusi. Pada tanggal 29 April 2014 diselenggarakan rapat TPID Kota Manado yang khusus
membahas cabai rawit sebagai langganan penyebab inflasi Kota Manado. Rapat yang dipimpin
langsung oleh Wakil Walikota Manado menyepakati bahwa selanjutnya akan diadakan forum
diskusi dengan pedagang besar cabai rawit guna mencari jalan keluar permasalahan inflasi
cabai rawit. Selain itu, forum juga menyepakati untuk meng
ai rawit di pekarangan rumah dan kantor guna memenuhi
kebutuhan cabai rawit rumah tangga.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
42
Sementara itu, program penguatan kelembagaan TPID terus berlanjut hingga menjangkau
daerah kepulauan, mengingat pentingnya pengendalian harga di daerah kepulauan yang
menghadapi berbagai hambatan distribusi. Upaya ke arah tersebut ditunjukkan dengan
dilangsungkannya sosialisasi pembentukan TPID di Kabupaten Kepulauan Sangihe pada tanggal
13-15 Mei 2014.
Dalam rangka persiapan menjelang hari besar keagamaan yang terjadi pada bulan Juni-Juli
2014, yaitu bulan puasa, Lebaran, serta Pengucapan Syukur, TPID di Sulawesi Utara
menyelenggarakan high level meeting dan rapat tim teknis yang difokuskan pada pembahasan
kondisi terkini harga dan ketersediaan barang kebutuhan pokok, serta upaya antisipasi yang
akan dilakukan selama berlangsungnya hari besar keagamaan.
Rapat antara lain diselenggarakan oleh TPID Kabupaten Minahasa pada tanggal 24 Juni 2014,
TPID Kota Manado tanggal 25 Juni 2014, dan TPID Provinsi Sulawesi Utara tanggal 25 Juni
2014. Pada hari penyelenggaraan rapat, TPID Provinsi Sulawesi Utara juga melakukan inspeksi
mendadak (sidak) ke pasar tradisional dan pasar swalayan Kota Manado yang dipimpin
langsung oleh Wakil Gubernur Sulawesi Utara.
Halaman ini sengaja dikosongkan
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
PERBANKAN DAERAH BAB III
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
47
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Kinerja perbankan konvensional Sulawesi Utara secara umum menunjukkan perlambatan
sejalan dengan arah kebijakan moneter. Perlambatan pertumbuhan terutama terjadi pada sisi
kredit, sementara pertumbuhan DPK relatif meningkat. Aset perbankan konvensional Sulut
pada triwulan II 2014 tercatat tumbuh sebesar 12,60% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 15,59% (yoy), namun
apabila dibandingkan dengan triwulan l 2014 pertumbuhan aset relatif meningkat. Kredit
perbankan konvensional Sulut tercatat tumbuh sebesar 11,97% (yoy), melambat dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh sebesar sebesar 22,58% (yoy). Di tengah
perlambatan pertumbuhan aset dan kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK) mampu tumbuh lebih
besar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari 8,57% (yoy) menjadi
14,94% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan penghimpunan dana dibandingkan penyaluran kredit yang
tumbuh melambat mendorong turunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan
konvensional di Sulawesi Utara yang berada pada level 125,30% di akhir triwulan II 2014 dari
sebelumnya 130,81%.
Beberapa aspek yang mencerminkan stabilitas sistem perbankan seperti aspek risiko kredit,
risiko likuiditas, risiko pasar dan indikator lainnya pada triwulan laporan masih relatif terkendali.
Non Performing Loan (NPL) relatif terjaga pada level 3,37% atau di bawah batas ketentuan
Bank Indonesia, yaitu 5%.
Sementara itu, BI Rate yang dipertahankan sebesar 7,50% dinilai konsisten dengan upaya
mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 serta mengendalikan defisit
transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat dan berkesinambungan.
Tabel 3.1
Indikator Utama Perbankan Konvensional di Sulawesi Utara
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
Total Aset (Rp.Miliar) 22.112 24.052 24.844 25.120 26.254 27.803 28.272 28.691 29.085 31.305
Tumbuh Y.o.Y (%) 21,22 23,55 21,40 18,25 18,73 15,59 13,80 14,22 10,78 12,60
DPK (Rp Miliar) 14.579 15.367 15.552 16.090 16.108 16.684 17.356 17.156 17.600 19.176
Tumbuh Y.o.Y (%) 23,58 21,95 16,95 13,81 10,49 8,57 11,60 6,62 9,26 14,94
Kredit outstanding (Rp Miliar) 16.177 17.506 18.445 19.422 19.960 21.458 22.287 22.848 23.022 24.027
Tumbuh Y.o.Y (%) 20,75 21,54 22,10 22,19 23,38 22,58 20,83 17,64 15,34 11,97
LDR (%) 110,96 113,92 118,60 120,71 123,91 128,62 128,41 133,18 130,81 125,30
NPL (%) 2,66 2,61 2,57 1,99 2,21 2,22 2,34 2,50 2,94 3,37
2012 2013 2014
Komponen
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
48
3.1. STRUKTUR ASET PERBANKAN SULAWESI UTARA
Struktur aset perbankan Sulawesi Utara relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan pada
triwulan laporan. Aset bank umum konvensional pada triwulan II 2014 masih mendominasi
dengan porsi 95,61%, yang terdiri atas 69,83% aset bank pemerintah dan 25,78% aset bank
umum swasta. Sementara itu, pangsa bank umum syariah dan BPR konvensional masing-
masing sebesar 1,67% dan 2,72% dari total aset perbankan Sulawesi Utara.
Total aset perbankan Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 tumbuh 11,81% (yoy) menjadi
sebesar Rp32,74 triliun. Laju pertumbuhan aset perbankan tersebut relatif meningkat jika
dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang sebesar 10,48% (yoy), namun
lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada periode yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 18,76% (yoy).
Total aset bank umum konvensional Sulut pada triwulan laporan mencapai Rp31,31 triliun atau
tumbuh 12,60% (yoy). Laju pertumbuhan tersebut mengalami peningkatan apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 10,78% (yoy).
Berkebalikan dengan hal tersebut, aset bank umum syariah dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
justru mengalami kontraksi secara tahunan. Pada triwulan II 2014 aset bank umum syariah
tercatat sebesar Rp545,67 miliar, menurun sebesar 5,26% (yoy) dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp575,96 miliar. Sementara itu, aset BPR tercatat
sebesar Rp891,40 miliar, turun 1,52% (yoy) dibanding triwulan II 2013 yang tercatat sebesar
Rp903,15 miliar.
3.2. PERKEMBANGAN KANTOR BANK
Selama triwulan II 2014 tidak terjadi penambahan maupun penutupan kantor bank sehingga
jumlah dan kantor bank sama dibandingkan dengan triwulan lalu. Secara kelembagaan, jumlah
BPR
Konvensional
3%
Bank Umum
Syariah
1%
Bank Umum
Konvensional
Pemerintah
70%
Bank Umum
Konvensional
Swasta
26%
Bank Umum
Konvensional
96%
BPR Konvensional Bank Umum Syariah
Bank Umum Konvensional Pemerintah Bank Umum Konvensional Swasta
Grafik 3.1.
Pangsa Aset Perbankan Sulawesi Utara Tw. II-2014
Grafik 3.2.
Perkembangan Pangsa Aset Perbankan
Sulawesi Utara Tw. II-2014 (%)
93
93,5
94
94,5
95
95,5
96
96,5
97
97,5
98
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Total Asset BPR Konvensional (left axis)
Total Asset BU Syariah (left axis)
Bank Umum Konvensional (right axis)% %
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
49
bank di Sulawesi Utara pada triwulan laporan tercatat sebanyak 45 bank yang terdiri dari 24
bank umum konvensional, 4 bank umum syariah, dan 17 Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sementara itu dari sisi jaringan kantor, jumlah kantor bank tercatat sebanyak 323 kantor, yang
terdiri dari 255 kantor bank umum konvensional, 16 bank umum syariah, serta 52 kantor BPR.
3.3 . PERKEMBANGAN BANK UMUM KONVENSIONAL
3.3.1 Respon Perbankan Sulawesi Utara Terhadap Kebijakan Moneter
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12 Juni 2014 memutuskan untuk
mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga
Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih
konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan
4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat.
Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga perbankan di Sulawesi Utara mulai
memasuki tahap akhir terlihat dari laju kenaikan suku bunga deposito dan kredit yang
cenderung melambat. Seiring dengan kenaikan BI Rate pada pertengahan 2013, suku bunga
perbankan terus mengalami tren peningkatan terutama pada suku bunga simpanan. Pada
periode Juni 2014, rata-rata tingkat suku bunga kredit tercatat sebesar 13,17%, sedikit lebih
tinggi dibandingkan bulan Maret 2014 yang tercatat sebesar 13,11%. Kenaikan suku bunga
kredit rata-rata terutama terjadi pada kredit modal kerja dan kredit investasi yang masing-
masing tercatat sebesar 13,51% dan 14,28% per tahun di akhir triwulan laporan. Sementara
suku bunga rata-rata kredit konsumsi relatif stabil di level 12,79%. Di sisi lain, rata-rata tingkat
suku bunga deposito 1 bulan pada Juni 2013 tercatat sebesar 7,46%, naik dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,21%.
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 3.3.
Perkembangan Rata-rata Tingkat Suku Bunga Kredit, Deposito,
dan BI Rate (%)
Grafik 3.4.
Rata-rata Tingkat Suku Bunga Kredit
Menurut Jenis Penggunaan (%)
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
8,00
12,5
13,5
14,5
15,5
16,5
17,5
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Ju
l
Ag
t
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Ju
n
Ju
l
Ag
t
Sep
Okt
No
v
Des
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Ju
n
Ju
l
Ag
t
Sep
Okt
No
v
Des
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Ju
n
2011 2012 2013 2014
Sk. Bunga Kredit (Left Axis) BI Rate (Right Axis)
Sk. Bunga Deposito (Right Axis)
12,5
13,0
13,5
14,0
14,5
15,0
15,5
16,0
16,5
17,0
17,5
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
2011 2012 2013 2013
Modal Kerja Investasi Konsumsi
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
50
Grafik 3.7.
Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Bank Penghimpun (Rp. Miliar)
3.3.2 Penyerapan Dana Masyarakat
Penyerapan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Sulawesi Utara tumbuh sebesar 14,94% (yoy) pada
triwulan II 2014 sehingga jumlah dana masyarakat yang dihimpun perbankan mencapai Rp19,2
triliun. Pertumbuhan DPK mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang sebesar 9,26% (yoy).
Dilihat dari jenis simpanan, meningkatnya pertumbuhan DPK didorong oleh pertumbuhan
deposito dan giro yang meningkat, sementara pertumbuhan tabungan relatif melambat.
Deposito tercatat tumbuh hingga 25,68% (yoy), jauh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan di
triwulan I 2014 yang sebesar 15,43% (yoy). Pengaruh tingginya suku bunga deposito menjadi
salah satu pemicu peningkatan pada jenis simpanan ini terutama oleh nasabah perorangan. Di
sisi lain, giro juga tercatat tumbuh signifikan pada triwulan laporan. Pertumbuhan giro
mencapai 23,43% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan lalu yang hanya tumbuh sebesar 2,53%
(yoy). Sementara itu laju pertumbuhan tabungan relatif melambat dari 7,94% (yoy) pada
triwulan I 2014 menjadi 4,21% (yoy) pada triwulan laporan.
Perkembangan deposito yang cukup baik
membuat porsi simpanan deposito pada dana
pihak ketiga meningkat menjadi 36,55% dari
33,83% di triwulan sebelumnya. Sebaliknya,
pangsa dana tabungan berkurang menjadi
sebesar 43,59% akibat porsi giro yang juga
meningkat menjadi 19,85%.
Grafik 3.6.
Share Dana Pihak Ketiga (DPK)
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov.
Sulut
Grafik 3.5.
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (Rp. Miliar)
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2010 2011 2012 2013 2014
Giro Deposito Tabungan
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2012 2013 2014
Bank Pemerintah
Bank Swasta
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
51
Tabel 3.2.
Perkembangan Sebaran DPK per Kabupaten/Kota (Rp. Miliar)
Berdasarkan kelompok bank, bank pemerintah masih dominan menyerap 69,43% dari total
DPK di Sulawesi Utara, sedangkan sisanya dihimpun oleh bank swasta (30,57%). Sejalan
dengan itu, penyerapan dana di bank pemerintah tercatat tumbuh lebih cepat ketimbang bank
swasta. Dana pihak ketiga di bank pemerintah tumbuh 16,24% (yoy) sedangkan dana di bank
swasta tumbuh sebesar 12,10% (yoy).
Pada akhir triwulan II 2014, wilayah penghimpunan dana masih terkonsentrasi pada bank-bank
yang berlokasi di Kota Manado, meski dengan porsi yang berkurang menjadi sebesar 69,39%
dari total dana pihak ketiga yang dihimpun di Sulawesi Utara atau sejumlah Rp13,31 triliun.
Berkurangnya pangsa DPK Kota Manado disertai dengan pertumbuhan DPK di kabupaten/kota
lainnya sehingga porsi kabupaten/kota lainnya meningkat. Setelah Kota Manado, DPK Sulawesi
Utara tersebar di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Boltim (7,89%), disusul Kota Bitung
(7,26%), Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud (6,21%), Kabupaten Minahasa dan
Minahasa Tenggara (5,41%), Kabupaten Minahasa Selatan (1,52%), Kota Tomohon (1,29%),
dan Kabupaten Minahasa Utara (1,04%).
II III IV I II III IV I II
Kab. Minahasa dan Mitra 800 784 661 752 793 864 712 866 1.037
Kab. Kep. Sangihe dan Talaud 895 899 767 913 916 960 881 987 1.191
Kab. Minahasa Selatan 156 173 126 203 230 241 149 230 291
Kab. Minahasa Utara 136 148 117 182 192 217 132 208 199
Kota Menado 10.891 11.029 12.042 11.398 11.781 12.215 12.797 12.434 13.305
Kota Kotamobagu dan Kab Boltim 1.249 1.282 1.132 1.309 1.328 1.331 1.087 1.352 1.513
Kota Bitung 1.061 1.052 1.112 1.140 1.243 1.296 1.260 1.304 1.393
Kota Tomohon 180 184 135 212 201 232 138 219 247
Total 15.367 15.552 16.090 16.108 16.684 17.356 17.156 17.600 19.176
2013 20142012Kota/Kabupaten
Grafik 3.9.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan
Kab/Kota (%)
Grafik 3.8.
Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan
Kabupaten/Kota (Rp. Miliar)
II III IV I II III IV I II
2013 2014
Kota Tomohon 180 184 135 212 201 232 138 219 247
Kota Bitung 1.061 1.052 1.112 1.140 1.243 1.296 1.260 1.304 1.393
Kota Kotamobagu dan Kab Boltim 1.249 1.282 1.132 1.309 1.328 1.331 1.087 1.352 1.513
Kota Menado 10.891 11.029 12.042 11.398 11.781 12.215 12.797 12.434 13.305
Kab. Minahasa Utara 136 148 117 182 192 217 132 208 199
Kab. Minahasa Selatan 156 173 126 203 230 241 149 230 291
Kab. Kep. Sangihe dan Talaud 895 899 767 913 916 960 881 987 1.191
Kab. Minahasa dan Mitra 800 784 661 752 793 864 712 866 1.037
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
Kota Tomohon Kota Bitung Kota Kotamobagu dan Kab Boltim
Kota Menado Kab. Minahasa Utara Kab. Minahasa Selatan
Kab. Kep. Sangihe dan Talaud Kab. Minahasa dan Mitra
0 5 10 15 20 25 30 35
Kab. Minahasa
Kab. Kep. Sangihe
dan Talaud
Kab. Minahasa
Selatan
Kab. Minahasa
Utara
Kota Menado
Kota Kotamobagu
Kota Bitung
Kota Tomohon
Q2-2014
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
52
Berdasarkan pertumbuhan DPK di masing-masing wilayah, seluruh Kabupaten/Kota tercatat
mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan DPK tertinggi terjadi pada Kabupaten Minahasa
sebesar 30,72% (yoy), sementara Kabupaten Minahasa Utara mengalami pertumbuhan
tahunan terendah sebesar 3,98% (yoy).
3.3.3 Penyaluran Kredit Bank Pelapor
Kredit bank umum konvensional di Sulawesi Utara mencatat pertumbuhan yang melambat
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan lalu, dipengaruhi kebijakan moneter ketat yang
diterapkan oleh Bank Indonesia. Pada triwulan II 2014, jumlah kredit tercatat sebesar Rp24,03
triliun atau tumbuh 11,97% (yoy). Pertumbuhan kredit didorong oleh kredit konsumsi meski
relatif tumbuh melambat sebesar 14,77% (yoy) dan kredit modal kerja yang tumbuh sebesar
11,59% (yoy) dengan jumlah baki debet masing-masing senilai Rp14,41 triliun dan Rp6,92
triliun. Di sisi lain, kredit investasi justru mengalami kontraksi sebesar 0,19% (yoy) sehingga baki
debet pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp2,69 triliun.
Dengan nilai baki debet yang cukup besar, kredit konsumsi masih menguasai penyaluran kredit
di Sulawesi Utara dengan pangsa mencapai 59,98% dari total kredit yang disalurkan.
Sementara itu, porsi kredit modal kerja tercatat sebesar 28,81%, disusul oleh kredit investasi
dengan porsi sebesar 11,21%. Dominannya share kredit konsumsi dibandingkan jenis kredit
lainnya sejalan dengan karakteristik pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang terutama
didorong oleh aktivitas konsumsi.
Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit produktif sebagian besar ditujukan ke sektor
perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang merupakan sektor utama Sulut dengan pangsa
sebesar 26,24% dari total kredit. Sementara itu, apabila dilihat berdasarkan kelompoknya, bank
Grafik 3.10.
Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (%)
Grafik 3.11.
Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
(Rp. Miliar)
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
- 5.000 10.000 15.000
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
Investasi Modal Kerja Konsumsi
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
53
umum pemerintah masih menjadi penyalur kredit utama dibandingkan dengan bank umum
swasta nasional. Kredit yang disalurkan bank pemerintah mencapai Rp.17,52 triliun dengan
porsi 72,91% terhadap total kredit, sedangkan sisanya disalurkan oleh kelompok bank swasta
sebesar Rp6,51 triliun atau sebesar 27,09% dari total kredit.
Sejalan dengan penghimpunan DPK, sebagian besar penyaluran kredit perbankan juga masih
tercurah di Kota Manado. Dari total kredit sebesar Rp24,03 triliun, tercatat 63,71% atau
sebesar Rp15,31 triliun disalurkan di Kota Manado. Selanjutnya porsi penyaluran kredit
berturut-turut diikuti oleh Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
dengan pangsa sebesar 9,93% (Rp2,39 triliun), Kabupaten Minahasa dan Minahasa Tenggara
8,35% (Rp2,01 triliun), Kabupaten Kep. Sangihe dan Talaud 7,05% (Rp1,69 triliun), Kota
Bitung 6,29% (Rp1,51 triliun), Kabupaten Minahasa Selatan 1,79% (Rp429 miliar), Kota
Tomohon 1,66% (Rp398 miliar), dan Kabupaten Minahasa Utara 1,22% (Rp292 miliar).
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 3.15.
Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota (%)
Grafik 3.14.
Komposisi Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota (Rp. Miliar)
Grafik 3.13.
Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok Bank
Grafik 3.12.
Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Tomohon Bitung Kotamobagu Menado
Minahasa Utara Minahasa Selatan Sangihe & Talaud Minahasa
- 5 10 15 20 25
Minahasa
Sangihe
Minahasa Selatan
Minahasa Utara
Menado
Kotamobagu
Bitung
Tomohon
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
54
Berdasarkan laju pertumbuhan kredit per wilayah, Kabupaten Minahasa Utara tumbuh paling
cepat dengan laju 21,01% (yoy) sedangkan yang terendah adalah Kota Tomohon dengan
pertumbuhan sebesar 10,07% (yoy).
3.3.4 Kredit UMKM
Perkembangan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Sulawesi Utara tidak
terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit kepada UMKM. Kredit UMKM
adalah kredit kepada debitur usaha mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan
kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 tahun 2008
tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi
kriteria usaha dengan batasan tertentu pada nilai kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan.
Data yang disajikan dalam pembahasan adalah kredit UMKM dengan menggunakan definisi
sebagaimana diatur dalam UU No.20 tahun 2008 tentang UMKM.
Posisi kredit UMKM pada triwulan II 2014 tercatat
sebesar Rp6,87 triliun atau tumbuh positif
8,31% (yoy), melambat dibanding pertumbuhan
triwulan sebelumnya dan masih berada di
bawah tingkat pertumbuhan kredit secara
umum. Kredit usaha menengah memiliki pangsa
terbesar dalam kredit UMKM yakni mencapai
48,95%, kemudian diikuti kredit usaha kecil
dengan pangsa 32,12%, dan sisanya 18,93%
merupakan kredit usaha mikro.
Dengan melihat pangsa kredit UMKM terhadap penyaluran kredit perbankan secara
keseluruhan pada triwulan II 2014, terjadi peningkatan porsi kredit UMKM dibandingkan
triwulan I 2014, yakni dari 28,49% menjadi 28,60%. Sementara dari sisi kualitas kredit, kredit
UMKM tercatat mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya akibat peningkatan
NPL terutama pada jenis kredit usaha kecil. Pada triwulan II 2014 rasio NPL kredit UMKM
tercatat sebesar 4,92%, meningkat dibandingkan dengan periode triwulan I 2014 yang sebesar
4,82%.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 3.16.
Laju Pertumbuhan Kredit UMKM dan Total Kredit (%)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Kredit Umum Kredit UMKM
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
55
3.4 STABILITAS SISTEM PERBANKAN
Stabilitas sistem perbankan di Sulawesi Utara pada akhir triwulan II 2014 secara umum terjaga.
Non Performing Loan (NPL) relatif terkendali, berada pada tingkat di bawah batas ketentuan BI
yaitu 5%. Sementara itu, aspek intermediasi perbankan yang tercermin dari Loan to Deposit
Ratio (LDR) masih berada pada level di atas 100%. Volatilitas kurs rupiah diperkirakan tidak
akan berdampak besar terhadap risiko pasar, karena paparan tehadap transaksi valuta asing
yang tidak tinggi. Sementara itu, perkembangan indikator lainnya (Kelonggaran tarik,
Pendapatan Bunga Bersih, ROA) menunjukkan perkembangan yang cukup baik.
3.4.1 Risiko Kredit
Pada triwulan II 2014, terjadi peningkatan risiko kredit perbankan konvensional Sulawesi Utara
tercermin dari indikator Non Performing Loan (NPL), sementara konsentrasi kredit relatif tidak
mengalami perubahan. Meski meningkat dibanding triwulan sebelumnya, rasio NPL (bruto)
masih tetap terjaga pada level di bawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (5%), yaitu
tercatat sebesar 3,37%. Kenaikan rasio NPL bersumber dari kualitas kredit yang menurun pada
beberapa sektor. Kredit di sektor pertanian, sektor industri, sektor listrik, gas, dan air (LGA),
sektor konstruksi, dan sektor angkutan dan komunikasi harus semakin diwaspadai seiring
meningkatnya NPL sampai di atas 5%. Di sisi lain, kualitas kredit di sektor PHR yang memiliki
pangsa terbesar untuk kredit produktif juga tercatat mengalami penurunan kualitas kredit yang
tercermin dari naiknya NPL ke level 3,46% dari triwulan lalu yang tercatat berada di level
3,17% , sementara rasio NPL pada sektor lainnya (konsumsi) tercatat masih cukup baik meski re
meningkat 0,58% dari triwulan lalu menjadi sebesar 2,45% pada triwulan laporan.
Sementara itu, apabila dilihat dari indikator konsentrasi kredit secara keseluruhan, dapat terlihat
bahwa sebagian besar kredit disalurkan pada sektor yang memiliki tingkat NPL yang relatif
Grafik 3.18.
Non Performing Loan Kredit UMKM (Rp. Miliar)
Grafik 3.17.
Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Rp. Miliar)
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2010 2011 2012 2013 2014
Mikro Kecil Menengah
- 50 100 150 200
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
Menengah Kecil Mikro
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
56
rendah yakni sektor lainnya (konsumsi) dengan pangsa mencapai 59,98% dari total kredit dan
memiliki rasio NPL sebesar 2,45%.
3.4.2 Risiko Likuiditas
Indikator risiko likuiditas perbankan Sulawesi Utara, yaitu konsentrasi jangka waktu sumber
dana dan tingkat Loan Deposit Ratio (LDR) menunjukkan bahwa risiko likuiditas pada triwulan
laporan masih terkendali.
Dilihat berdasarkan konsentrasi jangka waktu
sumber pembiayaannya, DPK di Sulawesi Utara
masih didominasi oleh dana-dana jangka pendek
(tabungan, giro, dan deposito jangka pendek)
yang berpotensi menciptakan maturity mismatch
karena kredit yang disalurkan perbankan memiliki
jangka waktu relatif lebih panjang dibanding
penghimpunan dana masyarakat.
Selanjutnya angka Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan laporan tercatat menurun menjadi
125,30%. Perlu digarisbawahi bahwa perhitungan LDR ini hanya membagi jumlah total kredit
yang disalurkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh perbankan.
Berdasarkan wilayah administratifnya, rasio LDR perbankan terendah berada di Kota Bitung
sebesar 108.59%. Sedangkan LDR tertinggi dicapai oleh Kabupaten Minahasa dan Minahasa
Tenggara sebesar 193.65%, disusul kemudian berturut-turut oleh Kota Tomohon sebesar
160.94%, Kota Kotamubagu dan Kabupaten Boltim sebesar 157.67%, Kabupaten Minahasa
Selatan sebesar 147.76%, Kabupaten Minahasa Utara sebesar 146.61%, Kabupaten Kepulauan
Grafik 3.19.
Kredit & NPL Sektoral Tw. II 2013
Grafik 3.20.
Loan to Deposit Ratio (LDR) Berdasarkan Kabupaten/Kota
0
5
10
15
20
25
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
Kredit (Rp miliar)-left axis
NPL (%)-right axis
- 50 100 150 200 250
Minahasa
Sangihe
Minahasa Selatan
Minahasa Utara
Menado
Kotamobagu
Bitung
Tomohon
Total
Q2
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
57
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Sangihe sebesar 142.16%, dan Kota Manado sebesar 115.05%. Relatif tingginya rasio LDR di
beberapa wilayah mengindikasikan bahwa wilayah tersebut merupakan kawasan yang sedang
berkembang dan membutuhkan banyak kucuran dana, yang diantaranya diperoleh dari
penyaluran kredit oleh perbankan di wilayah tersebut. Sementara di sisi lain, penghimpunan
dana masyarakat di wilayah tersebut juga perlu semakin ditingkatkan untuk lebih mendukung
penyaluran kredit.
3.4.3 Risiko Pasar
Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan Sulawesi Utara relatif terkendali yang tercermin dari
rendahnya tingkat fluktuasi suku bunga. Tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate)
sepanjang triwulan laporan tidak mengalami perubahan. Hal tersebut menyebabkan
melambatnya pergerakan suku bunga perbankan di Sulut terutama untuk suku bunga
pinjaman. Sementara itu, pergerakan kurs diperkirakan tidak akan berdampak besar terhadap
kinerja perbankan Sulawesi Utara, karena minimnya transaksi valuta asing di perbankan
Sulawesi Utara.
3.4.4 Indikator perbankan lainnya
Rasio Kelonggaran Tarik Kredit
Rasio kelonggaran tarik kredit bank umum pada
triwulan II 2014 melanjutkan tren penurunan yang
terjadi sejak triwulan sebelumnya. Tercatat rasio
kelonggaran tarik pada Juni 2014 sebesar 4,94%
atau lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang
tercatat 5,74%. Hal ini mengindikasikan
penggunaan kredit yang lebih optimal oleh debitur.
Pendapatan Bunga Bersih
Pendapatan Bunga Bersih merupakan salah satu
indikator penilaian terkait kemampuan bank dalam
menghasilkan laba. Berdasarkan neraca konsolidasi
bank umum, saldo bersih pendapatan bunga setelah
dikurangi biaya bunga atau yang biasa disebut
Pendapatan Bunga Bersih pada triwulan laporan
menunjukkan angka yang positif sebesar Rp1.231
Grafik 3.22.
Pendapatan Bunga Bersih Bank Umum (Rp Miliar)
Grafik 3.21.
Kelonggaran Tarik Kredit Bank Umum
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Plafond 15.576 16.517 17.405 18.210 18.641 19.987 20.608 21.511 22.233 23.652 24.665 25.509 25.245 26.153
Outstanding 13.397 14.403 15.107 15.896 16.177 17.506 18.445 19.422 19.960 21.458 22.287 22.848 23.022 24.027
Rasio UL (%) 7,56 7,25 7,78 7,30 7,47 6,73 6,06 5,95 6,14 5,16 5,71 6,55 5,74 4,94
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
4.000
9.000
14.000
19.000
24.000
29.000
%Rp Miliar
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2012 2013 2014
Pend.Bunga 686 1.427 2.196 3.020 812 1.706 2.659 3.709 1.009 2.090
Biaya Bunga 282 569 848 1.116 292 604 959 1.339 416 858
NIM 404 858 1.348 1.904 520 1.102 1.701 2.370 593 1.231
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
58
Grafik 3.24.
Return On Asset Bank Umum
Grafik 3.23.
Rasio Biaya dan Pendapatan Operasional Bank Umum
miliar, meningkat sebesar 11.71%(yoy) bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
tercatat Rp1.102 miliar.
Rasio BOPO
Rasio BOPO menunjukkan tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya.
Rasio BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien. Sampai dengan triwulan
laporan, tingkat efisiensi operasional perbankan relatif mengalami penurunan yang tercermin
dari kenaikan rasio BOPO bank umum konvensional dari 67.72% pada triwulan II 2013 menjadi
72.89% pada triwulan laporan. Hal ini disebabkan kenaikan beban operasional yang cukup
tinggi mencapai 22.44% (yoy) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Return on Asset (ROA)
Return on Asset (ROA) merupakan suatu rasio yang mengukur kemampuan bank untuk
menghasilkan laba dengan aset yang dimilikinya. Meningkatnya pendapatan bunga bersih
namun di sisi lain terjadi penurunan efisiensi, membuat rasio ROA bank umum tercatat turun
dari 2,24% di triwulan II 2013 menjadi sebesar 1,86% pada triwulan laporan.
