kajian formula rating daerah
TRANSCRIPT
KAJIAN FORMULA RATING DAERAH
Tim Penyusun :
Drs. Syariffudin, SE.Ak., M.Soc.Sc (Universitas Hasanuddin)
Prof. Dr. Abdul Halim, Ak.,MBA. (Universitas Gadjah Mada)
Dr. Noldy Tuerah (Universitas Sam Ratulangi)
Nugroho Iman Santosa, SE., MPM (Departemen Keuangan)
Dony S. Priyandono, SE. (Departemen Keuangan)
TIM ASISTENSI MENTERI KEUANGAN BIDANG DESENTRALISASI FISKAL
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2006
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 1
KAJIAN FORMULA RATING DAERAH
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setelah berlakunya desentralisasi, daerah mendapat kelonggaran dalam
mendanai pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi sesuai
dengan potensi daerah. Untuk meningkatkan perekonomomian, daerah dituntut untuk
berkompetisi dengan daerah lain dalam menarik investor supaya mau menanamkan
modalnya. Salah satu indikator bagi investor untuk menanamkan modal di daerah
adalah rating keuangan daerah. Rating keuangan daerah diperlukan sebagai panduan
bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di daerah. Hal tersebut penting
supaya investor mengetahui tingkat kemampuan keuangan suatu daerah dengan
daerah lain dan bagaimana pengelolaan keuangannya.
Salah satu hal yang menarik di daerah setelah revisi UU No.25 Tahun 1999
menjadi UU No.33 Tahun 2004 adalah adanya pengatur yang lebih jelas mengenai
obligasi daerah. Pengaturan mengenai obligasi daerah lebih lanjut diatur dalam PP
No.54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Obligasi daerah merupakan pinjaman
daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal dan
penerbitan obligasi daerah hanya dapat dilakukan untuk membiayai investasi sektor
publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Seiring dengan rencana penerbitan obligasi oleh daerah di Indonesia, perlu
diimbangi dengan pengembangan pemeringkatan atas efek (rating obligasi daerah),
sebab pemeringkat (rating agency)1 yang ada di Indonesia selama ini hanya membuat
pemeringkatan atas efek surat hutang yang diterbitkan oleh perusahaan saja. Karena
daerah dan perusahaan merupakan dua entitas yang berbeda, maka perlu dibuat
suatu peringkat atas efek atau surat hutang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
secara tersendiri (rating keuangan daerah). Seperti yang telah dilakukan oleh Standard
and Poor’s, lembaga pemeringkat yang berasal dari Amerika Serikat, mereka membuat
suatu pemeringkatan atas efek-efek yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
(municipal) di Amerika Serikat. Dalam membuat suatu peringkat efek tersebut, mereka
terlebih dahulu melakukan suatu penilaian atau pengujian terhadap beberapa hal atau
faktor yang berhubungan dengan efek yang diterbitkan dan penerbitnya. Khusus
1 Misalnya Pefindo sebagai salah satu perusahaan pemeringkat efek di Indonesia yang terdaftar di BAPEPAM.
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 2
mengenai obligasi daerah (municipal bond) mereka membedakan faktor- faktor yang
akan dianalisis antara penerbitan Obligasi Umum (General Obligation Bonds) dan
Obligasi Pendapatan (Revenue Bonds). Dalam Obligasi Umum, faktor-faktor yang
dianalisis ada 4 macam, yaitu faktor-faktor sosioekonomi (socio-economic factors),
faktor-faktor keuangan (financial factors), faktor-faktor hutang (debt factors), dan faktor-
faktor administratif (administrative factor).
Rating peminjam adalah sebuah praktek yang umum digunakan dalam pasar
kapital. Ini dimaksudkan untuk menentukan kualitas peminjam, secara khusus, untuk
memberitahu pasar tentang prospek pelunasannya. Selain rating eksternal dari agensi,
ada juga rating internal oleh rating agency dan perantara finansial lain yang
memberikan dana hutang kepada institusi tertentu. Rating eksternal dijalankan selama
beberapa tahun sejak 1910 oleh Moody’s, agensi yang paling tua.
Studi ini adalah upaya untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana yaitu:
Apa yang menjadi kriteria untuk praktek rating yang baik? Untuk itu studi ini perlu
mengemukakan serangkaian aturan yang harus dipenuhi oleh sistem rating. Standar
rating, dalam studi ini, bukan hanya sekumpulan aturan “praktek terbaik”. Akan tetapi
standar juga akan menghasilkan sebuah pedoman untuk perkembangan sistem rating
baru dan membantu memperbaiki sistem yang ada.
Masalah Penelitian
Berdasarkan gambaran diatas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
(1) Formula rating apa yang dapat digunakan pada tahap awal untuk dapat
menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membayar kembali
hutangnya? (2) Apakah informasi keuangan dan informasi lain yang tersedia di daerah
telah cukup memadai dan seragam untuk dimasukkan dalam formula yang akan
dirancang? (3) Seberapa besar kesiapan pemerintah daerah menerima hasil rating?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan memberikan masukan kepada Tim
Asistensi mengenai formula rating daerah yang diperlukan untuk mengetahui tingkat
daya saing suatu daerah dengan daerah lain sehingga dapat menjadi acuan bagi
investor dalam berinvestasi, khususnya obligasi daerah.
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 3
B. METODA PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data-data yang menyangkut kapasitas adminsistratif daerah untuk
mengukur kesiapan daerah dalam meminjam dan untuk menilai kinerja daerah dalam
bentuk formula rating. Data sekunder, adalah data-data keuangan dan non keuangan
serta data ekonomi dan sosial daerah.
Populasi dan Sampel
Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh daerah propinsi dan Kota dan
Kabupaten di Indonesia. Sampel penelitian ini ditentukan secara purposif dengan
memilih daerah yang mewakili jawa dan luar jawa, daerah kaya dan daerah miskin.
Metoda Analisis
Penelitian ini akan menghasilkan model rating dengan mempertimbangkan
penerapan formula berbagai lembaga rating luar maupun dalam negeri. Untuk
menemukan model rating terbaik dilakukan studi literatur dan perbandingan dengan
beberapa pelaksana rating diberbagai negara. Mempertimbangkan kesiapan dan
masalah-masalah daerah didalam pelaksanaan rating.
C. HASIL PENELITIAN
Sebagian besar sistem rating didasarkan pada evaluasi kuantitatif dan kualitatif.
Keputusan akhir didasarkan pada banyak atribut yang berbeda, tetapi biasanya
keputusan tidak dihitung melalui sebuah model formal yang menunjukkan bagaimana
menimbang semua atribut ini dalam cara normatif. Pada intinya, sistem ini didasarkan
pada pertimbangan umum dan pengalaman, dan bukan pada pemodelan matematis.
Hal itu tidak bisa dianggap sebagai tepat, dan juga tergantung pada penilaian rating
evaluator.
Analis kredit dalam sebuah agensi rating umumnya mempertimbangkan banyak
atribut dari sebuah institusi: finansial dan manajerial, kuantitatif dan kualitatif. Analis
harus memastikan kesehatan finansial institusi tersebut, dan menentukan apakah
earning dan aliran kas cukup untuk menutup kewajiban hutang. Analis juga harus
menganalisa kualitas aset institusi dan posisi likuiditas institusi tersebut.
Ketika merating peminjam, harus diputuskan apakah menilai peminjam menurut
kondisinya saat ini (penilaian rating “point in time”), atau creditworthiness yang
diperkirakan selama masa pinjaman atau siklus kredit keseluruhan (penilaian rating
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 4
“thorough the cycle”).2 Jika tujuan rating adalah mengalokasikan modal ekonomi,
memonitor pinjaman dan membuat cadangan pinjaman, pendekatan point in time
adalah lebih tepat. Horizon kredit untuk keputusan ini biasanya satu tahun, dan
keputusan rating didasarkan pada pandangan peminjam saat ini dan di masa yang
akan datang pada horizon kredit. Rating point in time lebih responsif terhadap
perubahan dalam status kredit obligor, sehingga tepat untuk memonitor sebuah kredit.
