kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi sulawesi selatan · kata pengantar kata pengantar...
TRANSCRIPT
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
TRIWULAN III 2015
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Daerah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah
disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan
moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan
dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner
bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Perekonomian Sulsel triwulan III 2015 tumbuh 7,34% (yoy) lebih lambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi di triwulan
II 2015 (7,79%; yoy). Perlambatan pertumbuhan perekonomian disebabkan oleh penurunan kinerja di beberapa sektor
termasuk sektor unggulan seperti pertanian dan industri pengolahan. Melambatnya sektor pertanian disebabkan oleh
musim kemarau yang lebih panjang serta dampak fenomena El Nino. Sementara industri pengolahan masih tertekan
seiring dengan penurunan kinerja ekspor Nikel (olahan) di periode laporan, sebagai imbas dari pelemahan harga dan
permintaan dari negara mitra dagang. Dari sisi pengeluran, melemahnya daya beli masyarakat akibat meningkatnya
inflasi, telah mengakibatkan penurunan konsumsi sektor rumah tangga. Di sisi lain, peningkatan kinerja konsumsi
pemerintah mampu menahan perlambatan ekonomi sehingga tidak turun lebih dalam. Inflasi Sulsel pada triwulan III 2015
tercatat sebesar 8,36% (yoy) lebih tinggi dari triwulan II 2015 (8,06%, yoy), dan inflasi Nasional (6,83%; yoy). Peningkatan
tekanan inflasi disebabkan oleh kenaikan harga pada beberapa kelompok barang khususnya pada kelompok bahan
pangan, sandang dan tarif angkutan, seiring dengan berlangsungnya perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (Idul Fitri
dan Idul Adha) yang jatuh pada bulan Juli dan September 2015. Meningkatnya kegiatan ekonomi masyarakat di triwulan
III tercermin dari peningkatan transaksi tunai, dimana arus perputaran uang kartal tercatat mengalami peningkatan net
outflow di periode laporan.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai
institusi, serta melalui survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi
yang akurat dan berkelanjutan. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan
laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, November 2015
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
ttd
Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri
atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PENGELUARAN 10
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 17
2. KEUANGAN PEMERINTAH 33
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 34
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 34
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 37
2.4. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 38
3. INFLASI DAERAH 41
3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 42
3.2. INFLASI MENURUT KOTA IHK 46
3.3. DISAGREGASI INFLASI 47
3.4. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 48
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 52
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 53
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 58
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 61
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 65
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 66
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 67
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 69
6.1. TENAGA KERJA 70
6.2. PENDUDUK MISKIN 71
6.3. RASIO GINI 72
6.4. NILAI TUKAR PETANI 73
DAFTAR ISI
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 79
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 80
7.2. PROSPEK INFLASI 84
7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN 88
LAMPIRAN 91
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A.
ANALISA DAYA SAING KOMODITAS EKSPOR KAKAO SULSEL 30
BOKS 3.A.
UPAYA PENANGANAN DAMPAK EL NINO DI SULAWESI SELATAN 50
BOKS 4.A.
DAMPAK KETENTUAN LTV TERHADAP PERKEMBANGAN KPR DI SULAWESI SELATAN 63
BOKS 6.A.
ANALISIS STRUKTUR DEMOGRAFI PROVINSI SULAWESI SELATAN 75
BOKS 7.A.
JALUR KERETA API UNTUK MASA DEPAN SULAWESI 89
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Gambaran Umum
Perekonomian Sulawesi Selatan
triwulan III 2015 melambat,
namun diprakirakan membaik
di triwulan selanjutnya
Perekonomian Sulsel triwulan III 2015 tumbuh 7,34% (yoy), melambat dibandingkan
pertumbuhan triwulan II 2015 (7,79%; yoy). Secara sektoral, perlambatan
pertumbuhan disebabkan oleh menurunnya kinerja di beberapa sektor ekonomi
termasuk dua sektor unggulan, yaitu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan.
Sementara itu, penguatan sektor konstruksi dan sektor perdagangan mampu menahan
perlambatan. Dari sisi pengeluaran, perlambatan disebabkan oleh menurunnya kinerja
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan ekspor, serta peningkatan impor. Masih
tingginya inflasi diperkirakan mengurangi daya beli masyarakat. Di sisi lain,
meningkatnya konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) menjadi faktor penahan
perlambatan pertumbuhan di triwulan III 2015, seiring tetap berlangsung dan
bertambahnya proyek pembangunan oleh pemerintah. Pertumbuhan ekonomi Sulsel di
triwulan IV 2015 diperkirakan tumbuh dalam kisaran 7,0%-8,0% (yoy), demikian pula
untuk keseluruhan 2015 diperkirakan juga tumbuh dalam rentang 7,0%-8,0% (yoy).
Pertumbuhan konsumsi dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta akan
menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Sulsel di 2015.
Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2015 tercatat 8,36% (yoy), lebih tinggi dari
triwulan II 2015 (8,06%, yoy). Peningkatan tekanan inflasi ini disebabkan oleh kenaikan
harga pada kelompok bahan pangan, sandang dan tarif angkutan. Kenaikan harga
tersebut akibat dari peningkatan kegiatan masyarakat selama triwulan III 2015,
khususnya pada saat Hari Besar Keagamaan Nasional (Idul Fitri dan Idul Adha) yang
jatuh pada bulan Juli dan September 2015. Meskipun tekanan inflasi meningkat,
namun masih relatif terkendali. Hal ini tidak terlepas dari kontribusi koordinasi seluruh
TPID di Provinsi Sulsel.
Pertumbuhan Ekonomi
Investasi dan Konsumsi
Pemerintah menjadi penahan
laju perlambatan ekonomi di
triwulan III 2015
Perekonomian Sulsel mengalami perlambatan pertumbuhan di triwulan III 2015.
Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 7,34% (yoy), lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan triwulan II 2015 (7,79%; yoy). Di sisi lapangan usaha, perlambatan
pertumbuhan perekonomian disebabkan oleh penurunan kinerja di beberapa sektor,
termasuk sektor unggulan seperti pertanian dan industri pengolahan. Sektor pertanian
tercatat tumbuh 6,62% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan
sebelumnya yang mampu tumbuh mencapai 12,57% (yoy). Sektor industri pengolahan
juga menunjukkan perlambatan dari 5,58% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 2,06%
(yoy). Di sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh penurunan
kinerja pengeluaran konsumsi rumah tangga dan ekspor, serta peningkatan impor.
Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh sebesar 5,03% (yoy), lebih rendah
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang mencapai 5,51% (yoy).
Penurunan kinerja juga terjadi pada komponen ekspor yang kembali mengalami
pertumbuhan negatif -7,22% (yoy) lebih rendah dibandingkan kontraksi di triwulan
sebelumnya yang mencapai -2,66%. Sementara itu, impor mengalami peningkatan
dengan pertumbuhan negatif -7,36% (yoy) dari pertumbuhan sebelumnya negatif -
8,89% (yoy).
Keuangan Pemerintah
Nominal realisasi pendapatan
dan belanja daerah
menunjukkan peningkatan
Hingga triwulan III 2015, realisasi pendapatan dan belanja daerah menunjukkan
peningkatan. Realisasi pendapatan daerah yang tercermin dari pendapatan APBD
Provinsi Sulsel, secara nominal menunjukkan peningkatan, meskipun secara persentase
relatif sama dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan terjadi di
seluruh komponen pendapatan baik PAD, Dana Perimbangan, Transfer Pemerintah
Pusat, maupun Pendapatan Lain-Lain yang sah. Di sisi lain, komponen realisasi belanja
baik belanja APBD Provinsi Sulel maupun belanja APBN di Sulsel secara nominal juga
menunjukkan peningkatan. Namun, secara persentase realisasi belanja APBN di Sulsel
menunjukkan penurunan.
Inflasi
Inflasi meningkat akibat
kenaikan permintaan di
sepanjang rangkaian perayaan
hari besar keagamaan
Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2015 tercatat lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya, yang disebabkan oleh tingginya konsumsi masyarakat terhadap
beberapa kelompok barang/jasa. Inflasi Sulsel triwulan III 2015 tercatat 8,36% (yoy),
meningkat dari triwulan II 2015 sebesar 8,06% (yoy). Faktor utama penyebab kenaikan
inflasi adalah kenaikan harga kelompok bahan makanan terutama menjelang hari raya
Idul Fitri dan Idul Adha, yang tercatat mengalami peningkatan dari 15,01% (yoy) pada
triwulan II 2015 menjadi 16,11% (yoy) pada triwulan III 2015. Apabila dilihat per
kelompok komoditas, dari 7 kelompok komoditas, 4 diantaranya mengalami
peningkatan dari triwulan sebelumnya.
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Intermediasi perbankan
berjalan dengan baik, dengan
kualitas kredit terjaga pada
level aman
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan III 2015 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini terpantau dari indikator utama yaitu aset,
dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, dengan Makassar
masih menjadi motor pertumbuhan industri perbankan di Sulsel. Risiko kredit juga
cenderung masih aman. Secara kelembagaan, jumlah bank dan kantor bank di Sulsel
relatif tidak berubah. Pada triwulan III 2015, diwarnai dengan penghimpunan likuiditas
(DPK) yang lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit. Intermediasi perbankan di
Sulsel berjalan cukup baik, terlihat dari loan to deposit ratio (LDR) sebesar 124,13%,
sedikit menurun dari triwulan II 2015 (127,15%). Searah dengan pertumbuhan
perbankan umum, kinerja perbankan syariah dan BPR juga menunjukkan akselerasi
pada triwulan III 2015.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah
tangga di Sulsel secara umum masih kuat. Hal ini tercermin dari perkembangan
penyaluran kredit dan penghimpunan DPK. Namun penyaluran kredit yang relatif
ekspansif kepada korporasi, telah berdampak pada penurunan kualitas kredit,
terutama di sektor industri pengolahan.
Sementara itu, penyaluran kredit kepada UMKM tumbuh lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama triwulan sebelumnya, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total
kredit tetap terjaga di atas 30%.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 3
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Pada triwulan III terjadi
peningkatan net outflow
karena masyarakat banyak
melakukan penarikan uang di
Bank untuk menyambut bulan
Ramadhan dan Idul Fitri
Perkembangan kinerja sistem pembayaran melambat pada triwulan III 2015,
mengikuti siklus perekonomian Sulsel. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) masih menunjukkan tren pertumbuhan yang
menurun. Namun disisi lain, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan di triwulan III 2015. Sementara di sisi
pengelolaan uang tunai, terjadi peningkatan net outflow yang signifikan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Faktor musiman tampaknya telah memengaruhi pergerakan
aliran uang kartal pada triwulan lII 2015, karena adanya bulan Ramadhan dan perayaan
Hari Raya Idul Fitri di triwulan laporan.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, langkah Bank Indonesia
dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus dilakukan, melalui
pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak
layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.
Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran Sulsel
meningkat
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,95% (Agustus 2015) lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama 2014 (5,10%). Sementara itu, tingkat
kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan III 2015
terpantau membaik dibandingkan triwulan III 2014. Persentase jumlah penduduk
miskin di Sulsel (9,5%), relatif lebih baik dibandingkan Sulampua maupun nasional.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada
triwulan IV dan keseluruhan
2015 diperkirakan masih lebih
tinggi dari pertumbuhan
Nasional
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2015 diperkirakan tumbuh di kisaran 7,0% -
8,0% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2015 juga diperkirakan tumbuh di
kisaran yang sama antara 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi
nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 diperkirakan tetap lebih tinggi. Di sisi
permintaan, pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh konsumsi meskipun
pertumbuhannya melambat. Sementara itu investasi dan ekspor diperkirakan
membaik, yang diharapkan mampu menahan perlambatan ekonomi. Di sisi lapangan
usaha, pertumbuhan ekonomi didukung oleh sektor sekunder dan tersier.
Tekanan harga sampai dengan akhir 2015 diperkirakan terkoreksi ke bawah sebagai
efek dari koreksi inflasi administered prices, sehingga untuk 2015 diprakirakan tetap
terkendali dan berada dalam rentang target inflasi nasional sebesar 4%±1%. Upaya
pengendalian terhadap dampak El Nino, evaluasi dan perbaikan perencanaan stok
bahan makanan, serta koordinasi TPID yang berjalan baik diharapkan mampu
mengendalikan inflasi di Sulsel. Faktor risiko yang perlu diwaspadai adalah mundurnya
musim tanam, kenaikan tarif tol, dan kuatnya ekspektasi konsumen terhadap harga-
harga.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan:
Pemerintah daerah perlu
mengambil langkah-langkah
agar perekonomian bekerja
secara efisien, tangguh
menghadapi gejolak dan inflasi
tetap terkendali
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul
Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat
disarankan kepada pemerintah daerah (i) Memperkuat permintaan domestik untuk
menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang masih berkelanjutan; (ii)
mengoptimalkan konsumsi pemerintah dengan cara meminimalisir atau
menghilangkan hambatan/kendala yang bersifat teknis administratif, dalam setiap
proses pengadaan barang dan jasa serta pembebasan lahan; (ii) mengoptimalkan
penggunaan dana transfer dari pemerintah pusat, serta menghindari adanya
pengendapan dana di perbankan; (iv) menjaga dan meningkatkan keberlanjutan
investasi; (v) menjaga konsistensi untuk pengembangan sektor unggulan berbasis
ekspor; (vi) menjaga konsistensi langkah-langkah pengendalian inflasi, diantaranya
memberikan dukungan penuh terhadap upaya percepatan pembangunan infrastruktur,
terutama yang terkait dengan pengembangan dan distribusi komoditas pangan; (vii)
mengalokasikan anggaran yang memadai untuk mendukung upaya stabilisasi harga;
(viii) melakukan pemantauan langsung ke lapangan guna memastikan ketersediaan
stok dan kelancaran pendistribusian barang, serta memperkuat komunikasi dan
kerjasama dengan kepala daerah lain baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
MAKRO
- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06
- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26
- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72
- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30 121.90 121.71
- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00 118.27 120.89
- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40 121.88 120.41
- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29
- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 118.00
- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84
- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04 123.67 124.73
- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36
- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34
- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39
- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83 8.20 7.63
- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32 6.56 7.00 8.25 6.11
- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08 8.85 7.64
- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36
- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 6.86
- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59 6.49
- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92 8.22 6.6
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6,936 -
1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3,765
2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1,153
3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2,199
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 159 164 168 169 173 178 181
5. Konstruksi/Bangunan 841 868 903 955 913 964 1,022 1,058
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,022
7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1,663
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,480
9. Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636
55,576 57,918 62,188 58,349 58,558 62,331 66,807
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,293 13,015 14,950 10,551 12,821 14,651 16,234
Pertambangan dan Penggalian 3,445 3,492 4,039 3,995 3,543 3,789 4,276
Industri Pengolahan 7,648 8,213 8,631 8,941 7,920 8,569 8,809
Pengadaan Listrik, Gas 51 55 56 59 55 53 52
Pengadaan Air 75 77 77 73 75 77 75
Konstruksi 6,494 6,789 7,044 7,301 6,924 7,150 7,649
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,775 8,088 8,620 7,881 8,212 8,656 9,405
Transportasi dan Pergudangan 2,072 2,105 2,193 2,272 2,146 2,253 2,426
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 765 797 806 815 804 829 855
Informasi dan Komunikasi 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860 3,958
Jasa Keuangan 1,956 2,021 2,013 2,116 2,136 2,072 2,204
Real Estate 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284 2,320
Jasa Perusahaan 245 249 252 254 256 261 270
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,510 2,550 2,653 2,686 2,572 2,679 2,838
Jasa Pendidikan 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195 3,386
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,166 1,244
Jasa lainnya 707 728 747 761 773 788 808
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157
1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,680 40,906
2. Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 20,902 23,641 24,033 22,520 23,507 25,108 26,510
3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 14,700 14,295 15,704 14,782 13,417 13,808 14,599
4. Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 15,618 17,694 16,474 20,818 15,524 16,265 15,208
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 55,577 57,918 62,241 58,349 58,558 62,331 66,807
7.90 8.06 8.70 8.88 8.21 6.23 8.26 7.90 7.71 5.36 7.62 7.34
269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89 350.44
223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52 212.03
155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.72 218.82 123.23 139.10 181.87 149.05 129.39 163.07 180.74 270.06
280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.69 271.11 221.11 258.82 266.39 217.60 326.28 317.63 263.85
114.08 147.92 170.67 307.42 102.30 (15.43) 198.75 262.96 221.25 271.09 341.58 315.40 181.09 202.15 80.38
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
***) Sejak tahun 2014 menggunakan Tahun Dasar 2010
2015**
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
2014**
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
2012* 2013*
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ***
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2000 & SNA 1993
INDIKATOR
Indeks Harga Konsumen
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 112,242 - -
45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112 66,420 68,867 72,433
Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820 12,471
Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491
Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 22,472 - - -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911
- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876
- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500 17,476
- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558
119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43% 127.15% 124.13%- -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911
- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303
- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509 427 390 383
- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304
- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350 382 413 398
- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417
- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373
- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672
- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024
- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388
- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 37,648 - - -
18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,301 28,501 - - -
3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,880
- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038 5,144
- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404 1,548 1,642 1,735
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035 10,893 11,161 11,580
- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860 7,039
- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300 4,541
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757 10,313 10,461 10,042
- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698 7,272
- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763 2,770
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85%- - -
4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.40%- - -
- BANK UMUM SYARIAH 0
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 - - -
1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380 547 554 355
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,667
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,360 - - -
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750
- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135 1,292 1,535 1,572
- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825 865 1,015 1,170
- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033 3,008
174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36% 169.84% 170.02%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2015****
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
20142013
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
2012
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 7
C. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
KAS
Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777 4,815
Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777 4,815
Uang Logam 0.15 0.13 0.02 0.05 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004 0.001 0.034
Outflow (Rp Miliar) 1,860 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,703 4,930
Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,699 4,927
Uang Logam 1.80 2.53 0.86 0.34 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74 4.03 3.59
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 893 158 51 272 350 502 989 708 748 620 269 403 925 943 719
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 11,504 15,473 15,421 19,880 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709 19,338
To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 40,648 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935 40,378
From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,049 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272 3,478
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 10,139 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492 11,363
Volume Kliring* (Lembar) 281,461 283,706 285,156 294,745 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477 279,265 296,973
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 558 569 579 605 557 576 874 1,050 675 637 675 805 887 1,027 1,617
Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,105 40,567 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940 53,395
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 9 9 10 9 10 15 17 11 11 11 13 15 17 27
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 595 613 621 644 608 580 632 663 487 477 490 515 566 540 875
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,870 8,887 9,534 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465 9,746
Volume Kliring Debet (Lembar) 244,000 245,060 246,051 254,178 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930 246,325 243,578
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 139 141 141 151 153 157 156 155 147 150 146 162 145 155 160
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,890 3,906 4,035 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038 3,993
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 294 305 296 292 322 352 402 325 317 387 287 343 341 221 218
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,013 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008 6,571 5,552 5,012
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 5 5 5 5 6 7 5 5 6 5 5 6 4 4
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 111 123 118 121 126 126 118 107 119 119 109 94 108 91 82
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 208 234 208 206 221 259 307 251 230 328 231 270 229 212 218
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,033 6,020 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,301 5,012
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 3 4 3 3 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 88 101 96 96 98 103 95 87 95 97 86 71 78 87 82
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
INDIKATOR2012 2013 2014 2015***
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 9
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2015 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya
mencapai Rp92.762 milyar (ADHB) atau Rp66.806 milyar (ADHK), tumbuh 7,34%
(yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan II 2015 (7,79%; yoy). Perlambatan
pertumbuhan perekonomian disebabkan oleh penurunan kinerja di beberapa
sektor termasuk sektor unggulan seperti pertanian dan industri pengolahan.
Dari semua komponen pengeluaran, konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh
5,03% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya
5,51% (yoy). Penurunan kinerja juga terjadi pada komponen ekspor yang kembali
mengalami pertumbuhan negatif -7,22% (yoy) lebih rendah dibandingkan kontraksi
di triwulan sebelumnya yang mencapai -2,66%. Sementara itu, impor mengalami
peningkatan dengan pertumbuhan negatif -7,36% (yoy) dari pertumbuhan
sebelumnya negatif -8,89% (yoy).
Sedangkan secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian tercatat 6,62% (yoy)
jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang
mampu tumbuh mencapai 12,57% (yoy). Searah dengan sektor pertanian, sektor
industri pengolahan juga menunjukkan perlambatan dari 5,58% (yoy) di triwulan II
2015 menjadi 2,06% (yoy).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami perlambatan pertumbuhan di triwulan III 2015. Pada triwulan
laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 7,34% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 2015 yang tumbuh 7,79% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh menurunnya kinerja di beberapa sektor termasuk diantaranya dua sektor
unggulan, yaitu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Di sisi lain, penguatan sektor konstruksi dan sektor
perdagangan mampu menahan perlambatan sehingga tidak jatuh lebih dalam. Dari sisi pengeluaran, perlambatan
disebabkan oleh menurunnya kinerja kelompok pengeluaran konsumsi rumah tangga dan ekspor, serta peningkatan
impor di periode laporan. Meningkatnya inflasi telah menurunkan daya beli masyarakat, sehingga konsumsi rumah
tangga tumbuh melambat. Di sisi lain, meningkatnya konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) menjadi faktor penahan
perlambatan pertumbuhan di triwulan III 2015, seiring tetap berlangsung dan bertambahnya realisasi proyek
pembangunan pemerintah.
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran
Perlambatan pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di kelompok konsumsi
rumah tangga dan ekspor, serta peningkatan impor di periode laporan. Pada triwulan III 2015 konsumsi rumah tangga
tercatat tumbuh 5,03% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang mencapai 5,51% (yoy).
Penurunan kinerja juga terjadi pada ekspor, yang mengalami pertumbuhan negatif -20,71% (yoy), hampir sama dengan
pencapaian di triwulan sebelumnya -20,50%. Sementara itu, impor mengalami peningkatan, dari -19,84% (yoy) di triwulan
II 2015 menjadi -8,97% (yoy) di triwulan laporan.
Konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) menjadi faktor penahan perlambatan di triwulan III 2015. Sesuai dengan
perkiraan, konsumsi pemerintah dan investasi tumbuh lebih tinggi di triwulan III 2015. Konsumsi pemerintah tumbuh
6,28% (yoy) lebih tinggi dari 2,18% (yoy) pada triwulan II 2015. Sementara kinerja investasi (PMTB) semakin membaik,
tumbuh dari 7,23% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 9,59% (yoy) di triwulan laporan. Kelompok pengeluaran lain yang
mengalami percepatan pertumbuhan adalah kelompok konsumsi LNPRT dari -2,13% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi
2,90% (yoy) pada triwulan III 2015, dan perubahan inventori dari -15,58% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 44,70%
(yoy) pada triwulan III 2015.
Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara
I II III IV TOTAL I II III
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tanggaa 6.63 6.36 6.2 5.49 5.92 5.32 5.51 5.03
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 14.66 15.04 15.41 4.93 11.26 -2.49 -2.13 2.90
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4.66 4.55 3.89 -2.92 1.88 7.83 2.18 6.28
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.48 8.39 5.32 9.03 9.4 7.13 7.23 9.56
5. Perubahan Inventori -126.34 -47.60 -608.99 -18.99 -125.22 -161.20 -15.58 44.70
6. Ekspor 14.6 11.56 7.62 14.73 11.85 -9.64 -20.50 -20.71
7. Impor -9.32 -1.06 6.73 9.35 -1.64 0.62 -19.84 -8.97
PDRB 8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.36 7.79 7.34
Komponen
Tahun Dasar 2000
2014 2015
Tahun Dasar 2010
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 11
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen
konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang
terbesar di triwulan III 2015. Pangsa konsumsi RT
mencapai 36% dari total PDRB, sementara PMTB sebesar
25%. Kelompok pengeluaran lain yang memiliki share lebih
dari 10% adalah Ekspor (13%) dan Impor (17%), sementara
kelompok pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah
10% adalah konsumsi pemerintah (7%), perubahan
persediaan (1%), dan konsumsi LNPRT (1%).
1.2.1 Konsumsi
Secara agregat, pengeluaran konsumsi masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh
pertumbuhan di kelompok konsumsi pemerintah. Total konsumsi tumbuh 5,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2015 dengan pertumbuhan 4,88% (yoy). Konsumsi pemerintah berperan besar dalam mendorong
pertumbuhan konsumsi di triwulan laporan ini yaitu tumbuh 6,28% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
2,18% (yoy). Sementara itu, konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,03% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan
triwulan II 2015 yang mencapai 5,51% (yoy).
Percepatan konsumsi pemerintah berjalan searah dengan peningkatan realisasi pendapatan dan belanja daerah.
Nominal dan persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Selatan hingga triwulan III 2015, relatif sama
dibandingkan triwulan III 2014. Hingga triwulan III 2015, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 70,51%,
sebanding dengan triwulan yang sama tahun 2014 sebesar 70,71%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan
daerah hingga triwulan III 2015, tercatat sebesar Rp4,35 triliun atau 70,51% dari total target pendapatan tahunan sebesar
Rp6,17 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan III 2015 tercatat telah terealisasi sebesar Rp3,71 triliun atau 59,1% dari
target 2015 sebesar Rp6,26 triliun. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan III 2014
sebesar Rp3,4 triliun atau 55,98% dari target Rp6,08 triliun.
Konsumsi rumah tangga tumbuh melemah dibandingkan periode sebelumnya. Masih tingginya inflasi di sepanjang
triwulan III 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab pelemahan konsumsi RT. Laju inflasi Sulsel pada triwulan III
2015 tercatat 8,36% (yoy) lebih tinggi dari triwulan II 2015 (8,06%, yoy).
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran
Perlambatan konsumsi rumah tangga terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran yang
sama-sama menunjukkan penurunan. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada periode triwulan laporan mengalalami penurunan yang signifikan. Rata-rata
IKK di sepanjang triwulan III 2015 mengalami kontraksi -16,28% (yoy) di angka 113. Meski dalam level optimis (>100),
namun angka IKK ini merupakan yang terendah sejak triwulan II 2011. Selain itu, indeks hasil Survei Penjualan Eceran
juga mengalami kontraksi -3,59% (yoy). Perlambatan konsumsi juga tercermin dari masih terkontraksinya penjualan
kendaraan bermotor di Sulsel. Data penjualan mobil dari salah satu dealer mobil terbesar di Sulsel mengalami
pertumbuhan negatif -8,18% (yoy) di periode laporan.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015
Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala KananIndeks % YOY
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Pelemahan konsumsi masyarakat dikonfirmasi oleh
pertumbuhan kredit konsumsi yang masih rendah. Kredit
konsumsi di triwulan III 2015 tercatat hanya tumbuh 7,16%
(yoy), meski pencapaian tersebut sebenarnya lebih baik
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 5,82%
(yoy). Peningkatan kredit konsumsi terjadi pada kredit
pemilikan rumah/apartemen (KPR/A) dan kredit untuk
pembelian kendaraan bermotor (KKB) yang tumbuh lebih
tinggi dibandingkan periode sebelumnya. KPR/A tercatat
tumbuh 5,17% (yoy) lebih tinggi dari periode sebelumnya
0,43% (yoy). Sementara KKB tumbuh membaik -3,14%
(yoy), dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya
yang mengalami kontraksi -5,22% (yoy). Peningkatan kredit
pada jenis pemilikan rumah/apartemen (KPR/A) ditengarai
sebagai implikasi kebijakan pelonggaran LTV oleh Bank
Indonesia (lihat Boks 4.A)
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.6. Penyaluran Kredit KPR/A Grafik 1.7. Penyaluran KreditKendaran Bermotor (KKB)
1.2.2 Investasi
Investasi meningkat di triwulan III 2015. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh
9,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015 (7,23%; yoy). Percepatan pertumbuhan investasi diperkirakan
disebabkan oleh mulai optimalnya penyerapan anggaran pemerintah khususnya di kelompok belanja modal. Realisasi
belanja modal APBD maupun APBN di Sulsel tercatat mengalami peningkatan cukup signifikan di periode laporan. Hingga
akhir periode, realisasi belanja modal APBD Sulsel mencapai Rp326 milyar atau 42,09% dari total anggaran belanja modal
APBD Sulsel 2015 sebesar Rp776 milyar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi di periode yang sama 2014 sebesar
Rp294 milyar atau 30,88% dari total anggaran belanja modal APBD Sulsel 2014. Peningkatan angka realisasi belanja juga
terjadi pada APBN di Sulsel dari Rp1,64 triliun di periode triwulan III 2014 menjadi Rp2,27 triliun di periode laporan.
Peningkatan investasi juga terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan kredit investasi. Impor barang modal
tercatat tumbuh 12,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 3,01% (yoy). Impor kapal laut yang
dilakukan oleh PT Industri Kapal Indonesia (Persero) menjadi salah satu pendorong peningkatan impor barang modal di
periode laporan. Sementara dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi pada triwulan III 2015 tercermin dari
pertumbuhan kredit investasi yang masih lumayan tinggi 10,18% (yoy), meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya yang
tumbuh 12,76% (yoy).
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 13
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi
Selain dari sektor pemerintah, peningkatan investasi juga dilakukan oleh pihak swasta. Tingginya investasi swasta di
triwulan III 2015 terlihat dari peningkatan rencana proyek baru. Berdasarkan data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur
yang dimulai di triwulan III 2015 mencapai Rp5,21 triliun tumbuh 10 kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun
2014. Setidaknya terdapat empat proyek infrastruktur swasta yang dimulai pada triwulan laporan yaitu 1 hotel dengan
kapasitas kamar 150 kamar di Makassar, 2 komplek perumahan dengan masing-masing unit lebih dari 100 rumah di
Makassar, dan pengembangan pembangkit listrik di daerah Jeneponto.
Pada komponen perubahan inventori, peningkatan pertumbuhan didorong oleh meningkatnya inventori hasil olahan
industri nikel. Komponen perubahan inventori di periode pelaporan tercatat mengalami pertumbuhan 44,70% (yoy),
searah dengan peningkatan pertumbuhan posisi inventori Nikel sebesar 18,98% (yoy). Angka pertumbuhan posisi
inventori Nikel ini jauh lebih baik bila dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat mengalami
kontraksi -239% (yoy).
Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar
di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah
pembangunan Makassar New Port. Groundbreaking proyek ini telah dilakukan oleh Presiden RI pada bulan Mei 2015.
Mega proyek dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap,
yaitu:
Sumber: berbagai sumber, diolah
Tahap IA
•2015-2018
•Panjang Dermaga 320 m
•Lapangan Kontainer 16 Ha
•Kapsitas 50.000 TEUs
•Total Investasi Rp. 1,8 T
Tahap IB dan IC
•2019-2025
•panjang dermaga IB 330 m
•Panjang Dermaga IC 350 m
•Kapasitas 1 juta TEUs
•Total Investasi Rp 7,5 T
Tahap II
•2026-2030
•Panjang Dermaga 1.000 m
•Luas 112 ha
•Kapsitas 2 Juta TEUs
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Selain proyek Makassar New Port, terdapat beberapa proyek multiyears yang diperkirakan akan mendorong ekonomi
Sulsel ke depan, antara lain proyek KA Makassar-Parepare, proyek PLTU Jeneponto, pembangunan tiga smelter di
Bantaeng, dan rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin.
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Proyek KA Makassar-Parepare
Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado.
Rencana pembangunan 23 stasiun dari total panjang 145,23 km
Konstruksi telah mencapai 10 Km.
Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
Alokasi anggaran 2015 - APBD Rp100 milyar - APBN Rp971 milyar
Alokasi anggaran 2016 - APBN Rp1,3 triliun
2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012
Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity).
Rencana pembangunan 18 bulan
Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun
Groundbreaking pada bulan Maret 2015
3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pematangan Lahan
Estimasi produksi : 2016
4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun
Progress terakhir : Proses Konstruksi
Estimasi produksi : 2016
5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi produksi : 2016
6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kabupaten Jeneponto dan Sidrap.