3.5 PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
BO 512 1.11 1.97 2.56 546 1.15 1.74 2.38 612 1.32 1.90 2.62 773 1.62
PO 761 1.51 2.41 3.25 827 1.68 2.56 3.53 934 1.95 2.88 4.04 1.07 2.22
Rasio 67,3 73,6 81,8 78,7 66,0 68,4 68,0 67,4 65,5 67,7 66,1 64,7 71,7 72,8
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
%Rp Miliar
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2011 2012 2013 2014
Aset (Rp Juta) - Left Axis 18.242 19.467 20.465 21.243 22.112 24.052 24.844 25.119 26.253 27.802 28.272 28.690 29.084 31.304
L/R (Rp Juta) - Right Axis 215 430 416 684,26 279,34 530,12 813,45 1.144, 318,12 623,53 953,65 1.391, 300,35 583,35
-
500
1.000
1.500
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
59
Pada triwulan II 2014 perkembangan perbankan umum syariah di Sulawesi Utara masih dilanda
perlambatan bahkan penurunan terutama dari sisi aset dan DPK. Sementara itu, kredit
perbankan syariah masih mengalami pertumbuhan kendati terus mangalami perlambatan pada
triwulan laporan. Total aset bank umum syariah sampai dengan posisi Juni 2014 mengalami
penurunan sebesar 5,26% (yoy) sehingga tercatat sebesar Rp545,67 miliar pada triwulan
laporan. Sebaliknya, kondisi kredit pada triwulan laporan masih mengalami pertumbuhan
kendati mengalami perlambatan dari 7,9% (yoy) pada triwulan I 2014 menjadi 3,03% (yoy)
pada triwulan II 2014. Di sisi lain, DPK mengalami penurunan mencapai 15,10% (yoy) sehingga
tercatat sebesar Rp187,33 miliar pada Juni 2014.
Lebih tingginya laju peningkatan kredit dibandingkan dengan DPK yang terkontraksi
menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR) kembali meningkat menjadi 277% pada Juni
2014. Tingginya tingkat FDR mencerminkan bahwa bank umum syariah perlu mendorong
upaya menjaring Dana Pihak Ketiga di Sulawesi Utara.
Kualitas pembiayaan pada perbankan syariah juga kembali mengalami penurunan tercermin
dari rasio Non Performing Financing (NPF) yang melampaui batas ketentuan Bank Indonesia,
yakni tercatat sebesar 10,17% pada triwulan laporan atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 9,17%.
Tabel 3.3.
Indikator Utama Perbankan Syariah di Sulawesi Utara (Rp miliar)
(Rp. Mi l iar)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
Asset 454,29 476,53 480,13 548,66 544,01 575,96 547,88 566,29 556,24 545,67
Growth (yoy) 37,12 44,19 38,34 14,10 19,75 20,87 14,11 3,21 2,25 -5,26
DPK 195,65 198,98 205,21 266,31 235,68 220,65 194,10 230,58 205,91 187,33
Growth (yoy) 52,40 49,57 47,69 41,22 20,46 10,89 -5,41 -13,42 -12,63 -15,10
Giro 13,94 15,87 16,24 33,05 17,14 20,49 14,64 15,89 10,14 11,08
Tabungan 106,55 110,52 126,27 144,81 124,41 119,88 131,26 157,02 136,83 127,57
Deposito 75,16 72,59 62,71 88,45 94,13 80,28 48,20 57,67 58,93 48,68
Kredit 371,77 403,16 440,70 472,47 483,63 503,67 511,36 521,72 521,86 518,91
Growth (yoy) 51,10 41,42 36,80 32,91 30,09 24,93 16,03 10,43 7,90 3,03
Modal Kerja 260,57 276,33 295,16 308,75 308,87 310,38 304,59 179,56 179,35 167,91
Investasi 16,27 22,38 122,81 119,63 120,60 125,87 137,07 148,17 143,14 75,76
Konsumsi 94,93 104,45 22,73 44,09 54,17 67,42 69,70 193,99 199,37 275,24
FDR (%) 190,02 202,61 214,75 177,41 205,21 228,27 263,45 226,27 253,44 277,00
NPF (%) 1,89 3,06 4,95 4,18 5,39 6,43 5,69 4,06 9,17 10,47
Jumlah Bank 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4
Jaringan Kantor 13 13 13 13 13 16 16 16 16 16
2012 2013 2014
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
60
Tabel 3.4.
Indikator Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sulawesi Utara (Rp. Miliar)
3.6 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
Kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 mengalami kontraksi jika dilihat dari
sisi aset, namun demikian NPL mulai menunjukkan perbaikan walaupun harus tetap diwaspadai
karena masih berada pada level diatas 5%. Aset BPR pada triwulan II 2014 mengalami kontraksi
sebesar 1.52% (yoy), sehingga menjadi Rp891.40 miliar. Pertumbuhan aset BPR yang
terkontraksi pada periode laporan terutama disebabkan oleh penurunan jumlah kredit, tercatat
sebesar 1.02% (yoy). Berdasarkan hasil survey Perbankan yang dilakukan KPw BI Sulawesi Utara
pada triwulan II 2014, salah satu penyebab terjadinya kontraksi pada kredit BPR adalah
meningkatnya risiko kredit usaha nasabah.
Secara sektoral, pertumbuhan kredit terutama didorong sektor lain-lain (konsumsi) yang
mengalami pertumbuhan sebesar 6.43% (yoy). Sementara itu, seluruh jenis kredit di sektor
produktif mengalami kontraksi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau
mencatatkan pertumbuhan negatif. Sektor yang paling tinggi mengalami penurunan kredit
adalah sektor jasa-jasa yang mengalami penurunan hingga 73.14% dibanding tahun
sebelumnya.
Di sisi lain, penghimpunan dana mengalami pertumbuhan positif kendati mengalami
perlambatan. DPK BPR tumbuh sebesar 4.20% (yoy) dengan jumlah nominal sebesar Rp683.25
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*
Aset 713,67 780,43 825,13 820,50 850,20 905,13 959,14 962,26 905,76 891,40 -1,52%
Growth (yoy) 43,84 57,29 46,54 25,89 19,13 15,98 16,24 17,28 6,53 (1,52)
DPK 471,29 508,60 515,70 588,09 621,47 655,74 701,97 725,44 685,86 683,25 4,20%
Growth (yoy) 35,23 45,94 47,98 33,82 31,87 28,93 36,12 23,35 10,36 4,20
Deposito 382,24 408,82 416,40 475,25 505,16 530,97 574,66 590,63 556,85 560,99 5,65%
Tabungan 89,05 99,78 99,30 112,84 116,31 124,78 127,31 134,80 129,01 122,26 -2,01%
Kredit 505,54 544,48 572,01 621,61 671,99 722,39 738,66 722,02 725,52 715,04 -1,02%
Growth (yoy) 31,80 41,95 49,13 36,37 32,92 32,67 29,14 16,15 7,97 (1,02)
Jenis Penggunaan
Modal Kerja 97,13 102,88 114,10 93,80 106,91 133,20 147,24 97,06 110,46 112,82 -15,30%
Investasi 17,32 21,83 23,16 17,42 20,36 33,87 41,45 6,30 14,93 13,76 -59,38%
Konsumsi 391,09 419,77 434,75 510,39 544,71 555,33 549,98 618,65 600,13 588,46 5,97%
Sektoral
Pertanian 5,85 5,55 6,59 7,01 8,18 8,76 7,07 6,04 5,45 5,61 -35,98%
Perindustrian 2,34 2,12 2,65 1,67 1,89 3,29 3,40 2,48 2,12 2,37 -28,10%
PHR 50,85 56,84 61,39 50,40 55,81 49,44 43,16 37,53 37,11 32,39 -34,49%
Jasa-jasa 33,77 35,27 32,92 25,23 25,42 36,13 41,03 10,27 9,72 9,70 -73,14%
Lain-lain 412,73 444,70 468,46 537,30 580,69 624,77 644,01 665,70 671,12 664,97 6,43%
LDR (%) 107,27 107,06 110,92 105,70 108,13 110,16 105,23 99,53 105,78 104,65
NPL (%) 3,89 4,17 5,44 4,10 5,56 5,41 7,81 8,07 11,21 10,92
Jumlah Bank 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17
Jaringan Kantor 48 48 49 50 49 51 50 51 52 52
* Data s/d Mei 2014
Y.o.YKomponen
2012 2013 2014
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
61
miliar. Pertumbuhan DPK BPR didorong oleh jenis simpanan deposito yang tumbuh 5,65% (yoy)
sementara tabungan mengalami kontraksi. Secara struktur, deposito masih mendominasi DPK
BPR dengan pangsa 82.11%. Melihat kondisi tersebut, diperlukan perhatian lebih pada
penataan ulang efisiensi BPR, khususnya terhadap suku bunga pinjaman yang saat ini berada
pada tingkat yang cukup tinggi akibat tingginya suku bunga sumber dana pembiayaan BPR.
Sementara itu, rasio LDR BPR pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 104.65%, atau lebih
rendah daripada triwulan sebelumnya yaitu 105.78% sejalan dengan pertumbuhan DPK dan
kontraksi yang terjadi pada kredit. Di sisi lain, tingkat kehati-hatian pada penyaluran kredit BPR
harus semakin diberi perhatian. Hal ini tercermin dari rasio NPL (bruto) yang terus meningkat
hingga mencapai 10.92% (yoy) pada triwulan laporan, jauh melebih batas 5%.
62
Box 1.
Perkembangan Penggunaan Kartu Kredit di Sulawesi Utara
dan Pemanfaatan Jasa Perusahaan Asuransi dalam Penyaluran
Kredit Perbankan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara telah melakukan survei kepada
perbankan yang ada di Sulut. Adapun tujuan dari survei ini yaitu untuk mengetahui
perkembangan aktivitas perbankan di Sulut dilihat dari sisi kredit, penghimpunan dana,
penempatan dana, prospek perbankan kedepan, risiko kredit, perkembangan sistem
pembayaran dan perkembangan pemanfaatan perusahaan asuransi. Fokus pembahasan pada
wacana ini adalah mengenai (1) Perkembangan APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu)
yang merupakan salah satu tools dari Sistem Pembayaran dan (2) Perkembangan pemanfaatan
jasa perusahaan asuransi oleh perbankan yang menyalurkan kredit di Provinsi Sulut.
Perkembangan Penggunaan Kartu Kredit di Sulut
Perkembangan pertumbuhan penggunaan Kartu Kredit yang merupakan salah satu bagian dari
APMK di Provinsi Sulut dinilai cukup signifikan khususnya di beberapa daerah seperti Kota
Manado, Kabupaten Minahasa, dan Kota Tomohon. Data historis Jan Mei 2014 menunjukkan
bahwa ketiga daerah tersebut berkontribusi rata-rata sebesar 90% terhadap total penggunaan
Kartu Kredit di provinsi Sulut.
Pada bulan Mei 2014, data Bank
Indonesia menunjukkan transaksi
penggunaan Kartu Kredit di Kota Manado
mencapai Rp70,27 Milliar, di Kab.
Minahasa mencapai Rp37,54 Milliar,
sementara di Kota Tomohon mencapai
Rp26,72 Milliar dan di kota lainnya
Rp14,89 Milliar. Total penggunaan Kartu
Kredit di Provinsi Sulut mencapai Rp149,35 Milliar, menyumbang 0.07% dari total penggunaan
kartu kredit secara nasional. Pertumbuhan penggunaan pada bulan Mei 2014 dibanding bulan
sebelumnya mencapai 7% (mtm). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kartu kredit di Sulut
cenderung meningkat sejalan perekonomian Sulut yang tumbuh sebesar 7.32% (yoy) pada
triwulan II 2014.
63
Diperkirakan penggunaan kartu kredit akan terus bertambah seiring semakin giatnya perbankan
dalam mensosialisasikan less cash society sesuai dengan arah kebijakan Bank Indonesia untuk
mengurangi penggunaan uang kartal demi efisiensi transaksi. Perbankan mulai menggalakkan
penggunaan APMK di Sulut dengan berbagai metode dan program bank seperti sosialisasi dan
undian, edukasi, dan mengadakan kerjasama dengan beberapa merchant atau store untuk
mendorong nasabah menggunakan APMK.
Sementara itu, untuk ketersediaan layanan berbasis e-money sendiri di Provinsi Sulut dinilai
masih minim karena menurut survei yang dilakukan kepada perbankan hanya 5.26%
responden yang menyediakan layanan e-money di Sulut.
Untuk itu Bank Indonesia akan terus mendorong dan mengarahkan perbankan untuk lebih
menggalakkan penggunaan APMK melalui peningkatan dan penambahan infrastruktur terkait
penggunaan APMK.
Perkembangan Pemanfaatan Jasa Perusahaan Asuransi dalam Penyaluran Kredit
Perbankan
Survei Perbankan pada Triwulan II 2014 juga dilakukan untuk mengetahui aktivitas perbankan
yang memanfaatkan jasa asuransi dalam penyaluran kreditnya. Kegiatan penyaluran kredit
secara umum masih dalam kategori baik ditunjukkan dengan rasio Non Performing Loan (NPL)
dibawah 5%. Sebagian besar dana yang dihimpun disalurkan pada kredit konsumtif (59.98%),
dan sebagian lainnya pada sektor produktif (40.02%).
Perkreditan merupakan bisnis utama perbankan sehingga harus dijaga kualitasnya guna
menjamin kelangsungan bisnis dari perbankan itu sendiri dan pada akhirnya akan dapat
menjamin soundness dari Stabilitas Sistem Keuangan. Dalam hal menjaga kualitas perkreditan
bank dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan asuransi dalam penyaluran kreditnya
untuk memitigasi risiko.
Menurut survei yang dilakukan Bank Indonesia terhadap perbankan di Sulut, sebagian besar
perbankan telah memanfaatkan jasa perusahaan asuransi dalam pemberian kredit (95%) dan
sebagian besar perbankan tersebut juga terafiliasi dengan perusahaan asuransi yang melakukan
kerjasama dalam pemberian kredit (52.63%).
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
KEUANGAN DAERAH BAB IV
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
67
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Dukungan fiskal dari pemerintah pusat untuk pengembangan ekonomi daerah tercermin dari
transfer dana berupa Dana Perimbangan dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus. Dukungan
fiskal dari pemerintah pusat kepada Provinsi Sulawesi Utara serta 15 kab/kota di bawahnya
pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2013, yang tercermin dari
peningkatan alokasi Dana Perimbangan dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus yang
meningkat dari Rp8,64 triliun menjadi Rp9,23 triliun.
Meskipun alokasi belanja maupun target pendapatan pada tahun 2014 cukup besar, namun
demikian realisasi sampai dengan triwulan II 2014 masih relatif rendah. Realisasi pendapatan
baru mencapai 43% atau senilai Rp1,01 triliun. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan
pencapaian tahun lalu yang sebesar Rp 1,04 triliun atau 54,7% dari total target. Kondisi yang
sama juga terlihat dari realisasi belanja yang baru mencapai 27% atau senilai Rp670 miliar,
lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp694 miliar atau
35,4% dari target belanja.
4.1. Struktur Dana Perimbangan di Provinsi Sulawesi Utara
Upaya peningkatan kapasitas perekonomian Sulawesi Utara tidak terlepas dari adanya
dukungan pemerintah pusat dalam bentuk transfer dana berupa Dana Perimbangan dan Dana
Penyesuaian & Otonomi Khusus ke Provinsi serta Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara. Total
transfer daerah Provinsi Sulawesi Utara dan 15 kab/kota dibawahnya pada tahun 2014
mencapai Rp9,23 triliun atau naik 6,83% dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 4.1.
