kajian ekonomi regional banten triwulan iii 2010 - bi.go.id · perusahaan sejenis. adanya...

86
Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 2010

Upload: lehuong

Post on 06-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III 2010

Triwulan III 2010

i

Kajian Ekonomi Regional Banten

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa yang

telah melimpahkan rahmat serta ridha-Nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi

Regional (KER) Banten Triwulan III 2010 dapat diselesaikan dan diterbitkan. Kajian Ekonomi

Regional yang diterbitkan secara periodik setiap triwulan, merupakan salah satu perwujudan

peranan Bank Indonesia Serang kepada stakeholders baik Kantor Pusat Bank Indonesia

maupun stakeholders daerah dalam memberikan informasi maupun analisis terhadap kondisi

terkini perekonomian Banten maupun prospeknya di masa mendatang.

Buku Kajian Ekonomi Regional ini mencakup kajian mengenai perkembangan

makroekonomi regional Banten saat ini; perkembangan inflasi; perbankan dan sistem

pembayaran; perkembangan keuangan daerah; perkembangan ketenagakerjaan dan

kesejahteraan serta outlook perekonomian ke depan. Berdasarkan asesmen pada Triwulan III

2010, perkembangan kinerja perekonomian Banten secara umum semakin membaik dengan

pertumbuhan sebesar 6,13% (yoy).

Sementara itu perkembangan inflasi Banten berada pada kondisi yang relatif masih

terjaga pada level 4,59% (yoy), yang diperkirakan didorong cukup kuat oleh adanya

peningkatan administered prices berupa kenaikan tarif dasar listrik. Kinerja perbankan relatif

stabil walaupun cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Diprakirakan

kinerja perekonomian pada triwulan mendatang dapat lebih baik dibandingkan triwulan

laporan yang merupakan dampak positif dari kinerja berbagai sektor saat ini dan prospeknya

di periode ke depan.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada

semua pihak baik Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Pemerintah Daerah Provinsi di

Banten,perusahaan/asosiasi di Provinsi Banten serta pihak-pihak lainnya yang tidak bisa kami

sebutkan satu-persatu. Kiranya kajian ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi

pengembangan perekonomian Provinsi Banten.

Serang, 9 November 2010

TTD

Andang Setyobudi Pemimpin

Triwulan III 2010

iii Kajian Ekonomi Regional Banten

Daftar Isi

Ringkasan Eksekutif Halaman v Tabel Indikator Ekonomi Banten Halaman ix

Bab I Kondisi Makro Ekonomi Regional Halaman 1 Sisi Permintaan Halaman 1 Sisi Penawaran Halaman 8

Bab II Perkembangan Inflasi Daerah Halaman 21 Perkembangan Inflasi Banten Halaman 21

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi Halaman 31 Boks 1. Upaya Stabilisasi Harga di Wilayah Banten Halaman 35

Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Halaman 39

Perkembangan Intermediasi Bank Umum Halaman 40 Perkembangan Intermediasi Bank Perkreditan Rakyat Halaman 47

Perkembangan Intermediasi Perbankan Syariah Halaman 47 Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Halaman 49 Perkembangan Sistem Pembayaran Halaman 49

Boks2. Pemberdayaan Sektor Riil Melalui Pengembangan UMKM Komoditas Bahan Makanan

Halaman 51

Bab IV Keuangan Daerah Halaman 55 Pendapatan Daerah Halaman 55

Belanja Daerah Halaman 57

Bab V Kesejahteraan Masyarakat Halaman 59 Ketenagakerjaan Halaman 59

Kesejahteraan Masyarakat Halaman 62

Triwulan III 2010

iv

Kajian Ekonomi Regional Banten

Bab VI Prospek Perekonomian Halaman 65

Pertumbuhan Ekonomi Halaman 65 Inflasi Halaman 73

Untuk Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kelompok Kajian dan Survei Kantor Bank Indonesia Serang Jl. Yusuf Martadilaga No. 12 Serang – Banten Ph : 0254 – 223788 Fax : 0254 – 223875

email : [email protected], [email protected] atau [email protected] Website : www.bi.go.id

Triwulan III 2010

ii

Kajian Ekonomi Regional Banten

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Triwulan III 2010

viii

Kajian Ekonomi Regional Banten

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Triwulan III 2010

1

Kajian Ekonomi Regional Banten

BAB I PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL

Kinerja perekonomian Banten pada Triwulan III 2010 dicerminkan oleh terus

membaiknya kinerja komponen sektoral maupun pengeluaran secara simultan hingga

mengalami akselerasi pada level pertumbuhan sebesar 6,13% (yoy). Tercatat

pertumbuhan ekonomi Banten pada Triwulan III 2010 mencapai level 6,13% (yoy) yang lebih

tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,80% (yoy) atau tertinggi sepanjang

Triwulan I 2008 hingga saat ini.

Membaiknya ekspektasi konsumen pada periode laporan mendorong tingkat

konsumsi pada level yang kuat dengan kecenderungan meningkat, sementara itu

ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi dan prospek perekonomian yang relatif baik

diperkirakan berpengaruh cukup signifikan terhadap gairah investasi dan kinerja

sektoral. Berdasarkan indikator survei kepada konsumen dan pelaku usaha di Banten maupun

nasional, terindikasi adanya kecenderungan perbaikan persepsi pelaku ekonomi terhadap

kondisi perekonomian saat ini. Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh International

Monetary Fund pada World Economic Outlook 2010, pada tahun 2010 ekonomi dunia

bertumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya khususnya negara-negara di kawasan

ASEAN. Selain itu, tren penguatan nilai Rupiah terhadap USD hingga akhir Triwulan III 2010

diperkirakan juga berimbas positif terhadap perekonomian Indonesia termasuk Banten.

1.1. SISI PERMINTAAN

Relatif tingginya pertumbuhan dari sisi permintaan karena ditopang oleh

meningkatnya seluruh komponen, terutama konsumsi swasta dan pemerintah serta

ekspor. Tingkat konsumsi swasta diperkirakan tumbuh kuat dengan tendensi meningkat, yang

didorong oleh meningkatnya pendapatan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan,

yang dibantu oleh pembiayaan perbankan yang relatif tinggi. Tingginya tingkat konsumsi

masyarakat tersebut juga dicerminkan oleh indikator-indikator survei. Membaiknya kinerja

sektoral khususnya sektor industri pengolahan yang merupakan kontributor terbesar PDRB

Banten kemudian mendorong optimisme investor maupun calon investor untuk menanamkan

modalnya di Banten. Sementara itu menguatnya permintaan internasional mampu mendorong

kinerja ekspor luar negeri Banten yang lebih tinggi pada periode laporan.

Triwulan III 2010

2

Kajian Ekonomi Regional Banten

Tabel I.1 Pertumbuhan PDRB Banten Sisi Permintaan (% yoy)

Tw III* Tw IV* Tw I* Tw II* Tw III*

1. Konsumsi Swasta 5,25 5,00 5,21 5,60 5,80 5,95

2. Konsumsi Pemerintah 5,00 6,00 4,60 3,50 3,87 5,10

3. Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) 7,54 6,10 7,08 7,80 7,92 7,96

4. Ekspor -1,42 0,61 0,17 1,45 1,85 2,10

5. Impor -0,99 1,23 0,42 1,85 1,82 1,854,64 4,82 4,69 5,48 5,80 6,13

UraianNo.

PDRB

2009*2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten, *) Perkiraan Bank Indonesia

1.1.1. Konsumsi

Tingkat konsumsi masyarakat pada periode laporan diperkirakan tetap kuat dengan

pertumbuhan yang meningkat pada perkiraan level 5,95% (yoy). Menguatnya daya beli

masyarakat oleh meningkatnya pendapatan dari bonus dan tunjangan serta adanya stimuli

peningkatan konsumsi seiring perayaan keagaaman diperkirakan menjadi faktor-faktor yang

dapat meningkatkan laju konsumsi masyarakat Banten pada periode laporan. Sementara itu di

pedesaan, Indeks Nilai Tukar Petani Banten berada di atas level 100, yang mengindikasikan

adanya penguatan daya beli dan konsumsi masyarakat pedesaan.

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2010

Angsuran/Cicilan 6,20 8,30 6,90 6,60 9,10 9,50 15,8 9,50 8,00

Simpanan 12,1 15,3 16,0 13,8 16,3 14,5 18,9 16,7 14,3

Konsumsi 81,8 76,4 77,0 79,6 74,6 75,9 65,3 73,9 77,7

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Grafik I.1. Perkembangan Perkiraan Tingkat Konsumsi, Simpanan dan Angsuran

Masyarakat Banten

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Triwulan III 2010

3

Kajian Ekonomi Regional Banten

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

140,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9

2008 2009 2010

Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Grafik I.2. Indeks Keyakinan Konsumen

dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Banten

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

140,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9

2008 2009 2010

Indeks Kondisi Penghasilan Saat Ini

Indeks Kondisi Ketersediaan Lapangan Kerja

Grafik I.3. Indeks Kondisi Penghasilan dan

Ketersediaan Lapangan Kerja Banten

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Tabel I.1. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor Provinsi Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Pangan 92,94 95,80 98,29 100,06 100,81

Hortikultura 105,90 104,79 102,57 103,25 108,73

Perkebunan Rakyat 106,27 104,53 102,41 104,15 102,16

Peternakan 108,61 107,41 105,32 103,93 107,24

Perikanan 98,64 96,78 96,21 96,21 98,38

NTP 98,77 99,67 100,11 101,18 103,09

NTP per Sub Sektor20102009

Sumber: BPS Provinsi Banten

Dukungan pembiayaan dari perbankan maupun perusahaan multifinance diperkirakan

akan tetap kuat dan mempengaruhi peningkatan konsumsi pada Triwulan III dan

Triwulan IV 2010 khususnya melalui pembelian kendaraan bermotor jenis sepeda

motor. Di samping itu, kemudahan persyaratan yang diberikan oleh ATPM/dealer mobil juga

turut mendukung peningkatan pembelian kendaraan bermotor. Namun, kondisi gangguan

cuaca, kenaikan Tarif Dasar Listrik, dan peningkatan permintaan musiman, diprakirakan akan

meningkatkan laju inflasi di Triwulan III 2010 sehingga akan menahan peningkatan konsumsi

yang seyogyanya dapat bertumbuh lebih tinggi.

Triwulan III 2010

4

Kajian Ekonomi Regional Banten

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9

2008 2009 2010

Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama

Grafik I.4. Perkembangan Impor Barang

Konsumsi Tidak Tahan Lama dan Semi

Tahan Lama Banten

Sumber: Bank Indonesia

-150

-100

-50

0

50

100

150

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8

2009 2010

% y

oy

Consumer Goods Not Elswhere Specified (Semi-Durable)

Consumer Goods Not Elswhere Specified (Non-Durable)

Grafik I.5. Perkembangan Impor Barang

Konsumsi Tidak Tahan Lama dan Tahan

Lama Banten

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Tetap kuatnya tingkat konsumsi masyarakat yang didukung oleh stimulus perayaan keagamaan

juga tercermin dari tingginya penggunaan sarana angkutan air melalui pelabuhan Merak.

Berdasarkan informasi, diperkirakan jumlah penumpang yang menggunakan sarana

pengangkutan laut dari pelabuhan tersebut mencapai 150.000 orang, lebih tinggi

dibandingkan dengan pada puncak arus mudik tahun sebelumnya dengan total sekitar 142.000

orang. Begitu pula dengan penggunaan moda angkutan darat kereta api, pada awal Ramadhan

penjualan tiket kereta api di Stasiun Kota Serang dengan berbagai tujuan telah 100% terjual,

lebih baik dibandingkan dengan penjualan tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari

langkah PT. Kereta Api yang telah menerapkan sistem pemesanan tiket online untuk tujuan luar

kota yang direspon secara baik pula oleh masyarakat di Kota Serang.

1.1.2. Investasi

Kinerja investasi Banten diperkirakan stabil dengan kecenderungan meningkat secara

moderat pada periode laporan sebesar 7,96% (yoy). Salah satu produsen besar subsektor

industri alas kaki dengan orientasi 100% ekspor, melakukan investasi perluasan senilai USD 21

juta pada Semester I 2010 yang merupakan nilai investasi tertinggi dibandingkan dengan

perusahaan sejenis. Adanya permasalahan terkait dengan ketenagakerjaan di negara lain, relatif

rendahnya angka labour turn over di wilayah ini serta kondisi keamanan yang cukup kondusif

meningkatkan potensi peningkatan investasi pada subsektor tersebut di Triwulan III 2010.

Kondisi ini didukung oleh tingginya permintaan ekspor dari negara tujuan utama seperti USA.

Tercatat, ekspor produk alas kaki dari Banten pada bulan Juli dan Agustus 2010 sebesar USD

287,74 juta yaitu hampir mencapai 40% dibandingkan ekspor alas kaki semester I 2010 sebesar

USD 763,56 juta.

Triwulan III 2010

5

Kajian Ekonomi Regional Banten

Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia Serang, diperoleh informasi tentang permintaan luar

negeri yang membaik dan membuka peluang sub sektor industri alas kaki untuk melakukan

ekspansi sehingga meningkatkan kinerja sub sektor industri alas kaki ke depan. Perusahaan

sepatu dengan orientasi ekspor memprediksi bahwa permintaan di masa datang terus

membaik, sehingga mendorong beberapa perusahaan sepatu untuk melakukan ekspansi

dengan melakukan pembangunan pabrik baru di wilayah Provinsi Banten. Ekspansi tersebut

memiliki nilai lebih dari USD 80 juta dan diperkirakan akan menyerap lebih dari 20.000 tenaga

kerja.

Sementara itu, investasi swasta dalam bentuk pembangunan properti komersial maupun

residensial di Banten khususnya di Tangerang juga berkembang pesat. Kondisi perekonomian

yang membaik dan tingkat suku bunga perbankan yang relatif stabil serta perolehan laba bersih

yang bertumbuh tinggi pada berbagai pengembang besar di Banten mendukung keyakinan

pelaku usaha dan investor untuk berekspansi serta meningkatkan investasi pada sektor properti.

-200

-100

0100

200

300

400

500600

700

800

-

10

20

30

40

50

60

70

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8

2008 2009 2010

Rib

u T

on %

y-o

-y

Volume Impor Barang Modal Growth (RHS)

Grafik I.6. Perkembangan Impor Barang

Modal Banten

Sumber: Bank Indonesia

-1.000

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

-

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8

2008 2009 2010

Rib

u T

on %

y-o

-y

Volume Impor Alat Transportasi untuk Industri Growth (RHS)

Grafik I.7. Perkembangan Impor Alat

Transportasi untuk Industri

Sumber: Bank Indonesia

1.1.3. Ekspor – Impor1

Tabel I.2. Perkembangan Ekspor dan Impor Banten Tahun 2010

Tw I Tw II Tw III*

Nilai 1.712.109.151 1.918.230.241 1.332.591.356

Volume 890.166.123 885.678.810 649.345.488

Nilai 3.884.236.067 3.777.695.224 2.433.759.560

Volume 2.498.979.854 2.621.985.716 2.022.979.419

Impor

Ekspor

Uraian2010

Sumber: Bank Indonesia (* Sampai dengan Agustus 2010)

1 Data ekspor dan impor merupakan angka sementara (hingga Agustus 2010)

Triwulan III 2010

6

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kinerja ekspor terindikasi meningkat, khususnya pada produk-produk utama ekspor

seperti alas kaki, tekstil dan besi/baja. Ekspor produk baja dari Banten sepanjang Triwulan

III 2010 diperkirakan meningkat, seiring dengan tingginya kebutuhan baja internasional.

Tercatat volume ekspor produk baja dari Banten sepanjang Juli dan Agustus 2010 meningkat

sangat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sejak bulan Ramadhan dan

menjelang Idul Fitri permintaan baja domestik cenderung stabil, namun kondisi pasar baja

internasional menunjukkan tren yang meningkat. Sementara itu, harga baja di pasaran

internasional diperkirakan akan meningkat hingga Triwulan IV 2010 karena meningkatnya

permintaan baja dari China, kuatnya permintaan dari negara-negara Asia lainnya, serta mulai

berkurangnya stok baja dunia. Kinerja ekspor utama Banten lainnya seperti kertas dan produk

kertas, tekstil, pakaian jadi dan alas kaki cenderung bertumbuh meningkat, sementara produk-

produk unggulan lainnya seperti logam tidak mengandung besi, dan mineral bukan logam

cenderung stabil.

-40-30-20-100102030405060

0

100

200

300

400

500

600

700

800

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8

2008 2009 2010

% y

-o-y

USD

Ju

ta

Nilai Ekspor Growth (RHS)

Grafik I.8. Perkembangan Nilai Ekspor

Banten

Sumber: Bank Indonesia

(40,00)

(30,00)

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8

2008 2009 2010

US

D J

uta

% y

-o-y

Volume Ekspor Growth (RHS)

Grafik I.9. Perkembangan Volume Ekspor

Banten

Sumber: Bank Indonesia

Tabel I.3. Perkembangan Ekspor Produk-produk Utama Banten (Manufactured Goods)

Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10

Volume 48.577.689 53.525.181 51.419.965 55.240.985 51.475.868 47.293.624 46.383.648 52.774.744

Growth -30,34 7,36 9,21 22,90 6,19 -17,85 6,58 27,84

Volume 10.717.517 11.688.262 12.646.114 13.009.098 11.491.609 11.578.649 11.712.976 11.969.891

Growth 25,71 19,18 25,64 18,50 7,57 10,37 11,70 17,29

Volume 16.125.224 8.261.149 17.747.640 4.876.896 7.373.542 7.316.749 3.399.420 55.056.626

Growth -81,52 -58,16 -63,91 -43,73 31,01 40,89 703,18 136,62

Volume 7.518.114 6.984.034 7.956.951 7.600.449 7.716.708 8.367.234 8.391.766 9.792.076

Growth 184,97 84,81 83,96 45,90 29,32 18,29 17,01 22,11

Volume 15.550.197 15.744.711 18.586.544 21.063.502 19.818.902 24.269.692 21.573.976 22.247.089

Growth 24,23 97,51 132,37 104,87 94,47 126,00 88,18 39,93

Mineral bukan

logam

Logam Tidak

Mengandung Besi

Besi/Baja

Tekstil

Kertas dan Produk

Kertas

Uraian

Sumber: Bank Indonesia

Triwulan III 2010

7

Kajian Ekonomi Regional Banten

Tabel I.4. Perkembangan Ekspor Produk-produk Utama Banten (Miscellanous

Manufactured Articles)

Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10

Volume 5.417.620 5.228.275 5.422.386 4.386.873 3.929.706 4.222.831 4.112.060 4.117.264

Growth 8,51 14,61 11,44 2,84 -4,97 -8,33 -9,29 -3,51

Volume 2.980.881 2.884.538 2.765.231 2.763.647 3.050.976 3.931.621 3.842.569 3.587.583

Growth 8,54 0,69 5,39 6,22 -8,09 22,89 12,07 20,95

Volume 8.419.483 6.807.355 6.928.695 8.858.967 8.920.657 9.458.630 8.963.996 8.108.070

Growth 41,01 18,83 38,15 38,18 24,29 43,15 74,46 64,32

Uraian

Furnitur

Pakaian Jadi

Alas Kaki

Sumber: Bank Indonesia

Di sisi lain, impor Banten cenderung stabil pada periode laporan. Dari Grafik I.10, secara

umum pertumbuhan impor Banten terindikasi masih relatif stabil bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Impor barang modal yang masih cenderung melambat diperkirakan

menahan laju impor barang yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tingginya persediaan

pada periode sebelumnya oleh pelaku ekonomi/industri yang disebabkan oleh kondisi harga

yang relatif rendah pada periode tersebut, sehingga pada triwulan laporan cenderung tidak

melakukan atau mengurangi impor barang modal.

-60-40-20020406080100120140160

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8

2008 2009 2010

% y

oy

US

D J

uta

Nilai Impor Growth (RHS)

Grafik I.10. Perkembangan Nilai Impor

Banten

Sumber: Bank Indonesia

-100

-50

0

50

100

150

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8

2008 2009 2010

USD

Ju

ta

% y

oy

Volume Impor Growth

Grafik I.11. Perkembangan Volume Impor

Banten

Sumber: Bank Indonesia

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

800

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8

2008 2009 2010

% y

oy

Growth Volume Impor Banten

Growth Volume Impor Barang Konsumsi

Growth Volume Impor Barang Modal

Growth Volume Impor Bahan Baku/Penolong

Grafik I.12. Perkembangan Impor Barang Konsumsi, Barang Modal dan Bahan

Baku/Penolong Banten

Sumber: Bank Indonesia

Triwulan III 2010

8

Kajian Ekonomi Regional Banten

1.1.4. Konsumsi Pemerintah

Realisasi belanja pemerintah pada triwulan laporan semakin baik dan terus mendekati

targetnya dengan perkiraan mencapai sekitar 79,24% hingga akhir Triwulan III 2010.

Belanja Pemerintah Provinsi Banten hingga semester I 2010 yang tercatat pada Dinas

Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Banten mencapai sebesar Rp 888,26 miliar

atau sebesar 35,37% terhadap total belanja tahun 2010. Dari prognosis APBD Banten tahun

2010 diproyeksikan realisasi belanja pemerintah provinsi Banten hingga akhir tahun 2010

sebesar Rp 2,50 triliun, belanja daerah hingga Triwulan III 2010 diperkirakan dapat mencapai Rp

1,70 triliun atau sekitar 67,54% lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja daerah

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 63,85%. Realisasi belanja modal pemerintah

Provinsi Banten yang pada tahun 2010 dapat mencapai 99,43% diperkirakan dapat membantu

tingkat investasi Banten khususnya melalui pembangunan infrastruktur.

Tabel I.5. Persentase Realisasi APBD Banten

Tw I Tw II Tw III Tw I - Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III* Tw I - Tw III*APBD Banten 2.366,62 2.366,62 2.525,07 2.525,07 2.525,07 2.525,07 2.511,27 2.511,27 2.511,27 2.511,27 Realisasi per Triwulan 136,57 720,43 755,27 1.612,27 808,55 2.420,82 293,86 594,40 807,78 1.696,04

Persentase realisasi 5,77% 30,44% 29,91% 63,85% 32,02% 95,87% 11,70% 23,67% 32,17% 67,54%

20102009Uraian 2009

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Banten (angka Tw III 2010 merupakan

perkiraan Bank Indonesia)

1.2. SISI PENAWARAN

Pertumbuhan ekonomi terus berlanjut pada level yang tinggi sebesar 6,13% (yoy)

seiring dengan meningkatnya kinerja sektoral secara umum di Banten. Berbagai sektor

utama seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor

pengangkutan dan komunikasi, dan beberapa sektor lainnya bertumbuh relatif tinggi pada

Triwulan III 2010. Beberapa sektor ekonomi yang terindikasi sedikit melambat pun tetap

tumbuh pada level yang tinggi, yaitu sektor pertambangan dan penggalian; sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Membaiknya perekonomian nasional

yang diindikasikan dari membaiknya tendensi bisnis di Indonesia berimbas positif terhadap

berbagai sektor di Banten. Tingginya laju perekonomian di Banten terlihat dari indeks

perkembangan realisasi kegiatan usaha di Banten yang terus meningkat, meningkatnya gairah

dan ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi bisnis, serta adanya ekspansi usaha khususnya di

sektor industri pengolahan.