Pada saat yang sama, rating point in time dianggap sering di-update agar tetap sesuai
dengan perkembangan kondisi. Model resiko kredit membutuhkan penentuan horizon
kredit, biasanya satu tahun, dan setiap rating dipetakan ke keranjang probabilitas
default.
Agensi rating
Penerbitan obligasi oleh pemerintah adalah sebuah fenomena abad 20. Hal ini
juga merupakan periode ketika Moody’s (1909), S&P, dan agensi yang lain mulai me-
rating penerbitan hutang publik. Selama 30 tahun terakhir, pengenalan produk –
produk finansial telah membawa pada pengembangan metodologi dan kriteria baru.
Dalam pandangan Standard & Poors, “sebuah rating kredit adalah opini
mengenai creditworthiness sipengamat obligor, atau creditworthiess obligor dalam
hubungannya dengan keamanan hutang tertentu atau kewajiban finansial yang lain,
berdasarkan faktor kredit yang relevan”. Sebuah rating dalam pandangan Moody’s
adalah :
“…sebuah opini mengenai kemampuan masa depan dan kewajiban hukum dari emiten untuk melakukan pembayaran yang tepat waktu untuk pokok dan bunga ……….” (Moody’s ,1995)
Rating industri dan Pemerintah Daerah versi Moody’s mencerminkan
probabilitas default, yang memperkirakan keparahan rugi dalam event default. Rating
2 Keputusan ini berdasarkan pada obyektif sistem rating. Sebuah horizon panjang, pendekatan thorough the cycle digunakan ketika tujuan sistem rating adalah membantu dalam keputusan lending atau investasi. Bagian pinjaman pada umumnya mempertimbangkan kondisi stress potensial dalam keputusan lending dan dalam strukturisasi sebuah transaksi (perjanjian, jumlah pinjaman, masa, jaminan, garansi) selama masa pinjaman. Ini adalah filosofi yang digunakan oleh agensi rating. Ini melibatkan estimasi kondisi peminjam dalam sebuah siklus kredit, dan menilai menurut resiko pada saat itu. Sehingga diperkirakan bahwa rating agensi tetap stabil pada siklus kredit, dan disesuaikan hanya ketika peminjam mengalami sebuah shock besar yang mempengaruhi kondisi jangka panjangnya
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 5
Moody’s memberikan penekanan yang lebih pada rugi yang diperkirakan daripada
resiko default relatif.3
Subyek dari sebuah rating kredit dapat saja berupa sebuah Perusahaan atau
Pemerintah Daerah yang menerbitkan obligasi hutang. Dalam kasus seperti “rating
kredit emiten”, rating adalah sebuah opini pada kapasitas keseluruhan obligor untuk
memenuhi kewajiban finansialnya. Proses rating meliputi pemenuhan manajemen
emiten untuk mereview rencana operasi dan finansial, kebijakan dan strategi
keuangan. Semua informasi direview dan dibahas dengan sebuah komite rating
dengan keahlian yang tepat yang kemudian memberikan rekomendasi. Emiten bisa
menentang rating, dengan memberikan informasi baru. Keputusan rating biasanya
diterbitkan empat sampai enam minggu setelah agensi ini diminta untuk merating
sebuah penerbitan hutang4.
Rating jangka pendek dari S&P dan Moodys simbolnya sama baik untuk emisi
maupun rating kredit emiten, dan juga definisi yang digunakan berhubungan erat satu
sama lain. Emisi di-rating dalam empat kategori tertinggi (misal, AAA, AA, A dan BBB
dari S&P dan Aaa, Aa, A dan Baa dari Moody’s) pada umumnya dianggap sebagai
grade investasi. Obligasi dirating BB, B, CCC, CC dan C (Ba, B, Caa, Ca dan C dari
Moody’s), dianggap sebagai memiliki karakteristik spekulatif yang besar. BB (Ba dari
Mody’s) dianggap tidak terlalu beresiko dan C adalah yang paling beresiko.
Kategori rating yang digunakan oleh S&P dan Moody hampir sama, meskipun
perbedaan opini bisa membawa ke dalam beberapa kasus rating yang berbeda dari
kewajiban hutang spesifik. Moody’s mengaplikasikan modifier 1 dan 3 dalam setiap
klasifikasi rating generic dari Aa sampai Caa. Modifier 1 menunjukkan bahwa ranking
kewajiban di ujung yang lebih tinggi dari kategori rating umum, modifier 2 menunjukkan
bahwa ranking ada di tengah, dan modifier 3 menunjukkan ranking ada di ujung
bawah kategori rating generic. Misalkan, B1 dalam sistem rating Moody’s memiliki
sebuah ranking ekivalen dengan B+ dalam sistem rating S&P.
3 Karena S&P dan Moody’s dianggap memiliki keahlian dalam rating kredit dan dianggap sebagai evaluator yang tidak bias, rating mereka diterima secara luas oleh partisipan pasar dan agensi regulasi. Institusi finansial, ketika diminta untuk menahan investment grade bond oleh regulator, mereka menggunakan rating agensi kredit seperti S&P dan Moody’s untuk menentukan obligasi mana yang investment grade. 4 Biasanya rating direview sekali setahun, berdasarkan pada laporan keuangan yang baru, informasi keuangan baru dan meeting review dengan manajemen. Sebuah catatan “pengawasan kredit” atau “review rating” diterbitkan hanya jika ada alasan untuk percaya bahwa review ini akan membawa perubahan rating kredit. Sebuah perubahan rating harus disetujui oleh komite rating.
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 6
Persyaratan rating : Bagaimana sistem rating yang baik?
Berikut ini dijelaskan komponen dari sistem rating yang baik, komponennya
merupakan dasar dari apa yang disebut “prinsip rating yang diterima umum”. Prinsip ini
akan disebut juga dengan “persyaratan”. Ada 14 persyaratan dalam hal ini, yang
beberapa di antaranya didapatkan secara formal, sementara yang lainnya diperoleh
secara empiris, beberapa di antaranya dihasilkan dari publikasi Basle Committee on
Rating agency Supervision, sedang yang lainnya diperoleh dari perbincangan dengan
praktisioner dan staf pemerintah daerah serta Tim Asistensi meteri Keuangan periode
tahun 2006.
Persyaratan 1 (Comprehensiveness). Sebuah sistem rating agency harus mampu
menilai semua klien masa lalu, sekarang, dan masa depan.
Persyaratan ini mendefinisikan kelompok Pemerintah Daerah yang ingin dinilai.
Sebuah sistem rating agency harus mampu mencakup semua klien. Tentu saja,
kebutuhan ini sifatnya sangat umum, dan sulit ditemui. Ada klien masa depan, dan
kriteria resiko, yang tidak pernah terpikirkan oleh rating agency. Bisa jadi ada klien
masa lalu yang tidak ada sama sekali. Meski begitu, rating agency harus berupaya
memastikan bahwa sistem ratingnya adalah cukup fleksibel untuk menjelaskan semua
tipe resiko yang mungkin akan muncul.
Persyaratan 2 (Completeness). Sebuah rating agency harus menilai semua klien
sekarang dan mempertahankan upaya rating terhadap klien masa lalunya.