Sumber dan APBD
Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik
Studi Kelayakan
Sumber: berbagai sumber, diolah
1.2.3 Ekspor dan Impor
Ekspor Sulsel di triwulan III 2015 kembali tumbuh menurun. Nilai ekspor mengalami kontraksi -7,22% (yoy), lebih dalam
dibandingkan dengan kontraksi di triwulan II 2015 yang tercatat mencapai -2,66% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi pada
ekspor dengan tujuan luar negeri (LN), yang sebagian besar ditopang oleh ekspor non migas, mengalami kontraksi -
28,57% (yoy) jauh lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -15,47% (yoy). Sementara itu, ekspor
dalam negeri (DN) berangsur membaik. Di periode laporan, ekspor DN tumbuh 0,03% (yoy) lebih baik dibandingkan
kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif -1,90% (yoy). Ekspor DN yang terjadi di sepanjang triwulan
III 2015 diperkirakan sebagian besar terjadi antar wilayah di pulau Sulawesi, yang dilakukan melalui jalur darat, mengingat
angka pertumbuhan volume muat barang dalam negeri di Pelabuhan Makassar justru mengalami penurunan. Volume
barang yang dimuat di pelabuhan mengalami kontraksi -20,51% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di periode
sebelumnya yang hanya -5,78% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 15
Penurunan kinerja ekspor tidak lepas dari penurunan kinerja ekspor Nikel. Nikel sebagai komoditas yang menyumbang
49,07% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan III 2015 mengalami perlambatan. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami
kontraksi -40,42% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya -26,58% (yoy). Hal ini tidak
terlepas dari masih melemahnya harga komoditas nikel di pasar internasional dan pelemahan permintaan dari negara
mitra dagang. Sepanjang triwulan III 2015, harga nikel mengalami kontraksi -43,08% (yoy) lebih dalam dibandingkan
kontraksi di triwulan sebelumnya -29,31% (yoy).
umber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel
Selain nikel, beberapa komoditas ekspor unggulan Sulsel juga mengalami penurunan di periode laporan. Komoditas
seperti rumput laut, olahan kakao, dan udang tercatat mengalami penurunan nilai ekspor. Secara berurut nilai ekspor
ketiga komoditas ini masing-masing terkontraksi -32,12% (yoy), -16,76% (yoy), dan -36% (yoy) lebih rendah dibandingkan
kontraksi di periode sebelumnya yang secara berurutan -9,39% (yoy), -4,77% (yoy), dan -18,33% (yoy). Menurunnya
permintaan dari mitra dagang menjadi penyebab penurunan kinerja ekspor komoditas tersebut.
Menurunnya permintaan ekspor terkait dengan kondisi ekonomi negara mitra dagang utama yang masih lemah. Bila
mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa beberapa negara mitra
dagang utama Sulsel seperti Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Zona Eropa menunjukkan penurunan kinerja
ekonomi. Tercatat hanya Korea Selatan yang menunjukkan peningkatan di triwulan III 2015.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg
Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.17. Purchasing Managers Index
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan III 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya meskipun
masih dalam fase kontraksi. Impor di periode laporan tercatat mengalami kontraksi -7,36% (yoy) dari triwulan
sebelumnya tercatat mengalami kontraksi -8,89% (yoy). Peningkatan impor ini terkonfirmasi dari peningkatan impor luar
negeri (LN) yang didominasi oleh komonen non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh 81,19% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat -0,62% (yoy). Peningkatan juga terjadi pada impor antar daerah (DN),
yang terkonfirmasi dari peningkatan kegiatan bongkar barang dari dalam negeri di pelabuhan Makassar. Volume bongkar
di periode laporan mencapai 1,3 juta ton tumbuh 1,93% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh negatif -9,25% (yoy).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: BPS
Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar
Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan III 2015 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan
periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang
dijual ke luar negeri (termasuk nikel olahan), yang diikuti komoditas pertanian. Total ekspor produk industri mencapai
USD251,5 Juta atau 71,77% dari total ekspor di triwulan III 2015. Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa
terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan, yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang
konsumsi. Total impor bahan baku mencapai USD235,38 juta atau 87,19% dari total impor. Sedangkan impor barang
modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 12,62% dan 0,13%.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.20. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.21. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan pesawat terbang dan bagiannya menjadi penyumbang terbesar dalam impor triwulan III 2015. Pada
triwulan III 2015, komoditas nikel matte mengambil pangsa sebesar 49,27% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel,
diikuti oleh kakao dan biji-bijian berminyak dengan pangsa masing-masing 16,92% dan 7,59%. Untuk impor konteks luar
negeri, barang yang didatangkan dan memiliki nilai impor paling besar adalah berupa pesawat terbang dan bagiannya,
menggeser impor gandum-ganduman. Pangsa impor pesawat terbang dan bagiannya mencapai 46,00% dari total impor di
triwulan III 2015, disusul olah gandum-ganduman (16,46%), dan mesin-mesin/pesawat mekanik (11,60%).
Tabel 1.3. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.4. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Berdasarkan negara tujuan, mayoritas ekspor Sulsel masih ditujukan ke Jepang, sedangkan untuk impor didominasi
oleh komoditas yang berasal dari Rusia. Di triwulan III 2015, pangsa nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 53,78%,
kemudian diikuti ekspor ke Malaysia (11,84%), dan Tiongkok (10,13%). Dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk
Komoditas (HS)
Nilai Ekspor
Triwulan III 2015
(USD)
Pangsa
Nikel 172,672,084 49.27%
Kakao 59,278,414 16.92%
Biji-Bijian Berminyak 26,598,731 7.59%
Ikan dan Udang 26,326,236 7.51%
Kayu dan Barang dari Kayu 10,653,390 3.04%
Buah-Buahan 10,575,788 3.02%
Sayuran 9,797,319 2.80%
Kopi 8,073,817 2.30%
Daging dan Ikan Olahan 5,743,956 1.64%
Garam, Belerang, dan Kapur 4,239,581 1.21%
Komoditas (HS)
Nilai Impor
Triwulan III 2015
(USD)
Pangsa
Pesawat Terbang dan Bagiannya 124,229,997 46.00%
Gandum-Ganduman 44,439,573 16.46%
Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 31,329,506 11.60%
Ampas/Sisa Industri Makanan 18,588,497 6.88%
Kendaraan dan Bagiannya 13,213,580 4.89%
Perabot, penerangan rumah 7,999,024 2.96%
Kakao 6,673,644 2.47%
Pupuk 6,424,684 2.38%
Perangkat Optik 3,506,416 1.30%
Benda-benda dari besi dan Baja 3,213,684 1.19%
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 17
ke Sulsel berasal dari Rusia dengan pangsa mencapai 49,10% , kemudian impor dari Tiongkok (22,11%), Kanada (8,49%)
dan Argentina (3,44%).
Tabel 1.5. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.6. Negara Asal Utama Impor
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Defisit neraca perdagangan Sulsel (DN dan LN) menurun di triwulan III 2015. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada
periode pelaporan mencapai Rp609 milyar, lebih rendah dari periode sebelumnya sebesar Rp2,35 triliun. Masih tingginya
ketergantungan Sulsel terhadap barang-barang dari luar Sulsel menjadi penyebab defisit neraca perdagangan.
Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.22. Neraca Perdagangan Bersih PDRB Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
1.3. Sisi Lapangan Usaha
Melambatnya kinerja sektor pertanian dan sektor industri pengolahan menjadi penyebab perlambatan pertumbuhan
ekonomi di triwulan III 2015. Sektor pertanian tercatat tumbuh 6,62% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 12,57% (yoy). Searah dengan sektor pertanian, sektor industri
pengolahan juga menunjukkan perlambatan dari 5,58% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 2,06% (yoy). Sektor lain yang
tercatat tumbuh melambat adalah sektor pengadaan air (dari -0,26% (yoy) menjadi -2,53% (yoy)), sektor informasi dan
komunikasi (dari 7,46% (yoy) menjadi 6,06% (yoy)), sektor real estate (dari 7,55% (yoy) menjadi 7,21% (yoy)), dan sektor
jasa pendidikan (dari 9,07% (yoy) menjadi 9,04% (yoy)).
Di sisi lain, penguatan sektor konstruksi dan sektor perdagangan mampu menahan perlambatan pertumbuhan. Sektor
konstruksi tercatat tumbuh 8,58% (yoy) di triwulan laporan, lebih tinggi dari (yoy) 5,32% (yoy) pada triwulan II 2015.
Sektor perdagangan mengalami peningkatan pertumbuhan dari 6,61% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 9,12% (yoy) di
triwulan III 2015. Sektor lain yang mengalami percepatan pertumbuhan adalah sektor pertambangan (dari 8,85% (yoy)
menjadi 12,06% (yoy)), sektor pengadaan listrik dan gas (dari -8,75% (yoy) menjadi -6,67% (yoy)), sektor transportasi dan
penggudangan (dari 7,03% (yoy) menjadi 10,63% (yoy)), sektor penyediaan akomodasi dan makan minum (dari 4,03%
(yoy) menjadi 5,99% (yoy)), sektor jasa keuangan dan asuransi (dari 2,25% (yoy) menjadi 9,49% (yoy)), sektor jasa
perusahaan (dari 4,48% (yoy) menjadi 6,78% (yoy)), sektor adminsistrasi pemerintahan (dari 5,04% (yoy) menjadi 6,96%
(yoy)), serta sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (dari 6,71% (yoy) menjadi 12,37% (yoy)). Sementara itu, sektor jasa
lainnya tercatat tumbuh stabil di angka 8,16% (yoy).
Total Ekspor
FOB (USD)
1 JAPAN 188,474,624 53.78%
2 MALAYSIA 41,494,209 11.84%
3 R.R.C 35,507,785 10.13%
4 UNITED STATES OF AMERICA 23,935,788 6.83%
5 PHILIPPINES 12,884,483 3.68%
6 SOUTH KOREA 7,410,172 2.11%
7 SINGAPORE 6,022,305 1.72%
8 NETHERLANDS 4,994,758 1.43%
9 GERMANY 3,951,767 1.13%
10 AUSTRALIA 3,887,632 1.11%
TOTAL EKSPOR 350,441,336 100.00%
No Negara Tujuan PangsaTotal Impor
CIF (USD)
1 RUSSIA 132,602,548 49.10%
2 R.R.C 59,721,817 22.11%
3 CANADA 22,930,037 8.49%
4 ARGENTINA 9,302,779 3.44%
5 BRAZIL 6,617,763 2.45%
6 MALAYSIA 5,723,195 2.12%
7 THAILAND 4,573,144 1.69%
8 SINGAPORE 3,436,709 1.27%
9 UNITED STATES OF AMERICA 2,412,275 0.89%
10 JAPAN 1,711,109 0.63%
TOTAL IMPOR 270,064,352 100.00%
No Negara Asal Pangsa
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi*
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.24. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor
Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di
triwulan III 2015. Pangsa Sektor Pertanian terhadap
total PDRB di periode pelaporan mencapai 25,74%,
meningkat dibandingkan pangsa di periode sebelumnya
yang mencapai 24,78%. Sektor lainnya yang menjadi
tumpuan perekomian Sulsel adalah sektor
Perdagangan, Industri Pengolahan, dan Konstruksi,
yang masing-masing memiliki pangsa terhadap total
PDRB sebesar 12,91%, 12,58%, dan 11,81%.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan.
Musim kemarau yang lebih panjang dan dampak fenomena El Nino mengakibatkan perlambatan di sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan. Dari hasil FGD dengan instansi terkait diperoleh informasi bahwa dampak El Nino di Sulsel
yang semula dalam tingkat sedang, pada bulan September – Oktober 2015 intensitasnya berubah ke level tinggi di hampir
seluruh Sulsel, kecuali daerah Luwu dan Tana Toraja. Peningkatan tersebut mempengaruhi produksi beras di wilayah
Sulsel dan diperkirakan akan menurunkan panen hingga 70.000 ton. Selain itu, musim tanam yang dijadwalkan sekitar
bulan November, mundur ke Desember 2015. Total luas wilayah kekeringan akibat El Nino mencapai 116.000 ha dengan
rincian:
Rendah yaitu masih terdapat 75% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 30.000 ha.
Sedang yaitu masih terdapat 50% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 20.000 ha.
Tinggi yaitu masih terdapat 25% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 50.000 ha.
Puso yaitu masih terdapat 0% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 16.000 ha.
Penurunan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga disebabkan oleh perlambatan kinerja di subsekor
kehutanan. Volume ekspor komoditas kayu sebagai salah satu indikator subsektor kehutanan mengalami penurunan dari
29,83% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 28,95% (yoy) di periode laporan. Namun secara nilai, total ekspor kayu juga
masih tumbuh stabil 9,45% (yoy) atau sebesar USD10,65 juta.
I II III IV TOTAL I II III
1 Pertanian A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 11.80 12.03 10.83 10.40 9.98 4.30 12.57 6.62
2 Pertambangan dan Penggalian B Pertambangan dan Penggalian 8.34 2.54 -0.10 9.60 11.43 2.83 8.85 12.06
3 Industri Pengolahan C Industri Pengolahan 3.51 8.03 10.27 15.20 9.45 3.56 5.85 2.06
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 8.87 11.75 10.73
D Pengadaan Listrik, Gas 15.00 10.56 6.62 -8.75 -6.67
E Pengadaan Air -1.20 2.13 0.58 -0.26 -2.53
5 Bangunan F Konstruksi 7.98 7.40 5.75 5.10 6.14 6.63 5.32 8.58
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.28 9.15 11.41
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.40 7.20 5.62 6.61 9.12
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.80 2.14 5.10 4.03 5.99
7 Pengangkutan dan Komunikasi 6.34 3.01 3.56
H Transportasi dan Pergudangan 5.60 7.77 3.60 7.03 10.63
J Informasi dan Komunikasi 6.60 5.75 7.34 7.46 6.05
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 11.23 7.38 4.57
K Jasa Keuangan 11.90 5.91 9.18 2.52 9.49
L Real Estate 9.00 7.97 8.88 7.55 7.21
9 Jasa-jasa 6.72 6.10 6.97
M,N Jasa Perusahaan 7.40 6.76 4.77 4.48 6.78
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.70 1.03 2.47 5.04 6.96
P Jasa Pendidikan 3.10 4.65 8.90 9.07 9.04
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.30 10.23 7.41 6.71 12.37
R,S,T,U Jasa lainnya 9.40 7.57 9.41 8.16 8.16
8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.36 7.79 7.34
2014Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
Tahun Dasar 2000
2015
Tahun Dasar 2010
PDRB
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 19
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.25. Volume Ekspor Komoditas Kayu Grafik 1.26. Nilai Ekspor Komoditas Kayu
Pada subsektor perikanan, penerapan moratorium perikanan mempengaruhi kinerja subsektor perikanan dalam
jangka pendek. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menerbitkan empat kebijakan, yang bertujuan untuk
mengurangi praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) di wilayah RI, menjaga kelestarian sumber daya perikanan,
membuka kesempatan kerja bagi nelayan lokal. Keempat kebijakan tersebut adalah:
Permen No.56/PERMEN/KP/2014 tentang Moratorium Penghentian Perizinan Kapal Eks Asing.
Permen No.57/PERMEN/KP/2014 tentang Larangan Transhipment dan Penggunaan ABK Asing.
Permen No.1/PERMEN/KP/2015 tentang Larangan Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan dengan Ukuran
Tertentu.
Permen No.2/PERMEN/KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Tangkap Pukat Hela dan Pukat Tarik.
Di awal penerapannya, kebijakan ini berdampak kurang menguntungkan bagi perekonomian daerah, khususnya daerah
yang menggantungkan pendapatannya dari sektor perikanan. Pasalnya, kebijakan ini mengakibatkan penurunan produksi
ikan tangkap yang sangat besar. Hal ini terlihat dari menurunnya volume ekspor komoditas ikan dalam dua periode
terakhir. Pada periode laporan, volume ekspor ikan mengalami pertumbuhan 0,79% (yoy), lebih rendah dibandingkan
periode sebelumnya yang masih tumbuh 18,03%. Namun, di sisi lain dalam jangka menengah panjang kebijakan
moratorium ini mampu meningkatkan nilai tambah dari produk perikanan. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai ekspor
komoditas ikan meskipun mengalami penurunan secara volume. Nilai ekspor ikan tercatat tumbuh 19,81% lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 17,23% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.27. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.28. Nilai Ekspor Komoditas Ikan
Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perkebunan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah
satu indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perkebunan adalah peningkatan ekspor komoditas
kakao, baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor biji kakao tercatat tumbuh 12,84% (yoy) jauh lebih tinggi
dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -25,41% (yoy). Secara nilai, ekspor kakao di periode
laporan tercatat tumbuh 1,18% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi
sebesar -34,21% (yoy). Peningkatan ini tidak lepas dari meningkatnya harga kakao di pasar internasional. Rata-rata harga
kakao di sepanjang triwulan III 2015 meningkat 0,79% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
tumbuh negatif -0,55% (yoy). Namun, tampaknya perkembangan positif harga kakao di pasar internasional tersebut
belum diikuti dengan perbaikan harga komoditas ini di tingkat petani.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.29. Volume Ekspor Biji Kakao Grafik 1.30. Nilai Ekspor Biji Kakao
Meskipun sektor pertanian mengalami perlambatan, namun hal ini tidak mempengaruhi kinerja penyaluran kredit ke
sektor pertanian. Di triwulan III 2015, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian mencapai Rp1,84 triliun, tumbuh 23,36%
(yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama di 2014 yang mencapai 17,79% (yoy).
Grafik 1.31. Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Lapangan usaha pertambangan dan penggalian meningkat di triwulan III 2015. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
12,06% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2015 yang tumbuh 8,85% (yoy). Hal ini searah dengan pertumbuhan ekspor
pertambangan yang menunjukkan peningkatan di periode laporan, baik secara nilai maupun volume. Secara volume,
total ekspor pertambangan mencapai 18,26 juta ton tumbuh -30,48% (yoy). Meskipun tumbuh negatif, namun kondisi ini
jauh lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi lebih dalam -38,96% (yoy). Searah
dengan peningkatan volume ekspor, total nilai ekspor juga menunjukkan peningkatan mencapai USD2,63 juta atau
tumbuh -22,49% (yoy), sementara di triwulan sebelumnya mengalami kontraksi mencapai -40,49% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.32. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.33. Nilai Ekspor Pertambangan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 21
Meskipun meningkat, secara keseluruhan volume produksi hasil tambang sepanjang 2015 lebih rendah dibandingkan
tahun sebelumnya. Dampak pelarangan ekspor bahan tambang mentah, ditambah dengan pelemahan harga komoditas
diperkirakan masih menjadi penyebab utama penurunan kinerja lapangan usaha pertambangan. Hampir seluruh
komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014. Rata-rata harga
komoditas Nikel di triwulan III 2015 berada pada level USD10.578 per metrik ton, turun -43,08% dibandingkan rata-rata
harga di periode yang sama tahun 2014.
Trend penurunan sektor tambang sepanjang 2015 juga tercermin dari perkembangan kredit pertambangan. Sepanjang
tahun 2015 kredit perbankan ke sektor pertambangan tercatat tumbuh negatif. Di periode triwulan III 2015 kredit sektor
tambang mengalami kontraksi -30,79% (yoy), melanjutkan trend kontraksi yang telah terjadi di beberapa periode
sebelumnya. Perkembangan kondisi yang kurang menguntungkan di sektor ini berdampak pada penurunan kinerja kredit,
yang tercermin dari peningkatan non performing loan (NPL). Namun pangsa kredit di sektor ini relatif kecil, per
September hanya 0,39%.
Sumber: World Bank Sumber: LBU, diolah
Grafik 1.34. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.35. Kredit Sektor Pertambangan
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh lebih lambat di triwulan III 2015. Sektor industri pengolahan tumbuh
2,06% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2015 yang mencapai 5,85% (yoy). Perlambatan diperkirakan disebabkan oleh
penurunan kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK), yang diindikasikan oleh penurunan indeks kinerja IMK. Pertumbuhan
IMK Sulsel turun dari 6,21% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 3,09% (yoy). Hal ini diperkuat dengan fakta terjadinya
penurunan total ekspor komoditas hasil industri di triwulan III 2015. Nilai ekspor komoditas hasil industri di triwulan
laporan mencapai USD 251,48 juta atau mengalami kontraksi -35,43% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di
periode sebelumnya -18,68% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.36. Pertumbuhan Industri Grafik 1.37. NilaiEkspor Hasil Industri
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Perlambatan sektor industri pengolahan berjalan searah
dengan perkembangan kredit di sektor ini. Kredit industri
pengolahan tercatat mencapai Rp6,23 triliun atau tumbuh
20,83% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di
triwulan sebelumnya 41,26% (yoy). Hal ini melanjutkan
trend perlambatan sepanjang 2015.
Sumber: LBU
Grafik 1.38. Kredit Industri Pengolahan
Industri Besar dan Sedang (IBS) menjadi penahan perlambatan sektor Industri. Hal ini didasarkan pada Indeks Industri
Besar dan Sedang (IBS) yang sedikit mengalami percepatan pertumbuhan dari 6,22% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi
6,91% (yoy) di periode laporan. Penguatan pertumbuhan diperkirakan berasal dari perbaikan kinerja industri pengolahan
Nikel, dimana salah satu industri pengolahan Nikel terbesar di Sulsel melaporkan terjadinya peningkatan hasil produksi
dan hasil penjualan Nikel Matte di triwulan III 2015. Total produksi Nikel dalam Matte di triwulan laporan mencapai
22.147 metrik ton atau naik 14,67% (yoy), lebih tinggi dari peningkatan di periode sebelumnya yang hanya mencapai
0,14% (yoy). Sejalan dengan peningkatan hasil produksi, hasil penjualan Nikel Matte juga mengalami peningkatan
pertumbuhan dari -3,10% (yoy) menjadi 14,73% (yoy).
Sumber: Industri Pengolahan Nikel Sumber: Industri Pengolahan Nikel
Grafik 1.39. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.40. Penjualan Nikel dalam Matte
1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
Lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tercatat masih mengalami pertumbuhan negatif. Melanjutkan tren di
triwulan sebelumnya, lapangan usaha ini tercatat mengalami kontraksi -6,68% (yoy). Angka ini lebih baik dibandingkan
periode sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -8,75% (yoy). Masih terbatasnya daya beli masyarakat
diperkirakan menjadi faktor penyebab penurunan pertumbuhan seiring dengan penurunan harga jual usaha sektor LGA.
Hal ini terkonfirmasi dari hasil survei konsumen terkait ekspektasi pengeluaran untuk kebutuhan Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar dibandingkan 3 bulan sebelumnya mengalami penurunan. Penurunan juga terkonfirmasi dari data penyaluran
kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA). Pada triwulan III 2015, kredit LGA tercatat tumbuh 29,15% (yoy) lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya 127,06% (yoy). Selain itu, hasil liaison menyatakan bahwa
perusahaan/supplier pembangkit PLN sedang dalam tahap maintenance.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 23
Sumber: Survei Konsumen Sumber: LBU
Grafik 1.41. Ekspektasi Pengeluaran Dibanding 3 bulan Sebelumnya
Untuk Komoditas Listrik, Gas, & Bahan Bakar
Grafik 1.42. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air
1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air
Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami penurunan. Lapangan usaha ini tumbuh negatif -2,51% (yoy), lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi -0,26% (yoy). Penurunan ini
diperkirakan terkait dengan kekurangan air baku seiring masih berlangsungnya musim kemarau (El Nino). Indikator yang
mengonfirmasi hal ini antara lain hasil survei konsumen terkait ekspektasi pengeluaran untuk kebutuhan Listrik, Gas, dan
Bahan Bakar dibandingkan 3 bulan sebelumnya; penurunan kredit yang disalurkan ke sektor LGA; serta hasil SKDU
melemah.
1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi
Pada triwulan III 2015, Lapangan Usaha Konstruksi
tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya,
seiring penyaluran belanja modal yang relatif meningkat.
Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 8,58% (yoy) lebih
tinggi dari pertumbuhan di periode sebelumnya 5,32%
(yoy). Meningkatnya sektor konstruksi dan indikator
pendukung lainnya, didorong oleh peningkatan yang relatif
signifikan realisasi belanja modal pemerintah baik yang
dibiayai melalui APBD maupun APBN. Hingga akhir periode
triwulan III 2015, realisasi belanja APBD mencapai Rp326
milyar atau 42,09% dari pagu anggaran. Angka ini lebih
tinggi dibandingkan realisasi di periode yang sama 2014
yang mencapai 30,88%. Peningkatan angka realisasi belanja
juga terjadi pada APBN di Sulsel yang mencapai Rp2,27
triliun, lebih tinggi dari triwulan III 2014 sebesar Rp1,64
triliun.
Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.43. Penjualan Eceran Semen
Peningkatan sektor konstruksi searah dengan realisasi penyaluran kredit konstruksi dan hasil survei penjualan eceran.
Realisasi pengadaan semen di triwulan III 2015 mencapai 555 ribu ton, tumbuh 3,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
periode triwulan II 2015 (-3,53%; yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh stabil diangka 26,0%
(yoy). Selain itu, peningkatan juga terkonfirmasi dari hasil penjualan eceran komoditas semen yang menunjukkan
peningkatan signifikan di triwulan laporan. Indeks penjualan eceran semen meningkat 54,03% (yoy), lebih tinggi dari
pertumbuhan periode sebelumnya di angka 47,73% (yoy).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.44. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Grafik 1.45. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh lebih tinggi di triwulan III 2015. Di triwulan laporan,
lapangan usaha ini tumbuh 9,12% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya 6,61% (yoy). Hal
ini searah dengan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Kredit
ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp30,68 triliun atau tumbuh 14,12% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan di periode sebelumnya 12,68% (yoy). Adanya rangkaian hari besar keagamaan (Ramadhan, Idul Fitri, dan
Idul Adha) diperkirakan menjadi faktor pendorong peningkatan pertumbuhan di sektor ini. Pertumbuhan sektor
perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan produk di kelompok bahan
bakar kendaraan bermotor, kelompok barang lainnya seperti alas kaki, tas, dan farmasi, kelompok barang budaya dan
rekreasi seperti kertas karton dan alat tulis.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.46. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.47. Penjualan Barang Eceran Riil
1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan
Lapangan usaha transportasi dan penggudangan mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan laporan. Lapangan
usaha ini tercatat tumbuh 10,63% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 7,03% (yoy). Tingginya mobilitas
masyarakat di event mudik Idul Fitri dan Idul Adha menjadi pendorong utama tumbuhnya sektor usaha transportasi di
periode laporan. Peningkatan di lapangan usaha transortasi juga terkonfirmasi dari peningkatan penyaluran kredit sektor
pengangkutan di periode laporan. Meski masih tercatat tumbuh negatif (-5,38%; yoy), namun angka ini lebih baik
dibandingkan periode sebelunnya yang tercatat mengalami kontraksi lebih dalam -9,33% (yoy).
Moda transportasi udara mengalami lonjakan yang cukup tinggi. Sepanjang triwulan III 2015, data arus penumpang yang
tercatat di Angkasa Pura dan Otoritas Pelabuhan Makassar memperlihatkan pola pertumbuhan penumpang yang
berbeda. Lalulintas penumpang pesawat udara cenderung menunjukkan pertumbuhan, berkebalikan arah dengan
pertumbuhan penumpang angkutan laut yang justru mengalami penurunan. Di sisi lain, aktifitas penggudangan
diperkirakan menurun seiring dengan pernurunan volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 25
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: PT Angkasa Pura I
Grafik 1.48. Perkembangan Kredit Pengangkutan Grafik 1.49. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar
Grafik 1.50. Lalu Lintas Barangdi Pelabuhan Makassar Grafik 1.51. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar
1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih tinggi pada triwulan III 2015. Di triwulan
laporan lapangan usaha ini tumbuh 5,99% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 4,03%
(yoy). Selain adanya rangkaian hari besar keagamaan (Ramadhan, Idul fitri dan Idul Adha), beberapa event besar seperti
Muktamar Muhammadiyah ke-47 serta Festival Budaya dan Kuliner Makassar pada bulan Agustus 2015 turut menjadi
faktor pendorong pertumbuhan di sektor ini. Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran yang menunjukkan
peningkatan pertumbuhan signifikan pada triwulan laporan.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.52. Perkembangan Pengeluaran Masyarakat Pada Komoditas
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Peningkatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak lepas dari peningkatan kinerja
sektor pariwisata. Hal ini terindikasi dari peningkatan jumlah kedatangan wisatawan manca negara dan rata-rata tingkat
hunian hotel di triwulan laporan. Pada triwulan III 2015, jumlah kedatangan wisman di Sulsel meningkat mencapai 3.652
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
orang atau tumbuh -11,36% (yoy) dari periode sebelumnya tumbuh -21,83% (yoy). Rata-rata tingkat hunian hotel
berbintang di Sulsel juga mengalami peningkatan dari 42,61% di triwulan II 2015 menjadi 45,81% pada periode laporan.
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.53. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.54. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang
1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
Lapangan usaha informasi dan komunikasi melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 6,06%
(yoy) di periode laporan, lebih rendah dari triwulan II 2015 yang tumbuh 7,46% (yoy). Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei
Konsumen pada sisi pengeluran di kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan yang menunjukkan penurunan
pertumbuhan pada triwulan laporan. Selain itu, informasi dari provider telekomunikasi menyatakan bahwa peningkatan
traffic saat Lebaran hanya terjadi pada layanan data, sementara layanan SMS dan suara cenderung menurun
dibandingkan hari normal. Traffic layanan data mencatat kenaikan paling tinggi (130%) dibandingkan periode yang sama
di 2014, serta meningkat 17% dibandingkan hari normal pada 2015. Sementara untuk layanan SMS cenderung stagnan
dengan sedikit penurunan sekitar 6% dibandingkan periode yang sama di 2014, serta turun 3% dibandingkan dengan hari
normal 2015. Sedangkan, layanan suara naik sebesar 18% jika dibandingkan periode yang sama 2014, serta turun 9%
dibandingkan dengan hari normal 2015.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.55. Perkembangan Pengeluaran Masyarakat Pada Kelompok
Transport, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan
Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 9,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya tumbuh 2,52%
(yoy). Hal ini sejalan dengan meningkatnya kinerja perbankan di triwulan III 2015 yang tercermin dari indikator utama
yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Dana yang dihimpun mencapai
Rp74,33triliun atau tumbuh 12,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya
12,16% (yoy), sementara kredit tercatat tumbuh 11,74% (yoy) menjadi Rp89,91 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 27
triwulan sebelumnya 10,37% (yoy). Selain itu, peningkatan kinerja lapangan usaha jasa keuangan juga terkonfirmasi dari
peningkatan Nilai Tambah Bank (NTB) Komersial di periode laporan. NTB Sulsel pada periode laporan tercatat sebesar
Rp1,96 triliun, tumbuh 14,29% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya 3,41% (yoy).
Grafik 1.56. Nilai Tambah Bank (Umum + BPR) Provinsi Sulsel
1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate
Lapangan usaha real estate tercatat melemah. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 7,21% (yoy) sedikit lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 7,55% (yoy). Perlambatan di sektor ini sejalan
dengan pelemahan ekonomi yang berimplikasi terhadap permintaan rumah atau properti residensial. Hasil Survei Harga
Properti Residensial (SHPR) menunjukkan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) sedikit melambat menjadi 14,5% (yoy)
pada triwulan III 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya (14,79%; yoy). Perlambatan terutama terjadi pada rumah tipe
besar, yaitu dengan luas di atas 70m2 (lihat Boks 4.A)
Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah
Grafik 1.57. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 6,79%
(yoy) di triwulan III 2015, lebih tinggi dari periode yang sama 2014 yang tumbuh 4,48% (yoy). Hal ini searah dengan
pertumbuhan kredit jasa dunia usaha yang juga menunjukkan peniningkatan di periode laporan, dengan angka
pertumbuhan tercatat 3,57% (yoy) setelah di periode sebelumnya mengalami kontraksi -2,87% (yoy).
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoy
Umum Kecil Menengah Besar
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.58. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha
1.3.14 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh stabil. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,04% (yoy) di triwulan III 2015,
relatif stabil dibandingkan periode triwulan II 2015 yang tumbuh 9,07% (yoy). Pertumbuhan sektor jasa pendidikan
didorong oleh berlangsungnya semester baru, khususnya pada pendidikan tingkat universitas. Hal ini terkonfirmasi dari
hasil Survei Konsumen terkait ekspektasi pengeluaran untuk kebutuhan pendidikan, rekreasi, dan olahraga pada saat ini
dibandingkan 3 bulan sebelumnya, yang masih tumbuh di atas 10%. Hal demikian juga terkonfirmasi dari hasil Survei
Penjualan Eceran, yang menunjukkan peningkatan penjualan alat tulis.
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.59. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha Grafik 1.60. Perkembangan Penjualan Alat tulis
1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial
tumbuh lebih tinggi. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
12,37% (yoy) di triwulan III 2015, lebih tinggi dibandingkan
periode sebelumnya 6,71% (yoy). Pertumbuhan
diperkirakan berasal dari peningkatan konsumsi
masyarakat terhadap jasa kesehatan seiring dengan
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
khususnya pada masyarakat di wilayah perkotaan. Di sisi
lain, kegiatan sosial diindikasikan mengalami penurunan,
tercermin dari penurunan kredit yang disalurkan ke sektor
jasa sosial masyarakat.
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.61. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 29
1.3.16 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib dan Lapangan
Usaha Lainnya
Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh lebih cepat di periode laporan. Searah dengan peningkatan kinerja
keuangan daerah, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh 6,96% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya 5,04% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat tumbuh lebih baik di triwulan III
2015, baik dari sisi realisasi pendapatan maupun belanja. Hingga triwulan III 2015, realisasi anggaran pendapatan daerah
telah mencapai 70,51%, sebanding dengan triwulan yang sama 2014 yang mencapai 70,71%. Secara nominal, realisasi
anggaran pendapatan daerah hingga triwulan III 2015 telah mencapai Rp4,35 triliun dari total target pendapatan tahunan
sebesar Rp6,17 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan III 2015 ini, tercatat realisasi telah mencapai 59,1% atau sebesar
Rp3,71 triliun dari target 2015 sebesar Rp6,28 triliun. Hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada
triwulan III 2014 yang tercatat sebesar Rp3,4 triliun atau 55,98% dari target sebesar Rp6,08 triliun.