Triwulan III 2010

9

Kajian Ekonomi Regional Banten

Tabel I.6. Pertumbuhan Ekonomi Banten Berdasarkan Sektor Ekonomi

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan

Perikanan

3,91 3,45 5,21 5,87 5,89 ↑

Pertambangan dan Penggalian 11,37 5,78 6,26 8,93 8,56 ↓

Industri Pengolahan 1,64 1,95 2,06 2,49 2,60 ↑

Listrik, Gas dan Air Bersih 4,56 5,52 12,67 11,07 12,39 ↑

Bangunan 8,73 3,54 5,87 6,97 7,39 ↑

Perdagangan, Hotel dan Restoran 7,22 7,99 8,23 8,43 9,70 ↑

Pengangkutan dan Komunikasi 10,02 11,16 11,82 11,98 12,17 ↑

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

11,93 9,57 8,08 7,60 6,99 ↓

Jasa-jasa 5,42 5,08 6,22 6,70 5,11 ↓

PDRB 4,64 4,82 5,48 5,80 6,13 ↑

20102009KetSektor

Sumber: BPS Provinsi Banten, Triwulan III 2010 merupakan angka sangat sementara

85

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*

2006 2007 2008 2009 2010

Indeks Tendensi Bisnis

Grafik I.13. Perkembangan Indeks

Tendensi Bisnis Nasional

Sumber: BPS

-30,00

-20,00

-10,00

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III

2008 2009 2010

Sald

o B

ers

ih

Realisasi Kegiatan Usaha

Grafik I.14. Perkembangan Realisasi

Kegiatan Usaha

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank

Indonesia

1.2.1. Sektor Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan

Sektor pertanian meningkat secara moderat pada Triwulan III 2010 pada level 5,89%

(yoy). Musim kemarau basah pada Triwulan III 2010 yang menyebabkan kondisi kecukupan air

tanah menjadi memadai selayaknya dan mendorong peningkatan produksi padi di sentra-sentra

produksi di Banten, sehingga dapat mencapai target pada tahun 2010 sebesar 2,03 juta ton.

Gangguan berupa banjir dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) khususnya untuk sawah

di wilayah Serang dan Lebak, diperkirakan tidak banyak mempengaruhi produksi padi pada

triwulan laporan. Dalam rangka meminimalisasi gangguan OPT tersebut di masa datang,

Pemerintah Kabupaten Lebak telah menghimbau kepada para petani untuk melakukan tanam

secara serentak pada musim tanam ketiga tahun 2010.

Triwulan III 2010

10

Kajian Ekonomi Regional Banten

Berdasarkan data ARAM II 2010, produksi padi di wilayah Banten pada tahun 2010

dapat mencapai 1,89 juta kg Gabah Kering Giling, atau meningkat sekitar 2,52% (yoy)

dibandingkan tahun sebelumnya. Sasaran indikatif Pemerintah Provinsi Banten terhadap

produksi padi mencapai 2,03 juta ton GKG pada tahun 2010. Target tersebut didukung oleh

adanya musim kemarau basah dengan curah hujan yang diperkirakan masih tetap tinggi hingga

bulan Agustus 2010 dan masuknya musim penghujan pada akhir Triwulan III 2010. Kondisi ini

justru mendukung sektor tanaman bahan makanan terutama pertanian pada sawah tadah

hujan di Banten. Selain itu, peningkatan produktivitas padi juga didukung oleh adanya program

peningkatan produktivitas padi sawah dan padi ladang yang dilakukan melalui bantuan

langsung benih unggul (BLBU) dan cadangan benih nasional (CBN).

Tabel I.7. Perkiraan Awal Musim Hujan dan Sifat Hujan di Wilayah Banten

Semester II 2010

Irigasi (Ha) Non Irigasi (Ha)

1. Pandeglang bagian barat Sep I – Sep III AN 1.652,54 29.475,78

2. Pandeglang bagian utara, Serang

bagian Selatan Sep II – Okt I N 1.196,28 15.942,15

3. Lebak bagian barat, Pandeglang

bagian timur Sep II – Okt I AN 2.039,35 22.758,85

4. Serang bagian utara, Tengerang

bagian utara, DKI Jakarta bagian

utara, Bekasi bagian utara Nov I – Nov III AN 12.551,28 63.830,01

5. Serang bagian tenggara, Tangerang

bagian selatan Sep III - Okt II N 5.018,01 30.993,61

No. DaerahAwal Musim

Hujan AntaraSifat Hujan

Luas Sawah

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

Ket: (AN: di Atas Normal, N: Normal)

Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan yang cenderung meningkat

diperkirakan juga disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian Banten.

Membaiknya kinerja sektor pertanian Banten khususnya subsektor tanaman pangan

menyebabkan indeks NTP tanaman pangan semakin meningkat dan menunjukkan adanya

peningkatan daya beli petani pada sektor tersebut.

84

86

88

90

92

94

96

98

100

102

Jun-0

8

Jul-08

Agust

-08

Sep-0

8

Okt-

08

Nop-0

8

Des-

08

Jan

-09

Feb-0

9

Mar-

09

Apr-

09

Mei-0

9

Jun-0

9

Jul-09

Agust

-09

Sep-0

9

Okt-

09

Nop-0

9

Des-

09

Jan

-10

Feb-1

0

Mar-

10

Apr-

10

Mei-1

0

Jun-1

0

Jul-10

Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan

Grafik I.5. Perkembangan Indeks NTP Tanaman Pangan Banten

Sumber: BPS Provinsi Banten

Triwulan III 2010

11

Kajian Ekonomi Regional Banten

Tabel I.8. Indeks Nilai Tukar Petani per Subsektor

Tw III Tw IV Tw I Tw II Juli Agustus

Pangan 92,94 95,80 98,29 100,06 101,14 100,51

Hortikultura 105,9 104,79 102,57 103,25 108,53 109,44

Perkebunan Rakyat 106,27 104,53 102,41 104,15 104,69 102,02

Peternakan 108,61 107,41 105,32 103,93 105,68 106,42

Perikanan 98,64 96,78 96,21 96,21 97,50 97,56

NTP 98,77 99,67 100,11 101,18 103,19 102,92

NTP per Sub Sektor2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten

Sementara itu, kinerja subsektor pertanian hortikultura, peternakan dan perikanan

cenderung meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan subsektor tanaman pangan

pada Triwulan III 2010 sehingga menyebabkan peningkatan Nilai Tukar Petani

subsektor tersebut. Meningkatnya kinerja subsektor hortikultura, peternakan dan perikanan

diperkirakan dapat menopang sektor pertanian untuk tumbuh stabil dengan tendensi sedikit

lebih baik dibandingkan dengan Triwulan II 2010.

1.2.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan dan penggalian bertumbuh pada level yang tinggi sebesar

8,56% (yoy) namun mengalami sedikit perlambatan. Faktor utama penyebabnya

adalah melambatnya ekspor mineral bukan logam maupun logam tidak mengandung

besi pada periode laporan. Pada Triwulan III 2010 terlihat adanya tren penurunan ekspor

barang-barang galian. Terlihat pada grafik I.16, volume ekspor mineral tidak mengandung

logam dan logam bukan besi menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Bahkan

pada ekspor logam bukan besi (non ferrous metal) terindikasi menurun sejak triwulan

sebelumnya. Perlambatan pada sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan juga

mempengaruhi perlambatan kebutuhan pembiayaan perbankan untuk sektor tersebut. Pada

posisi Agustus 2010, kredit perbankan untuk sektor pertambangan dan penggalian tercatat

sebesar Rp 228,61 miliar dengan level pertumbuhan sebesar 47,26% (yoy) yang relatif

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

(80,00)

(60,00)

(40,00)

(20,00)

-

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

-

50

100

150

200

250

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Tw I Tw II Tw III*

2008 2009 2010

Rp

Mil

iar %

y-o

-y

Kredit Sektor Pertambangan Growth (RHS)

Grafik I.16. Perkembangan Kredit untuk Sektor Pertambangan Berdasarkan Lokasi

Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia

Triwulan III 2010

12

Kajian Ekonomi Regional Banten

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

250

-

5

10

15

20

25

30

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2008 2009 2010

Rib

u T

on

% y

oy

Volume Ekspor Mineral Tidak Mengandung Logam

Growth (RHS)

Grafik I.17. Perkembangan Volume Ekspor

Mineral Tidak Mengandung Logam

Banten

Sumber: Bank Indonesia

-100

-50

0

50

100

150

200

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2008 2009 2010

Rib

u T

on

% y

oy

Volume Ekspor Logam Non Besi Growth (RHS)

Grafik I.18. Perkembangan Volume Ekspor

Logam Bukan Besi Banten

Sumber: Bank Indonesia

1.2.3. Sektor Industri Pengolahan

Perkembangan sektor industri pengolahan terus menunjukkan kinerja yang

meningkat. Pertumbuhan sektor tersebut pada Triwulan III 2010 berada pada level

2,60% (yoy). Kinerja berbagai perusahaan pada sektor industri pengolahan di Banten

terindikasi terus membaik. Subsektor industri baja, kertas dan kimia yang merupakan industri-

industri utama di Banten terindikasi meningkat, seiring dengan membaiknya perekonomian

domestik tahun 2010 yang diproyeksikan dapat bertumbuh mencapai 6,6% (yoy) oleh IMF dan

pertumbuhan ekonomi dunia yang dapat mencapai sekitar 4,6% (yoy) pada tahun 2010.

Tabel I.9. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Maju di Dunia

2010 2011

Dunia 3,0 -0,6 4,6 4,3

USA 0,4 -2,4 3,3 2,9

Eropa 0,6 -4,1 1,0 1,3

Jepang -1,2 -5,2 2,4 1,8

UK 0,5 -4,9 1,2 2,1

Canada 0,5 -2,5 3,6 2,8

Negara Maju Lainnya 1,7 -1,2 4,6 3,7

Proyeksi20092008Area

Sumber: World Economic Outlook Update July 2010, IMF

Meningkatnya permintaan domestik maupun internasional, serta ekspektasi pelaku usaha

terhadap perekonomian mendatang diperkirakan dapat mendorong peningkatan kinerja sektor

industri pengolahan pada periode mendatang. Tren meningkatnya European Purchasing

Manager Index pada Triwulan III 2010 juga mengindikasikan adanya ekspektasi yang semakin

membaik terhadap kondisi bisnis global pada masa mendatang di Eropa. Kondisi tersebut

memacu ekspor dari Indonesia termasuk Banten ke negara tujuan ekspor seperti Eropa

khususnya untuk produk alas kaki, serta komoditas kertas dan produk kertas pada saat ini dan

triwulan mendatang.

Triwulan III 2010

13

Kajian Ekonomi Regional Banten

Grafik I.19. European Purchasing Managers’ Index

Sumber: Bloomberg

-60

-40

-20

0

20

40

60

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

2009 2010

Sal

do

Be

rsih

Industri Pengolahan

Grafik I.20. Indeks Ekspektasi Kegiatan

Usaha Sektor Industri Pengolahan

Wilayah Banten 6 Bulan yang Akan

Datang

Sumber: Bank Indonesia

(40,00)

(30,00)

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

-

5

10

15

20

25

30

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

Rp

Tri

liu

n % y

-o-y

Kredit Sektor Industri Pengolahan Growth (RHS)

Grafik I.21. Perkembangan Kredit untuk

Sektor Industri Pengolahan Berdasarkan

Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia

Kinerja subsektor industri pengolahan utama seperti besi/baja, kimia, kertas terus menunjukkan

perbaikan. Permintaan baja domestik sempat mengalami sedikit perlambatan pada bulan

Ramadhan namun diperkirakan kembali stabil setelah perayaan Idul Fitri 1431 H. Kondisi ini

akan terus meningkat hingga Triwulan IV 2010 seiring dengan kebutuhan yang tinggi untuk

pembangunan proyek-proyek infrastruktur pemerintah dan swasta (seperti untuk kebutuhan

industri otomotif dan suku cadang yang meningkat) serta permintaan dunia yang diproyeksikan

terus meningkat hingga akhir tahun 2010. Permintaan besi dan baja nasional diproyeksikan

dapat tumbuh sekitar 5%-10% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana sekitar 55%

terhadap total kebutuhan (sekitar 5 juta ton) dapat dipenuhi oleh pasar domestik dan sisanya

(sekitar 4 juta ton) berasal dari impor.

Triwulan III 2010

14

Kajian Ekonomi Regional Banten

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

160,00

180,00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9

2008 2009 2010

Angka Indeks Industri Baja

Grafik I.22. Indeksasi Industri Besi dan Baja dari Banten

Sumber: Produsen Baja Banten

Sementara itu, meningkatnya harga bahan baku baja berupa bijih besi maupun scrap dan

meningkatnya permintaan, diperkirakan akan mendorong harga baja dunia terus meningkat.

Harga baja dunia pada awal tahun 2010 relatif rendah, tetapi pada bulan Maret-April 2010

terdorong meningkat seiring dengan asumsi perekonomian dunia yang membaik. Adanya

sentimen negatif dari fenomena krisis di Eropa menekan kenaikan harga baja dunia pada Mei-

Juni 2010, baru pada sejak awal Triwulan III 2010 harga baja mulai kembali meningkat.

Peningkatan tersebut disebabkan oleh pemangkasan produksi baja oleh berbagai produsen di

dunia dan meningkatnya permintaan, seperti permintaan baja China yang oleh World Steel

diperkirakan Association dapat meningkat sekitar 10% pada tahun 2010.

-200

-1000

100200

300

400500

600700

800

-

10 20

30 40

50

60 70

80 90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8

2008 2009 2010

Rib

u T

on

% y

oy

Volume Ekspor Besi/Baja Growth (RHS)

Grafik I.23. Perkembangan Ekspor Besi

dan Baja dari Banten

Sumber: Bank Indonesia

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2007 2008 2009 2010

USD

/to

n

Harga Ekspor Besi dan Baja

Grafik I.24. Rata-rata Harga Ekspor Besi

dan Baja dari Banten

Sumber: Bank Indonesia

Sementara itu pada subsektor industri kimia, terdapat salah satu produsen kimia terbesar di

Banten meningkatkan produksi bahan baku plastik mudah terurai dan ramah lingkungan

[polyethylene degradable asrene-SF5008E) secara bertahap sesuai permintaan pasar. Untuk

tahap awal, tingkat produksi produk yang baru diproduksi mulai Agustus 2010 tersebut hanya

mencapai 2.500 hingga 3.000 per bulan. Kapasitas produksi terpasang mencapai kisaran

70.000 ton per tahun atau sekitar 6.000 ton per bulan, sehingga pada periode ke depan

kapasitas produksi akan ditingkatkan sesuai dengan permintaan bahan baku plastik ramah

lingkungan saat ini sekitar 6.000 ton per bulan.

Triwulan III 2010

15

Kajian Ekonomi Regional Banten

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

-

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8

2008 2009 2010

Rib

u T

on %

yo

y

Volume Ekspor Bahan Kimia Growth (RHS)

Grafik I.25. Perkembangan Ekspor Bahan Kimia dari Banten

Sumber: Bank Indonesia

Meningkatnya permintaan kertas pada Semester I 2010 telah mendorong kenaikan harga bubur

kertas baik serat pendek maupun serat panjang pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Peningkatan permintaan dunia dan peningkatan harga pulp dan kertas hingga

pertengahan tahun 2010 menjadi penyebab peningkatan penjualan dan laba bersih

perusahaan. Diperkirakan pertumbuhan usaha dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di

sub sektor tersebut dapat mencapai 10%-20% hingga akhir tahun 2010. Salah satu produsen

pulp dan kertas dengan skala besar di Banten akan meningkatkan kapasitas produksi

pulp/bubur kertas menjadi sekitar 2,4 juta ton pada tahun 2010, dimana pada tahun

sebelumnya hanya berkisar 2 juta ton per tahun. Pasokan bahan baku kayu yang mencukupi

serta kondisi kapasitas mesin yang memadai diharapkan dapat mendukung pencapaian target

tersebut. Dengan peningkatan produksi pulp tersebut, maka kapasitas produksi kertas dapat

ditingkatkan dari sekitar 700.000 ton pada tahun 2009 menjadi sekitar 800.000 ton pada

tahun 2010.

-40-30-20-10010203040506070

-

10

20

30

40

50

60

70

80

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2008 2009 2010

Rib

u T

on

% y

oy

Volume Ekspor Kertas dan Produk Kertas Growth (RHS)

Grafik I.26. Perkembangan Ekspor Kertas

dan Produk Kertas Banten

Sumber: Bank Indonesia

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1.000

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2007 2008 2009 2010

USD

/to

n

Harga Ekspor Kertas dan Produk Kertas

Grafik I.27. Perkembangan Rata-rata Harga

Ekspor Kertas dan Produk Kertas Banten

Sumber: Bank Indonesia

1.2.4. Sektor Bangunan

Kinerja sektor bangunan terlihat semakin meningkat pada periode laporan yang

bertumbuh cukup tinggi sebesar 7,39% (yoy). Membaiknya ekspektasi pelaku dunia usaha

terhadap perekonomian dan daya beli masyarakat pada periode mendatang diperkirakan

Triwulan III 2010

16

Kajian Ekonomi Regional Banten

mampu memberikan imbas positif yang signifikan terhadap kinerja sektor bangunan di Banten.

Optimisme dari pengembang-pengembang besar yang direalisasikan melalui pembangunan

berbagai properti komersial maupun residensial khususnya di wilayah Tangerang dan Serang

diperkirakan akan terus terjaga positif hingga triwulan mendatang. Sementara itu, tren

penurunan suku bunga kredit yang semakin membaik seiring dengan dipertahankannya BI Rate

pada level 6,5% hingga September 2010 semakin memberikan kemudahan akses pembiayaan

melalui kredit sehingga mendorong peningkatan minat masyarakat untuk membeli properti.

Tetap tingginya investasi dalam bentuk properti (yang relatif tidak mengalami penyusutan nilai)

juga menjadi pendorong peningkatan sektor properti. Selama periode Semester I 2010,

berbagai pengembang yang berlokasi di Banten berhasil membukukan laba bersih yang lebih

tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2009.

Tabel 1.10. Kinerja Beberapa Emiten Properti Semester I 2010

2009 2010 2009 2010 2009 2010Alam Sutera Realty 66,52 123,94 86,32 232,86 396,77 70,39 28,56 31,24 Summarecon Agung 68,72 101,63 47,89 255,24 677,63 165,49 26,92 15,00

Bumi Serpong Damai 125,07 182,55 45,96 535,63 606,91 13,31 23,35 30,08 Lippo Karawaci 208,56 221,06 5,99 284,86 292,27 2,60 73,22 75,64

Laba Bersih (Rp

Miliar)EmitenGrowth

(%)

Pendapatan (Rp

Miliar)Growth

(%)

Margin Laba Bersih

(%)

Sumber: Laporan Keuangan Emiten per Juni 2010, Bursa Efek Indonesia

-150,00

-100,00

-50,00

0,00

50,00

100,00

150,00

T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III

2008 2009 2010

Sald

o B

ers

ih

Realisasi Kegiatan Usaha

Grafik I.28. Perkembangan Indeks

Realisasi Kegiatan Usaha di Banten

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank

Indonesia

-50,00

-40,00

-30,00

-20,00

-10,00

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*

2009 2010

% y

oy

Konsumsi ruko dan rukan

Grafik I.29. Perkembangan Indeks Realisasi

Kegiatan Usaha di Banten

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

1.2.5. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan mengalami peningkatan kinerja

yang cukup tinggi pada Triwulan III 2010 sebesar level 9,70% (yoy). Relatif kuatnya

konsumsi pada Triwulan III 2010 diperkirakan memberikan dorongan positif terhadap kinerja

sektor perdagangan, hotel dan restoran. Adanya beberapa stimulus seperti peningkatan

Triwulan III 2010

17

Kajian Ekonomi Regional Banten

pendapatan tahunan, besarnya Tunjangan Hari Raya pada tahun ini, pembelian barang tahan

lama yang meningkat dan membaiknya outlook perekonomian nasional diperkirakan akan

meningkatkan kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sementara itu meningkatnya

daya beli masyarakat di pedesaan khususnya petani tanaman pangan diprediksi juga menjadi

faktor yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat dan kinerja sektor ini.

Perkembangan tingkat hunian hotel di Banten untuk triwulan laporan juga diperkirakan akan

terus mengalami tren peningkatan seperti tahun sebelumnya.

-80,00

-60,00

-40,00

-20,00

0,00

20,00

40,00

60,00

T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III

2008 2009 2010Sa

ldo

Bers

ih

Realisasi Kegiatan Usaha

Grafik I.30. Perkembangan Indeks

Realisasi Kegiatan Usaha Sektor

Perdagangan di Banten

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank

Indonesia

53,1154,21

56,66

58,54

56,5

61,14

48

50

52

54

56

58

60

62

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II

2009 2010

%

Tingkat Hunian Hotel

Grafik I.31. Perkembangan Tingkat Hunian

Hotel di Banten

Sumber: Survei Harga Properti Komersial, Bank

Indonesia

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9

2008 2009 2010

Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama

Grafik I.32. Perkembangan Indeks

Ketepatan Waktu Pembelian Barang

Tahan Lama di Banten

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

(5,00)

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

45,00

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Tw I Tw II Tw III Tw

IV

Tw I Tw II Tw III Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

Rp

Tri

liu

n % y

-o-y

Kredit Sektor Perdagangan Growth (RHS)

Grafik I.33. Perkembangan Kredit untuk

Sektor Perdagangan Berdasarkan Lokasi

Proyek di Banten

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

1.2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi yang meningkat sebesar 12,17% (yoy)

pada triwulan laporan diperkirakan didorong oleh peningkatan pembiayaan yang

signifikan dari perbankan dan terus membaiknya sektor industri pengolahan. Pada

pertengahan Triwulan III 2010 kredit yang diberikan untuk sektor pengangkutan tercatat

Triwulan III 2010

18

Kajian Ekonomi Regional Banten

bertumbuh sangat tinggi sebesar 271,13% (yoy) dengan nominal Rp 1,39 triliun. Tingginya

pembiayaan perbankan untuk sektor tersebut diperkirakan mendorong peningkatan kinerja dari

sektor pengangkutan dan komunikasi. Diperkirakan kredit perbankan tersebut juga

dipergunakan untuk membiayai impor alat transportasi untuk kebutuhan non industri yang

bertumbuh tinggi hingga pertengahan Triwulan III 2010.