Perkembangan Transfer Dana Pusat Ke Prov/Kab/Kota di Wilayah Sulawesi Utara
(dlm miliar rupiah)
Secara rata-rata, porsi Dana Perimbangan terhadap keseluruhan dana transfer relatif lebih besar
dibandingkan porsi Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus. Porsi Dana Perimbangan mencapai
88% dari total Dana transfer atau senilai Rp8,14 triliun. Sementara itu jika dilihat dari
komponen penyusunnya, Dana Perimbangan terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU)
dengan nilai sebesar Rp6,92 triliun atau 84,99% dari total dana perimbangan, lalu diikuti oleh
(Rp.Miliar)
Dana Perimbangan 4,376 5,283 5,462 5,998 6,993 7,941 8,138
Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 274 336 331 325 356 378 340
Dana Alokasi Umum (DAU) 3,428 4,059 4,431 4,964 5,947 6,725 6,917
Dana Alokasi Khusus (DAK) 674 887 700 709 689 838 881
Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus 280 394 221 1,153 434 703 1,092
TOTAL 4,656 5,676 5,683 7,150 7,427 8,644 9,231
*) Data Update per 30 M aret 2014
2014*2011 2012 2013Dana 2008 2009 2010
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu, diolah
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
68
Dana Bagi Hasil
Pajak/Bukan Pajak
4%
Dana Alokasi Umum (DAU)
85%
Dana Alokasi Khusus (DAK)
11%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
-
500,000.00
1,000,000.00
1,500,000.00
2,000,000.00
2,500,000.00
2009 2010 2011 2012 2013 2014
PAD Dana Perimbangan Proporsi Sulut Proporsi Rata-rata seluruh Indonesia
Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp881 miliar atau 19,82% dari total Dana Perimbangan.
Sementara porsi terkecil adalah Dana Bagi Hasil (DBH) senilai Rp340 miliar atau 4,17% dari total
dana perimbangan.
Porsi Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus terhadap keseluruhan dana transfer sebesar Rp1,09
triliun atau hanya 12%. Namun demikian, terlihat adanya peningkatan alokasi dibandingkan
tahun 2013 sebesar 13,42%.
Berdasarkan wilayahnya, alokasi Dana Perimbangan terbagi atas pengalokasian di wilayah
Provinsi Sulawesi Utara dan Seluruh wilayah Kab/Kota di Sulut. Dari total Dana Perimbangan
yang disalurkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2014, komposisi dana terbesar diperoleh
pemerintah Prov. Sulut dengan alokasi sebesar 15% atau mencapai Rp1,38 triliun. Sementara
itu, kab/kota yang mendapatkan alokasi dana terbesar adalah kota Manado senilai Rp1 triliun
atau sebesar 11% dari total dana perimbangan.
Ketergantungan suatu daerah terhadap
pendanaan dari pusat pada dasarnya masih
terjadi di seluruh Indonesia. Namun demikian,
pada tahun 2014, tingkat ketergantungan
daerah terhadap pendanaan pusat relatif
menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu
dari sebesar 85% pada tahun 2013 menjadi
84% pada tahun 2014. Sementara itu jika dilihat
tren perkembangannya, rasio tingkat
ketergantungan Sulawesi Utara terhadap alokasi
dana perimbangan masih lebih rendah
dibandingkan daerah lainnya di Indonesia, yaitu pada kisaran 60% dengan tren yang terus
Grafik 4.2.
Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2014
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu, diolah
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu, diolah
Grafik 4.1.
Pangsa Komponen Dana Perimbangan Prov/Kab/Kota
di Sulawesi Utara Tahun 2014
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu, diolah
Grafik 4.3.
Proporsi Sumber Pendapatan Daerah
Prov. Sulawesi Utara15%
Kab. Bolaang Mongondow
7%
Kab. Minahasa9%
Kab. Sangihe7%
Kota Bitung7%
Kota Manado11%
Kab. Kepulauan Talaud
6%
Kota Tomohon5%
Kab. Minahasa
Utara6%
Kab. Minahasa
Selatan0%
Kota Kotamobagu
5%
Kab. Minahasa Tenggara
6%
Kab. Bolaang Mongondow
Utara4%
Kab. Kepulauan Sitaro
5%
Kab. Bolaang Mongondow
Timur4%
Kab. Bolaang Mongondow
Selatan4%
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
69
Tabel 4.2.
Kinerja APBD Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 Juni 2014 (dlm miliar rupiah)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas ekonomi Sulawesi Utara sudah cukup baik dan
mandiri yang berdampak pada meningkatnya peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai
sumber pendapatan dalam mendukung pembangunan daerah.
4.2. APBD di Tingkat Provinsi
Dukungan fiskal daerah terhadap perekonomian Sulawesi Utara tercermin dari peningkatan
nilai APBD Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan nilai APBD
Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2013.
Meskipun terlihat adanya peningkatan nilai APBD, namun demikian rata-rata realisasi masing-
masing komponen, baik komponen pendapatan, belanja maupun pembiayaan pada triwulan II
2014 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu.
Dari sisi pendapatan, realisasi tercatat Rp1,01 triliun baru mencapai 43% dari total target
pendapatan. Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi pada tahun sebelumnya
yang tercatat Rp1,05 triliun atau sebesar 55%.
Di sisi belanja, realisasi pada triwulan II 2014 juga tercatat lebih rendah dibandingkan periode
yang sama tahun lalu, yang baru mencapai Rp670 miliar atau hanya 27% dari total alokasi
anggaran belanja. Pencapaian ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
tercatat Rp694 miliar atau sudah mencapai 35%.
Untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pendapatan diperlukan adanya pembiayaan sebagai sumber pendapatan tambahan.
Pembiayaan tersebut berasal dari Sisa Lebih Penerimaan Daerah (SILPA) dikurangi dengan
penyertaan modal (investasi). Total pembiayaan yang direalisasikan pada triwulan II 2014
(dlm miliar rupiah)
Nominal % Nominal %
I Pendapatan 1.916 1.049 54,7 2.329 1.012 43
Pendapatan Asli Daerah 650 354 54,4 944,6 361,1 38,2
Dana Perimbangan 1.265 574 45,4 1109,5 515,7 46,5
Lain-lain PAD yang Sah 1 121 24150,0 274,7 134,7 49,0
II Belanja 1.962 694 35,4 2.453 670 27
Belanja Operasi 1.372 501 36,5 1570,6 522,9 33,3
Belanja Modal 360 96 26,6 509,8 70,8 13,9
Belanja Tidak Terduga 10 1 9,2 10,0 1,6 15,9
Transfer (Ke Kab/Kota/Desa) 220 97 44,1 362,3 74,5 20,6
III Pembiayaan 46 253 548,1 123 249 202
Penerimaan Daerah 66 253 382,4 148,3 249,4 168,2
- SILPA 66 253 382,4 148,3 249,4 168,2
Pengeluaran Daerah 20 0 0 25 0 0
- Penyertaan Modal (Investasi) Pemda 20 0 100 25 0 100
UraianAPBD 2013
(Rp Miliar)
Realisasi APBD
Tw. II-2013 APBD 2014
(Rp Miliar)No
Realisasi APBD
Tw. II-2014
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
70
Tabel 4.3.
Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 Juni 2014
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
tercatat sebesar Rp249 miliar, lebih rendah dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu
yang tercatat Rp253 miliar.
4.2.1. Pendapatan Daerah di Tingkat Provinsi
Realisasi pendapatan pemerintah provinsi Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 tercatat
mencapai Rp1,01 triliun atau 43% dari total target pendapatan. Realisasi ini masih lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp1,04 triliun atau
54,7% dari total target pendapatan.
Berdasarkan komponennya porsi dana perimbangan menempati posisi terbesar dalam
pembentukan pendapatan daerah yaitu sebesar 47,99%, lalu diikuti oleh komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 40,56% dan dana transfer otsus sebesar 11,80%. Masih
tingginya porsi dana perimbangan menunjukkan bahwa peran dana pusat di daerah masih
cukup tinggi. Namun demikian, jika dibandingkan dengan tahun lalu di periode yang sama,
porsi PAD menunjukkan peningkatan dari sebelumnya 33,93% terhadap total pendapatan.
Jumlah dana perimbangan pada 2014 sebesar Rp1,11 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun
2013 sebesar Rp1,01 triliun. Peningkatan nilai juga terjadi pada kompenen dana transfer dari
Rp255 miliar menjadi Rp275 miliar, serta PAD dari Rp650 miliar menjadi Rp945 miliar.
Sampai dengan triwulan II 2014, realisasi PAD baru mencapai Rp361 miliar atau 38% dari
target. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama
tahun lalu sebesar Rp354 miliar atau 54,4% dari target. Realisasi PAD terutama berasal dari
pajak daerah yang tercatat sebesar Rp 325 miliar, atau sudah mencapai 40% dari target.
(dlm miliar rupiah)
Nominal % Nominal %
PENDAPATAN 1.916 1.048 54,7 2.329 1.012 43,4
Pendapatan Asli Daerah 650 354 54,4 945 361 38,2
- Pajak Daerah 580 318 54,9 821 325 39,6
- Retribusi Daerah 17 8 47,4 38 6 16,8
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 30 - 0,0 40 0 0,0
- Lain-lain 24 28 117,3 46 30 65,3
Dana Perimbangan 1.010 574 56,8 1.110 516 46,5
- Dana Bagi Hasil Pajak 70 38 54,5 93 19 20,2
- Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 0 3 1573,9 7 4 60,6
- Dana Alokasi Umum 886 517 58,3 950 475 50,0
- Dana Alokasi Khusus 54 16 30,0 60 18 30,0
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 255 121 47,3 275 135 49,0
Lain-lain pendapatan yang sah 500 98 19,6 500 0 0,0
UraianAPBD 2013
(Rp Miliar)
Realisasi APBD
Tw. II-2013APBD 2014
(Rp Miliar)
Realisasi APBD
Tw. II-2014
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
71
Tabel 4.4.
Kinerja Belanja Daerah (Operasi-Modal) Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 Juni 2014
Untuk dana perimbangan pada triwulan II 2014, realisasi mencapai Rp516 milliar atau 46%
dari target. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya
yang mencapai Rp574 milliar atau 56,8% dari target.
Sementara itu penerimaan dana otsus di triwulan II 2014 mencapai Rp.135 milliar atau 49%
dari target. Pecapain target ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 pada periode yang sama
dimana hanya mencapai Rp121 milliar atau 47,3% dari target.
4.2.2. Belanja Daerah di Tingkat Provinsi
Proporsi Belanja Daerah dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) bagian besar yaitu Belanja Operasi
dan Belanja Modal. Belanja modal berarti pengeluaran untuk pembayaran perolehan aset
dan/atau menambah nilai aset tetap/aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/aset lainnya yang ditetapkan
pemerintah. Sementara Belanja Operasi merupakan pengeluaran yang digunakan untuk
pembayaran pegawai, pembelian barang, bantuan sosial dan bantuan keuangan lainnya.
Total anggaran untuk belanja daerah oleh pemerintah provinsi Sulut pada tahun 2014
meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu dari Rp1,96 triliun menjadi Rp2,45 triliun, atau
meningkat 25%.
Dilihat berdasarkan komponennya, pagu anggaran belanja 2014 masih didominasi oleh belanja
operasional yang mencapai 64,04% dari total anggaran belanja. Sementara belanja modal
(dlm miliar rupiah)
Nominal % Nominal %
BELANJA 1.962 694 35,4 2.453 670 27,3
Belanja Operasi 1.372 501 36,5 1.571 523 33,3
- Belanja Pegawai 547 226 41,3 591 231 39,1
- Belanja Barang 543 147 27,1 570 143 25,1
- Belanja Hibah 277 126 45,6 317 144 45,5
- Belanja Bantuan Sosial 3 1 31,0 20 4 20,8
- Belanja Bantuan Keuangan 1 - 0,0 72 0 0
Belanja Modal 360 96 26,6 510 70 13,8
- Belanja Tanah 43 32 74,4 98 20 20,6
- Belanja Peralatan dan Mesin 70 22 32,2 76 14 18,9
- Belanja Bangunan dan Gedung 123 17 13,6 150 7 4,8
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 121 24 19,8 184 29 15,7
- Belanja Aset Tetap Lainnya 3 0 11,0 3 0 3
Belanja Tak Terduga 10 1 9,2 10 2 15,9
Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa) 220 97 44,1 362 75 20,5
UraianAPBD 2013
(Rp Miliar)
Realisasi APBD
Tw.II-2013APBD 2014
(Rp Miliar)
Realisasi APBD
Tw. II-2014
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
72
Tabel 4.5.
Kinerja Belanja Daerah (Langsung-Tidak Langsung) Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 Juni 2014
tercatat hanya sebesar 20,78%, diikuti oleh komponen bagi hasil 14,77% dan belanja tak
terduga 0,41%.
Masih relatif rendahnya komposisi belanja modal menunjukkan bahwa dukungan fiskal
terhadap komponen belanja yang memberikan multiplier effect lebih besar terhadap
perekonomian masih lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran untuk belanja rutin
pegawai.
Sementara itu, sampai dengan triwulan II 2014, realisasi belanja daerah baru mencapai Rp670
miliar, atau 27,3% dari total anggaran belanja. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp694 miliar atau 35,4% dari target belanja.
Realisasi biaya operasi pada triwulan II 2014 mencapai 33,3% dari target, lebih rendah dari
pencapaian tahun sebelumnya. Sementara itu untuk belanja modal tercatat terealisasi 13,8%,
atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 26,6%.
Komponen belanja pemerintah juga dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu Belanja
Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung berarti alokasi belanja yang ditetapkan
dapat diukur atau dibandingkan dengan output yang dihasilkan diantaranya dalam bentuk
penambahan aset. Sementara Belanja Tidak Langsung berarti anggaran belanja yang bersifat
common cost atau digunakan secara bersama-sama untuk melaksanakan seluruh program atau
kegiatan unit kerja non investasi.
Pagu belanja langsung pada tahun 2014 sebesar Rp1,12 triliun (46%), sementara biaya tidak
langsung tercatat Rp1,32 triliun (54%). Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai
(dlm miliar rupiah)
Nominal % Nominal %
Belanja 1,962 694 10.9% 2,453 670 8.7%
Bel anj a Ti dak L angs ung 985 429 20. 2% 1,328 442 12.6%
• Belanja P egawai 473 204 21.1% 546 218 18.1%
• Belanja Hibah 277 126 22.2% 317 144 21.2%
• Belanja Bantuan S os ial 3 1 0.0% 20 4 0.0%
• Belanja Bagi Has il 220 97 17.1% 362 75 0.0%
• Belanja Bantuan Keuangan 1 0 0.0% 72 0 0.0%
• Belanja Tidak Terduga 10 1 31.0% 10 2 15.0%
Bel anj a L angs ung 977 265 4. 0% 1,125 228 4.1%
• Belanja P egawai 77 22 9.5% 45 14 10.9%
• Belanja Barang dan J as a 541 147 5.1% 570 143 5.9%
• Belanja Modal 360 96 1.3% 510 71 1.5%
S urplus /(Defis it) (46) 354 (124) 341
Realis as i AP BD
Tw. II-2014UraianAP BD 2013
(Rp Miliar)
Realis as i AP BD
Tw. II-2013AP BD 2014
(Rp Miliar)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
73
(41,1%), belanja hibah (23,9%), belanja bantuan sosial (1,51%), belanja bagi hasil (27,28%),
belanja bantuan keuangan (5,45%), dan belanja tidak terduga (0,75%). Sementara belanja
langsung terdiri dari belanja pegawai (4,03%), belanja barang dan jasa (51,65%), serta belanja
modal (45,32%).