Lapangan usaha jasa usaha lainnya tumbuh stabil. Beberapa lapangan usaha jasa yang belum terdefinisi dan digolongkan
dalam lapangan usaha lainnya ini tercatat tumbuh 8,16% (yoy) sama dengan pertumbuhan di periode sebelumnya.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Boks 1.A. Analisa Daya Saing Komoditas Ekspor Kakao Sulsel
Neraca perdagangan luar negeri Sulsel tercatat masih positif, namun trend nya terus menurun. Neraca perdagangan luar
negeri Sulsel di triwulan III tercatat surplus sebesar USD80,37 juta turun 76,47% (yoy) dibandingkan periode yang sama di
2014. Secara lebih rinci, penurunan surplus neraca perdagangan LN Sulsel tidak lepas dari penurunan kinerja ekspor
komoditas unggulan Sulsel, terutama Kakao. Nilai ekspor Sulsel pada komoditas kakao turun seiring dengan penurunan
harga komoditas tersebut di pasar internasional. Lebih lanjut, lepas dari pengaruh turunnya harga tersebut, ada satu
pertanyaan mendasar, apakah sebenarnya komoditas unggulan Sulsel tersebut berdaya saing? Dengan mengadopsi
metoda Revealed Comparative Advantage (RCA) yang dipakai sebagai pendekatan untuk analisis pada level Provinsi, telah
berhasil dilihat keunggulan komparatif komoditas Kakao Sulsel terhadap kompetitor dalam negeri, yaitu 5 Provinsi lain
pengekspor Kakao terbesar di Indonesia, yaitu Kepulauan Riau, Banten, Jabar, Jatim, dan Sumut. kakao.
Grafik 1.A.1 Perkembangan Ekspor-Impor Luar Negeri Sulsel. Grafik 1.A.2. Perkembangan Harga Kakao Internasional
Metoda RCA sebenarnya digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif suatu negara dengan menggunakan indeks
yang menjelaskan perbandingan pangsa pasar suatu produk dalam ekspor total suatu Negara, terhadap ekspor produk
yang sama dalam total ekspor dunia. Indeks RCA dengan nilai sama atau lebih dari 1 mengindikasikan bahwa negara
tersebut memiliki daya saing suatu produk di atas rata-rata dunia. Sebaliknya, jika indeks RCA kurang dari 1 maka daya
saing suatu produk di bawah rata-rata dunia atau kurang bersaing di pasar global.
Berdasarkan data 2014, didapatkan hasil bahwa RCA Kakao Sulsel mencapai 19,94 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
RCA Kakao provinsi Kepulauan Riau, Banten, Jabar, Jatim, dan Sumut yang masing-masing sebesar 4,11; 3,59; 1,22; 1,03,
dan 0,61. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa komoditas Kakao Sulsel jauh lebih kompetitif dibandingkan komoditas
kakao dari ke 5 provinsi tersebut. Hal ini juga dikonfirmasi dari nilai SRCA Sulsel sebesar 0,90 yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan nilai RSCA provinsi lainnya yaitu; Riau (0,60), Banten (0,56), Jabar (0,10), Jatim (0,01), dan Sumut (-
0,23). Namun yang perlu menjadi perhatian adalah angka indeks RCA Sulsel pada tahun terakhir tercatat -0,017. Angka
negatif ini menunjukan penurunan tingkat competitiveness. Sementara di beberapa wilayah seperti Kepulauan Riau,
Banten dan Jabar justru menunjukan peningkatan indeks RCA.
Jika indeks RCA dan SRCA tersebut dibandingkan dengan negara lain, misalnya Pantai Gading, diperoleh kesimpulan
bahwa keunggulan komparatif Sulsel relatif sebanding dengan negara tersebut. Namun nilai RCA negara Pantai Gading
cenderung lebih tinggi (dalam kisaran 100.000), sementara Sulsel (dalam kisaran 50.000). Hal demikian menunjukkan
bahwa ekspor kakao Pantai Gading memegang peran lebih strategis dalam cakupan seluruh komponen ekspor negara
tersebut, sehingga pemerintahnya juga lebih fokus dalam pengembangan kakao. Sementara di Sulsel, adanya kebijakan
diversifikasi produk ekspor justru membuat perhatian terhadap kakao relatif berkurang.
Beberapa strategi yang diupayakan untuk meningkatkan daya saing adalah dengan mengoptimalkan program Gernas II
Kakao yang saat ini tengah berjalan. Program ini dimaksudkan sebagai gerakan nasional untuk meningkatkan produksi
dan kualitas kakao. Program ini mempunyai tiga kegiatan yaitu peremajaan tanaman kakao, rehabilitasi lahan dan
intensifikasi melalui pemberian bantuan kepada petani berupa bibit unggul, pupuk dan sarana produksi lainnya. Strategi
lainnya adalah dengan melakukan pengembangan lebih lanjut terhadap produk turunan kakao. Selain itu, peningkatan
kualitas sumber daya manusia, juga sangat diperlukan karena pada saat ini produk biji kakao Indonesia masih sedikit yang
telah diolah melalui proses fermentasi, sementara Negara pesaing seperti Pantai Gading dan Ghana telah memiliki produk
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 31
kakao yang telah melalui proses fermentasi. Pada pasar global, banyak produsen cokelat yang membutuhkan biji kakao
yang telah difermentasi karena memberikan aroma dan kualitas yang lebih baik.
Tabel 1.A.1. Hasil Perhitungan RCA Komoditas Kakao
Tabel 1.A.2. Perbandingan Hasil RCA Sulsel dan Pantai Gading Terhadap Dunia
Ekspor Kakao Total Ekspor Ekspor Kakao Total Ekspor
2011 325,070,330 2,492,556,339 1,345,278,067 203,497,000,000 19.7278 0.9035 0.0000
2012 214,415,228 1,945,041,794 1,053,446,947 190,032,000,000 19.8857 0.9042 1.0080
2013 296,956,072 1,958,326,536 1,151,480,680 182,552,000,000 24.0401 0.9201 1.2089
2014 302,333,541 2,144,020,794 1,244,529,804 176,036,000,000 19.9459 0.9045 0.8297
Ekspor Kakao Total Ekspor Ekspor Kakao Total Ekspor
2011 185,783,377 12,069,605,416 1,345,278,067 203,497,000,000 2.3284 0.3991 0.0000
2012 229,011,957 11,892,670,902 1,053,446,947 190,032,000,000 3.4737 0.5529 1.4919
2013 269,156,350 13,061,202,334 1,151,480,680 182,552,000,000 3.2670 0.5313 0.9405
2014 351,435,093 12,099,881,347 1,244,529,804 176,036,000,000 4.1083 0.6085 1.2575
Ekspor Kakao Total Ekspor Ekspor Kakao Total Ekspor
2011 293,817,161 12,026,180,187 1,345,278,067 203,497,000,000 3.6957 0.5741 0.0000
2012 250,943,904 11,864,009,987 1,053,446,947 190,032,000,000 3.8156 0.5847 1.0324
2013 189,760,146 11,704,824,858 1,151,480,680 182,552,000,000 2.5702 0.4398 0.6736
2014 313,576,575 12,332,769,207 1,244,529,804 176,036,000,000 3.5965 0.5649 1.3993
Ekspor Kakao Total Ekspor Ekspor Kakao Total Ekspor
2011 262,911,103 32,333,009,177 1,345,278,067 203,497,000,000 1.2300 0.1031 0.0000
2012 240,875,717 32,975,161,551 1,053,446,947 190,032,000,000 1.3177 0.1371 1.0713
2013 211,709,494 31,679,961,296 1,151,480,680 182,552,000,000 1.0595 0.0289 0.8040
2014 275,431,917 31,734,082,721 1,244,529,804 176,036,000,000 1.2277 0.1022 1.1588
Ekspor Kakao Total Ekspor Ekspor Kakao Total Ekspor
2011 52,597,319 20,610,959,505 1,345,278,067 203,497,000,000 0.3860 -0.4430 0.0000
2012 34,025,150 18,157,725,427 1,053,446,947 190,032,000,000 0.3380 -0.4947 0.8757
2013 120,218,873 17,289,168,335 1,151,480,680 182,552,000,000 1.1024 0.0487 3.2612
2014 153,942,402 20,945,756,275 1,244,529,804 176,036,000,000 1.0396 0.0194 0.9430
Ekspor Kakao Total Ekspor Ekspor Kakao Total Ekspor
2011 155,546,171 14,347,467,734 1,345,278,067 203,497,000,000 1.6399 0.2424 0.0000
2012 115,008,830 12,631,931,461 1,053,446,947 190,032,000,000 1.6424 0.2431 1.0015
2013 107,065,316 11,502,642,924 1,151,480,680 182,552,000,000 1.4756 0.1921 0.8985
2014 48,329,006 11,047,529,555 1,244,529,804 176,036,000,000 0.6188 -0.2355 0.4193
SRCA
KAKAO (HS 18)
Tahun KomoditasKEPULAUAN RIAU INDONESIA
RCA SRCA
Tahun KomoditasSULAWESI SELATAN INDONESIA
RCA
KAKAO (HS 18)
Tahun KomoditasBANTEN INDONESIA
RCA SRCA
KAKAO (HS 18)
Tahun KomoditasJABAR INDONESIA
RCA SRCA
SRCA
KAKAO (HS 18)
Tahun KomoditasJATIM INDONESIA
Tahun KomoditasSUMUT INDONESIA
RCA
KAKAO (HS 18)
Indeks
RCA
Indeks
RCA
Indeks
RCA
Indeks
RCA
Indeks
RCA
Indeks
RCA
RCA SRCA
KAKAO (HS 18)
Ekspor Kakao Total Ekspor Ekspor Kakao Total Ekspor
2011 325,070,330 2,492,556,339 43,213,490,008 17,692,463,584,197 53.3951 0.9632 0.0000
2012 214,415,228 1,945,041,794 43,234,654,455 17,489,139,812,387 44.5926 0.9561 0.8351
2013 296,956,072 1,958,326,536 42,541,752,711 18,094,593,198,567 64.4972 0.9695 1.4464
2014 302,333,541 2,144,020,794 46,171,790,797 17,780,668,687,684 54.3036 0.9638 0.8420
KAKAO (HS 18)
SULAWESI SELATAN DUNIARCA SRCA
Indeks
RCATahun Komoditas
Ekspor Kakao Total Ekspor Ekspor Kakao Total Ekspor
2011 4,158,529,924 11,049,062,530 43,213,490,008 17,692,463,584,197 154.0932 0.9871 0.0000
2012 3,377,001,973 10,860,995,103 43,234,654,455 17,489,139,812,387 125.7761 0.9842 0.8162
2013 3,121,251,501 12,083,808,280 42,541,752,711 18,094,593,198,567 109.8648 0.9820 0.8735
2014 4,627,479,417 12,985,053,430 46,171,790,797 17,780,668,687,684 137.2373 0.9855 1.2491
Indeks
RCA
KAKAO (HS 18)
Tahun KomoditasPANTAI GADING DUNIA
RCA SRCA
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 33
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel hingga triwulan
III 2015 relatif sama dibandingkan dengan triwulan III 2014. Sumber
pendapatan utama berasal dari pendapatan asli daerah dan
pendapatan lain-lain yang sah.
Sementara di sisi penyerapan belanja APBD Provinsi, hingga triwulan
III 2015, cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
pada 2014. Sebagian besar penyerapan belanja modal digunakan
untuk pembangunan jalan dan jaringan irigasi. Sementara persentase
penyerapan belanja APBN di Sulsel masih lebih rendah
dibandingkan 2014, walaupun secara nominal lebih tinggi.
Dengan kondisi seperti tersebut di atas, peran realisasi keuangan
pemerintah dalam PDRB cenderung menurun.
BAB 2 Keuangan Daerah
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
2.1. Struktur Anggaran
Keuangan Pemerintah di Sulsel terdiri atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah/APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan keuangan pemerintah pusat di daerah (APBN di Sulsel), dengan porsi
terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun anggaran 2015, pagu anggaran belanja keuangan pemerintah daerah
dan pemerintah pusat di Sulsel mencapai Rp55,3 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 11,2%, APBD Kabupaten/Kota
46,9%, dan APBN di Sulsel 42,0% (Grafik 2.1).
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Tahun 2015 Grafik 2.2. Struktur RealisasiBelanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Triwulan III 2015
Pada triwulan III 2015, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi paling besar dibandingkan kelompok belanja
pemerintah lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota di triwulan III 2015 diperkirakan mencapai Rp15,6 triliun atau 52,1% dari
total realisasi belanja pemerintah di Sulsel. Sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp10,64 triliun (35,5% dari total
realisasi belanja) dan APBD Provinsi mencapai Rp3,71triliun (12,4% dari total realisasi belanja) (Grafik 2.2).
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi
2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan
Porsi realisasi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total pendapatan APBD Provinsi Sulsel menunjukkan
peningkatan baik secara nilai maupun persentase. Pada triwulan III 2015, porsi dana perimbangan mengalami
penurunan, sementara PAD justru meningkat. Hal ini menunjukkan kemampuan Provinsi dalam menggali pendapatan
semakin membaik, sehingga ketergantungan terhadap anggaran dari pusat semakin menurun. Porsi realisasi PAD triwulan
III 2015 mencapai 53,44%, atau secara nominal mencapai Rp 2,32 triliun, lebih tinggi dari triwulan III 2014 (52,58% atau
Rp2,13 triliun). Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada triwulan III 2015 berdampak
positif terhadap penambahan PAD Sulsel.
Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel
APBD Provinsi11,2%
APBD Kabupaten/
Kota46,9%
Anggaran APBN di Sulsel42,0%
Rp6,17
triliun
Rp23,20 triliun
Rp25,93
triliun
APBD Provinsi12,4%
APBD Kabupaten/
Kota52,1%
Anggaran APBN di Sulsel35,5%
Rp3,71 triliun
Rp10,64 triliun
Rp15,62 triliun
Rp1.971,72 M
Rp1.605,80 M Rp1.847,32 MRp2.129,34 M Rp2.324,91 M
Rp1.091,12 M
Rp1.708,54 MRp1.786,56 M
Rp1.216,36 M Rp1.105,35 M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw III-2011 Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015
Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 35
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan
Persentase1realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Selatan hingga triwulan III 2015 mencapai 70,51%, sedikit
lebih rendah dibandingkan pencapaian triwulan yang sama 2014 yang mampu menyerap 71,71%. Secara nominal,
realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan III 2015 telah mencapai Rp4,35 triliun atau 70,51% dari total target
pendapatan tahunan sebesar Rp6,17 triliun. Realisasi anggaran pendapatan tersebut lebih besar Rp0,3 triliun
dibandingkan capaian tahun lalu sebesar Rp4,05 triliun. Peningkatan pendapatan triwulan ini didorong oleh realisasi PAD,
yang terdiri dari pendapatan pajak senilai Rp1,94 triliun (63,82%), pendapatan retribusi senilai Rp55,06 miliar (61,28%),
hasil pengelolaan kekayaan daerah sebesar Rp88,98 miliar (110,91%), serta lain-lain PAD yang sah sebesar Rp237,7miliar
(142,9%%).
Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi dana perimbangan hingga triwulan III 2015 meningkat secara nominal, namun secara persentase mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan tahun lalu. Persentase realisasi dana perimbangan tahun lalu 76,48% dengan
nominal Rp1,92 triliun, sementara realisasi tahun ini 72,64% dengan nominal Rp2,02 triliun. Dari tiga komponen dana
perimbangan, yakni dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus
(DAK), hanya DAK yang mengalami peningkatan yang signifikan baik secara persentase maupun secara nominal. DAK
hingga triwulan III 2015 telah mencapai Rp103,1 miliar (131,57%), sementara tahun lalu sebesar Rp21,89 miliar (30,0%).
DBH telah mencapai Rp117,25 miliar (43,05%), sementara tahun lalu sebesar Rp186,47 miliar (63,64%);DAU telah
mencapai Rp885,01 miliar (75,0%), sementara tahun lalu sebesar Rp1,01 triliun (83,33%); dan transfer pemerintah pusat
lainnya telah mencapai Rp913,27miliar (73,16%), sementara tahun lalu sebesar Rp701,87 miliar (75,26%). Peningkatan
juga terjadi pada pos lain-lain pendapatan yang sah, di tahun 2014 senilai Rp2,47 miliar (18,25%), sedangkan di tahun
2015 senilai Rp7,10 miliar (70,17%).
2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja
Porsi realisasi belanja modal dan transfer menunjukkan peningkatan, baik dari sisi nilai maupun persentase. Pada
triwulan III 2015, porsi belanja modal naik menjadi sebesar 8,8%, atau senilai Rp 326,97 miliar, lebih tinggi dari porsi
realisasi triwulan III 2014 (8,66% atau secara nominal Rp294,96 miliar). Demikian pula porsi transfer naik menjadi sebesar
24,08%, atau senilai Rp894,48 miliar, lebih tinggi dari porsi realisasi triwulan III 2014 sebesar 22,33% atau secara nominal
Rp760,21 miliar. Sementara porsi belanja operasional cenderung menurun, menjadi 67,12% di triwulan III 2015, dari
69,01% pada triwulan III 2014.
1Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan).
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.126,09 2.129,34 68,12% 3.380,99 2.324,91 68,76%
- Pendapatan Pajak Daerah 2.807,47 1.871,77 66,67% 3.044,55 1.943,13 63,82%
- Pendapatan Retribusi Daerah 81,52 52,69 64,64% 89,85 55,06 61,28%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 74,60 73,74 98,85% 80,23 88,98 110,91%
- Lain-lain PAD yang Sah 162,50 131,13 80,70% 166,37 237,74 142,90%
DANA PERIMBANGAN 2.508,19 1.918,23 76,48% 2.779,07 2.018,62 72,64%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 293,00 186,47 63,64% 272,35 117,25 43,05%
- DAU 1.209,60 1.008,00 83,33% 1.180,01 885,01 75,00%
- DAK 72,98 21,89 30,00% 78,36 103,10 131,57%
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 932,62 701,87 75,26% 1.248,35 913,27 73,16%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 13,52 2,47 18,25% 10,12 7,10 70,17%
JUMLAH PENDAPATAN 5.647,80 4.050,04 71,71% 6.170,18 4.350,63 70,51%
ANGGARAN
2015
Realisasi s/d TRIWULAN III 2015ANGGARAN
PERUBAHAN 2014
Realisasi s/d TRIWULAN III 2014U R A I A N
BAB 2 Keuangan Daerah
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja
Persentase realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Selatan hingga triwulan III 2015 lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan III tahun 2014. Realisasi belanja hingga triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp3,71 triliun atau 59,1% dari target
tahun 2015. Hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja 2014 baik secara nominal maupun secara
persentase. Pada triwulan III 2014, realisasi belanja APBD Provinsi tercatat 55,98% (Rp3,4 triliun dari target Rp6,08
triliun).
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, secara persentase tercatat sedikit lebih tinggi dari periode yang sama
tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional hingga triwulan III 2015 terealisasi sebesar Rp2,49 triliun (59,65%),
sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2014 (58,36% atau senilai Rp2,35 triliun). Pendorong tingginya persentase
realisasi belanja operasional disumbang oleh penyerapan belanja hibah (72,92%), belanja bantuan keuangan (54,12%),
dan belanja bunga (53,93%). Sementara untuk belanja operasional yang berupa belanja pegawai dan belanja barang,
persentase penyerapan triwulan III 2015 masing-masing 64,79% dan 43,4%, lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014
masing-masing 66,52% dan 46,81%.
Rp828,29 M
Rp2.027,60 MRp2.205,57 M Rp2.349,74 M Rp2.493,16 M
Rp650,06 M
Rp718,68 MRp123,84 M
Rp294,96 M Rp326,97 M
Rp410,13 MRp490,56 M Rp604,54 M Rp760,21 M Rp894,48 M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw III-2011 Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015
Belanja Transfer Belanja Modal Belanja Operasi
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
BELANJA
BELANJA OPERASIONAL 4.026,51 2.349,74 58,36% 4.179,70 2.493,16 59,65%
- Belanja Pegawai 1.055,35 701,99 66,52% 1.165,82 755,30 64,79%
- Belanja Barang 1.377,47 644,80 46,81% 1.220,48 529,66 43,40%
- Belanja Bunga 22,00 10,05 45,68% 39,50 21,30 53,93%
- Belanja Hibah 969,43 703,91 72,61% 1.264,51 922,03 72,92%
- Belanja Bantuan Keuangan 602,25 288,99 47,99% 489,40 264,88 54,12%
BELANJA MODAL 955,10 294,96 30,88% 776,90 326,97 42,09%
- Belanja Tanah 0,01 - 0,00% 136,52 67,53 49,47%
- Belanja Peralatan & Mesin 67,91 16,29 23,99% 83,70 37,81 45,17%
- Belanja Gedung dan Bangunan 42,57 3,04 7,15% 155,96 34,73 22,27%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 811,99 33,46 4,12% 389,41 183,44 47,11%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,22 0,19 15,85% 1,03 0,68 65,76%
- Aset Lainnya 0,09 - 0,00% 10,27 2,79 27,15%
BELANJA TIDAK TERDUGA 6,00 - 0,00% 20,00
JUMLAH BELANJA 4.987,61 2.644,70 53,03% 4.976,60 2.820,13 56,67%0,00%
TRANSFER 1.094,54 760,21 69,46% 1.308,80 894,48 68,34%0,00%
TOTAL BELANJA 6.082,14 3.404,91 55,98% 6.285,40 3.714,61 59,10%
SURPLUS / (DEFISIT) (434,34) 645,13 -148,53% (115,22) 636,02 -551,99%0,00%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 485,34 269,18 55,46% 251,22 309,74 123,30%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 51,00 - 0,00% 136,00 102,00 75,00%
JUMLAH PEMBIAYAAN 434,34 269,18 61,97% 115,22 207,74 180,30%
U R A I A NANGGARAN
PERUBAHAN 2014
Realisasi s/d TRIWULAN III 2014 ANGGARAN
2015
Realisasi s/d TRIWULAN III 2015
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 37
Pembangunan infrastruktur yang bersumber dari belanja modal, realisasinya lebih berkembang dibandingkan realisasi
pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada tahun ini realisasi belanja modal telah mencapai 42,09% (Rp326,97
miliar) lebih tinggi dibandingkan tahun lalu (30,88%; Rp294,96 miliar). Belanja jalan, irigasi, dan jaringan masih
merupakan pos dengan porsi terbesar, dimana hingga triwulan III 2015 sudah terealisasi 47,11%, meningkat signifikan
dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 4,12%. Realisasi belanja tanah dan peralatan/mesin juga cukup baik yaitu
masing-masing sebesar 49,47% dan 45,17%, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya 0% dan 23,99%. Hal ini
tentu akan berdampak positif bagi perekonomian Sulsel ke depan, karena percepatan pembangunan infrastruktur akan
memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan investasi dan ekonomi.
Pada triwulan III 2015, realisasi transfer berupa bagi pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami
penurunan secara persentase, namun terjadi peningkatan secara nominal. Realisasi transfer pada triwulan III 2015
tercatat sebesar 68,34%, lebih rendah dari tahun sebelumnya 69,46%. Namun, secara nominal terjadi peningkatan, yakni
Rp894,48 miliar pada 2015 berbanding dengan Rp760,21 miliar pada 2014. Surplus hingga periode triwulan III tahun ini
sebesar Rp636,02 miliar, sementara jumlah pembiayaan daerah sebesar Rp207,74 miliar.
2.3. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel
2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Komponen belanja pegawai mengambil porsi paling besar dalam realisasi belanja APBN di Sulsel. Pada triwulan III 2015,
porsi belanja pegawai mencapai 44,8% dari total keseluruhan realisasi belanja APBN di Sulsel sebesar Rp4,77 triliun. Porsi
belanja pegawai ini mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III 2014 yang mencapai 42,7% (Rp3,88 triliun). Porsi
belanja modal juga mengalami peningkatan, dari tahun lalu sebesar 18,1% (Rp1,64 triliun), menjadi 21,3% (Rp2,27 triliun)
pada triwulan III tahun ini. Sementara, porsi belanja barang tercatat 25,6%, lebih rendah dari 30,5% pada periode yang
sama tahun lalu. Pada triwulan III 2014, belanja pegawai berkontribusi hingga 30,5% (Rp2,78 triliun), sedangkan pada
tahun ini berkontribusi 25,8% (Rp2,74 triliun) dari total belanja APBN di Sulsel. Di sisi lain, belanja bantuan sosial tidak
mengalami perubahan porsi belanja APBN di Sulsel, masih berada di angka 8,8% (Rp868,15miliar pada tahun 2015,
sedangkan pada tahun 2014 sebesar Rp796,33miliar).
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBN di Sulsel
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja Hingga periode triwulan III 2015, persentase realisasi belanja APBN Sulawesi Selatan relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan triwulan III 2014, sementara dari sisi nominal meningkat. Pada triwulan III 2015, realisasi belanja
APBN di Sulsel baru mencapai 45,88%, lebih rendah dibandingkan 56,37% pada triwulan III 2014. Namun, jika dilihat dari
segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel hingga triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp10,64 triliun, lebih besar dari
tahun lalu sebesar Rp9,09 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja APBN di Sulsel ini dikarenakan
berbagai kendala yang bersifat teknis administratif telah berhasil diselesaikan.
Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Sulawesi Selatan masih didominasi oleh belanja pegawai. Hingga
periode triwulan III 2015, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp4,77 triliun atau 69,85% dari
Rp2.809,86 M Rp3.182,89 M Rp3.534,71 M Rp3.881,55 M Rp4.765,47 M
Rp1.545,40 M Rp1.976,81 M Rp2.277,79 MRp2.775,33 M Rp2.740,93 M
Rp1.365,75 M Rp1.696,05 MRp2.071,53 M
Rp1.643,57 M Rp2.268,26 M
Rp884,15 M Rp1.189,81 M Rp847,74 M Rp796,33 M Rp868,15 M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw III - 2011 Tw III - 2012 Tw III - 2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015
Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai
BAB 2 Keuangan Daerah
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
plafon anggaran. Realisasi belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian pada periode yang sama tahun lalu, baik
secara persentase (69,44%) maupun secara nominal (Rp3,88 triliun). Sementara itu, persentase belanja barang, belanja
modal, dan belanja bantuan sosial masing-masing 40,17%, 28,44%, dan 55,1%, menurun dibandingkan tahun lalu masing-
masing 58,19%, 36,64%, dan 61,65%. Secara nominal, belanja modal dan belanja bantuan sosial mengalami peningkatan
dari periode yang sama tahun lalu, yaitu masing-masing dari Rp1,64 triliun dan Rp796,33 miliar menjadi sebesar Rp2,27
triliun dan Rp868,15 miliar.
Tabel 2.3. Realisasi BelanjaAPBN Triwulan IIIPer Jenis Belanja di Sulsel
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
Realisasi transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan2. Total penyerapan anggaran mencapai Rp 508,28
milyar atau 80,0% dari total anggaran Rp635,36 milyar. Angka ini sesuai dengan target tahap II (Agustus 2015) yang
harusnya sudah mencapai 80%. Dari total 2.253 desa di 21 Kabupaten se Sulsel, alokasi tertinggi terdapat di Kabupaten
Bone (Rp71,65 milyar), diikuti Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, dan Kabupaten Wajo.
2.4. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB
Peran realisasi komponen pendapatan terhadap ekonomi daerah3 pada triwulan III 2015 cenderung menurun
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Rasio dana perimbangan terhadap PDRB atas dasar harga berlaku
(ADHB) pada triwulan III 2015 tercatat 0,43%, lebih rendah dari triwulan III 2014 yang tercatat 0,77%. Demikian pula, rasio
PAD terhadap PDRB ADHB juga memperlihatkan penurunan pada triwulan III 2015 (0,91%) dibandingkan 1,35% pada
triwulan III 2014 (Grafik 2.7). Pertumbuhan ekonomi yang melambat pada triwulan III 2015 di Sulsel diindikasikan
menjadi salah satu penyebab menurunnya peran PAD terhadap PDRB Sulsel.
Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel hingga triwulan III 2015, untuk stimulus ekonomi daerah5
cenderung meningkat, terurama dari belanja operasional. Rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB pada triwulan
III 2015 sebesar 3,90%, lebih tinggi dari triwulan III 2014 yang tercatat 3,26%. Naiknya rasio belanja operasional searah
2Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus). 3 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 5 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi
Belanja Pegawai 5.589,88 3.881,55 69,44% 6.822,26 4.765,47 69,85%
Belanja Barang 4.769,18 2.775,33 58,19% 6.823,79 2.740,93 40,17%
Belanja Modal 4.485,40 1.643,57 36,64% 7.975,16 2.268,26 28,44%
Belanja Bantuan Sosial 1.291,77 796,33 61,65% 1.575,53 868,15 55,10%
JUMLAH BELANJA 16.136,24 9.096,78 56,37% 23.196,74 10.642,80 45,88%
Realisasi s/d Triwulan III 2015Anggaran 2015U R A I A N Anggaran 2014
Realisasi s/d Triwulan III 2014
1,92
1,36 1,35 1,35
0,91 1,06
1,44
1,30
0,77
0,43
-
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
Tw III-2011 Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015
%
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
5,20
6,07 5,85
3,26 3,90 1,51
2,04
1,60
1,23
1,01
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
Tw III-2011 Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015
%
Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 39
dengan peningkatan konsumsi pemerintah pada triwulan III 2015. Di sisi lain, rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB
hingga triwulan III 2015 sedikit menurun dibandingkan triwulan III 2014, yaitu dari 1,23% menjadi 1,01%. Hal ini ditengarai
masih terdapat pembenahan administratif dan penyesuaian nomenklatur pada triwulan I dan II, sehingga realisasi belanja
modal pada triwulan III belum optimal.
BAB 2 Keuangan Daerah
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 41
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2015 tercatat 8,36% (yoy) lebih tinggi
dari triwulan II 2015 (8,06%, yoy), yang disebabkan oleh kenaikan harga
pada beberapa kelompok barang khususnya di kelompok bahan pangan,
sandang dan tarif angkutan. Kenaikan harga tersebut muncul akibat
meningkatnya kegiatan masyarakat selama triwulan III 2015, seiring dengan
berlangsungnya perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (Idul Fitri dan
Idul Adha) yang jatuh pada bulan Juli dan September 2015, sehingga
permintaan barang/jasa meningkat dan menambah tekanan inflasi.
Meskipun tekanan inflasi meningkat, namun masih relatif terkendali. Hal ini
tentunya tidak terlepas dari komunikasi dan koordinasi yang berjalan baik
diantara anggota TPID. Koordinasi yang dilakukan sepanjang periode
pelaporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi dan instansi
lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel.
BAB 3INFLASI
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa6
Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2015 yang tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya disebabkan oleh tingginya
konsumsi masyarakat terhadap beberapa kelompok barang/jasa. Inflasi Sulsel triwulan III 2015 tercatat 8,36% (yoy),
meningkat dari triwulan II 2015 yang tercatat 8,06% (yoy). Faktor utama penyebab kenaikan inflasi adalah kenaikan
harga pada kelompok bahan makanan menjelang hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dari 15,01% (yoy) pada triwulan II 2015
menjadi 16,11% (yoy) pada triwulan III 2015. Selain itu, bila dilihat per kelompok komoditas, dari 7 kelompok komoditas 4
diantaranya mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya (Tabel 3.1).