(50,00)

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

Rp

Mil

iar %

y-o

-y

Kredit Sektor Pengangkutan Growth (RHS)

Grafik I.34. Perkembangan Kredit untuk

Sektor Pengangkutan Berdasarkan Lokasi

Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia

-200,00

0,00

200,00

400,00

600,00

800,00

1000,00

1200,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8

2009 2010

% y

oy

Transport Equipment (Non Industrial)

Grafik I.35. Perkembangan Impor Alat

Transportasi (Non Industri) Banten

Sumber: Bank Indonesia

505,97

349,10

39,92

8,1713,3417,07

5,55

23,51

0,00

100,00

200,00

300,00

400,00

500,00

600,00

% y

oy

Telephone Set

Grafik I.36. Perkembangan Impor Telephone Set Banten

Sumber: Bank Indonesia

1.2.7. Sektor-sektor Lainnya

Sektor listrik, gas dan air diperkirakan bertumbuh cukup tinggi pada level 12,39%

(yoy) pada Triwulan III 2010 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar

11,07% (yoy). Kinerja sektor listrik, gas dan air pada periode laporan yang terlihat meningkat

didorong adanya pembiayan perbankan yang masih bertumbuh tinggi dan peningkatan

kebutuhan impor barang-barang terkait kelistrikan, gas dan air hingga pertengahan Triwulan III

2010.

Triwulan III 2010

19

Kajian Ekonomi Regional Banten

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

-

1

2

3

4

5

6

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Tw I Tw II Tw III Tw IV

Tw I Tw II Tw III*

2008 2009 2010

Rp

Tri

liu

n % y

-o-y

Kredit Sektor LGA Growth (RHS)

Grafik I.37. Perkembangan Kredit untuk

Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia

0

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8

2009 2010

Un

it

Electricity, Gas, Steam and Hot Water

Grafik I.38. Perkembangan Impor Barang-

barang Kelistrikan, Gas dan Air Banten

Sumber: Bank Indonesia

Sementara itu, sektor keuangan, persewaan relatif melambat pada Triwulan III 2010

pada level 6,99% (yoy). Pertumbuhan kredit untuk lokasi proyek di Banten yang relatif

melambat pada level sekitar 25,23% (yoy) dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya

yang bertumbuh pada level 36,47% (yoy) diperkirakan memberikan efek perlambatan terhadap

sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada periode laporan. Selain itu adanya

indikasi over supply pada persewaan ruko-ruko dan pergudangan di beberapa kota/daerah

industri juga menjadi salah satu penyebab perlambatan pada sektor ini.

Sektor jasa-jasa juga terlihat melambat pada level 5,11% (yoy) yang terindikasi dari

menurunnya ekspektasi pelaku usaha akan kondisi usaha sektor jasa di triwulan

laporan dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, menunjukkan bahwa

pada pelaku usaha banyak yang cenderung menahan ekspansi usahanya. Namun

demikian, dukungan pertumbuhan kredit perbankan untuk sektor jasa sosial kemasyarakatan

yang tinggi dapat menahan perlambatan sektor jasa.

-20

0

20

40

60

80

100

120

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

2009 2010

Sald

o B

ers

ih

Jasa-jasa

Grafik I.39 Perkembangan Kredit untuk

Sektor Jasa Dunia Usaha Berdasarkan

Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

350,00

400,00

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

Rp

Mil

iar %

y-o

-y

Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat Growth (RHS)

Grafik I.40 Perkembangan Kredit untuk

Sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan

Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia

Triwulan III 2010

20

Kajian Ekonomi Regional Banten

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Triwulan III 2010

21

Kajian Ekonomi Regional Banten

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Inflasi Banten sebesar 4,59% (yoy) terlihat relatif terjaga dan berada di bawah level

inflasi nasional sebesar 5,80% (yoy) pada Triwulan III 2010. Berdasarkan hasil disagregasi

inflasi, tekanan inflasi dari kelompok volatile foods khususnya padi-padian dan bumbu-

bumbuan serta kelompok administered price khususnya kenaikan tarif dasar listrik cukup besar

dengan tendensi yang meningkat. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga cukup kuat karena

membaiknya perekonomian yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.

2.1. Perkembangan Inflasi Banten

Dari Triwulan I 2010 hingga akhir Triwulan III 2010 perkembangan inflasi Banten cukup

menggembirakan dengan level yang tetap berada di bawah level nasional bahkan

dengan selisih/deviasi yang semakin besar. Inflasi tahunan Banten pada akhir Triwulan III

2010 berada pada level 4,59% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar

5,80% (yoy), sehingga deviasinya menjadi sebesar -1,21%. Meskipun angka inflasi Banten

masih berada pada koridor sasaran inflasi nasional pada kisaran 5%±1% (yoy), namun pada

Triwulan III 2010 mulai terjadi peningkatan tekanan inflasi terutama disebabkan oleh adanya

gejolak dari sisi supply.

11,01

9,739,19

3,213,122,752,992,86

3,203,713,163,503,35

4,445,325,63

4,59

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2009 2010

% y

-o-y

Inflasi Banten

Grafik II.1 Perkembangan Inflasi Banten

Sumber: BPS Provinsi Banten

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2008 2009 2010

% y

oy

Deviasi Nasional Banten

Grafik II.2 Perbandingan Inflasi Banten dan

Nasional

Sumber: BPS Provinsi Banten dan BPS RI

Sementara itu, secara triwulanan terjadi kenaikan inflasi yang cukup signifikan pada

Triwulan III 2010. Pada bulan September 2010 inflasi triwulanan Banten mencapai level

2,23% (qtq) lebih tinggi dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya, yang mencapai 0,7%

(qtq) di Triwulan I 2010 dan sebesar 1,43% (qtq) di Triwulan II 2010. Kelompok bahan

Triwulan III 2010

22

Kajian Ekonomi Regional Banten

makanan, perumahan dan sandang adalah kelompok yang mengalami kenaikan harga relatif

paling tinggi pada triwulan laporan.

Tabel II.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan (% qtq) Banten per Kelompok

Kelompok Tw I '10 Tw II '10 Tw III '10

Umum 0,70 1,43 2,23

Bahan Makanan 0,70 4,88 4,49

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1,48 0,78 0,91

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,54 0,21 2,32

Sandang 0,84 1,28 3,34

Kesehatan 1,21 0,72 1,30

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,28 0,10 0,41

Transportasi dan Komunikasi 0,13 0,10 1,18

Sumber: BPS Provinsi Banten

Inflasi bulanan Banten mengalami tren yang relatif menurun pada Triwulan III 2010

dengan level sebesar 0,34% (mtm) pada akhir triwulan laporan. Berbagai kelompok

komoditas cenderung mengalami penurunan indeks harga kecuali kelompok sandang dan

kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Sementara itu, walaupun kenaikan

indeks harga bulanan kelompok bahan makanan relatif tinggi pada level 0,60% (mtm) pada

akhir Triwulan III 2010, namun angkanya relatif telah mulai menurun dibandingkan pada awal

Triwulan II 2010. Salah satu penyebabnya adalah indeks subkelompok bumbu-bumbuan yang

terus menurun hingga mengalami deflasi sebesar -4,38% (mtm) pada bulan September 2010

sempat mengalami kenaikan indeks harga sebesar 36,96% (mtm) pada bulan Juni 2010 yang

disebabkan adanya gangguan pasokan.

Tabel II.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (% mtm) Banten per Kelompok

Kelompok Juli '10 Agt '10 Sep '10

Umum 0,99 0,89 0,34

Bahan Makanan 3,43 0,43 0,60

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,08 0,72 0,10

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,15 2,07 0,09

Sandang 0,17 1,20 1,94

Kesehatan 0,26 0,92 0,12

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,30 0,17 (0,05)

Transportasi dan Komunikasi 0,61 0,20 0,37

Sumber: BPS Provinsi Banten

2.1.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas

Adanya shock dari sisi supply seperti yang terjadi pada kelompok bahan makanan dan

kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada Triwulan III 2010,

mendorong peningkatan kenaikan harga pada kelompok-kelompok dengan kontribusi

besar terhadap inflasi Banten. Kelompok bahan makanan mengalami kenaikan indeks harga

yang cukup tinggi sebesar 9,00% (yoy) pada akhir Triwulan III 2010 dengan andil terbesar

Triwulan III 2010

23

Kajian Ekonomi Regional Banten

terhadap inflasi sebesar 2,05%. Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan

bakar mengalami kenaikan indeks harga sebesar 3,65% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan

akhir triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh adanya kenaikan administered price yaitu Tarif

Dasar Listrik sejak bulan Juli 2010.

Tabel II.3. Inflasi Tahunan (% yoy) dan Andil Inflasi Tahunan (%) Banten per Kelompok

Komoditas Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw IIIAndil Tw

III '10

Umum 3,11 2,86 3,16 4,44 4,59 4,59

Bahan Makanan 2,58 1,81 1,16 7,90 9,00 2,05

Makmin, Rokok dan Tbk 10,11 8,35 5,73 5,54 4,57 0,89

Perum, Air, LGA dan BB 2,93 3,15 3,30 2,12 3,65 0,87

Sandang 7,90 7,17 5,21 7,24 6,85 0,34

Kesehatan 8,17 6,77 5,08 4,26 3,81 0,16

Pend, Rekreasi dan Olahraga 3,53 6,15 5,87 5,32 5,05 0,33

Trans, Kom dan Jasa Keu -4,59 -4,29 1,30 1,20 -0,31 -0,05

KELOMPOK

20092010

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Kelompok bahan makanan mengalami kenaikan indeks harga sebesar 9,00% (yoy)

pada akhir Triwulan III 2010 yang relatif lebih tinggi dibandingkan kedua triwulan

sebelumnya. Bahkan pada bulan Juli 2010, kelompok tersebut mengalami kenaikan indeks

harga sebesar 11,52% (yoy) yang disebabkan oleh kenaikan harga yang sangat signifikan

sebesar 85,34% (yoy) pada sub kelompok bumbu-bumbuan. Namun menuju akhir Triwulan III

2010, terlihat adanya penurunan tekanan inflasi dari sub kelompok tersebut yang didorong

oleh mulai masuknya masa panen cabe. Sub kelompok padi-padian juga memberikan kontribusi

yang cukup besar terhadap inflasi Banten pada Triwulan III 2010.

Tabel II.4. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Bahan Makanan Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Bahan Makanan 2,58 1,81 1,16 7,90 9,00

Padi-padian, Umbi-umbian -0,05 1,94 3,59 6,35 16,03

Daging dan Hasil-hasilnya -3,04 4,49 0,36 0,80 8,85

Ikan Segar 1,95 -1,65 -3,46 -1,83 -1,28

Ikan Diawetkan -6,75 -6,68 -6,90 2,76 5,46

Telur, Susu dan Hasil-hasilnya -2,73 -1,95 -2,19 0,97 3,88

Sayur-sayuran 5,54 -10,37 -5,79 6,79 2,98

Kacang - kacangan 9,55 -0,18 0,40 3,62 3,10

Buah - buahan 25,51 26,58 22,46 20,57 12,52

Bumbu - bumbuan 24,26 15,69 7,77 67,97 35,44

Lemak dan Minyak -13,38 -1,50 -4,58 -6,38 -4,33

Bahan Makanan Lainnya 9,57 5,07 2,89 2,67 1,96

Sub Kelompok2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten

Triwulan III 2010

24

Kajian Ekonomi Regional Banten

21,6120,74

7,77

21,4926,57

67,97

85,34

57,55

35,44

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00%

yo

y

Bumbu-bumbuan

Grafik II.3 Perkembangan Kenaikan Indeks

Harga Tahunan Sub Kelompok Bumbu-

bumbuan

Sumber: BPS Provinsi Banten

9,00

16,03

8,85

-1,28

5,46 3,882,98 3,10

12,52

35,44

-4,33

1,962,05 0,93 0,25

-0,04

0,04 0,09 0,05 0,03 0,22 0,69

-0,07

0,00

-10-505

10152025303540

Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)

Grafik II.4 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi

per Sub Kelompok Bahan Makanan

Banten

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Sementara itu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami

tren perlambatan kenaikan indeks harga dibandingkan dua triwulan sebelumnya

terutama pada sub kelompok makanan jadi. Sumbangan kelompok ini terhadap inflasi

Banten menempati posisi kedua tertinggi sekitar 0,89%. Tingkat konsumsi masyarakat yang

tinggi terhadap kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta tingkat inflasi

kelompok tersebut yang cukup tinggi pada periode laporan menyebabkan andilnya terhadap

inflasi Banten menjadi tinggi pula. Sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol terlihat

mengalami peningkatan tren kenaikan harga sejak awal tahun 2010. Adanya kenaikan tarif

cukai rokok dan kenaikan harga tembakau diperkirakan menjadi pemicu meningkatnya harga

rokok yang kemudian mendorong peningkatan indeks harga sub kelompok tersebut.

Tabel II.5. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok

dan Tembakau Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Makmin, rokok dan tembakau 10,11 8,35 5,73 5,54 4,57

Makanan Jadi 10,59 8,01 5,86 5,00 3,56

Minuman yang Tidak Beralkohol 11,23 8,48 6,23 6,85 5,36

Tembakau dan Minuman Beralkohol 7,49 9,01 4,70 5,80 6,71

Sub Kelompok2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten

Triwulan III 2010

25

Kajian Ekonomi Regional Banten

4,57

3,56

5,36

6,71

0,890,40 0,19 0,32

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

Makmin, rokok dan tembakau

Makanan Jadi Minuman yang Tidak

Beralkohol

Tembakau dan Minuman Beralkohol

%

Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)

Grafik II.5 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi per Sub Kelompok Makanan Jadi,

Minuman, Rokok dan Tembakau Banten

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Pemberlakuan kenaikan tarif dasar listrik pada awal Triwulan III 2010 diperkirakan

menjadi pemicu utama meningkatnya indeks harga kelompok perumahan, listrik, gas,

air dan bahan bakar pada Triwulan III 2010. Perkiraan tersebut didasarkan pada kenaikan

indeks harga sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang cukup signifikan pada

Triwulan III 2010. Pada akhir Triwulan III 2010, kenaikan indeks harga tahunan sub kelompok

tersebut mencapai kisaran 7,63% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks

harga kelompok perumahan, listrik, gas, air dan bahan bakar yang berada pada level 3,65%

(yoy). Sub kelompok bahan bakar dan penerangan memberikan kontribusi yang cukup besar

terhadap inflasi Banten sekitar 0,51%. Selain itu, sub kelompok biaya tempat tinggal juga

memberikan kontribusi yang besar pula terhadap kenaikan indeks harga kelompok perumahan

dan inflasi Banten secara keseluruhan sekitar 0,25%. Adanya kenaikan harga bahan-bahan

bangunan dan sewa rumah diperkirakan memberikan andil besar terhadap peningkatan

tekanan kenaikan harga kelompok tersebut.

Tabel II.6. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan

Bahan Bakar Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Perumahan, LGA dan Bahan Bakar 2,93 3,15 3,30 2,12 3,65

Biaya Tempat Tinggal 2,66 2,32 2,36 2,29 1,97

Bahan Bakar, Penerangan dan Air 1,24 2,92 3,70 1,64 7,63

Perlengkapan Rumahtangga 5,23 4,68 4,25 2,31 2,08

Penyelenggaraan Rumahtangga 7,00 7,01 6,00 3,05 2,68

Sub Kelompok2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten

Triwulan III 2010

26

Kajian Ekonomi Regional Banten

3,65

1,97

7,63

2,08 2,68

0,870,25 0,51 0,04 0,07

0,001,002,003,004,005,006,007,008,009,00

Per

um

ahan

, LG

A d

an

Bah

an

Baka

r

Bia

ya T

emp

at T

ing

gal

Bah

an B

aka

r,

Pen

era

ng

an d

an

Air

Perl

en

gka

pan

R

um

ah

tan

gg

a

Pen

yele

ng

gar

aan

R

um

ah

tan

gg

a

%

Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)

Grafik II.6 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi per Sub Kelompok Perumahan, Air, Listrik,

Gas dan Bahan Bakar Banten

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Peningkatan harga emas diperkirakan menjadi penyumbang terbesar kenaikan indeks

harga kelompok sandang pada periode laporan. Pada akhir Triwulan III 2010 kelompok

sandang mengalami perubahan indeks harga tahunan sebesar 6,85% (yoy). Tren peningkatan

harga emas dunia sejak awal Triwulan II 2010 masih berlanjut hingga periode laporan. Naiknya

harga emas dipicu pula perkiraan bahwa Bank Sentral USA akan menerapkan kebijakan

pelonggaran moneter, yang berdampak pada meningkatnya harga emas. Kenaikan harga emas

dunia tersebut menyebabkan kenaikan harga emas dalam negeri.

Tabel II.7. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Sandang Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Sandang 7,90 7,17 5,21 7,24 6,85

Sandang Laki-laki 13,15 13,10 12,44 11,64 6,83

Sandang Wanita 3,74 3,77 3,60 2,80 3,35

Sandang Anak-anak 4,11 4,28 3,33 2,53 3,10

Barang Pribadi dan Sandang Lain 9,76 6,75 1,72 12,45 14,85

Sub Kelompok2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten

6,85 6,83

3,35 3,10

14,85

0,34 0,08 0,05 0,03 0,180,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

Sandang Sandang Laki-laki

Sandang Wanita

Sandang Anak-anak

Barang Pribadi dan Sandang

Lain

%

Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)

Grafik II.7 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi

per Sub Kelompok Sandang Banten

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Grafik II.8 Perkembangan Harga Emas

Dunia

Sumber: www.goldprice.org

Triwulan III 2010

27

Kajian Ekonomi Regional Banten

Pada akhir Triwulan III 2010 kelompok kesehatan menngalami perubahan indeks harga

sebesar 3,81% (yoy) dengan kontribusi terhadap inflasi Banten sekitar 0,16%. Tren

penurunan indeks harga terjadi pada sub kelompok jasa kesehatan serta perawatan jasmani

dan kosmetika, sementara perubahan indeks harga pada sub kelompok obat-obatan dan sub

kelompok jasa perawatan jasmani cenderung meningkat. Adanya peningkatan tarif puskesmas,

ongkos bidan dan obat-obatan dengan resep diperkirakan memberikan tekanan yang cukup

besar terhadap kenaikan indeks harga kelompok kesehatan.

Tabel II.8. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Kesehatan Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Kesehatan 8,17 6,77 5,08 4,26 3,81

Jasa Kesehatan 8,86 8,36 9,33 7,16 4,87

Obat-obatan 3,83 0,17 -1,03 -1,17 1,64

Jasa Perawatan Jasmani 4,53 6,39 5,06 3,54 7,01

Perawatan Jasmani dan Kosmetika 9,79 8,23 4,31 4,28 3,47

Sub Kelompok2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten

3,814,87

1,64

7,01

3,47

0,16 0,07 0,01 0,02 0,060,001,002,003,004,005,006,007,008,00

Kese

hat

an

Jasa

Kese

hat

an

Ob

at-

ob

ata

n

Jasa

Pera

wata

n

Jasm

ani

Per

aw

ata

n Ja

sman

i d

an

Ko

smeti

ka%

Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)

Grafik II.9 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi per Sub Kelompok Kesehatan Banten

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Sementara itu, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami perubahan

indeks harga sebesar 5,05% (yoy) yang cenderung menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya dengan kontribusi terhadap inflasi Banten sekitar 0,33%. Penurunan tren

kenaikan indeks harga dari kelompok tersebut dipicu terutama oleh turunnya indeks harga sub

kelompok rekreasi, terutama pada komoditas elektronik seperti VCD/DVD player, televisi

berwarna, playstation, computer dan beberapa peralatan elektronik lain. Hal ini diperkirakan

tidak terlepas dari meningkatnya impor barang-barang elektronik dari China dan menguatnya

nilai Rupiah terhadap USD hingga akhir Triwulan III 2010.

Triwulan III 2010

28

Kajian Ekonomi Regional Banten

Tabel II.9. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan

Olahraga Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,53 6,15 5,87 5,32 5,05

Pendidikan 2,03 6,52 6,52 6,52 7,20

Kursus-kursus / Pelatihan 8,96 6,87 9,68 8,28 7,57

Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 6,91 7,87 8,07 6,31 2,83

Rekreasi 3,44 2,19 0,90 -0,26 -0,91

Olahraga 8,25 3,86 -1,13 0,15 1,89

Sub Kelompok2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten

5,05

7,20 7,57

2,83

-0,91

1,89

0,33 0,27 0,03 0,03

-0,01

0,00

-2,00-1,000,001,002,003,004,005,006,007,008,00

Pen

did

ikan

, Rekr

easi

d

an

Ola

hra

ga

Pen

did

ikan

Ku

rsu

s-ku

rsu

s /

Pela

tih

an

Perl

en

gka

pan

/ Per

alata

n P

end

idik

an

Rek

reas

i

Ola

hra

ga

%

Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)

Grafik II.10 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan

Olahraga Banten

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Kelompok transportasi dan komunikasi secara umum mengalami perubahan indeks

harga negatif sebesar -0,31% (yoy) dengan kontribusi sebesar -0,05% terhadap inflasi

Banten pada triwulan laporan. Kondisi ini dipicu terutama oleh penurunan indeks harga

pada sub kelompok transpor sebesar -1,32% (yoy) dan kelompok komunikasi dan pengiriman

sebesar -0,40% (yoy). Tingginya impor telepon di Banten khususnya telepon seluler terutama

dari China, turunnya harga bensin (pertamax) dan harga sepeda motor di Banten diperkirakan

menjadi pendorong turunnya indeks harga kelompok transportasi dan komunikasi. Sementara

itu tingginya perubahan indeks harga sub kelompok sarana dan penunjang transportasi sebesar

10,38% (yoy) menjadi penahan laju penurunan dari kelompok tersebut.