Persyaratan tersebut menyatakan bahwa sebuah rating agency harus menilai
semua kliennya sekarang. Ini seperti sepele dan telah menjadi praktek manajemen di
masa sekarang. Selain itu, studi ini menghendaki bahwa rating agency harus
mempertahankan rating terhadap klien masa lalunya. Ini menjadi tidak mudah dan
dalam saat tertentu, sepertinya kurang memungkinkan. Data akuntansi ataupun data
kualitatif dari pembicaraan dengan manajemen Pemerintah Daerah masih tidak
mencantumkan klien masa lalu. Studi ini berpikir bahwa sebuah rating agency harus
berupaya mempertahankan database ratingnya. Sangat penting untuk menjalankan
pengujian-mundur dan perkembangan rating-rating agency yang telah dimiliki
sebelumnya untuk memastikan bahwa rating agency memiliki data rating yang
berkelanjutan. Jika rating agency menghentikan upaya rating pada kliennya,
contohnya, melakukan default, Pemerintah Daerah yang ada dalam database rating
akan mengalami perbedaan atau bias. Rating agency tersebut tidak akan mengetahui
probabilitas kejadian yang terjadi setelah default; seberapa besar kesuksesan
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 7
restrukturisasi, dan sebagainya. Perbedaan daya tahan (untuk mencakup “Pemerintah
Daerah yang bertahan”) bisa diketahui dari upaya empiris dalam pasar kapital.
Persyaratan 3 (Complexity). Sebuah rating agency perlu memiliki banyak sistem rating
berbeda yang dibutuhkan dan yang sesedikit mungkin. Alasan untuk memilih sejumlah
sistem rating harus transparan.
Pemerintah Daerah tertentu bisa masuk ke dalam lebih dari satu sistem, sistem
rating yang terlalu banyak bisa menghasilkan terlalu banyak pertanyaan dari pejabat
kredit, dan sistem rating bisa sulit untuk dikenakan back-testing karena pool data yang
relatif kecil. Dari alasan ini, studi ini merekomendasikan perlunya keseimbangan dari
aspek tersebut. Selain itu, studi ini perlu mengemukakan alasan untuk memilih
sejumlah sistem rating yang harus dibuat transparan.
Persyaratan 4 Probability Of Default (POD) definition. Probabilitas default harus
didefinisikan dengan baik.
Persyaratan ini menunjukkan bahwa rating agency harus memiliki definisi yang
tepat tentang apa yang dimaksud dengan POD. Rating agency harus mendefinisikan
apa yang dikatakan sebagai kejadian default. Studi ini menemukan bahwa institusi
finansial menggunakan beragam definisi tentang kejadian default, yaitu ketentuan
kerugian pinjaman, atau kegagalan membayar bunga, atau pokok, pada jangka waktu
yang ditentukan. Perhatikan bahwa tanpa harmonisasi dalam definisi default, sulit
untuk mengumpulkan data POD antar rating agency. Karena itu, studi ini menyatakan
bahwa Pemda perlu menggunakan definisi POD yang sama, yang mana harus
transparan dan beralasan. Selain itu, institusi finansial harus menetapkan horison
waktu yang melibatkan proses default. Beberapa rating agency mempertimbangkan
satu horison waktu (paling banyak satu tahun), beberapa lainnya mempertimbangkan
horison waktu berganda yang menghasilkan beberapa POD berbeda. Institusi lainnya,
yaitu agensi rating, memperkirakan POD dengan mengambil rata-rata pada siklus
bisnis lengkap. Tujuannya adalah sebuah struktur ukuran rating atau, pada masalah
tersebut, adalah POD yang mencakup resiko default di luar horison satu tahun.
Contohnya, sebuah Pemerintah Daerah bisa memiliki POD kecil pada dua tahun
selanjutnya, dan POD besar untuk tahun ketiga (ketika paten sudah habis masanya).
Persyaratan 5 (Monotonicity).
(i) POD (Pemerintah Daerah X) = POD (Pemerintah Daerah Y) ⇒ R (Pemerintah
Daerah X) ∼ R (Pemerintah Daerah Y),
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 8
(ii) POD (Pemerintah Daerah X) < POD (Pemerintah Daerah Y) ⇒ R (Pemerintah
Daerah X) ∼ R (Pemerintah Daerah Y),
(iii) R (Pemerintah Daerah X) R (Pemerintah Daerah Y) ⇒ POD (Pemerintah Daerah
X) < POD (Pemerintah Daerah Y).
Persyaratan ini mendefinisikan hubungan antara rating dan frekuensi default
yang diinginkan. Seperti yang dibahas sebelumnya, studi ini menganggap POD
sebagai rating primitif atau sederhana dan mengambil rating dari cara tersebut. Jika
dua POD adalah identik, rating juga harus identik (kasus (i)). Jika POD Pemerintah
Daerah X adalah lebih kecil daripada POD Pemerintah Daerah Y (kasus (ii)), rating
Pemerintah Daerah X harus setidaknya sebaik yang ada dalam Pemerintah Daerah Y.
Untuk menggambarkan perbedaan lemah dari rating ini, studi ini perlu mengambil
gambaran dari sebuah rating agency yang hanya memiliki dua kategori rating {baik,
buruk} dengan baik dan buruk. Ini bisa jadi berupa sebuah rating agency yang hanya
ingin mengetahui apakah sebuah kredit akan diberikan atau tidak. Kasus (ii)
menunjukkan dua POD berbeda yang menghasilkan rating sama. Jika rating
Pemerintah Daerah adalah lebih baik daripada rating Pemerintah Daerah lain (kasus
(iii)), maka POD dari Pemerintah Daerah pertama haruslah lebih kecil daripada POD
yang kedua. Perhatikan bahwa (iii) dikuatkan dengan (i) dan (ii).
Persyaratan 6 (Fairness). Sistem rating bisa beragam dalam kadar kebaikan. Sistem
rating harus selalu baik.
Melihat Persyaratan 5, pertanyaan sentral untuk definisi sebuah sistem rating
kemudian menjadi seberapa baik sistem rating seharusnya, yaitu berapa banyak
kategori yang harus dimiliki. Ini bisa dikatakan baik seperti POD itu sendiri, yang pada
dasarnya identik dengan POD, atau ini dapat memetakan POD menjadi sejumlah
kategori. Tentu saja, sebuah sistem rating yang menjadi model POD akan menjadi
yang paling banyak digunakan. Meski begitu, karena sejumlah situasi tertentu, sistem
rating yang kurang baik malah dianggap mencukupi dan tepat dalam sebuah konteks
organisasi. Fairness dari sebuah sistem rating tidak dapat dilepaskan dari back-testing
(Persyaratan 8). Apabila rating agency tidak mampu melakukan back-testing secara
konsisten, karena kurangnya data terkait, maka definisi sejumlah kategori rating tidak
bermanfaat.
Karena itu, fairness dari sistem rating adalah sebuah fungsi dari manfaat yang
diinginkan. Karena itu, sistem rating harus bisa memberitahukan POD dalam kadar
fairness yang berbeda. Untuk pricing, sistem rating harus lebih baik daripada sistem
untuk mendefinisikan batasan kredit. Beberapa rating agency menggunakan lampu lalu
lintas (tiga kategori, merah, kuning, hijau), untuk menarik perhatian pejabat kredit
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 9
terhadap kredit yang lebih atau kurang beresiko. Dengan mengetahui konversi rating
dalam POD, maka akan memudahkan studi ini untuk merubah cara berkomunikasi
terhadap yang lainnya.
Persyaratan 7 (Reliabilitas). Sistem rating harus reliabel.
Katakanlah bahwa suatu pemda memiliki beberapa POD. Pada kondisi ini,
rating harus sama siapapun pengamat yang menilainya, atau point dalam waktu harus
sama ketika rating dilakukan. Persyaratan ini tidak berasumsi bahwa rating tidak bisa
berubah. Rating bisa berubah menurut penilaian kredit klien, atau seiring dengan siklus
ekonomi. Meski begitu, rating perlu berlaku konstan, jika penilaian kredit tidak berubah.
Contoh dari pengujian komponen stasionaritas data adalah pada studi Blume dkk
(1998).
Persyaratan 8 (Back-testing). Probabilitas default (ex-ante) tidak boleh berbeda dari
frekuensi default yang ada (ex-post).
Persyaratan 8 pada dasarnya menyatakan bahwa apa yang anda inginkan
adalah apa yang harus anda dapatkan. Ini juga menunjukkan adanya kebutuhan akan
database untuk menjalani persyaratan ini. Back-testing dalam manajemen kredit
adalah hal sulit karena, pertama, tidak ada harga pasar untuk sebagian besar tipe
kredit, dan kedua, ada sedikit data historis tentang default kredit. Adalah perlu untuk
mengelompokkan sumberdaya antar rating agency berbeda untuk menciptakan
database lebih baik yang memudahkan peningkatan back-testing.