Sampai dengan triwulan II 2014, realisasi belanja terbesar terjadi pada kelompok belanja tidak
langsung yang mencapai 12,6% atau senilai Rp168 miliar, sementara belanja langsung baru
mencapai 4,1% atau senilai Rp46 miliar. Total realisasi masing-masing komponen tersebut
masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
4.2.3. Pangsa Realisasi APBD Terhadap PDRB
Uraian
Realisasi APBD
Tw.I-2014
(Rp Miliar)
% thd PDRB
PENDAPATAN 1,012 6.96%
Pendapatan Asli Daerah 361 2.48%
- Pajak Daerah 325 2.23%
- Retribusi Daerah 6 0.04%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 0 0.00%
- Lain-lain 30 0.21%
Dana Perimbangan 516 3.55%
- Dana Bagi Hasil Pajak 19 0.13%
- Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 4 0.03%
- Dana Alokasi Umum 475 3.27%
- Dana Alokasi Khusus 18 0.12%
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 135 0.93%
BELANJA 607 4.17%
Konsumsi Pemerintah 599 4.12%
- Belanja Pegawai 231 1.59%
- Belanja Barang 143 0.99%
- Belanja Hibah 144 0.99%
- Belanja Bantuan Sosial 4 0.03%
- Belanja Bantuan Keuangan 0 0.00%
- Belanja Tak Terduga 2 0.01%
- Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa) 75 0.51%
Pembentukan Modal Tetap Bruto
(Belanja Modal)
7 0.05%
Surplus/(Defisit) 405
Tabel 4.6.
Pangsa Realisasi APBD Provinsi s.d. 30 Juni 2014 Terhadap PDRB
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
74
Dengan melakukan identifikasi terhadap pos-pos belanja dalam APBD provinsi ke dalam 2 (dua)
kegiatan utama berdasarkan tabel PDRB sisi permintaan, yaitu Konsumsi Pemerintah dan
Investasi (PMTB), diperoleh hasil bahwa pada triwulan II 2014, realisasi konsumsi pemerintah
tercatat sebesar 4,12% terhadap PDRB harga berlaku Provinsi Sulawesi Utara, sedangkan
realisasi belanja modal/investasi hanya memiliki pangsa sebesar 0,05%.
Tingginya pangsa konsumsi pemerintah tercermin dari kinerja konsumsi dalam struktur
perekonomian Sulawesi Utara yang memiliki kontribusi besar dalam PDRB, lebih tinggi
dibandingkan dengan kontribusi investasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa stimulasi APBD lebih
banyak dialokasikan untuk pembiayaan operasional pemerintahan dibandingkan dengan
pembangunan fisik.
Sementara itu, dampak realisasi APBD Provinsi terhadap perkembangan uang beredar sampai
dengan posisi triwulan II 2014 mengalami penurunan, hal ini tercermin dari kondisi surplus
APBD sebesar Rp405 miliar yang berarti jumlah realisasi belanja pemerintah lebih rendah
dibandingkan realisasi pendapatan.
75
Box 2.
Kondisi Utang Luar Negeri (ULN)
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara
Utang Luar Negeri (ULN) diperlukan karena terdapat saving invesment gap sehingga diperlukan
pendanaan yang berasal dari ULN untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan Pemerintah.
Menurut persyaratan peminjaman, ULN dibedakan menjadi tiga jenis yaitu pinjaman lunak,
pinjaman setengah lunak, dan pinjaman komersial. ULN yang diterima Pemerintah Daerah
umumnya berupa two step loan dimana Pemerintah Pusat berperan sebagai pihak yang
melakukan penandatanganan perjanjian utang dan kemudian disalurkan kepada Pemerintah
Daerah sebagai modal pembangunan. Apabila tidak dikelola dengan baik, ULN memiliki potensi
risiko yang dapat menjadi pemicu dari kerentanan perekonomian.
Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur beban ULN Indonesia
antara lain rasio debt to service ratio (DSR) yang pada posisi Maret 2014 telah menyentuh
angka 46,31%. Angka tersebut telah melebihi tingkat kesehatan ULN yang dimiliki suatu
negara yaitu 44%. Indikator-indikator beban ULN Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Indikator Beban ULN per Maret 2014
Indikator beban ULN Nilai rasio (%) Standar rasio IMF (%)
Debt to service ratio 46,31 44
Debt to export ratio 128,41 120
Debt to GDP ratio 32,35 50
Sumber: Bank Indonesia
Kondisi ULN di Provinsi Sulawesi Utara
Secara nasional posisi ULN Sulawesi Utara pada Juni 2014 menempati urutan ke-16 untuk
persentase terhadap total ULN Indonesia dengan nilai 0,21%. Secara nominal ULN Sulawesi
Utara berjumlah USD302,9 juta, terpaut USD592 juta jika dibanding dengan Sulawesi Selatan
sebagai provinsi yang berada di satu kawasan Sulawesi, Maluku, Papua (Sulampua).
Outstanding ULN Provinsi Sulawesi Utara sampai dengan triwulan laporan tercatat masih tersisa
USD70,34 juta.
Sedangkan ketika ditinjau berdasarkan jenis kreditur pada posisi Juni 2014, Sulawesi Utara
memiliki tiga jenis kreditur yaitu kreditur multirateral, bilateral, dan perbankan komersial.
Persentase kredit yang diterima dari ketiga kredit tersebut sebagian besar berasal dari kreditur
multilateral sebesar 59%, sisanya sebesar 40% merupakan kreditur bilateral dan 1% perbankan
komersial.
76
Tabel 2.
Persentase ULN Provinsi terhadap ULN Total Indonesia
Urutan Provinsi Persentase terhadap
Total ULN Indonesia
1 DKI Jakarta 57,48%
2 Jawa Barat 3,90%
3 Jawa Tengah 1,46%
4 Jawa Timur 1,30%
5
Sumatera
Utara 1,23%
6
Sumatra
Selatan 1,02%
7 Sumatra Barat 0,81%
8 Banten 0,71%
9
Sulawesi
Selatan 0,61%
10 Lampung 0,58%
... ... ...
16
Sulawesi
Utara 0,21%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.
Persentase ULN Provinsi Sulawesi Utara Berdasar Jenis Kreditur
Sumber: Bank Indonesia, diolah
ULN Provinsi Sulawesi Utara tersebut digunakan untuk pembangunan berbagai infrastruktur
yang terbagi dalam lima sektor perekonomian, antara lain Sektor Listrik, Gas dan Uap, Sektor
Perikanan, Sektor Jalan dan Jembatan Penghubung, Sektor Perdagangan dan Sektor Lain-Lain.
Sektor yang mendapatkan ULN terbesar adalah sektor perdagangan karena memiliki nilai ULN
terbesar dengan nilai USD175 juta walaupun masih bersifat undisbursed atau dana tersebut
belum digunakan oleh Provinsi Sulawesi Utara. Sedangkan sektor-sektor perekonomian lainnya
dapat dilihat pada Tabel 2.
59%
40%
1%
multirateral bilateral perbankan komersial
77
Tabel 3.
ULN Provinsi Sulawesi Utara Menurut Sektor-Sektor Perekonomian
Sektor Besaran
ULN* Persentase
Listrik, Gas dan Uap 85,23 28,14%
Perikanan 1,92 0,63%
Lain-Lain 8,81 2,91%
Jalan dan Jembatan Penghubung 31,95 10,55%
Perdagangan 175,00 57,77%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
*dalam juta USD
ULN Provinsi Sulawesi Utara tersebut digunakan untuk berbagai proyek dalam rangka
meingkatkan daya saing Provinsi Sulawesi Utara. Sektor listrik tercatat mendapatkan ULN
sebesar USD85,2 juta yang digunakan untuk pembiayaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi Lahendong dan proyek pembakit listrik di Minahasa. Sedangkan sektor jalan dan
jalan penghubung dibiayai ULN sebesar USD31,95 untuk proyek Manado Bypass. Sementara itu
sektor perikanan dibiayai ULN sebesar USD1,92 juta dalam rangka pengembangan Pelabuhan
Nelayan Bitung. Pembiayaan proyek di sektor lainnya tercatat sebesar USD8,81 juta.
Halaman ini sengaja dikosongkan Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
PERKEMBANGAN
SISTEM PEMBAYARAN BAB V
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
81
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional merupakan salah satu tugas
Bank Indonesia yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir kalinya dengan Undang-
undang Republik Indonesia No.6 tahun 2009. Mengacu pada pasal 1 Undang-undang tersebut,
Sistem Pembayaran berarti seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk
melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu
kegiatan ekonomi. Kegiatan ini dapat dilakukan secara tunai maupun non tunai.
Pembayaran secara tunai dilakukan menggunakan mata uang Rupiah, sementara pembayaran
non tunai dilakukan dengan cara kliring ataupun Real Time Gross Settlement (RTGS). Dalam
menjaga kelancaran pembayaran secara tunai, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat
memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan
yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy).
Sementara itu kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai sesuai dengan salah satu
misi dari Bank Indonesia yaitu mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar
yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan
dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. Sebagai representasi
Bank Indonesia di daerah, fungsi mengatur kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun
non tunai di Sulawesi Utara dijalankan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Utara yang sekaligus melayani wilayah Provinsi Gorontalo.
Pada triwulan II 2014, nilai transaksi sistem pembayaran tunai di Sulawesi Utara menunjukkan
kondisi net outflow, disertai meningkatnya nilai transaksi sistem pembayaran non-tunai melalui
kliring. Kondisi net outflow berarti uang yang keluar dari Bank Indonesia (ke masyarakat) lebih
besar dibandingkan uang yang masuk sehingga mengindikasikan peningkatan kebutuhan
penggunaan uang di masyarakat. Kondisi ini merupakan siklus umum yang terjadi secara
tahunan dimana terjadi peningkatan aktivitas perekonomian yang didorong oleh peningkatan
konsumsi pada masa seasonal liburan sekolah dan menyambut bulan Ramadhan.
5.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
5.1.1. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow/Outflow)
Perkembangan aliran uang kartal pada triwulan II 2014 di wilayah Sulawesi Utara menunjukkan
kondisi net outflow. Bank Indonesia mencatat jumlah aliran uang keluar pada triwulan II 2014
sebesar Rp1,30 triliun sedangkan aliran uang masuk hanya berjumlah Rp1,13 triliun. Hal ini
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
82
berbeda dengan periode triwulan I 2014 yang mencatat kondisi net inflow sebesar Rp1,55
triliun. Kondisi net outflow merupakan kondisi yang terjadi karena siklus tahunan dimana
terdapat event keagamaan disertai dengan periode libur akhir tahun ajaran yang menyebabkan
tingginya permintaan akan uang beredar di masyarakat dalam rangka memenuhi
kebutuhannya.
Secara series bulanan, kondisi net outflow yang terjadi pada triwulan II 2014 sudah diawali dari
awal triwulan (April) dan berlanjut sampai Juni. Hal ini mencerminkan kondisi perekonomian
sedang menggeliat setelah terjadi net inflow pada triwulan pertama. Net outflow secara
bulanan di triwulan II 2014 berfluktuasi dengan rata-rata sebesar Rp116,5 miliar.
Grafik 5.1.
Netflow Aliran Kas Uang Kartal Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
5.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Untuk menjamin ketersediaan uang layak edar dimasyarakat Bank Indonesia menerapkan
kebijakan clean money policy. Dalam rangka penerapan strategi clean money policy, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan kegiatan pemusnahan uang
atau yang dikenal dengan istilah peracikan uang yang sudah tidak layak edar (UTLE). Uang yang
termasuk dalam kategori UTLE adalah uang yang sudah lusuh, rusak dan kotor. Proses
pemusnahan tersebut telah dilakukan dengan prosedur dan pengawasan yang ketat terhadap
tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin
ketersediaan uang layak edar di masyarakat.
Selama triwulan II 2014, jumlah UTLE yang dimusnahkan tercatat Rp195 miliar, atau tumbuh
165% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp73 miliar.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
83
Dalam upaya menjaga kualitas uang tetap berada pada kondisi baik, Bank Indonesia senantiasa
melakukan sosialisasi kepada berbagai lapisan masyarakat. Salah satu program yang terus
disosialisasikan adalah tagline Didapat, Disimpan, Disayang yang berarti uang tidak boleh
diremas, dibasahi, dilipat dan distraples.
Grafik 5.2.
Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
5.1.3. Perkembangan Kas Titipan
Dalam perannya sebagai mitra strategis Pemerintah Daerah yang juga bertanggung jawab
mengawal tingkat likuditas uang yang layak edar bagi masyarakat di wilayahnya, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara melakukan kegiatan kas titipan. Kas titipan
diharapkan dapat melayani kebutuhan uang beredar masyarakat di Sulawesi Utara terutama di
daerah-daerah yang relatif jauh dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara.
Penyelenggaraan kegiatan kas titipan ini dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Utara bekerjasama dengan salah satu bank umum di wilayah Kabupaten Tahuna, Kota
Kotamobagu dan diluar wilayah Sulawesi Utara yaitu Provinsi Gorontalo.
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
0
100
200
300
400
500
600
700
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2012 2013 2014
Nominal UTLE (Rp Miliar) gUTLE (%,yoy) - right axis-
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
84
Grafik 5.3.
Netflow Kas Titipan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara di Gorontalo
Kondisi aliran kas titipan di Gorontalo sepanjang triwulan II 2014 menunjukkan posisi outflow
sebesar Rp78 miliar. Pada triwulan laporan, jumlah kas titipan yang masuk (inflow) di Gorontalo
tercatat Rp823 miliar, sedangkan jumlah kas keluar (outflow) lebih besar yaitu tercatat sebesar
Rp900 miliar.
Grafik 5.4.
Netflow Kas Titipan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara di Tahuna
Selain di Provinsi Gorontalo, kas titipan juga terdapat di Kota Tahuna. Pada triwulan II 2014, kas
titipan di Tahuna juga mengalami net outflow sebesar Rp29,6 miliar, dengan jumlah uang
keluar (outflow) sebesar Rp166 miliar yang lebih tinggi jika dibandingkan jumlah kas masuk
(inflow) Rp137 miliar.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
85
Sementara itu, kas titipan Kotamobagu menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp78 miliar
pada triwulan laporan. Hal ini disebabkan oleh nilai outflow pada triwulan II 2014 sebesar
Rp122 miliar, lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang masuk ke kas titipan Bank
Indonesia yang berjumlah Rp43 miliar.
5.1.4. Penemuan Uang Palsu
Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan, mengedarkan,
dan menarik uang untuk menjaga ketersediaan Uang Layak Edar di masyarakat juga berperan
aktif dalam upaya pemberantasan uang palsu. Hal ini dilakukan dengan melakukan sosialisasi
keaslian Rupiah dengan tag line 3D (dilihat, diraba, dan diterawang). Melalui upaya sosialisasi
ini diharapkan masyarakat dapat mengenali Rupiah asli dan diharapkan dapat mengurangi
jumlah uang palsu yang beredar. Di sisi lain, Bank Indonesia juga terus meningkatkan kerjasama
dengan pihak berwajib dalam menangani kasus peredaran uang palsu.