Triwulan III 2010

29

Kajian Ekonomi Regional Banten

Tabel II.10. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Transportasi dan Komunikasi

Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan -4,59 -4,29 1,30 1,20 -0,31

Transpor -8,23 -6,68 1,56 1,39 -1,32

Komunikasi Dan Pengiriman 0,71 0,28 -0,30 -0,23 -0,40

Sarana dan Penunjang Transpor 19,17 5,01 4,04 4,34 10,38

Jasa Keuangan 0,14 0,14 0,14 0,40 0,00

Sub Kelompok2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten

-0,31-1,32

-0,40

10,38

0,00

-0,05 -0,16 -0,02

0,13 0,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00Tr

an

spo

rtasi

, K

om

un

ikasi

dan

Jasa

K

euan

gan

Tra

nsp

or

Ko

mu

nik

asi

Dan

Pen

gir

iman

Sara

na d

an

Pen

un

jan

g T

ran

spo

r

Jasa

Keu

an

gan

%

Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)

Grafik II.11 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan

Jasa Keuangan Banten

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

2.1.2. Inflasi Berdasarkan Kota

Inlasi Kota Tangerang cenderung mengalami tren yang meningkat hingga triwulan

laporan, yang diperkirakan disebabkan terutama karena tekanan dari gejolak

penawaran dan tetap tingginya permintaan. Inflasi Kota Tangerang pada akhir Triwulan III

2010 mencapai level 4,79% (yoy) terus meningkat dibandingkan dengan triwulan-triwulan

sebelumnya, dan lebih tinggi dibandingkan dengan kedua kota lainnya. Jika didisagregasikan,

terlihat bahwa tekanan dari gejolak barang-barang yang bersifat volatile (volatile foods

inflation) mencapai sekitar 2,00% (yoy) dengan tren yang meningkat.

Tabel II.11. Perkembangan Inflasi Tahunan (% yoy) per Kota

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Cilegon 4,52 3,11 3,36 4,64 4,43

Serang 6,16 4,57 4,21 4,80 3,69

Tangerang 2,29 2,49 2,92 4,34 4,79

Banten 3,11 2,86 3,16 4,44 4,59

Kota20102009

Sumber: BPS Provinsi Banten

Triwulan III 2010

30

Kajian Ekonomi Regional Banten

Tabel II.12 Perkembangan Inflasi Tahunan (% yoy) dan Andil Inflasi (%) per Kota

Inflasi Andil Inflasi Inflasi Andil Inflasi Inflasi Andil Inflasi

% y-o-y % % y-o-y % % y-o-y %

1 Umum 4.43 4.43 3.69 3.69 4.79 4.79

2 Bahan Makanan 5.52 1.42 6.90 1.64 10.00 2.22

3 Makmin, Rokok dan Tbk 4.87 1.06 4.65 1.02 4.50 0.75

4 Perum, Air, LGA dan BB 4.82 1.01 2.10 0.44 3.77 1.01

5 Sandang 1.55 0.08 4.13 0.30 8.27 0.41

6 Kesehatan 1.76 0.08 2.35 0.11 4.43 0.20

7 Pend, Rekreasi dan OR 2.37 0.16 1.21 0.08 6.30 0.43

8 Trans, Kom dan Jasa Keu 3.86 0.62 0.68 0.11 -1.21 -0.22

KelompokNo.

Cilegon TangerangSerang

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Tekanan dari sisi penawaran tercermin khususnya dari kenaikan indeks harga bahan

makanan yang mencapai 10,00% (yoy) pada akhir Triwulan III 2010. Kenaikan indeks

harga bahan makanan di Tangerang disebabkan oleh perubahan indeks harga yang cukup

signifikan dari sub kelompok padi-padian, daging dan hasil-hasilnya, bumbu-bumbuan dan

buah-buahan. Adanya perubahan tarif dasar listrik juga meningkatkan tekanan terhadap inflasi

di Kota Tangerang walaupun dampaknya tidak terlalu signifikan .

-10.00

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

Jun-0

9

Jul-09

Aug-0

9

Sep-0

9

Oct

-09

Nov-

09

Dec-

09

Jan-1

0

Feb-1

0

Mar-

10

Apr-

10

May-

10

Jun-1

0

Jul-10

Aug-1

0

Sep-1

0

% y

oy

Volatile Foods Adm. Price Core

Grafik II.12 Perkembangan Inflasi per

Kelompok Komponen Kota Tangerang

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00Ju

n-0

9

Jul-0

9

Aug-

09

Sep

-09

Oct

-09

Nov-

09

Dec

-09

Jan-

10

Feb-1

0

Mar-

10

Apr-

10

May

-10

Jun-1

0

Jul-1

0

Aug-

10

Sep

-10

%

Volatile Foods Adm. Price Core

Grafik II.13 Sumbangan Inflasi per

Kelompok Komponen Kota Tangerang

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

Jun

-09

Jul-

09

Au

g-0

9

Se

p-0

9

Oct

-09

Nov-

09

Dec-

09

Jan

-10

Feb-1

0

Mar-

10

Ap

r-10

May-

10

Jun

-10

Jul-

10

Au

g-1

0

Se

p-1

0

% y

oy

Volatile Foods Adm. Price Core

Grafik II.14 Perkembangan Inflasi per

Kelompok Komponen Kota Serang

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

Jun-0

9

Jul-09

Aug-0

9

Sep-0

9

Oct

-09

Nov-

09

Dec-

09

Jan-1

0

Feb-1

0

Mar-

10

Apr-

10

May-

10

Jun-1

0

Jul-10

Aug-1

0

Sep-1

0

%

Volatile Foods Adm. Price Core

Grafik II.15 Sumbangan Inflasi per

Kelompok Komponen Kota Serang

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Triwulan III 2010

31

Kajian Ekonomi Regional Banten

Di Kota Serang, tekanan yang berasal dari volatile foods juga masih cenderung besar

pada akhir Triwulan III 2010 walaupun dengan tren yang menurun. Karakteristik inflasi di

Kota Serang pada triwulan laporan serupa dengan yang terjadi di Kota Tangerang. Kelompok

padi-padian, daging dan hasil-hasilnya serta kelompok bumbu-bumbuan juga mengalami

perubahan indeks harga yang tinggi di atas level inflasi Kota Serang yang pada akhir Triwulan III

2010 sebesar 3,69% (yoy). Hal ini diperkirakan karena barang-barang yang dijual di Kota

Serang sebagian besar berasal dari Pasar Induk di Tangerang sehingga gejolak supply yang

terjadi di pasar induk tersebut kemudian menimbulkan dampak ikutan terhadap perubahan

harga di Kota Serang.

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

Jun

-09

Jul-

09

Aug-0

9

Sep-0

9

Oct

-09

Nov-

09

Dec-

09

Jan-1

0

Feb-1

0

Mar-

10

Ap

r-10

May-

10

Jun

-10

Jul-

10

Aug-1

0

Sep-1

0

% y

oy

Volatile Foods Adm. Price Core

Grafik II.16 Perkembangan Inflasi per

Kelompok Komponen Kota Cilegon

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

Jun

-09

Jul-

09

Au

g-0

9

Se

p-0

9

Oct

-09

Nov-

09

Dec-

09

Jan-1

0

Feb

-10

Mar-

10

Apr-

10

May-

10

Jun

-10

Jul-

10

Au

g-1

0

Se

p-1

0

%

Volatile Foods Adm. Price Core

Grafik II.17 Sumbangan Inflasi per

Kelompok Komponen Kota Cilegon

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Sementara itu di Kota Cilegon, pengaruh tarikan permintaan (core inflation) terhadap

inflasi di kota tersebut terindikasi cukup besar pada triwulan laporan. Sub kelompok

yang termasuk dalam core inflation seperti sub kelompok kursus/pelatihan, barang pribadi dan

sandang lain, ikan awetan dan bahan makanan lainnya merupakan beberapa sub kelompok

yang mengalami perubahan indeks harga cukup tinggi pada Triwulan III 2010 dan diperkirakan

berpengaruh cukup besar terhadap core inflation di kota tersebut. Meningkatnya pendapatan

dengan adanya pemberian bonus pada awal Triwulan III 2010 oleh berbagai perusahaan swasta

di Cilegon memberikan dorongan terhadap peningkatan permintaan di kota tersebut. Di sisi

lain, masuknya awal tahun ajaran baru dan peningkatan harga emas dunia yang berpengaruh

terhadap kenaikan indeks harga sub kelompok barang pribadi dan sandang lain menjadi faktor

pendorong dari sisi supply.

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi

Tekanan inflasi pada akhir Triwulan III 2010 diperkirakan terutama disebabkan oleh

tekanan dari volatile foods dan dari kenaikan administered price. Tekanan inflasi volatile

foods terlihat meningkat signifikan menuju akhir Triwulan III 2010, sementara tekanan dari

Triwulan III 2010

32

Kajian Ekonomi Regional Banten

inflasi inti (core inflation) relatif lebih stabil. Adanya gangguan cuaca yang kurang stabil

menyebabkan pasokan bahan makanan relatif terganggu, sementara itu kenaikan tarif dasar

listrik mulai Juli 2010 terlihat memberikan tekanan terhadap kenaikan inflasi Banten khususnya

pada pertengahan Triwulan III 2010.

Harga bahan-bahan pokok khususnya pangan, daging-dagingan dan bumbu-bumbuan

terindikasi meningkat pada periode laporan. Adanya serangan penyakit daun kuning ditambah

dengan adanya faktor cuaca yang kurang mendukung dan mengakibatkan terjadinya gangguan

pasokan cabai di tingkat nasional. Sementara itu, pasokan cabai di Provinsi Banten sebagian

besar adalah dari Pasar Kramat Jati dan Pasar Tanah Tinggi yang berasal dari daerah Garut,

Kediri dan Banyuwangi, sehingga ketika terjadi gejolak pasokan dari daerah pemasok langsung

berimbas terhadap peningkatan harga cabai di Banten. Ketua Dewan Hortikultura Nasional

pada pertemuan TPID menyatakan bahwa diperkirakan harga cabai mulai akan menurun

terutama pada bulan November 2010 dengan masuknya musim panen sejak bulan Oktober

2010 dengan puncak panen pada bulan November 2010. Namun demikian perlu diwaspadai

pula adanya potensi gangguan cuaca dengan curah hujan yang tinggi dan dapat

mengakibatkan gagal panen dan banjir sehingga mempengaruhi kelancaran distribusi.

Untuk membantu stabilisasi harga bahan-bahan kebutuhan pokok, Dinas Perindustrian dan

Perdagangan (Disperindag) Provinsi Banten telah mengadakan pasar murah di Serang pada

tanggal 25 Agustus 2010 dengan berbagai komoditas bahan pokok seperti makanan dan

minuman, gula pasir, mie instan, gula pasir dan lainnya. Sementara itu di Pandeglang, pasar

murah diselenggarakan pada tanggal 2-3 September 2010. Disperindag Provinsi Banten juga

telah melakukan inspeksi ke pasar-pasar untuk memantau tingkat keamanan barang-barang

dalam kemasan, dan bidang peternakan untuk komoditas daging-dagingan.

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

Jun

-09

Jul-0

9

Aug-0

9

Sep-0

9

Oct

-09

Nov-0

9

Dec-

09

Jan-1

0

Feb-1

0

Mar-

10

Apr-

10

May-

10

Jun

-10

Jul-1

0

Aug-1

0

Sep-1

0

% y

oy

Volatile Foods Adm. Price Core

Grafik II.18 Perkembangan Inflasi Banten

per Komponen Inflasi

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

Jun-0

9

Jul-09

Aug-0

9

Sep-0

9

Oct

-09

Nov-

09

Dec-

09

Jan-1

0

Feb

-10

Mar-

10

Apr-

10

May-

10

Jun-1

0

Jul-10

Aug-1

0

Sep-1

0

%

Volatile Foods Adm. Price Core

Grafik II.19 Andil Inflasi Banten per

Kelompok Komponen

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Triwulan III 2010

33

Kajian Ekonomi Regional Banten

Tekanan dari inflasi inti terindikasi tetap kuat pada triwulan laporan dengan stance

yang relatif masih stabil. Membaiknya perekonomian yang mendorong pergerakan berbagai

sektor ekonomi serta stimulus peningkatan pendapatan masyarakat dari bonus khususnya dari

sektor industri di Cilegon dan dorongan peningkatan konsumsi menjelang tahun ajaran baru

meningkatkan permintaan terhadap barang-barang dari khususnya pada bidang pendidikan,

sandang dan biaya tempat tinggal.

Sementara itu, tekanan inflasi yang bersumber dari faktor eksternal relatif masih

terjaga. Tekanan eksternal yang meningkat terjadi dari peningkatan harga emas dunia. Namun

demikian, membaiknya nilai tukar Rupiah hingga akhir Triwulan III 2010, dan tren

perkembangan rata-rata harga barang impor juga terindikasi menurun menuju akhir Triwulan II

2010 membantu menahan gejolak inflasi yang bersumber dari faktor eksternal tersebut.

-

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

1234567891011121234567891011121234567891011121234567

2007 2008 2009 2010

USD

/Kg

Rata-rata Harga Barang Impor

Grafik II.21 Perkembangan Rata-rata

Harga Barang Impor

Sumber: Bank Indonesia

Ekspektasi masyarakat terhadap harga pun masih cenderung stabil, walaupun

terindikasi akan mengalami peningkatan pada triwulan mendatang. Ekspektasi

masyarakat yang tercermin dari indeks ekspektasi konsumen terhadap harga-harga tiga bulan

mendatang yang terindikasi tidak berfluktuasi dan masih menunjukkan pergerakan level yang

relatif stabil.

-

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5

2008 2009 2010

Ekspektasi Harga 3 bulan yang akan datang

Grafik II.22 Indeks Ekspektasi terhadap Harga Tiga Bulan yang Akan Datang

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik II.20 Perkembangan Nilai Tukar

Rupiah terhadap USD

Sumber: Bank Indonesia

Triwulan III 2010

34

Kajian Ekonomi Regional Banten

Faktor terakhir yang mempengaruhi inflasi pada Triwulan III 2010 adalah administered

price. Tekanan inflasi dari kelompok administered prices cenderung meningkat yang

disebabkan oleh penetapan kenaikan tarif dasar listrik oleh pemerintah. Penetapan

kenaikan tarif dasar listrik sejak Juli 2010 oleh pemerintah, terlihat berimbas terhadap

meningkatnya tekanan inflasi administered prices di ketiga kota.

-2.00

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

%

Cilegon

Serang

Tangerang

Grafik II.23 Perkembangan Sumbangan Inflasi dari Kelompok Administered Price per

Kota

Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah

Triwulan III 2010

35

Kajian Ekonomi Regional Banten

Boks I. UPAYA STABILISASI HARGA DI WILAYAH BANTEN

Inflasi dalam level yang rendah dan stabil dapat membantu percepatan pembangunan ekonomi,

sebaliknya kondisi inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada

kondisi sosial ekonomi masyarakat. Fenomena ini dapat ditinjau dari beberapa hal yaitu bahwa:

1. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan penurunan pendapatan riil dan menyebabkan

penurunan daya beli masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat inflasi yang

tinggi dapat menyebabkan masyarakat terutama yang miskin menjadi bertambah

miskin.

2. Inflasi yang tidak stabil dapat menimbulkan ketidakpastian (uncertainty), sehingga

menyulitkan agen-agen ekonomi untuk membuat keputusan baik dalam hal konsumsi,

investasi, maupun produksi sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kinerja

perekonomian.

3. Level inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi negara lain

menyebabkan tingkat bunga domestik riil menjadi relatif tidak kompetitif sehingga pada

gilirannya dapat menimbulkan tekanan terhadap Rupiah.

Sementara itu, inflasi di tingkat nasional merupakan bentukan dari inflasi daerah. Berdasarkan

Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2007, bobot inflasi Provinsi Banten terhadap inflasi nasional

cukup besar mencapai 5,37%. Oleh karena itu, stabilisasi harga di tingkat daerah menjadi

sangat penting.

Di sisi lain, Bank Indonesia yang mengemban tugas mencapai dan memelihara stabilitas nilai

Rupiah baik terhadap barang dan jasa maupun terhadap mata uang negara lain, melalui

kebijakan moneter hanya dapat mengelola tekanan harga yang berasal dari permintaan agregat

relatif terhadap kondisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon

kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan seperti adanya gejolak dari

sisi supply, sedangkan inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi

penawaran seperti kenaikan BBM, banjir, gagal panen dan gejolak supply lainnya.

Menimbang hal-hal tersebut, dan bahwa laju inflasi yang tinggi akan dirasakan oleh segenap

masyarakat, maka diperlukan koordinasi antara Bank Indonesia, pemerintah pusat dan daerah

serta lembaga/institusi terkait lainnya dalam hal pengendalian inflasi. Tambahan pula,

karakteristik inflasi di Indonesia cenderung rentan terhadap shock dari sisi supply. Dalam tataran

teknis, koordinasi antara pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim

Triwulan III 2010

36

Kajian Ekonomi Regional Banten

Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak

tahun 2005.

Sementara itu di daerah, Kantor-kantor Bank Indonesia bersama pemerintah daerah dan

lembaga terkait membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah. Di Provinsi Banten, Bank

Indonesia Serang bersama jajaran Pemerintah Provinsi Banten, Kepolisian Daerah Provinsi

Banten dan beberapa lembaga lainnya telah membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah

Provinsi Banten yang dikukuhkan oleh SK Gubernur No. 580.05/Kep.271-Huk/2009 tanggal 29

Mei 2009 tentang pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Banten.

Hingga periode laporan, TPID Banten telah melaksanakan rapat-rapat bulanan dan triwulanan

yang telah menghasilkan kesepakatan bersama yang direkomendasikan kepada kepala daerah

provinsi serta kota dan kabupaten untuk dapat diperhatikan dan ditindaklanjuti. Salah satunya

adalah mengenai tekanan harga komoditas pangan khususnya padi-padian yang menunjukkan

peningkatan tekanan hingga akhir Triwulan III 2010. Dalam hal ini, Provinsi Banten sebagai

salah satu lumbung padi nasional seyogyanya dapat menikmati stabilnya harga komoditas

pangan pokok. Namun demikian pada kenyataannya justru sebaliknya, seperti harga beras di

Kabupaten Lebak yang menjadi salah satu sentra produksi padi Banten justru terbilang tinggi.

Tabel 1. Rata-rata Harga Beras di kota/kabupaten di wilayah Banten September 2010

Komoditas Satuan Kota Cilegon Kab. SerangKab.

PandeglangKab. Lebak

Kab.

Tangerang

Kota

TangerangKota Serang

Kota

Tangerang

SelatanBeras

- IR Kw I Kg 8.000 6.500 6.500 6.000 6.571 6.857 7.000 7.400 - IR Kw II Kg 6.500 6.300 6.000 5.500 6.071 6.143 6.800 7.200

- IR Kw III Kg 6.000 6.100 5.500 5.000 5.571 5.857 5.400 7.000

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten

Di sisi lain, BULOG yang melalui Keppres RI No. 50/1995 dapat mengendalikan harga dan

mengelola persediaan beras, gula, tepung terigu, kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya,

sejak krisis ekonomi tahun 1997 kemudian dipersempit perannya, dimana harga pangan

diserahkan kepada mekanisme pasar. Berdasarkan hasil dari pertemuan TPID Provinsi Banten

dengan mengundang BULOG Sub Divre Serang, diharapkan bahwa dapat disusun suatu

mekanisme agar terdapat suatu badan khusus yang dapat berperan sebagai stabilisator harga

pangan, atau mungkin berupa peninjauan kembali dan pengembalian peran BULOG seperti

sebelumnya. Selain itu, telah direkomendasikan pula beberapa hal terkait lainnya seperti

pembangunan fasilitas pergudangan dengan standar nasional di daerah lumbung pangan

sesuai skala prioritas secara terintegrasi dengan pemerintah kabupaten/kota guna mendukung

upaya stabilisasi harga pangan; revitalisasi jalur rel kereta api untuk angkutan penumpang dan

Triwulan III 2010

37

Kajian Ekonomi Regional Banten

distribusi barang di Banten dan perumusan mekanisme koordinasi dengan TPID kota/kabupaten

ataupun dengan TPID daerah lainnya dan nasional dalam upaya pengendalian harga yang

terintegrasi.

Sementara itu, sebagai upaya pengendalian harga di Kabupaten Pandeglang, secara khusus

telah dibentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten Pandeglang berdasarkan SK Bupati

No. 900/Kep.163-Huk/2010 tanggal 31 Mei 2010 tentang Pembentukan Tim Pengendali Inflasi

Daerah (TPID) Kabupaten Pandeglang.

Triwulan III 2010

38

Kajian Ekonomi Regional Banten

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Triwulan III 2010

39

Kajian Ekonomi Regional Banten

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN

DAN SISTEM PEMBAYARAN

Pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan pada sektor UMKM relatif lebih baik

dibandingkan dengan korporasi pada Triwulan III 2010. Kemudahan memperoleh

sumber dana lebih murah dari pasar modal dan aliansi strategis dengan investor

terutama dari luar negeri menyebabkan sektor korporasi belum menggunakan kredit

perbankan secara optimal. Kondisi ini tercermin dari tingkat pertumbuhan kredit bank umum

untuk lokasi proyek di Banten pada Triwulan III 2010 sebesar 25,23% (yoy) yang sedikit

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 36,47% (yoy). Sementara itu,

pertumbuhan kredit UMKM meningkat dari 27,05% (yoy) menjadi 32,01% (yoy) pada triwulan

laporan. Selain itu, pertumbuhan penyaluran pembiayaan oleh bank umum/BPR syariah dan BPR

konvensional yang membaik membantu menahan laju perlambatan penyaluran pembiayaan

perbankan yang lebih besar. Hal yang menggembirakan lainnya adalah meningkatnya

penyaluran kredit program pemerintah berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Penghimpunan dana pihak ketiga pada triwulan laporan pun mengalami sedikit

perlambatan sebagai dampak penurunan suku bunga simpanan bank dan banyaknya

alternatif penyimpanan dana melalui instrumen keuangan lainnya. Kondisi tersebut

tercermin dari melambatnya penghimpunan simpanan bank umum konvensional dalam bentuk

giro. Kondisi flight to quality pada preferensi masyarakat terjadi dengan menanamkan dananya

dalam bentuk deposito yang memberikan bunga/bagi hasil yang lebih baik maupun dalam

bentuk instrumen keuangan lainnya seperti saham, danareksa dan obligasi. Selain itu,

kemungkinan adanya self financing atau membiayai usaha sendiri banyak dilakukan perusahaan

skala besar pada periode laporan.

Transaksi menggunakan sistem pembayaran non tunai kliring maupun RTGS terlihat

meningkat pada Triwulan III 2010 yang dapat menjadi sinyal terus berkembangnya

kegiatan perekonomian di Banten. Kebutuhan transaksi pelaku bisnis di Banten dalam

jumlah yang relatif besar terlihat meningkat. Pertumbuhan yang pesat dalam sektor industri

mendorong kebutuhan transaksi dengan nilai besar melalui RTGS semakin bertambah baik

transaksi dengan pelaku bisnis dari luar wilayah maupun dari dalam wilayah Banten sendiri.