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang danJasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
Selain bahan makanan, kelompok komoditas yang mengalami kenaikan tekanan inflasi yaitu kelompok sandang,
pendidikan dan transpor. Pada triwulan III 2015, ketiga kelompok tersebut mengalami inflasi masing-masing 6,95% (yoy),
2,63% (yoy) dan 7,20% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015 masing-masing 4,86% (yoy), 2,35% (yoy) dan
6,00% (yoy). Inflasi tahunan Sulsel pada triwulan III 2015 (8,36%, yoy), lebih tinggi dari laju inflasi tahunan nasional yang
tercatat 6,83% (yoy) (Grafik 3.1). Dilihat secara triwulanan, inflasi Sulsel pada triwulan III 2015 tercatat 3,57% (qtq).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
6Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
Bahan
Makanan
Makanan
JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
I 2.68 6.22 3.48 2.16 2.98 7.08 1.18 3.45
II 7.64 5.23 4.11 7.56 2.73 7.08 1.06 5.00
III 13.43 6.21 4.13 7.65 2.92 4.07 1.76 6.58
IV 14.27 5.90 4.14 7.35 3.06 1.80 1.75 6.56
I 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32
II 12.10 5.27 4.57 8.83 6.41 2.43 2.08 6.37
III 1.43 4.40 3.70 10.96 7.60 3.00 0.77 3.37
IV 0.24 4.40 3.67 8.69 7.67 2.90 0.73 2.88
I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06
II 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85
III 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48
IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40
I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61
II 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36
III 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24
IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22
I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88
II 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92
III 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72
IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61
I 12.87 6.34 7.33 4.51 5.75 2.18 4.35 7.13
II 15.01 6.54 7.84 4.86 5.52 2.35 6.00 8.06
III 16.11 6.23 6.48 6.95 5.28 2.63 7.20 8.36
TAHUN
2014
2012
2013
2011
2010
2015
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Nasional (yoy)
Sulawesi Selatan (yoy)
Sulawesi Selatan (qtq)
%
6,83
8,36
3,57
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 43
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan III 2015, inflasi pada kelompok bahan
makanan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya.Tekanan inflasi meningkat dari 15,01% (yoy)
pada triwulan II 2015 menjadi 16,11% (yoy) pada triwulan
III 2015(Grafik 3.2). Naiknya harga terutama terjadi pada
subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya,
daging dan hasil-hasilnya, ikan segar, telur, susu dan
hasilnya, kacang-kacangan dan buah-buahan. Adapun
komoditas penyumbang inflasi pada triwulan laporan
adalah beras, cabe rawit, daging ayam ras, kelapa, daging
sapi,ikan layang, ikan cakalang, tempe, tahu, dan cabe
merah.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Salah satu penyebab inflasi adalah efek dari faktor musiman yaitu momen perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN) di sepanjang periode laporan. Pada triwulan laporan, setidaknya terdapat tiga event besar yang terjadi, yaitu Idul
Fitri pada awal periode laporan, Hari Kemerdekaan RI pada pertengahan triwulan, dan Idul Adha di akhir triwulan laporan
telah menyebabkan peningkatan permintaan di kelompok bahan makanan. Inflasi pada komoditas daging, seperti
misalnya daging ayam diperkirakan merupakan dampak dari kenaikan harga pakan impor, sebagai akibat depresiasi
rupiah yang berlangsung sejak awal tahun. Selain itu juga disebabkan adanya pemangkasan DOC (Day Old Chicks) di
tengah permintaan yang sedang meningkat yaitu saat perayaan hari raya Idul Fitri, serta komoditi tersebut menjadi salah
satu barang substitusi konsumsi atas daging sapi pada saat perayaan Idul Adha.
Komoditas hortikultura menjadi salah satu penahan laju inflasi pada triwulan laporan. Pasokan yang melimpah
menyebabkan harga bawang merah, tomat sayur dan tomat buah mengalami penurunan. Di beberapa daerah produsen
bawang merah seperti Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Jeneponto, memasuki waktu panen pada triwulan laporan,
sehingga pasokan bawang merah melimpah. Selama triwulan III 2015, bawang merah, tomat sayur dan tomat buah
mengalami deflasi dengan andil masing-masing -0,16% (yoy), -0,02% (yoy), dan -0,01% (yoy).
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau pada triwulan III 2015 tercatat sedikit
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok
ini mencatat laju inflasi tahunan 6,23% (yoy) pada triwulan
laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat 6,54% (yoy) (Grafik 3.3). Penyebab
penurunan tekanan inflasi pada kelompok ini terutama
didorong oleh kelompok minuman tidak beralkohol.
Adapun tekanan inflasi pada kelompok makanan jadi,
tembakau dan minuman beralkohol secara umum relatif
stabil.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Inflasi terjadi di sub kelompok makanan jadi, sub kelompok minuman yang tidak beralkohol dan sub kelompok
tembakau & minuman beralkohol. Laju inflasi pada sub kelompok makanan jadi dipengaruhi oleh komoditas nasi dengan
lauk, martabak dan mie yang disinyalir terjadi akibat peningkatan permintaan pada saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Inflasi pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol dipengaruhi oleh komoditas es batu dan teh manis, sedangkan
inflasi pada subkelompok tembakau & minuman beralkohol dipengaruhi oleh rokok kretek filter.
(10)
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
BAB 3INFLASI
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada triwulan III 2015, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar menurun dibandingkan
triwulan II 2015. Laju inflasi pada kelompok tersebut tercatat sebesar 6,48% (yoy), lebih rendah dari triwulan
sebelumnya (7,84%, yoy) (Grafik 3.4). Secara tahunan, penurunan inflasi kelompok ini terutama disebabkan oleh
kebijakan pemerintah yang menurunkan harga bensin, khususnya jenis premium dan solar, dimana bensin memberikan
andil deflasi -0,01% (yoy).
Bahan Bakar Rumah Tangga dan Tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi salah satu penyebab utama
pendorong inflasi. Pada triwulan laporan, telah terjadi penyesuaian TTL tiap bulannya, dimana pada bulan Juli 2015
terjadi peningkatan tariff adjustment listrik, sedangkan pada bulan Agustus 2015 dan September 2015 terjadi penurunan
tariff adjustment listrik. Penyesuaian tariff adjustment listrik dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu kurs rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat, harga minyak Indonesia, dan inflasi dua bulan sebelum tarif diterapkan7.Meskipun pada triwulan
laporan bahan bakar rumah tangga relatif stabil pada tingkat agen, konsumsi masyakat yang meningkat pada saat momen
hari raya turut mendorong inflasi pada periode laporan. Selain itu, rata-rata harga minyak dunia pada triwulan III 2015
sebesar USD 56,66/bbl, turun -2,04% (qtq), dibandingkan periode sebelumnya (USD 57,84/bbl).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5.Indeks Harga Properti Residensial
3.1.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2015,
inflasi tercatat 6,95% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 4,86% (yoy) (Grafik 3.6). Inflasi terjadi pada
subkelompok sandang laki-laki, wanita dan anak-anak. Peningkatan inflasi pada kelompok sandang disebabkan konsumsi
sandang yang meningkat pada Juli 2015 dan September 2015, yang dikarenakan terdapat perayaan Idul Fitri dan Idul
Adha.
Penurunan harga emas menjadi faktor penahan tekanan inflasi di kelompok sandang. Pada triwulan III 2015, harga
emas dunia menunjukkan penurunan sejak triwulan II 2015. Pada triwulan III 2015 rata-rata harga emas dunia tercatat
sebesar USD 1.169,48/troy oz turun -1,97% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya (USD 1.193,02/troy oz). Penurunan
harga emas dunia tersebut mengakibatkan penurunan harga emas perhiasan pada bulan Agustus 2015, sementara emas
merupakan salah satu komoditas yang diperhitungkan pada pengukuran inflasi kelompok sandang.
7Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No 9 Tahun 2014 tanggal 1 April 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan
(Persero) PT Perusahaan Listrik Negara.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014 2015
% indeks IHPR (axis sebelah kiri)
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 45
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional
3.1.5 Kelompok Kesehatan
Tekanan Iinflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan pada triwulan III 2015. Pada triwulan laporan, kelompok ini
mencatat inflasi sebesar 5,28% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2015 yang mencapai 5,52% (yoy) (Grafik 3.8).
Penurunan tekanan inflasi tersebut terutama berasal dari penurunan tekanan inflasi pada subkelompok jasa kesehatan
dan jasa perawatan jasmani. Penetapan tarif honor dokter spesialis dalam pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS)8, ditengarai telah mampu menahan laju inflasi pada subkelompok jasa kesehatan tersebut.
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III 2015. Pada
triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat 2,63% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 2,35% (yoy) (Grafik 3.9).
Peningkatan laju inflasi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan inflasi subkelompok pendidikan, khususnya biaya
pendidikan TK, SD, SMP, SMA, Akademi/Perguruan Tinggi, dan kursus/pelatihan. Inflasi yang meningkat pada
subkelompok pendidikan didorong oleh peningkatan biaya ujian masuk perguruan tinggi serta masuknya tahun ajaran
baru 2015/2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan III 2015, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami peningkatan
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi triwulan III 2015 tercatat 7,20% (yoy), lebih tinggi dari triwulan
8 Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan, honor dokter per pasien program jaminan kesehatan telah ditentukan, yaitu pada kisaran Rp 20.000,00/pasien/bulan.
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0.0
200.0
400.0
600.0
800.0
1,000.0
1,200.0
1,400.0
1,600.0
1,800.0
2,000.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015
%, yoy$/troy ozEmas
gHarga - Skala Kanan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
BAB 3INFLASI
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
sebelumnya 6,00% (yoy) (Grafik 3.10). Subkelompok transpor menjadi penyumbang kenaikan inflasi terbesar, sementara
tekanan inflasi subkelompok komunikasi dan jasa keuangan relatif stabil.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional
Kenaikan tarif angkutan antar kota dan angkutan udara menjadi faktor utama penyebab meningkatnya inflasi pada
kelompok transpor, komunikasi & keuangan. Meningkatnya kegiatan masyarakat saat momen Hari Besar Keagamaan
Nasional (HBKN) pada periode ini telah mendorong peningkatan permintaan sarana transportasi, sehingga harga sewa
/tarifnya naik. Sementara disisi lain, penetapan penurunan harga bensin oleh pemerintah telah menahan laju inflasi
kelompok ini, sehingga bensin menyumbang deflasi pada periode akhir pelaporan.
3.2. Inflasi Menurut Kota IHK9
Secara spasial, peningkatan tekanan inflasi Sulsel triwulan III 2015 disebabkan oleh kenaikan inflasi di seluruh
kota/kabupaten IHK di Sulsel. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi di Kota Makassar, diikuti Kota Palopo dan Kota
Parepare, yang secara berurutan tercatat masing-masing 8,95% (yoy), 7,19% (yoy), dan 7,02% (yoy). Pada triwulan
sebelumnya, laju inflasi di 3 kota tersebut masing-masing 8,61% (yoy), 6,89% (yoy) dan 6,98% (yoy). Sementara itu, 2
daerah lain di Sulsel yang menjadi sampel IHK, yaitu Kabupaten Watampone dan Kabupaten Bulukumba, mencatat laju
inflasi yang lebih rendah dari 3 kota tersebut, yaitu masing-masing 4,33% (yoy) dan 6,63% (yoy) (Tabel 3.2). Tekanan
inflasi yang tinggi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) mencerminkan karakteristik daerah perkotaan
yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah, khususnya untuk komoditas pangan. Oleh karena itu,
daerah perkotaan harus dipasok dari daerah lain, dengan jalur distribusi yang relatif panjang.
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
9Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.
(6)
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
-45%
-40%
-35%
-30%
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015
%, yoy$/kgKaret
gHarga - Skala Kanan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Watampone 5,69 4,42 3,94 3,65 2,90 3,28 6,72 6,86 7,86 8,14 4,55 8,22 5,66 4,27 4,33
Makassar 4,10 3,91 4,61 4,57 4,76 4,54 7,41 6,24 5,46 5,38 3,57 8,51 7,34 8,61 8,95
Palopo 4,27 3,99 4,15 4,11 4,34 3,03 5,33 5,25 6,22 7,36 4,03 8,95 6,95 6,89 7,19
Parepare 2,00 2,54 3,78 3,49 4,67 4,49 7,41 6,31 5,58 5,57 3,04 9,38 6,53 6,98 7,02
Bulukumba 13,94 14,10 7,30 9,45 6,21 6,12 6,63
Sulawesi Selatan 4,06 3,85 4,48 4,40 4,61 4,36 7,24 6,22 5,88 5,92 3,72 8,61 7,13 8,06 8,36
20152014Kota (%, yoy)
2012 2013
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 47
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Tingginya aktivitas masyarakat pada musim perayaan hari raya keagamaan mendorong peningkatan permintaan dan
menjadi penyebab utama kenaikan inflasi di beberapa kota. Faktor lain yang menjadi pendorong inflasi adalah tariff
adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan bahan bakar rumah tangga. Apabila dilihat secara sebaran Kabupaten/Kota di
Sulsel, sumbangan inflasi tertinggi adalah Kota Makassar yaitu dari 6,73% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 6,99% (yoy)
pada triwulan laporan. Hal ini wajar mengingat berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilakukan BPS pada tahun
2012, Kota Makassar memberikan bobot terbesar (78,12%) terhadap IHK Sulsel. Sementara itu, Kabupaten Bulukumba
dan Kabupaten Watampone mencatat peningkatan sumbangan inflasi yang relatif stabil, masing-masing dari 0,17% (yoy)
dan 0,25% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 0,23% (yoy) dan 0,25% (yoy) (Tabel 3.3).
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.3. Disagregasi Inflasi10
Meningkatnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan III 2015 terutama bersumber dari komponen volatile food dan
administered prices. Komponen volatile food menjadi faktor utama yang mendorong peningkatan inflasi pada periode
laporan. Pada triwulan III 2015 laju inflasi dari komponen volatile food tercatat 17,55% (yoy), meningkat dibandingkan
periode sebelumnya yang tercatat 16,30% (yoy). Peningkatan inflasi volatile food terkait dengan meningkatnya
permintaan bahan pangan pada momen Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Sementara dari administered price, komponen pendorong peningkatan tekanan inflasi pada periode laporan adalah tariff
adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan harga bahan bakar rumah tangga. Inflasi kelompok administered price
meningkat dari 10,63% (yoy) pada sebelumnya menjadi 9,30% (yoy) pada triwulan III 2015.
10Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015
Sulawesi Selatan Bulukumba
Makassar Palopo
Parepare Watampone
%, yoy
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Watampone 0,20 0,19 0,22 0,22 0,23 0,22 0,36 0,31 0,45 0,47 0,26 0,47 0,33 0,25 0,25
Makassar 3,42 3,24 3,77 3,71 3,88 3,68 6,10 5,25 4,27 4,20 2,79 6,65 5,73 6,73 6,99
Palopo 0,22 0,21 0,25 0,24 0,25 0,24 0,40 0,34 0,40 0,47 0,26 0,57 0,44 0,44 0,46
Parepare 0,22 0,21 0,24 0,24 0,24 0,23 0,39 0,33 0,39 0,39 0,21 0,66 0,46 0,49 0,46
Bulukumba 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,38 0,39 0,20 0,26 0,17 0,17 0,23
Sulawesi Selatan 4,06 3,85 4,48 4,40 4,61 4,36 7,24 6,22 5,88 5,92 3,72 8,61 7,13 8,07 8,39
20152014Kota (%)
2012 2013
BAB 3INFLASI
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Pertamina Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik 3.14. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Inflasi volatile food meningkat pada triwulan III 2015 seiring meningkatnya kegiatan dan permintaan masyarakat
terhadap bahan pangan. Inflasi komponen volatile food di triwulan III 2015 mencapai 17,55% (yoy), meningkat
dibandingkan periode sebelumnya 16,30% (yoy). Selain efek meningkatnya permintaan masyarakat saat Idul Fitri dan Idul
Adha, peningkatan di komponen volatile food juga diakibatkan oleh intensitas El Nino yang meningkat dari tingkat sedang
ke tinggi, sehingga terdapat potensi puso atau gagal panen di sejumlah daerah. Faktor penahan inflasi kelompok ini
adalah menurunnya intensitas hujan yang mempengaruhi kelancaran distribusi barang. Curah hujan dan gelombang laut
yang tidak setinggi akhir triwulan sebelumnya, dan terus berangsur membaik hingga akhir periode laporan mendukung
kegiatan penangkapan ikan laut, sehingga pasokan ikan segar meningkat. Meskipun terdapat kendala distribusi terkait
infrastruktur yang masih menghambat pasokan ke beberapa daerah, pasokan bahan pangan secara umum masih
mencukupi kebutuhan.
Pada inflasi inti (core inflation), tekanan inflasi mengalami peningkatan namun masih berada pada level yang cukup
rendah. Inflasi pada komponen inti pada triwulan III 2015 mengalami peningkatan dari 5,02% (yoy) menjadi 5,43% (yoy).
Tekanan Inflasi pada komponen core inflation dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok
seperti subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang. Faktor penahan inflasi inti adalah subkelompok biaya
tempat tinggal dan jasa kesehatan yang mengalami penurunan laju inflasi. Sementara itu, harga makanan jadi yang masih
menguat dipengaruhi oleh tepung terigu yang juga berasal dari luar negeri, dimana kurs Rupiah terhadap USD mengalami
pelemahan, sehingga harga bahan baku terigu mengalami kenaikan harga. Jika dihitung melalui kurs tengah, kurs Rupiah
terhadap USD mengalami pelemahan sebesar 5,59% atau dari Rp13.133,00 pada triwulan II 2015 menjadi Rp13.867,00
pada triwulan laporan. Selain itu, kelompok sandang mengalami peningkatan seiring dengan tradisi masyarakat Sulsel
untuk membeli baju baru dalam merayakan Idul Fitri.
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel semakin meningkat yang dilaksanakan melalui TPID Provinsi maupun TPID
Kabupaten/Kota. Selama triwulan III 2015, terdapat beberapa kegiatan yang mencakup penguatan kerjasama dan
koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.4).
Tabel 3.4.Kegiatan TPID Triwulan III 2015
NO TPID KEGIATAN
KET TEMPAT TANGGAL
1 Zona Makassar Kantor Walikota Makassar 1 Juli 2015 HLM
2 Provinsi Sulawesi Selatan Makassar, Parepare, Bone,
Pangkep, Pinrang, Bulukumba 7 - 9 Juli 2015 Pasar Murah
3 Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Gubernur Sulsel 10 September 2015 Rapat Teknis TPID
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
22 Jun2013
18 Nov2014
1 Jan2015
19 Jan2015
1 Mar2015
28 Mar2015
Juni2015
Sept2015
Solar PremiumRp/ltr 7.300
6.900
02468
101214161820
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015
%, yoy
Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food
9,30
8,36
17,55
5,43
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 49
Pada tanggal 1 Juli 2015, telah dilaksanakan HLM TPID Zona Makassar (TPID Kota Makassar, TPID Kab. Pangkep, TPID
Kab. Maros, TPID Kab. Gowa dan TPID Kab.Takalar) di Kantor Walikota Makassar. Rapat tersebut bertujuan untuk
membahas berbagai upaya yang perlu dilakukan oleh TPID dalam rangka mencapai target inflasi yang telah ditetapkan
pemerintah sebesar 3,5%±1% pada tahun 2018. Agenda yang dibahas antara lain tentang sumber tekanan inflasi Kota
Makassar sebagai kota yang disurvei oleh BPS dan memberikan bobot terbesar terhadap IHK Sulsel (78,12%), mekanisme
kerjasama antar daerah sebagai bagian dari manajemen stok, serta program kerja TPID Zona Makassar ke depan.
Beberapa rekomendasi yang dihasilkan HLM TPID Zona Makassar, antara lain:
1. Pengendalian inflasi jangka pendek dapat dilakukan melalui manajemen distribusi dan pasokan.
2. Walikota Makassar mendukung peningkatan koordinasi dalam pengendalian inflasi melalui Zona Makassar.
3. TPID Sulsel telah membentuk TPID center/desk TPID di kantor Pemprov, sehingga diharapkan Kabupaten/Kota dapat
membentuk desk TPID yang dilengkapi dengan sistem informasi agar dapat terkoneksi se-Sulsel sehingga
mempermudah koordinasi dan pemantauan.
4. Kabupaten/Kota diharapkan segera melaporkan apabila terdapat kekurangan pasokan bahan pangan, sehingga dapat
segera ditindaklanjuti oleh Provinsi. Misalnya, dengan menginformasikan kepada daerah surplus untuk segera
melakukan distribusi ke daerah defisit.
5. Kerjasama antara daerah akan diawali dengan pertukaran informasi harga dan pasokan.
6. Peningkatan komunikasi Zona Makassar melalui whatsapp untuk memperlancar koordinasi.
7. Pemerintah Kota Makassar telah menyiapkan dana kontigensi sebagai upaya stabilisasi harga di Kota Makassar.
8. Pemerintah Kota Makasar siap melakukan operasi pasar jelang ramadhan apabila dibutuhkan.
9. Pemerintah Kota siap melakukan pasar murah dengan pemberian subsidi baik masyarakat umum maupun masyarakat
miskin, dengan tingkat subsidi yang berbeda.
10. Pembentukan perusahaan daerah sebagai badan penyangga pangan yang berperan dalam manajemen distribusi dan
pasokan menjadi prioritas baik di tingkat Provinsi Sulsel maupun di Makassar.
11. Dalam pengendalian inflasi di Sulsel dibutuhkan mekanisme kerjasama antar daerah untuk memenuhi dan menjaga
kebutuhan tiap daerah maupun distribusinya.
Selanjutnya, pada tanggal 7 – 9 Juli 2015, telah dilaksanakan pasar murah di Kota Makassar, Kota Parepare, Kabupaten
Bone, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Pinrang, dan Kabupaten Bulukumba. Pasar murah merupakan sebuah kegiatan
rutin yang diselenggarakan tiap tahun sejak tahun 2012. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan subsidi paket
sembako kepada masyarakat pra sejahtera, yang dikoordinir oleh TPID dengan melibatkan instansi lainnya seperti Bulog,
Pelindo, Pertamina, Semen Tonasa, dan BMPD (Badan Musyawarah Perbankan Daerah) Sulsel. Pada tahun 2015, paket
yang didistribusikan sekitar 8.500 paket yang berisi beras, minyak goreng, susu, dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Dengan terselenggaranya pasar murah, masyarakat pra sejahtera diharapkan mendapatkan bantuan bahan kebutuhan
sehari-hari dengan harga terjangkau di saat harga tinggi pada waktu bulan puasa.
Rapat Teknis TPID Provinsi Sulsel pada tanggal 10 September 2015 di Kantor Gubernur Sulsel. Agenda Rapat Teknis
tersebut adalah mengantisipasi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat menghadapi Idul Adha. Rapat teknis
tersebut dibuka oleh Wakil Ketua TPID Provinsi Sulawesi Selatan dan dihadiri oleh seluruh anggota TPID Provinsi Sulsel.
Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan dan rekomendasi, antara lain:
1. Antisipasi tekanan inflasi pada saat Idul Adha, antara lain melalui:
a) Pemantauan distribusi, harga dan stok.
b) Kelancaran distribusi.
c) Jaminan ketersediaan stok.
d) Komunikasi.
2. Antisipasi dampak El Nino, antara lain dalam bentuk:
a) Penyediaan pompanisasi, embung dan cekdam yang ada di sekitar areal pertanaman.
b) Penyediaan mobil tangki air.
c) Pengaturan irigasi ketat pada daerah Timur dan Selatan.
d) Penyebaran informasi BMKG.
e) Mengajarkan kepada petani sistem pengairan tetes (infus).
f) Komoditas alternatif dan pola tanam melalui penyuluh pertanian.
g) Penyuluhan dan bimbingan penanganan El Nino di beberapa titik oleh Dinas Lingkungan Hidup.
h) Jangka panjang, Pemprov akan merencanakan menanam 10 juta pohon bambu.
BAB 3INFLASI
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Boks 3.A. Upaya Penanganan Dampak El Nino di Sulawesi Selatan
El Nino merupakan suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang disebabkan oleh meningkatnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik khususnya di sekitar equator bagian tengah dan timur. Dampak El Nino terhadap iklim di Indonesia akan terasa kuat jika terjadi bersamaan dengan musim kemarau, dan akan berkurang (atau bahkan tidak terasa) jika terjadi bersamaan dengan musim penghujan. El Nino pada tahun 2015 perlu mendapat perhatian khusus karena terjadi pada musim kemarau, sehingga berpotensi menyebabkan penurunan produksi komoditas pertanian. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya pasokan bahan pangan atau komoditas volatile food, yang selanjutnya akan meningkatkan laju inflasi Provinsi Sulawesi Selatan.
Komoditas yang mempengaruhi inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan periode Januari – September 2015 sebagian besar berasal dari kelompok volatile food, terutama komoditas pangan seperti beras, ikan bandeng, daging ayam ras, daging sapi, telur ayam ras, kelapa, ikan cakalang, pisang, kangkung, dan bawang putih. Sementara itu, tekanan inflasi yang berasal dari kelompok administered price yaitu dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, dipicu oleh kenaikan harga mobil, bahan bakar rumah tangga (LPG), angkutan udara, kendaraan carter dan tarif listrik. Adapun tekanan inflasi dari kelompok inti yang merupakan kelompok komoditas dengan harga yang dipengaruhi oleh faktor fundamental, disebabkan oleh tukang bukan mandor, nasi dengan lauk, martabak, baju kaos berkerah dan kontrak rumah.
Hal yang patut diwaspadai adalah terjadinya peristiwa El Nino atau terjadi penyimpangan kondisi laut. Sulsel merupakan salah satu daerah yang berpotensi terkena dampak El Nino. Pada bulan Agustus 2015, intensitas El Nino di Sulsel dalam tingkat sedang namun pada bulan September – Oktober 2015 diperkirakan dampak El Nino meningkat dari sedang ke tinggi di hampir seluruh Sulawesi Selatan, kecuali daerah Luwu dan Tana Toraja. Peningkatan tersebut mempengaruhi produksi beras di wilayah Sulawesi Selatan dan diperkirakan akan menurunkan panen hingga 70,000 ton*. Selain itu, musim tanam yang dijadwalkan sekitar bulan November, mundur menjadi bulan Desember. Total luas wilayah kekeringan akibat El Nino adalah 116.000 ha dengan rincian : a) Rendah yaitu masih terdapat 75% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 30.000 ha. b) Sedang yaitu masih terdapat 50% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 20.000 ha. c) Tinggi yaitu masih terdapat 25% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 50.000 ha. d) Puso yaitu masih terdapat 0% lahan yang dapat panen dengan total kekeringan sebesar 16.000 ha.
Pada bulan Agustus - September, TPID Sulsel melakukan pertemuan dan koordinasi dalam membahas mengenai El Nino. Dalam pertemuan tersebut, seluruh anggota TPID mengupayakan langkah terbaik dalam menanggulangi El Nino.
Antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam menghadapi El Nino antara lain: a) Penyediaan pompanisasi, embung dan cekdam yang ada di sekitar areal pertanaman. b) Penyediaan mobil tangki air. c) Pengaturan irigasi ketat pada daerah Timur dan Selatan. d) Penyebaran informasi BMKG. e) Mengajarkan kepada petani sistem pengairan tetes (infus). f) Komoditas alternatif dan pola tanam melalui penyuluh pertanian. g) Penyuluhan dan bimbingan penanganan El Nino di beberapa titik oleh Dinas Lingkungan Hidup. h) Jangka panjang, Pemprov Sulsel merencanakan menanam 10 juta pohon bambu.
(Sumber: BMKG)
Agustus 2015 September 2015 Oktober 2015
Gambar 3.A.2. Prakiraan Curah Hujan di Sulawesi
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 51
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 52
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan
Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan III 2015 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, terpantau dari indikator utama yaitu
aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan,
dengan Makassar masih menjadi motor pertumbuhan industri perbankan di
Sulsel. Risiko kredit juga masih aman. Secara kelembagaan, jumlah bank dan
kantor bank di Sulsel relatif tidak berubah. Pada triwulan III 2015, diwarnai
dengan penghimpunan likuiditas (DPK) yang lebih tinggi dibandingkan
penyaluran kredit. Kondisi ini mendorong intermediasi perbankan lebih
seimbang dengan rasio LDR 124,13% menurun dibandingkan triwulan lalu
(127,15%). Searah dengan pertumbuhan perbankan umum, kinerja
perbankan syariah dan BPR juga menunjukkan akselerasi pada triwulan III
2015.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun
rumah tangga di Sulsel masih kuat, yang tercermin dari perkembangan
penyaluran kredit dan penghimpunan DPK. Namun demikian, kinerja kredit
yang ekspansif khususnya di sektor korporasi mengakibatkan penurunan
kualitas kredit, terutama sektor industri pengolahan.
Sementara pada sisi penyaluran kredit UMKM, terjadi peningkatan
pertumbuhan dibandingkan periode triwulan sebelumnya, sehingga pangsa
kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 53
4.1. Kondisi Umum Perbankan11
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan III 2015, jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dibandingkan triwulan
sebelumnya. Jumlah bank umum pada triwulan III 2015 tercatat sebanyak 51 bank, sedangkan jumlah BPR masih tetap
sebanyak 29 bank. Jumlah kantor juga tidak mengalami penambahan. Jumlah kantor keseluruhan mencapai 978 yang
terdiri kantor Wilayah (Kanwil), Kantor Pusat (KP), Kantor Cabang (KC), BRI Unit, Kantor Kas (KK) dan Kantor Fungsional
(KF) (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
4.1.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum pada triwulan III 2015 mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Aset perbankan tercatat di angka Rp113,10 triliun tumbuh 13,59% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan dibandingkan
triwulan II 2015 sebesar 11,00% (yoy) (Tabel 4.2). Percepatan pertumbuhan aset didorong oleh peningkatan di kelompok
bank pemerintah dan bank swasta nasional. Kedua kelompok bank tersebut masing masing-masing tumbuh 15,34% (yoy)
dan 11,65% (yoy) di triwulan laporan. Sementara total aset bank asing dan bank campuran tercatat mengalami kontraksi
-21,91% (yoy) jauh lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya yang mencapai -7,19% (yoy).
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan III 2015 mengalami peningkatan pertumbuhan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp74,33 triliun atau tumbuh 12,58% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 12,16% (yoy) (Tabel 4.3). Percepatan terjadi
di seluruh komponen DPK, baik Giro, Tabungan, maupun Deposito. Namun, di antara ketiga kategori DPK tersebut Giro
menunjukkan pertumbuhan tertinggi yaitu 28,66% (yoy). Sementara tabungan dan deposito masing-masing tumbuh
7,65% (yoy) dan 13,39% (yoy). Meningkatnya DPK merupakan efek musiman paska berlangsungnya rangkaian kegiatan
keagamaan (Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha), dimana terjadi peningkatan pendapatan (tunjangan hari raya/THR).
Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami percepatan pertumbuhan pada triwulan III 2015. Kredit
tercatat tumbuh 11,74% (yoy) menjadi Rp89,91 triliun lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh
10,37% (yoy). Secara penggunaan, percepatan pertumbuhan didorong oleh percepatan penyaluran kredit dikelompok
investasi dan konsumsi. Kedua kelompok kredit ini masing-masing masing tumbuh 12,07% (yoy) dan 6,82% (yoy) lebih
11 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk penghimpunan DPK.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Bank Umum (Konv. + Syariah) 41 41 41 41 42 44 45 46 46 47 47 48 48 51 51
Konvensional 35 35 35 35 36 38 39 40 40 41 41 41 41 43 43
UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7
Syariah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7
Jumlah Kantor* 848 895 925 936 940 950 959 971 974 979 980 972 973 978 978**
BPR 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
**) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)
*) Data Bulan September 2015
RINCIAN2012 2013 2014 2015*
I II III IV I II III I II III IV I II III
Total Aset 12.41 12.97 10.28 12.25 15.41 11.00 13.59 90,909 97,572 99,571 101,350 104,944 108,309 113,101
Bank Pemerintah 8.97 11.72 9.76 9.13 16.46 10.70 15.34 52,670 57,579 58,500 58,165 61,182 63,739 67,472
Bank Swasta Nasional 17.82 14.87 11.16 16.84 14.41 11.73 11.65 37,606 39,391 40,398 42,462 43,112 44,012 45,104
Bank Asing dan Bank Campuran 2.01 12.12 3.98 11.76 (9.54) (7.19) (21.91) 633 602 673 723 649 558 525
20142014Aset Menurut Kelompok Bank
Pertumbuhan (%, yoy)
2015 2015
Nominal (Rp Miliar)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang masing-masing tercatat 6,68% (yoy) dan 4,68% (yoy). Sementara
itu, kredit modal kerja tercatat mengalami perlambatan dari 19,15% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 16,85% (yoy) di
periode pelaporan. Secara sektoral, percepatan pertumbuhan kredit didorong oleh percepatan penyaluran kredit di
sektor pertanian, industri pengolahan, LGA, perdagangan, dan jasa dunia usaha. Kredit di lima sektor ini secara berurutan,
tumbuh masing-masing 60,46% (yoy), 23,85% (yoy), 71,61% (yoy), 14,08% (yoy), dan 12,40% (yoy). Di sisi lain, kredit di
sektor pertambangan dan pengangkutan melanjutkan tren kontraksi, masing-masing -28,74% (yoy) dan -9,45% (yoy).
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Dengan pertumbuhan kredit yang rendah dibandingkan pertumbuhan DPK, indikator intermediasi perbankan (LDR)
mengalami penurunan, sementara di sisi lain risiko kredit (NPL) mengalami peningkatan di periode pelaporan. LDR
tercatat 124,13% pada triwulan III 2015, lebih rendah dibandingkan LDR triwulan sebelumnya 127,15% (Tabel 4.3). Risiko
kredit perbankan yang tercermin dalam indikator NPL mengalami peningkatan meskipun masih berada dalam rentang
aman. NPL di periode pelaporan tercatat 3,85% sedikit lebih tinggi dibandingkan NPL triwulan sebelumnya 3,16%.