Tabel 5.1.
Temuan Uang Palsu di Wilayah Kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Pecahan
2012 2013 2014
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
- Rp100.000,- 36 19 31 71 29 30 24 51
140 118
- Rp50.000,- 57 32 26 28 37 34 10 15 9 6
- Rp20.000,- 16 2 1 1 3 - - - - -
- Rp10.000,- 7 4 1 2 - - - 1 - -
- Rp5.000,- - - - - - - - - - -
- Rp1.000,- - - - - - - - - - -
Total 116 57 59 102 69 64 34 67 149 124
Jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 menunjukkan penurunan, baik dalam jumlah fisik dan dari
sisi nominal dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, menunjukan peningkatan
secara fisik dan nominal jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Total
uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Utara tercatat sebanyak 124 lembar, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2014 yang
tercatat sebanyak 149 lembar. Penurunan peredaran uang palsu pada periode laporan karena
masyarakat sudah mengenal ciri-ciri uang asli dan efek dari sosialisasi yang dilakukan oleh Bank
Indonesia kepada masyarakat. Secara historis, pecahan uang palsu yang paling banyak
ditemukan selama dua tahun terakhir adalah uang kertas pecahan Rp100,000 dan Rp50,000
atau sekitar 90% dari seluruh pecahan uang palsu yang ditemukan.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
86
Grafik 5.5.
Perkembangan Jumlah Pecahan Uang Palsu yang Ditemukan
di Wilayah Kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
5.2. Perkembangan Alat Pembayaran Non-Tunai
Perkembangan perekonomian yang semakin pesat menuntut ketersediaan layanan pembayaran
yang tepat, handal dan aman yang mendukung aktivitas perekonomian dari masyarakat. Sistem
pembayaran non tunai menjadi alternatif utama bagi masyarakat untuk dapat melakukan
transaksi secara efisien dan aman. Sistem pembayaran non tunai terdiri dari dua sistem yaitu
kliring untuk transaksi retail value dan Real Time Gross Settlement (RTGS) untuk transaksi high
value. Sistem kliring memfasilitasi transaksi pembayaran non tunai masyarakat dengan
menggunakan instrumen surat berharga cek/bilyet giro. Sementara itu RTGS pada dasarnya
merupakan muara dari seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia. Dengan
menggunakan RTGS, pemindahan dana dilakukan secara elektronik dan real time (saat itu
juga).
5.2.1. Perkembangan Kliring
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan II 2014 mengalami penurunan
dari sisi volume dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, meskipun jika dilihat dari
sisi nominal tercatat adanya peningkatan. Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan II
2014 sebanyak 93.703 lembar dengan nilai Rp2,59 triliun atau menurun dari sisi volume
sebesar 5,2% (yoy), sementara dari sisi nominal terjadi peningkatan sebesar 8% (yoy). Jika
ditinjau berdasarkan rata-rata harian lembar warkat yang dikliringkan, selama periode laporan
tercatat sebanyak 1.487 lembar warkat dengan nilai sebesar Rp 41,16 miliar.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
87
Perkembangan antar triwulan menunjukkan adanya peningkatan dari sisi volume sebesar
13,5% dan dari sisi nominal 6%. Pertumbuhan transaksi baik dari sisi volume maupun nominal
transaksi non tunai di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat masih
cukup baik.
Tabel 5.2.
Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong di Wilayah Sulawesi Utara
Sementara itu, rata-rata penolakan lembar cek/bilyet giro kosong selama triwulan laporan
tercatat 1,97% dari rata-rata lembar warkat yang dikliringkan per hari atau turun dari 2,13%
lembar penolakan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya.
5.2.2. RTGS (Real Time Gross Settlement)
Dengan semakin meningkatnya transaksi yang dilakukan masyarakat, pemanfaatan BI-RTGS
sebagai sarana penyelesaian akhir transaksi pembayaran sepanjang triwulan II 2014 tercatat
sebesar Rp 3,29 triliun dengan volume sebesar 6.760, atau tumbuh masing-masing 13,8% (yoy)
dan 0,96% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Tabel 5.3.
Perkembangan Traksaksi Melalui RTGS - Real Time Gross Settlement
Periode From To From To
Nilai (Miliar)
Volume (Satuan)
Nilai (Miliar)
Volume (Satuan)
Nilai (Miliar)
Volume (Satuan)
2012
Q1 811.23 2615 1911.41 3027 135.53 198
Q2 847.04 2868 2068.58 3451 158.04 272
Q3 901.58 2674 2021.56 3498 112.04 226
Q4 949.34 2868 1824.02 3287 147.39 252
2013
Q1 1310.5 2966 1849.41 2419 175.48 324
Q2 953.01 3108 1785.5 3339 154.67 249
Q3 1118.21 3189 1634.7 2735 199.19 267
Q4 1295.52 3454 1781.65 2872 283.37 334
2014 Q1 1249.55 3292 1460.19 2711 229.37 242
Q2 1308.32 3683 1670.88 2800 313.12 277
Growth TW II 2014 (yoy)
37.28% 18.50% -6.42% -16.14% 102.44% 11.24%
KETERANGAN 2012 2013 2014
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
Perputaran Kliring
a. Lembar 86,147 93,606 93,738 96,670 91,631 98,823 99,655 101,927 82,527 93,703
b. Nominal (Rp miliar) 2,151 2,294 2,350 2,490 2,408 2,411 2,657 2,816 2,446 2,593
Rata-rata perputaran kliring per hari
a. Lembar 1,367 1,510 1,538 1,611 1,527 1,569 1,582 1,701 1,375 1,487
b. Nominal (Rp miliar) 34.13 37.02 38.64 41.49 40.13 38.27 42.18 47.13 40.76 41.16
Persentase rata-rata penolakan
a. Lembar (%) 1.39 1.46 1.26 1.71 1.87 2.13 2.03 1.96 2.15 1.97
b. Nominal (%) 1.72 3.00 1.59 1.71 2.19 1.94 2.07 2.08 2.19 2.33
88
Box 3.
Kliring Sebagai Prompt Indicator Dari Konsumsi
Kliring merupakan suatu bagian dari sistem pembayaran yang menangani transaksi bernilai ritel
(ritel value). Sifat kliring sebagai sistem pembayaran nilai ritel tersebut dapat disinyalir
mencerminkan transaksi konsumsi rumah tangga di masyarakat. Sesuai dengan teori Kuantitas
Uang Irving Fisher yang dirumuskan M.V = P.Y, dimana velocity of money dapat mempengaruhi
Y (pendapatan) dan P (harga). Dengan semakin tingginya penggunaan layanan sistem
pembayaran tentunya akan berpengaruh pada peningkatan velocity of money yang akan
berdampak pada perekonomian.
Dalam tulisan ini akan dikaji penggunaan data Kliring yang merupakan indikator dari sistem
pembayaran sebagai prompt indicator untuk melakukan proyeksi arah perekonomian. Data
diperoleh dari data internal Bank Indonesia (data Kliring) dan data BPS untuk data konsumsi
rumah tangga di Sulawesi Utara. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode statistik
yaitu analisis kualitatif dan korelasi untuk menjelaskan variabel Kliring dan konsumsi rumah
tangga di Sulawesi Utara sepanjang periode triwulan I 2007 sampai dengan triwulan II tahun
2014.
Analisis kualitatif
Analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan hubungan dari kedua variabel penelitian
melalui pergerakan series kedua variabel tersebut di dalam grafik.
Grafik 1.
Kliring dan konsumsi rumah tangga di Sulawesi Utara
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara dan BPS Sulawesi Utara, diolah
Dari Grafik 1 terlihat bahwa terdapat coinsidence movement atau pergerakan searah dari
variabel kliring dan konsumsi rumah tangga di Sulawesi Utara. Gerakan searah itu tercermin
89
dari gerakan grafik trough dan peak yang koinsiden antara kliring dan konsumsi sebanyak 7 kali
dari 9 kali gerakan. Dengan demikian Kliring dapat diindikasikan sebagai prompt indicator dari
konsumsi masyarakat di Sulawesi Utara.
Analisis Korelasi
Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang lebih
dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu. Oleh karena itu metode ini dapat digunakan
untuk melihat hubungan antara variabel Kliring dan konsumsi rumah tangga di Sulawesi Utara.
Tabel 1.
Korelasi Kliring dan konsumsi rumah tangga di Sulawesi Utara sepanjang periode triwulan I 2007 sampai dengan triwulan II 2014
KONS SKN
KONS 1.000000 0.798696
SKN 0.798696 1.000000
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara dan BPS Sulawesi Utara, diolah
Untuk menjelaskan nilai korelasi pada Tabel 1, digunakan skala pengukuran antara (-1 ≤ r ≤1)
yang dapat diinterpretasikan pada Tabel 2. Nilai korelasi antara Kliring dan konsumsi rumah
tangga di Sulawesi Utara sepanjang triwulan I 2007 sampai dengan triwulan II 2014 adalah
sebesar 0,7986 yang dapat diartikan bahwa kedua variabel memiliki korelasi yang kuat.
Tabel 2.
Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,800 – 1,000 Sangat kuat
0,600 – 0,799 Kuat
0,400 – 0,599 Cukup Kuat
0,200 – 0,399 Lemah
0,000 – 0,199 Sangat Lemah
Kesimpulan
Dari hasil analisis hubungan antara Kliring dan konsumsi rumah tangga di Sulawesi Utara
sepanjang triwulan I 2007 sampai dengan triwulan II 2014 dapat ditarik kesimpulan bahwa
Kliring memiliki keterkaitan dengan konsumsi rumah tangga di Sulawesi Utara. Hal ini
ditunjukan oleh nilai uji korelasi kedua variabel yang memiliki nilai 0,7986 atau memiliki korelasi
yang kuat. Oleh karena itu Kliring dapat diindikasikan sebagai prompt indicator dari konsumsi
rumah tangga di Sulawesi Utara.
Halaman ini sengaja dikosongkan
91
PERKEMBANGAN
KETENAGAKERJAAN
DAERAH DAN
KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
BAB VI
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
93
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH
DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami perkembangan yang cukup baik di
tengah laju pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara yang masih cukup tinggi di triwulan II
2014. Hal ini tercermin dari berbagai indikasi positif pada indikator tenaga kerja regional.
Jumlah tenaga kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh 6,37% (yoy), sejalan dengan
meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) ke angka 66,14%, sementara tingkat
pengangguran dapat terjaga relatif stabil. Hasil Survei Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan peningkatan rata-rata ketersediaan lapangan kerja di
triwulan Iaporan. Dari hasil liaison terhadap pelaku usaha, diketahui bahwa di tengah kenaikan
UMP 2014 yang cukup tinggi, jumlah tenaga kerja tetap dipertahankan bahkan meningkat di
beberapa sektor seiring rencana ekspansi perusahaan.
Dari sisi kesejahteraan, kondisi kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara menunjukkan
peningkatan terbatas pada triwulan laporan. Kondisi kesejahteraan masyarakat yang semakin
baik terlihat dari rata-rata indeks penghasilan masyarakat Sulut yang meningkat terbatas di
triwulan II 2014. Kondisi kesejahteraan di sektor pertanian yang merupakan sektor penyerap
tenaga kerja terbesar juga mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.
6.1. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami perkembangan yang cukup baik,
tercermin dari pertumbuhan jumlah tenaga kerja regional dan tingkat pengangguran yang
relatif stabil, serta sejalan dengan hasil survei dan liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara.
Angka indeks ketersediaan lapangan kerja yang diperoleh dari Survei Konsumen (SK)
menunjukkan optimisme masyarakat yang meningkat terhadap ketersediaan lapangan kerja di
triwulan II 2014. Nilai rata-rata indeks ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2014
mencapai 190,83 atau meningkat dibanding nilai rata-rata triwulan I 2014 sebesar 184,67.
Berdasarkan liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Utara ke sejumlah perusahaan di Sulawesi Utara, di tengah kenaikan UMP 2014 yang cukup
tinggi mayoritas perusahaan menyatakan jumlah tenaga kerja relatif stabil. Beberapa
perusahaan berencana meningkatkan jumlah tenaga kerjanya. Peningkatan jumlah tenaga kerja
tersebut diproyeksikan untuk mendukung rencana investasi perusahaan berupa pembukaan
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
94
Tabel 6.1.
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan di Sulawesi Utara
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
cabang usaha baru maupun untuk menambah tenaga penjualan dengan tujuan tercapainya
target perusahaan yang meningkat pada tahun 2014.
Grafik 6.1.
Tingkat Pengangguran Nasional dan Sulawesi Utara
Grafik 6.2.
Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Sumber: BPS Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Utara
Kondisi pengangguran di Sulawesi Utara menunjukkan perkembangan yang relatif stabil meski
terjadi sedikit peningkatan angka pengangguran. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di bulan
Februari 2014 tercatat sebesar 7,26%, atau meningkat terbatas dibandingkan bulan Februari
2013 yang sebesar 7,19%. Data terakhir di bulan Februari 2014 menunjukkan bahwa
penduduk berusia produktif (usia 15 tahun ke atas) bertambah 4,03% (yoy) jika dibandingkan
dengan Februari 2013. Peningkatan jumlah penduduk berusia produktif tersebut disertai laju
penambahan angkatan kerja yang lebih besar (6,45% yoy), sehingga Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) meningkat ke angka 66,14%. Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan
data terkini, jumlah tenaga kerja di Sulut juga tumbuh 6,37% (yoy) menjadi sebanyak 1,08 juta
jiwa.
Pertumbuhan tenaga kerja di Sulawesi Utara terutama didorong oleh penyerapan pada sektor
perdagangan dan industri yang tumbuh sampai kisaran 10% (yoy). Perkembangan tenaga kerja
di sektor pertanian juga cukup baik, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 7,93% (yoy),
5,92 5,7
7,19 7,26
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Feb Feb
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
(%)
TPT Nasional TPT Sulut
Feb Feb Feb Feb Feb Feb
Penduduk 15 thn ke atas (ribu jiwa) 1.686 1.711 1.651 1.668 1.685 1.753
Angkatan Kerja (ribu jiwa) 1.077 1.074 1.068 1.115 1.089 1.159
Bekerja 963 962 970 1.022 1.011 1.075
Pengangguran 115 113 98 93 78 84
Bukan Angkatan Kerja (ribu jiwa) 608 637 583 553 596 594
TPAK (%) 63,91 62,79 64,71 66,82 64,63 66,14
TPT (%) 10,63 10,48 9,19 8,32 7,19 7,26
20142013
Jumlah Bekerja
2009 2010 2011 2012
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei
2010 2011 2012 2013 2014
Ketersediaan Lap. Kerja Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja Titik optimis =100
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
95
Tabel 6.3.
Jumlah Penduduk yang Bekerja di Sulawesi Utara Menurut Lapangan Usaha (ribu jiwa)
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Grafik 6.3.
Share Penduduk Yang Bekerja di Sulut Menurut
Lapangan Usaha
sementara tenaga kerja sektor angkutan tumbuh 7,34% (yoy). Di sisi lain, beberapa sektor
mengalami penurunan tenaga kerja seperti sektor keuangan dan sektor lainnya (pertambangan,
listrik, gas, dan air bersih).