Sementara itu penggunaan transaksi melalui kliring yang meningkat dapat menjadi satu indikasi

lain adanya peningkatan kinerja Usaha Kecil dan Menengah di Banten.

Triwulan III 2010

40

Kajian Ekonomi Regional Banten

3.1. PERKEMBANGAN INTERMEDIASI BANK UMUM

Perkembangan intermediasi bank umum pada pertengahan Triwulan III 2010 masih

berlangsung cukup baik walaupun mengalami sedikit perlambatan dibandingkan

dengan akhir triwulan sebelumnya. Penghimpunan DPK terindikasi sedikit melambat pada

Triwulan III 2010 walaupun pertumbuhannya masih relatif tinggi pada level 38,78% (yoy). Di sisi

lain, kredit yang disalurkan untuk proyek-proyek yang berlokasi di Banten juga mengalami

sedikit deselerasi (perlambatan) walaupun tetap berada pada level yang cukup tinggi sebesar

25,23% (yoy) dan berada di atas rata-rata pertumbuhannya sepanjang tahun 2009-2010.

Tabel III.1 Perkembangan Beberapa Indikator Bank Umum di Provinsi Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*Nominal Rp Triliun 37,66 42,75 44,42 51,25 50,78

Pertumbuhan % yoy 16,42 19,22 23,43 45,04 38,78

Nominal Rp Triliun 54,63 58,02 60,39 75,70 68,65

Pertumbuhan % yoy 2,06 0,76 6,05 36,47 25,23

Nominal Rp Triliun 3,61 3,15 2,02 2,09 2,22

NPL % 6,60 5,44 3,35 2,76 3,23

Nominal Rp Triliun 29,66 31,18 33,79 36,64 38,73

Pertumbuhan % yoy 5,10 5,10 17,13 27,05 32,01

20102009UnitUraian

Kredit MKM Lokasi Proyek

Rasio Kredit Non Lancar

Berdasarkan Lokasi Proyek

Kredit Berdasarkan Lokasi

Proyek

DPK

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

3.1.1. Perkembangan Simpanan/Dana Pihak Ketiga Masyarakat

Perlambatan dari pertumbuhan simpanan dalam bentuk giro yang cukup signifikan

dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya mendorong perlambatan

penyerapan simpanan secara umum. Dana yang dapat diserap masyarakat oleh bank umum

di Banten pada Triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp 50,78 triliun, dengan pertumbuhan

sebesar 38,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan akhir triwulan sebelumnya dengan

pertumbuhan DPK sebesar 45,04% (yoy). Diperkirakan tren penurunan suku bunga kredit

maupun simpanan bank umum pada Triwulan III 2010, mendorong preferensi masyarakat

untuk menempatkan dana sesuai kebutuhan dalam bentuk giro dan mengubah portofolionya

ke dalam bentuk deposito dengan bunga yang lebih besar yang tercermin dari peningkatan

pertumbuhan deposito dari sebesar 49,56% (yoy) pada Triwulan II 201 menjadi sebesar

50,33% (yoy) pada triwulan laporan. Pelaku usaha cenderung menempatkan dananya dalam

bentuk deposito guna tetap mendapatkan kemudahan bertransaksi seperti dengan

menerbitkan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) dengan jaminan deposito

tersebut.

Struktur simpanan dana masyarakat di bank umum masih cenderung didominasi oleh

dana-dana jangka pendek. Deposito masih memegang porsi terbesar terhadap total

Triwulan III 2010

41

Kajian Ekonomi Regional Banten

simpanan dengan nominal Rp 23,22 triliun, namun sekitar 73% dari nilai tersebut merupakan

deposito jangka pendek dengan tempo sekitar 1-6 bulan, sedangkan untuk penempatan dana

jangka panjang masih terlihat rendah. Sementara itu sisanya sebesar Rp 27,55 triliun berada

dalam bentuk tabungan dan giro yang juga berjangka waktu pendek. Tingginya konsentrasi

DPK jangka pendek menunjukkan bahwa perbankan masih memiliki risiko likuiditas yang cukup

tinggi terutama jika kredit yang disalurkan didominasi oleh kredit dengan tenor yang lebih

panjang dibandingkan dengan jangka waktu penempatan dana masyarakat.

-5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00

-

10

20

30

40

50

60

Tw

I

Tw

II

Tw

III

Tw

IV

Tw

I

Tw

II

Tw

III

Tw

IV

Tw

I

Tw

II

Tw

III

Tw

IV

Tw

I

Tw

II

Tw

III*

2007 2008 2009 2010

Rp

Tri

liu

n % y

oy

Nominal DPK Growth (RHS)

Grafik III.1 Perkembangan DPK Banten

Sumber: Bank Indonesia, (*Posisi Agustus 2010)

6,91 6,537,98 7,55

6,287,51

8,747,50

10,579,23

12,6513,08 13,23 13,62 13,48

14,5216,06 15,68

17,4018,32

11,9712,73

14,6414,82 15,57 15,63

17,94

21,24

23,28 23,22

-

5

10

15

20

25

Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*

2008 2009 2010

Rp

Tri

liu

n

Giro Tabungan Deposito

Grafik III.2 Perkembangan DPK Banten per

Jenis Simpanan

Sumber: Bank Indonesia, (*Posisi Agustus 2010)

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

% y

oy

Giro Tabungan Deposito

Grafik III.3 Pertumbuhan Tahunan DPK Banten per Jenis Simpanan

Sumber: Bank Indonesia, (*Posisi Agustus 2010)

3.1.2. Perkembangan Penyaluran Kredit

Penyaluran kredit oleh bank umum untuk proyek-proyek yang berlokasi di Banten

sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Nominal kredit yang disalurkan

berdasarkan lokasi proyek di Banten pada Triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp 68,65 triliun

yang bertumbuh sebesar 25,23% (yoy) relatif melambat dibandingkan dengan akhir Triwulan II

2010 sebesar 36,47% (yoy). Namun, kondisi tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan

bulan-bulan lainnya sepanjang tahun 2010. Hal ini tercermin dari melambatnya kredit investasi

Triwulan III 2010

42

Kajian Ekonomi Regional Banten

secara signifikan dari sebelumnya bertumbuh sebesar 73,29% (yoy) pada akhir triwulan

sebelumnya menjadi sebesar 27,61% (yoy) pada periode laporan. Melambatnya pertumbuhan

kredit investasi untuk keperluan pembangunan sektor listrik, gas dan air secara signifikan

menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan kredit investasi secara keseluruhan.

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

Rp

Tri

liu

n % y

oy

Nominal Kredit Growth (RHS)

Grafik III.4 Perkembangan Kredit

Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

Rp

Tri

liu

n % y

-o-y

Nominal Kredit Investasi Growth (RHS)

Grafik III.5 Perkembangan Kredit Investasi

Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

0

50

100

150

200

250

0

1

2

3

4

5

6

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*

2009 2010

% y

oy

Rp

Tri

liu

n

Kredit Investasi Sektor LGA Growth (RHS)

Grafik III.6 Perkembangan Kredit Investasi

Untuk Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

-40,00

-20,00

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*

2009 2010

% y

oy

Rp

Tri

liu

n

Kredit Investasi Sektor Perdagangan Growth (RHS)

Grafik III.7 Perkembangan Kredit Investasi

untuk Sektor Perdagangan Berdasarkan

Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

Namun demikian, penyaluran kredit investasi untuk sektor perdagangan terindikasi

meningkat pada level pertumbuhan 82,27% (yoy), yang diperkirakan dapat

mendorong pertumbuhan sektor perdagangan pada periode laporan. Seperti dipaparkan

dalam Gonarsjah, Isang (2000) dalam penelitiannya mengenai Dampak Liberalisasi Perdagangan

terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia dan Antisipasinya Menghadapi Era Abad Asia Pasifik,

salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk membantu memulihkan kondisi pasca krisis

ekonomi 1997/1998 adalah dengan meningkatkan kredit investasi ke sektor pertanian dan

perdagangan khususnya untuk yang memiliki skala usaha kecil dan menengah di pedesaan.

Triwulan III 2010

43

Kajian Ekonomi Regional Banten

Pertumbuhan kredit modal kerja pun relatif mengalami sedikit perlambatan walaupun

dengan besaran yang relatif kecil dibandingkan dengan kredit investasi. Penyaluran

kredit modal kerja pada pertengahan Triwulan II 2010 adalah sebesar Rp 30,38 triliun yang

bertumbuh sebesar 19,17% (yoy) atau sedikit menurun dibandingkan dengan akhir triwulan

sebelumnya sebesar 23,05% (yoy). Kredit modal kerja untuk sektor industri pengolahan yang

merupakan sektor penyerap kredit terbesar relatif melambat karena perusahaan-perusahaan di

sektor tersebut masih memiliki inventory bahan baku/penolong pada triwulan sebelumnya.

Kondisi tersebut tercermin dari melambatnya pertumbuhan impor bahan baku/penolong,

sehingga kebutuhan pembiayaan modal kerja pun menjadi menurun.

-20.00

-15.00-10.00

-5.000.00

5.0010.00

15.0020.0025.00

30.0035.00

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

Rp

Tri

liu

n % y

-o-y

Nominal Kredit Modal Kerja Growth (RHS)

Grafik III.8 Perkembangan Kredit Modal

Kerja Berdasarkan Lokasi Proyek di

Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

-100

-50

0

50

100

150

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1 2 3 4 5 6 78 91011121 2 34 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 78

2008 2009 2010

Rib

u T

on %

yo

y

Volume Impor Bahan Baku/Penolong Growth (RHS)

Grafik III.9 Perkembangan Impor Bahan

Baku/Penolong Banten

Sumber: Bank Indonesia

Kredit konsumsi pun terindikasi sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya

namun tetap berada pada level yang relatif tinggi pada level 32,28% (yoy). Pada

Triwulan III 2010 kredit konsumsi yang disalurkan untuk Banten tercatat sebesar Rp 23,94 triliun

atau bertumbuh tetap tinggi namun sedikit melambat pada level 32,28% (yoy), karena pada

periode sebelumnya bertumbuh sebesar 35,14% (yoy). Diperkirakan meningkatnya pendapatan

masyarakat melalui pemberian tunjangan dalam rangka menyambut hari raya yang lebih besar

dibandingkan dengan tahun sebelumnya membantu pembiayaan konsumsi secara mandiri

sehingga kebutuhan pembiayaan konsumsi dari perbankan menjadi relatif melambat.

Triwulan III 2010

44

Kajian Ekonomi Regional Banten

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

0

5

10

15

20

25

30

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

Rp

Tri

liu

n % y

-o-y

Nominal Kredit Konsumsi Growth (RHS)

Grafik III.10 Perkembangan Kredit Konsumsi Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

Berdasarkan sektor ekonomi, perkembangan pembiayaan dari bank umum

konvensional terindikasi melambat pada hampir seluruh sektor kecuali sektor

pengangkutan dan sektor jasa sosial masyarakat. Kredit yang disalurkan untuk sektor

pengangkutan terindikasi terus meningkat dengan pesat hingga mencapai level pertumbuhan

sebesar 271,13% (yoy) pada periode laporan dengan nominal Rp 1,39 triliun. Terus

meningkatnya tren pembiayaan untuk sektor tersebut menjadi satu indikasi akselerasi kinerja

sektor tersebut hingga Triwulan III 2010 yang didukung oleh meningkatnya kebutuhan

konsumsi masyarakat akan moda pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, pertumbuhan

pembiayaan untuk sektor jasa sosial masyarakat juga terlihat meningkat signifikan mencapai

level 336,53% (yoy) dengan nominal Rp 2,93 triliun dan memiliki porsi sebesar 4,26% terhadap

total kredit, yang merupakan posisi tertinggi sejak kurun waktu 2007- Agustus 2010.

(50,00)

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

Rp

Mil

iar %

y-o

-y

Kredit Sektor Pengangkutan Growth (RHS)

Grafik III.11 Perkembangan Kredit untuk

Sektor Pengangkutan Berdasarkan Lokasi

Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

350,00

400,00

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III

Tw

IV

Tw I Tw II Tw

III*

2008 2009 2010

Rp

Mil

iar %

y-o

-y

Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat Growth (RHS)

Grafik III.12 Perkembangan Kredit untuk

Sektor Jasa Sosial Masyarakat

Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

Triwulan III 2010

45

Kajian Ekonomi Regional Banten

(50,00)

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II* Tw III

2009 2010

% y

oy

% y

oy

Growth PDRB Sektor Pengangkutan

Growth Kredit Sektor Pengangkutan (RHS)

Grafik III.13 Pertumbuhan PDRB Sektor

Pengangkutan dan Kredit untuk Sektor

Pengangkutan Berdasarkan Lokasi Proyek

di Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

Pertanian

0,77%

Pertambangan

0,33%

Industri

pengolahan27,91%

Listrik,Gas dan

Air6,61%Konstruksi

3,91%Perdagangan

12,34%Pengangkutan

2,02%

Jasa Dunia Usaha5,39%

Jasa Sosial Masyarakat

4,26%

Lain-lain36,44%

Grafik III.14 Pangsa Kredit untuk Sektor

Jasa Sosial Masyarakat Agustus 2010

Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia

Walaupun masih mengalami pertumbuhan yang negatif, namun perkembangan kredit

untuk industri tekstil, sandang dan kulit terindikasi terus membaik yang

mengindikasikan membaiknya subsektor tersebut. Kredit berdasarkan lokasi proyek di

Banten yang disalurkan untuk subsektor industri tekstil, sandang dan kulit pada Triwulan III

2010 adalah sebesar Rp 3,05 triliun dengan level pertumbuhan sebesar -6,18% (yoy). Industri

tekstil, sandang dan kulit yang menjadi penyerap kredit sektor industri terbesar kedua setelah

industri kimia diperkirakan akan bertumbuh membaik yang diindikasikan dari meningkatnya

kebutuhan pembiayaan dari perbankan untuk industri tersebut. Industri tekstil yang melemah

dengan adanya guncangan pasar domestik akibat masuknya barang-barang impor terutama

dari China dan melemahnya permintaan luar negeri sebagai dampak dari krisis keuangan dunia,

diperkirakan akan kembali membaik pada periode laporan dengan didorong oleh tren

membaiknya ekspor produk tersebut.

(40,00)(35,00)(30,00)(25,00)(20,00)(15,00)(10,00)(5,00)-5,00 10,00

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*

2009 2010

Rp

Tri

liu

n

% y

oy

Kredit untuk Industri Tekstil, Sandang dan Kulit

Growth (RHS)

Grafik III.15 Perkembangan Kredit untuk

Sub Sektor Industri Tekstil, Sandang dan

Kulit Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

Industri makanan,minuman dan tembakau

7,50%

Industri makanan

ternak dan ikan1,07% Industri

tekstil,sandang dan kulit15,90%

Industri kayu dan hasil-hasil kayu

3,10%

Industri bahan

kertas(pulp),kertas, hsl2

kertas,percetak7,93%

Industri pengolahan

bahan kimia dan

hasil kimia,hsl2 m.bumi20,13%

Industri pengolahan hsl2 tambang bukan

logam, selain hsl2 m.bumi

2,63%

Lainnya41,73%

Grafik III.16 Pangsa Kredit per Subsektor

Industri Triwulan III 2010 Berdasarkan

Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia

Triwulan III 2010

46

Kajian Ekonomi Regional Banten

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

-

2

4

6

8

10

12

14

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2008 2009 2010

Rib

u T

on

% y

oy

Volume Ekspor Tekstil Growth (RHS)

Grafik III.17 Perkembangan Ekspor Tekstil Banten

Sumber: Bank Indonesia

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

-5

10 15 20 25 30 35 40 45

Tw I Tw II Tw III

Tw IV

Tw I Tw II Tw III

Tw IV

Tw I Tw II Tw III*

2008 2009 2010

Rp

Tri

liu

n

% y

oy

Nominal Kredit MKM Growth Kredit MKM (RHS)

Growth Kredit Non MKM (RHS)

Grafik III.18 Perkembangan Kredit MKM

Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

MKM56,42%

Non MKM43,58%

Grafik III.19 Pangsa Kredit MKM dan Non

MKM Triwulan III 2010 Berdasarkan Lokasi

Proyek di Banten Agustus 2010

Sumber: Bank Indonesia

Terus meningkatnya preferensi perbankan untuk menyalurkan kredit MKM yang

tercermin dari meningkatnya tren penyaluran kredit MKM diharapkan dapat

membantu kinerja UMKM di Banten. Kredit yang disalurkan untuk MKM berlokasi proyek di

Banten pada posisi pertengahan Triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp 38,73 triliun dengan

pertumbuhan sebesar 32,01% (yoy) relatif tertinggi sepanjang tahun 2009-2010 atau naik dari

periode sebelumnya. Dari 9 sektor ekonomi, penyaluran kredit MKM tercatat bertumbuh

meningkat ke hampir seluruh sektor terutama sektor pertambangan dan sektor jasa sosial

masyarakat, hanya kredit untuk sektor konstruksi dan jasa dunia usaha yang mengalami

perlambatan. Diharapkan perkembangan yang baik ini dapat membantu pelaku UMKM dalam

meningkatkan kinerja usahanya dan membantu mendorong perekonomian Banten secara

umum.

Triwulan III 2010

47

Kajian Ekonomi Regional Banten

Tabel III.2 Perkembangan Penyaluran Kredit MKM per Sektor Ekonomi Berdasarkan

Lokasi Proyek di Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*

Pertanian 165.828 173.129 189.229 133.487 203.027 20,63

Pertambangan 66.086 69.662 97.567 84.472 132.747 110,80

Industri pengolahan 3.394.683 3.416.430 3.655.227 4.123.167 4.082.412 19,67

Listrik,Gas dan Air 32.763 38.617 45.978 44.936 52.297 85,14

Konstruksi 629.042 650.486 651.775 752.993 721.931 10,04

Perdagangan 4.846.319 5.091.541 4.277.328 4.732.056 5.291.418 9,96

Pengangkutan 192.381 225.100 286.867 264.929 270.457 36,07

Jasa Dunia Usaha 1.655.367 1.736.934 1.636.499 1.473.842 1.346.068 -16,21

Jasa Sosial Masyarakat 378.871 445.640 566.799 772.896 2.433.597 599,73

Lain-lain 18.302.214 19.331.312 22.379.034 24.258.474 24.193.668 34,07

TOTAL 29.663.554 31.178.851 33.786.303 36.641.252 38.727.622 32,01

Growth Tw III '10*20102009

Sektor

Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)

3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT2

Perkembangan intermediasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada Triwulan III 2010

bertumbuh lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Penyaluran kredit oleh

BPR di Banten pada pertengahan Triwulan III 2010 mencapai Rp 627,07 miliar yang bertumbuh

meningkat sebesar 17,09% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada

triwulan sebelumnya sebesar 12,55% (yoy). Sementara itu penghimpunan DPK mencapai Rp

449,39 miliar, atau sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan lalu pada level

pertumbuhan 26,59% (yoy). Kondisi tersebut kemudian berdampak pada Loan to Deposit Ratio

(LDR) BPR di Provinsi Banten yang semakin meningkat dibandingkan triwulan lalu menjadi

sebesar 139,54% pada triwulan laporan.

Tabel III.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Provinsi Banten

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw IIIJumlah bank (tidak termasuk kantor cabang) 73 73 73 73 74 73 73

Total Aset (Rp Juta) 632.110 653.591 688.540 736.765 777.128 813.846 835.735

Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 324.265 339.426 356.250 374.586 420.734 442.812 449.391

Kredit yang diberikan (Rp Juta) 502.522 526.150 538.856 539.985 550.073 592.204 627.073

LDR (%) 154,97 155,01 151,26 144,16 130,74 133,74 139,54

2009Indikator

2010

Sumber: Statistik Bank Perkreditan Rakyat Konvensional Bank Indonesia

3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH

Perkembangan intermediasi bank umum syariah dan unit usaha syariah cenderung

melambat pada Triwulan III 2010 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total

dana pihak ketiga yang dihimpun bank umum syariah dan unit usaha syariah pada triwulan

2 Bank Perkreditan dimaksud merupakan BPR konvensional, data pada Triwulan III 2010 merupakan posisi

Agustus 2010

Triwulan III 2010

48

Kajian Ekonomi Regional Banten

laporan mencapai Rp 2,82 triliun. Sementara itu pembiayaan yang diberikan mencapai Rp 1,83

triliun Percepatan pertumbuhan kredit terindikasi tidak setinggi pertumbuhan penghimpunan

Dana Pihak Ketiga, sehingga berimbas pada Finance to Deposit Ratio (FDR) pada Triwulan III

2010 sebesar 64,83% sedikit lebih rendah dibandingkan pada triwulan sebelumnya sebesar

72,31%. Perkembangan yang menggembirakan adalah rasio pembiayaan yang tidak lancar

(Non Performing Finance/NPF) yang berada dalam koridor aman di bawah 5% dan membaik

dibandingkan periode sebelumnya.

Tabel III.4. Perkembangan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

di Provinsi Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw IIIAset Rp Miliar 1.790 2.096 2.476 2.694 3.545

Pembiayaan Rp Miliar 990 1.111 1.244 1.507 1.827

Dana Pihak Ketiga Rp Miliar 1.347 1.498 1.726 2.084 2.818

FDR % 73,50 74,17 72,07 72,31 64,83

NPF % 5,45 2,92 3,00 3,40 3,07

2009Indikator Satuan

2010

Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia

Sementara itu, kinerja Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menunjukkan

peningkatan pada Triwulan III 2010 walaupun terdapat sedikit peningkatan risiko

dengan meningkatnya rasio kredit non lancar. Perkembangan kegiatan intermediasi BPRS

di Banten secara umum terlihat semakin baik. Pada triwulan laporan tercatat terjadi

peningkatan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan simpanan yang

mendorong naiknya Finance to Deposit Ratio (FDR) dari sebelumnya sebesar 104,52% pada

Triwulan II 2010 menjadi sebesar 110,91% pada akhir Triwulan III 2010. Membaiknya kinerja

pembiayaan BPR syariah pada triwulan ini sebaiknya tetap perlu diwaspadai mengingat terjadi

pula penurunan kinerja pengembalian pembiayaan yang terindikasi dari tren meningkatnya NPF

hingga mencapai besaran 10,59% pada periode laporan. BPRS di Banten dapat lebih

memantau kelayakan calon debitur dalam proses pemberian pembiayaan dan progress

pengembaliannya.