Karena back-testing adalah hal utama untuk validasi sebuah rating, maka
kebutuhan untuk itu akan menghasilkan beberapa implikasi penting bagi desain dan
penggunaan rating. Seperti yang disebutkan sebelumnya, sebuah rating agency tidak
perlu memiliki terlalu banyak sistem rating (yaitu dikaitkan dengan banyaknya subset
Pemerintah Daerah) dan tidak boleh merubah sistem rating terlalu sering.
Ada sejumlah cara untuk menguji sistem rating, dan beberapa di antaranya
telah digunakan dalam industri. Prosedur pengujian berkaitan dengan back-testing
dapat dipandang sebagai yang mendefinisikan kondisi untuk ketepatan sistem rating:
• Tingkat default ex-post dalam berbagai kategori rating harus lebih besar daripada
kategori rating yang lebih tinggi (yaitu lebih baik).
• Tingkat default ex-post harus meningkat seiring horison waktu.
• Tingkat default Pemerintah Daerah yang didasarkan pada horison waktu lima tahun
harus sama atau lebih besar daripada yang didasarkan pada horison waktu satu
tahun.
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 10
• Untuk Pemerintah Daerah dengan obligasi korporasi yang outstanding, penyebaran
kredit bisa dibandingkan dengan rating kredit internal.
• Antar Pemerintah Daerah, rating agency mampu membandingkan order-resiko
yang dihasilkan oleh pasar dengan order-resiko yang dihasilkan oleh rating-kredit.
Selain back-testing, rating kredit harus mematuhi kebutuhan struktural dan teknis
tertentu (Weber dkk, 1998).
Persyaratan 9 (Information efficiency). Informasi rating harus efisien, yaitu tidak boleh
memperkirakan perubahan rating berdasarkan sejarah rating (tidak boleh
menggunakan proyeksi atau trend). Semua informasi yang ada harus dimodelkan
dengan tepat dalam rating. Sistem rating harus menjelaskan perbedaan yang diketahui
dari literatur tentang rating (seperti perbedaan splitting, perbedaan range, dan
sebagainya).
Seperti yang disebutkan sebelumnya, sebuah rating harus menggunakan
semua informasi yang tersedia untuk rating agency, baik publik dan swasta, yaitu
rating harus efisien. Persyaratan ini sama seperti penggunaan istilah “information
efficiency” dalam pasar finansial. Rating sekarang ini harus menjadi prediktor terbaik
untuk rating besok, namun tidak boleh mendapatkan informasi tentang rating besok
hanya dengan mengetahui rating Pemerintah Daerah di hari kemarin (atau periode
sebelumnya). Selain itu, sejumlah perbedaan yang dihasilkan dari literatur psikologi
tentang penilaian harus diperhatikan ketika mendesain sebuah sistem rating. Pejabat
kredit bisa saja memiliki kecenderungan menilai kriteria kualitatif dari sebuah sistem
rating secara lebih baik daripada yang kuantitatif dan cenderung sedikit merubah
variabel kualitatif daripada kuantitatif (Brunner dkk, 2000).
Persyaratan 10 (System Development). Sebuah sistem rating harus diperbaiki setiap
waktu.
Persyaratan ini terdengar sepele, namun setelah melihat perubahan lingkungan
rating, maka rating agency harus melakukan penyesuaian. Perubahan tersebut bisa
dipicu dari back-testing dan dari wawasan manajemen ex-ante. Manajemen mungkin
mengetahui bahwa struktur dan agregasi variabel untuk memperkirakan penilaian
kredit telah mengalami perubahan. Pengamat tidak perlu menunggu sampai back-
testing (ex-post) menghasilkan modifikasi sistem, karena wawasan ex-ante telah
menyarankan perubahan ini sebelumnya. Sebuah modifikasi sistem harus
dipertimbangkan secara cermat.
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 11
Persyaratan 11 (Data Management). Data rating terdahulu dan sekarang harus mudah
didapatkan.
Manajemen data modern adalah sebuah persyaratan untuk back-testing yang
sukses ataupun pengembangan sistem yang sukses. Berbagai analisis statistik
membutuhkan data yang mudah didapatkan. Bahkan jika pemenuhan persyaratan ini
secara sekilas terlihat mudah, namun kenyataannya perlu diketahui masalah yang
dapat muncul dalam prakteknya. Perubahan sebuah sistem komputer rating agency,
perkembangan lebih jauh dari sistem rating yang ada, pengenalan sistem rating yang
lebih baik, perubahan dalam struktur organisasi proses rating, merger dua rating
agency, adalah sejumlah contoh untuk menunjukkan bahwa persyaratan bisa
menghasilkan tantangan serius. Jika tidak ada manajemen data yang tertata dengan
baik, maka tidak akan ada pengujian sistem rating.
Persyaratan 12 (Incentive Compability). Proses rating harus dijalankan dalam
organisasi bisnis kredit sedemikian rupa sehingga resiko mis-representasi oleh pejabat
kredit bisa dikurangi.
Studi ini mengetahui bahwa tidak ada uji sederhana untuk incentive compability
dalam organisasi, tapi ada aturan pokok untuk itu. Pertama, dan yang mengacu pada
contoh di atas, “nilai kritis” dari penentuan rating yang memicu aksi harus dicatat dan
ditindak lanjuti. Secara khusus, ukuran persamaan dan signifikansi statistik bisa
membantu mengidentifikasi frekuensi tidak biasa dari keputusan rating spesifik, atau
migrasi rating. Kedua, sistem reward internal dari institusi bisa atau tidak berkaitan
dengan kinerja rating terdahulu dari pejabat pinjaman. Sebagai sebuah aturan, sejarah
rating pejabat harus “melekat kepadanya”. Contohnya, sebuah frekuensi dari revisi
rating di atas rata-rata yang signifikan setelah pejabat yang dimaksud berubah dari
posisinya, atau otoritas untuk pinjaman tertentu telah menjauh darinya, bisa memiliki
pengaruh terprediksi (dan negatif) terhadap evaluasi keseluruhan. Pemenuhan
persyaratan 12 dapat dilakukan dengan mempertanyakan bilamana manajemen
memiliki pemikiran tentang konflik incentif yang disebabkan oleh desain organisasi
proses pemberian pinjaman, dan apa yang perlu dilakukan untuk mengontrol
konsekuensi perilakunya.
Persyaratan 13 (Internal Compliance). Distribusi hasil rating secara konstan diawasi
oleh pengontrol, yang dibantu oleh pengawasan random.
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 12
Untuk menemukan perbedaan sistematik dalam evaluasi pejabat pinjaman,
semua rating dan sejarah harus disimpan dalam file back-testing (Persyaratan 11).
Kualitas rating harus dipertahankan (dan tentu saja diterapkan) dengan rutinitas uji
statistik yang mampu menemukan variasi signifikan dalam keputusan rating setiap
waktu, atau antar Pemerintah Daerah. Tugas ini menyerupai sebuah kontrol kualitas
statistik seperti yang banyak ditemukan dalam, contohnya, manajemen produksi.
Tindak lanjut dari uji statistik ini dapat menjadi sebuah replikasi parsial atau lengkap
dari rating terdahulu.
Pemenuhan Persyaratan 13 bukan hanya memudahkan deteksi pola perilaku
spesifik, tapi juga akan memperkuat incentive compability (Persyaratan 12). Untuk
memiliki beberapa efek deterrent (pencegahan), algoritma rencana penentuan sampel
tidak boleh transparan secara penuh terhadap pejabat pinjaman. Penilaian kualitas
rating luar perlu menegaskan bilamana rencana penentuan sampel bisa
dikembangkan, dan diterapkan secara konsisten.