Komposisi tenaga kerja Sulawesi Utara menurut sektor lapangan pekerjaan utama pada
triwulan II 2014 masih didominasi sektor pertanian. Penyerapan tenaga kerja yang cukup baik
pada sektor perdagangan (termasuk hotel dan restoran) dan pertanian (termasuk perikanan)
semakin memperbesar porsi kedua sektor yang jika dijumlah menyerap 52,73% dari
keseluruhan tenaga kerja di Sulut. Sektor jasa (termasuk jasa pemerintahan) merupakan sektor
terbesar ketiga dengan pangsa 19,43%. Sementara itu 27,84% tenaga kerja lainnya terbagi ke
sektor angkutan, konstruksi, industri, keuangan dan sektor lainnya.
Pertanian32%
Industri7%
Konstruksi8%
Perdagangan 21%
Angkutan8%
Keuangan 2%
Jasa19%
Lainnya3%
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
96
Sumber: Survei Konsumen Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 6.4.
Penduduk Yang Bekerja di Sulawesi Utara Menurut Status Pekerjaan
Dari seluruh penduduk yang bekerja di Sulawesi Utara, status pekerjaan utama terbanyak
adalah sebagai buruh/karyawan (35,52%) disusul berusaha sendiri (26,05%) serta pekerja
bebas pertanian dan non pertanian (12,18%). Berdasarkan status pekerjaannya, dari tujuh
kategori status pekerjaan utama, pendekatan pekerja formal mencakup kategori berusaha
dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sementara sisanya digolongkan
sebagai pekerja informal. Melalui pendekatan klasifikasi tersebut, maka pada Februari 2014
porsi pekerja formal di Sulawesi Utara masih lebih rendah dibanding pekerja informal, dengan
komposisi 39,53% berbanding 60,47%. Jumlah pekerja formal di bulan Februari 2014 tercatat
sebesar 425 ribu orang atau bertambah sebanyak 14 ribu orang dibanding Februari 2013.
Sementara itu jumlah pekerja informal juga meningkat sebanyak 50 ribu orang menjadi 650
ribu orang di Februari 2014.
6.2 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Peningkatan kondisi kesejahteraan masyarakat
tercermin dari berbagai indikator tingkat
kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara.
Pada triwulan II 2014, mayoritas indikator
tingkat kesejahteraan menunjukan perbaikan
dengan peningkatan terbatas pada indeks
beberapa indikator.
Hasil Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
mencatat rata-rata indeks penghasilan pada
triwulan II 2014 meningkat terbatas
Grafik 6.4.
Perkembangan Indeks Penghasilan Saat ini
& Ekspektasi Penghasilan
Sumber: Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Penghasilan Saat Ini Ekspektasi Penghasilan Titik optimis =100
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
97
Tabel 6.5.
Komponen Indeks Dibayar Petani (IB)
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah menggunakan tahun dasar 2012
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pelemahan indeks penghasilan terjadi pada akhir
triwulan II 2014, seiring dengan ekspektasi masyarakat terhadap penghasilan ke depan yang
tercatat melemah ke level 121 dari 129 di triwulan sebelumnya.
Kesejahteraan di sektor pertanian, yang merupakan salah satu sektor andalan Sulawesi Utara
sekaligus sebagai sektor penyerap tenaga kerja terbesar, tercatat mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, terlihat dari rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) di
triwulan laporan yang meningkat. Perkembangan NTP bulanan pada triwulan laporan juga terus
menunjukkan tren peningkatan sehingga diperkirakan NTP dapat kembali berada di atas batas
sejahtera. Mulai tahun 2014, selain menggunakan NTP sebagai indikator perkembangan
kesejahteraan petani, digunakan pula Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang memasukkan
usaha di sektor/subsektor lain sebagai komponen penerimaan petani. Dengan merujuk pada
angka NTUP tersebut, terlihat bahwa petani tetap mengalami surplus pendapatan (indeks NTUP
di atas 100) dengan berusaha di luar mata pencarian utamanya. Angka NTUP pada triwulan II
2014 tercatat sebesar 104.91, naik dari triwulan sebelumnya yang sebesar 102.99.
Dengan menggunakan tahun dasar yang baru (2012), rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP)
Sulawesi Utara selama triwulan II 2014 tercatat sebesar 99,85, naik dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 98,21. Peningkatan NTP terutama didorong oleh kenaikan
pendapatan dari usaha pertanian meski di sisi lain biaya usaha pertanian dan biaya hidup petani
juga meningkat. Indeks yang Diterima Petani (IT) yang mencerminkan pendapatan usaha petani
tumbuh lebih besar di triwulan laporan (3,63% qtq) dibandingkan dengan Indeks yang Dibayar
Petani (IB) (1,93% qtq) yang merupakan indikator pengeluaran usaha petani. Meningkatnya IT
sejalan dengan bertumbuhnya output sektor pertanian sebesar 13,23% (qtq). Kenaikan IB
didorong oleh naiknya pengeluaran dari sisi konsumsi rumah tangga maupun biaya produksi
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
98
Grafik 6.6.
Nilai Tukar Petani Berdasarkan Subsektor
dan penambahan barang modal (BPPBM), terutama oleh pengeluaran untuk bahan makanan,
perumahan dan transportasi. Selain itu, meningkatnya pengeluaran petani juga disebabkan oleh
kenaikan biaya perumahan (termasuk listrik dan air) serta kenaikan harga bibit/benih.
Berdasarkan subsektornya, petani pada subsektor tanaman hortikultura dan perikanan
merupakan yang paling sejahtera, terlihat dari angka NTP yang lebih besar dibandingkan
dengan subsektor lainnya. Indeks NTP subsektor peternakan meningkat dan berhasil melampaui
threshold minimum sejahtera, dengan angka 100,64 pada akhir triwulan laporan. Dengan
menggunakan ukuran yang sama, petani di subsektor tanaman pangan adalah yang paling
tidak sejahtera, disusul petani perkebunan. Hal ini masih perlu menjadi perhatian karena
pertanian pangan memiliki peran strategis dalam mendukung ketahanan pangan daerah,
sementara komoditas unggulan Sulut umumnya berasal dari sektor perkebunan (kelapa,
cengkeh, pala).
Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara secara umum tercatat mengalami peningkatan yang
tidak terlalu signifikan, berbanding terbalik dengan angka kemiskinan secara nasional yang
mengalami penurunan tipis. Meski demikian, tingkat kemiskinan Sulut masih di bawah angka
nasional. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bulan Maret 2014, Tingkat
Kemiskinan di Sulawesi Utara berada pada angka 8,75%, naik dibandingkan dengan posisi
September 2013 yang tercatat sebesar 8,50%. Naiknya tingkat kemiskinan tersebut bersumber
dari bertambahnya jumlah penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan dari 200,16 ribu
jiwa di bulan September 2013, menjadi 208,23 ribu jiwa pada bulan Maret 2014. Pertambahan
penduduk miskin terutama terjadi pada wilayah perdesaan.
99.99
95.25
106.42
98.38
100.64
104.71
88.00
90.00
92.00
94.00
96.00
98.00
100.00
102.00
104.00
106.00
108.00
NTP Pangan Holtikultura Perkebunan Peternakan Perikanan
Batas Minimum Sejahtera
80
85
90
95
100
105
110
115
96
97
98
99
100
101
102
103
104
Jan
Mar
Mei
Jul
Sep
No
v
Jan
Mar
May
Jul
Sep
No
v
Jan
Mar
May
Jul
Sep
No
v
Jan
Mar
Mei
Jul
Sep
No
v
Jan
Mar
Mei
Jul
Sep
No
v
Jan
Mar
Mei
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Nilai Tukar Petani (indeks) batas minimum sejahtera
Indeks Dibayar Petani (sb. kanan) Indeks Diterima Petani (sb. kanan)
Grafik 6.5.
Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, tahun dasar 2012 Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
99
Grafik 6.7.
Persebaran Penduduk Miskin Provinsi Sulut
Grafik 6.8.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Nasional dan Prov. Sulut
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Perubahan jumlah penduduk miskin di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan.
Bertambahnya jumlah penduduk miskin di Sulawesi Utara tak lepas dari meningkatnya Garis
Kemiskinan khususnya di wilayah perdesaan. Dari periode September 2013 ke Maret 2014,
garis kemiskinan secara umum bergerak naik sebesar Rp.10.869, sehingga pada bulan Maret
2014 Garis Kemiskinan berada pada level Rp.261.117 per kapita per bulan dari sebelumnya Rp.
250.248. Kondisi tersebut menunjukkan perlambatan laju kenaikan Garis Kemiskinan secara
umum di Sulut dibandingkan dengan periode sebelumnya. Di wilayah perdesaan, Garis
Kemiskinan meningkat dari Rp.245.872 per kapita per bulan menjadi Rp.257.845 atau naik
Rp.11.973. Imbas dari peningkatan Garis Kemiskinan tersebut adalah semakin meningkatnya
persentase penduduk miskin di daerah perdesaan, dari 10,46% di September 2013 menjadi
11,41% di Maret 2014. Sebaliknya, Garis Kemiskinan di wilayah kota mengalami perbaikan
sebesar Rp.1.048, serta diiringi oleh perbaikan Tingkat Kemiskinan dari 6,12% di September
2013 menjadi 5,51% di Maret 2014.
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 6.6.
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
100
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa meningkatnya
Garis Kemiskinan didominasi oleh sumbangan komoditi makanan dibanding komoditi bukan
makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Dengan membandingkan angka
September 2013 terhadap Maret 2014, sumbangan peningkatan GKM terhadap peningkatan
GK sebesar 81%, sementara sumbangan peningkatan GKBM hanya sebesar 19%.
Pada periode September 2013 Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) tercatat
mengalami peningkatan, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) relatif menurun. Nilai
indeks (P1) menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk
miskin terhadap garis kemiskinan. Meningkatnya indeks P1 di Maret 2014 menunjukkan
semakin melebarnya rata-rata jarak kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin dari
garis kemiskinan, yang terutama terjadi di daerah perdesaan. Sementara itu nilai indeks P2
menunjukkan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin, yang pada rentang
September 2013 Maret 2014 semakin menurun di wilayah perkotaan dan tetap di wilayah
perdesaan. Dengan kata lain, kesenjangan pengeluaran penduduk miskin kota semakin
mengecil.
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 6.7.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan
Kemiskinan Menurut Daerah di Sulawesi Utara
Halaman ini sengaja dikosongkan
Halaman ini sengaja dikosongkan
PROSPEK
PEREKONOMIAN BAB VII
104
Halaman ini sengaja dikosongkan
PROSPEK PEREKONOMIAN
105
Grafik 7.1.
Perkembangan Realisasi dan Ekspektasi
Kegiatan Dunia Usaha Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Sulut
2.51
13.47
7.32
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
(10.00)
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3*
2011 2012 2013 2014
Realisasi Kegiatan Usaha Perkiraan Kegiatan Usaha PDRB Sulut (%yoy) - (Right Axis)
PROSPEK PEREKONOMIAN
7.1. Prospek Ekonomi Makro
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2014 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,34% -
7,74% (yoy). Pertumbuhan terutama akan berasal dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
(PHR), sektor Bangunan dan sektor Angkutan dan Komunikasi. Beberapa faktor yang
diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan pada triwulan yang akan datang adalah periode
seasonal menjelang tahun ajaran baru, peringatan hari besar keagamaan (Pengucapan Syukur,
Ramadhan, Idul Fitri), serta pelaksanaan Pemilu Presiden. Di sisi permintaan, adanya
peningkatan penghasilan masyarakat dalam bentuk pembayaran gaji ke-13 PNS/TNI dan
Tunjangan Hari Raya (THR) diperkirakan juga akan dapat mendorong perekonomian khususnya
dari aktivitas konsumsi.
Perkiraan pertumbuhan yang positif
tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) yang dilakukan secara
triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Utara. Hasil
SKDU menunjukkan bahwa ekspektasi
pelaku usaha dari 9 (sembilan) sektor
ekonomi terhadap perkembangan dunia
usaha pada triwulan III 2014 akan
meningkat dibandingkan triwulan II 2014,
ditunjukkan dengan persentase Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) sebesar 13,47%, lebih
tinggi dari indikator realisasi kegiatan usaha pada triwulan II 2014 yang menunjukkan nilai SBT
sebesar 2,51%. Jika dilihat lebih dalam berdasarkan sektornya, hampir seluruh sektor
menunjukkan perkiraan pertumbuhan positif. Sektor PHR akan menjadi pendorong utama
pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2014 tercermin dari nilai SBT yang tercatat sebesar
4,57.
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan III 2014 diperkirakan akan menjadi
pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sulut seiring dengan mulai dimasukinya masa
seasonal tahun ajaran baru dan peringatan hari besar keagamaan (Pengucapan Syukur,
PROSPEK PEREKONOMIAN
106
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Proc. Sulut
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
No
p
Des
Feb
Apr Jun
Aug Oct
Dec
Feb
Apr Jun
Agt
*
2011 2013 2014
Pakaian & perlengkapannya Makanan & tembakau
Bahan bakar Peralatan tulis
Indeks Riil Penjualan
Ramadhan, Idul Fitri). Di samping itu, faktor pelaksanaan Pemilu Presiden di awal Juli 2014
diperkirakan juga masih akan memberi dampak terhadap pertumbuhan sektor ini. Pelaksanaan
event internasional Tomohon International Flower Festival (TIFF) serta kegiatan MICE lainnya
yang berskala nasional diperkirakan juga
akan dapat mendorong kinerja sektor PHR.
Indikator peningkatan aktivitas
ekonomi di sektor PHR juga
tercermin dari hasil Survei Penjualan
Eceran (SPE) yang dilakukan oleh
KPw BI Prov. Sulut yang
menunjukkan adanya perkiraan
peningkatan angka Indeks Penjualan
Eceran yaitu sebesar 274,05 pada
Juli 2014, lebih tinggi dibandingkan
dengan indeks pada bulan Juni 2014
sebesar 243,36.
Sektor Bangunan
Setelah mengalami perlambatan pada periode sebelumnya, kinerja sektor bangunan
diperkirakan akan kembali memberi kontribusi yang lebih tinggi pada triwulan III 2014. Salah
satu faktor yang mendorong kinerja sektor bangunan adalah mulai berjalannya proyek
pembangunan infrastruktur pemerintah, dimana sesuai pola historisnya, proyek pembangunan
akan lebih terakselerasi pada pertengahan hingga akhir tahun. Beberapa proyek baru
pemerintah diantaranya adalah peningkatan ruas jalan dan jembatan di wilayah Manado dan
kab/kota lainnya. Sementara itu, sektor swasta diperkirakan juga masih akan terus melanjutkan
proyek pembangunan kawasan bisnis maupun pemukiman terutama di kota Manado.
Beberapa proyek pembangunan pemerintah kab/kota yang telah dan akan berjalan pada
pertengahan tahun 2014 diantaranya :
1. Peningkatan ruas jalan Maesa dan perbaikan jembatan Sario di kota Manado.
2. Pembangunan 11 jalan produksi pertanian dan perkebunan di Tahuna dengan total
anggaran Rp2,7 miliar.
3. Pembangunan 21 jalan di Boltim dengan nilai lebih dari Rp20 miliar.
4. Proyek pelebaran jalan Trans Sulawesi di Minahasa Selatan dengan nilai Rp16 Miliar.
5. Peningkatan dan pemeliharaan jalan di Minahasa Utara yang akan dimulai pada triwulan III
2014 dengan nilai mencapai Rp90 miliar.