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
4.1.4 Bank Syariah
Aset perbankan syariah pada triwulan III 2015 mengalami peningkatan pertumbuhan tertinggi di sepanjang 2015. Aset
perbankan syariah tercatat tumbuh 15,49% menjadi Rp6,29triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
10,84% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan didorong oleh
meningkatnya pertumbuhan aset baik pada kelompok bank swasta nasional maupun bank pemerintah. Bila dibandingkan
dengan total aset perbankan, rasio aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan relatif sedikit mengalami
peningkatan, dari 5,71% di triwulan II 2015 menjadi 5,74% di triwulan laporan.
I II III IV I II III I II III IV I II III
DPK 11.20 14.86 12.17 9.38 14.20 12.16 12.58 58,162 61,402 64,339 66,112 66,419 68,867 72,433
a. Giro 2.83 20.24 5.11 1.89 27.09 21.48 28.66 7,990 9,730 9,693 7,994 10,154 11,820 12,471
b. Tabungan 10.66 10.31 8.58 6.92 5.24 5.16 7.65 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491
c. Deposito 16.53 20.97 23.39 17.61 24.78 19.79 13.39 17,726 18,504 19,819 20,689 22,118 22,166 22,472
Kredit 10.97 8.77 7.26 10.84 12.43 10.37 11.74 75,874 79,336 80,463 83,560 85,303 87,563 89,911
a. Modal Kerja 4.92 9.01 14.09 15.46 20.25 19.15 16.85 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876
b. Investasi 19.70 6.77 (1.98) 12.04 12.57 6.68 13.07 14,642 15,467 15,457 16,240 16,482 16,500 17,476
c. Konsumsi 12.65 9.48 6.27 6.58 6.10 4.68 6.82 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558
LDR (%) 130.45 129.21 125.06 126.39 128.43 127.15 124.13
NPLs Gross (%) 3.14 3.54 3.57 3.13 3.36 3.16 3.85
Nominal (Rp Miliar)
2014Komponen 2014
Pertumbuhan (%, yoy)
2015 2015
I II III IV I II III I II III IV I II III
Kredit 10.97 8.77 7.26 10.84 12.43 10.37 11.74 75,874 79,336 80,463 83,560 85,303 87,563 89,911
Pertanian 0.18 7.37 3.59 7.60 16.01 19.25 60.46 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303
Pertambangan (15.62) 24.84 21.10 28.39 13.16 (30.41) (28.74) 377 560 537 509 427 390 383
Industri Pengolahan (26.55) (24.54) (23.94) 13.41 28.49 21.37 23.85 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304
Listrik, Gas, Air 63.77 111.80 91.49 83.27 75.06 68.62 71.61 218 245 232 350 382 413 398
Konstruksi 18.62 31.89 40.69 43.92 55.97 33.70 29.82 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417
Perdagangan 22.08 11.45 10.23 12.02 14.73 13.35 14.08 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373
Pengangkutan 12.48 6.76 3.02 (3.52) (6.00) (8.71) (9.45) 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672
Jasa Dunia Usaha 15.65 4.79 4.88 3.17 (0.37) 12.20 12.40 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024
Jasa Sosial Masyarakat 12.94 19.27 22.03 31.42 35.29 36.25 12.91 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388
Lain-lain 9.58 10.18 6.99 7.19 6.26 4.26 6.33 34,043 35,053 35,408 36,226 36,173 36,547 37,648
2015
Nominal (Rp Miliar)
20142014Komponen
Pertumbuhan (%, yoy)
2015
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 55
Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan III 2015 menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Dua indikator utama, yaitu pertumbuhan penghimpunan DPK dan penyaluran pembiayaan menunjukkan
peningkatan pertumbuhan di periode pelaporan. DPK mengalami akselerasi 18,55% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 10,84% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK didorong oleh peningkatan kinerja
Deposito yang tumbuh 11,68% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi -8,63% (yoy).
Sementara giro dan tabungan menunjukkan perlambatan pertumbuhan dari masing-masing 111,60% (yoy) dan 24,74%
(yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 22,23% (yoy) dan 23,74% (yoy) ditriwulan III 2015. Di sisi lain, pembiayaan juga
mengalami peningkatan pertumbuhan dari 14,65% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 16,73% (yoy). Dengan pertumbuhan
DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan, mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR)
mengalami penurunan. Di triwulan III 2015, FDR mencapai 168,54% lebih rendah dari triwulan sebelumnya (169,84%).
Namun demikian, kualitas pembiayaan yang tercermin dari rasio non performing financing (NPF) menunjukkan
peningkatan dari 2,81% di triwulan II 2015 menjadi 4,71% pada triwulan laporan.
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat
Kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) juga cenderung tinggi di periode pelaporan. Dari indikator aset, aset BPR di triwulan
III 2015 tumbuh stabil pada angka 19,0% (yoy). Penghimpunan DPK tercatat tumbuh 41,86% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan kredit yang hanya tumbuh 12,83% (yoy) (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Dengan peningkatan penghimpunan
DPK tersebut, likuiditas BPR semakin baik dan loan to deposit ratio (LDR) cenderung menuju arah yang lebih sehat. Pada
periode pelaporan LDR BPR tercatat sebesar 129,72% lebih rendah dibandingkan triwulan II 2015 yang mencapai
138,89%.
Grafik 4.3. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.4. Perkembangan Intermediasi BPR
4.1.6 Perbankan per Kabupaten/Kota
Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan aset tertinggi. Meskipun Makassar masih menjadi pendorong
utama pangsa aset perbankan di Sulawesi Selatan, namun Makassar bukan daerah dengan pertumbuhan aset tertinggi.
Total aset perbankan di Makassar pada triwulan III 2015 mencapai Rp78,47triliun atau porsinya 69,38% dari total aset
I II III IV I II III I II III IV I II III
Aset 16.31 9.72 3.68 5.92 7.42 10.84 15.49 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489
Bank Pemerintah 15.27 9.78 6.81 9.93 4.65 7.70 11.90 1,052 1,051 1,103 1,149 1,101 1,132 1,235
Bank Swasta Nasional 16.55 9.71 2.94 4.99 8.06 11.57 16.37 4,534 4,529 4,516 4,758 4,899 5,052 5,255
DPK 28.28 30.73 10.96 3.70 16.22 17.59 18.55 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,411
a. Giro (12.64) 12.69 42.14 12.31 147.17 111.60 22.23 221 262 346 380 547 554 423
b. Tabungan 30.17 29.51 15.06 13.13 18.01 24.53 23.74 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,654
c. Deposito 37.60 36.51 0.56 (8.60) (8.54) (8.63) 11.68 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,335
Pembiayaan 15.07 17.14 15.49 17.55 17.63 14.65 16.73 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750
FDR (%) 162.40 174.20 171.16 171.91 164.36 169.84 168.54
NPF Gross (%) 1.65 2.97 3.27 2.74 3.80 2.81 4.17
2015
Nominal (Rp Miliar)
Komponen 2014 20142015
Pertumbuhan (%, yoy)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
perbankan di Sulsel. Sementara pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya terhitung relatif masih sangat kecil, rata-
rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan di Makassar 13,06% (yoy),
sementara pertumbuhan aset 5 daerah tertinggi antara lain Luwu (58,6%; yoy), Sinjai (32,89%; yoy), Soppeng (30,8%;
yoy),Enrekang (29,14%; yoy), dan Barru (26,14%; yoy).
Tabel 4.6. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota
Kabupaten Luwu Utara merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan III 2015. Kredit di Kab.
Luwu Utara tumbuh 24,38% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 21,34% (yoy). Daerah
lain yang memiliki pertumbuhan kredit di atas 20% adalah Kabupaten Sinjai (24,26%; yoy) dan Luwu Timur (21,35%; yoy).
Namun, bila dilihat dari sisi pangsa kredit, ketiga daerah ini hanya menyumbang 3,47% dari total kredit Sulsel. Kredit
terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portofolio sebesar Rp61,07triliun atau 67,92% dari total kredit di
Sulsel. Di triwulan III 2015 ini kredit di Makassar tumbuh 11,84% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode
sebelumnya yang mencapai 10,58% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di
Kota Makassar.
Tabel 4.7. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota
Sementara dari sisi pertumbuhan penyaluran DPK, Kabupaten Sinjai tumbuh meningkat singnifikan. Kabupaten Sinjai
mencatatkan diri sebagai wilayah dengan pertumbuhan DPK tertinggi yaitu 111,28% (yoy) diikuti oleh Tana Toraja
(41,23%; yoy), Maros (39,78%; yoy), Pangkep (36,72%; yoy), dan Bantaeng (35,20%; yoy). Sementara itu, pangsa
penghimpunan DPK terbesar yaitu di Kota Makassar, mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,19% (yoy), lebih rendah dari
pertumbuhan di triwulan II 2015 sebesar 9,21% (yoy). Total DPK di Kota Makassar mencapai Rp45,89 triliun atau 63,36%
dari total DPK Sulsel sebesar Rp72,43 triliun. Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil.
Tercatat hanya ada 3 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Parepare (4,02%),Bone (3,26%), dan
Palopo (3,07%). Perbankan dapat meningkatkan potensi penghimpunan DPK di luar Makassar, dengan inovasi produk
yang menarik atau pengembangan branchless banking.
I II III IV I II III I II III IV I II III
Makassar 63,193,234 68,456,575 69,403,511 71,132,434 73,848,748 75,845,382 78,466,554 11.21% 12.22% 9.35% 12.12% 16.86% 10.79% 13.06%
Pinrang 1,378,048 1,408,966 1,443,501 1,298,572 1,404,261 1,349,728 1,508,561 13.89% 11.11% 9.53% 2.09% 1.90% -4.20% 4.51%
Gowa 1,333,884 1,469,332 1,457,978 1,371,424 1,456,946 1,602,648 1,735,899 10.66% 13.02% 10.29% 11.77% 9.23% 9.07% 19.06%
Wajo 1,872,823 1,957,611 2,014,949 1,913,810 1,925,314 1,991,624 2,215,356 14.41% 13.79% 7.44% 2.51% 2.80% 1.74% 9.95%
Bone 2,355,814 2,478,921 2,580,276 2,743,499 2,572,693 2,692,550 2,809,802 18.08% 19.34% 13.62% 14.06% 9.21% 8.62% 8.90%
Tana Toraja 1,045,636 1,111,721 1,200,044 1,180,292 1,137,758 1,218,190 1,328,488 17.08% 16.78% 14.17% 12.88% 8.81% 9.58% 10.70%
Maros 1,012,129 1,038,080 1,075,916 1,100,454 1,225,641 1,213,205 1,268,432 11.16% 7.49% 8.37% 9.21% 21.10% 16.87% 17.89%
Luwu 243,671 256,836 248,006 241,218 278,749 343,429 393,380 -0.61% 13.32% 11.14% 11.54% 14.40% 33.72% 58.62%
Sinjai 864,552 931,303 952,001 920,800 1,120,833 1,149,123 1,265,144 9.34% 13.78% 12.24% 7.97% 29.64% 23.39% 32.89%
Bulukumba 1,419,979 1,485,698 1,521,701 1,614,990 1,494,683 1,589,904 1,648,019 21.39% 15.84% 15.05% 9.74% 5.26% 7.01% 8.30%
Bantaeng 519,713 554,626 565,444 565,995 580,437 606,633 646,758 17.36% 16.32% 14.34% 10.31% 11.68% 9.38% 14.38%
Jeneponto 789,638 813,536 835,308 863,357 878,584 919,596 961,742 13.68% 11.33% 9.91% 11.81% 11.26% 13.04% 15.14%
Selayar 476,574 522,988 530,241 489,733 541,127 552,018 580,130 22.78% 24.56% 16.02% 20.61% 13.55% 5.55% 9.41%
Takalar 1,032,922 1,081,355 1,123,347 1,124,058 1,159,579 1,230,935 1,338,075 17.09% 15.47% 15.64% 11.12% 12.26% 13.83% 19.12%
Barru 631,415 637,442 694,797 706,553 720,682 740,815 876,392 16.54% 11.98% 13.25% 17.64% 14.14% 16.22% 26.14%
Sidrap 992,577 1,039,742 1,134,360 1,206,153 1,198,835 1,243,009 1,400,104 14.37% 12.74% 16.49% 20.73% 20.78% 19.55% 23.43%
Pangkep 1,015,646 985,815 1,062,605 1,011,552 1,111,143 1,061,717 1,143,839 13.01% 10.92% 10.81% -3.68% 9.40% 7.70% 7.64%
Soppeng 741,441 812,491 909,068 902,299 944,645 1,063,938 1,189,063 8.21% 12.63% 13.29% 17.84% 27.41% 30.95% 30.80%
Enrekkang 759,154 855,338 861,189 876,152 886,831 964,605 1,112,177 15.09% 18.06% 12.90% 15.12% 16.82% 12.77% 29.14%
Luwu Timur 771,774 782,208 877,836 760,727 895,955 986,298 890,271 9.19% 4.60% 8.74% 7.81% 16.09% 26.09% 1.42%
Luwu Utara 1,100,220 1,150,183 1,199,810 1,274,398 1,283,859 1,424,624 1,512,535 22.13% 17.57% 16.53% 18.85% 16.69% 23.86% 26.06%
Parepare 4,269,413 4,456,449 4,494,344 4,609,794 4,697,122 4,938,228 5,114,166 17.78% 17.77% 12.02% 5.65% 10.02% 10.81% 13.79%
Palopo 3,088,860 3,284,835 3,384,907 3,442,604 3,580,207 3,580,883 3,696,556 14.25% 15.19% 14.70% 10.93% 15.91% 9.01% 9.21%
2015
gASET - % (YOY)
Kabupaten/Kota 2014 20142015
ASET - Rp Juta
I II III IV I II III I II III IV I II III
Makassar 51,339,005 54,053,483 54,605,953 57,202,225 58,449,372 59,770,786 61,070,966 9.47% 7.48% 6.04% 11.77% 13.85% 10.58% 11.84%
Pinrang 1,249,856 1,264,142 1,286,816 1,263,434 1,210,324 1,257,828 1,307,321 12.18% 6.60% 4.75% 1.30% -3.16% -0.50% 1.59%
Gowa 1,185,818 1,257,610 1,295,780 1,292,792 1,290,086 1,356,996 1,422,694 9.85% 10.33% 9.96% 10.08% 8.79% 7.90% 9.79%
Wajo 1,654,611 1,707,624 1,704,340 1,709,338 1,710,673 1,758,469 1,761,154 11.29% 8.52% 5.47% 3.09% 3.39% 2.98% 3.33%
Bone 1,995,211 2,019,433 2,042,789 2,074,673 2,126,680 2,205,792 2,258,128 17.41% 10.71% 8.22% 7.50% 6.59% 9.23% 10.54%
Tana Toraja 865,246 894,250 904,520 911,839 903,610 928,282 949,726 16.38% 13.45% 9.41% 7.08% 4.43% 3.81% 5.00%
Maros 987,885 1,009,614 1,041,948 1,062,776 1,082,675 1,137,342 1,215,002 11.41% 8.27% 8.57% 9.36% 9.60% 12.65% 16.61%
Luwu 208,448 215,509 223,192 229,738 234,922 248,318 263,663 9.43% 9.00% 12.32% 12.60% 12.70% 15.22% 18.13%
Sinjai 852,924 872,262 883,476 900,419 1,036,999 1,066,222 1,097,804 8.10% 6.76% 5.44% 6.66% 21.58% 22.24% 24.26%
Bulukumba 1,100,470 1,142,943 1,146,980 1,166,858 1,172,101 1,222,741 1,291,757 8.37% 6.67% 7.25% 7.93% 6.51% 6.98% 12.62%
Bantaeng 499,116 521,060 532,122 543,466 559,107 582,687 616,715 19.74% 16.04% 13.32% 11.71% 12.02% 11.83% 15.90%
Jeneponto 782,364 796,730 821,830 846,776 859,893 893,649 926,728 13.70% 9.38% 9.54% 9.95% 9.91% 12.16% 12.76%
Selayar 258,359 261,319 273,267 284,956 291,130 305,451 317,218 10.80% 5.77% 6.39% 13.89% 12.68% 16.89% 16.08%
Takalar 1,015,635 1,052,448 1,075,470 1,100,046 1,114,386 1,148,274 1,203,601 18.34% 14.49% 13.85% 10.91% 9.72% 9.11% 11.91%
Barru 593,920 611,381 632,991 649,976 657,486 676,217 703,814 16.09% 11.61% 9.78% 11.50% 10.70% 10.60% 11.19%
Sidrap 980,989 1,009,458 1,051,507 1,104,850 1,135,338 1,198,286 1,248,932 17.64% 12.96% 13.05% 15.12% 15.73% 18.71% 18.78%
Pangkep 874,350 889,789 967,513 973,139 969,151 983,688 1,010,101 11.17% 10.63% 13.36% 12.02% 10.84% 10.55% 4.40%
Soppeng 634,870 647,342 660,062 678,512 707,957 738,096 775,593 4.88% 4.22% 4.79% 8.11% 11.51% 14.02% 17.50%
Enrekkang 576,703 593,161 610,207 625,347 632,834 647,567 671,580 14.56% 14.27% 12.74% 10.24% 9.73% 9.17% 10.06%
Luwu Timur 424,468 443,882 465,520 494,431 520,079 551,973 564,929 11.91% 11.57% 13.62% 17.57% 22.52% 24.35% 21.35%
Luwu Utara 1,088,647 1,121,187 1,170,893 1,206,009 1,239,634 1,360,437 1,456,400 23.84% 17.44% 15.65% 16.75% 13.87% 21.34% 24.38%
Parepare 4,044,773 4,196,144 4,244,009 4,318,282 4,420,933 4,556,238 4,695,131 18.47% 17.84% 11.81% 6.81% 9.30% 8.58% 10.63%
Palopo 2,659,891 2,755,306 2,821,428 2,920,360 2,978,330 2,967,569 3,081,776 12.88% 11.42% 10.94% 10.30% 11.97% 7.70% 9.23%
Kabupaten/Kota 2014 2014
KREDIT - Rp Juta
2015
gKREDIT - % (YOY)
2015
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 57
Tabel 4.8. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota
Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending
(LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level baik. Hampir
seluruh kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Tercatat hanya kabupaten Wajo yang memiliki
tingkat NPL sedikit di atas 5%. Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari separuh daerah merupakan daerah
lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 14 Kabupaten/Kota yang memiliki LDR di atas 100% yaitu
Makassar, Pinrang, Gowa, Maros, Luwu, Sinjai, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Sidrap, Pangkep, Luwu Utara, Parepare, dan
Palopo. Untuk perbankan yang berlokasi di 14 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan
DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 100%, masih
memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan.
Tabel 4.9. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota
I II III IV I II III I II III IV I II III
Makassar 38,444,057 40,202,526 42,418,354 44,363,230 42,932,358 43,906,451 45,891,183 10.07% 13.44% 11.27% 8.01% 11.67% 9.21% 8.19%
Pinrang 760,396 801,186 870,317 869,725 811,798 852,610 942,380 15.71% 12.70% 17.47% 6.47% 6.76% 6.42% 8.28%
Gowa 1,053,497 1,184,727 1,209,472 1,172,086 1,177,269 1,297,704 1,372,836 2.52% 14.60% 19.05% 20.97% 11.75% 9.54% 13.51%
Wajo 1,624,206 1,713,045 1,767,127 1,739,434 1,747,744 1,879,970 2,066,062 15.45% 19.59% 10.47% 8.80% 7.61% 9.74% 16.92%
Bone 1,982,879 2,061,530 2,165,411 2,183,934 2,152,597 2,282,034 2,357,929 15.50% 17.37% 10.73% 12.37% 8.56% 10.70% 8.89%
Tana Toraja 977,207 1,019,270 859,224 1,036,690 1,075,740 1,146,823 1,213,516 16.80% 14.77% -9.26% 12.88% 10.08% 12.51% 41.23%
Maros 724,848 770,000 764,615 733,908 1,083,324 1,003,166 1,068,595 3.26% 16.32% 8.77% 11.08% 49.46% 30.28% 39.76%
Luwu 206,096 238,657 222,801 125,839 241,214 324,626 252,387 -1.68% 16.70% 14.38% 43.39% 17.04% 36.02% 13.28%
Sinjai 429,279 443,310 492,960 570,987 655,968 913,535 1,041,542 -14.79% -11.12% 16.75% 8.61% 52.81% 106.07% 111.28%
Bulukumba 1,165,322 1,260,349 1,298,810 1,258,031 1,355,908 1,379,750 1,399,517 20.04% 21.66% 13.52% 10.57% 16.35% 9.47% 7.75%
Bantaeng 338,046 393,348 373,800 355,712 409,647 431,000 505,393 0.03% 11.40% 1.57% 14.38% 21.18% 9.57% 35.20%
Jeneponto 395,043 486,577 508,578 414,258 504,163 604,097 670,170 14.46% 30.22% 37.32% 23.87% 27.62% 24.15% 31.77%
Selayar 444,986 484,146 484,954 434,831 495,356 512,310 530,937 24.21% 25.38% 16.81% 16.75% 11.32% 5.82% 9.48%
Takalar 341,318 356,206 376,936 438,929 386,664 398,499 440,658 14.99% 15.69% 13.34% 0.04% 13.29% 11.87% 16.91%
Barru 570,160 589,408 636,242 601,846 670,709 696,718 810,731 18.62% 17.97% 15.18% 15.51% 17.64% 18.21% 27.42%
Sidrap 698,228 771,196 823,683 819,416 917,739 926,559 1,113,253 13.17% 22.98% 17.96% 26.06% 31.44% 20.15% 35.16%
Pangkep 746,226 716,789 738,304 843,764 1,001,816 946,210 1,009,420 6.19% -0.30% -1.10% -4.50% 34.25% 32.01% 36.72%
Soppeng 685,880 756,247 828,286 749,967 890,907 1,004,401 1,107,310 8.34% 14.91% 13.72% 18.39% 29.89% 32.81% 33.69%
Enrekkang 685,666 808,593 801,073 761,391 840,342 835,730 1,048,176 26.95% 28.33% 19.05% 20.48% 22.56% 3.36% 30.85%
Luwu Timur 737,025 753,966 802,329 666,715 855,220 954,231 839,837 10.02% 5.43% 5.28% -1.29% 16.04% 26.56% 4.67%
Luwu Utara 801,562 886,464 909,699 918,436 1,017,692 1,160,131 1,162,034 22.03% 31.46% 29.35% 28.66% 26.96% 30.87% 27.74%
Parepare 2,222,365 2,400,925 2,534,938 2,579,445 2,613,764 2,813,141 2,909,004 16.40% 20.09% 18.14% 9.36% 17.61% 17.17% 14.76%
Palopo 2,127,461 2,303,426 2,451,413 2,473,589 2,582,006 2,597,787 2,680,471 18.51% 24.44% 21.44% 13.00% 21.37% 12.78% 9.34%
Kabupaten/Kota 2014 2014
DPK - Rp Juta gDPK - % (YOY)
2015 2015
I II III IV I II III I II III IV I II III
Makassar 3.31% 3.81% 3.79% 3.38% 3.62% 3.41% 4.55% 133.54% 134.45% 128.73% 128.94% 136.14% 136.13% 133.08%
Pinrang 2.24% 2.30% 2.09% 1.33% 1.79% 1.49% 1.20% 164.37% 157.78% 147.86% 145.27% 149.09% 147.53% 138.73%
Gowa 2.46% 2.53% 2.86% 2.80% 3.54% 2.89% 1.78% 112.56% 106.15% 107.14% 110.30% 109.58% 104.57% 103.63%
Wajo 2.06% 2.45% 4.02% 3.77% 4.35% 5.63% 5.80% 101.87% 99.68% 96.45% 98.27% 97.88% 93.54% 85.24%
Bone 3.93% 3.89% 3.94% 2.66% 3.06% 3.12% 3.14% 100.62% 97.96% 94.34% 95.00% 98.80% 96.66% 95.77%
Tana Toraja 0.69% 1.02% 0.95% 0.62% 0.93% 1.06% 0.73% 88.54% 87.73% 105.27% 87.96% 84.00% 80.94% 78.26%
Maros 0.73% 1.04% 1.01% 0.78% 0.81% 0.70% 0.56% 136.29% 131.12% 136.27% 144.81% 99.94% 113.38% 113.70%
Luwu 0.56% 0.55% 0.60% 0.42% 0.22% 0.26% 0.30% 101.14% 90.30% 100.18% 182.57% 97.39% 76.49% 104.47%
Sinjai 2.50% 2.46% 2.21% 1.65% 2.17% 2.08% 1.72% 198.69% 196.76% 179.22% 157.70% 158.09% 116.71% 105.40%
Bulukumba 2.67% 2.89% 3.18% 2.00% 1.96% 2.15% 2.07% 94.43% 90.68% 88.31% 92.75% 86.44% 88.62% 92.30%
Bantaeng 1.19% 1.07% 1.21% 0.92% 1.26% 0.94% 0.70% 147.65% 132.47% 142.35% 152.78% 136.49% 135.19% 122.03%
Jeneponto 3.38% 3.27% 2.95% 2.19% 2.70% 2.37% 1.64% 198.05% 163.74% 161.59% 204.41% 170.56% 147.93% 138.28%
Selayar 0.39% 0.47% 0.71% 0.51% 0.53% 0.39% 0.26% 58.06% 53.98% 56.35% 65.53% 58.77% 59.62% 59.75%
Takalar 2.65% 2.61% 2.19% 2.44% 3.42% 2.99% 2.22% 297.56% 295.46% 285.32% 250.62% 288.21% 288.15% 273.14%
Barru 2.32% 2.40% 1.97% 1.45% 1.41% 1.32% 0.96% 104.17% 103.73% 99.49% 108.00% 98.03% 97.06% 86.81%
Sidrap 2.04% 2.01% 2.07% 1.64% 1.84% 2.13% 2.22% 140.50% 130.90% 127.66% 134.83% 123.71% 129.33% 112.19%
Pangkep 2.27% 2.08% 1.73% 1.44% 1.67% 1.50% 1.23% 117.17% 124.14% 131.05% 115.33% 96.74% 103.96% 100.07%
Soppeng 1.20% 1.05% 1.02% 0.74% 0.86% 1.00% 0.71% 92.56% 85.60% 79.69% 90.47% 79.46% 73.49% 70.04%
Enrekkang 0.83% 1.16% 1.02% 0.74% 1.10% 1.25% 1.12% 84.11% 73.36% 76.17% 82.13% 75.31% 77.49% 64.07%
Luwu Timur 1.97% 1.83% 1.66% 1.64% 1.58% 1.08% 1.09% 57.59% 58.87% 58.02% 74.16% 60.81% 57.84% 67.27%
Luwu Utara 1.21% 1.35% 1.23% 0.85% 1.19% 1.00% 0.89% 135.82% 126.48% 128.71% 131.31% 121.81% 117.27% 125.33%
Parepare 4.76% 5.02% 5.65% 5.24% 4.64% 4.30% 4.01% 182.00% 174.77% 167.42% 167.41% 169.14% 161.96% 161.40%
Palopo 4.13% 4.64% 4.57% 3.96% 4.06% 3.10% 3.01% 125.03% 119.62% 115.09% 118.06% 115.35% 114.23% 114.97%
Kabupaten/Kota 2014 2014
NPL - % LDR - %
2015 2015
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi12 Daerah
Pada triwulan III 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi pada
triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp19,62 triliun, dengan pangsa terbesar 49,1% terdapat di sektor perdagangan. Adapun
porsi kredit yang ditujukan pada sektor penyumbang utama PDRB yaitu sektor pertanian masih relatif kecil tercatat
0,76%. Rendahnya porsi sektor pertanian menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama masih berada di
bawah kapasitas potensialnya (Grafik 4.5).
Kredit korporasi tercatat tumbuh 17,26% (yoy), mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya 16,16% (yoy). Percepatan pertumbuhan kredit tersebut, didorong oleh percepatan pertumbuhan di tiga
sektor utama yaitu Industri Pengolahan (27,72%; yoy), Perdagangan (14,35%; yoy), dan Jasa Dunia Usaha (18,41%, yoy).
Sementara kredit di sektor konstruksi yang merupakan 23,46% penyumbang kredit korporasi mengalami perlambatan
pertumbuhan dari 34,97% (yoy) ditriwulan II 2015 menjadi 29,97% (yoy) di periode pelaporan. Selain keempat sektor
tersebut, sektor lain yang mengalami pertumbuhan positif adalah sektor LGA (90,55%; yoy) dan sektor jasa sosial
masyarakat (73,55%; yoy). Di sisi lain, terdapat empat sektor yang mengalami pertumbuhan negatif di triwulan laporan
yaitu pertanian (-22,59%; yoy), Pertambangan (-33,25%), Pengangkutan (-27,13%; yoy), dan Lain-lain (-28,59%; yoy).
Grafik 4.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Dari sisi kualitas, kredit korporasi mengalami penurunan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat 7,81% lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
4,62% (Grafik 4.7). Penurunan kualitas kredit disebabkan oleh melonjaknya kredit bermasalah di sektor industri
pengolahan. NPL di sektor ini melonjak dari 2,67% di triwulan II 2015 menjadi 36,29% di periode pelaporan. Selain itu,
masih tingginya NPL di sektor pertambangan (20,30%) sebagai dampak dari kebijakan hilirisasi Minerba atau larangan
ekspor bijih mineral ditambah dengan meningkatnya NPL di sektor perdagangan (4,02%) yang merupakan sektor dengan
pangsa kredit korporasi terbesar, menambah tekanan kredit bermasalah di kelompok kredit korporasi. Di sisi lain,
perbaikan kualitas kredit di sektor konstruksi, pengangkutan, jasa dunia usaha, jasa sosial masyarakat, dan lain-lain
menahan NPL kredit korporasi tidak bergerak lebih tinggi.
Grafik 4.7. NPL Kredit Korporasi
12Bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 59
Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami percepatan pertumbuhan,
terutama dana yang cenderung mahal (deposito). DPK sektor korporasi pada triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp5,47
triliun atau tumbuh 24,12% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (18,28%, yoy). Percepatan
tersebut terutama didorong oleh percepatan pertumbuhan Deposito. Komponen deposito meningkat dari 8,72% (yoy) di
triwulan II 2015 menjadi 10,76% (yoy) di triwulan laporan. Kecenderungan korporasi menyimpan di komponen deposito
(simpanan berjangka), mengindikasikan kondisi likuiditas korporasi dalam kondisi baik. Di sisi lain, komponen tabungan
kembali mengalami kontraksi -15,63% (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -12,26% (yoy).
Sedangkan Giro mengalami kenaikan pertumbuhan dari 32,59% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 44,78% (yoy) di triwulan
laporan.
Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik 4.10. Komposisi DPK Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah
tangga pada triwulan III 2015. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp37,65triliun, kredit
multiguna dan KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 50%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit
rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun
kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.11). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit
bukan lapangan usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.
Grafik 4.11. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mulai menunjukkan peningkatan setelah dua periode sebelumnya
melambat, seiring dengan pelonggaran ketentuan loan to value (LTV). Di triwulan III 2015, kredit sektor rumah tangga
tumbuh 6,34% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat 4,26% (yoy). Peningkatan terjadi di jenis kredit
kepemilikan rumah (KPR) dan kepemilikan kendaraan bermotor (KKB). Peningkatan KPR didorong oleh peningkatan
pertumbuhan di kredit kepemilikan rumah tipe 22 s.d. 70, rumah apartemen tipe 21, dan kredit kepemilikan ruko-rukan
(lihat Boks 4.A). Sementara peningkatan KKB didorong oleh pertumbuhan kredit kepemilikan sepeda motor. Sementara
kredit mobil roda 4, kredit kepemilikan truk, dan kredit kepemilikan kendaraan bermotor lainnya masih menunjukkan
pertumbuhan negatif di periode pelaporan. Di sisi lain, kredit multiguna yang merupakan kredit dengan share kredit
rumah tangga terbesar mengalami perlambatan dari 37,37% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 36,28% (yoy) di triwulan
pelaporan (Grafik 4.12).
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga
memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Secara umum, rasio NPL tercatat menurun dari 2,14% menjadi 2,09% pada
triwulan laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi (4,28%) masih berada pada batas aman. Berdasarkan kondisi ini,
dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan III 2015 (Grafik 4.13).
Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.13. NPL Kredit Rumah Tangga
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga tumbuh stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
DPK sektor rumah tangga tercatat tumbuh 11,83% (yoy) pada triwulan III 2015, relatif stabil dibandingkan triwulan II 2015
yang tumbuh 11,58% (yoy). Dilihat per komponennya, pertumbuhan DPK rumah tangga terutama didorong oleh
pertumbuhan komponen tabungan sementara komponen giro dan deposito tumbuh melambat. Tabungan rumah tangga
tumbuh 9,12% (yoy) pada triwulan III 2015, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,59% (yoy).
Sementara komponen giro dan deposito mengalami perlambatan masing-masing dari 10,14% (yoy) dan 18,04% (yoy)
pada triwulan II 2015 menjadi 10,13% (yoy) dan 11,83% (yoy) pada triwulan laporan. Secara komposisi, DPK rumah tangga
masih didominasi oleh tabungan (50,34%) diikuti oleh deposito (31,45%) dan giro (5,05%).