Tabel III.5. Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Provinsi Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Aset Rp Juta 224.783 238.676 250.440 257.011 277.376

Pembiayaan Rp Juta 182.902 193.925 204.840 190.011 209.150

Dana Pihak Ketiga Rp Juta 149.668 160.071 176.178 181.791 188.575

FDR % 122,21 121,15 116,27 104,52 110,91 NPF % 4,97 5,67 5,52 8,81 10,59

Indikator Satuan2009 2010

Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia

Triwulan III 2010

49

Kajian Ekonomi Regional Banten

3.4. PERKEMBANGAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

Penyaluran Kredit Usaha Rakyat/KUR di Provinsi Banten pada pertengahan Triwulan III

2010 meningkat cukup signifikan. Nominal KUR yang disalurkan pada bulan Agustus 2010

adalah sebesar Rp 622,43 miliar (bertumbuh cukup signifikan sebesar 85,52% yoy) dengan

jumlah debitur 49.717 debitur. Walaupun penyaluran KUR pada pertengahan Triwulan III 2010

relatif tidak sebaik akhir Triwulan II 2010 namun terlihat masih bertumbuh sangat tinggi,

dengan pertumbuhan debitur baru yang lebih baik sebesar 43,50% (yoy). Sementara itu dari sisi

bank penyalur, belum terdapat pergeseran struktural dari bank penyalur KUR di wilayah Banten.

BRI (termasuk BRI mikro) masih menjadi penyalur dengan porsi terbesar pada Triwulan III 2010.

Tabel III.6. Perkembangan KUR di Provinsi Banten per Bank Penyalur

2008

Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*

Kredit (Rp Juta) 5.683 6.483 6.803 6.803 6.803 6.803 11.053 12.853

Debitur (Rp Juta) 21 23 24 24 24 24 33 37

Kredit (Rp Juta) 3.418 3.151 2.530 2.789 2.508 2.133 2.879 4.562

Debitur (Rp Juta) 17 17 18 23 21 15 19 36

Kredit (Rp Juta) 10.772 14.397 15.272 15.607 21.312 18.925 26.509 28.976

Debitur (Rp Juta) 58 69 72 71 90 142 203 90

Kredit (Rp Juta) 15.705 15.305 21.512 16.955 17.455 17.705 18.105 18.435

Debitur (Rp Juta) 46 45 581 49 50 51 52 53

Kredit (Rp Juta) 85.706 95.155 97.397 94.334 87.563 88.032 128.607 137.360

Debitur (Rp Juta) 654 706 718 702 658 651 895 937

Kredit (Rp Juta) 123.151 129.000 134.000 145.157 156.968 176.530 201.013 218.238

Debitur (Rp Juta) 28.445 30.297 31.611 33.354 35.727 38.309 43.728 47.400

Kredit (Rp Juta) 8.158 7.814 12.919 60.575 65.673 151.862 162.524 165.100

Debitur (Rp Juta) 44 58 117 424 541 628 724 766

Kredit (Rp Juta) - - - - - 345 17.176 36.903

Debitur (Rp Juta) - - - - - 5 210 398

Kredit (Juta Rp.) 252.592 271.306 290.433 342.220 358.282 462.334 567.866 622.426

Debitur 29.285 31.215 33.141 34.647 37.111 39.825 45.864 49.717

2010

4

BNI3

UraianBankNo.2009

Bank Mandiri1

BTN7

BRI Mikro6

BRI5

Bank Bukopin

Bank Jabar Banten8

T O T A L

Syariah Mandiri2

Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM, data Tw III ’10 merupakan angka sementara

(posisi Agustus 2010)

3.5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Transaksi pembayaran non tunai menggunakan kliring terindikasi stabil cenderung

meningkat pada periode laporan yang memberikan sinyal semakin tingginya

perputaran usaha di Banten. Penggunaan kliring sebagai sarana dalam penyelesaian

transaksi usaha terlihat meningkat pada Triwulan III 2010 baik secara nominal maupun volume.

Pada keseluruhan Triwulan III 2010 penggunaan pembayaran non tunai melalui kliring tercatat

sebanyak 61.445 lembar warkat yang meningkat sekitar 6,67% (yoy) dibandingkan triwulan

dengan pertumbuhan 5,90% (yoy). Sementara itu nominal transaksi yang dihasilkan

menggunakan piranti tersebut adalah sebesar Rp 1,40 triliun dengan level pertumbuhan

sebesar 11,98% (yoy) yang bertumbuh stabil moderat dibandingkan triwulan lalu yang

mencatatkan transaksi sebesar Rp 1,29 triliun dan pertumbuhan juga 11,98% (yoy).

Triwulan III 2010

50

Kajian Ekonomi Regional Banten

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

46

48

50

52

54

56

58

60

62

64

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

2009 2010

Rp

Mil

iar %

yo

y

Volume Growth (RHS)

Grafik III.20 Perkembangan Transaksi

Kliring Berdasarkan Volume di Wilayah

Serang

Sumber: Statistik Sistem Pembayaran Bank

Indonesia

-10

-5

0

5

10

15

20

25

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

2009 2010

Rp

Mil

iar %

yo

y

Nominal Growth (RHS)

Grafik III.21 Perkembangan Transaksi

Kliring Berdasarkan Nominal di Wilayah

Serang

Sumber: Statistik Sistem Pembayaran Bank

Indonesia

Tabel III.7. Perkembangan Penggunaan RTGS di Wilayah Banten

Nominal

(Rp Miliar)Volume

Nominal

(Rp Miliar)Volume

Nominal

(Rp Miliar)Volume

Triwulan I 2009 78.577 23.089 18.787 28.302 1.586 2.486

Triwulan II 2009 46.591 23.322 17.733 28.417 1.738 2.950

Triwulan III 2009 14.842 21.197 17.507 26.183 1.813 2.961

Triwulan IV 2009 14.539 22.198 17.677 25.704 1.674 3.358

Triwulan I 2010 13.833 21.165 17.363 25.464 1.724 3.085 Triwulan II 2010 18.616 24.799 19.459 25.838 2.501 3.548

Triwulan III 2010 17.593 28.681 18.280 29.158 2.641 3.946

From To From - To Periode

Sumber: Statistik Sistem Pembayaran Bank Indonesia, diolah

Membaiknya kinerja perekonomian tercermin pula dari adanya peningkatan

penggunaan transaksi non tunai dengan nilai besar melalui RTGS. Kegiatan penyelesaian

transaksi keuangan bernilai besar dengan menggunakan piranti Bank Indonesia Real Time Gross

Settlement (RTGS) pada Triwulan III 2010 secara umum menunjukkan peningkatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada Triwulan III 2010, jumlah aliran dana yang

mengalir ke Banten adalah sebesar Rp 18,28 triliun atau rata-rata sebesar Rp 6,09 triliun per

bulannya, lebih tinggi dibandingkan dengan aliran dana yang keluar dari wilayah Banten

dengan rata-rata sebesar Rp 5,86 triliun per bulan atau sebesar Rp 17,59 triliun sepanjang

Triwulan III 2010. Kondisi ini juga mengindikasikan semakin meningkatnya ekspor produk dari

Banten ke luar wilayah Banten pada triwulan laporan.

Triwulan III 2010

51

Kajian Ekonomi Regional Banten

Boks 2. PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN

UMKM PENGHASIL KOMODITAS BAHAN MAKANAN

Sumbangan inflasi dari kelompok bahan makanan yang tinggi di Provinsi Banten, menjadikan

pasokan dan distribusi komoditas dalam kelompok tersebut membutuhkan perhatian khusus.

Peningkatan kapasitas dan produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang menjadi

produsen bahan makanan sangat penting. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mencapai

target tersebut, dan diharapkan usaha pemberdayaan kepada UMKM dimaksud akan

membawa hasil tersedianya bahan makanan yang relatif murah di masyarakat secara

berkesinambungan dan mampu memenuhi permintaan pasar domestik maupun pasar di luar

Provinsi Banten. Upaya yang kemudian dilakukan oleh Bank Indonesia Serang adalah

melakukan identifikasi terhadap beberapa jenis bahan makanan yang memiliki potensi usaha

untuk dikembangkan, diantaranya adalah identifikasi terhadap budidaya ikan bandeng dan

rumput laut beserta lembaga keuangan mikro/koperasi yang dapat mendukung budidaya

tersebut di Provinsi Banten.

Pemilihan jenis komoditas ini adalah karena ikan bandeng pernah menjadi komoditas unggulan

yang khas dan menjadi primadona usaha budidaya masyarakat yaitu sate bandeng. Disamping

itu, pemberdayaan UMKM ini akan sejalan dengan program minapolitan dari Pemerintah

Daerah, sehingga Pemerintah Daerah pun dengan segera memberikan respon positif dan

dukungannya terhadap upaya Bank Indonesia Serang. Disamping itu, pemberdayaan jenis

komoditas ini juga mempertimbangkan kondisi yang ada pada saat ini yaitu, produksi ikan

bandeng sedang mengalami penurunan, dimana penyebab utamanya adalah karena

pencemaran lingkungan limbah tambak dan abrasi pantai serta minimnya pengetahuan

pembudidaya akan teknis produksi yang baik. Sehingga perlu pembenahan lingkungan dan

memperbaiki teknis produksi.

Gayung bersambut dari Pemerintah Daerah, kegiatan identifikasi kemudian dilakukan Bank

Indonesia Serang bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Serang.

Pada tanggal 5 Oktober 2010 kunjungan dilakukan ke beberapa tempat yaitu lokasi budidaya

bandeng desa Sawah Luhur Kecamatan Kasemen Kota Serang, Koperasi Pondok Pesantren

Triwulan III 2010

52

Kajian Ekonomi Regional Banten

(Kompontren) Bina Karya Serang, Kecamatan Pontang Kabupaten Serang, dan Desa Lontar

Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang.

Dari hasil kunjungan diketahui bahwa kebutuhan masyarakat pembudidaya saat ini diantaranya

adalah minimnya fasilitas dan pengetahuan untuk mempraktekan teknis produksi dengan

sistem polikultur antara bandeng dengan rumput laut gracillaria Sp, dan masyarakat mulai sadar

dan mengetahui akan pentingnya hutan mangrove guna mencegah abrasi di pantai dan pulau

di dekat lokasi budidaya. Sehingga Bank Indonesia Serang akan menindaklanjuti dengan

mengupayakan pemberian bantuan untuk pelatihan, fasilitasi penanaman pohon bakau,

pemberian bibit ikan bandeng dan bibit rumput laut.

Model budidaya polikultur menjadi pilihan masyarakat, karena terdapat hubungan simbiosis

mutualisme antara ikan bandeng dan rumput laut, dimana rumput laut dapat menyediakan

banyak sumber makanan untuk ikan bandeng, disamping itu nelayan dapat menikmati hasil

produksi dari dua komoditi tersebut dalam satu lahan yang sama. Namun masih terdapat

kendala pada proses produksi yang sederhana dan minimnya fasilitas pengolahan produk pasca

panen, yaitu hasil produksi masih belum dapat bertahan lama dan dikemas menarik untuk

dipasarkan. Kendala juga terdapat pada mahalnya harga bibit bandeng dan rumput laut. Saat

ini pasokan bibit ikan bandeng masih didatangkan dari Pulau Bali adapun bibit lokal jumlah

produksinya masih minim untuk memenuhi semua permintaan di Provinsi Banten.

Namun demikian, masyarakat terlihat tetap bersemangat melakukan budidaya ikan bandeng

dan rumput laut ini. Bahkan di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang masyarakat

menciptakan industri rumahan untuk mengolah rumput laut, karena diketahui bahwa banyak

manfaat dari rumput laut untuk berbagai jenis produk, yaitu makanan agar-agar, mie dan

manisan, produk kosmetik, kapsul, pengencer susu, bir dan sabun.

Disamping hal tersebut, Bank Indonesia Serang juga berupaya untuk mengembangkan

kompetensi para pelaku UMKM dan Sumber Daya Manusia di jajaran dinas/instansi di provinsi

Banten melalui berbagai pelatihan, pada triwulan 3 tahun 2010 ini Bank Indonesia Serang telah

turut aktif sebagai narasumber pada kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh dinas atau

instansi terkait di wilayah Provinsi Banten.

Diantaranya adalah narasumber pada acara Pelatihan kepada BPR LPK Serang yang

diselenggarakan oleh Biro Perekonomian Setda Provinsi Banten, Pelatihan Manajemen Dasar

Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Gapoktan PUAP dan pelatihan UPK dalam rangka

Triwulan III 2010

53

Kajian Ekonomi Regional Banten

pelaksanaan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di

Provinsi Banten Tahun 2010.

Triwulan III 2010

54

Kajian Ekonomi Regional Banten

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Triwulan III 2010

55

Kajian Ekonomi Regional Banten

BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Banten pada Triwulan III 2010

diperkirakan mengalami akselerasi dibandingkan dengan realisasi hingga triwulan

yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan daerah hingga September 2010

mencapai sekitar Rp 2,06 triliun dengan capaian 86,51% dari targetnya di tahun 2010 sebesar

Rp 2,38 triliun. Diperkirakan perolehan pendapatan daerah Banten tahun 2010 akan

melampaui targetnya dengan proyeksi sebesar Rp 2,61 triliun atau sebesar 109,85%.

Sementara itu pada komponen belanja daerah, realisasi belanja daerah Pemerintah

Provinsi Banten pada Triwulan III 2010 juga lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi

belanja periode yang sama tahun sebelumnya. Pagu belanja daerah Provinsi Banten tahun

2010 sebesar Rp 2,51 triliun. Diperkirakan realisasi belanja daerah hingga Triwulan III 2010

dapat mencapai sekitar Rp 1,70 trilun atau sebesar 67,54% dari pagu belanja tahun 2010.

Realisasi belanja tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Triwulan III 2009 yang hanya

mencapai 63,85% dari pagu belanja di tahun tersebut.

Tabel IV.1 Ringkasan APBD dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2010

(dalam Rp Juta)

Nominal Persentase Nominal Persentase Nominal PersentasePendapatan Daerah 2.307.104 1.173.123 50,85 2.377.317 2.056.695 86,51 2.611.464 109,85

Pendapatan Asli Daerah 1.539.769 1.173.123 76,19 1.607.549 1.453.541 90,42 1.784.508 111,01

Dana Perimbangan 763.836 - - 766.176 599.760 78,28 822.852 107,40

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 3.500 - - 3.593 3.395 94,49 4.104 114,25 Belanja Daerah 2.525.068 1.612.273 63,85 2.511.267 1.696.043 67,54 2.503.822 99,70

Belanja Tidak Langsung 1.235.698 751.628 60,83 1.146.904 802.786 70,00 1.146.991 100,01

Belanja Langsung 1.289.370 860.645 66,75 1.364.363 893.257 65,47 1.356.830 99,45

Uraian APBD 2009Realisasi s.d Tw III 2009

APBD 2010Realisasi s.d Tw III 2010* Prognosis 2010

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten (angka Triwulan III 2010

merupakan perkiraan Bank Indonesia)

4.1. Pendapatan Daerah

Realisasi pendapatan hingga tahun 2010 diproyeksikan akan melampaui target,

sementara itu pada Triwulan III 2010 pendapatan daerah diperkirakan telah mencapai

sekitar 86,51% dari targetnya. Target pendapatan Pemerintah Provinsi Banten pada tahun

2010 adalah sebesar Rp 2,38 triliun, sementara itu nominal realisasi perolehan pendapatan

daerah pada Triwulan III 2010 diperkirakan dapat mencapai Rp 2,06 triliun dengan capaian

86,51% yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 dan 2009

dengan capaian masing-masing sebesar 60,71% dan 50,85% dari targetnya.

Triwulan III 2010

56

Kajian Ekonomi Regional Banten

Berdasarkan prognosis APBD Banten tahun 2010, pendapatan daerah Provinsi Banten

diproyeksikan dapat mencapai nominal Rp 2,61 triliun atau sebesar 109,85% dari

targetnya di tahun 2010, lebih tinggi daripada pencapaian tahun sebelumnya sebesar

105,59%. Tingginya angka proyeksi tersebut didorong terutama oleh tingginya pencapaian

komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana perolehan PAD hingga Semester I 2010 telah

mencapai 58,97% dari target, dan diperkirakan hingga akhir Triwulan III 2010 dapat mencapai

kisaran 86,51% dengan nominal Rp 2,06 Triliun.

Perolehan komponen pajak daerah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap

PAD Banten dengan target sebesar Rp 1,54 triliun pada tahun 2010 diperkirakan dapat

mencapai 89,63% dari target tersebut. Upaya pemerintah daerah Provinsi Banten untuk

meningkatkan perolehan pajak sebagai komponen penting sumber pembiayaan pembangunan

daerah terus ditingkatkan dari tahun-tahun sebelumnya. Pembukaan Sistem administrasi satu

atap (Samsat) Induk Balaraja pada awal tahun 2010 untuk membantu mempermudah

pengurusan dan penyelesaian perpajakan kendaraan bermotor dan pajak lainnya dengan

cakupan pelayanan Kecamatan Balaraja, Jayanti, Sukamulya, Sindang jaya, Cikupa, Tigaraksa,

Solear, Cisoka, Kresek, Kronjo, Gunung kaler, Pasar Kemis, Kemeri dan Mekar baru.

Pembangunan samsat tersebut terbukti sangat membantu masyarakat di wilayah tersebut, yang

sebelumnya harus mengurus perpajakan kendaraan di daerah Cikokol. Selain itu, pemerintah

daerah Provinsi Banten melalui Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah (DPKAD) juga

berencana menyelenggarakan stand samsat on-line pada acara Banten Expo 2010 pada bulan

Oktober 2010 dalam rangka memperingati 10 tahun berdirinya Provinsi Banten. Diharapkan

dengan upaya-upaya tersebut dapat memberikan kemudahan dan peningkatan pelayanan

terhadap masyarakat sehingga dapat mendorong pencapaian pendapatan daerah sesuai yang

diharapkan.

Tabel IV.2 Perkiraan Realisasi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2010

(dalam Rp Juta)

Nominal Persentase Nominal Persentase

Pendapatan Asli Daerah 1.607.549 1.453.541 90,42 1.784.508 111,01

Pajak Daerah 1.541.500 1.381.680 89,63 1.706.500 110,70

Retribusi Daerah 2.949 2.220 75,28 2.933 99,46 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

Dipisahkan 29.500 37.432 126,89 37.486 127,07

Lain-lain PAD yang sah 33.600 32.209 95,86 37.589 111,87

Uraian APBD 2010Realisasi s.d Tw III 2010* Prognosis 2010

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten (angka Triwulan III 2010

merupakan perkiraan Bank Indonesia)

Triwulan III 2010

57

Kajian Ekonomi Regional Banten

4.2. Belanja Daerah

Pencapaian pendapatan daerah yang tinggi kemudian membantu peningkatan

realisasi belanja daerah hingga periode laporan. Realisasi belanja daerah Provinsi Banten

hingga triwulan laporan diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,70 trilun atau sebesar 67,54% dari

pagu belanja tahun 2010. Realisasi belanja tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Triwulan

III 2009 yang hanya mencapai 63,85% dari pagu belanja di tahun tersebut. Kondisi tersebut

diperkirakan didorong terutama oleh komponen belanja modal yang hingga Triwulan III 2010

mencapai sekitar 83% dari pagunya (pagu belanja modal tahun 2010 mencapai Rp 716,16

miliar). Belanja modal pemerintah Provinsi Banten hingga periode laporan yang semakin

meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya diharapkan

dapat mempercepat pembangunan di Banten khususnya pembangunan infrastruktur. Harapan

masyarakat yang ditujukan kepada pemerintah daerah Provinsi Banten juga dapat mempercepat

pembangunan infrastruktur berupa jalan dan jembatan provinsi di wilayah Banten Selatan

seyogyanya perlu menjadi prioritas.

Dukungan tersebut sangat dibutuhkan mengingat kondisi infrastruktur yang baik dapat menjadi

inhibitor tekanan inflasi di daerah tersebut. Contohnya adalah ruas jalan/jembatan provinsi di

Rangkasbitung – Cikande, Cipanas – Warung Banten; dan Malingping – Saketi di Kabupaten

Lebak, Cipanas – Citorek; Citorek – Warung Banten serta beberapa ruas jalan lain di wilayah

Banten Utara dan Selatan yang mengalami kerusakan. Ruas-ruas jalan tersebut telah

dimasukkan ke dalam paket pembangunan di tahun 2010 oleh Pemerintah Provinsi Banten

melalui Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten. Hal yang harus diperhatikan adalah

percepatan pembangunannya dan optimalisasi pelaksanaan pembangunannya. Pengawasan

terhadap pembangunannya secara maksimal sangat diharapkan, hal ini dibutuhkan untuk

menghindari pembangunan jalan yang bersifat asal-asalan sehingga kualitasnya menjadi rendah

dan mudah rusak kembali.

Pemerintah Kabupaten Pandeglang akan segera memperbaiki ruas jalan sekitar 16,7 Km jalan

kabupaten melalui dana APBD perubahan 2010. Dana senilai Rp 12 miliar tersebut selain untuk

pemeliharaan jalan oleh Bidang Bina Marga sebesar Rp 8,6 miliar, juga akan digunakan untuk

membangun irigasi sebesar Rp 4,8 miliar. Ruas jalan yang akan diperbaiki diantaranya adalah

ruas jalan Perdana – Turus, Cibungur – Patia dan Cikole – Banjar. Sementara irigasi yang akan

diperbaiki diantaranya Cilalaki di Kecamatan Cadasari, Cisumber di Kecamatan Pandeglang,

Citomo di Kecamatan Kaduhejo dan Cipining di Kecamatan Kaduhejo.