Persyaratan 14 (External Compliance). Kepatuhan manajemen rating agency
terhadap standar ratingnya diawasi oleh pengontrol luar yang netral (tidak mempunyai
kepentingan), baik pada basis kontinyu atau random.
Persyaratan 14, meski bersifat sama seperti Persyaratan 13, adalah batu
pijakan untuk menetapkan kredibilitas pada data rating yang dihasilkan oleh pihak yang
berkepentingan. Dalam hal ini, pihak yang berkepentingan ini adalah rating agency
sebagai penyedia rating internal. “Kepentingan” rating agency adalah pada
pertanggungan resiko kredit vis-à-vis konsumen yang dinilai. Persyaratan 14
melibatkan sebuah evaluasi dari sebuah pihak luar, yaitu otoritas supervisi. Rating
terdahulu harus diperlihatkan tanpa mis-representasi. Karena itu, kepatuhan eksternal
bukanlah tentang nilai informasi dari rating tertentu, tapi tentang konsistensi
penggunaannya. Metodologi yang digunakan untuk mengontrol kepatuhan eksternal
cenderung dikatakan sama dengan yang digunakan dalam Persyaratan 13.
Beberapa langkah penting dalam melakukan rating
Berikut ini akan dibahas beberapa langkah penting dalam melakukan analisa
rating. Langkah-langkah ini adalah merupakan kombinasi dari beberapa langkah yang
dianjurkan oleh beberapa agen pemeringkat .
Langkah 1: Penilaian keuangan. Langkah ini memformalisasi proses pemikiran
yang berhubungan dengan analis kredit yang baik (atau analis ekuitas yang baik) yang
tujuannya adalah untuk memastikan kesehatan keuangan sebuah institusi. Misalkan,
analis kredit akan mempelajari laporan keuangan untuk menentukan apakah
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 13
pendapatan dan aliran kas cukup untuk menutupi hutang. Analis kredit juga akan
menganalisa tingkat asset dan memastikan bahwa obligor memiliki cadangan kas
yang besar (misal, modal kerja substansial). Analis juga akan menguji leverage
institusi. Analis kredit juga menganalisa tingkat dimana institusi memiliki akses pada
pasar modal, dan apakah institusi memiliki fleksibilitas untuk meminjam uang atau
tidak.
Rating ini harus mencerminkan posisi keuangan dan kinerja institusi serta
kemampuannya dalam mengatasi masalah-masalah keuangan yang tidak diperkirakan
sebelumnya. Ini adalah langkah kunci dalam penilaian kredit. Tiga area penilaian
utama adalah : (1) earning (E) dan aliran kas (CF), (2) nilai asset (AV), likuiditas (LIQ)
dan leverage (LEV), dan (3) ukuran keuangan (FS), fleksibilitas (F) dan kapasitas
hutang (DC). Sebuah ukuran untuk earning /aliran kas akan meliputi cakupan bunga
seperti EBIT/expense bunga dan EBITDA/expense bunga. Sebuah ukuran untuk
leverage meliputi rasio lancar, yang didefinisikan sebagai asset lancar dibagi dengan
liabilitas lancar. Sebuah ukuran untuk leverage meliputi hutang terhadap rasio
kekayaan netto seperti total liabilitas /ekuitas. Ketika menilai ukuran keuangan,
fleksibilitas dan kapasitas hutang, ukuran kapitalisasi pasar akan menjadi faktor
penting, akses pada pasar modal dalam area penilaian ketiga merujuk pada
kemampuan yang ditunjukkan untuk menerbitkan sekuritas publik yang pada umumnya
membutuhkan penilaian rating publik. Analisis pinjaman perlu dilakukan untuk
mengamati hubungan klasik tertentu antar neraca, laporan pendapatan, dan analisis
rasio.
Langkah 2 : Manajemen dan faktor kualitatif yang lain. Pendekatan langkah 2
menguji akun operasional (AO), menilai manajemen (AM), sebagaimana melakukan
penilaian lingkungan (EA), dan menguji liabilitas kontingen (CL), dan lain- lain. Dalam
menguji AO, perlu dibuat pertanyaan terstruktur. Misalkan, apakah pelaporan
keuangan dan sekuritas dengan basis tepat waktu, adalah merupakan kualitas yang
baik? Apakah ini secara memuaskan menjelaskan variasi dari proyeksi? Hal lain yang
perlu dipertanyakan adalah apakah batas kredit dan term dipatuhi sesuai dengan
perjanjian. Pengamat juga akan bertanya apakah Pemerintah Daerah mematuhi
kewajibannya dengan kreditor, sebagaimana dibuktikan oleh kurangnya surat teguran,
tuntutan hukum, penilaian dan lain- lain.
Pertanyaan lain yang cukup penting adalah berkaitan dengan pelaksanaan
penilaian manajemen, apakah skill manajemen cukup untuk ukuran dan luasan bisnis.
Hal ini meliputi pengujian apakah manajemen memiliki catatan yang memuaskan
mengenai sukses dan pengalaman menjalankan pemerintahan. Pengamat juga akan
menguji apakah manajemen memiliki “kedalaman” yang mencukupi, misalkan, apakah
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 14
ada rencana suksesi atau tidak?. Hal lain adalah pertanyaan – pertanyaan praktis.
Apakah ada pendekatan yang mendalam dalam identifikasi, penerimaan dan
pengelolaan resiko? Apakah manajemen tetap mengikuti perkembangan jaman dalam
menjalankan operasional pemerintahan, memperkenalkan dan meng-update metode
dan teknologi baru? Apakah manajemen membahas masalah dengan cepat,
menunjukkan keinginan untuk mengambil keputusan tegas yang dibutuhkan dan
dengan keseimbangan yang tepat untuk jangka pendek dan jangka panjang? Apakah
ada sebuah rencana yang baik dan rencana keuangan yang baik ? Apakah pemberian
upah manajemen (biaya bagi Pemerintah Daerah) bijaksana dan tepat terhadap
ukuran kekuatan /progress keuangan Pemerintah Daerah?
Langkah 3: Kualitas laporan keuangan, langkah ini mengakui pentingnya
kualitas informasi keuangan yang diberikan oleh analis. Sekali lagi, langkah ini tidak
digunakan untuk memperbaiki rating, tetapi mendefinisikan Operational Rating yang
terbaik. Rating agency harus yakin terhadap kualitas dan kecukupan informasi
keuangan. Hal ini meliputi pertimbangan ukuran dan kapabilitas Pemerintah Daerah,
dibandingkan dengan ukuran dan kompleksitas peminjam dan laporan keuangannya.
Langkah 4: Dukungan pihak ketiga. Langkah ini mempertimbangkan penilaian
rating berdasarkan dukungan pihak ketiga. Dalam semua kasus, pengamat harus
diyakinkan bahwa pihak/pemilik ketiga berkomitmen untuk memberikan dukungan
terus menerus kepada obligor. Biasanya, pengamat membuat aturan yang sangat
spesifik untuk dukungan pihak ketiga. Berdasarkan kualitas dukungan pihak ketiga,
rating Pemerintah Daerah bisa diupgrade atau didowngrade.
Langkah 5: Faktor Struktur, langkah ini mempertimbangkan efek sebuah
fasilitas pinjaman, perjanjiannya, kondisi, dan lain-lain untuk penilaian yang tepat
terhadap rating. Tujuan dan/atau struktur pemberian pinjaman mungkin mempengaruhi
(secara positif atau negatif) kekuatan kualitas kredit. Ini merujuk pada status peminjam,
prioritas keamanan, perjanjian yang melekat pada sebuah fasilitas, dan lain- lain.
Model , Indikator dan Scoring Rating
Ada beragam prosedur untuk menghasilkan sebuah rating, salah satunya
adalah ukuran POD. Prosedur tipikal yang digunakan sekarang ini adalah metode
scoring. Metode ini menggunakan kriteria, yang mana setiap indikator diberi skor
terpisah. Skor individu yang berkaitan dengan kriteria akan dihitung dan ditambahkan,
yang menghasilkan skor keseluruhan. Skor ini kemudian digunakan dalam satu kelas
rating, yang didefinisikan sebagai sebuah interval pada garis riil yang memanjang dari
skor keseluruhan minimum sampai maksimum.