Grafik 4.13. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.14. Komposisi DPK Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei
Konsumen Bank Indonesia pada September 2015, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan III 2015 masih
digunakan untuk konsumsi (63,00%), lebih tinggi dari porsi konsumsi triwulan sebelumnya yang tercatat 58,77%. Di sisi
lain, porsi pendapatan untuk tabungan dan cicilan mengalami penurunan masing-masing dari 22,72% dan 18,45% di
triwulan II 2015 menjadi 21,88% dan 15,11% di triwulan laporan. Meningkatnya porsi konsumsi disebabkan pada triwulan
ini terdapat rangkaian perayaan hari besar keagamaan (Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha).
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 61
Grafik 4.15. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw II - 2015 Grafik 4.16 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw III - 2015
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit kepada UMKM pada triwulan III 2015 tumbuh stabil. Kredit UMKM di triwulan III tercatat sebesar
Rp28,5triliun, tumbuh 6,47% (yoy) relatif stabil dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 6,84% (yoy). Pangsa
kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,32%. Dari nilai tersebut, sekitar 68,0% merupakan kredit UMKM
yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM
sedikit berada di atas batas aman (5,0%) yaitu tercatat 5,41% pada triwulan III 2015, dan sedikit meningkat dibandingkan
NPL pada triwulan sebelumnya 5,14% (Grafik 4.17). Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor pertambangan,
konstruksi, jasa dunia usaha dan industri pengolahan perlu mendapatkan perhatian khusus agar NPL dapat ditekan
menurun ke bawah batas aman.
Grafik 4.17. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.18. Pangsa Kredit UMKM
Peningkatan dan pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan
dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulsel berupaya memberikan dan
memfasilitasi kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa
keuangan, serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar gemar menabung dan melakukan pengelolaan
keuangan. Pada tanggal 5-6 Agustus 2016 telah dilakukan edukasi keuangan, elektronifikasi, dan keuangan inklusif kepada
pelaku UMKM dan petugas penyuluh lapangan di kabupaten Luwu sebanyak 85 orang. Selain itu, Bank Indonesia juga
melakukan edukasi kepada masyarakat di lingkungan pendidikan, seperti kepada mahasiswa Universitas Andi Djemma
Palopo pada tanggal 29 Juli 2015 sebanyak 180 orang. Disamping itu, Bank Indonesia terus mendorong dan mendukung
kegiatan perbankan melalui program Layanan Keuangan Digital (LKD) agar seluruh masyarakat dapat memperoleh
layanan keuangan dengan aman, terjangkau, dan efisien.
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan
laporan rasio tersebut tercatat 147,8%. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk
angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun
akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan.Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio
yang tinggi seperti Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Tana Toraja memiliki rasio
yang cukup rendah.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk
angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota
terkecuali Parepare, Makassar,dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan usaha
yang didukung sektor perbankan oleh wirausaha baru, ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada debitur lama.
*) Menggunakan Tenaga Kerja Agustus 2015
*) Menggunakan Data Tenaga Kerja Agustus 2015
Grafik 4.11. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.2. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 63
Boks 4.A. Dampak Ketentuan LTV Terhadap Perkembangan KPR di Sulawesi Selatan
Setelah dua tahun lebih ketentuan LTV diterbitkan13
, hasil asesmen untuk wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
memperlihatkan bahwa ketentuan ini telah berdampak menurunkan angka pertumbuhan pembiayaan di sektor properti,
sebagaimana tercermin pada melambatnya angka pertumbuhan KPR. Sebagaimana sasaran awal yang diinginkan, angka
pertumbuhan KPR tipe besar (>70) yang sebelum ketentuan ini efektif diberlakukan (15 Juni 2012) masih tercatat relatif
tinggi 85,38% (yoy) pada Mei 2012, mengalami penurunan menjadi 81,27% pada Juli 2012. Penurunan terus berlanjut
hingga mencapai angka pertumbuhan terendah 14,34% (yoy) pada Juni 2013 atau setahun setelah ketentuan ini berjalan
efektif (lihat grafik 4.A.1).
Grafik 4.A.1 Perkembangan Kredit Properti di Sulawesi Selatan
Dari Grafik 4.A1 terlihat, bersamaan dengan penurunan angka pertumbuhan KPR tipe besar, pada periode yang sama
juga terjadi penurunan angka pertumbuhan pada KPR tipe menengah dan kecil. Bahkan pada KPR tipe kecil (sd. Tipe 21)
sejak Agustus 2012 mengalami pertumbuhan negatif 30,51% (yoy), yang kemudian berlanjut ke September 2012
tumbuh negatif 27,64% (yoy). Kondisi demikian terus berjalan hingga mencapai angka pertumbuhan negatif terendah
44,71% (yoy) pada Mei 2013.
Sementara disisi lain, kebutuhan rumah hunian di Sulawesi Selatan khususnya untuk tipe kecil terus meningkat, seiring
dengan semakin bertambahnya penduduk. Kondisi demikian menyebabkan backlog perumahan di Sulawesi Selatan
semakin bertambah. Fenomena seperti ini tampaknya juga dialami wilayah lain, sehingga secara nasional backlog
perumahan juga semakin bertambah.14
Melihat kondisi demikian, melalui Peraturan Menteri Perumahan Rakyat RI Nomor 27 tanggal 8 Oktober 201215
,
pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Melalui kebijakan ini
pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah yang ingin mendapatkan KPR. Setelah
sebelas bulan berjalan, angka pertumbuhan KPR tipe kecil pada September 2013 melonjak sangat fantastis menjadi
186,19% (yoy), dari angka pertumbuhan pada triwulan II (Juni 2013) tercatat negatif 21,46% (yoy). Pada bulan yang
sama, angka pertumbuhan KPR tipe menengah juga meningkat signifikan menjadi 35,52% (yoy) dari angka pertumbuhan
26,76% (yoy) pada Juni 2013. Sedangkan peningkatan angka pertumbuhan KPR tipe besar tidak setinggi kedua tipe
lainnya, yaitu naik menjadi 19,01% (yoy) dari 14,34% (yoy) pada Juni 2013. Kenaikan angka pertumbuhan yang sangat
signifikan terutama pada KPR tipe kecil dan menengah, memunculkan dugaan adanya pergeseran (shifting) minat
pembelian KPR dari rumah tipe besar ke rumah tipe kecil dan menengah.
Namun, tren peningkatan angka pertumbuhan KPR tipe kecil dan menengah tersebut secara perlahan mengalami
penurunan. Pada periode yang sama tren penurunan angka pertumbuhan juga terjadi pada KPR tipe besar, setelah Bank
13 Ketentuan LTV pertama kali dikeluarkan melalui SE BI No.14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 yang mulai berlaku efektif per 15 Juni 2012. Setelah itu, BI menerbitkan SE No.14/33/DPbS tgl. 27 November 2012 mengenai FTV untuk Bank Umum Syariah. Kemudian kedua ketentuan tersebut disempurnakan melalui SE No.15/40/DKMP tanggal 24 September 2013. Selanjutnya, ketentuan tersebut dicabut melalui PBI No.17/10/PBI/2015 tanggal 18 Juni 2015. Berbeda dengan ketentuan-ketentuan sebelumnya, ketentuan baru ini bersifat melonggarkan ketentuan LTV. 14 Menurut data Kementerian Perumahan Republik Indonesia, backlog perumahan sampai dengan 2010 secara nasional sebanyak 13,6 juta unit dan setiap tahun terdapat tambahan backlog rumah sebanyak 400.000 unit. 15 Ketentuan ini kemudian diubah melalui Peraturan Menteri Perumahan Rakyat RI Nomor 3 Tahun 2014 tanggal 24 April 2014 tentang Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dalam rangka mendorong pengadaan perumahan melalui kredit/pembiayaan pemilikan rumah sejahtera.
-100
-50
0
50
100
150
200
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2012 2013 2014 2015
Total KPR Rumah Tipe Menengah(Tipe 22 s.d. 70)
Rumah Tangga Tipe Besar (> 70) Rumah Tangga Tipe Kecil (s.d. Tipe 21) - rhs
LTV Tahap I
LTV Tahap II
LTV Tahap III
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Indonesia kembali menyempurnakan ketentuan LTV pada 24 September 2013. Namun tampaknya penurunan angka
pertumbuhan KPR ini juga tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian domestik yang mengalami perlambatan.
Tren penurunan KPR untuk seluruh tipe terus berlanjut, hingga pada Mei 2015 untuk KPR tipe kecil hanya tumbuh 3,99%
(yoy), sementara KPR tipe menengah tumbuh 8,81% (yoy) dan KPR tipe besar tumbuh 4,63% (yoy).
Dalam rangka mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan, agar perekonomian nasional tetap berada pada
momentum yang positif, pada 18 Juni 2015 Bank Indonesia melonggarkan ketentuan LTV. Setelah tiga bulan ketentuan
LTV berjalan, angka pertumbuhan KPR tipe besar pada September 2015 masih tertahan di 4,13% (yoy), sementara untuk
KPR tipe menengah 6,52% (yoy) dan KPR tipe kecil 1,21% (yoy). Masih rendahnya angka pertumbuhan KPR dikarenakan
pengembang kurang tertarik membangun rumah, yang antara lain disebabkan harga material dan tanah terus
meningkat, sementara disisi lain harga rumah yang mendapat pembiayaan FLPP sudah ditentukan oleh pemerintah.
Pertumbuhan KPR yang melambat dikonfirmasi oleh hasil survei Bank Indonesia, sebagaimana yang tercermin dari
melambatnya angka pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR). Pada triwulan III-2015 indeks tumbuh
14,50% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya 14,79% (yoy). Penurunan pertumbuhan indeks terutama
dikarenakan pertumbuhan indeks rumah tipe besar turun relatif dalam menjadi 7,59% (yoy), dari triwulan sebelumnya
11,44% (yoy). Sedangkan untuk tipe menengah dan tipe kecil masing-masing tumbuh 14,43% (yoy) dan 21,50% (yoy).
Grafik 4.A.2 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
Secara nominal outstanding KPR perbankan di Sulawesi Selatan per September 2015 tercatat sebesar Rp13,01 triliun, atau
14,47% terhadap total kredit yang disalurkan perbankan di Sulawesi Selatan sebesar Rp89,91 triliun (lihat Tabel 4.A.1).
Kinerja KPR perbankan secara umum tergolong baik, sebagaimana tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang
masih dalam batas wajar 4,28%. KPR untuk tipe menengah mencatat NPL paling tinggi 4,33%, sedangkan NPL untuk KPR
tipe besar dan tipe kecil masing-masing 3,84% dan 3,83%.
Meskipun secara indikator pangsa KPR relatif kecil dan memiliki kinerja yang tergolong baik, namun dari pengalaman
krisis 1997 dan krisis yang terjadi di beberapa negara memberikan pelajaran, bahwa penyaluran kredit ke sektor properti
yang terlalu besar perlu terus dicermati, karena berpotensi menimbulkan berbagai risiko. Selain itu, perkembangan harga
rumah yang tidak terkendali (bubble) juga dapat memunculkan risiko bagi sektor perbankan dan stabilitas keuangan.
Grafik 4.A.3. Perkembangan NPL Kredit Properti
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoy
Umum Kecil Menengah Besar
LTV Tahap I
LTV Tahap II
LTV Tahap II
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
8,0%
9,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015
Tipe Kecil (s.d. Tipe 21) Tipe Menengah(Tipe 22 s.d. 70)
Tipe Besar (> 70) Total KPR
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 65
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang
Perkembangan kinerja sistem pembayaran melambat pada triwulan III
2015, mengikuti siklus perekonomian Sulsel. Transaksi keuangan non-tunai
melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan
yang menurun. Namun disisi lain, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan di triwulan III
2015. Sementara di sisi layanan uang tunai terjadi net outflow yang
meningkat signifikan. Faktor musiman tampaknya telah memengaruhi
pergerakan aliran uang kartal pada triwulan lII 2015, karena kebutuhan
uang untuk transaksi meningkat seiring adanya perayaan Idul Fitri di
triwulan laporan.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, langkah Bank
Indonesia dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus
dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia
melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise,
pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang
rupiah.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Pada triwulan III 2015, transaksi non tunai melalui sistem RTGS masih tumbuh negatif. Secara total, nilai transaksi BI-
RTGS Sulsel pada Triwulan III 2015 sebesar Rp63,19 triliun tumbuh -11,97% (yoy) lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan di triwulan sebelumnya -1,76% (yoy). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran
transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp40,38 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang
keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp19,34 triliun, maupun dari aliran transaksi
antarbank yang terdapat di Sulsel (from-to) sebesar Rp3,48 triliun.
Pada triwulan III 2015, aliran dana masuk (RTGS-To) mengalami percepatan sementara aliran dana keluar (RTGS-From)
dan aliran dana antar wilayah (RTGS-From/To) mengalami perlambatan pertumbuhan. Transaksi RTGS-To tercatat
tumbuh 5,99% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat -2,92% (yoy). Sementara
transaksi RTGS-From dan RTGS-From/To tercatat mengalami perlambatan, secara berurut dari 26,71% (yoy) dan -56,25%
(yoy) di triwulan II 2015 menjadi -14,88% (yoy) dan -68,29% (yoy) pada triwulan III 2015.
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel)
Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring
Kegiatan kliring pada triwulan III 2015 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun
jumlah warkat (Tabel 5.1). Jumlah warkat yang dikliringkan pada periode laporan tercatat sebanyak 297 ribu lembar
dengan nominal sebesar Rp11,36 triliun. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami peningkatan pertumbuhan
mencapai 16,9% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 9,1% (yoy).
Peningkatan ini juga terindikasi dari pertumbuhan nominal rata-rata perputaran harian transaksi kliring dari 7,33% (yoy)
menjadi 18,87% (yoy) di angka Rp0,19 triliun.
Jumlah tolakan kliring relatif stabil. Secara nominal, total tolakan kliring meningkat pertumbuhannya dari -35,53% (yoy)
di triwulan II 2015 menjadi -5,52% (yoy) di periode laporan. Sementara rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring
Debet Penyerahan) pada triwulan III 2015 tidak berubah atau sama dengan triwulan sebelumnya 2,24%.
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp TriliunRTGS From
gRTGS From - Skala Kanan
(80)(60)(40)(20)020406080100120
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
RTGS From-To gRTGS From-To - Skala Kanan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp TriliunRTGS To gRTGS To - Skala Kanan
(50)
0
50
100
150
200
250
300
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 67
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.2. Pengelolaan Uang Tunai
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan III 2015 menunjukkan net outflow. Aliran uang masuk (inflow)
pada triwulan laporan sebesar Rp4,82 triliun, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3,78 triliun atau secara
triwulanan meningkat 27,50% (Grafik 5.4). Sementara, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami
peningkatan dari Rp3,70 triliun pada triwulan II 2015 menjadi Rp4,93 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5). Hal ini
mengindikasikan transaksi kegiatan ekonomi masyarakat yang dilakukan dengan menggunakan uang tunai meningkat di
periode laporan.
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Aliran Uang Kartal Inflow
Grafik 5.7. Selisih Inflow dan Outflow
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet
Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 9.30 9.44 9.47 10.14 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49 11.36
- Lembar (ribuan) 281 284 285 295 284 286 281 290 260 266 261 281 262 285 297
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan
Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 0.15 0.15 0.15 0.16 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19
- Lembar (ribuan) 4.47 4.50 4.53 4.68 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67 4.87
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong
(terhadap Kliring Debet Penyerahan)
- Nominal (%) 2.38 2.63 2.34 2.16 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56 2.60 2.58 2.24 2.24
- Lembar (%) 2.28 2.59 2.45 2.37 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30 1.84 2.10 2.15 2.06
2013URAIAN
2012 2014 2015
(50)
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan
(1,0)
(0,5)
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015
Rp Triliun
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia senantiasa menyelenggarakan layanan penukaran uang demi menjaga ketersediaan uang layak edar
(ULE) di masyarakat. Dalam rangka persiapan menjelang pembangunan gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan, sejak tanggal 28 April 2015, Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar
kantor. Pelayanan tersebut telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasi 09.00 s.d.
13.00 WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling keluar Kota
Makassar juga telah dilakukan di Kabupaten Bulukumba, tepatnya di Kelurahan Hila-Hila, Kecamatan Kajang dan
Kelurahan Tanah Beru, Kecamatan Bontohari.
Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sulsel dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan III 2015, telah
dilakukan sebanyak 2 (dua) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu Papua Barat (Juli
2015) dan Sulawesi Barat (September 2015). Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
(UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp0,72 triliun, menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp0,94 triliun (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar yang mendominasi peredaran uang palsu ditemukan sebanyak 168 lembar pada triwulan III 2015.
Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp100.000 (60%), diikuti
Rp50.000 (37%) dan pecahan lainnya sebesar (3%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu
sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah secara berkelanjutan.
Grafik 5.8. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.9. Temuan Uang Palsu
Grafik 5.10. Temuan Uang Palsu Per Nominal
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 69
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,95% (Agustus
2015) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 2014 (5,10%),
sementara tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani
(NTP) hingga triwulan III 2015 terpantau membaik dibandingkan triwulan II
2014.
Sedangkan jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014
menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase
penduduk miskin di Sulsel (9,5%), relatif lebih baik dibandingkan Sulampua
maupun nasional.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
6.1. Tenaga Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel
mencapai 5,95% (Agustus 2015) lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama 2014 (Agustus 2014).
Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel
naik dari 188.765 ribu orang per Agustus 2014 menjadi
220.636 ribu orang per Agustus 2015. Persentase
pengangguran kelihatan lebih tinggi, karena juga terjadi
penurunan jumlah angkatan kerja sebesar 9.673 orang
atau turun -0,26% dibandingkan periode yang sama
2014.
Tabel6.1. PendudukUsia 15 TahunKeAtasMenurutKegiatanUtama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sektor pertanian menyerap tenaga kerja paling banyak. Pada periode Agustus 2015, sektor pertanian menyerap 41,73%
dari total tenaga kerja atau 1,45 juta orang. Angka ini turun -1,36% dibandingkan periode yang sama 2014. Selain sektor
pertanian, penurunan jumlah tenaga kerja juga terjadi di sektor Jasa dari 703,9 ribu menjadi 616,3 ribu di Agustus 2015.
Di sisi lain, tenaga kerja di sektor Industri, Perdagangan, dan Lainnya mengalami peningkatan masing-masing 14,10%
(yoy), 2,17% (yoy) dan 4,85% (yoy).
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurun, dikarenakan kenaikan jumlah angkatan kerja yang
bekerja lebih rendah dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK turun dari 62,0% pada Agustus 2014 menjadi
60,9% pada Agustus 2015. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2015 mencapai 3,70 juta orang, lebih rendah dari periode
yang sama di tahun 2014 sejumlah 3,72 juta orang. Secara sektoral, penurunan TPAK diperkirakan terjadi karena
penurunan angkatan kerja di sektor pertanian dan sektor jasa. Sementara itu, hasil Survei Konsumen Bank Indonesia
untuk ketersediaan lapangan kerja, menunjukkan hasil serupa. Rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan
Kerja Saat Ini (IKLK) menurun -27,81% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6), juga
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya -30,50% (yoy).
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus
2014 2015
Angkatan Kerja 3,715,801 3,706,128
a. Bekerja 3,527,036 3,485,492
b. Pengangguran 188,765 220,636
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.0% 60.9%
Tingkat Pengangguran Terbuka 5.10% 5.95%
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1,474,491 41.81% -3.14% 1,454,451 41.73% -1.36%
Industri 202,003 5.73% -2.81% 230,495 6.61% 14.10%
Perdagangan 673,726 19.10% -10.38% 688,331 19.75% 2.17%
Jasa 703,903 19.96% -14.91% 616,355 17.68% -12.44%
Lainnya 472,913 13.41% -1.89% 495,860 14.23% 4.85%
Total 3,527,036 100.00% -6.68% 3,485,492 100.00% 1.19%
KEGIATAN UTAMAAgustus 2014 Agustus 2015
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 71
6.2. Penduduk Miskin16
Berdasarkan data Maret 2015, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulsel per Maret 2015 tercatat sebanyak 797
ribu orang atau 9,35% dari total penduduk, menurun dibanding periode yang sama 2014. Jumlah penduduk miskin di
Sulsel mengalami penurunan dari 864 ribu orang di Maret 2014 menjadi 797 ribu orang di Maret 2015, atau turun -7,70%
(yoy). Persentase tersebut turun seiring dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah
penduduk miskin kota mengalami penurunan -9,89% (yoy) menjadi 146 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga terjadi
pada penduduk pedesaan yang mengalami penurunan -7,20% (yoy), menjadi 651 ribu orang (Grafik 6.3). Sebagian besar
penduduk miskin terdapat di pedesaaan (81,65%), sedangkan 18,35% lainnya terdapat di perkotaan.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi Maret 2015
Peningkatan garis kemiskinan terjadi di periode Maret 2015 baik di kota maupun di desa. Peningkatan tersebut sejalan
dengan peningkatan inflasi pada Maret 2015 menjadi 7,13% (yoy). Tingginya inflasi didorong oleh tekanan kenaikan harga
pada seluruh kelompok barang dan jasa, sebagai dampak dari base effect pasca kenaikan harga BBM di akhir 2014.
Meskipun angka garis kemiskinan meningkat, namun pada periode yang sama diperkirakan telah terdapat lonjakan
pendapatan, sehingga masyarakat yang semula berada di garis kemiskinan, beralih ke kelompok tidak miskin. Hal ini
diantaranya dikonfirmasi oleh peningkatan NTP petani. Dengan demikian rasio penduduk miskin menurun dibandingkan
periode yang sama 2014.
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan
provinsi lain se-Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (9,39%)
setelah Provinsi Maluku Utara (6,84%) dan Sulawesi Utara (8,65%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk
miskin tertinggi di Sulampua tercatat 28,17% terdapat di Provinsi Papua.
Tabel 6.4. PerkembanganKemiskinan di KawasanTimur Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
16BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Mar-14 Sep-14 Mar-15
Kota 221,892 235,488 240,276 246,416 264,163 8.29% 4.64% 9.94% 5.88% 3.72% 7.13%
Desa 192,161 207,023 211,271 219,109 240,175 9.94% 5.84% 13.68%
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulut 59.18 149.05 208.23 5.51 11.41 8.75 60.08 137.48 197.56 5.57 10.47 8.3 60.71 147.83 208.54 5.52 11.27 8.65
Sulteng 67.08 325.57 392.65 9.77 15.27 13.93 71.65 315.41 387.06 10.35 14.66 13.6 77.97 343.66 421.63 10.93 15.9 14.66
Sulsel 162.49 701.81 864.30 5.22 13.25 10.28 154.40 651.95 806.35 4.93 12.25 9.5 146.42 651.3 797.72 4.61 12.23 9.39
Sultra 48.25 294.01 342.26 7.06 16.78 14.05 45.79 268.30 314.09 6.62 15.17 12.8 52.06 269.82 321.88 7.24 15.19 12.9
Gorontalo 25.21 168.96 194.17 6.6 23.10 17.44 23.88 171.22 195.10 6.24 23.21 17.4 25.37 181.48 206.85 6.48 24.62 18.32
Sulbar 26.31 127.58 153.89 9.16 13.19 12.27 29.87 124.82 154.69 9.99 12.67 12.1 27.39 133.09 160.48 10.52 12.87 12.4
Maluku 49.83 266.28 316.11 7.8 26.28 19.13 47.58 259.44 307.02 7.35 25.49 18.4 51.77 276.64 328.41 7.91 26.9 19.51
Malut 12.19 70.45 82.64 3.95 8.56 7.30 11.17 73.62 84.79 3.58 8.85 7.4 12.25 67.65 79.9 3.85 7.95 6.84
Irjabar 14.78 214.65 229.43 5.86 36.16 27.13 14.06 211.40 225.46 5.52 35.01 26.3 19.34 206.03 225.37 5.86 37.97 25.82
Papua 35.37 889.04 924.41 4.47 38.92 30.05 35.61 828.50 864.11 4.46 35.87 27.8 37.27 821.88 859.15 4.61 36.66 28.17
Mar-15Mar-14 Sep-14
Persentase PersentaseProvinsi JumlahJumlah Jumlah Persentase
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2013,
tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kab. Pangkep yang mencapai 17,75% diikuti oleh Toraja Utara (16,53%), dan
Jeneponto (15,52%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan
persentase kemiskinan 4,70% diikuti oleh Sidrap (6,30%), dan Parepare (6,38%). Namun secara keseluruhan, hampir di
seluruh wilayah terjadi perbaikan angka kemiskinan.
Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
6.3. Rasio Gini17
Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan sedikit menurun di 2015. Nilai gini ratio Sulsel tahun 2015 sebesar 0,42 sedikit
menurun dibandingkan tahun sebelumnya 0,45. Namun secara trend dari 2012, angka ini cenderung mengalami
peningkatan. Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni 0,41. Dibandingkan provinsi lain di Sulampua,
nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi terjadi di Papua Barat (0,44). Sulsel, Gorontalo,
dan Papua tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio terbesar di wilayah Sulampua. Sementara itu, nilai gini ratio
terendah (0,28) terjadi di Provinsi Maluku Utara. Tingginya gini ratio mencerminkan kurang meratanya pendapatan
masyarakat di suatu wilayah. Hal demikian dapat terjadi diantaranya dikarenakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
masih terkonsentrasi di beberapa daerah/kota tertentu.
Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio
Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS
17Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Selayar 18.49 21.38 15.00 13.49 12.87 14.23
Bulukumba 12.26 13.41 9.02 8.12 7.82 9.04
Bantaeng 10.94 11.23 10.25 9.21 8.89 10.45
Jeneponto 22.48 23.57 19.10 17.16 16.58 16.52
Takalar 12.68 14.19 11.16 10.04 9.59 10.42
Gowa 12.79 16.12 9.49 8.55 8.05 8.73
Sinjai 12.73 14.85 10.68 9.63 9.28 10.32
Maros 18.55 19.86 14.62 13.14 12.55 12.94
Pangkajene Kepulauan 21.36 22.91 19.26 17.36 16.62 17.75
Barru 13.49 14.59 10.69 9.35 9.28 10.32
Bone 17.35 17.23 14.08 12.67 12.25 11.92
Soppeng 11.22 5.97 10.42 9.36 9.12 9.43
Wajo 10.16 10.51 8.96 8.06 7.83 8.17
Sidenreng Rappang 7.64 8.59 7.00 6.29 6.00 6.30
Pinrang 9.65 9.80 9.01 8.12 7.82 8.86
Enrekang 20.51 21.90 16.86 15.18 14.44 15.11
Luwu 19.44 19.65 15.44 13.93 13.00 15.10
Tana Toraja 18.57 18.90 14.62 13.22 12.72 13.81
Luwu Utara 18.38 15.30 16.25 14.64 14.02 15.52
Luwu Timur 10.98 10.31 9.18 8.29 7.71 8.38
Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53
Makassar 5.36 6.18 5.86 5.29 5.02 4.70
Pare Pare 7.11 7.48 6.53 5.91 5.58 6.38
Palopo 12.83 10.49 11.28 10.22 9.46 9.57
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.45 0.42
Papua 0.41 0.42 0.44 0.44 0.46 0.42
Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.45 0.42
Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.40 0.40
Papua Barat 0.38 0.40 0.43 0.43 0.41 0.44
Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.44 0.37
Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.35 0.37
Maluku 0.33 0.41 0.38 0.37 0.33 0.34
Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.38 0.36
Maluku Utara 0.34 0.33 0.34 0.32 0.32 0.28
Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 73
6.4. Nilai Tukar Petani18
Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) membaik, tercermin dari peningkatan pertumbuhan Nilai Tukar
Petani (NTP) pada triwulan III 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata NTP Sulsel pada triwulan III
2015 membaik menjadi 105,09 lebih tinggi dibandingkan rata-rata NTP pada triwulan sebelumnya tercatat 103,35 (Grafik
6.5). Peningkatan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga produksi pertanian yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun keperluan produksi
pertanian. Pertumbuhan NTP yang masih rendah disebabkan oleh pertumbuhan indeks yang diterima petani lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan indeks yang di bayar petani. Indeks yang diterima Petani naik 6,78% (yoy), sementara
rata-rata indeks yang dibayar petani naik 7,08% (yoy). Oleh karena itu menjaga inflasi merupakan hal penting, karena
jenis barang/jasa dalam keranjang inflasi merupakan komponen dalam indeks yang dibayar petani (subkelompok
konsumsi rumah tangga).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Peningkatan harga komoditas dalam inflasi tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani, karena petani juga
merupakan net consumer. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang)
(Grafik 6.8). Bahkan pada periode tahun 2012 hingga 2015, negatif dari korelasi tersebut semakin besar mencapai -0,698,
dibandingkan periode tahun 2009 - 2011. Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP akan semakin meningkat, pada
saat terjadi peningkatan harga pangan, seperti yang pernah terjadi pada Januari 2009 saat harga cabe merah, daging
ayam ras, dan bawang merah meningkat, dan Juni 2010 saat terjadi peningkatan harga beras dan cabe merah. Demikian
pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan
perkembangan NTP semakin besar.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Tabel6.7. Posisi Rata-Rata NTP SulselTerhadapSeluruhProvinsi
Namun demikian, secara spasial NTP Sulsel di triwulan III 2015 berada di peringkat ke-4 nasional, setelah Kepulauan
Bangka Belitung, Sulawesi Barat, dan Jawa Timur. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mampu menempati urutan ketiga secara nasional. Posisi rata-rata nilai NTP Sulsel cenderung mengalami penurunan, bila
18NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
dibandingkan dengan 2014, yang pada waktu itu nilai rata-rata NTP menempati ranking pertama nasional. Meskipun
demikian, kondisi saat ini jauh lebih baik bila dibandingkan dengan 2008, yang pada waktu itu NTP Sulsel berada di posisi
ke-21.
Tabel6.8. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia
Sumber: BPS, diolah
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 2014 2015-TW2 2015-TW3
Kepulauan Bangka Belitung 99.08 94.41 95.77 99.17 99.17 100.26 101.55 105.17 106.30
Sulawesi Barat 102.13 105.51 105.49 104.31 104.41 104.20 102.96 103.81 105.22
Jawa Timur 100.47 98.21 98.74 101.66 102.17 102.90 104.75 102.79 105.14
Sulawesi Selatan 100.19 100.65 101.66 107.09 108.05 107.43 105.39 103.35 105.09
Jawa Barat 96.14 97.22 99.28 104.92 108.94 109.53 104.43 102.78 104.74
Bali 100.69 103.07 103.80 106.52 108.28 107.22 104.86 103.34 104.46
Nusa Tenggara Barat 98.84 96.45 95.31 96.14 95.36 94.23 99.82 102.28 104.26
Banten 97.31 97.76 101.83 104.81 108.45 110.06 104.75 102.77 104.02
Lampung 104.19 107.96 115.04 121.49 125.42 124.70 104.17 102.00 103.77
Gorontalo 102.42 99.47 101.66 104.07 102.33 100.66 101.32 100.91 102.49
Nusa Tenggara Timur 96.03 101.40 102.00 102.21 101.80 99.17 100.27 101.05 102.21
DI Yogyakarta 105.28 107.85 112.64 115.12 116.46 116.89 102.20 99.44 101.80
Maluku Utara 97.30 99.99 98.79 101.07 100.66 100.44 103.26 101.78 101.15
Papua Barat 104.55 106.10 103.55 102.95 101.62 99.64 100.17 101.04 100.97
Maluku 103.07 106.62 103.54 104.81 104.70 105.48 100.51 100.11 100.30
Sulawesi Tenggara 103.51 107.30 108.64 107.62 106.45 105.99 101.32 98.35 100.21
Jawa Tengah 99.77 98.67 101.62 104.84 105.35 105.90 100.65 98.09 100.11
Kalimantan Selatan 97.54 100.42 106.50 108.40 107.84 105.50 99.83 100.11 99.99
Kepulauan Riau 102.80 100.82 99.94 103.07 104.65 104.96 100.93 98.92 99.95
Kalimantan Tengah 98.74 98.38 102.88 101.08 99.24 97.93 101.29 98.47 99.03
Kalimantan Timur 101.40 101.05 99.83 98.74 98.04 95.07 99.92 98.33 98.33
Sulawesi Tengah 101.15 98.58 97.17 98.86 97.79 97.01 102.18 96.95 98.14
Sumatera Utara 101.79 100.82 102.36 103.42 101.71 99.49 100.10 98.60 97.67
Sumatera Barat 105.17 103.71 105.48 106.25 105.02 104.14 100.61 97.36 97.14
Papua 102.85 101.51 102.59 101.31 102.69 100.84 97.34 96.95 96.75
Kalimantan Barat 103.47 100.83 101.19 102.63 100.92 97.99 96.63 96.67 96.70
Aceh 98.64 99.76 104.12 104.30 104.13 103.13 98.17 95.95 96.02
Sumatera Selatan 101.50 99.70 104.89 109.63 110.13 109.95 100.92 97.52 95.94
Sulawesi Utara 101.48 101.40 101.04 103.22 101.46 100.56 99.37 95.68 95.47
Jambi 97.93 94.14 96.14 96.25 92.15 88.93 97.04 95.21 95.13
Riau 101.75 99.07 104.11 105.07 104.26 101.40 96.95 95.97 93.55
Bengkulu 105.50 103.58 104.67 102.97 102.41 99.62 96.35 94.12 92.71
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 75
Boks 6.A. Analisis Struktur Demografi Provinsi Sulawesi Selatan
Menurut kelompok umur, Sulsel memiliki penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) yang relatif besar dan sebagian
besar juga merupakan golongan penduduk usia muda. Hal ini merupakan modal positif bagi Provinsi Sulsel dalam upaya
mendorong pertumbuhan ekonomi, karena dengan komposisi demikian permintaan konsumsi masyarakat cenderung
tinggi. Piramida penduduk merupakan piramida berbentuk ekspansif, yang menggambarkan komposisi penduduk
didominasi usia muda yang tengah tumbuh dan berkembang. Komposisi demikian relatif tidak berubah dalam 10 tahun
terakhir. Sejak tahun 2005 hingga 2014, struktur penduduk di Sulsel adalah sebagai berikut:
1. Penduduk Sulsel berdasarkan hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2005 berjumlah 7.379.370
jiwa yang tersebar di 25 kabupaten/kota, dengan jumlah penduduk terbesar yakni 1.164.380 jiwa mendiami Kota
Makassar. Secara keseluruhan, jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari penduduk
yang berjenis kelamin laki-laki, sebagaimana dapat dilihat pada grafik 6.A.1. Hanya di daerah Kabupaten Gowa,
Enrekang, Tana Toraja dan Luwu Utara yang menunjukkan angka rasio jenis kelamin laki-laki lebih besar, yang berarti
penduduk Laki-laki di empat daerah tersebut jumlahnya lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan.