Grafik 7.2
Perkembangan Penjualan Eceram
PROSPEK PEREKONOMIAN
107
Sumber : Angkasa Pura
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
Jul
Au
g
Se
p
Oct
No
v
De
c
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
Jul
Au
g
Se
p
Oct
No
v
De
c
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Ma
y
Jun
Jul
2012 2013 2014
Datang (orang) Berangkat (orang)
Grafik 7.3
Indeks Penjualan Bahan Konstruksi
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE) KPw BI Sulut
-200
-100
0
100
200
300
400
500
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Jan
Mar
Mei
Jul
Sep
No
p
Des
Feb
Ap
r
Jun
Au
g
Oct
Dec
Feb
Ap
r
Jun
Ag
t*
2011 2013 2014
Indeks Bahan konstruksi gBahan konstruksi (%) -right axis
Proyek pembangunan swasta yang masih
terus berlanjut di kota Manado diantaranya
pembangunan kawasan bisnis di sepanjang
Boulevard dan kawasan bisnis Kairagi serta
pembangunan kawasan pemukiman.
Indikator pertumbuhan sektor konstruksi juga
tercermin dari dari pergerakan angka Indeks
Penjualan Barang Konstruksi. Dari hasil Survei
Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Sulut pada bulan Juli 2014,
penjualan eceran diperkirakan akan
meningkat ditunjukkan dengan indeks sebesar
274,05, lebih tinggi dibandingkan dengan indeks pada Juni 2014 sebesar 243,36.
Sektor Angkutan dan Komunikasi
Kontribusi Sektor Angkutan dan
Komunikasi pada triwulan III 2014
diperkirakan juga akan memberi kontribusi
positif yang didorong oleh periode seasonal
liburan hari besar keagamaan dan
pelaksanaan perhelatan nasional dan
internasional, diantaranya pelaksanaan
Tomohon International Flower Festival (TIFF)
yang dihelat pada Agustus 2014. Hal ini
juga terkonfirmasi dari hasil liaison
terhadap pelaku usaha di bidang angkutan
udara yang menyatakan adanya peningkatan trafik jelang hari raya. Indikator pertumbuhan
positif sektor Angkutan dan Komunikasi juga terlihat dari pergerakan jumlah penumpang
pesawat, baik yang datang ke Manado maupun berangkat dari Manado. Pada bulan Juli 2014,
jumlah penumpang yang datang dan berangkat dari bandara Sam Ratulangi berada tercatat
pada kisaran 80 ribu orang. Diperkirakan jumlah penumpang tersebut akan meningkat lebih
tinggi pada bulan Agustus 2014 seiring dengan periode liburan hari besar keagamaan dan
pelaksanaan TIFF 2014.
Grafik 7.4
Jumlah Penumpang Pesawat
PROSPEK PEREKONOMIAN
108
Grafik 7..6
Perkiraan Curah Hujan
Sumber : BMKG
Grafik 7.5
Perkiraan Kegiatan Usaha
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Provinsi Sulut
(15.00)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
*)
2010 2011 2012 2013 2014
Kegiatan Usaha Pertanian (SBT)
Perkiraan Kegiatan Usaha Pertanian (SBT)
Sektor Pertanian
Kinerja sektor pertanian pada triwulan III 2014 diperkirakan masih akan tumbuh meskipun
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Provinsi Sulut yang menunjukkan adanya peningkatan perkiraan
kegiatan usaha di sektor Pertanian pada triwulan III 2014 yang terlihat dari nilai SBT sebesar
4,04, lebih rendah dibandingkan dengan nilai SBT pada triwulan II 2014 sebesar 4,08.
Perlambatan pertumbuhan diperkirakan akan berasal dari sub sektor pertanian padi yang
disebabkan oleh faktor cuaca kering (El Nino). Hal ini sejalan dengan perkiraan BMKG yang
menunjukkan curah hujan di wilayah Sulut hingga akhir triwulan III 2014 diperkirakan akan
berada pada level menengah dengan kecenderungan rendah.
7.2. Prakiraan Inflasi
Tren perlambatan laju inflasi tahunan Kota Manado diprakirakan masih berlanjut hingga
triwulan III 2014, sehingga angka inflasi tahunan di bulan September 2014 akan berada pada
kisaran 4,35%±1% (yoy). Dari sisi fundamental, inflasi inti diperkirakan bergerak menurun.
Tekanan inflasi sisi eksternal diperkirakan berada pada level moderat di tengah penguatan nilai
tukar dan turunnya harga komoditas global. Sementara dari sisi domestik diperkirakan akan
terjadi peningkatan konsumsi masyarakat didorong perayaan hari besar keagamaan,
penyelenggaraan event, musim liburan sekolah dan tahun ajaran baru.
Dari sisi non fundamental, inflasi volatile foods diperkirakan berangsur mereda akibat
berkurangnya permintaan pasca lebaran yang disertai membaiknya produksi. Sementara itu
tekanan inflasi administered price diperkirakan juga menurun seiring hilangnya dampak
kebijakan kenaikan BBM bersubsidi tahun 2013.
PROSPEK PEREKONOMIAN
109
Faktor Fundamental
Tekanan inflasi inti pada triwulan III 2014 diperkirakan berkurang. Dari sisi eksternal, inflasi
diperkirakan berada pada level moderat di tengah penguatan nilai tukar yang disertai
penurunan harga komoditas global (grafik 7.11). Namun demikian risiko tekanan eksternal
dapat bersumber dari tekanan harga emas.
Grafik 7.11.
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 7.12.
Interaksi Permintaan dan Penawaran
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Survei Pedagang Eceran (SPE) dan Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Prov. Sulut
Tekanan inflasi dari sisi domestik diperkirakan akan bersumber dari peningkatan konsumsi
masyarakat yang didorong perayaan hari besar keagamaan (Idul Fitri, pengucapan syukur),
event Tomohon International Flower Festival 2014, masa liburan sekolah dan dimulainya tahun
ajaran baru. Indikasi peningkatan konsumsi tercermin dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE)
KPw BI Prov. Sulawesi Utara yang menunjukkan kenaikan angka perkiraan indeks penjualan
eceran pada triwulan III 2014. Pada sisi produsen, kapasitas produksi diperkirakan berada pada
level yang tinggi terlihat dari pola historis kapasitas produksi di triwulan III (grafik 7.12).
Sementara itu kenaikan tarif tenaga listrik industri menimbulkan risiko penyesuaian harga
barang dan jasa akibat kenaikan biaya produksi, meskipun dampaknya terhadap inflasi inti
diperkirakan sangat minim.
Grafik 7.13
Indeks Ekspektasi Pedagang thd Harga 3 bln & 6 bln yad
Grafik 7.14
Indeks Ekspektasi Konsumen thd Harga 3 bln & 6 bln yad
Sumber : Survei Pedagang Eceran (SPE) - KPwBI Prov. Sulut Sumber : Survei Konsumen (SK)- KPwBI Prov. Sulut
82
84
86
88
90
92
94
96
98
100
102
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3*
2011 2012 2013 2014
Indeks Riil Penjual Eceran (right axis) Kapasitas Produksi (left axis)
-1,00
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
11,00
13,00
15,00
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2012 2013 2014
Ekspektasi pedagang terhadap harga 3 bulan yadEkspektasi pedagang terhadap harga 6 bulan yadInflasi tahunan (yoy) - sb. Kanan
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
220
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2012 2013 2014
Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yadEkspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yadInflasi tahunan (yoy) - sb. Kanan
PROSPEK PEREKONOMIAN
110
Tingkat ekspektasi inflasi masyarakat Sulut diperkirakan meningkat di triwulan III 2014
dibandingkan triwulan II 2014, namun tekanan tersebut cenderung mereda di akhir triwulan.
Hal ini tercermin dari kenaikan indeks rata-rata ekspektasi konsumen terhadap harga, hasil
Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.14). Di akhir triwulan III 2014, indeks ekspektasi harga jangka
pendek diperkirakan menurun, sejalan dengan perkiraan laju inflasi tahunan yang melambat di
bulan September 2014. Dari sisi pedagang, ekspektasi terhadap tingkat harga sepanjang
triwulan III 2014 menunjukkan tren penurunan pasca musim liburan dan Idul Fitri (grafik 7.14).
Faktor Non Fundamental
Dari sisi non fundamental, inflasi volatile foods diperkirakan berangsur mereda akibat
berkurangnya permintaan pasca lebaran yang disertai membaiknya produksi. Tekanan inflasi
volatile foods di awal triwulan III 2014 diperkirakan berlangsung temporer seiring meningkatnya
tekanan permintaan pangan selama bulan puasa, lebaran dan pengucapan syukur. Harga tomat
sayur yang melambung dan menjadi penyumbang utama inflasi triwulan II 2014 diperkirakan
kembali normal di triwulan III dengan membaiknya produksi lokal di daerah Minahasa.
Berdasarkan pemantauan harga beberapa komoditas pada Pusat Informasi Harga Bahan Pokok
Strategis (PIHBS) Sulawesi Utara dan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH), terlihat bahwa terjadi
yang relatif mereda di akhir bulan, sementara harga pangan strategis lainnya stabil (Grafik 7.15
& 7.16).
Grafik 7.15.
Perkembangan Harga Bahan Pokok Strategis
Grafik 7.16.
Perkembangan Harga Bawang, Cabai, dan Tomat
Sumber : PIHBS Sulut Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) – KPw BI Sulut
Di sisi lain, tekanan inflasi kelompok administered prices juga diperkirakan menurun pada
triwulan III 2014 seiring hilangnya dampak inflasi akibat kebijakan kenaikan BBM bersubsidi di
tahun 2013. Tekanan inflasi diperkirakan bersumber dari kenaikan tarif angkutan udara di awal
triwulan III 2014 yang didorong peak season musim liburan dan lebaran, namun diperkirakan
mereda di akhir triwulan. Selain itu terdapat tekanan inflasi yang bersumber dari kenaikan tarif
listrik rumah tangga secara bertahap, meski diperkirakan hanya menyumbang sebesar 0,12%
terhadap inflasi umum.
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
-20.000
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
01-Jun 01-Jul 01-Agust 01-Sep 01-Okt 01-Nop 01-Des 01-Jan 01-Feb 01-Mar 01-Apr 01-Mei 01-Jun 01-Jul
Bawang Merah Rp./Kg Rica/Cabe Rawit Rp./Kg Beras Superwin Rp./Kg
Gula Pasir Curah Rp./Kg Minyak Goreng Curah Rp./Kg Telur Ayam Rp./Kg
Tomat Sayur Rp./Kg Inflasi (mtm) - sb. Kanan
-
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
-
20.000,00
40.000,00
60.000,00
80.000,00
100.000,00
120.000,00
I III I III I III I III I III V II IV II IV II IV I III I III V II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV I III I III
Jan FebMaretApr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
2013 2014
Rp/kgRp/kg
Bawang Merah Cabe Rawit Tomat Sayur - sb. Kanan
PROSPEK PEREKONOMIAN
111
7.3. Prospek Perbankan
Perkembangan sektor keuangan khususnya perbankan di Sulawesi Utara diperkirakan masih
akan tumbuh positif kendati mengalami perlambatan khususnya di sisi aset dan kredit.
Sementara itu, DPK diperkirakan akan kembali tumbuh tinggi seiring tingginya minat
masyarakat untuk menyimpan dana di perbankan sebagai imbas dari tingginya suku bunga
simpanan yang cenderung lebih responsif dalam penyesuaian terhadap BI Rate.
Berdasarkan hasil survey perbankan yang dilakukan KPw BI Sulawesi Utara pada triwulan II
2014 terhadap bank umum maupun BPR yang berlokasi di Sulut, diperoleh hasil bahwa
mayoritas responden memperkirakan bahwa permintaan kredit di triwulan mendatang akan
mengalami peningkatan yang dipengaruhi oleh faktor prospek usaha nasabah yang meningkat.
Adapun permintaan kredit baru diperkirakan lebih didominasi oleh jenis kredit konsumsi dan
kredit modal kerja. Sejalan dengan itu, posisi total kredit (baki debet) di triwulan mendatang
juga diperkirakan akan mengalami kenaikan seiring dengan naiknya permintaan kredit. Apabila
dilihat secara sektoral maka peningkatan kredit tertinggi diperkirakan akan terjadi pada sektor
PHR dan pertanian yang juga sebagai sektor utama perekonomian Sulawesi Utara.
Hasil survei perbankan juga menunjukkan bahwa DPK diperkirakan akan melanjutkan
pertumbuhan positifnya di triwulan mendatang. Pendorong pertumbuhan positif DPK diprediksi
berasal dari peningkatan jenis simpanan deposito dan tabungan. Sementara itu, tingkat suku
bunga yang dalam tren meningkat diperkirakan sebagai pemicu utama kenaikan DPK
perbankan.
Grafik 7.18.
Prakiraan Posisi Total Kredit Pada Triwulan III 2014
Sumber: Survey Perbankan Bank Indonesia Prov. Sulut Sumber: Survey Perbankan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 7.17.
Prakiraan Kondisi Permintaan Kredit Pada Triwulan III 2014
80%
20%
Meningkat tajam (>10%) Meningkat (>1% s/d 10%)
Sama (-1% s/d 1%) Menurun (<-1% s/d -10%)
Menurun tajam (<-10%)
82%
14%
4%
Meningkat tajam (>10%) Meningkat (>1% s/d 10%)
Sama (-1% s/d 1%) Menurun (<-1% s/d -10%)
Menurun tajam (<-10%)
PROSPEK PEREKONOMIAN
112
Di sisi lain, mayoritas responden survey perbankan juga menyatakan bahwa waktu respon
penyesuaian suku bunga pinjaman terhadap perubahan suku bunga acuan (BI Rate) berkisar
antara 3 hingga 6 bulan. Diketahui pula bahwa bisnis perbankan yang dijalankan saat ini masih
on the track atau masih cukup sesuai dengan Rencana Bisnis Bank yang telah disusun
sebelumnya.
Grafik 7.19.
Prakiraan Total DPK Pada Triwulan III 2014
Sumber: Survey Perbankan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 7.20.
Kesesuaian Perkembangan Bisnis Bank terhadap RBB
Sumber: Survey Perbankan Bank Indonesia Prov. Sulut
4%
64%
14%
18%
Meningkat tajam (>10%) Meningkat (>1% s/d 10%)
Sama (-1% s/d 1%) Menurun (<-1% s/d -10%)
Menurun tajam (<-10%)
32%
63%
5%
Sangat Sesuai (100%) Sesuai (80% - 99%)
Cukup Sesuai (60% - 79%) Kurang Sesuai ( 40% - 59%)
Sangat Kurang Sesuai (0% - 39%)
Halaman ini sengaja dikosongkan
PROSPEK PERONOMIAN
Halaman ini sengaja dikosongkan
115
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya.
yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala
1-100
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan
jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil
pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah.
Dana
Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi.
Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata
3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat
persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan
harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti
tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor
penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari
permintaan.
Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered
Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya diatur pemerintah.
M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari
uang kartal dan uang giral
116
M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator
tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang
kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di
dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan
masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank
sentral.
Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas
negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka
dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann
penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang
diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan
kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi
kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur
dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui :
restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala
pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada
dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh
bank umum.
Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum
dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik
uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI
tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk
bertransaksi.