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 15
Contoh paling dikenal adalah skor z yang dikemukakan oleh Altman (1997)
(lihat juga Altman dan Saunders (1996)). Peneliti ini melakukan regresi pada
pengalaman default historis terhadap serangkaian variabel akuntansi (neraca dan P&L)
untuk menentukan sebuah fungsi pemisahan optimal antara issuer yang kemudian
default. Ukuran fungsi estimasi ini kemudian digunakan untuk memperkirakan
probabilitas default untuk Pemerintah Daerah, yang disebut skor-z. Skor-z ini bisa
diterjemahkan menjadi sebuah kelas rating (Caouette dkk, 1998, Bab 10).
Sebuah pendekatan berbeda terhadap rating ditunjukkan oleh model KMV.
Dengan menggunakan teori option pricing, KMV, sebuah vendor data, mendapatkan
estimasi default dari gerakan yang diinginkan dari harga obligasi pada periode waktu
tertentu, tipikalnya satu tahun. Berlawanan dengan pendekatan scoring, tidak ada
kebutuhan untuk mengumpulkan beragam informasi dasar terkait Pemerintah Daerah,
atau ada fungsi ukuran yang dibutuhkan. Cara ini hanya membutuhkan serangkaian
harga pasar obligasi yang diketahui dan sebuah estimasi dari hutang Pemerintah
Daerah.
Sementara itu Brunner dkk (2000) mengungkapkan Dilema finansial yang
dihadapi oleh pemerintah daerah menghasilkan perhatian besar pada rating
pemerintahan. Untuk mendapatkan wawasan tentang faktor yang paling signifikan
dalam menjelaskan rating tersebut, serangkaian rasio keuangan, fiskal, dan sosio-
ekonomi perlu dipelajari, seperti yang diungkapkan oleh Altman sebagai berikut:
”variabel fiskal, keuangan, dan sosio-ekonomi memberikan informasi yang berguna bagi sebuah otoritas lokal dalam menilai level resiko yang ada. Determinan paling signifikan dari rating adalah GDP regional per kapita dan tingkat pengangguran lokal, indikator hutang, proporsi pendapatan fleksibel dan neraca serta anggaran ”(Altman , 1997)
Dalam membuat model dan indikator rating, nampak bahwa setiap agency
rating mempunyai ciri tersendiri. S&P misalnya mengutamakan: Sosioekonomi
(socioeconomic factors), Keuangan (financial factors), Hutang (debt factors),
Administrative (administrative factors). Sosioekonomi (socioeconomic factors)
menyangkut kemampuan sosial dan ekonomi daerah, tingkat pendapatan dan
pertumbuhan pendapatan daerah, terdiri atas indikator : jumlah penduduk, Human
Development Index , Product Domestic Regional Bruto, pertumbuhan industri dan
pendapatan per kapita (income per capita), komposisi tenaga kerja yang ada di
daerah, tingkat pertumbuhan penduduk daerah. Faktor keuangan (financial factors)
memiliki indikator ratio perkiraan-perkiraan neraca, rasio perkiraan neraca dan
anggaran, rasio keuangan dan non keuangan, anggaran (budget) tahun berjalan
tingkat pertumbuhan, anggaran dihubungkan dengan beberapa faktor seperti tingkat
pertumbuhan penduduk, sisa lebih atau kurang atas anggaran, sumber pendapatan
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 16
utama daerah, tingkat dan kategori belanja daerah, dan perbandingan antara anggaran
dan realisasi. Faktor hutang (debt factors) adalah faktor yang menggambarkan
kemampuan daerah dalam melunasi hutang jangka panjang maupun jangka pendek,
yang indikatornya adalah rasio hutang terhadap ekuitas, ratio hutang terhadap asset,
tingkat kepatuhan daerah dalam melaksanakan kontrak hutang. Faktor administratif
(administrative factor) adalah menggambarkan kemampuan administratif daerah,
termasuk kapasitas institusional yang dimiliki.
Sementara menurut World Bank: faktor yang penting untuk diperhatikan dalam
melakukan rating daerah adalah: pengelolaan keuangan, kesehatan fiskal, pelayanan
publik dan iklim investasi. Lain lagi dengan Pefindo, meskipun mereka belum
melaksanakan rating untuk pemerintah daerah, mereka telah memiliki beberapa
konsep dasar dalam merancang model dan faktor-faktor kunci yang akan dinilai yakni:
kerangka kerja institusi, dasar ekonomi, kinerja penganggaran, profil hutang (Debt)
serta struktur pemerintahan dan dinamisasi politik.
Kerangka kerja institusi, terdiri atas beberapa indikator yakni: kemampuan dan
tanggungjawab pemerintah, hubungan antar pemerintah pusat dan daerah
(intergovernmental relation) yang terdiri atas: jaminan dan dukungan lain, sentralisasi
atau desentralisasi? kecepatan merespon masalah-masalah di daerah, pandangan
masa depan: misalnya, Prudential Budgeting Rules (Aturan Anggaran yang Berhati-
hati), transfer fiscal : didukung atau mandiri
Dasar-dasar ekonomi (melihat kestabilan, kinerja yang baik) terdiri atas
beberapa indikator yakni : ukuran dan keragaman dasar ekonomi, sumber ekonomi
dan kinerja, lingkungan hukum, infrastruktur, yang dapat menarik investor baru, profil
ekonomi sosial yang terdiri atas; tingkat kesejahteraan, trend demografi, trend tingkat
pekerjaan dan pengangguran.
Struktur Pengganggaran dan Manajemen (keseimbangan dan fleksibilitas dari
pengeluaran pendapatan) terdiri atas indikator: struktur penerimaan (kemampuan
pajak, trend komposisi penerimaan, keberadaan dan dapat dipercaya transfer
keuangan); model dan trend pengeluaran (tingkat otonomi dan fleksibilitas, biaya
pemerintah pusat, kebutuhan infrastruktur, kinerja dan rencana penganggaran).
Profil hutang (beban hutang dan kemampuan pembayaran) terdiri atas
indikator: batas dan trend hutang (jaminan, kewajiban bersyarat lainnya); kebutuhan
pinjaman masa depan; posisi likuiditas (kas/surat berharga) ; struktur hutang (jangka
pendek atau panjang)?, Unsecured atau collateralized?, Cross default/negative pledge,
amortized atau struktur bullet, interest/currency risk).
Struktur pemerintahan dan dinamisasi politik (apa yang menjadi prioritas dan
tekanan?) terdiri atas indikator : pusat vs pemerintah daerah (tingkat dan pengaruh
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 17
otonomi); tekanan politik dalam ekonomi dan keputusan penganggaran; pembangunan
nasional dan internasional
Model yang diusulkan
Model yang diusulkan berikut ini adalah suatu model yang menitik beratkan
pada penggambaran pemerintah daerah secara keseluruhan, dalam artian tidak hanya
menggambarkan mengenai obligasi yang dikeluarkan. Berdasarkan karakteristik
daerah di Indonesia secara umum, dipandang penting untuk memberikan gambaran
umum seperti: faktor sosial ekonomi, faktor Iklim investasi, faktor pelayanan publik dan
faktor keuangan, faktor-faktor kunci ini lahir dari perbandingan penerapan model rating
beberapa agen rating terkenal di dunia dan karakteristik serta kekhususan pemerintah
daerah di Indonesia.