Sumber: Sulsel dalam Angka 2006, Badan Pusat Statistik (diolah)
Grafik 6.A.1. Piramida Usia Penduduk Provinsi Sulsel
2. Sedangkan pada 2010 penduduk Sulsel berjumlah 8.034.776 jiwa yang tersebar di 24 kabupaten/kota, dengan
jumlah penduduk terbesar yakni 1.338.663 jiwa mendiami Kota Makassar. Secara keseluruhan, jumlah penduduk
yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin Laki-laki. Kabupaten Enrekang,
Gowa dan Luwu Utara dan masih tetap memiliki penduduk laki-laki lebih banyak seperti tahun 2005. Selain itu, Luwu
Timur dan Toraja Utara juga memiliki jumlah penduduk laki-laki yang lebih banyak dari perempuan.
Sumber: Sulsel dalam Angka 2011, Badan Pusat Statistik (diolah)
Grafik 6.A.2. Piramida Usia Penduduk Provinsi Sulsel
500,000 300,000 100,000 100,000 300,000 500,000
0–4 5–9
10–14 15–19 20–24 25–29 30–34 35–39 40–44 45–49 50–54 55–59
60+
PENDUDUK LAKI-LAKI PENDUDUK PEREMPUAN
500,000 300,000 100,000 100,000 300,000 500,000
0–4 5–9
10–14 15–19 20–24 25–29 30–34 35–39 40–44 45–49 50–54 55–59
60+
PENDUDUK LAKI-LAKI PENDUDUK PEREMPUAN
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
3. Selanjutnya, pada 2014 penduduk Sulsel berjumlah 8.432.163 jiwa yang tersebar di 24 kabupaten/kota, dengan
jumlah penduduk terbesar terdapat di Kota Makassar sebanyak 1.429.242 jiwa. Secara keseluruhan, jumlah
penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Kabupaten
Enrekang, Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Toraja Utara masih tetap sama pada tahun 2010 yang memiliki
jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada perempuan.
Sumber: Sulsel dalam Angka 2015, Badan Pusat Statistik (diolah)
Grafik 6.A.3. Piramida Usia Penduduk Provinsi Sulsel
Sumber: Sulsel dalam Angka 2014, Badan Pusat Statistik (diolah) Grafik 6.A.4. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Provinsi Sulsel
Dari sisi ketenagakerjaan, dengan modal tingkat pendidikan yang cenderung membaik, preferensi pencari kerja
bergeser dari sektor pertanian ke sektor lainnya. Tingkat pendidikan usia produktif/kerja di Sulsel termasuk baik, dengan
rasio berpendidikan lebih dari 9 tahun (SLTA ke atas) mencapai 39,7% (2013), yang berarti mengalami perbaikan
dibandingkan kondisi 2009 (28,9%). Sedangkan dari lapangan usaha, pangsa tenaga kerja sektor pertanian terus
mengalami penurunan dalam kurun satu dasawarsa. Sejak 2005 hingga 2014, struktur tenaga kerja di Sulsel adalah
sebagai berikut:
1. Penduduk usia kerja19
di daerah Sulsel pada 2005 berjumlah 5.844.030 jiwa. Dari seluruh penduduk usia kerja, yang
masuk menjadi angkatan kerja berjumlah 3.059.053 jiwa atau lebih dari 50 persen dari seluruh Penduduk Usia Kerja.
Dari seluruh angkatan kerja yang berjumlah 3.059.053 jiwa tercatat bahwa 235.690 orang dalam status mencari
pekerjaan. Dari angka tersebut dapat dihitung tingkat pengangguran terbuka di Sulsel pada 2005, yakni sebesar
4,03%. Angka ini merupakan rasio antara pencari pekerjaan dan jumlah angkatan kerja. Dilihat dari segi lapangan
usaha, sebagian besar penduduk Sulsel bekerja di sektor pertanian yang berjumlah 1.530.385 orang atau 54,20%
19 Dari sisi ketenagakerjaan, Penduduk Usia Kerja (PUK) didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas. Penduduk Usia Kerja terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Mereka yang termasuk dalam Angkatan Kerja adalah penduduk yang bekerja atau yang sedang mencari pekerjaan, sedangkan Bukan Angkatan Kerja adalah mereka yang bersekolah, mengurus ruma htangga atau melakukan kegiatan lainnya.
500,000 300,000 100,000 100,000 300,000 500,000
0–4 5–9
10–14 15–19 20–24 25–29 30–34 35–39 40–44 45–49 50–54 55–59 60-6465-6970-74
75+
PENDUDUK LAKI-LAKI PENDUDUK PEREMPUAN
SD Kebawah
53,1%
SLTP18,0%
SLTA Ke atas
28,9%
2009
SD Kebawah
44,6%
SLTP15,7%
SLTA Ke atas
39,7%
2013
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 77
dari jumlah penduduk yang bekerja. Sektor lainnya yang juga menyerap tenaga kerja cukup besar adalah sektor
perdagangan dan jasa-jasa.
2. Penduduk usia kerja di daerah Sulsel pada 2010 berjumlah 5 567 601 jiwa. Dari seluruh penduduk usia kerja, yang
masuk menjadi angkatan kerja berjumlah 3 571 317 jiwa atau lebih dari 50 persen dari seluruh Penduduk Usia Kerja.
Dari seluruh angkatan kerja yang berjumlah 3 571 317 jiwa tercatat bahwa 298 952 orang dalam status mencari
pekerjaan. Dari angka tersebut dapat dihitung tingkat pengangguran terbuka di Sulsel pada 2010, yakni sebesar
8,37%. Angka ini merupakan rasio antara pencari pekerjaan dan jumlah angkatan kerja. Dilihat dari segi lapangan
usaha, sebagian besar penduduk Sulsel bekerja di sektor pertanian yang berjumlah 1 572 479 orang atau 48,05% dari
jumlah penduduk yang bekerja. Sektor lainnya yang juga menyerap tenaga kerja cukup besar adalah sektor
perdagangan dan jasa-jasa.
3. Pada tahun 2014 penduduk usia kerja di daerah Sulawesi Selatan berjumlah 5.979.749 jiwa. Dari seluruh penduduk
usia kerja, yang masuk menjadi angkatan kerja berjumlah 3.715.801 jiwa atau lebih dari 50 persen dari seluruh
Penduduk usia kerja. Dari seluruh angkatan kerja yang berjumlah 3.715.801 jiwa tercatat bahwa 188.765 orang
dalam status mencari pekerjaan. Dari angka tersebut dapat dihitung tingkat pengangguran terbuka di Sulsel pada
2013, yakni sebesar 5,08%. Angka ini merupakan rasio antara pencari pekerjaan dan jumlah angkatan kerja. Dilihat
dari segi lapangan usaha, sebagian besar penduduk Sulsel bekerja di sektor pertanian yang berjumlah 1.474.491
orang atau 41,8% dari jumlah penduduk yang bekerja. Sektor lainnya yang juga menyerap tenaga kerja cukup besar
adalah sektor perdagangan dan jasa-jasa.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 79
7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan
Rekomendasi Kebijakan
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2015 diperkirakan tumbuh pada
kisaran 7,0% - 8,0% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2015 juga
diperkirakan tumbuh pada kisaran yang sama, yakni 7,0% - 8,0% (yoy).
Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel
2015 diperkirakan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan
ekonomi masih akan ditopang terutama oleh konsumsi dan investasi. Di sisi
lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan terutama didukung oleh sektor
sekunder dan tersier.
Tekanan harga sampai dengan akhir 2015 diperkirakan semakin melemah
dan harga-harga terkoreksi ke bawah, sebagai efek dari koreksi inflasi
administered price, sehingga inflasi 2015 diprakirakan tetap terkendali dan
berada dalam rentang target inflasi nasional. Berbagai upaya yang telah
dilakukan terutama dalam meminimalisir dampak El Nino, pemantauan stok
bahan makanan, serta komunikasi dan koordinasi TPID yang berjalan baik
diharapkan mampu menjaga inflasi tetap terkendali. Faktor risiko yang
perlu diwaspadai adalah mundurnya musim tanam di sektor pertanian,
kenaikan tarif tol, dan terbentuknya ekspektasi konsumen yang kuat
terhadap harga.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel di triwulan IV 2015 diperkirakan tetap tumbuh kuat, yang masih ditopang oleh konsumsi, serta
didorong peningkatan investasi dan perbaikan aktivitas ekspor. Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2015 diperkirakan
tetap tumbuh kuat dalam kisaran 7,0% - 8,0% (yoy). Dari sisi permintaan, meski konsumsi rumah tangga cenderung
menurun, yang terpantau dari pelemahan optimisme ekspektasi konsumen (hasil survei BPS dan BI), namun tetap
menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan. Investasi diperkirakan meningkat, baik investasi yang dibiayai
pemerintah maupun swasta. Sementara aktivitas ekspor diperkirakan meningkat untuk memenuhi target pengiriman ke
beberapa negara mitra dagang di akhir tahun dan ekspektasi mulai membaiknya harga komoditas unggulan Sulsel di pasar
internasional. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 2015 diperkirakan terjadi pada sektor
industri pengolahan, konstruksi, perdagangan, penyediaan akomodasi, informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa.
Dengan mempertimbangkan kondisi terkini indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 2015
diperkirakan tumbuh tidak terlalu jauh dengan pertumbuhan 2014 (7,57%, yoy). Pertumbuhan ekonomi pada akhir
2015, diperkirakan mengalami perbaikan, dikarenakan diperkirakan terdapat perbaikan harga komoditas internasional,
seiring dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang, khususnya dari negara maju (Amerika Serikat dan
Kawasan Eropa). Dari sisi domestik, peningkatan pertumbuhan ekonomi terindikasi dari mulai beroperasinya beberapa
hotel baru di Makassar, groundbreaking pelabuhan Makassar New Port, pembantalan rel KA Makassar-Parepare,
pembangunan Waduk, dan PLTA (lihat Boks 7.A). Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah ketidakpastian
ekonomi global yang masih akan berlanjut, sebagaimana tercermin dari lemahnya indikator ketenagakerjaan AS,
penurunan PMI Manufacturing & Composite Tiongkok, dan ekspor Jepang yang masih terbatas. Hal lain yang perlu
diwaspadai adalah peningkatan tekanan harga komoditas pangan, volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah, serta
pelaksanaan sinkronisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah.
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 yang berkisar 7,0%-8,0% (yoy) masih akan ditopang oleh
konsumsi, investasi dan perbaikan ekspor. Meskipun mengalami pelemahan, namun konsumsi masyarakat secara umum
diperkirakan masih cukup baik. Konsumsi rumah tangga dan pemerintah, masing-masing akan tumbuh dalam kisaran
4,4%-5,4% dan 5,0%-6,0%. Sementara itu, kegiatan investasi diperkirakan membaik. Beberapa proyek infrastruktur telah
mulai berjalan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Sedangkan, ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan
masih melemah, seiring dengan pelemahan ekonomi negara-negara mitra dagang.
Konsumsi pada triwulan IV 2015 diperkirakan melemah dibandingkan triwulan III 2015. Komponen permintaan yang
melemah terutama berasal dari konsumsi rumah tangga, sementara konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat seiring
percepatan penyerapan anggaran. Indikator melemahnya konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2015 tercermin dari
indeks tendensi konsumen yang rendah, terutama untuk ekspektasi pendapatan, dan indeks keyakinan konsumen yang
melemah. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan cenderung meningkat seiring optimalisasi penyerapan anggaran
4
5
6
7
8
9
10
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
20
13
Q1
20
13
Q2
20
13
Q3
20
13
Q4
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
20
15
Q1
20
15
Q2
20
15
Q3
20
15
Q4
%, yoy
2014:7,57%
2015:7,0% - 8,0%
2012:7,61%
2013:8,37%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 81
oleh Pemerintah Daerah maupun APBN di Sulsel. Diperkirakan nominal realisasi belanja rutin pemerintah, belanja modal,
maupun realisasi dana desa akan meningkat signifikan.
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Survei Konsumen – BI
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan
Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel (Realisasi s.d. September 2015)
Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel pada triwulan III 2015 terlihat membaik dan diperkirakan meningkat pada keseluruhan
2015. Beberapa proyek pemerintah dan swasta, sesuai rencana akan dimulai pelaksanaannya pada triwulan IV 2015,
dengan nilai proyek sebesar Rp6,84 triliun atau tumbuh 905,2% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2015 yang tumbuh
574,5% (yoy). Beberapa proyek pemerintah yang dijadwalkan mulai berjalan pada triwulan IV 2015 sebesar Rp770,08
miliar atau tumbuh 269,1% (yoy), yang akan diralisasikan berupa pembangunan waduk (Rp755,08 miliar) yang berlokasi di
Wajo dan pembangunan balai latihan kerja di Bantaeng sebesar Rp15 milyar. Sementara itu, proyek swasta yang dimulai
pada triwulan IV 2015 diperkirakan senilai Rp6,07 triliun atau tumbuh 1.194%, dan lima terbesar diantaranya adalah:
1. Pembangunan pabrik semen senilai Rp4 triliun di Barru
2. Pengembangan PLTU (2 X 50 MW + 100 MW) senilai Rp900 milyar di Barru
3. Pembangunan Mini Hydro Power Plant (3 X 3 MW) senilai Rp180 milyar di Luwu Utara
4. Pembangunan Mini Hydro Power Plant (1 X 9 MW) senilai Rp180 milyar di Gowa
5. Pembangunan Mini Hydro Power Plant (2 X 3,9 MW) senilai Rp156 milyar di Luwu Utara
111,1 110,1 110,7 108,19 96,29 106,24 103,38 112,1
90
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IVp
2014 2015
Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT
Rencana pembelian barang durableSum
be
r :
BP
S
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVp
2012 2013 2014 2015
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Ekspektasi Konsumen
10,8%
30,9%
52,1%
89,8%
10,0%
29,5%
49,6%
90,1%
11,7%
32,4%
52,8%
91,4%
9,42%
23,68%
45,88%
90,99%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV-P
2012 2013 2014 2015
p : perkiraan realisasi triwulan III (data historis)
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel 7.1. Daftar Pembangunan Proyek Oleh Pemerintah dan Swasta
Sumber : BCI Asia, 2015
Kinerja ekspor dan impor diprakirakan membaik, termasuk untuk perdagangan antar pulau. Penurunan ekspor Sulsel
pada semester I 2015 sudah membaik mulai triwulan III 2015. Rendahnya harga komoditas andalan ekspor disikapi Pemda
dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk
mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat
dari kondisi sekarang, kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi andalan ekspor, yang telah dimulai
pada bulan Agustus 201520
. Sebagai indikatornya, volume ekspor Sulsel triwulan III 2015 mengalami peningkatan 9,66%
(yoy) atau sebesar 212,03 ribu ton. Selain itu, hal ini didukung oleh mulai pulihnya permintaan negara-negara partner
dagang utama Sulsel.
Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
WEO (IMF) WEO (IMF) Okt-15 Jul-15
2014 2015p 2016p 2014 2015p 2016p
Amerika Serikat 2,4 2,5 3,0 2,4→ 2,6↑ 2,8↓
Kawasan Eropa 0,8 1,5 1,7 0,9↑ 1,5→ 1,6↓
Kawasan Asia 6,8 6,6 6,4 6,8→ 6,5↓ 6,4→
Tiongkok 7,4 6,8 6,3 7,3↓ 6,8→ 6,3→
Jepang –0,1 0,8 1,2 –0,1→ 0,6↓ 1,0↓
Kawasan ASEAN* 4,6 4,7 5,1 4,6→ 4,6↓ 4,9↓
Output Dunia 3,4 3,3 3,8 3,4→ 3,1↓ 3,6↓
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Sementara itu, harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan diperkirakan membaik. Tren harga
internasional tersebut diperkirakan mulai membaik pada akhir tahun 201521
dan secara langsung berimbas positif pada
peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya akan membaik, atau akan tumbuh -23,08% (yoy)
sehingga di akhir 2015 pada kisaran harga 12.200 USD /metrik ton. Sementara harga kakao tumbuh terkoreksi ke atas
3,77% (yoy) atau menjadi 3,1 USD/kg. Masih rendahnya harga nikel, dikarenakan berkurangnya permintaan dari industri
20
Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi, yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62
triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina , Inggris, Taiwan, Tiongkok , Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer.
21 Commodity Market Outlook, Oktober 2015
Perkembangan
Kepemilikan Nilai Kepemilikan Nilai (yoy)
Total 2.644.492 Total 988.706 -62,6%
Pemerintah 1.034.610 Pemerintah 264.570 -74,4%
Commercial 1.608.682 Commercial 716.536 -55,5%
Perseorangan 1.200 Perseorangan 7.600 533,3%
Total 6.202.288 Total 5.741.914 -7,4%
Pemerintah 325.388 Pemerintah 694.222 113,4%
Commercial 5.873.900 Commercial 5.047.692 -14,1%
Perseorangan 3.000 Perseorangan - -100,0%
Total 1.467.001 Total 9.895.253 574,5%
Pemerintah 565.481 Pemerintah 790.040 39,7%
Commercial 897.320 Commercial 9.102.963 914,5%
Perseorangan 4.200 Perseorangan 2.250 -46,4%
Total 680.663 Total 6.842.080 905,2%
Pemerintah 208.613 Pemerintah 770.080 269,1%
Commercial 469.050 Commercial 6.071.000 1194,3%
Perseorangan 3.000 Perseorangan 1.000 -66,7%
Total 10.994.444 Total 23.467.953 113,5%
Pemerintah 2.134.092 Pemerintah 2.518.912 18,0%
Commercial 8.848.952 Commercial 20.938.191 136,6%
Perseorangan 11.400 Perseorangan 10.850 -4,8%
Total 2014
Proyek dimulai
Tw I 2015
Proyek dimulai
Tw II 2015
Proyek dimulai
Tw III 2015
Proyek dimulai
Tw IV 2015
Total 2015
KeteranganSulsel Sulsel
Keterangan
Proyek dimulai
Tw I 2014
Proyek dimulai
Tw II 2014
Proyek dimulai
Tw III 2014
Proyek dimulai
Tw IV 2014
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 83
besi/baja, destocking sektor stainless steel, dan tetap rendahnya output China, sehingga berkontribusi terhadap
penurunan harga nikel. Sementara perbaikan harga kakao masih terkait dengan defisit produksi coklat di Ghana pada
musim sebelumnya.
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggi seiring masih baiknya produksi pangan di Sulsel, serta
membaiknya fasilitas dan pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan
antar pulau22
dan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antar pulau yang saat ini menggunakan truk23
dan fasilitas
kapal ro-ro. Selain itu, produksi pangan daerah lain yang relatif menurun, akan dipasok oleh Sulsel. Dalam hal ini Sulsel
telah mencatat pengiriman beras kepada 22 provinsi lainnya.
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan usaha
Pada triwulan IV 2015, sektor sekunder dan tersier diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Perkembangan sektor sekunder (industri pengolahan; pengadaan listrik dan gas; pengadaan air; dan konstruksi)
meningkat seiring pembangunan beberapa sarana yang terkait. Sementara beberapa sektor tersier diperkirakan
meningkat seiring adanya pelonggaran kebijakan dan perbaikan ekspektasi pelaku usaha keuangan. Sementara itu,
perkembangan sektor primer (pertanian dan pertambangan) masih dalam periode kontraktif karena mundurnya musim
tanam dan harga komoditas internasional yang belum sepenuhnya membaik. Dengan mengandalkan sektor sekunder dan
tersier sebagai pendorong pertumbuhan, perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2015 diperkirakan tumbuh di kisaran
7,0%-8,0% (yoy). Lebih lanjut, dengan realisasi perkembangan hingga triwulan ketiga dan perkiraan kuartal keempat
tersebut, maka pertumbuhan keseluruhan 2015 akan berada pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy).
Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan melambat pada triwulan IV 2014.
Curah hujan yang cenderung rendah dan cenderung menengah di bulan Desember 2015, diperkirakan akan menggeser
periode tanam sektor Pertanian, khususnya tanaman bahan makanan. Angka ramalan untuk tanaman bahan makanan
untuk 2015 hanya meningkat 3,6% (yoy), melemah dibandingkan 2014 (7,7%; yoy). Dari sisi subsektor perkebunan, tren
harga internasional untuk kopi dan coklat diperkirakan sedikit meningkat, sehingga ekspor komoditas tersebut juga
diperkirakan sedikit membaik.
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh melambat, seiring dengan perkiraan harga internasional nikel
yang belum akan pulih secara cepat. Untuk merespons penurunan harga tersebut, perusahaan tambang hanya
menargetkan peningkatan sedikit produksi24
. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia, perusahaan tambang
di Sulsel pada 2015, akan lebih fokus pada pemeliharaan alat produksi, penghematan biaya, dan perluasan wilayah
konsesi. Perkembangan harga internasional nikel, sampai dengan Oktober 2015 telah mengalami penurunan -40,99%(yoy)
hingga level harga 10.316,8 USD /metrik ton.
22Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di
Kabupaten Barru. 23 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 24 Setelah mencapai rekor produksi tahun 2014 sebesar 78.726 ton nikel, tahun ini PT X, produsen nikel terbesar di Sulsel, membidik target produksi
tumbuh tipis 1,6% menjadi 80.000 ton nikel.
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV Jan I II III
20
15
-p
2011 2012 2013 2014 2015
yoy$/mt
Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV Jan I II III
20
15
-p
2011 2012 2013 2014 2015
yoyUSD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan terkoreksi ke atas pada triwulan IV 2015. Industri semen yang
sempat terbakar pada triwulan III 2015 sudah kembali beroperasi normal, sehingga sektor ini diperkirakan sudah mulai
terkoreksi ke atas produksinya. Di sisi lain, industri bahan makanan diperkirakan juga mengalami peningkatan pada
triwulan IV 2015, seiring mulai relatif stabilnya nilai tukar rupiah.
Lapangan usaha konstruksi diperkirakan juga meningkat pada triwulan IV 2015. Beberapa proyek pembangunan telah
mulai berjalan pada triwulan IV 2015, terutama dilakukan oleh swasta. Sementara realisasi pembangunan infrastruktur
oleh pemerintah juga akan dikejar untuk penyerapan anggaran. Selain itu, kebijakan pelonggaran uang muka KPR
perbankan diperkirakan juga berdampak positif pada pertumbuhan sektor properti. Namun demikian, kenaikan NJOP
hingga 300% di Kota Makassar yang merupakan pusat pertumbuhan sektor konstruksi di Sulsel diperkirakan berpengaruh
signifikan25
terhadap kinerja sektor konstruksi hingga akhir 2015.
Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan tetap tumbuh kuat pada triwulan IV 2015. Kegiatan
perdagangan diperkirakan tumbuh kuat seiring dengan perayaan natal dan tahun baru. Indikasi tersebut sesuai dengan
hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia. Indeks penjualan eceran pada triwulan IV 2015 meningkat,
terutama untuk suku cadang membaik (-5,16%; yoy dari triwulan III 2015 -8,42%; yoy), peralatan/komunikasi di toko juga
membaik (-3,69%; yoy dari triwulan III 2015 -4,18%; yoy), sedangkan permintaan bahan bakar kendaraan bermotor
meningkat (6,48%; yoy dari triwulan III 2015 -2,03%; yoy).
Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat
Lapangan usaha penyedia jasa akomodasi diperkirakan terus tumbuh dalam tren yang meningkat. Kebijakan
pelarangan26
menyelenggarakan kegiatan di hotel bagi pegawai negeri sipil, yang diterapkan sejak triwulan IV 2014, telah
dicabut pada awal triwulan II 201527
. Dengan adanya revisi aturan tersebut, diperkirakan memulihkan kembali tingkat
okupansi hotel, terutama dengan kategori bintang dua ke bawah.
Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan juga meningkat, sebagaimana yang diekspektasikan
kalangan banker. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan III 2015, memperkirakan pertumbuhan kredit pada
triwulan IV 2015 akan menguat, seiring membaiknya kondisi ekonomi secara tahunan dan perkiraan terjadinya
penurunan suku bunga kredit. Meskipun demikian, hasil dari survei tersebut memperkirakan untuk keseluruhan 2015,
kredit akan tumbuh 11,9% (yoy) lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (12,2%; yoy)28
.
7.2. Prospek Inflasi
Laju inflasi akhir 2015 secara umum diperkirakan terkoreksi ke bawah, dengan rentang 4,0%±1,0% (yoy). Tekanan
inflasi khususnya dari kelompok volatile food diperkirakan masih cukup kuat, karena mundurnya musim tanam di
beberapa daerah di Sulsel, sehingga pasokan bahan pangan belum mengalami penambahan. Namun tekanan harga pada
25 Dari hasil FGD dengan REI Sulsel, diperoleh informasi bahwa kebijakan kenaikan NJOP mengakibatkan beberapa kontraktor urung melanjutkan proyek
pembangunan infrastruktur karena biaya pembebasan lahan yang meningkat signifikan. 26
Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai
dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 27
PermenPan RB Nomor 6/2015, yang mempersyaratkan rapat di luar kantor dan dibiayai APBN/APBD dapat dilaksanakan di luar kantor, tetapi harus
secara selektif dengan memenuhi beberapa kriteria, antara lain bersifat internasional, memiliki urgensi tinggi, terkait pembahasan materi bersifat strategis, atau memerlukan koordinasi lintas sektoral.
28 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan II 2015
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II III IV I II III IVP
2013 2014 2015
%, yoy
Indeks Total Suku cadang
Bahan bakar kendaraan bermotor Peralatan dan komunikasi di toko
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 85
triwulan IV secara umum diperkirakan akan relatif mereda. Tren penurunan harga minyak dunia dan rencana penyaluran
beras miskin, akan menjadi faktor penahan laju inflasi. Perum Bulog pada triwulan ini juga akan menyalurkan raskin ke-13
dan ke-14. Komoditas pangan yang biasanya naik harganya adalah emas perhiasan, bawang merah, beras dan tukang
bukan mandor. Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel akan meningkatkan koordinasi
untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga.
Inflasi di akhir 2015 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi pada 2014,
diperkirakan pada akhir 2015 akan terjadi koreksi inflasi, seiring dengan semakin melemahnya dampak kenaikan harga
yang ditentukan oleh pemerintah. Target inflasi Sulsel pada 2015 di kisaran 4%±1% optimis akan dapat tercapai, dengan
catatan ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, tidak ada lagi kebijakan dari pemerintah yang dapat
meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, seperti halnya kenaikan harga BBM yang pernah diberlakukan di akhir 2014
yang lalu, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal.
Grafik 7.8. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan IV 2015, TPID akan lebih
meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota untuk menjaga ketersediaan pasokan dan
kelancaran distribusi. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2015 sekitar 4%. Seiring
dengan upaya tersebut, realisasi hingga Oktober 2015, tekanan inflasi menurun menjadi 7,84% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2015 (8,36%; yoy).
Tekanan inflasi volatile food diperkirakan masih tinggi. Peningkatan tekanan inflasi yang perlu diwaspadai adalah
pergeseran jadwal tanam di beberapa wilayah di Sulsel yang semula direncanakan pertengahan November 2015 menjadi
pertengahan Desember 2015, sehingga memengaruhi pasokan pangan. Intensitas El Nino masih relatif kuat, dan
diperkirakan masih terjadi puncak kemarau di beberapa wilayah di Sulsel hingga November 2015. Sehubungan dengan hal
tersebut, langkah-langkah antisipasi yang dapat dilakukan antara lain menyiapkan dukungan penyediaan saprodi (a.l.
benih, pupuk, pompa, pengering gabah), mengoptimalkan Sekolah Lapang Iklim (SLI) termasuk melakukan sosialisasi
terutama pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami kekeringan, dan memperkuat kerjasama dengan daerah lain
yang mengalami surplus pangan. Faktor yang mampu menahan laju inflasi volatile food adalah penyaluran beras miskin ke
13/14, serta curah hujan yang masih rendah akan mendukung kegiatan penangkapan ikan sehingga pasokan ikan
diperkirakan melimpah.
Tekanan inflasi administered prices triwulan IV tahun 2015 diperkirakan relatif rendah. Inflasi administered price
kemungkinan dapat terkoreksi ke bawah, seiring tren turunnya harga minyak dunia dan dampak dari kebijakan ekonomi
jilid III yang dikeluarkan pemerintah pada awal Oktober 2015 (terkait harga BBM, gas, dan listrik). Risiko inflasi yang
bersumber dari administered prices yang masih perlu diwaspadai antara lain penyesuaian tarif jalan tol Ujung Pandang
Seksi I dan II, yang mengalami kenaikan sebesar Rp 500 pada semua golongan, yang diberlakukan sejak 1 November 2015.
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 910.12
2011 2012 2013 2014 2015
Infl
asi T
ahu
nan
Nasional
Sulsel
Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1Sulsel 2013: 6,22%
Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2011: 5%+1Sulsel 2011: 2,87%
Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5%+1Sulsel 2012: 4,41%
Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2015:4% + 1
Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1Sulsel 2014: 8,61%
Nasional 2014: 8,36%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Oktober 2015 November 2015 Desember 2015
Keterangan:
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.9. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan masih kuat, didorong oleh ekspektasi konsumen yang cenderung
meningkat dan peningkatan harga komoditas emas. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang
meningkat, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9), meskipun indeks survei pedagang eceran (SPE)
(Grafik 7.10) melemah. Survei Konsumen indeksnya meningkat menjadi 190,0 pada triwulan IV 2015 dari indeks triwulan
sebelumnya 187,67. Namun demikian, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang sedikit
melambat menjadi 100,0 pada triwulan IV 2015 dari indeks triwulan sebelumnya 100,21. Sementara itu, tren harga emas
diperkirakan meningkat sampai dengan akhir tahun 2015.