Triwulan III 2010

58

Kajian Ekonomi Regional Banten

Tabel IV.3 Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Banten Triwulan III 2009 dan

Perkiraan Triwulan III Tahun 2010 (dalam Rp Juta)

Nominal Persentase Nominal Persentase Nominal Persentase

Belanja Daerah 2.525.067,96 1.612.272,90 63,85 2.511,27 1.696,04 67,54 2.503,82 99,70

Belanja Tidak Langsung 1.235.697,51 751.627,65 60,83 1.146,90 802,79 70,00 1.146,99 100,01

Belanja Pegawai 324.521,80 219.145,08 67,53 353,76 236,59 66,88 353,85 100,02

Belanja Bunga - - - - - - - -

Belanja Subsidi - - - - - - - -

Belanja Hibah 70.691,48 20.519,00 29,03 69,71 49,82 71,47 69,71 100,00

Belanja Bantuan Sosial 48.262,50 39.685,35 82,23 32,03 25,30 78,99 32,03 100,00

Belanja Bagi Hasil kepada Kab/Kota 589.988,12 345.278,22 58,52 601,61 416,79 69,28 601,61 100,00

Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintah

Kab/Kota, Pemerintah Desa dan Parpol

197.233,60 125.000,00 63,38 79,80 69,29 86,82 79,80 100,00

Belanja Tidak Terduga 5.000,00 2.000,00 40,00 10,00 5,00 50,00 10,00 100,00

Belanja Langsung 1.289.370,45 860.645,25 66,75 1.364,36 893,26 65,47 1.356,83 99,45

Belanja Pegawai 111.621,60 62.791,69 56,25 108,06 71,91 66,55 107,98 99,92

Belanja Barang dan Jasa 484.630,47 287.861,79 59,40 540,14 345,94 64,05 536,78 99,38

Belanja Modal 693.118,39 509.991,77 73,58 716,16 475,40 66,38 712,08 99,43

Uraian Anggaran 2010Realisasi s.d. Tw III '10* Prognosis 2010Anggaran 2009

(p)

Realisasi s.d. Tw III '09

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten (angka Triwulan III 2010

merupakan perkiraan Bank Indonesia)

Tabel IV.4 Daftar Paket Pembangunan Jalan Provinsi Tahun 2010

Biaya Biaya (Rp)

1 Pembangunan Jalan Wil. Utara

- Cikande - Rangkasbitung 20.22 Km 60,660,000,000 5.00 Km 14,328,161,000 46,331,839,000

- Mauk - Teluk Naga 8.00 Km 24,000,000,000 3.10 Km 7,300,772,000 16,699,228,000

- Citeras - Tigaraksa 11.00 Km 33,000,000,000 1.00 Km 2,511,512,500 30,488,487,500

- Ciruas - Pontang 11.00 Km 17,600,000,000 4.20 km 4,137,947,000 13,462,053,000

- Palima - Pasang Teneng 23.00 Km 39,100,000,000 2.00 km 2,524,261,000 36,575,739,000

- Jl. Pajajaran (Ciputat) 2.00 km 2,361,847,000 Pelebaran

- Bundaran Palima 1.00 lok 973,303,000 Bundaran dan Landscape

- Median Jalan Ciputat - Serpong 1.28 Km 500,000,000 Selesai

2 Pembangunan Jalan Wil. Selatan

- Saketi - Simpang 17.50 Km 63,000,000,000 3.00 Km 6,000,000,000 57,000,000,000

- Mengger - Mandalawangi - Caringin 7.40 Km 11,100,000,000 3.00 Km 4,450,000,000 6,650,000,000

- Munjul - Panimbang 11.70 Km 19,890,000,000 4.50 Km 7,438,955,700 12,451,044,300

- Munjul - Cikaludan 13.60 Km 20,400,000,000 4.00 Km 6,000,000,000 14,400,000,000

- Cipanas - Warung Banten 33.80 Km 57,460,000,000 6.00 Km 10,000,000,000 47,460,000,000

- Tanjung Lesung - Sumur 25.40 Km 66,500,000,000 10.00 Km 5,000,000,000 61,500,000,000

- Picung - Munjul 3.50 Km 5,100,000,000 Selesai

Kekurangan (Rp) KeteranganNOKEBUTUHAN

Panjang Effektif (Km)KEGIATAN/TOLOK UKUR

Alokasi 2010

Sumber: Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten

Tabel IV.5 Daftar Paket Pembangunan Jembatan Provinsi Tahun 2010

Biaya Biaya (Rp)

3 Pembangunan Jembatan

-Pembangunan Jembatan Ciberang (Cipanas

- Citorek) Tahap I 60.00 m 7,000,000,000 60.00 m 3,000,000,000 4,000,000,000

-Pembangunan Jembatan Cisiih (Cibaliung -

Sumur), Tahap II25.00 m 2,000,000,000 Selesai

-Pembangunan Jembatan Cipaeh

(Panimbang - Munjul), Tahap II15.00 m 1,000,000,000 Selesai

-Peninggian Jembatan Angke Hasyim Ashari,

Tahap II15.00 m 3,000,000,000 Selesai

- Pembangunan Jembatan Cisangu 25.00 m 2,690,366,000 Selesai

- Pembangunan Jembatan Cijaralang 15.00 m 1,500,000,000 Selesai

-Pelebaran Jembatan Pengairan Krangon (

Parigi - Sukamanah )20.00 m 1,000,000,000

Kekurangan (Rp) KeteranganNOKEBUTUHAN

Bentang Effektif (Km)KEGIATAN/TOLOK UKUR

Alokasi 2010

Sumber: Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten

Triwulan III 2010

59

Kajian Ekonomi Regional Banten

BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Berdasarkan indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan, kondisi ketenagakerjaan

masyarakat Banten dinilai relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Tingkat pengangguran Banten pada Februari 2010 berada pada level 14,13% yang relatif

membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Diperkirakan kondisi ini masih relatif stabil

hingga periode laporan yang didorong oleh semakin membaiknya kondisi perekonomian yang

dapat mendorong perluasan kesempatan kerja.

Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat Banten yang salah satunya tercermin

dari persentase jumlah penduduk miskin pada tahun 2010 menunjukkan sinyal yang

semakin membaik. Berdasarkan data BPS Provinsi Banten, persentase penduduk miskin

Banten pada tahun 2010 adalah sebesar 7,16% yang relatif membaik dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, dan relatif rendah dibandingkan dengan beberapa provinsi tetangganya

seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Tingkat Upah Minimum

Provinsi dan pendapatan buruh/karyawan per bulan yang relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan daerah-daerah tersebut membantu sebagian besar masyarakat Banten dapat

mempertahankan standar hidupnya lebih tinggi daripada standar garis kemiskinan.

Namun demikian, masih terdapat kondisi yang perlu diwaspadai sehubungan dengan

kesenjangan sosial yang masih tinggi. Hal ini tercermin dari rasio gini yang masih relatif

tinggi, bahkan dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di wilayah Jawa dan Bali.

Pertumbuhan ekonomi Banten yang relatif tinggi dengan tren yang meningkat belum dapat

dinikmati seutuhnya oleh seluruh masyarakat Banten. Oleh karena itu, seyogyanya program-

program peningkatan kesempatan pendidikan baik formal maupun non formal dan pelayanan

kesehatan dapat ditingkatkan.

5.1. KETENAGAKERJAAN

Kondisi ketenagakerjaan Banten diperkirakan relatif stabil hingga periode laporan.

Pada posisi Februari 2010, tercatat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Banten sebesar

64,04% dengan tingkat pengangguran sebesar 14,13% yang relatif membaik dibandingkan

dengan periode-periode sebelumnya.

Triwulan III 2010

60

Kajian Ekonomi Regional Banten

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Provinsi Banten yang relatif pesat dibandingkan

dengan provinsi-provinsi lainnya di wilayah Jawa-Bali sebesar 1,86% pada tahun 2009 menuju

tahun 2010, jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas di Banten pun meningkat. Pada

Februari 2010 tercatat jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas di Provinsi Banten mencapai

6,94 juta jiwa, bertumbuh sekitar 2,46% dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Dengan kondisi perekonomian Banten yang terindikasi terus meningkat,

diperkirakan kondisi tersebut masih stabil hingga periode laporan dengan kecenderungan yang

membaik, yang dipicu oleh membaiknya kinerja sektoral.

Tabel V.1. Perkembangan Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Provinsi Banten Menurut

Kegiatan

Uraian Agust-08 Feb-09 Agust-09 Feb-10

1. Penduduk 15+ 6.674.895,00 6.770.781,00 6.836.418,00 6.937.308,00

2. Angkatan Kerja 4.325.455,00 4.456.720,00 4.357.240,00 4.442.543,00

- Bekerja 3.668.895,00 3.792.825,00 3.704.778,00 3.814.715,00

- Penganggur 656.560,00 663.895,00 652.462,00 627.828,00

3. Bukan Angkatan Kerja 2.349.440,00 2.314.061,00 2.479.178,00 2.494.765,00

4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 64,80 65,80 63,74 64,04

5. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 15,20 14,90 14,97 14,13

Sumber: BPS Provinsi Banten

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Februari Agustus Februari

2009 2010

%

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DIY

Jawa Timur

Banten

Bali

Grafik V.1 Perkembangan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi

Banten dan Provinsi Lainnya di wilayah

Jawa – Bali

Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –

BPS

2008 2009 2010

DKI Jakarta 0,90 0,84 0,78

Jawa Barat 1,46 1,43 1,40

Banten 1,90 1,88 1,86

Jawa Tengah 0,76 0,73 0,70

DIY 0,99 0,96 0,93

Jawa Timur 0,54 0,52 0,49

Bali 1,04 1,00 0,95

-

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

2,00

% y

oy

Grafik V.2 Perkembangan Pertumbuhan

Jumlah Penduduk Provinsi Banten dan

Provinsi Lainnya di wilayah Jawa – Bali

Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –

BPS, diolah

Berdasarkan sektor/lapangan pekerjaan utama, sektor perdagangan/rumah makan

dan akomodasi serta sektor industri pengolahan masih mendominasi keseluruhan

penyerapan tenaga kerja di Banten dengan pangsa mencapai 48,44% terhadap total

penduduk bekerja di Banten. Kondisi yang patut diperhatikan adalah sektor pertanian yang

Triwulan III 2010

61

Kajian Ekonomi Regional Banten

merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar ketiga di Banten mengalami tren penurunan

penyerapan tenaga kerja hingga tahun 2010. Perkembangan alih fungsi lahan dari lahan

pertanian menjadi bentuk lain baik untuk pemukiman maupun pengusahaan sektor lain

diperkirakan menjadi salah satu alasan menurunnya penyerapan tenaga kerja sektor tersebut.

Pemerintah daerah di wilayah Banten diharapkan dapat mengatur secara lebih baik mengenai

alih fungsi lahan lebih diperhatikan dan diatur, agar lahan-lahan pertanian tidak seluruhnya

diubah menjadi bangunan-bangunan khususnya untuk keperluan pembangunan perumahan

atau usaha non pertanian sehingga sektor pertanian yang strategis dan menyerap tenaga kerja

dalam jumlah yang besar dapat lebih dikedepankan. Selain itu, perlu juga koordinasi yang lebih

baik dalam pembuatan peraturan daerah terkait hal tersebut antara pemerintah pusat, provinsi

dan kota/kabupaten, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kebijakan di tataran

perizinan/operasional.

Tabel V.2. Perkembangan Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan

2008 2010

Agustus Februari Agustus Februari

Pertanian 813.003 776.419 745.268 717.535

Industri 705.831 798.998 843.718 863.269

Konstruksi 170.628 158.994 162.550 153.951

Perdagangan 979.925 1.021.531 969.287 984.513

Transportasi 348.296 350.603 327.001 354.764

Keuangan dan Jasa Perusahaan 613.795 645.874 614.479 707.542

Listrik dan pertambangan 37.507 40.406 42.475 33.231

Sektor2009

Sumber: BPS Provinsi Banten

Pertanian18,81%

Industri22,63%

Konstruksi

4,04%

Perdagangan

25,81%

Transportasi

9,30%

Keuangan

dan Jasa

Perusahaan

18,55%

Listrik dan

pertambanga

n

0,87%

Grafik V.3. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi Banten per Sektor Ekonomi

Februari 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten

Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah masalah penyediaan kualitas pendidikan

yang sesuai dengan kebutuhan penyedia lapangan kerja, dalam rangka mengurangi

tingkat pengangguran Banten yang relatif masih lebih tinggi dibandingkan dengan

Triwulan III 2010

62

Kajian Ekonomi Regional Banten

provinsi-provinsi tetangganya. Berdasarkan data Perkembangan Beberapa Indikator Utama

Sosial Ekonomi Indonesia, angka partisipasi sekolah penduduk Banten usia 16-18 tahun yaitu

sebesar 49,96% pada tahun 2009 relatif rendah dibandingkan dengan wilayah-wilayah

tetangganya di Jawa dan Bali. Fenomena ini mencerminkan bahwa tingkat pendidikan

masyarakat Banten masih berada pada level yang relatif rendah, sehingga tenaga-tenaga kerja

yang terserap khususnya oleh sektor industri sebagian besar bukan merupakan tenaga kerja

terdidik/ahli. Untuk mengatasi gap/kesenjangan antara kualifikasi perusahaan dengan kondisi

tenaga kerja di Banten, diperlukan koordinasi antara pemerintah daerah, lembaga pendidikan

menengah dan tinggi, kontribusi swasta maupun LSM terkait untuk membentuk suatu program

yang terintegrasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Banten sesuai dengan

kualifikasi kebutuhan penyedia lapangan kerja.

0

20

40

60

80

100

120

7 - 12 13 - 15 16 - 18

2009

%

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Jawa Tengah

DIY

Jawa Timur

Bali

Grafik V.4. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah Provinsi Banten dan

Provinsi Lainnya di wilayah Jawa – Bali Tahun 2009

Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 – BPS

5.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Tingkat kesejahteraan masyarakat Banten yang salah satunya dicerminkan oleh

persentase jumlah penduduk miskin diperkirakan stabil dengan kecenderungan

membaik pada periode laporan. Pada posisi Februari 2010 persentase jumlah penduduk

miskin di Banten adalah sebesar 7,16% lebih rendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi

tetangganya di wilayah Jawa – Bali kecuali DKI Jakarta dan Bali. Penetapan Upah Minimum

Provinsi Banten dan rata-rata pendapatan buruh/pegawai yang relatif tinggi membantu

menjaga pendapatan masyarakat Banten pada taraf yang cukup untuk mempertahankan

standar hidupnya pada level di atas garis kemiskinan.

Triwulan III 2010

63

Kajian Ekonomi Regional Banten

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

2009 2010

%

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

Grafik V.5. Perkembangan Persentase

Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Banten

dan Provinsi Lainnya di wilayah Jawa –

Bali

Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –

BPS

0

500

1000

1500

2000

2500

Februari Agustus Februari

2009 2010

Rp

Rib

u

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Jawa Tengah

DIY

Jawa Timur

Bali

Grafik V.6. Perkembangan Rata-rata

Pendapatan Buruh/Karyawan/Pegawai per

Bulan Provinsi Banten dan Provinsi Lainnya

di wilayah Jawa – Bali

Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –

BPS

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

2008 2009 2010

Rp

Rib

u

DKI Jakarta

Jabar

Jateng

DIY

Jatim

Banten

Bali

Grafik V.7. Perkembangan Upah

Minimum Provinsi (UMP) Banten dan

Provinsi Lainnya di wilayah Jawa – Bali

Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –

BPS

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0,4

2007 2008 2009

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Jawa Tengah

DIY

Jawa Timur

Bali

Grafik V.8. Perkembangan Gini Ratio

Provinsi Banten dan Provinsi Lainnya di

wilayah Jawa – Bali

Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –

BPS

Permasalahan mendasar yang perlu diperhatikan adalah kesenjangan sosial

masyarakat yang masih relatif tinggi. Berdasarkan angka gini ratio1 Provinsi Banten pada

tahun 2009 sebesar 0,37 yang merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan seluruh

provinsi di wilayah Jawa-Bali kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta. Indeks Pembangunan

Manusia Provinsi Banten pun masih relatif rendah sebesar 69,70 pada tahun 2009 sementara

provinsi lainnya seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan lainnya di wilayah Pulau Jawa dan

1 Angka Gini Ratio yang semakin tinggi menunjukkan kondisi kesenjangan pendapatan antara lapisan

penduduk yang semakin meningkat

Triwulan III 2010

64

Kajian Ekonomi Regional Banten

Bali telah mencapai level di atas 70. Fakta ini memperkuat saran pentingnya peningkatan

kualitas pendidikan dan daya beli masyarakat Banten. Terkait dengan proses peningkatan daya

beli masyarakat yang juga dipengaruhi oleh kondisi inflasi, penguatan peran Tim Pengendalian

Inflasi Daerah di wilayah Banten sangat dibutuhkan, termasuk pula di daerah Banten Selatan

seperti di daerah Pandeglang dan Lebak yang memiliki IPM relatif rendah dibandingkan

kota/kabupaten lainnya (sebesar 66,74 untuk daerah Lebak dan 67,39 untuk daerah

Pandeglang pada tahun 2007). Pembentukan TPID Kabupaten Pandeglang yang telah disahkan

melalui SK Bupati No. 900/Kep.163-Huk/2010 pada tanggal 31 Mei 2010 perihal Pembentukan

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Pandeglang diharapkan dapat membantu

proses stabilisasi harga di wilayah tersebut.

Triwulan III 2010

65

Kajian Ekonomi Regional Banten

BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN

Perekonomian Banten pada Triwulan IV 2010 diprakirakan akan bertumbuh lebih baik

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada kisaran 6,25% - 6,30% (yoy). Kondisi

perekonomian dunia dan nasional hingga saat ini yang terindikasi masih terus membaik hingga

akhir tahun 2010 dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian Banten dengan

perbaikan kinerja pada sisi sektoral dan sisi pengeluaran. Dampaknya secara simultan

diprakirakan akan mendorong peningkatan perekonomian Banten di masa mendatang. Realisasi

belanja khususnya belanja modal pemerintah daerah yang tinggi diharapkan dapat memberikan

dorongan yang lebih baik terhadap pembangunan perekonomian.

Sejalan dengan membaiknya perekonomian, inflasi Banten pada Triwulan IV 2010 pun

diproyeksikan meningkat pada kisaran 5,23% (yoy) baik tekanan dari sisi supply

maupun demand. Meningkatnya permintaan masyarakat merupakan imbas dari

meningkatnya konsumsi baik karena membaiknya perekonomian dan tingkat penghasilan

maupun dari meningkatnya ekspektasi harga pada saat menjelang hari raya keagamaan.

Sementara itu dari sisi supply, kenaikan Tarif Dasar Listrik dan menurunnya pasokan berbagai

komoditas khususnya yang tergolong volatile foods dengan adanya gangguan cuaca dan

terjadinya bencana alam di berbagai daerah diperkirakan menjadi sumber potensi kenaikan

inflasi pada periode mendatang. Di sisi lain, tren penguatan nilai tukar Rupiah terhadap USD

hingga akhir Triwulan III 2010 diharapkan membantu menahan potensi peningkatan inflasi

yang bersumber dari eksternal. Pada sisi ekspektasi terhadap harga, hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha Bank Indonesia mengindikasikan bahwa ekspektasi pelaku usaha cenderung masih

berada pada koridor sasaran inflasi nasional sebesar 5%-6% (yoy) yang mengindikasikan bahwa

kebijakan Inflation Targetting Framework (ITF) Bank Indonesia tetap sesuai target yang

ditetapkan pada awal tahun 2010.

6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI

6.1.1. Sisi Permintaan/Pengeluaran

Kondisi perekonomian dunia yang diprediksi terus membaik hingga akhir tahun 2010

dan perekonomian nasional yang stabil dengan kecenderungan meningkat

diprakirakan akan mendukung kinerja perekonomian Banten pada triwulan

mendatang. Berdasarkan World Economic Outlook yang diterbitkan oleh International

Monetary Fund, diproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2010 dapat mencapai

Triwulan III 2010

66

Kajian Ekonomi Regional Banten

4,8% (yoy), sementara negara-negara di kawasan ASEAN dapat bertumbuh lebih tinggi pada

level 6,6% (yoy). Sementara itu, Bank Indonesia dalam sambutan Gubernur Bank Indonesia

pada acara Indonesia Investment Forum yakin bahwa prospek perekonomian Indonesia di masa

mendatang akan berada pada kondisi yang baik. Diproyeksikan pertumbuhan ekonomi

Indonesia pada tahun 2010 dapat mencapai kisaran level 5,5% - 6,0% (yoy) dan terus

meningkat menuju tahun 2011 sebesar 6,0% - 6,5% (yoy). Hutang luar negeri Indonesia baik

publik maupun swasta masih dalam kondisi yang stabil dengan total USD 186,9 miliar.

Tabel VI.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia, Negara Maju dan ASEAN

2010 2011

Dunia -0,6 4,8 4,3

USA -2,6 2,6 2,3

Eropa -4,1 1,7 1,5

Jepang -5,2 2,8 1,5

UK -4,9 1,7 2,0

Canada -2,5 3,1 2,7

Negara Maju Lainnya -1,2 5,4 3,7

ASEAN 1,7 6,6 5,4

Proyeksi2009Area

Sumber: WEO Update October 2010 – International Monetary Fund

Konsumsi diprakirakan tumbuh kuat dengan tendensi yang meningkat hingga

penghujung tahun 2010. Kondisi perekonomian yang terus membaik dengan perkiraan

pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2010 pada kisaran 6% (yoy) diharapkan dapat

mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat pada level yang stabil. Hal ini didukung pula

dengan kredit konsumsi yang relatif semakin mudah dengan tingkat suku bunga yang stabil

pada level yang rendah. Sementara itu di pedesaan, Indeks Nilai Tukar Petani Banten relatif

terus tinggi di atas level 100, yang mengindikasikan adanya penguatan daya beli dan konsumsi

masyarakat pedesaan.

Tabel VI.2. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor di Banten

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Oktober

Pangan 92,94 95,8 98,29 100,06 100,81 100,87

Hortikultura 105,9 104,79 102,57 103,25 108,73 107,37

Perkebunan Rakyat 106,27 104,53 102,41 104,15 102,16 101,86

Peternakan 108,61 107,41 105,32 103,93 107,24 106,68

Perikanan 98,64 96,78 96,21 96,21 98,38 97,60

NTP 98,77 99,67 100,11 101,18 103,09 102,70

NTP per Sub Sektor2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Banten

Triwulan III 2010

67

Kajian Ekonomi Regional Banten

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

140,0

160,0

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 910

2008 2009 2010

Indeks Ekspektasi Konsumen

Grafik VI.1. Indeks Ekspektasi Konsumen

Wilayah Banten

Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia

-

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

140,0

160,0

180,0

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 910

2008 2009 2010

Ekspektasi Ekonomi 6 Bulan yang Akan Datang

Grafik VI.2. Indeks Ekspektasi Ekonomi 6

Bulan yang Akan Datang Wilayah Banten

Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia

Indikator Survei Konsumen juga mengkonfirmasi perkiraan tetap kuatnya konsumsi

pada triwulan mendatang. Ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian ke depan

terliha semakin optimis, seperti juga keyakinan terhadap kondisi ketersediaan lapangan kerja

dan penghasilan yang terus meningkat. Hal tersebut diperkuat oleh Indeks ekspektasi

konsumen yang menunjukkan tren peningkatan dan menjadi suatu cerminan optimisme

terhadap tingkat konsumsi swasta mendatang. Beban pinjaman terhadap pendapatan yang

diprakirakan akan menurun juga menjadi indikasi lain meningkatnya konsumsi di masa datang.

Peningkatan pendapatan di masa datang seiring dengan rencana peningkatan upah minimum

provinsi maupun dari perkiraan peningkatan penyerapan tenaga kerja (dari Indeks ekspektasi

terhadap penghasilan dan kondisi ketenagakerjaan) menjadi indikasi lain yang memperkuat

perkiraan peningkatan konsumsi tersebut.

0102030405060708090

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2010

Sa

ldo

Be

rsih

Perkiraan Beban Angsuran Pinjaman terhadap Pendapatan 6 Bulan yang Akan Datang

Grafik VI. 3. Indeks Perkiraan Beban

Angsuran Pinjaman terhadap Pendapatan 6

Bulan yang Akan Datang Wilayah Banten

Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia

-

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

140,0

160,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 910

2008 2009 2010

Ekspektasi ketersediaan Lapangan Kerja 6 Bulan yang Akan Datang

Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan yang Akan Datang

Grafik VI. 4. Indeks Ekspektasi Ketersediaan

Kerja dan Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan

yang Akan Datang Wilayah Banten

Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia

Investasi diperkirakan stabil dengan tren meningkat pada Triwulan IV 2010. Tingkat

investasi Banten pada Triwulan IV 2010 yang diperkirakan meningkat didukung oleh penawaran

Triwulan III 2010

68

Kajian Ekonomi Regional Banten

saham perdana PT. Krakatau Steel pada November 2010 ditambah dengan adanya aliran

investasi asing dengan dimulainya proyek pembangunan pabrik baja patungan antara PT.

Krakatau Steel dengan Pohang Iron and Steel Company (Posco) yang total investasi awal sekitar

USD 3 miliar.

Investasi di subsektor industri alas kaki pun diperkirakan akan meningkat. Dari hasil

liaison terhadap produsen terbesar alas kaki di Banten memperkirakan realisasi investasi pada

tahun 2011 bahkan hingga tahun 2012 akan terus meningkat seiring tingginya permintaan

produk alas kaki berlisensi dari pemegang merek di Eropa dan USA. Sementara itu proses

perizinan di Indonesia yang dinilai para calon investor dari Hongkong, Taiwan, Korea Selatan

yang lebih mudah serta peraturan yang saat ini relatif cukup kondusif meningkatkan potensi

peningkatan investasi pada subsektor tersebut di triwulan mendatang. Kondisi ini didukung

oleh tingginya permintaan ekspor produk tersebut dari negara tujuan utama seperti USA.

Tercatat, ekspor produk alas kaki dari Banten sepanjang Semester I 2010 mencapai USD 763,56

juta dan sebesar USD 287,74 juta sepanjang bulan Juli – Agustus 2010.

Terkait dengan hal tersebut, hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah pusat

maupun daerah adalah masalah dukungan iklim investasi yang memadai. Penyediaan

infrastruktur yang memadai seperti pembangunan dan pemeliharaan ruas jalan nasional,

provinsi maupun kota yang menjadi prasarana utama pendukung gairah investasi, pelabuhan

internasional yang terintegrasi dan efisien, penyediaan tenaga listrik yang memadai,

pemberantasan pungutan-pungutan liar, pelayanan izin investasi yang cepat sesuai prosedur

dan penelaahan terhadap peraturan-peraturan daerah yang dapat mendorong minat calon

investor dengan tetap memperhatikan road map pembangunan jangka panjang di Banten

khususnya terkait dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi industri, bangunan dan sektor

lainnya.

Realisasi konsumsi/belanja pemerintah daerah pada akhir tahun 2010 diperkirakan

akan mendekati target yang diperkirakan didorong terutama oleh realisasi belanja

modal. Hingga akhir Triwulan III 2010 realisasi belanja pemerintah daerah Provinsi Banten

diperkirakan dapat mencapai dari pagu anggarannya di tahun 2010 (nilai pagu anggaran

belanja pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2010 adalah Rp 2,51 triliun yang diperkirakan

dapat meningkat dengan adanya APBD perubahan). Pencapaian yang cukup baik hingga akhir

Triwulan III 2010 terindikasi didorong oleh realisasi belanja modal yang tinggi mencapai sekitar

83% dari pagunya di tahun 2010 dengan nilai pagu Rp 716,6 miliar. Berdasarkan prognosis

APBD tahun 2010, realisasi belanja modal pemerintah daerah dapat mencapai 99,43% dari

Triwulan III 2010

69

Kajian Ekonomi Regional Banten

target belanja, dan realisasi belanja daerah keseluruhan diharapkan minimal mencapai 99,70%

dari anggaran belanja tahun 2010.

Tabel VI.3. Persentase Realisasi dan Target Belanja APBD Provinsi Banten Tahun 2010

Uraian s.d. Tw I ‘10 s.d Tw II

‘10

s.d Tw III

‘10*

s.d. Tw IV

‘10*

Persentase Realisasi Belanja APBD

Provinsi Banten (%) 11,70 35,37 67,54 99,70

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemerintah Provinsi Banten serta Biro

Administrasi dan Pembangunan Provinsi Banten (persentase Tw II* merupakan perkiraan dan Tw IV ’10

merupakan target realisasi berdasarkan prognosis APBD Provinsi Banten 2010)

Proyeksi terhadap kondisi perdagangan dunia pada tahun 2010 yang kuat,

diprakirakan dapat membentuk ekspektasi pelaku usaha yang kemudian mendorong

kinerja ekspor dan impor Banten. IMF dalam World Economic Outlook 2010 memprakirakan

bahwa volume perdagangan dunia akan meningkat pesat hingga akhir tahun 2010 setelah

melambat cukup signifikan pada tahun 2009. Tren peningkatan tersebut dapat memberikan

dorongan positif terhadap kinerja perdagangan internasional Banten. Dari sektor industri

pengolahan, sumber peningkatan diprakirakan terutama berasal dari sub sektor industri baja,

kimia dan alas kaki. Berdasarkan informasi dari World Steel Association, permintaan baja dunia

sepanjang tahun 2010 dapat meningkat sekitar 11% selaras dengan pemulihan ekonomi

global. Begitu pula dengan permintaan baja di ASEAN yang diperkirakan meningkat sebesar

12% dibandingkan tahun sebelumnya pada tahun 2010, dan sebesar 8% pada tahun 2011

dengan tren harga yang juga meningkat. Berdasarkan liaison prakiraan meningkatnya kinerja

subsektor industri alas kaki khususnya di wilayah Tangerang dengan orientasi ekspor yang

tinggi juga akan mendorong peningkatan kinerja ekspor Banten pada periode mendatang.

Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan kebutuhan bahan baku, penolong dan barang

modal yang selama ini berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, banyak

diperoleh dari impor.

Tabel VI.4. Proyeksi Volume Perdagangan Dunia

Items 2008 2009 2010 2011

World Trade Volume 2,9 -11,0 11,4 7,0

ImportsAdvanced Economies 0,4 -12,7 10,1 5,2Emerging and Developing

Economies 9,0 -8,2 14,3 9,9

ExportsAdvanced Economies 1,9 -12,4 11,0 6,0Emerging and Developing

Economies 4,6 -7,8 11,9 9,1

Sumber: WEO Update October 2010 – International Monetary Fund

Triwulan III 2010

70

Kajian Ekonomi Regional Banten

6.1.2. Sisi Penawaran/Sektoral

Ekspektasi positif dari para pelaku usaha di berbagai sektor dan permintaan domestik

maupun internasional yang tinggi diprakirakan akan memberikan dampak positif pada

kinerja sektoral perekonomian Banten pada triwulan mendatang. Tendensi bisnis

nasional dan Banten yang cenderung menguat hingga triwulan laporan, diperkirakan akan terus

berlanjut hingga triwulan mendatang. Sektor industri pengolahan sebagai sektor utama di

Banten diperkirakan bertumbuh tinggi hingga triwulan mendatang dan menjadi penopang kuat

pertumbuhan ekonomi Banten mendatang. Sementara itu sektor pertanian diperkirakan relatif

melambat dengan perkiraan masuknya musim tanam pada Triwulan IV 2010, begitu pula

dengan sektor pertambangan, sektor keuangan dan jasa.

Tabel VI.5. Pertumbuhan Ekonomi Banten per Sektor Ekonomi

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III* Tw IV**

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan

Perikanan3,91 3,45 5,21 5,87 5,89 5,10 - 5,15

Pertambangan dan Penggalian 11,37 5,78 6,26 8,93 8,56 8,24 - 8,29

Industri Pengolahan 1,64 1,95 2,06 2,49 2,60 2,74 - 2,78

Listrik, Gas dan Air Bersih 4,56 5,52 12,67 11,07 12,39 11,95 - 12,05

Bangunan 8,73 3,54 5,87 6,97 7,39 6,90 - 6,95

Perdagangan, Hotel dan Restoran 7,22 7,99 8,23 8,43 9,70 9,72 - 9,77

Pengangkutan dan Komunikasi 10,02 11,16 11,82 11,98 12,17 12,35 - 12,42

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan11,93 9,57 8,08 7,60 6,99 7,00 - 7,15

Jasa-jasa 5,42 5,08 6,22 6,70 5,11 6,85 - 6,90

PDRB 4,64 4,82 5,48 5,80 6,13 6,25 - 6,30

2009Sektor

2010

Sumber: BPS Provinsi Banten, Triwulan IV 2010 merupakan prakiraan Bank Indonesia

6.1.2.1. Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan dipoyeksikan bertumbuh meningkat pada kisaran level

2,74% - 2,78% (yoy) pada Triwulan IV 2010. Kinerja subsektor industri baja, kimia, kertas

dan alas kaki di Banten sejak triwulan sebelumnya diperkirakan akan terus memberikan dampak

positif terhadap perkembangannya hingga saat ini. Rencana merger PT. Chandra Asri dengan

PT. Tri Polyta pada tahun 2011 telah memberikan dampak positif terhadap harga saham dan

kapitalisasi pasar dari Barito Pacific Group. Sementara itu pada industri pakaian, menjelang

akhir tahun 2010, kinerja industri pakaian jadi pun terlihat semakin membaik. Membaiknya

perekonomian nasional mendorong peningkatan permintaan termasuk komoditas pakaian jadi,

khususnya saat menjelang pertandingan persahabatan Indonesia dengan negara lain seperti

Uruguay pada awal Oktober 2010 menyambut perayaan Natal 2010 dan Tahun Baru 2011.

Pesanan pakaian jenis kaus, kemeja dan jeans meningkat cukup pesat, dan diperkirakan

keuntungan yang diperoleh dapat meningkat lebih dari 50% dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya.

Triwulan III 2010

71

Kajian Ekonomi Regional Banten

Pada subsektor industri baja, PT. Krakatau Steel diperkirakan dapat meraih dana segar sekitar

Rp 2,52 triliun hingga Rp 3,63 Triliun pada Initial Public Offering (IPO) sahamnya yang

diselenggarakan pada awal bulan November 2010. PT. Krakatau Steel tercatat akan menjual

sekitar 3,15 miliar lembar saham baru atau sekitar 20% dari modal disetor perusahaan dengan

kisaran harga Rp 800 – Rp 1.150 per lembar saham. Diperkirakan saham dari perusahaan

tersebut akan banyak diminati oleh para pemodal mengingat perseroan tersebut merupakan

produsen dari 96% baja nasional sehingga memiliki pangsa pasar yang kuat dengan tren

pendapatan yang baik. Tercatat pendapatan PT. Krakatau Steel meningkat dari sebesar Rp 7,8

triliun pada Semester I 2009 menjadi sebesar Rp 9 triliun, walaupun mengalami sedikit

penurunan laba bersih. Di samping itu, dari hasil IP tersebut akan langsung digunakan untuk

meningkatkan kapasitas utilisasinya sejak Triwulan IV 2010 hingga tahun berikutnya.

Tingkat konsumsi masyarakat yang diproyeksikan tetap kuat pada triwulan mendatang,

diprakirakan akan mendorong kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor industri

pengolahan dan sektor jasa. Di sisi lain, peningkatan kinerja investasi, ekspor-impor maupun

percepatan realisasi belanja pemerintah diprakirakan akan memberikan dampak positif

terutama terhadap peningkatan kinerja sektor industri pengolahan; sektor pengangkutan dan

komunikasi serta sektor bangunan. Kondisi tersebut perlu didukung oleh kebijakan pemerintah

daerah dan pusat melalui perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur agar tercipta sinergitas

pembangunan secara berkelanjutan.

6.1.2.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan bertumbuh meningkat secara

moderat pada triwulan mendatang sebesar 9,72%-9,77%. Meningkatnya perkiraan

konsumsi pada Triwulan IV 2010 diprediksi dapat memberikan dorongan positif terhadap

kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sementara itu tetap kuatnya daya beli

masyarakat di pedesaan khususnya petani tanaman pangan karena adanya peningkatan

produksi padi akibat adanya curah hujan yang cukup dan luas tanam yang meningkat diprediksi

dapat mendorong tingkat konsumsi dan meningkatkan kinerja sektor ini. Peningkatan kinerja

sektor perdagangan diperkirakan distimuli pula oleh lebih meningkatnya transakasi ekonomi

karena adanya perayaan keagamaan Idul Adha, Natal dan Tahun baru 2011 dan ekspektasi

meningkatnya umpah minimum regional sertatren laju pertumbuhan kredit konsumsi yang

bertumbuh kuat..

Triwulan III 2010

72

Kajian Ekonomi Regional Banten

12

12,5

13

13,5

14

14,5

15

15,5

16

19 20 20 21 21 22 22 23 23 24 24 25

1 2 3 4 5 6 7 8

2010

Rp

Tri

liu

n

%

Nominal Kredit Konsumsi

Suku Bunga Tertimbang Kredit Konsumsi

Grafik VI.5. Perkembangan Nominal dan Suku Bunga Tertimbang Kredit Konsumsi

Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten

Sumber: Bank Indonesia

6.1.2.3. Sektor Pertanian

Pada Triwulan IV 2010 pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan sedikit tertahan

pada kisaran 5,10% - 5,15% (yoy). Berakhirnya musim panen raya padi dan masuknya

musim tanam pada Triwulan IV 2010 diperkirakan akan menahan laju pertumbuhan sektor

pertanian pada periode tersebut. Diperkirakan pada akhir tahun 2010 pertumbuhan sektor

pertanian Banten dapat berada pada kisaran 5,50% - 5,55% (yoy) lebih tinggi dibandingkan

dengan tahun 2009 sebesar 4,31% (yoy).

Perkiraan tingginya curah hujan pada bulan Oktober-November 2010 mendorong para petani di

Kabupaten Lebak sebagai salah satu sentra produksi padi Banten telah mulai mempersiapkan

lahan dan melakukan penanaman sejak awal Oktober 2010. Diperkirakan musim panen padi

dapat berlangsung pada bulan Desember 2010.

Tingginya perkiraan pertumbuhan sektor pertanian pada tahun 2010 dibandingkan tahun

sebelumnya didasarkan salah satunya pada perkiraan panen padi Kabupaten Lebak dengan

target sebesar 442.454 ton Gabah Kering Panen (GKP) padi sawah dan 24.414 ton GKP. Dari

target tersebut, hingga September 2010 telah tercapai sebanyak 528.868 ton GKP atau telah

terjadi surplus sekitar 13,28%. Peningkatan produksi padi di kabupaten tersebut terjadi karena

adanya program ketahanan pangan, seperti bantuan alat-alat pertanian, perbaikan sarana

irigasi, bantuan benih unggul dan pembinaan/pelatihan melalui sekolah lapang terpadu. Selain

itu, pasokan pupuk relatif stabil dan terdapat bantuan peningkatan permodalan yang disalurkan

melalui gapoktan. Pada tahun 2009, produksi padi Kabupaten Lebak juga mengalami surplus

dengan produksi sebesar 518.299 dengan target tahun 2009 sebesar 449.950 ton.

Triwulan III 2010

73

Kajian Ekonomi Regional Banten

Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Pandeglang, produksi Gabah Kering Giling Kabupaten

Pandeglang pada tahun 2009 sebesar 645 ribu ton, dan pada tahun 2010 Pemerintah

Kabupaten Pandeglang menargetkan produksi 677.250 ton GKG, dan hingga Agustus 2010

telah terealisasi sekitar 90%.

Tabel VI.6. ARAM III Produksi Tanaman Pangan dan Palawija Provinsi Banten

No. Komoditas Tahun

2007 2008 2009 2010

1. Padi 1.816.146 1.818.166 1.849.008 2.048.152

2. Jagung 20.723 20.169 27.083 29.410

3. Kedelai 2.620 6.452 15.887 12.806

4. Kacang Hijau* 2.343 1.908 1.911 1.384

5. Ubi Kayu* 117.549 115.591 105.622 93.783

6. Ubi Jalar* 33.693 33.792 34.550 37.073

Sumber: BPS Provinsi Banten (* merupakan perkiraan Distanak Banten)

Tabel VI.7. Prakiraan Musim Hujan 2010/2011

Irigasi (Ha) Non Irigasi (Ha)

1. Pandeglang bagian barat Sep I – Sep III AN 1.652,54 29.475,78

2. Pandeglang bagian utara, Serang

bagian Selatan Sep II – Okt I N 1.196,28 15.942,15

3. Lebak bagian barat, Pandeglang

bagian timur Sep II – Okt I AN 2.039,35 22.758,85

4. Serang bagian utara, Tengerang

bagian utara, DKI Jakarta bagian

utara, Bekasi bagian utara Nov I – Nov III AN 12.551,28 63.830,01

5. Serang bagian tenggara, Tangerang

bagian selatan Sep III - Okt II N 5.018,01 30.993,61

No. DaerahAwal Musim

Hujan AntaraSifat Hujan

Luas Sawah

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

6.2. INFLASI

Inflasi tahunan Banten diperkirakan akan mengalami peningkatan tekanan baik dari

sisi demand maupun supply, namun masih pada koridor target inflasi nasional pada

kisaran level 5,23% (yoy). Peningkatan administered price berupa kenaikan tarif listrik dan

puskesmas pada , Provinsi Banten diperkirakan berimbas cukup signifikan baik pada kelompok

perumahan, listrik, gas, air dan bahan bakar maupun kelompok lainnya seperti sandang.

Sementara itu kondisi cuaca yang kurang stabil, menyebabkan barang-barang dalam kategori

volatile foods mengalami fluktuasi harga yang cukup kuat terutama pada komoditas yang

bersifat mudah rusak (perishable) pada sub kelompok sayur-sayuran, bumbu-bumbuan yang

Triwulan III 2010

74

Kajian Ekonomi Regional Banten

dipasok dari luar Banten. Dari sisi eksternal, relatif terjaganya nilai tukar Rupiah terhadap USD

diperkirakan mampu menahan gejolak inflasi baik dari ekspektasi masyarakat maupun inflasi

barang-barang impor.

Tabel VI.8. Perkiraan Inflasi Banten Tahun 2010

Tw I Tw II Tw III Tw IV*

% y-o-y 3,16 4,44 4,59 5,23

Inflasi2010

Sumber: BPS Provinsi Banten, Triwulan IV 2010 merupakan proyeksi Bank Indonesia

Perkiraan konsumsi yang terus menguat dan adanya gangguan cuaca dan kondisi

terjadinya bencana alam di beberapa daerah diperkirakan dapat menimbulkan

tekanan terhadap inflasi dari sisi permintaan dan penawaran. Tetap tingginya perkiraan

konsumsi masyarakat pada Triwulan IV 2010 tersebut didorong oleh membaiknya

perekonomian, peningkatan pendapatan melalui pemberian bonus akhir tahun dan dukungan

kredit konsumsi yang relatif semakin mudah dengan tingkat suku bunga yang stabil rendah.

Sementara itu, berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga Mingguan di Kota Serang, hingga

pertengahan Oktober 2010 sub kelompok daging-dagingan cenderung mengalami penurunan

harga, sementara harga sub kelompok sayur-sayuran cenderung meningkat. Sub kelompok

bumbu-bumbuan komoditas cabe merah cenderung mengalami penurunan harga sekitar 19%

(mtm) dengan kondisi telah mulai memasuki masa panen dan diperkirakan akan mengalami

panen puncak pada November 2010, sementara itu bawang merah cenderung mengalami

peningkatan harga sekitar 36% (mtm) karena adanya curah hujan yang tinggi. Bencana alam

yang menimpa beberapa daerah di Indonesia seperti yang terjadi di Pulau Jawa dengan

meletusnya gunung berapi diperkirakan dapat berpotensi terhadap tekanan inflasi dengan

adanya gangguan pasokan dan distribusi dari daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang

merupakan beberapa daerah penyangga bahan pangan Banten.

Di sisi lain, tekanan eksternal dan ekspektasi masyarakat diperkirakan masih relatif

terjaga. Tekanan inflasi barang impor pada Triwulan IV 2010 diperkirakan masih relatif stabil

yang didukung oleh terus menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap USD, dan stabilnya rata-rata

harga barang impor. Namun demikian, kecenderungan kenaikan harga minyak dunia perlu

diwaspadai dapat menimbulkan tekanan terhadap inflasi. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha diperoleh indikasi bahwa secara umum pelaku usaha masih berekspektasi tingkat inflasi

Banten akan berada pada kisaran level 5% - 6% (yoy). Hal ini cukup menggembirakan, karena

Inflation Targetting Framework yang diterapkan Bank Indonesia cukup berhasil mengarahkan

ekspektasi masyarakat pada target inflasi tahunan yang diharapkan.

Triwulan III 2010

75

Kajian Ekonomi Regional Banten

-

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

1234 5678 91011121234 5678 91011121 2345 67891011121 2345 678

2007 2008 2009 2010

US

D/K

g

Rata-rata Harga Barang Impor

Grafik VI. 6. Perkembangan Rata-rata Harga

Impor Banten

Sumber: Bank Indonesia

Grafik VI. 7. Perkembangan Nilai Tukar

Rupiah terhadap USD

Sumber: Bank Indonesia

2 persen4 persen

5 persen

6 persen

7 persen

8 persen

10 persen

diatas 15

persen

Grafik VI.8. Ekspektasi Inflasi Pelaku Usaha

di Banten

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank

Indonesia

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Jan-2

00

8

Apr-

200

8

Jul-2

00

8

Okt-

200

8

Jan-2

00

9

Apr-

200

9

Jul-2

00

9

Okt-

200

9

Jan-2

01

0

Apr-

201

0

Jul-2

01

0

Okt-

201

0

USD

/ba

rrel

oil Price

Grafik VI. 9. Perkembangan Harga Minyak

Dunia

Sumber: US Energy Information Administration