Langka selanjutnya adalah menentukan indikator yang akan digunakan dalam
setiap faktor yang dikur dalam model tersebut. Setelah itu menentukan bobot dari
masing-masing faktor dan indikator. Untuk menghasilkan outcome terbaik digunakan
Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan hasil sebagai berikut:
Faktor Bobot Indikator Bobot
Jumlah penduduk 8.1% HDI 44.0% PDRB, 18.1% Pendapatan per kapita
20.7%
Faktor sosial ekonomi
0142
Tingkat pertumbuhan penduduk daerah 9.0%
Faktor Bobot Indikator Bobot
Kelembagaan 20.9% Usaha untuk mempertahankan investor yang ada 13.3% Kondisi untuk investor (baru) 13.3% Upaya-upaya untuk menciptakan lapangan kerja, menciptakan penghasilan
10.9% Upaya-upaya untuk memperkuat posisi dan lokasi daya saing daerah
15.4% Memperkuat sumber-sumber yang ada untuk pendapatan daerah
9.6%
Faktor iklim investasi
0.365
Sosial Politik
16.5%
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 18
Faktor Bobot Indikator Bobot
Kesehatan 25.8%
Pendidikan 63.7%
Faktor Pelayanan Publik
0.061
Infrastruktur 10.5% Faktor Bobot Indikator Bobot
0.432 Penerimaan Daerah 38.9% Belanja Daerah 13.0% Struktur Asset 17.8%
Faktor keuangan.
Struktur Hutang 30.3% Faktor Bobot Indikator Bobot
25 Rasio pajak daerah terhadap PAD 10 Rasio retribusi daerah terhadap PAD 15 Rasio pendapatan lain terhadap PAD 15 Rasio PAD terhadap total PDRB 15 Rasio transfer pusat terhadap penerimaan daerah 15 Rasio sisa anggaran terhadap total anggaran 15
Penerimaan Daerah
30
Rasio defisit/surplus Terhadap APBD 15 Faktor Bobot Indikator Bobot
Rasio belanja pendidikan terhadap APBD 20 Rasio belanja kesehatan terhadap APBD 20 Rasio belanja infrastruktur terhadap APBD 20 Rasio belanja pegawai terhadap APBD 20
Belanja Daerah
Rasio belanja modal terhadap APBD 20 Faktor Bobot Indikator Bobot
Rasio aktiva lancar terhadap hutang lancar 25 Rasio kas terhadap surat surat berharga 25 Rasio aset lancar terhadap aset tetap 25
Struktur Asset
Rasio ekuitas terhadap total asset 25
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 19
Faktor Bobot Indikator Bobot
Rasio hutang jk pendek terhadap total hutang 25 Rasio hutang jk panjang terhadap total hutang 25 Rasio hutang terhadap ekuitas 25
Struktur Hutang
Rasio pokok dan bunga hutang terhadap penerimaan umum daerah
25
Hasil Uji Coba Rating untuk Daerah Sampel
Hasil uji coba model rating yang telah dibangun dengan memasukkan data
beberapa daerah sampel, menunjukkan bahwa rata rata daerah sampel berada dalam
posisi yang cukup baik sampai sangat baik seperti yang digambarkan pada tabel 1 di
bawah ini:
Tabel 1 Hasil uji coba rating
Kota / Kabupaten Total Score Level Rating
Kota Surabaya 86.10 AAA Kota Gersik 86.29 AAA Kota Surakarta 85.42 AAA Kabupaten Sukoharjo 84.61 AAA* Kota Denpasar 86.09 AAA Kota Kupang 80.66 AA Kota Mataram 81.43 AA Kota Palu 79.66 AA Kota Kendari 78.97 AA
Kesiapan Pemda dan Pelaksanaan Rating
Secara umum pemerintah daerah dapat dikatakan siap untuk diperingkat
(rating) kecuali dalam beberapa hal yang perlu mendapat catatan antara lain (lihat
tabel 2): APBD tidak disetujui tepat waktu, daerah tidak memiliki insititusi khusus untuk
menyiapkan informasi tentang rating daerah, sehingga hal ini akan mempengaruhi
proses pelaksanaan rating. Masalah lain adalah terdapat kesan bahwa peranan insitusi
rating independen belum dapat diterima, umumnya pihak Pemda hanya bersedia
memberikan informasi kepada pihak pemerintah. Gambaran dan pandangan
pemerintah daerah terhadap agen rating independen tentu saja perlu untuk diluruskan.
Karena rating yang dilakukan oleh institusi independen adalah suatu paradigma yang
dianut oleh pasar secara umum.
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 20
Tabel 2 : Jawaban Responden terhadap Pelaksanaan Rating Pertanyaan Total %
Apakah anda telah mendengar istilah rating? 13 86.67%
Apakah anda setuju jika pemerintah pusat melakukan rating atas pemerintah daerah? 15 100.00%
Apakah anda setuju jika pihak non pemerintah yang independen diikutkan sebagai lembaga rating? 6 33.33%
Apakah daerah anda telah memiliki laporan keuangan? 15 100.00%
Apakah daerah anda telah miliki neraca? 14 93.33%
Apakah neraca anda diperbaharui tiap tahunnya? 14 93.33%
Apakah neraca anda telah dinilai dengan nilai yang wajar oleh lembaga penilai yang resmi? 12 80.00%
Apakah anda telah memiliki laporan arus kas? 15 100.00%
Apakah laporan keuangan anda disertai dengan catatan atas laporan keuangan? 14 93.33%
Apakah anggaran daerah anda berbasis kinerja? 15 100.00%
Apakah APBD anda disetujui tepat waktu? Sesuai dengan petunjuk Departemen Dalam Negeri R.I? 7 46.67%
Apakah laporan realisasi APBD anda tersedia tepat waktu? 13 86.67%
Apakah daerah anda telah memiliki insititusi khusus untuk menyiapkan informasi tentang rating daerah? 0 0.00%
Apakah anda bersedia memberikan informasi keuangan anda pada lembaga-lembaga rating yang resmi? 6 33.33% Apakah anda dapat menghasilkan laporan keuangan tepat pada waktunya sehingga memudahkan lembaga rating mengumumkan hasil peringkatnya tepat waktu? 4 26.67%
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 21
D. KESIMPULAN
Seperti penjelasan diatas, data merupakan kunci keberhasilan dalam
mengembangkan sistem rating. Studi ini mengemukakan tentang perlunya sebuah
database yang sama. Database tersebut dapat mengagregasikan rating untuk sebuah
Pemerintah Daerah antar agency rating. Studi ini mencoba untuk menggambarkan
beberapa persyaratan yang perlu dipatuhi oleh sistem rating yang baik. Studi ini juga
menjelaskan tentang bagaimana membentuk sebuah sistem rating yang baik, faktor-
faktor yang menjadi elemen dalam aturan scoring, serta ukuran setiap faktor dalam
model scoring.
Keterbatasan hasil studi ini adalah bahwa model rating otoritas pemerintah
daerah yang dibangun masih didasarkan pada proses yang sama seperti pada
korporasi, yang menekankan hanya pada penilaian probabilitas default dari hutang
atau kemampuan pemerintah daerah untuk membuat jadwal pembayaran bunga dan
pokok secara tepat waktu. Oleh karena itu, penulis menyarankan perlunya penilaian
yang lebih luas, seperti misalnya penilaian basis pajak untuk menentukan pendapatan
pemerintah daerah. Jadi rating yang sebelumnya banyak digunakan pada masalah
spesifik, perlu diperluas sebagai sebuah opini tentang kapasitas keseluruhan dari
pemerintah daerah misalnya kinerja dan integritas manajemen.
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 22
LampiranPerhitungan AHP
Node: 0Com par e t he r elat ive I M PO RTANCE wit h r espect t o: G O AL
1=EQ UAL 3=M O DERATE 5=STRO NG 7=VERY STRO NG 9=EXTREM E 1 I KLI M 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PUBLI K
2 I KLI M 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SO SEK
3 I KLI M 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KEUANG AN
4 PUBLI K 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SO SEK
5 PUBLI K 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KEUANG AN
6 SO SEK 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KEUANG AN
Abbr ev i a t i on Def i ni t i on
G oal BO BO T FAKTO R RATI NG
I KLI M I KLI M I NVESTASI PUBLI K FAKTO R PELAYANAN PUBLI K
SO SEK FAKTO R SO SI AL EKO NO M I
KEUANG AN FAKTO R KEUANG AN
I KLI M . 365
PUBLI K . 061
SO SEK . 142
KEUANG AN . 432
I nconsist ency Rat io =0. 07
BOBOT F AKTOR RATING
Kojin No
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 23
Node: 10000Com par e t he r elat ive I M PO RTANCE wit h r espect t o: I KLI M < G O AL
1=EQ UAL 3=M O DERATE 5=STRO NG 7=VERY STRO NG 9=EXTREM E 1 LEM BAG A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 EXT_I NV
2 LEM BAG A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I NV_BARU
3 LEM BAG A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 LAP_KERJ
4 LEM BAG A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SAI NG
5 LEM BAG A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PEDPTAN
6 LEM BAG A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SO SPO L
7 EXT_I NV 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I NV_BARU
8 EXT_I NV 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 LAP_KERJ
9 EXT_I NV 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SAI NG
10 EXT_I NV 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PEDPTAN
11 EXT_I NV 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SO SPO L
12 I NV_BARU 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 LAP_KERJ
13 I NV_BARU 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SAI NG
14 I NV_BARU 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PEDPTAN
15 I NV_BARU 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SO SPO L
16 LAP_KERJ 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SAI NG
17 LAP_KERJ 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PEDPTAN
18 LAP_KERJ 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SO SPO L
19 SAI NG 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PEDPTAN
20 SAI NG 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SO SPO L
21 PEDPTAN 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SO SPO L
Abbr evi at i on Def i ni t i on
G oal BO BO T FAKTO R RATI NG
I KLI M I KLI M I NVESTASI
LEM BAG A KELEM BAG AAN DAERAH
EXT_I NV I NVESTO R YANG TELAH ADA I NV_BARU KO NDI SI UNTUK I NVESTO R BARU
LAP_KERJ USAHA UNTUK M ENCI PTAKAN LAPANG AN PEKERJAAN
SAI NG UPAYA UNTUK M ENI NG KATKAN DAYA SAI NG
PEDPTAN UPAYA UNTUK M ENI NG KATKAN PENDAPATAN DAERAH
BOBOT FAKTOR RAT ING
Kojin No
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 24
SO SPO L UPAYA UNTUK M ENJAM I N STABI LI TAS SO SI AL PO LI TI K
LEM BAG A . 209
EXT_I NV . 133
I NV_BARU . 133
LAP_KERJ . 109
SAI NG . 154
PEDPTAN . 096
SO SPO L . 165
I nconsist ency Rat io =0. 08
BOBOT F AKTOR RATING
Ko jin No
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 25
Node: 20000Com par e t he r elat ive PREFERENCE wit h r espect t o: PUBLI K < G O AL
1=EQ UAL 3=M O DERATE 5=STRO NG 7=VERY STRO NG 9=EXTREM E 1 SEHAT 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DI DI K
2 SEHAT 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 STRUK
3 DI DI K 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 STRUK
Abbr ev i a t i on Def i ni t i on
G oal BO BO T FAKTO R RATI NG
PUBLI K FAKTO R PELAYANAN PUBLI K
SEHAT KESEHATAN DI DI K PENDI DI KAN
STRUK I NFRASTRUKTUR
SEHAT . 258
DI DI K . 637
STRUK . 105
I nconsist ency Rat io =0. 04
BOBOT FAKT OR RAT ING
Ko jin No
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 26
Node: 30000Com par e t he r elat ive I M PO RTANCE wit h r espect t o: SO SEK < G O AL
1=EQ UAL 3=M O DERATE 5=STRO NG 7=VERY STRO NG 9=EXTREM E 1 PEDDK 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 HDI
2 PEDDK 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PDRB
3 PEDDK 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PEND_CAP
4 PEDDK 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PERT_PDK
5 HDI 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PDRB
6 HDI 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PEND_CAP
7 HDI 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PERT_PDK
8 PDRB 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PEND_CAP
9 PDRB 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PERT_PDK
10 PEND_CAP 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PERT_PDK
Abbr ev i a t i on Def i ni t i on
G oal BO BO T FAKTO R RATI NGSO SEK FAKTO R SO SI AL EKO NO M I
PEDDK JUM LAH PENDUDUK
HDI I NDEKS HDI
PDRB PDRB
PEND_CAP PENDAPATAN PERKAPI TA
PERT_PDK PERTUM BUHAN PENDUDUK
PEDDK . 081
HDI . 440
PDRB . 181
PEND_CAP . 207
PERT_PDK . 090
I nconsist ency Rat io =0. 07
BOBOT F AKTOR RATING
Kojin No
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 27
Node: 40000Com par e t he r elat ive I M PO RTANCE wit h r espect t o: KEUANG AN < G O AL
1=EQ UAL 3=M O DERATE 5=STRO NG 7=VERY STRO NG 9=EXTREM E 1 PENERI M A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 BELANJA
2 PENERI M A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ASSET
3 PENERI M A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 HUTANG
4 BELANJA 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ASSET
5 BELANJA 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 HUTANG
6 ASSET 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 HUTANG
Abbr ev i a t i on Def i ni t i on
G oal BO BO T FAKTO R RATI NGKEUANG AN FAKTO R KEUANG AN
PENERI M A PENERI M AAN DAERAH
BELANJA BELANJA DAERAH ASSET STRUKTUR ASSET
HUTANG STRUKTUR HUTANG
PENERI M A . 389
BELANJA . 130
ASSET . 178
HUTANG . 303
I nconsist ency Rat io =0. 06
BOBOT FAKT OR RAT ING
Ko jin No
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2006) 28
Daftar Pustaka
Altman, E.I., 1998. The importance and subtlety of credit rating migration. Journal of Banking and Finance 22, 1231-1247.
Altman, E.I., Kao, D.L., 1992a. Rating drift in high-yield bonds. The Journal of Fixed Income 1, 15-20.
Altman, E.I., Kao, D.L., 1992b. The implications of corporate bond ratings drift. Financial Analysts Journal 48, 64-75.
Altman, E.I., Saunders, A., 1998. Credit risk measurement: Developments over the last 20 years. Journal of Banking and Finance 21, 1721-1742.
Basle Committee, 1999. A New Capital Adequacy Framework, Basle Committee on Banking Supervision. Bank of International Settlements, June, Basle.
Bennet, P., 1987. Applying portfolio theory to global bank lending. Journal of Banking and Finance XX, 153-169.
Cantor, R., Packer, F., 1994. The credit rating industry. Federal Reserve Bank of New York Quarterly Review 19 (2).
Cantor, R., Packer, F., 1995. Sovereign credit ratings. Current Issues in Economics and Finance (Federal Reserve Bank of New York) 1 (3).
Carty, L., Fons, J.S., 1993. Measuring Changes in Credit Quality, Moodys Special Report, November (also in: Journal of Fixed Income (June 1996), pp. 27-41).
Fons, J.S., Carty, L.V., 1995. Probability of default: A derivatives perspective. In: Derivative Credit Risk , Advances in Measurements and Management. Risk Publications, London, pp. 35-47.
Moodys Investor Service, 1995. Moodys Credit Ratings and Research, New York. Moodys Investor Service, 1997. Corporate Bond Defaults and Default Ratios, 1920-
1996. Solomon Brothers Inc. New York. Nusbaum, D., 1996. Moodys Blue Risk 9 (10), 57-59. Platt, H.D., Platt, M.B., 1991. A note on the use of industry-relative ratios in bankruptcy
prediction. Journal of Banking and Finance 1183±1194. Standard & PoorÕs, 1997. Ratings Performance 1996: Stability and Transition. New
York. Treacy, W.F., Carey, M., 2000. Credit risk rating systems at large US banks. Journal of
Banking and Finance 24, 167-201. Watt, R.C., 1985. A factor-analytic approach to bank conditions. Journal of Banking
and Finance 253-266.