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.10. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.11. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
Sumber: World Bank
Grafik 7.12. Perkembangan Harga Internasional Emas
160
165
170
175
180
185
190
195
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
99,8
99,9
100,0
100,1
100,2
100,3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III
2015
-p
2011 2012 2013 2014 2015
yoyUSD/troy onz
Emas g.Emas - sisi kanan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 87
Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
IV Total I II III IVP Total-P
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 6,5 7,0 6,0 5,5 5,9 5,3 5,5 5,0 3,4-4,4 4,4-5,4
Konsumsi LNPRT 6,6 7,1 10,4 4,9 11,3 (2,5) (2,1) 2,9 2,6-3,6 0,3-1,3
Konsumsi Pemerintah 4,7 4,2 2,7 (2,1) 1,9 7,8 2,2 6,3 5,8-6,8 5,0-6,0
Pembentukan Modal Tetap Bruto 12,7 15,7 13,2 9,0 9,4 7,1 7,2 9,6 9,1-10,1 7,9-8,9
Ekspor (9,5) (2,0) 3,1 14,7 11,9 (9,6) (2,7) (7,2) (7,4)-(6,4) (7,2)-(6,2)
Impor (7,1) 6,1 5,4 9,4 (1,6) 0,6 (8,9) (7,4) (5,9)-(4,9) (5,9)-(4,9)
Sisi Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,9 4,6 4,9 7,6 10,0 4,3 12,6 6,6 4,5-5,5 6,8-7,8
Pertambangan dan Penggalian (3,8) 5,3 5,6 16,4 11,4 2,8 8,9 12,1 8,3-9,3 7,8-8,8
Industri Pengolahan 9,0 8,7 9,2 15,2 9,5 3,6 5,8 2,1 5,6-6,6 3,9-4,9
Pengadaan Listrik, Gas 10,1 16,2 8,2 15,0 10,6 6,6 (8,7) (6,7) 9,9-10,9 0,5-1,5
Pengadaan Air 12,6 3,5 5,5 (1,2) 2,1 0,6 (0,3) (2,5) 4,8-5,8 0,2-1,2
Konstruksi 6,9 9,9 10,6 5,1 6,1 6,6 5,3 8,6 8,4-9,4 6,9-7,9
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 10,3 11,9 7,2 3,4 7,1 5,6 6,6 9,1 9,1-10,1 7,3-8,3
Transportasi dan Pergudangan 13,0 13,4 6,4 4,8 2,1 3,6 7,0 10,6 7,6-8,6 6,9-7,9
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,7 11,4 6,8 5,6 7,8 5,1 4,0 6,0 8,1-9,1 5,5-6,5
Informasi dan Komunikasi 11,8 20,6 14,1 6,6 5,8 7,3 7,5 6,0 8,3-9,3 6,9-7,9
Jasa Keuangan 19,8 15,9 9,3 11,9 5,9 9,2 2,5 9,5 6,6-7,6 6,6-7,6
Real Estate 11,1 10,5 9,0 9,0 8,0 8,9 7,6 7,2 8,7-9,7 7,7-8,7
Jasa Perusahaan 9,0 8,0 7,0 7,4 6,8 4,8 4,5 6,8 6,9-7,9 5,4-6,4
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,5 2,2 3,1 0,7 1,0 2,5 5,0 7,0 6,4-7,4 4,9-5,9
Jasa Pendidikan 10,4 7,5 7,7 3,1 4,7 8,9 9,1 9,0 7,3-8,3 8,2-9,2
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,0 10,7 8,2 3,3 10,2 7,4 6,7 12,4 9,1-10,1 8,5-9,5
Jasa lainnya 6,7 8,1 7,1 9,4 7,6 9,4 8,2 8,2 8,3-9,3 8,1-9,1
PDRB 8,1 8,9 7,6 7,6 7,6 5,4 7,8 7,3 7,0-8,0 7,0-8,0
Inflasi 2,87 4,41 6,21 8,61 8,61 7,13 8,1 8,4 4,0±1,0 4,0±1,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi dan
Inflasi Provinsi Sulsel2011 2012 2013
2014 2015
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
7.3. Rekomendasi Kebijakan
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan
kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah, sebagai berikut:
a. Mendorong penguatan permintaan domestik dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang masih
berkelanjutan. Penguatan permintaan domestik menjadi hal yang strategis terutama untuk menjaga dan mendorong
ketahanan ekonomi saat ini maupun jangka menengah panjang.
b. Mengoptimalkan belanja pemerintah, yang salah satunya dengan memperkecil hambatan yang bersifat teknis
administratif, seperti proses pengadaan dan pembebasan lahan, agar penyerapan anggaran berjalan cepat.
c. Mengoptimalkan penggunaan dana transfer pemerintah pusat ke Sulsel, serta menghindari pengendapan dana
tersebut di perbankan. Untuk menjamin terserapnya belanja secara tepat waktu dan tepat sasaran, perlu
dikembangkan sistem pemantauan anggaran berbasis kinerja hingga ke level pemerintah daerah/desa, yang dapat
dipantau secara real time.
d. Menjaga dan meningkatkan keberlanjutan investasi di Sulsel, antara lain melalui investment board, yang terus aktif
menggaet investor dalam negeri maupun luar negeri, menjaga keamanan iklim berusaha/berinvestasi, serta
membangun dan memelihara infrastruktur dasar.
e. Mendorong pengembangan kelembagaan yang menaungi usaha UMKM, sehingga memudahkan UMKM dalam
mengakses kredit/pembiayaan ke perbankan, serta dalam mengembangkan dan mengakses pasar.
f. Menjaga konsistensi dalam pengembangan sektor unggulan berbasis ekspor seperti:
i. Pengembangan sektor pertanian melalui program-program peningkatan produksi dan pemasaran yang
konsisten, terkoordinasi antar dinas/sektor, dan yang menciptakan insentif bagi petani.
ii. Penguatan sektor industri dengan penerapaan konsep hilirisasi di semua lini, yang didukung dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia secara berkelanjutan dan lengkap melalui perbaikan sistem
pendidikan dan latihan yang tepat.
iii. Menghilangkan berbagai pungutan atau pajak ekspor komoditas.
g. Menjaga konsistensi langkah-langkah pengendalian inflasi, diantaranya:
i. Memberikan dukungan penuh bagi percepatan pembangunan infrastruktur pangan, seperti perbaikan
jaringan irigasi dan bendungan, serta perbaikan/pembenahan infrastruktur penunjang distribusi terutama
dalam hal (i) kemudahan dalam pembebasan/penyediaan lahan, dan (ii) penyederhanaan birokrasi dan
pemotongan waktu pengurusan perizinan. Hal demikian diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi
dan menurunkan biaya logistik serta distribusi, sehingga ketersediaan pasokan pangan yang dibutuhkan
masyarakat dapat terjaga, dengan harga yang relatif terjangkau.
ii. Mengalokasikan anggaran yang memadai untuk mendukung kegiatan stabilisasi harga, baik untuk operasi
pasar murah maupun dalam bentuk pemberian subsidi biaya angkut, guna menjamin keterjangkauan harga
kebutuhan pangan strategis masyarakat.
iii. Bersama-sama anggota TPID lain dan aparat penegak hukum terus melakukan pemantauan langsung ke
lapangan sebagai bentuk pengawasan terhadap persediaan dan distribusi barang dari gudang-gudang milik
distributor besar dan pedagang.
iv. Memperkuat komunikasi dan kerjasama dengan kepala daerah lain, baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota guna menjamin ketersediaan dan kesinambungan pasokan dan distribusi pangan.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 89
Boks 7.A. Jalur Kereta Api untuk Masa Depan Sulawesi
Tahukah Anda bahwa pembangunan jalur kereta api di Amerika Serikat pada tahun 1800an telah mampu mendorong
ekonomi Amerika Serikat hingga ke tingkat saat ini? Dikutip dari jurnal berjudul The Economic Impact of America Freight
Railroad, disebutkan bahwa moda trasnportasi ini mampu mengurangi konsumsi energi dan polusi, menurunkan emisi gas
rumah kaca, mengurangi tingkat kemacetan, mengurangi biaya konstruksi jalan raya dan pemeliharaan yang sangat tinggi,
serta mampu menggerakan perekonomian Amerika Serikat secara signifikan.
Dari penelitian yang sama, dikemukakan bahwa keberadaan moda transportasi kereta api mampu mengendalikan inflasi.
Tingkat inflasi di USA tahun 2014 tercatat 43% lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1981. Hal ini menunjukkan bahwa
jalur kereta api mampu mengangkut lebih dari 2 kali lipat barang dengan biaya yang sama dibandingkan 30 tahun
sebelumnya. Tingkat efisiensi penggunaan bahan bakar moda transportasi kereta api juga tercatat empat kali lebih efisien
dibandingkan moda transportasi darat lainnya.
Grafik 7.A.1. Peran Industri Kereta Api
terhadap Inflasi di USA Grafik 7.A.2. Peran Industri Kereta Api terhadap Efisiensi Bahan Bakar di USA
Sementara di Indonesia, biaya logistik saat ini menjadi “kambing hitam” dibalik tingginya disparitas harga antar wilayah.
Hal tersebut menjadi salah satu kendala dalam akselerasi pertumbuhan ekonomi di sebagian wilayah Indonesia. Perbaikan
kualitas moda transportasi saat ini tengah menjadi salah satu prioritas pemerintah guna menekan tingginya biaya logistik
khususnya di Kawasan Timur Indonesia dan salah satu moda transportasi yang saat ini tengah di kembangkan adalah jalur
kereta api non Jawa.
Gambar 7.A.1. Pembangunan Jalur KA Makassar-Parepare
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
90 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Langkah maju pembangunan infrastruktur kereta api di Sulawesi telah dimulai dengan pemancangan bantalan rel pada
awal November 201529
. Mega Proyek Jalur Kereta Api Trans Sulawesi yang menjadi kebanggaan masyarakat Sulawesi,
rencananya akan membentang sepanjang 2.000 km dari Makassar (Sulawesi Selatan) hingga Manado (Sulawesi Utara).
Untuk tahap pertama, bentangan rel kereta api yang dipasang akan mencapai sepanjang 145,23 km yang menghubungkan
kota Makassar dan Pare-pare di Provinsi Sulsel. Saat ini, penyiapan jalur dan pemancangan bantal rel telah berjalan
sepanjang 10 km dan keseluruhan konstruksi ditargetkan selesai 2018. Jalur kereta di Sulawesi menggunakan lebar standard
gauge (1.435 mm), yang mampu menahan laju kereta hingga kecepatan 200 km/jam, yang telah diaplikasikan di negara-
negara Eropa, Turki, Iran, USA dan Jepang. Apabila jalur kereta ini rampung, maka perjalanan darat dengan kereta api
Makassar – Manado dapat ditempuh dalam kurun waktu 12 jam. Tonggak bersejarah ini merupakan loncatan dari rencana
pembangunan rel kereta api yang sejatinya sudah direncanakan pada awal abad-1930
. Pembangunan moda transportasi
Kereta Api Sulawesi yang diharapkan akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan harga di tiap
wilayah yang dilewatinya telah dimulai. Oleh karena itu perlu komitmen dari kepala daerah, terutama untuk daerah yang
dilalui jalur kereta api, untuk mendukung dan mengawal kelancaran pembangunan jalur kereta api kebanggaan Sulawesi ini.
29 Pemasangan bantalan rel sepanjang 1,5 km telah dilakukan pada 13 November 2015, berlokasi di Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Sulawesi
Selatan.
30 Sejarah perkeretaapian di Sulsel dimulai sejak jaman Kolonial Belanda. Perusahaan Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg
Maatschappij (NV NISM), telah membangun jaringan sepanjang 47 km dari Makassar - Takalar, beroperasi mulai 1 Juni 1923. Perusahaan tersebut juga membangun jaringan Makassar-Maros, akan tetapi belum sempat pekerjaan jaringan itu tuntas, terjadi Perang Dunia II, sehingga proyek itu pun terbengkalai dan pemerintahan beralih ke tangan Jepang. Ketika Jepang berkuasa, semua jaringan kereta api di Sulawesi dibongkar lalu dipindahkan ke negara Myanmar, yang mengakhiri pembangunan perkeretaapian di Sulawesi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 91
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Miliar)
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)
I II III
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 42,326 44,263 46,447 51,084 12,821 14,651 16,234 B Pertambangan dan Penggalian 11,897 12,530 13,236 14,748 3,543 3,801 4,276 C Industri Pengolahan 25,737 27,966 30,545 33,433 7,920 8,693 8,809
D Pengadaan Listrik, Gas 159 185 200 221 55 50 52
E Pengadaan Air 271 280 296 302 75 77 75
F Konstruksi 21,430 23,542 26,030 27,628 6,924 7,150 7,649
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 25,170 28,155 30,190 32,363 8,212 8,623 9,405
H Transportasi dan Pergudangan 7,006 7,948 8,461 8,641 2,146 2,253 2,426
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,484 2,767 2,954 3,183 804 829 855
J Informasi dan Komunikasi 10,008 12,070 13,768 14,560 3,749 3,860 3,958
K Jasa Keuangan 6,044 7,004 7,654 8,106 2,136 2,072 2,204 L Real Estate 6,587 7,279 7,933 8,565 2,252 2,284 2,320
M,N Jasa Perusahaan 811 876 937 1,001 256 261 270
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,769 9,987 10,293 10,399 2,572 2,679 2,838
P Jasa Pendidikan 10,293 11,064 11,919 12,473 3,176 3,195 3,386
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,357 3,715 4,021 4,433 1,144 1,166 1,244
R,S,T,U Jasa lainnya 2,362 2,554 2,736 2,943 773 788 808
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 185,708 202,185 217,618 234,084 58,558 62,432 66,807
20152014Kategori Uraian 2011 2012 2013
I II IIIA Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44,974 51,415 57,367 68,437 18,333 21,026 23,880
B Pertambangan dan Penggalian 14,647 16,178 17,837 22,508 5,603 5,838 6,016 C Industri Pengolahan 26,936 30,799 35,371 41,279 10,251 11,192 11,666 D Pengadaan Listrik, Gas 158 177 178 193 46 60 41 E Pengadaan Air 286 306 355 355 90 94 91 F Konstruksi 22,888 26,581 31,516 35,963 9,416 9,813 10,956 G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 26,493 30,654 33,633 37,624 9,944 10,695 11,977 H Transportasi dan Pergudangan 7,318 8,961 10,473 13,345 3,546 3,807 4,229 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,647 3,145 3,564 4,106 1,076 1,120 1,157 J Informasi dan Komunikasi 10,048 12,129 13,785 14,594 3,702 3,808 3,991 K Jasa Keuangan 6,423 8,241 9,597 10,877 2,998 2,937 3,151 L Real Estate 7,020 8,322 9,904 11,523 3,224 3,499 3,580
M,N Jasa Perusahaan 863 999 1,148 1,297 350 363 382 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10,698 11,451 12,203 13,294 3,564 3,911 4,386 P Jasa Pendidikan 10,893 12,096 13,886 15,498 3,996 4,067 4,459 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,549 4,079 4,682 5,509 1,506 1,549 1,694
R,S,T,U Jasa lainnya 2,447 2,752 3,184 3,722 1,033 1,063 1,107
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 198,289 228,285 258,683 300,124 78,679 84,842 92,763
20142015
2013Kategori Uraian 2011 2012
I II III
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 106,351 113,779 120,561 127,700 37,158 39,680 40,906
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,218 2,376 2,622 2,918 32,822 33,277 33,987
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21,545 22,451 23,058 23,492 710 721 742
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 64,562 74,678 84,528 92,472 3,626 5,682 6,177
5 Perubahan Inventori 2,164 5,431 5,452 (1,375) 23,101 24,214 25,765
6 Ekspor 52,674 51,598 53,179 59,481 13,417 13,849 14,599
7 Impor 64,205 68,129 71,783 70,603 15,524 16,204 15,208
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 185,708 202,185 217,618 234,084 58,558 62,432 66,807
Kategori Uraian 2012 2013 20142015
2011
LAMPIRAN
92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Sumber : Badan Pusat Statistik
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
I II III
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113,547 129,688 149,121 174,682 47,452 48,822 61,042
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,314 2,601 3,083 3,864 1,015 1,048 50,685
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23,491 26,124 28,719 31,695 4,858 8,033 1,118
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 66,698 82,677 96,605 118,365 30,826 32,920 9,239
5 Perubahan Inventori 2,498 5,661 6,395 (1,551) 896 2,010 35,600
6 Ekspor 57,273 58,288 58,243 73,178 16,886 16,920 17,698
7 Impor 67,533 76,754 83,463 99,859 23,254 24,913 23,415
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 198,289 228,285 258,683 300,124 78,679 84,842 92,763
2013 20142015
2011 2012Kategori Uraian
Penduduk (Jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163
PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59
Kategori 2010 2011 2012 2013 2014
Umum Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor
dan
Komunikasi
126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73
130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50
Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61
Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92
Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22
Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72
Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55
Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11
Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97
Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08
Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65
Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33
Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29
Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49
Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08
Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01
Triwulan III 121.06 133.46 119.33 118.99 117.71 114.24 108.12 119.30
2015
2014
IHK
(Akhir Periode)
2010
2011
2012
2013
I II III IV I II III IV I II III
Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.94 118.67 121.42
Palopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.40 117.88 119.35
Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 115.36 116.96 118.67
Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 116.02 116.35 117.70
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 124.49 125.55 127.95
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
2015*20132012
2013 2014*Kota Inflasi
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 93
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
I II III IV I II III IV I II III
Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95
Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19
Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02
Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
2015*2014*20132012
2013Kota Inflasi
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
Triwulan II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%
Triwulan III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2011
2012
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
Triwulan II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563
Triwulan III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911
2015
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Total
2011
2012
2013
LAMPIRAN
94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
Triwulan II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61
Triwulan III 14.32 15.39 16.41 13.37 13.75 14.34 9.68 11.19 23.82 13.44 11.15 11.85
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2011
2012
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 3.87 1.86 2.01 66.21% 48.64% 86.63%
II 2.75 3.17 (0.42) 31.17% 66.32% 319.19%
III 3.93 3.57 0.35 5.71% 9.83% -23.54%
IV 3.20 3.21 (0.01) 30.61% 25.77% 87.00%
13.75 11.82 1.93 29.82% 31.80% 18.87%
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.82% 33.98%
II 3.24 2.89 0.35 17.50% -9.08% 183.53%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.62% 225.76%
IV 4.07 4.16 (0.09) 27.33% 29.50% -536.97%
16.59 14.08 2.52 20.66% 19.05% 30.54%
I 5.30 2.35 2.95 20.17% 36.78% 9.61%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.70% -31.38%
III 5.56 5.64 (0.08) 14.16% 6.18% 81.98%
IV 4.30 4.10 0.21 5.64% -1.52% 336.57%
19.24 15.91 3.32 15.93% 13.07% 31.92%
I 6.18 2.25 3.94 16.70% -4.14% 33.26%
II 3.78 3.70 0.07 -7.20% -3.29% -69.42%
III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.67% -40.51%
2014
2014
PeriodeJumlah yoy
2013
2012
2012
2013
2015
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 95
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.15 1.80 (1.65) -69.71% 714.38% 720.99%
II 0.13 2.53 (2.40) 0.09% 60.57% -65.80%
III 0.02 0.86 (0.84) 200.52% -75.69% 76.17%
IV 0.05 0.34 (0.29) -72.94% -86.00% 87.11%
0.34 5.53 (5.19) -57.62% -28.79% 25.43%
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%
IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% 23.20%
0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% -84.05%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% 15.58%
II 0.00 5.66 (5.66) -100.00% 75.61% -77.79%
III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% 3.84%
PeriodeJumlah yoy
2012
2012
2013
2013
2014
2014
2015
From To From-To From To From-To
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%
85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%
I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%
II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%
III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%
2012
PeriodeJumlah yoy
2015
2014
2013
2012
2013
2014
I II III IV I II III IV I II III
1 Nikel 258,413 247,288 215,371 200,767 921,839 213,110 269,360 289,821 266,267 1,038,558 211,882 197,775 172,672
2 Cokelat Olahan 4,696 14,722 17,225 28,377 65,019 29,325 34,256 47,805 37,194 148,581 21,144 40,898 31,884
3 Ganggang Laut 15,882 21,039 27,430 26,942 91,292 33,321 35,918 38,832 39,176 147,247 28,146 32,547 26,357
4 Biji Cokelat 50,603 28,346 59,061 39,017 177,026 19,952 35,040 27,076 20,085 102,154 9,422 23,052 27,395
5 Udang Segar 11,805 13,911 16,464 19,577 61,757 14,593 18,007 23,090 12,773 68,463 11,834 14,979 14,107
6 Ikan Olahan 11,111 10,330 15,233 14,376 51,050 8,803 12,162 17,765 15,593 54,322 9,900 13,105 11,894
7 Buah/Sayur Olahan 6,848 6,214 6,677 5,646 25,385 5,926 7,916 6,292 5,543 25,677 8,386 10,161 10,570
8 Kayu Lapis 9,267 8,843 7,771 9,927 35,809 10,534 9,175 8,248 8,581 36,538 6,236 10,994 9,932
9 Sayur-Sayuran 65 199 295 165 723 175 139 105 5,242 5,661 30 8,427 9,797
10 Dedak/Bekatul 5,974 4,844 4,624 3,934 19,375 4,603 5,231 4,317 3,871 18,022 6,125 4,893 2,841
403,019 389,288 417,565 386,338 1,596,210 460,017 499,048 452,629 344,161 1,755,855 344,161 382,893 350,441
2015**KOMODITAS EKSPOR UTAMA 2014*
2014*2013*
2013
LAMPIRAN
96 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2015
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)
Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2015
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)
Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2015
F. Inklusi Keuangan
Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
I II III IV I II III IV I II III
1 Jepang 276,916 265,502 236,096 222,268 1,000,782 229,808 285,800 311,425 282,417 1,109,450 225,143 213,089 188,475
2 Malaysia 15,544 21,970 30,383 35,098 102,995 28,276 38,252 40,895 44,010 151,433 28,197 35,894 35,508
3 Amerika Serikat 37,186 20,355 49,647 46,967 154,155 31,358 43,734 37,866 22,781 135,739 22,395 32,804 41,494
4 Philipina 15,896 23,792 26,969 24,962 91,618 26,414 32,148 39,092 35,247 132,900 16,135 40,494 23,936
5 Singpura 3,759 4,103 4,511 3,529 15,902 4,784 4,348 5,126 9,554 23,811 2,212 11,210 12,884
6 Belanda 10,747 6,511 13,668 4,892 35,819 5,235 8,685 12,434 5,537 31,890 7,958 5,793 6,022
7 Korea Selatan 2,041 2,727 3,249 2,982 10,999 3,121 4,085 3,269 5,640 16,115 7,360 7,035 4,995
8 Jerman 2,714 4,225 5,959 5,027 17,925 5,462 5,994 10,525 7,103 29,084 6,972 4,541 7,410
9 Australia 3,061 4,265 3,095 5,854 16,274 6,494 9,624 7,580 6,191 29,890 4,414 4,530 3,952
10 Hongkong 4,514 4,803 3,702 4,110 17,129 4,296 3,314 5,116 3,646 16,373 4,460 3,346 3,888
366,672 338,889 362,336 335,808 1,403,705 318,197 400,004 428,820 389,604 1,536,625 344,161 382,891 350,441
2015**2014*
2014*2013
NILAI EKSPOR SULSEL
NEGARA TUJUAN EKSPOR2013
I II III IV I II III IV I II III
1 Kapal Terbang dan Bagiannya - - - - - - - - - - - - 124,230
2 Bahan Kimia Anorganik 37,228 56,624 29,661 62,323 185,835 55,107 48,136 59,146 30,292 192,681 43,748 66,857 273
3 Karpet dan Alas Lantai 56,173 47,354 15,453 18,483 137,463 34,678 52,658 32,731 26,309 146,375 23,114 47,433 -
4 Gandum-Ganduman - - - - - - - - - - - - 44,440
5 Aluminium 14,065 16,677 19,661 20,156 70,559 11,103 40,995 16,902 27,845 96,845 21,885 12,475 28
6 Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik - - - - - - 41 43 202 287 32 47 31,330
7 Ampas/Sisa Industri Makanan - - - - - - - - - - - - 18,588
8 Kain Khusus 13,822 6,086 1,859 3,382 25,150 4,827 3,723 4,913 1,977 15,440 5,075 13,305 -
9 Bulu dan Bunga Buatan - 3,070 2,277 210 5,557 1,570 - 2,581 1,436 5,588 13,900 538 -
10 Sereal,Tepung, dan Susu 101 - 7,183 6,250 13,534 1,657 2,508 7,449 5,079 16,692 11,185 2,890 132
300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,902 180,739 270,064
2015**2014*2013*
NILAI IMPOR SULSEL
KOMODITAS IMPOR UTAMA2013 2014*
I II III IV I II III IV I II III
1 Rusia 151,252 248,147 121,335 11,978 532,711 586 557 6,325 2,069 9,536 946 - 132,603
2 Tiongkok 28,368 2,948 11,288 15,463 58,066 24,588 36,507 29,472 20,987 111,554 29,420 34,987 59,722
3 Australia 29,359 41,531 29,849 29,355 130,093 40,047 36,627 40,027 18,364 135,066 59,175 47,954 16,828
4 Kanada 12,049 25,176 3,905 12,160 53,291 2,799 15,376 10,268 15,521 43,963 5,293 18,487 22,930
5 Singapura 13,586 11,955 9,626 3,094 38,262 7,901 4,377 8,400 10,861 31,538 26,556 11,061 3,437
6 Argentina 12,569 15,635 13,186 17,778 59,168 10,141 34,030 13,582 19,518 77,272 19,975 10,541 9,303
7 Jerman 14,314 9,187 393 749 24,643 424 10,070 10,238 2,471 23,203 978 21,430 170
8 Amerika Serikat 9,774 2,429 7,879 12,155 32,238 25,350 13,445 6,130 8,696 53,620 1,771 9,845 2,412
9 Thailand 11,310 5,838 3,313 3,155 23,616 9,381 3,380 2,539 7,106 22,406 2,477 4,540 4,573
10 Malaysia 1,470 3,137 2,006 4,153 10,766 5,031 10,675 3,832 1,811 21,350 300 2,722 5,723
300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,067 180,739 270,064
2014*2013*
NILAI IMPOR SULSEL
NEGARA ASAL IMPOR2013
2014*2015**
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
4,070 4,794 4,959 8,207 8,309 8,408 49.59 57.70 58.98
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
934 986 1,030 8,207 8,309 8,408 11.38 11.86 12.25
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Rasio Jumlah Rekening Kredit
terhadap Jumlah Penduduk (%)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Jumlah Rekening Kredit Lokasi
Proyek (Ribu Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi
KC/KCP (Ribu Rekening)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Rasio Jumlah Rekening DPK
terhadap Jumlah Penduduk (%)
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 97
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota
Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.2.Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
2012 2013 2012 2013
1 Kep. Selayar 1,709.08 2,015.89 548.62 600.58
2 Bulukumba 5,044.77 5,830.50 2,019.44 2,181.29
3 Bantaeng 2,536.71 2,950.88 878.59 956.12
4 Jeneponto 3,095.25 3,551.62 1,025.84 1,097.35
5 Takalar 2,749.77 3,130.96 1,049.81 1,126.76
6 Gowa 6,791.07 7,832.78 2,153.40 2,320.97
7 Sinjai 3,716.15 4,284.75 1,223.70 1,312.90
8 Maros 3,495.96 4,018.38 1,339.75 1,445.93
9 Pangkep 7,676.58 8,989.03 3,015.46 3,254.59
10 Barru 2,189.89 2,503.11 884.80 910.80
11 Bone 10,372.89 11,788.87 3,685.70 3,910.25
12 Soppeng 3,690.68 4,254.98 1,401.59 1,507.69
13 Wajo 7,736.09 8,941.54 2,953.19 3,189.60
14 Sidrap 4,932.51 5,642.35 1,847.21 1,984.71
15 Pinrang 7,237.53 8,261.56 2,937.28 3,137.43
16 Enrekang 2,680.81 3,316.60 861.34 921.31
17 Luwu 5,030.50 5,784.73 1,954.09 2,106.12
18 Tana Toraja 2,190.12 2,568.00 772.17 830.59
19 Luwu Utara 4,155.74 4,851.43 1,777.25 1,922.37
20 Luwu Timur 10,465.65 12,789.85 4,807.75 5,270.48
21 Toraja Utara 2,204.39 2,611.38 803.97 872.43
22 Makassar 50,702.40 58,802.55 19,582.06 21,327.23
23 Pare-pare 2,376.53 2,771.80 891.92 967.51
23 Palopo 2,637.55 3,081.64 1,087.42 1,185.21
NO KABUPATEN/KOTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU ATAS DASAR HARGA KONSTAN
2009 2010 2011 2012 2013
1 Kep. Selayar 7.89 8.01 8.52 9.18 9.47
2 Bulukumba 6.47 6.27 6.38 8.97 8.01
3 Bantaeng 7.61 7.90 8.43 8.49 8.82
4 Jeneponto 5.38 7.25 7.32 7.27 6.97
5 Takalar 6.58 6.85 7.34 7.40 7.33
6 Gowa 7.99 6.05 6.20 7.28 7.78
7 Sinjai 7.02 6.03 5.90 6.33 7.29
8 Maros 6.27 7.03 7.57 8.00 8.67
9 Pangkep 5.91 6.34 9.17 9.61 7.93
10 Barru 5.72 6.54 7.41 7.77 7.81
11 Bone 7.51 7.63 6.20 8.01 6.09
12 Soppeng 6.81 4.45 7.95 7.48 7.57
13 Wajo 5.10 5.71 10.93 8.71 8.01
14 Sidrap 6.66 4.45 11.82 8.37 7.44
15 Pinrang 7.65 6.22 7.12 8.27 6.81
16 Enrekang 6.62 4.99 6.91 7.18 6.96
17 Luwu 6.82 6.95 7.47 7.49 7.78
18 Tana Toraja 6.10 6.31 7.88 8.02 7.57
19 Luwu Utara 6.68 5.93 7.29 8.03 8.17
20 Luwu Timur -4.04 15.39 -6.62 4.97 9.62
21 Toraja Utara 5.47 7.00 7.90 8.47 8.51
22 Makassar 9.20 9.83 9.65 9.88 8.91
23 Pare-pare 8.09 8.25 7.80 7.92 8.47
24 Palopo 7.86 7.29 8.16 8.68 8.99
NO KABUPATEN/KOTA PERTUMBUHAN PERTAHUN
LAMPIRAN
98 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota
Sumber: BPS, diolah
2010 2011 2012 2013
1 Kep. Selayar 9.25 11.17 13.61 15.85
2 Bulukumba 9.51 10.74 12.55 14.40
3 Bantaeng 10.33 12.21 14.11 16.30
4 Jeneponto 6.61 7.73 8.88 10.12
5 Takalar 7.60 8.65 9.92 11.16
6 Gowa 7.76 8.87 9.95 11.25
7 Sinjai 12.26 13.98 15.94 18.24
8 Maros 8.12 9.38 10.66 12.11
9 Pangkep 17.54 20.67 24.27 28.06
10 Barru 10.00 11.37 13.00 14.78
11 Bone 10.46 12.19 14.22 16.06
12 Soppeng 12.15 14.28 16.39 18.87
13 Wajo 14.00 17.16 19.87 22.89
14 Sidrap 12.34 15.26 17.63 19.92
15 Pinrang 15.02 17.50 20.20 22.87
16 Enrekang 10.06 11.89 13.78 16.89
17 Luwu 11.15 12.91 14.77 16.83
18 Tana Toraja 6.64 8.04 9.74 11.35
19 Luwu Utara 10.64 12.25 14.12 16.32
20 Luwu Timur 34.02 38.65 40.77 48.63
21 Toraja Utara 6.89 8.31 9.98 11.74
22 Makassar 27.56 31.82 36.55 41.76
23 Pare-pare 13.85 15.77 17.82 20.50
24 Palopo 13.12 14.98 16.84 19.16
No Kabupaten/Kota PDRB perkapita
No Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 124,104 125,603 127,220 128,744
2 Bulukumba 399,000 401,897 404,896 407,775
3 Bantaeng 178,596 179,800 181,006 182,283
4 Jeneponto 346,308 348,680 351,111 353,287
5 Takalar 273,891 277,218 280,590 283,762
6 Gowa 668,875 682,597 696,096 709,386
7 Sinjai 231,425 233,200 234,886 236,497
8 Maros 324,097 327,998 331,796 335,596
9 Pangkep 310,288 313,722 317,110 320,293
10 Barru 167,511 168,397 169,302 170,316
11 Bone 724,923 729,516 734,119 738,515
12 Soppeng 224,804 225,180 225,512 225,709
13 Wajo 387,815 389,284 390,603 391,980
14 Sidrap 276,327 279,810 283,307 286,610
15 Pinrang 355,312 358,312 361,293 364,087
16 Enrekang 192,822 194,606 196,394 198,194
17 Luwu 336,989 340,491 343,793 347,096
18 Tana Toraja 223,297 224,812 226,212 227,588
19 Luwu Utara 291,414 294,402 297,313 299,989
20 Luwu Timur 250,223 256,699 263,012 269,405
21 Toraja Utara 219,084 220,777 222,393 224,003
22 Makassar 1,364,955 1,387,033 1,408,072 1,429,242
23 Pare-pare 131,514 133,381 135,192 136,903
24 Palopo 152,573 156,603 160,819 164,903
Sulawesi Selatan 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 99
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kabupaten/Kota (%)
Sumber: BPS, diolah
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1
2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8
3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4
4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7
5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7
6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3
7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9
8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6
9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9
10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3
11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5
12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4
13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9
14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2
15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8
16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4
17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1
18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3
19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8
20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1
21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7
22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9
23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1
24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1
Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1
Kabupaten / KotaTPAK TPT
No
Jumlah
(ribu) % P1 P2
Jumlah
(ribu) % P1 P2
1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54
2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17
3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49
4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61
5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35
6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25
7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33
8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63
9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85
10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26
11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47
12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15
13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35
14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23
15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22
16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44
17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52
18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38
19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43
20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32
21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86
22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24
23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18
23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3
Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40
Kabupaten/Kota
2012 2013
NO
LAMPIRAN
100 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
H. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 101
Istilah Keterangan
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
LAMPIRAN
102 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi
Istilah Keterangan
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan III 2015
Investasi dan Konsumsi Pemerintah Menahan Perlambatan Ekonomi 103
Istilah Keterangan
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok